138445082 penentuan derajat luka

Upload: rismanto-torsio

Post on 11-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Penentuan Derajat Luka

    Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan adalah derajat

    luka atau kualifikasi luka.9 Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik apabila substansi yang

    terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan dalam KUHP.1 Penentuan

    derajat luka sangat tergantung pada latar belakang individual dokter seperti

    pengalaman, keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan

    sebagainya.13 Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari segi fisik,

    psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam jangka pendek, ataupun jangka

    panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan penting bagi hakim dalam

    menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan.4,13

    Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan

    dengan hukuman yang berbeda yaitu :

    1. penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara).

    2. penganiayaan sedang (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan).

    3. penganiayaan yang menimbulkan luka berat (pidanamaksimum 5 tahun).

    Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk

    penganiayaan ringan,pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan sedang, dan pasal 352 (2)

    KUHP untuk penganiayaan yang menimbulkan luka berat.

    Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut. Untuk hal tersebut seorang

    dokter yang memeriksa cedera harus menyimpulkan dengan menggunakan bahasa awam,

    termasuk pasal mana kecederaan korban yang bersangkutan.4,13

    Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1)

    KUHP menyatakan

    bahwa penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan

    pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan. Jadi bila luka

    pada seorang korban diharapkan dapat sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit

    atau komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut.4

    Selanjutnya rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam pasal

    351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita

    memeriksa seorang korban dan didapati penyakit akibat kekerasan tersebut, maka korban

    dimasukkan ke dalam kategori tersebut.4 Akhirnya, rumusan hukum tentang penganiayaan

    yang menimbulkan luka berat diatur dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan

  • bahwa Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan

    pidana penjara paling lama lima tahun. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90

    KUHP secara limitatif. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu

    luka sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka korban tersebut dimasukkan

    dalam kategori tersebut.4 Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah :

    jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi

    harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan

    bahaya maut;

    tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas

    jabatan atau pekerjaan pencarian;

    kehilangan salah satu panca indera;

    mendapat cacat berat;

    menderita sakit lumpuh;

    terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;

    gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

    Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan

    sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat berita

    tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh

    manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan

    dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik untuk kepentingan peradilan. (Amir,

    1995)

    Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti,Oleh karena barang bukti tersebut

    berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau bagian tubuh). KUHAP tidak

    mencantum kata visum et repertum. Namun visum et repertum adalah alat bukti yang sah.

    Bantuan dokter pada penyidik : Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP),

    pemeriksaan korban hidup, pemeriksaan korban mati. Penggalian mayat, menentukan

    umur seorang korban / terdakwa, pemeriksaan jiwa seorang terdakwa, pemeriksaan

    barang bukti lain (trace evidence). (Idries, 1997)

    Yang berhak meminta visum et repertum adalah :

    1. Penyidik

    2. Hakim pidana

    3. Hakim perdata

  • 4. Hakim agama

    Yang berhak membuat visum et repertum.(KUHAP Pasal 133 ayat 1) :

    1. Ahli kedokteran kehakiman

    2. Dokter atau ahli lainnya.

    Universitas Sumatera Utara

  • Prosedur Permintaan Visum Et Repertum

    Tata cara permintaan visum et repertum sesuai peraturan perundang undang adalah

    diminta oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan pemeriksaan untuk apa, diantar

    langsung oleh penyidik, mayat dibuat label, tidak dibenarkan visum et repertum diminta

    tanggal yang lalu. (Idries, 1997)

    Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1 Dalam hal penyidik untuk

    kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang

    diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan

    permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat

    2 Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara

    tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

    pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Ayat 3 Mayat yang dikirim

    kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan

    secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang

    memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu

    jari atau bagian lain badan mayat. (Idries, 1997)

    Bentuk dan Isi Visum Et Repertum

    Bentuk dan isi visum et repertum ( Idries, 1997)

    1. Pro justisia, pada bagian atas, untuk memenuhi persyaratan yuridis, pengganti materai.

    2. Visum et repertum, menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti barang bukti

    3. Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et repertum, identitas

    peminta visum et repertum, saat dan tempat

    Universitas Sumatera Utara

  • dilakukanya pemeriksaan dan identitas barang bukti (manusia), sesuai dengan identitas

    yang tertera di dalam surat permintaan visum et repertum dari pihak penyidik dan lebel

    atau segel

    4. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang di lihat dan

    ditemukan pada barang bukti yang di periksa oleh dokter, dengan atau tanpa pemeriksaan

    lanjutan (pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap perlu, sesuai dengan kasus dan

    ada tidaknya indikasi untuk itu

    5. Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil pemeriksaan, yang

    disertai dengan pendapat dokter yang bersangkutan sesuai dengan pengetahuan dan

    pengalaman yang dimilikinya

    6. Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum tersebut dibuat atas

    sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya

    2.2.4. Peranan dan Fungsi Visum Et Repertum

    Peranan dan fungsi visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana

    tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses

    pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et

    repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di

    dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang

    bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil

    pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian

    visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum

    sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang

    telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma

    hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.( Afif, 2010)

  • Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang

    pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,

    seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan

    atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari

    terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai

    dengan pasal 180 KUHP.

    Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk

    mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk

    menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai alat bukti

    formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum.

    Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu

    Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.

    Manfaat Visum Et Repertum

    Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu perkara pidana, bagi

    proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan kasus kejahatan yang terhambat

    dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas. (Soeparmono, 2002)

    Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak tersangka atau terdakwa berhak

    untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau seseorang yang memiliki

    keahlian khusus untuk memberikan keterangn yang meringankan atau menguatkan bagi

    dirinya yaitu saksi ahli. (Soeparmono, 2002)

    Visum et repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai petunjuk, dimana petunjuk itu

    adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaianya, baik antara yang

    satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah

    terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. (Hamzah, 1996)

  • Jenis-jenis Visum Et Repertum

    Jenis visum et repertum pada orang hidup terdiri dari (Idries, 2009)

    1. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak

    memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban mengalami

    luka - luka ringan

    2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban

    memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum

    tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan

    walaupun visum akhir menyusul kemudian

    3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari korban

    oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal

    penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter atau rumah

    sakit yang merawat korban.

    Visum et repertum orang hidup dapat terdiri dari luka (Abdussalam, 2006)

    1. Luka yang paling banyak terjadi adalah luka mekanis, biasanya luka ini bisa Karena

    a. Luka benda tumpul

    b. Luka benda tajam

    c. Luka tembakan senjata api

    2. Kemudian luka akibat kekerasan fisis diantaranya adalah

    a. Luka akibat suhu tinggi atau luka bakar

    b. Luka akibat listrik.

  • 3. Luka akibat zat kimia terdiri dari

    a. Luka akibat asam kuat

    b. Akibat basa kuat

    Semua luka yang tertera diatas dapat diperiksa sesuai lokalisasi, ukuran, jenis kekerasan

    yang menjadi penyebab luka. Sehingga dapat digunakan untuk pembuktian pada suatu

    kasus.

    Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat

    1. Pemeriksaan luar adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa pemeriksaan dalam atau

    otopsi berdasarkan KUHP pasal 133.

    2. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal 134 ayat 1

    Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak

    mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga

    korban. Ayat 2 Dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib menerangkan

    dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut. Ayat

    3 Apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga pihak yang perlu

    diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana

    dimaksud Pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.