repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 4730 › skripsi full.pdf... ·...

131
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca Perang Dingin yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah mengawali babak baru dalam penelaahan dan tatanan studi hubungan internasional. Studi Hubungan Internasional yang semula berkisar pada tataran isu politik dan keamanan yang bersifat bipolar dan state centric, kini justru telah bergeser ke dalam isu-isu alternatif seperti Hak Asasi Manusia (HAM), demokratisasi, gender, lingkungan hidup dan isu-isu lainnya. Munculnya isu lingkungan hidup menjadi sebagai salah satu agenda baru dalam hubungan internasional yang paling dinamis. Buat sebagian pengamat, karakter permasalahan yang khas dari persoalan lingkungan seperti: transboundary, threshold effect, high technically aspect, dan scientific uncertainty. Kemudian menjadikan masalah lingkungan sebagai isu yang sangat mendorong terciptanya beragam interaksi yang bersifat kooperatif maupun konflik. Isu lingkungan itu sendiri sesungguhnya merupakan isu yang sangat luas karena kompleksitas permasalahannya menyangkut aspek-aspek krusial dan beraneka ragam dari multidisiplin ilmu ekonomi, politik, sosial, dan budaya serta tentunya dari

Upload: others

Post on 26-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasca Perang Dingin yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet sebagai salah

satu negara adi kuasa, telah mengawali babak baru dalam penelaahan dan tatanan

studi hubungan internasional. Studi Hubungan Internasional yang semula berkisar

pada tataran isu politik dan keamanan yang bersifat bipolar dan state centric, kini

justru telah bergeser ke dalam isu-isu alternatif seperti Hak Asasi Manusia (HAM),

demokratisasi, gender, lingkungan hidup dan isu-isu lainnya.

Munculnya isu lingkungan hidup menjadi sebagai salah satu agenda baru dalam

hubungan internasional yang paling dinamis. Buat sebagian pengamat, karakter

permasalahan yang khas dari persoalan lingkungan seperti: transboundary, threshold

effect, high technically aspect, dan scientific uncertainty. Kemudian menjadikan

masalah lingkungan sebagai isu yang sangat mendorong terciptanya beragam

interaksi yang bersifat kooperatif maupun konflik.

Isu lingkungan itu sendiri sesungguhnya merupakan isu yang sangat luas karena

kompleksitas permasalahannya menyangkut aspek-aspek krusial dan beraneka ragam

dari multidisiplin ilmu ekonomi, politik, sosial, dan budaya serta tentunya dari

2

kelompok ilmu-ilmu eksakta yang berkaitan langsung dengan studi fisik tentang

lingkungan itu sendiri, seperti biologi, kimia, geologi, kehutanan, dan sebagainya.

Benang merah yang menghubungkan keragaman persoalan lingkungan ini

adalah bahwa semuanya berkenaan dengan masalah tentang hubungan antara human

society dan the natural world. Akan tetapi dalam beberapa hal ada perbedaan dalam

hal motivasi di belakang isu-isu lingkungan tersebut. Misalnya isu tentang pemanasan

global atau global warming, lebih didorong oleh keberlangsungan sistem ekonomi

yang ada, kemudian masalah ketersediaan makanan, pencemaran kimia, urban traffic

congestion dimotivasi oleh isu kesehatan dan amenity.

Masalah pemanasan global atau global warming merupakan salah satu fokus

masalah dalam isu lingkungan hidup yang secara komprehensif oleh pendapat para

ahli lingkungan mencakup terhadap masalah kelestarian hutan, perubahan iklim, dan

fenomena alam seperti El Nino serta La Nina. Terjadinya pemanasan global

mengakibatkan naiknya suhu rata-rata permukaan bumi sehingga es di kutub dapat

mencair dan menjadikan naiknya permukaan laut. Perubahan iklim secara umum

dapat mengganggu kondisi kesehatan, pertanian, dan kehutanan dan berbagai aspek

lainnya.

Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dilakukan pada tahun 1972

di Stockholm, Swedia, menjadi jawaban terhadap semakin menurunnya kualitas

lingkungan dan semakin meningkatnya concern masayarakat dunia pada isu

3

lingkungan. Konferensi tersebut menghasilkan resolusi mengenai pembentukan

United Nation Environmental Program (UNEP) yang merupakan sebagai motor awal

pelaksana komitmen mengenai lingkungan hidup. Konferensi-konferensi

internasional yang membahas mengenai masalah lingkungan hidup terangkum dalam

UNFCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) yang dimana

salah satu hasil dari pertemuan tersebut adalah adanya kesepakatan untuk membuat

konsensus penanganan lingkungan yang disebut Protokol Kyoto.1 Protokol inilah

yang kemudian menjadi dasar sebuah kerjasama internasional di bidang lingkungan

hidup.

Bagi negara yang sedang berkembang yang telah meratifikasi Protokol Kyoto,

seperti Indonesia, kewajiban untuk mengurangi emisi karbon tidak ada, tetapi

diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Semenjak Indonesia mengesahkan UU

No. 17 Tahun 2004 tentang Ratifikasi Protokol Kyoto, Indonesia bersama dengan

negara-negara sedang berkembang lainnya harus mempersiapkan diri menyonsong

ajakan stekholder asing untuk bertransaksi dalam proyek pengurangan emisi atau

perdagangan karbon antara lain : penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi,

reforestasi, dan bahkan tentang pengelolaan sampah.2 Sehingga,banyak negara yang

ikut berpatisipasi dalam perdagangan karbon ini.

1 Nommi Horas Tombang Siahahan, 2004, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan Edisi 2,

Erlangga: Jakarta, hal.144. 2 Sri Wahyono, “Protokol Kyoto Dukung Pengelolaan Sampah”, Kompas, 24 Maret 2005.

4

Kesempatan Indonesia untuk berpartisipasi dalam mereduksi emisi gas rumah

kaca dan ikut dalam perdagangan karbon terbuka lebar, mengingat beragamnya

proyek dan kesesuaiannya dengan kondisi negara kita. Hubungannya dengan

pengembangan pengelolaan sampah, misalnya, mekanisme pembangunan bersih

memberikan porsi sekitar 16 persen sebagai imbalan reduksi emisi gas rumah kaca

yang ditimbulkan oleh pembusukan sampah di tempat pembuangan akhir sampah.

(TPA).

TPA adalah ujung akhir dari pengelolaan sampah. Secara alamiah, dengan

sistem TPA yang saat ini eksis di seluruh kota di Indonesia, yaitu sistem open

dumping, sampah organik yang tertimbun di TPA akan mengalami proses

dekomposisi secara anaerobik sehingga menghasilkan gas metan. Gas metan adalah

salah satu gas rumah kaca yang kekuatannya 23 kali gas CO2,3 dan bahaya dari

produksi gas metana di TPA saat ini lepas ke atmosfer Bumi secara bebas dan tidak

terkendali.

Saat ini jumlah sampah diberbagai kota di Indonesia khususnya kota

Makassar semakin meningkat bahkan mencapai 300 sampai 400 ton setiap harinya

belum lagi sistem pengolahan sampah yang masih eksis saat ini berupa sistem open

dumping, sehingga selain ditimbun, sampah ini berpotensi memicu pemanasan global

dan hanya menjadi sampah yang tak bernilai lebih kecuali di mata seorang pemulung,

3 Ibid

5

padahal sampah memiliki potensi banyak jika di daur ulang dan bahkan berpotensi

sebagai sumber energi alternatif.

Konsumsi energi Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada

periode 2000-2008, konsumsi energi akhir mengalami peningkatan rata-rata per tahun

sebesar 2,73% dari 764,40 juta SBM menjadi 945.52 juta SMB.4 Tingginya konsumsi

energi dan cadangan energi minyak yang semakin menipis dan disertai mahalnya

harga energi, pemanfaatan sampah merupakan langkah terobosan yang bermanfaat,

baik dari segi pemanfaatan sampah juga sebagai upaya strategis melatih masyarakat

menggunakan energi alternatif.

Masalah lingkungan hidup seperti inilah memberikan tekanan pada negara

untuk terlibat dalam kerjasama internasional yang lebih besar. Alasannya, bahwa

degradasi lingkungan hidup dapat dikatakan membuat sejenis “ancaman” khusus

yang bukan bagi negara tetapi pada semua manusia keseluruhan. Degradasi

lingkungan hidup merupakan ancaman terhadap lingkungan global, yaitu samudera,

laut, lapisan ozon, dan sistem iklim, yang merupakan sistem pendukung kehidupan

bagi manusia keseluruhan.

Terjadinya kerjasama antara JICA dengan Indonesia di bidang lingkungan ini

memperlihatkan adanya keseriusan bagi pihak JICA dan Indonesia untuk menangani

4 Elinur, dkk., 2010, “Perkembangan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian

Indonesia”, Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE), Vol.2, No. 1, Desember

2010.

6

masalah lingkungan ini. Salah satu program JICA di Indonesia adalah “support for

environment”, dan salah satu bentuk proyeknya adalah penanganan sampah di kota

Makassar dengan memperkenal 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Makassar merupakan

penggerak utama pembangunan Kawasan Indonesia Timur, yang terlihat masih

tertinggal dibandingkan dengan Kawasan Indonesia bagian Barat. Meningkatnya

jumlah volume sampah kota Makassar dari tahun ke tahun, menimbulkan inisiatif

JICA untuk memfokuskan proyeknya dalam pembangunan di Indonesia Timur

khususnya Makassar dalam bentuk penanganan sampah kota Makassar.

Kerjasama JICA dengan pemerintah kota Makassar tentu saja didasari oleh

adanya hubungan bilateral Indonesia-Jepang. Adanya kerjasama bilateral didasari

oleh berbagai kepentingan dari kedua belah pihak, baik dari pihak Indonesia maupun

dari pihak Jepang sendiri. Bagi Indonesia, memilih Jepang karena posisinya yang

strategis. Kemampuan diplomasi, kekuatan ekonomi, potensi militer yang

dimilikinya, serta keeratan aliansi dengan Amerika Serikat, menjadikan Jepang

sebagai sebuah negara yang patut diperhitungkan, baik dari strategi politik,

keamanan, maupun ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Sedangkan bagi pihak Jepang,

SDA yang mereka butuhkan sebagian besar berada di Indonesia. Sehingga, terjalinlah

sebuah kerjasama yang baik antara pihak Jepang dan Indonesia5. Kerjasama tersebut

telah terjalin puluhan tahun yang lalu dalam berbagai bidang.

5 Abdul Irsan, 2007, Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia, Grafindo: Jakarta, Hal.7.

7

Pemerintah Jepang menjalin hubungan bilateral dengan pemerintah Indonesia

dengan memanfaatkan dana dan teknologi yang dimilikinya, yang dirumuskannya

dalam kerangka Bantuan Pembangunan Resmi atau dikenal dengan Official

Development Assistance (ODA).6 Selanjutnya bantuan ODA ini disalurkan oleh suatu

lembaga kerjasama yang disebut Japan International Cooperation Agency (JICA),

sebagai badan pelaksana ODA Jepang.

JICA sebagai organisasi perwakilan pemerintah Jepang memberikan bantuan

kepada pemerintah kota Makassar melalui persetujuan pemerintah pusat, untuk

memfokuskan program JICA di Sulawesi Selatan salah satu di antaranya berupa

bantuan penanganan sampah kota Makassar. Bantuan penanganan sampah ini tentu

saja di dasari oleh program prioritas JICA di Indonesia berupa “support for

environment”, sebagai wujud dalam mengatasi ancaman lingkungan hidup.

6 Abdul Irsan, 2005, Jepang; Politik Domestik Global dan Regional, Hasanuddin University Press:

Makassar, hal. 175.

8

Bagan 1.1

SKEMA KERANGKA KONSEPTUAL

Sumber: Diolah sendiri berdasarkan buletin JICA, 2008.

JEPANG INDONESIA

JICA

Pengembangan Indonesia Timur

Support for Environment

ODA JEPANG

Pengembangan Provinsi

Sulawesi Selatan

Penanganan Sampah

PENANGANAN SAMPAH KOTA MAKASSAR

9

Berdasarkan pada kerangka konseptual di atas digambarkan bahwa adanya

bantuan JICA di kota Makassar tentu saja didasarkan pada kolaborasi 2 program

prioritas JICA di Indonesia yakni support for environment dan pengembangan

Indonesia Timur. Program support for environment ini diimplementasikan dalam

promosi 3R (Reduce,Reuse, Recycle), sedangkan program pengembangan Indonesia

Timur diimplementasikan dalam program pengembangan provinsi Sulawesi Selatan.

Sehingga, membentuk salah satu sub-program baru yakni penanganan sampah kota

Makassar.

Kehadiran JICA di kota Makassar tentu saja didasari oleh adanya kesepakatan

ikatan hubungan bilateral antara Indonesia dan Jepang. Jepang yang memiliki

kemampuan finansial yang baik menyalurkan bantuannya melalui ODA Jepang dalam

bentuk hibah, kerjasama teknis, dan pinjaman dana ODA. JICA sebagai organisasi

internasional yang mewakili pemerintah Jepang menjadi pelaksana bantuan ODA

Jepang, sehingga secara tidak langsung kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pihak

JICA tentu dipengaruhi oleh pihak pemerintah Jepang sendiri.

Berdasarkan dari pemaparan di atas dan melihat kondisi realitas aktual yang

terjadi, maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah penelitian yang berjudul :

“Peranan JICA (Japan International Cooperation Agency) terhadap Penanganan

Sampah Perkotaan Makassar” .

10

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Untuk lebih mempermudah analisa dan pembahasan, penulis akan membatasi

masalah yang akan penulis bahas yakni, membahas mengenai Peranan JICA (Japan

International Cooperation Agency) terhadap penanganan sampah Perkotaan

Makassar. Isu lingkungan telah menjadi isu internasional yang dibicarakan oleh

semua negara, karena seperti yang terlihat bahwa sampah menjadi salah satu faktor

yang menyebabkan meningkatnya kadar emisi karbon dan adanya potensi sampah

sebagai sumber energi alternatif. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah implementasi

program teknik pengelolan sampah yang baik, sebagaimana yang dilakukan oleh

pihak JICA (Japan International Cooperation Agency) di Makassar.

Kerjasama JICA dengan pemerintah kota Makassar telah berlangsung sejak

1986, namun dalam penelitian ini penulis mengkhususkan dalam rentan waktu 2008-

2012. Adapun proyek bantuan JICA dalam periode ini merupakan proyek penanganan

sampah kota Makassar sendiri serta proyek gabungan antara JICA dengan pemerintah

kawasan Mamminasata (Makassar, Maros, Sunguminasa, dan Takalar) dalam

pembangunan TPA regional. Meskipun demikian, Makassar tetap menjadi fokus

utama penulis, mengingat kondisi geografis dan demografis kota Makassar

menjadikan kota ini sebagai kota yang penuh dengan sampah sehingga membutuhkan

perhatian lebih dari berbagai pihak.

Berdasarkan batasan di atas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian

yang akan dijadikan sebagai dasar analisa dalam pembahasan ini:

11

1. Apa faktor pendorong dan penghambat JICA (Japan International

Cooperation Agency) dalam memberikan bantuan terhadap penanganan

sampah perkotaan di Makassar?

2. Bagaimana peranan JICA (Japan International Cooperation Agency )

terhadap penanganan sampah perkotaan di Makassar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini antara lain :

a. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor pendorong dan penghambat JICA

(Japan International Cooperation Agency ) dalam penanganan sampah kota

Makassar?

b. Untuk mengetahui dan menjelaskan peranan JICA (Japan International

Cooperation Agency) terhadap penangan sampah kota Makassar.

2. Manfaat Penelitian

Apabila tujuan penelitian tersebut dapat tercapai, maka penelitian ini

diharapkan bermanfaat sebagai :

a. Bahan informasi dan kajian bagi akademisi tentang peranan JICA (Japan

International Cooperation Agency ) terhadap penanganan sampah perkotaan,

khususnya di kota Makassar.

b. Bahan referensi bagi peneliti lain yang hendak mengadakan penelitian tentang

objek yang sama dan relevan.

12

D. Kerangka Konsep

Keberadaan atau eksistensi suatu negara perlu dipertahankan. Salah satu cara

untuk mempertahankan eksistensi suatu negara adalah dengan mencapai tujuan-

tujuan negara yang dirumuskan dalam suatu kepentingan nasional atau national

interest. National interest tersebut akan terpenuhi jika suatu negara melakukan

interaksi negara dengan negara lain yang mampu memenuhi kepentingannya itu.

Kepentingan nasional dapat diartikan secara minimum sebagai suatu

kepentingan untuk kesejahteraan umum, hak untuk mempertahankan kelangsungan

(survival) suatu negara, hak kepentingan ekonomi, hak perlindungan hukum. Dalam

arti yang lebih khusus yaitu untuk mempertahankan dan memelihara identitas politik

dan kulturalnya. Sehingga agar kepentingan nasionalnya terwujud, suatu negara bisa

saja membuat kerjasama atau bahkan konflik sekalipun.

Menurut Hans Morgenthau “strategi diplomasi harus dimotivasi oleh

kepentingan nasional dan bukan oleh kriteria moralistik, legalistik, dan ideologi yang

utopia, dan berbahaya”.7 Morgenthau juga menambahkan bahwa:

kepentingan nasional sama dengan usaha negara untuk mengejar power,

dimana power adalah segala sesuatu yang bisa mengembangkan dan

memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain. Hubungan

power dan kontrol tersebut bisa dicapai melalui teknik-teknik

pemaksaan dan kooperatif. 8

Menurut Anthonio Shitepu di dalam buku Pengantar Hubungan

Internasionalnya, menyatakan bahwa:

7 Theodore A. Coulumbis dan James H. Wolfe, 1990, Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan

dan Power”,terj. Marcedes Marbun, CV. Abardin: Bandung, hal 114. 8 Ibid

13

Power sebagai suatu hubungan antara dua atau lebih negara-negara

(aktor politik) dimana aktor A misalnya, memiliki kemampuan untuk

mengontrol pemikiran dan tindakan (perilaku) aktor B dan seterusnya.

Hubungan antara aktor A dan aktor B bermuatan power yang

dikonseptualisasikan ke dalam konstelasi hubungan:“power

relationship” memiliki tiga unsur yakni kekuatan, pengaruh, dan

kekuasaan.

Konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan kepentingan nasional

berfungsi sebagai pijakan negara untuk membuat kebijakan–kebijakan luar negeri

dari negara itu sendiri. Kebijakan-kebijakan luar negeri ini merupakan alat diplomasi

dalam hubungan internasional untuk meraih kepentingan dan tujuan yang ingin

dicapai negara tersebut.

Kepentingan nasional juga merupakan suatu panduan bagi pemimpin negara

dalam kegiatan politik luar negeri dan hubungan internasional yang dijalaninya.

Adanya interaksi antara negara satu dengan yang lainnya, akan muncul berbagai

macam kepentingan nasional dari negara tersebut. Oleh karena itu, kepentingan

nasional disini berperan sebagai penentu arah pemimpin suatu negara untuk tetap

dalam koridor yang sesuai dengan tujuan negaranya. Selain itu, kepentingan nasional

juga merupakan suatu tolak ukur hasil kinerja pemerintah dalam pelaksanaan

hubungan internasional dan politik luar negerinya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa negara tetap menjadi aktor dominan dalam

bentuk-bentuk kerjasama internasional, namun seiring dengan pesatnya

perkembangan saat ini, peran organisasi internasional semakin menonjol dan diakui

eksistensinya yang semakin bertambah jumlahnya di pentas hubungan maupun

kerjasama internasional. Namun perubahan-perubahan yang terjadi dalam pentas

14

internasional, bagaimana pun tidak dapat dilepaskan dari berbagai evolusi atau

transformasi yang dialami oleh negara bangsa.9 Sehingga, negara tetap masih

berperan dalam berbagai interaksi hubungan internasional.

Hubungan bilateral yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang

bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya

meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada saat itu ditentukan oleh siapa yang

berkuasa waktu itu. Sehingga untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu negara-

negara tersebut melakukan berbagai kerjasama bilateral, trilateral, regional dan

multilateral, melalui bantuan luar negeri.

Salah satu instrumen yang sering digunakan dalam hubungan luar negeri

adalah adanya bantuan luar negeri. Secara umum bantuan luar negeri adalah proses

transfer barang atau dana dari dari suatu negara ke negara lain. Menurut teori Pearson

dan Payasilian dalam buku Pengantar Hubungan Internasional :

aliran realis menyatakan bahwa tujuan utama dari bantuan luar negeri

adalah bukan untuk menunjukkan idealisme abstrak kemanusiaan

tetapi utnuk proyeksi power nasional. Bantuan luar negeri merupakan

komponen penting bagi kebijakan keamanan nasional10

.

Bantuan luar negeri dapat berupa pemberian (grant), pinjaman luar negeri

(loan) atau kerjasama teknik yang diberikan oleh negara-negara donor atau badan-

badan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman luar negeri.

9 Umar Suryadi Bakri, 1999, Pengantar Hubungan Internasional, Jayabaya Universitas Press: Jakarta,

hal. 77. 10

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan

Internasional, Graha Ilmu: Bandung, Hal.49;

15

bantuan luar negeri adalah segala sesuatu yang berurusan dengan

pemindahan sumber-sumber kebendaan material dan jasa-jasa dari

negara tertentu terhadap negara lainnya yang memerlukannya dalam

suatu ikatan transaksi berbentuk pinjaman, pemberian, dan penanaman

modal asing.11

Terdapat dua syarat aliran modal dari luar negeri merupakan bantuan luar

negeri, yaitu:12

1. Aliran modal dari luar negeri tersebut bukan didorong untuk mencari

keuntungan;

2. Aliran modal dari luar negeri atau dana tersebut diberikan kepada negara

penerima atau dipinjamkan dengan syarat yang lebih ringan daripada yang

berlaku dalam pasar internasional.

Oleh sebab itu, aliran modal dari luar negeri yang tergolong sebagai bantuan

luar negeri dapat berupa pemberian (grant) dan pinjaman luar negeri (loan) yang

diberikan oleh negara-negara donor atau badan-badan internasional yang khusus

dibentuk untuk memberikan pinjaman luar negeri, seperti Bank Dunia (World Bank,

Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), Dana Moneter Internasional

(International Monetary Fund).

Holsti membagi program bantuan luar negeri ke dalam empat jenis, yaitu:13

1. Bantuan Militer;

11

Yanuar Ikbar,2007, Ekonomi Politik Internasional 2, Refika Aditama: Bandung, hal. 189; 12

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, Op cit, hal. 83. 13

Ibid.

16

2. Bantuan Teknik;

3. Grant dan program komoditi impor;

4. Pinjaman pembangunan.

Alasan pemberian bantuan oleh suatu negara atau institusi tertentu terutama

ialah self-interest politik, strategi, dan ekonomi, sekalipun pada umumnya alasan itu

berupa motivasi moral dan bantuan kemanusiaan atau bantuan untuk kesinambungan

proses hubungan komplementasi dan pembangunan pihak lain. Namun demikian,

sulit ditemukan bukti-bukti sejarah perkembangan bantuan luar negeri selama periode

tertentu yang menunjukkan bahwa donor atau lembaga-lembaga kredit internasional

membantu tanpa mengharapkan keuntungan tertentu.

Pada umumnya, meskipun aktor-aktor internasional selain negara berusaha

berinteraksi, akan tetapi dibatasi dan dipengaruhi oleh pemerintah setempat, dimana

proses interaksi tersebut terjadi di negara tersebut. Sehingga, secara otomatis,

kelangsungan interaksi yang dilakukan oleh aktor-aktor non-negara tersebut tetap

mendapatkan pengawasan oleh pemerintah atau negara setempat, meskipun aktor-

aktor tersebut mempunyai kemampuan untuk melibatkan diri secara langsung dalam

pentas hubungan internasional. Dengan demikian, menurut Rudi, Organisasi

Internasional akan lebih lengkap dan menyeluruh jika didefinisikan sebagai berikut:

Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari

struktur organisasi yang lengkap dan jelas serta diharakan atau

diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya

secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan

tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama,

17

baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama

kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda.14

Sedangkan Cheever dan Haviland mendefinisikan Organisasi Internasional

sebagai berikut:

Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara

negara-negara, umumnya berdasarkan atas status persetujuan dasar,

untuk melaksanakan fungi-fungsi yang memberi manfaat timbal

balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta

kegiatan-kegiatan staff secara berkala 15

Organisasi internasional tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan

masyarakat dan antarbangsa untuk adanya wadah dan alat untuk melaksanakan

kerjasama internasional. Sehingga, saat ini untuk memperluas eksistensinya

organisasi internasional kini dikenal dalam dua macam, yakni Organisasi antar-

pemerintah dan Organisasi non-pemerintah. Organisasi antar-pemerintah merupakan

sebuah organisasi perwakilan sebuah pemerintah atau negara sedangkan organisasi

non-pemerintah berupa organisasi yang independent dan dananya dai berbagai

sumber yang tidak mengikat.

Karakteristik umum yang terdapat dalam kedua jenis lembaga internasional

tersebut, meliputi: organisasi permanen untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu,

keanggotaannya bersifat sukarela, instrumen dasar yang menyatakan tujuan, struktur,

dan metode pelaksanaanya, badan konsultati yang representatif, dan sekretariat

permanen yng menjalankan fungsi administratif, penelitian, dan informasi.

14

Teuku May Rudy, 2002, Hukum Internasional 2, Refika Aditama: Bandung, hal. 93; 15

Ibid

18

Coulumbis dan Wolfe mengemukakan klasifikasi organisasi internasional

dengan mengombinasikan antara keanggotaan dan tujuan. Kedua penempuh studi

Hubungan Internasional tersebut mengatakan bahwa IGO dapat diklasifkasikan

menjadi empat kategori berdasarkan keanggotan dan tujuan16

:

1. Global Membership and general purpose, yaitu suatu organisasi

internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global serta maksud

dan tujuan umum, contoh PBB.

2. Global Membership and limited purpose organization, yaitu suatu

organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global dan

memiliki tujuan yang spesifik atau khusus. Organisasi jenis ini dikenal

pula sebagai organisasi internasional yang fungsional karena menjalankan

fungsi khusus.

3. Regional membership and general purpose organization, yaitu suatu

organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan yang

regional atau berdasarkan kawasan dengan maksud dan tujuan yang

umum, biasanya bergerak dalam bidang yang luas, meliputi keamanan,

politik, sosial dan ekonomi.

4. Regional membership and limited purpose organization, yaitu suatu

organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan regional

dan memiliki maksud serta tujuan yang khusus dan terbatas. Organisasi

internasional ini bergerak dalam bidang militer dan pertahanan

16

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, Op cit. hal.94.

19

Struktur lembaga IGO ini menunjukkan suatu pola yang khas. Sebagai contoh,

semua IGO memiliki pegawai-pegawai yang permanen yang dipimpin oleh seorang

profesional yang bekerja full time. Birokrasi-birokrasi permanen ini disebut

sekretariat. Karyawannya bisa dianggap pegawai sipil interasional, dan diharapkan

dapat mengembangkan kesetiaan yang bersifat supranasional atau organisasi dan

bukan nasional.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menggolongkan JICA sebagai salah

satu IGO, karena merupakan suatu organisasi perwakilan pemerintah Jepang, dalam

memberikan bantuan bagi negara-negara berkembang di seluruh dunia berdasarkan

hubungan bilateral yang dijalin, termasuk Indonesia,17

yang salah satu diantaranya

kerjasama yang berupa penanganan sampah di kota Makassar sebagai wujud dalam

dukungan terhadap lingkungan.

Lingkungan merupakan salah satu isu hubungan internasional yang kini

mendapatkan posisi banyak dalam interaksi hubungan internasional. Hal ini

disebabkan dampak yang diberikan oleh isu ini sangat mengancam kelangsungan

hidup bumi dan isinya. Sehingga diperlukan adanya tindakan tepat dalam menangani

masalah lingkungan ini.

Banyak ahli lingkungan yang melihat paradigma penyelesaian masalah

lingkungan selama ini sangat antroposentris. Antroposentris yakni sebuah pandangan

hidup yang menganggap alam diciptakan hanya untuk kepentingan manusia dan

17

JICA, About JICA: Organization, diakses melalui

http://www.jica.go.jp/english/about/organization/index.html, pada tanggal 7 Mei 2013.

20

bersifat eksploitatif, dengan melihat adanya dualisme antara lingkungan dan manusia.

Green politics dengan dua konsep utamanya; keberlanjutan ekologis (ecological

sustainability) serta desentralisasi tata kelola lingkungan, menjadi jalan alternatif bagi

penyelesaian masalah lingkungan yang biasanya bertumpu pada konsep

pembangunan keberlanjutan (sustainable development) dan pembentukan rezim

lingkungan internasional yang terbukti belum dapat menyelesaikan problem

lingkungan dunia.

Green politics menawarkan konsep desentralisasi sebagai implementasi

kontrol yang lebih baik dalam mengatasi kontrol level global dapat lebih efektif

dilaksanakan dalam skala yang lebih kecil, yakni skala komunitas lokal yang

langsung memiliki interdependensi tehadap alam sekitar dalam kehidupn mereka.

Dengan konsep itu, selama beberapa tahun terakhir ini, keberadaan green politics bisa

membawa perubahan signifikan dalam kebijakan prolingkungan. Mengutip Charlene

Spretnak dalam Spiritual Dimension of Green Politics, yang mengatakan:

Betapa pentingnya mengembangkan green politics (politik hijau);

gerakan politik sadar ekologi. Oleh karena itulah kebijakan-

kebijakan sosial-poltik-ekonomi kita sudah saatnya

mempertimbangkan soal lingkungan hidup.18

Para pemikir Green Politics, Eckersley, Goodin dan Dobson yang biasa disebut

sebagai kelompok Green Politics mengkritik eksploitasi manusia terhadap

lingkungan, alasannya dengan mengatakan:

Pada dasarnya pemikiran ini adalah menekankan pada

pentingnya suatu paham serta upaya yang berlandaskan pada

18

Stephan Elkins, 1990, “The Politics of Mystical Ecologi”, Telos 82 Journal, hal. 52.

21

ecocentrism, yaitu suatu bentuk penolakan atas pandangan

anthropocentris atas dunia. Yang terpenting adalah

keseimbangan antara alam dan manusia. Pada saat

keseimbangan tadi tidak lagi bersifat seimbang, maka pada saat

itulah kerusakan akan terjadi, istilahnya adalah Katastrophe,

atau bencana.19

Gerakan lingkungan adalah istiah yang digunakan untuk menggambarkan bentuk

aksi kesadaran manusia yang peduli terhadap kerusakan lingkungan, serta berbagai

aspek dalam kehidupan manusia yang terancam akibat kerusakan lingkungan. Dua

terminologi yang erat kaitannya dengan gerakan lingkungan adalah konservasi dan

“gerakan hijau” (Green movement).

Aditjondro, mendefinisikan politik lingkungan sebagai:

Interaksi kekuatan yang mempengaruhi proses pembuatan

keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya alam tertentu,

termasuk pengubahan ekosistem tertentu yang bisa berakibat

buruk bagi kelompok masyarakat tertentu yang kehidupannya

tergantung pada sumber daya alam tersebut serta pelestarian

ekosistemnya. 20

Berdasarkan definisi di atas sebuah interaksi yang dilakukan oleh

manusia menghasilkan sebuah keputusan yang mempengaruhi pemanfaatan

sumber daya alama tertentu, dan keputusan tersebut juga mempengaruhi

pengubahan sebuah sistem dan bisa berakibat fatal jika tidak memperhatikan

19

Mattew Patterson, 2001,“Green Politics”, dalam Burchill, Schoot, and all, “Theories of International

Relation , 2nd

Edition, Palgrave Macmillan: New York, hal 277. 20

George Junus Aditjondro, 2003, “Pola-pola Gerakan Lingkungan”, Refleksi untuk Menyelematkan

lingkungan dari Ekspansi Modal. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, hal. 63.

22

kelestarian ekosistem tersebut, dimana yang sebagian kelas sosial

masyarakat sangat bergangtung ekosistem tersebut.

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang penulis digunakan adalah tipe penelitian

deskriptif analitik yang bersifat studi kasus dimana penulis memberikan suatu

gambaran mengenai faktor pendorong dan penghambat JICA dalam

menangani sampah perkotaan Makassar. Selanjutnya menganalisa peranan

JICA dalam penanganan sampah perkotaan di Makassar.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Makassar.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah:

a. Telaah Pustaka

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah telaah pustaka,

yaitu dengan cara mengumpulkan data dari literatur-literatur yang

berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas baik baik

berupa buku, dokumen, jurnal, majalah, maupun surat kabar. Adapun

tempat yang penulis kunjungi dalam mengumpulkan data adalah:

1. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin.

2. Perpustakaan Fisip Unhas.

23

3. Perpustakaan Wilayah di Makassar.

4. Perpustakaan Universitas Fajar.

5. Perpustakaan Umum ACSI (Active Society Institute) Makassar

6. Kantor Dinas PPLP Sul-Sel

7. Kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar

8. Kantor Dinas UPTD Mamminasata

9. Kantor Nippon Koi di Makassar

10. Kantor JICA di Makassar

11. Badan Pusat Statitistik Sul-Sel

b. Wawancara

Teknik wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara dengan

para informan yang memiliki kapabilitas terhadap masalah-masalah yang

diteliti.

4. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.

Dimana fokus penelitian diarahkan pada data non-matematis. Adapun data

kuantitatif dicantumkan sebagai data pelengkap yang digunakan untuk

mengetahui faktor penghambat dan pendukung JICA dalam memberikan

bantuan terhadap penangan sampah perkotaan di wilayah Makassar.

5. Jenis Data

Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Data Primer merupakan data yang penulis peroleh

24

dari wawancara dengan para informan, yang meliputi data tentang: faktor

pendukung dan penghambat JICA dalam memberikan bantuan dalam

penanganan sampah kota Makassar.

Sedangkan, data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini

adalah:

a. Statistik sampah Kota Makassar dari tahun 2008-2012.

b. Konstribusi JICA dalam penanganan sampah kota Makassar

c. Data lain yang diperoleh lewat dokumen atau instansi lain yang

terkait langsung dengan pihak-pihak yang menjadi objek utama

penulis.

25

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Konsep Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional dapat diartikan sebagai suatu kepentingan untuk

kesejahteraan umum, hak untuk mempertahankan kelangsungan hidup (survival)

suatu negara, hak kepentingan ekonomi, hak perlindungan hukum. Dalam arti yang

lebih khusus yaitu untuk mempertahankan dan memelihara identitas politik dan

kulturalnya. Sehingga agar kepentingan nasionalnya terwujud, suatu negara bisa saja

membuat suatu kerjasama atau bahkan konflik sekalipun.

Kepentingan nasional suatu negara berdasar dari tujuan nasional masing-

masing negara tersebut dan tentu saja setiap negara memiliki tujuan nasional

negaranya. kepentingan nasional tersebut dapat dijadikan alasan suatu negara untuk

mengambil kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional mempengaruhi setiap

aktivitas dari suatu negara baik itu hubungan kekuasaan atau pengendalian melalui

kerjasama ataupun juga paksaan. Oleh karena itu, kepentingan nasional dianggap

sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup

dalam politik internasional.

Kepentingan nasional merupakan dasar bagi suatu negara untuk menjelaskan

perilaku luar negeri serta sebagai alat ukur untuk menentukan keberhasilan politik

luar negeri suatu negara. Konsep kepentingan ini sekaligus menjadi dasar evaluasi

kebijakan luar negeri. Kepentingan nasional sangat penting bagi suatu negara karena

hal ini merupakan kontrol suatu negara terhadap negara lain, bahkan kepentingan

26

nasional dapat diartikan sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu akhir yang

mengarahkan para pembuat keputusan dari suatu negara dalam merumuskan

kebijakan luar negerinya. Kepentingan nasional pada umumnya merupakan unsur-

unsur yang vital dari kebutuhan negara seperti pertahanan, keamanan, militer, dan

kesejahteraan ekonomi.21

Sehingga, hal-hal yang berkaitan keempat hal tersebut

merupakan pencapaian kepentingan nasional

Begitu pula halnya dengan yang dilakukan oleh Jepang dan juga Indonesia.

Kerjasama di bidang lingkungan hidup, yang dilakukan oleh kedua negara tersebut,

yang melintasi antar negara ataupun antar kawasan tentu saja karena adanya

kepentingan nasional dari masing-masing negara. Motivasi kerjasama tersebut

diharapkan akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi negara yang

bersangkutan, khususnya Jepang dan Indonesia.

Arti minimum yang inheren dengan konsep kepentingan nasional adalah

kelangsungan hidup (survival). Dalam kaitan ini Hans J. Morgenthau mengatakan

bahwa “kemampuan minimun bangsa-bangsa adalah melindungi identitas fisik,

politik, dan identitas budaya mereka oleh gangguan dari negara-negara lain”.22

Jika

pengertian tersebut diterjemahkan ke dalam arti yang lebih khusus, negara-negara

harus bisa mempertahankan integritas wilayahnya (physical identity);

mempertahankan identitas politik (political identity); mempertahankan rezim-rezim

ekonomi-politiknya seperti misalnya demokratis kompetitif, komunisme, kapitalisme,

21

Jack C.Plano dan Roy Olton, 1999, Kamus Hubungan Internasional,Abardin: Bandung, hal.17. 22

P. Antonious Sitepu, 2011, Studi Hubungan Internasional, Graha Ilmu: Medan, hal.165.

27

sosialisme, otoriter, dan totaliter. Dalam perbandingan terhadap identitas kultural

senantiasa berkaitan dengan etnis, agama, bahasa, norma-norma, dan sejarahnya.

Selanjutnya, Hans Morgenthau menyatakan bahwa “kepentingan nasional itu

merupakan hasil kompromi dari kepentingan-kepentingan politik yang saling

bersaing”.23

Berdasarkan dari definisi tersebut berarti bahwa kepentingan nasional itu

bukan merupakan sesuatu yang ideal yang dicapai secara abstrak dan saintifikasi,

akan tetapi merupakan hasil persaingan politik internasional yang berlangsung secara

terus menerus. Pemerintah dengan melalui berbagai lembaga-lembaga, pada akhirnya

bertanggung jawab untuk merumuskan dan mengimplementasikannya dalam bentuk

kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diarahkanuntuk mencapai kepentingan

nasionalnya.

Begitu pula halnya dengan Jepang, begitu banyaknya persaingan-persaingan

yang dihadapi dalam mencapai tujuan nasional, sehingga pemerintah Jepang

membentuk sebuah lembaga donor yang disebut dengan JICA (Japan Internasional

Cooperation Agency). Meski tujuan dibentuknya lembaga tersebut untuk membantu

negara-negara berkembang, namun pada hakikatnya di dalam lembaga tersebut

terdapat berbagai macam kepentingan-kepentingan yang akan diimplementasikan

dalam bentuk kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikeluarkannya guna mencapai

kepentingan-kepentingan nasional negara yang diwakilinya.

Di antara beberapa definisi yang diungkapkan oleh Hans J Morgenthau, salah

satu definisi yang mendekati penulisan ini adalah:

23

Ibid, hal.166.

28

kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar power

(kekuasaan), yaitu apa saja yang bisa memberntuk dan

mempertahankan “pengendalian”, suatu negara atas negara lain.

Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan

melalui teknik-teknik paksaan maupun kerjasama terhadap

negara lain.24

Suatu negara mewujudkan kepentingan nasionalnya dengan cara berusaha

melindungi dan mempertahankannya dari pihak lain yang dapat mengancam

kelangsungan dan pemenuhan kebutuhan negaranya. Mengenai hal ini Mochtar

Mas’oed berpendapat bahwa “Kepentingan nasional merupakan kemampuan

minimum negara-negara untuk melindungi dan mempertahankan idenitas fisik,

politik, dan kulturnya dari gangguan-gangguan negara lain”.25

Sehingga, suatu negara

terkadang bertingkah terlalu agresif dalam berinteraksi dengan negara lain,

disebabkan karena ingin menciptakan sebuah pencitraan agar negara lain tidak

mengganggu masalah negaranya, misalnya Amerika Serikat.

Miroslav Nincic juga menyebutkan tiga kriteria atau yang disebutnya asumsi

dasar yang harus dipenuhi dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Pertama,

kepentingan itu harus bersifat vital sehingga pencapaiannya menjadi prioritas utama

pemerintah dan masyarakat. Kedua, kepentingan tersebut harus berkaitan dengan

lingkungan internasional. Artinya pencapaian kepentingan nasional dipengaruhi oleh

lingkungan internasional. Ketiga, kepentingan internasional harus melampaui

kepentingan yang bersifat partikularistik dari individu, kelompok, atau lembaga

24

Mochtar Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi, LP3ES: Jakarta,

hal.164. 25

Ibid, Hal. 141.

29

pemerintahan sehingga menajdi kepedulian masyarakat secara keseluruhan.26

Sehingga, pencapaian kepentingan nasional menjadi dasar interkasi sebuah negera.

Kepentingan nasional didefinisikan sebagai konsep abstrak yang meliputi

berbagai keinginan atau kategori dari suatu negara yang berdaulat. Kepentingan

nasional terbagi ke dalam beberapa jenis27

:

1. Core/basicvital interest; kepentingan yang sangat tinggi nilainya sehingga

suatu negara bersedia untuk berperang dalam mencapainya. melindungi

daerah-daerah wilayahnya, menjaga dan melestarikan nilai-nilai hidup

yang dianut suatu negara merupakan contoh dari core, basic, vital interest

ini.

2. Secondary interest; meliputi segala macam keinginan yang hendak dicapai

masing-masing negara, namun mereka tidak bersedia berperang dimana

masih terdapat kemungkinan lain untuk mencapainya melalui jalan

perundingan misalnya.

Setiap negara tidak bisa menghindar dari konsep kepentingan nasional, karena

konsep tersebut berkaitan erat dengan tujuan-tujuan nasional. Atas dasar kepentingan

nasional inilah suatu negara merumuskan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan

dalam hubungannya dengan negara lain. Kepentingan nasional diakui sebagai konsep

kunci dalam poltik luar negeri, Kepentingan nasional juga merupakan cerminan dari

26

Aleksius Jemadu, 2008, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Graha Ilmu: Yogyakarta, hal.67. 27

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan M. Yani, Op cit.,hal. 52.

30

kebutuhan-kebutuhan dalam negeri serta upaya-upaya pemenuhan kebutuhan suatu

negara, baik kebutuhan ekonomi, politik, sosial, budaya, maupun pertahanan.

Kepentingan nasional diartikan pula sebagai kepentingan unitary actor yang

penekanannya pada peningkatan national power (kekuasaan nasional) untuk

mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara tersebut. Kepentingan

nasional lainnya seperti pembangunan ekonomi, disubordinasikan sebagai elemendar

kekuatan nasional. Kepentingan nasional kemudian bersifat vital bagi suatu negara

karena terkait dengan eksistensinya untuk tetap berdiri sebagai negara berdaulat.

Suatu negara harus mempertahankan kedaulatan atau yuridiksinya dari campur tangan

asing.

Kepentingan nasional yang bersifat vital umumnya berkaitan dengan

kelangsungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi

identitas kebijakan luar negerinya. Ketika kepentingan vital atau strategis suatu

negara menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara tersebut

akan menggunakan segala instrumen yang dimilikinya termasuk kekuatan militer

untuk mempertahankannya. Sedangkan kepentingan yang non-vital atau sekunder

tidak berhubungan secara langsung dengan eksistensi negara itu tetapi tetap

diperjuangkan melalui kebijakan luar negerinya yang pada umumnya

diimplementasikan dalam bentuk suatu kerjasama. 28

28

Aleksius Jemadu, Op.cit., hal. 68

31

Jadi, kepentingan nasional itu dapat diwujudkan melalui sebuah kerjasama atau

perang. Sebuah kerjasama yang terjalin tidaklah semata-mata untuk menjaga

perdamaian dunia atau memecahkan sebuah masalah, misalnya masalah lingkungan.

Namun, kepentingan nasional itu identik dengan kepentingan terselubung yang selalu

mengikuti setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah

dalam suatu negara yang tentu saja mampu memberikan keuntungan lebih dari

kebijakan yang dikeluarkan melalui sebuah kerjasama ataupun perang.

B. Konsep Bantuan Luar Negeri

Dalam konteks penelitian ini, untuk menganalisa implementasi bantuan JICA

dalam penanganan sampah kota Makassar, perlu kiranya menggunakan konsep

bantuan luar negeri. Konsep bantuan luar negeri ini juga akan dipakai dalam melihat

pola hubungan antara Jepang dan Indonesia.

1. Definisi dan Motif

Secara sederhana, menurut Organization of Economic Cooperation and

Development (OECD), bantuan luar negeri (atau biasa juga disebut ‘Overseas

Development Assistance’ atau ODA) merujuk pada “pinjaman” (loan) dan “hibah”

(grant) yang diberikan kepada negara-negara berkembang yang memenuhi tiga

kriteria utama, yakni 1) pinjaman dan hibah harus berkaitan dengan sektor-sektor

publik, 2) tujuan dari pinjaman dan hibah tersebut haruslah berorientasi pada

32

pemeliharaan dan pembangunan ekonomi, 3) pinjaman dan hibah yang berikan harus

jelas, konsensional, dan mengandung unsur hibah sedikitnya 25%.29

Oleh Stephen D. Krasner, istilah bantuan luar negeri (foreign aid) diartikan

sebagai tindakan-tindakan negara, masyarakat (penduduk), atau lembaga-lembaga

masyarakat atau lembaga-lembaga lainnya yang berada pada suatu negara tertentu

ataupun pasar tertentu di luar negeri, memberikan bantuan berupa pinjaman, memberi

hibah atau penanaman modal mereka kepada pihak tertentu di negara lainnya.30

Dalam prakteknya, bantuan luar negeri ini merupakan jalinan konsep dan juga

sebagai suatu teori yang berhubungan langsung dengan mengalirnya modal atau nilai

kebendaan atau jasa-jasa kepada pihak di luar negeri dengan tujuan membantu atau

motif-motif ekonomi politik tertentu.

Aspek ekonomi politik tidak dapat dipisahkan dari hubungan antar aktor yang

salah satunya terjalin melalui mekanisme bantuan luar negeri ini. Keterkaitan antara

ekonomi politik dan bantuan luar negeri sukar terpisahkan karena berkaitan dengan

agenda-agenda ekonomi dan politik yang saling berkaitan di antara keduanya.

Kesaling-keterkaitan kepentingan antara pemberi dan penerima itu meliputi:

a. Keinginan pihak pemberi dapat dilandasi oleh berbagai kepentingan biasanya

ekonomis dan politis. Pihak penerima pun menggunakan pikiran-pikiran yang

serupa ekonomis dan politis ketika menerima bantuan tersebut.

29

OECD, 1985, Twenty-five Years of Development Co-operation: A Review, OECD: Paris, hal. 171-

173. 30

Stephen D. Krasner dalam Yanuar Ikbar, Op cit, hal.188.

33

b. Faktor-faktor yang bersifat politik dapat sama pentingnya dengan faktor-

faktor yang bersifat ekonomi dalam hubungan dengan kontribusi yang

diperoleh oleh pihak pemberi maupun penerima bantuan. Namun ini

tergantung pemerintah pemberi atau pemerintah penerima bantuan.

c. Jarang sekali dijumpai kasus bantuan luar negeri yang bercorak murni

ekonomi dan politis atau aspek lainnya semata. Kebanyakan orang

membicangkan proses bantuan itu berupa hubungan ekonomi dan politik

maupun lainnya secara timbal balik.

Secara spesifik, untuk memiliki kacamata analisis dalam melihat topik yang

diangkat dalam penelitian ini, perlu untuk memahami bagaimana peran yang

dimainkan oleh JICA dalam menyalurkan dana bantuan luar negerinya.

2. Pengelompokan Bantuan Luar Negeri

Sebagai sebuah instrument kepentingan, bantuan luar negeri dapat

dikategorikan ke dalam berbagai jenis bantuan. Sebelumnya, kita perlu membedakan

dulu secara mendasar antara pinjaman bilateral dan multilateral dalam kelompok

pinjaman luar negeri31

. Pinjaman bilateral adalah pinjaman yang diberikan secara

langsung dari suatu pemerintah (umumnya negara maju) kepada suatu pemerintah

negara berkembang, sehingga sering juga disebut G to G (Government to Government

Aid). Sedangkan pinjaman multilateral adalah pinjaman yang diberikan oleh lembaga-

31

Jelly Leviza, 2009, Tanggung Jawab bank Dunia dan IMF sebagai Subjek Hukum Internasional,

Sofimedia: Jakarta, hal. 2.

34

lembaga internasional, seperti: Kelompok Bank Dunia (World Bank Group),

International Monetary Fund (IMF), PBB, dan lain-lain.

Dari segi jenis bantuan luar negeri, menurut Michael Todaro, bantuan luar

negeri dapat dibagi menjadi: 32

1. Bantuan berupa pinjaman atau hibah (grant);

2. Bantuan pinjaman (utang luar negeri);

3. Investasi (penanaman modal) asing.

Sementara menurut K. J. Holsti, ada empat tipe utama bantuan luar negeri33

,

yaitu technical assistance/bantuan teknis, hibah/grants (ada juga program impor

komoditi), pinjaman pembangunan, dan bantuan kemanusiaan yang bersifat darurat.

Selain itu, ada juga pengelompokan bantuan dari negara-negara kaya kepada negara-

negara miskin yang dikenal dengan istilah pemindahan sumber daya (flow of

resources). Pengelompokannya bantuan tersebut antara lain:

a. Pemindahan sumber-sumber resmi (flow of official resources), berupa:

i) Pemindahan secara bilateral, yaitu grants (pemberian), sumbangan yang

menyerupai grants, dan modal pemerintahan jangka panjang.

ii) Pemindahan secara multilateral, yaitu grants dan iuran modal kepada

badan-badan pembangunan internasional dan pemberian hutang kepada

badan-badan tersebut termasuk pembelian obligasi.

32

Michael. P. Todaro, 1987, Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang I, terj. Akademi

Presindo: Jakarta, hal 90-91. 33

K. J. Holsti,1995, Politik Internasional: Kerangka Analisa, Prentice Hall: New Jersey, hal. 182.

35

b. Pemindahan sumber-sumber swasta (flow of private resources), berupa:

Investasi langsung swasta (foreign direct investment), investasi portofolio

(portfolio investment), pinjaman bank komersial (commercial bank lending),

dan kredit ekspor (exports credit).

Bantuan luar negeri jika dilihat dari sifat persyaratan pinjaman, maka

pinjaman luar negeri dapat diklasifikasikan atas:34

a. Pinjaman Lunak (Concessional Loan)

Pinjaman ini berasal dari lembaga multilateral maupun lembaga bilateral.

Pinjaman ini bercirikan tingkat bunga yang rendah (sekitar 3,5%), jangka

waktu pengembalian yang panjang (sekitar 25 tahun), dan masa tenggang

(grace period) cukup panjang, yakni 7 tahun. Tipe pinjaman ini seringkali

diterapkan Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB) yang seringkali

memberikan pinjaman untuk jangka waktu 25-40 tahun.

b. Pinjaman Setengah Lunak (Semi Concessional Loan)

Pinjaman ini adalah pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman sebagian

komersil namun dijamin oleh suatu lembaga pengembangan ekspor.

Biasanya bentuknya berupa fasilitas kredit ekspor, misalnya suatu negara

yang ingin memajukan ekspor di negaranya akan menyediakan pembiayaan

bagi suppliernya untuk menjual barangnya kepada debitor. Dulu dikenal juga

34

Jelly Leviza, Op cit, hal. 2.

36

dengan istilah purchase and installment sales agreement, contohnya dari

Leasing Company di Jepang.

c. Pinjaman Komersial (Commercial Loan)

Pinjaman ini adalah pinjaman yang berasal dari bank atau lembaga keuangan

dengan persyaratan yang berlaku di pasar internasional pada umumnya.

Berdasarkan sifatnya lagi, terdapat lagi pembedaan seperti:

i) Pinjaman Bilateral, yaitu pinjaman dengan jumlah kecil yang berasal

dari satu bank.

ii) Pinjaman Multilateral, yaitu pinjaman dalam jumlah besar yang

berbentuk sindikasi.

Sedangkan berdasarkan bentuknya, terdapat juga pembedaan bantuan luar

negeri, seperti:

i) Bentuk surat utang (notes) dengan bunga mengambang, atau obligasi

(bonds) dengan bunga yang tetap. Keduanya sama-sama berasal dari

pasar modal (capital market).

ii) Pinjaman dari perbankan internasional yang berbentuk sindikasi dengan

jumlah pinjaman yang besar.

37

Dari jenis hubungan yang diatur, pinjaman luar negeri masih memiliki

banyak jenis berbeda35

, diantaranya:

a. Pinjaman Terikat (tied aid), yaitu pinjaman yang terbatas hanya bisa

digunakan unutk membeli barang dan jasa dari negara donor.

b. Pinjaman Tidak Terikat (untied aid), yaitu pinjaman yang bebas digunakan

oleh negara penerima pinjaman. Dalam artian, penggunaan pinjaman

tersebut tidak terikat kepada negara donor yang bersangkutan.

c. Pinjaman Proyek (Project Aid), yaitu pinjaman yang ditujukan khusus untuk

suatu proyek pembangunan tertentu.

d. Pinjaman Program (Programme Aid), yaitu pinjaman yang pemanfaatan

pinjamannya dapat ditujukan untuk tujuan umum.

Berdasarkan pada penjelasan mengenai bantuan luar negeri di atas, penulis

mengidentifikasi bahwa bantuan JICA kepada pemerintah kota Makassar merupakan

bantuan pinjaman proyek. Bantuan pinjaman proyek merupakan bantuan pinjaman

yang ditujukan khusus untuk suatu proyek pembangunan tertentu, termasuk dalam

penelitian ini JICA memberikan bantuan proyek dalam pembangunan TPA regional

di kawasan Mamminasata yang melibatkan kota Makassar, Maros, Sunguminasa, dan

Takalar.

35

Rustian Kamaluddin, 1988, Perdagangan dan Pinjaman Luar Negeri, Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta, hal. 33-34.

38

C. Konsep IGO’s (Inter-Governmental Organization)

Istilah organisasi antar-pemerintah secara umum merujuk pada sebuah

organisasi internasional, berupa asosiasi yang didirikan oleh negara berdasarkan

sebuah perjanjian untuk mencapai tujuan umum, dan memiliki organ tersendiri untuk

memnuhi fungsi tertentu dalam sebuah organisasi. Elemen definisi ini adalah asosiasi

yang didirikan oleh negara, memiliki perjanjian, tujuan umum berdasarkan sejarah

dan memiliki struktur tersendiri36

. Sehingga, jika memenuhi elemen tersebut, sebuah

organisasi bisa dikatakan sebagai IGO’s.

Menurut Bruce dan Harvey Starr (1985,53- 55) “IGO’s senantiasa dikaitkan

dengan kategori berdasarkan pada lingkup (scope) dan keanggotaannya (scope of

membership) dan lingkup tujuannya (scope of purposes)”.37

Hal ini berarti bahwa

untuk mengidentifikasi suatu IGO’s harus melihat asal lingkupnya (scope), status

keanggotaanya dan tujuan organisasi tersebut didirikan sehingga dengan demikian

akan lebih mudah dalam mengidentifikasi suatu organisasi itu ke dalam NGO’s atau

IGO’s. Jika status sebuah organisasi tidak jelas baik dari scope, status keanggotaan,

dan tujuannya, maka organisasi tersebut belum bisa digolongkan dalam IGO’s.

IGO’s yang subjeknya terdiri dari negara-negara yang mewakili

pemerintahannya dan ini terlihat lebih sempit dibandingkan dengan subjek

pemerintahan nasional. Lagi pula pemerintahan nasional fungsinya lebih inklusif atau

36

Peter Fisher ,2012, International Organizatons. Diakses melalui

http://paneurouni.com/files/sk/fp/ulohy-studentov/2rocnikbc/io-skript.1.10.2012.new-

version.pdf. Tanggal 4 April 2013. 37

P. Anthonio Sitepu, op.cit., hal.137.

39

mendalam yang mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakatnya. Sedangkan

dalam IGOs ini, tidak secara ketat memberikan pengaruhnya kepada anggota-

anggotanya dan mungkin hanya dengan beberapa resolusi-resolusi, misalnya di

bidang keamanan, politik, informasi laporan-laporan dan bantuan-bantuan yang

bersifat teknis.38

Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa suatu organisasi antar

negara (IGOs) merupakan suatu organisasi yang terbentuk oleh suatu negara atau

lebih, dimana dalam setiap output yang dihasilkan oleh IGOs itu merupakan hasil

akumulasi kepentingan-kepentingan nasional negara yang menjadi anggotanya.

Coulumbis dan Wolfe mengemukakan klasifikasi organisasi internasional

dengan mengombinasikan antara keanggotaan dan tujuan. Kedua penempuh studi

Hubungan Internasional tersebut mengatakan bahwa IGO dapat diklasifkasikan

menjadi empat kategori berdasarkan keanggotan dan tujuan39

:

5. Global Membership and general purpose, yaitu suatu organisasi

internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global serta maksud

dan tujuan umum, contoh PBB.

6. Global Membership and limited purpose organization, yaitu suatu

organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan global dan

memiliki tujuan yang spesifik atau khusus. Organisasi jenis ini dikenal

pula sebagai organisasi internasional yang fungsional karena menjalankan

fungsi khusus.

38

P.Anthonio Sitepu, op.cit., Hal. 142; 39

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, op cit.,94.

40

7. Regional membership and general purpose organization, yaitu suatu

organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan yang

regional atau berdasarkan kawasan dengan maksud dan tujuan yang

umum, biasanya bergerak dalam bidang yang luas, meliputi keamanan,

politik, sosial dan ekonomi.

8. Regional membership and limited purpose organization, yaitu suatu

organisasi internasional antar pemerintah dengan keanggotaan regional

dan memiliki maksud serta tujuan yang khusus dan terbatas. Organisasi

internasional ini bergerak dalam bidang militer dan pertahanan

Secara klasik, hubungan internasional merupakan hubungan politik antar

negara, namun dalam perkembangan konsepnya berkembang ke hubungan yang

semakin kompleks dan mencakup semua interaksi yang berlangsung secara lintas

batas negara. Pertumbuhan organisasi internasional dimulai sejak diadakannya

perjanjian Westphalia (1948) dimana organisasi internasional telah banyak berperan

dalam perkembangan hubungan internasional, organisasi modern, mulai muncul lebih

dari satu abad yang lampau di negara barat, yang berkembang di abad kedua puluh,

yaitu di zaman kerjasama internasional. Hingga kini, bukan hanya negara yang

mampu melakukan interaksi, namun individu bahkan sebuah organisasi mampu

melakukan bahkan menyelesaikan berbagai masalah internasional yang ada saat ini.

Organisasi-organisasi internasional inter-government maupun non-

government mulai bermunculan dalam penyelesaian masalah-masalah global. Dalam

konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional telah

41

menunjukkan eksistensinya menjadi aktor yang berperan dalam politik internasional.

Namun dalam penerapan bentuk-bentuk kerjasama internasional, negara yang

merupakan aktor dominan dalam hubungan internasional tetap memegang peranan

penting. Bowet mengemukakan pendapatnya bahwa:

meskipun tidak terdapat banyak definisi yang diterima secara umum,

namun pada dasarnya organisasi internasional memiliki peranan yang

didirikan atas dasar suatu perjanjian internasional yang kebanyakan

adalah perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral dengan

disertai tujuan tertentu. 40

Konsep organisasi internasional yang dikemukakan oleh Bowet di atas masih

bisa digunakan pada abad ini, dimana sebagian besar organisasi internasional yang

tercipta dalam interaksi hubungan internasional, pada umumnya bersifat multilateral,

yang memiliki tujuan tertentu. Namun hal itu tidak berarti hanya sedikit organisasi

internasional yang memiliki perjanjian bilateral. Kita bisa melihat, kerjasama antara

Indonesia dengan JICA merupakan sebuah kerjasama yang dilandasi oleh hubungan

dan perjanjian bilateral antara Jepang dan Indonesia diberbagai bidang, termasuk

dalam bidang lingkungan yang penulis bahas dalam tulisan ini.

Selain dari pada itu, pengertian lain tentang organisasi internasional secara

lengkap dan menyeluruh. Menurut Rudy, Organisasi internasional dapat didefinisikan

sebagai berikut:

Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari

struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta melaksanakan

fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna

mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta

disepakati bersama, baik antar-pemerintah dengan pemerintah

40

Teuku May Rudy, 2002, Hukum International 2, Op cit, hal. 86.

42

ataupun antar sesama kelompok non pemerintahan pada negara yang

berbeda.

Jadi, organisasi internasional menurut pengertian di atas mencakup beberapa

unsur yaitu:

1. Pola kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas-batas negara.

2. Adanya usaha untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disepakati bersama

baik antar pemerintah maupun non-pemerintah.

3. Adanya struktur organisasi yang lengkap dan melaksanakan fungsi secara

berkesinambungan.

Tanggapan mengenai meningkatnya kompleksitas dan urgensi masalah-masalah

sosial, ekonomi, dan politik bersama, negara menggunakan organisasi-organisasi

antar pemerintah untuk memudahkan pemecahan masalah mereka. Organisasi

tersebut bisa bersifat permanen agar dapat menangani masalah, baik yang spesifik

maupun yang berkaitan dalam jangka panjang, atau bisa bersifat sementara agar bisa

segera dibubarkan apabila telah menemukan pemecahan yang mantap dan

mewujudkan pemecahan itu dalam seperangkat aturan.

Selanjutnya, organisasi internasional menurut Michael Hass,bahwa:

organisasi internasional itu memiliki dua pengertian yakni:

Pertama, sebagai suatu lembaga atau struktur yang mempunyai

seperangkat aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu

pertemuan; kedua, organisasi internasional merupakan pengaturan

bagian-bagian menjadi suatu kesatuan yang utuh dimana tidak ada

aspek non-lembaga dalam istilah organisasi internasional ini.41

41

Richard W. Mansbach, 1997, Global Puzzle: Issue and Actors in Global Politics. Houghton Miffin

Company: Boston,hal 14, di dalam Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad

Yani, op.cit., hal.93.

43

Pengertian organsisasi internasional di atas bahwa suatu organisasi internasional

harus memiliki aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu pertemuan. Artinya tujuan

dan maksud organisasi tersebut didirikan sangat jelas, sehingga diperlukan aturan

untuk mengikat anggota, yang sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan

melakukan berbagai musyawarah atau rapat koordinasi yang dimana jadwal, tempat

dan waktu pertemuan telah ditentukan, sehingga dalam pengaturan tersebut tidak ada

hal yang yang dilakukan di luar aspek lembaga.

Organisasi internasional didefinisikan sebagai suatu struktur formal dan

berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara angota-anggota

(pemerintah atau non-pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan

untuk mengejar kepentingan bersama para anggotanya. Lebih lanjut, upaya

mendefinisikan suatu organisasi internasional harus melihat tujuan yang ingin

dicapai, institusi-institusi yang ada, suatu proses perkiraan peraturan-peraturan yang

dibuat pemerintah terhadap hubungan antara suatu negara dengan aktor-aktor non-

negara.

Kehadiran organisasi internasional mencerminkan kebutuhan manusia untuk

bekerjasama, sekaligus menjadi sarana untuk bekerjasama, sekaligus sebagai sarana

untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul melalui kerjasama tersebut. Peranan

organisasi internasional dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu 42

:

42

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, op.cit, hal.95.

44

1. Sebagai instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh beberapa

negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan

tujuan politik negaranya.

2. Sebaga arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi

anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-

masalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional digunakan

oleh beberapa negara untuk mengangkat masalah negerinya, ataupun

masalah dalam negeri dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian

internasional.

3. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat

keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau

paksaan dari luar organisasi.

Organisasi internasional sebagai instrumen, dipakai oleh anggota-anggotanya

untuk tujuan tertentu, biasanya terjadi pada IGO (inter-governmental organization)

dimana anggota-anggotanya merupakan negara berdaulat yang dapat membatasi

tindakan-tindakan organisasi internasional. Maksudnya bahwa organisasi

internasional dalam konstitusinya adalah mereka berposisi lebih dari bagian-

bagiannya yaitu negara. Namun, dalam kasus tertentu organisasi internasional tidak

lebih dari instrumen dari kebijakan pemerintah, sebagai alat untuk diplomasi dari

berbagai negara-negara berdaulat. Ketika suatu organisasi internasional dibuat, maka

implikasinya adalah diantara negara-negara suatu kesepakatan terbatas telah disetujui

dalam bentuk institusional untuk pengaturan secara multilateral aktivitas negara-

45

negara dalam lingkup tertentu. Organisai internasional penting bagi pencapaian

kebijakan nasional dimana koordinasi multilateral tetap menjadi sasaran dan tujuan

jangka panjang pemerintah nasional.

Begitu pula halnya dengan JICA, sebagai institusi atau organisasi milik

pemerintah, menjadi instrumen dari kebijakan pemerintah Jepang sendiri. JICA

dijadikan sebagai alat diplomasi dan perantara oleh Jepang untuk berinteraksi dengan

negara-negara berdaulat lainnya. Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak JICA

mendapatkan pengaruh dari kebijakan luar negeri Jepang, sehingga setiap tindakan

yang dilakukan khususnya pemberian bantuan kepada negara-negara berkembang,

memberikan dampak baik bagi kepentingan nasional Jepang sendiri dan mampu

menjaga citra baik Jepang.

Peran kedua dari organisasi internasional adalah sebagai arena atau forum,

dimana di dalamnya terjadi aksi-aksi. Dalam hal ini organisasi internasional

menyediakan tenpat-tempat pertemuan bagi para anggota untuk berkumpul bersama-

sama untuk berdiskusi, berdebat, bekerjasama ataupun saling berbeda pendapat.

Misalnya, aktivitas di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagai suatu

arena, organisasi internasional berguna bagi masing-masing kelompok yang bersaing

untuk menjadi forum bagi pandangan mereka serta dapat pula menjadi kekuatan

diplomatik bagi kebijakan-kebijakannya, baik di waktu Perang Dingin maupun

perang untuk dekolonisasi. Organisasi internasional menyediakan kesempatan bagi

para anggotanya untuk lebih meningkatkan pandangan serta usul dalam suatu forum

publik, dimana hal seperti itu tidak dapat diperoleh dalam diplomasi bilateral.

46

Peran ketiga dari organisasi internasional adalah sebagai aktor yang

independen, dimana independen diartikan bila organisasi internasional dapat

bertindak tanpa dipengaruhi oleh kekuatan luar. Sejak tahun 1960-an terdapat

beberapa bukti bahwa sejumlah entitas termasuk organisasi internasional dapat

mempengaruhi kejadian-kejadian dunia. Entitas-entitas tersebut menjadi aktor dalam

arena internasional dan saingan bagi negara. Kemampuan entitas tersebut di atas

dalam beroperasi sebagai aktor internasional atau transnasional, misalnya, dapat

dibuktikan karena mereka mengidentifikasi diri dan kepentingannya melalui badan-

badan korporasi, bukan melalui negara.

Suatu organiasai internasional yang bersifat fungsional tentunya memiliki

fungsi dalam menjalankan aktivitasnya. Fungsi ini bertujuan untuk mencapai tujuan

yang diinginkan, yang berhubungan dengan pemberian bantuan dalam mengatasi

masalah yang timbul terhadap pihak yang terkait. Fungsi organisasi internasional

menurut A.Le Roy Bennet adalah43

:

1. To provide the means of cooperation among states in areas which

cooperation provides advantages for all or a large number of nations

(menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang dilakukan

antar negara dimana kerjasama itu menghasilkan keuntungan yang besar

bagi seluruh bangsa);

2. To provide multiple channels of communication among governments so

that areas of accomodation may be explored and easy acces will be

43

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani, op.cit , hal. 97.

47

available when problems arise (menyediakan banyak saluran-saluran

komunikasi antar pemerintahan sehingga ide-ide dapat bersatu ketika

masalah muncul ke permukaan.

Organisasi internasional yang dilihat dari segi pendekatan berdasarkan

tujuannnya, organisasi internasional mempunya tujuan-tujuan sebagai berikut44

:

a. Regulation of internasional relations primarily through techniques of

peaceful settlements of disputes among nations-states.

b. Minimalization or at least, control of international conflict (war);

c. Promotion of corporative, development among nation-states for the social

and economic beneft or certain or of human kind in general;

d. Collective defense of a group nations-states againts external threat.

Secara umum disadari bahwa organisasi internasional merupakan salah satu

bentuk hubungan internasional dimana peran organisasi internasional telah diakui

keberhasilannya dalam pemecahan berbagai masalah yang dihadapi oleh suatu

negara. Misalnya saja Greenpeace. Sebuah organisasi Non-governmental melakukan

berbagai kegiatan-kegiatan yang mampu menjaga kelestarian lingkungan hidup di di

dunia ini. Ataupun JICA yang memberikan bantuan berupa kerjasama teknis dan

pinjaman dana kepada Indonesia dalam masalah penanganan sampah di berbagai

daerah Indonesia, salah satunya adalah kota Makassar.

44

Theodore A. Couloumbis & James H. Wolfe, 1981, hal.252, di dalam P. Antonious Sitepu, op cit.,

hal.138.

48

Terdapat berbagai macam klasifikasi organisasi internasional berdasarkan

indikator-indikator yang digunakan. Berikut ini penggolongan suatu organisasi

internasional45

:

a. Kegiatan Administrasi

1. Kegiatan Internasional Antar-pemerintah (intergovernmental

Organization) yang disingkat IGO. Anggotanya adalah pemerintah,

atau instansi yang mewakili pemerintah suatu negara resmi. Kegiatan

administrasinya diatur berdasarkan hukum publik.

2. Organisasi internasional non-pemerintah (non-governmental

organization) yang disingkat NGO atau INGO (international Non-

governmental organization), untuk membedakan antara NGO yang

internasional dan NGO yang ruang lingkupnya domestik (terdapat

dalam suatu negara). INGO pada umumnya merupakan organisasi di

bidang olahraga, sosial, keagamaan, kebudayaan, dan kesenian.

b. Ruang Lingkup Kegiatan dan keanggotaan

1. Organisasi Internasional Global

Wilayah kegiatannya adalah global dan merupakan keanggotaan

terbuka dalam ruang lingkup di seluruh dunia.

2. Organisasi Internasional Regional

Wilayah kegiatannya adalah regional dan keanggotaannya hanya

diberikan pada kawasan-kawasan tertentu saja.

45

T. May Rudy, 2005, Administrasi dan Organisasi Internasional, Refika Aditama: Bandung, hal.5-9.

49

c. Bidang Kegiatan (operasional) Organisasi

Untuk hal ini, pembagiannya sangat luas dan beragam, mencakup

berbagai bidang atau salah satu aspek dalam kehidupan umat manusia,

misalnya :

1. Bidang Ekonomi,

2. Bidang Lingkungan Hidup,

3. Bidang Kesehatan

d. Tujuan dan Luas Bidang Kegiatan Organisasi

1. Organisasi Internasional Umum (menyangkut hal-hal umum). Tujuan

organisasi serta bidang kegiatannya bersifat luas dan umum, bukan

hanya menyangkut bidang tertentu.

2. Organisasi Internasional Khusus (menyangkut hal-hal khusus). Tujuan

organisasi dan kegiatannya adalah khusus pada bidang tertentu atau

menyangkut hal tertentu saja.

e. Ruang Lingkup dan Bidang Kegiatan

1. Organisasi Internasional :Global-Umum

2. Organisasi Internasional: Global-khusus

3. Organisasi Internasional: Regional- Umum.

4. Organisasi Internasional: Regional-Khusus.

f. Menurut Taraf Kewenangan

1. Organisasi Supra-Nasional (Supra- National Organization)

50

Kedudukan dan kewenangan organisasi internasional berada di

atas negara-negara anggota. Tidak ada contohnya, karena bentuk

“supranational organization” belum pernah tercapai atau belum

pernah terealisasikan dalam sejarah dunia modern. Dunia menganut

pola banyak negara (multy-state system) masing-masing berdaulat.

2. Organisasi dan Sederajat satu sama lain

Kedudukan dan kewenangan organisasi internasional tidaklah

lebih tinggi dibanding negara-negara anggotanya. Organisasi adalah

wadah kerjasama berdasarkan kesepakatan anggota. Contoh, seperti

PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), ASEAN (Association of South

East Asian Nation), OKI (Organisasi Kerjasama Islam), OPEC

(Organiasas Negara Pengekspor Minyak), dan sebagainya, karena

semua korganisasi internasional dewasa ini adalah berdasarkan kepada

pola kerjasama, bukan supra-nasional.

D. Konsep Politik Hijau

Isu lingkungan kini menjadi perdebatan yang sangat hangat dalam hubungan

internasional. Banyak yang melihat paradigma penyelesaian masalah lingkungan

selama ini sangat antroposentris dengan melihat adanya dualisme antara lingkungan

dan manusia. Green politics dengan dua konsep utamanya ; keberlanjutan ekologis

(ecological sustainability) serta desentralisasi tata kelola lingkungan, menjadi jalan

alternatif bagi penyelesaian masalah lingkungan yang biasanya bertumpu pada

konsep pembangunan keberlanjutan (sustainable development) dan pembentukan

51

rezim lingkungan internasional yang terbukti belum dapat menyelesaikan problem

lingkungan dunia.

Green politics menawarkan konsep desentralisasi sebagai implementasi

kontrol yang lebih baik dalam mengatasi kontrol level global dapat lebih efektif

dilaksanakan dalam skala yang lebih kecil, yakni skala komunitas lokal yang

langsung memiliki interdependensi tehadap alam sekitar dalam kehidupan mereka.

Dengan konsep itu, selama beberapa tahun terakhir ini, keberadaan green politics bisa

membawa perubahan signifikan dalam kebijakan yang prolingkungan. Mengutip

Charlene Spretnak dalam Spiritual Dimension of Green Politics, yang mengatakan:

Betapa pentingnya mengembangkan green politics (politik

hijau); gerakan politik sadar ekologi. Oleh karena itulah

kebijakan-kebijakan sosial-poltik-ekonomi kita sudah saatnya

mempertimbangkan soal lingkungan hidup.46

Pernyataan Charlene tersebut menekankan bahwa saat ini seharusnya terdapat

banyak gerakan politik yang sadar ekologi. Gerakan yang membawa prinsip-prinsip

ekologi. Tentu saja tidak akan dengan mudah muncul, jika kebijakan-kebijakan yang

dikeluarkan oleh para pemerintah tidak memperhatikan masalah ekologis. Sehingga,

diperlukan suatu perubahan yang sangat jelas mengenai arti pentingnya lingkungan.

Dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang memperhatikan efektifitas

kebijakan tersebut bagi lingkungan hidup ini, maka keberlangsungan ekologi masih

tetap terpelihara.

46

Stephan Elkins, loc cit.

52

Menurut Tim Hayward “perkembangan teori Politik Hijau diambil dari fakta

bahwa manusia merupakan bagian dari alam, sehingga yang memiliki implikasi bagi

perilaku politiknya”47

. Dengan argumen ini, teori politik juga harus selaras dengan

teori-teori lingkungan. Artinya, manusia tidak hanya dilihat sebagai individu yang

rasional (seperti dalam pandangan liberalisme) atau sebagai makhluk sosial (seperti

pandangan sosialisme) akan tetapi sebagai natural beings, dan lebih jauh sebagai

political animals.

Menurut Mattew Patterson perlu untuk membedakan antara green politics dan

environmentalism. Environmentalism menerima kerangka kerja yang eksis dalam

realitas politik, sosial, ekonomi, serta struktur normatif yang ada dalam dunia

politik. Gerakan ini mencoba memperbaiki masalah lingkungan dengan struktur yang

sudah ada. Sementara itu, Politik Hijau menganggap bahwa struktur–struktur yang

sudah ada tersebut justru menjadi dasar utama munculnya krisis lingkungan. Oleh

karena itu mereka berpendapat bahwa struktur ekonomi–sosial-politik memerlukan

perubahan dan perhatian yang lebih utama.48

Menurut Eckersley seorang pemikir tentang Politik Hijau, menyatakan

bahwa:

karakteristik dari Politik Hijau adalah ekosentrisme, yakni

penolakan terhadap pandangan dunia antroposentris yang

hanya menempatkan nilai moral atas manusia menuju sebuah

47

Tim Harward, “Green Political Theory”, University of Edinburd, diakses dari http://

www.psa.ac.uk/cps/1996/hayw.pdf pada 20 Maret 2013. 48

Scoot Burchill dan Andrew Linklater, 1996, Teori–teori Hubungan Internasional, terj. M. Sobirin,

Nusa Media: Bandung, Hal. 337.

53

pandangan yang juga menempatkan nilai-nilai independen atas

ekosistem dan semua makluk hidup.

Eckersley menjelaskan bahwa ekosentrisme melibatkan sejumlah klaim

empiris. Klaim tersebut melibatkan suatu pandangan dunia secara ontologis terdiri

dari interelasi bukan intetitas individu. Semua makhluk hidup pada dasarnya ‘terikat

hubungan dengan ekologi’. Akibatnya, tidak ada ukuran–ukuran yang meyakinkan

yang dapat digunakan untuk membuat suatu perbedaan tegas antara manusia dan

bukan manusia. Selain itu, Eckersley menolak antroposentrisme (Antroposentris

yakni sebuah pandangan hidup yang menganggap alam diciptakan hanya untuk

kepentingan manusia dan bersifat eksploitatif) berdasarkan alasan-alasan

konsekuensialis, yang menyatakan bahwa antroposentrisme mengakibatkan ke arah

kemusnahan lingkungan, tetapi juga membela ekosentrisme berdasarkan alasan-

alasan deontologis.

Menurut John barry, dia melihat bahwa Politik Hijau didasarkan pada tiga

prinsip utama, antara lain49

:

1. Sebuah teori distribusi keadilan.

2. Sebuah komitmen terhadap proses demokratisasi, dan

3. Usaha untuk mencapai keberlangsungan ekologi.

Tiga prinsip utama ini merupakan konsepsi yang mewakili makna dari pusat

Politik Hjau. Prinsip ini digunakan sebagai sarana untuk menjelaskan konsepsi dari

49

John Barry, “Discursive Sustainability; The State (and citixen) of Green Political Theory”, Green

Political Theory and The State, Glasglow Universty, diakses dari

http://www.psa.ac.uk/cps/1994/barr.pdf, pada tanggal 20 Maret 2013.

54

teori hijau, seperti dalam memahami kelangsungan dari eko-otoritarianisme yang

menjadi salah satu usaha keberlanjutan bagi biaya demokrasi dan keadilan sosial.

Selain itu, A. Dobson mempunyai dua definisi karakteristik dari Politik Hijau.

Pertama, menolak pandangan antroposentrisme seperti yang

diungkapkan oleh Eckersley. Kedua, perlu adanya batasan

pertumbuhan, yang merupakan penyebab munculnya krisis

lingkungan secara alami. Pandangan Politik Hijau ini merupakan

pengalaman dari pertumbuhan ekonomi secara eksponensial

selama dua abad terakhir, yang merupakan dari kerusakan

lingkungan yang ada sekarang ini.

Politik Hijau dalam hubungan internasional menekankan pada konsep

desentralisasi. Konsep desentralisasi mereka mencerminkan perbedaan mendasar dari

perspektif lainnya dalam memaham sistem negara dan strukturnya. Hal ini seperti

yang dikemukakan oleh Theodore Roszak dalam bukunya, Person/ Planet :

“....both person and planet are threatened by the same enemy,

The Bigness of Things. The bigness of industrial structures, world

markets, financial networks, mass political organizations, public

institutions, military establishment, cities, bereaucracies. It’s the

insensitive colossalism of these system that endangers the rights

of the person and the rights of the planet. The inordinet scale of

industrial enterprise that must grind people into statstical grist

for the market place and the work force simultaneously shatters

the biosphere in a thousand unforseen ways.”50

Menurut pandangan Hijau, segala kondisi seperti di atas harus diubah melalui

pendekatan desentralisasi dan masyarakat yang demokratis. Hal tersebut bermaksud

bahwa dengan menempatkan kekuasaan dari institusi politik, ekonomi, sosial dalam

50

Roszak, Theodore., Person/Plane. Garden City, NY, Doubleday. Hal 33, dikutip dari Goodin, Robert

E. 1992. Hal. 147, di dalam Apriwan. “Teori Hijau : Alternatif dalam Perkembangan Teori

Hubungan Internasional”, Multiversa. Vol. 2 No. 1 Februari 2011.

55

skala yang lebih kecil. Sehingga, dengan mudah melakukan kinerja dalam

memelihara lingkungan dan hasil yang diciptakan juga efektif dan efisien serta

praktis. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan negara semakin diminimalisir

dengan memberikan kesempatan kepada lokal dalam membentuk mekanisme sistem,

dan struktur sosial, politik dan ekonomi yang mempertimbangkan masalah

lingkungan dan tentu saja tidak ada pembentukan sistem negara bangsa yang selama

ini terbukti belum menghasilkan apa-apa.

Selanjutnya inti dari pemikiran Politik Hijau ini adalah “Think Globally, Act

Locally”. Dimana dalam perspektif ini para pemikir politik Hijau independen secara

artifisial dari batasan-batasan nasional, dan menamakan diri anti-statist. Akan tetapi

anti-statist tidak berarti nasionalist. Seperti yang terjadi pada konferensi Stockholm

yang menginginkan adanya organisasi internasional yang kuat untuk bisa melindungi

dan mengatasi permasalahan lingkungan. Karakter pemikiran Hijau tidak

menginginkan adanya supra-state yang kuat tetapi menginginkan untuk

meminimalisir kekuasaan negara dengan menyerahkan kekuasaan pada unit yang

lebih kecil, diorganisisr oleh bioregons atau sejenisnya.

56

BAB III

PROYEK JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY)

DI MAKASSAR

A. Japan International Cooperation Agency (JICA)

1. Sejarah Berdirinya JICA

Sejarah lahirnya JICA berawal dari keikutsertaan Jepang dalam Colombo Plan

pada tahun 1954. Colombo Plan merupakan organisasi regional yang dibentuk di

Colombo, Ceylon (sekarang Sri langka) yang mencakup konsep upaya kolektif antar-

pemerintah untuk memperkuat pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara

anggotanya di wilayah Asia-Pasifik. Fokus utama dari semua kegiatan Colombo Plan

adalah pada pengembangan sumber daya manusia. Sejak saat itu, pemerintah Jepang

terus meningkatkan berbagai kerjasama dengan memanfaatkan dana dan teknologi

yang dimilikinya melalui kerangka Bantuan Pembangunan Resmi atau Official

Development Assistance (ODA).51

Bantuan ODA tersebut diberikan kepada negara yang dikategorikan sebagai

negara berkembang dengan berbagai masalah yang dihadapi seperti kelaparan dan

kemiskinan serta kurangnya pelayanan pendidikan dan kesehatan. Pada umumnya,

motivasi pemberian bantuan ODA Jepang, selain untuk berkonstribusi pada

perdamaian dan pembangunan untuk masyarakat internasional, juga untuk membantu

51

Abdul Irsan, “Jepang: Politik Domestik Global & Regional”, loc cit.

57

menjamin keamanan dan kemakmuran oleh Jepang sendiri.52

Sebagian besar motif

pemberian bantuan ODA berbentuk bantuan ekonomi infrastruktur, disebabkan

karena negara berkembang memerlukan sejumlah infrastruktur untuk melakukan

perdagangan secara efektif dan untuk mengekstrak sumber daya alam di Asia.53

Sehingga terlihat konsep dan jalan pikiran yang mempengaruhi bantuan luar negeri

Jepang adalah “help to self-help”.

Berikut ini merupakan rincian statistik bantuan (ODA) bilateral Jepang tahun

2007.

Diagram 3.1 : Bantuan (ODA) Bilateral Jepang Berdasarkan Sektor

Pembangunan 2007

Sumber : Japan’s Official Development Assistance White Paper 2008 diakses melalui

htttp://www.mofa.go.jp/policy/oda/white/2008/html/ODA2008/html/zuhyo/index.htm.

tanggal 23 Mei 2013

52

Marie Soderberg, 1996, The Business of Japanese Foreign Aid: Five Case Studies in Asia,

Routledge, hal.33. 53

Ibid, hal 35.

2007

Perlindungan, Lingkungan. Hidup,dll

Sektor Produksi

Infrastruktur dan Pelayanan Sosial

Infrastruktur dan Pelayanan Ekonomi

Lain-lan

8,1 %

23,6%

27,1 %

9,9 % 8,1 %

58

Berdasarkan diagram 3.1 memperjelas bahwa sebagian besar fokus bantuan

ODA Jepang berupa bantuan pembangunan infrastruktur dan pelayanan sosial

sebanyak 27,1% dan bantuan pembangunan infrastruktur dan pelayanan ekonomi

sebanyak 23,6 %. Bantuan pembangunan di sektor produksi sebanyak 9,9% , bantuan

perlindungan, lingkungan hidup sebanyak 8,1% dan lain-lain sebanyak 8,1 %. Dari

data diagram 3.1 membuktikan asumsi dari Marie tentang bentuk utama pemberian

bantuan ODA yakni berupa pembangunan infrastruktur guna memudahkan Jepang

mengekstrak SDA negara-negara di Asia terkhususnya bagi negara berkembang.

Berdasarkan penyaluran bantuannya, ODA Jepang terbagi ke dalam dua

bentuk bantuan kerjasama yakni bantuan kerjasama bilateral dan multilateral.

Bantuan bilateral merupakan bantuan yang diberikan langsung kepada negara-negara

berkembang, dengan maksud untuk memberikan konstribusi dalam membina

hubungan Jepang dengan masing-masing negara berkembang melalui bantuan yang

dirancang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Bantuan bilateral ini terbagi

ke dalam tiga bentuk yakni bantuan kerjasama teknis, pinjaman dana ODA, dan

bantuan Hibah. Sedangkan, bantuan multilateral diberikan melalui organisasi

internasional yang salah satunya adalah penyaluran bantuan melalui Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB).

Bantuan dana ODA khususnya bantuan hibah dilaksanakan oleh MOFA

(Ministry of Foreign Affair of Jepang) sendiri, sedangkan pinjaman dana ODA

dilaksanakan oleh JBIC (Japan Bank for International Cooperation), dan kerjasama

59

teknis dilakukan oleh pemerintah Jepang sendiri, namun karena adanya upaya

pemerintah Jepang untuk mendukung pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM),

mengambil bentuk pemerintahan berbasis program Kerjasama Teknis. Oleh sebab itu,

dibentuklah sebuah organisasi milik pemerintah Jepang yang bernama JICA (Japan

International Cooperation Agency), yang berfungsi sebagai penanggung jawab atas

pelaksanaan kerjasama teknis dengan negara-negara berkembang berdasarkan atas

kesepakatan bilateral antara pemerintah secara resmi. Sehingga, sejak JICA didirikan

kerangka kerjasama teknis semakin terstruktur.

Berikut ini adalah berupa skema yang menggambarkan hubungan dana

bantuan ODA dengan JICA di awal berdirinya yang telah penulis uraikan

sebelumnya:

Bagan 3.2 : Hubungan ODA dengan JICA

Sumber: Buletin JICA di Indonesia, 2008: 7

Bantuan

Bilateral

ODA

Bantuan

Multilateral

Kerjasama

teknik

Bantuan hibah

JICA

MOFA

JBIC

Pinjaman ODA

60

Berdasarkan pada bagan 3.2 menggambarkan awal berdirinya JICA hanya

memiliki fungsi sebagai lembaga kerjasama yang secara khusus bertugas untuk

menyalurkan bantuan teknik saja, namun pada bulan Oktober 2008, JICA melakukan

merjer dengan bagian operasi kerjasama ekonomi luar negeri dari Japan Bank for

International Cooperation (JBIC) dan MOFA (Ministry of Foreign Affair of Jepang)

menjadi JICA baru.

Bagan 3.3 : Penyaluran ODA Jepang melalui JICA

Sumber: Buletin JICA di Indonesia, 2008: 7

Berdasarkan bagan 3.3 JICA dengan format yang baru bertanggung jawab

dalam menyalurkan bantuan hibah, kerjasama teknik, serta pinjaman ODA. Meskipun

dalam bagan digambarkan bahwa bantuan hibah disalurkan melalui JICA, akan tetapi

beberapa jenis bantuan hibah akan tetap diberikan langsung oleh DEPLU Jepang

(melalui kantor Kedutaan Besar) dalam rangka kebijakan diplomatik. Namun, tetap

Bantuan

Bilateral

ODA

Bantuan

Multilateral

Kerjasama

teknik

Bantuan hibah

JICA

MOFA

JICA “baru”

JBIC

Pinjaman ODA

61

saja tujuan dari pembentukan JICA sejak awal ialah untuk mempromosikan

kerjasama internasional bagi pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara

berkembang. Hingga saat ini JICA merupakan badan bantuan bilateral terbesar di

dunia dengan besaran anggaran sekitar 10 milyar USD dan beroperasi di sekitar 150

negara di dunia. 54

Hal ini memperlihatkan akan banyaknya bantuan JICA di berbagai

negara berkembang.

2. Visi - Misi JICA

JICA juga telah membuat Visi serta Misi yang baru sebagai komitmen dalam

mencapai tujuannya. Dan untuk mencapai tujuannya, JICA merumuskan Visi serta

Misinya sebagai berikut55

:

a. Visi Japan International Cooperation Agency

Visi dari JICA ialah Pembangunan yang Inklusif dan Dinamis. Artinya,

JICA akan berusaha mempromosikan pembangunan yang berdampak pada

pengurangan kemiskinan dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

b. Misi Japan International Cooperation Agency

1. Fokus pada Agenda Global, pemanfaatan pengalaman dan teknologi

yang dimiliki Jepang secara maksimal, sebagai bagian dari masyarakat

internasional, dengan memfokuskan perhatiannya pada berbagai

permasalahan global yang dihadapi oleh negara-negara berkembang

54

JICA, 2008, “Kerjasama Internasional:Tantangan Global dan Dukungan Negara-negara

Berkembang”, Profile JICA, hal.2, diakses melalui (http://jica.go.jp/english) tanggal 3 Januari

2013. 55

Ibid. Hal. 8.

62

secara menyeluruh, seperti perubahan iklim, air, energi, pangan,

penyakit menular, dan keuangan.

2. Pengentasan kemiskinan Melalui Pertumbuhan yang Berkeadilan, yakni

dengan menyediakan dukungan terhadap pengembangan sumber daya

manusia (SDM), pengembangan kapasitas, peningkatan kebijakan dan

institusi, serta penyediaan prasarana sosial dan ekonomi.

3. Penguatan Tata kelola Pemerintahan, menawarkan bantuan bagi

peningkatan berbagai pranata/perangkat dasar yang dibutuhkan oleh

sebuah pemerintahan, serta berbagai sistem pelayanan umum yang

didasarkan atas kebutuhan masyarakat secara efektif, serta dukungan

bagi pengembangan institusi dan SDM yang diperlukan untuk

mengelola berbagai pranata tersebut.

4. Pencapaian Ketahanan Manusia, mendukung berbagai upaya dalam

rangka peningkatan kapasitas sosial dan institusi serta peningkatan

kemandirian dan kemampuan diri manusia dalam menghadapi berbagai

ancaman dan membangun masyarakat untuk dapat hidup secara

bermartabat.

3. Alur Operasioanal JICA dalam Menyediakan Bantuan

JICA berupaya memberikan dukungan secara efisien dan efektif sesuai

kebijakan bantuan pemerintah Jepang, yang dikembangkan untuk menghindari

adanya bias dan memiliki perspektif yang lebih luas dari sekedar skema bantuan

seperti kerjasama teknis, pinjaman ODA, dan bantuan hibah. Pada intinya, JICA

63

secara cepat melakukan perancangan, dan pelaksanaan proyek berdasarkan survei

persiapan untuk memperlajari substansi bantuan yang diperlukan di lokasi proyek

sebelum menerima proposal bantuan dari negara mitranya.

Bagan 3.4 : Alur Operasional JICA dalam Menyediakan Bantuan

Sumber : JICA Profile56

4. Kegiatan-kegiatan JICA

Sejak awal didirikannya, JICA telah banyak membantu proses pembangunan

negara-negara berkembang di berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, dan

56

JICA, 2008, “Kerjasama Internasional: Tantangan Global dan Dukungan Negara-negara

Berkembang”, Profile JICA, Op Cit., hal. 5.

Strategi bantuan berbasis wilayah

negara dan tematik

Survei Persiapan untuk Perancangan

Proyek

Penilaian

Pinjaman

ODA

Penilaian

Kerjasama

Teknik

Penilaian

Bantuan

Hibah

Pelaksanaan Pengawasan

Evaluasi

(Pemerintah Jepang)

Kebijakan Luar Negeri,

kebijakan bantuan

Proposal Bantuan dari

Negara- negara mitra

(Pemerintah Jepang)

Persetujuan, Penandatanganan,

Perjanjian internasional

J I C A

64

ekonomi. Hingga kini, JICA telah melakukan kerjasama bilateral dengan 150 negara

hal tersebut menjadikan JICA sebagai salah satu lembaga pemberi bantuan bilateral

terbesar di dunia. Kegiatan-kegiatan JICA bagi negara-negara berkembang

diantaranya sebagai berikut :

a. Kerjasama Teknik

1) Program Pelatihan teknik

Program pelatihan teknik ialah suatu program dimana Jepang menerima

peserta yang berasal dari negara berkembang untuk kemudian dilatih di

negara Jepang dengan lama pelatihan ialah satu tahun. Program ini bertujuan

untuk memberikan pengetahuan serta keterampilan di berbagai bidang

seperti tata niaga, pengawasan mutu, perlindungan lingkungan dan teknik

konstruksi bangunan.

Pelatihan diadakan di pusat-pusat pelatihan JICA yang ada di seluruh

wilayah Jepang. Pelatihan ini juga diselenggarakan melalui kerjasama

dengan badan-badan pemerintah nasional dan pemerintah daerah, pusat-

pusat pelatihan dan penelitian swasta, universitas-universitas dan lembaga-

lembaga lainnya. Ada dua tipe program pelatihan JICA, yaitu :

1.1 Pelatihan yang diadakan di Jepang

Pelatihan yang diadakan di Jepang terbagi ke dalam dua bentuk yaitu

perorangan dan kelompok. Pelatihan perorangan dipersiapkan secara

terpisah dengan syarat khusus peserta program ini juga ditawarkan ke badan-

badan internasional sesuai dengan pemerintah. Sedangkan untuk pelatihan

65

dalam bentuk kelompok, persiapan diadakan setahun sebelum program ini

dilaksanakan. Syarat dan prosedur lamaran diberitahukan keseluruh negara

yang bersangkutan. Dalam satu kelompok biasanya terdiri dari 10 peserta

pelatihan.

1.2 Pelatihan yang dilakukan di negara berkembang

Selain mengadakan pelatihan di Jepang, JICA juga menyelenggarakan

pelatihan di negara-negara berkembang dengan mendatangkan peserta dari

negara-negara berkembang kawasn Asia dan Afrika yang telah maju dengan

dukungan biaya dari pihak JICA dengan harapan kelak mereka dapat

memimpin negaranya di tahun-tahun yang akan datang ke Jepang melalui

Youth Invitation Program. Tujuan dari program ini adalah agar peserta dapat

lebih mengenal jepang serta menjembatani persahabatan yang akan terjalin

antara generasi-genarasi baru di setiap negara serta meningkatkan rasa saling

pengertian dalam pembangunan serta untuk tetap menjaga perdamaian dunia.

Aktivitas yang dilakukan dalam menjalani pelatihan ini sangat beragam

diawali dangan mengenal negara Jepang, mengikuti seminar-seminar, serta

adanya pelatihan lapangan bersama dengan masyarakat setempat.

2) Pengiriman Tenaga Ahli

Pengiriman tenaga ahli telah dimulai sejak tahun 1955 diawali dengan

ditugaskannya 28 tenaga ahli ke wilayah Asia. Sejak saat itu pengiriman

tenaga ahli menjadi sangat penting terutama dalam kerjasama teknik yang

dilakukan oleh Jepang. Tujuan dari program ini adalah menyebarkan

66

pengetahuan serta penguasaan terhadap teknologi yang sesuai dengan

kebutuhan negar-negara berkembang. Pengiriman tenaga ahli ini terbagi ke

dalam 2 tipe yaitu :

2.1 Individual expert, para ahli yang ditugaskan dikirim berdasarkan atas

permintaan negara berkembang yang akan ditugaskan di departemen-

departemen, pusat-pusat pelatihan, dan lembaga pendidikan

pemerintah sebagai pengajar atau pelatih bagi tenaga ahli setempat.

2.2 Project expert, pengiriman tenaga ahli yang dikirim untuk proyek-

proyek yang dijalankan oleh JICA di luar negeri dengan tujuan untuk

memenuhi berbagai permintaan terhadap tenaga ahli yang handal,

JICA mengirimkan tenaga ahli berdasarkan pada perjanjian yang telah

dibuat dengan pemerintah setempat ataupun perusahaan-perusahaan

swasta.

3) Pengadaan Peralatan

Pengadaan peralatan bertujuan unutk menunjang kinerja para tenaga ahli

yang dikirim oleh Jepang ke negara-negara berkembang. Peralatan yang

disediakan biasanya diberikan bersama dengan program kerjasama yang

digunakan. Misalnya untuk memudahkan ahli teknologi dari JICA,

membantu para mitra negara penerima bantuan untuk melanjutkan

pekerjaan mereka setelah para tenaga ahli kembali ke Jepang, atau untuk

membantu para mantan peserta yang pernah ikut dalam pelatihan di jepang

67

agar apat memanfaatkan pengetahuan serta keahlian yang diperoleh dari

hasil pelatihan.

Kerjasama teknik dapat dikatakan sukses apabila tenaga ahli beserta

peralatan yang ada dapat bekerja secara efektif selain itu, adanya alih

teknologi yang baik dengan negara penerima bantuan.

4) Kerjasama Teknik Tipe Proyek

Sebagai upaya penyempurnaan dari kerjasama teknik yang dilakukan,

maka JICA melaksanakan kerjasama teknik tipe proyek (project type

technical cooperation program). Program ini memberikan bantuan terpadu

mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan tahap penilaian dengan

cara memadukan program pelatihan di Jepang, pengiriman tenaga ahli serta

pengadaan peralatan. Proyek kerjasama teknik dapat dibagi menjadi empat

jenis yaitu :

4.1 Pengembangan sosial melalui kemajuan dibidang ilmu dan teknologi

seperti elektronik, telekomunikasi, transportasi, jaringan lalu lintas

perkotaan, industri kecil dan pelatihan keterampilan.

4.2 Kesehatan, kedokteran, kependudukan, dan Keluarga Berencana.

4.3 Pertanian, kehutanan, perikanan.

4.4 Pengembangan industri termasuk pengembangan industri setempat,

pemanfaatan ekonomis sumber daya, dan penciptaan lapangan kerja.

4.5 Program Studi Pengembangan

68

Program studi pembangunan JICA bertujuan untuk memberikan bantuan

bagi perumusan rencana pembangunan. Tim studi yang dikirim terdiri dari

konsultan ahli yang memeriksa kelayakan proyek yang dilanjutkan, tidak

hanya dari segi teknis dan keuangan mereka, tetapi juga dengan

mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dan sosial, organisasi dan

pengelolaan dampak lingkungan dan faktor-faktor lainnya. Selain

memberikan konsultasi, tim studi juga memberikan praktek kerja bagi

tenaga pendamping negara penerima bantuan dan mengundang mereka ke

Jepang untuk latihan lebih lanjut di bidang-bidang seperti pengawasan,

analisis dan perencanaan.

6)Pengiriman tenaga ahli muda atau Japan Overseas Cooperation

Volunteers (JOCV)

Program JOVC yang dibentuk pada tahun 1985 merupakan program

resmi pemerintah Jepang untuk mengirim tenaga ahli mudanya melalui JICA

ke negara-negara berkembang. Sampai saat ini, JICA telah mengirim lebih

dari 14.000 pemuda-pemudi Jepang ke 61 negara-negara berkambang

terutama di Asia, Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin, Oceania, dan Eropa

Timur untuk meningkatkan persahabatan dengan memperdalam pengertian

antara bangsa.

Tujuan utama dari program ini adalah untuk membantu pembangunan

sosial ekonomi masyarakat setempat. Tenaga ahli muda ini adalah pemuda-

69

pemudi Jepang pilihan berumur 20-40 tahun, yang hidup dan bekerja di

negara-negara yang ditugaskan selama jangka waktu 2 tahun.

7) Penerimaan dan pelatihan tenaga berkualitas

Tahun 1983, JICA membentuk The Institute for International

Cooperation (IFIC) dengan tujuan untuk memperkuat organisasi dan fungsi-

fungsi kerjasama tekniknya. Lembaga ini menerima dan melatih para ahli

dalam kerjasama teknis mengadakan survey dan pelatihan dalam rangka alih

teknologi dan menyediakan informasi mengenai dokumen kerjasama

internasional.

b. Program Bantuan Hibah

Program bantuan hibah adalah suatu bentuk bantuan keuangan yang diberikan

kepada negara-negara berkembang sesuai dengan perjanjian bilateral, tanpa ada

kewajiban untuk membayar kembali. Sasaran utama dari bantuan hibah pemerintah

Jepang adalah kebutuhan dasar yang meliputi perawatan, kesehatan, kesehatan

masyarakat, penyediaan air bersih, pembangunan pertanian dan pedesaan, dan juga

mengembangkan sumber daya manusia. JICA memberikan dukungan khusus dalam

pelaksanaan bantuan hibah agar berjalan lancar, dan memastikan program kerjasama

secara keseluruhan terlaksana dengan baik.

Bantuan hibah Jepang memiliki sebelas kategori berupa: bantuan hibah

umum, bantuan hibah untuk pemberdayaan masyarakat, bantuan hibah non-proyek

(bantuan hibah untuk pencegahan konflik dan perdamaian), bantuan hibah berupa

pencegahan bencana, rekonstruksi bantuan pencegahan bencana, bantuan rekonstruksi

70

pasca bencana), bantuan hibah sebagai untuk lingkungan dan perubahan iklim,

bantuan hibah strategi penanggulangan kemiskinan, bantuan hibah pengembangan

SDM (beasiswa), Bantuan hibah perikanan, bantuan hibah budaya,bantuan hibah

pertanian khusus untuk petani kurang mampu, bantuan hibah keamanan dan counter-

terrorism.57

Saat ini JICA telah menjalin kerjasama dengan Indonesia serta 104 negara

berkembang lainnya, dari berbagai kawasan yakni Southeast Asia, East Asia, Central

and the Caucasus, South Asia, Middle East, Afrika, Central America and The

Carribean, South America, Eropa, dan Oceania.58

JICA memberikan bantuan

berdasarkan pada tiga bentuk Bantuan Pembangunan Resmi Jepang; yakni Kerjasama

Teknis, Bantuan Hibah dan pinjaman dana ODA. Selain itu, bantuan-bantuan

tersebut diberikan untuk mengatasi masalah pada; pendidikan, kesehatan, sumber

daya air/ manajemen penanggulangan bencana, pemerintahan, peace-building, social

security, transportasi, ICT, sumber daya alam dan energi, kebijakan ekonomi,

Pengembangan sektor swasta, pertanian, pertanian, pembangunan dan gender,

manajemen lingkungan, natural environment conservation, urban/regional

development, poverty reduction, dan south-south cooperation. Sehingga, terlihat lebih

banyak, fungsi JICA sebagai sebuah organisasi internasional. Sebuah organisasi

57

JICA, “ Grant Aid “ diakses melalui

http://www.jica.go.jp/english/our_work/types_of_assistance/grant_aid/index.html, 15

April 2013. 58

Website JICA, Countries and Region, diakses melalui

http://www.jica.go.jp/english/countries/index.html, tanggal 15 April 2013.

71

internasional yang mampu menjadi aktor baru selain negara dalam hubungan

internasional, yang peranannya mampu berkiprah dalam mengatasi berbagai isu-isu

global. Meskipun pada dasarnya JICA sebuah organisasi perwakilan pemerintah

Jepang.

5. JICA di Indonesia

Sejak tahun 1954 Jepang telah melakukan kerjasama dengan pemerintah

Indonesia diawali dengan kerjasama tenik seperti pengiriman tenaga ahli dari Jepang

dan program pelatihan yang dilaksanakan secara langsung di negara Jepang.

Kerjasama tersebut berlanjut hingga tahun 1970-an dan pada tahun 1974 pemerintah

Jepang secara resmi membentuk JICA untuk menjalankan kerjasama Teknik. Sejak

saat itu, dimulailah kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang

melalui JICA. Kantor perwakilan JICA di Indonesia pada awalnya merupakan kantor

perwakilan dari Badan Kerjasama Teknik Luar Negeri atau Overseas Technical

Cooperation Agency (OTCA) yang kemudian berubah nama menjadi Badan

Kerjasama Internasional Jepang atau Japan International Cooperation Agency

(JICA).

JICA di Indonesia merupakan salah satu yang tertua dan terbesar di antara

sekitar 150 kantor perwakilan JICA yang tersebar di seluruh dunia. Indonesia

merupakan salah satu negara penerima bantuan hibah bilateral Jepang terbesar

berdasarkan besaran jumlah dana yang telah disalurkan secara kumulatif sampai TA

Jepang 2007 dimana telah terkirim 35.630 peserta Indonesia untuk mengikuti

program pelatihan di Jepang dan 11.108 tenaga ahli Jepang telah ditugaskan di

72

Indonesia. Secara lebih jelas, kerjasama JICA dengan pemerintah Indonesia

dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel 3.5 : Sejarah Kerjasama JICA dengan Indonesia

Tahun Pelaksanaan Kerjasama

1974 Perubahan OTCA menjadi Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA)

1976 Dimulainya pemberian Bantuan Hibah sebagai skema umum ODA Jepang

1981 Dimulainya dukungan bagi Program Pelatihan Internasional yang

diselenggarakan oleh Indonesia (Dukungan bagi Kerjasama Selatan-

Selatan)

1984 Dimulainya Indonesia mengikuti Program Persahabatan Pemuda

1986 Dimulainya Bantuan Khusus untuk Kesinambungan Proyek (SAPS)

1988 Dimulainya Bantuan Khusus untuk Perancangan Proyek (SAPROF)

Dimulainya Penugasan Tenaga Ahli Muda (JOCV) Jepang di Indonesia

1992 Dimulainya Bantuan Khusus untuk Pelaksanaan Proyek (SAPI)

1996 Dimulainya Bantuan Khusus untuk Kebijakan dan Proyek Pembangunan

(SADEP)

1997 Dimulainya dukungan terhadap krisis moneter dalam bentuk pemberian

Bantuan Pangan kembali

1998 Dimulainya Penugasan Tenaga Ahli Silver (SV) Jepang di Indonesia

Dimulainya Program Pemberdayaan Masyarakat (CEP) di Indonesia

(melalui kerjasama dengan LSM Indonesia)

1999 Pembentukan Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional (JBIC)

2001 Dimulainya Program Kemitraan JICA (JPP) di Indonesia (memfasilitasi

kerjasama antara LSM Jepang dan Indonesia)

2003 Restrukturisasi JICA sebagai institusi publik yang mandiri

2008 JICA merger dengan JBIC membentuk JICA ”baru" yang dapat

memberikan dukungan dalam bentuk Kerjasama Teknik, Pinjaman ODA,

dan Bantuan Hibah

Sumber: Buletin JICA, 2008, hal.21

Keterangan Tabel 3.5: (a) kerjasama teknik; (b) bantuan hibah; (c) pinjaman

ODA. Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa pemerintah Indonesia telah lama

melakukan kerjasama dengan pemerintah Jepang yang akhirnya menjadi dasar atas

73

kerjasama pemerintah Indonesia dengan JICA. Dari tabel di atas juga dapat terlihat

bahwa kerjasama yang dibangun antar pemerintah Jepang dan Indonesia lebih banyak

merupakan kerjasama teknik. Sejak dibentuknya JICA pada tahun 1974 hingga tahun

2008, JICA hanya menyalurkan bantuan teknik namun setelah dibentuknya JICA

baru, semua bentuk bantuan disalurkan oleh JICA. Pada tahun 2008 JICA melakukan

merger bersama Japan Bank Internatonal Cooperation (JBIC). Dengan

dilaksanakannya merger tersebut, JICA tidak hanya bertanggung jawab atas

penyaluran bantuan kerjasama teknik saja, tetapi juga terhadap bantuan pinjaman

ODA serta bantuan hibah.

Dalam merealisasikan bantuannya untuk Indonesia, JICA merumuskan

program bantuan yang kemudian disebut Country Assistance Strategy atau Strategi

Bantuan Pemerintah Jepang. Country Assistance Strategy yang dibuat mengacu

kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Indonesia. Sehingga.

bantuan JICA dijadikan pendukung bagi pembangunan Indonesia. Country Assistance

Strategy yang dibuat oleh JICA dititik beratkan pada empat bidang prioritas

kerjasama. Keempat bidang prioritas tersebut berupa kesinambungan gerakan

pertumbuhan yang digerakkan oleh sektor swasta, menciptakan masyarakat yang

demokratis dan berkeadilan, perdamaian dan stabilitas dan dukungan terhadap

lingkungan. Empat progran prioritas JICA digambarkan pada tabel di bawah ini:

74

Tabel 3.6 : Country Assistance Strategy JICA Indonesia

Bidang Prioritas Isu Pembangunan Program Kerjasama JICA

Kesinambungan

Pertumbuhan

yang digerakkan

oleh sektor swasta

Kebijakan ekonomi (1) Kebijakan ekonomi, fiskal, dan

keuangan

Pengembangan Prasarana

ekonomi

(2) Pembangunan prasarana

transportasi;

(3) Penyediaan Energi;

(4) Mempromosikan Skema

kemitaraan pemerintah dan swasta

Peningkatan Iklim usaha

dan Investasi

(5) Pengembangan usaha sektor

swasta;

(6) Dukungan bagi sarana perdagangan

dan logistik;

(7) Peningkatan sistem transportasi

perkotaan yang terintegrasi;

(8) Pengembangan bidang pendidikan

tinggi

Menciptakan

masyarakat yang

demokratis dan

berkeadilan

Pengentasan kemiskinan

(9) Peningkatan Pendidikan dasar dan

Menengah;

Peningkatan Pelayanan Kesehatan

dan Medis;

Penyediaan air dan Sanitasi;

(10) Stabilitas Penyediaan pangan

Pembangunan Kawasan

Indonesia Timur

(11) Pembangunan Wilayah Provinsi

Sulawesi Selatan;

(12) Pembangunan Wilayah Bagian

timur laut Indonesia

Reformasi Tata

Pemerintahan

(13) Reformasi Kepolisian Republik

Indonesia (PORLI)

Perdamaian dan

Stabilitas Perdamaian dan stabilitas

(14) Penanganan Bencana;

(15) Keamanan Transportasi

Lingkungan Lingkungan

(16) Perubahan Iklim;

(17) Pelestarian Lingkungan Alam;

(18) Peningkatan Perkotaan Kualitas

Lingkungan

Sumber: Buletin JICA, 2008 :11

Berdasarkan pada tabel 3.6 di atas dijelaskan bahwa terdapat 4 program

prioritas JICA di Indonesia yakni:

75

1. Kesinambungan Pertumbuhan yang digerakkan oleh sektor swasta59

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan

ekonomi yang stabil, terutama karena pemulihan dari krisis ekonomi Asia. Namun,

tetap tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti

Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dalam rangka mendorong pembangunan

ekonomi Indonesia itu, JICA berencana untuk merumuskan dan

mengimplementasikan program-program seperti mengembangkan JABODETABEK

sebagai Sistem Transportasi Perkotaan yang Komprehensif dan Program Bantuan

Supply Energi. Selain itu, dalam rencana jangka panjang, JICA mendukung

formulization Mid-Term Development Plan melalui penasehat kebijakan pada Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

Sementara itu, JICA juga mendukung usaha perbaikan iklim di Indonesia

dengan mempromosikan perdagangan dan investasi melalui, diantaranya, penasehat

kebijakan Indonesia. JICA juga telah mendukung realisasi "Forum Indonesia-Japan

Joint on Investment / JIF" (November, 2004), "Strategic Investment Action Plan /

SIAP" (Juni 2005), "Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement / JIEPA"

(ditandatangani pada bulan Agustus 2007, diluncurkan pada Juli 2008) melalui

Kerjasama Teknis (TC dan pinjaman proyek.

Sehubungan dengan infrastruktur ekonomi, JICA berkonsentrasi pada

pemberian pinjaman untuk pengembangan sumber daya energi, transportasi, serta

sumber daya air. Berbagai proyek konstruksi saat ini sedang berlangsung, seperti

59

Buletin JICA, op cit, hal. 13

76

penguatan kapasitas pembangkit listrik dari sistem grid listrik Jawa-Bali dengan

menerapkan proyek pembangunan pembangkit listrik (lebih dari 2,00 MW listrik

akan dipasok ke daerah JABODETABEK), Jalur Transmisi Sumatera-Jawa, Tanjung

Priok Access Road (bagian dari Jakarta Outer Ring Road), dan Jakarta mass rapid

transit (MRT). Selain itu, JICA juga bekerjasama dengan dengan Asian Development

Bank (ADB) melalui Infrastucture Reform Sector Development Program (IRSDP)

untuk reformasi kebijakan dalam pembangunan infrastruktur, yang meliputi promosi

dari Public Private Partnership (PPP), skema dalam mengamankan sumber daya

keuangan untuk pembangunan infrastruktur.

Selain itu, JICA juga telah menerapkan Development Policy Loan (DPL)

melalui Program bantuan yang dibiayai oleh Bank Dunia (WB) dan ADB sejak tahun

2004. DPL dan TC secara strategis digunakan untuk isu-isu yang secara langsung

mempengaruhi bisnis dan perubahan iklim investasi di Indonesia, yang antara lain

adalah:

a. Simplification of investment procedure;

b. Improvement of customs procedure, and;

c. Reinforcement of Protection on Intellectual Proverty Rights (IPR)

2. Menciptakan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan60

a) Pengetasan Kemiskinan

60

Buletin JICA, op cit, hal. 15

77

Sejak krisis ekonomi Asia pada tahun 1998, telah terjadi peningkatan angka

kemiskinan serta kesenjangan antara kaya dan miskin di negeri ini. Meskipun kondisi

telah membaik dalam beberapa tahun terakhir, populasi masih rentan bisa dengan

mudah jatuh di bawah garis kemiskinan karena, antara lain, produktivitas makanan

yang rendah di daerah pedesaan disebabkan karena kurangnya lembaga pendukung,

sistem, dan infrastruktur. Desentralisasi juga telah dibesarkan isu manajemen

kurangnya pendidikan dan administrasi kesehatan di daerah-daerah, mempengaruhi

kualitas pendidikan layanan kesehatan. Apalagi, pemerintah Indonesia masih

menghadapi tantangan penyediaan pelayanan publik yang baik dasar, terutama di

daerah pedesaan, seperti air dan sanitasi, jalan, dan kekuasaan

Oleh karena itu, sebagai sarana untuk mengamankan pasokan pangan yang stabil

serta meningkatkan pendapatan pedesaan, JICA memfokuskan bantuannya pada

penyediaan konsultasi bagi kebijakan pertanian dan sistem kelembagaan sejalan

dengan desentralisasi, pengembangan irigasi untuk meningkatkan produktivitas,

estabilishing berkelanjutan perikanan sistem pengelolaan sumber daya dan

meningkatkan pertanian dan pasar produk perikanan untuk memperkuat daya saing.

Di sektor pendidikan, JICA masih berfokus pada pendidikan dasar dan menengah,

terutama peningkatan akses (melalui pemberantasan kesenjangan antar daerah dan

pendapatan), kualitas (melalui pelatihan guru dan pengembangan sistem pedagogi),

dan manajemen (melalui pengembangan kapasitas lembaga). Demikian pula, JICA

berusaha untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia dalam memastikan setiap

kepentingan nasional yang sama dari kesehatan dan perawatan medis melalui

78

peningkatan kebijakan dan sistem dengan perhatian khusus pada daerah pedesaan.

Adapun penyakit menular (seperti flu burung), diberikan adanya penyediaan bantuan

khusus untuk pengendalian penyakit disebabkan sifatnya yang sangat urgent karena

berdampak pada masyarakat internasional.

b) Pembangunan Kawasan Indonesia Timur61

JICA dengan dukungan dari dana bantuan ODA yang dipimpin oleh

kedutaan Jepang, memiliki niat untuk mempromosikan program pendekatan berbasis

wilayah untuk memfasilitasi upaya pemerintah daerah untuk mempromosikan

reformasi sosial-ekonomi dan pemerintahan lokal dalam semangat desentralisasi di

Indonesia.

Saat ini, terdapat kesenjangan pembangunan daerah di Indonesia, di mana

bagian timur Indonesia masih tertinggal dari wilayah barat, masih terkemuka dengan

tugas-tugas yang tersisa dari masalah kemiskinan, antara perhatian utama pemerintah

nasional. Dalam menanggapi masalah ini JICA mengembangkan program

percontohan berbasis pendekatan daerah dan konsentrasi dengan kegiatan utama

pengembangan provinsi Sulawesi Selatan dan pembangunan wilayah bagian timur laut

Indonesia.

JICA telah menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah provinsi Sulawesi

Selatan sejak 1980-an. Pihak JICA telah melakukan kerjasama dengan pemerintah

kota Makassar di berbagai sektor. Misi utama keberadaan JICA di Sulawesi Selatan

adalah untuk melaksanakan suatu program yang didedikasikan untuk “peningkatan

61

Buletin JICA, op cit, hal 16

79

pengentasan kemiskinan melalui pembangunan daerah”. Program ini berbicara

pendekatan yang terintegrasi & terorganisasi antara perkembangan perkotaan &

pedesaan, berlapis-lapis kepada pemerintah daerah & masyarakat, serta kolaborasi

multi-sektor antara setiap proyek dengan memanfaatkan sebanyak mungkin

kombinasi dari skema ODA Jepang. Sementara itu, program ini memprioritaskan

pada masalah:

(1) Mamminasata (Makassar - Maros - Sungguminasa - Takalar), berupa

pembangunan perkotaan sebagai kekuatan pendorong bagi perkembangan

regional provinsi,

(2) Pembangunan yang seimbang di provinsi Sulawesi Selatan,

(3) Peningkatan pemberdayaan sosial melalui perbaikan sistem pendidikan

kesehatan dan dasar.

Proses pelaksanaan program-program yang telah disusun oleh pihak JICA

yang bekerjasama dengan pihak pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun

2008. JICA Makassar mendirikan sebuah Kantor Lapangan (MFO) yang mengelola

program melalui kolaborasi ,komunikasi, dan koordinasi dengan Badan Perencanaan

Pembangunan Provinsi (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Selatan.

Selanjutnya, dalam pelaksanaan program pengembangan Indonesia Timur,

salah satunya adalah provinsi Sulawesi Selatan, JICA berfokus pada pengentasan

kemiskinan melalui penguatan delapan provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi

Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, dan

80

Maluku utara. Tujuan program ini adalah untuk mendukung inisiatif para pemangku

kepentingan dalam mempromosikan pembangunan regional melalui 4 sub-program:

1. Pengembangan sumber daya manusia bagi para pemangku kepentingan

dalam pembangunan daerah.

2. Pembangunan ekonomi infrastruktur melalui jaringan ekonomi

infrastruktur.

3. Mempromosikan pembangunan daerah berdasarkan karakteristik lokal dan

sumber daya

4. Mendukungan pembangunan di daerah/ provinsi lain.

c) Reformasi Pemerintahan62

Menciptakan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan, yang pada

gilirannya meningkatkan iklim investasi di Indonesia, sehingga reformasi

pemerintahan sangat diperlukan dalam konteks administrasi negara, sistem peradilan,

serta sistem masyarakat. Untuk alasan ini, ada kebutuhan untuk membangun

pemerintahan yang baik pada kerangka kerja menengah dan panjanga. Adapun

masalah ini. JICA memfokuskan dukungannya bagi reformasi kepolisian di

Indonesia, seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas menjaga dan

mengamankan hukum dan ketertiban. "Program Dukungan untuk Reformasi

Kepolisian Nasional Indonesia” berfokus pada pembentukan kegiatan polisi sipil di

situs model dan penyebaran pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh secara

nasional.

62

Buletin JICA, op cit, hal 17.

81

3. Dukungan Perdamaian dan Stabilitas

a) Bantuan rekonstruksi dan Peace Building63

Perdamaian dan stabilitas sangat diperlukan bagi suatu negara untuk dapat

tumbuh secara ekonomi dan sosial. Sebagai negara rawan bencana alam (mulai dari

banjir, gunung berapi, gempa bumi), yang sebagian besar waktu menyebabkan

kerusakan fisik yang serius dan korban jiwa. Indonesia perlu Fokus lebih pada

pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan. Namun, ketika bencana itu terjadi,

JICA akan membantu rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang menderita

segera dengan memanfaatkan dana darurat, kerjasama teknis, dan dana pinjaman

ODA, seperti bantuan yang telah disediakan untuk tahun pada daerah bencana

tsunami di Aceh dan Nias ,di tahun 2004.

Dari sudut pandang pada penanggulangan bencana, JICA mempromosikan

pemanfaatan dan transfer teknologi berdasarkan laporan dari "the Joint Committee of

Indonesia and Japan on Disaster Reduction" yang berfokus pada bantuan untuk

perencanaan dan pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana, kerangka kerja

bidang penanggulangan bencana, penegakan kode bangunan tahan gempa, dan

pengelolaan sumber daya air yang berarti pencegahan bencana banjir dan tanah

longsor.

63

Buletin JICA, op cit, hal 18

82

b) Keamanan dan kenyamanan transportasi64

Indonesia sebagai negara dengan laut dan lahan yang luas, ketersediaan moda

transportasi yang aman adalah suatu keharusan untuk memastikan kelancaran arus

orang dan barang dari satu wilayah ke wilayah lain di Indonesia. Berdasarkan hal

tersebut, JICA bekerja sama dengan Departemen Perhubungan Republik Indonesia

untuk meningkatkan kapasitas lembaga terkait dan fasilitas yang diperlukan untuk

mewujudkan kereta api yang aman, transportasi laut, dan penerbangan sipil.

Sementara itu, dari segi keamanan, JICA juga memfokuskan bantuannya untuk

memperkuat langkah-langkah anti-terorisme dan anti-pembajakan perairan dan

pelabuhan Indonesia, yang tidak hanya melalui kerjasama teknis tetapi juga melalui

kombinasi penyediaan Bantuan Hibah.

4. Dukungan terhadap Lingkungan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan

wilayah laut yang luas yang kaya dengan sumber daya alam, seperti terumbu karang,

hutan, air, minyak, dan gas. Namun, berbagai faktor; mulai dari illegal logging,

illegal fishing, kebakaran hutan dan lahan, konversi lahan, untuk industrialisasi,

memberikan yang banyak terhadap penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan

alam dan hidup, dan pada gilirannya membuat polusi pada air, udara, tanah.

Sedangkan, perekonomian suatu negara seperti Indonesia hanya dapat dipertahankan

ketika sumber daya alam dan lingkungan hidup digunakan dan dikelola dengan baik.

64

Buletin JICA, op cit, hal 19.

83

Melihat hal tersebut, JICA berkonstribusi untuk support for environment

dengan memfokuskan pada pada perbaikan lingkungan alam. Selain itu, melihat efek

global terhadap perubahan iklim, JICA telah mulai untuk memasukkan perubahan

iklim dalam program kerjasama sejak peluncuran "Cool Earth Partnership" oleh

Pemerintah Jepang pada tahun 2008. Dukungan untuk lingkungan alam meliputi

peningkatan kapasitas bagi pemerintah pusat dan daerah dalam hal sumber daya alam,

pengelolaan hutan lestari, promosi pendidikan lingkungan bagi warga. Sementara itu,

dukungan untuk lingkungan perkotaan meliputi peningkatan kapasitas manajemen

lingkungan melalui pembentukan sistem pemantauan kualitas air serta pengelolaan

sampah melalui promosi 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

6. JICA di Sulawesi Selatan

Masuknya JICA di Sulawesi Selatan, mengacu pada salah satu program

prioritasnya yakni “Pengembangkan Indonesia Timur” yang salah satu di antaranya

adalah pengembangan Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi Sulawesi Selatan dianggap

memiliki potensi yang besar menjadi basis atau pusat pengembangan Indonesia

Timur. Hal ini disebabkan karena pulau Sulawesi menjadi jalur lalu lintas penting dan

titik simpul distribusi. Oleh sebab itu, Sulawesi Selatan menjadi salah satu daerah

prioritas program JICA.

JICA telah menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah provinsi Sulawesi

Selatan sejak 1980-an. Pihak JICA telah melakukan kerjasama dengan pemerintah

kota Makassar di berbagai sektor. Misi utama keberadaan JICA di Sulawesi Selatan

adalah untuk melaksanakan suatu program yang didedikasikan untuk “peningkatan

84

pengentasan kemiskinan melalui pembangunan daerah”. Program ini berbicara

pendekatan yang terintegrasi & terorganisasi antara perkembangan perkotaan &

pedesaan, berlapis-lapis kepada pemerintah daerah & masyarakat, serta kolaborasi

multi-sektor antara setiap proyek dengan memanfaatkan sebanyak mungkin

kombinasi dari skema ODA Jepang. Sementara itu, program ini memprioritaskan

pada masalah:65

a) Mamminasata (Makassar - Maros - Sungguminasa - Takalar), berupa

pembangunan perkotaan sebagai kekuatan pendorong bagi perkembangan

regional provinsi,

b) Pembangunan yang seimbang di provinsi Sulawesi Selatan,

c) Peningkatan pemberdayaan sosial melalui perbaikan sistem pendidikan

kesehatan dan dasar.

Proses pelaksanaan program-program yang telah disusun oleh pihak JICA

yang bekerjasama dengan pihak pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun

2008. JICA Makassar mendirikan sebuah Kantor Lapangan (MFO) yang mengelola

program melalui kolaborasi ,komunikasi, dan koordinasi dengan Badan Perencanaan

Pembangunan Provinsi (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Selatan.

Selanjutnya, dalam pelaksanaan program pengembangan Indonesia Timur,

salah satunya adalah provinsi Sulawesi Selatan, JICA berfokus pada pengentasan

kemiskinan melalui penguatan delapan provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi

Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, dan

65

Buletin JICA , loc cit.

85

Maluku utara. Tujuan program ini adalah untuk mendukung inisiatif para pemangku

kepentingan dalam mempromosikan pembangunan regional melalui 4 sub-program:66

a. Pengembangan sumber daya manusia bagi para pemangku kepentingan

dalam Pembangunan daerah.

b. Pembangunan ekonomi infrastruktur melalui jaringan ekonomi

infrastruktur.

c. Mempromosikan pembangunan daerah berdasarkan karakteristik lokal dan

sumber daya

d. Mendukungan pembangunan di daerah/ provinsi lain.

7. JICA bidang Lingkungan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan

wilayah laut yang luas yang kaya dengan sumber daya alam, seperti terumbu karang,

hutan, air, minyak, dan gas. Namun, berbagai faktor, mulai dari illegal logging, illegal

fishing, kebakaran hutan dan lahan, konversi lahan, untuk industrialisasi, memberikan

yang banyak terhadap penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan alam dan hidup,

dan pada gilirannya membuat polusi pada air,udara,dan tanah. Sedangkan,

perekonomian suatu negara seperti Indonesia hanya dapat dipertahankan ketika

sumber daya alam dan lingkungan hidup digunakan dan dikelola dengan baik.

Melihat hal tersebut, JICA berkonstribusi untuk support the environment

dengan memfokuskan pada pada perbaikan lingkungan alam. Selain itu, melihat efek

global terhadap perubahan iklim, JICA telah mulai untuk memasukkan perubahan

66

Buletin JICA, loc cit.

86

iklim dalam program kerjasama sejak peluncuran "Cool Earth Partnership" oleh

Pemerintah Jepang pada tahun 2008. Dukungan untuk lingkungan alam meliputi

peningkatan kapasitas bagi pemerintah pusat dan daerah dalam hal sumber daya alam,

pengelolaan hutan lestari, promosi pendidikan lingkungan bagi warga. Sementara itu,

dukungan untuk lingkungan perkotaan meliputi peningkatan kapasitas manajemen

lingkungan melalui pembentukan sistem pemantauan kualitas air serta pengelolaan

sampah melalui promosi 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

Bidang pengelolaan sampah, khususnya di Makassar, JICA telah menjalin

kerjasama dengan pihak pemerintah kota Makassar khususnya Dinas Kebersihan dan

Pertamanan Kota Makassar sejak 1980. Program Pertama JICA berupa URBAN 3,

kemudian berubah menjadi Urban 5 Setelah terjadi perubahan program menjadi

IUIDP. Semakin tingginya kepedulian terhadap lingkungan IUIDP berubah menjadi

P3KT, setelah itu berubah lagi menjadi Minasamangupata. Minasmangupata berubah

menjadi Minasamaupa, dan diperkecil dalam kata Mamminasata. Program

Mamninasata inilah yang masuk ke dalam proyek bantuan JICA dalam penanganan

sampah tahun 2008-2012. Namun, fokus terhadap kondisi sampah perkotaan

Makassar lebih diutamakan. Jumlah sampah kota Makassar lebih banyak

dibandingkan dengan kabupaten Sunguminasa, Maros, Takalar. Sehingga, dibutuhkan

fokus dalam penanganan sampah kota Makassa.

B. Penanganan Sampah Kota Makassar

Kota Makassar yang dulu dikenal dengan Ujung Pandang adalah kotamadya

dan sekaligus ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makassar memiliki letak yang

87

strategis karena posisinya yang berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah

selatan dan utara dalam provinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah

kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Secara

geografis wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119 derajat bujur timur dan

5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah kota Makassar, yakni Sebelah utara kota

Makassar berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Pangkajene, bagian selatan

berbatasan dengan Kabupaten Bone, sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar,

dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Maros.

Aspek pembangunan yang semakin meningkat dan juga secara demografis

terdapat berbagai suku bangsa yang terdapat di kota Makassar, menggolongkan

Makassar menjadi salah satu kota terbesar di Indonesia. Pembangunan yang semakin

hari semakin bertambah dan semakin meluas membuat Makassar menjadi seperti kota

metropolitan. Hal itu juga disebabkan oleh faktor bertambahnya jumlah penduduk

kota Makassar yang berasal dari berbagai suku bangsa, misalnya suku Bugis,

Makassar, Mandar, Toraja, Buton, Jawa, dan Tionghoa.

Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0-5

derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai Tallo yang bermuara di

bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah

kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 km2

daratan dan termasuk

11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebh 100km2,

dengan jumlah penduduk sebagai berikut:

88

Tabel 3.7 : Statistik Jumlah Penduduk Kota Makassar

No Tahun Jumlah Penduduk

1 2008 1. 253.656

2 2009 1. 271.870

3 2010 1. 338.663

4 2011 1. 352. 136

Sumber: BPS Sul-Sel diakses melalui http://sulsel.bps.go.id/subyek/3/114/jumlah-

penduduk-menurut-kabupaten-kota-%09di-sulawesi-selatan-2006-

%E2%80%93-2010. Tanggal 15 Mei 2013

Berdasarkan pada tabel 3.7 di atas menjelaskan bahwa Makassar yang kini

merangkak menjadi kota modern-metropolis di antara jargon-jargon “Water front

City”, “Great Expectation”, Save our City”, “Makassar untuk Semua”, “Kota Dunia

2025” dan semacamnya. Jargon-jargon itu sesungguhnya mempertegas bahwa kota

Makassar adalah wilayah yang menarik bagi siapa saja untuk datang mengadu

keberuntungan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke

tahun. Investor dan kaum urban bertarung di dalam ruang kota yang hanya 175,77km.

Mereka sukses menjadi kaya dan berkuasa, sedangkan yang tidak beruntung hidup

dalam kemiskinan dan kekumuhan.

Kenyataan kota yang semakin modern membawa implikasi langsung pada

produksi sampah (limbah). Kota yang dibangun di bawah kendali filsafat

perdagangan bebas menuntut adanya ketebukaan investasi dan persaingan ekonomi.

Tolak ukur pertumbuhan kota adalah volume, insfrastruktur, sarana transportasi,

pusat-pusat jasa dan perkantoran, hotel, pusat-pusat perniagaan, tempat hiburan dan

89

pelesir. Semua ini menuntut pembebasan lahan, perebutan ruang ekonomi, dan

berakhir pada persoalan produksi sampah yang tak terkendali.

Berikut ini merupakan daftar perbandingan penanganan sampah kota

Makassar dalam (M3 perhari) dari tahun 2008 s/d tahun 2012.

Tabel 3.8 : Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3

perhari) dari tahun 2008 s/d tahun 2012.

No Tahun

Pelayanan

Timbulan

Sampah Tertangani

(%)

Terhadap

Timbulan

1 2008 3.812,69 M3/hari 3,315,20 M3/hari 86,95 %

2 2009 3.680,03 M3/hari 3,278,12 M3/hari 89,08%

3 2010 3.781,23 M3/hari 3.373,42 M3/hari 89,21 %

4 2011 3.923,52 M3/hari 3.520,07 M3/hari 89, 72 %

5 2012 4.057,28 M3/hari 3.642,56 M3/hari 89,78%

Sumber : Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3

perhari) dari tahun 1997-2012 oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Kota Makassar, hal 1

Berdasarkan tabel 3.8 di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa semakin hari,

semakin diperlukan tenaga dan cara yang lebih efektif untuk menangani sampah-

sampah kota Makassar. Peningkatan jumlah penduduk kota Makassar menyebabkan

meningkatnya jumlah produksi sampah kota Makassar itu sendiri. Peningkatan

jumlah sampah yang tak terkendali ini merupakan masalah yang tidak lagi baru yang

sampai saat ini belum menemukan cara yang efektif untuk mengatasinya.

Sampah merupakan salah satu bagian yang tidak bisa dpisahkan dari

kehidupan manusia saat ini. Ia selalu dianggap sebagai barang yang tak bernilai lagi.

Sehingga, sebagian besar manusia menyepelekan hal ini. Ditimbun, ditumpuk, atau

dibakar selalu dianggap sebagai solusi yang tepat bagi pemerintah dalam

90

menyelesaikan berbagai persoalan sampah di negeri ini. Pengelolaan sampah menjadi

pupuk kompos dan pendaur ulang hanya menjadi sebuah wacana yang dikoar-

koarkan pemerintah. Namun, pada akhirnya, sampah akan digiring masuk ke TPA,

ditumpuk dan dibiarkan begitu saja.

Pertumbuhan penduduk kota yang tinggi serta meningkatnya kegiatan

pembangunan di berbagai sektor, menimbulkan berbagai masalah di wilayah-wilayah

perkotaan yang antara lain urbanisasi, permukiman kumuh, persampahan dan

sebagainya. Namun, permasalahan yang dialami hampir di seluruh kota di Indonesia

adalah masalah persampahan. Penanganan sampah yang selama ini dilakukan belum

sampai pada tahap memikirkan proses daur ulang atau menggunakan ulang sampah

tersebut, penanganan sampah yang selama ini dilakukan hanya mengangkutnya dari

tempat sampah di permukiman kota dan membuangnya ke tempat pembuangan

sampah akhir atau membakarnya, Cara seperti ini kurang bisa mengatasi masalah

sampah karena masih dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

Makassar yang kini terkenal dengan slogannya “Makassar Kota Dunia”

belum mampu mengurus masalah sampah. Padahal untuk menjadi sebuah kota yang

nyaman harus memperhatikan kebersihan dan kenyamanan lingkungannya. Berbeda

dengan kota Makassar, berdasarkan pengamatan penulis masih banyak terdapat

timbulan sampah yang berada di bahu jalan atau di lahan kosong tanpa wadah.

Kondisi tersebut dapat menyebabkan lingkungan di sekitarnya menjadi tidak nyaman

dan tidak sehat seperti menyebarkan bau yang tidak sehat, rentan terhadap penyakit,

serta pemandangan yang tidak indah.

91

Selain itu, sistem pengangkutan yang dilakukan petugas kebersihan masih

perlu dikaji kembali, dimana masih terjadinya keterlambatan dalam waktu

pengangkutan sampah sehingga mengakibatkan banyak masyarakat yang membuang

sampah di sembarang tempat yang disebabkan terlalu banyaknya sampah yang

bertumpuk, belum lagi ditambah dengan bau sampah itu sendiri. Hal ini apabila terus

dilakukan, maka semakin lama akan terjadi pencemaran lingkungan. Begitu pula

halnya dengan pembuangan sampah di TPA, sampah dibuang begitu saja tanpa

melakukan proses 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle), sehingga sangat memicu

pemanasan global akibat unsur gas metan yang terkandung dalam tumpukan sampah

tersebut.

TPA Tamangapa merupakan TPA kota Makassar, dimana seluruh kecamatan

di kota Makassar membuang sampah di TPA tersebut. Ribuan bahkan jutaan sampah

dibiarkan percuma begitu saja. Hilir mudik truk sampah tak henti masuk membuang

barang-barang sisa manusia ini, membiarkan sampah-sampah bertumpuk begitu saja.

Sampah-sampah tersebut hanya dimanfaatkan oleh para pemulung yang berdomisili

di sekitar tempat tersebut, dan jelas ini belum menjadi solusi yang baik.

Teknik pengolahan sampah di TPA Tamangapa ini masih menggunakan

teknik pengolahan open dumping. Sistem open dumping merupakan sistem terbuka,

dimana sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir tanpa

ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah. Sehingga teknik pengolahan

sampah seperti ini memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan dan masyarakat

di sekitarnya.

92

Pengolahan sampah dengan cara open dumping ini menghasilkan gas metan.

Fakta ilmiah menunjukkan bahwa sampah adalah salah satu penyumbang efek rumah

kaca dalam bentuk metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Pembuangan sampah

melalui TPA mengakibatkan sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi

secara anaerobik, proses itu menghasilkan gas CH4 (metana). Metana sendiri

mempunyai kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar daripada CO2.67

Kebocoran gas metan ke atmosfer dalam jumlah yang besar dan terus-menerus dapat

memicu pemansan global. Gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang

19kali mampu menahan panas dibandingkan CO2.

Efek gas metan lainnya yaitu mampu menghilangkan gas oksigen suatu

ruangan. Misalnya di ruangan berventilasi terjadi kebocoran gas metan, maka gas

metan akan menempati posisi gas oksigen dalam larutan udara dan gas oksigen akan

keluar dari ruangan Hal itu mampu menyebabkan gejala sesak napas, karena

cenderung menghalangi oksigen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga kadar oksigen

yang dihirup oleh manusia menjadi berkurang. Gas metan salah satu unsur yang

terdapat dalam LPG. Campuran 5% metana dengan udara saja mampu menyebabkan

ledakan yang membahayakan. Berdasarkan laporan dari warga sekitar TPA

Tamangapa ini, setiap tahun mengalami kebakaran baik kebakaran kecil sampai

67

Fitriawati dkk., 2012, “Nasib Sampah di Ujung Kota Makassar”, Menakar Limbah Kota. Kedai

Buku Jenny: Makassar, Hal. 18-19.

93

kebakaran besar, seperti yang terjadi pada tahun 200968

. Sehingga, dibutuhkan

sebuah cara baru dalam pengolahan sampah ini.

Berdasarkan realita yang ada, kota Makassar menghasilkan sekitar 3.800 m3

sampah perkotaan setiap harinya. Padahal kapasitas maksimum dari TPA Tamangapa

hanya sekitar 2.800 m3

sampah. Lahan TPA tambahan akan diperlukan untuk

pembuangan 1.000 m3

sisa sampah. Sebagian besar sisa sampah berasal dari aktivitas

penduduk seperti di pasar, pusat perdagangan, rumah makan, dan hotel. Tetapi,

sampah-sampah tersebut tidak dipisahkan berdasarkan jenisnya, yakni berupa sampah

organik dan anorganik sehingga selain karena dampaknya yang mencemari

lingkungan, tidak adanya pemisahan sampah berdasarkan jenisnya membuat sampah

ini sulit untuk dimanfaatkan kembali. Mengingat sistem pengolahan sampah di TPA

Tamangapa masih berupa sistem open dumping .

Tabel 3.9: Peralatan yang digunakan dalam Kegiatan Pengangkutan Sampah

Kota Makassar (2008)

Jenis Angkutan Jumlah (unit)

Gerobak (1m3) 299

Truk Pengangkut (6m3) 64

Truk Arm Roll (6m3) 48

Truk Arm Roll (10m3) 2

Kompaktor (6m3) 4

Motor Becak 6

Kendaraan Lainnya 12

Sumber: Pengelolaan Limbah Padat, 2009, Studi Implementasi Rencana Tata

Ruang Terpadu Wilayah Metropolitasn Mamminasata. Dinas

Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar.

68

Ibid, hal 19.

94

Pada tabel 3.9 di atas menggambarkan bahwa kurangnya jumlah peralatan

yang digunakan menjadi salah satu faktor kota Makassar penuh dengan sampah.

Penanganan sampah di kota Makassar saat ini masih belum memberikan hasil yang

memuaskan, terutama penanganan sampah di wilayah TPA itu sendiri. Saat ini

penanganan sampah kota Makassar ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan

kota Makassar, selain itu Dinas PPLP Sulsel juga turut membantu dalam penanganan

sampah ini, namun karena kurangnya koordinasi antar pihak pemerintah dan

masyarakat sehingga permasalahan sampah kota Makassar hanya diembankan pada

Dinas Kebersihan dan Pertamanan, begitu pula dengan kondisi TPA Tamangapa yang

butuh perhatian lebih.

Terdapat beberapa perusahaan yang bergerak dalam pengelolaan sampah ini

di TPA ini, yakni PT. ORGI, merupakan proyek pengelola sampah dengan

kemampuan pengolahan mencapai 100 ton/hari. Namun proyek yang berdiri sejak

tahun 1990 ini kini tidak terlalu aktif dalam mengelola sampah yang berada di TPA

Tamangapa. Selanjutnya, PT. Gikoko Kokyo, sebuah perusahaan yang mengolah

sampah menjadi metan, tetapi sejak berdirinya di tahun 2009 belum memberikan

konstribusi yang banyak bagi lingkungan dan PAD kota Makassar. Selain PT. ORGI

dan PT. Gikoko Kokyo juga terdapat perusahaan pengelola sampah yakni PT.

Fastindo Global Utama Group Indonesia sebuah perusahaan yang mengelola sampah

organik menjadi kompos dan non-organik menjadi bahan bakar briket berkalori

95

rendah. Tetapi, perusahaan ini belum menunjukkan hasil yang maksimal terhadap

pengelolaan sampah di TPA.69

Berdasarkan pada fenomena-fenomena tersebut JICA bekerjasama dengan

pemerintah kota Makassar melalui persetujuan pemerintah pusat dalam penanganan

sampah kota Makassar ini. Bantuan penanganan sampah dari pihak JICA ini berupa

bantuan pembangunan TPA baru berbasis sanitary landfill. Perlu kita ketahui bahwa,

pembangunan TPA Tamangapa Antang, merupakan salah satu bantuan dari pihak

JICA di kota Makassar. Detail proyek bantuan ini berupa bantuan kerjasama teknis

berupa bantuan konsultan dan tenaga ahli dari Jepang serta bantuan pinjaman dana.

Sebelum membuat rencana pembangunan TPA, tim JICA mengadakan survei tentang

kondisi geografis, demografi, air, tanah, kota Makassar terlebih dahulu, setelah semua

selesai tim JICA kemudian membuat master plan tentang proyek pengolahan sampah

yang baru. Meski proyek ini berupa proyek gabungan antara Mamminasata

(Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar) berlokasi di Kab.Gowa, namun perhatian

penanganan sampah masih lebih berfokus pada penanganan sampah kota Makassar,

hal ini terbukti pada adanya program JICA di bidang lingkungan ini selain

pembangunan TPA baru. Hal tersebut juga dilandasi oleh kondisi kota Makassar

sebagai basis kegiatan ekonomi dan politik, yang menghasilkan sampah 3.642,56

M3/hari

70. Bantuan proyek penanganan sampah dari tim JICA ini yang berupa

pembangunan TPA baru menggunakan dana pinjaman dari JBIC yang disalurkan

69

Ibid, hal 23-24; 70

Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3 perhari) dari tahun 1997-2012

oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Makassar.

96

melalui JICA. Total pinjaman dana ini sebesar ¥3,543,000,00071

. Proyek dari JICA

ini telah berakhir di tahun 2012 lalu. Pembangunan proyek TPA baru ini

dilaksanakan oleh pemerintah daerah Sulawesi Selatan (Dinas Kebersihan dan

Pertamanan Kota Makassar, Satker PPLP Sul-Sel, Dinas PU Sulsel, Bappeda, UPTD

Mamminasata, Pemerintah Kabupaten Maros, Sunguminasa dan Takalar, serta

konsultan dari Nippon Koi.ltd. Salah satu konsultan tenaga ahli, sekaligus

perpanjangtangan dari pemerintah Jepang.

71

Loan Agreement NO. IP-588 , JICA and Indonesia for Regional Solid Waste Management for

Mamminasata, South Sulawesi.

97

BAB IV

PERANAN JICA DALAM PENANGANAN SAMPAH

PERKOTAAN MAKASSAR

A. Faktor Pendorong dan Penghambat JICA dalam menangani sampah kota

Makassar

1. Faktor Pendorong

Pertama; Misi Kemanusiaan. Kehadiran JICA di Indonesia, khususnya di kota

Makassar adalah sebuah komitmen akan sebuah misi yang hendak dicapai dalam

membangun negara-negara berkembang. Misi tersebut, telah dicapai melalui berbagai

kerjasama, termasuk kerjasama yang dilakukan oleh pihak JICA dengan pihak

pemerintah Indonesia. Selain komitmen tersebut, komitmen akan kerjasama atau

perjanjian yang telah disepakati bersama oleh pihak Jepang melalui JICA dan

Indonesia, dalam melaksanakan berbagai program dalam memecahkan berbagai

masalah dalam lingkungan.

Selama ini JICA telah menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia sejak

tahun 1974. Tak bisa dipungkiri bahwa kerjasama ini telah mencakup berbagai

bidang. Di Sulawesi Selatan sendiri, JICA telah menjalin kerjasama dengan pihak

pemerintah provinsi Sulawesi Selatan sejak 1980-an. Pihak JICA telah melakukan

kerjasama dengan pemerintah kota Makassar di berbagai sektor. Misi utama

keberadaan JICA di Sulawesi Selatan adalah untuk melaksanakan suatu program

yang didedikasikan untuk “peningkatan pengentasan kemiskinan melalui

pembangunan daerah”. Program ini berbicara pendekatan yang terintegrasi &

98

terorganisasi antara perkembangan perkotaan & pedesaan, berlapis-lapis kepada

pemerintah daerah & masyarakat, serta kolaborasi multi-sektor antara setiap proyek

dengan memanfaatkan sebanyak mungkin kombinasi dari skema ODA Jepang.

Sementara itu, program ini memprioritaskan pada masalah:72

(4) Mamminasata (Makassar - Maros - Sungguminasa - Takalar), berupa

pembangunan perkotaan sebagai kekuatan pendorong bagi perkembangan

regional provinsi,

(5) Pembangunan yang seimbang di provinsi Sulawesi Selatan,

(6) Peningkatan pemberdayaan sosial melalui perbaikan sistem pendidikan

kesehatan dan dasar.

Kedua: Transfer teknologi. Kehadiran JICA di Makassar khususnya dalam

bantuan penanganan sampah kota Makassar bertujuan untuk transfer teknologi.

Jepang. Negara ini selain memiliki kekuatan finansial yang baik juga memiliki

manajemen lingkungan yang baik. Kita bisa melihat, negara ini disiplin dalam

mengolah sampah. Bahkan membuat aturan langsung pengolahan sampah. Mereka

telah menyiapkan dua buah kantong besar dengan warna yang berbeda; hijau dan

merah. Selain itu, ada beberapa kategori lainnya yaitu: botol pet, botol, beling,

kaleng, batu baterai, barang pecah belah, sampah besar dan elektronik yang masing-

masing memiliki cara pengolahan dan jadwal pembuangan sampah. Pengolahan

sampah seperti bukan hanya terjadi di rumah, departemen store, convencienstore. Di

supermaket juga disediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan recycle (daun ulang).

72

Buletin JICA , op cit., hal.16

99

Setelah dipilah-pilah, sampah yang dapat di daur ulang (aerob) akan dikelola oleh

sebuah perusahaan. Sampah tidak dapat di daur ulang (anaerob) akan dibakar di

sebuah mesin besar incerator, yang hasil pembakarannya menghasilkan gas yang

berguna untuk pemanasan air, ruangan bahkan sebagai pembangkit listrik. Pada tahun

2010 pabrik pengolah sampah Maishima di Osaka menghasilkan 50 juta watt listrik.

73

Kebanyakan kota di Jepang telah diperkenalkan sistem colection sampah, di

mana penduduk memisahkan sampah berdasarkan kategori sampah dibakar, sampah

tidak dibakar, limbah massal, dan sebagainya. Pengumpulan sampah tersebut

berdasarkan pada hari yang telah ditetapkan. Kertas, botol kaca, kaleng, dan botol

plastik dikumpulkan sebagai barang daur ulang. Terdapat 21 pabrik pembuangan

limbah yang bertugas untuk menangani semua sampah. Kita Incineration Plant, salah

satu pabrik pengolah sampah membakar 600 ton sampah setiap hari. Truk membawa

sampah yang telah dikumpul ke sebuah tempat yang disebut "waste bunker", yang di

gedung yang sama untuk insinerator. Pabrik ini beroperasi 24 jam sehari. Sampah

dibakar pada suhu lebih dari 800oC untuk mencegah pembentukan dioxin berbahaya,

pabrik memiliki fasilitas untuk mengendalikan polusi pabrik, seperti menghilangkan

bahan berbahaya berupa partikel dan nitrogen exdes. Bahkan pabrik ini terletak di

73

Fitriawati, Furqan Majid dan Nur Alam N, Loc cit.

100

sebelah pusat perumahan, dan menerapkan peraturan sendiri pengendalian polusi

yang jauh lebih ketat daripada persyaratan hukum. 74

Ketiga; Faktor geografis. Kota Makassar yang dulu dikenal dengan Ujung

Pandang adalah kotamadya dan sekaligus ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Kota

Makassar memiliki letak yang strategis karena posisinya yang berada di

persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam provinsi di Sulawesi,

dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah

utara ke wilayah selatan Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota Makassar berada

koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian

yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut.

Berdasarkan gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis

Makassar memberi penjelasan bahwa secara geografis kota Makassar memang sangat

strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi,

Makassar menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien

dibandingkan daerah lain. Memang selama ini kebijakan makro pemerintah yang

seolah-olah menjadikan Surabaya sebagai home base pengelolaan produk-produk

draft kawasan Timur Indonesia, membuat Makassar kurang dikembangkan secara

optimal. Padahal dengan mengembangkan Makassar, otomatis akan sangat

berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Timur

Indonesia dan percepatan pembangunan. Dengan demikian, dilihat dari sisi letak dan

74

Ministry of Foreign Affairs of Japan, “Waste Management and Recycling”, Japan: Eco-Friendly

Country, No.7, September 2012.

101

kondisi geografis Makassar memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain

di Kawasan Timur Indonesia. Saat ini Kota Makassar dijadikan inti pengembangan

wilayah terpadu Mamminasata.

Posisi geogstrategi ini menjadikan kota Makassar sebagai titik simpul

distribusi. Alasan ini juga dikemukakan oleh pihak JICA melalui sebuah buletin yang

dikeluarkan pada tahun 2008 yang berjudul JICA in Indonesia. Alasan geografis

inilah yang menjadi salah satu faktor perlu diadakan pengembangan Indonesia Timur.

Berdasarkan dari hal ini kita bisa melihat faktor geografi menjadi salah satu bentuk

alasan yang mendorong adanya bantuan luar negeri Jepang melalui JICA ke Sulawesi

Selatan ini.

Faktor pendorong adanya kerjasama JICA di Sulawesi Selatan adalah

Sulawesi Selatan khususnya Makassar merupakan salah satu daerah yang memiliki

banyak potensi, namun tidak mendapatkan perhatian banyak bagi pemerintah pusat

Indonesia. Adanya kesenjangan antara daerah Indonesia timur dan barat, menarik

perhatian bagi pihak JICA untuk turut serta dalam membangun daerah ini, khususnya

Makassar. Makassar merupakan sebuah kota yang memiliki berbagai macam potensi

untuk berkembang dan menjadi pusat perekonomian dan politik disebabkan karena

posisinya yang strategis. Selain dari itu, Makassar merupakan salah satu titik simpul

distribusi.

Keempat; Faktor Demografis. Indonesia bagian Timur memiliki jumlah

penduduk di Sulawesi Selatan lebih banyak dibandingkan di daerah-daerah Indonesia

lainnya. Terutama di kota Makassar yang menjadi pusat perkembangan ekonomi dan

102

politik. Hal ini didukung oleh slogan JICA bahwa pembangunan ditujukan pada

daerah-daerah yang padat penduduknya harus mendapat pelayanan kebutuhan dasar

yang sesuai dengan jumlah penduduknya. Selain itu pemerintah Sulawesi Selatan

khususnya pemerintah kota Makassar mendukung adanya bantuan JICA di bidang

lingkungan hidup ini terkhusus dalam bantuan penanganan sampah.

Berikut ini tabel persebaran penduduk perkecamatan tahun 2010

Tabel 4.1 : Jumlah Penduduk Kota Makassar per Kecamatan Tahun 2010

NO KECAMATAN JML. PENDUDUK PERSENTASE

(%) Pria Wanita Total

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Mariso

Mamajang

Tamalate

Rappocini

Makassar

Ujung Pandang

Wajo

Bontoala

Ujung Tanah

Tallo

Panakukang

Manggala

Biringkanaya

Tamalanrea

26.752

29.745

74.839

69.228

39.883

13.814

17.170

29.497

24.215

67.186

64.446

48.281

62.738

43.255

26.562

29.223

73.750

70.263

40.991

14.127

17.008

30.779

23.052

64.972

66.783

48.351

62.898

43.732

53.314

58.968

148.589

139.491

80.874

27.941

34.178

60.276

47.267

132.158

131.229

96.632

125.636

86.987

4,3

4,8

12,1

11,4

6,6

2,3

2,8

4,9

3,8

10,8

10,7

7,8

10,2

7,1

Jumlah 611.049 612.491 1.223.540 100,00

Sumber: BPS Kota Makassar, 2011.

Sedangkan jumlah penduduk kota Makassar berdasarkan jenis kelamin

sebagai berikut:

103

Tabel 4.2 : Jumlah Penduduk Makassar berdasarkan Jenis Kelamin

Tahun 2008 2009 2010 2011

Jumlah Pria (jiwa) 601.379 610.270 662.009 667.681

Jumlah Wanita (jiwa) 652.277 662.079 676.654 684.455

Total Jiwa 1.253.656 1.272.349 1.338.663 1.352.136

Pertumbuhan Penduduk (%) - 1 - -

Kepadatan Penduduk

(jiwa/km2)

- 7.236 - -

Sumber: BPS Kota Makassar, 2008-2011, diakses melalui

http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/demografipendudukjkel.ph

p?ia=7371&is=37, tanggal 21 Mei 2013.

Berdasarkan pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 di atas menjelaskan bahwa setiap

tahunnya jumlah penduduk kota Makassar meningkat sekitar 10-20%. Selain karena

faktor meningkatnya angka kelahiran, faktor untuk mencari rezeki, dan faktor

banyaknya pendatang yang sedang menempuh pendidikan di kota Makassar, terjadi

peningkatan jumlah penduduk kota Makassar setiap tahunnya.

Jumlah penduduk kota Makassar yang semakin hari semakin meningkat,

menjadi sasaran pasar otomotif Jepang di kota Makassar. Kita bisa melihat semakin

meningkatnya warga kota masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor hasil

produksi Jepang. Berdasarkan data dari Direktorat Lalu Lintas Polda Sulsel, jumlah

kendaraan beroperasi di Makassar pada tahun 2011 mencapai 2,4 juta unit. Sebanyak

1,1 juta di antaranya adalah sepeda motor dan 1,3 juta adalah mobil atau roda empat.

104

Jumlah kendaraan di Makassar melonjak dari tahun 2004 dan saat itu hanya 527.040

unit. 75

Meningkatnya jumlah penduduk kota Makassar setiap tahunnya menjadikan

Makassar menjadi konsumen yang baik bagi pangsa pasar otomotif Jepang. Jepang

sangat terkenal dengan produk transportasinya. Kendaraan bermotor di Jepang di

produksi oleh beberapa perusahaan otomotif di Jepang, misalnya Daihatsu, Honda,

Hino, Mitsubishi, Nissa, Suzuki, Toyota, Mazda, dan Yamaha. Berbagai produk

otomotif tersebut banyak diminati oleh warga masyarakat kota Makassar. Selain itu,

Jepang juga memproduksi alat transportasi canggih seperti Kereta tercepat di dunia.

Bahkan beberapa jenis kereta di Indonesia di impor dari Jepang, sayangnya kereta

yang diimpor adalah kereta bekas.

Selain produk otomotif, Jepang juga terkenal dengan poduk teknologinya.

Misalnya: Sony, Canon, Panasonic, Toshiba, Sanyo, Hitachi, Sharp, Olympus, Epson,

dan Fujitsu. Berbagai merek-merek teknologi produksi Jepang ini sangat terkenal di

kota Makassar. Meski saat ini produksi barang China menjamur seperti Mito,

Huawei, Lenovo, namun produk-produk teknologi Jepang masih memiliki rating

tertinggi disebabkan memiliki kualitas yang baik, sehingga memiliki peminat yang

banyak di kalangan masyakarat kota Makassar.

Kelima; Permintaan Pemerintah. Adanya bantuan JICA di Makassar

merupakan permintaan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Kurangnya

dana dan kurangnya SDM (Sumber daya Manusia) di kota Makassar menjadi salah

75

Edi Sumardi, “Pertumbuhan Kendaraan tak Sebanding Jalan”, Tribun Timur, 25 Nopember 2012.

105

satu alasan keberadaan JICA di Makassar. Banyaknya tenaga ahli JICA yang

dimilikinya di berbagai bidang serta peran JICA sebagai organisasi penyalur dana

ODA menjadikan pemerintah Indonesia menginisiasi kerjasama ini.

2. Faktor Penghambat

Faktor penghambat JICA dalam mengimplementasikan programnya di

Sulawesi Selatan, khususnya di kota Makassar. Hingga sampai saat ini belum

menemukan hal-hal yang menghambat jalannya program kecuali faktor sosial. Faktor

sosial ini yang dimaksud adalah faktor lingkungan sosial masyarakat yang tidak

memberikan dukungan penuh terhadap penanganan sampah di kota Makassar.

Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap sampah ini, membuat sampah bertebaran

dimana-mana, termasuk pada permasalahan pembangunan TPA baru yang membuat

beberapa masyarakat tidak menerima dibangunnya sebuah TPA di lingkungannya.

Untuk mencapai sebuah lingkungan yang bersih dan sehat tak hanya didukung

oleh pemerintah saja, namun dukungan dari masyarakat juga sangat diperlukan

sehingga semua rencana dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Adanya

dukungan JICA terhadap penanganan sampah kota Makassar sangat membantu

pekerjaan rumah pemerintah kita. Namun hingga saat ini kesadaran masyarakat kota

Makassar masih kurang mengingat masih banyaknya sampah yang bertebaran

dimana-mana termasuk tepi jalan raya dijadikan sebagai TPS (Tempat Pembuangan

Sementara).

Menurut Buyung, salah satu staff di Bidang Pengembangan Kapasitas

Kebersihan,Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Makassar menyatakan bahwa :

106

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah terbagi

menjadi dua aspek yaitu aspek aktif dan pasif. Aspek aktif itu

masyarakat harus turut serta dalam mengolah sampahnya

sedangkan aspek pasifnya itu masyarakat diwajibkan membayar

retribusi persampahan.76

Selan dari faktor masyarakat, juga didasari oleh kurangnya pegawai Dinas

kebersihan yang bertugas mengumpulkan sampah ini juga menjadi faktor pemicu

masih banyaknya sampah yang berserakan di kota Makassar.

Tabel 4.3 : Jumlah Pekerja di Bidang Kebersihan Kota Makassar 2011

Sub Unit Tugas Jumlah

Pengangkutan Sampah

Staff 6 Orang

Pengawas 10 Orang

Sopir 133 Orang

Operator Alat Berat 7 Orang

Pekerja 216 Orang

Penyapuan

Pengawas 3 Orang

Pemotong Rumput 3 Orang

Pekerja 80 Orang

UPTD TPA

Staff 85 Orang

Operator Alat Berat 5 Orang

Sumber: Potensi Pegawai Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar,

Desember 2011. Hal. 1

76

Buyung, staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan

kota Makassar ( Wawancara, 5 April 2013)

107

Selain karena faktor kurang pegawai dinas kebersihan dalam mengumpulkan

sampah, faktor banyaknya sampah kota Makassar juga dipengaruhi oleh faktor sarana

dan prasarana

Tabel 4.4: Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah kota Makassar (2011)

Sarana Pengelolaan Sampah Usia Jumlah

Kendaraan Pengangkut Sampah

> 10 Tahun 37 unit

>5 Tahun 52 unit

< 5 Tahun 56 unit

Motor tiga roda (motor sampah) - 31 unit

Container - 276 unit

Bakhoe Loader Sejak tahun 1995 3 unit

Wheel Loader W70 Sejak tahun 1984 1 unit

Wheel Excavator Sejak tahun 2006 1 unit

Prasarana Pengelolaan Sampah

Lahan TPA 143 ha

Bangunan Bengel 1 unit

Jembatan Timbang 1 unit

Kantor Pengelola TPA 1 unit

Sumber: Rencana Strategis SKPD 2009-2014 DK dan Pertamanan Kota Makassar,

hal.5

Berdasarkan pada tabel 4.3 dan 4.4 di atas memberikan penjelasan bahwa

jumlah pekerja atau tenaga operasional untuk pengangkutan sampah juga sarana

108

pengelolaan sampah saat ini masih kurang sehingga tidak seimbang antara pekerja,

sarana dan jumlah sampah yang ingin diangkut dan diolah. Banyaknya jumlah

penduduk menghasilkan sampah yang banyak setiap harinya sementara pekerja dan

sarana dan prasarana dalam menjaga kebersihan tidak memadai.

Penulis menyadari bahwa kehadiran pihak JICA di Makassar selain karena

menjalankan sebuah misi dalam mendukung keberlangsungan lingkungan hidup, juga

terdapat sebuah kepentingan yang tak terlihat secara kasat mata. Jika hal tersebut

ingin dibuktikan, salah satu buktinya adalah salah satu negara tujuan ekspor SDA

(Sumber Daya Alam ) Sulawesi Selatan adalah Jepang. Kita bisa menelusuri kembali

asal usul dana bantuan JICA, dimana berasal dari sokongan pemerintah Jepang yang

berupa ODA (Official Development Assistance).

Berikut ini daftar ekspor sumber daya alam Sulawesi Selatan di berbagai

negara mulai tahun 2009-2012.

Tabel 4.5:Daftar Ekspor SDA Sulsel Tahun 2009

NO NEGARA JUMLAH (US $ juta)

Nopember Desember

1 Amerika Serikat 39,923 24,920

2 Malaysia 6,810 11,813

3 Jepang 4,706 4,971

4 Singapura 4,494 -

5 China 4,142 3,746

6 Brazil - 27,095

Sumber: BPS Sul-Sel, 2009, diakses melalui,

http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor, tanggal 10 April

2013.

Dari tabel 4.5 di atas menjelaskan bahwa pada tahun 2009 jumlah ekspor

SDA Sulawesi Selatan terbesar ditujukan ke Amerika Serikat. Ekspor Sulawesi

109

Selatan ke negara-negara di atas pada tahun 2009 berupa kakao (HS18), ikan dan

udang (HS03), kayu dan barang dari kayu (HS44), dan biji-bijian berminyak (HS12).

Namun terjadi perubahan negara tujuan ekspor di tahun 2010, sebagaimana yang

tertera dalam tebel berikut ini:

Tabel 4.6 : Daftar Ekspor SDA Sulsel Tahun 2010

NEGARA

JUMLAH (US $ Juta)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des

Jepang 253,291 90,891 96,647 6,113 207,483 110,210 110,199 83,186 150,001 154,772 5,320 170,215

AS 33,344 8,921 19,118 4,580 6,437 8,770 63,450 19,363 17,218 21,772 8,880 8,678

China 2,931 2,721 3,962 4,038 4,066 5,753 - 9,362 6,317 9,117 5,167 9,813

Singapura 2,853 2,358 7,316 - - - 16,139 - 2,054 15,940 - -

Malaysia 10,714 12,926 8,302 4,718 12,069 14,707 35,992 11,393 11,045 35,291 5,978 13,531

Jerman - - - - - - - - - - 3,536 -

Brazil - - - - - 8,920 - 27,296 - - - 22,102

Korea - - - 14,067 - - - - - - - -

Kanada - - - - 4,292 - - - - - - -

Belanda - - - - - - 15,046 - - - - -

Sumber: BPS Sul-Sel,2010, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-

impor, tanggal 10 April 2013.

Berdasarkan tabel 4.6 di atas menggambarkan bahwa dalam 12 bulan di tahun

2010 memperlihatkan adanya kecederungan ekspor sumber daya alam Sulawesi

Selatan ke Jepang. Hal itu tentu saja didasari oleh hubungan baik yang terjalin selama

ini antara Jepang dan Sulawesi Selatan melalui sebuah organisasi internasional yang

bernama JICA. Adanya fokus program JICA di Sulawesi Selatan menjadi salah satu

faktor ekspor SDA Sul-sel terbesar ditujukan ke Jepang. Adapun jenis SDA yang

110

dimaksud pada tahun 2010 ini adalah nikel (HS75), kakao (HS18), ikan dan udang

(HS03), kayu/barang dari kayu (HS44) dan biji-bijian berminyak.

Selain itu peningkatan jumlah ekspor SDA Sulsel ke Jepang masih berlanjut

di tahun 2011 yang digambarkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.7: Daftar Ekspor SDA Sulawesi Selatan Tahun 2011

NEGARA

JUMLAH (US $ Juta)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des

Jepang 4,817 173,378 120,889 117,933 118,999 173,369 110,894 105,927 91,974 100,934 102,463 67,83

AS 8,065 5,987 8,366 7,768 10,343 10,673 8,100 6,049 5,672 8,289 6,861 6,95

China 9,697 6,659 7,929 7,202 6,672 8,622 6,950 7,858 10,592 11,028 7,950 8,77

Malaysia 15,436 11,571 10,843 - 28,661 14,255 23,655 11,076 11,657 4,362 6,339 6,47

Rusia - - - - - - - - - - 13,851 -

Jerman 3,081 - - 3,992 3,980 4,809 - - - - -

Kanada - 3,772 3,432 - - - - - - 2,820 - 2,90

Vietnam - - - 3,543 - - - - - - - -

Korsel - - - - - - - 4,159 4,484 - - -

Singapura - - -- - - - 4,562 - - - - -

Sumber: BPS Sul-Sel, 2011, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-

impor, tanggal 10 April 2013.

Berdasarkan pada tabel 4.7 di atas menggambarkan bahwa jumlah Ekspor

SDA Sulawesi Selatan ke Jepang sangat besar jumlahnya bila dibandingkan dengan

negara-negara seperti AS, China, Malaysia, Jerman, Kanada, Vietnam, Korsel,

Singapura. Tingginya jumlah ekspor Sulawesi Selatan ke Jepang berbanding 70: 30

dengan negara-negara tujuan ekspor SDA Sulawesi Selatan lainnya. Hal ini

memberikan sebuah tanda tanya besar apa yang sebenarnya terjadi? Selain pada tahun

111

2010 dan 2011, faktanya ekspor SDA terbesar Sulawesi Selatan masih ditujukan ke

Jepang.

Berikut ini merupakan daftar ekspor SDA Sulawesi Selatan tahun 2012.

Tabel 4.8 : Daftar Ekspor SDA Sulawesi Selatan Tahun 2012

NEGARA

JUMLAH

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des

Jepang 40,40 65,27 41,05 33,32 83,01 100,99 99,80 92,74 98,22 117,39 188,31 101,46

AS 6,82 8,43 8,00 6,48 6,52 10,19 9,66 6,06 8,77 7,73 7,63 6,29

China 5,59 5,35 6,53 6,43 4,80 4,33 6,56 4,53 - 9,11 9,34 7,61

Malaysia 13,25 6,01 4,74 3,85 11,59 9,18 13,78 - 9,65 - 8,95 9,05

Singapura -- 2,43 - - 4,04 - 2,91 13,00 4,21 3,37 5,91

Korsel 3,38 - - - - 2,19 2,45 - - - - -

Kanada - - - - - - - - - - - -

Vietnam - - 4,20 2,27 - - 3,22 - 3,05 - -

Brazil - - - - - - - - 8,38 - - -

Sumber : BPS Sul-Sel, 2012, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-

dan-impor, tanggal 10 April 2013

Berdasarkan dari tabel (4.5), (4.6), (4.7), (4.8), bahwa rata-rata setiap tahun

dan bulan ekspor SDA Sulawesi Selatan cenderung lebih banyak ke Jepang. Hal itu

tak lepas dari adanya hubungan baik antara pihak pemerintah Jepang dengan

pemerintah Indonesia khususnya pemerintah Kota Makassar. Adanya fokus program

JICA yang berupaya untuk melakukan pengembangan di Indonesia Timur khususnya

Sulawesi Selatan, memperlihatkan kepentingan Jepang, baik itu berupa sebuah

pencitraan dengan negara mitra maupun untuk mempermudah “akses” pihak Jepang

ke Sulawesi Selatan.

112

B. Peranan JICA terhadap Penanganan Sampak Perkotaan Makassar

Sulawesi dianggap sebagai penggerak utama pembangunan wilayah Indonesia

bagian Timur (IT), yang terlihat masih tertinggal jika dibandingkan dengan wilayah

Indonesia bagian Barat. Kurangnya prasarana, relatif rendahnya kualitas sumber daya

manusia di kawasan ini menjadi faktor utama kesenjangan ini. Adanya pemusatan

pembangunan pemerintah Indonesia di Indonesia bagian barat turut menjadi faktor

yang melandasi kesenjangan ini, termasuk fokus bantuan jangka panjang JICA di

Indonesia bagian Barat (1969/1970-1993/1994). Selain itu, kondisi keuangan negeri

ini yang belum stabil, membuat wilayah Indonesia Timur, khususnya Sulawesi

Selatan membutuhkan dana yang banyak untuk pembangunan di kawasan ini. Oleh

sebab itu, dibutuhkan pemerintah Sulawesi Selatan khususnya di kota Makassar

membutuhkan dukungan dana dalam mencapai pembangunan nasional.

JICA hadir di Indonesia bagian Timur sejak tahun 1980. Hal ini menunjukkan

banyaknya peranan JICA di kawasan ini, terutama di Sulawesi Selatan. Berbagai

macam bantuan yang diberikan oleh pihak JICA kepada pemprov Sulawesi Selatan,

mulai dari bantuan di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan masyarakat dan

bidang lingkungan hidup. Memnbuat Sulawesi Selatan menjadi penerima donatur

dana JICA terbesar di Indonesia Timur. Hal ini juga memperjelas posisi Indonesia

sebagai penerima terbesar bantuan dari Jepang.

Keberadaan JICA di Sulawesi Selatan,tentu membutuhkan konpensasi dari

pemerintah setempat. Sokongan dana dari pemerintah Jepang memperlihatkan bahwa

JICA ini merupakan institusi resmi perwakilan negara Jepang yang menjalankan

113

berbagai kepentingan-kepentingan dari pihak pemerintah Jepang sendiri, mengingat

peranan JICA sebagai pelaksana Tiga Bantuan Pembangunan Resmi milik Jepang.

Kehadiran JICA (Japan Internastionl Cooperatin Agency) di Makassar,

Sulawesi Selatan-Indonesia yakni untuk mengimplementasikan tujuan JICA itu

dibentuk, yakni untuk mempromosikan kerjasama internasional bagi pembangunan

ekonomi dan sosial negara-negara berkembang. Namun perlu diketahui bersama

bahwa supply bantuan dana JICA itu berasal dari ODA Jepang, sehingga jika kita

telusuri lebih jauh motivasi pemberian bantuan ODA selain untuk berkonstribusi pada

perdamaian dan pembangunan dari masyarakat Internasional, juga untuk menjamin

keamanan dan kemakmuran Jepang sendiri yang di dalamnya berupa berbagai macam

kepentingan nasional.77

Berikut ini merupakan latar belakang strategi Jepang di Indonesia, sehingga

menghasilkan semacam saling ketergantungan satu sama lain, di antaranya sebagai

berikut:78

Pertama, Jepang memiliki latar belakang sejarah yamg buruk di kawasan Asia

Pasifik, yang menempatkan sosok Jepang yang ekspansif pada Perang Dunia II,

sehingga Jepang dibebani tanggung jawab dengan berusaha memulihkan hubungan

baiknya dengan negara di kawasan ini. Indonesia yang pernah diduduki Jepang pada

77

Marie Soderberg, loc cit. 78

Teuku May Rudi, 1992, “Interdependensi dalam Hubungan Indonesia-Jepang dan Bantuan Luar

Negeri Jepang kepada Indonesia: Analisis Singkat Kondisi dan Kebijakan”, Teori , Etika, dan

Kebijakan Hubungan Internasional, Bandung: Angkasa, hal.123.

114

PD II selama periode 1942-1945, menekankan bahwa Jepang sebagai negara maju

dapat berpartisipasi dalam kerjasama pembangunan Indonesia.

Kedua, Sebagai akibat dari sikap pasifis untuk dapat merubah citra atau

persepsi negara-negara di kawasan ini terhadap ancaman ekspansi Jepang dikemudian

hari.

Ketiga, Keterbatasan domestik Jepang dan kelebihan faktor finansial,

mengetengahkan masing-masing strategi Jepang pada orientasi perdagangan

inetrnasional untuk memenuhi kebutuhan domestik terhadap bahan mentah, minyak

dan gas bumi. Transaksi perdagangan dengan Indonesia dala upaya memenuhi

kebutuhan tersebut dinilai besar, terutama pemenuhan kebutuhan gas bumi (LNG),

dimpor dari Indonesia, dan investasi Jepang di Indonesia terbesar dari keseluuhan

investasi asing di Indonesia.

Keempat, untuk menerapkan ketiga strategi di atas dan dalam rangka menjaga

kestabilan dan keamanan serta hubungan dengan negara-negara berkembang di

kawasan ini dilakukan melalui bantuan luar negerinya (foreign aid) bagi

pembangunan ekonomi negara-negara tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut menjadi salah satu bukti bahwa setiap

kerjasama yang dilakukan oleh suatu Negara dengan negara lain itu tak lebih hanya

untuk melaksanakan sejumlah kepentingan-kepentingan yang terselubung. Begitu

pula halnya dengan Indonesia. Indonesia yang notabene tidak mempunyai dana yang

cukup serta sumber daya manusia berkualitas, merasakan bahwa kerjasama yang

dijalin dengan pihak JICA memberikan banyak keuntungan, khususnya dalam

115

pembangunan di Indonesia khususnya di kota Makassar sendiri. Terutama bantuan

pembangunan lingkungan yang berupa bantuan pembangunan TPA baru.

Selama ini, teknik pengelolaan sampah yang selama ini berlaku di Indonesia,

berupa sistem open dumping, sistem pengolahan sampah seperti ini di TPA sudah

tidak layak lagi digunakan karena sangat berpotensi mencemari lingkungan. Hal itu

disebabkan karena gas metan yang dihasilkan oleh sampah-sampah di lokasi TPA

semakin terproduksi secara bebas dan tak terkendali sehingga memicu meningkatnya

kadar emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global. Selain daripada itu,

banyaknya sampah-sampah yang tersebar di penjuru kota Makassar, memperlihatkan

kesemrawutan tata kota yang buruk.

Kehadiran JICA di Makassar khususnya dalam menangani sampah kota, tak

lepas dari adanya kontrak atau MoU yang telah disepakati bersama oleh pihak JICA,

Pemerintah Pusat (Bappenas, PU) dan pemerintah kota Makassar sejak tahun 1996.

JICA telah banyak memberikan bantuan khususnya dalam penanganan sampah,

termasuk bantuan pembanguan TPA Tamangapa yang berbasis semi-sanitary landfill,

namun pada tahun 2008 kembali dibuat MoU mengenai pembangunan TPA berbasis

sanitary landfill.

Kegiatan yang dilakukan oleh JICA di Makassar ini memberikan sebuah fakta

nyata akan meningkatnya peranan aktor non-negara. JICA sebagai sebuah organisasi

internasional berkiprah dalam berbagai bidang termasuk bidang lingkungan hidup,

memberikan pernyataan bahwa tidak hanya sebuah negara yang mampu berperan

aktif dalam mengatasi berbagai ancaman tentang lingkungan hidup, tetapi sebuah

116

organisasi pun mampu turut serta dalam berpartisipasi aktif dalam mengatasi berbagai

masalah ancaman lingkungan hidup, termasuk dalam masalah pengelolaan sampah

yang memicu terjadinya pemanasan global.

Kegiatan JICA khususnya dalam bantuan pengelolaan sampah kota Makassar,

memberikan konstribusi yang banyak bagi pemerintah kota Makassar sendiri.

Diantaranya adalah79

:

Pertama, memberikan bantuan non-fisik. Pemberian bantuan non-fisik ini

menjadi fokus utama kegiatan JICA di Makassar khususnya dalam penanganan

sampah kota Makassar. Secara detail, pihak JICA telah melakukan berbagai survei

mengenai kondisi lingkungan kota Makassar, topografi, geografi, jumlah penduduk,

sampah dan berbagai hal untuk mengetahui kondisi kota Makassar yang sebenarnya,

sehingga berdasarkan dari survei tersebut dibentuklah sebuah sistem perencanaan

dalam masalah penanganan sampah kota Makassar. Survei tersebut dilakukan oleh

tenaga ahli JICA yang berpengalaman, sehingga berdasarkan dari hasil survei tersebut

JICA menentukan layak tidaknya kota Makassar mendapatkan bantuan, dan sekaligus

menjadi patokan JICA dalam merumuskan rencana pembangunan khususnya dalam

penanganan sampah kota Makassar.

Kedua, Selain dari bentuk survei, pihak JICA juga bekerjasama dengan

pemerintah kota Makassar untuk melakukan berbagai aksi dalam bentuk sosialisasi

atau pelatihan tentang kepedulian terhadap lingkungan hidup. Sosialisasi ini

79

Wawancara dengan Muh. Kasim, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Makassar, 3 April

2013.

117

berbentuk baik berupa pengenalan kegiatan 3R (Reduce,R Reuse,Recycle). Untuk

mengimplementasikan layanan pengumpulan dan pengangkutan sampah yang efektif,

diperlukan pengenalan kegiatan 3R. Pengurangan limbah padat melalui penyuluhan

kepada masyarakat akan berperan dalam mengurangi beban pihak yang bertanggung

jawab dalam pengelolaan limbah padat. Pemilahan material-material yang dapat

digunakan kembali dan didaur ulang melalui penciptaan sistem pengumpulan secara

terpisah akan mengurangi kuantitas sampah yang dibuang. Selanjutnya, pemberian

sosialisasi pelatihan cara pembuatan kompos yang dilakukan di berbagai tempat di

Makassar termasuk dengan sosialisasi dengan para pemulung yang berada di sekitar

TPA Tamangapa yang berupa sosialisasi pembuatan kompos, serta pengenalan teknik

pengolahan sampah berbasis 3R.

Ketiga, Selain berbentuk sosilisasi kepada masyarakat, peranan JICA dalam

penanganan sampah ini juga berupa jasa konsultan. Khususnya dalam pengelolaan

sampah kota Makassar, pihak pemerintah kota Makassar menjadikan tenaga-tenaga

ahli JICA sebagai salah satu konsultan yang membantu dalam penanganan sampah,

termasuk dalam pembangun TPA regional yang baru. Selain itu, pembuatan rencana

tata pengelolaan sampah dan pembangunan TPA berbasis sanitary landfill juga

dilakukan oleh tenaga ahli JICA, sehingga mempermudah pekerjaan pemerintah

dalam melakukan penanganan sampah kota Makassar. Bantuan jasa konsultan yang

dilakukan oleh pihak JICA memberikan porsi yang sangat besar bagi pemerintah kota

Makassar. Kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas membuat pemerintah

118

kota Makassar membutuhkan tenaga ahli yang mampu diajak sharing dalam masalah

penanganan sampah kota Makassar.

Keempat, Bantuan JICA selama periode 2008-2012 ini, tidak hanya berupa

bantuan tenaga teknis saja. Namun bantuannya juga berupa bantuan pinjaman dana

ODA. Kehadiran tenaga ahli dari Jepang ini tidak memberikan solusi banyak sebelum

adanya pinjaman dana. Kurangnya modal untuk mencapai pembangunan nasional

merupakan faktor utama yang menghalangi perkembangan di negara-negara

berkembang, seperti yang terjad di Indonesia. Makassar, salah satu kota di Indonesia

yang mendapatkan bantuan pinjaman dana ODA Jepang melalui JICA. Bantuan dana

tersebut merupakan hasil kesepakatan pemerintah Jepang melalui JICA dengan pihak

pemerintah Indonesia. Bantuan pinjaman sebanyak ¥ 3,543,000,000 akan digunakan

untuk pembangunan TPA regional.

Kelima, bantuan JICA ini merupakan bentuk bantuan fisik berupa

pembangunan jalan. Pembangunan jalan ini berupa pembangunan jalan menuju TPA

yang masih beroperasi saat ini. Tujuan dari pembangunan jalan tersebut, adalah untuk

memudahkan mobil-mobil pengangkut sampah keluar dan masuk ke dalam TPA.

Meski akan dibangun TPA yang baru, tetapi TPA yang berlangsung saat ini masih

difungsikan sebagai TPS (Tempat Pembuangan Sementara), ditujukan untuk

menampung sampah-sampah kota Makassar sebelum diolah di TPA baru yang

berpusat di Kab. Gowa. Namun, khusus dana pembangunan ini masih berupa bantuan

119

dari pemerintah provinsi, tetapi masih membutuhkan tenaga ahli JICA dalam proses

pembangunan jalan tersebut. 80

Sehingga peranan dari program atau kegiatan JICA dalam penanganan

sampah kota Makassar sebagai berikut:

a. Bidang Sosial dan Ekonomi

Peranan JICA di bidang ini mengubah pola pikir masyarakat terhadap

pengolahan sampah. Perubahan pola pikir yang dimaksud adalah dengan

pemberian sosialisasi tentang cara pengolahan sampah yang baik. Sehingga,

masyarakat kota Makassar tidak hanya berpikir sampah itu kotor, bau, dan

mesti dibuang, tetapi sampah itu dapat bernilai ekonomis jika diolah dengan

baik. Sosialisasi tentang lingkungan hidup berupa sosialisasi cara pengolahan

sampah, pemilahan sampah, mendaur ulang sampah bahkan sosialisasi cara

membuat pupuk kompos memberikan dampak yang baik, bagi masyarakat

kota Makassar. Meski perubahan yang diberikan tidak secara cepat mengubah

pola pikir masyarakat kota Makassar, namun bagi warga di sekitar TPA

Antang dengan adanya sosialisasi tersebut memberikan manfaat yang berarti.

Adanya bantuan dari pihak JICA ini sangat membantu “pekerjaan rumah”

pemerintah terkait dengan penanganan sampah ini, termasuk bantuan

pinjaman dana yang diberikan dalam membangun sebuah TPA yang baru.

b. Bidang Lingkungan

80

Wawancara dengan Buyung, staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan di Dinas

Kebersihan dan Pertanaman kota Makassar, tanggal 29 Maret 2013

120

Bantuan pembangunan TPA berbasis sanitary landfill memberikan

konstribusi dalam pengolahan sampah kota Makassar. Kondisi TPA

Tamangapa yang masih berupa sistem pengolahan berbasis open dumping

mampu menghasilkan gas metan 20-30 kali dari CO2. Hal ini jelas sangat

berbahaya bagi masyarakat sekitar TPA dan masyarakat global. Gas metan

merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam LPG. Campuran 5% metana

dengan udara saja sudah bisa menyebabkan ledakan yang membahayakan.

Laporan dari warga setempat di TPA Antang ini setiap tahun pasti terjadi

kebakaran baik kebakaran kecil maupun kebakaran besar seperti pada tahun

2009. 81

Meskipun dalam realita yang ada, kondisi sampah kota Makassar belum

terealisasi dengan baik. Hal ini disebabkan masih banyaknya sampah yang berserakan

di bahu jalan. Namun, kita tidak bisa menilai bahwa proyek dari JICA ini gagal. Hal

ini disebabkan karena proyek JICA ini hanya berupa Kerjasama Teknis dan Bantuan

Pinjaman Dana ODA, sehingga perlu diadakan evaluasi kembali bagi kinerja

pemerintah dan tatanan sosial masyarakat kota Makassar yang ada saat ini.

Proyek bantuan JICA di Makassar merupakan sebuah proyek bantuan luar

negeri Jepang kepada Indonesia berupa bantuan proyek pembangunan. Bantuan luar

negeri ini berupa kebendaan atau jasa-jasa kepada pihak di luar negeri dengan tujuan

membantu atau motif-motif ekonomi politik tertentu. Penulis melihat bahwa motif

bantuan JICA ini selain bermotif membantu juga terdapat kepentingan ekonomi

81

Fitriawati, Furqan Majid dan Nur Alam N, Loc cit.

121

politik yang dibawa oleh JICA dalam bekerjasama dengan pemerintah kota Makassar

secara khusus.

Peranan JICA dalam penanganan sampah kota Makassar ini memberikan

konstribusi terhadap permasalahan lingkungan kota Makassar saat ini. Penyelesaian

masalah lingkungan yang dilakukan oleh pihak JICA dan pihak pemerintah kota

Makassar memberikan pembenaran pada pendukung politik Hijau, dimana

penyelesaian masalah lingkungan mesti dimulai dari lingkungan lokal terlebih

dahulu. Hal ini disebabkan bahwa masalah lingkungan berasal dari sekitar kita. Jika

kita tidak memperbaiki alam sekitar kita, alhasil dampaknya akan kita rasakan sendiri

dan orang lain bahkan di seluruh dunia. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan

pengelolaan sampah yang buruk menghasilkan efek buruk yang mengglobal.

Menurut Buyung, salah satu staff di Bidang Pengembangan Kapasitas

Kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pertanaman kota Makassar menyatakan bahwa

selama ini pihak JICA telah memberikan sumbangsih yang banyak bagi pemerintah

kota Makassar khususnya dalam masalah penanganan sampah. Selain dukungan

tenaga ahli dari Jepang yang membantu meningkatkan kapasitas SDM kota Makassar,

pihak JICA juga memberikan bantuan berupa dana dalam pembangunan TPA baru.

Hal itu sangat membantu bagi pemerintah Indonesia, khususnya pemerintah kota

Makassar yang tidak memiliki dana dan tenaga ahli dalam membangun sebuah TPA

baik dan sesuai standar. Pernyataan dari beliau tersebut mencerminkan, betapa

122

peranan JICA dalam memberikan bantuannya dalam masalah penanganan sampah,

memiliki banyak keuntungan-keuntungan.82

Pola kerjasama yang dibangun oleh pihak pemerintah Indonesia dan

pemerintah Jepang khususnya JICA memberikan sebuah konsep baru yang lebih

fresh, dimana sebuah masalah lingkungan harus diatur dalam sebuah struktur sosial

yang lebih sempit sehingga hasil dari kegiatan tersebut lebih baik dan lebih efisien.

Hal ini disebabkan karena konsep sebuah pembangunan atau perbaikan sebuah

masalah akan lebih baik jika kita terfokus dalam menanganinya.

Kegiatan yang dilakukan oleh pihak JICA dalam memberikan dukungan

terhadap masalah lingkungan lebih efektif jika dibandingkan dengan kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh negara-bangsa yang melakukan berbagai konferensi dan

perundingan, namun tak memberikan solusi yang nyata. Misalnya saja Amerika

Serikat, sebuah negara penghasil emisi terbesar di dunia tidak mau menandatangani

kontrak pengurangan emisi karbon, dengan berbagai alasan. Hal itu memberikan

sebuah tanda bahwa dibalik sebuah misi “suci” bernama support for environment

masih menyisipkan berbagai macam kepentingan.

Misalnya saja, bagi para pemikir liberalis menganggap bahwa untuk

mengatasi berbagai masalah tentang lingkungan hidup, perlu dibentuk berbagai

kerjasama internasional, dimana menyatukan semua negara untuk bersama-sama

secara aktif melakukan sebuah gebrakan untuk mengatasi berbagai ancaman tentang

82

Wawancara dengan Buyung, staff di Bidang Pengembangan Kapasitas Kebersihan di Dinas

Kebersihan dan Pertanaman kota Makassar, tanggal 30 Maret.

123

lingkungan, namun hal itu tetap saja belum memberikan harapan yang memuaskan.

Kita bisa melihat, Protokol Kyoto yang menurut penulis hanya diperhatikan oleh

negara-negara berkembang saja. Namun, AS sebagai penyumbang emisi gas karbon

tidak melakukan ratifikasi dengan alasan bahwa dengan dilakukannya ratifikasi akan

mengancam perekonomian negaranya. Hal ini sudah sangat jelas bahwa sebenarnya

motif kerjasama lingkungan tak lain berdasar pada kepentingan nasional belaka.

Begitu pula dengan JICA, dukungannya terhadap lingkunyan yang

diimplementasikan dalam bentuk kerjasama melalui sebuah kontrak kerjasama

dengan pemerintah Indonesia, telah berhasil memberikan sejumlah peningkatan

perkembangan bagi Indonesia khususnya kota Makassar dalam menangani masalah

sampah. Hal itu terlihat pada berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pihak JICA

dengan pemerintah kota Makassar. Namun, kita tidak boleh percaya begitu saja

terhadap apa yang disuguhkan kepada kita akan kebaikan seorang organisasi wakil

dari negara mantan penjajah negeri kita.

Sistem internasional yang anarki menciptakan kebebasan otonomis diantara

negara-negara. Hal tersebut membuat sebuah sistem internasional yang

terdesentralisasi dimana setiap Negara adalah berdaulat, menggunakan power mereka

diatas sebuah “defined territory, a population and a government” saat terlibat pada

hubungan atau permainan power politik dengan Negara lainnya. Dalam setting seperti

ini, bantuan bantuan luar negeri (foreign aid) praktis hanya menjadi sebuah alat

kebijakan untuk mencapai kepentingan nasional.

124

Bantuan yang diberikan oleh pihak Jepang melalui lembaga organisasi yang

disebut JICA menjadikan bantuan tersebut sebagai instrument untuk mendukung

tujuan kebijakan luar negeri Jepang. Hal ini disadari oleh dalam prakteknya,

kebijakan bantuan luar negeri meng-cover banyak disparitas tujuan dan kegiatan,

sebagai respon dari berbagai macam kebutuhan, yang terlihat maupun yang tidak

terlihat, berhubungan maupun tidak berhubungan pada tujuan politik sebuah kebjakan

luar negeri oleh negara pemberi.

Bantuan yang diberikan JICA yang mengatasnamakan sebagai kepedulian

kemanusiaan atau untuk membantu negara berkembang, hanya dijadikan sebagai alat

pelayanan kepentingan negara donor. Salah satu bukti nyata terkait dari kasus ini

bahwa setelah adanya bantuan JICA dalam penanganan sampah kota Makassar,

menarik investor asing dari Jepang untuk beroperasi di Makassar. PT. Gikoko Kokyo

merupakan pabrik pengolah sampah menjadi gas metan berada di kota Makassar

sejak tahun 2009. Gas metan diproduksi dari sampah kemudian digunakan sebagai

tenaga listrik. Namun hingga kini belum memberikan konstribusi PAD Makassar.

Hasil gas metan hanya digunakan untuk kepentingan pabrik sendiri dan warga

disekitar TPA Tamangapa, Antang.

125

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, dapat ditarik beberapa

kesimpulan bahwa meski tujuan utama adanya kerjasama ini didasari oleh faktor

kerusakan lingkungan sebagai ancaman dan adanya potensi sampah sebagai

sumber energi alternatif. Namun hasil dari kerjasama ini lebih cenderung pada

konteks pencapaian kepentingan nasional Jepang yang diwakilkan melalui JICA.

Faktor menjalankan misi kemanusiaan, transfer teknologi, faktor

geogstrategi kota Makassar menjadi faktor pendorong kehadiran JICA di kota

Makassar. Sedangkan penghambat JICA dalam merealisasikan tujuannya lebih

cenderung pada kondisi kurangnya kesadaran sosial masyarakat kota Makassar

tentang penanganan sampah berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle.

Berdasarkan dari kegiatan-kegiatan JICA selama di Makassar,

memberikan peranan bidang sosial ekonomi berupa peningkatan kesadaran

masyarakat tentang pengolahan limbah, meningkatkan pendapatan masyarakat.

Sedangkan dampak di bidang lingkungan adalah mengurangi emisi kadar karbon

yang berpotensi menyebabkan pemanasan global 20-30 kali dari CO2. Namun

belum memberikan hasil yang efektif jika dibandingankan dengan masih

banyaknya sampah yang bertumpuk di sisi-sisi jalan kota Makassar.

Peranan JICA di bidang penangan sampah ini memperlihatkan

meningkatnya aktivitas sebuah organisasi, kendatipun demikian arah

126

kebijakannya masih dipengaruhi oleh kepentingan nasional negara yang

diwakilinya. Peranan bantuan JICA ini memperlihatkan adanya kepentingan

nasional Jepang akan natural resources di Sulawesi Selatan, juga kepentingan

nasional Indonesia akan modal dan sumber daya manusia dalam mencapai

pembangunan nasional. Sehingga, kondisi ini menghasilkan kesimpulan yang

bahwa tidak selamanya kerjasama lingkungan itu bermotif untuk mengatasi

ancaman lingkungan hidup tapi lebih mengarah pada pencapaian kepentingan

nasional melalui kerjasama lingkungan.

B. Saran

Penulis menyarankan bagi pemerintah kota Makassar untuk

memanfaatkan dan mengoptimalkan bantuan teknis dan dana yang diberikan oleh

pihak JICA, sehingga cita-cita pemerintah kota Makassar mampu terealisasi

dengan baik. Sehingga, membuat kota Makassar bisa terbebas dari sampah,

dengan adanya TPA yang baru mampu mengurangi produksi gas metan secara

bebas dan meningkat PAD kota Makassar secara khusus.

Selain itu, disarankan kepada pemerintah kota Makassar untuk

memberikan pelayanan yang lebih maksimal bagi mahasiswa-mahasiswa yang

meneliti. Adanya sikap acuh tak acuh dan pemberian pelayanan yang tidak

memuaskan menimbulkan kecurigaan bahwa terdapat elemen-elemen yang tak

dipenuhi oleh pemerintah, termasuk sulitnya mendapatkan berbagai data-data

perjanjian kerjasama dengan pihak-pihak asing di negara.

1

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Aditjondro, George Junus. 2003. Pola-Pola Gerakan Lingkungan: Refleksi untuk

Menyelamatkan Lingkungan dar Ekspansi Modal. Pustaka Pelajar:

Yogyakarta.

Bakri, Umar Suryadi. 1999. Pengantar Hubungan Internasional. Jayabaya

Universitas Press: Jakarta.

Burchill, Scoot.,Andrew Linklater. 1996. Teori – teori Hubungan Internasional.

terj. M. Sobirin. Nusa Media: Bandung.

Burchill, Scott, dkk.. Theories of Internatioanl Relations. 2nd

Edition. Palgrave

Macmillan: New York.

Couloumbis, A. Theodore, James H.Wolfe. 1990. Pengantar Hubungan

Internasional: Keadilan dan Power, terj. Marcedes Marbun. CV

Abardin: Bandung.

OECD. 1985. Twenty-five Years of Development Co-operation: A Review, OECD:

Paris.

Fitriawati dkk.. 2012 “Nasib Sampah di Ujung Kota Makassar”. Menakar Limbah

Kota. Kedai Buku Jenny: Makassar.

Holsti, K.J. 1995. Politik Internasional: Kerangka Analisa, Prentice Hall: New

Jersey.

Ikbar, Yanuar. 2007. Ekonomi Politik Internasional 2. Refika Aditama: Bandung.

Irsan, Abdul. 2005. Jepang; Politik Domestik Global dan Regional. Hasanuddin

University Press: Makassar.

Irsan, Abdul. 2007. Budaya dan Perilaku Politik Jepang di Asia. Grafindo: Jakarta.

Kamaluddin, Kamaluddin. 1988. Perdagangan dan Pinjaman Luar Negeri.

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.

2

Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Graha Ilmu:

Yogyakarta.

Leviza, Jelly. 2009. Tanggung Jawab bank Dunia dan IMF sebagai Subjek Hukum

Internasional. Sofimedia: Jakarta.

Mas’oed, Mochtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi.

LP3ES. Jakarta.

Plano, Jack C., Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Abardin:

Bandung.

Perwita, Anak Agung Banyu, Yanyan Mochammad Yani. 2006. Pengantar Ilmu

Hubungan Internasional. PT. Rosdakarya Remaja. Bandung.

Rudy, Teuku May. 2002. Hukum Internasional 2. Refika Aditama. Bandung.

Rudy,Teuku May. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Refika

Aditama: Bandung.

Rudy, Teuku May. “Interdependensi dalam Hubungan Indonesia-Jepang dan

Bantuan Luar Negeri Jepang kepada Indonesia: Analisis Singkat

Kondisi dan Kebijakan”, Teori , Etika, dan Kebijakan Hubungan

Internasional. Bandung: Angkasa.

Sitepu, P. Antonious. 2011. Studi Hubungan Internasional. Graha Ilmu. Medan.

Suwandana, Ingga. 2006. Penolakan AS terhadap Protokol Kyoto dan

Implikasinya terhadap Usaha Internasional untuk Meminimalisir

Pemanasan Global.“Skripsi”. Universitas Pasundan: Bandung.

Todaro, Michael P. 1987. Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang, Buku

I-II Terjemahan. Akademi Presindo: Jakarta.

2. Jurnal

Apriwan. “Teori Hijau : Alternatif dalam Perkembangan Teori Hubungan

Internasional”. Multiversa. Vol. 2 No. 1 Februari 2011.

Elkins, Stephan. 1990. The Politics of Mystical Ecologi. Telos 82 Journal.

3

Ministry of Foreign Affairs of Japan. “Waste Management and Recycling”, Japan:

Eco-Friendly Country, No.7, September 2012.

3. Internet

BPS Sul-Sel diakses melalui http://sulsel.bps.go.id/subyek/3/114/jumlah-

penduduk-menurut-kabupaten-kota-%09di-sulawesi-selatan-2006-

%E2%80%93-2010. Tanggal 15 Mei 2013.

BPS Kota Makassar, 2008-2011, diakses melalui

http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/demografipendudukj

kel.php?ia=7371&is=37.Tanggal 21 Mei 2013.

BPS Sul-Sel, 2009, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor,

Tanggal 10 April 2013.

BPS Sul-Sel,2010, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor,

Tanggal 10 April 2013.

BPS Sul-Sel, 2011, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor,

Tanggal 10 April 2013.

BPS Sul-Sel, 2012, diakses melalui, http://sulsel.bps.go.id/brs/1/ekspor-dan-impor,

Tanggal 10 April 2013.

Barry, John. Green Political Theory and The State, ‘Discursive Sustainability; The

State (and citixen) of Green Political Theory”, diakses melalui

http://www.psa.ac.uk/cps/1994/barr.pdf. Tanggal 20 Maret 2013.

Fisher, Peter. 2012. International Organizatons. Diakses melalui

http://paneurouni.com/files/sk/fp/ulohy-studentov/2rocnikbc/io-

skript.1.10.2012.new-version.pdf. Tanggal 4 April 2013.

Tim Harward. “Green Political Theory”. University of Edinburd. diakses dari

http:// www.psa.ac.uk/cps/1996/hayw.pdf. Pada tanggal 20 Maret

2013.

JICA, About JICA: Organization, dalam

http://www.jica.go.jp/english/about/organization/index.html, diakses

pada tanggal 7 Mei 2013.

4

JICA. 2008. Profile JICA”, Kerjasama Internasional:Tantangan Global dan

Dukungan Negara-negara Berkembang. Diunduh dari melalui

(http://jica.go.jp/english) tanggal 3 Januari 2013.

JICA, “ Grant Aid “ diakses melalui

http://www.jica.go.jp/english/our_work/types_of_assistance/grant_aid/

index.html, tanggal 15 April 2013.

JICA. Countries and Region, diakses melalui

http://www.jica.go.jp/english/countries/index.html, tanggal 15 April

2013.

Japan’s Official Development Assistance White Paper, 2008, diakses melalui

htttp://www.mofa.go.jp/policy/oda/white/2008/html/ODA2008/html/zuhy

o/index.htm. tanggal 23 Mei 2013

4. Artikel Surat Kabar

Sumardi, Sumandi. Pertumbuhan Kendaraan tak Sebanding Jalan. Tribun Timur,

25 Nopember 2012.

Wahyono, Sri. Protokol Kyoto Dukung Pengelolaan Sampah. Kompas, 24 Maret

2005.

5. Buletin

JICA. 2008. JICA in Indonesia.JICA: Indonesia.

6. Dokumen

Daftar perbandingan penanganan sampah kota Makassar dalam (M3 perhari) dari

tahun 1997-2012 oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota

Makassar.

Loan Agreement NO. IP-588 , JICA and Indonesia for Regional Solid Waste

Management for Mamminasata, South Sulawesi.

Pengelolaan Limbah Padat, 2009, Studi Implementasi Rencana Tata Ruang

Terpadu Wilayah Metropolitasn Mamminasata. Dinas Kebersihan dan

Pertamanan kota Makassar

5

Rencana Strategis SKPD 2009-2014 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota

Makassar.

7. Wawancara

Buyung (Wawancara tanggal 29 dan 30 Maret, 5 April 2013).

Muh. Kasim (Wawancara tanggal 3 April 2013).