260110140081_ayyu widyazmara_modul v & vi

35
LAPORAN AKHIR PERCOBAAN V &VI PEMERIKSAAN MUTU EKSTRAK DAN PEMERIKSAAN KADAR FLAVONOID TOTAL EKSTRAK DIHITUNG SEBAGAI KUERSETIN NAMA : AYYU WIDYAZMARA NPM : 260110140081 HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : SELASA, 13 & 20 SEPTEMBER 2015 ASISTEN : 1. HESTI JUWITA SARI 2. HASYA AQDAN

Upload: siti-rositah

Post on 20-Feb-2016

247 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

lapak

TRANSCRIPT

Page 1: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

LAPORAN AKHIR PERCOBAAN V &VI

PEMERIKSAAN MUTU EKSTRAK DAN PEMERIKSAAN KADAR

FLAVONOID TOTAL EKSTRAK DIHITUNG SEBAGAI KUERSETIN

NAMA : AYYU WIDYAZMARA

NPM : 260110140081

HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : SELASA, 13 & 20 SEPTEMBER 2015

ASISTEN : 1. HESTI JUWITA SARI

2. HASYA AQDAN

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2015

Page 2: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

PEMERIKSAAN MUTU EKSTRAK DAN PEMERIKSAAN KADAR

FLAVONOID TOTAL EKSTRAK DIHITUNG SEBAGAI KUERSETIN

Abstrak

Ekstrak adalah hasil dari proses ekstrasi yaitu pengambilan metabolit

sekunder dalam suatu bagian tumbuhan tertentu. Praktikum kali ini adalah untuk

menentukan parameter non spesifik dalam ekstrak daun salam atau simplisia

Polyanthii folium. Dalam percobaan kali ini didapat kadar bobot abu total sebesar

20 %, kadar abu yang tidak larut dalam asam sebesarb 15 %, dan bobot jenis dari

ekstrak daun salam sebesar 0,125 gram dalam ekstrak 5 % dan 10 %. Lalu dalam

percobaan kali ini didapat kadar flavonoid sebesar 0,0579 % pada 500 ppm dan

0,00645 % pada 1000 ppm.

Kata kunci : ekstrak, Polyanthii folium , kadar, flavonoid, dan kuersetin

Abstract

Extract is the result of the extraction process which is taking a secondary

metabolite in a particular part of the plant. Practicum this time is to determine the

non-specific parameters in the extracts of leaves or bulbs Polyanthii folium. In

this experiment gained weight total ash content of 20%, ash content that does not

dissolve in acid sebesarb 15%, and the specific gravity of the extract of leaves of

0.125 gram extract 5% and 10%. So in this experiment obtained flavonoid content

of 0.0579% at 500 ppm and 0.00645% at 1000 ppm.

Keywords: extract, Polyanthii folium, content, flavonoid and quercetin

Page 3: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

I. PENDAHULUAN

Tujuan praktikum adalah

menentukan kadar abu total dalam

ekstrak, menentukan kadar abu yang

tidak larut asam dalam ekstrak,

menentukan bobot jenis dari ekstrak

dan menentukan flavonoid dalam

ekstrak.

Ekstrak adalah kegiatan

penarikan kandungan kimia yang

dapat larut sehingga terpisah dari

bahan yang tidak larut dengan pelarut

cair (Dirjen POM, 2000).

Ekstraksi adalah sediaan kental

yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati

atau simplisia hewanimenggunakan

pelarut yang sesuai, kemuadian semua

atau hamper semua pelarut diuapkan

dan massa yang tersisa diperlakukan

sedemikian sehingga memenuhi baku

yang telah ditentukan (Depkes RI,

1995)

Metode ekstraksi dipilih

berdasarkan beberapa faktor seperti

sifat dari bahan mentah obat, daya

penyesuaian dengan tiap macam

metode ekstraksi dan kepentingan

dalam memperoleh ekstrak yang

sempurna atau mendekati sempurna

(Ansel, 1989).

Pembuatan sediaan ekstrak

dimaksudkan agar zat berkhasiat yang

terdapat pada simplisia terdapat

dalam bentuk yang mempunyai kadar

tinggi dan hal ini memudahkan zat

berkhasiat dapat diatur dosisnya.

Abu merupakan zat anorganik

yang berupa logam ataupun mineral

yang berada di ekstrak dan dianggap

sebagai kotoran dalam ekstrak.

a. Perhitungan kadar abu total

Berat AbuBerat Simplisia

x100 %

b. Perhitungan kadar abu yang tidak

larut dalam asam

Berat AbuBerat Simplisia

x100 %

Berat jenis adalah bilangan

murni tanpa dimensi; yang dapat

diubah menjadi kerapatan dengan

menggunakan rumus yang cocok.

Berat jenis didefinisikan sebagai

perbandingan kerapatandari suatu

zat terhadap kerapatan air, harga

kedua zat itu ditentukan pada

temperatur yang sama, jika tidak

dengan cara lain yang khusus. Istilah

berat jenis, dilihat dari definisinya,

sangat lemah; akan lebih cocok

Page 4: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

apabila dikatakan sebagai

kerapatanrelatif (Martin, A., 1993).

Berat jenis dapat ditentukan

dengan menggunakan berbagai tipe

piknometer, neraca Mohr-Westphal,

hidrometer dan alat-alat lain.

Pengukuran dan perhitungan

didiskusikan di buku kimia dasar,

fisika dan farmasi (Martin, A., 1993).

Karakterisasi Simplisia meliputi

: penetapan kadar abu, kadar abu larut

air, kadar abu tidak larut asam, kadar

sari larut air, kadar sari larut asam,

dan kadar air secara destilasi. Cara

penetapan di atas dilakukan sesuai

prosedur yang telah ditetapkan MMI.

Sedangkan untuk Karakteristik

Ekstrak terdiri dari karakterisasi non

spesifik yang meliputi penetapan

bobot jenis, kadar air, kadar sisa

pelarut, kadar abu. Sedangkan

karakterisasi spesifik mencakup

pemeriksaan senyawa yang terlarut

dalam pelarut air dan etanol, pola

kromatogram dengan cara KLT-

densitometri. Pemeriksaan golongan

kimia ekstrak dan penetapan kadar

menggunakan spektrofotometer UV

(Ani dan Arifin, 2006).

Kuersetin (Quercetin) adalah

salah satu zat aktif kelas flavonoid

yang secara biologis amat kuat. Bila

vitamin C mempunyai aktifitas

antioksidan 1, maka kuersetin

memiliki aktivitas antioksidan 4,7.

Kuersetin dipercaya dapat melindungi

tubuh dari beberapa jenis penyakit

degenerative dengan cara mencegah

terjadinya proses peroksidasi lemak.

Kuersetin memperlihatkan

kemampuan mencegah proses

oksidasi dari Low Density

Lipoprotein (LDL) dengan cara

menangkap radikal bebas dan

menghelat ion logam transisi (Sodikin

2013).

Flavonoid merupakan salah satu

golongan fenol alam yang terbesar.

Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid

(flavonoid tanpa gula terikat) terdapat

dalam berbagai bentuk stuktur.

Semuanya mengandung 15 atom

karbon dalam inti dasarnya, yang

tersususn dalam konfigurasi C6-C3-

C6 yaitu dua cincin aromatik yang

dihubungkan oleh satuan tiga karbon

Page 5: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

yang dapat atau tidak dapat

membentuk cincin ketiga. Flavonoid

niasanya terdapat sebagai O-

glikosida, pada senyawa tersebut satu

gugus hidroksil flavonoid (atau lebih)

terikat pada satu gula (atau lebih)

dengan ikatan hemiasetal yang tak

tahan asam (Hanifa,2015).

Kalorimetri adalah salah satu

metode analisis kimia yang

didasarkan pada perbandingan

intensitas warna suatu larutan dengan

warna larutan standar. Metode ini

bagian dari analisis fotometri.

Perbedaan analisa kolorimetri dengan

anlisis fotometri lainnya terutama

letak pada macam larutan yang

dianalisis. Apabila yang dianalisis

merupakan larutan yang homogeny

(baukan koloid), maka metode

analisisnya disebut kalorimetri

(Basset, 1994).

Kromatografi lapis tipis (KLT)

adalah salah satu metode pemisahan

komponen menggunakan fasa diam

berupa plat dengan lapisan bahan

absorbent inert. KLT merupakan

salah sat jenis kromatografi analitik.

KLT juga sering digunakna untuk

identifikasi awal karena banyak

keuntungan menggunakan KLT,

diantaranya adalah sederhana dan

murah. KLT termasuk kategori

kromatografi planar, selain

kromatografi kertas ( Ahmad, L,

2015).

Spektrofotometri sinar tampak

(UV-VIS) adalah pengukuran energy

cahaya oleh suatu system kimia pada

panjang gelombang tertentu. Sinar

ultraviolet (UV) mempunyai panjang

gelombang antara 200 – 400 nm dan

sinar tampak (visible) mempunyai

panjang gelomabang 400 – 750 nm.

II. METODE

Alat yang Digunakan

Pada praktikum kali ini alat yang

digunakan adalah beaker glass,

corong, desikator, furnace, kertas

saring, krus, neraca analitik dan

piknometer.

Bahan yang Digunakan

Pada praktikum kali ini bahan

yang digunakan adalah asam klorida

encer, aquadest, ekstrak, dan alkohol.

Penentuan Kadar Abu

Ditimbang 2 g ekstrak dengan

seksama ke dalam krus yang telah

ditara, dipijarkan perlahan lahan.

Kemudian suhu di naikkan secara

Page 6: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

bertahap hingga 600 + 25C sampai

bebas karbon, selanjutnya didinginkan

dalam desikator, serta timbang berat

abu. Kadar abu dihitung dalam persen

terhadap berat sampel awal.

Penentuan Kadar Abu Tidak Larut

Asam

Abu yang diperoleh dari

penetapan kadar abu, didihkan dengan

25 ml asam klorida encer P selama 5

menit, bagian yang tidak larut asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas

saring bebas abu, dicuci dengan air

panas, disaring dan ditimbang,

ditentukan kadar abu yang tidak larut

asam dalam persen terhadap berat

sampel awal.

Penentuan Bobot Jenis

Pada penentuan bobot jenis,

dilakukan dua percobaan dengan

konsentrasi 5 % dan konsentrasi 10

%. Ditimbang piknometer kosong

yang telah dibersihkan lalu ditimbang

piknometer yang telah diisi alkohol.

Massa dari masing-masing

penimbangan dicatat. Lalu untuk

konsentrasi 5 % diambil ekstrak

sebanyak 0,05 gram dan alkohol 1

mL sedangkan untuk konsentrasi 10

% ditimbang ekstrak 0,1 gram dan

alkohol sebanyak 1 mL. Ditimbang

massa masing-masing dari

konsentrasi dan tentukan nilai bobot

jenis ekstrak.

Penentuan jumlah flavonoid

metode alumunium klorida

Dibuat larutan ekstrak etanol

yaitu sebanyak 1000 ppm yang

kemudian diencerkan menjadi 500

ppm, dimana sebanyak 0,05 g serbuk

simplisia dalam 25 mL etanol 95%.

Dibuat kurva kalibrasi dengan

kuersetin sebagai pembanding dengan

dibuat serangkaian larutan kuersetin

dalam etanol dengan konsentrasi 40,

60, 80, 100 dan 120 mg/mL.

Sejumlah 0,5 dari masing-masing

larutan dicampur dengan 1,5 mL

etanol 95%, 0,1 mL alumunium

klorida 10%, 0,1 mL kalium asetat 1

M dan 2,8 mL aquadest. Kemudian

diinkubasikan pada suhu kamar

selama 30 menit selanjutnya diukur

serapannya dengan menggunakan

spektrofotometer Uv-Vis pada

panjang gelombang maksimum yaitu

438 nm. Kemudian ditentukan jumlah

falavonoid dari larutan uji ekstrak

etanol daun salam. Sejumlah 0,5 mL

ekstrak etanol sampel diperlakukan

sama seperti pada pembuatan kurva

Page 7: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

kalibrasi dan dihitung kadar

falavonoidnya.

Pengujian kualitatif kandungan

kuersetin dalam ekstrak

Larutan ekstrak dan baku

kuersetin ditotolkan masing masing 1

cm diatas plat KLT, kemudian plat

dikembangkan dalam chamber yang

mengandung 200 ml campuran n-

butanol, asam asetat, dan air (4:1:5).

Setelah dikembangkan, plat

dikeringkan dan dilihat dbawah sinar

UV. Kemudian dihitung Rf sampel

dan dibandingkan dengan Rf standar.

Untuk pengujian warna pada spot

plat, ditempatkan dalam chamber

jenuh yang mengandung uap amonia.

Hasil positif ditujukan dengan

perubahan warna kuning pekat

(kuersetin).

III. HASIL

No. Perlakuan Hasil

A.Penetapan Kadar Abu

1. Ditimbang 2 g ekstrak dengan

seksama ke dalam krus yang

telah ditara, dipijarkan perlahan-

lahan dengan suhu yang naik

sampai bebas karbon

Ekstrak berada dalam krus dan

siap dipijarkan sampai bebas

karbon.

Ekstrak = 2 gr

Berat krus kosong= 22,4 gr

Krus + Ekstrak = 24,4 gr. Ekstrak

menjadi abu 22,8 gr-22,4 gr = 0,4

gr

2. didinginkan dalam desikator,

serta timbang berat abu

Berat abu yang didapat 0,4 gram.

3. Kadar abu dihitung dalam persen

terhadap berat sampel awal.

Didapatkan kadar abu dari ekstrak

daun salam 20%

B.Kadar Abu yang tidak larut dalam asam

1. Abu yang diperoleh dari Abu sebanyak 0,4 telah didihkan

Page 8: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

penetapan kadar abu, dididihkan

dengan 25 ml asam klorida encer

P selama 5 menit,

dengan asam klorida

2. Bagian yang tidak larut asam

dikumpulkan, disaring dan

ditimbang

Didapatkan berat sebanyak 0,3

gram

3. ditentukan kadar abu yang tidak

larut asam dalam persen

terhadap berat sampel awal.

Didapatkan kadar abu tidak larut

asam adalah 15%.

C.Penentuan Bobot Jenis

1. Timbang Piknometer Kosong Piknometer kosong = 21 gr

2. Timbang Piknometer+ alkohol Hasil = 21,8 gr

3. Timbang Piknometer + ekstrak

5%

Hasil = 21,9 gr

4. Timbang Piknometer + ekstrak

10%

Hasil = 21,9 gr

5. Ditentukan bobot jenis Didapatkan bobot jenis 0,125

g/ml

D.Pembuatan kurva kalibrasi dengan kuersetin sebagai pembanding

1. Dibuat serangkaian larutan

kuersetin dalam etanol dengan

berbagai konsentrasi

Didapat larutan kuersetin dengan

berbagai konsentrasi

40,60,80,100.dan 120 mg/mL

2. Diambil dari tiap tiap

konsentrasi 0,5 mL,

ditambahkan dengan 1,5 mL

etanol 95%, 0,1 mL alumunium

klorida 10%, 0,1 mL kalium

asetat 1 M dan 2,8 mL aquadest.

Larutan homogen dan tidak tejadi

perubahan warna

3. Diinkubasi pada suhu kamar

selama 30 menit dan diukur

Nilai absorbansi

Page 9: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

serapan dengan spektrofotometer

Uv-Vis pada panjang gelombang

maksimum 438 nm.

40 ppm = 0,1947; 0,1958; 0,1964

60 ppm = 0,3468; 0,3467; 0,3474

80 ppm = 0,4523; 0,4520; 0,420

100 ppm = 0,6251; 0,6248;

0,6251

120 ppm = 0,7791; 0,7791;

0,7789

E. Penentuan Jumlah Flavonoid dan larutan uji ekstrak etanol

1. 0,5 mL ekstrak etanol sampel di

ditambahkan dengan 1,5 mL

etanol 95%, 0,1 mL alumunium

klorida 10%, 0,1 mL kalium

asetat 1 M dan 2,8 mL aquadest

Larutan Homogen dan tidak

terjadi perubahan warna

2. Setelah 30 menit diinkubasi

diukur serapannya dengan

spektro Uv-Vis pada panjang

gelombang 438 nm

Nilai absrobansi

500 ppm = 0,3263; 0,3265;

0,3265

1000 ppm = 0,4013; 0,4014;

0,4018

3. Ditentukan jumlah flavonoid

dengan metode kolorimetri

Larutan 1000 ppm = 0,171275%

dan larutan 500 ppm = 0,0725%.

F.Pengujian Kualitatif kandungan kuersetin dalam esktrak

1. Larutan esktrak baku dan sampel

ditotolkan masing masing 1 cm

diatas plat.

Ekstrak baku dan sampel larut

serta terdapat totolan dalam plat

KLT

2. Dikembangkan plat dalam

chamber dengan 200 mL

campuran n-butanol, asam asetat

dan aquadest (4: 1: 5)

Pelarut berkembang hingga 1 cm

sebelum ujung plat

3. Plat Dikeringkan dan dilihat Plat kering, kuersetin tidak dapat

Page 10: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

dibawah sinar uv dilihat karena pelarut terlalu polar

Perhitungan :

A. Kadar Abu Total (KAT)

KAT = berat abu

berat simplisia x 100 %

= 0,4 gram2 gram x 100 %

= 20 %

B. Kadar Abu yang Tidak Larut Asam (KATLA)

KATLA = berat abu

berat simplisia x 100 %

= 0,3 gram2 gram x 100 %

= 15 %

C. Penentuan Bobot Jenis

Bobot piknometer kosong = 21 gram

Bobot pikno + alkohol = 21,8 gram

Bobot Alkohol = 0,8 gram

Bobot pikno + alkohol + ekstarak 5 % = 21,9 gram

Bobot pikno + alkohol + ekstarak 10 % = 21,9 gram

Bobot alkohol = (bobot pikno + alkohol) – bobot pikno

= 21,8 gram – 21

= 0,3 gram

Bobot jenis alkohol = 0,8 gram

1 ml

= 0,8 g/ml

\

Page 11: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

Bobot ekstrak 5 % = (bobot pikno + alkohol + ekstrak 5 %) – (bobot

pikno + alkohol)

= 21,9 gram - 1,8 gram

= 0,1 gram

Bobot jenis ekstrak 5 % = (bobot pikno+ekstrak )−pikno kosong(bobot pikno+etanol )−piknokosong

= (21 gram+0,1 gram )−21 gram(21 gram+0,8 gram )−21 gram

= (21 gram+0,1 gram )−21 gram(21 gram+0,8 gram )−21 gram

= 0,125 gram

Bobot ekstrak 10 % = (bobot pikno + alkohol + ekstrak 5 %) – (bobot

pikno + alkohol)

= 21,9 gram - 1,8 gram

= 0,1 gram

Bobot jenis ekstrak 10 % = (bobot pikno+ekstrak )−pikno kosong(bobot pikno+etanol )−pikn o kosong

= (21 gram+0,1 gram )−21gram(21 gram+0,8 gram )−21gram

= (21 gram+0,1 gram )−21 gram(21 gram+0,8 gram )−21 gram

= 0,125 gram

Page 12: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

D. Pembuatan kurva kalibrasi dengan kuersetin sebagai pembanding

Larutan baku :

1. Konsentrasi 60 ppm

V1 . N1 = V2 . N2

6 . 1000 = x . 120

6000 = 120 x

x = 50 ml

44 ml aquadest + 6 ml kuersetin

2. Konsentrasi 50 ppm

V1 . N1 = V2 . N2

5 . 120 = x . 100

600 = 100 x

x = 6 ml

1 ml aquadest + 5 ml kuersetin

3. Konsentrasi 40 ppm

V1 . N1 = V2 . N2

4 . 100 = x . 80

400 = 80 x

x = 5 ml

1 ml aquadest + 4 ml kuersetin

4. Konsentrasi 30 ppm

V1 . N1 = V2 . N2

3 . 80 = x . 60

240 = 60 x

x = 4 ml

1 ml aquadest + 3 ml kuersetin

Page 13: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

5. Konsentrasi 20 ppm

V1 . N1 = V2 . N2

2 . 60 = x . 40

120 = 40 x

x = 3 ml

1 ml aquadest + 3 ml kuersetin

Kurva Baku

Absorbansi

Sampel40 ppm 60 ppm 80 ppm 100 ppm 120 ppm

I 0,1947 0,3648 0,4520 0,6251 0,7791

II 0,1958 0,3647 0,4520 0,6248 0,7791

III 0,1964 0,3674 0,4520 0,6251 0,7789

Rata-rata 0,1956 0,3656 0,4520 0,6250 0,7790

500 ppm : absorbansi 0,2077

y = ax + b

0,2777 = 0,007131 x + 0,08704

0,29474 = 0,007131 x

x = 41,33 ppm

x rata-rata = ⍷ xn =

4005 = 80

y rata-rata = ⍷ yn =

2,41725 = 0,483

r = ⍷ ( x−x ' )( y− y ' )

√⍷ ( x−x' ) 2 ( y− y ' ) 240 ppm 60 ppm 80 ppm 100 ppm 120 ppm

00.10.20.30.40.50.60.70.80.9

Grafik Absorbansi Sampel

Absorbansi Sampel

Page 14: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

= 320(−1,9342)

√ (102400 ) (3,72 )

= −618,944

√383091 ,675

= −618,944618,944

= - 1 atau r2 = 1

E. Penentuan Jumlah Flavonoid dan larutan uji ekstrak etanol

Pengenceran ekstrak (1000 ppm)

0,05 gr/50 ml = 50 mg/0,05 L = 1000 ppm

Larutan ekstrak 500 ppm

1000 x = 500 .10

x = 50001000

= 5 ml

5 ml larutan ekstrak + 5 ml aquadest

x y x2 y2 xy

4 0,1056 16 0,038 0,7824

6 0,3656 36 0,134 2,1936

8 0,4520 64 0,204 3,616

10 0,6250 100 0,391 6,25

Page 15: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

12 0,7790 144 0,607 9,348

40 ppm 2,4172 360 22,19

y = ax + b

a = n (⍷ ( xy ) )−(⍷ x .⍷ y)

n⍷ x2− (⍷ x )2

= 5 (22,19 )−(40−2,4172)

5,360− (1600 )

= 110,45−96,600

1800−1600

= 14,262

200

= 0,07131

b = ⍷ y−(⍷ x . a)n

= 2,4172−(40−0,07131)

5

= −0,4352

5

= 0,08704

Kadar Falvonoid 1000

Ppm akhir 1000 0,5 = 5 . x

500 = 5 x

x = 100

F = ppmawalppm akhir

Page 16: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

= 1000100 = 10

F1000 = C . V . F . 10−6

m x 100 %

=6,851. 10−3 . 50 .10 . 10−6

0,05 x 100 %

= 0,06451 %

Kadar Falvonoid 500

Ppm akhir 500. 0,5 = 5 . x

250 = 5 x

x = 50

F = ppmawalppm akhir

= 50050 = 10

F = C . V . F . 10−6

m x 100 %

=5,7378 .10−3 . 50 .10 .10−6

0,05 x 100 %

= 0,0579 %

IV. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini dilakukan

untuk memeriksaan mutu eksrak dari

simplisia Polyanthii folium dan

penentuan kadar flavonoid dari eksrak

yang telah dibuat.

Pemeriksaan mutu dilakukan

untuk mengetahui dan menjamin

kualitas dari ekstrak tersebut untuk

Page 17: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

dijadikan sebagai bahan pembuatan

obat herbal. Kualitas dari obat herbal

yang terstandar ditentukan oleh mutu

dari ekstrak yang berkhasiatnya juga.

Jika mutu bahan yang berkhasiat

tidak terjamin kualitasnya maka

kandungan senyawa aktif yang

berkhasiat dapat tutupi oleh pengotor

dalam bahan yang tidak terjamin

kualitasnya.

Langkah pertama dilakukan

adalah menentukan kadar abu total

dalam ekstrak. Penentuan kadar abu

total merupakan salah satu metode

standarisasi ekstrak dengan parameter

nonspesifik. Standarisasi ekstrak

dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan ekstrak yang aman dan

stabilitasnya teruji sehingga sediaan

yang dihasilkan merupakan sediaan

yang terjamin mutunya.

Kadar abu menunjukkan

hubungan dengan kandungan mineral

suatu bahan. Mineral tersebut dapat

berupa garam organik (misalnya

garam dari asam malat, oksalat,

pektat), garam anorganik (misalnya

fosfat, karbonat, klorida, sulfat nitrat

dan logam alkali), atau berupa

mineral yang terbentuk menjadi

senyawa kompleks bersifat organik.

Oleh karena sangat sulit menentukan

jumlah mineral dalam bentuk aslinya,

maka biasanya dilakukan dengan

penentuan sisa pembakaran garam

mineral tersebut dengan cara

pengabuan. Abu adalah zat anorganik

yang merupakan sisa hasil

pembakaran zat organik. Penentuan

kadar abu bertujuan untuk

menentukan baik atau tidaknya suatu

pengolahan (dalam hal ini ekstraksi).

Prosedur penentuan kadar abu

total adalah pertama ditimbag 2 gram

ekstrak kedalam krus yang telah

ditara, dikarenakan penentuan kadar

merupakan kuantitatif sehingga perlu

dilakukan penyetaraan. Selanjutnya

dilakukan pemijaran terhadap ekstrak

dengan menggunakan tanur/furnace

dan suhu dinaikkan dari 250C hingga

6000C. Pemijaran ini dilakukan agar

menghasilkan semua abu yang ada

dala ekstrak. Kemudian didinginkan

dalam desikator. Desikator

merupakan tempat bahan yang

bersifat higroskopis sehingga jika abu

diletakkan dalam desikator maka

tidak akan ada air yang masih

tertinggal dalam abu dan tidak

mengganggu hasil penimbangan.

Kemudian ditimbang dan kadar abu

Page 18: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

dihitung terhadap berat sampel awal.

Dan didapatkan kadar abu total dalam

ekstrak adalah 20%.

Kadar ini mengindikasikan

bahwa kadar abu total dalam ekstrak

tidak memenuhi kadar yang

seharusnya, yaitu 3-5%. Ini berarti

bahwa pada saat melakukan

perajangan terhadap simplisia masih

terdapat adanya mineral organik dan

mineral anorganik. Kemudian pada

saat maserasi didalam pelarut etanol

terdapat mineral organik. Dan pada

saat evaporasi dikarenakan

penggunaan alat yang tidak disiplin,

didalamnya menyisakkan mineral

anorganik yang berlebih.

Prosedur selanjutnya adalah

pemeriksaan mutu ekstrak dengan

metode kadar abu tidak larut asam.

Kadar abu tidak larut asam untuk

menunjukkan jumlah silikat yang

berasal dari pasir atau tanah. Prosedur

untuk penentuan kadar abu tidak larut

asam adalah dengan menimbang abu

yang diperoleh dari kadar abu total

dan dilarutkan dengan 25 ml asam

klorida encer selama 5 menit. Bagian

yang tidak larut asam dikumpulkan

dan dilakukan penyaringan dengan

kertas saring bebas abu, dicuci

dengan air panas dan disaring

kembali. Pencucian dengan air panas

ini dilakukan agar hasil penyaringan

akurat dan stabil saat ditimbang.

Kadar yang didapatkan adalah 15%.

Kadar ini mengindikasika bahwa

kadar tersebut tidak memenuhi kadar

yang seharusnya, yaitu tidak boleh

lebih dari 0,9%. Ini dikarenakan

masih terdapat pasir dan silikat dalam

ekstrak. Pada saat dilakukan

perajangan pasir masih terdapat

dalam bahan, kemudian pada saat

maserasi didalam etanol tidak bersih

dan meninggalkan pasir. Pada saat

pengeringan didalam waterbath,

substansi asing berupa pasir dapa

masuk ke dalam ekstrak sehingga

menghasilkan pasir dan silikat yang

berlebih.

Lalu penenuan bobot jenis

dari ekstrak yang telah dibuat. Bobot

jenis termasuk kedalam standardisasi

ekstrak parameter nonspesifik. Bobot

jenis  adalah massa per satuan volume

pada suhu kamar tertentu (250C) yang

ditentukan dengan alat khusus

piknometer atau alat lainnya. Hal ini

bertujuan untuk memberikan batasan

tentang besarnya massa persatuan

volume yang merupakan parameter

Page 19: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

khusus ekstrak cair sampai ekstra

pekat (kental) yang masih dapat

dituang. Memberikan gambaran

kandungan kimia tertentu. Piknometer

adalah suatu alat untuk menentukan

berat jenis benda. Alat ini terbuat dari

gelas berbentuk seperti botol kecil

dilengkapi dengan tutup dengan

lubang kapiler. Alat ini mempunyai

volume tertentu dan dibuat

sedemikian sehingga pada toyang

sama selalu terukur volume yang

sama.   Bobot jenis ekstrak cair

adalah yang diperoleh dengan

membagi bobot ekstrak dengan bobot

air,dalam piknometer pada suhu 25oC.

Prosedur penentuan bobot jenis

adalah dengan menimbang

piknometer bersih di neraca analitis

dihasilkan bobotnya 21 gram,

kemudian menimbang piknometer

yang diisi dengan etanol didapatkan

bobotnya 21,8 gram, dan piknometer

diisi 5% dan 10% ekstrak yang

dilarutkan dalam etanol bobotnya

dalah 21,9 gram. Setelah dilakukan

perhitungan maka didapatkan bobot

jenis dari ekstrak adalah 0,125 gram.

Ini berati bahwa dalam 1 ml etanol

yang ada dalam ekstrak kental

terdapat 0,125 gram massa ekstrak.

Standardisasi dan aspek non spesifik

diarahkan pada batas maksimal yang

diperbolehkan terhadap material

berbahaya yang ada dalam ekstrak.

Untuk itu penggunaan metode yang

memiliki batas deteksi rendah dan

sensitif sangat diperlukan.

Prosedur selanjutnya adalah

pemeriksaan kadar flavonoid dihitung

sebagai kuersetin. Pemeriksaan kadar

flavonoid termasuk ke dalam

standardisasi ekstrak parameter

spesifik, yaitu kadar golongan

kandungan kimia total.

Flavonoid berasal dari bahasa latin

yaitu “flavus” yang berarti kuning,

sesuai dengan warna alaminya.

Flavonoid merupakan metabolit

sekunder tanaman yang memiliki

kandungan antioksidan dan kelat yang

signifikan. Secara kimia flavonoid

terdiri atas 15 rangka karbon yang

terdiri atas dua cincin fenil dan

sebuah cincin heterosiklik. Flavonoid

memilki 6 subkelas berdasarkan

perbedaan struktur kimianya yang

secara umum dapat kita temukan

dalam buah-buahan, sayuran, kacang-

kacangan, teh dan kakao.

Salah satu contoh golongan

flavonoid adalah kuersetin yang

Page 20: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

bersifat sebagai anti tumor. Kuersetin

adalah senyawa golongan flavonol

(bagian dari flavonoid) yang banyak

terkandung dalam buah-buahan dan

sayuran, misalnya apel, anggur, teh,

bawang merah, dan kopi. Kuersetin

memiliki 5 gugus -OH bebas yang

dapat disubstitusi oleh gugus asil

melalui reaksi esterifikasi. Tiga gugus

dari struktur kuersetin yang

membantu dalam menjagakestabilan

dan bertindak sebagai antioksidan

ketika bereaksi dengan radikal bebas

antara lain:

a)Gugus O-dihidroksil pada cincin B 

b)Gugus 4-oxo dalam konjugasi

dengan alkena 2,3

c)Gugus 3- dan 5- hidroksil

Gugus fungs tersebut dapat

mendonorkan elektron kepada cincin

yang akan meningkatkan jumlah

resonansi dari struktur resonansi

senyawa benzena.

Prosedur penentuan kadar

flavonoid adalah pertama-tama dibuat

kurva kalibrasi agar terdapat standar

acuan nilai untuk menentukan kadar

dari sampel. Untuk penentuan kurva

kalibrasi digunakan senyawa

kuersetin. Penentuan kurva kalibrasi

dengan menggunakan metode

kolorimetri alumunium klorida.

Metode kolorimetri adalah suatu

metoda analisis kimia yang

didasarkan pada tercapainya

kesamaan warna antara larutan

sampel dan larutan standar, dengan

menggunakan sumber cahaya

polikromatis dengan detektor mata.

      Persyaratan larutan yang

harus dipenuhi untuk absorbsi sinar

tampak adalah larutan harus

berwarna. Oleh karena itu metoda

spektroskopi sinar tampak disebut

juga dengan metoda kolorimetri dan

alatnya disebut dengan kolorimeter.

Kolorimeter didasarkan pada

perubahan warna larutan yang

sebanding dengan perubahan

konsentrasi komponen pembentuk

larutan. Oleh karena itu aspek

kuantitatif merupakan tujuan

pengukuran dengan metoda ini.

 Prinsip dasar dari metoda

kolorimetri visual adalah tercapainya

kesamaan warna bila jumlah molekul

penyerap yang dilewati sinar pada ke

dua sisi larutan persis sama. Metoda

ini dapat diterapkan untuk penentuan

komponen zat warna ataupun

komponen yang belum bewarna,

namun dengan menggunakan reagen

Page 21: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

pewarna yang sesuai dapat

menghasilkan senyawa bewarna yang

merupakan fungsi dari kandungan

komponennya. Jika telah tercapai

kesamaan warna berarti jumlah

molekul zat penyerap yang dilewati

sinar pada kedua sisi tersebut telah

sama dan ini dijadikan dasar

perhitungan.

Metode kolorimetri

alumunium klorida dikhususkan

untuk menentukan flavonoid total

khusunya senyawa flavon dan

flavonol dalam ekstrak. Pada

pembuatan kurva kalibrasi dengan

metode AlCl3 digunakan kuersetin

sebagai pembanding karena kuersetin

merupakan flavonoid golongan

flavonol yang mempunyai gugus keto

pada C-4 dan memiliki gugus

hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang

bertetangga dari flavon dan flavonol.

Panjang gelombang maksimum yang

dihasilkan dari pengukuran kuersetin

adalah 438 nm. Penambahan kalium

asetat dalam metode ini adalah

membantu proses kompleks antara

alumunium klorida dengan kuersetin.

Kemudian dihasilkan persamaan

kurva bakunya adalah y = 0,007131x

– 0,08704 dan nilai regresinya adalah

1.

Untuk penentuan kadar

sampel dibuat dalam 1000 ppm dan

500 ppm. Perlakuan sama seperti

yang dilakukan untuk kurva baku,

yaitu dengan metode kolorimetri

alumunium klorida. Prinsip penetapan

flavonoid dengan metode kolorimetri

AlCl3 adalah pembentukan kompleks

antara AlCl3 dengan gugus keto pada

atom C-4 dan juga dengan gugus

hidroksi pada atom C-3 atau C-4 yang

bertetangga dari flavon dan flavonol.

Dan dihasilkan kadar kuersetin untuk

konsentrasi 1000 ppm adalah 0,06451

% dan untuk 500 ppm adalah 0,0579

%. Kadar ini mengindikasikan bahwa

kadar senyawa golongan flavonoid

dalam ekstrak tidak memenuhi syarat,

yaitu >0,4%. Ini dikarenakan proses

pengolahan ekstrak yang tidak

disiplin. Kandungan kimia dalam

ekstrak bisa berkurang dikarenakan

pemanasan yang berlebihan, reaksi

oksidasi, pengotor yang berlebih yang

dapat mengurangi kadar kandungan

kimia. Kemudian pada saat proses

penentuan kadar, reagen yang

digunakan sudah terkontaminasi

dengan zat yang lain, dan penentuan

Page 22: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

kurva baku yang dilakukan kurang

presisi dan kurang akurat.

Prosedur terakhir adalah

pengujian kualitatif kandungan

kuersetin dalam esktrak yaitu dengan

menggunakan cara kromatografi lapis

tipis (KLT), dengan menotolkan 1 cm

diatas plat, kemudian dikembangkan

dalam chamber sebanyak 200 ml

dengan menggunakan pelarut butanol,

asam asetat, dan air dengan

perbandingan 4:1:5. Setelah

dikembangkan hingga pelarut naik 1

cm sebelum ujung plat KLT,

kemudian dikeringkan dan di lihat

dibawah sinar UV. Pada praktikum

kali ini Rf tidak dapat ditentukan

karena pelarut yang digunakan terlalu

polar sehingga Rf tidak tampak

dibawah sinar UV dan kuersetin

terbawa oleh pelarut, oleh karena itu

disarankan menggunakan pelarut

lainnya.

V. SIMPULAN

1. Kadar abu total pada sampel

sebesar 20 %, sedangkan syarat

yang menandakan ekstrak itu

baik kadar abu tidak lebih dari 3-

5 %.

2. Kadar abu tidak larut asam pada

sample dihasilkan sebesar 15 %,

sedangkan syarat dalam

parametaer non spesifik kadar

abu tidak larut asam tidak boleh

lebih dari 0,9 %.

3.  Bobot dalam satu mili ekstrak

sampel yang didapat adalah

0,125.g/ml.

4.   Kadar flavonoid yang dihasilkan

dalam 1000 ppm adalah 0,00645

% dan dalam 500 ppm adalah

0,0579 %

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, L. 2015. Kromatografi Lapis

Tipis. Tersedia online di

http://www.ilmukimia.org/2013

/05/kromatografi-lapis-tipis-

klt.html [diakses pada tanggal

30 Oktober 2015].

Page 23: 260110140081_Ayyu Widyazmara_Modul v & VI

Ani isnawati dan Kelik Muhammad

Arifin . 2006 . Karakterisasi

daun kembang Sungsang

(Gloria Superba (L)) dari aspek

fisiko kimia. Media Litbang

Kesehatan XVI Nomor 4.

Ansel, Hiward C.,. 1989. Pengantar

Bentuk Sediaan Farmasi Edisi

keempat. Jakarta : UI Press.

Baeset, J. 1994. Buku Ajar Vogel :

Kimia Analisis Kuantitatif

Anorganik. Jakarta : Buku

Kedokteran EGC.

Day, R. A, 2002. Analisis Kimia

Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Hanifa, Lukmayani dan Syafinir.

2015. Uji Aktivitas antioksidan

serta penetapan kadar

flavonoid total dari ekstrak dan

fraksi daun paitan. Prosiding

penelitian SpeSia Unisba. ISSN

2460-6472.

Martin, A. 1993. Farmasi Fisika :

Bagian Larutan dan Sistem

Dispersi. Jogjakarta : Gadjah

Mada University Press.

Siodikin. 2013. Quercetin. Tersedia

online di http://obatpropolis.co

m/quercetin-sekilas [diakses

pada tanggal 30 Oktober 2015].

LAMPIRAN