teknik silvikultur jenis sengon

11
1 TEKNIK SILVIKULTUR JENIS SENGON LAUT ( Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Oleh : A. Syaffari Kosasih Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan I. PENDAHULUAN Paraserianthes falcataria L.Nielsen. termasuk dalam famili Mimosaceae dan lebih dikenal dengan nama daerah Sengon atau Jeunjing merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh. Jenis ini dahulunya oleh masyarakat di daerah jawa dan sekitarnya dimanfaatkan sebagai tanaman pelindung di perkebunan, seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan papan sebagai bahan baku untuk perumahan maka jenis ini juga dimanfaatkan untuk keperluan tersebut. Selanjutnya pemanfaatan jenis tersebut meluas untuk kayu pertukangan antara lain triplek, peti kemas, korek api, konstruksi ringan dan juga sebagai bahan baku untuk pembuatan pulp dan kertas. Di Ambon kulit Sengon dapat digunakan sebagai bahan penyamak jaring. Menurut Martawidjaya et al (1987) jenis Sengon termasuk dalam kelas awet IV dan V, kelas kuat III dan IV dan memiliki berat jenis 0,33. Keawetan kayu jenis ini cukup baik, sehingga kayu Sengon banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan. Dengan banyaknya kegunaan yang dapat diperoleh dari kayu Sengon ini, maka kegiatan pengembangan atau budidaya jenis ini telah dikuasai oleh masyarakat terutama dalam kegiatan pengembangannya dalam bentuk Hutan rakyat. Beberapa daerah sentra pengembangan Sengon dapat dijunpai di Banten, Sukabumi, Ciamis, Tasikmalaya (Jawa Barat), Banyumas, Banjarnegara (Jawa Tengah), Kediri, Pacitan, Lumajang, Bojonegoro dan Banyuwangi (Jawa Timur). II. KETERANGAN BOTANI Jenis ini merupakan jenis pohon yang pertumbuhannya tercepat, karena pada umur 1 tahun dapat mencapai tinggi 7 m dan pada umur 12 tahun dapat mencapai tinggi 39 m dengan diameter 63,5 cm (Hidayat et al, 2002) .

Upload: ad-har

Post on 21-Jan-2016

86 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

budidaya sengon

TRANSCRIPT

Page 1: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

1

TEKNIK SILVIKULTUR JENIS SENGON LAUT ( Paraserianthes falcataria L. Nielsen)

Oleh :

A. Syaffari Kosasih

Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan

I. PENDAHULUAN

Paraserianthes falcataria L.Nielsen. termasuk dalam famili Mimosaceae

dan lebih dikenal dengan nama daerah Sengon atau Jeunjing merupakan jenis

tanaman yang cepat tumbuh. Jenis ini dahulunya oleh masyarakat di daerah jawa

dan sekitarnya dimanfaatkan sebagai tanaman pelindung di perkebunan, seiring

dengan semakin meningkatnya kebutuhan papan sebagai bahan baku untuk

perumahan maka jenis ini juga dimanfaatkan untuk keperluan tersebut.

Selanjutnya pemanfaatan jenis tersebut meluas untuk kayu pertukangan antara lain

triplek, peti kemas, korek api, konstruksi ringan dan juga sebagai bahan baku

untuk pembuatan pulp dan kertas. Di Ambon kulit Sengon dapat digunakan

sebagai bahan penyamak jaring.

Menurut Martawidjaya et al (1987) jenis Sengon termasuk dalam kelas

awet IV dan V, kelas kuat III dan IV dan memiliki berat jenis 0,33. Keawetan

kayu jenis ini cukup baik, sehingga kayu Sengon banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat sebagai bahan bangunan. Dengan banyaknya kegunaan yang dapat

diperoleh dari kayu Sengon ini, maka kegiatan pengembangan atau budidaya jenis

ini telah dikuasai oleh masyarakat terutama dalam kegiatan pengembangannya

dalam bentuk Hutan rakyat. Beberapa daerah sentra pengembangan Sengon dapat

dijunpai di Banten, Sukabumi, Ciamis, Tasikmalaya (Jawa Barat), Banyumas,

Banjarnegara (Jawa Tengah), Kediri, Pacitan, Lumajang, Bojonegoro dan

Banyuwangi (Jawa Timur).

II. KETERANGAN BOTANI

Jenis ini merupakan jenis pohon yang pertumbuhannya tercepat, karena

pada umur 1 tahun dapat mencapai tinggi 7 m dan pada umur 12 tahun dapat

mencapai tinggi 39 m dengan diameter 63,5 cm (Hidayat et al, 2002) .

Page 2: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

2

Batang umumnya tidak memilki banir, berbentuk lurus, silindris. Memiliki kulit

yang licin, berwarna abu-abu atau kehijau-hijauan. Tajuk berbentuk perisai,

jarang dan selalu berwarna hijau. Daunnya berbentuk majemuk, dan panjang bisa

mencapai 10 cm.

III. TEMPAT TUMBUH

Jenis ini dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 1500 m dpl.

Elevasi yang optimal umumnya dijumpai antara 0 – 800 m dpl dengan suhu rata-

rata 22o – 29o C. Tumbuh dengan baik pada daerah dengan iklim basah sampai

agak kering, dengan curah hujan tahunan berkisar antara 2000 – 4000 mm.

Tumbuhan tropik ini dapat tumbuh di tanah-tanah yang kering, lembab atau agak

masin, dengan tekstur tanah dari yang ringan hingga berat dan pH tanah asam

sampai netral. Disamping itu pula jenis ini memerlukan tanah dengan drainase

yang baik dan tidak tergenang (Departemen Kehutanan, 1999 dan Hidayat et al,

2002).

IV. TEKNIK PERBENIHAN

A. Pengadaan Benih

1. Pengumpulan Biji

Musim pembungaan biasanya terjadi pada bulan Maret – Juni dan bulan

Oktober-Desember. Musim pembuahan hampir terjadi sepanjang tahun.

Jika polong sudah masak biasanya benih akan berhamburan di atas tanah

dan akan sulit untuk mengumpulkannya. Untuk mengatasi hal tersebut

biasanya pengumpulan polong dilkukan pada saat polong belum masak

benar, warna kuning kecoklatan. Pengambilan polong biasanya dilakukan

pada pagi atau siang hari. Polong yang sudah terkumpul dibelah dan

dikeluarkan bijinya. Jika jumlah polong banyak dapat dilakukan dengan

cara memukul –mukul polong yang dimasukkan dalam karung. kemudian

biji yang telah diperoleh dijemur sampai kering dan dibersihkan dari

kotoran/sampah dengan cara diayak/ditampi.

2. Penyimpanan Biji

Benih Sengon termasuk jenis orthodoks. Penyimpanan benih dilakukan

dengan menjaga kadar airnya sekitar 8% dan disimpan pada suhu 4-8 oC

dapat bertahan sampai 1,5 tahun tanpa penurunan viabilitas yang berarti.

Benih disimpan di dalam kantong plastik yang rapat (Hidayat et al, 2002).

Selain dengan cara tersebut penyimpanan dapat juga dilakukan dengan

menggunakan blek yang ditutup rapat. Blek tersebut disimpan di tempat

yang sejuk, agar viabilitas benih masih baik sampai beberapa tahun

(Pradjadinata dan Masano, 1996).

Page 3: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

3

3. Perlakuan Benih

Biji Sengon termasuk jenis yang memiliki kulit tebal. Jika penaburan

dilakukan dengan tanpa diberi perlakuan pendahuluan, maka

perkecambahan benih akan terjadi sekitar 14 hari dengan persen kecambah

hanya sekitar 20%. Beberapa perlakuan pendahuluan yang dapat dilakuan

yaitu dengan cara :

a. Benih disiram sesaat dengan air panas sebanyak 4 kali volume dan

rendaman dingin selama 24 jam. Benih akan berkecambah setelah 5

hari dengan persen kecambah sekitar 90%.

b. Benih direndam dalam larutan H2SO4 90% selama 3 menit kemudian

direndam dalam air mengalir selama 24 jam. Setelah 5-8 hari persen

kecambah biji akan mencapai 85%.

B. Pengadaan Bibit

1. Pembuatan persemaian

a. Pemilihan tempat persemaian

Terdapat dua tipe persemaian yang dapat dipergunakan untuk

pembuatan bibit yaitu persemaian tetap/permanen dan sementara.

Persemaian tetap biasanya digunakan jika pengadaan bibit dalam jumlah

besar dan akses menuju tempat penanaman lancar (Anonimous, 1998).

Beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan

persemaian (Anonimous, 1998; Pradjadinata dan Masano, 1996) adalah

sebagai berikut : kemiringan tempat tidak lebih dari 5%, dekat dengan

sumber air, memiliki iklim dan suhu yang sesuai untuk jenis yang akan

dikembangkan, tanah yang akan digunakan relatif suibur dengan tekstur

ringan, serta tempat persemaian ditempatkan di tengah dekat lokasi

penanaman, jalan inspeksi dan sumber tenaga kerja.

b. Perencanaan lapangan persemaian

Dari luasan persemaian yang telah ditentukan, sekitar 60-70%

disiapkan untuk areal bedengan persemaian dan bedengan jenis tumbuhan

lainnya. Sedangkan sisanya dipergunakan untuk jalan inspeksi, saluran

air, bak penampungan air serta gubuk kerja atau bangunan lain

(Anonimous, 1998; Pradjadinata dan Masano, 1996).

c. Pembuatan bedeng tabur

Ukuran bedeng tabur umumnya 5x1 m arah memanjang dari utara

ke selatan., dengan bagian tepi diperkuat dengan batu bata atau bambu.

Atap dibuat miring ke timur dengan ukuran bagian timur tingginya 75 cm

dan bagian barat tingginya 50 cm. Media tanah yang akan digunakan

harus ringan dan halus, dapat juga ditambahkan pasir untuk

Page 4: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

4

menggemburkan dengan komposisi 3 bagian tanah dan 1 bagian pasir

(Pradjadinata dan Masano, 2002). Biasanya untuk luasan bedeng tersebut

diperlukan sebanyak 200 gram benih untuk ditabur. Pada umumnya

anakan siap disapih setelah berumur 2 minggu (Hidayat et al, 2002).

d. Pembuatan bedeng sapih

Ukuran bedeng sapih umunya 5x1 m arh memanjang dari utara ke

selatan, dengan begian tepi diperkuat dengan batu bata atau bambu. Atap

untuk naungan dapat digunkan kasa plastik atau shading net. Kontainer

untuk bibit sapihan dapat digunakan pot plastik, potrays tau polybag

biasanya berukuran 10 x 15 cm yang terlebih dahulu bagian dasarnya

diberi lubang. Media untuk bibit terlebih dahulu disterilisasi dengan cara

dijemur di bawah sinar matahari, atau diberi fungisida. Media yang

digunakan harus memiliki sifat dapat menahan akar, porous, mengandung

hara yang cukup, ringan dan steril (Anonimous, 1998).

2. Pembuatan bibit di persemaian

a. Penyemaian benih

Benih yang telah diberi perlakuan pendahuluan ditabur pada

bedeng tabur, pada larikan-larikan yang dalamnya 1 cm dan jarak antar

larikan sekitar 5 cm kemudian ditutp dengan tanah halus atau pasir halus.

Penyiraman harus dilakukan dengan hati-hati menggunakan sprayer yang

berukuran halus agar benih tidak bergeser. Perkecambahan benih akan

terjadi setelah 2-4 hari .

b. Penyapihan bibit

Penyapihan bibit dilakukan setelah bibit berumur 1 – 1,5 bulan dan

ditandai dengan kelopak biji sudah mulai terlepas. Penyapihan bibit ke

dalam kantong harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai gumpalan

tanah terlepas, dan menghindari terjadinya kerusakan akar. Pemeliharaan

bibit di bedeng sapih meliputi penyiraman, penyiangan terhadap gulma

dan pencegahan terhadap gangguan hama dan penyakit ). Bibit yang siap

ditanam di lapang jika sudah berumur 3-4 bulan di bedeng sapih

(Pradjadinata dan Masano, 1996)

Bibit yang sudah berada di bedeng sapih lebih dari 3 bulan dapat dibuat

menjadi bibit stump dengan ukuran panjang bagian batang 5-20 cm,

panjang bagian akar 20cm dan diameter keher batang 0,5 – 2,5 cm (Prad

.

Page 5: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

5

V. PERSIAPAN LAPANGAN

A. Penataan Lapangan

Penataan areal penanaman dilakukan dengan tujuan untuk mengatur

tempat dan waktu, register tanaman, pengawasan dan keperluan pengelolaan

lainnya. Areal-areal dibagi menjadi blok-blok tata hutan dan selanjutnya dibagi

lagi menjadi petak-petak tata hutan. Unit-unit tersebut ditandai dengan patok

diukur dan digambar di atas peta dengan ukuran 1 : 10.000 . Luas blok yang baik

adalah 50 – 100 Ha, dan luas petak penanaman sekitar 4 – 25 Ha. Batas-batas

blok yang dapat digunakan antara lain batas alam (sungai, punggung bukit) atau

batas buatan (jalan, patok kayu atau beton) (Pradjadinata dan Masano, 1996).

B. Pembersihan Lapangan

Setiap jenis gulma dan vegetasi yang akan mengganggu pertumbuhan

tanaman pokok harus dibersihkan dari areal tanam. Pembersihan lapangan dapat

dilakukan dengan cara manual, kimia dan mekanis atau kombinasinya. Sisa-sia

vegetasi yang berupa sisa pohon sebaiknya tidak dibakar, tetapi dimanfaatkan

sebagai serpih (chip) untuk kayu > 10 cm. Sisa daun, ranting dan kulit kayu

dijadikan kompos di areal penanaman dan dikembalikan lagi ke areal tersebut

untuk meningkatkan kesuburan. Tonggak pohon sebaiknya dikeluarkan dari petak

penanaman (Anonimous, 1998).

C. Pengolahan Tanah

Pada dasarnya setiap tanaman berbeda-beda tuntutannnya terhadap sifat

fisik tanah, ada yang menghendaki tekstur tanah yang ringan dan ada pula yang

dapat hidup pada lahan bertekstur tanah yang berat. Untuk memperbaiki sifat

fisik tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan tanaman tersebut, maka

diperlukan kegiatan pengolahan tanah. Areal tanam yang memiliki kemiringan <

10 derajat pengolahan tanah dilakuakan secara mekanis, dengan pembajakan

tanah dilakukan 2 kali sedalam 30 cm. Setelah pembajakan kedua, selisih kurun

waktu 1 -2 minggu dilakukan penggaruan satu kali (Anonimous, 1999).

VI. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN

A. Sistem Penanaman

1. Sistem Tumpangsari

Penanaman Sengon dapat dilakukan dengan sistem tumpangsari yaitu

masyarakat di sekitar diberi hak untuk menanam tanaman palawija di

antara tanaman pokok dan tanaman sela selama jangka waktu berlakunya

perjanjian kerja tersebut. Penanaman tanaman palawija tersebut harus

dilakukan secara berhati-hati agar tidak mengganggu pertumbuhan

tanaman pokok dan tanaman sela. Pada radius sekitar 30 cm di sekeliling

tanaman pokok dan tanaman sela dilarang dilakukan penanaman tanaman

Page 6: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

6

palawija. Beberapa jenis palawija yang tidak diperkenankan untuk

ditanam yaitu antara lain : ketela pohon, ketela rambat, pisang, kentang,

kol, akar wangi dam sereh.

2. Sistem Cemplongan

Pembersihan lahan pada sistem ini tidak dilakukan secara total tetapi

hanya dalam radius 1 -2 m di sekitar lubang tanam. Sistem ini cocok

untuk diterapkan pada lahan miring yang tanahnya peka erosi.

B. Waktu Penanaman

Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, biasanya sekitar bulan

Oktober – Desember. Pengamatan waktu musim hujan ini sangat penting karena

berkaitan dengan kebutuhan tanaman terhadap air (Anonimous, 1998;

Pradjadinata dan Masano, 1996).

C. Pengangkutan Bibit

Pengangkutan bibit ke lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan

kotak-kotak yang terbuat dari papan yang tipis. Bibit disusun rapat supaya tidak

bergeser kalau diangkat dan dihindarkan untuk terjadinya penumpukan. Tiap

kotak umumnya berisi 25 sapai 50 bibit. Bibit yang berupa stump

pengangkutannya dilakukan dengan cara dibungkus dengan pelepah pisang atau

karung basah agar tidak cepat mengering. Perlu diperhatikan bahwa bibit harus

segera ditanam untuk menghindari kematian bibit .

D. Teknik Penanaman

Pembuatan tanaman Sengon dapat dilakukan dengan cara penanaman

langsung biji di lapangan, menggunakan bibit stump atau bibit dari persemaian.

Penanaman dengan menggunakan biji secara langsung di lapangan tidak

dianjurkan karena resiko kematian bibit cukup tinggi. Jarak tanam yang

umumnya digunakan adalah 3 x 2 m, 3 x 3 m, 3 x 5 m atau 4 x 5 m (Anonimous,

1998; Pradjadinata dan Masano, 1996).

Jika penanaman dilakukan dengan sistem tumpangsari maka penanaman

tanaman sela harus dilakukan lebih awal dengan cara menabur benih tanaman

tersebut pada larikan selebar 20 cm di antara larikan tanaman pokok. Jenis

tanaman sela yang umum digunakan adalah Kemlandingan ( Leucaena

leucocephala)

Tanaman tepi perlu ditanam untuk melindungi tanaman pokok, yaitu

meliputi tanaman pagar, tanaman sekat bakar dan tanaman pelindung. Tanaman

pagar berfungsi untuk melindungi tanaman pokok dari gangguan ternak.

Beberapa jenis tanaman pagar yang biasanya ditanam yaitu : Acacia tomentosa,

Lannea grandis, Caesalpinia sappum dan Dichrostochys cineren. Tanaman sekat

bakar umumnya ditanam pada areal yang sering mengalami kebakaran. Jenis-

jenis tanaman tersebut antara lain : Tamarindus indica, Antidesma bunius, Schima

Page 7: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

7

walichii dan Acacia auriculiformis. Tanaman pelindung biasanya ditanam di tepi

sungai, jurang, pada bagian yang curam dengan jarak tnam 3m x 1 m. Jenis-jenis

yang biasa ditanam yaitu Cassia siamea dan Calliandra sp. (Pradjadinata dan

Masano, 1996).

E. Pemeliharaan

1. Penyiangan dan Penyulaman

Kegiatan penyiangan dimaksudkan untuk membersihkan tanaman liar dan

pengganggu bagi tanaman pokok. Kegiatan ini baisanya dilakukan 2-3 kali

setahun sampai tanaman berumur 2 tahun, sedangkan untuk tanaman yang

berumur 3-4 tahun kegiatan penyingan cukupp dilakukan 1 kali dalam setahun.

Kegiatan penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati atau

pertumbuhannya merana. Kegiatan ini dilakukan pada tahun pertama selam

musim hujan masih berlangsung. Bibit yang digunakan untuk penyulaman dipilih

dengan ukuran tinggi yang hampir serupa dengan yang ditanam di lapang

(Anonimous, 1998)

2. Penjarangan

Kegiatan penjarangan mulai dilakukan sejak tanaman berumur 2 tahun.

Kegiatan penjarangan dilakuan setiap tahun. Jika tanaman sudah berumur 10

tahun, kegiatan penjarangan dilakukan setiap 3 tahun sekali

F. Hama Dan Penyakit

Informasi mengenai hama dan penyakit penting khususnya pada tanaman

Sengon telah dirangkum oleh Suharti (2002) adalah sebagai berikut :

* Hama pada Sengon

1. Hama Perusak Daun/Tajuk

a. Eurema spp.

Hama ini termasuk dalam famili Piridae, ordo Lepidoptera, merupakan

hama potensial pemakan daun. Hama ini dikenal dengan nama lain yaitu

hama kupu kuning. Terdapat 2 species yang sering menyerang tanaman

Sengon yaitu E. blanda dan E.hecabe. gejala tanaman yang terserang

yaitu daun habis dimakan oleh ulatnya (larva) sampai ke tulang daun

sehingga tanaman menjadi gundul.

b. Ulat Kantong

Hama ulat kantong termasuk famili Psychidae, ordo Lepidoptera. Hama

ini biasanya menyerng pada musim kemarau yang berkepanjangan. Gejala

tanaman yang terserang yaitu daun berlubang-lubang, meradang dan

kering, bahkan dapat menyebabkan tanaman menjadi gundul. Ualt yang

besar selain memakan daun juga memakan kulit kayu bagian luar.

c. Kutu Dompol (Ferrisia virgata Cock)

Hama ini dikenal juga dengan nama Pseudococcus virgatus termasuk

dalam famili Pseudococcidae, ordo Homoptera. Species ini juga

menyerang jenis tanaman lain seperti jmbu mete, lamtoro, ketapang

Page 8: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

8

(Kalshoven, 1981 dalam Suharti, 2002). Hama kutu dompol dapat

menyerang bibit di persemaian dan tanaman muda dengan cara menghisap

cairan pucuk sehingga bibit akan kering bagian tajuknya.

2. Hama Perusak Batang

a. Uter-uter (Xystrocera festiva Pascoe)

hama uter-uter di beberapa daerah dikenal dengan nama Wowolan atau

Boktor, termasuk dalam famili Cerambycidae, ordo Coleoptera. Hama ini

pernah menjadi wabah pada tahun 1960 di KPH Malang, Banyuwangi,

Pasuruan dan Kediri. Tanda-tanda serangan yang dapat diamati yaitu

keluarnya serbuk gerek yang bercampur kotoran larva dan menempel pada

permukaan kaluit batang, warnya menjadi coklat kehitaman bila terkena

udara, kulit batang biasanya retak dan biasanya pecah.

b. Hama Arbella atau Indarbella acutistriata Mell.

Hama ini termasuk famili Metrbelidae, ordo Lepidoptera. Selintas bentuk

serangan mirip dengan serangan hama Boktor, yaitu ditandai dengan

patahnya pangkal cabang sebagai awal masuknya hama gerek tersebut.

Serbuk gerek akan dihasilkan dan dirnagkai dengan kotoran larva serta

serpih daun atau kulit kayu membentuk seperti rumah rayap.

3. Hama Perusak Akar

a. Hama Uret atau Lundi

Hama uret sangat merusak bibit atau tnaman muda karena memakan

perakaran sehingga menyebbkan bibit akan mati. Beberapa species yng

sering ditemukan yaitu : Leucopholis rorida F; Lepidiota stigma,

Hollotrichia helleri dan Euchlora viridis.

b. Hama Rayap

Serangga jenis rayap termasuk dlam ordo Isoptera, kelas Insekta.

Beberapa species rayap yang sering menimbulkan kerusakan/kematian

pada tanaman yaitu antara lain :Cryptotermes spp, Coptotermes travians,

Macrotermes gilvus. Berdasarkan habiat dan cara hidupnya, rayap dapat

dibedakan menjadi 4 golongan yaitu: rayap pohon, rayap kayu lembab,

rayap kayu kering dan ryap subteran.

* Penyakit pada Sengon

1. Penyakit Biji

Infeksi cendawan pada biji dapat mengakibatkan berbagai gejala yaitu kulit

biji mengkerut, timbul luka atau peradangan dan menimbulkan perubahan

warna atau pembusukan. Beberapa jenis cendawan lapang yang menyerang

biji Sengon yaitu : Trichoderma sp, Cladosporium sp, Botryodiplodia sp dan

Fusarium sp. Sedangkan cendawan gudang antara lain : Aspergillus sp,

Rhizopus sp dan Penicillium sp (Zakir et al, 1993 dalam Suharti, 2002).

Page 9: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

9

2. Penyakit Daun

Penyakit yang menyerang daun disebut juga penyakit embun jelaga karena

ditandai dengan timbulnya lapisan miselia berwarna hitam yang menutupi

permukaan daun, yang kondisi ini dapat menghambat proses fotosintesis

tanaman dan dapat menyebabkan kematian. Jika serangan sangat hebat, daun

akan berubah menjadi kuning , kering dan rontok. Cendawan penyebabnya

adalah Capnodium sp. Penyakit lain yang disebabkan oleh Agrobacterium

tumefasciens menyebabkan terjadinya benjolan/kanker pada tajuk, ranting,

cabang, tunas maupun batang terjadi di daerah Maluku, Kalimantan Selatan

dan Rangkasbitung

3. Penyakit Batang

Penyakit busuk batang yang pernah menyerang Sengon disebabkan oleh

cendawan Corticium salmonicolor atau cendawan upas. Akibat serangan

cendawan ini menyebabkan kulit batang pecah-pecah dan terjadi

pembengkakan. Penyakit batang yang lainnya adalah penyakit kanker yang

disebabkan oleh cendawan Nectria sp. Batang yang terserang akan mengalami

pertumbuhan yang abnormal. Awal infeksi biasanya terjadi pada batang yang

patah atau luka. Bisa juga melalui luka yang dibuat oleh serangga.

4. Penyakit Akar

Tanaman yang terserang penyakit akar biasanya pada awal serangan tidak

terlihat gejalanya, namun apabila serangan sudah lanjut ditandai dengan layu

atau tajuk menguning dan daun berwarna kusam, hingga tanaman mengalami

kematian (Semangun, 1971 dalam Suharti, 2002). Apabila akar tanaman

tersebut digali, maka akan terlihat akar mengalami pembusukan dan berwarna

coklat gelap.Penyakit busuk akar dapat juga disebabkan oleh cendawan

Ganoderma sp. Gejala serangan hampir mirip dengan gejala serangan

cendawan akar putih (Fomes sp.) tetapi miselia yangg menutupi akar berwarna

merah atau ungu. Jika gejala tersebut sudah terlihat pada tajuk biasanya

serangan sudah lanjut yaitu bagian perakaran dan pangkal batang sudah

rusak/busuk.

* Teknik Pengendalian Hama dan Penyakit pada Sengon

a. Penanganan biji Sengon

Untuk menghindari serangan hama pada wadah simpan maka biji yang

disimpan pada wadah tertutup dicampur dengan daun mimba (Azadirachta

indica) dengan perbandingan 1 : 20 (setiap 100 kg biji dicampur dengan daun

Mimba sebanyak 5 kg). Sebelum kegiatan penaburan, biji direndam dalam

larutan Natrium hipoklorit 1% selama 3 menit (Suharti, 2002).

Page 10: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

10

b. Pengendalian Hama Perusak Daun/pucuk

Beberapa kegiatan pengendalian ytang dapat dilakukan menurut Suharti

(2002) adalah sebagai berikut :

- Fisik/mekanik, memotong bagian tanaman yang terserang dan dibakar di

tempat tertentu (jika serangan masih relatif sedikit).

- Penyemprotan dengan pestisida nabati, jenis pestisida tersebut dapat dibuat

dari larutan kulit buah Mahoni yang direbus atau larutan kulit buah mahoni

tumbuk, perasan umbi gadung dengan dosis 200 g/lt, campuran buah

Bremuk atau Maja dengan tembakau (2 : 1 dalam 1 Lt air) atau larutan

daun kenikir atau babadotan dengan konsentrasi larutan 1 : 10 (b/v) .

- Cara biologi, yaitu dengan menggunakan suspensi jamur Beauveria bassiana

sebanyak 25 g pada media jagung sebanyak 1 l. Penyemprotan dilakukan

pada pagi hari atau sore hari.

- Cara kimiawi, dengan menggunakan pestisida kimia yang sistemik dengan

cara bacok oles.

c. Pengendalian Hama Penggerek Batang

Teknik pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengatasi serangan hama

penggerek batang menurut Suharti (2002) adalah sebagai berikut :

Menggunakan jamur entomopatogenik B. bassiana, dimana suspensi larutan

tersebut disemprotkan pada permukaan batang atau celah-celah kulit yang

retak. Penyemprotan dilakukan secara merata dan diulang sebanyak 3 kali

dengan frekuensi waktu setiap 3-4 minggu.

d. Pengendalian Hama Perusak Akar

Hama perusak akar terdiri dari rayap, lundi/embug atau gayas.

Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara biologi dengan menggunakan

suspensi larutan jamur B. bassiana dan Metarhizium anisophilae atau dengan

cara fisik yaitu dengan mencangkul dan mengumpulkkan hama uretnya. Cara

kimia merupakan pilihan terakhir yaitu yang mengandung bahan aktif

diazinon 10%, karbofuran 3% atau karbaril 85% (Suharti, 20002).

VII. SARANA DAN PRASARANA

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan

kegiatan pembuatan tanaman Sengon yaitu meliputi (Deparytemen Kehutanan,

1999);

a. Jalan inspeksi

Jalan dibuat selebar 3 m dengan bagian untuk roda masing-masing selebar 0,5

m diperkeras dan di kedua sisinya dibuat selokan untuk pembuangan air.

b. Pembuatan pondok kerja

Pondok kerja dibuat untuk pengawas dan timnya selama kegiatan penanaman,

selama kegiatan pemeliharaan dan pengamatan hasil penanaman.

Page 11: Teknik Silvikultur Jenis Sengon

11

c. Pembuatan menara api

Menara api biasanya dibangun pada daerah yang berbatasan dengan alang-

alang atau daerah yang rawan kebakaran dan digunakan untuk memantau jika

terjadi kebakaran pada suatu areal penanaman. Pada luasan 1000 ha dibangun

1 menara api, sedangkan untuk luasan 5000 ha dibangun sebanyak 3 menara

api

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1998. Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Badan

Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Hidayat, J; D, Iriantono dan P, Ochsner. 2002. Paraserianthes falcataria (L.)

Nielsen dalam Informasi Singkat Benih No. 23. Direktorat Perbenihan

Tanaman Hutan.

Martawidjaya, A; I, Kartasudjana; Y.I, Mandang; S, Among Prawira dan K,

Kadir. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Badan Penelitian Dan

Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor.

Suharti, M. 2002. Beberapa Hama Dan Penyakit Penting Pada Sengon

(Paraserianthes falcataria) Dan Teknik Pengendaliannya. Bull. Penelitian

Hutan No. 632 : 27-46.

Pradjadinata, S dan Masano, 1996. Teknik Penanaman Sengon (Paraserianthes

falcataria). Informasi Teknis No.1.