1 · web view2018/02/06  · dalam perjanjian kredit bank oleh haniyah dan rusmiyah prodi hukum...

22
http://unsuri.ac.id/jurnal- fakultas-hukum-dan-sosial/ 147 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015 SURAT KEPUTUSAN PEGAWAI SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan (SK) termasuk obyek jaminan kredit bank dan mengetahui perlindungan hukum yang diperoleh pihak bank apabila ada debitur yang meninggal dunia Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan, hal ini berkaitan dengan teori – teori Hukum Perbankan dan Hukum Perikatan serta Undang-undang. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif dengan pendekatan “Statute Approach”. Bahan hukum primair, yaitu bahan hukum yang diperoleh dilapangan melalui wawancara, survei dan kasus-kasus yang dimuat di surat kabar, koran maupun majalah. Bahan hukum sekunder, diperoleh dari pengumpulan bahan yang bersifat teoritis dari buku-buku, literature dan Undang-undang yang berhubungan dengan hukum perbankan dan hukum perikatan tersebut. Analisa yang digunakan dalam dipenelitian ini adalah mengemukakan serta menafsirkan dengan menggambarkan kenyataan yang ada dengan undang-undang yang berlaku saat ini sehingga dapat diketahui efektifitas peraturan tersebut dan bahan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa apabila ingin memiliki kembali secara penuh dan menguasai sesuatu yang berharga tersebut debitur harus terlebih dahulu memenuhi kewajibannya. Tetapi apabila debitur masih belum sanggup untuk membayar, maka dilakukan penghapusan kredit. Penghapusan kredit bukan berarti hapus hak atas tagih, bank masih berhak menagih apabila debitur mampu membayar. PENDAHULUAN Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat komplek karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan masyarakat, seringkali dapat dilihat bahwa aktivitas manusia dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran bank selaku pemberi layanan perbankan bagi masyarakat. Fasilitas kredit telah dikenal masyarakat sejak zaman dahulu baik untuk memperbesar usaha maupun memenuhi kebutuhan rumah tangga. Diantara lembaga

Upload: others

Post on 27-Oct-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

147 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

SURAT KEPUTUSAN PEGAWAI SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

OlehHaniyah dan Rusmiyah

Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya

AbstrakTujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan (SK) termasuk obyek

jaminan kredit bank dan mengetahui perlindungan hukum yang diperoleh pihak bank apabila ada debitur yang meninggal duniaPenelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan, hal ini berkaitan dengan teori – teori Hukum Perbankan dan Hukum Perikatan serta Undang-undang. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif dengan pendekatan “Statute Approach”. Bahan hukum primair, yaitu bahan hukum yang diperoleh dilapangan melalui wawancara, survei dan kasus-kasus yang dimuat di surat kabar, koran maupun majalah. Bahan hukum sekunder, diperoleh dari pengumpulan bahan yang bersifat teoritis dari buku-buku, literature dan Undang-undang yang berhubungan dengan hukum perbankan dan hukum perikatan tersebut.Analisa yang digunakan dalam dipenelitian ini adalah mengemukakan serta menafsirkan dengan menggambarkan kenyataan yang ada dengan undang-undang yang berlaku saat ini sehingga dapat diketahui efektifitas peraturan tersebut dan bahan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian iniHasil penelitian dapat disimpulkan bahwa apabila ingin memiliki kembali secara penuh dan menguasai sesuatu yang berharga tersebut debitur harus terlebih dahulu memenuhi kewajibannya.Tetapi apabila debitur masih belum sanggup untuk membayar, maka dilakukan penghapusan kredit. Penghapusan kredit bukan berarti hapus hak atas tagih, bank masih berhak menagih apabila debitur mampu membayar.

PENDAHULUAN

Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat komplek karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan masyarakat, seringkali dapat dilihat bahwa aktivitas manusia dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran bank selaku pemberi layanan perbankan bagi masyarakat. Fasilitas kredit telah dikenal masyarakat sejak zaman dahulu baik untuk memperbesar usaha maupun memenuhi kebutuhan rumah tangga. Diantara lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit adalah lembaga perbankan yang dipercaya oleh masyarakat dewasa ini.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang No 10 Tahun 1998 sebagai perubahan Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya ditulis UU Perbankan) “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masayarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Dari sini dapat dilihat fungsi utama bank yang kemudian ditegaskan dalam Pasal 3 UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Sebagaimana fungsi perbankan pada umumnya, selain menghimpun dana (menerima simpanan), bank juga menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pemberian pinjaman uang / kredit.

Sedangkan pengertian kredit itu sendiri menurut Pasal 1 angka 11 UU Perbankan adalah “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU Perbankan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kredit adalah suatu bentuk persetujuan pinjam meminjam antara bank sebagai kreditur dengan nasabah peminjam dana sebagai debitur. Selain itu, dalam Pasal 1 angka 11 UU Perbankan terkandung suatu kewajiban dari peminjam dana untuk melunasi hutangnya dan bank hanya akan

Page 2: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

148 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

memberikan kredit kepada mereka yang dipercaya mampu mengembalikan hutangnya setelah jangka waktu tertentu.

Untuk meningkatkan kesejahteraan dan integritas pegawai, maka pegawai diberikan gaji yang layak atas suatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan oleh pegawai tersebut. Hak atas gaji merupakan bentuk usaha perusahaan atau instansi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pegawai beserta keluarganya agar dapat memusatkan perhatian dan kegiatannya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Sedangkan pengertian gaji itu sendiri adalah sebagai imbalan jasa atau penghargaan atas hasil kerja seseorang.

Dengan demikian, gaji yang diterima oleh pegawai tersebut dapat dikategorikan sebagai harta kekayaan seseorang yang dapat ditagih pada waktu tertentu dan apabila belum di ambil, maka mempunyai hak untuk menagih. Oleh sebab itu, hak atas gaji dapat dipakai sebagai pembayaran kembali uang pinjaman atau hutang dari debitur sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1131 KUH Perdata, bahwa “Segala kebendaan berutang baik yang bergerak maupun tidak bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan seseorang”.

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan bahwasanya syarat sah dari perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu :1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan

menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Kecakapan di sini artinya para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh

hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa.

3. Suatu hal tertentu.Hal tertentu maksudnya objek yang diatur kontrak tersebut harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif. Misalnya jual beli sebuah mobil, harus jelas merk apa, buatan tahun berapa, warna apa, nomor mesinnya berapa, dan sebagainya. Semakin jelas semakin baik. Tidak boleh misalnya jual beli sebuah mobil saja, tanpa penjelasan lebih lanjut.

4. Suatu sebab yang halal. Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang sifatnya

memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Misalnya jual beli bayi adalah tidak sah karena bertentangan dengan norma-norma tersebut.

Pihak-pihak dalam perjanjian di atur dalam KUH Perdata yaitu Pasal 1315, Pasal 1320, Pasal 1340, Pasal 1317 dan Pasal 1310. Yang dimaksud dengan subyek perjanjian adalah pihak-pihak yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian. KUH Perdata membedakan 3 (tiga) golongan yang tersangkut pada perjanjian, yaitu :1. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri.2. Para ahli waris mereka yang mendapat hak dari padanya.3. Pihak ketiga.

Pasal 1315 KUH Perdata menjelaskan bahwa :“Pada umumnya tak dapat mengikatkan perjanjian diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri”

Pasal 1340 KUH Perdata menjelaskan pula bahwa : “Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”Pada dasarnya perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri. Asas ini merupakan asas pribadi (Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUH Perdata).Para pihak tidak dapat mngadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa yang di sebut janji guna pihak ketiga (bedingten behoeve ven derden) Pasal 1317 KUH Perdata.

Page 3: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

149 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

Apabila seseorang membuat sesuatu janji, maka orang itu dianggap mengadakan perjanjian bagi ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya (Pasal 1318 KUH Perdata).

Di dalam praktek perbankan setiap bank telah menyiapkan atau menyediakan blanko/ formulir/ model yang isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu. Blanko tersebut disodorkan kepada setiap pemohon kredit, isinya tidak diperbincangkan terlebih dahulu dengan pemohon dalam hal ini nasabah bank konsumennya. Kepada pemohon hanya dimintakan pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut dalam formulir itu atau tidak. Artinya di sini dapat berlaku prinsip take it our leave it, yang dalam hal ini tidak adanya pilihan bagi pihak-pihak konsumen untuk secara bebas menentukan pilihannya.

Dasar pengaturan dari keberadaan kredit bagi pegawai berpenghasilan tetap ini adalah dalam Pasal 1 UU Perbankan, namun tidak disebutkan secara tegas mengenai perjanjian kredit ini, demikian pula dalam bab XII buku III KUH Perdata tentang perjanjian pada umumnya dan perjanjian tertentu juga tidak menyebutkan tentang perjanjian kredit bank ini. Munculnya perjanjian kredit bank ini merupakan perluasan dari perjanjian pinjam-meminjam uang yang di atur dalam KUH Perdata dan tetap diperkenankan oleh Undang-undang asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam perjanjian pada umumnya dalam batasan-batasan yang diberikan oleh Undang-undang.

Di dalam Pasal 1763 KUH Perdata ditentukan bahwa : “Siapa yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan”, maka dari Pasal tersebut dapat dijabarkan bahwa perjanjian kredit yang dilakukan antara debitur (peminjam dana) dan kreditur (bank) menimbulkan kewajiban kepada pihak debitur untuk mengembalikan sejumlah uang yang di pinjam dari pihak bank sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak sejak ditandatanganinya perjanjian kredit tersebut.

Penjaminan bahwa debitur akan mengembalikan pinjamannya, bank selaku kreditur selalu meminta jaminan yang biasanya berupa benda bergerak maupun tidak bergerak, atau benda berwujud maupun tidak berwujud. Akan tetapi, dalam ketentuan Undang-undang Perbankan tidak menyebutkan secara tegas bahwa pemberian kredit harus dengan adanya jaminan yang berupa kebendaan dari pihak debitur, hal ini terlihat dalam penjelasan dari Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan. Di dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan disebutkan bahwa agunan atau jaminan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

Pemberian kredit kepada pegawai berpenghasilan tetap tersebut dengan cara pegawai menyerahkan Surat Keputusan (SK) Pegawai yang bersangkutan kemudian sebagai pelunasan hutangnya adalah hak atas gaji yang diterima oleh pegawai tersebut setiap bulannya.

Surat Keputusan (SK) Pegawai yang dijadikan jaminan akan diberikan kepada pihak bank sampai perjanjian kredit tersebut berakhir. Menurut Poerwadarminta 1 dan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional maka Surat berarti kertas yang bertulis sebagai tanda atau keterangan. Keputusan berarti berkaitan dengan segala sesuatu yang telah ditetapkan dan disetujui (sesudah dipertimbangkan dan dipikirkan), sedangkan Pegawai berarti orang yang bekerja pada pemerintahan atau perusahaan. Secara keseluruhan definisi Surat Keputusan menurut Thomas Wiyasa Bratawidjaja adalah surat yang dikeluarkan oleh instansi atau organisasi (diwakili) oleh pimpinan tertinggi, yang berisi pernyataan memutuskan sesuatu hal yang sehubungan dengan tertib internal organisasi yang bersangkutan.

Keberadaan Surat Keputusan (SK) dalam hal hubungan kredit adalah sebagai jaminan bagi pegawai yang berpenghasilan tetap apabila mengambil kredit pada bank pemerintah yaitu sebagai contoh PT. Bank BRI (Persero), SK tersebut akan dijadikan pedoman bagi pihak bank dalam memberikan kredit. Setelah bank menerima jaminan berupa SK, maka bendahara di tempat pegawai tersebut bekerja akan mengurangi gaji yang di terima oleh pegawai setiap bulannya. Gaji tersebut akan dikurangi secara otomatis setiap bulannya guna memenuhi angsuran untuk pelunasan kredit yang telah diajukan apabila menggunakan jaminan kredit berupa SK (Surat Keputusan).

Perjanjian kredit ini memiliki prosedur yang mudah, sederhana dan tidak memberatkan bagi calon debitur, sehingga menurut pengamatan peneliti jumlah peminat atau nasabah terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan bertambahnya kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.

Pelaksanaan kredit bagi golongan berpenghasilan tetap (GBT) adalah kebijakan perusahaan (Corporate Policy). Sebagaimana pada Bank BRI untuk pengambilan kredit GBT yaitu menurut SE

Page 4: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

150 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

DIR No. 10 Tahun 2007. yang di dalam aturan kredit di BRI Unit diputuskan pengajuan kredit maksimum 100 juta.

Sehubungan dengan hal tersebut, sangat menarik bila diteliti dan ditelaah hal-hal yang berkaitan dengan pemberian kredit kepada pegawai dengan hak atas gaji yang diterimanya sebagai pembayaran hutang, karena masih dirasakan adanya kelemahan-kelemahan sehingga memerlukan pengaturan lebih lanjut yang lebih tegas sehingga dapat dihindarkan terjadi sengketa yang disebabkan oleh kurang jelasnya peraturan yang ada. Dari permasalahan ini diharapkan tidak timbul kerugian antara kedua belah pihak baik debitur dan kreditur.

Berdasarkan uraian singkat, fakta dan berbagai penjelasan di atas, maka permasalahan pokok yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah :1. Apakah Surat Keputusan (SK) Pegawai dapat menjadi obyek jaminan kredit?2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur apabila debitur meninggal dunia?

Tinjauan PustakaSurat Keputusan (Sk) Merupakan Obyek Jaminan Kredit BankPerjanjian Kredit Bank dengan SK Pegawai sebagai Obyek Jaminan

Menurut Thomas Wiyasa Bratawidjaja, definisi Surat Keputusan adalah surat yang dikeluarkan oleh instansi atau organisasi (diwakili oleh pimpinan tertinggi, yang berisi pernyataan memutuskan sesuatu hal yang sehubungan dengan tertib internal organisasi yang bersangkutan. Dari penjelasan kamus bahasa Indonesia tersebut terlihat bahwa seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan tempat dimana ia bekerja sesuai instansi yang ada PKS (Perjanjian Kerja Sama), maka ia berhak mendapatkan atau memperoleh Surat Keputusan Pegawai.

SK Pegawai yang digunakan sebagai jaminan kredit dalam hal ini bukan jaminan yang sifatnya accessoir, karena SK yang digunakan sebagai jminan kredit muncul bersamaan dengan perjanjian pinjam-meminjam antara bank dengan pekerja yang berpenghasilan tetap. Apabila SK tersebut dijadikan jaminan untuk pengambilan kredit, pihak bank dalam hal ini akan mengisyaratkan adanya surat kuasa pemotongan gaji setiap bulannya untuk pelunasan kredit yang diberikan kepada debitur dan pemotongan gaji tersebut dilakukan oleh pihak bank sampai kredit yang diberikan kepada pekerja tersebut lunas.

Dari keterangan tersebut diatas maka menunjukkan bahwa SK tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis, karena SK tersebut tidak dapat diperjul belikan. Dengan demikian SK yang dipergunakan sebagai jaminan dalam hal ini adalah jaminan yang sifatnya moral saja, jadi apabila pekerja tersebut wanprestasi maka SK yang yang digunakan sebagai jaminan tidak dapat digunakan sebagai pelunasan terhadap kredit yang diberikan kepada pekerja tersebut. Oleh sebab itu, dalam kredit dengan jaminan SK Pegawai, pihak Bank selalu mengisyaratkan surat kuasa memotong gaji setiap bulannya untuk pelunasan kreditnya.

Ketentuan ini yang dijadikan pedoman oleh pihak bank dalam menggunakan SK Pegawai sebagai jaminan dalam pengajuan kredit oleh pekerja yang berpenghasilan tetap. Kebijakan penggunaan SK Pegawai yang dijadikan jaminan kredit tercantum pada klausula permohonan pengajuan kredit. Hal ini dapat dilihat pada formulir pengajuan kredit pada Bank BRI (Persero). Dalam hal ini kredit dengan jaminan SK Pegawai yang diberikan oleh pihak Bank adalah kredit yang sifatnya KRETAP (Kredit Tetap) untuk Pegawai Negeri yang Berpenghasilan Tetap bukan Kredit untuk Usaha. KRETAP tersebut mempunyai syarat khusus harus menggunakan SK Pengangkatan Pegawai I, SK Pengangkatan Pegawai yang terakhir dan Kartu ASABRI Asli sebagai salah satu jaminan di dalam pengajuan kredit.

Dari penjelasan diatas maka yang dimaksud jaminan menurut kesimpulan hasil seminar Badan Hukum Nasional sebagaimana dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman dikatakan “Jaminan ialah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum”.

Dari penjelasan di atas maka yang dimaksud jaminan menurut kesimpulan hasil seminar Badan Hukum Nasional sebagaimana dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman dikatakan “Jaminan ialah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum“.

Jaminan juga merupakan tanggungan atas dipenuhinya kewajiban dari suatu perjanjian (perikatan). Umumnya hak jaminan ini baru akan dilaksanakan bilamana pemenuhan kewajiban

Page 5: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

151 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

akan suatu prestasi tidak dapat dipenuhi oleh debitur, sehingga hak jaminan ini semata-mata memberi jaminan serta berfungsi sebagai unsur pengaman suatu jaminan debitur. Hal ini terlihat dari tujuan pengikatan jaminan sebagaimana yang diuraikan oleh Wirjono Projodikoro yaitu : Tujuan dari tanggungan-tanggungan tersebut di atas baik yang mengenai barang tidak bergerak maupun barang yang bergerak adalah sama, yaitu apabila hak-hak dan kewajiban dalam suatu hubungan hukum berupa pemberian uang tidak dilaksanakan, maka sebagai ganti rugi itu barang-barang yang menjadi tanggungan dijual dan uang pendapatannya diambil jumlah yang harus dibayarkan.

Pendapat yang dikemukakan oleh Wirjono Projodikoro mengandung pengertian bahwa tujuan dari penggunaan jaminan adalah untuk melindungi kepentingan pihak kreditur dari debitur yang tidak melunasi tanggungannya dengan jalan menjual aset dari jaminan yang telah mereka peroleh. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada pinjaman yang berupa SK Pegawai, karena pihak bank tidak menemui permasalahan tentang pelunasan kredit yang dilakukan oleh seorang pekerja yang berpenghasilan tetap. Hal ini terjadi karena pihak bank melalui bendahara di tempat pekerja tersebut bekerja akan memotong gaji yang diterima setiap bulannya oleh pekerja tersebut kemudian diberikan kepada pihak bank, sehingga sangat kecil kemungkinan terjadinya kredit macet sesuai dengan penjelasan di atas.

SK Pegawai yang digunakan sebagai jaminan tidak berkedudukan sebagaimana jaminan pada umumnya, karena SK Pegawai tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis dan tidak dapat diperjualbelikan tetapi hanya berupa jaminan yang sifatnya moral saja. Sebenarnya yang dijadikan jaminan kredit oleh pihak bank adalah gaji yang diterima oleh pekerja tersebut setiap bulannya.

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa lembaga jaminan mempunyai tugas untuk melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, maka jaminan yang baik atau dapat dikatakan ideal adalah :1. Dapat secara mudah membantu memperoleh kredit itu oleh pihak yang memerlukannya.2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan

usahanya.3. Memberikan kepastian kepada pemberi kredit, dalam arti bahwa bila perlu mudah diuangkan

untuk melunasi utangnya debitur.Jaminan yang dijadikan syarat pada dasarnya harus dituangkan terlebih dahulu dalam

klausula kontrak antara pihak kreditur dengan pihak debitur, yang didalamnya dijelaskan bahwa pihak bank selaku kreditur baru akan memberikan pinjaman setelah pihak debitur melengkapi syarat-syarat yang tercantum dalam klausula kontrak yang telah ditandatangani oleh debitur. Oleh sebab itu, perjanjian yang dibuat antara pihak kreditur dan debitur harus memenuhi syarat sahnya perjanjian seperti yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu: 1.Kesepakatan; 2, Kecakapan; 3.Obyek tertentu; 4.Causa yang diperbolehkan.

Ketentuan dalam pasal 1320 KUH Perdata tersebut merupakan ketentuan yang sifatnya umum, serta berlaku sebagai syarat sahnya perjanjian termasuk bagi perjanjian pinjam-meminjam (perjanjian kredit).

Barang yang dapat dikatakan sebagai obyek dalam suatu perjanjian harus merupakan barang yang mempunyai nilai ekonomis dan dapat diperdagangkan, dalam perjanjian kredit perbankan yang obyeknya adalah berupa uang.

Sedangkan causa atau tujuan yang ingin dicapai dalam suatu perjanjian harus yang diperbolehkan atau yang tidak dilarang, baik oleh peraturan perundang-undangan, kesusilaan, ataupun kebiasaan. Untuk perjanjian kredit causanya adalah untuk menyerahkan uang (memberi) kepada pihak nasabah dan mewajibkan pihak nasabah untuk melunasi hutang dikemudian hari.

Dua syarat pertama tersebut dinamakan syarat subyektif karena menyangkut subyek perjanjian. Untuk dua syarat terakhir mengenai sahnya perjanjian dinamakan syarat obyektif, karena menyangkut mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan, apabila syarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.

Dari hal tersebut di atas dapat disebutkan bahwa perjanjian kredit tergolong ke dalam perjanjian pinjam-meminjam dan yang dimaksud dengan ‘barang’ yang dipinjamkan oleh perjanjian kredit adalah sejumlah uang, yaitu uang pinjaman.

Page 6: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

152 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

Apabila perjanjian kredit digolongkan sebagai pinjam-meminjam, bagaimana status hukumnya jika ada perjanjian pinjam-meminjam seperti perjanjian kreditr, akan tetapi pada saat perjanjian dibuat, barang pinjaman (in casu uang) belum diserahkan. Dalam hal ini, perjanjian pinjam-meminjam seperti dalam pasal 1754 KUH Perdata belum terjadi.

Terhadap perjanjian ini berlaku bagian umum hukum perikatan, sepanjang tidak disimpangi oleh ketentuan-ketentuan pasal 1754 – 1759 KUH Perdata. Maka menurut beliau perjanjian kredit tersebut bersifat konsensuil sedangkan pinjam mengganti bersifat riil.

Perjanjian kredit perbankan muncul karena adanya ketentuan dalam KUH Perdata yakni pasal 1338, setiap subyek hukum baik perorangan maupun badan hukum dapat membuat perjanjian apa saja bentuknya asal tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan serta kepatuhan yang ada di dalam masyarakat. Perjanjian kredit tersebut lahir dalam praktek karena didasarkan pada asas 1338 KUH Perdata yang bunyinya “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undangbagi mereka yang membuatnya”.

Jadi apabila setelah dipenuhi syarat sahnya nsuatu perjanjian seperti yang tercantum di dalam pasal 1320 KUH Perdata, maka dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata ini perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak merupakan Undang-undang bagi kedua bel;ah pihak dan bahkan kekuatan berlakunya sama dengan kekuatan berlakunya Undang-undang.

Demikian pula seperti di dalam bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang juga diawali oleh suatu perjanjian yang sering disebut dengan perjanjian kredit, dan pada umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis.

Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan SK Pegawai Ditinjau dari Ketentuan Undang-Undang Perbankan.

Kata kredit berasal dari bahasa Romawi, credere yang artinya kepercayaan (Belanda; Vertrouwen, Inggris; Believe, trust or confidence), artinya bahwa bank dalam hal ini selaku kreditur percaya untuk meminjamkan sejumlah uang kepada seorang debitur atau calon nasabah. Hal ini karena debitur dipercaya kemampuannya untuk mengembalikan jumlah pinjaman beserta bunga setelah jangka waktu yang telah ditentukan. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 1 Angka 11 UU Perbankan yang menyebutkan bahwa : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga“.

Berdasarkan ketentuan diatas maka kredit hanya dapat diberikan kepada debitur yang dapat dipercaya akan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban menggembalikan pinjamannya atau memenuhi prestasi suatu perikatan berdasarkan persetujuan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Dalam pemberian kredit masing-masing pihak baik debitur maupun kreditur sama-sama diuntungkan. Debitur mendapatkan keuntungan yaitu dapat melakukan penggembangan usaha ataupun pemenuhan kebutuhan dalam hidupnya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pada umumnya dari golongan ekonomi lemah khususnya. Sedangkan kreditur mendapatkan keuntungan yang berupa bunga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Pasal 8 UU Perbankan ini mempunyai pengertian bahwa kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank harus memperhatikan azas perkreditan yang baik dan sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan.

Sebelum memberikan kredit pihak bank yang dalam hal ini kreditur harus melakukan analisa atau penilaian kredit yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, dan agunan atau jaminan sebagai salah satu unsur pengaman di dalam pemberian kredit, maka unsur-unsur tersebut di atas harus dipenuhi oleh seorang debitur sebelum pihak bank memberikan kreditnya.

Penggunaan jaminan pada pengajuan kredit pada bank didasarkan pada Pasal 1 Angka 23 UU Perbankan yang berbunyi : Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah kepada bank dalam rangka

Ketentuan di atas mempunyai akar dari prinsip saling mempercayai di antara pihak bank dengan pihak nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

Page 7: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

153 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

Dari ketentuan UU Perbankan di atas, dapat dikatakan bahwa penggunaan SK Pegawai sebagai jaminan tidak memenuhi syarat sebagai pengaman dalam pengajuan kredit pada bank, karena penggunaan SK Pegawai yang dijadikan jaminan dalam hal ini tidak mempunyai nilai ekonomis dan tidak dapat diperjualbelikan. Maka pihak bank apabila memberikan kredit dengan jaminan SK Pegawai akan memberikan persyaratan tambahan yaitu pihak debitur harus membuat surat kuasa pemotongan gaji yang digunakan untuk pelunasan kreditnya. Dengan demikian, kemungkinan mengalami kemacetan sangat kecil, karena alasannya gaji yang diterima oleh seorang pekerja tersebut setiap bulannya akan dipotong oleh pihak bank melalui bendahara di tempat pekerja tersebut bekerja yang digunakan sebagai angsuran kredit, pemotongan ini akan berlangsung terus selama kredit tersebut belum lunas.

Penjelasan di atas adalah beberapa pasal yang terdapat dalam UU Perbankan yang berkaitan dengan penggunaan SK Pegawai sebagai jaminan dalam pengajuan kredit kepada bank. Penggunaan SK Pegawai sebagai jaminan tidak menyalahi atau tidak melanggar ketentuan yang terdapat dalam UU Perbankan.

SK Pegawai Ditinjau dari Ketentuan Hukum Perdata IndonesiaPengaturan hukum benda yang ada didalam buku II KUH Perdata memakai sistim tertutup,

artinya orang tidak dapat mengadakan hak-hak kebendaan baru selain yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang. Jadi dapat diartikan bahwa hanya dapat mengadakan hak kebendaan terbatas pada yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang saja.

Menurut Pasal 499 KUH Perdata dapat ditarik kesimpulan bahwa benda merupakan barang yang berwujud yang dapat ditangkap dengan panca indera dan barang-barang yang tak berwujud termasuk dalam kategori benda juga. Dalam KUH Perdata kata benda dipakai tidak hanya dalam arti barang yang berwujud saja, misalnya pasal 508 KUH Perdata yang menentukan bahwa beberapa hak yang disebut dalam pasal itu merupakan “benda tak bergerak”, Pasal 511 KUH Perdata juga menyebutkan beberapa hak, bunga, uang, perutangan dan penagihan sebagai “benda bergerak”. Di dalam ketentuan-ketentuan itu benda dipakai tidak dalam arti barang berwujud, melainkan dalam arti “bagian daripada harta kekayaan” Pasal 499 KUH Perdata yang oleh Undang-undang benda diartikan semua barang dan hak yang dapat dijadikan obyek dari hak milik.

Jadi di dalam sistim KUH Perdata benda dapat diartikan dalam dua arti, pertama dalam arti barang yang berwujud, kedua dalam arti bagian daripada harta kekayaan. Dalam arti kedua ini (yaitu sebagai bagian dari harta kekayaan) yang termasuk benda ialah selain daripada barang yang berwujud, juga beberapa hak tertentu sebagai barang yang tidak berwujud (tiap-tiap hak) dan hanya hak-hak yang berobyek pada benda berwujud saja yang dapat dikategorikan sebagai benda. Dari ketentuan Pasal 499 KUH Perdata yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.

Ketentuan Pasal 499 KUH Perdata apabila dikaitkan dengan SK Pegawai, maka SK Pegawai dapat diklasifikasikan sebagai benda karena telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Pasal 499 KUH Perdata antara lain : benda yang berwujud, merupakan harta kekayaan dari pemegang SK Pegawai tersebut, merupakan obyek hak milik dari pemegang SK Pegawai tersebut. Dengan acuan di atas, maka keberadaan SK Pegawai sebagai jaminan tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang ada dalam hal ini KUH Perdata.

Dari uraian tersebut di atas serta mengacu pada Pasal 499 jo pasal 511 KUH Perdata, maka SK Pegawai yang digunakan sebagai jaminan pada hakekatnya adalah merupakan hak atas gaji yang termasuk dalam pengertian benda, yaitu benda bergerak tak berwujud yang berupa hak atas tagih (tagihan atas nama) sekaligus merupakan suatu benda bergerak yang ditentukan oleh Undang-undang (karena berupa penagihan sejumlah uang). Adapun yang dinamakan tiap-tiap kebendaan menurut Pasal 504 KUH Perdata adalah benda bergerak atau tak bergerak. Sebagai kebendaan bergerak karena ketentuan Undang-undang dianggap sebagai perikatan-perikatan dan tuntutan-tuntutan mengenai jumlah uang yang dapat ditagih atau mengenai benda-benda bergerak vide Pasal 511 KUH Perdata. Maka berdasarkan pasal 499 jo pasal 511 KUH Perdata SK Pegawai merupakan benda bergerak tak berwujud yang berupa hak tagih (hak tagihan atas nama).

Page 8: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

154 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

Surat Keputusan Pegawai sebagai Obyek Jaminan Kredit BankMenurut Sistem Hukum Perdata di Indonesia (KUH Perdata) benda dapat dibedakan

sebagai berikut : barang-barang yang berwujud dan barang-barang yang tak berwujud. Barang bergerak dan barang tak bergerak. Barang yang dipakai habis dan barang yang dipakai tak habis. Barang yang sudah ada dan barang yang masih akan ada.

Dari seluruh azas-azas kebendaan di atas, maka SK Pegawai tidak memenuhi syarat-syarat dari azas-azas umum mengenai benda, karena benda yang menjadi jaminan kredit harus memiliki nilai ekonomis dan dapat diperjualbelikan. Sedangkan SK Pegawai yang digunakan sebagai jaminan kredit dalam hal ini, tidak memiliki nilai ekonomis dan tidak dapat diperjualbelikan. Sehingga dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa SK Pegawai tidak dapat dikriteriakan sebagai jaminan kredit bank, SK Pegawai tersebut hanya merupakan jaminan yang bersifat jaminan moral saja. Oleh sebab itu, SK Pegawai tersebut dapat dibebani tanggungan dalam kaitannya dengan jaminan kredit bank, apabila SK Pegawai yang dijadikan jaminan kredit tersebut diberikan persyaratan lain yaitu surat kuasa pemotongan gaji. Sehingga pihak bank selaku kreditur tidak ragu mengucurkan dana kredit kepada seorang pekerja yang mengajukan kredit pada bank tersebut dengan SK Pegawai sebagai jaminan kreditnya. Jadi yang menjadi jaminan bukan SK Pegawai, akan tetapi hak tagih yang berupa gaji yang diterima oleh pekerja tersebut setiap bulannya.

Setelah mengetahui azas-azas umum dari hukum benda di atas selanjutnya pembahasan akan diteruskan mengenai ciri-ciri dari hak kebendaan. Hal ini penting untuk mengetahui ciri atau sifat dari hak kebendaan karena dengan mengetahui ciri atau sifat dari hak kebendaan akan mempermudah memahami hak-hak yang melekat pada suatu benda.

Ciri-ciri atau sifat dari hak kebendaan itu :1. Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap siapapun juga 2. Hak kebendaan mempunyai zaaksgevolg atau droit de suit (hak yang mengikuti) artinya hak itu

terus mengikuti bendanya dimanapun juga (dalam tangan siapapun juga) barang itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyai ;

3. Adanya suatu sistim yang lebih dulu terjadinya, itu tingkatannya adalah lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian ;

4. Adanya hak untuk didahulukan (droit de preference) hak terlebih dahulu ;5. Pada hak kebendaan terdapat gugat kebendaan apabila terjadi suatu sengketa hukum ;6. Pemindahan hak kebendaan dilakukan secara sepenuhnya ;

Menurut sifatnya, menurut obyeknya menurut kewenangan menguasainya dan lain-lain sebagai berikut :a. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh Undang-undang dan jaminan yang lahir karena

perjanjian;b. Jaminan yang tergolong jaminan umum dan khusus;c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan;d. Jaminana yang mempunyai obyek benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak;e. Jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan yang tanpa menguasai bendanya.

SK Pegawai digolongkan sebagai benda bergerak maka diikat dengan lembaga jaminan gadai atau fidusia. Akan tetapi SK Pegawai tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk digolongkan dalam lembaga jaminan gadai atau fidusia, walaupun kedua lembaga jaminan tersebut digunakan bagi benda bergerak.

SK Pegawai tersebut tidak dapat digolongkan dalam lembaga jaminan gadai atau fidusia, karena SK Pegawai tidak dapat disita atau dilelang karena tidak dapat diperjualbelikan dan tidak memiliki nilai ekonomis bagi orang lain. SK Pegawai tersebut bukan merupakan jaminan akan tetapi bank mempunyai hak retensi dan debitur setiap bulannya, sebab secara teoritis kredituir tidak dapat langsung memotong gaji debitur tanpa ijin dari pimpinan debitur terlebih dahulu dimana ia bekerja.

Dari uraian tersebut diatas terlihat jelas bahwa SK Pegawai sebagai jaminan yang digunakan dalam pengajuan kredit pada bank tidak sama seperti lembaga jaminan pada umumnya, SK Pegawai yang keberadaannya sebagai jaminan pada umumnya, SK Pegawai yang keberadaannya sebagai jaminan sekaligus sebagai alat pelunasan langsung. SK Pegawai ini juga mempunyai karakteristik tersendiri sebagai jaminan kredit ;

Page 9: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

155 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

1. Dalam SK Pegawai ini melekat suatu hak yang tidak dapat dialihkan, artinya bahwa pemegang SK Pegawai tersebut atau namanya yang tercantum dalam SK Pegawai tersebut yang mempunyai hak untuk mendapatkan segala hak yang diterimanya. Dengan SK Pegawai tersebut yang namanya tercantum didalamnya dapat mempergunakannya untuk melamar pekerjaan agar dapat memperoleh pekerjaan. Setelah mendapat pekerjaan maka secara otomatis orang yang namanya tercantum di dalam SK Pegawai tersebut mendapatkan gaji stiap bulannya. Gaji yang diterima oleh pekerja tersebut setiap bulannya yang dijadikan pedoman oleh bank dalam memberikan kredit kepada seorang pekerja yang berpenghasilan tetap. Bank melalui bendahara di tempat pekerja tersebut bekerja akan melakukan pemotongan gaji setiap bulannya untuk pelunasan kreditnya.

2. Dalam SK Pegawai terdapat personal guarantee, artinya orang tersebut namanya di dalam SK Pegawai tersebut akan secara otomatis bertanggung gugat terhadap segala bentuk perbuatan termasuk penggunaan SK Pegawai sebagai jaminan

3. Adanya kesepakatan antara pihak bank dengan kantor atau instansi tempat pekerja tersebut bekerja, dalam hal ini diwakili oleh juru bayar (bendahara). Kesepakatan ini berupa permohonan langsung gaji yang diterima seorang pekerja, gaji tersebut bertujuan untuk angsuran pelunasan kredit yang diambilnya.

Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa SK Pegawai tidak dapat dijadikan sebagai jaminan tersendiri, sehingga bentuknya tidak dapat dimasukkan ke dalam lembaga jaminan yang telah ada dan diatur oleh Undang-undang, karena SK Pegawai tersebut tidak dapat disita atau dilelang dan juga SK Pegawai tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis dan tidak dapat diperjualbelikan. Selain daripada itu SK Pegawai tersebut tidak dapat dialihkan kepada siapaun juga, melainkan SK Pegawai tersebut hanya merupakan ikatan yang sifatnya moral saja. Maka yang dijadikan jaminan oleh pihak bank adalah hak atas gaji yang diterima oleh pekerja tersebut setiap bulannya bukan SK Pegawai. Oleh sebab itu, SK Pegawai yang dijadikan jaminan kredit tidak dapat dimasukkan kedalam salah satu dari lembaga jaminan yang ada yaitu gadai atau fidusia

Pembayaran gaji merupakan hak seorang pekerja, dan hak pembayaran ini merupakan bagian dari kekayaan pribadi pekerja tersebut, karena kekayaan pribadi dapat dijadikan jaminan karena dapat ditukar atau mempunyai nilai ekonomis. Penjelasan ini ini dikuatkan dengan Pasal 499 KUH Perdata, dijelaskan bahwa yang diutamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang, tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Dari penjelasan ini jelas bahwa SK Pegawai merupakan benda. Sedangkan untuk hak tagih dalam hal ini adalah gaji yang diterima tiap bulannya dapat dikriteriakan ke dalam benda bergerak tak berwujud, ini sesuai dengan Pasal 511 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa menurut ketentuan Undang-undang dianggap seperti benda bergerak tak berwujud yaitu antara lain perikatan-perikatan dan tuntutan-tuntutan mengenai jumlah-jumlah uang yang dapat ditagih atau yang mengenai benda-benda bergerak. Dua alasan inilah yang dijadikan pedoman bahwa SK Pegawai merupakan kebendaan yang dapat dijadikan barang jaminan dalam pengajuan kredit pada bank.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan, yaitu peneliti lebih banyak mengumpulkan data dan teori – teori yang berhubungan dengan Hukum Perbankan dan Hukum Perikatan serta Undang-undang yang berkaitan dengan Masalah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif dengan pendekatan “Statute Approach”, yaitu mencari data, literatur-literatur, peraturan-peraturan dan sarana hukum yang berlaku saat ini yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Bahan hukum primair, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari kejadian-kejadian yang ada dalam masyarakat atau diperoleh dilapangan melalui wawancara, survei dan kasus-kasus yang dimuat di surat kabar, koran maupun majalah. Bahan hukum sekundair, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari pengumpulan bahan yang bersifat teoritis yang diperoleh dari buku-buku, literature dan Undang-undang yang berhubungan dengan hukum perbankan dan hukum perikatan tersebut.

Dalam proses pengumpulan bahan hukum, peneliti mengumpulkan bahan melalui kepustakaan, yaitu mengumpulkannya dengan membaca buku-buku, undang-undang dan sumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan.

Page 10: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

156 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

Analisa yang digunakan dalam dipenelitian ini adalah mengemukakan serta menafsirkan dengan menggambarkan kenyataan yang ada dengan undang-undang yang berlaku saat ini sehingga dapat diketahui efektifitas peraturan tersebut dan bahan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk perlindungan hukum bagi kreditur (bank) Apabila debitur meninggal duniaAsuransi sebagai bentuk pertanggungan dalam perjanjian kredit.

Bank memberikan kredit kepada nasabahnya dengan semua persyaratan-persyaratan yang telah disetujui oleh nasabahnya, akan tetapi tidak lepas dari suatu resiko bahwa debitur pada waktu tertentu dimungkinkan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Apabila keadaan ini benar-benar terjadi, maka sudah pasti merupakan hal yang sangat merugikan pihak bank.

Dalam menghadapi resiko tersebut diatas terutama karena pinjaman tidak hanya diberikan kepada seorang nasabah saja, maka bank sudah tentu akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah kerugian yang disebabkan dari kemungkinan terjadinya si debitur tidak dapat melunasi hutangnya, karena meninggal dunia tau lainnya. Bukan hanya bank yang ingin supaya resiko yang dibebankan berkurang, akan tetapi lebih dari pada itu lebih baik apabila resiko tersebut dibebankan oleh pihak lain yaitu perusahaan asuransi.

Di Indonesia pengertian Asuransi menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Usaha Asuransi adalah sebagai berikut : "Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.“

Dalam perjanjian pihak bank dengan debitur terdapat klausula mengenai asuransi, yang isinya adalah mewajibkan debitur diikutkan dalam asuransi yang telah ditentukan oleh pihak bank. Dalam hal ini pihk asuransi adalah anak cabang dari Bank BRI sendiri yaitu PT. BJS (Bringin Jiwa Sejahtera). Klausula tersebut ada karena pihak bank tidak mau menanggung resiko apabila mengalami kerugian yang diakibatkan oleh debitur meninggal dunia. Pengalihan resiko yang dilakukan oleh pihak bank kepada pihak perusahaan asuransi tersebut mengakibatkan pihak asuransi harus menanggung segala resiko yang diderita oleh pihak bank, apabila bank mengalami kerugian yang diakibatkan oleh debitur. Dengan adanya pengalihan resiko yang dilakukan oleh pihak bank kepada pihak asuransi tersebut, maka pihak bank tidak akan menanggung kerugian apabila debitur tersebut meninggal dunia atau mengalami akibat lain yang dimungkinkan terjadi dan tidak bisa mengembalikan sisa pokok pinjaman berikut bunganya tersebut.

Pihak yang memberikan pinjaman kepada seseorang (nasabah/debitur) adalah pihak yang mempertanggungkan kredit yang diberikan, dengan perkataan lain sebagai pihak tertanggung. Sehubungan dengan itu, maka pihak bank sebagai tertanggung yang dalam hal ini adalah Bank BRI. Pihak yang menerima peralihan resiko atau yang mengganti kerugian kepada pihak bank adalah pihak penanggung yang dalam hal ini adalah pihak asuransi.

Dengan adanya klausula mngenai asuransi tersebut, maka pihak bank tidak akan takut jika memberikan pinjaman kepada debitur yang nantinya pada suatu waktu debitur tersebut akan terjadi force major yaitu meninggal dunia. Hal ini dikarenkan pihak bank sudah bekerja sama dengan pihak asuransi.

Pembayaran sisa kredit.Setiap perjanjian kredit memiliki kewajiban mengembalikan pinjamannya dalam jumlah

dan pada waktu yang telah ditentukan. Hal ini disebutkan di dalam Pasal 1763 BW. Demikian pula dalam Pasal 1 angka (11) UU Perbankan, disebutkan bahwa peminjam wajib melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Menurut Pasal 833 KUH Perdata, yang berbunyi “Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang

Page 11: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

157 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

meninggal“. Dengan demikian jika debitur meninggal dunia maka segala harta pelunasannya akan beralih pada ahli warisnya yang masih hidup termasuk didalamnya segala utang si pewaris, sehingga ahli waris berkewajiban untuk melunasinya.

Dengan adanya asuransi tersebut maka pihak bank akan merasa aman untuk melakukan pelunasan kredit yang diakibatkan debitur wanprestasi (meninggal dunia).Adapun ketentuan dalam asuransi jiwa kredit :1. Obyek pertanggungan Yang menjadi obyek pertanggungan adalah nasabah yang mengambil kredit tersebut.2. Besar pertanggungan Besarnya nilai pertanggungan adalah sebesar pokok pinjaman yang tercantum dalam perjanjian

kredit.3. Premi asuransi

Pembagian besar premi asuransi PT. Bringin Jiwa Sejahtera.

Jangka Waktu Beban Premi AsuransiPT. BJS PT. BRI Debitur

s/d 60 bulan61 – 96 bulan

0.75%0.75%

-0.27%

4. Jangka waktu pertanggunganJangka waktu pertanggungan adalah sejak ditandatanganinya akad kredit sampai dengan pada akhir bulan jatuh tempo kredit tersebut.

5. Timbulnya hak klaimHak klaim terhitung sejak tanggal debitur yang bersangkutan meninggal dunia sepanjang meninggalnya masih dalam jangka waktu masa pertanggungan atau jangka waktu kredit.

6. Kadaluwarsa klaimBatas waktu kadaluwarsa pengajuan klaim adalan 6 (enam) bulan dari tanggal kematian debitur.

7. Besarnya kerugian yang mendapatkan klaim asuransiBesarnya klaim yang diajukan untuk mendapatkan klaim penggantian adalah sisa pokok pinjaman (plafond) ditambah bunga dan denda (apabila ada).

8. Resiko kerugian yang tidak ditanggunga. Karena bunuh diri atau dihukum mati oleh pengadilanb. Karena terlibat dengan perkelahian kecua;li sebagai orang yang mempertahankan diric. Karena penganiayaan, perbuatan kekerasan dalam pemberontakan, huru hara, pengacauan

atau perbuatan teror, dan lain-lain menurut penilaian pihak asuransi.d. Sebagai akibat perbuatan kejahatan yang dilakukan dengan sengaja oleh karena

berkepentingan dalam polis ini atau ahli warisnya.

Pengajuan Klaim Asuransi oleh Kreditur.Setelah pihak bank menerima pemberitahuan dari ahli waris bahwa debitur tersebut

wanprestasi (meninggal dunia) maka dengan segera melengkapi persyaratan yang dibutuhkan baik untuk pihak asuransi atau perbankan. Setelah persyaratan yang dibutuhkan terpnuhi maka diajukannya klaim ke perusahaan asuransi.

Dengan adanya klaim tersebut pihak Bank akan menerima sejumlah uang dari perusahaan asuransi jiwa dan dengan penerimaan uang tersebut maka sisa pinjaman debitur akan segera terlunasi. Setelah klaim dilayani, ahli waris berhak untuk mengambil SK Pegawai yang dijasikan jaminan.

Penghapusbukuan Kredit sebagai upaya terakhir kreditur.Sebelum dilakukan penghapusbukuan kredit, maka Bank BRI dimungkinkan adanya

pemberian keringanan bagi debitur peminjam danayang bermasalah. Bentuknya berupa pemberian keringanan bunga atau denda/penalti dimungkinkan sebesar 100% namun demikian dalam pelaksanaannya agar diupayakan semaksimal mungkin dapat dipertimbangkan :

Dalam Pasal 1381 KUH Perdata disebutkan bahwa terdapat 10 (sepuluh) cara hapusnya suatu perikatan :

Page 12: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

158 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

1. Karena pembayaran2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan3. Karena pembaharuan utang4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi5. Karena percampuran utang6. Karena pembebasan utangnya7. Karena musnahnya barang yang terutang8. Karena kebatalan atau pembatalan9. Karena berlakunya suatu syarat batal10. Karena lewatnya waktu.

Kesepuluh cara hapusnya perjanjian diatas belum lengkap karena masih ada cara-cara yang tidak disebutkan, misalnya berakhirnya ketepatan waktu dalam suatu perjanjian atau dengan meninggalnya salah satu pihak. Dalam perjanjian kredit kepada golongan berpenghasilan tetap ini dapat berakhir dengan meninggalnya debitur, meskipun perjanjian kredit baru mulai dan belum berakhir.

Hapusnya perjanjian kredit dalam praktek dapat terjadi karena :1. Ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian2. Adanya pembatalan salah satu pihak terhadap perjanjiannya3. Adanya pertanyaan penghentian perjanjian secara sepihak oleh Bank4. Apabila debitur menurut kreditur telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syarat-

syarat perjanjian atau pengakuan hutang5. Jika menurut pihak kreditur yang ditanggungkan ditambah

Penghapusbukuan kredit merupakan upaya terakhir pihak kreditur (Bank) apabila berbagai upaya telah ditempuh dan tidak membuahkan hasil.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian yang telah saya kemukakan di atas, maka dalam penelitian ini didapatkan kesimpulan dan saran sebagai berikut :Kesimpulana. Pada umumnya jaminan bisa ditelaah lagi apakah termasuk jaminan kebendaan atau jaminan

perorangan. Akan tetapi saat ini problem utama bagi pihak bank (dalam dalam hal ini mengenai perjanjian kredit dengan para debitur) adalah mau menerima SK Pegawai sebagai jaminan hutang debiturnya. Hal ini dikarenakan jaminan SK Pegawai merupakan jaminan yang bersifat moral saja, karena SK Pegawai tersebut tidak memiliki nilai ekonomis dan tidak dapat diperjualbelikan. Maka dari itu dasar dari filosofi adanya jaminan adalah bagaimana caranya supaya debitur mau memenuhi kewajibannya yaitu dengan menahan sesuatu yang berharga bagi debitur. Sehingga apabila ingin memiliki kembali secara penuh dan menguasai sesuatu yang berharga tersebut debitur harus terlebih dahulu memenuhi kewajibannya.

b. Upaya hukum yang dilakukan kreditur (bank) dalam hal ini debitur meninggal dunia adalah melalui asuransi jiwa. Dengan diasuransikannya debitur, maka dalam hal ini kreditur (bank) melakukan tindakan pengamanan terhadap kelancaran proses pembayaran kredit. Kreditur dapat mengajukan klaim pada perusahaan asuransi apabila debitur mengalamI wanprestasi. Penghapusbukuan kredit merupakan upaya terakhir dari bank, apabila kredit yang diberikan kepada debitur mengalami kemacetan. Sebelum dilakukannya penghapusbukuan kredit, bank berupaya dengan semaksimal mungkin untuk mengupayakan debitur untuk membayar kreditnya. Dengan adanya keringanan atau penghapusan denda atau bunga, sehingga debitur hanya membayar pokoknya saja. Akan tetapi apabila debitur masih belum sanggup untuk membayar, maka dilakukan penghapusan kredit. Penghapusan kredit bukan berarti hapus hak atas tagih, bank masih berhak menagih apabila debitur mampu membayar pada nantinya (dalam hal apabila debitur masih hidup).

Sarana. Perjanjian kredit dengan hak atas gaji sebagai pelunasan kreditnya atau kredit profesi bagi

pekerja golongan yang berpenghasilan tetap (GBT) seharusnya tidak menggunakan SK Pegawai

Page 13: 1 · Web view2018/02/06  · DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh Haniyah dan Rusmiyah Prodi Hukum FH-UNSURI Surabaya Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah surat keputusan

http://unsuri.ac.id/jurnal-fakultas-hukum-dan-sosial/

159 Jurnal Legisia Vol.5, No.2 Juli 2015

sebagai jaminan kreditnya, karena SK Pegawai tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis dan tidak dapat diperjualbelikan. Sebaiknya kredit bagi golongan berpenghasilan tetap ini cukup dengan adanya kerjasama dari instansi terkait serta adanya rekomendasi dari pimpinan pekerja dan bendahara gaji dengan adanya Surat Kuasa Memotong Gaji sebagai pelunasan kreditnya.

b. Dengan mengasuransikan kredit yang diberikan kepada debitur sangatlah tepat untuk melindungi kelancaran dalam pembayaran kredit. Akan tetapi, lebih baik jika ditambahkan dengan adanya borgtocht, yaitu adanya personal guarantee dari pihak instansi. Karena dengan adanya penanggungan dari pihak instansinya untuk menanggung kredit GBT tersebut maka dapat menanggung sisa kredit apabila pekerja tersebut meninggal dunia (wanprestasi). Hal ini untuk menjaga apabila klaim asuransi ditolak oleh perusahaan asuransi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Hay, Marhainis Abdul, Hukum Perbankan Indonesia, Pradnya Paramita,Jakarta, 1975Prodjodikoro, R. Wirjono, Asas-Asas Hukum Perdata, Cetakan Kedelapan, Sumur, Bandung, 1981Sofyan, Sri Soedewi Masjchun, Hukum Perdata : Hukum Benda, Cetakan Keempat, Liberty,

Yogyakarta, 1981 , Hukum Jaminan di Indonesia : Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan,

Cetakan Kedua, Liberty Offset, Yogyakarta, 2001Subekti, R., Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, Cetakan Kelima,

Citra Aditya Bakti, 1991Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Cetakan Keempat, Alumni, Bandung, 1989 , Aneka Hukum Bisnis, Cetakan Pertama, Alumni, Bandung, 1994Djumhana Muhammad, Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993Aman, EDY Putra THE, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1998.

Subekti, R. dan Tjitrosudibio., R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Cetakan Kesepuluh, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979

Kasmir, S.E. M.M. BANK dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi, Jakarta, 2008. Peraturan Perundang-undangan Undang-undang No 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan ( Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1996 Nomor 42) Undang-undang No 10 tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Hukum Perbankan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182) Undang-undang No 42 tahun 1999 tentang Fidusia. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 168).