8. bab i fix.pdf

16
Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015 1 Laboratorium Pengujian Bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Teori Dasar Pengujian Bahan 1.1.1 Pengujian Bahan Pengujian bahan adalah pengujian suatu material untuk mengetahui sifat mekanik, cacat, dan lain-lain suatu material. Dalam pengujian bahan ini ada 2 macam jika ditinjau berdasarkan sifat dari pengujian tersebut, yaitu : a. Pengujian Destructive Pengujian destructive adalah pengujian suatu material, tapi hasil akhirnya akan menyebabkan cacat atau rusak. Pengujian ini dilakukan dengan cara merusak benda uji dengan cara pembebanan atau penekanan sampai benda uji tersebut rusak, dari pengujian ini akan diperoleh sifat mekanik bahan. Pengujian destruktif terdiri dari : 1. Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dibagi menjadi 3 cara, yaitu : a. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan Pengujian ini sendiri dibagi menjadi tiga metode sesuai dengan indentor yang digunakannya. jenis-jenis pengujiannya adalah : 1. Metode Brinell 2. Metode Vickers 3. Metode Rockwell b. Pengujian kekerasan dengan cara goresan c. Pengujian kekerasan dengan cara dinamik 2. Pengujian Tarik 3. Pengujian Impact 4. Pengujian Struktur b. Pengujian Non-Destructive Pengujian non-destructive adalah salah satu teknik pengujian material tanpa merusak benda ujinya. Pengujian bertujuan untuk mendeteksi secara dini timbulnya crack atau flaw pada material secara dini. Dari tipe keberadaan crack pada material uji dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu inside crack dan surface crack. Pengujian non- destructive antara lain adalah : 1. Pengujian Visual 2. Pengujian Cairan Penetran

Upload: puji-rochmat-k

Post on 29-Jan-2016

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

1

Laboratorium Pengujian Bahan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Teori Dasar Pengujian Bahan

1.1.1 Pengujian Bahan

Pengujian bahan adalah pengujian suatu material untuk mengetahui sifat

mekanik, cacat, dan lain-lain suatu material. Dalam pengujian bahan ini ada 2 macam

jika ditinjau berdasarkan sifat dari pengujian tersebut, yaitu :

a. Pengujian Destructive

Pengujian destructive adalah pengujian suatu material, tapi hasil akhirnya akan

menyebabkan cacat atau rusak. Pengujian ini dilakukan dengan cara merusak benda uji

dengan cara pembebanan atau penekanan sampai benda uji tersebut rusak, dari

pengujian ini akan diperoleh sifat mekanik bahan. Pengujian destruktif terdiri dari :

1. Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan dibagi menjadi 3 cara, yaitu :

a. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan

Pengujian ini sendiri dibagi menjadi tiga metode sesuai dengan

indentor yang digunakannya. jenis-jenis pengujiannya adalah :

1. Metode Brinell

2. Metode Vickers

3. Metode Rockwell

b. Pengujian kekerasan dengan cara goresan

c. Pengujian kekerasan dengan cara dinamik

2. Pengujian Tarik

3. Pengujian Impact

4. Pengujian Struktur

b. Pengujian Non-Destructive

Pengujian non-destructive adalah salah satu teknik pengujian material tanpa

merusak benda ujinya. Pengujian bertujuan untuk mendeteksi secara dini timbulnya

crack atau flaw pada material secara dini. Dari tipe keberadaan crack pada material uji

dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu inside crack dan surface crack. Pengujian non-

destructive antara lain adalah :

1. Pengujian Visual

2. Pengujian Cairan Penetran

Page 2: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

2

Laboratorium Pengujian Bahan

3. Pengujian Partikel Magnet

4. Pengujian Radiografi

5. Pengujian Eddy Current

6. Pengujian Ultrasonik

1.1.2 Sifat Mekanik Logam

Sifat mekanik logam adalah sifat yang menyatakan kemampuan suatu logam

untuk menerima beban atau gaya tanpa mengalami kerusakan. Sifat mekanik logam

merupakan salah satu sifat terpenting dari logam. Selain itu sifat mekanik juga

digunakan untuk membandingkan pilihan bahan dengan kebutuhan dari peralatan.

Sifat – sifat mekanik logam antara lain :

1. Kekuatan (strength)

Yaitu kemampuan bahan untuk menerima gaya berupa tegangan tanpa

mengalami patahan pada bahan.

2. Kekerasan (hardness)

Yaitu kemampuan material logam menerima gaya berupa penetrasi, indentasi,

serta pengikisan atau penggoresan.

3. Kekakuan (stiffness)

Yaitu kemampuan suatu bahan menerima beban tegangan tanpa menyebabkan

perubahan bentuk / defleksi.

4. Ketangguhan (toughtness)

Yaitu sifat yang menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah

energi tanpa menyebabkan kerusakan.

5. Elastisitas (elasticity)

Yaitu kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan

perubahan bentuk permanen setelah beban atau tegangan dihilangkan.

6. Plastisitas (plasticity)

Yaitu kemampuan suatu bahan untuk mengalami sejumlah deformasi permanen

tanpa mengalami kerusakan dimensi.

7. Kelelahan (fatigue)

Yaitu kecenderungan logam untuk patah jika menerima tegangan atau beban

secara berulang-ulang.

Page 3: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

3

Laboratorium Pengujian Bahan

8. Keuletan (ductility)

Yaitu kemampuan suatu material untuk diregang atau ditekuk secara permanen

tanpa mengakibatkan pecah atau patah.

9. Kegetasan (brittleness)

Yaitu sifat kerapuhan pada material, yang berarti material tersebut pecah dengan

sedikit pergeseran permanen.

10. Mulur (creep)

Yaitu kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis apabila

diberikan

11. Keausan

Yaitu hilangnya sejumlah lapisan permukaan material karena adanya gesekan

antara permukaan dengan benda lain.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat mekanik logam, diantaranya

adalah :

1. Kadar karbon

2. Unsur kimia

3. Homogenitas struktur mikro

4. Perlakuan panas

5. Cacat

6. Endapan

1.1.3 Perlakuan Panas

Perlakuan panas adalah pengubahan sifat-sifat bahan dengan pemanasan dan

pendinginan tertentu untuk menghasilkan sifat bahan tertentu dan sesuai batas

kemampuan dari masing-masing bahan. Proses dalam perlakuan panas ada 3, yaitu

heating, holding, dan cooling. Pada proses heating, material dipanaskan sampai terjadi

pembentukan butir, kemudian material di-holding, yaitu dipanaskan pada suhu tetap

untuk menyamakan butir yang terbentuk, kemudian material di-cooling atau di

dinginkan, untuk membentuk struktur yang kita inginkan.

A. Perlakuan Panas Fisik

Perlakuan panas fisik merupakan perlakuan yang dilakukan untuk merubah sifat

mekanik suatu material, pada perlakuan fisik tidak ada penambahan unsur pada

Page 4: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

4

Laboratorium Pengujian Bahan

material. Proses yang dilakukan pada perlakuan panas fisik yaitu heating yang

merupakan pemanasan sampai temperatur daerah kritikal, holding yang merupakan

proses penahan pada temperatur tertentu, dan cooling yang merupakan proses

pendinginan dengan kecepatan tertentu.

1. Hardening

Hardening adalah perlakuan panas yang bertujuan untuk memperoleh

kekerasan maksimum pada logam baja. Baja tersebut dipanaskan hingga suhu

tertentu antara 20-50°C di atas garis A3 (tergantung dari kadar karbon) dan

selanjutnya ditahan pada suhu tertentu, kekerasan maksimum yang dicapai

tergantung kadar karbon, semakin tinggi kadar karbon semakin tinggi kekerasan

maksimum yang didapat, kemudian didinginkan dengan cepat (quenching), media

pendingin yang digunakan antara lain air, oli, lempung, dll.

Gambar 1.1 Hardening

Sumber : Anonymous 1; 2014

2. Annealing

Annealing adalah perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan

keuletan, menghilangkan tegangan dalam, menghaluskan ukuran butir dan

meningkatkan sifat mampu mesin. Prosesnya adalah dengan memanaskan material

sampai suhu sekitar 50°C di atas garis A3, holding beberapa saat kemudian

didinginkan secara perlahan dalam dapur pemanas atau media terisolasi.

Page 5: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

5

Laboratorium Pengujian Bahan

Gambar 1.2 Annealing

Sumber : Anonymous 2; 2014

3. Normalizing

Normalizing adalah perlakuan panas yang digunakan untuk menghaluskan

struktur butiran yang mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan tegangan

dalam, meningkatkan permesinan, dan memperbaiki sifat mekanik material.

Prosesnya dengan pemanasan sampai 30-40°C di atas garis A3 dan didinginkan

pada udara temperatur ruang.

Gambar 1. 3 Normalizing

Sumber : Anonymous 3; 2014

4. Tempering

Tempering digunakan untuk mengurangi tegangan dalam dan melunakkan

bahan setelah di-hardening dan meningkatkan keuletan. Hal itu karena baja yang

dikeraskan dengan pembentukan martensit biasanya sangat getas sehingga tidak

cukup baik untuk berbagai pemakaian.

Page 6: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

6

Laboratorium Pengujian Bahan

Gambar1.4 Tempering

Sumber : Anonymous 4; 2014

Adapun macam-macam tempering adalah :

a. Martempering

Martempering adalah perbaikan dari prosedur quenching dan

digunakan untuk mengurangi distorsi selama pendinginan. Pada proses

pendinginan, baja di-quenching hingga sedikit di atas garis Ms, lalu ditahan

hingga suhu pada inti sama dengan suhu pada permukaan, kemudian

didinginkan dalam suhu kamar.

Gambar 1.5 Martempering

Sumber : Anonymous 5; 2014

b. Austempering

Austempering bertujuan untuk meningkatkan keuletan, ketahanan

impact, dan mengurangi distorsi. Struktur yang dihasilkan adalah bainit.

Pada proses pendinginan, baja didinginkan dalam media garam pada suhu di

atas garis Ms.

Page 7: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

7

Laboratorium Pengujian Bahan

Gambar 1.6 Austempering

Sumber : Anonymous 6; 2014

B. Perlakuan panas Kimiawi

Yaitu proses perlakuan panas yang memanfaatkan kombinasi dari panas dan

suatu reaksi dengan zat kimia atau dengan melakukan substitusi dari unsur-unsur kimia

pada bahan yang sedang diberi perlakuan panas. Hasil yang ingin dicapai dari perlakuan

panas kimiawi dapat diperoleh dengan menambahkan zat kimia yang sesuai. Proses-

proses perlakuan panas kimiawi antara lain:

1. Carburizing

2. Nitriding

3. Cyaniding

4. Sulphating

C. Perlakuan Panas pada Permukaan

Perlakuan permukaan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan

aus dengan jalan memperkeras atau memberikan lapisan yang keras pada permukaan

logam, meningkatkan ketahanan korosi tanpa merubah karakteristik sifat-sifat logam

pada permukaannya, serta akan akan meningkatkan kemampuan kerja (performance)

logam tersebut. Proses-proses perlakuan panas untuk permukaan logam antara lain:

1. Flame Hardening

2. Induction Surface Hardening

3. Electrolite Bath Hardening

Page 8: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

8

Laboratorium Pengujian Bahan

1.1.4 Diagram Fasa Fe-Fe3C

Gambar 1.7 Diagram fasa Fe-Fe3C

Sumber : Anonymous 7; 2014

Dari Diagram diatas, dapat kita lihat pada proses pendinginan perubahan struktur

kristal dan struktur makro sangat bergantung pada komposisi kimia. Pada Kandungan

karbon 0,83% sampai 6,67% terbentuk struktur makro yang dinamakan cementit Fe3C.

Angka 6,67 berasal dari :

Keterangan diagram fasa Fe-Fe3C akan dijelaskan sebagai berikut :

0,008% C : batas kelarutan maksimum karbon pada ferrite dengan temperature kamar

0,025% C : batas ketentuan maksimum karbon pada ferrite temperature 7230C

0.83% C : titik eutectoid

2% C : batas kelarutan karbon pada besi gamma pada temperature 14030C

Garis A0 : garis temperature dimana terjadi perubahan magnetic ada cementit

Garis A1 : garis temperature dimana terjadi perubahan austenite menjadi ferrite

pada pendinginan

Page 9: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

9

Laboratorium Pengujian Bahan

Garis A2 : garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada ferrit

Garis A3 : garis dimana terjadi perubahan ferrite menjadi austenite (gamma) pada

pemanasan

Garis ACM : garis kelarutan karbon pada besi gamma.

Garis solidus : garis yang menunjukkan awal dari proses pembekuan.

Garis liquidus: garis yang menunjukkan awal dari proses pendinginan.

Garis solvus : garis yang menunjukkan batas antar fasa padat.

Garis A : garis yang menunjukkan kandungan karbon minimum dari

transformasi baja hypoeutectoid.

Garis B : garis yang menunjukkan kandungan karbon maksimum dari

transformasi baja hypereutectoid.

Garis E : garis yang menunjukkan transformasi eutectoid.

a. Transformasi pada diagram Fase Fe-Fe3C

1. Transformasi Baja eutectoid

Transformasi yang dibahas adalah Transformasi yang terjadi pada Kondisi

equilibrium. Baja eutectoid dengan emperatur diatas garis liquidus, kemudian

temperatur diturunkan saecara perlahan pada hingga mencapai garis liquidus (di

titik 1) dan akan mulai terbantuk inti austenit. Kemudian di titik 2 (pada garis

solidus) seluruhnya sudah menjadi austenite. Pada pendinginan selanjutnya tidak

terjadi perubahan hingga temperatur mencapai titik 3, di garis A1, disini austenit

akan mengalami reaksi eutectoid

Austenite → Ferit + Cementit (Pearlit)

Terbentuknya Pearlit ini dimulai dengan terbentuknya inti cementit.

Austenite dengan kadar karbon yang sangat rendah ini pada temperatur ini akan

berubah jadi ferit (transformasi allotropik). Ferit yang kelebihan karbon akan

mulai membentuk cementit sampai seluruh austenite habis. Struktur yang

terbentuk akam berlapis lapis (lamellar) dan terdiri dari lamel-lamel cementit-

ferit-cementit. Struktur ini dinamakan Pearlit.

Page 10: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

10

Laboratorium Pengujian Bahan

Gambar 1.8 Transformasi Baja eutectoid

Sumber : Anonymous 8; 2014

2. Transformasi pada Baja Hypoeutectoid

Sebagai contoh untuk pembahasan Pada Baja Karbon hypo-eutectoid ini

diambil baja dengan 0,25%C. Paduan ini akan mulai membeku pada titik 1 tanpa

membentuk inti Ferit delta yang nanti akan tumbuh menjadi dendrite ferit delta.

Hingga temperatur mencapai titik 2 (temperatur hypo-eutectoid) paduan akan

terdiri dari ferit delta dan liquid. Pada titik 2 akan terjadi reaksi hypo-eutectoid :

Ferit delta + Liquid -> Austenit

Pada paduan ini ridak semua liquid habis dalam reaksi tersebut. Struktur

terdiri dari liquid dan austenit, makin rendah temperatur makin banyak liquid

yang menjadi austenit. Sehingga pada titik 3 seluruhnya sudah menjadi austenit.

Perubahan berikutnya terjadi pada titik 4 (pada A3), terjadi transformasi allotropik

δ menjadi α. Transformasi ini dimulai dengan terbentuknya inti - inti ferit pada

batas butir austenit. Austenit pada paduan ini mengandung 0,25%C. Semakin

rendah temperaturnya, makin banyak ferit yang terbentuk, makin tinggi kadar

karbon pada sisa austenit (komposisi austenit akan mengikuti garis A3). Pada saat

mencapai titik 2 masih ada 0,25-0,80% dari austenit, sisa austenit ini akan

mengalami reaksi eutectoid menjadi pearlit. Pada temperatur dibawah A1 paduan

akan terdiri dari Ferit (hypoeutectoid) dan Pearlit.

Page 11: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

11

Laboratorium Pengujian Bahan

Gambar 1.9 Transformasi Baja hypo-eutectoid

Sumber : Anonymous 9; 2014

3. Transformasi pada Baja Hypereutectoid

Perhatikan suatu paduan dengan 1,3 % C. Paduan mulai membeku pada

titik 2 dengan seluruhnya sudah berupa austenite, selanjutnya sudah tidak terjadi

perubahan lagi sampai temperatur mencapai garis solid ACM. Garis ini merupakan

batas kealrutan karbon dalam austenite dan batas ini makin rendah dengan makin

rendahnya temperatur. Pada temperatur dibawah titik 3 kemampuan melarutkan

karbon akan turun, berarti harus ada karbon yang keluar dari austenite dan

memang dengan pendinginan yang lebih lanjut akan terjadi pengeluaran karbon.

Hanya saja karbon yang keluar ini berupa cementit dan akan mengendap pada

batas butir austenite. Makin rendah temperatur paduan maka semakin banyak

cementit yang mengendap pada batas butir austenite, dan austenite sendiri akan

makin kaya Fe. Pada temperatur di titik 4, komposisi dari austenite tepat

mencapai komposisi eutectoid, pada temperatur eutectoid ini austenite akan

mengalami reaksi eutectoid menjadi pearlit.

Page 12: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

12

Laboratorium Pengujian Bahan

Gambar 1.10 Transformasi Baja hyper-eutectoid

Sumber : Anonymous 10; 2014

1.1.5 Diagram TTT

Diagram TTT merupakan salah satu jenis diagram material yang bisa digunakan

untuk memprediksi hasil akhir dari suatu transformasi. Banyak ahli metalurgi

berpendapat bahwa waktu dan temperatur transformasi austenite mempunyai pengaruh

yang besar terhadap produk hasil transformasi dan properties baja. Karena austenite

tidak stabil dibawah suhu kritis bawah, sangat penting untuk diketahui berapa lama

waktu yang dibutuhkan untuk austenite selesai bertransformasi, dan bertransformasi

menjadi apa pada akhirnya austenite tersebut pada temperatur konstan dibawah

temperatur kritis bawah. Proses transformasi tersebut dinamakan Transformation

Temperature Time (TTT).

Page 13: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

13

Laboratorium Pengujian Bahan

Gambar1.11 Diagram TTT

Sumber : Anonymous 11; 2014

Kalau baja di-austenite-kan, kemudian dicelup dingin pada suhu dibawah titik

transformasi dan dibiarkan untuk sementara, austenite berada dalam keadaaan stabil dan

setelah waktu yang tertentu akan terjadi transformasi. seperti ditunjukkan pada Gambar

1.46, proses dimana struktur martensit didapatkan dengan cara pencelupan dingin tiba

tiba setelah dibiarkan berada pada austenit yang menstabil, proses ini disebut

ausforming.

Perlit dan bainit yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi memiliki

kekerasan yang lebih rendah dibanding yang terbentuk pada temperatur lebih rendah.

Hal ini erat kaitannya dengan kelakuan presipitasi sementit dari austenit. Struktur perlit

dan bainit yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi relatif berbeda dengan

struktur bainit yang terbentuk pada temperatur yang lebih rendah.

Pembentukan Martensit sangat berbeda dibandingkan dengan Pembentukan

perlit atau bainit. Pembentukan martensit hampir tidak tergantung pada waktu. Sebagai

contoh: Martensit mula terbentuk sekitar 2000C (Ms) dan terus berlanjut sampai

temperatur mencapai 260C yaitu pada saat Martensit mencapai 100% (Mf).

Pembentukan martensit dikaitkan dengan waktu pada diagram dinyatakan dengan garis

horizontal. Pada 660C hampir 60% martensit telah terbentuk. Perbandingan ini tidak

berubah terhadap waktu sepanjang temperaturnya dijaga konstan.

Bentuk diagram tergantung dari komposisi kimia terutama kadar karbon dalam

baja. Posisi hidung dari diagram TTT dapat bergeser menurut kadar karbon. Posisi

Page 14: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

14

Laboratorium Pengujian Bahan

hidungbergeser makin ke kanan menunjukkan karbon itu semakin mudah untuk

membentuk bainite atau martensit atau makin mudah untuk dikeraskan. untuk baja

karbon kurang dari 0,83% yang ditahan suhunya pada titik tertentu akan menghasilkan

struktur pearlit dan ferite. Garis sebelah kiri menunjukkan saat setelah berapa lama

dimulai transformasi dan garis disebelah kanannya adalah akhir transformasi (100%)

pada tiap tiap suhu

1.1.6 Diagram CCT

Diagram Continous Cooling Transformation atau biasa disebut diagram CCT,

merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara laju pendingin kontinyu

dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya transformasi fasa secara

teoritis. Kurva pendinginan CCT tidak terdapat pada TTT diagram dan berlangsung

kontinyu. Diagram TTT hanya menunjukkan hubungan waktu, temperatur untuk

transformasi austenit yang terjadi pada temperatur konstan.

Hubungan pendinginan secara kontinyu terdapat pada tansformasi di diagram

CCT. CCT diagram pada hakekatnya adalah turunan dari TTT diagram, yaitu dengan

menggeser nose (merupakan titik penting terjadinya CCT) ke bawah.

Gambar 1.12 Diagram CCT

Sumber : Anonymous 12; 2014

Page 15: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

15

Laboratorium Pengujian Bahan

a. Transformasi pada Diagram CCT

Terlihat bahwa dengan menggeser nose, maka proses pendinginan yang realtif

lebih lambat dibanding TTT. Diagram untuk perbandingan kontinyu seringkali

disebabkan oleh kelebihan diagram TTT yang memberikan perkiraan terhadap

klasifikasi mikrostruktur baja selama pendinginan kontinyu.

Pada proses laju pendinginan perlahan akan menghasilkan pearlit, pada proses

laju pendinginan yang sedang akan dihasilkan pearlit dan martensit. Pada laju

pendinginan cepat akan menghasilkan yang seluruhnya martensit.

1.1.7 Pergeseran Titik Eutetectoid

Diagram fase Fe-Fe3C dibuat tanpa unsur paduan, jika terdapat unsur paduan

maka diagram akan mengalami pergeseran, sedangkan pergeseran yang terjadi pada

diagram ini dapat ditentukan dengan bantuan diagram berikut ini :

Gambar1.13 Pengaruh komposisi bahan

Sumber : Anonymous 13; 2014

Dari diagram diatas terlihat komposisi unsur paduan mempengaruhi komposisi

eutectoid dan suhu pada gambar (b). Unsur paduan menggeser temperatur eutectoid

dari C menjadi naik atau turun tergantung jenis dari besarnya unsur paduan yang

ditambah. Pergeseran dari diagram Fasa dapat dihitung dari pergeseran titik eutectoid

(perpotongan dan pada diagram fasa) dengan rumus :

Page 16: 8. BAB I FIX.pdf

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2014/2015

16

Laboratorium Pengujian Bahan

Contoh soal :

Diketahui komposisi kimia suatu spesimen Cr = 1,2%, Mn = 0,3%, Si = 0,2%.

tentukan pergeseran titik eutectoidnya.

Penyelesaiannya :

Tabel 1.1 Pergeseran Titik Eutectoid

Unsur Paduan % paduan Suhu Eutectoid % C

Cr 1,2% C 0,65

Mn 0,3% C 0,76

Si 0,2% C 0,74

Keterangan : Fe – Fe3C

Pergeseran Titik Eutectoid

Gambar 1.14 Grafik Pergeseran Tititk Eutectoid