10 bab i

8
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia yang berakibat fatal. Nama lain penyakit ini ialah hydrophobia, la rage (Perancis), la rabbia (Italia), la rabia (Spanyol), die tollwut (Jerman) atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila (Aru W, 2009). Penyakit Rabies merupakan penyakit Zoonosis yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selalu berakhir dengan kematian. Mengingat bahaya keganasannya terhadap kesehatan dan ketentraman hidup masyarakat, maka usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit perlu dilaksanakan secara intensif (Arnold C, 2012). Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) tentang Rabies, penyakit ini tersebar di semua benua, kecuali di Antartica. Lebih dari 55.000 orang 1

Upload: eben-maranatha-zalukhu

Post on 02-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

latar belakang, tujuan , manfaat dan masalah

TRANSCRIPT

Page 1: 10 BAB I

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia

dan mamalia yang berakibat fatal. Nama lain penyakit ini ialah hydrophobia, la

rage (Perancis), la rabbia (Italia), la rabia (Spanyol), die tollwut (Jerman) atau di

Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila (Aru W, 2009). Penyakit Rabies

merupakan penyakit Zoonosis yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila

telah menyerang manusia atau hewan akan selalu berakhir dengan kematian.

Mengingat bahaya keganasannya terhadap kesehatan dan ketentraman hidup

masyarakat, maka usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit perlu

dilaksanakan secara intensif (Arnold C, 2012).

Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) tentang Rabies,

penyakit ini tersebar di semua benua, kecuali di Antartica. Lebih dari 55.000

orang meninggal karena rabies setiap tahunnya, dan 95% kematian terjadi di

benua Asia dan Afrika. Diketahui anjing merupakan sumber dari sebagian besar

kematian kasus Rabies pada manusia, dan mengancam lebih dari 3 milyar orang

di Asia dan Afrika (World Health Organisation Media Center, 2012). Di Asia,

menurut Global Vaccines Research Forum (GVRF) dari WHO lebih dari 30.000

orang tiap tahun dan satu orang setiap 15 menit meninggal dunia akibat penyakit

rabies (Yousaf M Z, dkk, 2009).

1

Page 2: 10 BAB I

2

Rabies termasuk zoonosis yang penting di Indonesia. Saat ini telah tersebar

di 24 provinsi, dengan jumlah kasus gigitan hewan penular Rabies dan kasus

kematian karena Rabies yang cukup tinggi. Hanya Sembilan provinsi yang masih

dinyatakan bebas Rabies yaitu Nusa Tenggara Barat, Papua, Irian Jaya barat,

Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah dan

JawaTimur (Direktorat Jendral PP dan PL, 2011)

Hingga tahun 2010 daerah-daerah endemis penyakit Rabies ialah Aceh,

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan,

Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Bali, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo,

Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara dan Kalimantan

Tengah (Faizah Ndkk, 2012)

Berdasarkan laporan Ditjen PP & PL KeMenkes RI dalam Profil data

kesehatan Indonesia, pada tahun 2011 terdapat 83.523 Gigitan Hewan Penular

Rabies (GHPR) dengan angka Lyssa (Positif Rabies dan mati) sebanyak 182

orang. Dimana jumlah GHPR terbanyak oleh provinsi Bali dengan 52.798 kasus

disusul provinsi NTT 5500 kasus, Sumatera Utara 3909 kasus, dan Maluku 3206

kasus. Sulawesi Utara sendiri yang termasuk daerah endemik Rabies memiliki

GHPR 2961 kasus. Dalam hal Lyssa, Sulawesi Utara memiliki jumlah 26 kasus

melebihi provinsi Bali dengan 23 kasus dan berada di bawah provinsi Maluku dan

Sumatera Utara dengan masing-masing 31 kasus (Profil Data Kesehatan

Indonesia, 2011).

Page 3: 10 BAB I

3

Kematian karena infeksi virus Rabies boleh dikatakan 100% bila virus

sudah mencapai system saraf pusat. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari

kepustakaan dilaporkan 10 pasien yang sembuh dari Rabies namun sejak tahun

1972 hingga sekarang belum ada pasien Rabies yang dilaporkan hidup. Prognosis

seringkali fatal karena sekali gejala Rabies telah tampak hamper selalu kematian

terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal nafas/henti jantung ataupun

paralisis generalista.

Berbagai Penelitian dari tahun 1986 sampai 2000 yang melibatkan lebih 800

kasus gigitan anjing pengidap Rabies di Negara endemis yang segera mendapat

perawatan luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%

(Aru W, 2009).

Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Plus Mandrehe terdapat juga kasus

penyakit rabies. Pada rentang waktu Juni 2012 sampai dengan Maret 2014

terdapat kasus penderita rabies sebanyak 52 orang yang terdiri dari 31 orang

perempuan dan 21 orang laki-laki. Semua petugas kesehatan dan masyakat

melakukan tindakan-tindakan untuk mengendalikan masalah rabies di wilayah

tersebut antara lain vaksinasi massal, eliminasi populasi satwa liar, pengamatan

hewan yang diduga tersangka rabies,melakukan pengobatan dan perawatan

terhadap orang yang digigit hewan tersangka penderita rabies.

Hasil wawancara pada beberapa masyarakat di desa Lasarabaene, yang

sudah pernah digigit anjing yang terkena virus rabies ada 5 orang yang

mengatakan setelah di gigit anjing rabies langsung di cuci dengan air dan pakai

sabun. Tapi ada 15 orang yang mengatakan setelah digigit anjing yang terkena

Page 4: 10 BAB I

4

rabies tidak langsung di cuci, di biarkan beberapa jam baru di cuci dan yang 5

orang lagi mengatakan setelah bengkak baru di bawa kepuskesmas.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis

merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Plus Mandrehe Tahun 2014.

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies di

desa Lasarabaene di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Plus Mandrehe Tahun

2014.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies di

desa Lasarabaene di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Plus

Mandrehe Tahun 2014 sebelum dilakukan pendidikan kesehatan.

2. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies di

desa Lasarabaene di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Plus

Mandrehe Tahun 2014 sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.

Page 5: 10 BAB I

5

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1.Bagi Peneliti

Manfaat bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis

tentang penyakit rabies.

1.4.2.Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat penelitian ini bagi institusi pendidikan sebagai bahan referensi di

perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara guna

memperkaya konsep penyakit rabies dan konsep pendidikan kesehatan.

1.4.3.Bagi Masyarakat

Manfaat penelitian ini bagi masyarakat sebagai sumber informasi agar

masyarakat dapat menjaga derajat kesehatannya khususnya tentang penyakit

rabies.

1.4.4.Bagi Tempat Penelitian dan Petugas Kesehatan

Manfaat penelitian ini bagi tempat penelitian dan petugas kesehatan

sebagai bahan untuk menambah dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

bagi tenaga kesehatan agar lebih memperbanyak informasi dan pendidikan

kesehatan kepada masyarakat khususnya tentang penyakit rabies.

Penanganan pertama setelah digigit anjing yaitu dengan mencuci bekas

gigitan dengan air mengalir dengan memakai sabun. Seterusnya dibawa

kepuskesmas untuk mendapatkan perawatan dan vaksin.(Penyuluhan Dinkes Nias

Barat Tahun 2014).