ade sutrimo p25-p50

26
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II membahas uraian teori yang berkaitan dengan bab I berdasarkan rujukan pustaka. Pembahasan difokuskan pada uraian tentang pre operasi SC, kecemasan, dan teknik relaksasi GIM. Akan dijabarkan juga kerangka teori dan kerangka konsep yang berisi pendekatan pemecahan masalah yang digunakan serta hipotesis dalam penelitian. A. Landasan Teori 1. Pre operasi SC SC merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding abdomen dan dinding rahim (Benson & Pernoll, 2008). Indikasi dilakukannya SC merupakan disproporsi sefalopelvik, gawat janin, plasenta previa, riwayat SC sebelumnya, kelainan letak, incordinate uterine action, eklampsi dan hipertensi (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, & Setiowulan, 2009). Persalinan dengan SC dianggap sebagai salah satu cara untuk mewujudkan well born baby well health mother, tidak hanya bayi yang lahir hidup tapi harapan agar tumbuh kembangnya berkelanjutan dan tidak ada komplikasi yang dialami ibu (Manuaba, 2001). Persalinan dengan SC tidak bisa terlepas dari resiko komplikasi pada bayi maupun pada ibu (Manuaba, 2001). Komplikasi pada saat operasi SC

Upload: shofi-h-udin

Post on 02-Dec-2015

116 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ade Sutrimo p25-p50

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab II membahas uraian teori yang berkaitan dengan bab I berdasarkan

rujukan pustaka. Pembahasan difokuskan pada uraian tentang pre operasi SC,

kecemasan, dan teknik relaksasi GIM. Akan dijabarkan juga kerangka teori dan

kerangka konsep yang berisi pendekatan pemecahan masalah yang digunakan

serta hipotesis dalam penelitian.

A. Landasan Teori

1. Pre operasi SC

SC merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding abdomen dan dinding rahim (Benson & Pernoll, 2008). Indikasi

dilakukannya SC merupakan disproporsi sefalopelvik, gawat janin, plasenta

previa, riwayat SC sebelumnya, kelainan letak, incordinate uterine action,

eklampsi dan hipertensi (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, &

Setiowulan, 2009). Persalinan dengan SC dianggap sebagai salah satu cara

untuk mewujudkan well born baby well health mother, tidak hanya bayi

yang lahir hidup tapi harapan agar tumbuh kembangnya berkelanjutan dan

tidak ada komplikasi yang dialami ibu (Manuaba, 2001).

Persalinan dengan SC tidak bisa terlepas dari resiko komplikasi pada

bayi maupun pada ibu (Manuaba, 2001). Komplikasi pada saat operasi SC

Page 2: Ade Sutrimo p25-p50

11

dilakukan meliputi dampak pada ibu antara lain: infeksi puerperal,

perdarahan, luka pada vesika urinaria, embolisme paru-paru dan ruptur

uterin, sedangkan dampak pada bayi yaitu kematian perinatal (Mansjoer,

Triyanti, Savitri, Wardhani, & Setiowulan, 2009). Angka mortalitas bayi

dengan ibu yang melahirkan dengan proses SC berkisar antara 4-7 persen

(Wiknjosastro, 2005).

Komplikasi akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi adalah

bayi menjadi kurang aktif dan lebih banyak tidur akibat dari efek anestesi,

sehingga akan mempengaruhi pemberian ASI. Bayi yang dilahirkan melalui

SC sering mengalami gangguan pernafasan karena kelahiran yang terlalu

cepat. Bayi tidak beradaptasi pada saat proses transisi dari dunia dalam

rahim menjadi di luar rahim yang dapat menyebabkan takipneu pada bayi

(Bobak, Deitra & Margaret, 2005). Komplikasi post SC juga terjadi pada

ibu. Komplikasi yang timbul setelah dilakukannya SC pada ibu seperti nyeri

pada daerah insisi, potensi terjadinya thrombosis, potensi terjadinya

penurunan kemampuan fungsional, penurunan elastisitas otot perut dan otot

dasar panggul, perdarahan, luka kandung kemih, infeksi, bengkak pada

ektremitas bawah, dan gangguan laktasi (Winkjosastro, 2005).

Asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien bedah disebut asuhan

keperawatan perioperatif. Asuhan keperawatan perioperatif meliputi asuhan

keperawatan yang dilakukan sebelum operasi (pre operasi), selama operasi

berlangsung di kamar operasi (intra operasi) dan sesudah proses operasi

selesai dilakukan (pos operasi). Asuhan keperawatan bagi pasien operasi SC

Page 3: Ade Sutrimo p25-p50

12

dinamakan manajeman peripartum. Fase perawatan pre operasi dimulai

ketika keputusan intervensi bedah dibuat dan berakhir saat pasien dikirim ke

meja operasi (Smeltzer & Bare, 2002; Gant & Cunningham, 2009).

Pasien pre operasi dapat mengalami kegelisahan dan ketakutan yang

kadang tidak tampak jelas, seringkali pasien menampakkan kecemasan

dalam bentuk lain. Pasien yang gelisah dan takut sering bertanya terus

menerus dan berulang-ulang, walaupun pertanyaannya sudah dijawab

(Potter & Perry, 2005). Bentuk lain respon pasien pre operasi yaitu pasien

berusaha mengalihkan perhatiannya, tidak mau berbicara dan tidak

memperhatikan keadaan sekitarnya bahkan pasien akan bergerak terus

menerus sehingga tidak bisa tidur (Oswari, 2005).

Perawatan pre operasi SC dapat menyebabkan kecemasan. Penyebab

kecemasannya dapat berupa bayangan pasien yang menghubungkan nyeri

saat operasi, kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang lain, dan

kematian. Pasien juga cemas akan kehilangan pendapatan atau

berkurangnya pendapatannya karena penggantian biaya asuransi di rumah

sakit dan ketidakberdayaan mengahadapi operasi dalam waktu yang

semakin dekat (Potter & Perry, 2005). Pasien pre operasi dapat mengalami

kecemasan terhadap anastesi, ketidaktahuan tentang prosedur operasi dan

ancaman lain terhadap citra tubuh yang menimbulkan kecemasan (Smeltzer

& Bare, 2002).

Intervensi keperawatan perioperatif memberi pemahaman yang

menyeluruh pada pasien tentang pembedahan dan mempersiapkan fisik

Page 4: Ade Sutrimo p25-p50

13

pasien untuk menjalani pembedahan (Potter & Perry, 2005). Perawat dapat

melakukan intervensi penyuluhan pre operasi untuk menghilangkan

kesalahan konsep dan kesalahan informasi dan untuk memberikan

penanganan ketika memungkinkan lingkup aktivitas keperawatan selama

fase pre operasi. Perawatan pre operasi dapat mencakup penetapan

pengkajian dasar pasien, menjalani anamnesa pre operasi, dan menyiapkan

pasien untuk anastesi yang diberikan dan persiapan operasi (Smeltzer &

Bare, 2002).

Tindakan mandiri keperawatan untuk mengurangi kecemasan pasien

pre operasi juga dapat dengan membina hubungan yang efektif dan

mendengarkan keluhan pasien secara aktif. Harapannya pasien dapat

bekerjasama dengan baik dan berpartisipasi dalam perawatan jika perawat

memberikan informasi pre operasi, pada saat operasi dan post operasi.

Penyuluhan pre operasi dilakukan untuk mengurangi rasa cemas akibat

ketidaktahuan pasien dan keluarga serta mengurangi penggunaan (Potter &

Perry, 2005). Perawat juga dapat melakukan teknik relaksasi untuk

menurunkan kecemasan pasien pre operasi (Smeltzer & Bare, 2002).

Prosedur perawatan operasi SC dinamakan manajemen peripartum. Ibu

yang sudah diputuskan menjalani operasi SC dimasukkan ke rumah sakit

sehari sebelum operasi dan dievaluasi oleh ahli obstetri dan ahli anestesi.

Perawatan pre operasi pasien meliputi pemeriksaan lengkap dan persiapan

fisik maupun mental (Gant & Cunningham, 2010). Prosedur pre operasi

yang didapatkan dari hasil studi pendahuluan penelitian di RSUD Banyumas

Page 5: Ade Sutrimo p25-p50

14

yaitu penetapan keputusan operasi SC oleh dokter spesialis obstetri dan

ginekologi. Keputusan operasi SC dilakukan pada saat pasien melakukan

pemeriksaan di poliklinik. Pasien dipindahkan ke bangsal maternitas untuk

dilakukan perawatan pre operasi. Operasi SC dilakukan keesokan harinya

sesuai jadwal pada daftar operasi di instalasi bedah sentral (IBS).

2. Kecemasan

a. Pengertian kecemasan

Kecemasan merupakan emosi subjektif yang membuat individu

tidak nyaman, ketakutan yang tidak jelas dan gelisah, dan disertai respon

otonom. Kecemasan juga merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan

menyebar berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya

(Stuart, 2007; Tomb 2004). Kecemasan pasien pre operasi SC merupakan

kecemasan yang spesifik yakni terhadap kekhawatiran terhadap prosedur

operasi, prosedur anatesi, defisit informasi atau kesalahpahaman konsep,

kekhawatiran tentang masalah finansial keluarga, kekhawatiran terhadap

diri dan bayi yang akan dilahirkannya (Potter & Perry 2005; Smeltzer &

Bare 2002; Gant & Cunningham, 2010).

b. Tahapan kecemasan

Kecemasan diidentifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu ringan,

sedang, berat dan panik (Stuart & Laraia, 2005). Semakin tinggi tingkat

kecemasan individu maka akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis.

Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian

intelektual terhadap bahaya. Kecemasan merupakan masalah psikiatri

Page 6: Ade Sutrimo p25-p50

15

yang paling sering terjadi, tahapan tingkat kecemasan akan dijelaskan

sebagai berikut (Stuart, 2007):

1) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari; cemas menyebabkan individu menjadi waspada,

menajamkan indera dan meningkatkan lapang persepsinya.

2) Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada

suatu hal dan mempersempit lapang persepsi individu. Individu

menjadi tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada

lebih banyak area.

3) Kecemasan berat, mengurangi lapang persepsi individu. Individu

berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir

tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi

ketegangan, individu perlu banyak arahan untuk berfokus pada area

lain.

4) Tingkat panik (sangat berat) dari kecemasan berhubungan dengan

terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari

proporsi, karena mengalami kehilangan kendali. Individu yang

mencapai tingkat ini tidak mampu melakukan sesuatu walaupun

dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan

menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan

untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang,

dan kehilangan pemikiran yang rasional.

Page 7: Ade Sutrimo p25-p50

16

c. Etiologi kecemasan

Kecemasan disebabkan faktor patofisiologis maupun faktor

situasional (Doengoes, 2002). Penyebab kecemasan tidak spesifik bahkan

tidak diketahui oleh individu. Perasaan cemas diekspresikan secara

langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku, dapat juga

diekspresikan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala dan

mekanisme koping sebagai upaya melawan kecemasan (Stuart, 2007).

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor

yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2007) dan Tomb (2004),

antara lain:

1) Faktor predisposisi

a) Teori psikoanalisis

Pandangan teori psikoanalisis memaparkan bahwa cemas

merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen

kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan

insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan

hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi

menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut

dan fungsi kecemasan untuk mengingatkan ego bahwa ada

bahaya.

b) Teori interpersonal

Teori interpersonal menyatakan bahwa cemas timbul dari

perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan

Page 8: Ade Sutrimo p25-p50

17

interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan perkembangan

trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan

kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah rentan

mengalami kecemasan yang berat.

c) Teori perilaku

Teori perilaku menyatakan bahwa cemas merupakan

produk frustasi. Frustasi merupakan segala sesuatu yang

menggangu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. dan dikarakteristikkan sebagai suatu dorongan yang

dipelajari untuk menghindari kepedihan. Teori pembelajaran

meyakini individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada

ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan

kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Teori konflik

memandang cemas sebagai pertentangan antara dua

kepentingan yang berlawanan. Kecemasan terjadi karena

adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan:

konflik menimbulkan kecemasan, dan cemas menimbulkan

perasaan tak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan

konflik yang dirasakan.

d) Teori kajian keluarga

Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan cemas

terjadi didalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang

tindih antara gangguan kecemasan dan depresi.

Page 9: Ade Sutrimo p25-p50

18

e) Teori biologis

Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung

reseptor khusus untuk benzodiazepine, obat-obatan yang

meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gamma-

aminobutyric acid (GABA). GABA berperan penting dalam

mekanisme biologi yang berhubungan dengan cemas.

Kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan di keluarga

memiliki efek nyata sebagai predisposisi kecemasan.

Cemas disertai dengan gangguan fisik yang menurunkan

kemampuan individu mengatasi stresor. Kecemasan

diperantarai oleh sistem kompleks yang melibatkan sistem

limbik, pada organ amigdala dan hipokampus, talamus, korteks

frontal secara anatomis dan norepinefrin (lokus seruleus),

serotonin (nukleus rafe dorsal) dan GABA (reseptor GABAA

berpasangan dengan reseptor benzodiazepin) pada sistem

neurokimia. Hingga saat ini belum diketahui secara jelas

bagaimana kerja dari masing-masing bagian tersebut dalam

menimbulkan kecemasan (Tomb, 2004).

Setiap perubahan dalam kehidupan yang dapat menimbulkan

keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat

menimbulkan kecemasan (Ibrahim, 2012). Faktor predisposisi yang

dapat menimbulkan kecemasan antara lain faktor genetik, faktor

organik dan faktor psikologi. Faktor predisposisi kecemasan pada

Page 10: Ade Sutrimo p25-p50

19

pasien pre operasi SC yang paling berpengaruh merupakan faktor

psikologis, terutama ketidakpastian tentang prosedur dan operasi

yang akan dijalani dan keadaan bayi yang akan dilahirkannya

melalui metode SC (Winkjosastro, 2005; Smeltzer & Bare, 2002;

Gant & Cunningham, 2010).

2) Faktor presipitasi

Pengalaman cemas setiap individu bervariasi bergantung pada

situasi dan hubungan interpersonal. Ada dua faktor presipitasi yang

mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2007) dan Tomb

(2004), yaitu :

a) Faktor eksternal

(1) Ancaman integritas diri

Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan

terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik,

pembedahan yang akan dilakukan).

(2) Ancaman sistem diri

Antara lain: ancaman terhadap identitas diri, harga

diri, hubungan interpersonal, kehilangan, dan perubahan

status dan peran.

Page 11: Ade Sutrimo p25-p50

20

b) Faktor internal

(1) Potensial stresor

Stresor psikososial merupakan keadaan yang

menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga

individu dituntut untuk beradaptasi.

(2) Maturitas

Kematangan kepribadian inidividu akan

mempengaruhi kecemasan yang dihadapinya. Kepribadian

individu yang lebih matur maka lebih sukar mengalami

gangguan akibat kecemasan, karena individu mempunyai

daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.

(3) Pendidikan

Tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap

kemampuan berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan

maka individu semakin mudah berpikir rasional dan

menangkap informasi baru. Kemampuan analisis akan

mempermudah individu dalam menguraikan masalah baru.

(4) Respon koping

Mekanisme koping digunakan seseorang saat

mengalami kecemasan. Ketidakmampuan mengatasi

kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab

terjadinya perilaku patologis.

Page 12: Ade Sutrimo p25-p50

21

(5) Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi yang rendah pada seseorang

akan menyebabkan individu mudah mengalami kecemasan.

(6) Keadaan fisik

Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah

mengalami kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami

akan memper mudah individu mengalami kecemasan.

(7) Tipe kepribadian

Individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah

mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang

dengan tipe kepribadian B. Individu dengan tipe

kepribadian A memiliki ciri-ciri individu yang tidak sabar,

kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburu-

buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah

tersinggung dan mengakibatkan otot-otot mudah tegang.

Individu dengan tipe kepribadian B memiliki ciri-ciri yang

berlawanan dengan tipe kepribadian A. Tipe kepribadian B

merupakan individu yang penyabar, tenang, teliti dan

rutinitas.

(8) Lingkungan dan situasi

Seseorang yang berada di lingkungan asing lebih

mudah mengalami kecemasan dibandingkan di lingkungan

yang yang sudah dikenalnya.

Page 13: Ade Sutrimo p25-p50

22

(9) Dukungan sosial

Dukungan sosial dan lingkungan merupakan sumber

koping individu. Dukungan sosial dari kehadiran orang lain

membantu seseorang mengurangi kecemasan sedangkan

lingkungan mempengaruhi area berfikir individu.

(10) Usia

Usia muda lebih mudah cemas dibandingkan individu

dengan usia yang lebih tua.

(11) Jenis kelamin

Gangguan kecemasan tingkat panik lebih sering

dialami wanita daripada pria.

Dampak negatif dari kecemasan merupakan rasa khawatir yang

berlebihan tentang masalah yang nyata maupun potensial. Keadaan

cemas akan membuat individu menghabiskan tenaganya,

menimbulkan rasa gelisah, dan menghambat individu melakukan

fungsinya dengan adekuat dalam situasi interpersonal maupun

hubungan sosial (Videbeck, 2008). Faktor presipitasi timbulnya

kecemasan pada pasien pre operasi SC pada faktor eksternal pada

ancaman integritas dirinya karena preosedur operasi, kekhawatiran

yang mengenai pada sistem diri pasien berupa kekhawatiran terhadap

gambaran diri yang nantinya berpengaruh pada hubungan

interpersonalnya.

Page 14: Ade Sutrimo p25-p50

23

Faktor presipitasi internal kecemasan pasien pre operasi SC

antara lain potensial stressor yaitu prosedur persalinan menggunakan

metode operasi yang akan dijalaninya, maturitas individu yakni pasien

SC yang berusia produktif, pendidikan pasien, respon koping pasien,

status sosial ekonomi keluarga dalam memenuhi administrasi rumah

sakit mulai dari persiapan sebelum sampai setelah operasi SC,

keadaan fisik pasien, tipe kepribadian pasien, lingkungan di rumah

sakit serta dukungan sosial pasien dari keluarga maupun tenaga

kesehatan di rumah sakit (Gant & Cunningham, 2010).

d. Penatalaksanaan kecemasan

Aspek klinik menyatakan bahwa kecemasan dapat dijumpai pada

orang yang menderita stres normal, pada orang yang menderita sakit

fisik berat lama dan kronik, dan pada orang dengan gangguan psikiatri

berat. Kecemasan yang berkepanjangan menjadi patologis dan

menghasilkan berbagai gejala hiperaktivitas otonom pada sistem

muskuloskeletal, kardiovaskuler, gastrointestinal bahkan genitourinarius.

Respon kecemasan yang berkepanjangan dinamakan gangguan

kecemasan (Romadhon, 2002). Penyembuhan gangguan kecemasan

dapat dilakukan dengan cara farmakologis maupun non farmakologis

menurut Maramis (2004) dan Romadhon (2002) yaitu sebagai berikut :

1) Farmakologis

Anxiolytic mempunyai keunggulan efek terapeutik cepat

dalam menurunkan tanda dan gejala kecemasan tetapi

Page 15: Ade Sutrimo p25-p50

24

mempunyai kerugian risiko adiksi. Terapi kombinasi yang

diberikan untuk menurunkan kecemasan merupakan obat anxiolytic

dan psikoterapi. Obat anxiolytic diberikan sampai 2 minggu

pengobatan, kemudian dilakukan psikoterapi yang dimulai pada

awal minggu kedua. Saat psikoterapi diberikan, obat anxiolytic

masih tetap diberikan tetapi secara bertahap diturunkan dosisnya

(tapering off sampai minggu ke empat pengobatan). Jenis obat

yang digunakan sebagai agen anxiolytic yaitu golongan

benzodiazepin, non-benzodiazepin, anti-depresan: trisiklik,

monoamin inhibitor (MAOI), serotonin reuptake inhibitor (SRI),

specific serotonin reuptake inhibitor (SSRI) (Romadhon, 2002).

Pengobatan farmakologi anxiolytic mempunyai efek klinik

tranquilaizer dan neroleptika (Maramis, 2004).

2) Non farmakologis

Psikoterapi yang digunakan untuk gangguan kecemasan

merupakan psikoterapi berorientasi insight, terapi perilaku, terapi

kognitif atau psikoterapi provokasi kecemasan jangka pendek

(Romadhon, 2002). Menurut Dongoes (2002) menurunkan stresor

yang dapat memperberat kecemasan dilakukan dengan beberapa

cara sebagai berikut :

a) Menurunkan kecemasan dengan teknik distraksi yang memblok

persepsi nyeri dalam korteks serebral.

Page 16: Ade Sutrimo p25-p50

25

b) Relaksasi dapat menurunkan respon kecemasan, rasa takut,

tegang dan nyeri. Teknik relaksasi terdapat dalam berbagai

jenis yaitu latihan nafas dalam, visualisasi dan guide imagery,

biofeedback, meditasi, teknik relaksasi autogenik, relaksasi otot

progresif dan sebagainya.

c) Pendidikan kesehatan membantu pasien dengan gangguan

kecemasan untuk mempertahankan kontrol diri dan membantu

membangun sikap positif sehingga mampu menurunkan

ketergantungan terhadap medikasi.

d) Memberikan bimbingan pada klien dengan gangguan

kecemasan untuk membuat pilihan perawatan diri sehingga

memungkinkan klien terlibat dalam aktivitas pengalihan.

Bimbingan yang diberikan dapat berupa bimbingan fisik

maupun mental.

e) Dukungan keluarga meningkatkan mekanisme koping dalam

menurunkan stres dan kecemasan.

Penatalaksanaan keperawatan mandiri berdasarkan Nursing

Intervention Classification (NIC) yang dianjurkan untuk tindakan

menurunkan kecemasan yaitu: penurunan kecemasan, teknik

menenagkan, perluasan mekanisme koping, pendampingan pasien,

kehadiran perawat dan konseling lewat telepon. NIC untuk diagnosa

kecemasan juga dianjurkan dalam kategori intervensi opsional antara

lain: konseling, pedoman antisipasi, terapi seni, terapi autogenik,

Page 17: Ade Sutrimo p25-p50

26

manajemen sikap, distraksi, humor, hipnosis, meditasi, terapi musik,

terapi otot progresif, bimbingan umajinasi, relaksasi, kelompok swa

bantu, pendidikan kesehatan dan kunjungan tenaga kesehatan

(McCloskey & Bulechek, 2008).

Penatalaksanaan kecemasan pre operasi SC oleh tenaga medik

dilakukan dengan pemberian anxiolityx sesuai indikasi pasien dan

tindakan madiri keperawatan berupa terapi modalitas dan

komplementer bagi pasien sesuai hasil pengkajian keperawatan,

diagnosa keperawatan yang disusun serta rencana intervensinya.

e. Pengukuran kecemasan

Kusumawati (2010) menyatakan bahwa instrumen untuk

pengukuran tingkat kecemasan dapat menggunakan beberapa cara

pengukuran yaitu taylor manifestation anxiety scale (T-MAS), dan

hamilton rating scale for anxiety (HRS-A). T-MAS merupakan alat

ukur tingkat kecemasan yang di adaptasi dari barat, dan telah banyak

dipakai di Indonesia. Kuesioner T-MAS berisi 40 butir pertanyaan

yang terdiri dari 5 pertanyaan unfavourable dan 35 pertanyaan

favourable. Cut off point kuesioner T-MAS merupakan bila jumlah

jawaban ya pada pilihan favourable dan jumlah jawaban tidak pada

pilihan yang unfavorable ≥ 21.

Kuisioner yang sering digunakan untuk mengukur kecemasan

pasien pre operasi yaitu kuisioner Amsterdam Pre Operative Anxiety

and Information Scale (APAIS). Pengukuran kecemasan juga dapat

Page 18: Ade Sutrimo p25-p50

27

menggunakan pengukuran hormon kortisol yang dapat diukur dengan

sampel darah maupun saliva dan visual analog scale (VAS). Penelitian

yang dilakukan mengunakan alat ukur kecemasan T-MAS yang sudah

dimodifikasi dan dikombinasikan dengan kuisioner APAIS. Kuisioner

penelitian pengukuran kecemasan berisi 18 butir penyataan dengan

skala likert dan responden mengisinya dengan cara memberi tanda

check pada angka 0-4 sesuai keadaan yang dialami responden dalam

menjawab masing-masing butir pernyataan.

3. Guided imagery music (GIM)

a. Definisi

Snyder & Lindquist (2002) mendefinisikan bimbingan imajinasi

sebagai intervensi pikiran dan tubuh manusia menggunakan kekuatan

imajinasi untuk mendapatkan affect fisik, emosional maupun spiritual.

Guided imagery dikategorikan dalam terapi mind-body medicine oleh

Bedford (2012) dengan mengombinasikan bimbingan imajinasi dengan

meditasi pikiran sebagai cross-modal adaptation. Imajinasi merupakan

representasi mental individu dalam tahap relakasasi. Imajinasi dapat

dilakukan dengan berbagai indra antata lain visual, auditor, olfaktori

maupun taktil. Bimbingan imajinasi merupakan teknik yang kuat untuk

dapat fokus dan berimajinasi yang juga merupakan proses terapeutik

(Bonadies, 2009). Watanabe et al (2006) membuktikan hasil

penelitiannya yang menyebutkan bahwa bimbingan imajinasi

meningkatkan mood positif dan menurunkan mood negatif individu

Page 19: Ade Sutrimo p25-p50

28

secara signifikan dan level kortisol yang diukur menggunakan saliva

test juga menunjukkan penurunan yang signifikan.

Arti kata musik dalam terapi musik digunakan untuk menjelaskan

media yang digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi. Berbeda

dengan berbagai terapi dalam lingkup psikologi yang justru

mendorong klien untuk bercerita tentang permasalahan-

permasalahannya (Djohan, 2006). Norred (2000) mengategorikan

musik sebagai salah satu intervensi mandiri keperawatan dalam

kriteria alternative caring-health therapy untuk meminimalkan

kecemasan pre operasi. Terapi musik merupakan keahlian

menggunakan musik atau elemen musik oleh seorang terapis untuk

meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan

mental, fisik, emosional dan spritual. Jenis musik yang digunakan

dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan keinginan, seperti musik

klasik, intrumentalia, slow music, orchestra, maupun jenis musik

lainnya. Musik lembut dan teratur seperti intrumentalia dan musik

klasik merupakan musik yang sering digunakan untuk terapi musik

(Djohan, 2006).

Teknik relaksasi GIM mengombinasikan intervensi bimbingan

imajinasi dan terapi musik. GIM dilakukan dengan memfokuskan

fantasi atau imajinasi pasien yang difasilitasi dengan musik. Efek

musik digunakan untuk memperkuat relaksasi pasien sehingga

imajinasi maupun sugesti yang diberikan akan lebih mudah

Page 20: Ade Sutrimo p25-p50

29

diinduksikan. Tujuan akhirnya yaitu pasien akan dapat mengontrol

kecemasannya (Beebe & Wyatt, 2009).

b. Manfaat teknik relaksasi GIM

Bimbingan imajinasi telah menjadi intervensi untuk mengurangi

kecemasan, dan memberikan relaksasi, dapat juga untuk mengurangi

nyeri kronis, tindakan prosedural yang menimbulkan nyeri, gangguan

pola tidur, mencegah reaksi alergi, mengolah situasi stres dan

kecemasan menurunkan tekanan darah (Snyder & Lindquist, 2002).

Teknik imajinasi telah digabungkan dengan berbagai prosedur perilaku

dan kognitif, serta metode pengobatan dengan pendekatan psikoterapi,

modifikasi perilaku, terapi pengolahan kognitif, terapi emosi rasional,

terapi modalitas, dan hipnoterapi (Arslan, Özer, & Özyurt, 2007).

Teknik imajinasi dapat membangkitkan pikiran atau ide yang

melibatkan kognitif individu, dimana individu dapat membayangkan

tujuan yang berorientasi pada hasil dan proses. Tujuan yang

diharapkan yaitu mencapai kondisi baik atau sehat. Tujuan yang

berorientasi pada proses yaitu membayangkan mekanisme efek yang

diinginkan seperti membayangkan sistem kekebalan tubuh sangat kuat

(Snyder & Lindquist, 2002). Menggabungkan musik dengan

bimbingan imajinasi dapat mengurangi kelelahan, gangguan perasaan,

dan menurunkan kandungan kortisol dalam darah (Nicholson, 2001).

Bimbingan imajinasi pada individu membuat individu

membayangkan melihat sesuatu, mendengar, mencium, mengecap, dan

Page 21: Ade Sutrimo p25-p50

30

atau menyentuh sesuatu (Snyder & Lindquist, 2002). Dasar pemikiran

ilmiah tentang imajinasi merupakan pemikiran untuk memodifikasi

penyakit dan mengurangi gejala dengan menurunkan respon stres,

yang dimediasi oleh interaksi psychoneuroimmune. Hormon stres

dipicu ketika situasi maupun peristiwa yang mengancam fisik,

kesejahteraan emosional maupun tuntunan situasi yang melebihi

kemampuan individu, sehingga dengan imajinasi diharapkan dapat

mengubah situasi seseorang dari respon negatif yaitu ketakutan dan

kecemasan kegambaran positif yaitu penyembuhan dan kesejahteraan

(McKinley, Stein-Parbury, Chehelnabi, & Lovas, 2004).

GIM dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran emosional

dan merestrukturisasi arti dari sebuah situasi yaitu tanggapan

emosional terhadap situasi memicu sistem limbik dan perubahan sinyal

fisiologis di perifer dan sistem saraf otonom yang mengakibatkan

melawan stres atau menghilangkan karakteristik respon dengan

menggunakan otak kanan yang menyimpan memori. Hasil penelitian

Thomas & Sethares (2010) menunjukkan bahwa guided imagery dapat

menurunkan kecemasan pada pasien pre operasi total joint

arthroplasty. Bauer (2011) membuktikan pengaruh kombinasi musik

dan nature sound untuk menurunkan kecemasan pasien bedah cardiac.

Bonde (2004) membuktikan guided imagery and music dengan metode

Bonny secara signifikan menurunkan kecemasan dan depresi pasien

kanker.

Page 22: Ade Sutrimo p25-p50

31

c. Teknik pemberian GIM

Teknik relaksasi GIM dapat dilakukan secara langsung maupun

tidak langsung. Pemberian teknik relaksasi aktif yaitu dilakukan oleh

individu, sedangkan secara tidak langsung yaitu difasilitasi oleh terapis

maupun alat bantu media video atau rekaman audio (Snyder &

Lindquist, 2002). Rekaman audio berisi panduan relaksasi dan

membayangkan hal-hal yang menyenangkan bagi individu diberikan

menggunakan headphone yang disambungkan dengan pemutar musik.

Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan bimbingan imajinasi

berkisar 10 sampai 30 menit. Pelaksanaan bimbingan imajinasi dimulai

dengan latihan relaksasi, fokus yang digunakan efektif yaitu

pernapasan lambat dan dalam dengan memfasilitasi relaksasi napas

yang bergerak lebih rendah ke dalam dada dan diafragma serta otot

perut. Teknik lainnya termasuk relaksasi otot progresif atau berfokus

pada kata atau objek (Jong, Pijl, de Gast, & Sjöling, 2012).

Relaksasi membuat pikiran lebih terbuka dengan informasi baru

yang diberikan (Snyder & Lindquist, 2002). Cara melakukan teknik

relaksasi GIM tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi.

d. Pengaruh GIM terhadap kecemasan pre operasi SC

Teknik relaksasi GIM dapat menurunkan emosi negatif seperti:

amarah, cemas dan depresi terkadang, tanpa disadari timbul sedikit

demi sedikit dan stimulus emosi negatif diterima oleh bagian otak

yaitu sistem limbik. Adanya hubungan langsung sistem limbik dengan

Page 23: Ade Sutrimo p25-p50

32

sistem otonom, sehingga bila ada stimulus emosi negatif langsung

masuk dan diterima oleh sistem limbik dapat menyebabkan berbagai

gangguan seperti: gangguan jantung, hipertensi maupun gangguan

saluran cerna (Arslan, Özer, & Özyurt, 2007).

Intervensi dengan teknik relaksasi GIM dapat mengubah secara

efektif ambang otak kita yang dalam keadaan stress menjadi secara

fisiologis lebih adaptif. Musik tidak pula memiliki batasan-batasan

sehingga begitu mudah diterima organ pendengaran kita dan melalui

saraf pendengaran diterima dan diartikan di otak dan musik dapat

masuk langsung ke otak emosi kita atau sistem limbik. Musik dapat

pula beresonansi dan bersifat naluriah, sehingga efek terapi masuk otak

(Aizid, 2010).

Berdasarkan penelitian Bonadies (2009) menyebutkan intervensi

guided imagery diberikan selama lima kali intervensi dengan durasi

15-45 menit sedangkan Muna (2012) teknik relaksasi musik klasik

dilakukan sebanyak satu kali. Dalam penelitian yang dilakukan teknik

relaksasi GIM diberikan sebanyak dua kali yaitu pada saat pasien

masuk di bangsal dan pagi hari sebelum pasien menjalani operasi.

Pelaksanaan penelitian dengan pertimbangan waktu pasien di bangsal

dan pengaturan kegiatannya. Kontra indikasi teknik relaksasi pada

pasien halusinasi. Efek samping teknik relaksasi dapat berupa konflik

intra personal pada pasien karena ketidak berhasilan terapi yang

diberikan. Musik yang digunakan adalah musik klasik dan musik alam

Page 24: Ade Sutrimo p25-p50

33

yang didapatkan dari situs internet www.mp3skull.com. Musik yang

didapatkan menggunakan kata kunci relaxing music dan nature sound.

Musik yang digunakan untuk terapi sebanyak 15 file musik yang

diambil sesuai keperluan penelitian. Musik tersebut dengan judul

Gentle morning: Deep Relaxing Forest Sound, Slow Down by Paul

Collier, Relaxing Sounds of Nature–Ocean Swim With The Dolphin,

Solace, Piano Sonnata-Bethoven, Morning From Peer Gynt-Greig,

Liebestraum No 3-Liszt, Traumerei-Schumann, Barcarolle-Offenbach,

Adagio From New World Symphony-Dvorak Romance No 2-

Beethoven, Greensleeves-William, Pastoral-Beethoven, Intermezzo

Mascagni dan Ocean Surf.

Page 25: Ade Sutrimo p25-p50

34

B. Kerangka Teori

Sumber: Bensons & Pernolls (2008), Videbeck (2008), Smeltzer & Bare (2002),

Snyder & Lindquist (2002), Aizid (2010) dan Beebe & Wyatt (2009).

Keputusan operasi SC oleh

tenaga medis spesialis obstetri

dan ginekologi

Kecemasan pre

operasi SC

Indikasi Operasi SC:

disproporsi sefalopelvik, gawat

janin, plasenta previa, riwayat

SC sebelumnya, kelainan letak,

incordinate uterine action,

eklampsi dan hipertensi

Faktor yang mempengaruhi

kecemasan :

a. Predisposisi

b. Presipitasi: 1) Eksternal:

ketidakmampuan fisiologis

dan ancaman sistem diri;

2) Internal: potensial stresor,

maturitas, pendidikan,

respon koping, status sosial

ekonomi, keadaan fisik, tipe

kepribadian, lingkungan,

dukungan sosial, usia, jenis

kelamin Manajemen peripartum:

a. Perawatan pre operasi SC

b. Intraoperasi SC

c. Post operasi SC

Dampak kecemasan pre

operasi SC:

a. Risiko perdarahan

b. Risiko infeksi

c. Penyembuhan luka lama

Penurunan RR, denyut

jantung teratur, kerja otot

berkurang, gelombang

otak

Peningkatan

kerja saraf

parasimpatis

Penurunan

stres

Intervensi kecemasan

Terapi farmakologi Terapi non farmakologi

a. Penyuluhan pre operasi

b. Psikoterapi

c. Terapi perilaku

d. Terapi kognitif

-------------------------

Guided imagery and

music

a. Agen anxiolytic:

benzodiazepin &

non-benzodiazepin

b. Antidepresan:

trsiklik, MAOI, SRI,

& SSRI

Page 26: Ade Sutrimo p25-p50

35

C. Kerangka Konsep

Keterangan :

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan terjemahan dari tujuan penelitian ke

dalam dugaan yang jelas. Hipotesis merupakan prediksi hasil penelitian yaitu

hubungan yang diharapkan antar variabel (Saryono, 2011). Berdasarkan

kerangka teori dan kerangka konsep yang sudah dipaparkan, maka peneliti

menggunakan rumusan Ho yaitu: tidak ada pengaruh GIM terhadap

kecemasan pasien pre operasi SC di RSUD Banyumas.

: tidak diteliti : diteliti

Skor kecemasan

pre operasi SC

Guided imagery music

(GIM)

Pasien pre

operasi SC

1. Jenis kelamin

2. Usia

3. Pendidikan

4. Status sosial ekonomi

5. Ketidakmampuan

fisiologis

6. Ancaman sistem diri

7. Potensial stressor

8. Maturitas

9. Respon koping

10. Keadaan fisik

11. Tipe Kepribadian

12. Lingkungan

13. Dukungan sosial