3. faktor religiusitas dalam gagasan pengasuhan anak yang ho.doc

22
FAKTOR RELIGIUSITAS DALAM GAGASAN PENGASUHAN ANAK YANG HOLISTIK oleh : Retno Anggraini Seminar Nasional

Upload: henny-eka-putri

Post on 22-Nov-2015

19 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

dfgs

TRANSCRIPT

KONSEP HOLISTIK DALAM PENGASUHAN ANAK

PAGE

FAKTOR RELIGIUSITAS DALAM GAGASAN PENGASUHAN ANAK YANG HOLISTIK

oleh :

Retno Anggraini

Seminar Nasional

Isu-isu Kontemporer Dalam Psikologi,

UAD, 8 Pebruari 2005.

FAKTOR RELIGIUSITAS DALAM GAGASAN PENGASUHAN ANAK

YANG HOLISTIK

Retno Anggraini

ABSTRAK

Sumber daya insani berkualitas baik merupakan investasi masyarakat dan menjadi rahmat bagi seluruh alam, sumber daya insani berkualitas buruk akan menjadi beban dan menimbulkan masalah bagi lingkungannya. Anak yang tidak mampu keluar dari lingkaran agresif-victims-violence merupakan salah satu fenomena kegagalan pengasuhan anak atau akibat gagasan orang tua hanya berorientasi prestasi akademik dan aspek kognitif saja. Gagasan pengasuhan anak sebagai proses kognitif dan belief yang mengarahkan perlakuan orang tua pada anak perlu terus dikaji. Untuk memperbaiki sumber daya insani bangsa Indonesia , kerangka spiritual-religius dari gagasan pengasuhan anak yang holistik merupakan alternatif yang perlu dimasyarakatkan.

Key Words: Faktor religiusitas, gagasan pengasuhan anak, holistik

DAFTAR ISI

Halaman

Pendahuluan

1

Gagasan Pengasuhan Anak

3

Konsep Holistik

5

Faktor Religiusitas dalam Gagasan Pengasuhan Anak

7

Faktor Religiusitas dalam Gagasan Pengasuhan Anak yang Holistik 9

DAFTAR PUSTAKA

11

FAKTOR RELIGIUSITAS DALAM GAGASAN PENGASUHAN ANAK YANG HOLISTIKRetno Anggraini

Pendahuluan

Kenyataan di lapangan menunjukkan kurikulum pendidikan anak di Indonesia lebih menekankan pencapaian nilai akademik dan kecerdasan otak kiri saja. Tentu saja hal tersebut mengarahkan gagasan orang tua tentang bagaimana mereka mengasuh anak-anak, sehingga orang tua cenderung hanya mempersiapkan anak untuk cerdas kognitif saja. Ukuran keberhasilan atau kegagalan pengasuhan juga hanya dilihat dari prestasi akademik, aspek-aspek yang lain menjadi kurang diperhatikan. Tidak mengherankan bila yang terjadi adalah kurang optimalnya perkembangan potensi-potensi anak, serta kurang seimbang dalam pencapaian tugas-tugas perkembangan. Tentu saja ini merupakan suatu kerugian besar.

Sumber daya insani yang berkualitas baik akan merupakan investasi bagi masyarakatnya dan akan menjadi rahmat bagi seluruh alam, sedangkan sumber daya insani yang berkualitas buruk hanya akan menjadi beban dan menimbulkan masalah bagi lingkungannya.

Pada tahun 2001 Pemerintah tampak lebih memperluas perhatiannya pada masalah pendidikan anak dengan diadakannya Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang secara kontinyu merivew dan merevisi program PADU yang sebelumnya kurang mendapatkan respon dari masyarakat. Review yang dilakukan UNESCO-OECD sampai dengan 2004 menemukan tingkat partisipasi kasar pada pendidikan usia dini di Indonesia hanya 20 persen. Tingkat ini merupakan rangking yang rendah di antara negara-negara yang berpenghasilan rendah (Seksi PAUD, unesco, 2005). Ini sungguh memprihatinkan, padahal dalam buletin berkalanya beberapa ahli telah mengemukakan tentang konsep holistik untuk dipahami masyarakat dan dituangkan dalam program-program pendidikan usia dini.

Sementara itu, sesungguhnya fenomena-fenomena kurang idealnya upaya-upaya dalam pendidikan anak serta dampak buruknya bukanlah monopoli negara-negara berkembang dan berpenghasilan rendah seperti Indonesia saja. Sebagai contoh fakta menunjukkan banyak anak Amerika yang terlantar, diabaikan bahkan disiksa atau dieksploitasi demi kepentingan orang dewasa yang semestinya mengayomi dan mengasuhnya. Bessel A.van der Kolk (2003) memaparkan bahwa di Amerika Serikat setiap tahun, kira-kira 3 juta anak-anak dilaporkan telah dianaiaya atau diterlantarkan; sedikitnya 15 dari tiap 1000 anak-anak di United States/Amerika Serikat memperkuat kisah penganiayaan itu. Pada survei nasional, dilaporkan 27 persen dari wanitanya dan 16 persen laki-laki mempunyai sejarah sebagai korban penganiayaan seksual masa kanak-kanak.

Diperkirakan pengabaian sering dilakukan bersamaan dengan penganiayaan. Kira-kira 80% dari semua korban penganiayaan anak tersebut dilakukan oleh orang tua yang mengasuhnya, sedangkan yang 10 persen dilakukan oleh anggota keluarga lain. Konsisten dengan fakta bahwa wanita secara mayoritas adalah pengasuh anak, maka anak-anak mempunyai kemungkinan akan dilalaikan oleh wanita-wanita dua kali lipat dibanding oleh laki-laki yaitu: 87 persen banding 43 persen. Anak-anak perempuan Amerika Serikat berisiko tiga kali lebih sering dianiaya secara seksual dibanding anak-anak lelaki, sedangkan anak-anak lelaki mempunyai risiko 24 persen lebih besar mendapatkan luka-luka serius akibat penganiayaan dan 18 persen lebih besar kemungkinan dilalaikan secara emosional.

Pengalaman hidup ketika usia dini sangat mempengaruhi kehidupan ketika dewasa, maka pengasuhan yang buruk pada anak-anak dapat diramalkan akan menjadikan mereka menjadi manusia dewasa yang berperilaku buruk dan nantinya dimungkinkan akan memperlakukan anak-anaknya secara buruk pula. Dampak pengasuhan yang buruk akan diwariskan dari generasi ke generasi. Akhirnya akan tercipta suatu lingkaran dampak pengasuhan anak yang buruk yang pengaruhnya sangat luas, khususnya dalam pengembangan kualitas sumber daya insani. Dapat terjadi manusia bermasalah memproduksi manusia bermasalah, ada lingkaran victims - violence victims - violence, yang pada akhirnya akan menyebabkan lost generation.

Melihat fenomena-fenomena di muka, maka dapat dikatakan pengasuhan anak adalah masalah dunia. Di tingkat Internasional dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia di Dakar Senegal pada tahun 2000 menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang salah satunya adalah memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak-anak usia dini terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung. Pertemuan semacam dilanjutkan secara berkala dengan berpindah-pindah negara sebagai tuan rumahnya (Gutama, 2003).

Gagasan Pengasuhan Anak

Anak yang berkualitas dihasilkan oleh pengasuhan yang berkualitas pula. Buruknya kualitas pengasuhan anak tidak lepas dari pengaruh gagasan orang tua yang menjadi pengarah perilaku orang tua ketika berupaya memenuhi kebutuhan yang diperlukan anak untuk berkembang, karenanya untuk memperbaiki kualitas pengasuhan anak perlu evaluasi dan pengembangan pada gagasan pengasuhan anak yang sudah ada.

Gagasan pengasuhan anak adalah gagasan orang tua tentang perkembangan dan pendidikan anak yang merupakan kekuatan dasar yang ikut menentukan tindakan mereka pada waktu mengasuh anak dan cara mereka mempengaruhi perilaku anak. Gagasan pengasuhan anak merupakan proses kognitif. Orang tua akan mengorganisasikan pikirannya terlebih dahulu sebelum ia melakukan tindakan yang akan memberikan dampak kepada anak.

Gagasan orangtua adalah suatu belief, yaitu suatu pengetahuan dalam arti seseorang tahu bahwa apa yang dimilikinya itu benar atau mungkin benar. Belief dapat dianalogikan dengan skemata, mempunyai permeabilitas dan dapat berubah (Sigel, 1985) Menurut Goodnow dan Collins (1990) isi gagasan orang tua pada dasarnya berkenaan dengan gagasan psikologi perkembangan yang meliputi :

1) arah perkembangan yaitu tujuan yang ingin dicapai orang tua bagi kehidupan anak, tentang awal kehidupan berkeluarga dan alur perkembangan;

2) kondisi perkembangan yaitu kontribusi kondisi internal dan eksternal yang sifatnya relatif seperti pengaruh faktor bawaan dan lingkungan, upaya dan keberuntungan, pengaruh tanggung jawab orang tua dan metode yang dipergunakan orang tua untuk mencapai berbagai tujuan mereka.

Gagasan orang tua bersumber dari pengalaman orang tua bersama anak dan tugas mereka sebagai orang tua serta gambaran atau model budaya tentang anak, tentang menjadi orang tua dan tentang kehidupan berkeluarga. Adapun Faktor-faktor determinan gagasan orang tua meliputi faktor pendidikan, faktor habitat atau tempat tinggal, faktor sosial ekonomi, faktor jenis kelamin, dan faktor etnik.

Kualitas gagasan orang tua ialah karakteristik gagasan yang dapat diaplikasikan dalam berbagai isi gagasan yang meliputi masalah:

a). ketepatan gagasan orang tua dalam hal prediksi perilaku atau kemampuan anak, kesesuaian dengan pandangan para ahli atau dengan standar yang objektif;

b). derajat perbedaan pandangan orang tua dengan orang lain, dimana orang tua yang tradisional memperlihatkan perbedaan pendapat yang minimal dan memperlihatkan pandangan satu dimensi (adanya cognitive poverty dalam pemikiran mengenai pengasuhan anak dibandingkan dengan orang tua yang pandangannya modern, yang dapat menerima cara-cara yang baru dalam rangka pengasuhan anak

c) berbagi makna gagasan yaitu sejauh mana dua orang ataupun dua kelompok mempunyai pandangan atau pengertian yang sama terhadap suatu situasi, misalnya kesepakatan gagasan antara orang tua dengan anak, antar anggota kelompok sosial, atau antara gagasan perorangan dengan gagasan dari budaya yang dominan;

d). derajat kesadaran dan kemudahan suatu gagasan, yaitu disadari atau tidaknya dan mudah atau tidaknya suatu gagasan dimunculkan;

e). derajat intensitas serta keterikatan pada gagasan, yaitu mudah tidaknya seseorang dipengaruhi sehingga gagasannya berubah atau malahan lebih kuat dipertahankan.

Salah satu faktor penting yang juga mempengaruhi gagasan orang tua di dalam mengasuh anak adalah faktor agama. Penelitian Hadis, F.A (1994) menemukan faktor-faktor penting yang mempengaruhi gagasan orang tua diantaranya adalah faktor agama disamping faktor lain yaitu usia, tingkat pendidikan, suku bangsa, keadaan sosial ekonomi, dan jenis pekerjaan orang tua. Dalam kehidupan berkeluarga, belum tentu suami dan isteri mempunyai pandangan yang sama mengenai perkembangan dan pendidikan anaknya, dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berperan dalam gagasan pengasuhan anak masing-masing, lebih-lebih bila orangtua berbeda agama sehingga hal itu akan mempengaruhi suasana lingkungan keluarga.Konsep Holistik

Beberapa ahli yang terlibat dalam promosi program PAUD menyampaikan beberapa konsep atau teori tentang pengasuhan anak sebagai berikut.

Syarief , H. (2002) mengemukakan bahwa konsep holistik SDM sangat ditentukan mulai ketika manusia berupa janin hingga remaja yang sangat ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi keluarga. Pendekatan holistik menekankan bahwa kualitas sumberdaya manusia ditentukan oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal yang berlangsung dalam keseluruhan siklus hidup. Tahap yang sangat menentukan adalah pada saat janin (pre-natal} sampai usia remaja (sekitar 15 tahun), dan tahap yang paling kritis adalah sampai umur 5 tahun (balita) karena tahap ini rentan terhadap berbagai pengaruh fisik dan non fisik. Faktor-faktor yang menentukan tumbuh kembangnya anak balita baik fisik, psikologis, dan sosial sangat penting untuk diperhatikan dan dikendalikan agar anak dapat berkembang menjadi manusia yang berkualitas.

Ismail, D (2005) menginventarisir faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu:

1. Faktor genetik sebagai potensi dasar

2. Faktor lingkungan yang terdiri dari:

a. Lingkungan sebelum lahir (mulai konsepsi sampai persalinan) meliputi kondisi meliputi: kondisi ibu, yaitu gizi, anemia/kurang darah, penyakit infeksi yang sering ada misal TORCH (toksoplasma, rubela/ cacar jerman, citomegalovirus, herpes, hipertensi/ darah tinggi, DM/penyakit gula, faktor psikologi, dll) obatobatan/jamu, trauma, radiasi, kesulitan persalinan/trauma persalinan.

b. Lingkungan setelah lahir (post natal), meliputi:

- Gizi, sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. ASI eksklusif merupakan makanan utama bagi bayi sampai 6 bulan.

- Perawatan kesehatan yang tidak hanya diberikan pada saat sakit, tetapi harus dimulai dari tindakan promotif, pencegahan (imunisasi), terapi dan rehabilitasi/habilitasi.

- Penyakit, baik akut (radang otak) maupun kronis (tuberkulosis, cacing).

- Lingkungan fisik, misalnya cuaca, kebersihan lingkungan, kelembaban.

- Stimulasi, rangsangan perkembangan.

- Kasih sayang, pengasuhan, hubungan yang harmonis antara keluarga

- Sosial ekonomi keluarga, mempengaruhi pola asuh, asih dan asah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

c. Lingkungan makro, misalnya adat istiadat, kesejahteraan/pendapatan masyarakat, kebijakan pemerintah.

Ahli lain, Alisjahbana, A (2003) menggambarkan faktor-faktor yang berperanan dalam perkembangan anak 0-8 tahun sebagai berikut.

Mencermati gambar faktor-faktor perkembangan anak di muka serta pendapat Syarif sebelumnya tentang konsep holistik dalam pengasuhan anak, tampak bahwa Ismail dan Alisjahbana sekalipun juga memperkenalkan pendekatan holistik dalam pengasuhan anak dengan cukup lengkap, tetapi konsep tersebut masih belum melibatkan faktor religius secara jelas. Padahal banyak penelitian telah membuktikan pentingnya faktor religiusitas dalam mengarahkan gagasan orang tua ketika menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai pengasuh anak.Faktor Religiusitas dalam Gagasan Pengasuhan Anak

Religiusitas sebagai manifestasi agama pada orang tua akan memberikan kerangka sedemikian rupa sehingga harapan dan perlakuan orang tua terhadap anak disemangati, dimotivasi dan diarahkan tidak sekedar untuk memenuhi harapan orang tua dan kelayakan tetapi lebih dari itu. Gagasan pengasuhan anak yang relijius adalah gagasan untuk menyayangi dan mencintai anak dalam rangka misi Ketuhanan, dan nantinya harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan. Tampak jelas disini ada banyak dimensi hubungan diantaranya yaitu dimensi hubungan orang tua-anak, dimensi orangtua Tuhan, dimensi anak Tuhan, serta dimensi alam (lingkungan) - anak.

Banyak penelitian membuktikan religiusitas sebagai faktor yang penting dalam kehidupan berkeluarga khususnya memberikan arahan kognitif, efektif dan perilaku orang tua ketika melaksanakan pengasuhan anak ( Mahoney, et al., 2003). Ketika gagasan pengasuhan anak diterapkan dalam pengasuhan secara praktik dan dilandasi religiusitas orang tua, maka anak akan menginternalisasi nilai-nilai agama tersebut sebagai bagian dari perkembangan pribadinya.

Suatu meta analisis dan analisa konsep terhadap 94 penelitian tentang hubungan agama, perkawinan dan pengasuhan mendapatkan faktor religiusitas sebagai faktor yang sangat berpengaruh di dalam cara orang tua memperlakukan dan mengasuh anak (Mahoney, Pargament, Tarakeshwar, Swank, 2001). Hasil-hasil penelitian tersebut sebagai berikut.1. Orang tua yang taat kepada agama akan mengintegrasikan ajaran-ajaran agamanya di dalam praktek pengasuhan, menetapkan hal yang boleh dan dilarang, dalam menerapkan hukuman, pendisiplinan, dan memperjelas harapan orang tua pada anak, serta pengendalian emosi orang tua pada anak.2. Prinsip religius mengarahkan orang tua untuk memecahkan konflik tanpa kekerasan, tentang cinta, damai, memelihara dan melindungi anak dari kejahatan. 3. Sisi negatif dan positif manfaat psikologis dari penerapan disiplin yang berlandaskan religiusitas orang tua tetap harus menjadi perhatian menyangkut masalah pemaknaan dan intepretasi orang tua terhadap aturan dalam agama.4. Agama mengajarkan: pentingnya hubungan orangtua-anak, tentang memahami keterbatasan manusia, memaafkan, pengorbanan dan memandang keluarga secara simbolis maupun harafiah sebagai cara untuk menghayati rahmat dan cinta Tuhan 5. Pemahaman dan penerimaan anak sebagai karunia Tuhan, sehingga mendorong terbentuknya atmosfir keluarga sebagai Kerajaan Tuhan dan orang tua akan mendorong anak-anak untuk mempertahankannya.6. Ritual agama akan mendorong terbentuknya kohesifitas dan ketahanan menghadapi berbagai masalah keluarga dengan koping yang religius sehingga menciptakan stabilitas.7. Keluarga-keluarga yang menekankan kebersatuan keluarga sebagai tanda dari keberhasilan religus cenderung menghindar dari konflik secara langsung atau menyangkal disfungsi keluarga yang serius karena takut mengganggu sistem keluarga.8. Keluaga yang religius lebih positif didalam strategi koping menghadapi anak-anak yang terhambat perkembangannya .9. Ketika jaringan sosial terdiri atas keluarga-keluarga dengan sistem nilai yang yang serupa orang tua akan mendapatkan dukungan sosial yang lebih memudahkan pemecahan masalah anak-anak. Sebagai tambahan. institusi religius menyediakan peluang untuk keluarga-keluarga untuk terlibat dalam aktivitas bersama-sama sebagai unit (Mahoney, dkk,. 2001).Penelitian lainnya dengan sampel sebanyak 2.375 orang melihat adanya hubungan antara religiusitas dengan pengaturan pola makan dan asupan nutrisi (Hart, Tinker, Bowen, et al. 2004) . Pada tahun 1998 Matthews, McCullough, Larson, et al , menemukan hubungan yang signifikan antara komitment religius dan status kesehatan keluarga, sedangkan Nielsen (2002) mengemukakan pentingnya faktor religius dalam kebahagiaan. Berdasarkan konsep holistik, Ismail (2003) juga berpendapat bahwa permasalahan manusia sesungguhnya lima puluh persen (50 %) adalah masalah spiritualitas-religius, dua puluh persen (20 %) masalah emosi, dua puluh persen (20 %) masalah mental, dan yang sepuluh persen (10%) adalah masalah fisikal. Pendapat itu menunjukkan bahwa masalah spiritual (religius) merupakan faktor yang sangat penting dan dominan di dalam kehidupan.Faktor Religiusitas dalam Gagasan Pengasuhan Anak yang Holistik

Dari berbagai pendapat dan dilandasi dengan data beberapa penelitian yang telah diuraikan di muka, maka penulis mencoba mengemukakan konsep holistik dalam pengasuhan anak yang agak berbeda dengan para ahli tersebut, serta menegaskan pentingya faktor religiusitas dalam gagasan pengasuhan anak yang holistik.

Konsep holistik memandang suatu permasalahan sebagai saling kait mengkait, saling pengaruh mempengaruhi dan merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan atau disekulerkan. Konsep holistik dalam memandang manusia sebagai sumber daya insani yang sangat ditentukan kualitasnya oleh kondisi bahkan ketika masih dalam gagasan (ide, cita-cita) orang tua, kemudian ketika berupa janin dalam rahim sampai dengan usia balita, anak dan remaja, yang sangat ditentukan oleh faktor individu dan masyarakat seperti: psikologi, kondisi sosial-ekonomi, kondisi fisik, dan spiritual-religius. Sumber daya insani tidak hanya ditentukan oleh banyak faktor, tetapi juga menentukan dan menciptakan situasi kondisi, karena pada dasarnya pada diri insan telah dilengkapi berbagai potensi fitrah dari Tuhan yang menjadi bekal tidak hanya untuk menerima stimulasi saja, tetapi juga untuk menghadapi, menguasai dan memimpin lingkungan atau dunianya.

Konsep holistik dalam pengasuhan anak dimaksudkan untuk mendekati permasalahan pengasuhan anak secara holistik dengan menempatkan anak sebagai sumber daya insan fitrah yang memiliki potensi untuk tumbuh kembang yang secara pasif-aktif siap menerima dan memberikan reaksi pada stimulus internal dan eksternal yang berasal dari lingkungan dekat maupun lingkungan luasnya secara holistik pula.

Mengingat bangsa, negara, masyarakat dan komunitas terdiri dari individu-individu dalam satu keluarga, maka konsep holistik dapat diterapkan secara makro maupun mikro dan keduanya tetap tidak terpisahkan

Ketika seorang anak manusia lahir, pada saat itu dia dihadapkan pada dunia secara keseluruhan. Anak akan berinteraksi dengan orang tuanya dengan keseluruhan potensi insaniah orang tua (psikofiologis-sosiospiritual-religius), baik yang negatif maupun positif, baik masa lalu, saat ini dan masa depan orang tuanya. Selain itu anak juga berhadapan dan mereaksi lingkungannya secara fisik maupun non fisik, sosial-budaya, politik, ekonomi, serta spiritual-religius. Pengasuhan orang tua pada anak yang berkonsep holistik akan melibatkan dan tidak akan melewatkan semua faktor yang dapat berpengaruh di dalam pertumbuh-kembangan anak di dalam kerangka religius. Semuanya dipersiapkan dan dilaksanakan secara bersama sebagai satu kesatuan dengan target mempersiapkan anak untuk menjadi insan yang bermanfaat baik bagi diri dan lingkungannya.

Religiusitas sebagai manifestasi agama pada orang tua akan memberikan kerangka sedemikian rupa sehingga gagasan pengasuhan orang tua yang holistik terhadap anak tidak sekedar untuk memenuhi harapan orang tua dan kelayakan tetapi lebih dari itu, gagasan pengasuhan anak dalam rangka misi Ketuhanan untuk menyayangi, mencintai dan mengasuh anak yang nantinya harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan. Ada banyak dimensi hubungan disini, diantaranya yaitu dimensi hubungan orang tua-anak, dimensi orangtua Tuhan, dimensi anak Tuhan, dimensi alam (lingkungan) - anak

Hasil yang dapat diharapkan dari konsep tersebut adalah anak-anak yang berkembang potensi fitrahnya. Aktualisasi potensinya optimal sesuai dengan fitrahnya, sehingga anak mampu beradaptasi dan mampu secara aktif reaktif menerima, menghadapi, mewarnai dan menciptakan lingkungannya. Anak akan memiliki dan mampu memberikan kebahagiaan spiritual-religius, memberikan rasa aman karena merasa diterima sebagai karunia bagi orang tuanya, dan pada akhirnya anak akan menjadi rahmat bagi lingkungan. DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, A. 2003. ADITUKA, Sebuah Model Taman Posyandu Berlandaskan Pemberdayaan Masyarakat. Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia ed. khusus 2003.

Gutama. 2003. Oleh-oleh dari: The World Forum On Early Child Care and Education 2003 Acapulco, Mexico, 13-16 Mei 2003. Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia Vol. 2.2 Agustus 2003.

Goodnow, J.J dan Collins, W.A,. 1990. Development According to Parents. The Nature, Sources, and Concequences of Parents Ideas. Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.Hadis, F.A. 1994. Gagasan Orang Tua Tentang Perkembangan dan Pendidikan Anak. Jurnal Psikologi Indonesia No.5 Th. 1993/1994.

Hart, Tinker, Bowen, et al. 2004. Religion and Nutritional Intake. Nutrition Research Newsletter, August, 2004.

Ismail. 2003. Intibah: Buku Panduan Perawatan Sumber Ilahiyah. Perlis Malaysia: Intibah.

Ismail, Djauhar. 2005. Layanan Kesehatan yang Tepat bagi Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini. Makalah Seminar dan Lokakarya Nasional 2005 Pendidikan Anak Usia Dini. 14-16 November 2005. Yogyakarta: UGM.

Kolk, Bessel A. The Neurobiology of Chilhood Trauma and Abuse. Journal Child and Adolescent Psychiatric Clinics. 12 (2003).293-317Mahoney, et al. 2001. Religion in the Home in the 1980s and 1990s: A Meta-Analytic Review and Conceptual Analysis of Links Between Religion, Marriage, and Parenting. Journal of Family Psychology 2001 Vol. 15.4, 559-596.

Mahoney, et al. 2003. Religion and the Sanctification Of Family Relationships. Review Of Religious Research Vol. 4413.

Matthews, et al. 1998. Religious Commitment and Health Status. A Review of the Research and Implication for Family Medicine. Download from www.archfammed.com July 6, 2005.

Nielsen, M.E. 2002. Religion and Happiness. Journal for the Scientific Study of Religion. Download from www.archfammed.com July 6, 2005.

Seksi PAUD dan Pendidikan Inklusif. 2005. Laporan Review Kebijakan: Pendidikan dan Perawatan Anak Usia Dini di Indonesia. Sektor Pendidikan UNESCO.

Sigel, I.E. 1985. Conceptual Analysis of Belief Systems. Dalam Parental Belief Systems, Sigel, I.E (Ed), New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Syarief, Hidayat. 2002. Pengembangan Anak Dini Usia Memerlukan Keutuhan. Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia ed. perdana. Konstitusi & genetik

Kehamilan dengan/tanpa komplikasi

Temperamen+ Status gizi + Penyakit

Penyakit

anak

Kondisi sosial + Taraf Pendidikan ortu/keluarga

Konstitusi Ibu

Persalinan normal/tidak normal

Kepedulian kel. Peranan Caretaker

Lingkungan Teman Sebaya

Taraf Perk. Pertumbuhan anak usia 8 th.

Kondisi Bayi

Perkembangan fisik + mental anak