bimbelprivat.weebly.combimbelprivat.weebly.com/uploads/1/1/0/1/11015768/ketika_cinta_berkat… · 5...
TRANSCRIPT
-
2
KETIKA CINTA
BERKATA DUSTA
oleh
M Teguh
Diterbitkan secara mandiri
melalui Nulisbuku.com
-
3
KETIKA CINTA BERKATA DUSTA
Oleh: M Teguh
Copyright © 2014 by M Teguh
Penerbit
Bimbelprivat.weebly.com
E-Mail
Desain Sampul
M. Teguh
Diterbitkan oleh:
www.nulisbuku.com
-
4
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada www.nulisbuku.com yang
telah menerbitkan buku novel pertamaku dan semua
pihak yang telah membaca novel ini. Semoga isi
cerita dalam novel ini bisa diambil hikmah
kebaikanya. Semoga Tuhan selalu memudahkan
setiap langkah kita di jalan yang benar.
Sukses selalu dengan pemikiran yang positip.
-
5
DAFTAR ISI
BAB I Hari yang Indah Bersama Keluarga Bahagia ... 7
BAB II Tuhan Telah Ambil Satu-Satunya yang
Tercinta ....................................................................... 13
BAB III Putri dan Keluarga Barunya ......................... 24
BAB IV Putri dan Hobi Membacanya ....................... 32
BAB V Putri dan Prestasinya di Sekolah ................... 44
BAB VI Putri dan Lomba Puisinya ............................ 49
BAB VII Putri Juara Olimpiade Matematika ............. 57
BAB VIII Putri Berziarah ke Makam Orang Tuanya . 60
BAB IX Waktu Kepergian Mbak Minah .................... 65
BAB X Putri dan Kesedihannya ................................. 70
BAB XI Putri Diterima di SMA Suka Maju ............... 74
BAB XII Pak Gatot dan Usahanya Yang Bangkrut ... 80
BAB XIII Hari yang Paling Menentukan bagi Masa
Depan Putri ................................................................ 90
BAB XIV Putri Melanjutkan di Sekolah Kedokteran . 95
BAB XV Putri di Kota Pelajar Yogyakarta ................. 101
BAB XVI Hany Pertiwi dan Masa Kecilnya ............. 109
BAB XVII Kepulangan Ayah-Ibu Hany dari Luar
Negeri......................................................................... 116
BAB XVIII Hany dan Kegiatan Sekolahnya .............. 121
-
6
BAB XIX Hany dan Harapanya Ikut Bimbel ............ 130
BAB XX Cinta Segitiga Murphy , Hany dan Reynal di
SMA ............................................................................ 138
BAB XXI Cinta Segitiga Hany , Reynal dan Putri
Dalam Kampus .......................................................... 158
BAB XXII Putri dan Keberhasilan Experimennya .... 187
BAB XXIII Hany dan Kehancuran Masa Depannya 194
BAB XXIV Hany dan Perjalanannya ke Amerika...... 200
BAB XXV Hany dan Persidangan Pertamanya ........ 219
BAB XXVI Ajun Murphy dan Bukti Barunya ........... 224
BAB XXVII Bu Mirna dan Putrinya Hany ............... 228
BAB XXVIII Hany dan Akhir Masa Bahagiannya ... 231
-
7
BAB I Hari yang Indah Bersama Keluarga Bahagia
Matahari baru saja menampakkan diri. Putri kecil
bangun, menguap lebar-lebar dan masuk kamar mandi.
Setengah jam kemudian, ia keluar dari kamar mandi dengan
handuk melilit di tubuhnya. Putri menguap lagi, memakai
baju yang sudah dipersiapkan dari semalam, menyandang
buku cerita anak di tangannya, dan berjalan menuju meja
makan. Di situ, ibu sudah menunggu dengan menu sarapan
sederhana namun bergizi. Tak lupa segelas susu tertuang di
gelas.
“Pagi, Nak. Sudah mandi kamu?” kata ibu sambil
mengecup pipi Putri.
“Sudah Bu! Wah, makanan pagi ini enak sekali. Sayur
sop, telur dadar, dan tempe goreng!”
“Sudah! Makan dulu sana! Ada makanan kesukaanmu
tuh.”
Putri makan dengan lahap. Ibu ikut makan sambil
memantau anak kesayangannya itu. Ketika mulut Putri
belepotan, dengan sigap ibu mengambilkan serbet untuknya.
-
8
Dua puluh menit kemudian, keluarga bahagia Putri sudah
selesai makan.
“Ayah, kita akan ke mana liburan hari ini?” kata Putri
dengan bahasa kecil lugunya.
“Kita lihat air terjun aja di Gunung Bunder, ya? Di
sana enak deh kayaknya sambil kita makan jagung bakar.
Gimana Put?” ujar ayah dengan kalimat yang penuh kasih
sayang.
“Kapan kita pergi ke Taman Safari, Yah? Kata teman-
teman Putri, di sana banyak binatang-binatang barunya,” ujar
Putri memelas.
“Iya nanti kalau ayah sudah punya uang, ya. Kamu
juga harus rajin menabung agar kita bisa punya uang yang
banyak dan bisa mendapatkan apa yang kita mau. Seperti
Om Asep, tetangga kita,” ujar sang ayah kepada putri
tercintanya.
“Kamu juga harus rajin belajar, Nak, biar bisa sekolah
yang tinggi sekali. Seperti Om Asep,” kata ibu, memberi
nasehat.
“Iya, Yah… Putri ingin menjadi dokter saja, Yah. Biar
bisa punya uang yang banyak. Putri ingin sekali naik pesawat
terbang… dan punya pasien yang banyak. Seperti Tante
Suharti,” ucap Putri, dengan mimpi-mimpi lugunya.
-
9
“Kamu masih ingat kan air terjun di Gunung
Bunder?” tanya ibu.
“Iya Bu! Jalanannya naik-turun dan berbelok-belok.
Kan sudah dua kali kita ke sana.”
“Ya udah. Ini, bantu Ibu bawa makanan untuk bekal
kita di jalan ya! Biar kita tidak usah banyak jajan di jalan,”
kata ibu sambil menyerahkan rantang plastik yang cukup
berat bagi Putri.
Barang-barang yang dibawa ibu pun cukup berat,
yakni pakaian dan handuk, untuk mereka mandi di air terjun
nanti.
Dengan bekal seadanya, mereka berangkat menuju
lokasi air terjun Gunung Bunder dengan sepeda motor
Astrea-nya. Jalan yang menanjak dan berkelok-kelok
membuat kendaraan yang mereka tumpangi sering berhenti
untuk beristirahat sejenak karena panasnya mesin.
“Ayah, nanti kalau Putri sudah jadi dokter, kita naik
mobil aja ya? Kalau dokter, semuanya kan naik mobil, ya,
Yah?” ujar Putri mengutarakan khayalannya kepada sang
ayah.
“Iya, dokter, insinyur, semuanya naik mobil,” jawab
ayah.
-
10
Akhirnya, sampailah mereka di lokasi wisata Gunung
Bundar. Ayah memarkirkan sepeda motornya di tempat
parkir yang telah disediakan. Putri dan keluarga berjalan-
jalan di seputar lokasi untuk melepas lelah karena perjalanan
yang cukup panjang. Mereka pun menggelar tikar yang
dibawa dan menghabiskan persediaan makanan yang ada
dengan lahap.
“Nanti kita mandi ya di air terjun?” ucap ayah kepada
Putri sambil makan telur balado.
“Iya, Yah. Tapi pulangnya nanti kita makan jagung
bakar dulu ya, Yah?” pinta Putri kepada ayahnya.
“Tenang aja, Put, kalo jagung bakar mah ibu masih
sanggup beli. Tapi kalo Gunung Salak mah gak sanggup,”
canda ibu kepada Putri.
“Emang Gunung Salak dijual ya, Bu?” tanya putri,
polos.
“Iya. Tapi yang boleh beli hanya kalangan pejabat dan
kerabat istana aja, Put,” canda ibu.
“Kalo gitu enakan jadi pejabat aja ya, Bu, bisa beli apa
yang kita mau,” ujar Putri, tanda belum dewasa.
“Ya pejabat dengan penjahat beda tipis, Put,” canda
ibu.
-
11
“Yuk kita bereskan barang-barang kita, Put, biar gak
kesorean pulangnya,” kata ayah.
Mereka pun segera masuk ke area lokasi air terjun
untuk menikmati sejuknya air asli pegunungan, tentunya
dengan membayar tiket masuk lebih dulu. Mereka juga harus
berjalan melewati batu-batu dan rintangan-rintangan jalan
setapak pegunungan menuju lokasi air terjun. Di sana
banyak pula turis yang berlibur sekadar menikmati suasana
alam yang sempurna.
“Airnya dingin sekali ya, Yah?” tanya Putri.
“Tapi air ini menyehatkan dan bagus buat kesehatan
kita,” kata ayah sambil mandi juga.
“Ibu gak mandi ah. Dingin sekali rasanya. Cuci muka
aja,” ucap ibu sambil menggigil kedinginan dengan jaketnya
yang tebal.
“Ibu takut air ya?” ujar Putri.
Setelah mandi di air terjun yang menyejukkan, mereka
pun mampir ke pemondokan yang ada di sekitar lokasi air
terjun untuk berganti pakaian dan beristirahat sejenak sambil
makan jagung bakar, karena lokasi air terjun cukup jauh dan
melelahkan.
“Di sini enak ya, Yah…. Kerja kita hanya makan dan
bersenang-senang aja…,” ucap Putri dengan lugu.
-
12
“Iya, di sini hanya untuk rekreasi aja, Put, tapi susah
mencari nafkah dan sekolah.”
“Iya, Yah, kalo kita tinggal di sini, kita gak bisa sekolah
dan jadi dokter ya, Yah,” kata Putri.
“Tapi kalo kita punya uang yang banyak, kita bisa beli
rumah di sini, Put, buat kalo lagi liburan,” canda ibu.
“Tapi yang bisa beli rumah di sini kan cuma pajabat
aja, Bu,” kata Putri.
“Ya nanti kita kasih aja pejabat uang yang banyak, Put,
biar nurut sama kita. Kita ambilin aja uang di Bank Century.
Kasih deh semuanya,” canda ibu.
Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul empat
sore. Tanda saatnya pulang ke rumah. Mereka pun
mengemasi barang-barang bawaan agar tidak ada yang
tertinggal. Mereka juga bersiap-siap untuk pulang setelah
salat asar berjamaah di musala terdekat.
-
13
BAB II Tuhan Telah Ambil Satu-satunya yang Tercinta
Saat itu usia putri baru berusia empat tahun.
Dalam perjalanan pulang rekreasi, sepeda motor yang
ditunggangi keluarga Putri tersenggol kendaraan lain.
“Awas, Yah, ada mobil di depan!” Putri menjerit.
“Allahu Akbar… pegangan yang kencang, Put!” teriak
ayah, yang sudah tidak bisa lagi mengendalikan kendaraanya
hingga masuk ke jurang yang dalam.
“Ayaaah…,” teriak Putri, ketakutan.
Akibat jalan yang terjal dan berliku, motor ayah pun
masuk jurang. Ibu berusaha melindungi sang buah hati.
Warga sekitar pun beramai-ramai berusaha menolong
keluarga Putri, yang semuanya sudah tak sadarkan diri.
Untungnya, ada orang bijak yang kebetulan melintas dan
mau mengantarkan keluarga Putri ke rumah sakit terdekat
guna mendapatkan pertolongan pertama. Namanya Pak
Gatot. Walaupun nyawa ayah dan ibu Putri sudah tidak
terselamatkan, tidak demikian dengan Putri.
-
14
Keluarga Putri pun dibawa ke rumah sakit terdekat
untuk mendapatkan pertolongan segera. Tentunya dengan
pengawalan polisi sebagai pengayom masyarakat. Putri hanya
mengalami luka ringan, sedangkan ayah-ibu Putri mengalami
luka berat dan banyak mengeluarkan darah, sehingga nyawa
mereka tak tertolong.
Di rumah sakit, esok paginya, Putri terbangun dari
pingsannya. Putri terbangun saat berada di dalam ruang Unit
Gawat Darurat. Di sampingnya tak ada lagi ayah-ibu. Yang
ada hanya Pak Gatot, orang baik yang berusaha menolong
keluarga Putri. Putri langsung bertanya kepada Pak Gatot
mengenai keberadaan ayahnya.
“Aaaa…!” Putri terbangun.
“Alhamdulillah kamu sudah bangun, Nak,” kata Pak
Gatot.
“Ayah, ayah, ibu, mana? Di mana Putri sekarang?”
tanya Putri sembari menangis.
“Kita lagi di rumah sakit, Sayang. Ayah-ibu sedang
bersama dokter di sebelah. Putri sama Om Gatot dulu, ya,”
jawab Pak Gatot sambil menahan haru. Pak Gatot tak
sampai hati memberi tahu bahwa ayah-ibu Putri telah tiada.
“Tapi Putri ingin ketemu ayah…,” pinta Putri,
memelas.
-
15
“Ya… sabar ya, Sayang…. Ayah sedang bersama
dokter,” kata Pak Gatot.
Tak lama berselang, prosesi pengangkutan jenazah
ayah-ibu Putri telah dipersiapkan. Suasana haru menyelimuti
ruang rumah sakit. Setelah menyelesaikan semua
administrasi rumah sakit, Pak Gatot bersiap mengantar
jenazah ayah-ibu Putri ke rumah mereka dengan ditemani
pihak kepolisian setempat. Putri dan petugas kepolisian naik
mobil Pak Gatot. Sedangkan jenazah ayah-ibu Putri berada
dalam mobil ambulans.
Setelah sampai di rumah kontrakan, jenazah disambut
tangis dan haru dari kerabat serta sahabat ayah-ibu Putri.
Maklum, ayah-ibu Putri adalah orang yang terkenal ramah
dan banyak bergaul di lingkungan sekitar. Pak RT pun telah
mempersiapkan prosesi pemakaman dengan dibantu warga
sekitar setelah disalatkan. Putri baru sadar bahwa ayahnya
telah tiada. Putri terus menangis menanyakan kepergian sang
ayah.
“Ayaaah… kenapa pergi…?” tangis Putri sebagai anak
yatim-piatu.
”Putri nanti tinggal dengan siapa, Yah…?” kata Putri,
mengiba.
”Putri ingin jadi dokter, Yah….”
-
16
“Tenang, Putri, kan ada Om di sini. Nanti Putri bisa
tinggal di rumah Om Gatot kalo Putri mau…,” kata Pak
Gatot sambil meneteskan air mata tanda iba.
“Tapi Putri ingin sama ayah.”
Pak Gatot hanya meneteskan air mata tanda empati.
“Ya, yang sabar, ya, Putri. Nanti Putri bisa panggil Om
Gatot ayah juga.”
Setelah proses pemakaman selesai, Pak Gatot
berusaha mencari tahu tentang keluarga dan kerabat Putri di
sini.
“Maaf, Pak RT, keluarga Putri yang mana, ya?” tanya
Pak Gatot.
“Wah, sudah gak ada, Pak. Kakek-nenek dari ibunya
Putri telah lama tiada sejak Putri masih bayi. Ayah Putri
orang rantau yang hidup tanpa saudara di sini. Saudara Putri
yang masih ada tinggal om dan Tante Nana. Kami pun
sudah tidak tahu di mana keberadaannya. Sejak pindah ke
Kota Jakarta demi mencari kehidupan yang lebih baik,”
jawab Pak RT.
“Kasihan betul Putri ya. Kalo boleh, biar Putri ikut
dengan saya aja, Pak RT,” ujar Pak Gatot.
“Ya, Pak, sebaiknya begitu. Biar Putri bisa
mendapatkan pendidikan yang layak di kota. Maklum, di sini
-
17
banyak orang yang gak kerja, Pak. Hidup aja hanya pas buat
makan dan bayar kontrakan. Saya juga melihat Putri sebagai
anak yang cerdas. Anak-anak seusianya di sini belum ada
yang bisa baca, Pak. Tapi dia sudah bisa baca dan mengaji.
Semoga ada hikmah dari semua peristiwa ini, Pak,” jawab
Pak RT dengan penuh antusias dan keyakinan bahwa Pak
Gatot adalah orang yang tepat sebagai ayah angkat Putri.
Apalagi Pak Gatot tampak seperti orang yang berpendidikan.
“Ya, nanti biar Pak RT yang urus perizinan adopsinya,
ya. Semoga Tuhan balas kebaikan Bapak buat merawat anak
yatim ya, Pak,” ujar Pak Polisi, tanda setuju dengan rencana
ini.
“Ya, Pak, dengan senang hati. Kapan Putri mau
dibawa kira-kira, Pak?” kata Pak RT.
“Lebih cepat lebih baik, saya rasa. Biar cepat adaptasi
dengan rumah barunya dan melupakan semua peristiwa
masa lalunya,” jawab Pak Gatot.
“Kalo begitu, sambil kami urus surat adopsinya, Putri
tinggal di rumah Bapak aja ya. Kashian juga di sini, nanti gak
ada yang urus, malam sendirian,” kata Pak RT.
“Ya sudah kalo begitu, nanti sekalian pulang, Putri
saya bawa ya, Pak RT. Mudah-mudahan Putri mau,” kata
Pak Gatot.
-
18
“Mangga Pak, biar nanti tahlilan di rumah saya aja deh.
Putri kayaknya juga bukan tipe anak yang rewel, Pak. Biar
nanti saya yang coba membujuknya kalo sudah bangun,” ujar
Pak RT.
Putri masih tertidur di kamarnya dengan lelap seolah
tak mengerti apa yang sudah terjadi dalam kehidupan dan
masa depannya kelak. Pak Polisi pun pamit kepada Pak RT
dan Pak Gatot, tanda tugasnya telah selesai sebagai
pengayom masyarakat.
Tak lama berselang, Putri terbangun dari tidurnya. Jam
menunjukkan pukul 4 sore.
“Aaa… ayaaah…?” Putri memanggil ayahnya seperti
lupa akan semua peristiwa yang baru saja menimpanya.
“Sini, Nak, sama Ibu aja,” kata Bu RT, memeluk Putri,
sambil menahan haru dan air mata.
“Ayah-ibu mana?” tanya Putri kepada Bu RT.
Bu RT pun tak kuasa menahan tangis, tanda iba yang
mendalam. “Ya, Put, ayah-ibu kan udah gak ada. Putri harus
tabah, ya. Sekarang Putri tinggal sama Bu RT dulu ya,
sayang.”
Putri pun terdiam seribu bahasa, tanda tak mengerti
apa arti kata “tiada”. Ia hanya mengangguk. “Putri lapar, Bu
RT,” ujarnya.
-
19
“Iya Putri. Putri mau makan sama apa?” tanya Bu RT,
yang gembira melihat Putri kembali ceria.
“Ibu masak apa?”
“Kalo Putri mau, ibu bisa beliin apa yang Putri mau. Di
dalam ada telur dan sayur sop.”
“Telur juga Putri mau.”
“Ya udah, ibu suapin ya?”
“Putri biasa makan sendiri kok,” jawab Putri.
Tak lama berselang, Pak Gatot pun menghampiri
Putri.
“Putri makan yang banyak, ya, biar lekas besar,” ujar
Pak Gatot.
“Iya Om,” jawab Putri sambil makan dengan
lahapnya. “Om siapa sih sebenarnya? Kok baik banget sama
Putri?”
“Om kan om-nya Putri, saudaranya ayah,” kata Pak
Gatot. ”Putri mau jadi apa nanti kalo udah besar?
“Mau jadi dokter, Om, biar bisa punya mobil dan
mengobati orang sakit.”
“Kalo mobil kan Om udah punya, Putri bisa naik
mobil Om kapan pun Putri mau. Tapi kalo dokter, Putri
harus rajin belajar dan membaca buku,” canda Pak Gatot.
-
20
“Emang Putri boleh naik mobil Om Gatot ya? Putri
juga suka baca buku cerita nabi-nabi, Om.”
“Kemarin kan Putri naik mobil sama Om Gatot, Putri
lupa ya?” canda Pak Gatot.
“Enak ya, Om, kalo kita naik mobil, gak kepanasan
sama kehujanan kalo kita pergi-pergi.”
“Emang Putri mau pergi ke mana kalo naik mobil?”
kata Pak Gatot.
“Putri mau ke Taman Safari aja, Om. Ayah-ibu
rencananya mau ngajak Putri ke Taman Safari kalo udah
punya uang. Putri disuruh banyak nabung dulu katanya.
Teman-teman Putri udah banyak yang ke sana, Om. Katanya,
binatangnya baik-baik,” celoteh Putri kepada Pak Gatot.
“Emang tabungan Putri udah berapa? Nanti kalo
liburan, kita ke Taman Safari, ya, pake mobil Om Gatot.
Gimana, Putri mau?” kata Pak Gatot.
“Mau sekali, Om. Tapi tabungan Putri cuma ada 9.000
rupiah, Om. Cukup gak, Om, kira-kira?”
“Ya cukup. Nanti, kalo kurang, bisa pake tabungan
Om Gatot dulu. Tapi Putri harus ikut Om Gatot dulu ke
rumah, ya. Tinggal sama Om dan Tante, gimana? Niar kita
berangkat dari rumah Om,” ajak Pak Gatot sambil mengelus
rambut Putri, tanda iba.
-
21
“Tapi bagaimana dengan ayah-ibu, Om? Nanti mereka
pasti nyariin Putri. Kan ayah belum pernah ke rumah Om
Gatot?” tanya Putri.
“Ya nanti Ibu yang kasih tahu ayah. Yang penting
Putri ikut Om Gatot dulu aja ya, Sayang. Putri mau kan?”
ujar Bu RT sambil mencium dan mengelus Putri.
“Iya, nanti Putri juga bisa banyak belajar membaca
dan menulis di toko buku Om. Om juga punya banyak tas
bagus-bagus di toko. Nanti Putri bisa ambil satu buat
sekolah. Putri mau sekolah kan?” rayu Pak Gatot.
“Om emang punya banyak buku cerita, ya? Ada cerita
apa aja, Om? Cerita Nabi Sulaiman, Cinderella, ada gak, Om?
Putri ingin sekali membaca cerita Nabi Sulaiman, Om. Ayah
janji mau membelikan kalo udah gajian bulan depan,” ujar
Putri dengan gembira.
“Kalo cerita nabi-nabi lengkap, Put. Dari Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad, semuanya ada di toko. Dari cerita
Malin Kundang sampai cerita Fathonah yang Serakah juga ada,
Put. Nanti Putri juga bisa belajar ngaji sama Om. Tenang aja
ya, Sayang,” kata Pak Gatot, gembira.
”Asyiiik.... Putri bisa baca semuanya tanpa harus
membeli ya, Om.”
-
22
“Kalo begitu, Putri mau kan ikut Om Gatot ke
rumah?” ajak Pak Gatot, gembira.
“Putri mau asal ditemani Bu RT,” jawab Putri, manja.
“Ya, tenang, Put, nanti Ibu sama Bapak (RT) ikut
mengantar Putri ke rumah Om Gatot di Cibinong. Ntar
Mawar (anak Bu RT) juga ikut mengantar deh, Put,” kata Bu
RT, memberi semangat.
“Ya udah, Putri mau deh,” jawab Putri, manja, di
pelukan Bu RT.
“Ya udah, kalo begitu, kita beres-beres sekarang aja ya,
Biar tidak kemalaman,” kata Pak Gatot.
Dibantu Bu RT, Putri pun bergegas mandi dan
mengemasi barang-barang bawaan sebagai kenangan masa
lalunya bersama ayah-ibu tercinta untuk meraih masa depan
bersama keluarga barunya. Bu RT pun tak henti-hentinya
mencium dan memeluk Putri, tanda haru dan kasih
sayangnya kepada Putri.
Ayah-ibu pun meninggal dengan senyuman, yang
mengantarkan mereka ke surga. Raga ayah-ibu telah tiada
dan tak akan ada lagi buat menemani Putri di sini. Tapi Putri
yakin, senyuman ayah-ibu akan selalu ada menemani hari-
hari Putri.
-
23
Ayah-ibu…
Semoga kalian bahagia di surga
Jangan lupa akan aku, putrimu…
yang selalu merindukanmu
Oh Tuhan, jagalah ayah-ibu,
sebagaimana Kau menjaga Putri dan dunia…
Putri Prihatini
-
24
BAB III Putri dan Keluarga Barunya
Tak lama berselang, sampailah Putri dan keluarga Pak
RT di rumah Pak Gatot, yang telah disambut gembira oleh
Ayu Rahayu, istri pa Gatot; Bunga Kenanga, anaknya yang
seusia dengan Putri; dan seorang pembantu rumah
tangganya, Mbak Minah Sukartinah yang ramah.
Rumah Pak Gatot terbilang cukup besar, dengan tiga
kamar dan halaman taman yg cukup luas. Maklum, usaha
Pak Gatot sebagai pedagang buku dan alat-alat sekolah
cukup maju di lingkungan sebuah kampus ternama.
Putri sementara tinggal dengan Mbak Minah. Bunga
pun terlihat senang akan kehadiran Putri sebagai teman
kecilnya.
Pak Gatot segera memperkenalkan Putri dan Pak RT
dengan keluarganya.
“Nah, Putri, ini rumah Om. Ini Bunga, anak Om, dan
ini Tante. Dan ini Mbak Minah, yang mengurus semua
keperluan kita di rumah. Nanti sementara Putri tidur sama
Mbak Minah dulu, ya,” sambut Pak Gatot penuh keramahan.
-
25
“Wah besar sekali rumahnya, Om. Om pasti insinyur
ya, seperti Om Asep? Putri bisa belajar sambil bermain di
taman, ya, Om?” tanya Putri.
“Om bukan Insinyur, tapi Om selalu rajin belajar dan
membaca,” kata Pak Gatot sambil tertawa kecil.
“Gimana, Put, Putri betah kan di rumah Om? Tapi
Putri nanti jangan nakal, ya. Putri harus nurut sama Om dan
Tante,” Bu RT memberi nasihat kepada Putri.
“Ayo, Putri, kita main di kamar Mbak!” ajak Mbak
Minah.
Setelah rehat sebentar dan makan makanan yang telah
disuguhkan Mbak Minah, serta melihat kondisi kejiwaan
Putri yang sudah akrab bermain dengan Bunga dan Mbak
Minah, Pak RT pun segera mohon pamit, mengingat waktu
yang sudah larut malam. Pak RT pulang dengan
menggunakan taksi yang sudah disiapkan Pak Gatot.
Putri tertidur di kamar Mbak Minah karena kelelahan
jiwa menghadapi takdir Ilahi yang tak akan seorang pun tahu
akan rencana-Nya.
“Pak Gatot, kayaknya udah malam nih, saya mau pamit
dulu aja, ya, Pak,” kata Pak RT.
“Lho, gak nginep aja sekalian, Pak RT?” tanya Pak
Gatot, berbasa-basi.
-
26
“Masalahnya, besok Mawar sekolah, Pak. Lagian besok
pagi saya harus ke pasar buat jualan, Pak Gatot,” sahut Bu
RT. “Saya lihat juga Putri udah kelihatan ceria tuh.”
“Nanti, kapan ada waktu, insya Allah saya pasti main
lagi kemari, Pak Gatot, sambil tengak-tengok perkembangan
Putri. Semoga dia betah dan gak nakal, ya, Pak,” kata Pak RT
penuh harap.
“Amiin, Pak RT. Insya Allah saya akan merawat Putri
seperti anak saya sendiri. Semoga Putri kelak menjadi anak
saleha, yang selalu mendoakan kedua orang tuanya,” kata
Pak Gatot.
“Pak Gatot, boleh saya melihat Putri di kamarnya?”
kata Bu RT.
“Mangga atuh, Bu RT.”
Bu RT pun memeluk Putri, yang tertidur pulas,
dengan penuh haru dan isak air mata. Dalam hatinya, ia terus
berdoa agar Tuhan selalu menjaga dan menyayangi Putri.
“Oh Tuhan, inikah yang namanya air mata cinta?” bisiknya dalam
hati.
Tak berapa lama kemudian, mobil taksi yang dipesan
Pak Gatot pun tiba di halaman rumahnya.
“Bu, taksi udah datang tuh, yuk kita pulang,” bisik Pak
RT, yang tak mau Putri terbangun.
-
27
Pak RT pun segera pamit dan meninggalkan Putri
dengan nasibnya kelak di keluarga yang baru saja dikenalnya
dengan berat hati.
Malam harinya, Putri kerap mengigau memanggil-
manggil ayah-ibunya. Mbak Minah, yang begitu iba terhadap
Putri, terus mendekapnya sebagai tanda kasih sayang yang
begitu mendalam.
“Ayaaah... ibuuu... kita mau ke mana?” ucap Putri
dalam igauannya.
“Ya, Putri, jangan takut, ada Mbak Minah di sini,”
bisiknya sambil mengusap-usap punggung Putri hingga Putri
tertidur lagi.
Tak terasa ayam jantan mulai berkokok. Burung-
burung mulai berkicau, tanda matahari akan terbit
menyonsong pagi yang cerah.
Mbak Minah terbangun dari tidurnya untuk segera
mempersiapkan secangkir kopi susu dan sarapan kecil buat
Pak Gatot yang sedang ke masjid. Maklum, Pak Gatot
terbiasa salat berjamaah di masjid.
Putri pun terbangun dan langsung memeluk Mbak
Minah dari belakang dengan manjanya, di dapur.
-
28
“Udah bangun, Sayang? Gimana tidurnya semalam?
Putri mau minum apa, susu atau teh?” sambut Mbak Minah
dengan penuh kasih sayang.
“Susu aja, Mbak. Putri semalam mimpi bersama ayah-
ibu, tapi Putri gak tau ada di mana. Jalannya berbelok-belok.
Tapi ibu hanya memanggil-manggil Putri aja,” ujar Putri,
sedih.
“Ya udah jangan sedih. Sekarang kan ada Mbak Minah
yang jagain Putri. Nanti Mbak Minah bikinin susu, ya,” kata
Mbak Minah sambil mencium dan memeluk Putri.
Tak lama berselang, terdengar suara pagar terbuka.
kreeeek... tanda ada orang memasuki rumah.
Putri pun mengintip dari jendela, dan ternyata Pak
Gatot yang baru saja pulang dari masjid.
”Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam,” sahut Putri, menyambut
kedatangan Pak Gatot.
“Eh, Putri udah bangun. Gimana tidurnya, Sayang,
banyak nyamuk gak?” tanya Pak Gatot sambil menggendong
dan mencium Putri.
“Enak di sini, Om. Kasurnya empuk dan dingin, gak
ada nyamuknya. Beda banget sama di rumah Putri yang
banyak nyamuknya,” jawab Putri penuh manja.
-
29
“Pagi bener bangunnya, Put. Udah salat subuh belum,
Putri?” kata Pak Gatot.
“Udah tadi sama Mbak Minah. Mbak Minah yang jadi
imamnya. Kata ibu, kalo kita bangun pagi, kita akan banyak
rezeki,” jawab Putri.
“Mau makan apa Putri hari ini? Ayam goreng apa telur
goreng?” tanya Pak Gatot.
“Mbak Minah lagi bikin susu sama goreng tahu, Om.
Om mau minum apa?”
“Om mau minum kopi susu aja ah, sambil makan tahu
goreng, enak deh kelihatannya. Putri mau ikut Om ke toko
gak? Di toko banyak buku-buku bacaan seperti yang Putri
mau,” ajak Pak Gatot.
“Mau... mau, Om. Putri mau baca buku cerita semua
nabi sama Cinderella.” Putri bersemangat.
“Kalo gitu, setelah sarapan, Putri harus segera mandi,
ya. Kita harus berangkat pagi-pagi biar kita banyak rezeki,”
canda Pak Gatot.
”Iya, Om. Habis minum susu, Putri akan segera
mandi.”
Sementara itu, Bu Gatot dan Bunga masih terlelap
dengan seribu mimpinya. Pak Gatot pun mencoba untuk
membangunkan “Ayu Rahsyu”, istrinya.
-
30
“Bu, bangun… udah jam setengah enam nih, gak salat
subuh?” ujar Pa Gatot kepada istrinya.
“Sebentar lagi, Pak, lagi nanggung nih.... Bilang malaikat,
suruh tunggu bentar, jangan pergi dulu,” jawab Bu Gatot.
“Astagfirullahal’azim.... Ya udah, ayah mau ke toko
dulu,” kata Pak Gatot, kesal.
Begitulah sikap istri Pak Gatot setiap hari. Waktunya
lebih banyak dihabiskan di tempat tidur dan televisi. Pak
Gatot pun tak bisa berbuat banyak terhadap istrinya.
Alhasil, Pak Gatot sarapan bersama Putri dan Mbak
Minah. Ia tidak pernah membedakan antara pembantu dan
siapa pun, baik pejabat maupun kerabat, sahabat maupun
penjahat. Bagi dia, semua manusia adalah sama di mata
Tuhan.
“Gimana tahunya, Put, enak gak masakan Mbak
Minah?” canda Pak Gatot.
“Enak, Om. Kata ibu, semua pemberian Tuhan harus
selalu kita syukuri agar Tuhan memberi kita lebih banyak
lagi,” celoteh Putri.
“Alhamdulillah.... Putri segera mandi, ya. Om ganti
baju dulu. Kita segera berangkat kalo sudah siap,” kata Pak
Gatot sambil tersenyum kecil.
-
31
Putri pun bergegas mandi dengan dibantu Mbak
Minah.
Jam menunjukkan tepat pukul 6. Putri dan Pak Gatot
bersiap-siap untuk berangkat ke toko guna mengadu
peruntungan nasibnya hari ini.
“Putri udah siap, Om,” ujar Putri sambil memamerkan
baju barunya kepada Pak Gatot.
“Wah, cantiknya anak Om pake baju baru,” kata Pak
Gatot sambil menciumnya sebagai tanda kasih sayang.
“Ini baju pemberian ibu ketika Putri berulang tahun
keempat kemarin, Om,” kata Putri dengan penuh ceria.
“Ya udah, kalo gitu yuk kita segera berangkat ke toko.
Semoga Tuhan kasih banyak rezeki hari ini pada kita.
Amin…,” kata Pak Gatot sambil menggandeng Putri ke
mobilnya.
-
32
BAB IV Putri dan Hobi Membacanya
Setiba Pak Gatot dan Putri di toko, suasana toko pun
sudah kelihatan ramai. Banyak pedagang makanan mangkal
menjajakan dagangan masing-masing. Orang-orang pun lalu-
lalang. Maklum, toko Pak Gatot berada di dekat stasiun serta
universitas ternama dan sekolah. Pak Gatot menjual buku-
buku sekolah, seperti buku cerita, hingga buku kuliah untuk
mahasiswa. Juga buku bekas ataupun baru dan peralatan
sekolah lainnya, seperti tas dan pernak-perniknya.
Pak Gatot segera membuka toko dengan dibantu
pegawainya, satu orang, bernama Komarudin. Komar sudah
lama ikut Pak Gatot berjualan. Ia tinggal di sekitar toko Pak
Gatot. Komar adalah orang kepercayaan Pak
Gatot…orangnya jujur dan penuh keceriaan walaupun
fisiknya memiliki kekurangan akibat kecelakaan yang
menimpanya pada masa silam.
Pak Gatot pun memperkenalkan Putri kepada Komar.
“Assalamu’alaikum, Mar, ini Putri, keponakan saya,”
kata Pak Gatot kepada Komar.
-
33
“Put, ini Om Komar yang bantuin kita berjualan di sini.
Nanti, kalo Putri perlu apa2, bilang aja sama Om Komar,
ya,” ujar Pak Gatot kepada Putri dan Komar.
“Putri emang udah bisa baca?” canda Komar kepada
Putri sambil mengelus rambutnya.
“Bisa, Om. Putri udah bisa baca sama mengaji, Om.
Ibu yang selalu mengajari Putri membaca Al-Quran dan
cerita nabi-nabi,” jawab Putri penuh bangga.
“Wah, hebat bener. Dulu Om waktu kecil bisanya cuma
nangis doang, minta jajan, sama main aja paling,” canda
Komar. “Putri mau baca buku apa emangnya?”
“Kalo ada buku cerita Nabi Sulaiman, Om, atau
Cinderella,” pinta Putri, antusias.
“Ada lengkap tuh di pojok paling kanan bawah rak
buku, Put,” kata Komar sambil menunjuk ke arah buku-
buku cerita anak-anak. “Kalo buku cerita anak, di sini paling
lengkap, Put. Tenang aja, Putri pasti betah deh,” canda
Komar sambil tersenyum kepada Putri.
“Wah... lengkap sekali buku cerita di sini, Om. Ada
Cinderella, Malin Kundang, buku Kisah Fathonah yang Serakah
pun juga ada di sini. Ini buku-buku yang sering ibu ceritakan
di waktu malam menjelang tidur, Om. Putri boleh baca
semuanya kan?” pinta Putri.
-
34
“Ya, tentu saja boleh. Ini buku kan punya Om Gatot
semua. Tapi bukanya hati-hati ya, jangan sampai sobek agar
bisa dijual kembali,” ujar Komar.
“Iya, Om. Putri akan membaca dengan hati-hati dan
akan merapikannya lagi nanti. Ibu selalu bilang, kalo habis
baca buku, dirapikan lagi seperti semula. Makasih ya, Om.”
Pa Gatot sibuk dengan barang dagangannya.
Mengecek mana yang sudah habis terjual untuk segera dibeli
dan dijualnya kembali. Sedangkan Komar sibuk melayani
pembeli yang datang silih berganti ke toko Pak Gatot.
Putri pun sedang asyik membaca buku-buku cerita
anak kesukaannya. Pak Gatot sangat senang melihat Putri
sangat antusias membaca buku. Dalam hatinya, ia
membayangkan mengapa Bunga tidak seperti Putri yang
hobi membaca. Tebersit dalam benaknya, apakah ia salah
asih-asah-asuh dalam mendidik keluarga yang sudah tidak
bisa lagi dikendalikan. Bunga juga sering berbicara kurang
sopan kepada orang lain. Seperti kepada Minah. Sementara
Putri begitu sopan dan santun dalam bertutur kata kepada
semua orang. Oh Tuhan… apakah ini semua pengaruh dari
perubahan zaman televisi dan sinetron.
-
35
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12, waktu
zuhur telah tiba. Pak Gatot pun segera bersiap-siap untuk
pergi ke masjid terdekat.
“Putri, Om ke masjid dulu, ya. Putri di sini dulu sama
Om Komar. Nanti kita makannya setelah salat, ya. Kalo Putri
haus, bilang aja sama Om Komar,” ujar Pak Gatot.
“Iya, Om. Putri juga senang di sini sambil baca buku.
Putri minum air putih aja,” jawab Putri sambil memegang
buku cerita Nabi Muhammad.
Setelah pulang dari masjid, Pak Gatot mengajak Putri
makan di warung Padang langganannya.
“Putri mau makan apa? Pake ayam apa rendang?”
tanya Pak Gatot.
“Putri pake telur dadar aja, Om. Kata ibu, kalo kita
mau cepat banyak uang, kita harus berhemat, Om.”
“Ya udah, kalo gitu, kita makan telur dadar aja ya hari
ini. Terus minumnya apa? Jus melon apa jus jambu?”
“Air putih aja, Om, biar kita selalu sehat.”
Pa Gatot pun hanya tersenyum melihat celotehan
Putri yang masih polos dan sederhana. Berbeda jauh dengan
istrinya dan anaknya, Bunga, yang punya sifat boros dan
serakah.
-
36
“Nanti kita pulang setelah asar aja, ya? Putri masih
betah kan di sini?” tanya Pak Gatot sambil tersenyum.
“Iya, Om. Putri lagi baca cerita Nabi Muhammad.
Kasihan ya, dia udah ditinggal kedua orang tuanya sejak
masih kecil, tapi masih tetap sabar dan tabah dalam
menghadapi semuanya,” kata Putri kepada Pak Gatot.
“Ya, makanya kita harus selalu sabar dan bersyukur
dengan semua pemberian Tuhan, Put, dan juga kita harus
saling mengasihi sesama manusia, terutama anak yatim.”
“Kalo gitu, Putri anak yatim, ya, Om? Ayah-ibu kok gak
pernah nemuin Putri lagi, ya, Om?”
Pak Gatot pun hanya terdiam dan berusaha mendekap
Putri.
“Yah, yang penting Putri sekarang harus rajin belajar
aja ya, biar jadi orang pintar kayak Ainun-Habibie dan
makan yang banyak biar lekas besar. Kalo udah, yuk kita
kembali ke toko, biar gantian sama Om Komar yang makan
siang,” kata Pak Gatot sambil mendekap Putri penuh kasih
sayang.
Pak Gatot dan Putri pun segera kembali ke toko
untuk giliran berjaga dengan Pak Komar.
“Udah, Mar... gantian makan dulu. Gimana jualan kita
hari ini, Mar?” tanya Pak Gatot.
-
37
“Alhamdulillah, Pak, hari ini banyak yang beli.
Uangnya dihitung aja dulu, Pak.”
“Alhamdulillah... bagus banget rezeki kita hari ini.
Mudah-mudahan Putri bawa hoki buat kita, Mar. Nih
tambahan buat kamu. Berarti besok kita harus udah belanja
lagi nih.”
“Alhamdulillah…. Kalo gitu saya pergi makan dulu,
Pak, terima kasih.”
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore.
Suara azan pun telah berkumandang, tanda datangnya waktu
asar. Pak Gatot bersiap-siap ke masjid dan bebenah untuk
segera pulang ke rumah.
Pak Gatot biasa pulang lebih dulu, sedangkan Komar
pulang setelah magrib, setelah pembeli mulai sepi dan toko
tutup. Komar sangat senang bekerja dengan Pak Gatot
karena orangnya ramah dan pengertian. Jika pembeli sedang
banyak, Komar pun sering diberi uang tambahan buat biaya
hidupnya. Maklum, biaya hidup sekarang terasa lebih berat
dibanding beberapa tahun silam sewaktu zaman Pak Harto,
Orde Baru. Sekarang harga-harga bahan kebutuhan pokok
terus melambung tinggi. Sementara penghasilan jauh di
bawah standar hidup normal. Belum lagi biaya lain-lain,
seperti kebutuhan sekolah anak. Gaji satu juta rupiah yang
-
38
diterima Pak Komar selama sebulan sebagai penjaga toko,
buat beli sembako pun dirasa kurang. Tapi, untungnya, Pak
Komar menyadari bahwa menjadi Pak Gatot pun dirasa
sulit. Biaya sewa kios dan modal saja tidak seimbang dengan
keuntungan yang diterima Pak Gatot sebagai pengusaha.
Hidup di masa sekarang bagai buah simalakama. Harga
mahal tidak ada yang beli, harga murah tidak akan cukup
buat biaya operasional sehari-hari. Pak Gatot pun senang
kepada Pak Komar yang pengertian dan jujur. Maklum, di
zaman yang serba sulit seperti saat ini, masih banyak pejabat
yang berbuat jahat.
Pukul 4 sore. Pak Gatot bersiap-siap segera pulang ke
rumah. Sementara Putri masih saja asyik membaca buku. Pak
Gatot tersenyum kagum melihat Putri yang hobi membaca
buku.
“Put, udah sore nih, kita pulang dulu, ya. Kamu lagi
baca apa?” tanya Pak Gatot sambil tersenyum.
“Lagi baca buku Kisah Fathonah yang Serakah, nih, Om.
Gara-gara serakah, Fathonah akhirnya dipenjara, Om.”
“Wah, itu mah buku yang sedang laku akhir-akhir ini,
Put. Buku yang memberi kita banyak nasihat dan pelajaran.
Udah selesai, belum? Kalo belum, bawa aja ke rumah, Put,
baca di rumah.”
-
39
“Ya udah, Putri bawa ke rumah satu, ya, Om. Buat
baca nanti malam sama Mbak Minah.”
“Mar, saya pulang dulu, ya. Ntar kalo udah sepi, tutup
aja,” kata Pak Gatot kepada Komar.
“Ya, Pak. Mudah-mudahan masih banyak yang beli nih
kayaknya.”
“Amin.... Ntar jangan lupa lacinya dikunci, ya, Mar.
Lumayan buat tambah-tambah belanja besok,” kata Pak
Gatot.
Putri dan Pak Gatot pun segera meninggalkan toko
untuk kembali ke rumah setelah seharian lelah berjualan di
toko.
Sesampai mereka di rumah,
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam,” jawab Mbak Minah penuh
senyum dan ramah sambil membawakan barang bawaan Pak
Gatot.
Pak Gatot biasa disambut pembantunya, Mbak Minah,
untuk ditawari segelas teh manis ataupun susu kopi
kegemarannya.
“Ibu sama Bunga mana, Min?” tanya Pak Gatot.
“Ibu sedang nonton sinetron, Pak. Bunga sedang main
game. Bapak mau minum apa?”
-
40
“Teh manis aja, Min.”
“Kalo Putri, mau minum apa? Gimana tadi di toko, Put,
betah gak?” tanya Mbak Minah, bercanda.
“Wah, banyak sekali buku-buku ceritanya, Mbak. Nih
Putri bawain satu, buat baca nanti malam. Buku cerita Kisah
Fathonah yang Serakah, Mbak. Putri minum air putih aja,
Mbak,” jawab Putri penuh kegembiraan.
“Wah… itu buku yang lagi banyak dibaca anak-anak,
Put. Nanti Mbak ikutan baca, ya,” canda Minah.
Putri dan Pak Gatot pun segera memasuki rumah dan
menemui istrinya yang sedang asyik nonton sinetron.
“Belum mandi, Mah?” tanya Pak Gatot sambil
melepas kemejanya. Udah asar belum, Mah? Udah jam lima
seperempat tuh.”
“Belum, Pah. Lagi nanggung nih. Kasihan sinetron kalo
gak ada yang nonton, ntar gak ada iklannya, Pah.”
“Astagfirullah…. Bunga gak ke pengajian anak-anak,
Mah?”
“Gak mau anaknya. Ntar ngaji sama Minah aja, Pah.”
Pa Gatot pun segera mandi dan berganti pakaian
untuk bersiap-siap pergi ke masjid terdekat guna salat
magrib. Pak Gatot orang taat beribadah dan tidak suka
menceritakan keburukan orang lain serta hidup penuh
-
41
sahaja. Berbeda dengan Bu Gatot, yang senantiasa bermalas-
malasan dan menggunjing bersama teman-teman arisannya.
Yang mereka pamerkan hanyalah kekayaan suaminya.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Pak Gatot
menemui Bunga, sebagai buah hatinya yang baru berusia 4
tahun dan ahli waris keturunannya kelak.
“Bunga, gimana kabar kamu hari ini? Udah mandi
belum?” tanya Pak Gatot penuh senyum sambil
menciumnya.
“Belum, Pah. Lagi nanggung main game nih. Ibu juga
belum mandi, Pah,” jawab Bunga, tak acuh.
“Kan udah sore nih. Emang kamu gak ngaji tadi, ya?”
tanya Pak Gatot.
“Males ah, Pah. Habis, teman-teman Bunga orang
kampungan semua sih. Bunga mau ngaji sama anaknya
temen-temen mamah aja, Pah, sama ustad-ustad yang
terkenal di televisi.”
“Gak boleh begitu dong, Bunga. Kita di mata Tuhan
kan sama. Ustad terkenal kan mahal bayarannya, Bunga.
Papah belum sanggup untuk membayarnya. Nanti kamu ngaji
sama Mbak Minah aja ya?” pinta Pak Gatot penuh harap
agar Bunga menjadi anak yg saleha kelak.
-
42
“Gak mau ah, Pah. Mbak Minah kan hanya pembantu
di sini.”
“Astagfirullahal’azim…. Ya Allah, cobaan apa yang
Kau berikan kepada keluargaku, hingga aku sulit
mengendalikanya. Berilah mereka petunjuk,” doa Pak Gatot
dalam hati.
Pa Gatot segera menuju ruang makan menyantap
makanan kecil, roti bakar cokelat dan teh manis yang sudah
dipersiapkan Mbak Minah. Putri pun ikut menemani Pak
Gatot menikmati hidangan dan berkumpul bersama Mbak
Minah.
“Gimana, Put, enak gak roti bakarnya?” tanya Pak
Gatot sambil tersenyum.
“Enak banget, Om. Ibu belum pernah bikin yang
seperti ini. Kalo banyak uang, enak ya, Om, kita bisa makan
apa yang kita mau.” jawab Putri.
“Alhamdulillah… kita harus selalu bersyukur dengan
apa yang diberikan Tuhan, Put. Jangan seperti Fathonah
yang diceritakan di dalam buku itu, yang sifatnya selalu
serakah dalam mencari nafkah.”
“Om udah baca buku ceritanya, ya?” tanya Putri.
“Semua buku cerita yang di toko udah Om baca, Put.
Om juga kan hobi membaca,” jawab Pak Gatot. “Kamu udah
-
43
bisa ngaji belum, Put? Kalo belum, ntar belajar sama Mbak
Minah, ya. Dulu Mbak Minah pernah juara MTQ tingkat
kecamatan tuh, Put.”
“Wah… hebat banget Mbak Minah bisa juara MTQ.
Putri baru bisa baca Juz ‘Amma aja, Om. Ibu baru mengajari
Putri sampe Iqro 6. Putri gak tahu kapan ibu akan mengajari
Putri ngaji lagi, Om,” kata Putri, bersedih.
“Ya udah, sekarang Putri belajarnya sama Mbak aja, ya.
Ntar kita belajarnya di kamar aja,” ujar Minah penuh kasih
sayang.
Begitulah aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Putri
dan Minah selalu hidup bersama. Putri telah menganggap
Minah sebagai kakak dan ibunya sendiri. Dan Minah pun
menganggap Putri sebagai adik dan anaknya. Minah sangat
sayang kepada Putri. Jika sakit, Minah-lah yang selalu
menemani dan merawat Putri. Minah juga yang sering
mengantar Putri pergi ke sekolah dan mengambilkan
rapotnya, serta memberi motivasi dan menemani Putri di
berbagai lomba yang Putri ikuti. Putri juga sering membantu
Minah bebenah dan membersihkan halaman. Mereka
bagaikan inai dengan kuku, saling menyayangi. Pak Gatot
pun ikut mensyukuri kebahagiaan mereka berdua.
-
44
BAB V Putri dan Prestasinya di Sekolah
Tak terasa, setahun pun berlalu. Sudah waktunya Putri
dan Bunga mulai mengenal bangku sekolah. Pak Gatot
menanyakan kesiapan mereka berdua untuk mulai
bersekolah.
“Bunga, kamu kan sudah besar, udah harus sekolah,
ya?” tanya Pak Gatot penuh kasih sayang. “Kira-kira, kamu
mau sekolah di mana?”
“Bunga mau sekolah di tempat sekolah anaknya
teman-teman mamah aja ah, Pah. Sekolahnya bagus, ada
taman bermainnya. Ruangan ber-AC, ada kolam renangnya
lagi, Pah,” jawab Bunga.
“Ya udah, nanti Ayah tanya mamah dulu, ya,” jawab
Pak Gatot yang kaget melihat tabiat Bunga yang angkuh dan
sombong.
“Kalo kamu mau sekolah di mana, Put, kira-kira?”
tanya Pak Gatot kepada Putri.
“Putri mau sekolah yang dekat aja, Om, TK Islam
Sejahtera, bersama teman-teman baik Putri. Teman-teman
ngaji Putri juga banyak yang sekolah di sana. Teman-teman
-
45
Putri baik-baik semua, Om. Kata teman-teman, sekolah di
sana gratis. Yang penting udah harus bisa baca. Putri kan
udah lancar baca-tulis, Om. Gak pake ongkos lagi. Putri bisa
jalan kaki ke sekolah,” jawab Putri, antusias.
“Ya udah, ntar Om daftarin, ya. Nanti kamu juga bisa
minta antar Mbak Minah kalo dekat,” kata Pa Gatot.
Pak Gatot pun segera membicarakan perihal sekolah
anak-anak dengan istrinya.
“Mah, anak-anak kan udah besar sekarang, gimana
masalah sekolahnya?” tanya Pak Gatot penuh tanggung
jawab sebagai kepala rumah tangga.
“Bunga mah nanti Mamah mau sekolahin di sekolahnya
si Dul, anaknya Pa Eko, teman Mamah yang sering ke
Amerika itu lho, Pah. Biar pergaulannya luas. Siapa tahu bisa
ketularan jadi orang kaya dan beken, Pah. Jadi celebrity kayak
si Dul. Kan Mamah jadi ikutan beken, Pah, kayak mamahnya
Rafly,” kata Bu Gatot berapi-api penuh kesombongan. “Kalo
Putri mah terserah Papah aja deh. Kan anaknya Papah. Tapi
Mamah gak mau keluar dana lho,” kata bu Gatot, tanda pelit
dan kurang perhatian.
“Si Dul kan sekolahan mahal, Mah. Lagian anaknya
kurang sopan dalam pergaulan. Gak seperti Rafa, anaknya
Bu Lina, penuh sopan santun. Berapa biaya sekolah di sana,
-
46
Mah? Apa cukup dengan kondisi keuangan kita? Lagian
pergaulan pejabat dan celebrity bukannya kurang bagus, Mah?
Banyak hura-huranya.”
“Ya Papah cari-cari tambahan uanglah demi masa
depan anak kita. Gak mahal kok, Pah, cuma 20 juta uang
masuknya. Bulanannya cuma 3 juta. Tapi di sana fasilitasnya
lengkap dan pergaulanya juga gak kampungan, Pah. Banyak
anak-anak celebrity dan pejabatnya. Pokoknya Bunga harus
sekolah di sana, Pah,” kata Bu Gatot.
“Astagfirullahal’azim,” kata hati Pak Gatot sambil
menangis melihat kesombongan dan keangkuhan istrinya.
Akhirnya Pak Gatot memenuhi semua permintaan
istrinya untuk menyekolahkan Bunga di sekolah para artis
dan pajabat. Dan, dengan bangganya, Bu Gatot
memamerkan kepada teman-teman arisannya bahwa Bunga
telah bersekolah di sekolah artis.
“Ibu-ibu, sekarang Bunga udah sekolah, lho. Di
sekolahnya si Dul, anaknya Pak Eko itu, lho,” ujar Bu Gatot
kepada teman-teman arisannya.
“Wah… hebat benar Bu Gatot nih bisa nyekolahin
Bunga di sekolahnya si Dul. Habis dapat proyek besar, ya,
ayahnya Bunga?” ujar Bu Nursaman, teman Bu Gatot.
-
47
“Biasa, Bu, ayahnya habis dapat proyek Mendiknas,
pengadaan buku dan peralatan sekolah. Ayahnya kan dekat
sama partai penguasa, he-he-he….”
“Wah… enak ya kalo bisa dekat-dekat sama pejabat.
Kenalin ke kita-kita, dong,” pinta Bu Nursaman sambil
tertawa.
“Wah, gak bisa, Bu. Ini rahasia perusahaan. Ntar kalo
ketangkep bisa merembet ke mana-mana deh, he-he-he....”
Bu Gatot dan teman-teman arisannya biasa hidup
bermewah-mewah. Mereka lupa bahwa mereka hanya bisa
menghabiskan uang suaminya yang terus berjuang mencari
nafkah demi masa depan keluarga. Mereka tidak pernah
sadar bahwa hidup tidak selamanya di atas.
Sementara itu, Putri juga telah didaftarkan di sekolah
Islam Sejahtera. Karena pandai membaca buku dan
membaca Al-Quran, Putri pun dibebaskan dari semua biaya
administrasi. Pak Gatot hanya membayar uang seragam
sebesar 100 ribu rupiah. Putri terlihat sangat gembira bisa
bersekolah dan bermain dengan teman-teman sebayanya.
Putri sementara diantar oleh Mbak Minah. Tapi tak
jarang pula Putri ke sekolah sendirian bersama teman-teman
tetangganya yang terbiasa hidup mandiri. Putri selalu
-
48
berangkat pagi-pagi. Sementara Bu Gatot dan Bunga masih
terlelap dengan mimpinya.
“Mbaaak… Putri berangkat sekolah dulu, ya…,” kata
Putri penuh semangat sambil mencium tangan Mbak Minah.
“Gak diantar, Put?” tanya Minah.
“Gak usah, Mbak. Putri bareng teman-teman aja.”
“Ya udah, hati-hati di jalan, ya. Jangan jajan
sembarangan. Pulang sekolah langsung pulang,” kata Minah
sambil memberikan bekal makanan buat Putri saat istirahat.
-
49
BAB VI Putri dan Lomba Puisinya
Putri terlalu pintar di kelasnya, juga sangat penurut
dan rajin. Tutur bahasanya begitu ramah dan sopan. Tak
heran jika guru-guru pun banyak yang menaruh simpati
kepadanya. Putri sangat disayang guru-gurunya. Apalagi
mereka telah mengetahui bahwa Putri adalah seorang anak
yatim-piatu.
Putri dipersiapkan untuk mengikuti berbagai acara
lomba di sekolah taman kanak-kanak. Alhasil, banyak
piagam penghargaan yang telah ia raih sebagai siswa
berprestasi, seperti lomba membaca dan membuat puisi
tingkat wali kota serta lomba membaca Al-Quran. Pak Gatot
dan Minah pun turut bangga dan haru akan prestasi Putri.
“Mbak, Putri disuruh ikut lomba membuat dan
membaca puisi tingkat wali kota di sekolah. Gimana nih,
Mbak… Putri takut…,” tanya Putri kepada Mbak Minah.
“Tenang, Put, ntar Mbak bantuin cara bikin sama
membacanya. Yang penting Putri harus punya rasa percaya
diri dan persiapan yang matang. Dulu Mbak juga pernah
juara baca puisi tingkat wali kota lho, Put.”
-
50
“Asyik.... Kapan kita mulai belajarnya kalo gitu, Mbak?
Putri ingin sekali jadi juara lomba.”
“Ya udah, nanti malam kita mulai bikin puisi yang
bagus dulu, ya, besok pagi kita coba latihan membacanya di
taman. Oke?” jawab Minah bersemangat dan sambil
mencium Putri.
Pa Gatot pun turut memberi semangat buat Putri
ihwal kejuaraan lomba baca puisi ini. Pak Gatot memberikan
referensi buku-buku di tokonya. Kejuaraan akan diadakan
tiga bulan lagi. Sementara seleksi sekolah antar-kecamatan
telah dimulai.
Putri selalu lolos seleksi antar-sekolah dan antar-
kecamatan dengan didampingi pendamping setianya, Mbak
Minah, serta guru-guru di sekolahnya. Sementara Pak Gatot
terlalu sibuk bekerja di toko guna memenuhi kebutuhan
biaya sekolah Bunga yang begitu memberatkannya.
Tak terasa tiga bulan telah berlalu. Saatnya kejuaraan
lomba baca puisi taman kanak-kanak tingkat wali kota segera
dimulai. Putri telah banyak berlatih dan melakukan
persiapan. Semua guru sangat antusias mendukung Putri.
Putri mendapat nomor peserta 9.
-
51
“Mbak, besok pagi acaranya udah dimulai. Apa yang
harus Putri lakukan sekarang?” kata Putri, cemas dan penuh
harap.
“Putri harus tetap tenang dan banyak berdoa serta
istirahat yang cukup sekarang,” jawab Minah.
“Tapi Putri takut, Mbak,” kata Putri sambil memeluk
Mbak Minah.
“Ada kalanya kita juga harus berserah diri kepada
Tuhan, Put. Serahkan semuanya pada Yang di Atas.
Percayalah, Tuhan pasti akan menolong kita.”
Pak Gatot pulang terlalu larut sehingga Putri belum
sempat memberi tahu soal lomba baca puisi kepadanya.
Akhirnya Minah-lah yang coba memberi tahu pada pagi
harinya. Pak Gatot pun berjanji akan hadir dalam acara Putri
setelah membuka tokonya terlebih dulu.
Pagi itu begitu cerah. Matahari menyambutnya dengan
berseri-seri. Putri pun bersiap-siap mengikuti acara lomba
dengan seragam baru yang telah diberikan pihak sekolah
sebagai dukungan buat Putri.
Pak Gatot telah berangkat ke tokonya untuk berjualan.
Putri diantar oleh guru-guru dan Mbak Minah dengan mobil
kebanggaan sekolah sebagai identitas sekolah. Teman-teman
Putri juga ada yang diperbolehkan menghadiri perlombaan
-
52
untuk memberikan dukungan buat Putri. Ibu Kepala Sekolah
hanya bisa mengiringi Putri dengan doa.
“Putri, berikan yang terbaik buat sekolah, ya. Kamu
pasti menang,” kata Ibu Kepala Sekolah.
“Iya, Bu, doain Putri ya biar menang,” ujar Putri sambil
mencium tangan Ibu Kepala Sekolah.
“Ya… amin…. Kamu didampingi siapa aja? Om ikut
gak?” tanya Ibu Kepala Sekolah.
“Om dan Tante sedang sibuk, Bu, jadi Mbak Minah
dan bapak-ibu guru serta teman-teman yang ikut ke
perlombaan.”
Lomba pun segera dimulai. Dari peserta dengan nomor
urut 1 hingga 7. Sementara Pak Gatot belum juga muncul
untuk memberi dukungan buat Putri. Setelah peserta nomor
8, barulah Pak Gatot dan Om Komar datang menemui Putri
untuk memberi dukungan dan semangat. Putri pun dipeluk
dan dicium oleh Pak Gatot.
“Gimana, Put, persiapannya? Yang tenang, ya, kalah-
menang itu hal biasa. Maaf, Om terlambat, jemput Om
Komar dulu di toko,” kata Pak Gatot.
“Iya, Om. Doain Putri, ya.”
-
53
“Tenang aja, Put, jangan grogi,” ujar Komar, mencoba
menghibur Putri.
Saatnya Putri membawakan puisi hasil karyanya
sendiri. Putri membacakannya dengan penuh arti dan
makna. Begitu menjiwai dan merasakan, sehingga semua
penonton pun terharu dan terpesona, bahkan ada yang
meneteskan air mata, terutama ibu guru Putri dan Mbak
Minah.
Putri pun disambut tepuk tangan yang meriah oleh
penonton yang hadir, tanda antusiasmenya kepada Putri.
Setelah membacakan puisi, Putri memeluk Pak Gatot
dan Mbak Minah sambil menangis tersedu. Mbak Minah
memeluk Putri sambil menangis, tanda bangga dan haru.
Ibu oh Ibu…
Kau yang selalu kurindu
Tanpamu, dunia terasa semu
Hari-hariku terasa jemu
Ibu oh Ibu…
Namamu kan selalu ku ukir dengan pena
Walaupun tinta tlah habis dimakan usia
-
54
Meskipun kau telah tiada
Ibu Oh Ibu…
Puisi ini hanya untukmu
Kau selalu ada dalam kalbu
Kau selalu di hatiku
Ibu oh Ibu…
Untukmu aku ada
Untukmu aku bercita-cita
Untukmu aku bermimpi
Untukmu aku di sini
Putri Prihatini
Setelah peserta terakhir, nomor 25, dipanggil, semua
peserta pun diminta rehat sesaat. Sambil menunggu
keputusan dewan juri, peserta dipersilakan menikmati
hidangan yang telah dipersiapkan oleh panitia. Putri pun
mendapat sambutan hangat oleh bapak-ibu guru beserta
teman-teman suporternya.
-
55
“Wah… kamu hebat, Put, begitu menjiwai banget
bacanya. Mudah-mudahan menang, ya,” ujar Ibu Budi, wali
kelas Putri, sambil mencium dan memeluk Putri.
“Selamat, ya, Put. Mudah-mudahan kita bisa menang,”
kata Amel, teman Putri.
“Makasih buat semuanya, ya,” jawab Putri sambil
meneteskan air mata.
Waktu sudah menunjukan pukul 4 sore. Saatnya
dewan juri memutuskan siapa juara lomba baca puisi taman
kanak-kanak tahun ini.
Semua peserta dan suporter berdebar-debar tak sabar
menantikan siapa yang akan menjadi juaranya.
Dewan juri pun mengumumkan pemenang-
pemenangnya.
“Juara harapan I lomba puisi tingkat wali kota tahun
ini adalah... Siti Nurjanah dari sekolah Taman Kanak-kanak
Al-Hikmah. Juara ketiga adalah... Siti Nurbaya dari sekolah
Taman Kanak-kanak Al-Falah. Juara kedua adalah... Amelia
dari sekolah Taman Kanak-kanak Permata Hati. Dan, juara
pertama lomba puisi tingkat wali kota tahun ini adalah...
Putri Prihatini dari sekolah Taman Kanak-kanak Islam
Sejahtera!”
-
56
Hadirin pun bersorak-sorai menerima keputusan juri
yang dinilai sudah tepat. Putri dinobatkan sebagai pemenang
lomba puisi tahun ini. Ia pun disambut dengan pelukan dan
ciuman hangat dari para dewan juri serta ibu-bapak guru.
Putri berhak mendapatkan hadiah berupa uang tunai
sebesar 1 juta rupiah, ditambah dari pihak sekolah berupa
beasiswa uang pangkal ke jenjang yang lebih tinggi. Putri
direkomendasikan untuk bersekolah di Sekolah Dasar
Negeri 1, salah satu SD favorit anak-anak berbakat dan
pandai, dengan biaya gratis. Putri pun menerimanya dengan
sukacita.
Pak Gatot dan Minah tambah sayang kepada Putri.
Berbeda dengan Bunga dan Bu Gatot, yang hanya
membanggakan kemewahan milik teman-teman pejabat dan
celebrity-nya di sekolah.
Pak Gatot menangis dalam hati kecilnya, terus berdoa
dan memohon agar segera diberi petunjuk serta jalan keluar.
-
57
BAB VII Putri Juara Olimpiade Matematika
Tak terasa Putri kini telah berada di Sekolah Dasar
Negeri 1 Suka Jaya, tempat siswa berbakat dan pandai,
tentunya dengan rekomendasi dari pihak sekolah TK-nya
dan dilepas dengan penuh sukacita oleh guru dan teman-
temannya. Begitulah Putri sebagai anak yang saleha dan
pandai. Keberadaanya selalu dinantikan dan kepergiannya
selalu dirindukan serta didoakan.
“Ibu sangat bangga pada dirimu, Putri. Semoga kamu
tetap berprestasi dan ramah budi pekertimu,” ujar Ibu
Kepala Sekolah TK Sejahtera sambil memeluk dan
meneteskan air mata.
“Iya, Bu. Terima kasih. Doakan Putri terus, ya. Nama
ibu akan selalu Putri kenang dalam sanubari Putri.”
Putri pun segera mempersiapkan bekal, mental untuk
kembali meraih prestasi di sekolah barunya. Tentunya
dengan dukungan dari Mbak Minah dan Pak Gatot tercinta.
Uang yang ia terima dibelikan buku-buku pelajaran dan
perlengkapan sekolah. Pak Gatot senang melihat kegiatan
Putri sehari-hari yang begitu hobi membaca dan mengaji.
-
58
Pandai bergaul dengan teman-temannya, santun tutur
katanya, persis seperti tetangga di kampungnya dulu, anak-
anak Bapak Soejiman. Jauh berbeda dengan Bunga dan istri
Pak Gatot yang cenderung merendahkan orang lain. Mereka
pilih-pilih teman dalam bergaul, senantiasa menyombongkan
kekayaannya, juga kasar tutur katanya. Pak Gatot senantiasa
memenuhi kebutuhan sekolah anak-anaknya. Walaupun
dirasa teramat berat, terutama Bunga, yang banyak
menghabiskan banyak biaya. Selain untuk biaya sekolah yang
begitu tinggi, juga biaya antar-jemput kendaraan. Bunga dan
istri Pak Gatot hidup terlalu boros. Tidak pernah
memikirkan hari esok dan perjuangan Pak Gatot dalam
mencari nafkah. Anak dan istri Pak Gatot berpikir hari ini,
ya, untuk hari ini. Tak heran badan mereka pun semakin
lama kian besar. Berbeda dengan Putri, yang penuh
kesahajaan. Tubuhnya terlihat ramping dan manis. Uang
jajannya yang hanya dua ribu rupiah sehari disisihkan untuk
menabung guna sewaktu-waktu ada keperluan mendesak.
Pak Gatot sangat membanggakan Putri, anak angkatnya yg
penuh prestasi dan kesahajaan. Hari libur dihabiskan Putri
untuk membantu Pak Gatot berjualan di toko, sambil
membaca buku pelajaran dan buku-buku cerita.
-
59
Putri sangat cerdas. Sewaktu duduk di bangku kelas I
SD pun, pelajaran-pelajaran kelas III sudah ia pelajari dan
kuasai. Tak heran, guru-guru di sekolah sangat bersimpati
kepada Putri. Putri selalu mendapatkan nilai sempurna. Pak
Gatot begitu antusias mendukung kemajuan prestasi Putri.
Begitu pula Mbak Minah. Putri merasa senang akan
perhatian mereka berdua yang penuh kasih sayang dan
ketulusan.
Tak terasa, Putri sekarang sudah kelas VI. Piagam-
piagam dan segudang prestasi pun telah diraihnya. Putri
dipersiapkan mengikuti lomba Olmpiade Matematika
sekolah dasar tingkat provinsi. Suatu kesempatan yang
sangat dinanti-nantikannya. Pihak sekolah berharap banyak
pada Putri. Selain mengangkat nama baik sekolah, Putri juga
mengangkat nama baik daerahnya. Segala persiapan terus
dilakukan Putri. Semua buku didukung pihak sekolah dan
Pak Gatot, tentunya. Kepandaiannya tak lantas membuatnya
merasa sombong dan angkuh. Putri bagaikan “padi”, hidup
terus penuh sahaja. Putri berpikir bahwa di atas langit pasti
masih ada langit. Tak heran, semua orang sangat bersimpati
kepadanya, kecuali Bu Gatot dan Bunga, yang begitu iri
terhadap prestasi Putri.
-
60
BAB VIII Putri Berziarah ke Makam Orang Tuanya
Singkat cerita, Putri pun berhasil meraih medali emas
Olimpiade Matematika tingkat provinsi. Pak Gatot dan
Mbak Minah sangat bangga dan bertambah sayang kepada
Putri. Putri berhak mendapatkan hadiah uang sebesar 5 juta
rupiah dan beasiswa prestasi di SMP terbaik yang Putri
kehendaki. Pihak sekolah juga merekomendasikan agar Putri
mau bersekolah di SMP Negeri 1 Suka Makmur, tempatnya
siswasiswa berprestasi. Putri pun menerimanya dengan rasa
sukacita. Pak Gatot berharap Putri bisa bersekolah yang
tinggi dan menjadi anak yang saleha seperti Ainun-Habibie.
“Pertahankan prestasimu, Put. Ayah-ibu pasti bangga
denganmu,” ujar Pak Gatot sambil memeluk Putri penuh
kasih sayang dan bangga.
“Makasih, Om. Ini semua berkat Om dan Mbak
Minah.” jawabnya. “Om, kalo boleh, Putri ingin ketemu
ayah-ibu walaupun beliau sudah tiada.”
“Ya, Put, besok Minggu kita coba ziarah ke makam
ayah-ibu di Sukabumi. Kamu sudah besar sekarang, sudah
waktunya kamu tahu siapa ayah-ibumu. Walaupun beliau
-
61
sudah tiada, kamu harus tetap mendoakannya sebagai anak
saleha,” jawab Pak Gatot sambil memeluk Putri.
“Ya, nanti Mbak juga ikutan, boleh kan, Pak?” ujar
Minah.
“Ya, nanti kita pergi bersama-sama,” jawab Pak Gatot.
Mereka pun pergi berziarah ke makam ayah-ibu Putri. Pak
Gatot tak lupa bertamu ke rumah Pak RT.
“Assalamu’alaikum…,” Pak Gatot memberi salam di
rumah Pak RT.
“Wa’alaikumsalam…, eh Pak Gatot. Mangga-mangga
atuh masuk ke dalam. Buuu… ada tamu jauh nih. Wah…
mimpi apa nih semalam, ada tamu dari kota,” kata Pak RT.
“Eeeh… Pak Gatot. Ini pasti Putri, ya? Masya Allah,
udah kelas berapa kamu sekarang, Put? Kamu gak nakal kan,
Put? tanya Bu RT sambil memeluk Putri.
Tangis haru mewarnai pertemuan mereka. Mereka
berpelukan, tanda kangen yang tak terkira. Bu RT, melihat
Putri yang sekarang sudah besar, tak tahan meneteskan air
mata. Putri pun menangis di pelukannya.
“Udah kelas enam, Bu. Om Gatot dan Mbak Minah
penuh perhatian sama Putri, Bu,” jawab Putri penuh santun.
-
62
“Alhamdulillah, Putri siswa yang berprestasi. Gak
susah menyekolahkan Putri. Gak nyesel saya mengambil Putri.
Kemarin habis juara matematika tuh,” ucap Pak Gatot penuh
bangga.
“Alhamdulillah, Putri ada di tempat dan keluarga yang
tepat. Ibu sangat memikirkan hari-hari Putri. Betah apa gak
di sana. Satu bulan ibu terus menangis dan berdoa
memikirkan Putri agar mendapat perlindungan dan jalan
yang benar dari Tuhan,” ujar Bu RT.
“Makasih, Bu RT, Putri juga masih inget ketika Bu RT
suka kasih kue waktu kecil.”
“Mangga atuh sambil dimakan kuenya,” pinta Pak RT.
“Ada rencana mau ziarah, Pa Gatot?”
“Ya, Pak RT, Putri minta diajak ziarah ke makam
orang tuanya. Sudah saatnya dia tahu semuanya, Pak RT,”
kata Pa Gatot penuh santun.
“Ya, Put, yang sudah berlalu biarlah berlalu. Orang tua
Putri juga pasti bangga melihat kamu sudah senang sekarang.
Yang penting lagi, doa Putri sebagai anak yg saleha, ya kan,
Pa, Gatot?” kata Pak RT.
“Ya Pak, Putri juga udah ikhlas akan semua rencana
Tuhan. Mungkin Tuhan punya rencana lain yang lebih baik,”
kata Putri.
-
63
“Alhamdulillah. Ya udah, Pak RT, kalo udah siap kita
ziarah sekarang aja, takut kesorean pulangnya nanti. Maklum,
sering hujan sekarang,” ujar Pak Gatot.
Mereka pun segera berziarah ke makam ayah-ibu
Putri. Putri meneteskan air mata tanda belum bisa membalas
budi beliau semasa kecil. Mbak Minah pun selalu berada di
dekat Putri untuk senantiasa menghibur dan menguatkan
hatinya.
“Ibu, maafkan Putri baru bisa datang hari ini ke sini.
Putri janji akan sering datang dan mendoakan ibu di sini,”
kata Putri sambil meneteskan air mata.
“Pak RT, tolong dirawat, ya, makamnya ibu Putri.
Nanti segala biaya biar dihitung aja,” pinta Pa Gatot.
“Ya, Pak, saya juga sekalian merawat makam ayah-ibu
saya, tuh di sebelah sana. Ayahnya Putri sudah saya anggap
adik saya sendiri,” jawab Pak RT.
“Terima kasih, Pak, sebelumnya. Ini sekadar buat
biaya kebersihan,” kata Pak Gatot sambil memberikan
sejumlah uang kepada Pak RT.
“Ya udah, Pak, saya terima uangnya. Makasih banyak,
Pak Gatot. Kalo udah, kita kembali ke rumah, ya….”
-
64
Setelah berdoa di makam, mereka kembali ke rumah
Pak RT untuk bersih-bersih diri dan makan bersama
keluarga Pak RT.
Setelah makan siang, Pa Gatot dan Putri pamit untuk
segera kembali ke rumah.
“Udah hampir sore nih, Pak RT. Kayaknya saya harus
pamit dulu,” ujar Pak Gatot.
“Gak sore-sorean aja, Pak? Putri masih betah
kayaknya di sini.”
“Makasih banyak, Pak RT. Masalahnya, besok pagi-
pagi sekali saya harus sudah ada di toko untuk belanja,”
jawab Pak Gatot.
“Ya udah kalo gitu. Hati-hati di jalan aja, Pak. Lagi
musim hujan, jalanan licin dan berlubang,” ujar Pak RT.
“Sering-sering main ke sini ya, Put?” kata Bu RT.
“Iya, Bu. Putri akan selalu ingat masa kecil sering
bermain di sini. Putri pamit dulu, ya, Bu,” kata Putri sambil
mencium tangan Bu RT dan Pak RT.
Pak Gatot dan Putri pun segera meninggalkan
kediaman masa kecilnya yang suram untuk kembali meniti
masa depan yang lebih baik bak Ainun-Habibie.
-
65
BAB IX Waktu Kepergian Mbak Minah
Waktu terus berlalu. Tak terasa, Putri sekarang telah
duduk di bangku SMP. Putri bersekolah di SMP Negeri 1
Suka Makmur. Sekolahnya merupakan tempat pelajar-pelajar
pandai dan berprestasi. Tentunya dengan berbagai
kemudahan dan beasiswa prestasi.
Hadiah uang yang diterima Putri sebagai juara
Olimpiade Matematika dibelikan sepeda baru. Maklum,
sekolahnya cukup jauh dari rumah.
Mbak Minah, yang selama ini menjadi tambatan hati
Putri, pun dengan berat hati pamit untuk meniti rumah
tangga baru bersama calon suaminya ke Kalimantan sebagai
pegawai negeri sipil.
Pa Gatot dan Putri sangat kehilangan sosok Mbak
Minah sebagai tempat curahan hati mereka untuk saling
berbagi. Tapi suratan takdir berkata lain. Tak selamanya
mereka harus bersama. Mungkin Tuhan punya rencana lain.
Minah pun segera memperkenalkan calon suaminya
kepada Pak Gatot dan Bu Gatot.
-
66
“Pak, Bu, Minah udah belasan tahun kerja di sini.
Sudah saatnya Minah pamit. Minah rencananya mau ikut
calon suami ke Kalimantan sebagai PNS. Ini, Pak, calon
suami Minah, Mas Bejo,” ujar Minah memperkenalkan calon
suaminya kepada Pa Gatot dan Bu Gatot.
“Emang udah gak betah kamu di sini, Min? Putri pasti
sangat kehilangan kamu, Min. Kamu udah dianggap anak
sama Bapak, dan Putri pun udah anggap kamu ibu kedua,”
ujar Pak Gatot.
“Gimana, ya, Pak… Minah juga harus ikut calon suami
ke Kalimantan, membina rumah tangga baru. Minah juga
sebenarnya gak tega kalo lihat Putri, yang udah Minah anggap
adik sendiri,” jawab Minah sambil meneteskan air mata.
“Ya udah, nanti kamu bicara deh sama Putri dari hati
ke hati ya. Putri pasti akan sangat sedih. Tapi ya ini pilihan
kamu. Bapak gak bisa memaksa. Apalagi menyangkut masa
depan kamu, Min. Nanti malam kita coba deh bicara sama
Putri. Kapan rencana pernikahan kamu, Min?” kata Pak
Gatot.
“Insya Allah bulan depan, Pak, Bu. Besok Minah udah
harus berangkat ke Purwokerto buat persiapan pernikahan.
Minah minta maaf kalo ada kata dan perilaku Minah yang
-
67
kurang berkenan selama ini, Pak,” kata Minah sambil
menangis.
Malam harinya, mereka pun membicarakan soal
kepergian Mbak Minah dengan Putri. Putri menangis tanda
kehilangan orang yang sangat dicintainya sebagai pengganti
ibunya. Orang yang telah mengasihinya dan menyayanginya
dengan tulus.
Putri pun merasa hilang semangat dan harapan. Begitu
juga Pak Gatot. Minah, yang selalu menjadi tempat curahan
hati, besok akan pergi meraih mimpi barunya bersama calon
suaminya.
“Put, jaga diri baik-baik, ya. Mbak juga gak berharap
akan semua ini. Tapi Tuhan punya kehendak lain. Belajar
yang rajin demi masa depan yang lebih baik, ya. Mbak gak
akan pernah lupa sama Putri. Mbak akan selalu doakan Putri
agar selalu diberi kemudahan,” ujar Minah sambil menangis
dan memeluk Putri.
Putri pun diam seribu bahasa. Seolah tak tahu apa
yang hendak dikatakannya. Ia hanya menangis, tak mengerti
apa rencana Tuhan selanjutnya.
“Mbaaak… Putri ikut Mbak Minah aja, ya?” ujar Putri
memohon.
-
68
“Kalo Putri ikut Mbak, kasihan Om Gatot, gak ada yg
nemani. Kamu jaga Om Gatot, ya… beliau udah baik banget
sama kita. Ntar kalo ada rezeki, insya Allah Mbak akan main
ke Jakarta nemuin Putri lagi,” jawab Minah.
“Bener ya, Mbak. Mbak gak akan ngelupain Putri,” kata
Putri.
“Mbak juga janji akan sering kirim surat dan puisi buat
Putri, ya, Sayang.”
“Besok rencana berangkatnya jam berapa, Min? Biar
Bapak antar sampai stasiun,” tanya Pak Gatot.
“Pagi, Pak, sekitar jam 7-an,” jawab Minah.
Perpisahan itu pun akhirnya terjadi. Yah, inilah
kehidupan. Ada yang datang, ada yang pergi. Semua tak ada
yang abadi. Hanya Tuhanlah yang kekal.
Esok paginya, Putri dan Pak Gatot pergi mengantar Minah
ke stasiun. Putri terus memeluk Mbak Minah.
“Selamat jalan, ya, Min. Semoga kamu bahagia selalu.
Jangan lupain Bapak,” ucap Pak Gatot sambil mengulurkan
tangan perpisahan.
“Iya, Pak. Terima kasih atas semua kebaikan Bapak
selama ini. Minah gak akan pernah lupa,” jawab Minah
sambil mencium tangan Pak Gatot. “Rajin belajar ya, Put.
-
69
Ingat selalu cerita Ainun-Habibie yang sering Mbak ceritain
malam hari,” ujar Minah kepada Putri sambil menangis.
“Mbaaak....” Putri menangis dan memeluk Minah
tanpa kata-kata.
Dealova....
Aku ingin menjadi sesuatu…
Yang mungkin bisa kau rindu...
-
70
BAB X Putri dan Kesedihannya
Putri terus dirundung kesedihan sejak kepergian Mbak
Minah. Begitu juga Pak Gatot. Minah, orang yang selalu
menemani Pak Gatot sarapan pagi dan menyambutnya
ketika pulang dengan segelas teh manis, kini telah pergi.
Prestasi Putri di sekolah pun terus menurun. Orang
yang selalu menghibur dan memotivasinya kini telah pergi
dan tak tahu kapan akan kembali. Beban berat yang diemban
Putri sejak kepergian Mbak Minah pun bertambah. Sekarang
semua pekerjaan rumah menjadi tanggung jawabnya.
Memasak dan bersih-bersih rumah menjadi tanggungan
Putri. Maklum, Bu Gatot dan Bunga tidak terbiasa dengan
hidup susah dan bekerja keras. Mereka hanya makan dan
menonton televisi.
Begitu juga Pak Gatot. Pengeluaran rumah tangga pun
jadi jauh melambung tinggi. Bunga dan Bu Gatot tidak
menyukai masakan Putri yang apa adanya. Tahu-tempe dan
sayur sop. Mereka lebih suka makan di restoran-restoran
mahal dan terkenal, seperti McDonald’s, KFC, dan Hoka-
Hoka Bento. Ditambah lagi biaya laundry dan biaya sekolah
-
71
Bunga yang semakin mahal. Lambat laun, pengeluaran Pak
Gatot lebih besar pasak daripada tiang. Dagangan Pak Gatot
semakin berkurang, sementara sewa toko semakin mahal.
Rumah Pak Gatot pun sudah dijadikan agunan di Bank
RIBA demi menambah modal dan sewa kiosnya. Bu Gatot
juga tak kunjung prihatin terhadap kondisi usaha suaminya
yang terus menyusut.
Pertengkaran demi pertengkaran dalam rumah tangga
Pak Gatot mulai sering terjadi.
“Mah… Bunga gak mau makan di rumah ah. Bunga
mau ke Hokben aja. Bunga bosan makanan di rumah, itu-itu
aja… gak enak…,” ujar Bunga.
“Ya udah kita ke Hokben aja, ya, Say. Ibu juga bosan
masakan Putri…,” jawab sang ibu.
Tak berselang lama, Pak Gatot pulang dari mencari
nafkah.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam,” jawab Putri.
“Ibu mana, Put?” tanya Pak Gatot.
“Sedang ke Hokben, Om.” kata Putri. “Bunga gak
suka masakan Putri, Om, jadinya minta ke Hokben. Om
mau minum apa?”
-
72
“Ya udah gak usah diambil hati, Put. Mereka emang sok
lagunya. Emang kamu masak apa, Put?” tanya Pak Gatot.
“Om bikinin teh manis aja, Put.”
“Ya, Om. Putri masak sayur asem sama tempe bacem
dan tahu isi, Om.”
“Ya udah, Om ambilin tahunya sekalian deh. Enak
kayaknya sambil minum teh hangat.”
“Ya, Om. Sebentar Putri siapkan.”
Tak lama kemudian,
“Wah… tahu isi enak begini mereka gak doyan?
Bodoh sekali mereka,” ujar Pak Gatot tentang masakan
Putri. “Tahu isi begini di mal-mal bisa 5.000 nih, Put,
satunya. Om pernah beli nih. Belajar dari mana, Put?” ucap
Pak Gatot.
“Ah Om bisa aja. Mbak Minah dulu yang sering ajari
Putri masak, Om,” jawab Putri. “Putri bingung, Om, mau
masak apa. Putri gak bisa masak. Ibu sama Bunga gak pada
suka masakan Putri.”
“Yah, biarin aja apa mau mereka, Put. Mereka kan udah
dewasa. Om juga bosan nasehatin mereka. Mereka persis
seperti keluarga Fathonah yang ada di buku yang sering
kamu baca itu, Put. Yang penting kamu jangan ikut-ikutan
-
73
mereka aja, ya. Belajar yang rajin. Hidup gak selamanya di
atas,” tutur Pak Gatot, menghibur Putri.
Selepas waktu Isya, Bunga pun pulang.
“Dari mana, Mah?” tanya Pak Gatot kepada istrinya.
“Nganterin Bunga jajan, Pah, ke Hokben. Bunga gak
mau makan di rumah, bosan katanya,” jawab Bu Gatot.
“Kalo bisa, Bunga diajarkan hidup prihatin, Mah, biar
gak kaget nantinya kalo sudah besar,” pinta Pak Gatot.
“Mama mah gak mau hidup susah, Pah. Mamah mau
hidup senang selamanya, tuh kayak keluarga si Dul. Enak,
tiap minggu ke Singapura naik ‘AirAsia’.”
“Astagfirullahal’azim…. Ya Allah, setan apa yang sudah
mendarah daging dalam darah istri saya.” Pak Gator bergumam
dalam hati.
Pak Gatot pun pergi meninggalkan istrinya tanpa kata-
kata, menemui Bunga.
“Bunga, kamu gak belajar? Emang gak pernah ada
PR?” tanya Pak Gatot.
“Kata bu guru, di rumah tempatnya tidur. Di sekolah
tempatnya belajar. Begitu kata bu guru sewaktu Bunga
tertidur di kelas,” jawab Bunga sambil asyik bermain game.
“Astagfirullahal’azim,” kata Pak Gatot sambil
mengelus dada penuh kekecewaan.
-
74
BAB XI Putri Diterima di SMA Suka Maju
Dalam hidup, kita harus tetap berjuang. Dunia pun
terus berputar tak pernah beristirahat. Putri sekarang sudah
kelas III SMP. Ia pun segera sadar akan kesedihannya yang
begitu mendalam atas kepergian Mbak Minah. Putri harus
berusaha lagi guna bisa masuk SMA Negeri 1 Suka Maju,
SMA terbaik dengan biaya gratis dari pemerintah daerah.
Tentunya dengan jumlah nilai evaluasi murni (NEM) yang
tidak kecil. Maklum, sekarang ini jarang sekali sekolah
terbaik dengan biaya murah, apalagi gratis. Berbeda dengan
zaman Orde Baru dulu, di mana banyak sekolah murah
dengan biaya terjangkau. Putri harus menjadi Ainun, yang
tekadnya tinggi. Agar ayah-ibu, Mbak Minah, dan Om Gatot
bangga akan dirinya kelak.
Putri pun kembali bersemangat mengatasi
ketertinggalan pelajarannya yang selama ini ia lupakan. Ia
kembali belajar penuh optimistis di toko bersama Om
Komar, sahabat setianya. Pak Gatot sangat senang Putri
kembali ceria dan optimistis. Apalagi tak satu pun prestasi
yang diraihnya semenjak di bangku SMP. Tapi Pak Gatot
-
75
maklum akan semua kegalauan Putri, ditambah pekerjaan
rumah yang dibebankan kepadanya.
“Sedang belajar apa, Put ?” tanya Pak Gatot.
“Belajar buat UN, Om. Putri mau coba masuk SMAN
1 Suka Maju,” jawab Putri.
“Wah… itu mah sekolah bagus banget, Put. Gratis lagi.
Tapi NEM-nya tinggi banget, Put. Om aja dulu gak bisa
masuk ke sana.”
“Ya, Om. Putri mau berusaha keras lagi agar bisa
masuk ke sana. Doain Putri, ya, Om.”
“Amin.... Mudah-mudahan kamu bisa menjadi seperti
yang kamu mau. Kamu kerjain aja soal-soal terbarunya, Put,
kan ada tuh bukunya.”
“Ya, Om. Putri udah bacain semua bukunya. Putri udah
kerjain soal-soalnya,” kata Putri, senang.
“Alhamdulillah… kamu bisa belajar mandiri,” kata
Pak Gatot.
Putri terbiasa belajar mandiri. Putri sadar bahwa ia
hanyalah anak angkat yang harus hidup dan berjuang dengan
kemandiriannya. Berbeda dengan Bunga, yang terbiasa
belajar tambahan dengan guru-guru lesnya di sekolah dan
ikut les di lembaga bimbingan belajar ketika menjelang ujian
nasional.
-
76
Ujian nasional pun tinggal beberapa hari lagi. Semua
pelajar sudah harus mempersiapkan diri bersaing nilai guna
mendapatkan kursi di sekolah-sekolah terbaik pilihan mereka
dan orang tua. Umumnya, orang tua mereka berharap
anaknya bisa bersekolah di sekolah negeri dengan biaya
terjangkau dan bermutu. Maklum, hidup di negeri ini penuh
perjuangan dan persaingan. Ketika SD, kita berjuang guna
mendapatkan SMP terbaik. Saat SMP, kita berjuang untuk
mendapatkan SMA terbaik. Ketika SMA, kita berjuang agar
masuk universitas terbaik. Setelah lulus kuliah pun, kita
harus berjuang demi mendapatkan pekerjaan yang layak
dengan gaji yang memadai.
Beginilah hidup di sini, yang selalu membutuhkan
perjuangan tanpa kenal lelah dan putus asa. Mungkin
berbeda dengan negara lain, seperti Malaysia dan Brunei
Darussalam. Mungkin di negeri ini, uang negara habis buat
pengeluaran banyaknya partai politik. Mungkin hanya
Tuhan-lah yang boleh tahu ke mana perginya kekayaan Ibu
Pertiwi. Mungkin... mungkin… dan mungkin....
Sebulan tak terasa telah berlalu. Tibalah saatnya yang
ditunggu-tunggu, ribuan pelajar SMP melihat hasil jerih
payah mereka belajar selama ini. Doa dan harapan orang tua
-
77
selalu tercurah buat anak tercinta demi meraih NEM yang
bagus dan kelulusan sekolah tentunya.
Pagi yang cerah. Seperti biasa, Kepala SMP Suka
Makmur, Bapak Agung Untung Sinabung , mengumpulkan
semua siswanya yang telah lulus untuk memberikan salam
perpisahan dan nasihat-nasihat yang mungkin berguna bagi
siswanya di sekolah lanjutan kelak. Sekaligus memberikan
beasiswa bagi mereka yang berprestasi karena telah
mengharumkan nama baik sekolah.
“Selamat pagi, Anak-anak,” kata Pak Kepala Sekolah.
“Pagiiii…, Pak,” jawab murid-murid penuh semangat
dan berdebar-debar menunggu hasil pengumuman.
“Alhamdulillah, tahun ini siswa sekolah kita lulus
semuanya.”
“Horeee... kita lulus semua...,” kata murid-murid
sambil bertepuk tangan penuh keceriaan.
“Bapak sangat bangga dengan kalian. Sekolah kita
terkenal dengan kejujurannya dalam menghadapi ujian, di
tengah krisis kejujuran yang melanda negeri ini. Dan yang
lebih membanggakan lagi, tahun ini NEM tertinggi untuk
wilayah Jawa Barat berasal dari siswa kita. Peraih NEM
tertinggi untuk Jawa Barat diraih oleh teman kalian yang
bernama Putri Prihatini, dengan nilai sempurna. Kepada
-
78
siswi Putri Prihatini, Bapak minta untuk maju ke mimbar
untuk menerima penghargaan dan beasiswa prestasi,
tentunya,” ujar Pak Kepala Sekolah.
“Putri... Putri... Putri...,” sambut murid-murid sambil
bertepuk tangan penuh gembira.
“Selamat ya, Putri. Pertahankan prestasimu. Kejar
cita-citamu setinggi langit, seperti Ainun-Habibie. Semoga
kelak kamu berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Bapak
bangga pada dirimu,” ujar Pak Kepala Sekolah.
“Ya, Pak. Terima kasih. Semua berkat bimbingan
Bapak dan Ibu Guru. Jasa-jasa mereka akan selalu Putri ingat
selamanya,” tutur Putri sambil berlinang air mata dan
mencium tangan Pak Kepala sekolah.
Esoknya, sekolah pun memanggil semua wali murid
guna memberi pengarahan dalam mencari sekolah yang lebih
tinggi. Pak Gatot hadir dalam acara temu orang tua murid
dan guru sekaligus pengarahan tersebut.
Dalam pidatonya, tak bosan-bosannya Pak Kepala
Sekolah menceritakan perihal Putri sebagai peraih NEM
tertinggi se-Jawa Barat yang berasal dari sekolahnya. Pak
Gatot pun merasa tersanjung dan amat bersyukur akan
karunia ini. Putri juga berkesempatan diterima di SMA
Negeri 1 Suka Maju dengan beasiswa prestasi dari
-
79
sekolahnya. Kebetulan letak SMA 1 Suka Maju tak jauh dari
gedung SMP tempat Putri belajar. Putri biasa bersepeda ke
sekolah.
Putri sudah harus beraktivitas di sekolah barunya
bulan depan. Pak Gatot pun segera mempersiapkan segala
keperluan Putri untuk tahun ajaran baru di sekolah barunya.
-
80
BAB XII Pak Gatot dan Usahanya yang Bangkrut
SMA Negeri 1 Suka Maju merupakan sekolah dengan
fasilitas terlengkap dan guru-guru yang berkualitas. Juga non-
komersial. Semua keperluan siswa, seperti buku pelajaran
dan peralatan laboratorium, telah disediakan secara gratis
oleh pemerintah daerah. Seluruh siswa hanya dituntut untuk
rajin belajar dan berkarya.
Berbeda dengan sekolah negeri favorit lainnya yang
masih banyak melakukan pungutan liar kepada murid-
muridnya, dengan alasan, untuk kesejahteraan guru dan
karyawan serta “1001 makhluk” lainnya. Semua sarana
belajar di SMA 1 Suka Maju sepenuhnya didukung oleh
pemerintah daerah yang benar-benar bersih dan berwibawa.
Putri sangat senang akan sekolah barunya. Ia terus
menggali semua potensi akademiknya guna meraih prestasi
dan cita-cita masa kecilnya dulu. Putri ikut berbagai kegiatan
sekolah, seperti karya ilmiah, olimpiade matematika-fisika-
kimia, dan kegiatan lain yang positif. Guru-guru sangat
senang pada aktivitas Putri yang sering membawa nama baik
sekolah.
-
81
Seiring dengan waktu, dunia pun terus berputar. Yang
dulunya Pak Harto banyak harta, sekarang telah tiada.
Begitulah Tuhan menjalankan kehidupan dunianya.
Pak Gatot pun semakin lama kian terbebani oleh gaya
hidup mewah anak-istrinya. Kondisi usahanya semakin lama
makin menurun. Utangnya juga kian menumpuk. Akhirnya
suatu saat datanglah hal yang tidak diinginkan semua orang.
Usaha Pak Gatot dinyatakan gulung tikar. Semua harta,
rumah, dan mobil, milik Pak Gatot telah disita pihak Bank
RIBA sebagai ganti atas utang-utang Pak Gatot, berikut
bunganya yang mencapai satu miliar rupiah lebih.
Pak Gatot pun tertunduk lesu, lemah tak berdaya. Ia
ingin berkeluh kesah kepada Tuhan, mengapa semua ini
menimpa dirinya. Yah, itulah kehendak Tuhan. Tak ada
seorang pun yang bisa bernegosiasi seperti layaknya hakim
agung. Kita hanya bisa berharap semoga Tuhan punya
rencana lain yang lebih baik.
“Mah, kita sudah tak punya rumah lagi. Semua uang
Papah telah habis untuk biaya hidup kita yang begitu boros.
Sementara itu, gimana kalo kita ngontrak dulu sambil Papah
cari-cari kerjaan yang lain, ya? Kita harus bisa menerima
semua takdir Ilahi dengan ikhlas,” kata Pak Gatot, penuh
kesedihan dan berjiwa besar.