260110140081_ayyu widyazmara_modul v & vi
DESCRIPTION
lapakTRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PERCOBAAN V &VI
PEMERIKSAAN MUTU EKSTRAK DAN PEMERIKSAAN KADAR
FLAVONOID TOTAL EKSTRAK DIHITUNG SEBAGAI KUERSETIN
NAMA : AYYU WIDYAZMARA
NPM : 260110140081
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : SELASA, 13 & 20 SEPTEMBER 2015
ASISTEN : 1. HESTI JUWITA SARI
2. HASYA AQDAN
LABORATORIUM ANALISIS FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
PEMERIKSAAN MUTU EKSTRAK DAN PEMERIKSAAN KADAR
FLAVONOID TOTAL EKSTRAK DIHITUNG SEBAGAI KUERSETIN
Abstrak
Ekstrak adalah hasil dari proses ekstrasi yaitu pengambilan metabolit
sekunder dalam suatu bagian tumbuhan tertentu. Praktikum kali ini adalah untuk
menentukan parameter non spesifik dalam ekstrak daun salam atau simplisia
Polyanthii folium. Dalam percobaan kali ini didapat kadar bobot abu total sebesar
20 %, kadar abu yang tidak larut dalam asam sebesarb 15 %, dan bobot jenis dari
ekstrak daun salam sebesar 0,125 gram dalam ekstrak 5 % dan 10 %. Lalu dalam
percobaan kali ini didapat kadar flavonoid sebesar 0,0579 % pada 500 ppm dan
0,00645 % pada 1000 ppm.
Kata kunci : ekstrak, Polyanthii folium , kadar, flavonoid, dan kuersetin
Abstract
Extract is the result of the extraction process which is taking a secondary
metabolite in a particular part of the plant. Practicum this time is to determine the
non-specific parameters in the extracts of leaves or bulbs Polyanthii folium. In
this experiment gained weight total ash content of 20%, ash content that does not
dissolve in acid sebesarb 15%, and the specific gravity of the extract of leaves of
0.125 gram extract 5% and 10%. So in this experiment obtained flavonoid content
of 0.0579% at 500 ppm and 0.00645% at 1000 ppm.
Keywords: extract, Polyanthii folium, content, flavonoid and quercetin
I. PENDAHULUAN
Tujuan praktikum adalah
menentukan kadar abu total dalam
ekstrak, menentukan kadar abu yang
tidak larut asam dalam ekstrak,
menentukan bobot jenis dari ekstrak
dan menentukan flavonoid dalam
ekstrak.
Ekstrak adalah kegiatan
penarikan kandungan kimia yang
dapat larut sehingga terpisah dari
bahan yang tidak larut dengan pelarut
cair (Dirjen POM, 2000).
Ekstraksi adalah sediaan kental
yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati
atau simplisia hewanimenggunakan
pelarut yang sesuai, kemuadian semua
atau hamper semua pelarut diuapkan
dan massa yang tersisa diperlakukan
sedemikian sehingga memenuhi baku
yang telah ditentukan (Depkes RI,
1995)
Metode ekstraksi dipilih
berdasarkan beberapa faktor seperti
sifat dari bahan mentah obat, daya
penyesuaian dengan tiap macam
metode ekstraksi dan kepentingan
dalam memperoleh ekstrak yang
sempurna atau mendekati sempurna
(Ansel, 1989).
Pembuatan sediaan ekstrak
dimaksudkan agar zat berkhasiat yang
terdapat pada simplisia terdapat
dalam bentuk yang mempunyai kadar
tinggi dan hal ini memudahkan zat
berkhasiat dapat diatur dosisnya.
Abu merupakan zat anorganik
yang berupa logam ataupun mineral
yang berada di ekstrak dan dianggap
sebagai kotoran dalam ekstrak.
a. Perhitungan kadar abu total
Berat AbuBerat Simplisia
x100 %
b. Perhitungan kadar abu yang tidak
larut dalam asam
Berat AbuBerat Simplisia
x100 %
Berat jenis adalah bilangan
murni tanpa dimensi; yang dapat
diubah menjadi kerapatan dengan
menggunakan rumus yang cocok.
Berat jenis didefinisikan sebagai
perbandingan kerapatandari suatu
zat terhadap kerapatan air, harga
kedua zat itu ditentukan pada
temperatur yang sama, jika tidak
dengan cara lain yang khusus. Istilah
berat jenis, dilihat dari definisinya,
sangat lemah; akan lebih cocok
apabila dikatakan sebagai
kerapatanrelatif (Martin, A., 1993).
Berat jenis dapat ditentukan
dengan menggunakan berbagai tipe
piknometer, neraca Mohr-Westphal,
hidrometer dan alat-alat lain.
Pengukuran dan perhitungan
didiskusikan di buku kimia dasar,
fisika dan farmasi (Martin, A., 1993).
Karakterisasi Simplisia meliputi
: penetapan kadar abu, kadar abu larut
air, kadar abu tidak larut asam, kadar
sari larut air, kadar sari larut asam,
dan kadar air secara destilasi. Cara
penetapan di atas dilakukan sesuai
prosedur yang telah ditetapkan MMI.
Sedangkan untuk Karakteristik
Ekstrak terdiri dari karakterisasi non
spesifik yang meliputi penetapan
bobot jenis, kadar air, kadar sisa
pelarut, kadar abu. Sedangkan
karakterisasi spesifik mencakup
pemeriksaan senyawa yang terlarut
dalam pelarut air dan etanol, pola
kromatogram dengan cara KLT-
densitometri. Pemeriksaan golongan
kimia ekstrak dan penetapan kadar
menggunakan spektrofotometer UV
(Ani dan Arifin, 2006).
Kuersetin (Quercetin) adalah
salah satu zat aktif kelas flavonoid
yang secara biologis amat kuat. Bila
vitamin C mempunyai aktifitas
antioksidan 1, maka kuersetin
memiliki aktivitas antioksidan 4,7.
Kuersetin dipercaya dapat melindungi
tubuh dari beberapa jenis penyakit
degenerative dengan cara mencegah
terjadinya proses peroksidasi lemak.
Kuersetin memperlihatkan
kemampuan mencegah proses
oksidasi dari Low Density
Lipoprotein (LDL) dengan cara
menangkap radikal bebas dan
menghelat ion logam transisi (Sodikin
2013).
Flavonoid merupakan salah satu
golongan fenol alam yang terbesar.
Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid
(flavonoid tanpa gula terikat) terdapat
dalam berbagai bentuk stuktur.
Semuanya mengandung 15 atom
karbon dalam inti dasarnya, yang
tersususn dalam konfigurasi C6-C3-
C6 yaitu dua cincin aromatik yang
dihubungkan oleh satuan tiga karbon
yang dapat atau tidak dapat
membentuk cincin ketiga. Flavonoid
niasanya terdapat sebagai O-
glikosida, pada senyawa tersebut satu
gugus hidroksil flavonoid (atau lebih)
terikat pada satu gula (atau lebih)
dengan ikatan hemiasetal yang tak
tahan asam (Hanifa,2015).
Kalorimetri adalah salah satu
metode analisis kimia yang
didasarkan pada perbandingan
intensitas warna suatu larutan dengan
warna larutan standar. Metode ini
bagian dari analisis fotometri.
Perbedaan analisa kolorimetri dengan
anlisis fotometri lainnya terutama
letak pada macam larutan yang
dianalisis. Apabila yang dianalisis
merupakan larutan yang homogeny
(baukan koloid), maka metode
analisisnya disebut kalorimetri
(Basset, 1994).
Kromatografi lapis tipis (KLT)
adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasa diam
berupa plat dengan lapisan bahan
absorbent inert. KLT merupakan
salah sat jenis kromatografi analitik.
KLT juga sering digunakna untuk
identifikasi awal karena banyak
keuntungan menggunakan KLT,
diantaranya adalah sederhana dan
murah. KLT termasuk kategori
kromatografi planar, selain
kromatografi kertas ( Ahmad, L,
2015).
Spektrofotometri sinar tampak
(UV-VIS) adalah pengukuran energy
cahaya oleh suatu system kimia pada
panjang gelombang tertentu. Sinar
ultraviolet (UV) mempunyai panjang
gelombang antara 200 – 400 nm dan
sinar tampak (visible) mempunyai
panjang gelomabang 400 – 750 nm.
II. METODE
Alat yang Digunakan
Pada praktikum kali ini alat yang
digunakan adalah beaker glass,
corong, desikator, furnace, kertas
saring, krus, neraca analitik dan
piknometer.
Bahan yang Digunakan
Pada praktikum kali ini bahan
yang digunakan adalah asam klorida
encer, aquadest, ekstrak, dan alkohol.
Penentuan Kadar Abu
Ditimbang 2 g ekstrak dengan
seksama ke dalam krus yang telah
ditara, dipijarkan perlahan lahan.
Kemudian suhu di naikkan secara
bertahap hingga 600 + 25C sampai
bebas karbon, selanjutnya didinginkan
dalam desikator, serta timbang berat
abu. Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal.
Penentuan Kadar Abu Tidak Larut
Asam
Abu yang diperoleh dari
penetapan kadar abu, didihkan dengan
25 ml asam klorida encer P selama 5
menit, bagian yang tidak larut asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas
saring bebas abu, dicuci dengan air
panas, disaring dan ditimbang,
ditentukan kadar abu yang tidak larut
asam dalam persen terhadap berat
sampel awal.
Penentuan Bobot Jenis
Pada penentuan bobot jenis,
dilakukan dua percobaan dengan
konsentrasi 5 % dan konsentrasi 10
%. Ditimbang piknometer kosong
yang telah dibersihkan lalu ditimbang
piknometer yang telah diisi alkohol.
Massa dari masing-masing
penimbangan dicatat. Lalu untuk
konsentrasi 5 % diambil ekstrak
sebanyak 0,05 gram dan alkohol 1
mL sedangkan untuk konsentrasi 10
% ditimbang ekstrak 0,1 gram dan
alkohol sebanyak 1 mL. Ditimbang
massa masing-masing dari
konsentrasi dan tentukan nilai bobot
jenis ekstrak.
Penentuan jumlah flavonoid
metode alumunium klorida
Dibuat larutan ekstrak etanol
yaitu sebanyak 1000 ppm yang
kemudian diencerkan menjadi 500
ppm, dimana sebanyak 0,05 g serbuk
simplisia dalam 25 mL etanol 95%.
Dibuat kurva kalibrasi dengan
kuersetin sebagai pembanding dengan
dibuat serangkaian larutan kuersetin
dalam etanol dengan konsentrasi 40,
60, 80, 100 dan 120 mg/mL.
Sejumlah 0,5 dari masing-masing
larutan dicampur dengan 1,5 mL
etanol 95%, 0,1 mL alumunium
klorida 10%, 0,1 mL kalium asetat 1
M dan 2,8 mL aquadest. Kemudian
diinkubasikan pada suhu kamar
selama 30 menit selanjutnya diukur
serapannya dengan menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis pada
panjang gelombang maksimum yaitu
438 nm. Kemudian ditentukan jumlah
falavonoid dari larutan uji ekstrak
etanol daun salam. Sejumlah 0,5 mL
ekstrak etanol sampel diperlakukan
sama seperti pada pembuatan kurva
kalibrasi dan dihitung kadar
falavonoidnya.
Pengujian kualitatif kandungan
kuersetin dalam ekstrak
Larutan ekstrak dan baku
kuersetin ditotolkan masing masing 1
cm diatas plat KLT, kemudian plat
dikembangkan dalam chamber yang
mengandung 200 ml campuran n-
butanol, asam asetat, dan air (4:1:5).
Setelah dikembangkan, plat
dikeringkan dan dilihat dbawah sinar
UV. Kemudian dihitung Rf sampel
dan dibandingkan dengan Rf standar.
Untuk pengujian warna pada spot
plat, ditempatkan dalam chamber
jenuh yang mengandung uap amonia.
Hasil positif ditujukan dengan
perubahan warna kuning pekat
(kuersetin).
III. HASIL
No. Perlakuan Hasil
A.Penetapan Kadar Abu
1. Ditimbang 2 g ekstrak dengan
seksama ke dalam krus yang
telah ditara, dipijarkan perlahan-
lahan dengan suhu yang naik
sampai bebas karbon
Ekstrak berada dalam krus dan
siap dipijarkan sampai bebas
karbon.
Ekstrak = 2 gr
Berat krus kosong= 22,4 gr
Krus + Ekstrak = 24,4 gr. Ekstrak
menjadi abu 22,8 gr-22,4 gr = 0,4
gr
2. didinginkan dalam desikator,
serta timbang berat abu
Berat abu yang didapat 0,4 gram.
3. Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal.
Didapatkan kadar abu dari ekstrak
daun salam 20%
B.Kadar Abu yang tidak larut dalam asam
1. Abu yang diperoleh dari Abu sebanyak 0,4 telah didihkan
penetapan kadar abu, dididihkan
dengan 25 ml asam klorida encer
P selama 5 menit,
dengan asam klorida
2. Bagian yang tidak larut asam
dikumpulkan, disaring dan
ditimbang
Didapatkan berat sebanyak 0,3
gram
3. ditentukan kadar abu yang tidak
larut asam dalam persen
terhadap berat sampel awal.
Didapatkan kadar abu tidak larut
asam adalah 15%.
C.Penentuan Bobot Jenis
1. Timbang Piknometer Kosong Piknometer kosong = 21 gr
2. Timbang Piknometer+ alkohol Hasil = 21,8 gr
3. Timbang Piknometer + ekstrak
5%
Hasil = 21,9 gr
4. Timbang Piknometer + ekstrak
10%
Hasil = 21,9 gr
5. Ditentukan bobot jenis Didapatkan bobot jenis 0,125
g/ml
D.Pembuatan kurva kalibrasi dengan kuersetin sebagai pembanding
1. Dibuat serangkaian larutan
kuersetin dalam etanol dengan
berbagai konsentrasi
Didapat larutan kuersetin dengan
berbagai konsentrasi
40,60,80,100.dan 120 mg/mL
2. Diambil dari tiap tiap
konsentrasi 0,5 mL,
ditambahkan dengan 1,5 mL
etanol 95%, 0,1 mL alumunium
klorida 10%, 0,1 mL kalium
asetat 1 M dan 2,8 mL aquadest.
Larutan homogen dan tidak tejadi
perubahan warna
3. Diinkubasi pada suhu kamar
selama 30 menit dan diukur
Nilai absorbansi
serapan dengan spektrofotometer
Uv-Vis pada panjang gelombang
maksimum 438 nm.
40 ppm = 0,1947; 0,1958; 0,1964
60 ppm = 0,3468; 0,3467; 0,3474
80 ppm = 0,4523; 0,4520; 0,420
100 ppm = 0,6251; 0,6248;
0,6251
120 ppm = 0,7791; 0,7791;
0,7789
E. Penentuan Jumlah Flavonoid dan larutan uji ekstrak etanol
1. 0,5 mL ekstrak etanol sampel di
ditambahkan dengan 1,5 mL
etanol 95%, 0,1 mL alumunium
klorida 10%, 0,1 mL kalium
asetat 1 M dan 2,8 mL aquadest
Larutan Homogen dan tidak
terjadi perubahan warna
2. Setelah 30 menit diinkubasi
diukur serapannya dengan
spektro Uv-Vis pada panjang
gelombang 438 nm
Nilai absrobansi
500 ppm = 0,3263; 0,3265;
0,3265
1000 ppm = 0,4013; 0,4014;
0,4018
3. Ditentukan jumlah flavonoid
dengan metode kolorimetri
Larutan 1000 ppm = 0,171275%
dan larutan 500 ppm = 0,0725%.
F.Pengujian Kualitatif kandungan kuersetin dalam esktrak
1. Larutan esktrak baku dan sampel
ditotolkan masing masing 1 cm
diatas plat.
Ekstrak baku dan sampel larut
serta terdapat totolan dalam plat
KLT
2. Dikembangkan plat dalam
chamber dengan 200 mL
campuran n-butanol, asam asetat
dan aquadest (4: 1: 5)
Pelarut berkembang hingga 1 cm
sebelum ujung plat
3. Plat Dikeringkan dan dilihat Plat kering, kuersetin tidak dapat
dibawah sinar uv dilihat karena pelarut terlalu polar
Perhitungan :
A. Kadar Abu Total (KAT)
KAT = berat abu
berat simplisia x 100 %
= 0,4 gram2 gram x 100 %
= 20 %
B. Kadar Abu yang Tidak Larut Asam (KATLA)
KATLA = berat abu
berat simplisia x 100 %
= 0,3 gram2 gram x 100 %
= 15 %
C. Penentuan Bobot Jenis
Bobot piknometer kosong = 21 gram
Bobot pikno + alkohol = 21,8 gram
Bobot Alkohol = 0,8 gram
Bobot pikno + alkohol + ekstarak 5 % = 21,9 gram
Bobot pikno + alkohol + ekstarak 10 % = 21,9 gram
Bobot alkohol = (bobot pikno + alkohol) – bobot pikno
= 21,8 gram – 21
= 0,3 gram
Bobot jenis alkohol = 0,8 gram
1 ml
= 0,8 g/ml
\
Bobot ekstrak 5 % = (bobot pikno + alkohol + ekstrak 5 %) – (bobot
pikno + alkohol)
= 21,9 gram - 1,8 gram
= 0,1 gram
Bobot jenis ekstrak 5 % = (bobot pikno+ekstrak )−pikno kosong(bobot pikno+etanol )−piknokosong
= (21 gram+0,1 gram )−21 gram(21 gram+0,8 gram )−21 gram
= (21 gram+0,1 gram )−21 gram(21 gram+0,8 gram )−21 gram
= 0,125 gram
Bobot ekstrak 10 % = (bobot pikno + alkohol + ekstrak 5 %) – (bobot
pikno + alkohol)
= 21,9 gram - 1,8 gram
= 0,1 gram
Bobot jenis ekstrak 10 % = (bobot pikno+ekstrak )−pikno kosong(bobot pikno+etanol )−pikn o kosong
= (21 gram+0,1 gram )−21gram(21 gram+0,8 gram )−21gram
= (21 gram+0,1 gram )−21 gram(21 gram+0,8 gram )−21 gram
= 0,125 gram
D. Pembuatan kurva kalibrasi dengan kuersetin sebagai pembanding
Larutan baku :
1. Konsentrasi 60 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
6 . 1000 = x . 120
6000 = 120 x
x = 50 ml
44 ml aquadest + 6 ml kuersetin
2. Konsentrasi 50 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
5 . 120 = x . 100
600 = 100 x
x = 6 ml
1 ml aquadest + 5 ml kuersetin
3. Konsentrasi 40 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 100 = x . 80
400 = 80 x
x = 5 ml
1 ml aquadest + 4 ml kuersetin
4. Konsentrasi 30 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
3 . 80 = x . 60
240 = 60 x
x = 4 ml
1 ml aquadest + 3 ml kuersetin
5. Konsentrasi 20 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
2 . 60 = x . 40
120 = 40 x
x = 3 ml
1 ml aquadest + 3 ml kuersetin
Kurva Baku
Absorbansi
Sampel40 ppm 60 ppm 80 ppm 100 ppm 120 ppm
I 0,1947 0,3648 0,4520 0,6251 0,7791
II 0,1958 0,3647 0,4520 0,6248 0,7791
III 0,1964 0,3674 0,4520 0,6251 0,7789
Rata-rata 0,1956 0,3656 0,4520 0,6250 0,7790
500 ppm : absorbansi 0,2077
y = ax + b
0,2777 = 0,007131 x + 0,08704
0,29474 = 0,007131 x
x = 41,33 ppm
x rata-rata = ⍷ xn =
4005 = 80
y rata-rata = ⍷ yn =
2,41725 = 0,483
r = ⍷ ( x−x ' )( y− y ' )
√⍷ ( x−x' ) 2 ( y− y ' ) 240 ppm 60 ppm 80 ppm 100 ppm 120 ppm
00.10.20.30.40.50.60.70.80.9
Grafik Absorbansi Sampel
Absorbansi Sampel
= 320(−1,9342)
√ (102400 ) (3,72 )
= −618,944
√383091 ,675
= −618,944618,944
= - 1 atau r2 = 1
E. Penentuan Jumlah Flavonoid dan larutan uji ekstrak etanol
Pengenceran ekstrak (1000 ppm)
0,05 gr/50 ml = 50 mg/0,05 L = 1000 ppm
Larutan ekstrak 500 ppm
1000 x = 500 .10
x = 50001000
= 5 ml
5 ml larutan ekstrak + 5 ml aquadest
x y x2 y2 xy
4 0,1056 16 0,038 0,7824
6 0,3656 36 0,134 2,1936
8 0,4520 64 0,204 3,616
10 0,6250 100 0,391 6,25
12 0,7790 144 0,607 9,348
40 ppm 2,4172 360 22,19
y = ax + b
a = n (⍷ ( xy ) )−(⍷ x .⍷ y)
n⍷ x2− (⍷ x )2
= 5 (22,19 )−(40−2,4172)
5,360− (1600 )
= 110,45−96,600
1800−1600
= 14,262
200
= 0,07131
b = ⍷ y−(⍷ x . a)n
= 2,4172−(40−0,07131)
5
= −0,4352
5
= 0,08704
Kadar Falvonoid 1000
Ppm akhir 1000 0,5 = 5 . x
500 = 5 x
x = 100
F = ppmawalppm akhir
= 1000100 = 10
F1000 = C . V . F . 10−6
m x 100 %
=6,851. 10−3 . 50 .10 . 10−6
0,05 x 100 %
= 0,06451 %
Kadar Falvonoid 500
Ppm akhir 500. 0,5 = 5 . x
250 = 5 x
x = 50
F = ppmawalppm akhir
= 50050 = 10
F = C . V . F . 10−6
m x 100 %
=5,7378 .10−3 . 50 .10 .10−6
0,05 x 100 %
= 0,0579 %
IV. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan
untuk memeriksaan mutu eksrak dari
simplisia Polyanthii folium dan
penentuan kadar flavonoid dari eksrak
yang telah dibuat.
Pemeriksaan mutu dilakukan
untuk mengetahui dan menjamin
kualitas dari ekstrak tersebut untuk
dijadikan sebagai bahan pembuatan
obat herbal. Kualitas dari obat herbal
yang terstandar ditentukan oleh mutu
dari ekstrak yang berkhasiatnya juga.
Jika mutu bahan yang berkhasiat
tidak terjamin kualitasnya maka
kandungan senyawa aktif yang
berkhasiat dapat tutupi oleh pengotor
dalam bahan yang tidak terjamin
kualitasnya.
Langkah pertama dilakukan
adalah menentukan kadar abu total
dalam ekstrak. Penentuan kadar abu
total merupakan salah satu metode
standarisasi ekstrak dengan parameter
nonspesifik. Standarisasi ekstrak
dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan ekstrak yang aman dan
stabilitasnya teruji sehingga sediaan
yang dihasilkan merupakan sediaan
yang terjamin mutunya.
Kadar abu menunjukkan
hubungan dengan kandungan mineral
suatu bahan. Mineral tersebut dapat
berupa garam organik (misalnya
garam dari asam malat, oksalat,
pektat), garam anorganik (misalnya
fosfat, karbonat, klorida, sulfat nitrat
dan logam alkali), atau berupa
mineral yang terbentuk menjadi
senyawa kompleks bersifat organik.
Oleh karena sangat sulit menentukan
jumlah mineral dalam bentuk aslinya,
maka biasanya dilakukan dengan
penentuan sisa pembakaran garam
mineral tersebut dengan cara
pengabuan. Abu adalah zat anorganik
yang merupakan sisa hasil
pembakaran zat organik. Penentuan
kadar abu bertujuan untuk
menentukan baik atau tidaknya suatu
pengolahan (dalam hal ini ekstraksi).
Prosedur penentuan kadar abu
total adalah pertama ditimbag 2 gram
ekstrak kedalam krus yang telah
ditara, dikarenakan penentuan kadar
merupakan kuantitatif sehingga perlu
dilakukan penyetaraan. Selanjutnya
dilakukan pemijaran terhadap ekstrak
dengan menggunakan tanur/furnace
dan suhu dinaikkan dari 250C hingga
6000C. Pemijaran ini dilakukan agar
menghasilkan semua abu yang ada
dala ekstrak. Kemudian didinginkan
dalam desikator. Desikator
merupakan tempat bahan yang
bersifat higroskopis sehingga jika abu
diletakkan dalam desikator maka
tidak akan ada air yang masih
tertinggal dalam abu dan tidak
mengganggu hasil penimbangan.
Kemudian ditimbang dan kadar abu
dihitung terhadap berat sampel awal.
Dan didapatkan kadar abu total dalam
ekstrak adalah 20%.
Kadar ini mengindikasikan
bahwa kadar abu total dalam ekstrak
tidak memenuhi kadar yang
seharusnya, yaitu 3-5%. Ini berarti
bahwa pada saat melakukan
perajangan terhadap simplisia masih
terdapat adanya mineral organik dan
mineral anorganik. Kemudian pada
saat maserasi didalam pelarut etanol
terdapat mineral organik. Dan pada
saat evaporasi dikarenakan
penggunaan alat yang tidak disiplin,
didalamnya menyisakkan mineral
anorganik yang berlebih.
Prosedur selanjutnya adalah
pemeriksaan mutu ekstrak dengan
metode kadar abu tidak larut asam.
Kadar abu tidak larut asam untuk
menunjukkan jumlah silikat yang
berasal dari pasir atau tanah. Prosedur
untuk penentuan kadar abu tidak larut
asam adalah dengan menimbang abu
yang diperoleh dari kadar abu total
dan dilarutkan dengan 25 ml asam
klorida encer selama 5 menit. Bagian
yang tidak larut asam dikumpulkan
dan dilakukan penyaringan dengan
kertas saring bebas abu, dicuci
dengan air panas dan disaring
kembali. Pencucian dengan air panas
ini dilakukan agar hasil penyaringan
akurat dan stabil saat ditimbang.
Kadar yang didapatkan adalah 15%.
Kadar ini mengindikasika bahwa
kadar tersebut tidak memenuhi kadar
yang seharusnya, yaitu tidak boleh
lebih dari 0,9%. Ini dikarenakan
masih terdapat pasir dan silikat dalam
ekstrak. Pada saat dilakukan
perajangan pasir masih terdapat
dalam bahan, kemudian pada saat
maserasi didalam etanol tidak bersih
dan meninggalkan pasir. Pada saat
pengeringan didalam waterbath,
substansi asing berupa pasir dapa
masuk ke dalam ekstrak sehingga
menghasilkan pasir dan silikat yang
berlebih.
Lalu penenuan bobot jenis
dari ekstrak yang telah dibuat. Bobot
jenis termasuk kedalam standardisasi
ekstrak parameter nonspesifik. Bobot
jenis adalah massa per satuan volume
pada suhu kamar tertentu (250C) yang
ditentukan dengan alat khusus
piknometer atau alat lainnya. Hal ini
bertujuan untuk memberikan batasan
tentang besarnya massa persatuan
volume yang merupakan parameter
khusus ekstrak cair sampai ekstra
pekat (kental) yang masih dapat
dituang. Memberikan gambaran
kandungan kimia tertentu. Piknometer
adalah suatu alat untuk menentukan
berat jenis benda. Alat ini terbuat dari
gelas berbentuk seperti botol kecil
dilengkapi dengan tutup dengan
lubang kapiler. Alat ini mempunyai
volume tertentu dan dibuat
sedemikian sehingga pada toyang
sama selalu terukur volume yang
sama. Bobot jenis ekstrak cair
adalah yang diperoleh dengan
membagi bobot ekstrak dengan bobot
air,dalam piknometer pada suhu 25oC.
Prosedur penentuan bobot jenis
adalah dengan menimbang
piknometer bersih di neraca analitis
dihasilkan bobotnya 21 gram,
kemudian menimbang piknometer
yang diisi dengan etanol didapatkan
bobotnya 21,8 gram, dan piknometer
diisi 5% dan 10% ekstrak yang
dilarutkan dalam etanol bobotnya
dalah 21,9 gram. Setelah dilakukan
perhitungan maka didapatkan bobot
jenis dari ekstrak adalah 0,125 gram.
Ini berati bahwa dalam 1 ml etanol
yang ada dalam ekstrak kental
terdapat 0,125 gram massa ekstrak.
Standardisasi dan aspek non spesifik
diarahkan pada batas maksimal yang
diperbolehkan terhadap material
berbahaya yang ada dalam ekstrak.
Untuk itu penggunaan metode yang
memiliki batas deteksi rendah dan
sensitif sangat diperlukan.
Prosedur selanjutnya adalah
pemeriksaan kadar flavonoid dihitung
sebagai kuersetin. Pemeriksaan kadar
flavonoid termasuk ke dalam
standardisasi ekstrak parameter
spesifik, yaitu kadar golongan
kandungan kimia total.
Flavonoid berasal dari bahasa latin
yaitu “flavus” yang berarti kuning,
sesuai dengan warna alaminya.
Flavonoid merupakan metabolit
sekunder tanaman yang memiliki
kandungan antioksidan dan kelat yang
signifikan. Secara kimia flavonoid
terdiri atas 15 rangka karbon yang
terdiri atas dua cincin fenil dan
sebuah cincin heterosiklik. Flavonoid
memilki 6 subkelas berdasarkan
perbedaan struktur kimianya yang
secara umum dapat kita temukan
dalam buah-buahan, sayuran, kacang-
kacangan, teh dan kakao.
Salah satu contoh golongan
flavonoid adalah kuersetin yang
bersifat sebagai anti tumor. Kuersetin
adalah senyawa golongan flavonol
(bagian dari flavonoid) yang banyak
terkandung dalam buah-buahan dan
sayuran, misalnya apel, anggur, teh,
bawang merah, dan kopi. Kuersetin
memiliki 5 gugus -OH bebas yang
dapat disubstitusi oleh gugus asil
melalui reaksi esterifikasi. Tiga gugus
dari struktur kuersetin yang
membantu dalam menjagakestabilan
dan bertindak sebagai antioksidan
ketika bereaksi dengan radikal bebas
antara lain:
a)Gugus O-dihidroksil pada cincin B
b)Gugus 4-oxo dalam konjugasi
dengan alkena 2,3
c)Gugus 3- dan 5- hidroksil
Gugus fungs tersebut dapat
mendonorkan elektron kepada cincin
yang akan meningkatkan jumlah
resonansi dari struktur resonansi
senyawa benzena.
Prosedur penentuan kadar
flavonoid adalah pertama-tama dibuat
kurva kalibrasi agar terdapat standar
acuan nilai untuk menentukan kadar
dari sampel. Untuk penentuan kurva
kalibrasi digunakan senyawa
kuersetin. Penentuan kurva kalibrasi
dengan menggunakan metode
kolorimetri alumunium klorida.
Metode kolorimetri adalah suatu
metoda analisis kimia yang
didasarkan pada tercapainya
kesamaan warna antara larutan
sampel dan larutan standar, dengan
menggunakan sumber cahaya
polikromatis dengan detektor mata.
Persyaratan larutan yang
harus dipenuhi untuk absorbsi sinar
tampak adalah larutan harus
berwarna. Oleh karena itu metoda
spektroskopi sinar tampak disebut
juga dengan metoda kolorimetri dan
alatnya disebut dengan kolorimeter.
Kolorimeter didasarkan pada
perubahan warna larutan yang
sebanding dengan perubahan
konsentrasi komponen pembentuk
larutan. Oleh karena itu aspek
kuantitatif merupakan tujuan
pengukuran dengan metoda ini.
Prinsip dasar dari metoda
kolorimetri visual adalah tercapainya
kesamaan warna bila jumlah molekul
penyerap yang dilewati sinar pada ke
dua sisi larutan persis sama. Metoda
ini dapat diterapkan untuk penentuan
komponen zat warna ataupun
komponen yang belum bewarna,
namun dengan menggunakan reagen
pewarna yang sesuai dapat
menghasilkan senyawa bewarna yang
merupakan fungsi dari kandungan
komponennya. Jika telah tercapai
kesamaan warna berarti jumlah
molekul zat penyerap yang dilewati
sinar pada kedua sisi tersebut telah
sama dan ini dijadikan dasar
perhitungan.
Metode kolorimetri
alumunium klorida dikhususkan
untuk menentukan flavonoid total
khusunya senyawa flavon dan
flavonol dalam ekstrak. Pada
pembuatan kurva kalibrasi dengan
metode AlCl3 digunakan kuersetin
sebagai pembanding karena kuersetin
merupakan flavonoid golongan
flavonol yang mempunyai gugus keto
pada C-4 dan memiliki gugus
hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang
bertetangga dari flavon dan flavonol.
Panjang gelombang maksimum yang
dihasilkan dari pengukuran kuersetin
adalah 438 nm. Penambahan kalium
asetat dalam metode ini adalah
membantu proses kompleks antara
alumunium klorida dengan kuersetin.
Kemudian dihasilkan persamaan
kurva bakunya adalah y = 0,007131x
– 0,08704 dan nilai regresinya adalah
1.
Untuk penentuan kadar
sampel dibuat dalam 1000 ppm dan
500 ppm. Perlakuan sama seperti
yang dilakukan untuk kurva baku,
yaitu dengan metode kolorimetri
alumunium klorida. Prinsip penetapan
flavonoid dengan metode kolorimetri
AlCl3 adalah pembentukan kompleks
antara AlCl3 dengan gugus keto pada
atom C-4 dan juga dengan gugus
hidroksi pada atom C-3 atau C-4 yang
bertetangga dari flavon dan flavonol.
Dan dihasilkan kadar kuersetin untuk
konsentrasi 1000 ppm adalah 0,06451
% dan untuk 500 ppm adalah 0,0579
%. Kadar ini mengindikasikan bahwa
kadar senyawa golongan flavonoid
dalam ekstrak tidak memenuhi syarat,
yaitu >0,4%. Ini dikarenakan proses
pengolahan ekstrak yang tidak
disiplin. Kandungan kimia dalam
ekstrak bisa berkurang dikarenakan
pemanasan yang berlebihan, reaksi
oksidasi, pengotor yang berlebih yang
dapat mengurangi kadar kandungan
kimia. Kemudian pada saat proses
penentuan kadar, reagen yang
digunakan sudah terkontaminasi
dengan zat yang lain, dan penentuan
kurva baku yang dilakukan kurang
presisi dan kurang akurat.
Prosedur terakhir adalah
pengujian kualitatif kandungan
kuersetin dalam esktrak yaitu dengan
menggunakan cara kromatografi lapis
tipis (KLT), dengan menotolkan 1 cm
diatas plat, kemudian dikembangkan
dalam chamber sebanyak 200 ml
dengan menggunakan pelarut butanol,
asam asetat, dan air dengan
perbandingan 4:1:5. Setelah
dikembangkan hingga pelarut naik 1
cm sebelum ujung plat KLT,
kemudian dikeringkan dan di lihat
dibawah sinar UV. Pada praktikum
kali ini Rf tidak dapat ditentukan
karena pelarut yang digunakan terlalu
polar sehingga Rf tidak tampak
dibawah sinar UV dan kuersetin
terbawa oleh pelarut, oleh karena itu
disarankan menggunakan pelarut
lainnya.
V. SIMPULAN
1. Kadar abu total pada sampel
sebesar 20 %, sedangkan syarat
yang menandakan ekstrak itu
baik kadar abu tidak lebih dari 3-
5 %.
2. Kadar abu tidak larut asam pada
sample dihasilkan sebesar 15 %,
sedangkan syarat dalam
parametaer non spesifik kadar
abu tidak larut asam tidak boleh
lebih dari 0,9 %.
3. Bobot dalam satu mili ekstrak
sampel yang didapat adalah
0,125.g/ml.
4. Kadar flavonoid yang dihasilkan
dalam 1000 ppm adalah 0,00645
% dan dalam 500 ppm adalah
0,0579 %
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, L. 2015. Kromatografi Lapis
Tipis. Tersedia online di
http://www.ilmukimia.org/2013
/05/kromatografi-lapis-tipis-
klt.html [diakses pada tanggal
30 Oktober 2015].
Ani isnawati dan Kelik Muhammad
Arifin . 2006 . Karakterisasi
daun kembang Sungsang
(Gloria Superba (L)) dari aspek
fisiko kimia. Media Litbang
Kesehatan XVI Nomor 4.
Ansel, Hiward C.,. 1989. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi Edisi
keempat. Jakarta : UI Press.
Baeset, J. 1994. Buku Ajar Vogel :
Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Day, R. A, 2002. Analisis Kimia
Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Hanifa, Lukmayani dan Syafinir.
2015. Uji Aktivitas antioksidan
serta penetapan kadar
flavonoid total dari ekstrak dan
fraksi daun paitan. Prosiding
penelitian SpeSia Unisba. ISSN
2460-6472.
Martin, A. 1993. Farmasi Fisika :
Bagian Larutan dan Sistem
Dispersi. Jogjakarta : Gadjah
Mada University Press.
Siodikin. 2013. Quercetin. Tersedia
online di http://obatpropolis.co
m/quercetin-sekilas [diakses
pada tanggal 30 Oktober 2015].
LAMPIRAN