Download - Ade Sutrimo p25-p50
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab II membahas uraian teori yang berkaitan dengan bab I berdasarkan
rujukan pustaka. Pembahasan difokuskan pada uraian tentang pre operasi SC,
kecemasan, dan teknik relaksasi GIM. Akan dijabarkan juga kerangka teori dan
kerangka konsep yang berisi pendekatan pemecahan masalah yang digunakan
serta hipotesis dalam penelitian.
A. Landasan Teori
1. Pre operasi SC
SC merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding abdomen dan dinding rahim (Benson & Pernoll, 2008). Indikasi
dilakukannya SC merupakan disproporsi sefalopelvik, gawat janin, plasenta
previa, riwayat SC sebelumnya, kelainan letak, incordinate uterine action,
eklampsi dan hipertensi (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, &
Setiowulan, 2009). Persalinan dengan SC dianggap sebagai salah satu cara
untuk mewujudkan well born baby well health mother, tidak hanya bayi
yang lahir hidup tapi harapan agar tumbuh kembangnya berkelanjutan dan
tidak ada komplikasi yang dialami ibu (Manuaba, 2001).
Persalinan dengan SC tidak bisa terlepas dari resiko komplikasi pada
bayi maupun pada ibu (Manuaba, 2001). Komplikasi pada saat operasi SC
11
dilakukan meliputi dampak pada ibu antara lain: infeksi puerperal,
perdarahan, luka pada vesika urinaria, embolisme paru-paru dan ruptur
uterin, sedangkan dampak pada bayi yaitu kematian perinatal (Mansjoer,
Triyanti, Savitri, Wardhani, & Setiowulan, 2009). Angka mortalitas bayi
dengan ibu yang melahirkan dengan proses SC berkisar antara 4-7 persen
(Wiknjosastro, 2005).
Komplikasi akibat persalinan SC yang bisa terjadi pada bayi adalah
bayi menjadi kurang aktif dan lebih banyak tidur akibat dari efek anestesi,
sehingga akan mempengaruhi pemberian ASI. Bayi yang dilahirkan melalui
SC sering mengalami gangguan pernafasan karena kelahiran yang terlalu
cepat. Bayi tidak beradaptasi pada saat proses transisi dari dunia dalam
rahim menjadi di luar rahim yang dapat menyebabkan takipneu pada bayi
(Bobak, Deitra & Margaret, 2005). Komplikasi post SC juga terjadi pada
ibu. Komplikasi yang timbul setelah dilakukannya SC pada ibu seperti nyeri
pada daerah insisi, potensi terjadinya thrombosis, potensi terjadinya
penurunan kemampuan fungsional, penurunan elastisitas otot perut dan otot
dasar panggul, perdarahan, luka kandung kemih, infeksi, bengkak pada
ektremitas bawah, dan gangguan laktasi (Winkjosastro, 2005).
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien bedah disebut asuhan
keperawatan perioperatif. Asuhan keperawatan perioperatif meliputi asuhan
keperawatan yang dilakukan sebelum operasi (pre operasi), selama operasi
berlangsung di kamar operasi (intra operasi) dan sesudah proses operasi
selesai dilakukan (pos operasi). Asuhan keperawatan bagi pasien operasi SC
12
dinamakan manajeman peripartum. Fase perawatan pre operasi dimulai
ketika keputusan intervensi bedah dibuat dan berakhir saat pasien dikirim ke
meja operasi (Smeltzer & Bare, 2002; Gant & Cunningham, 2009).
Pasien pre operasi dapat mengalami kegelisahan dan ketakutan yang
kadang tidak tampak jelas, seringkali pasien menampakkan kecemasan
dalam bentuk lain. Pasien yang gelisah dan takut sering bertanya terus
menerus dan berulang-ulang, walaupun pertanyaannya sudah dijawab
(Potter & Perry, 2005). Bentuk lain respon pasien pre operasi yaitu pasien
berusaha mengalihkan perhatiannya, tidak mau berbicara dan tidak
memperhatikan keadaan sekitarnya bahkan pasien akan bergerak terus
menerus sehingga tidak bisa tidur (Oswari, 2005).
Perawatan pre operasi SC dapat menyebabkan kecemasan. Penyebab
kecemasannya dapat berupa bayangan pasien yang menghubungkan nyeri
saat operasi, kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang lain, dan
kematian. Pasien juga cemas akan kehilangan pendapatan atau
berkurangnya pendapatannya karena penggantian biaya asuransi di rumah
sakit dan ketidakberdayaan mengahadapi operasi dalam waktu yang
semakin dekat (Potter & Perry, 2005). Pasien pre operasi dapat mengalami
kecemasan terhadap anastesi, ketidaktahuan tentang prosedur operasi dan
ancaman lain terhadap citra tubuh yang menimbulkan kecemasan (Smeltzer
& Bare, 2002).
Intervensi keperawatan perioperatif memberi pemahaman yang
menyeluruh pada pasien tentang pembedahan dan mempersiapkan fisik
13
pasien untuk menjalani pembedahan (Potter & Perry, 2005). Perawat dapat
melakukan intervensi penyuluhan pre operasi untuk menghilangkan
kesalahan konsep dan kesalahan informasi dan untuk memberikan
penanganan ketika memungkinkan lingkup aktivitas keperawatan selama
fase pre operasi. Perawatan pre operasi dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien, menjalani anamnesa pre operasi, dan menyiapkan
pasien untuk anastesi yang diberikan dan persiapan operasi (Smeltzer &
Bare, 2002).
Tindakan mandiri keperawatan untuk mengurangi kecemasan pasien
pre operasi juga dapat dengan membina hubungan yang efektif dan
mendengarkan keluhan pasien secara aktif. Harapannya pasien dapat
bekerjasama dengan baik dan berpartisipasi dalam perawatan jika perawat
memberikan informasi pre operasi, pada saat operasi dan post operasi.
Penyuluhan pre operasi dilakukan untuk mengurangi rasa cemas akibat
ketidaktahuan pasien dan keluarga serta mengurangi penggunaan (Potter &
Perry, 2005). Perawat juga dapat melakukan teknik relaksasi untuk
menurunkan kecemasan pasien pre operasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Prosedur perawatan operasi SC dinamakan manajemen peripartum. Ibu
yang sudah diputuskan menjalani operasi SC dimasukkan ke rumah sakit
sehari sebelum operasi dan dievaluasi oleh ahli obstetri dan ahli anestesi.
Perawatan pre operasi pasien meliputi pemeriksaan lengkap dan persiapan
fisik maupun mental (Gant & Cunningham, 2010). Prosedur pre operasi
yang didapatkan dari hasil studi pendahuluan penelitian di RSUD Banyumas
14
yaitu penetapan keputusan operasi SC oleh dokter spesialis obstetri dan
ginekologi. Keputusan operasi SC dilakukan pada saat pasien melakukan
pemeriksaan di poliklinik. Pasien dipindahkan ke bangsal maternitas untuk
dilakukan perawatan pre operasi. Operasi SC dilakukan keesokan harinya
sesuai jadwal pada daftar operasi di instalasi bedah sentral (IBS).
2. Kecemasan
a. Pengertian kecemasan
Kecemasan merupakan emosi subjektif yang membuat individu
tidak nyaman, ketakutan yang tidak jelas dan gelisah, dan disertai respon
otonom. Kecemasan juga merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya
(Stuart, 2007; Tomb 2004). Kecemasan pasien pre operasi SC merupakan
kecemasan yang spesifik yakni terhadap kekhawatiran terhadap prosedur
operasi, prosedur anatesi, defisit informasi atau kesalahpahaman konsep,
kekhawatiran tentang masalah finansial keluarga, kekhawatiran terhadap
diri dan bayi yang akan dilahirkannya (Potter & Perry 2005; Smeltzer &
Bare 2002; Gant & Cunningham, 2010).
b. Tahapan kecemasan
Kecemasan diidentifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu ringan,
sedang, berat dan panik (Stuart & Laraia, 2005). Semakin tinggi tingkat
kecemasan individu maka akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis.
Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian
intelektual terhadap bahaya. Kecemasan merupakan masalah psikiatri
15
yang paling sering terjadi, tahapan tingkat kecemasan akan dijelaskan
sebagai berikut (Stuart, 2007):
1) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari; cemas menyebabkan individu menjadi waspada,
menajamkan indera dan meningkatkan lapang persepsinya.
2) Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada
suatu hal dan mempersempit lapang persepsi individu. Individu
menjadi tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada
lebih banyak area.
3) Kecemasan berat, mengurangi lapang persepsi individu. Individu
berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir
tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan, individu perlu banyak arahan untuk berfokus pada area
lain.
4) Tingkat panik (sangat berat) dari kecemasan berhubungan dengan
terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari
proporsi, karena mengalami kehilangan kendali. Individu yang
mencapai tingkat ini tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang,
dan kehilangan pemikiran yang rasional.
16
c. Etiologi kecemasan
Kecemasan disebabkan faktor patofisiologis maupun faktor
situasional (Doengoes, 2002). Penyebab kecemasan tidak spesifik bahkan
tidak diketahui oleh individu. Perasaan cemas diekspresikan secara
langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku, dapat juga
diekspresikan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala dan
mekanisme koping sebagai upaya melawan kecemasan (Stuart, 2007).
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor
yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2007) dan Tomb (2004),
antara lain:
1) Faktor predisposisi
a) Teori psikoanalisis
Pandangan teori psikoanalisis memaparkan bahwa cemas
merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan
insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan
hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut
dan fungsi kecemasan untuk mengingatkan ego bahwa ada
bahaya.
b) Teori interpersonal
Teori interpersonal menyatakan bahwa cemas timbul dari
perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan
17
interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan perkembangan
trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan
kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah rentan
mengalami kecemasan yang berat.
c) Teori perilaku
Teori perilaku menyatakan bahwa cemas merupakan
produk frustasi. Frustasi merupakan segala sesuatu yang
menggangu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. dan dikarakteristikkan sebagai suatu dorongan yang
dipelajari untuk menghindari kepedihan. Teori pembelajaran
meyakini individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada
ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan
kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Teori konflik
memandang cemas sebagai pertentangan antara dua
kepentingan yang berlawanan. Kecemasan terjadi karena
adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan:
konflik menimbulkan kecemasan, dan cemas menimbulkan
perasaan tak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan
konflik yang dirasakan.
d) Teori kajian keluarga
Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan cemas
terjadi didalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang
tindih antara gangguan kecemasan dan depresi.
18
e) Teori biologis
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung
reseptor khusus untuk benzodiazepine, obat-obatan yang
meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gamma-
aminobutyric acid (GABA). GABA berperan penting dalam
mekanisme biologi yang berhubungan dengan cemas.
Kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan di keluarga
memiliki efek nyata sebagai predisposisi kecemasan.
Cemas disertai dengan gangguan fisik yang menurunkan
kemampuan individu mengatasi stresor. Kecemasan
diperantarai oleh sistem kompleks yang melibatkan sistem
limbik, pada organ amigdala dan hipokampus, talamus, korteks
frontal secara anatomis dan norepinefrin (lokus seruleus),
serotonin (nukleus rafe dorsal) dan GABA (reseptor GABAA
berpasangan dengan reseptor benzodiazepin) pada sistem
neurokimia. Hingga saat ini belum diketahui secara jelas
bagaimana kerja dari masing-masing bagian tersebut dalam
menimbulkan kecemasan (Tomb, 2004).
Setiap perubahan dalam kehidupan yang dapat menimbulkan
keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat
menimbulkan kecemasan (Ibrahim, 2012). Faktor predisposisi yang
dapat menimbulkan kecemasan antara lain faktor genetik, faktor
organik dan faktor psikologi. Faktor predisposisi kecemasan pada
19
pasien pre operasi SC yang paling berpengaruh merupakan faktor
psikologis, terutama ketidakpastian tentang prosedur dan operasi
yang akan dijalani dan keadaan bayi yang akan dilahirkannya
melalui metode SC (Winkjosastro, 2005; Smeltzer & Bare, 2002;
Gant & Cunningham, 2010).
2) Faktor presipitasi
Pengalaman cemas setiap individu bervariasi bergantung pada
situasi dan hubungan interpersonal. Ada dua faktor presipitasi yang
mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2007) dan Tomb
(2004), yaitu :
a) Faktor eksternal
(1) Ancaman integritas diri
Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan
terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik,
pembedahan yang akan dilakukan).
(2) Ancaman sistem diri
Antara lain: ancaman terhadap identitas diri, harga
diri, hubungan interpersonal, kehilangan, dan perubahan
status dan peran.
20
b) Faktor internal
(1) Potensial stresor
Stresor psikososial merupakan keadaan yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga
individu dituntut untuk beradaptasi.
(2) Maturitas
Kematangan kepribadian inidividu akan
mempengaruhi kecemasan yang dihadapinya. Kepribadian
individu yang lebih matur maka lebih sukar mengalami
gangguan akibat kecemasan, karena individu mempunyai
daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.
(3) Pendidikan
Tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan
maka individu semakin mudah berpikir rasional dan
menangkap informasi baru. Kemampuan analisis akan
mempermudah individu dalam menguraikan masalah baru.
(4) Respon koping
Mekanisme koping digunakan seseorang saat
mengalami kecemasan. Ketidakmampuan mengatasi
kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab
terjadinya perilaku patologis.
21
(5) Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah pada seseorang
akan menyebabkan individu mudah mengalami kecemasan.
(6) Keadaan fisik
Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah
mengalami kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami
akan memper mudah individu mengalami kecemasan.
(7) Tipe kepribadian
Individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah
mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang
dengan tipe kepribadian B. Individu dengan tipe
kepribadian A memiliki ciri-ciri individu yang tidak sabar,
kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburu-
buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah
tersinggung dan mengakibatkan otot-otot mudah tegang.
Individu dengan tipe kepribadian B memiliki ciri-ciri yang
berlawanan dengan tipe kepribadian A. Tipe kepribadian B
merupakan individu yang penyabar, tenang, teliti dan
rutinitas.
(8) Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing lebih
mudah mengalami kecemasan dibandingkan di lingkungan
yang yang sudah dikenalnya.
22
(9) Dukungan sosial
Dukungan sosial dan lingkungan merupakan sumber
koping individu. Dukungan sosial dari kehadiran orang lain
membantu seseorang mengurangi kecemasan sedangkan
lingkungan mempengaruhi area berfikir individu.
(10) Usia
Usia muda lebih mudah cemas dibandingkan individu
dengan usia yang lebih tua.
(11) Jenis kelamin
Gangguan kecemasan tingkat panik lebih sering
dialami wanita daripada pria.
Dampak negatif dari kecemasan merupakan rasa khawatir yang
berlebihan tentang masalah yang nyata maupun potensial. Keadaan
cemas akan membuat individu menghabiskan tenaganya,
menimbulkan rasa gelisah, dan menghambat individu melakukan
fungsinya dengan adekuat dalam situasi interpersonal maupun
hubungan sosial (Videbeck, 2008). Faktor presipitasi timbulnya
kecemasan pada pasien pre operasi SC pada faktor eksternal pada
ancaman integritas dirinya karena preosedur operasi, kekhawatiran
yang mengenai pada sistem diri pasien berupa kekhawatiran terhadap
gambaran diri yang nantinya berpengaruh pada hubungan
interpersonalnya.
23
Faktor presipitasi internal kecemasan pasien pre operasi SC
antara lain potensial stressor yaitu prosedur persalinan menggunakan
metode operasi yang akan dijalaninya, maturitas individu yakni pasien
SC yang berusia produktif, pendidikan pasien, respon koping pasien,
status sosial ekonomi keluarga dalam memenuhi administrasi rumah
sakit mulai dari persiapan sebelum sampai setelah operasi SC,
keadaan fisik pasien, tipe kepribadian pasien, lingkungan di rumah
sakit serta dukungan sosial pasien dari keluarga maupun tenaga
kesehatan di rumah sakit (Gant & Cunningham, 2010).
d. Penatalaksanaan kecemasan
Aspek klinik menyatakan bahwa kecemasan dapat dijumpai pada
orang yang menderita stres normal, pada orang yang menderita sakit
fisik berat lama dan kronik, dan pada orang dengan gangguan psikiatri
berat. Kecemasan yang berkepanjangan menjadi patologis dan
menghasilkan berbagai gejala hiperaktivitas otonom pada sistem
muskuloskeletal, kardiovaskuler, gastrointestinal bahkan genitourinarius.
Respon kecemasan yang berkepanjangan dinamakan gangguan
kecemasan (Romadhon, 2002). Penyembuhan gangguan kecemasan
dapat dilakukan dengan cara farmakologis maupun non farmakologis
menurut Maramis (2004) dan Romadhon (2002) yaitu sebagai berikut :
1) Farmakologis
Anxiolytic mempunyai keunggulan efek terapeutik cepat
dalam menurunkan tanda dan gejala kecemasan tetapi
24
mempunyai kerugian risiko adiksi. Terapi kombinasi yang
diberikan untuk menurunkan kecemasan merupakan obat anxiolytic
dan psikoterapi. Obat anxiolytic diberikan sampai 2 minggu
pengobatan, kemudian dilakukan psikoterapi yang dimulai pada
awal minggu kedua. Saat psikoterapi diberikan, obat anxiolytic
masih tetap diberikan tetapi secara bertahap diturunkan dosisnya
(tapering off sampai minggu ke empat pengobatan). Jenis obat
yang digunakan sebagai agen anxiolytic yaitu golongan
benzodiazepin, non-benzodiazepin, anti-depresan: trisiklik,
monoamin inhibitor (MAOI), serotonin reuptake inhibitor (SRI),
specific serotonin reuptake inhibitor (SSRI) (Romadhon, 2002).
Pengobatan farmakologi anxiolytic mempunyai efek klinik
tranquilaizer dan neroleptika (Maramis, 2004).
2) Non farmakologis
Psikoterapi yang digunakan untuk gangguan kecemasan
merupakan psikoterapi berorientasi insight, terapi perilaku, terapi
kognitif atau psikoterapi provokasi kecemasan jangka pendek
(Romadhon, 2002). Menurut Dongoes (2002) menurunkan stresor
yang dapat memperberat kecemasan dilakukan dengan beberapa
cara sebagai berikut :
a) Menurunkan kecemasan dengan teknik distraksi yang memblok
persepsi nyeri dalam korteks serebral.
25
b) Relaksasi dapat menurunkan respon kecemasan, rasa takut,
tegang dan nyeri. Teknik relaksasi terdapat dalam berbagai
jenis yaitu latihan nafas dalam, visualisasi dan guide imagery,
biofeedback, meditasi, teknik relaksasi autogenik, relaksasi otot
progresif dan sebagainya.
c) Pendidikan kesehatan membantu pasien dengan gangguan
kecemasan untuk mempertahankan kontrol diri dan membantu
membangun sikap positif sehingga mampu menurunkan
ketergantungan terhadap medikasi.
d) Memberikan bimbingan pada klien dengan gangguan
kecemasan untuk membuat pilihan perawatan diri sehingga
memungkinkan klien terlibat dalam aktivitas pengalihan.
Bimbingan yang diberikan dapat berupa bimbingan fisik
maupun mental.
e) Dukungan keluarga meningkatkan mekanisme koping dalam
menurunkan stres dan kecemasan.
Penatalaksanaan keperawatan mandiri berdasarkan Nursing
Intervention Classification (NIC) yang dianjurkan untuk tindakan
menurunkan kecemasan yaitu: penurunan kecemasan, teknik
menenagkan, perluasan mekanisme koping, pendampingan pasien,
kehadiran perawat dan konseling lewat telepon. NIC untuk diagnosa
kecemasan juga dianjurkan dalam kategori intervensi opsional antara
lain: konseling, pedoman antisipasi, terapi seni, terapi autogenik,
26
manajemen sikap, distraksi, humor, hipnosis, meditasi, terapi musik,
terapi otot progresif, bimbingan umajinasi, relaksasi, kelompok swa
bantu, pendidikan kesehatan dan kunjungan tenaga kesehatan
(McCloskey & Bulechek, 2008).
Penatalaksanaan kecemasan pre operasi SC oleh tenaga medik
dilakukan dengan pemberian anxiolityx sesuai indikasi pasien dan
tindakan madiri keperawatan berupa terapi modalitas dan
komplementer bagi pasien sesuai hasil pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan yang disusun serta rencana intervensinya.
e. Pengukuran kecemasan
Kusumawati (2010) menyatakan bahwa instrumen untuk
pengukuran tingkat kecemasan dapat menggunakan beberapa cara
pengukuran yaitu taylor manifestation anxiety scale (T-MAS), dan
hamilton rating scale for anxiety (HRS-A). T-MAS merupakan alat
ukur tingkat kecemasan yang di adaptasi dari barat, dan telah banyak
dipakai di Indonesia. Kuesioner T-MAS berisi 40 butir pertanyaan
yang terdiri dari 5 pertanyaan unfavourable dan 35 pertanyaan
favourable. Cut off point kuesioner T-MAS merupakan bila jumlah
jawaban ya pada pilihan favourable dan jumlah jawaban tidak pada
pilihan yang unfavorable ≥ 21.
Kuisioner yang sering digunakan untuk mengukur kecemasan
pasien pre operasi yaitu kuisioner Amsterdam Pre Operative Anxiety
and Information Scale (APAIS). Pengukuran kecemasan juga dapat
27
menggunakan pengukuran hormon kortisol yang dapat diukur dengan
sampel darah maupun saliva dan visual analog scale (VAS). Penelitian
yang dilakukan mengunakan alat ukur kecemasan T-MAS yang sudah
dimodifikasi dan dikombinasikan dengan kuisioner APAIS. Kuisioner
penelitian pengukuran kecemasan berisi 18 butir penyataan dengan
skala likert dan responden mengisinya dengan cara memberi tanda
check pada angka 0-4 sesuai keadaan yang dialami responden dalam
menjawab masing-masing butir pernyataan.
3. Guided imagery music (GIM)
a. Definisi
Snyder & Lindquist (2002) mendefinisikan bimbingan imajinasi
sebagai intervensi pikiran dan tubuh manusia menggunakan kekuatan
imajinasi untuk mendapatkan affect fisik, emosional maupun spiritual.
Guided imagery dikategorikan dalam terapi mind-body medicine oleh
Bedford (2012) dengan mengombinasikan bimbingan imajinasi dengan
meditasi pikiran sebagai cross-modal adaptation. Imajinasi merupakan
representasi mental individu dalam tahap relakasasi. Imajinasi dapat
dilakukan dengan berbagai indra antata lain visual, auditor, olfaktori
maupun taktil. Bimbingan imajinasi merupakan teknik yang kuat untuk
dapat fokus dan berimajinasi yang juga merupakan proses terapeutik
(Bonadies, 2009). Watanabe et al (2006) membuktikan hasil
penelitiannya yang menyebutkan bahwa bimbingan imajinasi
meningkatkan mood positif dan menurunkan mood negatif individu
28
secara signifikan dan level kortisol yang diukur menggunakan saliva
test juga menunjukkan penurunan yang signifikan.
Arti kata musik dalam terapi musik digunakan untuk menjelaskan
media yang digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi. Berbeda
dengan berbagai terapi dalam lingkup psikologi yang justru
mendorong klien untuk bercerita tentang permasalahan-
permasalahannya (Djohan, 2006). Norred (2000) mengategorikan
musik sebagai salah satu intervensi mandiri keperawatan dalam
kriteria alternative caring-health therapy untuk meminimalkan
kecemasan pre operasi. Terapi musik merupakan keahlian
menggunakan musik atau elemen musik oleh seorang terapis untuk
meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan
mental, fisik, emosional dan spritual. Jenis musik yang digunakan
dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan keinginan, seperti musik
klasik, intrumentalia, slow music, orchestra, maupun jenis musik
lainnya. Musik lembut dan teratur seperti intrumentalia dan musik
klasik merupakan musik yang sering digunakan untuk terapi musik
(Djohan, 2006).
Teknik relaksasi GIM mengombinasikan intervensi bimbingan
imajinasi dan terapi musik. GIM dilakukan dengan memfokuskan
fantasi atau imajinasi pasien yang difasilitasi dengan musik. Efek
musik digunakan untuk memperkuat relaksasi pasien sehingga
imajinasi maupun sugesti yang diberikan akan lebih mudah
29
diinduksikan. Tujuan akhirnya yaitu pasien akan dapat mengontrol
kecemasannya (Beebe & Wyatt, 2009).
b. Manfaat teknik relaksasi GIM
Bimbingan imajinasi telah menjadi intervensi untuk mengurangi
kecemasan, dan memberikan relaksasi, dapat juga untuk mengurangi
nyeri kronis, tindakan prosedural yang menimbulkan nyeri, gangguan
pola tidur, mencegah reaksi alergi, mengolah situasi stres dan
kecemasan menurunkan tekanan darah (Snyder & Lindquist, 2002).
Teknik imajinasi telah digabungkan dengan berbagai prosedur perilaku
dan kognitif, serta metode pengobatan dengan pendekatan psikoterapi,
modifikasi perilaku, terapi pengolahan kognitif, terapi emosi rasional,
terapi modalitas, dan hipnoterapi (Arslan, Özer, & Özyurt, 2007).
Teknik imajinasi dapat membangkitkan pikiran atau ide yang
melibatkan kognitif individu, dimana individu dapat membayangkan
tujuan yang berorientasi pada hasil dan proses. Tujuan yang
diharapkan yaitu mencapai kondisi baik atau sehat. Tujuan yang
berorientasi pada proses yaitu membayangkan mekanisme efek yang
diinginkan seperti membayangkan sistem kekebalan tubuh sangat kuat
(Snyder & Lindquist, 2002). Menggabungkan musik dengan
bimbingan imajinasi dapat mengurangi kelelahan, gangguan perasaan,
dan menurunkan kandungan kortisol dalam darah (Nicholson, 2001).
Bimbingan imajinasi pada individu membuat individu
membayangkan melihat sesuatu, mendengar, mencium, mengecap, dan
30
atau menyentuh sesuatu (Snyder & Lindquist, 2002). Dasar pemikiran
ilmiah tentang imajinasi merupakan pemikiran untuk memodifikasi
penyakit dan mengurangi gejala dengan menurunkan respon stres,
yang dimediasi oleh interaksi psychoneuroimmune. Hormon stres
dipicu ketika situasi maupun peristiwa yang mengancam fisik,
kesejahteraan emosional maupun tuntunan situasi yang melebihi
kemampuan individu, sehingga dengan imajinasi diharapkan dapat
mengubah situasi seseorang dari respon negatif yaitu ketakutan dan
kecemasan kegambaran positif yaitu penyembuhan dan kesejahteraan
(McKinley, Stein-Parbury, Chehelnabi, & Lovas, 2004).
GIM dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran emosional
dan merestrukturisasi arti dari sebuah situasi yaitu tanggapan
emosional terhadap situasi memicu sistem limbik dan perubahan sinyal
fisiologis di perifer dan sistem saraf otonom yang mengakibatkan
melawan stres atau menghilangkan karakteristik respon dengan
menggunakan otak kanan yang menyimpan memori. Hasil penelitian
Thomas & Sethares (2010) menunjukkan bahwa guided imagery dapat
menurunkan kecemasan pada pasien pre operasi total joint
arthroplasty. Bauer (2011) membuktikan pengaruh kombinasi musik
dan nature sound untuk menurunkan kecemasan pasien bedah cardiac.
Bonde (2004) membuktikan guided imagery and music dengan metode
Bonny secara signifikan menurunkan kecemasan dan depresi pasien
kanker.
31
c. Teknik pemberian GIM
Teknik relaksasi GIM dapat dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Pemberian teknik relaksasi aktif yaitu dilakukan oleh
individu, sedangkan secara tidak langsung yaitu difasilitasi oleh terapis
maupun alat bantu media video atau rekaman audio (Snyder &
Lindquist, 2002). Rekaman audio berisi panduan relaksasi dan
membayangkan hal-hal yang menyenangkan bagi individu diberikan
menggunakan headphone yang disambungkan dengan pemutar musik.
Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan bimbingan imajinasi
berkisar 10 sampai 30 menit. Pelaksanaan bimbingan imajinasi dimulai
dengan latihan relaksasi, fokus yang digunakan efektif yaitu
pernapasan lambat dan dalam dengan memfasilitasi relaksasi napas
yang bergerak lebih rendah ke dalam dada dan diafragma serta otot
perut. Teknik lainnya termasuk relaksasi otot progresif atau berfokus
pada kata atau objek (Jong, Pijl, de Gast, & Sjöling, 2012).
Relaksasi membuat pikiran lebih terbuka dengan informasi baru
yang diberikan (Snyder & Lindquist, 2002). Cara melakukan teknik
relaksasi GIM tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi.
d. Pengaruh GIM terhadap kecemasan pre operasi SC
Teknik relaksasi GIM dapat menurunkan emosi negatif seperti:
amarah, cemas dan depresi terkadang, tanpa disadari timbul sedikit
demi sedikit dan stimulus emosi negatif diterima oleh bagian otak
yaitu sistem limbik. Adanya hubungan langsung sistem limbik dengan
32
sistem otonom, sehingga bila ada stimulus emosi negatif langsung
masuk dan diterima oleh sistem limbik dapat menyebabkan berbagai
gangguan seperti: gangguan jantung, hipertensi maupun gangguan
saluran cerna (Arslan, Özer, & Özyurt, 2007).
Intervensi dengan teknik relaksasi GIM dapat mengubah secara
efektif ambang otak kita yang dalam keadaan stress menjadi secara
fisiologis lebih adaptif. Musik tidak pula memiliki batasan-batasan
sehingga begitu mudah diterima organ pendengaran kita dan melalui
saraf pendengaran diterima dan diartikan di otak dan musik dapat
masuk langsung ke otak emosi kita atau sistem limbik. Musik dapat
pula beresonansi dan bersifat naluriah, sehingga efek terapi masuk otak
(Aizid, 2010).
Berdasarkan penelitian Bonadies (2009) menyebutkan intervensi
guided imagery diberikan selama lima kali intervensi dengan durasi
15-45 menit sedangkan Muna (2012) teknik relaksasi musik klasik
dilakukan sebanyak satu kali. Dalam penelitian yang dilakukan teknik
relaksasi GIM diberikan sebanyak dua kali yaitu pada saat pasien
masuk di bangsal dan pagi hari sebelum pasien menjalani operasi.
Pelaksanaan penelitian dengan pertimbangan waktu pasien di bangsal
dan pengaturan kegiatannya. Kontra indikasi teknik relaksasi pada
pasien halusinasi. Efek samping teknik relaksasi dapat berupa konflik
intra personal pada pasien karena ketidak berhasilan terapi yang
diberikan. Musik yang digunakan adalah musik klasik dan musik alam
33
yang didapatkan dari situs internet www.mp3skull.com. Musik yang
didapatkan menggunakan kata kunci relaxing music dan nature sound.
Musik yang digunakan untuk terapi sebanyak 15 file musik yang
diambil sesuai keperluan penelitian. Musik tersebut dengan judul
Gentle morning: Deep Relaxing Forest Sound, Slow Down by Paul
Collier, Relaxing Sounds of Nature–Ocean Swim With The Dolphin,
Solace, Piano Sonnata-Bethoven, Morning From Peer Gynt-Greig,
Liebestraum No 3-Liszt, Traumerei-Schumann, Barcarolle-Offenbach,
Adagio From New World Symphony-Dvorak Romance No 2-
Beethoven, Greensleeves-William, Pastoral-Beethoven, Intermezzo
Mascagni dan Ocean Surf.
34
B. Kerangka Teori
Sumber: Bensons & Pernolls (2008), Videbeck (2008), Smeltzer & Bare (2002),
Snyder & Lindquist (2002), Aizid (2010) dan Beebe & Wyatt (2009).
Keputusan operasi SC oleh
tenaga medis spesialis obstetri
dan ginekologi
Kecemasan pre
operasi SC
Indikasi Operasi SC:
disproporsi sefalopelvik, gawat
janin, plasenta previa, riwayat
SC sebelumnya, kelainan letak,
incordinate uterine action,
eklampsi dan hipertensi
Faktor yang mempengaruhi
kecemasan :
a. Predisposisi
b. Presipitasi: 1) Eksternal:
ketidakmampuan fisiologis
dan ancaman sistem diri;
2) Internal: potensial stresor,
maturitas, pendidikan,
respon koping, status sosial
ekonomi, keadaan fisik, tipe
kepribadian, lingkungan,
dukungan sosial, usia, jenis
kelamin Manajemen peripartum:
a. Perawatan pre operasi SC
b. Intraoperasi SC
c. Post operasi SC
Dampak kecemasan pre
operasi SC:
a. Risiko perdarahan
b. Risiko infeksi
c. Penyembuhan luka lama
Penurunan RR, denyut
jantung teratur, kerja otot
berkurang, gelombang
otak
Peningkatan
kerja saraf
parasimpatis
Penurunan
stres
Intervensi kecemasan
Terapi farmakologi Terapi non farmakologi
a. Penyuluhan pre operasi
b. Psikoterapi
c. Terapi perilaku
d. Terapi kognitif
-------------------------
Guided imagery and
music
a. Agen anxiolytic:
benzodiazepin &
non-benzodiazepin
b. Antidepresan:
trsiklik, MAOI, SRI,
& SSRI
35
C. Kerangka Konsep
Keterangan :
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan terjemahan dari tujuan penelitian ke
dalam dugaan yang jelas. Hipotesis merupakan prediksi hasil penelitian yaitu
hubungan yang diharapkan antar variabel (Saryono, 2011). Berdasarkan
kerangka teori dan kerangka konsep yang sudah dipaparkan, maka peneliti
menggunakan rumusan Ho yaitu: tidak ada pengaruh GIM terhadap
kecemasan pasien pre operasi SC di RSUD Banyumas.
: tidak diteliti : diteliti
Skor kecemasan
pre operasi SC
Guided imagery music
(GIM)
Pasien pre
operasi SC
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Pendidikan
4. Status sosial ekonomi
5. Ketidakmampuan
fisiologis
6. Ancaman sistem diri
7. Potensial stressor
8. Maturitas
9. Respon koping
10. Keadaan fisik
11. Tipe Kepribadian
12. Lingkungan
13. Dukungan sosial