10. pdm bab x kardinalitas

17
1. Himpunan Ekivalen Untuk dua himpunan berhingga sebarang, kita dapat menentukan apakah dua himpunan tersebut mempunyai elemen yang sama banyak atau tidak, dengan cara menghitung banyaknya elemen dalam setiap himpunan. Untuk himpunan tak hingga perlu didefinisikan dua himpunan dikatakan mempunyai elemen yang sama banyaknya supaya kedua himpunan disebut ekivalen, yakni seperti yang akan dibicarakan pada bab ini. Definisi 7.1 Contoh 7.1 Misalkan A = {1,2,3,4} dan B = {2,4,6,8} dan misalkan f: A→B adalah fungsi yang didefinisikan oleh f(x)= 2x maka f adalah fungsi satu- Q={3, 5} dan misalkan f: P→Q adalah fungsi yang didefinisikan oleh f (x) = 2x +3 maka f adalah fungsi satu-satu kepada. 2. Himpunan Tak Hingga Biasa dan Tak Hingga Dedekind Definisi 7.2 Catatan Nk = {1, 2, 3, ...,k} PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 62 Misalkan A dan B dua himpunan, dikatakan korespondensi satu-satu antara A dan B atau dikatakan A ekivalen dengan B ditulis A B, jika Misalkan S suatu, himpunan, maka S disebut himpunan berhingga, jika dan hanya jika ada suatu bilangan asli k, sehingga S ek Nk. Datum hal ini S dikatakan mempunyai k buah unsur. BILANGAN KARDINAL

Upload: blech-ilham

Post on 08-Dec-2014

146 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

1. Himpunan EkivalenUntuk dua himpunan berhingga sebarang, kita dapat menentukan apakah dua himpunan tersebut mempunyai elemen yang sama banyak atau tidak, dengan cara menghitung banyaknya elemen dalam setiap himpunan. Untuk himpunan tak hingga perlu didefinisikan dua himpunan dikatakan mempunyai elemen yang sama banyaknya supaya kedua himpunan disebut ekivalen, yakni seperti yang akan dibicarakan pada bab ini.Definisi 7.1

Contoh 7.1Misalkan A = {1,2,3,4} dan B = {2,4,6,8} dan misalkan f: A→B adalah fungsi yang didefinisikan oleh f(x)= 2x maka f adalah fungsi satu-satu kepada.Misalkan P = {0, 1} dan Q={3, 5} dan misalkan f: P→Q adalah fungsi yang

didefinisikan oleh f (x) = 2x +3 maka f adalah fungsi satu-satu kepada.

2. Himpunan Tak Hingga Biasa dan Tak Hingga Dedekind

Definisi 7.2

CatatanNk = {1, 2, 3, ...,k}Menurut definisi 7.2, himpunan N himpunan tak hingga.

Definisi 7.3

Catatan:Tak hingga menurut definisi 7.2 disebut "tak hingga biasa".Tak hingga menurut definisi 7.3 disebut "tak hingga Dedekind".

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 62

Misalkan A dan B dua himpunan, dikatakan korespondensi satu-satu antara A dan B atau dikatakan A ekivalen dengan B ditulis A∞B, jika terdapat sebuah fungsi f: A→B dengan f fungsi satu-satu kepada.

Misalkan S suatu, himpunan, maka S disebut himpunan berhingga, jika dan hanya jika ada suatu bilangan asli k, sehingga S ek Nk. Datum hal ini S dikatakan mempunyai k buah unsur. Dalam hal yang lain dikatakan bahwa S suatu himpunan tak hingga.

Misalkan S suatu himpunan, maka S disebut himpunan tak hingga jika S mempunyai suatu himpunan bagian murni S* sedemikian hingga S.ek S*. Dalam hal yang lain S disebut himpunan berhingga.

BILANGAN KARDINAL

Page 2: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

Menurut definisi 7.3, himpunan semua bilangan asli N adalah himpunan tak hingga, sebab:N-{1} ⊂ N (subset murni dari N), danN ek N - {1}. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:

N : 1 2 3 4 …

N — {1} : 2 3 4 5 ...

3. Himpunan Terbilang dan Himpunan Tak Terbilang

a. Himpunan TerbilangDefinisi 7.4

Contoh 7.21) Selidikilah apakah himpunan

semua bilangan bulat adalah himpunan terbilang?Penyelesaian:N: 1 2 3 4 5 6 … | | | | | |Z : 0 -1 1 -2 2 -3 ...Ternyata Z ekivalen dengan N, jadi Z himpunan terbilang.

2) Misalkan K adalah himpunan semua bilangan kelipatan k, Selidikilah apakah K himpunan terbilang? Penyelesaian:

N : 1 2 3 4 5 6 7 … | | | | | | | K : 0 -k k -2k 2k -3k 3k ...

Ternyata K ekivalen dengan N, jadi K himpunan terbilang.

Contoh 7.3Misalkan Q himpunan semua bilangan rasional, tunjukanlah bahwa Q himpunan terbilang!

Penyelesaian:Disefinisikan dahulu bahwa bilangan rasional adalah suatu bilangan yang berbentuk p/q dengan p dan q bilangan bulat, q>0, serta p dan q koprima (tidak mempunyai faktor persekutuan). Untuk semua bilangan bulat a/1 ditulis dengan a, dan 0 ditulis dengan 0/1. Bilangan-bilangan rasional tersebut dapat dikelompokkan menurut indeks yang didefinisikan sebagai berikut:Indeks dari p/q = |p| + q, dengan demikian didapat: Indeks 1 memuat: 0, sebab p = 0, q = 1, |p| + q = 1. Indeks 2 memuat: -1, 1,Indeks 3 memuat: -1/2, 1/2, -2, 2,Indeks 4 memuat: -1/3, 1/3, -3, 3,Indeks 5 memuat: -1/4, 1/4, -2/3, 2/3, -

3/2, 3/2, -4,.4. dan seterusnya.Tampak bahwa setiap indeks memuat bilangan-bilangan yang terhingga banyaknya. Sebaliknya setiap bilangan rasional mempunyai indeks tertentu. Urutan penulisan bilangan-bilangan di dalam kelompok adalah sedemikian hingga bilanganbilangan yang nilai mutlaknya lebih kecil mendahului bilangan yang nilai mutlaknya lebih besar. Untuk sepasang bilangan rasional yang nilai mutlaknya sama,

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 63

Suatu himpunan S disebut terbilang jika dan hanya jika S ekivalen dengan N himpunan semua bilangan asli.

Page 3: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

maka bilangan negatif mendahului bilangan positif. Dengan cara demikian diperoleh barisan panjang sebagai berikut.0, -1, 1, -1/2, 1/2, -2, 2, -1/3, 1/3, -3, 3, -1/4, 1/4, -2/3, 2/3, -3/2, 3/2, -4, 4, .... Unsur-unsur barisan tersebut dapat dinomori sehingga bariszin tersebut ekivalen dengan N.Jadi himpunan semua bilangan rasional Q adalah himpunan terbilang.

Contoh 7.4Misalkan Q adalah himpunan semua bilangan rasional, buktikanlah bahwa Q adalah himpunan terbilang.

Bukti:Disefinisikan dahulu bahwa bilangan rasional adalah suatu bilangan yang. berbentuk p/q dengan p dan q bilangan bulat, q > 0, serta p dan q koprima (tidak mempunyai faktor persekutuan). Untuk semua bilangan bulat a/1 ditulis dengan a, dan 0 ditulis dengan 0/1. Bilangan-bilangan rasional tersebut dapat dikelompokkan menurut indeks yang didefinisikan sebagai berikut:

Indeks Persamaan Akar Ket2 x = 0 0 ya3 x+1=0, x-1=0 -1,1 ya

2x = 0 0 tdkX2 = 0 0 tdk

4 3x = 0 0 tdk2x +1 = 0 , 2x - 1 = 0 -1/2, 1/2 yax2 - i = 0 -1,1 tdkx3 = 0 0

x+2=0, x-2 = 0 -2,2 ya5 4x = 0 0 tdk

3x+I = 0 , 3x-1 = 0 -1/3, 1/3 yax2-2 = 0 -√2, √2 ya2x+2 = 0, 2x-2 = 0 -2, 2 tdk

dan seterusnya.

Dapat dikatakan bahwa setiap persamaan aljabar mempunyai indeks tertentu clan sebaliknya setiap indeks menunjuk beberapa persamaan yang banyaknya berhingga.Akar-akar persamaan aljabar tersebut diurutkan sedemikian hingga didapat barisan Sebagai berikut:0, -1, 1, -1/2, 1/2, -1/3, 1/3. Barisan tersebut dapat dikorespondensikan satu-satu dengan himpunan N. Ini berarti bahwa himpunan semua bilangan aljabar real terbilang.Catatan:Himpunan semua bilangan aljabar kompleks (real dan imajiner) juga terbilang.

Teorema 7.1

Bukti:Misalkan A = {a1, a2, a3, … , an}, B= {b1, b2, b3, ..., bm} A∪B = {a1, a2, a3, … , an, b2, b3, …, bm}Jika b, diganti an+1, maka didapat:A∪B {a1, a2, a3, … , an, an+1, an+2, an+3, …, an+m}.Ternyata A∪B ekivalen dengan Nn+m

jadi A∪B himpunan berhingga.

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 64

Jika A dan B himpunan berhingga maka A∪B suatu himpunan berhingga.

Page 4: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

Teorema 7.2

Bukti:Misalkan A = {a1, a2, a3, ..., an, …}, B = { b1, b2, b3, ..., bk}Jika a1 pada A diganti dengan bk+1, maka didapat:A∪B = { b1, b2, b3, … , bk, bk+1, bk+2, …, bk+n, …} Maka A∪B ekivalen dengan N, jadi A∪B himpunan terbilang.

Teorema 7.3

Bukti:Misalkan A = {a1, a2, a3, ...}, B = {b1, b2, b3, ...}Maka A∪B = { a1, b1, a2, b2, a3, b3, ...}.Himpunan A∪B ekivalen dengan N. Jadi A∪B himpunan terbilang.

Teorema 7.4

Bukti:Misalkan S himpunan tak hingga, jadi tak kosong.Maka ada a1∈S demikian juga S - {a1} tak kosong, sebab sekiranya kosong

maka S = {a1} dan ekivalen dengan N1

yang berarti S himpunan berhingga, hal ini tidak benar. Jadi haruslah ada a2∈S - {a1} juga S - {a1} tidak kosong. Proses ini dapat diteruskan tanpa akhir. Jika unsur-unsur a1, a2, a3, …, an telah terpilih, maka masih ada suatu an+1∈S - {a1, a2, a3, …, an} sehingga S - {a1, a2, a3, …, an} tak kosong dan seterusnya. Misalkan S*= {a1, a2, a3, …, an, …} jelaslah bahwa S* suatu subset dari S yang terbilang (S - S* mungkin saja kosong). Dengan ini teorema 7.4 terbukti.

Teorema 7.5

Bukti:Kita nyatakan unsur-unsur A i sebagai ail, ai2, ai3, untuk i = 1, 2, 3, ..., n. Didefinisikan indeks p untuk unsur

sebagai suatu bilangan bulat positif p = i + k. Dengan demikian p ≥ 2, sehingga didapat:

Indeks 2 memuat a11.Indeks 2 memuat a12, a21.Indeks 2 memuat a13, a22, a31.Indeks 2 memuat a14, a23, a32, a41.dan seterusnya.

Setiap dari gabungan mempunyai indeks tertentu dan sebaliknya pada setiap indeks p≥2 terdapat sejumlah unsur yang berhingga banyaknya. Jadi setiap indeks menentukan suatu kelompok unsur-unsur yang sama indeksnya, dan unsur-unsur di dalam masing-masing kelompok juga

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 65

Jika A himpunan terbilang dan B himpunan berhingga maka A∪B himpunan terbilang.

Jika A1, A2, …, An masing-masing himpunan terbilang maka A1∪A2

∪…∪An himpunan terbilang.Jika A himpunan terbilang dan B himpunan terbilang maka A∪B himpunan terbilang.

Setiap himpunan tak hingga mempunyai suatu subset yang terbilang.

Page 5: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

diurutkan. Pada indeks p=i+k terdapat (p-1) atau (i+k-1) buah unsur yang kita urutkan sebagai berikut:

a1,i+k-1, a2,i+k-2, …, ai+k-1,1, …Perhatikanlah indeks dari a, indeks pertama naik dari 1 sampai dengan sedangkan indeks ke dua turun dari (i+k-1) sampai 1, namun jumlah kedua indeks tetap p=i+k. Jika semua unsur gabungan dari n buah himpunan A tersebut dibariskan didapat barisan sebagai berikut.

a11, a12, a21, a13, a22, a31, a14, a23, a32, a41, …

Jelas bahwa semua unsur dari A1∪A2

∪... ∪An tersebut di atas ekivalen dengan semua unsur dari N. Jadi A1∪A2∪ … ∪An adalah himpunan terbilang.

Teorema 7.6

Teorema 7.7

Bukti:Diketahui S adalah himpunan tak hingga, dan S' himpunan terbilang.Menurut teorema 7.8 S mengandung subset terbilang S. Misalkan M = S-S* maka S* dan M saling asing dan S = M∪S*.

S∪S' = (M∪S*)∪S'= M∪(S*∪S')

S' dan S* masing-masing himpunan terbilang, maka menurut teorema 7.6 S*∪S' himpunan terbilang. Bandingkan kedua himpunan S = M∪S * d a n S∪S ' = M∪( S∪S ' ) .Ada korespondensi satu-satu T1 : M→M dan T2: S*→(S* u S').Gabungan kedua korespondensi ini memberikan korespondensi satu-satu antara M∪S* dan M∪ (S*∪S'). Ini berarti ada korespondensi satu-satu antara S dan S∪S'. Dengan ini teorema terbukti.

b. Himpunan Tak Terbilang Definisi 7.5

Contoh 7.5Misalkan R himpunan semua hilangan real, maka R adalah himpunan tak terbilang, buktikanlah:Bukti:Misalkan R adalah himpunan yang dapat ditulis dengan pecahan desimal tanpa akhir, sedemikian hingga tidak terdapat digit c ≠ 0 yang diikuti oleh berhingga banyaknya digit nol.Jadi 0,5 atau diganti 0,4999..., dan 7 diganti 6,999....Misalkan r menyatakan bilangan real, maka: r =k1k2k3 … kn, a1a2a3 … an …bagian bulat bagian desimal

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 66

Misalkan A suatu koleksi terbilang dari himpunan-himpunan terbilang, maka gabungan semua unsur koleksi tersebut adalah himpunan terbilang.

Jika S suatu himpunan tak hingga dan S' suatu himpunan terbilang, maka ada korespondensi satu-satu antara S dan S ∪ S'.

Jika S suatu himpunan tak hingga dan tidak ada korespondensi .satu-satu antara S dan N, maka dikatakan S suatu himpunan tak terbilang.

Page 6: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

Umpamakan R adalah himpunan terbilang, yang berarti ekivalen N. Jadi R dapat dibariskan sebagai berikut:r1 = B1, a11 a12 a13 a14 a15 …r2 = B2, a21 a22 a23 a24 a25 …r3 = B3, a31 a32 a33 a34 a35 …r4 =B4, a41 a42 a13 a44 a45 …r5 = B5, a51 a52 a53 0554 a55 …Perhatikanlah digit-digit yang terletak pada diagonal utama matriks di atas. Dibentuk suatu bilangan real r* sebagai berikut.

r* = B*, b1 b2 b3 b4 b5 …dengan bi = 1 jika aii ≠ 1

bi = 2 jika aii = 1Ini berarti bahwa bi = ai; ∀i∈N.Juga r*≠r i ∀i∈N.Kita lihat bahwa:a. r* suatu bilangan real yang

berarti r* terdapat pada matriks tersebut di atas, atau r* = ri untuk i tertentu.

b. Dilain pihak r* berbeda dengan setiap r, dari matriks. Ini berarti r* tidak terdapat. dalam matriks.

Hal di atas adalah suatu kontradiksi yang tidak dapat diterima. Hal ini muncul karena kita misalkan R terbilang. Kesimpulan R haruslah himpunan tak terbilang. (cara ini disebut metode Diagonal Cantor).

Contoh 7.6Misalkan I adalah himpunan semua bilangan irasional, maka I adalah himpunan tak terbilang, buktikanlah!Bukti:

Misalkan R adalah himpunan semua bilangan real, Q himpunan semua bilangan rasional, dan I himpunan semua bilangan rrasional, maka R = Q∪I.Jelas bahwa Q dan I dua himpunan yang saling lepas. Misalkan I himpunan terbilang.Menurut contoh 7.3, Q himpunan terbilang, oleh karena itu menurut teorema 7.6, Q∪I himpunan terbilang. Ini berarti R himpunan terbilang, hal ini suatu kontradiksi dengan contoh 7.5. Jadi haruslah I himpunan tak terbilang.

4. Bilangan Kardinal Definisi 7.6

Definisi 7.7

Bilangan kardinal dari himpunan-himpunan hingga sering disebut juga banyaknya unsur.

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 67

Bilangan kardinal dari setiap himpunan {}, {1}, {1,2}, {1,2,3}, {1,2,3,4}, ... berturut-turut dinyatakan oleh 0, 1, 2, 3, 4, ... dan dinamakan bilangan kardinal berhingga (finite Cardinal).

Jika A dan B dua himpunan sedemikian hingga A ekivalen B maka dikatakan bahwa A dan B mempunyai bilangan kardinal yang sama atau mempunyai kardinalitas yang sama.

Page 7: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

a. Bilangan Kardinal Transfinit Definisi 7.8

Dari definisi 7.6 dan definisi 7.7 didapat:Bilangan kardinal dari N atau ditulis kard. (N) dan semua himpunan yang ekivalen dengan N sama dengan N 0, dengan demikian kard. (Q) = kard. (A) kard. (N) = N 0, dengan Q dan A berturut-turut himpunan semua bilangan rasional dan semua bilangan aljabar.

Telah kita ketahui bahwa himpunan semua bilangan real R tak terbilang. Bilangan kardinal dari R. disebut c. Jadi kard. (R) = c, juga disebut bilangan kardinal transfinit.Bilangan real yang bukan bilangan aljabar disebut bilangan transeden. Contoh bilangar transeden antara lain: π, e, log 2, sin 270. Jika T adalah himpunan semua bilangan transeden, maka R = A∪T. Seperti contoh 7.6 dapat dibuktikan T himpunan tak terbilang. Dengan demikian dapat disimpilkan bahwa kard. (1) = kard. (T) = kard. (R) = c.

b. Teorema Schroder BernsteinDefinisi 7.9

Definisi 7.10

Contoh 7.7Di antara pernyataan berikut manakah yang benar:a. kard. (R) < kard. (N)b. kard. (R) = kard. (N)c. kard. (R) > kard. (N)

Penyelesaian:N himpunan terbilang dan R himpunan tak terbilang, N ekivalen Q padahal Q subset dari R, tetapi tidak ada subset N1 dari N sehingga R ekivalen N1. jadi menurut definisi 7.18(b) maka dapat disimpulkan kard.(N) < kard.(R) atau N 0 < c.

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 68

Bilangan kardinal dari himpunan terbilang dinyatakan dengan N 0 yang dibaca alef nol, dan dinamakan bilangan kardinal tak hingga atau bilangan kardinal transfinit.

Jika A dan B dua himpunan sedemikian hingga ada korespondensi satu-satu antara A dan suatu subset B1 dari B dan sebaliknya terdapat kores-pondensi satu-satu antara B dan subset AI dari A maka kard. (A) = kard. (B).

Misalkan A dan B dua himpunan,a. Jika A ekivalen dengan suatu subset

dari B maka dikatakan kard. (A) ≤ kard. (B).

b. Jika A ekivalen dengan suatu subset dari B, tetapi tidak berkiku sebaliknya maka dikatakan kard. (A) = kard. (B).

Page 8: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

Teorema 7.8

Bukti:Andaikan S himpunan tak kosong, T = {0, 1}. S' suatu subset dari S.Didefinisikan suatu fungsi f: S→T, sebagai berikut:

Jika x∈S' maka f(x) = 1, danJika x∈S' maka f(x) = 0.

Ini dapat dilakukan dengan subset lain dari S. Dari definisi ini jelaslah bahwa setiap subset S' dari S menentukan fungsi f dari S ke dalam T. Fungsi ini disebut fungsi karakteristik. Menurut definisi di atas S sendiri dikaitkan dengan I sebab S⊂S, sedangkan himpunan {} dikaitkan dengan 0 sebab {}⊂S. Sebaliknya setiap fungsi karakteristik menentukan subset S' dari S yang unsur-unsurnya dikaitkan dengan 1. Oleh karena itu ada korespondensi satu-satu antara himpunan kuasa P(S) dan E himpunan semua fungsi karakteristik dari S ke dalam T. Jadi dapat dikatakan P(S) ekivalen ∑.Selanjutnya akan dibuktikan kard. (S) < kard. (P(S)). Langkah 1

Akan dibuktikan kard. (S) ≠ kard. (P(S)).Umpamakan bahwa kard. (S) = kard. (P(S)), maka ada korespondensi satu-satu x↔Sx, jadi ada ekivalensi antara S dan (P(S)).Disefinisikan subset S* dari S sebagai berikut:

a∈S* jhj a∉Sa, ∀a∈S, artinya jika a=Sa maka a∉S*. Karena S* juga suatu subset dari S maka ada korespondensi satu-satu: x↔Sx.Jadi S* = Sr untuk suatu r↔S, koresp. (1,1): r↔Sr, maka berlaku r∈S* jhj r∉S, atau r∈Sr jhj r∉S, (karena S* = Sr).Ini suatu kontradiksi. Jadi haruslah kard.(S) < kard.(P(S))

Langkah 2Dibuktikan kard.(S) < kard.(P(S)).Ada koresp. (1,1): x*→{x}, yaitu koresp. (1,1) antara S dan koleksi subset-subset dari S yang hanya mempunyai satu unsur. Ini berarti ada koresp. (1,1) antara S dan subset murni P(S). Jadi menurut teorema 7.8 kard.(S) < kard.(P(S)).

c. Ketidaksamaan Bilangan Kardinal Transfinit

Pada contoh 7.7 telah dibahas bahwa N 0 < c. Jika kard.(-(R)) = f, dengan R adalah himpunan semua bilangan real, maka menurut teorema 7.18 kard.(R) < kard.(P(R)). Ini berarti bahwa C < f. Proses ini dapat diteruskan tanpa berhenti. Setiap pada suatu bilangan kardinal, dapat diperoleh suatu bilangan kardinal yang lebih besar. Sebagaimana juga halnya dengan himpunan N, sebab setiap n ada suatu (n + 1) yang lebih besar. Maka diperoleh suatu ketidaksamaan sebagai berikut:

c < N 0 < c < f < …Pada bilangan kardinal berhingga berlaku bahwa n∈N maka < 2n.

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 69

Jika S himpunan tak terbilang maka kard. (S) < kard. (P(S)).

Page 9: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

Teorema 7.9

Bukti:Misalkan fungsi karakteristik f: S→T = {0, 1}. Himpunan semua fungsi karakteristik Σdilambangkan dengan {0,1}S disingkat dengan 2S. S' suatu subset dari S.Kard. (Σ) = kard. (2S), ditulis dengan 2kard.S . Jika kard. (S) = T sedangkan menurut teorema 7.15kard. (S) < kard. (P(S)), kard. (P(s)) = kard. (Σ). Jika kard. (S) < kard. (Σ) atau kard. (S) < 2kard.S. Ini berarti bahwa T < 2T .

d. Relasi Antara c dan 2, f dan 22

Pada pembahasan ini akan ditunjukkan bahwa e= 2No. Misalkan E = {x| 0<x≤1, x∈R}, maka kard. (E) = kard. (R).Jika setiap bilangan real dalam E dinyatakan dalam pecahan biner, maka dapat ditunjukkan bahwa setiap bilangan 0, a1, a2, a3, …,an yang mengandung bilangan asli n, jhj an = 1. Sebagai contoh 0,101100010 ... ∈E ↔ {1,3,4,8, ...} ∈ N sebaliknya pula setiap subset dari N menunjuk kepada bilangan real 0, a1, a2, a3, ..., di mana an

= 1 jhj n terkandung dalam subset tersebut. Jadi ada korespondensi 1-1 antara E dan himpunan semua pecahan-pecahan biner yang tanpa akhir.

Catatan:Pecahan 0, a1, a2, a3, ..., an ... mengandung digit-digit yang tak berakhir dan digit-digit yang berakhir.Suatu bilangan rasional 0, 1 dan E dapat dinyatakan sebagai 0,01111 ... yang menyatakan bilangan ½. Oleh karena himpunan bilangan rasional dalam E terbilang, sedangkan himpunan bilangan real dari E adalah tak terbilang maka pecahan-pecahan biner yang berakhir ini tidak akan mempengaruhi kard(E). Jadi ada korespondensi 1-1 antara E dan P(N). Jadi dapat ditulis: c = 2No , dan juga f = 2kard(R) = 2c = 22

N o

. Jadi didapat relasi sebagai berikut. 0 < c < f < … atau 0 < 2No < 22

N o

< … .

e. Proplema Continum Masalah yang timbul, apakah ada suatu bilangankardinal transfinit antara N 0 dan 2No?Pertanyaan ini disebut proplema Continum.Sampai saat ini pertanyaan tersebut belum dapat dijawab. Tetapi keras sekali dugaan dari para ahli bahwa pertanyaan tersebut harus dijawab secara negatif, yaitu:Tidak ada bilangan transfinit antara N 0

dan 2No. Hipotesa ini disebut hipotesa Continum.Ada dua alasan untuk berpendirian demikian:1. Saat ini belum ada yang

memecahkan problema Continum. (alasan lemah)

2. Jika hipotesa Continum ditambah sebagai aksioma tambahan ke

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 70

Bagi setiap bilangan kardinal T berlaku bahwa T < 2T :

Page 10: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

dalam sistem aksioma yang telah ada (sistematika dari Zarmelo-Fraenkel), maka hal ini tidak akan menyebabkan kontradiksi.

Dikatakan bahwa hipotesa Continum sejalan (konsisten) dalam sistem aksioma teori Himpunan. Pertanyaan lain adalah apakah ada bilangan kardinal transfinit yang terbesar?Tidak ada artinya untuk menyebut himpunan dari semua himpunan, atau bilangan kardinal yang terbesar, hal ini disebabkan kedua konsep tersebut menimbulkan kontradiksi. Andaikan Σ himpunan semua himpunan dan T=¿ kard.(Σ). Setiap himpunan dalam Σ adalah unsur dari Σ .Sehingga P(Σ) ⊂ Σ.

Ini berarti bahwa kard.(P(Σ)) ≤ kard.(Σ) atau 2T<T Sedangkan menurut teorema 7.9 T < 2T . Jadi 2T < T < 2T

atau 2T < 2T .Hal ini suatu kontradiksi.Demikian juga tidak ada artinya kita menyebut bilangan kardinal terbesar sebab:Andaikan T bilangan terbesar, maka menurut teorema 7.9 T < 2T , sehingga T bukanlahl bilangan kardinal yang terbesar. Hal ini tidak ubahnya juga pada himpunan N semua bilangan asli, di mana tidak ada bilangan asli yang terbesar.

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 71

Page 11: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

1. Buktikan bahwa selang-selang berikut ekivalen:a. (0,1] ekivalen [0,1]b. [0,1] ekivalen [0,1]

2. Jika T adalah himpunan semua bilangan real yang bukan bilangan aljabar (bilangan transeden) maka buktikan bahwa:

a. T ⊂ I dengan I himpunan semua bilangan irasional, dan

b. T himpunan tak terbilang.3. Misalkan A = [0,1] buktikan bahwa A

hi mpunan tak terbilang.4. Misalkan N himpunan semua

bilangan asli, buktikan bahwa N x N himpunan terbilang.

5. Misalkan G = [0,1] dan H = [3,7] buktikanlah bahwa G ekivalen H.

6. Misalkan A, B, dan C himpunan-himpunan yang saling lepas dan kard.(A) = a, kard.(B) = b, dan kard.(C) = c, buktikanlah.

a. (a + b) + c = a + (b + c)b . a + b = b + cc . a b = b ad. (ab)c = a (bc)e. a(b+c) = ab ac7. Yang manakah di antara

bilangan-bilangan kardinal berikut yang sama?

N c, No+n, c, n No, c+No, 2, c+No+, cNo.

8. Jika S suatu himpunan tak hingga dan T suatu himpunan terbilang, buktikanlah kard.(ST) = kard.(S)?

9. Apakah kardinalitas semua himpunan terbilang sama? Bagaimanakah halnya dengan kardinalitas semua himpunan yang tak terbilang?

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 72

Latihan 10

Page 12: 10. Pdm Bab x Kardinalitas

PDM: Sugiarto, Isti Hidayah Page 73

DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar Sjarif, 1990. Pengantar Dasar Matematika. Fakultas MIPA ITB, Bandung.Patrick Suppes, 1993. Introduction to Logic. Mac Milian Publishing Co. Inc. New York, 1993.Pantur Silaban, 1985. Teori Himpunan. Erlangga, Jakarta.