wanita dalam beberapa pandangan ulamadigilib.uinsby.ac.id/619/5/bab 2.pdf · muhammad...

30
18 BAB II WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMA Sebelum penulis jauh membahas secara khusus pandangan Shaikh Muhammad al-Ghaza> li> mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama secara umum berkenaan dengan beberapa masalah wanita yang dianggap bias gender. Untuk mewakili pandangan Islam secara umum, maka penulis mengangkat beberapa pandangan, yaitu mulai dari para mufassir, ulama hadis, dan tokoh-tokoh feminis Muslim. 1 A. Awal Mula Penciptaan Wanita Pembahasan mengenai penciptaan Hawa (wanita) dari tulang rusuk Adam (laki-laki) memang sangat hangat, saat para feminis ramai mengusung paham gender. Karena awal dari konsep kesetaraan adalah konsep penciptaan. Maka mereka mengkriitisi penafsiran para mufassir atas ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan penciptaan wanita tersebut. Mereka menuduh para mufassir memiliki bias gender dalam hasil ijtihadnya. Ayat al-Qur’an yang biasanya dijadikan dalil mengenai penciptaan wanita adalah: 1 Dalam penelitian ini penulis menggunakan kata perempuan dan wanita secara bergantian, namun penulis tidak bermaksud membedakan makna antara keduanya.

Upload: others

Post on 17-Jan-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

18

BAB II

WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMA

Sebelum penulis jauh membahas secara khusus pandangan Shaikh

Muhammad al-Ghaza>li> mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit

menyinggung pandangan ulama secara umum berkenaan dengan beberapa

masalah wanita yang dianggap bias gender. Untuk mewakili pandangan Islam

secara umum, maka penulis mengangkat beberapa pandangan, yaitu mulai dari

para mufassir, ulama hadis, dan tokoh-tokoh feminis Muslim.1

A. Awal Mula Penciptaan Wanita

Pembahasan mengenai penciptaan Hawa (wanita) dari tulang

rusuk Adam (laki-laki) memang sangat hangat, saat para feminis ramai

mengusung paham gender. Karena awal dari konsep kesetaraan adalah

konsep penciptaan. Maka mereka mengkriitisi penafsiran para mufassir

atas ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan penciptaan wanita tersebut.

Mereka menuduh para mufassir memiliki bias gender dalam hasil

ijtihadnya. Ayat al-Qur’an yang biasanya dijadikan dalil mengenai

penciptaan wanita adalah:

1 Dalam penelitian ini penulis menggunakan kata perempuan dan wanita secara bergantian, namun penulis tidak bermaksud membedakan makna antara keduanya.

Page 2: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

19

Wahai Manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan din yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (hawa) dan (dirinya), dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan peliharalah hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.2 Tidak bisa dipungkiri bahwa mayoritas mufassir menafsirkan

kata “nafs wa>hidah” adalah adam, sedangkan kata “minha>” domir “ha>”

ditafsirkan dengan dan bagian tubuh Adam. Sedangkan kata “zaujaha>”

ditafsirkan dengan Hawa atau istri Adam. Hingga kesimpulannya

adalah bahwa perempuan diciptakan dan tubuh Adam (tulang rusuk).

Diantaranya adalah Ibn Kathir dalam kitabnya Tarsi>r al-Qur’an

al-’Az}i>m mengatakan bahwa “nafs wa>hidah” adalah adam dan

“zaujaha>” adalah hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam yang

kiri. Penjelasan tersebut dikuatkan dengan sebuah hadis yang

menceritakan tentang penciptaan perempuan, yaitu:3

ن ا ا ف ر يـ خ اء س ن الا ب و ص و تـ س ا ه ال ع أ ع ل الض يف ئ ي ش ج و ع أ ع ل ض ن م ت ق ل خ ة أ ر امل

اء س الن ا ب و ص و تـ اس ف ج و ع أ ل ز يـ مل ه ت ك ر تـ ن إ و ه ت ر س ك ه م ي ق ت ت ب ه ذ ن إ ف

Berbuat baiklah kepada wanita, sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika kamu ingin meluruskannya maka akan patahlah ia, dan jika kamu ingin memperoleh manfaat, maka lakukanlah. Sementara ia tetap memiliki kebengkokan.

Al-Zamakhshari> dalam kitab tafsirnya al-Kasha>f juga

menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari asal yang satu

2 Al-Qur’an, 4:1. 3 Ibn Kathir, al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, (Bairut: Da’r al-Ma’a>rif, 1976), 448.

Page 3: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

20

yaitu Adam dan menciptakan istrinya Hawa dari diri yang sama yaitu

Adam. Namun al-Zamakhshari> menyebutkan penjelasannya lebih lanjut,

seperti yang telah dilakukan oleh Ibn Kathi>r.4

Begitu pula penafsiran yang terdapat dalam beberapa buku tafsir

seperti Tafsi>r al-Qurt}u>bi>, Tafsi>r al-Miza>n, Tafsi>r Ru>h a1-Baya>n, dan

beberapa buku tafsir lainnya, menyatakan hal yang sama, dan dengan

alasan yang sama yaitu mengajukan hadis tentang penciptaan wanita.

Walau beberapa mufassir diatas sepakat menyatakan bahwa

Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam, namun ada beberapa mufassir

yang berbeda dalam penafsirannya. Seperti al-Ra>zi> yang mengutip

pendapat al-Asfaha>ni> mengatakan bahwa damir “ha>” bukan dari bagian

tubuh Adam, melainkan dari jenis Adam. Untuk memperkuat

pendapatnya, ia menganalisis kata “nafs” yang digunakan dalam

beberapa ayat lainnya.5 Namun sangat disayangkan, ia tidak

memberikan analisa atas paparannya tersebut.

Adapun Muhammad ‘Abduh, ia mengutip pendapat para filsuf

yang menganggap “al-nafs dan al-ru>h” memiliki arti yang sama, yaitu

bersifat non materi. Dengan demikian tidak bisa mengonotasikan nafs

(non materi) dengan Adam (materi), karena keduanya jauh berbeda. Ia

juga menyatakan bahwa informasi yang menyatakan bahwa Adam

adalah manusia pertama adalah Taurat. Sementara keaslian Taurat

4 Al-Zamarkashi>, al-Kasha>f ‘an haqa>iq al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wil fi Wuju>h al-Ta ‘wi>l, Jilid 1, (Bairut: Da>r al-Fikr, 1977), 492. 5 Fakhru al-Di>n al-Ra>zi>, Tafsi>r al-Kabi>r, ( Bairut: Da>r aI-Fikr, Li aI-Tiba>’ah wa al-Nashr wa al-Tauzi>’, 1995), 478.

Page 4: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

21

sudah sangat diragukan. Menurutnya, kita hanya mengimani kebenaran

metafisis dari al-Qur’an. Sementara al-Qur’an sendiri tidak pernah

menyebutkan bahwa nafs wa>hidah disini adalah Adam. Maka kita

biarkan saja ini menjadi tidak jelas. Kita tidak memastikan ini Adam

ataupun bukan Adam.6

Sedangkan damir ha> yang ada pada kata “ha>” ‘Abduh

sependapat dengan al-Asfaha>ni> yang menyatakan bahwa “ha>” disini

adalah “diri yang satu”, dan bukan tulang rusuk adam. Namun ‘Abduh

tidak menyimpulkan siapa sesungguhnya “nafs wa>hidah” itu.7

Rashi>d Rid}a> juga tidak berbeda dengan gurunya yaitu

Muhammad ‘Abduh yang berhenti pada permasalahan tersebut.

Menurutnya tidak usah saling menyalahkan mengenai pandangan siapa

manusia pertama. Yang utama adalah bahwa ayat al-Qur’an tersebut

menegaskan bahwa semua manusia memiliki asal-usul yang sama. Maka

dari itu, semua manusia bersaudara, tanpa memandang warna kulit,

perbedaan bahasa, ataupun perbedaan keyakinan mengenai asal-usul

manusia itu sendiri.8

Dari pemaparan di atas, terlihat sekali perbedaan pendapat

diantara para mufassir, dari yang klasik sampai yang modern. Memang

mengenai penciptaan perempuan, tidak ada penjelasan yang rinci dari

ayat al-Qur’an. Bahkan Hawa sebagai perempuan pertama yang menjadi

6 Rashi>d Rid}a> dan Muhammad ‘Abduh, Tafsi>r aI-Mana>r, Jilid IV,(Kairo: Da>r al-Mana>r, t.t), 324. 7 Ibid., 231. 8 Ibid., 327.

Page 5: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

22

istri Adam pun tidak terdapat dalam al-Qur’an. Penjelasan tentang

Hawa, hanya dapat ditemukan di dalam hadis. Mengenai penciptaan

Hawa dari tulang rusuk Adam pun hanya ada di dalam hadis dan tidak

ditemukan di dalam al-Qur’an.

Hadis yang digunakan para mufassir untuk memperkuat

penjelasan mereka bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk adam,

memang tercantum di dalam kitab hadis Bukha>ri dan Muslim yang

diriwayatkan oleh Abu> Hurairah. Jika dinilai, ia memiliki nilai sanad yg

s}ah}i>h} (s}ah}i>h} isna>d).9

Namun para ulama dan sarjana berbeda-beda dalam memahami

matan tersebut.10 Ada yang memahami secara tekstual (harfiyah).

Seperti para mufassir di atas yang menyatakan bahwa Hawa adalah

Adam. Ada pula yang memahami secara metaforis (majaz / tashbi>h),

yaitu bahwa laki-laki harus menghadapi perempuan dengan baik,

bijaksana dan tanpa kekerasan. Yang ketiga menolak, karena tidak

sesuai dengan ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa Adam dan Hawa

tercipta dari jenis yang satu.11

Feminis Muslim yang menentang penciptaan perempuan dari

laki-laki salah satunya adalah Amina Wadud. Ia merupakan seorang

9 Secara teminologi sanad adalah jalan yang menyambungkan kepada matan hadis. Lihat Agus Sholahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 89. 10Matan adalah perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi Saw, yang disebut habis disebutkan sanadnya. Lihat Sholahuddin dan Agus Suyadi, UlumulHadis, 97. 10 Hamim Ilyas, dkk, Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis, (Yogyakarta: eLSAQ PSW, 2008), 42. 11 Ibid., 42

Page 6: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

23

feminis Muslim yang fokus progresifnya pada tafsir al-Qur’an.12

Sosoknya sangat kontrofersional. karena ia pernah menjadi imam sholat

Jum’at sekaligus menjadi khatib di gereja Anglikan, Manhattan, New

York, As, pada tanggal 18 Maret 2005.

Bagi Aminah Wadud, penafsiran yang menyatakan bahwa Hawa

diciptakan dari Adam, berimplikasi pada pandangan bahwa laki-laki

lebih mulia dari perempuan. Esensi yang sesungguhnya dari ayat ini

menurut Amina adalah bahwa Hawa adalah pasangan Adam. Pasangan

yang dibuat dengan dua bentuk yang saling melengkapi, yang berasal

dan satu realitas tunggal. Hingga tidak ada saling melebihi antara satu

sama lain.13

Lebih lanjut ia menjelaskan pengertian dan maksud dari kata

“min, nafs dan zawj” . Menurutnya, kata “min” (dan), memiliki dua

fungsi, yaitu untuk menunjukkan makna menyarikan sesuatu dari

sesuatu lainnya. Yang kedua, digunakan untuk mengatakan sama

macam atau jenisnya. Setiap penggunaan kata “min” dalam ayat

tersebut, telah ditafsirkan sesuai kehendak mufassir dengan memilih

salah satu atau kedua makna tadi, sehingga hasil tafsirannya pun

berbeda. Jadi baginya, karena penafsiran dimobilisasi oleh kaum laki-

12 Amina Wadud berusaha membongkar cara menafsirkan al-Qur’an model klasik yang ia nilai menghasilkan tafsir yang bias gender. Amina memang tidak menolak al-Qur’an, yang ia lakukan adalah membongkar metode tafsir klasik dan menggantinya dengan metode baru yang ia sebut dengan “Hermeneutika Tauhid”. Ia menyatakan tidak ada metode tafsir yang benar-benar obyektif. Setiap ahli tafsir melakukan beberapa pilihan subjektif. Lihat Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan, terj.Abdullah Ali, (Jakarta: Serambi, 2001), 33. 13 Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan, Meluruskan Bias Gender dalam Tradisi Tafsir. Terj. Abdullah Ali, (Jakarta: PT. Serambi, 2001), 56.

Page 7: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

24

laki maka tidak heran jika penafsiran tersebut mengutamakan

kepentingan laki-laki. 14

Sedangkan kata “nafs” menurutnya bisa digunakan secara

umum dan secara teknis. Al-Qur’an tidak pernah menggunakan istilah

tersebut untuk menunjukkan ciptaan lain selain manusia. Dalam

penggunaannya secara teknis, kata “nafs” dalam al-Qur’an

menunjukkan bahwa seluruh umat manusia memiliki asal usul yang

sama. Meskipun secara tata bahasa kata “nafs” merupakan kata feminin

(muannast), namun secara konseptual “nafs” mengandung makna

netral, bukan untuk laki-laki, juga bukan untuk perempuan.15

Mengenai penciptaan di dalam al-Quran, Allah tidak pernah

merencanakan untuk memulai penciptaan manusia dalam bentuk

seorang laki-laki, dan tidak pernah pula merujuk bahwa asal usul umat

manusia adalah Adam.16 Al-Qur’an bahkan tidak pernah menyatakan

bahwa Allah memulai penciptaan manusia dengan nafs Adam atau

seorang pria.17

Demikian pula kata “zawj”, banyak yang mengartikan kata zawj

dalam ayat ini dengan teman, pasangan, yang biasanya kita pahami

sebagai Hawa. Padahal secara gramatikal zawj adalah maskulin, secara

konseptual kebahasaan bersifat netral, tidak menunjukkan bentuk

14 Ibid., 57. 15 Ibid., 57. 16 Muhammad Ahmad Khalaf Allah, al-Fann al-Qasa>si fi> al-Qur’a>n al-Kari>m, (Kairo. Maktab al-Anjali Masriyyah, 1965), 185. 17 Aminah Wadud, al-Qur’an Menurul Perempuan, 58.

Page 8: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

25

muannast (feminin) atau mudhakkar (maskulin).18 Jadi baik Adam

maupun Hawa diciptakan dari nafs yang sama.

Jika dilihat dari konteksnya, sesungguhnya surat al-Nisa>’ ini

memang kurang relevan dijadikan dasar dalam menerangkan asal-usul

kejadian manusia secara biologis, termasuk asal-usul penciptaan Hawa

sebagai simbol perempuan. Karena dilihat dari konteksnya, ayat

tersebut berbicara mengenai tanggung jawab para wali terhadap orang

dibawah perwaliannya. Sementara untuk masalah penciptaan manusia,

masih banyak ayat lain yang membahasnya secara lebih khusus.

Terlepas dan itu semua, menurut M. Quraish shihab, ada banyak

teks keagamaan yang mendukung pendapat yang menekankan

persamaan unsur kejadian Adam dan Hawa.19 Di dalam QS. Ali> Imra>n :

195, Allah menggunakan istilah ba’d}akum ba’d} (sebagian kamu dan

sebagian yang lain) dalam asal kejadian manusia.

Sehingga ini berarti bahwa asal kejadian manusia baik laki-laki

dan perempuan adalah sama, yakni dari hasil pertemuan sperma laki-

laki dan ovum perempuan, sebagaimana ditegaskan di dalam QS. Al-

Hujara>t: 13.20

lntinya adalah bagi pembaca yang menemukan teks-teks agama

yang terlihat mendiskreditkan perempuan, harus lebih kritis

membacanya dengan pemahaman yang menyeluruh, tepat dan

18 Ibid., 58. 19 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), 301-303. 20 Ibid., 913.

Page 9: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

26

proporsional. Karena pemahaman yang parsial (berdiri sendiri) akan

berdampak pada kekeliruan dalam memahami teks tersebut.

B. Kepemimpinan Laki-Laki Atas Wanita dalam Rumah Tangga

Mengenai kepemimpinan laki-laki atas kaum perempuan di

dalam Islam sering kali mendapat kritikan keras dari kalangan feminis

atau aktifis gender. Bagi mereka pembagian tugas ini adalah konsep

yang telah dibentuk oleh budaya, dan bukan hal yang kodrati.

Penafsiran ayat mengenai hal ini pun dicurigai telah terkontaminasi

oleh para mufassir laki-laki, yang berbudaya partiarkhi yang saat itu

terjadi di semenanjung Arab. Firman Allah SWT yang berkaitan dengan

masalah ini adalah:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang solihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara din (maksudnya tidak berlaku serong atau pun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara

Page 10: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

27

(mereka; maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli istrinya dengan baik). 21

Ibn Kathi>r menjelaskan bahwa yang dimaksud kata “qayyimun”

adalah pemimpin, pembesar, hakim, bagi perempuan dan sekaligus

pendidik bagi perempuan yang tidak taat kepada suaminya. Alasan dan

pandangan tersebut adalah bahwa laki-laki lebih baik dari pada

perempuan. Maka dari itu Nabi dan malaikat berasal dari jenis laki-laki.

Dalam penekanan atas pandangannya tersebut ia menyebutkan satu

hadis yang diriwayatkan oleh Bukha>ri>:

ة أ ر م إ م ه ر م ا أ و ل و م و قـ ح ل ف يـ ن ل

Tidak akan sejahtera suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan.22

Al-Zamakhshari> juga tidak jauh berbeda dengan Ibn Kathi>r.

Namun ia menyatakan bahwa kepemimpinan bukanlah berdasarkan

kekuasaan, kekuatan ataupun paksaan. Akan tetapi dengan keutamaan

laki-laki yaitu kelebihan akal, keteguhan hati, kemaun keras, kekuatan

fisik, kemampuan menulis, naik kuda, memanah, menjadi Nabi, ulama’,

jihad, adzan, khutbah, kesaksian, qiyas, warisan, dan masih banyak lagi

yang lainnya.23

Begitu pula al-T{aba>ri> dalam Ja>mi’ al-Baya>n fi> Tafsi>r al-

Qur’a>n,24 Ia menafsirkan “al-rija>lu qawwa>mu>na ‘ala> al-nisa>” bahwa

21 Al-Qur’an, 4: 34. 22 Ibn Kathi>r, al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, Jilid 1, 465-466. 23 Al-Zamarkashi, al-Kasha>f, Jilid 1, 523-524. 24 Al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n merupakan kitab tafsir yang memiliki kedudukan yang istimewa. Karena dinilai sebagai kitab tafsir pertama yang berusaha mengumpulkan hadis sebagai sumber hadis. Dalam perkembangan penulisan tafsir, ia menjadi sumber rujukan, baik

Page 11: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

28

laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Hak kepemimpinan bagi laki-

laki, menurutnya karena pendidikan dan keharusan bagi laki-laki untuk

memenuhi seluruh kewajiban yang telah ditentukan oleh Allah seperti

mahar, nafkah, kifayah. Hal ini yang menjadi keutamaan laki-laki atas

perempuan, seperti yang termaktub “Wa bima> anfaqu> min

amwa>lihim”.25

Lebih lanjut al-T}aba>ri> menjelaskan bahwa keutamaan laki-laki

dari perempuan adalah dari segi akal dan kekuatan fisiknya. Ia pun

menyatakan bahwa kepemimpinan dalam khilafah (al-ima>mah al-kubra>)

dan (al-ima>mah al-sughra>) seperti imam dalam shalat, kewajiban jihad,

azan, i’tikaf, saksi, hudu>d, qis}a>s}, perwalian nikah, talak, rujuk, dan

batasan jumlah istri, semua ada di pihak laki-laki.26

Penjelasan al-Ra>zi> mengenai ayat ini juga tidak jauh berbeda

dengan al-T}aba>ri>. Ia menjelaskan hak kepemimpinan laki-laki atas

perempuan ini dikarenakan keutamaan yang ada pada laki-laki “bima>

fad}d}ala Allah ba‘d}ahum ‘ala> ba‘d}” . Ada beberapa aspek keutamaan

laki-laki diantaranya dari segi sifat hakiki yang dimiliki laki-laki yaitu

ilmu dan kekuatan, dan segi lain adalah hukum syara’.27

Dan kedua hal ini lah keutamaan laki-laki atas perempuan, baik

dari akalnya, motivasinya, kekuatannya, kemampuan menulis,

bagi para mufassir Muslim, maupun para sarjana Barat. Lihat Nur Jannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan; Bias Laki-Laki dalam Penafsiran, (Yogyakarta: LKiS, 2003), 82. 25 Ibn Jazir aI-Taba>ri>,fi> al-Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n, Jilid IV, (Bairut, Da>r al-Fikr, 1978), 40. 26 Ibid., 41. 27 A1-Ra>zi>, Tafsi>r al-Kabi>r, Jilid IX, 88.

Page 12: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

29

menunggang kuda, memanah, dan sebagian laki-laki ada yang menjadi

nabi dan ulama, dan bagi laki-laki memegang kepemimpinan baik yang

kubra> maupun yang sughra>, jihad, azan, khutbah, dan masih banyak lagi

hukum syara’ lainnya yang dimiliki laki-laki namun tidak demikian

dengan perempuan. Ini semua menjadi keutamaan laki-laki atas

perempuan. Tidak cukup sampai disitu al-Ra>zi> juga menjelaskan

keutamaan laki-laki dengan adanya mahar dan nafkah, sebagai

penjelasan dari “wa bima> anfaqu> min amwa>lihim”. 28

Berbeda dengan al-Ra>zi>, Muhammad ‘Abduh melihat ayat ini

adalah ayat yang menjelaskan kekhususan yang dimiliki laki-laki atas

perempuan. Karena ayat sebelumnya Allah melarang sebagian laki-laki

dan perempuan untuk saling iri, dan mengharapkan apa yang Allah

berikan kepada sebagian yang lain. Sedangkan kepemimpinan laki-laki

atas perempuan disini menurut Muhammad ‘Abduh adalah

kepemimpinan yang bermakna menjaga, melindungi, menguasai dan

mencukupi kebutuhan perempuan. Konsekwensi dari kepemimpinannya

sebagai pemberi nafkah atas perempuan adalah mendapat warisan yang

lebih banyak.29

Kepemimpinan laki-laki atas perempuan inilah yang merupakan

derajat keutamaan yang dimiliki laki-laki. Bagi Muhammad ‘Abduh

derajat laki-laki ini sangat sesuai dengan fitrahnya sebagai pemberi

mahar dan nafkah. Walau begitu wanita juga harus tetap menerima

28 Ibid., 88. 29 Rashi>d Rid}a> dan Muhammad ‘Abduh, Tafsi>r-al-Mana>r, Jilid V, 67-68.

Page 13: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

30

kepemimpinan ini walau tanpa mahar. Karena ada suatu kaum yang

memberikan mahar kepada laki-laki agar ia berada di bawah

kepemimpinan laki-laki.30

Artinya kepemimpinan di sini menurut Muhammad ‘Abduh

bersifat demokrasi, yang memberikan kebebasan kepada yang dipimpin

dalam bertindak sesuai dengan keinginannya. Posisi laki-laki sebagai

pemimpin bukan berarti bahwa derajat perempuan barada di bawah laki-

laki, namun lebih menunjukkan kepada kerja sama atau patner yang

baik.31

Fatimah Mernissi,32 seorang feminis Muslim, banyak melakukan

kritik terhadap hadis-hadis misoginis.33 Salah satunya adalah hadis yang

menyatakan bahwa “tidak akan sejahtera suatu kaum yang

menyerahkan urusannya kepada perempuan”. Hadis ini pula yang

digunakan oleh Ibn Kathi>r dan beberapa mufassir lainnya dalam

memperkuat pandangannya bahwa seorang laki-laki adalah pemimpin

bagi wanita.

30 Ibid., 68-70. 31 Ibid., 68-70. 32Fatimah Mernisi dinyatakan sebagai aspirasi bagi perempuan yang sambil tetap menjadi Muslim, ingin hidup dalam modernitas. Salah satu tema yang sering diangkat oleh Fatimah Mernisi dalam karyanya adalah perlakuan yang salah terhadap perempuan dalam masyarakat Islam, karena adanya kesalahan secara sistematis dalam menafsirkan al-Qur’an dan sumber-sumber lainnya. Lihat Charles Kurzman, Wacana Islam Liberal; Pemikiran Islam Konlemporer Tentang Isu-Isu Global, (Jakarta:Paramadina, 2003), 156. 33 Misogyny berarti kebencian terhadap wanita. Lihat John M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1987), 382.

Page 14: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

31

Walaupun hadis ini tertulis di dalam kitab s}ah}i>h} al-Bukha>ri>,34

yang berisi ribuan hadis otentik, yang seluruhnya dianggap benar oleh

mayoritas umat Islam. Tidak meyulutkan semangat Mernissi untuk

mengkaji ulang hadis tersebut secara ilmiah. Ia merujuk penelitiannya

pada karya Ibn Hajar al-Astqala>ni> yang berjudul Fath al-Ba>ri>.

Ia menjelaskan latar belakang munculnya hadis tersebut. Hadis

ini diungkapkan oleh Abu> Bakrah, perawi pertama, setelah terjadinya

perang Unta, antara Sayyidah ‘A<is}ah dan Ali>. Hadis ini diungkapkan

oleh Bakrah ketika ‘A>is}ah mengalami kekalahan pada perang Jamal.

Sayyidah ‘A<ishah meminta dukungan dan mengajaknya, karena posisi

Bakrah saat itu adalah pemuka kota Basrah. Masyarakat Basrah saat itu

bingung, antara harus taat kepada khalifah Ali> atau harus mengangkat

senjata. ‘A<ishah, Thalhah dan Zubair terus berkampanye, berunding dan

mengajak penduduk Basrah untuk ikut melawan kekhalifahan Ali>. Saat

‘A<ishah menghubungi Bakrah, ia menyatakan untuk menentang fitnah

dan tidak igin ada perang saudara. Lalu ia menyebutkan hadis

tersebut.35

Hadis ini dikemukakan oleh Nabi Saw ketika mengetahui orang-

orang Persia mengangkat seorang wanita (putri Kisra) untuk menjadi

pemimpin (ratu) mereka. Ketika Kisra wafat, padahal tradisi dalam

34 Kitab-kitab hadis yang telah tersusun berdasarkan musnad dan mus}annaf memiliki derajat yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan perbedaan kriteria yang telah ditetapkan oleh ahli hadis, penyusunan dalam menentukan hadis s}ah}i>>h} h}asan, dan d}a’i>f. S}ah}i>h> Bukha>ri> memiliki derajat yang paling tinggi karena ia memiliki persyaratan yang paling dan beberapa kitab hadis lainnya. Lihat Abdurrahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 233. 35 Kurzman, Wacana Islam Liberal, 166.

Page 15: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

32

kerajaan tersebut selalu dipimpin oleh laki-laki, dan derajat perempuan

pun dalam budaya Persia berada di bawah laki-laki. Saat Rasulullah

mengetahui kejadian ini maka Rasulullah menyebutkan hadis tersebut.36

Menurut Mernissi hadis ini hanya respon atau pendapat Rasulullah

terhadap pengangkatan putri Kisra, dan bukan menjadi syariat bahwa

seorang perempuan tidak boleh menjadi seorang pemimpin.

Lebih jauh Mernissi melakukan telaah atas riwayat hidup Abu>>

Bakrah melalui karya besar Ibn Hajar al-Athqala>ni>, apakah ia pantas

untuk menjadi perawi yang dipercaya.

Sebelum masuk Islam Abu> Bakrah adalah seorang budak kota

T{a>if yang kemudian dimerdekakan saat bergabung dengan kaum

muslimin. Ia pernah mendapat hukuman cambuk pada masa Khalifah

Umar bin Khat}t{a>b, karena kesaksian palsu. Ia tidak dapat membuktikan

tuduhan zina yang dilakukan oleh al-Mughi>rah Ibn Syu’bah beserta

saksi lainnya. Menurut Mernissi, dengan menggunakan standar

penerimaan hadis yang dikemukakan Imam Ma>lik, di antaranya bukan

termasuk pembohong, dan tidak pernah melakukan bid’ah maka

periwayatan Abu> Bakrah tidak dapat diterima. Hal ini dikarenakan atas

tindakan kebohongan yang telah dilakukannya.37

Menurut Mernissi secara konteks historis, hadis ini memiliki

kejanggalan. Abu> Bakrah mengingat hadis tersebut ketika ‘A<ishah

36 Ibid., 154. 37 Fatima Mernissi, Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry, ten. Yaziar Radianti, (Bandung: Pustaka, 1991), 54-74.

Page 16: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

33

mengalami kekalahan dalam perang Jamal, ketika melawan ‘Ali> bin Abi>

T{a>lib. Padahal sikap awal yang diambil Abu> Bakrah adalah bersikap

netral. Lantas, mengapa kemudian ia justru mengungkapkan hadis

tersebut, yang seakan memojokkan ‘A<ishah.

Berdasarkan alasan tersebut, Mernissi berkesimpulan bahwa

meskipun hadis tersebut dimuat dalam S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, namun masih

diperdebatkan oleh para fuqaha. Menurutnya, hadis tersebut dijadikan

argumentasi untuk menggusur kaum wanita dan kancah politik. Al-

T{aba>ri> juga meragukannya, dengan mengatakan tak cukup alasan untuk

merampas kemampuan wanita dalam pengambilan keputusan dan tidak

ada alasan untuk melakukan pembenaran atas pengucilan mereka dari

kegiatan politik.38

Namun, banyak ulama yang membenarkan hadis tersebut. Al-

Khattabi misalnya, mengatakan bahwa seorang perempuan tidak sah

menjadi seorang khalifah. Begitu juga al-Shaukani mengatakan bahwa

perempuan tidak termasuk ahli dalam hal kepemimpinan, sehingga tidak

boleh menjadi kepala negana. Ulama yang lain adalah lbn Hazm, al-

Ghaza>li>, Kama>l lbn Abi> Shanif, Kama>l Ibn Abi Hamma>m, dan masing-

masing memiliki alasan yang berbeda-beda.39

38 Ibid., 78. 39 Ilyas, Perempuan Tertindas?, 280.

Page 17: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

34

Sedangkan mengenai tindakan terhadap istri yang tidak taat

pada suami (nushu>z),40 mayoritas mufassir seperti Ibn Kathi>r, al-

Zamakhshari>, al-T{aba>ri> sepakat dengan melakukan tiga tahap langkah.

Pertama menasehati, kedua dengan menjauhinya di ranjang, dan ketiga

memukulnya. Namun dengan syarat pukulan itu tidak menyakiti, tidak

melukai, tidak mematahkan tulang, dan tidak merusak wajah.

Muhammad ‘Abduh juga tidak jauh berbeda dengan mufassir

diatas. Menurutnya memukul sesungguhnya tidak bertentangan akal dan

fitrah. Memukul diperlukan jika keadaan sudah buruk dan akhlak sudah

rusak. Suami boleh memukul istri jika rujuknya istri hanya bisa

dilakukan dengan cara memukulnya. Namun jika dengan dua tahap

yaitu nasehat dan menjauhi istri di tempat tidur sudah cukup, maka

memukul tidak diperlukan.41

Diperbolehkannya pemukulan ini, menimbulkan interpretasi

bahwa Islam telah menindas kaum perempuan. Namun Rashi>d Rid}o>

menentang tanggapan ini. Ia menyatakan bahwa pemukulan adalah

langkah akhir jika dua langkah sebelumnya tidak berdampak pada

perubahan, dan itu pun dengan catatan tidak menyakitinnya. Ia juga

menekankan hal tersebut dengan menyatakan “Jangan membayangkan

kaum perempuan Islam itu lemah dan kurus yang dagingnya disobek-

40 Nushu>z tidak hanya terjadi pada perempuan tetapi juga pada laki-laki. Nushu>z artinya keengganan masing-masing dari suami dan istri kepada pasangannya dan perlakuannya yang buruk kepada pasangannya. Lihat Musa> Sa>lih Sharaf, Fatwa-Fatwa Kontemporer tentang Problematika Wanita, (Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 1997), 56. 41 Rashi>d Rida> dan Muhammad ‘Abduh, Tafsi>r al-Mana>r, Jilid V, 72-74.

Page 18: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

35

sobek oleh cemeti suaminya”. Untuk lebih jelasnya Rid}o> mengutip dua

hadis Rasulullah SAW, yang salah satunya adalah:42

“Ketahuilah aku kabarkan kepada kalian ahli neraka itu adalah: laki-laki yang keras hati, kasar, sombong, yang suka menyakiti istrinya, yang bakhil, yang terlalu banyak berzina.” Dalam hal ini Muhammad ‘Abduh dan Rashi>d Rid}o memberikan

tafsiran yang sedikit berbeda dari mufassir sebelumnya. Karena lebih

menekankan kepada himbauan agar tidak melakukan cara yang ketiga

meskipun seorang istri melakukan nushu>z, yang diartikan oleh

Muhammad ‘Abduh dengan irtifa>’ (meninggikan). Karena hal tersebut

tidak sejalan dengan jiwa dan semangat al-Qur’an.

Mereka berdua lebih memberikan ruang kebebasan kepada

wanita. Namun kebebasan yang mereka maksud di sini adalah

kebebasan yang terkendali dengan adanya kepemimpinan suami dalam

rumah tangga. Kepemimpinan seorang suami terhadap istri pun adalah

sebuah penghormatan Islam terhadap perempuan sebagai seorang istri

yang harus dilindungi.43

Dari pemaparan diatas menunjukkan bahwa semua mufassir

menyatakan laki-laki adalah pemimpin atas perempuan. Namun

interpretasi dari pemimpin itu sendiri berbeda-beda. Mengenai

pemukulan terhadap istri yang nushu>z, semua sepakat boleh dengan

syarat-syarat yang telah disebutkan diatas, seperti tidak melukai istri.

42 Ibid., 70. 43 Ibid., 70.

Page 19: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

36

Sedangkan Amina Wadud, tetap tidak setuju dengan

diperbolehkannya pemukulan tersebut. Ia melihat bahwa kata “d}araba”

memiliki banyak makna. Kata “d}araba” tidak harus berarti merujuk

pada kekerasan. Kata “d}araba” juga digunakan untuk pengertian

meninggalkan atau menghentikan suatu perjalanan. Bahkan ia mencatat,

kata “d}araba” ada yang bermakna berpalinglah dan pergi, ada pula yang

berarti “al-tas}arruf bi ma>lihi” (tidak memberikan nafkah). Alangkah

baiknya diartikan dengan demikian, dari pada dengan kekerasan.44

C. Poligami

Poligami yang disahkan di dalam Islam, berdampak pada

interpretasi bahwa Islam mendiskriminasikan perempuan. Dalil yang

menunjukkan bahwa poligami diperbolehkan adalah QS. al-Nisa>’ :3:

Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak) perempuan yatim (bila mana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki, yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.

Sebelum jauh masuk kepada pembahasan ayat tersebut, alangkah

baiknya untuk mengetahui asba>b al-nuzu>l dari ayat tersebut. Saat

44 Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan, 139.

Page 20: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

37

‘A<ishah ditanya oleh ‘Urwah bin Zubair, anak Asma kakak dari ‘A<ishah

bagaimana asal mula diperbolehkan beristri lebih dari satu sampai

empat, dengan alasan memelihara anak yatim, ‘A<ishah menjawab:

Wahai kemenakanku! Ayat ini mengenai anak perempuan yatim yang dalam penjagaan walinya, dan telah bercampur harta anak itu dengan harta walinya. Si wali tertarik dengan harta dan kecantikan anak itu, lalu ia bermaksud menikahinya dengan tidak membayar mahar secara adil, sebagaimana pembayaran mahar dengan perempuan lain. Oleh karena niat yang tidak jujur ini maka dia dilarang menikah dengan anak yatim itu, kecuali ia membayar mahar secara adil dan layak seperti kepada perempuan lainnya. Dari pada melangsungkan niat yang tidak jujur itu, dia dianjurkan lebih baik menikah dengan perempuan lain, walaupun sampai dengan empat.45

Jika dilihat dari hadis riwayat ‘A<ishah diatas menyimpulkan

sebab dan keterkaitan antara perintah memelihara anak yatim

perempuan dengan diperbolehkannya beristri hingga empat. Pada ayat 2

telah dijelaskan dan diperingatkan agar tidak berbuat curang atas anak

yatim perempuan yang ada bersama wali, yaitu dengan menguasai harta

dan maharnya. Agar niat buruk atas anak yatim tersebut tidak

terlaksana, maka lebih baik menikahi perempuan lain, dengan

membayar maharnya dengan selayaknya walaupun hingga empat orang.

Ibn Kathi>r maupun al-Zamakhshari> menjelaskan bahwa ayat

tersebut dalam konteks perlakuan terhadap anak yatim dan perempuan.

Ibn Kathi>r menafsirkan bahwa ayat tersebut dengan kewajiban

membayar mahar terhadap anak yatim yang ingin dinikahi. Apabila ia

merasa khawatir tidak mampu maka hendaklah ia berlaku adil terhadap

wanita-wanita lain yang ia nikahi. Lalu ia mengemukakan hadis dari 45 Al-T{aba>ri>, Ja>mi’ al-Baya>n, Jilid III, 573.

Page 21: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

38

‘A<ishah untuk menjelaskan sebab turunnya ayat tersebut. Selanjutnya

Ibn Kathi>r menyatakan bahwa seorang laki-laki yang tidak mampu

berlaku adil terhadap anak yatim yang akan dinikahinya, maka

hendaklah ia menikahi wanita lain sebanyak yang ia inginkan dua, tiga,

maupun empat. Namun jika ia tidak mampu berlaku adil terhadap

mereka, maka satu istri lebih baik baginya.46

Sedangkan al-Zamakhshari> mengatakan bahwa ayat tersebut

menyatakan jika seorang laki-laki tidak mampu adil terhadap hak-hak

anak yatim maka hendaklah keluar dari tanggung jawab tersebut. Lalu

jika seorang laki-laki tidak mampu berlaku adil terhadap wanita yang ia

nikahi, maka hendaklah menikahi seorang wanita saja.47

Al-T{aba>ri> pun tidak jauh berbeda dengan Ibn Kathi>r dan al-

Zamakhshari> dalam penjelasannya mengenai ayat tersbut. Berbeda

dengan Muhammad ‘Abduh walau ia memperbolehkan poligami, namun

ia kurang setuju dengan praktek poligami. Karena selain susah

merealisasikannya, juga akan sangat sulit membina masyarakat yang

berpoligami. Hal ini karena poligami menciptakan permusuhan diantara

para istri dan masing-masing keluarga.48

Rashi>d Rid}o> juga menyatakan bahwa monogami adalah

pernikahan yang paling ideal, sedangkan poligami boleh dilakukan

dalam keadaan darurat. Meski begitu jaminan akan tidak timbulnya

46 Ibn Kathi>r, Al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, 449-451. 47> Al-zamakhshari>, Al-kasha>f, 446-469. 48 Rashi>d Rid}o dan Muhammad ‘Abduh, Tafsi>r al-Mana>r, Jilid IV, 348.

Page 22: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

39

kejahatan dan kedhaliman harus dipastikan, sebelum diperbolehkannya

poligami.49

Amina Wadud juga melihat ayat ini berkaitan dengan kewajiban

berbuat adil bagi laki-laki yang mengelola kekayaan anak yatim

perempuan. Solusi agar tidak melakukan kesalahan adalah dengan

menikahinya. Yakni dengan menikahi anak yatim tersebut. Sementara

al-Qur’an juga membatasi jumlah istri yang boleh dinikahi. Jadi inti dari

ayat ini adalah berlaku adil, baik terhadap anak yatim ataupun istri.

Namun ia mengatakan adil adalah hal yang sangat sulit, dengan

mengaitkannya pada ayat 129 dan surat al-Nisa>’.50

Sebagai feminis Muslim, Qa>sim Ami>n juga tidak menyetujui

akan poligami di dalam Islam.51 Baginya poligami adalah tradisi kuno

yang telah ada sabelum Islam datang, bahkan telah menjadi tradisi di

seluruh penjuru. Poligami baginya adalah penghinaan terhadap wanita.

Karena tidak ada seorang pun dan wanita yang rela dimadu, begitu pula

sebaliknya.52

49 Ibid., 348. 50 Ibid., 348. 51 Aminah Wadud, Wanita di dalam Al-Qur’an, terj. Yaziar Radianti, (Bandung: Pustaka, 1994), 111-1 12. 52 Salah satu tokoh feminis Muslim yang pertama kali memunculkan gagasan tentang emansipasi wanita Muslim melalui karya-karyanya di Mesir adalah Qa>sim Ami>n. Karyanya yang paling menggugah semangat para feminis lainnya adalah “Tahri>r al-Mar’ah” dan “al-Mar’ah al-Jadi>dah” Gagasan Qa>sim Ami>n mengenai hal ini muncul karena keterbelakangan umat Islam di Mesir saat itu. Baginya, penyebab keterbelakangan umat Islam saat itu salah satunya adalah persepsi dan perlakuan yang salah terhadap perempuan. Lihat Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 79.

Page 23: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

40

Bahkan agama Islam pada hakekatnya menganjurkan monogami.

Poligami adalah alternatif dalam keadaan terpaksa. Itu pun dengan

syarat harus mampu berlaku adil, seperti yang tercantum dalam QS. al-

Nisa>’: 3. Sedangkan berlaku adil adalah satu hal yang tidak mungkin

sanggup dilakukan oleh manusia, seperti firman Allah QS. al-Nisa>’:

129.53 Begitu pula dengan perceraian, hanya boleh dilakukan karena

terpaksa. Dengan demikian, menurut Qa>sim Ami>n, wanita tidak akan

lagi menjadi korban bagi kaum Iaki-laki.54

Masalah perkawinan memang selalu menjadi perhatian Qa>sim

Ami>n. Bahkan ia menyatakan masyarakat dan para fuqaha’ masih

merendahkan kedudukan wanita dalam perkawinan. Ia melihat di dalam

kitab-kitab fiqh bahwa definisi perkawinan adalah “aqd yamliku bihi al-

rajulu ba’d}a al-mar’ah”. Definisi ini hanya menggambarkan hubungan

secara biologis antara suami dan istri. Qa>sim Ami>n melihat definisi ini

tidak sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Ru>m: 21. Yang

menjelaskan bahwa hubungan suami istri didasari rasa kasih sayang.55

Dari sini terlihat bahwa para mufassir mengajukan syarat untuk

berlaku adil, bagi laki-laki yang ingin berpoligami. Namun memang

penekanannya, tidak seperti yang dilakukan para feminis, yang sangat

memberikan perhatian lebih. Sehingga seakan-akan para mufassir

mendiskriminasikan perempuan.

53 Ibid., 165-166. 54 Ibid., 175. 55 Ibid., 147.

Page 24: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

41

D. Warisan

Ketentuan pembagian warisan dalam agama Islam, dibicarakan

dengan cukup rinci di dalam surat al-Nisa>’ ayat 11 dan 12. Namun yang

banyak dipermasahkan oleh kalangan feminis adalah ayat 11 yang

berbunyi:56

Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dan harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.

56 Al-Qur’an, 4: 11.

Page 25: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

42

Akan tetapi yang paling sering diperdebatkan khususnya kaum

feminis adalah kata “li al-dhakari mithlu haz}z}i al-unthayaini” (bagian

anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan). Ada anggapan

bahwa ayat ini menyudutkan kaum perempuan.

Sebelum membahas pandangan dan para feminis mengenai ayat

tersebut, penulis akan memaparkan pandangan dari beberapa para

mufassir terlebih dahulu. Diantarantanya al-T{aba>ri> menyatakan di

dalam Jami’ al-Baya>>n bahwa ayat tersebut tidak menunjukkan

kekurangan perempuan, namun ia juga tidak menyebutkan alasan

mengapa anak laki-laki mendapatkan bagian lebih banyak dari

perempuan. Ia hanya menyebutkan bahwa adanya pembagian tesebut

justru menunjukkan kesamaan di antara laki-laki dan perempuan.

Karena sebelum datang Islam, perempuan dan anak-anak tidak

mendapatkan warisan. Karena perempuan dan anak-anak tidak pernah

menunggang kuda, tidak pernah memegang senjata, tidak pernah

berperang melawan musuh. Maka sudah cukup bagi perempuan

mendapatkan bagian tersebut, dari pada sama sekali ia diharamkan

untuk mendapat warisan.57

Sedangkan al-Ra>zi> melihat bahwa penyebutan laki-laki yang

lebih dahulu dari perempuan bertujuan untuk menjelaskan kelebihan

57 Al-T{aba>ri, Ja>mi>’ al-Baya>n, Jilid III, 216-217.

Page 26: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

43

laki-laki dari perempuan. Maka dan itu laki-laki mendapat bagian dua

kali lipat dari perempuan.58

Sedangkan menurut Muhammad ‘Abduh, ayat tersebut

merupakan pembatalan atas hukum yang berlaku pada masa jahiliyah

yang menyatakan bahwa perempuan tidak berhak mendapatkan warisan.

Bagi ‘Abduh diwajibkannya bagi laki-laki (suami) memberi nafkah

terhadap istrinya adalah alasan bagi laki-laki untuk mendapatkan

warisan lebih dari perempuan.

Menurut ‘Abduh pembagian warisan tersebut memiliki suatu

hikmah, yaitu karena laki-laki menafkahi dirinya sendiri, di masa

mendatang ia juga akan menafkahi istrinya. Sedangkan perempuan

hanya menafkahi dirinya sendiri, dan apabila ia sudah menikah, maka ia

akan dinafkahi suaminya. Kenyataan seperti ini, justru memperlihatkan

bahwa bagian perempuan lebih banyak dari pada bagian laki-laki itu

sendiri.59

Tidak jauh berbeda, Rashid Rid}o> juga menyatakan bahwa

pembagian warisan di dalam Islam, dengan memberikan bagian lebih

banyak kepada laki-laki dari pada perempuan, dikarenakan Islam

mewajibkan bagi kaum laki-laki untuk menafkahi perempuan. Dengan

58 Fakhr al-di>n al-Ra>zi>, Tafsi>r al-Kabi>r, Jilld IX, 207-208. 59 Rashi>d Rid}o> dan Muhammad Abduh, Tafsi>r al-Mana>r, Jilid IV, 402-403.

Page 27: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

44

adanya ketentuan ini, menurut Rid}o> bagian perempuan sama dengan

bagian laki-laki, bahkan mungkin lebih banyak.60

Sebagai seorang feminis Muslim, Amina wadud tidak setuju

dengan bentuk pembagian warisan demikian. Menurutnya ada beberapa

hal yang harus dipertimbangkan dalam hal warisan. Diantanya adalah

keluarga laki-laki dan perempuan yang masih hidup, jumlah kekayaan

yang bisa dibagikan, manfaat warisan bagi yang ditinggalkan, dan

manfaat harta warisan itu sendiri. Dengan mempertimbangkan hal

tersebut, maka akan sangat fleksibel, bisa berubah, dan yang pasti harus

berdasarkan asas manfaat dan keadilan.61

Ternyata tidak semua feminis Muslim menilai bahwa ayat ini

mendiskriminasikan perempuan. Misalnya saja Ashgar Ali Engineer.

Baginya, perempuan tidak hanya mendapatkan warisan saja, ia juga

akan mendapat harta tambahan, yaitu berupa mas kawin dari suaminya.

Selain itu, ia tidak juga memiliki kewajiban untuk menafkahi dirinya

dan anak-anaknya, karena semua sudah ditanggung oleh laki-laki

(suami).62

Menurut Ashgar Ali persoalan waris harus dilihat dalam

perspektif yang tepat, dengan mempertimbangkan masa kini dan masa

yang akan datang. Pada masa sekarang mungkin perempuan

mendapatkan setengah dari bagian laki-laki. Akan tetapi, dengan

60 Ibid., 408-410. 61 Aminah Wadud, Wanita dalam al-Qur’an, 117-118 62 Ashgar Ali> Engineer, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Aseegaf, (Yogyakarta: LSPPA, 1994), 99-100.

Page 28: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

45

melihat masa yang akan datang, akhirnya perempuan mendapakan lebih

banyak dari laki-laki.

Adapun kritikan Asghar disini adalah penafsiran yang

menjadikan ketentuan waris sebagai anggapan bahwa perempuan lebih

rendah dari laki-laki. Karena kesetaraan laki-laki dan perempuan

termasuk kategori moral, sedangkan warisan masuk pada kategori

ekonomi. Masalah warisan sangat banyak tergantung dengan struktur

sosial, ekonomi, dan fungsi jenis kelamin tertentu di masyarakat.63

Sesungguhnya anggapan bahwa Islam mendiskriminasikan

perempuan, khususnya dalam masalah warisan adalah satu kekeliruan.

Kekeliruan tersebut dikarenakan dua hal.

Pertama, karena melihat perempuan secara individual, bukan

sebagai anggota keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri yang

saling melengkapi. Peradaban Barat memang bercirikan individualis,

dan tidak bisa dipungkiri para feminis Muslim banyak belajar dan

dipengaruhi oleh peradaban Barat. Maka tidak heran jika mereka

melihat perempuan scbagai individu dan sebagai manusia. Walaupun

mengakui sisi kemanusiaan perempuan dengan segala haknya, namun

Islam tetap menghargai fitrah yang telah diberikah Tuhan kepada setiap

63 Ibid., 97.

Page 29: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

46

manusia. Karenanya Islam memperlakukan perempuan sebagai manusia,

juga sebagai pasangan laki-laki secara proporsional.64

Kedua, karena pandangan tersebut bersifat parsial, sepotong-

sepotong. Sedangkan ayat al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan antar satu dan yang lainnya. Demikian pula al-

Qur’an dan hadis yang saling melengkapi.65

Prof. Dr. S{alah} al-Di>n Sultan, guru besar Fak. Syariah, Da>r al-

‘Ulu>m, Universitas Kairo, dalam penelitiannya dengan mencermati

ketentuan al-Qur’an dan hadis serta praktik dalam pembagian waris,

telah membuktikan bahwa tidak selamanya perempuan mendapat hak

waris lebih sedikit dari laki-laki. Menurutnya hanya dalam empat kasus

saja perempuan mewarisi setengah bagian waris laki-laki. Sedangkan

dalam 30 kasus, perempuan mendapatkan hak waris yang sama, bahkan

lebih banyak dan laki-laki.66

Dan beberapa pendapat diatas, penulis dapat menarik sebuah

kesimpulan. Bahwa pembagian warisan dalam Islam, yang menetapkan

bagian perempuan setengah dari laki-laki, sesuai dengan fitrah masing-

masing manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Pandangan beberapa

feminis yang menyatakan bahwa pembagian harus dirubah sesuai

dengan aspek sosial dan aspek ekonomi adalah suatu kesalahan. Justru

kaum perempuan selain mendapatkan warisan dia juga mendapatkan

64 Kementrian Agama RI Tahun 2012, Kedudukan dan Peran Perempuan, Tafsir al-Qur’an Tematik, (1.1, Dircktorat Urusan Agama IsLam dan Pcmbinaan Syariah, 2012), 196. 65 Ibid., 196. 66 Ibid., 196.

Page 30: WANITA DALAM BEBERAPA PANDANGAN ULAMAdigilib.uinsby.ac.id/619/5/Bab 2.pdf · Muhammad al-Ghaza>li>mengenai wanita di dalam Islam, penulis akan sedikit menyinggung pandangan ulama

47

nafkah, sehingga jika dihitung setiap bagian dari keduanya berbanding

sama, atau bahkan perempuan mendapatkan lebih banyak.