vwd benar
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit darah atau penyakit lain yang dapat mengakibatkan kelainan darah, cukup
mendapat perhatian dikalangan medis diseluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Pada
umumnya penyakit darah dibagi dalam golongan : penyakit darah merah (sistem
eritropoetik), penyakit darah putih (sistem granulopoetik), sistim limfopoetik, sistim
retikuloendothelial, penyakit trombosit (sistem trombopoetik) dan penyakit perdarahan
(diathesa hemorrhagik yang disebabkan karena kelainan pembekuan darah, berkurangnya
jumlah trombosit dan menurunnya resistensi dinding pembuluh darah) (Erina. 2009).
Salah satu penyakit perdarahan yang sering terjadi adalah penyakit Von Willebrand
disease (VWD), yaitu suatu gangguan koagulasi herediter akibat defisiensi atatu disfungsi
dari faktor von Wiilebrand (VWF) –suatu protein plasma yang memediasi terjadinya adhesi
platelet pada bagian pembuluh darah yang terlku dan juga mengikat dan menstabilisasikan
faktor pembekuan darah VIII (fVIII) di sirkulasi. Terjadinya defek pada VWF dapat
mengakibatkan perdarahan akibat ganggunan adhesi platele ataudengan mengurangi
konsentrasi dari faktor VIII (Erina. 2009).
Prevalensi dari VWD sangat bervariasi, yaitu antara 0,0023 hingga 0,01 persen. Bila
diagnosis dari VWD dilihat dari berbagai pendekatan berbeda, seperti gejala perdarahan,
kadar VWF yang rendah, dan adanya riwayat penyakit pada keluarga, maka prevalensi VWD
meningkat, masing-masing 0,6 persen, 0,8 persen, dan 1,3 persen. Perbedaan ini
mengindikasikan perlunya suatu informasi yang lebih baik mengenai hubungan antara kadar
VWF dengan terjadinya perdarahan (Erina. 2009).
Penyakit ini tidak sesering hemofilia A (defisiensi faktor VIII) tetapi lebih sering
daripada hemofilia B (defisiensi faktor IX). Penyakit von Willebrand terjadi pada kedua jenis
kelamin dan diwariskan sebagai trait autosom dominan. Beberapa keluarga dengan penyakit
berat telah dideskripsikan di mana pewarisnya adalah autosom resesif. Penyakit itu
disebabkan oleh kurangnya produksi protein von Willbrand atau, pada beberapa keluarga,
oleh karena sintesa protein yang disfungsi. Protein von Willebrand mengandung komponen
adhesif-trombosit (faktor von Willebrand) dan juga protein ini berfungsi untuk membawa
faktor VIII dalam plasma (Behrman. 2000).
1 | P a g e
Ada paling sedikit tiga varian utama penyakit von Willebrand, didasarkan atas
penelitian genetik dan laboratorium. Tipe I dan II adalah autosom dominan dan tipe III adalah
autosom resesif. Tipe I (penyakit von Willebrand klasik) dan III menunjukkan penurunan
aktivitas faktor VIII, penurunan protein von Willebrand dan fungsinya, dan biasanya struktur
multimer protein von Willebrand normal pada jelli elektroforesis. Tipe II dapat mengalami
penurunan aktivitas faktor VIII atau normal, protein von Willebrand, dan hilangnya multimer
ukuran besar dan sedang pada elektroforesis (Behrman. 2000).
2 | P a g e
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Faktor von Willebrand
Hemostasis adalah rangkaian untuk menghentikan perdarahan dari pembuluh darah
yang luka. Proses hemostasis ditandai dengan vasokonstriksi pada daerah yang luka.
Kemudian proses terbentuknya sumbat trombosit dan proses koagulasi darah. Peran
pembuluh darah pada hemostasis terutama pada endotel adalah bisa mensintesis berbagai
macam substansi seperti faktor von Willebrand (vWF), tissue plasminogen activator (t-PA),
plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), prostacyclin (PGI2), thrombomodulin (PC
activation), glycosaminogen (heparan sulfat, dermatan sulfat) (Kumar. 2007).
Peran trombosit adalah membentuk sumbat trombosit. Sumbat ini dimulai dengan
penempelan trombosit ke jaringan subendotel. Yang menjembatani penempelan
trombositsubendotel ini adalah faktor von Willebrand, yang terdapat pada endotel dan
trombosit. Apabila sel endotel terkelupas oleh trauma, vWF subendotel akan terpajan dan
mengikat trombosit melalui reseptor glikoprotein Ib dan IIb/Iia (Kumar. 2007).
Faktor von Willebrand merupakan glikoprotein multimer yang bersirkulasi dalam
plasma darah dengan konsentrasi sekitar 10 mg/mL. Faktor von Willebrand dilepaskan dari
granul penyimpanannya dalam trombosit dan sel-sel endotel, sebagai respon dari sejumlah
stimulus. Faktor von Willebrand memiliki dua peran dalam hemostasis. Pertama, faktor ini
memediasi adhesi trombosit ke tempat jejas vaskular. Faktor von Willebrand melalui reseptor
spesifiknya terhadap glikoprotein Ib, melekat pada permukaan trombosit, dan berperan
sebagai jembatan perekat antara trombosit dan subendotel yang terluka di tempat jejas
vaskular. Kedua, faktor ini mengikat dan menstabilkan faktor VIII. Faktor VIII/vWF yang
disintesis secara terpisah, bergabung dan beredar dalam plasma sebagai suatu kesatuan yang
berfungsi mendorong pembekuan serta interaksi trombosit-dinding pembuluh darah untuk
hemostasis (Kumar. 2007).
3 | P a g e
Struktur dan fungsi faktor von Willebrand
Sumber : Kumar, 2007
2.2 Sejarah penyakit von Willebrand (hemofilia vaskuler)
Pada tahun 1926, seorang ahli hematology berkebangsaan Finlandia bernama Erik A.
von Willebrand menerangkan pertama kali mengenai kasus kelainan perdarahan yang
kemudian diabadikan dengan namanya. Pada awalnya penyakit ini dijabarkan dengan sebutan
Alandic Hemorgagic Disease, (Pulau Aland adalah sebuah pulau di bagian negara Finlandia,
tempat von Willebrand mendalami ilmu mengenai penyakit perdarahan familial yang
memiliki nilai trombosit normal). Saat itu, dilaporkan sebuah kasus pada seorang anak
perempuan berumur 13 tahun dengan keluhan perdarahan mukosa multipel secara episodik.
Empat dari sebelas saudaranya mengalami hal yang serupa. Dengan diketahui adanya
keterlibatan tingkat autosom, maka penyakit ini oleh von Willebrand dinamakan
Pseudohemofilia Herediter (Erine. 2009).
Penyakit Von Willebrand adalah gangguan koagulasi herediter yang paling sering
terjadi. Dikenal berbagai subtipe, tetapi yang paling sering adalah tipe I. Kecuali tipe II dan
III yang autosomal resesif, semua tipe diturunkan secara dominan autosomal, sama-sama
terjadi pada laki-laki dan perempuan. Seperti pada hemophilia, kasus-kasus terjadi tanpa
riwayat keluarga, dan gangguan tersebut diyakini terjadi akibat mutasi genetik. Bergantung
pada subtipe dan beratnya penyakit, spektrum perdarahan dapat jarang terjadi, perdarahan
mukokutaneus (kulit dan membran mukosa) ringan sampai sedang; perdarahan akibat trauma
atau pembedahan; atau perdarahan yang mengancam jiwa. Sering terjadi perdarahan saluran
4 | P a g e
cerna, epistaksis, dan menoragia. Sebagian besar pasien asimtomatik. Pada penyakit Von
Willebrand, terdapat penurunan aktivitas faktor VIIIVWF dan factor VIIIAHG (Handin, 2001).
Faktor Von Willebrand disintesis di dalam sel-sel endotel dan megakariosit serta disimpan di
dalam organel penyimpanan. Factor Von Willebrand mempermudah adhesi trombosit pada
komponen-komponen di dalam subendotel di bawah keadaan aliran tinggi dan bertekanan,
serta faktor ini merupakan karier intravaskular untuk faktor VIII di tempat perdarahan aktif
(Bauer et al, 1994; Handin 2001). Pada penyakit Von Willebrand, defisiensi atau kelainan
pada faktor Von Willebrand (Price. 2006).
Penyakit Von Willebrand terjadi pada jenis kedua kelamin yang diwariskan sebagai
trait autosom dominant dan resesif. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya produksi protein
von willebrand atau akibat disfungsi proteinnya. Protein von willebrand mengandung
komponen adesif trombosit berfungsi membawa faktor VIII dalam plasma (Erine. 2009).
Sumber : Federici. 2011
5 | P a g e
2.3 Definisi Penyakit von Willebrand
Penyakit von Willebrand (PVW) adalah kelainan pendarahan herediter dikarenakan
oleh defisiensi atau disfungsi faktor von Willerbrand (FVW) (Department of Health and
Human Service. 2007). FVW adalah suatu glikoprotein multimer heterogen dalam plasma
dengan dua fungsi utama (Sudoyo. 2009).
1. Memudahkan adhesi trombosit pada kondisi stress berat dengan menghubungkan
reseptor membran trombosit ke subendotel pembuluh darah
2. Bekerja sebagai pembawa plasma bagi faktor VIII, suatu protein koagulasi darah
yang penting.
Umumnya faktor von Willebrand membantu trombosit melekat pada dinding
pembuluh darah yang normal.
2.4 Etiologi
Kelainan perdarahan kronis yang ditandai dengan agregasi tronbosit maupun
pembentukan bekuan tidak terjadi secara memadai. Kelainan adhesi trombosit mungkin
karena kelainan reseptor trombosir intrinsik atau kelainan/defisiensi molekul pelekat seperti
FVW (Sudoyo. 2009).
2.5 Klasifikasi dan Patofisiologi
PVW disebabkan oleh kelainan kuantitatif dan/atau kualitatif FVW ,suatu protein
factor pembekuan yang diperlukan untuk interaksi antara trombosit–dinding pembuluh darah
dan untuk pembawa factor VIII.Pada kasus juga terdapat defisiensi factor VIII.kelainan yang
nyata pada FVW bertanggung jawab terhadap 3 tipe utama PVW (Sudoyo. 2009).
Kelainan Kuantitatif FVW
Tipe 1 dan 3 ditandai dengan kelainan kuantitatif FVW. Identifikasi kelainan gen
adalah sulit pada tipe 1 dam 3 PVW .Tipe 1 merupakan kelainan yang ringan dan menjadi
kasus terbanyak .Pada PVW tipe 1 ,40% anngota keluarga kelompok ini membawa allele
PVW namun dengan kadar FVW normal.Tipe 3 adalah bentuk yang terberat .Bentuk ini
jarang terjadi (Sudoyo. 2009).
6 | P a g e
Kelainan Kualitatif FVW
Tipe 2 , yang terdiri dari subtype 2A,2B,2M dan 2N, meliputi pasien dengan kelainan
yang ringan sampai sedang ,ditandai dengan gejala-gejala yang sifatnya sedang.Tipe 2A
ditandai dengan penurunan fungsi FVW yang terkait trombosit dan termasuk subtype II A
dan II C .Tipe 2B ,ditetapkan dengan meningkatnya afinitas FVW terhadap GP 1b
trombosit .Tipe 2N ,ditandai oleh kelainan ikatan FVW pada factor VIII
Sumber : Sudoyo.2009
7 | P a g e
Patofisiologi
Interaksi faktor VIII dan faktor von willebrand serta vWF dan trombosit penting
untuk memahami kompleksitas penyakit von willebrand dan melibatkan aktivitas
prokoagulan (VIII:C), aktivitas antigenic (vWF:Ag), dan aktivitas faktor von willebrand
(vWF: activity, yang dulu disebut “VIII:vWF”). Fungsi ketiga ini penting dalam interaksi
antara endotel vascular dan trombosit serta mencegah perdarahan kapiler yang berlebihan
dengan meningkatkan pembentukan sumbatan trombosit. Nama “faktor von willebrand” telah
diterapkan untuk sifat-sifat protein dengan hasil kompleks ini. Pada hemophilia klasik,
aktivitas prokoagulan faktor VIII rendah, tetapi faktor von willebrand dan faktor antigenic
reaksi silang (vWF:Ag) aktif normal. Pada penyakit von willebrand, ketiga aspek abnormal
dan perbedaan derajat ketidakabnormalan ini menyebabkan munculnya berbagai jenis
sindrom penyakit von willebrand. Dahulu gambaran klinis dan laboratorium yang bervariasi
menyebabkan kesimpang-siuran. Akhir-akhir ini diterapkan klasifikasi yang lebih praktis
(Sacher. 2004).
2.6 Gambaran Klinik
Gejala paling sering terjadi meliputi : perdarahan gusi, hematuri, epistaksis,
perdarahan saluran kemih, darah dalam feses, mudah memar, menoragi (Sudoyo. 2009).
Pasien PVW simtomatik, seperti pada gangguan fungsi trombosit lainnya, biasanya
tampil dengan perdarahan mukokutan, terutama epistaksis, mudah memar, menoragi, dan
perdarahan gusi dan gastrointestinal (Sudoyo. 2009).
Pasien dengan kadar faktor VIII yang sangat rendah bahkan dapat menuunjukan
hemartrosis dan perdarahan jaringan dalam tubuh. Seringkali gambaran kelainan itu tidak
nyata sampai terdapat faktor pemberat seperti trauma atau pembedahan. PVW dapat
diturunkan sebagai satu sifat (trait) dominan atau resesif autosomal. Seringkali terdapat
riwayat yang jelas dalam keluarga dengan perdarahan abnormal dan berat, namun daya
tembus (penetrance) dan ekspresi gen yang mengalami mutasi sangat bervariasi. Meskipun
orangtua dengan autosom dominan memindahkan gen abnormal hanya 50% ke anak-
anaknya, penyakit dengan gejala yang nyata hanya pada 30-40% keturunannya (Sudoyo.
2009).
Pasien dengan gen resesif tunggal khas asimtomatik tetapi dapat menunjukkan kadar
aktivitas antigen FVW abnormal. Keturunan dengan heterozigot ganda, yang diturunkan dari
orangtua yang keduanya membawa gen cacat (defective), menghasilkan penyakit berat (tipe 3
PVW) (Sudoyo. 2009).
8 | P a g e
Meskipun jarang, PVW yang didapat, terlihat pada pasien dengan keadaan tertentu
(states) penyakit liimfoproliferatif atau imunologi akibat auto-antibodi terhadap FVW
(Sudoyo. 2009).
Manifestasi klinis meliputi pendarahan hidung, gusi, menoragia, pendarahan luka
merembes lama, dan pendarahan yang meningkat setelah trauma atau bedah. Hemartrosis
spontan sangat jarang. (Behrman: 2000)
Gejalanya berupa pendarahan gusi, epistaksis, pendarahan dari uterus, tractus
gastrointestinalis atau tractus urinarius. Pendarahan ini umumnya terjadi pada masa anak dan
cenderung berkurang dengan bertambahnya umur. (Hasan, 2007)
2.7 Diagnosis
Pemeriksaan diagnostik untuk penyakit Von Willebrand meliputi asai untuk faktor
Von Willebrand, menunjukkan kadar yang subnormal. Waktu perdarahan yang memanjang
dalam keadaan adanya defisiensi factor VII dan kelainan agregasi trombosit jika diberikan
ristosetin (suatu antibiotik yang menyebabkan agregasi trombosit) bersifat diagnostik untuk
penyakit Von Willebrand (Price. 2006)
Diagnosis pada PVW memerlukan :
Kecurigaan terhadap gambaran klinis tingkat tinggi dan
Kecakapan pemanfaatan laboratorium
(Sudoyo. 2009)
Bila pasien dalam keadaan kritis, sulit menetapkan diagnosis ang tepat. Bila PVW
dianggap merupakan faktor penunjang pada perdarahan pasien, lebih dahulu harus diobati
secara empiris dan penelusuran laboratoris yang rumit ditunda sampai pasien secara klinis
stabil dan tidak mendapat produk darah dan obat selama beberapa minggu (Sudoyo. 2009).
Temuan Laboratorium.
Waktu perdarahan memanjang pada semua sindrom von Willebrand. Hitung trombosit
dan waktu protrombin normal. PTT mungkin normal tetapi biasanya memanjang ringan
sampai sedang. Penderita tipe I (penyakit von Willbrand klasik) mempunyai kadar plasma
protein von Willebrand menurun, aktivitas faktor von Willebrand menurun, dan aktivitas
faktor VIII menurun. Trombosit pada penderita penyakit von Willebrand mempunyai
kemampuan adhesi menurun dan tidak beragregasi bila antibiotika ristosetin ditambahkan
9 | P a g e
pada plasma kaya-trombosit (karena faktor von Willebrand biasanya tidak ada), tidak seperti
trombosit orang normal. Kadang-kadang penderita mungkin menunjukkan reaktivitas
terhadap ristosetin yang meningkat (tipe II B) (Sudoyo. 2009).
Pada sebagian besar pasien penyakit von willebrand, kadar aktivitas antigenic dan
prokoagulan sama-sama rendah.sebagian kecil pasien memperlihatkan jumlah protein yang
normal dengan aktivitas imunologik yang menyimpang. Tampaknya terdapat beberapa
mekanisme fundamental yang terlibat. Sebagian besar pasien memperlihatkan sintesis
keseluruhan kompleks faktor VIII yang normal, sedangkan yang lain mengalami gangguan
kualitatif sintesis. Tidaklah mengejutkan, pengamatan laboratorium lebih bervariasi diantara
pasien dengan varian kualitatif atau structural dari pada pasien dengan defisiensi kuantitatif.
(Sacher. 2004).
Waktu pendarahan memanjang pada semua sindrom von Willebrand. Hitung
trombosit dan waktu protrombin normal. PTT mungkin normal tetapi biasanya memanjang
ringan sampai sedang. Penderita Tipe I (penyakit von willebrand klasik) mempunyai kadar
plasma protein von willebrand menurun, aktivitas factor von willebrand menurun, dan
aktivitas factor VIII menurun. Trombosit pada penderita penyakit von Willebrand
mempunyai kemampuan adhesi menurun dan tidak beragregasi bila antibiotika ristosetin
ditambahkan pada plasma kaya-trombosit (karena factor von willebrand biasanya tidak ada),
tidak seperti trombosit orang normal. Kadang-kadang penderita mungkin menunujukkan
reaktivitas terhadap ristosetin yang meningkat (tipe II B) (Behrman. 2000).
Pemeriksaan laboratorium biasanya memberikan hasil seperti hemophilia, tetapi
dengan masa pendarahan memanjang, adesi trombosit merendah dan retraksi bekuan yang
normal (Hasan, 2007).
Hasil laboratorium :
1. Masa perdarahan mungkin memanjang
2. Kadar faktor VIII seringkali rendah dan APTT mungkin memanjang
3. Kadar VWF biasanya rendah
4. Agregasi trombosit dengan ristocetin terganggu (sensitivitas abnormal terhadap
ristocetin ditemukan pada penyakit tipe 2B). Agregasi dengan zat lain (adenosine
difosfat (ADP), kolagen, thrombin, atau adrenalin) biasanya normal.
5. Hitung trombosit normal kecuali untuk penyakit tipe 2B (pada tipe 2B rendah)
6. Analisis multimer berguna untuk mendiagnosis subtype-subtipe yang berbeda
(Hoffbrand. 2012)
10 | P a g e
Evaluasi Penapisan
Untuk PVW harus mencakup pemeriksaan BT ,hitung trombosit, PT dan APTT.
PVW ringan tipe 1 biasanya hasil pemeriksaan normal. Bila penyakit lebih berat
BT memanjang antara 15-30 menit sedangkan hitung trimbosit normal.
Pasien dengan defisiensi berat FVW atau kelainan faktor VIII mengikat FVW
berakibat pemanjangan APTT, sekunder akibat menurunnya kadar faktor VIII
dalam plasma
Untuk menetapkan diagnosis diperlukan pemeriksaan khusus kadar FVW dan
fungsinya.
(Sudoyo. 2009).
Sumber : Sudoyo. 2009
Penyakit tipe 1 adalah varian paling banyak mencapai 80% .Beratnya gambaran
klinis tipe ini sangat bervariasi,berhubungan dengan penurunan kadar FVW dalam plasma
dan factor VIII.Pada pasien bergejala ,aktivitas Ag:FVW dan FVW menurun dibawah 50%
nilai normal.Pasien dengan golongan darah O Pada umumnya menunjukan nilai FVW
normal rendah dan tidak boleh langsung didiagnosis oleh PVW tipe ringan .Oleh karena
FVW merupakan protein pembawa FVIII akan secara bermakna menurun pada pasien dengan
penyakit tipe 1 yang berat.,dengan pemnajangan APTT.Analisis multimer FVW menunjukan
pola normal (Sudoyo. 2009).
PVW tipe 2 – tipe ini ditandai oleh kelainan kualitatatif FVW plasma. Hal ini dapat
berakibat penurunan FVW yang lebih besar (PVW tipe 2A dan 2B) atau perubahan-
perubahan bergam pada ikatan Ag:FVW dan factor VIII (Tipe 2M 2N PVW). Menghilangnya
11 | P a g e
multimer lebih besar menyebabkan penurunan yang tidak Proporsional pada aktivitas FVW
(Ristocetin cofactor actifity) bila dibandingkan dengan Ag:FVW (Sudoyo. 2009).
Aktifitas factor VIII jarang jarang menurun pada PVW tipe 2A, B, dan M tetapi
paling berat pada penderita PVW tipe 2N (Sudoyo. 2009).
Pasien PVW tipe 2 tidak mempunyai FVW multimer dengan BM tinggi atau sedang
(intermediate) dalam plasma. kelompok heterogen ini ditandai oleh paling tidak 2 defek yang
nyata : produksi FVW (yang suseptibel terhadap proteolisis) dan detruksi yang meningkat
menjelang skresi selular.Beberapa pasien masih sangggup mengeluarkan multimer yang lebih
besar dalam sirkulasi bila dirangsang dengan DDAPV, yang lain menunjukan sedikit atau
tanpa respons.Pasien tipe 2A mempunyai tendensi perdarahan yang sedang (Sudoyo. 2009).
PVW tipe 2 menunjukan FVW abnormal dengan afinitas meningkat terhadap reseptor
GPIb/IX trombosit.Pemberian (Loading) multimer besar pada FVW pada trombosit
menyebabkan penurunan kadar yang nyata kadar FVW multimer dengan BM tinggi atau
sedang(intermediate) dalam plasma, Menyerupai PVW tipe 2A. Pada saat yang sama oleh
karena melimpahnya FVW pada permukaan trombosit, Penelitian aktivitas FVW (yaitu
ristocetin-in-duced platelet aggregation,RIPA)akan menunjukan tendensi peningkatan
agregasi trombosit (Sudoyo. 2009).
Secara klinis, melimpahnya FVW pada permukaan trombosit dapat mendorong
agregasi trombosit dalam sirkulasi, Pembuangan trombosit, dan trombositopenia. Kehamilan,
Inflamasi, atau pemberian DDAPV, melalui peningkatan pengeluaran FVW, dapat
memperburk trombositopenia. Bukanya cenderung mengalami agregasi trombosit, pasien-
pasien ini sebaliknya memiliki tendensi rendah bukan kelainan/penyakit trombotik (Sudoyo.
2009).
PVW Tipe-Trombosit perlu perhatian khusus sebab tampil dengan banyak sifat
serupa PVW Tipe 2B. Namun, peningkatan ikatan multimer FVW tipe trombosit disebabkan
oleh kerusakan pada reseptor GP1b, bukan FVW pasien. Hal ini merupakan perbedaan
penting menyangkut terapi. Pasien PVW tipe Trombosit memerlukan transfuse trombosit
sama perlunya dengan pemberian FVW untuk memperbaiki kelainan perdarahanya (Sudoyo.
2009).
PVW Tipe 2M- ditandai dengan pola normal multimer FVW dalam plasma
penurunan yang tidak seimbang pada aktifitas FVW bila dibandingkan dengan vWF:Ag.Hal
ini menghasilkan produksi FVW abnormal dengan penurunan aktifitas terhadap reseptor
GP1b/X trombosit (Sudoyo. 2009).
12 | P a g e
Banyak pasien dengan kelainan tersebut akan memperoleh respon dari DDAVP,
sedangkan yang lain memerlukan penambahan FVW (Sudoyo. 2009).
PVW tipe-2N menunjukan kerusakan ikatan faktor VIII terhadap FVW. Pengukuran
dan aktivitas FVW keduanya normal, seperti jug analisis pola multimer FVW. Derajat
aktivitas faktor VIII menurun, sama seperti pada pasien hemofilia yang ringan. Penyakit tipe
2N harus dipikirkan dalam diagnosis banding bila seseorang pasien perempuasn datang
dengan derajat FVIII atau bila anggota keluarga pasien yang perempuan terjangkit (Sudoyo.
2009).
Penyakit tipe 3-FVW tipe 3 disertai dengan tidak ditemukannya Ag:FVW dalam
sirkulasi dan derajat VIII:C sangat rendah (3-10% normal). Pasien yang seperti ini
menunjukkan pendarahan hebat dan hemartrosis dan hematoma muskulus serupa pada pasien
hemofilia A dan B. Namun, tidak seperti hemofilia klasik, BT sangat memanjang. Penurunan
penyakit tipe 3 masih tidak jelas. Pasien demikian merupakan heterozigot ganda atau
homozigot untuk satu gen abnormal. Pasien biasanya normal, yang menunjukkan suatu pola
resesif autosomal (Sudoyo. 2009).
2.8 PVW yang Didapat
Autoantibodi terhadap inhibitor protein FVW
FVW yang didapat, berbeda dari FVW kongenital, jarang terjadi, tampil awalnya
lambat, dan tanpa riwayat pendarahan dalam keluarga. FVW yang didapat berkaitan dengan
sejumlah penyakit kronis termasuk kelainan berikut :
Autoimun
Gamopati monoklonal
Limfoproliferatif
Keganasan endemik
Hipotiroidisme
Tumor wilm
Mieloproliferatif
Sebab pemakaian obat, termasuk siprofloksasin
(Sudoyo. 2009).
13 | P a g e
Pasien dengan auto-antibodi FVW biasanya menunjukkan perdarahan mukosa dan
mudah memar. Gambaran laboratorium dapat menyerupai FVW dengan pemanjangan BT,
penurunan aktivitas FVIII:C, AG:FVW dan FVW, meskipun kadarnya dapat berbeda
(Sudoyo. 2009).
2.9 Penatalaksanaan
Pengelolaan segera
Fungsi trombosit yang abnormal sering yang pertama tampak sebagai komplikasi
penyakit akut atau pembedahan. Pada keadaan demikian, diagnosis yang tepat dapat ditunda,
namun tindakan harus disesuaikan dengan sebanyak mungkin faktor yang potensial (Sudoyo.
2009).
Daftar ini termasuk:
Menghentikan obat yang menghambat fungsi trombosit
Secara empiris memberikan FVW
Transfusi trombosit yang normal, tergantung beratnya pendarahan.
(Sudoyo. 2009).
Pengelolaan jangka panjang
Kelainan fungsi trombosit harus didasari diagnosis yang tepat. Pasien dengan kelainan
kongenital harus dinasihati untuk menghindari obat yang memperberat kelainan fungsi dan
menyebabkan pendarahan (Sudoyo. 2009).
Aspirin dan analgesik non steroid adalah offender primer, pasien-pasien PVW
dan trombasteni menunjukan pemanjangan bermakana BT dengan pemberian
aspirin dan merupakan risiko lebih besar terhadap pendarahan klinis.
Pasien demikian juga harus benar-benar diajari tentang sifat kelainan mereka
Harus membawa serta identifikasi atau memakai gelang peringatan (warning)
(Sudoyo. 2009).
Protokol ini dapat bermanfaat sebagai petunjuk untuk transfusi yang memadai pada
keadaan darurat (Sudoyo. 2009).
14 | P a g e
DDVAP (Desopresin)
DDAVP adalah analog sintetik hormon antidiuretik, vasopresin. Pemberian secara
intravena merangsang pengeluaran FVW dari endotel agar FVW dan faktor VIII:C cepat
meningkat dalam plasma. Hal ini merangsang fungsi trombosit, dan pada beberapa tipe PVW
memendekkan BT. Akibatnya terhadap kadar faktor VIII diapakai untuk menangani pasien
dengan hemofilia A ringan yang mengalami pembedahan minor. Kelainan fungsi trombosit
akibat pemberian obat, uremia dan penyakit hati. Juga dapat membaik, mungkin dalam
pengeluaran dalam jumlah sangat besar multimer FVW. Pada pasien uremia, terapi
eritropoetin belum dilaporkan menurunkan secara bermakna tendensi pendarahan, sehingga
menyebabkan DDVAP kurang populer (Sudoyo. 2009).
Keberhasilan menangani pasien PVW bergantung pada tipe penyakitnya. Pasien
dengan tipe 1 PVW yang lebih ringan menunjukkan respon yang sangat baik, dengan
pemendekan BT dan peningkatan kadar FVW dan faktor VIII:C banyak pasien dengan PVW
tipe 2A atau tipe 2M juga mempunyai respon yang baik terhadap DDVAP. Meskipun BT
tidak menjadi normal dan efeknya relatif singkat (Sudoyo. 2009).
Pasien PVW tipe 2N biasanya tidak respons, meskipun uji terapi menunjukkan pasien
tertentu dapat ditangani pembedahan minor atau suatu pendarahan dengan DDAVP saja
(Sudoyo. 2009).
Pasien PVW tipe 3 tidak akan respon terhadap pemberian obat, sebab pasien ini tidak
ada persediaan FVW di endotel. Baik FVW maupun faktor VIII harus disiapkan untuk
memperbaiki kelainan pada kedua pasien tipe 2N dan tipe 3 (Sudoyo. 2009).
Pemberian DDAVP dikontraindikasikan pada pasien PVW tipe 2B dan tipe-
trombosit. Pada kedua kelainan, stimulasi pengeluaran FVW dapat menyebabkan
peningkatan agregasi trombosit dan memperburuk keadaan trombositopenia pasien. Pada
pasien tipe 2B, kelainan trombosit dan trombositopenia berhubungan dengan produksi
multimer FVW yang abnormal. Oleh karena itu, penanganan yang efektif untuk pasien
demikian dengan penambahan FVW dan transfusi trombosit (Sudoyo. 2009).
Formulasi DDVAP berbentuk sediaan baik intravena maupun intranasal. DDVAP
diberikan intravena dengan dosis 0,3 mg/Kg; harus diencerkan dalam 30-50 mL salin dan
diberikan dalam 10-20 menit untuk meminimalkan efek samping, terutama takikardi dan
hipotensi. Seperti preparat pendahulunya, DDVAP akan menyebabkan nyeri kepala, pusing
15 | P a g e
(lightheadedness), nausea, dan muka kemerahan (facial flushing) pada pasien, terutama bila
diberikan secara cepat. Obat tersebut juga mempunyai efek antidiuretik ringan yang dapat
mengarah intoksikasi bila pasien mendapat terapi multiple dan cairan parenteral jumlah besar.
Nasal spray yang sangat pekat dapat diberikan sendiri pada perempuan PVW tipe 1 untuk
terapi menoragi. Obat tersebut dapat efektif untuk mengontrol perdarahan yang berkaitan
dengan ekstraksi gigi atau pembedahan minor pada pasien PVW dan hemofili A ringan.
Dosis 300-µg intranasal DDAVP (stimate nasal spray), diberikan dengan aplikasi 100 µL
dari larutan 1,5 mg/mL ke lubang hidung, akan meningkatkan kadar FVW, pada umumnya, 2
sampai 3 kali lipat (Sudoyo. 2009).
Terapi DDVAP paling efektif untuk pendarahan ringan selama pembedahan minor.
Kerugiannya, efeknya berlangsung singkat. Perbakan BT dan kadar FVW terbatas sampai 12-
24 jam. Disamping itu respon terhadap dosis ulangan dapat berbeda karena timbulnya
takifilaksis. Kebanyakan pasien memberikan respon terhadap 2 atau 3 dosis dalam interval
24-jam, tetapi beberapa kasus membutuhkan 48-72 jam di antara dosis untuk perbaikan. Pada
situasi demikian, kontrol terhadap tendensi perdarahan pasien sangatlah penting, misalnya
setelah pembedahan, DDAVP bila diberikan sendiri tidak adekuat, sehingga dianjurkan
pemberian tambahan FVW (Sudoyo. 2009).
DDAVP digunakan dalam pengobatan penyakit von Willebrand tipe I dan IIA. Pada
sebagian besar kasus, DDAVP dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan ringan, secara
profilaktik digunakan sebelum prosedur pembedahan. Sekarang tersedia dalam bentuk
semprot hidung, DDAVP berperan dalam pelepasan faktor von Willebrand dari tempat
penyimpanan cadangan. Untuk penggantian faktor von Willebrand digunakan generasi yang
lebih baru yaitu faktor VIIIs yang diinaktifkan-virus, yang diketahui mengandung faktor von
Willebrand. Pasien-pasien yang dijadwalkan untuk menjalani prosedur pembedahan harus
dievaluasi dan dipersiapkan oleh ahli hematologi selama dan setelah menjalani prosedur
pembedahan (Price. 2006).
Faktor Von Willebrand
Penggantian FVW-dapat diperoleh dengan: tranfusi plasma segar atau konsentrat
plasma mengandung kompleks FVW-VIII (Sudoyo. 2009).
Kriopresipitat adalah konsentrat yang mudah didapat dan efektif. Seperti terapi
dengan DDVAP, kriopresipitat dapat segera memperpendek BT, yang yang berkaitan dengan
16 | P a g e
infus multimer FVW besar. Namun, perbaikan BT dapat berlangsung relatif singkat. Kadar
kriopresipitat dan multimer Ag:FVW cepat rusak dalam 6-12 jam setelah diberikan melalui
infus. Pada waktu yang sama, kadar faktor VIII:C meningkat selama 24 jam berikutnya,
diluar proporsi jumlah yang diberikan. Kenaikan kadar faktor VIII tampaknya untuk
memberikan efek protektif. Perbaikan tendensi perdarahan pasien berlangsung lebih lama
daripada yang diketahui baik dengan BT atu kadar FVW saja (Sudoyo. 2009).
Dosis kriopresipitat-sangat empiris. Pasien dengan tipe 1 atau tipe 3 yang berat harus
ditangani seperti pasien hemofilia A berat. Pada kedua keadaan tersebut kadar FVW dan
faktor VIII kurang dari 10%. Untuk mengawasi tendensi perdarahan, faktor VIII:C harus
dinaikkan menjadi 50-70% untuk pembedahan mayor dan 30-50% untuk pembedahan minor
atau perdarahan yang kurang berat. Untuk pasien PVW tipe 1 yang kurang berat,
direkomendasikan kombinasi DDVAP dan sejumlah kecil kriopresipitat. Berapa banyak
FVW harus diberikan dan berapa lama terapi tergantung perjalanan klinis pasien (Sudoyo.
2009).
Apabila kriopresipitat tidak didapatkan, salah satu bentuk konsentrat faktor
VIII/FVW dapat diberikan. Namun, konsentrat tersebut harus mengandung multimer FVW
besar agar efektif. Sediaan kaya FVW termasuk Humate p dan Alphanate. Dosis faktor VIII
50 U/Kg tiap 12 jam biasanya akan cukup. Keuntungan sediaan-sediaan ini adalah kurang
memberikan risiko transmisi virus (Sudoyo. 2009).
Oleh karena rendahnya kadar Ag:FVW dan faktor VIII, pasien PVW tipe 3
mempunyai risiko timbulnya antibodi terhadap FVW setelah transfusi sediaan plasma
tersebut. Sekali ini terjadi, pasien mempunyai risiko reaksi anafilaktoid dan infus FVW
berikutnya menjadi kurang efektif (Sudoyo. 2009).
Pengobatan. Terapi terdiri dari penggantian faktor von Willebrand dengan
menggunakan PBS atau kriopresipitat. Kriopresipitat adalah terapi yang lebih dipilih untuk
perdarahan berat atau persiapan terapi. Dosis yang dianjurkan adalah 2-4 kantong
kriopresipitat/10 kg, yang dapat diulang tiap 12-24 jam, tergantung pada episode perdarahan
yang diterapi atau dicegah. Penderita dengan penyakit von Willebrand tipe I ringan sampai
sedang yang mengalami manifestasi perdarahan ringan (seperti, epistaksis), atau yang
mengalami tindakan bedah tertentu (misalnya, ekstraksi gigi), dapat diberi DDAVP seperti
pada hemofilia A (Behrman. 2000).
17 | P a g e
BAB III
PENUTUP
Penyakit von Willebrand (PVW) adalah kelainan pendarahan herediter disebabkan
oleh defisiensi faktor von Willerbrand (FVW). PVW sendiri telah diklasifikasikan menjadi
beberapa tipe yakni tipe I. IIA, IIB, III. Untuk penangannya ada yang bersifat segera dan ada
pula yang jangka panjang. Semakin cepat dan tepat penanganan yang diberikan maka akan
semakin baik pula prognosisnya.
18 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC.
Department of Health and Human Service (US). The Diagnosis, Evaluation, and Management
of von Willebrand disease. US: Department of Health and Human Service; 2007.
Erina, Desy. 2009. Referat Penyakit Von Willebrand. Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman – RSUD ULIN Banjarmasin.
Federici, Augusto B. 2011. Von Willebrand Disease : Basic and Clinical Aspects. United
Kingdom : Wiley-Blackwell.
Hasan, Rusepno dan Husein Alatas. 2007. Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta : Infomedika
Jakarta.
Hoffbrand, dkk. 2012. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.
Kumar V, Cotran S, Robbins R. 2007. Gangguan pembekuan. In: Buku ajar patologi. 7thed.
Jakarta : EGC.
Price S. A.,Wilson L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Sacher, Ronald A dan Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta : EGC.
Sudoyo, A.W., et al., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI : Jakarta.
19 | P a g e