repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › isi.docx?sequence=1 · web view prof. dr. h. m. arfin...

122
SKRIPSI ORANG TUA SEBAGAI AHLI WARIS DITINJAU DARI HUKUM ISLAM OLEH : KHAERULNISA B111 08 400 1

Upload: others

Post on 25-Feb-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

SKRIPSI

ORANG TUA SEBAGAI AHLI WARIS DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

OLEH :

KHAERULNISAB111 08 400

BAGIAN HUKUM KEPERDATAANFAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2012

1

Page 2: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

HALAMAN JUDUL

ORANG TUA SEBAGAI AHLI WARIS DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

Oleh :

KHAERULNISAB111 08 400

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Rangka Penyelesaian Studi

Sarjana

Dalam Program Kekhususan/Bagian Hukum Keperdataan

Program Studi Ilmu Hukum

Pada

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2012

2

Page 3: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Dengan ini menerangkan bahwa proposal dari :

Nama : Khaerulnisa

Nomor Pokok : B111 08 400

Bagian : Hukum Keperdataan

Judul : Orang Tua Sebagai Ahli Waris Ditinjau dari Hukum Islam

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi.

Makassar, Agustus 2012

Pembimbing I

Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H .

NIP. 19670205 199403 1 001

Pembimbing II

Achmad, S.H., M.H.

NIP. 19680104 199303 1 002

3

Page 4: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI

Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa :

Nama : Khaerulnisa

No. Pokok : B 111 08 400

Bagian : Hukum Keperdataan

Judul Skripsi : Orang Tua Sebagai Ahli Waris Ditinjau Dari Hukum

Islam.

Memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir

program studi.

Makassar, November 2012

A.n. Dekan

Wakil Dekan Bidang Akademik,

Prof.Dr.Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H.

4

Page 5: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

ABSTRAK

KHAERULNISA (B 111 08 400), ORANG TUA SEBAGAI AHLI WARIS DITINJAU DARI HUKUM ISLAM dengan dosen Pembimbing Bapak Arfin Hamid (selaku pembimbing I), dan Bapak Achmad (selaku pembimbing II).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan kultur masyarakat mengenai orang tua sebagai ahli waris ditinjau dari kewarisan Islam. Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Kabupaten Bone. Dengan mewancarai hakim Pengadilan Agama Kabupaten Bone, ulama setempat, dan beberapa masyarakat di Kabupaten Bone.

Sumber data yang digali dalam penelitian ini yaitu hasil wawancara dengan hakim di Pengadilan Agama Kabupaten Bone, ulama, dan masyarakat setempat. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan kepustakan yang merupakan rujukan untuk menganalisis hasil penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan sosiologis yaitu cara pendekatan masalah dengan berdasarkan pada aturan Al-Qura’an dan hadis serta Kompilasi Hukum Islam selanjutnya berdasarkan data dari hasil wawancara yang ada. Penyusun berusaha menarik kesimpulan dari fakta-fakta yang bersifat khusus menjadi sebuah kesimpulan yang lebih umum.

Dalam hal pembagian warisan khususnya terkait dengan orang tua sebagai ahli waris sebagaimana disebutkan dalam KHI pasal 177 dan 178 bahwa ayah dan ibu mendapat sepertiga atau seperanam bagian dari harta yang ditinggalkan pewaris. Dari hasil penelitian di Kabupaten Bone diketahui bahwa tidaklah sejalan sebagaimana yang telah diatur dalam KHI dan terdapat kultur dalam masyarakat setempat yaitu hanya membaginya secara musyawarah, hal tersebut juga diperkuat dengan tidak ditemukannya gugatan di Pengadilan Agama Kabupaten Bone atas hak orang tua terhadap harta yang diwariskann anaknya. Sebagaimana fatwa ulama, hal tersebut dibolehkan dan tidak bertentangan dengan hukum Islam selama orang tua tetap dirawat dan tidak ditelantarkan. Dan menurut para hakim, perdamaian merupakan hal yang tertinggi karena tidak akan ada pihak yang merasa dirugikan meskipun mengenyampingkan bagian yang seharusnya diterima oleh para ahli waris.

5

Page 6: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

KATA PENGANTAR

Segala puja, puji dan syukur pada Tuhan sang pemilik keberadaan

yang telah memberikan kesempatan kepada kita menjadi bayang-Nya

dan senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis

dapat merampungkan penulisan dan penyusunan karya tulis ilmiah ini

dalam bentuk skripsi yang berjudul “orang tua sebagai ahli waris ditinjau

dari hukum Islam”. Shalawat dan salam kepada Muhammad bin Abdullah

SAW beserta keluarga beliau yang telah diutus Allah SWT menjadi rahmat

bagi alam semesta.

Dengan selesainya penyusunan tugas akhir ini sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana, perkenangkanlah penulis

menggucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Hafid dan Ibunda Hj. Sima

atas segala kasih sayang serta doa dan dukungannya yang tiada

henti. Begitu juga kepada kakak-kakak penulis, Ir. Nur alam,

Musdalifah, Rahma, S.Farm., Apt., Madinah dan adik penulis Yusuf

Ding Reskillah. Terima kasih atas semuanya dan semoga Allah SWT

senantiasa menjaga dan melindungi mereka.

2. Bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.H., DFM. selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin, beserta jajarannya.

3. Kepada Pembimbing I Prof. Dr. H. Arfin Hamid, S.H., M.H. dan

Pembimbing II Achmad, S.H., M.H. yang senantiasa meluangkan

waktunya untuk memberikan pembimbingan selama penulisan skripsi

6

Page 7: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

ini. Serta kepada Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H.,

Ratnawati,S.H.,M.H. dan Fauziah P. Bakti, S.H., M.H. sebagai penguji.

4. Ketua dan Sekretaris Bagian Hukum Keperdataan, beserta jajarannya

dan segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

5. Para ulama, Hakim Pengadilan Agama, pejabat pemerintah dan

masyarakat di Kabupaten Bone yang telah bersedia meluangkan

waktunya dalam memberikan informasi kepada penulis demi

terselesaikannya skripsi ini.

6. Terimah kasih kepada kanda Andi Ryza Fardiansyah, S.H. yang

menjadi telah rela meluangkan waktunya untuk mengajar kami dan

menjadi motivator. Terima kasih atas segalanya dan semoga selalu

dalam lindungan-Nya..

7. Sahabat-sahabatku, Frasctya Rumainum, S.H., Farizah, S.H., A. Dewi

Sartika, S.H., A. Kurnia Sari, S.H., Mariani, S.H., Indah Rezky Mulia,

S.H., Dhina Dwi Noeryani, Muharlis, dan Uslifah Chairil, yang telah

mengajarkan arti kebersamaan baik senang maupun duka, rela

mendegar setiap keluh kesah penulis dan senantiasa memberikan

semangat,

8. Kanda-kanda di HMI Kom. Hukum Unhas, Al kadry Nur, S.H.,

Muhammad Rizal Rustam, S.H., Andra Irwan, S.H., Sayyed

Muhammad Faldy, S.H., Raju Aphandi, S.H., Wiryawan Batara

Kencana, S.H., Azrina Darwis, S.H., Muhammad Firmansyah, dan

7

Page 8: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

kanda-kanda yang lain. Terima kasih atas segala bimbingan dan

kebaikannya.

9. Teman-Teman HMI Kom. Hukum Unhas, Mohammad Yudha

Sudawan, Andi Aqmal Firdaus, Ali Rahman, Arfan, S.H., Muh.Khalid

Hamka, S.H., Irtanto Hadisaputra, S.H., Andi Sahapadlia, S.H., Atti,

Ernawati, Ghina, Andi Dewi Almas, Faradillah, Andi Rinanti, Suwahyu,

Imam Munandar, dan teman-teman lainnya. Semoga dapat

melahirkan generasi yang lebih baik, baik secara kualitas maupun

kuantitas.

10. Kanda Muhammad Risal Rustam, S.H., yang telah menjadi salah satu

sebab terbentuknya AMPUH (Asosiasi Mahasiswa Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin). Terima kasih telah

membimbing dan memberikan wadah dalam proses pembelajaran

penulis.

11. Teman-teman angkatan Notaris 2008, khususya teman-teman kelas

D, yang tidak mampu penulis tuliskan satu persatu.

12. Senpai dan Teman-teman di UKM Karetodo Gojukai, terima kasih

atas kenangan-kenagan indah bersama kalian, latihan-latihan yang

menyiksa namun memberikan manfaat yang besar, dan kekompokan

selalu berusaha dijaga.

13. Teman-teman KKN Angkatan 80 Kab. Bulukumba, Kel. Kalumeme,

Hardianti Aswar, Ade Irma, Narti, Sulipno Pratomo, Adrian Djunaid,

8

Page 9: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Muhammad Papul dan Harnas, hari-hari yang begitu singkat untuk

merasakan kebahagian bersama kalian.

14. Kepada keluarga besar di Watampone, yang telah berbaik hati

menerima dan merawat penulis selama masa penelitian, terkhusus

Sukmati, tante yang telah rela meluangkan waktu dan tenaga untuk

menemani penulis dalam tahap penyusunan skripsi ini.

Dan kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam segi

materil maupun non materil, maaf tidak sempat tertuliskan satu persatu.

Dengan segala keterbatasan, penulis tidak dapat memberikan yang

setimpal. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya atas pengorbanan tulus yang telah diberikan kepada penulis.

Skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan mengingat

penulis sendiri memiliki banyak kekurangan, sehingga mungkin akan

ditemui beberapa kekurangan dalam skripsi ini. Olehnya itu, segala

masukan, kritik dan saran konstruktif dari segenap pembaca sangat

diharapkan untuk mengisi kekurangan yang ditemui dalam skripsi ini.

Makassar, November 2012

Penulis

9

Page 10: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI.................................. iii

ABSTRAK............................................................................................ iv

KATA PENGANTAR............................................................................ v

DAFTAR ISI ......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 4

C. Tujuan Penulisan................................................................. 5

D. Kegunaan Penulisan............................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Nilai dan Prinsip Hukum Islam.............................................. 6

B. Ruang Lingkup Hukum Islam................................................ 8

1. Ciri-Ciri Hukum Islam........................................................ 10

2. Tujuan Hukum Islam......................................................... 12

C. Pengertian Hukum Waris Islam ........................................... 13

D. Asas-Asas Hukum Waris Islam............................................ 14

E. Dasar Hukum Waris islam.................................................... 17

1. Ayat-ayat Al- Quran.......................................................... 17

2. Al-Hadis ......................................................................... 19

3. Ijtihad Para Ulama............................................................ 19

4. Kompilasi Hukum Islam.................................................... 20

10

Page 11: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

F. Rukun dan Syarat Pewarisan............................................... 21

1. Rukun Pewarisan............................................................ 21

2. Syarat Pewarisan............................................................. 28

G. Sebab-Sebab dan Halangan Waris-Mewarisi....................... 28

1. Sebab-Sebab Timbulnya Kewarisan................................ 28

2. Halangan Mewarisi........................................................... 31

H. Ahli Waris............................................................................. 33

1. Ahli Waris Kerabat Dekat................................................. 33

2. Ahli Waris Kerabat Jauh................................................... 42

3. Orang Tua........................................................................ 44

BAB 3 METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian.................................................................. 48

B. Jenis dan Sumber Data........................................................ 48

C. Teknik Pengumpulan Data................................................... 49

D. Analisis Data......................................................................... 49

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Hukum Waris Islam Mengenai Orang Tua

Sebagai Ahli Waris.............................................................. 51

B. Kultur Masyarakat dalam Pembagian Warisan dengan

Kaitannya Orang Tua sebagai Ahli Waris............................ 57

C. Faktor Penyebab Tidak Adanya Orang Tua yang

mengajukan Tuntutan Hak Waris Atas Harta Anaknya........ 62

BAB 5 PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................... 72

11

Page 12: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

B. Saran ......................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 74

12

Page 13: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia selaku anggota masyarakat tentunya tidak lepas dari

interaksi satu sama lainnya. Interaksi tersebut terjadi karena adanya

kebutuhan dan kepentingan masing-masing yang akan terpenuhi ketika

syarat-syarat dalam mewujudkannya terpenuhi. Dalam melakukan

hubungan akan ada aturan yang berlaku baik secara tertulis maupun tidak

tertulis dimana aturan atau hukum tersebut hidup dalam masyarakat.

Dari berbagai macam bentuk atau jenis interaksi salah satunya

yaitu interaksi antara laki-laki dan perempuan yang diikat dalam suatu

hubungan suami istri yang nantinya akan melahirkan keturunan. Dari

kelahiran tersebut akan ada kematian yang merupakan takdir bagi setiap

manusia dan tidak dapat dihindari.

Ketika seseorang meninggal akan timbul berbagai masalah dan

salah satunya yaitu masalah kewarisan. Membahas masalah kewarisan,

akan membahas tentang harta peninggalan baik yang berwujud maupun

tidak berwujud yang akan diwariskan kepada ahli waris yang berhak untuk

menerimanya. Mengingat harta merupakan sesuatu yang sangatlah

penting bagi kelangsungan hidup manusia sehingga memungkinkan

seseorang melakukan berbagai cara untuk memperolehnya.

Tuhan sebagai pencipta alam semesta telah menetapkan aturan-

aturan yang akan menuntun manusia menuju tujuan penciptaan alam

13

Page 14: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

semesta ini yaitu kesempurnaan. Aturan tersebut tidak hanya terbatas

pada hubungan yang vertikal yaitu manusia dengan Tuhan, tetapi juga

hubungan horizontal yaitu manusia dengan manusia.

Terkait dengan masalah kewarisan, terdapat aturan yang termuat

dalam Al-Quran dan hadis. Dalam konteks hukum positif, di Indonesia

aturan mengenai hukum kewarisan terdapat tiga sistem hukum yang

berlaku, yaitu Hukum Waris Perdata Barat/Burgerlijk Wetboek (BW),

Hukum Waris Adat, dan Hukum Waris Islam. Menurut Otje Salman, hukum

kewarisan yang hidup dalam masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh lima

variabel, yaitu hukum kewarisan adat, hukum kewarisan Islam, faktor

struktur sosial, faktor proses sosial, dan politik hukum.1

Hukum waris BW diperuntukkan bagi keturunan Tionghoa dan

Eropa, sebagaimana disebutkan dalam buku II BW. Selain itu, BW juga

berlaku bagi Warga Negara Indonesia asli yang menundukkan diri pada

BW. Sifat dari hukum waris BW secara umum meliputi sistem individual,

bilateral dan penderajatan. 2

Hukum kewarisan adat diperuntukan bagi warga Negara Indonesia

asli, yaitu suku-suku bangsa yang hidup di wilayah Indonesia. Sifat dan

sistem hukum waris adat Indonesia cukup beragam karena dipengaruhi

oleh sifat etnis yang ada. Beberapa daerah memiliki ragam kekeluargaan,

yang dapat digolongkan dalam beberapa macam sifat, yaitu: sifat

1 Otje Salman, 2007, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, PT. Alumni, Bandung, hlm. 33.2 Titik Triwulan Tutik, 2008, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, hlm.253.

14

Page 15: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

kebapakan (patriarchaat, vederrechtclijk), sifat keibuan (matriarchaat,

moederrechtelijk), sifat kebapak-ibuan (parental, ouderrechteljik).3

Hukum waris Islam berlaku bagi orang Indonesia ( baik asli atupun

keterunan) yang beragama Islam . Ketentuan kewarisan tertuang dalam

Buku II Hukum Kewarisan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Berdasarkan

Inpres No.1 Tahun 1991. Pada prinsipnya pewarisan adalah langkah-

langkah penerusan dan pengoperan harta peninggalan baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud dari seorang pewaris kepada ahli

warisnya.4

Dalam KHI Pasal 171 huruf a, disebutkan bahwa yang dimaksud

hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak

pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa

yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Dari penjelasan tersebut diketahui yang menjadi inti dalam hukum

kewarisan yaitu harta peninggalan (tirkah), pewaris, dan ahli waris.

Dalam Al-Quran, hadis, dan KHI memuat berbagai macam aturan

terkait kewarisan serta ijtihad para ulama. Namun ternyata hal tersebut

tidaklah menjamin akan adanya kesesuain antara teori (aturan) dengan

realitasnya karena dalam masyarakat masih timbul berbagai masalah

dalam pembagiannya. Salah satu permasalahan yang terjadi yaitu tidak

dipenuhinya hak orang tua untuk memperoleh harta warisan anaknya,

padahal baik dalam Al-Quran, maupun KHI telah ditetapkan masing-

3 Oemarsalim, 2006, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, Rineka Cita, hlm. 6.4 Sudarsono,1991, Hukum Waris dan System Bilateral, Melton Putra, Jakarta, hlm. 3.

15

Page 16: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

masing bagiannya, dan termasuk golongan ashabul furudh yang tidak

terhalangi oleh ahli waris yang lain untuk memperoleh bagian harta

warisan, namun yang terjadi direalitasnya tidaklah sesuai dengan aturan

yang ada yaitu termuat pada KHI Pasal 177, disebutkan bahwa ayah

mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila

ada anak, ayah mendapat seperenam bagian. Adapun bagian ibu, termuat

dalam KHI Pasal 178 yaitu ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak

atau dua saudara atau lebih dan bila tidak ada anak atau dua orang

saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian sesudah diambil

oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.

Ketidak sesuain teori tersebut, terjadi pada beberapa keluarga di

Kabupaten Bone. Meskipun demikian, namun tidak ada orang tua yang

menutut haknya melalui pengadilan Agama Kabupaten Bone. Salah satu

kelurga yang dimaksud yaitu keluarga Jumadi selaku pewaris, yang

meninggalkan Tahi (ibu) dan 4 anak yaitu Jumria, Ani, Neni, dan

Bharuddin. Harta peninggalan Jumadi hanya terbagi pada ke 4 anaknya

dan Tahi selaku ahli waris yang seharusnya mendapat 1/6 bagian dari

harta peninggalan anaknya, tidak mendapat bagian tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana penerapan hukum waris Islam mengenai orang

tua sebagai ahli waris ?

16

Page 17: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

2. Bagaimana kultur masyarakat dalam pembagian warisan

terkait dengan orang tua sebagai ahli waris?

3. Mengapa orang tua sebagai ahli waris tidak menuntut hak

warisnya sesuai dengan hukum Islam ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum waris Islam

mengenai orang tua sebagai ahli waris.

2. Untuk mengetahui kultur masyarakat dalam hal orang tua

sebagai ahli waris .

3. Untuk mengetahui mengapa orang tua sebagai ahli waris tidak

menuntut hak warisnya sesuai dengan hukum Islam.

D. Kegunaan Penulisan

1. Sebagai salah satu referensi tentang hukum kewarisan yang

dapat digunakan bagi teman-teman mahasiswa pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya.

2. Sebagai sebuah persembahan bagi pengembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

17

Page 18: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nilai dan Prinsip-Prinsip Hukum Islam

Sistem Hukum Islam (SHI) tidaklah sama dengan Sistem Hukum

Konvensional (SHK). Sistem Hukum Islam merupakan sistem yang tidak

mandiri ia terlahir dari ajaran Islam (dienul Islam), dan system ini sendiri

berasal dari sistem keislaman secara menyeluruh (kaffah). Posisi SHI

yang demikian itu sungguh berbeda dengan system konvensional yang

mandiri yang tidak ada hubungannya dengan ajaran yang melahirkannya

seperti agama atau system ideologi yang memayunginya, memisahkan

nilai transedental pada satu sisi dengan nilai fisik-material pada sisi

lainnya yang tidak saling berkorelasi (sekularisme). Dalam SHI terusung

nilai hakikat yang harus menjelma dalam semua tahapan prosesnya, yaitu

nilai Ilahiyah yang harus diyakini eksistensi dan peranannya pada semua

dimensi-dimensi kehidupan manusia. Dia adalah Maha Kuasa, penentu,

Dia harus disembah, dan kepadanya pun kita semua harus kembali. 5

Bersumber dari nilai ilahiyah yang diiplementasikan ke dalam

sejumlah prinsip dasar atau asas yang lebih konkret dalam sejumlah

bidang-bidang hukum Islam, yaitu:6

1. Prinsip akidah yang tertuang ke dalam 5 rukun Islam dan 6 rukun

Iman yang harus diterapkan oleh setiap muslim dalam

5 M.Arfin Hamid, 2007, Hukum Islam Perspektif Keindonesian: Sebuah Pengantar dalam Memahami Realitas Hukum Islam di Indonesia, Fakultas Hukum Univesitas Haanuddin, hlm.21.6 Ibid, hlm.22.

18

Page 19: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

kehidupannya. Sehingga pelakunya senantiasa dilandasi dengan

akidah Islamiyah termasuk dalam aktivitas penegakan, kegiatan

iqtishadiyyah (ekonomi), dan kegiatan politik, pndidikan, dan

lainnya.

2. Prinsip ibadah, dalam hal ini tidak hanya mengenai ibadah muhdlah

(shalat, puasa, zakat, sedekah, haji, dll), melainkan juga meliputi

aktivitas muamalah al-makhluqiyyah (hubungan intraksional ke

seluruh makhluk) termasuk didalamnya hubungan hukum, iqtishay

(kegiatan bisnis), politik, budaya, pendidikan, keluarga, dan lainnya.

3. Prinsip Syariah (hukum), dengan prinsip ini menunjukkan segala

aktivitas manusia senantiasa dikembalikan kepada ketentuan

syariah sebagai dasar utamanya.

4. Prinsip Tazkiyah (kesucian) yang mengandung makna

sesungguhnya Allah itu Maha Suci dan hanya akan menerima yang

suci, innalaha tayyibun la yaqbalu ill tayyiban.

5. Prinsip Khilafah (kepemimpinan) yang terkandung di dalamnya

sejumlah sifat nubuwwah, seperti shiddiq (kejujuran), amanah

(bertanggung jawab), fathonah (cerdas), tablieg

(komuikatif/professional). Selain itu juga berlandaskan pada akhlak,

ukhuwah, dan insaniyah (humanistik), sehigga tidak terjadi

eksploitasi antara satu dengan yang lainnya.

6. Prinsip milkullah (pemilikan mutlak hanya ada ditangan Allah SWT),

makna kepemilikan manusia bersifat penguasaan/pengelolaan

19

Page 20: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

sebagai amanah dari Allah SWT, walillahi mulku assamawati wal

ardhi (pada Allahlah kepemilikan segala isi langit dan bumi)

7. Prinsip A’dalah (keadilan) didalamnya terbangun prilaku yang adil

dalam menempatkan sesuatu secara proporsional.

8. Prinsip Keseimbangan (al-wustha) yang mengandung makna at-

tawazhun suatu kemampuan dan sebagai tuntutan untuk

senantiasa menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan

akhirat, kepentingan individu dan jamaah, antara lahiriyah dan

batiniah.

9. Prinsip Kemaslahatan (al-maslahah) bahwa dalam menjalankan

segala aktvitas dan usahanya pada intinya memberikan maslahat

(skala prioritas), berupa kemanfaatn dan kegunaan kepada semua

elemen didalamnya dan semaksimal mungkin menghindarkan

kemudhratan bagi salah satu pihak termasuk juga pihak lainnya

serta aman terhadap lingkungan.

B. Ruang Lingkup Hukum Islam

Secara etimologi, hukum Islam berasal dari bahasa Arab yang

terdiri 2 kata yakni kata hukum berarti ketentuan, ketetapan dan kata

Islam berasal dari kata “aslama” menjadi “salama” selanjutnya menjadi

Islam yang berarti selamat, damai, sejahtera, atau penyerahan diri

sepehnya kepada Tuhan. Sehingga secara terminologi, hukum Islam

adalah segala macam ketentuan atau ketetapan mengenai sesuatu hal

dimana ketentuan itu telah diatur dan ditetapkan oleh agama Islam. Dari

20

Page 21: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

segi istilah, hukum menurut ajaran Islam antara lain dikemukakan oleh

Abdurraf, (1970:21), hukum adalah peraturan-peraturan yang terdiri dari

ketentuan-ketentuan, suruhan dan larangan, yang menimbulkan

kewajiban dan atau hak.7

Ruang Lingkup hukum Islam dikasifikasi ke dalam dua kelompok,

yaitu8: 1) hukum yang berkaitan dengan persoalan ibadah, dan 2) hukum

yang berkaitan dengan persoalan kemasyarakatan. Hal ini akan diuraikan

sebagai berikut:

1) Hukum ibadah adalah hukum yang mengatur hubungan

manusia dengan Tuhannya, yaitu: iman, shalat, zakat, puasa,

dan haji.

2) Hukum kemasyarakatan yaitu hukum yang mengatur

hubungan manusia dengan sesamannya yang memuat: a)

muamalah, b) munakahat, dan c) ukubat.

1) Muamalah mengatur tentang harta benda (hak, obligasi,

kontrak, seperti jual beli, sewa menyewa, pembelian,

pinjaman, titipan, pengalihan utang, syarikat dagang, dan

lain-lain).

2) Munakahat mengatur tentang perkawinan dan perceraian

serta akibatnya, seperti iddah, nasab, nafkah, hak curatele,

waris, dan lain-lain. Hukum dimaksud biasa disebut hukum

keluarga dalam bahasa Arab disebut Al-Ahwal Al-

7 M.Arfin Hamid, Ibid.hlm.138 Zainuddin Ali, 2006, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, sinar Garafika, hlm.6.

21

Page 22: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Syakhsiyah. Cakupan hukum dimaksud biasa disebut hukum

perdata.

3) Ukubat atau Jinayat mengatur tentang pidana, seperti

mencuri, berzina, mabuk, menuduh berzina, pembunuhan

serta akibat-akibatnya. Selain bagian-bagian tersebut, ada

bagian lain, yaitu: (a) Mukhasamat, (b) siyar, (c) ahkam as-

sultaniyah. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut:

- Mukhasamat yaitu hukum yang mengatur tentang

peradilan: pengaduan dan pembuktian yaitu hal-hal yang

berkaitan dengan hukum acara perdata dan hukum acara

pidana.

- Syiar yaitu hukum yang mengatur mengenai urusan jihad

dan/atau perang, harta rampasan perang, perdamaian,

perhubungan dengan agama lain, dan Negara lain.

- Ahkam As-Sulthaniyah yaitu hukum yang membicarakan

persoalan hubungan dengan kepala Negara, kementrian,

gubernur, tentara, dan pajak.

1. Ciri-Ciri Hukum Islam

Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang berdiri sendiri,

mempunyai ciri-ciri yang membedakanya dengan system hukum yang

lain. Adapun ciri-cirinya, antara lain:9

1) Merupakan bagian dan bersumber dari agama islam;

9 Muhammad Daud Ali, 2007, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta. Hlm. 59.

22

Page 23: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

2) Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari

iman atau akidah dan kesusilaan atau akhlak islam;

3) Mempunyai dua istilah kunci yakni syariat dan fiqih. Syariat

terdiri dari wahyu Allah dan sunnah Nabi Muhammad, fiqih

adalah hasil pemahaman manusia tentang syariah;

4) Terdiri dari dua bidang utama yakni ibadah dan muamalah.

Ibadah bersifat tertutup karena telah sempurna dan muamalah

dalam arti luas dan khusus bersifat terbuka untuk dikembangkan

oleh manusia yang memenuhi syarat dari masa ke masa;

5) Strukturnya berlapis, terdiri dari nas atau teks Al-Quran, Sunnah

Nabi Muhammad (untuk sayariat), hasil ijtihad manusia yang

memenuhi syarat tentang wahyu dan sunnah, pelaksanaannya

dalam praktik baik berupa keputusan hakim, maupun berupa

amalan-amalan umat islam dalam masyarakat (untuk fiqih);

6) Mendahulukan kewajiban dari hak;

7) Dapat dibagi-bagi menjadi: (a) hukum taklifi atau hukum taklif

yakni al-ahkam al-khamsah yang terdiri dari lima kaidah, lima

jenis hukum, lima kategori hukum, lima penggolongan hukum

yakni ja’iz, sunnat, makruh, wajib dan haram, dan (b) hukum

wadh’I yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau

terwujudnya hubungan hukum.

2. Tujuan Hukum Islam

23

Page 24: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Islam berdimensi rahmatan lilal’alamin memberi pedoman hidup

kepada manusia secara menyeluruh, menuju tercapainya kebahagian

hidup rohani dan jasmani serta untuk mengatur tata kehidupan manusia,

baik sebagai individu maupun bermasyarakat.10

Secara umum tujuan penciptaan dan penetapan hukum oleh Allah

SWT adlah untuk kepentingan, kemaslahatan dan kebahagian manusia

seluruhnya, baik di dunia maupun diakhirat. Ungkapan tersebut tersurat

dalam Al Quran Surah Al-Baqarah (2) ayat 201-202, yang artinya:

“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya”.

Tujuan hukum Islam, dapat ditinjau dari dua aspek , yaitu 1) aspek

pembuat hukum Islam adalah Allah dan Nabi Muhammad saw., 2) aspek

manusia sebagai pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Hal ini akan

diuraikan sebagai berikut.11

1. Kalau dilihat dari aspek pembuat hukum Islam, maka tujuan

hukum Islam adalah untuk memenuhi keperluan hidup

manusia yang bersifat primer, sekunder dan tertier (istilah fikih

disebut daruriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat). Selain itu, adalah

untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan

sehari-hari serta meningkatkan kemampuan manusia untuk

memahami hukum Islam melalui metodologi pembentukannya.

10 Zainuddin Ali, Op.cit. hlm. 10.11 Ibid, hlm.16.

24

Page 25: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

2. Kalau dilihat dari aspke pelaku hukum yakni maunusia, maka

tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang

bahagia. Caranya yaitu mengambil yang bermanfaat dan

menolak yang tidak berguna bagi kehidupan.

C. Pengertian Hukum Waris Islam

Hukum waris dalam ajaran islam disebut dengan istilah faraidh.

Kata faraidh adalah bentuk jamak dari faridah yang berasal dari kata fardu

yang berarti ketetetapan, pemberian (sedekah).12

Menurut istilah hukum di Indonesia, ilmu faraidh disebut dengan

“Hukum Waris” (ERFRECHT) yaitu hukum yang mengatur tentang harta

kekayaan seseorang yang meninggal dunia.13

Dalam Pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa

yang dimaksud dengan Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur

pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,

menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa

bagiannya masing-masing.

Menurut Amir Syarifuddin ditemukannya beberapa istilah untuk

menamakan hukum waris Islam seperti Faraid, Fikih Mawaris, dan Hukum

al-Waris. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan dalam

arah yang dijadikan titik utama dalam pembahasan. Penyebutan faraid

didasarkan pada bagian yang diterima oleh ahli waris. Adapun

penggunaan kata mawarits lebih melihat kepada yang menjadi objek dari

12 Amin Husein Nasution, 2012, Hukum Kewarisan, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 49.13 Ibid. hlm. 50.

25

Page 26: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

hukum ini, yaitu harta yang beralih kepada ahli waris yang masih hidup.

Dalam istilah hukum yang baku digunakan kata kewarisan, dengan kata

asal “waris”. Kata waris berarti orang yang mewarisi sebagai subjek dan

dapat pula berarti proses.14

Ilmu faraidh yang mengatur pembagian harta yang ditinggalkan

oleh orang yang meninggal dunia, merupakan manifestasi pengakuan

islam terhadap adanya hak milik perorangan. Hak milik perorangan akan

berakhir saat seseorang meninggal dunia dan berpindah kepada ahli

waris.15

D. Asas-Asas Hukum Waris Islam

Hukum kewarisan Islam mengandung berbagai asas yang

memperlihatkan bentuk karakteristik dari hukum kewarisan Islam itu

sendiri. Asas-asas kewarisan Islam tersebut antara lain:16

a. Asas Ijabari

Asas ijabari mengandung arti bahwa peralihan harta seseorang

yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya

menurut ketatapan Allah.

Asas ijabari dalam hal ini tidak dalam arti yang memberatkan ahli

waris. Andai kata pewaris mempunyai utang yang lebih besar daripada

warisan yang ditinggalkannya, ahli waris tidak dibebani membayar semua

utang pewaris itu. Berapapun besarnya utang pewaris, utang itu hanya

14 Amir Syarifuddin, 2012, Hukum Kewarisan Islam, Prenada Media Group, Jakarta, hlm.5.15 Ibid, hlm. 52.16 Moh. Muhibbin, 2009, Hukum Kewarisan Islam, sinar grafika,Jakarta. hlm. 22.

26

Page 27: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

akan dibayar sebesar warisan yang ditinggalkan oleh pewaris tersebut.

Kalau seluruh harta warisan sudah dibayarkan utang, kemudian masih

ada sisa utang, maka ahli waris tidak diwajibkan membayar sisa utang

tersebut. Kalaupun ahli waris hendak membayar sisa utang, pembayaran

itu bukan merupakn sesuatu kewajiban yang diletakkan oleh hukum,

melainkan karena dorongan moralitas/akhlak ahli waris yang baik.

b. Asas Bilateral

Asas bilateral dalam hukum Islam mengandung arti bahwa harta

warisan beralih kepada ahli warisnya melalui dua belah pihak garis

kerabat, yaitu pihak kerabat keturunan laki-laki dan pihak garis keturunan

perempuan.

Asas bilateral termuat dalam firman Allah dalam surat An-Nisa ayat

7, 11, 12, dan 176. Dalam ayat 7 dijelaskan bahwa seseorang laki-laki

berhak mendapat warisan dari pihak ayahnya dan dari pihak ibunya.

Begitu pula seorang perempuan berhak menerima harta warisan dari

pihak ayahnya dan dari pihak ibunya.

c. Asas Individual

Hukum Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual,

bermakana harta warisan dapat di bagi-bagi pada masing-masing ahli

waris untuk dimiliki secara perseorangan. Dalam pelaksanaanya masing-

masing ahli waris menerima bagiannya tersendiri tanpa terikat dengan ahli

waris yang lain. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu

27

Page 28: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

yang kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada setiap ahli waris yang

berhak menerimanya menurut kadar bagian masing-masing.

d. Asas Keadilan Berimbang

Kata adil merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata

al-adlu. Hubungannya dengan masalah kewarisan, kata tersebut dapat

diartiakan keseimbangan antara hak dan kewajiban serta keseimbangan

antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaanya.

Sebagaimana laki-laki, perempuan mendapatkan hak yang sama

kuat untuk mendapatkan warisan. Hal ini secara jelas disebutkan dalam

Al-Quran surah An-nisaa ayat 7 yang merupakan kedudukan laki-laki dan

perempuan dalam hal mendapatkan warisan. Pada ayat 11, 12, 176 surah

An-Nisaa’ diterangkan kesamaan kekuatan hak menerima antara anak

laki-laki dan anak perempuan, ayah dan ibu (ayat 11), suami dan istri

(ayat 12), saudara laki-laki dan saudara perempuan (ayat 12 dan 176).

Asas ini mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat

keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara yang diperoleh

seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki-laki dan

perempuan misalnya, mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban

yang akan dipikulnya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

e. Asas Semata Akibat Kematian

Asas ini bermakna bahwa harta seseorang tidak dapat beralih

kepada orang lain (keluarga) dengan nama waris selama yang

mempunyai harta masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk

28

Page 29: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung

maupun terlaksana setelah ia mati, tidak termasuk kedalam istilah

kewarisan menurut hukum Islam.

Pada asas tersebut menggambarkan bahwa hukum kewarisan

Islam hanya mengenal satu bentuk kewarisan, yaitu kewarisan sebagai

akibat dari adanya kematian dan tidak mengenal kewarisan atas dasar

wasiat yang dibuat pada saat pewaris masih hidup.

Prinsip asas tersebut erat kaitannya dengan asas ijabari. Apabila

seseorang telah memenuhi syarat sebagai subjek hukum, pada

hakikatnya ia dapat berindak sesuka hatinya terhadap seluruh harta

kekayaanya, akan tetapi kebebasaan itu hanya pada waktu ia masih hidup

saja. Ia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan nasib kekayaanya

setelah ia meninggal dunia. Meskipun seseorang mempunyai kebebasan

untuk berwasiat, tetapi terbatas hanya sepertiga dari keseluruhan

kekayaanya.

E. Dasar Hukum Waris Islam

Dasar hukum waris Islam adalah Al-Qur’an, hadis Rasulullah SAW,

dan pendapat ahli hukum Islam serta Kompilasi Hukum Islam.

1. Ayat-ayat Al-Quran

Dalam Al-Quran dijelaskan ketentuan-ketentuan faraidh dengan

jelas. Ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah kewarisan, diantaranya

yaitu:

a. Surah An-Nisa ayat 7, yang artinya:

29

Page 30: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”

b. Surah An-Nisa ayat 11, yang artinya:

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

c. Surah An-Nisa ayat 12, yang artinya:

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi

30

Page 31: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”

d. Surah An-Nisa ayat 176, yang artinya:

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

2. Al-Hadis

Masalah kewarisan juga diatur dalam beberapa hadis, diataranya

yaitu hadis dari Abdullah ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh imam

bukhari, yang artinya:

“Berikanlah faraidh (bagian yang ditentukan) itu kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat.”17

3. Ijtihad Para Ulama

Dalam Al-Quran dan hadis sudah ditetapkan mengenai pembagian

harta warisan, namun dalam beberapa hal masih diperlukan adanya

ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam Al-Quran

maupun hadits, misalnya status cucu yang ayahnya lebih dulu meninggal

daripada kakek yang bakal mewaris bersama-sama saudara-saudara 17 Ibid .hlm. 17.

31

Page 32: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

ayahnya. Menurut ketentuan mereka tidak mendapatkan apa-apa lantaran

dihijab oleh saudara ayahnya, tetapi menurut Kitab Undang-Undang

Hukum Wasiat Mesir mereka diberi bagian berdasarkan atas wasiat

wajibah.18

Menurut Habiburrahman, meskipun hukum kewarisan Islam di

Indonesia adalah hukum waris yang bersumber kepada Al-Qur’an dan

Hadis yang berlaku universal di bumi mana pun di dunia ini. Namun, jika

ada beberapa perbedaan paham di kalangan ulama mahzab dengan tidak

mengurangi ketaatan umat Islam kepada ketentuan Allah dan Rasul-Nya,

maka perbedaan pendapat tersebut dibolehkan dan dipandang sebagai

rahmat19.

4. Kompilasi Hukum Islam

Selain Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad, aturan mengenai hukum

kewarisan di Indonesia juga termuat dalam sumber hukum lain yaitu di

dalam INPRES Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,

pada buku II yang mengatur tentang Hukum Kewarisan yang termuat

dalam pasal 171-214.

F. Rukun dan Syarat Mewaris dalam Islam

1. Rukun Pewarisan18 Ibid, hlm 2219 H. Habiburrahman, 2011, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, hlm.79.

32

Page 33: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Rukun merupakan bagian dari permasalahan yang menjadi

pembahasan yang sangat penting karena jika salah satu rukun tidak ada

maka pewarisan tersebut tidak dapat terlaksana. Adapun rukun yang

dimaksud yaitu:20

1. Harta Peninggalan (Mauruts)

Mauruts adalah harta yang ditinggalkan oleh si mayit yang akan

diwariskan kepada ahli waris setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan,

melunasi utang dan melaksanakan wasiat. Harta peninggalan dalam kitab

fiqh biasa disebut tirkah, yaitu apa-apa yang ditinggalkan oleh orang yang

meninggal dunia berupa harta secara mutlak. Jumhur fuqaha’

berpendapat bahwa tirkah ialah segala apa yang yang menjadi milik

seseorang , baik harta benda maupun hak kebendaan yang diwarisi oleh

ahli warisnya setelah ia meniggal dunia.

Pada umumya di Indonesia, rumah tangga (keluarga) memiliki 4

macam harta, yaitu:

a. Harta yang diperoleh sebelum perkawinan, sebagai hasil usaha

masing-masing. Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974, harta ini

ditetapkan dalam pengawasan masing-masing pihak.

b. Harta yang dibawa pada saat mereka menikah, diberikan kepada

kedua mempelai dapat berupa modal usaha atau prabot rumah

tangga atau rumah tempat tinggal suami istri itu.

c. Harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung yang

disebabkan hibah atau warisan dari orang tua mereka atau keluarga.20Amin Husein Nasution, Op.cit. hlm. 56.

33

Page 34: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

d. Harta yang diperoleh selama perkawinan atas usaha bersama atau

usaha salah seorang disebut harta perceraian.

2. Orang yang Meniggalkan Harta Warisan (Muwarits)

Muwarrits adalah orang yang meninggal dan meniggalkan harta

waris. Di dalam kamus bahasa Indonesia disebut dengan istilah

“pewaris”, sedangkan dalam kitab fiqih disebut muwarist.

Bagi muwarist berlaku ketentuan bahwa harta yang ditinggalkan

miliknya dengan sempurna, dan ia benar-benar telah meninggal dunia,

baik menurut kenyataan maupun menurut hukum. Kematian muwarrist

menurut para ulama fiqih, dibedakan menjadi tiga, yaitu: mati haqiqy

(sejati); mati secara hukum( berdasarkan keputusan hakim); mati taqdiry

(menurut dugaan).

3. Ahli Waris atau Waarist

Warits adalah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si

muwarrits karena memenuhi sebab untuk mewarisi. Pengertian ahli waris

disini adalah orang yang mendapat harta waris , karena memang haknya

dari lingkungan keluarga pewaris. Namun, tidak semua keluarga dari

pewaris termasuk ahli waris. Demikian pula orang yang berhak menerima

harta waris mungkin saja diluar dari ahli waris.

Ahli waris dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:21

A. Ashabul furud

Ashabul furud yaitu ahli waris yang mempunyai bagian harta

peninggalan yang sudah ditentukan oleh Al quran, As sunnah dan ijmak. 21 Moh. Muhibbin. Op.cit. hlm. 63.

34

Page 35: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Orang yang dapat mewarisi harta peninggalan dari yang sudah

meninggal dunia berjumlah 25 orang yang terdiri atas 15 orang laki-laki

dan 10 orang dari pihak perempuan.

Ahli waris dari laki adalah sebagai berikut:

1) Anak laki-laki

2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki

3) Ayah

4) Kakek (ayah dari ayah)

5) Saudara laki-laki sekandung

6) Saudara laki-laki seayah

7) Saudara laki-laki seibu

8) Keponakan laki-laki (anak laki-laki dari no.5)

9) Keponakan laki-laki (anak laki-laki dari no.6)

10) Saudara seayah (paman) yang seibu seayah

11) Saudara seayah (paman) yang seayah

12) Anak paman yang seibu seyah

13) Anak paman yang seayah

14) Suami

15) Orang laki-laki yang memerdekakannya.

Adapun ahli waris dari pihak perempuan ada 10 (sepuluh) orang,

yaitu:

1) Anak perempuan

2) Cucu perempuan dari anak laki-laki

35

Page 36: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

3) Ibu

4) Nenek perempuan ( ibunya ibu)

5) Nenek perempuan (ibunya ayah)

6) Saudara perempuan yang seibu seayah

7) Saudara perempuan yang seibu

8) Saudara perempuan yang seayah

9) Istri

10) Orang perempuan yang memerdekakannya.

Apabila ahli waris diatas semuanya ada, maka yang mendapatkan

harta waris hanya anak perempuan, ibu, istri. Dan apabila ahli waris yang

jumlahnya 25 orang itu ada semuanya, maka yang berhak mendaptkan

harta warisan, adalah: ayah, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, dan

suami/istri.

B. Ashabah

Kata ashabah secara bahasa adalah pembela, penolong,

pelindung, atau kerabat dari jurusan ayah. Ahli waris ashabah adalah ahli

waris yang bagiannya tidak ditentukan,tetapi bisa mendapat semua harta

atau sisa harta setelah dibagi kepada ahli waris, baginya berlaku:

a) Jika tidak ada kelompok ahli waris yang lain, maka semua harta waris

untuk ahli waris ashabah.

b) Jika ada ahli waris ashabul furud, maka ahli waris ashabah menerima

sisa dari ashabul furud tersebut.

36

Page 37: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

c) Jika harta warisan telah dibagi habis oleh ahli waris ashabul furud maka

ahli waris ashabah tidak mendapat apa-apa.

Ahli waris ashabah terdiri dari orang-orang yang mempunyai

hubungan darah dari garis keturunan laki-laki, seperti anak laki-laki, ayah,

saudara laki-laki, kakek. Dalam keadaaan tertentu anak perempuan juga

mendapat ashabah apabila didampingi atau bersama saudara laki-lakinya.

Yang termasuk ashabah, yaitu:

1) Anak laki-laki

2) Cucu laki-laki

3) Bapak

4) Kakek

5) Saudara laki-laki sekandung

6) Saudara laki-laki seayah

7) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung (keponakan)

8) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak (keponakan)

9) Paman kandung

10)Paman sebapak

11) Anak laki-laki paman sekandung

12) Anak laki-laki paman sebapak

Ahli waris ashabah dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:

1) Ashabah Binafsihi (Dengan Dirinya Sendiri)

Adalah ahli waris yang langsung menjadi ashabah dengan

sendirinya tanpa disebabkan oleh orang lain. Misalnya anak laki-laki, cucu

37

Page 38: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

laki-laki dari anak laki-laki, ayah, saudara laki-laki sekandung. Mereka itu

dengan sendirinya boleh menghabiskan harta, setelah harta peninggalan

tersebut dibagikan kepada ashabul furudh.

2) Ashabah Bilghairi (Bersama Orang Lain)

Adalah perempuan yang menjadi ashabah beserta laki-laki yang

sederajat dengannya (setiap perempuan yang memerlukan orang lain

dalam hal ini laki-laki menjadikan ashabah dan secara bersama-sama

menerima ashabah). Kalau orang lain itu tidak ada, ia tidak menjadi

ashabah, melainkan menjadi ashabul furudh biasa, seperti : anak

perempuan beserta anak laki-laki, cucu perempuan beserta cucu laki-laki,

saudara perempuan sekandung beserta saudara laki-laki sekandung,

saudra perempuan sebapak beserta saudara laki-laki sebapak.

3) Ashabah Ma’al Ghairi (Karena Orang Lain)

Adalah orang yang menjadi ashabah disebabkan ada orang lain

yang bukan ashabah. Dalam hal ini, setiap perempuan yang memerlukan

orang lain untuk menjadikan ashabah, tetapi orang lain tersebut tidak

berserikat menerima ashabah. Orang lain tersebut tidak ikut menjadi

ashabah, tetapi kalau orang lain tersebut tidak ada maka ia menjadi

ashabul furud biasa, seperti saudara perempuan sekandung (seorang

atau lebih), bersama dengan anak perempuan (seorang atau lebih) atau

bersama dengan cucu perempuan (seorang atau lebih).

C. Dzawil Arham

38

Page 39: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Adalah kerabat yang bukan dzawil furudh dan bukan pula ashabah

Mereka dianggap kerabat jauh pertalian dengan nasabnya, yaitu:

a) Cucu (laki-laki atau perempuan) dari anak perempuan.

b) Anak laki-laki dan anak perempuan dari cucu perempuan.

c) Kakek pihak ibu (bapak dari ibu).

d) Nenek dari pihak kakek (ibu kakek).

e) Anak perempuan dari saudara laki-laki (yang sekandung

sebapak maupun seibu).

f) Anak laki-laki dari saudara laki-laki ibu.

g) Anak (laki-laki dan perempuan) saudara perempuan (sekandung

sebapak atau seibu).

h) Bibi (saudara perempuan dari bapak) dan saudara perempuan

dari kakek.

i) Paman yang seibu dengan bapak dan saudara laki-laki yang

seibu dengan kakek.

j) Saudara laki-laki dan saudara perempuan dari ibu.

k) Anak perempuan dari paman.

l) Bibi pihak ibu (saudara perempuan dari ibu).

2. Syarat-Syarat Pewarisan

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pusaka-mempusakai

adalah sebagai berikut:22

1. Matinya muwarits

2. Hidupnya warits22 Otje Salman, 2006, Hukum Waris Islam, Refika Aditama, Bandung, hlm.4.

39

Page 40: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

3. Tidak ada penghalang-penghalang mempusakai.

Adapun ketika syarat matinya muwarits dan hidupnya warits

terpenuhi, namun salah seorang dari mereka tidak dapat mewarisi harta

peninggalanya kepada yang lain, selama masih terdapat salah satu dari

penghalang mewaris, yaitu perbudakan, pembunuhan, perbedaan agama

(kafir).

G. Sebab-Sebab dan Halangan Waris-Mewarisi

1. Sebab-Sebab Timbulnya Kewarisan Dalam Islam

Menurut sayid sabiq, seseorang dapat mewarisi harta peninggalan

karena tiga hal, yaitu sebab hubungan kerabat/nasab, perkawinan dan

wala (pemerdekaan budak).23 Adapun pada literature hukum islam yang

lain disebutkan ada empat sebab hubungan seseorang dapat menerima

harta warisan dari seseorang yang telah meninggal dunia, yaitu:24

1. Hubungan Kekerabatan

Salah satu sebab beralihnya harta seseorang yang telah meninggal

dunia kepada yang masih hidup adalah adanya hubungan kekerabatan

antara keduanya yaitu hubungan nasab yang disebabkan oleh kelahiran.

Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang

mewariskan dengan yang mewarisi, dapat digolongkan yaitu:

23 Ibid, hlm.7224 Ibid.

40

Page 41: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

a. Furu, yaitu akibat atau garis kebawah dari si pewaris.

b. Ushul, yaitu leluhur atau asal yang menyebabkan lahirnya si

pewaris,

c. Hawasyi, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si

meninggal dunia melalui garis menyamping, seperti suadara,

paman, bibi, dan anak turunnya dengan tidak membedakan

laki-laki atau perempuan.

2. Hubungan Perkawinan

Disamping hak kewarisan berlaku atas dasar hubungan

kekerabatan, juga berlaku atas dasar hubungan perkawinan dengan artian

suami menjadi ahli waris bagi istrinya dan istri menjadi ahli waris bagi

suaminya yang meninggal. Perkawinan yang menjadi sebab timbulnya

hubungan kewarisan antara suami dengan istri didasarkan pada dua

syarat berikut:

a. Perkawinan itu sah menurut syariat islam, artinya syarat dan rukun

perkawinan itu terpenuhi, atau antara keduanya telah belangsung

akad nikah yang sah, yaitu nikah yang telah dilaksanakan dan telah

memenuhi rukun dan syarat penikahan serta terlepas dari semua

halangan pernikahan walaupun belum kumpul (hubungan kelamin).

b. Perkawinanya masih utuh, artinya suami istri masih terikat dalam

perkawinan saat salah satu pihak meninggal dunia. Termasuk

dalam ketentuan ini, apabila salah satu pihak meninggal dunia,

sedangkan ikatan perkawinan telah putus dalam bentuk talak raj’I

41

Page 42: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

dan perempuan masih dalam keadaan masa iddah. Seorang

perempuan yang sedang menjalani iddah talak raj’I masih berstatus

sebagai istri dengan segala akibat hukumnya, kecuali hubungan

kelamin (menurut jumhur ulama) karena halalnya hubungan

kelamin telah berakhir dengan adanya perceraian.

3. Hubungan Sebab Al-wala

Hubungan sebab al wala adalah hubungan waris-mewaris karena

kekerabatan menurut hukum yang timbul karana membebaskan budak,

sekalipun di antara mereka tidak ada hubungan darah.

Hubungan wala terjadi disebabkan oleh usaha seseorang pemilik

budak yang dengan sukarela memerdekakan budaknya. Dengan

demikian, pemilik budak tersebut mengubah status orang yang semula

tidak cakap bertindak, menjadi cakap bertindak untuk mengurusi, memiliki

dan mengadakan transaksi terhadap harta bendanya sendiri.

4. Hubungan Sesama Islam

Hubungan sesama Islam yang dimaksud disini terjadi apabila

seseorang yang meninggal dunia tidak memiliki ahli waris, maka harta

warisannya itu diserahkan kepada pembendaharaan umum atau yang

disebut baitul maal yang akan digunakan oleh umat islam. Dengan

demikian, harta orang islam yang tidak mempunyai ahli waris itu diwarisi

oleh umat islam.

2. Halangan Mewarisi/Hilangnya Hak Waris-Mewaris

42

Page 43: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Halangan mewaris merupakan hal-hal yang dapat menggugurkan

hak seseorang untuk mewaris karena adanya sebab atau syarat-syarat

mewaris yang tidak terpenuhi maka mereka tidak dapat menerima hak

waris. Hal-hal yang menyebabkan ahli waris kehilangan hak mewaris atau

terhalang mewaris adalah sebagai berikut:25

1) Perbudakan

Status seorang budak tidak dapat menjadi ahli waris, karena

dipandang tidak cakap mengurusi harta dan telah putus hubungan

kekeluargaan dengan kerabatnya. Bahkan ada yang memandang budak

itu statusanya sebagai harta milik tuannya. Dia tidak dapat mewariskan

harta peninggalanya, sebab ia sendiri dan segala harta yang ada padanya

adalah milik tuannya.

2) Pembunuhan

Tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap

pewarisnya menjadi penghalang baginya untuk mewaris harta warisan

pewaris yang dibunuhnya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 173 dikatakan bahwa seseorang

terhalang menjadi ahli warisan apabila dengan keputusan Hakim yang

telah mempunyai kekutan hukum yang tetap, dihukum karena:

1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganiaya berat pada pewaris.

25 Ibid, hlm. 75.

43

Page 44: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan

bahwa pewaris telah melakukan suatau kejahatan yang diancam

dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

3) Berlainan Agama

Berlainan agama adalah adanya perbedaan agama yang menjadi

kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang yang

mewariskan. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa orang nonmuslim

tidak dapat mewarisi harta orang islam.

Apabila seorang ahli waris yang berbeda agama beberapa saat

sesudah meninggalnya pewaris lalu masuk islam, sedangkan peninggalan

belum dibagikan maka seorang ahli waris yang baru masuk islam tetap

terhalang untuk mewarisi, sebab timbulnya hak mewaris tersebut adalah

sejak adanya kematian orang yang mewariskan, bukan saat kapan

dimulainya pembagian harta peninggalan. Padahal pada saat kematian si

pewaris, ia masih dalam keadaan nonmuslim. Jadi, mereka dalam

keadaan berlainan agama.

H. Ahli Waris

Ahli waris atau disebut juga warits ialah orang yang berhak atas

harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.26

1. Ahli Waris Kerabat Dekat

1. Ahli Waris Sababiyah26 Amir Syarifuddin, Op.cit, hlm. 212.

44

Page 45: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Ahli waris sababiyah terdiri dari suami dan istri dimana hubungan

pewarisan mereka disebabkan akad nikah. Apabila suami atau istri

meninggal dunia dalam masa ikatan perkawinan atau setelah cerai dari

perkawinan tetapi masih dalam masa iddah, mereka tetap saling mewaris.

Bagian warisan suami ada dua jenis yaitu ½ atau ¼, sedang bagian istri ¼

atau 1/8.27

Dasar hukumnya yaitu termuat dalam Al-Quran, surat Al-Nisa ayat

12 yang artinya:

“dan bagi (suami-suami) seperdua harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak , maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istir-istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat t yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu.

Bagiannya:28

a) Suami mendapat separuh kalau istri meninggal dengan tidak

meninggalkan anak atau cucu

b) Suami mendapat seperempat, kalau ada anak atau cucu

c) Istri (seorang atau lebih) mendapat seperempat jika tidak

meninggalkan anak atau cucu

d) Istri (seorang atau lebih) seperdelapan apabila ada anak atau cucu.

2. Ahli Waris Nasbiyah

27 Amin Husein Nasution, Op.cit. hlm. 11028 Ibid, hlm. 112.

45

Page 46: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Ahli waris nasabiyah terbagi kepada furu’al mayit, ushul al-mayit,

dan al-hawasyi.

a. Furu al-mayit

a). Anak

Anak yaitu manusia yang berposisi sebagai akibat yang disebabkan

hubungan antara sperma dan ovum dalam pernikahan yang sah atau

akibat subhat. Anak yang lahir sebagai akibat hubungan diluar nikah

atau zina, maka tidak termasuk anak yang sah bagi suami dari istri

yang melahirkannya, hanya anak dari ibu (istri) yang melahirkannya

saja. Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui proses bayi

tabung dengan dengan mengambil sperma orang lain atau dititipkan

pada rahim orang yang bukan sebagai istrinya, maka anak tersebut

hanyalah anak dari ibu yang melahirkannya, bukan anak dari laki-laki

yang memberikan spermanya.29

Dalam Pasal 99 huruf a Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan:

anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat dari

perkawinan yang sah. Ini berarti bahwa anak yang sah ada dua jenis,

yaitu anak yang dilahirkan dalam pernikahan yang sah, atau anak

yang dilahirkan sebagai akibat dari perkawinan yang sah, walau baru

beberapa hari usia perkawinananya, atau proses kehamilan melalui

zina sebelum menikah, dinggap sebagai anak yang sah asal lahir

dalam perkawinan yang sah.30

29 Ibid, hlm. 113.30 Ibid, hlm .114.

46

Page 47: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Dasar hukum bagiannya termuat dalam Al-Quran surat Al-Nisa ayat

11 yang artinya:

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan atau lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, dan jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh hartanya.”

Bagiannya:31

1. Anak laki-laki mendapat semua harta warisan jika tidak ada

pewaris lain dari padanya atau mendapat sisa harta bila ada

pewaris lain (ashabah binafsihi; dan telah manjadi ijma’ para

ulama).

2. Anak laki-laki dan anak perempuan bersama-sama maka untuk

anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan (mereka ashabah)

3. Anak perempuan apabila seorang diri tidak ada lainnya, mendapat

separuh dari harta warisan.

4. Anak perempuan, dua orang atau lebih dan tidak ada anak laki-

laki, mendapat 2/3 harta warisan.

b). Cucu

Cucu terdiri dari dua jenis, yaitu cucu laki-laki dan cucu perempuan.

Bagian cucu laki-laki sama dengan anak laki-laki, sedangkan bagian

cucu perempuan sama dengan bagian warisan anak perempuan.

Dasar hukumnya:32

31Amin Husein Nasution, Op.cit, hlm. 116.32 Ibid, hlm 118.

47

Page 48: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Surat Al-Nisa ayat 11 yang dimana salah satu kata dalam ayat

tersebut bermakna “anak-anakmu”, dalam bahasa arab digunakan

untuk pengertian anak laki-laki atau anak perempuan serta

keturunan seterusnya kebawah baik laki-laki maupun perempuan

dari keturunan laki-laki (bukan dari keturunan perempuan).

Bagiannya:33

1. Cucu laki-laki menempati kedudukan anak laki-laki bila tidak ada

anak laki-laki. Karena itu apabila ia seorang diri dan tidak ada

pewaris selainnya, maka ia mendapat semua harta atau mendapat

sisanya, bila ada ahli waris lainnya

2. Bila cucu laki-laki bersama cucu perempuan, maka bagian laki-laki

dua kali bagian cucu perempuan. Mereka bersama-sama menjadi

ashabah.

3. Cucu perempuan ,bila seorang diri dan tidak ada anak atau cucu

laki-laki, mendapat separuh.

4. Cucu perempuan, dua orang atau lebih, mendapat 2/3 bila tidak

ada anak atau cucu laki-laki.

5. Cucu perempuan, bila tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki,

tetapi ada seorang anak perempuan, mendapat 1/6.

b. Ushul al-mayit

a) ibu dan ayah

ibu adalah wanita yang melahirkannya, baik melalui perkawinan

yang sah atau bukan, atau proses inseminasi buatan atau bayi 33 Ibid, hlm. 119.

48

Page 49: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

tabung. Kesemuanya adalah anak dari ibu yang melahirkannya. Ayah

adalah suami dari ibu yang melahirkannya, dengan syarat proses

kelahirannya disebabkan perkawinan yang sah. Jika terjadi kelahiran

seorang anak dari istri yang sah, tetapi proses pembenihannya

melalui zina atau bayi tabung, maka anak itu hanyalah anak dari ibu

yang melahirkannya, bukan anak dari suaminya. Dengan demikian,

tidak ada hubungan nasab anak itu dengan suami ibunya.34

Dasar hukumnya: Al-Quran, surat Al-Nisa ayat 11 yang artinya:

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Bagiannya:35

1. Ayah mendapat 1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki.

2. Ayah mendapat 1/6 dan menjadi ashabah, jika ada anak

perempuan atau cucu perempuan dan tidak ada anak laki-laki atau

cucu laki-laki

34 Ibid, hlm.121.35 Ibid.

49

Page 50: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

3. Ayah menjadi ashabah , jika tidak ada anak dan cucu.

4. Ibu dan ayah, untuk ibu 1/3 dan ayah menjadi ashabah, jika tidak

ada anak atau cucu dan tidak ada pula saudara dua orang atau

lebih. Apabila ada anak atau cucu atau saudara, dua orang atau

lebih, maka ibu mendapat 1/6.

5. Ibu dan ayah masing-masing mendapat 1/6, kalau ada anak atau

cucu.

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 177, disebutkan bahwa ayah

mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak,

bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian. Adapun untuk

bagian ibu termuat dalam pasal 178, yaitu:

1. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara

atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih,

maka ia mendapat sepertiga bagian.

2. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh

janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.

b) Kakek dan nenek

Kakek ialah ayah dari ayah atau ayah dari kakek dan seterusnya

keatas, sedangkan nenek yaitu ibu dari ayah dan/atau ibu dari ibu,

atau ibu dari kakek dan seterusnya ketas, atau ibu dari nenek dan

seterusnya keatas.36

Dasar hukumnya:37

36 Ibid, hlm. 124.37 Ibid.

50

Page 51: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

1. Hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud dari ma’qil bin Yasar, yang

artinya

“ Rasulullah Saw. Menetapkan bagian kakek seperenam.”

2. Hadis riwayat Abu Daud dan Al-Nasai dari Ibnu Buraidah, yang

artinya:

“bahwa Nabi Saw. Menetapkan bagian nenek seperenam harta warisan jika tidak ada ibu.”

Bagiannya:38

1. Kakek mendapat 1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki, atau

ayah atau saudara kandung/seayah.

2. Kakek mendapat 1/6 dan menjadi ashabah, jika ada anak-anak

perempuan atau cucu perempuan dan tidak ada anak laki-laki,

atau cucu laki-laki, atau ayah, atau saudara kandung/seayah.

3. Kakek menjadi ashabah, jika tidak ada ayah, tidak ada anak, atau

cucu dan/atau saudara kandung/seayah

4. Bila kakek bersama saudara sekandung dan/atau seayah, maka

ada dua alternative (lihat pembahasan kakek bersama saudara)

5. Nenek dari pihak ibu mendapat 1/6 jika tidak ada ibu

6. Nenek dari pihak ayah mendapat 1/6, jika tidak ada ibu atau ayah.

c. Al-Hawasyi

a). Saudara sekandung atau seayah

Dasar hukumnya, termuat dalam dalam Al-Quran surat Al-Nisa (4)

ayat 176 yang artinya

38 Ibid, hlm. 125

51

Page 52: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

“mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah Allah member ftwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta perempuan), jika ia tidak mempunyai anak, tapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang dinggalkanya oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan.

Bagiannya:39

1. Saudara laki-laki menjadi ashabah jka tidak anak laki-laki, cucu laki-

laki, ayah dan kakek

2. Saudara laki-laki dan perempuan (bersama-sama menjadi

ashabah), untuk saudara laki-laki dua kali bagian saudara

perempuan, apabila tidak ada anak laki-laki, ayah, cucu laki-laki

dan kakek.

3. Saudara perempuan sekandung mendapat ½ (Pasal 182 KHI) jika

seorang saja dan 2/3 jka dua orang atau lebih dengan ketentuan

tidak ada ayah, anak laki-laki atu cucu laki-laki dan tidak ada pula

saudara laki-laki sekandung yang akan menjadikan dia ashabah.

4. Saudara perempuan menjadi ashabah kalau ada anak perempuan

atau cucu perempuan dan tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki

ayah dan saudara laki-laki sekandung.

5. Saudara perempuan seayah mendapat ½ jka tidak ada anak laki-

laki, cucu laki-laki, ayah, saudra laki-laki sekandung, dua saudara

permpuan sekandung, dan saudara laki-laki seayah. Dan 39 Ibid, hlm. 128

52

Page 53: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

seperenam jika ia bersama seorang saudara perempuan

sekandung dan tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah,

saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah. Dan

mendapat 2/3 jika mereka dua orang atau lebih dan tidak ada anak

laki-laki, cucu laki-laki, ayah, saudara laki-laki dan perempuan

sekandung, atau saudara laki-laki seayah yang akan menjadikan

dia ashabah.

6. Saudara perempuan seayah menjadi ashabah kalau ada anak

perempuan atau cucu perempuan. Demikian pula, ia menjadi

ashabah apabila bersama saudara laki-laki seayah, walaupun ada

saudara perempuan sekandung, seorang atau lebih dengan

ketentuan tidak ada ayah, anak laki-laki atau cucu laki-laki.

7. Jika sipewaris meninggalkan suami, ibu, saudara seibu dan

saudara sekandung, maka saudara seibu dan saudara sekandung

mendapat 1/3 dan dibagi rata di antar mereka. Masalh seperti ini

disebut “musyarakah” atau “ musytarakah”

b). Saudara seibu

Dasar hukumnya, termuat dalam Al-Quran Al-Nisa ayat 12, yang

artinya:

“jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu tidak itu lebih dari seorang maka besekutu dalam yang sepertiga itu.”

53

Page 54: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Bagiannya:40

1. Saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan bila seorang diri

mendapat 1/6.

2. Saudara seibu, laki-laki atau perempuan, dua orang atau lebih

mendapat 1/3 dan mendapat sama banyak (dibagi rata).

2. Ahli Waris Kerabat Jauh (Zawil Arham)

Zawil arham menurut pengertian bahasa ialah:41

1. Tempat menetap janin di dalam perut ibunya.

2. Setiap orang yang mempunyai hubungan kekeluagaan dengan

orang lain.

Dzawil arham ahli waris yang mempunyai hubungan nasab dengan

orang yang meninggal dunia, selain ashabul furud dan ashabah. Dengan

demikian , bagian zawil arham tidak diatur dalam Al-Quran maupun hadis

(dzawil furudh), serta tidak termasuk ashabah.42

Dzawil arham dapat dikelompokkan menjadi:43

1. Kelompok keturunan, yaitu:

a. Anak (laki-laki maupun perempuan) dari anak perempuan dan

seterusnya kebawah.

b. Anak (laki-laki maupun perempuan) dari cucu perempuan dan

seterusnya kebawah.

2. Kelompok orang yang menurunkan, yaitu:

40 Ibid, hlm. 129.41Ibid, hlm. 13942 Ibid. 43 Ibid, hlm. 140.

54

Page 55: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

a. Ayah dari ibu dan ayah dari ayah ibu dan seterusnya keatas.

b. Ibu dari ayah ibu dan ibu dari ibu ayah ibu dan seterusnya keatas.

3. Kelompok anak dari keturunan saudara:

a. Anak (laki-laki/perempuan) dari saudara perempuan, baik

sekandung seayah atau seibu, serta keturunannya kebawah.

b. Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung, seibu atau seayah

dan seterusnya kebawah.

c. Anak perempuan dari anak laki-laki saudara laki-laki kandung

seayah atau seibu dan seterusnya kebawah

d. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, dan seterusnya kebawah.

4. Kelompok anak keturunan kakek dan nenek, yaitu:

a. Paman (saudara laki-laki ayah)

b. Saudara perempuan dari ayah baik kandung, seayah, atau seibu

dan seterusnya ke bawah

c. Anak perempuan dari paman baik sekandung , baik seayah

ataupun seibu dan seterusnya kebawah

d. Saudara laki-laki dari ibu baik sekandung, seayah ataupun seibu

dan keturunanya kebawah.

e. Saudara perempuan dari ibu baik kandung, seayah atau seibu dan

keturunannya kebawah.

3. Orang Tua

Diantara sebab beralihnya harta seseorang yang telah mati kepada

yang masih hidup adalah adanya hubungan kekeluargaan atau

55

Page 56: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

kekerabatan antara keduanya. Hubungan kekerabatan ditentukan oleh

adanya hubungan darah yang ditentukan pada saat adanya kelahiran.

Pada tahap pertama seseorang anak menemukan hubungan

kerabat dengan ibu yang melahirkannya yang bersifat alamiah dan tidak

ada seorang pun yang membantah hal ini karena si anak jelas keluar dari

rahim ibunya itu ( Yusuf Musa, 1967, hlm. 14.). Memang menurut

biasanya dan secara alamiah anak yang dilahirkan seorang ibu berasal

dari bibit ibu itu sendiri yang berpadu dengan bibit sang ayah sehingga

dapat dikatakan bahwa ibu yang melahirkan adalah ibu yang punya bibit.

Dengan berlakunya hubungan anak dengan ibu yang melahirkannya itu

dengan sendirinya terjalin hubungan kekerabatan.

Pada tahap selanjutnya seseorang mencari hubungan pula dengan

laki-laki yang menyebabkan ibunya itu hamil dan melahirkan. Bila dapat

dipastikan secara hukum bahwa laki-laki yang menikahi ibunya itu yang

menyebabkan ibunya hamil dan melahirkan, maka hubungan kekerabatan

berlaku pula dengan laki-laki itu.

Dalam hubungan kekerabatan tersebut diatas yang dapat dijadikan

mazhinnah-nya adalah akad nikah yang sah, yang telah berlaku antara

seorang laki-laki dan ibu yang melahirkan anak tersebut. Selanjutnya,

akad nikah tersebut yang menjadi faktor penentu hubungan kekerabatan

itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan kekerabatan

berlaku antara seorang anak dengan seorang laki-laki sebagai ayahnya,

56

Page 57: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

bila anak tersebut lahir dari hasil atau akibat perkawinan yang berlaku

antara si laki-laki dan ibu yang melahirkannya. 44

Menurut hukum waris islam ahli waris adalah orang yang ada

hubungan dengan pewaris dalam kaitan dengan perkawinan atau ada

hubungan keturunan. Sedangkan anak luar kawin tidak termasuk sebagai

ahli waris. Selain itu kedudukan orang tua ditempatkan sebagai orang

yang perlu dihormati dan dimuliakan. Sebagai penghormatan kepada

orang tua, sudah selayaknya mereka tidak pernah disisihkan sebagai ahli

waris, walaupun pewaris meninggalkan anak dan istri atau suami. Pasal

174 ayat 2 KHI menentukan bahwa apabila semua ahli waris ada, maka

yang berhak mendapat warisan hanya: anak , ayah, ibu, janda, atau

duda.45

Penunjukkan ayah sebagai ashobah berpedoaman kepada dalil

naqly baik Al-Qur’an maupun hadist Nabi yaitu Surah An-nisa ayat 11,

yang artinya: “ tetapi apabila si mati tidak mempunyai anak dan yang jadi

ahli warisnya ibu dan ayah, maka ibu mendapat sepertiga.”

dan bukhari, muslim, yang artinya:

“serahkanlah ahlimu yang berhak maka sebagian bagian itu kepada

lebihnya itu, adalah untuk laki-laki yang lebih dekat (hubungan

kekerabatannya) kepada si amati.” (Bukhari, muslim dan lainnya)

44 Ibid, Amir Syarifuddin, hlm. 177.

45 Afdol, 2006, Penerapan Hukum Waris Islam Secara Adil, Surabaya: Airlangga University Press, hlm. 76.

57

Page 58: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Menurut dalil naqly tersebut diatas, ayah menjadi ‘ ashobah bagi

harta warisan yang ditinggalkan oleh anaknya. Ayah menghabisi harta

warisan tersebut setelah diberikan sepertiga untuk ibu. Apabila si mati

tidak meninggalkan anak laki-laki atau cucu laki-laki, maka ayah menjadi

‘ashobah dengan alasan karena pada saat itu ayah adalah laki-laki yang

paling dekat hubungan kekerabatannya dengan si mati.

Ibu termasuk ahli waris, maka dari itu apabila seseorang meninggal

dunia dan ia meninggalkan ibu maka bagian ibu sebagai berikut:

1. Ibu mendapat bagian 1/3 (sepertiga). Jumlah ini akan tetap apabila

si mati hanya meninggalkan ibu atau meninggalkan ibu dan ayah;

disamping itu tidak ada ahli waris lain. Ketentuan ini didasarkan

kepada surah An-Nisa ayat 11, yan artinya: “akan tetapi si mati

tidak meninggalkan anak, sedangkan yang jadi ahli warisnya

adalah ayah dan ibu, maka bagian untuk ibu sepertiga”.

2. Ibu mendapat bagian 1/6 (seperenam). Bagian seperenam bagi

terjadi dalam dua komposisi, yakni:

a. Disamping ibu, ada pula anak atau cucu;

b. Disamping ibu, ada pula saudara dua orang atau lebih.

Ketentuan 1/6 bagi ibu berdasarkan surah An-Nisa ayat 11, yang

artinya: “ dan untuk kedua ayah ibunya untuk masing-masing

mereka seperenam dari yang ditinggalkan (oleh anaknya) apabila

anak tersebut mempunyai anak.”

58

Page 59: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Dalam menyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian di

Kabupaten Bone untuk pengumpulan data primer. Adapun lokasi dalam

pengumpulan data primer, yaitu:

1. Pengadilan Agama Kabupaten Bone

2. Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bone

3. Kecematan Dua Boccoe Kabupaten Bone

4. Kecematan Tellu Siattinge Kabupaten Bone

5. Kecematan Awangpone Kabupaten Bone

6. Kecematan Palakka Kabupaten Bone

7. Kecematan Tenete Riattang Barat Kabupaten Bone

Lokasi dalam tahap pengumpulan data sekunder, yaitu:

1. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

59

Page 60: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

2. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin

Tempat-tempat tersebut dipilih oleh penulis dikarenakan kemudahan

akses dan tersedianya berbagai literatur yang diperlukan penulis di

tempat-tempat tersebut.

B. Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai

berikut:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara

kepada pihak-pihak yang terkait dengan pembahasan dalam

tulisan ini.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian

kepustakaan (library research), karya-karya ilmiah, dan artikel-

artikel lain yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

diteliti.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis untuk

meneliti yaitu:

1. Teknik wawancara

Yaitu mengumpulkan data secara langsung melalui Tanya

jawab berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan

melakukan wawancara untuk memperoleh data dan informasi

kepada hakim, ulama dan masyarakat.

2. Teknik dokumentasi

60

Page 61: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mempergunakan

dokumen-dokumen, catatan-catatan, laporan-laporan, dan

bahan-bahan yang relevan dengan permasalahan yang

dibahas.

D. Analisis data

Data yang diperoleh dari penelitian, baik data primer maupun

sekunder kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunkan teknik

analisis kualitatif kemudian menyajikan hasilnya secara deskriptif yaitu

dengan menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan sesuai dengan

permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.

61

Page 62: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Hukum Waris Islam Mengenai Orang Tua Sebagai Ahli

Waris

Membahas mengenai realitas atau praktek yang terjadi dalam

masyarakat dalam hal pembagian warisan, maka terlebih dahulu ditinjau

dari teori atau aturan yang mengatur sebagaimana mestinya. Al-Qur’an

sebagai sumber hukum Islam tertinggi yang bersifat universal bagi seluruh

umat Islam yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu, yang mengatur

berbagai macam aturan bagi manusia untuk bertindak yang dengannya

dapat membedakan antara baik dengan buruk, benar atau salah, yang

akan membawanya pada suatu titik yaitu kesempurnaan.

Dalam hukum Islam ruang lingkupnya diklasifikasi ke dalam

beberapa kelompok, salah satunya mengenai munakahat atau biasa

disebut hukum keluarga yang terdiri beberapa bagian pembahasan dan

salah satunya mengenai hukum kewarisan yang mengatur peralihan harta

62

Page 63: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

dari seorang pewaris kepada yang diwariskan/ahli waris, hukum tersebut

termuat dalam Al-Qur’an dalam sistematika pembagiannya yang terkait

dengan beberapa asas yang salah satunya yaitu asas ijabari. Asas ijabari

mengacu pada tiga aspek yaitu:46

1. Segi peralihan harta, baik laki-laki maupun perempuan telah

memiliki hak dari harta peninggalan orang tua dan karib

kerabatnya. Sejumlah harta yang ditinggalkan pewaris, disadari

atau tidak, telah terdapat hak ahli waris. Dalam hal ini pewaris

tidak perlu menjanjikan akan memberikan sebelum ia meninggal,

begitu pula ahli waris tidak perlu meminta haknya.

2. Segi jumlah harta yang beralih, bagian ahli waris dalam harta

warisan sudah jelas ditentukan, hingga pewaris maupun ahli

waris tidak mempunyai hak untuk menambah atau

menguranginya. Pembagian warisan sudah ditentukan atau

diperhitungkan jumlahnya.

3. Segi kepada siapa harta itu beralih, berarti bahwa orang-orang

yang berhak atas harta peninggalan itu sudah ditentukan.

Membahas mengenai siapa-siapa yang berhak atas harta

peninggalan dari pewaris, telah diatur dalam Al-Qur-an. Ayat-ayat yang

berkaitan dengan masalah kewarisan, diantaranya yaitu:

a. Surah An-Nisa ayat 7, yang artinya:

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian

46 Rachmadi Usman, 2009, Hukum kewarisan Islam Dalam Dimensi KHI, CV. Mandar Maju, Bandung, hlm. 34.

63

Page 64: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

(pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”

b. Surah An-Nisa ayat 11, yang artinya:

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

c. Surah An-Nisa ayat 12, yang artinya:

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.

Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi

64

Page 65: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”

d. Surah An-Nisa ayat 176, yang artinya:

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Selain aturan dalam Al Qur’an dari penjelasan sebelumnya, orang

tua sebagai ahli waris juga disebutkan dalam KHI Pasal 174 Ayat (2)

bahwa apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat

warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda. Dari uraian tersebut,

dapat diketahui bahwa bagaimanapun kondisi keluarga dari pewaris baik

dengan anggota keluarga lengkap maupun tidak, posisi orang tua tetap

menjadi ahli waris.

Meskipun hal tersebut adalah hukum Allah yang menuntut kepatuhan

umat Islam untuk melaksanakannya sebagai bentuk keberimanan

seseorang, namun dalam realitasnya tidak berjalan sebagaimana

mestinya sesuai dengan aturan yang ada. Peralihan harta warisan kadang

menimbulkan berbagai permasalahan diantara ahli waris, harta warisan

65

Page 66: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

baru akan dibagi setelah sekian lama pewaris meninggal dunia sehingga

mengakibatkan kedudukan harta tidak jelas dan memberikan peluang

lebih besar untuk timbul masalah yang baru.

Dari hasil penelitian kepada beberapa responden dari lima

kecematan di Kabupaten Bone yaitu orang tua berposisi sebagai ahli

waris dari anaknya yang telah meninggal, dalam hal kewarisan tidak

mendapat hak sebagaimana jumlah yang telah diatur dalam surah An-nisa

ayat 11 yaitu untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya

seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu

mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan

ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika

yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya

mendapat seperenam, pembagian-pembagian tersebut sesudah dipenuhi

wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya .

Tidak terpenuhinya jumlah yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an,

bukan berarti kedudukan orang tua menjadi tidak berharga dan tidak

dipedulikan lagi oleh keluarga yang ditinggalkan. Selain dari itu,

ketidaktahuan dari sebuah keluarga mengenai pembagian warisan

menjadi faktor utama tidak sesuainya antara teori dengan realitas.

Dalam masyarakat, pembagian harta warisan dilakukan secara

musyawarah oleh anggota keluarga yang ditinggalkan dengan tetap

menjaga jalinan silahturahmi, namun kadang kala untuk memperkecil

kemungkinan terjadinya pertikaian antar anggota keluarga, sipewaris

66

Page 67: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

sebelum meniggal dunia terlebih dahulu telah membagikan hartanya

kepada ahli warisnya dengan beberapa pertimbangan tersendiri.

Seperti yang terjadi pada keluarga salah satu responden yaitu

Jumadi selaku pewaris yang meninggalkan Tahi (ibu), dan 4 anaknya.

Jumadi sebelum meninggal telah membagikan hartanya kepada anak-

anaknya, hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi perselisihan diantara

anak-anaknya. Namun posisi ibunya sebagai ahli waris secara hukum

Islam telah terlupakan untuk mendapatkan warisan sebesar 1/6 bagian

dari harta yang ditinggalkan. Adapun bagian yang diberikan kepada

anaknya didasarkan pada siapa yang telah merawat dan tinggal

bersamanya semasa hidupnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Tahi

selaku ibu dan Jumria selaku anak.47

Kondisi tersebut bukan berarti ibu (Tahi) telah ditelantarkan dengan

tidak memberikan harta warisan sebagaimana yang telah diatur dalam Al-

Qur’an maupun dalam Kompilas Hukum Islam. Ibu si pewaris tetap diurus

dan dirawat oleh anak pewaris dan memungkin jumlah kebutuhan dan

perawatan ibunya lebih besar dari jumlah yang seharusnya diterima ketika

ingin didasarkan pada pasal 178 ayat 1 KHI, yaitu ibu mendapat

seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih, bila tidak

ada anak atau dua orang saudara atau lebih maka ia mendapat sepertiga

bagian.

Mengenai masalah tersebut juga diungkapkan oleh Fathurahman

selaku ulama di Kabupaten Bone, bahwa ketika hak orang tua tidak 47 Wawancara tanggal 7 juli 2012.

67

Page 68: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

terpenuhi tidak ada masalah selama pembagian tersebut berdasarkan

kerelaan dan kesepakatan dan anak tetap mengurus dan memenuhi

kebutuhan orang tuanya, meskipun tidak sesuai dengan pembagian

warisan dan hal tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam.48

B. Kultur Masyarakat dalam Pembagian Warisan Kaitannya Orang

Tua Sebagai Ahli Waris.

Berlakunya suatu sistem hukum dalam masyarakat sangat

dipengaruhi sejauh mana pengetahuan dan pemahaman suatu

masyarakat terhadap suatu sistem hukum yang kemudian akan

diaplikasikan dalam suatu sikap kepatuhan terhadap aturan yang ada.

Pengetahuan dan pemahaman hukum dimaknakan sebagai pengetahuan

seseorang mengenai aturan dalam bertingkah laku, pemahaman

terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu,

tertulis maupun tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang

kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut. Dalam hal pemahaman

hukum, tidak diisyaratkan seseorang harus terlebih dahulu mengetahui

adanya suatu aturan tertulis yang mengatur sesuatu hal. Akan tetapi yang

dilihat disini adalah bagaimana persepsi mereka dalam menghadapi

berbagai hal, dalam kaitannya dengan norma-norma yang ada dalam

masyarakat. Persepsi ini biasanya diwujudkan melalui sikap mereka

terhadap tingkah laku sehari-hari.49

48 Wawancara tanggal 9 Juli 2012

49 Otje salman, Op.cit. Hlm 43.

68

Page 69: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Dari tingkah laku yang sering dilakukan, dalam hal ini mengenai

suatu tindakan yang diterapkan dalam suatu kondisi kemudian menjadi

kebiasaan/kultur masyarakat yang nantinnya akan berbeda dengan kultur

kelompok masyarakat yang lain, yang secara turun-temurun akan

dilaksanakan yang mungkin akan berbeda dengan apa yang telah diatur.

Kehidupan masyarakat Indonesia sangat beraneka ragam. Hal ini

tergambar jelas dengan banyaknya golongan kemasyarakatannya,

terutama yang menyangkut sifat kemasyarakatannya. Pada garis

besarnya masyarakat Indonesia bersifat kebapakan, keibuan, dan

kebapak-ibuan. Adapun yang bersifat kebapakan disebut masyarakat

patrilineal, yang bersifat keibuan disebut masyarakat matrilineal dan yang

bersifat keibu-bapakan disebut masyarakat parental. Sifat yang terakhir

inilah yang meletakakkan dasar-dasar persamaan kedudukan antara

suami-isteri didalam keluarga masing-masing. Maksudnya ialah istri

menjadi anggota keluarga suami, demikian pula suami karena

perkawinannya tersebut menjadi anggota keluarga isteri.50

Adanya ketiga sifat tersebut, memiliki kaitan yang sangat erat

dengan masalah kewarisan. Maksudnya ialah sistem waris yang berlaku

dalam masyarakat patrilineal, matrilineal dan parental satu sama lain

menunjukkan adanya perbedaan. Dalam hal ini tampak jelas adanya

perbedaan hukum waris yang berlaku bagi tiap-tiap masyarakat tersebut.

Secara umum dapat dipahami bahwa dalam masyarakat yang bersifat

kebapakan, setiap orang baik laki-laki maupun perempuan menarik garis 50 Sudarsono, Op.cit, Hlm. 9.

69

Page 70: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

keturunannya keatas hanya melalui penghubung laki-laki sebagai penentu

garis keturunan. Adapun di dalam masyarakat yang bersifat keibuan

setiap orang menarik garis keturunannya secara garis lurus ke atas

melalui penghubung yang perempuan saja. Sedangkan di dalam

masyarakat yang bersifat keibu-bapakan, setiap orang menarik garis

keturunan tersebut seimbang baik melalui garis ibu maupun melalui garis

bapak.51

Terkait dengan masalah kewarisan, telah diketahui terdapat tiga

sistem hukum yang mengaturnya yaitu hukum waris barat (BW), hukum

waris Islam, dan hukum waris adat. Untuk masyarakat bergama Islam

khusus diatur dalam dalam hukum waris Islam, dimana sumber hukum

yang paling tinggi adalah Al-Qur’an, selain dari Al-Qur’an di Indonesia

Kompilasi Hukum Islam atau yang biasa disebut dengan KHI menjadi

rujukan bagi para hakim untuk memutus sebuah perkara.

Warga Negara Indonesia asli yang beragama Islam, dapat

menundukkan diri pada hukum waris adat yang terbagi dalam sifat hukum

yang cukup beragam yaitu sifat kebapakan, sifat keibuan dan sifat

kebapak-ibuan. Keberagaman tersebut tidak terlepas dari sifat etnis yang

tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat.

Dari hasil penelitian diketahui terdapat suatu kebiasaan yang hidup

dalam lingkungan masyarakat, dimana dalam hal kewarisan, pengalihan

harta yang ditinggalkan pewaris kepada anggota keluarga yang berhak

menjadi ahli waris tidak serta merta langsung dilakukan pembagian harta 51 Ibid

70

Page 71: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

warisan sepeninggal pewaris, bahkan para ahli waris tidak mengetahui

jumlah bagiannya dan siapa yang berhak atas harta yang ditinggalkan

pewaris, termasuk orang tua yang tidak mengetahui hak yang dimilki atas

harta anaknya.

Pembagian warisan hanya dilakukan secara musyawarah tanpa

mengetahui hak masing-masing ahli waris. Sebagaimana disebutkan

dalam pasal 183 KHI bahwa para ahli waris dapat bersepakat melakukan

perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing

menyadari bagiannya. Namun dalam realitasnya, banyak masyarakat

yang tidak mengetahui masalah hukum kewarisan, termasuk jumlah

bagian masing-masing ahli waris yang harus diterima dari harta yang

ditinggalkan pewaris.

Menurut Abd. Latief Amien, Ketua MUI Kabupaten Bone, dalam

pembagian warisan secara kekeluargaan dalam masyarakat Kabupaten

Bone, intinya “mappadaelo” dari semua ahli waris yang berhak atas harta

peninggalan. Adapun pembagian tersebut tetap mempertimbangkan

kemampuan atau penghasilan setiap ahli waris. Ketika salah satu ahli

waris sudah merasa cukup dengan harta yang telah dimilkinya maka

warisan yang seharusnya menjadi haknya diberikan secara sukarela

kepada ahli waris lain yang lebih membutuhkan. Pembagian tersebut

lebih baik dibanding mengikuti aturan dengan porsi sebagaimana

mestinya.52

52 Wawancara tanggal 17 September 2012

71

Page 72: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Berdasarkan wawancara kepada hakim di pengadilan Agama

Kabupaten Bone, salah satunya dengan Sumardi, yaitu53 pembagian

warisan tanpa melalui pengadilan bisa saja meskipun jumlah yang

diterima tidak sama dengan jumlah yang seharusnya diterima, karena

bagaimanapun perdamaian yang paling utama. Sebagaimana sabda

Rasulullah, yang artinya:

“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silahturrahim.

(HR Bukhari 5984 dan muslim 2556)”.

Selanjutnya, Sumardi menambahkan bahwa perdamaian yang lahir

dari kesepakan dari keluarga merupakan putusan yang paling tinggi

nilainya karena dengan damai tidak akan ada pihak yang merasa

dirugikan, berbeda halnya ketika suatu masalah diselesaikan melalui

putusan pengadilan, akan ada pihak yang merasa dirugikan atas

keputusan tersebut.

Adapun ketika ahli waris yang lain merasa dirugikan atas keputusan

yang telah dibuat, dapat mengajukan tuntutan ke Pengadilan Agama

setempat, maka harta peninggalan tersebut akan dibagi sesuai aturan

yang ada dan semua kerabat yang berhak menjadi ahli waris akan

mendapat bagiannya termasuk orang tua meskipun posisi orang tua tidak

menjadi penuntut bahkan orang tua tersebut tergolong tergugat.

Muchlis hakim pengadilan Agama Kabupaten Bone juga

menambahkan pendapat dari Sumardi bahwa perdamaian merupakan hal

yang tertinggi dan dapat mengesampingkan bagian yang seharusnya 53Wawancara tanggal 4 Juli 2012

72

Page 73: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

diterima oleh para ahli waris. Ketika suatu perkara hendak diselesaikan

melalui pengadilan tanpa terkecuali termasuk masalah kewarisan, terlebih

dahulu diupayakan mediasi melalui mediator yang ditunjuk oleh hakim

untuk mendamaikan para pihak. Hal tersebut beradasarkan dengan

peraturan Mahkama Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2008 tentang

prosedur mediasi di pegadilan.54

C. Penyebab Tidak Adanya Orang Tua yang Mengajukan Tuntutan

Hak Waris Atas Harta Anaknya

Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah SWT sebagai

khalifah di muka bumi yang memilki kedudukan paling tinggi di antara

makhluk hidup yang lain, memilki tugas dan tanggung jawab atas

keberlangsungan kehidupan di jagad raya ini. Maka dari itu terjalin sebuah

hubungan yang tidak hanya horinsontal yaitu hubungan sesama mahkluk

hidup tetapi juga hubungan vertikal yaitu kepada Tuhan dimana manusia

akan mempertanggungjawabkan segala apa yang telah dikerjakannya

didunia ini kepada Allah SWT, sebagai konsekunsi atas apa yang telah

dipilih semasa hidupnya.

Sebagaimana telah diketahui bahwa Allah SWT, telah

memberlakukan aturan atau sebuah petunjuk yang akan mengarahkan

manusia untuk menuju jalan keselamatan baik dunia maupun akhirat.

Seperti halnya mengenai kewarisan telah termuat dalam Al Qur'an aturan

dalam pembagiannya termasuk siapa yang menjadi ahli waris yang akan

54 Wawancara tanggal 4 juli 2012.

73

Page 74: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

melahirkan hak dan tanggung jawab satu sama lain antara pihak yang

terkait.

Pemenuhan sebuah hak seseorang menjadi suatu kewajiban

sebagai bentuk pemenuhan tanggung jawab yang terlebih lagi ketika hak

tersebut telah ditentukan oleh Allah SWT yang termuat dalam kitab suci

Al-Qur’an pada surah An-Nisa ayat 11 mengenai hak orang tua sebagai

ahli waris atas harta anaknya, adapun arti dari ayat tesebut yaitu:

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Orang tua tidak dapat menuntut haknya untuk memperoleh harta

warisan apabila terhalangi beberapa sebab meskipun tergolong dalam

sebab hubungan untuk menjadi ahli waris terpenuhi. Adapun sebab

hubungan seseorang dapat menerima harta warisan dari seseorang yang

telah meninggal dunia dan halangan mewarisi atau hilangnya hak waris-

mewaris, yaitu:

74

Page 75: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Sebab hubungan :

1. Hubungan Kekerabatan, dapat digolongkan yaitu:

b. Furu, yaitu akibat atau garis kebawah dari si pewaris.

c. Ushul, yaitu leluhur atau asal yang menyebabkan lahirnya si

pewaris,

d. Hawasyi, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si

meninggal dunia melalui garis menyamping, seperti suadara,

paman, bibi, dan anak turunnya dengan tidak membedakan

laki-laki atau perempuan.

2. Hubungan Perkawinan

3. Hubungan Sebab Al-wala

4. Hubungan Sesama Islam.

Hilangnya hak waris-mewaris :

1. Perbudakan

Status seorang budak tidak dapat menjadi ahli waris, karena

dipandang tidak cakap mengurusi harta dan telah putus

hubungan kekeluargaan dengan kerabatnya.

2. Pembunuhan

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 173 dikatakan bahwa

seseorang terhalang menjadi ahli warisan apabila dengan

keputusan Hakim yang telah mempunyai kekutan hukum yang

tetap, dihukum karena:

75

Page 76: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh

atau menganiaya berat pada pewaris.

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan

pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatau kejahatan

yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau

hukuman yang lebih berat.

3. Berlainan agama

Berlainan agama adalah adanya perbedaan agama yang

menjadi kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang

yang mewariskan. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa orang

nonmuslim (kafir) tidak dapat mewarisi harta orang islam.

Ketika sebab hubungan untuk menjadi ahli waris terpenuhi dan

sebab terhalangnya tidak terpenuhi, maka orang tua memiliki hak untuk

menuntut atas apa yang seharunya menjadi milknya dari harta yang

ditinggalkan oleh anaknya.

Dengan melihat kondisi masyarakat sekarang ini yang memilki

kebutuhan dan keinginan yang semakin meningkat, mengharuskan untuk

memperoleh jumlah penghasilan yang tinggi pula dan menuntut

seseorang untuk bekerja keras dan mencari jalan keluar dalam

pemenuhannya, termasuk dengan cara menuntut harta atas hak yang

seharusnya diperoleh dari harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris.

Namun hal tersebut tidaklah terjadi bagi semua orang. Seperti yang terjadi

76

Page 77: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

pada masyarakat di Bone sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel

berikut:

Tabel daftar penyelesaian pembagian warisan dimana orang tua

sebagai ahli waris.55

NO PEWARIS AHLI WARIS YANG MEMPERMASALAHKAN

PENYELESAIAN

1. H. Deppawello H.Tima (orang tua);Akdar (anak)

H.Tima (orang tua) Kekeluargaan

2. Jumadi Tahi(orang tua); , Jumria,Ani, Neni, Baharuddin(anak)

Ani, Neni (anak) Kekeluargaan

3 Udding Da’da(orang Tua); Juma (istri)

Tidak ada Kekeluargaan

4. Rostang Pallu , Sakka (orang tua); Hj. Senna (istri); 7 anak

Tidak ada Kekeluargaan

5. Zainudding Ambo Lu, Sitti (orang tua); Sabri

(anak)

Tidak ada Kekeluargaan

6. A. Iqbal H.A. Abdullah, Hj.A.Aseng (orang

tua)

TTidak ada Kekeluargaan

7. Sumarni Taya, Aripudding (orang tua)

Tidak ada Kekeluargaan

8. Suhardi Yaco, Hanatang (orang tua);

Tidak ada Kekeluargaan

9. Nurhayati Muh. Hasby Kuraga (orang tua)

Tidak ada Kekelurgaan

10. Jamila A. Okeng, H.Hamdi (orang tua); A.Kasmiati,

A.Rahmang,A.reski (anak)

Tidak ada Kekeluargaan

Pada tabel di atas, terlihat dimana tidak ada satupun orang tua yang

mengajukan tuntutan ke Pengadilan Agama setempat untuk memperoleh

harta warisan yang ditinggalkan oleh anaknya. Adapun 2 keluarga yang

55 Sumber: Hasil wawancara penulis dengan masyarakat Kabupaten Bone.

77

Page 78: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

mempermasalahkan atas pembagian harta warisan yaitu kelurga H.Tima

selaku orang tua dan kelurga Ani dan Neni selaku anak. Alasan H.Tima

untuk medapatkan bagian yaitu untuk diserahkan kepada cucu yang telah

merawatnya. Dari ke-2 keluarga tersebut tetap memilih untuk

menyelesaikannya secara kekelurgaan tanpa melalui Pengadilan Agama

Kabupaten Bone.

Orang tua tidak mengajukan tuntutan dapat didasarkan pada

beberapa alasan, yaitu :

1. Kurangnya pengetahuan atas hak yang dimilki dari harta

anaknya.

2. Ingin tetap menjaga jalinan silahturahmi.

3. Orang tua merasa bahagia ketika anak-anaknya bahagia.

4. Kebutuhan orang tua tidak sebanyak kebutuhan anaknya.

5. Tidak adanya kemampuan untuk mengurus dan mengolah harta

peninggalan anaknya.

Seperti halnya yang terjadi pada Tahi (orang tua) yang tidak

memperoleh 1/6 bagian dari harta warisan yang ditinggalkan anaknya.

Warisan tersebut hanya diserahkan kepada cucunya untuk dikelola dan

dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pada awalnya Tahi tidak mengetahui

bahwa ia memilki bagian dari harta warisan tersebut, namun ketika

mengetahui hal tersebut, Tahi merasa tidak dirugikan dan ikhlas atas apa

yang menjadi keputusan cucu-cucunya, baik keputusan tersebut

menginginkan Tahi untuk memperoleh bagian sebagaimana adanya

78

Page 79: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

maupun tidak, Tahi akan tetap mengikutinya selama keputusan tersebut

dapat membawa kedamaian dan jalin silaturahmi antar keluarga tetap

terjaga.

Yunus, K. selaku hakim Pengadilan Agama Kabupaten Bone

menambahkan bahwa mengenai harta warisan dalam penyelesaiannya

melalui pengadilan dapat dilakukan, yaitu:56

1. Pembagian harta warisan melalui sengketa.

Pengajuan ini didasarkan atas adanya ahli waris yang merasa

dirugikan atas pembagian harta peninggalan pewaris. Para pihak

ada yang berstatus pengugat dan tergugat. Pengadilan agama

akan menetapkan putusan yang bersifat mengikat bagi semua

pihak terkait untuk tunduk pada keputusan tersebut.

2. Tanpa sengketa.

Pengajuan tersebut tersebut hanya berupa penentuan ahli waris

yang berhak, dan semua pihak berstatus sebagai pemohon.

Permohonan tersebut biasanya dilakukan karena adanya

kepentingan tertentu yang mengharuskan agar melampirkan

putusan dari pengadilan berupa penentuan siapa yang berhak

menjadi ahli waris dari harta yang bersangkutan. Pengadilan

agama akan mengeluarkan ketetapan berupa Permohanan

Penetapan Pembagian Harta Peninggalan (P3HP).

Adapun syarat-syarat untuk membuat P3HP adalah sebagai berikut :

1. Melampirkan foto copy KTP56 Wawancara tanggal 4 Juli 2012.

79

Page 80: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

2. Membawa surat pernyataan ahli waris

3. Surat keterangan Kematian

4. Surat nikah

5. Deskripsi silsilah keluarga

6. Foto copy surat-surat yang berhubungan dengan objek harta

peninggalan pewaris.

Surat keterangan kematian dan surat keterangan ahli waris dibuat di

kelurahan/kecematan setempat. Syarat mengurus surat kematian, yaitu: 57

1. Surat keterangan RT/RW

2. Surat keterangan Kematian dari Rumah Sakit

3. Fotocopy Kartu Keluarga / Kartu Tanda Penduduk yang dilegalisir

oleh Lurah

4. Surat Keterangan Tamu/KIPEM bagi yang bukan penduduk

Propinsi DKI Jakarta

5. Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Tetap (SKPPT) bagi

penduduk WNA

6. Surat Keterangan Pendaftaranang Penduduk Sementara

(SKPPS) bagi orang asing penduduk sementara.

Syarat untuk membuat Surat Keterangan Ahli Waris, yaitu:58

1. Surat keterangan kematian

2. KTP para ahli waris

57 http://pusat.jakarta.go.id/jakpus09/warga/d/1/558 http://berkecukupan.blogspot.com/2011/06/pentingnya-bikin-surat-ahli-waris.html

80

Page 81: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

3. Kartu keluarga

4. Dua orang saksi

5. Pengantar dari Ketua RT

6. Membuat surat pernyataan ahli waris bermatrai Rp. 6.000.

Surat keterangan ahli waris bagi penduduk asli Indonesia yang oleh

para ahli waris diketahui oleh RT/RW, lurah dan camat didasarkan pada

surat Mendagri Dirjen Agraria Kep.Direktorat P.T u.b Kepala Pembina

Hukum No. Djt/12/63/69 (20-12-1969).59

Dalam hal mengajukan permohonan P3HP, para ahli waris dapat

langsung mengajukannya sendiri ke Pengadilan Agama, permohonan

diajukan secara tertulis, tetapi bagi orang buta huruf dapat diajukan

secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Agama, yang akan menyuruh

mencatat permohonannya tersebut. Jika para ahli waris sibuk atau satu

sama lainnya berada ditempat yang berlainan maka dapat ditunjuk melalui

perwakilan, mengenai dapat diwakilkan hukum acara perdata

mengaturnya, yaitu:

1. Yang dapat bertindak sebagai Kuasa/Wakil dari pemohon di

pengadilan:

a. Advokat (Pasal 32 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004

tentang Advokat, Penasihat Hukum, Pengacara Praktik dan

Konsultan Hukum yang telah diangkat pada saat Undang-

59 http://dc111.4shared.com/img/VEsdsR9fxNVyx/preview.html

81

Page 82: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Undang Advokat mulai berlaku dan dinyatakan sebagai

Advokat).

b. Kuasa Insidentil dengan alasan hubungan keluarga sedarah

atau semenda dapat diterima sampai dengan derajat ketiga,

yang dibuktikan dengan surat Keterangan Lurah atau Kepala

Desa.

2. Kuasa/Wakil harus memilki surat kuasa khusus yang diserahakan

di persidangan, atau pada saat mengajukan permohonan.

a. Surat kuasa harus mencantumkan secara jelas bahwa surat

kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu

dengan subyek, objek dan pengadilan tertentu.

b. Dalam surat kuasa tersebut harus dengan jelas disebutkan

kedudukan pihak-pihak berperkara.

c. Apabila dalam surat kuasa khusus tersebut disebutkan bahwa

kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat

banding dan kasasi, maka surat kuasa khusus tersebut tetap

sah dan berlaku hingga pemeriksaan dalam kasasi, tanpa

diperlukan suatu surat khusuh yang baru (SEMA Nomor : 6

Tahun 1994).

BAB V

82

Page 83: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam realitas atau prakteknya, pembagian warisan di lingkungan

masyarakat Bone tidak sesuai bagian yang semestinya diterima.

Orang tua tidak memperoleh harta peninggalan anaknya sebesar

ketetapan dalam Al-Qur’an dan KHI. Meskipun orang tua tidak

memperoleh harta warisan sebagaimana mestinya, orang tua tetap

diperhatikan dan tidak ditelantarkan oleh anggota ahli waris yang

lain. Kurangnya memahami ilmu kewarisan menjadi faktor utama

yang menyebabkan tidak sesuainya antara teori dengan realitas.

2. Kultur masyarakat dalam pembagian warisan yaitu diselesaikan

secara musyawarah tanpa melalui Pengadilan Agama setempat.

Meskipun pembagiannya tidak sesuai dengan bagian yang telah

ditentukan dalam Al- Qur’an, namun dalam hukum Islam

perdamaian merupakan hal yang tertinggi dan dapat

mengesapingkan bagian yang seharusnya diterima oleh para ahli

waris. Dan ketika suatu perkara hendak diselesaikan melalui

Pengadilan Agama tanpa terkecuali termasuk masalah kewarisan,

terlebih dahulu diupayakan mediasi melalui mediator yang ditunjuk

oleh hakim untuk mendamaikan para pihak.

3. Tidak terpenuhinya bagian orang tua untuk menerima harta waris

peninggalan anaknya, tidak serta merta orang tua mengajukan

gugatan untuk menuntut hak warisnya. Orang tua merasa tidak

83

Page 84: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

dirugikan dan ikhlas atas apa yang menjadi keputusan ahli waris

yang lain selama keputusan tersebut dapat membawa kedamaian

dan jalin silaturahmi antar keluarga tetap terjaga.

B. Saran

1. Sebaiknya sejak dini dalam hal kewarisan, pemerintah maupun

ormas-ormas Islam, melakukan sosialisai kepada masyarakat

agar dalam masyarakat terjadi kesesuaian antara aturan yang

telah ditetapkan dalam Al- Qur’an dengan pelaksanaan

sebagaimana mestinya, termasuk bagian orang tua sebagai ahli

waris harus dipertegas sebelum orang tua tersebut merelakan

bagian yang menjadi haknya.

2. Sebaiknya KHI diundangkan bukan hanya sebagai Inpres,

namun terlebih dahulu dilakukan pengkajian secara mendalam

setiap pasal agar tetap sesuai dengan sumber hukum islam

tertinggi yaitu Al-Qur’an dan hadis.

DAFTAR PUSTAKA

84

Page 85: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

Afdol. 2006. Penerapan Hukum Islam Secara Adil. Surabaya: Airlangga University Press.

Ali, Muhammad Daud. 2007. Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Habiburrahman. 2011. Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.

Hamid, Arfin. 2007. Hukum Islam Perpektif Keindonesiaan: sebuah Pengantar dalam Memahami Realitas Hukum Islam di Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Husein Nasution, Amin, 2012. Hukum Kewarisan, Jakarta: Rajawali Pers.

Kuzari, Achmad. 1996. Sistem Ashabah. Jakarta: Rajawali Pers.

Muhibbin, Moh. dan Abdul Wahid. 2009. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Oemarsalim. 2006. Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Salman, Otje. 2007. Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris. Bandung: PT. Alumni.

Salman, Otje dan Mustofa Haffas. 2006. Hukum Waris Islam. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sudarsono. 1991. Hukum Waris Dan Sistem Bilateral. Jakarta: Rineka Cipta.

Syarifuddin, Amir. 2004. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Prenada Media Group.

Tutik, Titik Triwulan. 2008. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Kencana.

Usman, Rachmadi. 2009. Hukum Kewarisan Islam Dalam Dimensi KHI. Bandung. CV. Mandar Maju.

85

Page 86: repository.unhas.ac.id › ... › 4015 › ISI.docx?sequence=1 · Web view Prof. Dr. H. M. Arfin Hamid, S.H., M.H. - Universitas …Demikian juga halnya anak yang dilahirkan melalui

sumber-sumber lain:

http://pusat.jakarta.go.id/jakpus09/warga/d/1/5

http://berkecukupan.blogspot.com/2011/06/pentingnya-bikin-surat-ahli-

waris.html http://dc111.4shared.com/img/VEsdsR9fxNVyx/preview.html

86