bimbelprivat.weebly.combimbelprivat.weebly.com/uploads/1/1/0/1/11015768/ketika_cinta_berkat… · 5...

237

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 2

    KETIKA CINTA

    BERKATA DUSTA

    oleh

    M Teguh

    Diterbitkan secara mandiri

    melalui Nulisbuku.com

  • 3

    KETIKA CINTA BERKATA DUSTA

    Oleh: M Teguh

    Copyright © 2014 by M Teguh

    Penerbit

    Bimbelprivat.weebly.com

    E-Mail

    [email protected]

    Desain Sampul

    M. Teguh

    Diterbitkan oleh:

    www.nulisbuku.com

  • 4

    Ucapan Terima Kasih

    Terima kasih kepada www.nulisbuku.com yang

    telah menerbitkan buku novel pertamaku dan semua

    pihak yang telah membaca novel ini. Semoga isi

    cerita dalam novel ini bisa diambil hikmah

    kebaikanya. Semoga Tuhan selalu memudahkan

    setiap langkah kita di jalan yang benar.

    Sukses selalu dengan pemikiran yang positip.

  • 5

    DAFTAR ISI

    BAB I Hari yang Indah Bersama Keluarga Bahagia ... 7

    BAB II Tuhan Telah Ambil Satu-Satunya yang

    Tercinta ....................................................................... 13

    BAB III Putri dan Keluarga Barunya ......................... 24

    BAB IV Putri dan Hobi Membacanya ....................... 32

    BAB V Putri dan Prestasinya di Sekolah ................... 44

    BAB VI Putri dan Lomba Puisinya ............................ 49

    BAB VII Putri Juara Olimpiade Matematika ............. 57

    BAB VIII Putri Berziarah ke Makam Orang Tuanya . 60

    BAB IX Waktu Kepergian Mbak Minah .................... 65

    BAB X Putri dan Kesedihannya ................................. 70

    BAB XI Putri Diterima di SMA Suka Maju ............... 74

    BAB XII Pak Gatot dan Usahanya Yang Bangkrut ... 80

    BAB XIII Hari yang Paling Menentukan bagi Masa

    Depan Putri ................................................................ 90

    BAB XIV Putri Melanjutkan di Sekolah Kedokteran . 95

    BAB XV Putri di Kota Pelajar Yogyakarta ................. 101

    BAB XVI Hany Pertiwi dan Masa Kecilnya ............. 109

    BAB XVII Kepulangan Ayah-Ibu Hany dari Luar

    Negeri......................................................................... 116

    BAB XVIII Hany dan Kegiatan Sekolahnya .............. 121

  • 6

    BAB XIX Hany dan Harapanya Ikut Bimbel ............ 130

    BAB XX Cinta Segitiga Murphy , Hany dan Reynal di

    SMA ............................................................................ 138

    BAB XXI Cinta Segitiga Hany , Reynal dan Putri

    Dalam Kampus .......................................................... 158

    BAB XXII Putri dan Keberhasilan Experimennya .... 187

    BAB XXIII Hany dan Kehancuran Masa Depannya 194

    BAB XXIV Hany dan Perjalanannya ke Amerika...... 200

    BAB XXV Hany dan Persidangan Pertamanya ........ 219

    BAB XXVI Ajun Murphy dan Bukti Barunya ........... 224

    BAB XXVII Bu Mirna dan Putrinya Hany ............... 228

    BAB XXVIII Hany dan Akhir Masa Bahagiannya ... 231

  • 7

    BAB I Hari yang Indah Bersama Keluarga Bahagia

    Matahari baru saja menampakkan diri. Putri kecil

    bangun, menguap lebar-lebar dan masuk kamar mandi.

    Setengah jam kemudian, ia keluar dari kamar mandi dengan

    handuk melilit di tubuhnya. Putri menguap lagi, memakai

    baju yang sudah dipersiapkan dari semalam, menyandang

    buku cerita anak di tangannya, dan berjalan menuju meja

    makan. Di situ, ibu sudah menunggu dengan menu sarapan

    sederhana namun bergizi. Tak lupa segelas susu tertuang di

    gelas.

    “Pagi, Nak. Sudah mandi kamu?” kata ibu sambil

    mengecup pipi Putri.

    “Sudah Bu! Wah, makanan pagi ini enak sekali. Sayur

    sop, telur dadar, dan tempe goreng!”

    “Sudah! Makan dulu sana! Ada makanan kesukaanmu

    tuh.”

    Putri makan dengan lahap. Ibu ikut makan sambil

    memantau anak kesayangannya itu. Ketika mulut Putri

    belepotan, dengan sigap ibu mengambilkan serbet untuknya.

  • 8

    Dua puluh menit kemudian, keluarga bahagia Putri sudah

    selesai makan.

    “Ayah, kita akan ke mana liburan hari ini?” kata Putri

    dengan bahasa kecil lugunya.

    “Kita lihat air terjun aja di Gunung Bunder, ya? Di

    sana enak deh kayaknya sambil kita makan jagung bakar.

    Gimana Put?” ujar ayah dengan kalimat yang penuh kasih

    sayang.

    “Kapan kita pergi ke Taman Safari, Yah? Kata teman-

    teman Putri, di sana banyak binatang-binatang barunya,” ujar

    Putri memelas.

    “Iya nanti kalau ayah sudah punya uang, ya. Kamu

    juga harus rajin menabung agar kita bisa punya uang yang

    banyak dan bisa mendapatkan apa yang kita mau. Seperti

    Om Asep, tetangga kita,” ujar sang ayah kepada putri

    tercintanya.

    “Kamu juga harus rajin belajar, Nak, biar bisa sekolah

    yang tinggi sekali. Seperti Om Asep,” kata ibu, memberi

    nasehat.

    “Iya, Yah… Putri ingin menjadi dokter saja, Yah. Biar

    bisa punya uang yang banyak. Putri ingin sekali naik pesawat

    terbang… dan punya pasien yang banyak. Seperti Tante

    Suharti,” ucap Putri, dengan mimpi-mimpi lugunya.

  • 9

    “Kamu masih ingat kan air terjun di Gunung

    Bunder?” tanya ibu.

    “Iya Bu! Jalanannya naik-turun dan berbelok-belok.

    Kan sudah dua kali kita ke sana.”

    “Ya udah. Ini, bantu Ibu bawa makanan untuk bekal

    kita di jalan ya! Biar kita tidak usah banyak jajan di jalan,”

    kata ibu sambil menyerahkan rantang plastik yang cukup

    berat bagi Putri.

    Barang-barang yang dibawa ibu pun cukup berat,

    yakni pakaian dan handuk, untuk mereka mandi di air terjun

    nanti.

    Dengan bekal seadanya, mereka berangkat menuju

    lokasi air terjun Gunung Bunder dengan sepeda motor

    Astrea-nya. Jalan yang menanjak dan berkelok-kelok

    membuat kendaraan yang mereka tumpangi sering berhenti

    untuk beristirahat sejenak karena panasnya mesin.

    “Ayah, nanti kalau Putri sudah jadi dokter, kita naik

    mobil aja ya? Kalau dokter, semuanya kan naik mobil, ya,

    Yah?” ujar Putri mengutarakan khayalannya kepada sang

    ayah.

    “Iya, dokter, insinyur, semuanya naik mobil,” jawab

    ayah.

  • 10

    Akhirnya, sampailah mereka di lokasi wisata Gunung

    Bundar. Ayah memarkirkan sepeda motornya di tempat

    parkir yang telah disediakan. Putri dan keluarga berjalan-

    jalan di seputar lokasi untuk melepas lelah karena perjalanan

    yang cukup panjang. Mereka pun menggelar tikar yang

    dibawa dan menghabiskan persediaan makanan yang ada

    dengan lahap.

    “Nanti kita mandi ya di air terjun?” ucap ayah kepada

    Putri sambil makan telur balado.

    “Iya, Yah. Tapi pulangnya nanti kita makan jagung

    bakar dulu ya, Yah?” pinta Putri kepada ayahnya.

    “Tenang aja, Put, kalo jagung bakar mah ibu masih

    sanggup beli. Tapi kalo Gunung Salak mah gak sanggup,”

    canda ibu kepada Putri.

    “Emang Gunung Salak dijual ya, Bu?” tanya putri,

    polos.

    “Iya. Tapi yang boleh beli hanya kalangan pejabat dan

    kerabat istana aja, Put,” canda ibu.

    “Kalo gitu enakan jadi pejabat aja ya, Bu, bisa beli apa

    yang kita mau,” ujar Putri, tanda belum dewasa.

    “Ya pejabat dengan penjahat beda tipis, Put,” canda

    ibu.

  • 11

    “Yuk kita bereskan barang-barang kita, Put, biar gak

    kesorean pulangnya,” kata ayah.

    Mereka pun segera masuk ke area lokasi air terjun

    untuk menikmati sejuknya air asli pegunungan, tentunya

    dengan membayar tiket masuk lebih dulu. Mereka juga harus

    berjalan melewati batu-batu dan rintangan-rintangan jalan

    setapak pegunungan menuju lokasi air terjun. Di sana

    banyak pula turis yang berlibur sekadar menikmati suasana

    alam yang sempurna.

    “Airnya dingin sekali ya, Yah?” tanya Putri.

    “Tapi air ini menyehatkan dan bagus buat kesehatan

    kita,” kata ayah sambil mandi juga.

    “Ibu gak mandi ah. Dingin sekali rasanya. Cuci muka

    aja,” ucap ibu sambil menggigil kedinginan dengan jaketnya

    yang tebal.

    “Ibu takut air ya?” ujar Putri.

    Setelah mandi di air terjun yang menyejukkan, mereka

    pun mampir ke pemondokan yang ada di sekitar lokasi air

    terjun untuk berganti pakaian dan beristirahat sejenak sambil

    makan jagung bakar, karena lokasi air terjun cukup jauh dan

    melelahkan.

    “Di sini enak ya, Yah…. Kerja kita hanya makan dan

    bersenang-senang aja…,” ucap Putri dengan lugu.

  • 12

    “Iya, di sini hanya untuk rekreasi aja, Put, tapi susah

    mencari nafkah dan sekolah.”

    “Iya, Yah, kalo kita tinggal di sini, kita gak bisa sekolah

    dan jadi dokter ya, Yah,” kata Putri.

    “Tapi kalo kita punya uang yang banyak, kita bisa beli

    rumah di sini, Put, buat kalo lagi liburan,” canda ibu.

    “Tapi yang bisa beli rumah di sini kan cuma pajabat

    aja, Bu,” kata Putri.

    “Ya nanti kita kasih aja pejabat uang yang banyak, Put,

    biar nurut sama kita. Kita ambilin aja uang di Bank Century.

    Kasih deh semuanya,” canda ibu.

    Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul empat

    sore. Tanda saatnya pulang ke rumah. Mereka pun

    mengemasi barang-barang bawaan agar tidak ada yang

    tertinggal. Mereka juga bersiap-siap untuk pulang setelah

    salat asar berjamaah di musala terdekat.

  • 13

    BAB II Tuhan Telah Ambil Satu-satunya yang Tercinta

    Saat itu usia putri baru berusia empat tahun.

    Dalam perjalanan pulang rekreasi, sepeda motor yang

    ditunggangi keluarga Putri tersenggol kendaraan lain.

    “Awas, Yah, ada mobil di depan!” Putri menjerit.

    “Allahu Akbar… pegangan yang kencang, Put!” teriak

    ayah, yang sudah tidak bisa lagi mengendalikan kendaraanya

    hingga masuk ke jurang yang dalam.

    “Ayaaah…,” teriak Putri, ketakutan.

    Akibat jalan yang terjal dan berliku, motor ayah pun

    masuk jurang. Ibu berusaha melindungi sang buah hati.

    Warga sekitar pun beramai-ramai berusaha menolong

    keluarga Putri, yang semuanya sudah tak sadarkan diri.

    Untungnya, ada orang bijak yang kebetulan melintas dan

    mau mengantarkan keluarga Putri ke rumah sakit terdekat

    guna mendapatkan pertolongan pertama. Namanya Pak

    Gatot. Walaupun nyawa ayah dan ibu Putri sudah tidak

    terselamatkan, tidak demikian dengan Putri.

  • 14

    Keluarga Putri pun dibawa ke rumah sakit terdekat

    untuk mendapatkan pertolongan segera. Tentunya dengan

    pengawalan polisi sebagai pengayom masyarakat. Putri hanya

    mengalami luka ringan, sedangkan ayah-ibu Putri mengalami

    luka berat dan banyak mengeluarkan darah, sehingga nyawa

    mereka tak tertolong.

    Di rumah sakit, esok paginya, Putri terbangun dari

    pingsannya. Putri terbangun saat berada di dalam ruang Unit

    Gawat Darurat. Di sampingnya tak ada lagi ayah-ibu. Yang

    ada hanya Pak Gatot, orang baik yang berusaha menolong

    keluarga Putri. Putri langsung bertanya kepada Pak Gatot

    mengenai keberadaan ayahnya.

    “Aaaa…!” Putri terbangun.

    “Alhamdulillah kamu sudah bangun, Nak,” kata Pak

    Gatot.

    “Ayah, ayah, ibu, mana? Di mana Putri sekarang?”

    tanya Putri sembari menangis.

    “Kita lagi di rumah sakit, Sayang. Ayah-ibu sedang

    bersama dokter di sebelah. Putri sama Om Gatot dulu, ya,”

    jawab Pak Gatot sambil menahan haru. Pak Gatot tak

    sampai hati memberi tahu bahwa ayah-ibu Putri telah tiada.

    “Tapi Putri ingin ketemu ayah…,” pinta Putri,

    memelas.

  • 15

    “Ya… sabar ya, Sayang…. Ayah sedang bersama

    dokter,” kata Pak Gatot.

    Tak lama berselang, prosesi pengangkutan jenazah

    ayah-ibu Putri telah dipersiapkan. Suasana haru menyelimuti

    ruang rumah sakit. Setelah menyelesaikan semua

    administrasi rumah sakit, Pak Gatot bersiap mengantar

    jenazah ayah-ibu Putri ke rumah mereka dengan ditemani

    pihak kepolisian setempat. Putri dan petugas kepolisian naik

    mobil Pak Gatot. Sedangkan jenazah ayah-ibu Putri berada

    dalam mobil ambulans.

    Setelah sampai di rumah kontrakan, jenazah disambut

    tangis dan haru dari kerabat serta sahabat ayah-ibu Putri.

    Maklum, ayah-ibu Putri adalah orang yang terkenal ramah

    dan banyak bergaul di lingkungan sekitar. Pak RT pun telah

    mempersiapkan prosesi pemakaman dengan dibantu warga

    sekitar setelah disalatkan. Putri baru sadar bahwa ayahnya

    telah tiada. Putri terus menangis menanyakan kepergian sang

    ayah.

    “Ayaaah… kenapa pergi…?” tangis Putri sebagai anak

    yatim-piatu.

    ”Putri nanti tinggal dengan siapa, Yah…?” kata Putri,

    mengiba.

    ”Putri ingin jadi dokter, Yah….”

  • 16

    “Tenang, Putri, kan ada Om di sini. Nanti Putri bisa

    tinggal di rumah Om Gatot kalo Putri mau…,” kata Pak

    Gatot sambil meneteskan air mata tanda iba.

    “Tapi Putri ingin sama ayah.”

    Pak Gatot hanya meneteskan air mata tanda empati.

    “Ya, yang sabar, ya, Putri. Nanti Putri bisa panggil Om

    Gatot ayah juga.”

    Setelah proses pemakaman selesai, Pak Gatot

    berusaha mencari tahu tentang keluarga dan kerabat Putri di

    sini.

    “Maaf, Pak RT, keluarga Putri yang mana, ya?” tanya

    Pak Gatot.

    “Wah, sudah gak ada, Pak. Kakek-nenek dari ibunya

    Putri telah lama tiada sejak Putri masih bayi. Ayah Putri

    orang rantau yang hidup tanpa saudara di sini. Saudara Putri

    yang masih ada tinggal om dan Tante Nana. Kami pun

    sudah tidak tahu di mana keberadaannya. Sejak pindah ke

    Kota Jakarta demi mencari kehidupan yang lebih baik,”

    jawab Pak RT.

    “Kasihan betul Putri ya. Kalo boleh, biar Putri ikut

    dengan saya aja, Pak RT,” ujar Pak Gatot.

    “Ya, Pak, sebaiknya begitu. Biar Putri bisa

    mendapatkan pendidikan yang layak di kota. Maklum, di sini

  • 17

    banyak orang yang gak kerja, Pak. Hidup aja hanya pas buat

    makan dan bayar kontrakan. Saya juga melihat Putri sebagai

    anak yang cerdas. Anak-anak seusianya di sini belum ada

    yang bisa baca, Pak. Tapi dia sudah bisa baca dan mengaji.

    Semoga ada hikmah dari semua peristiwa ini, Pak,” jawab

    Pak RT dengan penuh antusias dan keyakinan bahwa Pak

    Gatot adalah orang yang tepat sebagai ayah angkat Putri.

    Apalagi Pak Gatot tampak seperti orang yang berpendidikan.

    “Ya, nanti biar Pak RT yang urus perizinan adopsinya,

    ya. Semoga Tuhan balas kebaikan Bapak buat merawat anak

    yatim ya, Pak,” ujar Pak Polisi, tanda setuju dengan rencana

    ini.

    “Ya, Pak, dengan senang hati. Kapan Putri mau

    dibawa kira-kira, Pak?” kata Pak RT.

    “Lebih cepat lebih baik, saya rasa. Biar cepat adaptasi

    dengan rumah barunya dan melupakan semua peristiwa

    masa lalunya,” jawab Pak Gatot.

    “Kalo begitu, sambil kami urus surat adopsinya, Putri

    tinggal di rumah Bapak aja ya. Kashian juga di sini, nanti gak

    ada yang urus, malam sendirian,” kata Pak RT.

    “Ya sudah kalo begitu, nanti sekalian pulang, Putri

    saya bawa ya, Pak RT. Mudah-mudahan Putri mau,” kata

    Pak Gatot.

  • 18

    “Mangga Pak, biar nanti tahlilan di rumah saya aja deh.

    Putri kayaknya juga bukan tipe anak yang rewel, Pak. Biar

    nanti saya yang coba membujuknya kalo sudah bangun,” ujar

    Pak RT.

    Putri masih tertidur di kamarnya dengan lelap seolah

    tak mengerti apa yang sudah terjadi dalam kehidupan dan

    masa depannya kelak. Pak Polisi pun pamit kepada Pak RT

    dan Pak Gatot, tanda tugasnya telah selesai sebagai

    pengayom masyarakat.

    Tak lama berselang, Putri terbangun dari tidurnya. Jam

    menunjukkan pukul 4 sore.

    “Aaa… ayaaah…?” Putri memanggil ayahnya seperti

    lupa akan semua peristiwa yang baru saja menimpanya.

    “Sini, Nak, sama Ibu aja,” kata Bu RT, memeluk Putri,

    sambil menahan haru dan air mata.

    “Ayah-ibu mana?” tanya Putri kepada Bu RT.

    Bu RT pun tak kuasa menahan tangis, tanda iba yang

    mendalam. “Ya, Put, ayah-ibu kan udah gak ada. Putri harus

    tabah, ya. Sekarang Putri tinggal sama Bu RT dulu ya,

    sayang.”

    Putri pun terdiam seribu bahasa, tanda tak mengerti

    apa arti kata “tiada”. Ia hanya mengangguk. “Putri lapar, Bu

    RT,” ujarnya.

  • 19

    “Iya Putri. Putri mau makan sama apa?” tanya Bu RT,

    yang gembira melihat Putri kembali ceria.

    “Ibu masak apa?”

    “Kalo Putri mau, ibu bisa beliin apa yang Putri mau. Di

    dalam ada telur dan sayur sop.”

    “Telur juga Putri mau.”

    “Ya udah, ibu suapin ya?”

    “Putri biasa makan sendiri kok,” jawab Putri.

    Tak lama berselang, Pak Gatot pun menghampiri

    Putri.

    “Putri makan yang banyak, ya, biar lekas besar,” ujar

    Pak Gatot.

    “Iya Om,” jawab Putri sambil makan dengan

    lahapnya. “Om siapa sih sebenarnya? Kok baik banget sama

    Putri?”

    “Om kan om-nya Putri, saudaranya ayah,” kata Pak

    Gatot. ”Putri mau jadi apa nanti kalo udah besar?

    “Mau jadi dokter, Om, biar bisa punya mobil dan

    mengobati orang sakit.”

    “Kalo mobil kan Om udah punya, Putri bisa naik

    mobil Om kapan pun Putri mau. Tapi kalo dokter, Putri

    harus rajin belajar dan membaca buku,” canda Pak Gatot.

  • 20

    “Emang Putri boleh naik mobil Om Gatot ya? Putri

    juga suka baca buku cerita nabi-nabi, Om.”

    “Kemarin kan Putri naik mobil sama Om Gatot, Putri

    lupa ya?” canda Pak Gatot.

    “Enak ya, Om, kalo kita naik mobil, gak kepanasan

    sama kehujanan kalo kita pergi-pergi.”

    “Emang Putri mau pergi ke mana kalo naik mobil?”

    kata Pak Gatot.

    “Putri mau ke Taman Safari aja, Om. Ayah-ibu

    rencananya mau ngajak Putri ke Taman Safari kalo udah

    punya uang. Putri disuruh banyak nabung dulu katanya.

    Teman-teman Putri udah banyak yang ke sana, Om. Katanya,

    binatangnya baik-baik,” celoteh Putri kepada Pak Gatot.

    “Emang tabungan Putri udah berapa? Nanti kalo

    liburan, kita ke Taman Safari, ya, pake mobil Om Gatot.

    Gimana, Putri mau?” kata Pak Gatot.

    “Mau sekali, Om. Tapi tabungan Putri cuma ada 9.000

    rupiah, Om. Cukup gak, Om, kira-kira?”

    “Ya cukup. Nanti, kalo kurang, bisa pake tabungan

    Om Gatot dulu. Tapi Putri harus ikut Om Gatot dulu ke

    rumah, ya. Tinggal sama Om dan Tante, gimana? Niar kita

    berangkat dari rumah Om,” ajak Pak Gatot sambil mengelus

    rambut Putri, tanda iba.

  • 21

    “Tapi bagaimana dengan ayah-ibu, Om? Nanti mereka

    pasti nyariin Putri. Kan ayah belum pernah ke rumah Om

    Gatot?” tanya Putri.

    “Ya nanti Ibu yang kasih tahu ayah. Yang penting

    Putri ikut Om Gatot dulu aja ya, Sayang. Putri mau kan?”

    ujar Bu RT sambil mencium dan mengelus Putri.

    “Iya, nanti Putri juga bisa banyak belajar membaca

    dan menulis di toko buku Om. Om juga punya banyak tas

    bagus-bagus di toko. Nanti Putri bisa ambil satu buat

    sekolah. Putri mau sekolah kan?” rayu Pak Gatot.

    “Om emang punya banyak buku cerita, ya? Ada cerita

    apa aja, Om? Cerita Nabi Sulaiman, Cinderella, ada gak, Om?

    Putri ingin sekali membaca cerita Nabi Sulaiman, Om. Ayah

    janji mau membelikan kalo udah gajian bulan depan,” ujar

    Putri dengan gembira.

    “Kalo cerita nabi-nabi lengkap, Put. Dari Nabi Adam

    sampai Nabi Muhammad, semuanya ada di toko. Dari cerita

    Malin Kundang sampai cerita Fathonah yang Serakah juga ada,

    Put. Nanti Putri juga bisa belajar ngaji sama Om. Tenang aja

    ya, Sayang,” kata Pak Gatot, gembira.

    ”Asyiiik.... Putri bisa baca semuanya tanpa harus

    membeli ya, Om.”

  • 22

    “Kalo begitu, Putri mau kan ikut Om Gatot ke

    rumah?” ajak Pak Gatot, gembira.

    “Putri mau asal ditemani Bu RT,” jawab Putri, manja.

    “Ya, tenang, Put, nanti Ibu sama Bapak (RT) ikut

    mengantar Putri ke rumah Om Gatot di Cibinong. Ntar

    Mawar (anak Bu RT) juga ikut mengantar deh, Put,” kata Bu

    RT, memberi semangat.

    “Ya udah, Putri mau deh,” jawab Putri, manja, di

    pelukan Bu RT.

    “Ya udah, kalo begitu, kita beres-beres sekarang aja ya,

    Biar tidak kemalaman,” kata Pak Gatot.

    Dibantu Bu RT, Putri pun bergegas mandi dan

    mengemasi barang-barang bawaan sebagai kenangan masa

    lalunya bersama ayah-ibu tercinta untuk meraih masa depan

    bersama keluarga barunya. Bu RT pun tak henti-hentinya

    mencium dan memeluk Putri, tanda haru dan kasih

    sayangnya kepada Putri.

    Ayah-ibu pun meninggal dengan senyuman, yang

    mengantarkan mereka ke surga. Raga ayah-ibu telah tiada

    dan tak akan ada lagi buat menemani Putri di sini. Tapi Putri

    yakin, senyuman ayah-ibu akan selalu ada menemani hari-

    hari Putri.

  • 23

    Ayah-ibu…

    Semoga kalian bahagia di surga

    Jangan lupa akan aku, putrimu…

    yang selalu merindukanmu

    Oh Tuhan, jagalah ayah-ibu,

    sebagaimana Kau menjaga Putri dan dunia…

    Putri Prihatini

  • 24

    BAB III Putri dan Keluarga Barunya

    Tak lama berselang, sampailah Putri dan keluarga Pak

    RT di rumah Pak Gatot, yang telah disambut gembira oleh

    Ayu Rahayu, istri pa Gatot; Bunga Kenanga, anaknya yang

    seusia dengan Putri; dan seorang pembantu rumah

    tangganya, Mbak Minah Sukartinah yang ramah.

    Rumah Pak Gatot terbilang cukup besar, dengan tiga

    kamar dan halaman taman yg cukup luas. Maklum, usaha

    Pak Gatot sebagai pedagang buku dan alat-alat sekolah

    cukup maju di lingkungan sebuah kampus ternama.

    Putri sementara tinggal dengan Mbak Minah. Bunga

    pun terlihat senang akan kehadiran Putri sebagai teman

    kecilnya.

    Pak Gatot segera memperkenalkan Putri dan Pak RT

    dengan keluarganya.

    “Nah, Putri, ini rumah Om. Ini Bunga, anak Om, dan

    ini Tante. Dan ini Mbak Minah, yang mengurus semua

    keperluan kita di rumah. Nanti sementara Putri tidur sama

    Mbak Minah dulu, ya,” sambut Pak Gatot penuh keramahan.

  • 25

    “Wah besar sekali rumahnya, Om. Om pasti insinyur

    ya, seperti Om Asep? Putri bisa belajar sambil bermain di

    taman, ya, Om?” tanya Putri.

    “Om bukan Insinyur, tapi Om selalu rajin belajar dan

    membaca,” kata Pak Gatot sambil tertawa kecil.

    “Gimana, Put, Putri betah kan di rumah Om? Tapi

    Putri nanti jangan nakal, ya. Putri harus nurut sama Om dan

    Tante,” Bu RT memberi nasihat kepada Putri.

    “Ayo, Putri, kita main di kamar Mbak!” ajak Mbak

    Minah.

    Setelah rehat sebentar dan makan makanan yang telah

    disuguhkan Mbak Minah, serta melihat kondisi kejiwaan

    Putri yang sudah akrab bermain dengan Bunga dan Mbak

    Minah, Pak RT pun segera mohon pamit, mengingat waktu

    yang sudah larut malam. Pak RT pulang dengan

    menggunakan taksi yang sudah disiapkan Pak Gatot.

    Putri tertidur di kamar Mbak Minah karena kelelahan

    jiwa menghadapi takdir Ilahi yang tak akan seorang pun tahu

    akan rencana-Nya.

    “Pak Gatot, kayaknya udah malam nih, saya mau pamit

    dulu aja, ya, Pak,” kata Pak RT.

    “Lho, gak nginep aja sekalian, Pak RT?” tanya Pak

    Gatot, berbasa-basi.

  • 26

    “Masalahnya, besok Mawar sekolah, Pak. Lagian besok

    pagi saya harus ke pasar buat jualan, Pak Gatot,” sahut Bu

    RT. “Saya lihat juga Putri udah kelihatan ceria tuh.”

    “Nanti, kapan ada waktu, insya Allah saya pasti main

    lagi kemari, Pak Gatot, sambil tengak-tengok perkembangan

    Putri. Semoga dia betah dan gak nakal, ya, Pak,” kata Pak RT

    penuh harap.

    “Amiin, Pak RT. Insya Allah saya akan merawat Putri

    seperti anak saya sendiri. Semoga Putri kelak menjadi anak

    saleha, yang selalu mendoakan kedua orang tuanya,” kata

    Pak Gatot.

    “Pak Gatot, boleh saya melihat Putri di kamarnya?”

    kata Bu RT.

    “Mangga atuh, Bu RT.”

    Bu RT pun memeluk Putri, yang tertidur pulas,

    dengan penuh haru dan isak air mata. Dalam hatinya, ia terus

    berdoa agar Tuhan selalu menjaga dan menyayangi Putri.

    “Oh Tuhan, inikah yang namanya air mata cinta?” bisiknya dalam

    hati.

    Tak berapa lama kemudian, mobil taksi yang dipesan

    Pak Gatot pun tiba di halaman rumahnya.

    “Bu, taksi udah datang tuh, yuk kita pulang,” bisik Pak

    RT, yang tak mau Putri terbangun.

  • 27

    Pak RT pun segera pamit dan meninggalkan Putri

    dengan nasibnya kelak di keluarga yang baru saja dikenalnya

    dengan berat hati.

    Malam harinya, Putri kerap mengigau memanggil-

    manggil ayah-ibunya. Mbak Minah, yang begitu iba terhadap

    Putri, terus mendekapnya sebagai tanda kasih sayang yang

    begitu mendalam.

    “Ayaaah... ibuuu... kita mau ke mana?” ucap Putri

    dalam igauannya.

    “Ya, Putri, jangan takut, ada Mbak Minah di sini,”

    bisiknya sambil mengusap-usap punggung Putri hingga Putri

    tertidur lagi.

    Tak terasa ayam jantan mulai berkokok. Burung-

    burung mulai berkicau, tanda matahari akan terbit

    menyonsong pagi yang cerah.

    Mbak Minah terbangun dari tidurnya untuk segera

    mempersiapkan secangkir kopi susu dan sarapan kecil buat

    Pak Gatot yang sedang ke masjid. Maklum, Pak Gatot

    terbiasa salat berjamaah di masjid.

    Putri pun terbangun dan langsung memeluk Mbak

    Minah dari belakang dengan manjanya, di dapur.

  • 28

    “Udah bangun, Sayang? Gimana tidurnya semalam?

    Putri mau minum apa, susu atau teh?” sambut Mbak Minah

    dengan penuh kasih sayang.

    “Susu aja, Mbak. Putri semalam mimpi bersama ayah-

    ibu, tapi Putri gak tau ada di mana. Jalannya berbelok-belok.

    Tapi ibu hanya memanggil-manggil Putri aja,” ujar Putri,

    sedih.

    “Ya udah jangan sedih. Sekarang kan ada Mbak Minah

    yang jagain Putri. Nanti Mbak Minah bikinin susu, ya,” kata

    Mbak Minah sambil mencium dan memeluk Putri.

    Tak lama berselang, terdengar suara pagar terbuka.

    kreeeek... tanda ada orang memasuki rumah.

    Putri pun mengintip dari jendela, dan ternyata Pak

    Gatot yang baru saja pulang dari masjid.

    ”Assalamu’alaikum.”

    “Wa’alaikumsalam,” sahut Putri, menyambut

    kedatangan Pak Gatot.

    “Eh, Putri udah bangun. Gimana tidurnya, Sayang,

    banyak nyamuk gak?” tanya Pak Gatot sambil menggendong

    dan mencium Putri.

    “Enak di sini, Om. Kasurnya empuk dan dingin, gak

    ada nyamuknya. Beda banget sama di rumah Putri yang

    banyak nyamuknya,” jawab Putri penuh manja.

  • 29

    “Pagi bener bangunnya, Put. Udah salat subuh belum,

    Putri?” kata Pak Gatot.

    “Udah tadi sama Mbak Minah. Mbak Minah yang jadi

    imamnya. Kata ibu, kalo kita bangun pagi, kita akan banyak

    rezeki,” jawab Putri.

    “Mau makan apa Putri hari ini? Ayam goreng apa telur

    goreng?” tanya Pak Gatot.

    “Mbak Minah lagi bikin susu sama goreng tahu, Om.

    Om mau minum apa?”

    “Om mau minum kopi susu aja ah, sambil makan tahu

    goreng, enak deh kelihatannya. Putri mau ikut Om ke toko

    gak? Di toko banyak buku-buku bacaan seperti yang Putri

    mau,” ajak Pak Gatot.

    “Mau... mau, Om. Putri mau baca buku cerita semua

    nabi sama Cinderella.” Putri bersemangat.

    “Kalo gitu, setelah sarapan, Putri harus segera mandi,

    ya. Kita harus berangkat pagi-pagi biar kita banyak rezeki,”

    canda Pak Gatot.

    ”Iya, Om. Habis minum susu, Putri akan segera

    mandi.”

    Sementara itu, Bu Gatot dan Bunga masih terlelap

    dengan seribu mimpinya. Pak Gatot pun mencoba untuk

    membangunkan “Ayu Rahsyu”, istrinya.

  • 30

    “Bu, bangun… udah jam setengah enam nih, gak salat

    subuh?” ujar Pa Gatot kepada istrinya.

    “Sebentar lagi, Pak, lagi nanggung nih.... Bilang malaikat,

    suruh tunggu bentar, jangan pergi dulu,” jawab Bu Gatot.

    “Astagfirullahal’azim.... Ya udah, ayah mau ke toko

    dulu,” kata Pak Gatot, kesal.

    Begitulah sikap istri Pak Gatot setiap hari. Waktunya

    lebih banyak dihabiskan di tempat tidur dan televisi. Pak

    Gatot pun tak bisa berbuat banyak terhadap istrinya.

    Alhasil, Pak Gatot sarapan bersama Putri dan Mbak

    Minah. Ia tidak pernah membedakan antara pembantu dan

    siapa pun, baik pejabat maupun kerabat, sahabat maupun

    penjahat. Bagi dia, semua manusia adalah sama di mata

    Tuhan.

    “Gimana tahunya, Put, enak gak masakan Mbak

    Minah?” canda Pak Gatot.

    “Enak, Om. Kata ibu, semua pemberian Tuhan harus

    selalu kita syukuri agar Tuhan memberi kita lebih banyak

    lagi,” celoteh Putri.

    “Alhamdulillah.... Putri segera mandi, ya. Om ganti

    baju dulu. Kita segera berangkat kalo sudah siap,” kata Pak

    Gatot sambil tersenyum kecil.

  • 31

    Putri pun bergegas mandi dengan dibantu Mbak

    Minah.

    Jam menunjukkan tepat pukul 6. Putri dan Pak Gatot

    bersiap-siap untuk berangkat ke toko guna mengadu

    peruntungan nasibnya hari ini.

    “Putri udah siap, Om,” ujar Putri sambil memamerkan

    baju barunya kepada Pak Gatot.

    “Wah, cantiknya anak Om pake baju baru,” kata Pak

    Gatot sambil menciumnya sebagai tanda kasih sayang.

    “Ini baju pemberian ibu ketika Putri berulang tahun

    keempat kemarin, Om,” kata Putri dengan penuh ceria.

    “Ya udah, kalo gitu yuk kita segera berangkat ke toko.

    Semoga Tuhan kasih banyak rezeki hari ini pada kita.

    Amin…,” kata Pak Gatot sambil menggandeng Putri ke

    mobilnya.

  • 32

    BAB IV Putri dan Hobi Membacanya

    Setiba Pak Gatot dan Putri di toko, suasana toko pun

    sudah kelihatan ramai. Banyak pedagang makanan mangkal

    menjajakan dagangan masing-masing. Orang-orang pun lalu-

    lalang. Maklum, toko Pak Gatot berada di dekat stasiun serta

    universitas ternama dan sekolah. Pak Gatot menjual buku-

    buku sekolah, seperti buku cerita, hingga buku kuliah untuk

    mahasiswa. Juga buku bekas ataupun baru dan peralatan

    sekolah lainnya, seperti tas dan pernak-perniknya.

    Pak Gatot segera membuka toko dengan dibantu

    pegawainya, satu orang, bernama Komarudin. Komar sudah

    lama ikut Pak Gatot berjualan. Ia tinggal di sekitar toko Pak

    Gatot. Komar adalah orang kepercayaan Pak

    Gatot…orangnya jujur dan penuh keceriaan walaupun

    fisiknya memiliki kekurangan akibat kecelakaan yang

    menimpanya pada masa silam.

    Pak Gatot pun memperkenalkan Putri kepada Komar.

    “Assalamu’alaikum, Mar, ini Putri, keponakan saya,”

    kata Pak Gatot kepada Komar.

  • 33

    “Put, ini Om Komar yang bantuin kita berjualan di sini.

    Nanti, kalo Putri perlu apa2, bilang aja sama Om Komar,

    ya,” ujar Pak Gatot kepada Putri dan Komar.

    “Putri emang udah bisa baca?” canda Komar kepada

    Putri sambil mengelus rambutnya.

    “Bisa, Om. Putri udah bisa baca sama mengaji, Om.

    Ibu yang selalu mengajari Putri membaca Al-Quran dan

    cerita nabi-nabi,” jawab Putri penuh bangga.

    “Wah, hebat bener. Dulu Om waktu kecil bisanya cuma

    nangis doang, minta jajan, sama main aja paling,” canda

    Komar. “Putri mau baca buku apa emangnya?”

    “Kalo ada buku cerita Nabi Sulaiman, Om, atau

    Cinderella,” pinta Putri, antusias.

    “Ada lengkap tuh di pojok paling kanan bawah rak

    buku, Put,” kata Komar sambil menunjuk ke arah buku-

    buku cerita anak-anak. “Kalo buku cerita anak, di sini paling

    lengkap, Put. Tenang aja, Putri pasti betah deh,” canda

    Komar sambil tersenyum kepada Putri.

    “Wah... lengkap sekali buku cerita di sini, Om. Ada

    Cinderella, Malin Kundang, buku Kisah Fathonah yang Serakah

    pun juga ada di sini. Ini buku-buku yang sering ibu ceritakan

    di waktu malam menjelang tidur, Om. Putri boleh baca

    semuanya kan?” pinta Putri.

  • 34

    “Ya, tentu saja boleh. Ini buku kan punya Om Gatot

    semua. Tapi bukanya hati-hati ya, jangan sampai sobek agar

    bisa dijual kembali,” ujar Komar.

    “Iya, Om. Putri akan membaca dengan hati-hati dan

    akan merapikannya lagi nanti. Ibu selalu bilang, kalo habis

    baca buku, dirapikan lagi seperti semula. Makasih ya, Om.”

    Pa Gatot sibuk dengan barang dagangannya.

    Mengecek mana yang sudah habis terjual untuk segera dibeli

    dan dijualnya kembali. Sedangkan Komar sibuk melayani

    pembeli yang datang silih berganti ke toko Pak Gatot.

    Putri pun sedang asyik membaca buku-buku cerita

    anak kesukaannya. Pak Gatot sangat senang melihat Putri

    sangat antusias membaca buku. Dalam hatinya, ia

    membayangkan mengapa Bunga tidak seperti Putri yang

    hobi membaca. Tebersit dalam benaknya, apakah ia salah

    asih-asah-asuh dalam mendidik keluarga yang sudah tidak

    bisa lagi dikendalikan. Bunga juga sering berbicara kurang

    sopan kepada orang lain. Seperti kepada Minah. Sementara

    Putri begitu sopan dan santun dalam bertutur kata kepada

    semua orang. Oh Tuhan… apakah ini semua pengaruh dari

    perubahan zaman televisi dan sinetron.

  • 35

    Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12, waktu

    zuhur telah tiba. Pak Gatot pun segera bersiap-siap untuk

    pergi ke masjid terdekat.

    “Putri, Om ke masjid dulu, ya. Putri di sini dulu sama

    Om Komar. Nanti kita makannya setelah salat, ya. Kalo Putri

    haus, bilang aja sama Om Komar,” ujar Pak Gatot.

    “Iya, Om. Putri juga senang di sini sambil baca buku.

    Putri minum air putih aja,” jawab Putri sambil memegang

    buku cerita Nabi Muhammad.

    Setelah pulang dari masjid, Pak Gatot mengajak Putri

    makan di warung Padang langganannya.

    “Putri mau makan apa? Pake ayam apa rendang?”

    tanya Pak Gatot.

    “Putri pake telur dadar aja, Om. Kata ibu, kalo kita

    mau cepat banyak uang, kita harus berhemat, Om.”

    “Ya udah, kalo gitu, kita makan telur dadar aja ya hari

    ini. Terus minumnya apa? Jus melon apa jus jambu?”

    “Air putih aja, Om, biar kita selalu sehat.”

    Pa Gatot pun hanya tersenyum melihat celotehan

    Putri yang masih polos dan sederhana. Berbeda jauh dengan

    istrinya dan anaknya, Bunga, yang punya sifat boros dan

    serakah.

  • 36

    “Nanti kita pulang setelah asar aja, ya? Putri masih

    betah kan di sini?” tanya Pak Gatot sambil tersenyum.

    “Iya, Om. Putri lagi baca cerita Nabi Muhammad.

    Kasihan ya, dia udah ditinggal kedua orang tuanya sejak

    masih kecil, tapi masih tetap sabar dan tabah dalam

    menghadapi semuanya,” kata Putri kepada Pak Gatot.

    “Ya, makanya kita harus selalu sabar dan bersyukur

    dengan semua pemberian Tuhan, Put, dan juga kita harus

    saling mengasihi sesama manusia, terutama anak yatim.”

    “Kalo gitu, Putri anak yatim, ya, Om? Ayah-ibu kok gak

    pernah nemuin Putri lagi, ya, Om?”

    Pak Gatot pun hanya terdiam dan berusaha mendekap

    Putri.

    “Yah, yang penting Putri sekarang harus rajin belajar

    aja ya, biar jadi orang pintar kayak Ainun-Habibie dan

    makan yang banyak biar lekas besar. Kalo udah, yuk kita

    kembali ke toko, biar gantian sama Om Komar yang makan

    siang,” kata Pak Gatot sambil mendekap Putri penuh kasih

    sayang.

    Pak Gatot dan Putri pun segera kembali ke toko

    untuk giliran berjaga dengan Pak Komar.

    “Udah, Mar... gantian makan dulu. Gimana jualan kita

    hari ini, Mar?” tanya Pak Gatot.

  • 37

    “Alhamdulillah, Pak, hari ini banyak yang beli.

    Uangnya dihitung aja dulu, Pak.”

    “Alhamdulillah... bagus banget rezeki kita hari ini.

    Mudah-mudahan Putri bawa hoki buat kita, Mar. Nih

    tambahan buat kamu. Berarti besok kita harus udah belanja

    lagi nih.”

    “Alhamdulillah…. Kalo gitu saya pergi makan dulu,

    Pak, terima kasih.”

    Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore.

    Suara azan pun telah berkumandang, tanda datangnya waktu

    asar. Pak Gatot bersiap-siap ke masjid dan bebenah untuk

    segera pulang ke rumah.

    Pak Gatot biasa pulang lebih dulu, sedangkan Komar

    pulang setelah magrib, setelah pembeli mulai sepi dan toko

    tutup. Komar sangat senang bekerja dengan Pak Gatot

    karena orangnya ramah dan pengertian. Jika pembeli sedang

    banyak, Komar pun sering diberi uang tambahan buat biaya

    hidupnya. Maklum, biaya hidup sekarang terasa lebih berat

    dibanding beberapa tahun silam sewaktu zaman Pak Harto,

    Orde Baru. Sekarang harga-harga bahan kebutuhan pokok

    terus melambung tinggi. Sementara penghasilan jauh di

    bawah standar hidup normal. Belum lagi biaya lain-lain,

    seperti kebutuhan sekolah anak. Gaji satu juta rupiah yang

  • 38

    diterima Pak Komar selama sebulan sebagai penjaga toko,

    buat beli sembako pun dirasa kurang. Tapi, untungnya, Pak

    Komar menyadari bahwa menjadi Pak Gatot pun dirasa

    sulit. Biaya sewa kios dan modal saja tidak seimbang dengan

    keuntungan yang diterima Pak Gatot sebagai pengusaha.

    Hidup di masa sekarang bagai buah simalakama. Harga

    mahal tidak ada yang beli, harga murah tidak akan cukup

    buat biaya operasional sehari-hari. Pak Gatot pun senang

    kepada Pak Komar yang pengertian dan jujur. Maklum, di

    zaman yang serba sulit seperti saat ini, masih banyak pejabat

    yang berbuat jahat.

    Pukul 4 sore. Pak Gatot bersiap-siap segera pulang ke

    rumah. Sementara Putri masih saja asyik membaca buku. Pak

    Gatot tersenyum kagum melihat Putri yang hobi membaca

    buku.

    “Put, udah sore nih, kita pulang dulu, ya. Kamu lagi

    baca apa?” tanya Pak Gatot sambil tersenyum.

    “Lagi baca buku Kisah Fathonah yang Serakah, nih, Om.

    Gara-gara serakah, Fathonah akhirnya dipenjara, Om.”

    “Wah, itu mah buku yang sedang laku akhir-akhir ini,

    Put. Buku yang memberi kita banyak nasihat dan pelajaran.

    Udah selesai, belum? Kalo belum, bawa aja ke rumah, Put,

    baca di rumah.”

  • 39

    “Ya udah, Putri bawa ke rumah satu, ya, Om. Buat

    baca nanti malam sama Mbak Minah.”

    “Mar, saya pulang dulu, ya. Ntar kalo udah sepi, tutup

    aja,” kata Pak Gatot kepada Komar.

    “Ya, Pak. Mudah-mudahan masih banyak yang beli nih

    kayaknya.”

    “Amin.... Ntar jangan lupa lacinya dikunci, ya, Mar.

    Lumayan buat tambah-tambah belanja besok,” kata Pak

    Gatot.

    Putri dan Pak Gatot pun segera meninggalkan toko

    untuk kembali ke rumah setelah seharian lelah berjualan di

    toko.

    Sesampai mereka di rumah,

    “Assalamu’alaikum.”

    “Wa’alaikumsalam,” jawab Mbak Minah penuh

    senyum dan ramah sambil membawakan barang bawaan Pak

    Gatot.

    Pak Gatot biasa disambut pembantunya, Mbak Minah,

    untuk ditawari segelas teh manis ataupun susu kopi

    kegemarannya.

    “Ibu sama Bunga mana, Min?” tanya Pak Gatot.

    “Ibu sedang nonton sinetron, Pak. Bunga sedang main

    game. Bapak mau minum apa?”

  • 40

    “Teh manis aja, Min.”

    “Kalo Putri, mau minum apa? Gimana tadi di toko, Put,

    betah gak?” tanya Mbak Minah, bercanda.

    “Wah, banyak sekali buku-buku ceritanya, Mbak. Nih

    Putri bawain satu, buat baca nanti malam. Buku cerita Kisah

    Fathonah yang Serakah, Mbak. Putri minum air putih aja,

    Mbak,” jawab Putri penuh kegembiraan.

    “Wah… itu buku yang lagi banyak dibaca anak-anak,

    Put. Nanti Mbak ikutan baca, ya,” canda Minah.

    Putri dan Pak Gatot pun segera memasuki rumah dan

    menemui istrinya yang sedang asyik nonton sinetron.

    “Belum mandi, Mah?” tanya Pak Gatot sambil

    melepas kemejanya. Udah asar belum, Mah? Udah jam lima

    seperempat tuh.”

    “Belum, Pah. Lagi nanggung nih. Kasihan sinetron kalo

    gak ada yang nonton, ntar gak ada iklannya, Pah.”

    “Astagfirullah…. Bunga gak ke pengajian anak-anak,

    Mah?”

    “Gak mau anaknya. Ntar ngaji sama Minah aja, Pah.”

    Pa Gatot pun segera mandi dan berganti pakaian

    untuk bersiap-siap pergi ke masjid terdekat guna salat

    magrib. Pak Gatot orang taat beribadah dan tidak suka

    menceritakan keburukan orang lain serta hidup penuh

  • 41

    sahaja. Berbeda dengan Bu Gatot, yang senantiasa bermalas-

    malasan dan menggunjing bersama teman-teman arisannya.

    Yang mereka pamerkan hanyalah kekayaan suaminya.

    Setelah mandi dan berganti pakaian, Pak Gatot

    menemui Bunga, sebagai buah hatinya yang baru berusia 4

    tahun dan ahli waris keturunannya kelak.

    “Bunga, gimana kabar kamu hari ini? Udah mandi

    belum?” tanya Pak Gatot penuh senyum sambil

    menciumnya.

    “Belum, Pah. Lagi nanggung main game nih. Ibu juga

    belum mandi, Pah,” jawab Bunga, tak acuh.

    “Kan udah sore nih. Emang kamu gak ngaji tadi, ya?”

    tanya Pak Gatot.

    “Males ah, Pah. Habis, teman-teman Bunga orang

    kampungan semua sih. Bunga mau ngaji sama anaknya

    temen-temen mamah aja, Pah, sama ustad-ustad yang

    terkenal di televisi.”

    “Gak boleh begitu dong, Bunga. Kita di mata Tuhan

    kan sama. Ustad terkenal kan mahal bayarannya, Bunga.

    Papah belum sanggup untuk membayarnya. Nanti kamu ngaji

    sama Mbak Minah aja ya?” pinta Pak Gatot penuh harap

    agar Bunga menjadi anak yg saleha kelak.

  • 42

    “Gak mau ah, Pah. Mbak Minah kan hanya pembantu

    di sini.”

    “Astagfirullahal’azim…. Ya Allah, cobaan apa yang

    Kau berikan kepada keluargaku, hingga aku sulit

    mengendalikanya. Berilah mereka petunjuk,” doa Pak Gatot

    dalam hati.

    Pa Gatot segera menuju ruang makan menyantap

    makanan kecil, roti bakar cokelat dan teh manis yang sudah

    dipersiapkan Mbak Minah. Putri pun ikut menemani Pak

    Gatot menikmati hidangan dan berkumpul bersama Mbak

    Minah.

    “Gimana, Put, enak gak roti bakarnya?” tanya Pak

    Gatot sambil tersenyum.

    “Enak banget, Om. Ibu belum pernah bikin yang

    seperti ini. Kalo banyak uang, enak ya, Om, kita bisa makan

    apa yang kita mau.” jawab Putri.

    “Alhamdulillah… kita harus selalu bersyukur dengan

    apa yang diberikan Tuhan, Put. Jangan seperti Fathonah

    yang diceritakan di dalam buku itu, yang sifatnya selalu

    serakah dalam mencari nafkah.”

    “Om udah baca buku ceritanya, ya?” tanya Putri.

    “Semua buku cerita yang di toko udah Om baca, Put.

    Om juga kan hobi membaca,” jawab Pak Gatot. “Kamu udah

  • 43

    bisa ngaji belum, Put? Kalo belum, ntar belajar sama Mbak

    Minah, ya. Dulu Mbak Minah pernah juara MTQ tingkat

    kecamatan tuh, Put.”

    “Wah… hebat banget Mbak Minah bisa juara MTQ.

    Putri baru bisa baca Juz ‘Amma aja, Om. Ibu baru mengajari

    Putri sampe Iqro 6. Putri gak tahu kapan ibu akan mengajari

    Putri ngaji lagi, Om,” kata Putri, bersedih.

    “Ya udah, sekarang Putri belajarnya sama Mbak aja, ya.

    Ntar kita belajarnya di kamar aja,” ujar Minah penuh kasih

    sayang.

    Begitulah aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Putri

    dan Minah selalu hidup bersama. Putri telah menganggap

    Minah sebagai kakak dan ibunya sendiri. Dan Minah pun

    menganggap Putri sebagai adik dan anaknya. Minah sangat

    sayang kepada Putri. Jika sakit, Minah-lah yang selalu

    menemani dan merawat Putri. Minah juga yang sering

    mengantar Putri pergi ke sekolah dan mengambilkan

    rapotnya, serta memberi motivasi dan menemani Putri di

    berbagai lomba yang Putri ikuti. Putri juga sering membantu

    Minah bebenah dan membersihkan halaman. Mereka

    bagaikan inai dengan kuku, saling menyayangi. Pak Gatot

    pun ikut mensyukuri kebahagiaan mereka berdua.

  • 44

    BAB V Putri dan Prestasinya di Sekolah

    Tak terasa, setahun pun berlalu. Sudah waktunya Putri

    dan Bunga mulai mengenal bangku sekolah. Pak Gatot

    menanyakan kesiapan mereka berdua untuk mulai

    bersekolah.

    “Bunga, kamu kan sudah besar, udah harus sekolah,

    ya?” tanya Pak Gatot penuh kasih sayang. “Kira-kira, kamu

    mau sekolah di mana?”

    “Bunga mau sekolah di tempat sekolah anaknya

    teman-teman mamah aja ah, Pah. Sekolahnya bagus, ada

    taman bermainnya. Ruangan ber-AC, ada kolam renangnya

    lagi, Pah,” jawab Bunga.

    “Ya udah, nanti Ayah tanya mamah dulu, ya,” jawab

    Pak Gatot yang kaget melihat tabiat Bunga yang angkuh dan

    sombong.

    “Kalo kamu mau sekolah di mana, Put, kira-kira?”

    tanya Pak Gatot kepada Putri.

    “Putri mau sekolah yang dekat aja, Om, TK Islam

    Sejahtera, bersama teman-teman baik Putri. Teman-teman

    ngaji Putri juga banyak yang sekolah di sana. Teman-teman

  • 45

    Putri baik-baik semua, Om. Kata teman-teman, sekolah di

    sana gratis. Yang penting udah harus bisa baca. Putri kan

    udah lancar baca-tulis, Om. Gak pake ongkos lagi. Putri bisa

    jalan kaki ke sekolah,” jawab Putri, antusias.

    “Ya udah, ntar Om daftarin, ya. Nanti kamu juga bisa

    minta antar Mbak Minah kalo dekat,” kata Pa Gatot.

    Pak Gatot pun segera membicarakan perihal sekolah

    anak-anak dengan istrinya.

    “Mah, anak-anak kan udah besar sekarang, gimana

    masalah sekolahnya?” tanya Pak Gatot penuh tanggung

    jawab sebagai kepala rumah tangga.

    “Bunga mah nanti Mamah mau sekolahin di sekolahnya

    si Dul, anaknya Pa Eko, teman Mamah yang sering ke

    Amerika itu lho, Pah. Biar pergaulannya luas. Siapa tahu bisa

    ketularan jadi orang kaya dan beken, Pah. Jadi celebrity kayak

    si Dul. Kan Mamah jadi ikutan beken, Pah, kayak mamahnya

    Rafly,” kata Bu Gatot berapi-api penuh kesombongan. “Kalo

    Putri mah terserah Papah aja deh. Kan anaknya Papah. Tapi

    Mamah gak mau keluar dana lho,” kata bu Gatot, tanda pelit

    dan kurang perhatian.

    “Si Dul kan sekolahan mahal, Mah. Lagian anaknya

    kurang sopan dalam pergaulan. Gak seperti Rafa, anaknya

    Bu Lina, penuh sopan santun. Berapa biaya sekolah di sana,

  • 46

    Mah? Apa cukup dengan kondisi keuangan kita? Lagian

    pergaulan pejabat dan celebrity bukannya kurang bagus, Mah?

    Banyak hura-huranya.”

    “Ya Papah cari-cari tambahan uanglah demi masa

    depan anak kita. Gak mahal kok, Pah, cuma 20 juta uang

    masuknya. Bulanannya cuma 3 juta. Tapi di sana fasilitasnya

    lengkap dan pergaulanya juga gak kampungan, Pah. Banyak

    anak-anak celebrity dan pejabatnya. Pokoknya Bunga harus

    sekolah di sana, Pah,” kata Bu Gatot.

    “Astagfirullahal’azim,” kata hati Pak Gatot sambil

    menangis melihat kesombongan dan keangkuhan istrinya.

    Akhirnya Pak Gatot memenuhi semua permintaan

    istrinya untuk menyekolahkan Bunga di sekolah para artis

    dan pajabat. Dan, dengan bangganya, Bu Gatot

    memamerkan kepada teman-teman arisannya bahwa Bunga

    telah bersekolah di sekolah artis.

    “Ibu-ibu, sekarang Bunga udah sekolah, lho. Di

    sekolahnya si Dul, anaknya Pak Eko itu, lho,” ujar Bu Gatot

    kepada teman-teman arisannya.

    “Wah… hebat benar Bu Gatot nih bisa nyekolahin

    Bunga di sekolahnya si Dul. Habis dapat proyek besar, ya,

    ayahnya Bunga?” ujar Bu Nursaman, teman Bu Gatot.

  • 47

    “Biasa, Bu, ayahnya habis dapat proyek Mendiknas,

    pengadaan buku dan peralatan sekolah. Ayahnya kan dekat

    sama partai penguasa, he-he-he….”

    “Wah… enak ya kalo bisa dekat-dekat sama pejabat.

    Kenalin ke kita-kita, dong,” pinta Bu Nursaman sambil

    tertawa.

    “Wah, gak bisa, Bu. Ini rahasia perusahaan. Ntar kalo

    ketangkep bisa merembet ke mana-mana deh, he-he-he....”

    Bu Gatot dan teman-teman arisannya biasa hidup

    bermewah-mewah. Mereka lupa bahwa mereka hanya bisa

    menghabiskan uang suaminya yang terus berjuang mencari

    nafkah demi masa depan keluarga. Mereka tidak pernah

    sadar bahwa hidup tidak selamanya di atas.

    Sementara itu, Putri juga telah didaftarkan di sekolah

    Islam Sejahtera. Karena pandai membaca buku dan

    membaca Al-Quran, Putri pun dibebaskan dari semua biaya

    administrasi. Pak Gatot hanya membayar uang seragam

    sebesar 100 ribu rupiah. Putri terlihat sangat gembira bisa

    bersekolah dan bermain dengan teman-teman sebayanya.

    Putri sementara diantar oleh Mbak Minah. Tapi tak

    jarang pula Putri ke sekolah sendirian bersama teman-teman

    tetangganya yang terbiasa hidup mandiri. Putri selalu

  • 48

    berangkat pagi-pagi. Sementara Bu Gatot dan Bunga masih

    terlelap dengan mimpinya.

    “Mbaaak… Putri berangkat sekolah dulu, ya…,” kata

    Putri penuh semangat sambil mencium tangan Mbak Minah.

    “Gak diantar, Put?” tanya Minah.

    “Gak usah, Mbak. Putri bareng teman-teman aja.”

    “Ya udah, hati-hati di jalan, ya. Jangan jajan

    sembarangan. Pulang sekolah langsung pulang,” kata Minah

    sambil memberikan bekal makanan buat Putri saat istirahat.

  • 49

    BAB VI Putri dan Lomba Puisinya

    Putri terlalu pintar di kelasnya, juga sangat penurut

    dan rajin. Tutur bahasanya begitu ramah dan sopan. Tak

    heran jika guru-guru pun banyak yang menaruh simpati

    kepadanya. Putri sangat disayang guru-gurunya. Apalagi

    mereka telah mengetahui bahwa Putri adalah seorang anak

    yatim-piatu.

    Putri dipersiapkan untuk mengikuti berbagai acara

    lomba di sekolah taman kanak-kanak. Alhasil, banyak

    piagam penghargaan yang telah ia raih sebagai siswa

    berprestasi, seperti lomba membaca dan membuat puisi

    tingkat wali kota serta lomba membaca Al-Quran. Pak Gatot

    dan Minah pun turut bangga dan haru akan prestasi Putri.

    “Mbak, Putri disuruh ikut lomba membuat dan

    membaca puisi tingkat wali kota di sekolah. Gimana nih,

    Mbak… Putri takut…,” tanya Putri kepada Mbak Minah.

    “Tenang, Put, ntar Mbak bantuin cara bikin sama

    membacanya. Yang penting Putri harus punya rasa percaya

    diri dan persiapan yang matang. Dulu Mbak juga pernah

    juara baca puisi tingkat wali kota lho, Put.”

  • 50

    “Asyik.... Kapan kita mulai belajarnya kalo gitu, Mbak?

    Putri ingin sekali jadi juara lomba.”

    “Ya udah, nanti malam kita mulai bikin puisi yang

    bagus dulu, ya, besok pagi kita coba latihan membacanya di

    taman. Oke?” jawab Minah bersemangat dan sambil

    mencium Putri.

    Pa Gatot pun turut memberi semangat buat Putri

    ihwal kejuaraan lomba baca puisi ini. Pak Gatot memberikan

    referensi buku-buku di tokonya. Kejuaraan akan diadakan

    tiga bulan lagi. Sementara seleksi sekolah antar-kecamatan

    telah dimulai.

    Putri selalu lolos seleksi antar-sekolah dan antar-

    kecamatan dengan didampingi pendamping setianya, Mbak

    Minah, serta guru-guru di sekolahnya. Sementara Pak Gatot

    terlalu sibuk bekerja di toko guna memenuhi kebutuhan

    biaya sekolah Bunga yang begitu memberatkannya.

    Tak terasa tiga bulan telah berlalu. Saatnya kejuaraan

    lomba baca puisi taman kanak-kanak tingkat wali kota segera

    dimulai. Putri telah banyak berlatih dan melakukan

    persiapan. Semua guru sangat antusias mendukung Putri.

    Putri mendapat nomor peserta 9.

  • 51

    “Mbak, besok pagi acaranya udah dimulai. Apa yang

    harus Putri lakukan sekarang?” kata Putri, cemas dan penuh

    harap.

    “Putri harus tetap tenang dan banyak berdoa serta

    istirahat yang cukup sekarang,” jawab Minah.

    “Tapi Putri takut, Mbak,” kata Putri sambil memeluk

    Mbak Minah.

    “Ada kalanya kita juga harus berserah diri kepada

    Tuhan, Put. Serahkan semuanya pada Yang di Atas.

    Percayalah, Tuhan pasti akan menolong kita.”

    Pak Gatot pulang terlalu larut sehingga Putri belum

    sempat memberi tahu soal lomba baca puisi kepadanya.

    Akhirnya Minah-lah yang coba memberi tahu pada pagi

    harinya. Pak Gatot pun berjanji akan hadir dalam acara Putri

    setelah membuka tokonya terlebih dulu.

    Pagi itu begitu cerah. Matahari menyambutnya dengan

    berseri-seri. Putri pun bersiap-siap mengikuti acara lomba

    dengan seragam baru yang telah diberikan pihak sekolah

    sebagai dukungan buat Putri.

    Pak Gatot telah berangkat ke tokonya untuk berjualan.

    Putri diantar oleh guru-guru dan Mbak Minah dengan mobil

    kebanggaan sekolah sebagai identitas sekolah. Teman-teman

    Putri juga ada yang diperbolehkan menghadiri perlombaan

  • 52

    untuk memberikan dukungan buat Putri. Ibu Kepala Sekolah

    hanya bisa mengiringi Putri dengan doa.

    “Putri, berikan yang terbaik buat sekolah, ya. Kamu

    pasti menang,” kata Ibu Kepala Sekolah.

    “Iya, Bu, doain Putri ya biar menang,” ujar Putri sambil

    mencium tangan Ibu Kepala Sekolah.

    “Ya… amin…. Kamu didampingi siapa aja? Om ikut

    gak?” tanya Ibu Kepala Sekolah.

    “Om dan Tante sedang sibuk, Bu, jadi Mbak Minah

    dan bapak-ibu guru serta teman-teman yang ikut ke

    perlombaan.”

    Lomba pun segera dimulai. Dari peserta dengan nomor

    urut 1 hingga 7. Sementara Pak Gatot belum juga muncul

    untuk memberi dukungan buat Putri. Setelah peserta nomor

    8, barulah Pak Gatot dan Om Komar datang menemui Putri

    untuk memberi dukungan dan semangat. Putri pun dipeluk

    dan dicium oleh Pak Gatot.

    “Gimana, Put, persiapannya? Yang tenang, ya, kalah-

    menang itu hal biasa. Maaf, Om terlambat, jemput Om

    Komar dulu di toko,” kata Pak Gatot.

    “Iya, Om. Doain Putri, ya.”

  • 53

    “Tenang aja, Put, jangan grogi,” ujar Komar, mencoba

    menghibur Putri.

    Saatnya Putri membawakan puisi hasil karyanya

    sendiri. Putri membacakannya dengan penuh arti dan

    makna. Begitu menjiwai dan merasakan, sehingga semua

    penonton pun terharu dan terpesona, bahkan ada yang

    meneteskan air mata, terutama ibu guru Putri dan Mbak

    Minah.

    Putri pun disambut tepuk tangan yang meriah oleh

    penonton yang hadir, tanda antusiasmenya kepada Putri.

    Setelah membacakan puisi, Putri memeluk Pak Gatot

    dan Mbak Minah sambil menangis tersedu. Mbak Minah

    memeluk Putri sambil menangis, tanda bangga dan haru.

    Ibu oh Ibu…

    Kau yang selalu kurindu

    Tanpamu, dunia terasa semu

    Hari-hariku terasa jemu

    Ibu oh Ibu…

    Namamu kan selalu ku ukir dengan pena

    Walaupun tinta tlah habis dimakan usia

  • 54

    Meskipun kau telah tiada

    Ibu Oh Ibu…

    Puisi ini hanya untukmu

    Kau selalu ada dalam kalbu

    Kau selalu di hatiku

    Ibu oh Ibu…

    Untukmu aku ada

    Untukmu aku bercita-cita

    Untukmu aku bermimpi

    Untukmu aku di sini

    Putri Prihatini

    Setelah peserta terakhir, nomor 25, dipanggil, semua

    peserta pun diminta rehat sesaat. Sambil menunggu

    keputusan dewan juri, peserta dipersilakan menikmati

    hidangan yang telah dipersiapkan oleh panitia. Putri pun

    mendapat sambutan hangat oleh bapak-ibu guru beserta

    teman-teman suporternya.

  • 55

    “Wah… kamu hebat, Put, begitu menjiwai banget

    bacanya. Mudah-mudahan menang, ya,” ujar Ibu Budi, wali

    kelas Putri, sambil mencium dan memeluk Putri.

    “Selamat, ya, Put. Mudah-mudahan kita bisa menang,”

    kata Amel, teman Putri.

    “Makasih buat semuanya, ya,” jawab Putri sambil

    meneteskan air mata.

    Waktu sudah menunjukan pukul 4 sore. Saatnya

    dewan juri memutuskan siapa juara lomba baca puisi taman

    kanak-kanak tahun ini.

    Semua peserta dan suporter berdebar-debar tak sabar

    menantikan siapa yang akan menjadi juaranya.

    Dewan juri pun mengumumkan pemenang-

    pemenangnya.

    “Juara harapan I lomba puisi tingkat wali kota tahun

    ini adalah... Siti Nurjanah dari sekolah Taman Kanak-kanak

    Al-Hikmah. Juara ketiga adalah... Siti Nurbaya dari sekolah

    Taman Kanak-kanak Al-Falah. Juara kedua adalah... Amelia

    dari sekolah Taman Kanak-kanak Permata Hati. Dan, juara

    pertama lomba puisi tingkat wali kota tahun ini adalah...

    Putri Prihatini dari sekolah Taman Kanak-kanak Islam

    Sejahtera!”

  • 56

    Hadirin pun bersorak-sorai menerima keputusan juri

    yang dinilai sudah tepat. Putri dinobatkan sebagai pemenang

    lomba puisi tahun ini. Ia pun disambut dengan pelukan dan

    ciuman hangat dari para dewan juri serta ibu-bapak guru.

    Putri berhak mendapatkan hadiah berupa uang tunai

    sebesar 1 juta rupiah, ditambah dari pihak sekolah berupa

    beasiswa uang pangkal ke jenjang yang lebih tinggi. Putri

    direkomendasikan untuk bersekolah di Sekolah Dasar

    Negeri 1, salah satu SD favorit anak-anak berbakat dan

    pandai, dengan biaya gratis. Putri pun menerimanya dengan

    sukacita.

    Pak Gatot dan Minah tambah sayang kepada Putri.

    Berbeda dengan Bunga dan Bu Gatot, yang hanya

    membanggakan kemewahan milik teman-teman pejabat dan

    celebrity-nya di sekolah.

    Pak Gatot menangis dalam hati kecilnya, terus berdoa

    dan memohon agar segera diberi petunjuk serta jalan keluar.

  • 57

    BAB VII Putri Juara Olimpiade Matematika

    Tak terasa Putri kini telah berada di Sekolah Dasar

    Negeri 1 Suka Jaya, tempat siswa berbakat dan pandai,

    tentunya dengan rekomendasi dari pihak sekolah TK-nya

    dan dilepas dengan penuh sukacita oleh guru dan teman-

    temannya. Begitulah Putri sebagai anak yang saleha dan

    pandai. Keberadaanya selalu dinantikan dan kepergiannya

    selalu dirindukan serta didoakan.

    “Ibu sangat bangga pada dirimu, Putri. Semoga kamu

    tetap berprestasi dan ramah budi pekertimu,” ujar Ibu

    Kepala Sekolah TK Sejahtera sambil memeluk dan

    meneteskan air mata.

    “Iya, Bu. Terima kasih. Doakan Putri terus, ya. Nama

    ibu akan selalu Putri kenang dalam sanubari Putri.”

    Putri pun segera mempersiapkan bekal, mental untuk

    kembali meraih prestasi di sekolah barunya. Tentunya

    dengan dukungan dari Mbak Minah dan Pak Gatot tercinta.

    Uang yang ia terima dibelikan buku-buku pelajaran dan

    perlengkapan sekolah. Pak Gatot senang melihat kegiatan

    Putri sehari-hari yang begitu hobi membaca dan mengaji.

  • 58

    Pandai bergaul dengan teman-temannya, santun tutur

    katanya, persis seperti tetangga di kampungnya dulu, anak-

    anak Bapak Soejiman. Jauh berbeda dengan Bunga dan istri

    Pak Gatot yang cenderung merendahkan orang lain. Mereka

    pilih-pilih teman dalam bergaul, senantiasa menyombongkan

    kekayaannya, juga kasar tutur katanya. Pak Gatot senantiasa

    memenuhi kebutuhan sekolah anak-anaknya. Walaupun

    dirasa teramat berat, terutama Bunga, yang banyak

    menghabiskan banyak biaya. Selain untuk biaya sekolah yang

    begitu tinggi, juga biaya antar-jemput kendaraan. Bunga dan

    istri Pak Gatot hidup terlalu boros. Tidak pernah

    memikirkan hari esok dan perjuangan Pak Gatot dalam

    mencari nafkah. Anak dan istri Pak Gatot berpikir hari ini,

    ya, untuk hari ini. Tak heran badan mereka pun semakin

    lama kian besar. Berbeda dengan Putri, yang penuh

    kesahajaan. Tubuhnya terlihat ramping dan manis. Uang

    jajannya yang hanya dua ribu rupiah sehari disisihkan untuk

    menabung guna sewaktu-waktu ada keperluan mendesak.

    Pak Gatot sangat membanggakan Putri, anak angkatnya yg

    penuh prestasi dan kesahajaan. Hari libur dihabiskan Putri

    untuk membantu Pak Gatot berjualan di toko, sambil

    membaca buku pelajaran dan buku-buku cerita.

  • 59

    Putri sangat cerdas. Sewaktu duduk di bangku kelas I

    SD pun, pelajaran-pelajaran kelas III sudah ia pelajari dan

    kuasai. Tak heran, guru-guru di sekolah sangat bersimpati

    kepada Putri. Putri selalu mendapatkan nilai sempurna. Pak

    Gatot begitu antusias mendukung kemajuan prestasi Putri.

    Begitu pula Mbak Minah. Putri merasa senang akan

    perhatian mereka berdua yang penuh kasih sayang dan

    ketulusan.

    Tak terasa, Putri sekarang sudah kelas VI. Piagam-

    piagam dan segudang prestasi pun telah diraihnya. Putri

    dipersiapkan mengikuti lomba Olmpiade Matematika

    sekolah dasar tingkat provinsi. Suatu kesempatan yang

    sangat dinanti-nantikannya. Pihak sekolah berharap banyak

    pada Putri. Selain mengangkat nama baik sekolah, Putri juga

    mengangkat nama baik daerahnya. Segala persiapan terus

    dilakukan Putri. Semua buku didukung pihak sekolah dan

    Pak Gatot, tentunya. Kepandaiannya tak lantas membuatnya

    merasa sombong dan angkuh. Putri bagaikan “padi”, hidup

    terus penuh sahaja. Putri berpikir bahwa di atas langit pasti

    masih ada langit. Tak heran, semua orang sangat bersimpati

    kepadanya, kecuali Bu Gatot dan Bunga, yang begitu iri

    terhadap prestasi Putri.

  • 60

    BAB VIII Putri Berziarah ke Makam Orang Tuanya

    Singkat cerita, Putri pun berhasil meraih medali emas

    Olimpiade Matematika tingkat provinsi. Pak Gatot dan

    Mbak Minah sangat bangga dan bertambah sayang kepada

    Putri. Putri berhak mendapatkan hadiah uang sebesar 5 juta

    rupiah dan beasiswa prestasi di SMP terbaik yang Putri

    kehendaki. Pihak sekolah juga merekomendasikan agar Putri

    mau bersekolah di SMP Negeri 1 Suka Makmur, tempatnya

    siswasiswa berprestasi. Putri pun menerimanya dengan rasa

    sukacita. Pak Gatot berharap Putri bisa bersekolah yang

    tinggi dan menjadi anak yang saleha seperti Ainun-Habibie.

    “Pertahankan prestasimu, Put. Ayah-ibu pasti bangga

    denganmu,” ujar Pak Gatot sambil memeluk Putri penuh

    kasih sayang dan bangga.

    “Makasih, Om. Ini semua berkat Om dan Mbak

    Minah.” jawabnya. “Om, kalo boleh, Putri ingin ketemu

    ayah-ibu walaupun beliau sudah tiada.”

    “Ya, Put, besok Minggu kita coba ziarah ke makam

    ayah-ibu di Sukabumi. Kamu sudah besar sekarang, sudah

    waktunya kamu tahu siapa ayah-ibumu. Walaupun beliau

  • 61

    sudah tiada, kamu harus tetap mendoakannya sebagai anak

    saleha,” jawab Pak Gatot sambil memeluk Putri.

    “Ya, nanti Mbak juga ikutan, boleh kan, Pak?” ujar

    Minah.

    “Ya, nanti kita pergi bersama-sama,” jawab Pak Gatot.

    Mereka pun pergi berziarah ke makam ayah-ibu Putri. Pak

    Gatot tak lupa bertamu ke rumah Pak RT.

    “Assalamu’alaikum…,” Pak Gatot memberi salam di

    rumah Pak RT.

    “Wa’alaikumsalam…, eh Pak Gatot. Mangga-mangga

    atuh masuk ke dalam. Buuu… ada tamu jauh nih. Wah…

    mimpi apa nih semalam, ada tamu dari kota,” kata Pak RT.

    “Eeeh… Pak Gatot. Ini pasti Putri, ya? Masya Allah,

    udah kelas berapa kamu sekarang, Put? Kamu gak nakal kan,

    Put? tanya Bu RT sambil memeluk Putri.

    Tangis haru mewarnai pertemuan mereka. Mereka

    berpelukan, tanda kangen yang tak terkira. Bu RT, melihat

    Putri yang sekarang sudah besar, tak tahan meneteskan air

    mata. Putri pun menangis di pelukannya.

    “Udah kelas enam, Bu. Om Gatot dan Mbak Minah

    penuh perhatian sama Putri, Bu,” jawab Putri penuh santun.

  • 62

    “Alhamdulillah, Putri siswa yang berprestasi. Gak

    susah menyekolahkan Putri. Gak nyesel saya mengambil Putri.

    Kemarin habis juara matematika tuh,” ucap Pak Gatot penuh

    bangga.

    “Alhamdulillah, Putri ada di tempat dan keluarga yang

    tepat. Ibu sangat memikirkan hari-hari Putri. Betah apa gak

    di sana. Satu bulan ibu terus menangis dan berdoa

    memikirkan Putri agar mendapat perlindungan dan jalan

    yang benar dari Tuhan,” ujar Bu RT.

    “Makasih, Bu RT, Putri juga masih inget ketika Bu RT

    suka kasih kue waktu kecil.”

    “Mangga atuh sambil dimakan kuenya,” pinta Pak RT.

    “Ada rencana mau ziarah, Pa Gatot?”

    “Ya, Pak RT, Putri minta diajak ziarah ke makam

    orang tuanya. Sudah saatnya dia tahu semuanya, Pak RT,”

    kata Pa Gatot penuh santun.

    “Ya, Put, yang sudah berlalu biarlah berlalu. Orang tua

    Putri juga pasti bangga melihat kamu sudah senang sekarang.

    Yang penting lagi, doa Putri sebagai anak yg saleha, ya kan,

    Pa, Gatot?” kata Pak RT.

    “Ya Pak, Putri juga udah ikhlas akan semua rencana

    Tuhan. Mungkin Tuhan punya rencana lain yang lebih baik,”

    kata Putri.

  • 63

    “Alhamdulillah. Ya udah, Pak RT, kalo udah siap kita

    ziarah sekarang aja, takut kesorean pulangnya nanti. Maklum,

    sering hujan sekarang,” ujar Pak Gatot.

    Mereka pun segera berziarah ke makam ayah-ibu

    Putri. Putri meneteskan air mata tanda belum bisa membalas

    budi beliau semasa kecil. Mbak Minah pun selalu berada di

    dekat Putri untuk senantiasa menghibur dan menguatkan

    hatinya.

    “Ibu, maafkan Putri baru bisa datang hari ini ke sini.

    Putri janji akan sering datang dan mendoakan ibu di sini,”

    kata Putri sambil meneteskan air mata.

    “Pak RT, tolong dirawat, ya, makamnya ibu Putri.

    Nanti segala biaya biar dihitung aja,” pinta Pa Gatot.

    “Ya, Pak, saya juga sekalian merawat makam ayah-ibu

    saya, tuh di sebelah sana. Ayahnya Putri sudah saya anggap

    adik saya sendiri,” jawab Pak RT.

    “Terima kasih, Pak, sebelumnya. Ini sekadar buat

    biaya kebersihan,” kata Pak Gatot sambil memberikan

    sejumlah uang kepada Pak RT.

    “Ya udah, Pak, saya terima uangnya. Makasih banyak,

    Pak Gatot. Kalo udah, kita kembali ke rumah, ya….”

  • 64

    Setelah berdoa di makam, mereka kembali ke rumah

    Pak RT untuk bersih-bersih diri dan makan bersama

    keluarga Pak RT.

    Setelah makan siang, Pa Gatot dan Putri pamit untuk

    segera kembali ke rumah.

    “Udah hampir sore nih, Pak RT. Kayaknya saya harus

    pamit dulu,” ujar Pak Gatot.

    “Gak sore-sorean aja, Pak? Putri masih betah

    kayaknya di sini.”

    “Makasih banyak, Pak RT. Masalahnya, besok pagi-

    pagi sekali saya harus sudah ada di toko untuk belanja,”

    jawab Pak Gatot.

    “Ya udah kalo gitu. Hati-hati di jalan aja, Pak. Lagi

    musim hujan, jalanan licin dan berlubang,” ujar Pak RT.

    “Sering-sering main ke sini ya, Put?” kata Bu RT.

    “Iya, Bu. Putri akan selalu ingat masa kecil sering

    bermain di sini. Putri pamit dulu, ya, Bu,” kata Putri sambil

    mencium tangan Bu RT dan Pak RT.

    Pak Gatot dan Putri pun segera meninggalkan

    kediaman masa kecilnya yang suram untuk kembali meniti

    masa depan yang lebih baik bak Ainun-Habibie.

  • 65

    BAB IX Waktu Kepergian Mbak Minah

    Waktu terus berlalu. Tak terasa, Putri sekarang telah

    duduk di bangku SMP. Putri bersekolah di SMP Negeri 1

    Suka Makmur. Sekolahnya merupakan tempat pelajar-pelajar

    pandai dan berprestasi. Tentunya dengan berbagai

    kemudahan dan beasiswa prestasi.

    Hadiah uang yang diterima Putri sebagai juara

    Olimpiade Matematika dibelikan sepeda baru. Maklum,

    sekolahnya cukup jauh dari rumah.

    Mbak Minah, yang selama ini menjadi tambatan hati

    Putri, pun dengan berat hati pamit untuk meniti rumah

    tangga baru bersama calon suaminya ke Kalimantan sebagai

    pegawai negeri sipil.

    Pa Gatot dan Putri sangat kehilangan sosok Mbak

    Minah sebagai tempat curahan hati mereka untuk saling

    berbagi. Tapi suratan takdir berkata lain. Tak selamanya

    mereka harus bersama. Mungkin Tuhan punya rencana lain.

    Minah pun segera memperkenalkan calon suaminya

    kepada Pak Gatot dan Bu Gatot.

  • 66

    “Pak, Bu, Minah udah belasan tahun kerja di sini.

    Sudah saatnya Minah pamit. Minah rencananya mau ikut

    calon suami ke Kalimantan sebagai PNS. Ini, Pak, calon

    suami Minah, Mas Bejo,” ujar Minah memperkenalkan calon

    suaminya kepada Pa Gatot dan Bu Gatot.

    “Emang udah gak betah kamu di sini, Min? Putri pasti

    sangat kehilangan kamu, Min. Kamu udah dianggap anak

    sama Bapak, dan Putri pun udah anggap kamu ibu kedua,”

    ujar Pak Gatot.

    “Gimana, ya, Pak… Minah juga harus ikut calon suami

    ke Kalimantan, membina rumah tangga baru. Minah juga

    sebenarnya gak tega kalo lihat Putri, yang udah Minah anggap

    adik sendiri,” jawab Minah sambil meneteskan air mata.

    “Ya udah, nanti kamu bicara deh sama Putri dari hati

    ke hati ya. Putri pasti akan sangat sedih. Tapi ya ini pilihan

    kamu. Bapak gak bisa memaksa. Apalagi menyangkut masa

    depan kamu, Min. Nanti malam kita coba deh bicara sama

    Putri. Kapan rencana pernikahan kamu, Min?” kata Pak

    Gatot.

    “Insya Allah bulan depan, Pak, Bu. Besok Minah udah

    harus berangkat ke Purwokerto buat persiapan pernikahan.

    Minah minta maaf kalo ada kata dan perilaku Minah yang

  • 67

    kurang berkenan selama ini, Pak,” kata Minah sambil

    menangis.

    Malam harinya, mereka pun membicarakan soal

    kepergian Mbak Minah dengan Putri. Putri menangis tanda

    kehilangan orang yang sangat dicintainya sebagai pengganti

    ibunya. Orang yang telah mengasihinya dan menyayanginya

    dengan tulus.

    Putri pun merasa hilang semangat dan harapan. Begitu

    juga Pak Gatot. Minah, yang selalu menjadi tempat curahan

    hati, besok akan pergi meraih mimpi barunya bersama calon

    suaminya.

    “Put, jaga diri baik-baik, ya. Mbak juga gak berharap

    akan semua ini. Tapi Tuhan punya kehendak lain. Belajar

    yang rajin demi masa depan yang lebih baik, ya. Mbak gak

    akan pernah lupa sama Putri. Mbak akan selalu doakan Putri

    agar selalu diberi kemudahan,” ujar Minah sambil menangis

    dan memeluk Putri.

    Putri pun diam seribu bahasa. Seolah tak tahu apa

    yang hendak dikatakannya. Ia hanya menangis, tak mengerti

    apa rencana Tuhan selanjutnya.

    “Mbaaak… Putri ikut Mbak Minah aja, ya?” ujar Putri

    memohon.

  • 68

    “Kalo Putri ikut Mbak, kasihan Om Gatot, gak ada yg

    nemani. Kamu jaga Om Gatot, ya… beliau udah baik banget

    sama kita. Ntar kalo ada rezeki, insya Allah Mbak akan main

    ke Jakarta nemuin Putri lagi,” jawab Minah.

    “Bener ya, Mbak. Mbak gak akan ngelupain Putri,” kata

    Putri.

    “Mbak juga janji akan sering kirim surat dan puisi buat

    Putri, ya, Sayang.”

    “Besok rencana berangkatnya jam berapa, Min? Biar

    Bapak antar sampai stasiun,” tanya Pak Gatot.

    “Pagi, Pak, sekitar jam 7-an,” jawab Minah.

    Perpisahan itu pun akhirnya terjadi. Yah, inilah

    kehidupan. Ada yang datang, ada yang pergi. Semua tak ada

    yang abadi. Hanya Tuhanlah yang kekal.

    Esok paginya, Putri dan Pak Gatot pergi mengantar Minah

    ke stasiun. Putri terus memeluk Mbak Minah.

    “Selamat jalan, ya, Min. Semoga kamu bahagia selalu.

    Jangan lupain Bapak,” ucap Pak Gatot sambil mengulurkan

    tangan perpisahan.

    “Iya, Pak. Terima kasih atas semua kebaikan Bapak

    selama ini. Minah gak akan pernah lupa,” jawab Minah

    sambil mencium tangan Pak Gatot. “Rajin belajar ya, Put.

  • 69

    Ingat selalu cerita Ainun-Habibie yang sering Mbak ceritain

    malam hari,” ujar Minah kepada Putri sambil menangis.

    “Mbaaak....” Putri menangis dan memeluk Minah

    tanpa kata-kata.

    Dealova....

    Aku ingin menjadi sesuatu…

    Yang mungkin bisa kau rindu...

  • 70

    BAB X Putri dan Kesedihannya

    Putri terus dirundung kesedihan sejak kepergian Mbak

    Minah. Begitu juga Pak Gatot. Minah, orang yang selalu

    menemani Pak Gatot sarapan pagi dan menyambutnya

    ketika pulang dengan segelas teh manis, kini telah pergi.

    Prestasi Putri di sekolah pun terus menurun. Orang

    yang selalu menghibur dan memotivasinya kini telah pergi

    dan tak tahu kapan akan kembali. Beban berat yang diemban

    Putri sejak kepergian Mbak Minah pun bertambah. Sekarang

    semua pekerjaan rumah menjadi tanggung jawabnya.

    Memasak dan bersih-bersih rumah menjadi tanggungan

    Putri. Maklum, Bu Gatot dan Bunga tidak terbiasa dengan

    hidup susah dan bekerja keras. Mereka hanya makan dan

    menonton televisi.

    Begitu juga Pak Gatot. Pengeluaran rumah tangga pun

    jadi jauh melambung tinggi. Bunga dan Bu Gatot tidak

    menyukai masakan Putri yang apa adanya. Tahu-tempe dan

    sayur sop. Mereka lebih suka makan di restoran-restoran

    mahal dan terkenal, seperti McDonald’s, KFC, dan Hoka-

    Hoka Bento. Ditambah lagi biaya laundry dan biaya sekolah

  • 71

    Bunga yang semakin mahal. Lambat laun, pengeluaran Pak

    Gatot lebih besar pasak daripada tiang. Dagangan Pak Gatot

    semakin berkurang, sementara sewa toko semakin mahal.

    Rumah Pak Gatot pun sudah dijadikan agunan di Bank

    RIBA demi menambah modal dan sewa kiosnya. Bu Gatot

    juga tak kunjung prihatin terhadap kondisi usaha suaminya

    yang terus menyusut.

    Pertengkaran demi pertengkaran dalam rumah tangga

    Pak Gatot mulai sering terjadi.

    “Mah… Bunga gak mau makan di rumah ah. Bunga

    mau ke Hokben aja. Bunga bosan makanan di rumah, itu-itu

    aja… gak enak…,” ujar Bunga.

    “Ya udah kita ke Hokben aja, ya, Say. Ibu juga bosan

    masakan Putri…,” jawab sang ibu.

    Tak berselang lama, Pak Gatot pulang dari mencari

    nafkah.

    “Assalamu’alaikum.”

    “Wa’alaikumsalam,” jawab Putri.

    “Ibu mana, Put?” tanya Pak Gatot.

    “Sedang ke Hokben, Om.” kata Putri. “Bunga gak

    suka masakan Putri, Om, jadinya minta ke Hokben. Om

    mau minum apa?”

  • 72

    “Ya udah gak usah diambil hati, Put. Mereka emang sok

    lagunya. Emang kamu masak apa, Put?” tanya Pak Gatot.

    “Om bikinin teh manis aja, Put.”

    “Ya, Om. Putri masak sayur asem sama tempe bacem

    dan tahu isi, Om.”

    “Ya udah, Om ambilin tahunya sekalian deh. Enak

    kayaknya sambil minum teh hangat.”

    “Ya, Om. Sebentar Putri siapkan.”

    Tak lama kemudian,

    “Wah… tahu isi enak begini mereka gak doyan?

    Bodoh sekali mereka,” ujar Pak Gatot tentang masakan

    Putri. “Tahu isi begini di mal-mal bisa 5.000 nih, Put,

    satunya. Om pernah beli nih. Belajar dari mana, Put?” ucap

    Pak Gatot.

    “Ah Om bisa aja. Mbak Minah dulu yang sering ajari

    Putri masak, Om,” jawab Putri. “Putri bingung, Om, mau

    masak apa. Putri gak bisa masak. Ibu sama Bunga gak pada

    suka masakan Putri.”

    “Yah, biarin aja apa mau mereka, Put. Mereka kan udah

    dewasa. Om juga bosan nasehatin mereka. Mereka persis

    seperti keluarga Fathonah yang ada di buku yang sering

    kamu baca itu, Put. Yang penting kamu jangan ikut-ikutan

  • 73

    mereka aja, ya. Belajar yang rajin. Hidup gak selamanya di

    atas,” tutur Pak Gatot, menghibur Putri.

    Selepas waktu Isya, Bunga pun pulang.

    “Dari mana, Mah?” tanya Pak Gatot kepada istrinya.

    “Nganterin Bunga jajan, Pah, ke Hokben. Bunga gak

    mau makan di rumah, bosan katanya,” jawab Bu Gatot.

    “Kalo bisa, Bunga diajarkan hidup prihatin, Mah, biar

    gak kaget nantinya kalo sudah besar,” pinta Pak Gatot.

    “Mama mah gak mau hidup susah, Pah. Mamah mau

    hidup senang selamanya, tuh kayak keluarga si Dul. Enak,

    tiap minggu ke Singapura naik ‘AirAsia’.”

    “Astagfirullahal’azim…. Ya Allah, setan apa yang sudah

    mendarah daging dalam darah istri saya.” Pak Gator bergumam

    dalam hati.

    Pak Gatot pun pergi meninggalkan istrinya tanpa kata-

    kata, menemui Bunga.

    “Bunga, kamu gak belajar? Emang gak pernah ada

    PR?” tanya Pak Gatot.

    “Kata bu guru, di rumah tempatnya tidur. Di sekolah

    tempatnya belajar. Begitu kata bu guru sewaktu Bunga

    tertidur di kelas,” jawab Bunga sambil asyik bermain game.

    “Astagfirullahal’azim,” kata Pak Gatot sambil

    mengelus dada penuh kekecewaan.

  • 74

    BAB XI Putri Diterima di SMA Suka Maju

    Dalam hidup, kita harus tetap berjuang. Dunia pun

    terus berputar tak pernah beristirahat. Putri sekarang sudah

    kelas III SMP. Ia pun segera sadar akan kesedihannya yang

    begitu mendalam atas kepergian Mbak Minah. Putri harus

    berusaha lagi guna bisa masuk SMA Negeri 1 Suka Maju,

    SMA terbaik dengan biaya gratis dari pemerintah daerah.

    Tentunya dengan jumlah nilai evaluasi murni (NEM) yang

    tidak kecil. Maklum, sekarang ini jarang sekali sekolah

    terbaik dengan biaya murah, apalagi gratis. Berbeda dengan

    zaman Orde Baru dulu, di mana banyak sekolah murah

    dengan biaya terjangkau. Putri harus menjadi Ainun, yang

    tekadnya tinggi. Agar ayah-ibu, Mbak Minah, dan Om Gatot

    bangga akan dirinya kelak.

    Putri pun kembali bersemangat mengatasi

    ketertinggalan pelajarannya yang selama ini ia lupakan. Ia

    kembali belajar penuh optimistis di toko bersama Om

    Komar, sahabat setianya. Pak Gatot sangat senang Putri

    kembali ceria dan optimistis. Apalagi tak satu pun prestasi

    yang diraihnya semenjak di bangku SMP. Tapi Pak Gatot

  • 75

    maklum akan semua kegalauan Putri, ditambah pekerjaan

    rumah yang dibebankan kepadanya.

    “Sedang belajar apa, Put ?” tanya Pak Gatot.

    “Belajar buat UN, Om. Putri mau coba masuk SMAN

    1 Suka Maju,” jawab Putri.

    “Wah… itu mah sekolah bagus banget, Put. Gratis lagi.

    Tapi NEM-nya tinggi banget, Put. Om aja dulu gak bisa

    masuk ke sana.”

    “Ya, Om. Putri mau berusaha keras lagi agar bisa

    masuk ke sana. Doain Putri, ya, Om.”

    “Amin.... Mudah-mudahan kamu bisa menjadi seperti

    yang kamu mau. Kamu kerjain aja soal-soal terbarunya, Put,

    kan ada tuh bukunya.”

    “Ya, Om. Putri udah bacain semua bukunya. Putri udah

    kerjain soal-soalnya,” kata Putri, senang.

    “Alhamdulillah… kamu bisa belajar mandiri,” kata

    Pak Gatot.

    Putri terbiasa belajar mandiri. Putri sadar bahwa ia

    hanyalah anak angkat yang harus hidup dan berjuang dengan

    kemandiriannya. Berbeda dengan Bunga, yang terbiasa

    belajar tambahan dengan guru-guru lesnya di sekolah dan

    ikut les di lembaga bimbingan belajar ketika menjelang ujian

    nasional.

  • 76

    Ujian nasional pun tinggal beberapa hari lagi. Semua

    pelajar sudah harus mempersiapkan diri bersaing nilai guna

    mendapatkan kursi di sekolah-sekolah terbaik pilihan mereka

    dan orang tua. Umumnya, orang tua mereka berharap

    anaknya bisa bersekolah di sekolah negeri dengan biaya

    terjangkau dan bermutu. Maklum, hidup di negeri ini penuh

    perjuangan dan persaingan. Ketika SD, kita berjuang guna

    mendapatkan SMP terbaik. Saat SMP, kita berjuang untuk

    mendapatkan SMA terbaik. Ketika SMA, kita berjuang agar

    masuk universitas terbaik. Setelah lulus kuliah pun, kita

    harus berjuang demi mendapatkan pekerjaan yang layak

    dengan gaji yang memadai.

    Beginilah hidup di sini, yang selalu membutuhkan

    perjuangan tanpa kenal lelah dan putus asa. Mungkin

    berbeda dengan negara lain, seperti Malaysia dan Brunei

    Darussalam. Mungkin di negeri ini, uang negara habis buat

    pengeluaran banyaknya partai politik. Mungkin hanya

    Tuhan-lah yang boleh tahu ke mana perginya kekayaan Ibu

    Pertiwi. Mungkin... mungkin… dan mungkin....

    Sebulan tak terasa telah berlalu. Tibalah saatnya yang

    ditunggu-tunggu, ribuan pelajar SMP melihat hasil jerih

    payah mereka belajar selama ini. Doa dan harapan orang tua

  • 77

    selalu tercurah buat anak tercinta demi meraih NEM yang

    bagus dan kelulusan sekolah tentunya.

    Pagi yang cerah. Seperti biasa, Kepala SMP Suka

    Makmur, Bapak Agung Untung Sinabung , mengumpulkan

    semua siswanya yang telah lulus untuk memberikan salam

    perpisahan dan nasihat-nasihat yang mungkin berguna bagi

    siswanya di sekolah lanjutan kelak. Sekaligus memberikan

    beasiswa bagi mereka yang berprestasi karena telah

    mengharumkan nama baik sekolah.

    “Selamat pagi, Anak-anak,” kata Pak Kepala Sekolah.

    “Pagiiii…, Pak,” jawab murid-murid penuh semangat

    dan berdebar-debar menunggu hasil pengumuman.

    “Alhamdulillah, tahun ini siswa sekolah kita lulus

    semuanya.”

    “Horeee... kita lulus semua...,” kata murid-murid

    sambil bertepuk tangan penuh keceriaan.

    “Bapak sangat bangga dengan kalian. Sekolah kita

    terkenal dengan kejujurannya dalam menghadapi ujian, di

    tengah krisis kejujuran yang melanda negeri ini. Dan yang

    lebih membanggakan lagi, tahun ini NEM tertinggi untuk

    wilayah Jawa Barat berasal dari siswa kita. Peraih NEM

    tertinggi untuk Jawa Barat diraih oleh teman kalian yang

    bernama Putri Prihatini, dengan nilai sempurna. Kepada

  • 78

    siswi Putri Prihatini, Bapak minta untuk maju ke mimbar

    untuk menerima penghargaan dan beasiswa prestasi,

    tentunya,” ujar Pak Kepala Sekolah.

    “Putri... Putri... Putri...,” sambut murid-murid sambil

    bertepuk tangan penuh gembira.

    “Selamat ya, Putri. Pertahankan prestasimu. Kejar

    cita-citamu setinggi langit, seperti Ainun-Habibie. Semoga

    kelak kamu berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Bapak

    bangga pada dirimu,” ujar Pak Kepala Sekolah.

    “Ya, Pak. Terima kasih. Semua berkat bimbingan

    Bapak dan Ibu Guru. Jasa-jasa mereka akan selalu Putri ingat

    selamanya,” tutur Putri sambil berlinang air mata dan

    mencium tangan Pak Kepala sekolah.

    Esoknya, sekolah pun memanggil semua wali murid

    guna memberi pengarahan dalam mencari sekolah yang lebih

    tinggi. Pak Gatot hadir dalam acara temu orang tua murid

    dan guru sekaligus pengarahan tersebut.

    Dalam pidatonya, tak bosan-bosannya Pak Kepala

    Sekolah menceritakan perihal Putri sebagai peraih NEM

    tertinggi se-Jawa Barat yang berasal dari sekolahnya. Pak

    Gatot pun merasa tersanjung dan amat bersyukur akan

    karunia ini. Putri juga berkesempatan diterima di SMA

    Negeri 1 Suka Maju dengan beasiswa prestasi dari

  • 79

    sekolahnya. Kebetulan letak SMA 1 Suka Maju tak jauh dari

    gedung SMP tempat Putri belajar. Putri biasa bersepeda ke

    sekolah.

    Putri sudah harus beraktivitas di sekolah barunya

    bulan depan. Pak Gatot pun segera mempersiapkan segala

    keperluan Putri untuk tahun ajaran baru di sekolah barunya.

  • 80

    BAB XII Pak Gatot dan Usahanya yang Bangkrut

    SMA Negeri 1 Suka Maju merupakan sekolah dengan

    fasilitas terlengkap dan guru-guru yang berkualitas. Juga non-

    komersial. Semua keperluan siswa, seperti buku pelajaran

    dan peralatan laboratorium, telah disediakan secara gratis

    oleh pemerintah daerah. Seluruh siswa hanya dituntut untuk

    rajin belajar dan berkarya.

    Berbeda dengan sekolah negeri favorit lainnya yang

    masih banyak melakukan pungutan liar kepada murid-

    muridnya, dengan alasan, untuk kesejahteraan guru dan

    karyawan serta “1001 makhluk” lainnya. Semua sarana

    belajar di SMA 1 Suka Maju sepenuhnya didukung oleh

    pemerintah daerah yang benar-benar bersih dan berwibawa.

    Putri sangat senang akan sekolah barunya. Ia terus

    menggali semua potensi akademiknya guna meraih prestasi

    dan cita-cita masa kecilnya dulu. Putri ikut berbagai kegiatan

    sekolah, seperti karya ilmiah, olimpiade matematika-fisika-

    kimia, dan kegiatan lain yang positif. Guru-guru sangat

    senang pada aktivitas Putri yang sering membawa nama baik

    sekolah.

  • 81

    Seiring dengan waktu, dunia pun terus berputar. Yang

    dulunya Pak Harto banyak harta, sekarang telah tiada.

    Begitulah Tuhan menjalankan kehidupan dunianya.

    Pak Gatot pun semakin lama kian terbebani oleh gaya

    hidup mewah anak-istrinya. Kondisi usahanya semakin lama

    makin menurun. Utangnya juga kian menumpuk. Akhirnya

    suatu saat datanglah hal yang tidak diinginkan semua orang.

    Usaha Pak Gatot dinyatakan gulung tikar. Semua harta,

    rumah, dan mobil, milik Pak Gatot telah disita pihak Bank

    RIBA sebagai ganti atas utang-utang Pak Gatot, berikut

    bunganya yang mencapai satu miliar rupiah lebih.

    Pak Gatot pun tertunduk lesu, lemah tak berdaya. Ia

    ingin berkeluh kesah kepada Tuhan, mengapa semua ini

    menimpa dirinya. Yah, itulah kehendak Tuhan. Tak ada

    seorang pun yang bisa bernegosiasi seperti layaknya hakim

    agung. Kita hanya bisa berharap semoga Tuhan punya

    rencana lain yang lebih baik.

    “Mah, kita sudah tak punya rumah lagi. Semua uang

    Papah telah habis untuk biaya hidup kita yang begitu boros.

    Sementara itu, gimana kalo kita ngontrak dulu sambil Papah

    cari-cari kerjaan yang lain, ya? Kita harus bisa menerima

    semua takdir Ilahi dengan ikhlas,” kata Pak Gatot, penuh

    kesedihan dan berjiwa besar.