tim pemantauan dan pengendalian inflasi (tpi) laporan ... · laporan pelaksanaan tugas tahun 2013....

86
TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013

Upload: vanngoc

Post on 11-Feb-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI (TPI)

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013

Page 2: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

DAFTAR ISI

Daftar Isi iii

Daftar Tabel iv

Daftar Grafik v

Daftar Bagan dan Daftar Lampiran vi

Pokok- Pokok Laporan Pelaksanaan Tugas vii

BAB I EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 1

1.1 Perkembangan Inflasi Tahun 2013 2

1.2 Evaluasi Pencapaian Sasaran Inflasi Tahun 2013 10

BAB IIPELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 15

2.1 Evaluasi Kegiatan TPI Tahun 2013 16

2.2 Bauran Kebijakan yang Telah Diambil Terkait Pengendalian Inflasi 22

Boks 2.1 Stabilisasi Harga Pangan 39

BAB III PRAKIRAAN INFLASI 45

3.1 Asumsi yang Digunakan 46

3.2 Prakiraan Inflasi 47

BAB IVPROGRAM KERJA 2014 49

4.1 Rencana Kegiatan TPI 2014 50

4.2 Arah Kebijakan Terkait Pengendalian Inflasi 2014 53

Page 3: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013iv

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food 8

Tabel 1.2. Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Prices 9

Tabel 2.1. Pertemuan TPI dan Rekomendasi yang Dihasilkan 17

Tabel 2.2. Kenaikan Upah Minimum Tahun 2014 (Keputusan Tahun 2013) 34

Tabel 2.3. Kebijakan Fiskal Tahun 2013 37

Tabel 2.4. Rangkuman Kebijakan Administered Prices Tahun 2013 38

Tabel Boks 2.1.1. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food 39

Tabel Boks 2.1.2. Daftar Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan 40

Tabel 4.1. Jadual Program Kegiatan TPI Tahun 2014 53

Tabel 4.2. Kebijakan Tindak Lanjut Penanganan Komoditas Pangan Strategis 56

Page 4: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 v

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Perkembangan Inflasi 2

Grafik 1.2. Sumbangan Disagregasi Inflasi 2013 3

Grafik 1.3. Pola Inflasi Pada Kenaikan Harga BBM Subsidi 3

Grafik 1.4. Inflasi Negara Kawasan 3

Grafik 1.5. Inflasi Bahan Pangan Negara Kawasan 3

Grafik 1.6. Inflasi IHK Daerah 4

Grafik 1.7. Inflasi Bahan Makanan Kawasan 4

Grafik 1.8. Dekomposisi Inti Traded- Non Traded 4

Grafik 1.9. Dekomposisi Inti Traded 4

Grafik 1.10. Inflasi Core dan Faktor Eksternal 5

Grafik 1.11. Perkembangan Inflasi Industri Pengolahan 5

Grafik 1.12. Dekomposisi Core Non Traded 5

Grafik 1.13. Inflasi Core Food (Non-Traded) & Volatile Food 5

Grafik 1.14. Inflasi Sektor Jasa 6

Grafik 1.15. Inflasi Sektor Jasa Perumahan dan Harga Properti 6

Grafik 1.16. Pertumbuhan Penjualan Retail dan IKK 6

Grafik 1.17. Pertumbuhan M1 dan Inflasi 6

Grafik 1.18. Kredit Konsumsi dan Inflasi Inti 6

Grafik 1.19. Kapasitas Utilisasi Sektoral (Industri Pengolahan) 6

Grafik 1.20. Ekspektasi Harga Pedagang Eceran 7

Grafik 1.21. Ekspektasi Harga Konsumen 7

Grafik 1.22. Ekspektasi Inflasi CF Tahunan 7

Grafik 1.23. Ekspektasi Inflasi Pasar Keuangan 7

Grafik 1.24. Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food 8

Grafik 1.25. Perkembangan Harga Bawang Merah 8

Grafik 1.26. Perkembangan Harga Cabai Merah 8

Grafik 1.27. Perubahan Harga Daging Sapi Bulanan 8

Grafik 1.28. Perubahan Harga Beras Bulanan 8

Grafik 1.29. Inflasi Administered Prices 9

Grafik 2.1. Perkembangan Suku Bunga 23

Grafik 2.2. Nilai Tukar Rupiah/ USD 23

Grafik Boks 2.1.1. Disagregasi Inflasi 2013 39

Grafik 3.1. Perbandingan Proyeksi Inflasi 47

Page 5: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013vi

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

DAFTAR BAGAN

DAFTAR LAMPIRAN

Bagan 1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi 11

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 689/KM.1/2013 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Tahun 2013 60

Page 6: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 vii

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

POKOK-POKOK LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS

Page 7: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013viii

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

POKOK- POKOK LAPORAN PELAKSANAAN TUGASTim Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian

Inflasi (TPI) Tahun 2013

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 689/KM.1/2013 tentang pembentukan Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Tahun 2013, Tim bertanggungjawab dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Keuangan. Secara umum, pokok-pokok laporan pelaksanaan tugas TPI tahun 2013 meliputi: (i) evaluasi pencapaian sasaran inflasi tahun 2013, (ii) pelaksanaan tugas serta bauran kebijakan pengendalian inflasi tahun 2013 (iii) prakiraan inflasi 2014, dan (iv) rencana program kerja serta bauran kebijakan pengendalian inflasi tahun 2014.

1. Evaluasi Pencapaian Sasaran Inflasi Tahun 2013

Pada tahun 2013, inflasi IHK meningkat cukup tinggi dan melampaui sasarannya (4,5% ± 1%). Inflasi mencapai 8,38% (yoy), terutama didorong oleh melonjaknya inflasi administered prices (16,65%, yoy) dan inflasi volatile food (11,83%, yoy), sementara inflasi inti mengalami sedikit peningkatan menjadi 4,98% (yoy), dibandingkan tahun lalu (4,40%, yoy). Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi dan terganggunya pasokan bahan makanan khususnya hortikultura. Dari eksternal, pemulihan ekonomi global yang masih berjalan lambat dan kebijakan ekonomi AS yang diliputi ketidakpastian memberikan tekanan negatif yang cukup signifikan pada neraca perdagangan dan Rupiah. Namun, pelemahan ekonomi global juga menyebabkan masih turunnya harga komoditas global sehingga dapat meminimalkan dampak dari depresiasi rupiah tersebut terhadap inflasi domestik. Secara spasial, kenaikan inflasi terjadi di hampir seluruh kawasan dengan kenaikan tertinggi terjadi di kawasan Sumatera. Laju inflasi mencapai puncaknya pada Agustus untuk kemudian mereda hingga ahir tahun 2013, setelah Bank Indonesia dan Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang cukup dapat mengendalikan berbagai tekanan inflasi tersebut.

Inflasi administered prices mencatat kenaikan signifikan didorong oleh kenaikan harga BBM bersubsidi dan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Konsumsi domestik yang masih kuat dan ketergantungan pada sumber energi minyak yang masih tinggi memaksa Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi guna menjaga sustainabilitas APBN dan mengatasi current account deficit. Secara spasial, kenaikan harga BBM berdampak paling besar pada inflasi di kawasan Sumatera karena cukup besarnya bobot bensin dan kenaikan tarif angkutan kota di kawasan tersebut. Sementara itu, kenaikan TTL tahun ini merupakan bagian dari roadmap kebijakan tarif listrik untuk mencapai harga keekonomian secara bertahap. Kenaikan harga energi memberikan dampak lanjutan kepada kenaikan tarif angkutan dan harga barang-barang lainnya di kelompok inti maupun volatile food. Selain didorong oleh kenaikan harga yang cukup besar di kelompok energi, inflasi tahun ini juga disebabkan oleh kenaikan harga yang cukup signifikan di kelompok bahan makanan (volatile food), khususnya aneka bumbu dan daging sapi. Lonjakan harga aneka bumbu telah terjadi sejak awal tahun akibat terganggunya pasokan baik oleh anomali cuaca maupun kendala dalam implementasi kebijakan pengendalian (tata niaga) impor hortikultura. Secara spasial, kenaikan harga bahan pangan di Kawasan Sumatera, selain karena dampak lajutan kenaikan harga BBM juga dipengaruhi oleh gangguan pasokan akibat erupsi Gunung Sinabung. Sementara itu, inflasi inti meningkat secara terbatas karena dampak pelemahan nilai tukar dapat dimitigasi oleh harga global yang masih menurun, ekspektasi inflasi yang terjaga dan respon sisi penawaran yang masih memadai.

Page 8: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 ix

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Menghadapi kenaikan inflasi yang telah terjadi sejak awal tahun, Pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya pengendalian inflasi. Untuk meredam dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM, Pemerintah pusat melakukan pengendalian tarif angkutan antar kota antar provinsi dan menghimbau Pemerintah daerah untuk mengendalikan tarif angkutan dalam kota. Untuk mengurangi beban masyarakat, Pemerintah mengalokasikan dan menyalurkan paket kebijakan kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi, antara lain dengan menambah penyaluran RASKIN menjadi 15 kali dan memberikan kompensasi BLSM. Dalam upaya mengendalikan gejolak harga bahan pangan sebagai dampak kekurangan pasokan dalam negeri, Pemerintah melakukan berbagai penyempurnaan prosedur impor, melakukan relaksasi impor dan menetapkan harga referensi untuk impor beberapa komoditas hortikultura dan daging sapi menggantikan sistem kuota. Selain itu, peran BULOG untuk stabilisasi harga juga diperluas melalui distribusi daging sapi dan kedelai. Dari Bank Indonesia, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang dilakukan sejak triwulan II-2013 ditujukan untuk memastikan defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang sehat, memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian dan mengendalikan inflasi yang meningkat paska kenaikan harga BBM Juni 2013. Secara operasional, Bank Indonesia menaikkan suku bunga (BI Rate) sebesar 175 bps sejak Juni 2013 hingga mencapai 7,5% pada Desember 2013. Dalam kaitan dengan stabilisasi nilai tukar, Bank Indonesia menerapkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan pasokan valas secara lebih efektif, yang diharapkan juga berdampak pada pendalaman pasar uang. Beberapa langkah yang ditempuh antara lain memperluas jangka waktu Term Deposit Valas, merelaksasi ketentuan pembelian valas bagi eksportir yang telah melakukan penjualan Devisa Hasil Ekspor (DHE), menyesuaikan ketentuan transaksi  forex swap bank dengan Bank Indonesia, merelaksasi ketentuan utang luar negeri (ULN) dengan menambah jenis pengecualian ULN jangka pendek bank berupa giro rupiah (VOSTRO) milik bukan penduduk yang menampung dana hasil divestasi, menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), memperpendek jangka waktu month-holding-period kepemilikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), memperhitungkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) sebagai komponen Giro Wajib Minimum (GWM) Sekunder dan memperkuat kerjasama antar bank sentral dengan memperpanjang Bilateral Swap Arrangement (BSA) antara Bank Indonesia dengan Bank of Japan.

Pengendalian inflasi juga dilakukan dengan memperkuat koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui forum TPI dan TPID. Di tingkat pusat, koordinasi terutama dilakukan dalam hal pengendalian dampak kenaikan harga BBM dan pengendalian gejolak harga pangan. Dalam kaitan ini, TPI telah melakukan asesmen mengenai dampak kebijakan pengendalian impor hortikultura terhadap inflasi dan merekomendasikan kebijakan untuk meminimalkan dampak tersebut, seperti membuka pintu impor untuk cabai dan bawang merah pada Semester II-2013 yang sebelumnya ditutup pada Semester I-2013. Selain itu, untuk meningkatkan efektivitas kebijakan stabilisasi harga pangan, TPI juga merekomendasikan beberapa kebijakan seperti memperluas peran BULOG dalam stabilisasi harga pangan serta memperbaiki metode perhitungan harga referensi untuk daging sapi. Untuk meminimalkan dampak kenaikan harga BBM, TPI mengusulkan batas toleransi kenaikan tarif angkutan darat antar kota. Sementara itu, koordinasi antara pusat-daerah dan antar daerah dalam hal pengendalian inflasi melalui forum TPID terutama difokuskan dalam rangka menjamin ketersediaan pasokan dan distribusi bahan pangan pokok. Berbagai forum koordinasi telah dilaksanakan, baik secara nasional (Rapat Koordinasi Nasional TPID ke-IV di bulan Mei 2013) maupun secara wilayah (Rapat Koordinasi Pusat-Daerah di Wilayah Sumatra, Jawa dan Kawasan Timur Indonesia di bulan Oktober 2013). Dalam berbagai forum tersebut disepakati kegiatan strategis TPID yang dalam beberapa tahun ke depan

Page 9: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013x

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

akan dilakukan yakni pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), penguatan kerjasama antara daerah surplus dan daerah defisit dan penyelerasan asumsi makro nasional dan daerah. Beberapa daerah yang telah mengembangkan PIHPS adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Untuk kegiatan penyelerasan asumsi makro, tahap building awareness yang dimulai sejak tahun 2011 mendapatkan momentum di tahun 2013 dengan penyusunan prototipe model ekonomi makro regional.

2. Pelaksanaan Tugas Tahun 2013

Pada tahun 2013 terdapat dua permasalahan utama yang menjadi sumber tekanan inflasi, yaitu tekanan inflasi pangan terutama pada paruh pertama tahun 2013 dan tekanan administered prices berupa kenaikan harga BBM bersubsidi pada paruh kedua tahun 2013. Pelaksanaan tugas TPI pada tahun 2013 difokuskan pada upaya pengendalian kedua tekanan inflasi tersebut.

a. Asesmen Tekanan Inflasi Kelompok Pangan serta Penyusunan Rekomendasi Kebijakan.

Upaya pemerintah untuk mendorong terciptanya kedaulatan pangan yang ditempuh antara lain melalui pengendalian impor pangan secara bertahap mulai diimplementasikan pada pertengahan tahun 2012 dengan membatasi pintu masuk impor produk hortikultura. Selanjutnya, mulai September 2012 pemerintah mulai melakukan pengaturan tata niaga impor produk hortikultura. Pada tahun 2013, pemerintah kembali melakukan pengaturan impor melalui pengendalian importasi dan titik masuk pada sejumlah komoditas hortikultura selama Semester I-2013. Dalam implementasinya, kebijakan pengendalian impor tersebut menghadapi kendala di awal tahun sehingga menimbulkan gangguan terhadap pasokan komoditas bahan pangan karena pada saat bersamaan produksi dan distribusi domestik menghadapi gangguan anomali cuaca. Hal ini mengakibatkan tingginya inflasi volatile food di awal tahun, yang mengalami kenaikan yang cukup tinggi di atas pola historisnya.

Untuk mengatasi tekanan harga tersebut, TPI melakukan langkah-langkah koordinasi dengan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut: (a) perlunya merelaksasi impor hortikultura mengingat pasokan dalam negeri yang masih terbatas; (b) perlunya mempercepat realisasi impor daging sapi serta memastikan jumlah kuota yang ditetapkan telah mencukupi kebutuhan domestik; (c) mempercepat penyiapan instrumen stabilisasi harga pangan dalam mengantisipasi terjadinya kenaikan harga global; dan (d) ke depan, implementasi kebijakan perlu mempertimbangkan timing untuk mengendalikan gejolak harga. Hasil asesmen dan berbagai rekomendasi kebijakan dari TPI tersebut disampaikan kepada Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang selanjutnya digunakan sebagai masukan dalam bahan Rapat Koordinasi Terbatas bidang Pangan yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Secara umum, respon kebijakan yang ditempuh Pemerintah cukup sejalan dengan rekomendasi TPI, yakni: (a) percepatan dan penyederhanaan prosedur impor melalui sistem online INATRADE dan pengurangan cakupan komoditas yang diatur impornya; (b) pembebasan kuota daging sapi untuk jenis prime cut, percepatan realisasi impor, penunjukkan BULOG sebagai bagian dari stabilisator harga daging sapi serta penambahan kuota impor untuk tahun 2013; dan (c) memasuki semester II-2013, Pemerintah mengubah tata niaga impor daging sapi dan produk hortikultura dari berbasis kuota menjadi berbasis harga referensi.

Page 10: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 xi

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Selanjutnya, mempertimbangkan tekanan harga pangan ke depan masih cukup tinggi maka ketersediaan instrumen stabilisasi harga pangan dalam rangka mengendalikan inflasi merupakan prioritas. Dalam kaitan ini, TPI melakukan review terhadap kebijakan stabilisasi harga pangan yang ada saat ini dan menyusun beberapa rekomendasi kebijakan. Hasil rekomendasi disampaikan dalam High Level Meeting TPI dan Pokjanas TPID yang dihadiri oleh pimpinan Kementerian/Lembaga anggota TPI, seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Direktur Utama BULOG dan pimpinan lainnya. Beberapa rekomendasi utama yang disampaikan adalah: (a) Meningkatkan efektivitas instrumen stabilisasi harga daging sapi melalui penetapan harga referensi berdasarkan pendekatan cost structure dan mengubah trigger impor dari proyeksi harga 2 bulan ke depan menjadi deviasi antara harga aktual dengan harga referensi; (b) Mendorong dilakukannya perencanaan impor dengan lebih baik termasuk melakukan penguatan kerjasama dengan negara-negara produsen yang menghasilkan produk yang memiliki jenis dan kualitas yang sesuai dengan permintaan konsumen Indonesia; (c) Memperkuat peran Bulog dalam stabilisasi harga pangan khususnya komoditas biji-bijian (grain); dan (d) Mengoptimalkan penggunaan dana Cadangan Stabilisasi Harga Pangan (CSHP) dalam APBN untuk mendukung stabilisasi harga pangan melalui penguatan dasar hukum dan penajaman ruang lingkup penggunaan anggarannya. Beberapa rekomendasi tersebut menjadi bagian dari program kerja TPI untuk tahun 2014.

b. Asesmen Tekanan Inflasi Kelompok Administered Prices dan Langkah-langkah Meminimalkan Dampak Kebijakan Kenaikan Harga BBM Bersubsidi.

Dalam rangka mendukung rencana pemerintah terkait kebijakan harga BBM bersubsidi yang telah mengemuka sejak awal tahun, TPI berkoordinasi dengan Pemerintah (Kementerian ESDM dan Kemenkeu) untuk melakukan asesmen terhadap berbagai pilihan skenario kebijakan yang akan ditempuh. Asesmen dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari terutama terhadap inflasi dari berbagai simulasi, a.l. (i) simulasi kenaikan harga BBM dengan single price (kenaikan harga yang berlaku untuk seluruh jenis kendaraan) dan (ii) simulasi kenaikan harga BBM untuk jenis kendaraan tertentu, termasuk pembatasan premium untuk kendaraan pribadi dan dinas. Selain melakukan asesmen, TPI juga memantau perkembangan kesiapan implementasi dari berbagai skenario kebijakan.

Menjelang pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada tanggal 22 Juni 2013, TPI telah melakukan langkah-langkah koordinasi dengan pemerintah termasuk pemerintah daerah melalui Pokjanas TPID dalam upaya meredam dampak lanjutan kenaikan harga BBM tersebut terhadap inflasi. Hal-hal yang dilakukan antara lain berkoordinasi dengan Pemerintah c.q. Kementerian Perhubungan terkait penetapan kenaikan tarif angkutan yang wajar dan tidak mendorong kenaikan inflasi yang berlebihan. Kementerian Perhubungan menetapkan kenaikan tarif Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) sekitar 15% dan tarif Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) rata-rata sekitar 17%. Hal ini relatif sejalan dengan usulan TPI. Di tingkat daerah, upaya meminimalkan dampak pada kenaikan tarif transportasi didukung oleh Surat Inmendagi No. 541/3209/SJ/20 Juni 2013 yang a.l. menghimbau Kepala Daerah agar dalam penetapan kenaikan tarif angkutan dalam kota dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan dampaknya terhadap inflasi. Kenaikan tarif angkutan di berbagai provinsi secara rata-rata sekitar 30%. Secara umum, kenaikan tersebut cukup moderat jika

Page 11: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013xii

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

dibandingkan dengan usulan kenaikan yang disampaikan pengusaha transportasi di daerah. Selain itu, TPI juga melakukan upaya-upaya untuk meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga BBM dengan mengelola ekspektasi masyarakat yang sudah cenderung meningkat melalui berbagai sarana komunikasi a.l. talk show di televisi dan berbagai stasiun radio. Hal serupa juga dilakukan secara intens oleh TPID di berbagai daerah.

c. Penerbitan Publikasi Inflasi secara Bulanan

TPI mempublikasikan secara periodik analisis inflasi bulanan yang telah berjalan sejak awal tahun 2012 dan ditujukan kepada seluruh anggota TPI dan TPID (tim Pengendalian Inflasi Daerah) serta beberapa stakeholder dari pemerintahan yang terkait dengan stabilitas harga. Selain sebagai sarana diseminasi dalam rangka meningkatkan pemahaman atas sumber-sumber pendorong inflasi, publikasi juga dimaksudkan sebagai sarana koordinasi dalam pengendalian inflasi terkait berbagai risiko ke depan dan langkah-langkah antisipasinya. Berdasarkan kesepakatan TPI dan Pokjanas TPID, mulai awal 2014 publikasi inflasi bulanan tersebut juga mencakup asesmen inflasi daerah. Adanya publikasi tersebut diharapkan dapat lebih meningkatkan efektivitas koordinasi kebijakan pengendailan inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah.

d. Penyusunan Awal Sasaran Inflasi Tahun 2016 - 2018

Sasaran inflasi diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan kebijakan moneter dan untuk menjangkar ekspektasi inflasi. Sasaran inflasi yang berlaku saat ini adalah berdasar Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.011/2012 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2013-2015, dengan besaran masing-masing 4,5%±1%, 4,5%±1% dan 4,0%±1%. Dengan mempertimbangkan bahwa kebijakan moneter mempengaruhi sasaran akhir inflasi dengan efek tunda yang optimal sekitar 1 s.d. 2 tahun ke depan, maka dalam perumusan kebijakan moneter di tahun 2014, Bank Indonesia membutuhkan target inflasi tahun 2016 ke depan. Selain untuk perumusan kebijakan moneter, sasaran inflasi jangka menengah juga diperlukan dalam rangka mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat. Dalam kaitan ini, pada akhir tahun 2013 TPI telah melakukan pembahasan terkait sasaran inflasi untuk periode tahun 2016-2018. Pembahasan mencakup aspek-aspek yang digunakan sebagai dasar penetapan sasaran inflasi, yaitu proyeksi inflasi serta berbagai risiko ke depan terutama dari administered prices dan volatile food serta kebijakan-kebijakan pendukung yang diperlukan dalam rangka mencapai sasaran inflasi. Usulan Sasaran Inflasi tahun 2016 -2018 telah dibahas dalam High Level Meeting TPI di bulan Desember 2013.

e. Kegiatan Pendukung: Memperkuat Kapasitas Sumber Daya Manusia

Upaya memperkuat kapasitas sumber daya manusia anggota TPI senantiasa dilakukan setiap tahun dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi dalam mendukung pelaksanaan tugas terkait pengendalian inflasi. Hal ini penting dilakukan karena adanya perubahan anggota TPI yang berasal dari berbagai Kementerian/Lembaga. Melalui kegiatan ini, sumber daya manusia yang ditugaskan di TPI diharapkan memiliki kompetensi yang semakin baik yang diperlukan dalam perumusan kebijakan pengendalian inflasi di masing-masing lembaga. Pada tahun 2013, penguatan kapasitas SDM tersebut juga mencakup informasi mengenai informasi perubahan tahun dasar Survei Biaya Hidup (SBH) dari tahun 2007 menjadi tahun 2012 yang dijadikan dasar penghitungan inflasi.

Page 12: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 xiii

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

3. Bauran Kebijakan Untuk Pengendalian Inflasi

Kebijakan Bank Indonesia

Respon kebijakan moneter pada tahun 2013 diarahkan untuk meminimalkan berbagai tantangan yang meningkatkan tekanan pada stabilitas ekonomi. Stabilitas makroekonomi sempat terganggu akibat meningkatnya tekanan inflasi didorong dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dan harga pangan domestik. Tantangan terhadap stabilitas ekonomi semakin kuat karena pada saat bersamaan defisit transaksi berjalan tercatat meningkat cukup besar menjadi 3,5% dari PDB. Defisit transaksi berjalan yang melebar tersebut tidak terlepas dari pengaruh pertumbuhan ekonomi dunia dan harga komoditas global yang masih menurun di 2013. Di tengah kondisi fundamental ekonomi yang cenderung melemah, tekanan terhadap stabilitas ekonomi juga meningkat pasca pengumuman rencana pengurangan stimulus moneter oleh the Fed (tapering off) pada bulan Mei 2013. Pengumuman rencana tapering off ini kemudian memicu aliran keluar modal asing yang cukup signifikan sehingga menambah tekanan terhadap neraca pembayaran, mendorong pelemahan nilai tukar rupiah dan akhirnya semakin memberikan tekanan kepada stabilitas ekonomi.

Bank Indonesia memperketat kebijakan moneter guna merespon tantangan tersebut. Fokus utama kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mengendalikan kenaikan ekspektasi inflasi dan menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Respon kebijakan tersebut ditempuh dengan memperkuat bauran kebijakan yang terdiri dari kebijakan moneter melalui penetapan suku bunga kebijakan, kebijakan nilai tukar, kebijakan untuk memperkuat operasi moneter, lalu lintas devisa dan pendalaman pasar keuangan, kebijakan makroprudensial, serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah dan kerjasama dengan bank sentral lain. Dalam konteks kebijakan moneter, Bank Indonesia secara akumulasi menaikkan BI Rate sebesar 175 bps sehingga menjadi 7,50% sampai dengan akhir tahun. Kebijakan suku bunga tersebut juga diperkuat dengan kebijakan untuk menjaga nilai tukar rupiah agar sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Selain itu, BI juga memperkuat kebijakan operasi moneter, pengelolaan lalu lintas devisa, dan pendalaman pasar keuangan guna meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang ditempuh.

Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia berkontribusi positif dalam mengembalikan stabilitas ekonomi pada triwulan IV 2013 dan diikuti penyesuaian ekonomi yang tetap terkendali ke arah yang lebih seimbang. Perkembangan ini tergambar pada kondisi ekonomi triwulan IV 2013 yang ditandai inflasi bulanan sejak September 2013 yang kembali kepada pola normal, bahkan berada di bawah perilaku historis. NPI juga mencatat surplus dan diikuti meredanya pelemahan nilai tukar rupiah. Perkembangan tersebut dipengaruhi transmisi kebijakan moneter melalui berbagai jalur yang mulai berjalan. Suku bunga perbankan berada dalam tren meningkat sejalan dengan kenaikan BI Rate. Pertumbuhan kredit juga melambat sejalan dengan kenaikan suku bunga kredit dan perlambatan ekonomi. Sejalan dengan itu, besaran moneter juga berada dalam tren menurun. Selain itu, kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia juga mampu menjangkar pembentukan ekspektasi para pelaku ekonomi. Ekspektasi inflasi yang sempat meningkat signifikan sejak awal tahun, secara bertahap menurun dan stabil pada penghujung tahun 2013. Hal ini tercermin dari hasil survei Consensus Forecast yang sempat tingggi diawal tahun sejalan dengan gejolak harga pangan dan semakin akseleratif saat kenaikan BBM, kemudian mereda di Tw-IV. Sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar keuangan, ekspektasi di pasar barang juga memberikan gambaran yang relatif sejalan.

Page 13: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013xiv

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Kebijakan di Bidang Pangan

Sementara itu, kebijakan sektoral pemerintah secara bertahap diarahkan untuk mengatasi berbagai permasalahan struktural yang menyebabkan inflasi. Dalam bidang pangan, kebijakan Pemerintah diarahkan untuk meningkatkan produksi serta menjaga ketersediaan pasokan, stabilisasi harga dan kelancaran distribusi. Pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi pangan strategis lokal melalui target pembangunan pertanian sejak tahun 2009 dengan pencapaian program swasembada dan swasembada berkelanjutan pada tahun 2014.

Untuk komoditas beras, BULOG melakukan stabilisasi harga di tingkat produsen dan konsumen dengan menggunakan tiga instrumen yaitu pembelian gabah/beras dalam negeri, penyaluran beras bersubsidi untuk masyarakat miskin (Raskin), dan penyediaan cadangan beras pemerintah (CBP) untuk keperluan operasi pasar dan keperluan darurat lainnya. Kenaikan produksi beras DN dan penerapan strategi pengadaan yang lebih aktif menjadi kunci sukses pencapaian pengadaan gabah/beras tahun 2013. Pada tahun 2012 produksi naik 5,02% dan tahun 2013 naik 2,62% menjadikan pasokan cukup melimpah di pasaran. Seiring dengan hal itu, jumlah pengadaan BULOG mencapai 3,49 juta ton atau hampir 100% dari target 2013. Angka ini merupakan angka pencapaian terbesar ketiga setelah pengadaan tahun 2012 (3,65 juta ton) dan tahun 2009 (3,62 juta ton). Tingginya angka pengadaan BULOG berbanding lurus dengan tingginya angka stok beras yang dikuasai sehingga dapat meredam peluang munculnya spekulan harga.

Selain itu, kebijakan Pemerintah yang mendukung stabilisasi harga beras adalah penyaluran Raskin sebagai bentuk jaring pengaman sosial. Raskin memenuhi kurang lebih 10% dari total kebutuhan konsumsi nasional dalam 1 tahun sehingga secara signifikan mempengaruhi berkurangnya permintaan masyarakat terhadap beras di pasar. Sebagai upaya perlindungan kepada masyarakat yang berpendapatan rendah paska kenaikan BBM, alokasi Raskin tahun 2013 yang semula hanya 12 kali penyaluran dalam satu tahun ditambah menjadi 15 kali penyaluran. Pagu Raskin yang pada awal tahun sebesar 2,7 juta ton naik menjadi 3,4 juta ton atau hampir sama dengan pagu Raskin di tahun 2012. Waktu penyaluran Raskin tambahanpun disesuaikan dengan potensi kemungkinan terjadinya gejolak harga. Kesesuaian antara waktu penyaluran dengan periode terjadinya tekanan harga menjadi kunci dalam menciptakan stabilitas harga di tingkat konsumen. Pada 2013, realisasi penyaluran Raskin ke masyarakat mencapai 3.432.009 ton atau 98,21% dari total pagu dalam satu tahun (3.494.452 ton).

Perkembangan harga beras yang relatif tidak bergejolak sepanjang tahun berdampak pada minimalnya kebutuhan pemerintah untuk melakukan operasi pasar (OP). Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan OP beras ditempuh dengan dua jenis beras yaitu beras medium dan beras premium. OP Beras jenis medium menggunakan beras CBP yang penggunaannya diatur dalam peraturan Menteri Perdagangan No. 04/M-DAG/PER/1/2012 tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk stabilisasi harga. Sementara itu, OP beras jenis premium menggunakan stok beras murni milik BULOG di luar CBP. Pada tahun 2013 OP beras jenis premium lebih diminati masyarakat dibanding beras jenis medium. Hal ini disebabkan preferensi konsumen yang mulai beralih ke beras jenis premium. Realisasi OP beras jenis premium mencapai 61.740 ton, sedangkan beras jenis medium hanya mencapai 45.382 ton. Sehingga secara keseluruhan, OP beras epanjang tahun 2013 mencapai 107.122 ribu ton. Jumlah ini relatif kecil dibanding pelaksanaan OP tahun 2012 dan 2011 masing-masing mencapai 275 ribu ton dan 397 ribu ton.

Page 14: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 xv

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Untuk komoditas hortikultura, sejumlah kebijakan ditempuh Pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi domestik sekaligus melindungi konsumen sebagai pelaksanaan Undang-Undang No. 13 tahun 2010 tentang Hortikultura. Beberapa kebijakan yang telah ditempuh antara lain pembatasan pintu masuk impor bagi produk hortikultura, pengaturan prosedur perijinan importasi hortikultura dan pengaturan tata niaga impor produk hortikultura. Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan ketentuan mengenai harga referensi untuk bawang merah dan cabai menggantikan sistem kuota impor. Kebijakan pendukung lainnya pada hortikultura adalah upaya meningkatkan kualitas hasil panen. Hal ini ditempuh melalui peningkatan teknologi budi daya dan teknologi pasca panen yang baik dan terpadu. Untuk buah, pengembangan produk dilakukan, antara lain dengan menginventarisir tanaman yang menghasilkan kualitas yang baik yang dapat dijadikan pohon induk. Untuk sayuran, sistem agribisnis yang lebih memihak petani terus didorong pengembangannya. Selain itu, Pemerintah juga menerapkan kebijakan perbaikan sistem distribusi yang ditempuh melalui dua strategi yaitu (i) membina distributor yang mempunyai kemampuan untuk memindahkan produk dan mencari pelanggan dan (ii) melakukan pengembangan lini pemasaran antara lain dengan memperluas display produk, yaitu buah dan sayuran dari dalam negeri, yang bersamaan dengan produk impor.

Untuk komoditas daging sapi, Pemerintah juga terus mengupayakan langkah-langkah stabilisasi harga komoditas ini. Beberapa kebijakan perdagangan terkait komoditas daging sapi adalah: (a) meniadakan pembagian alokasi impor daging sapi per semester serta memajukan alokasi impor sapi bakalan dari triwulan III ke triwulan II untuk mengantisipasi kenaikan harga daging sapi saat bulan Puasa dan Idul Fitri 2013; (b) penambahan BUMN selain perusahaan swasta sebagai Importir Terdaftar (IT) Hewan dan Produk Hewan; (c) menetapkan mekanisme importasi dengan menggunakan harga referensi. Selain itu, upaya stabilisasi harga daging sapi juga ditempuh melalui pemberian mandat kepada BULOG sebagai bagian dari stabilisator harga. BULOG mengimpor daging sapi beku sebanyak 1.134 ton yang digunakan untuk keperluan stabilisasi harga. Stabilisasi harga daging dilakukan melalui mekanisme Operasi Pasar langsung ke konsumen, dengan fokus utama pengendalian harga adalah di wilayah Jabodetabek. Selain Operasi Pasar menggunakan daging sapi impor, BULOG juga bekerjasama dengan rumah pemotongan hewan untuk menggelar operasi pasar murah daging sapi di beberapa wilayah diluar Jabodetabek pada saat menjelang lebaran.

Untuk komoditas kedelai, kebijakan pemerintah pada stabilisasi harga kedelai ditetapkan terbatas melalui pengaturan tataniaga impor dengan menggunakan persyaratan Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK), sementara perdagangannya diubah kembali pada mekanisme pasar. Sebelumnya, pada Mei 2013 Pemerintah mengeluarkan Perpres No. 32 Tahun 2013 tentang Penugasan kepada Perum BULOG untuk pengamanan harga dan penyaluran kedelai. Perpres tersebut ditindaklanjuti dengan Permendag Nomor 23/M-DAG/PER/5/2013 tentang Program Stabilisasi Harga Kedelai (PSHK) dan peraturan pelaksanaannya seperti Permendag Nomor 45/2013 tentang Perubahan Permendag 24/M-DAG/PER/5/2013 tentang Ketentuan Impor Kedelai Dalam Rangka PSHK, serta Permendag tentang Penetapan Harga Pembelian Kedelai Petani Dalam Rangka PSHK dan Permendag tentang Penetapan Harga Penjualan Di Tingkat Pengrajin Tahu/Tempe Dalam Rangka PSHK. Namun demikian, terdapat kendala saat implementasi kebijakan stabilisasi harga kedelai tersebut berupa keterlambatan Surat Persetujuan Impor (SPI) untuk Importir Terdaftar (IT) yang disebabkan oleh kesulitan dalam menyerap kedelai dalam negeri karena kualitas dan ketersediaan yang tidak memadai serta juga dipicu melemahnya kurs rupiah. Sebagai akibatnya, harga kedelai impor sempat

Page 15: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013xvi

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

meningkat dan pengrajin tahu/tempe merasa kesulitan untuk membeli kedelai karena harganya tinggi serta Importir juga mulai mengalami keterbatasan stok kedelai. Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah melalui Permendag No. 51/M-DAG/PER/9/2013 mencabut Permendag No 23/M-DAG/PER/5/2013 dan peraturan pelaksanaannya, yang pada dasarnya mengembalikan perdagangan kedelai sesuai mekanisme pasar.

Kebijakan di Bidang Energi

Di bidang energi, kebijakan terkait harga diarahkan untuk mengurangi beban fiskal dan memperbaiki currenct account deficit. Dalam tahun 2013, Pemerintah melakukan kebijakan yang berdampak sangat signifikan terhadap inflasi yaitu kebijakan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) untuk golongan pelanggan di atas 900 VA dan kenaikan TTL di sektor industri serta kebijakan penyesuaian (kenaikan) harga BBM bersubsidi. Kebijakan penyesuaian TTL ditempuh secara bertahap setiap triwulan dengan besaran kenaikan rata-rata sekitar 4,3%/triwulan. Sementara kenaikan harga BBM bersubsidi secara rata-rata sebesar 33,33% yakni untuk Premium sebesar Rp 2.000,-/L (naik 44%) dan solar sebesar Rp 1.000,-/L (naik 22%).

Dalam APBN Tahun Anggaran 2013, Pemerintah menyediakan 46,01 juta Kiloliter BBM bersubsidi yang terdiri dari (a) 29,2 juta KL BBM jenis Bensin Premium, (b) 1,7 juta KL BBM jenis Minyak Tanah dan (c) 15,11 juta KL BBM jenis Minyak Solar. Mempertimbangkan pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup pesat, yakni untuk kendaraan roda empat yang mencapai 1,1 juta unit/tahun serta kendaraan roda dua mencapai 7,2 juta unit/tahun yang berdampak pada semakin meningkatnya jumlah pemakaian BBM bersubsidi, maka dalam APBN Perubahan TA 2013, volume BBM bersubsidi bertambah menjadi sebesar 48 juta KL yang terdiri dari (a) 30,767 juta KL BBM jenis Bensin Premium, (b) 1,2 juta KL BBM jenis Minyak Tanah dan (c) 16,033 juta KL BBM jenis Minyak Solar.

Dalam rangka menjaga agar volume BBM bersubsidi tidak melebihi yang telah ditetapkan, Pemerintah berupaya mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak. Pengendalian penggunaan BBM bersubsidi tersebut masih terbatas pada kendaraan dinas instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD untuk wilayah Jawa Bali, wilayah Sumatera dan Kalimantan (mulai 1 Februari 2013) dan wilayah Sulawesi (mulai 1 Juli 2013) untuk bensin dan untuk wilayah Jabodetabek (mulai 1 Februari 2013) dan wilayah Jawa Bali lainnya (mulai 1 Maret 2013) untuk solar; mobil barang dengan jumlah roda lebih dari 4 (empat) untuk pengangkutan hasil kegiatan perkebunan, pertambangan dan kehutanan (mulai 1 Maret 2013) untuk solar; serta kapal barang non perintis dan non pelayaran rakyat (mulai 1 Februari 2013) untuk solar.

Kebijakan bidang energi lainnya adalah melaksanakan kebijakan diversifikasi energi sebagai bagian dari kebijakan energi nasional antara lain konversi minyak tanah ke LPG dan konversi BBM ke BBG. Kebijakan konversi minyak tanah ke LPG dapat menghemat sekitar dari 10 juta KL menjadi 1,7 juta KL minyak tanah atau sekitar Rp85 Triliun (saat ini sudah mencapai 53 juta paket dan dibutuhkan 3,4 juta paket lagi). Pada tahun 2013 telah didistribusikan sebanyak 1,7 juta paket perdana di 10 propinsi antara lain Aceh, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Untuk konversi BBM ke BBG telah terpasang sekitar 5.000 kendaraan yang sudah menggunakan gas pada tahun 2012. Dengan demikian, dimungkinkan adanya penghematan sekitar Rp 270 miliar per tahun

Page 16: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 xvii

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

yang diharapkan terus meningkat dengan semakin banyaknya pengguna BBG yang didukung oleh pembangunan SPBG dan penyediaan Konverter Kit oleh Pemerintah.

Kebijakan Fiskal

Dalam APBN tahun 2013, kebijakan fiskal terkait pengendalian inflasi antara lain diarahkan dalam rangka meningkatkan ketahanan energi, ketahanan pangan serta pembangunan infrastruktur. Kebijakan utama di bidang harga tahun 2013 ditujukan untuk mengurangi tekanan fiskal yang bersumber dari kenaikan beban subsidi energi yang semakin meningkat. Hal ini tercermin dari keputusan pemerintah, atas persetujuan DPR, untuk melaksanakan kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi serta mengurangi subsidi listrik bagi golongan tertentu. Pada tanggal 22 Juni 2013, Pemerintah secara resmi mengumumkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi melalui penetapan Keputusan Menteri ESDM No. 07.PM/12/MEM/2013 tentang Penyesuaian Harga Jual Eceran BBM Bersubsidi, dengan rincian harga bensin premium (gasoline ron 88) menjadi Rp6.500 per liter dan minyak solar (gas oil) Rp5.500 per liter. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi ini menjadi pilihan terakhir pemerintah dalam upaya untuk: (i) mengurangi beban fiskal (fiscal burden) mengingat beban subsidi energi semakin meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, yang berdasarkan perhitungan untuk tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp297 triliun; (ii) memperbaiki posisi neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang terus mengalami tekanan sejak tujuh kuartal terakhir sebagai dampak meningkatnya defisit neraca minyak dan gas bumi (migas); (iii) mengalihkan beban alokasi subsidi energi kepada peningkatan alokasi belanja modal dan alokasi pembangunan infrastruktur sehingga mendukung upaya pemerintah dalam rangka peningkatan pembangunan sarana, prasarana serta konektivitas antar wilayah di Indonesia; serta (iv) peningkatan insentif bagi pengembangan sumber energi alternatif, khususnya sumber energi terbarukan.

Dalam upaya untuk meminimalkan dampak negatif kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah telah menyiapkan beberapa paket kebijakan dan program perlindungan sosial. Sebagai tahap awal, pemerintah telah menyiapkan alokasi anggaran setara Rp9,3 triliun yang merupakan paket Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) untuk sekitar 15,5 juta keluarga miskin dengan ketentuan masing-masing diberikan sebesar Rp 150 ribu per keluarga per bulan selama empat bulan. Selain BLSM, pemerintah juga telah menyiapkan program-program perlindungan sosial diantaranya pemberian beras untuk masyarakat miskin (raskin) sebanyak 15kg dalam sebulan dua kali bagi 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS). Pemerintah juga telah menyiapkan bantuan untuk pendidikan siswa masyarakat miskin sebanyak 13,5 juta siswa serta melanjutkan kebijakan Program Keluarga Harapan (PKH).

Selain kenaikan harga BBM bersubsidi, pada tahun 2013, pemerintah atas persetujuan DPR juga menetapkan kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 30 Tahun 2012 tanggal 21 Desember 2012 telah menetapkan kebijakan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) 2013 untuk golongan tarif pelanggan PT PLN dengan daya tersambung 1300 VA ke atas. Penyesuaian tarif listrik dilaksanakan secara bertahap setiap 3 bulan, dengan rata-rata kenaikan sebesar 4,3% atau secara total rata-rata sebesar 15% setahun dan efektif diberlakukan sejak 1 Januari 2013. Kebijakan kenaikan TTL ini mengecualikan golongan tarif dengan daya tersambung 450 dan 900 VA yang secara nasional berjumlah 38,8 juta pelanggan atau 79% dari total 49,1 juta pelanggan PT PLN. Dengan kebijakan kenaikan TTL secara bertahap tersebut diharapkan PT PLN dapat meningkatkan rasio elektrifikasi

Page 17: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013xviii

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

sehingga dapat melakukan penyambungan pelanggan baru sekitar 3,2 juta pelanggan untuk tahun 2013. Selain itu, PT PLN juga dituntut untuk secara kontinyu melakukan upaya efisiensi dalam operasi, antara lain dengan penurunan susut jaringan serta perbaikan bauran energi (energy mix) dengan mengurangi penggunaan BBM untuk pembangkit.

Sesuai dengan Roadmap Industri Hasil Tembakau (IHT) tahun 2009, pemerintah terus berupaya untuk melakukan pembatasan kuota produksi rokok nasional. Kuota produksi sebesar maksimal 265 miliar batang per tahun dan menurun secara gradual hingga mencapai 260 miliar batang pada 2015. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mengurangi peningkatan permintaan dan konsumsi rokok nasional, mengingat secara historis konsumsi rokok dalam perhitungan inflasi nasional merupakan terbesar kedua setelah bahan pangan pokok, beras. Kebijakan pengendalian peningkatan jumlah permintaan dan konsumsi rokok nasional ditujukan untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat, sehingga ke depan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan roadmap IHT 2009, untuk tahun 2013 pemerintah melalui PMK Nomor 179/PMK.011/2012 tanggal 25 Desember 2012 menerapkan kebijakan kenaikan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 8,5% yang disertai dengan upaya penyederhanaan struktur dan golongan tarif menuju single tariff.

Selain itu, dalam rangka mendukung komitmen pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah menetapkan kebijakan kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok bagi PNS, TNI dan Polri. Kenaikan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013 sebesar rata-rata 7%. Selain itu, secara nasional pemerintah juga menetapkan kebijakan kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kotamadya (UMK) sebesar rata-rata 18,3%. Kebijakan kenaikan pendapatan tersebut diiringi oleh penetapan kebijakan untuk mendorong peningkatan konsumsi masyarakat melalui penetapan kebijakan kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2013, pemerintah meningkatkan PTKP dari Rp 1.320.000,- per bulan atau Rp 15.840.000,- per tahun menjadi Rp 2.025.000,- per bulan atau setara Rp 24.300.000,- per tahun. Kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya serta mempertahankan tingkat konsumsinya.

Beberapa kebijakan di bidang harga yang juga mempengaruhi laju inflasi sepanjang tahun 2013 antara lain adalah: (i) kelanjutan kebijakan kenaikan harga jual gas hulu sebesar 15% pada tanggal 1 April 2013 sebagai lanjutan kebijakan kenaikan tahun sebelumnya; (ii) kenaikan tarif tol pada 14 ruas tol nasional sebesar rata-rata 15% yang mulai berlaku secara beragam antara 11 Oktober hingga 5 Desember 2013 sesuai dengan prasyarat standar pelayanan minimum (SPM) yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa layanan jalan tol; serta (iii) kenaikan harga jual elpiji 12kg mulai 1 Desember 2013 seiring perubahan kebijakan PT Pertamina dalam sistem distribusinya yang mengakibatkan adanya pengalihan biaya distribusi dan filling kepada konsumen.

Pada level daerah, pengendalian inflasi turut didorong melalui penyaluran Dana Insentif Daerah (DID), yang salah satunya menggunakan kriteria laju inflasi yang rendah dalam mendukung kinerja ekonomi daerah. Dana yang diberikan sejak tahun 2010 ini merupakan bagian dari Dana Penyesuaian dalam Transfer ke Daerah yang dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan dengan alokasi anggaran sebesar Rp1.387,8 miliar. Penetapan alokasi ini didasarkan atas prestasi daerah dalam mengelola kinerja keuangan daerah dan kinerja perekonomiannya.

Page 18: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 xix

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

4. Prakiraan Inflasi 2014

Inflasi tahun 2014 diprakirakan akan cenderung menurun dan berada dalam rentang sasaran inflasi sebesar 4,5% ± 1%. Dengan telah berlalunya dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2013, maka inflasi pada tahun 2014 diperkirakan akan menurun. Dari eksternal, tekanan inflasi diprakirakan masih relatif rendah meskipun harga-harga komoditas internasional sedikit meningkat seiring dengan perbaikan perekonomian dunia yang berlangsung secara gradual dan adanya potensi passthrough dari depresiasi rupiah yang telah ditahan di tahun 2013. Dari domestik, tekanan inflasi dari sisi permintaan diprakirakan relatif moderat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tumbuh di bawah tingkat potensialnya dan masih rendahnya utilisasi kapasitas di tengah konsumsi rumah tangga yang meningkat. Ekspektasi inflasi diperkirakan juga tetap terjaga dengan dukungan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Prakiraan inflasi tersebut juga telah memperhitungkan potensi tingginya inflasi bahan makanan akibat gangguan cuaca terhadap produksi dan distribusi bahan makanan. Prakiraan cuaca dari BMKG di triwulan I mengindikasikan curah hujan yang di atas normalnya. Sementara itu, kebijakan harga barang dan jasa yang bersifat strategis (strategic administered prices) diperkirakan hanya sebatas kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) untuk sektor industri dan kenaikan LPG 12 kg. Membaiknya prospek inflasi sejalan dengan proyeksi dari berbagai lembaga internasional yang juga memperkirakan tekanan inflasi tahun 2014 yang menurun. Namun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang berpotensi dapat meningkatkan tekanan inflasi tahun 2014. Risiko dari administered prices terutama bersumber dari kemungkinan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kenaikan TTL yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan upaya pemerintah menjaga sustainabilitas fiskal dan defisit neraca pembayaran. Risiko lain adalah kemungkinan berlanjutnya gejolak harga pangan yang bersumber dari meningkatnya aktivitas gunung berapi di sejumlah daerah seperti yang terjadi di Sumatera Utara yang berpotensi mengganggu produksi dan distribusi di wilayah bencana dalam waktu yang cukup lama.

5. Program Kerja TPI Tahun 2014

Pengendalian inflasi masih menghadapi tantangan yang cukup berat. Selain masih adanya faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi, perkembangan inflasi di Indonesia masih dipengaruhi oleh seberapa cepat penanganan permasalahan struktural perkeonomian. Beberapa persoalan mendasar yang mendesak untuk dituntaskan antara lain (i) masalah ketersediaan pangan, yang ditandai dengan produksi domestik beberapa komoditas pangan yang masih terbatas, (ii) masalah ketergantungn energi terutama pada minyak, ditengah produksi minyak yang cenderung menurun, (iii) permasalahan kecepatan pertumbuhan permintaan ditengah pertambahan pasokan yang terbatas oleh ketersediaan SDM dan teknologi, (iv) permasalahan struktur pasar dan tata niaga komoditas terutama pangan yang kurang efisien, (v) permasalahan asimetri informasi harga yang membuat disparitas harga lebar, (vi) permasalahan infrastruktur dan sistem logistik nasional yang menimbulkan tingginya biaya distribusi dan (vii) masih cenderung tingginya ekspektasi inflasi.

Menghadapi berbagai tantangan tersebut, kegiatan pengendalian inflasi di tingkat pusat (TPI) pada tahun 2014 difokuskan pada beberapa hal yaitu (i) monitoring dan identifikasi sumber-sumber tekanan inflasi serta penyusunan rekomendasi mengenai langkah-langkah pengendalian tekanan inflasi baik dari kelompok pangan maupun administered prices, (ii) menyusun roadmap kebijakan energi yang mendukung pencapaian sasaran inflasi serta sustainabilitas fiskal dan neraca transaksi

Page 19: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013xx

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Jakarta, Maret 2014Tim Koordinasi Pemantauan dan Pengendalian Inflasi

PENANGGUNG JAWAB,

Luky Alfirman Juda Agung Ketua I Ketua II

berjalan, (iii) menyusun usulan sasaran inflasi tahun 2016-2018, (iv) mengelola ekspektasi inflasi melalui penguatan program komunikasi dan (v) penguatan aspek kelembagaan dan penyelarasan kegiatan antara TPI dan Pokjanas TPID, dan (vi) penguatan kapasitas sumber daya manusia.

Melalui serangkaian kegiatan yang terkoordinasi dan selaras tersebut, diharapkan upaya pengendalian inflasi dapat dilakukan dengan lebih terintegrasi dan efektif.

Page 20: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 1

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2013

BAB I

Page 21: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 20132

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI 2013 Inflasi IHK 2013 berada di atas targetnya (4,5%±1%) yang bersumber dari tingginya inflasi administered prices dan inflasi volatile food yang masing-masing mencapai 16,65% dan 11,83% (yoy). Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi bulan Juni serta kendala dalam implementasi kebijakan pengendalian impor produk hortikultura di awal tahun dan anomali cuaca yang menyebabkan pasokan pangan terganggu. Sementara itu, inflasi inti hanya sedikit mengalami peningkatan yakni mencapai 4,98% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4,40% (yoy) yang terutama didorong oleh dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM dan gejolak harga pangan tersebut. Pemerintah dan BI melakukan berbagai kebijakan untuk pengendalian inflasi sehingga laju inflasi dapat ditahan di single digit, lebih baik dari episode kenaikan harga BBM bersubsidi sebelumnya.

Sumber: BPS (diolah)Grafik 1. 1 Perkembangan Inflasi

1.1. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUN 2013

Inflasi IHK pada tahun 2013, meningkat namun tetap terkendali di single digit. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 8,38% (yoy), berada di atas kisaran sasarannya sebesar 4,5% ± 1%, dan meningkat dari tahun sebelumnya (4,30%, yoy). Tingginya realisasi inflasi IHK didorong oleh meningkatnya ketiga komponen inflasi: i) inflasi volatile food melonjak tinggi di atas rata – rata historisnya, didorong oleh permasalahan gangguan pasokan terutama pada paruh pertama akibat anomali cuaca dan kendala dalam implementasi kebijakan pengendalian impor serta dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi pada 22 Juni 2013; ii) inflasi administered prices yang meningkat tinggi akibat kenaikan harga premium dan solar bersubsidi masing-masing sebesar 44% dan 22% serta kenaikan TTL yang dilakukan secara bertahap per triwulanan (±16%, yoy); iii) inflasi inti meningkat secara terbatas yang terutama bersumber dari dampak lanjutan kenaikan biaya input volatile food dan harga BBM bersubsidi sementara dampak dari pelemahan Rupiah masih minimal dan dimitigasi oleh penurunan harga global. Meski meningkat signifikan namun secara

I II

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

23.00

18.00

13.00

8.00

3.00

(2.00)

%,yoy2008 : inflasi naik dipengaruhi kenaikan harga BBM dan harga pangan global

2009 : inflasi turun dipengaruhi penurunan harga BBM dan harga pangan global

2010 : inflasi naik dipengaruhi harga pangan domestik

2011 : inflasi turun didukung pasokan yang melimpah

2013 : inflasi melonjak akibat kenaikan harga BBM dan gangguan pasokan

2012 : inflasi rendah didukung oleh pasokan yang mencukupi

IHK Inti Volatile Food Administered Prices

Page 22: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 3

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

umum inflasi pada tahun ini terkendali dan tidak mencapai double digits sebagaimana yang terjadi pada episode kenaikan harga BBM bersubsidi sebelumnya.

Dibandingkan dengan negara–negara sekawasan, inflasi IHK Indonesia kembali tercatat paling tinggi di kawasan. Selama 10 tahun terakhir, inflasi Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan. Namun demikian, di tahun 2011 dan 2012 capaian inflasi Indonesia sempat berada di level yang cukup rendah, setara dengan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Philipina. Kembali tingginya inflasi Indonesia dikhawatirkan dapat kembali memperlambat konvergensi inflasi dengan negara – negara kawasan.

Secara spasial, kenaikan inflasi tahun 2013 tercatat cukup tinggi di Kawasan Sumatera. Inflasi Kawasan Sumatera tercatat 8,92% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tiga kawasan lainnya yakni Jawa (8,55%, yoy), Jakarta (8,00%, yoy) dan Kawasan Timur Indonesia (7,86%, yoy). Inflasi di Kawasan Sumatera yang tercatat lebih tinggi dari kawasan lain dipengaruhi lebih tingginya inflasi volatile food dan inflasi administered prices, sedangkan inflasi inti tercatat lebih rendah. Tingginya inflasi volatile food dipengaruhi oleh gangguan pasokan akibat erupsi Gunung Sinabung dan dampak lanjutan kenaikan BBM sehingga mencapai 12,32% (yoy). Inflasi administered prices di Kawasan Sumatera juga lebih tinggi karena dampak kenaikan BBM terhadap tarif angkutan di Sumatera tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan dampak di kawasan lain. Secara keseluruhan, perkembangan inflasi di kawasan Sumatera tahun 2013 terlihat sangat kontras dengan situasi tahun 2012 ketika Sumatera menjadi kawasan yang memiliki inflasi terendah yakni 3,50% (yoy).

Sumber: BPS (diolah)

Sumber: Bloomberg

Sumber: BPS (diolah)

Sumber: Bloomberg

Grafik 1. 2 Sumbangan Disagregasi Inflasi 2013

Grafik 1. 4 Inflasi IHK Negara Kawasan

Grafik 1. 3 Pola Inflasi Pada Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Grafik 1. 5 Inflasi Bahan Pangan Negara Kawasan

1 3

12.0%,yoy

9.0

6.0

3.0

-3.02010 2011 2012 2013

0.05 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9

VF ADM IHKInti 40.00

35.00

30.00

25.00

20.00

15.00

17.11

9.75

15.51

41.71

11.06

8.29

16.48 15.99

4.46 4.32

7.68

1.89

8.40

4.72

13.9415.47

10.00

5.00

IHK Inti Volatile Foods Administeres Prices

%,yoy

2005 2008 2009-2012 2013

10Malaysia Thailand Singapura Indonesia Filipina

8

6

4

2

0

Jan-

11

Mar

-11

May

-11

Jul-1

1

Sep-

11

Nov

-11

Jan-

12

Mar

-12

May

-12

Jul-1

2

Sep-

12

Nov

-11

Jan-

13

Mar

-13

May

-13

Jul-1

3

Sep-

13

Nov

-13

%,yoy Thailand Filipina Malaysia Indonesia Singapura10

10

10

10

10

10

10

Jan-

09

Apr-

09

Jul-0

9

Oct

-09

Jan-

10

Apr-

10

Jul-1

0

Oct

-10

Jan-

11

Apr-

11

Jul-1

1

Oct

-11

Jan-

12

Apr-

12

Jul-1

2

Oct

-12

Jan-

13

Apr-

13

Jul-1

3

Oct

-13

%,yoy

Page 23: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 20134

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

1.1.1 Inflasi Inti

Peningkatan inflasi inti relatif terbatas terutama karena perlambatan inflasi traded di tengah kenaikan tekanan domestik akibat gejolak harga pangan dan kebijakan harga energi. Inflasi inti pada tahun ini tercatat sebesar 4,98% (yoy) meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 4,40% (yoy). Sumber utama tekanan berasal dari domestik sebagai dampak lanjutan gejolak harga pangan dan kebijakan harga energi. Kuatnya tekanan domestik terlihat pada kenaikan inflasi inti nontraded sepanjang tahun 2013. Sementara itu, inflasi inti traded mengalami perlambatan karena pada saat bersamaan terjadi penurunan harga global di tengah meningkatnya tekanan depresiasi Rupiah.

Tekanan faktor eksternal terbatas karena minimalnya dampak depresiasi nilai tukar yang disertai oleh penurunan harga global. Hal ini tercermin dari perkembangan inflasi inti traded yang menurun menjadi 2,56% (yoy) dari tahun sebelumnya 3,85% (yoy). Tekanan eksternal meningkat pada triwulan III 2013 seiring dengan pelemahan nilai tukar Rupiah selama triwulan III 2013 akibat derasnya capital outflow semenjak menguatnya isu tapering – off dari The Fed. Meskipun demikian, kuatnya tekanan eksternal ini dimitigasi oleh penurunan harga global yang tercermin pada pergerakan indeks harga imported inflation (IHIM) yang mengalami penurunan sebesar -12,27% (yoy). Koreksi harga yang cukup dalam pada harga global emas membawa dampak deflasi pada komoditas emas perhiasan domestik.1

Dengan mengeluarkan emas, terlihat bahwa pelemahan nilai tukar berpengaruh terhadap inflasi. Hal ini tercermin dari kenaikan inflasi traded exclude emas yang meningkat menjadi 5,44% (yoy) dari 4,15% (yoy) pada tahun sebelumnya. Secara sektoral, dampak passthrough nilai tukar terutama

1 Emas sepanjang tahun 2013 mengalami penurunan harga sebesar -5,33% (yoy) memberikan dampak deflasi terhadap inflasi sebesar 0,13% (yoy).

Sumber: BPS (diolah)

Sumber: BPS (diolah)

Sumber: BPS (diolah)

Sumber: BPS (diolah)

Grafik 1. 6 Inflasi IHK di Daerah

Grafik 1. 8 Dekomposisi Inti: Traded – Non traded

Grafik 1. 7 Inflasi Bahan Makanan Kawasan

Grafik 1. 9 Dekomposisi Inti: Traded

3

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 6 Inflasi IHK di Daerah

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 7 Inflasi Bahan Makanan Kawasan

1.1.1 Inflasi Inti

Peningkatan inflasi inti relatif terbatas terutama karena perlambatan inflasi traded di tengah kenaikan tekanan domestik akibat gejolak harga pangan dan kebijakan harga energi. Inflasi inti pada tahun ini tercatat sebesar 4,98% (yoy) meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 4,40% (yoy). Sumber utama tekanan berasal dari domestik sebagai dampak lanjutan gejolak harga pangan dan kebijakan harga energi. Kuatnya tekanan domestik terlihat pada kenaikan inflasi inti nontraded sepanjang tahun 2013. Sementara itu, inflasi inti traded mengalami perlambatan karena pada saat bersamaan terjadi penurunan harga global di tengah meningkatnya tekanan depresiasi Rupiah.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 8 Dekomposisi Inti: Traded – Non traded

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 9 Dekomposisi Inti: Traded

Tekanan faktor eksternal terbatas karena minimalnya dampak depresiasi nilai tukar yang disertai oleh penurunan harga global. Hal ini tercermin dari perkembangan inflasi inti traded yang menurun menjadi 2,56% (yoy) dari tahun sebelumnya 3,85% (yoy). Tekanan eksternal meningkat pada triwulan III 2013 seiring dengan pelemahan nilai tukar Rupiah selama triwulan III 2013 akibat derasnya capital outflow semenjak menguatnya isu tapering – off dari The Fed. Meskipun demikian, kuatnya tekanan eksternal ini dimitigasi oleh penurunan harga global yang tercermin pada pergerakan indeks harga imported inflation (IHIM) yang mengalami penurunan sebesar -12,27% (yoy). Koreksi harga yang cukup dalam pada harga global emas membawa dampak deflasi pada komoditas emas perhiasan domestik.1

1 Emas sepanjang tahun 2013 mengalami penurunan harga sebesar -5,33% (yoy) memberikan dampak deflasi

terhadap inflasi sebesar 0,13% (yoy).

12%

10%

8%

6%

4%

2%

0%

%,yoy

Jan-

03

Jun-

03

Nov

-03

Apr-

04

Sep-

04

Feb-

05

Jul-0

5

Dec

-05

May

-06

Oct

-06

Mar

-07

Aug-

07

Jan-

08

Jun-

08

Nov

-08

Apr-

09

Sep-

09

Feb-

10

Jul-1

0

Dec

-10

May

-11

Oct

-11

Mar

-12

Aug-

12

Jan-

13

Jun-

13

Nov

-13

Core Core Traded Core Non-Traded

3

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 6 Inflasi IHK di Daerah

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 7 Inflasi Bahan Makanan Kawasan

1.1.1 Inflasi Inti

Peningkatan inflasi inti relatif terbatas terutama karena perlambatan inflasi traded di tengah kenaikan tekanan domestik akibat gejolak harga pangan dan kebijakan harga energi. Inflasi inti pada tahun ini tercatat sebesar 4,98% (yoy) meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 4,40% (yoy). Sumber utama tekanan berasal dari domestik sebagai dampak lanjutan gejolak harga pangan dan kebijakan harga energi. Kuatnya tekanan domestik terlihat pada kenaikan inflasi inti nontraded sepanjang tahun 2013. Sementara itu, inflasi inti traded mengalami perlambatan karena pada saat bersamaan terjadi penurunan harga global di tengah meningkatnya tekanan depresiasi Rupiah.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 8 Dekomposisi Inti: Traded – Non traded

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 9 Dekomposisi Inti: Traded

Tekanan faktor eksternal terbatas karena minimalnya dampak depresiasi nilai tukar yang disertai oleh penurunan harga global. Hal ini tercermin dari perkembangan inflasi inti traded yang menurun menjadi 2,56% (yoy) dari tahun sebelumnya 3,85% (yoy). Tekanan eksternal meningkat pada triwulan III 2013 seiring dengan pelemahan nilai tukar Rupiah selama triwulan III 2013 akibat derasnya capital outflow semenjak menguatnya isu tapering – off dari The Fed. Meskipun demikian, kuatnya tekanan eksternal ini dimitigasi oleh penurunan harga global yang tercermin pada pergerakan indeks harga imported inflation (IHIM) yang mengalami penurunan sebesar -12,27% (yoy). Koreksi harga yang cukup dalam pada harga global emas membawa dampak deflasi pada komoditas emas perhiasan domestik.1

1 Emas sepanjang tahun 2013 mengalami penurunan harga sebesar -5,33% (yoy) memberikan dampak deflasi

terhadap inflasi sebesar 0,13% (yoy).

25% 6.0%

20% 5.0%

15% 4.0%

10% 3.0%

5% 2.0%

0% 1.0%

-5% 0.0%

%,yoy yoyCore Traded

Barang Konstruksi dan Perlengkapannya

Sandang dan Asesoris

Elektronik dan Otomotif

Jan-

08

May

-08

Sep-

08

Jan-

09

May

-09

Sep-

09

Jan-

10

May

-10

Sep-

10

Jan-

11

May

-11

Sep-

11

Jan-

12

May

-12

Sep-

12

Jan-

13

May

-08

Sep-

08

10

8

6

4

2

0

8.388.92

8.008.55

7.86

5.78 5.83 5.63 5.51

6.57

Nasional Sumatera

2013* Rata-rata akhir tahun 2008-2012

Historis*Jakarta Jawa KTI

%,yoy

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00

-5.00 2011 2012 2013

%,yoy

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Sumatera Jakarta Jawa KTI

Page 24: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 5

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

terlihat pada inflasi sektor semen dan bahan galian. Selain itu, efek passthrough nilai tukar juga tercermin pada inflasi barang – barang dengan kandungan impor yang tinggi seperti barang konstruksi dan perlengkapannya, sandang dan aksesoris, serta barang elektronik dan automotif. Meskipun demikian, dampak depresiasi pada tahun ini terindikasi tidak mengalami akselerasi passthrough sebagaimana tahun 2004. Hasil estimasi internal Bank Indonesia semula memperkirakan bahwa depresiasi rupiah yang tajam pada bulan Agustus dan September, akan mendorong lonjakan inflasi inti pada triwulan III (terutama Oktober). Namun realisasi inflasi inti traded hingga akhir tahun yang masih relatif rendah mengindikasikan sebaliknya.2 Beberapa faktor diperkirakan menjadi penyebab terbatasnya pengaruh pelemahan rupiah terhadap kenaikan inflasi inti. Hasil Survei Liaison Bank Indonesia menemukan tiga faktor yang menyebabkan pelaku usaha tidak serta-merta menaikkan harga jual, bahkan cenderung menahan harga jual di saat terjadi pelemahan rupiah, yakni: i) pertumbuhan ekonomi yang melambat dan kemudian berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat mengakibatkan produsen tidak bisa optimal mentransmisikan dampak pelemahan nilai tukar rupiah ke tingkat konsumen; ii) penetapan harga dipengaruhi oleh kontrak bisnis yang memiliki jangka waktu tertentu sehingga produsen tidak leluasa menaikkan harga meskipun terjadi pelemahan nilai tukar rupiah; iii) tingkat persaingan usaha yang tinggi menyebabkan pelaku usaha cenderung menjadi price taker dan jika pun penyesuaian harga harus ditempuh maka hal tersebut akan dilakukan secara bertahap.

Inflasi inti sedikit meningkat, yang bersumber dari tekanan domestik. Peningkatan ini tercermin pada pergerakan inflasi inti nontraded yang terus meningkat sejak awal tahun. Inflasi inti nontraded tercatat meningkat dari 4,32% (yoy) pada tahun 2012 menjadi 6,58%. Pada triwulan I, tekanan inflasi meningkat antara lain didorong oleh cost push harga bahan pangan akibat tekanan inflasi volatile food. Tekanan selanjutnya didorong oleh dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi yang mencapai puncaknya pada Juli 2013. Di penghujung tahun, inflasi inti nontraded khususnya food juga meningkat tajam seiring dengan kenaikan permintaan musiman menjelang natal dan tahun baru.

2 Kondisi ini mirip dengan kondisi pada tahun 2008 dan 2009.

Sumber: BPS (diolah)

Sumber: BPS (diolah)

Sumber: BPS (diolah)

Sumber: BPS (diolah)

Grafik 1. 10 Inflasi Core dan Faktor Eksternal

Grafik 1. 12 Dekomposisi Core Non – Traded

Grafik 1. 11 Perkembangan Inflasi Industri Pengolahan

Grafik 1. 13 Inflasi Core Food (Non-traded) & Volatile Food

80 9.0

8.0

7.0

6.0

5.0

4.0

3.0

2.0

1.0

0.0

60

40

20

0

-20

-40

Nilai Tukar (dep (+)/apr (-), %, yoy)Indeks Harga Impor (Prosksi Imported Inflation, %YOY)*)Inflasi Core Traded (%, yoy), RHS

*) Indeks komposit harga global dengan weigted average (berdasar prosentase impor dan bobot di IHK) dari komoditas pangan (CPO, gandum, gula, jagung dan kedelai), minyak dunia (WTI), emas, kapas, dan besi.

15%

12%

9%

6%

3%

0%

yoy

Jan-

10

Mar

-10

May

-10

Jul-1

0

Sep-

10

Nov

-10

Jan-

11

Mar

-11

May

-11

Jul-1

1

Sep-

11

Nov

-11

Jan-

12

Mar

-12

May

-12

Jul-1

2

Sep-

12

Nov

-12

Jan-

13

Mar

-13

May

-13

Jul-1

3

Sep-

13

Nov

-13

Industri Pengolahan : Pakaian dan TekstilIndustri Pengolahan : Kimia dan KaretIndustri Pengolahan : Semen dan Galian Non-LogamIndustri Pengolahan : Makanan dan Minuman

5

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 12 Dekomposisi Core Non – Traded

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 13 Inflasi Core Food (Non-traded) & Volatile Food

Selain karena pengaruh ke dua faktor tersebut, tekanan inflasi dari domestik juga terjadi pada kelompok perumahan antara lain didorong oleh tren kenaikan harga properti residensial. Tekanan permintaan pada sektor ini terindikasi dari kenaikan harga perumahan di pasar primer yang melebihi kenaikan ongkos produksi (bahan bangunan dan upah).3 Peningkatan harga properti residensial tersebut selanjutnya mendorong kenaikan inflasi jasa perumahan (sewa dan kontrak rumah) di dalam keranjang IHK.

Sumber: BPS, diolah Grafik 1. 14 Inflasi Sektor Jasa

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 15 Inflasi Sektor Jasa Perumahan dan Harga Properti Residential

Di luar sektor perumahan, tekanan permintaan relatif masih moderat dan dapat direspon oleh sisi penawaran. Tekanan permintaan yang masih moderat tercermin dari peningkatan beberapa indikator permintaan yang masih moderat seperti Kredit Konsumsi (KK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Excess M1 dan gap antara harga di tingkat konsumen dan pedagang besar. Sementara itu, respon sisi penawaran yang masih memadai tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha dan Survei Produksi terkait kapasitas utilisasi yang masih di level normal.

3 Harpa properti residential meningkat signifikan pada tahun 2013 sebesar 15% (yoy), sementara inflasi biaya sewa sebesar 4,25%

%, yoy18.0%

16.0%

14.0%

12.0%

10.0%

8.0%

6.0%

4.0%

2.0%

0.0%

Jan-

08M

ar-0

8M

ay-0

8Ju

l-08

Sep-

08N

ov-0

8Ja

n-09

Mar

-09

May

-09

Jul-0

9Se

p-09

Nov

-09

Jan-

10M

ar-1

0M

ay-1

0Ju

l-10

Sep-

10N

ov-1

0Ja

n-11

Mar

-11

May

-11

Jul-1

1Se

p-11

Nov

-11

Jan-

12M

ar-1

2M

ay-1

2Ju

l-12

Sep-

12N

ov-1

2Ja

n-13

Mar

-13

May

-13

Jul-1

3Se

p-13

Nov

-13

Core Non-Traded Core Non-Traded Food (13,3%)Core Non Traded Non-Food Jasa (22,1%) Core Non Traded Non-Food Barang (2,1%)

Jan '13 Jul '13 Agt '13 Sept '13 Okt '13 Des '13

Core Non Traded 4.64% 6.23% 6.10% 6.05% 6.19% 6.58%Core Non Traded Food 5.25% 7.20% 7.37% 7.55% 7.98% 8.84%Core Non Traded Non Food (Services) 4.43% 5.76% 5.42% 5.19% 5.17% 5.28%Core Non Traded Non Food (Goods) 3.07% 5.11% 5.29% 5.66% 5.87% 6.29%

Tren 2013

Volatile FoodCore Food (Non Traded), RHS

25.00% 16.0%

14.0%

12.0%

10.0%

8.0%

6.0%

4.0%

2.0%

20.00%

15.00%

10.00%

5.00%

0.00%

yoy yoy

Jan-

08

Apr-

08

Jul-0

8

Oct

-08

Jan-

09

Apr-

09

Jul-0

9

Oct

-09

Jan-

10

Apr-

10

Jul-1

0

Oct

-10

Jan-

11

Apr-

11

Jul-1

1

Oct

-11

Jan-

12

Apr-

12

Jul-1

2

Oct

-12

Jan-

13

Apr-

13

Jul-1

3

Oct

-13

5

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 12 Dekomposisi Core Non – Traded

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 13 Inflasi Core Food (Non-traded) & Volatile Food

Selain karena pengaruh ke dua faktor tersebut, tekanan inflasi dari domestik juga terjadi pada kelompok perumahan antara lain didorong oleh tren kenaikan harga properti residensial. Tekanan permintaan pada sektor ini terindikasi dari kenaikan harga perumahan di pasar primer yang melebihi kenaikan ongkos produksi (bahan bangunan dan upah).3 Peningkatan harga properti residensial tersebut selanjutnya mendorong kenaikan inflasi jasa perumahan (sewa dan kontrak rumah) di dalam keranjang IHK.

Sumber: BPS, diolah Grafik 1. 14 Inflasi Sektor Jasa

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 15 Inflasi Sektor Jasa Perumahan dan Harga Properti Residential

Di luar sektor perumahan, tekanan permintaan relatif masih moderat dan dapat direspon oleh sisi penawaran. Tekanan permintaan yang masih moderat tercermin dari peningkatan beberapa indikator permintaan yang masih moderat seperti Kredit Konsumsi (KK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Excess M1 dan gap antara harga di tingkat konsumen dan pedagang besar. Sementara itu, respon sisi penawaran yang masih memadai tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha dan Survei Produksi terkait kapasitas utilisasi yang masih di level normal.

3 Harpa properti residential meningkat signifikan pada tahun 2013 sebesar 15% (yoy), sementara inflasi biaya sewa sebesar 4,25%

Page 25: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 20136

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Selain karena pengaruh ke dua faktor tersebut, tekanan inflasi dari domestik juga terjadi pada kelompok perumahan antara lain didorong oleh tren kenaikan harga properti residensial. Tekanan permintaan pada sektor ini terindikasi dari kenaikan harga perumahan di pasar primer yang melebihi kenaikan ongkos produksi (bahan bangunan dan upah).3 Peningkatan harga properti residensial tersebut selanjutnya mendorong kenaikan inflasi jasa perumahan (sewa dan kontrak rumah) di dalam keranjang IHK.

Di luar sektor perumahan, tekanan permintaan relatif masih moderat dan dapat direspon oleh sisi penawaran. Tekanan permintaan yang masih moderat tercermin dari peningkatan beberapa indikator permintaan yang masih moderat seperti Kredit Konsumsi (KK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Excess M1 dan gap antara harga di tingkat konsumen dan pedagang besar. Sementara itu, respon sisi penawaran yang masih memadai tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha dan Survei Produksi terkait kapasitas utilisasi yang masih di level normal.

3 Harpa properti residential meningkat signifikan pada tahun 2013 sebesar 15% (yoy), sementara inflasi biaya sewa sebesar 4,25%

Sumber: BPS (diolah) Sumber: BPS (diolah)

Grafik 1. 14 Inflasi Sektor Jasa Grafik 1. 15 Inflasi Sektor Jasa Perumahan dan Harga Properti Residential

Sumber: BPS (diolah)Grafik 1. 16 Pertumbuhan Penjualan Retail dan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1. 17 Pertumbuhan M1 dan Inflasi

Sumber: SKDU (DSta)Grafik 1. 18 Kredit Konsumsi dan Inflasi Inti Grafik 1. 19 Kapasitas Utilisasi Sektor Industri

Pengolahan

5

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 12 Dekomposisi Core Non – Traded

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 13 Inflasi Core Food (Non-traded) & Volatile Food

Selain karena pengaruh ke dua faktor tersebut, tekanan inflasi dari domestik juga terjadi pada kelompok perumahan antara lain didorong oleh tren kenaikan harga properti residensial. Tekanan permintaan pada sektor ini terindikasi dari kenaikan harga perumahan di pasar primer yang melebihi kenaikan ongkos produksi (bahan bangunan dan upah).3 Peningkatan harga properti residensial tersebut selanjutnya mendorong kenaikan inflasi jasa perumahan (sewa dan kontrak rumah) di dalam keranjang IHK.

Sumber: BPS, diolah Grafik 1. 14 Inflasi Sektor Jasa

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 15 Inflasi Sektor Jasa Perumahan dan Harga Properti Residential

Di luar sektor perumahan, tekanan permintaan relatif masih moderat dan dapat direspon oleh sisi penawaran. Tekanan permintaan yang masih moderat tercermin dari peningkatan beberapa indikator permintaan yang masih moderat seperti Kredit Konsumsi (KK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Excess M1 dan gap antara harga di tingkat konsumen dan pedagang besar. Sementara itu, respon sisi penawaran yang masih memadai tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha dan Survei Produksi terkait kapasitas utilisasi yang masih di level normal.

3 Harpa properti residential meningkat signifikan pada tahun 2013 sebesar 15% (yoy), sementara inflasi biaya sewa sebesar 4,25%

Jasa Perumahan Jasa Pendidikan Jasa Lainnya12.00%

10.00%

8.00%

6.00%

4.00%

2.00%

0.00%

%,yoy

Jan-

08M

ar-0

8M

ay-0

8Ju

l-08

Sep-

08N

ov-0

8Ja

n-09

Mar

-09

May

-09

Jul-0

9Se

p-09

Nov

-09

Jan-

10M

ar-1

0M

ay-1

0Ju

l-10

Sep-

10N

ov-1

0Ja

n-11

Mar

-11

May

-11

Jul-1

1Se

p-11

Nov

-11

Jan-

12M

ar-1

2M

ay-1

2Ju

l-12

Sep-

12N

ov-1

2Ja

n-13

Mar

-13

May

-13

Jul-1

3Se

p-13

Nov

-13

5

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 12 Dekomposisi Core Non – Traded

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 13 Inflasi Core Food (Non-traded) & Volatile Food

Selain karena pengaruh ke dua faktor tersebut, tekanan inflasi dari domestik juga terjadi pada kelompok perumahan antara lain didorong oleh tren kenaikan harga properti residensial. Tekanan permintaan pada sektor ini terindikasi dari kenaikan harga perumahan di pasar primer yang melebihi kenaikan ongkos produksi (bahan bangunan dan upah).3 Peningkatan harga properti residensial tersebut selanjutnya mendorong kenaikan inflasi jasa perumahan (sewa dan kontrak rumah) di dalam keranjang IHK.

Sumber: BPS, diolah Grafik 1. 14 Inflasi Sektor Jasa

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 15 Inflasi Sektor Jasa Perumahan dan Harga Properti Residential

Di luar sektor perumahan, tekanan permintaan relatif masih moderat dan dapat direspon oleh sisi penawaran. Tekanan permintaan yang masih moderat tercermin dari peningkatan beberapa indikator permintaan yang masih moderat seperti Kredit Konsumsi (KK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Excess M1 dan gap antara harga di tingkat konsumen dan pedagang besar. Sementara itu, respon sisi penawaran yang masih memadai tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha dan Survei Produksi terkait kapasitas utilisasi yang masih di level normal.

3 Harpa properti residential meningkat signifikan pada tahun 2013 sebesar 15% (yoy), sementara inflasi biaya sewa sebesar 4,25%

Jasa Perumahan (Sewa dan Kontrak)

Harga Property Residential

16.0

16.0

16.0

16.0

16.0

16.0

16.0

16.0

16.0

%,yoy

Mar

-03

Jun-

03Se

p-03

Dec

-03

Mar

-04

Jun-

04Se

p-04

Dec

-04

Mar

-05

Jun-

05Se

p-05

Dec

-05

Mar

-06

Jun-

06Se

p-06

Dec

-06

Mar

-07

Jun-

07Se

p-07

Dec

-07

Mar

-08

Jun-

08Se

p-08

Dec

-08

Mar

-09

Jun-

09Se

p-09

Dec

-09

Mar

-10

Jun-

10Se

p-10

Dec

-10

Mar

-10

Jun-

11Se

p-11

Dec

-11

Mar

-12

Jun-

12Se

p-12

Dec

-12

Mar

-13

Jun-

13Se

p-13

Dec

-13

6

Grafik 1. 16 Pertumbuhan Penjualan Retail dan Indeks

Keyakinan Konsumen

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 17 Pertumbuhan M1 dan Inflasi

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 18 Kredit Konsumsi dan Inflasi Inti

Grafik 1. 19 Kapasitas Utilisasi Sektor Industri Pengolahan

Ekspektasi inflasi cenderung mereda, setelah sempat terakselerasi pada paro pertama 2013. Peningkatan ekspektasi terutama di semester I terlihat dari hasil survei consensus forecast sebagai akibat adanya gejolak harga pangan dan memuncak ketika implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi. Di pasar barang, hasil Survei Ekspektasi Inflasi di level Pedagang Eceran dan Konsumen juga menunjukkan hasil yang relatif serupa. Sementara itu, masih tingginya ekspektasi inflasi di pasar keuangan hingga penghujung tahun lebih disebabkan oleh tekanan outflow yang mendorong naiknya yield SUN jangka panjang. Secara umum, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang cenderung ketat yang ditempuh BI mampu menjangkar ekspektasi inflasi para pelaku ekonomi dan pada gilirannya menahan tekanan inflasi yang lebih tinggi. Hal ini antara lain terlihat dari ekspektasi inflasi 2014 yang mulai menurun, yang pada survei September tercatat 5,0% menjadi 4,9% pada survei Desember 2013.

Grafik 1. 20 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 1. 21 Ekspektasi Harga Konsumen

Indeks Keyakinan Konsumen (skala kiri)Pertumbuhan Penjualan Rill (skala kanan)

120 90

70

50

30

10

-10

-30

100

80

60

40

2004

1 6 11 4 9 2 7 12 5 10 3 8 1 6 11 4 9 2 7 12 5 10 3 8

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Indeks yoy (%)

6

Grafik 1. 16 Pertumbuhan Penjualan Retail dan Indeks

Keyakinan Konsumen

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 17 Pertumbuhan M1 dan Inflasi

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 18 Kredit Konsumsi dan Inflasi Inti

Grafik 1. 19 Kapasitas Utilisasi Sektor Industri Pengolahan

Ekspektasi inflasi cenderung mereda, setelah sempat terakselerasi pada paro pertama 2013. Peningkatan ekspektasi terutama di semester I terlihat dari hasil survei consensus forecast sebagai akibat adanya gejolak harga pangan dan memuncak ketika implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi. Di pasar barang, hasil Survei Ekspektasi Inflasi di level Pedagang Eceran dan Konsumen juga menunjukkan hasil yang relatif serupa. Sementara itu, masih tingginya ekspektasi inflasi di pasar keuangan hingga penghujung tahun lebih disebabkan oleh tekanan outflow yang mendorong naiknya yield SUN jangka panjang. Secara umum, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang cenderung ketat yang ditempuh BI mampu menjangkar ekspektasi inflasi para pelaku ekonomi dan pada gilirannya menahan tekanan inflasi yang lebih tinggi. Hal ini antara lain terlihat dari ekspektasi inflasi 2014 yang mulai menurun, yang pada survei September tercatat 5,0% menjadi 4,9% pada survei Desember 2013.

Grafik 1. 20 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 1. 21 Ekspektasi Harga Konsumen

Inflasi IHKInflasi IntiPertumbuhan M1 (+12), RHS 30

25

20

15

10

5

00

4

8

12

16

20

1 6 11 4 9 2 7 12 5 10 3 8 1 6 11 4 9 2 7 12 5 10 3 8

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

%, yoy%, yoy

*) Pertumbuhan M1 adalah Center MA 3

6

Grafik 1. 16 Pertumbuhan Penjualan Retail dan Indeks

Keyakinan Konsumen

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 17 Pertumbuhan M1 dan Inflasi

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 18 Kredit Konsumsi dan Inflasi Inti

Grafik 1. 19 Kapasitas Utilisasi Sektor Industri Pengolahan

Ekspektasi inflasi cenderung mereda, setelah sempat terakselerasi pada paro pertama 2013. Peningkatan ekspektasi terutama di semester I terlihat dari hasil survei consensus forecast sebagai akibat adanya gejolak harga pangan dan memuncak ketika implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi. Di pasar barang, hasil Survei Ekspektasi Inflasi di level Pedagang Eceran dan Konsumen juga menunjukkan hasil yang relatif serupa. Sementara itu, masih tingginya ekspektasi inflasi di pasar keuangan hingga penghujung tahun lebih disebabkan oleh tekanan outflow yang mendorong naiknya yield SUN jangka panjang. Secara umum, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang cenderung ketat yang ditempuh BI mampu menjangkar ekspektasi inflasi para pelaku ekonomi dan pada gilirannya menahan tekanan inflasi yang lebih tinggi. Hal ini antara lain terlihat dari ekspektasi inflasi 2014 yang mulai menurun, yang pada survei September tercatat 5,0% menjadi 4,9% pada survei Desember 2013.

Grafik 1. 20 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 1. 21 Ekspektasi Harga Konsumen

2009

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2010 2011 2012 2013

10 50

8 40

6 30

4 20

2 10

0 0

%, yoy %, yoy

CoreKredit Konsumsi - Rhs

6

Grafik 1. 16 Pertumbuhan Penjualan Retail dan Indeks

Keyakinan Konsumen

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 17 Pertumbuhan M1 dan Inflasi

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 18 Kredit Konsumsi dan Inflasi Inti

Grafik 1. 19 Kapasitas Utilisasi Sektor Industri Pengolahan

Ekspektasi inflasi cenderung mereda, setelah sempat terakselerasi pada paro pertama 2013. Peningkatan ekspektasi terutama di semester I terlihat dari hasil survei consensus forecast sebagai akibat adanya gejolak harga pangan dan memuncak ketika implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi. Di pasar barang, hasil Survei Ekspektasi Inflasi di level Pedagang Eceran dan Konsumen juga menunjukkan hasil yang relatif serupa. Sementara itu, masih tingginya ekspektasi inflasi di pasar keuangan hingga penghujung tahun lebih disebabkan oleh tekanan outflow yang mendorong naiknya yield SUN jangka panjang. Secara umum, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang cenderung ketat yang ditempuh BI mampu menjangkar ekspektasi inflasi para pelaku ekonomi dan pada gilirannya menahan tekanan inflasi yang lebih tinggi. Hal ini antara lain terlihat dari ekspektasi inflasi 2014 yang mulai menurun, yang pada survei September tercatat 5,0% menjadi 4,9% pada survei Desember 2013.

Grafik 1. 20 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 1. 21 Ekspektasi Harga Konsumen

100

100

100

100

100

100

100

% Makanan, Minuman dan TembakauTekstil, Barang Kulit & Alat KakiPupuk, Kimia & Barang dari KaretSemen & Barang Galian Non Logam Logam Dasar Besi dan Baja

2009

1 2 3 4

2010

1 2 3 4

2011

1 2 3 4

2012

1 2 3 4

2013

1 2 3

Page 26: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 7

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Ekspektasi inflasi cenderung mereda, setelah sempat terakselerasi pada paro pertama 2013. Peningkatan ekspektasi terutama di semester I terlihat dari hasil survei consensus forecast sebagai akibat adanya gejolak harga pangan dan memuncak ketika implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi. Di pasar barang, hasil Survei Ekspektasi Inflasi di level Pedagang Eceran dan Konsumen juga menunjukkan hasil yang relatif serupa. Sementara itu, masih tingginya ekspektasi inflasi di pasar keuangan hingga penghujung tahun lebih disebabkan oleh tekanan outflow yang mendorong naiknya yield SUN jangka panjang. Secara umum, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang cenderung ketat yang ditempuh BI mampu menjangkar ekspektasi inflasi para pelaku ekonomi dan pada gilirannya menahan tekanan inflasi yang lebih tinggi. Hal ini antara lain terlihat dari ekspektasi inflasi 2014 yang mulai menurun, yang pada survei September tercatat 5,0% menjadi 4,9% pada survei Desember 2013.

1.1.2 Inflasi Volatile Food

Inflasi volatile food melonjak tinggi hingga mencatat double-digit sejak Februari dan cenderung mereda semenjak September 2013.4 Kendala dalam implementasi kebijakan pengaturan impor hortikultura di awal tahun, di tengah terbatasnya pasokan akibat gangguan cuaca dan minimalnya produksi dalam negeri, mendorong gejolak harga aneka bumbu serta aneka sayur dan buah. Di sisi lain, tren peningkatan harga daging sapi yang terus berlanjut akibat permasalahan terbatasnya kuota impor, mendorong lebih jauh inflasi volatile food pada triwulan I 2013. Cost – push biaya transportasi sebagai dampak lanjutan kenaikan harga BBM mendorong kenaikan inflasi di bulan Juni dan Juli setelah sebelumnya mengalami deflasi akibat panen padi yang sedang berlangsung dan relaksasi kebijakan pengaturan impor. Koreksi harga yang terus berlanjut semenjak September kemudian menahan inflasi bahan pangan lebih lanjut, meskipun sedikit meningkat di akhir triwulan IV seiring dengan pola musiman berkurangnya pasokan di akhir tahun. Penyumbang utama inflasi pada kelompok ini a.l sbb: bawang merah, cabai merah, beras, daging ayam, jeruk, dan daging sapi.

4 Rata – rata historis selama 2009 – 2011 sebesar 8,93% (yoy).

Grafik 1. 20 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Grafik 1. 21 Ekspektasi Harga Konsumen

Sumber: Consensus Forecast

Grafik 1. 22 Ekspektasi Inflasi CF Tahunan Grafik 1. 23 Ekspektasi Inflasi Pasar Keuangan

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

200 20

15

10

5

180

160

140

120

100 0

Indeks %, yoyInflasi IHK aktual (skala kanan)Indeks Ekspansi Harga Pedagang 3 bln yadIndeks Ekspansi Harga Pedagang 6 bln yad

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

250 20

220 16

190 12

160 9

130 6

100 0

%, yoy%, yoy Inflasi IHK aktual (skala kanan)Indeks Ekspansi Harga Konsumen 3 bln yadIndeks Ekspansi Harga Konsumen 3 bln yadIndeks Ekspansi Harga Konsumen 6 bln yad

10.0

8.0

6.0

4.0

2.0

0.0

%,yoy Consensus Forecast

2013 2014

I II III IV I II III IV

5.3 5.7

9.0 8.67.7

7.2

4.7 4.9

Quartely Consencus Forecast, September 2013

8,99%

-100

100

300

500

700

900

1.100

1.300

1.500

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2010 2011 2012 2013

Spread (RHS)Inflation ExpectationCPI (yoy)

12 1.500

1.300

1.100

900

700

500

300

100

-100

10

8

6

4

2

0

2010 2011 2012 2013

8,99%

Spread (RHS)Inflation ExpectationCPI (yoy)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Page 27: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 20138

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Sementara itu pasokan yang berlimpah karena dukungan relaksasi kebijakan pengaturan impor hortikultura5 mendorong deflasi pada bawang putih sejak April s.d Desember 2013.

Tekanan harga daging sapi yang sangat tinggi sejak tahun 2012 relatif mereda di akhir Triwulan III 2013 terutama didukung oleh kebijakan relaksasi impor. Beberapa langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk menahan akselerasi kenaikan harga daging sapi antara lain (i) tambahan kuota impor baik berbentuk daging sapi beku maupun sapi bakalan, (ii) memperluas kewenangan BULOG untuk membantu upaya stabilisasi harga melalui operasi pasar daging sapi. Mempertimbangkan kebijakan kuota yang belum sepenuhnya efektif dalam mengendalikan harga, sejak September pemerintah mengubah kebijakan impor menjadi berbasis harga referensi.

5 Perbaikan kebijakan importasi hortikultura tertuang dalam Permendag No. 16/2013 (Revisi Permendag No. 60/2012), dan Permentan No. 47/2013 (Revisi Permentan No. 60/2012).

8

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 25 Perkembangan Harga Bawang Merah

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 26 Perkembangan Harga Cabai Merah

Tekanan harga daging sapi yang sangat tinggi sejak tahun 2012 relatif mereda di akhir Triwulan III 2013 terutama didukung oleh kebijakan relaksasi impor. Beberapa langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk menahan akselerasi kenaikan harga daging sapi antara lain (i) tambahan kuota impor baik berbentuk daging sapi beku maupun sapi bakalan, (ii) memperluas kewenangan BULOG untuk membantu upaya stabilisasi harga melalui operasi pasar daging sapi. Mempertimbangkan kebijakan kuota yang belum sepenuhnya efektif dalam mengendalikan harga, sejak September pemerintah mengubah kebijakan impor menjadi berbasis harga referensi.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 27 Perubahan Harga Daging Sapi Bulanan

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 28 Perubahan Harga Beras Bulanan

Kendati pada Triwulan IV harga beras cenderung meningkat sejalan masuknya masa paceklik, harga beras sepanjang tahun 2013 cukup terkendali didukung oleh pasokan dari produksi dalam negeri dan penyaluran beras oleh BULOG. Sepanjang tahun 2013, kenaikan harga beras cukup terkendali tercermin dari inflasi yang mencapai sekitar 3,38% (yoy).6 Hal ini didukung oleh produksi dalam negeri yang mampu memenuhi kebutuhan domestik, antara lain tercermin dari kemampuan BULOG melakukan penyerapan beras domestik dengan cukup baik yang mencapai 3,5 juta ton (hampir 90% dari target 2013). Kemampuan BULOG dalam melakukan pembelian beras domestik diimbangi dengan kelancaran dalam penyalurannya (RASKIN mencapai hampir 100% dari target 2013 dan operasi pasar (OP) beras mencapai 102 ribu ton). Pada akhir Triwulan IV 2013, sesuai pola musiman paceklik harga beras cenderung naik. Namun demikian, kenaikan harga pada akhir tahun lalu relatif terbatas, bahkan jauh lebih rendah dibanding rata-rata dalam sepuluh tahun terakhir.

6 Rata – rata inflasi beras selama lima tahun terakhir sebesar 11.42%

Sumber: BPS (diolah)

Grafik 1. 24 Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food Tabel 1. 1 Penyumbang Inflasi/Deflasi kelompok Volatile Food

Sumber: BPS (diolah)Sumber: BPS (diolah)

Grafik 1. 25 Perkembangan Harga Bawang Merah Grafik 1. 26 Perkembangan Harga Cabai Merah

Sumber: BPS (diolah)Sumber: BPS (diolah)

Grafik 1. 27 Perubahan Harga Daging Sapi Bulanan Grafik 1. 28 Perubahan Harga Beras Bulanan

CommoditiesDec-13

%,yoy Contribution (%, yoy)

InflationShallot 90.03 0.38Red Chili 113.36 0.31Rice 3.38 0.20Orange 18.17 0.11Pb.Chicken Meat 7.85 0.11Beaf 11.13 0.11Apple 33.44 0.08Potatos 33.44 0.07Tofu 14.91 0.07Birds Eye Chili 46.78 0.07Instant Noodle 11.89 0.06

DeflationGarlic -22.22 -0.07Carrot -4.90 -0.01

Source : BPS

8

6

4

2

0

-2

-4Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des

Inflasi VF 2012 (%, mtm)Inflasi VF 2013 (%, mtm)Rata-rata 3 th (%, mtm)

90

60

30

0

-30

-60

%,mtm

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des

Bawang Merah th 2012Bawang Merah th 2012Rata-rata Bawang Merah (2003-2012)

60

40

20

0

-20

-40

%,mtm

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

8

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 25 Perkembangan Harga Bawang Merah

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 26 Perkembangan Harga Cabai Merah

Tekanan harga daging sapi yang sangat tinggi sejak tahun 2012 relatif mereda di akhir Triwulan III 2013 terutama didukung oleh kebijakan relaksasi impor. Beberapa langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk menahan akselerasi kenaikan harga daging sapi antara lain (i) tambahan kuota impor baik berbentuk daging sapi beku maupun sapi bakalan, (ii) memperluas kewenangan BULOG untuk membantu upaya stabilisasi harga melalui operasi pasar daging sapi. Mempertimbangkan kebijakan kuota yang belum sepenuhnya efektif dalam mengendalikan harga, sejak September pemerintah mengubah kebijakan impor menjadi berbasis harga referensi.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 27 Perubahan Harga Daging Sapi Bulanan

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1. 28 Perubahan Harga Beras Bulanan

Kendati pada Triwulan IV harga beras cenderung meningkat sejalan masuknya masa paceklik, harga beras sepanjang tahun 2013 cukup terkendali didukung oleh pasokan dari produksi dalam negeri dan penyaluran beras oleh BULOG. Sepanjang tahun 2013, kenaikan harga beras cukup terkendali tercermin dari inflasi yang mencapai sekitar 3,38% (yoy).6 Hal ini didukung oleh produksi dalam negeri yang mampu memenuhi kebutuhan domestik, antara lain tercermin dari kemampuan BULOG melakukan penyerapan beras domestik dengan cukup baik yang mencapai 3,5 juta ton (hampir 90% dari target 2013). Kemampuan BULOG dalam melakukan pembelian beras domestik diimbangi dengan kelancaran dalam penyalurannya (RASKIN mencapai hampir 100% dari target 2013 dan operasi pasar (OP) beras mencapai 102 ribu ton). Pada akhir Triwulan IV 2013, sesuai pola musiman paceklik harga beras cenderung naik. Namun demikian, kenaikan harga pada akhir tahun lalu relatif terbatas, bahkan jauh lebih rendah dibanding rata-rata dalam sepuluh tahun terakhir.

6 Rata – rata inflasi beras selama lima tahun terakhir sebesar 11.42%

Cabai Merah th 2012Cabai Merah th 2012Rata-rata Cabai Merah (2003-2012)

6.00

4.00

2.00

0.00

--2.00

-4.00

%,mtm

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Daging Sapi th 2012Daging Sapi th 2012Rata-rata Daging Sapi (2012-2012)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Rice 2012Rice 2011AVG Rice (2003-2013)Rice 20135.00

3.00

1.00

-1.00

-3.00

%,mtm

Page 28: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 9

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Kendati pada Triwulan IV harga beras cenderung meningkat sejalan masuknya masa paceklik, harga beras sepanjang tahun 2013 cukup terkendali didukung oleh pasokan dari produksi dalam negeri dan penyaluran beras oleh BULOG. Sepanjang tahun 2013, kenaikan harga beras cukup terkendali tercermin dari inflasi yang mencapai sekitar 3,38% (yoy).6 Hal ini didukung oleh produksi dalam negeri yang mampu memenuhi kebutuhan domestik, antara lain tercermin dari kemampuan BULOG melakukan penyerapan beras domestik dengan cukup baik yang mencapai 3,5 juta ton (hampir 90% dari target 2013). Kemampuan BULOG dalam melakukan pembelian beras domestik diimbangi dengan kelancaran dalam penyalurannya (RASKIN mencapai hampir 100% dari target 2013 dan operasi pasar (OP) beras mencapai 102 ribu ton). Pada akhir Triwulan IV 2013, sesuai pola musiman paceklik harga beras cenderung naik. Namun demikian, kenaikan harga pada akhir tahun lalu relatif terbatas, bahkan jauh lebih rendah dibanding rata-rata dalam sepuluh tahun terakhir.

1.1.3. Inflasi Administered Prices

Kenaikan harga BBM bersubsidi mendorong inflasi administered prices meningkat signifikan. Inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah melonjak dari 2,66% pada tahun sebelumnya menjadi 15,49% (yoy) di tahun 2013. Sumber tekanan terutama berasal dari dampak kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi di akhir triwulan II guna mengurangi beban subsidi BBM dan current account deficit. 7 Meski meningkat dengan rata – rata kenaikan 33%, dampak kenaikan harga BBM relatif moderat dan lebih rendah dari tahun – tahun sebelumnya. Dampak total kenaikan harga BBM pada tahun 2013 diperkirakan sebesar 2,69%.

Selain kenaikan harga BBM bersubsidi, sumber tekanan inflasi kelompok administered prices juga berasal dari kenaikan tarif tenaga listrik (TTL), kenaikan Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT), dan kenaikan tarif cukai rokok. Kenaikan TTL tahun ini merupakan bagian dari roadmap kebijakan tariff listrik untuk mencapai harga keekonomian secara bertahap. Kenaikan TTL yang dilakukan menyumbang inflasi sebesar 0,38%.8 Sementara tekanan harga pada BBRT menyumbang inflasi sebesar 0,16% yang didorong oleh adanya penyesuaian biaya distribusi LPG. Selanjutnya, kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok mengikuti kenaikan tarif cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan besaran rata – rata 8,5% dan menyumbang inflasi sebesar 0,31%. Sementara itu, kebijakan administered prices lainnya berdampak minimal. Kebijakan tersebut antara lain penyesuaian harga tarif tol, tarif kereta api, dan tarif air minum PAM di beberapa daerah.

6 Rata – rata inflasi beras selama lima tahun terakhir sebesar 11.42%

7 Pemerintah menaikkan harga premium (44%) dan solar (22%) pada tanggal 22 Juni 2013

8 Kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL ) yang dilakukan bertahap per triwulanan, yang rata-rata mencapai sekitar 16%

Tabel 1. 2 Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Prices

Sumber: BPS (diolah)

Grafik 1. 29 Inflasi Administered Prices

CommoditiesDec-13

%,yoy Contribution (%, yoy)

Gasoline 41.89 1.17Rate of Intracity Transportation 31.48 0.75

Electricity Fare 15.89 0.38

Filter Cigarette 8.66 0.19

Household Fuel 6.65 0.16

Clove-Flavored Cigarette 6.65 0.08

City Water Fare 6.43 0.05

White Cigarette 8.19 0.04

Source : BPS

9.0 20.0

15.0

10.0

5.0

0.0

-5.0

-10.0

7.0

5.0

3.0

1.0

-1.0

-3.0

-5.0

2008 2000 2010 2011 2012 2013

1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10

Administered Prices (%, mtm)Administered Prices (%, yoy)-Rhs

Page 29: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201310

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

1.2. EVALUASI PENCAPAIAN SASARAN INFLASI TAHUN 2013

Inflasi IHK tahun 2013 melebihi batas atas kisaran sasaran inflasi akibat shocks yang bersumber dari dalam negeri. Inflasi IHK 2013 mencapai 8,38% (yoy), meningkat dari tahun sebelumnya (4,30%, yoy) dan berada di atas targetnya (4,5%±1%). Deviasi realisasi dibandingkan sasarannya bersumber dari tingginya inflasi kelompok administered prices dan volatile food yang masing-masing mencapai 16,65% (yoy) dan 11,83% (yoy). Dalam penetapan sasaran inflasi 2013, kebijakan harga BBM bersubsidi diperkirakan tidak berubah, sementara inflasi volatile food diperkirakan relatif normal dengan tidak adanya gangguan cuaca yang signifikan. Inflasi inti sedikit lebih tinggi dari perkiraan, yakni di level 4,98% (yoy), antara lain karena dampak lanjutan dari kebijakan BBM bersubsidi dan gejolak pangan tersebut.

Kendala pasokan khususnya pada kelompok energi dan makanan mendorong terjadinya gejolak harga pada kelompok ini. Pada kelompok energi, konsumsi energi yang terus meningkat dan bertumpu pada energi konvensional (minyak) menambah tekanan pada subsidi BBM dan impor minyak sehingga meningkatkan defisit fiskal dan defisit neraca perdagangan. Defisit APBN 2013 mencapai 2,24% dari PDB, meningkat dari defisit pada tahun 2012 sebesar 1,9% dari PDB. Sementara itu, defisit neraca perdagangan mencapai 3,45% dari PDB pada 2013, meningkat dari 2,77% dari PDB pada 2012. Kondisi ini mendorong Pemerintah untuk menaikkan Premium dan Solar masing-masing sebesar Rp2000/liter dan Rp1000/liter di bulan Juni guna mengurangi beban fiskal dan neraca perdagangan tersebut. Dengan kenaikan tersebut, inflasi administered prices mencapai 16,65% (yoy). Sementara itu, gangguan pasokan makanan terutama terjadi pada kelompok hortikultura dan daging sapi akibat anomali cuaca, kendala implementasi pengaturan impor beberapa komoditas hortikultura, dan terbatasnya pasokan daging sapi. Akibat gejolak tersebut, inflasi volatile food mencapai 11,83% (yoy).

Dampak lanjutan dari kelompok administered prices dan volatile food mendorong kenaikan inflasi inti, sementara tekanan dari eksternal relatif moderat meskipun terjadi depresiasi rupiah yang cukup signifikan. Sebagai bagian dari biaya produksi, kenaikan harga solar bersubsidi dan bahan makanan menyebabkan naiknya inflasi inti meskipun secara umum tekanan permintaan terindikasi masih moderat dan dapat dipenuhi oleh kapasitas produksi. Kondisi ini ditunjukkan oleh perkembangan inflasi inti nontraded yang meningkat dari 4,32% (yoy) tahun 2012 menjadi 6,58% (yoy) pada 2013. Kenaikan ekspektasi inflasi akibat kedua faktor tersebut juga turut menambah tekanan pada inflasi inti. Dari eksternal, akibat kondisi pertumbuhan ekonomi global yang masih lemah, harga komoditas internasional masih mengalami penurunan di tahun 2013, yakni sebesar 12% (yoy), sehingga menurunkan tekanan pada imported inflation. Sementara itu rupiah mengalami pelemahan yang cukup signifikan, yakni mencapai 10,4% (yoy, rata-rata). Namun demikian, kondisi menurunnya daya beli di dalam negeri akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi, kenaikan harga BBM, serta tingkat persaingan yang cukup tinggi menyebabkan passthrough dari depresiasi rupiah terindikasi masih minimal. Perkembangan ini menyebabkan inflasi inti tradable masih melanjutkan tren perlambatan, yakni dari 3,85% (yoy) pada 2012 menjadi 2,56% (yoy) pada 2013.

Tekanan inflasi dapat dikendalikan di single digit, lebih rendah dari laju inflasi pada episode kenaikan harga BBM sebelumnya. Merespons tingginya tekanan inflasi di sepanjang tahun 2013, Bank Indonesia dan Pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga kelompok administered prices dan gejolak harga volatile food, serta mengarahkan ekspektasi inflasi pada sasarannya agar tekanan inflasi dapat berkurang pasca

Page 30: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 11

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

kenaikan harga BBM bersubsidi dan inflasi pada tahun 2014 dapat kembali pada sasarannya sebesar 4,5%±1%. Berbagai kebijakan tersebut, dan dengan adanya penurunan harga komoditas global pada saat yang bersamaan, dapat mengendalikan tekanan inflasi 2013 di single digit, lebih rendah dari laju inflasi pada episode kenaikan harga BBM sebelumnya, yakni 10,03% (yoy) pada 2002, 17,11% (yoy) pada 2005 dan 11,06% (yoy) pada 2008.

Bagan 1.1. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Inflasi 2013

Berbagai kebijakan ditempuh oleh Bank Indonesia selama tahun 2013 untuk meminimalkan berbagai tantangan yang meningkatkan tekanan pada stabilitas ekonomi. Tekanan pada perkonomian domestik meningkat pada pertengahan tahun dengan adanya kenaikan harga BBM dan gejolak harga pangan maupun gejolak dari perekonomian global. Dalam rangka mengarahkan inflasi kembali pada lintasan sasarannya serta memastikan penyesuaian keseimbangan eksternal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, sejak bulan Juni Bank Indonesia mulai memasuki periode kebijakan moneter ketat. Dalam periode Juni-November 2013 BI Rate meningkat sebesar 175 bps menjadi 7,50%. Dalam tataran operasional, selama periode Juni-November juga dilakukan penyesuaian pada koridor suku bunga yang searah dengan pergerakan BI rate, yaitu Deposit Facility (DF) sebagai batas bawah naik 150 bps menjadi 5,75% dan suku bunga Lending Facility (LF) sebagai batas atas naik 150 bps menjadi 7,50%. Penyesuaian koridor tersebut diarahkan untuk mengelola likuiditas perekonomian. Bank Indonesia juga melakukan kebijakan nilai tukar untuk menjaga stabilitas Rupiah yang sesuai dengan kondisi fundamental. Upaya pengelolaan nilai tukar Rupiah dilakukan dengan mempertimbangkan potensi supply dan demand di pasar valas domestik untuk meredam potensi volatilitas kurs. Selain itu, Bank Indonesia juga menempuh kebijakan baru terkait langkah pendalaman pasar keuangan antara lain dengan penerbitan kurs referensi (JISDOR), memperluas jangka waktu Term Deposit Valas (TD Valas), dan melakukan lelang swap valas (FX swap).

Bauran kebijakan Bank Indonesia untuk pengendalian inflasi, pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable dan penguatan stabilitas sistem keuangan juga ditempuh melalui kebijakan makroprudential. Salah satu kebijakan makroprudensial tahun ini adalah penyempurnaan terhadap

TEKANANDOMESTIK

Meningkat terutamakarena cost-pust

Permintaan DomestikMasih kuat namun masih dapat direspons oleh sisi

penawaran

Nilai Tukar RupiahMelemah

Ekspetasi InflasiMeningkat didorong oleh

kenaikan BBM dan depresiasinilai tukar

Harga Komoditas GlobalMenurun

Cost-PushDampak lanjutan kenaikan

BBM dan gejolak harga pangan

Inflasi Mitra DagangMasih dalam tren menurun, seiring dengan perlambatan

ekonomi dunia

TEKANANEKSTERNALMinimal karena

pelemahan harga global

Kenaikan harga BBMbersubsidi

Supply ShocksGangguan pasokan akibat anomali cuaca dan kendala

implementasi pengaturan impor

Inti4,98% (yoy)

DUKUNGAN KEBIJAKAN

KoordinasiPengendalian Inflasidengan Pemerintah

(Pusat dan Daerah)dalam TPI/TPID

Meskipun di atas target, inflasi tetap terkendali single digit

IHK8,38% (yoy)

AdministeredPrices

16,65% (yoy)

Volatile Food11,83% (yoy)

Kebijakan Bank Indonesia1. Penyesuaian BI Rate dan koridor suku bungan untuk mengendalikan

dampak tidak langsung kenaikan BBM terhadap ekspektasi inflasi.2. Pengeloalaan nilai tukar dalam rangka meminimalkan risiko

imported inflation.3. Kebijakan makroprudensial untuk mengelola permintaan

domestik.4. Komunikasi kebijakan dalam rangka mengelola ekspektasi inflasi

masyarakat.

Kebijakan Pemerintah (Pusat dan Daerah)1. Mengendalikan kenaikan tarif angkutan dan menghimbau Pemda

mengendalikan tarif angkutan dalam kota.2. Memberikan kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara

(BLSM) dan menambah penyaluran RASKIN.3. Menyembuhkan prosedur impor hortikultura, merelaksasi

ketentuan impor, dan mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi ekonomi 23 Agustus 2013 untuk menstabilkan harga pangan.

Page 31: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201312

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

ketentuan Loan To Value (LTV) / Financing To Value (FTV) untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti. Tujuan utama dari penyempurnaan ketentuan tersebut adalah untuk memperkuat ketahanan sistem perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian, memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat berpenghasilan menengah–bawah untuk memperoleh rumah layak huni, dan meningkatkan aspek perlindungan konsumen di sektor properti. Kebijakan makroprudensial lainnya adalah melakukan penyempurnaan GWM (Giro Wajib Minimum) Sekunder dan GWM LDR (Loan to Deposit Ratio). Ketentuan ini bertujuan untuk mengantisipasi berbagai potensi risiko demi terciptanya kondisi likuiditas perbankan yang kuat dan memadai dengan tetap memperhatikan peran bank dalam menjalankan fungsi intermediasi.

Secara umum, kebijakan tersebut relatif mampu meredam tekanan imported inflation dan mengendalikan ekspektasi inflasi. Upaya BI untuk menyesuaikan BI Rate dan koridor suku bunga serta menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dengan mengendalikan tekanan depresiasi mampu meredam tekanan imported inflation yang bersumber dari nilai tukar, sebagaimana tercermin pada terkendalinya inflasi inti kelompok traded. Kebijakan manajeman aggregate demand turut mempengaruhi pelaku usaha dalam mentransmisikan dampak pelemahan nilai tukar Rupiah. Dari sisi pengelolaan ekspektasi inflasi, berbagai respon kebijakan yang ditempuh, terutama dari kebijakan moneter yang didukung dengan koordinasi dengan pemerintah secara perlahan menahan kenaikan ekspektasi inflasi lebih lanjut. Akselerasi kenaikan ekspektasi inflasi mereda dan perlahan cenderung menurun di Semester II, setelah meningkat signifikan terkait tingginya tekanan inflasi sejak awal tahun dan kenaikan harga BBM bersubsidi. Pengelolaan ekspektasi inflasi a.l berhasil mendorong ekspektasi inflasi pada tahun 2014 kembali pada sasarannya (4,5% ± 1%).

Dari sisi Pemerintah, berbagai kebijakan ditempuh untuk meredam dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi dan gejolak harga pangan. Kebijakan yang diambil untuk meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga BBM antara lain mengendalikan kenaikan tarif angkutan, menghimbau Pemda mengendalikan tarif angkutan dalam kota, dan meningkatkan pengawasan terhadap penyelundupan dan penimbunan BBM. Sementara untuk mengurangi beban masyarakat yang kurang mampu akibat kenaikan harga – harga, Pemerintah juga memberikan kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara (BLSM) dan menambah penyaluran RASKIN menjadi 15x. Selanjutnya, dalam rangka menstabilkan harga pangan Pemerintah melakukan penyempurnaan prosedur dan relaksasi impor hortikultura9, mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi ekonomi tanggal 23 Agustus 2013, serta memperkuat peran Bulog dalam distribusi daging sapi dan kedelai. Dukungan relaksasi kebijakan pengaturan impor hortikultura membantu mencukupi pasokan dalam negeri dan pada gilirannya mendorong koreksi harga. Hal ini terutama terlihat pada deflasi bawang putih yang terjadi sejak April sampai dengan Desember 2013 setelah meningkat signifikan sepanjang triwulan I – 2013. Dukungan kebijakan relaksasi impor hortikultura juga terlihat pada tekanan harga daging sapi yang relatif mereda di paro kedua tahun 2013.

Terkendalinya inflasi tidak terlepas dari semakin solidnya koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah baik di level pusat maupun daerah, melalui forum TPI dan TPID. Di tingkat pusat, koordinasi terutama dilakukan dalam hal pengendalian dampak kenaikan harga

9 Perbaikan kebijakan importasi hortikultura tertuang dalam Permendag No. 16/2013 (Revisi Permendag No. 60/2012), dan Permentan No. 47/2013 (Revisi Permentan No. 60/2012). Dalam perjalanannya, Pemerintah terus menyempurnakan peraturan-peraturan dalam rangka stabilisasi harga pangan a.l dengan mengubah tata niaga impor produk hortikultura dan daging sapi dari yang berbasis kuota menjadi berbasis harga referensi pada Agustus 2013.

Page 32: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 13

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

BBM dan implementasi kebijakan pengendalian impor hortikultura terhadap inflasi. TPI telah melakukan asesmen mengenai dampak kebijakan pengendalian impor hortikultura terhadap inflasi dan merekomendasikan kebijakan untuk meminimalkan dampak tersebut, seperti membuka pintu impor untuk cabai dan bawang merah pada Semester II-2013 yang sebelumnya ditutup pada Semester I-2013. Selain itu, untuk meningkatkan efektivitas kebijakan stabilisasi harga pangan, TPI juga telah merekomendasikan beberapa kebijakan seperti memperluas peran BULOG dalam stabilisasi harga pangan serta memperbaiki metode perhitungan harga referensi untuk daging sapi. Untuk meminimalkan dampak kenaikan harga BBM, TPI telah mengusulkan batas toleransi kenaikan tarif angkutan darat antar kota. Di tingkat daerah, penerbitan dasar hukum TPID yakni Inmendagri No. 027/1696/SJ tentang “Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah” yang ditujukan kepada seluruh Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) dapat memperkuat efektivitas pelaksanaan TPID di setiap kota/kabupaten. Sepanjang tahun 2013, koordinasi antara pusat-daerah dan antar daerah dilakukan dalam rangka menjamin ketersediaan pasokan dan distribusi bahan pangan pokok. Berbagai forum koordinasi telah dilaksanakan, baik secara nasional (Rapat Koordinasi Nasional TPID ke-IV di bulan Mei 2013) maupun secara wilayah (Rapat Koordinasi Pusat-Daerah di Wilayah Sumatra, Jawa dan Kawasan Timur Indonesia di bulan Oktober 2013). Dalam berbagai forum tersebut telah disepakati kegiatan strategis TPID di seluruh Indonesia, yakni pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), penguatan kerjasama antara daerah surplus dan daerah defisit dan penyelerasan asumsi makro nasional dan daerah. Beberapa daerah yang telah mengembangkan PIHPS adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Untuk kegiatan penyelerasan asumsi makro, tahap pembentukan pola pikir dan penyusunan prototipe model ekonomi makro regional telah dilaksanakan pada 2011 – 2013. Selanjutnya, tahap pengembangan dan pemantapan direncanakan pada periode 2014 – 2018 sehingga pada 2017 seluruh asumsi/proyeksi makro yang digunakan di daerah diharapkan sudah sepenuhnya sinkron dengan asumsi/proyeksi makro di tingkat nasional.

Page 33: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201314

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Page 34: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 15

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013

BAB II

Page 35: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201316

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013

Mempertimbangkan tingginya tekanan inflasi tahun 2013, Tim Pengendalian Inflasi (TPI) meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka menahan akselerasi inflasi lebih lanjut. Dalam kaitan ini, kegiatan TPI difokuskan pada upaya meredam dampak lanjutan dari berbagai gejolak (cost-push) yang intensitasnya cukup tinggi di tahun 2013 yaitu yang bersumber dari harga pangan maupun harga energi. Di sektor pangan, TPI melakukan serangkaian asesmen terhadap inflasi kelompok pangan serta menyusun rekomendasi kebijakan terkait upaya stabilisasi harga. Rekomendasi kebijakan yang dimaksudkan untuk meredam tekanan harga pangan lebih lanjut tersebut disampaikan sebagai masukan kepada pemerintah. Di bidang energi, TPI melakukan asesmen dampak kebijakan strategis pada harga BBM bersubsidi serta langkah-langkah untuk meminimalkan dampak lanjutannya terhadap inflasi. Beberapa langkah dalam upaya meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi adalah dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah terkait pengaturan kenaikan tarif transportasi serta meredam kenaikan ekspektasi inflasi. Selain kegiatan utama tersebut, TPI juga melakukan beberapa kegiatan pendukung lainnya, antara lain mempublikasikan secara periodik analisis inflasi bulanan sebagai sarana diseminasi sekaligus koordinasi dengan stakeholders, mulai menyusun usulan sasaran inflasi tahun 2016-2018 serta meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia.

Koordinasi pengendalian inflasi juga tercermin dari bauran kebijakan lintas instansi anggota TPI baik dari sisi moneter, makroprudential, fiskal dan sektoral yang saling bersinergi. Kebijakan moneter Bank Indonesia melalui penyesuaian BI rate dan koridor suku bunga berfungsi sebagai instrumen countercyclical untuk meredam tingginya tekanan inflasi serta besarnya risiko ketidakseimbangan eksternal. BI juga menempuh kebijakan stabilitasi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan kondisi fundamentalnya serta kebijakan makroprudensial untuk mendukung stabilitas sistem keuangan. Sementara kebijakan fiskal yang terkait pengendalian inflasi diarahkan dalam rangka meningkatkan ketahanan energi, ketahanan pangan serta pembangunan infrastruktur. Lebih lanjut, kebijakan sektoral di bidang pangan diarahkan untuk meningkatkan produksi, menjaga ketersediaan pasokan, dan kelancaran distribusi serta upaya stabilisasi harga sehingga dapat menekan tingginya inflasi. Sementara di bidang energi, kebijakan terkait harga diarahkan untuk mengurangi beban fiskal dan memperbaiki currenct account deficit, yang didukung dengan upaya menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian sumber energi, terutama Bahan Bakar Minyak.

2.1. EVALUASI KEGIATAN TPI TAHUN 2013

Salah satu tugas utama TPI adalah melakukan pemantauan sekaligus evaluasi terhadap sumber-sumber tekanan inflasi sebagai dasar untuk selanjutnya merumuskan rekomendasi kebijakan terkait pengendalian inflasi. Dalam pelaksanaannya, secara periodik TPI melakukan asesmen terhadap perkembangan inflasi dan melakukan koordinasi melalui forum pertemuan untuk merumuskan alternatif tindak lanjut yang diperlukan. Dalam tahun 2013, hasil asesmen menunjukkan adanya dua permasalahan utama yang menjadi sumber tekanan inflasi. Pertama, tekanan inflasi dari pangan terjadi sejak awal tahun terutama untuk beberapa komoditas hortikultura akibat gangguan cuaca dan produksi domestik yang relatif masih terbatas. Di tengah masih adanya ketergantungan terhadap pasokan dari luar negeri, terdapat sejumlah kendala implementasi kebijakan pengaturan impor hortikultura sehingga tekanan harga meningkat tajam. Mempertimbangkan kondisi tersebut, kegiatan TPI difokuskan pada asesmen dampak kebijakan pengendalian impor hortikultura dan upaya meminimalkan dampaknya terhadap inflasi. Lebih lanjut, TPI juga melakukan review serta

Page 36: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 17

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

menyusun rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan (Lihat Box. Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan). Kedua, tekanan inflasi yang cukup tinggi bersumber dari kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Mengingat posisi komoditas BBM tersebut sangat strategis, maka kenaikan harganya akan memberikan dampak terhadap inflasi baik secara langsung (1st round) maupun tidak langsung melalui dampak lanjutan (2nd round) pada harga komoditas lainnya. Dengan kondisi tersebut, kegiatan TPI juga ditujukan untuk meminimalkan dampak lanjutan sehingga tidak menyebabkan tekanan inflasi yang berlebihan yang dapat menurunkan daya beli masyarakat lebih dalam.

Koordinasi lintas kementerian/lembaga dalam rangka pengendalian inflasi dilaksanakan melalui pertemuan TPI secara periodik baik di tingkat tim teknis maupun tim pengarah. Dalam pertemuan tersebut, selain melakukan pemantauan dan identifikasi tekanan inflasi, TPI juga menyusun rekomendasi kebijakan untuk mengendalikan inflasi. Dalam upaya merumuskan rekomendasi kebijakan khususnya stabilisasi harga pangan, Focus Group Discussion (FGD) dengan pakar juga dilakukan. Selain pertemuan di level teknis, High Level Meeting TPI juga dilaksanakan yakni menjelang akhir tahun. Fokus pada pertemuan HLM tersebut adalah evaluasi pencapaian sasaran inflasi tahun 2013 termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi serta pembahasan rekomendasi kebijakan untuk pengendalian inflasi dari berbagai aspek. Selain itu juga dibahas usulan sasaran inflasi tahun 2016 – 2018 serta penguatan dasar hukum tim pengendalian inflasi.

Bulan Agenda Rekomendasi yang Dihasilkan

Februari 1. Finalisasi buku laporan kerja TPI Tahun 2012.

2. Akuntabilitas pencapaian sasaran inflasi Tahun 2013.

3. Usulan program kerja 2013.

Program Kerja 2013

Maret Diskusi terkait gejolak harga pangan (hortikultura) dan risiko inflasi 2013 (rencana kenaikan tarif angkutan dan LPG 12 kg)

1. Perlunya mereview kebijakan penutupan sementara impor, sehingga tidak terjadi lonjakan harga berlebihan (khususnya pada komoditas cabai dan bawang merah).

2. Perlunya perbaikan mekanisme perijinan impor hortikultura (RPIH dan SPI 1 atap) sehingga perijinan impor tidak terkendala.

Juni Koordinasi pengendalian inflasi 2013 pasca kenaikan harga BBM bersubsidi

1. Langkah-langkah antisipasi capital reversal perlu disiapkan oleh Bank Indonesia.

2. Perlu dikeluarkannya paket kebijakan yang a.l meliputi:Z

a. relaksasi kebijakan terkait pembatasan impor komoditas hortikultura yang saat ini baru diterapkan untuk 5 dari 20 komoditas;

b. kebijakan stimulus seperti Bantuan Langsung Sementara Masyarakat

3. Penerapan tax holiday untuk mendorong capital good movement.

4. Untuk mengendalikan tekanan inflasi dari sektor perdagangan, perlu a.l :

a. merelaksasi kebijakan impor produk hortikultura;

b. pemenuhan kebutuhan daging sapi dengan melakukan impor sapi;

c. melakukan pemantauan utk menghindari penimbunan pangan dan pengadaan pasar murah untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Lebaran.

Juli 1. Pemantauan inflasi dan risiko yang dihadapi hingga akhir tahun 2013.

2. Konsolidasi program kerja TPI dan Pokjanas TPI semester II - tahun 2013.

1. Akan dilaksanakan diskusi terbatas terkait alternatif kebijakan stabilisasi harga pangan.

2. Penyiapan bahan dan koordinasi dengan sekneg/setkab terkait penguatan dasar hukum dan kelembagaan TPI dan Pokjanas TPID

Tabel 2.1. Pertemuan TPI dan Rekomendasi yang Dihasilkan

Page 37: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201318

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

September 1. Pembahasan penguatan dasar hukum koordinasi pengendalian inflasi.

2. Pembahasan kebijakan tata niaga dan stabilisasi harga pangan khususnya untuk kedelai, hortikultura (a.l cabai merah & bawang merah), dan daging sapi.

3. Sharing informasi mengenai rencana kebijakan UMP 2014.

1. Akan diadakan pertemuan lanjutan di Pokjanas TPID untuk membahas materi yang akan disajikan kepada Setneg/Sekab. Materi tersebut akan difokuskan pada ruang lingkup, tugas/kewenangan serta mekanisme kerja.

2. Usulan penyempurnaan dari kebijakan daging sapi sbb:

a. mendorong peningkatan produksi sapi potong;

b. perluasan OP BULOG termasuk ke sektor HOREKA (perhotelan, restoran dan kafe) dan ke wilayah di luar Jobadetabek dan

c. penerapan sanksi untuk importir yang tidak merealisasikan ijin impornya.

3. Usulan penyempurnaan dari kebijakan hortikultura lainnya sbb:

a. meningkatkan produksi DN yang berkualitas;

b. meningkatkan akurasi data produksi, konsumsi dan persediaan sebagai dasar perumusan stabilisasi harga;

c. dengan waktu panen yang berbeda dan tidak diaturnya volume impor, perlu diperhatikan dampak pasokan impor ke harga tingkat petani;

d. perlu mekanisme pengawasan realisasi impor.

4. Terkait dengan gejolak harga kedelai, beberapa rekomendasi kebijakan (jangka pendek) sbb:

a. membuka pintu impor secara lebih fleksibel, baik dalam jumlah maupun pelaku importir termasuk kelompok pengrajin;

b. memberikan kemampuan kepada Bulog untuk dapat mengimpor dalam jumlah yang lebih besar dan memberi akses pemasaran kepada pasar domestik (pengrajin);

c. dalam jangka panjang Pemerintah dapat menciptakan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri.

Oktober Diskusi terbatas mengenai "Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan"

1. Kebijakan stabilisasi harga perlu dilakukan pada komoditas yang memiliki peran penting baik di sisi konsumen maupun produsen serta berdampak terhadap perekonomian makro (pertumbuhan ekonomi, inflasi, kemiskinan dll).

2. Kebijakan stabilisasi harga pangan seharusnya terintegrasi mulai dari tahap produksi s.d. konsumsi.

3. Khusus untuk aspek intervensi pasar dalam negeri, kebijakan stabilisasi harga pangan membutuhkan tiga hal utama yaitu kelembagaan, cadangan (stok) dan pembiayaan.

4. Rekomendasi spsifik untuk komoditas pangan, a.l. daging sapi, kedelai, minyak goreng, gula dan beras.

5. Dalam rangka meningkatkan efektivitas kebijakan stabiliasasi harga pangan, khususnya terkait dengan dukungan pembiayaan dari anggaran pemerintah, kementerian teknis dapat memanfaatkan Dana Cadangan Stabilisasi Harga Pangan.

November Persiapan Materi High Level Meeting Bahan HLM menitikberatkan pada: 1) usulan sasaran inflasi 2016 - 2018; 2) penguatan dasar hukum dan kelembagaan Pokjanas TPID dan TPI; 3) rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan.

Desember High Level Meeting TPI/Pokjanas TPID tahun 2012

1. Alternatif sasaran inflasi diarahkan pada sasaran yang menurun dalam rangka mengarahkan ekspektasi inflasi dan menunjukkan kuatnya komitmen pemerintah untuk mencapai tingkat inflasi yang rendah dan stabil

2. Reformasi yang bersifat struktural untuk mengatasi permasalahan yang bersifat strategis dalam pengendalian inflasi perlu dilakukan.

3. Nota kesepahaman sebagai dasar pembentukan Pokjanas TPID akan dilakukan perpanjangan pada Maret 2014. Sementara itu, terkait penguatan dasar hukum dan kelembagaan TPI, tim teknis akan mengkaji lebih lanjut kemungkinan memperluas keanggotaan dan memperkuat dasar hukum yang semula Keputusan Menteri Keuangan (KMK).

4. Nama Tim Pengendali Inflasi dapat dipertimbangkan untuk diubah menjadi Tim Pengendali Harga untuk lebih memudahkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai keberadaan, tugas dan kewenangan Tim. 5. Secara umum, program kerja TPI dan Pokjanas TPID kedepan (2014-2015) disepakati untuk dilaksanakan. Khusus terkait Rakornas V TPID 2014 akan dilaksanakan pada Mei 2014.

Finalisasi Draft Laporan Kerja TPI Tahun 2012

Bulan Agenda Rekomendasi yang Dihasilkan

Page 38: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 19

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

2.1.1. Asesmen Tekanan Inflasi Kelompok Pangan serta Penyusunan Rekomendasi Kebijakan

Di sektor pangan, TPI telah melakukan serangkaian asesmen terhadap kondisi pasokan dan permintaan produk pangan khususnya hortikultura serta menyusun rekomendasi kebijakan terkait upaya stabilisasi harga. Upaya pemerintah untuk mendorong terciptanya kedaulatan pangan yang ditempuh antara lain melalui pengendalian impor pangan secara bertahap mulai diimplementasikan pada pertengahan tahun 2012 dengan membatasi pintu masuk impor produk hortikultura. Selanjutnya, mulai September 2012 pemerintah mulai melakukan pengaturan tata niaga impor produk hortikultura. Pada tahun 2013, pemerintah kembali melakukan pengaturan impor melalui pembatasan impor pada sejumlah komoditas hortikultura selama Semester I-2013. Dalam implementasinya, kebijakan pengendalian impor tersebut menghadapi kendala di awal tahun sehingga pasokan sempat terhambat karena pada saat bersamaan produksi domestik menghadapi gangguan anomali cuaca. Akibatnya adalah inflasi volatile food di awal tahun yang mencatat kenaikan yang cukup tinggi di atas pola historisnya.

Untuk mengatasi tekanan harga tersebut, TPI segera melakukan langkah-langkah koordinasi untuk memitigasi berlanjutnya tekanan inflasi. Beberapa rekomendasi kebijakan yang dihasilkan antara lain adalah:

(i) Perlunya merelaksasi impor terutama beberapa komoditas hortikultura, mengingat pasokan dalam negeri yang masih terbatas. Hal ini merupakan kebijakan jangka pendek, sebagai respon atas lonjakan harga tajam pada beberapa komoditas hortikultura tersebut. Restriksi impor yang sangat ketat baik dari perijinan, titik masuk dan prosedur lainnya pada komoditas-komoditas dengan ketergantungn impor sangat tinggi (contoh bawang putih) berdampak negatif pada harga di level konsumen.

(ii) Perlunya mempercepat realisasi impor daging sapi serta memastikan jumlah kuota yang ditetapkan telah mencukupi kebutuhan domestik. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa harga sebagai sinyal dari kondisi permintaan dan pasokan terus menunjukkan tren kenaikan.

(iii) Mempercepat penyiapan instrumen stabilisasi harga pangan dalam mengantisipasi terjadinya kenaikan harga global. Dalam kaitan ini, khususnya stabilisasi harga kedelai kerena telah terindikasi adanya kenaikan harga di pasar global.

(iv) Perlunya mempertimbangkan timing dalam implementasi kebijakan pengaturan impor pangan, sehingga kecukupan pasokan domestik antar waktu dapat terjamin. Hal ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kontinuitas pasokan antar waktu beberapa komoditas pangan masih bermasalah akibat pola musiman produksi (contoh bawang merah). Dengan demikian, pengaturan waktu impor yang kurang tepat berpotensi menimbulkan dampak negatif pada perkembangan harga.

Hasil asesmen dan berbagai rekomendasi kebijakan dari TPI tersebut disampaikan kepada Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang selanjutnya digunakan sebagai masukan dalam bahan Rakortas Pangan yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Secara umum, respon kebijakan yang ditempuh Pemerintah di bidang pangan cukup sejalan dengan rekomendasi TPI. Guna mengatasi gejolak harga komoditas hortikultura, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan sebagai upaya penyempurnaan dari peraturan-peraturan sebelumnya, antara lain Permentan dan Permendag terkait perijinan importasi hortikultura,

Page 39: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201320

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

dengan penekanan pada percepatan dan penyederhanaan prosedur impor melalui sistem online INATRADE serta pengurangan cakupan komoditas yang diatur impornya. Untuk komoditas daging sapi, pemerintah menerapkan pembebasan kuota untuk jenis prime cut, percepatan realisasi impor, penunjukkan BULOG sebagai bagian dari stabilisator serta penambahan kuota impor untuk tahun 2013. Menjelang akhir tahun 2013, dalam rangka menjaga stabilisasi harga bahan kebutuhan pokok sekaligus memberikan kepastian berusaha kepada para petani dan peternak, pemerintah mengubah tata niaga impor daging sapi dan produk hortikultura dari berbasis kuota menjadi berbasis harga referensi.

Selanjutnya, mempertimbangkan pentingnya memiliki instrumen stabilisasi harga pangan dalam rangka menurunkan laju inflasi kedepan, TPI melakukan review terhadap kebijakan stabilisasi harga pangan yang ada saat ini dan menyusun beberapa rekomendasi kebijakan. Hasil rekomendasi disampaikan dalam High Level Meeting TPI dan Pokjanas TPID yang dihadiri oleh pimpinan tertinggi Kementerian/Lembaga anggota TPI, seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Direktur Utama BULOG dan pimpinan lainnya. Beberapa rekomendasi utama yang disampaikan adalah:

(i) Meningkatkan produksi utk mengurangi ketergantungan impor melalui perluasan keterlibatan berbagai stakeholder di daerah;

(ii) Meningkatkan produksi sapi potong antara lain dengan melibatkan BUMN dalam pembibitan dan memberikan pembiayaan untuk usaha penggemukan guna mencegah pemotongan sapi sebelum mencapai bobot optimal;

(iii) Meningkatkan pengawasan dan law enforcement terhadap praktik-praktik persaingan tidak sehat dalam perdagangan komoditas-komoditas pangan strategis;

(iv) Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur termasuk meningkatkan konektivitas antar pulau dan antar daerah untuk memperlancar distribusi;

(v) Meningkatkan efektivitas instrumen stabilisasi harga daging sapi melalui penetapan harga referensi berdasarkan pendekatan cost structure dan mengubah trigger import dari proyeksi harga 2 bulan ke depan menjadi deviasi antara harga aktual dengan harga referensi;

(vi) Memperbaiki perencanaan impor bekerjasama dengan negara-negara produsen yang jenis dan kualitas komoditasnya sesuai dengan selera konsumen Indonesia;

(vii) Kebijakan stabilisasi harga perlu didukung kerja sama antar daerah dan antar sektor;

(viii) Memperkuat peran BULOG dalam stabilisasi harga hingga terbentuknya lembaga ketahanan pangan sesuai UU Pangan melalui:

a) Perluasan peran BULOG dalam stabilisasi harga ke komoditas grain (seperti beras, kedelai), termasuk penguatan Operasi Pasar kedelai;

b) Menambah Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dari 350,000 ton secara bertahap menuju kondisi ideal (1,5 juta ton) dalam jangka menengah

(ix) Mengoptimalkan penggunaan dana Cadangan Stabilisasi Harga Pangan (CSHP) dalam APBN untuk mendukung stabilisasi harga pangan melalui penguatan dasar hukum dan penajaman ruang lingkup penggunaan anggaran.

Beberapa rekomendasi ini sekaligus merupakan bagian dari program kerja TPI untuk tahun 2014.

Page 40: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 21

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

2.1.2. Asesmen Tekanan Inflasi Kelompok Administered Prices dan Langkah-langkah Meminimalkan Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Di bidang energi, TPI melakukan asesmen dampak kebijakan strategis BBM bersubsidi serta upaya-upaya meminimalkan dampak lanjutannya terhadap inflasi. Rencana pemerintah untuk melakukan kebijakan strategis terkait BBM bersubsidi telah mengemuka sejak awal tahun. Terkait hal tersebut, TPI telah melakukan koordinasi dengan Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengenai berbagai pilihan skenario kebijakan yang akan ditempuh (antara lain kenaikan harga BBM dengan single price, kenaikan harga BBM dengan dual price dan pembatasan premium untuk kendaraan pribadi). Koordinasi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui dampak inflasi yang ditimbulkan khususnya dampak inflasi dari berbagai pilihan kebijakan serta memantau kesiapan implementasinya terutama pada pilihan pembatasan BBM. Selain itu, TPI juga merumuskan rekomendasi langkah-langkah untuk mengendalikan dampak lanjutan agar tidak menimbulkan tekanan yang berlebihan pada inflasi.

Beberapa langkah ditempuh TPI dalam upaya meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi. Seiring dengan keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada tanggal 22 Juni 2013, TPI segera melakukan langkah-langkah koordinasi dalam upaya meredam dampak lanjutan terhadap inflasi. Sebagaimana diketahui, kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberikan dampak lanjutan pada kenaikan tarif transportasi serta memicu kenaikan harga pada barang-barang lainnya. Kenaikan harga pada barang lain tersebut dapat disebabkan karena kenaikan ongkos distribusi maupun kenaikan ekspektasi inflasi. Dalam kaitan ini, beberapa langkah yang dilakukan TPI adalah:

(i) Berkoordinasi dengan Pemerintah c.q. Kementerian Perhubungan untuk meminimalkan dampak lanjutan terhadap tarif angkutan. Dalam kaitan ini, Kementerian Perhubungan mengeluarkan ketentuan Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) sekitar 15% dan tarif Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) rata-rata sekitar 17%. Sementara itu, tarif angkutan dalam kota di berbagai provinsi naik secara rata-rata sekitar 30%. Di berbagai kota, upaya meminimalkan dampak pada kenaikan tarif transportasi didukung oleh Surat Inmendagri No. 541/3209/SJ/20 Juni . Secara umum, kenaikan tersebut cukup moderat dilihat dari dampaknya terhadap inflasi maupun daya beli masyarakan secara langsung.

(ii) Meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga BBM dengan mengelola ekspektasi masyarakat yang sudah cenderung meningkat. Hal yang perlu diwaspadai dalam pengendalian inflasi adalah fenomena meningkatnya ekspektasi masyarakat, atau level inflasi yang ada di benak masyarakat, karena hal tersebut dapat memicu menigkatnya inflasi. Dalam kasus kenaikan harga BBM bersubsidi, kenaikan ekspektasi inflasi akan mendorong kenaikan harga-harga komoditas lainnya jauh melebihi kenaikan seharusnya akibat ongkos distribusi yang meningkat. Oleh karena itu, TPI melakukan serangkaian kegiatan dalam pengendalian ekspektasi inflasi melalui berbagai sarana komunikasi kepada publik, antara lain talk show di televisi dan berbagai stasiun radio.

2.1.3. Penerbitan Publikasi Inflasi secara Bulanan

TPI mempublikasikan secara periodik analisis bulanan sebagai sarana diseminasi sekaligus koordinasi dengan stakeholders. Publikasi tersebut telah berjalan sejak awal tahun 2012 dan ditujukan kepada seluruh anggota TPI dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) serta beberapa

Page 41: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201322

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

stakeholder dari pemerintahan yang terkait dengan stabilitas harga. Selain sebagai sarana diseminasi dalam rangka meningkatkan pemahaman atas sumber-sumber pendorong inflasi, publikasi juga dimaksudkan sebagai sarana koordinasi dalam pengendalian inflasi terkait berbagai risiko ke depan dan langkah-langkah antisipasinya. Berdasarkan kesepakatan TPI dan Pokjanas TPID, mulai awal 2014 publikasi inflasi bulanan tersebut juga mencakup asesmen inflasi daerah. Adanya publikasi tersebut diharapkan dapat lebih meningkatkan efektivitas koordinasi kebijakan pengendailan inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah.

2.1.4. Penyusunan Awal Sasaran Inflasi Tahun 2016 - 2018

Sasaran inflasi diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan kebijakan moneter dan jangkar bagi ekspektasi inflasi. Sasaran inflasi yang berlaku saat ini adalah berdasar Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.011/2012 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2013-2015, dengan besaran masing-masing 4,5%±1%, 4,5%±1% dan 4,0%±1%. Dengan mempertimbangkan bahwa kebijakan moneter mempengaruhi sasaran akhir inflasi dengan efek tunda yang optimal sekitar 1 s.d. 2 tahun ke depan, maka dalam perumusan kebijakan moneter di tahun 2014, Bank Indonesia membutuhkan target inflasi tahun 2016 ke depan. Selain untuk perumusan kebijakan moneter, sasaran inflasi jangka menengah juga diperlukan dalam rangka mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat. Oleh karena itu, pada akhir tahun 2013 TPI telah mulai melakukan pembahasan terkait sasaran inflasi tersebut. Pembahasan telah mencakup aspek-aspek yang digunakan sebagai dasar penetapan sasaran inflasi, yaitu proyeksi inflasi serta berberapa risiko ke depan terutama dari administered prices, pros dan cons berbagai alternatif sasaran inflasi tahun 2016 – 2018 serta kebijakan-kebijakan pendukung dalam rangka mencapai sasaran inflasi. Usulan sasaran inflasi tersebut telah dibahas dalam High Level Meeting TPI di bulan Desember. Dalam forum itu juga dikemukakan rencana strategis Pemerintah untuk mencapai path disinflasi kedepan khususnya terkait reformasi struktural.

2.1.5. Kegiatan Pendukung: Memperkuat Kapasitas Sumber Daya Manusia

Upaya memperkuat kapasitas sumber daya manusia (SDM) anggota TPI senantiasa dilakukan setiap tahun dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi dalam mendukung pelaksanaan tugas terkait pengendalian inflasi. Hal ini penting dilakukan karena adanya perubahan anggota TPI yang berasal dari berbagai Kementerian/Lembaga. Melalui kegiatan ini, sumber daya manusia yang ditugaskan di TPI diharapkan memiliki kompetensi yang semakin baik yang diperlukan dalam perumusan kebijakan pengendalian inflasi di masing-masing lembaga. Pada tahun 2013, penguatan kapasitas SDM tersebut juga mencakup informasi mengenai informasi perubahan tahun dasar Survei Biaya Hidup (SBH) dari tahun 2007 menjadi tahun 2012 yang dijadikan dasar penghitungan inflasi.

2.2. BAURAN KEBIJAKAN YANG TELAH DIAMBIL TERKAIT PENGENDALIAN INFLASI

Ditengah tingginya tekanan inflasi di sepanjang tahun 2013, Tim Pengendalian Inflasi yang beranggotakan lintas Kementerian/Lembaga semakin meningkatkan intensitas koordinasi. Bauran kebijakan baik kebijakan moneter dan makroprudential, kebijakan sektoral dan kebijakan fiskal bersinergi untuk meredam lonjakan inflasi. Koordinasi kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh fakta bahwa inflasi tidak semata-mata merupakan fenomena moneter. Di Indonesia, perkembangan inflasi, termasuk yang terjadi pada tahun 2013, sangat dipengaruhi oleh gejolak-gejolak baik dari supply shocks maupun cost-push.

Page 42: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 23

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

2.2.1. Kebijakan Bank Indonesia

Respon kebijakan moneter pada tahun 2013 diarahkan untuk meminimalkan berbagai tantangan yang meningkatkan tekanan pada stabilitas ekonomi. Stabilitas makroekonomi sempat terganggu akibat meningkatnya tekanan inflasi didorong dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dan harga pangan domestik. Tantangan terhadap stabilitas ekonomi semakin kuat karena pada saat bersamaan defisit transaksi berjalan tercatat meningkat cukup besar menjadi 3,5% dari PDB. Defisit transaksi berjalan yang melebar tersebut tidak terlepas dari pengaruh pertumbuhan ekonomi dunia dan harga komoditas global yang masih menurun di 2013. Di tengah kondisi fundamental ekonomi yang cenderung melemah, tekanan terhadap stabilitas ekonomi juga meningkat pasca pengumuman rencana pengurangan stimulus moneter oleh the Fed (tapering off) pada bulan Mei 2013. Pengumuman rencana tapering off ini kemudian memicu aliran keluar modal asing yang cukup signifikan sehingga menambah tekanan terhadap neraca pembayaran, mendorong pelemahan nilai tukar rupiah dan akhirnya semakin memberikan tekanan kepada stabilitas ekonomi.

Bank Indonesia memperketat kebijakan moneter guna merespon tantangan tersebut. Fokus utama kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mengendalikan kenaikan ekspektasi inflasi dan menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Respon kebijakan tersebut ditempuh dengan memperkuat bauran kebijakan yang terdiri dari kebijakan moneter melalui penetapan suku bunga kebijakan, kebijakan nilai tukar, kebijakan untuk memperkuat operasi moneter, lalu lintas devisa dan pendalaman pasar keuangan, kebijakan makroprudensial, serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah dan kerjasama dengan bank sentral lain.

Dalam konteks kebijakan moneter, Bank Indonesia secara akumulasi menaikkan BI Rate sebesar 175 bps sehingga menjadi 7,50% sampai dengan akhir tahun. Kebijakan suku bunga tersebut juga diperkuat dengan kebijakan untuk menjaga nilai tukar rupiah agar sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Selain itu, BI juga memperkuat kebijakan operasi moneter, pengelolaan lalu lintas devisa, dan pendalaman pasar keuangan guna meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang ditempuh. Dalam tataran teknis, sinyal pengetatan mulai terlihat pada bulan Mei sebagai langkah antisipasi (pre-emptive) dalam menjaga stabilitas moneter di tengah tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah, dengan melalukan penyesuaian yaitu menaikkan koridor suku bunga Deposit Facilities (DF) sebesar 25 basis poin menjadi 4,25%. Selanjutnya, kebijakan moneter ketat dalam periode Juni-November 2013 tercermin dari kenaikan BI Rate sebesar 175 bps menjadi 7,50%. Dalam tataran operasional, selama periode Juni-November juga dilakukan penyesuaian pada koridor suku bunga yang searah degan pergerakan BI rate, yaitu Deposit Facility (DF) sebagai batas bawah naik 150 bps menjadi 5,75% dan suku bunga Lending Facility (LF) sebagai batas atas naik 150 bps menjadi 7,50%. Jika BI rate ditujukan untuk menjangkar ekspektasi inflasi yang konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi ke depan, penyesuaian koridor lebih diarahkan untuk mengelola likuiditas perekonomian.

Page 43: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201324

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Sepanjang tahun 2013, kebijakan nilai tukar diarahkan untuk menjaga stabilitas Rupiah yang sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Kebijakan nilai tukar ini juga mempertimbangkan berbagai risiko dampak pergerakan nilai tukar ke sektor riil termasuk tingkat inflasi maupun stabilitas sistem keuangan. Hal ini menjadi penting karena nilai tukar Rupiah memberikan dampak pass-through terhadap inflasi, baik secara langsung melalui harga barang-barang impor maupun tidak langsung melalui kenaikan ekspektasi inflasi. Upaya pengelolaan nilai tukar dilakukan dengan mempertimbangkan potensi supply dan demand di pasar valas domestik. Kondisi pasar valas domestik cenderung tidak seimbang karena permintaan valas untuk kebutuhan impor melebihi suply valas dari penjualan hasil ekspor dan inflow asing. Dalam kondisi demikian, peran Bank Indonesia melalui intervensi di pasar valuta asing secara terukur menjadi krusial dalam pengelolaan likuiditas valas domestik untuk meredam potensi volatilitas kurs. Selain itu, Bank Indonesia juga menempuh kebijakan baru terkait pengelolaan likuiditas di pasar valas domestik antara lain dengan penerbitan kurs referensi spot JISDOR, implementasi transaksi lelang FX swap, penambahan tenor transaksi Term Deposit Valas. Untuk mendorong pengembangan pasar valas domestik Bank Indonesia juga melakukan penyesuaian beberapa ketentuan transaksi valas serta berkoordinasi dengan Pemerintah untuk mendorong agar pelaku ekonomi mulai melakukan lindung nilai.

Bauran kebijakan Bank Indonesia untuk pengendalian inflasi, pengelolaan neraca transaksi berjalan yang lebih sustainable dan penguatan stabilitas sistem keuangan juga ditempuh melalui kebijakan makroprudential. Salah satu kebijakan makroprudensial tahun ini adalah penyempurnaan terhadap ketentuan Loan To Value (LTV) / Financing To Value (FTV) untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti. Tujuan utama dari penyempurnaan ketentuan tersebut adalah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan sistem perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Selain itu ketentuan LTV/FTV juga bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat berpenghasilan menengah – bawah untuk memperoleh rumah layak huni serta meningkatkan aspek perlindungan konsumen di sektor properti. Kebijakan makroprudensial lainnya adalah melakukan penyempurnaan GWM (Giro Wajib Minimum) Sekunder dan GWM LDR (Loan to Deposit Ratio). Ketentuan ini bertujuan untuk mengantisipasi berbagai potensi risiko sebagai dampak dari dinamika perekonomian demi terciptanya kondisi likuiditas perbankan yang kuat dan memadai. Untuk itu, diperlukan upaya memperkuat likuiditas bank dengan tetap memperhatikan peran bank dalam menjalankan fungsi intermediasi.

Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia berkontribusi positif dalam mengembalikan stabilitas ekonomi pada triwulan IV 2013 dan diikuti penyesuaian ekonomi yang tetap terkendali ke arah yang lebih seimbang. Perkembangan ini tergambar pada kondisi ekonomi

Grafik 2.1 Perkembangan Suku Bunga Grafik 2.2 Nilai Tukar Rupiah/USD

21

komoditas global yang masih menurun di 2013. Di tengah kondisi fundamental ekonomi yang cenderung melemah, tekanan terhadap stabilitas ekonomi juga meningkat pasca pengumuman rencana pengurangan stimulus moneter oleh the Fed (tapering off) pada bulan Mei 2013. Pengumuman rencana tapering off ini kemudian memicu aliran keluar modal asing yang cukup signifikan sehingga menambah tekanan terhadap neraca pembayaran, mendorong pelemahan nilai tukar rupiah dan akhirnya semakin memberikan tekanan kepada stabilitas ekonomi.

Bank Indonesia memperketat kebijakan moneter guna merespon tantangan tersebut. Fokus utama kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mengendalikan kenaikan ekspektasi inflasi dan menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Respon kebijakan tersebut ditempuh dengan memperkuat bauran kebijakan yang terdiri dari kebijakan moneter melalui penetapan suku bunga kebijakan, kebijakan nilai tukar, kebijakan untuk memperkuat operasi moneter, lalu lintas devisa dan pendalaman pasar keuangan, kebijakan makroprudensial, serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah dan kerjasama dengan bank sentral lain.

Dalam konteks kebijakan moneter, Bank Indonesia secara akumulasi menaikkan BI Rate sebesar 175 bps sehingga menjadi 7,50% sampai dengan akhir tahun. Kebijakan suku bunga tersebut juga diperkuat dengan kebijakan untuk menjaga nilai tukar rupiah agar sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Selain itu, BI juga memperkuat kebijakan operasi moneter, pengelolaan lalu lintas devisa, dan pendalaman pasar keuangan guna meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang ditempuh. Dalam tataran teknis, sinyal pengetatan mulai terlihat pada bulan Mei sebagai langkah antisipasi (pre-emptive) dalam menjaga stabilitas moneter di tengah tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah, dengan melalukan penyesuaian yaitu menaikkan koridor suku bunga Deposit Facilities (DF) sebesar 25 basis poin menjadi 4,25%. Selanjutnya, kebijakan moneter ketat dalam periode Juni-November 2013 tercermin dari kenaikan BI Rate sebesar 175 bps menjadi 7,50%. Dalam tataran operasional, selama periode Juni-November juga dilakukan penyesuaian pada koridor suku bunga yang searah degan pergerakan BI rate, yaitu Deposit Facility (DF) sebagai batas bawah naik 150 bps menjadi 5,75% dan suku bunga Lending Facility (LF) sebagai batas atas naik 150 bps menjadi 7,50%. Jika BI rate ditujukan untuk menjangkar ekspektasi inflasi yang konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi ke depan, penyesuaian koridor lebih diarahkan untuk mengelola likuiditas perekonomian.

Grafik 2.1 Perkembangan Suku Bunga

Grafik 2.2 Nilai Tukar Rupiah/USD

10 10

9 9

8 8

7 7

6 6

5 5

4 4

3 3

Jan-

10

Apr-

10

Jul-1

0

Oct

-10

Jan-

11

Apr-

11

Jul-1

1

Oct

-11

Jan-

12

Apr-

12

Jan-

12

Oct

-12

Jan-

13

Apr-

13

Jul-1

3

Oct

-13

rPUAB O/N rLF O/NDF O/N rBI rate

21

komoditas global yang masih menurun di 2013. Di tengah kondisi fundamental ekonomi yang cenderung melemah, tekanan terhadap stabilitas ekonomi juga meningkat pasca pengumuman rencana pengurangan stimulus moneter oleh the Fed (tapering off) pada bulan Mei 2013. Pengumuman rencana tapering off ini kemudian memicu aliran keluar modal asing yang cukup signifikan sehingga menambah tekanan terhadap neraca pembayaran, mendorong pelemahan nilai tukar rupiah dan akhirnya semakin memberikan tekanan kepada stabilitas ekonomi.

Bank Indonesia memperketat kebijakan moneter guna merespon tantangan tersebut. Fokus utama kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mengendalikan kenaikan ekspektasi inflasi dan menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Respon kebijakan tersebut ditempuh dengan memperkuat bauran kebijakan yang terdiri dari kebijakan moneter melalui penetapan suku bunga kebijakan, kebijakan nilai tukar, kebijakan untuk memperkuat operasi moneter, lalu lintas devisa dan pendalaman pasar keuangan, kebijakan makroprudensial, serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah dan kerjasama dengan bank sentral lain.

Dalam konteks kebijakan moneter, Bank Indonesia secara akumulasi menaikkan BI Rate sebesar 175 bps sehingga menjadi 7,50% sampai dengan akhir tahun. Kebijakan suku bunga tersebut juga diperkuat dengan kebijakan untuk menjaga nilai tukar rupiah agar sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Selain itu, BI juga memperkuat kebijakan operasi moneter, pengelolaan lalu lintas devisa, dan pendalaman pasar keuangan guna meningkatkan efektivitas kebijakan moneter yang ditempuh. Dalam tataran teknis, sinyal pengetatan mulai terlihat pada bulan Mei sebagai langkah antisipasi (pre-emptive) dalam menjaga stabilitas moneter di tengah tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah, dengan melalukan penyesuaian yaitu menaikkan koridor suku bunga Deposit Facilities (DF) sebesar 25 basis poin menjadi 4,25%. Selanjutnya, kebijakan moneter ketat dalam periode Juni-November 2013 tercermin dari kenaikan BI Rate sebesar 175 bps menjadi 7,50%. Dalam tataran operasional, selama periode Juni-November juga dilakukan penyesuaian pada koridor suku bunga yang searah degan pergerakan BI rate, yaitu Deposit Facility (DF) sebagai batas bawah naik 150 bps menjadi 5,75% dan suku bunga Lending Facility (LF) sebagai batas atas naik 150 bps menjadi 7,50%. Jika BI rate ditujukan untuk menjangkar ekspektasi inflasi yang konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi ke depan, penyesuaian koridor lebih diarahkan untuk mengelola likuiditas perekonomian.

Grafik 2.1 Perkembangan Suku Bunga

Grafik 2.2 Nilai Tukar Rupiah/USD

3.5 11,900

11,400

10,900

10,400

9,900

9,400

8,900

3.5

3.5

3.5

3.5

3.5

3.5

3.5

Jan-

12

Mar

-12

May

-12

Jul-1

2

Sep-

12

Nov

-12

Jan-

13

Mar

-13

May

-13

Jul-1

3

Sep-

13

Daily Volatily AVG Volatily IDR/USD Daily Rate (Rhs)% IDR/USD

Page 44: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 25

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

triwulan IV 2013 yang ditandai inflasi bulanan sejak September 2013 yang kembali kepada pola normal, bahkan berada di bawah perilaku historis. NPI juga mencatat surplus dan diikuti meredanya pelemahan nilai tukar rupiah. Perkembangan tersebut dipengaruhi transmisi kebijakan moneter melalui berbagai jalur yang mulai berjalan. Suku bunga perbankan berada dalam tren meningkat sejalan dengan kenaikan BI Rate. Pertumbuhan kredit juga melambat sejalan dengan kenaikan suku bunga kredit dan perlambatan ekonomi. Sejalan dengan itu, besaran moneter juga berada dalam tren menurun. Selain itu, kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia juga mampu menjangkar pembentukan ekspektasi para pelaku ekonomi. Ekspektasi inflasi yang sempat meningkat signifikan sejak awal tahun, secara bertahap menurun dan stabil pada penghujung tahun 2013. Hal ini tercermin dari hasil survei Consensus Forecast yang sempat tingggi diawal tahun sejalan dengan gejolak harga pangan dan semakin akseleratif saat kenaikan BBM, kemudian mereda di Tw-IV. Sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar keuangan, ekspektasi di pasar barang juga memberikan gambaran yang relatif sejalan.

2.2.2. Kebijakan Sektoral

Kebijakan sektoral pemerintah secara bertahap diarahkan untuk mengatasi berbagai permasalahan struktural terkait pengendalian inflasi. Beberapa permasalahan struktural yang menonjol diantaranya adalah (i) permasalahan ketersediaan pangan, (ii) permasalahan ketergantungan energi pada migas, (iii) permasalahan struktur pasar dan tata niaga komoditas pangan serta (iv) permasalahan sistem logistik nasional. Dengan permasalahan tersebut, kebijakan ditempuh secara bersinergi lintas Kementerian/Lembaga.

Dalam bidang pangan, kebijakan Pemerintah diarahkan untuk meningkatkan produksi, menjaga ketersediaan pasokan, stabilisasi harga dan kelancaran distribusi sehingga dapat menekan tingginya inflasi. Pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi pangan strategis lokal melalui target pembangunan pertanian sejak tahun 2009 dengan pencapaian program swasembada dan swasembada berkelanjutan pada tahun 2014. Dukungan terhadap pencapaian swasembada tersebut dilakukan dengan realisasi rencana strategis 2010-2014 Kementerian Pertanian melalui Tujuh (7) Gema Revitalisasi, yakni (i) revitalisasi lahan, (ii) revitalisasi perbenihan dan pembibitan, (iii) revitalisasi infrastruktur dan sarana, (iv) revitalisasi sumber daya manusia, (v) revitalisasi pembiayaan pertanian, (vi) revitalisasi kelembagaan petani, dan (vii) revitalisasi teknologi dan industri hilir.

Selain kebijakan di sisi produksi, pemerintah juga meningkatkan upaya stabilisasi harga pada tingkat produsen maupun konsumen. Untuk komoditas beras, stabilisasi harga dilakukan oleh BULOG baik di tingkat produsen dan konsumen dengan menggunakan tiga instrumen yaitu pembelian gabah/beras dalam negeri, penyaluran beras bersubsidi untuk rakyat miskin (RASKIN), dan penyediaan cadangan beras pemerintah (CBP) untuk keperluan operasi pasar dan keperluan darurat lainnya. Ketiga instrumen diatas saling terkait dan memperkuat satu sama lain dalam mewujudkan ketahanan pangan serta untuk mendukung stabilisasi harga nasional baik pada tingkat produsen maupun tingkat konsumen. Pembelian gabah/beras ditujukan untuk stabilisasi harga produsen sedangkan penyaluran beras bersubsidi dan penyediaan cadangan beras pemerintah ditujukan untuk stabilisasi harga di tingkat konsumen. Sementara untuk beberapa komoditas lainnya, kebijakan stabilisasi harga tingkat produsen ditempuh pemerintah c.q Kementerian Pertanian sebagai lembaga teknis dan beberapa Pemda dengan mengalokasikan sejumlah anggaran untuk melakukan pembelian di tingkat petani untuk melindungi produsen saat harga jatuh pada saat

Page 45: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201326

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

panen, yaitu untuk komoditas daging ayam dan bawang merah di sentra produksi. Kebijakan tersebut dikenal dengan istilah Harga Minimum Kabupaten (HMK). Di tingkat konsumen, kebijakan stabilisasi dapat ditempuh melalui intervensi langsung dengan operasi pasar maupun intervensi tidak langsung melalui buka/tutup keran impor.

Kebijakan pembelian gabah/beras dalam negeri bertujuan untuk menyerap hasil produksi petani dengan memberikan kepastian harga, sehingga petani lebih terlindungi dan keberlangsungan usaha tani padi terjaga. Harga pembelian ditetapkan oleh Pemerintah dan dikenal dengan istilah HPP (harga pembelian Pemerintah) yang akan menjadi dasar acuan BULOG dalam menjaga stabilisasi harga di tingkat produsen. Selain sebagai upaya melindungi petani produsen, pengadaan gabah dan beras dalam negeri juga merupakan salah satu upaya pemupukan stok sehingga Pemerintah memiliki stok yang cukup kuat untuk melakukan intervensi pasar sewaktu-waktu dibutuhkan. Kenaikan produksi dan penerapan strategi-strategi pengadaan menjadi kunci sukses pencapaian pengadaan gabah/beras tahun 2013. Pada tahun 2012 produksi naik 5,02% dan tahun 2013 naik 2,62% menjadikan pasokan cukup melimpah di pasaran dan adanya marketed surplus di pasar yang dapat diserap oleh BULOG. Jumlah serapan pengadaan BULOG mencapai 3,49 juta ton atau hampir 100% dari target yag ditetapkan atau berarti sekitar 10% dari produksi padi nasional (ARAM II). Realisasi ini hanya sedikit lebih rendah jika dibandingkan jumlah serapan pada tahun 2012 yang mencapai 3,65 juta ton, namun meningkat dua kali lipat jika dibandingkan dengan pengadaan pada tahun 2011 yang hanya mencapai 1,7 juta ton. Pencapaian di tahun 2013 ini merupakan angka pencapaian terbesar ketiga setelah pengadaan tahun 2012 (3,65 juta ton) dan tahun 2009 (3,62 juta ton). Tingginya angka pengadaan BULOG berbanding lurus dengan tingginya angka stok beras yang dikuasai sehingga dapat meredam peluang munculnya spekulan harga. Stok yang dikuasai sepanjang tahun 2013 pada setiap akhir bulannya selalu mencapai diatas 2 juta ton dengan sumber pengadaan seluruhnya berasal dari dalam negeri.

Selain itu, kebijakan Pemerintah yang mendukung stabilisasi harga beras adalah penyaluran Raskin sebagai bentuk jaring pengaman sosial. Setiap tahun Raskin memenuhi kurang lebih 10% dari total kebutuhan konsumsi nasional sehingga secara signifikan mempengaruhi berkurangnya permintaan masyarakat terhadap beras di pasar. Pada tahun 2013 jumlah rumah tangga sasaran (RTS) Raskin mencapai 15 juta dengan alokasi raskin 15kg/bulan/RTS. Jumlah RTS ini turun jika dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 17,5 juta RTS dan berimplikasi pada turunnya pagu Raskin di awal tahun yang hanya mencapai 2,7 juta ton atau turun sekitar 700 ribu ton dari pagu tahun lalu. Jumlah pagu kemudian mengalami perubahan pasca keputusan dinaikannya BBM. Sebagai upaya perlindungan kepada masyarakat yang berpendapatan rendah pasca kenaikan BBM, alokasi Raskin tahun 2013 yang semula hanya 12 kali penyaluran dalam satu tahun ditambah menjadi 15 kali penyaluran. Dengan demikian, pagu Raskin yang pada awal tahun hanya sebesar 2,7 juta ton naik menjadi 3,4 juta ton atau hampir sama dengan pagu Raskin di tahun 2012. Waktu penyaluran Raskin tambahan juga disesuaikan dengan potensi kemungkinan terjadinya shortage atau gejolak harga. Kesesuaian antara waktu penyaluran dengan potensi-potensi kenaikan harga sangat efektif dalam menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen. Sampai dengan 16 Desember 2013 realisasi penyaluran Raskin ke masyarakat mencapai 3.401.349 ton atau 97,34% dari total pagu dalam satu tahun (3.494.452 ton).

Perkembangan harga beras yang relatif tidak bergejolak sepanjang tahun 2013 berdampak pada minimalnya kebutuhan pemerintah untuk melakukan operasi pasar (OP). Kebijakan OP yang dilakukan tahun 2013 masih mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag)

Page 46: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 27

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Nomor 04/M-DAG/PER/1/2012 tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Untuk Stabilisasi Harga, menggantikan peraturan sebelumnya Nomor 22/M-DAG/PER/10/2005 tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah Untuk Pengendalian Gejolak Harga. Permendag tersebut memuat beberapa aturan pokok terkait penggunaan CBP, yakni (i) penggunaan CBP untuk OP Beras dalam menjaga stabilisasi harga beras tidak hanya terbatas pada adanya gejolak harga dengan kenaikan mencapai 25%, tetapi dapat dilakukan apabila kenaikan harga telah mencapai 10% dan atau telah meresahkan masyarakat akibat hal-hal yang mendesak di luar kenaikan harga; (ii) meningkatkan peran Dinas yang membidangi perdagangan untuk dapat memberikan masukan kepada pimpinan daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) dalam pelaksanaan OP serta pemantauan dan evaluasi hasil pelaksanaan OP; (iii) Menteri Perdagangan dapat juga menetapkan harga eceran tertentu untuk Operasi Pasar di bawah harga eceran di pasar yang berlaku pada saat itu dalam keadaan tertentu dan mendesak, yakni bila tidak terdapat kesepakatan Pemda dan BULOG dalam penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras OP di daerah setempat; dan (iv) Menteri Perdagangan juga dapat memberikan instruksi untuk menghentikan OP kepada Perum BULOG bila kondisi harga sudah stabil atau karena masa panen raya di saat BULOG sedang mengupayakan pengadaan dalam negeri secara optimal. Dalam pelaksanaan OP CBP di seluruh daerah Indonesia, Kementerian Perdagangan sudah berkoordinasi dengan Perum BULOG untuk terus melakukan Operasi Pasar Beras dengan harga di bawah harga pasar sesuai ketentuan dalam Permendag di atas. Berdasarkan surat dari Menteri Perdagangan kepada BULOG No. 1504/M-DAG/SD/7/2013 tanggal 3 Juli 2013 perihal pelaksanaan OP beras di seluruh Indonesia yang ditembuskan kepada seluruh Gubernur, harga penjualan OP CBP adalah sebesar maksimum Rp. 600,- diatas harga gudang Bulog (P. Jawa Rp 6.800/kg dan luar P. Jawa Rp 6.900/kg).

Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaannya, OP beras ditempuh dengan dua jenis beras yaitu beras medium dan beras premium. OP Beras jenis medium menggunakan beras CBP yang penggunaannya diatur dalam peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 04/M-DAG/PER/1/2012 tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk stabilisasi harga, sementara OP beras jenis premium menggunakan stok beras murni milik BULOG diluar CBP. Pada tahun 2013 OP beras jenis premium lebih diminati masyarakat dibanding beras jenis medium. Hal ini disebabkan preferensi konsumen yang mulai beralih ke beras jenis premium. Realisasi OP beras jenis premium mencapai 61.763 ton sedangkan beras jenis medium hanya mencapai 41.140 ton. Selain karena preferensi konsumen yang mulai banyak beralih kepada beras jenis premium, turunnya realisasi OP beras medium juga dikarenakan kebutuhan beras medium sebagian besar telah terpenuhi oleh program penyaluran Raskin.

Untuk komoditas hortikultura, sejumlah kebijakan ditempuh Pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi domestik sekaligus melindungi konsumen sebagai pelaksanaan Undang-Undang No. 13 tahun 2010 tentang Hortikultura. Sebagai tindak lanjutnya, pengaturan hal tersebut ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).10 Secara umum, beberapa kebijakan tersebut diantaranya adalah

10 Permentan No.88 Tahun 2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan, Permentan No.42 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Permentan No.15 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Permentan No.37 Tahun 2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-Buahan dan/atau Sayuran Buah Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia, Permentan No.43 Tahun 2012 tentang Perubahan Permentan No.16 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Permentan No.18 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar Kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

Page 47: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201328

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

pembatasan titik masuk bagi produk hortikultura, pengaturan prosedur perijinan importasi hortikultura dan pengaturan tata niaga impor produk hortikultura.

Pemberlakuan pembatasan pintu masuk bagi impor produk hortikultura ke Indonesia melalui empat pintu yakni Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Belawan Medan, dan Pelabuhan Soekarno-Hatta Makasar. Pelabuhan Tanjung Priok tidak lagi ditetapkan sebagai pintu masuk karena keterbatasan kemampuan laboratorium karantina dan keamanan pangan, tidak memadainya jumlah petugas karantina jika dibandingkan dengan jumlah komoditas yang harus diperiksa, serta telah ditemukan beberapa kasus yang dapat mengancam pertanian Indonesia berdasarkan kegiatan pemeriksaan karantina dan keamanan pangan.

Kebijakan pengaturan prosedur perijinan antara lain melalui persyaratan �ekomendasi Impor Pro-�ekomendasi Impor Pro-duk Hortikultura (�IPH) dan Surat Persetujuan Impor (SPI). Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk mendukung petani domestik dalam rangka menuju terciptanya swasembada produk hortikultura. Pengaturan tersebut, diharapkan dapat membangkitkan kembali kepercayaan petani untuk membudidayakan produk hortikultura. Jika produk impor hortikultura diatur, diharapkan permintaan produk hortikultura lokal akan meningkat sehingga pendapatan petani akan meningkat.

Langkah-langkah kebijakan lanjutan dalam rangka stabilisasi produk hortikultura juga terus ditempuh. Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47/M-DAG/KEP/8/2013 tanggal 30 Agustus 2013 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura dengan beberapa pokok perubahan yaitu:

(i) Khusus untuk komoditi bawang merah segar untuk konsumsi dengan Pos Tarif/HS 0703.10.29.00 dan cabe (buah dari genus Capsicum) dengan Pos Tarif/HS 0709.60.10.00, mekanisme importasi dengan menggunakan harga referensi sebagai berikut, a) importasi cabe dan bawang merah dilakukan dengan memperhatikan Harga Referensi yang ditetapkan oleh Tim Pemantau Harga Produk Hortikultura yang dibentuk oleh Menteri yang keanggotaannya terdiri dari unsur instansi terkait, b) Dalam hal harga cabe dan bawang merah di pasaran di bawah Harga Referensi maka importasi cabe dan bawang merah ditunda sampai harga kembali mencapai Harga Referensi, c) Harga Referensi cabe dan bawang merah dapat dievaluasi sewaktu-waktu oleh Tim Pemantau Harga Produk Hortikultura.

(ii) Sistem periodisasi per semester untuk pengajuan permohonan impor produk hortikultura, dengan masa berlaku Persetujuan Impor selama 6 (enam) bulan, kecuali permohonan Persetujuan Impor Produk Hortikultura khusus cabe dan bawang merah yang dapat diajukan sewaktu-waktu dengan masa berlaku Persetujuan Impor selama 3 (tiga) bulan;

(iii) Kewajiban untuk melakukan realisasi impor produk hortikultura paling sedikit 80% (delapan puluh persen) dari Persetujuan Impor dalam setiap periode sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Impor;

(iv) Importir Terdaftar Produk Hortikultura dibekukan apabila tidak melaksanakan kewajiban untuk melakukan realisasi impor produk paling sedikit 80% (delapan puluh persen) dari Persetujuan Impor dalam setiap periode sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Impor;

Kebijakan pendukung lainnya pada hortikultura adalah upaya meningkatkan kualitas hasil panen. Hal ini ditempuh melalui peningkatan teknologi budi daya dan teknologi pascapanen yang baik dan terpadu. Untuk buah, pengembangan produk dilakukan, antara lain dengan mendaftar

Page 48: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 29

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

tanaman yang menghasilkan kualitas yang baik yang dapat dijadikan pohon induk.  Untuk sayuran, sistem agribisnis yang lebih memihak petani karena kuantitas produksinya yang hampir mencukupi.  Penentuan harga agar lebih bersaing dilakukan dengan tiga cara. Pertama, dengan meningkatkan produktivitas tanaman sehingga harga turun. Kedua, melaksanakan pasar lelang di sentra-sentra produksi saat musim panen. Bila pembentukan harga menjadi lebih transparan, harga di pasar berikutnya menjadi lebih murah. Ketiga, adalah dengan menerapkan sistem grading. Selain itu, kebijakan perbaikan sistem distribusi juga ditempuh melalui dua strategi yaitu (i) membina distributor yang mempunyai kemampuan untuk memindahkan produk dan mencari pelanggan dan (ii) melakukan pengembangan lini untuk display produk, yaitu buah dan sayuran dari dalam negeri harus diupayakan lebih dari satu jenis berjejer dengan satu komoditas impor sehingga meningkatkan keterpaparan.

Pemerintah juga terus mengupayakan langkah-langkah stabilisasi harga pangan khususnya daging sapi. Paska siklus Idul Fitri, harga daging sapi mengalami gejolak akibat tingginya permintaan yang tidak didukung oleh memadainya pasokan. Para pelaku usaha daging sapi telah berupaya menyerap sapi lokal yang berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali. Namun demikian, pasca Idul Fitri pasokan terkendala dengan semakin terbatasnya ketersediaan sapi lokal. Hal ini disebabkan karena sapi lokal lebih banyak dimiliki oleh peternak-peternak tradisional yang umumnya hanya akan dipotong pada saat dan kondisi peternak tersebut membutuhkan dana dan dijual dengan harga diatas harga pasar. Beberapa kebijakan perdagangan terkait komoditas daging sapi adalah:

(i) Pemerintah pada triwulan II 2013 telah meniadakan pembagian alokasi impor daging sapi per semester serta memajukan alokasi impor sapi bakalan dari triwulan III ke triwulan II untuk mengantisipasi kenaikan harga daging sapi saat bulan Puasa dan Idul Fitri 2013.

(ii) Dalam tindak lanjut paket kebijakan penyelamatan ekonomi yang dibuat dan disetujui pada Rapat Terbatas Tingkat Menteri tanggal 23 Agustus 2013, Pemerintah cq Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 46/M-DAG/KEP/8/2013 tanggal 30 Agustus 2013 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan dengan beberapa pokok perubahan yaitu:

a) Penambahan BUMN selain perusahaan swasta sebagai Importir Terdaftar Hewan dan Produk Hewan;

b) Mekanisme importasi dengan menggunakan harga referensi sebagai berikut: i) dalam hal harga daging sapi jenis potongan sekunder (secondery cuts) di pasaran di bawah harga referensi maka importasi Hewan dan Produk Hewan ditunda importasinya sampai harga kembali mencapai harga referensi, ii) harga referensi daging sapi jenis potongan sekunder (secondery cuts) sebesar Rp 76.000,00 (tujuh puluh enam ribu rupiah) dan dapat dievaluasi sewaktu-waktu oleh Tim Pemantau Harga Daging Sapi yang dibentuk oleh Menteri yang keanggotaannya terdiri dari unsur instansi terkait;

c) Sistem periodisasi pengajuan permohonan impor sapi dan daging sapi per triwulan, serta masa berlaku Persetujuan Impor selama 3 (tiga) bulan. Tujuan dari pengaturan ini adalah untuk memudahkan penyesuaian volume impor berbasis harga (price reference);

d) Kewajiban untuk melakukan realisasi impor Hewan dan Produk Hewan dalam hal ini sapi dan daging sapi paling sedikit 80% dari akumulasi Persetujuan Impor selama 1 (satu) tahun;

e) Importir Terdaftar Hewan dan Produk Hewan dicabut apabila tidak melaksanakan kewajiban melakukan realisasi impor Hewan dan Produk Hewan dalam hal ini sapi dan daging sapi paling sedikit 80% dari akumulasi Persetujuan Impor selama 1 (satu) tahun sebanyak 2 (dua) kali.

Page 49: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201330

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Selain itu, upaya stabilisasi harga daging sapi juga ditempuh melalui pemberian mandat kepada BULOG sebagai bagian dari stabilisator harga. BULOG mengimpor daging sapi beku sebanyak 1.134 ton yang digunakan untuk keperluan stabilisasi harga. Operasi stabilisasi dilakukan melalui mekanisme Operasi Pasar langsung ke konsumen dengan fokus utama pengendalian harga di wilayah Jabodetabek. Selain Operasi Pasar menggunakan daging sapi impor, BULOG juga bekerjasama dengan rumah pemotongan hewan untuk menggelar operasi pasar murah daging sapi di beberapa wilayah diluar Jabodetabek pada saat menjelang lebaran.

Di tengah tingginya ketergantungan pada impor kedelai, Pemerintah mengambil beberapa langkah kebijakan dalam rangka stabilisasi harga. Dengan ketergantungan yang tinggi terhadap impor (baik volume maupun harga), para pengrajin tahu-tempe belum memiliki jaminan pasokan dan harga untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Untuk itu perlu upaya stabilisasi pasokan dan harga kedelai melalui penetapan harga jual di tingkat pengrajin tahu-tempe. Dilatarbelakangi hal tersebut, pada Mei 2013 terbit Perpres No. 32 Tahun 2013 tentang Penugasan kepada Perum BULOG untuk pengamanan harga dan penyaluran kedelai, dimana Perum BULOG dapat bermitra dengan Badan Usaha Milik Negara dan/atau badan usaha lainnya dengan mengikuti tata kelola perusahaan yang baik. Perpres tersebut ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Permendag Nomor 23/M-DAG/PER/5/2013 tentang Program Stabilisasi Harga Kedelai dan peraturan pelaksanaannya seperti Permendag Nomor 45/2013 ttg Perubahan Permendag 24/M-DAG/PER/5/2013 tentang Ketentuan Impor Kedelai Dalam Rangka Program Stabilisasi Harga Kedelai (PSHK), serta Permendag tentang Penetapan Harga Pembelian Kedelai Petani Dalam Rangka PSHK dan Permendag tentang Penetapan Harga Penjualan Di Tingkat Pengrajin Tahu/Tempe Dalam Rangka PSHK.

Namun demikian, terdapat kendala saat implementasi kebijakan stabilisasi harga kedelai tersebut sehingga Permendag No 23/M-DAG/PER/5/2013 dan peraturan pelaksanaannya dicabut melalui Permendag No. 51/M-DAG/PER/9/2013. Kendala tersebut adalah adanya keterlambatan Surat Persetujuan Impor untuk Importir Terdaftar. Hal ini disebabkan karena kesulitan dalam menyerap kedelai dalam negeri (Bukti Serap) karena kualitas dan ketersediaan yang tidak memadai serta juga dipicu melemahnya kurs rupiah terhadap US Dolar. Sebagai akibatnya, harga kedelai impor meningkat dan pengrajin tahu/tempe merasa kesulitan untuk membeli kedelai karena harganya tinggi serta Importir juga mulai mengalami keterbatasan stok kedelai. Mengingat Perpres terkait stabilisasi harga kedelai masih berlaku dan tetap harus mengamankan harga kedelai di tingkat petani, maka Permendag No. 52/M-DAG/PER/9/2013 tentang Pengamanan Harga Kedelai Di Tingkat Petani dan Penyaluran Kedelai Di Tingkat Pengrajin Tahu/Tempe dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Permendag No. 59/M-DAG/PER/9/2013 tentang Penetapan Harga Pembelian Kedelai Petani dalam rangka Pengamanan Harga Kedelai Di Tingkat Petani (Rp.7.400/kg) berlaku untuk bulan Oktober – Desember 2013.

Selanjutnya, kebijakan pemerintah pada stabilisasi harga kedelai terbatas melalui pengaturan tataniaga impor dengan menggunakan persyaratan Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK), sementara perdagangannya diubah kembali pada mekanisme pasar. Dalam Permendag No. 52/M-DAG/PER/9/2013 tersebut mengamanatkan bahwa a) importir/perusahaan wajib untuk melaporkan penyaluran kedelai impor di dalam negeri setiap bulan melalui email b) sanksi administratif atas pelanggaran kewajiban di atas adalah maksimum peringatan tertulis tiga kali dan pencabutan NPIK, c) Membentuk Tim melalui Kepmendag No. 990/M-DAG/KEP/9/2013 tentang Tim Teknis Kedelai yang bertugas merumuskan penetapan HBP, menyiapkan data/informasi dan memantau/mengevaluasi kegiatan di atas.

Page 50: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 31

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Dalam rangka stabilisasi harga dan kepastian pasokan kedelai khususnya di wilayah DKI Jakarta juga ditempuh beberapa langkah pendukung. Beberapa upaya yang dilakukan adalah: a) Program Bantuan Kedelai sebanyak 1.227 ton kepada 5 Puskopti (Jabar, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Serang dan Brebes) dengan harga Rp. 8.000,-/kg, b) Program Operasi Pasar Kedelai 5 Puskopti di Wilayah DKI Jakarta sebanyak 1.128 ton dengan harga Rp. 8.200,-/kg, c) Program Khusus Kedelai sesuai nota kesepahaman Gakoptindo dengan 5 importir sebanyak 11.500 ton dengan harga Rp. 8.465 - 8.475/kg.

Pemerintah juga berupaya menjaga stabilitas harga gula melalui peningkatan produksi domestik. Untuk menjamin ketersediaan gula domestik yang pada gilirannya akan mendukung upaya pemerintah melakukan stabilisasi harga gula ke depan, pemerintah mencanangkan program swasembada gula. Program tersebut mencakup beberapa kegiatan, yakni (i) melanjutkan kegiatan bongkar/rawat ratoon11; (ii) Penyediaan bibit tebu unggul dan sehat melalui kultur jaringan; (iii) perluasan areal tanam lahan milik petani, HPK, Lahan Register; (iv) integrasi tebu dan ternak; (v) penguatan kelembagaan Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR); (vi) rekruitmen tenaga pendamping; dan (vii) bantuan sarana prasarana khususnya untuk pengolahan tanah dan alat tebang. Selain itu, pemerintah juga mendorong revitalisasi Pabrik Gula (PG) yang saat ini ada, masing-masing untuk PG BUMN dengan target sasaran pencapaian produksi sebesar 2,32 juta ton dan PG Swasta sebesar 1,25 juta ton serta mendorong pembangunan pabrik baru sebanyak 10 -25 PG dengan target produksi sebesar 2,13 juta ton.

Kebijakan stabilisasi harga gula di sisi hilir masih terbatas di level produsen. Mengacu kepada SK Menperindag Nomor 527/MPP/Kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula yang memuat ketentuan bahwa setiap memasuki musim giling tebu Menteri Perdagangan menetapkan besaran HPP gula kristal putih (GKP), maka pada tanggal 14 Juni 2013 telah diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/MDAG/PER/6/2013 tentang Penetapan Harga Patokan Petani Gula Kristal Putih Tahun 2013, yaitu sebesar Rp 8.100/kg. Penetapan besaran HPP GKP ini telah mempertimbangkan efisiensi produksi, aspek inflasi, kepentingan konsumen, usulan Menteri Pertanian selaku Ketua Dewan Gula Indonesia (DGI), Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), serta para pelaku usaha di bidang pergulaan, yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dalam upaya meningkatkan produksi tebu dan produktivitas lahan agar swasembada gula di dalam negeri tercapai dan dapat menjadi insentif bagi petani tebu untuk meningkatkan rendemen.

Di bidang energi, kebijakan terkait harga diarahkan untuk mengurangi beban fiskal dan memperbaiki currenct account deficit. Dalam tahun 2013, Pemerintah melakukan kebijakan yang berdampak sangat signifikasi terhadap inflasi yaitu kebijakan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) untuk golongan pelanggan diatas 900 VA dan kebijakan penyesuaian (kenaikan) harga BBM bersubsidi. Kebijakan penyesuaian TTL ditempuh secara bertahap setiap triwulan dengan besaran kenaikan rata-rata sekitar 4,3%/triwulan. Sementara kenaikan harga BBM bersubsidi adalah masing-masing untuk Premium sebesar Rp 2.000,-/L (44%) dan solar sebesar Rp 1.000,-/L (22%).

Sesuai dengan Undang-Undang, Pemerintah diamanatkan untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak. Hal ini mempertimbangkan BBM merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan

11 Ratoon adalah pengelolaan lahan bekas tanaman tebu atau penanaman tebu kembali. Karena sifat tanaman tebu adalah tahunan, perencanaan dan manajemen pengelolaan budidaya tebu menjadi vital, terutama dalam penentuan pola musim tanam dan proporsi penataan varietas tebu yang ditanam. Dengan melakukan penataan pola musim tanam yang tepat, tebu dapat dipanen pada usia maksimal sehingga kadar rendemen tinggi.

Page 51: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201332

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Republik Indonesia.Untuk itu pada tahun 2013, dalam APBN Tahun Anggaran 2013, Pemerintah menyediakan 46,01 juta kiloliter BBM bersubsidi yang terdiri dari (a) 29,2 juta kilo liter BBM jenis Bensin Premium, (b) 1,7 juta kilo liter BBM jenis Minyak Tanah dan (c) 15,11 juta kilo liter BBM jenis Minyak Solar. Pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup pesat, yakni untuk kendaraan roda empat mencapai 1,1 juta unit/tahun serta kendaraan roda dua mencapai 7,2 juta unit/tahun12 berdampak pada semakin meningkatnya jumlah pemakaian BBM bersubsidi. Mempertimbangkan kondisi tersebut maka dalam APBN Perubahan TA 2013, kuota BBM bersubsidi bertambah menjadi sebesar 48 juta kilo liter yang terdiri dari (a) 30,767 juta kilo liter BBM jenis Bensin Premium, (b) 1,2 juta kilo liter BBM jenis Minyak Tanah dan (c) 16,033 juta kilo liter BBM jenis Minyak Solar.

Dalam menjaga volume BBM bersubsidi agar tidak melebihi yang telah ditetapkan, Pemerintah berupaya mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak. Dalam Peraturan Menteri tersebut diatur hal-hal antara lain:

(i) Pentahapan pembatasan penggunaan Bensin RON 88 untuk Kendaraan Dinas instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD untuk wilayah Jawa Bali, wilayah Sumatera dan Kalimantan mulai 1 Februari 2013 dan wilayah Sulawesi mulai 1 Juli 2013

(ii) Pentahapan pembatasan penggunaan Solar untuk Kendaraan Dinas instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD untuk wilayah Jabodetabek mulai 1 Februari 2013 dan wilayah Jawa Bali lainnya mulai 1 Maret 2013.

(iii) Mobil Barang dengan jumlah roda lebih dari 4 (empat) untuk pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dilarang menggunakan Minyak Solar subsidi serta

(iv) Mobil Barang dengan jumlah roda lebih dari 4 (empat) untuk pengangkutan hasil kegiatan kehutanan dilarang menggunakan Minyak Solar subsidi terhitung mulai 1 Maret 2013.

(v) Transportasi laut berupa kapal barang non perintis dan non pelayaran rakyat terhitung mulai 1 Februari 2013 dilarang menggunakan Minyak Solar subsidi.

Selain kebijakan pengendalian penggunaan BBM, Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan penyesuian harga BBM bersubsidi yakni Bensin Premium menjadi RP 6.500/liter dan Minyak Solar menjadi Rp 5.500/liter. Hal ini ditempuh dengan mempertimbangkan kebijakan energi nasional dan kondisi keuangan negara dan dalam rangka pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran kepada pengguna BBM bersubsidi serta meningkatkan efisiensi penggunaan APBN.

Kebijakan energi khususnya BBM mempunyai dampak lanjutan pada kebijakan di sektor transportasi. Seiring kenaikan harga premium sebesar 44% dan solar sebesar 22%, Pemerintah Pusat dan Daerah melakukan penyesuaian pada tarif angkutan baik angkutan darat maupun angkutan perairan. Pemerintah pusat c.q Kementerian Perhubungan mengeluarkan kebijakan penyesuaian “Tarif Dasar Batas Atas dan Batas Bawah Angkutan Penumpang Antar Kota Antar Provinsi Kelas Ekonomi di Jalan dengan Mobil Bus Umum” melalui Permenhub No. 64/Tahun 2013 tanggal 24 Juni 2013 dengan kenaikan sekitar 15%. Selanjutnya, Pemerintah Derah (PEMDA) di Tingkat I dan II masing-masing menetapkan kebijakan penyesuaian tarif di wilayahnya yaitu angkutan antar kota dalam provinsi serta angkutan dalam kota. Besaran kenaikan tarif angkutan di daerah bervariasi dan secara rata-rata di kisaran 20%-30%. Sementara untuk angkutan sungai dan perairan (ASDP),

12 Sumber: Gaikindo

Page 52: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 33

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Pemerintah menetapkan kebijakan melalui Permenhub No. 63/Tahun 2013 tentang “Tarif Angkutan Penyeberangan Lintas Antar Provinsi” dengan kenaikan sekitar 17%.

Kebijakan bidang energi lainnya adalah melaksanakan kebijakan diversifikasi energi sebagai bagian dari kebijakan energi nasional antara lain Konversi Minyak Tanah ke LPG yang masih terus berlanjut. Kebijakan tersebut dapat menghemat dari 10 juta KL menjadi 1,7 juta KL minyak tanah atau sekitar Rp. 85 Triliun (saat ini sudah mencapai 53 juta paket dan dibutuhkan 3,4 juta paket lagi). Pada tahun 2013 ini didistribusikan sebanyak 1,7 juta paket perdana di 10 propinsi antara lain Aceh, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Beberapa kebijakan energi lainnya melalui pemenfaatan gas bumi antara lain seperti :(i) penggunaan gas bumi untuk rumah tangga pada daerah–daerah yang memiliki sumber gas dan

telah terpasang lebih dari 70.000 sambungan rumah yang tersebar di beberapa wilayah seperti Palembang, Surabaya, Sidoarjo, Depok, Bekasi, Tarakan, Sengkang, Bontang, Rusun Jabodetabek, Prabumulih, Jambi, Sorong, Blora, Ogan Ilir, dan Subang. Hal ini dimungkinkan terjadinya Daerah Mandiri Energi (DME).

(ii) Konversi BBM ke BBG telah terpasang sekitar 5.000 kendaraan yang sudah menggunakan gas pada tahun 2012, dimungkinkan adanya penghematan sekitar Rp. 270 Miliar/tahun yang akan terus dipacu untuk berkembang dengan adanya pembangunan SPBG dan penyediaan Konverter Kit oleh Pemerintah.

Kebijakan sektoral lainnya yang berdampak pada inflasi adalah kebijakan ketenagakerjaan khususnya terkait dengan penetapan Upah Minimum. Pada tahun 2013, Pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2013 tentang “Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja” yang dikeluarkan pada 1 November 2013. Inpres tersebut mengatur beberapa ketentuan terkait pengupahan, yaitu: (i) Upah Minimum (UM) < Kebutuhan Hidup Layak (KHL) maka kenaikan UM dibedakan antara industri padat karya dgn industri lainnya, sementara untuk (ii) UM ≥ KHL maka kenaikan UM ditetapkan bipartit. Dalam Inpres tersebut juga disebutkan perlunya menetapkan dan mengumumkan UMP yang dilakukan secara serentak di seluruh provinsi setiap tanggal 1 November.

Dalam tataran implementasi, rata-rata kenaikan Upah Minimum tahun 2014 yang telah diputuskan pada akhir 2013 adalah di kisaran 15%. Penetapan upah minimum tersebut didasarkan pada Keputusan Kepala Daerah masing-masing. Secara umum, kenaikan upah minimum pada tahun 2014 tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi pada tahun 2013 yang secara rata-rata tertimbang (berdasar bobot kota dalam basket inflasi) adalah di kisaran 30%. Kenaikan upah yang relatif moderat tersebut disebabkan oleh level upah minimum di beberapa daerah yang telah melampaui KHL dan beberapa daerah lainnya telah mendekati angka KHL.

Page 53: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201334

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

2.2.1. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Kebijakan fiskal dalam fungsi alokasi dimaksudkan untuk mendukung pembangunan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memantapkan pengelolaan keuangan negara, serta mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Terkait dengan fungsi distribusi, kebijakan fiskal berfungsi mendistribusikan pendapatan nasional dalam upaya mencapai tujuan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, kebijakan fiskal dapat

NO. PROPINSI UMP (Rp) 2013 UMP (Rp) 2014 % Perubahan

1 D.I. Aceh 1,550,000 1,750,000 12.90

2 Sumatera Utara 1,375,000 1,505,850 9.52

3 Sumatera  Barat 1,350,000 1,490,000 10.37

4 Riau 1,400,000 1,700,000 21.43

5 Kepulauan Riau 1,365,087 1,665,000 21.97

6 Jambi 1,300,000 1,502,300 15.56

7 Sumatera Selatan 1,630,000 1,825,000 11.96

8 Bangka Belitung 1,265,000 1,640,000 29.64

9 Bengkulu 1,200,000 1,350,000 12.50

10 Lampung 1,150,000 1,399,037 21.66

11 Jawa Barat 850,000 1,000,000 17.65

12 DKI Jakarta 2,200,000 2,441,301 10.97

13 Banten 1,170,000 1,325,000 13.25

14 Jawa Tengah 830,000 910,000 9.64

15 D.I. Yogyakarta 947,114 988,500 4.37

16 Jawa Timur 866,250 1,000,000 15.44

17 N T B 1,100,000 1,210,000 10.00

18 N T T 1,010,000 1,400,000 38.61

19 Kalimantan Barat 1,060,000 1,380,000 30.19

20 Kalimantan Selatan 1,337,500 1,620,000 21.12

21 Kalimantan Tengah 1,550,000 1,723,970 11.22

22 Kalimantan Timur 1,752,073 1,886,315 7.66

23 Maluku 1,275,000 1,415,000 10.98

24 Gorontalo 1,175,000 1,325,000 12.77

25 Sulawesi Utara 1,550,000 1,900,000 22.58

26 Sulawesi Tenggara 1,125,207 1,400,000 24.42

27 Sulawesi Tengah 995,000 1,250,000 25.63

28 Sulawesi Selatan 1,440,000 1,800,000 25.00

29 Sulawesi Barat 1,165,000 1,400,000 20.17

30 Irian Jaya 1,710,000 1,900,000 11.11

31 Irian Jaya Barat 1,720,000 1,870,000 8.72

Simple Average 16.74

Weighted Average (berdasar bobot kota di basket inflasi) 14.67

Tabel 2.2. Kenaikan Upah Minimum untuk Tahun 2014 (Keputusan Tahun 2013)

Page 54: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 35

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

dipergunakan untuk memengaruhi sektor-sektor atau kegiatan ekonomi untuk menyeimbangkan pertumbuhan pendapatan antar-sektor ekonomi, antar-daerah, atau antar-golongan pendapatan. Dalam rangka fungsi stabilisasi, kebijakan fiskal diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memberi stimulasi kepada perekonomian untuk tumbuh lebih optimal. Namun demikian, fungsi strategis kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian nasional, tidak dapat dipisahkan dari kebijakan moneter dan sektor riil, sehingga kesuksesan pembangunan nasional merupakan sinergi dari kebijakan-kebijakan tersebut.

Dalam APBN tahun 2013, kebijakan fiskal terkait pengendalian inflasi antara lain diarahkan dalam rangka meningkatkan ketahanan energi, ketahanan pangan serta pembangunan infrastruktur. Adapun sasaran prioritasnya adalah: (a) peningkatan daya tahan ekonomi melalui peningkatan ketahanan pangan menuju pencapaian swasembada bahan pangan pokok; (b) peningkatan dan perluasan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pembangunan sumber daya manusia serta percepatan pembangunan infrastruktur; (c) terjaganya stabilitas harga bahan pangan dalam negeri dan terjaminnya penyaluran bahan pangan bagi masyarakat golongan ekonomi kurang mampu dengan harga yang relatif terjangkau; serta (d) peningkatan ketahanan energi nasional melalui upaya peningkatan rasio elektrifikasi dan percepatan konversi energi.

Beberapa kebijakan di bidang harga yang diimplementasikan selama tahun 2013 telah mendorong peningkatan laju inflasi komponen administered prices. Kebijakan utama di bidang harga tahun 2013 ditujukan untuk mengurangi tekanan fiskal yang bersumber dari kenaikan beban subsidi energi yang semakin meningkat. Hal ini tercermin dari keputusan pemerintah, atas persetujuan DPR, untuk melaksanakan kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi serta mengurangi subsidi listrik bagi golongan tertentu. Pada tanggal 22 Juni 2013, Pemerintah secara resmi mengumumkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi melalui penetapan Keputusan Menteri ESDM No. 07.PM/12/MEM/2013 tentang Penyesuaian Harga Jual Eceran BBM Bersubsidi, dengan rincian harga bensin premium (gasoline ron 88) menjadi Rp6.500 per liter dan minyak solar (gas oil) Rp5.500 per liter. Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi ini menjadi pilihan terakhir pemerintah dalam upaya untuk: (i) mengurangi beban fiskal (fiscal burden) mengingat beban subsidi energi semakin meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, yang berdasarkan perhitungan untuk tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp297 triliun; (ii) memperbaiki posisi neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang terus mengalami tekanan sejak tujuh kuartal terakhir sebagai dampak meningkatnya defisit neraca minyak dan gas bumi (migas); (iii) mengalihkan beban alokasi subsidi energi kepada peningkatan alokasi belanja modal dan alokasi pembangunan infrastruktur sehingga mendukung upaya pemerintah dalam rangka peningkatan pembangunan sarana, prasarana serta konektivitas antar wilayah di Indonesia; serta (iv) peningkatan insentif bagi pengembangan sumber energi alternatif, khususnya sumber energi terbarukan.

Dalam upaya untuk meminimalkan dampak negatif kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah telah menyiapkan beberapa paket kebijakan dan program perlindungan sosial. Sebagai tahap awal, pemerintah telah menyiapkan alokasi anggaran setara Rp9,3 triliun yang merupakan paket Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) untuk sekitar 15,5 juta keluarga miskin dengan ketentuan masing-masing diberikan sebesar Rp 150 ribu per keluarga per bulan selama empat bulan. Selain BLSM, pemerintah juga telah menyiapkan program-program perlindungan sosial diantaranya pemberian beras untuk masyarakat miskin (raskin) sebanyak

Page 55: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201336

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

15kg dalam sebulan dua kali bagi 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS). Pemerintah juga telah menyiapkan bantuan untuk pendidikan siswa masyarakat miskin sebanyak 13,5 juta siswa serta melanjutkan kebijakan Program Keluarga Harapan (PKH).

Selain kenaikan harga BBM bersubsidi, pada tahun 2013, pemerintah atas persetujuan DPR juga menetapkan kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 30 Tahun 2012 tanggal 21 Desember 2012 telah menetapkan kebijakan penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) 2013 untuk golongan tarif pelanggan PT PLN dengan daya tersambung 1300 VA ke atas. Penyesuaian tarif listrik dilaksanakan secara bertahap setiap 3 bulan, dengan rata-rata kenaikan sebesar 4,3% atau secara total rata-rata sebesar 15% setahun dan efektif diberlakukan sejak 1 Januari 2013 pukul 00.00. Kebijakan kenaikan TTL ini mengecualikan golongan tarif dengan daya tersambung 450 dan 900 VA yang secara nasional berjumlah 38,8 juta pelanggan atau 79% dari total 49,1 juta pelanggan PT PLN. Dengan kebijakan kenaikan TTL secara bertahap tersebut diharapkan PT PLN dapat meningkatkan rasio elektrifikasi sehingga dapat melakukan penyambungan pelanggan baru sekitar 3,2 juta pelanggan untuk tahun 2013. Selain itu, PT PLN juga dituntut untuk secara kontinyu melakukan upaya efisiensi dalam operasi, antara lain dengan penurunan susut jaringan serta perbaikan bauran energi (energy mix) dengan mengurangi penggunaan BBM untuk pembangkit.

Sesuai dengan amanat Roadmap Industri Hasil Tembakau (IHT) tahun 2009, pemerintah terus berupaya untuk melakukan pembatasan kuota produksi rokok nasional. Kuota produksi sebesar maksimal 265 miliar batang per tahun dan menurun secara gradual hingga mencapai 260 miliar batang pada 2015. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mengurangi peningkatan permintaan dan konsumsi rokok nasional, mengingat secara historis konsumsi rokok dalam perhitungan inflasi nasional merupakan terbesar kedua setelah bahan pangan pokok, beras. Kebijakan pengendalian peningkatan jumlah permintaan dan konsumsi rokok nasional ditujukan untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat, sehingga ke depan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan roadmap IHT 2009, untuk tahun 2013 pemerintah melalui PMK Nomor 179/PMK.011/2012 tanggal 25 Desember 2012 menerapkan kebijakan kenaikan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 8,5% yang disertai dengan upaya penyederhanaan struktur dan golongan tarif menuju single tariff.

Selain itu, dalam rangka mendukung komitmen pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah menetapkan kebijakan kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok bagi PNS, TNI dan Polri. Kenaikan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013 sebesar rata-rata 7%. Selain itu, secara nasional pemerintah juga menetapkan kebijakan kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kotamadya (UMK). Kebijakan kenaikan pendapatan tersebut diiringi oleh penetapan kebijakan untuk mendorong peningkatan konsumsi masyarakat melalui penetapan kebijakan kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2013, pemerintah meningkatkan PTKP dari Rp 1.320.000,- per bulan atau Rp 15.840.000,- per tahun menjadi Rp 2.025.000,- per bulan atau setara Rp 24.300.000,- per tahun. Kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya serta mempertahankan tingkat konsumsinya.

Page 56: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 37

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Beberapa kebijakan di bidang harga yang juga memperngaruhi laju inflasi sepanjang tahun 2013 antara lain adalah: (i) kelanjutan kebijakan kenaikan harga jual gas hulu sebesar 15% pada tanggal 1 April 2013 sebagai lanjutan kebijakan kenaikan tahun sebelumnya; (ii) kenaikan tarif tol pada 14 ruas tol nasional sebesar rata-rata 15% yang mulai berlaku secara beragam antara 11 Oktober hingga 5 Desember 2013 sesuai dengan prasyarat standar pelayanan minimum (SPM) yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa layanan jalan tol; serta (iii) kenaikan harga jual elpiji 12kg mulai 1 Desember 2013 seiring perubahan kebijakan PT Pertamina dalam sistem distribusinya yang mengakibatkan adanya pengalihan biaya distribusi dan filling kepada konsumen.

Tabel 2.3. Kebijakan Fiskal Tahun 2013

Kebijakan terkait Pengendalian Inflasi

Pada level daerah, pengendalian inflasi turut didorong melalui penyaluran Dana Insentif Daerah (DID), yang salah satunya menggunakan kriteria laju inflasi yang rendah dalam mendukung kinerja ekonomi daerah. Dana yang diberikan sejak tahun 2010 ini merupakan bagian dari Dana Penyesuaian dalam Transfer ke Daerah yang dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan dengan alokasi anggaran sebesar Rp1.387,8 miliar. Penetapan alokasi ini didasarkan atas prestasi daerah dalam mengelola kinerja keuangan daerah dan kinerja perekonomiannya.

No. Kebijakan

2011 2012 2013 2014

APBN-P LKPP %APBN-P APBN-P LKPP %APBN-P APBN-Ps/d 31 Des*

(unaudited)%APBN-P APBN

Subsidi Energi 195.3 255.6 130.9 202.4 306.5 151.4 299.8 310.0 103.4 282.1

1 Subsidi BBM 129.7 165.2 127.4 137.4 211.9 154.2 199.9 210.0 105.1 210.7

2 Subsidi Listrik 65.6 90.4 137.8 65.0 94.6 145.5 100.0 100.0 100.0 71.4

Subsidi Non Energi 41.9 39.7 94.7 42.7 39.9 93.4 48.3 45.0 93.2 51.6

3 Subsidi Pangan 15.3 16.5 107.8 20.9 19.1 91.4 21.5 20.3 94.5 18.8

4 Subsidi Pupuk 18.8 16.3 86.7 14.0 14 100.0 17.9 17.6 98.2 21.0

5 Subsidi Benih 0.1 0.1 100.0 0.1 0.1 60.0 1.5 0.4 28.5 1.6

6 Subsidi PSO 1.8 1.8 100.0 2.2 1.9 86.4 1.5 1.5 99.8 2.2

7 Subsidi Pajak 4.0 3.4 85.0 4.3 3.7 86.0 4.6 4.0 86.8 4.7

8 Kredit Program 1.9 1.5 78.9 1.3 1.1 84.6 1.2 1.1 90.3 3.2

Total Subsidi 237.2 295.3 124.5 245.1 346.4 141.3 348.1 355.0 102.0 333.7

Dalam Triliun Rp.

Page 57: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201338

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Tabel 2.4. Rangkuman Kebijakan Administered Prices Tahun 2013

Kebijakan Pemberlakuan Besaran Keterangan

Kenaikan Tarif Cukai Rokok 25 Desember 2012 Rata-rata 8,5 persen

PMK No. 179/PMK.011/2002 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau dengan besaran bervariasi dengan rata-rata sebesar 8,5%, tergantung jenis rokok (SKM,SKT dan SPM) dan Golongan (I, II, III) sesuai dengan roadmap industri hasil tembakau (IHT) tahun 2009, disertai dengan pembatasan jumlah produksi dan penyederhanaan golongan menjadi 15 golongan

Kenaikan Tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap tiap kuartal

1 Januari 2013 Rata-rata sebesar 4,3 persen

Peraturan Menteri ESDM No. 30 Tahun 2012 tentang penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) 2013 untuk golongan tarif pelanggan PT PLN dengan daya tersambung 1300 VA ke atas

Kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) 1 Januari 2013

PMK-162 /PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012 yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2013, pemerintah meningkatkan PTKP dari Rp. 1.320.000,- per bulan atau Rp. 15.840.000,- per tahun menjadi Rp. 2.025.000,- per bulan atau setara Rp. 24.300.000,- per tahun

Kenaikan Gaji Pokok dan Pensiun Pokok bagi PNS, TNI dan Polri

1 Januari 2013 Rata-rata 7 persen -

Kenaikan UMP dan UMK 1 Januari 2013 Rata-rata nasional 18,3 persen -

Kenaikan Harga Gas Hulu 1 April 2013 15 persen

Lanjutan Kenaikan harga gas secara bertahap untuk hulu dan hilir, sebesar 15% per 1 April 2013, melanjutkan kebijakan sebelumnya pada 1 September 2012

Kenaikan Harga BBM bersubsidi 22 Juni 2013 Rata-rata sebesar 33,3 persen

Keputusan Menteri ESDM No.0PM/12/MEM/2013 tentang Penyesuaian Harga Jual Eceran BBM bersubsidi, dengan rincian harga bensin premium (gasoline ron 88) menjadi Rp. 6.500 per liter dan minyak solar (gas oil) Rp. 5.500 per liter

Kenaikan Tarif Angkutan 24 Juni 2013 Rata-rata sebesar 15 persen

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 63/2013 tentang Tarif Angkutan Penyeberangan Lintas Antar Propinsi serta Pemenhub Nomor PM64/2013 tentang Tarif Dasar Batas Atas dan Batas Bawah Angkutan Penumpang Antarkota Antarprovinsi Kelas Ekonomi di Jalan dengan Mobil Bus Umum

Kenaikan Tarif Tol pada 14 ruas tol nasional

Bervariasi antara 11 Oktober hingga 18 Desember 2013 Rata-rata sebesar 15 persen

Kenaikan tarif tol pada 14 ruas tol nasional sebesar rata-rata 15% yang mulai berlaku secara beragam antara 11 Oktober hingga 5 Desember 2013 sesuai dengan prasyarat standar pelayanan minimum (SPM) yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa layanan jalan tol

Kenaikan Harga Gas Elpiji 12 kg 1 Desember 2013

Kenaikan harga gas jual elpiji 12kg seiring perubahan kebijakan PT Pertamina dalam sistem distribusinya yang mengakibatkan adanya pengalihan biaya distribusi/biaya angkut gas elpiji dan refiling kepada konsumen sehingga ada tambahan biaya Rp. 4.500 - Rp. 8.000 per tabung

Page 58: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 39

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Boks 2.1.

REVIEW DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN STABILISASI HARGA PANGAN

Perkembangan harga pangan dalam beberapa waktu terakhir selalu mengalami gejolak dengan intensitas yang sangat tinggi, yang dipicu oleh beberapa komoditas, seperti daging sapi dan komoditas hortikultura (aneka bawang dan cabai). Kenaikan harga yang tinggi terjadi secara merata di seluruh wilayah. Selain masalah klasik seperti distribusi, tata niaga dan faktor musiman, gejolak harga pangan juga dipicu oleh lemahnya kebijakan sehingga implementasinya belum sesuai harapan.

Tingginya inflasi pangan pada 2013 selain disebabkan oleh dampak kenaikan harga BBM bersubsidi juga karena adanya gangguan pasokan yang telah terjadi sejak awal tahun. Gangguan pasokan sejak awal tahun terjadi karena adanya anomali cuaca yang mengganggu pasokan dalam negeri dan terkendalanya implementasi kebijakan pengendalian impor hortikultura yang mengganggu pasokan impor. Gejolak harga pangan tercermin dari kenaikan harga sejumlah komoditas yang sangat tinggi. Pada tahun 2013 bawang merah, cabai merah dan daging sapi masing-masing naik sekitar 90% (yoy), 113% (yoy) dan 11% (yoy). Secara keseluruhan, laju inflasi volatile food mencapai 11,83% (yoy), jauh meningkat dari kondisi pada Desember 2012 sebesar 5,68% (yoy).

CommoditiesDec-13

%,yoy Contribution (%, yoy)

InflationShallot 90.03 0.38Red Chili 113.36 0.31Rice 3.38 0.20Orange 18.17 0.11Pb.Chicken Meat 7.85 0.11Beaf 11.13 0.11Apple 33.44 0.08Potatos 33.44 0.07Tofu 14.91 0.07Birds Eye Chili 46.78 0.07Instant Noodle 11.89 0.06

DeflationGarlic -22.22 -0.07Carrot -4.90 -0.01Source : BPSGrafik 1. Disagregasi Inflasi 2013

Tabel 1. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food

Untuk mengendalikan gejolak harga pangan, Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang pada intinya merupakan penyempurnaan prosedur impor, relaksasi impor dan penetapan harga referensi untuk beberapa komoditas hortikultura dan daging sapi. Meskipun demikian, masih terdapat peluang untuk menyempurnakan kebijakan-kebijakan tersebut. Kebijakan stabilitas harga ini menjadi semakin penting mengingat untuk mencapai sasaran inflasi sebesar 4,5% ± 1% pada tahun 2014, diperlukan inflasi volatile food yang kembali normal di level sekitar 6%-7% (yoy), melambat dari kondisi saat ini yang masih berada di level tinggi (11,83%, yoy).

37

Boks 2.1.

REVIEW DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN STABILISASI HARGA PANGAN

Perkembangan harga pangan dalam beberapa waktu terakhir selalu mengalami gejolak dengan intensitas yang sangat tinggi, yang dipicu oleh beberapa komoditas, seperti daging sapi dan komoditas hortikultura (aneka bawang dan cabai). Kenaikan harga yang tinggi terjadi secara merata di seluruh wilayah. Selain masalah klasik seperti distribusi, tata niaga dan faktor musiman, gejolak harga pangan juga dipicu oleh lemahnya kebijakan sehingga implementasinya belum sesuai harapan.

Tingginya inflasi pangan pada 2013 selain disebabkan oleh dampak kenaikan harga BBM bersubsidi juga karena adanya gangguan pasokan yang telah terjadi sejak awal tahun. Gangguan pasokan sejak awal tahun terjadi karena adanya anomali cuaca yang mengganggu pasokan dalam negeri dan terkendalanya implementasi kebijakan pengendalian impor hortikultura yang mengganggu pasokan impor. Gejolak harga pangan tercermin dari kenaikan harga sejumlah komoditas yang sangat tinggi. Pada tahun 2013 bawang merah, cabai merah dan daging sapi masing-masing naik sekitar 90% (yoy), 113% (yoy) dan 11% (yoy). Secara keseluruhan, laju inflasi volatile food mencapai 11,83% (yoy), jauh meningkat dari kondisi pada Desember 2012 sebesar 5,68% (yoy).

Grafik 1. Disagregasi Inflasi 2013 Tabel 1. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok

Volatile Food

Untuk mengendalikan gejolak harga pangan, Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang pada intinya merupakan penyempurnaan prosedur impor, relaksasi impor dan penetapan harga referensi untuk beberapa komoditas hortikultura dan daging sapi. Meskipun demikian, masih terdapat peluang untuk menyempurnakan kebijakan-kebijakan tersebut. Kebijakan stabilitas harga ini menjadi semakin penting mengingat untuk mencapai sasaran inflasi sebesar 4,5% ± 1% pada tahun 2014, diperlukan inflasi volatile food yang kembali normal di level sekitar 6%-7% (yoy), melambat dari kondisi saat ini yang masih berada di level tinggi (11,83%, yoy).

Tabel 2. Daftar Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan HORTIKULTURA

Ketentuan Ringkasan Materi

Undang-Undang (UU) No.13 Tahun 2010 tanggal 26 Oktober 2010

Pasal 88 : Pertimbangan impor hortikultura: Keamanan pangan, ketersediaan pasokan dalam negeri, produksi dan konsumsi dalam negeri dan syarat kemasan, label dan mutu.

Pasal 90 : Kewajiban Pemerintah dan pelaku menjaga ketersediaan komoditas hortikultura.

Permentan No. 88, 89, 90 Tahun 2011 tanggal 14 Desember

Pengaturan Hortikultura : Aspek keamanan pangan (toleransi cemaran); Titik masuk impor (penyempitan jadi 4 titik) yakni Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Pelabuhan Belawan, Medan, Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makasar.

CPICoreAdministered PricesVolatile Food

-10

16.65

11.83

8.38

4.98

-4

2

8

14

20

%,yoy

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Page 59: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201340

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Ketentuan Ringkasan Materi

Undang-Undang (UU) No.13 Tahun 2010 tanggal 26 Oktober 2010

Pasal 88: Pertimbangan impor hortikultura: Keamanan pangan, ketersediaan pasokan dalam negeri, produksi dan konsumsi dalam negeri dan syarat kemasan, label dan mutu.

Pasal 90: Kewajiban Pemerintah dan pelaku menjaga ketersediaan komoditas hortikultura.

Permentan No. 88, 89, 90 Tahun 2011 tanggal 14 Desember 2011

Pengaturan Hortikultura : Aspek keamanan pangan (toleransi cemaran); Titik masuk impor (penyempitan jadi 4 titik) yakni Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Pelabuhan Belawan, Medan, Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makasar.

Permendag No. 60/M-DAG/PER/9/2012, tanggal 21 September 2012

Ketentuan Impor Produk Hortikulturaa. Pelaku Impor: Importir Terdaftar (IT) /Importir Produsen (IP), harus

mendapat SPI (Surat Persetujuan Impor) dan RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura)

b. Distribusi: Harus melalui distributor

Permentan No.60/OT.140/9/2012, tanggal 26 September 2012

Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH)a. Syarat dan tata cara mendapat RIPH

b. Kewajiban Importir

c. Pengawasan dan Sanksi

Cakupan Permentan dan Permendag: 57 Produk (Pos Tarif ) Hortikultura, 20 diantaranya produk segar. Dari 20 produk segar tersebut, 13 ditutup impornya untuk Semester I-2013.

Permentan No. 47 Tahun 2013, tanggal 19 April 2013 (Revisi Permentan No. 60/2012)

Prosedur RIPH online (INATRADE)

Proses RIPH = 7 hari

RIPH bersifat semesteran

Tim RIPH adalah lintas kementerian dan lembaga

Permendag No.16 Tahun 2013, tanggal 22 April 2013 (Revisi Permendag 60/M-DAG/PER/9/ 2012)

Permohonan IP/IT dan SPI onlinePengecualian beberapa komoditas (bawang putih, kubis, dsb) dalam pengaturan imporKartu Kendali Realisasi Impor

Cakupan Permentan dan Permendag: Berkurang dari 57 Pos Tarif menjadi 39 Pos Tarif Hortikultura, 15 diantaranya produk segar. Dari 15 produk segar tersebut, tidak ada penutupan impor pada Semester II-2013.

Paket Kebijakan Stabilisasi Ekonomi, 23 Agustus 2013:

a. Permendag No. 47/M-DAG/PER/8/ 2013, tanggal 30 Agustus 2013

Permendag: merubah dan menyempurnakan Permendag No.16/2013

a. Ijin impor cabai dan bawang merah untuk konsumsi dapat diajukan sewaktu-waktu dengan menggunakan harga referensi yang akan ditetapkan oleh Tim Pemantau Harga Produk Hortikultura. Harga referensi akan dievaluasi sewaktu-waktu oleh Tim tersebut. Ijin impor berlaku selama 3 bulan.

Tabel 2. Daftar Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan

HORTIKULTURA

Page 60: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 41

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Ketentuan Ringkasan Materi

Permendag No.22/M-DAG/PER/5/2013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan tanggal 28 Mei 2013.

a. Ijin satu atap (INATRADE).b. Impor prime cut tidak menggunakan kuota, untuk industri, hotel,

restoran.c. Pemerintah dapat menunjuk BUMN mengimpor untuk pasar ritel.

Kepmendag No. 699/M-Dag/Kep/7/2013 tentang Stabilisasi Harga Daging Sapi tanggal 18 Juli 2013.

a. Menambah pasokan sapi dengan mengimpor dalam jumlah cukup dilakukan secara bertahap untuk tujuan stabilisasi harga daging sapi.

b. Impor dilakukan oleh industri pemotongan hewan, feedlotter yang terintegrasi dan Rumah Potong Hewan.

c. Jumlah sapi yang dapat diimpor ditetapkan oleh Mendag dengan mempertimbangkan kapasitas kandang, gudang penyimpanan, kapasitas pemotongan dan bukti kesiapan pengadaan dan pengiriman sapi siap potong.

d. Sapi yang diimpor harus segera dipotong dan didistribusikan ke pengecer dengan harga yang sesuai dengan program pemerintah.

e. Importir wajib melaporkan setiap realisasi impor dan realisasi pemotongan sapi siap potong setiap hari.

f. Keputusan berlaku 18/7-31/12

Permentan No. 84/2013 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan dan/atau Olahannya. Berlaku mulai 29 Agustus 2013.

a. Pemasukan dapat dilakukan oleh pelaku usaha, lembaga sosial atau perwakilan negara asing, BUMN bidang pangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan dan stabilitas harga.

b. Penggunaan karkas, daging dan/atau jeroan untuk industri, hotel, resoran, katering dan keperluan khusus lainnya.

c. Pemasukan daging olahan untuk hotel, restoran, katering, industri, keperluan khusus lainnya dan pasar modern.

d. Penggunaan daging impor oleh BUMN untuk pemenuhan kebutuhan dan kegiatan operasi pasar.

e. Permohonan rekomendasi diajukan bulan Desember, Maret, Juni, September dan berlaku selama 1 tahun.

DAGING SAPI

b. Ijin impor produk hortikultura lainnya diajukan menggunakan sistem periodisasi : Desember periode t-1 untuk Semester I, Juni periode t untuk Semester II. Ijin berlaku hingga 6 bulan.

c. Kewajiban realisasi impor minimum 80% dari persetujuan impor setiap periode. Penalti berupa pembekuan IT.

b. Permentan No.86/OT.140/8/2013, tanggal 30 Agustus 2013

Permentan: mengganti Permentan No. 47/2013a. Impor cabai dan bawang merah untuk konsumsi didasarkan

pada harga referensi .

b. Impor produk hortikultura lainnya dilaksanakan : di luar masa sebelum panen raya, selama panen raya dan sesudah panen raya dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan Mentan dan disampaikan kepada Mendag.

c. RIPH hanya menyangkut GAP dan food safety, tidak mencantumkan volume impor.

d. Ijin produk hortikultura Juli-Desember 2013 telah diterbitkan dan tetap berlaku s.d. Desember 2013.

Page 61: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201342

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Ketentuan Ringkasan Materi

Permendag No.46/2013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan. Berlaku mulai 2 September 2013.

a. Permohonan persetujuan impor hewan dan produk hewan dibagi menjadi 4 triwulan.

b. IT hewan dan produk hewan yg telah mendapat Persetujuan Impor wajib merealisasikan minimum 80% dari akumulasi PI selama 1 tahun.

c. Pelaksanaan impor daging sapi jenis secondary cut ditunda apabila harga daging sapi jenis secondary cut di bawah harga referensi sebesar Rp.76000/kg.

d. Karkas, daging dan atau jeroan diimpor untuk industri, hotel, restoran dan katering.

e. Pemerintah dapat menunjuk BULOG untuk impor hewan dan produk hewan dalam rangka menjaga ketahanan pangan.

f. Pemasukan impor prime cuts dapat dilakukan di semua pelabuhan.

Ketentuan Ringkasan Materi

Permendag No. 51/M-DAG/PER/9/2013, tanggal 20 September 2013 tentang Pencabutan Permendag No.23/2013 dan No. 45/2013.

a. Menghapus Program Stabilisasi Harga Kedelai.

b. Persyaratan IP, IT dan SPI dihapus. Pengaturan tataniaga impor kedelai kembali menggunakan persyaratan Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) dan perdagangannya sesuai mekanisme pasar.

c. Harga Beli Petani tetap berlaku hingga 30 Sep 2013; Harga Jual Pengrajin tetap berlaku hingga 10 Okt 2013.

d. Menerapkan mekanisme kewajiban bagi importir/perusahaan untuk melaporkan penyaluran kedelai impor di dalam negeri setiap bulan.

e. Membentuk Tim melalui Kepmendag No. 990/M-DAG/KEP/9/2013 tentang Tim Teknis Kedelai yang bertugas merumuskan penetapan HBP.

Permendag No. 52/M-DAG/PER/9/ 2013, tanggal 20 September 2013 tentang Pengamanan Harga Kedelai di Tingkat Petani dan Penyaluran Kedelai di Tingkat Pengrajin.

KEDELAI

Beberapa permasalahan yang masih mengemuka dari ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:1. Bawang Merah dan Cabai: Belum ada kesesuaian pintu masuk impor dengan lokasi

gejolak harga. Pembatasan pintu masuk impor meningkatkan biaya distribusi.

2. Hortikultura lainnya: Pembatasan pintu masuk impor meningkatkan biaya distribusi. Waktu panen setiap komoditas berbeda sehingga monitoring timing impor menjadi penting.

3. Daging Sapi: Harga referensi saat ini (Rp76000/kg) tidak sesuai dengan kenaikan biaya produksi. Harga referensi hanya untuk daging jenis secondary cut. Ketepatan waktu

Page 62: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 43

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

intervensi sangat tergantung pada akurasi proyeksi harga 2 bulan kedepan. Prosedur evaluasi harga harus diperjelas, termasuk koridor deviasi harga yang ditoleransi. Penegakan sanksi pembekuan/pencabutan sebagao importir akibat pelanggaran kewajiban realisasi impor perlu dipertegas.

4. Kedelai: Risiko tekanan dari eksternal masih tinggi. Dominasi importir menyebabkan distorsi harga.

Beberapa rekomendasi yang telah disampaikan kepada Pemerintah melalui High Level Meeting TPI pada tanggal 6 Desember 2013 adalah sebagai berikut:1. Meningkatkan efektivitas instrumen stabilisasi harga daging sapi melalui penetapan

harga referensi berdasarkan pendekatan cost structure dan mengubah trigger impor dari proyeksi harga 2 bulan ke depan menjadi deviasi antara harga aktual dengan harga referensi.

2. Memperbaiki perencanaan impor bekerjasama dengan negara-negara produsen yang jenis dan kualitas komoditasnya sesuai dengan selera konsumen Indonesia.

3. Kebijakan stabilisasi harga perlu didukung kerja sama antar daerah dan antar sektor.

4. Memperkuat peran BULOG dalam stabilisasi harga hingga terbentuknya lembaga ketahanan pangan sesuai UU Pangan melalui:

a. Perluasan peran BULOG dalam stabilisasi harga ke komoditas grain termasuk penguatan operasi pasar kedelai.

b. Mengoptimalkan penggunaan dana Cadangan Stabilisasi Harga Pangan (CSHP) dalam APBN untuk mendukung stabilisasi harga pangan melalui penguatan dasar hukum dan penajaman ruang lingkup penggunaan anggaran.

Page 63: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201344

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Page 64: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 45

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

PRAKIRAAN INFLASI

BAB III

Page 65: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201346

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

PRAKIRAAN INFLASI

Inflasi tahun 2014 diprakirakan dapat kembali dalam rentang sasaran sebesar 4,5±1%, dengan dukungan koordinasi kebijakan yang semakin baik. Perekonomian global diperkirakan dalam tren yang membaik dan diikuti dengan prakiraan volume perdagangan dunia yang terus meningkat. Dengan kinerja perekonomian dunia yang menguat secara gradual, harga komoditas global diperkirakan akan sedikit mengalami peningkatan. Di sisi domestik, tekanan inflasi dari sisi permintaan diprakirakan relatif moderat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang masih berada di bawah tingkat potensialnya dan utilisasi kapasitas yang secara historis masih di level rendah. Namun perlu diwaspadai sejumlah potensi cost-push yang bersumber antara lain dari dampak pelemahan nilai tukar yang belum sepenuhnya ditransmisikan ke harga jual, kenaikan TTL industri dan kenaikan harga LPG 12 kg. Selain itu, terdapat beberapa faktor risiko yang berpotensi dapat meningkatkan tekanan inflasi tahun 2014. Risiko dari administered prices terutama bersumber dari kemungkinan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kenaikan TTL yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan upaya pemerintah menjaga sustainabilitas fiskal dan defisit neraca pembayaran. Risiko lainnya adalah kemungkinan gejolak harga pangan mempertimbangkan prakiraan cuaca dari BMKG pada triwulan I yang curah hujannya cenderung di atas normalnya. Dengan kondisi tersebut, diperlukan dukungan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, fiskal dan sektoral serta koordinasi yang semakin baik antara Bank Indonesia dan Pemerintah.

3.1. ASUMSI YANG DIGUNAKAN

Kinerja perekonomian global pada tahun 2014 diperkirakan membaik didorong oleh pemulihan ekonomi di negara maju. Aktivitas perekonomian AS diprakirakan akan menunjukkan tren kinerja yang tetap membaik, ditandai dengan permintaan domestik yang terus menguat. Kondisi yang sama diprakirakan juga terjadi di kawasan Euro. Di sisi lain, perekonomian Jepang diperkirakan tumbuh melambat sebagai respons terhadap pengetatan fiskal di 2014. Di negara berkembang, China menghadapi perlambatan pertumbuhan seiring dengan proses transisi menuju pertumbuhan yang lebih seimbang dan berkelanjutan. Kecenderungan membaiknya perekonomian dunia tersebut diikuti dengan prakiraan volume perdagangan dunia yang terus meningkat. Lebih lanjut, dengan kinerja perekonomian dunia yang semakin menguat, penurunan harga komoditas nonmigas juga diperkirakan akan tertahan. Proses pemulihan ekonomi di negara maju tersebut akan diikuti dengan pengetatan kebijakan moneter.

Dari sisi domestik, kebijakan fiskal tahun 2014 diarahkan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan, melalui pelaksanaan kebijakan fiskal yang sehat dan efektif. Strategi yang ditempuh dalam kebijakan fiskal adalah dengan tetap memberikan ruang bagi pengambilan kebijakan stimulus fiskal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan pemerataan hasil pembangunan nasional dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang akan ditempuh adalah (1) memberikan insentif fiskal untuk kegiatan ekonomi strategis; (2) mendorong pembangunan infrastruktur; (3) meningkatkan kinerja BUMN dalam mendukung pembangunan infrastruktur, pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah (KUMKM); serta (4) memanfaatkan utang untuk belanja produktif. Strategi kebijakan fiskal 2014 diarahkan untuk menyeimbangkan konsolidasi dan stimulus fiskal. Arah kebijakan tersebut terlihat dari penetapan defisit APBN 2014 sebesar Rp175,4 triliun atau 1,69% dari PDB.

Page 66: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 47

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

3.2. PRAKIRAAN INFLASI

Inflasi tahun 2014 diprakirakan akan cenderung menurun dan berada dalam rentang sasaran inflasi sebesar 4,5% ± 1%, dengan dukungan koordinasi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah. Dengan telah berlalunya dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2013, maka inflasi pada tahun 2014 diperkirakan akan menurun. Dari eksternal, tekanan inflasi diprakirakan masih relatif rendah meskipun harga-harga komoditas internasional sedikit meningkat seiring dengan perbaikan perekonomian dunia yang berlangsung secara gradual dan adanya potensi passthrough dari depresiasi rupiah yang telah ditahan di tahun 2013. Dari domestik, tekanan inflasi dari sisi permintaan diprakirakan relatif moderat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tumbuh di bawah tingkat potensialnya dan masih rendahnya utilisasi kapasitas di tengah konsumsi rumah tangga yang meningkat. Ekspektasi inflasi diperkirakan juga tetap terjaga dengan dukungan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Prakiraan inflasi tersebut juga telah memperhitungkan potensi tingginya inflasi bahan makanan akibat gangguan cuaca terhadap produksi dan distribusi bahan makanan. Prakiraan cuaca dari BMKG di triwulan I mengindikasikan curah hujan yang di atas normalnya. Sementara itu, kebijakan harga barang dan jasa yang bersifat strategis (strategic administered prices) diperkirakan hanya sebatas kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) untuk sektor industri dan kenaikan LPG 12 kg. Secara keseluruhan, kecenderungan membaiknya prospek inflasi sejalan dengan proyeksi dari berbagai lembaga internasional yang juga memperkirakan tekanan inflasi yang menurun pada tahun 2014.

Sumber: berbagai sumber

Grafik 3.1 Perbandingan Proyeksi Inflasi

Tekanan inflasi inti tahun 2014 diprakirakan mengalami perlambatan. Terjaganya tekanan inflasi inti dari sisi eksternal terutama terkait dengan perkembangan harga komoditas global yang masih di level rendah di tengah rupiah yang diperkirakan masih mengalami depresiasi. Dari sisi domestik, tekanan inflasi inti dari sisi cost-push juga masih cukup terkendali. Sumber utama tekanan inflasi di tahun 2014 dari sisi ongkos produksi adalah kebijakan kenaikan UMP yang mencapai sekitar 14% dan rencana kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) industri yang terbatas pada golongan Industri-Besar (I-4) dan golongan Industri Menengah (I-3) yang sudah go public secara bertahap. Kenaikan TTL tersebut berpotensi mendorong kenaikan harga barang-barang hasil industri terkait meningkatnya ongkos produksi (cost-push). Sumber potensi cost-push lain adalah dampak pelemahan nilai tukar pada harga barang-barang yang mengandung komponen impor. Sebagaimana diketahui, sampai dengan akhir tahun 2013 pelaku usaha cenderung masih terbatas dalam mentransmisikan dampak pelemahan Rupiah pada harga jual dengan mempertimbangkan daya beli dan tingkat persaingan

10

8

6

4

2

0

2013 2014

OECD CF ACB WB IMF

Page 67: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201348

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

usaha. Dalam tahun 2014, dampak lanjutan akibat pelemahan Rupiah diperkirakan berlanjut. Sementara tekanan inflasi dari sisi permintaan diprakirakan masih relatif minimal. Ekspektasi inflasi meskipun sempat meningkat telah kembali menurun seiring bauran kebijakan dan koordinasi yang ditempuh oleh BI dan Pemerintah.

Inflasi dari kelompok volatile food diprakirakan cenderung menurun pada tahun 2014 meskipun terdapat prakiraan curah hujan yang kembali di atas normalnya. Inflasi volatile food yang cenderung menurun tersebut didukung oleh peningkatan produksi dan distribusi bahan makanan serta tata niaga yang lebih baik. Kondisi tersebut memerlukan komitmen kebijakan dari pemerintah dari sejak sisi hulu sampai sisi hilir, sehingga dapat menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan. Pada RAPBN 2014, Pemerintah mengalokasikan dana infrastruktur yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Anggaran infrastruktur tersebut antara lain akan dialokasikan untuk pembangunan dan perbaikan jalan/jembatan serta pembangunan waduk dan peningkatan irigasi pertanian. Selain itu, dukungan terhadap produksi pertanian juga diberikan dalam bentuk subsidi benih dan pupuk. Hal tersebut diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi dan kelancaran distribusi bahan makanan. Di sisi hilir, kebijakan pemerintah untuk stabilisasi harga konsumen, yaitu kebijakan harga referensi pada komoditas hortikultura (bawang merah dan cabai) dan daging sapi, diperkirakan mulai dapat menunjukkan dampak positif, selain kebijakan stabilisasi harga beras yang sudah berjalan lama.

Inflasi kelompok administered prices diperkirakan kembali menurun di 2014, sejalan dengan kebijakan srategis pemerintah di bidang harga yang minimal. Tekanan inflasi akibat kebijakan Pemerintah di bidang harga komoditas strategis diperkirakan bersumber dari kenaikan harga LPG 12 kg. Meskipun besaran kenaikan harga LPG 12 kg relatif moderat yaitu diputuskan sekitar Rp 1.000,-/kg, terdapat risiko lanjutan yang perlu diwaspadai yaitu meningkatnya harga jual LPG 3 kg di pasaran akibat tingginya permintaan karena efek substitusi maupun kelangkaan karena penimbunan. Terkait dengan hal tersebut, diperlukan dukungan koordinasi antar K/L.

Masih terdapat beberapa faktor risiko yang berpotensi dapat meningkatkan tekanan inflasi tahun 2014. Risiko dari administered prices terutama bersumber dari kemungkinan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kenaikan TTL yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan upaya pemerintah menjaga sustainabilitas fiskal dan defisit neraca pembayaran. Risiko lain adalah kemungkinan berlanjutnya gejolak harga pangan yang bersumber dari meningkatnya aktivitas gunung berapi di sejumlah daerah seperti yang terjadi di Sumatera Utara yang berpotensi mengganggu produksi dan distribusi di wilayah bencana dalam waktu yang cukup lama.

Page 68: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 49

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

PROGRAM KERJA TAHUN 2014

BAB IV

Page 69: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201350

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

PROGRAM KERJA TAHUN 2014

Dalam jangka pendek, permasalahan struktural yang paling menonjol dalam mengendalikan inflasi adalah permasalahan di sektor pangan serta energi. Terkait dengan hal tersebut, program kerja TPI tahun 2014 difokuskan untuk melakukan review kebijakan stabilisasi harga pangan terkini serta menyusun rekomendasi kebijakan pangan dan menyusun roadmap kebijakan energi yang mendukung pencapaian sasaran inflasi serta sustainabilitas fiskal dan neraca transaksi berjalan.

Upaya pengendalian inflasi dalam rangka membawa inflasi ke level yang lebih rendah dan stabil memerlukan pengelolaan ekspektasi inflasi yang baik. Dalam konteks tersebut diperlukan sasaran inflasi sebagai salah satu alat untuk mengarahkan atau memberikan jangkar bagi ekspektasi inflasi. Oleh karena itu, salah satu kegiatan TPI pada tahun 2014 adalah menyusun usulan sasaran inflasi tahun 2016-2018. Selain itu, dalam rangka mengelola ekspektasi inflasi, TPI juga akan memperkuat program komunikasi dengan stakeholders. Dalam konteks internal, TPI akan melakukan penguatan aspek kelembagaan serta kapasitas sumber daya manusia secara berkelanjutan.

Pengendalian inflasi masih menghadapi tantangan yang cukup berat. Selain masih adanya faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi, perkembangan inflasi di Indonesia masih dipengaruhi oleh seberapa cepat penanganan permasalahan struktural perkeonomian. Beberapa persoalan mendasar yang mendesak untuk dituntaskan antara lain: (i) masalah ketersediaan pangan, yang ditandai dengan produksi domestik beberapa komoditas pangan yang masih terbatas, (ii) masalah ketergantungan energi terutama pada minyak, di tengah produksi minyak yang cenderung menurun, (iii) permasalahan kecepatan pertumbuhan permintaan ditengah pertambahan pasokan terutama pangan yang terbatas oleh ketersediaan sumber daya dan teknologi, (iv) permasalahan struktur pasar dan tata niaga komoditas terutama pangan yang kurang efisien, (v) permasalahan asimetri informasi harga yang membuat disparitas harga lebar, (vi) permasalahan infrastruktur dan sistem logistik nasional yang menimbulkan tingginya biaya distribusi, (vii) pengendalian ekspektasi inflasi dan (viii) permasalahan kelembagaan dalam pengendalian inflasi. Dengan kondisi di atas, fokus kegiatan pengendalian inflasi (TPI di tingkat Pusat dan TPID di tingkat Daerah) pada tahun ini lebih diarahkan pada kebijakan di sisi hilir untuk sektor pangan dan energi, serta upaya memperkuat kelembagaan agar koordinasi pengendalian inflasi dapat lebih efektif.

4.1. RENCANA KEGIATAN TPI TAHUN 2014

Kegiatan pengendalian inflasi di tingkat pusat (TPI) pada tahun 2014 difokuskan pada beberapa hal yaitu (i) monitoring dan identifikasi sumber-sumber tekanan inflasi serta penyusunan rekomendasi mengenai langkah-langkah pengendalian tekanan inflasi baik dari kelompok pangan maupun administered prices, (ii) menyusun roadmap kebijakan energi yang mendukung pencapaian sasaran inflasi serta sustainabilitas fiskal dan neraca transaksi berjalan, (iii) menyusun usulan sasaran inflasi tahun 2016-2018, (iv) mengelola ekspektasi inflasi melalui penguatan program komunikasi dan (v) penguatan aspek kelembagaan dan penyelarasan kegiatan antara TPI dan Pokjanas TPID, dan (vi) penguatan kapasitas sumber daya manusia.

Page 70: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 51

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

4.1.1. Monitoring, Identifikasi dan Penyusunan Rekomendasi Mengenai Langkah-langkah Pengendalian Tekanan Inflasi

Risiko tekanan inflasi pada tahun 2014 diperkirakan terutama bersumber dari bahan makanan dan energi. Dari kelompok pangan, beberapa isu yang mengemuka adalah menjaga kontinuitas pasokan bahan pangan terutama dari produksi domestik serta kelancaran arus distribusi, yang pada gilirannya mendukung stabilisasi harga. Program kerja TPI tahun 2014 lebih difokuskan pada kerangka jangka pendek. Dalam jangka pendek, mencermati produksi domestik beberapa komoditas pangan yang belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan domestik, maka tambahan pasokan impor memegang peranan penting terutama dalam menjaga kontinuitas pasokan antar waktu. Garis kebijakan tersebut tertuang dalam salah satu butir Paket Kebijakan Stabilisasi dan Pertumbuhan Ekonomi yang dikeluarkan pada 23 Agustus 2013. Dalam paket kebijakan Agustus tersebut, terdapat dua kebijakan yang terkait dengan kebijakan pengendalian inflasi, yaitu (i) menjaga daya beli masyarakat dengan menjaga laju inflasi; serta (ii) mengubah tata niaga daging sapi dan hortikultura dari berbasis kuantitas (kuota) menjadi berbasis harga. Terkait dengan hal tersebut, TPI akan terus melakukan monitoring dan review tentang efektifitivas kebijakan dalam tataran implementasi terutama adanya perubahan kebijakan tata niaga impor yang semula berbasis kuota menjadi basis harga. Dalam konteks ini, termasuk melakukan review harga referensi yang merupakan basis trigger impor. Selain itu, dalam jangka pendek upaya menjaga stabilitas harga dapat ditempuh dengan mengoptimalkan penggunaan Dana Cadangan Stabilisasi Harga Pangan (CSHP). Sehubungan dengan hal tersebut, perlu disusun rancangan dasar hukum dan pedoman umum penggunaan dana Cadangan Stabilisasi Harga Pangan di APBN dalam rangka mendukung stabilisasi harga. Selain itu, TPI juga merencanakan untuk melakukan asesmen mekanisme penguatan peran Bulog dalam stabilisasi harga dalam konteks UU Pangan No.18 Tahun 2012.

Sementara itu, potensi risiko dari kelompok energi pada tahun 2014 relatif moderat. Rencana kebijakan pemerintah terkait sektor energi yang berdampak pada harga adalah rencana penghapusan subsidi listrik secara bertahap bagi kelompok industri menengah (I-3) yang go public dan kelompok industri besar (I4) serta penyesuaian tarif sesuai harga keekonomian pada beberapa golongan lain yang menggunakan daya terpasang di atas 6600 VA. Potensi tekanan inflasi yang juga perlu diperhatikan adalah rencana PT Pertamina melakukan penyesuaian harga jual LPG 12kg, mengingat kenaikan harga kelompok tersebut dapat mempengaruhi tingkat permintaan harga jual LPG 3 kg yang masih mendapatkan subsidi cukup besar.

4.1.2. Menyusun Roadmap Kebijakan Energi Yang Mendukung Pencapaian Sasaran Inflasi, Sustainabilitas Fiskal dan Neraca Pembayaran

Pengendalian inflasi masih menghadapi tantangan terkait permasalahan sektor energi. Konsumsi energi masih bertumpu pada minyak dan gas. Produksi minyak domestik dalam tren menurun, sementara konsumsi minyak cenderung meningkat. Konsumsi yang terus meningkat terutama terjadi pada Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bersubsidi. Selain karena didorong oleh aktivitas ekonomi yang terus tumbuh, peningkatan konsumsi BBM bersubsidi tersebut juga didorong oleh kurangnya kesadaran efisiensi penggunaan energi dan indikasi terjadinya kebocoran pada sektor yang tidak disubsidi. Hal ini terjadi karena masih adanya gap yang cukup lebar antara harga jual dengan harga keekonomian yang pada akhirnya menjadi beban fiskal (subsidi). Beban subsidi fiskal pada sektor energi tidak hanya terbatas pada BBM, tetapi juga listrik dan LPG. Lebih lanjut, posisi net-oil importer

Page 71: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201352

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

tersebut menjadi beban untuk neraca pembayaran dan berkontribusi pada current account deficit. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, TPI akan menyusun road-map kebijakan energi yang mendukung pencapaian sasaran inflasi, sustainabilitas fiskal dan neraca pembayaran.

4.1.3 Menyusun Sasaran Inflasi Tahun 2016-2018

Sasaran inflasi diperlukan sebagai dasar bagi kebijakan moneter sekaligus memberikan anchor pada pembentukan ekspektasi inflasi jangka menengah. Dengan mempertimbangkan lag kebijakan moneter terhadap inflasi sekitar 4 sampai dengan 6 triwulan, maka pada tahun 2014 dibutuhkan sasaran inflasi tahun 2016 dan seterusnya. Penyusunan usulan sasaran inflasi tahun 2016–2018 telah dilakukan sejak akhir tahun 2013 yang mencakup evaluasi beberapa aspek seperti proyeksi inflasi ke depan, pros dan cons beberapa alternatif sasaran inflasi serta kebijakan pendukung untuk mencapai sasaran inflasi. High Level Meeting (HLM) TPI dan Pokjanas TPID di akhir tahun 2013 telah memutuskan arah sasaran inflasi 2016-2018. Pada tahun 2014, TPI akan melanjutkan proses ini hingga sasaran inflasi 2016-2018 dapat dikeluarkan di tahun 2014.

4.1.4. Mengelola Ekspektasi Inflasi Melalui Penguatan Program Komunikasi

Ekspektasi inflasi merupakan salah satu determinan penting dalam pembentukan inflasi. Ekspektasi inflasi harus dikelola dengan baik demi tercapainya inflasi yang menurun secara gradual sesuai dengan target yang ditetapkan. Dalam kaitan ini, jika sasaran inflasi tahun 2016–2018 telah ditetapkan maka TPI akan terus melakukan diseminasi ke publik secara luas agar timbul announcement effect yang menguntungkan dalam pembentukan ekspektasi inflasi. Selain itu, ekspektasi inflasi biasanya akan cenderung meningkat pada kondisi-kondisi tertentu ketika terjadi kejutan (unfavorable shocks) yang mendorong tingginya inflasi, sebagai contoh berkurangnya pasokan pangan atau meningkatnya permintaan musiman saat hari raya. Dalam situasi tersebut, TPI akan lebih intensif dalam melakukan komunikasi ke publik melalui berbagai media/sarana dengan tujuan terkendalinya ekspektasi inflasi.

4.1.5 Penguatan Aspek Kelembagaan

Dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam pengendalian inflasi, maka diperlukan penguatan kelembagaan TPI. Penguatan tersebut dapat dalam hal keanggotaan maupun dasar hukum pembentukan TPI. Perluasan cakupan dan keanggotaan TPI tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dalam pengendalian inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Efektivitas dalam konteks ini diterjemahkan sebagai kecepatan dan ketepatan respon kebijakan terhadap suatu permasalahan inflasi. Selain itu, dengan perluasan keanggotaan TPI diharapkan diseminasi dan sosialisasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat yang memiliki dampak ke daerah dapat dilaksanakan secara lebih cepat. Untuk meningkatkan efektivitas koordinasi, maka perlu dikaji kemungkinan memperkuat dasar hukum yang semula Keputusan Menteri Keuangan (KMK) menjadi Instruksi Presiden atau bentuk hukum lainnya. Hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah dasar hukum yang baru agar jangan sampai bertentangan dengan dasar hukum yang sudah ada misalnya terkait independensi BI.

4.1.6 Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia

Dalam rangka penguatan efektivitas pelaksanaan tugas TPI, kegiatan untuk meningkatkan kemampuan teknis anggota TPI akan dilanjutkan. Kegiatan tersebut berupa knowledge sharing atau workshop terkait inflasi dengan menghadirkan narasumber dari beberapa lembaga yang relevan.

Page 72: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 53

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Selain itu, untuk meningkatkan pemahaman terhadap perkembangan inflasi, analisis singkat inflasi bulanan serta publikasi inflasi baik yang bersifat nasional maupun spasial akan disampaikan ke seluruh anggota TPI dan TPID.

Tabel 4.1. Jadual Program Kegiatan TPI Tahun 2014

*) Termasuk pembahasan program strategis memantau dan merekomendasikan langkah-langkah untuk mendukung efektivitas pelaksanaan Paket Kebijakan Stabilisasi dan Pertumbuhan Ekonomi 23 Agustus 2013, penguatan dasar hukum dan pedoman umum penggunaan dana Cadangan Stabilisasi Harga Pangan (CSHP) di APBN dalam rangka mendukung stabilisasi harga dan menyusun rekomendasi penguatan peran BULOG dalam stabilisasi harga pangan.

4.2. ARAH KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFLASI TAHUN 2014

Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan diperlukan keseimbangan secara internal dan eksternal. Keseimbangan internal yaitu keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan inflasi, sementara keseimbangan eksternal yaitu keseimbangan terkait dengan sustainabilitas neraca pembayaran. Keseimbangan keduanya dapat dicapai dengan mengalokasikan sumber daya ekonomi secara lebih efisien dan tepat sasaran. Salah satu aspek keseimbangan internal yang perlu dijaga adalah tercapainya tingkat inflasi yang rendah dan stabil, sejalan dengan sasaran yang telah ditetapkan. Untuk mengantisipasi risiko-risiko dari eksternal maupun domestik diperlukan langkah-langkah efektif yang terkoordinasi dan tepat sasaran antara Bank Indonesia dan pemerintah. Dalam hal ini TPI berperan penting dalam menciptakan sinergi antar Kementerian/Lembaga dan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah yang bekerjasama dengan Pokjanas TPID.

No Kegiatan Koordinator2014

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

1 Laporan Tahunan TPI 2013 Bank Indonesia, Kemenkeu

2 Monitoring Tekanan Inflasi dan Perumusan Rekomendasi Kebijakan

BI, Kemenkeu dan K/L teknis

a Review Paket Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Terkini

Kementan, Kemendag, BI

bReview dan Rekomendasi Penguatan Peran BULOG dalam stabilisasi harga pangan

BULOG, Kemenkeu, BI

cPenguatan Dasar Hukum dan Pedoman Umum Penggunaan CSHP

Kemenkeu, Kemenko Perekonomian, BI

3 Usulan Kajian:

a Penerbitan Sasaran Inflasi Tahun 2016-2018

Bank Indonesia, Kemenkeu, Kemenko

b

Kajian terkait kebijakan penyesuaian harga (administered prices) yang mendukung pencapaian sasaran inflasi serta sustainabilitas fiskal dan neraca perdagangan

Bank Indonesia, Kemenkeu, Kemenko, Kementerian ESDM

c Asesmen Harga Aset (Properti) Kemenkeu, BI

4 Pengelolaan ekspektasi inflasi BI dan Kemenkeu

5 HLM TPI dan Pokjanas TPID Kemenkeu dan BI

6 Workshop Inflasi dan Penyusunan Laporan TPI 2014

Bank Indonesia, Kemenkeu

Page 73: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201354

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Kebijakan Moneter

Kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk menjaga stabilitas perekonomian dan sistem keuangan melalui bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Di bidang moneter, kebijakan BI Rate tetap secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya sementara nilai tukar dikelola sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian. Di bidang makroprudensial, kebijakan diarahkan untuk memperkuat komposisi kredit kepada sektor-sektor produktif yang berorientasi ekspor dan menyediakan barang substitusi impor serta mendukung upaya peningkatan kapasitas perekonomian. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan diarahkan untuk pengembangan industri sistem pembayaran domestik yang lebih efisien. Berbagai arah kebijakan tersebut perlu disertai dengan berbagai langkah penguatan struktural yang ditempuh bersama Pemerintah.

Dari sisi kebijakan moneter, BI Rate akan tetap secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya. Stance kebijakan moneter juga diarahkan untuk menopang upaya pengurangan defisit neraca transaksi berjalan ke arah yang sustainable dan menjaga stabilitas sistem keuangan agar tetap kuat. Terkait nilai tukar, kebijakan ditempuh untuk mengarahkan nilai tukar agar bergerak sesuai dengan nilai fundamentalnya. Dengan demikian, diharapkan kebijakan nilai tukar dapat menjadi instrumen peredam gejolak (shock absorber) perekonomian, bukan sebagai pemicu gejolak (shock amplifier). Untuk itu perlu didukung penguatan struktur pasar valas yang dalam dan likuid sehingga mendukung proses pembentukan kurs lebih efisien. Sementara itu, Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga cadangan devisa yang optimal sehingga mampu menopang stabilitas makro sekaligus meningkatkan kepercayaan pasar. Arah kebijakan moneter diperkuat oleh beberapa strategi operasi moneter. Dari sisi pengelolaan likuiditas rupiah, operasi moneter akan melanjutkan strategi menyerap ekses likuiditas struktural secara terarah dan terukur.

Kebijakan Fiskal

Pengelolaan anggaran pemerintah secara prudent meningkatkan keyakinan pelaku ekonomi mengenai kesinambungan fiskal dan stabilitas makroekonomi ke depan. Kebijakan fiskal dalam APBN 2014 diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap penguatan dan peningkatan daya saing dan daya tahan perekonomian domestik serta mendukung upaya peningkatan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Pemerintah juga melanjutkan kebijakan pengurangan subsidi energi serta realokasi anggaran subsidi energi ke sektor yang lebih produktif. Hal ini antara lain ditempuh melalui peningkatan alokasi belanja modal dan alokasi subsidi serta cadangan fiskal untuk pangan. Pemerintah berencana untuk mengurangi beban subsidi energi antara lain melalui rencana penghapusan subsidi listrik bagi golongan industri I3 yang telah go public dan I4 serta pengurangan subsidi listrik bagi golongan dengan daya terpasang di atas 6600 VA secara proporsional. Selain itu, pemerintah juga akan melanjutkan kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi serta mempertimbangkan beberapa alternatif kebijakan di bidang energi untuk mendukung kebijakan tersebut. Di sisi lain, penghematan dari alokasi subsidi energi dapat direalokasi untuk peningkatan anggaran belanja modal dalam rangka mendukung pendanaan rencana pembangunan infrastruktur dalam rangka mendukung keterhubungan domestik (domestic connectivity), ketahanan energi dan ketahanan pangan.

Page 74: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 55

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Kebijakan SektoralKebijakan Pangan

Kebijakan pangan diarahkan untuk membangun ketahanan dan kemandirian pangan baik di tingkat makro (nasional) maupun di tingkat mikro (rumahtangga/ individu). Pembangunan ketahanan pangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang harus dirumuskan secara terpadu dan serasi. Dalam RPJMN 2010-2014, arah pembangunan ketahanan pangan adalah untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian pangan, melalui peningkatan produksi dan produktivitas, peningkatan nilai tambah dan daya saing, serta peningkatan kapasitas masyarakat pertanian. Kebijakan umum pembangunan ketahanan pangan bertujuan untuk (a) meningkatkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan; (b) meningkatkan sistem distribusi dan stabilisasi harga pangan; dan (c) meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan. Dalam hal peningkatan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, kebijakan ketahanan pangan di arahkan untuk: (a) meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi pangan di dalam negeri menuju kemandirian pangan; (b) mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat secara sinergis dan partisipatif; dan (c) mencegah dan menanggulang kondisi rawan pangan secara dinamis. Kebiakan untuk meningkatkan ketersediaan pangan diarahkan untuk mencapai ”Empat Sukses” yaitu sukses dalam (a) swasembada berkelanjutan; (b) diversifikasi pangan; (c) nilai tambah, daya saing, dan ekspor; dan (d) peningkatan kesejahteraan petani.

Program peningkatan produksi pangan perlu mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah (PEMDA). Sesuai dengan program peningkatan dan perluasan produksi pangan untuk komoditas beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi, pada tanggal 29 Oktober 2013 telah diadakan rapat kerja ketahanan pangan yang dipimpin Presiden. Dalam rapat tersebut mengemuka perlunya dukungan peran dari Pemerintah Daerah dalam hal (i) menetapkan peraturan daerah yang harmonis dengan peraturan perundang-undangan seperti penetapan tata ruang dan wilayah (ii) mengamankan lahan-lahan produktif agar tidak mudah dialih fungsikan, (iii) mengembangkan kapasitas sumberdaya manusia yang terampil, (iv) membangun infrastruktur seperti jaringan irigasi tersier dan jalan-jalan pedesaan yang menjadi kewenangan dan kewajiban pemerintah daerah, (v) membangun pelayanan terpadu satu pintu untuk memudahkan investasi di sektor pangan, (vi) membangun dan mengembangkan sentra-sentra produksi dan terminal agribisnis yang berbasis pangan, (vii) menyediakan tenaga penyuluh dan pendamping petani produsen pangan dan (viii) menyediakan alokasi anggaran untuk sektor pangan pada APBD.

Dalam jangka pendek, terdapat rencana kebijakan tindak lanjut penanganan komoditas pangan strategis dengan tujuan menjaga stabilitas harga. Beberapa kebijakan tersebut ditu-jukan antara lain sebagai berikut:

Page 75: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201356

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Komoditas Masalah Upaya Tindak Lanjut

Beras 1. Menjaga kontinuitas pasokan antar waktu, terkait adanya penurunan produksi pada bulan Oktober s.d. Desember

1. Smoothing pasokan menggunakan stok bulan-bulan sebelumnya

2. Memperlancar distribusi dari wilayah sentra ke konsumen

3. Melakukan pemantauan harga secara intensif untuk mempertimbangkan operasi pasar

Kedelai 1. Produksi domestik terbatas (deficit)2. Ketergantungan impor tinggi

1. Mempercepat realisasi dan distribusi kedelai impor 2. Meningkatkan pemantauan harga, distribusi

kedelai impor dan lokal 3. Menginformasikan harga dan mekanisme beli

kedelai petani

Bawang merah dan cabai merah

1. Mejaga kontinuitas pasokan antar waktu 1. Pengamanan produksi 2. Optimalisasi lahan pekarangan 3. Pemantauan harga sebagai pertimbangan impor

(kriteria trigger impor)

Daging ayam 1. Faktor ketergantungan bahan pakan dari impor, sehingga rentan terhadap gejolak harga internasional dan nilai tukar

1. Memantau dan meningkatkan distribusi jagung dan pakan

2. Stabilisasi pasokan dan harga jagung

Terkait dengan program stabilisasi pangan, kebijakan pemerintah di sisi produksi dan distribusi akan didukung dengan penguatan peran BULOG. Penguatan peran ini dilakukan baik dari sisi kelembagaan maupun dari sisi operasional pengadaan dan distribusi untuk menjaga stabilisasi harga. Beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan oleh BULOG pada tahun 2014 diantaranya adalah:

(i) Melaksanakan pengadaan untuk membantu menjaga harga pada tingkat produsen dan menjaga ketersediaan pangan di dalam negeri;

(ii) Melakukan penyaluran Raskin, Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan Operas Pasar (OP) untuk menjaga aksesibilitas masyarakat terhadap pangan beras;

(iii) Menjaga ketahanan stok dengan rata-rata per bulan mencapai 2 juta ton untuk menjamin ketersediaan cadangan pangan sekaligus juga mengusulkan peningkatan CBP;

(iv) Meningkatkan peran di sisi hulu dengan sistem on-farm untuk menjamin pasokan dan ketersedian stok BULOG;

(v) Mengembangkan jaringan pasar untuk mendekatkan BULOG kepada konsumen (BULOG Mart);

(vi) Memperkuat early warning system dalam kegiatan pengendalian harga;

Kebijakan Energi

Pada tahun 2014, kebijakan strategis Pemerintah terkait harga energi direncanakan lebih moderat dibanding kebijakan tahun 2013. Kuota volume BBM yang disubsidi tahun 2014 adalah sebesar 48 juta KL yang terdiri dari (a) 32,46 juta KL BBM jenis Bensin Premium, (b) 0,9 juta KL BBM jenis Minyak Tanah dan (c) 14,64 juta KL BBM jenis Minyak Solar. Dalam upaya untuk mengendalikan volume BBM bersubsidi agar tidak melebihi kuota yang telah ditetapkan, Pemerintah antara lain

Page 76: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 57

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

merencanakan melanjutkan kebijakan pengendalian penggunaan BBM yang telah dilaksanakan sejak tahun 2013. Selain itu Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan:

(i) Mandatori penggunaan Bahan Bakar Nabati

(ii) Implementasi sistem non-cash/RFID (kartu fasilitas BBM bersubsidi)

(iii) Peningkatan pengawasan penggunaan BBM bersubsidi oleh BPH Migas

(iv) Konversi BBM ke Gas (CNG dan LGV)

Penyesuaian harga energi terjadi pada komoditas Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) khususnya pada LPG 12 kg. Pertamina menetapkan kenaikan harga LPG 12 kg mulai 1 Januari 2014. Selanjutnya, besaran kenaikan harga LPG 12 kg direvisi setelah mendapatkan masukan dari Pemerintah menjadi Rp 1.000,-/kg (17%) yang mulai berlaku pada 7 Januari 2014. Selain itu, pemerintah juga merencanakan untuk menyelesaikan program Konversi Minyak Tanah ke LPG Tabung 3 Kg, dengan mendistribusikan lagi paket perdana sebanyak 1,7 juta paket. Kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan dapat mengendalikan volume penggunaan BBM bersubsidi sehingga anggaran subsidi BBM dapat ditekan.

Sementara itu, kebijakan penyesuaian terkait Tarif Tenaga Listrik juga relatif minimal. Penyesuaian harga hanya terbatas pada kelompok industri menengah (I-3) dan industri besar (I-4) yang go pubic serta keompok pelanggan dengan daya 6.600 VA yang jumlahnya relatif terbatas. Kebijakan Perhubungan dan Transportasi

Kebijakan di bidang perhubungan dan transportasi sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014 diarahkan untuk:

(i) Mempercepat pelaksanaan penyelenggaraan konektivitas wilayah melalui penyediaan sarana/prasarana transportasi yang handal dalam upaya kelancaran mobilitas dan distribusi barang dan jasa guna mendukung peningkatan daya saing produk nasional;

(ii) Meningkatkan keselamatan, keamanan dan keandalan maupun kapasitas sarana/prasarana transportasi dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat sebagai pengguna jasa transportasi dengan memperhatikan kebutuhan perempuan dan laki-laki terkait implementasi Pengarusutamaan Gender;

(iii) Memberikan dan meningkatkan kesempatan/peran seluas-luasnya kepada Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya, serta BUMN, swasta maupun masyarakat untuk penyediaan infrastruktur transportasi termasuk dalam menyelenggarakan sarana dan prasarana transportasi sebagai upaya peningkatan efisiensi;

(iv) Meningkatkan kualitas SDM transportasi guna mewujudkan penyelenggaraan transportasi yang handal, efisien dan efektif;

(v) Mendorong pembangunan transporasi berkelanjutan melalui pengembangan teknologi transportasi yang ramah lingkungan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim.

Arah kebijakan pertama yaitu upaya menjaga kelancaran barang dan jasa, sangat terkait erat dengan mendukung program stabilisasi harga. Hambatan arus distribusi seringkali menjadi faktor kejutan yang mendorong kenaikan harga. Konektivitas antar wilayah yang didukung oleh transportasi yang handal diharapkan dapat meminimalkan gejolak harga di berbagai daerah.

Page 77: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 201358

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

Kebijakan Ketenagakerjaan

Kebijakan ketenagakerjaan terkait dengan pengupahan mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2013 tanggal 27 September 2013. Inpres tersebut menginstruksikan perlunya koordinasi dan sinergi lintas Kementerian/Lembaga, terutama dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Perindustrian dan Pemerintah Daerah (Gubernur dan Walikota/Bupati). Kebijakan pengupahan juga perlu mendapatkan dukungan dari Kementerian Dalam Negeri dan Kepolisian RI. Sesuai dengan Inpres, Mendagri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan penetapan Upah Minimum oleh pemerintah daerah, sementara Kapolri memantau proses penentuan dan pelaksanaan kebijakan penetapan Upah Minimum serta menjaga dan menjamin terciptanya situasi keamanan serta ketertiban masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Page 78: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 59

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

TIM PEMANTAUAN DAN

PENGENDALIAN INFLASI

LAMPIRAN

Page 79: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

60

Page 80: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

61

Page 81: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

62

Page 82: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

63

Page 83: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

64

Page 84: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

65

Page 85: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

66

Page 86: TIM PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN INFLASI (TPI) LAPORAN ... · LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013. LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TPI TAHUN 2013 iii TIM PEMANTAUAN DAN. PENGENDALIAN INFLASI

67