00- copr kt pengantar ilmu aklakdigilib.uinsgd.ac.id/34356/1/ho-ilmu akhlak mpi segan 20... ·...
TRANSCRIPT
Kata Pengantar dan Daftar Isi i
KATA PENGANTAR
Hand-out merupakan bagian penting dalam mendukukung optimalisasi pembelajaran, telebih dalam suasanapembelajaran masa Covid-19 ini menuntut media pendukung yang memadai untuk digunakan sesuai dengan porsipembelajaran yang baik dan tepat. Regulasi menuntut dosen untuk menyiapkan Hand-out, pada setiappembelajaran.Penggunaan han-dout dalam pembelajaran memiliki beberapa fungsi. Seperti yang disampaikan oleh Steffen danPeter Ballstaedt dalam Prastowo (2013: 80), bahwa fungsi handout antara lain adalah: (1) membantu peserta didikagar tidak perlu mencatat; (2) sebagai pendamping penjelasan pendidik; (3) sebagai bahan rujukan pesertadidik (4)memotivasi peserta didik agar lebih giat belajar; (5) pengingat pokok-pokok materi yang diajarkan; (6) memberiumpan balik; dan (7) menilai hasil belajar.Adapun, tujuan penyusunan handout ini, antara lain: (1) untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasiatau materi pembelajaran sebagai pegangan bagi peserta didik; (2) untuk memperkaya pengetahuan peserta didik;dan (3) untuk mendukung bahan ajar lainnya atau penjelasan dari dosen (4) Sebagai materi dalam intruksi Googleclass room dan LMS berbasis e-Knows UIN SGD Bandung.Atas dasar itu, maka handout ini, berisi point-point penting dari materi pelajaran yang akan dipelajari sesuai RPS,antara lain; Pendahuluan: Konsep Dasar Ilmu Akhlak; Manajemen Pembentukan Akhlaqul Karimah; Akhlak kepadaAllah: Kepada Rasulullah; Kepada Diri Sendiri; Terhadap Sesama; Orang Tua; Lingkungan Alam; Lingkungan BudayaOrganisasi, dan bagian Akhir dilenkapi dengan Model Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam.Berdasarkan fungsi dan tujuan penggunaan hand-out dalam pembelajaran maka hendaknya peserta didik mampumengunakan bahan ajar handout ini secara bijak.
Bandung, 28 September 2020Penyusun,
Kata Pengantar dan Daftar Isi ii
DAFTAR ISIHal
Kata Pengantar ............................................................................................................................................................................... iDaftar Isi ........................................................................................................................................................................................... ii
1. Pendahuluan: Konsep Dasar Ilmu Akhlak ........................................................................................................... 01- 46
2. Manajemen Pembentukan Akhlaqul Karimah .......................................................................................................... 47- 90
3. Akhlak kepada Allah: Taat Perhadap Perintah Allah SWT. ............................................................................... 91-138
4. Akhlak kepada Allah: Meyakini Kesempurnaan Allah SWT ................................................................................ 139-166
5. Akhlak kepada Allah: Akhlak Bersyukur Kepada Allah, SWT................................................................................ 167-210
6. Akhlak Kepada Rasulullah ................................................................................................................................................... 211-242
7. Akhlak Kepada Diri Sendiri: Melalui sifat Adil, Jujur, Amanah, dan Sabar........................................................ 243-286
8. Akhlak Kepada Diri Sendiri: Melalui sifat Iffah, Zuhud, Tawadhu, Qana’ah ..................................................... 287-330
9. Akhlak Kepada Diri Sendiri: Melalui Hubbul Amal, Istiqomah, Raja‘, Husnudzhan ...................................... 331-372
10. Akhlak Terhadap Sesama : Norma Etis dan Tehnis berbuat Ihsan .................................................................... 373-408
11. Akhlak Terhadap Orang Tua: Norma Etis dan Teknis berbuat Ihsan ............................................................... 409-436
12. Akhlak Kepada Lingkungan Alam: Mentafakuri keberadaan alam, Mengelola alam .................................. 437-472
13. Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi ..................................................................................................... 473-514
14. Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam ..................................................................................................................... 515-576
15. Lamp: Silabus dan RPS ........................................................................................................................................................... 577-586
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 1
Part: IPendahuluanKonsep Dasar Akhlak, Ilmu Akhlak, dan Pendidikan
Akhlak bukanlah sekedar sebuah wacana, melainkan merupakan amal-nyata; bukan sekedar teori dan konsepsi,melainkan merupakan sebuah praktek dan amal-nyata; bukan juga sekedar praktek dan amal sesaat, melainkan sebuahpraktek dan amaliah permanen yang mendarah-daging dalam sikap, perilaku, dan kehidupan sehari-hari.
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJARAN
Setelah mendapat materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep Dasar Ilmu Akhlak.
2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai Dasar Ilmu Akhlak
3. Menerapkan konsep Ilmu Akhlak dalam kehidupan sehari-hari
POKOK BAHASANKonsep Dasar Ilmu Akhlak1. Fenomena Akhlaq Bangsa: Tantangan dan Peluang Pendidikan Akhlak2. Konsep Dasar Ilmu Akhlak3. Objek Kajian, Tujuan dan Manfaat Ilmu Akhlak4. Nilai, Tingkatan dan Ruang Lingkup Ilmu Akhlak
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 2
TOPIK BAHASAN: KONSEP DASAR ILMU AKHLAK
A. Fenomena Akhlaq Bangsa: Tantangan dan Peluang Pendidikan Akhlak
1. Pentingnya Pendidikan Akhlak
Kata akhlak, karakter, nilai, moral, etika, dan makna-makna lainnya begitu mudah diucapkan tapi susah
diamalkan. Di saat Presiden Susilo Bambang Yudoyono menggulirkan perlunya ‘Pendidikan Karakter Bangsa’,
seabreg makalah, buku, dan seminar tentang tema ini bagai jamur di musim penghujan, bermunculan di mana-
mana. Ini sangat bagus.Tapi ada juga yang sepertinya tanpa mengaca diri apakah dirinya orang yang
berkarakter, bernilai, dan berakhlak (yang baik) serta memiliki ilmu yang mumpuni dalam bidang ini, tiba-tiba
seperti pejuang dan penggagas pendidikan karakter, nilai, dan akhlak.Oleh karena itulah marilah kita buat
bersama konsep pendidikan akhlak, karakter, atau nilai secara benar serta mengimplementasikannya dengan
benar pula dan dengan penuh kesungguhan, tidak setengah-setengah terlebih-lebih asal-asalan.1
Terlebih-lebih dalam Islam. Akhlak dalam Islam bukanlah sekedar moralitas biasa. Akhlak dalam Islam
adalah ‘sesuatu’ banget. Para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini justru untuk ‘menyempurnakan’ akhlak mulia.
Artinya berakhlak mulia saja tidaklah cukup melainkan harus akhlak mulia yang sempurna. Insya Allah kajian
akhlak dalam buku ini adalah akhlak mulia yang sempurna.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (No.20 Tahun 2003) telah berhasil merumuskan tujuan
pendidikan yang kaya dengan dimensi agama dan moralitas. Dalam Bab II pasal 3 disebutkan: Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
1Munawar Rahmat. Filsafat Akhlak (Bandung: Celtics Press &Prodi IPAI UPI, 2016), 1
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 3
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2
Pada bidang keagamaan, tujuan pendidikan pun lebih dikembangkan. Perubahan keempat UUD 1945
pasal 31 ayat (3) disebutkan, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Pada UUD 1945 yang belum diamendemen, ungkapan
demikian tidak ada. Kata-kata iman dan takwa (tanpa akhlak mulia) hanya tertuang dalam GBHN sejak Repelita
pertama. Hal ini menunjukkan bahwa kalangan elit – dalam hal ini MPR – sebenarnya merasa resah dengan
kondisi pendidikan bangsanya sendiri, sekaligus menghendaki jatidiri bangsa yang beriman, bertakwa, dan
berakhlak mulia.
Dilihat dari segi tujuannya, bangsa Indonesia menghendaki kaum terpelajarnya bukan sekedar berilmu,
cakap, dan kreatif (dimensi intelektualitas), tapi juga beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
(dimensi religiusitas), berakhlak mulia (dimensi karakter dan moral), dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung-jawab (dimensi kebangsaan).
Tetapi dalam pelaksanaanya belum sebaik dengan apa yang tertuang di dalam perundang-undangan itu.
Aspek religi dan nilai-nilai masih terpinggirkan. Unsur pendidikannya terlepas dari unsur pengajaran. Jumlah
jam mata pelajaran agama dan moralitas sangat minim. Tilaar (1999: 99)3 menyebut pendidikan agama dalam
kurikulum nasional Indonesia hanya sebagai penggembira saja, sekedar tidak dikritik sekuler oleh kalangan
Ulama.
2Undang-Undang RI. No 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3Tilaar H.AR, Beberapa Agenda reformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta: Tera Indonesia, 1999), 99.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 4
2. Praktek Pendidikan
Praktek pendidikan di Indonesia menurut sejumlah pakar lainnya sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
praktek pendidikan di Barat di mana manusia mengejar ilmu pengetahuan dengan asumsi bahwa ilmu itu bebas
nilai (value free). Suriasoemantri, mengatakan bahwa tadinya ilmu pengetahuan hanya mempelajari alam apa
adanya tanpa ada keterkaitan dengan nilai moral. Ilmu hanya untuk ilmu, tanpa dikaitkan dengan agama,
ideologi dan nilai-nilai luhur. 4
Keberhasilan pendidikan seseorang hanya dilihat dari pencapaian akademis semata. Sejalan dengan
Suriasoemantri, Ahmad Sanusi (dalam perkuliahan di S3 UPI, September 2004) mengatakan bahwa pendidikan
yang dewasa ini sedang berlangsung sangat dipengaruhi oleh logika positivisme; yakni logika yang hanya
berorientasi pada keadaan dunia here and nowyang dapat diindera oleh manusia. Pandangan ini
mengakibatkan manusia menjadi sekuler dan hanya memikirkan masalah-masalah yang sifatnya dapat
dijelaskan secara empiris dan melupakan masalah-masalah yang berkaitan dengan nilai luhur. Inilah awal dari
didewakannya kemampuan nalar. Demikian juga Muhammad Nu`man Soemantri, mengemukakan bahwa
keadaan di mana manusia menjauhkan diri dari agama merupakan sebagai hasil dari pengaruh budaya
Hellenisme. Pengaruh budaya ini akal mengalahkan agama (intellectus quaerrens fidem).5 Dikatakannya bahwa
budaya Hellenismemerupakan budaya yang mendorong berkembangnya rasionalitas, individualisme, dan
melepaskan diri dari agama/teologi. Padahal Zohar dan Marshall, menyatakan bahwa diskusi tentang
intelegensi manusia tidak akan lengkap tanpa menyertakan spiritual Intelligence –SQ. Kecerdasan ini (SQ) bisa
menjawab masalah-masalah tentang makna dan nilai; dengan intelegensi ketiga ini kita bisa menempatkan
tindak-tanduk dan hidup kita dalam konteks pemaknaan yang lebih luas dan lebih kaya; bisa menilai apakah
4Jujun S. Suriasumantri, Filsafah Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan. 1982), 13
5Sumantri, Numan. Pembaharuan Pendidikan IPS. (Bandung : Rosda Karya. 2001), 4
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 5
suatu kejadian atau pengalaman hidup itu lebih berharga atau tidak dari yang lainnya. SQ merupakan fondasi
yang diperlukan bagi keefektifan kedua fungsi IQ dan EQ6. Selanjutnya Soemantri (2001: 4) mengatakan bahwa
budaya hellenisme ini mempengaruhi dunia pendidikan sampai sekarang ini, termasuk pada ilmuwan, pendidik,
penulis buku teks yang membanjiri perpustakaan, khususnya perpustakaan-perpustakaan yang terdapat di
universitas.
Jika mengacu kepada UUD 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
nasional Indonesia seharusnya sarat dengan pembelajaran yang berdimensi agama dan moralitas. Tetapi
realitasnya masih jauh dari yang diharapkan. Fasih membaca Al-Quran, mengerjakan shalat lima waktu, dan
berakhlak mulia merupakan tujuan pendidikan (khususnya pendidikan agama) dalam berbagai kurikulum
nasional (Kurikulum 1985, 1994, 2004, 2006, dan 2013), yang sebagiannya dapat terukur. Misalnya, mahir
membaca Al-Quran diharapkan dapat dicapai oleh siswa SD, walau kenyataannya di SMA pun masih
menjadi bagian dari kurikulum PAI. Tetapi bagaimanakah kemampuan peserta didik dalam keterampilan
dasar ini? Berdasarkan survey Tim PPBQ YBHI Bandung, di beberapa sekolah dan Universitas di Kota
Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Tasikmalaya hanya sekitar 10% siswa SD, 25% siswa SMP,
35% siswa SMA, dan 40% mahasiswa yang bisa membaca Al-Quran (Rahmat, 2015 dalam Munawar,
2016).7
3. Permasalan Pendidikan Akhlak
Bila substansi keberagamaan adalah beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, kita amati hal-hal yang
bersebrangan dengan kriteria keberagamaan dan akhlak mulia. Korupsi dengan kuantitas dan kualitas yang
6Zohar, Danah dan Marshall, Ian.. SQ: Kecerdasan Spiritual. Terjemahan. (SQ) Spiritual Intelligence-The Ultimate Intelligence.(Bandung: Mizan. Pustaka. 2000).
7Munawar. Filsafat Akhlak, 6
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 6
lebih tinggi melanda hampir seluruh lapisan masyarakat. Bukan hanya dilakukan oleh para birokrat, para
pejabat, anggota DPR-DPRD, dan pengusaha saja tapi dilakukan juga oleh para PNS muda. Partai Islam, tokoh
agama, dan pejabat yang merasa taat beragama pun ada (banyak?) yang melakukan korupsi. Hampir setiap
hari televisi menayangkan para koruptor yang sebagiannya adalah para pemimpin partai Islam dan berbasis
Islam, para Kyai, dan tokoh-tokoh agama yang disegani di masyarakat.
Sikap tidak hormat anak muda bukan hanya ditunjukkan kepada sembarang orang, bahkan juga terhadap
guru-gurunya. Penghormatan dan bakti pada kedua orang tua pun memudar. Vandalisme sudah merupakan ciri
pelajar kita; dan premanisme tumbuh subur hingga di lingkungan persekolahan. Kejujuran yang sangat
didambakan sudah hilang dari kamus persekolahan. Fenomena menyontek dan joki sepertinya fenomena biasa
yang disalahkan sekaligus dilanggar oleh semua pihak. Salah untuk orang lain, tetapi boleh untuk saya; salah
untuk sekolah lain, tetapi boleh untuk sekolah saya. Sepertinya kamus ini yang dipakai sekarang.
Masyarakat biasanya memandang perbuatan tersebut sebagai perbuatan a-moral, pelanggaran etis, dan
penyimpangan beragama yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak taat beragama, walau perbuatan
tersebut dilakukan secara komunal oleh orang-orang yang mengaku beragama; bahkan sering dianggap
sebagai fenomena biasa. Padahal yang lebih penting lagi adalah perlunya dicari solusi bagaimanakah
mendekatkan praktek pendidikan dengan perundang-undangan, jangan sampai praktek pendidikan itu
mengkhianati amanat perundang-undangan.
Hasil-hasil penelitian, antara lain penelitian Rahmat (2015) menunjukkan adanya pengaruh pendidikan
keagamaan dan suasana keagamaan terhadap ketaatan beragama dan akhlaqul karimah (akhlak mulia)
peserta didik.8 Direktorat Pembinaan SMP (2010: 5) mengutip hasil penelitian di Harvard University Amerika
8Rahmat (2015: 309) Studi Kualitatif Dan Kuantitatif Tentang Pendidikan Insan Kamil (manusia sempurna). Disertasi. (Bandung: PPs.UPI , 2015), 209
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 7
Serikat, bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis
(hard skill) semata, melainkan lebih ditentukan oleh kemampuan mereka dalam mengelola diri dan orang lain
(soft skill).9 Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan ditentukan hanya sekitar 20 persen oleh hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih
banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Soft skill merupakan bagian keterampilan dari
seseorang yang lebih bersifat pada kehalusan atau sensitivitas perasaan seseorang terhadap lingkungan di
sekitarnya. Mengingat soft skill lebih mengarah kepada keterampilan psikologis maka dampak yang diakibatkan
lebih tidak kasat mata namun tetap bisa dirasakan. Akibat yang bisa dirasakan adalah perilaku sopan, disiplin,
keteguhan hati, kemampuan kerja sama, membantu orang lain, dan lainnya. Soft skill sangat berkaitan dengan
karakter seseorang.
Adelina Hasyim melalui Tesis Magisternya di IKIP Bandung/UPI (1988) tentang tindakan pelanggaran etis
menemukan, bahwa sekolah-sekolah yang kaya dengan nuansa dan pembelajaran agama berpengaruh positif
terhadap perilaku moral para siswanya. Dengan mengambil sampel 5 Madrasah Aliyah (MA) dan 5 SMA di
Sumatera Selatan ia menyimpulkan bahwa responden siswa SMA lebih banyak melakukan pelanggaran etis
ketimbang responden siswa MA. 10
Na-Ayudya (2008), Director of the Institute of Sathya Sai Education, Thailand, melalui disertasi dan riser-
riset pasca disertasi mengembangkan model pembelajaran nilai-nilai kemanusiaan terpadu. Makna terpadu
perspektif Na-Ayudya adalah pengintegrasian 5 nilai (kebajikan, kebenaran, kedamaian, kasih sayang, dan
tanpa kekerasan) ke dalam seluruh mata pelajaran melalui sikap dan tindakan guru yang damai dan pengasih,
9Departemen Pendidikan Nasional, Pendidikan Karakter Teori & Aplikasi, (Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan danMenengah, 2010), 5
10Adelina Hasyim. Tindakan Pelanggaran Etis. Tesis Magisternya (Bandung: PPs IKIP Bandung, 1988). 12
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 8
latihan pengembangan indera ke-6 (intuisi) dan pikiran super sadar melalui meditasi dan perenungan lainnya
serta penataan lingkungan (sekolah, keluarga dan institusi masyarakat) yang sama-sama mengembangkan ke-
5 nilai tersebut. Untuk membudayakan pendidikan nilai ini dilakukan pelatihan intensif selama 10 minggu.
Disebutkannya, bahwa sekolah-sekolah yang menerapkan model pendidikan nilai ini (di sekolah-sekolah Satya
Sai) berhasil menciptakan siswa yang memiliki budi pekerti yang baik (damai, cinta kasih, dan tidak ada
kekerasan).11
Belum dilakukan penelitin jika dalam keadaan hidup tidak normal (misal: ketika ditimpa musibah, sakit,
kehilangan harta, ditinggal mati oleh orang yang dicintainya) apa akhlak/karakternya tetap istiqomah/konsisten?
Sebabnya, akhlak/karakter yang telah benar-benar menjadi akhlak/karakter haruslah tetap dan otomatis dalam
situasi apa pun karena telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari dirinya, sudah mempribadi (Miskawaih,
1994: 3). Kalau tidak demikian maka bukanlah akhlak/karakter.
Sofyan Sauri dan Nurdin dalam penelitian multy years melalui Hibah Pasca Sarjana (2008, 2009, dan
2010) telah mengadakan studi tentang pengembangan model pendidikan nilai berbasis sekolah, keluarga, dan
masyarakat. Penelitian menghasilkan hal-hal berikut:12 Pertama, secara ontologis, nilai yang dikembangkannya
adalah nilai-nilai yang sesuai dengan religi, moral, etik, dan sosial yang memang sudah ada di sekolah, di
keluarga, dan di masyarakat, tapi belum dikembangkan secara maksimal. Nilai-nilai yang dimaksud adalah:
shalat, mengaji, tanggung jawab, cinta kasih, kepemimpinan, kemandirian, sikap sopan, bahasa santun, dan
nilai-nilai yang diintegrasikan ke dalam pelajaran dan kegiatan harian.
11Na-Ayudya, Ong Jumsai. Model Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusiaan Terpadu. (Jakarta: Yayasan Pendidikan Satya Sai Indonesia.2008), 18
12Sauri, Sofyan & Nurdin, Diding (210,). Pengembangan Model Pendidikan Nilai Berbasis Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat.Laporan Penelitian. (Bandung: LPM. UPI. 2010), 21
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 9
Kedua, secara epistimologis, model pengembangan nilai yang dimaksud menyangkut pemaknaan nilai-
nilai tersebut (shalat, mengaji, sopan, dll) ke dalam aspek-aspek pendidikan, yakni: (1) aspek tujuan dimaknai
dengan nilai “soleh” dan “cerdas”; (2) aspek pendidik dimaknai sebagai teladan, penyampai ajaran, dan
pendukung siswa dalam pengembangan kepribadian; (3) aspek peserta didik dimaknai sebagai peserta didik
yang butuh teladan, butuh materi ajar yang menarik hati, dan butuh dukungan guru dalam membangun
akhlak/karakter dan kepribadiannya; (4) aspek materi dimaknai sebagai integrasi nilai-nilai (religi, moral, etik,
dan sosial) ke dalam kurikulum sekolah; (5) aspek metode dimaknai sebagai digunakannya beragam metode
pendidikan nilai; (6) aspek media dimaknai sebagai digunakannya alat, bahan, dan sumber belajar berupa
makhluk hidup (guru, orang tua, siswa, dll) dan benda mati (buku, film, foto, computer, dll); dan (7) aspek
evaluasi dimaknai sebagai pengukuran proses dan hasil belajar nilai-nilai (berupa ujian lisan, tes tertulis, dan
pengamatan unjuk kerja siswa).
Rahmat (2015), dalam penelitian disertasi dan pasca disertasi mengadakan studi kualitatif dan kuantitatif
tentang pendidikan insan kamil (manusia sempurna).Hasilnya, secara filosofis-antropologis baik konsep
maupun implementasi pendidikan di Indonesia selama ini memiliki kelemahan mendasar karena tidak mungkin
terlaksananya pendidikan secara utuh.13 Pendidikan yang utuh (untuk mencapai insan kamil) seharusnya
mengembangkan seluruh unsur manusia, yakni raga, hati, roh, dan rasa (sirr).Saat ini unsur manusia yang
dikembangkan dalam pendidikan di Indonesia hanyalah raga (jasmani) dan akal (intelek)-nya, padahal akal
hanyalah “alat” hati atau tentaranya hati (bukannya unsur manusia). Jika hatinya baik, maka akal pun akan
memikirkan hal-hal yang baik; tapi jika hatinya buruk, maka akal pun akan memikirkan hal-hal yang buruk
(sesuai perintah hati). Oleh karena itu pendidikan akhlak/karakter seharusnya berangkat dari pendidikan “hati”
13Rahmat, Studi Kualitatif Dan Kuantitatif, 309
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 10
bukan akal.Tapi hati pun ada dua, yakni hati nurani (hati yang baik, karena mendapat Cahaya Ilahi) dan hati
sanubari (hati yang buruk, atau nafsu). Pendidikan akhlak seharusnya mengembangkan hati nurani dan
mengeliminasi atau sekurang-kurangnya mengurangi peran hati sanubari.
Penelitian sufistik yang dilakukan Rahmat di Pondok Sufi dan lembaga pendidikan (SMA dan STT) Pondok
Sufi tersebut menemukan sebanyak 7-karakter “inti” positif yang perlu dibekalkan dan dipersonifikasikan kepada
peserta didik dan 4 karakter “inti” negatif yang harus dieliminasi atau minimal diperkecil perannya. Adapun
metode pendidikannya lebih menonjolkan penyadaran menyangkut tujuan hidup, tempat kembali manusia
setelah mati, hidup di dunia berupa susah dan senang sebagai ujian, hingga internalisasi dan personalisasi
karakter-karakter “inti” yang positif maupun yang negatif. Hasilnya, ternyata siswa dan mahasiswa yang sudah
belajar lebih dari satu tahun pada lembaga pendidikan ini memiliki ketaatan beragama dan karakter yang tinggi,
baik pada responden yang menjadi komunitas maupun tidak menjadi komunitas tasawuf. Hasil penelitian ini
diperkuat dengan penelitian Rahmat dan Fahrudin (2014: 74) bahwa perkuliahan pendidikan agama berbasis
karakter inti sufistik terbukti dapat meningkatkan kualitas akhlak mulia mahasiswa UPI.
Menyadari betapa pentingnya karakter, dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan
kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Sekolah-sekolah sebagai wadah
resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian
peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Agama diyakini dapat mengantarkan peserta didik kepada keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.Tapi
pendidikan agama dalam kurikulum nasional kita sangat sulit untuk dapat mengantarkan ke arah tujuan yang
luhur dan mulia itu. Sebabnya, antara lain karena jam pendidikan agama sangat minim (hanya 2 jam
perminggu, bahkan di PTN hanya 2-4 SKS dari total perkuliahan program S-1). Bandingkan dengan di negeri-
negeri mayoritas muslim lainnya. Jam pelajaran Pendidikan Agama di Pakistan 4 (empat) kali lipat jumlah jam
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 11
pendidikan agama di Indonesia.Selain itu, mata pelajaran Ilmu Sosial bermuatan ajaran Islam, dan mata
pelajaran bahasa digunakan sebagai media memperkaya Pendidikan Agama.(Asian Centre of Educational
Innovation for Development, 1977). Malah di Iran separoh kurikulum pendidikan dasarnya adalah agama
(Bureau of Research on International Educational Sistems, 1984). (dalam Munawar, 2016; 8).
Pendidikan karakter sebenarnya telah dilakukan sejak lama di sekolah-sekolah kita, antara lain melalui
program IMTAQ, P4 (Pedoman Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila), Pendidikan Budi Pekerti, dan
program-program lainnya. Namun demikian pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada
tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum secara optimal pada tingkatan internalisasi dan tindakan
nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Malah sejak 20 tahun yang lalu telah ada upaya-upaya sekolah dan universitas untuk memperkaya
pendidikan agama dan karakter, baik melalui penambahan jam pelajaran agamaatau melalui kegiatan ekstra
kurikuler wajib dan pilihan. Tentu saja kegiatan-kegiatan keagamaan seperti itu di satu sisi cukup
menggembirakan, karena label sekolah dan kampus sekuler dapat terhapuskan. Sivitas akademika, khususnya
siswa dan mahasiswa, yang mencari dan bergairah belajar agama pun dapat terpuaskan. Tetapi di sisi lain,
kegiatan-kegiatan ekstra demikian biasanya hanya diikuti oleh para siswa dan mahasiswa yang memang
memiliki gairah beragama, tidak menyentuh mereka yang tidak memiliki gairah beragama. Selain itu, substansi
materi atau core curriculum pendidikan agama dan akhlak mulia dalam kurikulum persekolahan masih perlu
didiskusikan.Tampaknya, tema-tema keagamaan dan karakter yang ‘inti’ justru tidak dijadikan bahan
pembelajaran utama. Jika substansi materi agama dan karakter yang dibahas hanya merupakan materi-materi
pinggiran, tidak menyentuh tema-tema agama dan karakter yang ‘inti’, maka model pendidikan karakter seperti
itu tidak mungkin dapat mengantarkan peserta didik untuk mencapai martabat insan kamil.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 12
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari internalisasi
berbagai kebajikan (virtues) yang terdiri atas sejumlah nilai, moral dan norma yang diyakini dan digunakan
sebagai landasan cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. (dalam Kemdiknas, 2010).14 Dengan
demikian, kata Baedhowi (2010), pada hakekatnya karakter sama dengan akhlak. Karakter merupakan suatu
moral excellence atau akhlak yang dibangun di atas kebajikan (virtues), yang hanya akan memiliki makna
apabila dilandasi dengan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu bangsa.15 Adapun karakter bangsa yang perlu
dikembangkan dan dibina melalui pendidikan nasional haruslah sejalan dengan Undang-undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 tentang tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara demokratis dan
bertanggung-jawab.
Artinya, pendidikan nilai dan karakter atau pendidikan akhlak bangsa yang sejalan dengan perundang-
undangan (sebenarnya) haruslah berlandaskan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
atau harus berlandaskan agama, selain harus sejalan pula dengan kebudayaan Indonesia yang religius. Ada
dua persoalan mendasar yang akan diungkap dalam buku ini, pertama, nilai-nilai atau karakter apa saja yang
perlu dikembangkan di sekolah? Dan kedua, bagaimanakah cara mengembangkan pendidikan karakter di
sekolah? Masalah pertama menyangkut ontologi pendidikan akhlak/karakter, sedangkan masalah kedua
berhubungan dengan pendekatan dan metodologi pendidikan akhlak/karakter.
14Kemendiknas. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. (Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional. 2010),22
15Baedhowi, Pembinaan Akhlak dan Karakter Bangsa di Lingkungan Sekolah. (Makalah), (Dirjen PMPTK, 2010), 3-4
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 13
B. Konsep Dasar Ilmu Akhlak
1. Pengertian Akhlah, Pendidikan Akhlah, dan Ilmu Akhlak
a. Makna Dan Istilah AkhlakKata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun (خلق) yang menurut bahasa berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
khalqun (جلق) yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq (جالق) yang berarti sang
pencipta, demikian pula dengan mkhluqun (مجلوق) yng berarti yang diciptakan.16
Kata akhlak digunakan Al-Quran untuk memuji ketinggian akhlak Rasulullah: و انك لعلى خلق عظیم
“Sesungguhnya kamu mempunyai akhlak yang tinggi” (QS. Al-Qalam [68]: 4). 17
Dalam (HR. Tirmidzi), ditegaskan, yaitu: نین ایمانا و احسنھم خلقا اكمل المؤم “”.....Orang mukmin yang paling
sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi pekertinya”(HR. Tirmidzi).18 Hal ini menegaskan
bahwa perilaku akhlaqi merupakan puncak keberagamaan.
Ibn Miskawaih (1994:3) menegaskan, akhlak adalah “sifat yang tertanam di dalam diri seseorang yang
dapat mengeluarkan sesuatu perbuatan dengan senang dan mudah tanpa pemikiran, penelitian dan paksaan”19
Artinya, suatu perbuatan disebut akhlak jika perbuatan itu dilakukan oleh seseorang secara otomatis dan
permanen, tanpa pemikiran, penelitian, atau paksanaan dari orang-orang yang memiliki otoritas, karena sudah
16Rahmat, Munawar Filsafat Akhlak, (Bandung: UPI, 2016), 9
17Depag, RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Al-Hidayah, 1998), 878
18Ismail, Asep Umar, dkk. Tasawuf. (Jakarta: Pusat Studi Wanita. 2005). 13.
19Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlak fi al –Tarbiyah (Beirut: Dar al -Kutub al-Ilmiyah, 1994),
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 14
menjadi karakter, watak, dan kebiasaannya; yakni suatu sikap dan perbuatan yang sudah mendarah-daging
dalam kehidupan sehari-harinya (Rahmat, 2010; Sauri, 2011). 20
Muthahhari (1995) mengingatkan bahwa perbuatan akhlaqi merupakan perilaku ikhtiari dan patut dipuji di
atas kewajiban. Sebagai contoh, orang yang mendirikan shalat malam dan shalat-shalat sunat setelah
mendirikan shalat wajib yang 5 waktu; atau seorang kaya-raya yang mengeluarkan infaq dan shodaqoh (yang
sunat-sunat) setelah membayarkan seluruh kewajiban ibadah harta (zakat, khumus, shodaqoh, dan kewajiban
ibadah harta lainnya).
Misi kenabian untuk menyempurnakan akhlak ‘mulia’ merupakan Kasih-Sayang Allah bagi manusia yang
telah memiliki akhlak mulia, agar akhlak mulianya itu dapat sejalan dengan Kehendak Allah sebagaimana
diajarkan dan diteladankan oleh RasulNya, yakni akhlak mulia yang benar dan dilakukan secara ikhlas.
Akhlak mulia disebut benar jika akhlak mulia itu dipribadikan sebagai ketaatan kepada Allah dan
RasulNya, bukan akhlak mulia yang didasarkan atas nafsu dan syahwatnya. Kemudian akhlak mulia yang
benar itu harus dilakukan secara ikhlas,yakni dengan niat lillâh (karena Allâh). ilallâh (menuju Allâh), minallâh
(dari Allâh), dan fî sabîlillâh (di jalan Allâh); bukan karena pamrih dunia (seperti: ingin disebut-sebut sebagai
orang yang berakhlak mulia, mencari keuntungan-keuntungan duniawi, dan lain-lain), dan bukan pula karena
pamrih akhirat (ingin memperoleh pahala, ingin masuk surga, atau takut masuk neraka).
Menurut Istilah, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran danpertimbangan. Imam Ghazali (Permadi, 2004), menyatakan, bahwa
sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan. 21
20Munawar Filsafat Akhlak, 9.
21Permadi. Pengantar Ilmu Tasawuf. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004),12.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 15
Karakter, nilai, moral, etika, budi luhur, sopan santun merupakan istilah-istilah yang sering dimaknai
sama atau mirip dengan akhlak.
1) KarakterKata “karakter” menurut Pusat Bahasa Depdiknas (Martianto, 2008) adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Individu yang berkarakter baik atau unggul
adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Wynne (Martianto, 2008), menjelasskan bahwa karakter berasal dari kata to mark (Bahasa Yunani) yang
berarti menandai dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan.
Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku positif (seperti jujur, adil, suka menolong) dikatakan sebagai orang
yang berkarakter mulia; sementara orang yang berperilaku negatif seperti tidak jujur, kejam, atau rakus
dikatakan sebagai orang yang berkaraktek jelek. Adapun dalam Kemdiknas (2010), “karakter” adalah watak,
tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
terdiri atas sejumlah nilai, moral dan norma yang diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang,
berpikir, bersikap dan bertindak.
Baedhowi (2010: 3-4), menegaskan pada hakekatnya karakter sama dengan akhlak. Karakter merupakan
suatu moral excellence atau akhlak yang dibangun di atas kebajikan (virtues), yang hanya akan memiliki makna
apabila dilandasi dengan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu bangsa.
Karakter bangsa yang perlu dikembangkan dan dibina melalui pendidikan nasional haruslah sejalan
dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 tentang tujuan
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 16
pendidikan nasional, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara demokratis dan bertanggung-jawab.
Jadi karakter bangsa yang perlu dikembangkan berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
tersebut ada 10 karakter, yakni: (1) beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, (3) berakhlak mulia, (4) sehat, (5) berilmu, (6) cakap, (7) kreatif, (8) mandiri, (9) warga negara yang
demokratis, dan (10) warga negara yang bertanggung-jawab.
Adapun dari 10 karakter tersebut yang berhubungan dengan akhlak mulia adalah 4 karakter, yakni: (1)
beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (3) berakhlak mulia, dan
(4) warga negara yang bertanggung-jawab. Ke-6 karakter lainnya tidak berhubungan langsung dengan akhlak
mulia karena lebih merupakan dimensi kecerdasan dan aspek-aspek kepribadian yang netral nilai. Contohnya,
sehat tidak berhubungan dengan akhlak mulia. Tidak bisa dikatakan, orang yang sehat adalah berakhlak mulia
sedangkan orang yang sakit adalah berakhlak tercela.
2) NilaiIstilah lain yang bisa dimaknai akhlak adalah nilai. Jack R. Fraenkel (Sauri, 2011a: 2) mengungkapkan,
value is an idea – a concep - about what some one think is important in life(Nilai adalah sebuah idea, sebuah
konsep, yang dipandang penting oleh seseorang dalam hidupnya). Tentu saja apa yang dipandang penting
dalam kehidupan sangat bergantung kepada filsafat hidup seseorang. Jika filsafat hidupnya kebahagiaan abadi
di dunia dan akhirat maka orang itu akan memandang penting agama yang benar-benar agama, agama yang
benar-benar diridhoi oleh Tuhan sebagaimana diajarkan dan diteladankan oleh Utusan Tuhan. Tapi jika filsafat
hidupnya kebahagiaan dunia maka orang itu akan mengejar segala reputasi dan kebanggaan duniawi. Orang
yang terakhir ini kalaupun beragama hanyalah agama yang dapat memperkokoh reputasi duniawinya.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 17
Sementara Kosasih Djahiri (1992: 36) memaknai nilai secara sederhana yakni sebagai tuntunan mengenai
apa yang baik, benar, dan adil. Makna nilai yang ini pun ssama sebagaimana yang diungkapkan Fraenkel di
atas, yakni bahwa baik, benar, dan adil sangat bergantung kepada filsafat hidup seseorang. Standar yang
paling penting bagi seseorang dalam menentukan jenis tindakan apa yang patut dan berguna dan jenis
tindakan mana yang tidak berguna, sehingga ia dapat mempertimbangkan suatu perilaku tertentu adalah nilai
nilai moral, yaknimoral values represent guides to what is right and just=Nilai moral yang menuntun perbuatan
yang benar dan adil (Fraenkel dalam Sauri, 2011a: 3). Orang yang memiliki filsafat hidup mencari kebahagiaan
abadi di dunia dan akhirat maka orang itu akan memandang baik segala yang berasal dari Tuhan dan Utusan
Tuhan, akan memandang baik apa saja yang berasal dari Allah dan Rasulullah. Bahwa sesuatu itu dipandang
baik jika sesuatu itu disebut baik oleh Allah dan RasulNya. Tapi jika filsafat hidupnya kebahagiaan dunia maka
orang itu akan memandang baik segala reputasi dan kebanggaan duniawi. Orang yang terakhir ini kalaupun
beragama hanyalah agama yang dapat memperkokoh reputasi duniawinya.
Contohnya kaya-raya dan memegang jabatan basah. Perspektif duniawi kaya dan jabatan merupakan
kebaikan. Manusia-manusia yang berorientasi duniawi akan mengejar harta dan jabatan. Setiap harinya ia akan
selalu memikirkan dan mengusahakan bagaimanakah agar kekayaan dan jabatan itu dapat segera diraih. Tapi
perspektif Ilahiyah harta dan jabatan merupakan ujian yang sangat berat. Harta dan jabatan dapat menjadi hijab
(dinding tebal) yang dapat menghalangi orang kembali kepada Tuhan dengan selamat dan bahagia (masuk
surgaNya). Sebabnya orang tidak akan kuat dengan amanat harta dan jabatan. Al-Quran menderetkan sekian
perintah yang berhubungan dengan harta: zakat, shodaqoh, infaq, kifarat, khumus, fay, dan lain-lain. Tapi orang
cenderung mamandang harta yang diamanatkan Allah itu sebagai harta yang diraih dengan segala jerih
payahnya. Amat sangat langka orang yang meraih kekayaan menyadari bahwa harta yang diraihnya itu
hanyalah titipan Allah.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 18
Demikian juga kemiskinan, kehilangan harta, dan sakit dalam perspektif duniawi adalah sesuatu yang
buruk. Malah tidak sedikit orang yang diamanati kekayaan memandang sinis terhadap orang-orang yang diuji
Tuhan dengan sedikit harta sebagai orang yang pemalas, tidak pandai bisnis, dan doa-doanya tidak didengar
oleh Tuhan (sehingga mereka tetap miskin).Sebaliknya orang yang memiliki filsafat hidup Ilahiyah. Dia akan
memandang baik-buruk itu dari sudut pandang Ilahiyah, yakni dengan mentaati Allah dan RasulNya.
Artinya, pendidikan akhlak, pendidikan karakter, dan pendidikan nilai yang sejalan dengan perundang-
undangan (sebenarnya) haruslah berlandaskan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam, pendidikan akhlak, pendidikan karakter, dan pendidikan nilai
itu haruslah berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
3) EtikaEtika berasal dari bahasa Yunani dalam bentuk tunggal “Ethos” yang berarti: adat kebiasaan, tempat
tinggal yang biasa, adat, watak, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan.
Dan akhirnya istilah ini yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah etika yang oleh filsafat Yunani
besar Aristoteles (384-322 s.M) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. 22 Etika secara terminologi
adalah sebagai berikut:
(a) Etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.(b) Etika ialah ilmu tentang tingkah laku manusia prinsip-prinsip yang disistematisir tentang tindakan moral yang
betul.(c) Etika adalah ilmu yang mempelajari cara orang saling memperlakukan & apa arti hidup dengan baik.23
(d) Etika ialah ilmu yang menEtika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apayang seharusnya dilakukan dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju
22Bertens, K. Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), 4.
23Algernon D. Black, Etika, (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1990),11.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 19
oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harusdiperbuat.24
(e) Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan denganmoralitas.25
Sebagai cabang dari filsafat, maka etika bertitik tolak dari akal pikiran, tidak dari Agama. Disinilah letak
perbedaannya dengan akhlak dalam pandangan Islam. Ajaran Etika Islam sesuai dengan fitrah dan akal pikiran
yang lurus.26
4) MoralMoral berasal dari bahasa latin “mores” kata jama’ dari “mos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai susila. Sedangkan secara terminologi, moral adalah sesuai dengan
ide-ide yang umum yang diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Jadi, sesuai dengan
ukuran-ukuran tindakan yang umum diterima yang meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Dengan
demikian jelaslah persamaan antara etika dan moral.
Perbedaan antara etika dan moral yaitu, etika bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat
praktis. Menurut pandangan ahli-ahli filsafat, etika memandang laku perbuatan manusia secara universal
(umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. 27
5) Budi Pekerti
Budi Pekerti adalah kesadaran perbuatan atau perilaku seseorang. Menurut Kamus Bahasa Indonesia,
24Ahmad Amin, Etika: Ilmu Akhlak, Alih Bahasa: Farid Ma’ruf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 3.
25Bertens, Etika, 16
26Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqulkarimah, (Bandung: CV. Diponegoro,1983), 12.
27Ya’qub, Etika Islam,14
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 20
arti budi pekerti adalah “tingkah laku, akhlak, perangai, watak”28. Secara etimologi, istilah budi pekerti
merupakan gabungan dua kata yaitu budi dan pekerti.Kata budi sendiri memiliki arti sadar, nalar, pikiran, atau
watak. Sedangkan pekerti memiliki arti perilaku, perbuatan, perangai, tabiat, watak. Kedua kata ini memiliki
kaitan yang sangat erat karena pada dasarnya budi seseorang itu ada dalam batin manusia dan tidak akan
tampak sebelum dilakukan dalam bentuk pekerti (perbuatan). Berbudi pekerti yang luhur (baik) adalah suatu
tingkah laku yang didasari oleh niat, kehendak,pikiran yang baik dan dilakukan dengan cara yang baik pula.29
6) Sopan Santun
Sopan santun atau tata krama menurut Taryati, dkk. 1995 (dalam Srinanda, 2018), adalah suatu tata
cara atau aturan yang turun-temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat, yang bermanfaat
dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan yang akrab, saling pengertian, hormat-menghormati
menurut adat yang telah ditentukan.30 Banyak yang diharapkan lingkungan dari tata krama atau sopan santun
karena orang tua diwajibkan untuk mengajarkannya. Ada yang berpendapat bahwa baik buruknya tingkah laku
anak merupakan cermin tingkah laku orang tua sendiri. Oleh karena itu bagi anak, tidak ada pemberian yang
lebih baik dari pada orang tua kecuali dengan pemberian pendidikan yang lebih baik, menanamkan budi pekerti
yang luhur, belajar mengucapkan kata-kata yang baik, dan sekaligus diajarkan untuk belajar menghormati
28Tim Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diknas, 2008), 226
29Endang Srinanda, “Menanamkan Budi Pekerti Luhur Sesuai dengan Nilai Nilai Pancasila Melalui Permainan Tradisional”. JurnalPendidikan: Riset & Konseptual. 2:4, (Oktober 2018); 456
30Suharti “Pendidikan Sopan Santun Dan Kaitannya Dengan Perilaku Berbahasa Jawa Mahasiswa. Jurnal DIKSI 2:1, (Januari, 2004),61-2.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 21
orang lain.
b. Pendidikan AkhlakPendidikan akhlak atau pendidikan akhlak mulia dapat diartikan sebagai proses internalisasi nilai-nilai
akhlak mulia ke dalam diri peserta didik, sehingga nilai-nilai tersebut tertanam kuat dalam pola pikir, ucapan
perbuatan, serta interaksinya dengan Tuhan, manusia dan lingkungan alam jagad raya. (Nata, 2013: 209).31
Pendidikan akhlak adalah “pembiasaan seorang anak untuk berakhlak baik dan berperangai luhur
sehingga hal itu menjadi pembawaannya yang tetap dan sifatnya yang senantiasa menyertainya. Termasuk
dalam pendidikan akhlak adalah menjauhkan anak dari akhlak yang tercela dan perangai yang buruk”32.
Seorang anak akan tumbuh sesuai dengan kebiasaan yang ditanamkan oleh sang pendidik terhadapnya.
Tentang ini Ibn al-Qayyim rahimahullah berkata: “termasuk sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh anak kecil
adalah perhatian terhadap perkara akhlaknya. Karena, ia akan tumbuh sesuai dengan apa yang dibiasakan
oleh pendidiknya di masa kecilnya”33
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mencontohkan kepada para pendidik perihal menanamkan
kebiasaan yang baik semenjak kecil. Umar bin Abi Salamah radhiyallahu’anhu berkata:
“….
“Aku adalah seorang bocah di bawah asuhan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan pada saat
makan bersama tanganku berpindah-pindah ke sana dan ke sini, maka Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda kepadaku, “Wahai anak muda, bacalah bismillah dan makanlah dengan tangan
31Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. (Jakarta: Rajawali, 2013) 209
32Ibrahim Bafadhol. “Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Islam” Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam. 6:12, (Juli 2017), 57
33Muhammad bin Abû Bakar Ayyûb az-Zar‟î (Ibn Qayyim al-Jauziyyah), Tuhfah al Maudûd biAhkâm al-Maulûd, (Damaskus: MaktabahDâr al-Bayân, 1391 H), 240
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 22
kananmu serta makanlah dari apa yang dekat denganmu” Maka semenjak itu begitulah cara makanku
selalu”. (HR. Bukhari dan Ahmad).34
Dengan pendidikan akhlak yang baik ini, seorang anak akan menyongsong masa depannya yang cerah,
di dunia dan di akhirat. Kebutuhan terhadap pendidikan akhlak sangatlah urgen sekali karena pengaruh akhlak
yang baik akan berdampak pada individu anak tersebut dan masyarakatnya. Sebaliknya, akibat buruk dari
mengabaikan pendidikan akhlak akan menimpa individu anak tersebut dan masyarakatnya. Oleh karena itu,
sejak masa awal pertumbuhan anak, pendidikan akhlak wajib mendapat perhatian yang serius dari setiap orang
tua dan pendidik.
c. Ilmu AkhlakIlmu Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang
tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.35
H.M Rasyidi dalam perkuliahan Ilmu Akhlak din PTAIN tahun 1955 (Abdullah, 2002), menyatakan bahwa
“Ilmu akhlak ialah suatu pengetahuan yang membicarakan tentang kebiasaan-kebiasaan pada manusia, yakni
budi pekertidan prinsip-prinsip yang mereka gunakan sebagai kebiasaan.”36
Menurut Mahdi Ahkam, (Bertens, 2007) ilmu akhlak ialah ilmu yang menyelidiki aturan-aturan yang
menguasai perbuatan manusia dan menyelidiki tujuan yang terakhir bagi manusia. 37
Dalam pengertian yang hampir sama dengan kesimpulan di atas, Abdullah Dirroz, (Permadi, 2004),
mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut: “Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap,
34al-Bukhârî, al-Jâmi‟ash-Shahîh (Shahîh al-Bukhârî), Kitâb: al-Ath‟imah, Bâb: at-Tasmiyah „ala ath-Tha‟am, nomor hadits: 5376;asy-Syaibânî, Musnad al-Imâm Ahmad bin Hambal, nomor hadits: 16771
35Rachmat Djatmika, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992). hlm. 30.
36Amin M. Abdullah, Filsafat Etika Islam, (Bandung: Mizan Media Utama, 2002), 15-18
37Bertens, , Etika, ........., hlm. 21
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 23
kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar
(dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).” 38
Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian
menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu
akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia,
kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong
baik atau buruk.
2. Nisbah Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Islam Lainnya
Mahmud Syaltut (1990), Syaikh Al-Azhar Mesir, dalam Aqidah wa Syari’ah menyebutkan bahwa Islam
terdiri dari aqidah dan syari`ah. Tapi umat Islam Indonesia menyebutkan tiga dimensi ajaran Islam: aqidah,
syari`ah, dan akhlak. Adapun Syaltut memasukkan akhlak ke dalam syari`ah. Aqidah merupakan dimensi Islam
tentang keimanan, sedangkan syari`ah dimensi Islam tentang peribadatan (yang mahdhoh maupun ghoer
mahdhoh); sementara akhlak merupakan dimensi Islam tentang perbuatan baik dan buruk. Bagi Ulama Sufi,
syari`ah dan akhlak adalah dimensi lahir ajaran Islam, sedangkan dimensi batinnya adalah tasawuf. Aqidah
bagi kaum Sufi hanyalah membicarakan Shifat (Sifat), Asma (Nama), dan Af`al (Perbuatan) Tuhan, yang tidak
mungkin mencapai ma`rifat (mengenal Tuhan); padahal Tuhan tidak bisa dikenali lewat Sifat, Asma, dan Af`al-
Nya. Artinya, dengan aqidah saja orang Islam tidak akan mencapai keimanan kepada Allah. Beriman kepada
Allah haruslah mencapai ma`rifat bi Dzatillah =mengenal Zat Allah (Rahmat, 2015). Oleh karena itu elit Guru
Besar di UIN/IAIN menambahkannya dengan tasawuf, sehingga Ilmu-ilmu Islam itu terdiri dari aqidah, syari`ah,
akhlak, dan tasawuf.39
38Permadi. Pengantar Ilmu, 11.
39Munawar Filsafat Akhlak, 15
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 24
a. Nisbah Ilmu Akhlak dengan Ilmu AqidahPokok kajian aqidah adalah mentauhidkan Allah dengan semurni-murninya tauhid serta memberantas
syirik. Dalam aqidah Islam dikaji rukun iman, Sifat-sifat Allah, Asma-asma Allah, dan perbuatan-perbuatan
Allah. Bersamaan dengan itu dikaji pula masalah syirik dan kemusyrikan, terdiri dari 3 tingkatan:
1) Syirik akbar (syirik besar) yakni menyekutukan Tuhan atau menduakan Tuhan. Maksudnya, bertuhankan
Allah sekaligus bertuhankan selain Allah – terutama menuhankan (mementingkan) hawa-nafsu dan meminta
bantuan bangsa Jin. Dalam QS. Luqman ayat 12 disebutkan bahwa syirik merupakan dosa yang paling
besar dan tidak ada ampunanNya sama sekali;
2) Syirik ashghor (syirik kecil), terutama takabur (sombong), ujub (bangga diri), riya (pamer dengan amal saleh,
atau ketinggian derajatnya ingin diakui oleh orang lain), dan sum`ah (ingin kehebatan dirinya terdengar oleh
orang lain). Disebut syirik kecil karena tidak secara langsung menyekutukan Tuhan. Tapi tetap saja musyrik
yang sangat berbahaya. Sabda Nabi SAW: takabur, ujub, riya, dan sum`ah bagaikan api yang membakar
habis kayu kering, yakni menghapuskan seluruh amal-amal saleh (sehingga pelakunya tidak punya amal
saleh sedikit pun); dan
3) syirik khofy (syirik tersamar), yakni perbuatan syirik tapi tidak dirasakan syirik. Ini tentu sangat berbahaya.
Nabi Muhammad SAW bersabda: kamu melihat syirik itu seperti kamu melihat semut hitam-kecil berjalan di
atas batu-hitam di malam hari yang gelap gulita. Maksudnya, jika kita ingin bisa melihat perbuatan syirik
harus menggunakan senter yang terang benderang. Senternya adalah selalu bersandar kepada sabda dan
teladan Rasulullah. Contoh syirik khofy adalah merasa punya daya dan kekuatan (merasa bisa, merasa
pintar, merasa berprestasi, dan merasa hebat);padahal yang punya Daya dan Kekuatan hanyalah Allah. La
haula wala quwwata illa billahil `aliyyil `azhim=Tidak ada daya dan kekuatan kecuali Daya dan Kekuatan
Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 25
Ilmu Akhlak mengkaji pula dimensi-dimensi keimanan dan keyakinan. Dalam mengimani Allah, Ilmu
Akhlak mendorong orang-orang beriman untuk selalu memohon pengampunan kepada Allah (ber-taubat),
selalu memohon hidayah-Nya, selalu memohon fadhl (karunia) dan rahmat-Nya, selalu berorientasi akhirat
(zuhud), selalu mewakilkan urusan kita kepada Allah (tawakkal `alallah), dan terutama lagi selalu mengingat
Allah (dzikir).
b. Nisbah Ilmu Akhlak dengan Ilmu Syari`ah
Pokok kajian syari`ah adalah ibadah, baik ibadah mahdhoh ataupun ibadah ghoer mahdhoh.
1) Ibadah mahdhoh adalah ibadah yang pokok-pokoknya ataupun rincian-rinciannya ditetapkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Contohnya: syahadatain, shalat, puasa, zakat, dan hajji.
2) Ibadah ghoer mahdhoh adalah ibadah yang pokok-pokoknya ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW,
sedangkan bentuknya mengikuti perkembangan zaman. Misalnya berdagang. Pokok-pokok yang ditetapkan
oleh Nabi adalah: halal, jujur, dan tidak ada penipuan. Bentuknya bisa barter (tukar menukar barang dengan
barang, seperti membeli beras dengan ayam) atau uang koin mas dan perak, atau bisa juga dengan uang
kertas, uang plastik, billyet, dan cek seperti di zaman sekarang.
Ilmu Akhlak mengkaji juga bidang-bidang ibadah. Contohnya, ibadah shalat. Jika syari`ah (Ilmu Fiqih),
mengkaji sisi lahir peribadatan (syarat, rukun, bacaan dan gerakan shalat), maka Ilmu Akhlak mengkaji sisi
batinnya (yakni shalat yang khusyu`, shalat untuk mengingat Allah, shalat daim (di luar shalat pun tetap seperti
ketika meakukan shalat, yakni selalu mengingat-ingat Allah), dampak shalat (tercegahnya perbuatan fakhisyah
dan kemunkaran), menghindari shalat sahun (menyimpang dari tujuan shalat, shalatnya lalai =tidak mengingat
Tuhan), menghadirkan Tuhan Allah dalam shalat, dan ikhlas dalam beribadah. Orang yang shalatnya ikhlas, dia
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 26
mendirikan shalat dengan niat lillah dan demi Allah semata, tanpa pamrih dunia (seperti mengharapkan pahala
harta, jabatan, popularitas, dll) maupun pamrih akhirat (seperti mengharapkan pahala akhirat, ingin dimasukkan
ke surga, atau ingin dihindarkan dari neraka). Ibarat orang yang ingin diterima oleh sang Raja, ingin didekatkan
kepada sang Raja oleh sang Raja. Ia tidak akan meminta jabatan atau hadiah harta dari sang Raja, tidak juga
takut dengan hukuman sang Raja. Ia akan berbuat sesuai kehendak sang Raja. Ia hanya menghendaki diterima
oleh sang Raja dengan sepenuh hati. Tentu saja jika sang Raja senang pada orang itu, maka apa yang ada
pada sang Raja akan diberikannya, dan apa yang tidak disenanginya akan dijauhkannya.
c. Nisbah Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Diskusi dan perdebatan pro-kontra tentang tasawuf cukup menguras energi kaum muslimin. Ujung-
ujungnya terbelahnya kaum muslimin ke dalam kelompok yang ‘anti’ dan ‘pro’ tasawuf dan kehidupan sufistik.
Ibrahim Hilal, menyebutkan bahwa ia telah mengambil esensi dari beberapa buku tasawuf. Ia mendefinisikan
tasawuf; Pertama; “tasawuf sebagai menempuh kehidupan zuhud, menghindari gemerlap kehidupan duniawi,
rela hidup dalam keprihatinan, melakukan berbagai jenis amalan ibadah, melaparkan diri, mengerjakan shalat
malam, dan melantunkan berbagai jenis wirid sampai fisik atau dimensi jasmani seseorang menjadi lemah dan
dimensi jiwa atau Ruhani menjadi kuat”. Kedua, lanjut Hilal, “tasawuf adalah usaha menaklukkan dimensi
jasmani manusia agar tunduk kepada dimensi Ruhani (nafs), dengan berbagai cara, sambil bergerak menuju
kesempurnaan akhlak, seperti dinyatakan kaum sufi; dan meraih pengetahuan atau ma`rifat tentang Zat Ilâhi
dan kesempurnaanNya”. Ketiga; Konsep ma`rifat dikritik secara panjang lebar oleh Hilal dan dituduhkan
sebagai pengaruh proses gnosis Yunani. 40
40Ibrahim Hilal. Tasawuf antara agama dan Filsafat. (Jakarta. Pustaka Hidayah, 2002.), .35
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 27
Dengan mengutip Nicholson, Hilal mengatakan bahwa proses ma`rifat seperti ini berasal dari bahasa
Yunani, gnosis, yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh tanpa perantara. Orang yang sudah mencapai
ma`rifat demikian di dunia tasawuf dikenal dengan `arif.Dan gelaran ini pun bukan berasal dari Islam.
Pandangan Hilal ini ada benarnya, karena memang dalam realitasnya kaum Sufi untuk mencapai ma`rifat bi
dzâtillâh dengan carakasyf atau gnosis.
Berbeda dengan Hilal, Khozin Afandi, mengungkapkan, bahwa tasawuf mengkaji bagaimanakah hakekat
manusia bertemu dengan hakekat Tuhan melalui seorang ahli (Ahli Zikir, yakni Rasulullah atau Ulama Pewaris
Nabi, atau dalam tasawuf dan tarekat dikenal dengan Guru Mursyid atau Guru Wasithah)dalam ilmu hakekat. Di
sini Afandi lebih menekankan peranan seorang Ahli Zikir. Jadi, berdasarkan definisi tasawuf ini, ma`rifat tidaklah
sama dengan gnosis. Ketika membahas talqin zikir, Khozin Afandi menyebutkan pula bahwa ma`rifat bi
Dzâtillâh diperoleh melalui talqin (pembisikan atau metode tunjuk) dari seorang Ahli Zikir, bukan melalui kasyf.41
Memang ada suara-suara minor memandang tasawuf berasal dari luar Islam. Ada yang mengatakan
tasawuf berasal dari pengaruh agama Hindu, Budha, Kristen, dan lainnya; ada juga yang mengatakan berasal
dari pengaruh falsafah Yunani (antara lain Hilal, yang telah disebutkan tadi). Ibrahim Hilal, pun membuat satu
judul dalam Tasawuf dan Pengaruh Asing, yang pada pokoknya bahwa kehidupan sufi bukanlah berasal dari
Islam42. Kemudian Anwar, malah mempertanyakan tasawuf, dengan membuat satu judul dalam bukunya
41Afandi, Abdullah Khozin. Fenomenologi, pemahaman terhadap pemikiran-pemikiran Edmund Husserl, Surabya: Lembaga kajianFilsafat dan Agama, 2009), 35
42Hilal. Tasawuf antara agama,: 83
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 28
“Kenapa harus tasawuf, bukankah ada akhlak?” Dan ia pun membuat tiga judul lainnya dalam payung “tasawuf
tanpa tarekat”. Pada pokoknya Anwar menegaskan, bahwa kalaupun mau bertasawuf bukanlah seperti yang
ditunjukkan para sufi, melainkan ya berakhlak itu.43
Tetapi pandangan minor terhadap tasawuf dan tarekat banyak penyanggahnya, terlebih-lebih oleh kaum
praktisi tarekat. Hingga kini praktek tarekat tumbuh subur di dunia Islam (antara lain ditunjukkan oleh penelitian
Bruinnessen (1999), dalam Kitab Kuning. Di Indonesia saja terdapat lebih dari 40 organisasi tarekat), secara
keras membantah bahwa tasawuf dan kehidupan sufi berasal dari luar Islam. Pandangan beliau dapat
diringkaskan sebagai berikut:44
1) Nabi SAW menjalani hidupnya sebagai sufi,
2) Khulafaur Rôsyidîn – Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib – dan
sahabat senior meneladani kehidupan Nabi SAW sebagai sufi,
3) Ketika kekhalifahan di tangan Bani Umaiyah dan Bani Abbasiyah yang korup dan nepotis, banyak ulama
yang menjalani hidup sebagai sufi, dan
4) Ajaran tasawuf memiliki akar-akar yang kokoh dalam Al-Quran dan Hadits.
Memang ada kesamaan antara tasawuf dengan akhlak, yakni sama-sama menempuh perjalanan ruhani
menuju Tuhan dengan membaguskan sikap dan perilaku akhlaqi. Bedanya, tasawuf menekankan peranan Ahli
Zikir untuk membimbing kehidupan religius murid-murid sufi agar sampai kepada Tuhan, sementara akhlak
sama sekali tidak membicarakan peran Ahli Zikir. Di sinilah titik-temu sekaligus titik-pisah antara Ilmu Tasawuf
dengan Ilmu Akhlak.
43Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Pustaka Setia, Bandung, 2010), 3-8
44Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam islam (Jakarta: Bulan Bintang,1990), 12
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 29
Tabel 1.1
Kaitan Antara Dimensi, Ilmu, Dan Amal
No. Dimensi Ilmu Sikap & Amal
1. Sufistik Ilmu Tasawuf Ma`rifat bi Dzatillah
2. Keimanan Ilmu Aqidah Beriman dengan Rukun Iman
3. Ibadah Ilmu Syari`ah Beribadah dengan benar & ikhlas (terutama Rukun Islam)
4. Akhlak Ilmu Akhlak Berakhlaqul karimah
Sumber: Munawar Rahmat, 2016Dengan mencermati nisbah di antara ke-4 Ilmu Islam tersebut, sebenarnya kehidupan religius yang
dijalani oleh seorang saleh terdiri dari 3 dimensi, yakni: dimensi aqidah, dimensi ibadah, dan dimensi akhlak,
dengan fondasinya dimensi sufistik. Hubungan di antara ke-4 Ilmu Islam dan dimensi-dimensi religius dapat
digambarkan sbb:45
Gambar 1.1Kaitan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf, Ilmu Aqidah, dan Ilmu Ibadah
Sumber: Munawar Rahmat, 2016
45Munawar Filsafat Akhlak, 19
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 30
Ilmu Tasawuf mengkaji bagaimanakah fithrah manusia (hakekat manusia) bertemu dengan Fithrah Tuhan
(hakekat Tuhan) dalam Ilmu Hakekat melalui seorang Ahli Zikir, yakni Rasulullah atau Ulama Pewaris Nabi
(atau dalam Ilmu Tasawuf dan Tarekat dikenal dengan Guru Mursyid, dan khusus dalam Tasawuf atau Tarekat
Syaththariah dikenal dengan Guru Wasithah). Perjumpaan manusia dengan Tuhan merupakan ‘inti’ beragama,
karena manusia berasal dari Tuhan dan seharusnya kembali kepada Tuhan (inna lillahi wa inna ilaihi roji`un).
Jika fondasi agama sudah benar dan kokoh, maka Ilmu Aqidah dapat mengantarkan manusia untuk beriman
secara benar, yakni imannya yang ma`rifatun wa tashdiqun; yakni imannya dengan mengenal Tuhan Yang
AsmaNya Allah dan membenarkan bahwa orang yang mengenalkan Tuhan itu adalah Rasulullah atau Ulama
yang mewarisi Ilmu Kenabian (Ulama Pewaris Nabi). Dengan demikian, maka ibadahnya juga akan benar,
karena benar-benar menyembah Tuhan yang sudah dikenalinya (memeuhi perintah Allah: wa`bud robbaka
hatta ya`tiyakal yaqin =Sembahlah Tuhanmu sampai kamu yakin Tuhan yang kamu sembah itu hadir).
Kemudian Ilmu Ibadahnya mengantarkan orang-orang beriman untuk dapat beribadah secara benar dan ikhlas.
Beribadah dapat dikatakan benar jika peribadatannya itu dilakukan atas dasar memenuhi perintah Allah dan
RasulNya, bukannya memenuhi kehendak nafsu dan syahwatnya. Lalu, ibadahnya itu dilakukan secara ikhlas,
tanpa pamrih dunia ataupun pamrih akhirat. Puncaknya, Ilmu Akhlaknya dapat mengantarkan orang-orang yang
beriman mencapai kesempurnaan akhlak mulia.
Adapun dalam sikap dan pengamalan dapat dibedakan antara dimensi iman, dimensi ibadah, dan dimensi
akhlak mulia. Ketiga dimensi ini merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisah-pisah. Hubungan
ketiga dimensi iman, dimensi ibadah, dan dimensi akhlak mulia dapat digambarkan sebagai berikut: 46
46Munawar Filsafat Akhlak, 19
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 31
Gambar 1.2Segi-tiga dimensi Iman, Ibadah, dan Akhlak Mulia
Sumber: Munawar Rahmat, 2016
Dimensi iman melandasi dimensi ibadah dan akhlak mulia; dimensi ibadah yang berbasis iman melandasi
dimensi akhlak mulia. Makna lainnya, dimensi ibadah merupakan perwujudan dimensi iman; dimensi akhlak
mulia merupakan perwujudan dimensi ibadah yang dilandasi dimensi iman. Makna lainnya lagi, dimensi iman
tidaklah bermakna tanpa diwujudkan dalam dimensi ibadah; dan dimensi ibadah tidaklah bermakna tanpa
diwujudkan dalam dimensi akhlak mulia. Atau seperti gambar berikut: 47
Gambar 1.3Dimensi Iman melandasi dimensi Ibadah dan dimensi Akhlak Mulia,
Dimensi Ibadah berbasis Iman melandasi dimensi Akhlak MuliaSumber: Munawar Rahmat, 2016
47Munawar Filsafat Akhlak, 20
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 32
Implementasinya bagi seorang pendidik agama (mulai orang tua di rumah, guru di sekolah, dan ustad di
masjid), jika melihat anak-anak menunjukkan akhlak yang tidak mulia maka periksalah ibadahnya. Jika
ibadahnya bagus maka tinggal memperbaiki akhlaknya. Tapi jika ibadahnya kurang bagus maka perbaiki dulu
ibadahnya. Setelah ibadahnya bagus, baru kemudian perbaiki akhlaknya. Adapun jika ternyata ibadahnya juga
kurang bagus, maka periksa dulu keimanannya. Jika keimanannya sudah bagus, perbaiki ibadahnya; dan ini
relatif mudah. Tapi jika keimanannya masih bermasalah, maka bereskan dulu keimanannya, kemudian
perkokoh keimanannya.
Demikian juga upaya memperbaiki akhlak mulia diri kita sendiri (dan ini justru yang paling
utama).Urutannya, pertama bereskan dulu keimanan kita, perkokoh keimanan kita. Kemudian,
benarkanperibadatan kita agar ibadah yang kita lakukan benar-benar sesuai dengan yang diajarkan oleh
Rasulullah. Jika sudah benar pun masih harus dibereskan, yakni ibadah yang kita lakukan harus dilakukan
dengan ikhlas seikhlas-ikhlasnya, jangan sampai ada pamrih dunia (ingin memperoleh nikmat-nikmat dunia:
harta, kedudukan, popularitas, dan lain-lain) maupun pamrih akhirat (mencari pahala, ingin masuk surga, dan
takut masuk neraka). Ibadah yang kita lakukan harus benar-benar lillah (karena Allah). Pokoknya yang dituju
dengan ibadah kita hanyalah Allah, bukan ciptaan Allah. Ingat, dunia, surga, dan neraka bukanlah Allah
melainkan ciptaan Allah.
3. Unsur Pokok, Ciri Perbuatan Akhlak
a. Unsur Pokok Akhlak
Menurut Permadi (2004), ilmu akhlak memiliki tiga unsur pokok, taitu:48
48Permadi. Pengantar ...... 14-15.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 33
1) Perbuatan sifat/keadaan jiwa seseorang.
Pembicaraan akhlak pada pokoknya berbicara keadaan atau gejala-gejala jiwa seseorang yang
menimbulkan suatu perbuatan. Perbuatan-perbuatan orang yang sehat akalnya akan muncul dari kehendak
jiwa atau hatinya;
2) Perbuatan yang muncul bukan paksaan, tetapi dengan mudah dilakukan tanpa pertimbangan akal
Akan tetapi ada kalanya, bahkan tidak jarang perlu pemaksaan pada tahap awal sebagai sutu bentuk
pengajaran. Dengan pengajaran itulah akhlak bisa berubah.
3) Perbuatan yang dilakukan itu menjadi kebia-saan sehari-hari
Perbuatan yang dilakukan sehari-hari dengan spontanitas menanggapi berbagai permasalahan itulah
gambaran yang muncul sebagai bentuk akhlak yang baik atau yang buruk.
b. Ciri-ciri Perbuatan Akhlak
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki
satu kemiripan antara satu dengan lainnya. Menurut Ahmad Amin (1975), definisi-definisi akhlak tersebut
secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam
perbuatan akhlak, yaitu:49
1) Pebuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya.
2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
49Amin, Ahmad, Etika (ilmu ahlak), 3.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 34
3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar.
4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena
bersandiwara.
5) Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-
mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Selanjutnya, Ahmad Amin (975), merumuskan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan pada suatu
kehendak itu apabila membiasakan sesuatu maka kebiasaan itu dinamakan akhlak, yaitu:50
1) Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2) Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3) Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4) Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5) Dilakukan dengan ikhlas.
C. Objek Kajian, Tujuan dan Manfaat Ilmu Akhlak
Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang
memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya.
50Amin, Ahmad, Etika ....., 3.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 35
Kesemua aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling
berhubungan dan membentuk suatu ilmu.
1. Akhlak sebagai Ilmu
Menurut Abd. Hamid Yunus, (1997), Ma’arif ilmu akhlak adalah:
العلم لبالفضائ و كیفیة اقتنائھا لتتعلى النفس بھا و بالرذائل وكیفیة توقیھا لتتغلى
Artinya: “…..Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan
tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong dari padanya”. 51
Di dalam Mu’jam al-Wasith (Anis, Ibrahim, 1972: 33), disebutkan bahwa ilmu akhlak adalah:
العلم موضوعھ احكام تتعلق بھ الالأعم التى توصف بالحسن و القبح
Artinya: “….Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan
manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk. 52
Selain itu ada pula pendapat yang menyatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata karma.
Menurut Husin al–Habsyi, (1995), ada beberapa ciri Akhlak, yaitu:53
a. Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b. Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran
c. Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar
51Hamid Yunus, Abd, 1997. Da'irah al-Ma'arif, Cairo: Ash-Shab, hlm. 436.
52Anis, Ibrahim, et all. 1972. al-Mu'jam al-Wasit, Mesir: Majma' al-Lughah al-Arabiyyah, , cet Ke-2
53Husin al-Habsyi, 1995. Kamusal-Kautsar, Surabaya: Al-Hidayah, hlm. 67.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 36
d. Dilakukan dengan sungguh-sungguh
e. Dilakukan dengan ikhlas
2. Objek Kajian Ilmu Akhlak
Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian
menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu
akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia,
kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong
baik atau buruk.
Dengan demikian objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu
perbuatan yang dilakukan seseorang. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau
buruk.
Dalam hubungan ini, Ahmad Amin (1975), menyatakan sebagai berikut: “….Bahwa objek ilmu akhlak
adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.” 54
Dengan demikian, ada akhlak yang bersifat perorangan dan akhlak yang bersifat kolektif. Jadi yang
dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak di sini adalah perbuatan yang memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di
atas, yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan. Sebenarnya, mendarah daging dan telah
dilakukan secara terus-menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya. Perbuatan atau tingkah laku yang
54Amin, Ahmad, Etika ....., 9.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 37
tidak memiliki ciri-ciri tersebut tidak dapat disebut sebagai perbuatan yang dijadikan garapan Ilmu Akhlak, dan
tidak pula termasuk ke dalam perbuatan akhlaki. Maka dari itu, perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan
yang dilakukan dengan tidak senganja, atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki, karena dilakukan tidak
atas dasar pilihan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
ان االله تعالى اورتخ لى و عن أمتى الخطأ و النسیان و ما استكرھوا علیھ ( رواه ابن المخة عن ابى الزار )
Artinya: “......Bahwasanya Allah memaafkanku dan ummatku yang berbuat salah, lupa dan dipaksa.” (HR.
Ibnu Majah dari Abi Zar)55
Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas kita dapat memahami bahwa yang dimaksud dengan
Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan
sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura.
Perbuatan-perbuatan yang demikian selanjutnya diberi nilai baik atau buruk. Untuk menilai apakah
perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur, yang baik atau buruk menurut siapa, dan apa
ukurannya.
Banyak petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara
lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani serta
menolongnya. Anjuran-anjuran itu sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasihat bagi orang-orang
yang sering melakukan perbuatan buruk. Akhlak universal adalah kebaikan yang bersumber kepada al-quran
dan hadist, sehingga berlaku umum untuk seluruh umat di setiap tempat dan masa, oleh karena itu dipandang
dari sumbernya akhlak bersifat tetap dan berlaku untuk selamanya.
55Amin, Ahmad, Etika ....., 10.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 38
Untuk mendapatkan makna di atas Imam Al-Ghozali (Ahmad Amin, 1975), menyebut akhlak ialah suatu
sifat yang tertanam dalam jiwa dan dari jwa itu timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan
pertimbangan pikiran.56
3. Tujuan dan manfaat mempelajari Ilmu Akhlak
Berkenaan dengan tujuan mempelajari Ilmu Akhlak ini, Ahmad Amin (1975), menyatakan sebagai berikut:
Tujuan mempelajari Ilmu Akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagianperbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adiltermasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk, membayar hutang kepada pemiliknyatermasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari hutang termasuk perbuatan buruk.57.
Selanjutnya Mustafa Zahri (1979), menyatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk
membersihkan kalbu dari kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi bersih. Adapun manfaat
mempelajari Ilmu Akhlak, yaitu sebagai berikut:58
a. Dapat mengetahui sisi baik dan buruk pada manusia.
b. Tidak mudah terguncang oleh perubahan situasi
c. Tidak mudah tertipu oleh fatamorgana kehidupan
d. Dapat menikmati hidup dalam segala keadaan
56Amin, Ahmad, Etika ....., 11.
57Amin, Ahmad, Etika ....., 13.
58Mustafa Zahri, 1979, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1979), 6.
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 39
D. Nilai, Tingkatan dan Ruang Lingkup Ilmu Akhlak
1. Nilai yang Terkadung dalam Ilmu Akhlak
Dalam hidup ini ada dua nilai yang menentukan perbuatan manusia itu nilai baik dan buruk (good and
bad), betul dan salah (true and false).59 Dilihat dari baik-buruknya akhlak terbagi dua, yaitu akhlak mulia
(akhlaqul karimah atau mahmudah) dan akhlak tercela (akhlaqul madzmumah). Akhlak mulia adalah akhlak
yang harus kita amalkan, sedang akhlak tercela harus kita jauhi dan tinggalkan. Penilaian ini berlaku dalam
semua lapangan kehidupan manusia. Apakah yang dimaksudkan dengan baik dan buruk, betul dan salah,
benar dan palsu itu? Apakah alat pengukur yang menentukan sesuatu perbuatan itu baik atau buruk, betul atau
salah, benar atau palsu? Persoalan-persoalan inilah yang akan dijawab oleh ilmu akhlak.
2. Tingkatan Akhlak
a. Tingkatan Kebaikan Akhlak
Maksud akhlak yang baik, sebagaimana dalam hadits Abu Dzar disebutkan, yaitu:
حسنبخلقالناسوخالقتمحھاالحسنةالسیئةوأتبعكنتحیثمااللھاتقArtinya: “.....Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Ikutilah kejelekan dengan kebaikan
niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang
baik.”60
Ibnu Rajab mengatakan bahwa ”berakhlak yang baik termasuk bagian dari takwa. Akhlak disebutkan
59Munawar. Filsafat Akhlak, 14
60HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 40
secara bersendirian karena ingin ditunjukkan pentingnya akhlak. Sebab banyak yang menyangka bahwa takwa
hanyalah menunaikan hak Allah tanpa memperhatikan hak sesama”61
1) Akhlak yang bagus sebagai standart atau berpengaruh untuk kesempurnaan iman seseorang.
“Sesempurna-sempurna iman seseorang di antara kamu adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Muslim,
Ahmad, dan Abu Dawud).
2) Akhlak yang baik dapat memperberat timbangan kebajikan. “Tidak ada sesuatu yang lebih berat
timbangannya di mizan kecuali kusnul khuluq/baiknya akhlak.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
b. Tingkatan Keburukan Akhlak
Imam Al-Ghazali (Ahmad Amin, 1975), membagi tingkatan keburukan akhlak menjadi empat macam,
yaitu:62
1) Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya, sehingga
pelakunya disebut al-jahil ( .(الخاھل
2) Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena nafsunya sudah
menguasai dirinya, sehingga pelakunya disebut al-jahil al-dhollu ( .(الجاھل الضال
3) Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga
perbuatan buruklah yang dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq الجاھل الضال )
.(الفاسق
61Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 454
62Ahmad Amin, Etika........., 7
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 41
4) Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada nya, sedangkan tidak terdapat tanda-
tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih
hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut al-jahil al-dhollu al-fasiq al-syarir .(الجاھل الضال الفاسق الشریر)
Adapun dilihat dari baik-buruknya akhlak terbagi dua, yaitu akhlak mulia (akhlaqul karimah atau mahmudah) dan
akhlak tercela (akhlaqul madzmumah). Akhlak mulia adalah akhlak yang harus kita amalkan, sedang akhlak tercela harus
kita jauhi dan tinggalkan.
3. Ruang lingkup Imu Akhlak
Ruang lingkup Ilmu akhlak berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang masing-masing penulis,
antara lain: Muhammad Abdullah Dzar dalam Dustur Akhlaq fil Islam membagi ruang lingkup akhlak sebanyak
lima macam:63
a. الأخلاق الفردیة (Akhlak individual), yakni al-awamir (yang diperintahkan), an-nahawi (yang dilarang), al-munahat
(yang diperbolehkan), dan al-mukhalafah bidh dhoruri (yang darurat).
b. الأخلاق الأسریة (Akhlak berkeluarga), yakni wajibat nahwa ushul wal furu (kewajiban timbal balik antara orang
tua dan anak), wajibat bainalazwaj (kewajiban suami dan isteri), dan wajibat nahwal-aqarib (kewajiban
terhadap karib kerabat).
c. الأخلاق الإجتماعیة (Akhlak bermasyarakat), yakni al-awamir (hal-hal yang diperintahkan), al-makhdzurat (hal-hal
yang dilarang), dan qawa’iduladab (kaidah-kaidah adab).
d. الأخلاق الدولة (Akhlak bernegara), meliputi al-‘alaqoh baenar rois wasy-syab (hubungan antara pemimpin
63Sofyan Syauri. Filsafat dan Teosofat Akhlak. (Bandung: Rizqi Press. 2011)
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 42
dengan rakyat) dan al-‘alaqah al-kharijiyyah (hubungan dengan Negara lain).
e. الأخلاق الدینیة (Akhlak beragama), yakni kewajiban manusia terhadap Allah. (Sauri, 2011: 10)
Ilyas (2001) mengungkapkan ruang lingkup akhlak sebagaimana diungkapkan Abdullah Dzar di atas. Tapi
ruang lingkup akhlak ke-5 (akhlak beragama) dibagi dua, yakni akhlak terhadap Allah dan Rasulullah, sebagai
berikut:64
1. Akhlak terhadap Allah swt., antara lain: taqwa, cinta dan ridho, ikhlas, khauf dan roja’, tawakkal, syukur,
muroqobah, taubat, husnu zhon, dan lain-lain. Sofyan Sauri (2011), menegaskan bahwa akhlaq kepada Allah
harus berdasarkan kepada rukun agama, yakni ihsan. Makna ihsan adalah:65
أن تعبد االله كأنك تراه وإن لم تكن تراه فإنھ یراك
Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia
melihatmu.
2. Akhlak terhadap Rasulullah saw.,antara lain: mencintai, memuliakan, mentaati, bersholawat, dan
menteladani beliau SAW.
3. Akhlak pribadi, antara lain: shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), ‘iffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang
tidak baik), mujahadah (mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang
menghambat pendekatan diri terhadap Allah SWT. baik hambatan yang bersifat internal atau eksternal).
4. Akhlak kepada orang tua, antara lain: birrul walidain (bakti kepada orang tua), hak, kewajiban dan kasih
64Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlak. (Yogyakarta: LPPI UMY.2001)
65Sofyan Sauri Filsafat dan Teosofat, 12
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 43
sayang suami isteri, kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak, silaturrahim kepada karib
kerabat,dan lain-lain.
5. Akhlak bermasyarakat; antara lain: bertamu dan menerima tamu, berhubungan baik dengan tetangga,
berhubungan baik dengan masyarakat, pergaulan muda-mudi, ukhuwah Islamiyah,dan lain-lain.
6. Akhlak bernegara, antara lain: musyawarah, menegakkan keadilan, amar ma’ruf nahyi munkar, hubungan
pemimpin dan yang dipimpin,dan lain-lain.
Sebenarnya ruang lingkup akhlak harus dilihat dari segi hubungan diri sendiri dengan Allah, Rasulullah,
dan orang lain, termasuk karakter dirinya. Jika ukurannya ini maka ruang lingkup akhlak dapat dibagi menjadi 5
(lima) aspek, sebagai berikut:
1. Akhlak terhadap Allah, setelah ma`rifat (mengenal Zat Tuhan Yang Al-Ghaib) yakni: meng-“ingat-ingatNya”
(men-zikiri-Nya) siang-malam baik ketika sedang berdiri, sedang duduk, ataupun sedang berbaring (QS. Ali
Imran [3]: 190-191) ; hanya bersandar kepadaNya (QS. Al-Ikhlash [112]: 2), menyembahNya secara benar
dan ikhlas; dan selalu memohon pengampunan-Nya atas segala dosa dan salah yang selalu dikerjakan oleh
manusia.
2. Akhlak terhadap Rasulullah, yakni: mentaatinya, meneladaninya, dan berguru kepadanya. Ke dalam aspek
ini termasuk akhlak terhadap Ulil Amri (Imam yang mewakili Nabi/Rasul) atau Ulama Pewaris Nabi.
3. Akhlak terhadap diri sendiri (karakter diri), terutama: taubat, zuhud,`uzlah, qona`ah, tawakkal `alallah,
mulazimatu dzikr, dan sabar, serta menghindari takabur (sombong), ujub (bangga diri), riya, dan sum`ah
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 44
(kebaikan dirinya ingin terdengar orang lain).
4. Akhlak terhadap orang tua, berkeluarga, dan saudara.
5. Akhlak terhadap teman, tetangga, dan masyarakat.
KESIMPULANAkhlak bukanlah moralitas biasa terlebih-lebih moralitas hasil rekayasa sesaat. Akhlak juga bukan perilaku
yang baik menurut anggapan umum. Akhlak adalah perilaku yang baik dan bersifat ikhtiari yang dilakukan
seseorang secara spontanitas karena kesadarannya dalam menjalankan perintah Allah dan RasulNya; dan
perilaku yang baiknya itu dilakukan secara berkualitas dan istiqomah (ajeg, tetap, terus-menerus). Seseorang
yang ber-akhlaqul karimah bukan hanya tampak dari penampilan lahiriyahnya yang memang menampilkan
perilaku yang baik. Perilaku baik yang ditampilkannya itu karena didorong oleh hati nuraninya yang selalu
condong kepada kebaikan sebagai ikhtiar menjalankan ketaatankepada Allah atas dasar ketaatan kepada
RasulNya dan meneladani RasulNya. Dengan demikian akhlak mulia yang “sempurna” haruslah berdasarkan
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Zat Yang Maha Ghaib, Allah AsmaNya.
PUSTAKA
Abuddin Nata,. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. (Jakarta: Rajawali, 2013)Adelina Hasyim. Tindakan Pelanggaran Etis. Tesis Magisternya (Bandung: PPs IKIP Bandung, 1988).Afandi, Abdullah Khozin. Fenomenologi, pemahaman terhadap pemikiran-pemikiran Edmund Husserl,
(Surabya: Lembaga kajian Filsafat dan Agama, 2009),Ahmad Amin, Etika: Ilmu Akhlak, Alih Bahasa: Farid Ma’ruf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),al-Bukhârî, al-Jâmi‟ash-Shahîh (Shahîh al-Bukhârî), Kitâb: al-Ath‟imah, Bâb: at-Tasmiyah „ala ath-Tha‟am,
nomor hadits: 5376; asy-Syaibânî, Musnad al-Imâm Ahmad bin Hambal, nomor hadits: 16771Algernon D. Black, Etika, (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1990),Amin M. Abdullah, Filsafat Etika Islam, (Bandung: Mizan Media Utama, 2002),
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 45
Anis, Ibrahim, et all. 1972. al-Mu'jam al-Wasit, Mesir: Majma' al-Lughah al-Arabiyyah,Baedhowi, Pembinaan Akhlak dan Karakter Bangsa di Lingkungan Sekolah. (Makalah), (Dirjen PMPTK, 2010),Bertens, K. Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007),Depag, RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Al-Hidayah, 1998)Departemen Pendidikan Nasional, Pendidikan Karakter Teori & Aplikasi, (Jakarta: Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan dan Menengah, 2010).Endang Srinanda, “Menanamkan Budi Pekerti Luhur Sesuai dengan Nilai Nilai Pancasila Melalui Permainan
Tradisional”. Jurnal Pendidikan: Riset & Konseptual. 2:4, (Oktober 2018);Hamid Yunus, Abd, 1997. Da'irah al-Ma'arif, Cairo: Ash-Shab,Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqulkarimah, (Bandung: CV. Diponegoro,1983),Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam islam (Jakarta: Bulan Bintang,1990)HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam.Husin al-Habsyi, 1995. Kamusal-Kautsar, Surabaya: Al-Hidayah,Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlak fi al –Tarbiyah (Beirut: Dar al -Kutub al-Ilmiyah, 1994),Ibrahim Bafadhol. “Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Islam” Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam.
6:12, (Juli 2017), Muhammad bin Abû Bakar Ayyûb az-Zar‟î (Ibn Qayyim al-Jauziyyah), Tuhfah al MaudûdbiAhkâm al-Maulûd, (Damaskus: Maktabah Dâr al-Bayân, 1391 H),
Ibrahim Hilal. Tasawuf antara agama dan Filsafat. (Jakarta. Pustaka Hidayah, 2002.),Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlak. (Yogyakarta: LPPI UMY.2001)Ismail, Asep Umar, dkk. Tasawuf. (Jakarta: Pusat Studi Wanita. 2005).Jujun S. Suriasumantri, Filsafah Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan. 1982),Kemendiknas. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. (Jakarta: Kementrian Pendidikan
Nasional. 2010),Mustafa Zahri, 1979, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1979), 6.Na-Ayudya, Ong Jumsai. Model Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusiaan Terpadu. (Jakarta: Yayasan Pendidikan
Satya Sai Indonesia. 2008).
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 46
Permadi. Pengantar Ilmu Tasawuf. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2004),Rachmat Djatmika, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992).Rahmat (2015: 309) Studi Kualitatif Dan Kuantitatif Tentang Pendidikan Insan Kamil (manusia sempurna).
Disertasi. (Bandung: PPs. UPI , 2015),Rahmat, Munawar Filsafat Akhlak, (Bandung: UPI, 2016),Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Pustaka Setia, Bandung, 2010).Sauri, Sofyan & Nurdin, Diding (210,). Pengembangan Model Pendidikan Nilai Berbasis Sekolah, Keluarga, dan
Masyarakat. Laporan Penelitian. (Bandung: LPM. UPI. 2010)Sofyan Syauri. Filsafat dan Teosofat Akhlak. (Bandung: Rizqi Press. 2011)Suharti “Pendidikan Sopan Santun Dan Kaitannya Dengan Perilaku Berbahasa Jawa Mahasiswa. Jurnal DIKSI
2:1, (Januari, 2004),Sumantri, Numan. Pembaharuan Pendidikan IPS. (Bandung : Rosda Karya. 2001).Tim Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diknas, 2008),Undang-Undang RI. No 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Zohar, Danah dan Marshall, Ian.. SQ: Kecerdasan Spiritual. Terjemahan. (SQ) Spiritual Intelligence-The
Ultimate Intelligence. (Bandung: Mizan. Pustaka. 2000).
Part: 1 Kosep Dasar Ilmu Akhlak 47
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstasikan 4 poin penting dari Konsep dasar Ilmu Akhlak, yaitu:
Fenomena Akhlaq Bangsa: Tantangan dan Peluang Pendidikan Akhlak Konsep Dasar Ilmu Akhlak Objek Kajian, Tujuan dan Manfaat Ilmu Akhlak Nilai, Tingkatan dan Ruang Lingkup Ilmu Akhlak
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 49
Part: IIPembentukan Akhlaqul KarimahKonsep Dasar Akhlak, Ilmu Akhlak, dan Pendidikan
Masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpaipendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Misalkan pendapatMuhammad Athiyah al-Abrasyi yang dikutip oleh Qurais Shihab dan Abuddin Nata,
TUJUAN PEMBELAJARAN/KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJANSetelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu1. Mengetahui dan memahami hal-hal yang berhubungan pembentukan Akhlaqul Karimah.2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai pembentukan Akhlaqul Karimah.3. Menrrapkan konsep pembentukan Akhlaqul Karimah, dalam kehidupan sehari-hari
POKOK BAHASAN1. Konsep Dasar Akhlaqul Karimah2. Sumber Acuan Akhlaqul Karimah3. Pembentukan dan Pemmbinaan Akhlaqul Karimah4. Program Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 50
TOPIK BAHASAN:
A. Konsep Dasar Akhlaqul Karimah
1. Pengertian Akhlaqul Karimah
Dalam membahas pengertian akhlaqul karimah terlebih dahulu penulis uraikan tentang pengertian
akhlak dan kemudian pengertian karimah. Kata akhlak secara umum sering di artikan dengan kepribadian,
sopan santun, tata susila, atau budi pekerti.1
Pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan
santun dalam bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa inggris.
Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak terpuji serta menjauhkan segala akhlak
tercela.2Secara kebahasaan akhlak bisa baik dan juga bias buruk, tergantung tata nilai yang dijadikan
landasan atau tolok ukurnya. Di Indonesia, kata akhlak selalu berkonotasi positif.
Orang yang baik sering disebut orang yang berakhlak, sementara orang yang tidak berlaku baik disebut
orang yang tidak berakhlak. Adapun secara istilah, akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan
tindakan manusia di muka bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam, dengan al-Qur~an dan
Sunnah Rasul sebagai sumber nilainya serta ijtihad sebagai metode berfikir Islami. Pola sikap dan tindakan
1Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: Rajawali,1992), 26.
2Quraish M. Shihab , Tafsir al-Misbah , V o l 14 (Tangerang: Lentera Hati, 2005) 380
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 51
yang dimaksud mencakup pola-pola hubungan dengan Allah, sesama manusia.
Kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dalam bahasa
Arab (yang bisa diartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperti itu tidak di
temukan dalam Al-Quran. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq. Selanjutnya
”akhlak” dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi pada sopan santun
antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah, maka akhlak lebih luas
maknanya serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan
dengan sikap, batin maupun pikiran. Akhlak agama (diniah) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak
terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda
tak bernyawa).3 Adapun ”karimah” dalam bahasa Arab artinya ”terpuji, baik atau mulia”.4
Berdasarkan dari pengertian akhlak dan karimah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksut akhlaqul karimah adalah segala budi pekerti yang ditimbulkan tanpa melalui pemikiran dan
pertimbangan yang mana sifat itu menjadi budi pekerti yang utama dan dapat meningkatkan harkat dan
martabat manusia.
Akhlak yang mulia akan terwujud secara kukuh dalam diri seseorang apabila setiap empat unsur utama
kebatinan diri yaitu daya akal, daya marah, daya syahwat dan daya keadilan, Berjaya dibawa ke tahap yang
3Quraish M. Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: Mizan Pustaka,2007), 253
4Irfan Sidny, Kamus Arab (Jakarta: Balai Pustaka), 127
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 52
seimbang dan adil sehingga tiap satunya boleh dengan mudah mentaati kehendak syarak dan akal. Akhlak
mulia merupakan tujuan pokok pembentukan akhlak Islam ini. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika
perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an. Secara umum Ali Abdul Halim
Mahmud, (dalam Firdaus, 2017), menjabarkan hal-hal yang termasuk akhlak terpuji yaitu:5
a. Mencintai semua orang. Ini tercermin dalam perkataan dan perbuatan.
b. Toleran dan memberi kemudahan kepada sesama dalam semua urusan dan transaksi. Seperti jual beli
dan sebagainya.
c. Menunaikan hak-hak keluarga, kerabat, dan tetangga tanpa harus diminta terlebih dahulu.
d. Menghindarkan diri dari sifat tamak, pelit, pemurah dan semua sifat tercela.
e. Tidak memutuskan hubungan silaturahmi dengan sesama
f. Tidak kaku dan bersikap keras dalam berinteraksi dengan orang lain.
g. Berusaha menghias diri dengan sifat-sifat terpuji.
2. Jenis Akhlaqul Karimah
Untuk dapat mengetahui apa dan bagaimana memiliki sifat dan sikap akhlaqul karimah. Di bawah ini
ada beberapa jenis-jenis akhlak yang perlu kita ketahui. Jenis-jenis akhlak di bagi menjadi dua yakni, (1)
Akhlaqul Karimah atau akhlak Mahmudah, dan (2) Akhlaqul Madhmumah atau akhlak Tercela. Adapun yang
termasuk dalam jenis akhlaqul karimah atau ahlak terpuji di antaranya adalah:
5Firdaus, “Membentuk Pribadi Berakhlakul Karimah” Jurnal Al-Dzikra. 11:1 (Juni, 2017), 68.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 53
a. Berbakti kepada orang tua
b. Sopan terhadap guru
c. Bersikap baik kepada saudara
d. Berbuat baik kepada tetangganya
e. Melakukan perbuatan Suka menolong kepada orang lain
f. Cinta kepada Allah
g. Melakukan perbuatan baik dan menjauhi larangan karena Allah
h. Cinta dan taat kepada Rosul
i. Menyayangi orang yang lemah
j. Memelihara dan menyantuni binatang
k. Memelihara dan menyantuni tumbuh-tumbuhan
l. Melakukan perbuatan yang benar
m. Berani
n. Menjaga amanah
o. Menepati janji
p. Sabar
q. Pemaaf
r. Pemurah
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 54
s. Ikhlas
t. Hidup sederhana
u. Selalu bersyukur kepada Allah
v. Bertawakal
w. Memiliki rasa Malu
3. Dasar Akhlaqul Karimah
Setiap akhir dari tujuan ibadah adalah pembinaan ketakwaan yang mengandung arti menjauhi
perbuatan yang jelek, dan mendekati perbuatan yang baik. Para Ulama’ juga mengungkapkan yaitu sikap
yang hanya baik dan telah biasa dilakukan oleh orang-orang yang dinilai sebagai berakhlak mulia.6
Sebagai umat Islam tidak terlepas dari pedoman hidup yang telah diyakini bahwa Al-Qur’an dan Hadis.
Maka disini penulis memberikan pandangan hukum Islam yang menjadi dasar dari pembentukan akhlak
tertuang di dalam Al-Qur’an maupun Hadis sebagai dasar religi serta menjadikan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar konstitusional. Kedua dasar itulah yang menjadi
landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik
dan mana yang buruk. Disamping itu, dasar-dasar pembentukan akhlak dalam konteks menjadi dua macam
yakni Dasar Religi, dan Dasar Konstitusional. Dengan uaraian sebagai berikut: 7
6Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 9
7Tim Penyusun MKD UIN SAS, Akhlak Tasawuf, 10
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 55
a. Dasar Religi
Yang dimaksud dasar religi dalam uraian ini adalah dasar-dasar yang bersumber dari Al-Qur’an dan
sunnah rasul (Al-Hadits) sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Qalam ayat 4 yakni
sebagai berikut:8
Artinya: “Sesungguhnya Engkau (Muhammad) benar-benar, berbudi pekerti yang luhur”. (Qs.Al-Qalam
[68]:4).
Sedangkan sumber hadis Nabi yang menjadi sumber hukum akhlak Ialah:
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (dalam riwayat
lain: yang shalih) .”Hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari di dalam kitab al-Adab al-Mufrad,
8Depag RI., Al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: Diponegoro, 2012), 960.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 56
Imam al-Hakim dan lain-lain”9.
Artinya: “Orang mukmin yang paling sempu rna keimanannya adalah orang yang paling sempurna budi
pekertinya. ”(HR. Tirmidzi ), 10
Orang tua merupakan pembentuk Akhlak pertama dalam hidup Anak. Kepribadian orang tua, sikap, dan
cara hidup mereka merupakan unsur pendidikan yang tidak berlangsung, yang dengan sendirinya masuk
dalam kepribadian anak. Jadi hal ini juga sangat besar peranannya, sesuai dengan sabda Nabi;
Artinya: “Semua anak dilahirkan suci, maka bapak ibunyalah yang menjadikan dia Yahudi Nasrani atau
Majusi”(HR. Bukhari Musalim).11
Dalam ajaran agama Islam yang menjadi dasar atau alat pengukur yang menyatakan bahwa sifat-sifat
seseorang itu dapat dikatakan baik atau buruk adalah Al-Qur’an dan Hadis. Apa yang baik menurut Al-Qur’an
atau Hadis itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya apa yang
9Al -Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubro Juz 10, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 2002), 323. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dll,lihat Al-Adab al-Mufrad karya Imam al- Bukhari, Bi Takhrijat Wa Ta’liqat: Syaikh al-Albani, Dar ash-Shiddiq, Jubail, KSA, cet. II, 1421H/2000 M, hal. 100-101, no. 273. Lihat pula Silsilah Shahihah, no. 45.
10Abd Kadir, Dirasat Islamiyah (Sidoarjo : Dwiputra Pustaka Jaya, 2016), 277.
11Zuhairini, Metodi Khusus Pendiidkan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 34
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 57
buruk menurut Al-Qur"an dan Hadis berarti itu tidak baik dan harus dijauhi. Jika ada orang yang menjadikan
dasar akhlak itu pada adat kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat maka untuk menentukan atau
menilai baik- buruknya adat kebiasaan itu, harus dinilai dengan norma-norma yang ada dalam Al-Qur’an dan
Hadis, kalau sesuai terus dipupuk dan dikembangkan, dan kalau tidak harus ditinggalkan. 12
Pribadi Nabi Muhammad SAW adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam
membentuk kepribadian. Begitu juga sahabat-sahabat beliau yang selalu mempedomani Al-Qur’an, dan ajaran
Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya dengan demikian kita pun patut mematuhi ajaran yang
disampaikan Nabi Muhammad SAW.
b. Dasar Konstitusional
Dasar konstitusional pembinaan akhlaqul karimah yaitu Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat 3 menegaskan bahwa “pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan atau sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
kemuliaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”13.
Selain itu Undang-Undang Dasar yang mengatur kehidupan suatu bangsa atau Negara, mengenai
kegiatan pembinaan moral, juga diatur dalam UUD 1945, pokok pikiran ke empat sebagai berikut: “Negara
12Ali Hasan, M. Tuntunan Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), 11
13Tim Citra Umbara, Undang -undang Republika Indonesia. No. 20 tahun 2003: Tentang Sistem pendidikan Nasional (Sisdiknas),(Bandung: Citra Umbara, 2003), 49.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 58
berdasar atas ke-Tuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”14 Oleh
karena itu, undang-undang dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara Negara untuk memelihara budi pekerti manusia yan luhur dan memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa sebagai warga Negara Indonesia yang berketuhanan
Yang Maha Esa hendaknya ikut serta dalam membentuk akhlak yang baik dan ikut serta membina dan
memelilhara akhlak. Hal itu demi ter wujudnya warga n egara yang baik dan berbudi pekerti luhur.
B. Landasan Normatif Sumber Pembinaan Dan Pengembangan Akhlaqul Karimah
Norma berasal dari kata norm, artinya aturan yang mengikat suatu tindakan dan tinglah laku manusia.15
Yang dimaksud dengan landasan akhlak adalah yang menjadi ukuran baik-buruk atau mulia dan tercela.
Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam. Sumber akhlak atau pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan
kriteria baik buruknya sesuatu perbuatan adalah Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.16
Landasan normatif pengembangan akhlak manusia sebagai individu, amaupun sebagai masyarakat,
adalah sebagai berikut: 17
14Tim Citra Umbara, UUD 1945…., 23.
15Beni A. Saebani&Abdul Hamid, Ilmu Akhlak. (Bandung: Pustaka Setia, 2017), 35
16Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 9
17Sebani&Abdul Hamid, Ilmu Akhlak. (Bandung: Pustaka Setia, 2017), 35
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 59
1. Landasan normatif yang berasal dari dari ajarar islam
Landasan normatif yang berasal dari dari ajarar islam, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah, dan berlaku pula
untuk ajaran-ajaran lainnya yang banyak dianut oleh umat manusia. Sumber akhlak adalah al-Qur'an dan al-
Hadits, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat, sebagaimana pada konsep etika dan moral.18 Dalam
konsep akhlak, segala sesuatu dinilai baik-buruk, terpuji-tercela, semata-mata karena syara (al-Qur'an dan
Sunnah) menilainya demikian.
a. Al-Quran sebagai landasan Normatif Akhlak
Wahyu adalah kalam Allah SWT. Kepada malaikat agar menjalankan perintahnya untuk di sampaikan
kepada para nabi dan orang yang terpilih dan beriman sebagaimana terdapat dalam surat Al-Anfal ayat 12
yang artinya sebagai berikut:
Artinya: “ (ingatlah), ketika tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, ‘sesungguhnya, aku bersama
kamu, maka ingatlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman, ‘kelak akan ku berikan rasa takut ke dalam
hati orang kafir, maka pukulah di atas leher mereka dan pukulah tiap ujung jari mereka” (Q.S. Al-Anfal [8]:12).
Di dalam Al-qur’an terdapat ribuan ayat qauliyah yang membicarakan semua masalah, dalam berbagai
kondisi, dan kisah-kisah yang dapat di jadikan pelajaran bagi kehidupan manusia pada masa depan. Modal
18Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam/LPPI, 2004), 4
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 60
dasar keyakinan atas Al-Qur’an adalah keimanan, sebagai fondasi akhlak.
Bagaimana dengan peran hati nurani, akal dan pandangan masyarakat dalam menentukan baik dan
buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya
sebagaimana dalam firman Allah:19
Artinya: ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S. Ar-Rum [30]: 30).
Fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya
pengaruh pendidikan dan lingkungan. Fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi melihat
kebenaran.20 Demikian juga dengan juga dengan akal pikiran, ia hanyalah salah satu kekuatan yang dimiliki
oleh manusia untuk mencari kebaikan-keburukan. Keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian
diolah menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusan yang diberikan akal hanya bersifat
spekulatif dan subjektif.21
19Depag RI., Al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: Diponegoro, 2012), 40
20Ilyas, Kuliah Akhlaq..., 4
21Asraman As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), 7.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 61
b. As-Sunnah sebagai landasan Normatif Akhlak
Membicarakan As-Sunnah juga membicarakan sejarah lahirnya As-Sunnah yan diketahui melalui Al-
Hadis atau Al-Khabar.Ada perbedaan definisi dari As-Sunnah, Al-Hadis, dan Al-Khabar, meskipun di
kalangan ulama hadis, ada yang menyamakannya.As-Sunnah adalah bagian dari doktrin kenabian dan
kerasulan yang membentuk “model prilaku system social” yang berkaitan dengan keyakinan manusia
terhadap ajaran ajaran allah SWT.
Menurut pendapat yang dominan sunnah adalah praktik aktual yang telah lama ditegakkan dari satu
generasi sehingga memperoleh status normatif manjadi”sunnah”. Menurut istilah, As-Sunnah adalah segala
yang di nukilkan dari Nabi Muhammad SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat,
kelakuan, perjalanan hidup, sebelum dan setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul.
Akhlak umat Islam wajib berlandaskan secara normatif pada As-Sunnah, artinya mencontoh perilaku
Nabi Muhammad SAW, terutama dalam masalah ibadah, sedangkan dalam masalah muamalah, umat Islam
menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai acuan dasar yang dapat dikembangkan sepanjang tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip akhlak Islami.
Beberapa ayat Al-Quran memerintahkan agar umat islam yang beriman berpegang teguh pada As-
Sunnah sebagai cermin dari ketaatan kepada Rasulullah, yang juga merupakan cermin utama dari ketaatan
kapada Allah. Salah satu ayat Allah yang popular mengenai hal ini adalah firman Allah SWT., dalam Surat Al-
Anfal, ayat 20, sebagai berikut:
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 62
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu
berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya), (Q.S Al-Anfal [8]:20).
Selaras dengan itu, Allah SWT, berfirman dalam Surat Muhammad, ayat 33:
,:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu
merusakkan (pahala) amal-amalmu. (Q.S Muhammad [47]:33).
Ayat diatas menetapkan bahwa ketaatan kepada Allah harus dibarengi dengan ketaatan kepada
Rasulullah. Siapa pun yang taat kepada Rasulullah dia telah taat kepada Allah SWT.
2. Landasan Normatif Filosofis/Filsafat
Filosofis diambil dari kata filsafat yang berarti ilmu pengetahuan tentang cara berfikir kritis, pengetahuan
tentang kritis yang radikal. Filsafat juga merupakan kebebasan berpikir manusia tanpa batas dengan
mengacu pada hukum keraguan atas segala hal.
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakekat pendidikan,
landasan yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok dalam pendidikan. Landasan filosofis adalah
landasan yang bedasarkan filsafat. Sesuai dengan sifatnya, maka landasan filsafat menelaah sesuatu secara
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 63
radikal, menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia.
Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan, meyangkut keyakianan
terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan
yang lebih baik dijalankan.
Pemahaman filosofis tentang hakikat segala sesuatu dapat mengacu pada dua hal mendasar, yaitu
pada kenyataan adanya firman-firman Tuhan yang diyakini sebagai petunjuk dan pada ciptaan-nya yang
setiap hari dirasakan fungsinya oleh manusia. Perenungan filosofis terhadap segala hal yang ada dan yang
mungkin ada sehingga menemukan presepsi dan konsepsi tertentu atas sesuatu yang direnungi hakikatnya
adalah cikal bakal adanya pengetahuan.
Sumber pengetahuan bukan hanya berakar dari akal pikiran manusia tetapi karena dilengkapi
kecerdasan memahami semua yang ada, real, dan menantang manusia untuk menduga-duga dalam
memikirkan dan memahami pada setiap kejadian yang mungkin terjadi secara fenomologis. Kejadian
sebagaimana yang tampak dan dirasakan manusia merupakan hakikat keberadaan alam yang tidak pernah
pasti dan mutlak.
Perubahan yang terjadi pada alam memungkinkan pertumbuhan filsafat universal yang diimplikasinya
melahirkan ilmu pengetahuan yang keberadaannya relatif, sebagai wujud dan adanya kebenaran mutlak.
Qiyas adalah upaya menganalogikan peristiwa hukum yang baru yang belum ada dalilnya dengan peristiwa
hukum lama yang telah ada dalilnya dan memiliki kedudukan yang jelas.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 64
Pandangan masyarakat juga dapat dijadikan sebagai salah satu ukuran baik-buruk. Tetapi sangat relatif,
tergantung sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat dan kebersihan pikiran mereka dapat terjaga.
Masyarakat yang hati nuraninya telah tertutup oleh dan akal pikiran mereka sudah dikotori oleh sikap dan
tingkah laku yang tidak terpuji tentu tidak bias dijadikan sebagai ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang
baiklah yang dapat dijadikan sebagai ukuran.22
Al-Qur'an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam yang menjelaskan baik buruknya suatu
perbuatan manusia. Sekaligus menjadi pola hidup dalam menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk.
Al-Qur'an sebagaidasar akhlak menerangkan tentang Rasulullah SAW sebagai suri tauladan (uswatun
khasanah) bagi seluruh umat manusia.
3. Landasan normatif Metodologis
Yakni landasan yang berpacu pada metode-metode yang akan di gunakan untuk mempelajari akhlaq
manusia. Contohnya adalah metode deskriptif, yakni metode yang mempelajari kaidah-kaidah sosial yang
berlaku dalam pembentukan akhlak manusia dimasyarakat, yaitu berusaha mencatat, melukiskan,
menguraikan, dan melaporkan buah pikiran, sikap, tindak dan perilaku masyarakat dengan berbagai gejala
sosial yang berkembang kaitannya dengan hukum yang berlaku.
Landasan normatif mempelajari norma-norma yang menjadi ekspresi perilaku manusia, disamping
22Ilyas, Kuliah Akhlaq..., 5
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 65
mengikat, mengendalikan pergaulan antar masyarakat dengan lingkungannya. Sedangkan dalam agama islam,
landasan normatif akhlak manusia adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Landasan filosofis adalah landasan yang
bedasarkan filsafat, landasan yang berkaitan dengan makna atau hakekat pendidikan, landasan yang berusaha
menelaah masalah-masalah pokok dalam pendidikan, yang bersumber dari pandangan-pandangan dalam
filsafat pendidikan, meyangkut keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat
pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber akhlak adalah al-Qur'an dan Sunnah. Untuk
menentukan ukuran baik-buruknya atau mulia tercela haruslah dikembalikan kepada penilaian syara’. Semua
keputusan syara’ tidak dapat dipengaruhi oleh apapun dan tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia
karena keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT.
C. Pembentukan dan Pemmbinaan Akhlaqul Karimah
1. Pembentukan Akhlaqul Karimah
Masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali
dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Misalkan
pendapat Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang dikutip oleh Abuddin Nata, mengatakan bahwa pendidikan budi
pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam.23 Demikian pula Ahmad D. Marimba berpendapat
bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk menjadi
23Abuddin Nata,. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. (Jakarta: Rajawali, 2013) 154
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 66
hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.24
Menurut sebagian ahli akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah instinct (garizah) yang dibawa
manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu
kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau
intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan
tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan. Kelompok ini lebih lanjut menduga
bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak
akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan
sendirinya meninggikan dirinya. Demikian juga sebaliknya.25
Kemudian ada pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan
dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Akhlak manusia itu sebenarnya boleh diubah dan dibentuk. Orang
yang jahat tidak akan selamanya j ahat, seperti halnya seekor binatang yang ganas dan buas bisa dijinakkan
dengan latihan dan asuhan. Maka manusia yang berakal bisa diubah dan dibentuk perangainya atau sifatnya.
Oleh sebab itu usaha yang demikian memerlukan kemauan yang gigih untuk menjami n terbentuknya akhlak
yang mulia.26
Sebagaimana dalam hadits:
24Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam , (Bandung: al-Ma‟arif, 1980), 48
25Abuddin, Akhlak Tasawuf..., 155
26Dayang HK. Pentingnya Pembentukan Akhlak Mulia. Tersedia dalam: http://www.brunet.bn/ news/pelita/25jan/ teropong.htm Sabtu,19 September 2020: 01.59. PM
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 67
Dari Abu Zar, Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman, dan Mu’az bin Jabal radhiallahuanhuma dari
Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu
berada,iringilah keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapusnya dan pergauilah manusia dengan
akhlak yang baik .“(Riwayat Turmudzi)
2. Tujuan Pembentukan Akhlak
Telah dikatakan di atas bahwa pembentukan akhlak adalah sama dengan pendidikan akhlak, jadi
tujuannya pun sama. Tujuan dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah
digariskan oleh Allah swt.27Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Proses pendidikan atau pembentukan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang berakhlak mulia.
Akhlak yang mulia akan terwujud secara kukuh dalam diri seseorang apabila setiap empat unsur utama
kebatinan diri yaitu daya akal, daya marah, daya syahwat dan daya keadilan, Berjaya dibawa ke tahap yang
27Aboebakar Aceh, Pendidikan Sufi Sebuah Karya Mendidik Akhlak Manusia Karya Filosof Islam di Indonesia , (Solo: Ramadhani,1991), cet. 3, 12.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 68
seimbang dan adil sehingga tiap satunya boleh dengan mudah mentaati kehendak syarak dan akal. Akhlak
mulia merupakan tujuan pokok pembentukan akhlak Islam ini. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika
perbuatannya mencerminkan nilai – nilai yang terkandung dalam al-Qur’an.
Menurut Ali Abdul Halim Mahmud tujuan pembentukan akhlak setidaknya memiliki tujuan yaitu: 23
a. Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu beramal sholeh. Tidak ada sesuatu pun yang
menyamai amal saleh dalam mencerminkan akhlak mulia ini. Tidak ada pula yang menyamai akhlak mulia
dalam mencerminkan keimanan seseorang kepada Allah dan konsistens inya kepada manhaj Islam.
b. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam;
melaksanakan apa yang diperintahkan agama dengan meninggalkan apa yang diharamkan; menikmati hal-
hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan
munkar.
a. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi secara baik dengan sesamanya,
baik dengan orang muslim maupun nonmuslim. Mampu bergaul dengan orang-orang yang ada di
sekelilingnya dengan mencari ridha Allah, yaitu dengan mengikuti ajaran-ajaran-Nya dan petunjuk-
petunjuk Nabi-Nya, dengan semua ini dapat tercipta kestabilan masyarakat dan kesinambungan hidup
umat manusia.
c. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau mengajak orang lain ke jalan Allah,
melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar24 dan berjuang fii sabilillah demi tegaknya agama Islam.
d. Mempersiapkan insan beri man dan saleh yang merasa bahwa dia adalah bagian dari seluruh umat Islam yang
berasal dari daerah, suku, dan bahasa. Atau insan yang siap melaksanakan kewajiban yang harus ia
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 69
penuhi demi seluruh umat Islam selama dia mampu,
e. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga dengan loyalitasnya kepada agama
Islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi. Atau insan yang rela
mengorbankan harta, kedudukan, waktu, dan jiwanya demi tegaknya syari’at Islam.
3. Tujuan Pembinaan Akhlaqul Karimah
Semua orang merasa senang kepada perlaku yang baik. Siapapun yang mengakui bahwa kebaikan
adalah masalah universal yang disukai oleh semua insan. Bahkan oleh seorang penjahat sekalipun. Dengan
keragaman kualitas batin manusia, orang berbeda-beda kualitas perilakunya. Namun yakinlah bahwa semua
orang sama cintanya kepada perilaku baik. Semua orang berbahagia melihat orang mengamalkan kebajikan.
Mereka semua terus mencari -cari manusia baik, karena manusia inilah yang mendatangkan kebahagiaan,
bagi siapa saja, kapan saja dan dimana pun juga.
Adalah maklum bahwa iman dan taqwa adalah sember dari semua kebaikan. Kebaikan yang hakiki,
bukan kebaikan palsu. Jika sekedar kebaikan secara lahir, banyak orang yang bisa melakukanya, termasuk
orang-orang yang tidak beriman yang melakukanya tanpa karena pamrih, bahkan penjahatpun juga bisa
melakukanya jika sedang menjalankan strateginya. Akan tetapi kebaikan yang mereka lakukan adalah
kebaikan palsu, kebaikan imitasi, atau bahkan kebaikan dusta. 28
Kebaikan yang sejujurnya, sesungguhnya, yang murni dan jauh dari kepalsuan hanya bisa dilakukan
oleh mereka yang bertaqwa. Mengapa demikian, karena iman menjadikan seseorang memiliki kesadran
28Wahid Ahmadi, Risalah Akhlaq (Solo: Era Media, 2004), 20.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 70
yang kuat bahwa semua tingkah lakunya di asawasi oleh Allah, sebelum diawasi oleh manusia. Mereka
menyadari dan merasakan bahwa perilakunya akan dihitung atau dihisab oleh Allah Swt.
Orang akan sangat segan dan bahagia apabila hidup bersama dengan orang-orang beriman dan saleh.
Namun sesungguhnya kenikmatan hidup bukan hanya dinikmati oleh mereka yang hidup bersamanya.
Pelakunya sendiri akan merasakan kenikamatan yang sama, bahkan lebih dalam. Mengapa, karena selain
mendapatkan respon positif dari orang lain di dunia, orang yang berakhlak mulia telah dijanjikan oleh Allah Swt
mendapatkan pahala yang melimpah ruah di akhirat kelak. Karena itu akhlak memiliki manfaat dan peranya
tersendiri dalam kehidupan seorang muslim, baik bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri, juga mencakup
masyarakat luas.29
Pembinaan secara sederhana dapat di artikan nsebagai proses menuju ntujuan yang hendak dicapai.
Tanpa adanya tujuan yang jelas akan menimbulkan kekaburan atau ketidakpastian, maka tujuan pembinaan
merupakan faktor yang teramat penting dalam proses terwujudnya akhlaqul karimah. Perbuatan akhlaqul
karimah pada dasarnya mempunyai tujuan langsung yang dekat, yaitu harga diri, dan tujuan lebih jauh adalah
ridho Allah SWT melalui amal shaleh dan jaminan kebahagiaan dunia dan akhirat.30
Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras
kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai. Tujuan terakir dari
29Ahmadi, Risalah Akhlaq.., 20.
30Zakiya Drajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah (Bandung: Remaja Rosda Karya,1995), 1
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 71
pada pendidikan Islam itu sendiri adalah tujuan-tujuan moralitas dalam arti yang sebenarnya. Ahli-ahli
pendidikan Islam telah sependapat bahwa suatu imu yang tidak akan membawa ke fadilah dan kesempurnaan,
tidak seyogyanya diberinama ilmu. Menurut Barmawi Umawi (dalam Mustofa, 199) dalam bukunya Materi
Akhlak, bahwa tujuan pembinaan akhlak secara umum meliputi:31
a. Supaya dapat terbiasa melakukan hal yang baik dan terpuji serta menghindari yang buruk, jelek, hina, dan
tercela.
b. Supaya hubungan kita dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan
Harmonis.
c. Memantabkan rasa keagamaan pada remaja, membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan
membenci akhlak yang rendah.
d. Membiasakan remaja bersikap rela, optimis, percaya diri, menguasai emosi, tahan menderita dan sabar.
e. Membimbing remaja kearah sikap yang sehat yang dapat membantu mereka berinteraksi sosial dengan
baik, mencintai kebaikan untuk orang lain, suka menolong, sayang kepada yang lemah dan menghargai
orang lain;
f. Membiasakan remaja berso pan santun dalam berbicara dan bergaul dalam masyarakat.
g. Selalu tekun beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
Dari pendapat yang dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa tujuan pembinaan akhlaqul karimah
31Mustofa, Akhlak Tasawuf. (Bandung: Pustaka Setia 1999), 35
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 72
adalah setiap manusia memeliki pengerti an baik buruknya suatu perbuatan,dan dapat mengamalkanya sesuai
dengan ajaran Islam dan selalu berakhlak mulia, sehingga dalam pembinaanya dapat tercapai dengan baik.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan dan Pembinaan Akhlaqul Karimah
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ada tiga aliran yang sudah
amat populer. Pertama aliran nativisme. Kedua, aliran Empirisme. Dan ketiga aliran konvergensi.32
Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang
adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain-lain.
Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendiri nya
orang tersebut menj adi baik.
Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, dan hal ini
kelihatannya terkait erat dengan pendapat aliran intuisisme dalam penentuan baik dan buruk sebagaimana
telah diuraikan di atas. Aliran ini tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan
atau pembentukan dan pendidikan.
Menurut Hamzah Ya’kub Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak atau moral pada
prinsipnya dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu factor intern dan faktor ekstern.33
32Nata,. Akhlak Tasawuf, 165.
33Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), 57.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 73
a. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah yang suci yang merupakan bakat
bawaan sejak manusia lahir dan mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-
pengaruh luarnya. Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri keagamaan yang nantinya akan
mempengaruhi diri nya seperti unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak atau moral,
diantaranya adalah:
1) Instink (naluri); Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang kompleks tanpa latihan sebelumnya,
terarah pada tujuan yang berarti bagi si subyek, tidak disadari dan berlangsung secara mekanis.34 Ahli-ahli
psikologi menerangkan berbagai naluri yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya,
diantaranya naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu-bapakan, naluri berjuang, naluri bertuhan dan
sebagainya.35
2) Kebiasaan; Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak adalah kebiasaan atau adat istiadat. Yang
dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan.36
Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi
karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian itu merupakan kebiasaan yang sering
diulangulang.
34Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1996), 100
35Ya’qub, Etika Islam, 30
36Ya’qub, Etika Islam, 31
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 74
3) Keturunan; Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada
keturunannya, maka disebut al- Waratsah atau warisan sifat-sifat.3731 Warisan sit at orang tua terhadap
keturunanya, ada yang sit atnya langsung dan tidak langsung. Artinya, langsung terhadap anaknya dan tidak
langsung terhadap anaknya, misalnya terhadap cucunya. Sebagai contoh, ayahnya adalah seorang
pahlawan, belum tentu anaknya seorang pemberani bagaikan pahlawan, bisa saja sit at itu turun kepada
cucunya.
4) Keinginan atau kemauan keras; Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku manusia adalah
kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu.
Kehendak ini merupakan kekuatan dari dalam.38 Itulah yang menggerakkan manusia berbuat dengan
sungguh-sungguh. Seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi menuntut ilmu di negeri yang
jauh berkat kekuatan „azam (kemauan keras). Demikianlah seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang
berat dan hebat memuat pandangan orang lain karena digerakkan oleh kehendak. Dari kehendak itulah
menjelma niat yang baik dan yang buruk, sehi ngga perbuatan atau tingkah laku menj adi baik dan buruk
karenanya.
5) Hati nurani; Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-waktu memberikan peringatan
(isyarat) apabila tingkah laku manusia berada di ambang bahaya dan keburukan. Kekuatan tersebut adalah
37Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak) terj. Farid Ma‟ruf, (Jakarta: Bulan Bintang,1975), 35.
38Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Aksara Baru, 1985), 93.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 75
“suara batin” atau “suara hati” yang dalam bahasa arab disebut dengan “dhamir”.39 Dalam bahasa Inggris
disebut “conscience”.40 Sedangkan “conscience” adalah sistem nilai moral seseorang, kesadaran akan
benar dan salah dalam tingkah laku.41
b. Faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang mempengaruhi kelakuan atau perbuatan
manusia, yaitu meliputi:42
1) Lingkungan; Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau suatu masyarakat adalah
lingkungan (milleu). Milleu adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh yang hidup.30 Misalnya lingkungan
alam mampu mematahkan/mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang ; lingkungan
pergaulan mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku.
2) Pengaruh keluarga; Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan jelas fungsi keluarga dalam
pendidikan yaitu memberikan pengalaman kepada anak baik melalui penglihatan atau pembinaan menuju
terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua. Dengan demikian orang tua (keluarga)
merupakan pusat kehidupan rohani sebagai penyebab perkenalan dengan alam luar tentang sikap, cara
berbuat, serta pemikirannya di hari kemudian. Dengan kata lain, keluarga yang melaksanakan pendidikan
akan memberikan pengaruh yang besar dalam pembentukan akhlak.
39Basuni Imamuddin, et.al., Kamus Kontekstual Arab-Indonesia, (Depok: Ulinuha Press, 2001), 314.
40John. M. Echol, et.al., Kamus Bahasa Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1987), 139
41Chaplin, C.P. Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Rajawali Press, 1989), 106.
42Ya’qub, Etika Islam, 37
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 76
3) Pengaruh sekolah; Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga dimana dapat
mempengaruhi akhlak anak. Sebagaimana dikatakan oleh Mahmud Yunus sebagai berikut; “Kewajiban
sekolah adalah melaksanakan pendidikan yang tidak dapat dilaksanakan di rumah tangga, pengalaman
anakanak dijadikan dasar pelajaran sekolah, kelakuan anak-anak yang kurang baik diperbaiki, tabiat-
tabiatnya yang salah dibetulkan, perangai yang kasar diperhalus, tingkah laku yang tidak senonoh diperbaiki
dan begitulah seterunya”.43 Di dalam sekolah berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan
pendidikan. Pada umumnya yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan, dari kecakapankecakapan pada
umumnya, belajar bekerja sama dengan kawan sekelompok melaksanakan tuntunan-tuntunan dan contoh
yang baik, dan belajar menahan diri dari kepentingan orang lain.44
4) Pendidikan masyarakat; Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah kumpulan individu dalam
kelompok yang diikat oleh ketentuan negara, kebudayaan, dan agama. Ahmad D. Marimba mengatakan;
“Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali. Hal ini meliputi
segala bidang baik pembentukan kebiasaan.Kebiasaan pengertian (pengetahuan), sikap dan minat maupun
pembentukan kesusilaan dan keagamaan”.45
43Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran , (Jakarta : Agung, 1978), 31.
44Abu Ahmadi, et.al., Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 69.
45Marimba, Pengantar Filsafat…, 63.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 77
D. Prpgram Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah
1. Sudut Pandang Pembentukan Akhlaqul Karimah secara Psikologis
Sudut pandang atau pendekatan dalam proses pendidikan Islam mempunyai posisi yang strategis dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks ini pendekatan menjadi sarana yang sangat
bermakna bagi materi pelajaran yang tersusun dalam pendidikan, sehingga dapat dipahami dengan baik oleh
anak serta dapat dilaksanakannya dalam kehidupan seharihari. HM. Chatib Thaha, (dalam Ramayulis, 2010),
mendefinisikan pendekatan adalah cara pemrosesan subjek atas objek untuk mencapai tujuan. Pendekatan
juga bisa berarti cara pandang terhadap sebuah objek persoalan, di mana cara pandang itu adalah cara
pandang dalam konteks yanglebih luas.46
Pendekatan selalu terkait dengan tujuan, metode, dan teknik. Karena teknik yang bersifat
implementasional dalam pengajaran tidak terlepas dari metode apa yang digunakan. Sementara metode
sebagai rencana yang menyeluruh tentang penyajian materi pendidikan selalu didasarkan dengan pendekatan,
dan pendekatan merujuk kepada tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. 47
Pendekatan psikologis yang tekanannya diutamakan pada dorongan-dorongan yang bersifat persuasif dan
motivatif, yaitu: suatu dorongan yang mampu menggerakkan daya kognitif (mencipta hal-hal baru), konatif (daya
untuk berkemauan keras), dan afektif (kemampuan yang menggerakkan daya emosional). Ketiga daya psikis
tersebut dikembangkan dalam ruang lingkup penghayatan dan pengamalan ajaran agama di mana faktor-faktor
pembentukan kepribadian yang berproses melalui individualisasi dan sosialisasi bagi hidup dan kehidupannya
46Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010),. 127.
47Ramayulis, Metodologi Pendidikan, 99.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 78
menjadi titik sentral perkembangannya.
Dalam kajian psikologi, sesuatu yang terdapat dibalik dilakukannya sebuah sikap atau perilaku manusia
adalah sesuatu yang dikenal dengan istilah motivasi. Menurut Utsman Najati, (dalam Firdaus, 2017), motivasi
adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta
mengarahkannya menuju tujuan tertentu.48
Motivasi memiliki tiga komponen pokok, yaitu:49
a. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan kepada individu, membawa seseorang untuk
bertindak dengan cara tertentu.
b. Mengarahkan. Berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi
tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu.
c. Menopang. Artinya motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus
menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
Untuk itu, Baharuddin mengutip pendapat Burrhus Frederic Skinner tentang pandangan psikologi behavior
terhadap perilaku atau akhlak manusia, bahwa:50,
a. perilaku manusia terjadi menurut hukum (behavior can be controlled). Memang manusia adalah organisme
yang berperasaan dan berpikir, namun dia tidak mencari penyebab tingkah laku itu pada jiwa, bahkan
menolak alasan-alasan yang menjelaskan perilaku atau akhlak manusia dikendalikan oleh pikiran dan
perasaan.
48Firdaus, Membentuk Pribadi, 77
49Firdaus, Membentuk Pribadi, 78
50Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam: Studi Tentang Elemen Psikologi dari al-Qur'an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 75-76
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 79
b. Perilaku hanya dapat dijelaskan berkenaan dengan kejadian atau situasi-situasi antisiden yang dapat
diamati. Dia berpegang teguh pada pendirian determenestik dan meneliti sebab - sebab perilaku yang dapat
diamati.
c. Perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual. Perilaku dan kepribadian manusia ditentukan oleh
kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang dalam dunia obyektif.
Menurut Hanna Djumhana Bastaman bahwa psikologi ini memberikan memberikan kontribusi penting
dengan ditemukannya asas-asas perubahan perilaku yang banyak diamalkan dalam kegiatan pendidikan,
psikoterapi, pembentukan akhlak, perubahan sikap dan penertiban sosial melalui law entbrcement, yakni:51
a. Clasical conditioning (pembiasaan klasik): suatu rangsang akan menimbulkan pola reaksi tertentu apabila
rangsang itu sering diberikan bersamaan dengan rangsang lain yang diberikan secara alamiah menimbulkan
pola reaksi tersebut.
b. Low of effect (hukum akibat): perilaku yang menimbulkan akibat-akibat yang memuaskan si pelaku
cenderung akan diulangi. Sebaliknya perilaku yang menimbulkan akibatakibat yang tidak memuaskan atau
merugikan cenderung akan dihentikan.
c. Operan Conditioning (Pembiasaan operant): suatu pola perilaku atau akhlak akan menjadi mantap apabila
dengan perilaku itu berhasil diperoleh hal-hal yang diinginkan si pelaku (penguat positit). Atau
mengakibatkan hal-hal yang tak diinginkan (penguat negatit).
Modelling (Peneladanan): dalam kehidupan social perubahan perilaku terjadi karena proses dan peneladanan
terhadap perilaku orang lain yang disenangi dan dikagumi.
51Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) 51-52
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 80
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ada tiga aliran psikologi yang sudah amat populer.
(a) aliran nativisme. (b) aliran Empirisme; dan (c) aliran konvergensi. 52
2. Elemen-elemen Psikologi Islami dalam Proses Pembentukan Akhlak Karimah
Secara filosofis tubuh manusia memiliki beberapa aspek diantaranya, jiwa dan ruh manusia, al-Qur'an
mengisyaratkan bahwa manusia merupakan makhluk yang utuh dan padu dari unsur manusia, baik lahir
maupun bhatin, jasmani rohani, yang terdapat dalam diri manusia secara keseluruhan.53 Kemudian dalam
pandangan psikologi dikelompokkan secara jelas bahwa manusia memiliki beberapa aspek yaitu:54
a. Jismiah
Dalam psikologi Islmi aspek jismiah,55 adalah organ fisik dan biologis manusia dengan segala perangkat -
perangkatnya. Organ fisik biologis manusia adalah organ fisik yang paling sempurna diantara semua makhluk.
Proses penciptaan manusia sama dengan penciptaan hewan dan tumbuh-tumbuhan, karena semuanya
merupakan bagian dari alam. Semua alam fisik-material memiliki unsur material dasar yang sama, yaitu
tersusun atas dari unsur tanah, air, api, dan udara. Manusia juga tersusun dari keempat unsur tersebut akan
tetapi manusia tersusun secara proporsional paling sempurna. Pada dasarnya aspek jismiah ini memiliki dua
sifat dasar: (1) berupa bentuk kongkrit, berupa tubuh kasar yang tampak.(2) berupa bentuk abstrak berupa
nyawa halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak jismiah inilah yang akan mampu
berinteraksi dengan aspek najsiah dan rohaniyah manusia.
52Abuddin Nata,. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. (Jakarta: Rajawali, 2013), 165.
53Abdul Kodir, Manusia dan Pendidikan: Persefektif Al-Qur’an. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2019), 51.
54Firdaus, Membentuk Pribadi, 79
55Chabib Thoha dkk, Rejormulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Pelajar dengan Fakultas Tarbiyah IAIN WalisongoSemarang,1996), 180
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 81
b. Nafsiah
Aspek najsiah ini adalah keseluruhan kualitas kemanusiaan, berupa: pikiran, perasaan, kemauan, yang
muncul dari dimensi;
1) al-nafs; Dalam pandangan psikologi Islami nafsu adalah berasal dari kata najs yang dalam pengertiannya
memiliki beberapa makna, ada yang diartikan sebagai totalitas manusia, ada pula yang mengartikan sebagai
tingkah laku yang ada dalam diri manusia. Juga telah ditegaskan dalam al-Qur'an bahwa nafs dapat
berpotensi positif dan negatif.56 Pada hakekatnya potensi positif manusia lebih kuat daripada potensi negatif,
hanya saja daya tarik keburukannya lebih kuat dari pada daya tarik kebaikannya.
2) al-'aql; Akal atau daya pikir yang dapat diartikan sebagai potensi inteligensi yang berfungsi sebagai filter
yang menyeleksi secara nalar tentang baik dan buruk yang didorong oleh nafsu. Akal membawa seseorang
kepada keingintahuan yang besar untuk memahami alam, sehingga dari sisi ini lahir ilmu pengetahuan. Akal
digunakan untuk meneliti, memahami dan menghayati alam semesta untuk memperoleh pengetahuan
dalam rangka memenuhi hasrat dan kesejahteraan. Maka orang yang berakal ('aql) adalah orang-orang
yang dapat menahan amarahnya dan mengendalikan hawa natsunya, karena dapat mengambil sikap dan
tindakan yang bijaksana dalam menghadapi segala persoalan yang dihadapinya.Orang yang berakal adalah
orang yang mau mendayagunakan pikirannya (akal) untuk menahan, mengikat dari kehancuran dirinya dan
memahami dengan menganalisis segala ciptaan-Nya, sehingga hidupnya bijaksana, terpelihara dari
kesesatan. Dalam pengertian lain kata akal mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir. Dengan
masuknya filsafat Yunani ke dalam filsafat Islam, kata al-'Aql mengandung arti sama dengan nous. Dalam
56Kodir, Manusia dan Pendidikan, 60.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 82
filsafat Yunani nous mengandung arti daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Dengan demikian
kemampuan pemahaman dan pemikiran tidak melalui al-qalb di dada tapi melalui al-aql di kepala.57
3) al-qalb; Hati, kata ini digunakan untuk menyebut dua hal, pertama, sepotong daging lembek dan lembut. Di
dalamnya terdapat rongga-rongga tempat darah mengalir. Itulah tempat bersemayamnya ruh. kedua, al-qalb
adalah suatu rahasia yang halus (lathifah) yang bersifat rabanniyah dan rohaninya yang memiliki keterkaitan
dengan al-qalb yang bersifat jasmani. Lathifah tersebut adalah hakekat manusia itu sendiri. Itulah bagian
manusia yang dapat memahami, mengetahui dan menyadari. Akan tetapi memahami di sini berbeda dengan
memahami pada 'aql yang mengerahkan segenap kemampuan berupa kemampuan persepsi dalam dan
persepsi luar.
c. Ruhaniah
1) ar-Ruh; Ruh adalah sesuatu yang lembut dan halus, meliputi seluruh keadaan makhluk dan tidaklah ia
bertempat pada suatu tempat yang sitatnya lokal dan mikro. Apabila ruh meliputi pada sesuatu yang mati,
maka hiduplah sesuatu itu. Ruh tidak dapat diukur besar kecilnya dengan suatu wujud jasmaniah. Ruh tidak
berjenis sebagaimana jenis jasmani manusia dan makhluk lainnya. Dan apabila ruh mensitati serta meliputi
hati manusia, maka memancar lah "himmah" dan kestabilan serta kekuasaan dalam gerak langkah
hidupnya. Dan bilamana menyelusup menyelimuti natsu (jiwa) serta mendominasinya, tercerminlah
kemauan dan semangat hidup dalam menata kehidupannya. Jika ruh menguasai akal pikiran maka akal
pikiran akan menjurus kesempurnaan di dalam pandangan dan dapat menentukan suatu sikap atas dasar
pertimbangan yang matang bagi perjalanan hidupnya.
57 Harun Nasution, Akal dan Wahyu, (Jakarta: Universitan Indonesia Press, 1986), 52.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 83
2) Al-Fitrah; sebagai struktur psikis manusia bukan hanya memiliki daya-daya, melainkan sebagai identitas
esensial yang memberikan 'bingkai' kemanusiaan bagi al-nafs (jiwa) agar tidak bergeser dari kemanusiaan
nya. Jika seluruh struktur jiwa masih berada dalam ruang lingkup 'bingkai' fitrah ini, maka jiwa (al-nafs) tidak
akan kehilangan kemanusiaannya.58 Seperti juga hak akan akal, manusia pun secara fitri berhak akan cinta;
cinta pada anak, istri, persaudaraan, materi. Allah menumbuhkan rasa cinta ini dalam jiwa manusia. melalui rasa
cinta setip hubungan dapat berjalan dengan harmonis dan mesra, kewajiban pun dengan ringan dapat
dilaksanakan. Cinta akan Allah dan cinta akan jihad fisabilillah sudah barang tentu melandasi rasa cinta
manusia. Dengan demikian maka pada hakekatnya adalah memelihara, memupuk, dan membentengi cinta
dalam kalbu pelaksanaan tugas-tugas penghambaan kepada Allah; sehingga rasa cinta ini menempati
posisi yang tepat.
Elemen-elemen di atas kurang berfungsi bila tanpa ada pengarahan atau pembentukan akhlak. Akhlak
yang baik hanya dapat dimiliki apabila seseorang itu berupaya mengembangkan dan membawa potensi diri
yang dimiliki daya ilmu, daya marah, daya syahwat, daya keadilan ke arah yang dilandasi oleh akal murni dan
syarak.
Umumnya, yang dimaksudkan dengan akhlaqul karimah, akhlak yang baik adalah semua perilakuan
manusia, hasil aktualisasi keadaan yang terdapat di dalam dirinya dan perlakuannya yang muncul dan itu juga
sesuai dengan kehendak syarak dan akal murni manusia. Jadi dari sini tampak peranan psikologi Islami dalam
pembentukan akhlaqul karimah, yaitu:59
58Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, 236
59Firdaus, Membentuk Pribadi, 83
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 84
a. Aspek jismiah
Pada aspek ini manusia hanya dipandang sebagai organ fisik-biologis, sistem syaraf (sistem syaraf itu
berpusat pada otak dan sumsum tulang belakang yang sangat berhubungan antara fungsi otak dengan gerak
tubuh), kelenjar, sel manusia yang terbentuk dari unsur material. Dan sifat jismiah ini adalah kekuatan dan
kelemahan otot dan urat saraf, misalkan orang yang dilahirkan dari bapak, kakek atau garis keturunan yang
memiliki kekuatan fisik kekekaran tubuh maka ia ada kemungkinan untuk memiliki tubuh yang sama.
Manusia dari aspek jismiah sebagai bentuk aktualisasi diri berupa perilaku (akhlak) manusia dalam
mengaktualisasikan dirinya perlu adanya pembinaan atau pendidikan. Karena dalam pembentukan akhlak
disamping faktor intern yang telah disebutkan di atas juga diperlukan faktor ekstern yaitu berupa pembinaan
dan pendidikan. Yang dimaksud pendidikan di sini adalah segala tuntutan dan pengajaran yang diterima
seseorang dalam membina kepribadian. Pendidikan itu memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan
akhlak. Selai itu, dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan akal yang dimilikinya.
b. Aspek najsiah dan aspek ruhaniah
Aspek ruhaniah, pada dasarnya manusia adalah terdiri dari dua dimensi yaitu; jasmani dan rohani. Aspek
najsiah adalah keseluruhan kualitas kemanusiaan, berupa: pikiran, perasaan, kemauan, yang muncul dari
dimensi al-nafs, al-'aql,dm al-qalb. Jadi dengan ilmu pengetahuan, setiap mukmin perlu mempelajari apakah
akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah) dan apakah akhlak yang keji (akhlak mazmumah).
Al-Quran telah menggariskan akhlak yang utama yang mesti dihayati oleh setiap orang mukmin. Sunnah
Rasulullah saw. pula telah memperincikan serta telah menterjemahkannya ke dalam realitas kehidupan
sebenarnya. Sedangkan Aspek ruhaniah merupakan potensi luhur manusia yang bersumber dari dimensi ar-
ruh, dan al-fitrah., dimunculkan dengan ketekunan dan keikhlasan melakukan ibadah mampu menangkis
serangan mazmumah terutamanya bisikan hawa nafsu. Karena ibadah itu sendiri berarti mengesakan Allah swt.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 85
dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta menundukkan jiwa setunduktunduknya kepada-Nya.
Dapat memberikan teladan dalam pendidikan, mempersiapkan dan membentuk anak didik secara moral,akhlak,
spiritual serta sosial.
Membiasakan berbuat baik karena ini sangat penting, terutama bagi anak- anak, sebab mereka belum
menginsafi apa yang disebut baik dan buruk dalam arti susila atau akhlak. Memberikan nasihat, karena nasehat
adalah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati
dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.
b. Program Pembinaan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah
Ada, beberapa Program alternatif yang dapat dilakukan dalam pembinaan dan pengembangan akhlaqul
karimah, antara lain: 60
a. Melalui proses pendidikan
Pembinaan berada pada jalur intra dan ekstra kurikuler, pada jalur intra diadakan pembinaan di dalam
kelas, memberikan teladan dan pembiasaan yang baik dalam setiap mata pelajaran, khususnya pada pelajaran
pendidikan agama islam. Sedangkan pada kegiatan ekstra kurikuler pembinaannya melalui kegiatan
pengorganisasian masing masing,dan kegiatan-kegiatan lain, misalnya seperti OSIS, PMR, Pramuka, kegiatan
shering bareng, Sholat dhuha bersama, batul (baca tulis al Qur’an) dan lain-lain:
1) Penanaman nilai-nilai keimanan, dalam upaya penanaman nilai-nilai keimanan dalam jiwa siswa tidak
terlepas dari nilai-nilai yang terdapat dalam rukun Iman yang meliputi: iman kepada Allah SWT, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-asul-Nya, hari kiamat seta Qodha dan Qadarnya Keenam hal tersebut
merupakan dasar struktural yang ditetapkan oleh agama untuk membentuk dan membina kepribadian
Muslim yang berakhlaqul karimah.
60Mulyasa, Manajemen Pendidikan Madrasah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1989), .47
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 86
2) Penanaman nilai-nilai ibadah, kepada Allah ada empat hal yaitu: shalat, zakat, puasa, dan haji bagi yang
mampu.
b. Melalui bimbingan dan penyuluhan
Upaya pembinaan yang dilakukan untuk murid atau siswa yang melakukan pelanggaran-pelanggaran
disekolah pembinaannya yaitu melalui pendekatan personal (personal development). Khusus bagi siswa-siswi
yang melanggar dipanggil kemudian diarahkan supaya tidak mengulangi atau melakukan kesalahan lagi.
Dengan tujuan sebagai berikut:
1) Menanamkan perasaan cinta kepada Allah dalam hati anak-anak,
2) Menanamkan I’tiqad yang benar,
3) Mendidik anak untuk selalu ikut bertaqwa,
4) Mengajarkan anak-anak untuk mengetahui hukum-hukum agama,
5) Memberikan contoh atau teladan nasehat yang baik.
Urain di atas, menitikberatkan pada pembinaan akhlak siswa tidak terlepas dari pengajaran akhlak itu
sendiri dengan metode yang disesuaikan dengan materi yang disajikan dan disesuaikan dengan kondisi para
siswa. Apabila program pembinaan akhlaqul karimah dan pengajaran terlaksana dengan baik, sesuai dengan
tujuan yang diharapkan dari pembinaan akhlaqul karimah itu sendiri maka para siswa dapat menerapkan
akhlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
c. Kendala dan Solusi pendidikan, bimbingan dan penyuluhan
Usaha dalam pembinaan akhlaqul karimah siswa bukanlah hal yang mudah. Pembinaan ini memerlukan
usaha yang maksimal untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kendala yang dihadapi dalam suatu kegiatan
pastilah ada dan solusi pastilah dibutuhkan untuk menghadapi kendala tersebut. Begitu juga dengan Program
Pembinaan akhlaqul karimah di Lembaga Pendidikan juga mengalami berbagai kendala baik itu dari siswa,
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 87
guru, sarana dan prasarana bahkan lingkungan yang sangat mempengaruhi bagi tercapainya pelaksanaan
tujuan.
Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pembinaan akhlaqul karimah siswa adalah sebagai berikut:61
1) Faktor dalam diri siswa sendiri (faktor anak didik); dikarenakan para siswa, berangkat dari latar belakang
yang bereda, maka tingkat agama dan keimanannya juga berbeda-beda, para peserta didik seusia SMP
(usia remaja), mempunyai sifat matrealistis sehingga sulit untuk diajak berpikir agamis.
2) Faktor dari Pendidik; kendala yang berasal dari pendidik yaitu kurangnya kekompakan dalam pembinaan
akhlakul karimah yang di terapkan kurang maksimal.
3) Faktor kurangnya pengawasan dari orang tua; Kendala yang banyak dihadapi disini adalah kecenderungan
orang tua yang tidak proaktif yang membiarkan anaknya melihat tayangan yang seharusnya tidak boleh
dilihat, dan orang tua cenderung menyerahkan masalah tersebut di sekolah.
4) Tingkat perkembangan tekhnologi Informasi (TI) yang demikian pesat tidak diimbangi mental siswa.
Dalam usaha pembinaan akhlaqul karimah siswa bukanlah hal yang mudah. Upaya itu membutuhkan
usaha yang keras dalam mewujudkannya. Sudah menjadi tugas guru pendidikan agama Islam untuk membina
akhlaqul karimah siswanya, bukan hanya sekedar guru pendidikan agama Islam saja akan tetapi orang tua juga
ikut bertanggung jawab terhadap pembinaan tersebut. Keluarga merupakan faktor pendukung yang dapat
dijadikan solusi, sangat berpengaruh sekali terhadap proses pembinaan akhlaqul karimah siswa, dalam artian
lingkungan keluarga yang baik, maka baik pula kepribadian (akhlak) anak. Selain lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan masyarakat juga merupakan factor atau solusi dalam pembinaan akhlakul karimah
siswa, diantaranya adalah:62
1) Optimalisasi pelaksanaan pendidikan agama Islam;
61Zahrudin AR, dkk. Pengantar Study Akhlak (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 96
62Zahrudin AR, dkk. Pengantar Study Akhlak, 101
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 88
2) Penciptaan situasi yang kondusif melalui pembiasaan baik yang dilakukan setiap hari di sekolah;
3) Penerapan budya madrasah yang religious;
4) Keikut sertaan orang tua atau dukungan serta motivasi;
5) Kerjasama antar guru atau saling berkomunikasi
d. Sasaran Program Pembinaan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah
Akhlak dalam agama tidak dapat disamakan dengan etika. Etika dibatasi oleh sopan santun pada
lingkungan social tertentu dan hal ini belum tentu terjadi pada lingkungan masyarakat yang lain. Etika juga
hanya menyangkut perilaku hubungan lahiriah. Misalnya, etika berbicara antara orang pesisir, orang
pegunungan dan orang keraton akan berbeda, dan sebagainya. Akhlak mempunyai makna yang lebih luas,
karena akhlak tidak hanya bersangkutan dengan lahiriah akan tetapi juga berkaitan dengan sikap batin maupun
pikiran. Akhlak menyangkut berbagai aspek diantaranya adalah hubungan manusia terhadap Allah dan
hubungan manusia dengan sesame makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda bernyawa
dan tidak bernyawa).63 Secara garis besar upaya pembinaan dan pengembangan akhlak yang dikonsepsikan
M. Quraish Shihab, dalam bukunya Wawasan al-Qur'an, sebagai berikut:64
1) Akhlak terhadap Allah
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.
Adapun perilaku yang dikerjakan adalah:
63 Firdaus, Membentuk Pribadi, 6364 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 2000), 261-270.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 89
(a) Bersyukur kepada Allah; Manusia diperintahkan untuk memuji dan bersyukur kepada Allah karena orang
yang bersyukur akan mendapat tambahan nikmat sedangkan orang yang ingkar akan mendapat siksa.
(b) Meyakini kesempurnaan Allah; Meyakini bahwa Allah mempunyai sifat kesempurnaan. Setiap yang
dilakukan adalah suatu yang baik dan terpuji.
(c) Taat terhadap perintah-Nya; Tugas manusia ditugaskan di dunia ini adalah untuk beribadah karena itu taat
terhadap aturanNya merupakan bagian dari perbuatan baik.
2) Akhlak terhadap sesama manusia
Banyak jenis rincian tentang perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya
berbentuk larangan melakukan hal-hal yang negative seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil
harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib sesama. Di sisi
lain, manusia juga didudukkan secara wajar. Karena nabi dinyatakan sebagai manusia seperti manusia lain,
namun dinyatakan pula beliau adalah Rasul yang memperoleh wahyu Illahi. Atas dasar itu beliau memperoleh
penghormatan melebihi manusia lainnya.
3) Akhlak terhadap lingkungan
Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang,
tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda tak bernyawa. Dasar yang digunakan sebagai pedoman akhlak
terhadap lingkungan adalah tugas kekhalifahannya di bumi yang mengandung arti pengayoman, pemeliharaan
serta pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan pencitaannya.
Dari keempat konsepsi di atas selanjurnya dikembangkan menjadi pokok bahasan dalam buku ajar ini.
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 90
PENUTUP
Dalam proses pembentukan akhlak dapat digunakan metode yaitu dengan menjalankan ibadah yang kuat
dan ikhlas, karena ketekunan dan keikhlasan melakukan ibadah mampu mencegah bisikan hawa nafsu. Selain
itu ibadah sendiri berarti mengesakan Allah swt. dengan sungguh- sungguh dan merendahkan diri serta
menundukkan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya. Selanjutnya metode teladan karena dengan teladan
seseorang bias mempengaruhi diri untuk berubah kerana manusia cepat meniru orang lain.
Selain itu proses pembentukan akhlak adalah dengan mencari ilmu pengetahuan, karena pengetahuan
biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran, pengalaman, panca
indera, dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara, dan kegunaannya. eranan
elemen-elemen psikologi Islami dalam proses pembentukan Akhlak adalah sangat urgen dan mendasar karena
bila dilihat dari faktor pembentukan akhlak itu sendiri terdiri dari faktor intern dan faktor ekstern, intern di sini
mencakup beberapa aspek yaitu aspek jismiah (fisik, biologis) dalam pembentukan akhlak aspek jismiah sangat
berperan sebagai wujud nyata aktualisasi diri berupa perilaku, sikap, dan tindakan yang terlihat dalam
kehidupan sehari-hari., aspek najsiah (psikis, psikologi)
Aspek nafsiah sangat berperan dalam pembentukan akhlak yaitu; dalam hal mengetahui, mengenal,
merasakan yakni persepsi atau cara pandang terhadap diri dan lingkungannya. Hal ini diwujudkan atau
diaktualisasikan dalam pergerakan jismiah yang berupa perilaku (akhlak), dan aspek rohaniah (spiritual,
transcendental) aspek ruhaniah sangat berperan dalam hal ini menjaga, mewarnai dan mengarahkan agar
manusia tetap menjadi manusia seutuhnya (jasmani dan ruhani) yakni menjaga manusia tetap tidak kehilangan
kemanusiaannya dan menjaga manusia tetap berhubungan langsung kepada Tuhannya (beragama) atau
dalam jalan Allah (ridho Allah).
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 91
PUSTAKA
Ali Hasan, M. Tuntunan Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983),Asraman As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994),Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam: Studi Tentang Elemen Psikologi dari al-Qur'an, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004),Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005)Basuni Imamuddin, et.al., Kamus Kontekstual Arab-Indonesia, (Depok: Ulinuha Press, 2001),Beni Ahmad Saebani & Abdul Hamid, Ilmu Akhlak. (Bandung: Pustaka Setia, 2017)Chabib Thoha dkk, Rejormulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Pelajar dengan Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,1996), 180Chaplin, C.P. Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Rajawali Press, 1989), 106.Dayang HK. Pentingnya Pembentukan Akhlak Mulia. Tersedia dalam: http://www.brunet.bn/ news/pelita/25jan/
teropong.htm Sabtu, 19 September 2020: 01.59. PM.Depag RI., Al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: Diponegoro, 2012),Firdaus, “Membentuk Pribadi Berakhlakul Karimah” Jurnal Al-Dzikra. 11:1 (Juni, 2017),Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993),Harun Nasution, Akal dan Wahyu, (Jakarta: Universitan Indonesia Press, 1986), 52.Irfan Sidny, Kamus Arab (Jakarta: Balai Pustaka),John. M. Echol, et.al., Kamus Bahasa Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1987),Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1996),Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta : Agung, 1978),Mulyasa, Manajemen Pendidikan Madrasah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1989), .47Mustofa, Akhlak Tasawuf. (Bandung: Pustaka Setia 1999)Quraish M. Shihab , Tafsir al-Misbah, V o l 14 (Tangerang: Lentera Hati, 2005).Quraish M. Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: Mizan Pustaka, 2007),Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010),. .
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 92
Tim Citra Umbara, Undang -undang Republika Indonesia. No. 20 tahun 2003: Tentang Sistem pendidikanNasional (Sisdiknas), (Bandung: Citra Umbara, 2003),
Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013),Wahid Ahmadi, Risalah Akhlaq (Solo: Era Media, 2004),Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam/LPPI, 2004),Zahrudin AR, dkk. Pengantar Study Akhlak (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 96Zakiya Drajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah (Bandung: Remaja Rosda Karya,1995),Zuhairini, Metodi Khusus Pendiidkan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981),
Part: 2 Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah 93
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
a. Konsep Dasar Akhlaqul Karimahb. Sumber Acuan Akhlaqul Karimahc. Pembentukan dan Pemmbinaan Akhlaqul Karimahd. Program Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 91
Part: IIITAAT PERHADAP PERINTAH ALLAH SWT:Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas
Manusia ditugaskan di dunia ini untuk beribadah karena itu taat terhadap aturan-Nya merupakan bagian dariperbuatan baik. (akhlaqul karimah).
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJAN
Setelah mengikuti materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep Taat terhadap perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas.2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai Taat terhadap perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas.3. Menerapkan konsep Taat terhadap perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, Ikhlas, dalam kehidupan sehari-hari
POKOK BAHASAN1. Konsep Dasar Taat terhadap perintah Allah SWT2. Iman Kepada Allah SWT3. Taqwa Kepada Allah SWT4. Ikhlas terhadap Perintah Allah SWT
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 92
TOPIK BAHASAN:A. Konsep Dasar Taat Terhadap Perintah Allah SWT
1. Pengertian Ketaatan terhadap Perintah Allah
Ada dua kalimat yang menjadi bahasan dalam bagian ini, yaitu pengertian ketaatan dan Perintah Alllah.
Keduanya mempunyai pengertian yang jauh berbeda, namun mempunyai keterkaitan yang tidak terpisahkan
dalam aplikasinya. Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (dalam Sutrisno, dkk, 2017) “ketaatan” adalah
“kepatuhan, kesetiaan dan kesalehan”1. Di dalam ajaran Islam, mewajibkan kepada pemeluknya agar taat kepada
Allah SWT, yaitu mengikuti segala pearintah Nya dan menjauhi segala larangan Nya. Taat berati beribadah dan
menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, salah satunya ialah mengerjakan sholat.
Mahmud Yunus (dalam Mahfud, dkk, 2015), mentarifkan kata “taat” menurut bahasa Arab merupakan kalimat
masdar dari “tha’a, yathi’u, tho’atan“ dengan arti kata tunduk atau patuh.2 Menurut istilah, taat mempunyai
pengertian sama dengan Al-Islam, yaitu kepatuhan dan kerajinan menjalankan ibadah kepada Allah dengan jalan
melaksanakan segala perintah dan aturan-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya.3
Ketaatan adalah patuh, setia, ataupun tunduk. Taat kepada Allah berati pula patuh, tunduk, setia kepada
Allah Ta’ala dengan memelihara syariat-Nya, Melaksanakan segala perintah-Nya, meninggalkan segala larangan-
1Sutrisno, dkk. “Hubungan Antara Prestasi Belajar Bidang Studi Fiqih Dengan Ketaatan Menjalankan Ibadah Sholat Fardhu SiswaMadrasah Tsanawiyah (Mts) Mafatihul Huda Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon”. Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam.2: 2, (Desember 2017), 71.
2Mahfud, dkk, “Pengaruh Ketaatan Beribadah Terhadap, Kesehatan Mental Mahasiswa Uin Walisongo Semarang” Jurnal Ilmu Dakwah,35:1, (Juni, 2015), 39.
3Abul Ala Al-Maududi, Dasar-Dasar Islam, (Bandung: Pustaka, 1984), 107.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 93
Nya dan mencontoh sunnah rasul-Nya.4 Selajutnya ketaatan kepada Allah dimaknai ibadah. Kata “ibadah” secara
harfiah ialah “al-abdu” artinya pelayan dan budak. Menurut Alim ibadah berarti berbakti manusia kepada Allah
SWT karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid,5 sedangkan menurut al-Maududi ibadah mempunyai
pengertian penghambaan dan perbudakan. Ibadah juga mempunyai arti kepatuhan yang timbul dari jiwa yang
menyadari keagungan yang diibadati (Allah) karena mempercayai kekuasaan-Nya yang hakikatnya tidak dapat
diketahui dan diliput oleh akal pikiran manusia.6
Beribadah berarti melaksanakan semua perintah Tuhan sesuai dengan kemampuan dan meninggalkan
seluruh larangan Nya dengan niat yang ikhlas. Unsur niat atau kesengajaan merupakan salah satu penentu
berpahala tidaknya perbuatan dan tingkah laku sehari-hari.7 Tindakan keagamaan yang tidak disertai dengan niat
atau tanpa kesadaran beragama bukanlah ibadah. Sebaliknya tingkah laku sosial dan pekerjaan sehari-hari,
apabila disertai niat karena Allah adalah termasuk ibadah.
2. Hakikat Ketaatan terhadap Perintah Allah
Taat pada hukum Allah merupakan suatu kewajiban mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar oleh setiap insan
ciptaan-Nya. Jika mengingkari, bahkan menolak hukum Allah, maka kesengsaraan dan kemurkaan Allah yang
akan didapatkan dalam kehidupan, serta azab yang maha berat di hari pembalasan. “Syariat Islam merupakan
aturan hukum yang ditetapkan Allah untuk kemaslahatan umat manusia dalam kehidupan ini. Jika kita mau patuh
dan taat, banyak hikmah yang kita dapatkan di dunia ini dan akhirat kelak,”
4Sutrisno, dkk. “Hubungan Antara, 71.
5Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. (Bandung : PT RemajaRosdakarya, 2006), 143.
6Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur Jilid I, (Jakarta:Cakrawala Publishing, 2011), 11.
7Hasan Ridwan, Fiqh Ibadah. (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 69-71
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 94
Ketaatan kepada Allah menempati posisi ketaatan tertinggi. Sebagai seorang muslim, tidak ada satu pun di
dunia ini yang dapat mengalahkan ketaatan kita kepada Allah SWT. Saat Allah menginginkan sesuatu dari kita,
saat itupun harus menaati-Nya. Dan ketaatan kepada Allah meniscayakan ketundukannya pula untuk menerapkan
syariat. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Maidah : 44., ditegaskan Allah SWT.;
Artinya; Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yangmenerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahdiri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan merekadiperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlahkamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Kudengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, makamereka itu adalah orang-orang yang kafir.(Q.s. Al Maidah [5] :44).,
Begitu juga dengan larangan-larangan Allah, juga terdapat banyak hikmahnya, dan bertujuan untuk menjaga
kehidupan, jiwa, harta, akal, kehormatan, martabat, sesuai maqashid syariah. “Hikmah taat untuk meninggalkan
segala yang dilarang, akan mewujudkan keridhaan Allah. Hikmah itu datang belakangan, setelah kita patuhi. Tidak
bisa didapatkan hikmah di awal, tapi kemudian, bisa di dunia atau di akhirat,” Tegasnya, apa yang diturunkan
Allah sebagai ketetapan hukum itu, kita tidak tahu apa hikmah di baliknya. “Seperti kenapa Allah larang mencuri.
Kenapa tidak dibolehkan saja curi punya orang dan orang curi punya kita, begitu juga dengan pembunuhan dan
perzinaan, perjudian dan minum khamar, kenapa Allah larang dan tidak dibebaskan saja itu semua. Tentunya, jika
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 95
kita patuhi untuk meninggalkannya, banyak sekali hikmah yang didapatkan baik dalam bentuk pahala maupun
ketenteraman hidup,”
Hikmahnya dari ketaatan tersebut juga bisa dirasakan dengan mendapatkan kehidupan yang tenang, rumah
tangga terjaga keharmonisan, bisnis/karir lancar karena ridha Allah, aman damai, anak tak pernah sakit, serta
tidak gelisah dan mengeluh terhadap segala ketentuan Allah.
3. Dasar Ketaatan terhadap Perintah Allah
Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas, merupakan rangkaian perintah Allah SWT, dalam konteks akhlaqul karimah
menjadi satu kesatuan utuh saling berkaitan. Taat pada hukum Allah dengan menjalankan segala amal ibadah
yang diperintahkan (amar makruf) baik ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah, juga meninggalkan segala
yang dilarang (nahi munkar) sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Hadits Nabi dan juga ijma’ ulama.
a. Perintah beriman kepada Allah dalam Al-Qur’an
. Dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 32 ditegaskan;
Artinya: “Katakanlah: hendaklah kamu taat kepada Allah dan Rasul. Tetapi jika kamu berpaling, maka
sesungguh-nya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir”. (Qs. Ali Imran [3];32).
Ketaatan kepada Allah menempati posisi ketaatan tertinggi. Sebagai seorang muslim, tidak ada satu pun di
dunia ini yang dapat mengalahkan ketaatan kita kepada Allah SWT. Saat Allah menginginkan sesuatu dari kita,
harus menaati-Nya. “Inilah makna keimanan dan keislaman kita kepada Allah. Menunaikan perintah Allah, dan
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 96
menjauhi larangan-Nya merupakan cara menunjukkan ketaatan kepada Allah. Misalnya, menunaikan shalat,
berpuasan membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji,” sebutnya.
b. Perintah Taqwa Kepada Allh SWT
Takwa berarti taat dan mau beribadah dengan niat karena Allah. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
Alquran surat Ali Imran ayat 102.
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Aali ‘Imran (Ali ‘Imran) [3]: 102).
Firman Allah dala QS. Al-Hasyr ayat 18;
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hasyr [59]:18).
Karakteristik al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) dapat dilihat dari firman Allah surat al-Baqarah: 2-5.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 97
Artinya: Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (2). (yaitu)
mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki
yang Kami anugerahkan kepada mereka (3). dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat (4). Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung (5). (Qs. al-Baqarah [2]: 2-5).
c. Perintah Ikhlas
Dalam pandangan syariat, syarat diterimanya amal ibadah seseorang adalah ikhlas. Ikhlas adalah murni,
tidak bercampur dengan yang lain. Hatinya selalu terpaut kepada Allah Ta'ala. Kedudukan ikhlas dalam Islam
sangat tinggi hingga mereka yang memiliki sifat ini (mukhlas) tidak dapat digoda dan dihasut setan. Bahkan
Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi,
Allah hanya melihat pada hati dan amalan kalian." (HR. Muslim)
Ketaqwaan bermakna ikhlas, seperti firman Allah, dalam Al-Qur’an Surat QS. Al-Hajj ayat 32:
Artinya; "Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati". (al-Haj: 32). Ketakwaan hati artinya dari keikhlasan hati. (QS. Al-
Hajj [22]: 32).
Adapun beberapa perintah Ikhlas dalam Al-Qur’an; diantaranya: Katakan Ibadahmu hanya untuk Allah
semata. Dalam Al-Quran surat Al-An'am ayat 162, Allah, SWT, berfirman:
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 98
Artinya: Katakanlah, 'Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan Semesta Alam. (QS. Al-An'am: 162)
Perintah ikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada Allah, dalam Al-Qur’an Surat Al-A'raf: 29:
Artinya: Katakanlah, "Tuhanku menyuruhku untuk berlaku adil. Dan hadapkanlah wajahmu (kepada Allah)
pada setiap salat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu
akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula. (QS Al-A'raf: 29)
Perintah menyembah Allah dengan Tulus Ikhlas, dalam Al-Qur’an Surat Ghafir ayat 14, firman-Nya:
Artinya: “Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir
tidak menyukainya” (QS Ghafir: 14)
Berdasar pada beberapa pandangan dan dimensi di atas, merupakan landasan beriman, bertaqwa, dan
ikhlas untu menjalakan perintah Allah kepada Allah dengan tujuan untuk mencari dan mengharapkan
mardhotillal/keridhaan Allah, dengan membiasakan berfikir positif atas pemberian Allah dengan penuh totalitas.
Sehingga bisa menerima nikmat dan rezeki yang di berikan Allah dalam bentuk apa saja tanpa ada perasaan
mengeluh atau berkeluh kesa, iri hati kepada orang lain apalagi berprasangkah negatif dengan ketentuan Allah.
Ketaatan seorang hamba pada Rabb-Nya diwujudkan dalam “Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas”. Menjadi tema pkok
dalam kajian dalan bagian ini.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 99
B. Dimensi Iman kepada Allah SWT
1. Konsepsi Iman Kepada Allah
a. Pengertian Beriman Kepada Allah
Secara etimologis “iman’ (bahasa Arab: (الإیمان berarti 'percaya'. Perkataan iman (إیمان) diambil dari kata kerja
'aamana' (أمن) -- yukminu' (یؤمن) yang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'. Sedangkan menurut istilah, pengertian
iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan).
Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar
ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan,
serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.8
Adapula kata mu‘minun kata mu‘minin kata mu’minan berarti orang-orang beriman,
kata al-I’ma’nu dan kata īmānān berarti keyakinan yang semuanya berasal dari kata āmīnā
yang berarti aman, damai, sentosa.9
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga
unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak
diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan
8Siti Muhayati. “Iman Kepada Allah Dan Perhatian Orang Tua Terh adap Budaya Nyontek Anak Usia Sekolah Dasar” Counsellia:Jurnal Bimbingan dan Konseling. 5:2 (Nopember. 2015), 3
9Dindin Moh Saepudin, dkk. ”Iman Dan Amal Saleh Dalam Alquran (Studi Kajian Semantik)” Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir.2:1 (Juni 2017),12.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 100
sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh
dan tidak dapat dipisahkan.
Dalam teologi Islam, diskursus tentang imân ditemukan pada ajaran dasarnya (ushûl al-dîn). Kata ini dipakai
dalam Bahasa Arab secara leksikal dengan arti “percaya”. Sejalan dengan makna ini, maka orang yang
percaya disebut mu'mîn (Ind. mukmin). Ketika Rasulullah saw. menjawab pertanyaan seorang laki-laki berbaju
putih yang datang menghampirinya ia bersabda, “Imân adalah percaya kepada Allah... ”10 Karena kata kuncinya
adalah percaya, maka kedudukan imân selalu diposisikan pada ajaran teologis, berada di dalam hati (qalb),11
yaitu sesuatu yang menjadi unsur batin (esoteris) manusia. Unsur batin tersebut sukar atau tidak bisa untuk diukur
eksistensinya tanpa melihat ekspresi lahiriah dari imân seorang yang beriman (mu'min).12
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar
ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 136,
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan
kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya.
10Muslim ibn Hajjâj, Shahîh Muslim (Saudi Arabia: Dâr al-Ashr ar al-Haisam, 2001), 5.
11AbManshûr al-Mâtûridî, Syarh Fiqh al-Akbar (Haidar Abad: Jam„iyyah Dâ`irah alMa„âif al-„Usmâniyyah, 1365 H.), 6.
12As-Suyûtî,al-Bâhir fi hukmihi saw. fî al-Zhahîr wa al-Bâthin, h. 12; lihat juga penjelasan tentang uraian ajaran lahir-batin pada „Izz al-Dîn„Abd al-Salâm al-Maqdisî, Hill arRumûz fî Mafâtih al-Kunûz (Jaridah Islamiyyah: Kairo, Mesir, 1899),21.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 101
Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian,
maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.”(Q.S. An Nisa [4]:136).
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan
yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada
Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
b. Iman sebagai Fondasi
Iman, sebagai asas atau fondasi, maka imân seyogiayanya tidak bersifat fluktuatif sebab ia merupakan
dasar keyakinan yang harus stabil. Inilah yang dipahami oleh Murji`ah, yakni imân tidak menerima ihwal naik-turun,
tetapi harus permanen. Dalam kontek itu, dasar-dasar keyakinan selalu memiliki implikasi yang “hitam-putih”,
yaitu antara imân dan kâfir (kafir). Ketika imân berkurang maka yang muncul adalah kufr (kekafiran) dan
tatkala imân muncul maka kekafiran akan sirna.13
Secara historis, pemahaman ini kerap dinisbahkan kepada AbHanifah Nu„mân ibn Tsâbit (w.150
H./767 M), sehingga dikenal dengan sebutan Murji`ah al-Fuqaha`. Ia mengajukan argumentasi, “Bagaimana hal
ini [imân bisa bertambah dan berkurang] dapat terjadi dalam diri seseorang: Imân dan kufr menyatu pada
dirinya, padahal keduanya saling kontradiksi.”14
Sunah menjelaskan lain, imân adalah sesuatu yang fluktuatif, dapat bertambah dan berkurang.15 Imân
akan bertambah karena taat kepada Allah dan berkurang disebabkan maksiat kepada-Nya. Al-Bukhâri (w. 256
13Husnel Anwar Matondang “Konsep Al-Iman dan Al-Islam: Analisis Terhadap Pemikiran Al-‘Izz Ibn ‘Abd As-Salam (577-660 H. atau1181-1262 M)” Journal:Analytica Islamica, 4:1, (Juni, 2015), 55.
14Mulla Husain Ibn Iskân Dâr al-Hanafah . Syarh Washiyyah al-Imâm al-Azham Abî Hanîfah (Majlis Dâ'irah al-Ma, ârif an-Nizhâmiyyah:Haidar Abad, 1321 H.), 54.
15Matondang “Konsep Al-Iman dan Al-Islam...., 56
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 102
Hi870 M.) memberikan bab khusus di dalam kitab shahîhnya tentang dasar fluktuatif keyakinan tersebut.16
Dalam korelasi ini, terlihat bahwa imân bukan hanya kepercayaan semata tetapi juga mencakup aspek amaliah
(perbuatan) dari anggota tubuh. Karena itu, makna imân dalam perspektif ini telah merambah ke lingkup
pengertian semula dari islâm, yaitu amal-amal lahiriah.
Disebabkan telah terjadi ekspansi makna di dalam penggunaan term imân dari makna asalnya -yang
diistilahkan Toshihiko Izutsu (dalam Matondang, 2015), dalam kajian semantiknya dengan kompetisi dan
persaingan makna kata,17 maka penyebutan imân tidak lagi an sich pada makna dasarnya, yaitu batin.
Disebabkan persaingan makna itu, maka tidak terhindarkan adanya kesan paradoks antara ajaran batin dan
ajaran lahir dan dua kata tersebut. Tatkala ajaran-ajaran lahiriah dijadikan sebagai bagian imân maka penilian
keberimanan seseorang tidak lagi terpusat pada batin tetapi telah merambah pada ranah amal-amal lahir.
Konsekuensi logis dari elaborasi dan ekspansi makna tersebut, terjadilah keberhimpitan cakupan pengertian dua
term, imân dan islâm; yaitu antara ajaran lahir (islâm) dan ajaran batin (imân). Kenyataan ini menjadikan
term imân sebagai sesuatu yang problematik di kalangan ulama.
Paradoks dalam memahami kedua makna imân dan islâm terkadang mengakibatkan kerancuan
dalam menilai amal-amal lahir. Lebih dari itu, perambahan makna imân pada aspek-aspek lahir secara
ekstrim telah menempatkan Khawarij menjadi kelompok takfîrî. Menurut mereka, pelaku dosa besar, seperti
tidak berhukum dengan hukum Allah, tidak salat, dan tidak mengeluarkan zakat, adalah kafir, sebab mereka
telah mencederai imân. Demikian juga dengan Muktazilah, mereka menempatkan amal sebagai bagian dari
imân, namun mereka juga berada dalam problema serius untuk mengafirkan seluruh pelaku dosa besar yang
16Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî (al-Maktabah: asy-Syâmlah, 1993), Juz I, 9.
17Matondang “Konsep Al-Iman dan Al-Islam...., 56
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 103
mencederai imân lahirnya. Oleh sebab itu, mereka mengemukakan konsep al-manzilah bain al-manzilatain
(posisi tidak mukmin dan tidak kafir) yang tidak dikenal pada generasi awal kaum Muslim.
c. Fungsi dan Kegunaan Iman
Ada beberapa fungsi iman dalam kegiatan tolong-menolong yaitu:18
1) Iman menjadi landasan niat penolong; Menolong sesama akan bernilai ibadah manakala dilakukan dengan
cara-cara Allah swt.artinyasesuai aturan Allah swt.dan diniyatkan untuk mendapatkan ridlo Allah swt. Jika
perbuatan menolong itu dilakukan dengan cara-cara Allah dan diniyatkan untuk mencari ridlo Allah, maka
pelakunya akan mendapatkan apa yang dijanjikan Allah swt., yaitu “Mendapat pertolongan dari Allah di dunia
dan akhirat”.
2) Iman menjadi pembi mbing tingkah laku penolong; Tak bisa dipungkiri bahwa perbuatan menolong berkaitan
dengan (a) diri penolong, (b) subyek yang ditolong, dan (c) materi yang diberikan kepada pihak yang ditolong.
Dalam hubungannya dengan diri penolong sendiri, penolong juga manusia yang tidak luput dari perbuatan salah
dan dosa. Dengan iman yang benar memungkinkan iman itu bisa membimbing penolong menuju perilaku yang
lebih baik dan terpuji, serta layak diteladani oleh individu yang ditolong.
3) Iman menjadi rujukan dalam memilih cara dan materi menolong; Menolong orang bukan hanya masalah
“cara”atau “teknik”menolong, tetapi juga “apa” yang akan diberikan kepada pihak yang ditolong. Istilah “apa”di
sini berkenaan dengan sesuatu yang diberikan kepada pihak yang ditolong adalah sesuatu yang benar dan
baik untuk pihak yang ditolong, baik sesuatu itu berkaitan dengan pemikiran, tindakan, kata-kata, atau materi
yang disampikan kepada subyek yang ditolong.
18Anwar Sutoyo. “Peran Iman dalam Pengembangan Pribadi Konselor yang Efektif” Jurnal: Psikoedukasi dan Konseling. 1:1, (Juni2017), 12.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 104
4) Iman yang diikuti dengan taqwa akan menjadikan penolong lebih bermoral dan patut menjadi teladan bagi
orang-orang yang ditolong;
2. Substansi Keimanan
Pada prinsipnya Iman, didalamnya terkandung: 19
a. Iman kepada Kitab Allah
Di dalam kitab suci itu terdapat sejumlah cara untuk mengatasi persoalan yang dihadapi manusia, yang tidak
terjawab melalui pengetahuan ilmiah. Misal:
1) Rujukan untuk membantu keluarga yang lama tidak dikaruniai keturunan (QS, 71:10-12),
Dalam surah Nuh ayat 10-12, Allah menyampaikan:
١٠ كان غفارا ۥ ربكم إنھستغفرواٱفقلت Artinya: “Maka aku berkata (kepada mereka), "Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha
Pengampun, (QS. Nuh [71]: 10).
١١ء علیكم مدرارا لسماٱیرسل Artinya: “Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, (QS. Nuh:11)
١٢﴿را ت ویجعل لكم أنھل وبنین ویجعل لكم جنویمددكم بأموArtinya: “dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan
mengadakan sungai-sungai untukmu."(QS. Nuh [71]:12).
Al Hafizh Ibnu Katsir berkata saat mengomentari ayat-ayat ini, "Jika kalian bertaubat kepada Allah, memohon
ampun kepada-Nya dan menaati-Nya, niscaya Allah akan memperbanyak rezeki kalian, menurunkan air hujan
yang penuh keberkahan dari langit, memberikan keberkahan dari tanah kalian, menumbuhkan tanaman,
19Anwar Sutoyo.“Peran Iman, 15.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 105
memperbanyak air susu ternak kalian dan menguatkan kalian dengan harta dan anak-anak, maksudnya Allah
akan memberikan kalian kekayaan dan anak-anak, menumbuhkan berbagai macam buah-buahan bagi kalian,
dengan air sungai yang mengalir di sela-selanya."
Salah satu resolusi ramadhan saya tahun ini adalah memperbanyak istighfar. Dzikir yang sering kali terlupa,
padahal sangat penting dan agung fadhilahnya. Banyak nash-nash baik dalam Al-Quran maupun hadist yang
menjelaskan tentang perintah beristighfar ataupun keutamaan istighfar.
2) Menolong orang yang mengalami kegagalan berat yang bisa menyebabkan stress (QS, 61:2-3),
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. [Ash-Shaff [61]: 2 – 3]
3) Jaminan akan ada pertolongan Allah dan jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi bagi orang-orang
yang bertaqwa (QS, 16:97),
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami
beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS, An-Nahl
[16]:97),
4) Jaminan akan mendapatkan kehidupan yang baik bagi orang yang beriman dan beramal sholih (QS, 9:129),
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 106
Artinya: “Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan
selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung".(QS.At-
Taubah, 9:129),
5) Jaminan akan mendapatkan penyelesaian yang terbaik dari kesusahan yang dihadapi individu (QS: 50 :17-18).
(18) (17)
Artinya: “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan
dan yang lain duduk di sebelah kiri”(17) “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir”. (18) (QS. Qaf [50]:18).
b. Imanan kepada malaikat Allah
Keimanan kepada malaikat memungkinkan seorang penolong yakin bahwa ada dua malikat Allah yang selalu
mencatat segala tingkah lakunya, dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah, ayat 285, Allah SWT, berfiman:
Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-
rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari
rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat....". (QS. Al-Baqarah [2]: 285).
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 107
Oleh sebab itu ia tidak berani bertindak sembarangan. Orang yang beriman kepada malaikat memungkinkan
tidak mudah takut menghadapi hal-hal yang orang lain takut, karena ia tahu bahwa kemanapun ia pergi selalu
dikawal oleh dua malaikat yang selalu mengikutinya scara bergiliran di depan dan belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah.
c. Imanan kepada takdir Allah
Keimanan kepada takdir Allah memungkinkah seorang penolong menjadikan rujukan dalam menolong,
bahwa seseorang tidak bisa menggantung-kan hasil usahanya kepada dirinya sendiri, sebaliknya orang yang
beriman yakin bahwa ada takdir Allah yang pasti berlaku untuk semua manusia. (QS, 13:11),
......
Artinya: “...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS, Ar-Rad.13:11).
Oleh sebab itu meski ia berupaya maksimal dan didukung dengan pengetahuan serta peralatan yang serba
canggih, ia tetap perlu menyandarkan hasil akhirnya kepada Allah. Dengan demikian penolong tidak mudah
bangga jika berhasil, dan tidak mudah putus asa ketika gagal.
d. Imanan kepada hari Pembalasan
Keimanan kepada hari pembalasan me-mungkinkan penolong bisa mayakinkan pihak yang ditolong, bahwa
hidup bukan hanya di sini dan saat ini saja, masih akan ada kehidupan yang abadi yaitu hari pembalasan. Orang
yang teraniaya di dunia dan belum sempat terbalaskan, akan dibalas pada hari pembalsan. Karena pentingnya
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 108
hari yang agung ini, kita dapati (di dalam al-Qur-an) bahwa Allah Ta’ala seringkali menghubungkan iman kepada-
Nya dengan iman kepada hari Akhir, sebagaimana Allah berfirman dalan Sruarat Al-Bakharah: 177:
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian….” (QS. Al-Baqarah [2]:177).
Demikian pula perbuatan baik yang belum mendapatkan balasan di dunia juga dibalas berlipat di akhirat.
3. Tauhid/Aqidah (akhlak kepada Allah) menanamkan keimanan kepada Allah SWT.
a. Pengetahuan tentang tauhid
Pengetahuan tentang tauhid, yaitu menanamkan keimanan kepada Allah swt. (QS.Luqman [31]:13).
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar".(QS.Luqman [31]:13).
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 109
Nasehat yang penuh hikmah yang pertama dikeluarkan oleh Luqman adalah jangan berlaku syirik.
Pemanggilan dengan kata ya bunayya mengisyaratkan kasih sayang. Karena Luqman adalah orang yang paling
belas kasihan kepada anaknya dan paling mencintainya.20
Penekanan dari aspek tauhid pada surat Luqman adalah untuk tidak menyekutukan Allah dengan
yang lain atau syirik. Karena Allah menegaskan akan mengampuni dosa hamba-Nya selain dosa syirik (QS.
Al-Nisa [4]: 48).
Artinya: ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. Al-Nisa [4]: 48).
Aqidah/keimanan merupakan pangkal dalam ajaran Islam, ibadah seorang muslim tidak akan diterima disisi
Allah Swt., jika tidak berpijak pada aqidah yang benar, yaitu aqidah tauhid. Allah swt adalah Tuhan yang wajib
dipercayai oleh setiap muslim, Dialah yang menciptakan semua makhluk, mematikannya, lalu
membangkitkannya kembali. dia pemberi rizeki kepada setiap makhluk, mengirimkan angin dan menurunkan
hujan, menciptakan siang dan malam, menundukkan matahari dan bulan sehingga keduanya berjalan menurut
waktu yang ditentukan.Di dalam Al-Qur'an disebutkan kata "Allah" sebanyak 2.697 kali. Penyebutnya itu selalu menerangkan
tentang keesaan Allah swt yang merupakan salah satu sifat-Nya dari beberapa nama-Nya yang indah. Semuanya
20Ahmad Mustafa al-Maragi, 1974: 153
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 110
menjelaskan suatu kepercayaan yang tertanam dalam hati tentang keberadaan Allah swt dan merupakan rukun
iman yang pertama.
b. Tujuan Pendikan Ketauhidan
Al-Nahlawi 1999. (dalam La Iba, 2017), menjelaskan bahwa tujuan pendidikan ketauhidan adalah untuk:21
1) Ikhlas dalam beribadah kepada Allah SWT.
2) Mengetahui arti dan tujuan beribadah kepada Allah.
3) Menjauhi larangan Allah SWT., seperti syirik dan hal-hal yang dapat mengalihkan ketauhidan dan mengaburkan
tujuan pendidikan.
Maka dari penjelasan diatas pendidikan tauhid adalah usahausaha pendidikan tauhid yang dilakukan oleh
para orang tua, guru, dosen terhadap anak-anaknya dengan menyampaikan materi-materi ketauhidan. Salah satu
dari kesan-kesan keimanan itu ialah apabila Allah dan RasulNya dirasakan lebih dicintai olehnya dari segala
sesuatu yang ada. Tentu untuk menyampaikannya dengan metode kalimat tauhid, keteladanan, pembiasaan,
nasehat, dan pengawasan. Metode ini disesuaikan dengan materi yang akan diberikan dan juga kemampuan
anak. Sehingga diharapkan anak menjadi seorang muslim sejati dengan ketauhidan yang utuh, sebagai jalan
untuk menjadi hamba Allah yang bertakwa dan pengikut Nabi Allah Muhammad saw.
c. Tauhid membahas tentang wujud Allah
Tauhid yaitu membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap padanya sifat-sifat yang
boleh disifati kepadanya dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari padanya. Juga membahas
21La Iba. “Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur’an (kajian Tafsir Surat Luqman ayat 12-19)”. Jurnal: Al-Iltizam. 2:2, (Juni 2017), 143.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 111
tentang para rasul Allah swt. meyakinkan kerasulan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada diri mereka dan
apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.22
Adapun, obyek pembahasan atau yang menj adi lapangan bahasan ilmu Tauhid pada garis besarnya dibagi
menjadi kepada tiga bagian utama di dalam al-Qur’an yaitu:23
1) Tauhid Ilahiyah (Ketuhanan)
Tauhid Ilahiyah, yaitu bagian dari ilmu Tauhid yang membahas masalah ketuhanan. hal ini terdiri dari:
(a) Tauhid Uluhiyah yaitu adalah kepercayaan untuk menetabkan bahwa sifat ketuhanan itu hanyalah milik Allah
belaka dengan penyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah yang dilahirkan dengan mengucapkan kalimah
thayibah “Laa Ilaaha Illahllah” selain itu ia hanya berbakti kepadanya saja, jika ia mendapat musibah, ia lari,
mengadu dan berserah diri Cuma kepanya saja. kalau mengerjakan suatu amalan, maka tujuan utamanya
hanyalah dia semata. singkatnya adalah ”kepercayaan bahwa Tuhan yang menciptakan alam semesta ialah
Allah dan hanya berbakti kepada-Nya saja”
(b) Tauhid Rububiyah, adalah mengesakan Allah ta’ala di dalam segala perbuatan-Nya, dialah satu-satunya yang
menciptakan sekaligus memiliki, dan mengatur makhaluk-Nya. dadil yang menunjukkan bahwa Allah SWT.
yang menciptakan adalah firman-Nya:24
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu”
22Muhammad Abduh, 1989:7).
23Abd.Jabbar Adlan dkk, Teks book, Dirosat Islamiyah, Pengantar Ilmu Tauhid dan Pemikiran Islam (Surabaya:Aneka Bahagia,1995), 37
24Shahih Bin Fauzan Bin Al-Fauzan, At-Tauhid Li Ash-Shaf Al-Awwal Al-Ali,Kitab Tauhid (jilid 1), Penerjemah Zaini (Solo : PustakaArofah, 2015), 36
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 112
(c) Tauhid Dzat, sifat –sifat dan nama-nama-Nya yaitu pembahasan tentang sifat-sifat dan nama-nama yang
disebut sendiri oleh Allah dan Rosul-Nya yang tidak sama dengan makhaluk-Nya, sifat dan nama-Nya adalah
agung dan sempurna. kita tidak boleh memberikan nama dan sifat yang dapat mengurangi keagungan dan
kesempurnaan-Nya, atau menyesuaikan nama-nama dan sifat-sifat itu dengan yang lain seperti
membagaimanakan, Menggambarkan, Mentasybihkan, menta’wilkan, Memtafsirkan, atau mentatha’thilkannya
sebagai firman Allah dalam surat Al-a’raf ayat 180 :
.Artinya: Dan Allah mempunyai asmā`ul ḥusnā (nama-nama yang terbaik) yang menunjukkan keagungan dankesempurnaan-Nya. Maka gunakanlah nama-nama itu untuk tawasul kepada Allah dalam meminta sesuatuyang kalian inginkan dan pujilah menggunakan nama-nama terbaik tersebut. Dan tinggalkanlah orang-orangyang menyimpang dari jalan yang benar dalam memperlakukan nama-nama itu. Yaitu denganmenjadikannya sebagai nama untuk selain Allah, menafikannya dari Allah, menyelewengkan maknanya, ataumenyerupakannya dengan selain Allah. Kami akan membalas orang-orang yang menyelewengkan nama-nama itu dari kebenaran dengan azab yang sangat pedih disebabkan apa yang telah mereka perbuat.(QS.Al-a’raf [7]:180),
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu
dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya, nanti
mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
2) Tauhid Nubuwwah
Tauhid Nubuwwah yaitu bagian ilmu Tauhid yang membahas masalah kenabian, kedudukan dan peranan
serta sifat-sifat dan keistimewaanya.sebagai mana firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 43.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 113
Artinya:”Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu
kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,”
(QS. An-Nahl [16];43).
3) Tauhid Sam’iyyat,
Tauhid Sam’iyyat, yaitu bagian ilmu Tauhid yang membahas masalahmasalah yang di dengan dari dalil-
dalil naqli seperti datangnya hari akhir, hari kebangkitan dari kubur, Mizan, dan lain-lain. disebutkan dalam
firman Allah surat Az-Zumar ayat, 60:
Artinya: Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah,
mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang
menyombongkan diri? (QS. Az-Zumar [30]: 60).
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 114
C. Dimensi Taqwa kepada Allah SWT
1. Makna Takwa
Secara etimologi kata ini merupakan masdar dari kata ittaqa-yattaqi yang berarti menjaga diri dari segala
yang membahayakan. Sementara pakar berpendapat bahwa kata ini lebih tepat diterjemahkan dengan berjaga-
jaga atau melindungi diri dari sesuatu. Kata takwa dengan pengertian ini dipergunakan di dalam al-Qur’an
misalnya pada surat al-Mū’min: 45 dan surat al-T ū’r: 27. Kata ini berasal dari waqa-yaqi - wiqayatan. Berasal dari
susunan huruf wa, qaf, dan ya. Dibaca waqa dengan arti menjaga dan menutupi sesuatu dari bahaya.25
Penggunaan kata kerja waqā dapat dilihat antara lain surat al-Insan:11, al-Dukhān:56, dan al-Tūr: 28.
Penggunaan bentuk ittaqā dapat dilihat antara lain dalam surat al-Arāf: 96. Kata taqwā juga sinonim dengan kata
khauf dan khasyah yang berarti takut, bahkan, kata ini mempunyai pengertian yang hampir sama dengan kata
ta’at. Kata takwa yang dihubungkan dengan kata ta’at dan khasyah digunakan al-Qur’an didalam surat al-Nur
52.26.
2. Term Takwa dalam Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an kata takwa disebut 258 kali dalam berbagai bentuk dan dalam konteks yang bermacam-
macam. Kata takwa yang dinyatakan dalam bentuk kata kerja lampau (fi‟il ma>d}i) ditemukan sebanyak 27 kali,
yaitu dengan bentuk ittaqāsebanyak 7 kali, antara lain, dalam surat al-Baqarah: 189, dalam bentuk ittaqa>
25Luwis Ma’luf, Munjid fi al-Lughah wa A’lām, (Beirut: Dār al-Masyriq, 1986), 915.
26Qurais Shihab, Ensiklopedia Alquran Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 988.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 115
sebanyak 19 kali, seperti dalam surat al-Māidah: 93, dan dalam bentuk ittaqaitunna hanya satu kali, ditemukan. Di
dalam surat al-Ahzāb: 32. Dalam bentuk bentuk seperti diatas, kata taqwa pada umumnya memberi gambaran
mengenai keadaan dan sifat-sifat serta ganjaran bagi al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa).
Kata taqwa yang diungkapkan dalam bentuk kata kerja yang menunjukan masa sekarang (fi’il mudhari)
ditemukan sebanyak 54 kali. Dalam bentuk ini, al-Qur’an menggunakan kata itu untuk arti:
a. Menerangkan berbagai ganjaran, kemenangan, dan pahala yang diberikan kepada al-Muttaqin (orang-orang
yang bertakwa), seperti dalam surat al-Talaq: 5.
b. Menerangkan keadaan atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seseorang sehingga ia diharapakan dapat
mencapai tingkat takwa, yang diungkapakan dalam bentuk la’allakum tattaqun seperti dalam surat al-Baqarah:
183, dan
c. Menerangkan ancaman dan peringatan bagi orang-orang yang tidak bertakwa, seperti dalam surat al-
Mu’minūn: 32.27
Kata takwa yang dinyatakan dalam kalimat perintah ditemukan sebanyak 86 kali, 78 kali diantaranya
mengenal perintah untuk bertakwa yang ditujukan kepada manusia secara umum. Objek takwa dalam ayat-ayat
yang menyatakan perintah takwa tersebut bervariasi, yaitu:
a. Allah sebagai objek ditemukan sebanyak 56 kali, misalnya pada surat al-Baqarah: 231 dan surat al-
Syu’āra:131;
27Shihab, Ensiklopedia Alquran, 989.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 116
b. Neraka sebagai objeknya ditemukan sebanyak 2 kali, yaitu pada surat al-Baqarah: 24 dan surat Āli Imrān: 131,
c. Fitnah/siksaan sebagai objek takwa ditemukan satu kali, yaitu pada surat al-Anfāl: 25,
d. Objeknya berupa kata-kata rabbakum al-ladzi khalaqalakum dan kata-kata lain yang semakna berulang
sebanyak 15 kali seperti dalam surat al-Hajj: 1. Dari 86 ayat yang menyatakan perintah bertakwa pada
umumnya (sebanyak 82 kali) objeknya adalah Allah, dan hanya 4 kali yang objeknya bukan Allah melainkan
neraka, Hari kemudian, dan siksaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat yang berbicara.28
3. Karaktersitik al-Muttaqin (Orang-orang yang bertakwa) dalam al-Qur’an
Karakteristik al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) dapat dilihat dari firman Allah surat al-Baqarah: 2-5.
Artinya: Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (2). (yaitu)
mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang
Kami anugerahkan kepada mereka (3). dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitabkitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat
(4). Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung
(5). (QS. al-Baqarah [2]: 2-5).
28Shihab, Ensiklopedia Alquran, 999.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 117
Ayat diatas menjelaksn bahwa karakeristik al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa), adalah: (1). Beriman
kepada yang gaib. (2). Melaksanakan shalat (3).Menafkahkan sebagian hartanya. (4). Beriman kepada kitab-kitab
yang telahdiwahyukan dan (4). Meyakini hari akhirat.
Ayat lain yang juga menjelaskan tentang karaketristik al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) adalah surat
al-Baqarah: 177:
Ayat di atas menginformasikan bahwa karaketistik al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) itu adalah: (1).
Beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat, al-Qur’an dan kitab-kitab yang lain dan para nabi. (2).
Menafkahkan sebagai hartanya. (3). Memerdekakan hamba sahaya. (4). Mendirikan shalat (5). Mengeluarkan
zakat. (6). Menepati janji (7). Besabar dalam kesempitan dan penderitaan dalam peperangan.
Dari beberapa ayat diatas maka dapat disimpulkan bahwa karaktersitis al-Muttaqin (orang-orang yang
bertakwa) adalah orang-orang yang mempunyai sifat-seifat sebagai berikut:
a. Beriman
Kata iman yang seakar dengannya ditemukan sebanyank 877 kali dalam al-Qur’an. Secara morfologi, kata
tersebut berkembang menjadi amana - yu’minu- imanan. kata tersebut bermakna al-tashdi>q al-ladzīma’ahu
aman (membenarkan yang disertai dengan rasa aman). Sedangkan secara terminologis iman adalah pembenaran
dengan hati, pengakuan dengan lidah dan pengamalan dengan anggota badan. al-Jurjani menjelaskan bahwa
iman itu secara leksikal adalah membenarkan dengan hati, sedangkan menurut syara‟adalah “keyakinan dalam
hati dan pengakuan dengan lisan.” Jadi, barang siapa yang mengucapkan kalimat syahadat dan mengamalkan
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 118
ajaran-ajaran Islam, tapi tidak meyakini dalam hatinya adalah munafik.29 Bila dilihat ayat-ayat di atas maka iman
sebagai sifat al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) itu meliputi iman kepada Allah, para malaikat, para nabi,
kitab-kitab dan hari akhir yang terkandung dalam rukun iman dalam ajaran Islam.
Pengertian beriman pada yang ghaib sebagaimana disebutkan pada ayat-ayat diatas meliputi hal-hal yang
tidak nampak oleh panca indera yang dikhabarkan Allah dalam al-Qur’an dan nabi Muhammad SAW. Dari kedua
sumber tersebut diketahui bahwa hal-hal yang gahib itu ada yang mutlak dan ada yang relative dan puncak yang
suatu yang ghaib itu adalah mengimani adanya Allah.30
Beriman kepada yang ghaib dalam surat al-Baqarah ayat 3 memang tidak disebutkan secara jelas, namun
jika dilihat pada surat al-Baqarah ayat 177 Allah menyebutkan bahwa diantara sifa-sifat al-Muttaqin (orang-orang
yang bertakwa) adalah mereka yang beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, para nabi-Nya, kitab-kitab-Nya,
dan hari akhir dimana hal-hal terebut merupakan hal-hal yang ghaib baik secara mutlak atau relative. Oleh sebab
yang dimaksud hal-hal yang ghaib pada surat al-Baqarah ayat 3 adalah sebagaimana yang dijelaskan pada surat
al-Baqarah ayat 177. Hal-hal yang Ghaib menurut al-Maraghi adalah sesuatu yang wujud berdasar dalil rasional
yang tidak dapat dijangkau panca indera manusia. yang menunjukkan bahwa sesuatu itu memang ada dan tidak
bisa ditolak seperti adanya Alam semesta yang menunjukkan adanya sang Khalik. Hal-hal yang ghaib itu seperti
adanya zat Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya dan adanya hari Akhir dan segala proses
yang menyertainya.31
29Muhammad al-Jurjani, Mu’jam al-Ta’rifat, (Kairo: Dar al-Fadhi>lah, t.th), 37
30Quraish M. Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz I (Jakarta: Lentera Hati, 2000), 89.
31Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz I (Mesir: Maktabah Isa al-Ba>bi al-Halabi, 1946), 42.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 119
Beriman kepada yang ghaib merupakan sifat utama dari al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) karena
sifat ini yang mendorong mereka untuk melakukan shalat, mengeluarkan zakat, tunduk dan patuh kepada perintah
Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.32
Yang dimaksud iman kepada Alah adalah membenarkan adanya Allah, dengan cara meyakini dan
mengetahui bahwa Allah swt wajib adanya karena dzatnya sendiri (Wajib l-wuju>d li Dzathi), Tunggal dan Esa,
Raja yang Maha kuasa, yang hidup dan berdiri sendiri, yang Qadim dan Azali untuk selamanya. Dia Maha
mengetahui dan Maha kuasa terhadap segala sesuatu, berbuat apa yang ia kehendaki, menentukan apa yang ia
inginkan, tiada sesuatupun yang sama dengan-Nya, dan dia Maha mengetahui. Jadi iman kepada Allah adalah
mempercayai adanya Allah swt beserta seluruh ke Agungan Allah swt dengan bukti-bukti yang nyata kita lihat,
yaitu dengan diciptakannya dunia ini beserta isinya.33
Diantara makhluk yang ghaib adalah Malaikat, pengertian Iman kepada para malaikat Allah adalah
mempercayai bahwa Allah itu mempunyai suatu mahluk bernama malaikat, yang selalu taat kepadanya dan
mengerjakan dengan sebaik-baiknya tugas yang diberikan Allah kepada mereka.34
Iman kepada Rasul adalah percaya dan yakinbahwa Allah swt telah mengutus para Rasul kepada manusia
untuk memberi petunjukkepada manusia, dan Nabi yang wajib kita percayai itu ada dua puluh lima. Sedang yang
dimaksud iman kepada kitab-kitab Allah adalah membenarkan bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab yang
merupakan firman-Nya kepada para utusan-Nya. Ada yang disampaikan secara langsung kepada para Rasul
tanpa perantara, ada yang disampaikan melalui perantara malaikat, dan ada yang dia tulis sendiri. Iman kepada
32Ahmad Farid, al-Taqwa: al-Ghayah al-Manshudah wa al-Durrah al-Mafqudah (Riyad: Dar al-S}umai, 1993), 60.
33Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Hidayah al-T{a>libi>n Fi Bayan Muhimmah al-Di>n, Terj. Afif Muhammad, Mengenal Mudah RukunIslam, Rukun Iman, Rukun Ikhsan secara Terpadu, (Jakarta: A.Bayan, 1998),138 -139.
34Humaidi Tata Pangarsa, Kuliah aqidah lengkap, (Surabaya: Bina Ilmu.1979). 81
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 120
hari akhir atau hari kiamat adalah meyakini adanya kehidupan yang kekal abadi setelah hancurnya alam semesta
ini dan manusia akan mendapat balasan yang seadil-adilnya tentang amal yang telah dilakukan sewaktu di dunia.
Tentang kapan datangnya hari kiamat, tidak ada yang dapat mengetahuinya termasuk Nabi dan Rasul kecuali
hanyalah Allah swt. Hari akhir sama dengan hari kiamat. Sedangkan yang dimakusd dengan iman kepada Qadha
dan Qadhar adalah percaya bahwa segala hak, keputusan, perintah, ciptaan Allah swt yang berlaku pada
makhluknya termasuk dari kita (manusia) tidaklah terlepas (selalu berlandaskan pada) kadar, ukuran, aturan dan
kekuasaan Allah swt.
b. Melaksanakan Shalat
Diantara sifat al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) adalah melaksankan Shalat. Sifat ini dijelaskan pada
surat al-Baqarah ayat 3 dan 177. Yang dimaksud dengan menegakkan shalat menurut Ibn Abba>s adalah
meyempurnakan ruku’, sujud, bacaan dan khusu’dalam menjalankan shalat. Sedangkan menurut al-Dahhak
adalah selain menyempurnakan ruku’dan sujud juga selalu menjaga waktu shalat sehingga tidak terlambat atau
mengakhirkan dalam menjalankannya.35 Kata “aqimu” adalah bentuk amar dari kata “qama” yang berarti berdiri.
Kata ini menurut sebagian ulama’ terambil dari kata yang mnggambarkan tertancapnya tiang sehingga ia tegak
lurus dan mantap, ada yang menyatakan terambil dari kata yang melukiskan pelaksanaan suatu pekerjaan dengan
giat dan benar.36
35Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Juz I (Kairo: Maktabah al-Turath al-Isla>mi, 1980), 42 –43.
36Qurash, al-Misbah, I, 90.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 121
Dalam sebuah hadits dinyatakan “shalat adalah tiang agama, barang siapa yang tidak menegakkannya
berarti ia tidak menegakkan agama dan barang siapa merobohkannya berarti merobohkan tiang agama”. Yang
dimaksud dengan iqa>mah (menegakkan) shalat adalah menjaga dan melaksanakan tepat pada waktunya, hal ini
sesuai dengan firman Allah “mereka yang tetap mengerjakan shalatnya” (al-Ma’arij:23), dan firman Allah
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (al-Nisa’:
103).37
Penggunaan kata bentuk fi’il Mudarik dalam kata iqamah menurut Ibn Ashur menunjukkan perintah agar
orang yang bertakwa itu selalu menjaga shalat dalam setiap saat, hal ini sesuai dengan surat al-Mukminun: 9, al-
Ma’arij: 34-35.43
c. Mengeluarkan sebagian harta yang dimilikinya.
Diantara sifat al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) adalah orang-orang yang melaksanakan ketentuan
Allah terkait dengan harta yang dimilikinya dalam dua hal:
1) Menunaikan Zakat
Diantara Sifat al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) ini sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah
ayat 177 adalah menuanaikan zakat yang diberikan kepada para orang-orang yang berhak menerimananya yaitu
8 golongan yang disebutkan dalam firman Allah: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
37Muhammad Tahir bn Ashur, al-Tahrir wa al-Tanwir, Juz I (Tunisia: Dar Souhnoun, 1978), ), 232.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 122
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (al-Taubah: 60).
Al-Qur’an dalam banyak ayat selalu menggandengkan antara melaksanakan shalat dan menunaikan zakat,
hal ini disebabkan karena shalat mensucikan ruh manusia sedang zakat mensucikan harta dan jasadnya. Hal ini
sebagaimana firman Allah: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”(al-Taubah: 103).38
2) Sedekah atau infaq
Di antara Sifat al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) adalah mengeluarkan sebagian hartanya. Sifat ini
ditemukan dalam surat al-Baqarah: 3 dengan redaksi “menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka”; dalam surat al-Baqarah: 177 dengan redaksi; “memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya; dan dalam surat Ali Imran: 133–135 dengan redaksi: “(yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.
d. Menepati Janji
Menepati janji merupakan salah satu sifat terpuji yang menunjukkan keluhuran budi manusia dan sekaligus
menjadi hiasan yang dapat mengantarkannya mencapai kesuksesan dari upaya yang dilakukan. Menepati janji
38Wahbah al-Zuhaaili, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Shari’ah wa al-Manhaj, Juz II, (Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu’asir, 1418 H.), 99.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 123
juga dapat menarik simpati dan penghormatan orang lain. Menepati janji berarti berusaha untuk memenuhi semua
yang telah dijanjikan kepada orang lain di masa yang akan datang. Orang yang menepati janji orang yang dapat
memenuhi semua yang dijanjikannya. Lawan dari menepati janji adalah ingkar janji.
Diantara sifat al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) adalah menempati janji jika ia berjanji. Sifat ini dapat
kita termukan dalam surat al-Baqarah: 177. Ketika mengomentari ayat ini Wahbah al-Zuhaili menyatakan bahwa
diantara sifat kebaikan yang menjadi ciri al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) adalah menepati janjinya
kepada Allah yaitu dengan cara selalu memperhatikan firmannya maupun dengan cara ta’at kepada Allah. Selain
itu mereka juga menepati janji nya kepada sesama manusia dalam hubungan social seperti jual beli, sumpah dan
lain-lainnya selama janji itu tidak berlawanan dengan perintah Allah.
Menepati janji adalah salah sifat orang-orang yang beriman sedangkan mengingkari janji adalah salah satu
dari sifat orang munafik. Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa tanda-tanda orang munafik itu ada tiga yaitu jika
berkata berdusta, jika berjanji mengingkari dan jika dipercaya hiyanat.39
e. Sabar
Kesabaran adalah salah satu ciri mendasar dari al-Muttaqin (orang-orang yang bertaqwa). Bahkan sebagian
ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak
mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya.
Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala.
39Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Juz, II, 99
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 124
Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju
perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dapat dikatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi
buruk, pasrah dan menyerah begitu saja.
Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat
tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Menurut Ibn
Qayyim al-Jawziyah Sabar sabar adalah menahan jiwa dari cemas, lisan dari mengeluh, dan organ tubuh dari
menampar pipi, merobek-robek baju dan seterusnya. Dan menurut Yusuf Qardlawi adalah mencegah dan
menahan diri dari hal-hal yang dimurkai Allah dengan tujuan semata-mata mencari rida-Nya.40
Walaupun dalam surat al-Baqarah: 177 Allah mengkhususkan sabar dalam tiga hal tersebut. Namun bersikap
sabar dalam keadaan atau pun masalah lain juga merupakan sikap terpuji. Sebab, jika orang yang mampu
bersabar dalam tiga hal tersebut sudah tentu ia dapat bersikap sabar dalam menghadapi masalah atau keadaan
yang lain.
Di dalam peperangan pun, seseorang berhadapan dengan berbagai bahaya dan malaikat maut.
Kemenangan dalam peperangan bisa di capai dengan jalan sabar, dan dengan sabar ini kebenaran dapat dijaga
karena harus diperjuangkan dengan berbagai pertahanan. Di dalam hadits Nabi di katakan, bahwa lari dari
peperangan merupakan salah satu dosa besar. Dan dengan mengikuti perinatah ini, umat Islam dahulu terkenal
sebagai umat yang ahli dalam peperangan di seluruh dunia. Sebagian ulama mengatakan bahwa siapa pun yang
40Ibn Qayyim al-Jawziyah, Sabar pesrisai Seorang Mukmin, Terj. Fadli (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), 12.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 125
menjalankan ayat ini. Berarti telah mempunyai kesempurnaan iman atau ia telah mencapai derajat tertinggi dalam
masalah iman.
f. Menahan Amarah
Diantara sifat al-Muttaqi>n (Orang-orang yang bertakwa) yang disebutkan dalam surat Ali Imran: 134 adalah
orang-orang yang menahan amarahnya. Kalimat ini ma’thûf (bersambung) dengan kalimat sebelumnya. Adanya
perubahan shîghah dari yang sebelumnya berbentuk fi’l menjadi fâ’il mengandung makna li al-istimrâr, yakni
keadaan yang berlangsung terus-menerus. 41
Artinya, perilakunya yang dapat menahan marah itu tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali, namun telah
menjadi bagian dari karakter yang melekat pada diri mereka. Menurut sebagian besar para mufassir, kata al-
ghayzh berarti al-ghadhab (marah).42
Perasaan marah biasanya dilampiaskan dalam bentuk ucapan seperti umpatan, celaan, dan semacamnya;
atau dalam bentuk perbuatan seperti memukul, menendang, dan semacamnya. Menahan marah berarti menahan
diri dari ucapan atau perbuatan yang menjadi bentuk pelampiasan marah tersebut. Al-Khazin menjelaskan, kata
al-kazhm berarti menahan sesuatu ketika sesuatu itu telah penuh. Dengan demikian, ungkapan al-kâzhimîn al-
ghayzh memberikan makna bahwa ketika seseorang dipenuhi oleh kemarahan, maka kemarahan itu hanya
tertahan dalam rongga perutnya; tidak ditampakkan dalam ucapan dan perbuatan; tetap bersabar dan diam
41Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 2 (Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), 272.
42Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, (vol. 3), 63.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 126
atasnya. Artinya, ayat ini mengandung makna, “Mereka menahan diri untuk melampiaskan kemarahannya dan
mampu menahan kemarahan hanya dalam rongga perutnya. Ini adalah salah satu jenis sifat sabar dan al-hilm
(sabar, murah hati).” 43 Sifat demikian juga digambarkan dalam surat al-Syura: 37.
Perasaan marah tentu amat manusiawi. Apalagi kepada orang yang berbuat salah dan jahat. Akan tetapi,
Islam mengajarkan, tidak sepatutnya seorang Muslim melampiaskan kemarahannya. Apalagi, pelampiasan
kemarahan itu dapat mengantarkan pelakunya menabrak ketentuan syariah. Menahan marah jauh lebih baik
daripada melampiaskannya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa suatu saat ada seorang laki-
laki yang datang kepada Rasulullah saw. untuk meminta nasihat. Beliau pun bersabda, “Lâ taghdhab (Jangan
marah)!”Ketika pertanyaan itu diulangi, Beliau pun memberikan jawaban yang sama. Dengan demikian, menahan
marah merupakan akhlak terpuji yang diperintahkan. Sebagai balasannya, pelakunya dijanjikan mendapat pahala
yang amat besar. Sahal bin Muadz, dari Anas al-Jahni, dari bapaknya, menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah
bersabda:
Artinya: “Siapa saja yang menahan marah, padahal dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan
memanggilnya pada Hari Kiamat di atas kepala para makhluk hingga dipilihkan baginya bidadari yang dia sukai
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)”44
43Al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîl fî Ma’ânîal-Tanzîl, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah), 298.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 127
Berkenaan dengan marah, Islam tak hanya memerintahkan umatnya untuk menahannya. Lebih dari itu,
syariah juga mengajarkan metode untuk meredakan kemarahan. Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya marah itu dari setan dan sesungguhnya setan itu diciptakan dari api, sementara api
bisa dipadamkan oleh air. Karena itu, jika salah seorang di antara kalian sedang marah, hendaklah dia berwudhu”
(HR Abu Dawud).45
g. PemaafDiantara sifat al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) adalah pemaaf. Sifat ini dijelaskan dalam surat Ali
Imran: 134. Pada surat ini Allah menggunakan kata turunannya al-‘afin terambil dari kata al-‘afn.52 yang biasa
diterjemahkan dengan kata maaf. Kata ini antara lain berarti menghapus. Seorang yang memaafkan orang lain
adalah menghapus bekas luka di dalam hatinya akibat kesalahan yang dilakukan orang lain terhadapnya.
Tahapan menahan amarah di atas, yang bersangkutan baru sampai tahap menahan amarah, kendati bekas-bekas
itu masih memenuhi hatinya, pada tahap memaafkan ini yang bersangkutan telah menghapus bekas luka-luka itu.
Kondisi ini seakan-akan tidak pernah terjadi kesalahan atau sesuatu apapun. 46
Namun pada tahap ini bisa saja tidak terjalin hubungan. Untuk mencapai tingkat yang lebih baik lagi, maka
masuk kepada as-safhu, karena perpindahan untuk lebih baik lagi merupakan perbuatan baik disebut sebagai
44Sulaiman ibn Ash’ats al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Juz VII, (Bairut: Dar al-Risalah al-Ilmiah, 2099), 127.
45Sulaiman, Sunan Abi Dawud, Juz VII, 163.
46Quraish M. Shihab. Tafsir al-Misbah, Juz, II, (Jakarta: Lintera Hati, 2009), 255.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 128
penutup pada ayat ini. Memberikan maaf berarti memberikan ampunan dari menjatuhkan hukuman kepada orang-
orang yang sebenarnya berhak mendapatkan hukuman. Di antara contoh pemberian maaf adalah yang
disebutkan dalam surat a-Baqarah:178. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa seorang pembunuh bisa
mendapatkan maaf dari keluarga korban. Ketika dia mendapatkan pemaafan dari keluarga korban, dia tidak lagi
dijatuhi hukuman qishâsh yang seharusnya dijatuhkan atasnya. Perlu dicatat, membalas kejahatan yang dilakukan
seseorang memang dibolehkan. Akan tetapi, syariah menetapkan bahwa memberikan maaf lebih diutamakan hal
ini sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Syura: 40.
Dalam surat al-A’raf: 199 Allah Swt. secara tegas memerintahkan hamba-Nya untuk memberikan maaf.
Dalam surat al-Baqarah: 237 dinyatakan bahwa memberikan maaf itu lebih dekat dengan ketakwaan. Adapun
orang dimaafkan meliputi semua manusia. Sebab, dalam ayat itu disebutkan an-nâs. Bentuk kata jamak yang
disertai dengan al-lâm li al-jins ini memberikan makna umum sehingga mencakup seluruh manusia. Surat Ali
Imran ayat 134 ditutup dengan firman-Nya: Wallâh yuhibb al-muhsinîn (Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan). Sebagaimana huruf al-lâm pada kata an-nâs, kata al-muhsinîn juga menunjukkan lial-jins sehingga
berlaku umum. Artinya, orang muhsin yang dicintai Allah Swt. itu meliputi setiap orang yangterkatagori muhsin,
baik yang disebutkan dalam ayat ini maupun yang lainnya.
Ungkapan wallâh yuhibb al-muhsinîn menunjukkan diperintahkannya perbuatan tersebut. Selain ayat ini,
ungkapan yang sama juga terdapat dalam surat Ali Imran: 195, 148; al-Maidah: 13, 93.
h. Memohon Ampunan kepada Allah
Diantara sifat al-Muttaqin (orang-orang yang bertakwa) adalah selalu memohon ampun kepada Allah jika
berbuat kejelekan. Sifat ini sebagaimana dijelaskan dalam surat Ali Imran: 135. Perkataan “al-Ladzina”pada ayat
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 129
ini menurut sebagiann ulama merupakan pokok kalimat, tapi menurut yang lainnya sebagai sambungan dari ayat
sebelumnya. Jika dianggap sebagai pokok kalimat berarti keterangannya yang tercantum pada ayat 136. Jika
perkatan ini difahami sebagai satu kesatuan dengan ayat sebelumnya berati sebagai keterangan “al-
Muhsinin”(orang yang ihsan) atau “al-Muttaqin” (yang bertaqwa). Sedangkan fa’alu fahisatan mengandung arti
segala perbuatan yang sangat buruk, terkadang berma’na zina.4754
Ibnu Asyur menerangkan bahwa fa’alu fahisatan mengandung arti antara lain (1) dosa besar seperti zina, (2)
perbuatan dosa yang berdampak negatif pada orang lain, (3) perbuatan ma’shiat yang amat dimurkai Allah
SWT.4855 Menurut Al-Asqalani al-fuhsu adalah al-ziyadah ala al-hadd fi al-kalam al-sayyi’ (melampaui batas
kewajaran dalam kata-kata yang buruk). Dengan demikian yang dimaksud dengan arti kata al-Fuhsi dan al-
Tafahusy itu antara lain perkataan kotor, ungkapan menyakitkan, sesuatu yang membawa akibat buruk dan
terkadang berma’na zina. Bila semua yang buruk-buruk itu telah dianggap biasa di masyarakat makan kehancuran
akan segera tiba.
D. Dimensi Ikhlas kepada Allah SWT
1. Pengertian Ikhlas
a. Makna Ikhlas
Secara etimologi ikhlas diambil dari kata. berarti murni, tiada bercampur, bersih,
jernih.49 Ikhlas diambil dari bahasa Arab merupakan bentuk masdar dan fi’ilnya adalah akhlaṣa, fi’il tersebut
47Nasir al-Din al-Baydawi, “al-Nar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil,” Juz II (Beirut: Dar al-Ihya’,),1418.
48Tafsir Ibn Asyur “al-Tahrir wa Tanwir, Juz I (Tunisia;: Dar al Tunisiyah, 1984),38
49Ahmad Warson Munawir, Kamus Munawir; Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progresif, 1999), 359.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 130
berbentuk mazid. Adapun bentuk mujarradnya adalah khalaṣa. Makna khalaṣa adalah bening (ṣafa), segala noda
hilang darinya, jika dikatakan khalaṣa al-ma’a min al kadar (air bersih dari kotoran) artinya air itu bening, jika
dikatakan dhahaban khalis (emas murni).50 Arti yang diambil dari bahasa Arab berbeda dengan arti yang terdapat
dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus bahasa Indonesia, ikhlas berarti (1) hati yang bersih (kejujuran); (2) tulus
hati (ketulusan hati) dan (3) Kerelaan.51
Pengertian kebahasaan ini tidak sepenuhnya sama dengan pengertian menurut asal katanya (etimologi)
maupun menurut penggunaan al-Quran atau istilah keagamaan (terminologi). Adapun pengertian ikhlas secara
definisi adalah sebuah sikap kejiwaan seorang muslim yang selalu berprinsip bahwa semua amal dan jihadnya
karena Allah SWT. hal itu ia lakukan demi meraih rida dan kebaikan pahala-Nya, tanpa sedikitpun melihat pada
prospek (keduniaan), derajat, pangkat, kedudukan, dan sebagainya. 52
Beberapa ahli mendefinisikan ‘ikhlas’, diantaranya; Erbe Sentanu ikhlas dipandang sebagai “defaul factory
setting manusia, yakni manusia sudah dilahirkan dengan fitrah yang murni dari lahi,hanya saja manusia itu
sendirilah yang senang mengondisikannya sehingga kesempurnaannya menjadi berkurang, ini akibat berbagai
pengalaman hidup dan ketidaktepatan dalam berfikir atau berprasangka, sehingga hidupnya pun menjadi penuh
kesulitan.”53 Dengan kata lain ikhlas merupakan sikap dan pengelolaan diri.
50Ibn Manẓûr, Lisân al-Arab, (Kairo: Dâr al-Ma‟ârif, 1119 H), 976.
51Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diknas, 2008), 322
52Ramadhan, Muhammad, Quantum Ikhlas, terj. Alek Mahya Sofa (Solo: Abyan, 2009),
53Damanhuri, Akhlak Tasawuf (Banda Aceh: Penerbit Pena, 2010), 170.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 131
Imam Al-Ghazali memandang “ikhlas adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang
bisa mencampurinya. Seperti kalimat madu itu murni jika sama sekali tidak tercampur dengan campuran lain”. 546
Imam Nawawi menagrikan “ikhlas merupakan sikap yang gerakan dan diam yang dilakukan, yang
tersembunyi maupun yang tampak semuanya dipersembahkan untuk Allah SWT semata tanpa dicampuri dengan
kehendak diri dan hawa nafsu serta tidak pula karena duniawi”. 55
Dengan merujuk pada pengertian yang dijelaskan di atas, maka ikhlas dapat disimpulkan suatu sikap yang
dilakukan sepenuhnya untuk Allah tanpa harus ditunjukkan kepada yang lainnya. Dengan kata lain Ikhlas yaitu
melaksanakan perintah Allah dengan pasrah tanpa mengharapkan sesuatu, kecuali keridhaan Allah. Dengan
demikian pengertian ikhlas lebih dekat dengan penjelasan dalam perspketif sufistik. Pada ajaran sufi keikhlasan
adalah suatu yang diperlukan untuk mendekatkan diri kepada Allah sama ada dari sudut niat maupun tindakan. 56
Pengertian ikhlas yang diorientasikan terhadap ketauhidan tercermin dalam al-Qur’an surat Al-Ikhlaṣ.
Arinya: ”Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. [QS.
al-Ikhlas [112]: 1-4).
54Imam Al-Ghazali, Ikhtisar Ilhya Ulumuddin, Terj. Mochtar Rasidi dan Mochtar Yahya. (Yogyakarta: Al. Falah, 1966), 54.
55Muhammad Nawawi, Maraqi al-Ubudiyah Fi Syarkhi Bidayatul Hidayah (Semarang: Toha Putra, 2000), 9..
56Khatib M. Quzwain, Mengenal Allah: Suatu Pengajian Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh Abdul Samad Al-Palimbani (Jakarta: PustakaBulan Bintang, 1995), 94-95.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 132
Surat tersebut terdiri dari empat ayat, namun tidak ada satupun kata ikhlas di dalamnya. Dalam Lisan al-‘Arab
juga ditegaskan bahwa ikhlas adalah kalimat “tauhid”.57
Atas dasar itu Yusuf Qardlawi, memberikan kesimpulan yang bisa dipahami dalam ikhlas dan tauhid
sebagaimana yang dijelaskankannya bahwa, yang dimaksud “ikhlas” di atas adalah membersihkan hak ketuhanan
sepenuhnya berupa pengagungan, kecintaan, kepatuhan yang mutlak”. 58
Menurut Imam Al-Ghazali “ikhlas adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa
mencampurinya. Seperti kalimat madu itu murni jika sama sekali tidak tercampur dengan campuran lain”. 59
Sedangkan menurut Imam Nawawi “ikhlas merupakan sikap yang gerakan dan diam yang dilakukan, yang
tersembunyi maupun yang tampak semuanya dipersembahkan untuk Allah SWT semata tanpa dicampuri dengan
kehendak diri dan hawa nafsu serta tidak pula karena duniawi”. 60
b. Term Ikhlas dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Quran, ikhlas dengan berbagai bentuknya secara menyeluruh ditemukan sebanyak 31 kali, dengan
jumlah kalimat yang berbeda ada 14 kalimat. Adapun penggunaan ikhlas dalam ayat terdapat dalam QS: Yūsuf:
24-80-54, Ṣād: 46-47-83, Al-Nisā: 146, Al Zumar: 2-3-11-14, Al-Naḥl: 66, Al Baqarah: 94, Al-An‟am: 139, Al-A‟raf:
32, Al-Aḥzab: 50, Al-Baqarah: 139, Al A‟raf: 29, Yūnus: 22, Al „ankabut: 65, Luqman: 32, Ghafir: 14- 65, Al
57IbnManẓûr, Lisân al-Arab, (Kairo: Dâr al-Ma‟ârif, 1119 H), 976.
58Yusuf Qardhawi, Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan (Surabaya: Pustaka Progressif, 1992), 43.
59Imam Al-Ghazali, Ikhtisar Ilhya Ulumuddin, Terj. Mochtar Rasidi dan Mochtar Yahya. (Yogyakarta: PT. Al. Falah, 1966), 54.
60Muhammad Nawawi, Maraqi al-Ubudiyah Fi Syarkhi Bidayatul Hidayah (Semarang: Toha Putra, 2000), 9.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 133
Bayyinah: 5, Maryam 51, Al-Hijr: 40, Al-Ṣāfāt: 40- 74-128,-160, -169. Shofaussamawati mengelompokkan ikhlas
dalam tiga bentuk fi’il, yakni: khalaṣa sebanyak 8 kali, akhlaṣa sebanyak 22 kali, dan istakhlaṣa 1 kali. Kemudian
Shofaussamawati mengelompokkan ayat berdasarkan bentuk kata.,yaitu:61
a. Bentuk khalaṣa terdapat 1 ayat yang menunjukkan pada al-Dīn dan terdapat 11 ayat bermakna memurnikan
peribadatan atau ketaatan kepada Allah atau tulus ikhlas (mengerjakan) agama karena Allah. Sebagaimana
terdapat pada ayat Al-Nisā‟: 146, al-A‟rāf: 29, Yunus: 22, al-„Ankabūt: 65, Luqmān: 32, al-Zumar: 2-11-14, al-
Ghafir: 14-65, dan al-Bayyinah: 5.
b. Bentuk akhlaṣna terdapat pada Ṣād: 46 yang berarti proses selalu dibarengi dengan pengingatan dār-akhirat.
c. Bentuk mukhliṣān terdapat pada ayat az-Zumar: 2,14, al-„Ankabūt: 65, Luqmān: 32, al-Ghafir: 14-65, al-
Baqarah: 92.13
2. Tanda-tanda dan Makna Ikhlas
Dari penjelasan pengertian ikhlas di atas, Solikhin memberikan empat tanda-tanda mengenai ikhlas, antara
lain sebagai berikut:62
a. Bersemangat dalam beramal dan beribadah karena Allah dan untuk syiar Islam.
61Shofaussamawati, “Ikhlas Perspektif Al-Qur‟an Kajian Tafsir Maudhu‟i”dalam Jurnal Hermeneutik Vol. 7 No. 2 (Kudus: STAIN Kudus,2013), 333-340.
62Sholikhin, Epistemologi Ilmu dalam Pandangan Imam Al-Ghazali, (Jakarta: Pustaka Setia, 2001), 300.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 134
b. Amal yang dilakukan secara rahasia lebih banyak jumlahnya dari pada amal yang dilakukan secara terang-
terangan.
c. Bersegera dalam mengerjakan amal kebaikan dan menuai ridha Allah.
d. Sabar, bertahan, dan tidak mengeluh dalam mengerjakan amal kebajikan.
3. Tingkatan Ikhlas
Ikhlas merupakan sifat yang melekat dalam diri manusia. Pada penjelasan lebih lanjut Nurkcholish Madjid
membuat tiga tingkatan dalam ikhlas, antara lain sebagai berikut:
a. Golongan al-Abrar (pelaku kebajikan) ialah dengan keikhlasan amalnya menyelamatkan dirinya dari riyabaik
yang nampak maupun tersembunyi dan tujuannya memenuhi keinginan diri, yakni mengharap limpahan pahala
dan kebahagiaan di akhirat sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah untuk orang-orang yang ikhlas, serta
menghindarkan diri dari kepedihan azab dan perhitungan (‘isab) yang buruk sebagaimana diancamkan Allah
kepada orang yang tidak ikhlas.
b. Golongan Muhibbah yaitu orang-orang yang mencintai Allah ialah beramal kepada Allah dengan maksud
mengagungkan-Nya. Jadi dia beramal bukan mengharap pahala dan bukan karena takut akan siksa-Nya.
c. Golongan yang dekat kepada Allah (al muqarrabu) ialah orang meniadakan penglihatan untuk peranan diri
sendiri dalam amalnya, jadi keikhlasan ialah tidak lain daripada kesaksiannya akan adanya hak pada Allah
Yang Maha Benar semata, untuk membuat orang itu bergerak atau diam, tanpa ia melihat adanya daya
kemampuan pada dirinya sendiri.
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 135
PENUTUP
Taat pada hukum Allah merupakan suatu kewajiban mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar oleh setiap insan
ciptaan-Nya. Jika mengingkari, bahkan menolak hukum Allah, maka kesengsaraan dan kemurkaan Allah yang
akan didapatkan dalam kehidupan, serta azab yang maha berat di hari pembalasan. “Syariat Islam merupakan
aturan hukum yang ditetapkan Allah untuk kemaslahatan umat manusia dalam kehidupan ini. Jika kita mau patuh
dan taat, banyak hikmah yang kita dapatkan di dunia ini dan akhirat kelak,”
Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas, merupakan rangkaian perintah Allah SWT, dalam konteks akhlaqul karimah
menjadi satu kesatuan utuh saling berkaitan. Taat pada hukum Allah dengan menjalankan segala amal ibadah
yang diperintahkan (amar makruf) baik ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah, juga meninggalkan segala
yang dilarang (nahi munkar) sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Hadits Nabi dan juga ijma’ ulama.
PUSTAKA
Abd.Jabbar Adlan dkk, Teks book, Dirosat Islamiyah, Pengantar Ilmu Tauhid dan Pemikiran Islam(Surabaya:Aneka Bahagia,1995),
AbManshûr al-Mâtûridî, Syarh Fiqh al-Akbar (Haidar Abad: Jam„iyyah Dâ`irah alMa„âif al-„Usmâniyyah, 1365 H.).Abul Ala Al-Maududi, Dasar-Dasar Islam, (Bandung: Pustaka, 1984).Ahmad Farid, al-Taqwa: al-Ghayah al-Manshudah wa al-Durrah al-Mafqudah (Riyad: Dar al-S}umai, 1993),Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz I (Mesir: Maktabah Isa al-Ba>bi al-Halabi, 1946), .Ahmad Warson Munawir, Kamus Munawir; Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progresif, 1999),Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 2 (Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994).Al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîl fî Ma’ânîal-Tanzîl, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah).
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 136
Anwar Sutoyo. “Peran Iman dalam Pengembangan Pribadi Konselor yang Efektif” Jurnal: Psikoedukasi danKonseling. 1:1, (Juni 2017)
As-Suyûtî,al-Bâhir fi hukmihi saw. fî al-Zhahîr wa al-Bâthin, h. 12; lihat juga penjelasan tentang uraian ajaran lahir-batin pada „Izz al-Dîn „Abd al-Salâm al-Maqdisî, Hill arRumûz fî Mafâtih al-Kunûz (Jaridah Islamiyyah: Kairo,Mesir, 1899).
Damanhuri, Akhlak Tasawuf (Banda Aceh: Penerbit Pena, 2010).Dindin Moh Saepudin, dkk. ”Iman Dan Amal Saleh Dalam Alquran (Studi Kajian Semantik)” Al-Bayan: Jurnal Studi
Al-Qur’an dan Tafsir. 2:1 (Juni 2017).Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Hidayah al-T{a>libi>n Fi Bayan Muhimmah al-Di>n, Terj. Afif Muhammad,
Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ikhsan secara Terpadu, (Jakarta: A.Bayan, 1998).Hasan Ridwan, Fiqh Ibadah. (Bandung: Pustaka Setia, 2009).Humaidi Tata Pangarsa, Kuliah aqidah lengkap, (Surabaya: Bina Ilmu.1979).Husnel Anwar Matondang “Konsep Al-Iman dan Al-Islam: Analisis Terhadap Pemikiran Al-‘Izz Ibn ‘Abd As-
Salam (577-660 H. atau 1181-1262 M)” Journal:Analytica Islamica, 4:1, (Juni, 2015).Ibn Asyur “al-Tahrir wa Tanwir, Juz I (Tunisia;: Dar al Tunisiyah, 1984).Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al-Bârî (al-Maktabah: asy-Syâmlah, 1993)Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Juz I (Kairo: Maktabah al-Turath al-Isla>mi, 1980).Ibn Manẓûr, Lisân al-Arab, (Kairo: Dâr al-Ma‟ârif, 1119 H)Ibn Qayyim al-Jawziyah, Sabar pesrisai Seorang Mukmin, Terj. Fadli (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002),IbnManẓûr, Lisân al-Arab, (Kairo: Dâr al-Ma‟ârif, 1119 H),Imam Al-Ghazali, Ikhtisar Ilhya Ulumuddin, Terj. Mochtar Rasidi dan Mochtar Yahya. (Yogyakarta: Al. Falah,
1966),Imam Al-Ghazali, Ikhtisar Ilhya Ulumuddin, Terj. Mochtar Rasidi dan Mochtar Yahya. (Yogyakarta: Al. Falah,
1966),Khatib M. Quzwain, Mengenal Allah: Suatu Pengajian Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh Abdul Samad Al-
Palimbani (Jakarta: Pustaka Bulan Bintang, 1995),
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 137
La Iba. “Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur’an (kajian Tafsir Surat Luqman ayat 12-19)”. Jurnal: Al-Iltizam.2:2, (Juni 2017), 143.
Luwis Ma’luf, Munjid fi al-Lughah wa A’lām, (Beirut: Dār al-Masyriq, 1986),Mahfud, dkk, “Pengaruh Ketaatan Beribadah Terhadap, Kesehatan Mental Mahasiswa Uin Walisongo Semarang”
Jurnal Ilmu Dakwah, 35:1, (Juni, 2015).Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. (Bandung :
PT Remaja Rosdakarya, 2006).Muhammad al-Jurjani, Mu’jam al-Ta’rifat, (Kairo: Dar al-Fadhi>lah, t.th),Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur Jilid I, (Jakarta:Cakrawala Publishing, 2011).Muhammad Nawawi, Maraqi al-Ubudiyah Fi Syarkhi Bidayatul Hidayah (Semarang: Toha Putra, 2000),Muhammad Tahir bn Ashur, al-Tahrir wa al-Tanwir, Juz I (Tunisia: Dar Souhnoun, 1978), 232.Mulla Husain Ibn Iskân Dâr al-Hanafah . Syarh Washiyyah al-Imâm al-Azham Abî Hanîfah (Majlis Dâ'irah al-Ma,
ârif an-Nizhâmiyyah: Haidar Abad, 1321 H.).Muslim ibn Hajjâj, Shahîh Muslim (Saudi Arabia: Dâr al-Ashr ar al-Haisam, 2001).Nasir al-Din al-Baydawi, “al-Nar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil,” Juz II (Beirut: Dar al-Ihya’,),Quraish M. Shihab, Shihab, Ensiklopedia Alquran Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 988.Quraish M. Shihab, Tafsir al-Misbah, Juz I (Jakarta: Lentera Hati, 2000),Quraish M. Shihab. Tafsir al-Misbah, Juz, II, (Jakarta: Lintera Hati, 2009),Shahih Bin Fauzan Bin Al-Fauzan, At-Tauhid Li Ash-Shaf Al-Awwal Al-Ali,Kitab Tauhid (jilid 1), Penerjemah Zaini
(Solo : Pustaka Arofah, 2015)Shofaussamawati, “Ikhlas Perspektif Al-Qur‟an Kajian Tafsir Maudhu‟i”dalam Jurnal Hermeneutik Vol. 7 No. 2
(Kudus: STAIN Kudus, 2013)Sholikhin, Epistemologi Ilmu dalam Pandangan Imam Al-Ghazali, (Jakarta: Pustaka Setia, 2001),Siti Muhayati. “Iman Kepada Allah Dan Perhatian Orang Tua Terhadap Budaya Nyontek Anak Usia Sekolah
Dasar” Counsellia: Jurnal Bimbingan dan Konseling. 5:2 (Nopember. 2015).Sulaiman ibn Ash’ats al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, Juz VII, (Bairut: Dar al-Risalah al-Ilmiah, 2099),
Part: 3 Taat Terhadap Perintah Allah SWT: Beriman, Bertaqwa, dan Ikhlas 138
Sutrisno, dkk. “Hubungan Antara Prestasi Belajar Bidang Studi Fiqih Dengan Ketaatan Menjalankan Ibadah SholatFardhu Siswa Madrasah Tsanawiyah (Mts) Mafatihul Huda Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon”. Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam. 2: 2, (Desember 2017).
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diknas,2008), Ramadhan, Muhammad, Quantum Ikhlas, terj. Alek Mahya Sofa (Solo: Abyan, 2009)
Wahbah al-Zuhaaili, Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Shari’ah wa al-Manhaj, Juz II, (Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu’asir, 1418 H.),
Yusuf Qardhawi, Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan (Surabaya: Pustaka Progressif, 1992),
TUGAS MAHASISWA
1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Konsep Dasar Taat Terhadap Perintah Allah SWT
Dimensi Iman kepada Allah SWT
Dimensi Tqwa kepada Allah SWT
Dimensi Ikhlas kepada Allah SWT
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas.(summary)
3. Batasi maksimal 500 kalimat berdasar word count
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 139
Part: IVMEYAKINI KESEMPURNAAN ALLAH:Taubat, berdzikir, berdo'a.Meyakini bahwa Allah mempunyai sifat kesempurnaan. Setiap yang dilakukan adalah suatu yang baik danterpuji.
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJAN
Setelah mengikuti materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep Menyakini kesempurnaan Allah SWT dengan Taubat, Dzikir, dan Berdo’a2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai kesempurnaan Allah SWT dengan Taubat, Dzikir, dan Berdo’a3. Menerapkan konsep Taubat, Dzikir, dan Berdo’a kepada Allah SWT.
POKOK BAHASANKonsep Dasar Ilmu Akhlak1. Konsep Dasar Menyakini kesempurnaan Allah SWT2. Taubat Kepada Allah SWT3. Iberdo’a Kepada Allah SWT4. Berdzikir kepada Allah SWT
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 140
TOPIK BAHASAN:A. Konsep Dasar Menyakini Kesempurnaan Allah SWT :
”Kesempurnaan di atas Kesempurnaan dalam Nama dan Sifat Allah”
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati nama-nama-Nya dalam al-Qur’an dengan al-husna (maha indah) yang
berarti kemahaindahan yang mencapai puncak kesempurnaan, karena nama-nama tersebut mengandung sifat-
sifat kesempurnaan yang tidak ada padanya celaan/kekurangan sedikitpun ditinjau dari semua sisi 1. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Artinya: “Hanya milik Allah-lah asma-ul husna (nama-nama yang maha indah), maka berdoalah kepada-Nya
dengan nama-nama itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran) dalam (menyebut dan
memahami) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka lakukan”
(QS al-A’raaf:[7]:180).
Demikian pula sifat-sifat-Nya adalah maha sempurna yang mencapai puncak kesempurnaan serta tidak ada
padanya celaan dan kekurangan sedikitpun.2
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Artinya: “Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah
mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS an-Nahl [16] :60).
Maknanaya Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai sifat kesempurnaan yang mutlak (tidak terbatas) darisemua segi.3
1Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Al Qowaidul Mutsla. Penterjemah; Abd. Abas Kholid Bin Syamhudi Al-Bantani. Cet.II.(Yogyakarta: Media Hidayah Pustaka Aysha, 2003), 12
2Al-Utsaimin. Al Qowaidul Mutsla , 53.
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 141
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “(Sifat-sifat) maha sempurna adalah milik Allah, bahkan Dia memiliki
(sifat-sifat) yang kesempurnaannya mencapai puncak yang paling tinggi, sehingga tidak ada satu
kesempurnaanpun yang tidak ada padanya celaan/ kekurangan kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala berhak
memilikinya pada diri-Nya yang maha suci”.4
1. Makna Kesempurnaan di Atas Kesempurnaan
Kemahasempurnaan yang paling tinggi ini ada pada masing-masing dari nama-nama dan sifat-sifat Allah
Subhanahu wa Ta’ala secara tersendiri/ terpisah, sehingga jika dua dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya
digabungkan/ digandengkan, sebagaimana yang banyak terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an, tentu ini
menunjukkan kemahasempurnaan lain dari penggandengan dua nama dan dua sifat tersebut. Inilah yang
dinamakan oleh sebagian dari para ulama dengan “al-kamaalu fauqal kamaal” (kesempurnaan di atas
kesempurnaan).5
Tidak diragukan lagi bahwa penggandengan dua nama dan dua sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala ini
mengandung hikmah yang agung dan faidah yang besar dalam mengenal kesempurnaan nama-nama dan sifat-
sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan kemahasempurnaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang disertai
dengan sanjungan dan pujian yang agung bagi-Nya. Karena masing-masing dari nama-nama-Nya mengandung
sifat kesempurnaan bagi-Nya, maka jika dua nama-Nya digandengkan, ini mengandung pujian dan sanjungan
bagi-Nya ditinjau dari masing-masing nama tersebut, serta mengandung pujian dan sanjungan bagi-Nya ditinjau
dari penggandengan keduanya.6
3Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Juz II (Kairo: Maktabah al-Turath al-Islami, 1980), 756.
4Al-Utsaimin. Al Qowaidul Mutsla , 71.
5Al-Utsaimin. Al Qowaidul Mutsla, 23
6Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al -Badr. Asbaab Ziyadah al -Iman wa Nuqshanih; Pasang Surut Keimanan: Kiat MeningkatkanKeimanan dan Mencegahnya dari Keterpurukan (cet. III), terj. Abu Ahsan Sirojuddin Hasan Bashri. Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2015),41
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 142
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Demikianlah keumuman sifat-sifat Allah yang digandengkan (satu sama lain)
dan nama-nama-Nya yang digabungkan dalam al-Qur’an.Sesungguhnya (sifat Allah) al-Ginaa (maha kaya) adalah
sifat kesempurnaan, demikian pula al-Hamdu (maha terpuji), ketika keduanya digabungkan (dalam QS Faathir: 15
dan QS Luqmaan: 26), maka (menunjukkan) kesempurnaan lain. Bagi-Nya sanjungan dalam (sifat) maha kaya-
Nya, sanjungan dalam (sifat) maha terpuji-Nya dan sanjungan dalam penggabungan keduanya.
Demikian pula (penggabungan dua nama-Nya) “al-‘Afuw al-Qadiir” (Yang Maha Pemaaf lagi Mahakuasa atas
segala sesuatu), “al-Hamiid al-Majiid” (Yang Maha Terpuji lagi Mahamulia), dan “al-‘Aziiz al-Hakiim” (Yang
Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana). Renungkanlah semua ini, karena ini termasuk pengetahuan yang paling
agung (dalam Islam)”7
2. Penggabungan Dua Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Term Al-Qur’an
a. Nama Allah “al-‘Aziiz” (Yang Maha Perkasa) dan “al-Hakiim” (Yang Maha Memiliki hukum dan hikmah
yang sempurna).
Kedua nama ini disebutkan dalam banyak ayat al-Qur’an, misalnya: QS al-Baqarah: 129, Ali ‘Imran: 62, al-
Maaidah: 38 dan 118.
Masing-masing dari kedua nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Mahaindah ini menunjukkan
kemahasempurnaan dalam sifat yang dikandungnya, yaitu al-‘izzah (maha perkasa) pada nama-Nya “al-‘Aziiz”
dan hukum serta hikmah yang sempurna pada nama-Nya “al-Hakiim”. 8
Penggabungan kedua nama ini menunjukkan kemahasempurnaan lain, yaitu bahwa kemahaperkasaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala selalu bersama sifat hikmah-Nya, sehingga kemahaperkasaan-Nya tidak mengandung
7Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Tobat Kembali Kepada Allah, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani dan Uqinu Attaqi, Gema Insani, Jakarta, 2006)168-169).
8Al-Utsaimin. Al Qowaidul Mutsla , 23.
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 143
kezhaliman/ aniaya, ketidakadilan dan keburukan, karena ditempatkan-Nya tepat pada tempatnya. Ini berbeda
dengan makhluk, di antara mereka ada yang mungkin memiliki keperkasaan, akan tetapi karena tidak disertai
hikmah, sehingga keperkasaan itu justru menjadikannya berbuat aniaya, tidak adil dan berperilaku buruk.
Demikian pula hukum dan hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu bersama kemahaperkasaan-Nya yang
sempurna, sehingga mampu diberlakukan-Nya pada semua makhluk-Nya tanpa ada satu makhlukpun yang bisa
menghalangi. Ini berbeda dengan hukum dan hikmah pada makhluk/manusia yang penuh dengan kekurangan dan
tidak selalu disertai dengan keperkasaan, sehingga sering tidak bisa diberlakukan[10].9
b. Nama Allah “al-Ghaniyyu” (Yang Maha Kaya) dan “al-Hamiid” (Yang Maha Terpuji).
Masing-masing dari kedua nama Allah Subhanahu wa Ta’ala ini menunjukkan kemahasempurnaan dalam
sifat yang dikandungnya, yaitu al-ghinaa (Maha Kaya) pada nama-Nya “al-Ganiyyu” dan al-hamdu (Maha Terpuji)
pada nama-Nya “al-Hamiid”.
Penggabungan kedua nama ini menunjukkan kemahasempurnaan lain, yaitu bahwa barangsiapa yang
memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersyukur kepada-Nya atas semua limpahan nikmat dan karunia-Nya
maka sesungguhnya Dia Subhanahu wa Ta’ala memang berhak untuk dipuji dan disyukuri atas segala nikmat-
Nya, akan tetapi segala pujian dan sanjungan kepada-Nya tidak menambah sedikitpun dari kemuliaan dan
kekuasaan-Nya, karena Dia Maha Kaya sehingga Dia Subhanahu wa Ta’ala tidak butuh kepada pujian dan
sanjungan makhluk-Nya, sebagaimana ketaatan makhluk-Nya tidak bermanfaat bagi-Nya dan perbuatan maksiat
mereka tidak merugikan dan membahayakan-Nya sedikitpun.
9Nuqshanih; Pasang Surut, 42
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 144
Maka semua ketaatan manusia adalah untuk kebaikan diri mereka sendiri, sebagaimana perbuatan maksiat
mereka akan merugikan diri mereka sendiri, sebagaimana makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
{ومن یشكر فإنما یشكر لنفسھ ومن كفر فإن اللھ غني حمید}
Artinya: “Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah) maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)
dirinya sendiri, dan barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji” (QS Luqmaan [31]:12)[11].10
Dalam sebuah hadits qudsi yang shahih, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku,
sesungguhnya kalian tidak akan mampu memberikan kecelakaan bagi-Ku dan kalian tidak akan mampu
memberikan kemanfaatan bagi-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku, seandainya manusia dan jin dari yang pertama (ada
di dunia) sampai yang terakhir semuanya (keadaannya seperti) orang yang paling bertakwa hatinya di antara
kalian, maka hal itu tidak menambah sedikitpun dari kekuasaan-Ku, dan (sebaliknya) seandainya manusia dan jin
dari yang pertama (ada di dunia) sampai yang terakhir semuanya (keadaannya seperti) orang yang paling buruk
hatinya di antara kalian, maka hal itu tidak mengurangi sedikitpun dari kekuasaan-Ku…”[12].11
c. Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala “al-‘Aziiz” (Yang Maha Perkasa) dan ar-Rahiim (Yang Maha
Penyayang).
Kedua nama ini disebutkan berulangkali dalam surah asy-Syu’araa’ di akhir ayat-ayat yang menceritakan
kisah-kisah para Nabi dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta umat yang mendustakan seruan dakwah
mereka. Misalnya dalam ayat ke-9, 68, 104, 122 dan 140. Sebagai contoh Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
dalam QS.asy-Syu’araa’ ayat 140:
10HSR Muslim (no. 2577).
11Nuqshanih; Pasang Surut, 42
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 145
{وإن ربك لھو العزیز الرحیم}
Artinya:“Dan sesungguhnya Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala) benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Penyayang”. (QS.asy-Syu’araa’[26]
Masing-masing dari kedua nama Allah Subhanahu wa Ta’ala ini menunjukkan kemahasempurnaan dalam
sifat yang dikandungnya. Sifat maha perkasa adalah sifat kesempurnaan, sebagaimana sifat maha penyayang
adalah sifat kesempurnaan.
Penggabungan kedua nama ini menunjukkan kemahasempurnaan lain, yaitu bahwa semua yang Allah
Subhanahu wa Ta’ala berlakukan kepada para Nabi-Nya ‘alaihimussalam berupa pertolongan dalam menghadapi
musuh-musuh mereka, peneguhan iman dari-Nya dan ditinggikannya derajat mereka adalah bukti dari sifat rahmat
(maha penyayang) Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dilimpahkan dan dikhususkan-Nya kepada para Nabi
‘alaihismassalam, maka Dialah yang menjaga, melindungi dan menolong mereka dari tipu daya musuh-musuh
mereka.
Sebaliknya, semua yang diberlakukan-Nya kepada musuh-musuh para Nabi-Nya ‘alaihimassalam berupa
siksaan dan kebinasaan merupakan bukti sifat maha perkasa-Nya. Maka Dia Subhanahu wa Ta’ala menolong
para Rasul-Nya ‘alaihi massalam dengan rahmat-Nya dan membinasakan musuh-musuh mereka dengan
keperkasaan-Nya, sehingga penyebutan kedua nama ini di ayat-ayat tersebut di atas sangat sesuai dan tepat.12
d. Nama Allah dan al-Ghafuur (Yang Maha Pengampun) dan al-Waduud (Yang Maha Mencintai)
Kedua nama ini digandengkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
{ ید وھو الغفور الودودإنھ ھو یبدئ ویع }
12Ibnu Qayyim Al-Juziyah (atau Al-Jauziyyah) Raudhatul Muhibbiin/Taman Orang-orang Jatuh Cinta, terj. Bahrun AI Zubaidi, Lc(Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006), 47).
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 146
Artinya: “Sesungguhnya Dia-lah Yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya
(kembali). Dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Mencintai hamba-hamba-Nya” (QS al-Buruuj: [85]:13-
14).
Masing-masing dari kedua nama Allah Subhanahu wa Ta’ala ini menunjukkan kemahasempurnaan dalam
sifat yang dikandungnya. Sifat maha pengampun adalah sifat kesempurnaan, sebagaimana sifat maha mencintai
adalah sifat kesempurnaan.
Penggabungan kedua nama ini menunjukkan kemahasempurnaan lain, yaitu bahwa Allah I mencintai hamba-
hamba-Nya yang selalu bertaubat dan memohon ampun kepada-Nya. Maka perbuatan dosa yang mereka lakukan
tidaklah menghalangi mereka untuk meraih kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala selama mereka bersungguh-
sungguh dalam bertaubat dan kembali kepada-Nya.
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Dalam ayat ini terdapat rahasia (hikmah) yang halus, yaitu bahwa Allah
mencintai hamba-hamba-Nya yang bertaubat (kepada-Nya) dan bahwa Dia mencintai hamba-Nya setelah
(mendapat) pengampunan-Nya. Maka Allah mengampuni-Nya kemudian mencintai-Nya, sebagaimana dalam
firman-Nya:
{إن اللھ یحب التوابین ویحب المتطھرین}
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri”
(QS al-Baqarah [2]: 222).
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Dalam ayat ini terdapat rahasia (hikmah) yang halus, di mana Allah
menggandengkan (nama-Nya) al-Waduud (Yang Maha Mencintai) dengan (nama-Nya) al-Ghafuur (Yang Maha
Pengampun). Ini menunjukkan bahwa orang-orang yang berbuat dosa, jika mereka (sungguh-sungguh) bertaubat
dan kembali kepada Allah, maka Dia akan mengampuni dosa-dosa mereka dan mencintai mereka. Maka tidak
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 147
(benar jika) dikatakan bahwa dosa-dosa mereka diampuni akan tetapi kecintaan Allah tidak akan mereka dapatkan
kembali”13
Atas dasar itu maka Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr. Asbaab Ziyadah al-Iman wa Nuqshanih,
menegaskan bahwa; orang yang bertaubat adalah kekasih Allah”14. Itulah kemudian bertaubat menjadi bagian dari
akhlaqul karimah di hadapan Allah SWT.
3. Akhlak Kepada Allah SWT: Taubat, berdzikir, berdo'a.
Kata akhlak berasal dari kata bahasa arab, yaitu “khuluq” yang artinya budi pekerti, perangai tingkah laku
atau tabiat, dan dapat kita ketahui bahwa akhlak sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam pada
jiwanya. Sedangkan menurut istilah, akhlak ialah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah
dan tanpa berpikir dan di renungi lagi.15
Dengan demikian akhlak pada hakikatnya adalah sikap yang melekat pada diri manusia, sehingga manusia
dapat melakukan tanpa berpikir, akhlak dikenal juga dengan istilah moral dan etika. Moral yang berati adat atau
kebiasaan, moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik dan buruk di terima umum atau masyrakat, karena adat
istiadat dalam satu masyarakat merupakan standar menentukan baik dan buruknya.
Sedangkan akhlak kepada Allah dapat di artikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan
oleh manusia sebgai makhluknya. Sehingga akhlak kepada allah dapat di artikan segala sikap atau pebuatan
manusia yang di lakukan tanpa berfikir lagi yang memang ada pada diri manusia sebagai mamba Allah SWT.
Dapat diaplikasinan melaui taubat, berdo’a, da.berzikir.
13Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di. Taisirul Kariimir Rahman fi Tafsiiri Kalamil Mannan. (Kairo, Dar as-Salam.1422H-2002M),918.
14Nuqshanih; Pasang Surut Keimanan:,47
15Amril, Akhlak Tasawuf, (Pekanbaru: Program Pascasarjana uin suska riau, 2007), 3
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 148
B. Taubat Kepada Allah SWT
1. Memahami Makna Taubat
Taubat adalah kembali dari kemaksiatan kepada ketaatan atau kembali dari jalan yang jauh dari allah ke
jalan yang lebih dekat ke pada allah dan meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali perbuatan dosa
yang telah lalu, dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulngi lagi perbuatan dosa tersebut pada waktu yang kan
dating.16
2. Perintah Taubat dan Hukum Taubat
Perintah kepada manusia untuk bertaubat Allah berfirman dalam Q.S. Al-Tahrim 8:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yangsemurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmuke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabidan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelahkanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami danampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Tahrim [66]: 8).
16Abu Naufal al-Mahalli, Doa yang didengar Allah, (Yogyakarta: Pustaka Firdausi, 2005), 49
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 149
Hukum taubat adalah wajib bagi setip muslim atau muslimah yang sudah mukallaf (balig dan berakal).
Taubat baru dinggap sah dan dapat menghapus dosa apabila telah memenuhi syarat yang telah di tentukan. Bila
dosa itu terhadap Allah SWT. Maka syarat taubatnya ada tiga macam, yaitu: 17
a. Menyesal terhadap perbuatan maksiat yang telah diperbuat.
b. Meninggalkan perbuatan maksiat itu.
c. Bertekan dan berjanji dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulangi lagi perbuatan maksiat itu.
Namun bila dosa itu terhadap sesama manusia, maka syarat taubatnya ditambah dua lagi yaitu:
a. Meminta maaf kepada orang yang di dzalimi dan dirugikan.
b. Menganti kerugian setimbang dengan kerugian yang di alaminya akibat perbuatan zalim itu atau minta
kerelaan.
Dosa terhadap sesama manusia akibat perbuatan zalim itu hendaknya disellesaikan di dunia ini juga. Karena
kalau tidak., pelaku dosanya di alam akhirat termasuk orang yang merugi bahkan celaka. Apabila seorang telah
terlanjur berbuat dosa, kemudian bertaubat dengan sebenar-benarnya, tentu ia akan memperoleh banyak hikmah
dan manfaat. Tentu saja taubat yang dilakukan harus memenuhi syarat taubat seperti tersebut. Adapu hikmah
daan manfaat yang diperoleh dari taubat itu antara lain: dosanya diampuni, memperolah rahmat Allah, dan
bimbingan untuk masuk surga. Allah SWT berfirman dalam QS. At-Tahrim: 8:
17Ibnul Qayyim al jauziyah, Tobat Kembali pada Allah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), 19
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 150
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga”.
(Q.S At-Tahrim, 66 : 8).
3. Tanda-tanda Manusia diterima Taubatnya
Perlu diketahui dan disadari oleh setiap orang yang telah terlanjur berbuat dosa, bahwa seorang yang telah
membaca istigfar (mohon ampunan dosa kepada Allah), tetapi terus menerus berbuat dosa, maka ia akan
dianggap telah mengolok-ngolok Tuhannya. Demikian juga seorang yang berbuat dosa dan baru bertaubat ketika
“sakaratul maut” maka taubatnya tidak akan diterima Allah SWT. Taubat yang di terima dan benar itu mempunyai
beberapa tanda:
a. Agar setelah taubat ia menjadi lebih baik dari sebelumnya.
b. Agar rasa takut itu terusmenyertainya, dan tidak pernah merasa aman dari siksa allah SWT.
c. Hatinya merasa terlepas, dan hancur tercabik-cabik karena menyesal dan merasa takut,sesuai dengan besar
kecilnya dosanya.
d. Merasa remuk-redam tersensiri dalam hati, yang tidak diserupai oleh apa pun, seperti seorang hamba yang
telah berbuat salah dan memberontak kepada tuhannya.
4. Sebab-sebab Manusia Taubat dan Allah menerima-Nya
a. Sebab-sebab manusia harus bertaubat
Ada beberapa alasan manusia harus bertaubat:
1) Telah melakukan dosa kecil atau dosa besar.
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 151
2) Supaya setiap amalan diterima oleh Allah dengan mudah.
3) Supaya manusia tidak sombong dengan kekuasaan dan keagungan Allah.
b. Sebab Allah menerima taubat hambanya
Sifat Allah SWT; al-Ghafuur (Yang Maha Pengampun) dan al-Waduud (Yang Maha Mencintai), maka Allah
mengampuni-Nya kemudian mencintai-Nya, sebagaimana firman-Nya:
{إن اللھ یحب التوابین ویحب المتطھرین}
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri”
(QS al-Baqarah [2]: 222).
Ayat diatas, menunjukkan bahwa Allah mengampuni-Nya kemudian mencintai-Nya,
1) Allah maha penyayang dengan mengampunkan dosa hambanya.
2) Supaya hambanya bersih daripada dosa dan memperoleh balasan syurga di akhirat.
3) Orang yang bertaubat akan berasa benci dengan dosa yang dilakukan.
4) Supaya seseorang itu sentiasa melakukan kebaikan dan meninggalkan kejahatan.
5. Syarat dan Hikmah Taubat
Syarat-syarat taubat:
a. Menyesal terhadap maksiat yang dilakukan.
b. Berhenti melakukan maksiat dengan segera.
c. Berazam tidak akan mengulangi lagi.
d. Berterus terang memohon maaf jika berkaitan dengan hak orang lain.
Adapun Hikmah Taubat:
a. Memberi peluang kepada orang yang berdosa kembali kejalan Allah.
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 152
b. Memberi ketenangan hati kepada muslim yang bertaubat.
c. Mendapat keampunan serta petunjuk Allah.
d. Sebagai satu cara mendekatkan diri kepada Allah.
C. Berdoo’a Kepada Allah SWT
1. Memahami Makna Berdo’a
Menurut bahasa “ad-du’aa” artinya memanggil, meminta tolong, atau memohon sesuatu. Sedangkan doa
menurut pengertian syariat adalah memohon sesuatu atau memohon perlindungan kepada Allah SWT dengan
merendahkan diri dan tunduk kepadaNya. Doa merupakan bagian dari ibadah dan boleh dilakukan setiap waktu
dan setiap tempat, karena Allah SWT selalu bersama hamba-hambaNya.
Do’a dalam pengertian adalah pendekatan diri kepada Allah SWT dengan sepenuh hati,18 dan rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam telah menegaskan keistemewaan do’a di sisi Allah SWT adalah melebihi segala
keistimewaan yang ada, dalam hal ini rasulullah bersabda: tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi allah di
banding dengan do’a (hr. tarmizi, nasai,abu dawud). Do’a adalah bentuk pengagungan terhadap allah dengan di
sertai keikhlasan hati serta permohonan petolongan disertai kejernihan nurani agar selamat dari segala. selamat
dari segala musibah serta meraih keselamatan abadi. Doa berarti memohon atau meminta sesuatu yang baik
kepada Allah SWT yang Maha Pemurah.
2. Perintah Berdo’a
Allah SWT menyuruh orang-orang Islam berdoa atau meminta sesuatu kepadaNya seperti firman Allah SWT
Q.S Al-mu’min: 60.
18Abu Naufal al-Mahalli, Doa yang didengar Allah, (Yogyakarta: Pustaka Firdausi, 2005),27
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 153
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina
dina.” (Q.S Al-mu’min [40]: 60).
3. Etika dalam Berdo’a
Etika dalam do’a adalah bagian dari ibadah untuk mendapatkan kemakbulan dalam berdo’a.19
a. Memulai Berdo’a dengan Membaca Basmalah
Berdoa hendaknya dimulai dengan membaca basmalah (karena malakukan perbuatan yang baik hendaknya
dimulai dengan basmalah), hamdalah dan sholawat.
b. Memilih Waktu
Seorang muslim dalam berdo’a hendaklah memilih waktu dan situasi yang baik sehingga do’anya dapat di
kabulkan Allah SWT: seperti pada hari arafah, hari jumat, bulan ramdhan, malam lailatul-qadar,waktu sahur
(menjelang shubuh), atau di tengah keheningan malam.
1) Hari harafah adalah hari dimana kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia berkumpul disuatu tempat, padang
arafah, berkumpul untuk mendekatkan diri kepada allah dalam pelaksanaan ibadah haji.
2) Bulan ramadhan memiki keistimewaan untuk memprbanyak do’a dikarnakan pada bulan itu dibukakan pintu-
pintu surga dibuka seleba-lebarrnya.
19al-Mahalli, Doa yang didengar, 49
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 154
3) Hari jumat memiliki keistimewaan untuk memperbnyak do’a dikarnkan termasuk hari yang paling mulia dalam
satu minggu.sebab di dalamnya terdapt waktu yang apabila seseorang memanjatkan pasti dikabulkan allah.
4) Malam lailatul-qadar memiliki keistimewaan untuk memperbnyak doa di karenakan termasuk malam yang
palng di muliakan allah, beribadah di dalamnya lebih baik bribadah seribu bulan, Dalam hal ini rasulullah
menegaskan: “Barang siapa melakukan ibadah pada malam qadar (lailatul qadar) di landasi iman dan
keikhlasan hati, maka di ampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.
5) Waktu sahur (menjelang subuh) memiliki keistimewan untuk memperbanyak doa dikarnakan disaat itu hati
seseorang sedang dalam keadaan tenang bersih lagi suci.
6) Pada waku sahur, allah menebarkan ampunan dan rahmat-nya kepada setiap manusia yang memanjatkan
doa.
c. Mengangkat Tangan dan Menghadap Kiblat
Seorang muslim ketika berdo’a hendaklah menghadap kiblat.sebab yang demikian adalah sunat. Disamping
itu hendaklah mengangkat tangan ketika berdo’a, dan mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah ketika selesai
brdo’a. Karna itu bagian dari sunnah rasul.
Do’a yang di panjatkan disertai mengangkat tangan mudah di kabulkan oleh Allah SWT, dalam hal ini
Rasulullah menegaskan: “sesungguhnya tuhan mu hidup kekal lagi maha mulia, merasa malu terhadap hamba-
nya yang mengangkat tangan tinggi-tinggi ketika berdo’a sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak mengabulkan
permohonannya .”(HR A bu daud dan tirmidzi dari salaman AL-Fairisi).
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 155
d. Dimulai dengan Memuji Allah SWT
Seoramg muslim ketika berdo’a hendaklah memulai do’anya dengan memuji keagungan Allah, bahwa pujian
kepada Allah bershalawat kepada Nabi baik di tengah, di awal maupun di akhir do’a. Bahwa pujian kepadaAallah
dengan menyebut asma-nya yang mulia (asmaul-husna) dan bacaan shalawat nabi ketika memulai suatu do’a
merupakan etika dalam berdo’a. Sebuah do’a akan di kabulakan Allah bila disertai bacaan asmaul-husna dan
shlawat nabi, dan para nabi meyakinin bahwa hal tersebut merupakan etika yang sngat tinggi di dalam berdo’a,
sehingga mereka menjadikan pujian terhadap allah merupakan permulaan dari do’a.
e. Khusyuk dalam Berdo’a
Ketika dalam berdo’a hendaklah menunjukkan siakap merendahkan diri dan kekhsyuk’an hati. Misalnya,
dengan mengulang bacaan do’a hingga tiga kali, tidak tergesa-gesa, serta penuh keyakinan bahwa do’a yang
panjatkan pasti di kabulkan oleh Allah SWT kepada setiap hambanya yang memanjatkan do’a dalam Al-Qur’an
telah di tegaskan:
Artinya: ”berdo’a lah kepada tuhan mu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut .sesungguhnya allahtidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumisesudah allah memperbaikinya , dan berdo’alah kepadnya dengan rasa takut tidak di terima dan penuhharapan akan di kabulkan , sesungguhnya rahmat allah sngatlah dekat kepada orang-orang yang berbuatbaik .”(QS-A’raf:55-56).
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 156
Dan dalam surah al-A’raaf ayat 56 itu, Allah menggunakan kata “qariibun” dan bukan “qariibatun” karena
kata “rahmat” itu mengandung tsawab [pahala] atau karena rahmat itu disandarkan kepada Allah. Oleh karena itu,
Allah berfirman: qariibum minal muhsiniin (“Amat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik”)
Mathar al-Warraq mengatakan: “Tuntutlah janji Allah dengan mentaati-Nya, karena Allah telah menetapkan
bahwa rahmat-Nya sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik (taat).” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim).
f. Dengan Suara Sederhana
Ketika memanjatkan do’a hendalah dengan volume suara yang sederhana, tidak tidak terlalu keras tidak pula
terlalu pelan. Sebab orang yang berdo’a berarti sedang berdialog dan berhadapan langsung dengan Allah SWT,
dan selayaknya bila dia merendahkan suara hingga hatinya lebih khusyuk dan merasa dekat dengan-Nya.
g. Memilih Do’a Qur’ani dan Hadisi
Ketika berdo’a hendaklah kita memilih do’a-do’a yang telah di ajarkan Al-Qur’an maupun Al-Hadist, Imam Al-
Ghazali dalam kitab Ihya’Ulumuddin menegaskan: yang terbaik bagi seseorang yang memanjatkan do’a adalah
memilih do’a yang benar-benar telah diajarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist, sebab kemakbulannya sudah teruji,
keberhasilannya dalam mendatangkan kemaslahatan bagi ummat.
h. Tidak Menyimpang dari Syariat
Ketika berdo’a hendaklah jangan menyimpang dari garis ajaran syariat Islam, dan jangan berdo’a untuk
kesengsaraan orang lain atau untuk kecelakaan diri sendiri. Sebab sudah kebiasaan bagi manusia, bila dilanda
musibah yang berat kemudian putus asa dan berdo’a dengan do’a yang konyol, misalnya, meminta agar segera
meninggal atau mendapatkan musibah yang lebih berat lagi dan apabila marah pada orang lain, kemudian
mendo’akannya dengan do’a yang tidak baik.
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 157
D. Dzikir Kepada Allah SWT
1. Makna Berdzikir
Dzikir secara bahasa yang diambil dari bahasa arab dzakara yang berarti mengingat, memperhatikan,
mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti, ingatan. Atau menyebutkan sesuatu dengan lisan
atau di dalam hati (Mandzur, 2010 dalam Ma`arif, 2019),20 Secara istilah dzikir adalah ingatan atau suatu latihan
spiritual yang bertujuan untuk menyatakan kehadiran Tuhan seraya membanyangkan wujud-Nya. Atau suatu
metode yang digunakan untuk mencapai konsentrasi spiritual.21
Kata dzikir menurut syara’ 22 adalah ingat kepada Allah dengan etika tertentu yang sudah ditentukan dalam
Al Qur’an dan Hadits dengan tujuan mensucikan hati dan mengagungkan Allah. Firman Allah SWT, dalam QS. Al-
Ahzab: 41;
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-
banyaknya.” (QS. Al-Ahzab [33]: 41).
Allah sudah menunjukkan dasar pokok bahwa dzikir mampu menentramkan hati manusia. Hanya dengan
dzikirlah hati akan menjadi tentram, sehingga tidak timbul nafsu yang jahat. Berdzikir dapat dilakukan dengan
20Ma`arif dan Husnur Rofiq “Dzikir Dan Fikir Sebagai Konsep Pendidikan Karakter: Telaah Pemikiran Kh. Munawwar Kholil Al-Jawi”Jurnal Tadrib, 5:1, (Juni, 2019),6
21Riyadi, Agus. “Zikir dalam al-qur’an sebagai terapi psikoneurotik (analisis terhadap fungsi bimbingan dan konseling islam).”KonselingReligi” Jurnal Bimbingan Konseling Islam; 4:1 (Juni, 2014): 53
22Hasbi Ashiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa, (Jakarta: Bulan Bintang, 1956), 60
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 158
berbagai cara dan dalam keadaan bagaimamanapun, kecuali ditempat yang tidak sesuai dengan kesucian Allah.
Seperti bertasbih dan bertahmid di WC.
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran [3]:
191).
Menurut Ibnu Katsir, dzikir adalah mengingat dengan berbuat baik dan selalu bersyukur atas apa yang
diberikan Allah kepada makhluknya. Dengan bersukur dan taqwa kepada Allah maka akan diberikan Rahmat dan
tambahnya nikmat Allah. (Damasqy, 2010). Dalam Tafsir Qurtuby (2010), bahwa dzikir adalah ingat kepada Allah
dengan jalan melakukan segala apa yang diperintahkan dan menjauhi segala apa yang di larang. Segala sesuatu
bentuk ketaatan kepada Allah adalah termasuk dzikir.(Qurtuby,2010) dalam (Ma`arif dan Husnur Rofiq 2019). 23
2. Bentuk, Tingkatan dan Cara Berdzikir
Ada dua macam bentuk dzikir yang umum dilakukan di kalangan sufi, yaitu dzikirjahr dan dzikir khofi. 24
a. Dzikir jahr juga disebut dzikir lisan. Dimana orang-orang membaca kalimat dzikir secara lahiriah dengan suara
yang jelas (kadang cukup keras). Sebaliknya dzikir khofi atau disebut dzikir sirri atau qolbi dilakukan dengan
23Ma`arif dan Rofiq “Dzikir Dan Fikir, 7
24Fuad Said, A. Hakekat Tarikat Naqsyabandiah, (Jakarta: Pustaka al Husna Baru, 2005), 58.
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 159
menyebut nama Allah berulang-ulang secara batiniyah didalam hati, jiwa dan ruh. Sebagian kelompok sufi
berdzikir dengan gerakan tubuh ritmis seperti yang dilakukan tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah.
b. Dzikir khofi amalan keseharian tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah terbagi menjadi dua. Pertama adalah dzikir
nafi isbat (dzikir jahr) dzikir bersuara keras dengan melafadzkan “La ilaha illa Allah”sebanyak 165 kali. Kedua,
dzikir ismu dzat yaitu dzikir sirri, dzikir didalam hati dengan menyebut “Allah, Allah, Allah”secara terus
menerus.
Dzikir Menurut Imam Nawawi Al Bantani bahwa dzikir bisa dilakukan dengan lisan dan hati. Tingkatan dzikir
akan menjadi lebih sempurna jika melakukannya denga hati dan lisan. Jika harus memilih, mana yang lebih
utama, menurutnya, harus dengan hati saja, namun akan lebih afdhol (utama) jika melakukannya dengan hati dan
lisan sesuai dengan sunah Rosulullah.25 Dzikir ialah menyebut allah dengan tasbih (subhanallah), membaca tahlil
(la-ilaha illallahu), membaca tahmid (alhamdulillahi), baca tqdis (quddusun), membaca taqbir (allahu akbar),
membaca hauqalah (la haula wala quata illa billahi), membaca hasbalah (hasbiyallahu), membaca basmalah
(bismillahirrohmanirrohim)membaca Al-Qur’an dan membaca do’a-do’a yang di terima dari allah SAW.
Aliyah Abidin, dalam kitabnya al Luju’ Ila Allah Ad’iyyatun Wa Azkarun Min Al Qur’an Wa Assunnah, (dalam
Maniruddin, 2018), menyatakan bahwa: 26
a. Dzikir dengan hati, yaitu dengan cara bertafakur, memikirkan ciptaan Allah sehingga timbul di dalam fikiran kita
bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa. Semua yang ada di alam semesta ini pastilah ada yang
menciptakan, yaitu Allah SWT. Dengan melakukan dzikir seperti ini, keimanan seseorang kepada Allah SWT
akan bertambah.
25Imam Nawawi Al Bantani ‘Ubudiyyah “ terj. PABKIM Nasyrul Ulum. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 103.,
26Maniruddin, Bentuk Zikir dan Fungsinya dalam Kehihupan Seorang Muslim. Jurnal Pengembangan Masyarakat. 5: 5, (Oktober 2018),2
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 160
b. Dzikir dengan lisan (ucapan), yaitu dengan cara mengucapkan lafazh-lafazh yang di dalammya mengandung
asma Allah yang telah diajarkan oleh Rasulullah kepada ummatnya. Contohnya adalah: mengucapkan tasbih,
tahmid, takbir, tahlil, sholawat, membaca Al-Qur’an dan sebagainya.
c. Dzikir dengan perbuatan, yaitu dengan cara melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-
laranganNya. Yang harus diingat ialah bahwa semua amalan harus dilandasi dengan niat. Niat melaksanakan
amalan-amalan tersebut adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Dengan demikian menuntut ilmu,
mencari nafkah, bersilaturahmi dan amalan-amalan lain yang diperintahkan agama termasuk dalam ruang
lingkup dzikir dengan perbuatan.
3. Fungsi dan Manfaat Dzikirullah
Imam Ibnul Qoyyim al Jauziyyah di dalam kitabnya al Waabilus Syayyib dan pada kitab Rafi’ul kalimat at
Tayyib, dikutif Muqorrobin Misbah 1979 (dalam Maniruddin, 2018), menerangkan ada tujuh fugsi zikir, yaitu:27
a. Zikir dapat mengusir, mengalahkan dan menghinakan syaitan,b. Orang yang berzikir Allah yang Maha Rahman akan rela kepadanya,b. Zikir bisa menyebabkan hati menjadi gembira, berbahagia dan tentram, firman Allah pada surah Ar Ra’du ayat 28:
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
c. Dengan zikir, manusia akan dipermudah Allah jalan rezekinya,d. Dengan berzikir, bisa akan terbuka baginya pintu pintu yang agung, yaitu pintu pintue. pengampunanf. Dengan memperbanyak zikir bisa menyelamatkan diri dari siksa api nerakag. Zikir merupakan ibadah yang paling ringan.
27Maniruddin, Bentuk Zikir dan Fungsinya dalam Kehihupan Seorang Muslim. Jurnal Pengembangan Masyarakat. 5: 5, (Mei, 2018),16
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 161
Selalu ingat dan menyebut nama Allah setiap saat dan sepanjang waktu dikala berdiri, duduk dan berbaring
merupakan gambaran nyata dari keimanan ,ketakwaan dan rasa tawakkal seseorang. Allah akan memperlihatkan
menfaat nyata dari amalan dzikrullah seseorang dalam kehidupannya sehari hari hari antara lain:
a. Mendapat ketenangan hati dan bebas dari perasaan jengkel, kecewa, sedih, duka, dendam dan stress
berkepanjangan.
b. Dikeluarkan Allah dari kegelapan (hidup yang penuh kesukaran, kesempitan,kepanikan, kekalutan ,kehinaaan
dan serba kekurangan) kepada cahaya yang terang benderang (hidup bahagia,nyaman, aman, mulia,
sejahtera dan berkecukupan).
c. Terpelihara dan terhindar dari melakukan perbuatan keji dan mungkar.
d. Terpelihara dari kelicikan dari tipu daya syetan yang menyesatkan.
e. Selalu mendapat jalan keluar dari berbagai kesulitan yang datang menghadang dan mendapat rezeki dari
tempat yang tidak pernah diduga, serta selalu dicukupkan semua kebutuhan hidupnya.
4. Adab Berdzikir Kepda Allah
Untuk melaksanakan dzikir ada tata krama yang harus diperhatikan, yakni adab berdzikir. Semua bentuk
ibadah bila tidak menggunakan tata krama atau adab, maka akan sedikit sekali faedahnya. Dalam kitab Al
Mafakhir Al-’Aliyah fil Ma-atsir Asy-Syadzaliyah disebutkan pada pasal Adabuddz-Dzikr, sebagaiman dikutif oleh
Asy-Sya’roni bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat dikelompokkan menjadi 20 (dua puluh), yang terbagi
menjadi tiga bagian; 5 (lima) adab dilakukan sebelum bedzikir, 12 (dua belas) adab dilakukan pada saat berdzikir,
2 (dua) adab dilakukan seelah selesai berdzikir.28
28Asy-Sya’roni, Sayyid ‘Abdl Wahab, Menjadi Kekasih Tuhan, (Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2000), 211-13
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 162
a. Adab dilakukan sebelum bedzikir
Ada 5 (lima ) adab yang harus diperhatikan sebelum berdzikir adalah :
1) Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkan semua perkara yang tidak berfaedah bagi dirinya, baik yang
berupa ucapan, perbuatan, atau keinginan.
2) Mandi dan atau wudlu.
3) Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di dalam dzikir nanti dia dapat memperoleh shidq, artinya hatinya
dapat terpusat pada bacaan Allah yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang mengucapkan Lailaaha
illallah.
4) Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru
mursyidnya.
5) Meyakini bahwa dzikir thoriqoh yang didapat dari syaikhnya adalah dzikir yang didapat dari Rasulullah SAW,
karena syaikhnya adalah naib (pengganti ) dari Beliau.
b. Adab dilakukan sedang bedzikir
Ada 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah :
1) Duduk di tempat yang suci seperti duduknya didalam shalat.
2) Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya.
3) Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di
badannya.
4) Memakai pakaian yang halal dan suci.
5) Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 163
6) Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan indra dhohir, karena dengan tertutupnya
indra dhohir akan menjadi penyebab terbukanya indra hati atau bathin.
7) Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thoriqoh
merupakan adab yang sangat penting.
8) Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang sama,
baik dalam keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).
9) khlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasan seseorang
yang berdzikir akan sampai derajat Ash-Shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan segala yang
terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan) kepada syaikhnya.Jika dia tidak mau
mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan terhalang dari fath (keterbukaan bathiniyah).
10) Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah, karena bacaan ini memiliki keistimewaan yang tidak didapati
pada bacaan-bacaan dzikir syar’i lainnya.
11) Menghadirkan makna dzikir didalam hatinya.
12) Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah dengan La ilaaha illallah, agar pengaruh kata “illallah”
terhujam didalam hati dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.
c. Adab dilakukan sedang bedzikirAda 4 (Empat) adab setelah berdzikir adalah :
1) Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan menghadirkan hatinya untuk menunggu
waridudz-dzkir. Para ulama thoriqoh berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan sejenak
memakmurkan hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh riyadloh dan mujahadah
tiga puluh tahun.
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 164
2) Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini (menurut ulama thoriqoh) lebih cepat
menyinarkan bashiroh, menyingkapkan hijab-hijab dan memutus bisikan-bisikan hawa nafsu dan syetan.
3) Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa hangat di hati orang yang
melakukannya, yang disebabkan oleh syauq dan tahyij (rasa rindu dan gairah) kepada Al-Madzkur/ Allah
SWT yang merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikir akan memadamkan
rasa tersebut.
4) Para guru mursyid berkata:”Orang yang berdzikir hendaknya memperhatikan tiga tata krama ini, karena
natijah (hasil) dzikirnya hanya akan muncul dengan hal tersebut.”Wallahu a’lam”.
PENUTUP
Kesempurnaan nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahuwa Ta’ala. Meskipun kita beriman secara pasti
bahwa keindahan dan kesempurnaan dalam kandungan nama-nama dan sifat-sifat-Nya tidak terbatas dan
melebihi dari semua keindahan dan kesempurnaan yang mampu digambarkan oleh akal pikiran manusia.
Akhlak pada hakikatnya adalah sikap yang melekat pada diri manusia, sehingga manusia dapat melakukan
tanpa berpikir, akhlak dikenal juga dengan istilah moral dan etika. Moral yang berati adat atau kebiasaan, moral
selalu dikaitkan dengan ajaran baik dan buruk di terima umum atau masyrakat, karena adat istiadat dalam satu
masyarakat merupakan standar menentukan baik dan buruknya. Sedangkan akhlak kepada Allah dapat di artikan
sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebgai makhluknya. Sehingga akhlak
kepada allah dapat di artikan segala sikap atau pebuatan manusia yang di lakukan tanpa berfikir lagi yang
memang ada pada diri manusia sebagai mamba Allah SWT. Dapat diaplikasinan melaui taubat, berdo’a,
da.berzikir.
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 165
PUSTAKA
Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al -Badr. Asbaab Ziyadah al -Iman wa Nuqshanih; Pasang Surut Keimanan: KiatMeningkatkan Keimanan dan Mencegahnya dari Keterpurukan (cet. III), terj. Abu Ahsan Sirojuddin Hasan Bashri.Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2015).
Abu Naufal al-Mahalli, Doa yang didengar Allah, (Yogyakarta: Pustaka Firdausi, 2005),Abu Naufal al-Mahalli, Doa yang didengar Allah, (Yogyakarta: Pustaka Firdausi, 2005),27Amril, Akhlak Tasawuf, (Pekanbaru: Program Pascasarjana uin suska riau, 2007),Asy-Sya’roni, Sayyid ‘Abdl Wahab, Menjadi Kekasih Tuhan, (Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2000),Fuad Said, A. Hakekat Tarikat Naqsyabandiah, (Jakarta: Pustaka al Husna Baru, 2005),Hasbi Ashiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa, (Jakarta: Bulan Bintang, 1956),Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Juz II (Kairo: Maktabah al-Turath al-Islami, 1980).Ibnu Qayyim Al-Juziyah (atau Al-Jauziyyah) Raudhatul Muhibbiin/Taman Orang-orang Jatuh Cinta, terj. Bahrun AI Zubaidi,
Lc (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006).Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Tobat Kembali Kepada Allah, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani dan Uqinu Attaqi, Gema Insani,
Jakarta, 2006).Imam Nawawi Al Bantani ‘Ubudiyyah “ terj. PABKIM Nasyrul Ulum. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016).Ma`arif dan Husnur Rofiq “Dzikir Dan Fikir Sebagai Konsep Pendidikan Karakter: Telaah Pemikiran Kh. Munawwar Kholil Al-
Jawi” Jurnal Tadrib, 5:1, (Juni, 2019),Maniruddin, Bentuk Zikir dan Fungsinya dalam Kehihupan Seorang Muslim. Jurnal Pengembangan Masyarakat. 5: 5, (Mei,
2018).Maniruddin, Bentuk Zikir dan Fungsinya dalam Kehihupan Seorang Muslim. Jurnal Pengembangan Masyarakat. 5: 5,
(Oktober 2018)Riyadi, Agus. “Zikir dalam al-qur’an sebagai terapi psikoneurotik (analisis terhadap fungsi bimbingan dan konseling
islam).”Konseling Religi” Jurnal Bimbingan Konseling Islam; 4:1 (Juni, 2014):Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di. Taisirul Kariimir Rahman fi Tafsiiri Kalamil Mannan. (Kairo, Dar as-Salam.1422H-
2002M),Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Al Qowaidul Mutsla. Penterjemah; Abd. Abas Kholid Bin Syamhudi Al-Bantani.
Cet.II. (Yogyakarta: Media Hidayah Pustaka Aysha, 2003).
Part: 4 Meyakini Kesempurnaan Allah SWT. 166
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Konsep Dasar Menyakini kesempurnaan Allah SWT
Taubat Kepada Allah SWT
Iberdo’a Kepada Allah SWT
Berdzikir kepada Allah SWT2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 167
Part: VAkhlak Bersyukur Kepada Allah:Manusia diperintahkan untuk memuji dan bersyukur kepada Allah karena orang yang bersyukur akan mendapattambahan nikmat sedangkan orang yang ingkar akan mendapat siksa.
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJAN
Setelah mengikuti materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep syukur kepada Allah SWT2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai syukur kepada Allah SWT3. Menerapkan konsep syukur kepada Allah STW., dalam kehidupan sehari-hari
POKOK BAHASAN1. Konsep Dasar Syukur Kepada Allah SWT2. Dimensi, Internalisasi dan Aplikasi Syukur3. Tawakal Kepada Allah, SWT4. Haya/malu Kepada Allah, SWT.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 168
TOPIK BAHASAN:A. Konsep Dasar Syukur Kepada Allah SWT
1. Makna Syukur/Kebersyukuran
Syukur atau kebersyukuran dalam bahasa Inggris disebut gratitude. Kata gratitude diambil dari akar
bahasa Latin yaitu gratia, yang berarti kelembutan, kebaikan hati, atau berterima kasih. semua kata yang
terbentuk dari akar Latin ini berhubungan erat dengan kebaikan, kedermawanan, pemberian, keindahan dari
memberi dan menerima, atau mendapatkan sesuatu tanpa tujuan apapun. Menurut Emmons dan McCullough
(2003) dalam (Ma’arif, 2017), menunjukkan bahwa:1 kebersyukuran merupakan sebuah bentuk perasaan atau
emosi, yang kemudian berkembang menjadi suatu sikap, kemudian menjadi sifat moral yang baik, menjadi
kebiasaan, menghasilkan sifat kepribadian, dan akhirnya akan mempengaruhi seseorang menanggapi/bereaksi
terhadap sesuatu atau situasi. Emmons juga menambahkan bahwa syukur itu membahagiakan,membuat
perasaan nyaman, dan bahkan dapat memacu motivasi.
Beberapa tokoh psikologi dalam Seligman dan Peterson, mendefinisikan Gratitude atau syukur sebagai
suatu perasaan terima kasih dan menyenangkan atas respon penerimaan hadiah, dimana hadiah itu
memberikan manfaat dari seseorang atau suatu peristiwa yang memberikan kedamaian.2 Wood (2009),
menyatakan kebersyukuran adalah sebagai bentuk ciri pribadi yang berpikir positif serta mempresentasikan
hidup menjadi lebih positif. 3
1Muhammad Anas Ma’arif, “Analisis Konsep Kompetensi Kepribadian Guru PAI Menurut AzZarnuji,” Jurnal ISTAWA. 2: 2 (Juni,2017), 35.
2Park, Nansook, Peterson, Christopher, & Seligm an, Martin E.P.. “Strengths of character and well-being” Journal of Social andClinical Psychology. (New York: Guilford. 2004), 37
3Julia, T. Wood. Communication In Our Lives, Sixth Edition. (Wadswoth Publishing: Boston, 2009), 193
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 169
Syukur menempati kedudukan yang tinggi di antara sifat-sifat terpuji lainnya. Bahkan al-Ghazali
menempatkan syukur pada kedudukan yang lebih tinggi di atas sabar, zuhud, dan sifat-sifat lainnya
Kebersyukuran dapat diwujudkan dalam sebuah pujian kepada sumber yang memberi atau dengan
mengucapkan terima kasih. Bersyukur menjadi salah satu dari lima karakter yang paling menonjol dibanding
karakter kekuatan lainnya; Fivi Nurwianti dan Imelda Dian Oriza (dalam Fuad Nashori 2011), dalam
penelitiannya terhadap enam suku bangsa In donesia menemukan bahwa karakter yang paling menonjol di
Indonesia adalah kebersyukuran (gratitude), kebaikaan hati (kindness), kewargaan (citizenship), keadilan
(fairness), dan kejujuran (integrity),4 Di sisi lain, karakter yang paling lemah pada bangsa Indonesia, khususnya
suku Jawa, Sunda, Minangkabau, Batak, Betawi, dan Bugis adalah kreativitas atau creativity (mampu berkarya
secara produktif, mampu berpikir unik), keberanian atau bravery (tidak takut terhadap ancaman, tantangan,
kesulitan, atau rasa sakit, berani m engutarakan keinginan walaupun ada lawan, dan berani tampil berbeda
walaupun tidak populer), regulasi diri atau self regulation (kedisiplinan dan kemam puan mengontrol emosi dan
selera), cinta belajar atau love of learning (menguasai topik-topik ilmu pengetahuan baik formal maupun non
formal, menguasai berbagai ketrampilan baru), dan keragaman sudut pandang atau perspective (memiliki cara
pandang yang luas dan dapat diterima oleh orang lain, mampu memberi saran, danbijaksana).
Berdasarkan beberapa pengertian para ahli maka dapat disimpulkan bahwa syukur dalam konsep barat
gratitude atau kebersyukuran adalah pengakuan seseorang tentang adanya pihak lain atau sumber yang turut
andil atas nikmat yang diterima, oleh karena itu kebersyukuran dapat mendorong seseorang untuk memberikan
pujian atau memberikan ucapan terima kasih pada pihak yang telah berbuat baik.
4Fuad Nashori. “Kekuatan Karakter Santri” Jurnal Millah. 11:1, (Agustus 2011), 208.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 170
Dalam pandangan Islam “syukur” adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan atas kebaikannya
tersebut. Atau bersyukur adalah berterima kasih.5 Orang yang bersyukur adalah orang yang mengakui nikmat
Allah dan mengakui Allah sebagai yang memberinya, tunduk kepada-Nya, cinta kepada-Nya, ridha terhadap-
Nya, serta mempergunakan nikmat itu dalam hal yang disukai Allah dalam rangka taat kepada-Nya. Karena itu
syukur harus disertai ilmu dan amal yang didasari oleh ketundukan serta kecintaan kepada Allah pemberi
nikmat.
Alquran banyak memakai kosa kata yang istimewa, bila diteliti lebih dalam lagi kosa kata itu memiliki
makna tersendiri dengan segala keunikan nya dan tidak ada pada kosa kata yang lain. Salah satu kosa kata itu
diantaranya adalah lafal syukur. Bila kaji dan diselusuri lebih dalam lagi maka akan diketahui bahwa masing
masing kata tersebut memiliki arti yang berbeda sehingga tidak dapat dikatakan bahwa setiap lafal yang sama
memiliki makna yang sama pula. Keunikan Al-Quran banyak menggunakan istilah yang berbeda dalam
mengungkapkanmakna-maknanya. Hal tersebut tidak lain karena memiliki maksud dan pemaparan yang
berbeda pula. Dari hasil penelusuran dalam Al-Quran ditemukan ungkapan lafal syukur disebutkan sebanyak 43
kali.6
Syukur merupakan ungkapan rasa terimakasih kita terhadap Allah atas seluruh nikmat yang telah
diberikan-Nya. Kewajiban manusia untuk bersyukur itu bukan hanya kewajiban semata tapi kewajiban ini murni
perintah dari Allah dan tertulis dalam Al-Quran. Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia tentang siapa
yang harus disyukuri, bagaimana cara bersyukur, apa yang harus disyukuri, kapan dan dimana manusia harus
bersyukur, dan bahkan bagaimana jika manusia sebagai hamba-Nya melakukan sebaliknya yaitu tidak
5Nuryanto, Meraih Tambahan Nikmat dengan Bersyukur, (Jatim: Quantum media), 11
6Nashrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Jakarta: Pustaka pelajar,2004), 31
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 171
bersyukur kepada Allah.7 Dalam Al-Quran dijelaskan mengenai perintah bersyukur yaitu dalam surah Ibrahim
ayat 7;
Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-
Ku sangat pedih" (Qs. Ibrahim [14]:7).
2. Hakikat Karakteristik Syukur
Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa syukur tersusun atas tiga hal, yaitu ilmu,
keadaan dan amal perbuatan:8
a. Ilmu adalah mengenai pengetahuan tentang Sang Pemberi, sumber kenikmatan dan sifat-sifa yang
menyertai-Nya.
b. Keadaan merupakan adanya suatu rasa kegembiraan terhadap yang memberi nikmat dan disertai dengan
sikap tunduk dan tawadlu’.
c. Amal perbuatan yaitu melaksanakan segala sesuatu yang di maksud oleh Sang Pemberi, yang melibatkan
hati, lisan dan anggota badan. Dengan hati berarti bermaksud untuk berbuat baik, dengan lisan dapat
mengungkapkan rasa syukur dengan bertahmid (Alhamdulillah) yang bukan diniatkan untuk pamer. Adapun
7Wasilah Susiani dengan judul,“Konsep Syukur menurut M.Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah dan Relevansinya dengan MateriAqidah Akhlak kelas VII MTs” (Skripsi Program Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, 2015), 3
8Ida Fitri Shobihah; “Kebersyukuran: Upaya Membangun Karakter Bangsa Melalui Figur Ulama”. Jurnal Dakwah, 15: 2 (Januari,2014), 389.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 172
anggota badan yaitu dengan menggunakan segala kenikmatan untuk taat kepada Allah dengan menjauhi
perbuatan yang dilarangNya dan melakukan segala perbuatan yang disukaiNya.
3. Manfaat dan Penghabat Bersyukur
Sayyid Quthb yang dikutip oleh Ahmad Yani, menyatakan empat manfaat bersyukur, yaitu: 9
a. Menyucikan Jiwa; Bersyukur dapat menjaga kesucian jiwa, sebab menjadikan orang dekat dan terhindar
dari sifat buruk, seperti sombong atas apa yang diperolehnya.
b. Mendorong jiwa untuk beramal saleh; Bersyukur yang harus ditunjukkan dengan amal saleh membuat
seseorang selalu terdorong untuk memanfaatkan apa yang diperolehnya untuk berbagi kebaikan. Semakin
banyak kenikmatan yang diperoleh semakin banyak pula amal saleh yang dilakukan.
c. Menjadikan orang lain ridha; Dengan bersyukur, apa yang diperolehnya akan berguna bagi orang lain dan
membuat orang lain ridha kepadanya. Karena menyadari bahwa nikmat yang diperoleh tidak harus dinikmati
sendiri tapi juga harus dinikmati oleh orang lain sehingga hubungan dengan orang lain pun menjadi baik.
d. Memperbaiki dan memperlancar interaksi social; Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan yang baik dan
lancar merupakan hal yang amat penting. Hanya orang yang ber syukur yang bisa melakukan upaya
memperbaiki dan memperlancar hubungan sosial karena tidak ingin menikmati sendiri apa yang telah
diperolehnya.
Adapun, manfaat lain dari syukur adalah sebagai berikut:10
9Ahmad Yani, Be Excellent: Menjadi Pribadi Terpuji, (Jakarta: Al Qalam, 2007), 251
10Aura Husna, Kaya dengan Bersyukur: Menemukan Makna Sejati Bahagia dan Sejahtera dengan Mensyukuri Nikmat Allah, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2013), 152.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 173
a. Menuntun hati untuk ikhlas; Karena syukur menuntun kita untuk tetap berbaik sangka pada Allah dalam
segala hal yang terjadi dalam kehidupan ini maka syukur mampu menggerakkan hati untuk ikhlas menerima
ketetapan Allah SWT.
b. Menumbuhkan optimisme; Syukur mengandung arti mengenali semua nikmat yang telah Allah SWT
karuniakan, termasuk didalamnya yakni dengan mengenali potensi-potensi yang Allah SWT anugerahkan
pada diri kita, yang nantinya akan menumbuhkan optimisme.
c. Memperbaiki kualitas hidup; Hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert Emmons11, menunjukkan bahwa
orang yang bersyukur mengalami perubahan kualitas hidup lebih baik. Sikap-sikap positif seperti semangat
hidup, perhatian, kasih sayang, dan daya juang berkembang dengan baik pada mereka yang terbiasa
mengungkapkan rasa syukurnya setiap hari.
d. Membentuk hubungan persahabatan yang lebih baik; Orang-orang yang hatinya diselimuti oleh rasa syukur
lebih mudah berempati, dermawan12, dan ringan tangan membantu sesama, sehingga mudah diterima
11Profesor Robert Emmons (Psikolog dari University of California) pada tahun 1998; melakukan penelitian empiris tentang manfaatber-syukur bagi kehidupan seseorang dengan metode membandingkan. Membagi para responden dalam dua kelompok besar,kelompok responden pertama diwajibkan menuliskan lima hal yang mendorong mereka untuk ber-syukur setiap hari, sedangkankelompok responden kedua diwajibkan menulis lima hal yang mendorong mereka untuk berkeluh kesah setiap hari. Setelah tigapekan, para responden diwawancarai untuk mengetahui perubahan fisik dan psikis yang tumbuh setelah pembiasaan tersebut.Awalnya responden penelitiannya hanya melibatkan para mahasiswa jurusan psikologi kesehatan di universitasnya, namun padatahun-tahun berikutnya respondennya diperluas ke berbagai ragam kondisi masyarakat yakni kelompok-kelompok responden yangterdiri dari pasien penerima organ cangkok, penderita penyakit otot syaraf, dan kelompok anak kelas lima SD yang sehat. Hasilpenelitiannya menunjukkan bahwa syukur yang senantiasa dipupuk dalam diri seseorang akan memberikan dampak positif, salahsatunya adalah meningkatnya kualitas hidup seseorang baik secara fisik mapun psikis, diantaranya yaitu kemampuan untukwaspada, senantiasa bersemangat, lebih sabar, ceria, lebih sehat secara fisik, dan memiliki daya hidup yang lebih tinggi.(http://m.dailygood.org/2011/06/20/why-gratitude-is-good/)
12Graham Richards, Psikologi, Terj. Jamilla, (Yogyakarta: Pustaka Baca, 2010), 90.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 174
dalam masyarakat karena pada dirinya tersimpan sifat-sifat yang disenangi orang lain, yaitu ringan berbagi,
memiliki sifat materialistis yang rendah, tidak mendengki terhadap nikmat orang lain, dan mampu
mengesampingkan ego pribadi.
e. Mendatangkan pertolongan Allah; Nikmat Alah SWT memang diberikan secara umum kepada seluruh
manusia, namun pertolongan Allah SWT hanya diberikan kepada hamba-hamba Allah SWT yang
dikehendaki-Nya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan siapa orang yang berhak
mendapatkan pertolongan Allah tersebut, Rasulullah saw bersabda: “Dan Allah senantiasa memberikan
pertolongan kepada hamba-Nya selama ia menolong saudaranya”. Dari hadits tersebut, dapat dipahami
bahwa jika menolong hamba-Nya maka kita akan ditolong, dengan meringankan beban orang lain maka
beban kita akan diringankan. Intinya, syukur menggerakkan hati dan pikiran untuk ringan berbuat suatu
kebaikan bagi sesama sehingga akan mendatangkan pertolongan dari Allah SWT.
Ada lima hal yang menjadi penghalang syukur, yakni sebagai berikut:13
a. Hati yang sempit; Hati yang sempit adalah hati yang disetir oleh hawa nafsu yang selalu mendewakan
materi dan dipenuhi perasaan-perasaan negatif. Maka, bila kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan
maksud keinginan hati akan muncul rasa kecewa, marah, bahkan meragukan keadilan Allah SWT, sehingga
rasa syukur semakin tertekan dan semakin berat untuk berkembang.
b. Mudah mengeluh; Keluhan cenderung akan melahirkan pikiran-pikiran dan sifat-sifat negatif dalam diri
seseorang yang nantiya akan menjadi penghalang bagi dirinya untuk bersyukur.
c. Memandang remeh terhadap nikmat yang diberikan Allah; Meremehkan nikmat yang telah dianugerahkan
Allah SWT, akan menjadikan penghalang tumbuhnya rasa syukur pada diri seseorang.
13Husna, Kaya dengan Bersyukur, 66
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 175
d. Kikir; Sifat enggan berbagi atau kikir merupakan mental yang selalu merasa bahwa apa yang dimiliki masih
sedikit sehingga ketika dibagikan kepada sesama akan muncul kekhawatiran tindakan tersebut akan
menjatuhkan dirinya pada kemiskinan.
e. Mudah putus asa Mudah putus asa ketika menjalani proses perjuangan, membuat seseorang jadi enggan
bersyukur karena menjadikan rintangan serta penghalang sebagai kambing hitam untuk sebuah kegagalan,
dan akhirnya berhenti berjuang dan menyalahkan nasib atas kegagalan yang diterima.
Muhammad Syafi’ie el-Bantanie menyebutkan ada tiga hal penghalang syukur, yakni sebagai berikut:14
a. Cinta dunia; Cinta dunia akan membuat diri kita akan selalu merasa kurang dan tidak puas pada apa yang
dimiliki dan menjadikan serakah serta lupa diri, lupa untuk ber-syukur dengan apa yang dimiliki.
b. Bakhil; Orang yang bakhil akan menahan hartanya dan enggan mendermakan hartanya. Bakhil akan
menjauhkan seseorang dari sikap syukur, bahkan mendatangkan azab Allah di dunia dan di akhirat,
sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya sebagai berikut:15
Artinya: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada merekadari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalahburuk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat.Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yangkamu kerjakan.(Q.S. Ali-Imran [3]:180).
14Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Dahsyatnya Syukur, (Jakarta: Qultum Media, 2009), 66.
15Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Fadhilah; Terjemah dan Transliterasi Latin, (Bandung: Sygma Creative Media Corp. 2018), 73
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 176
c. Hasud; Sifat Hasud merupakan cerminan rasa tidak puas terhadap apa yang telah dikaruniakan Allah,
karena itu hasud menjauhkan seseorang dari syukur.
B. Dimensi, Internalisasi dan Aplikasi Syukur
1. Dimensi-dimensi Bersyukur
Dimensi Syukur, dalam pandangan Al Kharraz, yang dikutip oleh Amir An-Najjar menyatakan bahwa
syukur itu terbagi menjadi tiga bagian yaitu:16
a. Syukur dengan hati adalah mengetahui bahwa nikmat-nikmat itu berasal dari Allah SWT bukan selain dari-
Nya.
b. Syukur dengan lisan adalah dengan mengucapkan Alhamdulillah dan memuji-Nya.
c. Syukur dengan jasmani adalah dengan tidak mempergunakan setiap anggota badan dalam kemaksiatan
tetapi untuk ketaatan kepada-Nya. Termasuk juga mempergunakan apa yang diberikan oleh Allah, berupa
kenikmatan dunia untuk menambah ketaatan kepada-Nya bukan untuk kebatilan.
2. Menginternalisasikan Karakter bersukur
Dalam menginternalisasikan Karakter bersukur, ada beberapa aspek yang perlu dimunculkan dalam benak
khlayak. Al-Munajjid dalam Sulistyarini (2010), menjelaskan tiga aspek diantaranya:17
a. Mengenal nikmat; Menghadirkan dalam hati, meyakinkan dan menyadari bahwa segala sesuatu dan
keajaiban yang kita miliki dan lalui merupakan nikmat Allah SWT
16Amir An-najjar, Ilmu Jiwa dalam Tasawwuf Studi Komparatif dengan Ilmu Jiwa Kontemporer, Terj. Hasan Abrori, (Jakarta: PustakaAzzam, 2001), 251.
17Sulistyarini, Ria Indah. 2010. Pelatihan Kebersykuran Untuk MeningkatkanProactive Coping Pada Survivor Bencana Gunung
Merapi. (Yogyakarta.Direktorat PPM-UII, 2010), 33.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 177
b. Menerima nikmat; Menyebutnya dengan memperlihatkan kefakiran kepada yang memberi nikmat dan hajat
kita kepada-Nya, karena memahami bahwa nikmat itu bukan karena keberhakan kita mendapatkannya akan
tetapi karena itu bentuk karunia dan kemurahan Tuhan.
c. Memuji Allah atas pemberian nikmat; Pujian yang berkaitan dengan nikmat itu ada dua macam, yang
pertama bersifat umum yaitu dengan memujinya bersifat dermawan, pemurah, baik, luas pemberiannya dan
sebagainya. Sedangkan yang kedua adalah bersifat khusus yaitumembicarakan nikmat yang diterima itu
dengan merinci nikmat-nikmat tersebut lalu mengungkapkan dengan lisan dan menggunakan nikmat
tersebut untuk hal-hal yang diridhainya.
3. Aplikasi bersyukur Kepada Allah SWT dalam Kehidupan
Syukur merupakan refleksi dari kegiatan yang bersikap tawakkal dan mengandung arti “sesuatu hal yang
menunjukkan penyebaran dari sebuah kebaikan”. Ditinjau dari sisi syariah, syukur berarti memberikan pujian
kepada yang memberikan nikmat, tiada lain dan tiada bukan dalam hal ini adalah Allah SWT. Berikut ini akan
diuraikan bagaimana cara bersyukur kepada Allah SWT.sebagai berikut:18
a. Syukur dengan hati
Syukur Ini dapat dilakukan dengan mengakui sepenuh hati apapun nikmat yang diperoleh bukan hanya
karena kepintaran, keahlian, dan kerja keras kita, tetapi karena anugerah dan pemberian Allah SWT. keyakinan
ini membuat seseorang tidak merasa keberatan betapa pun kecil dan sedikit nikmat Allah SWT yang
diperolehnya.
Tugas hati dalam bersyukur kepada Allah adalah mengakui dan meyakini bahwa nikmat tersebut semata-
mata datangnya hanya dari Allah subhanahu wa ta’ala saja, dan bukan dari selain-Nya. Meskipun bisa jadi
18Abdullah bin Fahd As-Sallum, Keajaiban Iman. (Surabaya: Yassir, 2008), 134.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 178
nikmat kita dapatkan melalui teman kita, bekerja, atau lainnya, semuanya itu hanyalah perantara untuk
mendapatkan nikmat. Kita juga harus mencintai Allah yang telah memberikan semua nikmat itu kepada kita.
Selain itu, kita harus meniatkan untuk menggunakan nikmat itu di jalan yang Allah ridhai.
b. Syukur dengan lisan
Syukur dengan lisan yaitu mengakui dengan ucapan bahwa semua nikmat berasal dari Allah SWT.
Pengakuan ini diikuti dengan memuji Allah SWT melalui ucapan hamdalah. Ucapan ini merupakan pengakuan
bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah SWT.
Termasuk bentuk syukur dengan lisan ialah menceritakan kenikmatan yang kita rasakan kepada orang
lain, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan, “Adapun mengenai nikmat Rabbmu, maka ceritakanlah.”(QS.
Adh Dhuha: 11)
Ibnu Qasir menjelaskan maksud dari ayat ini bahwa, sebagaimana dulu seseorang dalam keadan miskin
atau kekurangan kemudian Allah mengubah nasibnya lalu membuatnya kaya, maka sebut-sebutlah
mensyukurinya dengan lisan-nikmat Allah yang telah dianugrahkan-Nya itu.
c. Syukur dengan perbuatan
Bersyukur dengan perbuatan menggunakan anggota badan, dan yaitu mempergunkan nimat Allah untuk
ketaatan pada-Nya, bukan untuk berbuat maksiat. Syukur jenis ini amatlah berat, sehingga hanya segelintir
hamba-Nya saja yang mengamalkannya.
Allah berfirman, “Wahai keluarga Dawud, beramallah sebagai bentuk syukur (kepada Allah). Dan sedikit
sekali di antara para hamba-Ku yang bersyukur. (QS. Saba: 13)
Pada ayat tersebut, Allah memerintahkan kepada keluarga Nabi Dawud untuk beramal kebajikan dan
mengajak keluarganya dengan amal shalat, puasa, dan lain sebaginya.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 179
Karena tugas dari anggota badan adalah menggunakan nikmat tersebut untuk mentaati Dzat yang kita
syukuri serta menahan diri agar tidak menggunkan kenikmatan itu untuk bermaksiat kepada-Nya.
Hal ini dengan menggunakan nikmat Allah SWT pada jalan dan perbuatan yang diridhai-Nya, yaitu dengan
menjalankan syariat, mentaati aturan Allah SWT dalam segala aspek kehidupan. Tugas kita mengerjakan
sesuatu membuat rancangan terlebih dahulu sebelum melakukan langkah tersebut yaitu sebagai berikut:
1) Menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh semata-mata karena anugrah dan kemurahan dari
Allah, yang akan mengantarkan diri untuk menerima dengan penuh kerelaan tanpa mengerutu dan
keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut, seperti berdizikir dan bertasbih.
2) Mengakui anugra dengan mengucapkan Alhamdulillah, Istighfar, berdoa, serta memuji-Nya.
3) Memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai tujuan penganugerahannya serta menuntut penerima
nikmat untuk merenungkan tujuan di anugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah SWT. Seperti bersedekah,
sholat, mengaji. Dengan tujuan untuk membiasakan berfikir positif atas pemberian Allah dengan penuh
totalitas. Sehingga konseli bisa menerima nikmat dan rezeki yang di berikan Allah dalam bentuk apa saja
tanpa ada perasaan mengeluh atau berkeluh kesa, iri hati kepada orang lain apalagi berprasangkah negatif
dengan ketentuan Allah.
C. Tawakal
1. Makna Syukur/Kebersyukuran
Tawakal dalam bahasa Arab adalah turunan dari kata wakil. . Wakil adalah dzat atau orang yang
dijadikan pengganti untuk mengurusi atau menyelesaikan urusan yang mewakilkan. Sehingga tawakal
bermakna menjadikan seseorang sebagai wakilnya, atau menyerahkan urusan kepada wakilnya. Tawakal
kepada Allah adalah menjadikan Allah sebagai wakil dalam mengurusi segala urusan, dan mengandalkan Allah
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 180
dalam menyelesaikan segala urusan. Tawakal haruslah ditujukan kepada Dzat yang Mahasempurna, Allah
SWT, tapi dalam realitanya ada yang meletakkan tawakal kepada selain Allah, seperti tawakal seseorang
kepada kekuatannya, ilmunya atau hartanya, atau kepada manusia.19
Di samping itu, ada juga yang memahami tawakal sebagai berserah diri kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam secara bulat dan utuh. Kata-kata secara bulat dan utuh inilah yang seringkali membuat orang
salah menafsirkannya. Oleh karena itu, “tawakal yang dimaksud bukan menyerahkan sesuatu kepada Allah
SWT tanpa melakukan usaha. Melainkan berusaha terlebih dahulu kemudian menyerahkannya kepadaAllah
secara bulat dan utuh”.20
Mu’inudinillah mengutip pemikiran Zubaidi yang ada dalam kitab Taajul ‘Aruus, dengan menjelaskan
bahwa tawakal yaitu percaya sepenuhnya dengan apa yang ada di sisi Allah SWT, dan memutus harapan apa
yang di tangan manusia. Maksudnya adalah menyandarkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan usaha
terlebih dahulu, setelah itu menyakini bahwa Allah SWT adalah Dzat yang Maha memberi rezeki atas apa yang
diusahakannya.21
Dari sejumlah pengertian yang dijelaskan oleh para ulama di atas dapat dipahami, bahwa tawakal adalah
pasrah diri terhadap kehendak Allah SWT atas apa yang telah dilakukan dengan usaha manusiawi terlebih
dahulu. Kemudian menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT dengan melengkapi syarat-syaratnya.
19Mu’inudinillah Basri, Indahnya Tawakal, (Solo: Indiva Media Kreasi, 2008), 15.
20Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Membentuk Akhlak: Mempersiapkan Generasi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 209.
21Basri, Indahnya Tawakal, 15
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 181
2. Macam-macam Jenis dan Tingkatan Tawakal
Tawakal merupakan suatu sikap terpuji yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Di mana kehidupan
orang-orang bertawakal akan sejahtera di dunia dan di akhirat dengan memiliki sikap tersebut. Dalam ajaran
Islam sikap tawakal terbagi dalam tiga macam yaitu; 22
a. Tawakal pada pekerjaan yang mempunyai sebab dan ‘illat.
Tawakal yang mempunyai sebab dan ‘illat”adalah mengharuskan manusia berusaha terlebih dahulu
sebatas kemampuan yang dimilikinya, kemudian bertawakal kepada Allah SWT. Ajaran Islam menganjurkan
pemeluknya untuk berusaha, tetapi pada saat yang sama dituntut juga untuk berserah diri kepada Allah SWT.
Sebuah kisah pada masa Rasulullah SAW ada seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, yang menemui beliau
di masjid tanpa terlebih dahulu menambatkan untanya. Ketika itu Nabi Muhammad SAW menanyakan tentang
unta sahabat tersebut, lalu sahabat menjawab, “Aku telah bertawakal kepada Allah SWT.”Kemudian Nabi
Muhammad SAW meluruskan kekeliruan sahabat tersebut dengan bersabda, “ambatlah terlebih dahulu untamu
kemudian setelah itu bertawakallah”23
Manusia pada hakikatnya memiliki keterbatasan dalam segala hal, sedangkan Allah SWT adalah zat yang
Maha Kuasa. Oleh karena itu, perwakilan kepada manusia berbeda dengan perwakilan kepada Allah SWT.
22Yunasril Ali, Pilar-Pilar Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), 134.
23Gulam Reza Sultani, Hati yang bersih: Kunci Ketenangan Jiwa, (Jakarta: Zahra, 2006), 155.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 182
“Jika mewakilkan kepada manusia untuk melaksanakan sesuatu, maka anda telah menugaskan wakil anda itu
untuk melaksanakan hal tersebut, di mana yang menyerahkan tidak perlu lagi melibatkan diri”.24
b. Tawakal dalam urusan yang tidak ber’illatBentuk “tawakal dalam urusan yang tidak ber’illat dan tidak bersebab”. Misalnya, “kematian yang menimpa
anak secara tiba-tiba atau harta benda yang terbakar tiba-tiba. Di saat seperti ini manusia tidak boleh lemah
dan berputus-asa, tetapi bersabarlah”. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an QS. Al-Bagarah ayat 214;
Artinya: “Ataukah kamu kira bahwa kamu akan masuk ke dalam syurga, padahal belum datang kepada
kamu seumpama yang pernah datang kepada orang yang telah lalu sebelum kamu; telah menimpa kepada
mereka kesusahan, kecelakaan dan digoncangkan mereka sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman sertanya: Bilakan pertolongan Allah? Ketahuilah! Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”.
(QS. Al-Bagarah [2]: 214);
c. Tawakal dalam meraih apa yang dicintai oleh Allah SWT berupa ImanTtawakal dalam meraih apa yang dicintai oleh Allah SWT berupa iman ”adalah seseorang yang berusaha
dengan sebab-sebab tertentu, tanpa hatinya tergantung kepada sebab tersebut. Serta dia menyakini bahwa itu
semua hanyalah sebab semata, dan Allah SWT yang menakdirkan dan menentukan hasil dari usahanya. Maka
24Basri, Indahnya Tawakal..., 16.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 183
tawakal semacam inilah yang diperbolehkan dalam agama Islam. Oleh karena itu, dengan tawakal semacam ini
membuat beban hidup manusia akan berkurang dan tidak menjadikan manusia tersebut menjadi stress.
Stress muncul ketika manusia merasa kecewa dengan keadaan yang ada, misalnya manusia kecewa
dengan hasil usaha yang diperoleh. Hasil besar yang diharapkan ternyata kenyataannya sangat kecil, maka
kekecewaan itulah yang bisa memicu stress”.25 Tetapi bagi orang yang bertawakal, mereka tidak akan kecewa.
Orang bertawakal akan menyikapi keadaan tersebut dengan tenang, karena bagi mereka hasil usahanya baik
besar ataupun kecil sepenuhnya tergantung atas izin Allah SWT.
Tawakal memiliki tingkatan-tingkatan menurut kadar keimanan, tekad orang yang bertawakal tersebut.
Syaikh al-Harawi (dalam Shulha 2008), menyebutkan tingkatan tawakal dilihat dari aspek manusia yang
melewatinya sebagai berikut:26
a. Tawakal yang disertai dengan perintah dan melakukan sebab-sebab dengan niat karena takut menyibukkan
diri dengan sebab dan dengan niat hendak memberi manfaat pada makhluk dan meninggalkan dakwaan
yang bukan terhadap diri sendiri.
b. Tawakal dengan menggugurkan tuntutan dan memejamkan mata dari sebab, sebagai usaha untuk
berkonsentrasi memelihara kewajiban.
c. Tawakal disertai dengan pengetahuan untuk bersih dari penyakit (gangguan) tawakal. Tawakal ini dengan
mengetahui bahwa kekuasaan Allah SWT terhadap segala sesuatu adalah kekuasaan keperkasaan yang
tiada sekutu dengannya.
25Abu Muhammad Waskito, Hidup itu Mudah, (Jakarta: Khalifa, 2007),113.
26Salma Shulha, La Tahzan, (Bandung: Mizan, 2008), 71.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 184
Dari ketiga tingkat tawakal dapat dipahami, bahwa tingkat tawakal ada beberapa tingkat diantaranya
tawakal disertai dengan perintah dan melakukan sebab-sebab, tawakal dengan menggugurkan tuntutan dan
memejamkan mata dari sebab, dan tawakal disertai dengan pengetahuan untuk bersih dari penyakit
(gangguan) tawakal.
3. Adab Bertawakal kepada Allah SWT.
Ibnu Qayyim (dalam ad-Dumaiji, 2005), menyarakan unuk melakan tawakal dengan beberapa tingkatan,
yaitu sebagai berikut:27
a. Mengenal Rabb dan sifat-sifat-Nya, baik itu kemampuan, kekuasaan, kecukupan, berakhirnya segala urusan
pada ilmu-Nya, keyakinan pada kecukupan dari lindungan-Nya, dan kesempurnaan pelaksanaan apa yang
ditugaskan kepadanya dan bahwasanya makhluk tidak dapat menduduki posisi ini.
b. Penerapan sebab-sebab, pemeliharaan, dan penerapan dalam arti kata tawakal seorang hamba tidak akan
lurus dan benar kecuali dengan menetapkan sebab-sebab. Karena tawakal merupakan sebab yang paling
kuat dalam mengantarkan pelakunya untuk sampai kepada-Nya.
c. Memantapkan hati pada pijakan tauhid, dalam hal ini tawakal seorang hamba dinilai benar sampai tauhidnya
dinilai benar pula. Hakikat tawakal adalah tauhid yang ada pada hati. Oleh karena itu, selama di dalam hati
itu masih terdapat kaitan-kaitan syirik, maka tawakalnya dinilai cacat. Seberapa jauh tingkat kemurnian
tauhid, maka sejauh itu pula kebenaran tawakal dinilai.
27Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Hidup Tentram dengan Tawakal, (Bogor: PustakaIbnu Katsir, 2005), 20.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 185
d. Menyandarkan hati kepada Allah SWT dan merasa tenang dan tenteram serta percaya sepenuhnya
terhadap pengelolaan-Nya. Orang yang
Dari beberapa tingkatan abab yang dijelaskan oleh Ibnu Qayyim di atas dapat dipahami, bahwa puncak
tawakal itu adalah dengan mengenal Allah SWT dan sifat-sifat-Nya. Serta menetapkan sebab-sebab dan
memantapkan hati pada pijakan tauhid dengan menyandarkan hati kepada Allah SWT agar merasa tenang
terhadap apa yang Allah SWT telah kehendaki.
4. Buah Bertawakal kepada Allah SWT.
Pada prinsipnya, tawakal merupakan suatu sikap yang hanya dimiliki oleh orang-orang beriman. Dari sikap
ini akan membuahkan hasil yang sangat bermanfaat dan berguna bagi kehidupan orang-orang yang beriman,
diantara buah tawakal tersebut adalah:28
a. Terwujudnya Iman
Seringkali dijumpai dalam firman-Nya, Allah Ta’ala menyandingkan antara tawakal dengan orang-orang
yang beriman. Hal ini menandakan bahwa tawakal merupakan perkara sangat agung yang tidak dimiliki kecuali
oleh orang- orang beriman. Tawakal bagian dari ibadah hati yang akan membawa pelakunya ke jalan
kebahagiaan didunia dan akhirat. Berdasarkan kebeiringan antara iman dan tawakal, maka tidak diragukan lagi
bahwa di antara buah tawakal yang paling agung adalah realisasi iman seorang hamba.
28Ibnu Qudanah, Minhajul Qashidin; Jalan orang-orang Yang Mendapat Petunjuk, (terj.Kathur Suhardi), (Jakarta: pustaka Kautsar,1997), 427.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 186
Hal itu, perlu untuk diperhatikan bahwa tidak ada iman kecuali dengan tawakal, begitu juga sebaliknya
tidak ada tawakal kecuali dengan iman. Ibnu ‘Abas menjadikan tawakal sebagai “gabungan iman”. Dan
mengenai hal ini, Sa’id bin Jubir (dalam ad-Dumaiji, 2005), menyatakan, “tawakal itu setengah dari iman”.29
Alah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Maidah ayat 23.
Artinya: “Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang
beriman.” (Q.S. Al-Maidah [5]:23).
Ayat di atas menjelaskan bahwa semua orang yang beriman bertawakal kepada Allah SWT. Barang siapa
bertawakal kepada Allah SWT, maka Allah akan memelihara atau menjaganya. Di antara tugas orang yang
bertawakal adalah “mengerjakan segala sesuatu atas apa yang telah diwajibkan oleh Allah SWT, dan
menyediakan segala keperluan yang bisa membuat kaum mukmin memperoleh kemenangan, baik yang berupa
bantuan materi atau moril”.30
Dapat dipahami bahwa diperintahkan kepada orang beriman untuk bertawakal kepada Allah SWT dalam
segala hal. Agar memperoleh kemenangan dalam hidupnya, sebab Allah SWT akan menolong hamba-Nya
yang bertawakal dalam menyediakan segala keperluannya dan ini janji Allah Ta’ala yang tidak bisa diragukan
lagi.
29ad-Dumaiji, Hidup Tentram dengan Tawakal..., 4.
30Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), 1679.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 187
b. Merasa Cukup dalam Kehidupan
Ibnu Qayyim menyatakan bahwa Allah SWT memberikan sesuatu itu tergantung pada orang yang
bertawakal kepada-Nya, memberi kecukupan kepada orang yang berlindung kepada-Nya, memberi rasa aman
kepada orang yang takut kepadanya, memberikan perlindungan kepada orang yang meminta pertolongan. Oleh
karena itu, barang siapa berlindung meminta pertolongan dan bertawakal kepada-Nya, maka Allah SWT akan
melindungi dan menjaga serta memelihara dirinya. Hal ini merupakan balasan yang paling agung, di mana Allah
SWT telah berjanji untuk memberikan balasan sendiri kepada orang yang bertawakal. Allah SWT berfirman
dalam Q.S. Ath-Thalaaq ayat 3:
Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya”
(Q.S. Ath-Thalaaq [65]: 3).
Ayat di atas menegaskan bahwa barang siapa yang menyerahkan urusannya kepada Allah dan
memasrahkan kebebasannya kepada Allah SWT, maka Dia (Allah) akan mencukupinya dalam hal yang
menyulitkannya di dunia dan di akhirat. Maksudnya, hamba itu mengambil sebab-sebab yang dijadikan Allah,
termasuk sunnah-sunnah Allah dalam kehidupan ini, dan menunaikannya dengan cara yang sebaik-baiknya.
Kemudian menyerahkan urusannya kepada Allah SWT’, dalam sebab-sebab yang tidak diketahuinya dan tidak
dapat ia capai pengetahuannya.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 188
c. Lahirnya Kekuatan Hati, Keberanian, Keteguhan, dan Perlawanan Terhadap Musuh
Di antara buah tawakal yang paling agung lainnya adalah bahwa Allah SWT memberikan kekuatan hati,
keteguhan, keberanian, dan perlawanan terhadap musuh sekuat apapun musuh tersebut. orang yang
bertawakal tidak akan dibelenggu ketergantungan kepada makhluk yang lemah, dan orang tersebut
mencukupkan diri dengan Allah yang Maha Berkuasa karena kenyakinannya terhadap Allah SWT. Maka akan
timbul keberanian yang luar biasa.
Hal itu tampak pada keberanian mujahidin yang sering kali jumlah dan kekuatan fisik serta perlengkapan
materi mereka sangat minim dibandingkan dengan apa yang dimiliki musuh, mereka berhasil tegar dalam
menghadapi musuh mereka, bahkan membuat musuh mereka ketakutan.31 Allah SWT berfirman dalam Q.S.
An-Nisa’ayat 81.
Artinya: Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan, “(kewajiban kami hanyalah) taat.”Tetapi, apabilamereka telah pergi dari sisimu (Muhammad), sebagian dari mereka mengatur siasat dimalam hari(mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan. Allah mencatat siasat yang mereka atur dimalam hari itu, maka berpalinglah dari mereka dan bertawakalah kepada Allah. Maka cukuplah Allah yangmenjadi pelindung. (Q.S. An-Nisa’ [4]: 81).
Ayat di atas menegaskan bahwa mereka yang ditujukan kepada orang munafik itu berkata: “Taat”, tetapi
apabila mereka telah berpisah daripada engkau Rasul, maka berbisik segolongan dari mereka itu, berlain dari
31Ansory Al-Mansor, Cara Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT, Taqarub Ilallah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 120.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 189
apa yang mereka katakan”. Yakni ketika bermuka siang hari dengan Rasulullah SAW, semua mengatakan:
“Taat”, setia dan patuh. Semuanya serentak menyatakan ketaatan. Namun hal tersebut dengan mulutnya saja
mengaku taat sedangkan hatinya tidak. Kemudian pada malam hari, mereka yang hatinya tidak taat itu telah
berkumpul lagi memperbisikan dalih mereka yang berbeda sama sekali daripada apa yang mereka ucapkan
siang hari itu. “Maka Allah akan menuliskan apa yang mereka perbisikkan malam hari itu.”Tingkah laku mereka
yang tidak jujur itu tidaklah terlepas dari catatan Allah SWT.
d. Lahirnya Sikap Sabar, Ketahanan, dan Kepemimpinan
Apabila tawakal mendatangkan sifat sabar, maka sesungguhnya sabar merupakan sebab terbesar bagi
tercapainya setiap kesempurnaan. Oleh karena itu, makhluk yang paling sempurna adalah yang paling sabar
dan ia merupakan maqam (kedudukan) iman yang paling besar32.
Jika kesabaran disandingkan dengan kepercayaan, maka akan melahirkan imamah (bersifat
kepemimpinan) dalam agama.33 Allah SWT berfirman dalam Q.S. As-Sajdah ayat 24;
Artinya: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami ketika mereka sabar, dan mereka mempercayai ayat-ayat Kami.” (Q.S. As-Sajdah [32]: 24).
32Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al Azhar, Juz.V, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), 173.
33Damanhuri Basyir, Strategi Pembentukan Manusia Berkarakter, (Banda Aceh: Lembaga Naskah Aceh, 2013), 41.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 190
Ayat di atas menegaskan bahwa mereka dapat mencapai derajat yang tinggi, menjadi imam dari kaum
mereka (ditujukan kepada Bani Israil), apabila mereka bersabar. Dalam hal ini dapat diberi pedoman untuk
barang siapa yang hendak menjadi pemimpin dari kaumnya. Maksudnya sesuatu yang mulia itu tidak akan
tercapai, apabila mereka tidak mempunyai kesabaran dan langsung berputus-asa. Karena untuk naik ke tempat
pimpinan tidaklah mudah. Bahkan banyak rintangan dan hambatan yang harus dilaluinya.
Dalam hal ini Imam Ali bin Abu Thalib berkata: “sabar adalah kepala dari iman”, sebagaimana kepala
manusia adalah hakikat sejati dari hidup manusia. Apabila kepala hilang, maka badan tidak ada artinya lagi.34
Dilihat dari segi penafsiran lain, ayat di atas merupakan “isyarat bagi minoritas muslim di Mekah pada saat
itu, agar bersabar sebagaimana orang-orang pilihan Bani Israel telah bersabar. Menyakini sebagaimana orang-
orang pilihan itu yakin. Sehingga mereka pantas menyandang predikat sebagai pemimpin kaumnya”. Ayat ini
juga menetapkan cara mendapatkan kepemimpinan dan kekuasaan, yaitu dengan bersabar dan yakin”.
Sedangkan perkara perpecahan dan perselisihan di antara Bani Israel setelah itu, maka urusannya diserahkan
kepada Allah SWT.35
e. Menahan Diri dari Penguasaan Syaitan
Diketahui bahwa Syaitan/Iblis, sebagai musuh abadi bagi manusia, Ia selalu berusaha untuk menguasai
hati manusia dalam upaya menyesatkan dan menjauhkan manusia dari Allah swt. El-Sutha, (dalam Heryadi,
2017), menjelaskan bahwa “Iblis mempergunakan berbagai godaan tipu daya dan muslihat untuk
34Hamka, Tafsir Al Azhar.., 181
35Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an; Di Bawah Naungan Al-Qur’an (terj. As’ad Yasin, dkk), Jilid.9, (Jakarta: Gema Insani Press,2004), 205.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 191
menjerumuskan manusia dalam kehinaan dan kemurkaan Allah swt.”36 Karena itu, manusia harus menyadari
dan mengenali betul apa saja godaan, tipu daya dan muslihat yang dipergunakan oleh Iblis untuk menyesatkan,
sehingga dapat terhindar dari kemurkaan Allah swt.
Kedurhakaan syetan dikisahkan al-Qur’an adalah kedurhakaan dan rayuan pertama yang ditujukan
kepada manusia guna mendurhakai Allah swt. yang dilakukan Setan.37 Tidak diragukan lagi, bahwa cara dan
jenis-jenis godaan tipu daya Setan banyak dan beraneka ragam. Setan menyusupkan bisikan jahat kepada
setiap manusia, sesuai dengan keadaan dan tabiatnya. Setan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Dengan
berbagai macam cara dan jalan Setan selalu berupaya menggoda untuk menyesatkan manusia dari jalan yang
benar. Seseorang yang tekad hatinya kuat untuk melawan semua godan dan tupu daya Setan, dan hendaklah
memahami dengan baik apa saja cara dan jenis-jenis godaan tipu daya Setan tersebut, sehingga Setan tidak
menyeret kepada kesesatan. Dalam hal ini Allah SWT menegaskan dalam QS.An Nahal: 100:
Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan
bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang
mengambilnya menjadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah” (QS. An
Nahl [16]:100).
36Heryadi, “Tinjauan Al-Qur'an Terhadap Godaan Iblis dan Setan..” Jurnal Medina-Te. 16:1, (Juni 2017), 93.
37Shihab, M. Quraish, Yang Halus Tak terlihat: Setan Dalam al-Qur’an, (Lentera Hati, Jakarta, 2011), 37.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 192
Kata sulthan (kekuasaan) dalam ayat di atas berasal dari kata As Salith yang maksudnya adalah minyak
yang digunakan untuk menyalahkan lampu/pelita yang menggunakan sumbu. Ini berarti sulthan adalah
keterangan atau bukti yang menjelaskan sesuatu dengan terang dan mampu meyakinkan pihak lain, baik benar
maupun salah. Syaitan memang memiliki kemampuan untuk memperdaya manusia, namun yang bisa
diperdaya oleh syaitan hanyalah orang-orang yang lemah imannya, yang menjadikannya sebagai pemimpin,
sama seperti virus sebuah penyakit yang hanya akan menimpa orang-orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang kuat. Penggunaan kata wali (pelindung) terhadap syaitan juga disebutkan dalam firman Allah Swt:
Artinya: “Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran)
kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan
mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya” (QS. Al Baqarah [2]:257).
Ini berarti ada manusia yang menjadikan syaitan sebagai pemimpin dan pelindung. Kata wali bermaksud
sesuatu yang langsung datang atau berada sesudah sesuatu yang lain, tidak ada perantara di antara keduanya.
Ketika Allah Swt atau syaitan yang dijadikan sebagai wali oleh manusia, itu artinya manusia memiliki hubungan
yang sangat dekat sehingga langsung ditolong, dibantu dan dilindungi. Ketika Allah Swt yang dijadikan sebagai
wali (pemimpin dan pelindung), maka Allah Swt akan mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kesesatan
kepada cahaya yang terang, yakni petunjuk hidup yang benar, namun ketika manusia menjadikan syaitan
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 193
sebagai wali, (kekuasaan), maka syaitan akan menguasai diri manusia dan mengeluarkannya dari jalan hidup
yang benar (cahaya) kepada kegelapan atau kesesatan yang banyak. Penguasaan diri yang dalam hal ini
masih terdapat dua pendapat antara lain; 38
a. Syaitan tidak memiliki kekuasaan sama sekali atas diri mereka yang bertawakal, karena Allah SWT telah
memalingkan kekuasaan syaitan dari orang yang bertawakal. Selanjutnya syaitan tidak memiliki
kemampuan untuk menyeret manusia berta wakal mengerjakan perbuatan dosa yang tidak terampuni.
Karena mereka yang beriman telah meminta perlindungan dari Allah SWT.
b. Kekuasaan dalam pengertian hujjah, artinya “syaitan tidak memiliki hujjah atas kemaksiatan yang diserukan
kepada manusia yang bertawakal.” Dalam arti kata, Syaitan tidak akan mampu menyeret orang yang
bertawakal kepada Allah SWT untuk melakukan hal-hal yang bisa menjerumuskan kedalam limbah
kemaksiatan, Karena Allah SWT akan selalu melindungi orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.
Karena itu, orang yang bertawakal kepada Allah SWT, akan diberi pelindungan cukup dari tipu muslihat
musuh. Tokoh terdepannya adalah syaitan yang terkutuk, serta diberi kecukupan dalam segala urusan agama
maupun dunianya.
D. Haya/malu
1. Makna dan Hakikat Haya’/Rasa Malu
a. Memahami Makna Haya’/Rasa Malu
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, malu adalah merasa sangat tidak senang, rendah, hina dan
sebagainya karena berbuat sesuatu yang kurang baik atau cacat. Dalam bahasa Arab, malu adalah haya’
38Hadad, Penyejuk Hati..., 203.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 194
yang berarti taubat dan menahan diri.39 Ibnu Qayyim al-Jauziyah (dalam Basalamah 2014),
menjelaskan, “al-hayâ’ atau malu berasal dari kata al-hayâh yang artinya kehidupan. Hujan
disebut hayy (dengan alif maqsurah) karena ia merupakan sumber kehidupan bagi bumi, tanaman dan hewan
ternak.
Kata haya’ berasal dari akar kata hayiya-yahya-hayaan atau hayatan. Dalam Alquran kata haya’ disebut
sebanyak 76 kali sedangkan dalam bentuk lain disebut sebanyak 114 kali.40 Alquran menyebutkan haya’ yang
berarti malu disebutkan sebanyak 4 kali menggunakan 2 sighat yaitu 3 fi’il mudhari’ (Al-Ahzab ayat 53, dan Al-
Baqarah ayat 26) dan masdar (Al-Qashas ayat 25).
Kehidupan dunia dan akhirat juga dinamakan al-hayah.” 41 Oleh sebab itu, siapa yang tidak memiliki hayâ’
ibarat mayat di dunia ini dan sungguh, dia akan celaka di akhirat. Dalam konteks ini, bisa juga berarti hidup dan
matinya hati seseorang sangat mempengaruhi hayâ’ yang dimiliki orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya
hayâ’, dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga setiap kali hati hidup, pada saat itu
pula rasa hayâ’ menjadi lebih sempurna.
Jika al-haya’ seluruhnya adalah membawa kepada kebaikan, maka tidaklah seseorang kehilangan sifat
hayâ’nya kecuali akan menyisakan keburukan semata dalam dirinya. Dalam arti jika seseorang memiliki hayâ’
yang dominan, maka segala perilaku dan tindakannya akan baik dan sebaliknya, jika hayâ’ itu melemah maka
sikap buruk seseorang akan menguap dan menjadi lebih dominan serta kebaikan dirinya akan memudar.
39Jamaluddin, Abu Fadl. Lisan al-Arab [Jilid 14] (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), 217.
40Sindiwiryo, Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata dan Tafsirnya (Jakarta: Intermasa, 1997 ), 133..
41Rima Nasir Basalamah “Al-Hayâ’sebagai Solusi Bagi Permasalahan Moral Bangsa” Jurnal Raushan Fikr. 3:2, (Januari 2014), 104.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 195
Rasulullah juga bersabda, “Sesungguhnya seseorang apabila bertambah kuat hayâ’nya maka ia akan
melindungi kehormatannya, mengubur dalam-dalam kejelekannya, dan menyebarkan kebaikan-kebaikannya.
Siapa yang hilang rasa hayâ’nya, pasti hilang pula kebahagiaannya; siapa yang hilang kebahagiaannya, pasti
akan hina dan dibenci oleh manusia; siapa yang dibenci manusia pasti ia akan disakiti; siapa yang disakiti pasti
akan bersedih; siapa yang bersedih pasti memikirkannya; siapa yang pikirannya tertimpa ujian, maka sebagian
besar ucapannya menjadi dosa baginya dan tidak mendatangkan pahala. Tidak ada obat bagi orang yang tidak
memiliki hayâ’; tidak ada hayâ’ bagi orang yang tidak memiliki sifat setia; dan tidak ada kesetiaan bagi orang
yang tidak memiliki kawan. Siapa yang sedikit hayâ’nya, ia akan berbuat sekehendaknya dan berucap apa saja
yang disukainya.” 42
Dari beberapa hadits di atas dapat diketahui bahwa al-haya’ atau malu dalam perspektif Islam adalah
suatu akhlak terpuji yang mendorong seseorang untuk meninggalkan segala perbuatan yang mencoreng jiwa
dan martabat dirinya. Malu adalah suatu akhlak yang bisa mendorong seseorang untuk berbuat kebaikan dan
menjauhi kemungkaran. Seseorang yang memiliki rasa malu akan memiliki batasan antara dirinya dengan
perbuatan yang tercela. Selain itu dengan rasa malu pula manusia dapat dibedakan dari makhluk lain seperti
hewan.
Dari uraian di atas dapat dipahami secara umum bahwa haya’ merupakan sifat atau perasaan yang
menimbulkan keengganan dalam melakukan sesuatu yang kurang baik, sopan, atau rendah
42Basalamah “Al-Hayâ’sebagai, 104.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 196
b. Hakikat Malu dan Haya’
Imam An-Nawawi dalam Riyadhush Shalihin menulis bahwa para ulama pernah berkata, “Hakikat dari
hayâ’ adalah akhlak yang muncul dalam diri untuk meninggalkan keburukan, mencegah diri dari kelalaian dan
penyimpangan terhadap hak orang lain.” 43.
Selain itu dalam riwayat shahih Muslim, disebutkan sebuah hadits yang berbunyi, Artinya, “Al-
hayâ’ seluruhnya adalah kebaikan” (HR. Muslim: no. 87).
Al-Junaid rahimahullah berkata, “Hayâ’ yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran sehingga menimbulkan
suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat hayâ’ ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan
keburukan dan mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya’.44
Collins & Bahar mengungkapkan bahwa rasa malu adalah representasi internal individu yang terbentuk
dari tuntutan tuntutan budaya masingmasing.45 Rasa malu tidak dapat hanya di definisikan secara sempit
sebagai kondisi yang dirasakan seseorang, tetapi juga mencakup pembentukan budaya dan identitas yang
ditampilkan.46 Hal tersebut berarti bahwa malu dibentuk dan dimaknai secara berbeda oleh tiap orang
tergantung kebudayaan yang dimiliki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diamati melalui perbandingan kebudayaan, rasa malu di
dunia barat dianggap sebagai sebuah sifat yang kurang penting dibandingkan dengan negara-negara timur dan
43Basalamah “Al-Hayâ’sebagai, 105.
44Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari jilid X (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), 522.
45Collins & Bahar, to Know Shame: Malu and Its Uses in Malay Societies, Crossroads Journal, 14:1, (Juli, 2000), 37.
46Susie Scott, Shyness and Society: the Illusion of competence, (New York: Palgrave Macmillan, 2007), 35.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 197
non-barat.47 Menurut kebanyakan teori psikologi, rasa malu adalah suatu kondisi kegelisahan, kecemasan, tidak
menyenangkan dan terhambat, disebabkan oleh kehadiran orang lain. Menurut Mc Dougall, rasa malu juga
dapat merupakan ketidaknyamanan dalam kehadiran orang lain, yang timbul dari kesadaran diri yang kuat
disebabkan oleh timbulnya perasaan diri yang positif dan negatif secara serentak.48
Jenis emosi hayâ’ sangat terkait dengan nilai-nilai sosial, normanorma, beserta adat dan kebudayaan yang
ada. Bisa dikatakan bahwa hayâ’ adalah pengontrol dari perilaku seseorang. Berperilaku tidak baik
menandakan kurangnya rasa malu yang dimiliki seseorang tersebut.49 Cara pandang seseorang mengenai sifat
malu akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaannya. Menurut Geertz (dalam Jama’an), bagi
orang-orang jawa belajar untuk merasa malu (ngerti isin) adalah langkah menuju kepribadian Jawa yang
matang.50
Budaya jawa, memiliki nilai-nilai yang tertanam pada masyarakatnya. Beberapa nilai tersebut adalah wedi,
isin dan sungkan. Geertz (dalam Dewi) menjelaskan bahwa wedi berarti memiliki rasa takut pada akibat dari
tindakan yang dilakukan. Isin berarti memiliki rasa malu terlebih ketika melakukan suatu hal. Sungkan adalah
perasaan yang biasanya digunakan untuk menghormati orang lain atau orang yang belum dikenal. Sungkan
47Daniel M. T. Fessler, Shame in two cultures: Implication for Evolutionary Approaches, Journal of Cognition and Culture, 4: 2, (Juni,2004), 211.
48Retno Kumolohadi, Efektivitas Pelatihan Komunikasi Interpersonal Untuk Mengurangi rasa Malu (Shyness), (Naskah Publikasi ,Universitas Islam Indonesia, 2007), 8-9.
49Nader Al-Jallad, the concept of “shame” in Arabic: bilingual dictionaries and the challenge of defining culture-based emotions,(Language Design. Vol. 12, 2010), 37.
50Chalifah H.R. Jama’an, Potensi Selametan dalam Mempersatukan Masyarakat Jawa Abangan, Wahana Akademika, Vol. 6, No. 2,September 2004, hlm. 191..
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 198
merupakan perasaan yang serupa dengan isin (malu), namun berbeda. Sungkan muncul dalam diri individu
karena adanya perasaan lebih rendah dari orang atau individu yang akan dihadapinya, entah terkait kedudukan
di masyarakat, ilmu, status sosial, atau wibawa.51
Banyak orang menyangka bahwa malu dan sungkan adalah perasaan yang sama, padahal pada
hakikatnya dua sikap itu sangat bertentangan. Sungkan sebagian besar disebabkan karena kurangnya rasa
percaya diri, karena merasa lebih lemah dan merasa tidak mampu berhadapan dengan orang lain, walaupun
sejatinya dia tidak melakukan kesalahan. Perasaan ini jelas sangat berbeda dengan hayâ’, yang timbulnya
disebabkan oleh keagungan serta kemuliaan jiwa yang mencegah seseorang dari melakukan perbuatan yang
hina. Hayâ’ dapat menyebabkan seseorang tidak terima jika jiwanya tercampak dalam perbuatan yang rendah.
Sementara sungkan, jika ia memiliki kesempatan dan tidak ada orang yang melihatnya ia akan melakukan
perbuatan rendah tersebut.52
Namun, fenomena hilangnya rasa malu begitu jelas terlihat dalam tayangan media yang semakin rusak
dan tidak layak tonton. Rasa santun yang biasanya ditunjukkan bangsa ini dalam proses interaksi dengan
sesama, berubah menjadi perilaku kasar dan anarkis. Para pelajar juga turut mengambil peran dengan
melakukan tindak kekerasan di sekolah (bullying). Maraknya fenomena pornografi dan pornoaksi yang
terkadang membuat pelakunya digugat pun terus di tentang dengan dalih kebebasan berekspresi dan seni.
Selain itu, generasi muda pun terus terhipnotis dengan bujukan sesat narkoba.53
51Windy Chintya Dewi, nilai Anak pada Ibu Dewasa Madya Etnis Jawa Ditinjau Dari tingkat Pendidikan, Calypta: Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya, 2:1 (Juli, 2013), 352
Amru Khalid, Suara Hati: Jalan Menuju Tobat, (Cirebon: Embun Publishing, 2004), 147.53
Muhammad Idrus, Pendidikan Karakter Pada Keluarga Jawa, Jurnal Pendidikan Karakter, 2:2, (Juni 2012), 124.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 199
Dapat disimpulkan pula bahwa hayâ’ dimaknai sebagai perasaan yang harus ditanamkan dan ditumbuh
kembangkan sebagai satu nilai yang dapat mencegah perbuatan amoral. Hayâ’ dapat terwujud misalnya malu
untuk berbuat kejahatan, malu yang seperti ini merupakan nilai alami dan merupakan salah satu nilai yang baik.
Dengan definisi tersebut maka esensi al-hayâ’ adalah berbeda dari kebanyakan pengertian malu pada
umumnya.
2. Pembagian Haya’/Rasa Malu
Setelah melihat konsep perbedaan hayâ’ dari rasa malu yang lain, maka perlu diketahui pula bembagian
dari hayâ’. Hayâ’ dapat ditujukan kepada beberapa golongan berikut: 54
a. Malu kepada Allah
Malu kepada Allah. Jika seseorang malu kepada Allah, ia akan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Rasulullah bersabda, “Malulah kalian kepada Allah dengan sungguh-sungguh rasa malu.
Kemudian nabi ditanya, “Bagaimana caranya malu kepada Allah?” Dijawab, “Siapa yang menjaga kepala dan
isinya, perut dan makanannya, meninggalkan kesenangan dunia, dan mengingat mati, maka dia sungguh telah
memiliki rasa malu kepada Allah Swt.” Malu seperti inilah yang akan melahirkan buah keimanan dan
ketakwaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Artinya, “Sungguh Allah adalah Dzat yang paling berhak untuk kalian malu kepada-Nya.” (HR. At-Tirmidzi).
54Muhammad Idrus, Pendidikan Karakter Pada Keluarga Jawa, Jurnal Pendidikan Karakter, 2: 2, (Juni, 2012), 124.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 200
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
Artinya: “Hendaklah kalian malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu. Barang-siapayang malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu, maka hendaklah ia menjaga kepaladan apa yang ada padanya, hendaklah ia menjaga perut dan apa yang dikandungnya, dan hendaklah iaselalu ingat kematian dan busuknya jasad. Barangsiapa yang menginginkan kehidupan akhirat hendaklahia meninggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang mengerjakan yang demikian, maka sungguh iatelah malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu.” (HR. At-Tirmidzi no.2458).
Dari sari hadits di atas, dapat dipetik bahwa konsekuensi dari rasa malu kepada Allah adalah timbulnya
penjagaan diri terhadap apa-apa yang ada di pikiran kita, sehingga alat indera seperti mata, telinga, mulut, dan
hidung hanya akan di fungsikan dengan baik tanpa melanggar ketentuan Allah yang mengakibatkan kerusakan
bagi moral di masyarakat. Begitu juga terhadap penjagaan terhadap pikiran. Ketika pikiran terlindungi, maka
tidak akan terlintas suatu niat pun untuk melakukan berbuatan yang buruk atau tercela. Seseorang yang tidak
memiliki rasa malu kepada Allah, maka pikirannya akan tertutup sehingga hal-hal burukpun dapat terbersit di
pikiran dan semakin mudah untuk menjadi suatu perbuatan buruk.
b. Malu kepada Sesama Manusia
Malu kepada manusia. Jika seseorang memiliki rasa malu kepada manusia, maka ia akan menjaga
pandangan yang tidak halal untuk dilihat. Seorang ahli hikmah pernah ditanya tentang orang fasik. Beliau
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 201
menjawab, “Yaitu orang yang tidak menjaga pandangannya, suka mengintip aurat tetangganya dari balik pintu
rumahnya.” Orang yang punya rasa malu kepada manusia tidak akan berani melakukan dosa di hadapan orang
lain. Jangankan dosa, melakukan kebiasaan jeleknya saja dia malu jika ada orang yang melihatnya. Termasuk
bagian dari malu kepada manusia adalah mengutamakan orang yang lebih mulia darinya. Menghargai ulama
dan orang saleh. Memuliakan orangtua dan gurunya. Merendahkan diri di hadapan mereka. Orang yang masih
punya rasa malu kepada orang lain akan dihargai dan disegani. Masyarakat mau mendengarkan pendapat dan
nasihatnya.
Imam Ibnu Hibban Al-Busti rahimahullaah berkata, “Wajib bagi orang yang berakal untuk bersikap malu
terhadap sesama manusia. Diantara berkah yang mulia yang didapat dari membiasakan diri bersikap malu
adalah akan terbiasa berperilaku terpuji dan menjauhi perilaku tercela. Disamping itu berkah yang lain adalah
selamat dari api neraka, yakni dengan cara senantiasa malu saat hendak mengerjakan sesuatu yang dilarang
Allah. Karena, manusia memiliki tabiat baik dan buruk saat bermuamalah dengan Allah dan saat berhubungan
sosial dengan orang lain.”55
c. Malu Kepada Diri Sendiri
Malu kepada diri sendiri adalah malunya orang-orang yang berjiwa mulia. Seseorang malu karena telah
membiarkan diri diliputi oleh kekurangan dan diselubungi oleh kehinaan. Ketika seseorang malu kepada dirinya
sendiri, tentunya dia lebih malu kepada yang lain. Dengan kata lain, orang yang memiliki rasa malu akan selalu
menjaga nama baik atau citra diri sehingga ia tidak akan merusaknya.
55Basalamah “Al-Hayâ’sebagai, 107.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 202
Ketika orang punya malu kepada dirinya sendiri, dia tidak akan melakukan perbuatan dosa ketika
sendirian. Ia malu jika ada orang yang melihat perbuatannya. Hal itu sebagaimana diungkapkan Umar bin
Ahmad Baraja, dalam kitabnya Al-Akhlak Lil Banin sebgai berikut:56
1) Dalam kalimat hikmah dikatakan, “Siapa yang melakukan perbuatan ketika sendirian yang ia malu
melakukannya saat dilihat orang, maka ia tidak berhak mendapatkan kemulian.”Kalimat hikmah yang lain
mengatakan, “Hendaknya malu kepada diri sendiri lebih besar dibanding malu kepada orang lain.”
2) Rasulullah saw. adalah figur yang sempurna dalam akhlak malu. Beliau tidak pernah menjulurkan kakinya
ketika sedang duduk bersama sahabatnya. Pada suatu hari beliau lewat dan berpapasan dengan orang
yang sedang mandi. Lalu beliau bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah maha hidup, maha lembut,
dan maha menutupi. Allah cinta pada rasa malu dan menutup diri. Jika kalian mandi maka lindungilah diri
kalian dari pandangan orang.”
3) Aisyah ra. adalah putri yang sangat pemalu dan menjaga kehormatan dirinya. Suatu saat beliau pernah
bercerita, “Ketika aku masuk ke rumahku yang di dalamnya terdapat makam Rasulullah (suamiku) dan
ayahku Abu Bakar, aku menampakkan sebagian auratku, dalam hati aku berkata, “Sesungguhnya aku
sedang berada di kuburan suamiku dan ayahku.” Akan tetapi, ketika Umar bin Khattab meninggal dan
makamkan di samping suami dan ayahku, aku tidak pernah menampakkan auratku lagi, karena malu
kepada Umar.” Bisa dibayangkan akhlak malu yang dimiliki Aisyah, hingga kepada orang sudah berada di
dalam kubur.
56Umar bin Ahmad Baraja, Al-Akhlak Lil Banin, (Surabaya, Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabhan Wa Auladuhu, Juz 4, 1385 H.)13.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 203
Inilah tiga macam malu yang dianjurkan. Selanjutnya kita hindari sifat malu yang dilarang. Yaitu malu
ketika akan melakukan kebaikan, malu ketika membela ajaran Islam, malu berkata jujur, malu mengingkari
kemungkaran dan membela kebenaran. Orang yang malu dalam kebaikan tidak akan mendapatkan keberkahan
dalam hidupnya.
3. Fungsi Al-Hayâ’bagi Permasalahan Moral Bangsa
Al-hayâ’ merupakan salah satu sifat terpuji karena sifat ini mampu menghindarkan seseorang dari berbuat
kesalahan dan dosa, berbuat perbuatan buruk dan juga kemaksiatan. Barangsiapa yang tidak memiliki hayâ’
dalam hatinya, tentu ia akan seenaknya untuk melakukan perbuatan yang buruk ataupun terjatuh dalam
perbuatan dosa tanpa mempedulikan pandangan manusia akan dirinya dan kelakuannya; dan juga tidak
mempedulikan nilai-nilai moralitas yang berlaku, seolah ia tidak mempunyai hati nurani lagi.15
Al-hayâ’ adalah sebuah konsep malu yang tidak mengurangi kebaikan apapun dalam kehidupan, bahkan
justru meningkatkan kebaikan yang dimiliki. Sifat hayâ’ dapat diibaratkan sebagai rem atas perbuatan negatif
pada diri manusia, sehingga sifat ini sangat dianjurkan dalam ajaran agama Islam maupun agama-agama
sebelumnya yang dibawakan oleh para nabi. Dalam sebuah hadits disebutkan,
Artinya, “Sesungguhnya termasuk yang pertama diketahui manusia dari ucapan kenabian adalah ‘jika
kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu!’” (Shahih Bukhari: 5769).
Dalam menjelaskan maksud hadits di atas, Ibnul Qayyim berkata:
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 204
Maksudnya yaitu, dosa-dosa akan melemahkan rasa malu seorang hamba, bahkan bisamenghilangkannya secara keseluruhan. Akibatnya, pelakunya tidak lagi terpengaruh atau merasa risihsaat banyak orang mengetahui kondisi dan perilakunya yang buruk. Lebih parah lagi, banyak di antaramereka yang menceritakan keburukannya. Semua ini disebabkan hilangnya hayâ’. Jika seseorang sudahsampai pada kondisi tersebut, tidak dapat diharapkan lagi kebaikannya. 57
Dari hadits yang telah dijelaskan sebelumnya dapat kita renungkan bahwa rasa malu sifatnya adalah
opsional/ pilihan. Ketika seseorang lebih memilih untuk tidak mempunyai rasa malu, maka seolah-olah ia bebas
untuk berbuat sesuka hatinya tanpa memikirkan apakah hal tersebut baik atau tidak dan tanpa perlu
memikirkan apakah ia merampas hakhak milik orang lain atau tidak, sehingga semuanya tidak lagi dihiraukan.
Akan tetapi, ketika seseorang lebih memilih untuk memiliki rasa malu tentu ia tidak akan berlaku sewenang-
wenang, karena ia masih memiliki sandaran pedoman berupa nilai baik-buruk.
Rasûlullâh bersabda, “Seseorang tidak akan mencuri bila ia beriman, tidak akan berzina bila ia beriman.”
Al-hayâ’ adalah benteng bagi seseorang untuk mencegah dirinya dari perbuatan dosa yang melanggar nilai
moral, jika seseorang tidak lagi memiliki hayâ’ maka dia akan melakukan perbuatan apapun dengan mudahnya.
Maknanya, seseorang yang tidak memiliki rasa malu, maka ia akan berbuat apapun sekehendak hatinya dan
tidak memperhatikan kemaslahatan tindakannya bagi diri sendiri dan juga orang lain.
57Basalamah “Al-Hayâ’sebagai, 108.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 205
Dengan demikian, malu yang menyebabkan pelakunya menyianyiakan hak Allah Azza wa Jalla sehingga
ia beribadah kepada Allah dengan kebodohan tanpa mau bertanya tentang urusan agamanya, menyia-nyiakan
hak-hak dirinya sendiri, hak-hak orang yang menjadi tanggungannya, dan hak-hak kaum muslimin, adalah malu
yang tercela karena pada hakikatnya sifat tersebut adalah kelemahan dan ketidakberdayaan.58
Dalam hadits shahih disebutkan kelebihan dari memiliki sifat hayâ’, Rasulullah bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya Allah Maha Malu dan Maha Tertutup, Dia meyukai ketertutupan dan rasa malu.” (HR. Imam
Abu Dawud dan Imam an-Nasaa’i). Dengan arti serupa disebutkan pula dalam riwayat lain suatu hadits yang
artinya, “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang pemalu (memiliki sifat hayâ’) dan menjaga kehormatan”
(Shahih Al-Jami’ Al-Shaghir no. 1.711).
Dari kedua hadits tersebut diketahui bahwa rasa malu pada esensinya juga dimiliki oleh Allah, bahkan
Allahlah Sang Maha Pemalu. Dengan memiliki rasa malu sebagai Rabb yang menciptakan manusia, sudah
tentu bahwa sifat tersebut adalah sifat yang agung. Dengan memiliki hayâ’ maka kita juga akan mendapatkan
kemuliaan diri dan kecintaan dari Allah Ta’ala. Kecintaan Allah adalah sebuah anugrah yang tertinggi.
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan,
Artinya, “Jika Aku mencintai seorang hamba maka Akulah yang memberikan taufiq, menjaga telinganya,
menjaga pandangannya, menjaga tangannya, dan menjaga kakinya” (HR. Al-Bukhari 5/2384, no. 6137).
Seseorang yang memiliki hayâ’ sudah tentu akan menjaga segala tindakannya karena memiliki kesadaran
yang baik akan pentingnya nilai positif. Orang yang memiliki hayâ’ akan selalu menjaga segala tindakan yang
58Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Malu: Akhlak Islam, Majalah As-Sunnah, (Edisi 12, Tahun XII, 2009), 151
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 206
dilakukannya baik disaat ada yang melihat ataupun tidak, karena ia mengimani bahwa Allah-lah yang Maha
Melihat. Apabila masyarakat Indonesia terus menanamkan nilai hayâ’ kepada generasinya maka martabat diri,
keluarga dan bangsa akan senantiasa terjaga. Dengan demikian, Indonesia pun akan mejadi bangsa yang
menjunjung tinggi moral dan lebih dikenal sebagai bangsa berkebudayaan yang santun dan terhormat. Tidak
akan lagi ditemukan orang yang dengan bangga melakukan korupsi dan berbagai jenis perbuatan kriminal
lainnya karena rasa malu yang positif tersebut sudah tertanam kuat.
4. Langkah Upaya untuk memiliki Sifat Al-Hayâ’
Dengan mengetahui banyaknya manfaat untuk memiliki sifat al-haya, seseorang hendaknya belajar untuk
memiliki sifat positif ini. Ath-Thahir menjelaskan bahwa untuk memiliki sifat Al-hayâ’ terdapat beberapa langkah
yang dapat ditempuh;18 :
a. Hendaknya sebagai hamba terus mengingat bahwa Allah Ta’ala senantiasa memperhatikannya, sehingga
tidak akan ada keberanian untuk melakukan perbuatan maksiat atau dosa.
b. Hendaknya seorang hamba selalu mengingat nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepadanya agar
mampu mensyukuri semua nikmat-Nya.
c. Hendaknya seorang hamba terus mengingat bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban atas segala
sesuatu yang telah dilakukan, baik yang besar maupun yang kecil, dan juga baik yang sedikit maupun yang
banyak.
Jika penanaman sifat tersebut berhasil, maka seseorang tentu dapat memiliki sifat hayâ’ yang terpuji.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 207
PENUTUP
Ketaatan hanya akan terlaksana apabila seorang hamba memiliki keimanan. Allah dan Rasul-Nya tidak
pernah memerintahkan keburukan bagi umat manusia. Apa yang tampak ganjil, apa yang tampak mustahil, apa
yang tampak salah, hakikatnya tidak selalu demikian. Tugas seorang hamba adalah taat pada apa yang Maha
Cinta inginkan dengan segala kemahatahuan-Nya. Biarkan syukur dan sabar untuk memperindah ketaatan.
Manusia diperintahkan untuk memuji dan bersyukur kepada Allah karena orang yang bersyukur akan mendapat
tambahan nikmat sedangkan orang yang ingkar akan mendapat siksa.
Syukur merupakan ungkapan rasa terimakasih kita terhadap Allah atas seluruh nikmat yang telah
diberikan-Nya. Kewajiban manusia untuk bersyukur itu bukan hanya kewajiban semata tapi kewajiban ini murni
perintah dari Allah dan tertulis dalam Al-Quran. Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia tentang siapa
yang harus disyukuri, bagaimana cara bersyukur, apa yang harus disyukuri, kapan dan dimana manusia harus
bersyukur,
Tawakal adalah pasrah diri terhadap kehendak Allah SWT atas apa yang telah dilakukan dengan usaha
manusiawi terlebih dahulu. Kemudian menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT dengan melengkapi
syarat-syaratnya. Tawakal merupakan suatu sikap terpuji yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Di mana
kehidupan orang-orang bertawakal akan sejahtera di dunia dan di akhirat dengan memiliki sikap tersebut.
Al-hayâ’ merupakan prasyarat bagi orang yang ingin memiliki akhlak mulia dan pendidikan nilai yang baik.
Darinya muncul kebencian pada kelalaian, kesalahan, kejahatan dan juga perilaku buruk. 19 Secara tidak
langsung, seseorang yang memiliki sifat hayâ’ akan menjauhkan dirinya dari segala perbuatan tercela
sebagaimana orang yang memiliki benteng diri dari hal negatif. Orang yang memiliki hayâ’ akan membenci
segala bentuk kerusakan moral terlebih lagi yang diakibatkan oleh perbuatannya. Dengan memiliki dan
penanaman sifat hayâ’ permasalahan-permasalahan moral yang terjadi di masyarakat dapat teratasi dengan
baik, karena adanya kesadaran diri yang tinggi dari pemiliki sifatnya.
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 208
PUSTAKA
Abdullah bin Fahd As-Sallum, Keajaiban Iman. (Surabaya: Yassir, 2008).Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Hidup Tentram dengan Tawakal, (Bogor: PustakaIbnu Katsir, 2005).Abdullah Zakiy Al-Kaaf, Membentuk Akhlak: Mempersiapkan Generasi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001).Abu Muhammad Waskito, Hidup itu Mudah, (Jakarta: Khalifa, 2007).Ahmad Yani, Be Excellent: Menjadi Pribadi Terpuji, (Jakarta: Al Qalam, 2007).Amir An-najjar, Ilmu Jiwa dalam Tasawwuf Studi Komparatif dengan Ilmu Jiwa Kontemporer, Terj. Hasan Abrori,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2001).Amru Khalid, Suara Hati: Jalan Menuju Tobat, (Cirebon: Embun Publishing, 2004).Ansory Al-Mansor, Cara Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT, Taqarub Ilallah (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001).Aura Husna, Kaya dengan Bersyukur: Menemukan Makna Sejati Bahagia dan Sejahtera dengan Mensyukuri Nikmat
Allah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013).Chalifah H.R. Jama’an, Potensi Selametan dalam Mempersatukan Masyarakat Jawa Abangan, Jurnal Wahana
Akademika, Vol. 6, No. 2, (September 2004).Collins & Bahar, to Know Shame: Malu and Its Uses in Malay Societies, Crossroads Journal, 14:1, (Juli, 2000).Damanhuri Basyir, Strategi Pembentukan Manusia Berkarakter, (Banda Aceh: Lembaga Naskah Aceh, 2013),Daniel M. T. Fessler, Shame in two cultures: Implication for Evolutionary Approaches, Journal of Cognition and
Culture, 4: 2, (Juni, 2004).Fuad Nashori. “Kekuatan Karakter Santri” Jurnal Millah. 11:1, (Agustus 2011).Graham Richards, Psikologi, Terj. Jamilla, (Yogyakarta: Pustaka Baca, 2010).Gulam Reza Sultani, Hati yang bersih: Kunci Ketenangan Jiwa, (Jakarta: Zahra, 2006).Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al Azhar, Juz.V, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983).Heryadi, “Tinjauan Al-Qur'an Terhadap Godaan Iblis dan Setan..” Jurnal Medina-Te. 16:1, (Juni 2017).Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari jilid X (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002).Ibnu Qudanah, Minhajul Qashidin; Jalan orang-orang Yang Mendapat Petunjuk, (terj.Kathur Suhardi), (Jakarta:
pustaka Kautsar, 1997).Ida Fitri Shobihah; “Kebersyukuran: Upaya Membangun Karakter Bangsa Melalui Figur Ulama”. Jurnal Dakwah, 15:
2 (Januari, 2014).
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 209
Jamaluddin, Abu Fadl. Lisan al-Arab [Jilid 14] (Beirut: Dar al-Fikr, 1990).Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Fadhilah; Terjemah dan Transliterasi Latin, (Bandung: Sygma Creative Media
Corp. 2018).Mu’inudinillah Basri, Indahnya Tawakal, (Solo: Indiva Media Kreasi, 2008).Muhammad Anas Ma’arif, “Analisis Konsep Kompetensi Kepribadian Guru PAI Menurut AzZarnuji,” Jurnal ISTAWA.
2: 2 (Juni, 2017).Muhammad Idrus, Pendidikan Karakter Pada Keluarga Jawa, Jurnal Pendidikan Karakter, 2:2, (Juni 2012).Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Dahsyatnya Syukur, (Jakarta: Qultum Media, 2009).Nader Al-Jallad, the concept of “shame” in Arabic: bilingual dictionaries and the challenge of defining culture-based
emotions, (Language Design. Vol. 12, 2010).Nashrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Jakarta: Pustaka pelajar, 2004).Nuryanto, Meraih Tambahan Nikmat dengan Bersyukur, (Jatim: Quantum media).Park, Nanso ok, Peterson, Christopher, & Seligm an, Martin E.P.. “Strengths of character and well-being” Journal of
Social and Clinical Psychology. (New York: Guilford. 2004).Retno Kumolohadi, Efektivitas Pelatihan Komunikasi Interpersonal Untuk Mengurangi rasa Malu (Shyness), (Naskah
Publikasi , Universitas Islam Indonesia, 2007).Rima Nasir Basalamah “Al-Hayâ’sebagai Solusi Bagi Permasalahan Moral Bangsa” Jurnal Raushan Fikr. 3:2,
(Januari 2014)Salma Shulha, La Tahzan, (Bandung: Mizan, 2008).Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an; Di Bawah Naungan Al-Qur’an (terj. As’ad Yasin, dkk), Jilid.9, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2004), 205.Shihab, M. Quraish, Yang Halus Tak terlihat: Setan Dalam al-Qur’an, (Lentera Hati, Jakarta, 2011), 37.Sindiwiryo, Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata dan Tafsirnya (Jakarta: Intermasa, 1997).Sulistyarini, Ria Indah. 2010. Pelatihan Kebersykuran Untuk MeningkatkanProactive Coping Pada Survivor Bencana
Gunung Merapi. (Yogyakarta.Direktorat PPM-UII, 2010).Susie Scott, Shyness and Society: the Illusion of competence, (New York: Palgrave Macmillan, 2007)Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000).Umar bin Ahmad Baraja, Al-Akhlak Lil Banin, (Surabaya, Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabhan Wa Auladuhu,
Juz 4, 1385 H.).
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 210
Wasilah Susiani dengan judul,“Konsep Syukur menurut M.Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah dan Relevansinyadengan Materi Aqidah Akhlak kelas VII MTs” (Skripsi Program Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam NegeriPonorogo, 2015).
Windy Chintya Dewi, nilai Anak pada Ibu Dewasa Madya Etnis Jawa Ditinjau Dari tingkat Pendidikan, Calypta: JurnalIlmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2:1 (Juli, 2013).
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Malu: Akhlak Islam, Majalah As-Sunnah, (Edisi 12, Tahun XII, 2009).Yunasril Ali, Pilar-Pilar Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005).
Part: 4 Aklah Terhadap Allah: Bersukur Kepada Allah, SWT 211
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Konsep Dasar Syukur Kepada Allah SWT Dimensi, Internalisasi dan Aplikasi Syukur Tawakal Kepada Allah, SWT Haya/malu Kepada Allah, SWT.
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 211
Part: VIAKHLAK KEPADA RASULULLAHSungguh, telah ada pada diri rasulullah itu suri teladan yang baik untuk mu (yaitu) bagi orang yangmengharapkan (rahmaT) Allah dan kedatangan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJANSetelah mendapat materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep akhlak kepada Rasulullah2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai akhlak kepada Rasulullah3. Menerapkan konsep akhlak kepada Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari
POKOK BAHASAN1. Kewajiban Mencintai dan Taat kepada Rasulullah2. Menghidupkan Sunnah Rasulullah3. Mencintai Keluarga Nabi4. Berziarah Kemakam Rasulullah
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 212
TOPIK BAHASAN:
AKHLAK KEPADA RASULULLAH
Sebagai seorang muslim harus berakhlak kepada Rasulullah SAW, meskipun beliau sudah wafat dan
kita tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita harus berakhlak baik
kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah, membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Pada
dasarnya Rasulullah SAW adalah manusia yang tidak berbeda dengan manusia pada umumnya. Namun,
terkait dengan status “Rasul” yang disandangkan Allah atas dirinya, maka terdapat pula ketentuan khusus
dalam bersikap terhadap utusan yang tidak bisa disamakan dengan sikap kita terhadap orang lain pada
umumnya1. Allah berfirman dalam Q.S.at-taubah: 128:
اء كم رسول من أنفسكم عزیز علیھلقد ج ماعنتم حریص علیكم با لمؤمنین رء وف رحیم
Arinya “Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat rasa olehnya
penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan
penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (Q.S.at-taubah: [9]:128).
Iman kepada para nabi merupakan salah satu butir dalam rukun iman. Sebagai umat islam, tentu kita
wajib beriman kepada Rasulullah saw. beserta risalah yang dibawanya. Untuk memupuk keimanan ini, kita
perlu mengetahui dan mempelajari sejarah hidup beliau, sehingga dari situ kita dapat memetik banyak pelajaran
dan hikmah. Ditinjau dari silsilah keturunannya, nama lengkap Rasulullah adalah Abu Qasim Muhammad bin
1Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (Pusttaka Imam asy-syafi’i, Bogor, 2013), 245.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 213
‘abdillah bin ‘abdil Muthathalib bin Khasyim bin Abdi Manaf bin Qushayy bin Khilab bin Murrah bin Ka’ bin Lu-
ayy bin Ghalib bin fihhr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas binMudhar bin
Nizar bin Ma’add bin ‘adnan, dan Adnan adalah salah satu keturunan Nabi Allah Isma’il bin Ibrahim al-Khalil. 2
Beliau adalah penutup para nabi dan rasul, serta utusan Allah kepada seluruh umat manusia. Beliau
adalah hamba yang tidak boleh disembah, dan rasul yang tidak boleh didustakan. Beliau adalah sebaik-baik
makhluk, makhluk paling mulia dihadapan Allah, derajatnya paling tinggi, dan kedudukannya paling dekat oleh
Allah. Beliau diutus kepada manusia dan jin dengan membawa kebenaran dan petunjuk, yang diutus oleh Allah
sebagi rahmad bagi alam semesta3. Sebagaimana firman Allah, dalam Q.S. Al-Anbiyaa’: 107:
ومآ أرسلنك ألا رحمة للعلمین
Artinya: “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmad bagi seluruh
alam” (Q.S. Al-Anbiyaa’ [21]: 107).
Allah menurunkan kitab-Nya kepadanya mengamanahkan kepadanya atas agama-Nya, dan
menugaskannya untuk menyampaikan risalah-Nya. Allah telah melindunginya dari kesalahan dalam
menyampaikan risalah itu. Allah ta’ala mendukung nabi-Nya dengan mukzizat-mukzizat yang nyata dan ayat-
ayat yang jelas, memperbanyak makan untuk beliau, memperbanyak air. Dan beliau mengabarkan sebagian
perkara ghaib.
2Qodir Jawas, Syarah Aqidah, 245.
3Qodir Jawas, Syarah Aqidah, 246
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 214
A. Kewajiban Mencintai dan Taat kepada Rasulullah
1. Dasar Kewajiban Mencintai dan Taat Kepada Rasulullah
Allah mengabarkan bahwa pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi segenap umatnya. Allah
berfirman:
لقدكان لكم فى رسول اللھ أسوة حسنة لمنكان یرجوا اللھ والیوم الأخروذكر اللھ كثیرا
Artinya: “...... Sungguh, telah ada pada diri rasulullah itu suri teladan yang baik untuk mu (yaitu) bagi
orang yang mengharapkan (rahmad) Allah dan kedatangan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah ”
(Q.S. Al-Ahzaab [33]: 21).
Al-Hafizh Ibnu Katsir r.a. berkata: “ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang meneladani
rasulullah Saw dalam berbagai perkataan, perbuatan dan perilakunya.” Untuk itu, Allah Swt memerintahkan
manusia untuk meneladani sifat sabar, keteguhan, kepahlawanan, perjuangan dan kesabaran nabi dalam
menanti pertolongan dari Rabb nya ketika perang ahzab. Semoga Allah senantiasa mencurahkan salawat
kepada beliau hingga hari kiamat.4
2. Mencintai Rasulullah
Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari iman, semua orang islam mengimani bahwa
Rasulullah adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Makna mengimani ajaran Rasulullah Saw adalah menjalankan
ajarannya, menaati perintahnya dan berhukum dengan ketetapannya. Ahlus sunah mencintai Rasulullah Saw
4Qodir Jawas, Syarah Aqidah, 262
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 215
dan mengagungkannya sebagaimana para sahabat beliau mencintai beliau lebih dari kecintai mereka kepada
diri mereka sendiri dan keluarga mereka, 5 sebagaimana sabda Rasulullah :
.لایؤمن أحدكم حتى اكون أحب الیھ من نفسھ ووالده وولده والناس أجمعین
Artinya: Tidak beriman salah seorang diantaramu, sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya
sendiri, orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya. (H.R. Bukhari Muslim).
Sebagaimana yang terdapat dalam kisah “Umah bin Khaththab r.a., yaiu sebuah hadis dari sahabat
‘Abdullah bin Hisyam r.a, ia berkata ’:
“Kami mengiringi Nabi dan beliau menggandeng tangan ‘Umar bin Khaththab r.a,’ kemudian Umar berkata
kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, sungguh engkau sangat kucintai melebihi apapun selain diriku”, maka
Rasulullah menjawab “tidak, demi yang jiwa ku berada ditangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai
melebihi dirimu”, lalu Umar berkata “Sungguh sekaranglah saatnya, demiAllah engkau sangat kucintai
melebihi diriku” maka Rasulullah berkata: “sekarang engkau benar wahai Umar”. (H.R. Al-Bukhori).6
Allah swt berfirman dalam QS Ali Imran 31:
قل إن كنتم تحبون االله فاتبعونى یحببكم االله ویغفرلكم ذنوبكم واالله غفور رحیمKatakanlah (Muhammad): “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan
mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Ali Imran [ 3]:31).
Berdasarkan hadis-hadis diatas, maka mencintai Rasulullah adalah wajib dan harus didahulukan
daripada kecintaan kepada segala sesuatu selain kecintaannya kepada Allah, sebab mencintai Rasulullah
5Qodir Jawas, Syarah Aqidah, 246
6Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih Allah, Muhammad Saw, (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002). 375.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 216
adalah mengikuti sekaligus keharusan dalam mencintai Allah. 7 Mencintai Rasulullah adalah kecintaan karena
Allah, ia akan bertambah seiring dengan kecintaannya kepada Allah.
3. Taat pada Perintah Rasulullah
Kita wajib menaati nabi Muhammad Saw dengan menjalankan apa yang diperintahkannya dan
meninggalkan apa yang dilarangnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari syahadat (kesaksian) bahwa beliau
adalah rasul (utusan Allah). Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah memerintahkan kita untuk menaati nabi
Muhammad Saw. diantaranya ada yang diiringi dengan perintah taat kepada Allah sebagaimana firman-Nya:
…یـأیھا الذین ءامنوا أطیعوا اللھ وأطیعوا الرسولArtinya: “......Wahai orang-orang yang beriman ‘taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad)’…..” (Q.S.
An-Nisaa [4]: 59).
Allah SWT menyeru hamba-hamba-Nya yg beriman dengan seruan “Hai orang-orang yg beriman”
sebagai suatu pemuliaan bagi mereka karena merekalah yg siap menerima perintah Allah SWT dan menjauhi
larangan-Nya. Dengan seruan iman merekapun menjadi semakin siap menyambut tiap seruan Allah SWT.
Kewajiban taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya adalah dengan melaksanakan perintah-perintah -Nya serta
larangan-larangan -Nya.
Kaum muslimin harus taat kepada Ulil Amri apabila dalam memerintah mereka menyeru kepada yg
ma’ruf dan mencegah yg munkar. Akan tetapi jika mereka menyuruh kepada hal-hal yg dapat melalaikan
kewajiban untuk taat kepada Allah SWT atau bahkan menyuruh perbuatan yang melanggar aturan Allah SWT
maka tiap kita kaum muslimin tidak boleh menaatinya. Rasulullah SAW telah bersabda yang artinya:
7.Alaika M Salamullah, Akhlak Hubungan Vertikal, (Pustaka Insan Madani, Yogyakarta, 2008), 39.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 217
“Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yg ma’ruf dan tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam
maksiat terhadap sang Khaliq.
Jika terjadi perbedaan pendapat di antara kaum muslimin atau antara mereka dengan Ulil Amri atau
sesama Ulil Amri maka wajib baginya mengembalikan persoalan itu kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yaitu
dengan merujuk kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.8 Dan jika benar-benar beriman seseorang hanya
akan kembali kepada kitabullah dan unnah Rasul-Nya dalam menyelesaikan segala perkara dan tidak akan
berhukum kepada selain keduanya. Jika tidak maka iman seseorang dapat diragukan dari ketulusannya. Jika
seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia akan taat kepada Allah dan Rasul-Nya karena ia
mengimani benar bahwa Allah SWT sesungguhnya Maha Mengetahui segala sesuatu baik yang nampak
maupun yang tersembunyi. Terkadang pula Allah mengancam orang yang mendurhakai Rasulullah9,
sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. An-Nur 63:
فلیحذرالذین یخالفون عن أمره،أن تصیبھم فتنة أویصیبھم عذاب ألیم…
Artinya: “......Maka hendaklah orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan
atau ditimpa azab yang pedih.” (Q.S. An-Nur [24]: 63).
Artinya hendaknya mereka takut jika hatinya ditimpa fitnah kekufuran, nifaq, bid’ah, atau siksa pedih
didunia. Allah telah menjadikan ketaatan dan mengikuti Rasulullah sebagai sebab hamba mendapatkan
kecintaan Allah dan amounan atas dosa-dosanya, sebagai petunjuk dan mendurhakainya sebagai suatu
kesesatan.
8Qodir Jawas, Syarah Aqidah, 261
9Qodir Jawas, Syarah Aqidah, 261
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 218
Kunci kemuliaan seorang mukmin terletak pada ketaatannya kepada Allah dan rasul-Nya, karena itu para
sahabat ingin menjaga citra kemuliaannya dengan mencontohkan kepada kita ketaatan yang luar biasa kepada
apa yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada Rasul sama kedudukannya dengan taat kepada
Allah, karena itu bila manusia tidak mau taat kepada Allah dan Rasul- Nya, maka Rasulullah tidak akan pernah
memberikan jaminan pemeliharaan dari azab dan siksa Allah swt, di dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman,
dalam QS An-Nisaa, 80:
من یطع الرسول فقد أطاع االله ومن تولى فما أرسلناك علیھم حفیظا
Artinya: “....“Barang siapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia mentaati Allah. Dan barangsiapa yang
berpaling, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (QS An-Nisaa [4]: 80).
Di dalam ayat lain, Allah swt berfirman dalam QS Muhammad:33:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul dan janganlah
kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu”. (QS Muhammad [47]:33)
Manakala seorang muslim telah mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan memperoleh kenikmatan
sebagaimana yang telah diberikan kepada para Nabi, orang yang jujur, orang yang mati syahid dan orang-
orang shaleh, bahkan mereka adalah sebaik-baik teman yang harus kita miliki, Allah swt berfirman:
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 219
Artinya: “...Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya) mereka itu akan bersama- sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, orang yang mati
syahid dan orang yang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS An-Nisaa [4:69).
Oleh karena itu, ketaatan kepada Rasulullah saw juga menjadi salah satu kunci untuk bisa masuk ke
dalam surga. Adapun orang yang tidak mau mengikuti Rasul dengan apa yang dibawanya, yakni ajaran Islam
dianggap sebagai orang yang tidak beriman.
B. Menghidupkan Sunnah Rasulullah
1. Dasar Menghidupkan Sunnah Rasulullah
Bagi seorang muslim, mengikuti sunah atau tidak bukan merupakan suatu pilihan, tetapi kewajiban.
Sebab, mengenalkan ajaran Islam sesuai denagn ketentuan Allah dan Rasul-Nya adalah kewajiban yang harus
diaati. Mengenai kewajiban mengikuti Nabi dan menaati sunnahnya serta mengikuti petunjuknya, Allah
berfirman:
… ھكم عنھ فانتھثوا،واتقوا اللھ إن اللھ شدید العقابومآءائـىكم الرسل فخذوه وما ن
Artinya:“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah.dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukum-Nya……” (Q.S. al-Hasyr:
[59] 7).
Diriwayatkan bahwa Nabi bersabda: “Al-Qur’an adalah berat dan sulit bagi orang-orang yang
membencinya. Barangsiapa yang berpegang teguh dengan apa yang aku katakan, memahami dan
menguasaianya, maka ia akan mendapatkan bahwa perkataanku adalah sama dengan al-qur’an. Barangsiapa
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 220
meremehkan dan mengabaikan al-qur’an serta perkataanku maka ia akan merugi didunia ini dan diakhirat nanti.
Ummatku diperintahkan menuruti perkataanku dan perintahku dan mengikuti sunnahku. Barangsiapa rela
terhadap perkataanku mestilah ia rela terhadap al-qur’an”.
Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa menghadirkan sunnahku kedalam
kehidupan maka sunggu ia telah menghadirkanku kedalam hidupnya. Dan barangsiapa menghadirkan aku
dalam hidupnya ia akan bersama ku dalam surga”.
Kemudian ‘Amr ibn ‘Awf al-Muzani berkata bahwa rasulullah mengakatakan bahwa Bilal ibn al-Harits : “
barang siapa meghidupkan kembali sunnahku setelah wafatku ia akan menerima pahala dari semua orang
yang bertindak dengan sunnahku tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka. Barang siapa
memperkenalkan bid’ah sehingga Allah dan Rasul-Nya tidak berkenan karenanya ia akan sama seperti mereka
yang bertindak dengan beliau tanpa mengurangi sedikitpun hukuman mereka.”.10
Aku tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila berpegang teguh
kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku (HR. Hakim).
Selain itu, Rasul Saw juga mengingatkan umatnya agar waspada terhadap bid’ah dengan segala
bahayanya, beliau bersabda:
”Sesungguhnya, siapa yang hidup sesudahku, akan terjadi banyak pertentangan. Oleh karena itu,. Kamu
semua agar berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para penggantiku. Berpegang teguhlah
kepada petunjuk-petunjuk tersebut dan waspadalah kamu kepada sesuatu yang baru, karena setiap yang
10Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih, 366 – 368.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 221
baru itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka”. (HR. Ahmad, Abu Daud,
Ibnu Majah, Hakim, Baihaki dan Tirmidzi).
Al-Hasan ibn al-Hasan meriwayat bahwa Rasulullah bersabda: “Mengerjakan perkara kecil yang
tergolong sunnah adalah lebih baik daripada melakukan banyak hal yang tergolong bid’ah.”.
Al-‘Irbad Sarriya menyampaikan peringatan Rasulullah “Kamu haruslah mengikuti sunnahku dan sunnah
khalifah-khalifah yang tertunjuki. Berpegang teguhlah kepada-Nya denga kuat dan berhati-hati terhadap hal-hal
yang baru. Hal-hal baru ini adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”. Jabir menambahkan “setiap
kesesatan berada dalam neraka.”
Secara umum bid’ah adaah sesat karena berada diluar perintah Allah Swt dan Rasul-Nya, akan tetapi
banyak hal yang membuktyikan, bahwa Nabi membenarkan banyak persoalan yang sebelumnya belum pernah
beliau lakukan. Kemudian dapat disimpulkan bahwa semua bentuk amalan, baik itu dijalankan atau tidak pada
masa Rasulullah, selama tiak melanggar syari’at dan mempunyai tujuan , niat mendekatkan diri kepada Allah
dan mendapatkan ridho-Nya, serta untuk mengingat Allah serta Rasul-Nya adalah sebagian dari agama dan itu
dperbolehkan dan diterima.
Sebagaimana nabi bersabda: “Sesungguhnya segala perbuatan tergantung pada niat dan setaiap
manusia akan mendapat sekedar paa yang diniatkan, siapa yang hijrahnya (tujuannya) itu adalah karena Alah
dan Rasul-Nya, hijrahnya (tujuan) itu adalah berhasil.” (H.R. Bukhari).
Banyak sekali orang yang memfonis bid’ah dengan berdalil pada sabda Rasulullah: “setiap yang diada-
adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat”.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 222
Juga hadis Rasulullah : “barang siapa yang didalam agama kami mengadakan sesuatu yang tidak dari
agama ia ditolak”.
Mereka tidak memperhatikan terlebih dahulu apakah yang baru diakukan itu membawa kebaikan dan
yang dikehendaki oleh agama atau tidak. Jika ilmu agama sedangkal itu orang tidak perlu bersusah payah
memperoleh kebaikan.
Ditambah lagi tuduhan golongan orang ingkar mengenai suatu amalan, adalah kata-kata sebagai berikut:
Rasulullah tidak pernah memerintah dan mencontohkannya. Begitu pula para sahabat tidak ada satupun diatara
mereka yang mengerjakannya. Dan jikalau perbuatan itu baik kenapa tidak dilakukan oleh Rasulullah, jika
mereka tidak melakukan kenapa harus kita yang melakukannya. Bahkan dengan hal itu mereka menyebutkan
bahwa hal baru seperti tahlilan atau berzikir bersama adalah bid’ah, dan itu adalah sesat.
2. Makna dan Syari’at Membaca Shalawat dan Salam Kepada Nabi Muhammad Saw
Al-Mubarrad berpendapat bahwa akar kata bershalawat berarti memohonkan rahmat dengan demikian
shalawat berarti rahmat dari Allah sedang shalawat malaikat berarti pengagungan dan permohonan rahmad
Allah untuknya.11
Jika bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw hendaklah seseorang menghimpunnya dengan salam
untuk beliau. Karena itu, hendaklah tidak membatasi dengan salah satunya saja. Misalnya dengan
mengucapkan “Shallallaahu ‘alaih (semoga shalawat dilimpahkan untuknya).” Atau hanya mengucapkan
‘alaihissalam (semoga dilimpahkan untuknya keselamatan)”. Jadi digabung : “washshalaatu wassalaamu ‘ala
11Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih Allah, 419.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 223
Rasulillah, atau Allahumma shalli wa sallim ‘ala Nabiyyina Muhammad, atau shallallahu ‘alaihi wa sallam.”. hal
itu karena Allah memerintahkan untuk mengucapkan keduanya.
Diantara hak Nabi Saw yang disyariatkan Allah atas umatnya adalah agar mereka mengucapkan
shalawat dan salam untuk beliau. Allah Swt dan para malaikat-Nya telah bershalawat kepada beliau dan Allah
memerintahkan kepada para hamba-Nya agar mengucapkan shalawat dan taslim kepada beliau.
Allah berfirman:
یـآیھا,یصلون على النبي,إن اللھ وملئكتھ واصلواعلیھ وسلمواتسلیماالذین ءامن
Artinya: “…Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Saw. ‘Wahai orang-
orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan
kepadanya” (Q.S. Al-Ahzab : 56).
3. Macam-macam Sunnah Rasulullah
Salamullah, merincikan macam-macam sunnah, antara lain adalah: 12
a. Sunnah Qauliyyah: sunnah dimana Rasulullah saw sendiri menganjurkan atau menyarankan suatu amalan,
tapi tidak ditemukan bahwa rasulullah tidak pernah mengerjakannya secara langsung. Jadi sunnah ini
adalah sunnah rasulullah yang dalilnya sampai kepada kita bukan dengan cara dicontohkan, melainkan
hanya diucapkan saja oleh beliau. Contohnya adalah hadis rasulullah yang menganjurkan orang untuk
belajar berenang, tetapi kita belum pernah mendengar rasulullah atau para sahabat belajar berenang.
b. Sunnah Fi’liyah: sunah yan ada dalilnya dan pernah dilakukan langsung oleh Rasulullah. Misalkan sunnah
12Alaika Salamullah, Akhlak Hubungan, 52
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 224
puasa senin kamis, makan dengan tangan kanan, dan lain-lain.
c. SunnahTaqriyyah: sunah dimana Rasulullah tidak pernah melakukan secara langsung dan tidak pula pernah
memerintahkannya. Melainkan hanya mendiamkannya saja. Contohnya adalah beberapa amalan para
sahabat yang saat dilakukan rasulullah mendiamkannya saja.
Begitu juga dengan amalan ibadah yang belum pernah dilakukan nabi dan para sahabat juga tidak
pernah disampaikan dan tidak pula didiamkan oleh beliau, yaitu yang dilakukan oleh para ulama. Misalkan
mengadakan majlis maulidin Nabi Saw dan yasinan. Tidak lain para ulama yang melakukan ini adalah
mengambil dalil-dalil dari kitabullah yang menganjurkan agar manusia selalu berbuat kebaikan atau dalil
tentang pahala bacaan dan amal ibadah. Dan berbuat kebaikan ini banyak caranya asalkan tidak bertentangan
dengan islam.
Mari kita rujuk ayat al-qur’an berikut :
… وما نھكم عنھ فانتھثوا،واتقوا اللھ إن اللھ شدید العقابومآءائـىكم الرسل فخذوه
Artinya: “... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah.dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukum-Nya.” (Q.S. al-Hasyr
[59]: 7).
Dalam ayat ini jelas bahwa perintah untuk tidak melakukan segala sesuatu jika telah tegas dan jelas
larangannya. Dan dalam hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh bukhari: “... Jika aku menyuruhmu melakukan
sesuatu, maka lakukanlah semampumu dan jika aku melarangmu melakukan sesuatu, maka jauhilah.”
Maka para ulama mengambil kesimpulan bahwa bid’ah yang dianggap sesat adalah menghalalkan
sebagian dari agama yang tidak diizinkan oleh Allah. Serta bertentangan dengan yang telah disyari’atkan oleh
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 225
islam. Contoh bid’ah sesat yang mudah adalah sengaja shalat tidak menhadap kiblat, mengerjakan shalat
dengan satu sujud, atau yang lebih banyak terjadi adalah bagi masyarakat keraton yaitu mendo’akan orang
yang telah meninggal dengan sesaji serta memohon kepada Allah dan berdzikir menggunakan sesaji. Itulah
yang dianggap sesat karna sesaji tidak ada dalam islam dan itu menyimpang dari stari’at islam.
4. Amalan Sunnah Rasulullah
Menghidupkan sunnah Rasul menjadi sesuatu yang amat penting sehingga begitu ditekankan oleh
Rasulullah Saw. Contoh-contoh amalan asulullah adalah:
Istigfar setiap waktu
Menjaga wudhu
Bersedekah
Shalat dhuha
Puasa Muharram dan shalat tahajud :
Dari Abu Hurairah r.a. dia berkata : “ Rasulullah Saw bersabda :
أفضل الصیام بعد رمضان شھر اللھ المحرم وأضل الصلا ة بعدالفریضة صلاة اللیل
Artinya: “... “Seutama-utama puasa sesudah Ramadhan adalah puasa dibulan Muharram dan seutama-
utama shalat sesudah shalat fardu ialah shalat malam.” ( H.R. Muslim no.1163).13
Membaca Shalawat dan Salam Untuk Nabi Muhammad SAW
13H.R. Muslim no.1163
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 226
5. Saa’t yang tepat dan Manfaat Membaca Shalawat dan Salam Kepada Nabi Muhammad Saw
Mengucapkan shalawat untuk Nabi Saw, diperintakan oleh syari’at pada waktu-waktu yang dipentingkan,
baik yang hukumnya wajib dan sunnah muakaddah. Diantara waktu itu adalah ketika shalat diakhir tassyahud,
diakhir qunud, saat khutbah seperti khutbah jum’at dan khutbah hari raya, setelah menjawab mu’adzin, ketika
berdo’a, ketika masuk dan keluar masjid, jugaketika menyebut nama beliau.
Rasulullah Saw telah mengajarkan kepada kaum muslimin tentang tata cara mengucapkan shalawat.
Rasulullah menyarankan agar memperbanyak shalawat kepadanya pada harijum’at, sebangaimana sabdanya :
أكثیر الصلاة علي یوم الجمعة، فمن صلى علي صلاة صلى اللھ عشرا
Artinya: “Perbanyaklah kalian membaca shalawat untukku pada hari dan malam jum’at, barang siapa
yang bershalawat untukku sekali, niscaya Allah bershalawat untuknya 10 kali.”
Kemudian ibnul Qayyim menyebutkan beberapa manfaat dari membaca shalawat kepada Nabi,
diantaranya adalah:
a. Shalawat merupakan bentuk ketaatan kepada perintah Allah
b. Mendapatkan 10 kali shalawat dari Allah bai yang bershalawat sekali untuk beliau
c. Diharapkan dikabulkannya do’a apabila didahului dengan shalawat
d. Shalawat merupakan sebab mendapatkan syafaat dari Nabi, diiringi permohonan kepada Allah agar
memberikan wasilah (kedudukan yang tinggi) kepada beliau pada hari kiamat
e. Sebab diampuninya dosa-dosa
f. Shalawat adalah sebab sehingga nabi menjawab orang yang mengucapkan shalawt dan salam kepadanya.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 227
Para ulama ahlus sunnah telah banyak meriwayatkan lafadz-lafadz shalawat yang shahih, sebagaimana
yang telah diajarkan Rasulullah kepada para sahabatnya, diantaranya:
محمد كمااللھم صل على محمد وعلى آل صلیت على إبراھیم وعلى آل إبرھینم إنك حمید مجید، اللھم بارك على آل محمد وعلى آل محمدكما باركت على إبراھیم وعلى آل إبراھیم إنك حمبد مجید
Artinya: “Ya, Allah berikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad , sebagaimanaengkau telah memberikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau MahaTerpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah berikanlah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,sebagaimana Engkau telah memberikan berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. SesungguhnyaEngkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”14
C. Mencintai Keluarga Nabi
1. Dasara Mencitai dan Mengikuti Kerabat Nabi Muhammad SAW
Mengikuti kerabat rasulullah Saw yang mulia dan berlepas diri dari musuh mereka, adalah masalah
penting yang telah diwajibkan oleh islam dan telah dianggapnya sebagai bagian dari cabang agama. Rasulullah
menggambarkan ahlil baitnya sebagai suatu benda yang berat dan berharga, sebanding dengan al-qur’an dan
benda berharga lainnya. 15 Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Asy-syura: 23:
14Qodir Jawas, Syarah Aqidah, 264-266
15.Alaika. M Salamullah, Akhlak Hubungan, 42-43.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 228
Artinya: “….katakanlah, Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah apapun atas seruanku, kecintaan
kepada keluargaku” (Q.S. Asy-syura [42]: 23).
Makssud “al qurba” Dalam tafsir Ad-Durrul Mantsur oleh Jalaluddin As-Suyuthi, tentang ayat ini: As-
Suyuthi mengutip hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ketika ayat ini (Asy-Syura: 23) turun, para
sahabat bertanya: Ya Rasulallah, siapakah dari keluargamu yang wajib dicintai oleh kami? Rasulullah saaw
menjawab: “Ali, Fatimah, Hasan dan Husein.”
Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan dua perkara yang besar untuk
kalian, yang pertama adalah Kitabullah(Al-Quran) dan yang kedua adalah Ithrati(Keturunan) Ahlul baitku.
Barang siapa yang berpegang teguh kepada keduanya, maka tidak akan tersesat selamanya hingga
bertemu denganku ditelaga al-Haudh.” (HR. Muslim dalam Kitabnya Sahih juz.2, Tirmidzi).
Nabi Saw bersabda: “Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak
mewariskan uang dinar atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmu kepada mereka, maka
barangsiapa yang telah mendapatkannya, berarti telah mengambil bagian yang besar”. (HR. Abu daud dan
Tirmidzi).
Karena ulama disebut sebagai pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama seharusnya tidak hanya
memahami tentang beluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan kepribadian sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang harus kita hormati. Adapun orang yang dianggap ulama
karena pengetahuan agamanya yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang seperti itu
bukanlah ulama yang sesungguhnya dan berarti tidak ada kewajiban bagi kita untuk menghormatinya.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 229
Rasulullah menyebut keluarga sucinya sebagai jalan kebebasan, pintu keselamatan, dan cahaya
petunjuk. Rasulullah juga mewajibkan kita untuk mencintai dan menaati mereka.
Dari abi dzarr ia berkata, “saya mendengar Rasulullah Saw bersabda’: “Jadikanlah ahlul baitku bagimu
tidak ubahnya seperti kepala bagi tubuh dan tidak ubahnya dua mata bagi kepala. Karena sesungguhnya tubuh
tidak akan memperoleh petunjuk kecuali dengan kepala, dan begitu juga kepala tidak akan memperoleh
petunjuk kecuali dengan kedua mata.”.
Kecintaan kepada kerabat Rasulullah Saw yang di istilahkan sebagai ahlul bait manfaatnya kembali
kepada orang yang melakukannya. Rasulullah mengatakan bahwa kecintaan ini merupakan upah dari Allah Swt
atas risalah yang disampaikannya.
Kecintaan yang disebutkan disini bukanlah kecintaan biasa, melainkan kecintaan yang mendorong
manusia kepada maqam kedekatan ilahi, dan mampu memasuki pintu kebahagiaan abadi.16
2. Anjuran Mencintai Ahlul Bait Rasulullah
Merupakan keturunan suci Rasulullah SAW yang memiliki ikatan nasab, mereka adalah keturunan
Fathimah sampai hari kiamat. Demikian yang dijelaskan Imam Nawawi dalam Syarh Al-Muhadzdzab.
Kesaksian Allah dan Rasulnya akan kemulyaan bisa tergambar dari firman Allah SWT dan hadits Nabi
Muhammad SAW.
16Mazhahiri Husain Syaikh. Mencintai Keluarga Rasulullah Tersedia dalam: http://buletinmitsal.wordpress.com/about/m/mencintai-keluarga-rasu (diakses tanggal 23 Sepetemmber 2020).
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 230
Firman Allah SWT dalam QS Al Ahzab 33:
:الاحزاب(إنما یرید اللھ لیذھب عنكم الرجس أھل البیت ویطھركم تطھیرا
Artinya: “Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, Hai Ahlul Bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. (QS Al Ahzab [33]: 33).
Hadits Nabi Muhammad SAW.
يرواه النسائ والطبران(كتاب االله وعترتي أھل بیتي :إني تارك فیكم ما إن تمسكتم بھ لن تضلوا :قال رسول االله صلى االله علیھ وسلم
Artinya: Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang jika kalian
berpegang teguh padanya maka kalian tidak akan tersesat: Kitabullah dan keturan ahli-baitku’’. (HR. An-Nasai
dan Ath-Thabrani).
3. Pandangan Para Ulama tentang Ruang lingkup Ahli bait
Mengenai ruang lingkup ahli bait ini, para ulama masih berbeda penafsiran. Antara lain adalah:
a. Pandangan Ahlus Sunnah
Menurut ahlus sunnah, cakupan ahli bait sangat luas dan beragam, mulai dari Ali, Hasan, Husein dan
keturunannya, istri-istri Nabi saw., keluarga ja’far dan keluarga Abbas, serta bani Abdul Muthalib dan Bani
Hasyim. Kepada a-‘Abbas Nabi bersabda: “Demi Allah yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, keyakinan tidak
akan munculah didalamhati seseorang sampai dia mencintai Allah dan Rasulullah. Barang siapa mencelakai
paman saya ini berarti mencelakai saya. Seorang paman adalah seperti ayah sendiri”
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 231
Nabi juga berkata kepada al-‘abbas: “Berkanlah makanan kepada Ali dengan makanan yang engkau
berikan kepada anak-anakmu, wahai pamanku.”. kemudian nabi mengumpulkan mereka dan menyelimuti
mereka dengan jubahnya, sambil berkata, “Ini adalahpamanku dan layaknya ayahku dan mereka adalah Ahlul
Baitku, jadi lindngilah mereka dari api neraka seperti saya menyelimuti mereka” Pintu dan dinding menjawab,
Amin ! Amin !”.
Nabi sering menggandeng tangan Usamah ibn Zayd dan al-Hasan dan berkata : “cintailah mereka ya
Allah, sebagaimana saya mencintai mereka”.
Abu bakar berkata: “Hormatilah nabi muhammad dengan menghormati Ahlul Baitnya”, ia juga berkata :
“Demi Allah jiwaku dalam kekuasaan-Nya, kerabat terdekat Rasulullah lebih aku sayangi daripada kerabat
dekatku sendiri.”
Rasul bersabda : “Allah mencintai siapa yang mencintai Hasan”.
Nabi juga bersabda: “Barang siapa mencintai dua orang tersebut dan ayah serta ibu mereka akan
bersamaku pada hari kebangkitan”.
Rasulullah bersabda : “barang siapa merendahkan quraysh Allah akan merendahkan mereka”.
Rasulullah bersabda : “Cintailah kaum Quraysh dan janglah mendahului mereka”.
Kepada Ummu Salamah Nabi bersabda: “Janganlah melukaiku denagn menyakiti Aisyah”17
17Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih, 406-407.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 232
b. Pandangan kalangan Syiah
Bagi kalangan Syiah, istilah ahli bait lebih sempit lagi. Yaitu berkisar kepada 12 imam: Ali, Hasan, Husein
dan 9 keturunan Husain. Menurut Asy-Syeikh DR, Muhammad Abduh Al-Yamani menyimpulkan bahwa
keluarga nabi saw., terdiri dari Fatimah, Ali, Hasan, Husain dan para keturunannya. Sedangkan istri Rasulullah
juga termasuk keluarga Nabi Saw berdasarkan keumuman ayat Al-Qur’an serta konteks hadist.
Dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari zaid bin Arqam r.a. disimpulkan bahwa diantara
mereka yang termasuk ahli bait adalah anggota keluarga beliau ayng diharamkan menerima sadaqah yaitu
keluarga Ali, keluarga Uqoil, keluarga Ja’far, keluarga Abbas. Sesungguhnya istri-istri beliau juga termasuk
dalam anggota ahlul bait. Adapun istri-istri Rasulullah Saw dalam pendapat yang Raajih (benar) maka
sesungguhnya mereka masuk kepada keluarga nabi. Sebagaimana firman Allah yang memerintahkan tentang
berhijab kepada istri-istri Nabi, 18
Firman Allah SWT dalam QS. al-Ahzab: 33:
Artinya: “….Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, Hai Ahlul Bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (QS Al Ahzab [33] 33).
18Thaha Abdullah Al-‘Afifi, Sifat dan pribadi Muhammad, (Darul Afaq al-Arabiyyah, Jakarta, 2007), 8.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 233
Dalam kitab: ‘Alimu Awladakum Mahabbata Ahli Baitin Nabiy dijelaskan bahwa yang tergolong ahlul-bait
adalah Sayyidatuna Fathimah, Sayyidina Ali, Sayyidina Hasan dan Sayyinina Husain radhiyallahu ‘anhum.
Begitu pula istri-istri Nabi merupakan keluarga Nabi berdasarkan ke umuman ayat Al-Qur’an, serta
manthuq (arti tersurat) hadits yang menerangkan tentang anjuran membaca shalawat kepada Nabi, istri dan
keluarga beliau. Yakni firman Allah SWT dalam QS. al-Ahzab: 6:
Artinya: “…Nabi itu lebih utama bagi orang mukmin daripada diri mereka sendiri. Dan Istri-istri Nabi
adalah ibu mereka.” (QS. al-Ahzab [33]: 6)
4. Para Sahabat Nabi Muhammad SAW
Sahabat Nabi adalah orang yang pernah bertemu Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup
walaupun sebentar, dalam keadaan beriman dan mati dengan tetap membawa iman. Dalam keyakinan kita
Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW, sekaligus memberikan
penghormatan khusus kepada mereka merupakan suatu keharusan. Ada beberapa alasan yang mendasari hal
tersebut: 19
19Mazhahiri Husain Syaikh. Mencintai Keluarga Rasulullah.http://buletinmitsal.wordpress.com/about/m/mencintai-keluarga-rasul. (30.9. 2020)
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 234
a. Mereka adalah generasi terbaik Islam
Mereka adalah generasi terbaik Islam, menjadi saksi mata dan pelaku perjuangan Islam. Bersama
Rasulullah SAW menegakkan agama Allah SWT di muka bumi. Mengorbankan harta bahkan nyawa untuk
kejayaan Islam. Allah SWT meridhai mereka serta menjanjikan kebahagiaan di surga yang kekal dan abadi,
Firman Allah SWT dalam QS al-Ahzab: 33:
Artnya: “….Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kemu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta??atilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilanghkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS al-Ahzab [33]: 33)
Firman Allah SWT dalam QS at-Taubah: 100:
Artnya: “Orang-orang terdahulu lagi yang pertama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 235
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS at-Taubah [9]:100).
b. Rasulullah SAW sangat mencintai keluarga dan sahabatnya.
Dalam banyak kesempatan, Rasulullah selalu memuji para keluarga dan sahabatnya, melarang umatnya
untuk menghina mereka.
“Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mencaci para sahabat, janganlah
kalian mencaci sahabatku! Demi Dzat Yang Menguasaiku, andaikata salah satu diantara kalian menafkahkan
emas sebesar gunung Uhud, maka (pahala nafkah itu) tidak akan menyamai (pahala) satu mud atau
setengahnya dari (nafkah) mereka.” (HR Muslim).
Dari sinilah, mencintai keluarga dan sahabat Nabi adalah mengikuti teladan Rasulullah SAW yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mencintai Nabi SAW.Ketiga, tuntunan dan teladan ini juga
diberikan oleh keluarga dan sahabat Rasul sendiri. Di antara mereka terdapat rasa cinta yang mendalam,
antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati.
D. Berziarah Kemakam Rasulullah
1. Makna dan Hakikat Berziarah Kemakam RasulullahBerkunjung kemakam Rasulullah merupakan amalan sunnah, yakni amalan yang sangat mulia dan sangat
dianjurkan. Ibn Umar mengatakan bahwa Nabi Muhammad bersabda yang arinya: “Barang siapa berziarah
kemakamku, maka ia dijamin akan mendapat syafaatku.” 20
20Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih, 453.
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 236
Ziarah ke Makam Rasulullah SAW adalah salah satu bentuk taqarrub kepada Allah SWT yang barang
siapa melakukannya maka ia akan mendapatkan pahala yang sangat besar. Kesunnahan ziarah ke Makam
Rasulullah SAW ini adalah berdasarkan ijma’ (kesepakatan) semua ulama mujtahidin. Hukum sunnah berlaku
bagi para penduduk Madinah dan seluruh umat Islam di belahan dunia (di timur maupun barat) di manapun dia
berada, termasuk mereka yang tinggal di Indonesia. Baik bagi mereka yang tidak perlu melakukan safar
(bepergian jauh) untuk menziarahinya atau bagi mereka yang memerlukan safar untuk menziarahinya.
Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmuk dan Al-Azkar, ziarah ke Makam Rasulullah adalah “sunnah
muakkad” atau ibadah yang sangat dianjurkan, walaupun tidak sampai tingkatan wajib. Begitu juga berdoa di
Makam Rasulullah SAW hukumnya sunnah baik bagi jamaah haji dan umroh atau bagi mereka yang datang
khusus untuk datang ke masjid Nabawi dan ziarah saja.
Saat melaksanakan haji merupakan kesempatan emas bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadah
sebanyak-banyaknya. Beribadah di Haramain (Makkah dan Madinah) mempunyai keutaman yang lebih dari
tempat-tempat lainnya. Maka para jamaah haji menyempatkan diri berziarah ke makah Rasulullah
SAW.Berziarah ke makam Rasulullah SAW adalah sunnah hukumnya.
Dari Ibn ‘Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang melaksanakan ibadah haji, lalu
berziarah ke makamku setelah aku meninggal dunia, maka ia seperti orang yang berziarah kepadaku ketika aku
masih hidup.” (HR Darul Quthni)
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 237
Atas dasar ini, pengarang kitab I’anatut Thalibin menyatakan: ”Berziarah ke makam Nabi Muhammad
merupakan salah satu qurbah (ibadah) yang paling mulia, karena itu, sudah selayaknya untuk diperhatikan oleh
seluruh umat Islam”.
Dan hendaklah waspada, jangan sampai tidak berziarah padahal dia telah diberi kemampuan oleh Allah
SWT, lebih-Iebih bagi mereka yang telah melaksanakan ibadah haji. Karena hak Nabi Muhammad SAW yang
harus diberikan oleh umatnya sangat besar.
Bahkan jika salah seorang di antara mereka datang dengan kepala dijadikan kaki dari ujung bumi yang
terjauh hanya untuk berziarah ke Rasullullah SAW maka itu tidak akan cukup untuk memenuhi hak yang harus
diterima oleh Nabi SAW dari umatnya.
Mudah-mudahan Allah SWT membalas kebaikan Rasullullah SAW kepada kaum muslimin dengan sebaik-
baik balasan.
2. Anjuran Berziarah Kemakam Rasulullah
Islam mengajurkan umatnya berziarah ke Makam Rasulullah SAW di Madinah. Kalau menziarahi makam
orang tua dan makam orang saleh dianjurkan, maka Makam Rasulullah SAW lebih layak lagi untuk diziarahi.
Kecuali mengingat kematian, ziarah kubur di makam ulama dan para wali terlebih lagi makam Nabi Muhammad
SAW, berdaya guna untuk meraih berkah. Rasulullah SAW sendiri menganjurkan umatnya untuk menziarahi
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 238
makamnya di banyak hadits. Anjuran ini perlu untuk diamalkan, mengingat Beliau tentunya lebih mengerti
betapa tingginya kedudukan ziarah ke makamnya.21 Hadits-hadits tersebut diantaranya:
ما بین قبري ومنبري روضة من ریاض الجنة ، ومنبري على حوضيArtinya: "Antara kuburku dan mimbarku terdapat satu taman dari taman-taman surga, dan mimbarku
(kelak) berada diatas lembahku." (HR. Bukhari, Muslim)
من زار قبري وجبت لھ شفاعتيArtinya: "Barangsiapa yang berziarah kuburku maka wajib baginya mendapat syafaatku." (HR. Tirmidzi,
Baihaqi, Al-Barra, Daruqutni).
جاءنى زائرا لایعلم حاجة إلازیارتى كان حقامن علي أن أكون لھ شفیعا یوم القیامة
Artinya: “Barangsiapa berziarah kepadaku dan hanya itu saja keperluannya, maka kewajiban atasku untuk
mensyafaatinya di hari kiamat.” (HR. Thabarani, Daruquthni).
ما من أحد یسلم علي إلا رد االله علي روحي حتى أرد علیھ السلامArtinya: "Tidak ada seorangpun yang mengucapkan salam padaku (saat ziarah kubur Nabi), kecuali Allah
mengembalikan ruhku sehingga aku membalas salamnya." (HR. Abu Daud). Dan Masih banyak hadis-lainnya.
Diriwayatkan dari Sayiddina Bilal bin Rabah RA bahwasanya ketika beliau berada di Negara Syam, beliau
bermimpi melihat Rasulullah SAW. Beliau bersabda pada Bilal: “Sudah lama kamu tidak mengunjungiku wahai
21“ZIARAH” ke Makam Rasulullah SA. Tersedia dalam: https://www.facebook.com/notes/kajian-tasawuf/ziarah-ke-makam-rasulullah-saw/971663732932060/ (diakses tanggal 23 September, 2020).
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 239
Bilal?”. Ketika sahabat Bilal bangun dari tidurnya, maka beliau langsung bergegas menaiki hewan
tunggangannya dan melakukan perjalanan menuju makam Rasulullah di Madinah. Ketika telah sampai di
Makam Rasulullah, beliau masuk ke dalam makam nabi yang mulia dan menangis dengan membolak-balikkan
mukanya pada tanah Makam Nabi. Perjalanan sahabat Bilal ini tidak memiliki tujuan lain kecuali hanya
berziarah ke Makam Nabi. Ini menunjukkan bahwa boleh hukumnya bagi seseorang melakukan perjalanan jauh
(safar) dengan tujuan hanya berziarah ke Makam Rasulullah SAW.
3. Kekhawatiran Rasulullah SAW
Lalu, bagaimana dengan kekhawatiran Rasulullah SAW yang melarang umat Islam menjadikan makam
beliau sebagai tempat berpesta, atau sebagai berhala yang disembah.. Yakni dalam hadits Rasulullah SAW:
“…Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu jadikan kuburanku sebagai
tempat perayaan, dan janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan. Maka bacalah shalawat kepadaku.
Karena shalawat yang kamu baca akan sampai kepadaku di mana saja kamu berada.” (Musnad Ahmad bin
Hanbal: 8449).
Menjawab kekhawatiran Nabi SAW ini, Sayyid Muhammad bin Alawi Maliki al-Hasani menukil dari
beberapa ulama, lalu berkomentar : “Sebagian ulama ada yang memahami bahwa yang dimaksud (oleh hadits
itu adalah) larangan untuk berbuat tidak sopan ketika berziarah ke makam Rasulullah SAW yakni dengan
memainkan alat musik atau permainan lainnya, sebagaimana yang biasa dilakukan ketika ada perayaan. (Yang
seharusnya dilakukan adalah) umat Islam berziarah ke makam Rasul hanya untuk menyampaikan salam
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 240
kepada Rasul, berdo di sisinya, mengharap berkah melihat makam Rasul, mendoakan serta menjawab salam
Rasulullah SAW.
(Itu semua dilakukan) dengan tetap menjaga sopan santun yang sesuai dengan maqam kenabiannya yang
mulia.” (Manhajus Salaf fi Fahmin Nushush bainan Nazhariyyah wat-Tathbiq, 103)22
Maka, berziarah ke makam Rasulullah SAW tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan sangat
dianjurkan karena akan mengingatkan kita akan jasa dan perjuangan Nabi Muhammad SAW, sekaligus menjadi
salah satu bukti mengguratnya kecintaan kita kepada beliau.
PENUTUP
Akhlak adalah budi perkerti yang dilihat dengan kasyaf mata, orang yang berakhlak mulia akan selalu
manis dilihat orang-orang di sekitar. Rasulullah SAW adalah Uswatun Hasanah bagi kita semua umat Islam,
dari beliau kita mendapat anugerah yang begitu besar. Bukan hanya Rasulullah SAW, tetapi Rasul-Rasul yang
diutus Allah pun selain Nabi Muhammad SAW juga mempunyai akhlak yang begitu mulia pula.
Akhlak terhadap Rasulullah SAW sendiri menjadi acuan yang sangat penting bagi kehidupan kita, karena
akhlak beliau yang begitu sempurna kita juga harus memperlakukan beliau dengan begitu sempurna juga,
dilihat dari cerita pada zaman sahabat-sahabat beliau yang begitu mengagungkan beliau dan begitu hormatnya.
22Muhyiddin Abdusshomad, KH. Akhlak kepada Rasul, Tersedia dalam http://pondok-Abdusshomad.wordpress/about-akhlak -kepada-rasul. (diakses Tgl. 23. September. 2020)
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 241
Adapun diantara akhlak kita kepada Rasulullah SAW yaitu salah satunya ridho dan beriman kepada rasul,
ridho dalam beriman kepada rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana hadist Nabi
Muhammad SAW; “Aku ridho kepada allah sebagai tuhan, islam sebagai agama dan muhammad sebagai nabi
dan rasul.”
Beriman kepada nabi dan rasul, yaitu berarti bahwa kita beriman kepada para Rasul itu sebagai utusan
Tuhan kepada ummat manusia. Kita mengakui kerasulannya dan menerima segala ajaran yang
disampaikannya.
PUSTAKA
Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (Pusttaka Imam asy-syafi’i, Bogor,2013).
Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al-Yahsubi, Keagungan Kekasih Allah, Muhammad Saw, (Raja Grafindo Persada, Jakarta,2002).
Alaika M. Salamullah, Akhlak Hubungan Vertikal, (Pustaka Insan Madani, Yogyakarta, 2008), 39.H.R. Muslim no.1163Mazhahiri Husain Syaikh. Mencintai Keluarga Rasulullah Tersedia dalam: http://buletinmitsal.
wordpress.com/about/m/mencintai-keluarga-rasu (diakses tanggal 23 Sepetemmber 2020).Thaha Abdullah Al-‘Afifi, Sifat dan pribadi Muhammad, (Darul Afaq al-Arabiyyah, Jakarta, 2007).Mazhahiri Husain Syaikh. Mencintai Keluarga Rasulullah.http://buletinmitsal.wordpress.com/about/m/mencintai-
keluarga-rasul. (30. 9. 2020)Anonim. “ZIARAH” ke Makam Rasulullah SA. Tersedia dalam: https://www.facebook.com/notes/kajian-
tasawuf/ziarah-ke-makam-rasulullah-saw/971663732932060/ (diakses tanggal 23 September, 2020).Muhyiddin Abdusshomad, KH. Akhlak kepada Rasul, Tersedia dalam http://pondok-Abdusshomad.
wordpress/about-akhlak -kepada-rasul. (diakses Tgl. 23. September. 2020)
Part: 6 Akhlak Kepada Rasulullah 242
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Kewajiban Mencintai dan Taat kepada Rasulullah Menghidupkan Sunnah Rasulullah Mencintai Keluarga Nabi Berziarah Kemakam Rasulullah
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 243
Part: VIIAKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI:Melalui sifat Adil, Jujur, Amanah, dan SabarPemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi jugapemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin).
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJANSetelah mendapat materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep Akhlak pada diri sendiri melalui: Adil, Jujur, dan Amanah2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai Adil, Jujur, dan Amanah3. Menerapkan konsep Adil, Jujur, dan Amanah, dalam kehidupan sehari-hari
POKOK BAHASAN1. Akhlak Adil Pada Diri Sendiri2. Akhlak pada Diri sediri dengan Perilaku Jujur3. Akhlak pada Diri sediri dengan Sikap Amanah4. Akhlak pada Diri sediri dengan Perilaku Sabar
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 244
TOPIK BAHASAN:
AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI
Untuk membekali kaum Muslim dengan akhlak mulia terutama terhadap dirinya, di bawah akan diuraikan
beberapa bentuk akhlak mulia terhadap diri sendiri dalam berbagai aspeknya. Di antara bentuk akhlak mulia ini
adalah memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin. Orang yang dapat memelihara dirinya dengan baik
akan selalu berupaya untuk berpenampilan sebaik-baiknya di hadapan Allah, khususnya, dan di hadapan
manusia pada umumnya dengan memperhatikan bagaimana tingkah lakunya, bagaimana penampilan fisiknya,
dan bagaimana pakaian yang dipakainya.
Pemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi juga
pemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin). Yang pertama harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan nonfisik
adalah membekali akal dengan berbagai ilmu yang mendukungnya untuk dapat melakukan berbagai aktivitas
dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Berbagai upaya yang mendukung ke arah pembekalan akal harus
ditempuh, misalnya melalui pendidikan yang dimulai dari lingkungan rumah tangganya kemudian melalui
pendidikan formal hingga mendapatkan pengetahuan yang memadai untuk bekal hidupnya.1
Allah SWT, berfirman dalam QS. al-Zumar: 9;
1Nurhasan “ Pola Kerjasama Sekolah Dan Keluarga Dalam Pembinaan Akhlak (Studi Multi Kasus di MI Sunan Giri Dan MI Al-FattahMalang)” Jurnal Al-Makrifat. 3:1, (April 2018), 103
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 245
Artinya: “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-
waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (QS. al-Zumar (39): 9).
Setelah penampilan fisiknya baik dan akalnya sudah dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan, maka
yang berikutnya harus diperhatikan adalah bagaimana menghiasi jiwanya dengan berbagai tingkah laku yang
mencerminkan akhlak mulia. Di sinilah seseorang dituntut untuk berakhlak mulia di hadapan Allah dan
Rasulullah, di hadapan orang tuanya, di tengah-tengah masyarakatnya, bahkan untuk dirinya sendiri.
Akhlak terhadap diri sendiri diwujudkan dengan memelihara kesucian diri, jujur, adil, amanah, dalam
perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar, rendah hati, malu, tidak melakukan perbuatan jahat, menjauhi dengki,
menjauhi dendam, berlaku adil terhadap orng lain, dan menjauhi segala perrbuatan sia-sia (Azmi, dalam
Junaidah, dan Sovia).2
2Junaidah, dan Sovia Mas Ayu.”Pengembangan Akhlak pada Pendidikan Anak Usia Dini” Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam 8: 2,(Desember 2018), 217.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 246
A. Akhlak Adil Pada Diri Sendiri
1. Makna Adil Pada Diri Sendiri
Al-Ghozali (dalam Warasto, 2018), memandang akhlak terhadap diri sendiri mengandung arti bagaimana
memperlakukan diri sendiri, sebagai amanah dari Allah. Karena pada dasarnya semua yang dimiliki oleh
manusia berupa panca indera atau jasmani maupun rohani, harus diperlakukan dengan baik, adil dan sesuai
dengan kemampuan.3 Seperti contoh diri kita memiliki mata, maka akhlak kita bagaimana menggunakan mata,
dan memperlakukan mata secara proporsional, kalau tidak maka diri sendiri yang menanggung akibatnya.
Adil terhadap diri sendiri antara lain adil dalam membagi waktu untuk tubuh kita. Tubuh kita sejatinya
memiliki batas toleransi. Tubuh kita tidak boleh diforsir/dipaksa untuk beraktivitas. Tubuh kita memerlukan
waktu untuk beristirahat. Maka, bagikanlah kedua-duanya secara proporsional.
Allah menjelaskan dalam beberapa ayat-Nya bahwa diciptakannya siang dan malam adalah untuk
kebaikan/kemaslahatan manusia. Siang untuk mencari karunia Allah (mencari nafkah) sedang malam untuk
beristirahat. Antara lain termaktub dalam QS ar-Rum [30]: 23, QS al-Qashash [28]: 73, QS an-Naml [27]: 86,
QS al-Mu'min [40]: 61, dan QS al-An'am [6]: 60.
Dalam Alquran surah an-Nahl [16]: 90, Allah SWT mengajarkan kepada manusia dua hal. Pertama, Allah
memerintahkan berlaku adil dan berbuat baik terhadap kerabat pada khususnya, terhadap sesama manusia
pada umumnya. Kedua, Allah melarang kekejian, kemungkaran dan permusuhan dalam segala bentuknya.
3Hestu Nugroho Warasto. “Pembentukan Akhlak Siswa: Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah Annida Al-Islamy, Cengkareng” JurnalMandiri: Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Teknologi. 2:1, (Juni 2018), 69.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 247
Allah mengajarkan dua hal tersebut tidak lain agar manusia mengambil pelajaran untuk kepentingan dunia
dan akhirat. Dalam ayat berikutnya: "Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji dan janganlah
kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu sesudah meneguhkannya, sedang kalian telah menjadikan
Allah sebagai saksi-saksi kalian. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian perbuat" (QS An-Nahl [16]:
91).
Sesungguhnya manusia telah bersumpah di hadapan Allah bahwa mereka akan meng-Esa-kan-Nya.
Dalam konteks ini bersumpah akan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Allah
mengingatkan: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak (keturunan) Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka".
Allah bertanya kepada mereka: "Bukankah Aku ini Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi"' (QS al-A'raf [7]: 172). Mengapa Allah bertanya begitu? Supaya manusia
kelak di hari kiamat tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (keturunan Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap (perkara) ini (ke-Esa-an Tuhan)".
Dalam ayat lain Allah menyatakan adil itu lebih dekat kepada takwa. Dengan begitu, supaya kita
tergolong orang-orang bertakwa: berlaku adillah dalam segala perkara terhadap kedua orang tua (ibu dan ayah)
dan kerabat, bahkan terhadap diri sendiri.
Ada yang mempertanyakan, bagaimana bisa adil terhadap orang lain kalau terhadap diri sendiri saja
belum bisa?
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 248
Allah menyatakan: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian sebenar-benarnya penegak-
penegak keadilan, menjadi saksi-saksi karena Allah, walau pun terhadap diri kalian sendiri atau kedua orang
tua kalian dan kerabat kalian" (QS an-Nisa [4]: 135).
Terhadap ketiga-tiganya, kita diperintahkan menegakkan keadilan dengan sebenar-benarnya: terhadap
ibu dan ayah, terhadap kerabat, dan terhadap diri sendiri. Tidak adil, bila kita hanya adil terhadap ayah-ibu dan
kerabat, namun tidak adil terhadap diri sendiri. Maka, lakukanlah terhadap ketiga-tiganya secara proporsional.
Jadi sikap adil pada diri sendiri adalah suatu respon atau tindakan terhadap diri sendiri untuk
memenuhi hak-hak jasmani, jiwa dan rohani pada diri sendiri sesuai dengan norma-noma syariat4. Contoh
memenuhi hak mata untuk istirahat, memenuhi hak perut untuk mendapat makanan, hak rohani untuk
mendapat cahaya spritual, hak otak untuk berpikir dan mendapat ilmu.
2. Dasar Perintah Adil Pada Diri Sendiri
Ruang lingkup adil meliputi tiga bidang yaitu adil kepada sesama manusia, adil terhadap alam
lingkungan, dan adil terhadap diri sendiri. Dalam lingkup ini, adil mencakup perbuatan jasmani, yang tidak
membuat kerugian baik bagi sesama manusia, alam dan lingkungan serta bagi dirinya sendiri.5 Sikap adil
seperti ini, dalam sinyal Al Qur’an bisa lahir dari pribadi-pribadi yang pengamalan keagamaannya terjaga.
Dalam hal ini, Allah berfirman terhadap orang yang melaksanakan sholat
4Mawardi Laby, Tegakkan Keadilan, (Jakarta: Prima, 2002), 37.
5Mawardi Laby, Tegakkan Keadilan, (Jakarta: Prima, 2002), 35.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 249
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan”. (QS: Al Ankabut: 45).
Dari ayat Al-Quran tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan sholat (sebagai sebuah contoh
pengamalan ajaran keagamaan yang berdimensi ritual) akan mampu mencegah seseorang dari berbuat yang
keji dan mungkar. Baik itu perbuatan keji dan mungkar terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri. Dalam
konteks ini, perbuatan keji dan mungkar bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang tidak adil.
Adil pada diri sendiri menempati sebuah nilai keadilan paling dasar di antara keadilan lainnya, di mana
keadilan ini harus disadari benar-benar. Seseorang belum bisa dikatakan adil kalau adil terhadap diri sendiri
saja tidak dia lakukan. Keadilan inilah sebagai tonggak awal untuk bisa melakukan keadilan ke tingkat yang
lebih tinggi. 6
3. Ciri-ciri Adil Pada Diri SendiriCiri-ciri atau indikator sikap adil pada diri sendiri adalah: 7
a. Memenuhi hak-hak jasmani seperti makan, minum, istirahat, berobat jika sakit, berpakaian yang dan
menjaga kebesihan anggota badan.
6Samuri dan M. Syarif ”Hubungan Pengamalan Keagamaan dengan Sikap Adil” Tarbiya Islamia: Jurnal Pendidikan dan Keislaman,6: 2. (Agustus, 2017), 175
7W.Frietdman, Teori Dan Filsafat Hukum , (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), 103.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 250
b. Memenuhi hak hak rohani seperti belajar, bergaul dengan sesama manusia, beribadah kepada Allah untuk
memenuhi makanan rohani 6 seperti shalat, baca Al-Quran, dzikir, dan lain-lain.
Untuk hal itu, M. Taufiq menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat dua daya yakni daya positif
dan daya negatif. Daya positif dapat ditingkatkan dengan pengamalan-pengamalan kegamaan seperti baca Al-
Quran, shalat, dzikir, zakat, puasa dan lain-lain. Begitu juga dengan daya negatif yang dapat mengurangi daya
positif, pada intinya semua perbuatan jelek yang dilakukan dapat mengurangi daya positif seperti:
mengutuk, benci, sinis, ragu, tergesah-gesah, kaku, sombong, kikir, pengecut, kejam, kasar, materialistis, iri,
cemburu, kecewa, dendam dan marah 8. Semua sikap sikap yang disebut terakhir ini bertentangan dengan sikap
adil sebagaimana diajarkan oleh ajaran Islam.
4. Tatacara Adil Pada Diri Sendiri
Cara adil terhadap diri sendiri merupakan suatu konsep subjektif atau sebuah tindakan yang tepat untuk
dilakukan. Melakukan cara adil terhadap diri sendiri bukanlah hal yang mudah seperti kelihatannya. Melakukan
cara adil terhadap diri sendiri sendiri akan membawa manfaat baik dalam keseharian atau kesenangan diri
sendiri, sebab itu, yuk sayangi diri sendiri dengan 12 Cara Adil Terhadap Diri Sendiri sebagai berikut:9
8Taufiqi, 49 Hari Menjadi Guru Idola, (Malang: Pohon Ilmu, 2014), 10.
9Arby Suharyanto. 12 Cara Adil Terhadap Diri Sendiri. Tag Psikologi Kepribadian Tersedia dalam: https://dosenpsikologi.com/cara-adil-terhadap-diri-sendiri.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 251
a. Jangan Terlalu Menyayangi orang Lain
Mungkin Anda memiliki orang lain kesayangan Anda karena dia selalu memperhatikan Anda , atau
melakukan hal baik lainnya. Namun, hal tersebut bukan berarti Anda harus menganak emaskan orang lain
Anda tersebut, karena jika hal itu Anda lakukan maka diri Anda sendiri tidak diperhatikan, dan hal tersebut
tidak akan sejalan dengan rencana Anda untuk menjadi orang yang adil terhadap diri sendiri. Oleh karena itu,
setarakanlah seluruh orang lain di sekitar Anda agar Anda dapat dinilai sebagai orang yang seimbang pada
diri sendiri dan siapapun.
b. Tanyakan Sebab Anda Lebih Menyayangi Orang Lain
Tanyakanlah kepada diri sendiri mengapa Anda menganak emaskan salah satu orang lain Anda . Jika
hal tersebut karena orang lain lainnya berlaku kurang baik terhadap Anda , mungkin lebih baik Anda
membicarakannya dengan mereka dibandingkan Anda membuat semua orang heran. Jika Anda menganak
emaskan salah satu orang lain Anda , maka orang lain lainnya akan menganggap bahwa Anda tidak adil
terhadap diri sendiri, dan juga mereka akan malas untuk menghargai Anda . oleh karena itu, usahakanlah untuk
selalu bersikap adil terhadap diri sendiri kepada seluruh orang lain di sekitar Anda .
c. Lakukan Tindakan Terbaik untuk Diri Sendiri
Jika Anda ingin menjadi individu yang adil terhadap diri sendiri, maka Anda harus melakukan tindakan
Anda sesuai dengan apa yang Anda inginkan, karena jika Anda tidak bertindak sesuai apa yang Anda
inginkan maka Anda akan merasa tersiksa dan terus merasa bersalah pada diri sendiri.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 252
d. Membuat Aturan untuk Diri Sendiri
Cara lain untuk menjadi seorang individu yang adli adalah dengan membuat aturan yang sangat jelas.
Jika orang lain Anda mengira Anda bukanlah individu yang adil terhadap diri sendiri, mungkin mereka
kesulitan untuk menghargai Anda . Oleh karena itu, Anda harus membuat aturan misalnya apa saja yang boleh
dan tidak boleh Anda lakukan, seperti rutin belajar, memberikan diri sendiri makanan yang bergizi, dsb.
e. Singkirkan Prasangka atau Takut pada Orang Lain
Jika Anda ingin adil terhadap diri sendiri, maka Anda harus menyingkirkan prasangka lain terhadap
orang lain yang Anda takuti. Jangan karena Anda menyukai salah satu orang kemudian Anda menerimanya
dan tidak memikirkan diri sendiri misalnya jika ternyata orang tersebut lebih banyak menyakiti Anda , maka
Anda harus mendahulukan diri sendiri dan tak perlu takut pada orang lain.
f. Jika Ada Orang Lain yang Menganggu
Hanya karena Anda seorang individu maka orang lain tidak berhak mengganggu Anda. Jika Anda ingin
menjadi individu yang adil terhadap diri sendiri, maka Anda harus memberikan orang lain aturan untuk tidak
mengganggu Anda . Temui orang lain dan ajaklah mereka bicara mengenai masalah apa saja. Hal ini akan
memberikan dampak positif tidak hanya bagi diri Anda , juga akan berakibat baik kepada Anda karena Anda
akan dinilai sebagai individu baik dan juga adil terhadap diri sendiri serta tidak mudah disakiti atau diremehkan.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 253
g. Tetap Terima Pendapat Orang Lain
Jika Anda memiliki gagasan untuk memajukan diri sendiri, maka orang lain yang terdekat misalnya
suami atau istri pun harus mengetahuinya dengan baik agar rencana Anda tersebut dapat berjalan dengan
baik. Selain itu, Anda juga akan dinilai sebagai individu yang adil terhadap diri sendiri karena telah mengijinkan
orang terdekat tahu dengan jelas mengenai gagasan yang Anda miliki serta menyampaikan pendapat.
h. Jika Berbuat Kesalahan
Hanya karena Anda adalah individu maka bukan berarti Anda tidak pernah membuat kesalahan. Oleh
karena itu, jika Anda salah menduga tentang orang lain, atau Anda sendiri melakukan kesalahan, jangan
sungkan untuk meminta maaf kepada orang lain atas kesalahan yang Anda lakukan. Jika Anda membuat
kesalahan kepada lebih dari satu orang lain Anda atau mungkin lebih banyak, maka Anda harus meminta
maaf kepada semuanya agar diri tenang dan tetap tegas pada diri sendiri
i. Hindari Egois
Walaupun bersikap cara adil terhadap diri sendiri merupakan tindakan yang baik, namun jangan sampai
Anda kehilangan kepedulian Anda sebagai individu di mata orang lai. Oleh karena itu Anda harus memastikan
bahwa cara adil terhadap diri sendirian yang. Anda terapkan tidak menyakiti orang lain sehingga Anda tetap
bisa mengukur prioritas sesuai kebutuhan, misalnya mengenai rezeki, memang Anda harus memikirkan diri
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 254
sendiri seperti makan dsb, di luar itu Anda juga harus berbagai pada orang tua dan orang lain yang
membutuhkan.
j. Ajari Diri dengan Kemampuan
Jika Anda ingin menjadi individu yang cara adil terhadap diri sendiri, maka Anda harus menantang diri
sendiri untuk memiliki kemampuan tertentu yang bermanfaat, adil tentu tidak hanya tentang kesenangan saja,
namun juga berarti ketegasan, jika Anda bisa meminta atau menyuruh orang lain untuk belajar, maka Anda
juga harus adil pada diri sendiri dengan memaksa diri Anda untuk belajar dan menjadi orang yang lebih baik.
k. Biarkan Orang Lain Berpartisipasi
Oleh karena itu, pastikan seluruh orang terdekat Anda berpartisipasi aktif, dengan cara memberikan
mereka waktu untuk berbicara.
l. Lakukan Sesuai yang Dikatakan
Dalam rangka menjadi orang yang cara adil terhadap diri sendiri maka Anda harus berlaku sesuai
dengan apa yang Anda katakan. Jika Anda menetapkan target, misalnya harus lulus kuliah tepat waktu
dengan nilai yang memuaskan maka harus melakukan cara untuk mencapai itu semua tidak hanya angan
semata, Anda harus bisa memberi target pada diri sendiri untuk mencapai segala yang Anda citakan atau
katakan.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 255
B. Akhlak pada Diri sediri dengan Perilaku Jujur
1. Makna dan Hakikat Jujur
Perilaku Jujur Dalam Bahasa Arab, kata jujur semakna dengan “as-sidqu”atau “siddiq” yang berarti
benar, nyata atau berkata benar. Secara istilah, jujur atau as-sidqu bermakna kesesuaian antara ucapan dan
perbuatan, kesesuaian antara informasi dan kenyataan, ketegasan dan kemantapan hati dan sesuatu yang
baik yang tidak dicampuri kedustaan.10 Shidq (jujur) adalah kesesuaian antara suara hati dengan ucapan,
sehingga jika salah satu syarat itu hilang maka tidaklah dikatakan sebagai kejujuran yang sempurna. Jujur
adalah mengakui, berkata atau pun memberi suatu informasi yang sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi
atau kenyataan. Dari segi bahasa, jujur dapat disebut juga sebagai antonim atau pun lawan kata bohong yang
artinya adalah berkata ataupun memberi informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran.11
Kejujuran merupakan pondasi bagi akhlak sekaligus pangkal dari semua akhlak, karenanya terlihat
seorang yang jujur selal dipenuhi dengan keutamaan dan akhlak yang luhur, ia selalu terus terang dan tidak
hipokrit, qona’ah, penuh kasih sayang, selalu berbuat baik, sabar, menjaga kehormatan diri, rendah hati,
transparan, adil dan tidak melakukan penipuan, tidak berkhianat serta tidak melakukan tipu daya, sedang orang
yang terbiasa berdusta, jelas sikapnya tentu akan sebaliknya.16
10EsseTenri Akko, dkk. “Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Akhlak (Perilaku Jujur)” IQRO: Journal of Islamic Education.1:1, (Juli ,2018), 61
11Sulaiman, Shidiq dan Kadzib, (Jakarta : Darus Sunnah Press, 2004), 9
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 256
Perilaku jujur merupakan keadaan yang terkait dengan ketulusan dan kelurusan hati untuk berbuat benar.
Jujur merupakan karakter yang terbentuk dari sikap amanah.12 Yaumi, mengungkapkan bahwa amanah adalah
sikap jujur dan dapat diandalkan dalam menjalankan komitmen, tugas, dan kewajiban.13 Oleh karena itu,
menjadi amanah atau dapat dipercaya berarti bersikap jujur, Kesuma, menambahkan bahwa jujur merupakan
keputusan seseorang untuk mengungkapkan dalam bentuk perasaan, perkataan, dan perbuatan sesuai dengan
realitas yang ada dan tidak memanipulasi dengan berbohong atau menipu untuk keuntungan dirinya.14
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jujur merupakan suatu keadaan
seseorang dalam mewujudkan sikap yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Emosda, (dalam
Messi dan Edi Harapan), mengemukakan bahwa tujuan utama sebuah pendidikan adalah membentuk
kejujuran, sebab kejujuran adalah modal dasar dalam kehidupan bersama dan kunci menuju keberhasilan.
Melalui kejujuran kita dapat mempelajari, memahami, dan mengerti tentang keseimbangan-keharmonisan. Jujur
terhadap peran pribadi, jujur terhadap hak dan tanggung jawab, jujur terhadap tatanan yang ada, jujur dalam
berfikir, bersikap, dan bertindak. Kecurangan adalah sebuah bentuk ketidakjujuran yang acap kali terjadi dalam
kehidupan. Bila kejujuran sudah hilang, maka kekacauan dan ketidakharmonisan akan menguasai situasi. Yang
ada hanya rekayasa dan manipulasi, penyerobotan hak, penindasan, dan sebagainya.15
12Andika Novriyansah, dkk. ”Studi Tentang Perkembangan Karakter Jujur Pada Anak Usia Dini” Jurnal Potensia PG-PAUD FIK-UNIB,2:1 (Juni, 2017), 18
13Yaumi, Muhammad.. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi. (Jakarta: Prenadamedia Group. 2014), 62.
14Kesuma, Darma., dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. (Bandung. Rosda Karya, 2011), 16.
15Messi dan Edi Harapan, “Menanamkan Nilai Nilai Kejujuran Di Dalam Kegiatan Madrasah Berasrama”. JMKSP: Jurnal Manajemen,Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan. 1:1 (Desember, 2017), 281.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 257
Jujur adalah salah satu akhlak terpuji yang harus dimiliki oleh setiap orang sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh manusia paling mulia yakni Nabi Muhammad saw., Sebagaimana Firman Allah SWT dalam
QS. al-Ahzab, 21;
Terjemahnya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah” (QS.
al-Ahzab [33]: 21).
Rasullullah adalah suri teladan yang baik, artinya Rasullullah memiliki akhlak yang baik. Sebagai umatnya
tentulah kita ingin mencontohnya. Untuk membentuk akhlak yang baik ditempuh dengan jalan pendidikan,
sehingga salah satu tujuan pendidikan adalah membentuk akhlak yang baik Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.16
Telah menceritakakan kepada kami Sufyan dari Habib bin Abu Tsabit dari Maimun bin Abu Syabib dari
Abu Dzar ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepadaku: "Bertakwalah kamu
16Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), 4
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 258
kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat
menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlak yang baik."17
Pembentukan akhlak pertama kali didapatkan di lingkungan keluarga, apabila orang tua berhasil
menerapkan pendidikan akhlak terhadap anak maka seorang anak akan lebih mudah dibentuk menjadi pribadi
yang lebih baik ketika anak memasuki lembaga pendidikan formal. Seperti halnya pendidikan formal dan
informal, pendidikan nonformal tak kalah pentingnya sebab lingkungan juga sangat berperan penting terhadap
pembentukan sikap dan perilaku seseorang. Apabila suatu lingkungan baik maka akan berpengaruh baik
terhadap seseorang. Begitupun sebaliknya, apabila lingkungan buruk maka akan berpengaruh buruk terhadap
seseorang.
2. Sifat, Karakteristik, dan indikator karakter Jujur
Sifat jujur adalah hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang dalam aspek kehidupan, baik itu
dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan dan dalam kehidupan masyarakat. Sebab dengan sifat jujur yang
dimiliki oleh seseorang akan membuatnya dicintainya dan dihormati oleh orang di sekitarnya. Kejujuran memiliki
beragam bentuk diantaranya:
Dalam Agama Islam, setidaknya dikenal lima jenis sifat jujur yang harus dimiliki, yaitu: 18
a. Shidq al-Qalbi merupakan sifat jujur yang penerapannya ada pada niat seorang manusia.
17Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah , “Sunan at- Tirmidzi”, diterjemahkan oleh Moh. Zuhri dkk dengan judul Sunan at- Tirmidzi,(Semarang: Asy Syifa, 1992), 502.
18Mahmud Al-Misri, Hiduplah Bersama Orang-Orang Jujur, (Solo: Pustaka Arafah, 2008), 117-118.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 259
b. Shidq al-Hadits merupakan sifat jujur yang penerapannya ada pada perkataan yang diucapkan oleh
manusia.
c. Shidq al-Amal merupakan sifat jujur yang penerapannya ada pada aktivitas dan perbuatan manusia.
d. Shidq al-Wa’d merupakan sifat jujur yang penerapannya ada pada janji yang diucapkan oleh manusia.
e. Shidq al-Hal merupakan sifat jujur yang penerapannya ada pada kenyataan yang terjadi dalam hidup
manusia.
Intinya, sifat jujur adalah hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang dalam aspek kehidupan,
baik itu dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan dan dalam kehidupan masyarakat. Sebab dengan sifat
jujur yang dimiliki oleh seseorang akan membuatnya dicintainya dan dihormati oleh orang di sekitarnya.
Kesuma, mencirikan orang-orang yang memiliki karakter jujur, yaitu; 19
a. Jika bertekad untu k melakukan sesuatu, tekadnya adalah kebenaran dan kemaslahatan;
b. Jika berkata tidak berbohong,
c. Jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya.
Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal tahun 2012, ada
beberapa indikator nilai karakter jujur yaitu:20
a. Anak mengerti mana milik pribadi dan milik bersama.
b. Anak merawat dan menjaga benda milik bersama.
19Kesuma Pendidikan Karakter, 17.
20Novriyansah, dkk. ”Studi Tentang Perkembangan, 17
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 260
c. Anak terbiasa berkata jujur.
d. Anak terbiasa mengembalikan benda yang bukan miliknya.
e. Menghargai milik bersama.
f. Mau mengakui kesalahan.
g. Meminta maaf jika salah, dan memaafkan teman yang berbuat salah.
h. Menghargai keunggulan orang lain.
i. Tidak menumpuk mainan atau makanan untuk diri sendiri
3. Implementasi Penanaman nilai-nilai Kejujuran
Proses penanaman nilai-nilai kejujuran pada anak didik sesung-guhnya tidak bisa diajarkan secara teoritis,
seperti hafalan definisi atau pendapat para ahli. Penanaman nilai-nilai kejujuran menuntut tata kehidupan sosial
yang merealisasikan nilai-nilai tersebut: Mennurut Emosda (Messi dan Harapan), keteladanan yang baik dari
orang tua dan guru, akan mengantarkan anak didik untuk mendapatkan modelling yang tepat untuk dijadikan
cermin kepribadian dalam kehidupan mereka.21 Tanpa menyertakan keteladanan (dalam hal ini kejujuran) pada
pribadi orang tua dan guru, boleh jadi anak didikakan kehilangan public figure yang bisa membawa mereka
menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter. Implementasi nilai nilai kejujuran yang dilaksanakan
21Messi dan Harapan, “Menanamkan Nilai Nilai Kejujuran, 282
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 261
sebagaimana yang dikemukakan oleh Emosda, (dalam Messi dan Harapan). bahwa upaya menanamkan nilai-
nilai kejujuran pada anak didik, ada empat hal yang penting diperhatikan, sebagai berikut: 22
a. Isi yang diajarkan kepada anak didik hendaknya dikaitkan dengan kenyataan dan praktek yang ada di
lingkungan luar. Kesadaran akan kesenjangan antara yang diajarkan dengan praktik, hal ini dapat
menumbuhkan sikap kejujuran realistik yang mendorong upaya-upaya menemukan solusi,
a. Adanya atmosfir lingkungan yang jujur, mulai dari keluarga, sekolah, teman sebaya, sampai perguruan
tinggi. Kurikulum dan isi pengajaran secanggih apapun akan kurang berdaya guna apabila atmosfer tersebut
tidak bisa diiklimkan atau diciptakan. Sangat ironis bila pendidik memberikan teladan ketidakjujuran dalam
pelaksanaan tugasnya, (3) pengenalan diri, tugas, fungsi dan perannya serta kemam- puan bertindak sesuai
tugas, fungsi, dan martabatnya perlu menjadi atmosfer dunia pendidikan,
b. Pentingnya pembentukan kemauan dan kehendak yang kuat dalam proses pendidikan untuk membiasakan
siswa dengan soft skill yang diperlukan dalam kehidupan.
4. Aplikasi Penerapan bentuk Kejujuran
Aplikasi kejujuran memiliki beragam bentuk diantaranya:23
a. Jujur dalam berbicara yaitu, jika seorang muslim berbicara, dia hanya berbicara dengan kebenaran dan
kejujuran, jika memberitahukan, dia hanya memberitahukan peristiwa yang benar-benar terjadi;
b. Benar dalam bertekad yaitu, jika seorang muslim bertekad untuk mengerjakan sesuatu yang pantas untuk
dikerjakan maka dia tidak akan ragu-ragu mengerjakannya tanpa menoleh pada hal lain sampai selesai dari
pekerjaannya;
22Messi dan Harapan, “Menanamkan Nilai Nilai Kejujuran, 287
23Mahmud Al-Misri, Hiduplah Bersama Orang-Orang Jujur, (Solo : Pustaka Arafah, 2008), 117-118.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 262
c. Jujur dalam bermuamalah yaitu, bermuamalah dengan jujur, sedikitpun tidak berlaku curang, tidak menipu,
tidak memalsu dan tidak memperdayakan orang lain;
d. Benar dalam berjanji yaitu, jika seorang muslim berjanji kepada seseorang maka dia menepati janjinya
karena ingkar janji termasuk tanda-tanda kemunafikan;
e. Jujur dalam penampilan yaitu, seorang muslim tidak berpenampilan dengan penampilan yang bukan aslinya
dan tidak menampakkan sesuatu yang berbeda dengan batinnya dan tidak mengenakan pakaian kepalsuan,
tidak riya dan tidak memaksakan diri dengan sesuatu yang bukan miliknya.
Hendaklah setiap muslim memiliki sifat jujur dan senantiasa berlaku jujur dalam keadaan apapun sebab
sifat jujur adalah akhlak yang luhur dan mulia sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, pangkal semua amalan hati adalah kejujuran dan sebaliknya pangkal riya, ujub, sombong,
membanggakan diri, menolak kebaikan, jahat, malas, pengecut, hina dan lain-lain adalah dusta.24 Dengan kata
lain amalan yang baik datangnya dari kejujuran dan amalan atau sifat yang buruk datangnya dari dusta.
C. Akhlak pada Diri sediri dengan Sikap Amanah
1. Makna dan Hakikat Sikap Amanah
Secara etimologi, kata “amanah” adalah sesuatu yanag dititipkan kepada orang lain secara terpercaya dan
setia. amanah diartikan sebagai jujur, terpercaya, dan aman. 25 Dikatakan seseorang itu amanah apabila orang
tersebut dapat menjalankan tugas yang diberikan. Kata amanah berasal dari bahasa Arab yang berarti jujur
24Al-Misri, Hiduplah Bersama Orang-Orang Jujur, 284.
25Tim Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diknas, 2008), 48
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 263
atau dapat dipercaya. Amanah berarti kejujuran atau hal yang dapat dipercaya. Lawan dari amanah adalah
khianat (Indonesia:khianat) atau tidak bisa dipercaya.26
Secara istilah “amanah” didefinisikan oleh beberapa ahli diantaranya: “Amirin (2007) menyebutkan bahwa
amanah adalah kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang berhak agar hajatnya
ditunaikan. Amanah adalah fondasi utama dalam berbangsa dan bernegara (Hamka, 1990), Selain itu amanah
juga berfungsi sebagai perekat sosial dalam kehidupan bermasyarakat dalam membangun kejasama antar
individu (Pulungan, 2006), Katsir (2013) menyebutkan bahwa amanah merupakan semua tugas yang
dibebankan kepada seluruh manusia yang tercakup dalam kehidupan dunia dan akhirat”27
Husain dan Wahyuddin menyimpulkan bahwa; “secara umum orang yang berakhlak amanah adalah orang
yang bisa menjaga hak-hak manusia yang ada pada dirinya, dengan itu ia tidak pernah menyia-nyiakan tugas
yang diembannya baik tugas ibadah maupun tugas muamalah”.28 Dengan demikian, “amanah” dapat dipahami
sebagai suatu sikap mental yang didalamnya terdapat unsur taat kepada hokum (baik hukum agama maupun
hukum negara), tanggung jawab kepada tugas, kesetiaan kepada komitmen, keteguhan dalam memegang janji
dan kejujuran terhadap diri sendiri.
26Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesian Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1984), 44.
27Ahmad Nizar Rangkuti, dkk. “Penanaman Sikap Amanah Peserta Didik di Madrasah Tsanawiyah (MTs.) Syahbuddin Mustafa Nauliabupaten Padang Lawas Utara”. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah 5: 1 (Juni, 2020), 3
28Husain dan Wahyuddin (2015:50)
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 264
Amanah adalah menyampaikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi
haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga maupun jasa. Amanah berkaitan dengan
akhlak yang lain, seperti kejujuran, kesabaran, atau keberanian.29
Amanah juga bisa dikategorikan antara sifat terpuji dan akhlak seseorang. Amanah dengan arti kata lain
ialah tanggung jawab yang diterima oleh seseorang yang kepadanya diberikan kepercayaan bahwa ia dapat
melaksanakannya sebagaimana yang dituntut, tanpa mengabaikannya. Apabila tanggung jawab itu ditunaikan
dan kepercayaan yang diberikan itu dihargai, maka orang yang menerima dan melaksanakannya mendapati
dirinya tenteram, aman, selamat dan harmoni.30
Sikap amanah dapat dimaknai sebagai sifat baik yang dimiliki setiap insan seperti sikap bertangung jawab,
jujur, dan menepati janji. Meyer dalam Agung (2016), menyakakan bahwa; “konsep amanah ini identik dengan
konsep kepercayaan, untuk itu, sikap amanah perlu dikembangkan dan dibiasakan. Dan sesorang yang
memiliki sikap amanah adalah memiliki karakter positif seperti jujur, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab.31
Pada hakikatnya sikap amanah, merupakan salahsatu akhlak Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan
yang bisa ditiru dan diteladani. Ditengah kaumnya nabi adalah orang yang paling utama kepribadian nya, paling
29Darwis, 2013:2).
30Muhamad, 2015:2).
31Agung, I. M. & D. H. “Pengukuran Konsep Amanah dalam Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif”. Jurnal Psikologi. 43.3 (Desember.2016): 201.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 265
jujur tutur katanya, paling patuh memenuhi janji dan paling bisa dipercaya sehingga mesyarakat menggelarinya
Al-Ami’n, yang dapat dipercaya.32
Dalam perspektif islam (Al-Qur’an dan Hadis), amanah dapat dilihat dari berbagai dimensi. Di Al-Quran
terdapat kata amanah, yaitu Al-Qur'an surat Al Ahzab: 72,
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”, (Al Ahzab [33]: 72).
Selanjutnya dalam surat Al Baqorah: 283, amanah sebagai hutang atau janji yang harus ditunaikan; surat
An Nisa’:58, amanah sebagai tugas yang harus disampaikan pada yang berhak; surat Al Anfal: 27, tentang
menjaga amanah; surat Al-Mukminun: 8, anjuran memelihara amanah; dan surat Al Mangarij: 32 anjuran
memelihara amanah.
Sementara dalam Hadis, amanah dapat ditemui di beberapa hadis tentang amanah, misalkan, “Setiap dari
kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban dari yang dipimpinnya
(H.R.Muslim)…”Apabila seseorang membicarakan sesuatu kepada orang lain (sambil) menoleh ke kiri dan
kekanan (karena yang dibicarakan itu rahasia, maka itulah amanah (yang harus dijaga)”. (HR. Abu Dawud). 33.
32Al-Hufiy, A. M. Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad SAW. (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 205.
33Ivan Muhammad Agungdan Desma Husni. “Pengukuran Konsep Amanah dalam Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif” JurnalPsikologi,. 43; 3. (Juni 2016), 195.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 266
Dalam konteks psikologi, amanah dikaitkan dengan kepercayaan (trust) dan keterpecayaan
(trustworthiness). “Kepercayaan dikaitkan juga dengan karakteristik atau sifat kenapa seseorang pantas
dipercaya atau disebut dengan keterpecayaan (trusworthiness). kepercayaan (trust) dan keterpecayaan
(trusworthiness) merupakan istilah yang sinonim jika diskusi dalam konteks karakteristik personal yang
menginspirasi munculnya harapan positif. Mayer dkk., memisahkan antara kepercayaan dan keterpecayaan
yang terdiri dari tiga karakteristik (kemampuan, kebajikan dan integritas) yang berperan sebagai anteseden
pada variabel kepercayaan”34.
2. Dimensi/Aspek Sikap Amanah
Pada hakikatnya kata amanah mengandung dua dimensi, sebagai berikut: 35
a. Amanah dalam arti tanggung jawab personal manusia kepada Allah.
Alasan penolakan alam (langit, bumi dan sebagainya) terhadap amanah adalah karena mereka tidak
memiliki potensi kebebasan seperti manusia. Padahal untuk menjalankan amanah diperlukan kebebasan yang
diiringi dengan tanggung jawab. Oleh karena itu, apapun yang dilakukan bumi, langit, gunung terhadap
manusia, walaupun sampai menimbulkan korban jiwa dan harta benda, tetap saja benda-benda alam itu tidak
dapat diminta pertanggungjawabannya oleh Allah. Berbeda dengan manusia, apapun yang dilakukannya tetap
dituntut pertanggungjawabannya oleh Allah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Quran Surah Al-Ahzab,
ayat 72:
34Desma Husni. “Pengukuran Konsep Amanah., 196.
35Saddan Husain & Wahyuddin Abdullah “Metafora Amanah Pengelolaan Dana Pihak Ketiga (Dpk) Sebagai Penopang AssetPerbankan Syariah Ditinjau Dari Aspek Trilogi Akuntabilitas (Studi Kasus Pada Pt. Bank Bni Syariah Cabang Makassar) “ JurnalIqtisaduna, 1: 2, (Desember 2015), 50.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 267
Iqtisaduna, Volume 1, Nomor 2, Desember 2015: 40-64
Terjemahnya: “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (Al Ahzab [33]:
72).
Manusia adalah khalifah fi al-ardh, oleh karena itu manusia memiliki beban (tugas) untuk memakmurkan
bumi. Sebuah tugas yang maha berat karena menuntut kesungguhan dan keseriusan kita dalam menjalankan
amanah. Bahkan tugas itu jauh lebih berat dari melaksanakan ibadah. Secara sederhana dapat dikatakan
sebagai seorang muslim, hidup tidak sekedar menjalankan ibadah mahdzoh saja, lalu kita merasa nyaman.
Hidup sesungguhnya adalah sebagai perjuangan untuk menegakkan kebaikan. Jadi, perbedaan manusia dari
makhluk lain adalah karena manusia telah diberi potensi kebebasan dan akal, sehingga dengan potensi itu
manusia mampu mengenal Rabbnya sendiri, mampu menemukan petunjuk sendiri, beramal sendiri, dan
mencapai Rabbnya sendiri. Semua yang dilakukan manusia adalah pilihannya sendiri, dengan mempergunakan
semua potensi dalam dirinya sehingga manusia akan memikul akibat dari pilihannya itu, dan balasan untuknya
sesuai dengan amalnya.
b. Amanah dalam arti tanggung jawab sosial manusia kepada manusia.
Dalam pandangan Islam setiap orang adalah pemimpin, baik itu pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarga,
masyarakat maupun yang lainnya. Sebab, manusia adalah makhluk sosial dan mempunyai tanggung jawab
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 268
sosial juga. Tentu saja semua itu akan dimintai pertanggungjawannya. Rasulullah SAW bersabda:
“...Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpinakan dimintai pertanggungjawaban
kepemimpinannya”. (H.R.Muslim).
Tak ada satu orang pun yang ada di muka bumi ini yang tak mengemban amanah. Maka dari itu,
semuanya akan mempertanggungjawabkannya di hari kemudian kelak. Dalam konteks perilaku ekonomi terkait
dengan kinerja karyawan, prinsip amanah sangatlah dibutuhkan terkait dengan adanya sifat untuk menjaga dan
akuntabilitas dari apa yang dititipkan (diamanahkan) kepada penerima amanah dalam hal ini pihak badan amil
zakat nasional (pengelola zakat).
3. Indikator Periku Amanah
Darwis (dalam Latifah, 2020), menegaskan bahwa indikator dalam amanah antara lain: patuh terhadap
hukum, bertanggung jawab terhadap tugas (baik dalam konteks ibadah maupun terhadap muamalah),
kesetiaan komitmen, teguh dalam memegang janji, kejujuran pada diri sendiri, menjaga hubungan silaturahmi,
dan menjaga alam. Adapun uraian dari aspek dan indikator sebagai berikut: 36
a. Amanah terhadap hak-hak Allah
Pemenuhan hak-hak Allah pada dasarnya merupakan aspek amanah dibanguna atas dua sifat, yaitu:
1) bersifat vertical. Sebagai status hamba yang diemban manusia menjadik annya memiliki tanggung jawab
untuk memenuhi kewajibannya atas hak-hak Allah SWT. Dengan pendekatan ini hubungan Allah dengan
manusia jelas diatur dalam hukum syariat Islam sehingga lebih tepatnya disebut dengan hablumminallah.
36Eny Latifah. “ Shari’ah Enterprise Theory (Amanah) Pada Pendekatan Behavioral Accounting Dalam Menilai Shari’ah Microfinance:(Studi Kasus Pada Koperasi Syariah Lamongan)” Jurnal Shidqia Nusantara. 1 :1 (Maret 2020), 65.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 269
2) Selain hubungan vertikal secara langsung kepada Allah SWT, untuk menegakkan syariat-syariat Islam agar
lebih terarah dalam menjalankan amanah-amanah Allah SWT perlu juga pemenuhan hukum-hukum syariat
tersebut. Hukum syariat tersebut dapat membatasi untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dianggap
tidak sesuai dengan ajaran agama.
b. Amanah terhadap hak-hak manusia.
Bertanggung jawab merupakan dasar yang wajib dijalankan dalam menjalankan amanah agar dapat
ditunaikan sesuai keinginan pemberi amanah, indikatonya terdiri dari:
1) Tanggung jawab terhadap tugas dalam konteks hubungan antar manusia merupakan indikator amanah yang
sangat penting, mengingat dalam penelitian ini suatu tanggung jawab merupakan hal yang penting dalam
peningkatan kinerja karyawan perusahaan.
2) Menepati janji, indikator ini sangat relevan sesuai dengan hal yang akan diteliti karyawan yang berawal dari
akad dengan perjanjian.
3) Komitmen. Ini juga merupakan indikator yang relevan dalam konteks peningkatan kualitas kehidupan kerja
karyawan yang harus selalu setia dengan komitmen dalam perusahaan. Indikator selanjutnya yaitu jujur
terhadap diri sendiri, adalah disiplin serta tetap berkaca pada diri sendiri sehingga dianggap relevan
terhadap penelitian ini.
4) Hubungan silaturahmi, indikator ini dianggap penting karena hubungan dengan sesama manusia merupakan
aspek yang sangat penting dalam membentuk kinerja untuk peningkatan kualitas kerja karyawan yang
dipercayakan kepada perbankan.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 270
c. Amanah terhadap hak-hak alam.
Dalam menjalankan suatu kegiatan apapun yang terdapat dimuka bumi ini tak pernah lepas dari kekuatan
alam, indikatornya antara lain:
1) Alam merupakan bagian penting untuk keberlanjutan suatu entitas tanpa kehadiran dan kemauan alam
maka apa yang dikehendaki manusia tak akan dapat tercapai.
2) Adapun indikator yang dianggap penting dalam dalam konteks hubungan terhadap alam adalah: menjaga
alam semesta. Alam tak pernah menuntut secara materi terhadap manusia, alam hanya membutuhkan
perhatian agar tetap terjaga demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri.
4. Implentasi Penerapan nilia-nilia Periku Amanah
Sri Herianingrum, dkk. Mengkaji imlementasi penerapan nilai-nilai amanah dalam konteks
kepemimpinan organisasi dan manajemen, meliputi:37
a. Tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab juga dapat
diartikan sebagai sikap dan tindakan seseorang di dalam menerima sesuatu sebagai amanah dengan penuh
rasa cinta menunaikannya dalam bentuk amal-amal saleh. Tanggung jawab artinya setiap keputusan dan
37Sri Herianingrum, dkk. Implementasi Nilai-Nilai Amanah pada Karyawan Hotel Darussalam Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo,Jurnal, Vol. 1: 1, (Juni, 2015), hlm. 62-64.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 271
tindakan harus diperhitungkan secara cermat implikasi-implikasinya yang timbul bagi kehidupan manusia
dengan memaksimalkan kesejahteraan dan meminimalkanma fṡaḍ dan mudharat.
Tanggung jawab dalam kontek kepemimpinan manajemen/pengelolaan yang di pikul oleh manusia untuk
mengelola bumi ini adalah dengan menerapkan amanah sebagai tuntutan syariat di dalam pengelolaan bumi
untuk kesejahteraan dan keamanan seluruh makhluk di atas bumi. Rasa tanggung jawab (takwa), merupakan
salah satu aktualisasi diri untuk menunjukkan hasil yang optimal. Sehingga sikap tanggung jawab yang
dilakukan oleh karyawan bertujuan untuk memakmurkan instansi (perusahaan)/organisasi.
b. Tepat janji
Tepat janji, merupakan salah satu key performance indicator dalam amanah. Sikap amanah dan tepat
janji, adalah dua sifat yang saling berkaitan, apabila ada amanah pasti ada sikap menepati janji. Jika satu sifat
hilang maka hilang pula yang lain. Seseorang dikatakan amanah apabila ia mampu menepati janji dan
ucapannya di hadapan orang lain, sebaliknya seseorang dikatakan menepati janji jika ia, memiliki karakter
amanah dalam dirinya. Orang tersebut selain sudah menepati janji mereka juga termasuk orang yang menjaga
amanah. Apabila amanah telah tersebar dalam masyarakat, maka jalinan antar mereka akan menjadi agung,
pertaliannya akan menjadi kokoh serta kebaikan dan berkah akan meliputinya.
Tepat janji sering kali berhubungan dengan lisan, maka apabila seseorang berucap janji sebaiknya
menepati sehingga orang tersebut selain sudah menepati janji mereka juga termasuk orang yang menjaga
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 272
amanah. Apabila amanah telah tersebar dalam masyarakat, maka jalinan antar mereka akan menjadi agung,
pertaliannya akan menjadi kokoh serta kebaikan dan berkah akan meliputinya.
Penerapan tepat janji yang merupakan bagian dari amanah dalam penerapannya dilingkup karyawan
dapat dilakukan dengan menepati janji kerja yang dilakukan diawal sehingga menghasilkan komitmen kerja
yang tinggi dan hasil yang maksimal.
c. Transparan
Transaparan dapat juga diartikan terbuka, maksudnya terbuka di sini adalah melaporkan segala kegiatan
baik kepada publik maupun kepada atasan. Tidak pernah mengkomersilkan jabatan atau memanipulasi dan
memanfaatkan karena merupakan pedoman bersikap dan bertingkah laku berdasarkan amanah. Memiliki sikap
mental yang amanah akan terjalin sikap saling percaya, positif thinking, jujur dan transparan dalam seluruh
aktifitas kehidupan yang pada akhirnya akan terbentuk model masyarakat yang ideal yaitu masyarakat aman,
damai dan sejahtera. Sehingga menjadikan transparan juga bagian dari sifat amanah.
Transparansi perlu dilakukan oleh setiap orang agar tidak menimbulkan kecurigaan satu sama lain
sehingga menimbulkan rasa suudzon antar sesama manusia. Transparansi yang dilakukan oleh karyawan
untuk menghasilkan rasa nyaman antar sesama dan dalam penelitian ini sikap transparansi diharapkan dapat
tercapai antara para tamu, para karyawan serta antar karyawan divisi kajian dan diklat lainnya.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 273
D. Akhlak pada Diri sediri dengan Perilaku Sabar
1. Makna dan Hakikat Sabar
Secara etimologi kata sabar pada awalnya diartikan sebagai “menahanpada tempat yang sempit”. Sabar
dengan pengertian “menahan” sabar “tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa,
tidak lekas patah hati); tabah: hidup ini dihadapinya dng tenang; tidak tergesagesa; tidak terburu nafsu: dengan
dia menjalankan usahanya; 38 Sabar dengan pengertian “menahan” dapat berarti fisik material seperti menahan
seseorang dalam tahanan/kurungan dan dapat berarti non fisik/ immaterial seperti menahan diri/jiwa dalam
menghadapi sesuatu yang diinginkannya. Dapat berarti fisik material seperti menahan seseorang dalam
tahanan/kurungan dan dapat berarti non fisik/immaterial seperti menahan diri/jiwa dalam menghadapi sesuatu
yang diinginkannya. Selanjutnya, jika kata sabar dikaitkan dengan manusia, maka dapat berarti menahan jiwa
dari hal-hal yang dapat dibenarkan oleh logika dan wahyu.
Sabar merupakan kata yang mengacu pada nilai sabar yang merupakan salah satu nilai positif (virtue)
yang diyakini oleh masyarakat secara umum. Nilai sabar merupakan nilai yang dianjurkan oleh banyak agama
dengan beberapa variasi dalam detail penjelasannya.39
Lafadz sabar merupakan lafadz yang umum. Lafadz ini dapat berkembang maknanya sesuai dengan
redaksi kalimat yang merangkai kata sabar tersebut. 40 Ibn Faris menulis bahwa kata sabar memiliki tiga makna,
yaitu: pertama, membelenggu; kedua, ujung tertinggi dari sesuatu; ketiga, jenis batu-batuan. 41
38TPB, Kamus Bahasa Indonesia, 1237.
39Subhan El Hafiz, “Psikologi Kesabaran” Betin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara”, 1:2 (November 2015), 2.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 274
Menurut Hamka Hasan, pengertian tersebut di atas mengindikasikan bahwa kata sabar secara etimologi
dapat dipahami sebagai proses yang “aktif” bukan “pasif”. Proses yang aktif adalah sebuah proses yang
bergerak dalam satu ruang dan waktu. Sabar dapat terealisasikan jika ada proses yang aktif untuk “menahan”,
“membelenggu”dan “menutup”. Jika hal ini dilakukan secara aktif, maka proses ini akan berujung pada sebuah
hasil yang disebut sebagai sabar.42
Dikarenakan kata “sabar” dengan aneka ragam derivasinya ditemukan makna yang beragam antara lain:
shabara bih yang berarti “menjamin”. Shabîr yang berarti “pemuka masyarakat yang melindungi kaumnya”. Dari
akar kata tersebut terbentuk pula kata yang berarti “gunung yang tegar dan kokoh”, “awan yang berada di atas
awan lainnya sehingga melindungi apa yang terdapat di bawahnya”, “batu-batu yang kokoh”, “tanah yang
gersang”, “sesuatu yang pahit atau menjadi pahit”. Dengan pengertian-pengertian ini, Quraish Shihab
menyimpulkan bahwa sebuah kesabaran menuntut ketabahan menghadapi Arti menahan ini diperoleh dari kata
al-Imsaak.43
Karena hakelkat sabar bermakna kemampuan mengendalikan emosi, maka nama sabar berbeda-beda
tergantung objeknya, Objek di sini sama dengan “menghadapi sesuatu” yang sulit, berat, dan pahit dalam
pandangan Quraish Shihab sebelumnya.44 Selanjutnya Achmad Mubarok mendefinisikan sabar sebagai tabah
40Ar-Raghib al-Ashfahani, Mufradât al-Fâdz al-Quran, edisi. Shafwan Adnan Dawudi, (Damsykus: Dar al-Qalam,1992 M/1412 H), 474.
41Ibn Faris, Mu‟jam Maqâyîs al-Lughah, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), 3249
42Hamka Hasan, “Hakikat Sabar dalam Al-Qur‟an (Kajian Tematik dalam Surah al- Baqarah), Jurnal Bimas Islam, 6:2, (Mei, 2013),215,
43Quraish Shihab, Tafsir al-Amanah, Cet. I (Jakarta: Pustaka Kartini, 1992 M/1413 H), 111.
44Yusuf, M. Dona Kahfi, ”Sabar dalam Perspektif Islam dan Barat”. Jurnal Al-Murabbi. 4,: 2, (Januari 2018), 236.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 275
hati tanpa mengeluh dalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
mencapai tujuan. Selanjutnya Achmad Mubarok mengidentifikasi sabar sebagai tabah hati tanpa mengeluh
dalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka mencapai tujuan yaitu: 45
a. Ketabahan menghadapi musibah, disebut sabar, kebalikannya adalah gelisah dan keluh kesah
b. Kesabaran menghadapi godaan hidup nikmat disebut mampu menahan diri (dhobith an nafs), kebalikannya
adalah tidaktahanan (bathar)
c. Kesabaran dalam peperangan disebut pemberani, kebalikannya disebut pengecut
d. Kesabaran dalam menahan marah disebut santun (hilm), kebalikannya disebut pemarah (tazammur)
e. Kesabaran dalam menghadapi bencana yang mencekam disebut lapang dada, kebalikannya disebut sempit
dadanya
f. Kesabaran dalam mendengar gosip disebut mampu menyembunyikan rahasia
g. Kesabaran terhadap kemewahan disebut zuhud, kebalikannya disebut serakah
h. Kesabaran dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati (qana‟ah) kebalikannya disebut tamak atau
rakus.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat dirumuskan bahwa sabar secara terminologi memiliki makna
sebagai “upaya menahan diri/membatasi jiwa dari keinginannya demi mencapai sesuatu yang lebih baik/luhur.”
45Ahmad Mubarok, Psikologi Qur’ani, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), 73.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 276
2. Dimensi dan Pembagian Sabar
Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Mishbah, menjelaskan bahwa sabar artinya menahan diri dari sesuatu
yang tidak berkenan di hati. Ia juga berarti ketabahan. Selain itu, ia menjelaskan bahwa kesabaran secara
umum dibagi menjadi dua. Pendapat Quraish Shihab, sama dengan apa yang telah disampaikan oleh Ibnu al-
Qayyim bahwa sabar, berdasarkan bentuknya terdiri dari dua macam, kesabaran jasmani dan kesabaran jiwa.46
a. Kesabaran Jasmani
Sabar jasmani yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang
melibatkan anggota tubuh seperti sabar dalam menunaikan ibadah haji yang menyebabkan keletihan.
Termasuk pula, sabar dalam menerima cobaan jasmaniyah seperti penyakit, penganiayaan dan sebagainya.
Kesabaran jasmani dibagi menjadi dua, yaitu: 47
1) Kesabaran jasmani secara sukarela, misalnya sabar dalam melakukan pekerjaan berat atas pilihan dan
kehendaknya sendiri;
3) Kesabaran jasmani oleh faktor keterpaksaan, misalnya sabar dalam menahan rasa sakit akibat pukulan,
sabar menahan penyakit, menahan dingin, panas dan sebagainya.
46Ibnual-Qayyim Al-Jauziyyah, Uddatu Ash-Shabirin wa Dzakhiratu asy-Syakirin. Alihbahasa oleh A.M. Halim, (Jakarta: MaghfirahPustaka, 2006), 37.
47Yusuf, M. Dona Kahfi, ”Sabar dalam Perspektif Islam dan Barat”. Jurnal Al-Murabbi. 4,: 2, (Januari 2018), 236.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 277
b. Kesabaran Jiwa/Rohani
Sabar rohani menyangkut kemampuan menahan kehendak nafsu yang dapat mengantar kepada kejelekan
semisal sabar dalam menahan amarah, atau menahan nafsu seksual yang bukan pada tempatnya.
Sebagaimana kesabaran jasmani, kesabaran jiwa juga dibagi menjadi dua macam, yakni: 48
1) Kesabaran jiwa secara sukarela, misalnya kesabaran menahan diri untuk melakukan perbuatan yang tidak
baik berdasarkan pertimbangan syariat agama dan akal; dan
2) Kesabaran jiwa oleh faktor keterpaksaan, seperti kesabaran berpisah dengan orang yang dikasihi jika cinta
terhalang.
3. Cara untuk Membangun dan Membiasakan sikap Sabar
Kata sabar, sebagaimana telah disinggung pada bagian pendahuluan ditemukan sekitar 123 kali dalam Al-
Quran yang tersebar pada surah Makkiyah dan Madaniyah. Meskipun sebagian diantara ulama memberikan
perhitungan yang berbeda seperti Imam Al-Gazali menyebutkan sekitar 70 kali.49 ‘Ibnul Qayyim mengutip
perkataan imam Ahmad: “sabar” didalam al-Qur’an terdapat di sekitar 90 tempat; Abu Thalib al-Makki
menyebutkan 90 kali.50 Sementara Muhammad Fuad Abdul Baqi menyebutkan 102 kali.14 Didalam al-Mu’jam
48Yusuf D Kahfi, ”Sabar dalam Perspektif Islam, 237.
49Imam al-Gazali, Ihya Ulum ad-Din, Juz IV, (Beirut: Dar Ma’rifah, 1990 M), 61
50Ibn Qayyim, Madarij as-Salikin, Juz II, (Cairo: Dar Salam, t.th), 121.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 278
al-Mufahras li alfadz al-Qur’an, asal kata ص-ب-ر dengan semua pecahan katanya disebutkan di dalam al-Qur’an
lebih dari 100 kali.51
Atas dasar itu, Al-Qur’an menggambarkan beberapa cara untuk membiasakan sikap sabar, antara lain
adalah sebagai berikut: 52
a. Menanamkan keyakinan adanya balasan yang baik bagi orang-orang yang sabar. Keyakinan semacam ini
merupakan sesuatu hal yang sangat penting membantu seseorang agar dapat bersifat sabar. Dalam hal ini
Abu Thalib al- Makky, mengatakan bahwa penyebab utama kurangnya kesabaran seseorang itu adalah
akibat lemahnya keyakinan akan adanya balasan yang baik bagi orang-orang yang sabar.
b. Mengingatkan bahwa orang yang paling dekat dengan Allah pun, seperti nabi dan rasul senantiasa
memperoleh cobaan, bahkan bentuk cobaannya lebih berat lagi dibandingkan dengan kebanyakan manusia,
misalnya ketika Allah membesarkan hati Nabi Muhammad SAW (QS. [6]: 34; QS. [46]: 35; QS. [38]: 44).
c. Menanamkan keyakinan adanya kemudahan setelah kesusahan, dan janji-janji Allah tersebut sebagai suatu
kepastian. Misalnya firman Allah: QS. al-Insyirah [94]: 5-6;
d. Menanamkan kesadaran, bahwa manusia itu milik Allah. Dialah yang memberi kehidupan, gerak, perasaan,
pendengaran, penglihatan, hati, dan sebagainya, serta menganugerahkan kepadanya segala nikmat yang
ada pada dirinya berupa harta, anak, keluarga, dan sebagainya. (QS. [16]: 53).
51Abu Thalib al- Makki, Qauth al-Qulub, Juz I, (Cairo: Dar al-halabi, t.th), 197.
52Yusuf D Kahfi, ”Sabar dalam Perspektif Islam, 238.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 279
e. Mengingatkan adanya sunnatullah atau hukum alam yang berlaku di dunia ini seperti dalam firman-Nya (QS.
[3]: 140). Dalam al-Qur’an, antara lain dikemukakan: “Tiada suatu bencana yang menimpa di bumi dan
(tiada pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian
itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu…”
f. Menanamkan keyakinan tentang Qada dan Qadar Allah yang tidak mungkin dapat dihindari. (QS. [57]: 22-
23).
4. Larangan tidak Sabar dan Reward bagi yang bersabar
Larangan tidak sabar (isti’jal/ tergesa-gesa), misalnya terdapat pada QS. Al-Ahqaf : 35, Allah SW.,
berfiman:
Artinya: “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasulrasul
telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab
yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang
hari. (inilah) suatu pelajaran yang cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.” (QS. Al-Ahqaf
[46]: 35).
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 280
Adapun reward/penghargaan bagi yang orang-orang yang bersabar, diantaranya:
a. Pujian Allah terhadap orang-orang yang sabar Allah memuji orangorang yang benar dalam keimanannya,
dalam QS. Al-Baqarah: 177;
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapisesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan hartayang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabilaia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Merekaitulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah:[2]:177);
b. Allah mencintai orang yang sabar, QS. Al-Imran: 146:
Artinya:“..dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari
pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 281
Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS.
Al-Imran [4]: 146).
c. Mendapat ampunan dari Allah, QS. Hud: 11;
Artinya: “..kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amalamal saleh;
mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Hud: [11]: 11),
d. Mendapat martabat yang tinggi di surga QS. At-Thahaa; 9;
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi
petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalirsungai-sungai di dalam surga
yang penuh kenikmatan. QS. At-Thahaa, [10]: 9)
Dengan demikian, sabar merupakan perwujudan dari sikap ketabahan seseorang dalam menghadapi
sesuatu yang Allah SWT timpakan kepada seorang manusia. Bentuk dari aplikasi kesabaran dapat dicerminkan
dalam sabar dalam ketaatan kepada Allah SWT. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan
kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 282
PENUTUP
Akhlak terhadap diri sendiri diwujudkan dengan memelihara kesucian diri, jujur, adil, amanah, dalam
perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar, rendah hati, malu, tidak melakukan perbuatan jahat, menjauhi dengki,
menjauhi dendam, berlaku adil terhadap orng lain, dan menjauhi segala perrbuatan sia-sia . Sikap adil pada diri
sendiri adalah suatu respon atau tindakan terhadap diri sendiri untuk memenuhi hak-hak jasmani, jiwa dan
rohani pada diri sendiri sesuai dengan norma-noma syariat53. Contoh memenuhi hak mata untuk istirahat,
memenuhi hak perut untuk mendapat makanan, hak rohani untuk mendapat cahaya spritual, hak otak untuk
berpikir dan mendapat ilmu.
Perilaku jujur merupakan keadaan yang terkait dengan ketulusan dan kelurusan hati untuk berbuat
benar. Jujur merupakan karakter yang terbentuk dari sikap amanah.54 Yaumi, mengungkapkan bahwa amanah
adalah sikap jujur dan dapat diandalkan dalam menjalankan komitmen, tugas, dan kewajiban.55 Oleh karena
itu, menjadi amanah atau dapat dipercaya berarti bersikap jujur, Kesuma, menambahkan bahwa jujur
merupakan keputusan seseorang untuk mengungkapkan dalam bentuk perasaan, perkataan, dan perbuatan
sesuai dengan realitas yang ada dan tidak memanipulasi dengan berbohong atau menipu untuk keuntungan
dirinya,
53Mawardi Laby, Tegakkan Keadilan, (Jakarta: Prima, 2002), 37.
54Andika Novriyansah, dkk. ”Studi Tentang Perkembangan Karakter Jujur Pada Anak Usia Dini” Jurnal Potensia PG-PAUD FIK-UNIB,2:1 (Juni, 2017), 18
55Yaumi, Muhammad.. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi. (Jakarta: Prenadamedia Group. 2014), 62.
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 283
Tak ada satu orang pun yang ada di muka bumi ini yang tak mengemban amanah. Maka dari itu,
semuanya akan mempertanggungjawabkannya di hari kemudian kelak. Dalam konteks perilaku ekonomi terkait
dengan kinerja karyawan, prinsip amanah sangatlah dibutuhkan terkait dengan adanya sifat untuk menjaga dan
akuntabilitas dari apa yang dititipkan (diamanahkan) kepada penerima amanah dalam hal ini pihak badan amil
zakat nasional (pengelola zakat).
Konsep sabar dalam al-Qur’an memiliki makna yang beragam, tergantung pada objek atau sesuatu yang
dihadapi. Keragaman arti tersebut adalah: 1) Ketabahan menghadapi musibah, disebut sabar; 2) Kesabaran
menghadapi godaan hidup nikmat disebut mampu menahan diri (dhobith an nafs); 3) Kesabaran dalam
peperangan disebut pemberani (syuja‟ah); 4) Kesabaran dalam menahan marah disebut santun (hilm); 5)
Kesabaran dalam menghadapi bencana yang mencekam disebut lapang dada; 6) Kesabaran dalam mendengar
gosip disebut mampu menyembunyikan rahasia; 7) Kesabaran terhadap kemewahan disebut zuhud; 8)
Kesabaran dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati (qana’ah).
PUSTAKA
Nurhasan “ Pola Kerjasama Sekolah Dan Keluarga Dalam Pembinaan Akhlak (Studi Multi Kasus di MI SunanGiri Dan MI Al-Fattah Malang)” Jurnal Al-Makrifat. 3:1, (April 2018),
Junaidah, dan Sovia Mas Ayu.”Pengembangan Akhlak pada Pendidikan Anak Usia Dini” Al-Idarah: JurnalKependidikan Islam 8: 2, (Desember 2018),
Hestu Nugroho Warasto. “Pembentukan Akhlak Siswa: Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah Annida Al-Islamy,Cengkareng” Jurnal Mandiri: Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Teknologi. 2:1, (Juni 2018),
Mawardi Laby, Tegakkan Keadilan, (Jakarta: Prima, 2002),Samuri dan M. Syarif ”Hubungan Pengamalan Keagamaan dengan Sikap Adil” Tarbiya Islamia: Jurnal
Pendidikan dan Keislaman, 6: 2. (Agustus, 2017),W.Frietdman, Teori Dan Filsafat Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1996),
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 284
Taufiqi, 49 Hari Menjadi Guru Idola, (Malang: Pohon Ilmu, 2014),Arby Suharyanto. 12 Cara Adil Terhadap Diri Sendiri. Tag Psikologi Kepribadian Tersedia dalam:
https://dosenpsikologi.com/cara-adil-terhadap-diri-sendiri.EsseTenri Akko, dkk. “Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Akhlak (Perilaku Jujur)” IQRO: Journal of
Islamic Education. 1:1, (Juli ,2018),Sulaiman, Shidiq dan Kadzib, (Jakarta : Darus Sunnah Press, 2004),\Andika Novriyansah, dkk. ”Studi Tentang Perkembangan Karakter Jujur Pada Anak Usia Dini” Jurnal Potensia
PG-PAUD FIK-UNIB, 2:1 (Juni, 2017),Yaumi, Muhammad.. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi. (Jakarta: Prenadamedia Group.
2014),Kesuma, Darma., dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. (Bandung. Rosda Karya,
2011), \Messi dan Edi Harapan, “Menanamkan Nilai Nilai Kejujuran Di Dalam Kegiatan Madrasah Berasrama”. JMKSP:
Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan. 1:1 (Desember, 2017),Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006),Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah , “Sunan at- Tirmidzi”, diterjemahkan oleh Moh. Zuhri dkk dengan
judul Sunan at- Tirmidzi, (Semarang: Asy Syifa, 1992),Mahmud Al-Misri, Hiduplah Bersama Orang-Orang Jujur, (Solo: Pustaka Arafah, 2008),Tim Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diknas, 2008),Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesian Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif,
1984),Ahmad Nizar Rangkuti, dkk. “Penanaman Sikap Amanah Peserta Didik di Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Syahbuddin Mustafa Nauli abupaten Padang Lawas Utara”. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah5: 1 (Juni, 2020),
Agung, I. M. & D. H. “Pengukuran Konsep Amanah dalam Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif”. JurnalPsikologi. 43.3 (Desember. 2016):
Al-Hufiy, A. M. Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad SAW. (Bandung: Pustaka Setia, 2000),
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 285
Ivan Muhammad Agungdan Desma Husni. “Pengukuran Konsep Amanah dalam Pendekatan Kualitatif danKuantitatif” Jurnal Psikologi,. 43; 3. (Juni 2016),
Saddan Husain & Wahyuddin Abdullah “Metafora Amanah Pengelolaan Dana Pihak Ketiga (Dpk) Sebagai
Penopang Asset Perbankan Syariah Ditinjau Dari Aspek Trilogi Akuntabilitas (Studi Kasus Pada Pt. Bank
Bni Syariah Cabang Makassar) “ Jurnal Iqtisaduna, 1: 2, (Desember 2015),
Eny Latifah. “ Shari’ah Enterprise Theory (Amanah) Pada Pendekatan Behavioral Accounting Dalam Menilai
Shari’ah Microfinance: (Studi Kasus Pada Koperasi Syariah Lamongan)” Jurnal Shidqia Nusantara. 1 :1
(Maret 2020),
Sri Herianingrum, dkk. Implementasi Nilai-Nilai Amanah pada Karyawan Hotel Darussalam Pondok Pesantren
Gontor di Ponorogo, Jurnal, Al-Tijaroh. 1: 1, (Juni, 2015),
Subhan El Hafiz, “Psikologi Kesabaran” Betin Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara”, 1:2 (November 2015),
Ar-Raghib al-Ashfahani, Mufradât al-Fâdz al-Quran, edisi. Shafwan Adnan Dawudi, (Damsykus: Dar al-
Qalam,1992 M/1412 H),
Ibn Faris, Mu‟jam Maqâyîs al-Lughah, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th),
Hamka Hasan, “Hakikat Sabar dalam Al-Qur‟an (Kajian Tematik dalam Surah al- Baqarah), Jurnal Bimas Islam,
6:2, (Mei, 2013),
Quraish Shihab, Tafsir al-Amanah, Cet. I (Jakarta: Pustaka Kartini, 1992 M/1413 H),
Yusuf, M. Dona Kahfi, ”Sabar dalam Perspektif Islam dan Barat”. Jurnal Al-Murabbi. 4,: 2, (Januari 2018),
Ahmad Mubarok, Psikologi Qur’ani, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001),
Ibnual-Qayyim Al-Jauziyyah, Uddatu Ash-Shabirin wa Dzakhiratu asy-Syakirin. Alihbahasa oleh A.M. Halim,
(Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006),
Imam al-Gazali, Ihya Ulum ad-Din, Juz IV, (Beirut: Dar Ma’rifah, 1990 M),
Ibn Qayyim, Madarij as-Salikin, Juz II, (Cairo: Dar Salam, t.th),
Part: 7 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Sifat Adil, Jujur, dan Sabar 286
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Akhlak Adil Pada Diri Sendiri Akhlak pada Diri sediri dengan Perilaku Jujur Akhlak pada Diri sediri dengan Sikap Amanah Akhlak pada Diri sediri dengan Perilaku Sabar
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 287
Part: VIIIAKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI:Melalui Iffah, Zuhud, Tawadhu, Qana’ahPemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi jugapemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin).
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJANSetelah mendapat materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep Iffah, Zuhud, Tawadhu, dan Qona’ah
2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai Iffah, Zuhud, Tawadhu, dan Qona’ah
3. Menerapkan konsep Iffah, Zuhud, Tawadhu, dan Qona’ah dalam kehidupan sehari-hari
POKOK BAHASANKonsep Dasar Ilmu Akhlak pada diri sendiri melalui1. Sikap Iffah, (Memelihara Kesucian Diri)2. Sikap Zuhud,(mengutamakan cinta akhirat)3. Sikap Tawadhu (rendah hati/tidak sombong)4. Sikap Qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada)
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 288
TOPIK BAHASAN:
AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu
Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia berkomunikasi, menjalin
hubungan dan bekerjasama dengan orang lain, serta menerima dan memberi pertolongan. Dalam berinteraksi
dengan orang lain, sikap yang positif sangat dibutuhkan. Sementara sifat yang sebaliknya, seperti sombong dan
berbangga diri, sangat merusak relasi dengan orang lain. Akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang
terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia harus
memahami bahwa diri sendiri merupakan pemberian yang diberikan Allah. Allah memberikan berbagai fasilitas
dengan berbagai anggota tubuh yang cukup lengkap agar seseorang bisa hidup secara layak. Ia memberinya
mata dengan tutupnya agar terhindar dari berbagai bahaya. Hidungnya diberikan Allah dengan lubangnya
menghadap kebawah agar terhindar dari masuknya berbagai kotoran dan air. Telinga, tangan, dan kaki.
Bahkan yang tidak dapat ternilai diberikan akal untuk dapat memikirkan jalan hidupnya. Semua itu akan diminta
pertanggung jawaban kelak didepan Allah.
Di antara bentuk akhlak mulia ini adalah memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin, haruslah
bersikap secara baik terhadap diri sendiri, yaitu: (1) mememelihara kesuciannya jiwa (iffah), sebagai sediakala
ia diciptakan allah, agar kelak kembali kepada allah dalam keadaan suci pula. Juga menjaga kesehatan jiwa
dan akal, dengan menjauhi bahan-bahan yang memabukkan atau menghilangkan fungsi akal; (2) menjaga jiwa
agar tidak memperturutkan kemauan-kemauan yang tidak ada manfaatnya dan kegunaannya bagi diri dangan
Zuhud merupakan suatu sikap terpuji yang disukai Allah SWT, di mana seseorang lebih mengutamakan cinta
akhirat dan tidak terlalu mementingkan urusan dunia atau harta kekayaan. Materi dan dunia ini hanya bersifat
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 289
sementara, hanya sarana atau alat untuk mencapai tujuan hakiki, yaitu sebagai bekal kehidupan di akhirat
kelak; (3) memelihara kesehatan jiwa dengan Tawadhu’ (rendah hati, tidak sombong); Tawadhu’ merupakan
nilai akhlak kepada diri sendiri melalui sikap tawadhu. (4) memiliki sikap qana‘ah, seakan memiliki ketenangan
batin, dengan sikap qana‘ah tersebut akan senantiasa mengisi hari-hari dengan penuh kebaikan dan
keberkahan.
Pemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi juga
pemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin). Yang pertama harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan nonfisik
adalah membekali akal dengan berbagai ilmu yang mendukungnya untuk dapat melakukan berbagai aktivitas
dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Berbagai upaya yang mendukung ke arah pembekalan akal harus
ditempuh, misalnya melalui pendidikan yang dimulai dari lingkungan rumah tangganya kemudian melalui
pendidikan formal hingga mendapatkan pengetahuan yang memadai untuk bekal hidupnya.1
Allah SWT, berfirman dalam QS. al-Zumar: 9;
Artinya: “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-
waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
1Nurhasan “ Pola Kerjasama Sekolah Dan Keluarga Dalam Pembinaan Akhlak (Studi Multi Kasus di MI Sunan Giri Dan MI Al-FattahMalang)” Jurnal Al-Makrifat. 3:1, (April 2018), 103
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 290
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (QS. al-Zumar (39): 9).
Setelah penampilan fisiknya baik dan akalnya sudah dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan, maka
yang berikutnya harus diperhatikan adalah bagaimana menghiasi jiwanya dengan berbagai tingkah laku yang
mencerminkan akhlak mulia. Di sinilah seseorang dituntut untuk berakhlak mulia di hadapan Allah dan
Rasulullah, di hadapan orang tuanya, di tengah-tengah masyarakatnya, bahkan untuk dirinya sendiri.
A. Akhlak Pada Diri Sendiri: Sifat Iffah (Memelihara Kesucian Diri)
1. Makna Sifat Iffah (Memelihara Kesucian Diri)Secara etimologis, ‘iffah’ adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu-‘iffah, yang berarti menjauhkan diri dari hal-
hal yang tidak baik. Selain itu ‘iffah juga dapat berarti kesucian tubuh.2 Secara terminologis, ‘iffah” adalah
memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya.
Nilai dan juga wibawa seseorang bukanlah ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya, dan tidak pula
ditentukan bentuk rupanya. Tetapi, nilai dan wibawa seseorang justru ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh
sebab itu, untuk menjaga kehormatan diri, setiap orang haruslah menjauhkan dirinya dari segala perbuatan dan
perkataan yang dilarang Allah SWT. Dalam konteks ini, seseorang harus mampu mengendalikan hawa
nafsunya yang tidak saja dari hal-hal yang haram. Bahkan kadang-kadang harus juga menjaga dirinya dari hal-
hal yang halal, karena bertentangan dengan kehormatan dirinya.3
2Ahmad Warson Munawwir, Al- Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 1019
3Al Hufi, Ahmad Muhammad, Min Akhlaqin Nabi , terj. Masdar Helmi, dkk., (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 154
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 291
Secara bahasa, ‘iffah adalah menahan. Adapun secara istilah agama, ‘iffah ialah menahan diri
sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan. Jadi, seorang yang ‘afif adalah
orang yang bersabar dari perkara-perkara yang diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada perkara
tersebut dan menginginkannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ۦلھللھ من فضٱنیھم یغلذین لا یجدون نكاحا حتىٱف فتعیسول
Artinya: “Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sampai
Allah menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya.” (QS, an-Nur [24]: 33).
Termasuk makna ‘iffah adalah menahan diri dari meminta-minta kepada manusia. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman,
Artinya: “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat(berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dariminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orangsecara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), MakaSesungguhnya Allah Maha Mengatahui” (Q.s. al-Baqarah [2]: 273).
Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu anhu mengabarkan, orang-orang dari kalangan Anshar pernah meminta-
minta kepada Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka yang minta kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melainkan beliau berikan hingga habislah apa yang ada pada beliau.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 293
2. Fungsi Sifat Iffah (Memelihara Kesucian Diri)
Dalam banyak hal, al-Qur’an dan hadits telah memberikan contoh nyata dari ‘iffah. Di antara contoh-contoh
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menjaga Kehormatan hubungannya dengan masalah seksual
Salah satu fungsi al ‘iffah untuk menjaga kehormatan diri dari dalam hubungannya dengan masalah
seksual, seorang muslim dan muslimah diperintahkan untuk menjaga penglihatan, pergaulan dan juga
pakaiannya. Selain itu juga tidak mengunjungi tempat-tempat yang ada maksiatnya, serta tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat mengantarkannya kepada perzinaan. Mari perhatikan beberapa teks berikut
ini: dalam QS. an-Nur 30-31;
Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “hendaklah mereka menahan pandanganya,
dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka”, “Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat”” (Q.s. an-Nur [24]: 30-31).
Firman Allah SWT, dalam QS. an-Nur 33;
Artinya: “..Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 294
Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya…“ (Q.s. an-Nur [24]: 33)
Firman Allah SWT, dalam Q.s. al-Ahzab: 59;
Artinya: “..Hai Nabi, katakanlah pada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang” (Q.s. al-Ahzab [33]: 59).
Rasulullah SAW. bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jauhilah berdua-duaan dengan perempuan
(yang bukan istri dan mahram). Demi Zat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah berdua-duaan
seorang laki-laki dengan seorang perempuan lain kecuali syaitan masuk di antara mereka berdua” (H.R.
Thabrani).
Berdasarkan teks (nash) di atas, jelaslah bagaimana Allah dan Rasul-Nya memberikan tuntunan tentang
cara menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah seksual. Seseorang tidak hanya harus
menjauhkan dirinya dari perzinaan, tetapi juga menghindari segala sesuatu yang akan mengantarkannya
kepada perzinaan. Kalau dia melakukan perbuatan yang mendekati perzinaan, misalnya pergaulan bebas
antara laki-laki dan perempuan, maka nama baik dan kehormatannya akan tercemar. Sekalipun dia tidak
melakukan perzinaan, tetapi masyarakat akan mudah menuduhnya telah melakukan perzinaan.
Di samping tidak bergaul secara bebas, untuk menjaga kehormatan diri dalam masalah seksual ini, Islam
mengajarkan kepada kita tentang bagaimana mengatur pandangan terhadap lawan jenis dan bagaimana
berpakaian yang sopan dan benar menurut agama. Pakailah pakaian yang menutup aurat, tidak ketat, tidak
transparan, dan tidak menunjukkan kesombongan. Sebab, pakaian menunjukkan identitas diri seseorang.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 295
b. Menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah harta
Fungsi kedua al ‘iffah, untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah harta, Islam
telah mengajarkan untuk tidak menengadahkan tangan (meminta-minta), terutama kepada orang-orang yang
miskin. Al-Qur’an telah menganjurkan kepada orang-orang yang berpunya untuk membantu orang-orang miskin
yang tidak mau memohon bantuan karena sikap ‘iffah mereka. Dalam Q.s. al-Baqarah [2]: 273, Allah berfirman
sebagai berikut:
Artinya: “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat(berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dariminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orangsecara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), MakaSesungguhnya Allah Maha Mengatahui” (Q.s. al-Baqarah [2]: 273).
Orang-orang fakir yang dimaksud dalam ayat di atas adalah orang-orang yang karena menyediakan diri
untuk berjihad sampai tidak berusaha mencari nafkah. Orang-orang yang tidak mengerti keadaan mereka
mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang berkecukupan. Hal ini disebabkan karena mereka selalu
menjaga kehormatan dirinya dari meminta-minta. Tetapi, orang yang melihat mereka dengan teliti akan melihat
wajah mereka dalam keadaan pucat dan sangat menyedihkan. Jika ada yang terpaksa meminta, maka ia
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 296
meminta dengan jalan yang halus tanpa mendesak5. Meminta-minta adalah perbuatan yang merendahkan
kehormatan diri. Daripada meminta-minta, seseorang akan lebih baik mengerjakan apa saja untuk bisa
mendapatkan penghasilan yang halal, sekalipun hanya mengumpulkan kayu api.
c. Menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan kepercayaan orang lain terhadap dirinya
Fungsi ketiga, al ‘iffah, untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan kepercayaan orang
lain terhadap dirinya. Dalam melaksanakan usaha ini, seseorang harus betul-betul menjauhi segala macam
bentuk ketidakjujuran. Janganlah berkata bohong, mungkir (ingkar) janji, khianat dan lain sebagainya.
Apabila seseorang dipercaya mengelola keuangan, kelolalah dengan jujur dan transparan. Lebih-lebih
apabila pemilik harta itu tidak dapat mengontrolnya. Sebagai contoh misalnya, mengelola harta anak yatim. Al-
Qur’an mengingatkan kepada para wali anak yatim agar dapat menahan diri dan jangan sampai tergoda untuk
memakan harta mereka. Bagi wali yang kaya, lebih baik membiayai kehidupan anak yatim itu dengan hartanya
sendiri, sebagai wujud dari kasih sayang dan belas kasihnya kepada mereka. Kecuali bagi wali yang miskin,
maka boleh baginya untuk mengelola harta itu untuk kepentingan anak yatim tersebut. Bahkan apabila
diperlukan, orang tersebut dapat mengelola harta anak yatim. Terkait dengan hal ini, Allah SWT. berfirman
dalam Q.s. an-Nisaa’ [4]: 6 sebagai berikut:
Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut
5Al-Hufy, Ahmad Muhammad, Akhlak Nabi Muhammad, 157
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 297
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu)tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu)mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yangmiskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan hartakepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dancukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (Q.s. an-Nisaa’ [4]: 6).
Demikianlah, sikap ‘iffah yang sangat diperlukan seseorang untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri,
sehingga tidak ada peluang sedikit pun bagi orang lain (yang tidak senang dengannya) untuk melemparkan
tuduhan dan fitnahan. Orang yang mempunyai sikap ‘iffahi (biasa disebut ‘afif) akan dihormati dan mendapat
kepercayaan dari masyarakat. Dan satu hal yang jauh lebih penting lagi, orang seperti akan mendapatkan ridha
dari Allah SWT.
3. Hikmah Sifat Iffah (Memelihara Kesucian Diri)
Al-Ghozali, (dalam Kasron Nst, 2017),6 memaknai “Al-‘Iffah”, (memelihara diri agar terhindar dari segala
perbuatan tercela) adalah keutamaan kekuatan syahwat bahimiyat, yaitu kekuatan syahwat yang sangat mudah
untuk mengikuti kekuatan akal, sehingga kesedihan dan kegembiraan sesuai dengan petunjuk yang
diperintahkan oleh akal. Al-‘iffah diselubungi oleh dua macam budi pekerti tercela, yaitu “keterlaluan syahwat.”
Yang dimaksud dengan keterlaluan syahwat adalah semangat yang menggebu-gebu untuk mendapatkan
6Kasron Nst “Konsep Keutamaan Akhlak Versi Al-Ghazali” HIJRI: Jurnal Manajemen Pendidikan dan Keislaman. 6:1. (Juni 2017),113
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 298
kelezatan, kemewahan, kesenangan yang dianggap buruk oleh kekuatan akal, dan akal berupaya untuk
mencegahnya. Sementara kelemahan syahwat ialah upaya untuk bangkit setelah mencapai sesuatu yang
diinginkan oleh akal. Kedu sifat tersebut tercela, maka untuk menetralisir kedua sifat tersebut diperlukkan ‘iffah
untuk menyeimbangkannya, sehingga menjadi sifat yang terpuji.
Manusia berkewajiban untuk mengawasi syahwat, biasanya orang cenderung untuk memperturutkan
syahwatnya, terutama yang menyangkut dengan alat kelamin dan perut dan juga. kehendak untuk
mendapatkan harta yang banyak, pangkat dan kedudukan yang tinggi yang dibarengi dengan gila hormat.
Keterlaluan dan kekurangan dalam sifat-sifat tersebut adalah merupakan cacat dan merupakan suatu
kekurangan, sedangkan yang sempurna adalah keseimbangan menurut ukuran akal yang sehat dan agama
yang benar. Menurut Al-Ghazali ada dua hikmah yang dapat diambil dari syahwat alat kelamin dan syahwat
perut, yakni: 7
a. Menjadikan kelangsungan jenis manusia dengan makan dan pembibitan, karena keduanya memang
diperlukan di alam wujud ini sesuai dengan sunnatullah, dan dengan kehendak-Nya yang azali.
b. Mendorong umat manusia untuk mencapai kebahagiaan akhirat, sebab selama mereka tidak merasakan
kelezatan duniawi dan kepedihannya, maka mereka tidk akan senang dan menginginkan surga, dan tidak
takut neraka, seandainya mereka dijanjikan dengan sesuatu yang belum dilihat oleh mata, belum di dengar
7Kasron Nst “Konsep Keutamaan, 115
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 299
telinga dan belum terlintas di hati manusia, tentulah hal itu semua tidak terkesan dalam hati mereka. Orang
yang dapat memelihara kehormatan diri (al-‘iffat), maka ia dapat menumbuhkan beberapa sifat yang baik di
dalam dirinya, seperti: pemurah, rasa malu, sabar, pemaaf, penerima anugerah Allah SWT, peramah, tolong
menolong dan tidak begitu tamak terhadap harta orang lain.
Bila diperhatikan secara cermat cabang-cabang al-‘iffat yang dikemukakan oleh al-Ghazali dapat dipahami
bahwa keselamatan spiritual individu, dalam arti mengutamakan keselamatan jiwa pribadi, merupakan ciri-ciri
khusus dari konsep pendidikan akhlak yang dikemukakannya.
4. Menjadi Wanita yang ‘Afifah
Apabila seorang muslim dituntut untuk memiliki ‘iffah, demikian pula seorang muslimah. Hendaklah ia
memiliki ‘iffah sehingga menjadi seorang wanita yang ‘afifah. Sebab, akhlak yang satu ini merupakan akhlak
yang tinggi, mulia, dan dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan, akhlak ini merupakan sifat hamba-
hamba Allah yang saleh, yang senantiasa menghadirkan keagungan-Nya dan takut akan murka dan azab-Nya.
Ia juga menjadi sifat bagi orang-orang yang selalu mencari keridhaan dan pahala-Nya.
Berkaitan dengan ‘iffah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh muslimah untuk
menjaga kehormatan diri. Di antaranya:
a. Menundukkan pandangan mata (ghadhul bashar) dan menjaga kemaluannya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 300
ن فروجھنفظرھن ویحص أبن منضضت یغمنمؤوقل لل
Artinya: “..Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menundukkan pandangan
mata mereka dan menjaga kemaluan mereka….” (QS. an- Nur [24]:: 31)
Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Allah Jalla wa ‘Ala memerintah kaum
mukminin dan mukminat untuk menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka.
Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari perbuatan zina, liwath (homoseksual), dan lesbian, serta
menjaganya dengan tidak menampakkan dan menyingkapnya di hadapan manusia.” (Adhwa’ul Bayan, 6/186)
b. Tidak bepergian jauh (safar) sendirian tanpa didampingi mahramnya yang akan menjaga dan
melindunginya dari gangguan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
òã?Ñ?Í?ã íöÐ ?Ú?ã ?? öÅ ñÉóÃ?ÑãÇ öÑöÝÇ?Ó?Êó?Artinya: “.. “Tidak boleh seorang wanita melakukan safar kecuali didampingi mahramnya.” (HR. al-Bukhari
no. 1862 dan Muslim no. 1341).
c. Tidak berjabat tangan dengan lelaki yang bukan mahramnya
Sebab, bersentuhan dengan lawan jenis akan membangkitkan gejolak di dalam jiwa yang akan membuat
hati itu condong kepada perbuatan keji dan hina. Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah berkata,
“Secara mutlak tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, sama saja apakah wanita itu
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 301
masih muda ataupun sudah tua. Sama saja apakah lelaki yang berjabat tangan denganya itu masih muda atau
kakek tua. Sebab, berjabat tangan seperti ini akan menimbulkan godaan bagi kedua pihak.
Aisyah radhiallahu ‘anha berkata tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Ç?å õßöá?ã?íðÉóÃ?Ñ?ãÇ ?? öÅ òÉóÃ?Ñ?ãÇ ?Ï?íö? Ç öá?æ?Ó?Ñ ?Ï?í?Ê?Ó?ã Ç?ã
Artinya: ““Tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyentuh tangan wanita, kecuali
tangan wanita yang dimilikinya (istri atau budak beliau).” (HR. al-Bukhari, no. 7214).
Tidak ada perbedaan antara jabat tangan yang dilakukan dengan memakai alas/penghalang (misalnya
memakai kaos tangan atau kain) ataupun tanpa penghalang. Sebab, dalil dalam masalah ini sifatnya umum.
Semua ini menutup jalan yang mengantarkan kepada keburukan.” (Majmu’ al-Fatawa, 1/185)
d. Tidak khalwat (berduaan) dengan lelaki yang bukan mahram
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dalam sabdanya yang agung,
ñá?Ì?Ñ ?ä?æõá?Î?íó?òã?Ñ?Í?ã ?æõÐ Ç?å?Ú?ã?æ ?? öÅ òÉóÃ?Ñ?ãÇöÈ
Artinya: “Tidak boleh sama sekali seorang lelaki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali bila bersama
wanita itu ada mahramnya.” (HR. al-Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 302
e. Menjauh dari hal-hal yang dapat mendatangkan kejelekan, seperti mendengarkan musik, nyanyian,
menonton film, gambar yang mengumbar aurat dan semisalnya.
Seorang muslimah yang cerdas adalah yang bisa memahami akibat yang ditimbulkan dari suatu perkara
dan memahami cara-cara yang ditempuh orang-orang bodoh untuk menyesatkan dan meyimpangkannya. Ia
akan menjauhkan diri dari membeli majalah-majalah perusak dan tak berfaedah, dan ia tidak akan membuang
hartanya untuk merobek kehormatan dirinya dan menghilangkan ‘iffah-nya. Sebab, kehormatannya adalah
sesuatu yang sangat mahal dan ‘iffah-nya adalah sesuatu yang sangat berharga.8
Memang usaha yang dilakukan untuk sebuah ‘iffah tidak ringan. Perlu perjuangan jiwa yang sungguh-
sungguh dengan meminta tolong kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala menyatakan,
سنینمحلٱللھ لمع ٱ وإن سبلنادینھمھدوا فینا لنھلذین جٱو ٦٩
Artinya: “Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang
berbuat baik.” (al-Ankabut [29]: 69).
8Lihat al-‘Iffah, 8-10.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 303
B. Akhlak Pada Diri Sendiri: Melalui Sifat Zuhud
1. Makna dan Hakikat Sifat ZuhudSecara bahasa zuhud berasal dari kata zahida, zahada, zahuda-zuhdan yang berarti meninggalkan dan
tidak menyukai. Maka ada istilah zahida fi aldunya yang berarti menjauhkan diri dari kesenangan dunia untuk
beribadah. Pelakunya dinamakan al-zahid yang berarti orang yang meninggalkan kehidupan dan kesenangan
duniawi dan memilih akhirat (Munawir, dalam Hidayati) 9
Pengertian lughawi seperti di atas dapat dilihat penggunaannya dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 20:
Artinya: “Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga murah, yaitu beberapa dirham saja, karena tidak
tertarik kepadanya”.( QS. Yusuf [12]: 20).
Zuhud/asketisme dalam Islam tentu bersumber dari al-Qur’an dan hadits. Pada perkembangannya zuhud
bukan saja sebagai kualitas pribadi muslim yang baik tapi juga menja dielemen tak terpisahkan dari perjalanan
mistisime.10
9Tri Wahyu Hidayati “Perwujudan Sikap Zuhud dalam Kehidupan” Millatī, Journal of Islamic Studies and Humanities. 1: 2, (Des.2016), 244
10Kemal A.Riza, “Ascetism inIslam and Christianity:With Reference to Abu Hamid al-Ghazaliand Francis of Assisi”, TeosofiaIndonesian Journal of Islamic Mysticism, 1: 1, (Juli, 2012), 54.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 304
Para ulama mendefinisikan zuhud berbeda-beda. Orang yang zuhud tidak merasa senang dengan
berlimpah ruahnya harta dan tidak merasa susah dengan kehilangannya. Zunnun al Misri yang dikutip oleh Amir
an-Najar mengatakan bahwa yang dikatakan zuhud adalah orang yang zuhud jiwanya, karena ia meninggalkan
kenikmatan yang fana untuk mendapatkan kenikmatan yang baqa.11
Pengertian zuhud dari Zunnun al-Misri diikuti oleh Anas Ismail Abu Daud, zuhud adalah meninggalkan
nikmat dunia karena mencari kenikmatan akhirat (tarku raahat ad-dunya thaliban li raahat al-akhirat).12
Menurut al-Junaid, zuhud adalah kosongnya tangan dari pemilikian dan sepinya hati dari pencarian.
Perilaku zuhud juga dapat dilihat dari nasehat Hasan al-Bashri kepada Umar bin Abdul Azis: “waspadalah
terhadap dunia, ia bagaikan ular yang lembut sentuhannya namun mematikan bisanya. Berpalinglah dari
pesonanya, karena sedikit saja terpesona, anda akan terjerat olehnya”.Abdul Qadir al-Jailani berkata: Dunia
adalah hijab akhirat, dan akhirat adalah hijab Tuhan. Bila berdiri bersama, maka jangan memperhatikan
kepadanya, sehingga bisa sampai di depan pintunya, dan kamu benar-benar zuhud terhadap sesuatu.13
Ada sebagian masyarakat yang mempunyai pemahaman yang salah kaprah terhadap zuhud. Mereka
menganggap ajaran zuhud mengajak manusia untuk meninggalkan dunia sama sekali, sehingga tidak perlu
bekerja, cukup beribadah di masjid saja. Mereka menganggap zuhud adalah sikap anti dunia, menjauhi harta
dan kedudukan. Sehingga menurut asumsi sebagian orang bahwa zahid adalah orang yang berpenampilan
lusuh, bahkan kumuh. Apakah demikian yang dimaksud dengan konsep zuhud dalam Islam? Oleh karena itu
11Amir An- Najar, al-‘Ilmu an-nafsi ash-Shufiyah, Kairo, al-Ma’arif, terj. Hasan Abrori, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), 238.
12Abu Daud dan Anas Ismail, Daliil as-Saailin, (Maktabah al-Mulk Fahd, 1995), 323.
13Amin Syukur, Zuhud Di Era Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 14-15.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 305
tulisan ini hadir untuk mengupas pengertian zuhud, bagaimana ciri-ciri orang bersikap zuhud, serta faktor yang
mempengaruhi atau menyebabkan seseorang besikap zuhud,dan apa dampak sikap zuhud dalam kehidupan
manusia.
Zuhud merupakan suatu sikap terpuji yang disukai Allah SWT, di mana seseorang lebih mengutamakan
cinta akhirat dan tidak terlalu mementingkan urusan dunia atau harta kekayaan. Materi dan dunia ini hanya
bersifat sementara, hanya sarana atau alat untuk mencapai tujuan hakiki, yaitu sebagai bekal kehidupan di
akhirat kelak; Dalam persepektif Al Barzanji disebut kesederhanaan; Pakaian beliau (Rasulullah), tidak lebih
bagus dari yang lain. Beliau bergaul dengan siapa pun, kaya maupun miskin. Hal tersebut diterangkan dalam
kitab Al Barzanji sebagai berikut:
Artinya: Untuk mengurangi rasa lapar, beliau seringkali membungkus batu dengan kain yang diikatkan
pada perutnya. Padahal, kunci gedung perbendaharaan bumi berada di tangannya. Gunung-gunung
menawarkan diri untuk dijadikan gunung emas untuk keperluannya, tetapi ditolaknya. Beliau menyedikitkan hal-
hal yang tidak berguna dan beliau memulai salam kepada orang yang bertemu dengannya.14
Semua hal yang berkaitan dengan perilaku sufistik ini tidak bisa dilepaskan dari al-Qur’an, hadits dan
14Zuhri, Mohammad. Almaulidu Nabawi (Terjemah Al Barzanji). (Semarang: Karya Toha Putra. 2012). 19.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 306
perilaku Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Sikap zuhud yang berarti meninggalkan dunia dan memilih
kehidupan akhirat yang langgeng merupakan manifestasi dari ajaran al-Qur’an. Banyak ayat al-Qur’an yang
menerangkan tentang pentingnya kehidupan akhirat yang abadi, yang dijadikan sebagai dasar perilaku
kehidupan zuhud. Diantaranya adalah QS an-Nisa: 77 (kesenangan dunia hanya kecil, akhirat lebih baik), ar-
Ra’du 26 (kehidupan dunia hanyalah perhiasan sementara), asy-Syura: 36 (kehidupan dunia hanyalah
kesenangan sedangkan kehidupan akhirat adalah kekal), Ghafir: 39, al-A’la:16-17, al-Hadid: 20 (harta dan
anak-anak adalah perhiasan dunia yang akan hancur). Orang yang zuhud tidak merasa senang dengan
berlimpah ruahnya harta dan tidak merasa susah dengan kehilangannya. (lihat QS al-Hadid: 33).15
2. Konsep dan Dimensi Zuhud
Konsep zuhud menurut Nabi Muhammad adalah sikap manusia untuk berada di jalan tengah atau i’tidal
dalam menghadapi segala sesuatu. Hal itu dapat dilihat dari sabda beliau: “bekerjalah untuk duniamu seakan-
akan kamu akan hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok pagi” (al-
hadits). Dengan demikian dapat diambil pelajaran bahwa: 16
a. Zuhud tidak berarti menjauhi dunia sama sekali, tapi menghindari terlena oleh dunia.
b. Dalam istilah tasawuf, zuhud (asketisme) adalah suatu tingkatan di mana seseorang membenci dunia atau
meninggalkan kehidupan atau kesenangan dunia dan lebih memilih akhirat, atau meninggalkan kesenangan
dunia karena berharap kesenangan akhirat. Zuhud adalah salah satu maqam dalam tasawuf.
c. Maqam adalah suatu tingkatan yang merupakan hasil kesungguhan dan perjuangan terus menerus, dengan
15Hidayati “Perwujudan Sikap Zuhud, 245.
16al-Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’Ulum al-Diin, juz 4, (ttp: Syirkat an-Nur Asia, tt.), 211.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 307
melakukan kebiasaan-kebiasaan yang lebih baik.
Pandangan al-Ghazali, zuhud meliputi tiga dimensi: ‘ilm, hal, ‘amal. 17
a. Dimensi ‘Ilm
Yang dimaksud dengan ‘ilm di sini adalah pengetahuan bahwa akhirat itu lebih baik, kekal. Sedangkan
dunia hanyalah sementara. Menjual dunia untuk meraih akhirat (karena akhirat adalah kehidupan yang lebih
disukai karenalebih baik dankekal) adalah sebuah kebenaran (lihat al-Qur’an surat at-Taubah: 11). Inilah makna
zuhud secara bahasa seperti yang dituturkan Allah dalam surat Yusuf:20.Ilmu ini penting, karenadengan ilmu
orang menjadi berwawasan luas dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Dimensi Hal (keadaan)
Makna hal (keadaan) bisa dilihat dari sikap seseorang, bagaimana dia hidup bersosial dan berinteraksi
dengan sesama dengan menggunakan akhlak yang baik.
c. Dimensi ‘Amal
‘Amal yang muncul dari hal (keadaan) zuhud adalah:
1) meninggalkan sesuatu yang tidak disukai(yaitu dunia);
2) mengeluarkan dari hati kecintaan pada dunia;
3) memasukkan dalam hati cinta pada kepatuhan;
4) mengeluarkan dari tangan dan mata kecintaan pada dunia; dan
5) menugaskan tangan, mata dan anggota tubuh yang lain untuk cinta pada kepatuhan.
3. Indikator Periku Zuhud
Ciri-ciri zuhud tampak pada pemahaman kosep zuhud yang moderat, menjadikan manusia yang
progressif, dinamis, professional, ada semangat untuk meraih kemajuan dan hidup lebih baik. Konsep indikator
17Al-Ghazali, Ihya’Ulum al-Diin, 212-13
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 308
zuhud yang digagas oleh Hamka (dalam Hidayati), bahwa sikap zuhud mewujud dalam perilaku-perilaku
berikut:18
a. Meninggalkan hal-hal yang berlebihanwalaupun halal, hidup hemat, hidup sederhana, dan menghindari
bermewah-mewahan.
b. Tampaknya sikap menahan diri memanfaatkan harta tidak hanya untuk kepentingan konsumtif belaka.
c. Bagi seorang zahid, harta tidak hanya bernilai ekonomis saja,namun justru akan bernilai sosial dan ilahiyah.
d. Dengan hartanya seseorang bisa berbagi dengan sesama, baik dengan zakat, shadaqah, maupun wakaf.
Perbuatanperbuatan tersebut selain berdampak secara sosial, juga berdampak ilahiah,karena perbuatan-
perbuatan tersebut bernilai ibadah, tentu pelakunya akan mendapatkan kebaikan dan kemuliaan di sisi Allah.
Selain itu, Hasyim Muhammad, dalam penelitianya menginetifikasi ciri-ciri perilaku zuhud, bahwa perilaku
zuhud dapat tergambar dari ciriciri beikut:19
a. mengetahui bahwa kehidupan dan kesenangan dunia hanyalah sementara;
b. mengetahui bahwa kehidupan akhirat lebih baik dan kekal;
c. memandang bahwa dunia adalah tempat untuk menyiapkan kehidupan akhirat;
d. mengeluarkan dari hati kecintaan pada dunia;
e. memasukkan kecintaan pada kepatuhan pada Allah;
18Hidayati “Perwujudan Sikap Zuhud, 245.
19Hasyim Muhammad, “Kezuhudan Isa al-Masih Dalam Kitab al-Zuhdu Wa Raqaiq Karya Abdullah bin Mubarok Dan Kitab al-Zuhdkarya Ahmad bin Hanbal”, Jurnal Penelitian Walisongo 18: 2 (November 2010), 136.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 309
f. melepaskan diri dari ketergantungan padamakhluk;
g. mempunyai anggapan bahwa kebahagiaan bukan diukur dari materi,namun darispiritualitas;
h. memandang bahwa harta, jabatan adalah amanah untuk kemanfaatan orang banyak;
i. menggunakan harta untuk berinfak di jalan allah;
j. meninggalkan hal-hal yang berlebihan, walaupun halal;
k. menunjukkan sikap hemat, hidup sederhana, dan menghindari bermewah-mewah;
l. menjaga anggota tubuh agar terhindar dari segala yang dapat menjauhkan diri dari allah (menjaga dari
bicara kotor, selalu menyebut nama allah, menjaga pandangan).
4. Dampak dari Periku Zuhud
Dari bagian sebelumnya terlihat bahwa menurutpendapat responden, ada beberapa dampak bagi
seseorang bersikap zuhud:20
a. Orang yang zuhud akan memperoleh kebahagiaan akhirat, tidak terpukau dengan kehidupan dunia,dan para
malaikat akan turun menyertai orang zahid, kegaiban akan disingkapkan, dan malaikat berkata; “kami akan
melindungi kalian di dunia dan akhirat (QS 41: 31).
b. Allah akan mengajari ilmu kepadanya tanpa ia mempelajarinya. Pendapat ini didasarkan perkataan
Sayyidina Ali pada Abu Dzar al-Ghifari.”barangsiapa zuhud dalam dunia, dia tidak sedih karena kehinaannya
dan tidak ambisius untuk memperoleh kemuliannya, Allah akan memberinya petunjuk tanpa melewati
petunjuk makhluknya”. Kondisi tersebut bisa disamakan dengan istilah weruh sadurunge winarah.
20Jalaludin Rahmat, Renungan-Renungan Sufistik, (Bandung: Mizan, 1999), 116
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 310
c. Perilaku zuhud dapat dilihat dalam pola hidup menjadi zahid bukannya tidak suka dengan benda, lalu
membuang semua yang dimilikinya. Namun zahid menggunakan semuanya itu untuk mengembangkan
dirinya.
d. Kebahagiannya tidak terletak pada benda-benda mati, namun pada peningkatan kualitas hidupnya
(psikologis-spiritual).Ia bahagia karena berhasil menjadi apa yang ia dapat menjadi. He is happy because he
becomes what he is capable of becoming. (Dia bahagia karena dia menjadi apa yang dia mampu).
Pada prinsipnya dampak dari sikap zuhud adalah: 1) mendapat ketenangan dan kebahagiaan; 2) dicintai
sesama manusia; 3) meraih kemuliaan di sisi Allah; 4) bersemangat untuk hidup lebih baik; dan 5) terhindar dari
marabahaya.
C. Akhlak Pada Diri Sendiri: Sifat Tawadu
1. Makna dan Hakikat Sifat Tawadu
Secara etimologi, kata tawadhu berasal dari kata wadh’a yang berarti merendahkan, serta juga berasal
dari kata “ittadha’a” dengan arti merendahkan diri. Disamping itu, kata tawadhu juga diartikan dengan rendah
terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah, Marimba (dalam Rozak, 2017), menyatakan bahwa tawadhu
adalah menampakan kerendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan. Bahkan, ada juga yang mengartikan
tawadhu sebagai tindakan berupa mengagungkan orang karena keutamaannya, menerima kebenaran dan
seterusnya.21
21Purnama Rozak, “Indikator Tawadhu dalam Keseharian” Jurnal Madaniyah, 12: 1 (Januari, 2017), 176.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 311
Pengertian Tawadhu Secara Terminologi berarti rendah hati, lawan dari sombong atau takabur.22
Tawadhu’ menurut Al-Ghozali dalah mengeluarkan kedudukanmu atau kita dan menganggap orang lain lebih
utama dari pada kita.23
Pada hakekat tawadhu’ adalah sesuatu yang timbul karena melihat kebesaran Allah, dan terbukanya sifat-
sifat Allah.24 Tawadhu’ merupakan perilaku manusia yang mempunyai watak rendah hati, tidak sombong, tidak
angkuh, atau merendahkan diri agar tidak kelihatan sombong, angkuh, congkak, besar kepala,.atau kata-kata
lain yang sepadan dengan tawadhu’. rendah hati, tidak sombong, lawan dari kata sombong atau takabur. Yaitu
perilaku yang selalu menghargai keberadaan orang lain, perilaku yang suka memulyakan orang lain, perilaku
yang selalu suka mendahulukan kepentingan orang lain, perilaku yang selalu suka menghargai pendapat orang
lain.25 Rendah hati, lawan dari sombong atau takabur. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih
dari orang lain, sementara orang yang sombong menghargai dirinya secara berlebihan.
Rendah hati tidak sarna dengan rendah diri, karena rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri.
Sekalipun dalam praktik- nya orang yang rendah hati cendenmg rnerendahkan dirinya di hadapan orang lain,
tapi sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percayadiri. Sikap tawadhu' terhadap sesarna manusia adalah
sifat rnulia yang lahir dari kesadaran akan Kemahakuasaan Allah SWT atas segala hamba-Nya. Manusia adalah
makhluk lernah yang tidak berarti apa- apa di hadapan Allah SWT. Manusia membutuhkan karunia, ampunan dan
rahmat dari Allah. Tanpa rahmat, karunia dan nikrnat dari Allah SWT, manusia tidak akan bisa bertahan hidup,
22Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007). 123.
23Imam Ghozali, Ihya Ulumudin, jilid III, terj. Muh Zuhri, (Semarang: As-Syifa, 1995), 343
24Syekh Ahmad Ibnu Atha’illah, Al-Hikam: Menyelam ke Samudera Ma’rifat dan Hakekat, (Surabaya: Penerbit Amelia, 2006), 448.
25Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: LIPI (Pustaka Pelajar), 2007, 123.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 312
bahkan tidak akan pernah ada di atas permukaan bumi ini. Orang yang tawadhu' menyadari bahwa apa saja yang
dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilrnu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan
kedudukan dan lain-lain sebagainya, semuanya itu adalah karunia dari Allah SWT. Allah SWT berfirrnan dalam Q.S
An-Nahl: 53,
Artinya: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu
ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan”. (Q.S An-Nahl [16]: 53).
Sikap Tawadu merupakan bentuk akhlak kepada diri sendiri yang mendapat penekanan dalam kitab Al
Barzanji dikutif Zuhri (dalam, Resti dan Nisa, 2019), sebagaimana syair berikut:
Artinya: “Beliau Rasulullah SAW. adalah seorang yang sangat pemalu, dan tawadhu, mau memperbaiki
terompahnya sendiri, dan mau menambal pakaiannya sendiri, mau memerah kambingnya, dan mau membantu
keperluan dalam rumah tangganya. 26
Salah satu sikap positif yang sangat dianjurkan dalam relasi dengan orang lain adalah tawadhu. Islam
menganjurkan manusia agar menghidupkan sifat tawadhu ini dalam kehidupan sehari-harinya. Nabi
26Resti AyuNisa & Sholeh Hasan “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al Barzanji Karya Syaikh Ja’far al Barzanji danImplementasinya Dalam Pendidikan” Al I’tibar :Jurnal Pendidikan Islam, 6 : 1, (Februari 2019), 56.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 313
Muhammad saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bertawadhu sehingga
seseorang tidak merasa bangga lagi sombong terhadap orang lain dan tidak pula berlaku aniaya kepada orang
lain” (HR Imam Muslim, dalam al-Uwaisyah, 2002).
Dengan kesadaran seperti itu sarna sekali tidak pantas bagi dia untuk menyornbongkan diri sesarna
rnanusia, apalagi menyombongkan diri terhadap Allah SWT. Dari beberapa definisi diatas Jadi sikap tawadhu’
itu akan membawa jiwa manusia kepada ajaran Allah, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Membimbing dan membawa manusia untuk menjadi seorang yang ihlas, menerima apa adanya. Membawa
manusia ke suatu tempat dimana berkumpulnya orang-orang yang ikhlas menerima apa adanya. Sehingga
tidak serakah, tamak, dan untuk selalu berprilaku berbakti kepada Allah, taat kepada Rasul Allah, dan cinta
kepada makhluk Allah. Apabila perilaku manusia sudah seperti ini maka di sebut bersikap sikap tawadhu.27
Di dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata istilah yang menunjuk langsung pada kata tawadhu. Akan tetapi,
yang disebutkan adalah beberapa kata yang memiliki kesamaan arti dan maksud sama dengan kata tawadhu
itu sendiri, seperti kata rendah diri, merendahkan, atau rendahkanlah, tidak sombong, lemah lembut, dan
seterusnya.
2. Dasar Peintah Allah SWT, kepada Manusia untuk bersikap Tawadu
Ada, beberapa perintah Allah yang terdapat di dalam al-Qur’an tentang perintah untuk tawadhu, antara
27Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, 124.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 314
lain, sebagai berikut: 28
a. Perintah untuk Bertawadhu ketika Berdoa
Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu
berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan: "Sesungguhnya jika
Dia menyelamatkan Kami dari (bencana) ini, tentulah Kami menjadi orangorang yang bersyukur". (QS Al-An’am
[6]: 63).
Dari makna ayat tersebut, ditegaskan bahwa seseorang yang mendapatkan suatu cobaan atau ujian
diperintahkan untuk berdoa dengan merendahkan diri dan dengan suara lembut, yang dimaksud randah diri
diatas adalah bermakna positif yaitu rendah hati atau juga bisa disebut dengan tawadhu.
b. Perintah untuk Bertawadhu kepada Orang Tua
Manusia diperintah oleh Allah SWT “…dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil". (Al-Israa’ [17]: 24).
Dari ayat ini ditegaskan bahwa seseorang diperintahkan untuk merendahkan hatinya kepada kedua orang
tua, yang mana orang tua telah mendidik seseorang tersebut dari kecil hingga dewasa.
c. Perintah untuk Bertawadhu kepada Orang Lain
Manusia diperintah oleh Allah SWT “…dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,”
“dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman.” (QS Asy-
Syu’araa [26]:214-215).
28Rozak, “Indikator Tawadhu, 179.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 315
Dalam ayat diatas, manusia diperintah agar dapat merendahkan hati atau bertawadhu terhadap orang lain.
Salah satu sikap tawadhu dengan orang lain adalah menyapa ketika bertemu atau berpapasan.
d. Perintah untuk Bertawadhu dalam Memohon
Manusia diperintah oleh Allah SWT “…dan Sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada
umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan
kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” “Maka mengapa
mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada
mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun Menampakkan kepada mereka kebagusan
apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Al-An’am [6]: 42-43).
Sikap rendah diri, rendah hati, atau tawadhu yang tersirat dalam ayat tersebut adalah sikap tawadhu pada
saat kita memohon kepada Allah. Pada ayat ini, Allah Swt juga memerintahkan kepada umat manusia agar
berdoa dengan hati tawadhu dalam keadaan apa saja.
e. Perintah untuk Bertawadhu dalam Berdzikir
Manusia diperintah oleh Allah SWT “…dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan
janganlah kamu Termasuk orang-orang yang lalai.” (QS Al-A’raaf [7]: 205).
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa manusia diperintahkan ketika berdzikir dan berdoa kepada Allah Swt
dengan rendah hati, suara yang pelan, tenang, serta tidak mengeraskan suara kita seakan-akan Allah Swt tidak
pernah mendengar apa yang kita minta. Dari beberapa ayat diatas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan
kepada umatnya untuk dapat melakukan sikap tawadhu terhadap Allah Swt dan sesama manusia. Sikap
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 316
tawadhu terhadap Allah Swt ketika berdzikir, memohon, dan berdoa dengan cara suara yang pelan, sungguh-
sungguh, tenang dan dengan perasaan takut, sedangkan sikap tawadhu terhadap sesama manusia yaitu
merendahkan hatinya dengan patuh, berkata lemah lembut, dan sopan santun terhadap orang yang lebih tua
yaitu seperti orang tua, guru, dan orang-orang yang lebih tua.
3. Indikator Pengukuran, Keutamaan dan Ciri-ciri Sikap Tawadhu
a. Indikator Pengukuran TawadhuIndikator Pengukuran Tawadhu, terdiri dari:
1) Indikator sikap tawadhu’, antara lain: (a) Tidak menonjolkan diri terhadap teman sebaya; (b) Berdiri dari
tempat duduk untuk menyambut kedatangan orang; (c) Bergaul ramah dengan orang umum; (d) Mau
mengunjungi orang lain sekalipun lebih rendah status sosialnya; (e) Mau duduk-duduk bersama dengan
orang yang tidak setingkat; (f) Tidak makan minum dengan berlebihan; (g) Tidak memakai pakaian yang
menunjukkan kesombongan. 29
2) Indikator Bentuk Tawadhu: (1) Berbicara santun; (2) Rendah hati; (3) Suka menolong; (4) Patuh terhadap
orang tua; (5) Patuh terhadap nasihat guru; (6) Rajin belajar; (7) Dalam berpakaian dia rapi dan
sederhana.30
b. Keutamaan TawadhuSikap tawadhu' tidak akan membuat derajat seseorang menjadi rendah, malah dia akan dihormati dan
dihargai. Masyarakat akan senang dan tidak ragu bergaul dengannya. Bahkan lebih dari itu derajatnya di
hadapan Allah SWT semakin tinggi. Rasulullah bersabda yang artinya: ‘Tawadhu’ tidak ada yang bertambah
29Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, 23.
30Syekh Ahmad Ibnu Atha’illah, Al-Hikam: Menyelam ke Samudera Ma’rifat dan Hakekat, (Surabaya: Amelia, 2006), 448.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 317
bagi seorang hamba kecuali ketinggian (derajat). Oleh sebab itu tawadhu lah kamu niscaya Allah akan
meninggikan (derajat) mu...(HR.dailami).
Disamping mengangkat derajatnya, Allah memasukan orang yang tawadhu kedalam kelompok hamba-
hamba yang mendapatkan kasih sayang dari Allah Yang Maha Penyayang, firmannya:
Artinya “dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas
bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
(yang mengandung) keselamatan.” (QS Al-Furqon [25]: 63).
c. Ciri-ciri Sikap TawadhuSikap tawadhu itu merupakan sikap rendah hati yang diwujudkan dalam beberapa tindakan-tindakan nyata
sebagai berikut:31
1) Salah satu sikap tawadhu dapat ditunjukan pada saat kita berdoa kepada Allah. Saat berdoa, seseorang
dapat dikatakan tawadhu apabila ada rasa takut (khauf) dan penuh harap (raja’) kepada Allah Swt. Jika
seseorang berdoa dengan rasa takut kepada Allah Swt, maka ia pasti tidak akan berdoa dengan sembarang
cara. Etika berdoa pasti tidak akan dilakukan dengan benar. Demikia pula, seseorang yang berdoa dengan
penuh harap (raja’) maka ia akan selalu optimis, penuh keyakinan dan istiqamah dalam memohon. Ia yakin
bahwa tidak ada yang bisa memenuhi semua keinginannya kecuali dengan pertolongan Allah, sehingga
perasaan ini tidak akan menjadikannya sombong dan angkuh.
31Rusdi, Ajaibnya Tawadhu dan Istiqamah. (Yogyakarta: Diva Press, 2013), 34-36.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 318
2) Tawadhu juga berkaitan dengan sikap baik kita kepada orang tua dan orang lain. Kepada orang tua, kita
bersikap penuh hormat dan patuh terhadap perintah-perintahnya. Jika mereka memerintahkan kepada
halhal yang positif, kita berusaha memenuhinya sekuat tenaga. Sebaliknya, jika orang tua memerintahkan
kita kepada hal yang buruk, maka kita berusaha menolaknya dengan cara ramah. Kepada orang lain sikap
tawadhu juga bisa ditunjukan dengan memperlakukan mereka secara manusiawi, tidak menyakiti mereka,
berusaha membantu dan menolong mereka, serta menyayangi mereka sebagaimana kita menyayangi diri
sendiri. Selain itu, memuliakan orang lain atau menganggap mulia orang lain dalam batas-batas yang wajar
merupakan bagian dari sikap-sikap tawadhu. Sebab, hanya dengan memuliakan orang lain itulah, kita bakal
bisa berusaha menekan keinginan untuk menyombongkan diri sendiri.
3) Seseorang dapat belajar sikap tawadhu salah satunya dengan berusaha tidak membangga-banggakan diri
dengan apa yang kita miliki. Sikap membanggakan diri dengan apa yang kita miliki. Sikap
membanggabanggakan diri sangat dekat dengan kesombongan. Sementara, kesombongan itu merupakan
lawan daripada tawadhu. Dengan demikian, berusaha menahan diri dari sikap membangga-banggakan diri
secara berlebihan akan memudahkan seseorang untuk menjadi pribadi-pribadi yang tawadhu.
4. Faktor-faktor yang Membetuk Sikap Tawadhu dan Tindakan Sikap Tawadhu
a. Faktor-faktor yang Membetuk Sikap Tawadhu
Agar dapat terbentuk sikap tawadhu’ dalam diri kita seharusnya melakukan perbuatan-perbuatan yang
terpuji selain itu harus menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi larangan dari Allah dan Rasul-
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 319
Nya.32 Dikarenakan, tawadhu merupakan satu bentuk budi pekerti yang baik, hal ini bisa diperoleh bila ada
keseimbangan i’tidal antara kekuatan akal dan nafsu. Adapun faktor-faktor pembentuknya adalah, sebagai
berikut:33
1) Bersyukur dengan apa yang kita punya karena itu adalah dari Allah, yang dengan pemahamannya tersebut
maka tidak pernah terbesit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain.
2) Menjauhi riya atau bersusaha mengendalikan diri untuk tidak menampakan kelebihan yang kita miliki
kepada orang lain. Karena itu juga yang akan membuat kita jadi sombong dan tinggi hati.
3) Sabar; menahan diri dari segala sesuatu yang tidak di sukai karena mengharap ridho Allah. Atau bersabar
dalam segala cobaan dan godaan yang berusaha mengotori amal kebaikan kita, apalagi di saat pujian dan
ketenaran mulai datan dan menghampiri kita, maka akan merasa sulit bagi kita untuk tetap menjaga
kemurnian amal sholeh kita, tanpa terbesit adanya rasa bangga di hati kita.
4) Menghindari sikap takabur; Lawan dari sikap tawadhu adalah takabur atau sombong, yaitu sikap
menganggap diri lebih, dan meremehkan orang lain. Kita harus bisa menghindari sikap takabur, karena
sikapnua itu orang sombong akan menolak kebenaran, kalau kebenaran itu datang dari pihak yang
statusnya; dianggap lebih rendah dari dirinya.
5) Berusaha mengendalikan diri untuk tidak menampakan kelebihan yang kita miliki kepada orang lain.
32lyas, Kuliah Akhlaq, 123
33Rozak, “Indikator Tawadhu, 183
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 320
b. Tindakan Nyata Sikap Tawadhu
Sikap tawadhu merupakan sikap rendah hati yang diwujudkan dalam beberapa tindakan-tindakan nyata
sebagai berikut:34
1) Salah satu sikap tawadhu dapat ditunjukan pada saat kita berdoa kepada Allah. Saat berdoa, seseorang
dapat dikatakan tawadhu apabila ada rasa takut (khauf) dan penuh harap (raja’) kepada Allah Swt. Jika
seseorang berdoa dengan rasa takut kepada Allah Swt, maka ia pasti tidak akan berdoa dengan sembarang
cara. Etika berdoa pasti tidak akan dilakukan dengan benar. Demikia pula, seseorang yang berdoa dengan
penuh harap (raja’) maka ia akan selalu optimis, penuh keyakinan dan istiqamah dalam memohon. Ia yakin
bahwa tidak ada yang bisa memenuhi semua keinginannya kecuali dengan pertolongan Allah, sehingga
perasaan ini tidak akan menjadikannya sombong dan angkuh.
2) Tawadhu juga berkaitan dengan sikap baik kita kepada orang tua dan orang lain. Kepada orang tua, kita
bersikap penuh hormat dan patuh terhadap perintah-perintahnya. Jika mereka memerintahkan kepada
halhal yang positif, kita berusaha memenuhinya sekuat tenaga. Sebaliknya, jika orang tua memerintahkan
kita kepada hal yang buruk, maka kita berusaha menolaknya dengan cara ramah. Kepada orang lain sikap
tawadhu juga bisa ditunjukan dengan memperlakukan mereka secara manusiawi, tidak menyakiti mereka,
berusaha membantu dan menolong mereka, serta menyayangi mereka sebagaimana kita menyayangi diri
sendiri. Selain itu, memuliakan orang lain atau menganggap mulia orang lain dalam batas-batas yang wajar
34Rusdi, Ajaibnya Tawadhu dan Istiqamah. (Yogyakarta: Diva Press, 2013), 34-36.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 321
merupakan bagian dari sikap-sikap tawadhu. Sebab, hanya dengan memuliakan orang lain itulah, kita bakal
bisa berusaha menekan keinginan untuk menyombongkan diri sendiri.
3) Seseorang dapat belajar sikap tawadhu salah satunya dengan berusaha tidak membangga-banggakan diri
dengan apa yang kita miliki. Sikap membanggakan diri dengan apa yang kita miliki. Sikap
membanggabanggakan diri sangat dekat dengan kesombongan. Sementara, kesombongan itu merupakan
lawan daripada tawadhu. Dengan demikian, berusaha menahan diri dari sikap membangga-banggakan diri
secara berlebihan akan memudahkan seseorang untuk menjadi pribadi-pribadi yang tawadhu.
D. Akhlak Pada Diri Sendiri: Qanaah (merasa cukup dengan apa yang ada)
1. Makna dan Hakikat Sifat Qanaah
Menurut bahasa qana’ah artinya menerima apa adanya atau tidak serakah.35 Qana’ah dalam kamus Al
Munawwir berasal dari kata, yang artinya merasa puas dengan apa yang diterima, yang
puas, rela atas bagianya.36
Qana‘ah di dalam kamus Arab-Indonesia diartikan dengan suka menerima yang diberikan kepada dirinya.
Sikap qana‘ah mengajak atau menanamkan pada diri untuk selalu bermuhasabah atau mengoreksi diri pribadi,
seberapa mampu dirinya, sehingga seorang hamba menjalani kehidupan secara wajar serta tidak melampaui
batas.37
35Sudarsono, Etika Islam: Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 57.
36Ahmad Warson Munawwir, Al- Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), 1163.
37Mahmudah dan Farhan “Konsep Qonaah dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah Mawaddah dan Rahmah, Konseling Religi: JurnalBimbingan Konseling Islam. 7: 2 (Desember, 2016), 62.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 322
Secara istilah qana’ah ialah satu akhlak mulia yaitu menerima rezeki apa adanya dan menganggapnya
sebagai kekayaan yang membuat mereka terjaga statusnya dari meminta-minta kepada orang.38 Qana’ah
merupakan salah satu sifat atau ajaran dalam agama Islam dimana individu yang tetap ridha, rela, dan merasa
cukup atas apa yang telah Allah berikan serta menjauhkan diri dari rasa tidak puas terhadap apa yang telah
diberikan oleh-Nya (Salahudin dalam Suprapto, dkk.).39 Akan tetapi, individu yang qana’ah tetap melakukan
usaha yang optimal dalam menjalani hidupnya sehingga dapat menyikapi dengan sabar suatu.
Pada hakikatnya, qana’ah merupakan salah satu dimensi dalam karakter yang baik pada manusia (akhlak)
dalam hal sikap individu mengenai ketetapan terhadap sesuatu dan rezeki di dunia. Qana’ah juga dapat
merupakan sebagai suatu kepuasan terhadap harta atau sesuatu yang telah dimiliki.40 Melalui potensi akal yang
di miliki setiap manusia, ia akan mampu memilih dan mengklasifikasikan sifat-sifat baik sebagai bagian yang
paling mencolok di dalam diri atau jiwanya serta berusaha mengendalikan dari sifat tidak baiknya tersebut.
Dengan sifat baik yang diperlihatkan di dalam perilakunya menggambarkan akan keadaan jiwa seseorang.
Individu yang mengerti akan keseimbangan jasmani serta rohaninya, dalam menjalani kegiatan apapun itu
sadar bahwa bekerja ialah sebuah kewajiban, karena orang hidup harus bekerja. Hal ini yang dimaksud oleh
Hamka sebagai maksud utama dari arti qana‘ah.41
38Muhammad Fauki Hajjad, Tasawuf Islam dan Akhlak. terj. Kamran As‟ad Irsyady danFakhrin Ghozali, (Jakarta: Amzah, 2011), 338.
39Iswan Saputro, dkk. “Qana’ah pada Mahasiswa Ditinjau dari Kepuasan Hidup dan Stres” Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: KajianEmpiris & Non-Empiris. 3:1, (Juni, 2017), 11.
40Ali, M. F. “Contentment (qana'ah) and its role in curbing social and environmental problems”. Journal Islam and CivilitationalRenewal, 5:3, (Mart, 2014), 431.
41Mahmudah dan Farhan “Konsep Qonaah dalam..”, 62
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 323
Sikap qana‘ah ini bukan sikap yang membuat diri kita lemah dan pasrah begitu saja. Melalui qana‘ah akan
menghantarkan seorang hamba pada derajat yang lebih tinggi.42 Akan tetapai, qana‘ah sebagai suatu sikap
batin yang dapat menerima dengan rela atas apa yang ada atau rezeki yang telah diberikan, memohon kepada
Allah SWT tambahan rezeki yang pantas diiringi dengan usaha, menerima dengan sabar atas ketetapan Allah
SWT, bertawakal kepada Allah SWT, serta tidak tergiur akan tipu daya dunia.
2. Dimensi Makna yang terkandung dalam sifat Qana'ah
Berdasat pada pengertian qana‘ah adalah awal dari ridha dengan rezeki yang telah dibagi oleh Allah SWT,
merasa cukup meskipun yang didapatkan sedikit serta tidak mengejar kekayaan yaitu dengan cara meminta-
minta ataupun mengemis terhadap sesama manusia. Dalam qana‘ah tersebut mengandung lima dimensi,
yaitu:43
a. Dapat menerima dengan rela apa yang telah ada.
b. Memohon kepada Allah SWT.
c. Menerima dengan sabar ketentuan dari Allah SWT.
d. Tetap bertawakal kepada Allah SWT.
e. Tidak tertarik dengan tipu daya manusia.
Lima dimensi tersebut bernama qana‘ah, itulah merupakan kekayaan manusia yang sebenarnya,
dikaerakan sebagai manusia pada prinsipnya wajib menerima apa yang telah diberikan oleh Allah SWT dan
ikhlas menerima apa yang telah diberi oleh-Nya. Serta senantiasa berdoa meminta kepada Allah SWT atas
42Ani, “Pemahaman Nilai-Nilai Qonaah dan Peningkatan Self Esteem” Jurnal Hisbah . 13:1 (Januari 2016). 93.
43Afidiah Nur Ainun. Mengenal Aqidah Dan Akhlak Islami. (Metro, Lampung: Iqra, 2018), 171
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 324
rezeki yang pantas untuk diterima dan selalu berusaha erta dapat menerima segala sesuatu dengan sabar atas
kehendak dan ketentuan Allah SWT.
3. Keutamaan dari Sikap Qana‘ah
Seseorang dikatakan memiliki sikap qana‘ah, seakan memiliki ketenangan batin, dengan sikap qana‘ah
tersebut akan senantiasa mengisi hari-hari dengan penuh kebaikan dan keberkahan.44 Oleh karena itu,
keutamaan memiliki sikap qana‘ah menjadi penting adanya, yaitu:45
a. Memperoleh kebahagiaan
Menerapkan sikap qana‘ah dalam kehidupan sehari-hari akan memperoleh kebahagian tersendiri. Ketika
seseorang menerapkan sikap ini dengan ikhlas dan lapang dada maka kebahagian akan datang dengan cara
tidak diduga-duga. Mendapatkan kebahagiaan itu tidak di dapat secara instan datang secara tiba-tiba tanpa di
lakukan sebuah proses. Akan tetapi, sebagian besar orang mendapatkan kebahagian dengan cara melewati
masa sulit, dari proses tersebut mereka dapat merubah kondisi menjadi lebih baik lagi.46
b. Tawakal
Tawakal yaitu menyerahkan segala perkara di dunia ini kepada Allah SWT. Dengan bertawakal dapat
menghindarkan diri dari kemelaratan, baik yang menimpa diri kita maupun orang lain. Tawakal mengajarkan
manusia untuk bekerja keras dan senantiasa berusaha agar apa yang diinginkan segera tercapai.
44Yusuf M. Agung Subekti, “Pengaruh Pelajaran Aqidah Akhlak Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa”, Jurnal Ta’Limuna. 01; 02(Juni, 2012), 150.
45Nur Ainun. Mengenal Aqidah, 176
46Fuadi, “Refleksi Pemikiran Hamka tentang Metode Mendapatkan Kebahagiaan” Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 20, no. 1(April 18, 2018): 21.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 325
c. Mengendalikan hawa nafsu
Ketika seseorang menerapkan sikap qana‘ah dengan baik maka ia dapat mengontrol hawa nafsu yang ada
di dalam dirinya dengan baik pula. Seorang manusia harus dapat mengendalikan hawa nafsu agar pola pikirnya
menjadi pemikiran yang positif. Pemikiran ini bukan berarti memadukan kekuatan akal dan hawa nafsu, tetapi
menempatkan pikiran pada posisi yang tetap di bimbing akal dalam berhubungan.
d. Memelihara kesehatan jiwa dan badanHamka memandang bahwa kesehatan jiwa dan badan harus bersinergi secara simbiotik, padu, dan utuh.
Kita tidak hanya memperhatikan kesehatan jiwa dan melupakan kesehatan badan, begitu pun sebaliknya. Jika
memiliki jiwa yang sehat, maka akan mudah dalam membuka fikiran dan menyerap hal baik lainnya,
mencerdaskan akal, serta dapat membersihkan jiwa dari hal yang tidak diinginkan.47
Sehubungan dengan itu, Ali (dalam IWan), juga mengungkapkan bahwa terdapat dua aspek yang dapat
membangun qana’ah yaitu kehidupan yang baik (hayatan tayyibah) dan kesediaan dalam penerimaan
(ikhlas/ridha).48 Sebagaimana fiman Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 97;
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.“ (QS.
An-Nahl [16]: 97).
47Iswan Saputro, dkk., “Qana‘ah pada Mahasiswa, 11.
48Iswan Saputro, dkk., “Qana‘ah pada Mahasiswa, 12.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 326
4. Sikap Pembisaan untuk mencapai keutamaan Qana‘ah
Ada, beberapa sikap pembiasaan yang dapat dilakukan untuk menjadikan pribadi yang qana‘ah dalam
kehidupan sehari hari yaitu:49
a. Memperkuat iman kepada Allah SWT; Pada dasarnya, keimanan kepada Allah SWT sebaiknya diperbarui
setiap waktu karena keimanan tersebut bersifat dinamis, dapat naik dan turun. Karena keimanan seseorang
itu pergerakannya menuju pada perilaku qana‘ah serta menghindari pada sikap hidup yang boros.
b. Yakin bahwa rezeki telah ditetapkan; Sifat yakin ini wajib ditanamkan dalam diri seseorang sejak dini, agar
orang tersebut yakin bahwa rezeki yang ia miliki sudah tertulis sejak ia berada dalam kandungan;
c. Memikirkan ayat–ayat Allah SW. Dengan memikirkan ayat–ayat Al-Qur‘an seseorang dapat berfikir dan
mengetahui tentang penciptanya yaitu yang menciptakan seluruh makhluk hidup didunia, bukan hanya
manusia tetapi hewan dan tumbuhan yang telah memberikan kehidupan.
d. Mengetahui hikmah perbedaan rezeki; Diantara banyak hikmah, Allah SWT telah menentukan hikmah
perbedaan rezeki dan tingkatan rezeki pada setiap hambanya, perbedaan tersebut menjadikan dinamika
pada kehidupan makhuk hidup di muka bumi, agar hambanya saling bertukar manfaat.
e. Banyak memohon doa kepada Allah SWT; Dicontohkan oleh Rasulullah SAW mempunyai sifat qana‘ah,
beliau selalu berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepada-Nya agar selalu diberikan rasa qana‘ah. Maka
dari itu kita juga sebagai makhluk Allah SWT dan umat dari Rasulullah SAW harus mencontoh sifat–sifat
Rasulullah SAW. Ketika seseorang memiliki harta, baik sedikit maupun banyak maka hal tersebut harus
dipertanggungjawabkan, untuk apa harta tersebut digunakan. Dari sikap pembiasaan di atas secara
49Shalaludin, “Qana'ah dalam Perspektif Islam. Edu-Math 4 (2013): (2013): 62–66.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 327
konsisten maka insya Allah, SWT, dapat mewujudkan sikap qana‘ah dalam kehidupan kita, dengan
mengubah pemikiran dalam bekerja dengan berfikir semata-mata kita hidup hanya untuk mendapat ridha
dari Allah SWT.
PENUTUP
Akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau
ruhani. Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia wajib memahami bahwa diri sendiri merupakan pemberian
yang diberikan Allah. Allah memberikan berbagai fasilitas dengan berbagai anggota tubuh yang cukup lengkap
agar seseorang bisa hidup secara layak. Ia memberinya mata dengan tutupnya agar terhindar dari berbagai
bahaya.
Di antara bentuk akhlak mulia memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin, haruslah bersikap secara
baik terhadap diri sendiri, yaitu: (1) mememelihara kesuciannya jiwa (iffah), sebagai sediakala ia diciptakan
allah, agar kelak kembali kepada allah dalam keadaan suci pula. Juga menjaga kesehatan jiwa dan akal,
dengan menjauhi bahan-bahan yang memabukkan atau menghilangkan fungsi akal; (2) menjaga jiwa agar tidak
memperturutkan kemauan-kemauan yang tidak ada manfaatnya dan kegunaannya bagi diri dangan Zuhud
merupakan suatu sikap terpuji yang disukai Allah SWT, di mana seseorang lebih mengutamakan cinta akhirat
dan tidak terlalu mementingkan urusan dunia atau harta kekayaan. Materi dan dunia ini hanya bersifat
sementara, hanya sarana atau alat untuk mencapai tujuan hakiki, yaitu sebagai bekal kehidupan di akhirat
kelak; (3) memelihara kesehatan jiwa dengan Tawadhu’ (rendah hati, tidak sombong); Tawadhu’ merupakan
nilai akhlak kepada diri sendiri melalui sikap tawadhu. (4) memiliki sikap qana‘ah, seakan memiliki ketenangan
batin, dengan sikap qana‘ah tersebut akan senantiasa mengisi hari-hari dengan penuh kebaikan dan
keberkahan.
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 328
PUSTAKA
Abu Daud dan Anas Ismail, Daliil as-Saailin, (Maktabah al-Mulk Fahd, 1995),
Afidiah Nur Ainun, dkk. Mengenal Aqidah Dan Akhlak Islami. (Metro, Lampung: Iqra, 2018),
Ahmad Warson Munawwir, Al- Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997),
Al Hufi, Ahmad Muhammad, Min Akhlaqin Nabi , terj. Masdar Helmi, dkk., (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),
Ali, M. F. “Contentment (qana'ah) and its role in curbing social and environmental problems”. Journal Islam andCivilitational Renewal, 5:3, (Mart, 2014),
Al-Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’Ulum al-Diin, juz 4, (Syirkat an-Nur Asia, tt.),
Al-Imam Imam Ghozali, Ihya Ulumudin, jilid III, terj. Muh Zuhri, (Semarang: As-Syifa, 1995),
Amin Syukur, Zuhud Di Era Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
Amir An- Najar, al-‘Ilmu an-nafsi ash-Shufiyah, Kairo, al-Ma’arif, terj. Hasan Abrori, (Jakarta: PustAzzam, 2001),
Ani, “Pemahaman Nilai-Nilai Qonaah dan Peningkatan Self Esteem” Jurnal Hisbah . 13:1 (Januari 2016). 93.
Fuadi, “Refleksi Pemikiran Hamka tentang Metode Mendapatkan Kebahagiaan” Substantia: Jurnal Ilmu-IlmuUshuluddin. 20:1 (April 18, 2018):
Hasyim Muhammad, “Kezuhudan Isa al-Masih Dalam Kitab al-Zuhdu Wa Raqaiq Karya Abdullah bin MubarokDan Kitab al-Zuhd karya Ahmad bin Hanbal”, Jurnal Penelitian Walisongo 18: 2 (November 2010), 136.
Iswan Saputro, dkk. “Qana’ah pada Mahasiswa Ditinjau dari Kepuasan Hidup dan Stres” Jurnal IlmiahPenelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris. 3:1, (Juni, 2017),
Jalaludin Rahmat, Renungan-Renungan Sufistik, (Bandung: Mizan, 1999),
Kasron Nst “Konsep Keutamaan Akhlak Versi Al-Ghazali” HIJRI: Jurnal Manajemen Pendidikan danKeislaman. 6:1. (Juni 2017).
Kemal A.Riza, “Ascetism inIslam and Christianity:With Reference to Abu Hamid al-Ghazaliand Francis ofAssisi”, Teosofia Indonesian Journal of Islamic Mysticism, 1: 1, (Juli, 2012),
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 329
Mahmudah dan Farhan “Konsep Qonaah dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah Mawaddah dan Rahmah,Konseling Religi: Jurnal Bimbingan Konseling Islam. 7: 2 (Desember, 2016),
Muhammad Fauki Hajjad, Tasawuf Islam dan Akhlak. terj. Kamran As‟ad Irsyady danFakhrin Ghozali, (Jakarta:Amzah, 2011),
Nurhasan “Pola Kerjasama Sekolah Dan Keluarga Dalam Pembinaan Akhlak (Studi Multi Kasus di MI SunanGiri Dan MI Al-Fattah Malang)” Jurnal Al-Makrifat. 3:1, (April 2018),
Purnama Rozak, “Indikator Tawadhu dalam Keseharian” Jurnal Madaniyah, 12: 1 (Januari, 2017).
Resti AyuNisa & Sholeh Hasan “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al Barzanji Karya Syaikh Ja’far alBarzanji dan Implementasinya Dalam Pendidikan” Al I’tibar :Jurnal Pendidikan Islam, 6:1 (Februari2019),
Rusdi, Ajaibnya Tawadhu dan Istiqamah. (Yogyakarta: Diva Press, 2013)
Shalaludin, “Qana'ah dalam Perspektif Islam. Jurnal Edu-Math. 4:1 (Januari, 2013).
Sudarsono, Etika Islam: Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)
Syekh Ahmad Ibnu Atha’illah, Al-Hikam: Menyelam ke Samudera Ma’rifat dan Hakekat, (Surabaya: PenerbitAmelia, 2006),
Tri Wahyu Hidayati “Perwujudan Sikap Zuhud dalam Kehidupan” Millatī, Journal of Islamic Studies andHumanities. 1: 2, (Des. 2016),
Tri Wahyu Hidayati “Perwujudan Sikap Zuhud dalam Kehidupan” Millatī, Journal of Islamic Studies andHumanities. 1: 2, (Desember 2016).
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007).
Yusuf M. Agung Subekti, “Pengaruh Pelajaran Aqidah Akhlak Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa”, JurnalTa’Limuna. 01; 02 (Juni, 2012),
Zuhri, Mohammad. Almaulidu Nabawi (Terjemah Al Barzanji). (Semarang: Karya Toha Putra. 2012).
Part: 8 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Iffah, Zuhud, dan Tawadhu 330
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Sikap Iffah, (Memelihara Kesucian Diri)2. Sikap Zuhud, (mengutamakan cinta akhirat)3. Sikap Tawadhu (rendah hati/tidak sombong)4. Sikap Qanaah (merasa cukup dengan apa yang ada)
1. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.2. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 331
Part: IXAKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI:Hubbul Amal, Istiqomah, Raja‘, HusnudzhanPemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi jugapemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin).
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJAN
Setelah mendapat materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep Hubbul Amal, Istiqomah, Raja‘, Husnudzhan
2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai Hubbul Amal, Istiqomah, Raja‘, Husnudzhan
3. Menerapkan konsep Hubbul Amal, Istiqomah, Raja‘, Husnudzhan dalam kehidupan sehari-hari
POKOK BAHASANKonsep Dasar Ilmu Akhlak pada diri sendiri melalui1. Sikap Hubbul Amal (Mencintai Pekerjaan)2. Sikap Istiqomah (konsiten)3. Sikap Raja‘ (optimis)4. Sikap Husnudzhan (Berbaik sangka)
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 332
TOPIK BAHASAN:
AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI: Melalui Hubbul Amal, Istiqomah, Raja‘, Husnudzhan
Hakikat manusia pada dasanya adalah subjek yang memiliki kesadaran (consciousness) dan penyadaran diri
(self-awarness). Oleh karena itu, manusia adalah subjek yang menyadari keberadaannya, ia mampu
membedakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya (objek). Selain itu, manusia bukan saja
mampu berpikir tentang diri dan alam sekitarnya, tetapi sekaligus sadar tentang pemikirannya. Namun,
sekalipun manusia menyadari perbedaannya dengan alam bahwa dalam konteks keseluruhan alam semesta
manusia merupakan bagian daripadanya. Oleh sebab itu, selain mempertanyakan asal usul alam semesta
tempat ia berada, manusia pun mempertanyakan asal-usul keberadaan dirinya sendiri.
Akhlak terhadap diri sendiri pada dasarnya mutlak diperlukan oleh semua manusia utamanya bagi seluruh
umat muslim. Seorang muslim adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Siapapun dia, seorang muslim tentu akan
dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah diperbuat terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itulah, islam
memandang bahwa setiap muslim harus menunaikan etika dan akhlak yang baik terhadap dirinya sendiri,
sebelum berakhlak yang baik kepada orang lain. Dan ini sering dilalaikan oleh kabanyakan kaum muslim
Allah telah menentapkan jalan yang harus ditempuh oleh manusia sesuai dengan syari’at yang telah
ditetapkan, sehingga seseorang senantiasa istiqomah dan tegak diatas syari’atnya, selalu menjalankan perintah
dan menjauhi larangannya. Seorang hamba Allah yang mempunyai kaitannya antara hablu minallah dan hablu
minananas. Dan sebagai hablu minanas diharapkan bisa hubbul amal (mencintai pekerjaan); istiqomah
(konsiten); raja‘ (optimis), dan husnudzhan (berbaik sangka).
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 333
A. Akhlak Pada Diri Sendiri: Hubbul Amal (Mencintai Pekerjaan)
1. Pengertian Hubbul Amal
Hubbul amal ialah mencintai apa yang kerjakan atau bekerja keras. Hubbul Amal adalah salah satu akhlak
islami. Bekerja keras merupakan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk mencapai suatu yang
diinginkan atau cita-citakan. Kerja keras dapat dilakukan dalam segala hal, mungkin dalam bekerja mencari
rizki, menuntut ilmu, berkreasi, membantu orang lain, atau kegiatan yang lain.
Bekerja keras adalah salah satu ajaran islam yang wajib dibiasakan oleh umatnya. Islam menganjurkan
umatnya agar selalu bekerja keras untuk mencapai harapan dan cita-cita.
Dalam keteladanan akhlak, mengatakan bahwa Islam membenci pengangguran, kemalasan dan kebodohan
karena hal itu merupakan maut yang lambat laun akan mematikan semua daya kekuatann dan menjadi sebab
kerusakan di dunia dan akhirat.1
Bekerja keras tidak hanya fisik. Akal dan pikiran harus terus digunakan untuk memikirkan sesuatu yang
lebih baik. Kemalasan akal atau malas berfikir lebih jelek dari pada malas badan. Orang yang cerdas tetapi
malas berfikir akan merusak jiwa, karena pikiran-pikiran yang buruk serta rusak ada dalam tubuh manusia yang
malas dan lemah. Orang yang malas akan menjadi gelisah hatinya, lemah badannya dan membenci kehidupan
walaupun memiliki harta yang cukup.
1Al-Hufiy, Ahmad Muhammad, Keteladanan Akhlaq Nabi Muhammad SAW. terj. Abdullah Zakiy Al-Kaaf, (Bandung: Pustaka Setia.2000) 59.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 334
Untuk hal Itu Tasmara, “etos kerja Islam” adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan
mengerahkan seluruh asset, pikiran, dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya
sebagai hamba Allah yang menundukan dunia dan menemp atkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang
terbaik (khairul ummah) atau dengan kata lain dapat juga kita katakan bahwa hanya dengan bekerja manusia
itu memanusiakan dirinya. 2
Etos Kerja adalah suatu totalitas kepribadian dari individu serta cara individu mengekspresikan,
memandang, meyakini dan memberikan makna terhadap sesuatu yang mendorong individu untuk bertindak dan
meraih hasil yang optimal (high performance).3 Berpijak pada pengertian bahwa etos kerja menggambarkan
suatu sikap, maka dapat ditegaskan bahwa etos kerja mengandung makna sebagai aspek evaluatif yang
dimiliki oleh individu ataupun kelompok dalam memberikan penilaian terhadap kerja.
2. Perintah bekerja keras
Terkait dengan hubbul amal/kerja keras Allah berfirman dalam surat Al-Qashash ayat 77:
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagian) negri akhirat, dan
2Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2002),15
3Probowati, Anna. “Membangun Sikap Etos Kerja”. Jurnal Segmen. 1: 2 (April 2008), 13,
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 335
janganlah kamu melupakan kebahagianmundari (kenikmatan) duniawi dan berbuatlah (kepada orang lain)
sebaigamana Allah telah berbuat baik, kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Qashash [28]: 77).
Dengan demikian sikap bekerja keras dapat dilakukan dalam menuntut ilmu, mencari rizki, dan
menjalankan tugas sesuai dengan profesi masing-masing.
Selain itu Allah berfirman juga dalam surat At-Taubat ayat 105:
Artinya: “ Dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akn dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan
yang nyata, lalu diberikannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubat [9] 105).
Ayat diatas mengajarkan bahwa kita tidak saja melakukan ibadah khusus, seperti shalat, tetapi juga
bekerja untuk mencari apa yang telah dikaruniakan Allah dimuka bumi ini. Baha dalam surat At-Taubah diatas
menguisyaratkan baha kita harus berusaha sesuai dengan kemampuan kita dan hal itu akan diperhitungkan
oleh Allah Swt. Orang yang beriman dilarang bersifat malas, berpangku tangan dan menunggu keajaiban
menghampirinya tanpa adanya usaha. Allah menciptakan alam beserta isinya diperuntukkan untuk manusia.
Namun untuk memperoleh mamfaat dari alam ini, manusia harus berusaha dan bekerja keras. Rasulullah Saw
juga menganjurkan umatnya untuk bekerja keras.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 336
Pada hakikatnya, seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi pasti menginginkan
performa kerja yang optimal, sesuai yang diharapkan oleh perusahaan tersebut.. (Gary & Goodale, 2006).
Tetapi berdasarkan berbagai macam hasil penelitian kenyataan yang dihadapi adalah banyak sekali pekerja
yang menunjukkan bahwa pekerja mengalami masalah psikologis dalam pekerjaannya seperti kelelahan, stres
kerja, dan burnout. Menurut (Stranks, 2005), masalah psikologis yang dialami ketika seseorang bekerja dapat
terjadi ketika individu-individu tersebut dituntut lebih banyak menciptakan keunggulan kompetitif melalui
peningkatan pengetahuan, pengalaman, keahlian dan komitmen serta hubungan dengan rekan sekerja maupun
pihak lain di luar perusahaan.4
Namun dalam hal ibadah khususnya, seperti shalat, hendaknya kita beranggapan baha seolah-olah kita
kan mati esok hari sehingga kita bisa beribadah dengan khusyu’.5 Pada prinsipnya, semua orang yang bekerja
dapat dijadikan pekerjaan dan segala aktivitasnya sebagai ibadah asalkan mereka berpegang pada ketentuan-
ketentuan berikut ini;
a. Harus menyesuaikan semua pekerjaan dengan aturan agam yang berlakudalam ajaran islam.
b. Sebelum melakukan pekerjaan hendaknya memulai dengan niat yang suci dan hati yang tulus.
c. Setiap pekerjaan hendaklah dilakukan dengan baik dan benar.
4Anggun Resdasari Prasetyo “Gambaran Career Happiness Plan Pada Dosen” Jurnal Psikologi Undip. 14:.2 (Oktober 2015), .
5Ibrahim dan Darsono. 2009. Membangun Akidah dan Akhlak. (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2009), 32
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 337
3. Hikmah Hubbul Amal
Bekerja keras merupakan salah satu akhlak islami. Al-Hufiy (2000) dalam keteladanan akhlak Rasul,
menyatakan bahwa "Islam membenci pengangguran, kemalasan, dan kebodohan karena hal itu merupakan
maut yang lambat laun akan mematikan semua daya kekuatan dan menjadi sebab kerusakan di dunia dan
akhirat". Pernyataan ini sangat relevan untuk terus dikumandangkan terutama dikalangan umat Islam di
Indonesia. Kemalasan akan membuat kehancuran dapat juga dicontohkan pada zaman Romawi. Bangsa
Romawi memandang pekerjaan adalah hina dan harus dikerjakan budak. Akibat banyak pekerjaan dilakukan
oleh budak, maka timbulnya budaya malas dan berkibat kehancuran Romawi.6
Bekerja keras tidak hanya fisik. Akal dan pikiran harus terus digunakan untuk memikirkan sesuatu yang
lebih baik. Kemalasan akal atau malas berpikir lebih jelek daripada malas badan. Orang yang cerdas tetapi
malas berpikir akan merusak jiwa, karena pikiran-pikiran yang buruk serta rusak ada dalam tubuh manusia yang
malas dan lemah. Orang malas akan menjadi gelisah hatinya, lemah badannya, dan membenci kehidupan
walaupun memiliki harta yang cukup.
Allah Swt memerintahkan supaya bekerja keras karena banyak hikmah dan manaatnya, baik bagi orang
yang bekerja keras maupun terhadap lingkungnnya. Diantara hikmah bekerja keras tersebut adalah sebagai
berikut:
6Al-Hufiy, Keteladanan Akhlaq Nabi, 63.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 338
a. Mengembangkan potensi diri, baik berupa bakat, minat, pengetahuan maupun ketrampilan.
b. Membentuk pribadi yang bertanggung jawab dan displin.
c. Mengangkat harkat martabat dirinya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
d. Meningkatkan taraf hidup orang banyak serta meningkatkan
e. Kebutuhan hidup diri dan keluarga terpenuhi.
4. Membiasakan berprilaku Hubbul Amal
Untuk dapat memiliki sikap bekerja keras, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:7
a. Selalu menyadari bahwa hasil yang diperoleh dari jerih payahnya sendiri lebih terpuji dan mulia dari pada
menerima pemberian orang lain.
b. Menyadari sepenuhnya bahwa memberi lebih mulia dari pada meminta
c. Memiliki semboyan tidak suka mempersulit orang lain dengan mengharap bantuannya.
d. Islam memuji sikap bekerja keras dan mencela meminta-minta.
Bekerja keras merupakan melakukan segala sesuatu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau yang
dicita-citakan. Dan islam mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan urusan
diakhirat. Bekerja juga untuk duania juga harus seimbang dengan beribadah di akhirat. Khusus untuk meraih
kesuksesan dalam kehidupan dunia, syaratnya harus dengan usaha dan bekerja keras.
7Alfat, Masan. dkk. 2003. Aqidah Akhlak. (Semarang: Karya Toha Putra) 83
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 339
B. Akhlak Pada Diri Sendiri: Istiqomah (konsiten)
1. Makna Istiqomah
Istiqomah berasal dan kata qawama yang berarti berdiri tegak lurus. Kata istiqomah selalu dipahami sebagai
sikap teguh dalam pendirian, konsekuen, tidak condong atau menyeleweng ke kiri atau ke kanan dan tetap berjalan
pada garis lurus yang telah diyakini kebenarannya.8 Dikarena itu, istiqomah sering diartikan dengan teguh hati, taat
asas atau konsisten. Istiqomah adalah tegak dihadapan Allah atau tetap pada jalan yang lurus dengan tetap
menjalankan kebenaran dan menunaikan janji baik yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan, sikap dan niat. Dengan
kata lain, istiqomah adalah menempuh jalan shiratal mustaqim dengan tidak menyimpang dari ajaran Allah
SWT.
Berdiri tegak lurus merupakan simbol bahwa yang bersangkulan memiliki sikap disiplin, serius dan tidak main-main
Oleh karenanya, perintah shalat dalam Al-Qur'an menggunakan kata aqiimuu yang berasal dan kata qoma, karena
shalat yang benar adalah shalat yang dilakukan dengan disiplin dan serius secara terus-menerus.
Dan pengertian tersebut, indikator ke-istiqomahan seseorang terutama akanterlihatketikamenghadapiperubahan
dan godaan dalam menjalani suatu perbuatan. Dengan demikian, dapat diilustrasikan bahwa istiqomah ibarat
8Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur 'an, (Bandung: Mizan, 1997), 284.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 340
laboratorium `uji nyali', apakah seseorang akan goyah dan tergoda oleh rayuan atau teguh hati dan konsisten dalam
memegang prinsip.
Istiqomah adalah konsistensi, ketabahan, kemenangan, keperwiraan dan kejayaan di medan pertarungan antara
ketaatan, hawa nafsu dan keinginan. Oleh karena itu mereka yang beristiqomah layak untuk mendapat
penghormatan berupa penurunan malaikat kepada mereka dalam kehidupan di duniauntukmembuang perasaan takut
dansedihdanmemberi lobargembira kepada mereka dengan kenikmatan surga. Finnan Allah SWT:
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu". (Q.S.Al-Fussilat [41]:30).
Pada prinsipnya, seorang muslim dengan tingkat keimanan kepada Allah dan istiqomah yang tinggi akan
selalu konsisten dalam perilakunya. Artinya dia akan berperilaku taat hukum, konsisten dengan idealismenya
dan tidak pernah meninggalkan prinsip yang dia pegang meskipun dia hams berhadapan dengan resiko
maupun tantangan. Selanjutnya, seorang muslim yang konsisten akan dapat mengontrol dirinya dan
mengendalikan emosinya dengan baik. Dia tetap konsisten dengan komitmennya, dan jugs memiliki
pildranpositif, dan tidakpernah kembali ke belakang meskipun dia dalam situasi yang betul-betul tertekan. Gaya
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 341
perilaku ini bisa menciptakan kepercayaan diri, integritas, dan kemampuan mengendalikan stress yang kuat.
Dalam perspektif yang lain, istiqomah juga dapat dikaitkan dengan teori motif. Motif atau dalam bahasa
inggris disebut "motive", berasal dan kata "motion" , yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Jadi
istilah motif pun erat hubungannya dengan "gerak", yaitu dalam hal ini gerakan yang dilakukan oleh manusia
atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku. Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau
pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku. 9
Dengan demikian, citra diri seorang muslim adalah sesuatu yang merepresentasikan tentang dirinya.
Artinya sejauhmana dia mengevaluasi kualitas dirinya sebagai seorang muslim, keimanannya kepada Allah,
dan perbuatan terbaiknya berdasarkan pada ajaranajaran Islam. Evaluasi ini tentunya jarang dilakukan karena
mengandung unsur bias subyektif yang tinggi, namun ini merupakan salah satu ajaran Islam yang prinsip
karena setiap muslim seharusnya mengevaluasi dirinya sebelum ia nantinya dievaluasi di hadapan Allah.
2. Relasi Istiqomah dan Konsep Diri
Berdasarkan hadist tersebut, kata istoqomah yang berarti berpegang teguh kepada Allah, bila ditinjau dari
aspek psikologi dapat dikaitkan dengan term kosep diri (self concept). Di mana kosep diri itu sendiri erat
kaitannya dengan bagaimana sesorang beiperilaku agar dapat sesuai dengan konsep yang telah disusun dan
konsepkan di dalam diri seseorang.
9Muhammad Harfin Zuhdi, “Istiqomah dan Konsep Diri Seorang Muslim” Jurnal Religia. 14: 1, (April 2011), 123
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 342
Berdasarkan makna konsep diri itu sendiri dalam perspektifpsikologi umum diartikan "semua persepsi kita
terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang didasarkan pada
pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain. Siapakah saya? Apakah saya? Jawaban yang saya berikan
terhadap kedua pertanyaan ini mengandung konsep diri saya sendiri, yang terdiri atas:10
a. Citra diri (selfimage). Bagian ini merupakan deskripsi sederhanamisalnya saya seorang mahaiswa, saya
seorang dosen, tinggi badan saya 170 cm, berat badan saya 73 kg, dan sebagainya.
b. Penghargaan diri (self esteem). Bagian ini meliputi suatu penilain, suatu perkiraan, mengenai kepantasan
diri (selfworth); misalnya saya peramah, saya sangat pandai, dan sebagainya.
Sikap istikomah berimplikasi pada bagaimana sikap seorang muslim secara terns menerus dan konsisten
berpegang teguh dalam beriman kepada Allah. Istiqomah itu sendiri dapat memberikan efek positif yang sangat
besar bagi kehidupan seorang muslim dalam membentuk citra dirinya.
Citra diri (self atau konsep diri (selfconcept) adalah gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri.
Walaupun citra diri mempunyai subjektivitas yang tinggi, tetapi hal itu merupakan salah satu unsur penting
dalam proses pengembangan pribadi. Citra diri yang positif akan mewamai pola sikap, cara pikir, corak
penghayatan, dan ragam perbuatan yang positif jugs, demikian pula sebaliknya. Seseorang yang memandang
dirinya cerdas misalnya, akan bersikap berfikir, merasakan dan melakukan tindakan-tindakan yang
dianggapnya cerdas (sekalipun orang-orang lain mungkin menganggapnya berlagak pintar).
Harry Stack Sullivan (psikiater) dan Carl Roger (psikolog) adalah dua pakar yang mempunyai pandangan
10Sobur, Alex, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Prenada Media, 2002.), 507.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 343
yang berlainan mengenai ragam dan proses terbentuknya citra diri. Sullivan menyatakan adanya dua ragam
citra diri, yaitu citra diri yang positif dan citra diri yang negatif. Citra diri yang positifterbentuk karena seseorang
secara terus-menerus sejak lama menerima umpan balik berupa pujian dan penghargaan, sedangkana citra diri
yang negatifdikaitkan dengan umpan balik yang negatif, seperti ejekan dan perendahan. Kedua umpan balik itu
selalu diterima dari orang-orang sekitarnya, terutama dari mereka yang besar pengaruhnyabagi diri si penerima
umpan balik yang pada akhirnya akan menumbuhkan penghayatan dan citra diri sebagai orang balk atau buruk
yang disebut Sullivan sebagai the good-me dan the bad-me. Carl Roger berpandangan lain. Ia tak menyangkal
besarnya pengaruh pengalaman dan penilaian lingkungan atas terbentuknya citra diri, tetapi prosesnya sama
sekali tidak pasif. Menurut Roger manusia secara sadar maupun tidak sadar akan terus-menerus menyaring
dan memilih hal-hal mana yang dianggapnya penting dan bennakna untuk diintemalisasikan dan hal-hal mana
yang diabaikan karena dianggap tidak bennakna baginya. Di samping itu, manusia dengan imajinasinya dapat
membentukgambaranmengenai dirinya seperti dicita-citakan di masa mendatang. Oleh karena itu, Carl Roger
mengemukakan adanya dua ragam citra diri, yakni citra diri actual (the actualized self image) dan citra diri ideal
(the idealized self image). Yang dimaksud dengan citra diri yang aktual adalah gambaran mengenai dirinya.11
3. Pemahaman dan Pengembangan Pribadi Muslim Yang Istiqomah
Berbicara mengenai citra din muslim, salah satu masalah penting adalah aspek "the technical know-how,
yakni bagaimana, metode, proses, dan tindakan-tindakan terencana untuk mengembangkan kualitas pribadi
mendekati citra din muslim yang ideal. Untuk itu dapat dimanfaatkan prinsipprinsip pelatihan "pemahaman dan
11Muhammad Harfin Zuhdi, “Istiqomah dan Konsep Diri Seorang Muslim” Jurnal Religia. 14: 1, (April 2011), 121
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 344
pengembangan pribadi". Pelatihan ini pada dasamya berupa rangkaian kegiatan untuk lebih menyadari
keunggulan dan kelemahan pribadi, baik yang potensial maupun yang sudah teraktualisasi. Misalnya
kemampuan, keterampilan, sikap, sifat, dambaan, lingkungan sekitar, untuk kemudian menumbuh-kembangkan
hal-hal yang positif sena mengurangi dan menghambat hal-hal yang negatif.
Latihan pemahaman dan pengembangan pribadi dapat dilakukan secara sendirian dengan memfungsikan
perenungan diri tanpa melibatkan orang lain (solo training), dan dapat dengan kelompok dengan
memanfaatkakn umpan balik dan dukungan orang-orang lain semua anggota kelompok (group training).
Ada bermacam-macam metode pemahaman dan pengembangan pribadi, antara lain adalah:12
a. Pembiasaan, yakni melakukan perbuatan secara terus-menerus secara konsisten untuk waktu yang cukup
lama, sehingga perbuatan itu benarbenar dikuasai dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit
ditinggalkan. Dalam istilah psikologi proses pembiasaan disebut conditioning. Proses ini akan menj elmakan
kebiasaan dan kebisaan, akhimya akan menjadi sifat-sifatpribadi yang teiperangai dalamkehidupan sehari-
hari.
b. Peneladanan, mencontoh pemikiran, sikap, sifat-sifat, dan prilaku dan orang-orang yang dikagumi untuk
kemudian mengambil alihnya menjadi suatu sikap, sifat, dan prilaku pribadi. Ada dua ragam
bentukpeneladanan yaitu peniruan (imitation) dan identifikasi (self identification). Peniruan adalah usaha
untuk menampillcan diri danberlaku seperti prilaku dan penampilan orang yang dikagumi, sedangkan
12Zuhdi, “Istiqomah dan Konsep Diri, 123.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 345
identifikasi diri adalah mengambil alih nilai-nilai dari tokoh-tokoh yang dikagumi untukkemudian dijadikan
nilai-nilai pribadi. Yang berfungsi sebagai pedoman dan arch pengambangan diri.
c. Pemahaman, penghayatan, dan penerapan, secara sadar berusaha untuk mempelajari dan memahami
secara benar alai-nilai, asas-asas, danprilaku yang dianggap baik dan bemakna. Kemudian berusaha
meneladani, menjiwai, dan mencoba untuk menarapkannya dalam kehidupan seharihari.
d. Ibadah, ibadah khusus seperti shalat, puasa, dzikir, dan ibadah dalam arti umum, yalcni berbuat kebaikan
dengan niat semata-mata karenaAllah, secara sadar ataupun tidak sadar, akan mengambangkan kualitas-
kualitas terpuji pada mereka yang melaksanakannya.
4. Pengembangan diri Pribadi Muslim Yang Istiqomah
a. Prinsip Dasarar Pengengbangan Diri Istiqomah
Seorang muslim yang melakukan istiqomah, maika ia telah melakukan sebuah usaha yang berkaitan
dengan pengembangan pribadinya. Pengembangan pribadi adalah usaha terencana untuk meningkatkan
wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menceiminkan kedewasaan pribadi guna meraih kondisi
yang lebih baik lagi dalam mewujudkan citra diri yang diidam-idamkan. Usaha ini dilandasi oleh kesadaran
bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang paling baik untuk dirinya dalam rangka
mengubah nasibnya menjadi lebih baik. Prinsip ini sesuai dengan prinsip mengubah nasib yang terungkap
dalam firmanAllah SWT:
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 346
Artinya: "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung
bagi mereka selain Dia" (QS. Ar-Ra'd [13]:11).
b. Kegiatan Pengengbangan Diri Istiqomah
Salah satu kegiatan pribadi adalah pelatihan `menemukan makna hidup' yang kiranya dapat dimodifikasi
untuk merancang program pelatihan `menuju kepribadian muslim. Pelatihan menemukan makna hidup ini
didasari oleh prinsip-prinsip panca sadar yakni: 13
1) Sadar akan citra din yang diidam-idamkan;
2) Sadar akan kelemahan dan keunggulan diri sendiri;
3) Sadar akan unsure-unsur yang menunjang dan menghambat dan lingkugan sekitar;
4) Sadar akan pendekatan dan metode penghambatan pribadi;
5) Sadar akan tokoh idaman dan panutan akan sun tauladan.
13Bustaman, Djumhana, Integrasi Psikologi Dalam Islam, (Jogjakarta: Yayasan Insan Kamil, 2005), 12
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 347
c. Metode Pengengbangan Diri Istiqomah
Selain prisip tersebut di atas dalam pelatihan ini perlu dipahami benar pendekatan, metode dan teknik-
teknik pengembangan pribadi yang disebut "panca cars pengembangan pribadi" yaitu: 14
1) Pemahaman diri, berarti mengenali secara obyektifkekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan diri
sendiri, baik yang masih merupakan potensi maupun yang sudah teraktualisasi, untuk kemudian kekuatan
itu dikembangkan dan ditngkatkan serta kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi.
2) Bertindak positif, berarti mencoba melaksakan dan menerapkan dalam prilaku dan tindakan-tindakan nyata
sehari-hari hal-hal yang dianggap baik dan bermanfaat.
3) Pengakraban hubungan, berarti meningkatkan hubungan baik dengan pribadi-pribadi tertentu (misalnya
anggota keluarga, teman, rekan sekerj a) sehingga masing-masing saling menghargai, saling memerlukan
satu sama lainnya, serta saling membantu.
4) Pendalaman tri nilai, berarti berusaha untuk memahami dan memenuhi tiga macam nilai yang dianggap
merupakan sumber makna hidup yaitu, nilai kreatif , nilai penghayatan, dan nilai bersikap.
5) Ibadah, berarti berusaha melaksanakan apa yang diperintahkan Allah SWT dan mencegah din dan apa
yang dilarang-Nya. lbadah yang khusyu' sering mendatangkan perasaan yang tentram, mantap, dan tabah,
serta tak jarang pula menimbulkan perasaan seakan-akan mendapat bimbimngan dan petunjuk-Nya dan
menghadapi berbagai masalah kehidupan.
14Bastamam, Integrasi Psikologi, 129
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 348
6) Kelima metode tersebut tujuannya untuk menjajagi sumber manna hidup dan kehidupan sehari-hari dan
lingkungan sekitarnya. Malana hidup ini bila ditemukan dan berhasil dipenuhi diharapkan akan
mendatangkan perasan bermakna dan bahagia yang semuanya merupakan cerminan kepribadian yang
mantap dan sehat. Pendekatan ini dapat difungsikan dalam pelatihan "Menuju Kepribadian Muslim"
C. Akhlak Pada Diri Sendiri: Raja‘ (optimis)
1. Makna dan Hakikat Raja‘ (Optimis)
Raja’ secara bahasa berarti berharap atau harapan. Raja’ juga berarti sikap optimis dalam memperoleh
karunia dan nikmat Allah SWT yang disediakan bagi hamba Nya yang shaleh dan dalam dirinya timbul rasa
optimis yang besar untuk melakukan berbagai amal terpuji dan menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.15 Raja’
merupakan akhlak terpuji kepada Allah SWT yang dapat mempertebal iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Dimana sifat raja’ ini merupakan suatu pengharapan akan raja’ Allah SWT dan berharap akan rahmat Nya.
Menurut Al-Qusyairi (dalam Sodiman), raja’ adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diinginkannya
terjadi dimasa yang akan datang. Harapan adalah melihat kegemilangan Ilahi dengan mata keindahan. Hati
menjadi hidup oleh harapan-harapan akan lenyap beban di hati. Harapan adalah kedekatan hati kepada
kemurahan Allah SWT. Harapan berarti melihat pada kasih sayang Allah SWT.16
15Sodiman, “Menghadirkan Nilai-Nilai Spiritual Tasawuf Dalam Proses Mendidik”, Jurnal Al-Ta’dib 7:2 (Juni, 2014), 54.
16Sodiman, “Menghadirkan Nilai-Nilai, 54.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 349
Seorang yang beriman kepada Allah SWT, pasti memiliki sifat raja’, dengan melekat nya sifat raja‘ maka
akan tumbuh sikap yang husnudzan, berhaluan maju dan berpikir islami. Husnudzan yaitu sikap terpuji yang
menunjukkan prasangka baik terhadap manusia maupun kepada Allah SWT . Manusia yang memiliki sikap raja’
senantiasa akan husnudzan kepada sang pencipta, ia meyakini bahwa setiap usahanya akan Allah SWT balas
dengan yang setimpal.17 Berhaluan maju maksudnya yaitu selalu berpikir dinamis akan kehidupan yang selalu
dijalani, selalu continue dalam hidup dan bertekad bulat dalam meningkatkan iman sehingga kehidupan yang
dijalani akan berkualitas tinggi sebagai hamba Allah SWT.
Berpikir islami yaitu berpikir akan hal yang berlandaskan hal-hal yang islami atau tidak mengambil
keputusan dengan hal-hal yang membelokkan dari tuntunan syari‘ah islami. Dengan berpikir yang islami akan
menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat kasar dan menyakitkan bagi orang disekitarnya.
Rasyidi (dalam Fahrudin, 2016), menjelaskan bahwa raja’ yaitu sikap mental optimisme dalam
memperoleh karunia Allah SWT yang disediakan bagi hamba-hamba Nya yang shalih. Dalam pandangan sufi,
raja’ merupakan salah satu tingkatan yang harus dilalui oleh seorang khalik untuk memperoleh derajat tertinggi
disisi Allah SWT, tetapi tidak semua sikap raja’ bisa dikatakan maqam.18
Biasa disebut dengan maqam yaitu tingkatan martabat seorang hamba terhadap rabb nya pada saat
dalam perjalanan spiritual ketika beribadah kepada Allah SWT. Raja’ merupakan salah satu sikap yang
17Afidiah Nur Ainun, dkk.. Mengenal Aqidah Dan Akhlak Islami. (Metro, Lampung: Iqra, 2018), 215
18Fahrudin, Tasawuf Sebagai Upaya Membersihkan Hati Guna Mencapai Kedekatan Dengan Allah, Jurnal Pendidikan Agama Islam14, no. 1 (2016): 79.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 350
merupakan jalan menuju maqam yang tinggi di pandangan Allah SWT. Tetapi sikap Raja’ tidak dapat mencapai
maqam yang luhur jika tidak disertai dengan amalan yang shahih yang menunjang kesempurnaan sikap raja’ itu
sendiri. Maka dari uraian tersebut, seseorang tidak dikatakan memiliki sikap raja’ apa bila tidak disertai dengan
amalan-amalan yang baik. Dengan ketetapan hati yang bersungguh-sungguh berharap hanya kepada Allah
SWT yang dapat menghantarkan seorang hamba ke maqam tersebut.
Makna raja’ dalam kontek ini, adalah harap, yaitu “memautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada
masa yang akan datang. Dicontohkan di sini apabila seorang mukmin beribadah dia harus penuh dengan
harapan bahwa ibadah dan amalannya akan diterima oleh Allah SWT”.19
Pada hakikatnya raja’ merupakan sifat yang harus tertanamkan di dalam hati setiap individu seorang
muslim. Muslim harus selalu berharap atau optimis dikala setiap ibadah atau perbuatan yang dilakukannya
akan diterima di sisi Allah SWT. Dengan sifat mengharap inilah sorang muslim tidak akan ada rasa takut
bahwasannya ibadahibadah yang dilakukannya tidak diterima, dan akan semakin giat melakukan perbuatan-
perbuatan terpuji.20 Seorang mukmin sudah memiliki sifat harapan didalam hatinya yang besar kepada Allah
SWT, maka harapan-harapan ini akan selalu dipraktikkan dalam setiap perbuatan, tingkah, sifat, dan
ibadahnya, di manapun dia berada. Untuk dapat menetapkan hati untuk selalu berharap akan kebesaran Allah
SWT tidaklah mudah, harus ada pembiasaan diri dan dilakukannya setiap waktu dimanapun berada. Allah SWT
akan memberikan kemurahan akan kasih sayang terhadap seorang mukmin yang selalu menaruh harapan
kepada Allah SWT disetiap apa yang dilakukannya ketika itu perbuatan yang dilakukan menuju kearah
kebaikan.
19Nurul Qomaria, “Telaah Nilai Religius Dalam Kumpulan Puisi Surat Cinta Dari Aceh Karya Syeh Khalil”, Jurnal Artikulasi , 10: 2 (Juli,2013):, 729.
20Ainun, dkk.. Mengenal Aqidah, 218.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 351
2. Dalil-dalil dan Indikator Sifat Raja‘
a. Dalil-dalil Perintah Sikap Raja‘Raja’ yang sesungguhnya dan dibangkitkan dengan kegigihan dan upaya-upaya iman dan ampunan
menuju kematian. Penantian tanpa benih keimanan dan siraman air ketaatan kepada Allah SWT serta hati yang
masih lekat dengan perilaku tercela serta kenikmatan duniawi, maka penantian serupa ini tidak lebih hanyalah
kedunguan dan fatamorgana.21 Sabda Nabi Muhammad SAW, artinya: “Orang yang dungu adalah orang yang
menuruti hawa nafsunya dan berharap akan surga Allah SWT” 22
Peringatan Allah SWT, dalam Q.S Maryam: 59;
Artinya: “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan” (Q.S Maryam[19]: 59).
Selanjutnya firman Allah SWT, dalam Q.S Al-Kahfi: 36;
Artinya: Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika Sekiranya aku kembalikan kepada
Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu".(Q.S Al-Kahfi
[18]: 36).
21Ihsan M. Dacholfany, “Al-Khauf Dan Al-Raja‘ Menurut AlGhazali” Jurnal As- Salam. 5:1 (Januari, 2014):42
22Kasron Nst, “Konsep Keutamaan Akhlak Versi ALGhazali” Jurnal Manajemen Pendidikan dan Keislaman . 6: 1 (Juli, 2017), 54.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 352
Kedua ayat di atas, mengisyaratkan bahwa orang yang menuruti hawa nafsunya jangan berharap akan
mendapat ridha dan surga Allah SWT. Disinilah keutamaa raja’ yang sesungguhnya dan dibangkitkan dengan
kegigihan dan upaya-upaya iman dan ampunan menuju kematian.
b. Indikator Sifat Raja‘
Besandan pada dalil dan perintah perbuatan raja’ selalu diridhai oleh Allah SWT. Ada beberapa ciri-ciri
sikap raja’ untuk dapat dipedomani, antara lain:23
1) Tidak menyombongkan diri walau dia mampu mengerjakannya. Maksudnya ialah selalu merendah meskipun
kita mampu mengerjakan sesuatu hal dengan mudah. Tidak terpengaruh dengan derajat yang dimilikinya
juga.
2) Selalu merendah saat apa yang ia lakukan itu dianggap sederhana oleh orang lain. Maksudnya yaitu,
kebalikan dari sombong. Orang yang mempunyai perasaan sombong, tidak akan nyaman dalam menjalani
kehidupannya, oleh karena itu dengan merendah apa yang kita punya tidak akan di bicarakan dengan orang
lain. Karena orang lain pasti tidak akan suka jika ada tetangga atau saudaranya menyombongkan dirinya.
3) Selalu bertawakal kepada Allah SWT Selalu bertawakal di sini maksudnya, mempunyai rasa syukur dan
keyakinan bahwa jalan yang benar hanya di tangan Allah SWT. Sebesar manusia itu usaha, jika Allah SWT
tidak merestui atau menghendakinnya maka sesuatu hal tersebut tidak akan tercapai.
23Ainun, dkk.. Mengenal Aqidah, 223.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 353
4) Ketika dia berhasil dia selalu mengingat Allah SWT, karena semua yang telah ia miliki adalah Karunia Allah
SWT. Masih sangat banyak sekali di sekeliling kita orang-orang yang riya’ (sombong), sebenarnya harus
dapat kita pahami, bahwa orang orang yang sombong adalah orang yang belum mengetahui tentang akhlak
dan rasa bersyukur. Karena itu mereka selalu menganggap dirinya paling sukses dan menjadi orang yang
riya’.
3. Hikmah Keutamaan Sifat Raja‘
Keutamaan raja’ terjadi karena terbentuknya sikap batin yang mendorong terciptanya keutamaan jiwa,
yang disebut al-Ghazali “dengan kebahagiaan yang hakiki”. Jadi, dapat kita lihat tujuan keutamaan raja’ ialah
memberikan kebahagiaan yang utuh dan tetap yang ada dalam diri seseorang. Untuk mencapai itu, ada
beberapa keutamaan, yang pelu diperhatikan, sebagai berikut: 24
a. Bijaksana, yaitu keutamaan jiwa yang rasional. Maksudnya ialah keutamaan bijaksana ini mampu
membedakan hal yang benar dari hal yang salah dalam melakukan perbuatan;
b. Keberanian, yaitu keberanian disini diartikan sebagai keberanian yang mempunyai kekuatan yang
mempunyai kemarahan. Maksudnya marah disini mempunyai semangat yang utuh, dalam artian Bukan
marah yang mengamuk, tetap marah yang berisikan kekuatan penuh semangat dalam melakukan sesuatu.
Menjaga kesucian diri, yaitu mampu memelihara atau menjaga dirinya dari perbuatan tercela;
24Kasron, ‘Konsep Keutamaan,,’, 107.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 354
c. Keadilan (keseimbangan), yaitu dimana yang berarti semua hal yang diberikan harus ada keadilannya.
Maksudnya harus sesuai atau adil dalam memberikan sesuatu;
d. Berhusnudzan; yaitu akan membuat seseorang berhusnudzan dan membuang jauh su’udzan, dengan
begitu memiliki sikap husnudzan pada Allah SWT, menunjukkan bahwa ia telah memiliki jiwa yang takwa,
sabar, tabah dan tawakal.25 Dapat senantisa dicintai Allah SWT akan senantiasa menerima terhadap apa
saja yang telah dilimpahkan kepadanya, sikap husnudzan kepada sesama manusia akan senantiasa dicintai
oleh sesama, karena orang lain merasa tidak pernah dirugikan oleh ulahnya, dan sikap husnudzan akan
menjauhkan seseorang dari perbuatan keluh kesah, iri, dengki, dendam dan mengunjing;
e. Membuat seseorang tidak cepat berputus asa dalam mengharapakan rahmat Allah SWT. Maka dengan
begitu kita harus terus berusaha dengan semaksimal mungkin dalam melakukan hal ibadah, sekecil apapun
dosa yang kita lakukan, di sana ada yang selalu memberikan kita ampunan yaitu Allah SWT, jangan cepat
berputus asa dalam mengharap rahmat dari Allah SWT karena banyak manusia terdahului oleh rasa
pemanisnya dibanding rasa optimisnya, dalam mengharap rahmat Allah SWT;
f. Membuat seseorang merasa damai, aman, dan tidak takut pada siapapun. Kedamaian dapat datang kepada
individu hanya melalui penyerahan diri tanpa syarat-syarat penyerahan kepada Allah SWT;
g. Membuat seseorang menjadi optimis dan melalui hidupnya tanpa kesedihan.
25Suhana, “Pening katan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Prilaku Husnudzan) Menggunakan Metode Role Playing SiswaKelas X Ips 9 Sma Negeri 4 Bukittinggi: Jurnal Akrab Juara. 3: 2, (Desember, 2018), 32.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 355
4. Bentuk Sikap Pembiasaan untuk Mencapai Raja’
Pembiasaan di sini, dimaksud yaitu ialah, kemampuan mengerjakan hal yang positif terhadap apa yang
pernah dikerjakannya. Pembiasaan yang dimaksud dalam sifat raja’ ini sangat berkembang apik, maksudnya
selalu menuju ke arah yang baik bagi yang menirukan atau yang mecontohnya, karena dalam melakukan
sebuah hal jangan pernah terburu-buru, selalu bertawakal dan berdoa kepada Allah SWT untuk selalu
memberikan jalan yang terbaik baginya dalam melakukan sesuatu hal.26 Maka, ada beberapa bentuk sikap
pembiasaan, guna menjadikan seseoran mencapai sifat raja’, diantaranya:
a. Berpegang teguh terhadap peratuan Allah SWT. Maksudnya yaitu, mempercayai bahwa semua yang kita
lakukan adalah restu dari Allah SWT;
b. Selalu berharap kepada Allah SWT atas apa yang telah dilakukannya dalam sesuatu hal dapat ridha dari
Allah SWT. Maksudnya ialah, dengan kita mengerjakan sesuatu hal pasti akan selalu mendapatkan berkah
jika dilakukan denga ikhlas dan selalu berdo‘a dan tawakkal;
c. Mempunyai rasa takut kepada Allah SWT; Maksudnya ialah, mempunyai rasa takut dengan larangan-
larangan yang telah diberikan oleh Allah SWT, sehingga manusia tersebut bisa menghindari larangan-nya;
d. Menyayangi Allah SWT dengan setulus hati, berdo‘a dengan ikhlas.
Itulah sikap-sikap raja’ sangatlah patut untuk dipedomani, karena didalamnya selalu melakukan yang
terbaik dan selalu berjalan di jalan yang benar kepada Allah SWT. Raja’ dapat menjadikan seseorang hidup
tanpa kesedihan. Sesabar apapun bahaya dan ancaman yang datang tidak mampu menghapus senyum
26Ismail, “Pengorganisasian Dalam Sebuah Institusi” Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam. 4::1 (Juni, 2014): 51.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 356
optimisme dari wajahnya. Intinya, raja’ akan membuat seseorang berprasangka baik membuang jauh
prasangka buruk, dan raja’ dapat membuat seseorang mengharapkan rahmat Allah SWT dan tidak mudah
putus asa.
Dapat kita terapkan dikehidupan kita sehari-hari bahwa dalam melakukan pekerjaan apapun itu, kita harus
selalu mengawalinya dengan niat yang baik dan hati yang tulus, dan selalu mengingat Allah SWT bahwa
tanpanya kita tidak akan bisa melakukan hal apapun. Kebiasaan di sini adalah kebiasaan yang tidak pernah
melupakan Allah SWT dan selalu menjalankan perintahnya, contoh perintahnya yaitu dengan mengerjakan
shalat 5 waktu, bersedekah, melakukan halhal terpuji, dan lainnya.
Kita sebagai manusia bisa mampu melakukan halhal baik karena diberikan pendidikan yang cukup. Jadi
pemimpin, pendidikan di sini diartikan sangat penting. Karena apa? Karena tanpa kepemimpinan pendidikan
manusia tidak akan mampu mengusuai, mengerti dan paham dengan hal-hal apa saja yang harus
dilakukannya. Yang dimaksud sikap raja’ dalam kontek ini adalah, selalu berharap yang terbaik dan mempunyai
sikap, sifat dan pembiasaan yang baik untuk bisa dilakukan atau dikembangkan pada diri masingmasing. kita
sebagai manusia atau makhluk yang sempurna di dunia juga mempunyai tanggung jawab yang besar bagi diri
kita sendiri. Maksudnya tanggung jawab ialah, berani dan yakin atas apa yang telah kita lakukan sehingga
berani juga dalam mempertanggung jawabkan.
Rasa tanggung jawab akan selalu ada pada saat manusia mempunyai kesalahan. Belajar tentang hal ini
kita dapat lebih memahami arti dari sikap dan bentuk yang ada pada diri kita masing-masing. Dari isi dan
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 357
pengertian di atas telah mengartikan bahwa setiap diri manusia mempunyai kekuatan atau kemampuan yang
berbeda dan pengetahuan yang berbeda pada diri manusia itu sendiri. Kita sebagai manuisia yang sempurna,
hendaklah kita harus berusaha memberikan yang terbaik pada makhluk lain.
D. Akhlak Pada Diri Sendiri: Husnudzhan (Berbaik sangka)
1. Makna dan Hakikat Husnudzhan (Berbaik sangka)
Secara etimologi hasa husnudzan berasal dari dua kata, yaitu husnu dan zan yang artinya berbaik sangka.
Menurut istilah, husnuzzan diartikan berbaik sangka terhadap segala ketentuan dan ketetapan Allah SWT yang
diberikan kepada manusia.27 Husnudzan merupakan salah satu dari bagian akhlak terpuji. Lawan dari
husnudzan adalah su‘uzan yang artinya berburuk sangka. Su‘uzan haram hukumnya, karena berburuk sangka
adalah perbuatan yang tidak di perbolehkan karena dapat mengakibatkan permusuhan dan retaknya
persaudaraan. Karena pada dasarnya sikap husnudzan akan melahirkan keyakinan bahwa segala kenikmatan
dan kebaikan yang diterima manusia berasal dari Allah SWT, sedangkan keburukan yang menimpa manusia
manusia disebabkan dosa dan kemaksiatannya. Karena pada dasarnya tidak ada seorang pun yang dapat lari
dari takdir yang telah ditentukan atau di tetapkan oleh Allah SWT.
Tidak ada yang terjadi di alam semesta ini melainkan apa yang Dia kehendaki dan Allah SWT tidak
meridhoi kekufuran hamba-Nya. Allah SWT telah menganugrahkan kepada manusia kemampuan untuk memilih
27Suhana, “Peningkatan Pembelajaran, 28.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 358
dan berihktiar, karena segala perbuatannya terjadi atas pilihan dan kemampuannya yang harus ditanggung
jawabkannya.28 Jadi sikap husnudzan memiliki arti baik sangka khususnya baik sangka terhadap segala
ketentuan yang sudah di tetapkan oleh Allah SWT.
Istilah lain dari husnudzan yaitu berbaik sangka dan berpikir positif. Albrecht, (dalam Aida&Retno, 2009),
mendefinisikan bahwa “berpikir positif sebagai suatu perhatian yang tertuju pada subjek yang positif dan
menggunakan bahasa positif untuk membentuk serta menggunakan pikiran”.29 Perhatian positif dapat diartikan
sebagai pemusatan perhatian pada hal-hal dan juga pengalamanpengalaman yang positif. Adapun bahasa
yang sifatnya positif yaitu terdapat pada penggunaan kata-kata maupun kalimat yang positif untuk
mengekspresikan isi dalam pikirannya.30 Individu yang berpikir positif akan lebih sering berbicara tentang
kesuksesan dibandingkan kegagalan, cinta dibandingkan kebencian, kebahagiaan dibandingkan kepedihan,
persahabatan dibandingkan permusuhan, rasa percaya diri dibandingkan rasa takut, kepuasan dibandingkan
ketidakpuasan, kebaikan kejahatan, dan berita yang baik daripada yang buruk serta bagaimana cara mencari
solusi akan suatu masalah.
Pada hkikatnya sikap husnudzan, berhaluan maju dan berpikir islami, lahir dari sikap raja’ atau sikap
optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat Allah SWT. Husnudzan yaitu sikap terpuji yang menunjukkan
prasangka baik terhadap manusia maupun kepada Allah SWT . Manusia yang memiliki sikap raja’ senantiasa
akan husnudzan kepada sang pencipta, ia meyakini bahwa setiap usahanya akan Allah SWT balas dengan
28Suhana, “Peningkatan Pembelajaran, 29
29Aida Dakhliyah Sufriani and R. A. Retno Kumolohadi, “Pengaruh Keteraturan Membaca Dan Penghayatan Makna Ayat AlQur‘anPada Kemampuan Berpikir Positif Narapidana” Jurnal Intervensi Psikologi . 1:1 (Agustus, 2009), 211
30Ainun, dkk.. Mengenal Aqidah, 199.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 359
yang setimpal.31 Dengan perkataan lain. “Seorang yang beriman kepada Allah SWT, pasti memiliki sifat raja’,
dengan melekat nya sifat raja‘ maka akan tumbuh husnudzan yaitu sikap terpuji yang menunjukkan prasangka
baik terhadap manusia maupun kepada Allah SWT .
Berhusnudzan; yaitu akan membuat seseorang berhusnudzan dan membuang jauh su’udzan, dengan
begitu memiliki sikap husnudzan pada Allah SWT, menunjukkan bahwa ia telah memiliki jiwa yang takwa,
sabar, tabah dan tawakal.32 Dapat senantisa dicintai Allah SWT akan senantiasa menerima terhadap apa saja
yang telah dilimpahkan kepadanya, sikap husnudzan kepada sesama manusia akan senantiasa dicintai oleh
sesama, karena orang lain merasa tidak pernah dirugikan oleh ulahnya, dan sikap husnudzan akan
menjauhkan seseorang dari perbuatan keluh kesah, iri, dengki, dendam dan mengunjing;
Dengan demikian sikap husnudzan dapat diartikan sebagai suatu sikap dimana seseorang berbaik sangka,
berpikir positif terhadap segala sesuatu yang terjadi terhadapnya. Terlebih lagi berbaik sangka terhadap segala
ketentuan yang telah di tetapkan oleh Allah SWT.
2. Ruang lingkup Sikap Husnudzhan (Berbaik sangka)
Pada prinsipnya sikap husnudzan mencakup segala hal dalam kehidupan dimana seorang tersebut
menanggapi hal-hal atau kejadian-kejadian dengan berbaik sangka dan berpikir positif. Adapun ruang lingkup
husnudzan yaitu sebagai berikut:33
31Afidiah Nur Ainun, dkk.. Mengenal Aqidah Dan Akhlak Islami. (Metro, Lampung: Iqra, 2018), 215
32Suhana, “Pening katan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Prilaku Husnudzan) Menggunakan Metode Role Playing SiswaKelas X Ips 9 Sma Negeri 4 Bukittinggi: Jurnal Akrab Juara. 3: 2, (Desember, 2018), 32.
33Arda Dinata, Menjadi Pribadi Tangguh, Jurnal Inside. 4: 01. (Juli, 2011),104-55.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 360
a. Hunudzan kepada Allah SWT
Berpikir positif kepada Allsh SWT, artinya selalu berpikir positif bahwa setiap kejadian, peristiwa serta
fenomena kehidupan ini terjadi pasti ada sebab dan akibatnya. Tugas kita hanya berpikir, membaca dan
merenunginya. Ada apa di balik semua itu? kemudian, kita mengambil faedah dari kejadian itu kemudian
selanjutnya mengamalkan yang baiknya didalam perilaku dan sikap seharihari.
b. Husnudzan terhadap diri sendiri
Berpikir positif pada diri sesndiri, artinya kita berpikir positif bahwa setiap manusia, dilahirkan sebagai
pribadi yang unik. Karena bagaimanapun bentuk tubuh serta sifat manusia mirip satu dengan yang lainnya.
Tetapi, yang jelas ada saja perbedaan antara keduanya. Sifat juga pribadi yang unik inilah yang harus kita jaga.
ltu merupakan potensi positif, modal dasar untuk mencapai keleluasaan langkah kita. Bagaimana orang lain
akan menjunjung kita, kalau kita sendiri meremehkan serta tidak mengangkatnya. Selain itu, kita juga harus
meyakini bahwa kita terlahir ke dunia ini sebagai sang juara, the best”.
Fakta membuktikan bahwa, dari berjuta-juta sel sperma yang dari bapak kita, tetapi ternyata yang mampu
menembus dinding telur ibu kita lalu dibuahi, hanya satu. ltulah kita 'sang juara'. Berarti kita telah terlahir
sebagai sang juara maka jangan berkecil hati terhadap apa yang terjadi terhadap diri meskipun itu adalah hal
yang buruk. Berhusnudzanlah bahwa setiap diri dan individu itu memiliki kelebihannya masing-masing.
Jadikanlah hal tersebut sebagai sebuah motivasi luar biasa dalam menjalani hidup ini.
c. Husnudzan pada orang lain
Berpikir positif pada orang lain, artinya kita berbaik sangka dan berpikir positif terhadap orang lain. Orang
lain itu, manusia biasa sama dengan kita. Dia mempunyai kesalahan serta kekhilafan. Yang tentu hati
nuraninya tidak menginginkannya. Pandanglah, orang lain itu dari sisi positifnya saja serta menerima sisi
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 361
negatifnya sebagai suatu pengajaran bagi kita. Belajarlah dari seekor burung Garuda. Ia mengajarkan anaknya
untuk terbang dari tempat yang tinggi serta menjatuhkannya. kemudian jatuh diangkat lagi lalu seterusnya
sampai ia dapat terbang sendiri. Hati Garuda juga bersih, tidaklah pendendam. Burung tersebut saat waktunya
bermain 'cakar-cakaran'. Tetetapi, kalau diluar itu Ia akur, damai kembali.
d. Husnudzan terhadap waktu
Berbaik sangka atau berpikir positif terhadap waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Setiap manusia
diberi waktu yang sama, di mana dan kapan pun dia berada. Sebanyak 24 jam sehari atau dalam detik 86.400
detik sehari. Waktu itu, lngin kita gunakan untuk apa? Di gunakan untuk tidur seharian, kerja keras, santai,
menuntut ilmu, mengeluh, menolong orang lain, melamun, berdemontrasi, bergunjing, ibadah, atau yang
lainnya. Waktu akan terus bergulir. Yang jelas, setiap detik hidup kita akan diminta pertanggung jawabannya
kelak di hadapan Allah SWT. Bagi mereka yang biasa mengisi waktunya dengan amalan-amalan saleh serta
berada dalam keimanan, maka ia akan memperoleh pahala dan kehidupan yang lebih baik.
3. Kaidah dan Keutamaan Sikap Husnudzan
a. Kaidah Sikap Husnudzan
Kaidah tentang sikap husnudzan dapat ditemukan dalam nas Al-Qur’an dan Sunah Rasul. Dalam Al-
Qur‘an ditegaskan, bahwa:
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 362
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah SWT, ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujarat [49]:11).
Hadits yang menjelaskan tentang sikap husnudzan berprasangka baik kepada Allah SWT dapat dilihat
pada kutipan Hadits ini yang artinya;
Aku bersama prasangka hambaku dan Aku akan selalu bersamanya. Selama dia mengingat-Ku maka Aku
akan mengingatnya di dalam diri-Ku. Dan apabila dia mengingat-Ku dengan begitu banyaknya, maka Aku
akan mengingatnya lebih banyak darinya. Dan apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan
mendekatinya sehasta. Dan apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa.
Dan apabila dia mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari”(Hadits Shahiih
riwayat al-Tirmidzy).34
Dalam hadis lain; Al-Hasan al-Bashri berkata: "Sesungguhnya seorang mukmin selalu berhusnudzan
kepada Tuhannya lalu ia memperbagus amalnya. Dan sesungguhnya seorang pendosa berpesangka buruk
kepada Tuhannya sehingga ia berbuat yang buruk." (Diriwayatkan Imam Ahmad dalam al-Zuhd, hal. 402). 35
Ketiga, kaidah di atas, menunjukkan bahwa husnudzan kepada Allah SWT., memiliki hubungan kuat
dengan amal shalih. Karena sesudahnya disebutkan anjuran untuk berdzikir dan mendekatkan diri dengan amal
ketaatan kepada Allah SWT. Maka siapa yang berprasangka baik kepada Allah SWT pasti ia terdorong untuk
berbuat baik.
34Ahmad Rusydi, Husn Al-Zhann: “The Concept Of Positive Thinking In Islamic Psychology Perspective And Its Benefit On MentalHealth”, Journal Proyeksi. 7: 1 (Agustus, 2012): 6.
35Ainun, dkk.. Mengenal Aqidah, 204.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 363
b. Keutamaan Sikap Husnudzan
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang pasti pernah atau akan dihadapkan oleh sebuah permasalahan,
dari masalah yang mudah dipecahkan sampai permasalahan yang merasa tidak dapat terpecahkan. Ketika
permasalahan tersebut timbul, setiap orang memiliki sikap tersendiri dalam menangani masalah yang mereka
hadapi.36 Berprasangka baik atau husnudzan merupakan salah satu pilihan terbaik bagi manusia. Karena
dengan selalu berprasangka baik maka seseorang yang mendapat suatu permasalahan akan lebih tenang dan
berusaha mencari jalan yang terbaik. Dalam Islam huznudzan dibagi menjadi tiga aspek, yaitu: 37
1) Husnudzan terhadap Allah SWT
Berprasangka baik terhadap Allah, SWT, merupakan gambaran harapan dan kedekatan seseorang
kepada Allah SWT, sehingga apa saja yang diterimanya dipandang sebagai suatu yang terbaik bagi dirinya.
Keutamaan seorang yang bersikap huznudzan ini yaitu tidak akan mengalami perasaan kecewa atau putus asa
yang berlebihan, ini karena biasanya orang yang tidak memiliki sikap huznudzan akan merasa khawatir akan
dosanya tidak dapat diampuni, dan hal-hal buruk menyertainya.38
Selain itu dengan bersikap husnudzan maka seorang akan lebih menjadi sabar dan tawakal. Hal ini
dikarenakan orang yang bersikap huznudzon akan selalu berfikir bahwa segala sesuatu yang Allah SWT
berikan kepada makhluknya baik berupa cobaan ataupun kenikmatan, semua itu memiliki hikmah dan kebaikan
tersendiri.
Kemudian, keutamaan husnudzan kepada Allah SWT yaitu dapat menimbulkan semangat untuk
berperilaku lebih baik lagi dan lebih optimis dikarenakan ia selalu berfikir bahwa Allah SWT akan memberikan
yang terbaik. bahkan islam memerintahkan untuk bersikap optimis karena sikap tersebut akan diikuti oleh sikap-
36Enik Nur Kholidah, dkk. Berpikir Positif Untuk Menurunkan Stres Psikologis. Jurnal Psikologi. 39: 1. (Juni, 2012), 2.
37Rusydi, “The Concept Of Positive, 5
38Syarifah Habibah,“Akhlak Dan Etika Dalam Islam”, Jurnal Pesona Dasar. 1: 4 (Desember, 2015): 79.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 364
sikap yang cenderung kepada perbuatan baik dan akan menjadi suatu realitas. Misalnya keyakinan bahwa ia
akan mendapatkan yang terbaik dari Allah SWT, maka individu tersebut akan mendapatkannya dalam bentuk
realitas, karena dalam Islam keyakinan adalah hal yang penting yang menjadikan suatu keinginan, harapan,
dan cita-cita terkabul secara nyata. Sebaliknya, keyakinan akan sesuatu yang buruk, seperti kekhawatiran,
ketakutan, kecemasan akan suatu hal juga akan dikabulkan oleh Allah SWT secara nyata.39
2) Husnudzan terhadap sesama manusia
Berprasangka baik terhadap sesama manusia. Keutamaan husnudzan sesama manusia yaitu ia akan
terhindar dari sifat-sifat tercela seperti iri, dengki dan terjalin interaksi antara teman, keluarga dan masyarakat
dengan baik dan harmonis. Hal ini terjadi karena orang yang memiliki sikap husnudzan tidak akan mudah curiga
kepada sesamanyaa tanpa ada bukti yang jelas, dan ia lebih bersyukur atas apa yang ia miliki karena belum
tentu orang lain merasakan nikmat yang ia miliki.
3) Husnudzan terhadap diri sendiri
Selain dari kedua aspek tersebut, terdapat juga berprasangka baik terhadap diri sendiri. Keutamaan
seseorang huznudzan terhadap diri sendiri yaitu menjadikan diri seseorang lebih sabar dan lebih giat dalam
berusaha ketika dihadapkan suatu persoalan.
Pada intinya dengan bersikap husnudzan seseorang akan lebih tenang dalam hidupnya. Dimana ia jauh
dari pemikiran yang negative. Seseorang yang husnudzan akan mempertimbangkan segala sesuatu dengan
jernih dan bahkan hatinya bersih dari prasangka yang belum tentu apakah itu benar atau salah. Orang yang
belum dapat berprasangka baik pada umumnya disebabkan pola pikir yang negatif terhadap dirinya, lingkungan
dan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian kondisi seperti ini menjadikan seorang stress dan depresi.
Oleh karena itu jelas bahwa keutamaan dari sikap husnudzan selain dapat menjadikan seseorang lebih optimis,
sabar dan sebagainya juga dapat membuat kehidupan seseorang lebih bermakna dan lebih merilekskan fikiran.
39Rusydi, “The Concept Of Positive, 11
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 365
4. Bentuk Sikap Pembiasaan Berhusnudzan (BerbaikSangka)
Berdasar pada kaidah dan keutamaan husnudzan merupakan salah satu pilihan terbaik bagi manusia.
Maka bentuk Sikap Pembiasaan Berhusnudzan (BerbaikSangka), menjadi tiga aspek, yaitu: 40
a. Pembisaan Sikap Prasangka Baik terhadap Allah SWT
Berprasangka baik kepada Allah SWT, yang merupakan bentuk ibadah meskipun tidak tampak secara fisik
(motorik). Di dalam Islam Hal ini menunjukkan bahwa, perilaku bukan hanya sesuatu yang tampak saja
(behavioural), melainkan perbuatan hati (amal al-qalb) yang dianggap juga sebagai perilaku yang memiliki
konsekuensi serta harus dipertanggung jawabkan, yaitu:
1) Optimis
Optimis dalam ajaran Islam juga menjelaskan bahwa keyakinan, prasangka, dan cara berfikir setiap
individu sangat berpengaruh terhadap kenyataan hidup dari setiap individu tersebut. Islam sangat menghargai
kepribadian yang optimis, seperti dalam Hadits qudsy berikut dijelaskan yang artinya: “sesungguhnya Allah
SWT Ta’ aala berkata: Aku mengikuti prasangka hamba-Ku,apabila prasangkanya baik maka kondisinya akan
menjadi baik, apabila prasangkanya buruk, maka kondisinya akan menjadi buruk.”
2) Tawakkal
Tawakal merupakan salah satu bentuk indikator berprasangka baik pada Allah SWT ini adalah adanya
sikap tawakkal, seperti yang dijelaskan dalam Hadits di bawah ini yang artinya: Aku berpendapat bahwa
tawakkal adalah sikap berprasangka baik kepada Allah SWT.’Azza wa Jalla”. (Hadits Riwayat al-Baihaqy).
Hadits ini juga memiliki maksud yang sama dengan sebuah Hadits yang menjelaskan bagaimana konsep
tawakkal adalah salah satu indikator berprasangka baik kepada Allah SWT, sebagaimana yang dijelaskan pada
40Ainun, dkk.. Mengenal Aqidah, 204.
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 366
Hadits di bawah ini: “Berprasangka baik kepada Allah SWT adalah berlepas dari dari segala hal kecuali Allah
SWT ‘Azza wa Jalla” (Hadits Riwayat Al-Baihaqi).
Dari pemaparan dua hadits di atas berisikan penjelasan bahwa orang yang beprasangka baik terhadap
Allah SWT pasti akan benyerah diri kepada Allah SWT, (tawakkal) serta menerima segala ketentuan hidup yang
terjadi.
Sebagaimana hakikat konsep tawakkal dalam Islam bahwa tawakkal atau sikap pasrah diri harus diikuti
dengan suatu usaha yang maksimal, sebagaimana yang dikatakan oleh al-hasan (dalam Ibn Abi al-Dunyaa)
bahwasanya prasangka yang baik kepada Allah SWT haruslah diikuti oleh perbuatan yang paling maksimal dan
paling baik.
Menurut Al-Wahhaab, berprasangka baik kepada Allah SWT adalah senantiasa menganggap Allah SWT
selalu memberikan rahmat, kesehatan, dan kemaafan, namun mereka tetap berada dalam kondisi khauf (takut
akan adzab Allah SWT) dan rajaa‘(mengharap ridha atau pahala).41
b. Pembisaan Sikap Prasangka Baik terhadap Sesama Manusia
Prasangka baik terhadap sesama manusia (husn alZhann bi almu‘minin) dijelaskan pada surat al-Hujuraat
ayat 12 sebagai berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagiandari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satusama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?
41Rusydi, "Husn Al-Zhann: Konsep Berpikir Positif, 9
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 367
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah SWT. Sesungguhnya AllahSWT Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hujuraat [49];12)
Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam Islam manusia diperintahkan untuk menjauhi prasangka kepada
orang lain, meskipun ada sebagian prasangka yang diperbolehkan. Namun manusia dianjurkan untuk menjauhi
seluruh prasangka, karena kebanyakan prasangka itu cenderung kearah dosa. Di antara perilaku positif
tersebut yang perlu dilakukan, dalam pebiasaan ini yaitu:
1) Saling menghormati
Sling menghormati, antara tetangga yang satu dengan tetangga, sesama kaum muslim dan muslimah
lainnya hendaknya saling menghormati dan menghargai, baik sikap, melalui ucapan lisan atau melalui
perbuatan sikap. Ucapan lisan dan perbuatan menghormati serta menghargai tetangga termasuk akhlaq mulia,
serta termasuk tanda-tanda beriman.
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hendaknya
ia memuliakan tetangganya.”(HR. Muslim).
2) Berbuat Baik
Perintah berbuat baik kepada tetangga tercantum dalam QS. An Nisa 36;
Artinya: “Sembahlah Allah SWT dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 368
yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabi dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah
SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggabanggakan diri.”( QS. An Nisa [4]: 36).
Berbuat baik kepada tetangga dapat dilakukan dengan cara melakukan kewajiban terhadap tetangga dan
berbuat baik dan hal-hal bermafaat lainnya. Bersikap, bertutur kata, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang
menyakiti dan merugikan tetangga termasuk perbuatan yang diharamkan Allah SWT.
c. Pembisaan Sikap Prasangka baik pada diri sendiri
Setiap orang yang berperilaku husnudzan kepada diri sendiri maka akan berperilaku positif terhadap
dirinya sendiri. Di antara perilaku positif tersebut adalah perilaku percaya diri dan perilaku gigih;
1) Sikap Percaya diri
Sikap percaya diri, termasuk sikap terpuji yang harus dimiliki oleh setiap umat Islam. Dengan percaya diri
tentu seseorang akan yakin terhadap kemampuan dirinya, sehingga akan mendorong rasa berani seperti berani
mengeluarkan pendapat dan melakukan suatu tindakan. Sikap percaya akan rahmat serta pertolongan Allah
SWT akan menuntun kepada sikap percaya diri. Tentunya percaya diri dalam menjalan segala yang perintah
Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah SWT.
2) Sikap Gigih
Sikap gigih, seorang yang berbaik sangka kepada Allah SWT terhadap dirinya sendiri tentu akan
berperilaku gigih, karena ia yakin bahwa dengan berperilaku gigih apa yang diinginkan akan tercapai. Dorongan
agar kita gigih berusaha adalah semangat aeperti dalam firman Allah SWT dalam QS Ar Ra‘d: 11;
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 369
Artinya: “…Sesungguhnya Allah SWT tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaaan yang ada pada diri mereka sendiri.…” (QS Ar Ra‘d [13]: 11);
Sikap gigih dicontohkan oleh Rasulullah SAW. ketika Rasulullah SAW dan kaum Muhajirin sampai di
Madinah, beliau memprioritaskan agenda dakwanya yaitu memperat tali persaudaraan (ukhuwah) antara
Muhajirin dan Anshar. Terdengarlah pada saat itu, Abdurahman bin 'Auf dari Muhajirin dipersaudarakan dengan
sahabat Sa'ad bin Rabi' seorang konglomerat Madinah. Sa'ad mempersilakan Abdurrahman untuk mengambil
apa saja yang ia inginkan untuk memenuhi kebutuhannya.
Abdurrahman bin 'Auf selaku seorang sahabat yang zuhud, wara', jujur, serta baik akhlaknya tidak serta-
merta mengabulkan permohonan saudaranya ini. Ia tidak mau menerima sesuatu tanpa didasari oleh usaha
dan kerja keras untuk mendapatkannya. Oleh karenanya, Abdurrahman meminta kepada Sa'ad untuk
mengantarkannnya ke pasar. Dengan kemapuananya serta kepiawaian dalam berdagang yang ia miliki, tidak
disia-siakan olehnya. Ia tidak ingin berpangku tangan dan mencari belas kasih orang lain, selagi masih ada
kemampuan untuk berusaha. Tidak lama setelah itu, dengan sifatnya yang jujur, ulet, serta kerja keras,
akhirnya ia pun menjadi pedagang yang sukses, seorang konglomerat yang dermawan, serta senantiasa
menginfakkan hartanya demi keberlangsungan dakwah.
PENUTUP
Akhlak terhadap diri sendiri pada dasarnya mutlak diperlukan oleh semua manusia utamanya bagi seluruh
umat muslim. Seorang muslim adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Siapapun dia, seorang muslim tentu akan
dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah diperbuat terhadap dirinya sendiri. Cinta pada pekerjaan
berujud dengan bekerja keras dengan melakukan segala sesuatu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 370
atau yang dicita-citakan. Islam mengajarkan agar manusia menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan
urusan diakhirat.
Sikap istiqomah adalah konsistensi, ketabahan, kemenangan, keperwiraan dan kejayaan di medan pertarungan
antara ketaatan, hawa nafsu dan keinginan. Oleh karena itu mereka yang beristiqomah layak untuk mendapat
penghormatan berupa penurunan malaikat kepada mereka dalam kehidupan di duniauntukmembuang perasaan takut
dansedihdanmemberi lobargembira kepada mereka dengan kenikmatan surga.
Seorang yang beriman kepada Allah SWT, pasti memiliki sifat raja’, (optimis), dengan melekat nya sifat
raja‘ maka akan tumbuh sikap yang husnudzan, berhaluan maju dan berpikir islami. Husnudzan yaitu sikap
terpuji yang menunjukkan prasangka baik terhadap manusia maupun kepada Allah SWT. Manusia yang
memiliki sikap raja’ senantiasa akan husnudzan kepada sang pencipta, ia meyakini bahwa setiap usahanya
akan Allah SWT balas dengan yang setimpal
PUSTAKA
Afidiah Nur Ainun, dkk.. Mengenal Aqidah Dan Akhlak Islami. (Metro, Lampung: Iqra, 2018),Ahmad Rusydi, Husn Al-Zhann: “The Concept Of Positive Thinking In Islamic Psychology Perspective And Its
Benefit On Mental Health”, Journal Proyeksi. 7: 1 (Agustus, 2012):Aida Dakhliyah Sufriani and R. A. Retno Kumolohadi, “Pengaruh Keteraturan Membaca Dan Penghayatan
Makna Ayat AlQur‘an Pada Kemampuan Berpikir Positif Narapidana” Jurnal Intervensi Psikologi . 1:1(Agustus, 2009),
Alfat, Masan. dkk. 2003. Aqidah Akhlak. (Semarang: Karya Toha Putra).Al-Hufiy, Ahmad Muhammad, Keteladanan Akhlaq Nabi Muhammad SAW. terj. Abdullah Zakiy Al-Kaaf,
(Bandung: Pustaka Setia. 2000).Anggun Resdasari Prasetyo “Gambaran Career Happiness Plan Pada Dosen” Jurnal Psikologi Undip. 14:.2
(Oktober 2015).Arda Dinata, Menjadi Pribadi Tangguh, Jurnal Inside. 4: 01. (Juli, 2011),
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 371
Bustaman, Djumhana, Integrasi Psikologi Dalam Islam, (Jogjakarta: Yayasan Insan Kamil, 2005).Enik Nur Kholidah, dkk. Berpikir Positif Untuk Menurunkan Stres Psikologis. Jurnal Psikologi. 39: 1. (Juni,
2012).Fahrudin, Tasawuf Sebagai Upaya Membersihkan Hati Guna Mencapai Kedekatan Dengan Allah, Jurnal
Pendidikan Agama Islam 14: 1 (2016):Ibrahim dan Darsono. 2009. Membangun Akidah dan Akhlak. (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2009).Ihsan M. Dacholfany, “Al-Khauf Dan Al-Raja‘ Menurut AlGhazali” Jurnal As- Salam. 5:1 (Januari, 2014):Ismail, “Pengorganisasian Dalam Sebuah Institusi” Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam. 4::1 (Juni,
2014):Kasron Nst, “Konsep Keutamaan Akhlak Versi ALGhazali” Jurnal Manajemen Pendidikan dan Keislaman . 6: 1
(Juli, 2017).Muhammad Harfin Zuhdi, “Istiqomah dan Konsep Diri Seorang Muslim” Jurnal Religia. 14: 1, (April 2011),Nurul Qomaria, “Telaah Nilai Religius Dalam Kumpulan Puisi Surat Cinta Dari Aceh Karya Syeh Khalil”, Jurnal
Artikulasi , 10: 2 (Juli, 2013):Probowati, Anna. “Membangun Sikap Etos Kerja”. Jurnal Segmen. 1: 2 (April 2008).Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur 'an, (Bandung: Mizan, 1997).Sobur, Alex, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Prenada Media, 2002).Sodiman,“Menghadirkan Nilai-Nilai Spiritual Tasawuf Dalam Proses Mendidik” Jurnal Al-Ta’dib. 7:2 (Juni, 2014).Suhana, “Pening katan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Prilaku Husnudzan) Menggunakan Metode
Role Playing Siswa Kelas X Ips 9 Sma Negeri 4 Bukittinggi: Jurnal Akrab Juara. 3: 2, (Desember, 2018)Syarifah Habibah,“Akhlak Dan Etika Dalam Islam”, Jurnal Pesona Dasar. 1: 4 (Desember, 2015).Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2002),
Part: 9 Akhlak Kepada Diri Sediri: Melalui Hubul Amal, Istiqomah, Raja’a, dan Husndzhan 372
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Akhlak pada disri sendiri dengan Sikap Sikap Hubbul Amal (Mencintai Pekerjaan) Akhlak pada disri sendiri dengan Sikap Sikap Istiqomah (konsiten) Akhlak pada disri sendiri dengan Sikap Sikap Raja‘ (optimis) Akhlak pada disri sendiri dengan Sikap Sikap Husnudzhan (Berbaik sangka)
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 373
Part: XAKHLAK TERHADAP SESAMANorma Etis dan Tehnis berbuat Ihsan
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJAN
Setelah mendapat materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep Takafulul ijtima, Ukhuwah, Taawun, dan Tasamuh .
2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai Takafulul ijtima, Ukhuwah, Taawun, dan Tasamuh
3. Menerapkan konsep Takafulul ijtima, Ukhuwah, Taawun, dan Tasamuh dalam kehidupan sehari-hari
POKOK BAHASAN1. Sikap Takafulul Ijtima2. Sikap Ukhuwah3. Sikap Ta’awun4. Sikap Tasamuh
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 374
TOPIK BAHASAN:
AKHLAK TERHADAP SESAMA
Hablun minannas adalah berhubungan antar sesama manusia. Sebagai umat beragama, setiap orang
harus menjalin hubungan baik antar sesamanya setelah menjalin hubungan baik dengan Tuhannya. Dalam
kenyataan sering kita saksikan dua hubungan ini tidak padu. Terkadang ada seseorang yang dapat menjalin
hubungan baik dengan Tuhannya, tetapi dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Atau sebaliknya, ada
orang yang dapat menjalin hubungan secara baik dengan sesamanya, tetapi ia mengabaikan hubungannya
dengan Tuhannya. Tentu saja kedua contoh ini tidak seharusnya dilakukan adalah bagaimana ia dapat menjalin
dua bentuk hubungan itu dengan baik, sehingga terjadi keharmonisan dalam dirinya.
Mengenai hubungan dengan sesama muslim, maka tidak terlepas dengan tetangga, famili atau kerabat,
teman, rekan kerja maupun masyarakat muslim. Kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya ada 6,
sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Abu Hurairah,
yang artinya: “Rasulullah bersabda: kewajiban seorang terhadap muslim ada 6. Sahabat bertanya“ apakah itu,
wahai Rasulullah? Rasulullah bersabda: “Apabila engkau berjumpa dengannya; apabila ia mengundang
engkau, hendaklah engkau menepatinya; apabila ia meminta nasihat kepada engkau engkau menasehatinya;
apabila ia bersin kemudian ia mengucapkan hamdallah hendaklah engkau ucapkan tasymith (yarhamukallah/
yarhamukillah); apabila ia sakit hendaklah engkau menjenguknya; dan apabila ia meninggal dunia hendaklah
melayatnya dan mengantarkan kepemakamannya. Dan berikut ini norma etis dan tehnis berbuat ihsan
(takafulul ijtima, ukhuwah, taawun, tasamuh):
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 375
A. Takafulul Ijtima
1. Makna dan Hakikat Takafulul Ijtima’
Takāful al-Ijtimā’î terdiri dari dua patah perkataan al-takāful dan alIjtimā’ī. Perkataan al-takāful berasal dari
bahasa Arab takāfala-yatakāfalutakāful dari akar kata kafala yang bermakna lemah.17 Perkataan kafala ini dapat
dipecah kepada beberapa perkataan yang lain, yaitu;
a. Al-kifl , dari sudut bahasa (linguistic) mempunyai bermacammacam makna, antara lain bermakna
serupa atau sama ganda dan bahagian Sebagaimana firman Allah s.w.t QS. AlHadid, 28:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan tetaplah beriman kepada
Rasul-Nya (Muhammad), supaya Allah memberikan kepadamu dua bahagian dari rahmat-Nya...” (QS. AlHadid
[57]: 28.
Demikian pula dalam firman Allah swt., Surah AlNisa’, 85 ;
Artinya: “Sesiapa yang memberi syafaat yang baik, nescaya dia akan memperoleh bahagian (pahala) dari
padanya, dan sesiapa yang memberikan syafaat yang buruk, nescaya dia akan memikul (dosa) dari
1Majmac alLughah al’Arabiyah, Mu’jam al-Wasīt, (Mesir: Maktabat alSurūq al’Arabiyyah, 1425/2004, ed.ke4), 793.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 376
padanya....” (QS. AlNisa’ [4]: 85).
b. Al-kafîl yang bermaksud saksi dan penjaga atau pemerhati sebagaimana firman
Allah s.w.t dalam surah alNahl (16): 91;
Artinya: “Tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu mencabuli sumpah
sesudah kamu menguatkannya (dengan nama Allah), sedangkan kamu sudah menjadikan Allah sebagai kafîl,
sesungguhnya Al lah sedia mengetahui akan apa yang kamu lakukan.” (QS. alNahl [16]: 91).
Perkataan kafîl dalam ayat ini bermaksud “yang menyaksikan” dan “yang memerhatikan atau menjaga.”
c. Al-kāfil yang bermakna orang yang mananggung nafkah dan orang yang menjamin 2
Sebagaimana firman Allah s.w.t dalam surah Ali Imran 44;
Artinya: “....sedangkan engkau (Muhammad) tidak ada bersama-sama mereka ketika mereka
mencampakkan pena-pena mereka (ke dalam air untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan
menjamin/menanggung nafkah Mar yam...”(QS. Ali Imran [3] :44)
2Muhammad ibn cAli Alshaukānī, Irshad al-Fuhul ilā Tahqīq al-Haqq min ‘Ilm al-Usul, (Beirut: Dar alFikri, 1977), 250.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 377
Daripada uraian di atas jelas bagi kita bahwa pengertian takâful dari sudut istilah mempunyai bermacam
makna seperti bahagian, serupa, penjaga, saksi, saling menanggung dan saling menjamin. Secara prinsip
semua makna kebahasaan itu menjurus kepada satu makna dasar yaitu saling bergantung. Pengertian ini
jugalah yang dimaksud dalam tulisan ini. Sedangkan pengertian takāful dari sudut istilah adalah menyatukan
atau menggabungkan sesuatu ben da yang lemah dengan sesuatu benda yang lebih kuat supaya benda yang
lemah itu menjadi lebih kuat atau dengan lain perkataan perbuatan yang dilakukan baik oleh individu atau
sekelompok anggota masyarakat untuk saling be kerjasama, saling menjamin, saling melindungi di antara satu
dengan yang lain untuk meningkatkan taraf kehidupan.3
Terminologi fukaha, at-takaful al-ijtima`i (jaminan sosial) adalah :solidaritas dan sikap saling tolong
menolong diantara komunitas masyarakat, baik individu maupun kolektif, pejabat ataupun rakyat untuk
mengambil langkah-langkah positif dengan motivasi perasaan (emosional) Islami, supaya masing-masing
dapat mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmonis. Pada hakikatnya takafulul Ijtima`i artinya solidaritas
bahwa antara sesama manusia khususnya sesama umat muslim harus saling memperhatikan khususnya
dalam urusan agama.4 Takafulul ijtima’i ini antara lain meliputi: solidaritas, kepedulian, dan pengorbanan untuk
kepentingan sosial (masyarakat). Munculnya konsep takafulul ijtima’i ini karena dalam pandangan Islam pada
dasarnya setiap individu yang ada dalam masyarakat merupakan satu kesatuan umat yang utuh yang harus
terjaga hak dan kewajibannya secara seimbang.
3Kenneth Thomson, “Introducing to Principles of Social Security”, in “ISSA” Regional Training Seminar, (Jakarta 1627 Jun 1980).
4Salahuddin Sanusi, Integrasi Ummat Islam (Cet.1;Bandung,1967), 37.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 378
Abdullah Nasih Ulwan mengemukakan pengertian takāful al-Ijtimā’ī yaitu saling menjamin dan saling
bergantung di antara elemen masyarakat, baik antara pribadi dan masyarakat ataupun antara pemerintah dan
rakyat, baik dalam bentuk positif (misalnya penjagaan anak yatim) atau dalam bentuk ne gatif (misalnya
larangan ihtikar/monopoli) yang bersumber dari perasaan simpati yang mendalam berlandaskan prinsip akidah islam,
supaya masyarakat menjamin kehidupan individu dan individu menjamin kehidupan masyarakat dalam bentuk tolong
menolong dan saling menjamin secara menyeluruh untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menolak
kerusakan dari setiap anggota masyarakat.5
Muhammad Syauqî alfanjarî mengemukakan bahwa takāful al-Ijtimā’ī bukan sekedar reaksi negatif, yaitu
ungkapan perasaan simpati akan penderitaan hidup orang lain, akan tetapi lebih dari itu ia merupakan reaksi positif
yang di wujudkan dalam perbuatan untuk meringankan kesusahan atau kesulitan hidup manusia.6
Berdasarkan pengertian di atas, maka takāful al-Ijtimā’ī bermaksud kewajiban individu dalam masyarakat
untuk saling menolong dan melakukan kerjasama dalam menghadapi berbagai bentuk bahaya yang mengancam ke-
mashlahatan umat dengan cara memberikan bantuan, baik bantuan dana atau bantuan moral (motivasi) atau keduanya
sekaligus untuk mewujudkan ke sejahteraan masyarakat dan menolak kerusakan dari setiap anggota masyarakat
dengan tidak menghiraukan perbedaan agama dan bangsa.7 Untuk hal itu, Jaribah (dalam Syantoso, 2011),
menyebutnya ‘jaminan sosial’ disini dapat diartikan sebagai “tanggung jawab penjaminan yang harus dilaksanakan
oleh masyarakat terhadapindividuindividu yang membutuhkan dengan cara menutupi kebutuhan mereka, dan
5Abdullah Nâsih ‘Ulwân, al-Takāful al-IIjtimā’ī fī al-Islām, (Kairo: Dār alSalām, 1428/ 2007, cet.ke8), 910.
6Muhammad Syauqī alFanjarī, (al-Muqawwamât al-Asasî li al-Mujtama’ al-Islāmî: al-Takâful al-ijtimâ’î, Kairo, 2000). 57.
7Aidil Alfin “Konsep Jaminan Sosial Dalam Sistem Ekonomi Islam: Jurnal Al-Hurriyah, 2:2, (Desember 2011), 22
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 379
berusaha merealisasikan kebutuhan mereka, memperhatikan mereka, dan menghindarkan keburukan dari
mereka”. 8
Berdasar pda pengertian Jaminan Sosial (Takaful Ijtima’i), beberapa substansi kata takaful menunjukkan
makna “pengharusan” dan “tanggung jawab”, karena kata takaful bentuk interaktif dari kata kafala. Dikatakan
takafaltubisy syai-i, ar tinya “aku mengharuskan diriku kepadanya dan aku akan menghilangkan darinya
ketelantaran dan kelenyapan”. Kâfil adalah orang yang menjamin manusia yang menjadi keluarganya dan
kewajiban menafkahinya. Sedangkan kata ijtimâ’i adalah penisbatan kepada ijtimâ’artinya masyarakat.
Maksudnya, perkumpulan sekelompok manusiayang dipadukan oleh satu tujuan. 9
Makna terpenting dari jaminan sosial ini adalah keharusan, tanggung jawab kolektif dalam penjaminan, baik
dari individu terhadap individu, dari jamaah kepada individu, atau dari individu kepada jamaah, dan keluasan
cakupannya terhadap semua sisi kehidupan baik dari pendidikan, kesehatan, pemeliharaan dan lain-lain.
2. Ruang Lingkup dan Hikmah Takafulul Ijtima’
Para sarjana muslim membagi ruang lingkup takāful al-Ijtimā’ī dari sudut bantuan yang diberikan kepada dua
bahagian, yaitu: Takâful mādī dan takāful macnawiy. 10
a. Takâful mādī
Takāful mādī adalah bantuan dana yang diberikan kepada orang miskin yang bisa mengubah keadaannya
dari ke miskinan kepada sekurangkurangnya terpenuhi Kebutuhan Layak Hidup (KLH).
8Arie Syantoso. “Analisis Fiqh Keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Studi Terhadap Undang-undang Nomor 24 Tahun2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).” At – Taradhi: Jurnal Studi Ekonomi, 7: 1 (Juni 2016), 42.
9Arie Syantoso. “Analisis Fiqh Keuangan”, 42.
10Aidil Alfin “Konsep Jaminan, 23
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 380
b. Takāful ma’nawī
Takāful ma’nawī adalah bantuan moral atau emosional, dimana keperluan manusia bukan sekedar uang atau
materi saja, tetapi manusia juga memerlukan nasehat, persahabatan, pendidikan, simpati, kasih sayang dan lainlain.
Takaful memiliki urgensi besar dalam Islam. Diantara dalail yang paling jelas dalam hal tersebut adalah
sebagai berikut:11
a. Perintah Takaful yang disejajarkan dengan perintah mentauhidkan Allah Ta’ala, Firman-Nya : “Berbuat
baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu”(QS. An-Nisa : 36)
b. Takaful disejajarkan dengan iman dan taqwa dalam ada dan ketiadaannya. Allah berfirman dalam menyifati
orang-orang yang bertaqwa: “dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak memina” (QS. Al-Ma’un, 1-3)
c. Dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah terdapat banyak dalil yang menunjukkan bahwa melaksanakan kewajiban
takaful merupakan sebab terpenting masuk surga, dan bahwa mengabaikan hak orang-orang yang
membutuhkan merupakan sebab terbesar masuk neraka, diantaranya adalah firman Allah, “Apakah yang
memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka) ? Mereka menjawab, Kami dahulu tidak termasuk orang-orang
yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin”(QS. Al-Muddatsir : 42-44)
d. Dalam fiqh Ekonomi Umar Radhiyallahu Anhu, nampak jelas perhatian terhadap jaminan sosial dalam
berbagai bidang, Takaful merupakan wasiat terakhir Umar Radhiyallahu Anhu ketika menjelang wafatnya.
Sebab terdapat riwayat bahwa sebelum beberapa hari dari musibah yang menimpanya di Madinah, beliau
11Arie Syantoso. “Analisis Fiqh Keuangan”, 43.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 381
berkata: “Jika Allah menyelamatkan aku, niscaya aku tinggalkan para janda penduduk Irak tidak akan
membutuhkan seseorang setelahku selamalamanya”. (Jaribah Al-Haritsi, 2010 : 288-289)
3. Penanggung Jawab Takaful
Takaful merupakan tanggung jawab masingmasing individu, masyarakat dan pemerintah. Berikut
penjelasan terkait tanggung jawab Takaful: 12
a. Tanggung Jawab Individu
Adalah tanggung jawab personil (fardhu’ain) yang diemban oleh seseorang yang mampu terhadap orang-
orang yang membuthkan diri orang-orang yang wajib dia nafkahi, adakalanya karena hubungan kerabat untuk
merealisasikan kecukupan mereka dan adakalanya karena kebutuhan mendesak kepada hartanya untuk
menyelamatkan kehidupan mereka, lalu dia menyerahkan kepada mereka apa yang dapat menghindarkan
mereka dari bahaya.
b. Tanggung Jawab Masyarakat
Sesungguhnya hukum yang asal bahwa ulilamri (pemerintah) mencerminkan masyarakat dalam
merealisasikan jaminan sosial. Akan tetapi jika ulil amri tidak melaksanakan hal tersebut karena suatu sebab,
maka masyarakat mengemban tanggung jawab hal tersebut secara langsung, dan tanggung jawab disini
menjadi fardhu kifayah jika terdapat sebagian orang yang malaksanakannya maka gugurlah dosa dari yang
lain, dan jika tidak terdapat sebagian orang yang melaksanakannya, maka gugurlah dosa dari yang lain, dan
jika tidak terdapat seorangpun yang melaksanakannya maka dosanya menjadi tanggung jawab semua orang,
hingga terdapat kepastian siapa orang yang melakukannya.
12Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Al-Fiqh Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar Ibnu Khaththab, terj. H. Asmuni Solihan Zamakkhsyari,(Jakarta : Khalifa, 2010), 290-291
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 382
c. Tanggung Jawab Pemerintah.
Tanggung jawab ini adakalnya secara langsung, yaitu dengan merealisasikan kecukupan melalui baitul
mal atau melalui anggaran pemerintah terhadap orang-orang yang tidak mampu dan terkadang tidak langsung,
yaitu dengan mewajibkan individu dan masyarakat untuk melaksanakan kewajiban terhadap orang-orang yang
membutuhkan.
4. Tata Cara dan Operasional Takaful/Jaminan Sosial
Takaful merupakan akad hibah yang pada dasarnya bertujuan untuk saling tolong menolong meringankan
beban kerugian, dan ikut andil menanggung penderitaan saat terjadi musibah. Tidak ber tujuan komersil dan
semata-mata bertujuan tolong menolong. Gharar dalam akad hibah dibolehkan serta tidak termasuk judi, maka
tidak mempengaruhi dan merusak keabsahan akad.13
a. Akad
Ada dua akad yang membentuk takaful yaitu:14
1) Akad tabarrû. merupakan bagian dari tabaddul haq (pemindahan hak) yang tujuan utamanya untuk
kebajikan.
2) Akad mudharabah. terwujud tatkala dana yang terkumpul itu diinvestasikan.
b. Tata cara pengelolaan atau investasi tidak boleh bertentangan dengan syari’at Islam
13Erwandi Tarmizi, Harta Haram Kontemporer, (Bogor: Berkah Mulia Insani., 2013), 247
14Muhaimin Iqbal, 2005, Asuransi Umum Syari`ah Dalam Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press. 2005),141
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 383
Tata cara pengelolaan atau investasi tidak boleh bertentangan dengan syari’at Islam, meliputi:15
1) Larangan Riba. Tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.
2) Larangan Maisir (judi). Salah satu pihak yang untung namun dilain pihak justru mengalami kerugian.
3) Larangan Gharar (ketidapastian). Gharar atau disebut juga taghrir adalah situasi dimana terjadi incomplete
information karena adanya uncertainty to both parties (ketidakpastian dari kedua belah pihak yang
bertransaksi).
B. Sikap Ukhuwah
1. Konsep Hakitat Sikap Ukhuwah
a. Makna Sikap Ukhuwah
Kata “ukhuwah secara etimologi berasal dari kata dasar akhun. Kata akhun dapat berarti saudara
kandung atau seketurunan atau dapat juga berarti teman. Bentuk jamaknya ada dua yaitu ikhwatun yang
berarti saudara kandung, dan ikhwanun yang berarti teman. Jadi dapat disimpulkan bahwa arti ukhuwah
secara etimologi berarti persaudaraan dan ukhuwah dalam Bahasa Arab (ukhuwwah) diambil dari kata akha,
dari sini kemudian melahirkan beberapa kata al-akh, akhu yang makna dasarnya adalah memberi perhatian
lalu artinyapun berkembang menjadi teman, sahabat.16
Arti ukhuwah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang seibu seayah (atau hanya seibu
atau seayah saja); adik atau kakak; orang yang bertalian keluarga, sanak famili. Jadi ukhuwah atau
15Arie Syantoso. “Analisis Fiqh Keuangan”, 44..
16Ikhwan Hadiyyin, “Konsep Pendidikan Ukhuwah: Analisa Ayat-Ayat Ukhuwah Dalam Al-Qur’an,”Jurnal Alqalam. 34: 2 (Juni. 2017),64.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 384
persaudaraan adalah sebuah ikatan atau sebuah perpaduan dari dua orang ataupun lebih yang serupa dengan
talian saudara. Al-Qurtubi dalam hal ini beracuan pada hadits Nabi yang artinya: Dan jadilah kamu hamba-
hamba Alah yang bersaudara. Pengertian persaudaraan dalam hadits di atas menurut qurthubi yakni agar kita
berusaha menjadi saudara senasab dalam kasih sayang, tolong menolong, saling membantu dan memberi
nasihat.17
Dikarenakan arti dasarnya tadi adalah memperhatikan, maka menyebabkan setiap orang yang
bersaudara diharuskan ada perhatian satu sama lain sehingga mereka akan selalu bergabung dalam banyak
keadaan. Adapun Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al Banna; Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan
hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan akidah.18
b. Hakikat Sikap Ukhuwah
Pada haikatnya ikatan ukhuwah dapat menjadikan manusia mempunyai rasa peduli, persaudaraan, saling
tolong menolong, dan saling mengasihi, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak
bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia membutuhkan kehidupan lain untuk menunjang
kehidupan yang dinamis. Dengan adanya konsep ukhuwah diharapkan dalam ikatan ukhuwah tidak membeda-
bedakan jenis kelamin, agama, etnis, warna kulit dan latar belakang ekonomi. Walaupun tidak seagama kita
juga harus tetap menjalin ukhuwah terhadap mereka yang tidak seagama sekalipun, dengan cara saling
menghormati dan juga saling mengasihi satu sama lain, karena tentunya manusia hidup dengan berbeda-beda
keyakinan.
17Ali Ridho, “Internalisasi Nilai Pendidikan Ukhuwah Islamiyah, Menuju Perdamaian (Shulhu) Dalam Masyarakat MultikulturalPerspektif Hadis,” Jurnal Kariman. 5: 2 (Agustus, 2017), 33.
18Idham A. R. Kholid, “Dakwah Dan Ukhuwah Dalam Bingkai Ibadah Dan ‘Ubudiyah,” Orasi :Jurnal Dakwah dan Komunikasi . 7:1(November, 2016), 8.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 385
c. Ruang Lingkup Sikap Ukhuwwah
Ruang lingkup ukhuwah islamiyah meliputi:19
1) Rukun TetanggaRukun tetangga merupakan organisasi masyarakat yang diakui oleh pemerintah untuk memelihara serta
melestarikan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat, yang berdasarkan kegotong-royongan untuk membantumeningkatkan kelancaran dalam suatu lingkungan.2) Organisasi
Organisasi dapat menjunjung tinggi ukhuwah, ukhuwah dapat menghidupkan prasangka yang baik dan
melahirkan rasa saling percaya sehingga antar sesama anggota organisasi agar dapat berjalan bersama
sesuai ideal nya organisasi tersebut.
3) Wilayah NegaraWilayah negara, daerah, atau lingkungan yang menunjukkan batasan suatu negara dimana dalam wilayah
tersebut bersangkutan, dapat menjadi tempat perlidungan rakyat dan menjadi tempat yang teroganisir dalam
suatu wilayah karena dalam wilayah memiliki beberapa penduduk sehingga perlunya ukhuwah islamiyah agar
tidak terjadi perpecahan atau pertikaian dalam suatu wilayah.
4) Tidak dibatasi dengan batas goegrafisKarena letak geografis dapat menjadikan persimpangan atau jalur yang sewaktu-waktu bisa ramai yang
menyebabkan menjadi sasaran pasar.
Disinilah letak ukhuwah islamiyah berperan sangat penting agar tidak terjadi prasangaka sesama
pedagang karna di untuk itu di butuhkan rasa persaudaraan yang tinggi dan saling menghargai.
19Suhanah Suhanah, “Pandangan Forum Ukhuwah Islamiyah Cirebon Tentang Wawasan Kebangsaan,” Jurnal Harmoni. 12: 3 (Juli,2013), 123–135.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 386
2. Dasr Perintah Sikap Ukhuwwah
Dasr Perintah Sikap Ukhuwwah dapat ditemukan dalam al-Qur’an dan Hadist Rasullah:20
a. Al- Qur‘an
Ada beberapa ayat dalam al-qur’an yang berhubungan dengan perintah ukhuwah Islamiyah, antara lain:
1) Dalam QS. Al-Hijr ayat 45-47 Allah SWT berfirman, yang artinya: “sesungguhnya orang-orang yang
bertaqwaa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (didekat) mata air-mata air (yang mengalir).
Dikatakan kepada mereka: masukkan ke dalamnya dengan saejahtera lagi aman, dan kami lenyapkan
segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-
hadapan diatas dipan-dipan”. (QS. Al-Hijr [15]: 45-47)
2) Dalam QS. Al - Hujurat ayat 10 Allah SWT., berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang Mukmin
adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudara kalian, dan bertakwalah kalian kepada Allah
SWT supaya kalian mendapatkan rahmat”. (QS. Al – Hujurat [49] ;10)
3) Dalam QS. Ali Imran ayat 103 Allah SWT berfirman, yang artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian
dengan tali Allah SWT dan janganlah kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah SWT atas
kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah SWT) menjinakkan antara hati-hati kamu
maka kamu menjadi bersaudara”. (QS. Ali Imran [3]: 103).
d. Hadits
Ada beberapa nas dalam hadist yang berhubungan dengan perintah ukhuwah Islamiyah, antara lain:
20Afidiah Nur Ainun, dkk. Mengenal Aqidah Dan Akhlak Islami. (Metro, Lampung: Iqra, 2018), 297
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 387
1) Hadits Rasulallah SAW Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Kalian tidak masuk surga hingga kalian
beriman dan belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai...”. (HR. Bukhari dan Muslim).
2) Hadits Rasulallah SAW Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Tidak sempurna iman seseorang dari
kalian sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.”(HR. Bukhari dalam kitab
shahihnya Bab: al-Iman no: 12 dan Imam Muslim dalam kitab shahihnya Bab: Iman no: 64).
3) Hadits Rasulallah SAW Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Perumpamaan orang-orang yang beriman
dalam hal saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi adalah bagaikan satu jasad, jika salah
satu anggotanya menderita sakit, maka seluruh jasad juga merasakan (penderitaannya) dengan tidak bisa
tidur dan merasa panas.”(HR. Bukhari dan Muslim).
3. Hikmah/Keutamaan Sikap Ukhuwwah
Keutamaan Ukhuwah Islamiyah adalah sebagai berikut: 21
a. Ukhuwah menciptakan wihdah (persatuan)
Sebagai contoh dapat kita lihat dalam kisah heroik perjuangan para pahlawan bangsa negeri yang bisa
dijadikan landasan betapa ukhuwah benar-benar mampu mempersatukan para pejuang pada waktu itu. Tidak
ada rasa sungkan untuk berjuang bersama, tidak terlihat lagi perbedaan suku,ras dan golongan, yang ada
hanyalah keinginan bersama untuk merdeka dan kemerdekaan hanya bisa dicapai dengan persatuan.
b. Ukhuwah menciptakan quwwah (kekuatan)
Adanya perasaan ukhuwah dapat menciptakan kekuatan (quwwah) karena rasa persaudaraan atau ikatan
21Ainun, dkk. Mengenal Aqidah, 280
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 388
keimanan yang sudah ditanamkan dapat menentramkan dan menenangkan hati yang awalnya gentar menjadi
tegar sehingga ukhuwah yang telah terjalin dapat menimbulkan kekuatan yang sangat kuat.
c. Ukhuwah menciptakan mahabbah (cinta dan kasih sayang).
Sebuah kerelaan yang lahir dari rasa ukhuwah yang telah tertanam dengan baik pada akhirnya
memunculkan rasa kasih sayang antar sesama saudara seiman yang dulunya belum mengenal satu sama lain
setelah dipertemukan dan kemudian dipersaudarakan semuanya barulah terasa kebersamaan. Inilah puncak
tertinggi dari ukhuwah yang terjalin antar sesama umat Islam.
Ukhuwah juga bukanlah sekedar persaudaraan akan tetapi dengan ukhuwah ini kita juga akan
menciptakan rasa persaudaraan yang kokoh, utuh, solid, serta menciptakan kasih sayang antara sesama yang
pada akhirnya akan menjadikan mandiri dan professional. Sedangkan Keutamaan mempererat ukhuwah
islamiyyah adalah sebagai berikut:22
a. Dengan ukhuwah kita bisa merasakan manisnya iman.
b. Dengan ukhuwah kita akan berada di bawah naungan cinta Allah dan dilindungi dibawah Arsy- Nya.dengan
ukhuwah kita akan menjadi ahli surga diakhirat kelak.
c. Dengan ukhuwah kita akan menjadi ahli surga diakhirat kelak;
d. Bersaudara karena Allah SWT adalah amal mulia yang akan mendekatkan seorang hamba dengan Allah
SWT.
22Ridho, Ali. “Internalisasi Nilai Pendidikan Ukhuwah Islamiyah, Menuju Perdamaian (Shulhu) Dalam Masyarakat MultikulturalPerspektif Hadis” Jurnal Karima. 5: 2 (Juli, 2017): 29–48.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 389
e. Dengan ukhuwah dosa-dosa kita akan diampuni oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: “jika dua orang
Muslim bertemu dan kemudian mereka saling berjabat tangan, maka dosa-dosa mereka hilang dari kedua
tangan mereka, bagai berjatuhan dari pohon”.
4. Bentuk Sikap Pembiasaan Sikap Ukhuwah
Bentuk Sikap Pembiasaan antara lain sebagai berikut:23
a. Sering Bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
Nabi Muhammad SAW. bersabda, “Allah SWT. berfirman, “Pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang
yang mencintai karena Aku, keduanya saling berkunjung karena Aku, dan saling memberi karena Aku‟.”(Imam
Malik dalam Al-Muwaththa‟).
Saat kita sering melakukan silaturahmi maka kita akan berinteraksi dan saling mengenal antara sesama
muslim, yang merupakan wujud nyata dari ketaatan kepada perintah Allah. Dengan adanya interaksi dapat
membuat ukhuwah lebih solid dan kekal. Seperti ayat dalam Al Qur‘an surah Al Hujurat: 13;
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah SWT ialah orang yang paling taqwa diantara
23Cecep Sudirman Anshori, “Ukhuwah Islamiyah Sebagai Fondasi Terwujudnya Organisasi Yang Mandiri Dan Profesional”, JurnalTa‟lim. 14: 1 (Agustus, 2016): 121.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 390
kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al Hujurat [49]: 13).
b. Memperhatikan Saudaranya Dan Membantu Keperluannya
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah
SWT akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya
Allah SWT akan memudahkan (urusannya) di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim,
niscaya Allah SWT akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah SWT selalu menolong hamba-
Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim).
Saling memahami (tafahum), maksudnya yakni seorang muslim hendaknya memperhatikan keadaan
saudara di sekitarnya supaya bisa membantu dan memberikan pertolongan sebelum saudaranya meminta,
karena pertolongan itu merupakan salah satu hak milik saudaranya yang harus ditunaikan. Saling memahami
adalah kunci ukhuwah islamiyah, tanpa sikap saling memahami (tafahum) maka ukhuwah tidak akan berjalan.
Jika sikap saling memahami sudah timbul atau lahir dari dalam hati maka timbullah rasa untuk saling tolong
menolong (ta’awun). Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan hubungan dan kerja sama dengan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam ajaran islam juga menganjurkan untuk tolong menolong
(ta’awun) dalam kebaikan.
Ta’awun dapat dilakukan dengan hati (saling mendo‘akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati),
dan aman (saling bantu membantu).
c. Memenuhi Hak Ukhuwah Saudaranya
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Kewajiban seorang muslim atas muslim yang lain ada
enam.”Lalu ada yang bertanya, “Apa itu ya Rasulullah.”Maka beliau menjawab, “Apabila kamu bertemu
dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, apabila dia mengundangmu maka penuhilah undangannya,
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 391
apabila dia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasehat kepadanya, apabila dia bersin lalu memuji Allah
SWT maka doakanlah dia dengan bacaan yarhamukallah-, apabila dia sakit maka jenguklah dia, dan apabila
dia meninggal maka iringilah jenazahnya.”(HR.Muslim).
Setiap muslim itu memiliki kewajiban atas muslim yang lain yakni, mengucapkan salam, memenuhi
undangan dari saudaranya, memberikan nasehat ketika diminta oleh saudaranya, menjawab bersin
(mendo‘akan), dan menjenguk ketika saudaranya sakit. Jadi saling melengkapi, saling menjaga, dan saling
membantu.
d. Mengucapkan Selamat Berkenaan Dengan Saat Keberhasilan
Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa bertemu saudaranya dengan
membawa sesuatu yang dapat menggembirakannya, pasti Allah akan menggembirakannya pada hari kiamat.”
(Thabrani dalam Mu’jam Shagir).
Jadi ketika kita bertemu dengan saudara kita, maka tunjukkanlah sikap yang manis, dan menyenangkan,
menunjukkan wajah yang gembira dan senyuman yang tulus atau mengucapkan selamat saat saudara kita
meraih keberhasilan.
C. Sikap Ta’awun
1. Makna Sikap ta’awun (Tolong menolong)
Secara etimologis kata “ta’awun” berasal dari bahasa arab yang تعاونا- یتعاون-تعاون berarti tolong
menolong, gotong royong, atau bantu membantu dengan sesama. Ta’awun adalah kebutuhan hidup manusia
yang tidak dapat dipungkiri, kenyataan membuktikan bahwa suatu pekerjaan atau apa saja yang membutuhkan
pihak lain pasti tidak akan dapat dilakukan sendiri oleh seseorang meski dia memiliki kemampuan dan
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 392
pengetahuan tentang hal itu. 24
Sedangkan menurut istilah, pengertian Ta’awun adalah sifat tolong menolong di antara sesama manusia
dalam hal kebaikan dan takwa. Dalam ajaran Islam, tolong menolong merupakan kewajiba muslim. Sudah
semestiya konsep tolong menolong ini dikemas sesuai dengan syariat Islam, dalam artian tolong menolong
hanya diperbolehkan dalam kebikan dan takwa, dan tidak diperbolehkan tolong menolong dalam hal dosa atau
permusuhan.25
Perilaku tolong menolong adalah suatu hal yang lazim. Tolong menolong disebut juga altruisme. Dengan
adanya tolong menolong dapat memberikan manfaat bagi manusia berupa kerukunan, dan kemaslahatan antar
pribadi satu dengan pribadi lain. Perilaku tolong-menolong adalah suatu hal yang lazim. Tolong-menolong
disebut juga altruisme. Dengan adanya tolong -menolong dapat memberikan manfaat bagi manusia berupa
kerukunan, dan kemaslahatan antar pribadi satu dengan pribadi lain. Manusia merupakan makhluk sosial yang
tidak bisa hidup sendiri. Tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang dapat memenuhi kebutuhan hidup
sendiri.26
2. Anjuran Tolong Menolong (ta’awun)
Tolong menolong merupakan kecenderungan alamiah kita seb agai manusia. Kita mempunyai kebutuhan
dasar untuk meminta dan memberikan pertolongan pada orang lain. Perilaku tolong-menolong sangat disukai
dan dianjurkan. Pada umumnya masyarakat di belahan dunia mana pun sangat menyukai orang-orang yang
memiliki kepribadian dermawan, suka menolong, solidaritas, dan mau berkorban untuk orang lain. Sebaliknya
orang yang bersifat kikir, egois atau individualis, sangat tidak disukai oleh orang lain. Dalam ajaran agama
24Masy’ari, Anwar. 1990. Akhlak Al-Qur’an. (Surabaya: Bina Ilmu.1990: 153)
25Ismail, I. & Hotman, P. Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam. (Jakarta: Kencana. 2013), 2
26Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 25
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 393
Islam, perilaku menolong merupakan perilaku yang sangat dianjurkan dan dihargai oleh para penganutnya.27
Al-Qur’an menyebutkan bahwa ta’awun merupakan hal yang esensial bagi setiap muslim. Untuk Iitu umat
slam diperintahkan untuk saling tolong menolong dalam perbuatan yang terpuji. Seperti yang tercantum dalam
QS. Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah [5] ; 2).
Dalam ayat tersebut dapat diketahui bahwa Islam menganjurkan untuk menolong sesama yang mengarah
pada suatu hal yang posistif dan baik yang dalam ayat diatas disebut dengan al-birr yang berarti kebajikan.
Ayat diatas mengandung isi anjuran untuk saling tolong menolong terhadap sesama, namun yang perlu digaris
bawahi adalah tolong menolong dalam hal kebaikan dan taqwa, seperti memberi sedekah kepada orang yang
membutuhkan itu merupakan salah satu bentuk dari perilaku tolong menolong yaitu donation, dan dalam islam
pun menganjurkan pula hal yang merugikan orang lain, seperti mencuri.
Islam hanya menganjurkan untuk menolong orang lain yang mengarah pada kebaikan, dan sebaliknya
Islam sangat tidak menganjurkan untuk menolong pada hal yang merugikan orang lain. Meskipun diri kita
sendiri yang dirugikan tapi tetap harus membalas dengan kebaikan, karena segala sesuatu yang kita lakukan
akan mendapat balasannya, seperti dalam firman Allah pada surat Ar-rahman ayat 60;
27Rahman, H. A. ”Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam: Tinjauan Epistimologi dan Isi-Materi”. Jurnal Eksis, 8: 1, (Mei,2012), 218..
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 394
Artinya: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” (QS. Ar-rahman [55]: 60).
Manusia ditakdirkan Allah sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial
dengan manusia. Sebagai makhluk sosial. Manusia juga memerlukan bantuan dan kerjasama dengan orang
lain dalam memenuhi hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Dengan kerjasama dan tolong
menolong tersebut diharapkan manusia bisa hidup rukun dan damai dengan sesamanya.
Sesuai dengan hadits nabi:
Artinya: Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapayang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akanmemudahkan kesulitan-kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedangkesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib)seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanyaselama hambanya menolong saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akanAllah mudahkan baginya jalan ke syurga. Sebuah kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allahmembaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepadamereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 395
sebut-sebut mereka kepada makhluk disisi-Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akandipercepat oleh nasabnya.28
Hadits diatas menjelaskan bahwa dalam tolong menolong itu berlaku bagi siapa saja tanpa melihat
adanya perbedaan jenis kelamin. Perilaku menolong berlaku bagi laki-laki yang dalam ayat diatas disebut
dengan al-mukmin maupun perempuan al-mukminat. Sebagian kaum mukminin, baik laki-laki maupun
perempuan adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka saling menyongkong karena kesamaan agama
dan keimanan kepada Allah. Mereka menyuruh yang ma’ruf (segala amal shaleh yang diperintahkan agama,
seperti ibadah), mencegah yang munkar (segala ucapan dan perbuatan yang dilarang agama, seperti berbuat
mendholomi orang lain).
3. Nilai-nilai Positif Ta’awun
Nilai-nilai positif tolong menolong dalam kehidupan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa manusia
adalah makhluk sosial. Setiap orang membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Oleh
karena itu antara satu orang dengan yang lain harus menjalin pergaulan yang baik. Karena jika tidak
kehidupan mereka akan berjalan sendiri. Pergaulaun yang baik itu salah satunya bisa diciptakan dengan
mengembangkan sikap saling menolong antar sesama.29
Konsep ta’awun hampir sama dengan konsep altruisme. Altruisme ialah tindakan sukarela yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharap imbalan apapun. Pribadi yang
altruitis ditandai dengan kesediaan berkorban untuk kepentingan, kebahagiaan atau kesenangan orang lain.
28Nawawi, Imam. Terjemah. Hadits Arba‟in an nawawiyah. Jawa Pegon dan Terjemah Indonesia. (Surabaya: Al Miftah. 2011), 77.
29Al-Hasyim, Muhammad Ali. 2001. Menjadi Muslim Ideal. (Jakarta: Pustaka Pelajar Offset.2001), 76.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 396
Kepuasan yang didapat altruitis adalah ketika bisa membantu orang lain. Santrock (2003) mengatakan bahwa
altruisme merupakan suatu minat yang tidak mementingkan diri sendiri dalam menolong orang lain. Myers dan
Sampson (dalam Garliah dan Wulandari, 2003), indikator seorang altruistis adalah: adanya empati, sukarela,
keinginan membantu. Leed. (dalam Ismiyati, 2003).30
4. Bentuk Perilaku Ta’awun
Adapaun bentuk-bentuk perilaku tolong menolong (ta’awun) menurut Wrighasman dan Desux 1984
(dalam Utomo& Wenty), dibedakan berdasarkan tingkat pengorbanan perilaku ke dalam tiga tindakan, yaitu:31
a. Favor
Favor; dapat diartikan sebagai tindakan membantu orang lain, dima na usaha membantu tersebut tidak
banyak membutuhkan pengorbanan (pengorbanan yang kecil) pengorbanan yang dimaksud disini berupa
pengorbanan tenaga atau usaha dan waktu. Walaupun pengorbanan yang diberikan pelaku kecil, namun
dampak dari tindakan ini mengu ntungkan bagi orang lain. Jadi, cost yang harus diberikan oleh mereka yang
melakukan perilaku ini tindakan begitu besar, dalam arti tidak melibatkan pengorbanan yang membedakan
pelakunya.
b. Donation
Perilaku ini disebut juga dengan perilaku menyumbang terha dap seseorangatau organisasi yang
memerlukan. Tindakan ini membutuhkan pengorbanan materi berupa uang atau barang.
30Wasitowati&Ken Sudarti. “Peningkatan Service Performance Melalui Ta’awun, Religiosity Dan Mood” Fokus Ekonomi; Jurnal IlmiahEkonomi .14: 1 (Juni 2019), 136.
31Masitha Hanum Utomo& Wenty Marina Minza. ”Perilaku Menolong Relawan Spontan Bencana Alam” Gadjah Mada Journal OfPsychology. 2: 1, (Januari, 2016), 52..
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 397
c. Intervention In Emergency
Intervention In Emergency; merupakan perilaku memberikan bantuan kepada orang lain yang dilakukan
dalam kondisi stres sfulatau pada situasi gawat darurat, dengan kemungkinan keuntungan yang sangat kecil
bagi yang melakukan. Dalam melakukan tindakan ini dapat mengundang ancaman keselamatan diri dari
penolong. oleh Karena itu, penolong berkorban besar dan kemungkinan menda patkan keuntungan yang
sangat kecil dari tindakan ini. contoh: membantu menyelamatkan orang yang terjebak di lokasi kebakaran.
D. Sikap Tasamuh (Toleransi)
1. Makna Sikap Tasamuh (Toleransi)
Toleransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah “tasamuh”, ini dipahami sebagai sikap tenggang
yaitu, sikap yang menghargai membiarkan, dan membolehkan adanya pendirian berupa pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendirian
diri sendiri.32
Dalam konteks ini, manusia harus selalu menjaga hubungan antar sesama dengan sebaik-baiknya, tidakterkecuali terhadap orang lain yang tidak seagama, atau yang lazim disebut dengan istilah toleransi beragama.Toleransi beragama berarti saling menghormati dan berlapang dada terhadap pemeluk agama lain, tidakmemaksa mengikuti agamanya dan tidak mencampuri urusan agamanya. Umat Islam diperbolehkanbekerjasama dengan pemeluk agama lain dalam aspek ekonomi, sosial, dan urusan duniawi lainnya.33 Dari
32Ahmad Izzan,“Menumbuhkan Nilai-Nilai Toleransi Dalam Bingkai Keragaman Beragama” Jurnal Kalam . 11:. 1 (Juni 2017): 165.
33Alpizar Alpizar,“Toleransi Terhadap Kebebasan Beragama Di Indonesia (Perspektif Islam), Jurnal Toleransi. 7: 2 (Februari2016):,133.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 398
pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap toleransi tumbuh dalam suatu pembiasaan danpembelajaran. Sebagai makhluk hidup yang bergantung kepada alam dan manusia maka tidak akan mampumelakukan segala aktifitas sendiri pasti akan membutuhkan bantuan orang lain. Sebagaimana yang telahdicontohkan Rasulullah SAW dalam dakwahnya beliau tidak pernah memaksa semua harus mengikutinyaajaran Islam yang beliau bawa beliau mengajarkan sikap toleransi yang sangat baik terhadap sesama makhlukhidup. Sebagai makhluk sosial maka kita harus memiliki sikap pluralisme. Sikap Pluralisme adalah Sikapkecenderungan untuk bereaksi secara positif (menerima) atau secara negatif (menolak) terhadap suatu obyek,berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai obyek yang berharga.34
Indonesia merupakan negara dengan tingkat pluralisme yang tinggi dengan perbedaan agama, ras,budaya dan adat sebagai ciri khas bangsa Indonesia dengan semboyannya Bhinneka Tunggal Ika sehinggamasyarakat Indonesia lebih menggunakan sikap pluralisme karena dengan ini dapat menjadi bangsa yang kuatkarena persatuannya dan sikap toleransi terhadap masing-masing kepercayaan yang dianutnya.2. Ruang Lingkup dan Kriteria Tasamuh (Toleransi)
Tasamuh/Toleransi beragama berarti toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri
manusia yang berhubungan dengan aqidah dan kepercayaan seseorang.35 Dari pengertian sikap toleransi
dapat diartikan sikap atau perilaku yang saling menghargai, saling melindungi serta saling tolong menolong
juga tidak membedakan antar agama, suku, etnis, atau ras tertentu. Kemudian daripada itu sikap toleransi
inilah adalah meleburnya suatu tindakan saling menghormati dan tidak saling menyalahkan antar satu pihak ke
pihak yang lain. Bukan hanya itu sikap toleransi di Negara Indonesia apalagi di dalam agama kita Islam
tentulah sangat ditekankan, sikap toleransi dalam agama ditandai dengan saling menghormati jika antar ibadah
34Darwyan Syah, “Pemahaman Surat-surat Pendek AlQur‘an Tentang Toleransi dan Implikasinya Bagi Pengembangan SikapPluralisme. Analisis: Jurnal Studi Keislaman. 13: 2 (April 2017): 315.
35Casram “Membangun Sikap Toleransi Beragama Dalam Masyarakat Plural”, Wawasan; Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya. 1:2 (23 Agustus 2016): 187–98.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 399
pada masing-masing agama.
Misalnya seorang yang beragama Kristen sedang beribadah di gereja atau sedang merayakan Natal, kita
sebagai umat Islam yang tentunya berlandaskan ketauhidan kepada Allah SWT hendaknya tidak mengganggu
dan membiarkan mereka beribadah dengan tenang, begitu pun sebaliknya. Akan tetapi kita sebagai umat
Islam pun tidak harus berlebih-lebihan dalam toleransi, jika umat islam sudah mengikuti atau belajar bahkan
ikut merayakan hari besar umat non islam itu juga sudah termasuk mengkhianati prinsip ketauhidan kita.
Adapun kriteria bahwa didalam suatu hubungan bermasyarakat terdapat sikap tasamuh diantaranya
adalah:36
a. Menghormati keyakinan orang lain.. Suatu keadaan dimana kita sebagai manusia yang bertempat tinggal di
sebuah Negara Indonesia, di Indonesia menganut sistem Pancasila yang mengakui lima agama yaitu: islam,
kristen katolik, protestan, hindu, budha. Keadaan ini tentu saja mewajibkan setiap masing-masing pemeluk
agama saling menghormati satu sama lain.
b. Falsafah Pancasila. Falsafah adalah upaya manusia dalam mencari kebijaksanaan dalam hidup.264
Landasan ideologi negera Indonesia yang merupakan tanda pemersatuan bangsa, dan tidak membeda-
bedakan antar agama, suku, maupun ras.
c. Bhineka Tunggal Ika. Arti dari Bhineka Tunggal Ika sendiri yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu, ungkapan
itu menggambarkan keberagaman yang ada di Negara Indonesia. Sebagaimana dengan ungkapan tersebut,
toleransi menjadi arti penting sebuah perdamaian.
36Soeprapto Soeprapto, “Hubungan Falsafah Pancasila Dengan Ideologi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka” Jurnal Filsafat. 1:1(Desember 2007): 6
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 400
d. Jujur dan Sadar. Sikap toleransi terhadap manusia juga membutuhkan rasa sadar diri dan saling jujur.
Karena sikap tersebut perlu ada dalam diri sehingga menimbulkan perasaan saling mengerti, dan tidak
menimbulkan perselisihan. Kejujuran dalam bertindak juga mengurangi pertentangan di dalam batin.
e. Setuju dalam perbedaan. Maksudnya adalah ketika kita sudah setuju adanya perbedaan maka semua itu
akan melebur dalam perdamaian. Perbedaan bukan menjadi suatu alasan untuk bertengkar, berdebat kusir
dan bermusuhan. Jadikan perbedaan sebagai warna dalam kehidupan yang berwujud kedamaian, karena
perbedaan selalu ada dimanamana. Berdeda bukan berarti tidak dapat bersama.
f. Akuilah, hak orang lain. Dengan mengakui hak orang lain maka secara tidak langsung mental kita akan
terlatih menjadi pribadi yang mudah menghargai pendapat maupun menerima sikap orang lain terhadap diri
sendiri. Contohnya dalam bersikap toleransi ialah ketika seorang yang beragama budha berhak
sembahyang divihara nya maka yang berlainan agama harus bersikap toleransi dengan membiarkan dan
tidak menganggunya.
Itulah ke-enam ruang lingkup sikap toleransi yang tentunya sudah kita amalkan dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Dalil-dalil dan Keutamaan Tasamuh (Toleransi)
Toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik
dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama. Ini semua merupakan
fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan.
Landasan dasar pemikiran ini yaitu:37
Dalam surat Al-Hujurat ayat:13:
37Muhammad Yasir, “Makna Toleransi Dalam Al-Qur‘an” Jurnal Ushuluddin . 22: 2 (Desember 2014): 173-4.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 401
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al Hujurat [49]: 13).
Dari ayat diatas di jelaskan bahwa Allah SWT.’ mengarahkan kepada seluruh umatnya agar tidak
membeda-bedakan satu sama lain. karena sesungguhnya orang yang mulia di sisi Allah SWT adalah orang
yang bertaqwa, dan Allah SWT juga mengajarkan agar kita harus saling mengenal.
Ayat-ayat lain juga di jelaskan bahwa ada beberapa toleransi diantaranya: toleransi hidup berdampingan
dengan agama lain, toleransi beragama, toleransi dalam keyakinan dan menjalankan peribadahan, toleransi
dalam hubungan antar bermasyarakat dalam berhubungan dengan sesama masyarakat baik satu agama
maupun berbentuk dalam berbagai macam perbedaan yaitu dalam surat Al-Kafirun ayat:1-6:
Atinya: Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, ku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, an kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah,dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah,untukmu agamamu dan
untukku agamaku”. (QS. Al-Kafirun [109]:1-6).
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa tidak di dianjurkan umat Islam memaksa pemeluk agama lain untuk
memasuki agama islam tanpa kemauan orang tersebut. Al-Qur‘an menjelaskan bahwa kaum muslimin harus
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 402
tetap berbuat adil walaupun terhadap orang-orang kafir dan dilarang mendzalimi hak mereka karena Allah Swt
tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk mendzalimi umat yang berbeda agama bahkan kita di
wajibkan untuk menjalani hubungan baik dengan orang yang beragama lain.
Adapun keutamaan toleransi, menurut Abdurrahman Wahid (dalam, na’im), kerusuhan di berbagai tempat
di Indonesia disebabkan salah satunya oleh pemahaman keagamaan yang eksklusif. Karena itulah maka
pengembangan paradigma positif sangat penting artinya. Pada perspektif inilah, toleransi menemukan titik
signifikansinya. Relasi dengan umat yang berbeda agama harus dilandasi oleh sikap yang tulus dan ikhlas.38
a. Toleransi tidak akan terbangun jika pemikiran terhadap mereka yang berbeda keyakinan bercorak negatif.
pemikiran mempengaruhi terhadap cara pandang seseorang. Akar terjadinya konflik adalah jika pemahaman
terhadap agama merasa paling benar.
b. Toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang
berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk
meyakini dan memeluk agama (mempunyai akidah) yang dipilihnya masing-masing serta memberikan
penghormatan atas pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut atau diyakininya.39
Dari pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap manusia itu memiliki hak masing-masing
untuk menentukan jalan hidupnya sehingga apa yang dilakukan menentukan kepribadiannya. Dengan memiliki
sikap toleransi akan memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan dimasyarakat seperti:40
38Ngainun Naim, “Abdurrahman Wahid: Universalisme Islam dan Toleransi” Jurnal Kalam. 10: 2 (Desember, 2016): 425.
39Casram, “Membangun Sikap, 198.
40Ainun, dkk. Mengenal Aqidah, 262.
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 403
a. Dapat terhindar dari perpecahan antar umat atau agama
b. Dapat mempererat silaturahmi
c. Terciptanya ketentraman dalam masyarakat
d. Melatih diri untuk saling menghargai
e. Memperkuat hubungan sesama manusia
f. Meningkatkan rasa Nasionalisme
4. Bentuk Sikap Pembiasaan Sikap Tasamuh (Toleransi)
Sikap toleransi agama memandang bahwa:41
a. Kebebasan beragama tidak perlu ada pemaksaan. Karena agama merupakan sumber dari pengetahuan-
pengetahuan ilmiah yang diikuti dengan perbuatan yang terdiri dari keyakinan-keyakinan.
b. Keyakinan dan keimanan merupakan persoalan hati yang tidak dapat dipaksakan.
c. Tindakan pemaksaan terhadap manusia akan bertentangan dengan kenyataan bahwa manusia adalah
makhluk berpikir sekaligus kritis.
d. Sebagai makhluk rasional, manusia tentu memiliki analisis dalam memilih.
e. Mengetahui dan membedakan antara yang baik dan buruk adalah niscaya bagi manusia. Artinya, akan
sangat keliru jika manusia menjatuhkan pilihannya terhadap keburukan sementara terdapat pilihan yang
jauh lebih baik.
41 Suja‘i Sarifandi, ―Sikap Toleransi Beragama Jama‘ah Salafi PP. Umar Bin Khatab Kel. Delima Kec. Tampan Pekanbaru TerhadapJama‘ah Muslim Lainnya, Jurnal Toleransi . 6: 2 (Oktober 2014): 167
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 404
f. Pilihan ditentukan oleh tiap individu untuk memilih dan melakukan serta menerima konsekuensi logis
terhadap pilihannya tersebut.
Kemajemukan agama dan sosial-budaya akan tetap merupakan gejala menonjol dan amat penting di
Indonesia, yang selalu diperhitungkan dalam merumuskan berbagai kebijakan. Kondisi sosial dan budaya yang
majemuk memerlukan adanya sebuah titik temu dalam nilai kesamaan dari semua kelompok yang ada. Salah
satu titik temu dalam nilai kesamaan dari kelompok budaya yang berbeda-beda adalah dengan bersikap
toleran. Toleransi inilah dasar penopang bagi berdirinya sebuah negara besar yang plural yang bernama
Indonesia. meneguhkan semangat toleransi berarti menjunjung tinggi keanekaragaman. termasuk
keanekaragaman ekspresi keagamaan, keanekaragaman aliran dan kepercayaan. Inilah kenyataan historis
yang tidak terelakkan, bukan suatu kehendak atau rekayasa manusia. Kemajemukan adalah kenyataan yang
mesti diterima dengan lapang dada. Sebab dengan menerimanya sebagai kenyataan hidup, maka akan
mengantarkan seseorang pada sikap historis yang dilandasi oleh sikap kedewasaan.42
Oleh karena itu penerapan toleransi sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari. Toleransi dapat
diwujudkan dengan sikap-sikap; menghargai dan menghormati agama lain; bergaul tanpa membedakan
ras,suku, budaya dan agama; memberikan rasa aman terhadap umat yang beragama lain; tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain; saling tolong menolong; dan tidak menghina dan menjelek-jelekan agama lain.
PENUTUP
Dalam agama islam di wajibkan untuk berbuatan baik kepada sesama muslim Islam sebagai agama yang
paling sempurna dan agama kasih sayang mengutamakan hubungan persaudaraan sesama muslim diantara
sesama pemeluknya . Sehubungan dengan itu Islam mensyari’atkan bagaimana seharusnya sikap dan akhlak
42Andi Eka Putra, Islam Toleran: Membangun Toleransi dengan Jalan Spiritual, Jurnal Kalam. 10: 2 (Desember 2016):, 385
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 405
seseorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim yang lain, agar terbina hubungan harmonis dan saling
menghargai satu sama lain, saling kasih mengasihi dan saling tolong menolong dan saling cinta mencintai
karena Allah.
Makna terpenting dari takāful al-Ijtimā’î/ jaminan sosial ini adalah keharusan, tanggung jawab kolektif dalam
penjaminan, baik dari individu terhadap individu, dari jamaah kepada individu, atau dari individu kepada jamaah,
dan keluasan cakupannya terhadap semua sisi kehidupan baik dari pendidikan, kesehatan, pemeliharaan dan lain-
lain.
Ikatan ukhuwah dapat menjadikan manusia mempunyai rasa peduli, persaudaraan, saling tolong
menolong, dan saling mengasihi, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa
berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia membutuhkan kehidupan lain untuk menunjang kehidupan
yang dinamis.
Ta’awun yang berarti tolong menolong, gotong royong, atau bantu membantu dengan sesama.
Pentingnya menerapkan sikap ta’awun pekerjaan dapat terselesaikan dengan lebih sempurna, melahirkan
cinta dan belas kasih antar orang yag saling menolong, dan menghapus jurang pemisah antar orang yag
mampu dan orang yang tidak mampu karena yang satu dengan yang lain saling melengkapi..
Tasamuh berarti sikap tenggang rasa saling menghormati saling menghargai sesama manusia untuk
melaksanakan hak-haknya. Tasamuh dapat menjadi pengikat persatuan dan kerukunan, mewujudkan suasana
yang harmonis, dan dapat menjalin tali silaturrahmi kepada sesama
PUSTAKAAbdullah Nâsih ‘Ulwân, al-Takāful al-IIjtimā’ī fī al-Islām, cet.ke8. (Kairo: Dār alSalām, 1428/2007).Afidiah Nur Ainun, dkk. Mengenal Aqidah Dan Akhlak Islami. (Metro, Lampung: Iqra, 2018),Ahmad Izzan,“Menumbuhkan Nilai-Nilai Toleransi Dalam Bingkai Keragaman Beragama” Jurnal Kalam . 11:. 1 (
Juni 2017):Aidil Alfin “Konsep Jaminan Sosial Dalam Sistem Ekonomi Islam: Jurnal Al-Hurriyah, 2:2, (Desember 2011).
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 406
Al-Hasyim, Muhammad Ali. 2001. Menjadi Muslim Ideal. (Jakarta: Pustaka Pelajar Offset.2001).Ali Ridho, “Internalisasi Nilai Pendidikan Ukhuwah Islamiyah, Menuju Perdamaian (Shulhu) Dalam Masyarakat
Multikultural Perspektif Hadis,” Jurnal Kariman. 5: 2 (Agustus, 2017),Alpizar Alpizar,“Toleransi Terhadap Kebebasan Beragama Di Indonesia (Perspektif Islam), Jurnal Toleransi. 7:
2 (Februari 2016).Andi Eka Putra, Islam Toleran: Membangun Toleransi dengan Jalan Spiritual, Jurnal Kalam. 10: 2 (Desember
2016).Arie Syantoso. “Analisis Fiqh Keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Studi Terhadap Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).” At – Taradhi: Jurnal StudiEkonomi, 7: 1 (Juni 2016).
Casram “Membangun Sikap Toleransi Beragama Dalam Masyarakat Plural”, Wawasan; Jurnal Ilmiah AgamaDan Sosial Budaya. 1: 2 (23 Agustus 2016).
Cecep Sudirman Anshori, “Ukhuwah Islamiyah Sebagai Fondasi Terwujudnya Organisasi Yang Mandiri DanProfesional”, Jurnal Ta‟lim. 14: 1 (Agustus, 2016):
Darwyan Syah, “Pemahaman Surat-surat Pendek AlQur‘an Tentang Toleransi dan Implikasinya BagiPengembangan Sikap Pluralisme. Analisis: Jurnal Studi Keislaman. 13: 2 (April 2017).
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Kontemporer, (Bogor: Berkah Mulia Insani, 2013).Idham A. R. Kholid, “Dakwah Dan Ukhuwah Dalam Bingkai Ibadah Dan ‘Ubudiyah,” Orasi :Jurnal Dakwah dan
Komunikasi . 7:1 (November, 2016),Ikhwan Hadiyyin, “Konsep Pendidikan Ukhuwah: Analisa Ayat-Ayat Ukhuwah Dalam Al-Qur’an,”Jurnal Alqalam.
34: 2 (Juni. 2017),Ismail, I. & Hotman, P. Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam. (Jakarta:
Kencana. 2013),Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Al-Fiqh Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar Ibnu Khaththab, terj. H. Asmuni
Solihan Zamakkhsyari, (Jakarta : Khalifa, 2010),Kenneth Thomson, “Introducing to Principles of Social Security”, in “ISSA” Regional Training Seminar, (Jakarta
1627 Jun 1980).
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 407
Majmac alLughah al’Arabiyah, Mu’jam al-Wasīt, ed.ke4, (Mesir: Maktabat alSurūq al’Arabiyyah, 1425/2004).Masitha Hanum Utomo& Wenty Marina Minza. ”Perilaku Menolong Relawan Spontan Bencana Alam” Gadjah
Mada Journal Of Psychology. 2: 1, (Januari, 2016).Masy’ari, Anwar. 1990. Akhlak Al-Qur’an. (Surabaya: Bina Ilmu.1990).Muhaimin Iqbal, 2005, Asuransi Umum Syari`ah Dalam Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press. 2005),Muhammad ibn cAli Alshaukānī, Irshad al-Fuhul ilā Tahqīq al-Haqq min ‘Ilm al-Usul, (Beirut: Dar alFikri, 1977).Muhammad Syauqī alFanjarī, (al-Muqawwamât al-Asasî li al-Mujtama’ al-Islāmî: al-Takâful al-ijtimâ’î, Kairo,
2000).Muhammad Yasir, “Makna Toleransi Dalam Al-Qur‘an” Jurnal Ushuluddin . 22: 2 (Desember 2014)Nawawi, Imam. Terjemah. Hadits Arba‟in an nawawiyah. Jawa Pegon dan Terjemah Indonesia. (Surabaya: Al
Miftah. 2011).Ngainun Naim, “Abdurrahman Wahid: Universalisme Islam dan Toleransi” Jurnal Kalam. 10: 2 (Desember,
2016).Rahman, H. A. ”Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam: Tinjauan Epistimologi dan Isi-Materi”. Jurnal
Eksis, 8: 1, (Mei, 2012).Ridho, Ali. “Internalisasi Nilai Pendidikan Ukhuwah Islamiyah, Menuju Perdamaian (Shulhu) Dalam Masyarakat
Multikultural Perspektif Hadis” Jurnal Karima. 5: 2 (Juli, 2017):Salahuddin Sanusi, Integrasi Ummat Islam. Cet.1; (Bandung: Iqmattudin, 1967),Soeprapto Soeprapto, “Hubungan Falsafah Pancasila Dengan Ideologi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka”
Jurnal Filsafat. 1:1 (Desember 2007).Suhanah Suhanah, “Pandangan Forum Ukhuwah Islamiyah Cirebon Tentang Wawasan Kebangsaan,” Jurnal
Harmoni. 12: 3 (Juli, 2013),Suja‘i Sarifandi, ―Sikap Toleransi Beragama Jama‘ah Salafi PP. Umar Bin Khatab Kel. Delima Kec. Tampan
Pekanbaru Terhadap Jama‘ah Muslim Lainnya, Jurnal Toleransi . 6: 2 (Oktober 2014):Supardan, Dadang. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. (Jakarta: Bumi Aksara, 2011)Wasitowati&Ken Sudarti. “Peningkatan Service Performance Melalui Ta’awun, Religiosity Dan Mood” Fokus
Ekonomi; Jurnal Ilmiah Ekonomi .14: 1 (Juni 2019).
Part: 10 Akhlak Terhadap Sesama 408
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Sikap Takafulul Ijtima Sikap Ukhuwah Sikap Ta’awun Sikap Tasamuh
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 409
Part: XIAKHLAK TERHADAP ORANG TUANorma Etis dan Teknis berbuat Ihsan
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJAN
Setelah mendapat materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep Akhlak terhadap Orang Tua Birrul Walidain
2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai Norma Etis dan Teknis berbuat Ihsan terhadap Orang tua
3. Menerapkan konsep Birrul Walidain dalam kehidupan sehari-hari
POKOK BAHASAN1. Konsep Dasar Birrul Walidain2. Kewajiban Muslim Berbhakti Kepada Orang Tua3. Keutamaan dari Berbakti Kepada Orang Tua Birrul Walidain4. Bentuk Sikap dan Cara berbakti terhadap Orang tua
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 410
TOPIK BAHASAN:Norma Etis dan Tehnis berbuat Ihsan
Menghormati orang tua sangat ditekankan dalam Islam. Banyak ayat di dalam Al-Quran yang menyatakan
bahwa segenap mukmin mesti berbuat baik dan menghormati orang tua.Selain menyeru untuk beribadah
kepada Allah semata, tidak meyekutukan-Nya dengan apapun.AlQur’an juga menegaskan kepada kaum
beriman untuk menunjukan rasa syukur kepada Allah untuk menghormati keduanya. Begitupun dalam hadits
di jelaskan: “Syurga berada di bawah telapak kaki ibu’.Al-Amiri berkata maksud dari syurga yaitu ukuran dalam
berbakti dan khidmah pada para ibu bagaikan debu yang berada di bawah telapak kaki mereka,
mendahulukan kepentingan mereka atas kepenti ngan sendiri dan berbakti pada setiap hamba-hamba Allah
lainnya karena merekalah yang rela menanggung beban penderitaan kala mengandung, menyusui serta
mendidik anak-anak mereka.
Islam telah mengajarkan umat muslim agar taat dan berbakti kepada orang tua, mengingat banyak
dan besarnya pengorbanan serta kebaikan orang tua terhadap anaknya, yaitu memelihara dan mendidiksejak
kecil tanpa perhitungan biaya yang sudah dikeluarkan dan tidak mengharapkan balasan sedikitpun dari anak,
meskipun anak sudah mandiri dan berkecukupan tetapi orang tua tetap memperlihatkan kasih
sayangnya.Oleh karena itu seorang anak memiliki macam-macam kewajiban terhadap orang tuanya menempati
urutan kedua setelah Allah swt, dan dilarang untuk durhaka kepada orang tua. Hal ini telah Allah gambarkan di
dalam Qs. Luqman 14” Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah
kembalimu“
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 411
A. Konsep Dasar Birrul Walidain
1. Makna Adab Kepada Orang Tua
Dalam KBI, kata “adab” diartikan “kehalusan” dan “kebaikan budi pekerti”, “kesopanan”, dan “akhlak”.
Sedangkan beradab artinya mempunyai adab, mempunyai budi bahasa yang baik, berlaku sopan.1 Para pakar
pendidikan di Indonesia meyakini bahwa pendidikan karakter telah menjadi kebutuhan penting bagi bangsa
Indonesia.2
Kata “adab” dikenal dalam bahasa arab sejak pra-Islam pemaknaannya berkembang seiring evolusi
kultular bangsa Arab. Kata ini tidak pernah memperoleh definisi baku: kata adab di fahami bervariasi dari
zaman ke zaman dan dari satu konteks ke konteks yang lain. Pemaknaan tertua dari kata adab
mengaplikasikan suatu kebiasaan, suatu norma tingkah laku praktis, dengan konotasi ganda, yakni: (1) nilai
tersebut di pandang terpuji. (2), nilai tersebut diwariskan dari generasi kegenerasi dengan demikian adab
adalah suatu konsep yang tidak cukup hanya di ketahui, tetapi lebih penting lagi harus di hayati dan di praktikan
seseorang guna untuk menyempurnakan kehidupannya.3
Adab dalam pandangan Al-Mawardi adalah kebaikan manusia, kerendahan hati, sikap yang baik,
kesederhanaan, kontrol diri, amanah, dan terbatas dari iri hati, serta kebaikan sosial, seperti ucapan yang baik
menjaga rahasia iffah (lidah), sabar dan tabah memberi nasihat yang baik, menjaga kepercayaan dan
1Tim Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diknas, 2008), 9
2Fika Pijaki Nufus, dkk. “Konsep Pendidikan Birrul Walidain Dalam Qs. Luqman (31): 14 Dan Qs. Al – Isra (17) : 23-24.” Jurnal IlmiahDidaktika. 18:1 (Agustus, 2017), 20
3Hasan asari, Etika akademis dalam Islam , (Jakarta: Tiara Wacana, 2004), 1
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 412
keputusan didalam bahasa Arab adab anak terhadap orang tua disebut Birr Al-Walidain.4
Dari pengertian adab tersebut, dapat disimpulkan bahwa adab merupakan tatakrama, sikap yang
baik, akhlak seseorang dalam berinteraksi pada kehidupan sehari-hari.
2. Makna dan Hakikat Birrul Walidain
Dari segi etimologis/bahasa kata Al-Walidain memiliki arti kedua orang tua kandung. Sedangkan Al-
Birr artinya kebaikan, berdasarkan hadits Rasulullah Shalallahu‘Alaihi Wasalam: “Al-Birr, adalah baiknya
akhlak”. Al- Birr merupakan hak kedua orang tua dan kerabat dekat, lawan dari Al-„Uquuq (durhaka), yaitu
"kejelekan dan menyia-nyiakan hak’. Al-Birr adalah mentaati kedua orang tua di dalam semua apa yang mereka
perintahkan kepada engkau, selama tidak bermaksiat kepada Allah, dan Al –‘Uquuq dan menjauhi mereka dan
tidak berbuat baik kepadanya.5
Sebagian masyarakat menganggap bahwa bahasa Arab dari berbakti kepada orang tua adalah Birr Al-
Walidain. Padahal, didalam Al-qur’an berbakti kepada orang tua tidak hanya ditunjukkan dengan kata birr,
melainkan juga dengan kata ihsan dan ma’ruf. Fatkhur Rochman (dalam Nufus, dkk), menyatakan bahwa
secara umum kata birr, ihsan, dan ma’ruf sama-sama bermakna kebaikan, suatu perbuatan yang bersifat baik.6
Pada akhirnya ketiga kata tersebut memiliki arti yang sama.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan dari definisi birrul walidain tersebut adalah, suatu bentuk keharusan
yang menjadi kewajiban bersifat Fardhu ’Ain bagi anak untuk menunjukkan akhlak yang mulia kepada kedua
4Nufus, dkk. “Konsep Pendidikan, 20
5Fika Pijaki Nufus, dkk. “Konsep Pendidikan Birrul Walidain Dalam Qs. Luqman (31): 14 Dan Qs. Al – Isra (17) : 23-24.” Jurnal IlmiahDIDAKTIKA. 18:1 (Agustus 2017), 18.
6Nufus, dkk. “Konsep Pendidikan, 19
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 413
orang tua, menuruti perintahnya selama masih dalam ta’at yang baik (tidak menyimpang dari ajaran agama
Islam), tidak menyia-nyiakan keberadaanya, mendoakannya, dan tetap melakukan kebaikan kepadanya.
Namun jika keduanya atau salah satunya telah tiadahendaklah seorang anak selalu mendoakannya.
Karena hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’I, dan Ahmad berbunyi:
“Jika anak Adam meninggal, maka amalannya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah atau wakaf,
ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang berdo’a kepadanya”. (HR Muslim no 1631).
Perlu disadari, bahwa birrul walidain merupakan muamalah utama yang diperintahkan oleh Allah
Subhanahu Wata’ala.. Sehingga dalam bertingkah laku kepada kedua orang tua memiliki adab-adab yang
khusus. Penulis kitab Majmu’Az –Zawa’id telah menulis kisah: “Abu Ghassan Adh-Dhabby bercerita, “Aku
keluar dan berjalan bersama Ayahku saat cuaca sedang panas.Lalu Abu Hurairah bertemu denganku
dan ia bertanya, „siapa orang ini?‟.”Ayahku,”jawabku.“Janganlah engkau berjalan didepan ayahmu,
tetapi berjalanlah dibelakang atau disampingnya.Janganlah engkau membiarkan seseorang menghalangi
jalan diantara kamu dan ayahmu.Janganlah engkau berjalan diatas tempat ayahmu.Dan janganlah engkau
memakan tulang berdaging (yang sebagian dagingnya telah diambil), sedangkan ayahmu melihatnya, karena
boleh jadi ayahmu menginginkannya,” kata Abu Hurairah7.
Dengan demikian, diketahui bahwa dalam Islam, birrul walidain bukan sekadar anjuran, namun
merupakan perintah dari Allah dan Rasul-Nya, sehingga wajib hukumnya. Sebagaimana kaidah ushul fiqih,
bahwa hukum asal dari perintah adalah wajib.
7Abdullah Nasih Ulwan, Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia Panduan Mendidik Anak menurut Metode Islam, (Jakarta: LenteraAbadi, 2006), 8.
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 414
3. Konsep Birrul walidain dalam Al-Qur’an
a. Konsep birrul walidain terkandung dalam surat Maryam ayat 41, 46 dan 48
Fiman Allah SWT dalam surat Maryam ayat 41;
Artinya: “Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi”.(QS. Maryam [19]: 41).
Menurut Ali Ash-Shabuni dalam menafsirkan ayat 41 dari surat Maryam adalah, sebagai berikut:
Ceritakanlah kisah Ibrahim di dalam Alkitab (al-Qur’an) ini. Sebutkanlah hai Muhammad dalam al-Qur’an yang
agung ini kisah Khalil ar-Rahman, Ibrahim as. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi
seorang nabi. Dia selalu jujur dan sangat jujur, dia seorang shiddiq dan nabi. Tujuannya adalah mengingatkan
bangsa Arab akan kelahiran Ibrahim yang mereka jadikan panutan dalam menyembah berhala, ternyata adalah
imam tauhid. Di membawa ajaran tauhid yang suci murni sebagaimana yang dibawa oleh Nabi Muhammad.”8
Fiman Allah SWT dalam surat Maryam ayat 46;
Artinya:Berkata bapaknya: “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak
8As-Shabuni, Safwatut Tafsir, 344.
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 415
berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama”. ”.(QS. Maryam [19]:
46).
Fiman Allah SWT dalam surat Maryam ayat 48;
Arinya: “Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang engkau sembah selain Allah, dan aku
akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku."
”.(QS. Maryam [19]: 48).
Ayat 46 dan 48 di atas, menjelaskan peringatan ibrahim yang disampaikan dengan lembut, santun, dan
berkali-kali tetap tidak mampu menyadarkan ayahnya. Karena keyakinan salah itu sudah mendarah daging
pada diri ayahnya, dia berkata dengan kesal, ‘bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai ibrahim, sehingga
engkau terus mengajakku meninggalkan sesembahan itu dan memintaku beribadah hanya kepada tuhan yang
esa’ jika engkau tidak berhenti dari permintaanmu dan tetap mencela tuhanku, pasti engkau akan kurajam,
kulempari dirimu dengan batu sampai mati. Bila engkau tidak ingin hal ini terjadi, maka tinggalkanlah aku untuk
waktu yang lama agar amarahku reda dan engkau tidak lagi mencela sesembahanku. Mendapat ancaman itu
ibrahim sadar ayahnya sudah tidak dapat diperingatkan. Dengan tetap santun, dia berkata, ‘selamat berpisah,
ayah tercinta.
Konsep birrul walidain dalam surat Maryam ayat 41, 46 dan48; terkandung kisah Nabi Ibrahim, di
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 416
antaranya: 9
1) Menanamkan sifat jujur
Sebagai karakter kenabiannya, Nabi Ibrahim a.s memiliki sifat jujur yang dapat diteladani oleh manusia.
Jujur merupakan suatu perilaku yang dilakukan manusia agar dapat menjadi orang yang dapati dpercaya dalam
segala hal, baik perkataan maupun perbuatan. Karakter kejujuran tersebut dapat dibentuk, salah satunya
melalui pendidikan.
2) Menanamkan sifat lemah lembut, sopan santun dan menyayangi orang tua
Dalam menyampaikan kebenaran kepada orang tuanya, Nabi Ibrahim a.s tetap mengutamakan pada
kata-kata yang sopan, lemah lembut dan adab-adab terhadap orang tua. Meskipun orang tuanya menolak
seruan Nabi Ibrahim a.s dan dengan tegas mengancamnya, ia tetap menjawab dengan kata-kata yang sopan
dengan mengucapkan salam perpisahan. Nabi Ibrahim a.s tidak membantah, tidak menghardik, apalagi
membalas ancaman orang tuanya tersebut dengan ancaman yang serupa. Dari dialog Nabi Ibrahim a.s yang
terdapat dalam surat Maryam ini, terdapat beberapa nilai-nilai karakter yaitu rasa kasih sayang, rendah hati,
sabar, sikap hormat dan sopan santun.
b. Konsep birrul walidain terkandung dalam Qs. Al - Isra : 23-24
Al-Qur’an telah menjelaskan agar kiranya umat muslim dapat menjaga adab kepada orang tua. Salah
9Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasinya Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah,Perguruan Tinggi dan Masyarakat (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), 41.
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 417
satunya dengan cara menjaga perkataan yang baik kepadanya. Tidak berkata kasar. Ini dipertegas dalam Qs.
Al - Isra : 23-24 yang artinya:
Artinya: (23) “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia danhendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antarakeduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlahkamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka danucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. (24). Dan rendahkanlah dirimu terhadap merekaberdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".(Qs. Al – Isra [17]: 23-24).
Dalam ayat ini (Qs. Al-Isra ayat 23-24), ditegaskan bahwa kedudukan berbuat baik kepada kedua orang
tua berada satu tingkat dibawah perintah menyembah Allah SWT. Seseorang di perintahkan untuk tidak
menujukan kemajuan kepada kedua orang tuanya. Inilah yang dimaksud firman allah SWT“maka janganlah
kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”Para mufasir sepakat bahwa kata uff atau ah adalah bentuk
ucapan durhaka kepada orang tua.10
Intinya didalam kandungan surat Al-Isra ayat 23-24, menjelaskan agar kiranya umat muslim dapat
10Ahmad Fawaid Syadzili,Tematis Ensiklopedi Al-quran, (Jakarta: Kharisma Ilmu), 51-52
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 418
menjaga adab kepada orang tua. Salah satunya dengan cara menjaga perkataan yang baik kepadanya. Tidak
berkata kasar. Dan janganlah engkau mengucapkan kata-kata yang buruk, seperti kata ah sekalipun yang
merupakan tingkat ucapan buruk yang paling rendah atau ringan.
Di dalam tafsir Ahmad Mustofa di jelaskan bahwa apabila Allah memerintahkan berbuat baik terhadap
orang tua, maka hal itu adalah karena seba-sebab sebagi berikut:11
1) Karena kedua orang tua itulah yang belas kasih kepada anaknya, dan telah berdusah payah dalam
memberikan kebaikan kepada-Nya, dan menghindarkan dari bahaya. Oleh karena itu, wajiblah hal itu di beri
imbalan dengan berbuat baik dan syukur pada keduanya .
2) Bahwa anak adalah belahan jiwa dari orang tua, sebagaimana di beritakan dalam sebuah kabar bahwa nabi
SAW pernah bersabda yang artinya: fatimah adalah belahan jiwaku.
3) Bahwa kedua orang tua telah memberi kenikmatan kepada anak, jetika anak itu sedang dalam keadaan
lemah dan tidak berdaya sedikitpun. Oleh karena itu, wajib hal itu di balas dengan rasa syukur, ketika ke dua
orang tua itu telah tua, sebagaimana di katakan oleh seorang penyair arab ketika mnyebut nyebut
kebikmatan orang tua atas anaknya namun telah memeperlakukannya tidak senonoh.
c. Konsep birrul walidain terkandung dalam surat Luqman ayat 14
Allah menyertakan perintah ibadah kepadanya dengan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua,
11Ahmad Mustofa, Tafsir Al-Maraghi Jilid 15, (Semarang: Karya Toha Putra Seamarang, 1988), 59
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 419
dimana dia berfirman:
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman
[31]: 14).
Makna yang kandungan dalam surat Luqman ayat 14, menceritakan jerih payah seorang ibu yang sedang
mengandung hingga melahirkan dan membesarkannya, maka dari itu allah memerintahkan kepada setiap anak
untuk berbuat baik kepada orang tuanya mengingat jasanya yang begitu besar.
B. Kewajiban Muslim Berbhakti Kepada Orang Tua
Islam mewajibkan bagi setiap muslim berbakti kepada kedua orang tuanya dan bergaul dengan sikap
yang baik. Di antara adab bergaul dengan orang tua adalah sebagai berikut:12
1. Mencintai dan Sayang kepada Kedua Orang Tua
Seorang muslim menyadari bahwa kedua orang tuanya memiliki jasa yang besar terhadapnya,
karena keduanya telah mengerahkan pikiran dan tenaga untuk menyenangkan anaknya. Oleh karena itu,
meskipun seorang muslim telah mengerahkan segala kemampuannya dalam berbakti kepada kedua orang
12Nufus, dkk. “Konsep Pendidikan, 23
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 420
tuanya, namun tetap saj a ia belum dapat membalasnya.
2. Mentaati Keduanya
Seorang muslim hendaknya menaati perintah kedua orang tuanya, kecuali apabila kedua orang tua
menyuruh berbuat maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman
dalam QS. Luqman : 15 yang artinya : “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” Oleh karena itu, ketika
Sa‟ad bin Abi Waqqash masuk Islam, ibunya mogok makan dan minum sampai Sa‟ad mau murtad dari
agamanya, tetapi ia tetap di atas Islam dan tidak mau murtad, ia menolak taat kepada ibunya dalam hal
maksiat kepada Allah, sampai ia berkata kepadanya, “Wahai ibu, engkau (mesti) tahu, demi Allah, jika engkau
memiliki seratus nyawa, lalu nyawa itu keluar satu persatu, aku tetap tidak akan meninggalkan
agamaku. Jika engkau mau silahkan makan atau tidak makan.”Akhirnya ibunya makan.
3. Menanggung dan Menafkahi Orang Tua
Seorang muslim juga hendaknya menanggung dan menafkahi orang tua agar ia memperoleh
keridhaan Allah. Jika ia seorang yang berharta banyak, lalu orang tuanya butuh kepada sebagian harta itu,
maka ia wajib memberikannya. Hal ini berdasarkan hadits yang berbunyi : Dari Jabir bin Abdillah, bahwa
seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai harta dan anak, sedangkan bapakku
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 421
ingin menghabiskan hartaku.” Maka Beliau bersabda, “Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu.”(HR. Ibnu
Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, lihat Al Irwa‟ (838) dan Ar Raudhun Nadhir (195 dan 603)).
4. Berbuat Baik Kepada Keduanya
Seorang muslim berusaha untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya meskipun keduanya non
muslim. Asma‟ binti Abu Bakar berkata, “Ibuku pernah datang kepadaku dalam keadaan musyrik di masa
Quraisy ketika Beliau mengadakan perjanjian (damai) dengan mereka, lalu aku meminta fatwa kepada
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, aku berkata, “Wahai Rasulullah, ibuku datang kepadaku karena
berharap (bertemu) denganku.Bolehkah aku sambung (hubungan) dengan ibuku?”Beliau menjawab,
“Ya.Sambunglah (hubungan) dengan ibumu.” (HR. Muslim).
5. Menjaga Perasaan Keduanya dan Berusaha Membuat Ridha Orang Tuanya
Seorang muslim juga harus menj auhi ucapan atau tindakan yang menyakitkan hati orang tuanya
meskipun sepele. Allah berfirman dalam QS. Al–Isra: 23 yang artinya “Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Hendaknya ia mengetahui, bahwa ridha Allah ada pada keridhaan orang tua, dan bahwa murkaNya
ada pada kemurkaan orang tua. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah ada pada
keridhaan orang tua dan murka Allah ada pada kemurkaan orang tua.” (HR. Tirmidzi dan Hakim dari Abdullah
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 422
bin „Amr, dan Al Bazzar dari Ibnu Umar, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami‟ no. 3506).
6. Tidak Memanggil Orang Tua dengan namanya
Seorang anak hendaknya memanggil orang tuanya tidak dengan namanya. Oleh karena itu, ia panggil
bapaknya “Abi” dan ia panggil ibunya “Ummi”. Abu Hurairah radhiallahu „anhu pernah melihat ada dua orang,
lalu ia bertanya kepada salah satunya tentang hubungannya dengan yang satu lagi, ia berkata, “Ia adalah
bapakku.” Maka Abu Hurairah berkata, “Janganlah kamu panggil ia dengan namanya, jangan berjalan di
depannya dan jangan duduk sebelumnya.”(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Al Adabul Mufrad).
7. Tidak Duduk Ketika Keduanya Berdiri dan Tidak Mendahuluinya
Dalam Berjalan Tidaklah termasuk adab yang baik kepada kedua orang tua jika seorang anak duduk
sedangkan ibubapaknya berdiri atau meluruskan kedua kakinya, sedangkan keduanya duduk di
hadapannya, bahkan hendaknya ia memiliki adab yang baik di hadapannya dan merendahkan diri kepada
keduanya. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman dalam QS. Al - Israa‟ ayat 24 yang artinya: “Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
8. Meminta Izin Kepada Kedua Orang Tua Ketika Hendak Keluar Berjihad
Dari Abdullah bin „Amr ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu „alaihi wa sallam
meminta izin untuk berjihad, lalu Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Ia menjawab,
“Ya.” Beliau bersabda, “Kepada keduanyalah kamu hendaknya berjihad (bersungguhsungguh dalam
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 423
berbakti).”(HR. Bukhari dan Muslim).Hal ini apabila jihadnya fardhu kifayah, tetapi jika jihadnya fardhu „ain
seperti musuh menyerang negerinya, maka tidak disyaratkan meminta izin.
9. Tidak Mengutamakan Istri dan Anak daripada Kedua Orang Tua
Hal ini berdasarkan hadits yang menyebutkan tentang tiga orang Bani Israil yang berjalan-jalan di
gurun, lalu mereka terpaksa bermalam di gua. Ketika mereka masuk ke dalamnya, tiba-tiba ada sebuah
batu besar yang jatuh dari atas gunung sehingga menutupi pintu gua itu, lalu mereka berusaha
menyingkirkan batu tersebut, tetapi mereka tidak bisa, maka akhirnya mereka berdoa kepada Allah dengan
menyebutkan amal saleh yang pernah mereka lakukan. Salah seorang di antara mereka berkata, “Ya Allah,
saya memiliki kedua orang tua yang sudah lanjut usia dan saya biasanya tidak memberi minuman kepada
keluarga dan harta yang saya miliki (seperti budak) sebelum keduanya. Suatu hari saya pernah pergi jauh
untuk mencari sesuatu sehingga saya tidak pulang kecuali setelah keduanya tidur, maka saya perahkan
susu untuk keduanya, namun saya mendapatkan keduanya telah tidur dan saya tidak suka memberi minum
sebelum keduanya baik itu keluarga maupun harta (yang aku miliki). Aku menunggu, sedangkan gelas masih
berada di tanganku karena menunggu keduanya bangun sehingga terbit fajar. Keduanya pun bangun lalu
meminum susu itu.
10.Mendoakan Keduanya Baik Mereka Masih Hidup atau Sudah Wafat
Demikianlah seharusnya sikap yang seharusnya dilakukan seorang muslim terhadap kedua orang
tuanya, yakni banyak mendoakan kedua orang tuanya, dan itulah akhlak para nabi; mereka berbakti kepada
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 424
kedua orang tuanya dan mendoakan kebaikan kepada mereka. Nabi Nuh „alaihis salam pernah berdoa untuk
orang tuanya sebagaimana disebutkan dalam Al Qur‟an surat Nuh ayat 28 artinya : “Ya Tuhanku,
ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang
beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain
kebinasaan.”
11.Berbuat Baik Kepada Kawan-kawan Orang Tua Setelah Orang Tua Telah Wafat
Dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar, bahwa seseorang dari kalangan Arab baduwi pernah
ditemuinya di jalan menuju Mekah, lalu Abdullah mengucapkan salam kepadanya dan menaikkannya ke
atas keledai yang ditungganginya dan memberikan sorban yang dipakainya kepadanya. Abdullah bin Dinar
berkata: Kami pun berkata, “Semoga Allah memperbaikimu, sesungguhnya mereka adalah orangorang
Arab baduwi, mereka biasanya puas dengan perkara yang sedikit, lalu Abdullah berkata, “Sesunggunya bapak
orang ini adalah teman Umar bin Khaththab, dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya berbakti yang paling baik adalah ketika seorang anak menyambung
hubungan dengan kawan-kawan bapaknya.” (HR.Muslim).13
C. Keutamaan dari Berbakti Kepada Orang Tua Birrul Walidain
Ada, beberapa hikmah/keutamaan berbuat baik terhadap kedua orang tua adalah:14
13Nufus, dkk. “Konsep Pendidikan, 20
14Darmiah “Akhlak Anak Terhadap Kedua Orang Tua” Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak. 5: 1 (Juni, 2019), 122.
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 425
1. Merupakan amalan yang paling mulia
Dari Abdullah Bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhainya dia berkata: Saya bertanya kepada
Rasulullah salallahi alaihi wasallam, Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah
SAW: “Shalat tepat pada waktunya”, Saya bertanya kemudian apa lagi? Bersabda Rasulullah SAW“ Berbuat
baik kepada kedua orang tua. Saya bertanya lagi, lalu apa lagi? Rasulullah SAW bersabda “ Berjihad di jalan
Allah”.(HR. Bukhari: 5971 , Muslim:2548)
2. Merupakan salah satu sebab-sebab diampuninya dosa
Dalam surat Al-Ahqaf ayat 15-16 Allah menenegaskan:
Artinya: ”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya. Ibunyatelah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masamengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telahdewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, Dia berdoa ya Tuhanku, berilah aku petunjukagar aku dapat mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai dan berilah aku kebaikan yang akanmengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh aku bertaubat kepada Engkau, dan sungguh akutermasuk orang muslim”. (QS. Al-Ahqaf [...];15-16).
Selanjunya Firman Allah SWT., dalam QS.Al-Ahqaf 15-16;
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan, dan
(orang -orang) yang kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi) penghuni-penghuni
syurga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka”. (QS.Al-Ahqaf 15-16).
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 426
3. Sebab masuknya seseorang ke syurga
Dari Muawiyah bin jahimah mudah-mudahan Allah merihdai mereka berdua, dia berkata kepada
Rasulullah : Wahai Rasulullah, sya ingin berangkat untuk berperang, dan saya datang kesini untuk minta nasehat
pada Anda. Maka Rasulullah Saw Bersabda: “ kamu masih memiliki ibu?”. Berkata dia, “ Ya”. Bersabda Rasulullah
Saw: “Tetaplah dengannya karena sesungguhnya syurga itu dibawah telapak kakinya.”(Hadis Hasan
diriwayatkan oleh Nasa’I dalam Sunnahnya dan Ahmad dalam Musnatnya).
4. Merupakan keridhaan Allah
Sebagaimana hadis-hadis yang lalu “Keridhaan Allah ada pada keridhaan kedua orang tua dan
kemurkaanNya ada pada kemurkaan kedua orang tua.” Allah sangat membenci orang yang selalu membuat
orang tua marah, sakit hati dan lain-lain. Sebagai seorang anak maka kita berkewajiban untuk selalu
membuat mereka senang dan bangga terhadap apa yang kita capai.
5. Bertambahnya Umur dan Rejeki
Sebagaiman kita ketahui bahwa silaturrahmi dapat memperluas rizki dan memanjangkan
umur seseorang dan silaturrahmi yang paling utama adalah silaturrahmi dengan orang tua dan senantiasa
berbuat baik kepada mereka. Jika orang tua tinggal jauh dengan anak maka sang anak hendaknya selalu
berusaha menyambung komunikasi dengan mereka dan mengunjungi orang tuanya pada suatu waktu untuk
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 427
memastikan kondisi kedua orang tuanya.15
6. Tidak memanggil dengan nama terangnya.
Seorang anak tidak dibenarkan memanggil orang tua dengan nama terangnya,hal ini menunjukkan
kesejajaran anak dengan orang tuanya. Padahal anak lebih rendah dari orang tuanya. Sebagaimana dalam
hadis berikut ini yang artinya” Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw dengan membawa orang tua.
Beliau bertanya kepadanya, ‘hai lelaki, siapa orang yang bersamamu itu?, ‘Ayahku. “Beliau bersabda,
Janganlah engkau berjalan di mencaci makinya”.16
7. Menafkahi orang tua / merelakan harta yang diambil .
Apabila orang tua mengambil harta anaknya, maka sang anak harus merelakan harta yang
diambilnya itu bila memang jumlahnya wajar, hal ini karena orag tua sudah begitu banyak berkorban
dengan hartanya untuk mendidik dan membesarkan sang anak. Sebab menafkahi dan memenuhi
kebutuhan mereka merupakan cara anak berbakti kepada orang tuanya, maka sudah sepatutnya seorang
anak memenuhi kebutuhan orang tua.
8. Tidak mencela orang tua lain.
Seorang anak sangat dituntut untuk menjaga citra atau nama baik orang tuanya. Karena itu
Rasulullah saw sangat melarang seorang anak mencela orang tua yang lain karena penghinaan itu akan
15Darmiah “Akhlak Anak Terhadap Kedua. 123.
16Abdullah Nashim Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam , (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 474.
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 428
berakibat pada dihinanya orang tuanya sendiri . Untuk itu setiap anak dianjurkan berbuat baik pada kedua
orang tuanya yaitu memuliakan keduanya serta menjaga nama baik keduanya dengan tidak melakukan
maksiat yang dapat meredahkan nama baik keduanya.
9. Hubungan setelah orang tua meninggal dunia.
Meskipun orang tua sudah meninggal dunia, anak tetap harus berlaku baik pada orang tuanya dengan
melakukan hal-hal yang disebutkan oleh Rasulullah saw. Dalam hadis yang merupakan jawaban atas
pertanyaan Bani Salamah yang bertanya sebagai berikut: Dari Abu Usaid Malik Bin Rabiah As-Sa’diy ra.
Berkata: “Takkala kami duduk dihadapan Rasulullah saw, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dari Bani
Salamah dan bertanya, Wahai Rasulullah, apakah ada kebaikan yang dapat aku kerjakan untuk bapak dan
ibuku sesudah mereka meninggal duania? Rasulullah saw menjawab, “ya” yaitu menshalatkan
jenazahnya, memintakan ampunan baginya, menunaikan haji (wasiat), menghubungi keluarga yang tidak
dapat dihubungi, kecuali dengan keduanya (silaturrahmi), dan memuliakan kenalan baik mereka.” (HR. Abu
Daud).
D. Bentuk Sikap dan Cara berbakti terhadap Orang tua
1. Perwujudan dari sifat “mahmudah” berbuat baik kepada ayah dan ibu
Berbakti terhadap Orang tua merupakan perwujudan dari sifat “mahmudah” berbuat baik kepada ayah
dan ibu meliputi segala aspek kegiatan manusia, baik perbuatan maupun ucapan. Dapat dinilai sebagai
berbuat baik kepada orang tua, jika anak mendoakan kepada Allah agar keduanya mendapat rahmat-Nya,
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 429
bertingkah laku sopan, lemah lembut dan hormat dihadapan ayah dan ibu. Berbuat baik di dalam ucapan
berarti, anak merendahkan suara, bertutur kata sopan terhadap keduanya.17 Allah SWT., dalam Al Quran
surat Yusuf ayat 99:
Artinya: “Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, dia merangkul (dan menyiapkan tempat untuk)
kedua orang tuanya seraya berkata, “masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman”. (QS.
Yusuf [12]: 99).
Ayat di atas menunjukkan salah satu bentuk bakti seorang anak terhadap orang tuanya. Sehubungan
dengan itu, Musthafa (2011), menjelaskan bahwa:18 Nabi Yusuf a.s. menyambut ibu bapaknya dengan penuh
hormat, padahal ketika itu Yusuf adalah raja Mesir. Kedua orang tuanya dating bersama saudara-saudara
yusuf, kemudian mereka disambut oleh Yusuf dengan ucapan selamat datang. Berdasarkan ayat Al Quran
surat Yusuf di atas menunjukkan sebuah teladan adanya bentuk bakti dan hormat anak terhadap orang tua.
Seorang anak hendaknya berbakti terhadap orang tua dengan cara yang baik. Berbakti terhadap orang tua
adalah kewajiban bagi setiap anak.
17Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja (Jakarta: Bina Aksara, 2005). 47.
18Mustafa, A. Akhlak Tasawuf, Cet ke 2. (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 31.
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 430
2. Bentuk-bentuk berbakti terhadap orang tua
Ada, beberapa bentuk-bentuk berbakti terhadap orang tua di antara lain sebagai berikut:19
a. Tidak mengucapkan kata-kata yang menyakitkan orang tua, terutama
b. saat usia mereka sudah lanjut usia
c. Tidak boleh membentak orang tua sehingga menimbulkan sakit hati
d. Tidak boleh memandang rendah orang tua
e. Mengucapkan kata-kata yang mulia dan santun
f. Merendahlah kepada orang tua, baik dihadapan mereka atau tidak
g. Mendoakan orag tua.
3. Cara-cara berbakti kepada orang tua
Cara-cara berbakti kepada orang tua tidak hanya ditunjukkan ketika hidup namun ketika orang tua telah
meninggal seorang anak masih dapat menunjukkan baktinya terhadap orang tua. di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Berbakti kepada orang tua ketika masih hidup
Cara-cara berbakti kepada orang ketika masih hidup:20
1) Menta’ati perintahnya
Sikap patuh adalah indikator utama berbakti kepada orang tua dalam setiap rentang kehidupan sang
anak. Sikap patuh menjadi kunci dalam membuktikan diri bahwa seseorang berbakti atau tidak terhadap orang
tua.
19Arifudin, Muhammad, Relakah Anakmu Durhaka, (Jakarta: Inas Media, 2009),15
20Rahman, Fauzi .Islamic Relationship. (Jakarta: Erlangga.2012), 89-92
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 431
2) Menucapkan qaulan karima (perkataan yang bagus)
Setiap anak harus berusaha menyenangkan hati orang tuanya dan jangan sampai orang tuanya menjadi
murka, kecuali bila orang tua murka dengan sebab kebaikan atau kebenaran yang kita lakukan, hal ini karena
sangat terkait dengan ridha dan murka Allah Swt.
3) Membantu orang tua
Sebagai anak harus berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membantu orang tua bila berada dalam
kesulitan, bahkan orang tua adalah yang paling berhak untuk mendapatkan bantuan dari anak-anaknya.
4) Merelakan harta yang di ambil
Bila orang tua megambil harta anaknya, maka sang anak harus merelakan harta yang diambilnya itu bila
jumlahnya memang wajar, hal ini Karena orang tua sudah begitu banyak berkorban dengan hartanya untuk
mendidik dan membesarkan sang anak.
5) Tidak memanggil dengan nama terangnya
Sebagai bentuk dari penghormatan anak terhadap orang tuanya, sang anak tidak dibenarkan
memanggil orang tuanya dengan nama terangnya, karena hal ini menunjukkan kesejajaran, padahal anak
lebih rendah dari orang tuanya.
6) Merendahkan diri kepadanya dan mendo’akannya
Seorang anak hendaklah merendahkan diri di hadapan orang tuanya meskipun sang anak lebih pintar,
lebih kaya dan berpengalaman dengan kedudukan yang tinggi di masyarakat dan seorang anak juga amat
ditekankan untuk selalu mendo’akan orang tuanya agar selalu mendapatkan kasih sayang dari Allah Swt.
7) Menjalin silaturahmi yang dijalin orang tua
Di antara keharusan lain yang harus dilakukan oleh anak terhadap orang tuanya adalah menjalin
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 432
silaturahmi dan persahabatan dengan orang-orang yang telah dijalin hubungan baiknya oleh orang tua. Hal ini
merupakan salah satu yang amat ditekankan oleh Rasulllah Saw. sebagai amalan kebaikan yang sangat baik.
b. Berbakti kepada orang tua setelah wafat
Bakti kepada orang tua tidak terbatas hanya semasa mereka hidup. Mereka juga tetap memiliki hak
dibakti nak-anak mereka, meski telah meninggal dunia. Terkadang satu di antara kedua orang tua kita telah
meninggal dunia, atau bahkan kedua-duanya telah meninggal. Pada saat itu seorang muslim wajib melakukan
beberapa amalan, di antaranya:21
1) Memperbanyak doa dan istigfar untuk mereka karena Allah Swt. akan mengangkat derajat mereka di
Jannah dengan banyaknya istigfar.
2) Mengeluarkan sedekah untuk mereka setelah keduanya wafat
3) Berbuat baik kepada teman ayah atau ibu
4) Menyambung tali silaturahmi kepada kerabat ayah dan ibu. Mengunjungi paman dan bibi dari pihak ayah
atau ibu serta memuliakan keduanya.
5) Mempersembahkan sesuatu kepada kedua orang tuanya sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan
serta meneruskan bakti yang dilakukannya. 22
6) Melaksanakan janji dan wasiat orang tua;
7) Berziarah ke makam orang tua.
Pandangan Nawawi Muhammad, dalam kitabnya Maroqil Ubudiyah, adab-adab anak terhadap orang
21Tatik Ummu Hanan. Akhlak Islami Si Buah Hati (Solo: Pustaka Arafah, 2006), 28
22Muhammad Nur Abdul Hafidz. Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak. (Yogyakarta: Pro-U Media. 2013), 256.
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 433
tua, antara lain:23
a. Mendengarkan perkataan mereka.
b. Berdiri menyambut keduanya ketika mereka berdiri menghormati dan memelihara kehormatan mereka,
meskipun kedudukan mereka berada dibawahnya.
c. Mematuhi perintahnya selama perintah itu bukan dalam mendurhakai Allah.
d. Tidak berjalan di depan kedua orang tuanya, tetapi disamping atau dibelakangnya. Jika ia berjalan
didepan kedua orang Karena suatu hal, maka tidaklah mengapa ketika itu.
e. Tidak mengeraskan suaranya melebihi suara kedua orang tua demi sopan santun terhadap mereka.
f. Menjawab panggilan mereka dengan jawaban yang lunak. Seperti “Labbaik”.
g. Berusahalah keras untuk mencari keridhaan kedua orang tua dengan perbuatan dan perkataan.
h. Bersikaplah rendah hati dan lemah lembut kepada kedua orang tua seperti melayani mereka. Menyuapi
makan dengan tangannyabila keduanya tidak mampu dan mengutamkan keduanya diatas diri dan
anak-anaknya.
i. Tidak mengungkit-ungkit kebaikanmu yang kepada keduanya maupun pelaksanaan perintah yang
dilakukan olehnya. Seperti ia katakana: “Aku beri engkau sekiandan sekian dan aku lakukan begini
kepada kamu berdua.” Karena perbuatan itu bisa mematahkan hati. Ada yang mengatakan, menyebut-
nyebut kebaikan itu bisa memutus hubungan.
j. Janganlah ia memandang kedua orang tua dengan pandangna sinis.
k. Janganlah bermuka cemberut kepada keduanya.
l. Janganlah berpergian, kecuali dengan izin keduanya, yaitu perjalanan untuk berjihad, haji tawattu’,
23Nawawi Muhammad, Maroqil Ubudiyah, cet. Pertama, (Surabaya: Mutiara Ilmu Surabaya, 2003), 289-290.
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 434
menziarahi para nabi dan wali serta perjalanan yang bisa mengancam keselamatan untuk berniaga.
Maka perjalanan macam itu diharamkan, bilamana tidak diizinkan oleh ayah dan ibu, meskipun diizinkan
oleh yang lebih dekat darinya. Kecuali perj alanan untuk belajar fardhu, walaupun kifayah, seperti nahwu dan
derajat pemberian fatwa. Maka tidaklah diharamkan atasnya, meskipun tidak diizinkan oleh orang tuanya.
Demikian disebutkan dalam Fathul Mu’iin. Adapun ayah dan ibu yang kafir, maka anaknya harus
mempergaulinya dengan baik dalam hal-hal yang tidak berkaitan dengan agama selama ia masih hidup.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa memenuhi hak orang tua dilakukan
tidak hanya ketika orang tua masih hidup, namun ketika orang tua telah meninggal, anak tetap mendoakan
dan menjaga silaturahni dengan keluarga atau saudara ibu bapak. Ketika anak masih memiliki dan memenuhi
hak orang tuanya, dengan menjaga hubungan keluarga dan selalu mendoakan orang tua, anak tersebut
mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pahala dari Allah Swt.
PENUTUP
Dalam agama islam di wajibkan untuk, birrul walidain berbuatan baik kepada orang tua, bukan sekadar
anjuran, namun merupakan perintah dari Allah dan Rasul-Nya, sehingga wajib hukumnya. Sebagaimana kaidah
ushul fiqih, bahwa hukum asal dari perintah adalah wajib.
Islam mewajibkan bagi setiap muslim berbakti kepada kedua orang tuanya dan bergaul dengan sikap
yang baik. Di antara adab bergaul dengan orang tua tidak hanya ditunjukkan ketika hidup namun ketika orang
tua telah meninggal seorang anak masih dapat menunjukkan baktinya terhadap orang tua.
Memenuhi hak orang tua dilakukan tidak hanya ketika orang tua masih hidup, namun ketika orang tua
telah meninggal, anak tetap mendoakan dan menjaga silaturahni dengan keluarga atau saudara ibu bapak.
Ketika anak masih memiliki dan memenuhi hak orang tuanya, dengan menjaga hubungan keluarga dan selalu
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 435
mendoakan orang tua, anak tersebut mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pahala dari Allah Swt.
Banyak cara untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tua, antara lain dengan memanggilnya
dengan panggilan yang menunjukan hormat, berbicara kepadanya dengan lemah lembut, tidak mengucapkan
kata-kata kasar (apalagi kalau mereka sudah lanjut usia), dan pamit jika ingin meninggalkan rumah.
PUSTAKAAbdullah Nashim Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), .
Abdullah Nasih Ulwan, Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia Panduan Mendidik Anak menurut Metode
Islam, (Jakarta: Lentera Abadi, 2006),
Ahmad Fawaid Syadzili,Tematis Ensiklopedi Al-quran, (Jakarta: Kharisma Ilmu),
Ahmad Mustofa, Tafsir Al-Maraghi Jilid 15, (Semarang: Karya Toha Putra Seamarang, 1988),
Arifudin, Muhammad, Relakah Anakmu Durhaka, (Jakarta: Inas Media, 2009),
Darmiah “Akhlak Anak Terhadap Kedua Orang Tua” Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak. 5: 1 (Juni, 2019), .
Fika Pijaki Nufus, dkk. “Konsep Pendidikan Birrul Walidain Dalam Qs. Luqman (31): 14 Dan Qs. Al – Isra
(17): 23-24.” Jurnal Ilmiah Didaktika. 18:1 (Agustus 2017).
Muhammad Nur Abdul Hafidz. Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak. (Yogyakarta: Pro-U Media. 2013).
Mustafa, A. Akhlak Tasawuf, Cet ke 2. (Bandung: Pustaka Setia, 2011),
Nawawi Muhammad, Maroqil Ubudiyah, cet. Pertama, (Surabaya: Mutiara Ilmu Surabaya, 2003).
Rahman, Fauzi .Islamic Relationship. (Jakarta: Erlangga.2012),
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja (Jakarta: Bina Aksara, 2005).
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasinya Secara Terpadu di Lingkungan
Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016),
Tatik Ummu Hanan. Akhlak Islami Si Buah Hati (Solo: Pustaka Arafah, 2006),
Tim Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diknas, 2008)
Part: 11 Akhlak Terhadap Orang Tua 436
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Konsep Dasar Birrul Walidain Kewajiban Muslim Berbhakti Kepada Orang Tua Keutamaan dari Berbakti Kepada Orang Tua/Birrul Walidain Bentuk Sikap dan Cara berbakti terhadap Orang tua
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 437
Part: XIIAKHLAK KEPADA LINGKUNGAN ALAMMentafakuri keberadaan alam, Mengelola alam (mengkulturkan nature, menaturkan kultur, islamisasi kultur).
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJAN
Setelah mendapat materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami konsep Akhlak Kepada Lingkungan Alam
2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai dan Etika/Akhlak Terhadap Lingkungan
3. Menerapkan konsep mengelola alam (mengkulturkan nature, menaturkan kultur, islamisasi kultur) dalam
kehidupan sehari-hari.
POKOK BAHASAN1. Konsep Dasar Akhlak Kepada Lingkungan Alam2. Landasan, Nilai dan Etika/Akhlak Terhadap Lingkungan3. Mentafakuri Alam4. Mengelola alam (mengkulturkan nature, menaturkan kultur, islamisasi kultur)
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 438
TOPIK BAHASAN:Lingkungan merupakan sebuah wadah yang di dalamnya ditampung berbagai jenis makhluk dan benda mati
yang beraneka ragam seperti manusia, hewan ,tumbuh-tumbuhan, udara, air dan lain-lain. Di dalam
lingkungan baik secara sadar maupun tidak, juga terdapat berbagai kegiatan yang bersifat pendidikan maupun
juga hanya bersifat sebatas interaksi sesama.
Akhlaq terhadap alam lingkungan adalah bahwa manusia tidak dibolehkan memanfaatkan sumber daya
alam dengan jalan mengeksploitasi secara besar-besaran,sehingga timbul ketidak seimbangan alam dan
kerusakan bumi. Misalnya, hutan merupakan faktor yang penting untuk menopang kehidupan dibumi.Ia
memberikan kesetabilan tanah, menyerap pemanasan global. Selain itu,hutan juga menjadi pusat kehidupan
beragam jenis flora dan fauna.Adanya hutan membuat air hujan akan terdistribusikan secara merata dan
mencegah terjadinya penumpukan air yang dapat menyebabkan banjir dan longsor.Namun,dengan semakin
mengikisnya lahan hutan,maka daya serap tanah terhadap air juga semakin berkurang,sehingga air yang
melewati permukaannya berpotensi mengalir menuju satu titik (yang rendah) sekaligus menyebabkan tanah
tersebut rapuh dan rawan terjadi kelongsoran.
Para ilmuwan lingkungan hidup menyatakan bahwa aturan utama dalam memanfaatkan alam adalah
memperhatikan standart kapasitas yang ada. Eksploitasi alam secara berlebihan dan tanpa aturan serta tanpa
pertimbangan yang matang akan menyebabkan krisis lingkungan. Pemanfaatan sumber daya alam harus
selalu memperhatikan dampak negatif yang terjadi terhadap lingkungan. Pemanfaatan alam lingkungan secara
serampangan dan tanpa aturan telah dimulai sejak manusia memiliki kemampuan lebih besar dalam
menguasai alam lingkungannya. Dengan mengeksploitasi alam, manusia menikmati kemakmuran hidup yang
lebih banyak. Namun sayangnya, seiring dengan kemajuan ilmu dan tekhnologi, alam lingkungan malah di
eksploitasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan kerusakan yang dahsyat.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 439
A. Konsep Dasar Akhlak Kepada Lingkungan Alam
1. Makna dan Hakikat Akhlak Kepada Lingkungan
Islam telah menunjukkan sumber-sumber akhlak, yaitu tercantum dalam al-Qur’an dan hadis. Pada al-
Qur’an dan hadis tersebut sudah tersurat makna segala yang baik, berupa seruan dan berupa larangan untuk
dilakukan oleh manusia selama hidup di dunia.1
Kata “lingkungan” (environment) berasal dari bahasa Perancis: environner yang berarti: to encircle atau
surround, yang dapat dimaknai: 1) lingkungan atau kondisi yang mengelilingi atau melingkupi suatu organisme
atau sekelompok organisme, 2) kondisi sosial dan kultural yang berpengaruh terhadap individu atau komunitas.
Karena manusia menghuni lingkungan alami maupun buatan atau dunia teknologi, sosial dan kultural, maka
keduanya sama-sama pentingnya bagi lingkungan kehidupan (manusia dan makhluk hidup yang lain).2
Lingkungan hidup pada prinsipnya merupakan suatu sistem yang saling berhubungan satu sama lainnya
sehingga pengertian lingkungan hidup hampir mencakup semua unsur ciptaan Allah swt. di muka bumi ini.3
Lingkungan selanjutnya terbentuk dalam sebuah sistem yang merupakan suatu jaringan saling ketergantungan
antar komponen dan proses, dimana energi dan materi mengalir dari satu komponen ke komponen sistem
lainnya. Sistem lingkungan atau yang sering disebut ekosistem merupakan contoh bagaimana sebuah sistem
berjalan. Ekosistem merupakan suatu gabungan atau kelompok hewan, tumbuhan dan lingkungan alamnya,
1Yatimin Abdullah, M. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, Ed. 1, cet.2 (Jakarta: AMZAH, 2008), 190.
2Muhjiddin Mawardi, dkk. Akhlak Lingkungan: Panduan Berperilaku Ramah Lingkungan. Jakarta: Kemen KLH & PP Muhammadiyah,2011), 25
3M. Abdurrahman, Memelihara Lingkungan dalam Ajaran Islam. (Bandung: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2011), 65.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 440
dimana di dalamnya terdapat aliran atau gerakan atau transfer materi, energi dan informasi melalui komponen-
komponennya. Ekosistem dapat pula dimaknai sebagai suatu situasi atau kondisi lingkungan dimana terjadi
interaksi antara organisme (tumbuhan dan hewan termasuk manusia) dengan lingkungan hidupnya. Sebagai
sebuah sistem, lingkungan harus tetap terjaga keteraturannya sehingga sistem itu dapat berjalan dengan
teratur dan memberikan kemanfaatan bagi seluruh anggota ekosistem.
Dalam perspektif Islam, alam adalah segala sesuatu selain Allah SWT, alam adalah segala sesuatu yang
diciptakan Allah dengan segala isinya, dalam konteks ini, bahwa alam tidak hanya benda angkasa atau bumi
dan segala isinya, tetapi alam juga terdapat diantara keduanya. Sehingga Allah menciptakan alam dengan
sangat kompleks dan luas cakupannya (Muhaimin, dalam Watsiqotul, dkk.2018).4Allah mempersilahkan kepada
umat manusia untuk mengambil manfaat dan memberdayakan hasil alam dengan sebaik-baiknya demi
kemakmuran dan kemasalahatan artinya manusia diberi kebebasan baik mengelola alam atau hanya sebatas
mengambil manfaat dari alam, selagi manusia tidak mengakibatkan kerusakan pada alam.
Manusia sebagai makhluk yang sempurna, yang telah diberikan amanah untuk menjadi khalifah memiliki
peran penting dalam menciptakan dan menjaga keteraturan lingkungan dan sistem lingkungan ini. Untuk itulah
manusia dituntut untuk dapat mengembangkan akhlaq (perilaku yang baik) terhadap lingkungan. Berbagai
kerusakan lingkungan yang terjadinya dewasa ini sesungguhnya berakar dari perilaku yang salah dari manusia
dalam menyikapi dan mengelola lingkungan dan sumber dayanya.
Kerusakan alam dan lingkungan juga berdampak bagi lahirnya peradaban manusia yang rendah, dimana
4Watsiqotul, dkk., “Peran Manusia Sebagai Khalifah Allah di Muka Bumi. Persefektif Ekologis Dalam Ajaran Islam” Jurnal Penelitian,12:2, (Agustus, 2018), 363.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 441
menempatkan alam dan lingkungan sebagai subordinat dari manusia. Akhlaq lingkungan mengajarkan kepada
manusia untuk memiliki perilaku yang baik dan membangun peradaban manusia yang lebih baik, yang
menempatkan alam dan lingkungan sebagai mitra bersama dalam menjalankan tugas sebagai hamba dan
khalifah Allah di muka bumi. Akhlaq lingkungan juga berfungsi sebagai panduan bagi umat manusia dalam
mengembangkan hubungannya dengan alam. Seseorang yang memiliki akhlaq lingkungan akan terdorong
untuk menjadikan alam sebagai mitra dan sekaligus sarana dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sebagai
seorang manusia, baik sebagai hamba kepada Tuhan maupun sebagai anggota masyarakat sebagai sesama
manusia, serta kepada seluruh makhluk sebagai khalifatullah fil ardl. Seseorang yang memiliki akhlaq
lingkungan tidak akan menjadikan alam dan lingkungan sebagai bagian subsistem kehidupannya sehingga
dengan seenaknya dieksplorasi, tetapi dipandang sebagai makhluk yang memili ki kedudukan sama dihadapan
Tuhan sehingga keberadaannya tetap dikelola dan dilestarikan.
Akhlaq terhadap alam lingkungan adalah bahwa manusia tidak dibolehkan memanfaatkan sumber daya
alam dengan jalan mengeksploitasi secara besar-besaran,sehingga timbul ketidak seimbangan alam dan
kerusakan bumi.
Akhlak terhadap lingkungan. Ini berhubungan dengan fungsi manusia sebagai khalifah. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah yang sempurna telah diberi amanah dan tanggung jawab dari Allah SWT menyandang
tugas sebagai khalifah di bumi. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan,
agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya.5
5Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 158
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 442
Sehingga alam dan lingkungan ini merupakan tanggung jawab manusia yang telah diamanahkan. Firman
Allah dalan QS. An-Nahal ayat 11;
Artinya: “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan
segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah)
bagi kaum yang memikirkan.” (QS. An-Nahl:[16]: 11).
Alam ini diciptakan oleh Allah SWT bukan tanpa tujuan, melainkan untuk kepentingan manusia. Sebagai
seorang muslim harusnya menyadari bahwa semuanya adalah umat Tuhan yang harus diperlakukan secara
wajar dan baik.
Pada hakikatnya, yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu yang di sekitar manusia,
baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan
al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menurut adanya
interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan disini mengandung arti
pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingann agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaan Nya. 6
Akhlak terhadap lingkungan diantaranya sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan
memanfaatkan alam, terutama hewani dan nabati, saying pada sesama makhluk dan menggali potensi alam
seoptimal mungkin demi kemaslahatan manusia dan alam sekitarnya. Firmah Allah SWT dalam QS. Az-Zumar:
ayat 21:
6Abbudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 129.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 443
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka
diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang
bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian
dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang mempunyai akal. (QS. Az-Zumar [39]: 21).
2. Hakikat Lingkungan Alam dalamalam Islam
Ada dua kata yang memiliki makna sendiri-sendiri yaitu lingkungan dan Islam. Lingkungan alamiah (natural
environment) yang sering dipendekkan menjadi “lingkungan” dan yang dalam istilah bahasa kita sering disebut
“lingkungan hidup”, diberi ta’rif (pengertian) sebagai suatu keadaan atau kondisi alam yang terdiri atas benda-
benda (makhluk) hidup dan benda-benda tak hidup yang berada di bumi atau bagian dari bumi secara alami
dan saling berhubungan antara satu dengan lainnya.7
. Istilah lingkungan sebagai ungkapan singkat dari lingkungan hidup yang juga sering digunakan istilah lain
yang semakna seperti dunia, alam semesta, planet bumi dan lainnya, merupakan pengalihan dari istilah asing
environment (Inggris), Levironment (Prancis), umwelt (Jerman), milliu (Belanda), alam sekitar (Malaysia),
7Ilyas Asad, Teologi Lingkungan, (Yogyakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, Dan Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan PusatMuhammadiyah, 2011), 12
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 444
sivat -lom (Thailand), al-bi’ah (arab), dan lain-lain.8
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan oleh Allah kepada manusia melalui Nabi
Muhammad saw sebagai Rasul-Nya.9 Ajaran Islam mengenal konsep yang berkorelasi dengan penciptaan
manusia dan alam semesta yaitu konsep khalifah dan amanah. Manusia sebagai khalifah merupakan wakil
Allah swt. dibumi, ini berarti bahwa manusia mengemban kewajiban untuk dapat mempresentasikan diri dengan
nilai-nilai illahiyah.10 Seperti kewajiban untuk memelihara, menjaga kelangsungan fungsi alam sebagai tempat
kehidupan makhluk Allah swt. Amanah merupakan kepercayaan yang diberikan oleh Allah swt kepada manusia
untuk melangsungkan pengelolaan alam dengan baik dan tidak keluar darinilai ketuhanan.
3. Kewajiban Manusia berakhlak Kepada Lingkungan
Kewajiban manusia untuk berakhlak kepada alam sekitar ini didasarkan kepada hal-hal berikut:11
a. Bahwa manusia hidup dan mati berada di alam, yaitu bumi;
b. Bahwa alam merupakan salah satu pokok yang dibicarakan oleh al-Qur’an;
c. Allah swt. memerintahkan kepada manusia untuk menjaga pelestarian alam yang bersifat umum dan yang
khusus;
8Mujiono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur’an Cet-2 (Jakarta: Paramadina, 2001), 22.
9Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jil. I, cet. V, (Jakarta: UI Press, 1985), 24.
10Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam (Jakarta: Kencana, 2010),264.
11Abbudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia , 129.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 445
d. Allah swt memerintahkan kepada manusia untuk mengambil manfaat yang sebesar esarnya dari alam, agar
kehidupannya menjadi makmur;
e. Manusia berkewajiban mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan di muka bumi.
4. Bentuk Hubungan Manusia dengan Lingkungan
Menurut M. Fauzi Rachman dalam bukunya Islamic Relationship hal yang harus dipahami sebagai bentuk
hubungan yang baik kepada lingkungan hidup:12
a. Keharusan menjaga lingkungan hidup
b. Anjuran menanam pohon
c. Tidak membuang hajat di jalan, tempat bernau ng dan dekat sumber air
d. Tidak buang air di air yang tergenang
e. Memelihara tanaman
f. Tidak memakan buah jika belum matang
g. Tidak menggunakan air secara boros.
B. Landasan, Nilai dan Etika/Akhlak Terhadap Lingkungan
1. Landasan Etika Lingkungan dalam Perspektif Islam
Bagaimana seharusnya bersikap itu sebenarnya telah diajarkan dalam ajaran Islam. Tinggal bagaimana
kita mau berusaha menyesuaikan atau tetap bertindak semena-mena. Lebih jelasnya Menurut Muhammad Idris
12Fauzi Rachman, Islamic Relationship (Jakarta: Erlangga, 2012), 210-214.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 446
(Muslim. 2017), disebutkan bahwa ada tiga tahapan dalam beragama secara tuntas dapat menjadi sebuah
landasan etika lingkungan dalam perspektif Islam, antara lain:13
a. Ta`abbud
Bahwa menjaga lingkungan merupakan impelementasi kepatuhan kepada Allah. Karena menjaga
lingkungan adalah bagian dari amanah manusia sebagai khalifah. Bahkan dalam ilmu fiqih menjaga kelestarian
dan keseimbangan lingkungan berstaus hukum wajib karena perintahnya jelasa baik dalam Al Qur`an maupun
sabda Rasulullah Saw. Menurut Ali Yafie masalah lingkungan dalam ilmu fiqih masuk dalam bab jinayat
(pidana) sehingga jika ada orang yang melakukan pengrusakan terhadap lingkungan dapat dikenakan sangsi
atau hukuman.
b. Ta`aqquli
Perintah menjaga lingkungan secara logika dan akal pikiran memiliki tujuan yang sang at dapat difahami.
Lingkungan adalah tempat tinggal dan tempat hidup makhluk hidup. Lingkungan alam telah didesain
sedemikian rupa oleh Allah dengan keseimbangan dan keserasiaanya serta saling keterkaitan satu sama lain.
Apabila ada ketidak seimbangan atau kerusakan yang dilakukan manusia. Maka akan menimbulkan bencana
yang bukan hanya akan menimpa manusia itu sendiri tetapi semua makhluk yang tinggal dan hidup di tempat
tersebut akan binasa.
c. Takhalluq
Menjaga lingkungan harus menjadi akhlak, tabi`at dan kebiasaan etiap orang. Karena menjaga lingkungan
ini menjdi sangat mudah dan sangat indah manakala bersumber dari kebiasaan atau keseharian setiap
13Muslim. “Akhlak Islam Dalam Pengelolaan Lingkungan” Jurnal Hukum Islam, 17:1 (Juni, 2007), 101
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 447
manusia sehingga keseimbangan dan dan kelestarian alam akan terjadi dengan dengan sendirinya tanpa harus
ada ancaman hukuman dan sebab-sebab lain dengan iming-imning tertentu.
Amanat yang diberikan kepada manusia sebagai khalifah di bumi hendaknya diwujudkan sedalam
tindakan memelihara, mengelola, mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan alam dengan sebaik-baiknya.
Perilaku manusia yang berhubungan lingkungan hidup adalah perilaku manusia yang mengetahui dan
memahami lingkungan hidup sebagai milik Allah wajib disyukurinya dengan cara menggunakan dan mengelola
lingkungan yang sebaik-baiknya agar dapat memberi manfaat kepada manusia dan makhluk hidup Iainnya.
Fimal Allah SWT., dalam QS. Al-Qashas: 77;
Artinya: ” Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashas:[28]: 77).
2. Nilai-Nilai Akhlak Terhadap Lingkungan
Menurut Arif Sumantri, lingkungan alam menurut ajaran Islam dikendalikan oleh dua instrument, yaitu halal
dan haram. Halal yang bermakna segala sesuatu yang baik, memberi manfaat, menentramkan hati, dan
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 448
berakibat baik bagi manusia. sebaliknya, haram bermakna sesuatu yang jelek, tidak bermanfaat,
membahayakan, dan merugikan, serta merusak lingkungan. Allah swt berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 72:
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung -gunung,
Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab [33]: 72):
Menurut Quraish Shihab, ada beberapa nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut di
atas, yaitu:14
a. Larangan Berbuat Kerusakan
Diketahui, bahwa pada dasarnya manusia adalah pelaku utama kerusakan di bumi. Dan kerusakan akibat
perbutan manusia tersebut mengurangi bahkan menghilangkan nilai manfaat dan fungsi suatu objek. Hal ini
sangat merugikan semua pihak, sehingga akan terjadi banyak potensi kerus akan-kerusakan lingkungan yang
akan menghambat segala aktifitas di bumi.
Menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi dalam tafsirnya bahwa al–Fasâdu fil Ardi, berarti meledaknya
peperangan dan perkembangannya fitrah yang mengakibatkan merosotnya kehidupan dan timbulnya dekadensi
14Quraish M. Shihab, Lentera Hati, Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan Pustaka, 2008), 122.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 449
akhlak.15 Artinya bahwa kerusakan-kerusakan yang terjadi di bumi merupakan akibat dari perbuatan manusia.
Kerusakan alam dan ekosistem di lautan dan di daratan yang di gambarkan akibat manusia tidak sadar,
sombong, egois, rakus dan angkuh, hal itu merupakan bentuk akhlak yang buruk. Sekalipun alam ini diciptakan
untuk manusia, namun semua yang ada di bumi adalah milik Allah swt, yang harus dijaga kelestariannya agar
tidak terjadi kerusakkan. Sehingga hal ini akan mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa apapun yang
berada di dalam genggaman tangannya, tidak lain kecuali amanah yang harus dipertanggungjawabkan.16
Setiap makhluk yang hidup di muka bumi ini akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah swt menyangkut
pemeliharaan dan pemanfaatannya” demikian kandungan penjelasan dalam firman-Nya yang berbunyi:
Artinya: “Kemudian kamu sekalian pasti akan diminta untuk mempertanggungjawabkan nikmat yang kamu
peroleh“. (QS. At-Takatsur [102]:8).
Dengan demikian, manusia tidak hanya dituntut agar tidak angkuh terhadap ciptaan Tuhan, tetapi juga
dituntut untuk memperhatikan apa yang sebenarnya yang dikehendaki oleh Sang Pencipta menyangkut ciptaan
itu. Sifat angkuh manusia terhadap ciptaan-Nya terlihat jelas dari berbagai peristiwa yang terjadi akibat
perbuatan mereka sendiri. Sebagai contoh, menebang pohon dengan metode membabi buta yang
15Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Vol. 1, (Semarang: Toha Putra, 1987), 83.
16Quraish, Lentera Hati, 123.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 450
mengakibatkan erosi, longsor, banjir dan yang lainnya.
Hal tersebut dapat merugikan berbagai spesies yang hidup di bumi. Manusia dapat dikatakan sebagai
pelaku atas kerusakan dan manusia juga dapat dikatakan sebagai korban atas kerusakan tersebut. Apabila
manusia terus tidak menyadari akan perbuatannya tersebut, tidak akan lama lagi bumi ini mampu menahan
kezdaliman-kedzaliman manusia di bumi.
b. Perintah Berbuat baik terhadap alam dan lingkungan sekitar
Allah swt melarang manusia berbuat kerusakan setelah di adakan perbaikan. Alam ini dicip takan Allah swt
dalam keadaan yang sangat harmonis, serasi, seimbang dan dengan keteraturan, untuk memenuhi kebutuhan
semua makhluk. Allah swt telah menjadikannya baik, bahkan memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk
memperbaikinya. Salah satu bentuk perbaikan yang dilakukan oleh Allah adalah dengan mengutus para Nabi
untuk meluruskan dan memperbaiki kehidupan yang kacau dalam masyarakat. Dengan perbaikan akhlak
manusia akan memberikan banyak perubahan di muka bumi. Tidak hanya sesama manusia, tetapi yang sangat
penting yaitu kepada Allah swt yang kemudian kepada semua makhluk Allah baik yang hidup maupun benda
yang tak bernyawa.
Berbuat baik dengan lingkungan dengan menjaga kelestarian alam, memelihara kebersihan lingkungan,
jangan gunakan air berlebihan atau bukan pada tempatnya. Peringatan agar tidak melakukan kerusakan di
bumi, karena tidak jarang orang yang mendapatkan nikmat lupa diri dan lupa Allah sehingga terjerumus dalam
kedurhakaan. Oleh karenanya, bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan merupakan suatu wujud
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 451
berbuat baik dan berprasangka baik kita terhadap Allah atas segala ciptaan-Nya. Allah berfirman dalam QS.
Ibrahim, ayat 7 ;
Artinya: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim [14]:7).
Dalam ayat di atas, Allah SWT. mengingatkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat
yang telah dilimpahkan-Nya. Kemudian dilaksanakan-Nya,betapa besarnya faedah dan keuntungan yang akan
diperoleh setiap orang yang banyak bersyukur kepada -Nya, yaitu bahwa Allah swt., akan senantiasa
menambah rahmat -Nya kepada mereka yang bersyukur akan segala nikmat-Nya.
Sebaliknya Allah juga mengingatkan kepada mereka yang mengingkari nikmat-Nya dan tidak mau
bersyukur bahwa dia akan menimpakan azab -Nya yang sangat pedih. Mensyukuri rahmat Allah, dalam konteks
lingkungan yaitu dengan menjaga lingkungan dengan sega la bentuk usaha yang positif agar tercipta
lingkungan yang dapat memberikan manfaat untuk kehidupan semua makhluk di bumi. Contoh melakukan
penanaman kembali hutan gundul, membersihkan sampah yang menyumbat di aliran sungai dan lain
sebagainya. Hal ini sangat penting dilakukan agar tidak terjadi bencana-bencana yang tidak diinginkan.
Oleh karena itu, berbuat baik terhadap alam merupakan kewajiban bagi kita. Manusia hidup karena alam
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 452
menyediakan segala sumber kehidupan, seperti matahari, air, energi, tanah, iklim dan lain sebagainya.17 Jika
semua ini rusak dan tercemar, maka kehidupan manusia lambat laun akan musnah dengan sendirinya.
Selain daripada itu, manusia dituntut memberikan rahmat kepada seluruh alam, yaitu memberikan
kesempatan segala ciptaannya untuk encapai tujuan penciptaanya. Menghormati proses-proses yang tumbuh
dan tidak hanya memikirkan diri sendiri, kelompok atau sejenisnya, tetapi juga segala sesuatu yang berada di
alam raya ini.
Artinya bahwa manusia adalah ujung tombak kesejahteraan kehidupan di bumi. Semua makhluk akan
tumbuh dan berkembang biak sebagaimana mestinya apabila manusia bisa memberikan dan memperlakukan
alam dengan baik. Semua makhluk di bumi pasti memiliki maksud dan tu juan, oleh karena itu kita harus dapat
memahami hal ini untuk dapat tercapai tujuan hidup mereka. Sebagai makhluk yang dianggap sempurna
daripada makhluk lain, dalam menanggapi permasalahan tersebut di atas, seharusnya kita dapat memberikan
solusi yang dap at di jadikan pedoman untuk yang lain. Seperti dalam pemaknaan kata ahsani taqwim firman
allah SWT, dalam QS. Surat At Thin ayat 4;
Artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Thin
95:4).
17Sonny A. Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, Alam Sebagai Sebuah Sistem Kehidupan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 93.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 453
Dalam ayat itu, mengindikasikan bahwa manusia yang memiliki bentuk fisik yang sempurna dan memiliki
standar kelayakan untuk mampu menjalani kehidupan di dunia yang penuh dengan tantangan ini.
c. Anjuran untuk Bersikap Seimbang
Seimbang yaitu tidak berat sebelah dan sama ukuran. Seperti adanya siang dan malam, laki-laki dan
wanita, muda dan tua, berat dan ringan. Hal ini diciptakan agar dapat saling berpasangan dan menghasilkan
keseimbangan dan keserasian. Apabila Allah swt menciptakan sesuatu tidak seimbang, pasti akan terjadi
terbenturan kebutuhan makhluk di bumi. Dan akan mengakibatkan banyak kemungkinan terjadi. Ayat Allah swt,
memberikan penjelasan tentang keseimbangan penciptaan langit yang berlapis-lapis dengan keseimbangan
yang luar biasa.18
Sehingga dapat kita rasakan keindahan dan manfaatnya di dunia ini. Akan tetapi, hampir tidak ada
keseimbangan antara manusia modern dan alam sebagaimana dibuktikan oleh hampir semua ekspresi
peradaban modern yang justru berusaha menawarkan tantangan pada alam, bukan mengajak bekerjasama.
Bahwa harmoni antara manusia dan alam telah dihancurkan merupakan sebuah fakta yang diakui sebagian
besar orang. Akan tetapi tidak semua orang menyadari bahwa ketidakseimbangan ini disebabkan oleh
hancurnya harmoni manusia dengan Tuhan. Seperti dalam firman Allah, SWT, dalam QS. Al-A’râf ayat 85:
18Sayyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia Dan Alam, Jembatan Filosofis dan Menuju Puncak Spiritual (Yogyakarta: IRCiSoD,2003), 31.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 454
Arinya: Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah
kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-
betul kamu orang-orang yang beriman". ((QS. Al-A’râf [7]: 85 ).
Ayat di atas, menunjukkan bahwa setiap perbuatan harus sesuai dengan takaran dan timbangannya agar
dapat tercipta keharmonisan dan keseimbangan antar hubungan sosial anggota masyarakat, yang antara lain
dengan jalan masing-masing memberi apa yang berlebih dari kebutuhannya dan menerima yang seimbang
dengan hak masing-masing. Manusia dianjurkan untuk berlaku adil terhadap semua makhluk, tidak hanya
terhadap sesama manusia, melainkan juga semua makhluk Allah swt. Sifat seimbang terhadap semua makhluk
akan melahirkan timbal balik yang positif. Artinya bahwa, apabila kita melakukankebaikan kepada siapapun itu
makhluk Allah, suatu saat kebaikan tersebut akan kembali kepada kita. Salah satu tuntunan terpenting dalam
hubungannya dengan lingkungan ialah bagaimana menjaga keseimbangan alam/lingkungan dan habitat yang
ada tanpa merusaknya.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 455
3. Etika Islam Tentang Lingkungan Hidup
Salah satu gejala menarik dalam perkembangan manusia modern di bidang pemikiran pandangan hidup
ialah tumbuhnya dengan kuat faham tentang lingkungan. Dari sudut pandang sejarah umat manusia modern,
faham lingkungan hidup dapat dikatakan sebagai suatu “pertobatan” atas dosa keserakahan manusia selama
ini yang menjarah lingkungannya secara semena-mena. Sebab jaman modern yang ditandai dengan
penggunaan teknologi untuk kepentingan peningkatan setinggi-tingginya kesejahteraan material manusia itu,
sekaligus juga menyaksikan laju kerusakan lingkungan yang tiada taranya, yang pada gilirannya secara pasti
mengancam eksistensi manusia penghuni jagad raya ini.19
Dari sudut pandang Islam, kenyataan ini merupakan pembuktian dari firman Allah SWT dalam surah Ar-
Rum ayat 41 yang artinya:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan pada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka (agar mereka kembali ke jalan
yang benar)” (QS. Ar-Rum [30]: 41).
Sampai disini timbul pertanyaan tentang bagaimana nilai-nilai etik dalam Islam tentang lingkungan hidup.
19Erwin Jusuf Thaib. “Konsepsi Dakwah Islamiyah Dalam Konteks Konservasi Alam Dan Lingkungan” Jurnal Al-Ulum. 11: 1,(Juni, 2011), 145
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 456
Islam sesungguhnya adalah agama yang sangat concern terhadap lingkungan hidup. Umat manusia diwajibkan
oleh Allah SWT untuk menjalin tali persahabatan dengan lingkungan hidup, dengan hutan, flora, dan fauna
serta sumber daya alam lainnya. Dan itu termasuk akhlak yang terpuji di sisi Allah SWT. Terlebih di dalam Al
Qur’an sering kali dinyatakan bahwa segala yang terdapat di bumi dan langit itu bertasbih kepada Allah SWT,
sehingga adalah termasuk pelanggaran yang berat bilai ada yang menghentikan proses bertasbih itu secara
tidak bertanggung jawab. Karena itu kita dilarang oleh Allah SWT untuk melakukan perusakan terhadap alam
dan lingkungan. Tidak boleh berbuat keji terhadap air, kejam terhadap tanah, atau membuat polusi udara serta
mencemari lingkungan hidup.
Lebih dari pada itu, umat Islam malah diwajibkan oleh Allah SWT untuk memakmurkan dan memanfaatkan
alam/lingkungan hidup (QS. 10: 10).
Bila kita memakmurkannya, maka alam akan balik memberi kemakmuran kepada kita dan generasi
sesudah kita. Itulah makna menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dan untuk itu kita dianjurkan oleh Allah SWT
selalu merenungkan penciptaan alam, memikirkan ciptaan-Nya (QS. 3 : 190)
Hal ini menunjukkan bahwa hanya dengan kualitas iman kepada Allah SWT sajalah, seorang hamba dapat
berperilaku baik terhadap lingkungan hidup. Paling tidak, orang Islam yang punya kualitas keimanan yang baik
akan menjadi pendukung pmeliharaan alam atau sumber daya alam. Sikap ini juga menjadi gambaran
ketauhidan seorang muslim. Dengan bertauhid seorang muslim tidak cukup hanya dengan berkeyakinan bahwa
Allah SWT itu esa (the unity of God), tetapi ini harus diimplementasikan dalam keyakinan tentang kesatuan
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 457
umat manusia (the unity of mankind) dan kesatuan alam semesta (the unity of universe) termasuk di dalamnya
lingkungan hidup. Merusak lingkungan berarti telah merusak amanah Allah SWT dan sekaligus mengancam
eksistensi manusia sebagai khalîfatullâh fî al ardh. Sehingga ukuran etika keimanan dan ketakwaan seseorang
dapat dilihat dari sejauh mana dia peduli dengan masalah lingkungan sekitarnya. Dan inilah sesuatu yang
paling dasar untuk mewarnai akhlak Islam kita sebagai makhluk beriman dan berakal.
Dengan demikian, bila dikatakan bahwa ajaran Islam hanya meliputi tiga aspek yaitu aqidah, syari’ah, dan
akhlak hingga menjadi sempurna, maka akhlak terhadap lingkungan hidupnya juga merupakan gambaran
kesempurnaan keislaman seorang Muslim. Dari sinilah tampak betapa Islam adalah agama yang sempurna
karena memasukkan juga unsur etika terhadap lingkungan hidup dalam ajarannya.
Dengan kemakmuran alam dan keseimbangannya manusia dapat mencapai dan memenuhi kebutuhan
sehingga kemakmuran, kesejahteraan, dan keharmonisan hidup dapat terjaga. Berakhlak dengan alam
sekitarnya dapat dilakukan manusia dengan cara melestarikan alam sebagai berikut:20
b. Dilarang penebangan pohon secara liar;
c. Dilarang pemburuan binatang-binatang secara liar;
d. Melakukan reboisasi;
e. Mem buat cagar alam dan suaka margasatwa;
f. Mengendalikan erosi;
20Abbudin Nata, Akhlak Tasawuf, 232
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 458
g. Menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai;
h. Memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan hidup kepada seluruh lapisan masyarakat;
i. Memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggar pelanggarnya.
C. Mentafakuri Alam
1. Memahami Makna dan Hakikat Tafakur Alam
Tafakur menurut bahasa berarti menghadap, kebalikan membelakangi. Tafakur menurut ahli bahasa Arab
adalah memikirkan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia “tafakur” berati renungan; perenungan; perihal merenung,
memikirkan, atau menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh; dan pengheningan cipta; bertafakur
maknanya melakukan tafakur; menafakurkan dan atau memikirkan (menimbang-nimbang) dengan sungguh-
sungguh.21 Maka, tafakur bisa berarti memikirkan akibat dari sesuatu atau memikirkan maksud akhir dari
sesuatu. Sedangkan, tafakur menurut istilah adalah “penelaahan universal yang bisa mengantarkan kepada
pemahaman optimal dari maksud suatu perkataan“.
Imam Al-Ghazali mendefinisikan di dalam Ihya Ulumuddin bahwa tafakkur adalah menghadirkan dua
makrifat (pengetahuan) yang terdahulu (sudah diketahui) untuk sampai pada makrifat yang ke-3. Contohnya
ketika seseorang ingin mengetahui mana yang lebih baik antara dunia dan akhirat, maka metode tafakkur yang
harus ditempuhnya adalah dengan mengetahui dulu bahwa yang kekal lebih baik dan utama daripada yang
tidak, lalu dia mengetahui bahwa akhirat lebih kekal daripada dunia. Maka dari dua premis (pengetahuan dasar)
21Tim Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indoneia. (Jakarta: Diknas, 2008), 1408
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 459
tersebut muncullah pengetahuan ketiga, yaitu bahwa akhirat lebih baik daripada dunia, karena akhiratlah yang
kekal daripada dunia.22
Tafakur alam merupakan sarana pembelajaran untuk lebih mengenal ke Maha Besaran Allah SWT yang
telah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Tafakur alam dapat membuat seseorang mampu
memahami tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasaan sang Pencipta. Melalui tafakur alam seseorang juga dapat
mengetahui bahwa semua di alam ini diciptakan tidak dengan sia-sia, dan mampu memahami kekuasaan dan
kesempurnaan ciptaan Allah di segala penjuru. Pemahaman ini pada akhirnya menghantarkannya pada
penyerahan diri, ketundukan dan rasa takut kepada-Nya sehingga menimbulkan ketenangan dari sisi
psikologis.23 Firman Allah, SWT dalam QS. Ali-Imran:190;
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal” (QS. Ali-Imran[3]:190).
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah sesungguhnya memerintahkan kita untuk mentafakuri alam, dalam
hal ini kita tahu bahwa dengan cara menjelajahi atau mendaki gunung kita bisa tahu kebesaran dan kekuasaan
22Nabil Abdurahman. Mentafakuri Penciptaan Alam Semesta Dan Pergantian Siang Dan Malam Melalui Tadabur Al-Qur’an.(Wednesday, 26 June 2019), tersedia dalam: http://curatcoretnabil.blogspot.com/2019/06/.html
23Andriyani, “ Efektivitas Muhasabah dan Tafakur Alam Terhadap Penurunan Tingkat Stres pada Mahasiswa Tingkat Akhir” JurnalKedokteran dan Kesehatan, 13: 2, (Juli 2017), 165
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 460
Allah SWT.
Selain itu kita juga belajar dari alam tentang Allah. Sebagaimana dalam QS. Al-ankabut: 20; Allah
Berfirman:
Artinya: “Berjanjilah di muka bumi. Maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (Makhluk)
kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.” (QS.
Al-ankabut [29]: 20).
Dalam ayat tersebut di jelaskan bahwa Allah akan menjadikan kejadian yang akhir tersebut adalah Allah
akan membangkitkan manusia setelah mati kelak nanti di akhirat.Artinya tanah yang kita pijaki saat ini akan
menjadi saksi atas kehidupan kita di dunia , apakah akan menjadi safaat ataukah penyebab kita terjerumus ke
dalam neraka jahannam ? itu semua tergantung pada diri kita masing-masing. Oleh karena itu mari kita jaga diri
kita. Jangan sampai bumi yang kita pijaki ini menjadi penyebabnya kita masuk ke neraka.
2. Urgensi dan Manfaat Tafakkur Alam
a. Urgensi Tafakkur Alam
Jika manusia tidak suka mentafakkuri fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta yang sudah
diciptakan oleh Allah, maka dia akan susah untuk menjadi hamba yang bersyukur kepada Pencipta jagad raya
ini. Sebab, pada saat itu qalbu dan sanubarinya sudah dipenuhi oleh kegelapan, noda dan dosa yang akan
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 461
mengantarnya menjadi insan yang takabbur dan kufur terhadap nikmat yang telah dianugerhkan Allah. Akibat
akhir dari kekufuran ini adalah dia akan merasakan adzab Allah. Disinyalir dalam al-Qur’an bahwa sudah
banyak negeri hancur lebur akibat dari perbuatan manusia atau penghuni negeri itu tidak pandai mensyukuri
nikmat Tuhan. Terkait pentingnya al-tafakkur, supaya manusia bisa bersyukur ini bisa dilihat dalam firman Allah,
Q.S. al-Jasiyah :12-13.
Artinya: (12) “Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya
dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. (13)
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat)
daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir.(Q.S. al-Jasiyah [45]:12-13).
Maksudnya, Dia menciptakan kesemuanya itu untuk dimanfaatkan oleh kalian (semuanya) lafal Jamii'an ini
berkedudukan menjadi Taukid, atau mengukuhkan makna lafal sebelumnya (dari-Nya) lafal Minhu ini menjadi
Hal atau kata keterangan keadaan, maksudnya semuanya itu ditundukkan oleh-Nya. (Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah bagi kaum yang berpikir)
mengenainya, karena itu lalu mereka beriman.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 462
b. Manfaat Tafakkur Alam
Adapun manfaat yang dapat diambil dari tafakkur, menurut Al-Thabari, (dalam Enghariano, 2019), adalah
sebagai berikut:24
1) Tafakkur menjadi tanda bagi orang yang memanfaatkan fikirannya yang dalam bahasa al-Qur’an dikenal
dengan istilah ulul albab. Faidah ini menurut Imam Thabari terinspirasi dari Qs. al-Ra’du: 2-3, bahwa semua
keajaiban dan keagungan ciptaan Allah itu adalah sebagai ayat atau tanda bagi orang-orang yang
bertafakkur.
2) Tafakkur bisa menghapus sikap lalai dalam berubudiah kepada Allah sekaligus bisa menghadirkan rasa
takut yang besar di dalam hati kepada sang Khalik. Ibarat tanaman yang akan tumbuh subur karena adanya
siraman air yang teratur. {Qs. al-Nahal : 10-11}.
3) Tafakkur itu bagaikan sebuah cermin. Di cermin itu akan nampak kebaikan dan keburukan orang yang ada
di depannya. Pancaran cermin yang nampak itu merupakan perilaku baik atau buruknya. {Qs. al-Rum : 8-9}.
4) Tafakkur merupakan sebuah cahaya, sementara hati yang lalai merupakan kegelapan dan kejahilan. {Qs.
Saba’: 46}.
5) Tafakkur bisa menambah mahabbah kepada Zat yang memberikan rasa cinta dan bisa menjadikan hamba
yang pandai mensyukuri nikmat-nikmat sang Pemberi nikmat. {Qs. al-Nahal 10-14}.
24Desri Ari Enghariano "Tafakkur Dalam Perspektif Al-Qur’an” Jurnal El-Qanuny, 5.1 (Juni, 2019),14
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 463
3. Anjuran Tafakur
Allah Swt. melalui ayat-ayat qauliyah-Nya (al-Qur’an) mengajak orang-orang yang berakal agar
mentafakuri ayat-ayat kauniyah-Nya (ciptaan-Nya). Diantaranya adalah sebagaimana tertera di dalam QS. Ali
Imran [3]: 190-191, yaitu:
a. Mentafakuri proses penciptaan langit dan bumi, pengaturan dan manfaatnya bagi kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran inti agama Islam, diturunkan untuk menjelaskan kepada manusia hal-hal
yang tidak bisa dimengerti oleh akal mereka secara mandiri, seperti esensi iman, ritual-ritual ibadah, serta
landasan-landasan etis dan hukum yang berguna untuk mengatur interaksi sosial di antara sesama manusia.
selain itu, al-Qur’an juga membicarakan alam semesta, yang meliputi bumi dan langit, unsur-unsurnya yang
beraneka ragam, para penghuninya, serta fenomena-fenomena di dalamnya.25
Konsep penciptaan langit, bumi beserta seluruh isinya berdasarkan petunjuk al-Qur’an adalah sbb: Al
Qur’an menuntun logika kita bahwa awal terciptanya langit dan bumi adalah ketika Allah menggunakan Frase
kata “kun” (jadilah) “fayakun” (maka jadilah ia). Frase ini digunakan juga pada penciptaan Adam dan Isa, serta
penciptaan lainnya yang dikehendaki Allah. Hal ini sebagaimana tercantum pada 8 ayat al-Qur’an, yaitu QS.
2:117, 3: 47, 3: 59, 6: 73, 16: 40, 19: 35 6: 82, dan 40: 68. Semua redaksi ayat-ayat al-Quran tersebut adalah
“Kun (jadilah), maka atas kehendak Allah segala sesuatu tersebut ada, maka menjadi (fayakun). 26
25Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an: Mengerti Mukjizat Firman Allah , terj. M. Zainal Arifin, dkk., (Jakarta: Zaman,2013), 328.
26Fazlur Rohman, Tema Pokok al-Quran, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1996), 95
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 464
Pada awal mula penciptaan, keadaan bumi dan langit itu adalah satu kesatuan, terikat satu sama lain dan
bertumpuk satu diatas yang lainnya dalam bentuk dukhon (asap/kabut), kemudian Allah memisahkan satu
sama lain dengan udara, dan menjadikan langit itu tujuh dan bumi itu tujuh (lih. QS. 21: 30 & 41: 11).
Setelah langit dan bumi yang belum terbentuk tersebut terpisah, maka dibentuklah langit, bumi beserta
unsur-unsurnya dengan urutan sebagai berikut (lih: 41: 9-12, 79: 27-33, 2: 29 & 13: 2-3):27
1) Allah menciptakan (membentuk) bumi, tanpa unsur-unsurnya, pertama kali dalam dua hari/masa;
2) Kemudian Allah meninggikan langit dan membentuknya menjadi 7 langit dalam dua hari/masa lagi, sehingga
terbentuk juga adanya malam dan siang (dimulainya adanya perhitungan waktu dunia yang dipakai oleh
manusia);
3) Kemudian Dia membentangkan bumi, dengan menjadikan sunggai-sungai, tumbuh-tumbuhan, gunung-
gunung, hewan-hewan dan semua perlengkapan yang dibutuhkan manusia dalam waktu dua hari/masa lagi
(lih. QS. 13: 3). (jmlh semuanya = 6 hari/masa).
4) Setelah proses penciptaan (pembentukan) bumi, langit beserta unsur-unsur yang dibutuhkan manusia
selama 6 hari/masa (lih. QS. 7: 54, 10: 3, 11: 7), barulah manusia (Adam) diciptakan (lih. QS. 2: 29-36).
b. Mentafakuri adanya pergantian malam dan siang, dan manfaatnya bagi kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya
Setelah langit, bumi beserta isinya terbentuk, maka Allah mengatur benda-benda angkasa seperti
matahari, bulan, dan jutaaan galaksi beredar dengan sangat teliti dan teratur sesuai dengan kehendak dan
ketetapan-Nya (lih. QS. 7: 54). Dengan diaturnya dua diantara benda langit, yaitu matahari berjalan ditempat
peredarannya, bulan berputar mengelilingi bumi mengikuti manzilah-manzilahnya, maka memunculkan keadaan
27Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan al-Quran , (Jakarta: Raja Grafindo, 1994), 47.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 465
dibumi menjadi dua bagian: malam dan siang yang silih berganti (lih. 36: 37-40, 21: 33, 13: 2).
Diantara tujuan Allah atau hikmah dan manfaat yang bisa diambil oleh manusia dari adanya malam dan
siang adalah sbb:
1) Manusia dapat beristirahat pada malam hari yang gelap dan beraktifitas pada siang hari yang terang oleh
cahaya matahari (lih. QS. 27: 86, 78: 10-11).
2) Manusia dapat mengetahui perhitungan waktu, tahun dan memperhitungkannya (hisab) (lih. QS. 10: 5-6 dan
17: 12).
3) Umat Islam dapat menentukan waktu ibadah-ibadah, diantaranya: (a) Waktu shalat 5 waktu dikaitkan
dengan 3 sebab waktu fardhu: duluk asy-syams (tergelincir matahari), ghasaq al-lail (gelap malam) dan
qur’an al-fajr (bacaan diwaktu fajar) (lih. QS. 17: 78). (b) Memulai berpuasa dan berbukanya, yaitu dari mulai
terbit fajar sampai terbenamnya matahari. (c) Menentukan miqat zamani (batas waktu) untuk haji, yaitu
tanggal 1 syawal-10 Dzulhijjah (lih. QS. 2: 197).
D. Mengelola alam (mengkulturkan nature, menaturkan kultur, islamisasi kultur)
1. Lingkungan merupakan bagian dari integras kehidupan manusia
Sehingga lingkungan harus dipandang sebagai salah satu komponen ekosistem yang memiliki nilai untuk
dihormati, dihargai, dan tidak disakiti, lingkungan memiliki nilai terhadap dirinya sendiri.integritas ini
menyebabkan setiap perilaku manusia dapat berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya. Perilaku positif
dapat menyebabkan lingkungan tetap lestari dan perilaku negatif dapat menyebabkan lingkungan menjadi
rusak. Integritas ini pula yang menyebabkan manusia memiliki tanggung jawab untuk berperilaku baik dengan
kehidupan disekitarnya. Kerusakan alam diakibatkan dari sudut pandang manusia yang anthroposentris,
memandang bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta. Sehingga alam dipandang sebagai objek yang
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 466
dapat dieksploitasi hanya untuk memuaskan keinginan manusia, hal ini telah disinggung oleh Allah dalam Al-
Qur’an surah Ar-Ruum ayat 41: yang artinya “telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
2. Tugas kekhalifahan Manusia terhadap Alam
Manusia sebagai makhluk Allah harus mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan tugas-
tugas hidupnya di muka bumi. Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai dua tugas utama, yaitu:28 (a)
sebagai ’abdullah, yakni hamba Allah yang harus tunduk dan taat terhadap segala aturan dan KehendakNya
serta mengabdi hanya kepadaNya; dan (b) sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang meliputi pelaksanaan
tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, dalam keluarga/rumah tangga, dalam masyarakat, dan tugas
kekhalifahan terhadap alam. Adapun tugas kekhalifahan terhadap alam (natur), menurut Supraptiningtyas
(dalam Watsiqotul, dkk. 2018), meliputi tugas-tugas: 29
a. mengkulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar dibudayakan, sehingga
menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia;
b. menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan
dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak menimbulkan
malapetaka bagi manusia dan lingkungannya;
c. mengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen dengan nilai-
nilai Islam yang rahmatan lil-’alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa
28Ahmad Musthafah Al.Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz 1 dan 2 (Semarang:Toha Putra,1985),131.
29Watsiqotul, dkk., “Peran Manusia, 368.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 467
dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran
ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi.
3. Prinsip yang harus dipenuhi untuk berinteraksi dengan lingkungan
Ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi untuk berinteraksi dengan lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini
terbuka untuk di kembangkan lebih lanjut. Berikut adalah prinsip-prinsip yang dapat menjadi pegangan dan
tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung
maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam:30
a. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect For Nature)
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam
semesta seluruhnya. Seperti halnya, setiap anggota komunitas sosial mempunyai kewajiban untuk
menghargai kehidupan bersama (kohesivitas sosial), demikian pula setiap anggota komunitas ekologis
harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis itu, serta
mempunyai kewajiban moral untuk menjaga kohesivitas dan integritas komunitas ekologis, alam tempat
hidup manusia ini. Sama halnya dengan setiap anggota keluarga mempunyai kewajiban untuk menjaga
keberadaan, kesejahteraan, dan kebersihan keluarga, setiap anggota komunitas ekologis juga
mempunyai kewaj iban untuk menghargai dan menj aga alam ini sebagai sebuah rumah tangga. Al-
Qur`an surat Al-Anbiya 107, Allah SWT berfirman:
30Muslim. “Akhlak Islam , 102.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 468
Artinya: ” Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
(QS. Al-Anbiya [21] ;107)
b. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility For Nature)
Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam di atas adalah tanggung jawab moral terhadap alam,
karena manusia diciptakan sebagai khalifah (penanggung jawab) di muka bumi dan secara ontologis
manusia adalah bagian integral dari alam. Kenyataan ini saja melahirkan sebuah prinsip moral bahwa
manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun
terhadap keberadaan dan kelestariannya Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh
Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau
tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta, bertanggung jawab pula untuk
menjaganya.
c. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip moral tersebut adalah prinsip solidaritas. Sama halnya dengan kedua
prinsip itu, prinsip solidaritas muncul dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam
semesta. Lebih dari itu, dalam perspektif ekofeminisme, manusia mempunyai kedudukan sederajat dan
setara dengan alam dan semua makhluk lain di alam ini. Kenyataan ini membangkitkan dalam diri
manusia perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup
lain.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 469
d. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring For Nature)
Sesama anggota komunitas ekologis yang setara, manusia digugah untuk mencintai, menyayangi,
dan melestarikan alam semesta dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang
dan kepedulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas ekologis,
semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.
Manusia umumnya bergantung pada keadaan lingkungan sekitar (alam) yang berupa sumber daya
alam sebagai penunjang kehidupan sehari-hari, seperti pemanfaatan air, udara, dan tanah yang
merupakan sumber alam yang utama. lingkungan yang sehat dapat terwujud jika manusia dan lingkungan
dalam kondisi yang baik.
Krisis lingkungan yang terjadi pada saat ini adalah efek yang terjadi akibat dari penggelolaan atau
pemanfaatan lingkungan manusia tanpa menghiraukan etika. dapat dikatakan bahwa krisis ekologis
yangdihadapi oleh manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Manusia kurang peduli terhadap
norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan
dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan „hati nurani.
Alam dieksploitasi begitu saja dan mencemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan
kualitas sumber daya alam seperti pinahnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula
penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia. Akhlak dan etika islam tidak melarang manusia untuk
memanfaatkan alam, namun hal tersebut harus dilaksanakan secara seimbang dan tidak berlebihan.
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 470
PENUTUP
Ajaran Islam yang termaktub dalam Al -Qur`an dan Hadits sesungguhnya memiliki concern yang cukup
mendalam dan luas tentang korelasi antara manusia dan alam/lingkungan. Korelasi itu dibentuk dalam sebuah
akhlak serta etika yang religius, yang mengikat manusia untuk terus menjaga kelestarian lin gkungannya,
sebagai upaya untuk menj aga sumber daya alam untuk menopang hidup manusia.
Kesalehan terhadap alam dalam bentuk akhlak tersebut, dalam Islam dianggap sebagai manifestasi rasa
keberimanan manusia kepada Allah SWT. Muaranya adalah bahwa manusia dikatakan sebagai orang yang
beriman manakala lingkungannya terj aga dengan baik.
Alam dieksploitasi begitu saja dan mencemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan
kualitas sumber daya alam seperti pinahnya sebagian spesies dari muka bumi, ya ng diikuti pula penurunan
kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi
kehidupan sehari-hari manusia. Akhlak dan etika islam tidak melarang manusia untuk memanfaatkan alam,
namun hal tersebut harus dilaksanakan secara seimbang dan tidak berlebihan.
PUSTAKAAbbudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),Abdurrahman, M. Memelihara Lingkungan dalam Ajaran Islam. (Bandung: Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian RI, 2011),Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Vol. 1, (Semarang: Toha Putra, 1987),Ahmad Musthafah Al.Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz 1 dan 2 (Semarang:Toha Putra,1985),Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002).Andriyani, “Efektivitas Muhasabah dan Tafakur Alam Terhadap Penurunan Tingkat Stres pada Mahasiswa Tingkat
Akhir” Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 13: 2, (Juli 2017),Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam (Jakarta: Kencana, 2010),Desri Ari Enghariano| "Tafakkur Dalam Perspektif Al-Qur’an” Jurnal El-Qanuny, 5.1 (Juni, 2019),
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 471
Erwin Jusuf Thaib. “Konsepsi Dakwah Islamiyah Dalam Konteks Kons ervasi Alam Dan Lingkungan” Jurnal Al-Ulum. 11: 1, (Juni, 2011),
Fauzi Rachman, Islamic Relationship (Jakarta: Erlangga, 2012),Fazlur Rohman, Tema Pokok al-Quran, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1996),Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jil. I, cet. V, (Jakarta: UI Press, 1985),Ilyas Asad, Teologi Lingkungan, (Yogyakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, Dan Majelis Lingkungan Hidup
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2011),Muhammad Idrus, “Islam dan Etika Lingkungan”, dalam www.mohidrus.wordpress.com, (diakses pada tanggal 30
September 2020).Muhjiddin Mawardi, dkk. Akhlak Lingkungan: Panduan Berperilaku Ramah Lingkungan. Jakarta: Kemen KLH & PP
Muhammadiyah, 2011),Mujiono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur’an Cet-2 (Jakarta: Paramadina, 2001),Muslim. “Akhlak Islam Dalam Pengelolaan Lingkungan” Jurnal Hukum Islam, 17:1 (Juni, 2007), .Nabil Abdurahman. Mentafakuri Penciptaan Alam Semesta Dan Pergantian Siang Dan Malam Melalui Tadabur Al-
Qur’an. (Wednesday, 26 June 2019), tersedia dalam: http://curatcoretnabil.blogspot.com/2019/06/.htmlNadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an: Mengerti Mukjizat Firman Allah , terj. M. Zainal Arifin, dkk.,
(Jakarta: Zaman, 2013),Quraish M. Shihab, Lentera Hati, Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan Pustaka, 2008),Sayyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia Dan Alam, Jembatan Filosofis dan Menuju Puncak Spiritual
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2003),Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan al-Quran , (Jakarta: Raja Grafindo,
1994),Sonny A. Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup, Alam Sebagai Sebuah Sistem Kehidupan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),Tim Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indoneia. (Jakarta: Diknas, 2008),Watsiqotul, dkk., “Peran Manusia Sebagai Khalifah Allah di Muka Bumi. Persefektif Ekologis Dalam Ajaran Islam”
Jurnal Penelitian, 12:2, (Agustus, 2018),Yatimin Abdullah, M. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, Ed. 1, cet.2 (Jakarta: AMZAH, 2008),
Part: 12 Akhlak Terhadap Lingkungan Alam 472
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Konsep Dasar Akhlak Kepada Lingkungan Alam Landasan, Nilai dan Etika/Akhlak Terhadap Lingkungan Mentafakuri Alam Mengelola alam (mengkulturkan nature, menaturkan kultur, islamisasi kultur)
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 473
Part: XIIIPERILAKU TERHADAP LINGKUNGAN BUDAYA ORGANISASI:Konsep, Prinsip, dan Aplikasi Budaya Organisasi Islami
Tingkah laku manusia merupakan kajian ilmu akhlak, dalam ilmu akhlak berkaitan dengan ilmu-ilmu lainnyayang sudah ajeg, seperti psikologi, sosiologi, antropologi dan rupun-rumpun limu lainnya yang dikategorikanilmu humaniora.
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJAN
Setelah mendapat materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami Konsep Dasar Perilaku Budaya Organisasi
2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai Dasar Perilaku Budaya Organisasi
3. Menerapkan konsep Pembiasaan Perilaku/Akhlak Budaya Berorganisasi dalam kehidupan sehari-hari.
POKOK BAHASAN1. Konsep Dasar Perilaku Budaya Organisasi2. Budaya dan Perilaku Organisasi dalam Perspektif Islam3. Proses Pembentukan Perilaku Budaya Berorganisasi4. Pembiasaan Perilaku/Akhlak Budaya Berorganisasi
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 474
TOPIK BAHASAN:
Perilaku merupakan hasil dari proses akumulasi psikologis individu yang ditampilakan dalam ruang sosial.
Landasan yang dijadikan prinsip utama dalam menuangkan perilaku itu bermacam-macam, salah-satunya
berasal dari basis agama, yang dalam psikologi itu dikenal dengan spikologi Islam. Islam adalah sumber dari
segala sumber dalam pendidikan akhlak termasuk di dalamnya adalah perilaku dalam hal ini adalah perilaku
Islam. Seorang yang memahami Islam dengan benar serta menjalankan segala aturan agama tersebut, akan
tercermin melalui kemuliaan perilaku yang ditunjukkan dalam bentuk akhlak sehari-hari. Kehidupan sehari-hari,
kita masih sering melihat seseorang yang melakukan tindakan akhlak yang buruk meskipun kita lihat sehari-
harinya ia adalah sosok yang tekun menjalankan ibadah. Menjalankan ibadah tanpa dibarengi dengan
pemahaman dan upaya yang keras bisa merubah diri ke arah yang lebih baik akan menyebabkan seseorang
hanya menjalankan ibadah secara fisik, namun hati dan pikirannya jauh meninggalkan rutinitas ibadah tersebut.
Sehingga akhirnya, ibadah hanya tinggal ibadah secara fisik. Ruh dan pikiran tidak merasakan efek dari ibadah
tersebut. Seseorang yang rutin menjalankan ibadah secara fisik tetap akan bisa menjalankan dosa, karena ia
tidak pernah menghadirkan ibadah tersebut dalam hati dan pikirannya.
Perilaku organisasi tidak lepas dari persoalan hubungan antara individu dengan individu yang lainnya
(interaksi sosial), hubungan individu dengan organisasinya (lembaga), serta hubungan individu dengan
lingkungan sekitarnya. Budaya organisasi dibangun dengan seperangkat nilai yang diyakini oleh semua
perilaku dalam organissi itu. Islam sebagai salah satu sumber tatanilai juga mempunyai nilai-nilai yang dapat
digunakan sebagai pembangunan budaya organisasi yang kuat. Nilai-nilai dalam organisasi juga diperlukan
untuk mengikat manajer dan semua orang dalam organisasi tersebut dalam suatu kesatuan yang utuh.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 475
A. Konsep Dasar Perilaku Budaya Organisasi
1. Makna dan Hakikat Perilaku Budaya Organisasi
a. Memahami Makna Hakikat Perilaku
Secara etimologis kata ‘perilaku” adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan arti yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Kata perilaku terbanun dari peri dan laku. Dalam Kamus BI; “laku”., dimaknai
sebagai perbuatan; kelakuan; menjalankan atau berbuat, Kelakuan, perbuatan; tingkah laku; perangai; perihal;
keadaan.1
Perilaku merupakan hasil dari proses akumulasi psikologis individu yang ditampilakan dalam ruang sosial.
Landasan yang dijadikan prinsip utama dalam menuangkan perilaku itu bermacam-macam, salah-satunya
berasal dari basis agama, yang dalam psikologi itu dikenal dengan spikologi Islam. Islam adalah sumber dari
segala sumber dalam pendidikan akhlak termasuk di dalamnya adalah perilaku dalam hal ini adalah perilaku
Islam.2 Seorang yang memahami Islam dengan benar serta menjalankan segala aturan agama tersebut, akan
tercermin melalui kemuliaan perilaku yang ditunjukkan dalam bentuk akhlak sehari-hari.
Dari uraian tersebut diketahui bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan dalam pengertian umum
1Tim Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diknas, 2008), 778-9
2Yuriadi “Perilaku Manusia Dalam Perspektif Psikologi Islam” Jurnal El-Furqania. 3:2 (Agustus, 2016), 225
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 476
perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.3
Diskusi dan kajian terhadap budaya organisasi telah lama dilakukan, bahkan telah banyak definisi yang
dirumuskan oleh para pakar manajemen. Kata kebudayaan merupakan Kembangan dari kata majmuk “budi-
daya” yang memiliki arti “daya dari budi” atau kekuatan dari akal. Budidaya bermakna memberdayakan budi
seperti dalam Bahasa inggris dikenal dengan istilah culture, asal kata culture dari Bahasa latin “colore” yang
mulanya berarti mengolah atau mengerjakan sesuatu. Kemudian arti kata culture berkembang menjadi “segala
daya dan usaha manusia untuk merubah alam. Kemudian istilah culture diindonesiakan menjadi “kultur” yang
pengertiannya sama dengan kebudayaa, atau jika ditulis secara singkat menjadi “budaya”, dan dalam Bahasa
arab istilah tersebut adalah “tsaqafah”.4 Selanjutnya, organisasi menurut Rivai merupakan wadah yang dapat
memberikan tempat bagi masyarakat yang ingin mengembangkan diri serta memungkinkan mereka mendapat
hasil yang belum dpata dicapai sebelumnya secar mandiri. Organisasi juga merupakan suatu unit terkoordinasi
yang terdiri dari paling tidak dua orang, yang berfungsi sebagai saran untuk mencapai suatu target tertentu.5
b. Agama adalah sumber kontrol Perilaku
Agama adalah sumber kontrol perilaku yang dapat membawa pencerahan intelektual, batin, dan sosial
manusia baik dalam keadaan senang maupun susah. Agama menjadi inspirator kekayaan rohani yang tak
ternilai harganya. Ia menjadi kekuatan pengendali paling efektif dalam memandu kehidupan seseorang.
3Notoadmojo, Pendidikan dan Perilaku Masyarakat, (Jakarta: Rieka Cipta 2005), 33
4Ismail, F. (1997). Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis (2nd ed.). (Yogyakarta: Titian Ilahi Press.1997), 24.
5Rivai, V., & Mulyadi, D. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (3rd ed.). (Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2009) 169-170
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 477
Mengamalkan agama adalah perilaku agung yang mendapat jaminan kebahagiaan dunia dan akhirat, maka dari
itu. Psikologi Islam yang mempelajari aktivitas kehidupan manusia dapat menjadi pengendali kehidupan
manusia untuk lebih baik dalam memberikan teladan. Manusia sebagai teladan dapat dipandang sebagai orang
yang memiliki citra yang baik apabila bisa menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi teladan
oleh masyarakat di sekelilingnya. Menjadi teladan dalam masyarakat merupakan keharusan untuk menciptakan
keadaan yang kondusif dalam hidup, seorang guru harus berperilaku yang baik. Pandangan masyarakat
tentang perilaku tentu selalu akan dilihat dari keseharian yang ditampilkan kepada mereka itu apakah sudah
sesuai atau malah sebaliknya. Kesesuain perilaku dalam masyarakat itu sangat penting untuk dapat
berinteraksi satu sama lain dengan bentuk saling memahami.
Norma yang dibuat dalam masyarakat salah satu yang penting adalah untuk dapat menserasikan satu
sama lain, sehingga perilaku sebagai basis utama dalam keseharian perlu mendapat perhatian yang utuh dan
Psikologi Islam yang di dalamnya mengajarkan kesatuan antara linkungan sosial dan spiritual harus benar-
benar seimbang.
Pada hakikatnya, pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir,
bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik.
Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud
digolongkan menjadi dua, yakni: (bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit), dalam bentuk aktif (dengan
tindakan konkrit). Tentunya banyak juga para ahli memiliki pandangan masing-masing tentang Pengertian
perilaku ini, berikut daftar pengertian menurut para ahli di bidangnya, didentifikasi oleh Arif Syihabuddin (2019)
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 478
antara lain:6
1) Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap
lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk
menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan
menghasilkan perilaku tertentu pula. Robert Y. Kwick (1972) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan
atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.
2) Menurut Skinner, seperti yang dikutip merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini
disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
3) Menurut Elton Mayo Studi Hawthorne di Western Electric Company, Chicago pada tahun 1927-1932
merupakan awal munculnya studi perilaku dalam organisasi Mayo seorang psikolog bersama Fritz
Roetthlisberger dari Harvard University memandu penelitian tentang rancang ulang pekerjaan, perubahan
panjang hari kerja dan waktu kerja dalam seminggu, pengenalan waktu istirahat, dan rencana upah individu
dibandingkan dengan upah kelompok.
6Muhammad Arif Syihabuddin, “Budaya Organisasi Lembaga Pendidikan Dalam Perspektif Islam”: At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah ProdiPendidikan Agama Islam . 11:2, (Desember, 2019), 112
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 479
4) Menurut Reward dan Reinforcement, menurut pendapat mereka tingkah laku seseorang senantiasa
didasarkan pada kondisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan seseorang terlibat langsung dalam
situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah.
5) Menurut chester barnard, Barnard dalam karyanya The Functions of The Executive menekankan agar
organisasi dan individu dapat berhasil, organisasi atau individu tersebut harus mengembangkan kerja sama.
Barnard menekankan pentingnya pengakuan terhadap adanya organisasi formal, Barnard merupakan orang
pertama yang memperlakukan organisasi sebagai suatu system.
6) Menurut Parker Follet, keduanya memfokuskan studinya pada hubungan antara atasan dan bawahan, Follet
meletakkan kelompok diatas individu. Melalui kelompok kemampuan individu dapat dimaksimalkan,
organisasi ditentukan oleh kerjasama atasan dengan bawahan dengan meningkatkan partisipasi,
komunikasi, kooordinasi, dan pembagian wewenang.
7) Menurut Frederick Herzberg, sama halnya seperti Maslow, Herzbeg dalam studinya juga mengembangkan
konsep-konsep motivasi yang mana merupakan penentu utama munculnya motivasi yaitu kondisi tempat
kerja, upah kualitas pengawasan dan pengakuan, promosi dan peningkatan profesionalisme.
Berdasarkan beberapa pendapat para tokoh di atas Nampak bahwa beberapa tokoh mendefinisikan
budaya organisasi lebih filosofis, tetapi ada juga yang lebih operasional. Dari beberapa pendapat tersebut juga
dapat ditarik definisi bahwa budaya organisasi merupakan filosofi dasar bagi organisasi yang didalamnya
memuat keyakinan, norma, dan nilai Bersama yang menjadi sebuah karakteristik utama tentang tata cara
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 480
melakukan segala sesuatu dalam organisasi. Keyakinan, norma, dan nilai tersebut dijadikan pegangan oleh
semua sumber daya dalam berorganisasi.
Berbagai istilah dikenal secara praktis oleh masyarakat pada dasarnya merupakan bukti bahwa tingkah
laku manusia merupakan kajian ilmu akhlak, dalam ilmu akhlak berkaitan dengan ilmu-ilmu lainnya yang sudah
ajeg, seperti psikologi, sosiologi, antropologi dan rupun-rumpun limu lainnya yang dikategorikan ilmu
humaniora. 7
2. Perilaku dalam teori Psikoanalisis
Dalam teori psikoanalisis menunjukkan bahwa perilaku manusia ini dikuasai oleh personalitasnya atau
kepribadiannya. Pelopor dari psikoanalisis ialah Sigmund Freud, yang telah menunjukkan berapa besar
sumbangan karyanya pada bidang psikologi termasuk pada konsep suatu tingkat ketidaksadaran dari kegiatan
mental. Beliau juga menandaskan bahwa hampir semua kegiatan mental adalah tidak dapat diketahui dan tidak
bisa didekati secara mudah bagi setiap individu, namun kegiatan tertentu dari mental dapat mempengaruhi
kegiatan manusia. Teori ini sangat digandrungi dan diterima luas sebagai basis utama dalam mengkaji perilaku
dan kejiwaan manusia, bahkan oleh sebagian psikolog Muslim. Pengaruh aliran Freud ini cukup besar, tak
hanya meliputi kedokteran dan psikologi, namun juga ilmu-ilmu pengetahuan lain seperti filsafat, agama, seni,
sastra, antropologi, politik.8
7Beni A Saebani&Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. (Bandung: Pustaka Setia, 2017), 34.
8Faiqatul Husna, Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam: (Psychoanalysis in The Islamic Perspective). Salam: Jurnal Sosial danBudaya Syar’i. 5 : 2 ( April, 2018),100.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 481
Perilaku Organisasi mengacu pada apa yang dilakukan orang dalam organisasi, performa mereka, dan
sikap mereka. Organisasi yang dikaji sering menjadi organisasi bisnis, organizational behavior sering kali
digunakan untuk mengatasi masalah di tempat kerja seperti ketidakhadiran, omset, produktifitas, motivasi, kerja
dalam kelompok, dan kepuasan kerja. Manajer sering menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari penelitian
organizational behavior untuk membantu mengelola organisasi mereka dengan lebih efektif.9
3. Perilaku Sebagai Kebutuhan Diri Individu: Kajian Psikologi IslamPsikologi Islam mengkaji prinsip-prinsip studi psikologis pada manusia. Psikologi Islam tidak hanya
membicarakan soal benar atau salah ajaran agama (Islam). Karenanya, kebenaran yang dicari psikologi Islam
bukan hanya kebenaran teologis ataupun kebenaran fikih/syariah, melainkan kebenaran psikologis juga. Maka
pembicaraan mengenai ‚bagaimana manusia beriman misalnya?‛ kajianya menekankan pada tindakan ‚gejala-
gej ala keberimanan secara psikologis yang ada dalam keseharian‛. Begitu pula dalam hal ‚mengapa manusia
berkelakuan agamais, psikologi agama tidak hanya membahas motif-motif bersifat teologis metafisis, juga
berbicara ‚motif-motif yang mampu disentuh dan observeable secara psikologis.10
a. Perilaku itu akan memberikan pengaruh terhadap self
Self adalah sistem kontak di batas kontak pada suatu saat. Self ada di mana terdapat batas-batas dari
kontak kegiatannya adalah membentuk berbagai figur dan latar. Self selalu mengintegrasikan indra, koodinasi
9Kaifi A.Belal, Noori A. Selaiman, Organizational Behavior: A Study on Managers, Employees, and Teams, Journal of ManagementPolicy and Practice. 12: 1 (January, 2011), 88-97.
10Nico Syukur Dister. Pengalaman dan Motivasi Beragama. (Yogyakarta; Kanisius: 1994). 201
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 482
motorik, dan kebutuhan-kebutuhan organik. Self adalah integrator atau seniman kehidupan dan meskipun self
‚hanyalah sebuah faktor kecil dalam seluruh interaksi antara organism dan lingkungan. Self memainkan peran
krusial, yaitu menemukan dan menciptakan makna yang kita tumbuhkan. Self terdiri atas identifikasi-identifikasi
dan alienasi-alienasi di batas kontak. Sebagai contoh, individu mungkin mengidentifikasikan diri dengan
keluarganya, tetapi merasa asing dengan orang-orang dari Negara lain. Di dalam batas cenderung dipersepsi
baik dan di luar batas cenderung dipersepsi buruk. Aktualisasi-diri dapat dilihat sebagai ekspresi dari
identifikasi-identifikasi dan alinasi-alinasi yang tepat. Fungsinya sehat itu melibatkan identifikasi dengan
pembentukan self-organismik seseorang, bukan menghambat rangsang berkreasi orang itu, apalagi
mengalinasi apa yang secara organismik bukan miliknya.
b. Kreasi dari individu ditentukan oleh pengetahuan dan pengelaman
Kreasi dari individu sangat ditentukan oleh pengetahuan dan pengelaman yang ada pada dirinya untuk
dapat dituangkan dalam kehidupan keseharian. Pengetahuan menjadi stimulus untuk melihat fenomena untuk
bisa mengambil manfaat atau untuk bisa menafsirkan dengan tepat apa yang nampak, kemudian hasil dari
pemaknaan itu bisa dikelola dan jadi pengalaman dan prinsip hidup.
Prinsip hidup dapat dijadikan kontrol dalam menjawab segala bentuk tantangan dan rintangan untuk tidak
mudah menyerah dengan keadaan, sehingga dapat mengaktualisasikan setiap keinginan dengan leluasa.
c. Mengaktualisasikan self-image
Dalam mengaktualisasikan self-image di mana orang hidup demi gambaran tentang bagaimana dirinya
seharusnya dan bukan bagaimana dirinya adanya. Perls menganggap bahwa‚ setiap kontrol eksternal, bahkan
kontrol eksternal yang diinternalisasikan sekalipun ‚you should‛(anda harus) menganggu kerja organism yang
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 483
sehat untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik. Orang memahami situasi di mana mereka berada di
dalamnya, dan membiarkan situasi itu mengontrol tindakannya, maka mereka belajar bagaimana mengatasi
hidup untuk lebih baik.
Perilaku organisasi tidak lepas dari persoalan hubungan antara individu dengan individu yang lainnya
(interaksi sosial), hubungan individu dengan organisasinya (lembaga), serta hubungan individu dengan
lingkungan sekitarnya. Cepi Triatna memberikan pandangan bahwa ruang lingkup perilaku organisasi meliputi,
bagaimana memahami orang-orang dalam satuan sosial, mengelola, dan memprediksi bagaimana mereka
dapat bekerja secara efektif.11
Dalam konteks lembaga pendidikan Islam, perilaku organisasi tersebut dapat dipelajari pada dua aspek
yakni: Pertama, manajemen kerja (managing work), yakni sebuah konsep yang dapat mengetahui bagaimana
perilaku individu beradaptasi dengan lingkungan kerjanya, bagaimana menjalankan program kerja, serta
mengontrol tujuan kerja. Kedua, manajemen orang (managing people), yakni aspek-aspek yang terkait dengan
bagaimana faktor komunikasi, kepemimpinan, dan motivasi dari setiap individu dalam menjalankan tugas dan
peran kelembagaan.12
Perilaku organisasi pada dasarnya menunjukkan sikap dan kemampuan dari setiap individu, dan
kelompok bagaimana dalam memahami dan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam memajukan
organisasinya.
11Triatna, Cepi. Perilaku Organisasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2015), 14
12Djunawir Syafar. Birokrasi, Perilaku dan Budaya Organisasi dalam Lembaga Pendidikan Islam Manageria: Jurnal ManajemenPendidikan Islam. 2:2, (November 2017/1439), 278.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 484
B. Budaya dan Perilaku Organisasi dalam Perspektif Islam
1. Dasar Perilaku/Akhlak Budaya Organisasi
Budaya organisasi secara harfiahnya terdiri dari dua suku kata, yaitu budaya dan organisasi. Kata budaya
berasal dari bahasa Sansekerta budhayah bentuk jamak dari kata budhi artinya akal atau pemikiran, jadi makna
budaya merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilai-nilai, sikap dan mental serta hasil
karya dan pemikiran manusia. Sedangkan kata organisasi dalam bahasa Inggris disebut organization
(kelompok, wahana), sehingga organisasi merupakan sarana/alat bagi orang-orang yang terlibat dalam satu
organisasi untuk melakukan berbagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu.13
Budaya adalah suatu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian & cara berpikir yang
dipertemukan oleh para anggota organisasi & diterima oleh anggota baru. (Duncan dalam Kasali, 1994),
menyatakan bahwa Organisasi merupakan suatu sistem yang mapan dari sekumpulan orang yang bekerja
sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu jenjang kepangkatan & pembagian. Jadi Budaya
Organisasi merupakan penerapan nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang terkait, bekerja di bawah naungan
suatu organisasi.14.
Budaya Organisasi organisasi dalam konteks bahasa arab sering disebut dengan istilah ”an-Nidzam”
bentuk kalimat ismun marfu’un yang ma’rifat dengan penujukkan pasti sistem atau aturan, Allah SWT’, berfiman
dalam QS. Al Hujurat: 13:
13Adam Ibrahim Indrawijaya, Teori Perilaku dan Budaya Organisasi, (Bandung: Refika Aditama, 2010), 153.
14Kasali, Rhenald.. Manajemen Publicrelations: Konsep Dan Aplikasinya Di. Indonesia. (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 1994), 108.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 485
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal“. (QS. Al Hujurat [49]: 13).
Ayat ini, menunjukkan bahwa pada hakikatnya manusia, dicipkakan dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya manusia saling kenal-mengenal.
Saling kenal-mengenal dapat dilakukan dalam organisasi. (berkumpul/berserikat).
2. Konsep, Teori, dan Prinsip Budaya Organisasi Yang Islami
a. Konsep Budaya Organisasi
Kemudian karakteristik yang dimiliki oleh budaya organisasional yang Islami menurut Abdul Manan (1993)
dalam Lukman Hakim (2011) adalah sebagai berikut:15
1) Bekerja merupakan “ibadah”; Adalah ketika seorang individu melakukan aktivitas atau bekerja, dalam
menjalankan pekerjaannya menggunakan prinsip-prinsip Islami, dimana prinsip-prinsip tersebut meliputi
kejujuran, amanah, kebersamaan, tidak mementingkan diri sendiri, dan lain-lain. Ketika bekerja, dalam
menjalankannya menggunakan prinsip-prinsip tersebut maka aktivitas kerja itu dianggap ibadah yang berarti
ada nilainya di sisi Allah SWT.
15Siti Hidayah & Sutopo. “Peran Budaya Organisasional Islami Dalam Membentuk Perilaku Prestatif Di Dalam Organisasi” JurnalEkonomi Manajemen dan Akuntansi 21:36 (April, 2014), 6
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 486
2) Bekerja dengan azas manfaat dan maslahat; Adalah seorang individu dalam menjalankan proses
aktivitasnya tidak semata-semata mencari keuntungan maksimum untuk menumpuk aset kekayaan.
Aktivitas kerja bukan semata-mata karena profit ekonomis yang diperolehnya, tetapi juga seberapa penting
manfaat keuntungan tersebut atau kemaslahatan bagi orang banyak. Sehingga pemilik atau pemimpin
organisasi/institusi yang Islami tentunya menjadikan objek utama proses bekerja sebagai “memperbesar
atau memperbanyak sedekah” karena pengeluaran untuk sedekah merupakan sarana untuk memuaskan
keinginan Tuhan, dan akan mendatangkan keberuntungan terhadap organisasi/institusi tersebut, seperti
meningkatnya permintaan atas usahanya.
3) Bekerja dengan mengoptimalkan kemampuan akal; Adalah seorang individu ketika bekerja, perlu berusaha
mengoptimalkan kemampuan yang telah Allah berikan kepadanya, baik kemampuan akal fikirannya
(kecerdasannya) maupun keprofesionalitasnya. Dengan mengoptimalkan kemampuannya tersebut maka
Allah akan meningkatkan pula rizki kepadanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
4) Bekerja penuh keyakinan dan optimistic; Adalah seorang individu yakin bahwa apapun yang diusahakannya
sesuai dengan ajaran Islam sehingga hal itu tidak akan membuat hidupnya menjadi kesulitan. Apabila ada
kesulitan maka Allah pasti akan menunjukkan jalan keluarnya.
5) Bekerja dengan mensyaratkan adanya sikap tawazun (keberimbangan); Adalah seorang individu yang
bekerja harus mensyaratkan adanya sikap tawazun (keberimbangan) antara dua kepentingan, yakni
kepentingan umum dan kepentingan khusus. Keduanya tidak dapat dianalisis secara hirarkis melainkan
harus diingat sebagai satu kesatuan. Bekerja dapat menjadi haram apabila aktivitas yang dihasilkan ternyata
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 487
hanya akan mendatangkan dampak membahayakan orang banyak, mengingat adanya pihak-pihak yang
dirugikan dari aktivitas kerja tersebut.
6) Bekerja dengan memperhatikan unsur kehalalan dan menghindari unsur haram (yang dilarang syariah)
Adalah seorang individu harus menghindari praktek pekerjaan yang mengandung unsur haram antara lain
keuangan mengandung riba, kebijakan yang tidak adil, pemasaran yang menipu, dan sebagainya. Bekerja
harus dilakukan dengan unsur yang halal misalkan, keuangan yang transparan, keadilan ditegakkan, usaha
halal, dan lain-lain.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari budaya organisasional yang Islami
dibagi menjadi enam karakteristik, yakni bekerja merupakan ibadah, bekerja dengan azas manfaat dan
maslahat, bekerja dengan mengoptimalkan kemampuan akal, bekerja dengan penuh keyakinan dan optimistik,
bekerja dengan mensyaratkan adanya sikap keberimbangan, dan bekerja dengan memperhatikan unsur
kehalalan serta menghindari unsur yang haram (yang dilarang oleh Allah SWT).
b. Teori Budaya Organisasi
Persoalannya organisasi pada umumya dan madrasah khususnya disinyalir banyak yang belum memiliki
budaya yang kuat terutama yang tipenya adaptif. Bila kenyataannya demikian, maka perlu dilihat secara lebih
rinci budaya yang berkembang di madrasah. Secara teoritis, untuk melihat budaya organisasi dapat digunakan
dua indikator pokok, yaitu fleksibilitas dan fokus dari aktivitas madrasah. Fleksibilitas dapat dilihat dari dua titik
ekstrim, yaitu fleksibel dan statis. Fokus dapat dilihat dari dua sisi, yaitu internal dan fokus eksternal. Dengan
menggunakan dua indikator yang masingmasing memiliki dua kutub maka dapat dibuang empat tipe budaya
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 488
organisasi/lembaga, yaiutu: 16
1) Bila organisasi/lembaga tersebut fleksibel dan fokusnya adalah eksternal maka budaya yang berkembang
adalah budaya adaptif.
2) Bila organisasi/lembaga; Formalitas hubungan di dalam maupun dengan pihak luar madrasah. Sebuah
organisasi yang birokratis memiliki struktur dan proses kerja yang jelas dan tidak dapat diubah segera. Hal
ini dirancang untuk mengatur pola hubungan yang baku dan formal. Mementingkan efisiensi. Pembakuan-
pembakuan dan formalitas yang dilakukan dalam organisasi diarahkan untuk mencapai efisiensi.
Menekankan rasionalitas. Indikator ini merupakan dasar dari berbagai hal yang ada dalam organisasi,
termasuk efisiensi, keteraturan, dan kepatuhan. Artinya, budaya birokrasi didasarkan pada rasionalitas yang
kuat.Teratur dan berjenjang. Sejalan dengan kaidah birokkrasi, maka keteraturan dan hirarkhi sangat
dipentingkan.Menuntut adanya kepatuhan dari pihak-pihak di bawah pimpinan. Begitu peraturan digariskan
dan hirarkhi disepakati, maka anggota organisasi tinggal mengikuti dan pemimpin melakukan kontrol
terhadap bawahan dan anggota. Menurut Hickman & Silva, membangun budaya yang kuat akan
membentuk karakteristik serta membangun kepercayaan organisasi. Selanjutnya mengemukakan bahwa
terdapat tiga langkah yang dapat mendorong budaya yang sukses, yaitu commitment, competence dan
consistency, atau 3 C, dijelaskan bahwa: 17 Komitmen adalah perjanjian karyawan terhadap eksistensi
organisasi.Kompetensi merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas dalam rangka tujuan-
16Muhammad Husni, Hairul Puadi “Membangun Budaya Organisasi Berbasis Religius” Al-Tanzim: Jurnala Manajemen PendidikanIslam 2: 1 (Juni, 2018), 83-4
17Craig R.Hickman and Michail A. Silva, Creating Excellence, Managing Corporate Culture Strated Change in the New Age (NewYork: A Plume Book, 1884), 293
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 489
tujuan organisasi, dan konsistensi merupakan kemantapan untuk secara terus menerus berpegang pada
komitmen dan kemampuannya sebagai karyawan yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan
organisasi. Dengan memiliki komitmen yang kuat, khususnya terhadap mutu pendidikan, maka competitive
advantage (keunggulan bersaing) akan dapat dimiliki oleh lembaga pendidikan madrasah.18 .
3) Bila organisasinya cenderung stabil (tidak fleksibel) dan fokusnya eksternal maka budaya yang berkembang
adalah budaya prestasi Terakhir, bila organisasi cenderung stabil dan fokusnya internal maka budayanya
adalah birokrasi untuk lebih jelasnya, tipe budaya yang dimaksud digambarkan sebagai berikut:
Gambar:13.1. Tipe Budaya Stabil
Sumber: diadaftasi dari (Husni, Hairul Puadi, 2018)
18Baharun, H.. “Management Of Quality Education In Pesantren: The study of theEducation Quality Improvement Pesantren byStrategy Management Approach”. (Malang: International Conferences On Education Andtraining (ICET), UM Malang, 2017), 179.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 490
c. Prinsip Pengorganisasian Budaya Organisasi Islami
Prinsip dasar pengorganisasian dalam membangun, mengembangkan organisasi Islam didasarkakan pada
hal berikut:
1) Pembagian Kerja
Pembagian kerja Organisasi dapat berjalan jika terdapat kejelasan dalam struktur organisasinya dan job
deskripsinya. Prinsip ini sudah ada sejak zaman para Nabi terdahulu termasuk Rasulullah Muhammad Saw.
hingga saat ini. Bahkan dalam Al Qur’an surat az-Zuhruf ayat 32 Allah Swt berfirman:
Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian
yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. az-Zuhruf [43]: 32).
Dalam sebuah kitab Ajhizah Daulah Khilafah dikatakan bahwa Rasulullah Saw telah menetapkan struktur
organisasi untuk menentukan penempatan SDM dengan jabatan dan pembagian pekerjaan. Dikatakan dalam
kitab tersebut bahwa Rasulullah Saw telah mengangkat sahabat Abu Bakar untuk mengurus ibadah haji.
Sementara Sahabat Umar diangkat Rasul untuk menarik zakat.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 491
2) Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab
Dalam konsepsi Islam terdapat pemikiran yang sangat cerdas, dimana ketika seseorang diangkat menjadi
pemimpin maka pada hukum asalnya (ashluhu) dia bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap uraian
pekerjaan yang telah diamanhkanya, sejak dari hulu hingga hilir, termasuk menetapkan kebijakan hingga peran
office boy.
Dalam konteks ini terdapat hadits yang sanagt populer dimana Rasulullah Saw mendelegasikan
wewenang pemerintahanya dengan mengangkat sahabat Muadz Bin Jabal menjadi wali (setingkat gubernur) di
kota Yaman. Koordinasi: Oraganisasi dapat berjalan efektif jika terdapat fungsi koordinasi dengan pihak-pihak
terkait dalam sistem ataupun dengan pihak di luar sistem. Hal ini sangat wajar, sebab realitas organisasi hampir
dipastikan terdapat struktur lini yang memiliki persamaan level. Mereka harus menjadil kerjasama untuk
mencapai tujuan.
3) Rentang Manajemen
Organisasi dapat berjalan sukses jika penempatan tanggung jawab terhadap timnya secara terukur.
Misalnya, seorang supervisor hanya bertanggung jawab terhadap pekerjaan 10 orang di bawahnya. Prinsip ini
sangat logis sebab manusia memiliki keterbatasan kompetensinya.
4) Tingkat Pengawasan
Organisasi dapat efektif jika terdapat mekanisme controling atau pengawasan yang disusun dan dijalankan
secara konsisten. Banyak pekerjaan menjadi gagal jika monitoring lemah.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 492
Dalam pandangan Islam, pimpinan memiliki wewenang penuh terhadap fungsi monitoring dengan
berbagai metode dan tekniknya. Pada era kekhilafahan Islam, kepala negara acapkali melakukan sidak ke
lapangan untuk memastikan efektifitas pendelegasianya. Hal ini berpijak pada hadits shohih yang mengatakan
bahwa ”setiap kamu adalah pemimpin dan kelak akan dimintai pertanggungan jawab atas kepemimpinanya”.
3. Karakteristik Nilai Budaya Organisasi Islam
Islam sangat mengajarkan adanya kepastian struktur organisasi sebagai mana tercantum dalam Al Qur’an
surat az-Zukhruf ayat 32:
Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara merekapenghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atassebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. az-Zukhruf [43] 32):
Struktur dan bentuk organisasi Islam dimaknai dalam ayat di atas, sebagai milai-nilai dalam manajemen
yang islami adalah; keikhlasan, kebersamaan dan pengorbanan.
Budaya organisasi dibangun dengan seperangkat nilai yang diyakini oleh semua perilaku dalam organissi
itu. Islam sebagai salah satu sumber tatanilai juga mempunyai nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 493
pembangunan budaya organisasi yang kuat. Nilai-nilai dalam organisasi juga diperlukan untuk mengikat
manajer dan semua orang dalam organisasi tersebut dalam suatu kesatuan yang utuh. Bagi seorang manajer
muslim, nilai yang dopandang paling benar adalah nilai yang bersumber dari ajaran agamanya, yaitu Islam.
Bagaimanapun, sebuah organisasi akan sehat bila dikkembangkan dengan nilai-nilai sehat yang
bersumber dari agama. Ada beberapa nilai yang dipandang penting dalam pembangunan mental seorang
muslim dalam berorganisasi adalah ikhlas, jamaah dan amanah. Secara rinci ketiga nilai tersebut beserta detail
uraian menyangkut budaya organisasi akan dijelaskan sebagai berikut: 19
a. Keikhlasan
Konsep ikhlas ini pada gilirannya juga akan memunculkan etos kerja seorang muslim, (Hafiduddi, Didin,
2003). Karena konsep ikhlas pada dasrnya adalah inti dari segala perbuatan yang dilakukan oleh seorang
muslim, termasuk dalam hal bekerja atau berorganisasi. Etos kerja seorang muslim yang dikemukakan oleh
hafifuddin adalah sebagai berikut: Al-Ahslah ata baik dan bermanfaat seorang muslim yang berparagma ikhlas
akan meamndang bahwa bsegala perbuatan yang dilakukan adalah untuk beribadah. Bekerja juga merupakan
amal saleh jika diperjakan dengan ikhlas. Seorang muslim yang ikhlas juga akan berusaha untuk menjadi orang
yang bias memebrikan manfaat bagi orang lain sebagai bagian dari amal solah. Allah berfirman dalam surat an-
Nahl 97:
19Porwanto, Budaya Perusahaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 177
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 494
Artinya: ”Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan kami beri
bahasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. an-Nahl
[16]: 97).
b. al-Itqan atau Kesempurnaan
Kesempurnaan; dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani nabi bersabda: “Sesungguhnya
Allah sangat mencintai jika seorang melakukan sesuatu pekerjaan yang dilakukanya dengan itqan sempurna”.
Dari sabda ini dapat disimpulkan bahwa kesempurnaan atau profionalan adalah salah satu tujuan yang harus
jadi prioritas setiap muslim dalam menyelesaikan tugasnya.Kikhlasan seorang muslim dengan demiian bukan
berarti dia bias menjalankan pekerjaanya, atau yang penting jadi.al-Ahsan atau melakukan yang terbaik dan
lebih baik laki Kualitas ihksan mempuayai dua makna dan pesan, yaitu: melakukan yang terbaik dari apa yang
dapat dilakukan. Dengan makan ini pengertianya sama dengan al-itqan.
Pesan yang dikandungnya antara lain agar setiap muslim memilki komitmen terhadap dirinya untuk
berbuat yang terbaik dalam segala hal yang ia kerjakan, apalagi untuk kepentingan umat. Mempunya makna
yang lebih baik dariprestasi atau kualitas pekerjaan sebelumnya. Makna inimemberkan pesan peningkatan
terus-menerus, seiring dengan bertambhnya pengetahuan, pengalaman, waktu dan sumber daya lainya. al-
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 495
Mujahadah atau kerja keras dan optimal. Dalam hal kesungguhan ini Allah berfirman dalam QS. Al-Ankabut: 69:
Artinya: dan orang-orang yang berijtihad untuk(untuk mencari keridlohan) kami, benar-benar kami akan
tunjukkan kepeda mereka jalan-jalan kami, dan sesungguhnya Allah bener-benar peserta orang-orang yang
berbuat baik. (QS. Al-Ankabut [29]: 69).
Rasulullah menjelaskan bahwa waktu adalah suatu sangat berharga yang diabbaikan. Rasulullah memberi
conto sebagaiman beliau menyikapi ketepatan waktu, kemudian diikuti oleh para shabat beliau. Akhirnya, para
shabat menyadari dan terbiasa menghargai waktu. Dalam hadits riwayat Imam Baihaqi, Rasulullah bersabda:
“Siapkanlah lima sebelum datangnya lima. Masa hidupmu sebelum datangnya matimu,masa sehatmu sebelum
datang waktu sakitmu, masa sesunggumu sebelum datang masa sibukmu, masa mudamu sebelum datang
masa tuamu, dan masa kayamu sebelumdatang masa miskinmu”. (HR. Baihaqi dari Ibu Abbas). Demikian,
selain membentuk etos kerja, sifat ikhlas jiga akan menghindarkan seorang dari sifat tamak dan kikir,karena
seorang berpandangan hidup ikhlas hatinya tidak akan terpaut dengan harta atau kekayaan,20
Seperti diketahui kecintaan yang berlebihan terhadap harta atau dunia merupakan faktor utama timbulnya
kejahatan di bidang ekonomi, seperti pemipuan dan riba, yang keduanya dikutuk oleh Allah. Karena itu sistem
nilai tersebut, meliputi beberapa hal, antara lain; Amanah, nilai sentral dalam membangun budaya organisasi
adalah konsep amanah. Amanah merupakan sikap tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, atau
20Ahmad, Mustaq.Etika Bisnis dalam Islam., (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), 97.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 496
dengan kata lain ia menginginkan memenuhi sesuatu sesuai dengan ketentuan. Dalam organisasi atau
manajemen, konsep manajemen ini sangatlah penting, karena setiap orang yang ada dalam organisasi pada
dasarnya adalah memengang tugas dan wewenang menyangkut kinerja organisasi. Sikap amanah akan
mejadikan pemegang tanggung jawab dalam organisasi menjalankan tugasnya dengan penuh denagn didekasi
dan tanggung jawab.21 Bahkan memenganggap amanah sebagai basis atau dasar dalam kegiatan manajemen.
c. Nilai Shiddig atau kejujuran
Dalam organisasi atau dalam ruang social apapun kejujuran sikap terpuji mutlak diperlikan. Seseorang
muslim uyang jujur akan selalu mendasarkan perbuatan pada ajaran islam. Tidak ada kontradiksi antara
ucapan dan perbuatannya. Karena itu Allah senantiasa memerintah kita untuk selalu bersama orang yang
benar (jujur). Allahberfirman, dalam QS. At-Taubat: 119;
Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada A (Qllah, danhendaklah kamu bersama orang-
orang yang benar”. (QS. At-Taubat [9]: 119).
Dalam dunia kerja, kejujuran di tampilkan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan janji, waktu,
pelaporan, pelayanan, mengakui kekurangan dan kelemahan (tidak menutup-nitupi) serta menjauhkan diri dari
perbuatan bohong dan menuju (baik teman sejawat atau atasan). Nilai fathana, berarti mengerti, memahami
dan menghayati segala hal yang menyangkut tugas dan pekerja atau keryawan harus tahu persis apa tugas
21Jalaluddin. “Organisasi dalam Islam” Majalah Eks-port 5: 12 (September, 2004), 132.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 497
dan kewajiban. Lebih lanjut sifat ini akan menimbulkan kriatifitasan dan kemampuan untuk melakukan
bermacam inovasi.22,
Kriatifitas dan inovasi hanya mungkin dimiliki ketika seseorang selalu berusaha menambah berbagai
macam ilmu penngetahuan, peraturan din informasi baik yang berhubungan dengan pekerjaan maupun
perusahaan secara umum. Nilai Jamaah atau Kolektivitas, Islam adalah agama jamaah ang lebih
mementingkan kebersamaan daripada kesendirian atau individualism. Dari ibadah hingga muamalah dari sholat
murni hingga ibadah social menegaskan karakter dan watak kolektivitas Islam. Secara sederhanna buankah
sholatberjamaah nilainya lebih tinggi bila dibandingkan shalat sendirian ? Bukankah Allah sangat menyukai
barisan pejuang terorginisir secara rapi Allah berfirman, dalam (QS. Al-Shaf: 4).
Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang berperang dijala Nya dalam barisan yang teratur seakan-
akan mereka seperti Sesutu bangunan yang tesusun kokoh”. (QS. Al-Shaf [61]: 4).
Dalam konteks organisasi, budaya kolektif atau budaya jama’ah yang menjadi karakter Islam ini dapat
diimplementasikan alam bentuk solidaritas antar anggota organisasi atau antara karyawan.Jika budaya kolektif
ini telah terbangun, maka selanjutnya soasana kekeluargaan akan tercipta dengan sendirinya. Hubungan
antara bawahan dan atasan, atau karyawan yang satu dengan yang lainya tidak seperti hubunaga formal yang
kaku, tapi yang lebih seperti hubunagn keluarga yang hangat.
4. Bentuk Perilaku Beroganisasi Islami
Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti
22Baharun, H.. “Management Of Quality, 177.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 498
bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakannya saja, perilaku dapat pula bersifat
potensial, yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi. Bloom (1956), membedakannya menjadi 3
macam bentuk perilaku, yakni Coqnitive, Affective dan Psikomotor, Ahli lain menyebut Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan, Sedangkan Ki Hajar Dewantara, menyebutnya Cipta, Rasa, Karsa atau Peri akal, Peri rasa, Peri
tindakan.23
Adapun bentuk perilaku dilihat dari sudut pandang respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:24
a. Perilaku tertutup, Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka, Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek
(practice).
Islam memberikan penjelasan tentang budaya organisasi dalam sumber utama (AlQur’an dan Hadis).
Kajian tentang budaya organisasi ini dimulai dengan mengambil penjelasan dari ayat alqur’an yang didalamnya
23Tri Niswati Utami & Meutia Nanda. “Pengaruh Pelatihan Bencana Dan Keselamatan Kerja Terhadap Respons Persepsi MahasiswaProdi Ilmu Kesehatan Masyarakat” Jurnal Jumantik. 4 : 1, (Mei, 2019), 86
24Yulia Etikasari, “Kontrol Diri Remaja Penggemar K-POP (K-POPERS) (Studi pada Penggemar K-pop di Yogyakarta)” Jurnal RisetMahasiswa Bimbingan dan Konseling, 4: 3, (Maret 2018), 192
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 499
terkandung penjelasan tentang keorganisasisan. Allah SWT berfirman dalam QS.Al-Baqarah ayat 43:
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku” (Q.S. al-
Baqarah [2]: 43).
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisaa’ ayat 71:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran)
berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama” (Q.S. an-Nisa’ [4]: 71).
Allah SWT juga berfirman dalam surat Ash-Shaffat ayat 1:
Artinya: “Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya” (Q.S. ash-Shaffat [37]: 1).
Selanjutnya, Allah SWT juga berfirman dalam Surat Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 500
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. al-Hujurat [49]: 13).
Ayat-ayat di atas menjelaskan pentingnya melakukan suatu kegiatan dengan bersama-sama demi
efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu budaya organisasi dalam kajian
Islam bisa dicari dan didapat dari penuturan para tokoh (Ulama’) muslim. Diantara pendapat para tokoh tersebut
adalah antara budaya dan Islam merupakan dua keadaan yang saling tidak mencakup. Yang berarti Islam
bukan merupakan bagian dari kebudayaan dan begitu sebaliknya, kebudayaan bukan merupakan bagian dari
Islam, keduanya berdisi sendiri. 25
Selanjutnya Ismail, menjelaskan bahwa, budaya asal mulanya adalah daya, cipta dan karsa manusia,
sedang Islam adalha wahyu. Begitu pula berhubung agama Islam dan kebudayaan Islam itu berdiri sendiri
(tentu saja ada saling paut dan saling kait yang erat antara keduanya), maka keduanya dapat dibedakan
dengan jelas dan tegas. Shalat misalnya adalah unsur (ajaran) agama, selain berfungsi untuk melestarikan
hubungan manusia dengan Tuhan, juga dapat melestarikan hubungan manusia dengan manusia, dan juga
menjadi pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Untuk tempat shalat, orang membangun
mesjid dengan gaya arsitektur yang megah dan indah, masjid itulah kebudayaan. Seluruh segi ajaran Islam
menjadi tenaga penggerak bagi penciptaan budaya.26
Dari paparan di atas dadpat dipahami bahwa ada hubungan antara budaya dan Islam. Hubungan tersebut
merupakan bukti bahwa Islam adlah dasar, asas, pengendali serta pemberi arah. Selain itu Islam juga sumber
nilai-nilai budaya dalam pengembangan kultur. Islam juga menjadi pengawal, pelestari, pembimbing bagi gerak
25Ismail, F. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis (2nd ed.). (Yogyakarta: Titian Ilahi Press. 1997), 43.
26Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, 44.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 501
budaya sehingga dapat menjadi budaya yang bercorak dan meliliki identitas Islam. Dari sini juga dapat ditarik
pemahaman bahwa budaya organisasi menurut Islam adalah hasil daya, cipta dan karya manusia dalam
sebuah organisasi, yang menjadi kesepakatan Bersama, yang didasari ajaran Agama Islam.
C. Proses Pembentukan Perilaku Budaya Berorganisasi
Membentuk budaya organisasi yang kuat butuh sosok pemimpin yang kuat, mempunyai visi dan
keperibadian kuat. Pemimpin dalam organisasi adalah orang pertama yang membangun visi dan filosofi
organisasi, selain itu pemimpin juga berperan sebagai motor diawalinya perilaku dalam organisasi. Pemimpin
memiliki sebuah pengaruh yang sangat besar dalam penanaman nilai yang telah dibangun dan diyakini,
pemimpin harus mampu memberi contoh terhadap seluruh anggota organisasi agar mereka dapat
melaksanakan tugas dengan benar dan bertanggungjawab.
Pada dasarnya setiap organisasi membutuhkan seorang figur atau pemimpin yang dapta memberikan
bimbingan dan arahan dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang ditetapkan oleh organisasi. Pemimpin yang
baik seyogyanya mempunyai jiwa kepemimpinan yang patut dicontoh oleh anggota organisasi secara
menyeluruh serta memiliki bekal pengetahuan tentang memimpin. Apabila seorang pemimpin dalam
mengarahkan seluruh anggota organisasi tidak mempunyai bekal yang matang, maka dia akan mendapatkan
kesulitan dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan perannya sebagai seoramng pemimpin.27
1. Proses Pembentukan Perilaku Budaya Berorganisasi
Robbins menjelaskan bahwa proses dalam membentuk budaya organisasi dapat dilakukan dengan melalui
27Syihabuddin, “Subyek Kepemimpinan Transformasioanl pada Lembaga Pendidikan Dasar. JALIE (Journal of Applied Linguistics andIslamic Education), 02:1 (September, 2018), 119
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 502
tiga tahap:28
a. Pendiri hanya melakukan perekrutan dan mempertahankan individu yang dianggap memiliki cara berpikir
dan merasakan yang sama.
b. Melakukan indoktrinisasi serta sosialisasi terhadap individu dalam organisasi terkait cara berpikir dan
merasakan sesuatu.
c. Perilaku yang dimiliki oleh pendiri berlaku sebagai model yang dapat mendorong individu dalam organisasi
untuk dapat mengidentifikasi, menanamkan keyakinan, nilai dan asumsi. Ketika berhasil, visi pendiri menjadi
tampak dan determinan utama dari sebuah keberhasilan.
Dari uraian di atas bisa dipahami bahwa seorang pendiri suatu organisasi dapat juga birtndak sekaligus
sebgai pemimpin, dimana pada tahap awal berdirinya organisasi mempunyai keinginan agar individu
dibawahnya dapat menjalankan aktifitas dalam rangka mencapai tujuan berdasarkan filosofi dan pola pikir yang
menurutnya adalah benar.
Proses pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu
sendiri, faktor-faktor tersebut antara lain: 29
a. Persepsi, Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, dan sebagainya.
b. Motivasi, Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai sutau tujuan tertentu, hasil
dari pada dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku
28Robbin,S. P. Organizational Behavior. (New Jersey: Prentice Hall International, 2003), 531
29Sunaryo. Psikologi Untuk Pendidikan. (Jakarta: EGC. 2004), 73.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 503
c. Emosi, Perilaku juga dapat timbul karena emosi, Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan
erat dengan keadaan jasmani, sedangkan keadaan jasmani merupakan hasil keturunan (bawaan), Manusia
dalam mencapai kedewasaan semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan emosi akan
berkembang sesuai dengan hukum perkembangan, oleh karena itu perilaku yang timbul karena emosi
merupakan perilaku bawaan.
d. Belajar, Belajar diartikan sebagai suatu pembentukan perilaku dihasilkan dari praktek-praktek dalam
lingkungan kehidupan.
Barelson dalam (Yuni Astuti, dkk.2016), menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang
dihasilkan dari perilaku terdahulu.30 Pada dasarnya perubahan perilaku individu bergantung kepada kebutuhan.
Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus
tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Dalam hal ini, untuk mengubah perilaku
dan persepsi msayarakat pesisir dibutuhkan kepekaan untuk memahami kondisi dan kebutuhan dari
masyarakat setempat. Sehingga dalam hal ini, perilaku orang, kelompok atau masyarakat tidak akan berubah
tanpa adanya persepsi terlebih dahulu yang menjadi awal rangsangan (stimulus) masyarakat terhadap
pendidikan itu sendiri.
Studi Purwanto (dalam Hairul Puadi, 2018), menemukan bahwa budaya yang kuat dibangun melalui oleh
empat dimensi; komitmen (commitment), kemampuan (kopetence), kepaduan (cohesion), konsistensi
(konsistency). Komitmen untuk melakukan yang terbaik maka diperlukan didukung oleh kemampuan individu
baik keahlian teknis, psikologis maupun sosiologis untuk mendukung diri sebagai bagian dari kehidupan
30Yuni Astuti, dkk. “Persepsi Mahasiswa Terhadap Perilaku Menyontek (Studi Kasus Program Studi Manajemen S1 FEB-UMBJakarta)” Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial. 5:3 (November, 2016), 358
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 504
perusahaan secara menyeluruh. Kondisi tersebut harus dilaksanakan secara konsisten terhadap apa yang telah
disepakati bersama. Keempat pembantuk budaya yang kuat tersebut merupakan satu kestuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. 31
Gambar 13.1. Empat Dimensi K Pembentuk Budaya yang Kuat (BK)Sumber; Purwanti (Husni, Hairul Puadi, 2018).
Membangun budaya yang kuat memerlukan pemimpin yang kuat yang memiliki visi dan kepribadian yang
kuat pula . Para pendiri adalah orang yang membangun visi, misi, filosofi serta tujuan-tujuan utama organisasi.
Ada saat itu pula dimulainya perilaku organisasi yang dimotori oleh pendiri dan tim pimpinan puncak lain:32 (1)
Gerakan pertama pada saat dimulaina operasi adalah memberi taladan pada para bawahan dan mengantisipasi
kegiatan lingkungan eksternal. (2) Pemimpin mempunyai pengaruh dalam menanman nilai-nilai yang telah
dibangun. (3) Seseorang pemimpin harus memberi contoh bagaimana bawahan melaksanakan tugasnya
31Hairul Puadi “Membangun Budaya Organisasi, 86
32Fauzi, A. “Membangun Epistemologi Pendidikan Islam Melalui Kepemimpinan Spiritual: Suatu Telaah Diskursif” Jurnal EmpirismaSTAIN Kediri, 24: 2, (Juni, 2015), 159.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 505
secara benar dan bertanggungjawab. (4) Desain organisasi, struktu, sistem balas jasa, pola komonikasi,
merupakam media dari para pemimpin dalam mengarahkan dan mengontrol perilaku karyawan.
Hal lain perilaku individual para pemimpin dalam kehidupan sehari-hari baik di dalam tugas organisasi
maupun di luar tugad dapat menjadi teladan-kesederhanaan dan keperibadian yang bersahaja.
2. Tahapan Pembentukan Perilaku Budaya Berorganisasi
Adapun kegiatan sosialisasi visi dan tujuan organisasi terhadap anggota organisasi menurut Robbins
dilakukan dengan memperhatikan tahapan berikut:33
a. Tahap pembelajaran untuk anggota baru, tahap ini terjadi sebelum anggota baru bergabung dalam
organisasi, proses sosialisasi ini disebut dengan The Prearrival Stage
b. Tahap sosialisasi terhadap anggota organisasi yang baru masuk, dimana mereka dapat melihat hal-hal yang
diinginkan oleh organisasi, serta menghadapi segala kemungkinan tentang harapan dan realita yang
mungkin berbeda. Tahap sosialisasi ini disebut dengan The Encounter Stage
c. Tahap sosialisasi untuk anggota organisasi dimana anggota baru berubah serta mampu menyesuaikan diri
terhadap aktifitas dan individu lain dalam organisasi. Tahap ini disebut dengan The Metamorphosis Stage.
3. Pembentukan dan Pengemnagan Budaya dalam Organisasi
a. Pembentukan Budaya Organisasi
Membentuk sebuah budaya yang kuat dalam organisasi pada dasarnya membutuhkan tahp-tahap dan
waktu yang relatif lama. Dalam keberlangsungan sebuah organisasi semestinya kondisi internal organisasi
mengalami pasang surut, dalam implementasi sebuah buadaya dalam organisasi dibutuhkan sebuah alternative
yang berbeda dari waktu ke waktu. Budaya dapat dipandang sebagai sesuatu yang mengitari kehidupan
33Robbin,S. P. Organizational Behavior, 533.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 506
individu yang banyak dari hari ke hari, serta dapat direkayasa dan dibentuk. Apabila cakupan budaya
dipersempit ke tingkat organisasi atau kelompok yang lebih kecil, maka akan tampak proses terbentuknya
sebuah budaya, bagaimana budaya itu tertanam, berkembang dan kemudian diatur dan dirubah.
Menurut Wibowo proses terbentuknya budaya organisasi umumnya diawali dari sumber, yaitu filosofi
pendirian. Pendiri organisasi menanamkan budaya sebagaimana seharusnya yang dilakukan dalam organisasi.
Filosofi dasar tersebut menjadi pengaruh signifikan terhadap criteria yang dibutuhkan dalam perekrutan sumber
daya manusia. Sumber daya yang dimaksud adalah seluruh individu yang terdapat pada organisasi dari
berbagai tingkatan, mulai tingkat pimpinan teratas sampai tingkat terbawah. Kemudian manajemen puncak
menetapkan iklim prilaku yang dapat diterima oleh organisasi dan yang tidak dapat diterima oleh organisasi.34
Oleh karena itu, manajemen puncak harus melakukan kegiatan sosialisasi tentang budaya organisasi yang
telah dipilih dan ditetapkan sebagai acuan kepada seluruh individu yang ada dalam organisasi. Bentuk
sosialisasi yang dilakukan bergantung pada keberhasilan yang dicapai dalam memadukan nilai yang dimiliki
seluruh sumber daya manusia yang bar uke dalam sumber daya manusia yang sudah ada pada organisasi.
Hickman dan Silva menjelaskan bahwa ada tiga langkah yang dapat dilakukan dalam upaya membangun
budaya:35
1) Commitment; Komitmen yang dimaksud adalah Adanya sebuah kesepakatan dari seluruh anggota dengan
organisasi dalam mempertahankan eksistesi organisasi.
2) Competence; Kompetensi yang dimaksud adalah kemampuan seluruh anggota organisasi dalam
34Wibowo. Budaya Organisasi: Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. (Jakarta: Rajagrafindo Persada.2010), 67
35Craig, R. H., & Silva, M. A. Creating Excellence, Managing Corporate Culture Strategy and Change in the New Age. (New York: APlume Book. 1984) 49
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 507
menjalankan tugas masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
3) Consistency; Konsistensi yang dimaksud adalah kemanatapan dan keyakinan untuk terus menerus
berpegang teguh pada nilai-nilai yang diyakini serta bertanggungjawab atas kelangsungan organisasi.
Membentuk budaya organisasi yang kuat butuh sosok pemimpin yang kuat, mempunyai visi dan
keperibadian kuat. Pemimpin dalam organisasi adalah orang pertama yang membangun visi dan filosofi
organisasi, selain itu pemimpin juga berperan sebagai motor diawalinya perilaku dalam organisasi. Pemimpin
memiliki sebuah pengaruh yang sangat besar dalam penanaman nilai yang telah dibangun dan diyakini,
pemimpin harus mampu memberi contoh terhadap seluruh anggota organisasi agar mereka dapat
melaksanakan tugas dengan benar dan bertanggungjawab.
Pada dasarnya setiap organisasi membutuhkan seorang figur atau pemimpin yang dapta memberikan
bimbingan dan arahan dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang ditetapkan oleh organisasi. Pemimpin yang
baik seyogyanya mempunyai jiwa kepemimpinan yang patut dicontoh oleh anggota organisasi secara
menyeluruh serta memiliki bekal pengetahuan tentang memimpin. Apabila seorang pemimpin dalam
mengarahkan seluruh anggota organisasi tidak mempunyai bekal yang matang, maka dia akan mendapatkan
kesulitan dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan perannya sebagai seoramng pemimpin.36
b. Membangun dan mengembangkan Organisasi Islami
Terbentuknya organisasi lembaga, tidak terkecuali dalam pembentukan Lemmbaga Pendidikan Islam pada
dasarnya memiliki tujuan tertentu yang selanjutnya disebut sebagai standar yang harus diapai. Oleh karena itu,
suatu organisasi lembaga dapat dikatakan berhasil menyelenggarakan kegiatan apabila dapat mencapai
standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja organisasi merupakan unsur penting yang dapat
36Syihabuddin, Subyek Kepemimpinan, 117
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 508
menentukan keberhasilan organisasi, serta adanya pengaruh dari internal dan eksternal organisasi.37
Faktor eksternal yang dimaksud merupakan segala sesuatu yang ada diluar organisasi, tetapi memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap organisasi dan budaya organisasi tersebut. Kecenderungan global saat
ini yang makin kompetetif sangat berpengaruh terhadap budaya organisasi. Jika organisasi tersebut tidak
mampu merespon kondisi global maka hal ini akan sangat berdampak pada kesulitan bagi organisasi. Demikian
juga adanya kecenderungan dalam pertumbuhan sosial ekonomi dan politik, hal ini jelas sangat berpengaruh
pada kinerja suatu organisasi. Kemudian faktor internal organisasi sangatlah beragam, salah satunya adalah
sumber daya. Sumber daya ini merupakan elemen utama dalam hal kinerja organisasi, yang pada
kelanjutannya akan memberikan dampak pada buya organisasi tersebut.38
4. Strategi Pembentukan dan Pengembangan Perilaku Manusia untuk Berorganisasi
Perilaku manusia terjadi melalui suatu proses yang berurutan. Penelitian Rogers, 1974 (dalam
Notoatmodjo, 2003), mengungkapkan bahwa sebelum seseorang/manusia mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri manusia tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:39
a. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari atau mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
37Wibowo. Budaya Organisasi, 1
38Muhammad Arif Syihabuddin, “Budaya Organisasi Lembaga Pendidikan Dalam Perspektif Islam”: At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah ProdiPendidikan Agama Islam . 11:2, (Desember, 2019), 111.
39Notoatmodjo. Pendidikan dan Perilaku, 121.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 509
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap
stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat
langgeng. Membangun, mengembangkan organisasi Islam didasarkakan pada empat hal berikut: 40
a. Perumusan Tujuan. Organisasi harus menetapkan tujuan yang hendak dicapai yang bersifat fokus, spesifik,
terukur, target waktu, memiliki nilai manfaat di sisi Allah Swt. Dalam sebuah kitab Sur’atul Badihah dikatakan
bahwa ciri seseorang yang berfikir serius (fikrun jiddiyyah) adalah ditetapkanya tujuan yang kongrit dan
tergambar pasti (tashwirul maadah)
b. Kesatuan Arah. Organisasi harus memiliki konsistensi dan komitmen sejak dari pimpinan hingga
anggota/bawahan.
c. Pimpinan berkewajiban mengurus, mengarahkan, melindungi, dsb.
d. Sementara anggota/bawahan wajib mendengarkan dan mentaatinya.
Hal ini sebagaimana kepemimpinan Rasulullah Saw dan para Khulafaurrasyidin. Rasulullah saw pernah
mengatakan bahwa: Sesungguhnya pimpinan adalah laksana perisai, tempat orang- orang berperang di
belakangnya dan berlindung kepadanya (HR. Muslim).
D. Pembiasaan Perilaku/Akhlak Budaya Berorganisasi
Sosialisasi Nilai Budaya, organisasi memerlukan makanisme tersendiri untuk mempertahankan agar
budaya yang berkembang dalam organisasi itu tetap terus hidup. Cara penyebaran budaya dalam organisasi
sama denngan penyebaran nilai-nilai luhur dalam masyarakat. Dalam hal ini kita dapat mencontoh Rasulullah
40Notoadmojo, Pendidikan dan Perilaku , 138
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 510
saat melakukan pembinaan terhadap para shabat hingga para shabat memiliki sifat yang luar biasa. Pemberian
Rasul SAW tersebut dengan cara: 41
1. Keteladanan
Kepemimpinan Budaya organisasi yang kuat miming seharusnya diciptakan dan disosialisasikan oleh
seorang pemimpin. Rasul SAW telah memberikan contoh bagaimana beliau selalu berusaha meningkatkan
keteladanan. Rasul secara rutin melakukan pembinaan kepada para shabat, yang kebanyakan masih baru
belajar tentang Islam. Namun tak kala pentingnya adalah penciptaan suasana kerja yang kondusif bagi
perkembangan organisasi. Rasul member contoh mengenai budaya kerja, budaya penghargaan, budaya
pengetahuan dan lainya sehingga selalu ada peningkatan
2. Istiqomah
Sebagai mahluk Allah yang paling baik di antra mahluk-mahkluk yang lain, maka seharusnya konsisten
menjalankan dan mengamalkan nilai-nilai yang baik maskipun menghadapi tantangan dan godaan. Orang dan
lembaga yang terus konsisten dalam menjalankan budaya organisasi akan dengan mudah budaya
mensosialisasikan itu pada para pekerjanya, apalaki pekerja yang baru.
3. Tabligh
Tabligh, ini merupakan simbul atau gambaran yang berarti mengajak sekaligus member contoh kepada
pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan nilai yang diperaktekkkanatau yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Tabligh yang disampaikan harus mengandung makna dan dengan hikmah bagi
siapapun, sabar argumentatif dan persuasif akan menumbuhkan hubungan kemanusian yang semakin solid
antar karyawan
41Husni, Hairul Puadi “Membangun Budaya Organisasi, 90.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 511
PENUTUP
Islam sebagai agama dan sumber etika telah menyumbangkan berbagai macam konsep mengenai
berbagai aspek kehidupan, temasuk dalam organisasi. Budaya organisasi yang merupakan implementasi dari
nolai-nilai yang dianut oleh orang-orang dari suatu organisasi juga dapat dibangu dengan menggunakan nilai-
nilai Islam. Seperti halnya konsep Ikhlas, amanah, dan jama’ah, ketiganya bersumber dari ajaran Islam. Namun
tidak banyak organisasi di negeri ini yang mengunakannya, malah, dalam prakteknya beberap nilai tersebut
telah dipraktekkkan oleh organisasi di luar Islam.
Nilai-nilai luhur tersebut, tergandung dalam ajaran Islam tersebut memang tidak seharusnya hanya
menjadi hiasan dalam kajian-kajian ilmiah atau bumbu dalam retorika-retorika para dai dan pejabat. Namun
ironis, umat Islam di negeri ini banyak yang mengaanggap nilai-nilai Islam hanya sebatas ilmu, diketahui tetapi
tidak dijalankan dengan baik. Dalam kehidupan berorganisasi, konsep-konsep dan nilai-nilai yang bersumber
dari agama, utamanya Islam juga masi ditanggapi sebelah mata. Tak banyak organisasi yang para pendiri dan
pengelolanya beragama Islam, memahami, apalagi memperaktekkan nilai-nilai Islam dalam menjalankan roda
organisasi. Namun kecenderungan studi para intelektual Islam belakangan ini cukup mengembirakan. Nilai-nilai
Islam sudah mulai muncul sebagai alternative persepektif dalam melihat organisasi, atau minimal sebagai
konsep pembanding dari konsep organisasi yang bersumber dari budaya Eropa atau Barat. Organisasi yang
dengan terang-terangan menyatakan dan mempraktekkan budaya organisasi berdasarkan nilai-nilai Islam juga
ada, misalnya dengan budaya sifat-nya (Siddiq, Istigomah, amanah, fathonah, dan tabligh). A!hasil konsep-
konsep teradisi seputar organisasi dan segala macam turunannya hanya akan menjadi kajian di
lembaga/organisasi tidak terkecuali pada lembaga pendidikan, tanpa menemukan bentuk konkritnya dalam
realitas, jika kita para pelaku organisasi tidak mau mengamalkannya.
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 512
PUSTAKA
Adam Ibrahim Indrawijaya, Teori Perilaku dan Budaya Organisasi, (Bandung: Refika Aditama, 2010),
Ahmad, Mustaq.Etika Bisnis dalam Islam., (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003),
Baharun, H.. “Management Of Quality Education In Pesantren: The study of theEducation Quality ImprovementPesantren by Strategy Management Approach”. (Malang: International Conferences On EducationAndtraining (ICET), UM Malang, 2017),
Beni A Saebani&Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. (Bandung: Pustaka Setia, 2017).
Craig R.Hickman and Michail A. Silva, Creating Excellence, Managing Corporate Culture Strated Change in theNew Age (New York: A Plume Book, 1884),
Djunawir Syafar. Birokrasi, Perilaku dan Budaya Organisasi dalam Lembaga Pendidikan Islam Manageria:Jurnal Manajemen Pendidikan Islam. 2:2, (November 2017/1439),
Faiqatul Husna, Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam: (Psychoanalysis in The Islamic Perspective).Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar’i. 5 : 2 ( April, 2018).
Fauzi, A. “Membangun Epistemologi Pendidikan Islam Melalui Kepemimpinan Spiritual: Suatu Telaah Diskursif”Jurnal Empirisma STAIN Kediri, 24: 2, (Juni, 2015),
Ismail, F. (1997). Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis (2nd ed.). (Yogyakarta: TitianIlahi Press.1997),
Jalaluddin. “Organisasi dalam Islam” Majalah Eks-port 5: 12 (September, 2004),
Kaifi A.Belal, Noori A. Selaiman, Organizational Behavior: A Study on Managers, Employees, and Teams,Journal of Management Policy and Practice. 12: 1 (January, 2011)
Kasali, Rhenald.. Manajemen Publicrelations: Konsep Dan Aplikasinya Di. Indonesia. (Jakarta: Pustaka UtamaGrafiti. 1994),
Muhammad Arif Syihabuddin, “Budaya Organisasi Lembaga Pendidikan Dalam Perspektif Islam”: At-Ta’dib:Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam . 11:2, (Desember, 2019),
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 513
Muhammad Husni, Hairul Puadi “Membangun Budaya Organisasi Berbasis Religius” Al-Tanzim: JurnalaManajemen Pendidikan Islam 2: 1 (Juni, 2018),
Nico Syukur Dister. Pengalaman dan Motivasi Beragama. (Yogyakarta; Kanisius: 1994).
Notoadmojo, Pendidikan dan Perilaku Masyarakat, (Jakarta: Rieka Cipta 2005),
Porwanto, Budaya Perusahaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
Rivai, V., & Mulyadi, D. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (3rd ed.). (Jakarta:Rajagrafindo Persada, 2009)
Robbin,S. P. Organizational Behavior. (New Jersey: Prentice Hall International, 2003),
Siti Hidayah & Sutopo. “Peran Budaya Organisasional Islami Dalam Membentuk Perilaku Prestatif Di DalamOrganisasi” Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akuntansi 21:36 (April, 2014).
Sunaryo. Psikologi Untuk Pendidikan. (Jakarta: EGC. 2004),
Syihabuddin, “Subyek Kepemimpinan Transformasioanl pada Lembaga Pendidikan Dasar. JALIE (Journal ofApplied Linguistics and Islamic Education), 02:1 (September, 2018),
Tim Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diknas, 2008),
Tri Niswati Utami & Meutia Nanda. “Pengaruh Pelatihan Bencana Dan Keselamatan Kerja Terhadap ResponsPersepsi Mahasiswa Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat” Jurnal Jumantik. 4 : 1, (Mei, 2019),
Triatna, Cepi. Perilaku Organisasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2015),
Wibowo. Budaya Organisasi: Sebuah Kebutuhan untuk Meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. (Jakarta:Rajagrafindo Persada. 2010),
Yulia Etikasari, “Kontrol Diri Remaja Penggemar K-POP (K-POPERS) (Studi pada Penggemar K-pop diYogyakarta)” Jurnal Riset Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, 4: 3, (Maret 2018),
Yuni Astuti, dkk. “Persepsi Mahasiswa Terhadap Perilaku Menyontek (Studi Kasus Program Studi ManajemenS1 FEB-UMB Jakarta)” Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial. 5:3 (November, 2016),
Yuriadi “Perilaku Manusia Dalam Perspektif Psikologi Islam” Jurnal El-Furqania. 3:2 (Agustus, 2016),
Part: 13 Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi 514
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Konsep Dasar Perilaku Budaya Organisasi Budaya dan Perilaku Organisasi dalam Perspektif Islam Proses Pembentukan Perilaku Budaya Berorganisasi Pembiasaan Perilaku/Akhlak Budaya Berorganisasi
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 515
Part: XIVAKHLAK KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM:Memposisikan Etika Islam sebagai Landasan Kepemimpinan PendidikanCalon pimpinan pendidikan diharapkan memiliki ahklak atau etika yang kosisten dengan lingkungan tugasmereka yang akan datang.
KEMAMPUAN AKHIR PEMBELALAJAN
Setelah mendapat materi perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:1. Mengetahui dan memahami Konsep Dasar Akhlak Sebagai Landasan Manajemen Kepemimpinan
Pendidikan Islam.
2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai Akhlak Mulia dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam dalam Kontek
Kebijakan Pendididikan Nasional
3. Menerapkan/Memposisikan Akhlak Mulia Sebagai Landasan Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam.
POKOK BAHASAN1. Konsep Akhlak Mulia dalam Sistem Etika Islam2. Kebijakan Manajemen Pengembangan Pendidikan Nasional3. Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam4. Model Penerapan Akhlak Mulia Sebagai Landasan Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 516
TOPIK BAHASAN:
Kepemimpinan pendidikan memiliki posisi yang strategis bagi suatu masyarakat atau suatu bangsa. Pendidikanmerupakan dapur penggemblengan dan penggodokan SDM yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan suatumasyarakat atau suatu bangsa. Karena strategis, pendidikan itu harus dikelola dengan baik dan benar.Pengelolaan pendidikan yang baik itu tumbuh dan berkembang dalam suatu organisasi dan iklim kepemimpinanyang bagus dan mengedepankan aspek kompetensi dan integritas diri. Sebagai sebuah proses, kepemimpinanpendidikan yang baik harus diletakan pada sebuah landasan yang kokoh dan baik yang bisa dijadikan pedomandan acuan pemimpin pendidikan dalam berbuat.
Landasan yang kokoh dan baik itu harus diambil intisarinya dari berbagai ajaran moral yang memiliki otoritasyang tinggi dan kokoh. Ajaran moral yang kokoh dan otoritatif itu biasanya bersumber kepada agama. Sebagaimuslim, tentunya akan menjadikan ajaran moral (akhlak mulia) dalam sistem etika Islam sebagai landasankepemimpinan pendidikan. Dimana akhlak mulia akan diposisikan sebagai landasan kepemimpinan pendidikan.
Firman Allah SWT dalam QS. An-nisaa ayat 58 :”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanatkepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusiasupaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknyakepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat”.(QS. Annisaa [4]: 58).
Membahas akhlak atau etika pemimpin, memerlukan metode comparativ description dan perlu dikemukakanteori-teori falsafah tentang ethika itu sendiri. Pada masa lalu pun para pemimpin sudah mempunyai ethika,tetapi munkin sekarang sudah tidak sesuai lagi, atau sekurang-kurangnya perlu di mantapkan agar menjadipemimpin yang kwalipfied, yang tangguh, capable, dan acceptible.
Untuk itu, calon pimpinan pendidikan diharapkan memiliki ahklak atau etika yang kosisten dengan lingkungantugas mereka yang akan datang. Sebagai pemimpin masyarakat, dan sesuai pula dengan aqidah agama yangdianutnya.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 517
A. Konsep Akhlak Mulia dalam Sistem Etika Islam
1. Akhlak Mulia sebagi Sistem Etika Islam
a. Makna dan Hakikat Akhlak MuliaKata “akhlak” berasal dari bahasa Arab yaitu ”al-khulq” jamaknya akhlaq, yang berarti tabeat,
perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan tabeat dan agama.1 Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang
tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu dengan senang dan
mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, akhlak berarti budi
pekerti atau kelakuan, watak.2 Selanjutnya disebut tingkah laku.
Sedangkan secara terminologi ulama sepakat mengatakan bahwa akhlak adalah hal yang
berhubungan dengan perilaku manusia. Namun, ada perbedaan ulama menjelaskan pengertiannya. Imam
Ghazali dalam kitab Ikhya Ulumuddin menyatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbukan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sedangkan Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan akhlak sebagai sesuatu kekuatan dari dalam diri
yang berkombinasi antara kecenderungan pada sisi yang baik (akhlaq al-karimah) dan sisi yang buruk
(akhlaq almazmumah).3
Syeikh Shalih al-Utsaimin, menjelaskan bahwa al-Khuluq atau akhlak berarti perangai atau kelakuan,
yakni sebagaimana yang diungkapkan oleh para ulama, bahwa akhlak merupakan gambaran batin
seseorang. Karena pada dasarnya manusia itu mempunyai dua gambaran, yaitu: (1) Gambaran zhahir
1Ibn-Ak-Katsir, An-Nihyahfi Gharib Al-atsar, Jld. II (Beirut: Al-Makatabah Al-’Ilmiayyah, 1979), 144.
2Tim Pusat Bahasa. Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diknas, 2008), 28
3Siti Fatimah, dkk. ”Karakter dan Akhlak Pemimpin dalam Perspektif Islam” Journal of Education, Humaniora and Social Sciences(JEHSS). 1:1, (Desember, 2018), 111.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 518
(luar), yaitu bentuk penciptaan yang telah Allah Swt jadikan padanya sebuah tubuh. Dan gambaran zhahir
tersebut di antaranya ada yang indah dan bagus, ada yang jelek dan buruk, dan ada pula yang berada
pada pertengahan di antara keduanya atau biasa-biasa saja. (2) Gambaran batin (dalam), yaitu suatu
keadaan yang melekat kokoh dalam jiwa, yang keluar darinya perbuatan-perbuatan, baik yang terpuji
maupun yang buruk (yang dapat dilakukan) tanpa berfikir atau kerja otak.4
Menurut Rachmat Djatnika, akhlak itu maknanya ”budi pekerti, etika dan moral merupakan
sinonimnya”.5 Ibrahim Anis dalam Aduddin Nata, menyatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa, yang dengannya lahirlah nilai-nilai yang berkaitan dengan tingkah laku manusia, dapat disifatkan dengan
perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk.6
Akhlak melekat dalam diri seseorang, bersatu dengan perilaku dan perbuatan. Jika perilaku yang
melekat itu buruk, disebut akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah. Sebaliknya, apabila perilaku tersebut
baik disebut akhlaq al-karimah/akhlak mahmudah. 7.Akhlak merupakan tingkah laku yang mengakumulasi
aspek keyakinan dan ketaatan sehingga tergambarkan dalam perilaku yang baik. Artinya akumulasi akhlak
merupakan pola tingkah laku yang tercermin dari perilaku seseorang dalam kesehariannya. Ini artinya akhlak
merupakan perilaku yang tampak (terlihat) dengan jelas, baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang
dimotivasi oleh dorongan karena Allah Swt. Baik dan buruk akhlak didasarkan kepada sumber nilai, yaitu
Alquran dan Sunnah Rasul.8
4Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Makarim aI-Akhlak (Jakarta: Maktabah Abu Salma, 2008), 3.
5Rachmat Djatnika. Sistem Ethika Ilami (Akhlak Mulia). (Jakarta: Panjimas, 1992), 26.
6Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajawali Pers. 2009), 4.
7Rosihon Anwar. Akhlak Tasawuf. Cet. 3 (Bandung: Pustaka Setia 2010), 15
8Mukni’ah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum (Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2011), 107
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 519
Pada hakikatnya akhlak ialah kondisi atau sifat yang meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian
hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuatbuat dan
tanpa memerlukan pemikiran. Apabila yang terlihat kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat
dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang
buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela.9
Dalam Islam, terminologi akhlak al-karimah seperti yang dijelaskan oleh Al-Rasyidin setidaknya
mencakup tiga hal yaitu: (1) nilai, norma, prosedur, atau aturan-aturan yang menata bagaimana idealnya
perilaku interaksi; dan komunikasi antara individu dengan dirinya sendiri. (2) nilai, norma dan prosedur, atau
aturan-aturan yang menata bagaimana idealnya perilaku interaksi; dan komunikasi antara individu dengan
individu dan makhluk lain ciptaan Allah Swt. (3) nilai, norma, prosedur, dan aturan-aturan yang menata
bagaimana idealnya perilaku interaksi dan komunikasi antara individu dengan Khaliknya yakni Allah Swt.10
Dari beberapa pandangan tersebut dapat dipahami bahwa akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam
jiwa manusia yang dapat melahirkan perbuatan-perbuatan baik atau buruk secara spontan tanpa memerlukan
pikiran dan dorongan dari luar. Dari situlah timbul berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa
dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran. Dalam perspektif Islam, akhlak terkait erat dengan ajaran dan
sumber Islam tersebut, yaitu wahyu. Sehingga sikap dan penilaian akhlak selalu dihubungkan dengan
ketentuan syariah dan aturannya. Tidak bisa dikatakan sikap ini baik atau buruk, jika hanya bersandar pada
9Hasan Basri “Pembinaan Akhlak Dalam Menghadapi Kenakalan Siswa Di Madrasah Tsanawiyah Bukhari Muslim Yayasan TamanPerguruan Islam (Ytpi) Kecamatan Medan Baru Kota Medan” Jurnal Edu Rligia, 1:4, (Desember, 2017), 648
10Al-Rasyidin, Percikan Pemikiran Pendidikan; dari Filsafat Hingga Praktik Pendidikan, (Bandung: Cita Pustaka, 2009), 148.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 520
pendapat seseorang ataupun kelompok. Karena bisa jadi pendapat tentang kebaikan dan keburukan sesuatu
hal bisa berbeda antara dua orang ataupun dua kelompok.
b. Esensi Akhlak Mulia sebagi Sistem Etika IslamEtika berasal dari bahasa yunani yaitu “ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus
umum bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika
berarti tentang ilmu apa yang baik atau yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat.11
Cohen, mengungkapkan bahwa etika (ethos) adalah sebanding dengan moral (mos), dimana keduanya
merupakan filsafat tentang adat kebiasaan (sitten).12 Sehingga secara umum etika kerja atau moral adalah
filsafat, ilmu atau disiplin tentang tingkah laku manusia atau tindakan manusia. Dengan demikian persepsi
umum secara sederhana atas pengertian etika hanya dianggap sebagai persyaratan-persyaratan benar atau
salah serta baikatau buruk. Mas’ud (dalam Adilistiono), mengungkapkan bahwa etika sebenarnya meliputi
suatu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan seseorang dalam lingkup tertentu.
Proes itu sendirimeliputi penyeimbangan dari berbagai pertimbangan dari sisi dalam (inner) dan dari sisi luar
(outer) yang didasari oleh sifat dari kondisi untuk baik pengalaman maupun pembelajaran masing-masing
individu.13
11Zaenal Mutin Bahaf, Filsafat Umum, (Serang: Keiysa Press, 2009), 219
12Cohen, Aaron. “Relationship Among Five Forms of Commitment and Empirical Assessment,“ Journal of Organisational Behavioral.Vol 20: 2 (February, 1999), 111
13Adilistiono “Hubungan Etika Kerja Islam Terhadap Komitmen Profesi Dan Komitmen Organisasi” Jurnal TEKNIS. 5: .2 (Agustus2010 ), 103
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 521
Etika islam adalah usaha yang mengatur dan mengarahkan manusia kejenjang akhlak yang luhur dan
meluruskan perbuatan manusia dibawah pancaran sinar petunjuk Allah SWT untuk menuju keridhoannya.14
Adapun karakteristik etika islam adalah mengajarkan dan menuntut manusia kepada tingkah laku yang baik,
selanjutnya disebut akhlaqul karimah. Dengan demikian etika islam dipahami sebagai ukuran perbuatan baik
dan buruk yang dilakukan oleh seorang muslim berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rosul.
Etika islam merupakan ilmu yang mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik
dan menjauhkan diri dari tingkah laku buruk sesuai dengan ajaran Islam yang tidak bertentangan dengan Al-
Qur’an dan hadis.15 Istilah lain yang digunakan untuk etika islam adalah sebuah sistem yang lengkap terdiri
dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istemewa.
Karakteristik-karakteristik ini membentuk kerangka psikologi dan membuatnya berprilaku sesuai dengan
dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda.16
Syed Nawad Naqwi seperti dikutip oleh Ali (dalam Adilistiono), mengemukakan sistem aksiomatika Etika
Islam Yaitu:
a. Kesatuan (Unity) adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukankeseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi suatuhomogeneous whole tau keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsisteni danketeraturan yang menyeluruh.
b. Kesimbangan (keadilan) menggam-barkan dimensi horisional dalm Islam yang berhubungan dengankeseluruhan harmoni pada alam semesta. Hukum dan tatanan yang kita lihat pada alam semesta
14Hamzah Yakub, Etika Islam, (Bandung: Diponogoro, 1981),14
15Istaghfarotunrahmaniah, Pendidikan Etika, (Malang: UIN-Maliki Pres, 2010), 87
16Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia , (Jakarta: Gema Insani, 2004), 26
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 522
mencerminkan keseimbangan yang harmonis. Sifat ini bukan hanya sekedar karakteristik alami, melainkanmerupakan karateristik dinamis yang harus diperjuangkanoleh setiap muslim dalam kehidupannya.
c. Kehendak bebas (ikhtiyar) menyatakan bahwa manusia sebagai khalifah di muka bumi sampai batas-batastertentu mempunyai kehendak bebas untuk mengarahkan kehidupannya kepada tujuan pencapaiankesucian diri. Manusia dianugrahi kehendakj bebas untuk membimbing kehidupannya di muka bumi .
d. Pertanggungjawaban merupakan prinsip dinamis yang berhubungan dengan perilaku manusia. Untuktuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan tindakannya.
e. Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenarn lawan dari kesalahan, mengandungpula dua unsure yaitu kebajikan dan kejujuran. Kebenaran adalah nilai kebenaran yang dianjurkan dantidak bertentangan dengan ajaran Islam yang meliputi niat, sikap dan perilaku yang benar. Kebajikanadalah sikap ihsan yang merupakan tindakan member keun-tungan pada orang lain. Seseorang bisamempunyai pemaha-man yang lebih bagus mengenai etika kerja Islam, jika menerapkan kelimaaksiomatika di atas dengan sungguh-sungguh. 17
Dari beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud dengan etika islam ilmu yang mengajarkan
manusia kepada tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa. Berkenaan dengan tingkah laku
manusia yang dapat kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari, sesungguhnya ada tiga istilah yang sering
digunakan dari berbagai sumber atau literatur, ketiga istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut: akhlak,
etika dan moral. Secara umum ketiga istilah ini memiliki kesamaan yang terutama bila dilihat dari sisi objek
kajiannya yaitu sama-sama membahas tentang yang berkaitan dengan tingkah laku atau tabiat. Akan tetapi
ketiga istilah tersebut juga memiliki perbedaan.18
17Adilistiono “Hubungan Etika, 104
18Lahmuddin Lubis dan Elfiah Muchtar, Pendidikan Agama Dalam Perspektif Islam, cet. 2 (Bandung, Ciptapustaka Media Perintis,2009), 147.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 523
2. Hubungan Etika Kerja Islam dan Komitmen Profesi
Hubungan Etika Kerja Islam dan Komitmen Profesi Ada etika, hal yang perlu diperhatikan adalah konsep
diri dari sistem nilai yang ada pada internal auditorsebagai pribadi yang tidak lepas dari sistem nilai di luar
dirinya. Tiap-tiap pribadi memiliki konsep diri sendiri yang turut menentukan perilaku etika-nya, sesuai dengan
peran yang disandangnya.19 Menurut Cohen ”setiap tindakan individu pertama-tama ditentukan oleh
kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut, setelah berinteraksi dengan pengalaman-pengalaman pribadi
dan sistem nilai individu, akan menetukan harapan-harapan atautujuan-tujuan dalam setiap perilakunya,
sebelum akhirnya individu tersebut menentukan tindakan apa yang akan dilakukan”.20 Adapun, komitmen
profesi diartikan sebagai intensitas dan keterlibatan kerja individu dengan profesi tertentu. Identifikasi ini
membutuhkan beberapa tingkat kesepakatan dengan tujuan dan nilai profesi termasuk nilai moral dan etika.
Menurut Ketchand (dalam Adilistiono), komitmen juga didefinisikan dalam literatur akuntansi sebagai berikut: 21
a. Suatu keyakinan dan penerimaan tujuan dan nilai suatu profesi.
b. Kemauan untuk memainkan upaya tertentu atas nama profesi.
c. Gairah untuk mempertahankan keanggotaan pada suatu profesi.
Komitmen pada profesi dikembangkan selama mengikuti proses sosialisasi yang menyertai masuknya
profesi, yang bisa terjadi selama mengikuti kuliah diperguruan tinggi dan selama permulaan karir. Selama
periode itu afiliasi dengannilai professional dikembangkan dengan kuat. Hal yang sama juga dikemukakan
dengan kuat oleh Ketchand (dalam Adilistiono), bahwa komitmen profesi berkembang selama proses sosialisasi
19Khomsiyah dan Nur Indriyanto “Pengaruh Orientasi etika Terhadap Komitmen dan Sensitivitas Etika Auditor Pemerintah di DKJJakarta” Simposium Nasional Akuntansi (SNA) I. (Juli, 1997), 15.
20Cohen, Aaron. “Relationship Among, 112
21Adilistiono “Hubungan Etika, 105
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 524
kedalam profesi yang dipilih bilamana penekanan-penekanan diberikan pada nilai-nilai profesi. 22
Khomsiyah dan Nur Indriyanto (1997) menyatakan bahwa: 23 komitmen profesi bisa dihasilkan dari proses
akulturasi dan asimilasi pada saat masuk dan memilih untuk tetap dalam profesi yang bersangkutan dan juga
menyimpulkan bahwa perilaku etik auditor berhubungan dengan tingginya komitmen auditor para profesi.
Seorang muslim diharapkan berpartisapsi aktif (dalam profesinya) di dunia dengan satu tuntutan bahwa segala
bentuk pertumbuhan dan perkembangan materiil harus ditunjukan dmi keadilan social dan peningkatan
ketakwaan spiritualbaik bagi ummah maupun bagi dirinya sendiri.
Dalam menjalankan profesinya seorang muslim harus selalu menyadari pentingnya sikap konsisten baik
dalam melaksanakan ibadah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu sesuai dengan firman-Nya dalm
surat Al-Qashash ayat 80;
Artinya :“Pahala Allah SWT (yang kekal selamanya) yang terbesar akan diberikan kepada mereka yang
percaya dan bekerja dengan benar, namun semua ini tidak akan bisa diperoleh kecuali oleh mereka yang
menjaga tindakan dalam (kebaikan)”(QS. Al-Qashash [28]:80),
3. Pembinaan dan Pengembangan Akhlaq-al Karimah dalam Sistem Etika Islam
Dalam Sistem etika Islam, konsep akhlak segala sesuatu itu dinilai baik dan buruk, terpuji (akhlaq al-
karimah) atau tercela (akhlaq almazmumah), semata-mata berdasarkan kepada Alquran dan Hadis, oleh
22Adilistiono “Hubungan Etika, 105
23Khomsiyah dan Indriyanto “Pengaruh Orientasi etika, 17.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 525
karena itu dasar dari pembinaan akhlak adalah Alquran dan Hadis. Kedua sumber ajaran Islam tersebut diakui
oleh semua umat Islam sebagai dalil naqli yang tinggal mentransfernya dari Allah Swt dan Rasulullah Saw.
Keduanya hingga sekarang masih terjaga keautentikannya, kecuali Hadis yang memang dalam
perkembangannya banyak ditemukan yang tidak benar (daif atau palsu).24
Melalui kedua sumber inilah dapat dipahami bahwa sifat-sifat sabar, tawakkal, syukur, pemaaf, dan
pemurah termasuk sifat-sifat yang baik dan mulia. Sebaliknya, bahwa sifat-sifat syirik, kufur, nifaq, ujub,
takabur, dan hasad merupakan sifat-sifat tercela. Jika kedua sumber itu tidak menegaskan mengenai nilai dari
sifat-sifat tersebut, akal manusia akan memberikan nilai yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
Namun demikian, Islam tidak menafikan adanya standar lain selain Alquran dan Hadis untuk menentukan baik
dan buruknya akhlak manusia yaitu akal dan nurani manusia serta pandangan umum masyarakat.
Alquran sebagai dasar akhlak menjelaskan tentang kebaikan Rasulullah Saw sebagai teladan bagi
seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al-Ahzab ayat 21:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.(Q.S. al-
Ahzab [33]: 21)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang mencontoh
24Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah, Upaya Mengefektifkan Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Keluarga(Yogyakarta: Belukar, 2006), 57.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 526
Reasulullah Saw dalam berbagai perkataan, perbuatan, dan perilakunya. Untuk itu Allah Swt memerintahkan
manusia untuk mensuritauladani Nabi Muhamammad Saw pada hari Ahzab (perang khandaq) dalam
kesabaran, keteguhan, kepahlawanan, perjuangan, dan kesabarannya dalam menanti pertolongan dari Rabb-
Nya. Untuk itu, Allah Swt berfirman kepada orang-orang yang tergoncang jiwanya, gelisah, dan bimbiang
dalam perkara mereka pada hari Ahzab, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu,”yaitu mengapa kalian tidak mencontoh dan mensuritauladani sifatsifatnya Rasulullah Saw?.
Untuk itu Allah Swt berfirman, “(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.25
Pada bagian lain Quraish Shihab menjelaskan bahwa “Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri
Rasulullah “yakni Nabi Muhammad saw., “suri teladan yang baik bagi kamu”yakni bagi orang yang senantiasa
mengharap rahmat kasih sayang Allah dan kebahagian hari kiamat, serta teladan bagi mereka, “yang
berzikir”mengingat kepada Allah Swt dan menyebut-nyebut nama-Nya dengan banyak dalam suasana susah
maupun senang. Bisa juga ayat ini masih merupakan kecaman kepada orang-orang munafik yang mengaku
memeluk Islam, tetapi tidak mencerminkan ajaran Islam. Kecaman itu dikesankan oleh kata laqad. Seakan-
akan ayat itu menyatakan: “Kamu telah melakukan aneka kedurhakaan, padahal sesungguhnya di tengah
kamu semua ada Nabi Muhammad Saw yang mestinya kamu teladani”. 26
Berdasarkan ayat dan tafsir di atas, bahwasanya terdapat suri teladan yang baik, yaitu dalam diri
Rasulullah Saw yang telah dibekali akhlak yang mulia dan luhur. Untuk memudahkan umat Islam dalam
25Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (Bogor: Pustaka Imam Syafe’i, 2004), Jilid VI, 461.
26Quraish M Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, vol. 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2008), 242.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 527
bersikap dan berperilaku sehari-hari, di samping memberikan aturan yang jelas dalam Alquran, Allah Swt juga
menunjuk Nabi Muhammad Saw sebagai teladan baik dalam bersikap, berperilaku, dan bertutur kata.
Sehingga tidak patut bagi manusia (terutama bagi seorang muslim) mengambil teladan dalam hidupnya selain
Rasulullah Saw.
Dasar pembinaan akhlak berikutnya adalah Hadist. Di dalam Hadist juga disebutkan tentang betapa
pentingnya akhlak di dalam kehidupan manusia, bahkan diutusnya Rasululllah Saw adalah dalam rangka
menyempurnakan akhlak yang baik, sebagaimana sabdanya:
Artinya: Dari Abdullah menceritakan Abi Said bin Mansur berkata : menceritakan Abdul Aziz bin Muhammaddari Muhammad bin ‘Ijlan dari Qo’qo’bin Hakim dari Abi Shalih dari Abi Hurairah berkata Rasulullah Sawbersabda : Sesungguhnya Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (H.R. Ahmad).27
Dalam Hadis yang mulia ini Rasulullah Saw menjelaskan bahwa salah satu tujuan dan tugas beliau yang
terpenting adalah menanamkan dasar akhlak yang mulia dan menyempurnakannya serta menjelaskan
ketinggiannya. Hal ini tentunya menunjukkan urgensi, peran penting tazkiyatun nufus (pensucian jiwa) dan
pengaruh besarnya dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sesuai dengan manhaj kenabian. Hadis di
atas memberikan pengertian tentang pentingnya pendidikan akhlak dalam kehidupan manusia, di mana
dengan pendidikan akhlak yang diberikan dan disampaikan kepada manusia tentunya akan menghasilkan
orang-orang yang bermoral, laki-laki maupun perempuan, memiliki jiwa yang bersih, kemauan yang keras,
cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, mengetahui arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati
hak-hak manusia, mengetahui perbedaan buruk dan baik, menghindari perbuatan yang tercela dan mengingat
27Hadits shahih lighairihi ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan lafadz ini dalam Musnad-nya 2/381, Imam al-Hakim dalamMustadrak-nya 2/613, dan Imam al-Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad, no. 273.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 528
Allah Swt dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.
Islam tidak menafikan adanya standar lain selain Alquran dan Hadis untuk menentukan baik dan
buruknya akhlak manusia. Manusia dengan hati nuraninya dapat juga menentukan ukuran baik dan buruk,
sebab Allah memberikan potensi dasar kepada manusia berupa tauhid. Dengan fitrah tauhid inilah manusia
akan mencintai kesucian dan cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya selalu mendambakan dan
merindukan kebenaran, ingin mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, karena kebenaran itu tidak akan dicapai
kecuali dengan Allah Swt sebagai sumber kebenaran mutlak.
Dari sekian banyak sumber yang ada, hanyalah sumber Alquran dan Hadis yang tidak diragukan
kebenarannya. Sumber-sumber lain masih penuh dengan subyektivitas dan relativitas mengenai ukuran baik
dan buruknya. Karena itulah ukuran utama akhlak Islam adalah Alquran dan Hadis. Dan inilah yang
sebenarnya merupakan bagian pokok dari ajaran Islam. Apapun yang diperintahkan oleh Alquran dan Hadis
pasti bernilai baik untuk dilakukan, sebaliknya yang dilarang oleh Alquran dan Hadis pasti bernilai baik dan
untuk ditinggalkan.
B. Kebijakan Manajemen Pengembangan Pendidikan Nasional
1. Dasar Kebijakan Manajemen Pengembangan Pendidikan
Para ahli pendidikan telah banyak membuat definisi atau pengertian tentang pendidikan. Dalam kontek ini,
yang dimaksud dengan pendidikan adalah: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 529
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.28
Kebijakan pendidikan di Indonesia ada dalam sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS). Yang menjadi
dasar atau acuan tertinggi bagi SISDIKNAS adalah Pancasila dan UUD 1945. Seluruh peraturan atau
perundang-undangan yang mengatur aktivitas pendidikan bangsa Indonesia dari berbagai jalur, jenjang dan
jenisnya harus mengacu kepada Pancasila dan U UD 1945 atau tidak bo leh bertentangan dengan keduanya.
Sebagai sebuah aktivitas, pendidikan itu harus jelas, terarah dan terukur pencapaiannya. Untuk itu
diperlukan suatu rumusan tujuan pendidikan yang jelas, terarah dan terukur pula dalam setiap jalur, jenjang dan
jenis pendidikan yang ada. Dalam tujuan pendidikan juiga ada jenjangnya, tujuan tertinggi Sesuai dengan
jenjang pendidikan, tujuan pendidikan juga ada jenjangnya: tujuan tertinggi, tujuan umum dan tujuan khusus,
atau tujuan sangat jauh, tujuan agak jauh dan tujuan dekat.29
Di dalam pendidikan Islam, tujuan pendidikan juga mengenal jenjang. Ada tujuan akhir (tertinggi), tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan tertinggi (akhir) pendidikan Islam adalah untuk mewujudkan manusia yang
tunduk, patuh dan taat beribadah secara mutlak kepada Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa.30
Di dalam Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) juga mengenal tujuan pendidikan yang berjenjang
sesuai dengan jenjang pendidikan yang ada. Adapun tujuan akhir pendidikan nasional adalah: “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
28Undang-Undang RI Nomor. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bab I Pasal I Ayat 1)
29Langgulung, Hasan. Manusia Dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan. (Jakarta: Pustaka Alhusna Baru.2004), 48.
30Langgulung, Manusia Dan Pendidikan, 49.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 530
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”31
Berbicara pendidikan secara umum atau pendidikan Islam secara khusus tidak akan terlepas dari tiga
persoalan. yaitu: (1) dasar dan tujuan pendidikan, (2) hakikat pendidik dan subyek didik, (3) strategi pendidikan
yang meliputi k urikulum dan proses belajar mengajar.32
Tujuan yang hendak dibidik dalam pendidikan Islam yang dewasa ini dikenal ialah untuk membimbing,
mengarahkan, dan mendidik seseorang untuk memahami dan mempelajari ajaran agama Islam sehingga
diharapkan mereka memiliki kecerdasan berpikir (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan memiliki kecerdasan
Spiritual (SQ) untuk bekal hidup menuju kesuksesan dunia dan akherat. Orientasi eskatologis terlihat begitu
dominan dalam diskursus tujuan pendidikan Islam. Sehingga, pola pemahaman yang diterima oleh pembelajar
cenderung melingkupi pemahaman kognitif an sich walaupun aspek keceradasan emosional sudah
diperhatikan.33
Dasar pendidikan berarti sumber hukum tertinggi, rujukan tertinggi, acuan tertinggi atau landasan ideal
bagi pendidikan. Segala peraturan atau perundangundangan yang mengatur seluruh aktivitas pendidikan harus
merujuk, bersumber atau tidak bertentangan dengan dasar pendidikannya. Dasar pendidikan itu biasanya
diambil dari sistem nilai atau ideologi yang dianut oleh suatu masyarakat atau negara. Setiap maasyarakat atau
31UU SISDIKNAS Th. 2003 (Bab II Pasal 3)
32Yosep Aspat Alamsyah.“Akhlak Mulia Dalam Kepemimpinan Pendidikan” Al-Idarah:Jurnal Kependidikan Islam” 6: 2 (Oktober, 2016),106.
33Miftahur Rohman & Hairudin. “Konsep Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Nilai-Nilai Sosial Kultural” Al-Tadzkiyyah: JurnalPendidikan Islam, 9:1 (Mei, 2018), 22
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 531
negara pasti berbeda dalam hal dasar pendidikannya karena perbedaan sistem nilai atau ideologi yang
dianutnya.
Di dalam Islam, dasar pendidikan adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Setiap aktivitas pendidikan manusia
muslim, apapun jalur, jenjang dan jenisnya, harus mengacu kepada al-Qur’an dan Hadits. Karena merupakan
sumber hukum tertinggi maka al-Qur’an dan al-Hadits harus menjadi rujukan semua peraturan atau perundang-
undangan pendidikan di bawahnya. Seluruh peraturan atau perundang-undangan pendidikan, kalau tidak
merujuk secara langsung kepada sumber hukum tertinggi (al-Qur-an dan al-Hadits) setidaknya jangan sampai
bertentangan dengan kedua sumber hukum tersebut.
Para pakar pendidikan telah berusaha merumuskan tujuan pendidikan Islam sesuai dengan pemahaman
mereka masing-masing terhadap berbagai ayat al-Qur’an. Abd. Fatah Jalal (dalam Rohman & Hairudin),
misalnya, merumuskan tujuan Pendidikan Islam dengan mendasarkan pada ayat al-Qur’an adalah agar
manusia beribadah hanya kepada Allah.34 (QS. al-Dzariyat: 56; al-Baqarah : 21; al-Anbiya : 25; al-Nahl : 36)
Firman Allah SWT dalam QS. al-Dzariyat: 56;
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”(QS. al-Dzariyat [51]: 56).
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah: 21;
34Rohman & Hairudin. “Konsep Tujuan Pendidikan, 23
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 532
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa”(QS. al-Baqarah [2]: 21).
Firman Allah SWT dalam QS. al-Anbiya: 25;
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan
Aku". (QS. al-Anbiya [21]: 25).
Firman Allah SWT dalam QS. al-Nahl: 36;
Artinya: “ Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS. al-Nahl [16]: 36).
Ibadah menurutnya adalah mencakup semua akal pikiran yang disandarkan kepada Allah. Ibadah adalah
jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta semua yang dilakukan manusia berwujud
perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang dikaitkan dengan Allah.
Rumusan tujuan akhir Pendidikan Islam, juga telah berusaha dirumuskan oleh pakar Pendidikan Islam dari
berbagai aliran ketika mengadakan Konferensi Pendidikan Islam yaitu: tujuan Pendidikan Islam adalah
menumbuhkan pada kepribadian Islam secara utuh melalui latihan kejiwaan, kecerdasan, penalaran, perasaan
dan indera. Pendidikan Islam harus menfasilitasi pertumbuhan dalam semua aspeknya, baik aspek spiritual,
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 533
intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah maupun bahasanya baik secara perorangan maupun kelompok yang
lebih luas.35 .
Beberapa kajian empirik memperlihatkan bahwa mutu penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan
oleh enam komponen penting, yaitu: (1) ketepatan struktur kurikulum dan isi, (2) kesiapan peserta didik, (3)
kemampuan pengajar, (4) kemampuan penyelenggara, (5) kelengkapan sarana dan prasarana, (6) kesesuaian
standar pembiayaan. 36
2. Aktor dalam Manajemen Pendidikan
Untuk mencapai tujuan pendidikan di atas dengan berbagai jenjangnya, diperlukan aktor-aktor sebagai
pelaksananya di lapangan. Para aktor atau pelaksana pendidikan di lapangan disebut pendidik atau guru, dan
Tenaga Kependidikan. Dalam Undang-Undang SISDIKNAS Tahun 2003 dijelaskan bahwa; “Pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.”37
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005 dijelaskan pada pasal 1, ayat 1; Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Pada ayat 2; menegaskan bahwa; Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan
35Yusuf, A. ”Long Life Education_Belajar Tanpa Batas”. Jurnal Pedagogia, 1:2, (Juni, 2012), 113.
36Nur Khalis, “Akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dalam perspektif islam (Kajian Normatif)” Ijtimaiyya: Jurnal PengembanganMasyarakat Islam. 11: 2 (Agustus, 2018), 186.
37UU SISDIKNAS Th. 2003, (Bab I Pasal 1 Ayat 6).
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 534
dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 38
Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. (UU No. 20 Ketentuan umum) tahun 2003 psl 1, Bab 1; Merupakan tenaga yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Jenis profesi dalam bidang
pendidikan dibagi menjadi dua yaitu tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Menurut Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 khususnya Bab I Pasal 1 ayat (5) menyebutkan
bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya pada ayat (6) dijelaskan pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instructor, fasilitator dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan,
yaitu: 39
a. Kepala Satuan Pendidikan; yaitu orang yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk memimpin satuan
pendidikan tersebut. Kepala Satuan Pendidikan harus mampu melaksanakan peran dan tugasnya sebagai
edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator, figur dan mediator. Istilah lain untuk
Kepala Satuan Pendidikan adalah: (1) Kepala sekolah (2) Rektor;
38Undang_undang RI Nomor 14 Tahun 2005; tentang Guru dan Dosen (Bab I Pasal I Ayat 1, 2)
39UU SISDIKNAS No.20 Tahun 2003, (Pasal 39:1)
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 535
b. Pendidik atau pengajar, adalah tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
pendidikan dengan tugas khusus sebagai profesi pendidik. Pendidik mempunyai sebutan lain sesuai
kekhususannya yaitu: (1) Guru; (2) Dosen; (3) Konselor; (4) Tutor; (5) Instruktur; (6) Fasilitator
c. Profesi Kependidikan Lainnya; Profesi kependidikan ini adalah orang yang juga bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, namun tidak secara langsung terlibat dalam proses
mengajar, mereka diantaranya adalah:
1) Tata usaha, yaitu tenaga kependidikan yang bertugas dalam bidang administrasi dalam suatu lembaga.
Bidang administrasi yang dikelola tata usaha diantaranya: (a) Administrasi surat menyurat dan
pengarsipan; (b) Administrasi Kepegawaian; (c) Administrasi Peserta Didik; (d) Administrasi Keuangan
dan lain-lain.
2) Petugas Laboratorium (laboran), yaitu petugas khusus yang bertanggung jawab terhadap alat-alat dan
bahan-bahan di Laboratorium.
3) Pustakawan, yaitu tenaga kependidikan yang bertugas untuk mengurus hal-hal yang ada di
perpustakaan.
Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di lapangan tergantung kepada pendidik dan tenaga kependidikan
sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan. Jika pendidik dengan tenaga kepenidikan, melaksanakan tugas
dengan baik maka pendidikan akan berhasil dengan baik begitu juga sebaliknya. Agar pendidikan berhasil
dengan baik maka diperlukan pendidik guru-guru/dosen dan tenaga kependidikan yang berkualitas dalam
berbagai segi. Selain memiliki keahlian dalam materi pelajaran dan metodologi pengajaran, guru juga dituntut
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 536
untuk memiliki integritas pribadi dan moral.40 Di Indonesia, pendidik atau guru itu dituntut untuk memiliki empat
macanm kompetensi. Yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional. Integritas moral dan pribadi termasuk lingkup kompetensi kepribadian.
3. Kurikulum Pendidikan
Selain guru atau pendidik, yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan,
tentunya kita memerlukan materi pelajaran atau bahan ajar. Dalam dunia pendidikan bahan ajar atau materi
pelajaran itu dikenal dengan kurikulum. Secara rinci ditegaskan bahwa kurikulum adalah: “Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tuj uan pendidikan tertentu”41
Dengan kurikulum ini, para pendidik atau guru akan berusaha mewuj udkan tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Idealnya, kurikulum kita itu harus mampu mewuj udkan visi manusia Indonesia ke depan.
Tantangan dan kebutuhan kehidupan ke depan yang akan dialami anak didik kita akan berbeda dengan
tantangan dan kebutuhan kehidupan yang ada saat ini. Atas dasar itu, peninjauan dan kajian kurikulum secara
periodik mutlak diperlukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan ini. Peninjauan dan
kajian kurikulum ini dilakukan agar kurikulum kita itu tetap aktual dan relevan dengan tuntutan dan kebutuhan
jamannya.
4. Proses belajar mengajar (PBM)
Proses belajar mengajar (PBM) adalah tahapan yang sangat strategis dalam proses pendidikan secara
40Alamsyah. “Akhlak Mulia Dalam Kepemimpinan, 126
41UU No.20 Tahun 2003, (Bab. 1 Pasal 1:19)
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 537
keseluruhan. Kalau meminjam istilah manajemen, PBM ini merupakan tahapan akhir dari tahapan manajemen
pendidikan. Di sini guru akan berupaya seoptimal dan semaksimal mungkin dalam upaya mewujudkan visi dan
misi pendidikan. Mutu pendidikan akan tergambar dari mutu proses pendidikannya. Mutu Output dan outcome
pendidikan juga akan sangat bergantung kepada proses pendidikan. Harus diingat bahwa pendidikan itu
merupakan sebuah sistem. Sebuah sistem itu terdiri dari berbagai komoponen yang saling mendukung dan
saling ketergantungan. Bila berbagai komponen pendidikan bisa disinergikan oleh pendidik atau guru dengan
baik maka proses pendidikan akan berjalan dengan baik pula. Begitu juga sebaliknya.
Setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini merupakan amanat
konstitusi kita seperti tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1: “Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan”.42 Pendidikan yang baik akan memiliki dampak sosial yang luas. Pendidikan bisa digunakan
sebagai sarana untuk melakukan mobilitas dan trasnformasi sosial. Akselerasi mobilitas dan trasnformasi sosial
suatu masyarakat bisa dioptimalkan dan dimaksimalkan melalui pendidikan. Berkat pendidikan, jabatan-jabatan
birokrasi, yang biasanya dihuni oleh “kaum berduit” karena sistem cenderung Nepotisme, Kolusi dan Korupsi,
bisa juga diisi oleh kalangan orang-orang yang berasal dari masyarakat bawah (miskin). Berkat pendidikan
juga, akses kepada kekayaan negara menjadi sedikit lebih mudah bagi kalangan orang-orang bawah (miskin).43
Berkat pendidikan yang baik, orang-orang miskin yang selama ini terpinggirkan karena kecenderungan
sistem politik, sosial dan ekonomi yang menindas dan tak berpihak kepada “wong cilik” bisa melakukan mobil
itas vertikal. Mereka kaum miskin, yang selama ini terpinggirkan, dieksploitasi karena miskin dan bodoh,
42UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1
43Alamsyah. “Akhlak Mulia Dalam Kepemimpinan, 127
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 538
cenderung jadi penonton, mulai bergeser menjadi pemain, pemimpin dan penentu kebijakan di tengah-tengah
kehidupan masyarakat, bangsa dan negaranya. Pendidikan bisa merubah, secara perlahan namun
meyakinkan, wajah masyarakat miskin yang buram, suram dan tak jelas masa depannya (dalam bahasa
populer MADESU/Masa depan Suram), menjadi masyarakat yang cerah dan jelas masa depannya (dalam
bahasa populer MADECER/Masa Depan Cerah).
5. Kualitas Pendidikan sebagai Output Manajemen Pendidikan
Pendidikan yang berkualitas merupakan harapan dan tuntutan seluruh stakeholder pendidikan. Semua
orang tentunya akan lebih suka menntut ilmu pada lembaga yang memiliki mutu yang baik. Atas dasar ini maka
sekolah/lembaga pendidikan harus dapat memberikan pelayanan dan mutu yang baik agar tidak ditinggalkan
dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.44
Mutu merupakan sesuatu yang dianggap salah satu bagian penting, karena mutu pada dasarnya
menunjukkan keunggulan suatu produk jika dibandingkan dengan produk lainnya. Penignkatan mutu
merupakan usaha dari setiap lembaga-lembaga penghasil produk barang tetapi juga produk jasa. Demikian
halnya dalam pendidikan mutu merupakan bagian penting untuk diperhatikan.
Untuk hal itu, Sallis mengungkapkan bahwa; “Kualitas adalah bagian penting dari seluruh agenda dalam
organisasi dan meningkatkan kualitas mungkin adalah tugas yang paling penting yang dihadapi institusi
manapun. Namun, meskipun penting, banyak terjadi perbedaan pendapat tentang konsep dai kualitas yang
baik”.45
44Fadhli “Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan” TADBIR:Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, 1: 02, (Juni, 2017), 216.
45Sallis, Edward. Total Quality Management in Education. (London: Kogan Page Limited, 2005), 1
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 539
Pendidikan yang baik yang bisa dinikmati oleh semua warga negra merupakan hasil dari sebuah komitmen
bersama kepada kebenaran yang tergambar dalam visi dan misi bangsa di republik ini. Visi dan misi bangsa ini
yang salah satunya akan diwujudkan melalui pendidikan akan terwujud dengan syarat bila bangsa ini dalam
kondisi berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan bermartabat dalam berbudaya, bukan sebuah
bangsa yang lagi tergadai apalagi menjual harga dirinya kepada hegemoni asing dan antekanteknya. Komitmen
kepada visi dan misi bangsa itu mencerminkan sikap keteguhan kepada janji, keseriusan, keuletan dan
ketekunan dalam bekerja serta kejujuran dan keadilan dalam bertindak selama menjalankan berbagai upaya
dalam mewujudkan visi dan misi itu. Visi dan misi bangsa di republik ini tidak mungkin terwujud bila semua
warga negara tidak memegang teguh janjinya, bersikap malas dan berlaku tidak jujur dan tidak adil.
Pendidikan di tengah masyarakat harus memiliki multi fungsi. “Pendidikan jangan hanya menjadi agen
dalam proses transmisi pengetahuan (transfer of knowledge) dan penguatan sisi fisik anak didik saja. Ia juga
harus menjadi tempat penyemaian ajaran moral dan tempat membina anak didik agar menjadi manusia yang
memiliki komitmen moral yang kuat”. 46 Pendidikan harus melakukan dan membantu proses trasnformasi dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah melakukan trasnformasi dalam bidang moralitas.
Yakni proses menanamkan ajaran moral secara masif dan intensif dan menggiring masyarakat agar menjadi
lebih bermoral atau berakhlak yang lebih baik.
Untuk menciptakan sebuah lembaga pendidikan yang bermutu sebagaimana yang diharapkan masyarakat
bukan hanya menjadi tanggungjawab sekolah, tetapi merupakan tanggungjawab dari semua pihak termasuk
didalamnya orang tua dan dunia usaha sebagai customer internal dan eksternal dari sebuah lembaga
46Alamsyah. “Akhlak Mulia Dalam Kepemimpinan, 128
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 540
pendidikan. Arcaro S Jerome menyampaikan bahwa terdapat lima karakteristik sekolah yang bermutu yaitu: 1)
fokus pada pelanggan. 2) keterlibatan total 3) pengukuran 4). Komitmen dan 5) perbaikan berkelanjutan.
Menurut Suryadi Poerwanegara ada enam unsur dasar yang mempengarui suatu produk: 1) manusia 2) metode
3) mesin 4) bahan 5) ukuran 6) evaluasi berkelanjutan. 47
Dari beberapa permasalahan di atas, maka di era MEA–the free market- lembaga-lembaga pendidikan -
khususnya-Islam sudah harus mulai berbenah dan berani mereformasi diri terutama pada proses pembelajaran
sehingga mampu menghasilkan output dan outcome yang berkompeten dan siap bersaing di era teknologi,
industri dan global saat ini.
C. Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam
1. Makna, Hakikat Kepemimpinan dan Manajemen Pendidikan
Manajemen kepemimpinan pada suatu lembaga pendidikan merupakan tolok ukur dalam mengelola bagus
tidaknya mutu sebuah lembaga pendidikan. Ini sangat tergantung pada manajemennya banyak problem yang
terjadi dalam dunia lembaga pendidikan dikarenakan oleh tidak tepatnya sasaran dan kebijakan yang diambil
oleh manajer dalam sebuah lembaga pendidikan, untuk dapat menyelesaikan berbagai persoalan tersebut
maka perlu adanya suatu kajian atau penelitian ke arah itu supaya lembaga pendidikan Islam mempunyai mutu
yang baik dan signifikan bagi kehidupan bermasyarakat.48
Dalam manajemen terkandung tiga makna, yaitu pikiran (mind), tindakan (action) dan sikap (attitude).49
47Nur Khalis, “Akuntabilitas penyelenggaraan, 185.
48Husaini & Happy Fitria “Manajemen Kepemimpinan Pada Lembaga Pendidikan Islam” JMKSP:Jurnal Manajemen, Kepemimpinan,dan Supervisi Pendidikan. 4:1, (Juni 2019), 44.
49Ali, Masyhud. Asset liability Management, Menyiasati Risiko Pasar dan Risiko Operasional dalam Perbankan. (Jakarta: Elex Media
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 541
Dalam bahasa Arab manajemen diartikan sebagai idaarah, yang berasal dari kata adaara, yaitu mengatur.50 Al-
Qur’an sebagai kitab sumber ilmu pengetahuan juga menyebutkan makna manajemen secara implisit dengan
menggunakan kalimat yudabbiru, mengandung arti mengarahkan, melaksanakan, menjalankan,
mengendalikan, mengatur, mengurus dengan baik, mengkoordinasikan, membuat rencana yang telah
ditetapkan.51. Ramayulis (2008), menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah
al-tadbir (pengaturan),52 sebagaimana firman Allah SWT,
Artinya: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari
yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS. Al-Sajadah [32]: 5).
Konsep kepemimpinan (leadership) dari sisi unsur atau tahapannya dan prosesnya tidak jauh berbeda
dengan konsep manajemen. Kepemimpinan adalah upaya menetapkan arah, mengorganisir orang, memotivasi,
membangkitkan semangat dan pencapaian perubahan. Sedangkan manajemen adalah suatu proses yang
terdiri dari perencanaan dan penganggaran, pengorganisasian dan penugasan, pengontrolan dan penyelesaian
masalah dan penetapan tingkat pencapaian.53
Untuk menyebut istilah kepemimpinan pendidikan, para ahli lebih memilih istilah qiyàdah tarbiwiyah. Dalam
Kompetindo, 2014), 55.50
Ma’shum . Ali, Zainal Abidin Munawwir. Kamus Al-Munawwir. (Surabaya: Pustaka Progresif. 1997), 223.51
Inu Kencana Syafiie, Ilmu Administrasi Publik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 2011.52
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia. 2008), 111.53
Caldwell, Brian J. Re-imagining Educational Leadership . (Australia: ACER Press. 2006), 17.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 542
Islam, kepemimpinan begitu penting sehingga mendapat perhatian yang sangat besar. Pentingnya
kepemimpinan ini, mengharuskan setiap perkumpulan untuk memiliki pimpinan, bahkan perkumpulan dalam
jumlah yang kecil sekalipun. Nabi Muhammad saw bersabda dari Abu Said dari Abu Hurairah bahwa kedua
berkata, Rasulullah bersabda, “apabila tiga orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu
sebagai pemimpin” (HR. Abu Dàwủd) 54
Para ahli telah banyak mengemukakan tentang pengertian kepemimpinan. Diantaranya adalah: 55
a. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain berbuat sesuai dengan
kehendak orang itu, meskipun pihak lain itu tidak menghendakinya.
b. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja sama
menuju kepada suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama.
c. Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka pemuasan dan
pencapaian tujuan.
d. Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh
kemauan untuk tujuan kelompok.
e. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok dalam
usahanya mencapai tujuan di dalam suatu situasi tertentu.
Dari definisi-definisi kepemimpinan di atas bisa dilihat ada beberapa unsur yang sama. Yakni Seseorang
54Qomar, Muzamil. Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam. (Jakarta: Erlangga,2007)103.
55Rivai, Veithzal dan Sylviana Murni. Education Management Analisis Teori dan Praktik. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2009),283.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 543
(yang mempengaruhi), kegiatan mempengaruhi, orang lain (yang dipengaruhi), perbuatan orang lain (sesuai
kehendak yang mempengaruhi), tujuan tertentu. Seseorang yang bisa mempengaruhi orang lain biasanya
adalah orang yang memiliki kewibawaan. Kewibaan itu timbul, biasanya, karena kelebihan dari sisi keilmuan,
kekuasaan, kepribadiannya (akhlak) atau kekayaan seseorang “menyatakan bahwa kemampuan
menggerakkan atau mempengaruhi orang lain itu bisa melalui ancaman, bujukan, penghargaan dan otoritas” 56
Kepemimpinan, juga bisa diartikan ‘sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitasaktivitas
yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Bila demikian ada tiga implikasi penting”,
yakni:57
a. Kepemimpinan itu melibatkan orang lain, bawahan atau pengikut,
b. Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan bawahannya, dan
c. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah
laku pengikutnya melalui berbagai cara
2. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan
Dalam kontek manajemen pendidikan, Kepemimpinan memiliki beberapa fungsi, yaitu:58
a. Fungsi Instruksi. Fungsi ini bersifat satu arah. Pemimpin sebagai pemegang kewenangan berhak
menentukan apa, bagaimana, dimana, bilamana suatu program bisa dilaksanakan. Kepemimpinan yang
baik dan efektif itu memerlukan kemampuan untuk menggerakkan bawahannya agar mau melakukan
instruksi.
56Veithzal dan Sylviana, Education Management, 2
57Rivai, Veithzal dan Deddy Mulyadi. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2010), 2.
58Kepemimpinan, menurut Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi (2010 : 34- 35)
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 544
b. Fumgsi Konsultasi. Di dalam fungsi ini terjadi komunikasi dua arah. Pertama pemimpin berkonsultasi
dengan bawahannya untuk meminta masukan sebagai bahan pengambilan keputusan. Setelah diputuskan,
pemimpin berkonsultasi kembali dengan bawahannya untuk menerima masukan sebagai bahan
pertimbangan dalam perbaikan keputusan yang telah diambil.
c. Fungsi Partisipasi. Dalam fungsi ini, pemimpin berusaha sekuat tenaga untuk mengajak dan memotivasi
bawahannya untuk berperan aktif dalam seluruh aktivitas organisasi. Partisipasi ini tidak diartikan sebagai
bebas berbuat atau bertindak semaunya tanpa kendali dan tidak memperhatikan aturan main yang ada.
Partisipasi ini harus diartikan sebgai berbuat yang bertanggung jawab sesuai dengan aturan main yang ada.
d. Fungsi Delegasi. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, pemimpin tidak mungkin bekerja dan
bertindak sendiri. Dia perlu bantuan orang lain di sekelilingnya. Pemimpin harus melimpahkan sebagian
kewenangannya kepada bawahannya. Pelimpahan kewenangan berarti ada unsur kepercayaan di dalamnya
dari pemimpin kepada bawahannya untuk menangani persoalanpersoalan tertentu. Pelimpahan
kewenangan ini harus berjalan dalam kerangka visi dan misi yang sama.
e. Fungsi Pengendalian. Pelimpahan kewenangan yang dilakukan oleh pemimpin kepada bawahannya harus
berjalan dalam kendali dan pengawasan pemimpinnya. Semua anggota atau bawahan harus bekerja
sinergis mengacu kepada visi dan misi yang sama. Seluruh aktivitas anggota dipantau, diawasi, dikontrol,
dievaluasi dan dikendalikan oleh pemimpinnya.
3. Unsur-unsur Kepemimpinan dalam Manajemen Pendidikan
Unsur-unsur kepemimpinan (leadership), sejalan dengan unsur- unsur manajemen. Padanan dari
penetapan arah (kepemimpinan) adalah perencanaan dan penganggaran (manajemen). Penetapan orang
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 545
(kepemimpinan) sepadan dengan pengorganisasian dan penugasan orang (manajemen). Memotivasi dan
membangkitkan semangat (kepemimpinan) sepadan dengan pengontrolan dan penyelesaian masalah
(manajemen). Pencapaian perubahan (kepemimpinan) sepadan dengan penetapan tingkat pencapaian
(manajemen).59
a. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan pendidikan?Kepemimpinan pendidikan adalah kepemimpinan yang ada di lembaga kependidikan; di sekolah, di
universitas. Pimpinan sekolah, padahakikatnya pemimpin pendidikan. Pimpinan Universitas adalah pemimpin
pendidikan. Kepala Sekolah adalah pemimpin pendidikan di sekolah. Kepala Madrasah adalah pemimpin
pendidikan di madrasah. Rektor adalah pemimpin pendidikan di universitas.60
Kepemimpinan pendidikan di sini akan difokuskan kepada pimp inan sekolah atau madrasah sebagai
pemimpin pendidikan. Yakni membahas kepemimpinan pendidikan yang diperankan oleh kepala sekolah atau
kepala madrasah. Apakah kepala sekolah itu? Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi bila ingin menduduki
jabatan itu?
Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan di sekolah tempat dia bertugas. Kepala sekolah adalah
jabatan istimewa dan berbeda dengan jabatan kepala di tempat lain, di pabrik atau di perusahaan. Disebut
istimewa karena kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan. Yang dihadapi oleh kepala sekolah adalah
manusia (anak didik) yang cukup dinamis dan memiliki dinamika tersendiri. Sementara yang dihadapi oleh
jabatan kepala di pabrik atau perusahaan, pada umumnya, adalah benda-benda produksi yang statis dan
59Brian J. Caldwell. Re-imagining Educational, 19
60Veithzal dan Sylviana Murni Education Management , 295
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 546
hampir tidak memiliki dinamika seperti manusia.
b. Persyaratan Jabatan Kepala Sekolah/Madrasyah
Jabatan kepala sekolah adalah juga jabatan strategis di lingkungan pendidikan. Tidak semua orang
terutama guru bisa menduduki jabatan ini. Menurut Veithzal dan Sylviana, ada persyaratan, kualitas atau
kategori tertentu yang harus dimiliki bila seseorang ingin menduduki jabatan kepala sekolah, yaitu:61
1) Memiliki visi dan misi. Visi kepala sekolah berarti ide- ide atau gagasan-gagasan kepala sekolah tentang
sekolah yang dipimpinnya akan seperti apa semasa dia menjabat atau memimpin sekolah itu. Visi
berarti tujuan dan arah yang akan dituju oleh kepala sekolah tentang sekolah yang ia pimpin. Misi
merupakan aksi mewujudkan visi. Langkah-langkah apa saja yang akan diambil oleh kepala sekolah untuk
mewujudkan visinya itu.
2) Memiliki kompetensi. Misi akan berjalan dengan baik bila didukung dengan kompetensi yang baik pula.
Kompetensi yang dituntut untuk dimiliki oleh kepala seko lah, karena ia juga seorang guru, sama
dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Yakni kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Karena pemimpin pendidikan di sekolahnya
maka kepala sekolah juga dituntut untuk memiliki kompetensi khusus buat kepala sekolah. Yakni
kompetensi manajerial, kompetensi supervisi dan kompetensi kewirausahaan.
3) Memiliki integritas. Integritas berarti komitmen kepada ajaran moral yang baik. Bagi seorang muslim
yang baik, jabatan adalah sebuah amanah yang memiliki dua dimensi, vertikal dan horizontal. Dimensi
vertikal berarti jabatan itu akan dipertanggung jawabkan kelak di hari kiamat di hadapan Allah SWT.,
61Veithzal dan Sylviana Murni Education Management, 296.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 547
Tuhan YME. Dimensi horizontal itu dimensi sosial dari jabatan. Yakni jabatan itu harus bisa
dipertanggung jawabkan di hadapan masyarakat yang memberikan amanah itu melalui mekanisme
yang sudah ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Karena jabatan kepala sekolah itu
merupakan amanah maka ketika dia mengemban dan menjalankan amanah itu harus berpijak kepada
nilai-nilai moral atau akhlak yang baik, seperti jujur, adil, bisa dipercaya, penuh tanggung jawab dan lain-
lain.
Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan nasional Nomor 13 Tahun 2007; ditetapkan ada dua syarat atau
dua kategori utama untuk jabatan kepala sekolah. Yakni kategori kualifikasi dan kategori kompetensi. Kategori
kualifikasi terdiri dari kualifikasi umum dan kualifikasi khusus. Kategori kompetensi terdiri dari kompetensi
kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi dan kompetensi sosial.62
Seorang calon kepala sekolah itu harus memiliki integritas atau kepribadian. Dalam istilah agama Islam,
seorang calon kepala sekolah/madrsah itu harus berakhlak mulia. Integritas seseorang, itu bisa dilihat dari
beberapa indikator sebagai berikut:63 Dapat dipercaya (amanah), Konsisten, Komitmen, Bertanggung jawab,
dan Dapat mengendalikan emosi
Kepribadian calon kepala sekolah/madrasah, didalam Permendikanas Nomor 13 Tahun 2007. bisa dilihat
dari beberapa indikator berikut:64
1) Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia dan menjadi teladan akhlak mulia bagi
62Peraturan Menteri Pendidikan nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tanggal 17 April 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah,
63Veithzal dan Sylviana Murni Education Management . 298,
64Peraturan Menteri Pendidikan nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tanggal 17 April 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah,
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 548
komunitas di sekolah/madrasah,
2) Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin,
3) Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah,
4) Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi,
5) Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah,
6) Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemi mpin pendidikan.
Dalam Peraturan Menteri Agama RI (PMA) Nomor 29 Tahun 2014 tentang Kepala Madrasah, pada pasal 9
ayat (1) ditegaskan bahwa Kepala Madrasah wajib memiliki kompetensi: (a) kepribadian; (b) manajerial; (c)
kewirausahaan; (d) supervisi; dan (d) social:65
1) Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: (a) mengembangkan
budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas Madrasah; (b) memiliki
integritas kepribadian sebagai pemimpin; (c) memiliki keinginan yang kuat di dalam pengembangan diri
sebagai Kepala Madrasah; (d) bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya; (e)
mengendalikan diri dalam menghadapi masalah sebagai Kepala Madrasah; dan (f) memiliki bakat dan minat
sebagai pemimpin pendidikan.
2) Kompetensi manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: (a) menyusun perencanaan
Madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan; (b) mengembangkan Madrasah sesuai dengan
kebutuhan; (c) memimpin Madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya madrasah secara optimal;
(d) mengelola perubahan dan pengembangan Madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif; (e)
65Peraturan Menteri Agama RI (PMA) Nomor 29 Tahun 2014 tentang Kepala Madrasah (9:1)
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 549
menciptakan budaya dan iklim Madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik; (f)
mengelola Guru dan staf dalam rangka pemberdayaan sumber daya manusia secara optimal; (g) mengelola
sarana dan prasarana Madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal; (h) mengelola hubungan
antara Madrasah dan masyarakat dalam rangka mencari dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan; (i)
mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru dan penempatan pengembangan
kapasitas peserta didik; (j) mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan
arah dan tujuan pendidikan nasional; (k) mengelola keuangan Madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan
yang akuntabel, transparan, dan efisien; (l) mengelola ketatausahaan Madrasah dalam mendukung
pencapaian tujuan Madrasah; (m) mengelola unit layanan khusus dalam mendukung pembelajaran peserta
didik di Madrasah; (n) mengelola sistem informasi Madrasah dalam rangka penyusunan program dan
pengambilan keputusan; (o) memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran
dan manajemen Madrasah; dan (p) melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program
kegiatan Madrasah dengan prosedur yang tepat serta merencanakan tindak lanjutnya.
3) Kompetensi kewirausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: (a) menciptakan inovasi
yang berguna bagi Madrasah; (b) bekerja keras untuk mencapai keberhasilan Madrasah sebagai organisasi
pembelajaran yang efektif; (c) memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya sebagai pemimpin Madrasah; (d) pantang menyerah dan selalu mencari solusi yang terbaik
dalam menghadapi kendala yang dihadapi Madrasah; dan (e) memiliki naluri kewirausahaan dalam
mengelola kegiatan produksi/jasa Madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
4) Kompetensi supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: (a) merencanakan program
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 550
supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme Guru; (b) melaksanakan supervisi akademik
terhadap Guru dengan menggunakan pendekatan dan supervisi yang tepat; dan (c) menindaklanjuti hasil
supervisi akademik terhadap Guru dalam rangka peningkatan profesionalisme Guru.
5) Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: (a) bekerja sama dengan pihak
lain guna kepentingan Madrasah; (b) berpartisipasi dalam kegiatan sosial-kemasyarakatan; dan (c) memiliki
kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.
Dari uraian di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa untuk menjadi kepala sekolah/madrasah itu harus
memenuhi beberapa kriteria. Yakni: (1) Memiliki visi dan misi yang bagus (cermin taraf intelektualitas kepala
sekolah), (3) Memiliki kompetensi yang handal (cermin kapabilitas kepala sekolah), dan (3) Memiliki integritas
yang kuat (cermin dari moralitas kepala sekolah). Yang kesemunaya itu bermuara pada akhlak terpuji akhlaq
al-karimah/akhlak mahmudah.
D. Model Penerapan Akhlak Mulia Sebagai Landasan Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam
Mengacu pada tujuan pendidikan yang rumusan UNESCO (1972) yaitu; learning to know, learning to do,
learning to be dan learning to live together, maka diperlukan sumber daya manusia (kepemimpinan) yang
memiliki wawasan, keahlian dan keterampilan agar dapat menghasilkan karya yang bermutu dan dapat
bersaing, serta memiliki watak dan semangat nasionalisme66.
Berdasar pada pemikiran Brian J. Caldwell, bahwa; 67 (1) konsep kepemimpinan (leadership) dari sisi
66Anas, dkk. “Peran Kepemimpinan Pendidikan Islam dalam Manajemen Perubahan pada Lingkungan Organisasi Pendidikan diMadrasah Ibtidaiyah AnNuur, Ngangkrik Triharjo Sleman” Jurnal Tadris, 12:2, (Desember 2017), 149
67Brian J. Caldwell, Re-imagining Educational, 19.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 551
unsur atau tahapannya hampir mirip dengan konsep manajemen. Kepemimpinan adalah upaya menetapkan
arah, mengorganisir orang, memotivasi, membangkitkan semangat dan pencapaian perubahan. Sedangkan
manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan dan penganggaran, pengorganisasian dan
penugasan, pengontrolan dan penyelesaian masalah dan penetapan tingkat pencapaian. (2) bahwa unsur-
unsur kepemimpinan sepadan dengan unsur-unsur manajemen. Unsur ‘penetapan arah’ (kepemimpinan)
sepadan dengan unsur ‘perencanaan dan penganggaran’ (manajemen). Unsur ‘penetapan orang’
(kepemimpinan) sepadan dengan unsur ‘pengorganisasian dan penugasan orang’ (manajemen). Unsur
‘memotivasi dan membangkitkan semangat’ (kepemimpinan) sepadan dengan unsur ‘pengontrolan dan
penyelesaian masalah’ (manajemen). Unsur ‘pencapaian perubahan’ (kepemimpinan) sepadan dengan unsur
‘penetapan tingkat pencapaian’ (manajemen).
Kepemimpinan pendidikan merupakan bagian dari kepemimpinan pada umumnya. Dari sisi tahapan
prosesnya, kepemi mpinan pendidikan sama dengan kepemimpinan pada umumnya. Tahapan proses
kepemimpinan terdiri dari upaya menetapkan arah, mengorganisir orang, memotivasi, membangkitkan
semangat dan pencapaian perubahan. Begitu juga dalam kepemimpinan pendidikan. Ketiga; bahwa
kepemimpinan, memiliki fungsi, (1) instruksi, (2) konsultasi, (3) partisipasi, (4) delegasi, dan (5) fungsi
pengendalian.68
Sebagai muslim, memiliki kewajiban mengawal proses kepemimpinan pendidikan itu berjalan sesuai
dengan peraturan yang diyakini kebenarannya secara mutlak. Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa;
68Veithzal dan Deddy Mulyadi Kepemimpinan dan Perilaku, 34-35.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 552
“kita semua pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab dalam hal yang dipimpinnya”. 69 Hal itu
menunjukkan bahwa jenis-macam kepemimpinan banyak sekali menurut lapangan pekerkaanya dan
lingkungan hidup serta keolompok masyarakat.
Pada dasarnya, masyarakat tidak menginginkan melihat proses kepemimpinan pendidikan itu berjalan
tanpa arah, bertentangan dengan hati nurani kita dan mengabaikan nilai-nilai moral yang ada. Kita ingin proses
kepemimpinan pendidikan itu berjalan sesuai dengan rule of the game yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral
yang baik. masyarakat ingin kepemimpinan pendidikan itu berlangsung secara jujur, adil, menjunjung tinggi
asas transfaransi, akuntabilitas dan akseptibilitas, menghindari sikap arogan, sikap tertutup dan kepalsuan.
Atas dasar itu, muncul suatu pertanyaan, “Dimanakah kita bisa memposisikan akhlak mulia dalam
kepemimpinan pendidikan?” Sebagai jawababbya ada beberahal akan diuraian dalam model “Penerapan
Akhlak Mulia Sebagai Landasan Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam” yaitu:
1. Mulai ketika pemilihan dan penetapan Kepala sekolah/Madrasah
Untuk memilih pemimpin termasuk memilih kepala sekolah, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu kriteria calon kepala sekolah, seperti telah
ditegaskan di atas, adalah harus memiliki integritas atau kepribadian yang baik. Inilah kriteria calon kepala
sekolah yang menyangkut dimensi moral atau akhlak. Hal itu didasarkan bahwa kepemimpinan dalam
pengertian Islam berasal dari kata Khalifah yang berarti wakil. Penggunaan kata khalifah setelah Rasullullah
SAW. wafat, menyentuh juga maksud terkandung di dalam perkataan “amir” (yang jamaknya Umara) yaitu
69Rachmat Djatnika. Sistem Ethika Ilami , 254.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 553
penguasa. Kedua istilah ini dalam Bahasa Indonesia disebut pemimpin yang cenderung berkonotasi pemimpin
formal. 70 Jika kita menilik firman Allah SWT. yang berbunyi;
Artinya: ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendakmenjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahalkami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(Al-Baqarah [2]:30).
Seseorang menjadi kepala sekolah biasanya melalui tahapan seleksi oleh lembaga yang berwenang dan
diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Carilah calon-calon
kepala sekolah yang memiliki rekam jejak yang bagus dari sisi moralitas. Calon-calon kepala sekolah itu bisa
diambil dari orang-orang yang pernah menjabat atau belum pernah menjabat. Carilah orang-orang yang jujur,
adil, bisa dipercaya (amanah) dan tidak arogan, tidak terlibat narkoba, tidak terlibat judi, tidak terlibat mabuk-
mabukan dan terhindar dari berbagai tindak penyelewengan (nepotisme, kolusi dan korupsi).
Berdasarkan rekam jejak itu, kita bisa memilih calon-calon kepala sekolah yang baik yang terhindar dari
berbagai tindakan kriminal dan penyelewenan. Orang-orang yang tidak bisa jujur, tidak bisa adil, tidak bisa
dipercaya, bersikap arogan akan tersingkir dalam proses seleksi calon kepala sekolah. Kalau calon kepala
70Husaini & Happy Fitria “Manajemen Kepemimpinan Pada Lembaga Pendidikan Islam” JMKSP:Jurnal Manajemen, Kepemimpinan,dan Supervisi Pendidikan. 4:1, (Juni 2019), 47.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 554
sekolah itu adalah orang yang pernah menjabat atau sedang menjabat, kita bisa melihat rekam jejaknya
semasa dia menjabat. Kalau dia pernah terlibat narkoba, terlibat perjudian, terlibat berbagai tindakan kriminal,
terlibat berbagai tindakan penyelewengan, dengan sendirinya akan tersingkir dalam proses seleksi calon kepala
sekolah.
Dalam tahap seleksi ini, tim penyeleksi juga harus bersikap jujur, adil, transfaran dan menjauhi tindakan
nepotisme, kolusi dan korupsi. Kepala sekolah adalah jabatan publik yang strategis dan jabatan puncak bagi
karir seorang guru. Tidak heran kalau banyak orang atau guru yang menginginkan jabatan itu. Biasanya
berbagai upaya ditempuh untuk memperoleh jabatan itu, terutama bagi orang-orang yang gila jabatan,
walaupun dengan cara-cara yang tidak jujur, menjilat bahkan suap menyuap. Kadang-kadang, demi
mendapatkan jabatan kepala sekolah itu orangorang rela dan tega berbuat nepotisme, kolusi dan korupsi.
Pemilihan kepala sekolah berdasarkan faktor kesukuan, kekeluargaan, kekerabatan, kedaerahan dengan
mengabaikan unsur kompetensi dan integritas. Hal itu merupakan tindakan “kolusi dan nepotisme” oleh Rosikah
dan Dessy diberi pengertian;
(1) “nepotisme”, “sebagai segala tindakan melanggar hukum dengan menguntungkan kepentingankeluarga, golongan dan temanteman dekatnya. Pemilihan kepala sekolah dengan cara melobi pihak yangberwenang dalam penunjukan jabatan itu, sekali lagi dengan mengabaikan aspek kompetensi danintegritas, merupakan tindakan kolusi”, dan (2) “kolusi” adalah ”semua tindakan tidak jujur dengan caramembuat kesepakatan secara tidak transfaran di dalam melakukan pemberian uang atau fasilitas tertentusebagai pelicin agar segala urusan menjadi lancar”. 71
71Rosikah, Chatrina Darul dan Dessy Marliani Listianingsih. Pendidikan Anti Korupsi Kajian Teori dan Praktik. (Jakarta:SinarGrafika. 2016), 3
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 555
Bila pemilihan kepala sekolah itu melalui proses suap menyuap maka itu termasuk perbuatan korupsi.
Mengapa demikian? Karena suap-menyuap merupakan salah satu bentuk tindakan korupsi”72
Ada bebera pertimbangan dalam memilih dan menentukan kepemimpinan/kepala sekolah yaitu:
a. Pertmbangan Filosofis, Etis, Ideoogis dan Religius
Membahas akhlak atau etika pemimpin, memerlukan metode comparativ description dan perlu
dikemukakan teori-teori falsafah tentang ethika itu sendiri. Pada masa lalu pun para pemimpin sudah
mempunyai ethika, tetapi munkin sekarang sudah tidak sesuai lagi, atau sekurang-kurangnya perlu di
mantapkan agar menjadi pemimpin yang kwalipfied, yang tangguh, capable, dan acceptible. Calon pimpinan
diharapkan memiliki ahklak atau etika yang kosisten dengan lingkungan tugas mereka yang akan datang.
Sebagai pemimpin masyarakat, dan sesuai pula dengan aqidah agama yang dianutnya. Untuk itu Rachmat
Djatnika, memaparkan sebagai berikut: 73
1) Dari segi Filoosofis Religius
Eksistensi pemimpin dalam masyarakat adalah mutlak adanya, baik dari sefi filasafat maun dari segi
ajaran agama khusunya agama islam. Dari segi filsafat, adanya pemimpin dalam suatu masyarakat suatu
keharusan yang disebut kontrak soasial (al-aqd al-ijtima’i), sebagaimana dikemukakan john Locck, Hobes dan
jaques Rouseau, dalan lebih jauh sebelum ada filosof-filosof tersebut, Rasullah telah memberikan tuntunan,
sabdanya:
72Tim Penulis Buku, Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kementerian Pendidikan 2011), 38.
73Rachmat Djatnika. Sistem Ethika Ilami , 253.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 556
Artinya: “Apabila keluar musyafir tiaga orang, hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari merekauntntuk menjadi amirnya atau pemimpin (H.R. Al-Bukhari).
2) Dari segi Etika/Ahhlak
Mental pemimpim akan memengaruhi sikap mental behaviour orang-orang yang dipimpinnya, baik oleh
pemimpin formal, maupun pemimpin kharismatik. Untuk hal itu Ibnu Khaldum menyatakan sesuai dengan
kenyataannya bahwa; “kaum itu akan mengikuti agama (anutan) raja-rajanya”. Karena itu etika pimpinan akan
mengambarkan etika kaum yang dipimpinya.
Abdul ‘Ala Al-Maududi dalam bukunya Al-Asasul Akhlaqiyah lil Horikotil Islamiyah, menjelaskan bagaimana
pentungnya pimpinan (zu’ama) membawa kaunnya dalam masalah kehidupan umatnya tidak lepas dari
keadaan pimpinannya. Dengan kata lain, maju, mundurnya, jaya atau hancurnya, baik atau rusaknya suatu
kelompok masyarakat, organisasi atau bangsa, lebih banyak ketergantungan kepada pimpinanya, dalam
kontek ini akhlak pemimpinnya.
3) Dari segi Ideolodis Religius
Senang atau tidak senang, mau atau tidak mau, umat yang akan di pimpinnya akan berjalan ke arah yang
ditunjukkan oleh pimpinanya. Pimpinan itu ibarat sopir dari satu kendaraan, umat bagaikan penumpanya. Jadi
mental dan behaviour sopir/pemimpin akan menentukan nasib penumpangnya. Hal ini dinukil dari Syair Syauki
yang terkenal, yaitu:
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 557
Artinya: “Sesungguhnya umat/bangsa itu jaya selama mereka mempunyai akhlak mulia, apabila hilang
akhlak muliadari bangsa itu, maka hilanglah bangsa itu. Sesungguhnya nasib bansa jaya atau tidaknya banyak
ketergantungan kepada akhlak pemimpinnya, yang membawa umat tersebut”.
b. Pertimbangan Teknis
Pertmbangan teknis yang perlu diperhatiakan dalam menentukan pemimpin, yaitu berankat dari pemikiran
bahwa ‘Maju mundurnya suatu sekolah atau madrasah atau prestasi suatu sekolah atau madrasah, salah
satunya, tergantung kepada kepemimpinan pendidikan di sekolah atau di madrasah itu., dikarenakan bahwa”:74
1) Prestasi atau sebuah kemajuan di sekolah atau di madrasah itu tidak diperoleh secara gampang apalagi
gratisan.
2) Prestasi sekolah atau madrasah itu adalah sebuah akumulasi proses kerja keras tanpa kenal menyerah dari
semua unsur atau komponen yang ada di sekolah atau madrasah itu.
3) Prestasi sekolah atau madrasah itu bukan hasil kerja individu semata tetapi merupakan hasil kerja bersama
yang kompak dan utuh dari semua komponen sekolah atau madrasah.
4) Kebersamaan dan kekompakan di dalam sekolah atau madrasah akan menjadi salah satu modal utama
untuk meraih prestasi. Kekompakan dan kebersamaan itu akan ada apabila pemimpin pendidikan (kepala
sekolah atau kepala madrasah itu) itu memiliki karakteristik yang baik. Yakni memiliki visi dan misi yang
jelas, memiliki kompetensi yang handal dan memiliki integritas yang kuat.
74Alamsyah. “Akhlak Mulia Dalam Kepemimpinan, 135
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 558
5) Kepala sekolah atau kepala madrasah yang baik itu didapatkan melalui proses seleksi yang baik, jujur, adil,
transfaran dan terhindar dari unsur nepotisme, kolusi dan korupsi.
2. Proses Penerapan Akhlak Mulia Sebagai Landasan Kepemimpinan Pendidikan Islam
Akhlak mulia juga bisa dijadikan landasan selama proses kepemimpinan pendidikan berlangsung.
Kepemimpinan pendidikan merupakan bagian dari kepemimpinan pada umumnya. Fokus utama perhatian
kepemimpinan/manajer adalah terhadap kepuasan kerja personil, keterlibatan kerja, komitmen, ketidakhadiran
dan pemberhentian/penolakan, sama halnya dengan kinerja. Tanpa pemeliharaan lebih baik terhadap orang
yang melakukan pekerjaan, unit pekerjaan atau organisasi akan dapat bergerak secara konsisten dalam level
tinggi dan jangka panjang. Dengan demikian manajer efektif adalah seseorang yang ada dalam unit kerja
mencapai tingkat tinggi dalam pencapaian tugas dan pemeliharaan sumber daya manusia. 75
Manajemen kepemimpinan atau leader lembaga pendidikan Islam adalah harus mempunyai jiwa
kepemimpinan dan akhlak yang baik sehingga tercermin suasana yang baik. Dalam pengelolaan lembaga
pendidikan Islam. Baik tidaknya satu lembaga pendidikan sangat bergantung pada manajemen tipe
kepemimpinan sebagai pemimpin tertinggi dalam suatu lembaga. Manajemen kepemimipinan pada suatu
lembaga, harus mempunyai kualitas dan kompetensi secara umum setidaknya mengacu kepada empat hal
pokok, yaitu (a) sifat dan keterampilan kepemimpinan; (b) kemampuan pemecahan masalah; (c) ketrampilan
sosial; dan (d) pengetahuan dan kompetensi professional.76
75Husaini & Happy Fitria “Manajemen Kepemimpinan, 45.
76Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004),(Bandung: Remaja Rosdakarya.2005), 79
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 559
Keempat kompetensi tersebut menjadi bekal para pemimpin dalam pengembangan lembaga pendidikan
Islam. Seorang pemimpin diperlukan sifat dan keterampilan dalam mempengaruhi bawahannya. Sifat bijaksana
yang ditampilkan oleh sosok pemimpin hingga akhirnya dapat menjadi tauladan bagi pengikutnya. Aksi
Penerapan Akhlak Mulia Sebagai Landasan Kepemimpinan Pendidikan Islam
Dari pemahaman proses, kepemimpinan pendidikan itu, ada tiga tahapan yang strategis di dalam
kepemimpinan dimana akhlak mulia bisa diterapkan. yaitu pada tahapan menetapkan arah (a process for
establishing direction), penggalangan orang (aligning people), dan tahap pertanggungjawaban (acountability).
a. Upaya menetapkan arah (a process for establishing direction)
Sebagai suatu proses, kepemimpinan pendidikan dari sisi tahapannya sama dengan tahapan
kepemimpinan pada umumnya. Proses kepemimpinan itu melalui tahapan upaya menetapkan arah (a process
for establishing direction), mengorganisir orang (aligning people), memotivasi dan membangkitkan semangat
(motivating and inspiring) dan pencapaian perubahan (and achieving change).77
Tahapan ini sama dengan tahapan perencanaan dan penganggaran (planning and budgeting) di dalam
manajemen. Tahapan ini merupakan tahapan awal dan strategis dari sebuah kepemimpinan. Visi dan misi
pemimpin atau visi dan misi suatu sekolah atau madrasah akan dirumuskan dan ditetapkan di sini. Bagaimana
visi itu akan dilaksanakan, berapa biaya yang diperlukan semua bisa dirancang pada tahapan ini. Hali ini
berdasar pada “Perencanaan dipahami sebagai serangkaian kegiatan dengan menetapkan tujuan yang
diprioritaskan dengan menjabarkannya secara operasional yang dapat diukur, melakukan analisa alternatif
77Yosep Aspat Alamsyah. “Akhlak Mulia Dalam Kepemimpinan Pendidikan. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam” 6: 2 (Oktober,2016), 120
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 560
untuk tercapainya tujuan dengan analisis cost effectiveness, dan untuk mencapai sasaran dengan melakukan
rekomendasi alternatif”78
Penyusunan rencana anggaran ini merupakan perencanaan sumber dana untuk kegiatan pendidikan dan
tercapainya tujuan pendidikan di lembaga sekolah. Adapun perlakuan dalam penyusunan anggaran pendidikan
tentu memperhatikan sumber keuangan yang ada di sekolah, yang terdiri dari; (a) pemerintah (pemerintah
pusat dan pemerintah daerah); (b) orang tua peserta didik; (c) masyarakat.79
Perencanaan yang bagus itu adalah perencanaan yang logis, terukur dan terjangkau. Untuk itu diperlukan
data yang tepat dan akurat tentang tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang memakai jasa sekolah atau
madrasah. Jauhilah dan hindarilah membuat data yang fiktif dan bohong. Data yang akurat dan tepat, tidak fiktif
dan tidak bohong, akan menghasilkan analisa yang tepat dan akurat juga. Analisa yang tepat dan akurat yang
didasarkan kepada data yang tepat dan akurat akan menghasilkan rumusan visi dan misi yang tepat pula.
Menghindari dan menjauhi kebohongan publik dalam proses perencanaan berarti sang pemimpin pendidikan
(kepala sekolah atau kepala madrasah) telah menempatkan akhlak mulia sebagai landasan dalam
kepemimpinannya. Peran kepala sekolah untuk menyusun perencanaan yang baik mutlak diperlukan.
Pentingnya perencanaan yang baik telah digambarkan di dalam al-Quran surat al-Hashr ayat 18:
78Masditou.“Manajemen Pembiayaan Pendidikan Menuju Pendidikan yang Bermutu”.Jurnal Ansiru PAI, 1:2, (Desember, 2017),122.
79Sanisah, Siti. Kebijakan Pengelolaan Anggaran Pendidikan di Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis3:1 (Juli, 2015), 111.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 561
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hashr [59]:8).
Berangkat dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa peran pemimpin dalam menyusun perencanaan
sangatlah besar. Baik tidaknya sistem keuangan pada suatu lembaga pendidikan, tergantung kepada
perencanaan yang telah ditentukan bersama dengan asas keterbukaan, efektifitas, dan efisiensi.
Berapa biaya yang dibutuhkan untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi? Ini menyangkut
penganggaran atau budgeting. Dalam tahap ini, seluruh biaya yang diperlukan akan diprediksi dan diestimasi.
Dari mana saja sumber biaya yang diperlukan itu, dana pemerintah (kalau sekolah atau madrasah negeri),
sumbangan pemerintah, sumbangan masyarakat atau usaha lain yang halal dan tidak mengikat.
Dalam tahapan ini jangan coba-coba menentukan besaran biaya yang melanggar standar biaya dalam hal
belanja barang, bahan dan jasa yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Bila menetapkan besaran
biaya melebihi standar yang berlaku berarti terjadi penggelembungan anggaran (mark up anggaran) atau
manipulasi anggaran yang berpotensi merugikan keuangan negara, bila sumber dananya dari negara.
Penggelembungan anggaran (mark up anggaran) dalam perencanaan dalam konteks penggunaan uang negara
merupakan tindakan manipulasi dan korupsi.80 “Mark up” dan memanipulasi anggaran negara merupakan
tindakan kriminal yang harus dihindari dan dijauhi dalam perencanaan anggaran atau “budgeting”. Menghindari
manipulasi dan korupsi anggaran negara merupakan tindakan terpuji dan tergolong akhlak mulia.
b. Penggalangan orang (aligning people)
Siapakah yang akan menjabarkan dan melaksanakan visi-misi di lapangan? Ini sudah memasuki tahapan
strategis yang kedua yakni penggalangan orang (aligning people) dalam kepemimpinan atau pengorganisasian
80Tim Penulis Buku. Pendidikan Anti Korupsi. 140.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 562
dan penugasan (organizing and staffing) dalam manajemen. Visi-misi yang telah ditetapkan harus dijabarkan
dan dilaksanakan oleh orangorang yang menjadi bawahan pemimpin. Visi-misi yang baik akan terlaksana
dengan baik apabila diserahkan oleh pemimpin kepada orang yang baik pula. Baik dalam arti orang yang diberi
amanat untuk menjabarkan dan melaksanakan visi-misi itu memiliki kompetensi (ahli di bidangnya), amanah
(bisa dipercaya) dan bertanggung jawab.
Manusia hadir ke muka bumi telah diserahkan amanah sebagai khalifah untuk membangun dan
memelihara kehidupan di dunia berdasarkan aturan Allah Ta'ala. Tidak sedikit manusia mengaku beriman,
tetapi tatkala memiliki wewenang kepemimpinan justru mengabaikan hukum Allah Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman
(yang artinya):
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (QS Al-Ahzab [33]: 72).
Di sekolah, kepala sekolahlah memiliki kewenangan/otoritas untuk menentukan orang-orang (tenaga
kependidikan: guru dan tenaga administrasi) yang akan dipilih sebagai pelaksana visi-misi sekolah. Agar visi-
misi sekolah terwujud dan berjalan dengan baik maka kepala sekolah harus memilih dan menunjuk guru dan
pegawai administrasi yang kompeten (ahli di bidangnya), amanah (bisa dipercaya) dan bertanggung jawab.
Menjadi ancaman bagi yang menyerahkan urusan kepada yang bukan ahlinya. Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (SAW): "Jika amanah telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 563
terjadi." Ada seorang sahabat bertanya: 'Bagaimana maksud amanah disia-siakan?' Nabi menjawab: "Jika
urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (HR Al-Bukhari)
Amaanah, artinya terpercaya. Mustahil bersifat khianat (curang). Para rasul Allah itu bisa dipastikan dapat
dipercaya dan tidak pernah berkhianat terhadap Tuhannya dan juga terhadap sesama manusia. Para rasul
Allah itu ma’shum. Yakni terjaga dari segala perbuatan dosa, kemaksiatan dan kemunkaran, lahir dan batin.
Allah SWT. menegaskan:
Artinya: “Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa.
Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu “(QS. Nuh [26]:106-107).
Kepala sekolah/madrasah, ketika memilih orang-orang yang akan menjadi pelaksana (eksekutor) visi-misi
sekolah, harus menghindari sikap nepotisme, kolusi dan korupsi Nepotisme berarti kepala sekolah menunjuk
staf-staf pembantunya tidak berdasarkan kriteria yang benar dan tepat (tidak berdasarkan kompetensi dan
integritas) tetapi memakai kriteria, umpamanya, kesukuan, kedaerahan, kekerabatan, kedekatan, dli Kolusi
berarti kepala sekolah berkomplot dengan orang-orang tertentu dalam pemilihan dan penunjukan staf-stafnya
sesuai pesanan orang-orang tertentu dengan mengabaikan aspek kompetensi dan integritas seseorang.
Korupsi berarti kepala sekolah memilih dan menunjuk stafstaf pembantunya melalui proses suap menyuap tida
memakai pertimbangan aspek kompetensi dan integritas seseorang. Akhlak mulia telah dikesampingkan bila
seorang pemimpin pendidikan (kepala sekolah, kepala madrasah, rektor) telah melakukan nepotisme, kolusi
dan korupsi dalam pemilihan dan penunjukan staf- stafnya.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 564
Masalah utama yang dihadapi di era global saat ini adalah keterbatasan sumber daya manusia yang
berkualitas untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pembangunan terutama di bidang pendidikan.Menurut
Tamim yang dikutip Rukmana, bahwa 4,3 juta pegawai negeri sipil yang betul-betul menjalankan tugasnya
secara profesional sekitar 60-65%. meluasnya praktek KKN, meluasnya praktek in-efesiensi, lemahnya
profesionalisme dan rendahnya kompensasi atau kesejahteraan, lemahnya mutu penyelenggaraan pelayanan
publik yang terlihat dari banyaknya praktek pungli, prosedur berbelit-belit. Menurut Anies, tertundanya atau
ditangguhkannya implementasi kurikulum 2013. (K-13), karena nilai rata-rata uji kompetensi guru hanya
mendapat 44,5 dari target 70,0.6 81
3. Pertanggungjawaban (acountability)
Akuntabilitas pendidikan sebagai salah satu program dan kegiatan pendidikan hanya bisa terwujud apabila
upaya pemberdayaan pengawasan pendidikan dilakukan secara kontinuitas dan selalu konsisten
makaakuntabilitas pendidikan akan menjadi penopang utama untuk mewujudkan good government. Manajemen
supervisi dan pengawasan pendidikan harus dilaksanakan bersinergi dengan ketiga pilar, yakni; pemerintah,
swasta, pengusaha dan masyarakat secara bersama, simultan dan seimbang. Selain itu dalam pengelolaan
lembaga pendidikan kegiatan supervisi dan pengawasan pendidikan juga harus dilakukan koordinasi dengan
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten atau kota untuk mencapai profesionalisme dalam akuntabilitas
pendidikan. Kepala sekolahlah/madrasar sebegai pemegang amanah untuk mewujudkan visi-misi di lapangan,
ia secara langsung maupun tidak memiliki tanggungjawab moral secara individu, maupun organisasi, kareana
siapa lagi yang akan menjabarkan dan melaksanakan visi-misi di lapangan, kalau bukan kepala sekolah itu
81Nur Khalis, “Akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dalam perspektif islam (Kajian Normatif)” Ijtimaiyya: Jurnal PengembanganMasyarakat Islam. 11: 2 (Agustus, 2018), 186.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 565
sendiri. Kegiatanya mutlak harus dipertangngjawabkan, secara akuntabel.
Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, kata pertanggungjawaban berasal dari kata
tanggungjawab yang disebut dengan istilah yang berasal dari kata fiil
artinya bertanya dan maksudnya suatu pertanggungjawaban pada manusia yang di minta atau dituntut dari
urusan-urusan atau sesuatu perkara atau pekerjaan-pekerjaan yang diberikan atau dipercayakan kepadanya.82
Secara terminologi accountability dari akar kata account, artinya laporan. Al-Qur'an mengartikan account
sebagai hisab (perhitungan). Hisab dalam arti umum berkaitan dengan kewajiban seseorang untuk account
kepada Allah SWT dalam segala hal yang berkaitan dengan usaha manusia. Segala sumber daya yang
tersedia untuk manusia ini merupakan bentuk sebua kepercayaan, manusia menggunakan apa yang
dipercayakan kepada mereka (manusia) didasarkan pada ketentan-ketentuan syari'ah dan keberhasilan individu
di akhirat bergantung pada kinerja manusia di dunia.83
Bentuk-bentuk akuntabilitas yang diimplementasikan ditersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Firmansyah dan Prajawati (Firmansyah &Prajawati, 2016; Lubis dkk., 2018; Amerieska, 2012)84yang
menyatakan akuntabilitas merupakan salah satu konsep terpenting dalam organisasi dan bisnis serta adanya
trilogi hubungan akuntabilitas yaitu: akuntabilitas ekonomi, ekologi, dan spiritual atau adanya dua dimensi
hubungan akuntabilitas yaitu: hubungan secara vertikal dan hubungan secara horizontal, yang menyatakan
dengan adanya komunikasi dua arah, kepercayaan stakeholders terhadap perusahaan tersebut.
82Al-Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Cet. 28, (Bairut: Dar al-Masyriq,1986), 316
83Kholmi, Masiyah. “Akuntabilitas dan Pembentukan Perilaku Amanah” Jurnal Masyarakat Islam, 15: 1 (Juni 2012), 65.
84Rahmah Yulisa Kalbarini “Implementasi Akuntabilitas dalam Sharia Enterprise Theory di Lembaga Bisnis Syariah (Studi Kasus:Swalayan Pamella Yogyakarta)” Al-Tijary: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam. 4.1. (Juni, 2018), 11.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 566
Pada prinsipnya akuntansi syari'ah merupakan instrumen akuntabilitas yang digunakan oleh manajemen
kepada Tuhan (akuntabilitas vertikal), stakeholders, dan alam (akuntabilitas horizontal).Akuntabilitas merupakan
spirit (ualitas) akuntansi syariah. Tradisi Islam menyatakan bahwa manusia adalah khalifatullah fil ardh (wakil
Allah di muka bumi) dengan misi khusus menyebarkan rahmat bagi seluruh alam sebagai amanah untuk
mengelola bumi berdasarkan keinginan Tuhan dan konsekuensi harus dipertanggungjawabkan kepada
Tuhan.85
a. Etika Pertangung jawaban secara VertkalIa memiliki amanah dalam menentukan maju mundurnya organisasi sebagai pelaksana visi-misi sekolah.
Konsep akuntabilitas dalam Islam menyatakan bahwa manusia sebagai pemegang amanah, bukan sebagai
pemegang kuasa penuh yang mengatur dunia. Manusia ditunjuk sebagai “khalifah” dalam bentuk amanah dan
sebagai wakil Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Baqarah:30;
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
85Mulawarman, A. D. Akuntansi Syariah: Teori, Konsep & Laporan Keuangan. (Jakarta: E Publishing Company.2009), 131.
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 567
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (QS Al-Baqarah[2]: 30).
Ayat tersebut menjelaskan manusia sebagai “khalifah” dan bagaimana konsep pertanggungjawaban
ditekankan dengan perintah dari Allah SWT melalui istilah “hisab”atau perhitungan/pengadilan (accountability)
di hari pembalasan. Kepercayaan terhadap hari kiamat memiliki peranan yang penting dalam kehidupan
seorang muslim yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Konsep pertanggungjawaban sudah
ditetapkan oleh sunnatullah yang sangat ditekankan dalam Islam, bukan merupakan norma etika yang umum
atau perundang-undangan negara.
Al-Qur’an dan Sunnah mendefinisikan akuntabilitas dengan apa yang benar, jujur, dan adil, apa
preferensi dan prioritas masyarakat, peran serta tanggung jawab perusahaan. Akuntabilitas dalam Al-Qur’an
dijelaskan dalam surat QS. Al Mudatsir ayat 38:
Artinya: ”Setiap orang bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya”. (QS. Al Mudatsir [74]: 38).
Akuntabilitas juga berarti pertanggungjawaban kepada masyarakat. Selain itu, sebagai seorang muslim,
akuntabilitas juga berarti segala sesuatu yang telah Allah berikan yang harus dijaga dan
dipertanggungjawabkan.
b. Etika Pertangung jawaban secara HorizontalAccountability tidak hanya terbatas dalam konteks spiritual, tetapi pertanggungjawaban diformulasikan
kedalam sarana operasional untuk mencapai Ridha Allah sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 568
Baqarah ayat 282;
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yangditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamumenuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allahmengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah iamengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkandengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika takada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamuridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 569
maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebihmenguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmuitu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak adadosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; danjanganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), makasesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allahmengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Baqarah [2]:282
Ayat ini menerangkan tentang masalah akhlah/etika utang piutang atau dalam kontek ini transaksi yang
tidak kontan hendaklah untuk dituliskan sehingga ketika ada perselisihan ada buktinya. Hikmah dari ayat
tersebut menitikberatkan pada pentingnya akutasi/tulis menulis/mengadinistrasikan kegiatan dengan akhlak
yang terpuji, serta pentingnya saksi dalam melaksanakan transaksi dangan bertaqwa, manjadi bagian penting
dari akutansi.
Tanggung jawab atau akuntabilitas sebuah organisasi Islam dalam bentuk laporan hasil dan posisi
keuangan didedikasikan kepada kontributor sumber daya keuangan dan juga kepada masyarakat pada
umumnya. Penerima tanggungjawab yang paling penting didalam organisasi bisnis Islam adalah Tuhan.
Organisasi bisnis Islam menjalankan operasi, penentuan tujuan dan pencapaian tujuan didasarkan sepenuhnya
pada nilai-nilai etika syari’ah.
Akuntabilitas didalam akuntansi berguna untuk membantu dalam alokasi sumber daya yang efisien
dengan memberikan informasi guna pengambilan keputusan oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 570
membuat keputusan investasi.86dalam menjelaskan bahwa konsep akuntabilitas dalam konteks akuntansi
syari'ah adalah akuntabilitas menjadi "jiwa" atau menjadi dasar "etika" dari (pada) pemberian informasi.
Sejak akhir abad XX hingga sekarang, bangsa Indonesia mengalami transformasi sosial budaya yang
sangat cepat.Terjadilah perubahan dan pergeseran nilai kehidupan yang sangat jauh berbeda dengan masa-
masa sebelumnya.Kini masyarakat Indonesia sedang berada pada masa transisi dalam hal pola pikir, sikap dan
pola tindakan.Transformasi sosial budaya tersebut di samping membawa dampak positif ternyata juga
menghadapkan kita pada beberapa masalah dan tantangan bagi kehidupan masyarakat umumnya dan juga
pendidikan Islam khususnya.87
Untuk hal itu Ahmad Tafsir, menegaskan bahwa “kelemahan pendidikan Islam di Indonesia merupakan
dampak dari luputnya paradigma pelaksanaan pendidikan Islam yang selama ini dijalankan.88 Nilainilai
kejujuran (ash-shidq), ketulusan (al-ikhlash) keadilan (al’adl),amanah (al-amanah), sabar (as-shabr), lemah
lembut (ar-ra’fah wa ar-rifq), patuh (at-tha’ah)dan sopan santun (al-khulq) sudah diabaikan bahkan ditinggalkan,
sehingga proses pembelajaran yang ada hanyalah pengajaran yang dilaksanakan seadanya bukan pendidikan
yang benar dan seutuhnya.
Maka dari itulah, penyelenggaraan pendidikan yang memenuhi prinsip akuntabilitas yang didasari oleh
86Triyuwono, I., & As’udi, M. Akuntansi Syari’ah: Memformulasikan Konsep Labadalam Konteks Metafora Zakat. (Jakarta: SalembaEmpat. 2001), 203
87Nur Khalis, “Akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dalam perspektif islam (Kajian Normatif)” Ijtimaiyya: Jurnal PengembanganMasyarakat Islam. 11: 2 (Agustus, 2018), 184.
88Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 57
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 571
ketulusan dan dimotori oleh semangat, kebersamaan, kedisiplinan dan pengabdian yang tinggi, tentu akan
membawa lembaga pendidikan ke arah yang lebih baik, sehingga tumbuh dan berkembang menjadi lembaga
pendidikan yang akuntabel.
Sekolah/madrasah sebagai institusi pendidikan merupakan tempat proses pendidikan dilakukan yang
memiliki sistem yang komplek dan dinamis. Dalam kaitannya, sekolah merupakan tempat yang bukan hanya
sebagai tempat berkumpulnya guru dan murid serta civitas yang lainnya, melainkan berada pada satu tatanan
yang rumit dan saling berkaitan. Oleh karenya sekolah dianggap sebagai organisasi yang memerlukan
pengelolaan dan lebih sungguh-sungguh dan lebih baik, sehingga tujuan dapat tercapai dengan mutu yang
baik. Penyelenggaraan pendidikam yang berkualitas atau bermutu dan dapat ditunjukkan oleh kemampuan
dalam menciptakan proses pendidikan atau proses manajemen sekolah yang efektif dan efesien.
PEN UTUP
Pada bagian bab ini, ada beberapa hal yang perlu diulang dan ditegaskan kembali mengenai topik
persoalan di atas, yaitu: Pertama; Sebagai muslim, kita harus menjadikan akhlak mulia yang bersumber kepada
Agama Islam sebagai landasan kepemimpinan pendidikan. Hal ini merupakan konsekuensi keimanan kepada
Allah SWT. yang telah menjadikan Islam sebagai agama yang diridhoi-Nya, Akhlak mulia bisa dijadikan
landasan kepemimpinan pendidikan pada awal kepemimpinan pendidikan dan pada proses kepemimpinan
pendidikan.
Untuk menciptakan sebuah lembaga pendidikan yang bermutu sebagaimana yang diharapkan masyarakat
bukan hanya menjadi tanggungjawab sekolah, tetapi merupakan tanggungjawab dari semua pihak termasuk
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 572
didalamnya orang tua dan dunia usaha sebagai customer internal dan eksternal dari sebuah lembaga
pendidikan. Arcaro S Jerome menyampaikan bahwa terdapat lima karakteristik sekolah yang bermutu yaitu: 1)
fokus pada pelanggan. 2) keterlibatan total 3) pengukuran 4). Komitmen dan 5) perbaikan berkelanjutan.
Untuk menjadi pemimpin kepala sekolah/madrasah itu harus memenuhi beberapa kriteria. Yakni: (1)
Memiliki visi dan misi yang bagus (cermin taraf intelektualitas kepala sekolah), (3) Memiliki kompetensi yang
handal (cermin kapabilitas kepala sekolah), dan (3) Memiliki integritas yang kuat (cermin dari moralitas kepala
sekolah). Yang kesemunaya itu bermuara pada akhlak terpuji akhlaq al-karimah/akhlak mahmudah.
Model Penerapan Akhlak Mulia Sebagai Landasan Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam, dapat
dilakukan melalui proses, kepemimpinan pendidikan itu, ada tiga tahapan yang strategis di dalam
kepemimpinan dimana akhlak mulia bisa diterapkan. yaitu pada tahapan menetapkan arah (a process for
establishing direction), penggalangan orang (aligning people), dan tahap pertanggungjawaban (acountability).
PUSTAKA
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi
Kurikulum 2004), (Bandung: Remaja Rosdakarya.2005).
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajawali Pers. 2009),
Adilistiono “Hubungan Etika Kerja Islam Terhadap Komitmen Profesi Dan Komitmen Organisasi” Jurnal TEKNIS. 5:
.2 (Agustus 2010),
Afriantoni, “Prinsip-prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda Menurut Bediuzzaman Said Nursi” (Tesis,
Pascasarjana IAIN Raden Fatah Palembang, 2007).
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
Ali, Masyhud. Asset liability Management, Menyiasati Risiko Pasar dan Risiko Operasional dalam Perbankan.
(Jakarta: Elex Media Kompetindo, 2014).
Al-Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Cet. 28, (Bairut: Dar al-Masyriq,1986),
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 573
Al-Rasyidin, Percikan Pemikiran Pendidikan; dari Filsafat Hingga Praktik Pendidikan, (Bandung: Cita Pustaka, 2009),
Anas, dkk. “Peran Kepemimpinan Pendidikan Islam dalam Manajemen Perubahan pada Lingkungan Organisasi
Pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah AnNuur, Ngangkrik Triharjo Sleman” Jurnal Tadris, 12:2, (Desember 2017).
Burhanuddin Salam, Etika Sosial, cet. 1 (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997),
Caldwell, Brian J. Re-imagining Educational Leadership. (Australia: ACER Press. 2006).
Cohen, Aaron. “Relationship Among Five Forms of Commitment and Empirical Assessment,“Journal of
Organisational Behavioral. Vol 20: 2 (February, 1999),
Fadhli “Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan” TADBIR:Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, 1: 02, (Juni, 2017),
Hadits shahih lighairihi ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan lafadz ini dalam Musnad-nya 2/381.
Hasan Basri “Pembinaan Akhlak Dalam Menghadapi Kenakalan Siswa Di Madrasah Tsanawiyah Bukhari Muslim
Yayasan Taman Perguruan Islam (Ytpi) Kecamatan Medan Baru Kota Medan” Jurnal Edu Rligia, 1:4,
(Desember, 2017).
Husaini & Happy Fitria “Manajemen Kepemimpinan Pada Lembaga Pendidikan Islam” JMKSP:Jurnal Manajemen,
Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan. 4:1, (Juni 2019), 44.
Ibn-Ak-Katsir, An-Nihyahfi Gharib Al-atsar, Jld. II (Beirut: Al-Makatabah Al-’Ilmiayyah, 1979).
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Jilid VI, (Bogor: Pustaka Imam Syafe’i, 2004),
Imam al-Hakim dalam Mustadrak-nya 2/613, dan Imam al-Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad, no. 273.
Inu Kencana Syafiie, Ilmu Administrasi Publik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006).
Kholmi, Masiyah.“Akuntabilitas dan Pembentukan Perilaku Amanah”Jurnal Masyarakat Islam, 15: 1 (Juni 2012).
Khomsiyah dan Nur Indriyanto “Pengaruh Orientasi etika Terhadap Komitmen dan Sensitivitas Etika Auditor
Pemerintah di DKJ Jakarta” Simposium Nasional Akuntansi (SNA) I. (Juli, 1997), .
Lahmuddin Lubis dan Elfiah Muchtar, Pendidikan Agama Dalam Perspektif Islam, cet. 2 (Bandung, Ciptapustaka
Media Perintis, 2009),
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 574
Langgulung, Hasan. Manusia Dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan Pendidikan. (Jakarta: Pustaka
Alhusna Baru. 2004),
Ma’shum . Ali, Zainal Abidin Munawwir. Kamus Al-Munawwir. (Surabaya: Pustaka Progresif. 1997).
Masditou.“Manajemen Pembiayaan Pendidikan Menuju Pendidikan yang Bermutu”.Jurnal Ansiru PAI, 1:2,
(Desember, 2017)
Miftahur Rohman & Hairudin. “Konsep Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Nilai-Nilai Sosial Kultural” Al-Tadzkiyyah:
Jurnal Pendidikan Islam, 9:1 (Mei, 2018).
Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah, Upaya Mengefektifkan Nilai-nilai Pendidikan Islam
dalam Keluarga (Yogyakarta: Belukar, 2006),
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Makarim aI-Akhlak (Jakarta: Maktabah Abu Salma, 2008),
Mukni’ah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum (Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2011),
Mulawarman, A. D. Akuntansi Syariah: Teori, Konsep & Laporan Keuangan. (Jakarta: E Publishing
Company.2009),
Nur Khalis, “Akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dalam perspektif islam (Kajian Normatif)” Ijtimaiyya: Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam. 11: 2 (Agustus, 2018),
Peraturan Menteri Agama RI (PMA) Nomor 29 Tahun 2014 tentang Kepala Madrasah (9:1)
Peraturan Menteri Pendidikan nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tanggal 17 April 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah,
Qomar, Muzamil. Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam. (Jakarta:
Erlangga, 2007)103.
Quraish M Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, vol. 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2008),
Rachmat Djatnika. Sistem Ethika Ilami (Akhlak Mulia). (Jakarta: Panjimas, 1992),
Rahmah Yulisa Kalbarini “Implementasi Akuntabilitas dalam Sharia Enterprise Theory di Lembaga Bisnis Syariah
(Studi Kasus: Swalayan Pamella Yogyakarta)” Al-Tijary: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam. 4.1. (Juni, 2018),
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 575
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia. 2008).
Rivai, Veithzal dan Deddy Mulyadi. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. (Jakarta: Raja Grafindo Persada.
2010).
Rivai, Veithzal dan Sylviana Murni. Education Management Analisis Teori dan Praktik . (Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2009), 283.
Rosihon Anwar. Akhlak Tasawuf. Cet. 3 (Bandung: Pustaka Setia 2010),
Rosikah, Chatrina Darul dan Dessy Marliani Listianingsih. Pendidikan Anti Korupsi Kajian Teori dan Praktik.
(Jakarta:Sinar Grafika. 2016), 3
Sallis, Edward. Total Quality Management in Education. (London: Kogan Page Limited, 2005),
Sanisah, Siti. Kebijakan Pengelolaan Anggaran Pendidikan di Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Pendidikan
Ekonomi dan Bisnis 3:1 (Juli, 2015),
Siti Fatimah, dkk. ”Karakter dan Akhlak Pemimpin dalam Perspektif Islam” Journal of Education, Humaniora and
Social Sciences (JEHSS). 1:1, (Desember, 2018),
Tim Penulis Buku, Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kementerian Pendidikan 2011).
Tim Pusat Bahasa. Bahasa Indonesia. (Jakarta: Diknas, 2008),
Triyuwono, I., & As’udi, M. Akuntansi Syari’ah: Memformulasikan Konsep Labadalam Konteks Metafora Zakat.
(Jakarta: Salemba Empat. 2001),
Undang_undang RI Nomor 14 Tahun 2005; tentang Guru dan Dosen
Undang-Undang RI Nomor. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yosep Aspat Alamsyah. “Akhlak Mulia Dalam Kepemimpinan Pendidikan. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam” 6: 2
(Oktober, 2016),
Yusuf, A. ”Long Life Education_Belajar Tanpa Batas”. Jurnal Pedagogia, 1:2, (Juni, 2012).
Zainuddin A. dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999).
Part: 14 Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam 576
TUGAS MAHASISWA1. Mengabstrasikan 4 poin penting dari kajian pokok bahasan di atas, yaitu:
Konsep Akhlak Mulia dalam Sistem Etika Islam Kebijakan Manajemen Pengembangan Pendidikan Nasional Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam Model Penerapan Akhlak Mulia
2. Temukan Nilai 4 poin penting dari kajian di atas. Tulis dalam Summary maksimal 10 kalimat.3. Batasi Penulisan keseluruhan maksimal 500 kata berdasar word count.
577
LAMPIRAN:
SILABUS
A. IDENTIFIKASI MATA KULIAH
Nama Mata Kuliah : Ilmu Akhlak
Kode Mata Kuliah : MKK010
Jumlah SKS : 2 (SKS)
Semester : I (satu)
Dosen : -Dr. H. A. Rusdiana, Drs. MM-Dr. Nurhamzah, M,Ag.
B. DESKRIPSI MATA KULIAH
Dalam perkuliahan ini dibahas tentang: Konsep akhlak dan pendidikan khlak, objek kajian akhlak, norma dasar dan tolak ukur akhlak,
urgensi akhlak dalam kehidupan, manfaat mempelajari ilmu akhlak, karakteristik akhlak islam, pembentukan dan proses terjadinya
akhlak, hubungan ilmu akhlak dengan ilmu lainnya, ruanglingkup atau sasaran akhlak, dan implementasinya. (akhlak kepada Allah,
Rasulullah, diri sendiri, orang tua, sesama dan alam semesta, lingkungan organisasi, dan Model Akhlak Kepempinpinan Pendidikan Islam).
C. TUJUAN MATA KULIAH
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami, mengetahui wawasan Konsep Akhlak Mulia2. Mempraktekan ajaran dan nilai-nilai Akhlak Mulia3. Mengaplikasikan Akhlak Mulia dalam kehidupan sehari-hari
D. METODE PERKULIAHAN
1. Presentasi, Diskusi/Seminar2. Penugasan Tertuktur , Madiri, dan Portofolio
E. PENILAIAN
1. Presensi (kehadiran) : 10 %2. Tugas Terstruktur : 10 %3. Tugas Mandiri/Portofolio : 20 %4. UTS : 20 %5. UAS : 40 %=100%
578
F. TOPIK INTI
1. Pendahuluan: Konsep Dasar Ilmu Akhlaka. Fenomena Akhlaq Bangsa: Tantangan dan Peluang Pendidikan Akhlak
b. Konsep Dasar Ilmu Akhlak
c. Objek Kajian, Tujuan dan Manfaat Ilmu Akhlak
d. Nilai, Tingkatan dan Ruang Lingkup Ilmu Akhlak
e. Manajemen Pembentukan Akhlaqul Karimah
a. Konsep Dasar Akhlaqul Karimah
b. Sumber Acuan Akhlaqul Karimah
c. Manjemen Pembentukan dan Pemmbinaan Akhlaqul Karimah
d. Program Pembentukan dan Pengembangan Akhlaqul Karimah
2. Akhlak kepada Allah: Taat Perhadap Perintah Allah SWTa. Konsep Dasar Taat terhadap perintah Allah SWT
b. Iman Kepada Allah SWT
c. Taqwa Kepada Allah SWT
d. Ikhlas terhadap Perintah Allah SWT
3. Akhlak kepada Allah: Meyakini Kesempurnaan Allah SWTa. Konsep Dasar meyakini Kesempurnaan Allah SWTb. Taubat Kepada Allah SWTc. Iberdo’a Kepada Allah SWTd. Berdzikir kepada Allah SWT
4. Akhlak kepada Allah: Akhlak Bersyukur Kepada Allah, SWTa. Konsep Dasar Syukur Kepada Allah SWTb. Dimensi, Internalisasi dan Aplikasi Syukurc. Tawakal Kepada Allah, SWTd. Haya/malu Kepada Allah, SWT.
5. Akhlak Kepada Rasulullaha. Kewajiban Mencintai dan Taat kepada Rasulullahb. Menghidupkan Sunnah Rasulullahc. Mencintai Keluarga Nabid. Berziarah Kemakam Rasulullah.
579
6. Akhlak Kepada Diri Sendiri: Melalui sifat Adil, Jujur, Amanah, dan Sabara. Adil pada Diri Sendirib. Jujur pada Diri sediric. Perilaku Amanahd. Perilaku Sabar
7. Akhlak Kepada Diri Sendiri: Melalui sifat Iffah, Zuhud, Tawadhu, Qana’aha. Sikap Iffah, (Memelihara Kesucian Diri)b. Sikap Zuhud,(mengutamakan cinta akhirat)c. Sikap Tawadhu (rendah hati/tidak sombong)d. Sikap Qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada)
8. Akhlak Kepada Diri Sendiri: Melalui Hubbul Amal, Istiqomah, Raja‘, Husnudzhana. Sikap Hubbul Amal (Mencintai Pekerjaan)b. Sikap Istiqomah (konsiten)c. Sikap Raja‘ (optimis)d. Sikap Husnudzhan (Berbaik sangka)
9. Akhlak Terhadap Sesama : Norma Etis dan Tehnis berbuat Ihsana. Sikap Takafulul Ijtimab. Sikap Ukhuwahc. Sikap Ta’awund. Sikap Tasamuh
10.Akhlak Terhadap Orang Tua: Norma Etis dan Teknis berbuat Ihsana. Konsep Dasar Birrul Walidainb. Kewajiban Muslim Berbhakti Kepada Orang Tuac. Keutamaan dari Berbakti Kepada Orang Tua Birrul Walidaind. Bentuk Sikap dan Cara berbakti terhadap Orang tua
11.Akhlak Kepada Lingkungan Alam: Mentafakuri keberadaan alam, Mengelola alam (mengkulturkan nature, menaturkan kultur,islamisasi kultur).a. Konsep Dasar Akhlak Kepada Lingkungan Alamb. Landasan, Nilai dan Etika/Akhlak Terhadap Lingkunganc. Mentafakuri Alamd. Mengelola alam
12.Akhlak Terhadap Lingkungan Budaya Organisasi: Konsep, Prinsip, dan Aplikasi Budaya Organisasi Islamia. Konsep Dasar Perilaku Budaya Organisasib. Budaya dan Perilaku Organisasi dalam Perspektif Islamc. Proses Pembentukan Perilaku Budaya Berorganisasid. Pembiasaan Perilaku/Akhlak Budaya Berorganisasi
580
14.Akhlak Kepemimpinan Pendidikan Islam: Memposisikan Etika Islam sebagai Landasan Kepemimpinan Pendidikana. Konsep Akhlak Mulia dalam Sistem Etika Islamb. Kebijakan Manajemen Pengembangan Pendidikan Nasionalc. Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islamd. Model Penerapan Akhlak Mulia/Etika Islam Sebagai Landasan Manajemen Kepemimpinan Pendidikan Islam
REFERENSIBuku UtamaAbu Ali Ahmad Al-Miskawaih (1985), Tahdzibul Al-Akhlak, Lebanon, BairutAbu Bakr Jabir Al-Jazairi (2006), Minhajul Muslimin (terjemahan), Jakarta: Darul Falah.Al-Misri Mahmud (2009), Ensiklopedia Akhlak Muhammad, Jakarta: Pena Pundi Aksara.Ibnu Qayyim Al-Jauziah (1998), Madarijus Salikin (terjemahan) Pedakian Menuju Allah) Jakarta Pustaka Al-Kautsar.Imam Abdul Mukmin Saaduddin (2006), Al-akhlaqi Fil Islami (Meneladani Akhlak Rasulullah) Bandung: PT Remaja Rosdakarya,Imam Al-Ghazali , (1988), Ihya Ulumuddin, (terjemahan), Jakarta : FaizanMuhammad Rabbi Muhammad Jauhari (2001), Al-Akhlakuna, Madinah Al-Munawarah Saudi Arabia (Keistimewaan Akhlak Islami), Jakarta CV,
Pustaka Setia.Buku TambahanAbdul Qadir Ahmad Atha (1992), Adabun Nabi, Beirut : Daar Al-Qutub Al-Ilmiyah.Abuddin Nata, (2006), Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada.Ahmad Muhammad Al-Hufy (1995), Akhlak Nabi Muhammad SAW, (terjemahan), Bandung : Gema Risalah Press.Hamzah Ya’qub, (1988), Etika Islam, Bandung : CV. Diponegoro.Murthada Muthahhari (1995), Falsaafah Akhlak, Bandung Mizan.Quraish Shihab, (1996), Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan.Taufik Abdullah dkk, (2002), Ensiklopiedia Tematis Dunia Islam, Jakarta PT Ikhtiar Van Hoeve.Zahruddin AR., 2004)), Pengantar Studi Akhlak , Jakarta: Raja Grafindo Persada.
MengetahuiKetua Jurusan,
Dr. Iraman, S.Pd. M, Hum.NIP. 197208221999031006
Bandung, 28 September 2020DosenPengampu Mata Kuliah
Dr. H. A. Rusdiana, Drs., MMNIP. 19610421198021001
Dr. Nurhamzah, M. Ag.NIP: 198106222009121005
581
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI No. Dokumen : PTK-FR-AKD-001SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG Tgl. Terbit : …………………….
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN No. Revisi: : 00Jl. Cimencrang, Panyileukan, Cimencrang, Gedebage, Kota
Bandung, Jawa Barat 40292Website:https://pps.uinsgd.ac.id/, e-ail:[email protected]
FORM (FR)Hal : -
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
Mata Kuliah : Ilmu AkhlakJurusan/Prodi : Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Jenjang S1Kode Mata Kuliah : MKK010Semester : I (satu)Bobot : 2 SKSDosen : -Dr. H. A. Rusdiana, Drs,, MM
- Dr. Nurhamzah, M.Ag.
Tujuan Pembelajaran Pokok/Sub Pokok Bahasan Metode dan Media Tugas dan Latihan Evaluasi Buku Sumber
1 2 3 4 5 6Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami Ilmu Akhlak
2. Menjelaskan MK IlmuAkhlak
Pertemuan ke-1I. Pendahuluana. Pengenalan MKb. Kontrak Perkuliahanc. Penjelasan Tugas-Tugas
Metode:Seminar dan tugasPortofolioMedia:Internet GCR/LMS eKnow
SilabusIlmu AhlakBuku Ajar/HO
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami/meng Konsep
dasar Ilmu Akhlak2. Mengidetifikasi Konsep
dasar Ilmu Akhlak3. Menjelaskan Konsep dasar
Ilmu Akhlak
Pertemuan ke-2I. Konsep Dasar Ilmu Akhlaka. Fenomena Akhlaq Bangsa:
Tantangan dan Peluang PendidikanAkhlak
b. Konsep Dasar Ilmu Akhlakc. Objek Kajian, Tujuan dan Manfaat
Ilmu Akhlakd. Nilai, Tingkatan dan Ruang
Lingkup Ilmu Akhlake.
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab I
582
1 2 3 4 5 6
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami Konsep
Manjemen PembentukanAkhlaqul Karimah.
2. Mengidentfikasi KonsepManjemen PembentukanAkhlaqul Karimah
3. Menjelaskan KonsepManjemen PembentukanAkhlaqul Karimah
Pertemuan ke-3II. Manajemen Pembentukan
Pemb/Pengem AkhlaqulKarimah
a. Konsep Dasar Akhlaqul Karimahb. Sumber Acuan Akhlaqul Karimahc. Pembentukan dan Pemmbinaan
Akhlaqul Karimahd. Program Pembentukan/Pembinaan
&Pengembangan AkhlaqulKarimah
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:
Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi):
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab II
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami Akhlak terhadap
Allah, SWT
2. Mengidentifikasi ttg Akhlakterhadap Allah, SWT
3. Menjelaskan tentang Akhlakterhadap Allah, SWT
Pertemuan ke-4III.Akhlak kepada Allah: Taat
Terhadap Perintah Allah SWTa. Konsep Dasar Taat terhadap
perintah Allah SWTb. Iman Kepada Allah SWTc. Taqwa Kepada Allah SWTd. Ikhlas terhadap Perintah Allah
SWT
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi):
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab III
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami Konsep tentang
Meyakinini KesepurnaanAllah SWT
2. Mengidentifikasi tentangKonsep tentang MeyakininiKesepurnaan Allah SWT
3. Menjelaskan tentang Konseptentang MeyakininiKesepurnaan Allah SWT
Pertemuan ke-5IV.Akhlak kepada Allah: Meyakini
Kesempurnaan Allah SWTa. Konsep Dasar meyakini Kesem-
purnaan Allah SWTb. Taubat Kepada Allah SWTc. Iberdo’a Kepada Allah SWTd. Berdzikir kepada Allah SWT
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)::
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab IV
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami tentang Akhlak
Bersyukur kepada Allah, SWT
2. Mengidentifikasi tentang
Akhlak Bersyukur kepada Allah,
SWT.
3. Menjelaskan tentang Akhlak
Bersyukur kepada Allah, SWT.
Pertemuan ke-6V. Akhlak kepada Allah:
Bersyukur Kepada Allah, SWTa. Konsep Dasar Syukur Kepada
Allah SWTb. Dimensi, Internalisasi dan Aplikasi
Syukurc. Tawakal Kepada Allah, SWTd. Haya/malu Kepada Allah, SWT.
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi):
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab V
583
1 2 3 4 5 6
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami ttg Akhlak kepada
Rasulullah
2. Mengidentifikasi ttg Akhlak
kepada Rasulullah
3. Menjelaskan ttg Akhlak kepada
Rasulullah
Pertemuan ke-7VI. Akhlak Kepada Rasulullah
a. Kewajiban Mencintai dan Taatkepada Rasulullah
b. Menghidupkan Sunnah Rasulullahc. Mencintai Keluarga Nabid. Berziarah Kemakam Rasulullah.
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)::
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab VI
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami ttg Akhlak kepada
diri sendidiri: Adil, Jujur,Amanah&Sabar
2. Mengidentifikasi tantang Akhlakkepada diri sendidiri: Adil, Jujur,Amanah&Sabar
3. Menjelaskan tentang Akhlakkepada diri sendidiri: Adil, Jujur,Amanah&Sabar
Pertemuan ke-8VII. Akhlak Kepada Diri Sendiri:
Melalui sifat Adil, Jujur,Amanah, dan Sabar
a. Adil pada Diri Sendirib. Jujur pada Diri sediric. Perilaku Amanahd.Perilaku Sabar
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:
Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)::
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu Ahlak
Bab VII
Mhs. mampu mejawabpertanyaan Bahasan Materi I-sd. VIII
Pertemuan ke-9UTS
- Ujian Tulis Materi I sd 8
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami tentang Akhlak
Kepada Diri Sendiri: Melaluisifat Iffah, Zuhud, Tawadhu,Qana’ah
2. Mengidentifikasi tentangAkhlak Kepada Diri Sendiri:Melalui sifat Iffah, Zuhud,Tawadhu, Qana’ah
3. Menjelaskan tentang AkhlakKepada Diri Sendiri: Melaluisifat Iffah, Zuhud, Tawadhu,Qana’ah
Pertemuan ke-10VIII. Akhlak Kepada Diri Sendiri:Melalui sifat Iffah, Zuhud,Tawadhu, Qana’aha. Sikap Iffah, (Memelihara Kesucian
Diri)b. Sikap Zuhud,(mengutamakan cinta
akhirat)c. Sikap Tawadhu (rendah hati/tidak
sombong)d. Sikap Qana’ah (merasa cukup
dengan apa yang ada)
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)::
:
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab VIII
584
1 2 3 4 5 6
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami tentang Akhlak
Kepada Diri Sendiri: MelaluiHubbul Amal, Istiqomah,Raja‘, Husnudzhan
2. Mengidentifikasi tentangAkhlak Kepada Diri Sendiri:Melalui Hubbul Amal,Istiqomah, Raja‘,Husnudzhan
3. Menjelaskan tentang AkhlakKepada Diri Sendiri: MelaluiHubbul Amal, Istiqomah,Raja‘, Husnudzhan
Pertemuan ke-11IX. Akhlak Kepada Diri Sendiri:Melalui Hubbul Amal, Istiqomah,Raja‘, Husnudzhana. Sikap Hubbul Amal (Mencintai
Pekerjaan)
b. Sikap Istiqomah (konsiten)
c. Sikap Raja‘ (optimis)
d. Sikap Husnudzhan (Berbaik
sangka)
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)::
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis-
Buku Ajar /HOIlmu AhlakBab IX
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami tentang Akhlak
Terhadap Sesama: NormaEtis dan Tehnis berbuatIhsan; Takafulul Ijtima;Ukhuwah; Ta’awun;Tasamuh
2. Mengidentifikasi tentangAkhlak Terhadap Sesama:Norma Etis dan Tehnisberbuat Ihsan; TakafululIjtima; Ukhuwah;Ta’awun;Tasamuh
3. Menjelaskan tentang AkhlakTerhadap Sesama: NormaEtis dan Tehnis berbuatIhsan; Takafulul Ijtima;Ukhuwah;Ta’awun;Tasamuh
Pertemuan ke-12X.Akhlak Terhadap Sesama:
Norma Etis dan Tehnis berbuat
Ihsan
a. Sikap Takafulul Ijtimab. Sikap Ukhuwahc. Sikap Ta’awund. Sikap Tasamuh
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)::
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab X
585
1 2 3 4 5 6
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami ttg Akhlak
Terhadap Orang Tua: Nor-maEtis dan Teknis berbuatIhsan: Konsep BirrulWalidain; Kewajiban Ber-bhakti Kepada Orang TuaKeutamaan dari BerbaktiKepada Orang Tua BirrulWalidain; Bentuk Sikap danCara berbakti terhadap Orangtua
2. Mengidentifikasi BirrulWalidain; Kewajiban Ber-bhakti Kepada Orang TuaKeutamaan dari BerbaktiKepada Orang Tua BirrulWalidain; Bentuk Sikap danCara berbakti terhadap Orangtua
3. Menjelaskan KonsepBirrulWalidain; Kewajiban Ber-bhakti Kepada Orang TuaKeutamaan dari BerbaktiKepada Orang Tua BirrulWalidain; Bentuk Sikap danCara berbakti terhadap Orangtua
Pertemuan ke-13XI Akhlak Terhadap Orang Tua:
Norma Etis dan Teknis berbuat
Ihsan
a. Konsep Dasar Birrul Walidainb. Kewajiban Muslim Berbhakti
Kepada Orang Tuac. Keutamaan dari Berbakti Kepada
Orang Tua Birrul Walidaind. Bentuk Sikap dan Cara berbakti
terhadap Orang tua
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)::
:
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab XI
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami ttg Akhlak
Kepada Lingkungan Alam:Mentafakuri keberadaanalam, Mengelola alam
2. Mengidentifikasi ttg AkhlakKepada Lingkungan Alam:Mentafakuri keberadaanalam, Mengelola alam
3. Menjelaskan ttg AkhlakKepada Lingkungan Alam:Mentafakuri keberadaanalam, Mengelola alam,
Pertemuan ke-14XII Akhlak Kepada LingkunganAlam: Mentafakuri keberadaan alam,Mengelola alam (mengkulturkannature, menaturkan kultur, islamisasikultur).a. Konsep Dasar Akhlak Kepada
Lingkungan Alamb. Landasan, Nilai dan Etika/Akhlak
Terhadap Lingkunganc. Mentafakuri Alamd. Mengelola alam
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)::
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab XII
586
1 2 3 4 5 6
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami ttg Akhlak
Terhadap Lingkungan Buda-ya Organisasi:
2. Mengidentifikasi ttg AkhlakTerhadap Lingkungan Buda-ya Organisasi:
3. Menjelaskan ttg Akhlak Tdphadap Lingkungan Buda-yaOrganisasi: Konsep, Prinsip,dan Aplikasi BudayaOrganisasi Islami
Pertemuan ke-15XIII Akhlak Terhadap Lingkung-an Budaya Organisasi:a. Konsep Dasar Perilaku Budaya
Organisasib. Budaya & Perilaku Organisasi.
dalam Perspektif Islamc. Proses Pemben Perilaku Budaya
Berorganisasid. Pembiasaan Perilaku Budaya
Berorganisasi
Metode:Sitasi, Seminar, danPortofolioMedia:Internet GCR/e-Know
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)::
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab XIII
Melalui proses seminar,mahasiswa mampu:1. Memahami tentang Akhlak
Kepemimpinan Pendis2. Mengidentifikasi ttg Akhlak
Kepemimpinan Pendis3. Menjelaskan ttg Akhlak
Kepemimpinan Pendis
Pertemuan ke-16XIV Akhlak KepemimpinanPendidikan Islam: MemposisikanEtika Islam sebagai LandasanKepemimpinan Pendidikana. Konsep Akhlak Mulia dalam
Sistem Etika Islamb. Kebijakan Manaj Pengembangan
Pendidikan Nasionalc. Manaj Kepemimpinan Pendisd. Model Penerapan Akhlak Mulia/
Etika Islam Sebagai LandasanManajemen Kepemimpinan Pendis
Tugas Individu:-Portofolio CK harian(abstak kajian summary)
Tugas Kelompok:-Menyusun makalah temabahan diskusi kelompok
-Membuat Poster bahanPresentase
-Merevew makalah darikelompok lain (bahanmasukan diskusi)::
Penilaian:- Portofolio- Hasil diskusi- Keaktifan dan
sumbangan materidalam diskusi
- Tes tertulis
Buku Ajar/HOIlmu AhlakBab XIV
Mhs. mampu mejawabpertanyaan dari Matei I-sd. XIV
Pertemuan ke-16XVI. UAS
Tulis Ujian Tulis Materi I sd 14
MengetahuiKetua Jurusan MPI ,
Dr. Iraman, S.Pd. M, Hum.NIP. 197208221999031006
Bandung, 28 September 2020DosenPengampu Mata Kuliah
Dr. H. A. Rusdiana, MMNIP. 19610421198021001
Dr. Nurhamzah, M. Ag.NIP: 198106222009121005