terumbu karang teluk lampung ok

165

Upload: verosalinda

Post on 29-Nov-2015

174 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Page 1: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Page 2: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ � ��

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan

rahmat-Nya sehingga terselesaikannya Laporan Akhir “Pemetaan Terumbu Karang di

Teluk Lampung” dengan baik. Laporan ini merupakan lanjutan dan perbaikan dari

Laporan Draf Laporan Akhir yang sudah dibuat sebelumnya.

Laporan Akhir (Final Repport) pelaksanaan pekerjaan “ Pemetaan Terumbu Karang di

Teluk Lampung ” ini secara sistematis tersusun menjadi : Bab I Pendahuluan, Bab II

Gambaran Umum Wilayah, Bab III Pendekatan dan Metodologi, Bab IV Pemetaan

Terumbu Karang dan permasalahannya, Bab V Arahan Rencana Pengelolaan Terumbu

Karang Teluk Lampung.

Kami berharap bahwa laporan akhir ini dapat memberikan gambaran yang sesungguhnya

tentang kondisi ekosistem terumbu karang di Teluk Lampung, sehingga hasil kajian ini

dapat dijadikan referensi dan bahan untuk pengambilan keputusan serta kebijakan

pemerintah dalam mengantisipasi fenomena Global Warming yang sudah terjadi. Untuk

kemudian dapat diimplementasikan dalam bentuk kegiatan aksi untuk melakukan

pelestarian, rehabilitasi, dan pengawasan terumbu karang di Teluk Lampung.

Demikian maksud dari laporan ini dibuat, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan

terima kasih.

Bandar Lampung, Desember 2007

PT. TARAM

Page 3: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ � ���

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR TABEL vi DAFTAR GRAFIK vii BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Maksud dan Tujuan I-4 1.3 Sasaran I-4 1.4 Keluaran Kegiatan I-5 1.5 Lingkup dan Lokasi Kegiatan I-5 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH II-1 2.1 Provinsi Lampung II-1 2.2 Profil Wilayah Pesisir Lampung II-3 2.3 Teluk Lampung II-5 2.3.1 Iklim II-8 2.3.2 Sungai dan DAS II-8 2.3.3 Geologi II-9 2.3.4 Hidro Oseanografi Teluk Lampung II-11 2.3.4.1 Batimetri Perairan Teluk Lampung II-11 2.3.4.2 Pasang Surut II-12 2.3.4.3 Arus Laut II-14 2.3.4.4 Gelombang II-18 2.3.4.5 Suhu dan Salinitas II-20 2.3.4.6 Pencemaran Laut II-20 2.3.5 Tsunami II-22 2.3.6 Kondisi Biologi Teluk Lampung II-23 2.3.6.1 Mangrove II-23 2.3.6.2 Terumbu Karang II-24 2.3.6.3 Padang Lamun II-24 2.3.6.4 Algae II-25 2.3.6.5 Echinodermata II-25 2.3.6.6 Crustacea II-25 2.3.6.7 Mollusca II-25 2.3.6.8 Ikan II-25 2.3.7 Sosial Kependudukan II-27 2.3.7.1 Kota Bandar Lampung II-28 2.3.7.1 Kabupaten Lampung Selatan II-28 BAB III PENDEKATAN DAN METODELOGI III-1

Page 4: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ � ����

3.1 Metode Pendekatan Studi III-1 3.2 Metode Pengumpulan Data III-4 3.2.1 Metode Manta Tow III-5 3.2.2 Metode Line Intercept Transect (LIT) III-8 3.2.3 Citra satelit Landsat III-12 3.2.4 Faktor-faktor Oseanografi III-14 3.2.5 Sosial Ekonomi dan Budaya III-15 3.3 Analisis Data III-15 3.3.1 Analisis Data Terumbu Karang III-15 3.3.2 Analisis Citra satelit III-15 3.3.3 Analisis Sosial, Ekonomi dan Budaya III-16 3.3.4 Analisis Arahan Pengelolaan dan Pemanfaatan Terumbu

Karang III-21

BAB IV PEMETAAN TERUMBU KARANG DAN PERMASALAHANNYA

IV-1

4.1 Pemetaan Terumbu Karang Teluk Lampung IV-1 4.1.1 Pulau Tangkil IV-8 4.1.2 Pulau Tegal IV-10 4.1.3 Pulau Maitem IV-13 4.1.4 Pulau Kelagian IV-15 4.1.5 Pulau Puhawang IV-17 4.1.6 Pulau Siuncal IV-20 4.1.7 Pulau Legundi IV-22 4.1.8 Pulau Tiga IV-27 4.1.9 Pulau Condong IV-29 4.1.10 Pulau Pedada IV-31 4.1.11 Pulau Lelangga IV-37 4.1.12 Ketapang IV-41 4.1.13 Pesisir Pantai Kalianda IV-43 4.1.14 Pantai Tanjung Selaki-Pasir Putih IV-46 4.1.15 Lokasi Batu Bara IV-49 4.1.16 Kepulauan Sebuku IV-50 4.1.17 Kepulauan Sebesi IV-53 4.1.18 Pesisir Pantai Bandar Lampung IV-46 4.2 Perubahan Ekosistem Terumbu Karang di Teluk Lampung IV-58 4.3 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan Pesisir Teluk Lampung IV-60 4.4 Permasalahan Terumbu Karang Teluk Lampung IV-64 BAB V ARAHAN RENCANA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

TELUK LAMPUNG

V-1

Page 5: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ � ���

�������������

BAB I PENDAHULUAN 1-1 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-1

Tabel 2.1 Amplitudo Komponen Pasut Utama di Perairan Teluk Lampung 2-13 Tabel 2.2 Kisaran Tinggi Muka Laut di Panjang, Teluk Lampung 2-14 Tabel 2.3 Kecepatan dan Arah Arus Musim di Selat Sunda 2-15 Tabel 2.4 Kecepatan dan Arah Angin di Panjang dan Perkiraan Kuat Arus

yang ditimbulkan

2-16 Tabel 2.5 Kecepatan Arus pasang Surut Maksimal di Selat Sunda 2-18 Tabel 2.6 Tinggi Gelombang di Sekitar Perairan Panjang 2-19 Tabel 2.7 Kondisi Gelombang di Sekitar perairan antara Pulau Maitem dan

Pulau Kelagian

2-19 Tabel 2.8 Nilai Parameter Kualitas Air di Teluk Lampung 2-21 Tabel 2.9 Kondisi Kependudukan Kecamatan Pesisir di Kota Bandar

Lampung

2-28 Tabel 2.10 Kondisi Kependudukan di Kecamatan Pesisir Kabupaten

Lampung Selatan

2-29 Tabel 2.11 Jumlah Sekolah di Kecamtan Pesisir Kabupaten Lampung

Selatan

2-30 Tabel 2.12 Jumlah Murid per Tingkat Sekolah di Kecamatan pesisir, Kab

Lam-Sel

2-30 Tabel 2.13 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Pesisir Kab.

Lampung Selatan

2-30 BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3-1

Tabel 3.1 Kategori Bentuk Substrat Dasar 3-11 Tabel 3.2 Data Hasil Transek 3-12 Tabel 3.3 Kategori Sensor MSS (Multi Spectrum Scanner) 3-13 Tabel 3.4 Karakteristik Sensor TM (Thematic Mapper) 3-14

BAB IV PEMETAAN TERUMBU KARANG DAN

PERMASALAHANNYA

4-1 Tabel 4.1 Persentase Tutupan dan Kondisi Karang dan Beberapa Lokasi

Penyelaman di Teluk Lampung

4-2 Tabel 4.2 Persentase Masyarakat terhadap Lingkungan Pesisir Teluk

Lampung

4-16 Tabel 4.3 Penyebab Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Teluk

Lampung

4-65

Page 6: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ � ��

�������������

BAB I PENDAHULUAN 1-1 Gambar 1.1 Foto Ilustrasi Pengeboman Ikan yang dilakukan oleh Nelayan 1-2 Gambar 1.2 Bintang Laut Berduri (Acanthaster planci) 1-3 Gambar 1.3 Komoditi Perikanan Tangkap dan Budidaya yang sangat tergantung

dengan Kelestarian Ekosistem Terumbu Karang di Teluk Lampung 1-5

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-1 Gambar 2.1 Peta Wilayah Propinsi Lampung 2-2 Gambar 2.2 Peta Potensi Abrasi dan Sedimentasi di Perairan Teluk Lampung 2-4 Gambar 2.3 Budidaya Laut dengan Bagan Apung 2-5 Gambar 2.4 Peta Sebaran Habitat dan Daerah Rawan Pengeboman 2-6 Gambar 2.4 Gempa dan Tsunami Teluk lampung dan Pantai Selatan Jawa 2- 23 BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3-1 Gambar 3.1 Gambar Diagram Alir Tahapan Kegiatan Pemetaan 3-3 Gambar 3.2 Tekanan yang diberikan Terhadap Ekosistim Terumbu Karang 3-4 Gambar 3.3 Teknik Survey Terumbu Krang dengan Metode Manta Tow 3-5 Gambar 3.4 Terumbu Karang yang Rusak dari Kegiatan Pengeboman 3-6 Gambar 3.5 Estimasi dari Persentase Tutupan Karang 3-7 Gambar 3.6 Manta Board, Papan Pengamatan yang digunakan sebagai Pencatat

Data

3-8 Gambar 3.7 Cara Pencatatan data koloni Karang pada Metode Transek garis 3-10 Gambar 3.8 Teknik Line Interception Transect (LIT) 3-12 BAB IV PEMETAAN TERUMBU KARANG DAN PERMASALAHANNYA 4-1 Gambar 4.1 Penambangan Terumbu Karang untuk Bahan Bangunan 4-4 Gambar 4.2 Pulau Tangkil 4-9 Gambar 4.3 Teluk Tegal sering digunakan oleh Kapal-kapal Ikan untuk

Beristirahat

4-10 Gambar 4.4 Kondisi Terumbu Karang yang masih baik di Teluk Tegal 4-11 Gambar 4.5 Bintang Laut Berduri (Acanthaster plancii)yang ada di Perairan

Pulau Tegal

4-12 Gambar 4.6 Pulau Maitem dengan Perairan yang Dangkal Kerap didatangi

Nelayan untuk menangkap ikan

4-13 Gambar 4.7 Beberapa Variant Biota Bintang Laut Berduri (Acanthaster plancii)

4-14 Gambar 4.8 Pulau Kelagian yang Berbukit Dilihat dari Arah Laut 4-15 Gambar 4.9 Karang Lunak Jenis Sinularia flexibilitas Banyak ditemukan di

Kedalaman 7 Meter

4-16 Gambar 4.10 Bangunan Jaring Apung yang Banyak terdapat di Perairan Pulau

Puhawang

4-18 Gambar 4.11 Lokasai Peristirahatan dan Beberapa Kondisi Karang di Pulau

Puhawang Lunik

4-18 Gambar 4.12 Jangkar Perahu Berpotensi Merusak Keutuhan Karang 4-19 Gambar 4.13 Pulau Siuncal di Lihat dari Arah Selat Siuncal 4-20 Gambar 4.14 Pelabuhan Kapal di Pulau Legundi 4-23 Gambar 4.15 Tumpukan Karang untuk Bahan bangunan di Pulau Legundi 4-23 Gambar 4.16 Beberapa Bentuk Tumbuh Karang, Lobster dan Bintang Laut

Page 7: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ � �

Berduri 4-24 Gambar 4.17 Pecahan Karang Mati (rubble) akibat Pengeboman 4-25 Gambar 4.18 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Seserot 4-25 Gambar 4.19 Beberapa Spesies Karang yang dibudidayakan untuk Ekspor di

Pulau Unang-unang

4-26 Gambar 4.20 Pulau Tiga dilihat dari Arah Canti Kabupaten Lampung Selatan

4-27 Gambar 4.21 Pembangunan Tanggul Penahan Pantai yang Menggunakan Karang

4-29 Gambar 4.22 Pembangunan Fasilitas Peristirahatan dan Budidaya Laut dengan

Jaring Tancap di Pulau Condong

4-30 Gambar 4.23 Kondisi Perairan Teluk Kucangreang yang terdiri Batuan Cadas,

Karang Mati, Lunak serta Makro Algae

4-32 Gambar 4.24 Pos Penjagaan Kompleks Budidaya di Pulau Balak 4-33 Gambar 4.25 Sponge Jenis Callyspongia aerizusa di Perairan Pulau Lok

4-34 Gambar 4.26 Pulau Lunik 4-35 Gambar 4.27 Pualu Tanjung Putus dilihat dari Arah Laut 4-36 Gambar 4.28 Acropora cytherea, dan beberapa Spesies Karang Lunak di Perairan

Pulau Lelangga Balak

4-38 Gambar 4.29 Pulau Lelangga Lunik di Lihat dari Laut dan Kondisi Terumbu

Karang yang rusak di Perairan Pulau Lelangga Lunik

4-39 Gambar 4.30 Pintu Gerbang Kawasan Militer TNI AL Lili, Laut dan Hamparan

Karang Jari Acropora irregularis

4-42 Gambar 4.31 Makro Algae Halymenia durvillae, Caulerpa racemosa dan

Turbinaria decurrens di Canti

4-45 Gambar 4.32 Aktifitas Wisata di Pantai Pasir Putih, Sampah dan Kondisi Karang

di Dasar Perairan

4-47 Gambar 4.33 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Sebuku dan di Pulau Elang

4-51 Gambar 4.34 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Sebesi pada Kedalaman 10

Meter

4-54 Gambar 4.35 Pulau Kubur dilihat dari PPI Lempasing, dan Sea Grass Jenis

Enhallus di Dasar Perairan Bandar Lampung

4-57 BAB V ARAHAN RENCANA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

TELUK LAMPUNG

V-1

Page 8: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

�������������������� ����

��������������

BAB I PENDAHULUAN 1-1 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-1 BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3-1 BAB IV PEMETAAN TERUMBU KARANG DAN

PERMASALAHANNYA

4-1

Grafik 4.1 Persentase Tutupan Karang di Teluk Lampung 4-2 Grafik 4.2 Persentase Tutupan Karang di Pulau Tangkil 4-8 Grafik 4.3 Persentase Tutupan Karang di Teluk Pedada 4-37 Grafik 4.4 Persentase Tutupan Karang di Teluk Lelangga 4-37 Grafik 4.5 Persentase Tutupan Karang di Perairan Ketapang 4-41 Grafik 4.6 Persentase Tutupan Karang di Pantai Kalianda 4-43 Grafik 4.7 Persentase Tutupan Karang di Perairan Tanjung Selaki-

Pasir Putih

4-48 Grafik 4.8 Rata-rata Persentase Tutupan Karang di Kepulauan Sebuku 4-52 Grafik 4.9 Rata-rata Penutupan Karang di Pulau Sebesi 4-55 Grafik 4.10 Tutupan Karang di Pesisir Pantai Bandar Lampung 4-57 Grafik 4.11 Tutupan Karang di Teluk Lampung tahun 1998 4-58 Grafik 4.12 Tutupan Karang Hidup di Teluk Lampung Tahun 1998 dan

Tahun 2007

4-59 BAB V ARAHAN RENCANA PENGELOLAAN TERUMBU

KARANG V-1

Page 9: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ �������������� � Bab I - 1

Bab I� ��������������������������������������������

1.1 Latar Belakang

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan wilayah yang kaya akan

keragaman hayati dan mempunyai potensi sebagai pendukung pengembangan

pembangunan kelautan dan perikanan berkelanjutan. Secara ekologis habitat alami

pesisir menjadi pusat kehidupan dan tempat asuhan berbagai jenis biota laut lainnya,

seperti ikan, udang, moluska, echinodermata dan berbagai jenis rumput laut. Banyak

diantara biota tersebut memiliki nilai ekonomi penting dan dapat menjadi tulang

punggung pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat di wilayah pesisir. Hal ini dapat

tercapai dengan cara pengelolaan yang seimbang antara intensitas dan diversitas

pemanfaatan yang didasarkan pada ketersediaan data ilmiah dan kemampuan daya

dukung lingkungan serta kepedulian dari para pihak (stakeholders).

Untuk mendukung revitalisasi di bidang kelautan dan perikanan dan pengembangan

jenis komoditi sumberdaya kelautan maka salah satu kegiatan yang dilakukan adalah

dengan pemetaan terumbu karang. Sumber daya kelautan dan perikanan perlu

diseimbangkan agar kelestariannya dapat terpelihara dengan baik sehingga dapat

menopang sumber-sumber ekonomi secara lestari, dengan memperbaiki lingkungan

terumbu karang melalui teknologi transpalansi karang, dan upaya pengawasan ekosistem

terumbu berbasis masyarakat.

Wilayah perairan Teluk Lampung meliputi luas wilayah 3.865 km2 dengan panjang

garis pantai 140 km, dan jumlah pulau-pulau kecil mencapai 51 buah. Kondisi terumbu

karang di wilayah Teluk Lampung kini secara kasat mata sebagian besar sudah

rusak. Oleh karena itu perlu dilakukan studi dan pemetaan kondisi terumbu

Page 10: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ �������������� � Bab I - 2

karang di Teluk Lampung untuk mengetahui kondisi aktual.

Dewasa ini sebagian besar vegetasi mangrove di Teluk Lampung telah dikonversi

menjadi lahan tambak. Kondisi pesisir sepanjang Teluk Lampung sebagian besar

bergelombang dengan bentangan yang sempit sampai pinggiran pantai yang terjal

dan berbatasan langsung dengan perbukitan. Teluk Lampung selain memiliki potensi

perikanan juga mempunyai potensi kelautan dan jasa-jasa kelautan seperti

perhubungan, wisata, ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun, budidaya

mutiara dan sebagainya.

Kondisi terumbu karang telah mengalami gangguan akibat dari penangkapan ikan yang

menggunakan bahan peledak dan bahan kimia. Hal ini terlihat dari proporsi karang mati

sekitar Rangai telah mencapai 30,4 % di kedalaman 10 meter. Namun demikian proporsi karang

hidup masih di atas 50 % dan kondisi ini hampir sama untuk wilayah Ketapang-Padang

Cermin, Kalianda-Way Muli dan Bakauheni (Bapeda Propinsi Lampung, 2003).

�������

����

��������������� ����� ��� �� �������� ������

��� ����� ����� �������� ����� � �� ������

������������������������������� ��� �������

��� ������������� �����������

Terumbu karang di Pesisir Teluk Lampung umumnya dari jenis karang tepi dengan

bentangan berkisar 20 meter sampai 120 meter dari bibir pantai sampai kedalaman 17

sampai 20 meter. Ancaman terhadap terumbu karang tidak hanya dari aktivitas

penangkapan oleh nelayan tetapi juga berupa pengambilan batu karang untuk bahan

bangunan dan jalan seperti yang umum dijumpai disetiap pemukiman sepanjang pantai

berkarang.

Page 11: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ �������������� � Bab I - 3

Perubahan kondisi pesisir telah menimbulkan berbagai dampak secara langsung

maupun tidak langsung terhadap masyarakat, seperti menurunnya hasil tangkapan

nelayan, terjadinya abrasi dan banjir. Berdasarkan kajian proyek pesisir (2004) diketahui

beberapa isu penting dalam pengelolaan wilayah pesisir di Lampung Selatan yaitu :

� Belum adanya tata ruang wilayah pesisir secara rinci

� Banyaknya kawasan sempadan pantai yang dikonversi menjadi peruntukan lain

dengan perencanaan yang kurang tepat

� Belum jelas batas-batas peruntukan ruang laut untuk kegiatan penangkapan, budidaya, alur

perhubungan dan penempatan bagan.

� Kondisi terumbu karang umumnya rusak akibat penggunaan bahan peledak, pengambilan

karang untuk bahan bangunan, dan penggunaan potassium sianida.

� Berkembangnya usaha penangkapan yang bersifat merusak sumberdaya akibat dari

lemahnya pengawasan.

� Menurunnya kualitas ekosistem alami wilayah pesisir.

� Belum berkembangnya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu, baik

keterpaduan perencanaan antar sektor, keterpaduan wilayah, keterpaduan

lingkungan dan sumberdaya.

�������

���

�� � �� ���� ������ ����������� � ������� ��� ���

����� ������������ ��� ��� ��������� ���

������ ���� �� ������� � ��� � ����� � �� � ��

������������������������ ������ �������������� ���

Page 12: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ �������������� � Bab I - 4

Terumbu karang merupakan habitat bagi beragam biota laut yang membantu keseimbangan

ekosistem antar jenis melalui rantai pangan. Pengambilan secara berlebihan terhadap

salah satu jenis tertentu akan melumpuhkan penurunan terhadap potensi

sumberdayanya. Khususnya terumbu karang tepi dan penghalang, berperan penting

sebagai pelindung pantai dari arus dan ombak sementara itu berbagai jenis ikan

menggunakan terumbu karang sebagai tempat memijah, pembesaran/asuhan dan

tempat menemukan atau mencari makanan.

1.2 Maksud dan Tujuan

a Menyediakan data dan informasi mengenai kondisi terumbu karang di Teluk

Lampung.

b Memberikan arahan upaya pengelolaan dan pemanfaatan habitat terumbu karang.

1.3 Sasaran

a. Tersedianya data dan informasi sumberdaya terumbu karang di Teluk Lampung.

b. Mendukung kegiatan pengelolaan ekosistem terumbu karang sehingga terciptanya

kawasan konservasi terumbu karang.

1.4 Keluaran Kegiatan

Keluaran/Output yang diharapkan dari kegiatan Pemetaan Terumbu Karang di Teluk

Lampung ini meliputi :

1. Teridentifikasinya kondisi terumbu karang di Teluk Lampung.

2. Teridentifikasinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi terumbu karang di

Teluk Lampung.

3. Tersedianya peta kondisi terumbu karang di Teluk Lampung.

4. Tersusunnya strategi pelestarian dan rehabilitasi terumbu karang di Teluk Lampung.

Page 13: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

������������������ �������������� � Bab I - 5

�������

���

������������������� �� ����� ��������� ��

� ������ �� ���� � �������� ������������������

� ��������������� ���

1.5 Lingkup dan Lokasi Kegiatan

a) Ruang Lingkup

� Penyusunan rencana kegiatan.

� Identifikasi lokasi dan inventarisasi potensi terumbu karang.

� Pemetaan ekosistem terumbu karang yang rusak akibat kegiatan penangkapan

ikan yang tidak ramah lingkungan.

� Analisis data dan informasi sekunder seperti terjadinya pencemaran laut, tsunami,

hidrooceanografi, kedalaman, pola arus, pasang surut dan sebagainya.

� Pelaksanaan kegiatan pemetaan sumberdaya terumbu karang.

� Mensosialisasikan kepada masyarakat.

� Monitoring dan evaluasi.

� Pelaporan dan diskusi.

b) Lokasi Kegiatan

Wilayah kegiatan Pemetaan Terumbu Karang adalah di wilayah Teluk Lampung.

Pemilihan lokasi studi tersebut dimaksudkan bahwa wilayah tersebut merupakan

daerah dengan aktifitas ilegal fishing yang cukup tinggi diduga kerusakan terumbu

karang mencapai lebih dari 70 % sehingga perlu dilestarikan agar sumberdaya

terumbu karang dapat berkelanjutan pemanfaatannya.

Page 14: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 1

Bab II. GAMBARAN UMUM WILAYAH

2.1 Provinsi Lampung

Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkan Peraturan

Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964.

Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan

Provinsi Sumatera Selatan. Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 Maret 1964

tersebut secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan,

namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukan potensi

yang sangat besar.

Provinsi Lampung terletak di ujung Pulau Sumatera, yang menghubungkan Pulau

Sumatera dengan Pulau Jawa melalui Selat Sunda. Provinsi Lampung mempunyai luas

daerah berkisar 35.377 km2 termasuk pulau-pulau yang terletak di bagian ujung

Tenggara Pulau Sumatera. Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada :

Utara - Selatan : 3045' LS - 6045' LU

Timur - Barat : 105050' BT - 103040' BT

Dengan luas perairan laut Provinsi Lampung diperkirakan lebih kurang 24.820 km2

(Sumber: Atlas Sumberdaya Pesisir Lampung, 1999).

Page 15: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 2 

Gambar 2.1 Peta Wilayah Propinsi Lampung, (besar) Peta Teluk Lampung (kecil).

Page 16: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 3

Secara administratif, batas wilayah Provinsi Lampung adalah sebagai berikut : Sebelah

Utara dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, Sebelah Selatan dengan

Selat Sunda, Sebelah Timur dengan Laut Jawa, dan Sebelah Barat dengan Samudera

Hindia.

Jumlah penduduk Provinsi Lampung Pada tahun 2002 mencapai 6.787.654 jiwa.

Dengan luas wilayah 3.528.835 Ha berarti kepadatan penduduknya mencapai

192.35 jiwa per km2. Jumlah wilayah administrasi di Provinsi Lampung pada

tahun 2002 tercatat jumlah kabupaten/kota sebanyak 10, terdiri dari 2 kota dan 8

kabupaten, yaitu : Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Tanggamus,

Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Selatan,

Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung

Tengah, dan Kabupaten Lampung Barat. Namun pada tahun 2007 telah ditetapkan

Kabupaten Pesawaran sebagai kabupaten baru hasil dari pemekaran Kabupaten

Lampung Selatan.

Perekonomian Lampung didominasi oleh 3 (tiga) sektor kegitan ekonomi, yakni sektor

pertanian, sektor perdagangan/hotel/restoran dan sektor industri pengolahan mata

pencaharian utama penduduk adalah sektor pertanian, perkebunan dan perikanan, serta

industri kecil.

Pemanfaatan lahan di Provinsi Lampung saat ini didominasi oleh penggunaan hutan

sebesar 985.085 Ha, untuk perkebunan tercatat seluas 681.901 Ha, untuk tegalan dan

ladang seluas 631.687 Ha.

2.2 Profil Wilayah Pesisir Lampung

Wilayah pesisir Lampung merupakan pertemuan antara dua fenomena, yaitu laut (Laut

Jawa dan Samudra Hindia) dan darat (pegunungan Bukit Barisan Selatan dan dataran

rendah alluvial di bagian timur propinsi ini). Wilayah pesisir ini bermula dari daratan

pasang air tinggi sampai ke pinggiran paparan benua (continental shelf). Semua itu

menunjukkan perbedaan dua habitat dengan perbedaan flora dan fauna. Fenomena alam

tersebut memberikan pengembangan proses di wilayah pesisir yang sangat unik dan

spesifik. Dengan demikian, secara ekologis wilayah pesisir ini tidak berdiri sendiri,

melainkan terpengaruh oleh faktor eksternal.

Page 17: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 4

Wilayah pesisir Propinsi Lampung dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian

yaitu Pantai Barat (227 km), Pantai Timur (270 km), Teluk Semangka (200 km), dan

Teluk Lampung (160 km). Keempat wilayah tersebut mempunyai karakteristik biofisik,

sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda.

Keadaan alam daerah Lampung dapat dijelaskan sebagai berikut ; sebelah Barat dan

Selatan, di sepanjang pantai, merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai lanjutan

dari jalur pegunungan Bukit Barisan. Ditengah-tengah merupakan dataran rendah,

sedangkan ke dekat pantai sebelah Timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus ke Utara,

merupakan daerah rawa-rawa perairan yang luas.

Terdapat perbedaan yang jelas antara wilayah pesisir Barat dengan wilayah pesisir

Timur. Pantai Barat merupakan jalur wilayah pesisir yang sempit, berlereng hingga

terjal (cliffs; rocky shores), sedangkan Pantai Timur merupakan hamparan peneplein

atau dataran pantai yang landai dan luas, jauh ke pedalaman. Iklim di perairan pesisir,

terutama Pantai Barat Lampung dipengaruhi oleh Samudera Hindia yang dicirikan oleh

adanya angin munson dan curah hujan yang tinggi, sekitar 2.500 - 3.000 mm/tahun.

(Stasiun Kalianda, 1991). Angin berhembus dari arah Selatan selama bulan Mei sampai

September, dan dari arah yang berlawanan selama bulan November sampai Maret.

Gambar 2.2 Peta  potansi  abrasi  dan sedimentasi  di  perairan Teluk Lampung. Panah  merah  yang mengarah  ke  garis  pantai menunjukkan  adanya potensi  Abrasi  di  pantai tersebut. Sebaliknya  panah  merah yang menjauhi garis pantai mengindikasikan  adanya potensi  sedimentasi  di pantai  tersebut  (Atlas Lampung, 1999). 

Page 18: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 5

Gelombang besar di Pantai Timur dan Teluk Lampung terjadi pada bulan Juni-

November. Tinggi gelombang berkisar antara 0,50 - 1,00 meter. Pertumbuhan

penduduk mempunyai efek balik yang serius terhadap lingkungan pesisir karena migrasi

dari daerah lain terutama di tempat-tempat yang padat populasinya seperti Bandar

Lampung (4.500 jiwa/km2).

Propinsi Lampung merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera, yang sarat dengan aliran

penumpang dari Jawa ke Sumatera dengan menggunakan unit kapal Ferry Merak-

Bakauheni, serta aliran barang sekitar 75.000 peti kemas/tahun melalui kapal laut yang

bongkar-muat di Pelabuhan Panjang. Kondisi tersebut menjadikan Lampung sebagai

daerah ‘spill over’ pembangunan di Pulau Jawa. Pada sisi lain, posisi strategis ini

memberi peluang pada perkembangan Lampung sebagai propinsi yang sedang giat

melaksanakan pembangunan.

Wilayah pesisir Lampung dicirikan dengan produktifitas ekosistem yang tinggi,

sehingga dapat mendukung kegiatan perekonomian Propinsi Lampung selama ini.

Ditinjau dari segi ekonomi, sumberdaya alam dan jasa lingkungan pesisir Lampung

cukup tahan terhadap pengaruh krisis total yang melanda negara ini.

Gambar 2.3  Budidaya Laut dengan Bagan Apung merupakan salah satu cara budidaya yang populer di Teluk Lampung. 

2.3 Teluk Lampung

Perikanan serta jasa lingkungan, baik keindahannya maupun fungsi perlindungan

Terumbu karang, di Teluk Lampung, merupakan aset sumberdaya alam pesisir yang

mampu menopang kelestarian pantainya, merupakan kekuatan yang spesifik untuk

menunjang perekonomian di propinsi ini. Hasil survei (CRMP, 1998) menunjukkan

bahwa potensi terumbu karang sebagai obyek wisata dan habitat ikan masih cukup

besar, dengan penutupan lebih dari 50% di kawasan Teluk Lampung. Walaupun

demikian, di beberapa lokasi menunjukkan penutupan karang yang sangat rendah,

Page 19: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 6

seperti di luar kawasan Teluk/gugus Krakatau yang kurang dari 10%. Potensi terumbu

karang di Lampung terdiri dari jenis karang tepi (fringing reef) dengan luasan relatif 20-

60 m2 sampai kedalaman maksimum 17 m. Sejumlah terumbu karang menyebar (patch

reef) tumbuh dengan baik di sisi Barat Teluk Lampung. Terumbu karang di kawasan

Selat Sunda (termasuk Teluk Lampung) memiliki sekitar 113 jenis, dengan rata-rata

keanekaragaman per lokasi agak rendah (49 jenis). Sementara itu terdapat sekitar 1.600

unit perikanan bagan yang menggantungkan penghasilan tangkapannya di sekitar

terumbu karang (Renstra PWP Lampung, 2000).

Penangkapan ikan di laut merupakan kegiatan ekonomi yang penting untuk propinsi ini,

karena kontribusinya dalam penyediaan protein hewani. Produksi perikanan laut yang

didaratkan di Teluk Lampung sekitar 51.000 ton/tahun, di Pantai Timur sekitar 43.000

ton/tahun, dan di Pantai Barat sekitar 10.000 ton/tahun (data 1997). Walaupun

demikian, pengelolaan terhadap sumberdaya ikan di perairan Teluk Lampung sudah

waktunya diupayakan, hal ini karena telah ada indikasi terjadinya “over fishing”

(tangkap lebih). Indikasi ini terlihat di Pusat Pendaratan Ikan, yaitu dengan semakin

kecilnya ukuran dan volume hasil tangkapan ikan nelayan di sekitar Teluk Lampung.

Gambar 2.4 Peta Sebaran Habitat dan Daerah Rawan Pengeboman (Atlas Lampung, 1999). 

Page 20: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 7

Mangrove yang berkembang dengan baik akan memberikan fungsi dan keuntungan

yang besar, baik untuk mendukung sumberdaya perikanan laut dan budidaya, maupun

untuk melindungi pantai dari ancaman erosi. Tutupan mangrove di Lampung

mengalami penurunan sangat drastis dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sebagai

akibat konversi dan pembabatan hutan mangrove yang tidak terkendali. Saat ini, hanya

sekitar 2.000 ha mangrove yang tersisa dari 20.000 ha mangrove yang pernah ada

(tahun 1990-an).

Habitat padang lamun dan rumput laut yang tersebar dibeberapa pantai dan pulau di

kawasan Teluk Lampung menyediakan fungsi ekologis sebagai pelindung pantai dari

gelombang dan berfungsi sebagai filter alami yang menjaga kualitas perairan supaya

tetap jernih, dengan mengendapkan material tersuspensi dari pelumpuran (siltasi) di

daratan.

Selain itu, padang lamun merupakan daerah asuhan bagi ikan-ikan kecil dan anak-anak

penyu (tukik) yang baru menetas. Ekploitasi rumput laut alami dan perusakan yang

dilakukan terhadap ekosisten ini akan berpengaruh terhadap populasi larva ikan yang

ada dan mengakibatkan menurunnya kecerahan air laut di pantai yang menghalangi

filtrasi cahaya matahari bagi terumbu karang.

Rumput laut jenis Euchema cottonii dibudidayakan di kawasan Teluk Lampung, yaitu

di pantai Padang Cermin, sedang yang alami dipanen nelayan di pantai Kalianda, Teluk

Lampung dan daerah Bengkunat, Pantai Barat.

Potensi perairan khususnya Teluk Lampung yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya

laut (mutiara dan ikan) seluas 56.000 ha (Winanto, 1994). Dari potensi tersebut, seluas

5.000 ha telah diberikan sebagai wilayah konsesi kepada tiga PMA yaitu PT. Hikari,

PT. Kyokko Shinju, dan PT. Lampung Indah Mutiara. Produksi mutiara setiap tahunnya

dari ketiga PMA tersebut diperkirakan 500.000 butir mutiara.

Budidaya ikan kerapu dan ikan karang lainnya belum diusahakan secara optimal,

sehingga peluang pengembangannya masih terbuka. Pilot proyek budidaya Kerapu

Bebek dan Kerapu Macan sedang dilakukan antara Dinas Perikanan, Bappeda, Balai

Budidaya Laut dan swasta di Tanjung Putus. Namun dalam pengembangannya masih

terdapat kendala teknologi yang cukup besar, sehingga perlu adanya survei potensi-

potensi lokasi budidaya dan juga teknologi budidaya yang tepat untuk pengembangan

pilot proyek ini.

Page 21: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 8

Kecuali tipe vegetasi alami, maka pesisir Lampung memiliki berbagai ragam komoditas

tumbuhan dari jenis tanaman budidaya, antara lain : (1) Perkebunan kelapa (Cocos

nucifera), terutama di wilayah Padang Cermin, (2) Komunitas tanaman dalam areal

kebun talun, dengan jenis utama Lada (Piper nigrum) dan Pisang (Musa sp.), dan (3)

persawahan padi (Oryza sp.).

2.3.1 Iklim

Teluk Lampung, secara umum karena letaknya di bawah 5º Lintang Selatan masih

beriklim tropis dengan tiupan angin yang berasal dari Samudera Indonesia. Tiupan

angin dengan kecepatan rata-rata 5.83 km/jam dapat menjadi dua arah setiap tahunnya

yaitu ; pada bulan Nopember s/d Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut.

Pada bulan April sampai dengan Oktober angin bertiup dari arah Timur hingga

Tenggara. Temperatur udara di wilayah Teluk Lampung berkisar antara 26º-30º C pada

daerah dengan ketinggian 20-60 m dpl, sedangkan temperatur maksimal dapat mencapai

33º C. kelembaban udara pada wilayah Teluk Lampung Berkisar antara 80%-88%

sedangkan curah hujan antara 1750-2250 mm/tahun.

Wilayah Teluk lampung juga dipengaruhi oleh pergantian pusat tekanan tinggi dan

tekanan rendah di Asia dan Australia yang berlangsung pada bulan Januari dan Juli.

Akibat pengaruh angin muson wilayah Lampung Selatan tidak mengalami musim

peralihan (pancaroba) diantara musim kemarau dan musim penghujan. Musim hujan

terjadi antara bulan Desember-Maret akan tetapi cenderung berfluktuasi. Puncak curah

hujan tertinggi pada bulan Maret yaitu sebanyak 2559 mm. musim kemarau terjadi

pada bulan April-Nopember dengan puncak hujan terendah terjadi pada bulan

Nopember yang tidak turun hujan sama sekali. Rata-rata curah hujan berkisar antara

1500-3000 (RTRW Kab. Lampung Selatan).

2.3.2 Sungai dan DAS

Wilayah teluk dibatasi oleh morfologi perbukitan, sehingga sungai-sungai yang

bermuara di Teluk Lampung relatif adalah sungai yang pendek dengan daerah aliran

sungai yang sempit. Beberapa sungai yang cukup besar yang bermuara di Teluk

Lampung, diantaranya adalah Way Sulan, Way Galih, Way Belau, Way Ratai, Way

Sabu, Way Pedada, dan Way Punduh. Pada umumnya sungai-sungai tersebut memiliki

lembah yang sempit dan terjal, dengan aliran sungai bersifat musiman, fluktuasi debit

Page 22: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 9

aliran tergantung musim, pada usim hujan aliran besar dan keruh sedangkan dimusim

kemarau kecil dan jernih.

2.3.3 Geologi

Mengacu pada Peta Geologi Wilayah Pesisir Teluk Lampung dan Teluk Semangka

dalam Rencana Tata Ruang Pesisir Teluk Lampung dan Teluk Semangka tahun 2003,

maka jenis litologi/batuan secara berurutan dari tua ke muda beserta kandungannya

yang bernilai ekonomis, adalah sebagai berikut :

1. Batuan Intrusi (Tm)

Tersusun oleh batuan beku intrusi dari granit dan dasit. Singkapan batuan intrusi ini

dijumpai disekitar bukit Batu Suluh, Pulau Kelagian dan Pulau Puhawang.

2. Komplek Gunung Kasih (Pzg)

Terdiri dari Sekis, Geneis, Kuarsit, dan lensa-lensa marmer. Di wilayah studi

batuan-batuan penyusun Komplek Gunung Kasih ini dijumpai disekitar Panjang dan

Gebang membentuk morfologi perbukitan/bergelombang. Formasi ini mengandung

mineral logam yang bernilai ekonomis yaitu adanya Sulfida Cu-Pb-Zn dan endapan

besi masif (hematit dan magnetit). Adanya lensa-lensa batu pualam/marmer juga

sudah ditambang secara luas oleh masyarakat.

3. Formasi Menanga (Km)

Terdiri dari perselingan antara serpih gampingan, batu lempung dan batu pasir

dengan sisipan rijang dan batugamping. Batuan-batuan ini dijumpai disekitar

Menanga (Padang Cermin).

4. Formasi Hulusimpang (Tmoh)

Terdiri dari breksi gunung api, lava, tuf bersusunan andesitik-basal, terubah, berurat

kuarsa dan bermineral sulfida. Formasi ini dijumpai pada morfologi perbukitan

sekitar Kecamatan Punduh Pidada.

5. Formasi Tarahan (Tpot)

Pelamparan Formasi ini di daerah studi cukup luas, disebelah timur terdapat di

daerah sekitar Way Lunik, Bukit Kunyit, sedang dibagian barat, dijumpai di sekitar

Sukamaju, Keteguhan terus ke Lempasing dan P.Pasaran. jenis batuannya terdiri

dari Tufa padu, Breksi dengan sisipan tufit. Di tempat lain oleh proses hidrothermal

dan breksiasi, formasi batuan ini memungkinkan untuk dijumpainya urat-urat yang

Page 23: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 10

mengandung emas. Diwilayah studi kelompok batuan ini di tambang untuk material

bahan bangunan, seperti jalan, material urugan, split dan lain-lain.

6. Endapan Gunung Api Muda (Qhv)

Endapan gunung api muda ini tersusun oleh lava (andesit-basalt), breksi dan tufa,

dijumpai di sekitar Kupang, Pahoman, Sumur Batu terus ke arah barat utara. Hasil

lapukan batuan ini biasanya sebagai bahan untuk membuat bata dan genting.

7. Endapan Alluvial (Qa)

Endapan alluvial ini menempati daerah datar sepanjang pantai, terdiri dari kerakal,

kerikil, pasir, lempung dan gambut.

Geologi wilayah Teluk Lampung didominasi oleh struktur sesar /patahan, baik sesar

besar maupun sesar kecil dan secara umum berarah barat daya-tenggara. Sesar-sesar

tersebut merupakan suatu sistem sesar yang hampir sejajar, mempunyai umur yang

berbeda-beda dan kejadiannya berhubungan dengan penunjaman Lempeng India–

Australia, yang kebetulan berada di bawah Pulau Sumatera (Katili & Hehuward, 1976).

Kenampakan sistem lembah yang lurus dan depresi-depresi memanjang yang sangat

jelas pada citra SAR, menunjukkan adanya peremajaan yang terjadi selama kuarter

terhadap struktur-struktur yang lebih tua. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa

secara geologis daerah studi, berpotensi untuk terusakan melalui jalur-jalur struktur

yang ada oleh adanya gaya-gaya dari dalam bumi, seperti gempa, dan kegiatan gunung

berapi. Dipermukaan bumi kerusakan-kerusakan yang terjadi bisa menjadi bencana bila

berkaitan dengan kehidupan manusia, terlihat seperti tanah longsor,

subsidence/amblesan, kerusakan bangunan, jalan yang terpotong dan lain-lain.

Mengenai intensitas kegempaan, menurut hasil penelitian Harjono (1988), daerah

sekitar Teluk Semangka termasuk Teluk tetangganya yaitu Teluk Lampung selain

Samudera Hindia, termasuk dalam wilayah dengan tingkat seismositas tinggi. Untuk

pengaruh kegmpaan terhadap konstruksi bangunan, wilayah studi termasuk dalam

kategori beresiko sedang dengan nilai 0.1-0.2 g.

Disamping itu, kenyataan pada tahun 1883, Kota Teluk Betung terendam gelombang

tsunami setinggi ± 30 m akibat letusan Gunung Krakatau, meningkatnya kegiatan

gunung api Anak Krakatau belakangan ini menunjukkan daerah Teluk Lampung perlu

waspada terhadap bahaya gunung berapi dan tsunami.

Page 24: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 11

2.3.4 Hidro Oseanografi Teluk Lampung

2.3.4.1 Batimetri Perairan Teluk Lampung

Pengetahuan mengenai batimetri perairan sangat penting untuk kajian wilayah pesisir

dan pengembangan wilayah. Kedalaman perairan akan sangat berpengaruh terhadap

karakteristik gelombang. Energi gelombang yang terbangkitkan dengan fetch yang

panjangnya dapat mencapai ribuan kilometer akan habis teredam pada daerah dekat

pantai. Perubahan energi ini sangat dipengaruhi oleh gesekan dari dasar laut (bottom

friction). Dasar perairan, terutama pada perairan dangkal, juga dapat memperlambat

perambatan gerakan pasang, sehingga suatu tempat dapat memiliki lunitidal interval

yang besar.

Teluk Lampung merupakan perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata 25 m. di

mulut teluk kedalaman rata-rata berkisar pada 35 m dengan kedalaman maksimum 75 m

di sekitar Selat Legundi yang terletak di sebelah barat laut mulut teluk. Menuju arah

utara (Teluk Betung) kedalaman perairan semakin dangkal hingga isobath 5 m pada

jarak yang relatif dekat dengan garis pantai.

Secara umum, terdapat perbedaan kenampakan fisik yang sangat menonjol antara pantai

barat dan pantai timur Teluk Lampung. Pada pantai barat, garis pantai relatif lebih

berkelok-kelok dengan beberapa teluk kecil diantaranya adalah Teluk Ratai, Teluk

Punduh, dan Teluk Pedada. Sepanjang pantai bagian barat lebih banyak dijumpai

gugusan pulau-pulau kecil. Disamping itu pantai bagian barat relatif lebih landai

dibandingkan dengan pantai timur Teluk Lampung.

Di bagian barat dan kepala teluk garis isobath 10 m berada kurang dari 1 km dari garis

pantai, sedangkan dibagian selatan pantai timur Teluk Lampung garis isobath tersebut

berjarak 1 km dari garis pantai. Garis isobath 20 m berada pada jarak sekitar 500 m dari

garis pantai Panjang dan menjauh hingga kira-kira 4 km di pantai Kalianda. Di Teluk

Ratai garis isobath ini berada sekitar 3 km jauhnya dari kepala teluk sedangkan di Teluk

Pedada pada jarak kira-kira 7 km. Di kawasan pantai Panjang kedalaman perairan

antara garis pantai hingga 1-2 km ke arah laut hanya berkisar 1-2 m dan menurun

dengan cepat hingga kedalaman 10 m pada jarak 2 km tersebut.

Page 25: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 12

2.3.4.2 Pasang Surut

Pasang surut didefinisikan sebagai proses naik turunnya muka laut yang hampir teratur,

dibangkitkan oleh gaya tarik bulan dan matahari.

Karena posisi bulan dan matahari terhadap bumi selalu berubah secara hampir teratur,

maka besarnya kisaran pasut juga berubah mengikuti perubahan posisi-posisi tersebut.

Pengelompokan pasut berdasarkan komponennya dapat dibedakan atas: komponen

pasut harian (diurnal), pasut tengah-harian (semi diurnal), dan perempat harian

(quarternal). Komponen-komponen tersebut (terutama diurnal dan semi diurnal)

menentukan tipe pasut disuatu perairan. Jika perairan mengalami satu kali pasang dan

satu kali surut dalam satu hari, maka tipe pasut dikawasan tersebut adalah pasut tunggal

(diurnal); sedangkan jika dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut,

maka tipe pasutnya adalah pasut ganda (semi diurnal).

Diantara dua tipe tersebut terdapat tipe pasut peralihan antara tipe tunggal dan ganda

yang dikenal dengan tipe pasut campuran. Secara kuantitatif tipe pasut suatu perairan

dapat ditentukan oleh nisbah (perbandingan) antara amplitudo (tinggi gelombang)

komponen diurnal (K1 dan O1) dengan amplitudo komponen semi diurnal (M2 dan S2),

yang dinyatakan dalam bilangan Formzahl /F.

F = K1 + O1 M2 + S2

 

Dimana: 

F        =  Bilangan Formzahl K1         = Amplitudo komponen diurnal yang disebabkan gaya tarik bulan O1        = Amplitudo komponen diurnal yang disebabkan gaya tarik bulan dan matahari M2       = Amplitudo komponen semi diurnal yang disebabkan gaya tarik bulan S2         = Amplitudo komponen semi diurnal yang disebabkan gaya tarik matahari  

Tipe pasut dapat ditentukan sebagai berikut :

Tipe pasut ganda (semi diurnal), jika nilai F< 0.25 Tipe pasut campuran dengan tipe ganda yang dominan, F= 0.25- 1.50 Tipe pasut campuran dengan tipe tunggal yang dominan, F= 1.51- 3.00 Tipe pasut tunggal (diurnal) 3.00

Untuk mengetahui tipe pasut yang terjadi di perairan teluk lampung dapat digunakan

data pasang surut dari dinas Hidro-Oseanografi TNI AL (2003). Pada Tabel 2.1 berikut

Page 26: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 13

ini disajikan data unsur pasut utama di perairan teluk lampung, sehinga dapat diketahui

tipe pasutnya berdasarkan nilai F.

 Tabel 2.1  Amplitudo komponen pasut utama di perairan Teluk Lampung (cm) 

No Stasiun pengukuran O1 K1 M2 S2 Nilai F

1 Panjang 9 17 32 14 0.57

2 Bakauheni 7 8 20 11 0.48

3 Tarahan 8 16 36 14 0.48

4 Teluk ratai 9 16 35 14 0.51

5 Pulau meitem 9 15 35 15 0.48

6 Pulau kelagian 11 13 34 13 0.51

Sumber: Dishidros TNI AL (2003) 

Dari nilai F antara 0.48-0.57 diketahui bahwa tipe pasut di perairan Teluk Lampung

adalah pasut campuran dengan tipe ganda yang dominan (mixed tide predominantly

semi diurnal), Artinya terjadi dua kali pasang surut dalam sehari, namun kisaran pasang

surut yang satu jauh lebih kecil dari pada pasang surut yang lain. Tipe pasut di Teluk

Lampung ini tidak berbeda dengan tipe pasut di Selat Sunda, yang keduanya sangat

dipengaruhi oleh kondisi pasut di Samudra Hindia. Dibawah ini grafik pola pasang

surut di Selat Sunda berdasarkan data Dishidros TNI AL dalam Pariwono (1999).

Page 27: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 14

Data unsur-unsur pasut di Panjang berdasarkan Dishidros TNI AL (2003) diketahui

bahwa kisaran perubahan tinggi muka laut diperkirakan seperti yang tertera pada Tabel

2.2.

Tabel 2.2  Kisaran tinggi muka laut di panjang, Teluk Lampung (cm). 

No  Kisaran muka laut  Spring tide 

Neap tide  Rata‐rata 

1  Tinggi  muka  laut  pada  air  pasang  rata‐rata 

(MHWL) 

141.25  110.83  126.04 

2  Tinggi muka laut pada air surut rata‐ rata (MLWL)  25.00  50.83  37.92 

3  Kisaran pasang surut rata‐ rata  116.25  60.00  88.02 

4  Tinggi muka laut rata‐ rata (MSL)    80   

Sumber: Dishidros TNI AL (2003). Keterangan: Data diolah kembali berdasarkan pembagian pasang purnama/ mati (spring tide) dan pasang perbani (neap tide) selama 12 bulan 

 

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kisaran muka laut rata-rata di Teluk Lampung

mencapai sekitar 88.02 cm. Kisaran pasut yang besar terjadi pada waktu pasut purnama

(116.25 cm). Pasut purnama adalah pasang yang tertinggi dan surut terendah yang

dialami oleh suatu perairan yang terjadi pada waktu bulan purnama ataupun bulan mati.

Pada saat pasang purnama tinggi muka laut di Teluk Lampung dapat mencapai 150 cm

dengan rata- rata 141.25 cm. Pasut perbani terjadi pada saat bulan separuh (bulan tegak

lurus terhadap posisi matahari dan bumi), dimana kisaran pasutnya paling rendah (rata-

rata 60 cm).

2.3.4.3 Arus Laut

Arus merupakan perpindahan massa air dari suatu tempat ketempat lain yang

disebabkan oleh berbagai faktor, seperti: gradien tekanan, hembusan angin, perbedaan

densitas, atau pasang surut. Arus laut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor

lainnya, seperti sifat air laut, gravitasi bumi, keadaan dasar perairan, distribusi pantai

dan gerakan rotasi bumi.

Arus yang disebabkan oleh angin pada umumnya bersifat musiman, dimana pada suatu

musim arus mengalir kesuatu arah dengan tetap, dan pada musim berukutnya akan

berubah sesuai dengan perubahan arah angin yang terjadi. Pasang surut dapat

menimbulkan arus yang bersifat harian sesuai dengan kondisi pasang surut di perairan

Page 28: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 15

tersebut. Pada saat pasang arus-arus pasang surut pada umumnya akan mengalir dari

lautan lepas ke arah pantai , sedangkan saat surut akan kembali mengalir kearah semula.

Dengan mengetahui pola sirkulasi arus di suatu perairan maka dengan mudah dapat

ditentukan arah dan sebaran materi yang dibawa oleh badan air yang mengalir bersama

arus tersebut. Informasi ini sangat diperlukan dalam kegiatan pengelolaan wilayah

pesisir.

A. Arus Musim

Arus musim yang terjadi di sekitar mulut Teluk Lampung, sangat dipengaruhi oleh arus

yang terjadi di Selat Sunda.

Tabel 2.3  Kecepatan dan arah arus musim di Selat Sunda 

Bulan  Kecepatan (cm/s)  Arah (º) 

Januari 

Februari 

Maret 

April 

Mei 

Juni 

Juli 

Agustus 

September 

Oktober 

November 

Desember 

31 

31 

31 

36 

36 

36 

36 

36 

36 

31 

31 

31 

34 

34 

34 

214 

214 

214 

214 

214 

214 

34 

34 

34 

Sumber : Dishidros TNI AL (2003) Keterangan : Data diolah kembali 

Menurut Wyrtki (1961) arus yang disebabkan oleh musim di Selat Sunda mengalir

dengan tetap kearah baratdaya (225º) sepanjang tahun dengan kecepatan antara 0-75

cm/s. Kecepatan arus yang kuat (75 cm/s) terjadi pada bulan Juni dan Agustus,

sedangkan yang paling lemah terjadi pada bulan Desember. Hal ini berbeda dengan

Dishidros TNI AL (2003) yang menyatakan bahwa arus yang disebabkan oleh musim di

Selat Sunda mengalir ke arah yang berlawanan tergantung musimnya. Pada musim

Page 29: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 16

timur (April hingga September) arus musim mengalir menuju Lautan Hindia (arah 214º)

dengan kecepatan 36 cm/s, sedangkan pada musim barat (Oktober hingga Maret) arus

musim mengalir ke arah Laut Jawa (arah 34°) dengan kecepatan 31 cm/s. Kecepatan

dan arah arus musim setiap bulan disajikan pada Tabel 2.3.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kecepatan maksimun arus musim

Selat Sunda terjadi pada musim timur, dan arus tersebut mengalir dari Laut Jawa

menuju Samudera Hindia.

Di sekitar perairan Lampung data arus musin diperoleh dari PT. Pelindo II (2002)

berdasarkan pendugaan terhadap kecepatan dan arah angin yang terukur (lihat tabel

2.4).

Tabel  2.4    Kecepatan  dan  arah  angin  di  Panjang  dan  perkiraan  kuat  arus  yang ditimbulkannya 

 

Angin  Arus Bulan 

  Kec. (cm/s)  Arah dari  Kec. (cm/s)  Arah ke 

Desember‐Februari  25.7 ‐ 41.2  B – BL – U  3.0 ‐ 4.8  T – TG – S 

Maret‐Mei  25.7 ‐ 30.9  BL  3.0 ‐ 3.6  TG 

Juni‐Agustus  257 ‐ 309  TG  30.0 – 36.0  BL 

September‐

November 

25.7 – 41.2  TG – T  3.0 – 4.8  BL ‐ B 

Sumber : PT. Pelindo II Keterangan : B=barat, BL=barat laut, U=utara, TG=Tenggara, T‐timur, S=selatan 

 

Berdasarkan tabel tersebut, diketahui pada bulan Juni–Agustus terjadi arus permukaan

yang paling kuat, yaitu 30–36 cm/s dengan arah barat laut. Pada bulan-bulan lainnya

arus permukaan yang ditimbulkan oleh angin hanya mencapai sekira 5 cm/s

(maksimum).

Pada tahun 1999 telah dilakukan survei arus di perairan Teluk Lampung oleh Puslitbang

Oseanologi LIPI. Pengukuran arus dilakukan pada bulan Juli, September, November.

Berdasarkan hasil survei tersebut diketahui bahwa kecepatan dan arah arus di perairan

Teluk Lampung cukup bervariasi. Pada bulan Juli kecepatan arus antara 0.5 – 21.7 cm/s

dengan arah dominan ke tenggara. Bulan November kecepatan arus antara 4.1 – 43.8

cm/s dengan arah dominan menuju barat daya. Arus pada bulan September tidak

Page 30: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 17

diketahui kecepatannya namun arahnya menunjukkan perbedaan antara permukaan dan

lapisan di bawahnya. Arus permukaannya menuju ke barat laut dan arus bagian tengah

dan dasar menuju ke barat daya.

Secara keseluruhan, kesepatan arus di Teluk Lampung bervariasi antara 0.5– 43.8 cm/s.

Dalam arah vertikal, makin ke dalam, kecepatan arus makin berkurang atau makin

lambat. Hal ini membuktikan bahwa faktor gesekan dasar (bottom friction) ikut

berperan meredam pergerakan arus di perairan Teluk Lampung yang memang relatif

dangkal. Dibandingkan arus di perairan terbuka, yang seringkali mempunyai kecepatan

lebih besar dari 50 cm/c, maka arus perairan Teluk Lampung ini tergolong lemah.

Namun demikian, nilai kecepatan arus demikian masih dalam kondisi normal untuk

kecepatan arus di perairan teluk.

B. Arus Pasang Surut

Arus yang disebabkan oleh pasang surut terjadi setiap saat, karena kejadian pasang surut

berlangsung terus menerus. Data arus pasang surut yang terjadi di Teluk Lampung

tidak banyak diketahui, namun demikian dapat dilakukan pendugaan dari data arus

pasang surut yang terjadi di sekitar Selat Sunda.

Data arus pasang surut yang terjadi di Selat Sunda diperoleh dari Dishidros TNI AL

(2003). Pada waktu air pasang arus mengalir ke arah Timur Laut (arah 34º) menuju

Laut Jawa dengan kecepatan rata-rata 117.9 cm/s; sedangkan pada waktu air surut arus

mengakir kembali ke arah baratdaya (arah 214º) menuju Samudera Hindia dengan

kecepatan rat-rata 101.6 cm/s. Data arus pasang surut yang terjadi di Selat Sunda dapat

dilihat pada Tabel 2.5.

 

 

 

 

Tabel 2.5  Kecepatan arus pasang surut maksimum di Selat Sunda (cm/s). 

Bulan  Pasang (arah 34°)  Surut (arah 214°) 

Page 31: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 18

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli 

Agustus September Oktober November Desember 

128.6 113.2 97.7 108.0 123.5 133.8 133.8 108.0 92.6 113.2 128.6 133.8 

118.3 108.0 87.5 82.3 9737 113.2 118.3 102.9 87.5 87.5 102.9 113.2 

Rata­rata  117.9  101.6 

Sumber : Dishidros TNI AL (2003) Keterangan : Data diolah kembali 

 

Kecepatan arah arus pasang surut di perairan semi tertutup seperti di Teluk Lampung

pada umumnya lebih lemah dibandingkan dengan arus pasut yang terjadi di Selat

Sunda. Sebagai perbandingan, hasil survei Hidro Oseanografi yang dilakukan

Dishidros TNI AL tahun 1987 di perairan Teluk Ratai dan sekitarnya diperoleh bahwa

kekuatan arus pasut pada umumnya lemah, yaitu kurang dari 25 cm/s. kecepatan arus

lebih dari 25 cm/s dapat tejadi disekitar selat antara Pulau Kelagian dan Pulau Maitem.

2.3.4.4 Gelombang

Pada umumnya gelombang di suatu perairan diperoleh secara tidak langsung dari data

angin yang terdapat dikawasan tersebut. Hal ini berdasarkan teori bahwa sebagian besar

gelombang yang terjadi di laut dibentuk oleh energi yang ditimbulkan hembusan angin.

Gelombang ini disebut sebagai gelombang angin yang merupakan fungsi dari tiga

faktor, yaitu kecepatan angin, lamanya angin berhembus (duration), dan jarak dari

tiupan angin pada perairan terbuka (fetch).

Kondisi gelombang di perairan Panjang dan sekitarnya yang mencerminkan keadaan

gelombang di daerah kepala Teluk Lampung diperoleh dari PT.Pelindo II. Dari

informasi tersebut diketahui bahwa gelombang besar di sekitar perairan Panjang terjadi

pada bulan Juni – November. Tinggi gelombang tersebut berkisar antara 50 – 100 cm

dengan kisaran seperti yang tertera pada tabel 2.6.

Tabel 2.6   Tinggi gelombang di sekitar Perairan Panjang 

No  Bulan  Tinggi Gelombang (cm)  Arah rambatan/menuju ke ٭) 

Page 32: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 19

1  Desember ‐ Februari  50 ‐ 75  T – TG – S 

2  Maret ‐ Mei  50 – 70  TG 

3  Juni ‐ Agustus  50 – 100  BL 

4  September‐November  50 ‐ 100  BL ‐ B 

Sumber : PT. Pelindo II (2002) Keterangan:   (٭ Diasumsikan  gelombang  yang  terjadi  adalah  gelombang  angin, maka  arah  rambatannya  dapat diperkirakan dari arah angin  

Tinggi gelombang di pantai bagian barat Teluk Lampung tidak menunjukkan hal yang

berbeda dengan data gelombang di perairan Panjang (pantai bagian timur Teluk

Lampung). Berdasarkan pengamatan Dishidros TNI AL pada Juni 1987 – 1988 di

sekitar perairan antara Pulau Maitem dan Pulau Kelagian diperoleh kisaran tinggi

gelombang maksimum 40 -90 cm (tabel 2.7).

Tabel 2.7  Kondisi gelombang di sekitar perairan antara Pulau Maitem dan Pualu Kelagian 

Arah Gelombang Bulan 

Dominan  Kisaran 

Tinggi maks 

(cm) 

Tinggi rat‐rata 

(cm) 

Periode 

(detik) 

Januari 

Februari 

Maret 

April 

Mei 

Juni 

Juli 

Agustus 

September 

Oktober 

November 

Desember 

TG 

TG 

BD 

BD 

STG 

TG 

TG 

STG 

STG 

SBD 

BL 

BD – LT –T 

T ‐ TG – S 

TG – S – BD 

BD – U – TL 

BD – B – BL 

T – TG – S 

T – TG – S 

T – TG – S 

T – TG – S 

TG – S – BD 

S ‐  BD –B 

B – BL ‐ U 

50 

40 

52 

60 

56 

90 

70 

70 

90 

80 

80 

50 

15‐25 

20‐30 

15‐35 

25‐40 

25‐35 

40‐65 

20‐60 

20‐50 

30‐50 

40‐60 

40‐65 

15‐25 

8‐9 

6‐7 

8‐9 

8‐9 

10‐11 

4‐7 

6‐7 

6‐7 

5‐7 

10‐11 

10‐11 

6‐7 

Sumber : Dishidros TNI AL (1989) Keterangan  :  B=barat,  BL=barat  laut,  U=utara,  TG=Tenggara,  T=timur,  S=selatan,  STG=selatan  tenggara, SBD=selatan baratdaya 

Menurut Dishidros TNI AL (1988) gelombang di Teluk Ratai merupakan gelombang

campuran antara gelombang yang disebabkan oleh angin dan alun yang datang dari

Selat Sunda. Gelombang yang merambat masuk Teluk Ratai datang terutama dari arah

Page 33: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 20

tenggara. Tinggi gelombang rata-rata berkisar antara 15-40 cm dengan periode antara

4-11 detik.

2.3.4.5 Suhu dan Salinitas

Berdasarkan penelitian Puslitbang Oseano;ogi LIPI pada bulan Juli-November 1999.

diketahui bahwa variasi suhu di perairan Teluk Lampung berkisar antara 29.075-

29.43ºC dan tercatat rata-rata terendah terjadi pada bulan Agustus. Pola suhu

menggambarkan adanya pengaruh malam menurun sebesar 0.333ºC serta pengaruh

siang dan daratan dengan peningkatan suhu sebesar 0.487°C.

Distribusi horizontal suhu di bagian permukaan perairan, baik pada musim timur (Juli-

Agustus) maupun musim peralihan II (September-November), menunjukkan bahwa

suhu pantai utara dan timur relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelah selatan

teluk. Hal ini disebabkan oleh dominannya kegiatan penduduk (pemukiman) dan

aktivitas pelabuhan.

Variasi salinitas berkisar antara 32.105-32.373 psu dan tercatat rata-rata tertinggi terjadi

pada bulan Agustus. Pola salinitas menunjukkan adanya pengaruh daratan berupa nilai

salinitas yang acak dan pengaruh masuknya massa air laut bersalinitas lebih tinggi dari

lepas pantai Teluk Lampung. Distribusi horizontal salinitas di bagian permukaan, baik

pada musim timur maupun musim peralihan, menunjukkan bahwa salinitas perairan

pantai utara dan timur laut relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelah selatan

dan barat teluk. Penurunan salinitas tersebut disebabkan oleh adanya beberapa sungai

di sebelah utara dan timur yang bermuara ke laut.

2.3.4.6 Pencemaran Laut

Kualitas perairan di Teluk Lampung relatif masih dalam keadaan belum tercemar,

namun daerah disekirar kepala teluk (Teluk Betung dan Panjang) menunjukkan kondisi

perairan yang tercemar ringan. Di daerah sekitar mulut teluk (perairan Pulau Sebuku

dan Selat Legundi) kualitas perairan masih dalam kondisi yang baik. Beberapa industri

yang terdapat disepanjang pantai Teluk Betung hingga Tarahan berpotensi

menimbulkan pencemaran. Industri yang dimaksud antara lain: semen, batubara, kayu,

minyak, molase, kegiatan reklamasi patai serta kegiatan bongkar muat kapal di

Pelabuhan Panjang.

Page 34: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 21

Berdasarkan hasil penelitian CRMP (1999) diketahui bahwa parameter suhu, salinitas,

pH, kecerahan, kekeruhan, kandungan minyak, Cu dan coliform di Teluk Lampung

masih tergolong memenuhi syarat standar baku mutu untuk pariwisata dan rekreasi

ataupun budidaya perikanan dan biota laut. Sebaliknya COD dan kandungan Cd sudah

berada di luar batas yang diperbolehkan untuk kegiatan yang sama; sedangkan BOD,

DO, Cr, Pb dan padatan tersuspensi masih memenuhi syarat untuk tujuan rekreasi

maupun budidaya di beberapa tempat, tetapi sudah berada di luar batas yang

diperbolehkan (lihat Tabel 2.8). Oleh karena itu dibuat suatu formula yang dapat

mencerminkan kualitas perairan berdasarkan kandungan beberapa parameter kunci.

Parameter kunci tersebut adalah pestisida, logam berat, minyak, coliform, TSS, dan

bahan organik (BOD dan COD). Dengan melakukan pembobotan dan skoring serta

pejumlahan nilai, akan didapatkan nilai akhir yang mengklasifikasi kualitas perairan.

Berdasarkan formula tersebut, dapat disimpulkan bahwa peraran Teluk Lampung bagian

dalam diklasifikasi memiliki kualitas perairan yang cukup baik, dengan taraf tercemar

ringan. Di beberapa lokasi, seperti beberapa industri, TPI, dan pemukiman telah terjadi

pencemaran.

Tabel 2.8  Nilai parameter kualitas air di Teluk Lampung 

No  Parameter kualitas air  Satuan  Kisaran  Baku mutu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 

Suhu Salinitas pH Pembacaan Seichi disk Kekeruhan Oksigen terlarut BOD5 COD Minyak Coliform TSS Logam berat: 

Hg  Cr  Pb  Cu  Cd 

°C psu

- m

NTU mg/l mg/l mg/l mg/l 

sel/100ml mg/l  

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 

28.0­31.5 22.8­33.5 7.96­8.22 1.13­7.55 1.61­3.37 3.2­6.2 10­40 398­123 

­ 0­700 10­34 

 <0.001­0.104 0.009­0.054 0.019­0.069 0.013­0.031 0.021­0.044 

Alami Alami (10%) 

6.5­8.5 >3 <3 >4 <40 <40 ­ 

<1000 <23  

0.003 <0.01 <0.01 <0.06 <0.01 

Sumber: Atlas Lampung (1999). 

 

2.3.5 Tsunami

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu tsu= pelabuhan dan nami = gelombang. Jadi

tsunami berarti pasang laut terbesar di pelabuhan. Secara singkat tsunami dapat

Page 35: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 22

dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh

suatu gangguan implusif yang terjadi pada medium laut, seperti gempa bumi, erupsi

vulkanik atau longsoran (land-slide).

Gangguan impulsive pembangkit tsunami biasanya berasal dari tiga sumber:

1. Gempa dasar laut

2. Letusan gunung api didasat laut

3. Longsoran yang terjadi di dasar laut

Di Indonesia terdapat beberapa kelompok pantai yang rawan tsunami yaitu, kelompok

Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Pulau Jawa, Pantai Utara dan Selatan pulau-pulau

Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai Utara Irian Jaya dan hampir seluruh

pantai di Sulawesi. Teluk dan bagian yang melekuk dari pantai sangat rawan akan

bencana ini. Propinsi Lampung mempunyai potensi tsunami berasal dari gempa dasar

laut dan Letusan Gunung Krakatau.

Pesisir Barat Lampung mempunyai resiko tinggi gempa bumi karena dipengaruhi oleh

patahan semangka yang memanjang dari Teluk Semangka sampai utara Pulau Sumatera.

Sumber gempa di laut selama ini sering berasal dari patahan semangka.

Sumber ancaman tsunami lainnya adalah berasal dari kemungkinan letusan Krakatau.

Kawasan Kepulauan Gunung Krakatau merupakan kepulauan yang terdiri dari Pulau

Sertung, Pulau Anak Krakatau, Pulau Krakatau Kecil dan Pulau Krakatau, terletak di

Selat Sunda. Secara administrasi kawasan ini dari wilayah Kecamatan Kalianda,

Kabupaten Lampung Selatan.

Menurut Nontji (1993) bahwa korban jiwa tsunami yang ditimbulkan oleh letusan

Gunung Krakatau di Selat Sunda, 27 Agustus 1883, yang merenggut lebih 36.000 jiwa.

Letusan ini merupakan letusan gunung api yang terbesar yang pernah tercatat dalam

sejarah, bunyinya terdengar sampai ke Pulau Rodriguez 1.600 km sebelah timur

Madagaskar, atau 4.563 km dari Krakatau. Dua pertiga bagian pulau seluas 5 x 8 km2

yang diterbangkan pada puncak letusan. Tsunami yang ditimbulkan luar biasanya

besarnya dan malapetaka yang diakibatkan tak terkira hebatnya terutama di pantai

Sumatra dan Jawa yang berbatasan dengan Selat Sunda. Di Kota Teluk Betung tsunami

menerjang dengan gelombang setinggi 20 m dan di Merak sampai setinggi hampir 40

meter. Sebuah bongkahan karang batu seberat 600 ton tercabut dari dalam laut untuk

Page 36: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 23

kemudian dihempaskan ke darat. Peristiwa yang sangat dramatis menimpa sebuah

kapal uap”Berouw”. Kapal yang sedang berlabuh di depan Teluk Betung itu dilempar

3,3 km dari tempat semula dan tersungkur di lembah Sungai Kuripan pada ketinggian 9

m di atas permukaan laut. Boi (pelampung) tempat Berouw tetambat, terdampar di darat

pada ketinggian 20 m dan kini dijadikan monumen Krakatau. Gelombang tsunami

Krakatau merambat ke seluruh dunia. Di Samudera Hindia gelombangnya merambat

dengan kecepatan sekitar 600 km/jam. Gelombang dapat terekam sampai ke English

Channel dan Panama yang masing-masing berjarak 19.872 km dan 20.646 km dari

Krakatau.

Page 37: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 24

Gambar 2.5: Gempa dan Tsunami di Teluk Lampung dan Pantai Selatan Jawa

2.3.6 Kondisi Biologi Teluk Lampung

Teluk Lampung memiliki luas wilayah pesisir dengan luas 48.631 ha atau sebesar

11.7% dari luas wilayah pesisir yang dimiliki Propinsi Lampung. Letak teluk ini

menghadap Selat Sunda dan sebagian Samudera Hindia. Bagian teluk sebelah timur

relatif lurus sedangkan pantai barat berlekuk-lekuk membentuk teluk yang cukup dalam

dengan pulau-pulau kecil berada di mulut teluk. Adanya teluk dengan pulau yang

berada di Teluk Lampung juga letaknya antara Selat Sunda serta merupakan perbatasan

antara Laut Hindi dan Laut Pasifik Barat memberikan komposisi flora dan fauna dan

keanekaragaman yang tinggi.

2.3.6.1 Mangrove

Penyebaran hutan mangrove di wilayah pesisir Teluk Lampung terdapat pada kawasan

pulau-pulau kecil dan disepanjang pantai yang umumnya digunakan untuk pemukiman

dan pertambakan. Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi

(2000) dan CRMP (1989) menunjukkan bahwa mangrove yang terdapat di pesisir Teluk

Page 38: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 25

Lampung tersebar mulai dari wilayah pantai sampai pulau kecil dengan jumlah dan

keragaman yang tinggi.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi (2000) menyebutkan bahwa terdapat

27 jenis mangrove dan termasuk dalam 17 marga yang terdapat di pulau kecil dan

sepanjang pantainya.

Secara umum mangrove yang dijumpai pada pulau-pulau kecil adalah jenis Rhizopora

spp. dengan ketebalan 100 m. Pada kawasan pantai yang merupakan daerah

pemukiman, tempat wisata dan pertambakan, hutan mangrove yang dijumpai tinggal

memiliki ketebalan <50 m, karena sudah dikonversikan sehingga diperlukan penanaman

kembali.

Hasil penelitian CRMP (1998) juga mengungkapkan bahwa pada kawasan mangrove

yang terdapat di Teluk Lampung khususnya sepanjang pantai memiliki luas sekitar 700

ha. Hasil ini berbeda dengan penelitian Zieren (1998) pada tahun 1970-an potensi

mangrove kawasan ini sangat besar sekitar 1000 ha. Penurunan kawasan magrove dapat

diindikasikan turunnya luas kawasan mangrove disebabkan konversi kawasan mangrove

menjadi pemukiman, tempat wisata dan pertambakan. Pemanfaatan mangrove pada

tahun 1970-an hanya digunakan untuk penyangga dan pagar rumah serta kayu bakar

secukupnya, pada tahun 1990-an berubah menjadi eksploitasi besar-besaran menjadi

lahan tambak dan tempat wisata sedangkan mangrove yang ditebang digunakan sebagai

kayu bakar, dibiarkan membusuk dan sebagai pagar pembatas tanah pertambakan.

2.3.6.2 Terumbu Karang

Kerusakan terumbu karang pada wilayah Teluk Lampung saat ini belum banyak dikaji

secara mendalam, tetapi akibat pengambilan terumbu karang unutk bangunan,

perusakan karang akibat jangkar kapal, pengeboman ikan karang, akibat budidaya

kerapu pada daerah pantai dan pencarian cacing laut (Nereis sp) pada daerah pasang

surut disinyalir menambah kerusakan terumbu karang.

2.3.6.3 Padang Lamun

Padang lamun yang terdapat di kawasan Teluk Lampung menurut Pusat Penelitian dan

Pengembangan Oseanografi (2000) pada Pulau tangkil, Pulau Puhawang, Pulau Tegal

Page 39: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 26

dan Pulau Legundi menunjukkan spesies yang beragam dan persentase penutupan

lamun yang bervariasi karena letak, tipe dan substrat perairannya.

2.3.6.4 Algae

Algae yang terdapat di Teluk Lampung menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan

Oseanografi (2000) pada Pulau Tangkil, Pulau Puhawang dan Pulau Legundi

menunjukkan jumlah dan jenis spesies yang bervariasi karena letak, tipe, dan substrat

perairannya. Secara umum algae yang terdapat di Teluk Lampung mengalami

penurunan jenin karena perusakan karang oleh manusia sehingga substrat untuk hidup

algae juga rusak, bertambahnya aktifitas penduduk dan pencemaran perairan yang

mengotori paparan terumbu.

2.3.6.5 Echinodermata

Echinodermata yang terdapat di kawasan Teluk Lampung menurut Pusat Penelitian dan

Pengembangan oseanografi (2000) pada Pulau Tangkil, Pulau Puhawang dan Pulau

Legundi menunjukkan jumlah dan spesien yang sangat jarang dan hanya dari beberapa

jenis. Secara umum echinodermata yang terdapat di Teluk Lampung mengalami

penurunan jenis karena perusakan karang oleh manusia sehingga substrat untuk hidup

echidodermata juga rusak, bertambahnya aktifitas penduduk seperti pencarian tripang

(suala) dengan cara menyelam tanpa memilih ukuran serta karena pencemaran perairan

yang mengotori paparan terumbu.

2.3.6.6 Crustacea

Jenis crustacea (udang-udangan) yang terdapat di Teluk Lampung menurut Pusat

Penelitian dan Pengembangan oseanografi (2000) pada Pulau Tangkil, Pulau Puhawang

dan Pulau Legundi menunjukkan jumlah dan jenis yang jarang dan hanya beberapa

jenis. Jenis yang paling banyak ditemui pada keempat pulau tersebut adalah Pilodius

areolatus dan Actaeodes consobrinus yang merupakan jenis crustacea kecil yang hidup

di bawah batu karang hidup atau karang mati. Pilodius areolatus dan Actaeodes

consobrinus termasuk dalam famili Xanthidae yang banyak ditemukan di daerah koral

atau pecahan batu karang yang dangkal, daerah pasang surut baik daerah tropis dan sub

tropis. Kedua jenis ini merupakan makanan bagi larva ikan.

2.3.6.7 Molusca

Page 40: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 27

Jenis mollusca yang terdapat di Teluk Lampung menurut Pusat Penelitian dan

Pengembangan Oseanografi (2000) pada Pulau Tangkil, Pulau Puhawang dan Pulau

Legundi bejumlah 66 jenis yang mewakili 30 famili. Mollusca yang terkumpul terdiri

dari 2 klas yaitu Gastropoda dari 18 famili dan Bivalva dari 12 famili yang

menunjukkan keragaman jenis spesies yang cukup banyak dan menandakan tidak

adanya kompetisi pada habitat tertentu. Jenis mollusca klas Gastropoda yaitu Morula

margaliticola, Collumbela scripta, Cerithium zonatum dan Engina zonalis sedangkan

klas Bivalva adalah Atactodea striata dan Modiolus micropetrus.

2.3.6.8 Ikan

Jenis ikan yang terdapat di Teluk Lampung menurut Pusat Penelitian dan

Pengembangan oseanografi (2000) dibagi menjadi ikan karang dan ikan dasar yang

ditangkap menggunakan trawl. Hasil penelitian pada ikan karang tersebut menunjukkan

bahwa dari hasil penelitian di lima lokasi pengamatan didapatkan 7072 individu dari 31

suku dan 162 jenis ikan, 40 jenis diantaranya merupakan ikan target (pangan). Kategori

“major fish” yang terdiri dari 22 suku dengan 160 jenis. Untuk ikan target terdiri dari 9

suku dan 10 jenis, sedangkan ikan indikator terdiri dari 1 suku dengan 16 jenis

kelimpahan ikan tertinggi terdapat di Pulau Puhawang sisi barat dengan nilai 1556

individu. Berdasarkan kategori ikan, kelimpahan ikan “major” tertinggi didapatkan di

Pulau Puhawang sisi barat, sedangkan kelimpahan ikan target tertinggi dijumpai di

Pulau Tegal sisi barat, dan kelimpahan ikan indikator tertinggi sebanyak 31 individu

ditemukan pada Pulau Puhawang sisi timur dan jumlah jenis ikan “major” tertinggi

dijumpai di Pulau Legundi sisi timur sedangkan untuk ikan target dan indikator jumlah

jenis tertinggi dijumpai di Pulau Sebuku pada sisi barat. Kelimpahan relatif untuk

setiap jenis ikan selama pengamatan di Teluk Lampung dapat dilihat dari

keanekaragaman jenis berkisar antara 0.7711-1.77700. Keanekaragaman terendah

didapatkan di Pulau Puhawang sebelah barat dan tertinggi di Pulau Legundi sebelah

timur.

Ikan dasar yang ditangkap dengan jaring trawl menurut hasil penelitian Pusat Penelitian

dan Pengembangan Oseanografi (2000) tidak semuanya tergolong ikan demersal (ikan

dasar). Beberapa suku seperti Dlupeidae, Engraulidae, Scrombidae, Sphyraenidae

tertangkap juga dengan alat ini dan keempat suku ini digolongkan pada ikan pelagis.

Page 41: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 28

Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan oseanografi (2000) menunjukkan

bahwa ikan karang dan ikan dasar yang terdapat pada lima pulau di Teluk Lampung

menunjukkan pada kondisi yang secara kurang baik. Kondisi ini disebabkan

banyaknya penangkapan ikan menggunakan cara-cara yang merusak karang sebagai

habitat ikan tersebut. Jenis ikan karang dan ikan dasar ekonomis penting masih dapat

ditemukan, tetapi pada keragaman yang mendekati jarang. Kerusakan karang juga akan

mengakibatkan rendahnya ruang hidup bagi ikan karang

2.3.7 Sosial Kependudukan

Propinsi Lampung merupakan suatu daerah yang sangat strategis baik secara geografis

maupun dari segi pengembangan wilayahnya. Prasarana perhubungan yang cepat,

murah dan aman serta lahan pertanian yang luas dan subur, merupakan daya tarik utama

mengalirnya arus migrasi dan transmigrasi ke wilayah ini. Penduduk asli Lampung

diperkirakan hanya sekitar 16 % atau sekitar 1.250.000 jiwa, sedangkan sisanya

merupakan suku-suku pendatang yang terdiri dari suku Jawa (30%), Banten/Sunda

(20%), Semendo (12%), Minang (10%) dan etnis lainnya. Ragam dan heterogenitas

penduduk yang tinggi tersebut, dimana semua suku bangsa/etnis yang ada di Lampung

hampir berimbang jumlahnya, menjadi salah satu faktor penyebab tidak adanya bahasa

daerah yang dominan di Propinsi Lampung dan sebagian besar berkomunikasi dengan

menggunakan Bahasa Indonesia.

Penduduk asli Lampung mempunyai kehidupan seni budaya dan adat istiadat tersendiri

yang diturunkan dari nenek moyang mereka dan masih dijalankan sampai sekarang,

sejauh tidak bertentangan dengan syariah agama yang dianutnya. Penduduk asli

Lampung dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu Peminggir dan Pepadun

(Sebatin). Lampung Peminggir adalah suku Lampung Asli yang berdiam di sepanjang

wilayah pesisir (Kalianda, Krui, Maringgai dan lain-lain), sedangkan Lampung Pepadun

adalah suku-suku yang tinggal di pedalaman (Abung Siwo Mego, Pubian Telu Suku,

Menggala, Mego Pak Tulang Bawang dan lain-lain)

Adat budaya Lampung yang cenderung lebih dekat ke daratan menyebabkan

pemanfaataan wilayah pesisir oleh masyarakat Lampung Asli pesisir kurang mendapat

perhatian. Masyarakat asli cenderung lebih memilih untuk mengolah lahan pertanian

dan perladangan daripada menangkap ikan di laut. Karakteristik masyarakat seperti

Page 42: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 29

inilah yang membuat wilayah pesisir lebih didominasi oleh masyarakat pendatang yang

tinggal dan menetap untuk berbagai alasan.

Penduduk Pendatang, masuk ke Propinsi Lampung ini umumnya dengan berbagai

alasan antara lain karena kebijakan pemerintah dalam upaya pemerataan pembangunan

dengan transmigrasi (Jawa, Bali), atau didorong oleh jiwa merantau mereka yang kuat

sehingga datang ke Lampung (asal Sulawesi), dan yang pindah karena dipaksa oleh

situasi politik di tempat asal. Sedangkan untuk pendatang-pendatang baru datang ke

Lampung banyak yang disebabkan oleh proyek-proyek swasta di bidang pengolahan

lahan produksi. Kedatangan penduduk pendatang ini mengubah keseimbangan suku-

suku yang tinggal di Lampung.

2.3.7.1 Kota Bandar Lampung

A. Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung pada tahun 2000 adalah 742.749 jiwa, terdiri

dari 374.184 jiwa penduduk laki-laki dan 368.565 jiwa penduduk perempuan, (Kota

bandar Lampung dalam Angka, 2001), dengan kepadatan 3.868,48 jiwa/km2.

Kondisi kependudukan di kelurahan-kelurahan pesisir Kota Bandar Lampung,

menunjukkan kelurahan dengan jumlah penduduk paling padat adalah Kelurahan

Kangkung (35.513 jiwa/km2), Kecamatan Teluk Betung Selatan diikuti oleh Kelurahan

Kota Karang (30.923 jiwa/km2), Kecamatan Teluk Betung Barat, sedang kelurahan

yang paling rendah kepadatannya adalah Kelurahan Sukamaju (634 jiwa/km2),

Kecamatan Teluk Betung Barat.

Tabel 2.9  Kondisi Kependudukan Kecamatan Pesisir di Kota Bandar Lampung 

No Kecamatan di Pesisir Luas (km2) Penduduk Kepadatan

(jiwa/km2)

1 Teluk Betung Barat 20,99 62.643 2.984,42

2 Teluk Betung Selatan 10,07 92.506 9.186,30

3 Panjang 21,16 61.943 2.927,36

 Sumber : Kota Bandar Lampung dalam Angka, 2006 dan BPS 

2.3.7.2 Kabupaten Lampung Selatan

Page 43: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 30

A. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2001 adalah 1.142.435 jiwa

yang terdiri dari laki-laki sebanyak 558.012 jiwa dan perempuan 557.423 jiwa

(Lampung Selatan dalam Angka, tahun 2001) pertumbuhan penduduk sejak tahun 1997

sampai tahun 2001 menunjukkan peningkatan sebesar 43.641 jiwa dengan rata-rata

pertumbuhan per tahun 0.99%. Proyeksi penduduk Kabupaten Lampung Selatan

berdasarkan angka pertumbuhan rata-rata tersebut, pada tahun 2005 diperkirakan

sebanyak 1.188.352 jiwa atau 373,6 jiwa/km2.

Kecamatan Natar adalah kecamatan dengan penduduk yang paling padat dengan

kepadatan 750,54 jiwa/km2. Sedangkan Kecamatan Punduh Pidada merupakan

kecamatan dengan kepadatan penduduk yang paling rendah yaitu 107,70 jiwa/km2.

Tabel 2.10  Kondisi Kependudukan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Lampung Selatan. 

No Kecamatan di Pesisir Luas (km2) Penduduk Kepadatan

(jiwa/km2)

1 Penengahan 190,11 54.293 285,59

2 Kalianda 161,40 74.737 463,05

3 Sidomulyo 160,98 71.911 446,71

4 Ketibung 222,31 78.378 352,56

5 Padang Cermin 317,63 78.463 247.03

6 Rajabasa 100.39 22.420 223.33

7 Punduh Pidada 224,19 24.404 108,85

Sumber : Kab. Lampung Selatan dalam Angka, 2006 

Kondisi kependudukan di desa-desa pesisir Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan

desa dengan jumlah penduduk paling padat adalah Desa Way Urang di Kecamatan

Page 44: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 31

Kalianda (919 jiwa/km2) diikuti oleh Desa Bumi Agung di Kecamatan Kalianda (719

jiwa/km2) dan Desa Kunyayan di Kecamatan Punduh Pidada (23.32 jiwa/km2)adalah

desa dengan kepadatan penduduk paling rendah. Rata-rata kepadatan penduduk desa-

desa pesisir adalah 208 jiwa/km2.

B. Pendidikan

Ketersediaan sarana pendidikan akan menjadi gambaran dari kecukupan masyarakat

pada usia sekolah untuk mendapatkan kemudahan dalam mengenyam bangku sekolah di

tempat yang terdekat. Ketersediaan sekolah di kecamatan-kecamatan pesisir

Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2000 terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.11  Jumlah Sekolah di Kecamatan Pesisir Kabupaten Lampung Selatan 

Sekolah Negeri Sekolah Swasta No Kecamatan Pesisir TK SD SLTP SMU TK SD SLTP SMU

1 Penengahan - 40 2 1 4 1 3 1 - 2 Rajabasa - 17 1 - 1 - 1 - - 3 Kalianda 1 40 3 4 9 - 5 5 2 4 Padang

Cermin - 19 2 1 1 1 3 - -

5 Punduh Pidada

- 19 2 1 1 1 3 - -

Sumber : Lampung Selatan dalam Angka, 2006 

Tabel 2.12  Jumlah Murid per Tingkat Sekolah di Kecamatan Pesisir, Kab. Lamsel 

Tingkat Sekolah No. Kecamatan

Pesisir SD SLTP SMU

Jumlah Siswa

1. Penengahan 8.097 1.934 384 10.415

2. Rajabasa 2.989 467 - 3.456

3. Kalianda 9.150 2.485 2.311 13.946

4. Padang Cermin 11.474 2.229 816 14.519

5. Punduh Pidada 3.840 835 393 5.068

Sumber : Lampung Selatan dalam Angka tahun 2006. 

C. Kesehatan

Untuk menggambarkan tingkat penanganan kesehatan masyarakat, dapat dilihat pada

banyaknya fasilitas yang terdapat di masing-masing kecamatan pesisir.

Page 45: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab II ‐ 32

Tabel 2.13  Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Pesisir Kab. Lampung Selatan 

No. Kecamatan Pesisir

Rumah Sakit

Rumah Bersalin

Puskesmas Induk

Puskesmas Pembantu

Apotik

1 Penengahan - 1 1 3 - 2 Rajabasa - - 1 4 - 3 Kalianda 1 1 2 8 3 4 Padang

Cermin - - 3 5 -

5 Punduh Pidada

- - 1 3 -

Sumber : Lampung Selatan dalam Angka tahun 2006. 

D. Rumah Tangga Perikanan

Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) yang berdomisili di Kabupaten Lampung

Selatan tahun 1999 mencapai 14.557 RTP. Jumlah ini terdiri dari RTP perikanan

tangkap (3.642 RTP), RTP budidaya laut (442 RTP), RTP budidaya air payau/tambak

(3.427 RTP), RTP pembenuran (162 RTP), RTP budidaya di perairan umum (74 RTP),

RTP penangkapan di perairan umum (2.034 RTP), RTP budidaya air tawar/kolam

(2.002 RTP), RTP Mina Padi (108 RTP), RTP pembenihan di air tawar (121 RTP), RTP

pengolahan (527 RTP), dan RTP pemanenan (2.018 RTP). Dibandingkan dengan tahun

1998, jumlah RTP perikanan di Kabupaten Lampung Selatan mengalami peningkatan

pada tiap usaha perikanan yang dilakukan.

Jumlah tenaga kerja yang terserap dalam kegiatan perikanan tangkap tahun 1999

sebanyak 6.605 tenaga kerja yang merupakan jumlah tenaga kerja yang terbesar

dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan lainnya.

Page 46: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 1

Bab 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

3.1 Metode Pendekatan Studi

Langkah awal yang dilakukan dalam Kegiatan Pemetaan Terumbu Karang di Teluk

Lampung adalah penyediaan data, baik data primer maupun data sekunder. Data primer

diperoleh dengan melakukan survei langsung ke lapangan yang meliputi data oseanografi,

data titik koordinat, data persentase terumbu karang, dan data sosial budaya. Pengambilan

data sosial, ekonomi dan budaya (sosekbud) menggunakan metode Rapid Rural Appraisal

(RRA). Selain itu juga akan dilakukan kegiatan sosialisasi. Sedangkan data sekunder

didapatkan dengan wawancara dengan stakeholder yang terkait serta mengkaji dokumen-

dokumen pendukung atau laporan dari dinas / instansi terkait.

Seperti dikemukakan sebelumnya, studi ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan

sumberdaya terumbu karang di Teluk Lampung terutama berkenaan dengan bentuk tumbuh

(life form), persentase hidup dan luasan penyebarannya serta untuk mengkaji sumberdaya

terumbu karang karang sebagai arahan dalam penetapan kawasan konservasi dan daerah

perlindungan laut (DPL). Untuk mewujudkan hal tersebut diatas perlu pengkajian dengan

melihat bebarapa aspek teknis pendukung.

Adapun aspek-aspek teknis dalam pemetaan terumbu karang yang diperlukan antara lain :

1. Identifikasi potensi terumbu karang yang terdapat dilokasi

2. Faktor-faktor oseanografis meliputi pasang surut air laut, suhu, dan salinitas

3. Analisa kondisi terumbu karang:

Manta tow

Line Intersept Transect

Page 47: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 2

4. Identifikasi penyebaran terumbu karang

5. Penghitungan luas area terumbu karang

6. Identifikasi sosial ekonomi dan budaya

Pengamatan terumbu karang dalam kegitan ini digunakan metode Manta Tow dan Line

Intercept Transect (LIT), yang dianggap cukup dapat mengakomodir kebutuhan data

primer pada pekerjaan ini. Meskipun banyak metode survei yang ada saat ini, namun

masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Beberapa alasan yang menyebabkan sulitnya menggambarkan suatu kondisi terumbu

karang dengan metode-metode survei yang ada saat ini (Suharsono, 1994), antara lain :

1. Terumbu karang yang tumbuh di tempat geografis yang berbeda mempunyai tipe yang

berbeda.

2. Ukuran individu atau koloni sangat bervariasi dari beberapa centimeter hingga

beberapa meter.

3. Satu koloni karang dapat terdiri beberapa individu sampai jutaan individu.

4. Bentuk pertumbuhan sangat bervariasi seperti bercabang, masif, merayap, seperti daun,

dan sebagainya.

5. Tata nama jenis karang masih relatif belum stabil dan adanya perbedaan jenis yang

hidup pada lokasi geografis yang berbeda, serta adanya variasi morfologi dari jenis

yang sama yang hidup pada kedalaman yang berbeda maupun tempat yang berbeda.

Persiapan penyelaman di Kepulauan 

Tiga, Lampung Selatan 

Page 48: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 3

Diagram alir tahapan kegiatan Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung dapat dilihat

pada Gambar 3.1. sebagai berikut:

Pemetaan Terumbu Karang di

Teluk Lampung 

Observasi  Studi Literatur 

Identifikasi Awal

Perancangan Mekanisme Kajian 

Identifikasi Variabel-variabel Kajian 

SosialisasiPengambilan Data Primer 

1. Jenis Terumbu Karang 2. Jenis Biota Laut 3. Persentase Hidup 4. Kondisi Terumbu Karang 5. Kualitas Perairan 6. Kondisi Oseanografi 7. Titik Koordinat Pengamatan 8. Luas Area Terumbu Karang 9. Indepth Interview 10. LIT dan PRA 11. Arahan Strategi Pengelolaan

Pengambilan Data Sekunder 

1. Hasil Penelitian/Dokumen/Laporan Terumbu Karang

2. Ganbaran Umum wilayah : Kondisi Topografi, Kondisi tanah, Geologi, Hidrologi, Lereng, Vegetasi alam, Oseonografi dan biofisik, sosial dan budaya, Kependudukan, Etnis, Sarana Pendidikan, Sarana Kesehatan, Mata Pencaharian, Tingkat keejahteraan masyarakat, Kondisi Perekonomian, Kegiatan Ekonomi.

3. Citra Satelit. 4. Peta-peta Termatik (tutupan terumbu

karang, Peta administrasi, Peta satuan lahan, Peta geologi, Peta arus di perairan lampung, Peta kepadatan penduduk)

Pengolahan dan Analisa Hasi

Pengumpulan data

Dokumentasi  Dokumentasi 

1. Buku Laporan akhir (Final Repport) 

2. Draf laporan Akhir 

3. Data Laporan Akhir (dalam bentuk CD) 

 

Presentasi Asistensi 

Disetujui/Revisi Tidak 

Page 49: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 4

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data sekunder berasal dari berbagai hasil penelitian, laporan-laporan dan

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan ekosistem terumbu karang. Data ini merupakan

informasi awal yang akan digunakan untuk melihat kondisi wilayah pesisir Teluk

Lampung seperti : kondisi topografi, kondisi tanah, iklim, geologi, hidrologi, vegetasi

alam, sarana dan prasarana penunjang, kependudukan, sosial ekonomi budaya, oseanografi,

perikanan tangkap dan kebijakan secara umum daerah. Selain itu, data sekunder akan

digunakan sebagai bahan verifikasi pada saat survei untuk mengumpulkan data primer

serta bahan analisa pemetaan terumbu karang.

Gambar 3.2 Ilustrasi di samping menunjukkan tekanan yang diberikan terhadap ekosistem terumbu karang.  Dalam kegiatan ini juga akan di gali data sehubungan dengan aktifitas manusia yang berdampak terhadap terumbu karang. 

Data sekunder yang diperlukan dalam kegiatan ini antara lain : data citra satelit, data peta

tutupan terumbu karang, peta administrasi Propinsi Lampung, peta satuan lahan, peta

geologi, peta arus di perairan lampung, peta kepadatan penduduk, peta sebaran suku, data

sosial ekonomi dan budaya, data sarana dan prasarana penunjang. Pengumpulan data

sekunder dilakukan melalui penelusuran berbagai pustaka yang ada di berbagai instansi

Page 50: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 5

pemerintah dan swasta, seperti Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan, BPS, Bappeda

Lampung, Bakosurtanal, Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) dan lain-lain.

Selain tersebut diatas metode interview/wawancara juga dilakukan. Pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara terhadap beberapa responden yang langsung terlibat dalam

usaha perikanan karang dan pengelolaan terumbu karang serta wawancara dengan

stakeholder wilayah setempat.

Untuk mencapai sasaran dari kajian yang dilakukan, data yang diperlukan baik primer

maupun sekunder adalah seperti yang akan diuraikan dalam sub bab selanjutnya.

3.2.1 Metode Manta Tow

Secara umum, metoda Manta Tow ini digunakan oleh para ahli sekitar tahun 1976 sampai

1990 untuk menghitung jumlah bintang laut berduri (Acanthaster planci) yang berada di

atas terumbu karang.

Gambar3.3

Teknik  survey  terumbu karang  dengan  metode Manta  Tow,  dilakukan dengan  menarik  seorang pengamat  yang  di  lengkapi dengan  papan  pencatat data  dan  alat  snorkling lengkap. 

Metoda Manta Tow ini digunakan juga di berbagai tempat di dunia seperti di Micronesia,

Laut Merah dan di Australia (Great Barrier Reef). Penelitian dengan menggunakan

metoda Manta Tow sangat mudah pada daerah terumbu karang yang luas dan

membutuhkan waktu yang sangat cepat dengan hasil pengamatan yang cukup akurat.

Page 51: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 6

Pada kegiatan ini, Metode Manta Tow akan digunakan untuk mengetahui secara tepat di

mana daerah terumbu karang yang masih baik dan daerah terumbu karang yang telah

rusak. Kerusakan karang tersebut lebih lanjut dipilah berdasarkan penyebab kerusakannya,

seperti kerusakan karang yang disebabkan oleh pemanasan global (bleaching), daerah

bekas pengeboman, kerusakan karang akibat badai topan dan juga kematian karang akibat

pemangsaan bintang laut berduri dalam skala yang luas. Metoda ini juga bermanfaat untuk

memilih lokasi terumbu karang yang baik dan yang terwakili dari luas terumbu karang

yang ada untuk dilakukan pengamatan yang lebih teliti yaitu dengan menggunakan metoda

Transek Garis (Line Intercept Transect).

Gambar

3.4Terumbu  karang  yang  rusak  akibat dari kegiatan pengeboman,    (gambar kiri). 

Terumbu  karang  yang  mengalami pemutihan  akibat  kenaikan  suhu  air laut.  Kenaikan suhu air laut ini dipicu oleh gejala iklim El Nino, (gambar kanan). 

Adapun langkah-langkah manta tow adalah sebagai berikut :

Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara menarik

pengamat dibelakang perahu kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung

antara perahu dengan pengamat. Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas

terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa obyek yang

terlintas serta nilai persentase penutupan karang hidup dan karang mati.

Page 52: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 7

Gambar3.5

Gambar  di  atas  adalah  estimasi  dari persentase tutupan karang.  Dalam membuat estimasi  tersebut  sangat  di  tentukan  oleh pengalaman yang dimiliki oleh pengamat.  

Perahu dengan berkekuatan kurang lebih 5 PK digunakan untuk menarik pengamat dan

dapat memberikan kecepatan yang cukup bagi pengamat untuk melakukan pengamatan

dengan baik. Pengamatan ditarik diantara rataan terumbu karang dan tubir (reef edge),

dengan kecepatan yang tetap yaitu antara 3 – 5 km/jam atau seperti orang yang berjalan

lambat. Bila ada faktor lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka

kecepatan perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dari pengamat yang berada

dibelakang perahu.

Pengamatan terumbu karang dilakukan selama 2 menit, kemudian berhenti beberapa saat

untuk memberikan waktu bagi pengamat mencatat data-data yang terlihat selama 2 menit

pengamatan tersebut ke dalam tabel data yang tersedia di papan manta. Setelah mendapat

tanda dari pengamat maka pengamatan dilanjutkan lagi selama 2 menit, begitu seterusnya

sampai selesai pada batas lokasi terumbu karang yang diamati.

Page 53: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 8

Dalam pengamatan penutupan karang, pengisian data untuk penutupan karang sebaiknya

menggunakan persentase. Hal ini untuk memudahkan pengamat dalam menentukan

masing-masing tutupan karang. Pengamat harus memperhatikan total persen dari

penjumlahan tutupan karang ditambah dengan pasir dan tutupan lainnya jangan sampai

melebihi 100%. Selanjutnya dilakukan pengukuran lebih detail akan dilakukan dengan

menggunakan metode Line Intercept Transect.

3.2.2 Metode Line Intercept Transect (LIT)

Transek garis (Line Intercept Transect) merupakan salah satu metode yang digunakan

untuk menilai kondisi terumbu karang di suatu lokasi. Biota-biota dalam terumbu karang

tersebut dimasukkan dalam kategori berdasarkan bentuk pertumbuhannya (bentic lifeform)

sehingga metode ini juga disebut dengan metode bentic lifeform atau disebut dengan

metode lifeform saja. Asean Australia Marine Project telah mengembangkan metode ini

untuk penelitian terumbu karang.

Gambar 3.6 Manta Board, adalah papan pengamatan yang digunakan sebagai pencatat data, sekaligus sebagai alat pengontrol gerakan pengamat yang ditarik oleh perahu.  Dengan menggunakan papan manta ini seorang pengamat dimungkinkan untuk bergerak menyelam atau mempertahankan posisi dipermukaan air.

Page 54: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 9

Beberapa keuntungan dari menggunakan metode ini antara lain:

1. Pengelompokkan biota ke dalam beberapa kategori mempermudah bagi peneliti atau

orang yang memiliki kemampuan terbatas dalam identifikasi karang.

2. Metode ini merupakan metode sampling untuk menghitung persentase tutupan biota

yang sangat efisien dan dapat dipercaya.

3. Hanya memerlukan sedikit peralatan dan relatif sederhana dalam penerapannya.

Dalam melakukan transek garis dengan metode bentic lifeform ini, tidak hanya ditekankan

pada karangnya saja akan tetapi meliputi seluruh biota yang berasosiasi dengan karang

(alga, spong dan biota lainnya) dan juga abiotiknya. Untuk lebih jelasnya pengelompokan

kategori dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Pengamatan dilakukan pada dua kedalaman yaitu 3 m mewakili perairan dangkal dan 10 m

untuk mewakili perairan dalam. Pada dua kedalaman ini yaitu 3 m dan 10 m metode

pengamatan bisa dilakukan dengan menggunakan Metode LIT (Line Intercept Transect)

dengan cara membuat garis membujur sepanjang 50 m sejajar dengan garis pantai pada

daerah tubir yang kemudian dicatat bentuk pertumbuhan (lifeform) dan persen

penutupannya. Alat yang digunakan adalah peralatan snorkeling dan SCUBA.

Kode HC, SC, SP, , RB, OT, DC ,DCA, MA dan ABT adalah istilah dalam penelitian

karang yang merupakan beberapa kategori karang dan biota lain yang ada dimasukkan

dalam bentuk pertumbuhannya (benthic lifeform).

HC = Hard Corals (karang batu)

SC = Soft Corals (karang lunak)

SP = Sponges (spong)

RB = (Rubble) pecahan karang mati

OT = Others (lain-lain) sperti anemone, teripang, gorgonian, kima dan lain-lain.

DC = Dead Coral (karang mati)

DCA = Dead Coral Alga (karang mati yang ditumbuhi alga)

MA = Macro Alga: alga yang berukuran besar

ABT = Abiotik = benda benda mati lainya seperti batu dan lain-lain

Page 55: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 10

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3.7 Cara pencatatan data koloni karang pada metode transek garis, (gambar atas). 

Koloni karang masif berukuran besar dianggap dua data, CM, apabila garis meteran melewati algae persis diatas koloni tersebut (English et al, 1994), (Gambar bawah). 

Penyelaman di perairan Canti, Lampung Selatan 

Page 56: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 11

Tabel 3.1  Kategori Bentuk Substrat Dasar 

Bentuk Substrat Dasar  Kategori  Keterangan Karang Batu (hard corals)     

Acropora     Acropora bercabang (Acropora branching)  ACB  Bentuk bercabang seperti ranking pohon 

Acropora meja (Acropora tabulate)  ACT  Bentuk  bercabang  dengan  arah  mendatar,  rata seperti meja 

Acropora merayap (Acropora encrusting)  ACE  Bentuk  merayap,  biasanya  terjadi  pada  Acropora yang belum sempurna 

Acropora submasif (Acropora submassive)  ACS  Percabangan bentuk gada/lempeng dan kokoh 

Acropora berjari (Acropora digitate)  ACD  Bentuk  percabangan  rapat  dengan  cabang  seperti jari‐jari tangan  

Non‐ Acropora     Karang bercabang (coral branching)  CB  Bentuk bercabang, seperti ranting pohon 

Karang masif (coral massive)  CM  Bentuknya seperti batu besar yang padat 

Karang merayap (coral encrusting)  CE  Bentuk merayap  hampir  seluruh  bagian menempel pada substrat 

Karang Submasif (coral submassive)  CS  Bentuk kokoh dengan tonjolan‐tonjolan atau kolom‐kolom kecil 

Karang lembaran (coral foliose)  CF  Bentuk menyerupai lembaran daun 

Karang jamur (coral mushroom)  CMR  Soliter, bentuk seperti jamur 

Karang api (Millepora)  CME  Semua  jenis  karang  api,  dapat  dikenali  dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh 

Karang biru (Heliopora)  CHL  Karang  biru,  dapat  dikenali  dengan  adanya  warna biru pada skeletonnya.  

Karang Mati (Dead Scleractina)     Karang mati  DC  Karang yang baru mati, berwarna putih 

Karang mati yang ditutupi alga  DCA  Karang  mati  yang  masih  tampak  bentuknya,  tapi sudah mulai ditumbuhi alga halus 

Alga     Alga makro (macro algae)  MA  Alga berukuran besar 

Alga rumput (turf algae)  TA  Alga berukuran  halus, menyerupai  rumput‐  rumput halus 

Alga koralin (Coralline algae)  CA  Alga yang mempunyai struktur kapur 

Halimeda  HA  Alga dari marga Halimeda 

Kumpulan alga (algae assemblage)  AA  Terdiri lebih dari satu jenis alga  

Fauna Lain     Karang lunak (soft corals)  SC  Karang dengan tubuh lunak 

Sepon (seponges)  SP   

Zoanthids  ZO  Contohnya: Platythoa, Protopalythoa 

Lain‐lain  OT  Anemon, teripang, gorgonia, kima dan lain‐lain  

Abiotik     Pasir (sand)  S   

Pecahan karang mati (rubble)  R   

Lumpur (silt)  SI   

Celah  WA  Celah dengan kedalaman lebih dari 50 cm 

Batuan vulkanis  RCK  Batu vulkanik 

Sumber :(P3O-LIPI, 1998)

Page 57: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 12

Untuk memudahkan dalam pemasukan data, hendaknya data transek garis ditulis mengikuti format

transition- categori- taxon, misalnya sebagai berikut:

 

Tabel 3.2  Data hasil transek 

Transition Categori Taxon

32 CF Montifora foliosa

58 TA

99 CM Porites lutea

132 S

157 MA Caulerpa rasemosa

. . .

. . .

. . .

5000 RCK

Sumber :(P3O-LIPI, 1998)

Gambar3.8

Ilustrasi di atas menggambarkan teknik Line Interception Transect (LIT) yang dilakukan oleh pengamat.  Teknik ini dilakukan dengan menarik seutas meteran di atas tutupan terumbu karang sepanjang  100 m. 

3.2.3 Citra Satelit Landsat

Selain melalui pengumpulan data primer dan sekunder, pengumpulan data juga dilakukan

melalui interpretasi citra satelit. Dalam kegiatan Pemetaan Terumbu Karang di Teluk

Page 58: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 13

Lampung ini, citra satelit yang digunakan adalah citra Landsat 7 TM, adapun karakteristik

produk citra landsat adalah sebagai berikut:

A. Karakteristik Landsat

Landsat pertama kali dikenal dengan nama Earth Resources Technology Satellite (ERTS)

untuk membedakan dengan program satelit oseanografi SEASAT (Sea Satellite).

Selanjutnya ERTS-1 ini diubah namanya menjadi Landsat-1 dan seterusnya. Landsat

generasi ke dua adalah landsat 4 dan 5 yang masing-masing diluncurkan pada tahun 1982

dan 1984. Satelit ini memiliki orbit polar sunsyncronous. Oleh karena itu satelit ini

melewati tempat-tempat pada lintang yang sama dalam waktu lokal yang tetap, dengan

periode 98.5 menit dan sudut inklinasi 98.5o. sensor yang dibawa oleh satelit ini adalah

MSS (Multi Spectral Scanner) dan TM (Thematic Mapper).

B. Sensor MSS (Multi Spectral Scanner)

Karakteristik dari sensor MSS ini dapat dilihat pada tabel berikut. Sensor MSS mampu

meliput permukaan bumi dengan empat saluran spektral secara simultan melalui sistem

optik tunggal. Pada setiap kanalnya ada 6 detektor, sehingga seluruhnya ada 24 detektor.

 

Tabel 3.3  Karakteristik Sensor MSS (Butler et al. 1998) 

Panjang Gelombang  Kanal 4: 0.5 – 0.6 μm (hijau) Kanal 5: 0.6 – 0.7 μm (merah) Kanal 6: 0.7 – 0.8 μm (IR dekat) Kanal 7: 0.8 – 1.1 μm (IR dekat) 

IFOV  0.086 mrad Lebar Sapuan  185 km Ukuran resolusi Pixel  80 x80 

C. Sensor TM (Thematic Mapper)

Sensor TM digunakan pada Landsat 4 guna memperbaiki resolusi spasial, memisahkan

spektral, menambah ketelitian data radiometrik dan gemetrik. Thematic Mapper

merupakan suatu sensor optik yang beroperasi pada saluran tampak dan infraerah bahkan

saluran spektral. Karakteristik yang dimiliki oleh sensor TM ini dijelaskan pada Tabel 3.4

sebagai berikut :

Page 59: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 14

Tabel 3.4  Karakteristik Sensor TM (Butler et al. 1998) 

Panjang Gelombang

Kanal 1: 0.45 – 0.52 μm(violet –biru)

Kanal 2: 0.52 – 0.60 μm(hijau)

Kanal 3: 0.63 – 0.69 μm(merah)

Kanal 4: 0.76 – 0.90 μm(IR dekat)

Kanal 5: 1.55 – 1.75 μm(IR menengah)

Kanal 6: 10.40 – 12.50 μm(IR thermal jauh)

Kanal 7: 2.08 – 2.35 μm(IR menengah)

IFOV 0.043 mrad (kecuali kanal 6: 0/170 mrad)

Lebar Sapuan 185 km

Ukuran Resolusi Pixel

30 x 30 meter (kecuali kanal 6: 120 x 120 m)

3.2.4 Faktor-Faktor Oseanografi

Data Oseanografi diperoleh berdasarkan data sekunder dari instansi terkait di Pemerintah

Provinsi Lampung dan Kabupaten/Kota di sekitar Teluk Lampung.

Pasang surut air laut

Pasang surut (pasut) merupakan proses naik turunnya muka laut yang hampir teratur,

yang dibangkitkan oleh gaya tarik bulan dan matahari secara harian. Jika suatu

perairan mengalami satu kali pasang dan surut per hari, maka kawasan tersebut

dikatakan bertipe pasang surut tunggal. Jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut

dalam satu hari, maka dikatakan bertipe pasang surut ganda. Tipe pasang surut lainnya

merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda, yang dikenal sebagai pasang surut

campuran.

Arus dan gelombang

Umumnya kondisi gelombang disuatu perairan diperoleh secara tidak langsung dari

data angin yang terdapat di kawasan perairan tersebut. Hal ini didasarkan atas kondisi

umum yang berlaku di laut, yaitu sebagian besar gelombang yang ditemui di laut

dibentuk oleh energi yang ditimbulkan oleh tiupan angin. Pengukuran gelombang

diamati berdasarkan type, dan interval waktu serta tingkat pemecahan gelombang dan

amplitudonya.

Page 60: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 15

3.2.5 Sosial Ekonomi dan Budaya

Komponen yang ditelaah meliputi: data sosial budaya (penduduk, tingkat pendidikan,

perumahan,kesehatan dan etnis/adat), data sosial ekonomi (mata pencaharian penduduk,

tingkat pendapatan, pola pemanfaatan sumberdaya alam dan pertumbuhan ekonomi lokal),

data sarana dan prasarana penunjang (pendidikan, kesehatan, transportasi, telekomunikasi,

perdagangan, jasa, dan lain-lain).

Data sosial ekonomi dan budaya yang dikumpulkan meliputi data primer dan data

sekunder. Pengumpulan data primer dan informasi tentang sosial ekonomi dan budaya di

lokasi studi menggunakan metode pengamatan langsung di lapangan dan kajian cepat

(Rapid Rural Appraisal-RRA). Data primer akan diperoleh dengan melakukan wawancara

terhadap penduduk yang dipilih secara purposive dan secara acidental dan disamping itu

dilakukan juga observasi atau pengamatan langsung di lapangan. Wawancara dilakukan

secara perorangan maupun kelompok dalam bentuk diskusi kelompok terarah (focussed

discussion group). Khusus untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap lingkungan,

selain wawancara juga dilakukan public hearing. Kebudayaan dilokasi studi diamati

dengan mencatat data dan informasi tentang adat istiadat, kesenian, budaya dan

kelembagaan masyarakat.

Data sekunder dikumpulkan dari berbagai dokumen dan atau informasi dari beberapa

sumber instansi yang relevan seperti pemerintahan baik tingkat kecamatan maupun tingkat

desa, Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, Dinas Kehutanan Lampung Barat, BPS,

Bappeda, BPLH Lampung dan sebagainya.

3.3 ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dari hasil survei kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data.

Analisis data yang dilakukan antara lain :

3.3.1 Analisis Data Terumbu Karang

Dilakukan dengan menganalisa data penyelaman dan melakukan verifikasi dengan

menggunakan citra satelit. Analisis kuantitatif yang dilakukan adalah penutupan terumbu

karang.

Page 61: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 16

Penutupan terumbu karang adalah persentase penutupan suatu jenis karang hidup pada

suatu areal tertentu yang dihitung dengan persamaan Yap dan Gomes (1988) dan English

et al. (1994) dan Kepmen LH no: 4 tahun 2001 tentang kriteria Baku Kerusakan Terumbu

Karang:

dimana :

li = panjang transek yang melalui life form ke-i

l = panjang garis transek

C = persen tutupan karang

Kategori kondisi penutupan karang:

75 - 100% : Sangat Baik;

50 – 74,9% : Baik;

25 – 49,9% : Sedang;

0 - 24,9% : Rusak/Buruk.

3.3.2 Analisis Citra Satelit

Analisis citra satelit menggunakan software ER Mapper 6.4. Hasil analisis citra berupa

data luasan terumbu karang. Sedangkan tahapan analisis citra adalah sebagai berikut:

a. Koreksi terhadap citra

b. Interpretasi terhadap terumbu karang

c. Melakukan pengukuran luas terhadap hasil interpretasi.

d. Melakukan survei lapangan untuk verifikasi hasil analisis citra.

Penggabungan klas dan perapian hasil klasifikasi dengan digitizion on screen. Adapun

kombinasi band yang yang umum digunakan pada saat penafsiran citra satelit secara

manual/visual yaitu 4-5-3 dan 5-4-2 dimana berbagai kenampakkan vegetasi baik alami

maupun yang ditanam dapat terlihat dengan jelas.

Untuk mempermudah pengenalan tipe-tipe penutup lahan pada suatu citra, dapat

digunakan kunci penafsiran yang dikembangkan untuk penafsiran citra Landsat-TM warna

tidak standar (band 2-3-4). Namun hal ini bisa pula diterapkan pada citra dengan

Page 62: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 17

kombinasi band lainnya dengan menerapkan elemen-elemen penafsiran lainnya selain

warna. Kunci eliminasi teresebut pada prinsipnya disusun agar interpretasi berlanjut

langkah demi langkah dari yang umum ke yang khusus, dan kemudian menyisihkan semua

kenampakan atau kondisi kecuali satu yang diidentifikasi. Kunci eliminasi sering tampil

dalam bentuk kunci dua pilihan (dichotomous key) dimana penafsir dapat melakukan

serangkaian pilihan antara dua alternatif dan menghilangkan secara langsung semuanya,

kecuali satu jawaban yang mungkin (Lillesand & Kiefer, 1990).

Untuk penafsiran manual/visual (on screen digitation), perlu memperhatikan pola jaringan

sungai, danau atau garis pantai didelineasi yang diikuti dengan pola jaringan jalan, hal ini

akan membantu dalam penafsiran obyek-obyek atau vegetasi yang terliput pada citra yang

ada. Selanjutnya dilakukan deteksi pada obyek-obyek dengan melakukan delineasi batas

luar pada kelompok yang yang mempunyai warna yang sama dan memisahkannya dari

yang lain. Langkah terakhir adalah mengidentifikasi dan analisis obyek atau tipe vegetasi

dengan menggunakan informasi spasial seperti ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan

asosiasi dan situs (Lillesand dan Kiefer, 1990; Sutanto, 1985).

Integrasi data hasil klasifikasi penginderaan jauh dan GIS dilakukan dengan cara

menggabungkan citra hasil klasifikasi awal dengan peta referensi. Langkah yang dilakukan

adalah melakukan overlay data digital citra asli dan hasil klasifikasi teracu dengan peta-

peta penunjang.

A. Pemotongan Citra

Suatu wahana satelit akan merekam data pada suatu daerah yang sangat luas degan skala

yang sangat kecil. Oleh karena itu perlu dilakukan pemotongan citra (cropping) sesuai

dengan daerah penelitian untuk memperjelas dan mempermudah pengenalan serta

interpretasi suatu kenampakan (feature).

B. Koreksi Radiometrik

Secara umum kesalahan radiometrik disebabkan oleh 2 faktor yaitu:

1. Kesalahan Respon Detektor

Untuk mengkonversi energi cahaya yang direkam menjadi voltage atau digital number

Page 63: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 18

(DN) sistem sensor penginderaan jauh menggunakan detektor. Sensor Thematic Mapper

(TM) menggunakan 16 detektor yang berfungsi pada waktu menscan permukaan bumi

untuk mengatur energi visible, near dan middle infrared. Detektor mempunyai beberapa

keterbatasan/kelemahan yang dapat menyebabkan kesalahan seperti line dropout, stripping

dan line strart.

2. Pengaruh Atmosfir

Atmosfir bumi mempunyai efek menghalangi karena terjadinya proses pemencaran

(atmospheric scattaering) dan penyerapan (atmospheric absorbtion) oleh uap air atau gas-

gas lainnya. Interaksi ini menyebabkan distorsi radiometrik eksternal yang tidak

sistematik. Pada citra, pengaruh scattering akan menyebabkan meningkatnya kecerahan

(brightness), sementara penyerapan oleh atmosfir akan menyebabkan menurunnya

brightness. Masalah pengaruh atmosfir ini akan tampak apabila kita ingin membandingkan

spektral pada suatu lokasi yang direkam pada waktu yang berbeda.

Koreksi radiometrik akibat atmosfir ini bisa dilakukan dengan dua teknik pendekatan yaitu

atas dasar suatu bahwa data yang direkam menggunakan band visible (0.7 – 0.4 ג µm)

sebagian besar bebas dari pengaruhnya. Ada 2 teknik koreksi radiometrik yaitu dengan

cara pengaturan histogram (histogram adjustment) dan pengaturan regresi (regression

adjustment).

Dalam penelitian ini, koreksi yang digunakan adalah histogram adjusment. Operasinya

didasarkan pada pengurangan sebesar bias dari masig-masing band. Cara menentukan bias

masing-masing band adalah dengan cara mencari nilai minimum DN pada setiap band.

Secara matematik, koeksi pengaruh atmosfir dengan pengaturan histogram adalah:

DN i,j,k (output: terkoreksi) = DN i,j,k (input: asli) – Bias

C. Koreksi Geometrik

Data penginderaan jauh biasanya mengandung distorsi geometris sistematis dan yang tidak

sistematis. Distorsi/kesalahan tersebut dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Yang dapat

dikoreksi menggunakan sejumlah titik-titik kontrol lapangan (ground Control Point) yang

cukup. GCP adalah suatu titik pada permukaan bumi yang diketahui koordinatnya baik

pada citra (kolom/pixel dan baris) maupun pada peta (yang diukur dalam derajat lintang,

bujur, feet atau meter).

Penyebab terjadinya distorsi geometrik ini antara lain adalah: terjadinya rotasi bumi pada

Page 64: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 19

saat perekaman, pengaruh kelengkungan bumi, efek panoramik (sudut pandang), pengaruh

topografi serta pengaruh gravitasi bumi yang menyebabkan terjadinya perubahanan

ketinggian satelit dan ketidakstabilan ketinggian platform.

Rektifikasi adalah suatu proses memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga

mempunyai proyeksi yang sama dengan peta. Atas dasar data acuan yang digunakan,

rektifikasi dapat dibedakan atas :

1. Registrasi citra ke citra (image to image rectification)

2. Rektifikasi citra ke peta (image to map rectification)

Dalam melakukan koreksi geometric, GCP yang dipilih harus tersebar merata pada seluruh

citra, relative permanent, tidak berubah dalam kurun waktu yang pendek (seperti jalan,

jembatan, sudut bangunan dan sebagainya). Setelah GCP terpilih, didapatkan nilai akar

kesalahan rata-rata kuadrat (Root Mean Square Error) untuk masing-masing GCP.

Dianjurkan agar RMSE lebih kecil dari 0.5 pixel. Jika RMSE masih lebih besar dari

ketelitian yang diinginkan (>0.5 pixel) maka perlu dilakukan penghapusan pada GCP yang

memberikan RMSE terbesar. Proses ini dilanjutkan sampai dengan RMSE lebih kecil dari

yang diinginkan.

D. Penajaman Citra

Penajaman citra dilakukan guna memperjelas kenampakan suatu obyek agar didapatkan

citra yang lebih informasi. Teknik penajaman citra untuk pemetaan sebaran terumbu

karang antara lain dengan FCC (False Color Composite), algoritme SWIM (Shallow Water

Image Mapping) dan algoritme Lyzenga.

False Color Composite dilakukan dengan cara meletakkan tiga buah filter warna yaitu

merah, hijau dan biru secara tumpang tindih (overlay). Kanal yang digunakan adalah kanal

4,2, dan 1. Kombinasi kanal ini dipilih karena kanal 1 dan 2 merupakan kanal sinar

tampak yang mempunyai daya penetrasi dalam kolom air yang cukup baik. Sedangkan

kanal 4 dipilih karena dapat membedakan batas antara darat dan laut dengan jelas.

Metode yang kedua adalah menggunakan algoritme SWIM yang dikembangkan oleh

Bierwirth. Metode ini dilakukan dengan cara membuat komposit untuk filter warna merah,

hijau dan biru dengan input kanal 1,2,3 serta algoritme sebagai berikut:

Filter warna merah : TM3/(TM1 + TM2+ TM3)

Page 65: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 20

Filter warna hijau : TM2/(TM1 + TM2+ TM3)

Filter warna biru : TM1/(TM1 + TM2+ TM3)

Metode yang ketiga adalah dengan menggunakan algoritme Lyzenga yang dikembangkan

oleh (Siregar et al. 1995) menjadi:

Y = ln(TM1) + ki/kj* ln(TM2)

Y merupakan citra baru yang merupakan kombinasi dari kanal 1 dan 2. Untuk

mendapatkan nilai koefisien ki/kj dilakukan training area pada citra asli sebanyak ± 30

titik. Selanjutnya melalui perhitungan statistik diperoleh nilai rata-rata untuk setiap kanal.

Namur dalam proses ini hanya nilai rata-rata kanal 1 dan 2 yang digunakan karena kanal

tersebut diasumsikan memiliki daya penetrasi yang baik dalam kolom air. Kemudian dicari

nilai varian dan kovarian untuk kedua kanal guna mendapatkan nilai a dan ki/kj.

Persamaan yang digunakan untuk mencari nilai tersebut adalah :

Ki/kj = a + √(a2 + 1)

a = (var TM1 – var TM2)/(2*cover TM1 TM2)

dimana:

TM1 : Kanal 1 landsat TM

TM2 : Kanal 2 landsat TM

Ki : Koefisien atenuasi air pada גi

Kj : Koefisien atenuasi air pada גj

Dalam penelitian ini digunakan metode dengan mengunakan algoritme Lyzenga, karena

tampilan dari hasil algoritme ini memberikan hasil yang lebih baik informatif bila

dibandingkan dengan cara lainnya. Sehingga untuk langkah selanjutnya citra hasil

algoritme Lyzenga inilah yang digunakan.

E. Klasifikasi Citra

Klasifikasi merupakan proses mengelompokkan pixel-pixel ke dalam kelas- kelas atau

kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (brightness value/BV atau

digital numbering/DN) pixel yang bersangkutan. Pada penelitian ini dilakukan klasifikasi

kuantitatif dimana pengelompokkan dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan

Page 66: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 21

nilai kecerahan (BV atau DN) contoh yang diambil sebagai area contoh (training area).

Klasifikasi kuantitatif apat dilakukan dengan 2 metode yaitu: klasifikasi terbimbing dan

klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

klasifikasi tidak terbimbing dimana memerlukan sedikit campur tangan analis, karena

operasi numerik dilakukan secara otomatis dengan mencari group secara alamiah

berdasarkan sifat-sifat spektral pixel bersangkutan. Disini analisis memerintahkan

komputer untuk mencari nilai rata-rata kelas dan matrik ragam-ragamnya yang akan

digunakan adalam klasifikasi. Dalam penelitian ini, citra hasil algoritme Lyzenga inilah

yang dikelaskan menjadi 30 kelas.

F. Editing

Proses ini dilakukan pada citra klasifikasi dengan mengacu pada citra hasil transformasi

Lyzenga. Proses editing dilakukan agar citra tampak lebih baik, terutama untuk

mengeleminir awan, stripping pada kelas laut dan kesalahan klasifikasi.

G. Reclass

Citra klasifikasi yang telah diedit, dikelaskan kembali (reclass) menjadi 7 kelas untuk

memperoleh hasil yang lebih informatif. Kelas-kelas tersebut adalah: kelas karang hidup,

karang mati, pasir 1, lamun, pasir 2, darat dan laut.

3.3.3. Analisis Sosial, Ekonomi dan Budaya

Analisis sosial ekonomi dan budaya dianalisis menggunakan metode statistik non

parametrik (SPSS), berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan stakeholder

terkait.

3.3.4. Analisis Arahan Pengelolaan dan Pemanfaatan Terumbu Karang

Data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan

analisis deskriptif, tabulasi dan kuantitatif. Setelah diperoleh masukan informasi yang

lengkap dari semua masyarakat, yang telibat dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang,

selanjutnya akan dilakukan analisis data dan informasi dengan memperhatikan kekuatan,

kelemahan, peluang dan tantangannya atau dikenal dengan metode SWOT. Analisis

dilakukan dengan menerapkan kriteria kesesuaian, dengan menggunakan data kuantitatif,

Page 67: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

 

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab III ‐ 22

maupun dengan deskripsi keadaan, sehingga dapat dilakukan yang dinamakan “Weakness

and Threat Management”, dan “Conflict Management”.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT ini adalah :

1. Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman

Mengidentifikasi potensi wilayah baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam

dengan melihat kekuatan/strengths (S), kelemahan/weaknesses (W),

peluang/opportunities (O) dan ancaman/threats (T) terhadap ekosistem terumbu karang.

2. Analisis SWOT

Dalam menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pemberian bobot nilai terhadap

tiap unsur SWOT. Setelah masing-masing unsur SWOT diberi nilai/bobot, unsur-unsur

tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa alternatif strategi

(SO, ST, WO, WT).

3. Alternatif Strategi Hasil Analisis SWOT

Alternatif strategi yang dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk

mendapatkan peluang yang ada (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk

menghadapi ancaman yang akan datang (ST), pengurangan kelemahan yang ada

dengan memanfaatkan peluang yang ada (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada

untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT).

Dengan alat (tools) analisis ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan untuk

menyusun suatu kerangka kerja dalam melaksanakan pengelolaan dan pemanfaatan

ekosistem terumbu karang.

Page 68: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 1

Bab 4. PEMETAAN TERUMBU KARANG DAN PERMASALAHANNYA

4.1 Pemetaan Terumbu Karang Teluk Lampung

Umumnya terumbu karang di Teluk Lampung adalah jenis “fringing reefs” (karang tepi).

Berdasarkan hasil analisis citra Landsat ETM 7 luas total terumbu karang di Teluk

Lampung ± 4823,493 Ha. Hasil pemetaan terumbu karang di Teluk Lampung dengan

skala peta 1 : 50.000, tertuang dalam Lampiran Peta (bagian belakang) berisi luasan

karang per lokasi, sebaran karang dan kondisi terumbu karang berdasarkan

penyelaman. Sebaran vertikal terumbu karang pada lokasi penelitian umumnya tidak

terlalu dalam. Pada kedalaman lebih dari 15 meter keberadaan terumbu karang sudah

sangat berkurang dibandingkan dengan kedalaman diatasnya. Substrat yang ada di

kedalaman dibawah 15 meter hanya merupakan hamparan pasir dengan sedimen lumpur

diatas permukaaanya. Terbatasnya sebaran karang secara vertikal sangat dipengaruhi

oleh tipe substrat dasar, dimana pada kedalaman lebih 15 meter pada hampir semua

lokasi penyelaman tidak ditemukan dasar yang keras bagi pertumbuhan karang dan

berkurangnya sinar matahari. Umumnya terumbu karang yang dekat pantai sangat

dipengaruhi sedimentasi yang tinggi dari daratan dan aktivitas pemboman di perairan

Teluk Lampung yang hingga kini masih kerap terjadi. Tingginya sedimentasi akibat

pembukaan lahan atas untuk pemukiman dan pertanian, penebangan mangrove dan

pembukaan tambak. Pertumbuhan karang secara umum didominasi oleh karang yang

bentuk hidupnya merayap (encrusting), bercabang (branching) dan lembaran (foliose)

terutama dari famili Acroporidae, Pocilloporidae, Poritidae dan Faviidae, karena secara

Page 69: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 2

ekologi ke empat famili ini merupakan famili penyusun utama terumbu karang.

Page 70: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 3

Tabel 4.1 Persentase Tutupan dan Kondisi Karang dari Beberapa Lokasi Penyelaman di Teluk Lampung.

Sand Rubble Silt

1 Pulau Tangkil Upper Fore Reef 05 30 35 105 16 10.7 30 3 30 0 2 24 11 0 33 30 Sedang

2 Teluk Pulau Tegal Upper Fore Reef 05 33 53.40 105 16 43.60 8 38 24 6 8 3 13 0 46 24 Sedang

3 Pulau Maitem Upper Fore Reef 05 35 33.50 105 16 44.60 20 22.5 12 8 22.5 5 10 0 42.5 12 Sedang

4 Pulau Kelagian Lower Fore Reef 05 37 08.97 105 13 08.28 16.28 45.63 14.97 0 5.03 17.09 1.01 0 61.91 14.97 Baik

5 Pulau Puhawang Lower Fore Reef 05 39 44.10 105 12 27.8 9.18 29.18 11.12 10 5.1 19.39 16.02 0 38.36 11.12 Sedang

6 Pulau Siuncal Upper Fore Reef 05 48 06 105 18 50.90 5.74 42.01 5.36 1.44 31.87 3.82 9.76 0 47.75 5.36 Sedang

7 Pulau Legundi Lower Fore Reef 05 47 69.84 105 17 56 0 10.97 10 3.42 28.77 0 46.84 0 10.97 10 Buruk

8 Teluk Selesung (Legundi) Upper Fore Reef 05 47 23.74 105 17 36.4 1.89 27.82 13 5.25 11.13 0 40.91 0 29.71 13 Sedang

9 Pulau Unang‐unang Upper Fore Reef 05 47 25.95 105 16 44.03 10.53 25.47 10.53 7.37 4.2 1.58 40.32 0 36 10.53 Sedang

10 Pulau Seserot Upper Fore Reef 05 47 35.77 105 14 52.12 8.89 26.67 4.44 0 3.33 7.78 48.89 0 35.56 4.44 Sedang

11 Teluk Kucangreang Reef Flat 05 46 24.06 105 13 2.65 0.52 2.06 44.33 2.37 25.46 25.26 0 0 2.58 44.33 Buruk

12 Pulau Balak Reef Flat 05 45 10.10 105 10 39.70 35 16 9 0 7 23 10 0 51 9 Baik

13 Pulau Lok Fore Reef 05 44 42.90 105 10 35.20 11 30 5.5 4.5 14.8 14 20.2 0 41 5.5 Sedang

14 Gosong Pulau Lok Reef Flat 05 44 31.96 105 10 46.32 6.82 12.16 10 3.41 3.41 45.45 18.75 0 18.98 10 Buruk

15 Pulau Lunik Reef Flat 05 44 22.25 105 10 26.57 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 Buruk

16 Gosong Lunikan Reef Flat 05 44 26.70 105 10 16.30 9.95 39.3 10.95 1.11 11.46 17.69 9.55 0 49.25 10.95 Sedang

17 Tajung Putus (1) Reef Flat 05 43 46.94 105 12 40.23 7.14 32.14 35.71 3.57 0 7.14 14.29 0 39.28 35.71 Sedang

18 Tanjung Putus (2) Reef Flat 05 43 46.65 105 12 32.83 12 50 8 0 8 12 10 0 62 8 Baik

19 Pulau Lelangga Balak Reef Flat 05 43 45.75 105 13 46.31 24.6 10 27 0 14.4 14 10 0 34.6 27 Sedang

20 Pulau Lelangga Lunik Upper Fore Reef 05 43 10.40 105 14 32.10 10 14 20 0 16 24 16 0 24 20 Buruk

21 Pulau Puhawang Lunik Reef Flat 05 40 35.30 105 14 24.60 2 22 30 5 0 18 23 0 24 30 Buruk

22 Pantai Ketapang Reef Flat 05 35 33.50 105 13 59.40 9 50 13 18 5 0 5 0 59 13 Baik

23 Pantai Canti Reef Flat 05 48 01.30 105 34 58.2 0 15.8 16 11 19 22 16.2 0 15.8 16 Buruk

24 Pulau Tiga Lana Fore Reef 05 48 52.38 105 32 37.15 0 16 4 12 15 18 35 0 16 4 Buruk

25 Pulau Tiga Lok Fore Reef 05 48 59.65 105 32 46.30 0 26 2 4 16 21 31 0 26 2 Sedang

26 Pulau Tiga Damar Fore Reef 05 49 9.05 105 33 0.96 0 19 0 12 12 29 28 0 19 0 Buruk

27 Pulau Sebuku Upper Fore Reef 05 50 48.40 105 31 45 13.8 10.13 16.46 1.27 2.66 54.43 1.27 0 23.93 16.46 Buruk

28 Pulau Elang (Sebuku Kecil) Reef Flat 05 52 40.11 105 32 29.67 0 12 72 0 0 16 0 0 12 72 Buruk

29 Pulau Sebesi Lower Fore Reef 05 55 11.26 105 30 3.18 5.6 15.4 4 7 19 23 26 0 21 4 Buruk

30 Pulau Umang‐umang Reef Flat 05 55 33.99 105 31 57.11 21.6 25.4 12 10 15 8 8 0 47 12 Sedang

31 Pelabuhan Kaliandak Reef Flat 05 44 39.61 105 35 10.60 2 10 0 42 0 46 0 0 12 0 Buruk

32 Pantai Pasir Putih Reef Flat 05 33 32.24 105 22 0.94 23 2 0 17 0 27 31 0 25 0 Buruk

33 Lokasi Batu Bara Reef Flat 05 31 48.90 105 21 14.37 20 8 20 2 1 8 0 41 28 20 Sedang

34 Pulau Sulah (1) Upper Fore Reef 05 32 45.22 105 20 44.12 13.5 10.5 7 0 0 39 30 0 24 7 Buruk

35 Pulau Sulah (2) Lower Fore Reef 05 32 48.36 105 20 35.98 29.63 14.81 38.89 0 7.41 9.26 0 0 44.44 38.89 Sedang

36 Pulau Condong Laut Lower Fore Reef 05 33 25.65 105 20 28.87 28.8 12 15.8 12 0 18 13.4 0 40.8 15.8 Sedang

37 Pulau Condong Darat Reef Flat 05 33 25 105 20 54.63 27.27 17.27 12.73 4.55 0 18.18 20 0 44.54 12.73 Sedang

38 Tanjung Selaki Reef Flat 05 37 23.44 105 24 18.21 36.14 0 0 49.57 0 0 14.29 0 36.14 0 Sedang

39 Merak Belantung (1) Reef Flat 05 40 29.86 105 32 32.95 0 11 0 55 0 26 8 0 11 0 Buruk

40 Merak Belantung (2) Reef Flat 05 41 31.45 105 31 59.03 0 8 15 51 0 25 1 0 8 15 Buruk

41 Pantai Puri Gading Back Reef 05 28 9.21 105 15 27.69 0 0 0 0 0 87 0 13 0 0 Buruk

42 Gudang Lelang Back Reef 05 27 18.45 105 16 14.20 0 0 0 0 24 68 0 8 0 0 Buruk

43 Pulau Kubur Back Reef 05 29 14.30 105 15 29.80 0 0 0 0 33.33 66.67 0 0 0 0 Buruk

44 Pulau Tegal Lower Fore Reef 05 34 5.53 105 16 7.98 8 39 26 0 2 9 16 0 47 26 Sedang

11 19 14 8 9 23 15 1 29 14

% Karang Hidup % Karang Mati Kategori

RATA‐RATA

ABIOTIKKode Lokasi Lokasi Penyelaman Site Description Lintang Selatan Bujur Timur Hard Coral (Acropora) Hard Coral (Non Acropora) Dead Scleractinia Algae Other Fauna

Page 71: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 4

Tabel 4.1 adalah persentase penutupan karang dari 44 lokasi penyelaman di Teluk

Lampung. Kriteria persentase karang hidup menurut Yap dan Gomes (1988) dan

Keputusan Menteri Negera Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2001 tentang Kriteria Baku

Kerusakan Terumbu Karang bahwa kategori kondisi penutupan karang hidup : 75 – 100

% : Sangat Baik; 50 – 74.9 % : Baik; 25 – 49.9 % : Sedang; 0 - 24.9 % : rusak/buruk.

Berdasarkan kriteria di atas, persentasi tutupan karang hidup sebagai indikator

kerusakan terumbu karang di Teluk Lampung termasuk dalam kriteria buruk (rusak)

sampai baik. Dari 44 lokasi penyelaman di Teluk Lampung, kondisi terumbu karang

dalam kondisi baik 4 lokasi, kondisi buruk (rusak) ditemukan sebanyak 20 lokasi dan

kondisi sedang sebanyak 20 lokasi. Terumbu karang dalam kondisi baik terdapat di

perairan Pulau Kelagian, Pulau Balak, Tanjung Putus, dan Pantai Ketapang.

Persentase tutupan karang dan kondisi ekosistem terumbu karang di perairan Teluk

Lampung secara umum digambarkan dalam grafik penutupan karang sebagai berikut :

Grafik 4.1 

Grafik persentase tutupan karang di Teluk Lampung 

Dari grafik di atas diperoleh gambaran bahwa kondisi ekosistem terumbu karang di

perairan Teluk Lampung dalam kondisi sedang. Namun perlu diperhatikan bahwa

persentase pecahan karang yang diduga kuat akibat kegiatan pengeboman ikan di

seluruh Teluk Lampung ada dalam angka 15 %. Angka ini termasuk tinggi mengingat

bila tidak ada upaya serius dari pemerintah dan masyarakat, maka masyarakat di sekitar

Page 72: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 5

Teluk Lampung akan mengalami kerugian ekonomi dan lingkungan pada setiap meter

persegi terumbu karang yang rusak karena kegiatan pengeboman.

Gambar 4.1 Penambangan terumbu karang untuk bahan bangunan di Lempasing turut memperparah kondisi terumbu karang di Teluk Lampung selain aktifitas pengeboman 

Persentase rata-rata tutupan fauna lain (other fauna) di Teluk Lampung adalah 9 %

yang sebagian besar terdiri dari karang lunak (soft coral), spons (sponge) dan lain -

lain. Tutupan rata-rata karang lunak di perairan Teluk Lampung adalah 4%. Karang

lunak ini sebagian besar hidup di perairan yang berpasir atau di atas hamparan

pecahan karang mati (rubble). Kehadiran karang lunak tersebut mengindikasikan

bahwa di areal tersebut ada gejala karang akan pulih. Namun untuk kondisi perairan

Teluk Lampung yang padat dengan aktifitas manusia, areal karang yang menuju pulih

harus mendapat campur tangan manusia untuk melindungi area pemulihan tersebut,

sehingga sampai batas waktu tertentu area tersebut benar-benar terbebas dari

gangguan yang destruktif.

Sebagian besar karang lunak yang menyusun ekosistem terumbu karang di perairan

Teluk Lampung adalah dari marga Sinularia, seperti Sinularia polydactyla, Sinularia

flexibilis, Sinularia brassica, Sinularia querciformis, dan Sinularia variabilis. Selain

itu karang lunak dari marga Sarcophyton, Lobophytum, Nepthea, Litophyton, Xenia,

dan Dendronephtya juga banyak ditemui selama penyelaman dilakukan. Marga

Dendronephtya dikenal sebagai marga karang lunak yang memiliki warna-warni yang

cerah dan indah. Keberadaan karang lunak ini di suatu perairan adalah sensasi

tersendiri bagi penyelam pada umumnya. Berikut dibawah ini disajikan beberapa

spesies karang lunak di Teluk Lampung.

Page 73: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 6

Halymenia durvillaei Sinularia sp.

Sinularia flexibilis Dendronephthya kukenthal

Sponge adalah biota dengan bentuk unik yang tersebar di seluruh ekosistem karang di

Teluk Lampung. Pada saat penyelaman dilakukan biota ini dapat ditemukan disetiap

kedalaman, mulai dari kedalaman 0.5 meter hingga kedalaman 10 meter. Berdasarkan

hasil suvey diperoleh persentase rata-rata tutupan sponge di Teluk Lampung adalah

sebesar 0.06%. Beberapa jenis sponge yang teridentifikasi selama penelitian atara lain

adalah Clatria reinwardti., Stylissa carteri, Theonella swinhoei, Xestospongia sp.,

Callyspongia aerizusa, Acervochalina sp., Cinachyra sp., dan Petrosia nigricans. Di

bawah ini beberapa contoh spesies spons yang ada di perairan Teluk Lampung.

Page 74: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 7

Stylissa carteri Xestospongia sp.

Callyspongia aerizusa Ircinia sp.

Lamun atau Seagrass adalah tumbuhan tingkat tinggi yang terdapat dan tumbuh baik

di zona reef flat (dangkal). Padang Lamun yang cukup luas dan mencolok dapat

ditemukan di perairan Teluk Pulau Tegal. Sebagian besar spesies pembentuk

hamparan lamun di Teluk Lampung adalah Enhalus acoroides. Selain itu ditemukan

pula hamparan lamun yang terbentuk dari marga Halophila, Cymodocea, dan

Thalassia.

Enhalus acoroides (Seagrass)

Page 75: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 8

Algae adalah tumbuhan dengan tingkatan yang lebih rendah dibandingkan dengan

biota lamun. Persentase rata-rata tutupan algae di Teluk Lampung adalah sebesar 8%.

Sebagian besar tutupan karang yang ditemui selama pengamatan didominasi oleh

makro alga dari marga Sargassum dan Padina. Beberapa spesies alga yang biasa

ditemukan di perairan Teluk Lampung antara lain adalah Sargassum duplicatum,

Padina commersoni, Turbinaria decurrens, dan Ulva fasciata.

Halimeda micronesica Caulerpa racemosa

Sargassum echinocarpum Actinotrichia fragilis.

Dalam beberapa kasus, keberadaan lamun dan makro alga yang dapat hidup subur di

suatu perairan menandakan bahwa secara alami di perairan tersebut berpotensi untuk

usaha budidaya rumput laut. Budidaya rumput laut dimungkinkan di suatu lokasi

dengan karakter perairan yang dangkal dan berarus lemah hingga sedang.

Page 76: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 9

4.1.1 Pulau Tangkil

Pengamatan di pulau ini dilakukan di sebelah utara pulau pada titik koordinat

05°30’35” LS - 105°16’10.7” BT. Penyelaman dilakukan di perairan yang relatif

tenang dengan angin ke arah timur (3 knot), dan dalam kondisi air surut sehingga arus

laut bergerak lemah ke arah tenggara.

Kondisi terumbu karang pada kedalaman 5 meter di pulau ini dapat dilihat pada

Grafik 4.2 dibawah ini.

Grafik 4.2 

Grafik persentase tutupan karang di Pulau Tangkil 

Tutupan karang keras (HC) di perairan Pulau Tangkil pada kedalaman 5 meter adalah

33 %, yang tersusun dari genus Acropora (30 %) dan genus Non Acropora (3 %).

Fauna lain (OT) yang didominasi oleh Karang Lunak (Sinularia polydactyla) memiliki

tutupan sebesar 2 %.

Tutupan karang mati (DS) di perairan ini cukup besar (30 %), yang diduga disebabkan

karena sering tertutup endapan dan tersebarnya sampah di dasar perairan akibat kegiatan

wisata yang cukup tinggi di Pulau ini.

Page 77: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 10

Pulau Tangkil selain menjadi tujuan wisata yang paling diminati oleh masyarakat di

Bandar Lampung dan sekitarnya selain karena aksesnya yang mudah di jangkau dari

Pantai Mutun, pulau ini juga menjadi sasaran ilegal fishing yaitu kegiatan pengeboman

ikan yang dilakukan oleh oknum nelayan yang beroperasi di Teluk Lampung. Ini

terlihat dari besarnya persentase tutupan pecahan karang (rubble) sebesar 35 %. Secara

umum persentase tutupan terumbu karang dari hasil pengamatan di pulau ini termasuk

dalam kategori SEDANG berdasarkan Keputusan Menteri Negera Lingkungan Hidup

No. 4 tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang.

4.1.2 Pulau Tegal

Pulau Tegal, kini secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Pesawaran,

dan merupakan pulau yang paling dekat dengan sentra kegiatan budidaya laut (marine

Gambar4.2

Pulau  Tangkil  (atas),  ikan  Amphiprion  sp.  (kiri  bawah),  dan terumbu  karang  yang  hancur  akibat  aktifitas  pengeboman (kanan bawah) 

Page 78: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 11

culture) yang ada di Teluk Lampung. Pulau ini juga merupakan pulau wisata dengan

akses masuk dari Pantai Ringgung. Kegiatan budidaya laut yang ada di sekitar perairan

pulau antara lain adalah budidaya kerang mutiara, budidaya ikan kerapu dengan

menggunakan bagan apung dan lain-lain. Pengamatan kondisi terumbu karang di pulau

ini dilakukan di Teluk Tegal (0533’53,40” LS - 10516’43,60” BT), sebuah teluk di

sebelah timur pulau dan pantai bagian barat pulau (5°34'5.53" LS - 105°16'7.98" BT)

yang berhadapan langsung dengan daratan Sumatera. Kondisi perairan di teluk ini

tenang pada saat pengamatan dilakukan. Teluk Tegal memiliki hamparan padang lamun

(Enhallus acoroides) hingga sejauh 50 meter dari garis pantai. Menurut penuturan

penduduk setempat di hamparan lamun ini sering ditemukan penyu yang sedang

mencari makan. Pantai di bagian barat pulau memiliki hamparan karang hingga 50

meter dari garis pantai. Tutupan karang di pantai ini mulai jarang (poor) ditemukan

pada kedalaman 10 meter.

Persentasi tutupan karang mati di Teluk Tegal cukup besar (24 %), dan pecahan karang

(rubble) ditemukan tersebar diseluruh teluk terutama di area tubir karang (fore reef).

Gambar 4.3 

Sebagian dari Teluk Tegal yang sering digunakan oleh kapal‐kapal ikan untuk beristirahat (atas),  karang mati  yang  sudah  ditumbuhi  alga  (kiri  bawah),  dan  bongkahan  karang besar yang pecah akibat aktifitas pengeboman ikan (kanan bawah). 

Page 79: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 12

Tutupan pecahan karang ini sebesar 13 % yang diduga kuat akibat dari aktifitas

pengeboman ikan yang dilakukan oleh nelayan-nelayan yang beroperasi di Teluk

Lampung. Secara lengkap komposisi tutupan terumbu karang di Teluk Tegal dapat

dilihat pada grafik sebagai berikut :

Tutupan karang hidup di perairan ini di dominasi oleh karang dengan bentuk tumbuh

karang daun sebesar 19 % (Montipora florida, Turbinaria reniformis), karang masif

(Favia lacuna, Favites abdita, dan Porites mayeri) sebesar 16 %, dan karang bercabang

(Pocillopora damicornis, Acropora nobilis) sebesar 3 %. Berdasarkan kriteria baku

kerusakan terumbu karang maka kondisi terumbu karang di perairan Teluk Tegal

termasuk dalam kategori SEDANG.

Tutupan karang di pantai barat Pulau Tegal termasuk dalam kategori sedang dengan

persentase karang hidup 47 % yang didominasi oleh karang daun 33 %, Acropora

bercabang 8 %, karang masif 6 %, dan karang jari 5 %.

Gambar  4.4 Kondisi terumbu karang yang masih baik di Teluk Tegal menjadi tempat berlindung dan pengasuhan (nursery ground) bagi anak‐anak ikan di perairan ini. 

Page 80: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 13

Sementara itu karang mati 26 % dan pecahan karang mati sebesar 16 % banyak terlihat

di sepanjang dasar perairan akibat dari penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan

dan akibat jangkar perahu, yang hilir-mudik dari daratan Sumatera ke Pulau Tegal

sebagai sarana transportasi rutin penduduk pulau maupun wisatawan yang akan

berekreasi di pulau ini. Secara detail koposisi tutupan karang di pantai barat Pulau

Tegal dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

Secara umum kondisi terumbu karang di Pulau Tegal berdasarkan hasil penelitian di

dua lokasi tersebut di atas menurut kriteria baku kerusakan terumbu karang termasuk

dalam kondisi sedang.

4.1.3 Pulau Maitem

Pulau Maitem adalah sebuah pulau kecil yang terletak di barat daya Pulau Tegal. Pulau

yang berpenduduk beberapa kepala keluarga ini memiliki garis pantai sepanjang 3 km

Gambar 4.5 Bintang Laut Berduri 

(Acanthaster plancii) yang ada di perairan Pulau Tegal, merupakan salah satu hama terumbu karang yang paling 

merusak.  Terlihat dalam gambar karang memutih 

(bagian kanan) di makan oleh hama ini 

Page 81: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 14

dan luas pulau ± 17 ha. Jarak pulau ini dengan dengan daratan Sumatera hanya 500

meter saja. Sehingga membuat pulau ini memiliki interaksi yang cukup sering dengan

aktifitas masyarakat di pulau induk.

Gambar 4.6 

Pulau Maitem dengan perairan yang dangkal kerap didatangi nelayan untuk menangkap ikan dengan menggunakan jala dan handline (atas).  Koloni Karang lunak (Soft Coral) yang sebagian besar terdiri dari keluarga Sinularia (kiri bawah).  Koloni karang bercabang (Seriatopora hystrix) seringkali bersimbiosis dengan ikan karang (kanan bawah). 

Presentase tutupan karang di zona Reef Flat pulau adalah 42.5 % karang hidup yang

tesusun dari karang Acropora (Acropora teres, Acropora palifera, dan Acropora

cerealis) sebesar 20 % dan karang non acropora (Porites attenuata, Porites lobata,

Mussismilia hispida, dan Montipora florida) sebesar 22.5 %. Karang lunak juga banyak

ditemukan tersebar di perairan pulau ini dengan tutupan 22.5 %, yang terdiri dari

spesies Sinularia brassica, Sinularia polydactyla, dan Lobophytum crassum.

Sebaran karang mati yang di dominasi oleh Dead Coral Algae memiliki prosentase

tutupan 12 %, dan pecahan karang mati sebesar 10 %. Menurut informasi masyarakat

setempat, banyaknya pecahan karang mati yang ada diduga kuat disebabkan oleh

aktifitas pengeboman ikan dan jangkar bagan apung yang sering ditambatkan di

perairan pulau ini. Presentase tutupan karang di perairan Pulau Maitem dapat

diilustrasikan dalam diagram di bawah ini :

Page 82: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 15

Berdasarkan kriteria baku mutu kerusakan karang yang ditetapkan oleh Kementrian

Negara Lingkungan Hidup, kondisi terumbu karang di Pulau Maitem ada dalam

kategori sedang.

Di perairan ini pula ditemukan banyak bintang laut berduri (Acanthaster plancii) yang

menjadi hama bagi terumbu karang. Untuk mengendalikan populasi biota ini tidak ada

cara lain dengan melakukan penyelaman dan membunuh biota ini satu persatu.

Sebenarnya predator alami dari biota ini adalah penyu. Karena populasi penyu di Teluk

Lampung sudah dapat dikatakan punah maka populasi bintang laut berduri ini

berkembang tanpa ada pengendali alaminya.

Gambar 4.7 Beberapa variant biota Bintang Laut Berduri (Acanthaster plancii) yang di temukan di perairan Pulau Maitem. 

4.1.4 Pulau Kelagian Pulau Kelagian adalah salah satu pulau besar yang ada di perairan Teluk Ratai, sebuah

teluk kecil di wilayah perairan Teluk Lampung. Pulau ini memiliki panjang garis pantai

± 10 km. Topografi Pulau Kelagian berbukit-bukit dengan hutan alam yang cukup

Page 83: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 16

lebat. Pulau yang bependuduk ini kini sebagian besar lahannya dijadikan tempat TNI

Angkatan Laut (Batalyon Marinir) berlatih perang-perangan.

Gambar 4.8  Pulau Kelagian yang berbukit dilihat dari arah laut. 

Persentase tutupan karang hidup di perairan pulau ini cukup tinggi (61.91 %) di

bandingkan dengan pulau-pulau lain di Teluk Lampung. Hal ini terjadi karena kegiatan

ilegal fishing seperti pengeboman dan pemotasan relatif sedikit, karena aktifnya

kegiatan TNI AL di pulau tersebut. Berikut diagram presentase tutupan karang di Pulau

Kelagian.

Tutupan karang mati di lokasi pengamatan (05°37’08.97” LS - 105°13’08.28” BT)

sebagian besar berupa karang mati berwarna putih (death coral) sebesar 14.97 % dan

pecahan karang mati (rubble) sebesar 1.01 %. Tutupan karang lunak (soft coral) di

lokasi pengamatan juga ditemukan sebesar 5.03 %, yang didominasi spesies Sinularia

flexibillis. Pada kedalaman 7 meter, presentase tutupan pasir (sand) sebesar 17.09 %.

Di lokasi pengamatan, pada kedalaman lebih dari 7 meter kecerahan air jauh berkurang

Page 84: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 17

(3 m) karena air yang cenderung keruh. Pada kedalaman ini tutupan karang menjadi

lebih jarang selaras dengan bertambahnya kedalaman.

Secara umum kondisi tutupan karang di perairan Pulau Kelagian berdasarkan ukuran

baku mutu kerusakan karang termasuk dalam kategori baik.

Gambar 4.9

 

Karang lunak jenis Sinularia flexibillis banyak ditemukan di kedalaman 7 meter (kiri atas).  Terumbu karang yang sehat menjadi tempat berkembangbiaknya ikan‐ikan (kanan atas). Lili laut diantara tutupan karang Acropora (kiri bawah).  Penyelam sedang mengamati tutupan karang daun di kedalaman 7 meter (kanan bawah). 

4.1.5 Puhawang Pengamatan tutupan terumbu karang di Puhawang di lakukan di dua lokasi yaitu di

Pulau Puhawang (05°39’44,10” LS - 105°12’27,8” BT) dan di Pulau Puhawang Lunik

(05°40’35.30” LS - 105°14’24,60” BT).

Pulau Puhawang merupakan pulau besar yang berpenduduk. Pulau ini memiliki

panjang garis pantai ± 11 km. Di pulau ini pula kegiatan budidaya laut dengan

Page 85: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 18

menggunakan bagan jaring apung dilakukan di perairan sekitar pulau. Di lokasi

pengamatan ini persentase karang hidup sebesar 38.36 % dan karang mati sebesar 11,12

% yang sebagian besar di dominasi oleh karang yang baru mati (death coral). Hal ini

terjadi diduga karena cahaya matahari yang tidak dapat diterima karang karena tertutup

oleh banyaknya bangunan bagan jaring apung yang berada di atas ekosistem karang.

Selain itu, persentase pecahan karang mati (16.02 %) di lokasi pegamatan ini terjadi

karena gesekan jangkar bangunan bagan jaring apung dan jangkar kapal yang sering

merapat di bangunan bagan apung.

Pulau Puhawang Lunik adalah pulau kecil yang terletak di sebelah timur pulau

induknya (P. Puhawang). Pulau kecil ini memiliki panjang garis pantai ± 1.2 km dan

kini menjadi pulau peristirahatan dengan dibangunnya fasilitas rekreasi oleh seorang

pengusaha. Terumbu karang di perairan pulau ini rusak, dengan persentase penutupan

karang hidup hanya 24 %. Sedangkan tutupan karang mati sebesar 30 % dan pecahan

karang mati (rubble) sebesar 23 %. Komposisi penutupan karang di wilayah Puhawang

dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

Page 86: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 19

Gambar 4.10 

Salah satu bangunan bagan jaring apung yang banyak terdapat di perairan Pulau Puhawang (atas).  Kondisi tutupan karang (kiri bawah) dan pecahan karang mati di tengah kondisi perairan yang keruh sehingga menghambat pertumbuhan dan recovery karang (kanan bawah). 

Penutupan karang lunak di lokasi pengamatan Pulau Puhawang adalah sebesar 5.1 %

dengan dominasi jenis Nepthea audouin. Sedangkan makro alga di temukan juga di

lokasi pengamatan P. Puhawang (10 %) dan di P. Puhawang lunik sebesar 5 %.

Gambar 4.11

Lokasi Peristirahatan dan beberapa kondisi karang di P. Puhawang Lunik. 

Secara umum kondisi terumbu karang di wilayah Puhawang dapat di ilustrasikan dalam

grafik di bawah ini.

Page 87: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 20

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa tutupan karang hidup di wilayah Puhawang

sebesar 31.2 % dan tutupan karang mati 20.6 % dan pecahan karang mati sebesar 19.5

%. Sehingga dapat dikatakan bahwa berdasarkan kriteria baku mutu kerusakan karang

adalah bahwa ekosistem terumbu karang di wilayah Puhawang ini berada dalam

kategori sedang.

4.1.6 Pulau Siuncal Pulau Siuncal adalah salah satu pulau di Teluk Lampung yang berhadapan langsung

dengan Samudera Hindia. Karena letak geografis pulau ini yang terletak tepat di mulut

teluk maka pengaruh perairan Samudera Hindia sangat besar terhadap pulau ini antara

lain adalah arus dan gelombang yang besar terutama di sebelah barat daya dan selatan

pulau.

Gambar 4.12 Jangkar perahu yang digunakan untuk menambat perahu juga sangat berpotensi merusak keutuhan karang (kiri atas). Karang masif, Favia fragum dan Erythrastrea flabellata (kanan atas). Karang lunak Nepthea audouin di dasar perairan (kiri bawah).

Page 88: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 21

Lokasi penyelaman di Pulau Siuncal adalah di sebelah barat daya pulau (05°48’06” LS-

105°18’50,90” BT), di Selat Siuncal, sebuah perairan yang dikenal sebagai rumah dari

segala jenis ikan hiu.

Gambar 4.13  Pulau Siuncal di lihat dari arah Selat Siuncal (atas).  Kondisi tutupan karang di Selat Siuncal yang istimewa dengan kelimpahan ikan karang dan kima raksasa (bawah). 

Penyelaman di lakukan di kedalaman 5 meter dan pada saat laut pasang, sehingga arus

bergerak menyeret pengamat ke arah utara. Kecerahan air cukup baik (6 meter) dan di

setiap kolom air dapat ditemui ubur-ubur (jelly fish). Lokasi pengamatan ini sangat

berpotensi sebagai tempat olahraga selam, karena keanekaragaman jenis karang keras

dan karang lunak serta ikan karang berwarna-warni yang melimpah. Kesan pertama

pengamat pada saat melakukan penyelaman di lokasi sangat baik dan kesan ini penting

bagi setiap penyelam yang beraktifitas di lokasi ini untuk suatu saat kembali lagi.

Walaupun di lokasi ini menurut masyarakat pulau, frekuensi pengeboman ikan tidak

sering, namun di beberapa tempat masih tertinggal lobang-lobang bekas pengeboman

yang terasa sangat mengganggu pemandangan pada saat menyelam. Menurut

masyarakat di Pulau Siuncal, pengeboman jarang dilakukan di perairan ini dikarenakan

Page 89: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 22

banyaknya ikan hiu, hal ini yang mencegah penyelam kapal bom untuk masuk ke dalam

air untuk memungut ikan hasil pengeboman.

Persentase tutupan karang di lokasi pengamatan sebesar 47.75 %, dengan komposisi

tutupan karang keras Acropora 5.74 % (Acropora foliosa, Acropora aspera, dan

Acropora valida), dan karang keras non Acropora sebesar 42.01 % dengan jenis karang

pembentuknya antara lain Montipora florida, Seriatopora hystrix, Pavona calavus,

Pocillopora eydouxi, Porites lobata dan Porites cylindrica. Berikut di bawah ini di

sajikan grafik tutupan karang di lokasi pengamatan secara lengkap.

Tutupan karang mati di perairan ini di dominasi oleh karang mati (DC) sebesar 5.36 %.

Persentase kerusakan karang tersebut bertambah pula dengan tutupan pecahan karang

mati (rubble) sebesar 9.76 %. Persentase biota lain (other fauna) di perairan ini di

dominasi oleh karang lunak (soft coral) dengan persentase tutupan sebesar (31.87 %).

Jenis-jenis karang lunak yang ditemukan di lokasi pengamatan ini antara lain adalah,

Sinularia polydactyla, Sinularia flexibillis, dan Sarcopyton sp.Secara umum ekosistem

terumbu karang di Pulau Siuncal berdasarkan baku mutu kerusakan karang ada dalam

kategori sedang.

4.1.7 Legundi

Pengamatan terumbu karang di wilayah Pulau Legundi di lakukan di 4 (empat) lokasi

yaitu di Pulau Legundi (05°47’69,84” LS - 105°17’56” BT), Teluk Selesung (05°47

23,74 LS - 105°17 36,4 BT), Pulau Unang-Unang (05°47’25,95” LS - 105°16’44,03”

BT), dan di Pulau Seserot (05°47’35,77” LS - 105°14’52,12” BT).

Page 90: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 23

Pengamatan tutupan karang dilakukan dengan penyelaman di kedalaman 5 meter, dan

kecerahan hingga 4-6 meter. Penyelaman dilakukan pada saat air pasang sehingga arus

bergerak ke arah utara. Dari pengamatan tersebut, diperoleh persentase tutupan karang

di wilayah Legundi yang diilustrasikan pada grafik dibawah ini.

Pulau Legundi adalah sebuah pulau besar di Teluk Lampung yang berpenduduk cukup

banyak, dengan topografi yang berbukit dan memiliki vegetasi tropis yang cukup luas.

Karena tingginya aktifitas penduduk dan kegiatan penangkapan ikan maupun budidaya

laut dengan menggunakan bagan jaring apung, jaring tancap dan lain sebagainya, secara

langsung dan tidak langsung berdampak terhadap kondisi ekosistem terumbu karang di

perairan Pulau Legundi.

Tutupan karang hidup di lokasi pengamatan ini adalah 10.97 % dengan komposisi

karang bercabang (CB) 9.96 %, dan karang kerak (CE) 1.01 %. Di lokasi pengamatan

ini dasar perairan didominasi oleh karang lunak dengan tutupan sebesar 28.77 %.

Spesies karang lunak yang dominan adalah Sinularia flexibillis. Bukti bahwa di Pulau

ini telah berlangsung tekanan yang hebat terhadap ekosistem terumbu karang adalah

dengan tingginya tutupan pecahan karang mati (rubble) yaitu sebesar 46.84 %.

Page 91: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 24

Gambar 4.14 Pelabuhan kapal di Pulau Legundi selain berfungsi sebagai tempat ditambatkannya kapal

juga sebagai tempat bersandarnya bagan apung yang beroperasi di Teluk Lampung (atas). Salah satu spesies Karang masif (kiri bawah). Karang lunak keluarga Sinularia dengan tutupan 28.77 % di lokasi

pengamatan P. Legundi (kanan bawah).

Teluk Selesung merupakan teluk kecil di pantai Pulau Legundi. Dari hasil pengamatan

yang dilakukan di kedalaman 7 meter, persentase penutupan karang hidup sebesar 39.71

% yang terdiri dari tutupan karang Acropora 1.89 % dan karang non Acropora 37.82 %.

Tutupan karang mati di lokasi ini sebesar 13 % dan dipertegas dengan tutupan pecahan

karang mati sebesar 40.91 %. Hal ini menunjukkan tingginya tekanan alam dan akibat

dari aktifitas manusia di perairan ini. Pengambilan karang oleh masyarakat untuk bahan

bangunan dan jalan di Pulau Legundi menjadi salah satu penyebab terbesar rusaknya

ekosistem karang di perairan Legundi.

Tutupan karang lunak di Teluk Selesung sebesar 11.13 % dengan spesies dominan

Xenia sp. Selain itu makro alga (MA) memiliki persentase tutupan 1.05 % dan alga

halus (turf algae) sebesar 4.20 %.

Gambar 4.15 Tumpukan karang untuk bahan bangunan di Pulau Legundi.

Page 92: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 25

Gambar 4.15  Beberapa bentuk tumbuh karang, lobster (kiri atas) dan bintang laut biru (kanan bawah). 

Pulau Unang-Unang adalah pulau kecil yang sekarang berfungsi sebagai tempat

budidaya karang hias. Keberadaan usaha budidaya karang hias untuk ekspor ini sangat

berpengaruh dalam mengurangi frekuensi tindak pengeboman ikan dan pemotasan

lobster di perairan sekitar pulau. Hingga kini menurut penuturan penduduk pulau,

kegiatan pengeboman ikan masih berlangsung di perairan sekitar Pulau Legundi.

Persentase penutupan karang hidup dipulau ini 36 % dengan komposisi karang acropora

jenis Acropora aspera dan Acropora cylindrica sebesar 10.53 %, karang non acropora

yang di dominasi bentuk tumbuh masif (Goniopora minor dan Porites murrayensis)

sebesar 17.05 %.Tutupan karang mati di perairan pulau ini 10.53 %, dan pecahan

karang mati sebesar 40.32 %. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan pengeboman yang

dilakukan oleh oknum nelayan sering dilakukan di pulau ini di waktu yang lalu.

Page 93: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 26

Gambar 4.16 Pecahan karang mati (rubble) akibat pengeboman (kiri atas). Beberapa bentuk tumbuh karang (kanan atas). Ikan karang diantara karang lunak (kiri bawah). Budidaya karang hias untuk ekspor

(kanan bawah).

Pulau Seserot adalah salah satu pulau yang menjadi sasaran para pengebom ikan di

wilayah perairan Legundi dengan persentase karang hidup 35.56 % dan karang mati

4.44 %. Yang menonjol di perairan pulau ini adalah persentase pecahan karang mati

sebesar 48.89 %. Karang lunak di perairan ini didominasi oleh spesies Sinularia

ehrenberg, dan karang masif terdiri dari Enchinopora forskaliana dan Porites

murrayensis.

Gambar 4.17 Kondisi terumbu karang di Pulau Seserot. Secara umum persentase penutupan karang di wilayah perairan Legundi terdiri dari

karang hidup 30.6 %, karang mati 9.5 % dan pecahan karang mati (rubble) 47.5 %.

Secara detail komposisi penutupan karang di perairan legundi ditunjukkan oleh grafik

dibawah ini.

Page 94: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 27

Dengan demikian, berdasarkan kriteria baku mutu kerusakan karang yang telah

ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup (2001), penutupan karang di

wilayah ini termasuk dalam kategori sedang.

Gambar 4.18 Beberapa spesies karang yang dibudidayakan untuk ekspor di Pulau Unang-Unang. Berurutan ; Acropora globiceps, Acropora nobilis, Galaxea fascicularis, Anemon, dan Acropora robusta.

4.1.8 Pulau Tiga Pulau tiga adalah nama umum yang diberikan masyarakat Lampung Selatan untuk tiga

pulau yang berdampingan membentuk satu garis lurus. Pulau ini terletak tepat di

tengah-tengah antara Canti dan Pulau Sebuku Kabupaten Lampung Selatan. Ketiga

pulau itu adalah Pulau Tiga Lana (05°48’52,38” LS - 105°32’37,15” BT), Pulau Tiga

Page 95: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 28

Lok (05°48’59,65” LS - 105°32’46.30” BT), dan Pulau Tiga Damar (05°49’9.05” LS -

105°33’0.96” BT).

Ketiga pulau kecil dan tidak berpenghuni tersebut dikelilingi tutupan terumbu karang

yang sempit dan curam (crack). Kedalaman laut disekeliling pulau dapat mencapai

hingga 47 meter dari permukaan laut. Posisi ketiga pulau yang saling berdekatan,

berlorong dan bergua di bawah laut menjadi rumah yang tepat bagi populasi ikan hiu.

Secara khusus kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi komunitas penyelam

yang menyukai daerah hiu (shark point).

Gambar 4.19 Pulau Tiga dilihat dari arah Canti Kabupaten Lampung Selatan, pulau besar di belakang ketiga pulau tersebut adalah Pulau Sebuku dan Pulau Sebesi (atas). Kontur Pulau Tiga yang berlorong

dan bergua menjadi atraksi wisata khusus penyelaman Shark Point (kiri bawah). Karang daun dan karang lunak di Pulau Tiga (kanan bawah).

Kondisi ekosistem terumbu karang di ketiga pulau tersebut relatif sama, hal ini dapat

dimengerti karena pulau-pulau tersebut masih terletak di satu hamparan terumbu.

Secara detail persentase tutupan karang di tiap-tiap pulau dapat di tunjukkan dalam

grafik dibawah ini :

Page 96: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 29

Secara umum rata-rata persentase karang hidup di wilayah perairan Pulau Tiga adalah

20.3 %, karang mati 2 %, dan pecahan karang mati terpantau sebesar 31.3 %.

Sementara itu fauna lain di dominasi oleh karang lunak yang terdiri dari jenis Sinularia

polydactyla dan Sarcophyton sp.

Berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang, maka tutupan karang di perairan

Pulau Tiga termasuk dalam kategori rusak. Secara komposisi rata-rata tutupan karang

di perairan Pulau Tiga ditunjukkan dalam grafik dibawah ini.

4.1.9 Kepulauan Condong Pengamatan tutupan karang di Kepulauan Condong dilakukan di tiga pulau

pembentuknya yaitu Pulau Sulah (Stasiun I : 05°32’45.22” LS - 105°20’44.12” BT,

Stasiun II : 05°32’48.36” LS - 105°20’35.98” BT), Pulau Condong Laut (05°33’25.65”

Page 97: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 30

LS - 105°20’28.87” BT), dan Pulau Condong Darat (05°33’25” LS - 105°20’54.63”

BT). Persentase penutupan karang secara detail dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Kondisi tutupan karang di tiga pulau ini mengalami kerusakan, dan kualitas terumbu

karang di perairan ini jauh menurun dibandingkan dengan 5 hingga 6 tahun yang lalu.

Ini terjadi karena laju pembangunan fasilitas wisata dan peristirahatan milik

perseorangan di ketiga pulau tersebut.

Gambar 4.20 Pembangunan tanggul penahan pantai (kiri) yang menggunakan karang dari perairan di

Pulau Sulah merusak ekosistem terumbu karang di pulau ini (kanan).

Page 98: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 31

Gambar 4.21 Pembangunan fasilitas peristirahatan dan budidaya laut dengan jaring tancap di Pulau Condong Laut dan kondisi terumbu karang di Pulau Condong Laut (atas). Pulau Condong Darat yang dikelola oleh Grup Artha Graha dan kondisi terumbu karang di perairan Pulau Condong Darat (bawah).

Persentase tutupan terumbu karang di Kepulauan Condong rata-rata untuk karang hidup

38.4 %, karang mati 18.6 % dan pecahan karang mati (rubble) sebesar 18.6 % (lihat

grafik rata-rata penutupan karang di Kepulauan Condong di bawah). Dari grafik di

bawah ini dapat diketahui berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang, terumbu

karang di perairan Kepulauan Condong ada dalam kategori sedang.

4.1.10 Teluk Pedada

Teluk Pedada adalah perairan semi tertutup di dalam kawasan perairan Teluk

Lampung. Teluk Pedada termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Pesawaran,

dan perairan ini terletak di ujung barat Teluk Lampung yang berbatasan dengan

Page 99: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 32

Samudera Hindia. Garis pantai di teluk ini penuh dengan lika-liku dan terdapat

beberapa pulau kecil serta gosong karang di dalamnya.

Batimetri Teluk Pedada tergolong miring dimulai dari pantai kearah mulut Teluk

Pedada kedalaman dasar perairan ini bisa mencapai 50 m. Secara umum perairan ini

memiliki kedalaman rata-rata yang tertinggi dibandingkan dengan perairan teluk kecil

lainnya yang ada di wilayah Teluk Lampung.

Grafik 4.22 Grafik persentase tutupan karang di Teluk Pedada

Pengamatan karang di Teluk Pedada dilakukan pada saat laut surut, dengan arus lemah

yang bergerak ke arah tenggara. Pengamatan dilakukan di 8 (delapan) titik

penyelaman yaitu Teluk Kucangreang (05°46’24,06”LS - 105°13’2,65”BT), Pulau

Balak (05°45’10,10”LS - 105°10’39,70”BT), Pulau Lok (05°44’42,90”LS-

105°10’35,20”BT), Gosong Pulau Lok (05°44’31,96”LS-105°10’ 46,32” BT), Pulau

Lunik (05°44’22,25”LS-105°10’26,57”BT), Gosong Lunikan (05°44’26,70”LS-

105°10’16,30”BT), Tanjung Putus 1 (05°43’46,94”LS-105°12’40,23”BT) dan di

Tanjung Putus 2 (05°43’46,65”LS-105°12’32,83”BT).

Page 100: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 33

Suhu rata-rata di perairan pada saat pengamatan 29°C dan salinitas air permukaan

rata-rata 32 permil. Kecerahan air laut pada kedalaman 5 meter disetiap titik

pengamatan rata-rata adalah 5 meter. Secara detail hasil pengamatan persentase

terumbu karang di Teluk Pedada dapat dilihat pada Grafik 4.11 di atas.

Gambar 4.23 Kondisi perairan Teluk Kucangreang yang terdiri dari batuan cadas, karang mati dan dominasi karang lunak serta makro alga.

Perairan Teluk Kucangreang miskin karang hidup. Dari hasil pengamatan di peroleh

perairan tersebut didominasi oleh karang lunak dari genus Sinularia (24.74%) dan

makro alga dari genus Turbinaria (2.06%) seperti Turbinaria decurrens yang tersebar

di tempat-tempat dimana bisa terkena gelombang secara langsung.

Pulau Balak merupakan daerah survey yang menarik karena di pulau ini terdapat

kegiatan budidaya ikan kerapu dan penangkaran ikan hiu. Selain itu karena aktifitas

Page 101: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 34

di pulau dan dengan adanya pos penjagaan yang dijaga aparat, secara tidak langsung

melindungi ekosistem terumbu karang disekitar pulau dari kegiatan penangkapan ikan

yang tidak ramah lingkungan.

Persentase tutupan karang hidup di Perairan Pulau Balak termasuk dalam kategori

BAIK (51 %) berdasarkan standar baku mutu kerusakan karang. Namun demikian

masih terdapat pecahan karang mati (rubble) sebesar 10% di sekitar perairan Pulau

Balak.

Pulau Lok adalah pulau kedua terbesar di Teluk Pedada setelah Pulau Balak. Pulau

ini merupakan pulau datar dengan luas ± 7 ha dan memiliki garis pantai sepanjang ±

1.3 km. Pulau ini menurut keterangan masyarakat sering menjadi sasaran kegiatan

ilegal fishing terutama pengeboman ikan. Hal ini terlihat dari persentase pecahan

karang mati (rubble) yang sebesar 20.2 %.

Namun demikian tutupan karang hidup di pulau ini masih tergolong sedang (40 %)

dengan komposisi karang acropora yang didominasi oleh spesies Acropora aspera

(11%), dan karang keras non acropora dengan bentuk tumbuh karang daun (17.5%)

Gambar 4.24 Pos Penjagaan kompleks budidaya di

Pulau Balak dan keramba jaring tancap berisi ikan hiu yang di

tangkarkan.

Page 102: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 35

adalah dari genus Montipora, Pavona cactus dan spesies Agaricia agaricites. Karang

dengan bentuk tumbuh masif sebesar 12.5% yang antara lain terdiri dari Porites

mayeri,Siderastrea siderea, dan Lobophyllia hemprichii.

Karang lunak juga cukup banyak ditemukan di perairan ini (13.8%) yang tersusun dari

genus Sinularia, disamping makro alga (4.5%) dan sponge 1%. Untuk makro alga

spesies yang dominan adalah Padina commersoni.

Gambar 4.25 Sponge jenis Callyspongia aerizusa di perairan Pulau Lok.

Pulau Lunik adalah sebuah pulau kecil di sebelah utara Pulau Lok dengan diameter ±

50 meter. Komposisi dasar perairan pulau ini sebagian besar terdiri dari pasir. Tetapi

tidak demikian dengan Gosong Lunikan yang memiliki tutupan karang hidup sebesar

49.2 %. Kondisi Pulau Lunik yang miskin dengan terumbu karang berdampak pada

tingkat abrasi pantai yang terjadi di pulau tersebut, sehingga membuat pengelola pulau

tersebut perlu membuat struktur penahan pantai yang hingga kini tampaknya juga

tidak terlalu efektif manfaatnya.

Page 103: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 36

Gambar 4.26 Pulau Lunik (atas), Porites cylindrica dan karang masif Favia lacuna di Gosong Lunikan.

Tanjung Putus terletak di sebelah ujung Timur Laut Teluk Pedada. yang dikatakan

perairan Tanjung Putus sebenarnya adalah sebuah selat sempit diantara daratan

Sumatera dengan Pulau Tanjung Putus. Dinamakan Tanjung Putus karena konon

dahulu kala daerah itu adalah sebuah tanjung yang karena suatu hal terpisahkan dari

daratan utamanya.

Perairan Tanjung Putus ini merupakan salah satu sentra kegiatan budidaya laut dengan

menggunakan jaring apung dan juga sebagai basis wisata penyelaman di Teluk

Lampung. Karena pengawasan dan aktifitas budidaya dan wisata yang hampir tdak

pernah berhenti di wilayah perairan tersebut, tutupan terumbu karang di perairan

tersebut relatif terhindar dari kegiatan pengeboman yang ditandai dengan banyaknya

hamparan peracahan karang mati (rubble). Persentase tutupan karang hidup di

perairan ini termasuk dalam kategori baik (50.64 %) walaupun di beberapa tempat

tetap ditemukan pecahan karang mati (rubble) sebesar 12.15 %, yang diduga

kerusakan karang tersebut disebabkan akibat jangkar bangunan jaring apung dan

jangkar perahu yang beroperasi diperairan tersebut.

Page 104: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 37

Gambar 4.27 Pulau Tanjung Putus dilihat dari arah laut (atas), juvenil ikan hidup diantara terumbu karang, dan karang masif Montipora turgescens (bawah).

Bentuk tumbuh karang penyusun karang hidup di perairan Tanjung Putus yang

dominan adalah karang daun (foliose) dan karang masif. Karang daun yang

ditemukan di perairan ini antara lain adalah Leptoseris yabei, dan karang masif yang

ditemukan antara lain adalah Montipora turgescens, dan Porites lobata. Karang

jamur (mushroom) juga banyak tersebar di perairan ini yaitu sebesar 3 %.

Dari hasil pengamatan, di peroleh gambaran bahwa Teluk Pedada merupakan salah

satu sentra budidaya laut dan entry point dari kegiatan wisata selam di Teluk

Lampung. Secara umum persentase penutupan karang di perairan ini adalah 33 %

karang hidup, karang mati 15.4% dan pecahan karang mati (rubble) 10.3%.

Perlu mendapat perhatian terhadap tingginya penutupan karang yang rusak (karang

mati dan karang pecah) sebesar 25.7 %, dengan kata lain seperempat dari seluruh

luasan terumbu karang di Teluk Pedada dalam keadaan rusak. Tentunya hal ini

mengisyaratkan bahwa perlu diambil kebijakan pengawasan oleh pemerintah dan

masyarakat untuk mengurangi aktifitas dibidang perikanan secara teknis yang

berpotensi merusak kelestarian ekosistem terumbu karang di teluk ini.

Berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang (Kepmen LH No.4 tahun 2001),

tutupan terumbu karang di wilayah perairan Teluk Pedada termasuk dalam kategori

sedang dengan penutupan karang hidup rata-rata adalah 33 %. Secara detail

persentase tutupan karang di Teluk Pedada dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Page 105: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 38

Grafik 4.4 Tutupan Karang di Teluk Pedada

4.1.11 Kepulauan Lelangga

Kepulauan Lelangga terdiri dari Pulau Lelangga Balak (05°43’45,75”LS-

105°13’46,31”BT) dan Pulau Lelangga Lunik (05°43’10,40”LS-105°14’32,10”BT).

Hasil pengamatan dan detail tutupan terumbu karang di kepulauan tersebut dapat

dilihat pada grafik dibawah ini.

Grafik 4.5 Persentase tutupan karang di Kepulauan Lelangga

Secara umum kondisi karang di Kepulauan Lelangga berdasarkan kriteria baku

kerusakan terumbu karang, termasuk dalam kategori sedang (karang hidup (29.3%).

Karang hidup di perairan ini sebagian besar tersusun dari karang dengan bentuk

tumbuh meja (9.5%), karang jari (6.8%), karang daun (4.5%) dan karang bercabang

Page 106: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 39

(8%).

Spesies karang dengan bentuk tumbuh meja (tabulate) yang ada di perairan ini antara

lain Acropora cytherea. Bentuk tumbuh jari spesies pembentuknya antara lain adalah

Acropora palifera, dan pembentuk populasi karang bercabang di perairan Lelangga

antara lain adalah Acropora parilis, karang masif adalah Montastrea curta, serta

karang daun Agaricia agaricites.

Gambar 4.28 Acropora cytherea (atas), dan beberapa spesies karang lunak di perairan Pulau Lelangga Balak.

Yang menarik dari pengamatan di perairan Lelangga adalah kondisi dan status Pulau

Lelangga Lunik. Pulau Lelangga Lunik kini pengelolaannya sudah dikuasai oleh

seorang pengusaha. Di atas pulau itu dibangun beberapa fasilitas rumah

peristirahatan. Namun sayangnya kondisi terumbu karang di perairan ini rusak

terutama di arah pintu masuk ke pulau. Karang hidup di pulau ini praktis hanya di

Page 107: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 40

temukan di sebelah selatan pulau (24%) dan sisanya adalah karang rusak yang terdiri

dari karang mati (20%), dan pecahan karang mati atau rubble sebesar 16%. Beberapa

karang lunak juga ditemukan di perairan ini sebagai bentuk upaya karang untuk

kembali pulih. Karang lunak (36%) yang ada di perairan ini antara lain adalah

Nepthea audouin, dan beberapa jenis karang lunak dari genus Sinularia.

Gambar 4.29

Pulau Lelangga Lunik di lihat dari laut dan kondisi terumbu karang yang rusak di perairan Pulau Lelangga Lunik.

Secara umum tutupan karang yang rusak di perairan lelangga lebih besar

dibandingkan dengan karang hidup (36.5%), yang terdiri dari karang mati 23.5% dan

rubble 13%. Rata-rata persentase tutupan karang di Kepuluan Lelangga disajikan

dalam grafik dibawah ini.

Page 108: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 41

4.1.12 Ketapang

Ketapang adalah pantai di wilayah perairan Teluk Ratai Kecamatan Padang Cermin,

Kabupaten Pesawaran. Teluk Ratai merupakan teluk di kawasan Teluk Lampung

yang menjadi pusat pertahan dan keamanan nasional. Di teluk ini dibangun dan

Kerusakan karang yang parah di Pulau Lelangga Lunik, Kabupaten 

Pesawaran.

Page 109: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 42

dikembangkan Pangkalan Utama Armada Laut/Maritim TNI Angkatan Laut Bagian

Barat Teluk Ratai. Selain terdapat Dermaga Armada Barat, Pangkalan Maritim dan

Brigade Infanteri Marinir juga di pusatkan di kawasan ini. Dijadikannya Teluk Ratai

sebagai basis militer berdampak pada kelestarian ekosistem terumbu karang di

perairan ini. Hal ini tercermin dari kondisi tutupan terumbu karang di perairan

Ketapang. Tutupan karang hidup di perairan ini adalah 59%. Karang rusak 18%

yang terdiri dari karang mati 13% dan rubble 5%. Pecahan karang mati (rubble) yang

sedikit mengindikasikan bahwa di wilayah ini kegiatan pengeboman ikan dan kegiatan

ilegal fishing lainnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kondisi perairan

lainnya di Teluk Lampung.

Grafik 4.6 Grafik Persentase tutupan karang di perairan Ketapang.

Pengamatan terumbu karang di perairan ini dilakukan pada saat laut surut, arus sedang

ke arah selatan. Suhu permukaan pada saat pengamatan 30°C dan salinitas air laut 31

pemil. Kecerahan air laut pada kedalaman 5 meter adalah 6 meter, kondisi ini cukup

memudahkan proses pengambilan data primer dengan menggunakan metode Line

Intercept Transect yang menarik garis lurus di daerah Reef Flat sepanjang 50 meter.

Kondisi kecerahan tersebut juga sangat memudahkan pengambilan dokumentasi

bawah laut di perairan ini.

Page 110: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 43

Gambar 4.29

Pintu gerbang kawasan militer TNI AL (atas), lili laut dan hamparan karang jari Acropora irregularis (bawah).

Karang hidup di perairan Ketapang di dominasi oleh karang non acropora dengan

bentuk tumbuh karang daun (foliose) sebanyak 40% seperti spesies Leptoseris

amitoriensis. Karang bercabang sebanyak 29% seperti Montipora gaimardi, Acropora

brueggemanni, Anacropora pillai dan lain-lain.

Beberapa spesies karang jari (coral digitate) penyusun ekosistem terumbu di perairan

ini antara lain adalah Acropora irregularis, Montipora angulata. Dan karang lunak

(5%) di perairan ini sebagian besar terdiri dari genus Sinularia.

4.1.13 Pesisir Pantai Kalianda

Pengamatan ekosistem terumbu karang di pesisir pantai Kabupaten Lampung Selatan

sangat penting untuk mengetahui perbandingan kondisi tutupan karang diantara pantai

Page 111: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 44

Kabupaten Pesawaran, Kota Bandar Lampung dan dengan Kabupaten Lampung

Selatan itu sendiri.

Pengamatan karang di pantai Kalianda Kabupaten Lampung Selatan di lakukan di 4

(empat) stasiun yaitu; Pantai Canti (05°48’01,30”LS-105°34’58,2”BT), Pantai

Kaliandak (05°44’39.61”LS-105°35’10.60”BT), Merak Belantung 1

(05°40’29.86”LS-105°32’32.95”BT), Merak Belantung 2 (05°41’31.45”LS-

105°31’59.03”BT). Persentase tutupan karang di lokasi pengamatan tersebut dapat

dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik 4.7 Persentase tutupan karang di Pantai Kalianda.

Kondisi ekosistem terumbu karang di Pantai Kalianda berdasarkan kriteria baku

kerusakan karang termasuk dalam kategori rusak. Hal ini terlihat dilapangan bahwa

kelompok terumbu karang yang masih hidup didasar perairan cukup sulit ditemukan.

Sebagai contoh di Canti tutupan karang hidup 15.8%, Pantai Kalianda 12%, dan rata-

rata tutupan karang hidup di Merak Belantung 9.5%.

Secara umum kondisi penutupan terumbu karang di wilayah pesisir pantai Kalianda

Page 112: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 45

dapat di ilustrasikan dengan grafik kue dibawah ini.

Pada grafik kue di atas dapat dilihat penutupan karang hidup hanya 11.7% (kategori

rusak), dan karang rusak 16.15% yang terdiri dari karang mati 7.75% dan rubble

8.4%.

Yang unik dari pengamatan di pesisir Kalianda adalah tingginya persentase penutupan

alga di perairan ini yaitu sebesar 39.75%. Kondisi ini hampir merata di setiap lokasi

pengamatan, seperti di Canti tutupan alga sebesar 11%, pantai Kalianda 42%, dan

rata-rata tutupan alga di Merak Belantung sebesar 53%. Persentase tutupan alga yang

cukup tinggi ini disebabkan karena kondisi habitat yang tepat cocok untuk

pertumbuhan alga yaitu kondisi perairan pantai yang relatif tenang hingga berarus

sedang, serta substrat perairan yang berpasir (29.75%). Kondisi perairan yang di

tumbuhi alga biasanya menjadi indikator bahwa di perairan tersebut representatif

untuk pengembangan budidaya rumput laut, yang dapat menjadi alternatif usaha bagi

masyarakat pesisir Kabupaten Lampung Selatan.

Beberapa jenis makro alga yang teridentifikasi di sepanjang lokasi pengamatan antara

lain adalah ; Caulerpa racemosa, Turbinaria decurrens, Padina commersoni,

Actinotrichia fragilis, Sargassum duplicatum, dan Halymenia durvillaei.

Makro alga yang ditemukan dominan di pantai Canti adalah dari jenis Caulerpa

racemosa yaitu 11% dari area pengamatan di Canti, makro alga di Pantai Kalianda

didominasi oleh spesies Actinotichia fragilis (34%) dan Sargassum sp (8%), serta

makro alga di Merak Belantung didominasi oleh genus Sargassum (50%).

Page 113: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 46

Gambar 4.30 Makro algae Halymenia durvillaei di Canti (kiri atas), Caulerpa racemosa dan

Turbinaria decurrens di Canti (kanan atas), Actinotichia fragilis (merah) dan Titanophora pulchra (orange) di Kalianda (kanan bawah), dan Sargassum sp. Di Merak Belantung (kiri

bawah).

Makro alga dari jenis Titanophora pulchra yang berwarna orange adalah makro alga

yang jarang ditemui. Menurut Puslitbang Oseanologi LIPI (1996), makro alga jenis

Titanophora sp baru terlihat di perairan Sulawesi dan itupun hanya satu sampel saja

yang ditemukan.

4.1.14 Pantai Tanjung Selaki-Pasir Putih

Pantai Tanjung Selaki dan Pasir Putih adalah dua pantai di pesisir Kabupaten

Lampung Selatan yang menjadi sentra kegiatan wisata. Kegiatan-kegiatan wisata

Page 114: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 47

bahari yang dilakukan di kedua pantai tersebut sebagian besar adalah wisata keluarga

dan berperahu. Pantai Pasir Putih berhadapan langsung dengan Pulau Condong Darat,

salah satu dari tiga pulau di Kepulauan Condong. Seperti diketahui Pulau Condong

adalah Pulau wisata dan Pasir Putih menjadi salah satu pintu masuk ke Pulau Condong

tersebut.

Bersebelahan dengan Pantai Pasir Putih, terdapat tempat pendaratan ikan di Rangai,

sehingga semua aktifitas perikanan dan wisata di sekitar Pantai Pasir Putih tersebut

cukup memberikan tekanan yang berat terhadap kelestarian terumbu karang di

perairan tersebut. Hal ini terlihat dari persentase tutupan karang hidup di Pasir Putih

yang sebesar 25% dan pecahan karang sebesar 31%. Persentase tutupan karang di

Pantai Pasir Putih dan Tanjung Selaki dapat di lihat pada grafik dibawah ini.

Tekanan yang diterima oleh ekosistem terumbu karang di Tanjung Selaki relatif sama

dengan apa yang terjadi di Pantai Pasir Putih. Kegiatan wisata cukup padat di akhir

minggu dan kegiatan penangkapan ikan dengan bagan apung di perairan sekitar

Tanjung Selaki sedikit banyak memberikan dampak pada karang yang tercermin pada

keberadaan karang hidup di perairan ini. Persentase tutupan karang hidup diperairan

ini sebesar 36.14% dan menurut kriteria baku kerusakan karang kondisi ini tegolong

sedang.

Page 115: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 48

Gambar 4.31 Aktifitas wisata di pantai Pasir Putih, sampah, dan kondisi karang di dasar perairan.

Karang hidup di perairan Pasir Putih sebagian besar terbentuk dari karang masif

dengan spesies penyusunnya antara lain Diploria labyrinthiformis. Selain itu di

perairan tersebut juga terekam tutupan alga sebesar 17% yang tersusun oleh alga dari

spesies Caulerpa racemosa, Sargassum sp., dan Actinotichia fragilis.

Di perairan Tanjung Selaki diketahui spesies karang dominan yang membentuk

tutupan karang hidup di perairan tersebut adalah karang dengan bentuk tumbuh

bercabang (36.14%) dengan spesies antara lain Acropora prolifera dan Acropora

palifera. Makro alga juga banyak ditemukan diperairan ini dengan tutupan sebesar

49.57%.

Kondisi tutupan karang di perairan Tanjung Selaki secara umum dapat dilihat pada

grafik persentase tutupan karang di bawah ini.

Page 116: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 49

Grafik 4.8 Persentase tutupan karang di perairan Tanjung Selaki-Pasir Putih.

Dari grafik diatas diperoleh gambaran bahwa tutupan karang di perairan Pantai

Tanjung Selaki dan Pasir Putih termasuk dalam kategori sedang (30.6%). Dan

pecahan karang mati (rubble) sebesar 22.6%. Hamparan pecahan karang ini diduga

kuat diakibatkan oleh kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak yang hingga

kini masih sering terjadi, dan karena kegiatan wisata yang tidak mengindahkan

lingkungan serta jangkar kapal /perahu/bagan apung yang sering beroperasi di lokasi

pengamatan.

4.1.15 Lokasi Batu Bara

Penamaan Lokasi Batu Bara pada laporan ini sebenarnya hanya untuk memberi inisial

titik koordinat (05°31’48.90”LS-105°21’14.37”BT) tempat dimana pengamatan dan

penyelaman dilakukan. Lokasi pengamatan tersebut adalah di pantai dimana terminal

Bagan apung yang beroperasi di Perairan Tanjung Selaki.

Page 117: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 50

bongkar muat batubara tarahan berada. Pengamatan dilakukan ditempat ini bertujuan

untuk melihat dampak kegiatan bongkar muat batubara terhadap kondisi terumbu

karang yang ada di perairan tersebut.

Persentase tutupan karang hidup di perairan tersebut yaitu sebesar 28%, dalam artian

kondisi karang diperairan masih dalam kategori sedang walaupun mendekati rusak.

Namun yang menarik di lokasi ini adalah tutupan silt atau lumpur maupun substrat

halus yang menutupi dasar perairan. Tutupan substrat halus tersebut berwarna coklat

hingga hitam terhampar seluas 41%. Di lokasi ini juga ditemukan hamparan karang

mati yang meliputi 20% dari luas garis pengamatan. Karang mati ini diduga terjadi

karena resapan cahaya matahari yang kurang karena keruhnya air laut di sekitar

perairan. Pada saat penyelaman dilakukan kecerahan air laut kurang dari 4 meter,

walaupun pada saat itu air sedang dalam keadaan surut.

Grafik 4.9 Persentase tutupan karang di lokasi Batubara.

4.1.16 Pulauan Sebuku

Pengamatan terumbu karang di Pulau Sebuku dilakukan di dua lokasi penyelaman

yaitu Pulau Sebuku (05°50’48.40”LS-105°31’45”BT) dan Pulau Sebuku Kecil yang

biasa di sebut Pulau Elang (05°52’40.11”LS-105°32’29.67”BT). Pulau Sebuku

Page 118: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 51

merupakan salah satu pulau besar selain Pulau Sebesi di kawasan perairan Teluk

Lampung. Pulau Sebuku adalah pulau yang berpenghuni dan aktifitas kegiatan

penangkapan ikan cukup tinggi. Persentase tutupan karang di setiap lokasi

pengamatan dapat dilihat dalam grafik dibawah ini.

Kondisi karang di Pulau Sebuku termasuk dalam kategori rusak. Hal ini tercermin

dari persentase karang hidup di Pulau Sebuku yang hanya 23.93%. Demikian pula

dengan Pulau Elang yang tutupan karang hidupnya 12%.

Menurut penuturan nelayan dari Pulau Sebuku, di perairan sekitar pulau sering terjadi

pengeboman ikan terutama di Pulau Elang. Dampak dari kegiatan ilegal fishing ini

tampak pada persentase karang mati di Pulau Elang yang hingga mencapai 72%.

Page 119: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 52

Gambar 4.32 Kondisi terumbu karang di Pulau Sebuku (atas), dan di Pulau Elang (bawah).

Beberapa spesies karang yang ditemukan di Pulau Sebuku antara lain adalah karang

dengan bentuk bercabang seperti Acropora cylindrica, karang dengan bentuk tumbuh

meja yaitu Acropora japonica dan Montipora efflorescens, serta karang dengan

bentuk tumbuh masif seperti Astreopora myriophthalma.

Di perairan Pulau Sebuku juga terdapat hamparan karang lunak yang hidup diatas

karang mati sebagai bentuk awal dari akan pulihnya ekosistem karang. Persentase

karang lunak (soft coral) di perairan ini adalah 2.66%. Selain karang lunak, tutupan

makro alga juga menghiasi hamparan karang mati dengan besaran tutupan 1.27%.

Spesies karang lunak yang ada di perairan Pulau Sebuku antara lain adalah Xenia sp

dan genus Sinularia. Sementara spesies makro alga yang dominan ada di dasar

perairan ini adalah alga Halimeda sp.

Tutupan karang di Pulau Elang sungguh memprihatinkan. Karang hidup yang terukur

di perairan ini hanya 12% yang meliputi karang masif 7% dan karang kerak 5%.

Sementara hamparan karang mati mencapai 72% yang meliputi karang yang baru mati

(dead coral) 29%, dan karang mati yang tertutup alga (Dead Coral Algae) mencapai

tingkat tutupan sebesar 43%.

Secara umum, tutupan karang di perairan kepulauan Sebuku dapat di gambarkan

dalam grafik kue dibawah ini.

Page 120: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 53

Grafik 4.10 Grafik Rata-rata persentase tutupan karang di Pulau Sebuku

Karang hidup diperairan kepulauan ini rata-rata hanya 18% sehingga kondisi

ekosistem terumbu karang ada dalam kategori rusak berdasarkan kriteria baku

kerusakan karang dari Kepmen Lingkungan Hidup No.4 tahun 2001.

4.1.17 Kepulauan Sebesi

Pengamatan terumbu karang di Kepulauan Sebesi dilakukan di 2 (dua) lokasi

penyelaman yaitu di sebelah utara Pulau Sebesi pada koordinat 05°55’11.26”LS-

105°30’3.18”BT, dan di Pulau Umang-umang pada koordinat 05°55’33.99”LS-

Perahu penumpang, sebagai satu‐satunya alat transportasi dari Canti ke Kepulauan Sebesi dan Sebuku. 

Page 121: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 54

105°31’57.11”BT.

Pulau sebesi merupakan pulau besar yang berpenduduk cukup banyak dalam sebuah

desa. Dahulu penduduk pulau ini hidup makmur dengan mangandalkan hasil

perkebunan kelapa, namun sejak krisis ekonomi komoditi kelapa tidak lagi dominan

dan kini banyak kebun kelapa di pulau ini dikonversi menjadi kebun coklat.

Garis pantai Pulau Sebesi mencapai ±21 km dengan topografi pulau hingga ± 800

meter. Kondisi perairan pada saat pengamatan dilakukan adalah pada saat surut dan

arus bergerak keras ke arah utara. Selain itu penyelaman dilakukan pada saat gunung

anak Krakatau dalam keadaan siaga II. Persentase tutupan karang di setiap lokasi

pengamatan di tampilkan dalam grafik dibawah ini.

Persentase tutupan karang hidup di Pulau Sebesi adalah 21%, dan karang mati sebesar

4%, serta tutupan pecahan karan mati mencapai 26%. Dengan demikian kondisi

terumbu karang di Pulau Sebesi dalam ada dalam kategori rusak.

Pulau Umang-Umang merupakan pulau kecil di sebelah timur Pulau Sebesi dan pulau

Page 122: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 55

ini kini dijadikan daerah perlindungan laut (DPL) yang dikelola oleh masyarakat

pulau. Kondisi tutupan terumbu karang di pulau ini jauh lebih baik daripada kondisi

karang di pulau induknya. Tutupan karang hidup di pulau ini mencapai 47%, dengan

komposisi karang keras dari keluarga Acropora sebesar 21.60%, dan kelompok non

acropora sebesar 37.40%. Selain itu tutupan alga mencapai 10%, dan hamparan

karang lunak yang menghiasi dasar perairan mencapai 15%.

Gambar 4.33

Kondisi terumbu karang di Pulau Sebesi pada kedalaman 10 meter (atas), Pulau Umang-umang dan Kima Raksasa (Tridacna gigas) yang banyak terdapat di perairan DPL pulau ini (bawah).

Dari pengamatan terumbu karang di kedua lokasi penyelaman tersebut diperoleh

gambaran persentase tutupan karang di Pulau Sebesi adalah seperti yang diilustrasikan

pada grafik dibawah ini.

Page 123: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 56

Grafik 4.11 Grafik rata-rata Penutupan karang di Pulau Sebesi.

Persentase tutupan karang hidup di Pulau Sebesi adalah 34% sehingga berdasarkan

kriteria baku kerusakan karang ekosistem terumbu karang di kepulauan ini termasuk

dalam kategori sedang.

Pada grafik di atas tergambar pula persentase kerusakan karang yang mencapai 25%

yang terdiri dari karang mati 8% dan pecahan karang mati sebesar 17%. Bila di Pulau

Sebesi tersebut tidak ada upaya untuk mengamankan sebagian dari wilayah

perairannya untuk menjadi daerah perlindungan laut (DPL), maka dapat diestimasi

bahwa persentase karang hidup di perairan sebesi akan jauh lebih rendah dari yang

terhitung sekarang.

4.1.18 Pesisir Pantai Bandar Lampung

Pesisir pantai Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang terpada dengan

penduduk dan aktifitas perekonomiannya. Sebagai ibukota Propinsi Lampung seluruh

aktifitas kegiatan manusia mulai dari pusat pemerintahan, pelabuhan perikanan dan

Page 124: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 57

pelabuhan peti kemas, pusat wisata hingga ke industri seluruhnya ikut memberikan

tekanan yang tinggi terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir

kotamadya ini.

Tekanan aktifitas kegiatan manusia tersebut tercermin dari hilangnya kelestarian

ekosistem terumbu karang diperairan. Pada saat pengamatan karang yang dilakukan

di tiga lokasi penyelaman yang meliputi Pantai Puri Gading (05°28’9.21”LS-

105°15’27.69”BT), Gudang Lelang (05°27’18.45”LS-105°16’14.20”BT), dan Pulau

Kubur (05°29’14.30”LS-105°15’29.80”BT), tidak ditemukan tutupan karang hidup,

bahkan tutupan karang mati sangat jarang (poor) dan sudah tertutup endapan (silt)

sehingga dapat diabaikan keberadaannya. Dibawah ini disajikan grafik penutupan

karang per lokasi pengamatan di pesisir pantai Bandar Lampung.

Page 125: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 58

Gambar 4.34 Pulau Kubur dilihat dari PPI Lempasing, dan sea grass jenis Enhallus acoroides di dasar perairan Bandar Lampung.

Secara umum kondisi ekosistem terumbu karang di pesisir pantai Bandar Lampung di

lokasi pengamatan adalah rusak dengan tutupan karang hidup 0%. Dasar laut di

kawasan perairan tersebut didominasi oleh hamparan pasir (73.9%) dan lumpur (7%).

Selain itu hanya ditemukan fauna lain yang masih hidup dari kelopok sea grass seperti

Enhallus acoroides. Dengan demikian kondisi karang di perairan tersebut dapat

digambarkan dalam grafik dibawah ini.

Grafik 4.12 Grafik tutupan karang di pesisir pantai Bandar Lampung.

4.2 Perubahan Ekosistem Terumbu Karang di Teluk Lampung tahun 1998 dan tahun 2007

Pada tahun 1998, kondisi ekosistem terumbu karang di Teluk Lampung pernah

dilakukan penelitian karang di beberapa pulau melalui kegiatan Coastal Resources

Page 126: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 59

Management Project Lampung. Pengukuran tutupan terumbu karang di lakukan di 6

(enam lokasi) yaitu ; Pulau Tangkil, Pulau Tegal, Pulau Condong Darat, Pulau

Kelagian, Pulau Puhawang dan Pulau Dua.

Rata-rata tutupan karang hidup di lokasi pengamatan tersebut pada tahun 1998 adalah

65.5%, dan tutupan rata-rata karang mati adalah 14.73%. Sehingga berdasarkan

kriteria baku kerusakan karang, kondisi terumbu karang di beberapa lokasi di Teluk

Lampung pada tahun 1998 termasuk dalam kategori BAIK. Berikut disajikan dalam

bentuk grafik persentase tutupan karang di Teluk Lampung pada tahun 1998.

Grafik 4.13 Grafik tutupan karang di Teluk Lampung tahun 1998.

Dibandingkan dengan kondisi tutupan karang di Teluk Lampung tahun 1998 tersebut,

kondisi ekosistem karang Teluk Lampung pada beberapa lokasi yang sama saat ini

(tahun 2007) sangat menurun selama kurun waktu 8 tahun ini dengan laju penurunan

tutupan karang hidup sebesar 3% pertahun.

Perubahan dan perbandingan persentase tutupan karang hidup di beberapa lokasi di

Teluk Lampung antara tahun 1998 dengan tahun 2007, disajikan dalam grafik

dibawah ini.

Page 127: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 60

Grafik 4.14 Grafik tutupan karang hidup di Teluk Lampung pada beberapa lokasi tahun 1998 dan tahun 2007.

Dari grafik yang menunjukkan perbandingan kondisi tutupan karang di atas, diperoleh

gambaran bahwa hampir seluruh lokasi pengamatan karang mengalami penurunan

tutupan karang, kecuali di Pulau Kelagian. Hal ini terjadi karena dipilihnya Pulau

Kelagian sebagai daerah latihan perang yang dikelola oleh TNI AL, sehingga aktifitas

TNI AL sekitar perairan ini mengurangi aksi pengeboman ikan yang dilakukan oleh

oknum nelayan.

4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Lingkungan Pesisir Teluk Lampung

Wilayah pesisir merupakan salah satu sistem ekologi yang paling produktif, beragam

dan kompleks. Wilayah ini berperan sebagai penyangga, pelindung dan penyaring

Jangkar kapal/perahu turut andil dala kerusakan karang di Teluk Lampung 

Page 128: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 61

diantara daratan dan lautan, serta merupakan pemusatan terbesar penduduk sehingga

memberikan tekanan yang semakin berat terhadap ekosistem di wilayah ini.

Secara spasial dan ekologis, wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara lahan atas

(daratan) dan laut. Hal ini karena wilayah pesisir merupakan merupakan daerah

pertemuan antara daratan dan laut. Dengan keterkaitan kawasan tersebut, maka

pengelolaan kawasan pesisir tidak lepas dari pengelolaan yang dilakukan di kawasan

darat dan laut. Berbagai dampak lingkungan yang terjadi pada kawasan pesisir

merupakan akibat dari dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang

dilakukan di lahan atas, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, industri,

pemukiman dan sebagainya.

Penanggulangan pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri, pertanian dan

rumah tangga, serta sedimentasi tidak dapat dilakukan hanya di kawasan pesisir saja,

tetapi harus dilakukan mulai dari sumber dampaknya. Oleh karena itu, pengelolaan

wilayah pesisir harus diintegrasikan dengan wilayah daratan dan laut serta Daerah

Aliran Sungai (DAS) menjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan.

Keterkaitan antar ekosistem pesisir dan laut harus selalu diperhatikan, misalnya

ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang.

Salah satu sumberdaya alam di perairan Teluk Lampung yang rentan terhadap

kerusakan adalah terumbu karang. Terumbu karang dengan segala kehidupan yang ada

didalamnya merupakan salah satu kekayaan yang dapat menunjang produksi

perikanan, bahan baku farmasi, obyek wisata bahari, bahan hiasan dan aquarium ikan

laut, bahan bangunan, tempat pemijahan ikan, tempat mencari ikan, tempat asuhan dan

pembesaran dan pelindung pantai dari hempasan ombak.

Kerusakan ekosistem terumbu karang umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia.

Kerusakan ini akan menyebabkan berkurangnya atau menghilangkan fungsi dan

manfaat terumbu karang bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Untuk

mengembalikan terumbu karang yang rusak maka diperlukan upaya pengelolaan

terumbu karang yang diantaranya rehabilitasi terumbu karang.

Keberhasilan pengelolaan terumbu karang ditentukan oleh banyak faktor. Salah

satunya adalah partisipasi masyarakat setempat. Tanpa adanya upaya pemeliharaan

dan perlidungan terumbu karang secara terus menerus, maka upaya rehabilitasi

terumbu karang kecil kemungkinannya akan berhasil. Untuk itu hal yang perlu

Page 129: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 62

diperhatikan adalah bagaimana mengembangkan partisipasinya masyarakat agar

telibat aktif serta persepsi masyarakat terhadap pengelolaan wilayah pesisir.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden sebanyak 110 orang di Teluk

Lampung, persepsi masyarakat terhadap lingkungan pesisirnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Persepsi Masyarakat terhadap Lingkungan Pesisir Teluk Lampung

No Pertanyaan Kuisioner Persentase Responden (%)

1 Kegiatan manusia di laut akan mempengaruhi jumlah ikan di laut

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Agak tidak setuju

Tidak tahu

Agak setuju

Setuju

Setuju sekali

0

25.5

6.4

2.7

5.5

57.3

2.7

2 Hutan mangrove tidak dilindungi, maka kita tidak dapat menangkap ikan kecil-kecil

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Agak tidak setuju

Tidak tahu

Agak setuju

Setuju

Setuju sekali

0

26.4

1.8

4.5

2.7

56.4

8.2

3 Kita harus peduli dan menjaga tanah dan laut, bila tidak tanah dan laut tidak akan menyediakan makanan bagi kita

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Agak tidak setuju

Tidak tahu

Agak setuju

Setuju

Setuju sekali

1.8

6.4

0.9

0.9

0.9

70.9

18.2

4 Membuang sampah ke pantai, akan dibawa arus ke laut dan tidak akan menimbulkan kerusakan di laut

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

4.5

48.2

Page 130: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 63

Agak tidak setuju

Tidak tahu

Agak setuju

Setuju

Setuju sekali

0.9

0.9

0.9

36.4

8.2

5 Kita tidak perlu kuatir mengenai lingkungan udara dan laut, karena Tuhan akan merawat dan menjaganya

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Agak tidak setuju

Tidak tahu

Agak setuju

Setuju

Setuju sekali

5.5

41.8

2.7

1.8

0

40.9

7.3

6 Apabila ada kerjasama dari masyarakat maka sumberdaya alam di sekitar desa kita dapat dijaga dan dilindungi

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Agak tidak setuju

Tidak tahu

Agak setuju

Setuju

Setuju sekali

0.9

0

0.9

0.9

2.7

82.7

11.8

7 Menangkap ikan akan lebih mudah bila karang tempat hidup ikan di angkat dan diambil habis

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Agak tidak setuju

Tidak tahu

Agak setuju

Setuju

Setuju sekali

1.8

74.5

4.5

0.9

0

13.6

4.5

8 Perkebunan di perbukitan di belakang desa dapat mempengaruhi kehidupan ikan

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Agak tidak setuju

Tidak tahu

0

46.4

0.9

5.5

Page 131: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 64

Agak setuju

Setuju

Setuju sekali

2.7

42.7

1.8

9 Karena begitu banyak ikan di laut, maka berapapun yag ditangkap, ikan akan tetap tersedia cukup bagi kebutuhan kita

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Agak tidak setuju

Tidak tahu

Agak setuju

Setuju

Setuju sekali

0

13.6

8.2

0

0.9

69.1

8.2

10 Kawasan laut yang dimanfaatkan oleh desa ini terbatas

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Agak tidak setuju

Tidak tahu

Agak setuju

Setuju

Setuju sekali

2.7

31.8

0

4.5

0

56.4

4.5

Masyarakat yang menyatakan setuju (57,3%/63 orang) bahwa kegiatan manusia dilaut

mempengaruhi jumlah ikan di laut. Sedangkan persepsi terhadap hutan bakau bahwa

masyarakat yang setuju (56,4%/62 orang) dan tidak setuju (26,4 %/29 orang) jika

hutan bakau tidak dilindungi maka tidak dapat menangkap ikan-ikan kecil lagi.

Masyarakat setuju membuang sampah ke sungai sebanyak (36,4%/40 orang) dan tidak

(48,2%/53 orang), ini berarti bahwa banyak masyarakat mempunyai kebiasaan suka

membuang sampah ke sungai. Kerjasama dalam menjaga sumberdaya alam sangat

penting, masyarakat yang setuju (82,7%/91 orang), ini berarti tanggung jawab

menjaga lingkungan laut adalah tanggung jawab bersama. Persepsi masyarakat

terhadap kemudahan menangkap ikan pada karang yang diangkat dan diambil habis

sebayak (74,5 %/82 orang) tidak setuju, ini berarti masyarakat secara pengalaman

sehari-hari mengetahui bahwa karang merupakan habitat ikan karang. Pandangan

Page 132: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 65

bahwa sumberdaya ikan sangat terbatas sebanyak (69,1%/76 orang) setuju dan hanya

(13,6%/ 15 orang) tidak setuju. Tentang kawasan laut yang dimanfaatkan mempunyai

keterbatasan, sebanyak (56,4%/62 orang) setuju dan (31,8%/35 orang) tidak setuju.

4.4 Permasalahan Terumbu Karang Teluk Lampung

Ekosistem terumbu karang dapat mengalami degradasi/kerusakan oleh aktifitas

manusia. Aktifitas tersebut seperti yang diungkapkan oleh Berwick (1983) dalam

Dahuri et al (1996) adalah: penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak,

penangkapan ikan dengan alat yang merusak dan eksploitasi yang berlebihan,

pembuangan limbah panas, pengundulan hutan di lahan atas, pengerukan di sekitar

terumbu karang, kepariwisataan, pencemaran oleh limbah manusia dari hotel tanpa

hotel tanpa pengolahan, kerusakan fisik terumbu karang oleh jangkar kapal, kegiatan

penyelaman yang tidak peduli terhadap nilai kelestarian terumbu karang, serta

penangkapan ikan hias dengan menggunakan kalsium sianida (KCN). Sedangkan

pengaruh faktor alam misalnya akibat badai dan pemangsaan predator (Acanthaster

plancii) juga akibat perubahan suhu air laut yang menyebabkan karang mati dan

menjadi putih (bleaching).

Berdasarkan wawancara dengan masyarakat dan hasil survey lapangan bahwa

kerusakan terumbu karang Teluk Lampung di sebabkan oleh:

1. Kegiatan Pemboman dan pemutasan karang untuk mencari ikan karang

Pemboman karang terjadi diantara Pulau Legundi, Pulau Siuncal, dan pulau

kecil lainya. Bekas-bekas bom dapat dilihat dari banyaknya patahan karang

dan lubang bekas bom serta setelah terjadi pemboman terjadi perubahan

ekosistem mikro terumbu karang dengan danya rubbles dan sea anemone

(karang lunak) yang melimpah. Ini menandakan terjadinya recovery karang

tetapi eksositem baru ini tidak akan mendukung keberadaan ikan-ikan karang

untuk kembali. Dampak racun (potas) menghilangkan semua jenis karang dan

ikan karang dalam bentuk dewasa dan juvenil maupun telurnya.

2. Penambangan karang untuk bahan bangunan, jalan dan perhiasan

Dampak penambangan karang adalah kestabilan pantai berkurang dan

Page 133: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 66

bertambahnya erosi/abrasi pantai sehingga menimbulkan masalah sosial seperti

kerusakan bangunan pantai, pantai, rumah, dan infrastruktur penting lainya.

Penambangan karang di untuk pondasi bangunan terjadi disepanjang pantai

Teluk Lampung dan pulau-pulau kecil. Kerajinan karang banyak

diperdagangkan di Kalianda.

3. Sedimentasi akibat penebangan hutan dan pembukaan pertambakan.

Sedimentasi terjadi pada wilayah dekat pantai dan diwilayah muara sungai.

Dampak yang ditimbulkan matinya karang karena endapan lumpur, susah

melakukan repirasi, perairan keruh dan zooxantelae pada karang tidak bisa

bisa melakukan fotosintesa. Sepanjang pesisir Teluk Lampung terjadi alih

konversi lahan menjadi tambak udang dan penebangan mangrove.

4. Perusakan karang akibat pembuangan jangkar kapal di pulau- pulau kecil

karena kurangnya pelampung tambat (mooring buoy) dan dermaga. Kerusakan

karang akibat jangkar seperti patahnya karang bercabang, tercabutnya karang

meja dan hancur karang lunak.

Tabel 4.3 Penyebab Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Teluk Lampung

No  Penyebab Utama Kerusakan  Akibat yang ditimbulkan 

1  Kegiatan Pemboman dan pemutasan karang untuk mencari ikan karang 

Kerusakan habitat, karang patah, membuang lubang,  karang  kena  potas  memutih,  dan berkurangnya keanekaragaman hayati 

2  Penambangan  karang  untuk  bahan bangunan, jalan dan perhiasan 

Kestabilan  pantai  berkurang  dan bertambahnya erosi/abrasi pantai 

3  Sedimentasi  akibat  penebangan hutan dan pembukaan pertambakan 

 

Matinya  karang  karena  endapan  lumpur, susah  melakukan  repirasi,    perairan  keruh dan zooxantelae pada karang  tidak bisa bisa melakukan fotosintesa 

4  Perusakan  karang  akibat pembuangan jangkar kapal di pulau‐pulau  kecil  karena  kurangnya pelampung  tambat  (mooring  buoy) dan dermaga 

Rusaknya  karang  dan  berkurangnya  ikan karang,  karang  patah  terutama  karang bercabang, dan karang terbongkar. 

4.5 Parameter Oseanografi

4.5.1 Angin dan Suhu Udara

Angin yang bertiup di atas Teluk Lampung pada saat pengamatan berlangsung adalah

Page 134: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 67

angin musim barat yang bertiup dari arah barat laut.

Suhu udara yang diperoleh pada saat pengamatan di seluruh lokasi memiliki kisaran

antara 28ºC-32ºC. Sehingga dari hasil pengukuran tersebut suhu udara rata-rata di

perairan Teluk Lampung adalah 30ºC.

4.5.2 Arus

Kecepatan arus permukaan pada saat pengamatan memiliki kisaran antara 0.061

m/det-0.472 m/det. Kecepatan maksimum arus permukaan yang diperoleh adalah

0.472 m/det di perairan Pulau Sebesi. Sedangkan kecepatan minimum arus

permukaan yang diperoleh adalah 0.061 m/det di Teluk Tegal.

Arah dan kecepatan arus permukaan Teluk Lampung yang diperoleh saat pengamatan

lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi perairan Teluk Lampung yang sedang pasang,

pengaruh arus yang masuk dari Selat Sunda, kondisi geografis dan batimetri perairan

Teluk Lampung. Sedangkan pengaruh angin (Nontji, 1987) dan gaya Coriolis

(Sidjabat, 1973) tidak terlalu mempengaruhi arah dan keceepatan arus di dalam Teluk

Lampung. Secara keseluruhan rata-rata kecepatan arus permukaan di perairan Teluk

Lampung di lokasi pengamatan adalah 0.337 m/det dengan arah arus rata-rata menuju

utara.

4.5.3 Suhu

Rata-rata suhu permukaan perairan Teluk Lampung adalah 28ºC. Secara umum

kisaran suhu permukaan di perairan teluk adalah 28ºC-30ºC. Variasi suhu permukaan

yang terdapat di Teluk Lampung ini secara umum disebabkan karena pengaruh

masukan massa air dari Selat Sunda dan sungai-sungai yang bermuara di Teluk Ratai

dan Teluk Punduh-Pidada. Secara umum sebaran mendatar suhu permukaan tersebut

menunjukkan bahwa pada saat pengamatan, suhu permukaan di tengah-tengah teluk

dan di mulut teluk relatif lebih rendah dibandingkan dengan suhu permukaan yang

terukur di pantai barat teluk. Hal ini disebabkan karena perairan dibagian tengah teluk

lebih banyak mendapat pengaruh massa air dari Selat Sunda yang relatif bersuhu lebih

dingin. Sedangkan di perairan barat teluk seperti di Teluk Kucangreang dan Teluk

Punduh-Pidada suhu permukaan perairan lebih tinggi karena adanya pengaruh

masukan massa air (run off) dari Sungai Punduh dan Sungai Ratai yang bersuhu relatif

lebih hangat.

Page 135: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 68

4.5.4 Salinitas

Nilai salinitas permukaan perairan yang diperoleh memiliki kisaran antara 31.91‰-

32.84‰. Rata-rata nilai salinitas permukaan perairan yang diperoleh adalah 32.39‰,

dengan maksimum salinitas kedalaman permukaan tersebut adalah 32.84‰ di perairan

Pulau Siuncal. Dengan demikian nilai rata-rata salinitas permukaan (32.39‰) di

Teluk Lampung tersebut masih dalam kisaran nilai salinitas yang layak untuk

kehidupan biota laut. Kisaran nilai salinitas yang diusulkan untuk kehidupan biota

laut dan budidaya menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup

adalah18‰-32‰ (KLH, 1987).

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa sebaran mendatar salinitas disetiap lokasi

pengamatan terumbu karang sangat bervariasi, hal ini secara umum disebabkan oleh

besarnya sirkulasi massa air yang terjadi di Teluk Lampung, seperti pengadukan,

pengangkatan massa air laut dan pertemuan antara massa air yang berasal dari darat

dengan massa air yang berasal dari Teluk Lampung sendiri atau dari Selat Sunda.

4.5.5 Oksigen Terlarut

Kandungan oksigen terlarut permukaan di perairan Teluk Lampung yang diperoleh

berkisar antara 4.13-5.80 ppm. Nilai terendah yang didapat adalah 4.13 ppm di sekitar

Pulau Puhawang. Nilai maksimum yang diperoleh adalah 5.80 ppm di sekitar pulau

Siuncal. Nilai rata-rata oksigen terlarut di permukaan perairan Teluk Lampung adalah

5.22 ppm. Variasi kandungan oksigen terlarut dipermukaan perairan disebabkan

adanya potensi turbulensi dan pengangkatan massa air laut, serta tingkat kepadatan

usaha budidaya laut di perairan tersebut.

4.5.6 Phosphat, Nitrat dan Silikat

Kisaran kandungan phosphat yang terdapat pada kedalaman permukaan adalah 0.12

µgr-at P/l-0.61 µgr-at P/l. Nilai minimum yang diperoleh adalah 0.12 µgr-at P/l yang

terukur di sekitar perairan Pulau Legundi dan Pulau Siuncal sedangkan nilai

maksimum yang diperoleh (0.61 µgr-at P/l ) terukur di sekitar perairan Pulau

Kelagian.

Dari hasil pengukuran di lokasi pengamatan diperoleh gambaran bahwa semakin

mengarah ke pantai barat Teluk Lampung (Teluk Punduh dan Teluk Ratai),

kandungan phosphat semakin besar. Hal ini disebabkan karena banyak sungai yang

Page 136: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 69

membawa sedimen dan membawa substrat yang bermuara di Teluk Punduh dan Teluk

Ratai. Pertemuan massa air dari Teluk Punduh dan Teluk Ratai dengan massa air laut

Teluk Lampung ini menyebabkan terjadinya variasi nilai phosphat karena proses

fenomena pengangkatan massa air akibat pertemuan dua massa air tersebut.

Secara umum rata-rata nilai kandungan phosphat di permukaan perairan Teluk

Lampung adalah 0.29 µgr-at P/l. Berdasarkan klasifikasi Joshimura, secara khusus

lapisan permukaan perairan Teluk Lampung diklasifikasikan sebagai perairan yang

subur. Menurut Joshimura dalam Wardoyo (1973), perairan yang memiliki kisaran

kandungan phosphat antara 0.101 µgr-at P/l dan 0.2 µgr-at P/l dikategorikan sebagai

perairan yang sangat subur.

Nilai kandungan nitrat di permukaan perairan Teluk Lampung memiliki kisaran 0.018

µgr-at N/l-0.173 µgr-at N/l dengan rata-rata kandunga nitrat yang diperoleh adalah

0.13 µgr-at N/l.Nilai nitrat maksimum yang diperoleh terukur di perairan Pulau

Puhawang yang dekat dengan Teluk Ratai dan Teluk Punduh. Perairan tersebut

dipengaruhi oleh masukan massa air dari sungai-sungai yang bermuara di kedua teluk

kecil tersebut yang banyak membawa suspensi dari daratan sehingga sedikit banyak

turut mensuplai kandunga nitrat ke perairan tersebut.

Menurut Prowse (1962) dan Mackentum (1969) dalam Nazdan (1996), bahwa di suatu

perairan N akan menjadi faktor pembatas bagi kelimpahan fitoplankton bila

kandungan nitrat diperairan tersebut lebih kecil dari 0.14 µgr-at N/l. Bila kandungan

nitrat diperairan tersebut semakin tinggi, maka biasanya kelimpahan plankton akan

semakin besar. Dengan demikian perairan Teluk Lampung secara keseluruhan

memiliki kandunga nitrat yang cukup layak untuk kehidupan plankton terutama

fitoplankton.

Secara umum kandungan silikat yang terdapat pada permukaan perairan Teluk

Lampung memiliki kisaran antara 20 µgr-at Si/l-375 µgr-at Si/l. Dengan nilai terbesar

di peroleh di perairan sekitar Teluk Ratai. Hal ini dipengaruhi oleh substrat yang

dibawa masuk oleh sungai-sungai yang bermuara di teluk tersebut. Secara

keseluruhan nilai silikat di perairan Teluk Lampung adalah 71.39 µgr-at Si/l.

4.6 Sosialisasi Masyarakat

Sosialisasi tentang ekosistem terumbu karang di Teluk Lampung dilakukan guna

memberikan pengetahuan dan gambaran tentang kondisi ekosistem terumbu karang

Page 137: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

Bab IV - 70

terkini kepada masyarakat di pesisir Teluk Lampung.

Sosialisasi tersebut dilaksanakan 2 (dua) kali yaitu di pelabuhan pendaratan ikan

Lemasing, Bandar Lampung dan di Dermaga Ketapang Kabupaten Pesawaran.

Sosialisasi dilakukan dengan mengundang tokoh masyarakat dan nelayan. Secara

umum pada saat kegiatan sosialisasi dan diskusi berlangsung diperoleh gambaran

bahwa rata-rata masyarakat di pesisir Teluk Lampung tidak mengetahui status

kerusakan karang di daerahnya sendiri. Disamping itu pula masyarakat tidak

mengetahui manfaat dan fungsi terumbu karang yang berguna untuk penahan

gelombang, sebagai tempat makan ikan dan sebagai lumbung ikan karang yang

menjadi daya tarik bagi ikan-ikan ekonomis penting yang lebih besar yang datang dari

arah laut lepas untuk mencari makan di sekitar terumbu karang.

Namun peserta sosialisasi di dua lokasi kegiatan tersebut sepakat bahwa hingga kini

kegiatan ilegal fishing seperti pengeboman ikan, pemotasan ikan dan udang serta

penyetruman ikan yang dilakukan di muara sungai masih sering terjadi. Berdasarkan

dari hasil diskusi diketahui pula bahwa rata-rata hasil tangkapan nelayan di dua lokasi

kegiatan tersebut yang beroperasi di sekitar Teluk Lampung menurun. Selain itu pula

kini sulit bisa memprediksi suasa yang tepat untuk melaut dan sulit untuk menduga

musim ikan yang di tahun-tahun sebelumnya hal tersebut berjalan dengan rutin dan

mudah diprediksi.

Pelabuhan pendaratan ikan di Rangai, Lampung Selatan

Page 138: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 1

Bab 5. ARAHAN RENCANA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG TELUK LAMPUNG

5.1 Landasan Hukum Pengelolaan Terumbu Karang

Untuk mencegah semakin rusaknya ekosistem terumbu karang, pemerintah telah

mengeluarkan serangkaian peraturan perundangan dan peraturan lainnya untuk mengatur

aktifitas manusia di perairan terumbu karang.

Tabel 5.1  Perundangan dan Peraturan Pengelolaan Lingkungan Perairan Terumbu Karang                    di Indonesia 

No Jenis Perundangan dan Peraturan

1 Undang-Undang No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

2 Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang Pariwisata

3 Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

4 Undang-Undang No.5 tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati

5 Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

6 Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

7 Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan.

8 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Page 139: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 2

9 Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

10 Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut.

11 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

12 Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1990, tentang Usaha Perikanan

13 Keputusan Presiden RI No. 43 tahun 1978 tentang Ratifikasi CITES (Convention on Internasional Trade of Endangered Species of Wild Flora and fauna).

14 Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan Lindung.

15 Keputusan Presiden No. 32 tahun 1992, tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Bagi Penanaman Modal (Lampiran 1 No. 56, Bidang Usaha Pemanfaatan dan Pengusaha Sponges (bunga karang) yang tertutup dalam rangka Undang-Undang PMA, PMDN dan Non PMA/PMDN)

16 Keputusan Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-II/1989 tanggal 15 Nopember 1989 tentang Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut

17 Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi No.KM.13/PW.102/MPPT/93 tentang Ketentuan Usaha Sarana Wisata Tirta.

18 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.04/2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang

19 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 tahun Baku Mutu Air Laut.

20 Surat Edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979 tanggal 30 April 1979 (Dtujukan kepada Gubernur Kepala daerah Tingkat I di seluruh Indonesia) tentang larangan Pengambilan Batu Karang yang dapat merusak lingkungan laut.

21 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 38 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penggelolaan Terumbu Karang.

22 Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan No. IK 220/D4.T44/91 (ditujukan kepada Kepala Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia) tentang Penangkapan Ikan dengan bahan/alat terlarang.

23 Surat Dirjen PHKA, Departemen Kehutanan, tanggal 28 Februari 2003, tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa Liar yang termasuk Appendix CITES dan tidak dilindungi Undang-Undang untu periode tahun 2003.

Page 140: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 3

5.2 Arahan Sistem Pengelolaan Terumbu Karang

5.2.1 Batas Kawasan Teluk Lampung

Penentuan tata batas kawasan pengelolaan terumbu karang Teluk Lampung didasarkan atas

berbagai pertimbangan baik dari aspek ekologi, administrasi, ekonomi, sosial budaya,

maupun regional kawasan. Batas administrasi dipertimbangkan sebagai batas yuridis yang

bertujuan agar tidak terjadi kerancuan wewenang dalam pengelolaan terumbu karang.

Batas ekologis dipertimbangkan dengan tujuan agar pengelolaan tersebut mencakup suatu

ekosistem yang utuh.

Batas Administrasi

Secara administrasi kawasan Teluk Lampung terletak pada Kabupaten Lampung Selatan

dan Kota Bandar Lampung. Sebelah barat Teluk Lampung berbatasan dengan Kabupaten

Lampung Selatan, Sebelah utara berbatasan dengan Kota Bandar Lampung dan Kabupaten

Lampung Selatan, sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lampung Selatan,

serta sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Wilayah perairan Teluk

Lampung mempunyai luas wilayah 3.865 km2 dengan panjang garis pantai 140 km, dengan

jumlah pulau kecil sebanyak 51 buah. Teluk Lampung merupakan Teluk terbesar di Pulau

Sumatera, membentang dari Tanjung Tua (sebelah timur) sampai dengan Tanjung Tikus,

dan Pidada sebelah barat.

Batas Ekologi

Batas ekologis didasarkan pada integrasi dari berbagai proses interaksi secara fisik-

kimiawi dan biologis yang terjadi di wilayah perairan laut dan pesisir Kabupaten Lampung

Selatan dan Kota Bandar Lampung yang saling mempengaruhi kondisi terumbu karang,

lamun, mangrove ekosistem pulau kecil, estuaria dan flora-fauna yang hidup didalamnya.

Peruntukan Teluk Lampung adalah sebagai kawasan pariwisata, kawasan budidaya

(pembenihan udang, tambak udang, dan bududaya mutiara), daerah penangkapan ikan

(jalur penangkapan 1 dan II), kawasan pelayaran, cagar alam dan latihan TNI Angkatan

Laut.

5.2.2 Kelembagaan

Penataan Kelembagaan pengelolaan terumbu karang dilakukan di berbagai jenjang, baik di

Pusat, Propinsi Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kota Bandar Lampung yang

bersifat lintas sektoral. Kelembagaan yang dibangun memiliki strusktur organisasi, tugas

Page 141: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 4

dan fungsi, tujuan, sasaran. Program/rencana kerja, administrasi, serta pendanaan dalam

rangka pengelolaan terumbu karang.

Kelembagaan pengelolaan terumbu karang dibentuk melalui proses yang merupakan

kombinasi dari pendekatan bottom up dan top down, dimana Pemerintah Pusat, Pemerintah

Propinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, dan Kota Bandar Lampung

dan masyarakat mempunyai tanggung jawab dan kewajiban dalam perlindungan dan

pengelolaan terumbu karang. Kelembagaan pengelolaan terumbu karang mengakomodasi

semangat otonomi daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gubernur

Propinsi Lampung dapat membentuk kelembagaan pengelolaan terumbu karang lingkup

Propinsi. Kelembagaan ini dapat berfungsi untuk melaksanakan pengelolaan terumbu

karang lintas Kabupaten/Kota, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

pemantauan, pengendalian dan evaluasi.

Lembaga Pengelola Terumbu Karang di Propinsi Lampung nantinya dibentuk dengan

anggota yang berasal dari instansi pemerintah terkait (DKP, Bapeda, Dinas Pariwisata,

Dinas Kehutanan, dan lain-lain) dan stakeholders (Perguruan Tinggi, LSM,dan

masyarakat). Sedangkan perumusan dan kewajiban serta mekanisme kerja harus diatur

dalam peraturan yang berkekuatan hukum yaitu Peraturan Daerah.

5.2.3 Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan

Agar program pengelolaan dan kinerja lembaga pengelola Terumbu Karang di Lampung

dapat berjalan baik dan sesuai dengan tujuannya, maka diperlukan pemantauan dan

evaluasi. Pemantauan dan evaluasi merupakan perangkat yang menelaah kegiatan yang

telah dilaksanakan dengan tujuan untuk meninjau dan menganalisis efisiensinya dan

efektifitas kegiatan yang selaras dengan tujuan dan sasaran pengelolaan kawasan dan

sebagai umpan balik terhadap program pengelolaan terumbu karang.

Pemantauan dilaksanakan untuk melihat perubahan yang diperkirakan telah terjadi sebagai

akibat dari pelaksanaan program-program konservasi dan kegiatan pengelolaan isu di

lapangan. Dalam kegiatan pemantauan diperlukan adanya indikator program sosial –

ekonomi dan lingkungan sebagai dasar penilaian. Pemantauan dilakukan berdasarkan data

dan informasi dari kondisi awal sebelum pelaksanaan suatu program kegiatan dimulai.

Evaluasi dilakukan untuk untuk mengkaji efektifitas dari strategi program-proram baru,

memeriksa permasalahan-permasalahan dalam implementasinya, membuat penyesuaian

dalam strategi-strategi, membuat keputusan tentang program penegelolaan konservasi dan

penelitian.

Page 142: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 5

Langkah-langkah yang perlu dirancang dalam menyusun strategi Pemantauan Pengelolaan

Terumbu Karang di Propinsi Lampung:

1. Membuat daftar isu lingkungan perairan terumbu karang dan tindakan konservasi yang

telah mendapat rekomendasi pengelolaannya.

2. Menjabarkan sasaran ke dalam tujuan pemantauan yang lebih spesifik

3. Memilih indikator spesifik sesuai dengan masing-masing tujuan pemantauan

pengelolaan

4. Menelaah program pemantauan yang ada dan mengidentifikasi program yang

mengukur indikator yang sama

5. Menentukan rancangan pengambilan sample dan stasiun

6. Menguji kemampuan program yang diusulkan untuk memenuhi kriteria indikator kerja.

5.2.4 Penegakan Hukum dan Sanksi

Aparat Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten Lampung

Selatan, Kota Bandar Lampung, dan masyarakat dapat melakukan pengawasan,

pemantauan, dan pengendalian terhadap pengelolaan terumbu karang Teluk Lampung.

Masyarakat dapat melaporkan setiap pelanggaran yang terjadi mengenai terumbu karang

dan berhak mengajukan tuntutan hukum terhadap pihak- pihak yang melakukan perusakan

terumbu karang yang menimbulkan kerugian. Kegiatan penegakan hukum pengelolaan

terumbu karang dilakukan oleh unsur-unsur terkait seperti TNI AL, Polisi Perairan, DKP,

Pemerintah Propinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, Pemerintah Kota

Bandar Lampung dan masyarakat.

Penegakan hukum dan sanksi merupakan proses untuk mematuhi suatu aturan yang telah

ditetapkan dalam program pengelolaan terumbu karang oleh semua pihak yang akan atau

melaksanakan kegiatan konservasi tersebut. Penegakan hukum didalam pengelolaan

kawasan terumbu karang bertujuan:

1. Memberikan hukuman/ganjaran yang sesuai dengan pelanggaran hukum yang terjadi di

dalam perairan terumbu karang.

2. Menciptakan keenggganan/keseganan untuk melanggar hukum di dalam kawasan

konservasi karena adanya hukuman/sanksi

3. Menginformasikan kepada masyarakat tentang peraturan/undang-undang atau tata cara

yang berlaku unuk melaksanakan kegiatan didalam kawasan perairan terumbu karang.

Page 143: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 6

Beberapa mekanisme penegakakan hukum yang dapat digunakan dalam pemantauan

program pengelolaan terumbu karang yaitu:

1. Sanksi, dimana melibatkan serangkaian peringatan hukuman untuk pelanggaran

undang-undang. Hukuman dapat berupa pengurangan, penundaan ijin, dan pelanggaran

yang dilakukan tergolong berat dapat mengakibatkan pencabutan ijin.

2. Denda, dimana melibatkan serangkaian pembayaran yang harus dilunasi oleh pelanggar

hukum. Hal ini diberlakukan untuk persyaratan hukum yang bersifat mengikat.

3. Sanksi Kriminal, dimana hukuman untuk pelanggar yang bersifat lebih berat dan

bentuknya dapat berupa hukuman penjara.

4. Sanksi adat,dimana melibatkan hukum adat atau kebisaan masyarakat lokal, dibeberapa

daerah pesisir sangat efektif untuk melestarikan laut.

5.2.5 Pendanaan

Dana pengelolaan terumbu karang dapat bersumber dari APBN, APBD, Pinjaman/ Hibah

Luar Negeri dan dana masyarakat. Mekanisme pendanaan dilakasanakan berdasarkan

prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) yaitu terbuka, jujur,

adil dan bertanggung jawab dengan berpihak kepada masyarakat.

5.3 Analisa SWOT

Untuk memperoleh arahan pengelolaan terumbu karang dilakukan analisa SWOT dengan

melihat faktor internal dan eksternal. Kedua faktor ini merupakan faktor penentu dalam

analisa SWOT, karena didalamnya meliputi unsur kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman yang apabila disinergikan akan memberikan kualitas arahan, strategi dan program

yang baik. Dengan pendekatan matrik antara faktor eksternal dan internal dilakukan

pembobotan dengan kisaran nilai 0 – 1. Untuk peluang dan ancaman, serta unsur kekuatan

dan kelemahan dengan nilai ranking 1 - 4.

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 144: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 7

Tabel 5.2: Matrik Faktor Internal Pengelolaan Terumbu Karang Teluk Lampung 

Faktor Internal Bobot Ranking Skor Komentar Kode

Kekuatan K1 Memiliki hamparan terumbu

karang yang luas sebagai habitat sumberdaya perikanan

0,30 4 1,20 Terumbu karang di pantai dan pulau-pulau kecil

K2 Beberapa lokasi mempunyai nilai estetika yang tinggi sebagai pengembangan wisata bahari

0,20 3 0,60 Banyak pulau kecil potensi diving dan snorkling

K3 Adanya daerah perlindungan laut (sekitar perairan Pulau Sebesi dan Dan Pulau Legundi) sebagi contoh perlindungan ekosistem karang

0,10 2 0,20 Pulau Sebesi dan Pulau Legundi

Kelemahan L1 Rendahnya pengetahuan

masyarakat lokal mengenai manfaat ekosistem terumbu karang

0,30 4 1,20 Kesadaran menyelamatan terumbu karang masih kurang

L2 Sulitnya pengawasan dan lemahnya penegakkan hukum bila terjadi eksploitasi terumbu karang

0,30 4 1,20 Kurang sarana kapal pengawas dan personil

L3 Belum adanya Perda untuk melarang penambangan karang dan perusakan karang

0,10 2 0,20 Perlu dibuat Perda pelestarian terumbu karang

Tabel 5.3 : Matrik Faktor Eksternal Pengelolaan Terumbu Karang Teluk Lampung 

Faktor Eksternal Bobot Ranking Skor Komentar Kode

Peluang P1 Peluang Investasi Budidaya ikan

karang 0,30 3 0,90 Potensi pada

perairan karang di teluk dan pulau kecil

P2 Peluang Investasi wisata bahari 0,30 3 0,90 Pulau-pulau kecil P3 Rehabilitasi karang dengan

kegiatan transplantasi 0,10 2 0,20

Ancaman A1 Kegiatan pemboman dan

penggunaan racun (potas) untuk menangkap ikan

0,30 4 1,20 Pemboman masih terjadi

A2 Penambangan karang untuk bahan bangunan

0,30 3 0,90 Untuk bangunan penahan gelombang dan pondasi rumah

A3 Kerusakan ekosistem karang akibat kegiatan pembangunan (sedimentasi dan pencemaran laut)

0,20 2 0,40 Terjadi di dekat pantai dan pencemaran laut pada daerah padat industri

Page 145: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 8

Tabel 5.4. : Matrik Analisis SWOT  Faktor Internal Faktor Eksternal

KEKUATAN (K) K1.Memiliki hamparan terumbu

karang yang luas sebagai habitat sumberdaya perikanan

K2.Beberapa lokasi mempunyai nilai estetika yang tinggi sebagai pengembangan wisata bahari

K3. Adanya daerah perlindungan laut (sekitar perairan Pulau Sebesi dan Dan Pulau Legundi) sebagi contoh perlindungan ekosistem karang

KELEMAHAN (L)

L1.Rendahnya pengetahuan masyarakat lokal mengenai manfaat ekosistem terumbu karang

L2.Sulitnya pengawasan dan lemahnya penegakkan hukum bila terjadi eksploitasi terumbu karang

L3.Belum adanya Perda untuk melarang penambangan karang dan perusakan karang

masyarakat

PELUANG (P) P1.Peluang Investasi Budidaya

ikan karang P2.Peluang Investasi wisata bahari P3.Rehabilitasi karang dengan

kegiatan transplantasi

STRATEGI KP KP1.Pengembangan mata

pencaharian alternatif budidaya ikan karang

KP2.Pengembangan mata pencaharian alternatif wisata bahari berbasis masyarakat

KP3.Pengembangan program rehabilitasi karang dengan transplantasi

STRATEGI LP LP1.Meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang manfaat ekosistem karang

LP2.Memperkuat sistem keamanan laut untuk menjaga ekosistem terumbu karang

LP3.Koordinasi terpadu antar lintas sektoral dalam pelestarian terumbu karang

ANCAMAN (A) A1.Kegiatan pemboman dan

penggunaan racun (potas) untuk menangkap ikan

A2.Penambangan karang untuk

bahan bangunan A3.Kerusakan ekosistem karang

akibat kegiatan pembangunan (sedimentasi dan pencemaran laut)

STRATEGI KA KA1.Pengembangan teknologi

penangkap ikan yang ramah lingkungan

KA2.Pelarangan penambangan

karang untuk bahan bangunan

KA3.Pengembangan dan

pengawasan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

STRATEGI LA LA1.Peningkatan kesadaran

masyarakat untuk melestarikan terumbu karang

LA2.Pelibatan masyarakat secara aktif untuk menjaga dan melestarikan ekosistem terumbu karang

LA3.Pembuatan Perda/Peraturan lainnya untuk melindungi ekosistem terumbu karang

Page 146: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 9

Tabel  5.5  : Alternatif Pemilihan Strategi untuk Pengelolaan Terumbu Karang Teluk Lampung  

Unsur-Unsur Strategi Keterkaitan Unsur SWOT

Total Skor Ranking

a. Strategi KP KP1.Pengembangan mata pencaharian alternatif

budidaya ikan karang K1P1 2,10 6

KP2.Pengembangan mata pencaharian alternatif wisata bahari berbasis masyarakat

K2P2 1,50 10

KP3.Pengembangan program rehabilitasi karang dengan transplantasi

K1P3 1,40 11

b. Strategi KA KA1.Pengembangan teknologi penangkap ikan

yang ramah lingkungan K1A1 2,40 5

KA2.Pelarangan penambangan karang untuk bahan bangunan

K1A2 2,00 7

KA3. Pengembangan dan pengawasan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

K3A3 0,60 12

c. Strategi LP LP1.Meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang manfaat ekosistem karang L1P1P2P3 3,20

3

LP2.Memperkuat sistem keamanan laut untuk menjaga ekosistem terumbu karang

L1L2L3P3 2,80 4

LP3.Koordinasi terpadu antar lintas sektoral dalam pelestarian terumbu karang

L2L3P3 1,60 9

Strategi LA LA1.Peningkatan kesadaran masyarakat untuk

melestarikan terumbu karang L1L2L3A1A2A3 5,10 1

LA2.Pelibatan masyarakat secara aktif untuk menjaga dan melestarikan ekosistem terumbu karang

L2A1A2A3 3,70 2

LA3.Pembuatan Perda/Peraturan lainnya untuk melindungi ekosistem terumbu karang

L3A1A2A3 1,80 8

5.4 Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Teluk Lampung

Sumberdaya terumbu karang perlu dikelola secara berkelanjutan (sustainable) artinya

keberadaan dan manfaat terumbu karang harus lestari untuk menjamin kemampuan,

kesejahteraan dan kualitas generasi ini masa kini dan masa depan. Pengelolaan terumbu

karang secara berkelanjutan terwujud apabila laju regenerasi terumbu karang lebih besar

atau sama dengan laju kematian dalam suatu periode waktu yang lama.

Konsep pengelolaan ekosistem terumbu karang dapat diterapkan dengan menekankan pada

kegiatan rehabilitasi dan konservasi untuk memelihara laju pertumbuhan karang, sebagai

penyeimbang terhadap laju pemanfaatan yang mengakibatkan kematian terumbu karang.

Mengingat pertumbuhan karang sangat lambat maka rehabilitasi dilakukan dengan cara

alami yaitu konservasi, misalnya dalam bentuk Daerah Perlindungan Laut (DPL), dengan

maksud menghilangkan pengaruh manusia terhadap ekosistem terumbu karang pada waktu

tertentu sehingga dapat dimanfaatkan kembali.

Page 147: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 10

Pengelolaan terumbu karang yang lestari adalah menggabungkan antara kepentingan

ekologis dan kepentingan sosial ekonomi masyarakat di sekitar ekosistem terumbu karang.

Untuk itu strategi yang diterapkan harus mampu mengatasi masalah sosial ekonomi

masyarakat selain tujuan konservasi terumbu karang tercapai. Dengan demikian, strategi

dan kegiatan-kegiatan pengelolaan terumbu karang tidak semata-mata meningkatkan

pemahaman dan kesadaran akan pentingnya terumbu karang serta kemampuan dalam

mengelolanya, namun juga memberdayakan kehidupan sosial ekonomi masyarakat melalui

mata pencaharian alternatif.

Bertolak dari matriks keterkaitan faktor internal, eksternal dan hasil analisis SWOT, maka

dapat ditentukan arahan strategi dan kebijakan pegelolaan terumbu karang Teluk Lampung

sebagaimana pada Tabel 5.5. Berikut adalah strategi pengelolaan pengelolaan terumbu

karang di Teluk Lampung:

Strategi 1: Peningkatan kesadaran masyarakat untuk melestarikan terumbu karang

Penyadaran masyarakat diarahkan pada pemahaman masyarakat terhadap manfaat

kelestarian ekosistem terumbu karang dan pemanfaatan yang berkelanjutan untuk

perubahan perilaku sosial. Peningkatkan kesadaran berbagai lapisan masyarakat tentang

manfaat perlindungan dan pelestarian ekosistem terumbu karang, yang diharapkan akan

merubah perilaku masyarakat dari perilaku yang dapat merusak menjadi perilaku yang

mengelola dan melindungi kelestarian ekosistem terumbu karang. Penyadaran masyarakat

dilakukan dimulai dari usia dini seperti anak SD untuk memahami manfaat ekologi

terumbu karang. Kampanye penyadaran lewat brosur, media cetak, TV, internet dan lewat

penyuluhan langsung.

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Program penyuluhan pengelolaan terumbu karang yang berbasis masyarakat di daerah

pesisir.

2. Pelatihan pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat bagi penyuluh lapangan

3. Penyadaran pelestarian terumbu karang lewat muatan lokal kurikulum SD, SMP dan

SMA di daerah pesisir

4. Penyadaran pelestarian terumbu karang lewat brosur, buku bacaan anak-anak, media

cetak dan media elektonik.

Page 148: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 11

Strategi 2: Pelibatan masyarakat secara aktif untuk menjaga dan melestarikan

ekosistem terumbu karang

Perencanaan pengelolaan terumbu karang terkait dengan penyelenggaraan pembangunan

masyarakat disekitarnya. Untuk itu perlu adanya peningkatan peran serta masyarakat yang

proaktif dan mampu menumbuhkan adanya peningkatan kesadaran untuk melestarikan

sumberdaya alam laut. Guna menjamin berlanjutnya proses peran masyarakat, perlu

dibangun mekanisme pengelolaan terumbu karang yang memberi ruang bagi aspek

pengembangan masyarakat lokal serta mampu menjadi fasilitator bagi kegiatan

pemanfaatan yang dilakukan masyarakat lokal. Pengembangan masyarakat lokal

merupakan upaya mengakui hak dan kewajiban masyarakat yang bermukim di dalam

kawasan perairan karang melalui keterlibatannya dalam proses perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi pengelolaan dengan tetap memperhatikan tingkat kesejahteraannya. Aspirasi

masyarakat sangat penting diperhatikan mengingat bahwa masyarakat terlebih dahulu

mengelola kawasan laut perairan terumbu karang.

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Melibatkan masyarakat, instansi pemerintah, LSM, perguruan tinggi, dan pengusaha

dalam berbagai usaha untuk melestarikan terumbu karang.

2. Menciptakan kader-kader motivator untuk mendukung kegiatan pelestarian terumbu

karang.

3. Membentuk dan memberdayakan kelompok-kelompok/ organisasi masyarakat di

kawasan perairan karang.

4. Mengembangkan prinsip-prinsip keterlibatan masyarakat pesisir dalam pengelolaan

terumbu karang.

5. Memberikan pelatihan bagi tenaga –tenaga lapangan untuk memberikan pendidikan

lingkungan laut serta keterlibatan publik dalam pengelolaan terumbu karang.

6. Mengembangkan koordinasi pendanaan program, antara pemerintah pusat, pemerintah

Propinsi/Kabupaten, organisasi non pemerintah, BUMN/BUMD, swasta dan

masyarakat untuk perberdayaan masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang.

Page 149: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 12

Strategi 3: Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat ekosistem

karang

Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat terumbu karang seperti pelindung

pantai dari hempasan gelombang, sebagai habitat ikan, tempat mencai makan (feeding

ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning

ground) bagi berbagai biota laut. Terumbu karang yang bagus bisa untuk penyelaman

(diving) dan snokling serta tempat penangkapan ikan komsumsi dan ikan hias. Karang juga

dapat dimanfaatkan sebagai bahan farmasi dan kerajinan tangan.

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Penyuluhan eksosistem terumbu karang dan manfaatnya

2. Melakukan program pemetaan partisipasif bersama masyarakat di wilayah pengelolaan

tradisionilnya untuk melihat kondisi kondisi terumbu karang dan langkah-langkah

pencegahan kerusakannya

3. Melakukan studi banding pada daerah yang maju dalam pengelolaan terumbu

karangnya seperti Bali

4. Membuat pusat informasi terumbu karang di Teluk Lampung

5. Melakukan monitoring secara rutin dan seminar hasil- hasil penelitian karang di Teluk

Lampung kerjasama Pemerintah Daerah, DKP Pusat, LIPI, Unila, masyarakat pesisir

dan LSM.

Strategi 4: Memperkuat sistem keamanan laut untuk menjaga ekosistem terumbu

karang

Penegakan hukum merupakan pelengkap dan pendukung komponen lain serta memiliki

arti strategis dalam rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang. Penegakan hukum

merupakan suatu proses pelaksanaan peraturan perundang-undangan, yang terdiri dari

penegakan hukum preventif bersifat pencegahan dan penegakan hukum represif bersifat

penindakan. Penegakan hukum preventif adalah semua kegiatan hukum seperti

pencemaran dan terjadinya perusakan lingkungan terumbu karang. Keberhasilan

pencegahan akan menjamin terjadinya pemulihan terumbu karang secara alami.

Penegakan hukum represif adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk menindak setiap

pelanggaran. Aparat penegak hukum yang berperan di laut adalah TNI AL dan Polisi Air.

Pengawasan bersama masyarakat sangat penting untuk mengimbangi kekurangan personil

Page 150: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 13

keamanan laut. Kegiatan penegakan hukum represif terdiri dari kegiatan identifikasi

pelanggaran, penyidikan, penuntutan dan pemutusan perkara. Pemutusan perkara

merupakan wenang penuh hakim yang memimpin sidang, atas dasar tuntutan yang telah

telah dilakukan oleh jaksa dan kesaksian yang telah diberikan oleh anggota masyarakat

atau unit pengawasan dan penegakan hukum yang bertindak sebagai saksi dalam

sidang penuntutan perkara.

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Penambahan jumlah personil, sarana dan prasarana penegakan hukum dilaut.

2. Mengadakan pelatihan-pelatihan hukum laut, konservasi sumberdaya alam hayati dan

ekosistem serta undang-undang perikanan bagi aparat penegak hukum.

3. Melakukan pengawasan secara intensif terhadap berbagai motif pelanggaran yang ada

di wilayah laut.

4. Mengembangkan operasi pengamanan pesisir dan laut terpadu

5. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan operasi pengawasan di laut

6. Mengintensifkan sosialisasi terhadap produk hukum pelestarian terumbu karang yang

dihasilkan.

Strategi 5: Pengembangan teknologi penangkap ikan yang ramah lingkungan.

Pembangunan perikanan tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan sumberdaya ikan dan

cenderung berorientasi pada tujuan ekonomi semata kini telah menimbulkan kerusakan

lingkungan. Adanya overfishing, kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang, dan

ekosistem laut lainnya merupakan akibat pembangunan yang tidak memperhatikan aspek

keberlanjutan. Meningkatnya degradasi lingkungan laut tidak terlepas dari pesatnya

penggunaan alat dan praktek penangkapan yang bersifat destructive dalam penangkapan

ikan. Overfishing pada beberapa area penangkapan menunjukkan keberadaan

sumberdaya ikan berada dalam keadaan kritis. Semua itu dipicu beberapa hal, seperti

banyaknya kegiatan penangkapan ikan yang berukuran belum layak tangkap (juvenile)

serta laju penangkapan ikan yang melebihi nilai maximum sustainable yield.

Penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing practice) seperti pengunaan bom

dan potassium, terutama disekitar terumbu karang, mengakibatkan kerusakan ekosistem

terumbu karang untuk jangka panjang, tanpa kecuali ikan-ikan yang bukan tujuan

penangkapan.

Page 151: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 14

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Melakukan pelarangan dan sanksi yang tegas penggunaan bom dan racun (potas)

dalam menangkap ikan di terumbu karang.

2. Pengembangan alat tangkap ikan karang yang ramah lingkungan seperti bubu

3. Pengaturan jumlah tangkapan ikan karang sesuai daya dukung perairan

4. Pengaturan jenis dan ukuran ikan karang yang boleh ditangkap

5. Bantuan modal dari pemerintah/swasta untuk pengadaan alat tangkap yang ramah

lingkungan

6. Memperluas pemasaran hasil perikanan ikan karang

Strategi 6: Pengembangan mata pencaharian alternatif budidaya ikan karang

Mata pencaharian alternatif merupakan mata pencaharian atau suatu uaha baru yang

dikembangkan dalam rangka mengurangi atau menghilangkan tekananan terhadap

terumbu karang sekaligus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Tujuan

pengembangan mata pencaharian alternatif adalah untuk mengurangi atau

menghilangkan cara-cara penangkapan ikan atau pemanfaatan sumberdaya laut lainnya

yang berakibat kerusakan terumbu karang. Sasaran, terbentuknya jenis-jenis usaha baru

yang diterima masyarakat sebagai mata pencaharian alternatif untuk merubah kegiatan

masyarakat dari bersifat merusak terumbu karang menjadi ramah lingkungan serta

mampu meningkatkan penghasilan keluarga.

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Identifikasi jenis-jenis usaha budidaya ikan karang yang potensial

2. Penyusunan studi kelayakan budidaya ikan karang

3. Pelatihan teknik budidaya ikan karang

4. Menyusun usulan kegiatan untuk memperoleh bantuan modal usaha

5. Penerapan budidaya ikan karang yang ramah lingkungan dan berbasis masyarakat

6. Evaluasi dan monitoring bersama masyarakat tentang budidaya ikan karang

Page 152: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 15

Strategi 7: Pelarangan penambangan karang untuk bahan bangunan

Penambangan karang untuk bahan bangunan banyak dilakukan di sepanjang pantai Teluk

Lampung dan pulau-pulau kecil. Walaupun sudah banyak aturan dari pemerintah tentang

larangan pengambilan karang untuk bangunan seperti Keputusan Presiden, Surat Edaran

Menteri KLH, Surat Edaran Dirjen Perikanan dan peraturan lainnya. Dalam pelaksanaan di

lapangan belum ada sanksi yang tegas. Alasan masyarakat mengambil batu karang untuk

pondasi rumah adalah batu karang lebih kuat dan mahalnya batu bata di pasaran,

disamping itu menambang karang sangat mudah. Penambangan karang akan menurunkan

persen penutupan karang dan menghilangkan substrat tempat menempelnya larva karang

sebagai awal daur regenerasi karang.

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Melakukan pelarangan dan sanksi yang tegas penambangan karang untuk pondasi

bangunan

2. Sosialisasi ke masyarakat dan dinas-dinas terkait tentang peraturan- peraturan yang

berhubungan pelarangan penambangan karang untuk bangunan

3. Sosialisasi dampak penambangan terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang

4. Menerapkan sanksi yang tegas terhadap kontraktor yang menggunakan karang sebagai

pondasi bangunan

Strategi 8: Pembuatan Perda/Peraturan lainnya untuk melindungi ekosistem

terumbu karang

Peraturan daerah merupakan peraturan perundang-udangan tingkat daerah untuk mengatur

daerahnya dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan daerah untuk pelestarian terumbu karang di Propinsi Lampung sangat penting

sebagai payung hukum pengelolaan terumbu karang.

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Melibatkan peran serta masyarakat secara partisipatif dalam menyusun perda

pelestarian terumbu karang

2. Membahas permasalahan kerusakan terumbu karang secara bersama, untuk

ditanggulangi bersama antara stakeholders.

3. Proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah dilaksanakan secara bersama dengan

stakeholders terkait

Page 153: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 16

4. Melibatkan pihak LSM dan swasta dalam membahas substansi rancangan peraturan

daerah pelestarian terumbu karang

5. Memberdayakan masyarakat pesisir dan institusi legistatif untuk membuat kebijakan

yang berbasis masyarakat pada pengelolaan terumbu karang

Strategi 9: Koordinasi terpadu antar lintas sektoral dalam pelestarian terumbu

karang

Koordinasi yang terpadu dalam pengelolaan terumbu karang sangat penting dalam dinas-

dinas terkait. Egosektoral sering terjadi dalam pelaksanaan kebijakan di lapangan dan

sering menghambat pembangunan. Untuk itu peranan Gubernur/Bupati/Walikota, Setda

dan DPRD untuk menciptakan iklim kerja yang efektif dan profesional sangat penting

dalam memperlancar birokrasi pelayanan umum dan pemerintahan.

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Mengembangkan misi dan visi yang sama dalam pengelolaan terumbu karang dinas

terkait di Propinsi Lampung.

2. Menghilangkan egosektoral dalam pengelolaan terumbu karang

3. Melibatkan peran serta masyarakat, pemuda, LSM, Perguruan Tinggi, tokoh adat

secara partisipatif dalam menyusun kebijakan pengelolaan terumbu karang.

4. Memberdayakan masyarakat pesisir dan institusi legistatif untuk membuat kebijakan

yang mengakar pada masyarakat bawah

5. Menumbuhkan lagi adat istiadat pesisir yang berwawasan lingkungan di Propinsi

Lampung untuk pelestarian terumbu karang.

Strategi 10: Pengembangan mata pencaharian alternatif wisata bahari berbasis

masyarakat.

Selama dua dekade perkembangan pariwisata di Asia Pasifik, khususnya perkembangan

wisata pantai dan wisata bahari menunjukkan pertumbuhan yang cukup pesat. Hal ini

mengakibatkan pula semakin banyaknya masyarakat yang terlibat dalam pengembangan

pariwisata. Teluk Lampung mempunyai potensi besar dalam pengembangan wisata pantai

dan wisata bahari karena banyak mempunyai pantai pasir putih dan keindahan karang di

pulau-pulau kecilnya. Perkembangan wisata bahari berpengaruh positif terhadap perluasan

peluang usaha dan kerja. Peluang tersebut lahir karena adanya permintaan wisatawan.

Dengan demikian kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka peluang bagi

masyarakat untuk menjadi pengusaha penginapan, wisma, hotel, homestay, restoran,

Page 154: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 17

warung, angkutan, pedagang asongan, sarana olah raga dan jasa lainya. Peluang usaha

tersebut akan memberikan kesempatan masyarakat pesisir untuk bekerja dan sekaligus

dapat menambah pendapatan untuk menunjang kehidupan rumah tangganya.

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Peningkatan promosi wisata bahari ke Teluk Lampung melalui pameran, brosur, TV,

internet dan kerja sama biro perjalanan dan hotel

2. Mengundang investor wisata bahari ke Teluk Lampung

3. Mempermudah perijinan usaha wisata bahari

4. Penyediaan akses modal berusaha melalui kredit pada bank.

5. Peningkatan jasa angkutan laut sebagai sarana penghubung antar pulau kecil di Teluk

Lampung

6. Pelatihan pengelolaan wisata bahari bagi aparat dinas pariwisata dan pelaku wisata

bahari

7. Studi banding ke daerah lain yang sudah maju dalam wisata bahari seperti Bali dan

Bunaken

Strategi 11: Pengembangan program rehabilitasi karang dengan transplantasi.

Transplantasi merupakan suatu teknik penanaman dan pertumbuhan koloni karang baru

dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu induk koloni tertentu.

Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah

mengalami kerusakan atau untuk memperbaiki daerah terumbu karang yang rusak,

terutama untuk meningkatkan keragaman dan persen penutupan. Berbagai fungsi/manfaat

transplantasi karang antara lain:

1. Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Hal ini berarti upaya untuk

menghidupkan atau menanam kembali karang dengan benih-benih baru baik yang

berasal dari tempat sekitarnya atau juga dapat berasal dari tempat lain.

2. Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak. Aplikasi dari kegiatan ini adalah

bagian-bagian yang nantinya dapat dilaksanakan untuk kegiatan konservasi.

3. Menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru ke dalam ekosistem

terumbu karang di daerah tertentu.

4. Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber keaneakaragaman

hayati.

5. Keperluan perdagangan.

Page 155: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 18

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Menentukan lokasi-lokasi yang cocok untuk daerah transplantasi karang

2. Mencari jenis-jenis karang yang cocok untuk bibit transplantasi

3. Bimbingan teknis penyelaman (diving) terhadap masyarakat yang terlibat dalam

transplantasi karang

4. Penyusunan Buku Petunjuk Teknis Transplantasi Karang

5. Pilot proyek transplantasi karang hias untuk tujuan komersial yang berbasis masyarakat

6. Pilot proyek transplantasi karang untuk tujuan ekowisata

Strategi 12: Pengembangan dan pengawasan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

Daerah Perlindungan Laut merupakan salah satu model dalam upaya onservasi terumbu

karang. Daerah ini adalah suatu wilayah pesisisr yang dipilih dan ditentukan sendiri oleh

masyarakat lokal untuk dilindungi dan ditutup secara permanen dari semua kegiatan

pengambilan oleh manusia.

Tujuan DPL antara lain adalah:

1. Melindungi berbagai jenis ikan, karang serta tumbuhan dan hewan lainnya yang hidup

di wilayah tersebut. DPL juga bertujuan melindungi pantai dan mangrove.

2. Menyediakan tempat yang aman untuk bertelur, tempat asuhan (pembesaran), dan

tempat hidup biota (hewan dan tumbuhan) lainnya

3. Mewujudkan hak dan wewenang masyarakat lokal untuk mengelola sumberdaya

pesisir dan laut mereka sendiri demi masa depan. DPL menjadi alat pembelajaran

dalam memperkuat kapasitas dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya

perlindungan sumberdaya pesisir dan laut.

Dalam penetapan DPL dibutuhkan bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait

didalamnya. Pihak-pihak tersebut adalah Pemerintah, LSM, dan Perguruan Tinggi

setempat yang diharapkan dapat membantu masyarakat dalam semua tahapan proses

penetapan DPL, termasuk memberikan pendidikan lingkungan hidup, pelatihan serta

bantuan teknis kepada masyarakat. Daerah perlindungan laut di Teluk lampung yang

sudah ditetapkan antara lain DPL Pulau Sebesi dan Pulau Legundi. Lokasi-lokasi perairan

lainnya perlu dibentuk dan dilakukan pengawasan terhadap DPL yang sudah ditetapkan

Page 156: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab V - 19

supaya terjaga kelestariannya. Manfaat dari pembentukan Daerah Perlindungan Laut

adalah: 1. DPL dapat meningkatkan hasil tangkapan perikanan lokal 2. Pembagian

keuntungan ekonomis dari pengelolaan DPL dapat meningkatkan pendapatan masyarakat,

masyarakat setempat, misalnya keuntungan dari dana kegiatan pemanfaatan pariwisata dan

sebagainya 3. Pelibatan masyarakat setempat dapat membantu penegakkan peraturan

karena mereka lebih cepat memahami dan menerima tujuan pembentukan DPL 4.

Lestarinya sumberdaya ikan dan keanekaragaman hayati dalam sebuah DPL yang dikelola

dengan baik, yang bisa menjamin kelangsungan hidup dan masa depan generasi

mendatang.

Langkah-Langkah yang diperlukan:

1. Penambahan daerah DPL baru di Teluk Lampung dengan persetujuan masyarakat dan

Pemerintah Daerah

2. Pengenalan kepada masyarakat dan sosialisasi program- progran DPL

3. Pelatihan, pendidikan, dan pengembangan kapasitas masyarakat dalam mengelola DPL

4. Sosialisasi peraturan-peraturan DPL yang telah ada dan pembuatan peraturan baru

sesuai dengan dinamika masyarakat

5. Penataan ruang laut untuk berbagai keperluan

6. Meningkatkan pengawasan dan Penegakan hukum terhadap kegiatan yang merusak

karang

7. Pembukaan jalur transportasi langsung yang dapat menunjang pengembangan wisata

bahari dan perikanan

Page 157: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab VI- 1

Bab 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil Pemetaan Terumbu Karang Teluk Lampung, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Perairan Teluk Lampung mempunyai ekosistem terumbu karang yang luas, umumnya

tipe terumbu karang di Teluk Lampung adalah jenis “fringing reefs” (karang tepi).

Berdasarkan hasil analisis citra Landsat ETM 7 luas total terumbu karang di Teluk

Lampung ± 4823,493 Ha. Pertumbuhan karang secara umum didominasi oleh karang

yang bentuk hidupnya merayap (encrusting), bercabang (branching) dan lembaran

(foliose) terutama dari famili Acroporidae, Pocilloporidae, Poritidae dan Faviidae.

2. Kondisi penutupan karang hidup dari 44 lokasi penyelaman di Teluk Lampung

termasuk dalam kriteria buruk (rusak) sampai baik. Dari 44 lokasi penyelaman di Teluk

Lampung, status kondisi terumbu karang dalam kondisi baik 4 lokasi, kondisi buruk

(rusak) ditemukan sebanyak 20 lokasi dan kondisi sedang sebanyak 20 lokasi. Terumbu

karang dalam status kondisi baik terdapat di perairan Pulau Kelagian, Pulau Balak,

Tanjung Putus, dan Pantai Ketapang.

3. Laju penurunan tutupan terumbu karang di perairan Teluk Lampung pada beberapa

lokasi tertentu yang sama (yaitu di Pulau Tangkil, Pulau Tegal, Pulau Condong Darat,

Pulau Kelagian, dan Pulau Puhawang) selama kurun waktu 8 (delapan) tahun, mulai

dari tahun 1998 hingga tahun 2007 adalah 3% pertahun. Pada tahun 1998, kondisi

tutupan terumbu karang di Teluk Lampung ada dalam kategori BAIK (65.5%), dan

Page 158: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab VI- 2

pada tahun 2007 tutupan karang di beberapa lokasi ini menurun menjadi kategori

SEDANG (29%).

4. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat dan hasil survey lapangan bahwa

kerusakan terumbu karang Teluk Lampung di sebabkan oleh: Kegiatan Pemboman dan

pemutasan karang untuk mencari ikan karang, Penambangan karang untuk bahan

bangunan, jalan dan perhiasan, Sedimentasi akibat penebangan hutan dan pembukaan

pertambakan dan Kerusakan karang akibat pembuangan jangkar kapal di pulau-pulau

kecil karena kurangnya pelampung tambat (mooring buoy) dan dermaga.

5. Arahan rencana pengelolaan terumbu karang Teluk Lampung ditekankan pada:

Peningkatan kesadaran masyarakat untuk melestarikan terumbu karang, Pelibatan

masyarakat secara aktif untuk menjaga dan melestarikan ekosistem terumbu karang,

Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat ekosistem karang,

Memperkuat sistem keamanan laut untuk menjaga ekosistem terumbu karang,

Pengembangan teknologi penangkap ikan yang ramah lingkungan, Pengembangan

mata pencaharian alternatif budidaya ikan karang, Pelarangan penambangan karang

untuk bahan bangunan, Pembuatan Perda/Peraturan lainnya untuk melindungi

ekosistem terumbu karang, Koordinasi terpadu antar lintas sektoral dalam pelestarian

terumbu karang, Pengembangan mata pencaharian alternatif wisata bahari berbasis

masyarakat, Pengembangan program rehabilitasi karang dengan transplantasi, dan

Pengembangan dan pengawasan Daerah Perlindungan Laut (DPL).

6.2 Rekomendasi

1. Usulan penambahan Daerah Perlindungan Laut baru di Teluk Lampung dalam rangka

pelestarian terumbu karang.

2. Perlu aturan dan sanksi yang tegas dalam pemanfaatan terumbu karang di Teluk

Lampung sehingga kerusakannya dari tahun ke tahun tidak semakin bertambah parah.

3. Perlu dilakukan pembentukan Lembaga Pengelola Pengelola Terumbu Karang di

Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota yang bersifat terpadu dan partisipatif.

4. Mengembangkan program mata pencaharian alternatif bagi masyarakat disekitar

kawasan konservasi laut dengan wisata bahari berbasis masyarakat dan budidaya laut.

Page 159: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab VI- 3

5. Perlu dilakukan tindakan rehabilitasi terhadap ekosistem terumbu karang yang telah

mengalami kerusakan dengan program transplantasi karang.

6. Perlunya pedampingan dana dari APBN/APBD Propinsi Lampung setiap tahun untuk

program pelestarian terumbu karang Teluk Lampung karena terumbu karang Teluk

Lampung mempunyai nilai strategis dalam pengembangan wisata bahari, lingkungan

hidup, penahan abrasi pantai, dan perikanan laut.

Page 160: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab VI- 1

DAFTAR REFERENSI

Agus, S.B. dan Siregar, V.P. 2004. Penginderaan Jarak Jauh Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.

Anonimous. 2007. Landsat 7 Handbook. www.brsi.msu.edu

Butler, M.J.A, M.c. Mouchot, V. Barale dan C. LeBlance. 1988. The Application of Remote Sensing Technology to Marine Fisheries: an Introductory Manual. FAO Fisheries Technical Paper: 295. Rome. 165 hal.

CRMP. 1998. Propil Perairan Pantai Propinsi Lampung. Technical Report CRMP Lampung, Bandar Lampung.

CRMP. 1998. Sumber-Sumber Pencemaran Wilayah Pesisir Lampung. Technical Report CRMP Lampung, Bandar Lampung.

CRMP. 1998. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung. Technical Report CRMP Lampung, Bandar Lampung.

Dishidros. 2003. Daftar Pasang Surut Kepulauan Indonesia. Dinas Hidro Oseanografi TNI AL. Jakarta, 524 hal.

Danoedoro dan Projo. 1996. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.

English, S., C. Wilkinson, and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine

Resources. Asean-Australia Marine Science Project. Australian Institute of Marine Science, Townsville.

Gomez, E. D. Dan H.T Yap. 1988. Monitoring Reef Conditions in: Kenchington R.A dan B.E.T Hudson (Eds). Coral Reef Management Handbook. Unesco Regional Office for Science and Technolohy for South-East Asia, Jakarta. Hal 171- 178.

KLH. 2005. Kumpulan Peraturan Pengendalian Kerusakan Pesisir dan Laut. Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan. Kemeterian Lingkungan Hidup, Jakarta.

Lillesand, T.M dan Kiefer, R.W. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (terjemahan), Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Mulyana, Y. 2006. Pedoman Standar Pelatihan Pengelolaan Berbasis Masyarakat. Proyek Pengelolaan dan Rehabilitasi Terumbu Karang. COREMAP II, DKP, Jakarta.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta, 368 hal.

Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis: Tutorial Arc View. Informatika, Bandung.

Setiabudi dan Upik Rosalina W. 1996. Petunjuk Praktis Identifikasi dan Pemetaan Vegetasi dengan menggunakan Penafsiran Citra Landsat TM; Studi Kasus Sumatera, Bogor: makalah dalam seminar Tropical Forest Dynamic, SEAMEO-BIOTROP.

Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh, Jilid 1 dan 2, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Trisakti, B. Hasyim, B. Dewanti, R. Hartuti, M. dan Winarso, G. 2003. Teknologi Penginderaan Jauh dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. LAPAN, Jakarta.

Page 161: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung Bab VI- 2

Wyrtki, K. 1961. physical Oseanography of Southeast Asian Waters. Naga Report, Vol 2. Univ. California, LA Jolla, 195 p.

Page 162: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Lampiran 2 : Arahan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang di Teluk Lampung (Mas parjito, Nama Dinas mohon direvisi sesuai dinas2

di Lampung)

No Strategi Pengelolaan Program-Program Institusi Jangka Waktu (tahun)

1- 5 th 5- 10 th 10 - 15 1 Strategi 1:Peningkatan kesadaran masyarakat

untuk melestarikan terumbu karang

1. Program penyuluhan pengelolaan terumbu karang yang berbasis masyarakat di daerah pesisir.

2. Pelatihan pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat bagi penyuluh lapangan

3. Penyadaran pelestarian terumbu karang lewat muatan lokal kurikulum SD, SMP dan SMA di daerah pesisir

4. Penyadaran pelestarian terumbu karang lewat brosur, buku bacaan anak-anak, media cetak dan media elektonik.

Dinas Pendidikan, Dinas Kelautan dan Perikanan, LSM, UNILA, TVRI, TV Swata

2 Strategi 2: Pelibatan masyarakat secara aktif untuk menjaga dan melestarikan ekosistem terumbu karang

1. Melibatkan masyarakat, instansi pemerintah, LSM, perguruan tinggi, dan pengusaha dalam berbagai usaha untuk melestarikan terumbu karang.

2. Menciptakan kader-kader motivator untuk mendukung kegiatan pelestarian terumbu karang.

3. Membentuk dan memberdayakan kelompok-kelompok/ organisasi masyarakat di kawasan perairan karang.

4. Mengembangkan prinsip-prinsip keterlibatan masyarakat pesisir dalam pengelolaan terumbu karang.

5. Memberikan pelatihan bagi tenaga –tenaga lapangan untuk memberikan pendidikan lingkungan laut serta keterlibatan publik dalam pengelolaan terumbu karang.

6. Mengembangkan koordinasi pendanaan program, antara pemerintah pusat, pemerintah Propinsi/Kabupaten, organisasi non pemerintah, BUMN/BUMD, swasta dan masyarakat untuk perberdayaan masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang.

Dinas Kelautan dan Perikanan, LSM, UNILA, Bapeda, Polisi Perairan, TNI AL

3 Strategi3: Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat ekosistem karang

1. Penyuluhan eksosistem terumbu karang dan manfaatnya

2. Melakukan program pemetaan partisipasif bersama masyarakat di wilayah pengelolaan tradisionilnya untuk melihat kondisi kondisi terumbu karang dan langkah-langkah pencegahan kerusakannya

3. Melakukan studi banding pada daerah yang maju dalam pengelolaan terumbu karangnya seperti Bali

4. Membuat pusat informasi terumbu karang di Teluk Lampung

5. Melakukan monitoring secara rutin dan seminar hasil- hasil penelitian karang di Teluk Lampung kerjasama Pemerintah Daerah, DKP Pusat, LIPI, Unila, masyarakat pesisir dan LSM.

Dinas Kelautan dan Perikanan, UNILA, LSM, Balibangda, Bapedalda

Page 163: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Lanjutan Lampiran 2 : Arahan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

No Strategi Pengelolaan Program-Program Institusi Jangka Waktu (tahun)

1- 5 th 5- 10 th 10 - 15 4 Strategi 4: Memperkuat sistem keamanan

laut untuk menjaga ekosistem terumbu karang

1. Penambahan jumlah personil, sarana dan prasarana penegakan hukum dilaut.

2. Mengadakan pelatihan-pelatihan hukum laut, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem serta undang-undang perikanan bagi aparat penegak hukum.

3. Melakukan pengawasan secara intensif terhadap berbagai motif pelanggaran yang ada di wilayah laut.

4. Mengembangkan operasi pengamanan pesisir dan laut terpadu

5. Melibatkan masyarakat dalam kegiatan operasi pengawasan di laut

6. Mengintensifkan sosialisasi terhadap produk hukum pelestarian terumbu karang yang dihasilkan.

Polisi Perairan, TNI AL, Dinas Kelautan dan Perikanan, Kejaksaan, Kejati, Biro Hukum

5 Strategi 5: Pengembangan teknologi penangkap ikan yang ramah lingkungan

1. Melakukan pelarangan dan sanksi yang tegas penggunaan bom dan racun (potas) dalam menangkap ikan di terumbu karang.

2. Pengembangan alat tangkap ikan karang yang ramah lingkungan seperti bubu

3. Pengaturan jumlah tangkapan ikan karang sesuai daya dukung perairan

4. Pengaturan jenis dan ukuran ikan karang yang boleh ditangkap

5. Bantuan modal dari pemerintah/swasta untuk pengadaan alat tangkap yang ramah lingkungan

6. Memperluas pemasaran hasil perikanan ikan karang

Dinas Perikanan dan Kelautan, Deperindag, Balibangda, Bapedalda, UNILA, Dinas Perdagangan

6 Strategi 6: Pengembangan mata pencaharian alternatif budidaya ikan karang

1. Identifikasi jenis-jenis usaha budidaya ikan karang yang potensial

2. Penyusunan studi kelayakan budidaya ikan karang

3. Pelatihan teknik budidaya ikan karang

4. Menyusun usulan kegiatan untuk memperoleh bantuan modal usaha

5. Penerapan budidaya ikan karang yang ramah lingkungan dan berbasis masyarakat

6. Evaluasi dan monitoring bersama masyarakat tentang budidaya ikan karang

Dinas Perikanan dan Kelautan, Bapeda, LSM, Unila

Page 164: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Lanjutan Lampiran 2 : Arahan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

No Strategi Pengelolaan Program-Program Institusi Jangka Waktu (tahun)

1- 5 th 5- 10 th 10 - 15 7 Strategi 7: Pelarangan penambangan karang

untuk bahan bangunan

1. Melakukan pelarangan dan sanksi yang tegas penambangan karang untuk pondasi bangunan

2. Sosialisasi ke masyarakat dan dinas-dinas terkait tentang peraturan- peraturan yang berhubungan pelarangan penambangan karang untuk bangunan

3. Sosialisasi dampak penambangan terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang

4. Menerapkan sanksi yang tegas terhadap kontraktor yang menggunakan karang sebagai pondasi bangunan

Dinas Kimpraswil, Polisi Perairan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Kejati, Bapedalda, BKSDA Lampung

8 Strategi 8: Pembuatan Perda/Peraturan lainnya untuk melindungi ekosistem terumbu karang

1. Melibatkan peran serta masyarakat secara partisipatif dalam menyusun perda pelestarian terumbu karang

2. Membahas permasalahan kerusakan terumbu karang secara bersama, untuk ditanggulangi bersama antara stakeholders.

3. Proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah dilaksanakan secara bersama dengan stakeholders terkait

4. Melibatkan pihak LSM dan swasta dalam membahas substansi rancangan peraturan daerah pelestarian terumbu karang

5. Memberdayakan masyarakat pesisir dan institusi legistatif untuk membuat kebijakan yang berbasis masyarakat pada pengelolaan terumbu karang

Dinas Kelautan dan Perikanan, DPRD, LSM, UNILA, Bapedalda, Balibangda, Biro Hukum, BKSDA Lampung

9 Strategi 9: Koordinasi terpadu antar lintas sektoral dalam pelestarian terumbu karang

1. Mengembangkan misi dan visi yang sama dalam pengelolaan terumbu karang dinas terkait di Propinsi Lampung.

2. Menghilangkan egosektoral dalam pengelolaan terumbu karang

3. Melibatkan peran serta masyarakat, pemuda, LSM, Perguruan Tinggi, tokoh adat secara partisipatif dalam menyusun kebijakan pengelolaan terumbu karang.

4. Memberdayakan masyarakat pesisir dan institusi legistatif untuk membuat kebijakan yang mengakar pada masyarakat bawah

5. Menumbuhkan lagi adat istiadat pesisir yang berwawasan lingkungan di Propinsi Lampung untuk pelestarian terumbu karang.

Bapeda, Dinas Kelautan dan Perikanan, LSM, Balitbangda, UNILA, TNI AL, Polisi Perairan, BKSDA Lampung

Page 165: Terumbu Karang Teluk Lampung Ok

Lanjutan Lampiran 2 : Arahan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang di Teluk Lampung

No Strategi Pengelolaan Program-Program Institusi Jangka Waktu (tahun)

1- 5 th 5- 10 th 10 – 15 10 Strategi 10: Pengembangan mata

pencaharian alternatif wisata bahari berbasis masyarakat.

1. Peningkatan promosi wisata bahari ke Teluk Lampung melalui pameran, brosur, TV, internet dan kerja sama biro perjalanan dan hotel

2. Mengundang investor wisata bahari ke Teluk Lampung 3. Mempermudah perijinan usaha wisata bahari 4. Penyediaan akses modal berusaha melalui kredit pada

bank. 5. Peningkatan jasa angkutan laut sebagai sarana

penghubung antar pulau kecil di Teluk Lampung 6. Pelatihan pengelolaan wisata bahari bagi aparat dinas

pariwisata dan pelaku wisata bahari 7. Studi banding ke daerah lain yang sudah maju dalam

wisata bahari seperti Bali dan Bunaken

Dinas Pariwisata, Dinas Tenaga Kerja, Dinas kelautan dan Perikanan, Bank BUMN

dan Swasta, Dinas Perhubungan,

11 Strategi 11: Pengembangan program rehabilitasi karang dengan transplantasi.

1. Menentukan lokasi-lokasi yang cocok untuk daerah transplantasi karang

2. Mencari jenis-jenis karang yang cocok untuk bibit transplantasi

3. Bimbingan teknis penyelaman (diving) terhadap masyarakat yang terlibat dalam transplantasi karang

4. Penyusunan Buku Petunjuk Teknis Transplantasi Karang

5. Pilot proyek transplantasi karang hias untuk tujuan komersial yang berbasis masyarakat

6. Pilot proyek transplantasi karang untuk tujuan ekowisata

Dinas Kelautan dan Perikanan, BKSDA Lampung, Bapedalda, Balitbangda, P3O-

LIPI, UNILA, LSM

12 Strategi 12: Pengembangan dan pengawasan Daerah Perlindungan Laut (DPL)

1. Penambahan daerah DPL baru di Teluk Lampung dengan persetujuan masyarakat dan Pemerintah Daerah

2. Pengenalan kepada masyarakat dan sosialisasi program- progran DPL

3. Pelatihan, pendidikan, dan pengembangan kapasitas masyarakat dalam mengelola DPL

4. Sosialisasi peraturan-peraturan DPL yang telah ada dan pembuatan peraturan baru sesuai dengan dinamika masyarakat

5. Penataan ruang laut untuk berbagai keperluan 6. Meningkatkan pengawasan dan Penegakan hukum

terhadap kegiatan yang merusak karang 7. Pembukaan jalur transportasi langsung yang dapat

menunjang pengembangan wisata bahari dan perikanan

Dinas Kelautan dan Perikanan, BKSDA Lampung, Polisi Perairan, TNI AL, Bapeda,

Bapedalda, balitbangda, UNILA, LSM, Dinas Kehutanan