ardialmathor.files.wordpress.com · web viewmuslim) mengiringkan jenazah apabila seseorang...

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia sangat erat hubungannya dengan persoalan Akhlak. Manusia sebagai makhluk berakhlak berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak menekankan pada kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat dilihat dari kekhusu’annya, berjuang dilihat dari kesabarannya, haji dari kemabrurannya, ilmu dilihat dari konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek mana dari mana dan untuk apa, jabatan dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan, bukan apa yang diterima. Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam, maka Islam sebagai agama yang bisa dilihat dari berbagai dimensi, sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Agama Islam sebagai aturan atau 1

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia sangat erat hubungannya dengan persoalan Akhlak. Manusia sebagai makhluk berakhlak berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan meninggalkan akhlak yang buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam. Kualitas keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak menekankan pada kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat dilihat dari kekhusu’annya, berjuang dilihat dari kesabarannya, haji dari kemabrurannya, ilmu dilihat dari konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek mana dari mana dan untuk apa, jabatan dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan, bukan apa yang diterima.

Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam, maka Islam sebagai agama yang bisa dilihat dari berbagai dimensi, sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Agama Islam sebagai aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama berisi perintah dan larangan, ada perintah keras (wajib) dan larangn keras (haram), ada juga perintah anjuran (sunat) dan larangan anjuran (makruh).

Apalagi pada zaman sekarang ini, banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Disatu sisi, kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan.

Seharusnya, kita mengerti tauhid sebagai sisi pokok/inti, Islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat, Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap ALLAH, dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya, berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang, maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seseorang memiliki akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana adab bertamu dan menerima tamu?

2. Bagaimana cara menjaga hubungan yang baik dengan keluarga?

3. Bagaimana cara menjaga hubungan yang baik dengan tetangga?

4. Bagaimana bentuk pergaulan muda mudi?

C. Tujuan

1. Untuk dapat mengetahui bagaimana adab bertamu dan menerima tamu.

2. Untuk mengetahui bagaimana menjaga hubungan baik dengan keluarga.

3. Untuk mengetahui bagaimana menjaga hubungan baik dengan tetangga.

4. Untuk mengetahui bentuk pergaulan muda mudi.

D. Manfaat

1. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat mengetahui tentang akhlak dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat mengetahui tentang peranan akhlak dalam kehidupan bermasyarakat.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Bertamu dan Menerima Tamu

Dalam kehidupan bermasyarakat, kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan bertamu dan menerima tamu. Ada kalanya kita yang datang mengunjungi sanak saudara, teman-teman atau para kenalan, dan lain waktu kita yang dikunjungi. Supaya kegiatan kunjung mengunjungi tersebut berdampak positif bagi kedua belah pihak, maka islam memberikan tuntunan bagaimana sebaiknya kegiatan bertamu dan menerima tamu tersebut dilakukan.

1. BERTAMU

Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah yang bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Allah SWT berfirman :

((((((((((( ((((((((( (((((((((( (( ((((((((((( (((((((( (((((( ((((((((((( (((((( ((((((((((((((( (((((((((((((( (((((( ((((((((( ( ((((((((( (((((( (((((( (((((((((( ((((((((((( ((((

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat (QS. AN-Nur 24:27)

Kalau dilihat dari redaksi ayat diatas, maka yang pertama dilakukan adalah meminta izin, baru kemudian mengucapkan salam. Demikianlah pendapat sebagian ulama. Tetapi mayoritas ahli fiqh berpendapat sebaliknya. Mereka beragumentasi dengan menyebutkan beberapa hadits Rasulullah saw riwayat Bukhari, Ahmad, Tirmidzi, Ibn Abi Syaibah dan Ibn ‘Abd al-Bar yang sekalipun dengan redaksi yang berbea-beda tapi semuanya menyatakan bahwa mengucapkan salam lebih dahulu baru meminta izin (as-salam qabl al-kalam).

Sementara itu ulama lain mengkompromikan dua pendapat diatas dengan menyatakan bahwa, apabila tamu melihat salah seorang penghuni dirumah, maka dia mengucapkan salam terlebih dahulu. Tapi bila tidak melihat siapa-siapa maka hendaklah dia memionta izin terlebih dahulu. Pendapat terakhir inilah yang dipilih oleh al-Mawardi.

Meminta izin bisa dengan kata-kata, dan bisa pula dengan ketukan pintu atau tekan tombol bel atau cara-cara lain yang dikenal baik oleh masyarakat setempat. Bahkan salam itu sendiri bisa juga dianggap sekaligus sebagai permohonan izin.

Menurut Rasulullah saw, meminta izin maksimal boleh dilakukan tiga kali. Apabila tidak ada jawaban seyogyanya yang akan bertamu kembali pulang. Jangan sekali-kali masuk rumah orang lain tanpa izin, karena disamping tidak menyenangkan bahkan mengganggu tuan rumah, juga dapat berakibat negatif kepada tamu itu sendiri. Rasulullah saw bersabda yang artinya : “ Jika seseorang diantara kamu telah meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan, maka hendaklah dia kembali” (HR. Bukhari Muslim).

Ketukan yang pertama sebagai pemberitahuan kepada tuan rumah akan kedatangan tamu, ketukan kedua memberikan kesempatan kepada penghuni rumah untuk bersiap-siap atau menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan (boleh jadi ada meja dan kursi atau pakaian yang perlu dirapikan), ketukan ketiga diharapkan penghuni rumah sudah berjalan menuju pintu. Setelah ketukan ketiga tetap tidak ada yang membukakan pintu, ada kemungkinan tidak ada orang dirumah, atau penghuni rumah tidak bersedia menerima tamu.

Tamu tidak boleh mendesakkan keinginannya untuk bertamu setelah ketukan ketiga, karena hal tersebut akan mengganggu tuan rumah. Setiap orang diberi hak privasi dirumahnya masing-masing. Tidak seorang pun boleh mengganggunya. Tuan rumah, sekalipun dianjurkan untuk menerima dan memuliakan tamu, tapi tetap punya hak untuk menolak kedatangan tamu kalau memanng dia tidak dalam suasana siap dikunjungi.

Menurut ungkapan Al-Qor’an, tidak memaksa masuk pada saat tidak ada orang di rumah, atau ditolak oleh tuan rumah, lebih bersih bagi tamu itu sendiri. Artinya lebih menjaga nama baiknya dan kehormatan dirinya. Kalau dia mendesak terus untuk bertamu, dia akan dinilai kurang memiliki akhlaq, apabila dia masuk padahal tidak ada orang di rumah, bisa-bisa dia dituduh bermaksud mencuri. Kedua-duanya merugikan nama baiknya. Allah berfirman :

((((( (((( ((((((((( ((((((( ((((((( (((( (((((((((((( (((((( (((((((( (((((( ( ((((( ((((( (((((( ((((((((((( ((((((((((((( ( (((( (((((((( (((((( ( (((((( ((((( ((((((((((( ((((((( ((((

Artinya : Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. An-Nur 24:28).

Di samping meminta izin dan mengucapkan salam hal lain yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang bertamu adalah sebagi berikut :

a. Jangan bertamu sembarang waktu. Bertamulah pada saat yang tepat, saat mana tuan rumah diperkirakan tidak akan terganggu. Misalnya jangan bertamu saat waktu istirahat atau waktu tidur.

b. Kalau diterima bertamu, jangan terlalu lama sehingga merepotkan tuan rumah. Setelah urusan selesai segeralah pulang.

c. Jangan melakukan kegiatan yang menyebabkan tuan rumah terganggu, misalnya memeriksa ruangan dan perabotan rumah, memasuku ruangan-ruangan pribadi tanpa izin, atau menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada dalam rumah tanpa izin penghuni rumah. Diizinkan masuk rumah tidak berarti diizinkan segala-galanya.

d. Kalau disuguhi makanan atau minuman hormatilah jamuan itu. Bahkan Rasulullah saw menganjurkan kepada orang yang puasa sunah sebaiknya membukai puasanya untuk menghormati jamuan (HR. Baihaqi).

e. Hendaklah pamit waktu mau pulang. Meninggalkan rumah tanpa pamit disamping tidak terpuji, juga mengundang fitnah.

2. Menerima Tamu

Menerima dan memuliakan tamu tanpa membeda-bedakan status sosial mereka adalah salah satu sifat terpuji yang sangat dianjurkan dalam islam. Bahkan Rasulullah saw mengaitkan sifat memuliakan tamu itu dengan keimanan terhadap Allah dan Hari Akhir. Beliau bersabda :

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannnya dengan muka manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkannya duduk di tempat yang baik. Kalau perlu disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selalu dijaga kerapian dan keasriannnya.

Kalau tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan menjamunya maksimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunya atau tidak. Menurut Rasulullah saw, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban. Rasulullah saw bersabda yang artinya : “ Menjamu tamu itu hanya tiga hari. Jaizahnya sehari semalam. Apa yang dibelanjakan untuk tamu diatas tiga hari adalah sedekah. Dan tidak boleh bagi tamu tetap menginap (lebih dari tiga hari) karena hal itu akan memberatkan tuan rumah.” (HR. Tirmidzi).

Menurut Imam Malik, yang dimaksud dengan Jaizah sehari semalam adalah memuliakan dan menjamu tamu pada hari pertama dengan hidangan yang istimewa dari hidangan yang biasa dimakan tuan rumah sehari-hari. Sedangkan hari kedua dan ketiga dijamu dengan hidangan biasa sehari-hari.

Sedangkan menurut Ibn al-Atsir, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah memberi bekal kepada tamu untuk perjalanan sehari semalam. Dalam konteks perjalanan di padang pasir, diperlukan bekal minimal untuk sehari semalam sampai bertemu dengan tempat persinggahan berikutnya.

Kedua pemahaman diatas dapat dikompromikan dengan melakukan kedua-duanya apabila memang tamunya membutuhkan bekal untuk melanjutkan perrjalanan. Tapi bagaimanapun bentuknya, substansinya tetap sama yaitu anjuran untuk memuliakan tamu sedemikian rupa.

B. HUBUNGAN BAIK DENGAN TETANGGA

Sesudah anggota keluarga sendiri, orang yang paling dekat dengan kita adalah tetangga. Merekalah yang diharapkan paling dahulu memberikan bantuan jika kita membutuhkannya. Jika tiba-tiba kita ditimpa musibah kematian misalnya, tetanggalah yang paling dahulu datang takziah dan mengulurkan bantuan. Begitu juga apabila kita mengadakan acara aqiqahan, atau walimahan, maka tetangga jugalah yang akan lebih dahulu memberikan bantuan dibandingkan dengan famili yang rumahnya lebih jauh.

Begitu pentingnya peran tetangga sampai-sampai Rasulullah saw menganjurkan kepada siapa saja yang akan membeli rumah atau membeli tanah untuk dibangun rumah, hendaklah mempertimbangkan siapa yang akan menjadi tetangganya. Beliau bersabda “Tetangga sebelum rumah, kawan sebelum jalan, dan bekal sebelum perjalanan.”( HR.Khatib )

Dalam kesempatan lain, Rasulullah saw juga mengatakan bahwa tetangga yang baik adalah salah satu dari tiga hal yang membahagiakan hidup “Diantara yang membuat bahagia seorang Muslim adalah tetangga yang baik, rumah yang lapang dan kendaraan yang nyaman.” (HR.Hakim).

Buruk baiknya sikap tetangga kepada kita tentu tergantung juga bagaimana kita bersikap kepada mereka. Oleh karena itu sangat dapat dimengerti kenapa Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik dengan tetangga, baik tetangga dekat maupun tetangga jauh. Allah SWT berfirman :

( ((((((((((((( (((( (((( ((((((((((( ((((( ((((((( ( ((((((((((((((((((( (((((((((( ((((((( (((((((((((( ((((((((((((((( (((((((((((((((( ((((((((((( ((( (((((((((((( ((((((((((( (((((((((( (((((((((((( (((((((((((( (((((((( (((((((((( ((((( (((((((( ((((((((((((( ( (((( (((( (( (((((( ((( ((((( ((((((((( (((((((( ((((

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya denganm sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. “ (QS.An-NISA’ 4:36)

Dekat dan jauh dalam ayat di atas dapat berarti dekat dari segi tempat, hubungan kekeluargaan dan agama. Pertama, tetangga yang punya satu hak, yaitu hak sebagai tetangga. Mereka adalah tetangga yang bukan famili dan bukan pula seagama. Kedua, tetangga yang mempunyai dua hak, yaitu hak untuk tetangga dan hak seagama. Ketiga, tetangga yang punya tiga hak, yaitu hak tetangga,seagama dan famili. Mereka adalah tetangga yang seagama dan punya hubungan kekeluargaan.

Pentingnya Hubungan Baik dengan Tetangga

Berkali-kali Malaikat Jibril memesankan kepada Nabi Muhammad saw untuk berbuat baik dengan tetangga, sampai-sampai beliau mengira tetangga akan mendapatkan warisan. Nabi bersabda “Selalu Jibril memesankan kepadaku (untuk berbuat baik) dengan tetangga, sampai-sampai aku menduga bahwa tetangga akan menerima warisan”. ( HR Muttafaqun”Alaih )

Dalam beberapa hadist lain Rasulullah saw menjadikan sikap baik dengan tetangga sebagai ukuran dari keimanan seseorang kepada Allah dan Hari Akhir. Beliau bersabda “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangga nya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tamunya”. (HR.Bukhari dan Muslim) “Demi Allah, dia tidak beriman!” “Demi Allah, dia tidak beriman!” “Demi Allah,dia tidak beriman!” Seorang sahabat bertanya “siapa dia (yangtidak beriman itu) ya Rasulullah?” Beliau menjawab “Orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya.’ (H.Muttafaqun’Alaih)

C. HUBUNGAN BAIK DENGAN MASYARAKAT

Selain dengan tamu dan tetangga,seorang Muslim harus dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas, baik di lingkungan pendidikan, kerja, social dan lingkungan lainnya. Baik dengan orang-orang yang seagama maupun dengan pemeluk agama lainnya.

Hubungan baik dengan masyarakat diperlukan, karena tidak ada seorangpun yang dapat hidup tanpa bantuan masyarakat. Lagi pula hidup bermasyarakat sudah merupakan fitrah manusia. Dalam surat Al-Hujurat ayat 13 dinyatakan bahhwa manusia diciptakan dari lelaki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling kenal mengenal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menurut Al-Qur’an, manusia secara fitri adalah makhluk social dan hidup bermasyarakat merupakan suatu keniscayaan bagi mereka.

a) Kewajiban Sosial Sesama Muslim :

1. Menjawab Salam

Mengucapkan dan menjawab salam hukumnya berbeda. Mengucapkannya sunnah, menjawabnya adalah wajib. Hal itu dapat dimengerti karena tidak menjawab salam yang diucapkan tidak hanya dapat mengecewakan orang yang mengucapkannya, juga dapat menimbulkan kesalahfahaman. Allah SWT berfirman :

((((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( (((((((((( (((((((( (((( ((((((((( ( (((( (((( ((((( (((((( ((((( (((((( (((((((( ((((

“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu “ (QS.An-Nisa’ 4:86)

2. Mengunjungi Orang Sakit

Menurut Rasulullah saw, orang-orang yang beriman itu ibarat satu batang tubuh, apabila salah satu anggota tubuh sakit, yang lain ikut prihatin.salah satu menerapkan hadist ini adalah dengan meluangkan waktu mengunjungi saudara seagama yang sakit. Kunjungan teman,saudara, adalah obat yang mujarab bagi si sakit. Betapa pentingnya mengunjungi orang sakit itu dapat melihat dalam hadist qudsi. Rasulullah bersabda “sesungguhnya Allah’Azza wa Jalla berfirman pada hari Kiamat :“Hai anak Adam, Aku sakit, kenapa kamu tidak dating mengunjungi-Ku?” Anak Adam menjawab:” Ya Tuhan, bagaimana aku akan mengunjungi-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan Senesta Alam?” Allah berfirman: “ Tidaklah kamu tahu bahwa si Fulan hamba-Ku sakit, kenapa kamu tidak mengunjungi-Nya? Tahukah kamu, jika kamu mengunjunginya niscaya kamu akan menemui-Ku di sisinya” (HR. Muslim)

3. Mengiringkan Jenazah

Apabila seseorang meninggal dunia, masyarakat secara kifayah wajib memandikan, mengafani, menshalatkan dan menguburnya. Rasulullah saw sangat menganjurkan kepada masyarakat untuk dapat menshalatkan dan mengantarkan jenazah ke kuburan bersama-sama. Beliau bersabda “Barangsiapa yang menyaksikan jenazah lalu ikut menshalatkannya, baginya satu qirath. Dan barangsiapa yang menyaksikannya sampai dikuburkan, baginya dua qirath. “Ditanyakan orang ;”Apa itu dua Qirath?” Beliau bersabda: “Seperti dua gunung yang besar (pahalanya). “ (HR.Muttafaqun ‘Alaih)

4. Mengabulkan Undangan

Undang mengundang sudah menjadi tradisi dalam pergaulan bermasyarakat. Yang mengundang akan kecewa bila undangannya tidak dikabulkan, dan akan lebih kecewa lagi bila yang berhalangan hadir tidak memberi kabar. Khusus untuk undangan walimahan, seorang Muslim wajib menghadirinya. Rasulullah saw bersabda “Apabila seseorang diantara kamu diundang menghadiri walimahan, maka hendaklah dia menghadirinya.” (H. Muttafaqun’Alaih)

5. Menyahuti Orang Bersin

Orang yang bersin disunatkan untuk membaca Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah, karena biasanya bersin pertanda badan ringan dari penyakit. Bagi yang mendengar, diwajibkan menyahutinya membaca yarhamukallah (mendoakan semoga Allah mengasihinya). Orang yang tadi bersin menjawab pula, yahdikumullah wa yushlih balakum (semoga Allah menunjuki dan memperbaik keadaanmu). Jika orang yang bersin tidak mengucapkan Alhamdulillah, kita tidak boleh menyahutinya. Rasulullah bersabda “jika salah seorang diantara kamu bersin dan mengucapkan Alhamdulillah, maka sahutilah. Jika ia tidak membaca Alhamdulillah, jangan sahuti.”

b) Toleransi beragama

Di atas sudah dijelaskan bahwa islam tidak hanya menyuruh kita membina hubungan baik dengan sesame Muslim saja, tapi juga dengan non Muslim. Namundemikian, dalam hal-hal tertentu ada pembatasan hubungan dengan non Muslim, terutama yang berkaitan dengan aspek ritual keagamaan. Misalnya kita tidak boleh mengikuti upacara-upacara keagamaan yang mereka adakan sekalipun kita diundang, tidak boleh menyelenggarakan jenazah mereka secara islam, kita tidak boleh mendoakannya untuk mendapat rahmat dan berkat dari Allah SWT(kecuali mendoakan untuk mendapat hidayah) dan sebagainya.

Toleransi tidaklah berarti mengakui kebenaran agama mereka, tetapi mengakui keberadaan agama mereka dalam realitas bermasyarakat. Toleransi juga bukan berarti kompromi atau bersifat sinkretisme dalam keyakinan dan ibadah. Kita sama sekali tidak boleh mengikuti agama dan ibadah mereka dengan alasan apapun.

(((((( ((((((((( (((((( ((((( (((

“untukmu agamamu, untukku agamaku.” (QS.Al-Kafirun 109:6)

D. PERGAULAN MUDA-MUDI

Dalam pergaulan sehari-hari di tengah-tengah masnyarakat, terutama antara muda-mudi, ada beberapa yang mendapat perhatian khusus- di samping ketentuan umum tentang hubungan bermasyarakat yang lainnya- yaitu tentang mengucapkan dan menjawab salam, berjabat tangan dan kbalawah. Pembahasan tentang pergaulan muda-mudi dalam fasal ini fokiskan pada tiga hal tersebut.

a) Mengucapkan dan Menjawab Salam

1. Islam mengajarkan kepada sesam Muslim untuk saling bertukar salam apabila bertemu (QS. An-Nisa’ 4:86) atau bertemu (QS. An-Nur 24:27), supanya rasa kasih sayang sesam dapat selalu terpupuk dengan baik. Rasulullaha saw bersabda “Artinya: kamu tidaklah akan masuk sorga sebelum beriman, dan tidak akan beriman sebelum berkasih sayang. Maukah kamu aku tunjukkan suatu amalan yang akan dapat memupuk rasa kasih sayang sesamamu? Yaitu senantiasalah mengucapkan salam sesamamu.” (HR. Muslim)

2. Salam yang diucapkan minimal adalah “Assalamu alaikum”. Tetapi akan lebih baik dan libih besar pahalanya apabila di ucapkan secara lebih lengkap.

3. Mengucapkan salm hukumnya sunat, tetapi menjawabnya wajib-minimal dengan salam yang seimbaang. Allah SWT berfirman:

((((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( (((((((((( (((((((( (((( ((((((((( ( (((( (((( ((((( (((((( ((((( (((((( (((((((( ((((

“Artinya: apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’ 4:86)

4. Bila bertamu yang mengucapkan salam lebih dahulu adalah yang bertamu, tetapi untuk bertemu yang terlebih dahulu mengucapkan salam adalah yang berada di atas kendaraan kepada yang berjalan kaki, yang berjalan kaki kepada yang duduk, yanng sedikit kepada yang banyak, dan lebih muda kepad yang tua. Rasulullah saw bersabda “Artinya: Yang berada diatas kendaraan lebih dabulu mengucpkan salam kepad yang berjalan kaki, yang berjalan kaki kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak.”(H. Muttfaqun ‘alaibi). Dalam riwayat Bukbari ada tambahan:”Yang muda lebih dahulu mengucapkan salam kepada yng lebih tua.” (HR. Bukhari)

Bila berada dalma posisi yang sama , misalnya sama-sama diatas kendaraan, atau sama-sama berjalan kaki, maka untuk menentukan siapa yang harus lebih dahulu mengucapkan salam dikiaskan bahwa yang lebih muda memulai salam kepada yang lebih tua. Artinya ucapkanlah salam lebih dahulu kepada orang yang lebih dihormati, mungkin karena ilmunnya atau karena kepemimpinannya.

Sekalipun telah diatur demikian rupa siapa yang lebih dahulu mengucapkan salam, namun hal berikut tidaklah berlaku ketat dan meningkat, bahkan Rasulullah saw memberikan catatan bahwa yang paling utama adalah yang paling dahulu memberikan salam. Beliau bersabda “Artinya: Seutama-utama manusia bagi Allah ialah yang mendahulukai memberikan salam.”(HR. Abu Daud)

5. Salam tidak hanya diucapkan waktu saling bertemu, tapi juga taatkala mau berpisah. Rasulullah saw bersabda “Artinya: Jika seseorang baru duduk dalam suatu majlis hendaklah dia mengucapkan salam, dan jika dia ingin pergi juga mengucapkan salam, tindaklah yng pertama lebih baik dari yang kedua.”(HR. Abu Daud dan Tirmibzi)

6. Jika dalam rombongan, baik yang mengucapkan maupun menjawab salam oleh hannya salah seorang dari anggota rombongan tersebut. Rasulalluh saw bersabda “Artinya: Bisa diterima dari satu rombongan yang lewat salah seorang (saja)diantara mereka yang mengucapkan salam dari salah seorang (saja) dari robongan yang duduk.”(HR. Abu Daud)

7. Rasulullah saw melarang orang Islam mengucapkan dan menjawab salam Ahlum Kitab (Yahudi dan Nasrani) “Artinya: Janganlah kamu memmulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani...” (HR. Muslim) dan “Jika Ablul Kitab memeriri salam kepadamu, jawablah dengan “Wa’alaikum.” (H. Muttafaqun’alaihi)

Tapi bila Ahlul Kitab itu berada dalam satu majilis dengan orang-orang Islam kita boleh mengucapkan salam kepada majlis itu. Bila mengucapkan dan menjawab salam Ahlul Kitab terlarang, tentu mengucapkan dan menjawab salam musyrikin dan non Muslim lainnya lebih terlarang lagi, sebab dibandingkan dengan non Muslim lainnya Ahlul Kitab lebih dekat kepada umat Islam.

8. Pria boleh mengucapkan salam kepada wanita dan begitu pula sebaliknya. Salam yang diajarkan oleh Islam adalah salam yang bernilai tinggi, universal dan tidak terikat dengan waktu. Bernilai tinggi karena menggandung do’a untuk mendapatkan keselamatan, rahmat dna berkah dari Allah SWT. Universal karena berlaku seluruh umat Islam di mana saja berada tanpa mengenal perbedaan bangsa, bahasa dan warna kulit. Dan salam Islam-seperti di sebutkan di atas-tidak menggenal batas waktu pagi,sore dan malam.

b) Berjabat Tangan

Rasulullah saw mengajarkan bahwa untuk lebih menyempurnakan salam dan menguatkan tali ukhuwah Islaminyah, sebaiknya ucapkan salam diikuti dengan berjabat tangan (bersalaman)_tentu jika memungkinkan. Rasulullah saw bersabda “Artinya: Tidaklah dua orang Muslim bertemu, lalu bersalam, melaikan Allah akan mengampuni dosa-dosa keduanya sebelum mereka berpisah.” (HR. ABU Daud, Tirmidzi dan lain-lain)

Berjabat tangan lah harus dilakukan dengan keikhlasan yang tercermin dari cara bersalaman. Juga jangan menarik tangan dengan cepat dan tergesa-gesa yang mengesankan kita berjabatan tangan tidak segala senang hati tapi karena terpaksa keadaan atau dengan perasaan yang berat. Anjuran untuk berjabat tangan tidak berlaku pria dan wanita kecuali untuk suami istri atau antara seseorang dengan mahramnya. Salah satu hikmah larangan tersebut adalah sebagai tindakan preventif dari perbuatan yang lebih besar dosanaya yaitu perzinaan.

Mungkin timbul pertanyaan, apakh menolak berjabat tangan itu tidak menimbulkan kesan angkuh atau menynggung perasaan orang lain? Penilaian ditentukan oleh nilai atau norma menjadi pegangannnya. Apa bila ukuran bukan nilai Islam, bisa jadi kesan yang seperti itu akan muncul. Tapi secara umum seorang yang beragama akan menghormati orang lain yang teguh memegang norma agama dalam kehidupannya.

c) Khalwah

Salah satu hal yang sangat pentimng sekali diperhatikan dalam pergaulan pria dan wanita, terutama antar muda-mudi adalah pertemuan pribadi. Rasululloh saw melarang pria dan wanita ber khalwah baik di tempat umum, apalagi di tempat sepi.

Khawah adalah berdua-duaan antara pria dan wanita yang tidak punya hubungan suami dan tidak pula mahram tanpa ada orang ketiga. Rasululloh saw melarang ber khalwah? Apa bahanyanya? Apakah tetap dilarang kalu masing-masing saling mempercanyai? Dalam hadis yang melarang ber khalwah itu Rasulollah menyebutkan bahwa syaitan akan menjadi oarng ketiga (ingat apa tugas syaitan). Beliau bersabda ”Jauhilah berkhalwah dengan wanita. Demi (Allah) Yng diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah berhalwah seorang laki-laki dengan seorang wanita kecuali syaitan masuk di antaranya keduanya.” (HR. Thabrani).

Dalam hadis lain Rasululloh saw menjelaskan bahwa zina akn masuk lewat bermacam-macam pintu. Melalui pandaangan mata, pendengaran, pembicaraan, rabaan dan ayunan kaki. Artinya semua organ tubuh itu, kalau tidak dijaga dengan baik, apalagi disalah gunakan, akan menjadi pintu yang efektif untuk memesuki kawasan perzinaan. Beliau bersabda “Sudah menjadi suratan nasib manusia itu senantiasa dibayangi oleh zina dan diapun menyadari hal yang demikian itu: dua mata, zinanyz adalah pandangan; dua telinga, zinanya adalah pendengaran; dan kaki, zinanya adalah melangkah. Dan hatipun mulai bergejolak dan berkhayal. Akihirnya naluri seksualnya pun terpengaruh untuk menerima atau menolak.” (H. Muttafaqun’alaih).

Dalam hadis di atas Rasulullah SAW mengingatkan bahwa seseorang bisa terjatuh kelembah perzinaan di sebabkan oleh panca inderanya yang tidak terkendali. Oleh sebab itu janganlah terjerumus kedalam pergaulan bebas tanpa batas antara pria dan wanita yang salah satu bentuk pergaulan bebas itu adalah berdua-duaan.

Sementara itu, dalam surat An-Nur ayat 30-31, Allah SWT memberikan peringatan khusus mengenai pandangan, yaitu dalam melihat lawan jenis tidak melepaskan pandangan, yaitu dalam melihat lawan jenis tidak melepaskan pandang begitu saja tanpa kendali.

((( (((((((((((((((( ((((((((( (((( ((((((((((((( ((((((((((((( ((((((((((( ( ((((((( (((((((( (((((( ( (((( (((( ((((((( ((((( ((((((((((( (((( ((((( (((((((((((((((( (((((((((( (((( ((((((((((((( (((((((((((( ((((((((((( (((( ((((((((( ((((((((((( (((( ((( (((((( ((((((( ( (((((((((((((( (((((((((((( (((((( ((((((((((( ( (((( ((((((((( ((((((((((( (((( ((((((((((((((( (((( ((((((((((((( (((( ((((((((( ((((((((((((( (((( (((((((((((((( (((( (((((((((( ((((((((((((( (((( ((((((((((((( (((( (((((( ((((((((((((( (((( (((((( ((((((((((((( (((( (((((((((((( (((( ((( (((((((( ((((((((((((( (((( ((((((((((((( (((((( ((((((( (((((((((( (((( ((((((((((( (((( (((((((((( ((((((((( (((( ((((((((((( (((((( ((((((((( (((((((((((( ( (((( (((((((((( (((((((((((((( (((((((((( ((( ((((((((( ((( ((((((((((( ( ((((((((((( ((((( (((( (((((((( (((((( ((((((((((((((( (((((((((( ((((((((((( ((((

30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".

31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Sebelum ayat tentang pandangan ini adalah ayat tentang cara bertamu, dan sebelumnya lagi-sejak awal surat-adalah ayat-ayat tentang perzinaan, kemudian sesudahnya (sesudah perintah menahan pandangan) adalah ketentuan tentang busana Muslimah (kewajiban menutup aurat). Semua persoalan tersebut berkaitan satu sama lain yang intinya adalah aturan tentang pergaulan antara Muslim dan Muslimah atau antara pria dan wanita.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Adab bertamu dan menerima tamu merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Tujuannya supaya kegiatan kunjung mengunjungi tersebut berdampak positif bagi kedua belah pihak, maka islam memberikan tuntunan bagaimana sebaiknya kegiatan bertamu dan menerima tamu tersebut dilakukan.

Menjalin hubungan baik dengan tetangga harus dilakukan oleh setiap muslim. Sebab tetangga merupakan orang yang paling dekat dengan kita sesudah anggota keluarga kita sendiri. Merekalah yang diharapkan paling dahulu memberikan bantuan jika kita membutuhkannya.

Hubungan baik dengan masyarakat juga sangat diperlukan, karena manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia memerlukan bantuan orang lain. Sehingga seseorang sangat bergantung kepada bantuan masyarakat.

Pergaulan sehari-hari di tengah masyarakat terutama antara muda-mudi, terdapat beberapa hal yang mendapat perhatian khusus di samping ketentuan umum tentang hubungan bermasyarakat yang lainnya. Ketentuan tersebut yaitu tentang mengucapkan dan menjawab salam, berjabat tangan dan kbalawah. Tujuannya adalah untuk memberikan aturan mengenani pergaulan muda mudi.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu:

1. Setiap orang harus mengetahui adab bertamu dan menerima tamu sehingga seseorang akan merasa senang ketika bertamu dan menerima tamu.

2. Kita harus menjaga hubungan baik dengan tetangga karena tetangga merupakan keluarga terdekat kita. Jangan membuat masalah yang dapat merusak hubungan baik kepada tetangga kita.

3. Sebagai makhluk sosial kita harus menjalin hubungan baik dengan masyarakat. Karena kita tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

4. Pergaulan antara muda mudi harus dijaga sesuai dengan ketentuan yang ada agar kita terhindar dariperbuatan yang terlarang.

DAFTAR PUSTAKA

Barmawie Umarie, 1984. Materi Akhlak. Solo : Ramadhani.

Himpunan Putusan Tarjih, Muhammadiyah

Yunahar Ilyas, 1998. Kuliah Aqidah. Yogyakarta : LPPI UMY.

Yunahar Ilyas, 2000. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta : LPPI UMY.

19