tht

29
MODUL PENGANTAR ILMU BEDAH “Seorang wanita 30 th datang dengan keluhan sering pilek hilang tombul sejak 1 tahun yang lalu” KELOMPOK 5 030.06.256 Teravica Sahani 030.09.006 Ahmad Fatahillah 030.09.016 Andreas Ronald B S 030.09.026 Annisa Parasayu 030.09.036 Ayu Prima Dewi 030.09.046 Bellinda Paterasari 030.09.056 Cynthia Ayu Permatasari 030.09.066 Devita Friska Santy 030.09.076 Dyka Jafar Hutama Putra 030.09.086 Fenni Cokro 030.09.096 Fitya Syafira 030.09.106 Hanina Yuthi M 030.09.116 I.G.A. Sattwika Pramita 030.09.126 Jessica Wirjosoenjoto

Upload: shittyhappened

Post on 27-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

Page 1: tht

MODUL PENGANTAR ILMU BEDAH

“Seorang wanita 30 th datang dengan keluhan sering pilek hilang tombul sejak 1 tahun yang lalu”

KELOMPOK 5

030.06.256 Teravica Sahani

030.09.006 Ahmad Fatahillah

030.09.016 Andreas Ronald B S

030.09.026 Annisa Parasayu

030.09.036 Ayu Prima Dewi

030.09.046 Bellinda Paterasari

030.09.056 Cynthia Ayu Permatasari

030.09.066 Devita Friska Santy

030.09.076 Dyka Jafar Hutama Putra

030.09.086 Fenni Cokro

030.09.096 Fitya Syafira

030.09.106 Hanina Yuthi M

030.09.116 I.G.A. Sattwika Pramita

030.09.126 Jessica Wirjosoenjoto

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA, 2010

Page 2: tht

BAB I

PENDAHULUAN

Pada diskusi ini kami mendapatkan kasus “Seorang wanita 30 tahun datang dengan

keluhan sering pilek hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu”. Diskusi ini dilaksanakan pada hari

Jumat, 16 April 2010 yang berdurasi 2 jam. Peserta diskusi berjumlah 14 orang dan diskusi

dipimpin oleh I.G.A. Sattwika Pramita serta hasil diskusi dicatat oleh Hanina Yuthi M.

Pada diskusi ini, semua peserta hadir tepat waktu. Suasana diskusi kelompok kami

berjalan cukup baik. Selaku sebagai tutor adalah dr. Fauzan Sp.THT yang memberikan

pengarahan untuk jalannya diskusi kami.

Page 3: tht

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang wanita berusia 30 tahun datang dengan keluhan sering pilek hilang timbul sejak 1 tahun

yang lalu. Selain itu, ia merasakan sumbatan pada kedua sisi hidungnya yang semakin lama

semakin berat disertai dengan gangguan penciuman. Ia sering merasakan nyeri pada wajah

terutama jika menunduk. Riwayat sering bersin pada waktu pagi hari dan mimisan disangkal.

Pada pemeriksaan THT didapatkan kedua telinga dalam batas normal. Hidung (rinoskopi

anterior) terlihat cavum nasi lapang, tampak massa berwarna putih kebiruan mengisi 1/3 tengah

cavum nasi kanan kiri serta tidak mengecil dengan pemberian tampon adrenalin, mukosa konka

nasalis tampak hiperemis, terdapat secret mukopurulen, tidak didapatkan deviasi septum. Pada

rinoskopi posterior terdapat secret dari meatus medius, tampak massa berwarna putih kebiruan.

Adenoid tidak membesar. Atap nasofaring tidak didapatkan adanya massa. Leher dan tenggorok

dalam batas normal.

Pada pemeriksaan nasoendoskopi didapatkan massa lunak licin berwarna putih kebiruan yang

berasal dari meatus media mengisi 1/3 tengah cavum nasi kanan dan kiri. Terdapat secret

mukopurulen dari meatus medius

Pemeriksaan laboratorium didapatka kesan leukositosis dan lainnya dalam batas normal.

Page 4: tht

BAB III

ANALISA KASUS

ANAMNESIS

Identitas

Nama : Ny. X

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Alamat : -

Keluhan Utama : sering pilek hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu Proses Kronik

Riwayat Penyakit Sekarang

Sumbatan pada kedua sisi hidungnya yang semakin lama semakin berat Gangguan

penciuman

Nyeri pada wajah terutama jika menunduk Infeksi Sinus

Riwayat sering bersin pada waktu pagi hari dan mimisan disangkal

Keluhan lain : demam, nyeri telinga, sakit kepala, gangguan tenggorok ?

Alergi terhadap allergen tertentu : debu ?

Riwayat trauma ?

Riwayat Penyakit Dahulu

Page 5: tht

Apa pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya ?

Riwayat Kebiasaan

Merokok ?

Riwayat Penyakit Keluarga : -

Riwayat Medikamentosa

Obat-obatan apa saja yang diminum sebelumnya ?

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Tanda Vital : Tekanan darah, Nadi, Suhu, Pernapasan

Pemeriksaan THT

Kedua telinga dalam batas normal

Hidung

Rinoskopi Anterior : Terlihat cavum nasi lapang

Tampak massa berwarna putih kebiruan mengisi 1/3

tengah cavum nasi kanan kiri serta tidak mengecil

dengan pemberian tampon adrenalin polip nasal

Mukosa konka nasalis tampak hiperemis proses

peradangan

Terdapat secret mukopurulen infeksi bakteri

Tidak didapatkan deviasi septum

Rinoskopi Posterior : Terdapat secret dari meatus medius

Page 6: tht

Tampak massa berwarna putih kebiruan polip nasal

Adenoid tidak membesar

Atap nasofaring tidak didapatkan adanya massa

Leher dan tenggorok dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Nasoendoskopi

Didapatkan massa lunak licin berwarna putih kebiruan yang berasal dari meatus media

mengisi 1/3 tengah cavum nasi kanan dan kiri

Terdapat secret mukopurulen dari meatus medius

Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis

Pemeriksaan Radiologik : Foto polos sinus posisi Waters

CT-Scan

DIAGNOSIS KERJA

Polip et causa Sinusitis Kronik

PATOGENESIS

Edema Kompleks Osteomeatal

Mukosa sinus yag saling berhadapan akan bertemu

Page 7: tht

Silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat

Terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus

Terjadi transudasi

Keadaan ini menjadi media baik untuk pertumbuhan bakteri patogen

Bila berlangsung terus menerus

Terjadi hipoksia jaringan dan berkembang bakteri anaerob

Mukosa menjadi hipertrofi atau dapat terjadi pembentukan kista dan polip

PENATALAKSANAAN

Antibiotik : Penisillin amoksisilin selama 10-14 hari

Dekongestan

Kortikosteroid polipektomi medikamentosa

Fisioterapi

Polipektomi jikatidak membaik dengan medikamentosa atau polip yang sangat massif

KOMPLIKASI

Page 8: tht

Kelainan Orbita

Kelainan Intrakranial

Mucocele

Osteomielitis

Sinobronchitis

Page 9: tht

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI HIDUNG

Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke

paru-paru. Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat

bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.

Hidung bagian atas terdiri dari tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan

(kartilago). Di dalam hidung terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum,

yang membentang dari lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang. Tulang yang

disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan. Lipatan

ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara.

Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah.Luasnya permukaan dan

banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan melembabkan udara

yang masuk dengan segera. Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki

tonjolan-tonjolan kecil seperti rambut (silia). Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap

oleh lendir, lalu disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu

membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru.

Bersin secara otomatis membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi, sedangkan

batuk membersihkan paru-paru.

Sel-sel penghidu terdapat di rongga hidung bagian atas. Sel-sel ini memiliki silia yang

mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yang mengarah ke atas (ke bulbus

olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktorius/saraf penghidu). Saraf

olfaktorius langsung mengarah ke otak.

Gambar 1. Anatomi hidung

Page 10: tht

ANATOMI SINUS PARANASAL

Sinus paranasal merupakan ruang udara yang berada di tengkorak, bentuk sinus paranasal

sangat bervariasi pada tiap individu, semua sinus memiliki muara (ostium) ke dalam rongga

hidung. Ada 4 pasang sinus paranasal, yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus frontalis

(terletak di dahi), sinus etmoidalis (di antara kedua mata), dan sinus sfenoidalis (terletak di

belakang dahi).1,2

Sinus paranasal diperdarahi oleh arteri carotis interna dan eksterna serta vena yang

menyertainya seperti a. ethmoidalis anterior, a. ethmoidalis posterior dan a. Sfenopalatina.1,3

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan

perkembangannya pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus frontalis dan sfenoidalis. Sinus

maksila dan ethmoid sudah ada saat anak lahir sedangkan sinus frontalis mulai berkembang pada

anak lebih kurang berumur 8 tahun sebagai perluasan dari sinus etmoidalis anterior sedangkan

sinus sfenoidalis berkembang mulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari postero-superior

rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimum pada usia 15-18 tahun.1

Gambar 2. Sinus paranasalis tampak depan

Page 11: tht

Kompleks ostio-meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara

saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah ini dinamakan

Kompleks Ostio-Meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid, bula etmoid, dan sel-sel

etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium maksila.1

Sistem Mukosiliar

Di dalam sinus terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Silia bergerak secara

teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium. Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran

transpor mukosiliar dari sinus. Lendir dari kelompok sinus aterior yang bergabung di

infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan tuba Eustachius. Lendir dari sinus

posterior bergabung dengan resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior

muara tuba. 1

Fungsi dari sinus paranasal: 1,2

- Pengkondisian udara

- Sebagai penahan suhu

- Membantu keseimbangan kepala

- Resonansi suara

- Peredam perubahan tekanan udara

Page 12: tht

- Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

SINUSITIS

Definisi

Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini meliputi sinus maksila

(sinusitis maksila), sinus etmoid (sinusitis etmoid), sinus frontal (sinusitis frontal) dan sinus

sfenoid (sinusitis sfenoid). Peradangan yang mengenai mukosa beberapa sinus paranasal disebut

multisinusitis. Peradangan yang mengenai mukosa semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Yang paling sering terjadi adalah sinus etmoid dan maksila. 1

Etiologi1

Infeksi virus

- Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas

(misalnya pilek)

Bakteri

- Bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis adalah Streptococcus pneumoniae dan

Haemophilus influenzae

Infeksi jamur

- Jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus paranasal adalah spesies

Aspergillus dan Candida

Penyakit tertentu

- Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan dan

penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik)

Faktor predisposisi 1,4

1) Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik

2) Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok, polusi

udara, atau karena panas dan kering

3) Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti :

Atresia atau stenosis koana

Page 13: tht

Deviasi septum

Hipertroti konka media

Polip yang dapat terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik

Tumor atau neoplasma

Hipertroti adenoid

Udem mukosa karena infeksi atau alergi

Benda asing

4) Kelainan imunologi didapat seperti imunodefisiensi karena leukemia dan imunosupresi

oleh obat

5) Rinitis alergika

Klasifikasi

Konsensus tahun 2004 membagi sinusitis menjadi sinusitis akut ( gejala berlangsung

sampai 4 minggu), subakut (gejala selama 4 minggu-3 bulan), dan akut (gejala lebih dari 3

bulan). 1,4

Sinusitis Akut Memiliki tanda-tanda peradangan akut

Sinusitis SubAkut Memiliki tanda-tanda peradangan akut yang telah mereda

Perubahan histologik mukosa sinus paranasal masih reversibel

Sinusitis Kronis Perubahan histologik mukosa sinus paranasal sudah ireversibel (berubah

menjadi jaringan granulasi dan polipoid)

Patogenesis

Edema pada kompleks osteomeatal menyebabkan mukosa sinus paranasal yang saling

berhadapan akan bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak. Akibatnya lendir tidak dapat

dialirkan. Gangguan drainase ini juga diiringi oleh gangguan ventilasi dalam sinus paranasal.

Selain kurang aktifnya silia, lendir yang dihasilkan oleh mukosa sinus paranasal menjadi lebih

kental. Keadaan ini menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen. Bila sumbatan

ini berlangsung terus-menerus maka dapat terjadi hipoksia jaringan, retensi lendir dan perubahan

jaringan. Retensi lendir menimbulkan infeksi bakteri anaerob. Jaringan dapat berubah menjadi

hipertrofi, polipoid, polip, atau kista. 1

Page 14: tht

Gejala

Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun

pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari kemudian perlahan-lahan mereda hingga

menjelang malam hari.5 Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat, nyeri/rasa

tekan pada muka, dan ingus purulen yang sering turun ke tenggorok (post nasal drip). Keluhan

nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut. Nyeri

pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan

sinusitis etmoid, nyeri di dahi menandakan sinusitis frontal, nyeri di verteks, oksipital, belakang

bola mata, dan mastoid. Keluhan lainnya adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, dan halitosis.1

Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior. Tanda khas ialah adanya pus di

meatus medius (pada sinusitis maksila, etmoid anterior, dan frontal) atau di meatus superior

(pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan

hiperemis.1

Pemeriksaan penunjang

1. Transluminasi (Diaphanoscopia)

Transluminasi pada daerah atap dari orbita jika memberikan gambaran yang terang

menunjukkan sinus frontalis berkembang dengan baik dan normal, namun jika gambarannya

gelap menunjukkan sinus tidak berkembang atau adanya pus, mukosa yang menebal ataupun

terdapatnya neoplasma.1,6

2. Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat membantu menegakkan diagnosa sinusitis

frontalis adalah sebagai berikut: 1,7

a. Posisi Waters

Posisi ini yang paling sering digunakan. Maksud dari posisi ini adalah untuk

memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah antrum maksila. Hal ini

didapatkan dengan menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu

Page 15: tht

menyentuh permukaan meja. Bidang yang melalui kantus medial mata dan tragus

membentuk sudut lebih kurang 37 derajat dengan film.proyeksi waters dengan mulut

terbuka memberikan pandangan terhadap semua sinus paranasal.7

b. Posisi lateral

Kaset dan film diletakkan paralel terhadap bidang sagital utama tengkorak.

3.CT-SCAN 1

Lebih akurat untuk melihat kelainan sinus, namun harganya lebih mahal.

Pengobatan

Tujuan terapi sinusitis adalah mempercepat penyembuhan ,mencegah komplikasi,

mencegah perubahan kronik.

Pengobatan medikamentosa terdiri dari:1

1. Antibiotika yang adekuat paling sedikit selama 2 minggu. Antibiotik yang dipilih adalah

golongan penisilin seperti amoksilin. Jika kuman telah resisten dapat diberikan amoksilin

klavunat

2. Analgetika untuk mengatasi rasa nyeri

3. Dekongestan

4. Steroid oral/topikal

5. Pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi)

6. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat

Tindakan operasi

Tindakan bedah dengan Bedah sinus endoskopi fungsioonal (BSEF/FESS) dapat

dilakukan jika: sinusitis kronik yang tidak membaik dengan terapi adekuat, sinusitis kronik

dengan kista atau kelainan yang irreversibel, adanya komplikasi sinusitis, serta sinusitis jamur.1

Komplikasi

Saat ini komplikasi sinusitis jarang terjadi karena adanya antibiotika spektrum luas.

Komplikasi sinusitis biasanya terjadi pada sinusitis akut. Timbulnya komplikasi karena terapi

yang tidak adekuat atau terlambat.1

Page 16: tht

1. Penyebaran ke arah mata: Pada anak-anak komplikasi yang

paling sering ialah ke arah mata sebagai perluasan infeksi

dari sinus yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering

adalah sinusitis frontal dan sinusitis maksila. Kelainan yang

dapat timbul ialah: edema palpebra, selulitis orbita, abses

subperiostal, abses orbita, dan trombosis sinus kavernosus

2. Osteomyelitis dan sub-periostal abses: Sering disebabkan oleh sinusitis frontalis

3. Kadang-kadang oleh sinusitis maksilaris yang asalnya gigi molar

4. Kelainan paru: seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Kelainan sinus

yang disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis.

5. Komplikasi ke arah kranial:

Meningitis

Abses ekstradural dan subdural

Abses otak

Trombosis sinus kavernosus

POLIP HIDUNG

Definisi

Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga

hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat timbul

pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada

polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau

meningoensefalokel.1

Etiologi dan Faktor Predisposisi

Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit

atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai

saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.

Patogenesis

Page 17: tht

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom

serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat

peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks

ostiomeatal. Terjadi prolabs submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar

baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat

retensi air sehingga terbentuk polip. 1

Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-

sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama kelamaan menjadi polip. Bila

proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan

turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai. 1

Makroskopis

Secara makroskopik polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin,

berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal

atau multipel dan tidak sensitif (bial ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat

tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila

terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-

merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena

banyak mengandung jaringan ikat. 1

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostio-meatal (KOM) di meatus

medius dan sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal

tangkai polip dapat dilihat. 1

Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip

koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-

koana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid. 1

Mikroskopis

Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu

epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit,

Page 18: tht

sel plasma, eosinofil, neutrofil, dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh

darah, saraf, dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia

epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis

tanpa keratinisasi. 1

Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2 yaitu polip tipe

eosinofilik dan tipe neutrofilik. 1

Anamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai

berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-

bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi

sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat ialah

bernapas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. 1

Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama

pada penderita polip nasi nasi dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat rintis alergi,

asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan.

Pemeriksaan fisik

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak

mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai

massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.

Pembagian stadium polip, menurut Mackay dan Lund (1997): 1

Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius

Stadium 2: Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi

belum memenuhi rongga hidung.

Stadium 3 : Polip yang masif.

Pemeriksaan penunjang: 1

Page 19: tht

1.Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang

baru. Polip stadium 1 dan 2, kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior

tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koana juga dapat dilihat

tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maxilla.

2. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan

penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada

kasus polip. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT Scan) sangat bermanfaat untuk melihat

dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, selain anatomi,

polip, atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip

yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada

perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.

Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan;

mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi

medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan

respons yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe

neutrofilik. 1

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat

masif dipertimbangakn untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstrasi polip (polipektomi)

menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal, etmoidektomi intranasal atau

etmoidektomi ekstranasal umtuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maxilla. Yang

terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka akan dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus

Endoskopi Fungsional). 1

Page 20: tht

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: tht

1. Endang Mangunkusumo & Nusjirwan Rifki. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi,

Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.2006.

2. Shyamal, Kumar DE. Fundamental of Ear, Nose and Throat & Head-Neck Surgery.

Calcuta: The New Book Stall; 1996. 191-8

3. Becker W, Naumann HH, Pfalfz CR. A Pocket Reference Ear, Nose And Throat Disease .

Second Revised Edition. New York: Thieme; 1994. 170-7

4. Ghory,H.Z. Sinusitis. (Updated: Aug 19,2009). Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/764534-overview. Accesed: April 15,2010.

5. Hilger PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.

Editor: Harjanto Effendi. Jakarta: EGC; 1997. 244-5

6. Rukmini S, Herawat S. Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung & Tenggorok. Jakarta: EGC;

2000. 26-48

7. Laszlo I. Radiologi Daerah Kepala dan Leher. Dalam: Penyakit Telinga,

Hidung,Tenggorok, Kepal & Leher Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. 2-9