bab i pendahuluan a. latar belakang masalahscholar.unand.ac.id/35323/6/bab i (pendahuluan).pdf ·...

17
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Teknologi pada era modern ini terus berkembang. Hal ini disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Perkembangan teknologi memun- culkan dampak terhadap gejala sosial di masyarakat. Dimana perkembangannya berbanding lurus dengan perkembangan sosial masyarakat. Serta mempenga-ruhi terhadap gaya hidup masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu aturan-aturan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan harus beriringan dengan perkembangan zaman. Sehingga, aturan-aturan hukum yang diciptakan oleh penguasa harus mengatur tata kehidupan masyarakat. Aturan-aturan hukum yang ada, bukan hanya untuk mengatur suatu masyarakat dalam suatu negara saja, tetapi juga mengatur kehidupan masyarakat internasional dan mengatur suatu negara dengan negara lainnya. Sehingga, Hukum Nasional suatu negara dan adanya Hukum Internasional dibagi dalam berbagai bidang hukum. Dimana, bidang-bidang hukum tersebut semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zamannya. Dimana salah satu bidangnya ialah Hukum Laut. Karena tiga perempat (atau 3 /4) dari bumi terdiri atas lautan, dimana laut berfungsi untuk kehidupan manusia, yang mana fungsinya antara lain sebagai:

Upload: others

Post on 17-Jul-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Teknologi pada era modern ini terus berkembang. Hal ini disebabkan oleh

perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Perkembangan teknologi memun-

culkan dampak terhadap gejala sosial di masyarakat. Dimana perkembangannya

berbanding lurus dengan perkembangan sosial masyarakat. Serta mempenga-ruhi

terhadap gaya hidup masyarakat.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu aturan-aturan yang sesuai dengan

perkembangan masyarakat, dan harus beriringan dengan perkembangan zaman.

Sehingga, aturan-aturan hukum yang diciptakan oleh penguasa harus mengatur

tata kehidupan masyarakat.

Aturan-aturan hukum yang ada, bukan hanya untuk mengatur suatu

masyarakat dalam suatu negara saja, tetapi juga mengatur kehidupan masyarakat

internasional dan mengatur suatu negara dengan negara lainnya. Sehingga,

Hukum Nasional suatu negara dan adanya Hukum Internasional dibagi dalam

berbagai bidang hukum. Dimana, bidang-bidang hukum tersebut semakin

berkembang sesuai dengan perkembangan zamannya. Dimana salah satu

bidangnya ialah Hukum Laut. Karena tiga perempat (atau 3/4) dari bumi terdiri

atas lautan, dimana laut berfungsi untuk kehidupan manusia, yang mana fungsinya

antara lain sebagai:

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

2

1) sumber makanan bagi umat manusia; 2) jalan raya perdagangan; 3)

sarana untuk penaklukan; 4) tempat pertempuran-pertempuran; 5) tempat

bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), maka fungsi laut

telah bertambah lagi dengan ditemukannya bahan-bahan tambang dan galian yang

berharga di dasar laut dan usaha-usaha mengambil sumber daya alam.2 Oleh

sebabnya, antar negara terjadi kompetisi untuk melindungi wilayah lautannya

masing-masing, guna dapat memakmurkan negaranya dari hasil sumber daya laut

yang sangat menjanjikan dan untuk melindungi kedaulatan negaranya.

Pada Hukum Internasional yang berlaku dalam bidang kelautan pada saat

sekarang ini adalah United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (yang

disingkat menjadi UNCLOS 1982 atau UNCLOS ke-III), yang mana merupakan

Perjanjian Internasional yang dirundingkan di Montego Bay, Jamaika pada

tanggal 10 Desember 1982. Konvensi ini merupakan perjanjian 119 negara

anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang melahirkan ketentuan seperti

konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), asas Negara Kepulauan (Archipelago

State), menetapkan batas-batas baru bagi Laut Teritorial, Landasan Kontinen

Pelayaran, serta perikanan sebagai sumber makanan.3

Karena perkembangan teknologi dan perkembangan Hukum Laut yang

pesat, mengakibatkan saat ini yang berlayar di laut bukan hanya kapal-kapal atau

kapal selam yang dikendalikan oleh awak kapal, tetapi Unmanned Underwater

Vehicles (yang selanjutnya disingkat menjadi UUV). Salah satu dari UUV ialah

1 Dikdik Mohamad Sodik, 2016, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia,

Edisi Revisi, PT Refika Aditama, Bandung, hlm. 1. 2 Hasyim Djalal, 1979, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Badan Pembinaan Hukum

Nasional Departemen Kehakiman Penerbit Binacipta, hlm. 1. 3 I Wayan Parthiana, 2014, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Yrama

Widya, Bandung, hlm. 317.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

3

Underwater Drone. Underwater Drone atau pesawat tanpa awak bawah air ini

adalah sebuah mesin yang dapat terbang atau berjalan dibawah air, serta

dikendalikan oleh pilot jarak jauh. Dimana pengaturan mengenai Underwater

Drone dalam Hukum Laut Internasional masih belum ada aturan yang mengikat

(Hard Law), dan hanya diatur dalam beberapa Resolusi Dewan Keamanan tentang

Drone atau Unmanned Aerial Vehicles (yang selanjutnya disingkat menjadi UAV)

di udara yang melewati lintas batas negara.4

Saat ini, ada beberapa negara yang menggunakan Underwater Drone, salah

satunya, yakni Amerika Serikat (AS).5 Dimana diketahui People’s Republic China

(PRC), menangkap sebuah Drone yang berwujud kapal selam mini di Laut China

Selatan6 yang sampai pada saat ini masih dalam konflik antar beberapa negara

disekitarnya.7 Peristiwa tersebut terjadi di Laut Cina Selatan sekitar 80 km barat

laut dari Subic Bay, Filipina.8 Underwater Drone tersebut diketahui milik

Amerika Serikat dari tulisan berbahasa inggris pada badannya.9 Dimana China

mengklaim secara sepihak Laut China Selatan, dengan dasar nine dash line dan

China menganggap UNCLOS 1982 bertentangan dengan hukum dalam negerinya,

dan bahkan China menganggap peraturan tersebut sebagai alat hegemoni barat

yang dirancang untuk memperlemah pengaruh China sebagai kekuatan dunia yang

4 Yoshita Singh dan Snehesh Alex, United Nations Resolution Calls for Regulation o f Drone

Strikes, http://www.rediff.com/news/report/united-nations-resolution-calls-for-regulation-of-drone-stri-

kes/20131219.htm, diakses pada tanggal 19 Februari 2018, pukul 15.38 WIB. 5 Julian Borger, Chinese Warship Seizes US Underwaterdrone in International Water,

https://www.theguardian.com/world/2016/dec/16/china-seizes-us-underwater-drone-south-china-sea,

diakses pada tanggal 19 Februari 2018, pukul 15.40 WIB. 6 George McLaire, Cina Menyita Drone AS di Laut China Selatan, http://www.bbc.com/indo-

nesia/dunia-38350445, diakses pada tanggal 19 Februari 2018. Pukul 15.49 WIB. 7 S. M. Barner, Perebutan Wilayah di Laut China Selatan, https://id.wikipedia.org/wiki/Pere-

butan_wilayah_di_Laut_China_Selatan, diakses pada tang-gal 19 Februari 2018, pukul 15.50 WIB. 8 Op. cit. diakses pada tanggal 19 Februari 2018, pukul 15.49 WIB. 9 Ibid. diakses pada tanggal 19 Februari 2018, pukul 16.19 WIB.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

4

semakin luas.10 Dimana Amerika Serikat, yang melindungi kepentingannya dan

kepentingan sekutu-sekutunya di Laut China Selatan, mempertahankan kehadiran

militernya di kawasan tersebut. Pejabat Angkatan Laut AS berencana

meningkatkan jumlah armada Pasifik yang bertugas di luar negeri hingga sekitar

30 persen pada tahun 2021.11

Amerika Serikat berpendapat bahwa adanya Freedom of Navigation (FON)

di Laut China Selatan.12 Yang mana FON merupakan one of navigational right

dari suatu kapal dan merupakan hak partikular.13 FON ialah kebebasan untuk

bernavigasi dan legal untuk menggunakan laut dan ruang udara diatasnya dan

dijamin dalam Hukum Laut Internasional, serta di peruntukkan untuk semua

negara.14 Dimana FON juga merupakan hak bebas berlayar suatu kapal untuk

memasuki world’s ocean.15

FON yang juga merupakan hukum kebiasaan internasional, yang banyak

dimuat dalam berbagai konvensi-konvensi internasional seperti: 1) Geneva on the

Law of the Sea 1958, yang terdiri dari: (a) Convention on the Territorial Sea and

Contigious Zone; (b) Convention on the High Seas; dan (c) Continental Shelf

Convention, serta 2) United Nations Convention on the Law of the Sea 1982.

Kemudian, Kasus terkait Freedom of Navigation (FON) yang pernah diselesaikan

10 Pete Cobus, Laut yang Disengketakan: Konflik dan Diplomasi di Laut, https://projects.-vo-

anews.com/south-china-sea/indonesian/, diakses pada tanggal 22 Februari 2018, pukul 13.49 WIB. 11 Ronald O’Rourke, Maritime Territorial and Exclusive Economic Zone (EEZ) Disputes

Involving China: Issues for Congress, https://www.fas.org/sgp/crs/row/R42784.pdf, diakses pada tanggal

22 Februari 2018, pukul 14.10 WIB. 12 Jonathan G. Odom, South China Sea and Freedom of Navigation, https://thediplomat.com/-

2016/03/south-china-sea-and-freedom-of-navigation/, diakses pada tanggal 22 Februari 2018, pukul 14.12

WIB. 13 Ibid. 14 Malcolm N. Shaw, 2008, International Law 6th Edition, Cambridge University Press, Cam-

bridge, hlm. 609. 15 Stuart Kaye, 2005, Freedom of Navigation, Surveillance and Security: Legal Issues Sor-

rounding the Collection of Intelligence from Beyond the Littoral, University of Wollongong Research

Online, Australia, hlm. 6.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

5

di Mahkamah Internasional (International Court of Justice / ICJ) ialah Oil

Platfroms pada tahun 2003 (Islamic Republic of Iran v. United States of

America).16

Dalam UNCLOS 1982, wilayah kelautan terdiri dari Laut Territorial dan

Zona Tambahan. Laut Territorial memiliki lebar 12 mill dihitung dari garis

pangkal,17 sedangkan pada Konvensi sebelumnya lebar Laut Teritorial hanya 3

mil. Tidak pernah ditemukan kata sepakat pada pertemuan mengenai hukum laut

pada konvensi jenewa 1958 dan 1960 untuk menyepakati lebar Laut Teritorial

yang dikarenakan berbagai faktor seperti faktor pertahanan dan keamanan, sosial

dan ekonomi, serta kedaulatan negara pantai yang pada dahulunya negara pantai

cenderung merasa memiliki kedaulatan penuh atas wilayah lautnya dengan

sebebas-bebasnya sehingga tidak dapat di intervensi secara internasional,

sehingga belum banyak negara yang setuju adanya perubahan besar terhadap

hukum laut dengan mengacu pada prinsip Negara Kepulauan (Archipelago State)

pada saat itu.18

Prinsip Negara Kepulauan merupakan konsep yang mendatangkan suatu

kesatuan geografi dan politik yang hakiki terkait gugusan kepulauan oleh negara-

negara yang terdiri atas pulau-pulau, antara pulau terdapat selat, atau bahkan laut

sebagai pemisahnya. Namun laut tersebut tidak dianggap sebagai pemisah,

melainkan penghubung satu sama lain yang menyatukan kesatuan negara

kepulauan tersebut. Dimana Indonesia termasuk kedalam salah satu Negara

Kepulauan.

16 I.C.J Report, 2003, pp. 161, 182. 17 Pasal 3, United Convention on the Law of the Sea, 1982. 18 Mochtar Kusumaatmadja, 1986, Hukum Laut Internasional, Bina Cipta, Bandung, hlm. 177.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

6

Namun pada saat perundingan UNCLOS 1982 sebagian besar negara

menerima perubahan lebar Laut Teritorial. Perubahan ini tidak dapat dipisahkan

dari perjuangan Dr. Ir Djuanda yang membawa konsepsi Negara Kepulauan pada

tanggal 10 Desember 1957 yang menyatakan bahwa batas teritorial Indonesia

lebarnya 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik-titik

terluar dari pulau-pulau negara Republik Indonesia yang ditentukan dengan

Undang-Undang.19 Kemudian dalam perundingan Konvensi tersebut

diperjuangkan pengakuan mengenai batas teritorial Indonesia secara Internasional.

Dahulunya, di Indonesia berlaku Territoriale Zee and Maritieme Kringen

Ordonantie (TZMKO). Produk hukum Hindia Belanda yang berlaku sejak tanggal

28 September 1938, namun baru efektif dijalan kan pada tahun 1939. TZMKO

menganut Hukum Kebiasaan Maritim Internasional yang sudah diterapkan di

Eropa. Dalam ketentuan TZMKO ini Indonesia hanya memiliki jarak territorial

sejauh 3 mil dari garis air rendah pulau-pulau. Ordonansi tahun 1039 ini tidak

menguntungkan kepentingan Indonesia sama sekali baik dari segi ekonomi,

politik dan keamanan, penegakan hukum, dan lain sebagainya, namun sebaliknya

mengancam pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia yang memiliki panjang

garis pantai mencapai 95.181 km, namun tidak disertai dengan jumlah personil

angkatan laut penjaga pertananan dan keamanan yang memadai.20

Setelah UNCLOS 1982 mulai berlaku (entry into force), mulailah disusun

Undang-Undang untuk meratifikasi Perjanjian Hukum Laut Internasional hingga

regulasi berbagai bidang dalam kelautan di Indonesia dimana sebagai negara

pantai memiliki hak untuk berdaulat. Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi suatu

19 Ibid., hlm.15. 20 P. Joko Subagyo, 2013, Hukum Laut Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 5-6.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

7

negara untuk menerapkan hukum nasional negaranya sendiri namun tetap

memperhatikan ketentuan-ketentuan yang bersifat internasional.21

Indonesia adalah surga perikanan dunia. Menurut data potensi sumber daya

perikanan yang diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2015,

Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil ikan tangkap laut, setelah

China. Per tahunnya, produksi ikan yang dihasilkan mencapai 5 juta ton. Terdapat

11 zona sumber ikan tangkap di Indonesia, yang selama ini menjadi Wilayah

Pengelolaan Perikanan (WPP). Daerah dengan produksi tertinggi yakni Laut

Jawa, Selat Karimata, Natuna, Laut Cina Selatan, Selat Makassar, Teluk Bone,

Laut Flores dan Laut Bali.22

Selain itu, Indonesia merupakan laut terluas kedua di dunia (setelah Kanada)

yang memiliki luas laut 7.900.000 km2, empat kali dari luas daratannya. Wilayah

ini meliputi Perairan Pedalaman (Laut Nusantara), Laut Territorial, dan Zona

Ekonomi Eksklusif (ZEE). Bukan hanya ikan yang begitu banyaknya, tetapi juga

sumber daya alam yang berlimpah di Laut Indonesia. Setidaknya dalam

pemberitaan berbagai media massa ditemukan ratusan, bahkan ribuan kapal asing

yang sedang menjarah ikan di Indonesia.23

Indonesia juga dapat memanfaatkan sumber daya ikan di perairan Laut

Lepas (High Seas). Hal ini karena, posisi perairan Indonesia yang berhadapan

langsung dengan dua perairan internasional, yaitu Samudera Hindia dan Samudera

21 Morten Bergsmo, 2012, State Sovereignty and International Criminal Law, Editor, Ling Yan,

Torkel Opsahl Academic E-Publisher, Beijing, hlm. 21. 22 Darmawan A. D., Kekayaan Ikan Tangkap Laut Indonesia, 2016, http://katadata.co.id/info-

grafik/2016/04/15/kekayaan-ikan-tangkap-laut-indonesia, diakses pada tanggal 19 Februari 2018, 13.12

WIB. 23 Siregar F. R. P. R., Kebijakan Kementerian Kelautan Indonesia dalam Kasus Pencurian Ikan

oleh Nelayan Malaysia di Perairan Natuna Indonesia, 2016, http://repository.umy.ac.id.bit-

stream/handle/123456789/Jurnal%20Ilmiah.pdf?sequence=10&isAllowed=y, diakses pada tanggal 19

Februari 2018, pukul 12.59 WIB.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

8

Pasifik. Yang tentu saja, pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Laut Lepas

oleh suatu Negara Pantai (Coastal State) didasarkan pada asas kebebasan pada

Laut Lepas.24

Karena Indonesia yang mempunyai wilayah laut yang cukup luas,

membutuhkan pengawasan yang ekstra dari pemerintah. Agar tidak adanya

pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh negara lain. Dewasa ini, kasus yang

banyak terjadi ialah Illegal Fishing yang dilakukan oleh beberapa nelayan

tetangga. Dikarenakan potensi perikanan Indonesia yang sangat besar dan posisi

Indonesia yang sangat strategis, yang diapit oleh dua perairan internasional.

Dimana dapat memudahkan masuknya kapal-kapal asing ke Indonesia.

Oleh karenanya, dibutuhkan pengawasan yang terus menerus terhadap

wilayah perairan Indonesia, agar tidak banyaknya pelanggaran yang terjadi.

Pengawasan dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yang juga

bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Laut (TNI-AL), untuk menjaga kedaulatan Indonesia di laut. Dewasa

ini masih banyak terjadi pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh negara

tetangga, karena masih minimnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak terkait.

Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan teknologi untuk mendeteksi kapal-kapal

asing, keterbatasan armada di laut dan lainnya. Kemudian, dengan adanya Drone

di udara (UAV) ataupun Underwater Drone (UUV), dapat memudahkan

pengawasan pada perairan Indonesia yang sangat luas. Dimana saat ini Indonesia

24 M.I Tarigan, 2015, Upaya Konservasi Indonesia atas Sumber Data Ikan di Laut Lepas, Fiat

Justisia Jurnal Ilmu Hukum Vol.9 No.4: 543-576, hlm. 12.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

9

dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya telah mengakuisisi Drone dari

China.25

Karena perkembangan teknologi yang pesat, dan menimbulkan pengaruh

terhadap perkembangan sosial masyarakat, sehingga adanya sebuah aturan hukum

yang mengaturnya. Agar tercipta suatu ketertiban pada masyarakat. Kemudian,

dibutuh suatu payung hukum nasional yang mengatur mengenai Underwater

Drone di Indonesia.

Namun dalam pengaturan dan penerapannya, tentu terdapat berbagai

kendala yang menimbulkan berbagai permasalahan dalam bidang kelautan. Atas

dasar permasalahan itulah menarik perhatian dan minat penulis untuk menulis

judul penelitian skripsi sebagai berikut : “PENERAPAN PRINSIP FREEDOM

OF NAVIGATION PADA PENGGUNAAN UNDERWATER DRONE

DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL DAN HUKUM

LAUT INDONESIA”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan dari uraian diatas, maka pokok permasalahan yang akan

dibahas dalam penulisan ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan Prinsip Freedom of Navigation dalam

penggunaan Underwater Drone dikaji dalam Hukum Laut Internasional

dan Hukum Laut Indonesia?

2. Bagaimana penerapan Prinsip Freedom of Navigation pada penggunaan

Underwater Drone dikaji dalam Hukum Laut Inter-nasional dan Hukum

25 Prashanth Parameswaran, New Indonesia Drones Spotlight. https://thediplomat.com/2018-

/02/new-indonesia-drones-spot-light-us-asean-maritime-security-initiative/, diakses pada tanggal 22

Februari 2018, pukul 18.15 WIB.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

10

Laut Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan Prinsip Freedom of

Navigation dalam penggunaan Underwater Drone dikaji dalam Hukum

Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia;

2. Untuk mengetahui dan memahami penerapan Prinsip Freedom of

Navigation pada penggunaan Underwater Drone dikaji dalam Hukum

Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis

dan secara praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah ilmu pengetahuan, memperluas cakrawala dan

berfikir penulis serta melatih kemampuan dalam melakukan penelitian

hukum dan menuangkannya dalam bentuk tulisan.

b. Untuk memperdalam ilmu hukum, khususnya Hukum Internasional,

hasil ini bisa dijadikan bahan dan sumber literatur dalam mem-perluas

pengetahuan, khususnya mengenai pengaturan Prinsip Freedom of

Navigation, penggunaan Underwater Drone, dan penerapan prinsip

tersebut pada penggunaan Underwater Drone ditinjau dari Hukum

Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia.

c. Menerapkan ilmu teoritis yang didapatkan dibangku perkuliahan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

11

dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.

2. Manfaat praktis

Untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan di Fakultas Hukum

Universitas Andalas.

E. METODE PENELITIAN

Untuk mencapai tujuan dari penelitian hukum ini maka digunakan metode-

metode penelitian guna mendapatkan suatu jawaban atas perumusan masalah

seperti yang telah diuraikan di atas menggunakan tahapan-tahapan untuk

mendapatkan kebenaran. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis

adalah metode penelitian hukum yurisdis normatif (normative legal research).26

1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode

penelitian yuridis normatif. Pada penelitian hukum yuridis normatif yang

diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang dapat mencakup

bahan hukum primer, sekunder dan tersier.27 Pendekatan yuridis normatif

yaitu penelitian yang melibatkan studi kepustakaan untuk menemukan

inventarisasi hukum positif untuk menemukan asas-asas dan dasar-dasar

falsafah hukum positif, perbandingan, sejarah, serta penemuan hukum in

concreto menggunakan literatur, buku-buku referensi, dan lain

sebagainya28 atau pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari

teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah.

26 Bambang Sunggono, 1996, Metode Penelitian Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 43. 27 Op. cit, hlm. 53. 28 Burhan Ashshofa, 2013, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 13-14.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

12

Pendekatan normatif atau pendekatan kepustakaan adalah metode atau

cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.29

Pendekatan dalam penelitian hukum normatif yang digunakan

penulis mencakup:

a. Pendekatan sinkronisasi hukum; pendekatan yang merupakan

harmonisasi atau peleburan antara hukum yang lebih tinggi

dengan hukum dibawahnya agar adanya suatu kesatuan.30

b. Pendekatan kasus (case approach), dilakukan dengan cara

melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan

isu yang dihadapi dan telah menjadi putusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan yang tetap.

c. Pendekatan Perundang-undangan, pendekatan ini dilakukan

dengan menelaah semua Undang-undang, konvensi dan regulasi

yang berkaitan dengan isu yang penulis bahas.31

2. Jenis Data

Jenis data yang diperlukan oleh penulis yakni studi kepustakaan

yakni sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh langsung dari

29 Soerjono Soekanto, 2009, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hlm. 13-14. 30 Ibid, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, hlm. 51. 31 Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, S.H., 2017, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam

Justifikasi Teori Hukum, Kencana, Jakarta, hlm. 157-162.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

13

lapangan yang berhubungan dengan apa yang diteliti. Data tersebut

didapatkan melalui penelitian melalui buku dan sumber hukum.32

a. Bahan hukum primer, yaitu data-data yang diperoleh dari hasil

penelitian melalui buku-buku, instrumen-instrumen hukum, dan

bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian

penulis. Bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:

- United Nations Convention on the Law of the Sea 1982.

- International Maritime Organisations Convention 2014.

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985

tentang Pengesahan atas UNCLOS 1982.

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1996

tentang Perairan Indonesia.

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992

tentang Pelayaran.

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983

tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing dalam

Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia.

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun

2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara

Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan

Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan.

32 Roni Hanitijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 41-42.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

14

- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun

2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.

- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun

1971 tentang Pemberian Izin Berlayar bagi Segala Kegia-tan

Kendaraan Asing dalam Wilayah Perairan Indonesia.

- Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor

PM 180 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian

Sistem Pesawat Udara tanpa Awak di Ruang Udara yang

Wilayah Indonesia.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai

data primer,seperti hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan

hukum, dan sebagainya.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang,yakni bahan-bahan yang

memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer

dan sekunder. Contohnya Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), Kamus English-Indonesia-English, Kamus Hukum,

Ensiklopedia dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan

Dalam hal mendapatkan data primer, penulis melakukan teknik

pengumpulan data dengan cara study dokumen yang dilakukan

dibeberapa perpustakaan, diantaranya:

a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas;

b. Perpustakaan Universitas Andalas;

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

15

c. Perpustakaan Umum Daerah Sumatera Barat.

4. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu

penelitian, dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan cara

Editing, memeriksa dan meneliti data yang telah diperoleh apakah sudah

sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, hal ini

dilakukan untuk menjamin data yang diperoleh itu agar dapat

dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Selanjutnya dalam

editing dilakukan pembetulan data yang keliru, menambahkan data yang

kurang dan melengkapi data yang belum lengkap.33

5. Analisis Data

Analisis data merupakan pengkajian terhadap hasil pengolahan

data, yang kemudian dituangkan dalam bentuk laporan baik perumusan-

perumusan atau kesimpulan-kesimpulan.

Metode yang digunakan dalam menganalisa data pada penelitian ini

adalah analisis kualitatif. Analisis Kualitatif merupakan suatu metode

yang mengkaji suatu hal ihwal tertentu secara mendalam dan rinci

dengan uraian-uraian kalimat tanpa menggunakan angka-angka. Analisis

dilakukan atas suatu yang telah ada, berdasarkan data yang telah masuk

dan diolah sedemikian rupa dengan meneliti kembali, sehingga analisis

dapat diuji kebenarannya. Kemudian dihubungkan dengan Peraturan

Perundang-undangan terkait pendapat pakar dan akhirnya ditarik

kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan.

33 Ibid, hlm 9.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

16

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai

hal yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini,34 yaitu menguraikan isi

penulisan dalam empat bab, dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab pendahuluan ini terdapat beberapa sub-bab yang akan

menjelaskan secara rinci isi dari mendahuluan, diantaranya adalah latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat dari

penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan yang diterapkan.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pada tinjauan pustaka ini akan menguraikan teori dan konsep

hukum yang berasal dari buku-buku dan literatur-literatur yang relevan

dengan penerapan Prinsip Freedom of Navigation pada pengunaan

Underwater Drone ditinjau dari Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut

Indonesia.

BAB III PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan dibahas mengenai penerapan prinsip Freedom

of Navigation pada penggunaan Underwater Drone ditinjau dari Hukum

Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia.

BAB IV PENUTUP

34 Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 225.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHscholar.unand.ac.id/35323/6/BAB I (PENDAHULUAN).pdf · bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa.1 Dengan kemajuan ilmu

17

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan, yang berisi

kesimpulan penulis dari keseluruhan materi yang telah diuraikan pada bab-

bab sebelumnya dan kemudian penulis mencoba memberikan saran-saran

atau rekomendasi yang dianggap perlu dari kesimpulan yang telah diuraikan

tersebut.