teori kepatuhan

Upload: hana-tazkiyatun-nisa

Post on 09-Oct-2015

169 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

teori kepatuhan

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kepatuhan

    1. Pengertian

    Sackett (1976) dalam Niven (2000) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai

    sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional

    kesehatan.

    Sedangkan menurut Sarafino dalam Bart Smet (1994) kepatuhan atau ketaatan

    (complience atau andherance) adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan

    perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain.

    2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

    Menurut Feuerstein et al (1986) dalam Niven (2000), faktor-faktor yang mendukung

    kepatuhan pasien antara lain :

    a. Pendidikan

    Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan

    tersebut merupakan pendidikan yang aktif, seperti penggunaan buku-buku dan kaset

    oleh pasien secara mandiri.

    b. Akomodasi

    Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat

    mempengaruhi kepatuhan dalam pengobatan.

    c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

    Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman.

    Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan

    program-program pengobatan.

    d. Perubahan Model Terapi

    Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien terlibat

    aktif dalam pembuatan program tersebut.

    e. Meningkatkan Interaksi profesional kesehatan dengan pasien

  • Adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah

    memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan informasi tentang

    kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan

    kondisi seperti itu.

    Menurut skiner ( 1938 ) dalam Notoatmojo ( 2007 ) bahwa kepatuhan minum

    obat pada penderita merupakan suatu perilaku terbuka (overt behaviour ). Perilaku

    tersebut muncul akibat adanya operant respont atau instrumental respon yaitu respon

    yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

    Kepatuhan minum obat (medication compliance) adalah mengkonsumsi obat-

    obatan yang diresepkan dokter pada waktu dan dosis yang tepat. Pengobatan hanya akan

    efektif apabila penderita mematuhi aturan dalam penggunaan obat (Kusbiyantoro, 2002).

    Teori lain yang mengungkapkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

    perilaku kesehatan diantaranya adalah teori Lawrence Green.

    Menurut teori Lawrence Green perilaku ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu :

    a. Faktor- faktor Predisposisi ( predisposing factor )

    Faktor ini mencakup pengetahuan, sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan

    kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,sistim

    nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan

    sebagainya.

    Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil,

    diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa

    kehamilan baik bagi ibu sendiri maupun bagi janinnya.Disamping itu ,kadang-

    kadang kepercayaan,tradisi dan system nilai masyarakat juga dapat menghambat atau

    mendorong masyarakat untuk berperilaku kesehatan.

    Berbagai faktor demografi seperti keadaan sosial ekonomi, umur, jenis kelamin,

    secara tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat.

    b. Faktor-faktor pendukung ( Enabling factor )

    Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi

    masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan

    yang bergizi, dan sebagainya.Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti

  • puskesmas,rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau

    bidan praktik swasta, dan sebagainya.Untuk berperilaku sehat, masyarakat

    memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya

    mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.

    c. Faktor- faktor pendorong ( Reinforcing factor )

    Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas lain, teman,

    guru, dukungan dari keluarga dan masyarakat. Undang-undang, peraturan-peraturan,

    baik dari pusat maupun pemerintah daerah juga termasuk dalam faktor ini. Menurut

    L.Green, dorongan dari rekan kerja, pimpinan, tenaga kesehatan, dan anggota

    keluarga. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu

    pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan

    perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas,

    lebih-lebih petugas kesehatan.Disamping itu undang-undang juga memperkuat

    perilaku kesehatan masyarakat.seperti perilaku pemeriksaan kehamilan.

    Menurut Notoatmojo(2007) perilaku terbentuk dalam suatu proses dan

    berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang

    memegang peranan di dalam pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yakni

    faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat,

    emosi, dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Faktor ekstern

    meliputi objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran

    dalam mewujudkan perilakunya. Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi

    perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat

    diterima oleh lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.

    Sedangkan menurut Saparinah Sadli (1982) dalam Notoatmojo (2007) bahwa

    hubungan individu dengan lingkungan sosial keluarga saling mempengaruhi. Sikap dan

    kebiasaan anggota keluarga mengenai kesehatan akan mempengaruhi perilaku individu.

    3. Faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan

    Menurut Niven (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat

    digolongkan menjadi empat bagian antara lain :

  • a. Pemahaman tentang instruksi

    Tak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang

    diberikan kepadanya.Ley dan Spelman ( 1967 ) menemukan bahwa lebih dari 60%

    yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang intruksi

    yang diberikan kepada mereka

    Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien ditemukan oleh DiNicola

    dan Di Matteo (1984):

    1) Buat instruksi tertulis dan mudah diinterpretasikan

    2) Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-hal lain.

    3) Maka akan ada efek keunggulan, yaitu mereka berusaha mengingat hal-hal

    yang pertama kali tertulis.Efek keunggulan ini telah terbukti mampu menguatkan

    ingatan tentang informasi-informasi medis (Ley 1972).

    4) Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum (non medis) dan hal

    penting perlu ditegaskan.

    b. Kualitas Interaksi

    Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dengan pasien merupakan bagian

    yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

    c. Isolasi sosial dan keluarga

    Keluarga menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan

    nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan

    yang mereka terima.

    Prat ( 1976 ) dalam Niven ( 2000 ) mengatakan bahwa keluarga juga memberi

    dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang

    sakit.

    d. Keyakinan, sikap dan Kepribadian

    Becker et al ( 1979 ) telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan

    berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.

    Dinicola dan DiMatteo ( 1984 ) mengusulkan 5 titik rencana untuk mengatasi

    ketidakpatuhan pasien :

  • a. Satu syarat untuk semua rencana menumbuhkan kepatuhan adalah mengembangkan

    tujuan kepatuhan (dari teori tindakan berdasarkan rasional).

    b. Perilaku sehat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan,oleh karena itu perlu dikembangkan

    satu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga untuk

    mempertahankan perubahan tersebut.

    c. Pengontrolan perilaku sering kali tidak cukup untuk mengubah perilaku itu

    sendiri.Faktor kognitif juga berperan penting.

    d. Dukungan Sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga lain,

    teman, waktu dan uang merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan terhadap

    program-program medis.

    e. Dukungan dari profesional kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi

    perilaku kepatuhan.

    B. Peran Keluarga sebagai PMO

    1. Pengertian Peran

    Nye (1976) dalam Friedman (2003), peran adalah menunjukkan beberapa set

    perilaku yang kurang lebih bersifat homogen yang didefinisikan dan diharapkan secara

    normatif dari seorang okupan dalam situasi sosial tertentu. Peran didasarkan pada

    preskripsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus

    lakukan dalam situasi-situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka

    sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.

    Peran adalah pola sikap perilaku nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang

    berdasarkan posisi di masyarakat. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat

    perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan denganindividu dalam posisi

    dan situasi tertentu.Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola

    perilaku dari keluarga, kelompok, masyarakat (Effendy, 1998)

    2. Peranan Keluarga

    a. Peran Formal

    Murray dan Zentner, (1975, 1985) dalam Friedman (2003), peran formal

    keluarga berkaitan dengan setiap posisi formal keluarga, peran-peran terkait, yaitu

    sejumlah perilaku yang kurang kebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran

  • secara merata kepada para anggota keluarga seperti cara masyarakat membagi peran-

    perannya menurut bagaimana pentingnya pelaksanaaan peran bagi berfungsinya

    suatu sistem.

    Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga (pencari nafkah, ibu

    rumah tangga, tukang perbaiki rumah, sopir, pengasuh anak, manajer keuangan,

    tukang masak). Jika dalam keluarga hanya terdapat sedikit orang yang memenuhi

    peran ini, dengan demikian lebih banyak tuntutan dan kesempatan anggota keluarga

    untuk memerankan beberapa peran pada waktu yang berbeda. Jika seorang anggota

    keluarga meninggalkan rumah dan karenanya ia tidak memenuhi suatu peran, maka

    anggota keluarga lainnya mengganti kekosongan perannya agar peran tersebut tetap

    berfungsi.

    Berbagai peranan formal masing-masing anggota keluarga adalah sebagai

    berikut :

    1) Peranan Ayah

    Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak berperan sebagai pencari nafkah,

    pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai

    anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari

    lingkungannya.

    2) Peranan Ibu

    Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk

    mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,

    pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai

    anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan

    sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

    3) Peranan Anak

    Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat

    perkembangannya, baik fisik, mental, sosial, dan spiritual

    ( Effendy, 1998).

    b. Peran Informal

    Peran-peran informal ini tidak bisa menghasilkan stabilitas keluarga. Ada

    beberapa yang bersifat adaptif dan ada pula yang merusak kesejahteraan keluarga.

  • Berikut ini adalah beberapa contoh peran-peran informal atau tertutup yang

    digambarkan dalam literatur (Benne and Sheats, 1948; Hartman dan Laird, 1983,

    Kantor dan Lehr, 1975; Satir, 1972; Vogel dan Bell, 1960) dalam Friedman (2003):1)

    Pendorong, 2) Pengharmonis, 3) Inisiator-kontributor, 4) Pendamai, 5) Penghalang,

    6) Dominator, 7) Penyalah, 8) Pengikut, 9) Pencari pengakuan, 10) Martir, 11) Keras

    hati, 12) Sahabat, 13) Kambing hitam keluarga, 14) Penghibur, 15) Perawat keluarga,

    adalah orang yang terpanggil untuk merawat dan mengasuh anggota keluarga lain

    yang membutuhkan, 16) Pioner keluarga, 17) Distraktor dan orang yg tidak relavan,

    18) Koordinator keluarga, 19) Penghubung keluarga, 20) Saksi.

    Peran keluarga sebagai perawat keluarga menurut Anne Mc.Murray (2003)

    adalah merawat anggota keluarga yang sakit,terutama anggota keluarga yang sakit

    kronis,dan pengawasan yang ditingkatkan (increased supervision), contohnya dokter

    mendiskusikan dengan keluarga tentang pentingnya pengobatan.

    Dalam pengobatan TB paru, peran keluarga adalah sebagai pengawas

    keteraturan pasien dalam minum obat ( PMO ). PMO ini yang akan selalu mengawasi

    dan mengingatkan pasien untuk minum obat, kapan obatnya habis dan kapan harus

    mengambil obat lagi di puskesmas (ISMKI, 2010).

    1) Persyaratan PMO

    Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan

    maupun penderita,selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita,

    seseorang yang tinggal dekat dengan penderita, bersedia membantu dengan

    sukarela, bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

    penderita.

    2) Siapa yang menjadi PMO

    Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan,misalnya bidan didesa, perawat,

    pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas

    kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,

    PKK, atau tokoh masyarakat lainnya, atau anggota keluarga.

    3) Tugas PMO

    Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secara teratur sampai selesai

    pengobatan, memberikan dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur,

  • mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu yang telah

    ditentukan, memberi penyuluhan kepada anggota keluarga penderita TBC yang

    mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan dirinya ke

    unit pelayanan kesehatan.

    4) Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan.

    TBC bukan penyakit keturunan atau kutukan, TBC dapat disembuhkan dengan

    berobat secara teratur, Tata laksana pengobatan penderita pada tahap intensif dan

    lanjutan, Pentingnya berobat secara teratur, karena itu pengobatan perlu diawasi,

    Efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi efek samping

    obat tersebut, Cara penularan dan mencegah penularan(Depkes RI, 2008)

    C. Tuberculosis Paru

    1. Pengertian

    Tuberculosis ( TB ) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

    mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi (Mansjoer, Arif, 1999).

    Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh

    lainnya ( Depkes RI, 2008 ).

    2. Manifestasi Klinis

    a. Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum,

    malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.

    b. Pasien TB paru menampakkan gejala klinis yaitu tahap asimtomatis, gejala TB paru

    yang khas, kemudian stagnasi dan regresi, eksaserbasi yang memburuk, gejala

    berulang dan menjadi kronik

    c. Pada pemeriksaan fisik,dapat ditemukan tanda-tanda antara lain terdapat tanda-tanda

    infiltrat (redup, bronkial, ronki basah dan lain-lain), tanda-tanda penarikan paru,

    diafragma dan mediastinum, sekret disaluran nafas danronki, suara nafas amforik

    karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus ( Mansjoer

    Arif,1999).

    3. Cara Penularan

    Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif. Pada waktu batuk atau

    bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).

  • Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama

    beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran

    pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,

    melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran

    langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC

    ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (

    Depkes RI, 2008 ).

    Daya penularan dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

    dikeluarkan oleh parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin

    menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif ( tidak terlihat kuman ),

    maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

    4. Diagnosis

    a. Anamnesa dan pemeriksaaan fisik

    b. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis).

    c. Foto toraks PA dan lateral.

    Gambaran foto toraks yang menunjukkan diagnosis TB paru yaitu bayangan

    lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah, bayangan

    berawan (patchy) atau berbercak (nodular), adanya kavitas, tunggal atau ganda,

    kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru, adanya kalsifikasi, bayangan

    menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian, bayangan milier.

    d. Pemeriksaan Sputum BTA

    Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, tetapi pemeriksaan

    ini tidak sensitif karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis berdasarkan

    pemeriksaan ini.

    e. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

    Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen

    imunoperoksidase staining untuk menentukan IgG spesifik terhadap basil TB

    f. Tes Mantouk/tuberkulin

  • g. Teknik Polimerase Chain Reaction

    Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai

    tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam

    spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi

    h. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System ( BACTEC )

    Deteksi Growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme

    asam lemak oleh M.tuberculosis.

    i. Enzyme Linked Immunosorbent Assay

    Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang

    terjadi.Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga

    menimbulkan masalah.

    j. MYCODOT

    Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada

    suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien.

    Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan

    berubah.

    5. Klasifikasi Diagnostik TB

    a. TB paru

    1) BTA mikroskopik langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto thorak

    menyokong TB, dan gejala klinis sesuai TB

    2) BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rontgen dan klinis

    sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB (initial

    therapy).Pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat.

    b. TB paru tersangka

    Diagnosis pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA

    didapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau

    belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan

    rontgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat dimulai.

    c. Bekas TB ( tidak sakit )

  • Ada riwayat TB pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau

    gambaran rongen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum

    BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati (Mansjoer Arif, 1998).

    6. Komplikasi pada Penderita Tuberculosis

    Komplikasi berikut ini sering terjadi pada penderita stadi lanjut :

    a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan

    kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.

    b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

    c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat

    pada proses pemulihan atau reaktif).

    d. Pneumotorak (adanya uara didalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena

    kerusakan jaringan paru.

    e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan

    sebagainya.

    f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

    Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.

    Penderita TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA Negatif)

    masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini sering kali dikelirukan dengan kasus

    kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup

    diberikan pengobatan simtomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit

    spesialis (Depkes RI, 2008).

    7. Pengobatan Tuberkulosis

    a. Tujuan

    Menyembuhkan penderita, Mencegah kematian,Mencegah kekambuhan

    ,Menurunkan tingkat penularan

    b. Jenis dan Dosis OAT

    1) Isoniasid (H)

    Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman

    dalam beberapa hari pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam

    keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian

  • yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali

    seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB .

    2) Rifampisin (R)

    Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-domant (persister) yang tidak

    dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk

    pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

    3) Pirasinamid (Z)

    Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

    suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kg BB, sedangkan untuk

    pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

    4) Streptomisin (S)

    Bersifat bakterisid, Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk

    pengobatab intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita

    berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60

    tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.

    5) Etambutol (E)

    Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15mg/kg BB

    sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis

    30mg/kg BB.

    c. Prinsip Pengobatan

    Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dalam

    jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan supaya semua kuman (termasuk

    kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan

    sebagai dosis tunggal sebaiknya pda saat perut kosong. Apabila paduan obat yang

    digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC

    akan berkembang meniadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan

    penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung

    (DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

    Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.

    Tahap Intensif

  • Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi

    langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama

    rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

    penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian

    penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan

    intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk terjadinya

    kekebalan obat.

    Tahap Lanjutan

    Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

    jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

    persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

    d. Panduan OAT di Indonesia

    1) Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

    Obat ini diberikan untuk Penderita baru TBC Paru BTA Positif,Penderita

    TBC Paru BTA negatif Rontgen Positif yang sakit berat, Penderiata TBC Ekstra

    Paru Berat

    Tabel 2.1 Dosis panduan OAT KDT Kategori I: 2(HRZE)/4(HR)3

    Berat badan Tahap intensif

    Tiap hari selama 56 hari

    RHZE (150/75/400/275)

    Tahap lanjutan

    3 kali seminggu selama 16

    minggu

    RH(150/150)

    30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

    38-54 kg 3 Tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

    55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

    71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

    Tabel 2.2 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1:2HRZE/ 4H3R3

    Tah

    ap

    Pen

    goba

    tan

    Lam

    a

    Pen

    goba

    tan

    Dosis Per Hari /kali Jumlah

    Hari/ka

    li

    menela

    n obat

    Tablet

    Isonias

    id

    @300

    mgr

    Tablet

    Rifampis

    in @450

    mgr

    Tablet

    Pirazinam

    id @500

    mgr

    Tablet

    Etambut

    ol @

    250 mgr

    Inte

    nsif

    2

    bula

    n

    1 1 3 3 56

    Lanj

    utan

    4

    bula

    n

    2 1 48

    2) Kategori 2: 2(HRZE)S/HRZE/5(HR)3E3

  • Obat ini diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal

    (failure), penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

    Tabel 2.3 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(2HRZE)/(HRZE)/5(HR)3E3

    Berat Badan Tahap Intensif Tiap Hari HRZE

    (150/75/400/275)+S

    Tahap Lanjutan 3

    Kali seminggu RH

    (150/150)+E (400) Selama 56

    hari

    Selama 28 hari

    30-37 kg 2 tab 4 KDT +

    500 mg

    Streptomisin

    inj.

    2 tab 4KDT 2tab 4KDT + 2tab

    Etambutol

    38-54 kg 3tab 4KDT +

    750 mg

    Streptomisin

    inj

    3tab 4KDT 3tab 2KDT + 3tab

    Etambutol

    55-70 kg 4tab 4KDT +

    1000 mg

    Streptomisin

    inj

    4tab 4KDT 4tab 2KDT + 4TAB

    Etambutol

    Lebih dari 71 kg 5tab 4KDT +

    1000 mg

    Streptomisin

    inj

    5tab 4KDT 5tab 2KDT + 5tab

    Etambutol

    Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3

    T

    a

    h

    a

    p

    P

    e

    n

    g

    o

    b

    a

    t

    a

    L

    a

    m

    a

    P

    e

    n

    g

    o

    b

    a

    t

    a

    n

    Tabl

    et

    Isoni

    asid

    @

    300

    mgr

    Kaplet

    Rifam

    pisin

    @ 450

    mgr

    Tablet

    Pirazin

    amid

    @ 500

    mgr

    Etambutol Strepto

    misin

    inj

    Juml

    ah

    hari/

    kali

    mene

    lan

    obat

    Tab

    let

    @

    250

    mg

    r

    Tabl

    et @

    400

    mgr

  • n

    T

    a

    h

    a

    p

    I

    n

    t

    e

    n

    s

    i

    f

    (

    d

    o

    s

    i

    s

    h

    a

    r

    i

    a

    n

    )

    2

    b

    u

    l

    a

    n

    1

    b

    u

    l

    a

    n

    1

    1

    1

    1

    3

    3

    3

    3

    -

    -

    0,75

    -

    56

    28

    T

    h

    a

    p

    L

    a

    n

    j

    u

    t

    a

    n

    (

    3

    x

    s

    e

    m

    i

    n

    g

    g

    u

    )

    4

    b

    u

    l

    a

    n

    2 1 - 1 2 - 60

  • Catatan:

    untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

    streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

    Untuk perempuan hamil pengobatan TB dalam kaedaan khusus

    Cara melarutkakn Streptmisin vial 1 gr yaitu dengan menambahkan

    aquabidest 3,7ml sehingga menjadi 4ml (1ml=250mg)

    3) OAT Sisipan ( HRZE )

    Bila pada akhir tahap intensif penderita baru BTA positif dengan kategori

    1 atau penderita PTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil

    pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari

    selama 1 bulan

    Tabel 2.5 Dosis KDT sisipan : (HRZE)

    Berat

    badan

    Tahap Intensif tiap Hari Selama 28 Hari HRZE

    (150/75/400/275)

    30-37kg 2tab 4KDT

    38-54kg 3tab 4KDT

    55-70kg 4tab 4KDT

    Lebih dari

    70kg

    5tab 4KDT

    Tabel 2.6 Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE

    Tah

    ap

    Pen

    goba

    tan

    Lam

    a

    Pen

    goba

    tan

    Tablet

    Isoniasi

    d

    @300

    mg

    Kaplet

    Rifampis

    in

    @450mg

    Tablet

    Pirazinam

    id

    @500mg

    Tablet

    Etambut

    ol

    @250m

    g

    Jumlah

    hari/ka

    li

    Menela

    n Obat

    Tah

    ap

    inte

    nsif

    (dos

    is

    hari

    an)

    1

    bula

    n

    1 1 3 3 28

    e. Efek Samping OAT

  • Tabel 2.7 Efek samping ringan dari OAT

    Efe

    k

    Sa

    mpi

    ng

    Penyebab Penanganan

    Tid

    ak

    nafs

    u

    mak

    an,

    mua

    l,

    saki

    t

    per

    ut

    Rifampisin Obat diminum malam

    sebelum tidur

    Nye

    ri

    sen

    di

    Pirazinamid Beri Aspirin

    Kes

    emu

    tan

    sam

    pai

    den

    gan

    rasa

    terb

    akar

    di

    kaki

    INH Beri vitamin B6

    (pyridoksin) 100mg per

    hari

    War

    na

    kem

    erah

    an

    pad

    a

    urin

    e

    Rifampisin Tidak perlu diberi apa-

    apa, tetapi perlu

    penjelasan kepada

    penderita

    Tabel 2.8 Efek samping berat dari OAT

    Efe

    k

    sam

    pin

    g

    Penyebab Penatalaksanaan

    Gat

    al

    dan

    kem

    Semua jenis OAT Berikan anti histamin

  • erah

    an

    kuli

    t

    Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan,

    ganti Etambutol

    Gan

    ggu

    an

    Kes

    eim

    ban

    gan

    Streptomisin Streptomisin dihentikan,

    ganti Etambutol

    Ikte

    rus

    tanp

    a

    pen

    yeb

    ab

    lain

    Hampir semua OAT Hentikan semua OAT

    sampai ikterus

    menghilang

    Bin

    gun

    g

    dan

    mu

    ntah

    -

    mu

    ntah

    (per

    mul

    aan

    ikte

    rus

    kare

    na

    obat

    )

    Hampir semua OAT Hentikan semua OAT,

    segera lakukan tes fungsi

    hati

    Gan

    ggu

    an

    Pen

    glih

    atan

    Etambutol Hentikan Etambutol

    Pur

    pur

    a

    dan

    Ren

    jata

    n

    (syo

    k)

    Rifampisin Hentikan Rifampisin

  • f. Hasil Pengobatan dan tindak lanjut

    1) Sembuh

    Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya

    secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) paling sedikit 2 kali

    berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada akhir pengobatan dan atau sebulan

    sebelum akhir pengobatan, dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya ).

    Tindak lanjut : penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya

    memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap

    2) Pengobatan lengkap

    Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi

    tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif.

    Tindak lanjut : penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya

    memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap.

    3) Meninggal

    Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab

    apapun.

    4) Pindah

    Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/kota lain

    Tindak lanjut : penderita yang ingin pindah dibuatkan surat pindah (form TB.09)

    dan bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil pengobatan dikirim

    kembali ke UPK asal dengan formulir TB.10.

    5) Defaulted atau Drop Out

    Adalah penderita yang tidak mengambil obatnya 2 bulan berturut-turut atau lebih

    sebelum masa pengobatannya selesai.

    Tindak lanjut : lacak penderita tersebut dan beri penyuluhan pentingnya berobat

    secara teratur.

    6) Gagal

  • a) Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

    kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan.

    Tindak lanjut : penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan

    kategori 2 mulai dari awal.

    b) Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke

    2 menjadi positif

    Tindak lanjut : berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal

    g. Directly Observed Treatment Shortcourse ( DOTS )

    DOTS adalah nama untuk suatu strategi yang dilaksanakan dipelayanan kesehatan

    dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB.

    Strategi ini terdiri dari 5 komponen, yaitu :

    1) Dukungan politik para pemimpin di wilayah setiap jenjang sehingga program ini

    menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan tersedia.

    2) Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui

    pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara pasir.

    3) Pengawas Minum Obat ( PMO ) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik

    oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum

    seluruh obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa pasien betul minum obatnya

    dan diharapkan sembuh pada akhir masa pengobatannya.

    4) Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari sisten

    surveilans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.

    5) Paduan obat anti TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka

    waktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan pengobatan (Depkes RI,

    2008)

  • D. Kerangka Teori

    Faktor Predisposisi:

    Pengetahuan,

    Pendidikan

    Sikap,

    Kepercayaan

    Nilai

    Faktor Pendukung:

    Tersedianya sarana dan

    fasilitas kesehatan

    Faktor Pendorong:

    Keluarga

    Masyarakat

    Teman

    Guru

    Petugas Kesehatan

    Masyarakat

    Perilaku kesehatan :

    kepatuhan minum obat

    Pendidikan

    Akomodasi

    Modifikasi factor

    lingkungan dan social

    Perubahan model terapi

    Meningkatkan interaksi

    profesional kesehatan

    dengan pasien

  • Gambar 1 : Kerangka teori modifikasi dari L.Green dan Niven (2000)

    E. Kerangka Konsep

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Peran Keluarga

    Sebagai Pengawas

    Minum Obat

    Gambar.2 Kerangka konsep penelitian

    F. Variabel Penelitian

    Variabel bebas dari penelitian ini adalah peran keluarga sebagai pengawas

    minum obat (PMO),sedangkan variabel terikat terikat dari penelitian ini adalah kepatuhan

    minum obat penderita TB paru

    G. Hipotesis

    Ada hubungan antara peran keluarga sebagai pengawas minum obat (PMO)

    dengan kepatuhan minum obat penderita TB paru

    Kepatuhan Minum Obat

    penderita TB paru