6. bab 1 pendahuluan

Upload: ahmad-anto

Post on 10-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • PENDAHULUAN 1 - 1

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 RINGKASAN DESKRIPSI RENCANA USAHA DAN/ ATAU KEGIATAN

    Lokasi PLTU Jawa Tengah 2 x 1.000 MW (yang selanjutnya disebut PLTU) terletak di Desa Ujungnegoro dan

    Desa Karanggeneng Kecamatan Kandeman dan sebagian lagi terletak di Desa Ponowareng Kecamatan

    Tulis, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Sedangkan untuk jalur transmisi akan melewati Desa Karanggeneng

    dan Desa Wonokerso di Kecamatan Kandeman, sedangkan Desa Ponowareng, Desa Kenconorejo, Desa

    Simbangjati, Desa Beji, Desa Tulis, dan Desa Wringin Gintung di Kecamatan Tulis. Lokasi proyek dapat

    dilihat pada Gambar 1.1.

    Lingkup rencana kegiatan ini menguraikan secara singkat komponen kegiatan yang ditelaah berkaitan

    dengan dampak yang akan ditimbulkannya, dan kegiatan-kegiatan yang ada di sekitar rencana PLTU.

    Lingkup rencana kegiatan yang potensial menimbulkan dampak merupakan hasil pelingkupan yang sudah

    tercantum dalam Kerangka Acuan yang sudah disetujui berdasarkan Surat Keputusan Komisi Penilai AMDAL

    Provinsi Jawa Tengah No. 660.1/BLH.II/0470/ tanggal 5 Maret 2013. Kegiatan yang diuraikan tersebut di

    bawah mengacu pada desain yang telah disiapkan oleh PT Bhimasena Power Indonesia (PT BPI).

    Secara garis besar lingkup kegiatan yang akan dibangun oleh PT Bhimasena Power Indonesia (PT BPI) dan

    tergolong sebagai kegiatan yang wajib AMDAL adalah sebagai berikut :

    1) Pembangunan PLTU 2 x 1.000 MW

    2) Pembangunan dermaga (jetty) dengan bentuk konstruksi open pile dengan panjang 2.400 m.

    3) Pengerukan perairan dengan capital dredging dengan volume 1.553.000 m3.

    4) Penempatan hasil keruk di laut (dumping) dengan volume 1.553.000 m3.

    5) Pembangunan jaringan transmisi listrik saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET).

  • PENDAHULUAN 1 - 2

    Gambar 1.1 Lokasi Proyek PLTU Jawa Tengah 2 x 1.000 MW

  • PENDAHULUAN 1 - 3

    Formasi perincian kegiatan yang dilingkup di dalam ANDAL ini adalah sebagai berikut :

    1) Bangunan Utama (Power Block) PLTU

    2) Terminal Khusus (Jetty)

    3) Pengerukan (Dredging) di Laut dan Pembuangan Hasil Pengerukan (Dumping) di Laut

    4) Jaringan Transmisi 500 kV (SUTET) dan Gardu Induk

    1.1.1 Bangunan Utama (Power Block) PLTU

    A. Tahap Pra Konstruksi

    1) Survei

    Kegiatan survei yang dimaksud adalah meliputi survei yang terkait dengan pekerjaan pengukuran

    lapangan, penyelidikan tanah, dan survei lingkungan untuk lokasi pembangunan PLTU.

    2) Pengadaan Lahan

    Kebutuhan lahan Power Block termasuk sarana dan prasarananya diperkirakan sekitar 226,4 Ha.

    B. Tahap Konstruksi

    1) Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi

    Tenaga kerja yang dibutuhkan pada kondisi puncak sekitar 10.400 orang berdasarkan ketrampilan yang

    dimilikinya dengan memperhatikan potensi tenaga kerja lokal yang tersedia.

    2) Mobilisasi material dan perlataan

    Mobilisasi material dan perlataan berat dengan kapasitas angkut 20 - 50 ton melalui jalan darat akses

    timur melalui Desa Simbangjati, sedangkan peralatan lainnya melalui jalur laut dengan menggunakan

    fasilitas temporary jetty dan construction jetty. Rute jalan yang akan dilewati dari jalur pantura adalah

    masuk dari Desa Beji di sebelah selatan kemudian melewati Desa Simbangjati, Desa Kenconorejo, Desa

    Ponowareng, dan Desa Karanggeneng menuju ke tapak lokasi power block di sebelah utara. Pada saat

    ini Pemerintah Daerah Batang bersama-sama dengan PT BPI telah melakukan pelebaran dan perkuatan

    jalan serta jembatan yang didesain mampu menampung beban kendaran berat hingga 50 ton. Selain

    melalui jalan desa juga akan dibangun jalan askes baru yang menghubungkan antara jalan yang ada

    dengan lokasi tapak pembangkit. Jalan akses baru tersebut didesain dengan maksimum beban yang

    ditanggung sebesar 50 ton. Jalan akses baru tersebut telah dilengkapi dengan studi ingkungan (UKL-

    UPL) secara terpisah.

    Material yang akan dipergunakan untuk penimbunan pipa Intake dan Outfall yang ditanam di bawah

    permukan dasar laut adalah gravel yang secara keseluruhan memiliki volume sebesar 550.000 m3.

    Ukuran partikel gravel yang akan digunakan untuk menutup area lokasi pipa intake dan outfall tersebut

    adalah 1 - 50 kg per butir dengan berat jenis 2,6 - 2,8. Gravel tersebut akan dibeli dari pihak ke tiga yang

    telah memiliki Izin Produksi Penambangan atau pembuatan batu buatan. Pemrakarsa akan menerima

  • PENDAHULUAN 1 - 4

    material ditempat dari Pihak ketiga tersebut.

    3) Pematangan Lahan

    - Pematangan lahan seluas 226,4 Ha pada level ketinggian +3 mdpl diperlukan material urug 4 juta

    m3 yang diperoleh dari dalam tapak proyek.

    - Pada sisi pantai bagian terluar akan dibangun bangunan pelindung pantai (shore protection) dengan

    slope 1 : 3.

    4) Pembangunan Bangunan Utama PLTU dan Fasilitas Penunjang PLTU.

    Bangunan utama PLTU dan fasilitas penunjangnya yang akan dibangun antara lain :

    a) Boiler

    b) Bangunan Turbin

    c) Bangunan Cerobong Asap (chimney)

    d) Sistem Air Pendingin

    e) Kolam Aerasi (aeration basin)

    f) Bangunan Pengolah Air (water treatment plant/ desalination plant)

    g) Bangunan Pengolahan Limbah Cair (waste water treatment plant)

    h) Tempat Penyimpanan Batubara (coal yard) seluas 15,53 Ha

    i) Fly ash silo

    j) Sistem Penyimpanan Abu Dasar (bottom ash storage system)

    k) Peralatan Pengendali Kualitas Udara (Low NOx Burner, Fabric Filter, dan Sea Water Flue-Gas

    Desulfurization)

    l) Bangunan Administrasi

    m) Bangunan Bengkel (workshop)

    n) Gudang Bahan Kimia dan Suku Cadang

    o) Tempat Parkir

    p) Struktur water Intake

    q) Tempat Penampungan Limbah Padat (fly ash dan bottom ash pond)

    r) Drainase (storm water discharge channel)

    s) Bangunan/ instalasi lainnya.

    Selama tahap konstruksi, akan menggunakan air sebanyak 10 m3/jam yang akan disuplai dari air

    tanah. Sedangkan kebutuhan air untuk tahap operasional seperti air pendingin dan air bantu (service

    water) diperoleh dari air laut dengan debit sekitar 312.000 m3/jam melalui pipa intake dengan kecepatan

    sekitar 0,3 m3/detik.

  • PENDAHULUAN 1 - 5

    Penanganan K3

    Pengelolaan terhadap keselamatan kerja karyawan maupun area sekitar pembangkit terintegrasi di

    dalam Kegiatan/ Program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Pemrakarsa akan melakukan

    pengelolaan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dengan mengacu pada regulasi yang telah

    dikeluarkan pemerintah.

    Penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja selama tahap konstruksi akan dilaksanan oleh

    bagian atau tim K3 yang dibentuk oleh pemrakarsa. Di dalam pelaksanaan konstruksi Pemrakarsa akan

    menunjuk pihak ke tiga sebagai kontraktor pelaksana yang telah memiliki sertifikat atau lisensi SMK3,

    sehingga diharapkan akan dapat selaras di dalam pelaksanaan beberapa program pengembangan

    antara lain : program pengenalan, pengujian dan pengendalian potensi bahaya di lingkungan kerja,

    program penyusunan Standard Operating Procedure (SOP), dan program pemantauan lingkungan kerja.

    5) Uji Coba (Commissioning)

    Untuk memastikan kondisi peralatan dan sistem PLTU setelah masa konstruksi diselesaikan, maka perlu

    dilakukan pengujian terhadap unjuk kerja peralatan pembangkit. Aktivitas uji coba ini dikondisikan sesuai

    dengan operasi yang sebenarnya.

    Alternatif Rencana Kegiatan

    Lokasi, desain, kapasitas serta proses dari rencana pembangunan PLTU Jawa Tengah 2 x 1.000 MW ini

    telah ditentukan dalam tahapan sebelumnya dan dituangkan dalam perjanjian Pembelian Tenaga Listrik

    dengan PLN. Dalam penyusunan AMDAL Pembangunan PLTU Jawa Tengah 2 x 1.000 MW ini, pemrakarsa

    dan konsultan berkonsentrasi dalam penanganan dampak dari kegiatan rencana proyek PLTU Jawa Tengah

    2 x 1.000 MW baik dari segi aspek lingkungan, teknologi, maupun sosial. Sedangkan alternatif untuk

    pengadaan air, energi, dan rute jalan akses ke tapak proyek akan dikaji. Khusus yang terkait dengan rute

    jalan akses di bagian barat apabila akan diimplementasikan dalam pelaksanaan kegiatan akan dikaji dalam

    kajian tersendiri.

    1) Pengadaan Air Bersih Selama Konstruksi

    Alternatif pengadaan air selama konstruksi yang diusulkan adalah bersumber dari Sungai Boyo yang

    berjarak 3,5 km dan Sungai Sono yang berjarak 1 km dari lokasi PLTU serta penggunaan air tanah.

    Secara teknis penggunaan air tanah lebih sesuai dibandingkan dengan air Sungai Boyo dan air Sungai

    Sono karena peruntukan kedua sungai tersebut adalah untuk irigasi (pengairan) persawahan.

    2) Pengadaan Energi Listrik

    Alternatif pengadaan listrik bersumber dari PLN 500 kV yang berjarak sekitar 5,4 km dari lokasi kegiatan

    dan penggunaan listrik PLN 20 kV serta penggunaan Genset. Secara teknis pengadaan listrik dari

  • PENDAHULUAN 1 - 6

    koneksi PLN 20 kV lebih sesuai dibandingkan dengan penggunaan listrik PLN 500 kV dilihat dari faktor

    jarak yang cukup jauh dari rencana tapak PLTU.

    C. Tahap Operasi

    1) Penerimaan Tenaga Kerja

    Kebutuhan tenaga kerja dengan berbagai spesifikasi sesuai dengan kebutuhan, yaitu sekitar 450 orang

    tenaga kerja dengan berbagai keahlian.

    2) Penanganan Batubara

    - Sistem penanganan batubara akan dilakukan sejak penerimaan dengan direct barging dengan

    kapasitas 14.000 DWT. Batubara akan dibongkar (unloading) dari barge dengan menggunakan alat

    pengangkut (coal unloader).

    - Magnet pemisah (magnetic separator) akan dipasang di ujung conveyor dermaga. Dari conveyor

    dermaga batubara diangkut melalui stacker reclaimer dan conveyor yang menuju ke lokasi

    penampungan batubara atau langsung ke lokasi silo.

    - Tempat penyimpanan batubara (coal yard) seluas 15,53 Ha yang dilengkapi dengan lapisan clay

    (300 mm), gravel (100 mm), coal carpet (200 mm), dan spray water sprinkler.

    - Konsumsi batubara adalah 490 ton/jam atau 3.700.000 ton per tahun untuk 1 unit pembangkit.

    3) Operasional Unit PLTU

    - Batubara sebagai bahan bakar utama diangkut dari bargedengan menggunakan receiving conveyor

    dan ditampung pada staker-reclaimer di coal storage area. Batubara akan ditransfer menggunakan

    belt conveyor, melalui beberapa menara transfer dan penghancur batubara (Coal Crusher).

    Kemudian batubara dimasukkan ke mill bunker dan melalui coal feeder mengatur aliran batubara

    yang akan masuk ke pulverizer untuk dihancurkan menjadi serbuk batu bara (PF-Pulverizer Fuel)

    dan dibakar. Energi panas yang dihasilkan dari pembakaran batubara digunakan untuk

    memanaskan sistem perpipaan dalam boiler dan mengubah air menjadi uap. Uap yang sangat

    panas dilepaskan dari tungku pembakaran selanjutnya diteruskan ke turbin uap. Turbin uap

    mengubah energi panas menjadi energi gerak menggerakkan sudu turbin. Putaran turbin

    disambungkan ke generator untuk menghasilkan listrik.

    - Limbah cair yang berasal dari outlet IPAL pembangkit yang telah terpisahkan minyaknya dapat

    digunakan kembali untuk penyiraman di penimbunan batubara dan penimbunan abu batubara tanpa

    diolah terlebih dahulu. Limbah cair hasil penyiraman ditampung bersama air hujan, masing-masing

    di Kolam Air Larian Batubara (Coal Run off Pond) dan di pembuangan limbah padat. Selanjutnya

    dimasukkan dan diolah di IPAL (Waste Water Treatment Plant) aliran batubara dan abu sehingga

    limbah cair menjadi jernih dan memenuhi baku mutu lingkungan.

    - Sirkulasi air pendingin adalah open cycle, untuk 2 unit pembangkit dibutuhkan air laut untuk

  • PENDAHULUAN 1 - 7

    pendingin sekitar 312.000 m3/jam. Temperatur air buangan sistem pendingin maksimal 40 C.

    Sistem outlet discharge yang digunakan adalah sistem multiport diffuser nozzles yang didesain

    untuk memastikan kecepatan dan pencampuran antara air dari unit pembangkit dengan air laut.

    1.1.2 Terminal Khusus (Jetty)

    A. Tahap Pra Konstruksi

    Tidak ada kegiatan pada tahap pra konstruksi.

    B. Tahap Konstruksi

    1) Konstruksi jetty

    Pembangunan jetty setelah sebelumnya dilakukan kegiatan pengerukan di lokasi rencana jetty. Fasilitas

    jetty yang akan dibangun mampu menampung barge dengan kapasitas 14.000 DWT. Fasilitas tersebut

    dilengkapi dengan dermaga dengan dimensi 400 x 28 m dan jembatan ukuran 2.400 x 13,5 m.

    C. Tahap Operasi

    1) Operasional jetty

    Jetty akan digunakan selama tahap operasi PLTU untuk menerima pengiriman batubara. Batubara akan

    dikirim langsung dari sumbernya di Kalimantan menggunakan barge dengan kapasitas 14.000 DWT

    yang akan diangkut 560 kali per tahun. Diasumsikan ada 2 barge per hari dengan spesifikasi barge 120

    x 28,5 x 7 m (draft 6,5 m) dengan mempertimbangkan adanya 40 hari libur per tahun.

    1.1.3 Pengerukan (Dredging) di Laut dan Pembuangan Hasil Pengerukan (Dumping) di Laut

    A. Tahap Pra Konstruksi

    Tidak ada tahap pra konstruksi untuk kegiatan pengerukan maupun penimbunan material hasil keruk.

    B. Tahap Konstruksi

    Tidak ada tahap konstruksi untuk kegiatan pengerukan maupun penimbunan material hasil keruk.

    C. Tahap Operasi

    1) Pengerukan (Dredging) dan Pembuangan Material Hasil Kerukan (Dumping)

    Kegiatan dredging dilakukan pada tahap konstruksi Power Block untuk mendukung konstruksi pipa

    intake dan pipa outfall serta sebagai akses untuk mobilisasi peralatan konstruksi jetty. Total volume

    material yang akan dikeruk pada area sekitar pipa intake sebesar 582.000 m3, pada area sekitar pipa

    outlet sebesar 467.000 m3, dan pada area sekitar lokasi jetty sebesar 504.000 m3. Pembuangan material

  • PENDAHULUAN 1 - 8

    hasil keruk (dumping) akan menggunakan 4 buah hopper barge dengan kapasitas hopper barge sebesar

    500 - 1.000 m3. Posisi lokasi pembuangan di laut berjarak sekitar 16 km ke arah utara lokasi

    pembangkit.

    1.1.4 Jaringan Transmisi 500 kV (SUTET) dan Gardu Induk

    A. Tahap Pra Konstruksi

    1) Pengadaan Lahan Tapak Tower dan Gardu Induk

    Total kebutuhan tapak tower sekitar 5 ha berlokasi di Kecamatan Kandeman (Desa Karanggeneng dan

    Desa Wonokerso) dan Kecamatan Tulis (Desa Ponowareng, Kenconorejo, Simbangjati, Beji, Tulis, dan

    Desa Wringin Gintung). Gardu Induk berlokasi di Kecamatan Tulis (Desa Simbangjati dan Desa Beji) di

    atas lahan seluas 25 ha.

    2) Kompensasi Right of Way (ROW) Jalur Transmisi

    Luas Right of Way (ROW) jalur transmisi (lahan di bawah kabel antar tower) adalah sekitar 56,4 ha.

    Komponen dalam kompensasi ROW meliputi kompensasi tanah dan bangunan dan ganti rugi tanaman.

    B. Tahap Konstruksi

    1) Penerimaan Tenaga Kerja

    Tenaga kerja yang dibutuhkan berjumlah sekitar 53 orang dan sebagian diambil dari penduduk sekitar

    lokasi tapak proyek sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.

    2) Mobilisasi Peralatan dan Material

    Peralatan dan material yang digunakan untuk konstruksi tower umumnya berukuran kecil/ sedang

    sehingga pengangkutannya ke setiap lokasi tower dilaksanakan menggunakan truk/ alat angkutan lain

    sampai posisi terdekat dan kemudian dibawa dengan tenaga manusia ke lokasi pembangunan tower.

    3) Pembangunan Pondasi

    Kegiatan yang dilakukan adalah : penggalian, pembuatan rangka, dan pengecoran. Jenis pondasi yang

    digunakan untuk menopang menara adalah Pad and Chimney atau Pile Foundation.

    4) Pendirian Tower

    Pendirian tower dirancang dengan sistim knock down, sehingga pada saat berada di lapangan tinggal

    dilaksanakan pemasangan.

    5) Penarikan Kabel (Stringing)

    Penarikan penghantar (stringing) dilakukan setelah seluruh atau beberapa tower seksi berurutan berdiri.

    Penarikan penghantar dilakukan dari satu seksi ke seksi berikutnya secara berurutan. Setelah drum

    konduktor disusun sedemikian rupa, ujung konduktor disambungkan ke york dan ke kabel pancingan

    untuk ditarik beramai-ramai.

  • PENDAHULUAN 1 - 9

    6) Pembangunan Gardu Induk

    Gardu induk dibangun di atas lahan seluas 25 ha. Gardu induk dilengkapi dengan trafo arus, trafo

    tegangan, pemutus daya (circuit breaker), saklar pemisah (disconnecting switch, jaringan/ saluran/

    busbar, dan lighting arrester).

    C. Tahap Operasi

    1) Operasional Jaringan Transmisi

    Kegiatan operasional jaringan transmisi mulai dari tower pertama sampai dengan tower ke titik

    interkoneksi jaringan SUTET 500 kV Jawa-Bali, tidak termasuk dalam dokumen AMDAL ini.

    1.2 RINGKASAN DAMPAK PENTING HIPOTETIK

    Pelingkupan (scoping) merupakan proses awal untuk menentukan lingkup permasalahan dan

    mengidentifikasi Dampak Penting Hipotetik (DPH) terkait dengan rencana kegiatan. Pelingkupan dampak

    penting seperti yang tertera pada dokumen Kerangka Acuan dilakukan melalui serangkaian proses, yaitu

    identifikasi dampak potensial, evaluasi dampak potensial serta penentuan DPH.

    1.2.1 Hasil Pelingkupan Kegiatan Power Block

    A. Tahap Pra Konstruksi

    A.1 Survei

    1) Munculnya Spekulan Tanah

    Adanya pembebasan lahan memunculkan spekulan tanah di rencana lokasi proyek yang pada proses

    lebih lanjut akan menyebabkan kekhawatiran masyarakat bahwa lahan yang mereka kuasai akan

    berpindah kepemilikan dan harga tanah akan melambung tinggi.

    2) Perubahan Pola Hubungan Sosial

    Kegiatan survei lokasi atau survei lingkungan secara tidak langsung akan memberikan informasi kepada

    masyarakat tentang rencana proyek sehingga akan mempengaruhi pola hubungan sosial antara

    masyarakat yang mendukung dan sebagian lain yang tidak mendukung.

    3) Keresahan Masyarakat

    Adanya informasi tentang rencana pembangunan PLTU pada saat kegiatan survei lokasi atau survei

    lingkungan dapat menimbulkan keresahan masyarakat yang lahan garapannya atau tanahnya terkena

    pembebasan lahan. Pada kegiatan sosialisasi (di lima desa secara terpisah) sempat terungkap dari

    pendapat masyarakat yang masih khawatir akan kehilangan lahan garapan atau tanah miliknya.

    4) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Munculnya spekulan tanah, kemungkinan terjadinya perubahan pola hubungan sosial dan keresahan

    masyarakat akibat adanya kegiatan survei akan menimbulkan persepsi negatif masyarakat.

  • PENDAHULUAN 1 - 10

    A.2 Pengadaan Lahan

    1) Munculnya Spekulan Tanah

    Rencana pengadaan lahan untuk proyek dilakukan dengan pembebasan lahan warga. Adanya isu

    pengadaan lahan menyebabkan munculnya spekulan tanah sehingga terjadi lonjakan harga tanah di

    sekitar lokasi proyek.

    2) Perubahan Pola Mata Pencaharian

    Kegiatan pengadaan lahan akan berdampak terhadap mata pencaharian petani pemilik maupun buruh

    tani. Kehilangan mata pencaharian terutama akan dirasakan oleh buruh tani karena pencaharian

    tersebut telah lama digeluti dan merupakan mata pencaharian utama buruh tani.

    3) Keresahan Masyarakat

    Adanya isu pembebasan lahan dan munculnya spekulan tanah menimbulkan keresahan masyarakat.

    4) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Munculnya spekulan tanah, kemungkinan terjadinya perubahan pola hubungan sosial dan keresahan

    masyarakat akibat adanya kegiatan pengadaan lahan akan menimbulkan persepsi negatif masyarakat.

    B. Tahap Konstruksi

    B.1 Penerimaan Tenaga Kerja

    1) Peningkatan Kesempatan Kerja

    Kegiatan konstruksi PLTU dan fasilitasnya akan membuka peluang peningkatan kesempatan kerja bagi

    masyarakat sekitar kegiatan sebagai tenaga kerja.

    2) Perubahan Pola Mata Pencaharian

    Dengan adanya pembangunan PLTU akan ada petani yang kehilangan lahan pertaniannya sehingga

    pekerjaan sebagai tenaga kerja konstruksi hanya merupakan alternatif mata pencaharian yang sifatnya

    sementara.

    3) Perubahan Tingkat Pendapatan

    Kegiatan penerimaan tenaga kerja pada tahap konstruksi akan membuka peluang masyarakat untuk

    mendapatkan lapangan pekerjaan baru sehingga akan meningkatkan pendapatan.

    4) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Peluang peningkatan kesempatan kerja bagi masyarakat akan menimbulkan persepsi masyarakat yang

    positif terhadap peningkatan kesempatan kerja.

    5) Perubahan Adat Istiadat (Perubahan Nilai dan Norma dalam Masyarakat)

    Interaksi sosial antara penduduk sekitar dengan tenaga kerja pendatang dapat menyebabkan perubahan

    nilai dan norma sehingga terjadi pergeseran adat istiadat setempat.

  • PENDAHULUAN 1 - 11

    B.2 Mobilisasi Peralatan dan Material

    1) Penurunan Kualitas Udara

    Kegiatan mobilisasi peralatan dan material konstruksi seperti pasir, semen, batu, kawat besi, dan lain

    sebagainya yang diperkirakan menimbulkan cemaran berupa debu (TSP), SO2, dan NO2.

    2) Peningkatan Kebisingan

    Paparan kebisingan yang ditimbulkan oleh alat-alat berat konstruksi dapat mengganggu kenyamanan

    penduduk yang dilewati kendaraan tersebut.

    3) Gangguan Lalulintas Darat (Traffic)

    Peningkatan mobilisasi peralatan berat dan material melalui jalan darat diperkirakan akan memberikan

    beban terhadap kondisi lalulintas di sekitar lokasi proyek.

    4) Kerusakan Infrastruktur Jalan dan Jembatan

    Kegiatan mobilisasi peralatan material akan meningkatkan volume lalulintas sehingga akan memberikan

    dampak berupa penambahan beban terhadap kondisi infrastruktur jalan dan jembatan di sekitar proyek

    sehingga berakibat pada kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan.

    5) Peningkatan Peluang Berusaha

    Aktivitas mobilisasi peralatan dan material selama tahap konstruksi dapat menimbulkan peluang

    berusaha bagi masyarakat yang dapat memanfaatkan peluang tersebut, utamanya untuk memenuhi

    kebutuhan pekerja proyek sehari-hari seperti penjual makanan, penyediaan kebutuhan sehari-hari atau

    peluang berusaha lainnya.

    6) Gangguan Kesehatan Masyarakat (Peningkatan Prevalensi Penderita ISPA dan Penyakit Psikosomatis)

    Gangguan kesehatan masyarakat merupakan dampak sekunder akan terjadi apabila dampak penurunan

    kualitas udara dan kualitas air tidak tertangani dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan prevalensi

    penyakit saluran pernafasan.

    7) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Kegiatan mobilisasi peralatan diperkirakan dapat menimbulkan penurunan kualitas udara, kebisingan

    dan gangguan lalulintas, jika dalam pelaksanannya tidak diperhatikan dan dikelola dengan baik, maka

    akan timbul persepsi negatif masyarakat.

    8) Gangguan terhadap Kenyamanan

    Terjadinya penurunan kualitas udara ambien, peningkatan kebisingan, gangguan lalulintas serta

    gangguan kesehatan masyarakat menimbulkan gangguan kenyamanan pada masyarakat.

    9) Perubahan Tingkat Pendapatan

    Meningkatnya peluang berusaha sebagai akibat dari kegiatan mobilisasi peralatan dan material dapat

    dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sehingga akan meningkatkan pendapatan.

  • PENDAHULUAN 1 - 12

    B.3 Pematangan Lahan

    1) Penurunan Kualitas Udara

    Kegiatan pematangan lahan power block seluas 226,4 ha diperkirakan dapat menimbulkan cemaran

    berupa debu dan emisi kendaraan proyek dan alat-alat berat di tapak proyek.

    2) Penurunan Kualitas Air Permukaan

    Kegiatan pematangan lahan akan merubah profil tanah yaitu susunan horizon tanah, struktur, dan

    agregasi tanah sehingga menyebabkan peningkatan TSS (Total Suspended Solids) pada air permukaan

    terutama pada saat musim hujan.

    3) Perubahan Bentang Alam

    Kegiatan pematangan lahan berupa pemotongan bukit dari ketinggian 17 m menjadi 3 m dengan volume

    tanah sebesar 4 juta m3 untuk penimbunan lahan diperkirakan akan mengubah bentang alam.

    4) Gangguan terhadap Flora Darat

    Kegiatan pematangan lahan akan membuka tutupan lahan (land coverage) akan sangat berpengaruh

    pada populasi flora darat terutama wilayah tapak proyek yang ekosistemnya masih relatif alami.

    5) Gangguan terhadap Fauna Darat

    Kegiatan pematangan lahan akan membuka tutupan lahan (land coverage) akan sangat berpengaruh

    pada populasi fauna darat terutama wilayah tapak proyek yang ekosistemnya masih relatif alami.

    6) Peningkatan Debit Air Larian

    Pematangan lahan mengakibatkan tertutupnya sebagian besar lahan yang semula sawah menjadi lahan

    terbangun. Perubahan ini akan menimbulkan peningkatan air larian ke sekitar lokasi proyek.

    7) Peningkatan Peluang Berusaha

    Aktivitas mobilisasi peralatan dan material selama tahap konstruksi ini dapat timbul peluang berusaha

    bagi masyarakat yang dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk memenuhi kebutuhan pekerja

    proyek seperti penjual makanan, penyediaan kebutuhan sehari-hari atau peluang berusaha lainnya.

    8) Perubahan Tingkat Pendapatan

    Meningkatnya peluang berusaha sebagai akibat dari kegiatan pematangan lahan dapat dimanfaatkan

    oleh masyarakat sekitar sehingga akan meningkatkan pendapatan.

    9) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Kegiatan pematangan lahan diperkirakan dapat menimbulkan cemaran berupa debu berterbangan dan

    jika tidak diperhatikan dan dikelola dengan baik, maka akan timbul persepsi negatif masyarakat.

    B.4 Pembangunan Bangunan Utama PLTU dan Fasilitas Penunjangnya

    1) Peningkatan Getaran

    Kegiatan konstruksi bangunan utama PLTU diperkirakan menimbulkan dampak getaran terutama pada

    saat pemancangan tiang pancang dengan menggunakan sheet pile.

  • PENDAHULUAN 1 - 13

    2) Penurunan Kualitas Air Laut

    Kegiatan pembangunan water storm discharge channel, shore line protection, dan pembuatan pondasi

    bangunan utama diperkirakan akan menimbulkan kekeruhan terhadap air laut yang akan menyebabkan

    menurunnya kualitas air laut di sekitar rencana pembangunan Blok PLTU.

    3) Gangguan terhadap Biota Laut

    Kekeruhan air laut selama konstruksi bangunan di laut ini akan berpengaruh secara langsung terhadap

    peningkatan sedimentasi dan akan berdampak lebih lanjut terhadap biota laut terutama di sekitar Karang

    Kretek.

    4) Peningkatan Peluang Berusaha

    Kegiatan konstruksi PLTU dan fasilitasnya yang melibatkan banyak tenaga kerja konstruksi akan timbul

    peluang berusaha bagi masyarakat yang dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk memenuhi

    kebutuhan pekerja proyek seperti penjual makanan, penyediaan kebutuhan sehari-hari dan sebagainya.

    5) Perubahan Tingkat Pendapatan

    Meningkatnya peluang berusaha sebagai akibat dari kegiatan pembangunan bangunan utama PLTU

    dan fasilitas penunjang lainnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sehingga akan

    meningkatkan pendapatan.

    6) Perubahan Persepsi Masyarakat.

    Kegiatan konstruksi bangunan utama PLTU diperkirakan menimbulkan cemaran berupa debu dan

    kualitas air laut. Jika di dalam pelaksanan pekerjaan konstruksi bangunan utama tidak diperhatikan dan

    dikelola dengan baik, maka akan timbul persepsi negatif masyarakat.

    7) Gangguan terhadap Kenyamanan

    Kegiatan konstruksi bangunan utama PLTU diperkirakan menimbulkan dampak kebisingan dari alat-alat

    berat dan akan berdampak lanjut berupa gangguan kenyamanan pada masyarakat.

    8) Gangguan Kesehatan Masyarakat

    Diperkirakan akan menimbulkan dampak penurunan sanitasi akibat dari kegiatan domestik pekerja

    konstruksi

    B.5 Uji Coba (Commissioning)

    1) Penurunan Kualitas Udara

    Kegiatan Uji Coba (Commissioning) PLTU akan menimbulkan penurunan kualitas udara terutama

    berupa partikel (TSP), SO2, dan NO2.

    2) Peningkatan Kebisingan

    Kegiatan Uji Coba (Commissioning) PLTU berupa steamblow akan mengeluarkan suara yang cukup

    menggangu berpotensi menimbulkan dampak timbulnya peningkatan kebisingan.

  • PENDAHULUAN 1 - 14

    3) Penurunan Kualitas Air Laut

    Kegiatan Uji Coba (Commissioning) PLTU dikhawatirkan akan mempengaruhi penurunan kualitas air

    laut terutama perubahan suhu air laut akibat dari air buangan sistem pendingin PLTU dengan suhu

    maksimal 40 C.

    4) Gangguan terhadap Biota Laut

    Gangguan terhadap biota laut merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas air laut terutama

    perubahan suhu air laut dan juga merupakan dampak langsung terhadap biota laut akibat dari air

    buangan sistem pendingin PLTU dengan suhu maksimal 40 C.

    5) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Dampak peningkatan kebisingan akan berlanjut pada timbulnya persepsi negatif masyarakat.

    C. Tahap Operasi

    C.1 Penerimaan Tenaga Kerja

    1) Peningkatan Kesempatan Kerja

    Kegiatan operasional PLTU akan melibatkan tenaga kerja yang terbatas karena pembangkit ini

    dirancang dengan teknologi tinggi yang memerlukan keahlian dan keterampilan yang khusus pula.

    Peluang terserapnya kesempatan kerja seperti ini dapat dimanfaatkan oleh penduduk sekitar rencana

    PLTU yang memiliki kesiapan bekal ketrampilan.

    2) Perubahan Pola Mata Pencaharian

    Kegiatan operasional PLTU akan melibatkan tenaga kerja yang terbatas dengan keahlian dan

    ketrampilan tertentu. Sebagian tenaga kerja konstruksi yang telah berakhir masa kerjanya masih

    memiliki peluang dan kesempatan menjadi tenaga kerja dengan bekal ketrampilan tertentu maupun

    berusaha pada sektor lainnya. Dampak lanjut yang akan timbul adalah terhadap pola perubahan mata

    pencaharian.

    3) Perubahan Tingkat Pendapatan

    Meningkatnya peluang kesempatan kerja sebagai akibat dari kegiatan operasional PLTU dapat

    dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sehingga akan meningkatkan pendapatan.

    4) Keresahan Masyarakat

    Terbatasnya jumlah penduduk lokal yang terserap dalam kegiatan operasional pembangkit akan

    menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat lokal yang mengharapkan bekerja di PLTU.

    6) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Meningkatnya peluang kesempatan kerja bagi masyarakat akan menimbulkan persepsi masyarakat

    yang positif terhadap peningkatan kesempatan kerja.

  • PENDAHULUAN 1 - 15

    C.2 Penanganan Batubara

    1) Penurunan Kualitas Udara

    Penyimpanan batubara PLTU akan menimbulkan penurunan kualitas udara terutama berupa partikel

    debu karena pengaruh angin yang ada ke arah pemukiman penduduk.

    2) Peningkatan Kebauan

    Kegiatan operasional PLTU berpotensi menimbulkan dampak timbulnya peningkatan kebauan yang

    berasal dari timbunan batubara.

    3) Penurunan Kualitas Air Laut

    Kegiatan penanganan batubara berupa penumpukan batubara ini berpotensi menyebabkan sejumlah

    partikel batubara akan terbawa oleh air hujan dan masuk ke air laut.

    4) Perubahan Persepsi masyarakat

    Kegiatan penanganan batubara berpotensi menimbulkan dampak penurunan kualitas udara dan air laut

    pada akhirnya akan menimbulkan persepsi negatif masyarakat.

    5) Gangguan Kesehatan masyarakat (Prevalensi Penderita ISPA)

    Berpotensi meningkatkan prevalensi penyakit.

    C.3 Operasional Unit PLTU

    1) Penurunan Kualitas Udara

    Kegiatan operasional PLTU akan menimbulkan penurunan kualitas udara terutama berupa partikel

    (TSP), SO2, dan NO2. Pada arah sebaran ke arah pemukiman penduduk akan mengganggu

    kenyamanan penduduk.

    2) Penurunan Kualitas Air Laut (Peningkatan Suhu)

    Kegiatan Operasional PLTU terutama yang diakibatkan dari peningkatan temperatur buangan air

    pendingin (air bahang) yang keluar di perairan dari sistem pendingin maksimal 40 C diperkirakan akan

    mempengaruhi penurunan kualitas air laut.

    3) Perubahan Garis Pantai

    Kegiatan pembangunan bangunan pantai seperti tanggul pembatas lahan tapak pembangkit dengan

    pantai berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan garis pantai yaitu abrasi pada satu sisi dan

    sedimentasi pada sisi lainnya.

    4) Gangguan terhadap Biota Laut

    Gangguan terhadap biota laut merupakan dampak turunan dan juga merupakan dampak langsung

    terhadap biota laut akibat adanya peningkatan suhu menjadi 40 C pada kondenser yang keluar dari

    sistem pendingin PLTU pada saat operasi.

    5) Gangguan Kesehatan Masyarakat (Peningkatan Prevalensi Penderita ISPA)

    Gangguan kesehatan masyarakat akibat dari sanitasi lingkungan dan vektor penyakit.

  • PENDAHULUAN 1 - 16

    6) Peningkatan Peluang Berusaha

    Kegiatan operasional PLTU akan meningkatkan peluang berusaha bagi masyarakat yang dapat

    memanfaatkan peluang tersebut.

    7) Peningkatan Kebisingan

    Kegiatan operasional PLTU berpotensi menimbulkan dampak timbulnya peningkatan kebisingan.

    Sumber kebisingan berasal dari turbin PLTU, generator listrik, dan mesin/ pompa terutama pada saat

    operasional.

    8) Peningkatan Paparan TENORM

    Kegiatan operasional PLTU berpotensi menimbulkan dampak timbulnya peningkatan paparan TENORM.

    Sumber TENORM berasal dari proses pembakaran batubara pada saat operasional.

    9) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Kegiatan operasional PLTU berpotensi menimbulkan dampak penurunan kualitas udara, air laut, dan

    biota air laut. Dampak lanjutan berupa persepsi masyarakat yang negatif terhadap PLTU.

    10) Perubahan Tingkat Pendapatan

    Kegiatan operasional unit PLTU mencakup sebagian alur layar dan wilayah tangkapan nelayan.

    Keterbatasan ruang gerak nelayan berpotensi mengganggu pendapatan nelayan berupa penurunan

    pendapatan.

    11) Peningkatan Kegiatan Ekonomi Lokal dan Regional

    Kegiatan operasional unit PLTU akan mendorong peningkatan kegiatan ekonomi lokal dan regional

    dalam bentuk wirausaha baru.

    1.2.2 Hasil Pelingkupan Kegiatan Terminal Khusus/ Jetty

    A. Tahap Pra Konstruksi

    Tidak ada kegiatan pada tahap pra konstruksi, sehingga tidak ada dampak yang diperkirakan.

    B. Tahap Konstruksi

    B.1 Konstruksi Jetty

    1) Penurunan Kualitas Air Laut

    Pembangunan jetty menggunakan metode pile driver dan trestle, penggunaan pile hammer berpengauh

    terhadap penurunan kualitas air laut terutama peningkatan kadar Total Suspended Solids (TSS).

    2) Gangguan terhadap Biota Laut

    Menurunnya kualitas air laut sekitar jetty menyebabkan dampak lanjutan lainnya yaitu terganggunya

    biota air laut.

  • PENDAHULUAN 1 - 17

    3) Gangguan terhadap Lalulintas Laut (Potensi Kecelakan di Laut)

    Pembangunan jetty sepanjang 2,4 km yang menjorok ke laut akan menyebabkan gangguan pada

    lalulintas laut atau pelayaran pantai terutama gangguan keselamatan bagi para nelayan yang sering

    melintas di sekitar lokasi pembangunan jetty.

    4) Perubahan Garis pantai (Akibat Pembangunan Dermaga Sementara)

    Kegiatan pembangunan temporary jetty (dermaga sementara) akan berpotensi menimbulkan dampak

    berupa perubahan garis pantai pantai yaitu abrasi pada satu sisi dan sedimentasi pada sisi lainnya.

    5) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Gangguan pada biota laut di sekitar lokasi pembangunan jetty dapat menyebabkan timbulnya persepsi

    negatif masyarakat terutama nelayan yang biasa mencari ikan/ rebon di sekitar Karang Kretek.

    C. Tahap Operasi

    C.1 Operasional Jetty

    1) Penurunan Kualitas Air Laut

    Keluar masuknya barge dari dan ke jetty dapat menyebabkan masuknya sejumlah padatan dari batubara

    ke dalam laut. Hal ini akan menurunkan kualitas air laut terutama parameter TSS.

    2) Gangguan terhadap Biota Laut

    Menurunnya kualitas air laut sekitar jetty akan berpengaruh terhadap komponen lingkungan lainnya

    seperti keberadaan biota laut.

    3) Gangguan Lalulintas Laut (Peningkatan Potensi Terjadinya Kecelakaan di Laut)

    Operasional jetty sepanjang 2,4 km yang menjorok ke laut akan menyebabkan gangguan pada lalulintas

    laut atau pelayaran pantai terutama gangguan keselamatan bagi para nelayan yang sering melintas di

    sekitar lokasi pembangunan jetty.

    4) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Terjadinya gangguan pada biota laut terutama gangguan terhadap Karang Kretek yang dilindungi dapat

    menyebabkan timbulnya persepsi negatif masyarakat.

    1.2.3 Hasil Pelingkupan Kegiatan Pengerukan (Dredging) dan Pembuangan Material Hasil Keruk

    (Dumping)

    A. Tahap Pra Konstruksi

    Tidak ada tahap pra konstruksi untuk kegiatan pengerukan maupun pembuangan material hasil keruk.

    B. Tahap Konstruksi

    Tidak ada tahap konstruksi untuk kegiatan pengerukan maupun pembuangan material hasil keruk.

  • PENDAHULUAN 1 - 18

    C. Tahap Operasi

    Pengerukan (Dredging) dan Pembuangan Material Hasil Kerukan (Dumping) di Laut

    1) Penurunan Kualitas Air Laut

    Kegiatan dredging diperlukan pada area dekat pantai sebagai akses bagi konstruksi jetty, pipa intake,

    dan pipa outfall. Pekerjaan pengerukan diperkirakan akan terjadi peningkatan kekeruhan dan padatan

    tersuspensi air laut. Kegiatan dumping adalah merupakan kegiatan pembuangan material hasil

    pengerukan (dredging) yang berada di laut berjarak 16 km dari lokasi PLTU ke arah utara. Pekerjaan

    dumping di laut meningkatkan kekeruhan dan padatan tersuspensi air laut.

    2) Gangguan terhadap Biota Laut

    Gangguan terhadap biota air laut merupakan dampak turunan dan juga merupakan dampak langsung

    terhadap biota laut akibat adanya peningkatan TSS sekitar lokasi jetty, pipa intake, dan pipa outfall.

    Menurunnya kualitas air laut sekitar lokasi dumping menyebabkan terbatasnya sinar matahari

    menembus permukaan air laut. Akibatnya phytoplankton populasinya berkurang, dan akan menggangu

    rantai makanan. Akibatnya kehidupan biota laut terganggu walaupun bersifat sementara.

    3) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Terjadinya gangguan pada biota laut terutama gangguan terhadap komunitas biota air di sekitar lokasi

    dredging dapat menyebabkan timbulnya persepsi negatif masyarakat terutama nelayan yang biasa

    mencari ikan/ rebon di Karang Kretek dan Karang Maeso. Terjadinya gangguan pada biota laut terutama

    gangguan biota air yang merupakan lokasi fishing ground nelayan dapat menyebabkan timbulnya

    persepsi negatif masyarakat.

    1.2.4 Hasil Pelingkupan Kegiatan Jaringan Transmisi 500 kV (SUTET) dan Gardu Induk

    A. Tahap Pra Konstruksi

    A.1 Pengadaan Lahan Tapak Tower dan Gardu Induk

    1) Munculnya Spekulan Tanah

    Adanya rencana PT BPI membeli lahan penduduk untuk jalur transmisi dan gardu induk akan

    menyebabkan timbulnya spekulan tanah diantara masyarakat yang akan berpengaruh pula pada

    lonjakan harga tanah di sekitar lokasi proyek transmisi dan gardu induk.

    2) Keresahan Masyarakat

    Munculnya spekulan tanah adanya kemungkinan kehilangan mata pencaharian akan menimbulkan

    keresahan masyarakat.

    3) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Hilangnya mata pencaharian sebagian penduduk yang terkena pembebasan lahan dan munculnya

    spekulan tanah yang menyebabkan harga tanah meningkat akan menimbulkan persepsi negatif

    masyarakat.

  • PENDAHULUAN 1 - 19

    A.2 Kompensasi Right of Way (ROW)

    1) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Adanya kompensasi tanah dan bangunan serta ganti rugi tanam tumbuh untuk lahan ROW apabila tidak

    sesuai dengan harapan masyarakat dapat menimbulkan persepsi negatif masyarakat.

    B. Tahap Konstruksi

    B.1 Penerimaan Tenaga Kerja

    1) Peningkatan Kesempatan Kerja

    Kegiatan konstruksi jalur transmisi dan gardu induk akan menyerap tenaga kerja konstruksi sekitar 53

    orang. Penyerapan tenaga kerja menimbulkan kesempatan kerja bagi masyarakat yang diterima bekerja.

    2) Perubahan Persepsi Masyarakat

    Adannya peluang kesempatan kerja menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat dan akan berlanjut

    terus sampai jalur transmisi dan gardu induk beroperasi.

    B.2 Mobilisasi Alat dan Material

    1) Penurunan Kualitas Udara

    Peralatan dan material yang digunakan untuk konstruksi tower dilakukan dengan menggunakan truk/

    alat angkutan lain sampai posisi terdekat dan kemudian dibawa dengan tenaga manusia ke lokasi

    pembangunan tower. Mobilisasi alat dan material gardu induk diperkirakan menimbulkan cemaran

    berupa debu berterbangan, SO2, dan NO2.

    2) Peningkatan Kebisingan

    Kegiatan mobilisasi alat dan material konstruksi dengan dump truck dan kendaraan lain yang

    diperkirakan akan menimbulkan kebisingan.

    3) Gangguan terhadap Kenyamanan

    Adanya gangguan kualitas udara dan kebisingan dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan

    masyarakat.

    4) Gangguan Kesehatan Masyarakat (Peningkatan Prevalensi Penderita ISPA)

    Adanya penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan dapat mengganggu kesehatan

    masyarakat.

    5) Perubahan Persepi Masyarakat

    Timbulnya gangguan kenyamanan dan gangguan kesehatan masyarakat menimbulkan persepsi negatif

    masyarakat.

    C. Tahap Operasi

    Operasional jaringan transmisi dari tower pertama sampai dengan tower pada jaringan interkoneksi SUTET

    500 kV Jawa-Bali pada dokumen ini tidak dilakukan pelingkupan.

  • PENDAHULUAN 1 - 20

    1.2.5 Dampak Lainnya yang Dikelola

    Dampak lainnya yang dikelola merupakan dampak lingkungan yang berpotensi muncul akibat suatu kegiatan

    di tiap tahap pembangunan baik yang dilengkapi dengan SOP (Standar Operating Procedure) maupun yang

    tidak.

    A. Tahap Konstruksi

    A1. Limbah Padat Domestik

    Kegiatan konstruksi akan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berupa timbulan limbah padat

    domestik bukan B3 seperti kertas bekas, kardus bekas material dll akibat aktivitas pekerja yang berada di

    area bangunan utama (Power Block) PLTU, Terminal Khusus (Jetty), Lokasi Pengerukan (Dredging), Lokasi

    Pembuangan (Dumping) , dan Lokasi Jaringan Transmisi 500 kV dan Gardu Induk.

    A2. Limbah Cair Domestik

    Kegiatan aktivitas pekerja di dalam tapak PLTU selama tahap konstruksi berpotensi menimbulkan dampak

    lingkungan berupa limbah tinja, bekas mandi, cuci, dapur dan sebagainya yang berada di bangunan utama

    (Power Block) PLTU. Kemudian kegiatan aktivitas pekerja di luar tapak PLTU selama tahap konstruksi juga

    berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berupa limbah tinja, bekas mandi, cuci, dapur dan sebagainya

    yang berada desa-desa di sekitar rencana tapak PLTU.

    A3. Kebakaran

    Kegiatan aktivitas pekerja di tahap konstruksi berpotensi menimbulkan kebakaran akibat kecelakaan kerja di

    seluruh area kerja pada bangunan utama (Power Block) PLTU, Terminal Khusus (Jetty), Lokasi Pengerukan

    (Dredging), Lokasi Pembuangan (Dumping), dan Lokasi Jaringan Transmisi 500 kV dan Gardu Induk.

    A4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

    Kegiatan pembangunan tahap konstruksi berpotensi menimbulkan gangguan keselamatan dan kesehatan

    kerja di area kerja pada bangunan utama (Power Block) PLTU, Terminal Khusus (Jetty), Lokasi Pengerukan

    (Dredging), Lokasi Pembuangan (Dumping) , dan Lokasi Jaringan Transmisi 500 kV dan Gardu Induk.

    A5. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun serta Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

    Kegiatan pada tahap konstruksi PLTU berpotensi menimbulkan limbah bahan berbahaya beracun seperti oli

    bekas, aki bekas, cat bekas dan lain sebagainya di dalam lokasi rencana Blok PLTU.

    A6. Potensi Kecelakaan di Laut (Pelayaran)

    Kegiatan kosntruksi jetty berpotensi menimbulkan gangguan lalulintas perahu nelayan yang dapat

    menimbulkan kecelakaan di laut.

  • PENDAHULUAN 1 - 21

    B. Tahap Operasi

    B1. Limbah Padat Domestik

    Kegiatan operasi akan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berupa timbulan limbah padat domestik

    bukan B3 seperti kertas bekas, kardus bekas dan lain sebagainya akibat aktivitas operasional yang berada di

    area pada bangunan utama (Power Block) PLTU dan Terminal Khusus (Jetty).

    B2. Limbah Cair Domestik

    Kegiatan aktivitas pekerja/ karyawan selama tahap operasi berpotensi menimbulkan dampak lingkungan

    berupa limbah tinja, bekas mandi, cuci, dapur dan sebagainya yang berada di lokasi bangunan utama (Power

    Block) PLTU dan Terminal Khusus (Jetty).

    B3. Kebakaran

    Kegiatan aktivitas pekerja/ karyawan di tahap operasi berpotensi menimbulkan kebakaran akibat kecelakaan

    kerja di area pada bangunan utama (Power Block) PLTU dan Terminal Khusus (Jetty).

    B4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

    Kegiatan operasional PLTU dan terminal khusus (Jetty) berpotensi menimbulkan gangguan keselamatan dan

    kesehatan kerja.

    B5. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun serta Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

    Kegiatan pada tahap operasi PLTU berpotensi menimbulkan limbah bahan berbahaya beracun seperti oli

    bekas, aki bekas, cat bekas dan lain sebagainya di dalam lokasi rencana Blok PLTU.

    B6. Gangguan pada Peninggalan Budaya

    Lokasi rencana pembangunan PLTU berdekatan dengan maqam Syeikh Maulana Maghribi yang oleh

    penduduk sekitar sangat dihormati. Lokasinya tidak berbatasan langsung dengan lokasi PLTU dan pada

    bagian barat tapak lokasi akan diperuntukan sebagai lahan hijau (hinterland) sehingga kegiatan

    pembangunan bangunan utama PLTU dan fasilitas penunjangnya tidak akan mengganggu keberadaan

    peninggalan budaya ini namun dampak yang ada direncanakan akan dikelola.

    B7. Penurunan Kualitas Air Tanah

    Kegiatan penyimpanan batubara PLTU diprakirakan akan menimbulkan dampak terhadap kualitas air tanah.

    Dampak ini rencananya akan dikelola sejak awal seperti adanya kolam penampung (coal runoff pond)

    dengan lapisan dasar tempat penimbunan batubara dilengkapi dengan lapisan clay (300 mm), gravel (100

    mm), dan coal carpet (200 mm) selanjutnya dilakukan pemantauan secara berlanjut pada sumur pantau

    untuk memastikan bahwa tidak terjadi resapan air lindi (leachate) ke dalam air tanah.

  • PENDAHULUAN 1 - 22

    B8. Peningkatan Kebisingan

    Kegiatan operasional PLTU berpotensi menimbulkan dampak timbulnya peningkatan kebisingan yang

    berasal dari turbin PLTU dan mesin/ pompa terutama pada saat operasional. Kebisingan yang tinggi melebihi

    baku mutu dan terpapar dalam waktu tertentu akan dapat berpengaruh terhadap pendengaran manusia

    terutama bagi para pekerja yang berinteraksi setiap hari.

    B9. Peningkatan Paparan TENORM (Technologically Enhanced, Naturally-Occurring Materials)

    Peningkatan paparan TENORM deret Uranium dan Thorium pada saat operasional PLTU tergolong dampak

    penting hipotetik namun diprakirakan menjadi dampak tidak penting tetapi perlu dikelola lebih lanjut dengan

    pertimbangan bahwa berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No. 9 tahun 2009, pembangkitan tenaga

    listrik menggunakan bahan baku batubara termasuk salah satu aktivitas bidang energi dan sumber daya

    mineral sebagai pelaksana intervensi terhadap paparan yang berasal dari TENORM.

    Di dalam kegiatan pengambilan data primer, paparan radioaktif alam dilakukan untuk mengambil tanah pada

    lokasi ash pond untuk memastikan tidak adanya penambahan paparan yang berasal dari TENORM pada

    tahap uji coba dan operasi. Pengambilan data TENORM (Technologically Enhanced, Naturally-Occurring

    Materials) pada batubara dan abu akan dilakukan pada saat uji coba dan operasional PLTU.

  • PENDAHULUAN 1 - 23

    Tabel 1.2 Matriks Dampak Penting Hipotetik dan Dampak Tidak Penting Hipotetik

    NO KOMPONEN LINGKUNGAN

    POWER BLOCK TERMINAL KHUSUS/ JETTY PENGERUKAN DAN PENIMBUNAN JARINGAN TRANSMISI DAN GARDU INDUK

    TAHAP PRA KONSTRUKSI

    TAHAP KONSTRUKSI TAHAP OPERASI TAHAP PRA

    KONSTRUKSI TAHAP

    KONSTRUKSI TAHAP

    OPERASI TAHAP PRA

    KONSTRUKSI TAHAP

    KONSTRUKSI TAHAP

    OPERASI TAHAP PRA

    KONSTRUKSI TAHAP

    KONSTRUKSI TAHAP

    OPERASI

    1 2 1 2 3 4 5 1 2 3 0 1 1 0 0 1 1 2 1 2 0

    A Komponen Fisik Kimia

    1 Kualitas Udara

    DPH DPH

    DPH

    DPH DPH

    DPH

    2 Kualitas Air Tanah

    DTPH **) DTPH **)

    3 Kebisingan

    DPH

    DPH

    DTPH **)

    DPH

    4 Kebauan

    DPH

    5 Kualitas Air Permukaan

    DPH

    6 Kualitas Air Laut

    DPH DPH

    DPH DPH

    DPH DPH

    DPH

    7 Bentang Alam

    DPH

    8 Sedimentasi

    DTPH

    9 Tata Guna Lahan DTPH

    10 Debit Air Larian

    DPH

    11 Getaran

    DPH

    12 Paparan TENORM

    DPH *)

    13 Garis Pantai

    DPH

    DPH

    14 Lalulintas Darat

    DPH

    15 Kerusakan Infrastruktur Jalan dan Jembatan

    DPH

    16 Lalulintas Laut (Potensi kecelakaan di Laut)

    DPH DPH

    B Komponen Biologi

    17 Flora Darat

    DPH

    18 Fauna Darat

    DPH

    19 Biota Laut

    DPH DPH

    DPH

    DPH DPH

    DPH

    20 Biota Sungai

    DTPH DTPH

    C Komponen Sosial, Ekonomi, dan Budaya

    21 Spekulan Tanah DPH *) DPH *)

    DPH *)

    22 Keresahan Masyarakat DPH DPH

    DPH

    DPH

    23 Pola Hubungan Sosial DPH

    24 Persepsi Masyarakat DPH DPH DPH DPH DPH DPH DPH DPH DPH DPH

    DPH DPH

    DPH DPH DPH DPH DPH

    25 Mata Pencaharian

    DPH DPH

    DPH

    26 Tingkat Pendapatan

    DPH DPH DPH DPH

    DPH

    DPH

    27 Kesempatan Kerja

    DPH

    DPH

    DPH

    28 Adat Istiadat

    DPH

    29 Peluang Berusaha

    DPH DPH DPH

    DPH

    30 Kegiatan Ekonomi Lokal dan Regional

    DPH

    31 Kenyamanan

    DPH

    DPH

    32 Peninggalan Budaya

    DTPH **)

  • PENDAHULUAN 1 - 24

    NO KOMPONEN LINGKUNGAN

    POWER BLOCK TERMINAL KHUSUS/ JETTY PENGERUKAN DAN PENIMBUNAN JARINGAN TRANSMISI DAN GARDU INDUK

    TAHAP PRA KONSTRUKSI

    TAHAP KONSTRUKSI TAHAP OPERASI TAHAP PRA

    KONSTRUKSI TAHAP

    KONSTRUKSI TAHAP

    OPERASI TAHAP PRA

    KONSTRUKSI TAHAP

    KONSTRUKSI TAHAP

    OPERASI TAHAP PRA

    KONSTRUKSI TAHAP

    KONSTRUKSI TAHAP

    OPERASI

    1 2 1 2 3 4 5 1 2 3 0 1 1 0 0 1 1 2 1 2 0

    C Komponen Kesehatan Masyarakat

    33 Gangguan Kesehatan Masyarakat (Prevalensi Penyakit)

    DPH

    DPH

    DPH

    DPH : Dampak Penting Hipotetik

    *) : Dampak Tidak Penting tetapi Dikelola (Setelah Melalui Proses Prakiraan Dampak)

    DTPH : Dampak Tidak Penting Hipotetik

    **) : Dikelola

    Tahap Pra Konstruksi Jaringan Transmisi dan Gardu Induk

    1. Survei 1. Pengadaan Lahan Tapak Tower

    2. Pengadaan Lahan 2. Kompensasi Right of Way (ROW)

    Tahap Konstruksi Jetty Tahap Konstruksi Jaringan Transmisi dan Gardu Induk

    1. Konstruksi Jetty 1. Penerimaan Tenaga Kerja

    2. Mobilisasi Alat dan Material

    3. Pematangan Lahan

    4. Pembangunan Bangunan Utama PLTU dan Fasilitas Penunjang PLTU

    5. Uji Coba (Commissioning)

    Tahap Operasi Jetty Tahap Operasi Dredging dan Dumping

    1. Penerimaan Tenaga Kerja Operasi 1. Operasi Jetty

    2. Penanganan Batubara

    3. Operasional PLTU

    1. Pengerukan dan Pembuangan Material Hasil

    Kerukan

    Keterangan :

    1. Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi

    2. Mobilisasi Peralatan dan material konstruksi

    Tahap Operasi Blok PLTU

    Tahap Pra Konstruksi Blok PLTU

    Tahap Konstruksi Blok PLTU

  • PENDAHULUAN 1 - 25

    Kegiatan Lain di Sekitarnya

    DESKRIPSI

    RONA LINGKUNGAN :

    Komp. Fisik Kimia

    Komp. Biologi

    Komp. Sesekbuid

    Komp. Kesmas

    Komp. Transportasi

    IDENTIFIKASI

    DAMPAK

    POTENSIAL

    METODE : Bagan Alir Dampak

    Interaksi Kelompok

    Konsultasi Publik

    Diskusi

    DAMPAK POTENSIAL :

    A. Tahap Pra Konstruksi Perubahan tata guna lahan

    Munculnya spekulan tanah

    Keresahan masyarakat

    Perubahan pola hubungan sosial

    Perubahan persepsi masyarakat

    Perubahan pola mata pencaharian

    Perubahan tingkat pendapatan

    B. Tahap Konstruksi Perubahan pola mata pencaharian

    Perubahan tingkat pendapatan

    Peningkatan kesempatan kerja

    Perubahan adat istiadat

    Perubahan persepsi masyarakat

    Penurunan kualitas udara

    Peningkatan kebisingan

    Peningkatan peluang berusaha

    Gangguan kenyamanan

    Gangguan kesehatan masyarakat

    Gangguan lalulintas darat

    Penurunan kualitas air permukaan

    Penurunan kualitas air laut

    Perubahan bentang alam

    Peningkatan sedimentasi

    Perubahan garis pantai atau abrasi

    Peningkatan debit air larian

    Gangguan flora darat

    Gangguan fauna darat

    Gangguan biota sungai

    Gangguan biota laut

    Gangguan peninggalan budaya

    Gangguan lalulintas darat

    Gangguan lalulintas laut

    Kerusakan infrastruktur jalan dan

    jembatan

    C. Tahap Operasi Perubahan pola mata pencaharian

    Perubahan tingkat pendapatan

    Peningkatan kesempatan kerja

    Keresahan masyarakat

    Perubahan persepsi masyarakat

    Penurunan kualitas udara

    Peningkatan kebisingan

    Penignkatan kebauan

    Penurunan kualitas air laut

    Penurunan kualitas air tanah

    Gangguan biota laut

    Peningkatan paparan TENORM

    Perubahan garis pantai (abrasi)

    Gangguan kesehatan masyarakat

    Kegiatan Ekonomi Lokal dan

    Regional

    EVALUASI

    DAMPAK

    POTENSIAL

    METODE : Bagan Alir Dampak

    Kajian Pustaka

    Diskusi dan Justifikasi

    Tenaga Ahli

    DAMPAK PENTING HIPOTESIS :

    A. Tahap Pra Konstruksi Munculnya spekulan tanah

    Keresahan masyarakat

    Perubahan pola hubungan sosial

    Perubahan persepsi masyarakat

    Perubahan pola mata pencaharian

    B. Tahap Konstruksi Perubahan pola mata pencaharian

    Peningkatan kesempatan kerja

    Perubahan adat istiadat

    Perubahan persepsi masyarakat

    Penurunan kualitas udara

    Peningkatan kebisingan

    Peningkatan peluang berusaha

    Gangguan kenyamanan

    Gangguan kesehatan masyarakat

    Gangguan lalulintas darat

    Penurunan kualitas air permukaan

    Penurunan kualitas air laut

    Perubahan bentang alam

    Perubahan garis pantai atau abrasi

    Peningkatan debit air larian

    Gangguan flora darat

    Gangguan fauna darat

    Gangguan biota laut

    Gangguan lalulintas darat

    Gangguan lalulintas laut

    Kerusakan infrastruktur jalan dan

    jembatan

    C. Tahap Operasi Perubahan pola mata pencaharian

    Perubahan tingkat pendapatan

    Keresahan masyarakat

    Perubahan persepsi masyarakat

    Penurunan kualitas udara

    Penignkatan kebauan

    Penurunan kualitas air laut

    Gangguan biota laut

    Peningkatan paparan TENORM**

    Perubahan garis pantai (abrasi)

    Gangguan kesehatan masyarakat

    Kegiatan Ekonomi Lokal dan

    Regional

    Gambar 1.2 Diagram Alir Proses Pelingkupan Dampak

    DAMPAK TIDAK PENTING HIPOTESIS :

    A. Tahap Pra Konstruksi

    Perubahan tata guna lahan

    B. Tahap Konstruksi Peningkatan sedimentasi

    Gangguan biota sungai

    Gangguan peninggalan budaya*

    C. Tahap Operasi Penurunan kualitas air tanah*

    Peningkatan kebisingan*

    DESKRIPSI RENCANA

    KEGIATAN:

    Pra Konstruksi

    Konstruksi

    Operasi

    Hasil Pelibatan Masyarakat

    Keterangan : ** : Dampak Penting Hipotetik setelah diprakirakan menjadi tidak

    penting tetapi perlu dikelola * : Dampak Tidak Penting Hipotetik yang perlu dikelola

  • PENDAHULUAN 1 - 26

    1.3 BATAS WILAYAH STUDI DAN BATAS WAKTU KAJIAN

    Pelingkupan ini bertujuan untuk membatasi ruang lingkup penelitian hanya pada komponen lingkungan

    penting yang sesuai dengan kegiatan proyek. Penyebaran dan akumulasi dampak untuk setiap aspek

    berbeda-beda, tergantung dari jenis aktivitas penyebab dampak serta rona/ aspek lingkungan yang terkena

    dampak. Masing-masing batas ini diuraikan dengan dasar pertimbangan kegiatan pembangunan PLTU,

    jaringan transmisi 500 kV (SUTET) dan gardu induk. Dengan memperhatikan luasnya areal yang akan

    terkena dampak dan lama terjadinya dampak, maka pelingkupan ini merupakan pelingkupan berdasarkan

    ruang dan waktu.

    1.3.1 Batas Proyek

    Batas proyek yang disajikan dalam Gambar 1.3 terbagi menjadi beberapa bagian kegiatan sebagai berikut :

    1) Kegiatan Pembangunan Bangunan Utama (Power Block) meliputi pemanfaatan lahan seluas 226,4 Ha

    yang akan digunakan pembangunan ruang pembangkit, penimbunan batubara, penimbunan abu

    batubara, pengolahan limbah cair dan fasilitas lainnya seperti pipa intake, dan outfall.

    2) Pembangunan Jetty sepanjang 2,4 km di perairan laut, dimensi dermaga : 400 x 28 m, dan dimensi

    jembatan : 2.400 x 13,5 m.

    3) Pengerukan (Dredging) di sekitar pembangunan intake, outfall dan Jetty seluas 41 ha dan pembuangan

    material keruk (Dumping) seluas 150 ha yang berlokasi sekitar 16 km ke arah utara tapak Power Block

    4) Lahan untuk jaringan transmisi 500 kV (SUTET) seluas 61,4 ha dan Gardu Induk seluas 25 ha.

    1.3.2 Batas Administratif

    Secara administratif Power Block Jawa Tengah terletak di Desa Ujungnegoro dan Desa Karanggeneng

    Kecamatan Kandeman dan sebagian lagi terletak di Desa Ponowareng Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang,

    Jawa Tengah. Batas administrasi jalur transmisi 500 kV (SUTET) mencakup Desa Karanggeneng dan Desa

    Wonokerso di Kecamatan Kandeman serta Desa Ponowareng, Desa Kenconorejo, Desa Simbangjati, Desa

    Beji, Desa Tulis, dan Desa Wringin Gintung di Kecamatan Tulis. Sedangkan untuk kegiatan dredging dan

    dumping berada di perairan Ujungnegoro Kabupaten Batang (Gambar 1.4).

    1.3.3 Batas Ekologis

    Ruang ekologis yang akan dijadikan satuan analisis disini adalah lingkungan darat dan perairan dengan

    luasan wilayah pada daerah yang diperkirakan masih terkena pengaruh dampak baik itu dalam dimensi

    waktu maupun dimensi ruang. Batas darat dibuat dengan pertimbangan sebaran emisi gas buang,

    sedangkan batas laut dengan mempertimbangkan thermal dispersion dari limbah bahang yang dihasilkan

    dari proses pendingin dan potensi sebaran sedimen dari kegiatan dredging dan dumping (Gambar 1.5a).

  • PENDAHULUAN 1 - 27

    Batas ekologi darat ditentukan berdasarkan data windrose, arah angin dominan adalah dari Utara yang

    terjadi pada bulan April, September, dan November. Arah lainnya adalah dari Barat Laut terjadi pada bulan

    Januari sampai Maret, Mei, Agustus, Oktober, dan Desember dengan kecepatan angin 3,9 knots.

    Berdasarkan arah dan kecepatan angin maka batas ekologis wilayah darat dapat ditentukan cenderung ke

    arah selatan dan tenggara sampai radius 5 km.

    Batas ekologis perairan merupakan batas wilayah yang berkaitan dengan komponen lingkungan yang

    diperkirakan akan terkena dampak akibat dari rencana kegiatan. Dasar yang digunakan dalam penentuan

    batas ekologis di parairan laut adalah arah dan kecepatan arus terutama arus pasang surut karena lokasi

    studi terletak di pantai. Periode pasut di lokasi studi adalah campuran condong semidiurnal atau rata-rata

    periode pasang terjadi setiap 6 jam dengan kecepatan arus maksimum mencapai 0,5 m/det ke arah timur

    ketika musim barat dan ke arah barat ketika musim timur, sehingga dapat ditentukan batas ekologis yang

    berkaitan dengan sebaran limbah panas dengan mengalikan waktu periode pasut dengan kecepatan arus (6

    jam x 0,5 m/det), diperkirakan sebaran limbah terjauh 11,34 km ke arah barat dan ke arah timur, untuk batas

    ke utara diperkirakan mencapai 1 km.

    Prakiraan batas ekologis lokasi dumping didasarkan pada kecepatan arus dan kecepatan jatuh (settling

    velocity) sedimen tersuspensi. Kecepatan jatuh sedimen tersuspensi umumnya 0,003 m/det, jika kecepatan

    arus adalah 0,5 m/det maka pada jarak 5.000 m (5 km) sedimen akan mengendap pada kedalaman = 30 m

    (0,003 m/det : 0,5 m/det x 5.000 m = 30 m), sehingga batas ekologis untuk lokasi dumping adalah 5 km dari

    titik buangan ke suluruh penjuru arah (berbentuk lingkaran) (Gambar 1.5b).

    1.3.4 Batas Sosial

    Batas sosial yang akan terkait secara langsung dengan kegiatan PLTU mencakupi kelompok masyarakat

    yang bermukim di Desa Ujungnegoro, Desa Karanggeneng, dan Desa Wonokerso Kecamatan Kandeman,

    Desa Ponowareng, Desa Kenconorejo, Desa Simbangjati, Desa Beji, Desa Tulis, dan Desa Wringin Gintung

    di Kecamatan Tulis. Di samping itu batas sosial juga mempertimbangkan akses untuk mobilisasi alat seperti

    Desa Bakalan dan Desa Juragan di Kecamatan Kandeman serta Desa Kedungsegog (Dukuh Roban) di

    Kecamatan Tulis yang merupakan komunitas masyarakat nelayan di sebelah timur tapak PLTU.

    Pertimbangan Desa Kedungsegog dijadikan wilayah kajian adalah karena sebagian masyarakat Dukuh

    Roban merupakan nelayan yang beraktifitas di sekitar perairan Roban-Ujungnegoro yang diperkirakan akan

    menerima dampak pembangunan PLTU (Gambar 1.6).

  • PENDAHULUAN 1 - 28

    1.3.5 Batas Wilayah Studi

    Batas wilayah studi ini merupakan batas terluar dari hasil pertampalan (overlay) dari batas wilayah proyek,

    ekologis, sosial, dan administratif setelah mempertimbangkan kendala teknis yang dihadapi. Batas wilayah

    studi AMDAL Pembangunan PLTU Jawa Tengah 2 x 1.000 MW ditunjukkan pada Gambar 1.7.

    1.3.6 Batas Waktu Kajian

    Batas waktu kajian kontruksi secara keseluruhan sekitar 4 sampai 5 tahun, sedangkan tahap operasional

    yang di dalam studi ini dapat dibedakan berdasarkan jenis kegiatan yang direncanakan dalam pembangunan

    PLTU Jawa Tengah 2 x 1.000 MW adalah sebagai berikut :

    1) Batas waktu berdasarkan umur konsesi operasional Bangunan Utama (Power Block) termasuk fasilitas

    penunjangnya adalah 25 tahun, dalam arti bahwa setelah umur operasional 25 tahun masih belum

    ditetapkan apakah akan dilanjutkan oleh PT BPI sebagai pengelola awal, diserahterimakan ke PT PLN

    (Persero) atau dilakukan pembongkaran. Sehingga di dalam kajian AMDAL ini hanya sebatas sampai

    umur konsesi 25 tahun.

    2) Batas waktu berdasarkan umur teknis Jetty adalah 40 tahun, tetapi pengelolaan oleh PT BPI mengikuti

    umur konsesi PLTU yaitu 25 tahun.

    3) Batas waktu pengerukan (Dredging) dan pembuangan material keruk (Dumping) adalah 8,5 bulan.

    4) Batas waktu kajian untuk jaringan transmisi 500 kV (SUTET) dan Gardu Induk adalah sampai kegiatan

    konstruksi selesai.

    Untuk lebih jelasnya mengenai batas waktu kajian per tahapan pembangunan PLTU, dapat dilihat pada

    Tabel 1.4 berikut ini.

    Tabel 1.4 Batas Waktu Kajian

    NO DESKRIPSI RENCANA KEGIATAN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN DAMPAK

    LINGKUNGAN BATAS WAKTU KAJIAN

    PEMBANGUNAN POWER BLOCK

    A TAHAP PRA KONSTRUKSI

    1. Survei 12 bulan, Kajian ini akan berlaku selama kegiatan survei berlangsung

    2. Pengadaan Lahan 24 bulan, Kajian ini akan berlaku selama kegiatan pengadaan lahan berlangsung

    B TAHAP KONSTRUKSI

    1. Penerimaan Tenaga Kerja

    12 bulan, Kajian ini akan berlaku selama kegiatan survei berlangsung

    2. Mobilisasi Peralatan dan material

    3 bulan, selama kegiatan mobilisasi peralatan dan materialberlangsung akan dievaluasi lebih lanjut

    3. Pematangan Lahan

    14 bulan, Kajian ini akan berlaku selama kegiatan pematangan lahan berlangsung

  • PENDAHULUAN 1 - 29

    NO DESKRIPSI RENCANA KEGIATAN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN DAMPAK

    LINGKUNGAN BATAS WAKTU KAJIAN

    4. Konstruksi Bangunan Utama PLTU dan Fasilitas Penunjangnya

    36 bulan, Kajian ini akan berlaku selama konstruksi Bangunan utama berlangsung

    5. Uji Coba (Comissioning)

    8 bulan, Kajian ini akan berlaku selama puncak uji coba (comisioning) berlangsung

    C TAHAP OPERASI

    1. Penerimaan Tenaga Kerja

    12 bulan, Kajian ini akan berlaku selama ada kegiatan penerimaan tenaga kerja tahap operasional PLTU berlangsung

    2. Penanganan Batubara

    48 bulan, Setelah 48 bulan kemungkinan besar ada rencana pengembangan lainnya baik PLTU maupun lingkungan sekitarnya

    3. Operasional Unit PLTU

    48 bulan, Setelah 48 bulan kemungkinan besar ada rencana pengembangan lainnya baik PLTU maupun lingkungan sekitarnya

    KEGIATAN TERMINAL KHUSUS/ JETTY

    A TAHAP KONSTRUKSI

    1. Konstruksi jetty 34 bulan, Kajian ini akan berlaku selama ada kegiatan konstruksi jetty berlangsung

    B TAHAP OPERASI

    1. Operasi jetty

    48 bulan, Setelah 48 bulan kemungkinan besar ada rencana pengembangan lainnya baik PLTU maupun lingkungan sekitarnya.

    KEGIATAN PENGERUKAN (DREDGING) DAN PEMBUANGAN MATERIAL HASIL KERUK (DUMPING)

    A TAHAP OPERASI

    1. Pengerukan (dredging)

    8,5 bulan, Kajian ini akan berlaku selama ada kegiatan pengerukan (dredging) berlangsung

    2. Pembuangan material hasil kerukan (dumping) di laut

    8,5 bulan, Kajian ini akan berlaku selama ada kegiatan pengerukan (dredging) berlangsung

    KEGIATAN JARINGAN TRANSMISI (SUTET 500 kV) DAN GARDU INDUK

    A TAHAP PRA KONSTRUKSI

    1. Pengadaan Lahan Tapak Tower dan Gardu

    Induk 12 bulan, jian ini akan berlaku selama pengadaan lahan tapak tower dan Gardu Induk berlangsung

    2. Kompensasi Right of Way (ROW) 12 bulan, Kajian ini akan berlaku selama identifikasi ROW dan kompensasi berlangsung

    B TAHAP KONSTRUKSI

    1. Penerimaan Tenaga Kerja

    12 bulan, Kajian ini akan berlaku selama penerimaan tenaga kerja berlangsung

    2. Mobilisasi Alat dan Material

    12 bulan, Kajian ini akan berlaku selama mobilisasi alat dan material berlangsung

    3. Pembangunan Pondasi Tower dan Pembangunan Gardu Induk

    12 bulan, Kajian ini akan berlaku selama Pembangunan Pondasi Tower Dan Pembangunan Gardu Induk Berlangsung.

    4. Pendirian Tower

    12 bulan, Kajian ini akan berlaku selama Pendirian Tower berlangsung

    5. Penarikan Kabel

    12 bulan, Kajian ini akan berlaku selama Penarikan Kabel berlangsung

  • PENDAHULUAN 1 - 30

    Gambar 1.3 Peta Batas Proyek

  • PENDAHULUAN 1 - 31

    Gambar 1.4 Peta Batas Administrasi

  • PENDAHULUAN 1 - 32

    Gambar 1.5a Peta Batas Ekologi

  • PENDAHULUAN 1 - 33

    Gambar 1.5b Peta Batas Ekologi Dumping Area

  • PENDAHULUAN 1 - 34

    Gambar 1.6 Peta Batas Sosial

  • PENDAHULUAN 1 - 35

    Gambar 1.7 Peta Batas Wilayah Studi