rayschool.files.wordpress.com file · web viewbab i. pendahuluan. latar belakang . tuntutan...

41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan modernisasi dan globalisasi memaksa setiap elemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Tak terkecuali dalam dunia industri. Penyesuaian yang dilakukan akan berdampak pada pihak-pihak yang berkepentingan. Di sinilah hubungan industrial memegang peranan penting dalam menjaga kepentingan pihak-pihak tersebut. Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan ( stake holders) atau pihak yang saling terkait atas proses produksi dan pelayanan jasa pada suatu perusahaan. Hubungan industrial berawal dari adanya hubungan kerja yang lebih bersifat individual antara pekerja dan pengusaha. Pengaturan hak dan kewajiban pekerja diatur melalui perjanjian kerja yang bersifat perorangan. Perjanjian kerja ini dilakukan pada saat penerimaan pekerja, antara lain memuat ketentuan mengenai waktu pengangkatan, persoalan masa percobaaan, jabatan yang bersangkutan, gaji (upah), fasilitas yang tersedia, tanggungjawab, uraian tugas, dan penempatan kerja. Hubungan industri melibatkan sejumlah konsep, seperti konsep keadilan dan kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme dan kolektivitas, hak dan kewajiban, serta integritas dan kepercayaan. Di tingkat perusahaan, pekerja dan pengusaha adalah dua pelaku utama dalam kegiatan hubungan industrial yang mempunyai hak yang sama dan sah untuk Page | 1

Upload: truongkhuong

Post on 12-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuntutan modernisasi dan globalisasi memaksa setiap elemen untuk

menyesuaikan diri dengan perubahan. Tak terkecuali dalam dunia industri.

Penyesuaian yang dilakukan akan berdampak pada pihak-pihak yang

berkepentingan. Di sinilah hubungan industrial memegang peranan penting dalam

menjaga kepentingan pihak-pihak tersebut.

Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan

( stake holders) atau pihak yang saling terkait atas proses produksi dan pelayanan

jasa pada suatu perusahaan. Hubungan industrial berawal dari adanya hubungan

kerja yang lebih bersifat individual antara pekerja dan pengusaha. Pengaturan hak

dan kewajiban pekerja diatur melalui perjanjian kerja yang bersifat perorangan.

Perjanjian kerja ini dilakukan pada saat penerimaan pekerja, antara lain memuat

ketentuan mengenai waktu pengangkatan, persoalan masa percobaaan, jabatan

yang bersangkutan, gaji (upah), fasilitas yang tersedia, tanggungjawab, uraian tugas,

dan penempatan kerja.

Hubungan industri melibatkan sejumlah konsep, seperti konsep keadilan dan

kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme dan kolektivitas, hak dan

kewajiban, serta integritas dan kepercayaan. Di tingkat perusahaan, pekerja dan

pengusaha adalah dua pelaku utama dalam kegiatan hubungan industrial yang

mempunyai hak yang sama dan sah untuk melindungi hal-hal yang dianggap

sebagai kepentingannya masing-masin. Di satu sisi, pekerja dan pengusaha

mempunyai kepentingan yang sama, yaitu kelangsungan hidup pekerja dan

kemajuan perusahan, tetapi di sisi lain hubungan antar keduanya juga mempunyai

potensi konflik.

Sementara itu, fungsi utama pemerintah dalam hubungan industrial adalah

menyusun peraturan dan perundangan ketenagakerjaan agar hubungan antara

pekerja dan pengusaha berjalan harmonis, dengan dilandasi oleh pengaturan hak

dan kewajiban yang adil. Pemerintah juga berkewajiban untuk menyelesaikan secara

adil perselisihan atau konflik yang terjadi. Kepentingan pemerintah pada dasarnya

adalah menjamin keberlangsungan produksi demi kepentingan yang lebih luas.

Page | 1

Tujuan akhir pengaturan hubungan industrial sebenarnya adalah untuk

meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja maupun pengusaha, serta

kestabilan ekonomi bangsa secara lebih luas lagi. Tujuan ini saling berkaitan, tidak

terpisah, bahkan saling mempengaruhi. Namun pengusaha, pekerja dan pemerintah

tidak sesederhana itu. Potensi konflik sangat besar. Kita menyoroti berbagai

permasalahan konflik atau perselisihan hubungan industrial baik pada tingkat ringan

hingga kompleks. Terlebih selama Reformasi di Indonesia mulai bergulir, gerakan

serikat pekerja (SP) baik berbentuk federasi, tingkat nasional maupun tingkat

perusahaan (SPTP) sendiri, terlihat lebih mencolok. Pekerja terus menuntut,

pengusaha terus berdalih, pemerintah terus mengubah peraturan-peraturan namun

tidak menyelesaikan masalah. Konflik pekerja dengan pengusaha, atau dengan

pemerintah, berkisar antara permasalahan kebijakan mengenai outsourcing,

penggajian, jaminan sosial, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), jam kerja (lembur)

yang panjang, keselamatan kerja serta permasalahan ketenagakerjaan lainnya.

Situasi ekonomi yang tidak menentu seperti saat ini, persaingan untuk menarik

investor dengan beberapa negara lain menjadi sangat ketat, masing-masing negara

berusaha keras untuk menawarkan iklim investasi yang kondusif dan kompetitif. Para

pengusaha pun dalam menjalankan usahanya tidak mau dirugikan dengan berbagai

biaya yang telah mereka keluarkan. Salah satu cara yang dilakukan adalah

memindahkan biaya produksi tersebut pada pekerja. Bagi pengusaha, upah pekerja

merupakan biaya produksi yang paling lentur, sehingga jauh lebih mudah menekan

upah daripada harus berhadapan dengan kekuatan birokrasi dan pasar. Cara lain

dengan outsourcing, bahkan pemutusan hubungan kerja. Hal ini tentu menyebabkan

tekanan bagi pihak pekerja. Sebagai konsekuensinya konflik pun tidak pernah

terelakkan.

Sampai saat ini pun masalah-masalah yang dihadapi buruh dan pengusaha

masih saja belum terselesaikan. Demonstrasi ribuan buruh beberapa

industri/perusahaan di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya,

Bandung, Medan dan kota-kota besar lainnya pada beberapa waktu terakhir ini

merupakan suatu contoh bahwa perselisihan perburuhan sampai sekarang

cenderung menimbulkan ketakutan di kalangan pengusaha daripada menemukan

solusi yang menguntungkan dua belah pihak.

Page | 2

Data tentang pemogokan di Indonesia selama tahun 2007 (Sutinah,dkk)

sebanyak 150 kasus pemogokokan dengan melibatkan 135.297 tenaga kerja dan

menghilangkan jam kerja sebanyak 1.161.413 jam. Sementara pada bulan Januari

dan Februari tahun 2008 terdapat sebanyak 14 kasus pemogokan dengan jumlah

tenaga kerja yang terlibat sebanyak 17.875 orang dan sebanyak 126.525 jam kerja

yang hilang. Ditemukan pula sebanyak 190 kasus perselisihan hubungan industrial.

Dalam perspektif manajemen sumber daya manusia, hubungan industrial seperti

tersebut di atas, dapat dilihat dari paradigma yag lebih luas. Jika dalam paradigma

lama, topik yang dibahas dalam hubungan industrial adalah posisi tawar-menawar

kolektif (collective bargaining), serikat pekerja, dan pemogokan. Paradigma baru

merupakan model manajemen baru yang berisi beberapa pekerjaan dan inovasi

manajemen sumber daya manusia yang meliputi penugasan kerja fleksibel, cross

training, team work, yang didukung oleh sistem kompensasi berbasis kinerja,

partisipasi karyawan formal, dan program keselamatan kerja. Menurut studi

hubungan antarkaryawan (human relations), meskipun karyawan dan pengusaha

berada dalam konflik namun konflik tersebut dapat dihilangkan jika manajer dapat

mengadopsi kebijakan dan praktik yang tepat. Kuncinya adalah sistem komunikasi

yang lebih baik, desain pekerjaan yang lebih humanistik, dan proses pengambilan

keputusan yang lebih partisipatif.

Paradigma baru dan paradigma lama tidak perlu diperdebatkan, namun lebih

ditekankan pada praktik di tempat kerja dan pengaruhnya pada hasil. Situasi baik di

dalam perusahaan maupun di luar perusahaan selalu dinamis dan lebih menantang

terutama di era globalisasi ini. Diperlukan kebijakan yang tepat untuk meminimalisir

terjadinya konflik yang memang akan selalu ada dalam hubungan industrial. Atas

dasar isu dan realitas di atas, tulisan ini akan membahas mengenai ”Strategi

Pengelolaan Hubungan Industrial dalam Perspektif Manajemen SDM”.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perumusan masalah pada tulisan ini adalah:

1. Bagaimana konflik / perselisihan hubungan industrial dapat terjadi?

2. Bagaimana upaya untuk menyelesaikan konflik/perselisihan hubungan industrial?

3. Bagaimana strategi untuk mengelola Hubungan Industrial dalam pandangan ilmu

Manajemen SDM ?

Page | 3

C. Maksud dan TujuanMaksud dan tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor pemicu konflik/perselisihan hubungan industrial;

2. Untuk mengetahui upaya untuk menyelesaikan konflik/perselisihan hubungan

industrial;

3. Untuk mengetahui strategi manajemen untuk mengelola Hubungan industrial dalam

pandangan ilmu Manajemen SDM.

Page | 4

BAB IILANDASAN TEORI

A. DEFINISI HUBUNGAN INDUSTRIAL

Salah satu teori dari hubungan industrial diajukan oleh John Dunlop pada tahun

1950. Menurut Dunlop: “industrial relations system consists of three agents –

management organizations, workers and formal/informal ways they are organized and

government agencies. These actors and their organizations are located within an

environment. Within this environment, actors interact with each other, negotiate and

use economic/political power in process of determining rules that constitute the output

of the industrial relations system”

Secara singkat, Payaman Simanjuntak (2009) mengemukakan bahwa hubungan

industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan atau pihak yang

saling terkait atas proses produksi dan pelayanan jasa pada suatu perusahaan.

Senada dengan itu, hubungan industrial di Indonesia dalam UU no. 13 tahun

2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 nomor 16 disebutkan bahwa “hubungan

industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam

proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,

pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Hubungan industrial antara para pihak terkait tersebut pada prinsipnya

didasarkan pada kepentingan bersama, sehingga mengandung prinsip:

- Pengusaha dan pekerja, pemerintah dan masyarakat pada umumnya, sama-sama

mempunyai kepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan.

- Perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang.

- Pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan masing-masing

mempunyai fungsi yang berbeda dalam pembagian kerja atau pembagian tugas.

- Pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan.

- Tujuan pembinaan hubungan industrial adalah menciptakan ketenangan berusaha

dan ketentraman bekerja supaya dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

- Peningkatan produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan kesejahteraan

bersama, yaitu kesejahteraan pengusaha dan kesejahteraan pekerja.Page | 5

B. RUANG LINGKUP INDUSTRIAL1. Ruang Lingkup Cakupan

Pada dasarnya hubungan industrial mencakup seluruh tempat‐tempat kerja

dimana para pekerja dan pengusaha bekerjasama dalam hubungan kerja untuk

mencapai tujuan usaha. Yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara

pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai

unsur upah, perintah dan pekerjaan.

2. Ruang Lingkup Fungsi- Fungsi Pemerintah : Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan,

melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap

pelanggaran peraturan undang‐undang ketenagakerjaan yang berlaku.

- Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya,

menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi

secara demokratis, mengembangkan ketrampilan, keahlian dan ikut

memajukan perusahaan serta memperjuangkan kesejahteraan anggota dan

keluarganya.

- Fungsi Pengusaha : Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha,

memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara

terbuka, demokratis serta berkeadilan.

3. Ruang Lingkup MasalahAdalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak

langsung dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah,

diantaranya:

- Syarat-syarat kerja

- Pengupahan

- Jam kerja

- Jaminan sosial

- Kesehatan dan keselamatan kerja

- Organisasi ketenagakerjaan

- Iklim kerja

- Cara penyelesaian perselisihanPage | 6

4. Ruang Lingkup Peraturan- Undang‐undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003

- Undang‐undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial

- Perpu No. 1 Tahun 2005, tentang Penangguhan Mulai Berlakunya UU No.2

Tahun 2004

- Perjanjian Kerja Bersama, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja.

C. SARANA-SARANA HUBUNGAN INDUSTRIALDengan adanya pengaturan mengenai hal‐hal yang harus dilaksanakan oleh

pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial, maka

diharapkan terjadi hubungan yang harmonis, kondusif dan berkeadilan. Untuk

mewujudkan hal tersebut diperlukan sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal

103 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 bahwa hubungan industrial

dilaksanakan melalui sarana sebagai berikut :

1. Lembaga Kerja Sama Bipartit

2. Lembaga Kerja Sama Tripartit

3. Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh

4. Organisasi Pengusaha

5. Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrial

6. Peraturan Perusahaan

7. Perjanjian Kerja Bersama

8. Perjanjian Kerja Khusus

a) Lembaga Kerja Sama BipartitLembaga Kerjasama Bipartit adalah suatu badan ditingkat usaha atau unit

produksi yang dibentuk oleh pekerja dan pengusaha. Setiap pengusaha yang

mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja atau lebih dapat membentuk

Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan anggota‐anggota yang terdiri dari unsur

pengusaha dan pekerja yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan dan keahlian.

LKS Bipartit berfungsi sebagai forum komunikasi, konsultasi dan

musyawarah dalam memecahkan permasalahan ketenagakerjaan pada

perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja.

Page | 7

b) Lembaga Kerja Sama TripartitLembaga Kerjasama Tripartit anggota‐anggotanya terdiri dari unsur-unsur

pemerintahan, organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Fungsinya adalah

sebagai forum komunikasi, konsultasi dengan tugas utama menyatukan

konsepsi, sikap dan rencana dalam menghadapi masalah ketenagakerjaan, baik

berdimensi waktu saat sekarang yang telah timbul karena faktor-faktor yang

tidak diduga maupun untuk mengatasi hal‐hal yang akan datang.

c) Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/BuruhOrganisasi pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan secara sukarela

dan demokratis dari, oleh dan untuk pekerja dan berbentuk Serikat Pekerja,

Gabungan Serikat Pekerja, Federasi, dan Non Federasi. Kehadiran Serikat

Pekerja di perusahaan sangat penting dan strategis dalam pengembangan dan

pelaksanaan Hubungan Industrial.

d) Organisasi PengusahaOrganisasi pengusaha berhak dibentuk oleh para pengusaha, seperti

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Visi APINDO yaitu terciptanya iklim

usaha yang baik bagi dunia usaha dan misinya adalah meningkatkan hubungan

industrial yang harmonis terutama ditingkat perusahaan, merepresentasikan

dunia usaha Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan melindungi, membela

dan memberdayakan seluruh pelaku usaha khususnya anggota. Untuk menjadi

anggota APINDO perusahaan dapat mendaftar di Dewan Pengurus

Kota/Kabupaten (DPK) atau di Dewan Pengurus Privinsi (DPP) atau di Dewan

Pengurus Nasional (DPN).

e) Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrialPerbedaan persepsi, interpretasi dan tujuan antara pekerja dengan

pengusaha, atau bahkan ketika terjadi tindak pelanggaran, dapat menimbulkan

tekanan, keluhan dan ketidanyamanan pada suatu pihak. Mekanisme

penyelesaian keluh kesah merupakan sarana yang seharusnya diadakan setiap

perusahaan. Mekanisme ini harus transparan dan merupakan bagian dari

Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama

(PKB). Dalam pelaksanaan fungsi‐fungsi supervisi dari setiap para manajer

merupakan kunci terlaksananya mekanisme ini. Dalam hal perselisihan tersebut Page | 8

tidak dapat diselesaikan dalam lembaga mekanisme penyelesaian keluh kesah

ini, dapat dilaksanakan lebih lanjut sesuai dengan Peraturan

perundangundangan yang berlaku.

f) Peraturan PerusahaanPeraturan Perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis

yang memuat ketentuanketentuan tentang syarat‐syarat kerja serta tata tertib

perusahaan.

g) Perjanjian Kerja BersamaPerjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang disusun oleh

pengusaha dan serikat yang telah terdaftar yang dilaksanakan secara

musyawarah untuk mencapai mufakat.

h) Perjanjian Kerja Khusus Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu

mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain atau majikan, selama

waktu tertentu sesuai perjanjian.

D. PENDEKATAN STUDI HUBUNGAN INDUSTRIALDeery et al. (1998) membagi tiga pendekatan dalam studi hubungan industrial,

yaitu unitary, pluralist, dan radical.

1. Pendekatan Keseragaman atau Kesatuan (Unitary Approach) Pendekatan keseragaman mengasumsikan bahwa setiap organisasi

merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan sasaran atau tujuan yang

sama. Hubungan kerja didasarkan pada kerjasama (mutual co-operation) dan

terdapat keserasian dalam keinginan antara pengusaha dan karyawan. Dalam

pendekatan keseragaman ini tidak ada konflik mendasar antara pemilik modal

dan pemasok tenaga kerja. Konflik industrial yang terjadi bersifat temporer

biasanya disebabkan oleh masalah komunikasi dan manajemen yang buruk atau

adanya perilaku menyimpang. Serikat pekerja dianggap sebagai pihak pengacau

yang mempunyai struktur seragam dan kerjasama dalam organisasi yang

dipertimbangkan sebagai pesaing oleh manajemen dalam mengelola karyawan.

Page | 9

Pandangan keseragaman ini berorientasi pada manajerial dengan adanya

kewenangan tunggal dan berfokus pada loyalitas. Dalam strategi manajerial

pandangan keseragaman menekankan pada keinginannya membangun

komitmen, memperbaiki komunikasi, dan dalam beberapa kasus menggunakan

gaya kepemimpinan demokratik dan sistem partisipasi karyawan di tempat kerja.

Hal ini mendorong timbulnya tiga aliran dalam manajemen, yaitu manajemen

ilmiah (scientific management), hubungan antar karyawan (human relations) dan

pandangan baru dalam hubungan antar karyawan (neo-human relations).

a. Manajemen Ilmiah (Scientific Management)Frederick W. Taylor adalah tokoh dalam manajemen ilmiah yang

merumuskan teori perilaku industrial. Prinsip yang dikembangkannya adalah

menciptakan iklim industrial melalui hubungan kemitraan (partnership) antara

modal dan karyawan sehingga tercapai peningkatan efisiensi organisasi.

Taylor menyatakan bahwa manajemen harus mempelajari pekerjaan yang

harus dilakukan agar didapatkan satu cara terbaik dalam mengerjakan tugas.

Taylor juga menyatakan bahwa dengan mengoptimalkan efisiensi produk

setiap karyawan, penghasilan maksimum karyawan dan pengusaha akan

tercapai. Menurut Taylor, dengan desain pekerjaan dan kompensasi yang

tepat, dapat mengurangi sumber konflik.

b. Hubungan Antarkaryawan (Human Relations)Aliran ini merupakan isu awal dalam psikologi industri yang berfokus pada

individu. Para ahli teori hubungan antarkaryawan kurang tertarik dengan

struktur insentif ekonomi, namun lebih tertarik pada penciptaan kepuasan

dalam hubungan sosial dalam kelompok kerja. Karyawan yang puas akan

memiliki kinerja yang tinggi dan mau bekerjasama. Karyawan memang harus

diperlakukan sebagai manusia, sedangkan manajer harus menyadari

keinginan karyawan untuk dipahami perasaan dan emosinya dan berusaha

menciptakan rasa memiliki dan identifikasi personal dalam organisasi.

Selanjutnya, supervisi yang baik dan keterbukaan dalam komunikasi akan

menginspirasi rasa percaya diri dan meningkatkan komitmen terhadap

pencapaian sasaran organisasi. Manajer harus menyediakan lingkungan kerja

Page | 10

yang mampu menanggapi kebutuhan emosional dan personal individu dalam

kelompok kerja.

Penelitian mengenai hubungan antarkaryawan telah dilakukan oleh Elton

Mayo dengan Studi Howthorne (Howthorne Studies). Tujuan studi tersebut

adalah mengobservasi pengaruh produktivitas karyawan yang diukur dalam

lingkungan kerja yang berubah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

peningkatan produktivitas bukan dipengaruhi oleh faktor logis seperti

pencahayaan atau jam kerja yang singkat, melainkan oleh perasaan

menyenangkan dan mempunyai keinginan kuat dalam mencapai

keinginannya.

Howthorne Studies menunjukkan bahwa motivasi seseorang dapat

dipengaruhi oleh hubungan antarkaryawan atau yang disebut dengan faktor

sosial (Locke, 1982). Locke menyatakan bahwa ada empat cara atau teknik

praktis dalam memotivasi karyawan, yaitu uang, penyusunan tujuan/ sasaran,

partisipasi dalam pembuatan keputusan, dan pengayaan pekerjaan (job

enrichment).

Satu kritik terhadap pendapat Taylor adalah menolak serikat pekerja (anti

union) dengan menggunakan berbagai teknik, yaitu:

1. Studi waktu dan gerak (time and motion study)

2. Peralatan dan prosedur standar

3. Modifikasi perilaku organisasional

4. Pemberian bonus berupa uang

5. Pekerjaan individual, yang ditunjukkan dengan adanya fenomena social

loafing (yaitu fenomena penurunan produktivitas bila anggota kelompok

ditambah)

6. Tanggungjawab manajemen untuk mengadakan pelatihan

7. Penggunaan jam kerja yang lebih pendek

c. Pandangan Baru dalam Hubungan Antarkaryawan (Neo-human relations)

Page | 11

Tokoh dalam pandangan baru antara lain McGregor, Likert, dan Herzberg

yang memandang bahwa cara untuk memahami perilaku di tempat kerja

adalah menemukan kebutuhan individu (atau egoistik) karyawan, bukan

kebutuhan sosial.

Oleh karena itu, pandangan ini menekankan terciptanya kepuasan

karyawan. Karakteristik pekerjaan seperti menarik, menantang, dan

kesempatan memiliki tanggungjawab dan arahan diri (self-direction)

merupakan motivator yang sesungguhnya. Program seperti perluasan

pekerjaan (job enlargement) dan pengayaan pekerjaan telah menggantikan

kebutuhan sosial.

McGregor menyatakan bahwa bila organisasi akan meningkatkan

kebutuhan karyawan melalui perubahan dalam struktur pengambilan

keputusan organisasional, maka langkah yang tepat untuk dilakukan adalah

mencapai kesamaan sasaran individu dengan sasaran organisasi. Frederich

Herzberg berpendapat bahwa karyawan dapat dipengaruhi oleh dua faktor

yakni faktor ekstrinsik atau faktor yang tidak memuaskan (hygiene factors)

dan faktor intrinsik atau faktor yang dapat memuaskan (motivator factors).

Pemberian upah, kondisi kerja yang menyenangkan, peraturan

perusahaan antara lain merupakan faktor ekstrinsik yang apabila tidak

dipenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan. Sedangkan penghargaan,

prestasi, tanggung jawab, pengembangan merupakan faktor intrinsik yang

apabila terpenuhi dapat memuaskan karyawan.

Pendekatan dalam pandangan baru ini lebih baik daripada pendekatan

sebelumnya dalam analisis keperilakuan. Hal terpenting dalam analisis

keperilakuan ini adalah memperbaiki hubungan antarkaryawan di tempat

kerja. Sumber konflik ditemukan dalam organisasi dan menemukan

perubahan dengan menerapkan teknik manajerial yang tepat. Konflik dapat

dihindari dengan menciptakan sistem komunikasi yang efektif, kepemimpinan

yang mendukung, dan hubungan informal yang baik, sehingga pekerjaan

memuaskan dan mendapatkan hasil. Lingkungan kerja yang menyenangkan

dan tingkat upah yang tinggi merupakan faktor ekstrinsik yang dapat

menghindari ketidakpuasan. Sementara itu, pengayaan pekerjaan ( job

enrichment), pembesaran pekerjaan (job enlargement), dan rotasi pekerjaan

Page | 12

(job rotation) merupakan metode yang penting dalam mengurangi kebosanan

dan pengulangan dalam proses produksi.

2. Pendekatan Keragaman (Pluralist Approach)Berbeda dengan pendekatan keseragaman yang memiliki satu sumber

kekuasaan yang memiliki legitimasi, pendekatan keragaman memungkinkan

terjadinya perbedaan kelompok peminatan dan berbagai bentuk loyalitas.

Kerangka kerja keragaman menyatakan bahwa karyawan dalam organisasi

yang berbeda dapat memiliki minat yang sama. Dengan menciptakan

hubungan horizontal dengan kelompok di luar organisasi dapat

mengembangkan loyalitas dan komitmen terhadap pemimpin daripada

pengelolaan organisasinya.

Pendekatan keragaman memusatkan perhatian pada peraturan, regulasi,

dan proses yang dapat memberikan kontribusi pada kepentingan organisasi

dan menjamin bahwa perbedaan kepentingan secara efektif akan

mempertahankan keseimbangan sistem. Pendekatan ini menekankan pada

stabilitas sosial, sehingga hubungan industrial dipandang sebagai satu set

aturan yang menekankan pada aspek hubungan antara pengusaha dengan

karyawan dan hubungan antara manajemen dan serikat pekerja, sehingga

konflik dalam mengendalikan pasar tenaga kerja dan proses yang terjadi

merupakan manifestasi kepentingan sang bersifat terus-menerus.

3. Pandangan Radikal (Radical Approach)Pandangan ini mengenal konflik fundamental dan melekat pada konflik

kepentingan antara karyawan dan pengusaha di tempat kerja. Tempat kerja

merupakan suatu tempat terjadinya konflik dengan adanya konflik

kepentingan yang radikal yang mendasari adanya hubungan industrial. Tidak

seperti dalam pendekatan keragaman, pendekatan radikal memandang

hubungan industrial sebagai totalitas hubungan sosial dalam produksi.

Pendekatan radikal memandang ketidakseimbangan kekuasaan dalam

masyarakat dan di tempat kerja sebagai inti hubungan industrial.

Page | 13

E. PERSELISIHAN INDUSTRIALDalam kehidupan organisasi yang semakin besar dan semakin kompleks,

konflik merupakan fenomena umum yang ada dalam setiap organisasi. Dengan

organisasi yang semakin besar dan kompleks, jumlah individu dan kelompok akan

semakin banyak dibanding sebelumnya. Mereka mempunyai kepentingan dan

keinginan yang berbeda-beda. Perusahaan-perusahaan yang tidak berhasil dalam

mengupayakan adanya kerja sama akan menyebabkan operasinya menjadi tidak

lancar dan seringkali timbul konflik.

Konflik adalah terbangunnya hubungan-hubungan beberapa pihak dalam arena

dan struktur sosial tertentu akibat adanya perbedaan kepentingan dan tujuan

sebagai bentuk penerjemahan kebutuhan yang diperjuangkan secara individual dan

maupun kolektif. Konflik hadir dalam masyarakat dan konteks wilayah sosial (social

field) yang mana ada hubungan-hubungan sosial khusus seperti arena sosial

pertentanggaan, arena sosial sekolah, arena sosial perkantoran, dan arena sosial

industri. Dahrendorf menyebutnya sebagai “integrated into a common frame of

reference“. Berbagai dimensi konflik tersebut memiliki karakter sosiologis dan

dinamika yang unik. Pada level praktis seperti pada usaha pemecahan masalah,

setiap konteks dimensi konflik membutuhkan model pengelolaan konflik yang

spesifik juga (Dahrendorf dalam Susan, 2009).

Konflik merupakan suatu proses yang dihasilkan dari tindakan kelompok atau

individu yang dipandang oleh kelompok/individu lain akan mempunyai akibat yang

negatif terhadap kepentingan mereka (Greenberg & Baron dalam Wardiningsih). Dari

pengertian ini konflik mencakup empat elemen kunci yaitu :

a. kepentingan yang berlawanan/berbeda antar individu atau kelompok;

b. menyadari adanya kepentingan yangberlawanan;

c. keyakinan bahwa individu atau kelompoklain akan menghalangi kepentingannya;

d. tindakan yang menghalangi kepentingan pihak lain.

Gambar 1. Bentuk Konflik Organisasi

Page | 14

Sumber: Greenberg & Baron: 426

Sesuai dengan tata hukum di Indonesia Pasal 1 angka I Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004, “perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan

pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan

pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh karena

adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan

pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh

dalam satu perusahaan.”

Dari pengertian di atas, berikut ini adalah beberapa bentuk perselisihan di

dalam hubungan industrial:

a. Perselisihan Hak. Perselisihan yang timbul akibat tidak dipenuhinya hak akibat adanya

perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan Perundang-

undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja

bersama yang melandasi hak yang disengketakan.

b. Perselisihan Kepentingan atau belangen geschiPerselisihan yang terjadi karena ketidaksesuaian paham/pendapat dalam

perubahan syarat-syarat kerja atau keadaan perburuhan yang ditetapkan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja.

c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja.Perselisihan yang timbul akibat tidak adanya kesesuaian pendapat

mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak

(Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004). Perselisihan

Page | 15

mengenai PHK selama ini paling banyak terjadi karena tindakan PHK yang

dilakukan oleh satu pihak dan pihak lain tidak dapat menerimanya.

d. Perselisihan Antarserikat Pekerja/Serikat Buruh dalam Satu Perusahaan.Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat

pekerja/serikat buruh lain dalam satu perusahaan. Perselisihan tersebut terjadi

karena tidak adanya kesepahaman mengenai keanggotaan pelaksanaan hak

dan kewajiban serikat pekerja (Pasal 1 angka 5 UU Nomor 2 Tahun 2004).

BAB IIIPEMBAHASAN

A. FAKTOR PENYEBAB PERSELISIHAN/KONFLIK INDUSTRIAL1. Contoh Kasus Perselisihan/Konflik Industrial di Indonesia

a. Pemogokan pekerja PT Megariamas Sentosa, kasus penahanan hak THR.“ beritajakarta.com . Ratusan buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, datang sekitar pukul 12.00 WIB. Sebelum ditemui Kasudin Nakertrans Jakarta Utara, mereka menggelar orasi yang diwarnai aneka macam poster yang mengecam usaha perusahaan menahan THR mereka. Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang THR.Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas Sentosa, Selasa siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir memberikan (THR).Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan. Bahkan ada beberapa buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai terlalu vokal. Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak akan memberikan THR kepada pekerjanya. Dalam demo tersebut para buruh menuntut perusahaan untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku. Para demonstras mengatakan “ jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan THR, karena setahu mereka perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan sebaliknya”. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen dengan memproduksi pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young Heart untuk ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan yang mayoritas perempuan.Mengetahui hal tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin Nakertrans Jakarta Utara. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin Nakertrans Jakarta Utara, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya perwakilan buruh diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di ruang rapat kantornya. Dalam peryataannya di depan para pendemo, Sahut Tambunan berjanji akan menampung aspirasi para pengunjuk rasa dan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. "Pasti kami akan bantu, dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Sahut. Selain itu, Sahut juga akan memanggil pengusaha agar mau memberikan THR karena itu sudah kewajiban. “Kalau memang perusahaan

Page | 16

tersebut mengaku merugi, pihak manajemen wajib melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan demonstrasi.”

b. Demostrasi KSPI, Kasus kenaikan UMP, outsource, stabilitas harga.“KOMPAS.com — Suasana puasa tidak membuat seribu buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) "puasa" demo. Mereka akan melakukan aksi di Bundaran Hotel Indonesia, Rabu (31/7/2013) sore. Staf media KSPI, Nelly, mengatakan, aksi buruh kali ini hendak menuntut pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk memenuhi tiga tuntutan mereka. Tuntutan itu salah satunya terkait stabilitas harga bahan pokok, mengingat harga-harga kebutuhan pokok jelang Lebaran yang terus merangkak naik. Selain itu, mereka menuntut kenaikan upah buruh 50 persen dan penghapusan outsourcing. Massa aksi menuntut utamanya perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melaksanakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permennakertrans) No 19 tahun 2012. Dalam Permenakertrans tersebut, pekerjaan alih daya ditiadakan. Adapun kelima jenis pekerjaan yang diperbolehkan diisi tenaga alih daya, yaitu jasa pembersihan (cleaning service), keamanan, transportasi, katering, dan jasa migas pertambangan. "Kita minta BUMN menerapkan aturan itu, artinya tidak ada lagi tenaga alih daya (selain 5 jenis). Dan mereka harus diangkat menjadi karyawan BUMN," lanjut Nelly. KSPI juga menuntut pemerintah untuk menjalankan jaminan kesehatan secara menyeluruh serempak pada 1 Januari 2014, dan bukan secara bertahap.”

.

c. SP. JICT, Akibat Konflik Internal, Karyawan PT JICT Bentuk Serikat Baru“Berita hukum - Serikat Pekerja Internasional Countainer Terminal (SP JICT) terbelah menjadi dua. Hal itu mengancam terjadinya konflik internal PT JITC, apalagi anggota yang keluar dari SP JITC saat ini sudah mendeklarasikan diri membentuk serikat baru yakni Serikat Buruh Internasional Countainer Terminal (SB JICT). Namun untuk saat ini, serikat baru itu nampaknya belum mendapat restu dari perusahaan. Untuk itu mereka mengadakan unjuk rasa didepan kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (4/1).Ketua SB JICT, Sobirin menjelaskan soal pembentukan serikat yang dibuat pihaknya, menurutnya, pembentukan itu berawal dugaan pelanggaran yang dilakukan kolaborasi antara serikat pekerja (SP JICT) dengan Management. "Yang paling pertama adalah bahwa kita sudah melaporkan tentang pelarangan," katanya. Ia menegaskan, apa yang pihaknya lakukan untuk membentuk serikat baru dilindungi oleh UUD maupun UU No. 21 tentang Ketenagakerjaan atau tentang berserikat. "Tapi yang dilakukan oleh managemen dan serikat pekerja yang sudah ada itu jelas merupakan satu tindak pelanggaran. Kalau kita lihat di UU No 21 itu jelas ranah Hukumnya itu adalah pelanggaran. Dan itu ada sanksi pidananya, jadi itu jelas beranggapan bahwa ini adalah sangat terkait dengan Pidana atau tindakan pidana yang mereka lakukan," tambahnya….”

d. PT Askes, Pemutusan Hubungan Kerja

“hukumonline.com .Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, mendesak PT Askes untuk menjalankan putusan pengadilan terkait kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Ketua Umum Skasi, Itop Reptianto. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan putusan kasasi bernomor 686/K/.Pdt.Sus/2012 yang intinya PT Askes diperintahkan untuk mempekerjakan kembali Itop Reptianto. Serta membayar hak-hak Itop sebagai pekerja yang selama ini belum dibayar.Selain itu Timboel menyebut Ombudsman dan Komnas HAM telah menerbitkan rekomendasi yang mestinya dipatuhi PT Askes. Yaitu rekomendasi Ombudsman bernomor 04/REK/0660.2012/PB-11/IV/2013 tertanggal 10 april 2013 yang pokoknya menyebut direksi PT. askes telah melakukan tindakan mal administrasi. Serta mengimbau direksi PT. Askes menghormati putusan kasasi MA itu.Lalu, lewat surat bernomor 1.397/K/PMT/VII/2012 tertanggal 3 Juli 2012, Komnas HAM menerbitkan rekomendasi yang isinya mengindikasikan terjadi tindak pemberangusan serikat

Page | 17

pekerja atas PHK yang dijatuhkan terhadap Itop Reptianto. Indikasi itu mengacu pasal 28 huruf (a) UU Serikat Pekerja dan pasal 39 UU HAM..“PT Askes harus tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku karena proses transformasi menuju BPJS Kesehatan mencakup juga transformasi di bidang sumber daya manusia,” kata Timboel kepada hukumonline di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Senin (8/7).Atas dasar itu Timboel menyebut BPJS Watch mendesak direksi PT Askes untuk mematuhi dan menjalankan putusan kasasi MA, rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM. Jika hal itu tak kunjung dilakukan, Timboel menilai akan memperburuk citra BPJS Kesehatan. Timboel juga mendorong agar Panja BPJS DPR untuk memanggil dan menginstruksikan direktur PT Askes untuk menjalankan putusan hukum dan rekomendasi tersebut. Tak ketinggalan, Timboel mendesak Presiden dan Meneg BUMN untuk melakukan hal serupa.Terpisah, Direktur Utama PT Askes, Fachmi Idris, mengaku belum mengetahui langkah apa yang akan dilakukan untuk menindaklanjuti kasus Itop Reptianto. Pasalnya, persoalan itu ditangani di bidang SDM PT Askes. Namun, secara umum ia mengatakan PT Askes akan mengikuti peraturan yang ada. “Pokoknya begini, sederhana saja, kami patuh atas putusan hukum,” tuturnya kepada hukumonline usai mengikuti rapat kerja di ruang sidang Komisi IX”

e. Kerugian Pemogokan Pekerja Tahun 2012“Jakarta - Kerugian akibat aksi buruh selama 2012 yang menuntut kelayakan Upah Minimum Provinsi (UMP) di seluruh Indonesia telah menimbulkan kerugian sedikitnya Rp 190 triliun. Sementara munculnya sejumlah kebijakan pemerintah baru-baru ini juga dinilai merugikan kalangan pengusaha.  "Kerugiannya (aksi buruh, red) ditaksir mencapai Rp 190 triliun atau US$20 miliar," kata Ketua Hubungan Industrial dan Advokasi Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rahman di Jakarta, Rabu (28/11).Menurut Hasanuddin, akibat aksi itu, kapasitas produksi tidak bisa penuh dan absensi buruh turun. Akibatnya, tingkat produksi rata-rata di kawasan industri turun 50% dari kapasitas produksi normal. engamat ekonomi Universitas Atma Jaya A Prasetyantoko menyebutkan aksi sweeping  buruh yang dilakukan di beberapa wilayah dapat melumpuhkan sektor industri Indonesia dan membuat kerugian yang cukup banyak. “Namun untuk jumlah kerugian akibat aksi sweeping tersebut hanya bisa dihitung oleh perusahaan masing – masing,” ujarnya. Anggota Komisi IX DPR RI Poempida Hidayatullah mengungkapkan, perhitungan kerugian Rp 190 triliun itu karena pengusaha memasukan unsur opportunity loss, tidak saja kerugian fisik. Kerugian terbesar dalam aksi buruh ini dialami oleh industri berat yang pekerjanya banyak melakukan aksi buruh dalam setahun ini.”Padahal, Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan mengatakan bahwa buruh bisa melakukan aksi mogok maksimal lima hari dalam setahun. Ini bisa dilihat apakah buruh tersebut melakukan pelanggaran aturan itu apa tidak,” katanya.Namun Poempida mengatakan, dengan adanya tafsiran kerugian akibat aksi buruh ini, seolah-olah buruh yang disalahkan. Memang, kata dia, para pelaku usaha dirugikan atas aksi buruh tersebut namun mereka tidak sepenuhnya bersalah dalam aksi-aksi tersebut karena mereka menuntut hak dan kesejahteraan. Seharusnya pemerintah yang disalahkan karena tidak transparan dalam memunculkan angka-angka pertumbuhan ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi berhasil membuat daya beli masyarakat tinggi. Hal ini memunculkan aksi buruh yang ingin mendapatkan kesejahteraan yang baik bagi mereka,” ungkapnya.”

2. Kajian Faktor Penyebab Perselisihan/Konflik IndustrialKonflik industrial merupakan suatu realitas sosial yang tidak pernah dan akan

pernah berhenti sepanjang dalam masyarakat ada dua kelompok yang memiliki

kepentingan yang berbeda. Perspektif struktural dalam sosiologi konflik memiliki

pandangan bahwa akar masalah konflik selalu berkaitan dengan kekuasaan

(power) dan angka kepentingan di dalamnya. Dalam konteks hubungan industri,

kekuasaan yang hanya menguntungkan diri sendiri dan mengabaikan fakta

Page | 18

hubungan-hubungan kerja memiliki kecenderungan menciptakan kekerasan

(Sale, 2003). Pada kasus-kasus aksi buruh yang muncul dalam bentuk

anarkisme, pemogokan, dan berbagai bentuk aksi kekerasan sebagaimana

contoh kasus di atas, pada pengertian ini tidak lebih dari respon terhadap praktek

kekerasan pemerintah dan perusahaan terhadap buruh.

Sebagaimana Karl Marx menjelaskan bahwa selama dalam masyarakat

terdapat dua kelompok dalam relasi produksi ini, yaitu kelompok yang

memiliki/pemilik dan kelompok yang tidak memiliki/bukan pemilik (struktur kelas),

maka pemisahan antara kelompok sosial yang menghasilkan profit – dan

karenanya menguasai kapital-- dan kelompok sosial yang hanya mampu menjual

tenaga kerjanya saja menentukan hubungan kelas, itulah yang menjadi basis

terjadinya eksploitasi dan konflik sosial dalam masyarakat modern. Di dalamnya

menyangkut relasi sosial : pertama, hubungan-hubungan produksi yang bersifat

primer seperti hubungan buruh dan majikan; kedua, hubungan-hubungan

produktif yang bersifat sekunder seperti serikat buruh, asosiasi pemilik modal dan

pola-pola dasar kehidupan keluarga yang berkaitan erat dengan sistem produksi

kapitalistik; ketiga, hubungan-hubungan politik dan sosial yang bersumber dari

hubungan produksi primer dan sekunder, lembaga-lembaga pendidikan, dan

lembaga-lembaga sosial lainnya yang mencerminkan hubungan buruh dan

majikan.

Dalam kaitannya dengan konflik dalam konteks wilayah sosial industri konflik

industrial terbangun melalui proses dari ketidakpuasan individual buruh, menuju

pada ketidakpuasaan kolektif yang tidak teroganisir, dan sampai pada tingkat

pengorganisasian ketidakpuasan kolektif buruh dalam rangka perjuangan untuk

mencapai tujuan. Dalam konteks yang lebih besar, konflik industrial melibatkan

pihak-pihak yang membawa angka kepentingan dan tujuan yang saling

berseberangaan.

Jika dianalisis lebih dalam, kepentingan para pihak pada hubungan

industrialis dapat dilihat sebagai berikut:

1. Pengusaha/pemilik modal

Kepentingan pengusaha adalah menjalankan usahanya untuk memperoleh

profit yang memadai agar dapat terus tumbuh dan berkembang. Namun iklim

investasi yang selalu berubah baik karena isu globalisasi ataupun akibat

Page | 19

kebijakan pemerintah terkait investasi, pajak, perijinan,dll menuntut

perusahaan memberlakukan kebijakan tertentu untuk menghadapinya. Biaya

produksi yang besar perlu ditutupi agar dapat bertahan. Efektivitas dan

efisiensi menjadi hal penting untuk dilakukan, dalam setiap kebijakan yang

diambil. Hal ini akan terkait langsung dengan seluruh resources dalam

perusahaan, termasuk pekerja.

2. Pemerintah

Kepentingan pemerintah pada dasarnya adalah menjamin keberlangsungan

produksi demi kepentingan yang lebih luas. Namun seringkali upaya untuk

memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya para pekerja serta warga

masyarakat secara keseluruhan tidak dapat dilakukan secara maksimal

karena mereka dihadapkan pada dilema antara: (1) kepentingan negara

menarik investasi yang diyakini membutuhkan jaminan keamanan dan kondisi

yang tanpa gejolak, dengan (2) tuntutan bahwa negara harus memenuhi hak-

hak pekerja sesuai kesepakatan yang mana pada titik-titik tertentu

dikhawatirkan implikasinya justru dapat mengganggu keseimbangan sistem

yang dibutuhkan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi para pemilik

modal atau investor.

3. Pekerja

Kepentingan pekerja tentunya adalah untuk dapat bekerja dan memperoleh

hak sesuai dengan pekerjaannya guna dapat hidup layak. Dalam dunia

industri, pekerja memiliki posisi tawar yang lemah. Hal ini terjadi karena (1)

asumsi di pasar tenaga kerja terjadi penawaran tenaga kerja (supply) melebihi

permintaan (demand). Titik lemah inilah yang seringkali disadari benar oleh

pengusaha untuk membuat para pekerja pasrah, atas status kerjanya dan

menerima upah yang tak pernah bergerak ke taraf yang diklasifikasikan layak

dan adil, sehingga pengusaha mempunyai kekuatan untuk menekan upah

(pressure) atau insentif lain yang tidak dipenuhi sesuai kesepakatan kerja; (2)

aspek teknologi yang mendorong efisiensi perusahaan dalam skala produksi

yang secara eksplisit akan menekan jumlah penggunaaan tenaga kerja;

(3)rasio upah yang terlalu tinggi.

Pada dasarnya, pekerja dan pengusaha menginginkan suatu hubungan

yang harmonis untuk menjamin kepentingan masing-masing dapat terwujud.

Page | 20

Namun ketika disadari bahwa salah satu kepetingan menemui masalah, serta

ada keyakinan bahwa individu atau kelompok lain akan menghalangi

kepentingannya, potensi konflik/perselisihan akan terjadi. Sebenarnya hal ini

dapat dieliminir dengan komunikasi yang efektif antar pihak yang berkepentingan.

Namun ketika tidak menemukan titik temu dan masing-masing pihak bersikukuh

dengan kepentingannya, maka konflik akan membesar menjadi suatu aksi yang

pada akhirnya akan merugikan perusahaan serta pemerintah pula.

B. PENYELESAIAN PERSELISIHAN/KONFLIK INDUSTRIAL SECARA HUKUM

Untuk lebih menjamin terciptanya rasa keadilan bagi pihak yang beperkara,

menurut UU No 2 Tahun 2004, penyelesaian sengketa diutamakan melalui

perundingan guna mencarimusyawarah mufakat di luar pengadilan Ada empat cara

yang dapat dilakukan dalam perundingan atau penyelesaian perselisihan di luar

pengadilan, yaitu melalui bipartit, konsiliasi, arbitrase, dan mediasi.

1. BipartitPenyelesaian perselisihan atau perundingan antara pengusaha dan pekerja

atau kuasa pekerja (serikat pekerja) di tingkat perusahaan. Bilamana dalam

perundingan ini terjadi kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang

ditandatangani oleh kedua belah pihak beperkara. Selanjutnya Perjanjian

Bersama ini wajib didaftarkan di Perselisihan Hubungan Industrial guna

memperoleh Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama. Apabila ternyata

kemudian salah satu pihak tidak melaksanakan kesepakatan dalam Perjanjian

Bersama, pihak yang dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan permohonan

eksekusi kepada PHI di wilayah hukumnya. Penyelesaian perselisihan melalui

Bipartit ini harus tuntas paling lama 30 hari sejak tanggal perundingan. Bilamana

dalam jangka waktu 30 hari perundingan buntu (deadlock) atau salah satu pihak

yang beperkara menolak untuk berunding, maka perundingan bipartite dianggap

gagal. Apabila dalam perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua

belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker)

setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian bipartit. Selanjutnya,

Page | 21

Disnaker menawarkan kepada para pihak beperkara untuk memilih penyelesaian

melalui konsiliasi atau arbitrase. Namun apabila pihak yang beperkara tidak

menetapkan pilihan melalui konsiliasi atau arbitrase, Disnaker melimpahkan

penyelesaiannya melalui mediasi.

2. KonsiliasiKonsoliasi adalah lembaga perorangan atau swasta mandiri yang diangkat

dan diberhentikan dalam periode tertentu melalui Keputusan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi RI. Konsiliasi mencakup penyelesaian perselisihan

kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan

antarserikat pekerja dalam satu perusahaan yang dilakukan melalui musyawarah

yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Berbeda dengan

mediasi yang dapat menyelesaikan segala jenis perselisihan, dalam konsiliasi

ada pengecualian, yaitu perselisihan hak. Perselisihan hak hanya dapat

diselesaikan melalui lembaga mediasi.

Apabila dalam perundingan di tingkat konsiliasi ini terjadi kesepakatan para

pihak, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani kedua belah pihak

beperkara. Selanjutnya didaftarkan di PHI untuk mendapatkan Akta Bukti

Pendaftaran. Sebaliknya apabila tidak terjadi kesepakatan, maka pihak yang

merasa kurang puas atau dapat mengajukan surat gugatan ke PHI.

3. Arbitrase.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase hubungan

industrial yang dilakukan oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan

kedua belah pihak yang berselisih. Apabila perdamaian tersebut tercapai, maka

arbiter atau majelis arbiter wajib membuat akta perdamaian yang ditandatangani

oleh para pihak yang berselisih dan arbiter. Penyelesaian perselisihan hubungan

industrial melalui arbitrase harus sudah diselesaikan dalam jangka 30 hari kerja

sejak penandatanganan surat penunjukan arbiter. Perpanjangan waktu

penyelesaian perselisihan hanya dapat dilakukan satu kali, yaitu sebanyak 14

hari kerja. Hal ini harus dengan persetujuan para pihak.

Selanjutnya perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah

diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat dilakukan di Pengadilan Hubungan

Industrial (Pasal 53 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004). Apabila terjadi

Page | 22

penyelesaian damai, maka arbiter akan membantu para pihak untuk membuat

perjanjian bersama dan mendaftarkannya di Pengadilan Perselisihan Hubungan

Industrial untuk mendapatkan bukti akta perdamaian. Namun apabila tidak

terjadi penyelesaian secara damai dan kekeluargaan, arbiter akan mengeluarkan

putusan yang bersifat final, yang harus diikuti oleh para pihak yang berselisih.

Atas putusan arbiter tidak dapat diajukan gugatan ke pengadilan, karena

putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak,

dan merupakan putusan akhir yang berkekuatan tetap.

4. MediasiMediasi adalah penyelesaian perselisihan antara pengusaha dan pekerja

atau kuasa pekerja yang diperantarai mediator atau Pegawai Departemen

Tenaga Kerja yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Dulu,

disebut Tingkat Tripartit atau Tingkat Perantaraan. Lembaga ini merupakan

penyelesaian terakhir di luar pengadilan, apabila salah satu atau para pihak

beperkara tidak dapat menetapkan pilihan konsiliasi atau arbitrase, atau menolak

penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi atau arbitrase.

Gambar 2 Skema Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan

Page | 23

Disetujui para pihak

Anjuran tertulis

Tidak berhasilBerhasil damai

mendamaikan

MEDIASI Pembatan o/ MA pihak

PutusanParapihak tdk menetapkan pilihan

ARBITRASEKONSILIASI

Menawarkan model penyelesaianDaftar di Pengadilan HI

Eksekusi

Sumber: Jurnal Hukum Bisnis

C. STRATEGI MENGELOLA HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN SDM.

Hubungan industrialis, di negara penganut sistem apapun dan stabilitas ekonomi

seperti apapun pada prinsipnya akan baik apabila dalam hubungan antara pekerja dengan

perusahaan dapat terwujud diantaranya :

a) Sistem Kompensasi yang adil dan layak

b) Kondisi kerja sehat dan aman

c) Ada peluang untuk memanfaatkan kapabilitas

d) Ada peluang untuk mengembangkan diri, mengembangkan karir, dan keamanan kerja

(job security)

e) Ada integrasi sosial dan identitas dalam organisasi

f) Ada kesesuaian antara peran kerja dan kehidupan pekerja lainnya

g) Ada keterlibatan dalam pengambilan keputusan bagi lingkungan/ kehidupan kerjanya.

Dari beberapa point di atas, kompensasi adalah masalah utama yang terkait dengan

tenaga kerja. Berlaku adil adalah kunci dari sukses atau tidaknya kondisi hubungan industrial

pada suatu perusahaan. Hal ini ditunjukan dari banyak contoh kasus, Betapa kompensasi

seringkali menjadi agenda utama dan bersifat rutin sebagai bahan Serikat Pekerja dalam

memerjuangkan hak-hak yang terkait dengan tingkat kesejahteraan. Konsep konpensasi

sangat diyakini berpengaruh positif terhadap tingkat kesjahteraan dan kepuasan pekerja.

Disamping itu, adanya kondisi kerja yang sehat dan aman akan memacu motivasi dalam

berkreativitas dan berinovasi, dimana keduanya merupakan syarat mutlak dalam

meningkatkan daya saing perusahaan di tingkat global.

Selanjutnya, keinginan untuk mengembangkan diri, karir dan status pekerjaan

merupakan kodrat setiap manusia. Perusahaan dinilai tidak cukup hanya memberikan

kompensasi, kondisi kerja yang sehat dan aman, tetapi lebih jauh harus mampu

Page | 24

Catat di Disnakertrans

Tidak berhasil damai

BIPARTIT

Berhasil

Perjanjian Bersama

Perselisihan

menciptakan berbagai peluang yang memungkinkan kapabilitas dapat dibangun. Kapabilitas

pekerja sangat berpengaruh positif terhadap kapabilitas perusahaan.

Pekerja adalah manusia yang merupakan makhluk sosial, tidak dapat hidup tanpa

manusia lain, memiliki keinginan untuk menjalin hubungan antara satu sama lain. Kondisi ini

harus disikapi dengan baik oleh perusahaan, dengan membangun konsep human relation.

Salah satu contoh, bagaimana kebebasan pekerja dalam mengikatkan diri dengan serikat

pekerja, jaringan komunitas sosial dan kemungkinan pekerja masuk pada jaringan

pelanggan. Semua harus disupport oleh perusahaan sepanjang baik bagi kinerjanya dan

kinerja organisasi.

Disamping itu pula, perusahaan harus meyakinkan diri terhadap kapabilitas pekerja. Di

dalam teori dan desain organisasi, dikenal desain struktur organisasi yang memungkinkan

penguatan pada lini tugas dan pelimpahan wewenang kepada seseorang yang dianggap

mampu dan memiliki kapabilitas, begitu juga dalam hubungan industrial, konsep

penyelenggaran negoisation mulai dari tahapan persiapan sampai langkah pengawasan

hasil, tidak mungkin akan dilakukan pihak manajemen sendiri. Perusahaan harus berani

mencari terobosan untuk melibatkan pekerja dalam membuat kebijakan penting perusahaan.

Visi dan tujuan harus familiar dalam setiap momen dan ingatan pekerja bila perlu

digambarkan secara besar dan jelas. Dengan melibatkan peran serta pekerja memutuskan

kebijakan perusahaan, maka mereka akan ikut merasa bertanggung jawab dan menjadi

bagian dari perusahaan, terlebih dalam beberapa kasus sudah banyak perusahaan yang

membuka kesempatan kepada para pekerja memiliki saham perusahaan. Praktik ini cukup

bagus, kepemilikan perusahaan tidak terkesan didominasi oleh level tertentu tetapi

merupakan dimiliki oleh semua level dalam perusahaan. Dengan demikian, pekerja merasa

bahwa maju mundurnya perusahaan tergantung dari konstribusi semua pihak, mereka

adalah salah satunya yang juga ikut bertanggung jawab.

Kondisi sebagaiaman dipaparkan di atas, dalam perspektif manajemen sumber daya

manusia dan organisasi, dapat diciptakan dengan pendekatan tertentu sesuai kondisi yang

dihadapi. Paradigma baru dalam hubungan industrial merupakan model manajemen baru

yang berisi beberapa pekerjaan dan inovasi manajemen sumber daya manusia yang meliputi

penugasan kerja fleksibel, cross training, team work, yang didukung oleh sistem kompensasi

berbasis kinerja, partisipasi karyawan formal, dan program keselamatan kerja. Menurut studi

hubungan antarkaryawan (human relations), meskipun karyawan dan pengusaha berada

dalam konflik namun konflik tersebut dapat dihilangkan jika manajer dapat mengadopsi

kebijakan dan praktik yang tepat. Kebijakan yang tepat dapat menyelesaikan permasalahan

pengaturan kerja yang sebagai pengganti kesepakatan kerja bersama. Penganut paham ini

Page | 25

mengusulkan sistem komunikasi yang lebih baik, desain pekerjaan yang lebih humanistik,

dan proses pengambilan keputusan yang lebih partisipatif.

Sejalan dengan pandangan tersebut, pendekatan yang dilakukan dalam menentukan

strategi mengelola hubungan industrialis yang baik, pada saat ini, adalah pendekatan

kesatuan (unitary approach). Bahwa hubungan kerja didasarkan pada kerjasama (mutual co-

operation) dan terdapat keserasian dalam keinginan antara pengusaha dan karyawan.

Pegawai diperlakukan sebagai manusia.

Cara untuk memahami perilaku mereka adalah menemukan kebutuhan individu

pegawai, bukan kebutuhan sosial. Oleh karena itu, pandangan ini menekankan terciptanya

kepuasan karyawan. Hal terpenting dalam analisis keperilakuan ini adalah memperbaiki

hubungan antarkaryawan di tempat kerja.

Sumber konflik ditemukan dalam organisasi namun dapat menemukan penyelesaian

dengan menerapkan teknik manajerial yang tepat. Konflik dapat dihindari dengan

menciptakan sistem komunikasi yang efektif, kepemimpinan yang mendukung, dan

hubungan informal yang baik, sehingga pekerjaan memuaskan dan mendapatkan hasil.

Lingkungan kerja yang menyenangkan dan tingkat upah yang tinggi merupakan faktor

ekstrinsik yang dapat menghindari ketidakpuasan. Sementara itu, pengayaan pekerjaan (job

enrichment), pembesaran pekerjaan (job enlargement), dan rotasi pekerjaan (job rotation)

merupakan metode yang penting dalam mengurangi kebosanan dan pengulangan dalam

proses produksi.

Dengan pendekatan manajemen pengelolaan SDM yang tepat dan humanis akan

meningkatkan motivasi dan produktifitas pekerja, yang tentunya akan memberikan

keuntungan bagi perusahaan. Hubungan industrial akan terjalin baik, konflik dapat

diminimalisir, dan aksi-aksi pemogokan tidak perlu terjadi dan tentunya kerugian akibat aksi-

aksi pekerja tidak akan terjadi. Secara lebih makro, hal ini akan menjaga stabilitas

perekonomian dan iklim investasi yang nyaman di Indonesia.

Page | 26

BAB VKESIMPULAN

Hubungan industrialis merupakan suatu kondisi yang sangat komplek, melibatkan

pihak-pihak yang saling terkait atas proses produksi dan pelayanan jasa pada suatu

perusahaan, yaitu, pekerja, perusahaan dan pemerintah. Konflik industrial merupakan

suatu realitas sosial yang tidak pernah dan akan pernah berhenti sepanjang dalam

masyarakat ada dua kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda. Untuk

mengelola suatu hubungan industrialis dalam perusahaan, perlu dilakukan pendekatan-

pendekatan yang tepat.

Paradigma baru dalam hubungan industrial merupakan model manajemen baru yang

berisi beberapa pekerjaan dan inovasi manajemen sumber daya manusia yang meliputi

penugasan kerja fleksibel, cross training, team work, yang didukung oleh sistem

kompensasi berbasis kinerja, partisipasi karyawan formal, dan program keselamatan

kerja. Kuncinya adalah sistem komunikasi yang lebih baik, desain pekerjaan yang lebih

humanistik, dan proses pengambilan keputusan yang lebih partisipatif.

Meskipun pekerja dan pengusaha berada dalam konflik namun konflik tersebut

dapat dihilangkan jika manajer dapat mengadopsi kebijakan dan praktik yang tepat.

Page | 27

DAFTAR PUSTAKA

Arijanto, Agus. MSDM Strategik : Modul ke 12. Universitas Mercubuana, Jakarta: 2009

Wiwoho, Jamal. Problematika Hubungan Industrial. Jurnal Hukum Bisnis Vol. 32 No.2

Tahun 2013.

Yunus Shamad, Hubungan Industrial di Indonesia, 1995, Jakarta, Bina Sumber DayaManusia

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Sutinah, Konflik Industrial. Jurnal Unair: journal.unair.ac.id

industrialrelations.naukrihub.com

wikipedia.org/wiki/Industrial_relations

raidenmas.blogspot.com. hubungan Industrial.

Page | 28