2011 ki pemeriksaan kepatuhan internal

Upload: ika-arrizka-mahmud

Post on 10-Oct-2015

125 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI

    KEPATUHAN INTERNAL

    KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

    BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

    PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

    2011

    Disusun Oleh:

    Bambang Semedi, S.H. (Widyaiswara Utama)

    Surono, S.Sos., M.Si. (Widyaiswara Muda)

  • DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI

    KEPATUHAN INTERNAL

    KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

    BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

    PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

    2011

    Disusun Oleh:

    Bambang Semedi, S.H. (Widyaiswara Utama)

    Surono, S.Sos., M.Si. (Widyaiswara Muda)

  • DTSS Kepatuhan Internal i

  • DTSS Kepatuhan Internal ii

    Halaman

    HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR GAMBAR. iv PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL.. v PETA KONSEP MODUL. vi

    A PENDAHULUAN 1 Deskripsi Singkat 1 2 Prasyarat Kompetensi 3 3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ................................. 3 4 Relevansi Modul .. 4

    B KEGIATAN BELAJAR 1 Kegiatan Belajar 1:

    Teknik Pemeriksaan Kepatuhan Internal 1.1. Uraian dan Contoh

    a. Gambaran umum.. 1. Pemeriksaan Kepatuhan Internal dalam Kerangka

    SPI ....................................................................... 2. Konsep Dasar Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    b. Teknik Pengumpulan dan Analisis Informasi ..................1. Sumber Informasi .. 2. Teknik Pengumpulan Informasi..................................3. Analisis Informasi

    c. Teknik Pemeriksaan . 1. Pemeriksaan Kepatuhan Internal2. Teknik Pemeriksaan terhadap terperiksa dan

    Saksi .. d. Teknik Pembuktian dan Rekomendasi Pengenaan

    sanksi......................................................................... 1. Sistem Pembuktian. 2. Azas-azas Pembuktian.3. Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Kepatuhan

    Internal

    5

    5 8

    10 12 26 29 29

    37

    50 50 52

    53

    1.2. Latihan . 54 1.3. Rangkuman 54 1.4. Tes Formatif 1 . 57 1.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ............................................ 60

    DAFTAR ISI

  • DTSS Kepatuhan Internal iii

    2 Kegiatan Belajar 2 : Pemberkasan

    2.1. Uraian dan Contoh a. Teknik Pemberkasan

    1. Administrasi Pemberkasan..2. Penyusunan Berita Acara Wawancara 3. Penyusunan Resume Hasil Pemeriksaan

    Kepatuhan Internal .. b. Prosedur Pelaporan dan Pemantauan Tindak Lanjut......

    1. Laporan Hasil Pemeriksaan 2. Pemantauan Tindak Lanjut .

    c. Pengenalan contoh-contoh kasus1. Resume Kasus I 2. Resume Kasus II

    61 61 62 65

    73 75 75 76 77 77 86

    2.2. Latihan .. 91 2.3. Rangkuman 92 2.4. Tes Formatif 2 .. 94 2.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ......................................... 97

    PENUTUP.. 99 TES SUMATIF. 100 KUNCI JAWABAN. 106 LAMPIRAN 107 DAFTAR PUSTAKA. 112

  • DTSS Kepatuhan Internal iv

    Nomor Judul Gambar Halaman 1.1 Kegiatan Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    Dalam Kerangka SPI ....................................................

    7 1.2 Kegiatan Pemeriksaan Kepatuhan Internal.. 10 1.3 Prinsip-Prinsip Penanganan Informasi.. 18 1.4 Mekanisme Pengumpulan Informasi Berdasarkan

    Pengaduan Masyarakat..............................................

    20 1.5 Contoh Formulir Pengaduan dan Pujian....................... 24 1.6 Mekanisme Penanganan LHPK. 25 1.7 Mekanisme Penanganan Informasi Yang Berasal dari

    Laporan Pengawasan Pelaksanaan Tugas.

    26 1.8 Mekanisme Penanganan Informasi Yang Berasal dari

    Perintah Tertulis Dirjend/Kepala Kantor.....................

    28 1.9 Mekanisme Pemeriksaan Khusus Kepatuhan

    Internal

    35

    DAFTAR GAMBAR

  • DTSS Kepatuhan Internal v

    Sebelum anda mempelajari modul Sistem Pengawasan Pelaksanaan Tugas dan Evaluasi Kinerja ini, sebaiknya anda membaca terlebih dahulu petunjuk penggunaan berikut ini.

    1) Untuk mencapai hasil belajar yang optimal pada modul Sistem Pengawasan Pelaksanaan Tugas dan Evaluasi Kinerja KPU dan KPPBC Tipe Madya, pertama kali Anda perlu membaca dan memahami peta konsep modul yang kami berikan. Peta konsep ini memberikan pemahaman mengenai kompetensi apa saja yang harus dikuasai hingga tercapai standar kompetensi yang diinginkan.

    2) Untuk mempelajari modul ini hendaknya Anda mengkomparasi antara teori yang diberikan dengan praktek-praktek yang dilaksanakan, dengan jalan mengakses informasi baik melalui website resmi Kantor-kantor Pelayanan Utama dan Kantor-kantor Tipe Madya, maupun dari sumber-sumber refernsi lainnya.

    3) Materi Modul ini disusun untuk mendukung proses pembelajaran mata diklat Sistem Pengawasan, dengan alokasi waktu belajar sebanyak 32 Jam Pelajaran (32 JP). Pengertiannya bahwa materi modul ini akan diselesaikan selama kurang lebih 1.440 Jam Pelajaran (@ 45 menit). Agar lebih efektif, sebaiknya Aanda mempelajari secara mandiri terlebih dahulu pokok bahasan yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran di kelas.

    4) Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman (TP) Anda pada modul ini, pada tiap-tiap selesai kegiatan belajar telah tersedia tes formatif dan pada akhir modul ini telah disediakan tes sumatif sebagai sarana untuk mengukur hasil belajar Anda secara mandiri.

    5) Demi mencapai tujuan hasil pembelajaran yang optimal pada peserta diklat, para Widyaiswara dengan tangan terbuka siap untuk membantu Anda baik di kelas maupun di luar kelas untuk memahami materi-materi yang tersaji dalam modul ini.

    PETUNJUK PENGGUNAAN

    MODUL

  • DTSS Kepatuhan Internal vi

  • DTSS Kepatuhan Internal 1

    1. DESKRIPSI SINGKAT

    Program reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh Departemen Keuangan sejak tahun 2004, telah membap a angin perubahan yang sangat besar dampaknya bagi seluruh institusi di jajaran Departemen Keuangan. Masing-masing unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

    (DJBC) dituntut untuk membuktikan kepada masyarakat Indonesia bahwa program reformasi birokrasi yang dijalankan akan menciptakan pengelolaan keuangan negara yang profesional, efisien dan efektif serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

    Pelaksanaan reformasi birokrasi Departemen Keuangan dibangun atas tiga pilar utama, yaitu: penataan organisasi, perbaikan proses bisnis dan peningkatan kualitas manajemen sumber daya manusia (SDM). Salah satu bentuk pelaksanaan program reformasi birokrasi dalam sistem pengendalian internal yang dijalankan oleh DJBC adalah Unit Kerja Kepatuhan Internal atau yang biasa disingkat UKKI.

    Tujuan utama pembentukan unit pengendalian internal tersebut adalah untuk menjamin bahwa setiap unit kerja di dalam organisasi dan juga seluruh individu yang terlibat di dalamnya telah melaksanakan tugas dengan baik sesuai standar operating prosedure (SOP) yang telah ditetapkan.

    Dengan latar belakang tersebut, modul pemeriksaan Kepatuhan Internal ini disusun secara khusus untuk diajarkan pada DTSS Kepatuhan Internal. Modul ini penting untuk diajarkan pada Diklat Kepatuhan Internal agar para pegawai yang bertugas pada Unit Kerja Kepatuhan Internal KPU dan KPPBC

    A. PENDAHULUAN

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 2

    Tipe Madya dapat melaksanakan tugas pemeriksaan Kepatuhan Internal dengan baik dan profesional. Disamping hal tersebut, peran penting yang juga harus dijalankan oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal adalah mengawal jalannya organisasi agar sesuai dengan arah yang telah digariskan dalam Rencana Strategis Organisasi.

    Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai penyajian materi pembahasan, modul ini disusun dalam dua kegiatan belajar. Materi yang akan disajikan pada kegiatan belajar pertama berkaitan dengan teknik pemeriksaan Kepatuhan Internal. Materi bahasannya akan mencakup pada empat pokok bahasan, yaitu: Teknik Pengumpulan dan Analisis informasi, Teknik Pemeriksaan Kepatuhan Internal, dan Teknik pembuktian dan Pengenaan sanksi. Materi bahasan dalam modul ini akan memberikan pengetahuan praktis untuk Anda pelajari di luar kelas, sedangkan dalam kegiatan tatap muka di kelas Anda akan lebih banyak melakukan simulasi dan latihan praktek pemeriksaan.

    Materi kegiatan belajar kedua akan berisi mengenai penjelasan terhadap Proses Pemberkasan yang dilaksanakan oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal dan pengenalan contoh-contoh kasus real yang terjadi. Materi yang akan disampaikan dalam sub pokok bahasan Proses Pemberkasan, adalah pengenalan terhadap prosedur administrasi pemeriksaan Unit Kerja Kepatuhan Internal dan juga contoh-contoh dokumen yang harus dilengkapai dalam kegiatan pemeriksaan. Untuk sub pokok bahasan Pengenalan contoh kasus, akan dijelaskan contoh kasus real pelanggaran yang terjadi di Kantor Pelayanan Utama dan akan disampaikan secara lengkap proses pemeriksaan yang dilakukan Unit Kerja Kepatuhan Internal mulai dari analisis informasi hingga proses pemberkasan.

    Dalam penulisan pokok bahasan Teknik Pemeriksaan Kepatuhan Internal ini, sebagian besar kami mengambil referensi dari Modul yang ditulis oleh Tamtomo dan Martin (2007) mengenai Sistem Pengendalian Internal Kantor pelayanan Utama DJBC. Untuk pengayaaan dan pengembangan materi ini kami peroleh melalui proses pengamatan dan menggali informasi dari Narasumber yang berkompeten serta dari beberapa referensi tulisan lainnya. Untuk memudahkan penyampaian dan juga untuk memenuhi kurikulum DTSS Kepatuhan Internal ini, sistematika penulisan mengacu kepada Garis-Garis Besar Program Pengajaran yang telah ditetapkan.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 3

    2. PRASYARAT KOMPETENSI

    Untuk mempelajari modul ini idealnya anda telah ditunjuk sebagai Peserta Diklat Kepatuhan Internal dan telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Pangkat minimal II/c b. Telah lulus diklat-diklat dasar sebagai pelaksana pemeriksa antara lain:

    DTSD kurikulum sampai dengan tahun 2005, DTSS Kurikulum tahun 2006-2007, atau telah mengikuti Program Diploma III Bea dan Cukai

    c. Usia maksimal 50 tahun d. Berkepribadian tanggap, tegas dan cekatan e. Memiliki motivasi yang tinggi untuk mengikuti diklat Kepatuhan Internal f. Sehat jasmani dan rohani

    3. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR

    Standar kompetensi. Standar kompetensi yang ingin dicapai terhadap siswa yang mempelajari modul ini adalah agar siswa mampu melaksanakan pemeriksaan kepatuhan internal dalam rangka pelaksanaan sistem pengendalian internal. Kompetensi Dasar. Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mempelajari modul ini adalah agar peserta mampu : 1. Melaksanakan teknik-teknik pemeriksaan dalam rangka pelaksanaan sistem

    pengendalian internal. 2. Melaksanakan administrasi pemberkasan terhadap kasus-kasus

    pelanggaran yang ditangani oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 4

    4. RELEVANSI MODUL

    Relevansi modul terhadap tugas pekerjaan yang akan dijalankan peserta diklat adalah sebagai berikut : 1) Materi modul ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan wawasan

    yang tepat mengenai pelaksanaan pemeriksaan kepatuhan internal terhadap kasus-kasus pelanggaran oleh pegawai.

    2) Materi modul ini telah disesuaikan dengan perkembangan terbaru (update) pelaksanaan sistem pengendalian internal sehingga dapat menjadi referensi Anda dalam melaksanakan tugas-tugas di Unit Kerja Kepatuhan Internal .

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 5

    B. KEGIATAN BELAJAR

    1

    TEKNIK PEMERIKSAAN

    KEPATUHAN INTERNAL

    1.1. Uraian dan Contoh

    a. Gambaran Umum

    a.1. Pemeriksaan Kepatuhan Internal dalam Kerangka Pengawasan Kepatuhan Internal

    Pengawasan dalam Modul ini adalah salah satu fungsi organik manajemen dalam proses kegiatan organisasi untuk memastikan, menjamin, atau memberikan keyakinan memadai atas tercapai

    Indikator Keberhasilan :

    Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu:

    1) Menjelaskan Gambaran umum pelaksanaan sistem pengendalian internal (SPI)

    2) Mempraktekkan teknik-tekik pengumpulan dan analisis informasi

    3) Mempraktekkan teknik-teknik pemeriksaan

    4) Mempraktekkan teknik pembuktian dan Rekomendasi Pengenaan Sanksi

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 6

    atau terwujudnya kepatuhan internal di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang dilakukan dalam bentuk pengamatan, pemantauan, pemeriksaan, peninjauan, dan/atau penilaian.

    Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-23/BC/2010 tanggal 8 April 2010 disebutkan pengertian dari Kepatuhan Internal, yaitu:

    a. kesesuaian kegiatan unit kerja dalam rangka pelaksanaan tugasnya terhadap tujuan, sasaran, rencana, kebijakan, instruksi, dan/atau ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam organisasi;

    b. ketaatan atau kesesuaian sikap, perilaku, dan perbuatan pegawai terhadap kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai.

    Pengawasan Kepatuhan Internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh UKKI terhadap kesesuaian kegiatan unit kerja dalam rangka pelaksanaan tugasnya terhadap tujuan, sasaran, rencana, kebijakan, instruksi, dan/atau ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam organisasi dan ketaatan atau kesesuaian, perilaku, dan perbuatan pegawai terhadap kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai sesuai dengan ruang lingkup wilayah kerja berdasarkan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    Unit Kerja Kepatuhan Internal (UKKI) Kepabeanan dan Cukai adalah aparat pengawasan internal di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang terdiri atas:

    a. aparat pengawasan internal pada Kantor Pusat DJBC yang disebut Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai atau dapat disingkat dengan PUSKI, yang berada di bap ah dan bertanggungjawab kepada Menteri Keuangan, yang karena sifat tugasnya, secara teknis operasional dan administratif bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

    b. aparat pengawasan internal pada instansi vertikal DJBC yang berada di bap ah dan bertanggungjawab kepada kepala instansi vertikal, terdiri atas:

    1) Bagian Umum dan Kepatuhan Internal pada Kantor Wilayah DJBC;

    2) Bidang Kepatuhan Internal pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A atau Tipe B;

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 7

    3) Seksi Kepatuhan Internal pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean atau Tipe Madya Cukai;

    4) Subbagian Umum pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A1, Tipe A2 atau Tipe A3;

    5) Subbagian Umum pada Pangkalan Sarana Operasi; 6) Subbagian Umum pada Balai Pengujian dan Identifikasi

    Barang; 7) Urusan Umum pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan

    Bea dan Cukai Tipe B. Tujuan utama dibentuknya Unit Kerja Kepatuhan Internal adalah

    memastikan bahwa seluruh komponen organisasi berjalan dalam track-nya untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi secara efisien dan efektif. Berdasarkan kerangka kerja dan ruang lingkup SPI di lingkungan DJBC, kegiatan pengendalian yang harus dilaksanakan adalah pemantauan dan review terhadap pelaksanaan kinerja organisasi baik secara individu maupun unit kerja serta pembinaan sumber daya manusia. Fungsi pengendalian tersebut dilaksanakan dan dikelola oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal bersama-sama dengan pimpinan unit kerja lainnya.

    Apabila hasil pemantauan pelaksanaan kinerja maupun pelaksanaan kode etik dan perilaku pegawai didapati adanya penyimpangan, maka Unit Kerja Kepatuhan Internal berkewajiban meluruskannya. Untuk itu perlu dilakukan suatu kegiatan pemeriksaan dalam rangka membuktikan pelanggaran atau penyimpangan tersebut, menentukan pihak-pihak yang harus bertanggung jawab, termasuk merekomendasikan sanksi apa yang seharusnya dikenakan terhadap pelanggaran tersebut. Dengan demikian kegiatan pemeriksaan kepatuhan internal merupakan salah satu kegiatan yang diperlukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan.

    Dalam kerangka pengawasan kepatuhan internal, kegiatan pemeriksaan kepatuhan internal menjadi salah satu fungsi pendukung. Secara visual kedudukan pemeriksaan kepatuhan internal dalam kegiatan pengawasan kepatuhan internal, dapat kami ilustrasikan dalam Gambar 1.1 berikut.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 8

    Gambar 1.1 Kegiatan Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    Dalam Kerangaka pengawasan kepatuhan internal

    Dalam pembahasan materi modul ini, seluruh pokok bahasan diulas secara teoritis namun tetap memberikan panduan yang jelas dalam mempraktekkannya. Praktek dan simulasi kegiatan dalam rangka penerapan materi Modul ini akan Anda peroleh selama proses pembelajaran di kelas. Disamping hal tersebut, Anda dapat mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan yang diberikan di setiap akhir sesi kegiatan belajar untuk lebih mendalami materi pelajaran yang diberikan.

    a.2. Konsep Dasar Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    Konsep Pemeriksaan Kepatuhan Internal Apa yang dimaksud dengan Pemeriksaan Kepatuhan Internal ?

    Pertanyaan mendasar ini tentunya ada di benak Anda yang sedang mempelajari modul ini, dan perlu mendapat jawabannya. Pemahaman yang tepat mengenai konsep pemeriksaan kepatuhan internal akan menghindari Anda dari sikap

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 9

    keraguan dan sikap-sikap yang berlebihan (overacting) dalam menjalankan tugas sebagai seorang pemeriksa Kepatuhan Internal. Disamping hal tersebut Anda dituntut untuk bertindak adil dan fairness dalam melakukan tindakan pemeriksaan kepatuhan internal khususnya dalam hal memahami sebab-sebab terjadinya suatu pelanggaran atau tindakan yang menyimpang dari standar yang ditetapkan.

    Sebelum kami menjelaskan secara detail konsep pemeriksaan kepatuhan internal ada baiknya kita mereview sedikit tujuan utama pembentukan sistem pengendalian internal di suatu organisasi. Pada hakekatnya tujuan penerapan sistem pengendalian internal adalah untuk menjamin bahwa seluruh komponen organisasi berada dalam track yang benar dalam rangka mencapai sasaran dan tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Unit Kerja Kepatuhan Internal sebagai unit kerja yang paling berkompeten dalam hal penerapan SPI bukanlah unit kerja yang berposisi sebagai polisi ataupun jaksa yang senantiasa akan menangkap dan menuntut pegawai yang tidak bekerja sesuai standar yang ditetapkan. SPI harus dibangun secara bersama-sama oleh seluruh komponen organisasi dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tanggung jawab dalam pengertian bahwa setiap kinerja masing-masing individu akan menentukan capaian kinerja secara keseluruhan. Baik atau buruknya penilaian masyarakat terhadap kinerja suatu kantor akan tergantung dari perilaku dan kinerja seluruh sumber daya manusia di dalamnya.

    Kembali kepada topik pertanyaan awal tadi mengenai pengertian pemeriksaan kepatuhan internal. Definisi pemeriksaan kepatuhan internal yang dapat kami rumuskan adalah upaya penelitian, penyelidikan, pengusutan, pencarian, pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya dalam rangka pelaksanaan sistem pengendalian internal. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai pelaksanaan tugas maupun perilaku yang patut diduga menyimpang dari standar-standar yang ditetapkan. Anda tentu masih ingat bahwa dalam pelaksanan tugas, setiap individu maupun unit kerja harus berpedoman kepada standar kinerja yang ditetapkan, antara lain: key performance indicators (KPI), baik KPI individu maupun KPI organisasi, client service charter (CSC), kode etik dan perilaku pegawai, serta peraturan-peraturan kepabeanan dan cukai.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 10

    Ruang Lingkup Pemeriksaan Kepatuhan Internal Dalam melaksanakan pemeriksaan kepatuhan internal setiap pelaksana

    tugas harus memfokuskan kegiatan pemeriksaan kepada hal-hal sebagai berikut: 1) Gambaran real tentang implementasi KPI, CSC, pelaksanaan kode etik dan

    pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai;

    2) Identifikasi kendala, hambatan dan kelemahan yang terlihat dari implementasi KPI, CSC, pelaksanaan kode etik dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai;

    3) Saran konstruktif dalam rangka penyempurnaan KPI, CSC, pelaksanaan kode etik dan pelaksanaan peratuaran perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai;

    4) Evaluasi secara obyektif pencapaian kinerja yang telah dilaksanakan oleh pegawai atau unit kerja yang diperiksa.

    Sebagai calon pemeriksa pada Unit Kerja Kepatuhan Internal hendaknya Anda menyadari sepenuhnya bahwa kegiatan pemeriksaan kepatuhan internal bukan ditujukan untuk memberikan hukuman kepada pegawai. Apalagi dengan mengkaitkan keberhasilan kinerja Unit Kerja Kepatuhan Internal dengan kuantitas kegiatan pemeriksaan terhadap pegawai. Pemeriksaan kepatuhan internal ditujukan untuk membuktikan dan memberikan kesempatan kepada pegawai yang terperiksa untuk mengkonfirmasi tindakan pelanggaran yang telah dilakukannya.

    b. Teknik Pengumpulan dan Analisis Informasi

    b.1. Sumber Informasi Sebagai unit khusus yang dibentuk

    untuk memonitor pelaksanaan, Unit Kerja Kepatuhan Internal berkewajiban untuk mengumpulkan dan mengelola informasi yang berkaitan dengan kinerja individu, kinerja unit organisasi dan pelaksanaan kode etik.

    Sumber informasi yang digunakan Unit

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 11

    Kerja Kepatuhan Internal untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai kinerja dan pelaksanaan kode etik, berasal dari sumber-sumber sebagai berikut :

    1) Pengaduan dan Pujian masyarakat Dalam era keterbukaan dan transfaransi informasi dewasa ini,

    masyarakat semakin bersikap kritis dan semakin aktif untuk memberikan masukan kepada pemerintah berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh aparatur negara. Informasi dan pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat pengguna jasa baik yang bersifat saran, kritik, gagasan, atau keluhan dapat disampaikan secara langsung dan juga tidak secara langsung.

    Untuk menampung pengaduan masyarakat secara langsung, maka unit Kerja Kepatuhan Internal wajib menyediakan dan mengelola saluran pengaduan untuk menampung komplain dan pujian dari masyarakat mengenai kinerja pegawai maupun unit kerja. Sebagai contoh, saluran pengaduan yang dikelola oleh UKKI Pusat, yaitu di Pusat Kepatuhan Internal adalah Meja Pengaduan, telp hotline, email, fax dan sms. Penyampaian secara tidak langsung umumnya menggunakan saluran media massa. Oleh karenanya Unit Kerja Kepatuhan Internal senantiasa mengupdate berita-berita di media massa, terutama yang berkaitan dengan kinerja organisasi dan pelaksanaan kode etik oleh pegawai.

    2) Hasil pengawasan pelaksanaan tugas Pengertian hasil pengawasan pelaksanaan tugas disini adalah kegiatan

    pengawasan yang dilakukan oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal terhadap pelaksanaan tugas yang dilaksanakan oleh masing-masing unit kerja. Salah satu tujuan utama dibentuknya Unit Kerja Kepatuhan Internal dalam struktur organisasi adalah untuk menjamin bahwa seluruh komponen organisasi berada dalam track-nya dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan organisasi. Tugas pokok Unit Kerja Kepatuhan Internal adalah melakukan pengawasan baik bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan tugas oleh seluruh unit kerja.

    Bersifat langsung mengandung pengertian bahwa Unit Kerja Kepatuhan Internal berkewajiban memonitor secara langsung terhadap pelaksanaan tugas yang dijalankan oleh seluruh unit kerja di lingkungannya. Secara tidak langsung, mengandung pengertian bahwa Unit Kerja Kepatuhan Internal dapat mengakses

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 12

    sistem elektronik aplikasi kepabeanan dan cukai dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas seluruh unit kerja.

    Untuk mengefektifkan fungsi pengawasan dan pengendalian internal yang dijalankan Unit Kerja Kepatuhan Internal, pengawasan pelaksanaan tugas dibagi menjadi tiga bidang kerja, yaitu: 1) Pengawasan pelaksanaan tugas di bidang pelayanan kepabeanan dan

    cukai; 2) Pengawasan pelaksanaan tugas di bidang pengawasan kepabeanan dan

    cukai; 3) Pengawasan pelaksanaan tugas di bidang administrasi kepabeanan dan

    cukai.

    3) Perintah Tertulis Direktur Jenderal atau Kepala Kantor. Akses informasi dan networking yang luas dari pimpinan institusi sering

    kali menghasilkan informasi awal yang perlu ditindaklanjuti oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal. Disamping hal tersebut, dapat saja pengguna jasa maupun masyarakat mengakses langsung pengaduan maupun informasiyang berkaitan dengan kinerja dan perilaku pegawai. Atas perintah tertulis yang dikeluarkan oleh pimpinan institusi maka Unit Kerja Kepatuhan Internal harus segera meresponnya dengan tindakan nyata.

    Perintah tertulis dari pimpinan institusi bukan jaminan bahwa informasi yang disampaikan sudah pasti kebenarannya. Tetap saja hal tersebut merupakan informasi awal yang harus ditindaklanjuti kebenarannya. Tindakan investigasi perlu dilakukan untuk membuat terang suatu kasus atau permaslahan, namun hendaknya Unit Kerja Kepatuhan Internal harus fokus pada informasi awal yang diberikan.

    b.2. Teknik Pengumpulan Informasi Untuk mengumpulkan informasi yang masuk dari berbagai sumber

    sebagaimana dijelaskan terdahulu, Unit Kerja Kepatuhan Internal harus memiliki mekanisme penanganan informasi yang baik. Tidak seluruh informasi yang diterima dapat dibuktikan kebenaraannya. Perlu dilakukan konfirmasi dan uji silang terhadap pihak-pihak terkait.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 13

    Dalam penanganan informasi ini, hal yang terpenting yang semestinya menjadi pegangan utama Unit Kerja Kepatuhan Internal adalah validitas informasi. Validitas dalam pengertian kebenaran, akurasi dan kelengkapan informasi. Informasi yang tidak valid yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengenaan punishment kepada pegawai dapat memberikan rasa ketidakadilan bagi pegawai yang bersangkutan. Berikut ini kami jelaskan satu-persatu mengenai mekanisme penanganan informasi yang dilaksanakan oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal.

    Fokus Penanganan informasi Fokus penanganan Informasi oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal terhadap

    informasi-informasi yang masuk, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat adalah informasi yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: Kualitas pelayanan

    Pengertian kualitas pelayanan adalah kualitas pelayanan baik yang dilaksanakan oleh perorangan maupun oleh unit kerja. Informasi yang diterima oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal dapat diperoleh secara internal maupun berupa masukan dari masyarakat. Informasi yang diperoleh secara internal berasal dari proses pengawasan pelaksanaan tugas. Masukan yang disampaikan oleh masyarakat dapat berupa komplain maupun pujian.

    Standar waktu pelayanan Janji pelayanan unggulan (client services charter) yang dicanangkan oleh KPU dan KPPBC Tipe Madya pada hakekatnya merupakan suatu bentuk janji untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Titik kritis dalam pelaksanaan CSC ini adalah penyelesaian pelayanan dengan waktu pelayanan yang paling efisien. Apabila waktu pelayanan dirasakan terlalu lama dan bertele-tele, maka pengguna jasa dapat mengajukan komplain pelayanan kepada Unit Kerja Kepatuhan Internal.

    Perilaku Pegawai Di lingkungan DJBC telah dibangun suatu tata nilai atau budaya organisasi yang mengarah kepada pembentukan sumber daya manusia yang profesionalisme dan berintegritas tinggi. Disamping hal tersebut setiap DJBC harus memegang teguh kode etik dan peraturan disiplin pegawai. Unit Kerja Kepatuhan Internal berkewajiban untuk segera memproses apabila ada

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 14

    pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik dan peraturan disiplin pegawai, maupun yang berasal dari hasil pengawasan pelaksanaan tugas.

    Standar fasilitas Segala bentuk fasilitas maupun kemudahan pelayanan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan di bidang Kepabeanan dan Cukai harus tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat pengguna jasa. Bentuk-bentuk fasilitas dan kemudahan yang diberikan tersebut harus sesuai standar dan dapat diakses oleh seluruh pengguna jasa yang dapat memenuhi persyaratan. Tidak boleh ada perlakuan istimewa atau privelege kepada pengguna jasa tertentu.

    Keterbatasan pemahaman masyarakat Setiap unit kerja harus menyadari sepenuhnya bahwa tidak seluruh peraturan kepabeanan dan cukai, terutama peraturan-peraturan yang terbaru, dapat tersosialisasi seluruhnya kepada masyarakat pengguna jasa. Oleh karena keterbatasan pemahaman tersebut dapat saja terjadi kesalahan persepsi terhadap bentuk-bentuk pelayanan yang diberikan oleh petugas bea dan cukai.

    Prinsip-Prinsip Penanganan Informasi Informasi yang diperoleh dari pengaduan masyarakat merupakan informasi utama yang sangat diperlukan terutama untuk melihat sejauh mana usaha perbaikan citra DJBC yang telah dilaksanakan. Tentu saja hal ini perlu ditindaklanjuti dengan segera dan harus ada feedback dari laporan pengaduan masyarakat tersebut. Unit Kerja Kepatuhan Internal harus mampu membuktikan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan DJBC menjamin pemberian pelayanan prima kepada masyarakat. Setiap informasi yang bersifat valid yang berasal dari pengaduan masyarakat harus diberikan jaminan untuk ditindaklanjuti. Untuk menjamin adanya tindak lanjut terhadap pengaduan masyarakat dan juga rasa keadilan, Unit Kerja Kepatuhan Internal hendaknya memegang teguh prinsip-prinsip penanganan pengaduan masyarakat. Dalam gambar 1.2 diperlihatkan prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh oleh Unit Kerja

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 15

    Kepatuhan Internal dalam rangka penanganan informasi yang berasal dari masyarakat.

    Gambar 1.2 Prinsip-Prinsip Penanganan Informasi

    Prinsip obyektifitas Penanganan terhadap informasi yang disampaikan oleh masyarakat

    harus berdasarkan fakta dan bukti yang dapat dinilai berdasarkan kriteria yang ditentukan. Dalam hal ini perlu ditetapkan ukuran standar yang dapat menilai apakah suatu fakta atau bukti-bukti yang dapat disampaikan oleh masyarakat betul-betul valid.

    Unit Kerja Kepatuhan Internal tidak akan menindaklanjuti suatu informasi dari masyarakat yang sifatnya adalah gosip, rumor, fitnah ataupun penilaian yang bersifat subyektif. Informasi yang disampaikan oleh masyarakat yang identitasnya dirahasiakan akan dianalisis tingkat kebenarannya dan hanya menjadi bahan informasi untuk memantau tindakan atau perilaku pegawai yang dilaporkan. Prinsip kerahasiaan Penanganan terhadap informasi yang disampaikan oleh masyarakat dilakukan secara hati-hati dan dijaga kerahasiaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 16

    Prinsip efektifitas dan efisiensi Penanganan terhadap informasi yang disampaikan oleh masyarakat dilaksanakan secara tepat sasaran dan dapat dilaksankan secara tepat sasaran, hemat tenaga, waktu dan biaya. Pengertian yang lebih simpelnya adalah bahwa setiap pengaduan yang berisi informasi harus diterjemahkan secara sistematis, siapa subyek yang melaporkan, siapa yang dilaporkan, apa kasus atau permasalahannya dan inventarisir bukti-buktinya. Berdasarkan informasi awal tersebut, Unit Kerja Kepatuhan Internal dapat meneruskan dengan tindakan analisis terhadap informasi dan dapat juga dengan tindakan investigasi. Prinsip Akuntabilitas Setiap pengaduan masyarakat yang bukti-buktinya dinyatakan valid harus ditindaklanjuti dengan baik oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal. Outcame dari tindak lanjut tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan dan masyarakat dapat mengakses hasilnya. Prinsip Transparansi Penanganan terhadap informasi yang disampaikan oleh masyarakat dilaksanakan berdasarkan mekanisme dan prosedur yang jelas dan terbuka. Unit Kerja Kepatuhan Internal berkewajiban menyusun standar operating prosedure terhadap mekanisme pengaduan masyarakat ini. Masyarakat yang berkepentingan dapat diberikan akses untuk melihat perkembangan informasi dan melihat hasil akhir tindakan yang dilakukan Unit Kerja Kepatuhan Internal.

    Mekanisme Pengumpulan Informasi Untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai mekanisme penanganan informasi, kami akan menjelaskan satu persatu alur proses pengumpulan informasi berdasarkan masing-masing sumbernya. Agar alur prosesnya lebih mudah dipahami, penyajiannya diilustrasikan dalam bentuk flowchart sederhana.

    1. Informasi yang berasal dari Pengaduan Masyarakat

    Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan program reformasi birokrasi DJBC sangat memerlukan masukan dari pihak-pihak eksternal. Masukan yang dibutuhkan disini bukan hanya masukan yang bersifat komplain

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 17

    akan tetapi juga dapat berupa pujian atau apresiasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Untuk menampung hal tersebut, telah dibangun suatu mekanisme pengaduan dan pujian yang berasal dari masyarakat. Mekanisme pengumpulan informasi yang berasal dari pengaduan masyarakat, dapat kita lihat flowchart nya pada gambar 1.3 berikut ini.

    Gambar 1.3 Mekanisme Pengumpulan Informasi Berdasarkan Pengaduan Masyarakat

    Penjelasan : Unit Kerja Kepatuhan Internal baik secara langsung maupun bekerjasama

    dengan unit kerja yang lain membuka front desk untuk melayani pengaduan dari masyarakat mengenai kinerja dan juga perilaku pegawai. Bentuk-bentuk pengaduan masyarakat ini tidak hanya bersifat negatif saja, tetapi juga dapat berupa pujian terhadap pelayanan yang diberikan oleh pegawai.

    Media pengaduan yang dapat dipilih oleh masyarakat untuk penyampaian informasinya adalah : - Pengaduan langsung: dalam hal ini pengaduan disampaikan secara

    langsung kepada petugas front desk atau meja pengaduan dengan cara

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 18

    mengisi formulir pengaduan. Pemberitahu harus mengisi dengan lengkap formulir pengaduan dan sedapat mungkin menyampaikan informasi yang lengkap dan akurat. Contoh bentuk formulir pengaduan yang telah diaplikasikan pada KPU Tanjung Priok dapat Anda lihat pada Gambar 1.4.

    - Melalui saluran telepon: Unit Kerja Kepatuhan Internal menyediakan nomor khusus untuk melayani pengaduan atau pujian dari masyarakat. Petugas front desk harus mencatat dengan lengkap dan cermat terhadap setiap telepon pengaduan yang masuk. Informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan subyek yang dilaporkan, subyek yang memberitahukan, uraian singkat permasalahan, bukti-bukti yang memperkuat dan nomor telepon pemberitahu yang dapat dihubungi untuk mengkonfirmasi lebih lanjut.

    - Melalui surat pengaduan: Pengaduan yang disampaikan media surat menyurat umumnya tidak dapat dikontrol informasinya oleh petugas front desk, apalagi surat pengaduan yang disampaikan tidak menyertakan alamat pengirim yang jelas. Apabila informasi yang disampaikan kurang lengkap maka informasi tersebut hanya dipakai sebagai data awal untuk dilakukan cross check dengan pihak-pihak terkait dan kemungkinan untuk melakukan tindakan investigasi.

    - Melalui Faksimili: Sama halnya dengan pengaduan melalui media surat, pengaduan yang disampaikan melalui faksimili umumnya juga tidak dapat dikontrol oleh petugas front desk. Untuk itu diperlukan tindakan cross check dengan pihak-pihak terkait sebelum dilakukan tindakan investigasi.

    - Melalui email: Media penyampaian surat elektronik dewasa ini merupakan sarana yang paling mudah dan sering dipakai untuk melakukan pengaduan terhadap kinerja pegawai. Petugas front desk dapat merespon balik surat pengaduan eletronik untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan cermat mengenai permasalahan yang diadukan.

    - Melalui media massa: Era transpransi infromasi dewasa ini membuat masyarakat cenderung bersikap kritis dan terkadang bersikap apriori terhadap institusi pemerintahan. Pelayanan dan perlakuan yang buruk dari pegawai tidak disampaikan melalui jalur komunikasi yang telah

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 19

    disediakan melainkan menggunakan media massa sebagai media pengungkapan kekecewaannya. Hal ini harus direspon secara bijak, jangan sampai terjadi polemik yang berkepanjangan di masyarakat. Terhadap pengaduan yang disampaikan melalui media massa, Unit Kerja Kepatuhan Internal menugaskan staf khusus yang bertugas untuk memantau berita-berita yang berkaitan dengan kinerja pelayanan.

    Disamping penyampaian informasi melalui beberapa alternatif media yang dijelaskan tersebut, masyarakat dapat pula menyampaikan pengaduan secara langsung kepada Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal. Pengaduan langsung tersebut, terbatas pada informasi yang sifatnya segera dan sangat rahasia. Untuk hal ini petugas piket front desk harus dapat memilah kategori pengaduan yang mana yang dapat disampaikan secara langsung kepada Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal.

    Terhadap informasi yang berisi pengaduan dan pujian dari masyarakat yang diterima, petugas piket front desk akan meneruskannya kepada kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal pada kesempatan pertama melalui staf Unit Kerja Kepatuhan Internal.

    Staf Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal mencatat dan mengagendakan pengaduan dan pujian dari masyarakat dan menyampaikannya kepada Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal.

    Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal mereview permasalahan yang diterima dan menetapkan standar prioritas penyelesaian permasalahan. Untuk mempelajari permasalahan secara lengkap, Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal mendisposisikan formulir pengaduan atau pujian kepada staf (Kepala Seksi atau Kasubsi KPT administrasi) sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.

    Kepala Seksi atau Kasubsi KPT Administrasi mempelajari informasi yang diadukan dan memberikan kesimpulan atau nota pendapat kepada Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal, sebagai berikut: - Bila berdasarkan hasil analisa tidak ditemukan adanya dugaan kuat telah

    terjadi pelanggaran atau penyimpangan wewenang maka dibuatkan jawaban penyelesaian kepada pelapor.

    - Jika ada dugaan kuat terjadi pelanggaran, Kasi atau Kasubsi KPTA membuat nota dinas berikut data pendukung untuk merekomendasikan

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 20

    dilakukan pemeriksaan kepatuhan internal kepada Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal.

    Terhadap pengaduan yang memerlukan tindakan lebih lanjut, Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal dapat mendiskusikan tindakan yang akan diambil dengan para staf yang lain dalam suatu rapat internal.

    Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal menerbitkan surat tugas kepada pemeriksa yang ditunjuk untuk melakukan tindakan pemeriksaan kepatuhan internal.

    Pemeriksa yang ditunjuk melakukan proses pemeriksaan kepatuhan internal dengan cara menganalisis terlebih dahulu seluruh informasi yang dimiliki dan melakukan proses investigasi terhadap kasus yang diadukan (penelitian, penyelidikan, pengusutan, pencarian, pemeriksaan dan pengumpulan data, informasi, dan temuan lainnya)

    Hasil pemeriksaan kepatuhan internal dilaporkan kepada Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal pada kesempatan yang pertama.

    Gambar 1.4 Contoh Formulir Pengaduan dan Pujian

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 21

    2) Informasi yang Berasal dari Laporan Hasil Pelaksanaan Kegiatan (LHPK)

    Sumber: KPU Tanjung Priok

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 22

    Mekanisme penanganan informasi yang dilakukan terhadap penyampaian LHPK dari masing-masing unit kerja kepada Unit Kerja Kepatuhan Internal, dapat diperhatikan dalam ilustrasi Gambar 1.5 berikut.

    Gambar 1.5 Mekanisme Penanganan LHPK

    Penjelasan : Unit Kerja Kepatuhan Internal menerima rekapitulasi LHPK baik secara

    mingguan maupun periode tertentu sesuai yang ditetapkan dalam lembar IKU, dari setiap unit kerja.

    Seluruh LHPK yang masuk pertama kali akan direview oleh Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal. Selanjutnya LHPK tersebut akan didisposisikan kepada masing-masing kepala Seksi atau Kasubsi KPT sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, untuk dipelajari dan ditelaah lebih lanjut.

    Setelah menerima disposisi dari Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal, masing-masing Kasie/Kasubsi KPT menugaskan pemeriksa yang memiliki kemampuan analisis untuk menelaah LHPK. Untuk tertib administrasi surat penugasan dapat dibuat secara periodik kepada pemeriksa Unit Kerja Kepatuhan Internal yang memiliki kemampuan analisis dan ditandatangani oleh Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal.

    Pemeriksa KI yang melakukan analisis LHPK merekap dan mengkompilasi seluruh LHPK yang disampaikan oleh unit kerja. Hasil analisa dan evaluasi kinerja sebagai bahan untuk membuat draft laporan evaluasi kinerja.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 23

    Apabila terdapat permasalahan yang berkaitan dengan tingkat pencapaian kinerja, masing-masing Kepala Seksi/Kasubsi KPT membuat Nota Pendapat untuk disampaikan kepada Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal.

    Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal sebagai sub manajer kinerja dapat mengundang seluruh Kepala unit kerja lainnya untuk mendiskusikan realisasi pencapaian kinerja dan sebagai bahan untuk penyampaian laporan kinerja kepada pimpinan.

    3) Informasi yang berasal dari Pengawasan Pelaksanaan Tugas Pelaksanaan pengawasan oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal dilakukan

    secara selektif dan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen resiko. Pelaksanaan pengawasan secara selektif harus dilakukan mengingat subyek yang diawasi cukup banyak sedangkan personil Unit Kerja Kepatuhan Internal sangat terbatas. Berdasarkan prinsip manajemen resiko berarti bahwa pelaksanaan pengawasan baru dilaksanakan apabila terdapat informasi awal atau pola yang terindikasi dapat berpotensi menimbulkan suatu pelanggaran, penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang. Mekanisme penanganan informasi yang berasal dari pengawasan pelaksanaan tugas diilustrasikan dalam gambar 1.6 berikut ini.

    Gambar 1.6 Mekanisme Penanganan Informasi

    Yang Berasal dari Laporan Pengawasan Pelaksanaan Tugas

    Untuk melaksanakan tugas pengawasan, Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal menerbitkan surat tugas kepada pemeriksa Kepatuhan Internal, baik secara perorangan maupun secara team work. Team pelaksana tugas maupun perorangan dalam pelaksanaan tugasnya harus tunduk pada norma-norma

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 24

    pengendalian internal. Adapun norma-norma yang harus dipegang teguh oleh setiap pemeriksa pada Unit Kerja Kepatuhan Internal adalah:

    1) Obyektif ; dalam pengertian tidak berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dianggap dapat mengurangi hasil penilian, tidak memihak dan yang terpenting adalah tidak menerima sesuatu apapun yang dapat mempengaruhi hasil pengawasan.

    2) Integritas ; setiap pemeriksa KI harus bertindak secara jujur, cerdas dan bertanggung jawab.

    3) Confidentially; Setiap pemeriksa KI harus mampu melindungi informasi, tidak membocorkan fakta dan juga tidak menggunakan informasi untuk kepentingan pribadi atau golongan.

    4) Competency; Setiap pemeriksa KI harus memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang memadai terhadap standar pelayanan publik dan menguasai tugas dan fungsinya sebagai unit pengendali internal. Untuk itu, setiap pemeriksa pada Unit Kerja Kepatuhan Internal harus senantiasa meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya agar pelaksanaan tugas dapat berjalan efisien dan efektif.

    Setiap hasil pelaksanaan pengawasan oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal harus dituangkan dalam suatu laporan tertulis menggunakan format Laporan Hasil Pelaksanaan Tugas. Laporan ini akan menjadi informasi tambahan yang akan berguna untuk mengukur kinerja pegawai atau unit kerja di lingkungan KPU dan KPPBC Tipe Madya. Informasi yang diperoleh akan dikompilasi oleh pemeriksan kepatuhan internal yang bertugas untuk menganalisis informasi. Disamping hal tersebut, apabila dari hasil pengawasan pelaksanaan tugas terindikasi adanya tindakan pelanggaran maupun penyalahgunaan wewenang, maka team pelaksana pengawasan dapat mengusulkan kepada Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal untuk dilakukan tindakan Pemeriksaan Kepatuhan Internal.

    4) Informasi yang Berasal dari Perintah tertulis Kepala Kantor atau Direktur Jenderal

    Secara sederhana mekanisme penanganan informasi yang dilaksanakan oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal terhadap perintah tertulis

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 25

    yang berasal dari Dirjend atau Kepala kantor dapat dilustrasikan dalam Gambar 1.7 berikut ini.

    Gambar 1.7 Mekanisme Penanganan Informasi

    Yang Berasal dari Perintah Tertulis Dirjend/Kepala Kantor

    Penjelasan : Apabila Unit Kerja Kepatuhan Internal mendapatkan perintah tertulis dari

    Direktur Jenderal ataupun Kepala Kantor, maka Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal akan mempelajari terlebih dahulu infrormasi awal yang diterima. Dalam hal ini Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal dapat mendisposisikan perintah kepada staf (Kepala Seksi/ Kasubsi KPT) untuk mempelajari dan menelaah informasi.

    Kepala seksi atau Kasubsi KPT menelaah informasi dengan bantuan pemeriksa yang memiliki kemampuan analisis. Informasi awal yang diterima akan dianalisis dan disimpulkan tindak lanjut yang sebaiknya dilakukan. Hasil penelaahan informasi disampaikan kembali kepada Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal dalam nota pendapat.

    Tindak lanjut hasil kesimpulan yang menyatakan perlunya tindakan investigasi, maka Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal akan menerbitkan surat tugas untuk dilakukannya Pemeriksaan Kepatuhan Internal. Pelaksanaan tugas pemeriksaan kepatuhan internal dapat dilakukan baik secara kelompok (team work) maupun secara perorangan.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 26

    b.3. Analisis Informasi Informasi yang diterima oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal yang berasal

    dari berbagai sumber, perlu dianalisis untuk menentukan langkah-langkah tindak lanjut yang akan diambil. Tugas menganalisis informasi dilaksanakan oleh pemeriksa pada Unit Kerja Kepatuhan Internal yang memiliki kemampuan menganalisis informasi, dengan arahan dari Kepala Seksi atau Kepala Sub Seksi KPT.

    Pada dasarnya informasi yang dikelola oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal dapat dibedakan menjadi dua kategori: 1) Informasi yang berkaitan dengan tingkat pencapaian kinerja; 2) Informasi yang berkaitan dengan indikasi adanya pelanggaran atau

    penyimpangan. Analisis Informasi yang berkaitan dengan Kinerja

    Tindakan menganalisis informasi yang berkaitan dengan kinerja pegawai atau kinerja masing-masing unit merupakan tahap awal dari proses evaluasi kinerja. Langkah yang harus dilakukan adalah membandingkan antara tingkat pencapaian kinerja dengan standar kinerja yang lebih dikenal dengan istilah key performance indikator.

    Terhadap kinerja yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas oleh masing-masing unit kerja, DJBC telah mengidentifikasikan key performance indikator dan juga telah menetapkan standar pencapaian kinerja dalam periode tertentu. Anda tentunya sudah mendapatkan materi pelajaraan mengenai evaluasi kinerja sebelum mempelajari materi Modul ini. Pada modul yang menjelaskan mengenai evaluasi kinerja tersebut secara panjang lebar telah disampaikan proses pengelolaan KPI dan bagaimana cara mengevaluasinya.

    Pada prinsipnya proses analisis informasi yang dilakukan oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal yang berkaitan dengan informasi kinerja adalah untuk memantau apakah target pencapaian kinerja yang ditetapkan sesuai KPI dapat dipenuhi oleh masing-masing unit kerja. Langkah-langkah analisis informasi yang dilakukan oleh pemeriksa Unit Kerja Kepatuhan Internal antara lain adalah : 1) Meneliti kelengkapan laporan; apakah berkas laporan yang disampaikan

    telah dilengkapi dengan data-data pendukung. Apabila data pendukung

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 27

    belum tersedia, tindakan alternatif apa yang seharusnya dilakukan oleh masing-masing unit kerja.

    2) Meneliti hasil laporan; apakah unsur-unsur yang dilaporkan telah sesuai dengan pedoman pelaporan kinerja atau prosedur perhitungan kinerja telah memenuhi maual indikator kinerja.

    3) Membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan (capaian kinerja) dengan target pencapaian yang telah ditetapkan dalam manual kinerja.

    4) Menilai hasil kinerja kegiatan; suatu pelaksanaan tugas dianggap mencapai hasil yang optimal apabila tingkat pencapaian kinerja mencapai target yang ditetapkan, dan hasilnya ditandai dengan warna hijau. Hasil pencapain kinerja yang kurang optimal, apabila angka pencapaian kinerja tidak dapat mencapai target namun tetap pada kisaran pencapaian yang mendekati angka target. Untuk hasil kinerja yang buruk adalah pencapaian kinerja yang mendekati angka 0%, dan ditandai dengan warna merah.

    5) Apabila angka pencapaian kinerja menunjukkan hasil yang tidak optimal dan bahkan hasil yang buruk, hendaknya direview faktor-faktor apa yang menjadi penghambat pencapaian kinerja organisasi.

    6) Hasil pencapaian kinerja yang buruk dapat ditindaklanjuti dengan melakukan tindakan pemeriksaan kepatuhan internal.

    Analisis Informasi berkaitan dengan adanya indikasi pelanggaran kode etik Terhadap informasi yang berasal dari pengaduan masyarakat, Laporan

    Hasil Pengawasan Pelaksanaan Tugas maupun berdasarkan perintah dari Dirjend atau Kepala Kantor, fokus penanganannya lebih mengarah kepada pelaksanaan kode etik dan peraturan disiplin pegawai negeri sipil. Dalam hal ini pemeriksa pada bidang kepatuhan internal harus dapat menggali informasi awal yang sejelas-jelasnya dan menyusun kejadian atau permasalahan .

    Langkah yang paling mudah dalam menganalisis dan mengembangkan informasi awal ini adalah dengan menggunakan rumus sederhana sebagai berikut :

    Resume kasus atau permasalahan harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengandung unsur 5W

    5W + 1 H

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 28

    + 1H. Apa Yang Terjadi ? (What ?). Pertanyaan ini untuk mendeskripsikan kasus

    atau permasalahan yang disangkakan atau diindikasikan dilakukan olh pegawai.

    Kapan Terjadi ? (When ?). Kapan peristiwa yang disangkakan terjadi. Hal ini akan dipakai sebagai dasar untuk cross check kepada unsur-unsur terkait, apakah benar pegawai yang bersangkutan sedang melaksanakan tugas pada waktu yang disangkakan.

    Dimana Terjadi ? (Where ?). Lokasi atau tempat terjadinya kasus yang disangkakan. Informasi ini cukup penting untuk mengetahui apakah peristiwa yang disangkakan benar-benar dilakukan oleh pegawai KPU atau KPPBC Tipe Madya. Dapat saja lokasi yang diberitahukan bukan wilayah kerja dari KPU dan KPPBC tipe Madya.

    Mengapa Terjadi ? (Why ?) . Jawaban pertanyaan ini merupakan salah satu content penting untuk menilai apakah tindakan yang dilakukan pegawai betul-betul melanggar kode etik atau hanya sekedar salah persepsi dari si pelapor. Tindakan yang telah memenuhi standar pelayanan publik atau sesuai dengan peraturan yang berlaku yang mungkin saja dapat merugikan si pelapor, tidak dapat dikatakan melanggar kode etik.

    Siapa yang Melakukan? (Who?) . Informasi awal yang dilaporkan harus memuat jawaban terhadap unsur pertanyaan ini . Pertanyaan siapa disini, bukan hanya menunjuk kepada subyek yang menjadi target saja, akan tetapi dapat pula dikembangkan terhadap siapa saja saksi-saksinya.

    Bagaimana Terjadi ? (How ?). Sama halnya dengan pertanyaan mengapa, unsur pertanyaan ini juga memiliki makna penting, dalam menentukan apakah tindakan yang dilakukan oleh pegawai terindikasikan melanggar kode etik.

    Sedapat mungkin hasil analisis informasi dibuatkan resumenya dengan alternatif simpulan sebagai berikut : 1) Informasi mengenai dugaan terjadinya pelanggaran kode etik memiliki

    indikasi kuat benar-benar telah terjadi dan dilakukan oleh pegawai. Terhadap hasil kesimpulan ini, Kepala seksi atau Kaubsi KPT menyusun nota pendapat yang isinya adalah merekomendasikan tindakan pemeriksaan kepatuhan internal

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 29

    2) Informasi mengenai dugaan terjadinya pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai tidak terbukti atau kecil kemungkinannya telah terjadi. Terhadap kesimpulan ini, Kepala Seksi atau Kasubsi KPT menyusun surat penjelasan mengenai kasus yang dilaporkan kepada si pelapor.

    c. Teknik Pemeriksaan

    c.1 Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    Kriteria Pemeriksaan Kepatuhan Internal Tingkat pertama Tindakan pemeriksaan kepatuhan internal

    merupakan rekomendasi dari hasil analisis informasi yang dikelola oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal. Tidak semua informasi yang berindikasikan adanya penyimpangan, harus ditindaklanjuti dengan tindakan pemeriksaan kepatuhan internal. Unit Kerja Kepatuhan Internal akan menganalisis dan mencari fakta-fakta

    tambahan melalui mekanisme pengawasan Pelaksanaan Tugas. Terhadap informasi yang berdasarkan hasil analisis telah memenuhi unsur-unsur pelanggaran terhadap standar yang ada akan langsung ditindaklanjuti dengan tindakan pemeriksaan kepatuhan internal.

    Adapun kriteria-kriteria hasil analisis informasi yang dapat ditindaklanjuti langsung dengan tindakan pemeriksaan kepatuhan internal, antara lain adalah: 1) Adanya indikasi awal bahwa telah terjadi penyimpangan terhadap standar-

    standar kinerja (KPI individu, IKU unit kerja maupun CSC). 2) Adanya indikasi awal bahwa telah terjadi pelanggaran kode etik dan perilaku

    pegawai DJBC. 3) Adanya indikasi awal bahwa telah terjadi penyimpangan terhadap ketentuan

    kepabeanan dan cukai baik maupun peraturan lainnya yang menyangkut unsur-unsur pelayanan, pengawasan maupun administrasi.

    4) Adanya indikasi awal bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat atau pegawai KPU dan KPPBC Tipe Madya.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 30

    Dalam gambaran umum di awal kegiatan belajar 1 Anda diberikan sedikit penjelasan mengenai tahapan penanganan informasi dan pemeriksaan kepatuhan internal.

    Mekanisme Pemeriksaan Kepatuhan Internal Alur proses pemeriksaan kepatuhan internal dapat kami gambarkan

    dalam ilustrasi flowchart berikut ini :

    Gambar 1.8 Mekanisme Pemeriksaan Khusus Kepatuhan Internal

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 31

    Penjelasan: Persiapan Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    Tahapan persiapan pemeriksaan merupakan langkah pertama yang harus dilalui oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal. Untuk melaksanakan pemeriksaan kepatuhan internal, Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal akan menunjuk team pelaksana tugas pemeriksaan yang terdiri dari Kepala Seksi/Kasubsi KPT dan Pemeriksa Unit Kerja Kepatuhan Internal. Sebelum melaksanakan pemeriksaan, tim pelaksana tugas harus menyusun rencana pemeriksaan yang mencakup :

    Sasaran dan Ruang Lingkup pemeriksaan; Sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan hendaknya memuat uraian masalah pokok yang akan dibuktikan kebenarannya. Tim pemeriksa harus memetakan kasus pelanggaran yang terjadi, dengan membuat ikhtisar kejadian, dugaan terhadap pegawai yang terlibat, pelangggaran berat apa yang telah dilakukan, dampak pelanggaran tersebut kepada institusi, kapan dan bagaimana terjadinya, serta dugaan-dugaan lainnya yang perlu diperiksa lebih lanjut. Berdasarkan hasil analisis informasi dan kesimpulan hasil pemeriksaan kepatuhan yang telah dilakukan sebelumnya, tim pemeriksa seharusnya sudah dapat menyusun kronologis kasus pelanggaran dan sudah dapat memetakan pihak mana saja yang dapat dikonfirmasi.

    Dalam penyusunan petugas pemeriksa yang akan mepemeriksaani atau meminta keterangan pegawai terperiksa, hendaknya tim harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : - Pemeriksaan hanya dapat dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang

    mendapat penugasan dari pimpinan. - Pangkat/jabatan yang memeriksa tidak boleh lebih rendah dari PNS yang

    diperiksa; - Pemeriksa tidak memiliki hubungan keluarga dengan PNS yang diperiksa

    dan tidak memiliki kaitan langusng atau tidak langsung dengan pelanggaran yang sedang diproses;

    Penyusunan Program Kerja Pemeriksaan Langkah-langkah tindakan dalam proses pemeriksaan harus terencana

    dengan baik dan harus disusun menjadi program kerja yang fleksibel. Mengapa harus fleksibel ? hal ini berkaitan dengan situasi dan kondisi yang akan ditemui

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 32

    ketika proses pemeriksaan sedang berlangsung. Langkah dan tindakan dalam Program kerja pemeriksaan diharapkan akan menjadi guideline bagi Tim pelaksana tugas dalam mengarahkan sasaran pemeriksaan yang ingin dicapai. Apabila situasi memerlukan langkah dan tindakan yang tidak sesuai dengan program kerja yang disusun, hal ini tidak boleh menjadi kendala sehingga program kerja dapat menyesuaikan.

    Secara umum, program kerja pemeriksaan disusun dengan memperhatikan hasil analisis informasi dengan tujuan untuk mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: - Unsur perbuatan pelanggaran yang dilakukan; - Alat-alat bukti yang cukup untuk membuktikan unsur pelanggaran tersebut; - Kronologis atau proses terjadinya pelanggaran; - Pihak-pihak yang terlibat dan/atau pihak yang harus bertanggung jawab. Jangka waktu pemeriksaan

    Jangka waktu pemeriksaan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan estimasi waktu yang diperlukan untuk proses pemeriksaan kepatuhan internal. Dalam hal ini jangka waktu pemeriksaaan harus secara tegas dicantumkan dalam surat tugas pemeriksaan. Apabila menjelang berakhirnya masa tugas, proses pemeriksaan masih belum selesai, maka ketua tim harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan. Dokumentasi Pemeriksaan

    Dalam proses persiapan pemeriksaan, bagian yang cukup penting dan tidak boleh diabaikan oleh tim pelaksana tugas adalah dokumentasi pemeriksaan. Pengertian dokumentasi disini adalah persiapan untuk mendokumentasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses kelengakapn administrasi pemeriksaan. Beberapa dokumentasi yang harus disiapkan dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan kepatuhan internal, antara lain : Surat tugas penunjukkan sebagai tim pelaksana tugas pemeriksaan; Program kerja pemeriksaan kepatuhan internal; Surat panggilan dan surat permintaan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait.

    Pengumpulan Bukti-Bukti Tugas utama Tim pemeriksaan kepatuhan internal adalah untuk membuat

    terang dan jelas suatu kasus pelanggaran. Apa permasalahannya, siapa saja

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 33

    pihak yang harus bertanggung jawab, pelanggaran kode etik yang bagaimana yang telah dilakukan, apa motif pelaku dan bagaimana dampak yang ditimbulkannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus terjawab dalam proses pemeriksaan kepatuhan internal. Tujuannya adalah untuk memberikan referensi yang sah dan valid yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan rekomendasi hukuman disiplin yang seadil-adilnya bagi pegawai yang melanggar, tentu saja harus dalam kerangka pembinaan pegawai.

    Proses pemeriksaan kepatuhan internal harus dapat membuktikan bahwa suatu pelanggaran kode etik betul-betul telah terjadi dengan atau tanpa pengakuan pegawai terperiksa. Tim pemeriksa harus secara profesional mengumpulkan bukti-bukti yang dapat mendukung dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh seorang terperiksa. Lazimnya suatu pembuktian dalam konteks tindak pidana, maka pembuktian suatu kasus pelanggaran kode etik idealnya harus memiliki pula dua alat bukti yang sah. Metode pengumpulan bukti-bukti yang dapat dilakukan oleh tim pemeriksa dalam rangka pemeriksaan kepatuhan internal antara lain : 1) Observasi; dengan cara pengamatan langsung dengan menggunakan

    segenap panca indera maupun dengan bantuan alat-alat teknologi informasi, misalnya: spy camera, spy recorder, dan sebagainya untuk memperoleh pembuktian atas suatu keadaan atau dugaan pelanggaran berat.

    2) Pemeriksaan; dengan cara tanya jawab baik kepada pihak-pihak yang terlibat langsung terhadap obyek pelanggaran maupun dengan pihak-pihak yang memiliki informasi yang dapat membantu memperjelas perkara yang diperiksa. Proses pemeriksaan dalam pengertian ini bukan ditujukan kepada pegawai terperiksa, melainkan kepada saksi-saksi yang dapat membantu memperjelas perkara sesunggunya.

    3) Konfirmasi; yaitu proses pengumpulan bukti-bukti berupa keterangan yang dapat membenarkan suatu kejadian terhadap pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan dugaan pelanggaran;

    4) Pengujian; yaitu memeriksa kebenaran suatu informasi atau bukti lainnya dengan maksud untuk mencari kesimpulan, apakah informasi atau bukti tersebut betul-betul valid dan dijamin kebenarannya;

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 34

    5) Analisis; yaitu menguraikan dan menyusun kembali secara sistematis informasi-informasi nyang telah masuk maupun kesimpulan awal dengan maksud untuk melihat apakah ada korelasi satu sama lain.

    6) Tinjauan terhadap keaslian/otentifikasi suatu bukti-bukti tertulis termasuk apakah bukti-bukti tersebut telah cukup valid.

    7) Rekonsiliasi; yaitu penyesuaian antara dua kelompok data yang berhubungan, akan tetapi masing-masing dibuat oleh pihak-pihak yang independen.

    8) Rekomputasi; yaitu penghitungan ulang terhadap kalkulasi yang telah ada dalam rangka memastikan kebenaran dan kecermatannya.

    Dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti atas suatu tindak pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai, tim pemeriksa dapat meminjam dokumen, formulir ataupun barang-barang lainnya kepada pihak yang terkait. Prosedur pengumpulan barang bukti dapat ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut : 1) Meminjam bukti-bukti asli (otentik) dengan disertai Berita Acara Peminjaman

    Barang Bukti; 2) Apabila bukti-bukti asli tidak memungkinkan untuk dipinjam, tim pemeriksa

    dapat meminta fotocopi dari bukti-bukti tersebut; 3) Apabila bukti asli tidak memungkinkan untuk difotocopi, tim pemeriksa dapat

    melakukan upaya-upaya lainnya antara lain: mencatat secara lengkap nomor, tanggal, nomor halaman buku atau laporan, dan catatan-catatan lainnya yang dianggap perlu.

    Proses Klarifikasi dan Konfirmasi Tahapan selanjutnya dalam mekanisme pemeriksaan kepatuhan internal

    adalah melakukan proses klarifikasi dan konfirmasi atas informasi dan bukti-bukti yang telah dikumpulkan. Proses klarifikasi dan konfirmasi dibutuhkan untuk memperoleh tambahan informasi yang akan memperjelas, menambah dan mengkonfirmasi bukti-bukti yang telah dikumpulkan.

    Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam proses klarifikasi dan konfirmasi adalah sebagai berikut : 1) Tim pemeriksa menyusun daftar pihak-pihak yang perlu dikonfirmasi

    sehubungan dengan bukti-bukti yang telah diperoleh. Dalam hal proses klarifikasi dan konfirmasi membutuhkan keterangan dari pihak eksternal, tim

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 35

    pemeriksa dapat berkoordinasi dengan Bagian Umum untuk menyiapkan administrasi yang diperlukan;

    2) Permintaan klarifikasi dan konfirmasi kepada pihak eksternal harus dilakukan dengan surat undangan formal. Apabila tidak memungkinkan untuk hadir memenuhi panggilan, tim pemeriksa dapat berinisiatif untuk melakukan proses klarifikasi dan konfirmasi di tempat yang bersangkutan. Untuk proses klarifikasi dan konfirmasi kepada pihak internal, undangan harus ditandatangani oleh Kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal;

    3) Hasil klarifikasi dan konfirmasi harus dituangkan dalam Berita Acara Klarifikasi dan Konfirmasi atau keterangan tertulis yang ditandatangani oleh pihak yang memberikan klarifikasi atau konfirmasi;

    4) Dalam hal yang bersangkutan tidak memenuhi undangan walaupun telah dipanggil sebanyak tiga kali, maka tim pemeriksa membuat Keterangan mengenai ketidakhadiran pihak-pihak yang dikonfirmasi;

    5) Dalam hal yang bersangkutan hadir memenuhi undangan, namun tidak bersedia memberikan klarifikasi dan konfirmasi, maka tim pemeriksa membuat Berita Acara ketidaksediaan untuk memberikan klarifikasi dan konfirmasi;

    6) Dalam hal yang bersangkutan bersedia memberikan klarifikasi dan konfirmasi tetapi menolak untuk menandatangani Berita Acara, maka Berita Acara tersebut cukup ditandatangani oleh Tim Pemeriksa dengan disertai risalah mengenai ketidaksediaan yang bersangkutan untuk menandatangani Berita Acara disertai alasan, tempat dan waktu penolakan.

    Proses Pemeriksaan dan Pengujian Tahapan ini merupakan tahapan kunci untuk mengungkap permasalahan

    secara jelas dan tegas mengenai perbuatan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai yang dilakukan oleh seorang pegawai. Untuk memperoleh pengakuan baik secara langsung maupun dengan proses pembuktian, tim pemeriksa harus menguasai teknik-teknik pemeriksaan terhadap pegawai terperiksa. Kunci keberhasilan dalam proses pemeriksaan dan pengujian ini terletak pada penguasaan pemeriksa terhadap pola .

    Dalam melakukan pemeriksaan terhadap pegawai terperiksa dan saksi-saksi, tim pemeriksa dapat menggunakan beberapa alternatif teknik

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 36

    pemeriksaan, yaitu interview, interogasi, konfrontasi, dan elisitasi. Pemilihan teknik yang akan digunakan harus disesuaikan dengan karakter orang yang diperiksa. Untuk mengetahui karakter orang yang akan diperiksa dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan momen-momen awal pertemuan atau istilahnya adalah welcome question.

    Disamping untuk mengungkap perbuatan pelanggaran yang dilakukan pegawai terperiksa, proses pemeriksaan dan pengujian juga dimaksudkan untuk mengkaji faktor-faktor penyebab penyimpangan atau pelanggaran wewenang yang terjadi. Beberapa penyimpangan dapat saja terjadi karena adanya kelemahan sistem dan prosedur. Hal ini sangat berguna untuk perbaikan sistem ke depannya.

    Penyusunan Resume Hasil Pemeriksaan Tim pemeriksaan kepatuhan internal harus menyusun resume hasil

    pemeriksaan khusus dalam suatu kertas kerja. Kertas kerja ini mengikhtisarkan secara lengkap mengenai kejadian pelanggaran, pihak-pihak yang terperiksa, pihak-pihak yang dimintai keterangan dan hasil pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait tersebut. Resume hasil pemeriksaan harus dibuat secara sistematis dan sekurang-kurangnya harus memuat: Dasar, latar belakang dilakukannya pemeriksaan kepatuhan internal; Proses terjadinya penyimpangan dan dilengkapi dengan bagan prosesnya; Pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan; Bukti-bukti yang dikumpulkan; Penyebab terjadinya penyimpangan; Dampak yang ditimbulkan

    Pembahasan Akhir Pemeriksaan Pada akhir pelaksanaan pemeriksaan kepatuhan internal, tim pemeriksa

    melakukan pembahasan akhir bersama-sama dengan kepala Unit Kerja Kepatuhan Internal atau dengan pihak-pihak terkait lainnya. Tujuan inti yang ingin dicapai dalam pembahasan akhir ini adalah untuk merumuskan dan mengambil kesepakatan mengenai rekomendasi pengenaaan sanksi terhadap pegawai yang terlibat dan harus bertanggung jawab.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 37

    Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Internal Penyusunan LHPKI merupakan langkah terakhir dalam proses

    pemeriksaan kepatuhan internal. LHPKI harus menyajikan informasi tentang simpulan, bukti-bukti temuan, dan yang terpenting adalah rekomendasi hasil pemeriksaan kepatuhan internal. LHPKI harus dilaporkan kepada kepala kantor dengan tembusan kepada kepala bidang/seksi atau atasan langsung pegawai yang diperiksa. Unit Kerja Kepatuhan Internal masih memiliki kewajiban untuk memantau lebih lanjut pelaksanaan rekomendasi tersebut. Apabila hingga batas waktu tertentu belum ditindaklanjuti, maka Unit Kerja Kepatuhan Internal mengirimkan surat penegasan kepada pimpinan unit terkait.

    c.2. Teknik-Teknik Pemeriksaan Terhadap Terperiksa dan Saksi

    Etika dan Persyaratan Pemeriksaan Kepatuhan Internal Untuk mencapai keberhasilan mengungkap permasalahan dalam proses

    pemeriksaan dan pengujian, hendaknya Tim pemeriksa memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Persyaratan terhadap pegawai Yang Diperiksa, baik sebagai target

    pelaku maupun sebagai saksi. Sehat jasmani dan rohani; Seorang pegawai terperiksa maupun saksi-saksi harus dalam keadaan

    sehat wal afiat baik secara fisik maupun rohaninya. Bebas dari rasa takut; Tidak boleh ada tindakan intimidasi maupun ancaman-ancaman dari tim

    pemeriksa terhadap pgawai terperiksa maupun saksi-saksi Dipanggil dengan Surat Panggilan yang sah; Setiap pegawai yang akan dimintai keterangannya, harus dipanggil

    dengan surat panggilan tertulis secara resmi, tidak boleh dengan panggilan lisan saja.

    2) Persyaratan Tempat atau Ruangan Pemeriksaan Agar suatu pemeriksaan dapat berjalan dengan baik, maka tempat atau ruangan pemeriksaan juga harus memenuhi syarat sebagai berikut : Tempat pemeriksaan harus ditentukan oleh penyidik; tidak boleh menuruti

    keinginan pegawai terperiksa atau saksi-saksi. Tujuannya adalah untuk

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 38

    meningkatkan efek psikis berupa rasa percaya diri yang tinggi kepada tim pemeriksa.

    Sedapat mungkin dilaksanakan di ruangan Unit Kerja Kepatuhan Internal; Dalam hal tertentu (khusus kepada saksi-saksi) pemeriksaan dapat dilakukan dirumah, tempat kediaman yang bersangkutan, setelah 2 (dua) kali dipanggil secara berturut-turut tidak datang.

    Tempat pemeriksaan didesain secara khusus sebagai tempat pemeriksaan, dan harus layak untuk dijadikan tempat pemeriksaan.

    Tata letak ruangan maupun suasana yang dibangun tidak menimbulkan kesan menakutkan atau menyeramkan.

    Terang dan bersih, serta tidak ada hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian yang diperiksa.

    Menjamin keamanan; dalam pengertian memiliki tenaga pengamanan yang cukup, khususnya dalam situasi pegawai terperiksa melakukan perlawanan secara fisik.

    Tenang; situasi tempat pemeriksaan tidak boleh gaduh sehingga tidak mengganggu proses tanya jawab yang dilakukan.

    3) Sarana Pemeriksaan Untuk mencapai hasil pemeriksaan secara efektif dan efisien, hendaknya sarana-sarana yang ada di tempat pemeriksaan harus disiapkan sebaik-baiknya, antara lain sebagai berikut: Meja dan kursi sesuai kebutuhan; Mesin tulis atau komputer; Alat-alat tulis yang kemungkinan diperlukan dalam proses pemeriksaan; Tape Recorder, kamera video baik secara terbuka maupun tertutup, dan

    alat-alat elektronika lainnya sebagai alat bantu pemeriksaan. Kelengkapan administrasi lain yang berhubungan dengan proses

    pemeriksaan. 4) Persiapan Proses Pemeriksaan dan Pengujian.

    Menunjuk petugas yang akan melakukan pemeriksaan; Dalam penunjukan ini, Ketua Tim pemeriksa sebaiknya menunjuk Petugas yang memenuhi persyaratan sebagai pemeriksa dan pangkatnya tidak boleh lebih rendah dari pegawai terperiksa. Disamping itu, petugas pemeriksa sebaiknya yang menguasai dengan baik peraturan-peraturan yang

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 39

    berkaitan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Menentukan waktu, tempat, dan sarana pemeriksaan. Mempelajari kasus pelanggaran kode etik yang sedang ditangani. Menyusun dan merumuskan daftar pertanyaan yang akan diajukan untuk

    mendapatkan jawaban atas pertanyaan 7 (tujuh) unsur berikut ini : Si, A, Di, De, Men, Ba, Bi, (Siapa? Apa? Dimana? Dengan Siapa? Mengapa? Bagaimana? Bilamana?)

    Menentukan urutan pegawai terperiksa atau saksi-saksi yang akan diperiksa berdasarkan kadar keterlibatan atau pengetahuannya tentang tindak pelanggaran yang dilakukan.

    Meneliti kembali Surat Panggilan dan kelengkapan administrasi lainnya untuk menghindari adanya kesalahan cetak maupun penafsiran yang keliru mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.

    5) Etika pemeriksaan terhadap Pegawai yang diperiksa Untuk menjamin objektifitas dalam proses pemeriksaan, prinsip-prinsip yang harus dipegang oleh petugas pemeriksa adalah sebagai berikut: Pegawai terperiksa tidak boleh diperlakukan semata-mata sebagai objek

    pemeriksaan; harus diciptakan kondisi yang membuat kedudukan pemeriksa dan yang diperiksa seolah-olah sama atau sejajar;

    Tidak melakukan pemaksaan terhadap pegawai yag diperiksa untuk mengakui pelanggaran yang ditiduhkan kepadanya;

    Tidak boleh merendahkan martabat atau harga diri pegawai terperiksa dengan cara membentak, mengancam, melotot atau meninggalkan sendirian dalam ruangan untuk jangka waktu yang lama, atau cara-cara lain yang tidak manusiawi;

    Segala pertanyaan yang diajukan tidak untuk menjebak; Memberikan kebebasan kepada yang diperiksa untuk mengemukakan

    pendapat atu pernyataan lainnya; Sebaiknya tidak memberikan nasehat atau saran yang dimaksudkan

    untuk menjerumuskannya; Pemeriksaan harus dapat mencerminkan adanya suatu kepastian hukum

    tentang siapa yang harus bertanggung jawab, jenis peanggaran, waktu tempat, mengapa terjadi, dan bagaimana terjadinya.

    Apabila jawaban yang diperiksa berbelit-belit walaupun sudah diingatkan :

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 40

    - Pertanyaan diajukan langsung kepada masalah; - Bangkitkan emosinya, namun sedapat mungkin tidak merendahkan

    harga dirinya; Apabila Tersangka mungkir atau selalu berbohong:

    - Perlihatkan fakta dan bukti-bukti yang ada; - Tunjukkan kontradiksi dari setiap ketidakbenaran keterangan tersebut - Adakan konfrontasi dengan keterangan saksi-saksi lain ;

    6) Etika Pemeriksaan terhadap Saksi-Saksi: Membangun suasana santai dan bersahabat, sehingga saksi merasa

    nyaman; Tanyakan apa ada hubungan keluarga atau hubungan kerja secara

    langsung dengan pegawai yang terperiksa; Segala pertanyaan yang diajukan tidak boleh diarahkan jawabannya; Memberikan kebebasan kepada yang saksi untuk mengemukakan fakta-

    fakta yang dialaminya atau pernyataan-pernyataan yang didengarnya; Sedapat mungkin pemeriksaan saksi dilakukan secara perorangan,

    kecuali kalau informasi penting memerlukan pengujian dengan cara mengkonfrontir dengan pegawai terperiksa atau saksi-saksi lainnya;

    Teknik-Teknik Pemeriksaan Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa untuk mencapai

    target hasil pemeriksaan yang efektif, tim pemeriksa perlu menggunakan teknik-teknik pemeriksaan yang sesuai dengan karakter pegawai yang diperiksa maupun saksi-saksi. Cara mengetahui karakter pegawai yang diperiksa dapat ditempuh dengan melakukan pemeriksaan pembuka pada saat terperiksa tiba di tempat pemeriksaan atau pada awal proses pemeriksan.

    Cara pendekatan yang lazim dalam suatu welcome question adalah dengan berbicara secara santai tanpa menyinggung masalah pelanggaran yang dilakukan, biasanya pertanyaan ringan mengenai keluarga, hobi, topik-topik yang sedang hangat, tayangan televisi dan sebagainya. Dari pembicaraan ini pemeriksa harus dapat menentukan karakter si terperiksa. Untuk itu pemeriksa harus menyesuaikan teknik pemeriksaan yang lebih tepat hingga didapat target hasil pemeriksaannya. Berikut ini kami jelaskan satu persatu mengenai teknik-teknik pemeriksaan yang dapat digunakan oleh Tim pemeriksa.

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 41

    1) Interview dan interogasi Interview dan interogasi kedua-duanya berarti menanyakan seseorang

    tentang keterlibatannya dalam suatu pelanggaran. Seseorang tersebut bisa seorang terperiksa atau seorang saksi. Kata-kata "interview" dan "interogasi" di dalam modul ini berkaitan dengan segala hal tentang tindakan menanyakan seseorang. "Interview" adalah istilah sopan dari proses mengajukan pertanyaan kepada seseorang, sementara "interogasi" adalah istilah yang lebih keras.

    Interview dan interogasi yang efektif memerlukan keahlian khusus yang didapat melalui latihan dan pengalaman. Seorang petugas yang melakukan interview disebut sebagai interviewer, sedangkan orang yang diinterview disebut dengan istilah interviewee. Seorang interviewer harus membangun hubungan yang baik dengan tersangka yang dipemeriksa . Proses interview harus dilakukan dengan menilai karakter para tersangka agar didapatkan pola hubungan yang paling baik, yaitu tidak boleh terlalu keras atau terlalu bersahabat. Interviewer harus mendapatkan kepercayaan dari tersangka dan tidak boleh mengelabuinya atau memberikan alasan-alasan palsu.

    Aturan umum yang berlaku dalam memahami jawaban dari interviewee adalah menerima hal-hal yang normal dan menyangsikan hal-hal yang tidak normal. Pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya melengkapi diajukan untuk menyelidiki, menguji dan mengecek jawabannya. Interviewee tidak boleh diberitahu hal-hal yang diketahui oleh interviewer, sebaliknya ajukan pertanyaan untuk mengetahui apakah ia memberikan jawaban yang benar ataukah tidak. Kebohongan yang dapat dibuktikan, penting artinya. Mengapa terdakwa berbohong? Karena ia menyembunyikan sesuatu.

    Misalnya, seorang terperiksa sedang dipemeriksaan. Sebelum dilakukan pemeriksaan, terperiksa diketahui telah melakukan pertemuan dengan target lain yang juga akan menjadi terperiksa, pada tempat dan waktu yang diketahui oleh Tim Pemeriksa. Dalam hal ini, pemeriksa tidak boleh memberitahukan perihal tersebut secara langsung kepada terperiksa yang sedang dipemeriksaan.

    Contoh pertanyaan yang harus dihindari: Anda diketahui telah melakukan pertemuan dengan X di (tempat tertentu)

    pada (tanggal tertentu), mengapa? Konteks pertanyaantersebut dapat disiasati , sebagai berikut:

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 42

    - Apakah anda kenal dengan X? (sebagai jawabannya terperiksa mungkin saja akan berbohong)!

    - Katakan dimana dan kapan anda menemuinya pada bulan-bulan terakhir ini (sebagai jawabannya, terperiksa mungkin mengakui atau mengingkari bahwa ia melakukan pertemuan dengan X).

    - Di mana anda pada (tanggal tertentu)? - Pernahkan anda pergi ke (tempat tertentu)? Jika terperiksa mengakui telah melakukan pertemuan tersebut, isi pertemuan bisa ditanyakan. Jika ia berbohong atau tidak menyebutkan pertemuan yang dimaksud, interviewer langsung memberitahu tersangka bahwa petugas sudah mengetahui bahwa ia melakukan pertemuan tersebut. Hal ini dilakukan jika interviewer menganggap saatnya sudah tepat. Pengertian saat yang tepat tersebut antara lain adalah: - pada akhir-akhir interview, apabila petugas ingin mengetahui kebohongan-

    kebohongan lain, - pada permulaan interview, apabila petugas ingin agar tersangka menyadari

    bahwa interviewer mengetahui lebih banyak dari yang ia duga. Terhadap opsi kedua yang dipilih interviewer, pada umumnya sedikit lebih

    menguntungkan. Hal ini akan membuat terperiksa ragu-ragu, karena ia tidak akan mengetahui seberapa banyak sebenarnya yang diketahui oleh interviewer. Terperiksa cenderung akan terpojok dan sduah tidak dapat berbohong lagi mengenai perihal pertemuan tersebut. Walaupun demikian, tidak perlu memberitahukan tersangka bahwa ia telah diamati, karena terperiksa akan mengambil kesimpulan yang keliru mengenai informasi yang dimiliki pemeriksa. Interview

    Seorang interviewer harus memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari setiap interview yang ia lakukan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan tujuan tersebut. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai melalui teknik interview antara lain: Mengetahui keterlibatan terperiksa dalam pelanggaran yang dicurigai

    dengan cara mendapatkan pengakuan langsung dari terperiksa atau mengeluarkannya dari daftar orang yang dicurigai;

    Mengetahui kebohongan yang dapat dibuktikan (provable lies); Memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk membela diri;

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 43

    Menentukan posisi seorang terperiksa diantara target-target lainnya; Menentukan hubungan seorang terperiksa dengan target-target lainnya dan

    peran mereka pada pada pelanggaran-pelanggaran yang dicurigai tersebut; Mengetahui aset terperiksa yang merupakan hasil kejahatan, yang pada

    gilirannya nanti merupakan aset yang akan disita; Menentukan fakta-fakta lain yang harus dibuktikan sebelum mengajukan

    dugaan telah terjadi suatu pelanggaran; Mendapatkan fakta-fakta lain yang belum diketahui oleh interviewer,

    misalnya orang lain yang seharusnya juga ikut bertanggung jawab dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.

    mendapatkan latar belakang terperiksa, pekerjaan, gaya hidup, orang tua, teman atau koleganya, dan sebagainya.

    Sebelum melakukan interview, interviewer harus membuat persiapan-persiapan yang dibutuhkan agar dapat diraih tujuan yang diiginkan secara efektif dan efisien. Setiap interview harus direncanakan dan dipersiapkan sesuai dengan tujuan tersebut. Tidak semua interview dapat diantisipasi sebelumnya, oleh sebab itu, seorang interviewer harus mendapatkan sebanyak mungkin informasi tentanq latar belakang tersangka. Interviewer harus selalu melakukan perencanaan dalam setiap interviewnya, seberapapun sederhananya kasus yang ada. la harus menyiapkan diri terhadap segala kemungkinan jawaban yang diberikan oleh orang yang diperiksa. Interogasi

    Interogasi adalah salah satu teknik pemeriksaan yang umum dilakukan pada saat memeriksa tersangka atau saksi dalam rangka penyidikan tindak pidana. Ciri khas penggunaan teknik ini adalah dengan cara mengajukan pertanyaan yang jawabannya pendek dan bersifat mempersempit fokus pemeriksaan. Cara mengajukan pertanyaan kepada seseorang tentang keterlibatannya dalam suatu pelanggaran dengan cara lebih keras. Kata-kata "interogasi" di dalam modul ini berkaitan dengan segala hal tentang tindakan menanyakan seseorang.

    Pertanyaan yang mungkin timbul dalam benak Anda sekarang ini adalah apakah teknik interogasi diperkenankan dalam pemeriksaan kepatuhan internal? Jawabannya adalah tidak ! Teknik pemeriksaan interogasi sedapat mungkin harus dihindari dalam pelaksanaan pemeriksaan kepatuhan internal. Peraturan

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 44

    Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil mengatur bahwa Tujuan pemeriksaan dan penjatuhan hukuman disiplin pada dasarnya adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran. Pemeriksaan kepatuhan internal tidak boleh menggunakan cara-cara intimidasi.

    Harus diingat bahwa istilah "interogasi" dan interigator telah berkembang menjadi cara yang berhubungan dengan paksaan dan tekanan sehingga bisa jadi di pengadilan nanti seseorang akan menarik kembali hasil interogasi atau interviewnya. Teknis pemeriksaan dan pelaksanaan pemeriksaan caranya sama dengan cara yang dilakukan dalam interview. Perbedaannya hanya terletak pada cara mengajukan pertanyaannya, untuk interview dilakukan lebih halus atau lebih sopan dan tidak ada unsur pemaksaan. Teknis pertanyaan interogasi dilakukan dengan mengajukan secara kasar dan kelihatan unsur pemaksaannya. 2) Konfrontasi

    Konfrontasi adalah teknik pemeriksaan dengan cara menghadapkan langsung antara terperiksa dengan saksi atau membap a langsung terperiksa kepada situasi dan keadaan yang diceriterakannya. Penggunaan teknik konfrontasi perlu dilakukan oleh karena adanya hasil pemeriksaan atau keterangan terperiksa yang tidak cocok dengan keterangan saksi-saksi atau keadaan yang sesungguhnya. Adanya pertentangan atau ketidakcocokan keterangan ini dapat terjadi karena keterangan palsu, karena perbedaan tempat kejadian, karena perbedaan waktu terjadinya pelanggaran, dan sebagainya.

    Terhadap perbedaan keterangan, teknik konfrontasi ini dilakukan dengan cara menghadapkan secara langsung terperiksa dengan saksi-saksi di tempat pemeriksaan yang disediakan oleh tim pemeriksa. Pada kondisi tersebut akan terlihat apakah keterangan terperiksa dapat dibuktikan kebenarannya atau tidak. Terhadap perbedaan tempat kejadian, dapat dilakukan konfrontasi dengan cara pemeriksaan dilapangan secara langsuna atau dengan cara di buatkan flowchart yang ditandatangai para pihak yang diperiksa dan oleh tim pemeriksa.

    Terhadap perbedaan waktu terjadinya pelanggaraan, konfrontasi dilakukan dengan cara mencocokan situasi saat itu dengan waktu dan kegiatan disekitar tempat kejadian yang berjalan secara rutin (misalnya pada pukul 7.00 WIB di ruang tunggu keberangkatan Bandara Juanda, terdapat kantin, kapan kantin tersebut buka setiap hari, lalu tanyakan pada saat itu apakah kantin suda

  • Modul Pemeriksaan Kepatuhan Internal

    DTSS Kepatuhan Internal 45

    buka dan melayani pembeli, apakah melihat orang atau penjual saat itu, menggunakan baju warnah apakah saat itu lalu dikroscek dilapangan, dan seterusnya).

    3) Elisitasi Pengertian elisitasi adalah suatu cara bertanya atau mengajukan

    pertanyaan yang disampaikan kepada seseorang, tetapi orang yang ditanya tersebut tidak merasa atau tidak menyadari bahwa dirinya sedang ditanya. Tujuan penggunaan teknik ini adalah untuk mendapatkan data atau keterangan yang benar dan sejujurnya secara alamiah tanpa disadari oleh orang yang ditanya. Teknis pertanyaan dengan elisitasi ini dapat digunakan dalam melakukan proses pemeriksaan, interview, interogasi, dan konfrontasi.

    Cara menggunakan teknis elisitasi ini harus berhati-hati jangan sampai melemahkan hasil pemeriksaan atau semakin menguatkan keterangan palsu terperiksa. Dalam pelaksanaannya dapat saja dilakukan dengan cara undercover atau penyamaran diluar proses pemeriksaan khusus kepatuhan internal. Contoh :

    Dalam kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa didapati informasi bahwa terperiksa menerima sesuatu dari seseorang sebagai kompensasi atas kegiatan pelayanan yang dilakukannya (gratifikasi). Dalam proses pemeriksaan, terperiksa menyangkal dengan keras. Dalam hal ini Tim pemeriksa dapat saja mengutus seseorang dengan penyamaran, untuk menyelidiki dan menanyakan kepada terperiksa, keluarganya atau sahabat-sahabat dekatnya di luar proses pemeriksaan. Misalnya dengan pertanyaan melalui telepon berlagak seperti petugas survey kepada isterinya: Ibu, kami dari Lembaga Survey, sedang mensurvey pola kebiasaan konsumsi masyarakat kota Jakarta. Ibu terpilih secara random berdasarkan daftar Nomor telepon di Yellow Pages. Pertanyaan pertama, barang-barang Elektronik apa saja yang baru-baru ini ibu beli. Si ibu menjawab: kami baru saja membeli Blackberry seri termahal dua buah dan juga Laptop baru dan dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

    Berdasarkan informasi ini tim pemeriksa sudah dapat menganalisis kebenaran informasi yang didapatkannya. Informasi ini dapat dikembangkan lebih lanj