al-hamdulillah, · 2020. 7. 14. · “barangsiapa memandikan mayit lalu menyembunyikan aib-aibnya,...

59
1 KATA PENGANTAR AL-HAMDULILLAH, dengan petunjuk dan pertolongan Allah SWT. Penyusunan Buku Panduan Fardhu Kifayah ini dapat diselesaikan dan sampai ke tangan pembaca. Istilah fardhu kifayah yang dipakai dalam judul buku ini adalah istilah lain dari “Penyelenggaraan Jenazah” yang sudah berlaku di masyarakat. Penyelenggaraan Jenazah adalah prosesi pengurusan jenazah yang dilakukan mulai dari memandikan, mengkafani, menyolatkan hingga menguburkan mayit berdasarkan tuntunan syariat. Hukum menyelenggarakan jenazah adalah Fardhu Kifayah. Mengingat hukunya fardhu kifayah, seringkali masyarakat mempercayakan pelaksanaannya kepada para Ustadz, para imam masjid atau santri dan mahasiswa Perguruan Tinggi Islam. Oleh karena itu, sebelum terjun ke masyarakat untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) setiap mahasiswa harus memahami dan dapat melaksanakan prosesi pengurusan jenazah. Semoga kehadiran buku ini menambah wawasan dan pemahaman para mahasiswa dalam pelaksanakan pengurusan jenazah, dan menjadi amal shalih kita semua untuk bekal hidup di akhirat kelak. Amiin, ya rabbal ‘alamin. Bintan, 5 Muharram 1441 H. 5 September 2019 M. Saepuddin, M.Ag

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    KATA PENGANTAR

    AL-HAMDULILLAH, dengan petunjuk dan pertolongan Allah SWT. Penyusunan Buku Panduan Fardhu Kifayah ini dapat diselesaikan dan sampai ke tangan pembaca.

    Istilah fardhu kifayah yang dipakai dalam judul buku ini adalah istilah lain dari “Penyelenggaraan Jenazah” yang sudah berlaku di masyarakat. Penyelenggaraan Jenazah adalah prosesi pengurusan jenazah yang dilakukan mulai dari memandikan, mengkafani, menyolatkan hingga menguburkan mayit berdasarkan tuntunan syariat.

    Hukum menyelenggarakan jenazah adalah Fardhu Kifayah. Mengingat hukunya fardhu kifayah, seringkali masyarakat mempercayakan pelaksanaannya kepada para Ustadz, para imam masjid atau santri dan mahasiswa Perguruan Tinggi Islam. Oleh karena itu, sebelum terjun ke masyarakat untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) setiap mahasiswa harus memahami dan dapat melaksanakan prosesi pengurusan jenazah.

    Semoga kehadiran buku ini menambah wawasan dan pemahaman para mahasiswa dalam pelaksanakan pengurusan jenazah, dan menjadi amal shalih kita semua untuk bekal hidup di akhirat kelak. Amiin, ya rabbal ‘alamin.

    Bintan, 5 Muharram 1441 H.

    5 September 2019 M. Saepuddin, M.Ag

  • 2

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar ..................................................... 1

    Daftar Isi ................................................................ 2

    Bab I : Pengertian, Hukum Dan Keutamaan

    Penyelenggaraan Jenazah ...................... 3

    Bab II : Menjelang Ajal Tiba.................................. 5

    Bab III : Ketika Orang Meninggal Dunia............... 13

    Bab IV : Memandikan Mayit.................................. 22

    Bab V : Mengkafani Mayit ................................... 36

    Bab VI : Shalat Jenazah.......................................... 47

    Bab VII: Menguburkan Mayit................................ 57

  • 3

    BAB I PENGERTIAN, HUKUM DAN KEUTAMAAN

    PENYELENGGARAAN JENAZAH

    Penyelenggaraan Jenazah adalah prosesi pengurusan jenazah yang dilakukan mulai dari memandikan, mengkafani, menyolatkan hingga menguburkan mayit berdasarkan tuntunan syariat.

    Hukum melaksanakan penyelenggaraan jenazah adalah fardhu kifayah. Itulah sebabnya, di kalangan masyarakat, penyelenggaraan jenazah sering disebut dengan penyelenggaraan Fardhu Kifayah.

    Kewajiban penyelenggaraan jenazah ada 4, yaitu: 1. Memandikan 2. Mengkafani 3. Menyolatkan 4. Menguburkan

    Orang yang paling berhak melakukan keempat hal di atas adalah anak dan keluarga si mayit. Karena itu seyogyanya setiap orang Islam dapat memahami dan melaksanakan penyelenggaraan jenazah, tidak hanya mengandalkan orang lain saja.

    Di sisi lain, semua kaum Muslimin hendaknya memiliki kepedulian dan semangat untuk membantu melakukannya. Sebab semakin banyak yang ikut menyelenggarakannya akan semakin baik dampaknya, terutama untuk si mayit.

    Sebagai motivasi dan penghargaan bagi orang-orang yang ikut melaksanakan pengurusan jenazah, Nabi saw menjelaskan keutamaannya, antara lain:

  • 4

    “Barangsiapa menshalatkan jenazah dan tidak ikut mengiringinya, maka baginya pahala satu qiroth. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya pahala dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qiroth?”. Beliau menjawab, “Ukuran terkecil dari dua qiroth adalah semisal gunung Uhud.” (HR. Muslim no. 945).

    “Barangsiapa memandikan mayit lalu menyembunyikan aib-aibnya, Allah akan mengampuninya dengan empat puluh kali ampunan. Dan barangsiapa menggali (kubur) untuknya maka akan diberikan pahala baginya seperti pahala orang yang memberikan tempat tinggal hingga hari kiamat. Dan barangsiapa mengkafani mayit, Allah akan mengkafaninya dengan sutra halus dan bludru dari surga di hari kiamat nanti.” (HR Al-Hakim dan Ath-Thabarani).

    Dalam hadits lain, dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw bersabda:

    “Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: (1) Menjawab salam, (2) menjenguk orang sakit, (3) mengantar jenazah, (4) memenuhi undangan, dan (5) mendoakan yang bersin.” (HR. Bukhari dan Muslim).

    https://wikimuslim.or.id/kiamat/

  • 5

    BAB II MENJELANG AJAL TIBA

    Ajal merupakan salah satu perkara yang

    dirahasiakan oleh Allah SWT sehingga manusia tidak tahu kapan ajalnya tiba, kapan ia akan meninggal dunia. Jika saatnya tiba maka ajal tidak bisa ditunda walau satu detik pun, dan kalau belum waktunya ia pun tidak bisa dipercepat. Allah SWT berfirman:

    Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya). (Q.S. Yunus: 49).

    Setiap orang pasti akan mati. Ada kalanya kematian didahului oleh sakit, dan ada kalanya kematian itu datang secara tiba-tiba, seperti mati karena musibah atau bencana.

    Seorang yang ditimpa oleh penyakit wajib atasnya untuk berusaha berobat untuk kesembuhannya serta bersabar dengan senantiasa mengharap pahala dari Allah SWT. Ia juga harus tetap husnuzhzhon, berprasangka yang baik terhadap Allah SWT.

    Apabila penyakit yang diderita semakin parah, atau tidak ada harapan sembuh, bahkan dikhawatirkan ajalnya tidak lama lagi, maka sunnah bagi keluarga atau orang yang menjenguknya untuk:

  • 6

    1. Si sakit hendaknya mengumpulkan anak-anak dan ahli warisnya untuk dinasihati agar tetap beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

    Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Q.S. Al-Baqarah: 133)

    2. Si sakit hendaknya memberitahu anak-anak dan ahli warisnya tentang hutang piutang agar diselesaikan secara baik.

    Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah SAW bersabda,

    “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah).

    3. Memberikan motivasi agar bersabar dijalan Allah, misalnya berkata, “Tidak mengapa bagimu, in sya

  • 7

    Allah penyakit yang diderita akan menghapuskan dosa-dosa.”

    4. Mengingatkan si sakit akan besarnya rahmat dan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-hambanya. Allah Maha pemaaf, pemurah dan penerima taubat.

    5. Jika orang yang sakit telah sekarat, maka orang yang membesuknya sangat dianjurkan untuk mentalqinkan dengan kalimat “Laa ilaaha illallaah”. Nabi bersabda:

    “Talqinkanlah orang yang akan meninggal diantara kalian agar mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallaah” (HR. Muslim 2162, Nasai 1837 dll).

    Tujuan disyariatkan talqin, agar kalimat terakhir yang terucap dari mayit adalah kalimat “Laa ilaaha illallaah.” Sebab setiap orang yang akhir kalimat dalam hayatnya adalah “Lailaha illallah” maka ia dijami masuk syurga. Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    “Siapa yang kalimat terakhirnya laa ilaaha illallaah maka akan masuk surga.” (HR. Ahmad 22684, Abu Daud 3118 dll). Kemudian ada beberapa hal yang perlu

    diperhatikan terkait talqin, yaitu: Pertama, hendaknya yang mentalqin mayit

    adalah orang yang dicintai mayit atau yang dipercaya mayit. Misalnya, istri atau suaminya, anaknya, orang

  • 8

    tuanya, saudara dekatnya, keponakannya, atau yang lainnya. Tujuannya agar calon mayit semakin yakin bahwa yang disampaikan orang ini adalah kebaikan.

    Karena itu, terkadang setan datang menggoda manusia di akhir hayatnya, untuk menyesatkan mereka. Datang dengan menampakkan diri seperti orang tuanya. Abdullah putra Imam Ahmad menceritakan:

    Saya meghadiri proses kematian ayahku, Ahmad. Beliau terkadang pingsan, terkadang siuman. Tiba-tiba beliau berisyarat dengan tangannya, “Tidak, tidak benar…. Tidak, tidak benar….” Beliau lakukan ini berkali-kali.

    Ketika sadar, aku tanya kepada beliau, “Apa yang terjadi pada ayah?” Jawab Imam Ahmad,

    Sesungguhnya setan berdiri di sampingku, sambil menggigit jariya, lalu dia mengatakan, “Ya Ahmad, aku tidak bisa menyesatkanmu.” Lalu aku jawab, “Tidak… tidak benar.”. (Al-Qiyamah as-Sughra, hlm 16).

    Kedua, hendaknya dilakukan dengan memperhatikan intensitas dalam mengajarkan kalimat “laa ilaaha illallaah.” Dalam arti, jangan terlalu sering yang bisa jadi membuat bosan si orang yang sakit. Termasuk ketika dia dalam kondisi sedang berontak, sebaiknya talqin sementara dihentikan. Al-Qurthubi menceritakan:

  • 9

    Guruku, Abul Abbas Ahmad bin Umar pernah menjenguk Abu Ja’far di kordoba yang kala itu sedang sekarat. Ketika ditalqin, Laa ilaaha illallaah… tapi tiba-tiba dia berontak, “Tidak.. tidak.”

    Setelah dia sadar, kami tanyakan hal itu kepadanya. Lalu dia mengatakan,

    Ada dua setan mendatangiku, di sebelah kanan dan kiriku. Yang satu mengajak, ‘Jadilah yahudi, karena itu agama terbaik.’ Sementara satunya mengajak, ‘Jadilah nasrani, karena itu agama terbaik.’ Akupun berontak, kukatakan, “Tidak.. tidak..” (Al-Qiyamah as-Sughra, hlm. 16)

    Ketiga, hindari orang yang bisa membuat calon mayit semakin resah. Misalnya tangisan istrinya, tangisan anaknya yang menunjukkan kesedihannya dengan kematian suaminya atau ayahnya. Ini bisa membuat calon mayit semakin resah, sehingga dia lebih memikirkan keluarganya dari pada keselamatan akhiratnya. Bisa jadi ini akan menghalangi dia untuk mengucapkan “laa ilaaha illallah.”

    Keempat, cara talqin adalah mengajak dia untuk mengucapkan kalimat tauhid, bukan mengulang-ulang

  • 10

    ucapan ‘Laa ilaaha illallaah’ di sampingnya. Karena itu dalam talqin bisa kita iringi dengan janji baik, misalnya: “Mari ucapkan laa ilaaha illallaah, insya Allah dapat surga”. Dari Ibnul Musayib, dari ayahnya, beliau menceritakan:

    Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dan di kamarnya ada Abu Jahal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan,

    Wahai Paman, ucapkanlah ‘Laa ilaaha illallaah’ satu kalimat yang akan aku jadikan sebagai pembela untuk paman kelak di hadapan Allah.

    Mendengar ini, Abu Jahal menekan perut Abu Thalib sambil mengatakan, “Apakah kamu membenci agama ayahmu, Abdul Muthalib?” ini terus diulang, hingga kalimat terakhir yang dia ucapkan adalah kalimat ini. (HR. Bukhari 3884, dan Nasai 2047).

    Kelima, jika dia sudah berhasil mengucapkan laa ilaaha illallaah maka jangan mengajaknya bicara. Biarkan si calon mayit diam, dengan harapan kalimat terakhir adalah “laa ilaaha illallaah.” Dan jika dia bicara yang lain, maka talqin diulangi, sampai dia mengucapkan kalimat “laa ilaaha illallaah.”

    Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

  • 11

    “Siapa yang kalimat terakhirnya laa ilaaha illallaah maka akan masuk surga.” (HR. Ahmad 22684, Abu Daud 3118 dan yang lainnya). Keenam, Inti dari talqin adalah mengajak orang

    untuk kembali kepada tauhid yang benar. Karena itu, talqin bisa saja dilakukan untuk orang non muslim. Namun ajakannya bukan sebatas mengucapkan “laa ilaaha illallaah” tapi ajakan untuk bersyahadat atau masuk Islam. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, menceritakan:

    Ada anak remaja Yahudi yang suka melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada saat dia sakit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya. Beliau duduk di samping kepala anak Yahudi itu. Beliau tawarkan, “Mau masuk islam?”

    Anak itupun melihat ke arah ayahnya yang ada di sampingnya – dengan maksud minta izin kepadanya –. Lalu ayahnya mengatakan,

    “Taati Abul Qasim (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

    Hingga anak ini masuk islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumah itu sambil mengucapkan,

    Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dia dari neraka. (HR. Bukhari 1356, Abu Daud 3097)

  • 12

    Ketujuh, semua yang ada di sekitar calon mayit, tidak boleh mengucapkan kalimat apapun selain kebaikan. Karena ucapan mereka diaminkan malaikat. Dari Ummu Salamah radhiyallahu‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    “Apabila kamu menjenguk orang sakit atau mayit maka ucapkanlah kalimat yang baik. Karena para malaikat mengaminkan apa yang kalian ucapkan.” (HR. Ahmad 27367, Muslim 2168, dan yang lainnya)

  • 13

    BAB III KETIKA ORANG MENINGGAL DUNIA

    Tatkala seseorang telah benar-benar

    menghembuskan nafas terakhirnya ada beberapa hal yang hendaknya dilakukan oleh orang-orang yang hadir di sisinya, yaitu:

    1. Memejamkan mata orang yang baru meninggal dunia Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika

    mendatangi Abu Salamah yang telah menghembuskan nafas terakhirnya sedangkan kedua matanya terbelalak maka Beliau shalallahu ‘alaihi wa salam memejamkan kedua mata Abu Salamah dan berkata:

    ‘’Sesungguhnya bila ruh telah dicabut, maka pandangan matanya mengikutinya”. (H.R. Muslim: 920, Sunan Abi Dawud: 3102).

    Imam ash Shan’aniy berkata: “Di dalam perbuatan Nabi ini (memejamkan Abu Salamah) terdapat dalil atas disunnahkannya perbuatan ini dan seluruh ulama’ kaum muslimin telah sepakat atas hal ini”. (Subulus Salam:1/467).

    Imam asy Syaukaniy berkata: “Di dalamnya terdapat penjelasan disyari’atkan memejam kan mata orang yang telah meninggal dunia.Imam an Nawawiy mengatakan: Ulama’ kaum muslimin telah sepakat atas hal tersebut. Mereka mengatakan bahwa hikmaknya adalah agar tidak jelek pemandangan wajahnya”. (Nailul Authar:4/29).

  • 14

    Ada riwayat dari imam Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf dan imam Al-Baihaqiy dalam Sunan Al-Kubra tentang dzikir ketika memejamkan mata jenazah dari Bakr bin Abdillah rahimahullah bahwasanya beliau berkata: “Jika engkau memejamkan mata jenazah maka katakanlah:

    بسم هللا و على ملة رسول هللا“Dengan menyebut nama Allah dan di atas agama

    Rasulullah” Ini adalah pendapat Bakr bin Abdillah

    rahimahullah.

    2. Mendo’akan kebaikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam setelah

    memejamkan mata Abu Salamah berdo’a:

    “Ya Allah ampunilah Abu Salamah,angkatlah derajatnya di tengah orang-orang yang mendapatkan petunujuk dan gantilah dalam anak keturunannya yang ada setelahnya dan ampunilah kami dan dia wahai Tuhan semesta alam dan luaskanlah kuburnya”. (H.R.Muslim dan Al Baihaqiy)

    3. Mengikat dagunya Dalil masalah ini adalah dalil nzhar (akal) yang

    shahih, yaitu di dalamnya terdapat kemaslahatan yang sangat jelas bagi jenazah, yaitu agar mulutnya tidak terbuka sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh orang lain.

  • 15

    Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: “Setahu saya tidak ada dalil atsar dalam masalah ini namun yang ada hanya dalil akal yaitu: agar mulutnya tidak terbuka sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh orang lain”. (Syarh Mumti’: 5/253).

    Adapun tata caranya adalah mengikatnya dengan kain yang lebar dan panjang lagi mencakup seluruh dagunya dan diikatkan dengan bagian atas kepalanya agar mulutnya tidak terbuka.

    4. Melemaskan persendian Dalil masalah ini adalah nazhar (akal) yang shahih,

    yaitu di dalamnya terdapat kemaslahatan yang sangat jelas bagi jenazah dan orang yang mengurusnya.

    Proses pelemasan ini dilakukan ketika jenazah baru meninggal dunia ketika tubuhnya masih dalam keadaan hangat adapun jika sudah lama atau tubuhnya sudah dingin maka tidak perlu dilemaskan karena tubuhnya sudah kaku.Apabila kita lemaskan dalam kondisi jenazah sudah kaku maka akan menyakiti jenazah dan hal ini tidak diperbolehkan karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

    “Memecah tulang orang yang telah meninggal dunia adalah seperti memecahnya dalam keadaan hidup”. (H.R.Ibnu Majah:1616)

    Berkata penulis kitab Aunul Ma’bud ketika mengomentari hadits ini: “Berkata Ath Thibiy: Di dalamnya terdapat isyarat bahwasanya orang yang

  • 16

    meninggal dunia tidak boleh dihinakan sebagaimana ketika masih hidup.Berkata Ibnu Malik: Dan bahwasanya orang yang meninggal dunia merasa tersakiti. Berkata Ibnu Hajar: Kelazimannya menunjukkan bahwa ia merasakan kelezatan sebagaimana orang yang masih hidup. Dan Ibnu Abi Syaibah telah mengeluarkan atsar dari Ibnu Mas’ud ia

    berkata:

    “Menyakiti seorang mukmin ketika telah meninggal dunia seperti menyakitinya ketika di masa hidupnya”. (Aunul Ma’bud syarh sunan Abu Dawud:7/195).

    Adapun caranya adalah sebagai berikut: Dilipat lengannya ke pangkal lengannya

    kemudian dijulurkan lagi. Dilipat betisnya ke pahanya dan pahanya ke

    perutnya kemudian dikembalikan lagi. Jari-jemarinya dilemaskan juga dengan ditekuk

    dengan lembut. (Syarh Mumti’:5/254).

    5. Melepas pakaian yang melekat di badannya Seluruh pakaian yang melekat pada jasad jenazah

    hendaknya dilepas sehingga tidak ada satu helai kainpun yang melekat pada jasadnya kemudian diganti dengan kain yang menutupi selurut jasadnya. Dalil amalan ini adalah : a. Para sahabat mengatakan ketika akan

    memandikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam:

  • 17

    “Kami tidak tahu, apakah kami melepas pakaian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam sebagaimana kami melepas pakaian orang yang meninggal dunia di antara kami ataukah tidak “. (H.R.Ahmad:6/267 dan Abu Dawud:3141).

    Hadits ini menunujukkan bahwa adat dan kebiasaan yang berlaku di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika akan memandikan jenazah melepas pakaian yang melekat pada jasadnya

    b. Agar badannya tidak cepat rusak karena pakaian yang melekat padanya akan memanaskan tubuhnya. Jenazah apabila terkena hawa panas maka akan cepat rusak. Kadang-kadang keluar kotoran yang akan mengotorinya sehingga akan tampak menjijikkan dan menimbulkan bau yang tidak sedap.

    6. Menutup seluruh jasad jenazah dengan kain Setelah seluruh pakaian yang melekat pada

    badannya ketika meninggal dunia dilepas lalu ditutupi dengan kain yang menutupi seluruh jasadnya. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma berkata:

    “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika meninggal dunia jasad beliau ditutup dengan pakaian bergaris ala Yaman”. (HR. Bukhari : 1241dan Muslim:942). Para ulama’ menjelaskan bahwa hikmah dari

    ditutupnya seluruh jasad jenazah adalah agar tidak

  • 18

    tersingkap tubuh dan auratnya yang telah berubah setelah meninggal dunia.

    Namun orang yang meninggal dunia ketika ihram tidaklah boleh ditutup wajah dan kepalanya, berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

    “Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arafah, tiba-tiba dia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu hewan tunggangannya menginjak lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Mandikanlah dengan air yang dicampur daun bidara lalu kafanilah dengan dua potong kain – dan dalam riwayat yang lain: “ dua potong kainnya “- dan jangan diberi wewangian. Jangan ditutupi kepala dan wajahnya. Sesungguhnya ia akan dibangkitkan pada hari kiyamat nanti dalam keadaan bertalbiyah.” (H.R.Bukhari :1265 dan Muslim:1206).

    7. Menyegerakan pemakaman Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu

    bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

  • 19

    “Segerakanlah pemakaman jenazah. Jika ia termasuk orang-orang yang berbuat kebaikan maka kalian telah menyajikan kebaikan kepadanya. Dan jika ia bukan termasuk orang yang berbuat kebaikan maka kalian telah melepaskan kejelekan dari pundak-pundak kalian.”

    (H.R.Bukhari:1315). Berkata pengarang kitab Tharhu at Tastrib syarh

    at Taqrib: “Perintah menyegerakan di sini menurut jumhur ulama’ salaf dan mutaakhirin adalah sunnah. Ibnu Qudamah mengatakan: Tidak ada perselisihan di antara imam-imam ahli ilmu dalam masalah kesunnahannya”. (Tharhu at Tastrib syarh at Taqrib :3/289).

    8. Segera melunasi hutang-hutangnya Yakni hutang yang berkaitan dengan hak Allah

    seperti: zakat, kafarah, nazar dan lain-lainnya ataupun hutang yang berkaitan dengan hak anak turun bani Adam semisal hutang dari proses pinjam meminjam, jual beli, upah pekerja dan lain-lainnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

    “Jiwa seorang mukmin bergantung dengan utangnya sehingga ditunaikan “.

    Imam asy Syaukaniy berkata: “Di dalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk menunaikan hutang orang yang meninggal dunia dan pemberitaan bahwa jiwanya bergantung dengan hutangnya sehingga ditunaikan.Dan ini terbatasi dengan orang yang memiliki harta yang dapat dipergunakan untuk

  • 20

    menunaikan hutangnya. Adapun orang yang tidak memiliki harta untuk menunaikan hutangnya maka sungguh telah datang hadits-hadits yang menunjukkan bahwasanya Allah akan menunaikan hutangnya bahkan ada beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa apabila seseorang memiliki kecintaan untuk membayar hutangnya ketika meninggal dunia maka Allah akan menanggung penunaian hutangnya walaupun ia memiliki ahli waris yang tidak mau menunaikan hutangnya” (Nailul Authar:4/30).

    Orang yang tidak mau menunaikan hutangnya akan disiksa di kuburnya sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang shahih dari jalur sahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu anhu, ia berkata:

    “Seseorang telah meninggal, lalu kami segera memandikan, mengkafani, dan memberinya wewangian, kemudian kami mendatangi Rasulullah agar

  • 21

    menshalatinya . Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melangkah mendekatinya lalu bersabda, ‘Barangkali Sahabat kalian ini masih mempunyai hutang?’ Orang-orang yang hadir menjawab, ‘Ya ada, sebanyak dua dinar.’Maka Beliau bersabda: “shalatilah saudara kalian. Abu Qatadah berkata, ‘Ya Rasululla shalallahu ‘alaihi wa salam , hutangnya menjadi tanggunganku.’Maka beliau bersabda, ‘Dua dinar hutangnya menjadi tanggunganmu dan murni dibayar dari hartamu, sedangkan mayit ini terbebas dari hutang itu?’Abu Qatadah berkata, ‘Ya, benar.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian menshalatinya.Pada esok harinya ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bertemu dengan abu Qatadah bertanya : “ apa yang dilakukan oleh dua dinar ? Abu Qatadah mengatakan: Ya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dia baru meninggal kemarin.Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pada esok harinya kembali bertemu dengannya dan mengatakan , apa yang diperbuat oleh dua dinar ?’ Akhirnya ia menjawab, ‘Aku telah melunasinya, wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.’ Kemudian Beliau shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, ‘Sekarang barulah kulitnya merasa dingin”. (Ahkamul Janaiz:16).

    BAB IV MEMANDIKAN MAYIT

    A. Hukum memandikan mayit

    Memandikan mayit hukumnya fardhu kifayah. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

  • 22

    “Ada seorang lelaki yang sedang wukuf di Arafah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Tiba-tiba ia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu meninggal. Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain, jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206). Juga hadits dari Ummu ‘Athiyyah r.a, ia berkata:

    “Salah seorang putri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam meninggal (yaitu Zainab). Maka beliau keluar dan bersabda: “mandikanlah ia tiga kali, atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian menganggap itu perlu. Dengan air dan daun bidara. Dan jadikanlah siraman akhirnya adalah air yang dicampur kapur barus, atau sedikit kapur barus. Jika kalian sudah selesai, maka biarkanlah aku masuk”. Ketika kami telah menyelesaikannya, maka kami

  • 23

    beritahukan kepada beliau. Kemudian diberikan kepada kami kain penutup badannya, dan kami menguncir rambutnya menjadi tiga kunciran, lalu kami arahkan ke belakangnya” (HR. Bukhari no. 1258, Muslim no. 939).

    B. Orang yang memandikan mayit Orang yang memandikan mayit hendaknya

    orang yang paham fikih. Lebih diutamakan jika dari kalangan kerabat mayit. Sebagaimana yang memandikan jenazah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adalah Ali radhiallahu’anhu dan kerabat Nabi. Ali mengatakan:

    “Aku memandikan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Dan aku memperhatikan jasad beliau seorang tidak ada celanya. Jasad beliau bagus ketika hidup maupun ketika sudah wafat. Dan yang menguburkan beliau dan menutupi beliau dari pandangan orang-orang ada empat orang: Ali bin Abi Thalib, Al Abbas, Al Fadhl bin Al Abbas, dan Shalih pembantu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku juga membuat liang lahat untuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan di atasnya diletakkan

  • 24

    batu bata” (HR. Ibnu Majah no. 1467 dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

    Adapun yang berhak memandikan mayit : 1. Orang yang telah ditunjuk (diwasiatkan) oleh

    mayit ketika hidup 2. Ayah kemudian kakek, keluarga terdekat mayit,

    muhrimnya dan istrinya 3. Jenazah pria dimandikan oleh pria dan jenazah

    wanita dimandikan oleh wanita 4. Orang yang utama memandikan mayit

    perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.

    5. Suami boleh memandikan istrinya dan sebaliknya

    6. Mayit yang berusia dibawah tujuh tahun (belum baligh) boleh dimandikan oleh lawan jenisnya

    7. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW,:

  • 25

    “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan lain atau laki-laki mekninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)

    Semua yang memandikan mayit harus emenuhi syarat yaitu menguasai tatacara memandikanm jenazah, apabila tidak maka dikembalikan kepada yang ahli sekalipun bukan dari keluarga mayit

    C. Perangkat memandikan mayit Perangkat yang dibutuhkan untuk memandikan mayit diantaranya:

    Sarung tangan atau kain, agar terjaga dari najis, kotoran dan penyakit

    Masker penutup agar terjaga dari penyakit Spon penggosok atau kain untuk membersihkan

    badan mayit Kapur barus yang sudah digerus untuk

    dilarutkan dengan air Daun sidr (bidara) jika ada, yang busanya

    digunakan untuk mencuci rambut dan kepala mayit. Jika tak ada, maka bisa diganti shampo

  • 26

    Satu ember sebagai wadah air Satu embar sebagai wadah air kapur barus Gayung Kain untuk menutupi aurat mayit Handuk Gunting kuku untuk menggunting kuku mayit

    jika panjang D. Cara memandikan mayit

    1. Melemaskan persendian mayit Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

    “Adapun melemaskan persendian, hikmahnya untuk memudahkan ketika dimandikan. Caranya dengan merentangkan tangannya lalu ditekuk. Dan direntangkan pundaknya lalu ditekuk. Kemudian pada tangan yang satunya lagi. Demikian juga dilakukan pada kaki. Kakinya pegang lalu ditekuk, kemudian direntangkan, sebanyak dua kali atau tiga kali. Sampai ia mudah untuk dimandikan” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).

  • 27

    Dan hendaknya berlaku lembut pada mayit. Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

    “Memecah tulang orang yang telah meninggal dunia adalah seperti memecahnya dalam keadaan hidup” (HR. Abu Daud no. 3207).

    2. Melepas pakaian yang melekat di badannya Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

    “[Dilepaskan pakaiannya] yaitu pakaian yang dipakai mayit ketika meninggal. Disunnahkan untuk dilepaskan ketika ia baru wafat. Kemudian ditutup dengan rida (kain) atau semisalnya” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).

    Namun orang yang meninggal dunia ketika ihram tidaklah boleh ditutup wajah dan kepalanya, berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma di atas. Cara melepaskan pakaiannya jika memang sulit untuk dilepaskan dengan cara biasa, maka digunting hingga terlepas.

    3. Menutup tempat mandi dari pandangan orang banyak Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

  • 28

    “Mayat ditutup dalam suatu ruangan yang tertutup pintu dan jendelanya. Sehingga tidak terlihat oleh siapapun kecuali orang yang mengurus pemandian jenazah. Dan tidak boleh dimandikan di hadapan orang-orang banyak” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/428).

    Kemudian mayit ditutup dengan kain pada bagian auratnya terhadap sesama jenis, yaitu dari pusar hingga lutut bagi laki-laki dan dari dada hingga lutut bagi wanita.

    4. Teknis pemandian Disebutkan dalam Matan Akhsharil Mukhtasharat:

  • 29

    “Hendaklah berniat dan membaca basmalah. Kemudian angkat kepalanya jika ia bukan wanita hamil, sampai mendekati posisi duduk. Kemudian tekan-tekan perutnya dengan lembut. Perbanyak aliran air ketika itu, kemudian lapisi tangan dengan kain dan lakukan istinja (cebok) dengannya. Namun diharamkan menyentuh aurat orang yang berusia 7 tahun (atau lebih). Kemudian masukkan kain yang basah dengan jari-jari ke mulutnya lalu gosoklah giginya dan kedua lubang hidungnya. Bersihkan keduanya tanpa memasukkan air. Kemudian lakukanlah wudhu pada mayit. Kemudian cucilah kepalanya dan jenggotnya dengan busa dari daun bidara. Dan juga pada badannya beserta bagian belakangnya. Kemudian siram air padanya. Disunnahkan diulang hingga tiga kali dan disunnahkan juga memulai dari sebelah kanan. Juga disunnahkan melewatkan air pada perutnya dengan tangan. Jika belum bersih diulang terus hingga bersih. Dimakruhkan hanya mencukupkan sekali saja, dan dimakruhkan menggunakan air panas dan juga daun usynan tanpa kebutuhan. Kemudian sisirlah rambutnya dan disunnahkan air kapur barus dan bidara pada siraman terakhir. Disunnahkan menyemir

  • 30

    rambutnya dan memotong kumisnya serta memotong kukunya jika panjang”.

    Secara lebih rinci, tata cara memandikan jenazah adalah sebagai berikut: 1. Letakkan mayat di tempat mandi yang

    disediakan, usahakan tempat agak tinggi. 2. Pasang sutrah untuk menutup aurat mayit

    dengan menggunakan kain sarung. 3. Yang memandikan jenazah hendaklah memakai

    sarung tangan. 4. Siapkan air bersih, air sabun dan air kapur barus. 5. Lepas pakaian mayit 6. Jangan ada yang mendekat kecuali yang dibutuhkan

    kehadirannya di situ untuk membantu pemabdian. 7. Hendaklah yang memandikan itu orang yang paham

    tatacaranya, shaleh dan terpercaya menjaga rahaisa. 8. Istinjakan mayat, dengan mmbersihkan Kotoran

    pada dubur dan qubul mayit. 9. Tekan perut ke bawah dengan lembut untuk

    mengeluarkan sisa kotoran

    10. Kemudian bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya, celah jari tangan dan kaki dan rambutnya.

    11. Kemudian mewudukan mayit sebagaimana wudhu ketika shalat.

    “Aku berniat mewudukkan jenazah ini kerana Allah” 12. Mencuci kepala dan jenggot dengan menggunakan air

    yang telah dicampur dengan daun bidara. 13. Berniat memandikan (Lafazh niat untuk laki-laki):

  • 31

    “Aku berniat memandikan jenazah ini kerana Allah” 14. Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki 3

    kali dengan air bersih. 15. Dahulukan yang kanan kemudian yang kiri, sebanyak 3

    kali atau cukup sekali apabila sudah bersih atau lebih dari tiga apabila masih dirasakan kurang bersih, dan pada siraman yang terakhir dengan menggunakan air yang telah dicampur kapur barus.

    16. Mengeringkan sisa-sisa air pada mayit dengan menggunakan handuk.

    17. Menggunting kuku, serta mencukur kumis, ketiak dibolehkan menurut Ibnu Hazm tapi dimakruhkan menurut jumhur ulama.

    18. Membungkus jasad mayit dengan kain sarung sebelum pengkafanan agar aurat mayit tetap terjaga.

    Apabila keluar kotoran setelah selesai dimandikan dan belum dikafani maka wajib dibasuh bagian yang terkena, tapi beda pendapat ulama dalam pengulangan mandi atau wudlhu, antara wajib dimandikan lagi, hanya wajib di wudhukkan, ada yang berpendapat tidak perlu dimandikan dan diwudhukkan lagi.

    Dan wajib bagi jenazah laki-laki dimandikan oleh laki-laki. Demikian juga jenazah wanita dimandikan oleh wanita. Karena Kecuali suami terhadap istrinya atau sebaliknya. Hal ini dikarenakan wajibnya menjaga aurat. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya:

  • 32

    “Wahai Rasulullah, mengenai aurat kami, kepada siapa boleh kami tampakkan dan kepada siapa tidak boleh ditampakkan? Rasulullah menjawab: “tutuplah auratmu kecuali kepada istrimu atau budak wanitamu” (HR. Tirmidzi no. 2794).

    Kecuali bagi anak yang berusia kurang dari 7 tahun maka boleh dimandikan oleh lelaki atau wanita. 5. Poin-poin tambahan seputar teknis pemandian

    mayit Yang wajib dalam memandikan mayit adalah

    sekali. Disunnahkan tiga kali, boleh lebih dari itu jika dibutuhkan

    Bagi jenazah wanita, dilepaskan ikatan rambutnya dan dibersihkan. Kemudian dikepang menjadi tiga kepangan dan diletakkan di bagian belakangnya. Sebagaimana dalam hadits Ummu Athiyyah di atas

    Jika tidak memungkinkan mandi, maka diganti tayammum Apabila tidak ada air untuk memandikan mayit, atau dikhawatirkan akan tersayat-sayat tubuhnya jika dimandikan, atau mayat tersebut seorang wanita di tengah-tengah kaum lelaki, sedangkan tidak ada mahramnya atau sebaliknya, maka mayat tersebut di tayammumi dengan tanah (debu) yang baik, diusap wajah

  • 33

    dan kedua tangannya dengan penghalang dari kain atau yang lainnya. Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

    “[Jika ada udzur untuk dimandikan, maka mayit di-tayammumi], yaitu karena adanya masyaqqah. Maka salah seorang memukulkan kedua tangannya ke debu kemudian diusap ke wajah dan kedua telapak tangannya. Ini sudah menggantikan posisi mandi. Misalnya bagi orang yang mati terbakar dan jika dimandikan akan rusak dagingnya, maka tidak bisa dimandikan. Demikian juga orang yang penuh dengan luka dan kulitnya berantakan. Jika terkena dimandikan dengan air maka akan robek-robek kulitnya dan dagingnya. Maka yang seperti ini tidak dimandikan” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/435-436).

    Janin yang mati karena keguguran dan telah berumur lebih dari empat bulan, maka dimandikan dan dishalatkan. Jika 4 bulan atau

  • 34

    kurang maka tidak perlu. Berdasarkan hadits dari Al Mughirah bin Syu’bah secara marfu’:

    “Janin yang mati keguguran, dia dishalatkan dan dido’akanampunan dan rahmat untuk kedua orang tuanya” (HR. Abu Dawud no. 3180). Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

    “Janin yang mati keguguran jika di bawah empat bulan maka yang shahih ia tidak dikafani. Namun ia dilipat dan dikuburkan di tempat yang bersih. Dan ia tidak diperlakukan sebagaimana manusia. Jika sudah berusia 4 bulan (atau lebh) maka diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup, yaitu dimandikan, dikafani dan dishalatkan” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/435).

    6. Disunnahkan untuk mandi bagi orang yang telah selesai memandikan mayit.

    “Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia mandi. Dan barangsiapa yang

  • 35

    memikul jenazah, maka hendaklah dia wudhu“. (HR Abu Dawud no. 3161).

  • 36

    BAB V MENGKAFANI MAYIT

    A. Hukum mengkafani mayit Mengkafani mayit hukumnya sebagaimana

    memandikannya, yaitu fardhu kifayah. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu tentang orang yang meninggal karena jatuh dari untanya, di dalam hadits tersebut Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

    “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206). Kadar wajib dari mengkafani jenazah adalah

    sekedar menutup seluruh tubuhnya dengan bagus. Adapun yang selainnya hukumnya sunnah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

  • 37

    “Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah memperbagus kafannya” (HR. Muslim no. 943).

    Kecuali orang yang meninggal dalam keadaan ihram, maka tidak ditutup kepalanya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

    “Jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).

    B. Kriteria kain kafan 1. Kain kafan untuk mengkafani mayit lebih

    utama diambilkan dari harta mayit. Dan semua biaya pengurusan jenazah lebih didahulukan untuk diambil dari harta mayit daripada untuk membayar hutangnya, ini adalah pendapat jumhur ulama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    َبْيهِ َوَكفُِّنْوهُ فِي َثوْ .…“Kafanilah dia dengan dua bajunya” (yakni dari kain yang diambil dari hartanya).

    2. Sunnah memakai kain kafan berwarna putih. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

    “Pakailah pakaian yang berwarna putih dan kafanilah mayit dengan kain warna putih. Karena

  • 38

    itu adalah sebaik-baik pakaian kalian” (HR. Abu Daud no. 3878, Tirmidzi no. 994).

    3. Sunnah menggunakan tiga helai kain putih. Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:

    “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dikafankan dengan 3 helai kain putih sahuliyah dari Kursuf, tanpa gamis dan tanpa imamah” (HR. Muslim no. 941).

    4. Kafan mayit wanita Jumhur ulama berpendapat disunnahkan wanita menggunakan 5 helai kain kafan. Namun hadits tentang hal ini lemah. Maka dalam hal ini perkaranya longgar, boleh hanya dengan 3 helai, namun 5 helai juga lebih utama.

    Disunnahkan menambahkan sarung, jilbab dan gamis bagi mayit wanita. Al Lajnah Ad Daimah mengatakan:

    “Mayit wanita dimulai pengkafananannya dengan membuatkan sarung yang menutupi auratnya dan sekitar aurat, kemudian gamis yang menutupi badan, kemudian kerudung yang

  • 39

    menutupi kepala kemudian ditutup dengan dua lapis” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah. 3/363).

    5. Kafan untuk anak kecil Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:

    “Mayit anak kecil cukup dengan gamis dan dua lapis kafan” (Ad Durar Al Mubtakirat, 1/438).

    6. Tidak diharuskan kain kafan dari bahan tertentu Tidak ada ketentuan jenis bahan tertentu untuk kain kafan. Yang jelas kain tersebut harus bisa menutupi mayit dengan bagus dan tidak tipis sehingga menampakkan kulitnya.

    C. Alat-alat yang perlu disiapkan untuk mengkafani mayit antara lain: 1. Kain kafan sekitar 12 meter 2. Kapas secukupnya 3. Kapur barus yang telah dihaluskan 4. Kayu cendana yang telah dihaluskan 5. Sisir rambut 6. Tikar atau alas tidur untuk tempat

    membentangkan kain kafan yang sudah dipotong-potong.

    D. Teknis Mengkafani Mayit 1. Guntinglah kain kafan menjadi beberapa bagian:

    a. Kain kafan sebanyak 3 helai seukuran panjang mayit ditambah 50-60 cm.

    b. Tali pengikat sebanyak 8 helai. Satu helai untuk mengikat cawat dan 7 helai untuk

  • 40

    mengikat kain kafan. Panjang tali pengikat disesuaikan dengan lebar tubuh dan ukuran kain kafan. Misalnya lebarnya 60 cm maka panjangnya 180 cm. Sedangkan lebarnya 5-7 cm.

    c. Kain untuk cawat. Caranya dengan menggunting kain sepanjang 60 cm lalu dilipan menjadi tiga bagian yang sama. Salah satu ujungnya dilipat kira-kira 10 cm lalu digunting ujung kanan dan kirinya untuk lubang tali cawat. Lalu masukkan tali cawat pada lubang-lubang itu. Dalam cawat itu, berilah kapas yang sudah ditaburi kapur barus atau cendana.

    d. Kain sorban atau kerudung. Caranya dengan menggunting kain sepanjang 90/112 cm lalu melipatnya antara ysudut yang satu dengan yang lain sehingga menjadi segi tiga. Sorban itu berguna untuk mengikat dagu mayit agar tidak terbuka.

    e. Sarung. Caranya dengan mengggunting kain sepanjang 125 cm atau lebih sesuai dengan ukuran mayit.

    f. Baju. Caranya dengan menggunting kain sepanjang 150 cm atau lebih sesuai ukuran mayit. Kain itu dilipat menjadi dua bagian yang sama. Lebar kain itu juga dilipat menjadi dua bagian sehingga membentuk empat persegi panjang. Lalu guntinglah sudut bagian tengah menjadi segi tiga.

  • 41

    Bukalah kain itu sehingga bagian tengah kain akan kelihatan lubang berbentuk belah ketupat. Salah satu sisi dari lubang itu digunting lurus sampai pada bagian tepi, sehingga berbentuk sehelai baju.

    2. Siapkan kapas yang sudah dipotong-potong untuk: a. Penutup wajah/muka. Kapas ini berbentuk

    bujur sangkar dengan ukuran sisi kira-kira 30 cm sebanyak 1 helai.

    b. Bagian cawat sepanjang kira-kira 50 cm sebanyak 1 helai.

    c. Bagian penutup persendian anggota badan berbentuk bujur sangkar dengan sisi kira-kira 15cm sebanyak 25 helai.

    d. Penutup lubang hidung dan lubang telinga. Untuk itu buatlah kapas berbentuk bulat sebanyak 4 buah. Di bagian atas kapas-kapas itu ditaburi kapur barus dan cendana yang sudah dihaluskan.

    3. Tatacara Pengkafanan : a. Bentangkan tikar sebagai alas

    b. Letakkan tali-tali pengikat kain kafan sebanyak 7 helai yang diletakkan di sekitar: 1) bagian atas kepala; 2) bagian bawah dagu; 3) bagian bawah tangan yang sudah disedekapkan; 4) bagian pantat; 5) bagian lutut; 6) bagian betis; 7) bagian bawah telapak kaki.

  • 42

    c. Bentangkan kain kafan tiga helai dengan susunan antara lapis pertama dengan lapis lainnya tidak bertumpuk sejajar, tetapi tumpangkan sebagian saja. Sedangkan lapis ketiga bentangkan di tengah-tengah.

    d. Taburkan pada kain kafan itu kapur barus yang sudah dihaluskan.

    e. Letakkan kain surban atau kerudung yang berbentuk segi tiga dngan bagian alas di sebelah atas. Letak kerudung ini diperkirakan di bagian kepala mayit.

    f. Bentangkan kain baju yang sudah disiapkan. Lubang yang berbentuk belah ketupat untuk leher mayit. Bagian sisi yang digunting dihamparkan ke atas.

    g. Bentangkan kain sarung di tengah-tengah kain kafan. Letak kain sarung ini diperkirakan pada bagian pantat.

    h. bentangkan kain cawat yang telah dibubuhi kapas (menyerupai popok bayi) yang telah diberi wewangian untuk menutup aurat mayit yang diletakan di bokong/kemaluan mayit.

    i. Letakkan mayit membujur diatas kain kafan dalam tempat tertutup dan terselubung kain.

    j. Sisirlah rambut mayit tersebut ke belakang. k. Pasang cawat yang menyerupai popok pada

    mayit untuk menjaga agar kotoran tidak keluar, lalu talikan pada bagian atas.

  • 43

    l. Sedekapkan kedua tangan mayit dengan tangan kanan di atas tangan kirinya.

    m. Tutuplah persendian mayit dengan kapas yang telah diberi kapur barus dan cendana yang dihaluskan dan letakkan kapas tersebut pada kedua mata, lubang hidung, mulut, lubang telinga, dan diatas anggota sujudnya, demikian pula dengan lipatan-lipatan tubuh; leher, ketiak, bawah siku, bawah lutut, pusar, sendi jari kaki, mata kaki bagian dalam dan luar, sendi jari-jari tangan, dan pergelangan tangan.

    n. Lipatlah kain sarung yang sudah disiapkan. o. Kenakan baju yang sudah disiapkan dengan

    cara bagian sisi yang telah digunting diletakkan di atas dada dan tangan mayit.

    p. Ikatlah surban yang berbentuk segi tiga dengan ikatan di bawah dagu.

    q. Lipatkan kain melingkar ke seluruh tubuh selapis demi selapis dengan mengambil sisi kanan lembaran kain yang paling atas kemudian diikuti dengan sisi kiri untuk membungkus mayit, serta tarik ujung atas kepala dan bawah kaki, sambil melepaskan kain sarung yang menutupinya. setelah itu diikuti dengan lembaran kedua dan ketiga.

    r. Kemudian ikat kafan dengan tali yang telah disediakan. Mulailah dengan mengikat tali bagian atas kepala mayyit dan sisa kain bagian atas yang lebih itu dilipat

  • 44

    kewajahnya lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri. Kemudian ikatlah tali bagian bawah kaki dan sisa kain kafan bagian bawah yang lebih itu dilipat kekakinya lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri. Setelah itu ikatlah kelima tali yang lain dengan jarak yang sama rata. Perlu diperhatikan, mengikat tali tersebut jangan terlalu kencang dan usahakan ikatannya terletak disisi sebelah kiri tubuh, agar mudah dibuka ketika jenazah dibaringkan kesisi sebelah kanan dalam kubur.

    4. Mengkafani Jenazah Wanita : Jenazah wanita dibalut dengan lima helai

    kain kafan. Terdiri atas : Dua helai kain, sebuah baju kurung dan selembar sarung beserta kerudungnya. Jika ukuran lebar tubuhnya 50 cm dan tingginya 150 cm, maka lebar kain kafannya 150 cm dan panjangnya 150 ditambah 50 cm.

    Adapun panjang tali pengikatnya adalah 150 cm, disediakan sebanyak tujuh utas tali, kemudian dipintal dan diletakkan sama rata di atas usungan jenazah. Kemudian dua kain kafan tersebut diletakkan sama rata diatas tali tersebut dengan menyisakan lebih panjang dibagian kepala.

    Cara mempersiapkan baju kurungnya: 1. Ukurlah mulai dari pundak sampai kebetisnya,

    lalu ukuran tersebut dikalikan dua, kemudian

  • 45

    persiapkanlah kain baju kurungnya sesuai dengan ukuran tersebut.

    2. Lalu buatlah potongan kerah tepat ditengah-

    tengah kain itu agar mudah dimasuki kepalanya. 3. Setelah dilipat dua, biarkanlah lembaran baju

    kurung bagian bawah terbentang, dan lipatlah lebih dulu lembaran atasnya (sebelum dikenakan pada mayyit, dan letakkan baju

    kurung ini di atas kedua helai kain kafannya ). lebar baju kurung tersebut 90 cm.

    Cara mengkafani jenazah laki-laki yang berusia di bawah tujuh tahun adalah membalutnya dengan membalutnya dengan tiga helai kain. Dan untuk anak perempuan dengan membaluatnya dengan sepotong baju kurung dan dua helai kain.

    Dalam matan Akhsharil Mukhtasharat disebutkan teknis mengkafani mayit:

    “Disunnahkan mengkafani mayit laki-laki dengan tiga lapis kain putih dengan memberikan bukhur (wewangian dari asap) pada kain tersebut. Dan diberikan pewangi di antara lapisan. Kemudian

  • 46

    diberikan pewangi pada mayit, di bagian bawah punggung, di antara dua pinggul, dan yang lainnya pada bagian sisi-sisi wajah dan anggota sujudnya. Kemudian kain ditutup dari sisi sebelah kiri ke sisi kanan. Kemudian kain dari sisi kanan ditutup ke sisi kiri. Demikian selanjutnya pada lapisan kedua dan ketiga. Kelebihan kain dijadikan di bagian atas kepalanya”.

  • 47

    BAB VI SHALAT JENAZAH

    A. Hukum Shalat Jenazah

    Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah berdasarkan keumuman perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyalati jenazah seorang muslim. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata:

    “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah didatangkan kepada beliau jenazah seorang lelaki. Lelaki tersebut masih memiliki hutang. Maka beliau bertanya: “Apakah ia memiliki harta peninggalan untuk melunasi hutangnya?”. Jika ada yang menyampaikan bahwa orang tersebut memilikiharta peninggalan untuk melunasi hutangnya, maka Nabi pun menyalatkannya. Jika tidak ada, maka beliau bersabda: “Shalatkanlah saudara kalian” (HR Muslim no. 1619). Bahkan dianjurkan sebanyak mungkin kaum

    Muslimin menshalatkan orang yang meninggal, agar ia mendapatkan syafa’at. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

  • 48

    “Tidaklah seorang Muslim meninggal, lalu dishalatkan oleh kaum muslimin yang jumlahnya mencapai seratus orang, semuanya mendo’akan untuknya, niscaya mereka bisa memberikan syafa’at untuk si mayit” (HR. Muslim no. 947).

    “Tidaklah seorang Muslim meninggal, lalu dishalatkan oleh empat puluh orang yang tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun, kecuali Allah akan memberikan syafaat kepada jenazah tersebut dengan sebab mereka” (HR. Muslim no. 948).

    B. Tata Cara Shalat Jenazah

    1. Posisi berdiri Mayat diletakkan dihadapan imam dengan posisi kepala diarah utara. Imam berdiri sejajar dengan kepala mayit lelaki dan bila mayitnya wanita, imam berdiri di bagian tengahnya. Makmum berdiri di belakang imam. Sebagaimana dalam hadits Abu Ghalib:

    “Al ‘Ala bin Ziyad mengatakan: wahai Abu Hamzah (Anas bin Malik), apakah praktek

  • 49

    Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat jenazah seperti yang engkau lakukan? Bertakbir 3 kali, berdiri di bagian kepala lelaki dan di bagian tengah wanita? Anas bin Malik menjawab: iya” (HR. Abu Daud no. 3194, At Tirmidzi no. 1034).

    2. Jumlah shaf Sebagian ulama menganjurkan untuk

    membuat tiga shaf (barisan) walaupun shaf pertama masih longgar. Berdasarkan hadits:

    “Barangsiapa yang menshalatkan jenazah dengan membuat tiga shaf, maka wajib baginya (mendapatkan ampunan)” (HR. Tirmidzi no. 1028).

    Ulama khilaf mengenai derajat hadits ini. Pokok permasalahannya adalah pada perawi bernama Muhammad bin Ishaq Al Qurasyi yang merupakan seorang mudallis, dan dalam hadits ini ia melakukan ‘an’anah. Ada pembahasan di antara para ulama mengenai ‘an’anah Ibnu Ishaq. Wallahu a’lam, Maka yang menjadi ibrah (hal yang diperhatikan) adalah banyaknya jumlah orang yang menyalati sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim, bukan sekedar jumlah tiga shaf.

    3. Jumlah takbir dan mengangkat tangan Takbir shalat jenazah sebanyak empat kali. Ulama ijma akan hal ini. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu:

  • 50

    “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menshalati Ash-hamah An Najasyi, beliau bertakbir empat kali” (HR. Bukhari no. 1334, Muslim no. 952).

    Ulama ijma mengenai disyariatkannya mengangkat tangan untuk takbir yang pertama. Ibnu Mundzir mengatakan:

    “Ulama ijma bahwa orang yang shalat jenazah disyartiatkan mengangkat tangan di takbir yang pertama” (Al Ijma, 44).

    Namun mereka khilaf mengenai mengangkat tangan untuk takbir selainnya. Yang rajih, disunnahkan untuk mengangkat tangan dalam setiap takbir dalam shalat jenazah. Berdasarkan riwayat dari Nafi’ tentang Ibnu Umar radhiallahu’anhu, Nafi’ berkata:

    “Ibnu Umar radhiallahu’anhu mengangkat tangannya di setiap kali takbir dalam shalat jenazah” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf [11498], dihasankan Syaikh Ibnu Baz dalam Ta’liq beliau terhadap Fathul Baari [3/227]). Juga riwayat dari Ibnu Abbas:

  • 51

    “Bahwasanya beliau biasa mengangkat kedua tangannya setiap kali takbir di shalat jenazah” (dishahihkan Ibnu Hajar dalam Talkhis Al Habir, 2/291).

    4. Tempat shalat jenazah Shalat jenazah boleh dilakukan di luar masjid. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata:

    “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengumumkan kematian An Najasyi di hari ia wafat. Kemudian beliau keluar ke lapangan lalu menyusun shaf untuk shalat, kemudian bertakbir empat kali” (HR. Bukhari no.1245).

    Namun boleh juga dikerjakan di dalam masjid. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

    “Demi, Allah! Tidaklah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menyalatkan jenazah Suhail bin Baidha’ dan saudaranya (Sahl), kecuali di masjid” (HR Muslim no. 973).

    Dibolehkan bagi orang yang belum sempat menshalatkan jenazah sebelum dikuburkan, lalu ia melakukan shalat jenazah di pemakaman.

  • 52

    Sebagaimana dalam riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:

    “Seseorang yang biasa dikunjungi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah meninggal. Ia meninggal di malam hari, maka ia pun dikuburkan di malam hari. Ketika pagi hari tiba, para sahabat mengabarkan hal ini kepada Rasulullah. Beliau pun bersabda: apa yang menghalangi kalian untuk segera memberitahukan aku? Para sahabat menjawab: ketika itu malam hari, kami tidak ingin mengganggumu wahai Rasulullah. Maka beliau pun mendatangi kuburannya dan shalat jenazah di sana” (HR. Bukhari no. 1247).

    Demikian juga dalam riwayat Muslim:

    “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berhenti di sebuah kuburan yang masih basah. Ia shalat (jenazah) di sana dan menyusun shaf untuk shalat. Beliau bertakbir empat kali” (HR. Muslim no. 954).

    5. Rukun Shalat Jenazah

  • 53

    Pertama : Niat Kedua : Takbir empat kali Ketiga : Berdiri bagi yang mampu Keempat: Membaca fatihah Kelima : Membaca Shalawat Keenam : Mendoakan mayit Keenam : Salam

    6. Tata cara shalat Jenazah Pertama, niat shalat jenazah. Dan niat

    adalah amalan hati tidak perlu dilafalkan. Kedua, takbir yang pertama, lalu membaca

    ta’awwudz kemudian Al Fatihah. Berdasarkan keumuman hadits:

    “Tidak ada shalat yang tidak membaca Al Fatihah” (HR. Bukhari no. 756, Muslim no. 394). Dan tidak perlu membaca do’a istiftah / iftitah sebelum Al Fatihah.

    Ketiga, takbir yang kedua, kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berdasarkan hadits dari Abu Umamah Al Bahili radhiallahu’anhu:

  • 54

    “Bahwa sunnah dalam shalat jenazah adalah imam bertakbir kemudian membaca Al Fatihah (setelah takbir pertama) secara sirr (lirih), kemudian bershalawat kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, kemudian berdoa untuk mayit setelah beberapa takbir. Kemudian setelah itu tidak membaca apa-apa lagi setelah itu. Kemudian salam” (HR. Asy Syafi’i dalam Musnad-nya [no. 588], Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra [7209] ).

    Keempat, takbir yang ketiga, kemudian membaca doa untuk mayit. Berdasarkan hadits Abu Umamah di atas. Diantara doa yang bisa dibaca adalah:

    “Ya Allah, berilah ampunan baginya dan rahmatilah dia. Selamatkanlah dan maafkanlah ia. Berilah kehormatan untuknya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah ia dengan air, es dan salju. Bersihkanlah dia dari kesalahannya sebagaimana Engkau bersihkan baju yang putih dari kotoran. Gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya semula, istri yang lebih baik dari

  • 55

    istrinya semula. Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah ia dari adzab kubur dan adzab neraka” (HR Muslim no. 963).

    “Ya Allah, ampunilah orang yang hidup di antara kami dan orang yang telah mati, yang hadir dan yang tidak hadir, (juga) anak kecil dan orang dewasa, lelaki dan wanita di antara kami” (HR At Tirmidzi no. 1024, ia berkata: “hasan shahih”).

    Catatan: Do’a di atas berlaku untuk mayit laki-laki.

    Jika mayit perempuan, maka kata –hu atau –hi diganti dengan –haa. Do’a di atas dibaca setelah takbir ketiga dari shalat jenazah.

    Do’a khusus untuk mayit anak kecil:

    “Ya Allah! Jadikan kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala buat kami”. (HR. Bukhari secara mu’allaq -tanpa sanad- dalam Kitab Al-Janaiz, 2: 113)

    Kelima, takbir keempat. Kemudian diam sejenak tidak membaca apa-apa, atau boleh juga membaca doa untuk mayit, seperti doa :

  • 56

    “Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memperoleh pahalanya dan jangan sesatkan kami sepeninggalnya, ampunilah kami dan ampunilah dia serta orang-orang beriman yang telah mendahului kami. Dan janganlah Engkau jadikan perasaan dengki di dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.

    Keenam, salam. Dan sifat salamnya sebagaimana salam dalam shalat yang lain. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu:

    “Ada 3 perkara yang dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar melakukannya dan kemudian banyak ditinggalkan orang: salah satunya salam di shalat jenazah semisal dengan salam dalam shalat yang lain..” (HR. Ath Thabrani no. 10022)

    Yaitu salam dilakukan dua kali ke kanan dan ke kiri dan yang merupakan rukun hanya salam ke kanan saja.

    BAB VII MENGUBURKAN MAYIT

  • 57

    Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

    penguburan jenazah 1. Disunnahkan untuk mengiringi mayit ke

    pemakamannya 2. Disunnahkan menyegerakan untuk penguburan

    jenazah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    “Segerakanlah pemakaman jenazah. Jika ia termasuk orang-orang yang berbuat kebaikan maka kalian telah menyajikan kebaikan kepadanya. Dan jika ia bukan termasuk orang yang berbuat kebaikan maka kalian telah melepaskan kejelekan dari pundak-pundak kalian.” (H.R.Bukhari:1315).

    3. Diharamkan bagi wanita untuk mengiringi jenazah. 4. Bagi yang menyaksikan iringan Jenazah

    Disunnahkan untuk berdiri, sedangkan bagi yang

    https://static1.ypiayogya.com/rumaysho.com/wp-content/uploads/2013/12/liang-lahat.png

  • 58

    mengantarnya, hendknya mereka tidak duduk hingga jenazah diletakkan di lahad terkecuali untuk sebuah keperluan. Dari Abu Said bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bila kalian melihat jenazah maka berdirilah, dan barangsiapa mengantarkannya hendaknya ia tidak duduk sampai jenazah itu diletakkan." (Muttafaq Alaihi).

    5. Disunnahkan memperdalam dan memperluas kuburan Rasulullah bersabda: “Galilah, luaskanlah dan dalamkanlah” (HR. Abu Daud)

    6. Bagi setiap orang yang masuk ke kompleks pekuburan disunnahkan untuk meberi salam kepada penghuni kubur, membuka sandal, tidak duduk diatas kuburan serta banyak mengingat kematian

    7. Doa ketika masuk ke Pekuburan:

    " Semoga kesejahteraan untukmu, wahai penduduk kampung (Barzakh) dari orang-orang mukmin dan muslim. Sesungguhnya kami -insya Allah- akan menyusulkan. Kami mohon kepada Allah untuk kami dan kamu, agar diberi keselamatan (dari apa yang tidak diinginkan).

    Adapun tatacara penguburan jenazah: 1. Beberapa orang turun kedalam kubur untuk

    menyambut mayit.

  • 59

    2. Mayit diturunkan darkkannya Zi arah selatan kubur dengan mendahulukan bagian kepala.

    3. Mayit diletakkan dilahad dengan dimiringkan bertumpu pada sisi kanannya menghadap kiblat, bagi orang yang meletakkannya mengucapkan “Bismillah wa ‘ala millati Rasulillah”

    4. Meletakkan batu atau yang lain dibawah kepalanya 5. Mayit didekatkan pada dinding lahad. 6. Diletakkan sesuatu dibelakang punggung mayit

    sebagai penahan agar tidak terbalik kebelakang. 7. Mulut liang lahad ditutup dengan batu atau

    semacamnya. 8. Menuangkan tanah ke kuburan dengan

    menggunakan tanah bekas galian kuburnya. 9. Tanah makam ditinggikan kurang lebih satu

    jengkal diatas permukaan tanah dan di bentuk seperti punggung unta agar air hujan tidak menggenang diatasnya.

    10. Boleh ditaburi kerikil dan disiram dengan air agar tanah menjadi padat sehingga tidak mudah terperosok.

    11. Memberi tanda (nisan) pada kedua ujungnya untuk menjelaskan batas-batasnya agar dikenali sebagai kuburan.

    12. Bagi para pelayat disunnahkan untuk mendoakan mayit.