modernisasi dalam bingkai pembangunan politik

43
Tugas Mata Kuliah Pembangunan Politik Modernisasi Dalam Bingkai Pembangunan Politik Oleh: Riduwan NPM: 2009130011 Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta 2011

Upload: ridwan-rachid

Post on 02-Jul-2015

2.530 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Saat ini paradigma pembangunan politik mengacu pada sebuah pembangunan ekonomi atau modernisasi. Berdasarkan pendekatan deskriptif analitis, menganggap bahwa perbedaan antara Negara dunia pertama atau Negara maju dengan Negara dunia ketiga atau Negara berkembang dalam hal pembangunan politik adalah dikarenakan Negara maju lebih stabil, tingkat kemakmuran yang tinggi dan merata, sehingga dapat dengan mudah dalam hal pembangunan politik.Para penganut paham modernisasi menyatakan bahwa untuk dapat mencapai kemajuan suatu bangsa, khususnya bagi Negara dunia ketiga adalah dengan cara modernisasi dan mau membuka diri terhadap dunia luar secara bebas. Isu ini seolah menjadi senjata bagi Negara maju untuk melakukan ekspansi kepada Negara berkembang dan Negara miskin, baik itu ekspansi sumberdaya maupun ekspansi ideologi.

TRANSCRIPT

Page 1: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

Tugas Mata Kuliah

Pembangunan Politik

Modernisasi Dalam Bingkai

Pembangunan Politik

Oleh: Riduwan

NPM: 2009130011

Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Jakarta2011

Page 2: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-

Nya, sehingga makalah berjudul “Modernisasi Dalam Bingkai Pembangunan Politik” ini dapat

selesai tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Tengah Semester yang diberikan oleh

dosen mata kuliah “Pembangunan Politik” di Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Di samping itu juga sebagai referensi

akademik dalam menambah khazanah keilmuan politik.

Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik

berupa bimbingan, pengarahan, nasehat maupun dukungan moral.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dan solutif

dari semua pembaca sangat diharpakan untuk kebaikan dan kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan.

Jakarta, 2011

Penyusun

Page 3: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................................i

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................1

BAB II ANALISA DAN PEMBAHASAN..................................................................................................3

2.1. Modernisasi dan Pembangunan .............................................................................................3 Modernisasi; Konsep Awal Spencer, Optimisme Schoorl dan Pesimisme Dube Kegagalan Modernisasi; Kajian Empirik Dove dan Sajogyo

2.2. Ketergantungan dan Keterbelakangan...................................................................................7 Radikalisme Ala Marx Pendekatan Historis Struktural Asumsi serta Tesis dari Frank dan Santos Sumbangan Cardoso, Galtung, Frank dan Roxbourgh Imperialisme dan Ketergantungan

2.3. Perspektif Sistem Dunia ........................................................................................................10 Dari Dependensi Menuju Sistem Dunia Tesis dan Asumsi Dasar Pengaruh Teori Sistem Dunia

2.4. Kelembagaan, Kapital Sosial dan Pembangunan .................................................................15 Kelembagaan Kapital Sosial Kelembagaan VS Kapital Sosial Proyek PIDRA ; Kasus Indonesia

2.5. Implikasi Bantuan dan Pembangunan ..................................................................................20 Bantuan untuk Pengembangan Kelembagaan Kegagalan Bantuan dalam Memacu Pertumbuhan Masyarakat Tradisional di Tengah Modernisasi

2.6. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Politik ..............................................................26 Lahirnya Kapitalisme

2.7. Struktur Ketergantungan dan Moda Produksi .....................................................................29 Sosiologi Kerja dan Industri Moda Produksi Ala Marx Moda Produksi Struktur Ketergantungan dan Dinamika Pembangunan Pertanian

2.8. Partisipasi, Pemberdayaan dan Pembangunan ...................................................................32 Partisipasi Pemberdayaan Partisipasi Dan Pemberdayaan

BAB III KESIMPULAN .........................................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................39

Page 4: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

1

BAB IPENDAHULUAN

Modernisasi merupakan suatu yang alamiah terjadi dalam perkembangan suatu Negara,

modernisasi sering diartikan sebagai peroses perubahan dari masyarakat yang bercorak tradisional

ke masyarakat Negara yang bercirikan modern. Negara tradisional biasanya sebagian besar

masyarakatnya hidup dari sektor pertanian, berorientasi masa lalu, masyarakat agamis, gotong

royong, statis, primitif, dan tertutup. Sedangkan ciri negara modern biasanya sebagian besar

masyarakatnya hidup di sektor industri, Future Oriented, Sekuler, individual, dinamis, dan terbuka.

Berbagai keunggulan dan manfaat serta didukung oleh tren perkembangan dunia, banyak negara dan

hampir disemua negara melakukan proses modernisasi yang dicirikan dalam proses pembangunan

disegala sektor, dan merubah corak tradisional negara ke bentuk modern lewat proses industrialisasi.

Menurut Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan

bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-

pola ekonomis dan politis. Soerjono Soekanto mengartikan modernisasi adalah suatu bentuk dari

perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan

social planning. Wilbert Moore mendefinisikan modernisasi sebagai transformasi total masyarakat

tradisional atau pra-modern ke tipe masyarakat teknologi dan organisasi sosial yang menyerupai

kemajuan dunia barat yang ekonominya makmur dan situasi politiknya stabil.

Melalui modernisasi kemudian diperkenalkan tahap-tahap pembangunan politik maupun

ekonomi sebagai gerak perubahan yang gradual. Tahap-tahap ini bagi negara-negara berkembang

yang dalam proses menuju negara modern seakan-akan harga mati untuk mencapai negara

sejahtera. Mereka menganalogikan masyarakat sebagai makhluk organik, yang lahir, tumbuh

berkembang menjadi dewasa, dan akhirnya mati. Mereka terlanjur menjadikan Barat sebagai model

puncak modernitas dalam tahap-tahap pembangunan.

Pembangunan merupakan situasi yang berkembang atau kepribadian seseorang

berkembang, untuk memperlihatkan sedikit lebih banyak daripada sekedar proses yang berlangsung,

meski sulit untuk membayangkan pola umum yang menjelaskan setiap proses perkembangan.

Sedangkan pembangunan politik dipandang sebagai usaha pencarian kemampuan umum belajar, dan

memperbaiki tingkah laku melalui proses ini. Pembangunan politik sebagai kemampuan penyelesaian

masalah yang timbul dari modernisasi .

Disini memang sering dipertanyakan, apakah suatu pembangunan politik akan selalu

berakibat terjadinya perubahan sosial dan bila itu memang terjadi apakah tendens perubahan

tersebut ke arah berkembangnya solidaritas social ataukah malah menimbulkan suatu lapisan

masyarakat yang tertutup. Langkah-langkah pembangunan politik akan mempengaruhi pula

Page 5: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

2

perkembangan sistem-sistem politik yang berlaku di berbagai Negara. Pembangunan politik memiliki

kecendrungan yang tertentu dalam popularisasi ide-ide kemajuan atau tingkat kehidupan

kenegaraan yang lebih baik dibandingkan dengan masa lalu, misalnya ketika suatu Negara berada

dalam sistem penjajahan, maupun dalam fase memilih sistem-sistem politik yang sesuai dengan

kemerdekaan nasional yang diperoleh.

Masyarakat yang dianggap maju menurut teori social dan kebudayaan adalah masyarakat

yang modern dan karena itu sebagaimana diungkapkan Almond, ciri-ciri sistem politik yang maju

tersebut ada pada Negara modern. Karena itu dalam kerangka pembangunan politik mestilah

perubahan-perubahan politik menuju kepada cita-cita modernisasi. Menurut sebagian besar ahli

teori modernisasi sebagai salah satu tujuan dari pembangunan politik, perbedaan hakiki antara

masyarakat modern dan tradisional terletak pada lebih banyaknya kemapuan manusia modern

mengendalikan lingkungan alam dan lingkungan social.

Pembangunan politik sebagai bagian dari modernisasi senantiasa melibatkan ketegangan dan

konflik secara terus menerus antara proses pembangunan dengan syarat-syarat agar sistem politik

tetap pada keadaannya. Ketegangan maupun konflik tersebut merupakan sesuatu inheren dalam

pembangunan, yang meliputi tuntutan akan persamaan, proses-proses diferensiasi serta kebutuhan

akan kapasitas yang lebih besar. Merupakan suatu ha yang biasa bahwa setiap perubahan-perubahan

pada dimensi persamaan, diferensiasi dan kapasitas/kemampuan dalam pembangunan akan

mempengaruhi budaya politik elite dan massa, perubahan (smooth) dimana elite maupun massa

terakomodasi dalam budaya-budayanya. Hal ini menunjukkan dinamika modernisasi masyarakat.

Krisis mulai terjadi apabila budaya elite atau massa atau keduanya, menyebabkan ketegangan-

ketegangan yang inheren, misalnya antara dimensi kapasitas dengan dimensi persamaan yang

semakin membesar dan sangat terlihat sebagai suatu ancaman utama pemerintah atau rakyat

maupun kedua-duanya.

Pembangunan di segala sektor dalam upaya moderinasi juga terkait dengan pembanguan

politik sebuah negara, pembangunan politik biasanya terkait dengan peningkatan kualitas demokrasi,

penguatan sistem politik dan pemerintahan, penguatan partai politik menjadi lebih mapan serta

peningkatan partisipasi masyarakat. Tingginya partisipasi masyarakat merupakan cermin kuatnya

demokrasi dan legitimasi pemerintah atas masyarakat, terlebih bila didukung oleh sistem politik dan

partai politik yang bisa memfasilitasi partisipasi masyarakat dengan baik. Pembangunan politik

menjadi penting terkait dengan modernisasi terlebih merupakan prasyarat kesejahteraan

masyarakat.

Page 6: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

3

BAB IIANALISA DAN PEMBAHASAN

2.1. MODERNISASI DAN PEMBANGUNAN

Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana melalui

berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Bangsa

Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencantumkan

tujuan pembangunan nasionalnya. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu

menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori tentang pembangunan telah banyak

dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah satunya yang juga dianut oleh Bangsa Indonesia dalam

program pembangunannya adalah teori modernisasi. Modernisasi merupakan tanggapan ilmuan

sosial barat terhadap tantangan yang dihadapi oleh negara dunia kedua setelah berakhirnya Perang

Dunia II.

Modernisasi menjadi sebuah model pembangunan yang berkembang dengan pesat seiring

keberhasilan negara dunia kedua. Negara dunia ketiga juga tidak luput oleh sentuhan modernisasi ala

barat tersebut. berbagai program bantuan dari negara maju untuk negara dunia berkembang dengan

mengatasnamakan sosial dan kemanusiaan semakin meningkat jumlahnya. Namun demikian

kegagalan pembangunan ala modernisasi di negara dunia ketiga menjadi sebuah pertanyaan serius

untuk dijawab. Beberapa ilmuan sosial dengan gencar menyerang modernisasi atas kegagalannya ini.

Modernisasi dianggap tidak ubahnya sebagai bentuk kolonialisme gaya baru, bahkan Dube (1988)

menyebutnya seolah musang berbulu domba.

Modernisasi; Konsep Awal Spencer, Optimisme Schoorl dan Pesimisme Dube

Pemikiran Herbert Spencer (1820-1903), sangat dipengaruhi oleh ahli biologi pencetus ide

evolusi sebagai proses seleksi alam, Charles Darwin, dengan menunjukkan bahwa perubahan sosial

juga adalah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan paradigma Darwinian: ada proses seleksi

di dalam masyarakat kita atas individu-individunya. Spencer menganalogikan masyarakat sebagai

layaknya perkembangan mahkluk hidup. Manusia dan masyarakat termasuk didalamnya kebudayaan

mengalami perkembangan secara bertahap. Mula-mula berasal dari bentuk yang sederhana

kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks menuju tahap akhir yang sempurna.

Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks

dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan oleh kompleksitas,

differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti pertambahan

diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan homogen menjadi

Page 7: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

4

heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra

industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh pertentangan di antara mereka sendiri.

Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas

menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai dengan meningkatnya perlindungan

atas hak individu, berkurangnya kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara,

terhapusnya batas-batas negara dan terwujudnya masyarakat global.

Pemikiran Spencer dapat dikatakan sebagai dasar dalam teori modernisasi, walaupun

Webster (1984) tidak memasukkan nama Spencer sebagai dasar pemikiran teori modernisasi.

Teorinya tentang evolusi masyarakat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat industri yang

harus dilalui melalui perubahan struktur dan fungsi serta kompleksitas organisasi senada dengan

asumsi dasar konsep modernisasi yang disampaikan oleh Schoorl (1980) dan Dube (1988). Asumsi

modernisasi yang disampaikan oleh Schoorl melihat modernisasi sebagai suatu proses transformasi,

suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. Dibidang ekonomi, modernisasi berarti

tumbuhnya kompleks industri dengan pertumbuhan ekonomi sebagai akses utama. Berhubung

dengan perkembangan ekonomi, sebagian penduduk tempat tinggalnya tergeser ke lingkungan kota-

kota. Masyarakat modern telah tumbuh tipe kepribadian tertentu yang dominan. Tipe kepribadian

seperti itu menyebabkan orang dapat hidup di dalam dan memelihara masyarakat modern.

Sedangkan Dube berpendapat bahwa terdapat tiga asumsi dasar konsep modernisasi yaitu

ketiadaan semangat pembangunan harus dilakukan melalui pemecahan masalah kemanusiaan dan

pemenuhan standart kehidupan yang layak, modernisasi membutuhkan usaha keras dari individu dan

kerjasama dalam kelompok, kemampuan kerjasama dalam kelompok sangat dibutuhkan untuk

menjalankan organisasi modern yang sangat kompleks dan organisasi kompleks membutuhkan

perubahan kepribadian (sikap mental) serta perubahan pada struktur sosial dan tata nilai. Kedua

asumsi tersebut apabila disandingkan dengan pemikiran Spencer tentang proses evolusi sosial pada

kelompok masyarakat, terdapat kesamaan. Tujuan akhir dari modernisasi menurut Schoorl dan Dube

adalah terwujudnya masyarakat modern yang dicirikan oleh kompleksitas organisasi serta perubahan

fungsi dan struktur masyarakat. Secara lebih jelas Schoorl menyajikan proses petumbuhan struktur

sosial yang dimulai dari proses perbesaran skala melalui integrasi. Proses ini kemudian dilanjutkan

dengan diferensiasi hingga pembentukan stratifikasi dan hirarki.

Ciri manusia modern menurut Dube ditentukan oleh struktur, institusi, sikap dan perubahan

nilai pada pribadi, sosial dan budaya. Masyarakat modern mampu menerima dan menghasilkan

inovasi baru, membangun kekuatan bersama serta meningkatkan kemampuannya dalam

memecahkan masalah. Oleh karenanya modernisasi sangat memerlukan hubungan yang selaras

antara kepribadian dan sistem sosial budaya. Sifat terpenting dari modernisasi adalah rasionalitas.

Kemampuan berpikir secara rasional sangat dituntut dalam proses modernisasi. Kemampuan berpikir

secara rasional menjadi sangat penting dalam menjelaskan berbagai gejala sosial yang ada.

Page 8: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

5

Masyarakat modern tidak mengenal lagi penjelasan yang irasional seperti yang dikenal oleh

masyarakat tradisional. Rasionalitas menjadi dasar dan karakter pada hubungan antar individu dan

pandangan masyarakat terhadap masa depan yang mereka idam-idamkan. Hal yang sama

disampaikan oleh Schoorl, walaupun tidak sebegitu mendetail seperti Dube. Namun demikian

terdapat ciri penting yang diungkapkan Schoorl yaitu konsep masyarakat plural yang diidentikkan

dengan masyarakat modern. Masyarakat plural merupakan masyarakat yang telah mengalami

perubahan struktur dan stratifikasi sosial.

Lerner dalam Dube (1988) menyatakan bahwa kepribadian modern dicirikan oleh :

1) Empati : kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

2) Mobilitas : kemampuan untuk melakukan “gerak sosial” atau dengan kata lain kemampuan

“beradaptasi”. Pada masyarakat modern sangat memungkinkan terdapat perubahan status

dan peran atau peran ganda. Sistem stratifikasi yang terbuka sangat memungkinkan individu

untuk berpindah status.

3) Partisipasi : Masyarakat modern sangat berbeda dengan masyarakat tradisional yang kurang

memperhatikan partisipasi individunya. Pada masyarakat tradisional individu cenderung pasif

pada keseluruhan proses sosial, sebaliknya pada masyarakat modern keaktifan individu

sangat diperlukan sehingga dapat memunculkan gagasan baru dalam pengambilan

keputusan.

Konsep yang disampaikan oleh Lerner tersebut semakin memperkokoh ciri masyarakat

modern Schoorl, yaitu pluralitas dan demokrasi. Perkembangan masyarakat tradisional menuju

masyarakat modern baik yang diajukan oleh Schoorl maupun Dube tak ubahnya analogi

pertumbuhan biologis mahkluk hidup, suatu analogi yang disampaikan oleh Spencer.

Schoorl dan Dube yang keduanya sama-sama mengulas masalah modernisasi menunjukkan

ada perbedaan pandangan. Schoorl cenderung optimis melihat modernisasi sebagai bentuk teori

pembangunan bagi negara dunia ketiga, sebaliknya Dube mengkritik modernisasi dengan

mengungkapkan kelemahan-kelemahannya. Schoorl bahkan menawarkan modernisasi di segala

bidang sebagai sebuah kewajiban negara berkembang apabila ingin menjadi negara maju, tidak

terkecuali modernisasi pedesaan.

Modernisasi yang lahir di Barat akan cenderung ke arah Westernisasi, memiliki tekanan yang

kuat meskipun unsur-unsur tertentu dalam kebudayaan asli negara ketiga dapat selalu eksis, namun

setidaknya akan muncul ciri kebudayaan barat dalam kebudayaannya (Schoorl, 1988). Schoorl

membela modernisasi karena dengan gamblang menyatakan modernisasi lebih baik dari sekedar

westernisasi. Dube memberikan pernyataan yang tegas bahkan cenderung memojokkan modernisasi

dengan mengungkapkan berbagai kelemahan modernisasi, antara lain keterlibatan negara

berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial tidak menjadi sesuatu yang

penting untuk dibicarakan. Lebih lanjut Dube menjelaskan kelemahan modernisasi antara lain:

Page 9: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

6

1) Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan ilumu pengetahuan dan teknologi pada

organisasi modern tidak dapat diikuti oleh semua negara.

2) Tidak adanya indikator sosial pada modernisasi.

3) Keterlibatan negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial

antara negara maju dan berkembang tidak menjadi sesuatu yang penting untuk dibicarakan.

4) Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan iptek pada organisasi modern tidak dapat

diikuti oleh semua negara.

5) Tidak adanya indikator sosial pada modernisasi.

6) Keberhasilan negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan

kolonial yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk SDA dengan mudah dari negara

berkembang dengan murah dan mudah.

Keberhasilan negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan

kolonial yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk sumberdaya alam dari negara berkembang

dengan murah dan mudah. Modernisasi tidak ubahnya seperti kolonialisme gaya baru dan engara

maju diibaratkan sebagai musang berbulu domba oleh Dube. Dube selain mengkritik modernisasi

juga memberikan berbagai masukan untuk memperbaiki modernisasi. Pendekatan-pendekatan yang

digunakan lebih “memanusiakan manusia”.

Kegagalan Modernisasi; Kajian Empirik Dove dan Sajogyo

Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia selama ini juga tidak lepas dari

pendekatan modernisasi. Asumsi modernisasi sebagai jalan satu-satunya dalam pembangunan

menyebabkan beberapa permasalahan baru yang hingga kini menjadi masalah krusial Bangsa

Indonesia. Penelitian tentang modernisasi di Indonesia yang dilakukan oleh Sajogyo (1982) dan Dove

(1988). Kedua hasil penelitian mengupas dampak modernisasi di beberapa wilayah Indonesia. Hasil

penelitian keduanya menunjukkan dampak negatif modernisasi di daerah pedesaan. Dove mengulas

lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat benturan dua budaya yang berbeda dan adanya

kecenderungan penghilangan kebudayaan lokal dengan nilai budaya baru. Budaya baru yang masuk

bersama dengan modernisasi.

Dove dalam penelitiannya di membagi dampak modernisasi menjadi empat aspek yaitu

ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan sosial. Aspek ideologi sebagai kegagalan modernisasi

mengambil contoh di daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Penelitian Dove menunjukkan

bahwa modernisasi yang terjadi pada Suku Wana telah mengakibatkan tergusurnya agama lokal yang

telah mereka anut sejak lama dan digantikan oleh agama baru. Modernisasi seolah menjadi sebuah

kekuatan dahsyat yang mampu membelenggu kebebasan asasi manusia termasuk di dalamnya

kebebasan beragama. Pengetahuan lokal masyarakat juga menjadi sebuah komoditas jajahan bagi

Page 10: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

7

modernisasi. Pengetahuan lokal yang sebelumnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat

harus serta merta digantikan oleh pengetahuan baru yang dianggap lebih superior.

Sajogyo membahas proses modernisasi di Jawa yang menyebabkan perubahan budaya

masyarakat. Masyarakat Jawa dengan tipe ekologi sawah selama ini dikenal dengan “budaya padi”

menjadi “budaya tebu”. Perubahan budaya ini menyebabkan perubahan pola pembagian kerja pria

dan wanita. Munsulnya konsep sewa lahan serta batas kepemilikan lahan minimal yang identik

dengan kemiskinan menjadi berubah. Pola perkebunan tebu yang membutuhkan modal lebih besar

dibandingkan padi menyebabkan petani menjadi tidak merdeka dalam mengusahakan lahannya. Pola

hubungan antara petani dan pabrik gula cenderung lebih menggambarkan eksploitasi petani

sehingga semakin memarjinalkan petani.

2.2. KETERGANTUNGAN DAN KETERBELAKANGAN

Teori modernisasi ternyata mempunyai banyak kelemahan sehingga timbul sebuah alternatif

teori yang merupakan antitesis dari teori modernisasi. Kegagalan modernisasi membawa kemajuan

bagi negara dunia ketiga telah menumbuhkan sikap kritis beberapa ilmuan sosial untuk memberikan

suatu teori pembangunan yang baru, yang tentu saja mempunyai banyak kelebihan dibandingkan

dengan teori yang telah ada. Kritikan terhadap modernisasi yang dianggap sebagai “musang berbulu

domba” dan cenderung sebagai bentuk kolonialisme baru semakin mencuat dengan gagalnya

negara-negara Amerika Latin menjalankan modernisasinya. Frank sebagai pelopor kemunculan teori

dependensi, pada awalnya menyerang pendapat Rostow. Frank menganggap Rostow telah

mengabaikan sejarah. Sejarah mencatat bagaimana perkembangan dunia ketiga yang tatanan

ekonominya telah dihancurkan oleh negara dunia pertama selama masa kolonial. Pemikiran Frank

terus bergulir dan disambut oleh pemikir sosial lainnya seperti Santos, Roxborough, Cardoso dan

Galtung.

Radikalisme Ala Marx

Teori dependensi merupakan analisis tandingan terhadap teori modernisasi. Teori ini didasari

fakta lambatnya pembangunan dan adanya ketergantungan dari negara dunia ketiga, khususnya di

Amerika Latin. Teori dependensi memiliki saran yang radikal, karena teori ini berada dalam

paradigma neo-Marxis. Sikap radikal ini analog dengan perkiraan Marx tentang akan adanya

pemberontakan kaum buruh terhadap kaum majikan dalam industri yang bersistem kapitalisme.

Analisis Marxis terhadap teori dependensi ini secara umum tampak hanya mengangkat analisanya

dari permasalahan tataran individual majikan-buruh ke tingkat antar negara. Sehingga negara pusat

dapat dianggap kelas majikan, dan negara dunia ketiga sebagai buruhnya. Sebagaimana buruh, ia

Page 11: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

8

juga menyarankan, negara pinggiran mestinya menuntut hubungan yang seimbang dengan negara

maju yang selama ini telah memperoleh surplus lebih banyak (konsep sosialisme). Analisis Neo-

Marxis yang digunakannya memiliki sudut pandang dari negara pinggiran.

Marx mengungkapkan kegagalan kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi

masyarakat namun sebaliknya membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan kapitalisme adalah

penguasaan akses terhadap sumberdaya dan faktor produksi menyebabkan eksploitas terhadap

kaum buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui proses kesadaran

kelas dan perjuangan merebut akses sumberdaya dan faktor produksi untuk menuju tatanan

masyarakat tanpa kelas.

Pendekatan Historis Struktural

Perspektif dependensi muncul setelah perspektif modernisasi diterapkan di banyak negara

terbelakang. Pengamatan yang dilakukan oleh ahli sejarah telah memberikan gambaran serta

dukungan bukti empirik terhadap kegagalan modernisasi. Sebagai sebuah kritik, dependensi harus

dapat menguraikan kelemahan-kelemahan dari modernisasi dan mengeluarkan pendapat baru yang

mampu menutup kelemahan tersebut.

Penggunaan metode hidtoris struktural telah memberikan bukti empirik yang sangat cukup

untuk memberikan kritik terhadap modernisasi. Sebagai sebuah proses perubahan sosial yang

memakan waktu sangat lama, pembangunan erat kaitannya dengan sejarah perkembangan suatu

negara. Oleh karena itu tidak salah apabila Frank menyatakan bahwa perkembangan ekonomi negara

saat ini tidak lepas dari begaimana keadaan sejarah ekonomi, politik dan sosialnya di masa lalu.

Asumsi serta Tesis dari Frank dan Santos

Asumsi dasar teori ketergantungan ini menganggap ketergantungan sebagai gejala yang

sangat umum ditemui pada negara-negara dunia ketiga, disebabkan faktor eksternal, lebih sebagai

masalah ekonomi dan polarisasi regional ekonomi global (Barat dan Non Barat, atau industri dan

negara ketiga), dan kondisi ketergantungan adalah anti pembangunan atau tak akan pernah

melahirkan pembangunan. Terbelakang adalah label untuk negara dengan kondisi teknologi dan

ekonomi yang rendah diukur dari sistem kapitalis.

Terdapat beberapa asumsi dasar dalam perspektif dependensi yang disampaikan oleh

beberapa ahli. Frank menyatakan bahwa pemahaman terhadap sejarah ekonomi, sosial dan politik

menjadi suatu hal yang penting dalam menentukan kebijakan pembangunan pada suatu negara.

Karakteristik suatu negara yang khas dapat dikaji dari perspektif historis. Pendekatan pembangunan

yang dilakukan oleh negara terbelakang saat ini sebenarnya merupakan hasil pengalaman sejarah

negara maju yang kapitalis seperti negara-negara Eropa dan Amerika Utara. Terdapat perbedaan

Page 12: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

9

sejarah yang sangat mendasar antara negara maju dan negara bekas koloni atau daerah jajahan

sehingga menyebabkan struktur sosial masyarakatnya berbeda. Frank juga menganggap adanya

kegagalan penelitian sejarah dalam menganalisis hubungan ekonomi yang terjadi antara negara

penjajah dan negara jajahannya selama masa perdagangan dan imperialisme. Pembangunan

ekonomi merupakan sebuah perjalanan menuju sistem ekonomi kapitalisme yang terdiri dari

beberapa tahap. Saat ini negara terbelakang masih berada pada awal tahapan tersebut.

Pendapat yang disampaikan Frank sangat kental dengan nuansa pemikiran Marx tentang

kapitalisme dan eksploitasi. Frank memperkuat semua pendapatnya dengan menggunakan bukti-

bukti empirik dan menggunakan metode historis struktural. Bukti empirik yang dikumpulkan Frank

merupakan hasil penelitian sejarah perkembangan sosial dan ekonomi negara-negara Amerika Latin.

Santos mengamsusikan bahwa bentuk dasar ekonomi dunia memiliki aturan-aturan

perkembangannya sendiri, tipe hubungan ekonomi yang dominan di negara pusat adalah kapitalisme

sehingga menyebabkan timbulnya saha melakukan ekspansi keluar dan tipe hubungan ekonomi pada

negara periferi merupakan bentuk ketergantungan yang dihasilkan oleh ekspansi kapitalisme oleh

negara pusat. Santos menjelaskan bagaimana timbulnya kapitalisme yang dapat menguasai sistem

ekonomi dunia. Keterbatasan sumber daya pada negara maju mendorong mereka untuk melakukan

ekspansi besar-besaran pada negara miskin. Pola yang dilakukan memberikan dampak negatif berupa

adanya ketergantungan yang dialami oleh negara miskin. Negara miskin akan selalu menjadi negara

yang terbelakang dalam pembangunan karena tidak dapat mandiri serta selalu tergantung dengan

negara maju. Negara maju identik menjadi negara pusat, sedangkan negara miskin menjadi

satelitnya. Konsep ini lebih dikenal dengan istilah “pusat – periferi”.

Tesis yang diajukan oleh santos adalah pembagian ketergantungan menjadi tiga jenis yaitu

ketergantungan kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi industri.

Ketergantungan kolonial merupakan bentuk ketergantungan yang dialami oleh negara jajahan.

Ketergantungan kolonial merupakan bentuk ketergantungan yang paling awal dan hingga kini telah

dihapuskan. Pada ketergantungan kolonial, negara dominan, yang bekerja sama dengan elit negara

tergantung, memonopoli pemilikan tanah, pertambangan, tenaga kerja, serta ekspor barang galian

dan hasil bumi dari negara jajahan.

Sementara itu, jenis ketergantungan industri keuangan yang lahir pada akhir abad 19, maka

ekonomi negara tergantung lebih terpusat pada ekspor bahan mentah dan produk pertanian. Ekspor

bahan mentah menyebabkan terkurasnya sumber daya negara, sementara nilai tambah yang

diperoleh kecil. Sumbangan pemikiran Santos terhadap teori dependensi sebenarnya berada pada

bentuk ketergantungan teknologi industri. Dampak dari ketergantungan ini terhadap dunia ketiga

adalah ketimpangan pembangunan, ketimpangan kekayaan, eksploitasi tenaga kerja, serta

terbatasnya perkembangan pasar domestik negara dunia ketiga itu sendiri.

Page 13: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

10

Sumbangan Cardoso, Galtung, Frank dan Roxbourgh

Roxborough sebagai tokoh dependensi, menjelaskan bahwa pengaruh kapitalisme terhadap

perubahan struktur sosial pedesaan akan lebih baik bila menggunakan analisa kelas. Eksistensi

kapitalisme sangat terkait dengan peran kelas. Penjelasan Lenin tentang dua jalur penetrasi

kapitalisme tersebut memberi hasil yang hampir sama, yaitu diferensiasi yang menjurus ke arah

polarisasi pemilikan lahan dan ekonomi.

Struktur ketergantungan secara bertingkat mulai dari negara pusat sampai periferi

disampaikan oleh Galtung. Imprealisme ditandai satu jalur kuat antara pusat di pusat dengan pusat di

periferi (CC-CP). Ditambahkan Frank, bahwa daerah desa yang terbelakang akan menjadi penghalang

untuk maju bagi negara bersangkutan. Struktur kapitalisme juga dapat dikaitkan dengan Cardoso

tentang dependensi ekonomi. Ketergantungan ekonomi terjadi melalui perbedaan produk dan

kebijakan hutang yang menyebabkan eksploitasi finansial.

Imperialisme dan Ketergantungan

Modernisasi yang disampaikan oleh negara dunia pertama tak ubahnya seperti imperialisme

yang mereka lakukan pada waktu lampau. Menurut Roxborough, teori imprealisme memberikan

perhatian utama pada ekspansi dan dominasi kekuatan imperealis. Imperealis yang ada pada abad 20

pertama-tama melakukan ekspansi cara produksi kapitalis ke dalam cara produksi kapitalis. Tujuan

ekspansi tersebut ke negara ketiga pada mulanya hanyalah untuk meluaskan pasar produknya yang

sudah jenuh dalam negeri sendiri, serta untuk pemenuhan bahan baku. Namun, pada pekembangan

lebih jauh, ekspansi kapitalis ini adalah berupa cara-cara produksi, sampai pada struktur ekonomi,

dan bahkan idelologi.

2.3. PERSPEKTIF SISTEM DUNIA

Teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yang berkembang

secara tesis dan antitesis yang perkembangannya mengikuti wacana teori dan aksi secara berulang-

ulang. Pada tahap pertama muncul teori modernisasi yang berada dalam kerangka teori evolusi.

Teori ini muncul di Amerika Serikat yang mengaplikasikannya dalam program Marshal Plan. Karena

ada ketidakpuasan terhadap pola pembangunan ini, maka kemudian lahir teori ketergantungan

(dependency theory) yang memiliki sisi pandang dari negara-negara dunia ketiga yang berada dalam

posisi tergantung terhadap negara-negara maju. Terakhir, untuk cara pandang yang lebih sempurna,

lahir teori sistem dunia (the world system theory), dimana dunia dipandang sebagai sebuah sistem

yang sangat kuat yang mencakup seluruh negara di dunia, yaitu sistem kapitalisme.

Page 14: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

11

Teori sistem dunia masih bertolak dari teori dependensi, namun menjelaskan lebih jauh

dengan merubah unit analisisnya kepada sistem dunia, sejarah kapitalisme dunia, serta spesifikasi

sejarah lokal. Menurut teori sistem dunia, dunia ini cukup dipandang hanya sebagai satu sistem

ekonomi saja, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti juga

menerima modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi kapitalis dunia.

Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global, berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat

melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia.

Dari Dependensi Menuju Sistem Dunia

Pertentangan dua teori besar yang saling bertolak belakang, yaitu modernisasi dan

ketergantungan membawa dampak positif berupa lahirnya teori pembangunan baru yang dikenal

sebagai teori sistem dunia. Teori ini banyak dipengaruhi oleh teori dependensi. Teori sistem dunia

mengambil beberapa konsep yang telah terlebih dahulu diajukan oleh teori dependensi, yaitu konsep

ketimpangan nilai tukar, eksploitasi negara pinggiran oleh negara senter dan konsep pasar dunia.

Dari sejarahnya terlihat bahwa kapitalisme lahir lebih kurang tiga abad sebelum teori-teori

pembangunan muncul. Sehingga, berbagai perdebatan terhadap teori maupun praktek

pembangunan sudah berada di dalam alam kapitalisme. Karena itu, tidak mengherankan jika

kapitalisme sangat mewarnai teori-teori pembangunan.

Motivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat berkembang

sesungguhnya adalah usaha merubah cara produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-

negara maju sudah menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang bertolak

dari analisa Marxis, dapat diakatakan hanyalah mengangkat kritik terhadap kapitalisme dari skala

pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (sentarl dan pinggiran), dengan analisis utama

yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang didasari teori

dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis dunia sebagai hanya satu

sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.

Teori dependensi berbicara tentang kapitalisme dan eksploitasi sebagai penyebab kegagalan

negara pinggiran Frank menyajikan lima tesis tentang dependensi, yaitu :

1) Terdapat kesenjangan pembangunan antara negara sentral dan pinggiran, pembangunan

pada negara satelit dibatasi oleh status negara satelit tersebut.

2) Kemampuan negara satelit dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan industri

kapitalis meningkat pada saat ikatan terhadap negara sentral sedang melemah. Pendapat ini

merupakan antitesis dari modernisasi yang menyatakan bahwa kemajuan negara dunia

ketiga hanya dapat dilakukan dengan hubungan dan difusi dengan negara maju. Tesis ini

dapat dijelaskan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu “isolasi temporer” yang

Page 15: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

12

disebabkan oleh krisis perang atau melemahnya ekonomi dan politik negara sentral. Frank

megajukan bukti empirik untuk mendukung tesisnya ini yaitu pada saat Spanyol mengalami

kemunduran ekonomi pada abad 17, perang Napoleon, perang dunia pertama, kemunduran

ekonomi pada tahun 1930 dan perang dunia kedua telah menyebabkan pembangunan

industri yang pesat di Argentina, Meksiko, Brasil dan Chili. Pengertian isolasi yang kedua

adalah isolasi secara geografis dan ekonomi yang menyebabkan ikatan antara “sentral-

satelit” menjadi melemah dan kurang dapat menyatukan diri pada sistem perdagangan dan

ekonomi kapitalis.

3) Negara yang terbelakang dan terlihat feodal saat ini merupakan negara yang memiliki

kedekatan ikatan dengan negara sentral pada masa lalu. Frank menjelaskan bahwa pada

negara satelit yang memiliki hubungan sangat erat telah menjadi “sapi perah” bagi negara

sentral. Negara satelit tersebut hanya sebatas sebagai penghasil produk primer yang sangat

dibutuhkan sebagai modal dalam sebuah industri kapitalis di negara sentral.

4) Kemunculan perkebunan besar di negara satelit sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan

peningkatan keuntungan ekonomi negara sentral. Perkebunan yang dirintis oleh negara

sentral ini menjadi cikal bakal munculnya industri kapitalis yang sangat besar yang

berdampak pada eksploitasi lahan, sumberdaya alam dan tenaga kerja negara satelit.

5) Eksploitasi yang menjadi ciri khas kapitalisme menyebabkan menurunnya kemampuan

berproduksi pertanian di negara satelit. Ciri pertanian subsisten pada negara terbelakang

menjadi hilang dan diganti menjadi pertanian yang kapitalis.

Frank telah memberikan alasan dari kegagalan negara pinggiran untuk maju seiring dengan

negara sentral. Kegagalan ini disebabkan oleh adanya eksploitasi dan sistem ekonomi kapitalisme

yang dilakukan oleh negara sentral. Santos mengamsusikan bahwa bentuk dasar ekonomi dunia

memiliki aturan-aturan perkembangannya sendiri, tipe hubungan ekonomi yang dominan di negara

sentral adalah kapitalisme sehingga menyebabkan timbulnya saha melakukan ekspansi keluar dan

tipe hubungan ekonomi pada negara pinggiran merupakan bentuk ketergantungan yang dihasilkan

oleh ekspansi kapitalisme oleh negara sentral. Santos menjelaskan bagaimana timbulnya kapitalisme

yang dapat menguasai sistem ekonomi dunia. Keterbatasan sumber daya pada negara maju

mendorong mereka untuk melakukan ekspansi besar-besaran pada negara miskin. Pola yang

dilakukan memberikan dampak negatif berupa adanya ketergantungan yang dialami oleh negara

miskin. Negara miskin akan selalu menjadi negara yang terbelakang dalam pembangunan karena

tidak dapat mandiri serta selalu tergantung dengan negara maju.

Apabila kita lihat, tampak bahwa teori dependensi memiliki kecenderungan untuk

mempersoalkan kapitalisme sebagai penyebab kemiskinan dan kegagalan pembangunan di negara

pinggiran. Eksploitasi sumber daya alam serta proses pertukatan yang tidak seimbang antara negara

Page 16: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

13

sentral dan negara pinggiran menyebabkan tidak seimbangnya keuntungan yang didapatkan oleh

masing-masing kelompok negara.

Walaupun kedua teori tersebut mamiliki beberapa kesamaan, namun terdapat perbedaan

pokok anatar keduanya. Pertama, adalah apada unit analisis yang digunakan. Teori dependensi

menggunakan unit analisis pada tingkat negara atau nasional, sedangkan teori sistem dunia

menggunakan unit analisis global atau sistem dunia yang merupakan gambaran dari hubungan antar

negara. Perbedaan kedua adalah pada metode kajian. Teori dependensi menggunakan metode

historis struktural yang mempelajari masa pasang surut sebuah negara. Teori sistem dunia

menggunakan dinamika sejarah sistem dunia secara global.

Perbedaan ketiga adalah pada struktur teori, dimana teori dependensi menggunakan

struktur teori dua kutub, sedangkan teori sistem dunia menggunakan struktur teori tiga kutub.

Perbedaan selanjutnya adalah pada arah pembangunan. Teori dependensi menyatakan bahwa

pembangunan bersifat searah dan deterministik sari negara sentral ke negara pinggiran. Teori sistem

dunia menyatakan bahwa arah pembangunan lebih bersifat fleksibel dengan adanya peluang

perpindahan status suatu negara dalam sistem dunia. Sedangkan perbedaan terakhir adalah pada

arena kajian. Teori dependensi menjadikan negara pinggiran sebagai arena kajian, sedangkan teori

sistem dunia menggunakan negara pinggiran, negara semi pinggiran dan sistem ekonomi dunia

sebagai arena kajiannya.

Tabel. 1 Perbandingan antara Teori Dependensi dan Teori Sistem Dunia

Elemen Perbandingan Teori Dependensi Teori Sistem DuniaUnit Analisis Negara-Bangsa Sistem duniaMetode Kajian Historis struktural Dinamika sejarah dunia

Struktur Teori Dua kutub(sental-pinggiran)

Tiga kutub(sentral-semi pinggiran-pinggiran)

Arah Pembangunan Deterministik Peluang terjadinya mobilitas

Arena Kajian Negara pinggiran Negara pinggiran, negara semi pinggiran dansistem ekonomi dunia

Sumbe ; (Suwarsono dan So, 1991)

Tesis dan Asumsi Dasar

Tesis yang disampaikan oleh teori sistem dunia adalah adanya bentuk hubungan negara

dalam sistem dunia yang terbagi dalam tiga bentuk negara yaitu negara sentral, negara semi

pinggiran dan negara pinggiran. Ketiga bentuk negara tersebut terlibat dalam hubungan yang

harmonis secara ekonomis dan kesemuanya akan bertujuan untuk menuju pada bentuk negara

sentral yang mapan secara ekonomi.

Perubahan status negara pinggiran menuju negara semi pinggiran ditentukan oleh

keberhasilan negara pinggiran melaksanakan salah satu atau kombinasi dari strategi pembangunan,

Page 17: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

14

yaitu strategi menangkap dan memanfaatkan peluang, strategi promosi dengan undangan dan

strategi berdiri diatas kaki sendiri. Sedangkan upaya negara semi pinggiran menuju negara sentral

bergantung pada kemampuan negara semi pinggiran melakukan perluasan pasar serta introduksi

teknologi modern. Kemampuan bersaing di pasar internasional melalui perang harga dan kualitas.

Negara semi pinggiran yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan sebuah pelengkap dari

konsep sentral dan pinggiran yang disampaikan oleh teori dependensi. Alasan sederhana yang

disampaikannya adalah, banyak negara yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut sehingga

Wallerstein mencoba menawarkan konsep pembagian dunia menjadi tiga kutub yaitu sentral, semi

pinggiran dan pinggiran.

Terdapat dua alasan yang menyebabkan sistem ekonomi kapitalis dunia saat ini memerlukan

kategori semi pinggiran, yaitu dibutuhkannya sebuah perangkat politik dalam mengatasi disintegrasi

sistem dunia dan sarana pengembangan modal untuk industri dari negara sentral. Disintegrasi sistem

dunia sangat mungkin terjadi sebagai akibat “kecemburuan” negara pinggiran dengan kemajuan yang

dialami oleh negara sentral. Kekhawatiran akan timbulnya gejala disintegrasi ini dikarenakan jumlah

negara miskin yang sangat banyak harus berhadapan dengan sedikit negara maju. Solusi yang

ditawarkan adalah membentuk kelompok penengah antara keduanya atau dengan kata lain adanya

usaha mengurangi disparitas antara negara maju dan negara miskin. Secara ekonomi, negara maju

akan mengalami kejenuhan investasi sehingga diperlukan perluasan atau ekspansi pada negara lain.

Upaya perluasan investasi ini membutuhkan lokasi baru pada negara miskin. Negara ini kemudian

dikenal dengan istilah negara semi pinggiran.

Wallerstein mengajukan tesis tentang perlunya gerakan populis berskala nasional digantikan

oleh perjuangan kelas berskala dunia. Lebih jauh Wallerstein menyatakan bahwa pembangunan

nasional merupakan kebijakan yang merusak tata sistem ekonomi dunia. Alasan yang disampaikan

olehnya, antara lain :

1) Impian tentang keadilan ekonomi dan politik merupakan suatu keniscayaan bagi banyak

negara.

2) Keberhasilan pembangunan pada beberapa negara menyebabkan perubahan radikal dan

global terhadap sistem ekonomi dunia.

3) Strategi pertahanan surplus ekonomi yang dilakukan oleh produsen berbeda dengan

perjuangan kelas yang berskala nasional.

Pengaruh Teori Sistem Dunia

Teori sistem dunia telah mampu memberikan penjelasan keberhasilan pembangunan

ekonomi pada negara pinggiran dan semi pinggiran. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti

juga menerima modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi kapitalis

Page 18: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

15

dunia. Negara sosialis yang kemudian menerima dan masuk ke dalam pasar kepitalis dunia adalah

China, khususnya ketika periode pengintegrasian kembali (Penelitian So dan Cho dalam Suwarsono

dan So, 1991). Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global, berkeyakinan bahwa tak ada

negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia. kapitalisme yang pada

awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual,

telah merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya, bersama-

sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme

tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala

aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan

sampai ke tingkat antar individu. Sehingga itulah, kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan

kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara.

2.4. KELEMBAGAAN, KAPITAL SOSIAL DAN PEMBANGUNAN

Modernisme dianggap sebagai sebuah keharusan bagi negara terbelakang untuk dapat

mengejar ketertinggalannya dengan negara maju. Pendekatan pembangunan yang dilakukan oleh

negara barat menggunakan pendekatan modernisme. Pembangunan seringkali diartikan sebagai

suatu usaha untuk mencapai keadaan yang telah direncanakan yang diartikulasikan dalam bentuk

sistem ekonomi dan struktur masyarakat barat. Tak salah apabila pembangunan dengan konsep

modernisme dianggap sebagai proses westernisasi. Pola pembangunan ini semakin berkembang

pesat dengan dukungan investasi kapitalis.

Pada tahap hubungan transnasional semakin kuat, dominasi kekuatan ekonomi negara maju

semakin kuat mencengkeram dan menghegemoni negara berkembang. Pola hubungan antar negara

menjadi semakin tergantung yang tentu saja menyebabkan terpuruknya negara terbelakang dan

negara berkembang. Ekspansi modal melalui investasi asing baik melalui perusahaan transnasional

dianggap sebagai suatu hal yang wajar dalam era globalisasi. Investasi asing merupakan usaha untuk

meningkatkan ekonomi negara berkembang melalui pendekatan pembangunan yang

mengedepankan modernisasi. Masuknya investasi asing telah berhasil merubah struktur sosial

masyarakat lokal berikut dengan nilai-nilainya. Oleh karena itu, transformasi sosial dapat dipahami

sebagai analisis hubungan transnasional dan hal ini mempengaruhi masyarakat nasional, komunitas

lokal, bahkan individual.

Transformasi sosial sangat berkaitan dengan globalisasi. Pada tingkatan yang paling umum,

globalisasi berarti sebuah proses perubahan yang mempengaruhi seluruh wilayah di dunia dalam

sektor yang beragam termasuk ekonomi, teknologi, politik, media, budaya, dan lingkungan. Definisi

yang lebih tepat mengenai globalisasi adalah sebuah proses atau rangkaian proses yang berwujud

Page 19: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

16

suatu transformasi dalam organisasi spasial dari relasi serta transaksi sosial yang melahirkan pola

hubungan transcontinental atau interregional serta jaringan aktivitas dan interaksi.

Pembangunan sebagai sebuah kebijakan merupakan bentuk gejala perubahan sosial yang

terencana dan memiliki tujuan akhir yang pasti sama di seluruh negara di dunia ini. Tujuan

pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat suatu kondisi yang ideal

dan menjadi cita-cita seluruh bangsa dan masyarakatnya. Berbagai teori pembangunan telah banyak

diulas oleh para ilmuan sosial. Teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian

yang berkembang secara tesis dan antitesis yang perkembangannya mengikuti wacana teori dan

aksi secara berulang-ulang. Pada tahap pertama muncul teori modernisasi yang berada dalam

kerangka teori evolusi. Teori ini muncul di Amerika Serikat yang mengaplikasikannya dalam program

Marshal Plan. Karena ada ketidakpuasan terhadap pola pembangunan ini, maka kemudian lahir teori

ketergantungan (dependency theory) yang memiliki sisi pandang dari negara-negara dunia ketiga

yang berada dalam posisi tergantung terhadap negara-negara maju. Terakhir, untuk cara pandang

yang lebih sempurna, lahir teori sistem dunia (the world system theory), dimana dunia dipandang

sebagai sebuah sistem yang sangat kuat yang mencakup seluruh negara di dunia, yaitu sistem

kapitalisme.

Kelembagaan

Selama ini di desa telah ada seperangkat lembaga-lembaga yang muncul dan timbul dari

inisiatif masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang harus dipenuhinya. Umumnya

lembaga-lembaga lokal ini masih bersifat sangat tradisional dengan berbagai kekurangankekurangan

yang ada dari segi organisasi atau kelembagaan modern. Padahal di sisi lain pemerintah sebagai

Stakeholder dari program pembangunan sangat memerlukan lembaga yang sangat mumpuni untuk

menjadi wadah atau saluran pembangunan bahkan sarana paling tepat untuk percepatan

pembangunan pedesaan. Berpijak pada realita semacam inilah maka pemerintah pun mengeluarkan

kebijakan mengenai perlunya pembentukan lembaga kemasyarakatan modern dalam rangka

pelaksanaan pembangunan di pedesaan dengan pertimbangan, bahwa lembaga kemasyarakatan

modern yang dibikin pemerintah yang memang dirancang secara khusus untuk kegiatan

pembangunan akan lebih memberikan peluang besar guna keberhasilan pembangunan itu sendiri

dari pada pemerintah menggunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada yang umumnya

bercorak kultural, agamis dan tradisional.

Uphoff (1986) memberikan gambaran bahwa selama kurun waktu yang panjang lembaga

donor internasional mengakui akan pentingnya pengembangan kelembagaan untuk mencapai tujuan

pembangunan. AUSAID dan Bank Dunia telah memberikan pembuktian terhadap pentingnya

pengembangan kelembagaan ini, bahkan seringkali proyek yang mengabaikan pengembangan

Page 20: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

17

kelembagaan berakhir pada kegagalan. Sebagian besar lembaga donor hanya berkonsentrasi pada

pengembangan kelembagaan di tingkat pusat saja. Pemerintah dipandang sebagai sebuah lembaga

yang paling mudah disentuh serta merupakan lembaga yang telah memiliki kemampuan dalam

manajemen organisasi. Lembaga di tingkat lokal dianggap sebagai bagian “nomer dua” saja

dibandingkan lembaga di tingkat pusat atau nasional. Lembaga lokal ini hanya memainkan sedikit

peran serta mendapatkan alokasi sumberdaya yang sangat terbatas.

Pengembangan kelembagaan mengacu pada proses untuk memperbaiki kemampuan

lembaga dalam mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia dan keuangan yang ada. Berbagai

istilah akan muncul, namun demikian semuanya memiliki tujuan peningkatan efektifitas penggunaan

sumberdaya suatu negara sehingga pembangunan yang dijalankan akan dapat berhasil. Israel (1990)

memberikan gambaran bahwa pengembangan kelembagaan telah manjadi bagian dari strategi

pembangunan pada berbagai negara seiring dengan desakan kalangan LSM. Rockfeller dan Ford

Foundation telah memiliki program pengembangan kelambagaan pada tahun 1950-an dan 1960-an,

demikian pula dengan USAID yang juga mempunyai program serupa pada dekade setelahnya.

Lebih jauh Israel (1990) mengungkapkan bahwa pengembangan kelembagaan menjadi

bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap proyek pembangunan yang didanai oleh Bank Dunia.

Selain membangun dalam bentuk sarana dan prasarana fisik, terdapat cakupan lain yang termasuk

dalam aspek pengembangan kelembagaan, walaupun masih sangat kecil. Berbeda halnya apabila

proyek pembangunan tersebut bersifat investasi di bidang jasa seperti penyuluhan pertanian,

kesehatan atau pendidikan, muatan pengembangan kelembagaan menjadi bagian yang menjadi

perhatian besar. Kesulitan yang dihadapi disini adalah pembangunan fisik ternyata jauh lebih mudah

dibandingkan dengan pengembangan kelembagaan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa komponen

fisik pada suatu program pembangunan memiliki tingkat keberhasilan dua kali dibandingkan dengan

komponen pembangunan kelembagaan.

Kegagalan ini kemudian menyebabkan banyak praktisi pembangunan yang mencoba untuk

mengabaikan masalah kelembagaan sebagai aspek penentu keberhasilan proyek pembanguan.

Kelembagaan menjadi aspek yang dianggap tidak terlalu signifikan apabila dibandingkan dengan

investasi, pendidikan bahkan hingga perubahan budaya masyarakat. Bahkan, banyak pula yang

menghilangkan aspek kelembagaan yang dinilai tidak dapat dikuantifikasi dan menggantikannya

dengan faktor lain yang dapat dengan mudah dikuantifikasi menjadi berbagai formula. Israel (1990)

memberikan dua alasan yang mendasari hilangnya aspek kelembagaan dalam analisi ahli

pembangunan, antara lain :

1) Pendekatan pembangunan selama ini menggunakan perspektif ekonomi yang selalu berpikir

pada efisiensi penggunaan sumberdaya.

Page 21: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

18

2) Kelembagaan merupakan persoalan yang rumit untuk dijelaskan. Perkembangan ilmu

manajemen dan administrasi pembangunan pun belum mampu menyentuhnya terlebih pada

negara berkembang.

Pengertian lembaga sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan yang sengit di kalangan

ilmuan sosial. Bahkan lebih jauh Uphoff (1986), memberikan gambaran yang jelas tentang

keambiguan antara lembaga dan organisasi. Istilah lembaga dan organisasi secara umum

penggunaannya dapat dipertukarkan dan hal tersebut menyebabkan keambiguan dan kebingungan

diantara keduanya. Israel (1990) memberikan penjelasan mengenai konsep umum tentang lembaga

yang meliputi pada semua tingkatan lokal atau masyarakat, unit manajemen proyek, badan atau

departemen pusat dan sebagainya. Pembedaan antara lembaga dan organisasi masih sangat kabur.

Organisasi yang telah mendapatkan kedudukan khusus dan legitimasi dari masyarakat karena

keberhasilannya memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat dalam waktu yang panjang dapat

dikatakan bahwa organisasi tersebut telah “melembaga”.

Tabel 2. Definisi Lembaga

No Definisi Lembaga Disampaikan Oleh1 Lembaga merupakan pola perilaku yang selalu berulang bersifat kokoh

dan dihargai oleh masyarakat. Organisasi dan prosedur memilikiberbagai tingkatan dalam proses pelembagaan. Pelembagaanmerupakan sebuah proses dimana organisasi dan prosedurmendapatkan nilai dan kemantaban.

Huntington (1965)

2 Lembaga merupakan sekumpulan norma dan perilaku telahberlangsung dalam waktu yang lama dan digunakan untuk mencapaitujuan bersama.

Uphoff (1986)

Kapital Sosial

Konsep kapital sosial menjadi sebuah konsep yang diterima secara umum oleh ilmuan sosial

dari berbagai disiplin ilmu. Konsep ini kemudian berkembang dengan pesatnya dan menjadi

perhatian banyak pihak. kapital sosial bahkan dengan dahsyatnya dianggap sangat berperan dalam

pembangunan ekonomi. Selain diterima oleh berbagai kalangan, kapital sosial juga menjadi bahan

perdebatan antara ilmuan sosiologi, antropologi, politik dan juga ekonomi. Kapital sosial memiliki

keunikan yaitu relasional. Kapital ekonomi terdapat pada rekening bank seseorang, kapital manusia

terdapat pada otaknya dan kapital sosial berada pada struktur hubungan antar individu. Untuk

mendapatkan kapital sosial, seseorang harus berhubungan dengan orang lain dimana diantaranya

saling mendapatkan manfaat (Portes dalam Narayan, 1999).

Sebagai sebuah bagian dari struktur sosial dimana individu berada, kapital sosial bukan

merupakan hak milik salah satu individu pun dalam struktur sosial, walaupun tiap-tiap individu

mendapatkan kesempatan menikmati keuntungan atas kapital sosial yang ada (Coleman dalam

Page 22: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

19

Narayan, 1999). Kapital sosial hanya akan bermanfaat apabila didistribusikan antar individu dalam

suatu struktur sosial. Kapital sosial merupakan bagian dari struktur sosial yang mempunyai sifat

“barang milik umum”. Terdapat beragam pendekatan untuk memahami kapital sosial. Sebagai

contoh, Coleman mendefinisikan kapital sosial sebagai bentuk tanggung jawab dan harapan; norma

sosial dan saluran informasi. Selain itu kapital sosial juga dapat ditelaah menggunakan dimensi

kognitif dan struktural. Kapital sosial dapat diwujudkan dalam bentuk yang sangat kompleks dan

sering kali berupa fenomena abstrak seperti kepercayaan, nilai, norma kerjasama, jaringan formal

maupun informal, lembaga yang efektif dan stabil serta kohesi sosial.

Pemaknaan hubungan sosial menjadi dinamis seiring dengan hadirnya berbagai teori

pembangunan. Masing-masing teori pembanguan memberikan pendapat yang berbeda tentang

peran hubungan sosial dalam pembangunan ekonomi yang tentu saja berpengaruh terhadap

kebijakan pembangunan yang dilaksanakan. Pada tahun 1950 hingga 1960-an, teori modernisasi

menyatakan bahwa hubungan sosial dan gaya hidup tradisional menjadi faktor penghambat

pembangunan. Tahun 1970-an berkembang teori dependensi dan sistem dunia yang memberikan

penjelasan bahwa hubungan sosial antara pengusaha dan elit politik menjadi mekanisme utama

eksploitasi kapitalis. Karakteristik sosial negara miskin dapat dilihat dari hubungan mereka terhadap

alat produksi serta konflik kepentingan antara pengusaha dan buruh.

Tabel 3. Perspektif Kapital Sosial

No Perspektif Keterangan1 Modernisasi Hubungan sosial dan gaya hidup tradisional menghambat

pembangunan ekonomi.2 Dependensi dan

Teori Sistem DuniaHubungan sosial yang terjadi antara pengusaha dan elit politikmemperkokoh eksploitasi kapitalis.

3 Communitarian Menekankan kemampuan “swadaya” masyarakat lokal, menekankanpada kebaikan “pengasingan diri suatu komunitas” dan “swadaya”serta menolak pentingnya hubungan sosial untuk membangun lembagaformal yang efektif dan bertanggung jawab.

4 Neo Klasikal Menekankan pada pemilihan strategi yang rasional dalam interaksiantar individu.

Kelembagaan VS Kapital Sosial

Kedua konsep tersebut sangat terkait satu dengan lainnya. Kelembagaan baik berupa

organisasi maupun bukan merupakan salah satu penggerak pembangunan. Pengembangan

kelembagaan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan lembaga terutama lembaga lokal dalam

melaksanakan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanan hingga tahap evaluasi. Kesiapan

sumber daya manusia, sarana dan prasarana fisik serta yang tak kalah pentingnya adalah kapital

sosial. Kapital sosial merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari struktur sosial yang ada.

Page 23: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

20

Kapital sosial telah melekat dalam masyarakat, bahkan mungkin menjadi suatu yang tidak disadari

keberadaannya oleh masyarakat tersebut.

Pengembangan kelembagaan seiring sejalan dengan semakin meningkatnya kapital sosial.

Berbagai kasus yang diulas oleh Colleta (2000) memberikan gambaran tentang pentingnya kapital

sosial dalam pembangunan terutama pengambangan kelembagaan. Pada tingkat kapital sosial tinggi,

mampu memunculkan lembaga baru yang memiliki tingkatan organisasi mantab. Kasus di Somalia

menggambarkan bahwa pada tingkat kapital sosial tinggi di saat konflik juga mengalami ketegangan

yang tinggi, muncul pemerintahan de facto, gerakan perempuan, pelayanan publik oleh lembaga

keagamaan dan sebagainya. Pada tingkat kapital sosial yang rendah ternyata membawa dampak

pada hancurnya kelembagaan yang telah ada.

Proyek PIDRA; Kasus Indonesia

Kegagalan proyek pembangunan pertanian di Indonesia ditengarai karena belum siapnya

lembaga di tingkatan lokal dalam menjalankan proyek pembanguan tersebut. Pendekatan yang

dilakukan selama ini hanya bersifat “top down” serta lebih mementingkan pembangunan fisik

daripada pengembangan kelembagaan petani di tingkat lokal. Proyek PIDRA (Participatory Integrated

Development in Rainfed Areas) merupakan proyek pembangunan kelembagaan petani di tingkat

lokal pada daerah lahan kering. Muatan pokok proyek ini adalah pada peningkatan kapasitas

kelembagaan yang kemudian ditindaklanjuti dengan peningkatan kapasitas teknologi dan modal.

Peningkatan kapital sosial juga menjadi perhatian utama dalam proyek ini. Pengembangan

kelembagaan tanpa memperhatikan kapital sosial tentu menjadi hal yang percuma. Pembentukan

kelompok tani (proyek ini menggunakan istilah “kelompok mandiri”) merupakan perwujudan untuk

meningkatkan kepercayaan antar anggota. Kegiatan kelompok seperti arisan dan simpan pinjam

tentu tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila stok kapital sosial antara masyarakat sedemikian

rendahnya. Proyek ini memberikan gambaran tentang pentingnya kapital sosial dan pengembangan

kelembagaan dalam pembangunan pertanian doi perdesaan.

2.5. IMPLIKASI BANTUAN DAN PEMBANGUNAN

Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui

berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Bangsa

Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencantumkan

tujuan pembangunan nasionalnya. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu

menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori tentang pembangunan telah banyak

dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah satunya yang juga dianut oleh Bangsa Indonesia dalam

Page 24: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

21

program pembangunannya adalah teori modernisasi. Modernisasi merupakan tanggapan ilmuan

sosial barat terhadap tantangan yang dihadapi oleh negara dunia kedua setelah berakhirnya Perang

Dunia II.

Modernisasi menjadi sebuah model pembangunan yang berkembang dengan pesat seiring

keberhasilan negara dunia kedua. Negara dunia ketiga juga tidak luput oleh sentuhan modernisasi ala

barat tersebut. berbagai program bantuan dari negara maju untuk negara dunia berkembang dengan

mengatasnamakan sosial dan kemanusiaan semakin meningkat jumlahnya. Namun demikian

kegagalan pembangunan ala modernisasi di negara dunia ketiga menjadi sebuah pertanyaan serius

untuk dijawab. Beberapa ilmuan sosial dengan gencar menyerang modernisasi atas kegagalannya ini.

Modernisasi dianggap tidak ubahnya sebagai bentuk kolonialisme gaya baru, bahkan Dube (1988)

menyebutnya seolah musang berbulu domba.

Bantuan Untuk Pembangunan

Pembangunan ala modernisasi tidak dapat lepas dari bantuan negara maju. Program bantuan

berawal dari kebijakan Marshall Plann yang diambil oleh Amerika Serikat untuk membangun kembali

Eropa Barat yang lemah dalam hal ekonomi sebagai akibat dari Perang Dunia II. Pada masa ini,

Amerika Serikat berhasil mengambil peran yang dominan dalam percaturan ekonomi dan politik

dunia. Bantuan yang ditawarkan oleh Amerika juga mempunyai misi politik yaitu untuk membendung

kekuatan ideologi komunis yang berkembang pesat. Terlebih lagi pada masa itu banyak bermunculan

negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Perang ideologi menjadi sebuah

alasan bagi Amerika Serikat untuk mencari “sekutu” baru dan membendung kekuatan komunis.

Kemunculan negara maju setelah Amerika Serikat menerapkan Marshall Plan membawa

dampak pada semakin banyaknya negara donor yang bersedia untuk memberikan bantuan kepada

negara miskin. Bantuan negara maju tidak ubahnya sebagai bentuk kolonialisme gaya baru, yang

menghegemoni negara miskin dan negara berkembang. Gejala bantuan asing semakin meningkat

tajam seiring tumbuhnya industri besar yang mampu memperkerjakan pekerja dan mengakumulasi

modal dalam jumlah yang besar. Terlebih lagi dengan kegagalan negara miskin dalam melaksanakan

pembangunan pasca kemerdekaannya.

Berbagai bantuan asing berkembang melalui organisasi nasional maupun internasional untuk

membantu berbagai program yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Program

tersebut terkadang juga diwujudkan dalam proyek-proyek pembangunan fisik untuk peningkatan

kualitas hidup masyarakat negara berkembang. Namun demikian, bantuan asing ini tidak lepas dari

misi politik negara maju. Tekanan politik diberikan kepada negara penerima bantuan yang diarahkan

pada kepentingan ekonomi dan politik dalam negeri negara maju. Negara-negara Eropa Barat

berusaha memperkokoh pengaruhnya pada bekas negara jajahan melalui program bantuan ini,

sedangkan Amerika Serikat memiliki kepentingan untuk tetap mendominasi dalam percaturan dunia

internasional.

Page 25: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

22

Bantuan antar pemerintah dalam bentuk hutang luar negeri menjadi sebuah pilihan rasional

negara miskin dibandingkan hutang dari pihak swasta melalui bank internasional yang lebih bersifat

komersial dengan bunga yang relatif tinggi. Terdapat tiga ciri bantuan asing yang menyebabkan

negara miskin lebih tertarik untuk mendapatkannya dibandingkan dengan mencari investasi swasta

asing, yaitu:

1) Bantuan asing tersebut dapat digunakan untuk pembangunan sarana sosial yang secara

ekonomi dianggap kurang menguntungkan bagi investor.

2) Bantuan asing lebih mudah dikontrol oleh pemerintah untuk menjamin kepastian

penggunaannya sesuai tujuan pemerintah.

3) Bantuan asing dapat diperoleh dari donor dalam berbagai bentuk dan berbagai syarat yang

dapat dinegosiasikan dibandingkan dengan investasi swasta serta yang tak kalah pentingnya

tingkat bunga yang jauh lebih rendah.

Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa dengan tingkat bunga yang rendah

tersebut, negara miskin masih mengalami kesulitan untuk membayar hutang luar negeri. Beban

hutang luar negeri semakin lama semakin besar dan menjadi ciri tersendiri bagi pembangunan pada

negara dunia ketiga. Bantuan luar negeri dan invastasi swasta asing sebenarnya merupakan sebuah

sinergi karena sebagian besar bantuan asing membawa keuntungan komersial bagi perusahaan yang

berada di negara donor. Berbagai program pembangunan yang dilakukan oleh negara miskin

sebagian besar menggunakan tenaga ahli dan teknologi yang juga berasal dari negara donor.

Bantuan untuk Pengembangan Kelembagaan

Selama ini di desa telah ada seperangkat lembaga-lembaga yang muncul dan timbul dari

inisiatif masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang harus dipenuhinya. Umumnya

lembaga-lembaga lokal ini masih bersifat sangat tradisional dengan berbagai kekurangankekurangan

yang ada dari segi organisasi atau kelembagaan modern. Padahal di sisi lain pemerintah sebagai

Stakeholder dari program pembangunan sangat memerlukan lembaga yang sangat mumpuni untuk

menjadi wadah atau saluran pembangunan bahkan sarana paling tepat untuk percepatan

pembangunan pedesaan. Berpijak pada realita semacam inilah maka pemerintah pun mengeluarkan

kebijakan mengenai perlunya pembentukan lembaga kemasyarakatan modern dalam rangka

pelaksanaan pembangunan di pedesaan dengan pertimbangan, bahwa lembaga kemasyarakatan

modern yang dibikin pemerintah yang memang dirancang secara khusus untuk kegiatan

pembangunan akan lebih memberikan peluang besar guna keberhasilan pembangunan itu sendiri

dari pada pemerintah menggunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada yang umumnya

bercorak kultural, agamis dan tradisional.

Page 26: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

23

Selama kurun waktu yang panjang lembaga donor internasional mengakui akan pentingnya

pengembangan kelembagaan untuk mencapai tujuan pembangunan. AUSAID dan Bank Dunia telah

memberikan pembuktian terhadap pentingnya pengembangan kelembagaan ini, bahkan seringkali

proyek yang mengabaikan pengembangan kelembagaan berakhir pada kegagalan. Sebagian besar

lembaga donor hanya berkonsentrasi pada pengembangan kelembagaan di tingkat pusat saja.

Pemerintah dipandang sebagai sebuah lembaga yang paling mudah disentuh serta merupakan

lembaga yang telah memiliki kemampuan dalam manajemen organisasi. Lembaga di tingkat lokal

dianggap sebagai bagian “nomer dua” saja dibandingkan lembaga di tingkat pusat atau nasional.

Lembaga lokal ini hanya memainkan sedikit peran serta mendapatkan alokasi sumberdaya yang

sangat terbatas.

Pengembangan kelembagaan mengacu pada proses untuk memperbaiki kemampuan

lembaga dalam mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia dan keuangan yang ada. Berbagai

istilah akan muncul, namun demikian semuanya memiliki tujuan peningkatan efektifitas penggunaan

sumberdaya suatu negara sehingga pembangunan yang dijalankan akan dapat berhasil.

Pengembangan kelembagaan telah manjadi bagian dari strategi pembangunan pada berbagai negara

seiring dengan desakan kalangan LSM. Rockfeller dan Ford Foundation telah memiliki program

pengembangan kelambagaan pada tahun 1950-an dan 1960-an, demikian pula dengan USAID yang

juga mempunyai program serupa pada dekade setelahnya.

Pengembangan kelembagaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap proyek

pembangunan yang didanai oleh Bank Dunia. Selain membangun dalam bentuk sarana dan prasarana

fisik, terdapat cakupan lain yang termasuk dalam aspek pengembangan kelembagaan, walaupun

masih sangat kecil. Berbeda halnya apabila proyek pembangunan tersebut bersifat investasi di

bidang jasa seperti penyuluhan pertanian, kesehatan atau pendidikan, muatan pengembangan

kelembagaan menjadi bagian yang menjadi perhatian besar. Kesulitan yang dihadapi disini adalah

pembangunan fisik ternyata jauh lebih mudah dibandingkan dengan pengembangan kelembagaan.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa komponen fisik pada suatu program pembangunan memiliki

tingkat keberhasilan dua kali dibandingkan dengan komponen pembangunan kelembagaan.

Kegagalan ini kemudian menyebabkan banyak praktisi pembangunan yang mencoba untuk

mengabaikan masalah kelembagaan sebagai aspek penentu keberhasilan proyek pembanguan.

Kelembagaan menjadi aspek yang dianggap tidak terlalu signifikan apabila dibandingkan dengan

investasi, pendidikan bahkan hingga perubahan budaya masyarakat. Bahkan, banyak pula yang

menghilangkan aspek kelembagaan yang dinilai tidak dapat dikuantifikasi dan menggantikannya

dengan faktor lain yang dapat dengan mudah dikuantifikasi menjadi berbagai formula. Terdapat dua

alasan yang mendasari hilangnya aspek kelembagaan dalam analisi ahli pembangunan, antara lain :

1) Pendekatan pembangunan selama ini menggunakan perspektif ekonomi yang selalu berpikir

pada efisiensi penggunaan sumberdaya.

Page 27: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

24

2) Kelembagaan merupakan persoalan yang rumit untuk dijelaskan. Perkembangan ilmu

manajemen dan administrasi pembangunan pun belum mampu menyentuhnya terlebih pada

negara berkembang.

Kegagalan Bantuan dalam Memacu Pertumbuhan

Bantuan asing yang mengalir kepada negara maju dianggap gagal dalam memacu

kemandirian ekonomi negara miskin. Bantuan dianggap sebagai salah satu strategi untuk mengatasi

kekurangan investasi dan sebagai devisa untuk membayar kebutuhan teknologi bagi negara dunia

ketiga. Teknologi tinggi yang dihasilkan oleh negara maju dapat “ditransfer” pada negara miskin

melalui “pembelian” dengan menggunakan dana bantuan tersebut. Teknologi menjadi sebuah

keharusan bagi pembangunan ala modernisasi untuk mengembangkan industri dan pertanian di

negara miskin. Bantuan asing merupakan sarana untuk mencapai pertumbuhan pada beberapa

sektor yang diharapkan mampu memberikan dampak pada sektor ekonomi. Keberhasilan program

bantuan diukur melalui peningkatan GNP negara miskin. Permasalahan kemudian timbul ketika GNP

berhasil meningkat namun dibarengi pula oleh peningkatan angka pengangguran dan permasalahan

kependudukan lainnya seperti kemiskinan dan gizi buruk. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan

GNP tidak dibarengi dengan perbaikan standar hidup masyarakat.

Bentuan asing cenderung lebih menguntungkan negara donor dibandingkan dengan negara

penerima. Bantuan asing pada beberapa proyek sebagian besar kembali ke negara donor melalui

pembelian teknologi serta pembayaran tenaga ahli. Negara miskin yang dicirikan oleh jumlah

penduduk besar serta tingkat pendidikan dan angka pengangguran tinggi kurang tepat apabila

dipaksa untuk mengadopsi teknologi tinggi pada industri dan pertaniannya. Teknologi tinggi

cenderung lebih padat modal serta menggantikan tenaga kerja manusia dengan mesin-mesin

industri, hal yang sama terjadi pula pada bidang pertanian melalui mekanisasi pertanian. Jumlah

pengangguran akan semakin meningkat apalagi dengan tidak didukungnya sektor informal dalam

program pembangunan dengan biaya donor ini.

Kasus yang lebih menyedihkan lagi adalah bantuan pangan pada negara miskin. Amerika

Serikat sebagai negara pencetus ide bantuan pangan meraup keuntungan yang berlipat ganda

melalui programnya ini. Surplus produksi pangan Amerika Serikat terutama gandum memerlukan

saluran pemasaran baru. Usaha pemasaran langsung dianggap lebih menguntungkan dibandingkan

menggunakan teknologi penyimpanan yang membutuhkan biaya besar. Produksi yang melimpah

menyebabkan pasar tidak mampu menerimanya sehingga Amerika Serikat berusaha memperluas

pasar ke negara dunia ketiga melalui kedok bantuan. Negara dunia ketiga “terbujuk” dengan harga

yang murah, padahal secara tidak sadar mereka telah menjadi pasar baru produk pertanian Amerika

Page 28: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

25

Serikat. Negara dunia ketiga tidak hanya menjadi pasar produk pertanian namun juga pasar teknologi

penyimpanan dan transportasi.

Masyarakat Tradisional di Tengah Modernisasi

Modernisasi selama ini menganggap budaya tradisional sebagai salah satu penghambat

dalam pembangunan. Budaya tradisional perlu digantikan oleh budaya modern yang lebih baik dan

mampu menumbuhkan kemajuan ekonomi masyarakat. Masyarakat tradisional yang tetap

memegang teguh nilai budaya tradisionalnya dianggap sebagai masyarakat terbelakang. Nilai budaya

tradisional harus mereka tinggalkan apabila mereka ingin menjadi masyarakat modern, suatu bentuk

masyarakat yang diidam-idamkan oleh pembangunan ala modernisasi.

Berbagai hasil penelitian telah mampu menunjukkan bahwa nilai budaya tradisional ternyata

tidak bertentangan dengan proses pembangunan ala modernisasi. Modernisasi perlu kita

terjemahkan ulang menjadi sebuah konsep pembangunan yang tetap memberikan ruang bagi nilai

budaya tradisional. Selama ini modernisasi identik dengan proses westernisasi yang berusaha

menyeragamkan budaya dunia menjadi satu budaya yang disebut dengan budaya global.

Pembangunan pada negara dunia ketiga pada dasarnya dapat dijalankan melalui dua skenario.

Skenario pertama adalah pembangunan yang bertumpu pada industrialisasi pada daerah perkotaan.

Sedangkan skenario kedua pembangunan yang bertumpu pada daerah pedesaan. Modernisasi

berusaha menggunakan skenario pertama dalam pelaksanaan pembangunan di negara dunia ketiga.

Berbagai kebijakan pembangunan baik yang menggunakan dana bantuan asing maupun tidak

telah mencoba merubah skenario dari skenario pertama menuju skenario kedua. Terlebih ketika

pengembangan kelembagaan sudah menjadi pokok perhatian dalam berbagai proyek pembangunan.

Masyarakat tradisional yang selama ini berada di daerah pedesaan menjadi tumpuan untuk

mencapai keberhasilan pembangunan ini. Pengembangan kelembagaan masyarakat tradisional

diharapkan akan mampu memberikan lebih banyak keberhasilan proyek-proyek pembangunan

pedesaan. Masyarakat pedesaan merupakan sumberdaya yang potensial untuk melaksanakan

pembangunan yang tentunya akan lebih menghargai nilai budaya dan pengetahuan lokal masyarakat.

Pengalaman pendekatan pembangunan pedesaan telah menunjukkan kemampuan,

tanggung jawab serta kecerdasan masyarakat pedesaan dalam memperbaiki kualitas hidup

masyarakat pedesaan. Namun demikian, terdapat kelemahan yang harus dibenahi terutama masalah

kemampuan organisasi lokal. Peningkatan kemampuan organisasi di tingkat lokal diharapkan mampu

mengerahkan dan mengelola sumberdaya secara efektif sehingga dapat memberikan manfaat bagi

lebih banyak orang.

Page 29: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

26

2.6. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PEMBANGUNAN POLITIK

Kapan sesungguhnya kapitalisme lahir di dunia sulit dipastikan waktunya, karena ada

beberapa pendapat tergantung batasan yang digunakan. Sebagian mengatakan kapitalisme lahir

pada abad ke-15 bersamaan dengan lahirnya kolonialisme Eropa. Namun, pada bentuknya yang

paling sederhana, kapitalisme sebagai cara berproduksi lahir pada abad 16 ketika terjadi penggantian

sistem pertanian feodal, yaitu perubahan orientasi produksi dari “produksi barang untuk dipakai

sendiri” menjadi “produksi untuk dijual”. Akibat lebih jauhnya dalam masyarakat kapitalisme adalah

menjual komoditi untuk keuntungan maksimal menjadi inti kehidupan ekonomi.

Dari sini terlihat bahwa bentuk kapitalisme yang pertama muncul adalah di dunia pertanian.

Kemudian, revolusi industri yang lahir abad 18 menjadi fase penting terhadap perkembangan

kapitalisme, karena menyebabkan produktivitas per orang yang tinggi, menurunkan biaya operasi,

tumbuhnya proletariat perkotaan, spesialisasi pekerjaan, dan urbanisasi; sehingga melahirkan

kapitalisme industri. Akhirnya pada abad 19, kapitalisme memasuki fase monopoli, yaitu ketika

perusahaan-perusahaan besar dengan investasi yang melintasi antar negara. Secara historis terlihat,

bahwa kapitalisme terus mengalami ekspansi secara geografis dan sekaligus berevolusi sehingga

dunia menjadi satu kesatuan.

Lahirnya Kapitalisme

Motivasi teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat berkembang

sesungguhnya adalah usaha merubah cara produksi pra-kapitalis ke kapitalis, sebagaimana negara-

negara maju sudah menerapkannya untuk ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang bertolak

dari analisa Marxis, dapat diakatakan hanyalah mengangkat kritik terhadap kapitalisme dari skala

pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (pusat dan pinggiran), dengan analisis utama

yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang didasari teori

dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis dunia sebagai hanya satu

sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.

Perkembangan kapitalisme pada negara terbelakang menjadi sebuah topik yang menarik

untuk dikaji. Gejala kapitalisme dianggap sebagai sebuah solusi untuk melakukan pembangunan di

negara terbelakang. Teori sistem dunia yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan keberlanjutan

pemikiran Frank dengan teori dependensinya. Pendapat Frank, Sweezy dan Wallerstein mengacu

pada model yang dikenalkan oleh Adam Smith. Menurut Smith, pembangunan yang dilakukan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat memiliki kesamaan dengan pembangunan produktivitas

tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja merupakan sebuah fungsi yang berhubungan dengan tingkat

pembagian kerja. Konsep inilah yang kemudian memunculkan pembedaan mode produksi menjadi

Page 30: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

27

sektor pertanian dan manufaktur. Konsep ini kemudian semakin berkembang dengan munculnya

pembedaan desa dan kota sebagai sebuah mode produksi yang berbeda.

Inti pemikiran Smith adalah bahwa proses produksi dan distribusi ini harus lepas dari campur

tangan pemerintah dan perdagangan bebas. Proses ekonomi hanya akan berjalan melalui tangan-

tangan tak kelihatan yang mengatur bagaimana produksi dan distribusi kekayaan ekonomi itu

berjalan secara adil. Biarkan para pengusaha, tenaga kerja, pedagang bekerja mencari keuntungan

sendiri. Siapapun tak boleh mencampurinya, karena ekonomi hanya bisa muncul dari perdagangan

yang adil. Karenanya, pemerintah harus menjadi penonton tak berpihak. Ia tak boleh mendukung

siapapun yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi punya kekayaan. Tangan-tangan yang

tak kelihatan akan menunjukkan bagaimana semua bekerja secara adil, secara fair. Marx

berpendapat sebaliknya. Bagi Marx sangatlah penting untuk melihat persaingan, kompetisi, sebagai

hal yang mesti dicampuri. Keadilan tak diperoleh dengan membebaskan penguasa ekonomi menjadi

lebih kuat dari penguasa politik.

Frank telah memberikan alasan dari kegagalan negara pinggiran untuk maju seiring dengan

negara sentral. Kegagalan ini disebabkan oleh adanya eksploitasi dan sistem ekonomi kapitalisme

yang dilakukan oleh negara sentral. Santos mengamsusikan bahwa bentuk dasar ekonomi dunia

memiliki aturan-aturan perkembangannya sendiri, tipe hubungan ekonomi yang dominan di negara

sentral adalah kapitalisme sehingga menyebabkan timbulnya saha melakukan ekspansi keluar dan

tipe hubungan ekonomi pada negara pinggiran merupakan bentuk ketergantungan yang dihasilkan

oleh ekspansi kapitalisme oleh negara sentral. Teori dependensi menjelaskan bagaimana timbulnya

kapitalisme yang dapat menguasai sistem ekonomi dunia. Keterbatasan sumber daya pada negara

maju mendorong mereka untuk melakukan ekspansi besar-besaran pada negara miskin. Pola yang

dilakukan memberikan dampak negatif berupa adanya ketergantungan yang dialami oleh negara

miskin. Negara miskin akan selalu menjadi negara yang terbelakang dalam pembangunan karena

tidak dapat mandiri serta selalu tergantung dengan negara maju.

Apabila kita lihat, tampak bahwa teori dependensi memiliki kecenderungan untuk

mempersoalkan kapitalisme sebagai penyebab kemiskinan dan kegagalan pembangunan di negara

pinggiran. Eksploitasi sumber daya alam serta proses pertukaran yang tidak seimbang antara negara

sentral dan negara pinggiran menyebabkan tidak seimbangnya keuntungan yang didapatkan oleh

masing-masing kelompok negara. Perkembangan kapitalisme yang semakin pesat menyebabkan

adanya ketimpangan antara negara pusat dan negara pinggiran. Negara pinggiran cenderung hanya

menghasilkan bahan mentah yang diperlukan oleh negara pusat dalam memproduksi barang industri.

Perbedaan nilai ekonomi antara kedua jenis barang ini sangatlah tinggi. Negara pinggiran menjadi

tergantung dengan negara pusat melalui produk barang industri yang dihasilkan oleh negara pusat.

Teori sistem dunia masih bertolak dari teori dependensi, namun menjelaskan lebih jauh

dengan merubah unit analisisnya kepada sistem dunia, sejarah kapitalisme dunia, serta spesifikasi

Page 31: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

28

sejarah lokal. Menurut teori sistem dunia, dunia ini cukup dipandang hanya sebagai satu sistem

ekonomi saja, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Negara-negara sosialis, yang kemudian terbukti juga

menerima modal kapitalisme dunia, hanya dianggap satu unit saja dari tata ekonomi kapitalis dunia.

Teori ini yang melakukan analisa dunia secara global, berkeyakinan bahwa tak ada negara yang dapat

melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia. Usaha menginterpretasikan perkembangan

historis kapitalisme dilakukan oleh Wallerstein dalam sejarah global dunia. Ia memandang

kapitalisme sebagai suatu sistem dunia yang mempunyai pembagian kerja yang kompleks secara

geografis.

Pandangan teori sistem dunia yang menganggap dunia sebagai sebuah kesatuan sistem

ekonomi kapitalis mengharuskan negara pinggiran menjadi tergantung pada negara pusat. Tansfer

surplus dari negara pinggiran menuju negara pusat melalui perdagangan dan ekspansi modal. Secara

tidak langsung teori ini memang mendukung pernyataan Smith yang memusatkan perhatian pada

tatanan kelas. Kenyataan yang terjadi dalam proses kapitalisme telah menimbulkan dampak berupa

pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena arus pertukaran barang dan jasa serta spesialisasi tenaga

kerja. Kerangka pertukaran barang dan jasa serta spesialisasi tenaga kerja ini terwujud dalam bentuk

peningkatan produktivitas yang lebih dikenal dengan konsep maksimalisasi keuntungan dan

kompetisi pasar. Kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu

menguasai sumberdaya vital dan menggunakannnya untuk keuntungan maksimal. Maksimimalisasi

keuntungan menyebabkan eksploitasi tenaga kerja murah, karena tenaga kerja adalah faktor

produksi yang paling mudah direkayasa dibandingkan modal dan tanah. Lebih jauh, dalam wacana

filsafat sosial misalnya, kapitalisme dipandang secara luas tak terbatas hanya aspek ekonomi, namun

juga meliputi sisi politik, etika, maupun kultural.

Kapitalisme pada awalnya berkembang bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah,

melainkan eksploitasi kepada kaum petani kecil. Negara terbelakang merupakan penghasil barang

mentah terutama dalam sektor pertanian. Kapitalisme masuk melalui sistem perdagangan yang tidak

adil dimana negara terbelakang menjual barang mentah dengan harga relatif murah sehingga

menyebabkan eksploitasi petani. Masuknya sistem ekonomi perdagangan telah menyebabkan petani

subsisten menjadi petani komersil yang ternyata merupakan bentuk eksploitasi tenaga kerja secara

tidak langsung. Perkembangan selanjutnya telah melahirkan industri baru yang memerlukan

spesialisasi tenaga kerja. Kapitalisme yang menitikberatkan pada spesialisasi tenaga kerja dan

teknologi tinggi membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan menguasai teknologi. Keadaan ini

sangat sulit terwujud pada negara pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga kerja kasar

pada negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil dikuasai oleh negara pusat.

Ketidakberdayaan tenaga kerja pada negara pinggiran merupakan keuntungan bagi negara pusat

untuk melakukan eksploitasi. Ekspansi kapitalisme melalui investasi modal dan teknologi tinggi pada

negara pinggiran disebabkan oleh tersedianya tenaga kerja yang murah.

Page 32: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

29

Berdasarkan perspektif Smithian, sangat tidak mungkin untuk menyetujui pandangan Frank

yang diadopsi oleh Wallerstein bahwa kapitalisme pada negara pinggiran sebagai akibat langsung

dari penggabungan negara pinggiran dengan pasar dunia. Frank menjelaskan bahwa keterbelakangan

yang terjadi pada negara pinggiran sebagai dampak transfer surplus dari pinggiran ke pusat, dan

ketergantungan negara pinggiran dalam pembagian kerja dunia. Tampak disini adanya kekuatan

politik pada negara pusat untuk menekan negara pinggiran.

Kapitalisme yang menjalar hingga negara terbelakang menjadikan struktur sosial di negara

terbelakang juga berubah. Kapitalisme memunculkan kelas sosial baru di negara terbelakang yaitu

kelas pemilik modal. Berkembangnya ekonomi kapitalis ini didukung oleh sistem kekerabatan antara

mereka. Kelas borjuis di negara terbelakang juga dapat dengan mudah memanfaatkan dukungan

politik dari pemerintah. Sebagai sebuah kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya

perlawanan dari negara terbelakang sebagai kelas tertindas oleh negara pusat menjadi hal yang tidak

mungkin terjadi. Kapitalisme telah menciptakan kelompok sosial borjuis di negara terbelakang yang

juga menggunakan kapitalisme untuk meningkatkan keuntungan ekonomi mereka, sehingga sangat

tidak mungkin mereka melakukan perjuangan kelas. Gagasan Marx tentang tahapan revolusi ternyata

runtuh. Marx menyatakan bahwa negara terbelakang akan memerlukan dua tahap revolusi, yaitu

revolusi borjuis dan revolusi sosialis. Revolusi borjuis dilakukan oleh kelas borjuis nasional untuk

melawan penindasan oleh negara maju dan kemudian baru berlanjut pada revolusi sosialis oleh kelas

proletar. Asumsi ini runtuh karena kelas borjuis nasional ternyata tidak mampu lagi melaksanakan

tugasnya sebagai pembebas kelas proletar dari eksploitasi kapitalisme, karena kelas borjuis nasional

sendiri merupakan bentukan dan alat kapitalisme negara maju.

Pendapat yang menyatakan ekonomi sosialis sebagai perlawanan terhadap kapitalisme

ternyata dibantah oleh Wallerstein. Menurut Wallerstein kepemilikan negara tidak ubahnya sebagai

tahapan menuju kapitalisme. Wallerstein tidak memandang adanya perbedaan tentang siapa yang

menguasai faktor produksi entah individu, sekelompok orang atau bahkan negara. Negara dianggap

sebagai sebuah badan usaha bersama apabila telah masuk dalam sistem ekonomi kapitalis dunia.

2.7. STRUKTUR KETERGANTUNGAN DAN MODA PRODUKSI

Kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk

dipakai ke produksi untuk dijual, telah merambah jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan

barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme,

liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem

ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan

masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar individu. Sehingga itulah,

Page 33: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

30

kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan

bentuk negara.

Perubahan moda produksi dari yang semula berbasiskan pertanian menjadi industri menjadi

sesuatu yang menggejala di Indonesia. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini

bercirikan modernisasi dengan tolok ukur pertumbuhan ekonomi semakin membenarkan proses

perubahan moda produksi ini. Pada awal pemerintahan orde baru, kebijakan pembangunan

Indonesia masih bertupu pada sektor pertanian yang seiring berjalannya waktu terus bergeser

menuju sektor industri. Diantara kedua fase tersebut terdapat fase antara yaitu pembangunan yang

bertumpu pada sektor pertanian yang mampu menopang industri.

Sosiologi Kerja dan Industri

Perkembangan masyarakat pada abad 20 ini tidak dapat lepas dari berbagai macam

pengaruh masuknya introduksi teknologi dan tata nilai budaya yang baru. Industrialisasi berkembang

seiring revolusi industri yang berkembang di kawasan eropa yang ditandai dengan penemuan mesin-

mesin industri. Perubahan struktur masyarakat yang semula berbasis agraris menjadi berbasis

industri menyebabkan lahirnya topik kajian sosiologi yaitu sosiologi kerja dan industri. Topik kajian ini

dapat dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan teoritis dan pendekatan ranah studi. Secara

teoritis, terdapat enam teori besar yang dapat menjadi dasar pemikiran sosiologi kerja dan industri

sedangkan ranah studi dapat dibedakan menjadi lima bagian. Teori yang menjadi dasar pemikiran

sosiologi kerja dan industri antara lain manajerial psikologistik, Durkheim, interaksionisme,

Webberian, Marxian dan psotmodern. Sedangkan ranah studinya dibagi menjadi hubungan

pekerjaan, organisasi, masyarakat industri kapitalis, pekerjaan dan kerja.

Moda Produksi Ala Marx

Kapitalisme telah menyebabkan eksploitasi tenaga kerja besar-besaran. Upah yang diberikan

oleh pemilik modal hanyalah upah semu saja, karena nilai lebih yang dihasilkan oleh barang industri

tidaklah seimbang dengan “pengorbanan” yang dilakukan oleh buruh. Kapitalisme juga telah

membelenggu krativitas buruh. Terlebih dengan adanya introduksi mesin-mesin industri menjadikan

buruh semakin tersisih dan persaingan diantara buruh menjadi ketat. Akibat dari semua ini adalah

ketidakberdayaan buruh dalam menolak upah rendah, yang ada adalah keterpaksaan bekerja dengan

upah rendah daripada harus tidak menerima upah sama sekali.

Marx melihat pada moda produksi kapitalis bersifat labil dan pada akhirnya akan hilang. Hal

ini disebabkan pola hubungan antara kaum kapitalis modal dan kaum buruh bercirikan pertentangan

akibat eksploitasi besar-besaran oleh kaum kapitalis. Kaum buruh merupakan kaum proletar yang

kesemuanya telah menjadi “korban” eksploitasi kaum borjuis. Marx meramalkan akan terjadi suatu

Page 34: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

31

keadaan dimana terjadi kesadaran kelas di kalangan kaum proletar. Kesadaran kelas ini membawa

dampak pada adanya kemauan untuk melakukan perjuangan kelas untuk melepaskan diri dari

eksploitasi. Perjuangan ini dilakukan melalui revolusi. Marx menyatakan bahwa negara terbelakang

akan memerlukan dua tahap revolusi, yaitu revolusi borjuis dan revolusi sosialis. Revolusi borjuis

dilakukan oleh kelas borjuis nasional untuk melawan penindasan oleh negara maju dan kemudian

baru berlanjut pada revolusi sosialis oleh kelas proletar. Asumsi ini runtuh karena kelas borjuis

nasional ternyata tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya sebagai pembebas kelas proletar dari

eksploitasi kapitalisme, karena kelas borjuis nasional sendiri merupakan bentukan dan alat

kapitalisme negara maju.

Moda Produksi

Moda produksi merupakan gabungan antara kekuasaan produksi (forces of production) dan

hubungan produksi (relation of production). Unsur hubungan produksi disini menunjuk pada

hubungan institusional atau hubungan sosial dalam masyarakat yang pada artinya menunjuk pada

struktur sosial. Karakteristik hubungan produksi ini sekaligus merupakan faktor penciri yang

membedakan satu dan tipe lain dari moda produksi dalam masyarakat.

Tipe-tipe moda produksi, antara lain :

1) Produksi subsisten, yaitu usaha pertanian tanaman pangan dimana hubungan produksi

terbatas dalam keluarga inti dan hubungan antara pekerja bersifat egaliter.

2) Produksi komersialis, yaitu usaha pertanian ataupun luar pertanian yang sudah berorientasi

pasar dimana hubungan produksi menunjuk pada gejala eksploitasi surplus melalui ikatan

kekerabatan dan hubungan sosial antara pekerja yang umumnya masih kerabat bersifat

egaliter namun kompetitif.

3) Produksi kapitalis, yaitu usaha padat modal berorientasi pasar dimana hubungan produksi

mencakup struktur buruh-majikan atau tenaga kerja-pemilik modal.

Struktur Ketergantungan dan Dinamika Pembangunan Pertanian

Dari ulasan yang disampaikan di depan tampak bahwa moda produksi yang berubah menuju

moda produksi kapitalis menimbulkan struktur ketergantungan. Moda produksi kapitalis yang

dicirikan oleh tumbuhnya industri besar yang padat modal dan teknologi menyebabkan

ketergantungan terhadap investasi. Buruh ditempatkan pada posisi tergantung dengan kaum pemilik

modal. Hal serupa juga terjadi pada negara terbelakang yang juga tergantung dengan negara maju

sebagai akibat investasi yang telah diberikan oleh negara maju.

Moda produksi kapitalis tidak mampu menciptakan kemandirian, namun menciptakan

struktur ketergantungan. Moda produksi kapitalis yang juga melanda pedesaan kita melalui revolusi

Page 35: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

32

hijau telah menyebabkan petani menjadi tergantung dengan pemerintah melalui kebijakan subsidi

sarana produksi. Ketergantungan petani terhadap pasar juga semakin meningkat dengan perubahan

moda produksi. Moda produksi kapitalis sangat tergantung dengan kondisi pasar yang berupa

sensitivitas terhadap permintaan dan penawaran. Selama orde baru, pembangunan pertanian

Indonesia ternyata telah menggeser moda produksi dari pra kapitalis menuju kapitalis. Disparitas

antara kaya dan miskin semakin lebar, struktur agraria menjadi sangat timpang yang menyebabkan

semakin meningkatnya jumlah “petani tanpa tanah”.

Pertanian yang menggunakan pendekatan industri ini tumbuh dengan baik karena didukung

oleh teknologi dan modal yang cukup kuat. Revolusi hijau yang berusaha meningkatkan produktivitas

lahan dengan menggunakan teknologi baru baik berupa benih, pupuk, pestisida ataupun penggunaan

mesin pertanian yang menggantikan tenaga kerja manusia. Pertimbangan efisiensi menyebabkan

penggunaan mesin-mesin pertanian lebih menjadi pilihan karena biaya operasional yang murah dan

hasil yang lebih besar.

Transformasi pertanian membawa dampak pertanian Indonesia yang semula padat karya

menjadi padat modal. Konsekuensinya adalah tenaga kerja yang semula mampu ditampung pada

sektor pertanian harus beralih ke sektor lainnya. Perpindahan tenaga kerja ini tidak semudah

membalik telapak tangan karena tidak semua tenaga kerja pertanian memiliki kemampuan untuk

bekerja di luar sektor pertanian apalagi industri. Akhirnya semua bermuara pada masalah baru, yaitu

kemiskinan.

2.8. PARTISIPASI, PEMBERDAYAAN DAN PEMBANGUNAN

Usman (2003) mengungkapkan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara pada

saat ini tidak akan dapat lepas dari pengaruh globalisasi yang melanda dunia. Persolan politik dan

ekonomi tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai persoalan nasional. Keterkaitan antar negara

menjadi persoalan yang patut untuk diperhitungkan. Masalah ekonomi atau politik yang dihadapi

oleh satu negara membawa imbas bagi negara lainnya dan permasalahan tersebut akan berkembang

menjadi masalah internasional.

Permasalahan yang muncul adalah “kekhasan” suatu masyarakat semakin lama semakin

pudar seiring model pembangunan modernisasi yang tidak ubahnya sama dengan westernisasi.

Dunia akan menjadi sebuah kesatuan budaya yang lahir melalui gejala globalisasi. Permasalahan

lainnya adalah bagaimana potensi lokal akan dapat berkembang atau mungkin sekedar bertahan di

tengah gencarnya serangan globalisasi. Pola pembangunan yang bercirikan lokalitas apakah masih

akan dapat disandingkan dengan globalisasi. Sedangkan permasalahan terakhir mengenai posisi

pemerintah dalam pembangunan nasional. Pemerintah memiliki posisi strategis baik sebagai

Page 36: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

33

pelaksana kebijakan pembangunan, konsumen sekaligus produsen dan investor. Pemerintah juga

memiliki peran sebagai pengelola perusahaan negara yang bertujuan untuk mengelola sumberdaya

dan pemberi pelayanan publik terutama yang menyangkut “hajat hidup masyarakat” serta sebagai

regulator diantara komponen masyarakat. Peran pemerintah yang sedemikian penting dan rumit

semakin sulit seiring dengan gejala globalisasi dimana kepentingan negara tetap harus

memperhatikan kepentingan internasional. Pengalaman yang selama ini terjadi adalah dependensi

pemerintah justru semakin berkurang dan kalah oleh kepentingan negara donor serta perusahaan

transnasional.

Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh Bangsa Indonesia dalam sistem ekonomi

globalisasi adalah dengan menciptakan produk unggulan yang bukan hasil “bantuan” negara lain,

sehingga mampunyai bargaining position yang kuat dalam perekonomian global. Modernisasi yang

selama ini dianut oleh pemerintah perlu untuk diorientasi kembali. Pendekatan pembangunan yang

lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi dengan teknologi tinggi dan modal besar perlu

diubah menjadi pembangunan dengan wawasan lokalitas. Produk yang dihasilkan pun tidak perlu

membutuhkan teknologi tinggi yang praktis dikuasai oleh negara maju. Teknologi tepat guna menjadi

suatu solusi alternatif. Pembangunan yang bersifat desentralisasi tersebut memiliki arti yang cukup

baik dalam pembangunan nasional. Masing-masing daerah akan dapat mengembangkan potensi

unggulan tiap daerah serta menggunakan pendekatan pembangunan yang bercirikan lokalitas dan

menghargai indegenous knowledge.

Pendekatan pembangunan yang berbasis lokalitas bukan sekedar duplikasi pembangunan

nasional semata. Pembangunan daerah juga bukan “miniatur” pembangunan nasional, namun

pembangunan di tiap-tiap daerah akan memiliki ciri dan watak tersendiri sesuai dengan potensi, nilai

budaya daerah tersebut. Konsep pembangunan ini memerlukan kerjasama yang saling bertautan

antar instansi sehingga tidak dijumpai saling tumpang tindih antar instansi.

Pembangunan pedesaan yang selama ini “terpisahkan” dari pembangunan perkotaan juga

perlu untuk direorientasi. Keterkaitan desa-kota menjadi aspek yang sangat penting untuk menjadi

perhatian dalam pembangunan nasional. Hubungan desa dan kota tidak dapat dilihat sebagai bagian

yang terpisah, namun sebaliknya pola hubungan antara keduanya bersifat resiprokal.

Partisipasi

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi

masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik

adalah masyarakat merasa “tidak memiliki” dan “acuh tak acuh” terhadap program pembangunan

yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga

masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga

Page 37: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

34

monitoring dan evaluasi pembangunan. Terlebih apabila kita akan melakukan pendekatan

pembangunan dengan semangat lokalitas. Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami

keadaan daerahnya tentu akan mampu memberikan masukan yang sangat berharga. Masyarakat

loka denga pengetahuan serta pengalamannya menjadi modal yang sangat besar dalam

melaksanakan pembangunan. Masyarakat lokal-lah yang mengetahui apa permasalahan yang

dihadapi serta juga potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Bahkan pula mereka akan mempunyai

“pengetahuan lokal” untuk mengatasi masalah yang dihadapinya tersebut.

Midgley (1986) menyatakan bahwa partisipasi bukan hanya sekedar salah satu tujuan dari

pembangunan sosial tetapi merupakan bagian yang integral dalam proses pembangunan sosial.

Partisipasi masyarakat berarti eksistensi manusia seutuhnya. Tuntutan akan partisipasi masyarakat

semakin menggejala seiring kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. Kegagalan

pembangunan berperspektif modernisasi yang mengabaikan partisipasi negara miskin (pemerintah

dan masyarakat) menjadi momentum yang berharga dalam tuntutan peningkatan partisipasi negara

miskin, tentu saja termasuk di dalamnya adalah masyarakat. Tuntutan ini semakin kuat seiring

semakin kuatnya negara menekan kebebasan masyarakat. Post-modernisme dapat dikatakan sebagai

bentuk perlawanan terhadap modernisme yang dianggap telah banyak memberikan dampak negatif

daripada positif bagi pembangunan di banyak negara berkembang. Post-modernisme bukan hanya

bentuk perlawanan melainkan memberikan jawaban atau alternatif model yang dirasa lebih tepat.

Post-modernisme merupakan model pembangunan alternatif yang ditawarkan oleh kalangan ilmuan

sosial dan LSM. Isu strategis yang diusung antara lain anti kapitalisme, ekologi, feminisme,

demokratisasi dan lain sebagainya. Modernisme dianggap tidak mampu membawa isu-isu tersebut

dalam proses pembangunan dan bahkan dianggap telah menghalangi perkembangan isu strategis itu

sendiri. Post-modernisme dinyatakan sebagai model pembangunan alternatif karena memberikan

penawaran konsep yang jauh berbeda dengan modernisme. Tekanan utama yang dibawa oleh post-

modernisme terbagi dalam tiga aspek, yaitu agen pembangunan, metode dan tujuan pembangunan

itu sendiri.

Pembangunan dengan basis pertumbuhan ekonomi yang diusung oleh paradigma

modernisme memiliki banyak kekurangan dan dampak negatif. Pendekatan ini hanya

menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan indikator GDP yang tidak

mencerminkan adanya pemerataan. Kesenjangan antar penduduk mungkin saja terjadi sehingga

indikator pertumbuhan ekonomi hanya mencerminkan keberhasilan semu saja. Akumulasi modal

yang berhasil dihimpun sebagian besar merupakan investasi asing yang semakin memuluskan

jalannya kapitalisme global.

Perkembangan paradigma pembangunan alternatif sebagai bentuk kritik sekaligus

perlawanan modernisme semakin pesat seiring dengan semakin berkembangnya LSM baik dari

kuantitas maupun kualitas. Posisi tawar LSM yang semakin baik terhadap pemerintah memberikan

Page 38: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

35

kontribusi berupa diterimanya ide-ide pembangunan yang selama ini mereka dengungkan. Faktor

yang kedua adalah meningkatnya kesadaran akan pembangunan berkelanjutan yang peka terhadap

isu ekologi. Modernisme selama ini dianggap sebagai pembawa kerusakan lingkungan dengan

industrialisasinya. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat ternyata diiringi pula oleh meningkatnya

kerusakan lingkungan. Kegagalan paradigma pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan

ekonomi pada beberapa negara berkembang, terlebih setelah terjadinya krisis moneter pada tahun

1990-an.

Paradigma pembangunan alternatif memiliki banyak varian dan model yang dikembangkan

oleh tiap-tiap ahli maupun LSM. Turunan dari model pembangunan alternatif ini semakin beragam

apabila dihadapkan pada permasalahan lokalitas yang berbeda di tiap wilayah. Kelebihan dari

paradigma pembangunan alternatif ini adalah sifatnya yang mampu menyesuaikan dengan kondisi

lokalitas yang ada. Konsekuensinya adalah bermunculannya model-model pembangunan dalam skala

mikro yang sangat sulit untuk diangkat dalam tataran makro.

Paradigma pembangunan alternatif dapat dikatakan sebagai sebuah proses transformasi

sosial dengan sasaran peningkatan kapasitas kelembagaan dan pembangunan manusia. Sasaran

inilah yang bertolak belakang dengan pembangunan berbasiskan pertumbuhan. Perbedaan

mendasar lainnya adalah pada sumberdaya yang digunakan dalam proses pelaksanaannya.

Pembangunan dengan konsep pertumbuhan mengedepankan arti penting dari modal, teknologi,

perdagangan, investasi asing serta ilmu pengetahuan modern yang biasanya berkembang dari luar

komunitas.

Post-modernisme berkembang dari realitas sederhana, dimana untuk mencapai gaya hidup

masyarakat menengah sebagai gaya hidup dunia sangatlah tidak mungkin. Paradigma ini merupakan

akumulasi dari penolakan pembangunan yang semakin menguat pada tahun 1980-an. Post-

modernisme diartikan sebagai penolakan terhadap upaya homogenisasi yang merupakan dampak

dari pembangunan ala barat. Semua tatanan sosial, budaya, selera dan gaya hidup seluruh manusia

di dunia ini akan dibawa pada sebuah nilai tunggal. Proses ini sebenarnya telah sedikit banyak

menunjukkan keberhasilannya saat ini. Globalisasi yang dapat diartikan sebagai bentuk negara tanpa

batas sehingga semua informasi dapat mengalir melintasi ruang dan waktu dengan begitu

mudahnya.

Pembangunan ala barat dapat berkembang dengan adanya dukungan dari perusahaan multi

nasional yang menghegemoni hingga ke seluruh pelosok negeri dengan model kapitalismenya.

Homogenisasi ini membawa dampak pada perubahan seluruh aspek pada tiap sistem sosial yang ada.

Post-modernisme dapat dikatakan sebagai bentuk neo-tradisionalisme yang membawa nilai-nilai

budaya tradisional untuk “melawan” pembangunan ala barat.

Page 39: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

36

Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan sudah lahir sejak revolusi industri atau bahkan ada juga yang

menyebut sejak lahirnya Eropa modern pada abad 18 atau zaman renaissance, yaitu ketika orang

mulai mempertanyakan determenisme keagamaan. Kalau kemudian pemberdayaan dipandang

sebagai upaya untuk keluar atau melawan determinisme gereja serta monarki, maka pendapat

terakhir tersebut mungkinlah benar.

Konsep pemberdayaan mulai menjadi diskursus pembangunan, ketika orang kemudian mulai

mempertanyakan makna pembangunan. Di Eropa, wacana pemberdayaan muncul ketika

industriliasiasi menciptakan masyarakat penguasa faktor produksi dan masyarakat yang pekerja yang

dikuasai. Sedangkan di negara-negara sedang berkembang, wacana pemberdayaan muncul ketika

pembangunan menimbulkan disinteraksi sosial, kesenjangan ekonomi, degradasi sumber daya alam,

dan alienasi masyarakat dari faktor produksi oleh penguasa (Prijono, 1996).

Konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model pembangunan dan model

industralisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun sebagai kerangka

logik sebagai berikut; (1). Proses pemusatan kekuasaan terbangunan dari pemusatan penguasaan

faktor produksi; (2). Pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan

masyarakat pengusaha pinggiran; (3). Keuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem

pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi yang manipulatif, untuk memperkuat

legitimasi; (4). Kooptasi sistem pengetahuan, sistem hukum sistem politik dan ideologi, secara

sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat

tunadaya. Akhirnya yang terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan disisi lain

manusia dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan

pembebesan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai (empowerment of the powerless).

Pemberdayaan dapat diartikan sebagai perolehan kekuatan dan akses terhadap sumber daya

untuk mencari nafkah. Bahkan dalam perspektif ilmu politik, kekuatan menyangkut pada

kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Istilah pemberdayaan sering dipakai untuk

menggambarkan keadaan seperti yang diinginkan oleh individu, dalam keadaan tersebut masing-

masing individu mempunyai pilihan dan kontrol pada semua aspek kehidupannya. Konsep ini

merupakan bentuk penghargaan terhada manusia atau dengan kata lain “memanusiakan manusia”.

Melalui pemberdayaan akan timbul pergeseran peran dari semula “korban pembangunan” menjadi

“pelaku pembangunan”. Perpektif pembangunan memandang pemberdayaan sebagai sebuah

konsep yang sangat luas. Pearse dan Stiefel dalam Prijono (1996) menjelaskan bahwa pemberdayaan

partisipatif meliputi menghormati perbedaan, kearifan lokal, dekonsentrasi kekuatan dan

peningkatan kemandirian.

Page 40: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

37

Partisipasi dan Pemberdayaan

Partisipasi dan pemberdayaan merupakan dua buah konsep yang saling berkaitan. Untuk

menumbuhkan partisipasi masyarakat diperlukan upaya berupa pemberdayaan. Masyarakat yang

dikenal “tidak berdaya” perlu untuk dibuat “berdaya” dengan menggunakan berbagai model

pemberdayaan. Dengan proses pemberdayaan ini diharapkan partisipasi masyarakat akan

meningkat. Partisipasi yang lemah dapat disebabkan oleh kekurangan kapasitas dalam masyarakat

tersebut, sehingga peningkatan kapasitas perlu dilakukan.

Pemberdayaan yang memiliki arti sangat luas tersebut memberikan keleluasaan dalam

pemahaman dan juga pemilihan model pelaksanannya sehingga variasi di tingkat lokalitas sangat

mungkin terjadi. Konsep partisipasi dalam pembangunan di Indonesia mempunyai tantangan yang

sangat besar. Model pembangunan yang telah kita jalani selama ini tidak memberikan kesempatan

pada lahirnya partisipasi masyarakat. Oleh karenanya diperlukan upaya “membangkitkan partisipasi”

masyarakat tersebut. Solusi yang bisa dilakukan adalah dengan memberdayakan masyarakat

sehingga masyarakat akan berpartisipasi secara langsung terhadap pembangunan.

Page 41: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

38

BAB IIIKESIMPULAN

Saat ini paradigma pembangunan politik mengacu pada sebuah pembangunan ekonomi atau

modernisasi. Berdasarkan pendekatan deskriptif analitis, menganggap bahwa perbedaan antara

Negara dunia pertama atau Negara maju dengan Negara dunia ketiga atau Negara berkembang

dalam hal pembangunan politik adalah dikarenakan Negara maju lebih stabil, tingkat kemakmuran

yang tinggi dan merata, sehingga dapat dengan mudah dalam hal pembangunan politik.

Para penganut paham modernisasi menyatakan bahwa untuk dapat mencapai kemajuan

suatu bangsa, khususnya bagi Negara dunia ketiga adalah dengan cara modernisasi dan mau

membuka diri terhadap dunia luar secara bebas. Isu ini seolah menjadi senjata bagi Negara maju

untuk melakukan ekspansi kepada Negara berkembang dan Negara miskin, baik itu ekspansi

sumberdaya maupun ekspansi ideologi.

Pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan politik yang

dijalankan oleh suatu negara. Kebijakan pembangunan membawa dampak pada pertumbuhan

ekonomi suatu negara, namun demikian pertumbuhan ekonomi semata tidak dapat dijadikan ukuran

keberhasilan sebuah pembangunan.

Pertumbuhan ekonomi pada negara terbelakang dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk

ketergantungan dengan negara maju. Wujud ketergantungan tersebut kini dalam bentuk kesatuan

ekonomi kapitalis dunia. Pembangunan politik negara terbelakang memiliki peran dalam

menentukan pertumbuhan ekonomi. Negara terbelakang hendaknya mampu menghasilkan jenis

komoditas yang beragam, sehingga tidak tergantung pada hasil perdagangan (yang tidak seimbang)

satu jenis komoditas saja.

Kapitalisme yang telah melanda seluruh dunia mau tidak mau harus dilawan dengan

mewujudkan sistem ekonomi yang mandiri. Sistem ekonomi sosialis yang selama ini dianggap sebagai

tandingan dari kepitalisme ternyata menurut Wallerstein sama halnya dengan kapitalisme. Negara

dipandang sebagai sebuah badan usaha bersama yang menguasai alat produksi dan melakukan

eksploitasi. Kemandirian ekonomi harus menjadi konsep pembangunan yang dianut negara

terbelakang untuk melawan kapitalisme.

Berbagai ulasan tentang modernisasi yang telah disajikan di depan membawa kita pada

pertanyaan akhir yang layak untuk didiskusikan. Modernisasi masih bisakah dipertahankan sebagai

perspektif pembangunan bangsa kita. Modernisasi tentu harus kita oleh lebih jauh lagi dan tidak

menerimanya sebagai teori Tuhan yang berharga mati. Perbaikan-perbaikan konsep modernisasi

yang diselaraskan dengan budaya serta pengetahuan lokal masyarakat akan menjadi sebuah konsep

pembangunan yang berwawasan lingkungan dan kemanusiaan.

Page 42: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

39

DAFTAR PUSTAKA

Alvin Y. SO Suwarsono,1991. Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia. LP3ES, Jakarta.

Andrew, Webster (1984). Introduction to the Sociology of Development. Cambridge: Macmillan.

Anirudh Krishna, Norman Uphoff dan Milton J. Esman (Eds). 1997. Reasons for Hope; InstructiveExperiences in Rural Development. West Hartford. Kumarian Press.

Bechtold, Karl Heinz W (eds). 1988. Politik dan Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian. YayasanObor Indonesia. Jakarta.

Brenner, Robert. 1992. The Origins of Capitalist Development; A Critique of Neo-Smithian Marxism.hal 54-57 dalam Hamza Alavi dan Teodor Shanin (eds). Introduction to The Sociology ofDeveloping Societies.

Cardoso, FH. 1982. Dependency and Development in Latin America in Introduction to The Sociology ofDeveloping Countries. Monthly Review Express. New York.

Colleta, Nat J dan Michelle LC. 2000. Violent Conflict and The Transformation of Social Capital.Washington DC. World Bank.

Dasgupta, P. 1997. Social Capital and Economic Performance. Washinton DC. The World Bank.

Dove, Michael R (ed). 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Modernisasi. YayasanObor Indonesia, Jakarta.

Dube, S.C. 1988. Modernization and Development: The Search for Alternative Paradigms. Zed BooksLtd, London.

Erich Weede dan Horst Tiefenbach. Three Dependency Explanations of Economic Growth; A CriticalEvaluation. European Journal of Political Research. Volume IX, Number 4. Desember 1981.

F. Magnis Suseno. 1998. Pemikiran Karl Marx; Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme.Jakarta. Gramedia.

Frank, AG. 1969. The Development of Underdevelopment in Latin America; Underdevelopment orRevolution. Monthly Review Express. New York.

Friedman, John. 1991. Empowerment; The Politics of Alternative Development. Cambridge. Blackwell.

Fukuyama, F. 1997. Social Capital. George Mason University; Institute of Public Policy.

Galtung, J. 1980. A Structural Theory of Imperialism in Dialectics of third World Development.Montelair. New York.

Garna, Y. K. 1999. Teori Sosial dan Pembangunan Indonesia: Suatu Kajian melalui Diskusi. Bandung:Primaco Academika.

Page 43: Modernisasi dalam Bingkai Pembangunan Politik

40

Immanuel Wallerstein. 1982, The Rise and Future Demise of World Capitalist System; Concepts forComparative Analysis. in Hamza Alavi and Theodor Shanin. Introduction to The sociology ofDeveloping Societies.

Israel, Arturo. 1990. Pengembangan Kelembagaan; Pengalaman Proyek-Proyek Bank Dunia. Jakarta.LP3ES.

Killerby, Paul. Social Capital, Participation and Sustainable Development in International CommunityDevelopment Conference on April 2003. Rotorda. New Zealand.

Makol Abdul, Pute @ Rahimah. 1992. Capital, The State and The Emergense of Class Relations; TheCase of Rural Community in Southern Philippines. PhD Thesis. Universiti Pertanian Malaysia.

Midgley, James. 1986. Community Participation, Social Development and The State. London.Metheun.

Narayan, D. 1999. Bonds and Bridges; Social Capital and Poverty. Washington DC. World Bank.

Neufeldt,V. and D.B. Guralnik. 1988. Webster’s New World Dictionary of American English. Webter’sNew World. New York.

Prijono, OS dan AMW Pranarka. 1996. Pemberdayaan; Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta.CSIS.

Robert. A. Denemark et al. 2000. World System History: The Social Science of Long Term Change.London. Routledge.

Roxbourgh, I. 1986. Teori-Teori Keterbelakangan. LP3ES. Jakarta.

Sajogyo. 1982. Modernization Without Development. The Journal of Social Studies. Bacca,Bangladesh.

Santos, TD. 1970. The Structure of Dependence. American Economic Review, Volume 60, Nomor 2.

Schoorl, J.W. 1980. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara SedangBerkembang. PT. Gramedia, Jakarta.

Spencer, Herbert.1963. ‘The Evolution of Societies’. Pp 9-13 in Etzioni, A. & Halevy, Eva Etzioni- (eds).Social Changes: Sources, Patterns and Consequences. Basic Books, New York.

T. Watson. 1997. Sociology, Work and Industry. London; Routledge and Vengan Paul.

Uphoff, Norman. 1986. Local Instutional Development; An Alatical Sourcebook. West Hartford.Kumarian Press.

Usman, Sunyoto. 2003. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

________. 1984. Sosiologi Pembangunan dan Keterbelakangan Sosiologi. Pustaka Pulsar. Jakarta.