tht
DESCRIPTION
thtTRANSCRIPT
![Page 1: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/1.jpg)
MODUL PENGANTAR ILMU BEDAH
“Seorang wanita 30 th datang dengan keluhan sering pilek hilang tombul sejak 1 tahun yang lalu”
KELOMPOK 5
030.06.256 Teravica Sahani
030.09.006 Ahmad Fatahillah
030.09.016 Andreas Ronald B S
030.09.026 Annisa Parasayu
030.09.036 Ayu Prima Dewi
030.09.046 Bellinda Paterasari
030.09.056 Cynthia Ayu Permatasari
030.09.066 Devita Friska Santy
030.09.076 Dyka Jafar Hutama Putra
030.09.086 Fenni Cokro
030.09.096 Fitya Syafira
030.09.106 Hanina Yuthi M
030.09.116 I.G.A. Sattwika Pramita
030.09.126 Jessica Wirjosoenjoto
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 2010
![Page 2: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Pada diskusi ini kami mendapatkan kasus “Seorang wanita 30 tahun datang dengan
keluhan sering pilek hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu”. Diskusi ini dilaksanakan pada hari
Jumat, 16 April 2010 yang berdurasi 2 jam. Peserta diskusi berjumlah 14 orang dan diskusi
dipimpin oleh I.G.A. Sattwika Pramita serta hasil diskusi dicatat oleh Hanina Yuthi M.
Pada diskusi ini, semua peserta hadir tepat waktu. Suasana diskusi kelompok kami
berjalan cukup baik. Selaku sebagai tutor adalah dr. Fauzan Sp.THT yang memberikan
pengarahan untuk jalannya diskusi kami.
![Page 3: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang wanita berusia 30 tahun datang dengan keluhan sering pilek hilang timbul sejak 1 tahun
yang lalu. Selain itu, ia merasakan sumbatan pada kedua sisi hidungnya yang semakin lama
semakin berat disertai dengan gangguan penciuman. Ia sering merasakan nyeri pada wajah
terutama jika menunduk. Riwayat sering bersin pada waktu pagi hari dan mimisan disangkal.
Pada pemeriksaan THT didapatkan kedua telinga dalam batas normal. Hidung (rinoskopi
anterior) terlihat cavum nasi lapang, tampak massa berwarna putih kebiruan mengisi 1/3 tengah
cavum nasi kanan kiri serta tidak mengecil dengan pemberian tampon adrenalin, mukosa konka
nasalis tampak hiperemis, terdapat secret mukopurulen, tidak didapatkan deviasi septum. Pada
rinoskopi posterior terdapat secret dari meatus medius, tampak massa berwarna putih kebiruan.
Adenoid tidak membesar. Atap nasofaring tidak didapatkan adanya massa. Leher dan tenggorok
dalam batas normal.
Pada pemeriksaan nasoendoskopi didapatkan massa lunak licin berwarna putih kebiruan yang
berasal dari meatus media mengisi 1/3 tengah cavum nasi kanan dan kiri. Terdapat secret
mukopurulen dari meatus medius
Pemeriksaan laboratorium didapatka kesan leukositosis dan lainnya dalam batas normal.
![Page 4: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB III
ANALISA KASUS
ANAMNESIS
Identitas
Nama : Ny. X
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : -
Keluhan Utama : sering pilek hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu Proses Kronik
Riwayat Penyakit Sekarang
Sumbatan pada kedua sisi hidungnya yang semakin lama semakin berat Gangguan
penciuman
Nyeri pada wajah terutama jika menunduk Infeksi Sinus
Riwayat sering bersin pada waktu pagi hari dan mimisan disangkal
Keluhan lain : demam, nyeri telinga, sakit kepala, gangguan tenggorok ?
Alergi terhadap allergen tertentu : debu ?
Riwayat trauma ?
Riwayat Penyakit Dahulu
![Page 5: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/5.jpg)
Apa pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya ?
Riwayat Kebiasaan
Merokok ?
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat Medikamentosa
Obat-obatan apa saja yang diminum sebelumnya ?
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Tanda Vital : Tekanan darah, Nadi, Suhu, Pernapasan
Pemeriksaan THT
Kedua telinga dalam batas normal
Hidung
Rinoskopi Anterior : Terlihat cavum nasi lapang
Tampak massa berwarna putih kebiruan mengisi 1/3
tengah cavum nasi kanan kiri serta tidak mengecil
dengan pemberian tampon adrenalin polip nasal
Mukosa konka nasalis tampak hiperemis proses
peradangan
Terdapat secret mukopurulen infeksi bakteri
Tidak didapatkan deviasi septum
Rinoskopi Posterior : Terdapat secret dari meatus medius
![Page 6: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/6.jpg)
Tampak massa berwarna putih kebiruan polip nasal
Adenoid tidak membesar
Atap nasofaring tidak didapatkan adanya massa
Leher dan tenggorok dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Nasoendoskopi
Didapatkan massa lunak licin berwarna putih kebiruan yang berasal dari meatus media
mengisi 1/3 tengah cavum nasi kanan dan kiri
Terdapat secret mukopurulen dari meatus medius
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis
Pemeriksaan Radiologik : Foto polos sinus posisi Waters
CT-Scan
DIAGNOSIS KERJA
Polip et causa Sinusitis Kronik
PATOGENESIS
Edema Kompleks Osteomeatal
Mukosa sinus yag saling berhadapan akan bertemu
![Page 7: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/7.jpg)
Silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat
Terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus
Terjadi transudasi
Keadaan ini menjadi media baik untuk pertumbuhan bakteri patogen
Bila berlangsung terus menerus
Terjadi hipoksia jaringan dan berkembang bakteri anaerob
Mukosa menjadi hipertrofi atau dapat terjadi pembentukan kista dan polip
PENATALAKSANAAN
Antibiotik : Penisillin amoksisilin selama 10-14 hari
Dekongestan
Kortikosteroid polipektomi medikamentosa
Fisioterapi
Polipektomi jikatidak membaik dengan medikamentosa atau polip yang sangat massif
KOMPLIKASI
![Page 8: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/8.jpg)
Kelainan Orbita
Kelainan Intrakranial
Mucocele
Osteomielitis
Sinobronchitis
![Page 9: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/9.jpg)
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI HIDUNG
Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke
paru-paru. Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat
bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.
Hidung bagian atas terdiri dari tulang dan hidung bagian bawah terdiri dari tulang rawan
(kartilago). Di dalam hidung terdapat rongga yang dipisahkan menjadi 2 rongga oleh septum,
yang membentang dari lubang hidung sampai ke tenggorokan bagian belakang. Tulang yang
disebut konka nasalis menonjol ke dalam rongga hidung, membentuk sejumlah lipatan. Lipatan
ini menyebabkan bertambah luasnya daerah permukaan yang dilalui udara.
Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir dan pembuluh darah.Luasnya permukaan dan
banyaknya pembuluh darah memungkinkan hidung menghangatkan dan melembabkan udara
yang masuk dengan segera. Sel-sel pada selaput lendir menghasilkan lendir dan memiliki
tonjolan-tonjolan kecil seperti rambut (silia). Biasanya kotoran yang masuk ke hidung ditangkap
oleh lendir, lalu disapu oleh silia ke arah lobang hidung atau ke tenggorokan. Cara ini membantu
membersihkan udara sebelum masuk ke dalam paru-paru.
Bersin secara otomatis membersihkan saluran hidung sebagai respon terhadap iritasi, sedangkan
batuk membersihkan paru-paru.
Sel-sel penghidu terdapat di rongga hidung bagian atas. Sel-sel ini memiliki silia yang
mengarah ke bawah (ke rongga hidung) dan serat saraf yang mengarah ke atas (ke bulbus
olfaktorius, yang merupakan penonjolan pada setiap saraf olfaktorius/saraf penghidu). Saraf
olfaktorius langsung mengarah ke otak.
Gambar 1. Anatomi hidung
![Page 10: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/10.jpg)
ANATOMI SINUS PARANASAL
Sinus paranasal merupakan ruang udara yang berada di tengkorak, bentuk sinus paranasal
sangat bervariasi pada tiap individu, semua sinus memiliki muara (ostium) ke dalam rongga
hidung. Ada 4 pasang sinus paranasal, yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus frontalis
(terletak di dahi), sinus etmoidalis (di antara kedua mata), dan sinus sfenoidalis (terletak di
belakang dahi).1,2
Sinus paranasal diperdarahi oleh arteri carotis interna dan eksterna serta vena yang
menyertainya seperti a. ethmoidalis anterior, a. ethmoidalis posterior dan a. Sfenopalatina.1,3
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus frontalis dan sfenoidalis. Sinus
maksila dan ethmoid sudah ada saat anak lahir sedangkan sinus frontalis mulai berkembang pada
anak lebih kurang berumur 8 tahun sebagai perluasan dari sinus etmoidalis anterior sedangkan
sinus sfenoidalis berkembang mulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari postero-superior
rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimum pada usia 15-18 tahun.1
Gambar 2. Sinus paranasalis tampak depan
![Page 11: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/11.jpg)
Kompleks ostio-meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara
saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah ini dinamakan
Kompleks Ostio-Meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid, bula etmoid, dan sel-sel
etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium maksila.1
Sistem Mukosiliar
Di dalam sinus terdapat mukosa bersilia dan palut lendir di atasnya. Silia bergerak secara
teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium. Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran
transpor mukosiliar dari sinus. Lendir dari kelompok sinus aterior yang bergabung di
infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan tuba Eustachius. Lendir dari sinus
posterior bergabung dengan resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior
muara tuba. 1
Fungsi dari sinus paranasal: 1,2
- Pengkondisian udara
- Sebagai penahan suhu
- Membantu keseimbangan kepala
- Resonansi suara
- Peredam perubahan tekanan udara
![Page 12: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/12.jpg)
- Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung
SINUSITIS
Definisi
Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini meliputi sinus maksila
(sinusitis maksila), sinus etmoid (sinusitis etmoid), sinus frontal (sinusitis frontal) dan sinus
sfenoid (sinusitis sfenoid). Peradangan yang mengenai mukosa beberapa sinus paranasal disebut
multisinusitis. Peradangan yang mengenai mukosa semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Yang paling sering terjadi adalah sinus etmoid dan maksila. 1
Etiologi1
Infeksi virus
- Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas
(misalnya pilek)
Bakteri
- Bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis adalah Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae
Infeksi jamur
- Jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus paranasal adalah spesies
Aspergillus dan Candida
Penyakit tertentu
- Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan dan
penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik)
Faktor predisposisi 1,4
1) Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik
2) Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok, polusi
udara, atau karena panas dan kering
3) Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti :
Atresia atau stenosis koana
![Page 13: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/13.jpg)
Deviasi septum
Hipertroti konka media
Polip yang dapat terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik
Tumor atau neoplasma
Hipertroti adenoid
Udem mukosa karena infeksi atau alergi
Benda asing
4) Kelainan imunologi didapat seperti imunodefisiensi karena leukemia dan imunosupresi
oleh obat
5) Rinitis alergika
Klasifikasi
Konsensus tahun 2004 membagi sinusitis menjadi sinusitis akut ( gejala berlangsung
sampai 4 minggu), subakut (gejala selama 4 minggu-3 bulan), dan akut (gejala lebih dari 3
bulan). 1,4
Sinusitis Akut Memiliki tanda-tanda peradangan akut
Sinusitis SubAkut Memiliki tanda-tanda peradangan akut yang telah mereda
Perubahan histologik mukosa sinus paranasal masih reversibel
Sinusitis Kronis Perubahan histologik mukosa sinus paranasal sudah ireversibel (berubah
menjadi jaringan granulasi dan polipoid)
Patogenesis
Edema pada kompleks osteomeatal menyebabkan mukosa sinus paranasal yang saling
berhadapan akan bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak. Akibatnya lendir tidak dapat
dialirkan. Gangguan drainase ini juga diiringi oleh gangguan ventilasi dalam sinus paranasal.
Selain kurang aktifnya silia, lendir yang dihasilkan oleh mukosa sinus paranasal menjadi lebih
kental. Keadaan ini menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen. Bila sumbatan
ini berlangsung terus-menerus maka dapat terjadi hipoksia jaringan, retensi lendir dan perubahan
jaringan. Retensi lendir menimbulkan infeksi bakteri anaerob. Jaringan dapat berubah menjadi
hipertrofi, polipoid, polip, atau kista. 1
![Page 14: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/14.jpg)
Gejala
Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun
pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari kemudian perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam hari.5 Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat, nyeri/rasa
tekan pada muka, dan ingus purulen yang sering turun ke tenggorok (post nasal drip). Keluhan
nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut. Nyeri
pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan
sinusitis etmoid, nyeri di dahi menandakan sinusitis frontal, nyeri di verteks, oksipital, belakang
bola mata, dan mastoid. Keluhan lainnya adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, dan halitosis.1
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior. Tanda khas ialah adanya pus di
meatus medius (pada sinusitis maksila, etmoid anterior, dan frontal) atau di meatus superior
(pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan
hiperemis.1
Pemeriksaan penunjang
1. Transluminasi (Diaphanoscopia)
Transluminasi pada daerah atap dari orbita jika memberikan gambaran yang terang
menunjukkan sinus frontalis berkembang dengan baik dan normal, namun jika gambarannya
gelap menunjukkan sinus tidak berkembang atau adanya pus, mukosa yang menebal ataupun
terdapatnya neoplasma.1,6
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat membantu menegakkan diagnosa sinusitis
frontalis adalah sebagai berikut: 1,7
a. Posisi Waters
Posisi ini yang paling sering digunakan. Maksud dari posisi ini adalah untuk
memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah antrum maksila. Hal ini
didapatkan dengan menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu
![Page 15: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/15.jpg)
menyentuh permukaan meja. Bidang yang melalui kantus medial mata dan tragus
membentuk sudut lebih kurang 37 derajat dengan film.proyeksi waters dengan mulut
terbuka memberikan pandangan terhadap semua sinus paranasal.7
b. Posisi lateral
Kaset dan film diletakkan paralel terhadap bidang sagital utama tengkorak.
3.CT-SCAN 1
Lebih akurat untuk melihat kelainan sinus, namun harganya lebih mahal.
Pengobatan
Tujuan terapi sinusitis adalah mempercepat penyembuhan ,mencegah komplikasi,
mencegah perubahan kronik.
Pengobatan medikamentosa terdiri dari:1
1. Antibiotika yang adekuat paling sedikit selama 2 minggu. Antibiotik yang dipilih adalah
golongan penisilin seperti amoksilin. Jika kuman telah resisten dapat diberikan amoksilin
klavunat
2. Analgetika untuk mengatasi rasa nyeri
3. Dekongestan
4. Steroid oral/topikal
5. Pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi)
6. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat
Tindakan operasi
Tindakan bedah dengan Bedah sinus endoskopi fungsioonal (BSEF/FESS) dapat
dilakukan jika: sinusitis kronik yang tidak membaik dengan terapi adekuat, sinusitis kronik
dengan kista atau kelainan yang irreversibel, adanya komplikasi sinusitis, serta sinusitis jamur.1
Komplikasi
Saat ini komplikasi sinusitis jarang terjadi karena adanya antibiotika spektrum luas.
Komplikasi sinusitis biasanya terjadi pada sinusitis akut. Timbulnya komplikasi karena terapi
yang tidak adekuat atau terlambat.1
![Page 16: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/16.jpg)
1. Penyebaran ke arah mata: Pada anak-anak komplikasi yang
paling sering ialah ke arah mata sebagai perluasan infeksi
dari sinus yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering
adalah sinusitis frontal dan sinusitis maksila. Kelainan yang
dapat timbul ialah: edema palpebra, selulitis orbita, abses
subperiostal, abses orbita, dan trombosis sinus kavernosus
2. Osteomyelitis dan sub-periostal abses: Sering disebabkan oleh sinusitis frontalis
3. Kadang-kadang oleh sinusitis maksilaris yang asalnya gigi molar
4. Kelainan paru: seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Kelainan sinus
yang disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis.
5. Komplikasi ke arah kranial:
Meningitis
Abses ekstradural dan subdural
Abses otak
Trombosis sinus kavernosus
POLIP HIDUNG
Definisi
Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat timbul
pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada
polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau
meningoensefalokel.1
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit
atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai
saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.
Patogenesis
![Page 17: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/17.jpg)
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom
serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat
peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks
ostiomeatal. Terjadi prolabs submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar
baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat
retensi air sehingga terbentuk polip. 1
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-
sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama kelamaan menjadi polip. Bila
proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan
turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai. 1
Makroskopis
Secara makroskopik polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin,
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal
atau multipel dan tidak sensitif (bial ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat
tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila
terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-
merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena
banyak mengandung jaringan ikat. 1
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostio-meatal (KOM) di meatus
medius dan sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal
tangkai polip dapat dilihat. 1
Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip
koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-
koana. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid. 1
Mikroskopis
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu
epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit,
![Page 18: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/18.jpg)
sel plasma, eosinofil, neutrofil, dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh
darah, saraf, dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia
epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis
tanpa keratinisasi. 1
Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2 yaitu polip tipe
eosinofilik dan tipe neutrofilik. 1
Anamnesis
Keluhan utama penderita polip nasi adalah hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai
berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-
bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi
sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat ialah
bernapas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. 1
Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama
pada penderita polip nasi nasi dengan asma. Selain itu harus ditanyakan riwayat rintis alergi,
asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan.
Pemeriksaan fisik
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak
mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai
massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip, menurut Mackay dan Lund (1997): 1
Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius
Stadium 2: Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi
belum memenuhi rongga hidung.
Stadium 3 : Polip yang masif.
Pemeriksaan penunjang: 1
![Page 19: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/19.jpg)
1.Naso-endoskopi
Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang
baru. Polip stadium 1 dan 2, kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior
tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada kasus polip koana juga dapat dilihat
tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maxilla.
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan
penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada
kasus polip. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT Scan) sangat bermanfaat untuk melihat
dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, selain anatomi,
polip, atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip
yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada
perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.
Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan;
mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi
medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan
respons yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe
neutrofilik. 1
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat
masif dipertimbangakn untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstrasi polip (polipektomi)
menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal, etmoidektomi intranasal atau
etmoidektomi ekstranasal umtuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maxilla. Yang
terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka akan dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus
Endoskopi Fungsional). 1
![Page 20: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/20.jpg)
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
![Page 21: tht](https://reader035.vdokumen.net/reader035/viewer/2022062221/55cf94b9550346f57ba3fa25/html5/thumbnails/21.jpg)
1. Endang Mangunkusumo & Nusjirwan Rifki. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi,
Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2006.
2. Shyamal, Kumar DE. Fundamental of Ear, Nose and Throat & Head-Neck Surgery.
Calcuta: The New Book Stall; 1996. 191-8
3. Becker W, Naumann HH, Pfalfz CR. A Pocket Reference Ear, Nose And Throat Disease .
Second Revised Edition. New York: Thieme; 1994. 170-7
4. Ghory,H.Z. Sinusitis. (Updated: Aug 19,2009). Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/764534-overview. Accesed: April 15,2010.
5. Hilger PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Editor: Harjanto Effendi. Jakarta: EGC; 1997. 244-5
6. Rukmini S, Herawat S. Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung & Tenggorok. Jakarta: EGC;
2000. 26-48
7. Laszlo I. Radiologi Daerah Kepala dan Leher. Dalam: Penyakit Telinga,
Hidung,Tenggorok, Kepal & Leher Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. 2-9