Download - TEORI BELAJAR BANDURA
TEORI KOGNITIF SOSIAL BANDURA
DOSEN: PROF. DR. SURADI TAMHIR
Oleh Kelompok :
1. RAHMATULLAH BIN ARSYAD2. MUH. FATHURRAHMAN
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSARPENDIDIKAN MATEMATIKA
2015
BAB I
LANDASAN TEORI
A. LATAR BELAKANG
Sebelum Albert Bandura mengemukakan teorinya, sudah ada beberapa penjelasan
tentang bagaimana organisme belajar melalui observasi. Beberapa diantaranya dijelaskan
sebagai berikut.
a. THORNDIKE dan WATSON
Edward L. Thorndike adalah adalah orang pertama yang mencoba mempelajari
perilaku belajar secara observasi melalui eksperimen. Pada tahun 1989, dia melakukan
eksperimen pada kucing. Thorndike membuat sebuah puzzle box, dan mencoba melihat
bagaimana perilaku kucing untuk keluar dari puzzle box tersebut. Ketika dia
menempatkan satu kucing dalam boks, dia menempatkan kucing di boks yang
berdampingan-kucing di boks ini mengobservasi perilaku kucing dalam puzzle box
mencari jalan keluar. Ketika kucing yang mengobservasi kucing dalam puzzle box
ditempatkan pada puzzle box itu sendiri, si kucing tidak dapat langsung menggunakan
cara yang telah dia amati untuk keluar dari puzzle box, tetapi dia melakukan proses trial-
and-error, seperti ketika kucing pertama berusaha untuk keluar dari puzzle box.
Thorndike pun melakukan percobaan yang sama pada ayam dan anjing, dan merekapun
melakukan hal yang sama, bahkan dengan monyet sekalipun. Pada akhirnya, dia
menyimpulkan bahwa hewan tidak memiliki kemampuan untuk belajar melakukan
sesuatu dari mengobservasi hewan lain melakukannya (Hergenhahn dan Olson, 1997).
J. B. Watson melakukan percobaan yang sama seperti yang dilakukan Thordike pada
tahun 1901 dengan menggunakan monyet, dan hasilnya sama seperti percobaan
Thorndike (Hergenhahn dan Olson, 1997).
Pada akhirnya, baik Thorndike maupun Watson menyimpulkan bahwa belajar merupakan
hasil dari pengalaman langsung saja, dan bukan pengalaman mengamati (Hergenhahn dan
Olson, 1997, hal. 326).
b. MILLER dan DOLLARD
Miller dan Dollard berpendapat bahwa bila perilaku meniru diberi penguatan, perilaku
tersebut akan diperkuat, seperti perilaku lainnya. Miller dan Dollard membagi perilaku
menjadi tiga kategori:
1. Perilaku sama, terjadi ketika dua atau lebih individu merespon situasi sama dengan
cara yang sama, seperti ketika kita menyapa, semua orang akan merespon dengan
“hai”.
2. Perilaku meniru, meliputi penuntunan oleh seseorang kepada orang lain, misalnya
seorang instruktur yoga mengajari muridnya posisi yoga. Ketika sang murid dipuji,
dia akan mendapat penguatan atas perilaku itu.
3. Perilaku menyocokkan-dependen, seorang pengamat diberi penguatan untuk
meniru tindakan model. Misalnya ketika seorang kakak mendengar suara langkah
kaki ayahnya pulang, dia berlari ke arah pintu, dan mendapatkan permen dari sang
ayah sebagai penguatan. Adiknya yang ikut berlari juga mendapatkan permen. Karena
mendapat penguatan, hal ini diulangi kembali oleh kedua anak. Namun,
perbedaannya adalah, sang kakak terstimulasi oleh suara langkah kaki, sedangkan
sang adik terstimulasi oleh kakaknya yang berlari. Perilaku adik merupakan perilaku
dependen pada perilaku kakak.
Miller dan Dollard menekankan bahwa perilaku meniru bisa menjadi kebiasaan, dan
menyebut bahwa kecenderungan untuk meniru perilaku pada individu sebagai peniruan
umum (Hergenhahn dan Olson, 1997, hal. 326-327).
B. DASAR TEORI DAN EKSPERIMEN AWAL
Bandura berpendapat bahwa belajar melalui observasi (observational learning) mungkin ya
mungkin tidak melibatkan peniruan. Seperti contohnya, ketika kita melihat mobil yang
berjalan di depan kita terantuk lubang di jalan, kita mendapat informasi dan berdasarkan
pengamatan kita, kita akan menghindari lubang tersebut, demi menghindari kerusakan pada
mobil kita.
Pada tahun 1965, Bandura melakukan eksperimen dengan membagi kelompok anak menjadi
tiga. Anak-anak ini menyaksikan perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang yang
memukuli boneka. Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan penguatan akan perilaku
agresif tersebut, sedangkan anak-anak di kelompok kedua mendapatkan ancaman pada
1
perilaku agresif, sementara anak-anak di kelompok ketiga tidak mendapatkan penguatan
maupun ancaman pada perilaku agresif.
Anak-anak tersebut pada akhirnya dihadapkan secara langsung pada boneka tadi. Seperti
yang telah diperkirakan sebalumnya, anak-anak di kelompok pertama berperilaku agresif
pada boneka tersebut, sementara anak-anak di kelompok kedua kurang agresif pada boneka
tersebut, sedangkan anak-anak di kelompok ketiga berada antara agresif dan kurang agresif.
Anak-anak di kelompok pertama mendapatkan penguatan dari pengamatan (vicarious
reinforcement) dan mereka difasilitasi untuk keagresifan mereka. Sedangkan anak-anak di
kelompok kedua mendapatkan ancaman pengamatan (vicarious punishment), dan mereka
dihalangi perilaku agresifnya. Meskipun anak-anak tidak mendapatkan pengalaman
penguatan maupun ancaman secara langsung, mereka memodifikasi perilakunya secara sama
(Hergenhahn dan Olson, 1997).
C. PENDEKATAN TEORI BANDURA
Prinsip-prinsip umum dari teori Bandura:
1. Orang dapat belajar dengan mengamati perilaku dari orang lain dan hasil dari perilaku
tersebut.
2. Belajar dapat terjadi tanpa perubahan perilaku. Para behavioris mengatakan belajar harus
diwakili oleh perubahan permanen dalam perilaku. Namun dalam teori pembelajaran
sosial dikatakan bahwa orang dapat belajar melalui observasi sendiri, belajar mereka
belum tentu ditampilkan dalam perilaku mereka. Belajar dapat mengakibatkan perubahan
perilaku atau mungkin tidak sama sekali.
3. Kognisi berperan dalam belajar. Selama 30 tahun terakhir teori belajar sosial telah menjadi
semakin mengarah ke pembelajaran kognitif dalam proses belajar. Kesadaran dan
harapan dari penguatan atau ancaman di masa mendatang dapat menimbulkan efek yang
signifikan pada perilaku tampak dari orang-orang.
Teori belajar menurut Albert Bandura:
a. Pemodelan yang Tertunda (Delayed Modelling)
Pemodelan yang tertunda ini adalah suatu momen dimana subyek (pengamat) tidak
menunjukkan hasil belajar dari pengalaman modelling sampai suatu waktu dimana
pengalaman modelling tersebut berhenti.
2
b. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Belajar
1. Attentional Processes (tahap perhatian)
Tahap di mana seseorang mulai berfokus pada satu dari sekian banyak stimulus yang
muncul dihadapannya. Stimulus yang menariklah yang akhirnya lulus seleksi.
2. Retentional Processes (tahap penyimpanan dalam ingatan)
Pada tahap ini stimulus yang menjadi fokus mulai diolah secara kognitif dan hasilnya
disimpan dalam memori. Yang kemudian dicari lebih lanjut informasi lebih detail
berhubungan dengan stimulus tersebut.
3. Behavioral Production Processes (proses produksi perilaku)
Dalam tahap ini informasi yang sebelumnya telah disimpan dalam memori diolah
kembali untuk kemudian diuji. Dalam tahap ini seseorang dituntut untuk tidak hanya
mengerti melainkan juga dituntut untuk lebih memahami.
4. Motivational Processes (tahap motivasi)
Pada tahapan ini seseorang mulai menemukan dorongan sebagai kelanjutan dari
proses. Seseorang mulai mendapat “reward” untuk hasil belajar yang memuaskan,
yang kemudian akan membuatnya bersemangat untuk kembali belajar. Juga ada
pemberian dorongan lebih jika hasil belajarnya dinilai kurang optimal supaya ia
terdorong untuk belajar lebih lagi. Seiring dengan kedua upaya tersebut, ada baiknya
ditunjukan pula bukti-bukti kerugian orang yang tidak menguasai materi tersebut.
c. Determinisme Resiprok (Reciprocal Determinism)
Bandura berpendapat, seseorang berperilaku tertentu karena adanya interaksi antara
orang, lingkungan, dan perilaku orang tersebut, menghasilkan perilaku berikutnya. Dari
konsep ini, bisa dikatakan bahwa perilaku mempengaruhi lingkungan, atau lingkungan
atau orang mempengaruhi perilaku.
3
d. Perilaku Diatur-Sendiri (Self-Regulated Behavior)
Bandura mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku yang
diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated behavior). Manusia belajar suatu standar
performa (performance standards), yang menjadi dasar evaluasi diri. Apabila tindakan
seseorang bisa sesuai atau bahkan melebihi standar performa, maka ia akan dinilai positif,
tetapi sebaliknya, bila dia tidak mampu berperilaku sesuai standar, dengan kata lain
performanya dibawah standar, maka ia akan dinilai negatif.
Selain itu, anggapan mengenai kecakapan diri (perceived self-efficacy) juga berperan
besar dalam perilaku yang diatur sendiri. Anggapan tentang kecakapan diri ini adalah
keyakinan seseorang bahwa dia mampu untuk melakukan sesuatu. Dari anggapan ini,
muncul motivasi orang untuk berprestasi (apabila anggapannya positif) atau bahkan
dismotivasi untuk melakukan suatu hal (apabila anggapannya negatif).
Terkadang, anggapan mengenai kecakapan diri seseorang tidak sesuai dengan kecakapan
diri sesungguhnya (real self-efficacy). Seseorang terlalu yakin dia dapat melakukan
sesuatu, tetapi pada kenyataannya sebenarnya dia tidak mampu. Bila hal ini terjadi, maka
orang akan merasa frustasi dan rendah diri.
e. Tindakan Moral (Moral Conduct)
Seseorang akan mempelajari kode moral (moral code) dari model. Kode moral ini
menentukan perilaku mana yang boleh dilakukan dan perilaku mana yang akan mendapat
sangsi bila dilakukan dan perilaku mana yang tidak. Apabila seseorang melanggar kode
4
moral, orang tersebut akan mengalami self-contempt (menyalahkan/jijik pada diri
sendiri), yang merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan. Namun dalam
perkembangannya, Bandura melihat sebuah mekanisme dimana seseorang bisa
melakukan pelanggaran moral tanpa mengalami self-contempt. Mekanisme ini seperti
dijabarkan oleh Hergenhahn dan Olson (1997) adalah:
- Justifikasi Moral (Moral Justification)
Dalam justifikasi moral, seseorang membenarkan pelanggaran moral karena alasan
yang lebih mulia.
Contohnya, orang yang mencuri mengatakan bahwa dia mencuri untuk menghidupi
keluarganya.
- Pelabelan Eufemistis (Euphemistic Labelling)
Dalam pelabelan eufimistis, seseorang menyebut hal yang tercela sebagai suatu
ungkapan yang halus.
Contohnya, seorang dokter disebut bukan “membunuh pasiennya” tetapi
“menghilangkan penderitaan pasien”.
- Perbandingan yang Menguntungkan (Advantageous Comparison)
Dalam perbandingan yang menguntungkan, seseorang membandingkan perilaku
pelanggaran moral dengan pelanggaran lain yang lebih berat, sehingga orang tersebut
bisa membenarkan diri.
Contohnya, seorang pencuri ayam membandingkan perbuatannya dengan seorang
koruptor, yang “dosanya” lebih besar.
- Pengalihan Tanggung Jawab (Displacement of Responsibility)
Dalam pengalihan tanggung jawab, seseorang membenarkan pelanggaran moral
karena ada perintah dari pihak otoritas yang lebih tinggi.
Contohnya, seorang pembunuh bayaran tidak merasa beralah, karena yang
menyuruhnya adalah sang bos.
- Difusi Tanggung Jawab (Diffusion of Responsibility)
Dalam difusi tanggung jawab, pertanggungjawaban atas suatu pelanggaran moral
memudar (bias) atas pelanggaran moral karena ditanggung bersama-sama.
Sebagai contoh, koruptor tidak merasa bersalah, karena dia melakukan korupsi
bersama-sama dengan rekan-rekan kerjanya.
5
- Pengabaian atau Distorsi Konsekuensi (Disregard or Distortion of Consequences)
Dalam pengabaian atau distorsi konsekuensi, seseorang mengabaikan bahaya yang
akan ditimbulkan dari perbuatannya.
Contohnya, para teroris yang melakukan pemboman, mereka mungkin mengatakan
bahwa mereka hanya menaruh bom, kemudian bom itu akan hilang ditelan asap.
- Dehumanisasi (Dehumanization)
Dengan menganggap manusia lain sebagai makhluk yang lebih rendah, pelanggaran
moral bisa dilakukan tanpa self-contempt.
Contohnya, pada zaman dahulu, orang kulit putih bisa dengan semena-mena
mempekerjakan dan menyiksa orang kulit hitam karena merasa bahwa orang kulit
hitam memiliki derajat yang lebih rendah dari dirinya.
- Atribusi Kesalahan (Attribution of Blame)
Dalam atribusi kesalahan, seseorang menyalahkan pihak lain atas pelanggaran moral
yang telah diperbuatnya.
Contohnya, pemerkosa tidak merasa bersalah karena korban memakai pakaian dan
berperilaku menggoda.
- Determinisme versus kebebasan (Determinism versus Freedom)
Karena manusia bisa mengatur perilakunya sendiri, bukan berarti dia bisa bebas
melakukan apa saja sekehendak hatinya. Bandura mendefinisikan kebebasan
(freedom) sebagai sejumlah pilihan yang tersedia dan kesempatan untuk
melakukannya (Hergenhahn dan Olson, 1997).
Ketidakleluasaan dari pilihan bebas:
1. Inkompetensi (Incompetence)
Pada inkompetensi, orang tidak mampu untuk memanfaatkan kesempatan dan
pilihan-pilihan yang ada di lingkungan.
2. Ketakutan akan ketidakterjaminan (Unwarranted Fears)
Adanya ketakutan bahwa pilihan-pilihan dan kesempatan-kesempatan tidak
menjamin keuntungan bagi diri membuat pilihan bebas seseorang terganggu.
3. Kepastian diri yang berlebihan (Excessive Self-Ensure)
6
Rasa kepercayaan diri yang berlebihan mengakibatkan seseorang untuk
mengambil pilihan atau kesempatan yang terlalu tinggi, yang tidak sesuai dengan
kondisi aktual dirinya, dan pada akhirnya, dia sendiri tidak mampu untuk
menjalankannya.
4. Penghambat Sosial, berupa prasangka dan diskriminasi (Social Inhibitors -
prejudice, discrimination)
Prasangka dan diskriminasi dari masyarakat membuat pilihan bebas seseorang
terbatas.
f. Proses Kognitif yang Salah (Faulty Cognitive Processes)
Sebagaimana manusia telah belajar tentang kode moral, self-efficacy, dan mampu
mengatur perilakunya sendiri, bisa dikatakan bahwa perilaku manusia semuanya
melibatkan proses kognitif. Seseorang bisa membayangkan berbagai hal dalam pikiran
(imagine) dan bisa memperngaruhi perilaku. Sayangnya, proses kognitif yang salah
(faulty cognitive processes) dapat menghambat perilaku atau bahkan bisa memunculkan
perilaku yang salah.
Sebab-sebab munculnya pemrosesan kognitif yang salah:
1. Anak mengevaluasi penampilan
Anak-anak cenderung untuk melihat dari penampilan. Pada perkembangannya,
melihat berdasarkan penampilan ini bisa memunculkan perilaku yang salah. Misalnya
ketika seseorang melihat pria yang kekar, berwajah sangar, dan bertato, orang tersebut
bisa saja berperilaku waspada atau menjauhi, atau bahkan takut, karena berdasarkan
penampilannya, pria tadi tampak seperti preman.
2. Pemikiran keliru karena salah informasi dan bukti yang tidak mencukupi
Seseorang terkadang berperilaku salah karena dia salah mempersepsi suatu hal, bisa
disebabkan oleh informasi yang salah ataupun bukti terhadap suatu hal yang tidak
cukup. Contohnya, kita mendengar gosip bahwa teman sekelas kita adalah seorang
pencuri, kita akan menjauhi teman tersebut, membencinya, atau bahkan
mencurigainya (informasi yang salah). Gosip tersebut juga beredar karena bukti
belum cukup, tapi orang sudah berperilaku mencurigai duluan.
3. Pemrosesan informasi yang keliru
7
Seseorang terkadang percaya orang lain begini atau begitu, dan itu mempengaruhi
persepsinya terhadap orang lain. Misalnya, seseorang percaya bahwa petani itu
bodoh, maka orang tersebut akan menyimpulkan bahwa setiap petani yang dia temui
adalah bodoh.
8
BAB II
APLIKASI TEORI BANDURA
Contoh aplikasi teori belajar Bandura adalah ketika seorang anak belajar untuk mengendarai
sepeda. Ditahap perhatian, si anak akan tertarik mengamati para pengendara sepeda dibanding
dengan orang yang melakukan aktifitas lain yang dia anggap kurang menarik. Oleh karena itu, ia
akan mengamati bagaimana seseorang mengayuh sepeda. Selanjutnya pada tahap penyimpanan
dalam ingatan si anak akan tersimpan bahwa bersepeda itu menyenangkan dan suatu saat jika
waktunya tepat ia akan meminta ayahnya (semisal) untuk mengajarinya mengendarai sepeda.
Semuanya itu kemudian dilaksanakan pada tahap reproduksi di mana si anak kemudian benar-
benar belajar mengendarai sepeda bersama sang ayah. Ketika anak itu sudah berhasil, di sinilah
tugas sang ayah untuk memberi reward sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan sang anak
sekaligus merupakan tahap motivasi.
Beberapa contoh lain dijelaskan dalam poin-poin berikut:
Iklan mie instan, di iklan tersebut diperlihatkan seseorang yang sedang melihat orang lain
makan mie instan dengan nikmatnya, membuatnya pada akhirnya makan mie instan yang
sama.
Melihat kecelakaan di konser sebuah band nasional yang mengakibatkan seseorang
meninggal, seorang pemudi yang tadinya hendak menonton konser band tersebut di kotanya
menggagalkan niatnya.
Kejadian perampokan/pembacokan yang baru-baru ini terjadi di depan jalan sebuah
perumahan di Ring Road Utara, memakan korban, membuat orang takut untuk lewat jalan
tersebut, dan memilih melewati jalan lain.
Iklan sebuah pasta gigi memperlihatkan seorang anak yang meniru kebiasaan ayahnya
makan, ribut sendiri karena menonton bola, dan cara ayahnya menggosok gigi.
Seorang balita yang kecanduan rokok dan berkata kasar karena lingkungan (orang-orang
dewasa) sekitar terbiasa merokok dan berkata kasar.
Seorang anak melompat dari lantai 4 sebuah rumah susun dengan menggunakan seprai
setelah melihat film superhero.
Sosialisasi penggunaan helm dan mengendarai motor yang baik menggunakan suatu film
pendek yang mengilustrasikan seorang pemuda yang naik motor ugal-ugalan dan tidak
9
memakai helm, berakibat fatal; kaum muda yang melihatnya menggunakan helm dan
berkendara aman tak hanya untuk menghindari ditilang polisi, tetapi untuk mengamankan
dirinya.
Serangkaian novel yang bercerita tentang percintaan vampir dengan manusia menjadi
bestseller, memacu penulis lain untuk menulis novel-novel yang bercerita tentang percintaan
vampir-manusia.
Seorang selebritis mulai berkecimpung di dunia politik, menambah kesuksesannya, selebritis
lain juga akhirnya banyak yang terjun ke dunia politik.
Belakangan ini, ada aktor/aktris yang mencoba peruntungan di dunia tarik suara, dan cukup
sukses. Melihat hal ini banyak aktor/aktris lain yang mulai ikut-ikutan terjun di dunia tarik
suara.
Sinetron-sinetron yang memiliki high rating saat ini adalah bercerita tentang cinta dan judul
sinetronnya adalah nama sang tokoh utama. Banyak sinetron-sinetron baru yang
bermunculan bertema cinta dan judulnya pun adalah nama sang tokoh utama.
Di negara yang terkenal dengan sebutan negara adikuasa, mulai booming selebritis yang
terjun ke usaha garmen, diawali dengan segelintir selebritis yang mulai mempunyai usaha
parfum atau clothing brand.
Memenuhi kebutuhan transportasi anak muda, sebuah perusahaan mobil ternama mendesain
sebuah mobil yang berjiwa muda, dengan ciri mobil kecil (untuk 4 orang) dan berbentuk
kapsul dengan lekukan-lekukan di bodi mobilnya. Melihat jumlah penjualannya, kini banyak
produsen mobil yang memproduksi mobil dengan bentuk yang mirip.
Sebuah perusahaan telekomunikasi di sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak di Asia memproduksi secara massal ponsel murah dengan tombol QWERTY.
Karena jumlah penjualannya, banyak produsen di negara yang sama, bahkan Indonesia
sendiri memproduksi ponsel dengan bentuk yang sama.
Seorang anak melihat temannya yang terluka karena terkena petasan, anak itu pun
menghindari main petasan.
Seorang pemuda melihat kesuksesan seorang bintang sepak bola dunia, memacunya untuk
berlatih sepak bola sebaik mungkin, berharap bisa mengikuti jejak bintang sepak bola
tersebut.
10
Seorang remaja melihat sekelompok remaja lain perform dance dengan gemilang, remaja ini
pun mulai belajar dan berlatih dance serupa.
Ada seorang yang kecopetan ponselnya yang dia taruh di tasnya, mengetahui hal tersebut,
seseorang mengindari menaruh ponsel di tas.
Seorang anak melihat ibunya makan bakso, dia juga ingin memakannya dan meminta pada
ibunya. Namun, sang ibu menunjukkan ekspresi kepedasan dan akhirnya si anak tidak mau
memakan bakso tersebut.
11
BAB III
REFLEKSI
Melalui materi dan tugas mengenai teori Bandura ini, kami berefleksi:
A. Yang telah dipelajari:
- Manusia bisa belajar melalui perilaku orang lain.
- Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk.
- Manusia dapat memetik pelajaran dari obyek yang menjadi modelnya.
B. Yang dirasakan:
- Menjadi sadar bahwa perilaku manusia banyak yang merupakan hasil dari modelling, tak
heran iklan banyak yang sukses.
- Merasa termotivasi akan penguatan-penguatan yang diberikan pada suatu perilaku.
- Relevan untuk dialami dalam kehidupan sehari-hari.
C. Nilai baru yang didapatkan:
- Penguatan penting untuk membentuk suatu perilaku tertentu.
- Model yang baik diperlukan untuk menjadi contoh perilaku.
- Manusia dapat berproses melalui informasi.
D. Yang dapat dilakukan untuk sesama:
- Memberikan contoh yang baik (menjadi model yang baik), karena kita hidup dengan
orang lain, sehingga orang lain tidak menirukan tindakan kita yang kurang berkenan.
- Kita bisa memanipulasi perilaku orang lain dengan pengetahuan tentang penguatan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 1997. An Introduction to Theories of Learning, 3rd edition. New Jersey: Prentice-Hall International
Hergenhahn, B.R., Olson, Matthew H. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar), edisi ke-7. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Grafindo Persada
13