tanggap bencana untuk sesama - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia menanggulangi...

20
Tanggap Bencana UNTUK SESAMA Tanggap & Siap Sedia Menanggulangi Bencana Direktur Pengembangan Daerah Perbatasan 4 12 V O L . 3 O K T O B E R 2 0 1 8 MEMBANGUN PINGGIRAN MEMBANGUN NUSANTARA MELALUI DAERAH TERTENTU

Upload: vuongnhu

Post on 24-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Tanggap BencanaUNTUK SESAMATanggap & Siap Sedia Menanggulangi Bencana

Direktur Pengembangan Daerah Perbatasan4 12

V O L . 3 O K T O B E R 2 0 1 8

M E M B A N G U N P I N G G I R A N M E M B A N G U N N U S A N T A R A M E L A L U I D A E R A H T E R T E N T U

Cover ok.indd 2 11/14/18 1:26 PM

Page 2: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Memastikan Negara Hadir di Daerah Bencana

Serambi

Salam Literasi!Belum kering airmata kita meratapi gempa yang mengguncang Lombok, kabar pilu datang dari Palu.

Tidak boleh terlalu lama meratap. Melainkan harus segera melakukan aksi tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (PDTu) melalui Direktorat Penanganan Daerah Rawan Bencana (PDRB) mengambil langkah cepat tanggap untuk meringankan beban saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air. Kami telah terjun langsung membesarkan hati mereka. Memberikan asa bahwa mereka tidak sendirian, negara hadir mendampingi mereka.

Segenap langkah yang diambil Kementerian Desa PDTT, terkait penanganan yang tertimpa musibah kami laporkan sebagai laporan utama kali ini. Penanganan bencana hanya ampuh jika dilandasi tatanilai holopis kunthul baris. Ungkapan dari bahasa Jawa yang kurang lebih berarti tolong-menolong, bergotong-royong, bahu-membahu. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Terlibatnya berbagai kalangan dalam menangani bencana Lombok dan Palu, meringankan kerja pemerintah dalam melakukan berbagai upaya penanganan. Termasuk penyaluran bantuan pemenuhan kebutuhan dasar bahan makanan, pakaian, dan perlengkapan, serta bantuan pembuatan sarana air bersih sangat bermanfaat bagi korban bencana. Sapaan dan sentuhan langsung guna membangkitkan semangat masyarakat.

Dalam edisi ini kami juga mengangkat potensi keunggulan daerah perbatasan yang tidak kalah dari wilayah lain. Karena, masih banyak komoditas unggulan di perbatasan yang belum tersentuh investasi. Masih terbatasnya infrastruktur dan letaknya yang jauh, masih menjadi isu yang membuat daerah perbatasan sulit dilirik investor. Kementerian Desa PDTT memiliki tugas mengawal proses pengembangan daerah-daerah perbatasan di Indonesia. Untuk mengundang investor, kami melakukan berbagai langkah. Seperti, menyiapkan berbagai infrastruktur untuk memudahkan akses, menyiapkan berbagai regulasi yang memudahkan investor untuk masuk, hingga menyiapkan sarana dan prasarana yang investor butuhkan untuk mengembangkan usaha di perbatasan. Pendekatan pembangunan ekonomi ini diharapkan menjadikan daerah perbatasan lebih berdaya dan berbahagia.

Selain itu kami juga mengangkat topik tentang upaya penguatan budaya dan pranata adat dalam penanganan daerah pascakonflik yang dilakukan oleh Ditjen PDTu. Dalam Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial ditegaskan bahwa upaya penanganan konflik sosial di Indonesia dilakukan melalui pendekatan pranata adat dan kearifan lokal. Memperkuat kebinekaan serta memperkuat restorasi sosial Indonesia dapat dilakukan melalui strategi kebijakan, pendidikan dan menciptakan ruang dialog antar warga atau masyarakat. Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik secara rutin melakukan berbagai penguatan pranata adat selain untuk menjaga perdamaian juga untuk memberikan tempat bagi masyarakat dalam proses berdesa sebagai wujud pengakuan atas kewenangan rekognisi dan subsidaritas yang berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa. Demikian berbagai laporan yang ditulis dalam Literasi edisi kali ini. Selamat membaca.

Jakarta, Oktober 2018

Ir. Rr Aisyah Gamawati, MM.Plt. Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu

2Literasi | Oktober 2018

Page 3: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Memastikan Negara Hadir di Daerah Bencana

Serambi

Salam Literasi!Belum kering airmata kita meratapi gempa yang mengguncang Lombok, kabar pilu datang dari Palu.

Tidak boleh terlalu lama meratap. Melainkan harus segera melakukan aksi tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (PDTu) melalui Direktorat Penanganan Daerah Rawan Bencana (PDRB) mengambil langkah cepat tanggap untuk meringankan beban saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air. Kami telah terjun langsung membesarkan hati mereka. Memberikan asa bahwa mereka tidak sendirian, negara hadir mendampingi mereka.

Segenap langkah yang diambil Kementerian Desa PDTT, terkait penanganan yang tertimpa musibah kami laporkan sebagai laporan utama kali ini. Penanganan bencana hanya ampuh jika dilandasi tatanilai holopis kunthul baris. Ungkapan dari bahasa Jawa yang kurang lebih berarti tolong-menolong, bergotong-royong, bahu-membahu. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Terlibatnya berbagai kalangan dalam menangani bencana Lombok dan Palu, meringankan kerja pemerintah dalam melakukan berbagai upaya penanganan. Termasuk penyaluran bantuan pemenuhan kebutuhan dasar bahan makanan, pakaian, dan perlengkapan, serta bantuan pembuatan sarana air bersih sangat bermanfaat bagi korban bencana. Sapaan dan sentuhan langsung guna membangkitkan semangat masyarakat.

Dalam edisi ini kami juga mengangkat potensi keunggulan daerah perbatasan yang tidak kalah dari wilayah lain. Karena, masih banyak komoditas unggulan di perbatasan yang belum tersentuh investasi. Masih terbatasnya infrastruktur dan letaknya yang jauh, masih menjadi isu yang membuat daerah perbatasan sulit dilirik investor. Kementerian Desa PDTT memiliki tugas mengawal proses pengembangan daerah-daerah perbatasan di Indonesia. Untuk mengundang investor, kami melakukan berbagai langkah. Seperti, menyiapkan berbagai infrastruktur untuk memudahkan akses, menyiapkan berbagai regulasi yang memudahkan investor untuk masuk, hingga menyiapkan sarana dan prasarana yang investor butuhkan untuk mengembangkan usaha di perbatasan. Pendekatan pembangunan ekonomi ini diharapkan menjadikan daerah perbatasan lebih berdaya dan berbahagia.

Selain itu kami juga mengangkat topik tentang upaya penguatan budaya dan pranata adat dalam penanganan daerah pascakonflik yang dilakukan oleh Ditjen PDTu. Dalam Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial ditegaskan bahwa upaya penanganan konflik sosial di Indonesia dilakukan melalui pendekatan pranata adat dan kearifan lokal. Memperkuat kebinekaan serta memperkuat restorasi sosial Indonesia dapat dilakukan melalui strategi kebijakan, pendidikan dan menciptakan ruang dialog antar warga atau masyarakat. Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik secara rutin melakukan berbagai penguatan pranata adat selain untuk menjaga perdamaian juga untuk memberikan tempat bagi masyarakat dalam proses berdesa sebagai wujud pengakuan atas kewenangan rekognisi dan subsidaritas yang berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa. Demikian berbagai laporan yang ditulis dalam Literasi edisi kali ini. Selamat membaca.

Jakarta, Oktober 2018

Ir. Rr Aisyah Gamawati, MM.Plt. Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu

2Literasi | Oktober 2018

4 LaporaN utaMa Tanggap dan Siap Sedia Menanggulangi Bencana

8 KiLas KaBar Gali Potensi Komoditas Unggulan untuk

Investasi Daerah Perbatasan

12 wawaNcara Direktur Pengembangan Daerah

Perbatasan

14 KiLas KaBar Pranata Adat Jadikan Desa Sebagai Garda Perdamaian Nasional

16 KoLoM Tantangan Penanganan Rawan Pangan di Daerah Tertinggal

Daftar

reDaKsi Literasi

pembinaPlt. Dirjen PDTu - Aisyah Gamawati

penanggung Jawab Sesditjen PDTu - Aisyah Gamawati

pemimpin redaksiKabag Perencanaan - Fujiartanto

wakil pemimpin redaksiKasubbag Data dan Informasi - Aryo Wicaksono

Dokumentasi dan Fotografi Tim Data dan Informasi Ditjen PDTu

4

12

8

14Setditjen PDTu,

Jl. Abdul Muis No 7 Jakarta Pusat, 10110Email : [email protected],

Kontak: 0815 19302237

@DitjenPDTUDitjenPDTUDitjenPDTU

DitjenPDTuditjenpdtu.kemendesa.go.id

Page 4: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Laporan Utama

tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana

Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana di Lombok, NTB, dan Palu, Sulawesi Tengah. Kementerian mendirikan posko untuk bantuan dan masa tanggap darurat, menyalurkan bantuan logistik dan dana, serta membahas upaya percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Duka mendalam bagi Indonesia. Belum usai gempa di Lombok, bencana kembali datang di Sulawesi Tengah. Gempa bumi

berkekuatan 7,4 SR, yang meliputi tsunami dan likuifaksi, pada Jumat, 28 September silam itu, melanda empat daerah: Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong.

Badan Nasional Penanggulangan

Bencana (BNPB) mencatat per Minggu, 21 Oktober silam, akibat bencana itu

sebanyak 2.256 orang meninggal dunia. Persebaran korban, menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, di Kota Palu 1.703 orang meninggal dunia, Donggala 171 orang, Sigi 366 orang, Parigi Moutong 15 orang, dan Pasangkayu 1 orang. Selain korban meninggal dunia, sebanyak 1.309 orang hilang, 4.612 orang luka-luka, dan 223.751 orang mengungsi di 122 titik akibat bencana di Sulteng. “Semua korban meninggal sudah dimakamkan,” kata Sutopo.

Bencana itu juga mengakibatkan

kerusakan banyak bangunan dan infrastruktur. Untuk kerusakan antara lain meliputi 68.451 unit rumah, 327 unit rumah ibadah, 265 unit sekolah, perkantoran 78 unit, toko 362 unit, jalan 168 titik retak, dan 7 unit jembatan.

Dampak bencana pun biasanya selalu

berpengaruh terhadap pembangunan. Capaian pembangunan yang dengan susah payah telah dibangun dan memerlukan waktu lama, tiba-tiba hancur seketika akibat bencana. Apalagi jika kapasitas menghadapi bencana masih rendah, dipastikan dampak bencana akan besar, baik dalam hal jumlah korban jiwa maupun kerugian ekonomi. Bencana dalam skala cukup besar, tentunya langsung menyusutkan kapasitas produksi dalam skala besar dan berakibat kerugian finansial yang besar pula. Bahkan, pertumbuhan pembangunan di wilayah

terdampak bencana menjadi minus atau mengalami kemunduran dalam rentang waktu tertentu.

Untuk meringankan beban atas

persoalan tersebut, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengirim tim dan mendirikan posko penanggulangan bencana Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong. Sejumlah bantuan antara lain berupa genset, makanan, selimut, dan tenda sudah tersedia sejak akhir September silam. Menurut Plt. Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (PDTu)

4Literasi | Oktober 2018

Page 5: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Laporan Utama

tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana

Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana di Lombok, NTB, dan Palu, Sulawesi Tengah. Kementerian mendirikan posko untuk bantuan dan masa tanggap darurat, menyalurkan bantuan logistik dan dana, serta membahas upaya percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Duka mendalam bagi Indonesia. Belum usai gempa di Lombok, bencana kembali datang di Sulawesi Tengah. Gempa bumi

berkekuatan 7,4 SR, yang meliputi tsunami dan likuifaksi, pada Jumat, 28 September silam itu, melanda empat daerah: Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong.

Badan Nasional Penanggulangan

Bencana (BNPB) mencatat per Minggu, 21 Oktober silam, akibat bencana itu

sebanyak 2.256 orang meninggal dunia. Persebaran korban, menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, di Kota Palu 1.703 orang meninggal dunia, Donggala 171 orang, Sigi 366 orang, Parigi Moutong 15 orang, dan Pasangkayu 1 orang. Selain korban meninggal dunia, sebanyak 1.309 orang hilang, 4.612 orang luka-luka, dan 223.751 orang mengungsi di 122 titik akibat bencana di Sulteng. “Semua korban meninggal sudah dimakamkan,” kata Sutopo.

Bencana itu juga mengakibatkan

kerusakan banyak bangunan dan infrastruktur. Untuk kerusakan antara lain meliputi 68.451 unit rumah, 327 unit rumah ibadah, 265 unit sekolah, perkantoran 78 unit, toko 362 unit, jalan 168 titik retak, dan 7 unit jembatan.

Dampak bencana pun biasanya selalu

berpengaruh terhadap pembangunan. Capaian pembangunan yang dengan susah payah telah dibangun dan memerlukan waktu lama, tiba-tiba hancur seketika akibat bencana. Apalagi jika kapasitas menghadapi bencana masih rendah, dipastikan dampak bencana akan besar, baik dalam hal jumlah korban jiwa maupun kerugian ekonomi. Bencana dalam skala cukup besar, tentunya langsung menyusutkan kapasitas produksi dalam skala besar dan berakibat kerugian finansial yang besar pula. Bahkan, pertumbuhan pembangunan di wilayah

terdampak bencana menjadi minus atau mengalami kemunduran dalam rentang waktu tertentu.

Untuk meringankan beban atas

persoalan tersebut, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengirim tim dan mendirikan posko penanggulangan bencana Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong. Sejumlah bantuan antara lain berupa genset, makanan, selimut, dan tenda sudah tersedia sejak akhir September silam. Menurut Plt. Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (PDTu)

4Literasi | Oktober 2018

FoT

o : T

IM D

ATIN

PDT

u

5

Aisyah Gamawati, langkah tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Mendesa PDTT Eko Putro Sandjojo. Tim dari Direktorat Penanganan Daerah Rawan Bencana (PDRB) yang dipimpin langsung Direktur Hasman Ma’ani pun langsung turun ke dearah bencana.

Pemerintah segera turun dan

menggelar koordinasi lintas kementerian dan lembaga agar dapat secara maksimal membantu masyarakat yang terdampak bencana. Aisyah menuturkan, Menteri Eko telah memerintahkan pendirian pos komando penanggulangan bencana dari Kemendesa PDTT yang di tempatkan di

balai latihan transmigrasi di Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong. “Semua bantuan dari dan yang akan disalurkan melalui kemendesa PDTT akan dipusatkan di sini. Lokasinya dekat dengan Bandara Sis Al Jufri Palu,” kata Aisyah.

Posko itu tidak hanya untuk

penyaluran bantuan, namun juga dijadikan posko lain yang terkait dengan masa tanggap darurat yang nantinya akan dikoordinasikan bersama, terutama dengan BNPB dan pemerintahan daerah setempat, serta para pendamping desa yang berada di wilayah Sulawesi.

Selain itu, Kemendesa PDTT juga

menggelontorkan dana Rp15 miliar untuk membantu penanganan korban gempa dan tsunami di Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong. Mendesa Eko sudah meninjau langsung sejumlah titik dan posko bencana yang didirikan oleh kementeriannya di area Balai Diklat Transmigrasi Jalan Muh. Yamin 21, Kota Palu. “Kami siapkan anggaran sekitar Rp15 miliar dan tim relawan yang siap membantu masyarakat. Kami juga menggandeng BRI, Indofood, Sinarmas, Salim Grup, Astra, dan lainnya,” ujar Eko.

Menurut Aisyah Gamawati, yang

juga Ketua Tim Relawan, pihaknya telah

Hasman Ma'ani Direktur Penanganan Daerah Rawan Bencana (topi putih) saat menyerahkan langsung bantuan dari Kemendesa PDTT yang diterima oleh Kepala Desa Sigiole di Kabupaten Sigi untuk selanjutnya disalurkan kepada korban gempa dan tsunami di Sulteng.

Literasi | Oktober 2018

Page 6: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Laporan Utama

6

berkoordinasi dengan tim pusat dan Provinsi Sulawesi Tengah terkait penyiapan tanggap bencana, evakuasi, trauma healing, distribusi logistik dan pemulihan pascabencana. “Tim advance ada 5 orang sudah turun ke Palu. Kami bekali uang Rp100 juta untuk keperluan bantuan tenda dan logistik,” katanya.

Sebelumnya, Kemendesa PDTT

bersama dengan beberapa kementerian/lembaga terkait juga hadir di Mataram, Lombok, dalam rangka penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekontruksi Pascabencana Gempa Bumi Lombok. Bahkan, Aisyah berkesempatan mendatangi lokasi pengungsi di Desa Kakait, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, dan Desa Pemenang Kecamatan Gunung Saru, di Kabupaten Lombok Utara.

Pada kesempatan tersebut, Aisyah

berdialog dengan warga, tokoh masyarakat, pendamping desa serta aparatur desa di lokasi pengungsian. Salah satu pengungsi, Herman, 43 tahun, menuturkan, korban gempa juga sangat membutuhkan pemulihan kondisi psikologis, di samping penyediaan bantuan sarana dan prasarana dasar tanggap darurat bencana. “Kejadian bencana kemarin cukup menyisakan pengalaman yang mendalam, terutama bagi anak-anak. Kami masih merasa takut untuk kembali ke rumah,” ucap Herman.

Untuk keperluan warga NTB,

Kemendesa PDTT telah mendistribusikan beberapa bantuan bagi warga NTB pada pertengahan Agustus lalu. “Untuk tahap kedua, bantuan sudah disalurkan ke posko pengendali pendamping desa di Kabupaten Lombok Barat pada 9 September,” kata Aisyah. Bantuan terakhir diberikan dalam bentuk uang tunai sebesar Rp500 juta dan 1 ton beras.

Dari kunjungan lapangan, Aisyah

menuturkan bahwa pendistribusian bantuan masih perlu dioptimalkan agar merata dan proporsional di daerah terdampak. “Ini menjadi kerja kita bersama antara pemerintah, masyarakat dan juga stakeholders lainnya dalam kembali menata pascabencana,” kata Aisyah.

Aisyah menuturkan, kehadiran

pihaknya beserta dengan beberapa kementerian/lembaga lain akan membahas upaya percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi atas undangan Pemerintah Provinsi NTB dan BNPB. “Semoga menjadi sebuah langkah awal untuk membangun kembali kehidupan para korban bencana, baik dari sisi sosial, ekonomi, lingkungan, maupun ketangguhan terhadap bencana, build back better,” kata Aisyah. n

Kondisi lokasi kamp pengungsian korban gempa Lombok, NTB.

FoT

o : T

IM D

ATIN

PDT

u

Literasi | Oktober 2018

Page 7: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Laporan Utama

6

berkoordinasi dengan tim pusat dan Provinsi Sulawesi Tengah terkait penyiapan tanggap bencana, evakuasi, trauma healing, distribusi logistik dan pemulihan pascabencana. “Tim advance ada 5 orang sudah turun ke Palu. Kami bekali uang Rp100 juta untuk keperluan bantuan tenda dan logistik,” katanya.

Sebelumnya, Kemendesa PDTT

bersama dengan beberapa kementerian/lembaga terkait juga hadir di Mataram, Lombok, dalam rangka penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekontruksi Pascabencana Gempa Bumi Lombok. Bahkan, Aisyah berkesempatan mendatangi lokasi pengungsi di Desa Kakait, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, dan Desa Pemenang Kecamatan Gunung Saru, di Kabupaten Lombok Utara.

Pada kesempatan tersebut, Aisyah

berdialog dengan warga, tokoh masyarakat, pendamping desa serta aparatur desa di lokasi pengungsian. Salah satu pengungsi, Herman, 43 tahun, menuturkan, korban gempa juga sangat membutuhkan pemulihan kondisi psikologis, di samping penyediaan bantuan sarana dan prasarana dasar tanggap darurat bencana. “Kejadian bencana kemarin cukup menyisakan pengalaman yang mendalam, terutama bagi anak-anak. Kami masih merasa takut untuk kembali ke rumah,” ucap Herman.

Untuk keperluan warga NTB,

Kemendesa PDTT telah mendistribusikan beberapa bantuan bagi warga NTB pada pertengahan Agustus lalu. “Untuk tahap kedua, bantuan sudah disalurkan ke posko pengendali pendamping desa di Kabupaten Lombok Barat pada 9 September,” kata Aisyah. Bantuan terakhir diberikan dalam bentuk uang tunai sebesar Rp500 juta dan 1 ton beras.

Dari kunjungan lapangan, Aisyah

menuturkan bahwa pendistribusian bantuan masih perlu dioptimalkan agar merata dan proporsional di daerah terdampak. “Ini menjadi kerja kita bersama antara pemerintah, masyarakat dan juga stakeholders lainnya dalam kembali menata pascabencana,” kata Aisyah.

Aisyah menuturkan, kehadiran

pihaknya beserta dengan beberapa kementerian/lembaga lain akan membahas upaya percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi atas undangan Pemerintah Provinsi NTB dan BNPB. “Semoga menjadi sebuah langkah awal untuk membangun kembali kehidupan para korban bencana, baik dari sisi sosial, ekonomi, lingkungan, maupun ketangguhan terhadap bencana, build back better,” kata Aisyah. n

Kondisi lokasi kamp pengungsian korban gempa Lombok, NTB.

FoT

o : T

IM D

ATIN

PDT

u

Literasi | Oktober 20187

Desa Pulau Bungin merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Alas, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Terletak di Pulau Bungin, pulau kecil seluas 8,5 hektare. Terdiri dari satu desa berkembang dengan 3 dusun. Pulau Bungin terkenal di dunia karena terpadat penduduknya. Luasan pulau tersebut idealnya hanya dihuni 800 KK (1.600 jiwa), tetapi Pulau Bungin dihuni 3.123 jiwa, sehingga tidak ada lagi garis pantai dan lahan hijau.

Desa di Pulau Bungin 2,5 meter diatas permukaan laut. Curah hujan rata-rata 2.000 milimeter per tahun, suhu udara 28 s/d 30 derajat Celsius. Masyarakatnya Suku Bajo dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan. Profesi lain sebagai bakulan, ojek, tukang kayu, dan wiraswasta. Mayoritas penduduk di Pulau Bungin beragama Islam, dengan fasilitas ibadah sebuah masjid dan satu mushala.

Berdasarkan data BPS Kabupaten Sumbawa, rata–rata pendidikan tamatan Sekolah Dasar (SD). Fasilitas pendidikan satu taman kanak-kanak (TK Bahari) dengan jumlah peserta didik 100 murid dengan 6 orang guru. Dan dua SD Negeri dengan jumlah peserta didik 396 murid dengan 20

Pemberdayaan Ekonomi Pulau Terpadat di Dunia

Hasrul Edyar, S.Sos., M.Ap.

guru (10 orang PNS dan 10 orang guru tidak tetap). Fasilitas kesehatan terdapat 1 unit puskesmas terpadu, dan 3 posyandu dengan 3 orang bidan, dan 2 dukun bersalin.

Sumber air bersih masyarakat Desa Pulau Bungin diperoleh dari PDAM dengan jumlah jaringan terpasang 266, dan aktif 166. Ruas jalan sepanjang 2 km yang terdiri dari 1,5 km perkerasan, dan 0,5 km jalan tanah. Sarana perhubungan darat terdiri dari 11 ojek motor, dan 3 bemo. Awal tahun 2000, Pemerintah daerah membuka akses jalan yang menghubungkan Pulau Bungin dengan mainland untuk membuka keterisolasian sehingga untuk menuju Desa Pulau Bungin dapat ditempuh 2 jam menggunakan mobil.

Pulau Bungin memiliki lokasi pengembangan kuliner berbasis wisata yang dikelola Kelompok Masyarakat Bungin Mandiri dengan nama “Resto Apung Pulau Bungin” sekaligus sebagai tempat marine aquaculture. Di lokasi marine aquaculture atau budi daya perairan sebagai pusat pembudidayaan bibit ke pembesaran, serta tempat perawatan dari sakit ke karantina. Di sini tidak semua ikan dikonsumsi. Ada juga ikan non konsumsi, seperti ikan hias, penyu, hiu, dan hewan air yang dilindungi.

Direktorat Pengembangan Daerah Pulau Kecil dan Terluar, Ditjen Pengembangan Daerah Tertentu, Kementerian Desa PDTT, memberikan bantuan pemerintah kepada Kabupaten Sumbawa. Berupa Keramba Jaring Apung (KJA) pada 2015, 11 unit, atau 88 lubang (1 unit terdiri 8 lubang) dengan sebaran penempatan pada Desa Pulau Bungin 4 unit, Desa Labuhan Bajo 3 unit, dan Desa Labuhan Jambu 4 unit.

Dalam pemanfaatannya, Desa Pulau Bungin berhasil mengembangkan perikanan budidaya dari bantuan yang telah diberikan. Setelah 2 tahun berjalan, program ini berhasil mengembangkan budidaya ikan kerapu bahkan bisa mengembangkannya menjadi bisnis yang sangat menguntungkan. Berdasarkan sumber dari Kelompok Bungin Mandiri keuntungan bersih yang didapat setiap bulannya sekitar kurang lebih Rp50 juta. Tentunya semua itu didasari dari banyaknya jumlah wisatawan lokal dan mancanegara baik yang datang berkunjung maupun menginap di sana.

Selain bergerak dalam kegiatan dalam rangka peningkatan ekonomi para anggotanya, Kelompok Bungin Mandiri juga berkomitmen dalam hal lingkungan dan sosial kemasyarakatan. Dimana 5% dari pendapatan kelompok ini disumbangan dalam bentuk corporate social responsibility (CSR).

Melihat keberhasilan tersebut, tahun 2017 Kementerian Desa PDTT memberikan bantuan tahap II melalui Direktorat Pengembangan Daerah Pulau Kecil dan Terluar, Ditjen PDTu berupa pengembangan keramba jaring apung.

Bantuan Pemerintah yang diberikan kepada Desa Pulau Bungin diharapkan dapat menjadi program percontohan budidaya perikanan khususnya budidaya ikan kerapu dan desa wisata di wilayah-wilayah lain khususnya di daerah pulau kecil dan terluar. Utamanya dalam mendukung program prioritas Kementerian Desa PDTT dari segi pengembangan produk unggulan perdesaan (Prukades) guna peningkatan ekonomi masyarakat desa. n

Direktur Pengembangan Daerah Pulau Kecil dan Terluar.

Kolom

Literasi | Oktober 2018

Page 8: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Kilas Kabar

Komoditas unggulan untuk investasi Daerah perbatasan

Potensi daerah perbatasan tak kalah dengan wilayah lain. Masih banyak komoditas unggulan yang belum tersentuh oleh tangan-tangan investor. Masih terbatasnya infrastruktur dan letaknya yang jauh, membuat daerah perbatasan sulit dilirik para pemodal. Kementerian Desa PDTT melalui Direktorat PDP punya tugas mengawal proses pengembangan daerah-daerah perbatasan di Indonesia.

GATr

A/ A

BDur

AchM

AN

Aisyah Gamawati Plt Dirjen PDTu.

8Literasi | Oktober 2018

Page 9: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Kilas Kabar

Komoditas unggulan untuk investasi Daerah perbatasan

Potensi daerah perbatasan tak kalah dengan wilayah lain. Masih banyak komoditas unggulan yang belum tersentuh oleh tangan-tangan investor. Masih terbatasnya infrastruktur dan letaknya yang jauh, membuat daerah perbatasan sulit dilirik para pemodal. Kementerian Desa PDTT melalui Direktorat PDP punya tugas mengawal proses pengembangan daerah-daerah perbatasan di Indonesia.

GATr

A/ A

BDur

AchM

AN

Aisyah Gamawati Plt Dirjen PDTu.

8Literasi | Oktober 2018

“Masalah utama yang sering saya temui di daerah perbatasan adalah masih

minimnya infrastruktur,” kata Christin Tobing berapi-api. Menurut Ketua Komite Tetap Pengembangan Daerah Indonesia Tengah, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (kadin) ini, potensi di daerah perbatasan sangat banyak dan bisa digali. Sayangnya, masih terdapat beragam kendala di lapangan. “Membawa investor ke sana bagaimana? Saya punya beberapa investor. Mereka inginnya tak dipersulit,” katanya.

Konteks dipersulit yang dimaksud Christin adalah soal perizinan. Utamanya investor masih dikenai persoalan mengurus pembebasan tanah di daerah. Seharusnya hal-hal seperti ini dipermudah Pemerintah Daerah, tidak terkecuali di daerah perbatasan. Selain soal perizinan, masih minimnya infrastruktur dan pasokan listrik juga menjadi kendala.

Sementara itu, Direktur Utama Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (LPMM), Eka Risti juga memaparkan, banyak daerah kesulitan mencari pembeli dan memasarkan produk olahannya. LPMM bekerja sama dengan para pihak melakukan kegiatan pemberdayaan potensi lokal memanfaatkan teknologi tepat guna (TTG), pengurangan pengangguran dan kemiskinan melalui industri desa dan penyelamatan lingkungan.

Masih sangat terbatasnya infrastruktur di daerah perbatasan diakui Direktur Pengembangan Daerah Perbatasan, Kementerian Desa PDTT, Endang Supriyani. Tak hanya infrastruktur yang harus ditingkatkan, sumber daya manusia di daerah perbatasan juga menjadi sorotan. Pendidikan dan keterampilan diperlukan untuk mendukung peningkatan ekonomi di daerah perbatasan secara berkelanjutan.

Wilayah perbatasan justru diharapkan jadi etalase, beranda depan negara. Perbaikan infrastruktur semata tak cukup

untuk mengisi beranda rumah besar Indonesia. Potensi sumber daya alam di daerah perbatasan perlu digali dan ditingkatkan untuk kesejahteraan warga perbatasan. “Sayangnya investor belum banyak melirik. Ini harus dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah dan pusat,” kata Endang.

Untuk mengolah potensi ini, lanjut Endang, perlu peran serta seluruh pihak, terutama swasta untuk mendongkrak ekonomi di daerah perbatasan. Tugas utama direktorat yang dipimpinnya adalah melakukan fasilitasi, pembinaan, serta merumuskan kebijakan. Pemerintah pun akan terus mengawasi proses peningkatan potensi daerah perbatasan sehingga menarik investor.

Direktorat Pengembangan Daerah Perbatasan, Ditjen Pengembangan Daerah Tertentu, Kementerian Desa PDTT menyelenggarakan Expose Komoditas Unggulan Daerah Perbatasan. Acara ini merupakan bagian dari program kegiatan dalam rangka Pengembangan Kawasan Beranda Indonesia (PKBI) yang

menjadi salah satu wujud pelaksanaan Nawacita Presiden Jokowi-JK yaitu “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Acara ini dimaksudkan untuk menyediakan suatu forum atau wadah yang mempertemukan para pemangku kepentingan daerah perbatasan, khususnya untuk menarik partisipasi para pemilik modal agar melakukan investasi terhadap program unggulan di daerah perbatasan. Tujuan kegiatan ini, pertama, agar terbangun koordinasi dan sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda) dan calon investor.

Kedua, acara ini juga bertujuan sebagai upaya penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam meningkatkan investasi terutama terkait kebijakan dan beleid yang menarik para investor. Ketiga, menjalin kerjasama calon investor dengan pemerintah daerah sesuai dengan kompetensi sektor unggulan yang dimiliki masing-masing daerah.

Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan diukur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Rendahnya Ketersediaan Infrastruktur Publik

Isu Pembangunan Kawasan Perbatasan

67,1

Rata-rata IPM di daerah tertinggal

Rata-rata IPM di kawasan perbatasan

Rata-rata Nasional70,19 73,8

Tingkat Elektrifikasi Permukaan Jalan Beraspal

Teknologi Informasi (Desa Kuat Sinyal Seluler) Akses Pendidikan Sekolah Dasar (Jarak Rata-Rata Desa Menuju Sekolah Dasar)

96,08% 65,56%

67,98%

Daerah Tertinggal Daerah Tertinggal

Daerah Tertinggal Daerah Tertinggal

Kawasan Perbatasan Kawasan Perbatasan

Kawasan Perbatasan Kawasan Perbatasan

Rata-Rata Nasional Rata-Rata Nasional

Rata-Rata Nasional

81,54% 40,39%

42,81% 6,99%

86,37% 43,29%

40,64% 14Km

9Literasi | Oktober 2018

Page 10: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Kilas Kabar

Lokasi daerah perbatasan sesuai RPJMN 2014-2019, tersebar di 13 provinsi, 41 kabupaten/kota, 187 kecamatan, dan 1.734 desa di perbatasan. Potensi sumber daya di daerah perbatasan sangat melimpah, tapi belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

Dalam konteks otonomi daerah, pendekatan pembangunan daerah perbatasan perlu dilakukan secara holistik dengan melibatkan berbagai aspek mulai dari sosial, budaya, keamanan, hubungan antar daerah dan sebagainya dengan bertumpu pada pengembangan ekonomi lokal berkelanjutan.

Endang juga menyampaikan bahwa melalui acara ini pihaknya menargetkan agar para investor tertarik untuk melakukan investasi produk unggulan kawasan perdesaan (prukades) di daerah perbatasan. Lebih lanjut Endang menyampaikan bahwa untuk mewujudkan kawasan perbatasan yang sejahtera dan mandiri maka perlu di dorong kegiatan investasi yang bertumpu kepada sumber daya lokal melalui kegiatan usaha primer, sekunder, maupun tersier.

“Kegiatan sektor ekonomi primer dapat berupa pengembangan pertanian dalam arti luas, termasuk perkebunan dan peternakan, serta pengembangan usaha ekstraktif di bidang perikanan, kehutanan, dan pertambangan” tambah Endang yang juga merupakan ketua panitia kegiatan ini.

Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pengembangan Daerah Tertentu, Aisyah Gamawati mengungkapkan sampai saat ini, prukades telah dikembangkan di 148 kabupaten pada 29 provinsi.

“Kami berharap setelah pertemuan seperti ini bisa membahas lebih fokus lagi terkait produk-produk unggulan yang ada di daerah perbatasan, bagaimana cara mengembangkannya,” kata Aisyah. Padahal, masih banyak potensi di daerah perbatasan yang belum terangkat ke permukaan.

Meski banyak potensi di daerah perbatasan, Aisyah menyadari terlalu

sempit lingkupnya jika skala usaha hanya bersandar pada satu desa. Oleh karena itu, prukades dianggap lebih tepat untuk mengembangkan potensi komoditas unggulan daerah perbatasan. Prukades mengambil peran dengan membuat klasterisasi. Beberapa desa diajak bersama mengembangkan produk unggulan. Satu sampai dua produk unggulan untuk dikembangkan dalam prukades dinilai cukup.

Sebelumnya, Menteri Eko, kata Aisyah, berjanji untuk membantu bupati yang ingin mengembangkan produk unggulan daerahnya. “Ini sudah menjadi komitmen beliau,” Aisyah meyakinkan. Contoh keberhasilan dan komitmen pemerintah pusat dalam membantu daerah seperti telah terjadi di Kabupaten Pandeglang. Lewat Prukades dengan produk andalan jagung, ekonomi Pandeglang naik kelas.

Luas pengembangan jagung di Pandeglang sekitar 50 ribu hektare. Rata-rata produktivitas 5 ton per hektare

dengan estimasi produksi hingga 250 ribu ton jagung. Keberhasilan Pandeglang tak berdiri sendiri. Dukungan berbagai pihak dan investor turut membikin daerah yang dulunya miskin ini sukses. Kisah keberhasilan seperti Pandeglang yang ingin dicapai Pemerintah untuk daerah-daerah perbatasan.

Meski begitu, Aisyah menekankan bukan berarti daerah perbatasan juga harus mengembangkan sektor pertanian. Melainkan kesuksesan daerah perbatasan bisa dimulai dengan mengunggulkan potensi daerah setempat. “Prukades tidak hanya untuk komoditas pertanian, tapi juga bisa untuk komoditas perikanan, perkebunan, peternakan, dan juga desa wisata,” katanya.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah lewat Kementerian Desa PDTT untuk mengurai permasalahan masyarakat di daerah-daerah adalah melalui badan usaha milik desa (BUMDesa). BUMDesa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki desa melalui

Insentif fiskal dan non fiskal

Iklim Investasi Perbatasan yang Kondusif

(Sumber: Paparan Direktur Pengembangan Daerah Perbatasan, Ditjen Pengembangan Daerah Tertentu, Kementerian Desan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi)

Dukungan infrastruktur1

2

3 6

74

5Stabilitas politik

Regulasi yang pro investasi Layanan birokrasi pemerintah, seperti kemudahan perizinan

Kepastian hukum/ penegakan hukum

Pertanahan

10Literasi | Oktober 2018

Page 11: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Kilas Kabar

Lokasi daerah perbatasan sesuai RPJMN 2014-2019, tersebar di 13 provinsi, 41 kabupaten/kota, 187 kecamatan, dan 1.734 desa di perbatasan. Potensi sumber daya di daerah perbatasan sangat melimpah, tapi belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

Dalam konteks otonomi daerah, pendekatan pembangunan daerah perbatasan perlu dilakukan secara holistik dengan melibatkan berbagai aspek mulai dari sosial, budaya, keamanan, hubungan antar daerah dan sebagainya dengan bertumpu pada pengembangan ekonomi lokal berkelanjutan.

Endang juga menyampaikan bahwa melalui acara ini pihaknya menargetkan agar para investor tertarik untuk melakukan investasi produk unggulan kawasan perdesaan (prukades) di daerah perbatasan. Lebih lanjut Endang menyampaikan bahwa untuk mewujudkan kawasan perbatasan yang sejahtera dan mandiri maka perlu di dorong kegiatan investasi yang bertumpu kepada sumber daya lokal melalui kegiatan usaha primer, sekunder, maupun tersier.

“Kegiatan sektor ekonomi primer dapat berupa pengembangan pertanian dalam arti luas, termasuk perkebunan dan peternakan, serta pengembangan usaha ekstraktif di bidang perikanan, kehutanan, dan pertambangan” tambah Endang yang juga merupakan ketua panitia kegiatan ini.

Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pengembangan Daerah Tertentu, Aisyah Gamawati mengungkapkan sampai saat ini, prukades telah dikembangkan di 148 kabupaten pada 29 provinsi.

“Kami berharap setelah pertemuan seperti ini bisa membahas lebih fokus lagi terkait produk-produk unggulan yang ada di daerah perbatasan, bagaimana cara mengembangkannya,” kata Aisyah. Padahal, masih banyak potensi di daerah perbatasan yang belum terangkat ke permukaan.

Meski banyak potensi di daerah perbatasan, Aisyah menyadari terlalu

sempit lingkupnya jika skala usaha hanya bersandar pada satu desa. Oleh karena itu, prukades dianggap lebih tepat untuk mengembangkan potensi komoditas unggulan daerah perbatasan. Prukades mengambil peran dengan membuat klasterisasi. Beberapa desa diajak bersama mengembangkan produk unggulan. Satu sampai dua produk unggulan untuk dikembangkan dalam prukades dinilai cukup.

Sebelumnya, Menteri Eko, kata Aisyah, berjanji untuk membantu bupati yang ingin mengembangkan produk unggulan daerahnya. “Ini sudah menjadi komitmen beliau,” Aisyah meyakinkan. Contoh keberhasilan dan komitmen pemerintah pusat dalam membantu daerah seperti telah terjadi di Kabupaten Pandeglang. Lewat Prukades dengan produk andalan jagung, ekonomi Pandeglang naik kelas.

Luas pengembangan jagung di Pandeglang sekitar 50 ribu hektare. Rata-rata produktivitas 5 ton per hektare

dengan estimasi produksi hingga 250 ribu ton jagung. Keberhasilan Pandeglang tak berdiri sendiri. Dukungan berbagai pihak dan investor turut membikin daerah yang dulunya miskin ini sukses. Kisah keberhasilan seperti Pandeglang yang ingin dicapai Pemerintah untuk daerah-daerah perbatasan.

Meski begitu, Aisyah menekankan bukan berarti daerah perbatasan juga harus mengembangkan sektor pertanian. Melainkan kesuksesan daerah perbatasan bisa dimulai dengan mengunggulkan potensi daerah setempat. “Prukades tidak hanya untuk komoditas pertanian, tapi juga bisa untuk komoditas perikanan, perkebunan, peternakan, dan juga desa wisata,” katanya.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah lewat Kementerian Desa PDTT untuk mengurai permasalahan masyarakat di daerah-daerah adalah melalui badan usaha milik desa (BUMDesa). BUMDesa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki desa melalui

Insentif fiskal dan non fiskal

Iklim Investasi Perbatasan yang Kondusif

(Sumber: Paparan Direktur Pengembangan Daerah Perbatasan, Ditjen Pengembangan Daerah Tertentu, Kementerian Desan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi)

Dukungan infrastruktur1

2

3 6

74

5Stabilitas politik

Regulasi yang pro investasi Layanan birokrasi pemerintah, seperti kemudahan perizinan

Kepastian hukum/ penegakan hukum

Pertanahan

10Literasi | Oktober 2018

penyertaan modal langsung yang berasal dari kekayaan desa. BUMDesa diharapkan bisa mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan warga desa dengan menghasilkan produktivitas ekonomi berdasarkan pada potensi yang dimiliki desa. Dasar hukum BUMDesa adalah UU No.6/2014 tentang Desa.

Meski begitu, masih banyak tantangan yang dihadapi desa dalam mengembangkan BUMDesa. Tantangan utama tersebut yaitu masih terbatasnya modal dan investor, masih rendahnya kapasitas produksi desa, masih rendahnya akses desa ke pasar, keterbatasan pengetahuan mengenai manajeman operasional bisnis, kurangnya kompetensi SDM dan infrastruktur teknologi, serta potensi moral hazard kepala desa atau penguasa wilayah.

Dari data yang dihimpun PT Mitra BUMDes Nusantara (MBN), saat ini terdapat 44.000 BUMDesa di seluruh Indonesia. Namun, hanya 4.000 BUMDes yang tercatat aktif. Padahal, ada 20.034 desa yang memiliki potensi perkebunan, 12.827 desa potensi perikanan, 64.587 desa potensi energi baru terbarukan, 1,8 juta komoditas UMKM berada di desa, 61.821 desa potensi pertanian, dan 1.902 desa potensi wisata.

Program BUMDesa oleh Kementerian Desa PDTT didukung hadirnya PT Mitra BUMDesa Nusantara (MBN) yang berdiri berdasarkan keputusan Kementerian BUMN. MBN adalah anak perusahaan BUMN yang berperan sebagai agregator, off taker, dan supervisor bagi BUMDesa. Kepemilikan

saham MBN dipegang 7 BUMN yaitu Perum Bulog (30% saham), Danareksa (20% saham), Pertamina Retail (10% saham), Perusahaan Perdagangan Indonesia (10% saham), Rajawali Nusantara Indonesia (10%), Pupuk Indonesia Holding Company (10% saham), dan PT Perkebunan Negara 3 (10% saham).

Komisaris Utama PT MBN, Imam Subowo menegaskan tujuan utama hadirnya MBN untuk pemberdayaan masyarakat desa. “Tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat desa yang berkeadilan,” katanya. MBN, lanjut Imam, berharap setiap desa punya produk unggulan agar investor masuk dan berinvestasi. “Kami siap bimbing dan jadi off taker, tapi skala keekonomiannya jelas dan masuk kriteria. Ini semua tugas utama kami. n

Pada tahun 2017, Kabupaten Kepulauan Aru mencatat produksi ikan hingga 140.000 ton dengan nilai mencapai Rp4,5 triliun. Angka ini naik dari produksi ikan tahun 2016

yaitu 106.000 ton atau senilai Rp3,1 triliun. Komoditas andalan daerah yang 88,37 persen berupa laut ini di antaranya ikan pelagis, ikan demersal, ikan karang, udang, teripang, cumi, rajungan, kepiting, lobster, mutiara, dan rumput laut.

Meski letak Kepulauan Aru yang ada di sisi tenggara provinsi Maluku jauh dari Jakarta, kemilau potensi kabupaten yang masuk wilayah perbatasan ini begitu cerah. Kepulauan Aru sendiri berbatasan dengan Australia. Daerah yang memiliki 574 pulau dengan 10 kecamatan dan 117 desa ini rata-rata memiliki komoditas unggulan dari hasil lautnya yang kaya. “Tiap desa punya keunggulan di perikanan seperti ikan balobo, kepiting bakau, teripang. Semua hasil laut kita ada,” kata Bupati Kepulauan Aru, Johan Gonga.

Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Aru pun tiap tahun menunjukkan kenaikan. Pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi 5,93 persen dengan PDRB per kapita Rp32,37 juta. Pada

tahun 2016, pertumbuhan ekonominya 6,84 persen dengan PDRB per kapita Rp30,41 juta. Selain itu, dekatnya Kepulauan Aru dengan Laut Arafura membuatnya memiliki pelabuhan perikanan di wilayah Dobo . Kapal yang bekerja di laut Arafura ada sekitar 1.100 unit. Sementara, kapal yang masuk pelabuhan bongkar ikan mencapai 300-an unit.

Punya potensi komoditas yang belum tergali maksimal, Johan mengaku masalah infrastruktur seperti keterbatasan listrik masih

menjadi kendala. Untuk pengembangan produksi perikanan pun belum ada satu pun cold storage yang tersedia di sana.

Apalagi letak Kepulauan Aru yang terbilang jauh dari daerah-daerah lain. Kondisi ini membuat Aru belum dilirik investor, meski ada minat ke arah sana.

Johan berharap pemerintah punya perhatian khusus untuk daerah perbatasan. Untuk di Kepulauan Aru sendiri, ia punya asa agar

infrastruktur terutama listrik dan cold storage lekas ada di daerahnya. Selain itu, bantuan kepada nelayan juga

dibutuhkan Kepulauan Aru. “Karena kita punya kekayaan di sana, tapi yang mengambil kekayaan ini nelayan dari luar.

Makanya nelayan kita perlu dibantu,” katanya. n

Jauh dari Jakarta, Aru Kaya Potensi

11Literasi | Oktober 2018

Page 12: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Wawancara

Direktur Pengembangan

Daerah Perbatasan

Endang SupriyaniGATr

A/ A

BDur

AchM

AN

Page 13: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Wawancara

Direktur Pengembangan

Daerah Perbatasan

Endang SupriyaniGATr

A/ A

BDur

AchM

AN

Acara ini dimaksudkan menyediakan forum atau wadah yang mempertemukan para pemangku kepentingan daerah perbatasan, khususnya untuk menarik partisipasi wirausaha agar melakukan investasi terhadap program unggulan di daerah perbatasan. Direktorat Pengembangan Daerah Perbatasan menjadi pelaksana acara tersebut. Berikut petikan wawancara dengan Direktur Pengembangan Daerah Perbatasan, Dra. Endang Supriyani, MM.

T: Apa tujuan pelaksaan acara Expose Komoditas Unggulan Daerah Perbatasan?

J: Kami ingin potensi-potensi di daerah perbatasan yang sangat besar bisa dimanfaatkan untuk keekonomian. Karena tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan.

T: Acara terkait tema serupa sudah berapa kali dilaksanakan Direktorat Pengembangan Daerah Perbatasan?

J: Untuk yang fokus pada daerah perbatasan baru kali ini. Dua acara sebelumnya pada 2016 di Bidakara, dan tahun 2017 di Surabaya masih bersifat makro. Perbatasan yang utama tidak hanya soal keamanan, tapi juga kesejahteraan. Belum mengerucut pada potensi-potensi daerah pada tahun-tahun sebelumnya

T: Menurut catatan Anda, apa saja tantangan untuk mengembangkan dan

meningkatkan keekonomian di daerah perbatasan?

J: Tantangannya banyak, seperti masalah infrastruktur untuk konektivitas dan listrik. Home industry butuh listrik, tapi sayangnya daerah perbatasan masih sulit listrik. Tingkat rasio elektrifikasi masih rendah di sana. Transportasi juga masih jadi kendala. Selain itu, masih banyak pelaku usaha yang belum mengenal potensi daerah perbatasan.

T: Bagaimana dengan sumber daya danusia (SDM) di daerah perbatasan?

J: Untuk masalah SDM di daerah perbatasan masih relatif rendah tingkat pendidikan dan jumlah yang terbatas. Pendidikan di daerah perbatasan rata-rata masih ditingkat SD.

T: Apa yang menjadi target panitia dari acara ini?

J: Kami ingin ada pelaku usaha yang secara konkret melakukan investasi di perbatasan. Meski dari skala kecil, tapi kami harapkan nanti akan jadi lebih besar.

T: Apa peran yang diambil Direktorat Pengembangan Daerah Perbatasan dalam hal ini?

J: Kami menyediakan wadah, memediasi para Pemda, dinas PTSP, Bappeda, Kementerian/Lembaga dan pelaku usaha di sini agar tercipta

komunikasi dan penjajakan-penjajakan bisnis yang harapannya bisa segera diimplementasikan.

T: Apa rencana tahun depan terkait dengan program ini?

J: Rencananya tahun 2019 akan ada 8 kabupaten sebagai pilot project untuk integrasi.

T: Apa saja tugas di Direktorat Pengembangan Daerah Perbatasan terkait ini?

J: Kami memfasilitasi untuk infrastruktur seperti jalan desa, membuat embung, dan sarana air bersih. Kami awali integrasinya dengan salah satu unit kerja internal Kementerian Desa PDTT di mana di sana ada pengembangan ekonomi lokal yang tahun depan memberikan bantuan sekitar Rp 1,5 miliar untuk alat pasca panen. Misalkan, nanti ada pelaku usaha mau mengambil hasil produksi bisa difasilitasi karena sudah ada alat pasca panen.

Bagi masyarakat yang penting ada yang beli. Selama ini yang jadi kendala di masyarakat kan ada produksi, tapi nggak ada yang beli. Jadi kita dekatkan dan fasilitasi dengan alat-alat teknologi tepat guna. Di kami itu ada 23 Kabupaten. Itu yang bisa kami sinergikan dengan secara internal Kementerian dengan memberikan bantuan pasca panen ada 8 Kabupaten. Kami sepakat mulai dulu integrasikan agar hasilnya kelihatan.

T: Kapan rencana pilot project tahun depan pastinya akan dimulai?

J: Saat ini kami masih taraf persiapan. Rencananya di awal tahun sudah bisa berjalan. Sekarang masih mengoordinasikan potensi daerah perbatasan yang mau diolah apa. Untuk Kabupaten Alor dan Morotai Maluku Utara misalnya sudah mulai mantap mau VCO (kelapa). n

Direktorat Pengembangan Daerah Perbatasan, Ditjen Pengembangan Daerah Tertentu, Kementerian Desa PDTT menyelenggarakan Expose Komoditas Unggulan Daerah Perbatasan di Grand Mercure Hotel, Jakarta Pusat, 9 Oktober 2018. Acara ini merupakan bagian dari program kegiatan dalam rangka Pengembangan Kawasan Beranda Indonesia

(PKBI) yang menjadi salah satu wujud pelaksanaan Nawacita Presiden Jokowi-JK yaitu “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Page 14: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Kilas Kabar

pranata adat Jadikan Desa sebagai Garda perdamaian Nasional

Pranata adat merupakan elemen penting pemersatu bangsa. Indonesia mampu bertahan mengatasi setiap konflik melalui kepekaan masyarakat dalam penerapan adat istiadat. Norma yang patut dijaga dan direvitalisasi mengikuti gerak zaman.

Sebagai negara yang multikultural, Indonesia direkatkan oleh berbagai norma adat istiadat yang berbentuk pranata, yang salah

satunya adalah pranata adat. Bukan hanya sebagai perekat, pranata adat juga berfungsi sebagai arena rekonstruksi sosial pascakonflik atau bencana melalui pendekatan hukum adat. Kebinekaan yang dibangun berdasarkan konstruksi pranata adat ini terbukti mampu meredam segala gejolak konflik, terutama konflik horizontal, di dalam masyarakat seperti

yang terjadi di Aceh, Poso, dan Ambon. Menguatnya kembali politik identitas

ketika Orde Baru menjadi tantangan baru bagi pranata adat untuk membuktikan dirinya, lagi. Transisi dari demokrasi sentralistik menjadi era otonomi daerah pun menjadi tak terelakkan seperti yang sudah terjadi saat ini.

Perlu ditegaskan bahwa, pranata

adat pada dasarnya telah berjasa sebagai organ potensial penjaga kedaulatan negara. Untuk itu, agenda revitalisasi pranata adat

merupakan bagian yang strategis dalam kerangka menegaskan eksistensi kedaulatan negara itu sendiri. Revitalisasi dari institusi-institusi lokal, seperti lembaga-lembaga adat atau dewan adat merupakan alat utama bagi masyarakat untuk menghadapi serbuan orang yang masuk, sambil berusaha menggunakan sanksi-sanksi yang sifatnya tradisional.

Oleh karena itu, pranata adat dirasa

penting untuk menjadi acuan dalam merestorasi Indonesia pascakonflik. Di Kefemenanu, Timor Tengah Utara, Ditjen

FoT

o : D

ITJEN

PDT

u

Sugito, Direktur Penanganan Daerah Rawan Konflik (batik biru) didampingi Bupati Landak Karolin Margret Natasa saat menyaksikan tarian khas dari Kab. Landak pada pembukaan Peranata Adat di Kab. Landak

14Literasi | Oktober 2018

Page 15: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Kilas Kabar

pranata adat Jadikan Desa sebagai Garda perdamaian Nasional

Pranata adat merupakan elemen penting pemersatu bangsa. Indonesia mampu bertahan mengatasi setiap konflik melalui kepekaan masyarakat dalam penerapan adat istiadat. Norma yang patut dijaga dan direvitalisasi mengikuti gerak zaman.

Sebagai negara yang multikultural, Indonesia direkatkan oleh berbagai norma adat istiadat yang berbentuk pranata, yang salah

satunya adalah pranata adat. Bukan hanya sebagai perekat, pranata adat juga berfungsi sebagai arena rekonstruksi sosial pascakonflik atau bencana melalui pendekatan hukum adat. Kebinekaan yang dibangun berdasarkan konstruksi pranata adat ini terbukti mampu meredam segala gejolak konflik, terutama konflik horizontal, di dalam masyarakat seperti

yang terjadi di Aceh, Poso, dan Ambon. Menguatnya kembali politik identitas

ketika Orde Baru menjadi tantangan baru bagi pranata adat untuk membuktikan dirinya, lagi. Transisi dari demokrasi sentralistik menjadi era otonomi daerah pun menjadi tak terelakkan seperti yang sudah terjadi saat ini.

Perlu ditegaskan bahwa, pranata

adat pada dasarnya telah berjasa sebagai organ potensial penjaga kedaulatan negara. Untuk itu, agenda revitalisasi pranata adat

merupakan bagian yang strategis dalam kerangka menegaskan eksistensi kedaulatan negara itu sendiri. Revitalisasi dari institusi-institusi lokal, seperti lembaga-lembaga adat atau dewan adat merupakan alat utama bagi masyarakat untuk menghadapi serbuan orang yang masuk, sambil berusaha menggunakan sanksi-sanksi yang sifatnya tradisional.

Oleh karena itu, pranata adat dirasa

penting untuk menjadi acuan dalam merestorasi Indonesia pascakonflik. Di Kefemenanu, Timor Tengah Utara, Ditjen

FoT

o : D

ITJEN

PDT

u

Sugito, Direktur Penanganan Daerah Rawan Konflik (batik biru) didampingi Bupati Landak Karolin Margret Natasa saat menyaksikan tarian khas dari Kab. Landak pada pembukaan Peranata Adat di Kab. Landak

14Literasi | Oktober 2018

PDTu melakukan penguatan pranata adat lewat acara yang bertemakan “Nekaf Mese Ansaof Mese Tafen Pah Timor Tengah Utara” atau “Satu Hati Satu Rasa Membangun Timor Tengah Utara” pada Rabu, 12 September lalu.

Dalam acara itu, Direktur Penanganan

Daerah Pasca-Konflik, Ditjen PDTu, Kemendesa PDTT, Sugito, menyampaikan bahwa kementeriannya sampai saat ini terus melakukan pendampingan dan upaya-upaya cegah dini serta penguatan daerah tangguh konflik terhadap kabupaten-kabupaten tersebut. ketiga hal tersebut sejalan dengan semangat UU Desa untuk mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong-royongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. “Kami mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama mendorong peran aktif pranata adat dan budaya dalam pembangunan perdamaian di desa” katanya.

Pada tahun 2018, acara tematik serupa

diselenggarakan di Aceh Singkil, Maluku Tengah, Nabire, dan akan berlanjut di beberapa kabupaten yang lain. Dari hasil evaluasi, menurut Sugito, kegiatan semacam itu efektif sebagai wahana dan promosi pariwisata untuk melestarikan adat istiadat dan budaya dalam menjaga pembangunan perdamaian dan kebinekaan. “Akan kami upayakan untuk melakukan hal serupa pada tahun mendatang,” ujarnya.

Setelah sukses dalam kegiatan

itu, Kemendesa PDTT kembali menyelenggarakan acara serupa di Sigi, Sulawesi Tengah pada Kamis, 20 September silam. Adapun temanya, menurut Pelaksana Tugas Dirjen PDTu, Aisyah Gamawati, adalah Kulawi Hintuwu Mome Panimpu yang artinya hidup rukun untuk saling menghidupi. Kegiatan tersebut diharapkan dapat mengaktifkan kembali penguatan lembaga kemasyarakatan desa sebagai wahana forum perdamaian desa. “Utamanya untuk meningkatkan ketahanan sosial dan budaya masyarakat dan serta mengangkat kearifan lokal,” kata Aisyah.

Dia menambahkan bahwa upaya dalam

pengelolaan konflik juga perlu keterlibatan dari semua pihak. “Kami sangat berterima kasih atas kesediaan pemerintah Kabupaten Sigi, khususnya kepada Bapak Irwan selaku Bupati Sigi dan Bapak Longki sebagai Gubernur Sulawesi Tengah yang bersedia menjadi tuan rumah kegiatan ini,” kata Aisyah.

Rangkaian kegiatan diisi dengan

beragam kegiatan mulai dari workshop perencanaan pembangunan perdamaian, pameran produk-produk badan usaha milik desa (BUMDesa), peragaan proses peradilan adat Kulawi oleh majelis adat, lomba tilako, penampilan musik kerambang, tarian daerah Denki, tarian Pamonte yang disuguhkan oleh berbagai desa di Kabupaten Sigi serta pembentukan forum perdamaian desa.

Menurut Sugito, selaku inisator kegiatan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, merupakan wujud keseriusan pemerintah dalam mendorong pembangunan yang berbasiskan adat istiadat dan kearifan lokal. Bahkan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 menegaskan bahwa upaya penanganan konflik sosial di Indonesia dilakukan melalui pendekatan pranata adat dan kearifan lokal. “Hal ini tentunya sejalan dengan Nawacita yang ke-9 untuk memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan, memperkuat pendidikan kebinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar-warga,” kata Sugito.

Hal tersebut kemudian diterjemahkan

dalam Forum Perdamaian Desa yang agendanya telah disepakati di Kefemanu. Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa musyawarah mufakat yang disepakati bersama memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam proses berdesa, sebagai wujud dari pengakuan atas rekognisi dan subsidaritas dalam melaksanakan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Oleh karena itu, upaya melakukan revitalisasi pranata adat dalam rangka mendukung pembangunan perdamaian di Indonesia memerlukan terobosan baru, baik dari aspek kebijakan, kelembagaan, maupun tindakan-tindakan operasional yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam satu “gerakan budaya”.

Hal ini kemudian dapat disimplifikasi

melalui 3 langkah strategis yang menurut buku Revitalisasi Pranata Adat, yang diterbitkan Kemendesa PDTT pada 2016. Pertama adalah penguatan regulasi melalui politik rekognisi, representasi dan redistribusi. Kedua, penguatan kelembagaan yaitu penguatan lembaga adat, kodifikasi budaya dan koordinasi pemangku kepentingan. Ketiga, pemberdayaan masyarakat lewat kurikulum pendidikan formal dan informal. n

Tari Saman pertunjukkan dari masyarakat Aceh Singkil pada perhelatan pranata adat di Kabupaten Aceh Singkil

15Literasi | Oktober 2018

Page 16: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Kolom

Daerah rawan pangan adalah salah satu karakteristik daerah tertinggal. Penanganannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal pada pasal 4 ayat 2. Selain berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipertimbangkan karakteristik daerah tertentu. Karakteristik daerah tertentu itu salah satunya kerawanan pangan.

Indikator kerawanan pangan itu sendiri dapat dilihat pada Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia Tahun 2015 yang dikeluarkan oleh Dewan Ketahanan Pangan dan World Food Program (WFP). Ada 5 (lima) aspek yang digunakan untuk menghitung tingkat kerawanan suatu daerah yaitu: 1) Ketersediaan pangan; 2) Akses Pangan; 3) Pemanfaatan pangan, 4) Gizi dan dampak kesehatan; dan 5) Faktor iklim dan lingkungan yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan.

Kelima aspek tersebut dianalisis pada level kabupaten/kota dengan menggunakan 13 indikator yang kemudian dihitung menjadi 1 indeks komposit. Berdasarkan indeks tersebut kemudian masing-masing kabupaten dikategorikan dalam prioritas 1 sebagai daerah yang paling rawan pangan sampai dengan prioritas 6 sebagai daerah yang paling tidak rawan pangan.

Kalau memperhatikan indikator ketahanan pangan dan kerentanan pangan tersebut banyak memiliki kemiripan dengan kriteria yang ditetapkan untuk menentukan daerah tertinggal. Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014, suatu daerah ditetapkan sebagai daerah tertinggal berdasarkan kriteria a) Perekonomian masyarakat; b) Sumber daya manusia; c) Sarana dan prasarana; d) Kemampuan keuangan daerah; e) Aksesibilitas; dan f) Karaktersitik daerah.

Sehingga tidak aneh daerah rawan pangan umumnya adalah daerah tertinggal di mana dari 122 daerah tertinggal 54 diantaranya adalah daerah rawan pangan prioritas 1 dan 2. Jika diperluas dari

Tantangan Penanganan Rawan Pangan

di Daerah Tertinggal

Raja Amin Hasibuan

16Literasi | Oktober 2018

Page 17: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Kolom

Daerah rawan pangan adalah salah satu karakteristik daerah tertinggal. Penanganannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal pada pasal 4 ayat 2. Selain berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipertimbangkan karakteristik daerah tertentu. Karakteristik daerah tertentu itu salah satunya kerawanan pangan.

Indikator kerawanan pangan itu sendiri dapat dilihat pada Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia Tahun 2015 yang dikeluarkan oleh Dewan Ketahanan Pangan dan World Food Program (WFP). Ada 5 (lima) aspek yang digunakan untuk menghitung tingkat kerawanan suatu daerah yaitu: 1) Ketersediaan pangan; 2) Akses Pangan; 3) Pemanfaatan pangan, 4) Gizi dan dampak kesehatan; dan 5) Faktor iklim dan lingkungan yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan.

Kelima aspek tersebut dianalisis pada level kabupaten/kota dengan menggunakan 13 indikator yang kemudian dihitung menjadi 1 indeks komposit. Berdasarkan indeks tersebut kemudian masing-masing kabupaten dikategorikan dalam prioritas 1 sebagai daerah yang paling rawan pangan sampai dengan prioritas 6 sebagai daerah yang paling tidak rawan pangan.

Kalau memperhatikan indikator ketahanan pangan dan kerentanan pangan tersebut banyak memiliki kemiripan dengan kriteria yang ditetapkan untuk menentukan daerah tertinggal. Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014, suatu daerah ditetapkan sebagai daerah tertinggal berdasarkan kriteria a) Perekonomian masyarakat; b) Sumber daya manusia; c) Sarana dan prasarana; d) Kemampuan keuangan daerah; e) Aksesibilitas; dan f) Karaktersitik daerah.

Sehingga tidak aneh daerah rawan pangan umumnya adalah daerah tertinggal di mana dari 122 daerah tertinggal 54 diantaranya adalah daerah rawan pangan prioritas 1 dan 2. Jika diperluas dari

Tantangan Penanganan Rawan Pangan

di Daerah Tertinggal

Raja Amin Hasibuan

16Literasi | Oktober 2018

122 kabupaten tertinggal, 87 kabupaten diantaranya termasuk kategori 1-3 daerah rawan pangan. Karenanya dapat dikatakan bahwa menyelesaikan persoalan kerawanan pangan berarti sama dengan membangun daerah tertinggal. Mempercepat pembangunan daerah tertinggal adalah juga memiliki napas yang sama dengan menangani persoalan daerah rawan pangan.

Jika digali lebih dalam lagi, indikator rawan pangan tersebut sangat luas dan mencakup kewenangan berbagai kewenangan kementerian/lembaga. Akses penghubung dan air bersih tentu saja adalah sebagian dari tugas pokok dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sementara indikator dalam gizi adalah kegiatan Kementerian Kesehatan. Singkatnya, keberhasilan dalam penanganan daerah rawan pangan ini harus melibatkan banyak pemangku kepentingan.

Direktorat Pengembangan Daerah Rawan Pangan melakukan koordinasi dan sinkronisasi untuk mencapai kesepakatan dengan para pihak. Semangat untuk

melakukan sinkronisasi tersebut sangatlah kuat, misalnya diindikasikan dengan antusiasme kehadiran pada pertemuan-pertemuan koordinasi yang digelar. Tentu saja itu tidak cukup, masih ada tantangan, misalnya bagaimana mewujudkan semangat tersebut menjadi suatu kerja bersama. Sinergi menyelesaikan persoalan yang ada saling mendukung secara bersama-sama pada lokasi spesifik.

Keadaan ini bisa terjadi karena selama ini tiap-tiap kementerian/lembaga atau pemerintah daerah bekerja dengan target output dan persoalan sektoral masing-masing. Pada level perencanaan sebenarnya sudah sangat besar usaha meletakkan persoalan yang ada di depan semua pemangku kepentingan. Masing-masing menyusun program dan kegiatan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Namun, ketika program dan kegiatan tersebut diposisikan pada lokasi spesifik masih terasa ada jeda.

Misalnya, ketika direktorat Pengembangan Daerah Rawan Pangan memenuhi proposal daerah untuk

membangun embung di satu daerah. Ketika embung tersebut dibangun masih ada saja persoalan sehingga embung tersebut tidak dapat segera optimal dimanfaatkan. Karena saluran penghubungnya ke sawah-sawah belum seluruhnya langsung bisa beroperasi. Tentu saja pada saat verifikasi penetapan lokasi, kami memperhatikan persoalan ini dengan mensyaratkan pemerintah daerah segera membangun saluran irigasi tersebut, namun dengan berbagai alasan masih ada jeda sebelum semuanya segera beroperasi.

Fokus lokasi kegiatan Direktorat Pengembangan Daerah Rawan Pangan sesuai kesepakatan dengan Bappenas ini adalah di daerah prioritas 1 dan 2. Ini tentu sangat masuk akal karena lokasi prioritas 1 dan 2 adalah daerah-daerah yang paling rawan pangan yang perlu ditangani segera. Namun, ketika mengingat kembali indikator daerah tertinggal dan daerah rawan pangan yang mirip, daerah-daerah paling rawan tersebut juga dengan sendirinya adalah daerah-daerah yang paling tertinggal di Indonesia.

Situasi ini memberikan kesulitan tersendiri bagi Direktorat Pengembangan Daerah Rawan Pangan, karena dalam indikator kinerjanya, direktorat wajib mendukung target kementerian terkait terhadap jumlah daerah tertinggal yang harus dientaskan. Sangat disayangkan jika upaya-upaya direktorat kemudian tidak dapat dinilai dalam konteks tugas kementerian secara keseluruhan.

Demikian, sekelumit tantangan penanganan daerah rawan pangan di daerah tertinggal. Tentu saja faktor yang dijelaskan disini belum menggambarkan semua persoalan yang ada. Namun dengan memahami persoalan yang dijelaskan disini, diharapkan menjadi pijakan awal memahami persoalan penanganan daerah rawan pangan, untuk kemudian menetapkan kebijakan yang tepat. n

Penulis adalah Kepala Seksi Sumber Daya Wilayah VDirektorat Pengembangan Daerah Rawan Pangan

Indikator Ketahanan dan Kerentanan Pangan

A. Ketersediaan pangan

B. Akses Pangan

C. Pemanfaatan Pangan

D. Gizi dan Dampak Kesehatan

E. Faktor Iklim dan Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Ketahanan Pangan

1. Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih “beras + jagung + ubi jalar + ubi kayu”

2. Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan3. Persentase desa dengan akses penghubung yang kurang memadai4. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik

5 Perempuan buta huruf6 Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih7 Persentase desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan

8 Balita Pendek (stunting)9 Angka harapan hidup pada saat lahir

10 Bencana alam yang terkait iklim11 Variabilitas curah hujan12 Hilangnya produksi padi13 Deforestasi

17Literasi | Oktober 2018

Page 18: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Kolom

Desa sangat strategis dan penting setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa bukan lagi objek, namun subjek pembangunan dimana desa berperan aktif dalam pembangunan dari tingkatan terkecil. Tujuan pembangunan desa tertuang dalam pasal 78 ayat (2 dan 3). Pembangunan desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.

Semua itu selaras dengan kewenangan pada bidang pembinaan kemasyarakatan desa, yaitu pembinaan organisasi dan lembaga masyarakat adat berskala desa. Sebagaimana Nawacita ketiga dan sembilan yang berbunyi, “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan” dan “Memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui penguatan kebinekaan dan menciptakan ruang dialog antar warga”.

Mewujudkan Perdamaian dari Desa

Irfan Yoginawa Rifma Dewa

Pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan berbasis desa dan nilai-nilai keragaman budaya bangsa. Pasal 78 ayat (3) UU Desa menjadi titik temu keselarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial berbasiskan adat istadat dan kearifan lokal untuk kesejahteraan rakyat. UU Nomor 7 tahun 2012 menegaskan, upaya penanganan konflik sosial melalui pendekatan pranata adat atau kearifan lokal. UU Desa menegaskan melalui prinsip rekognisi dan subsidiaritas. Negara mengakui dan menghormati desa dengan keberagamannya sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia atau yang disebut Hak Ulayat.

Kementerian Desa PDTT melalui Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik berkontribusi dalam upaya membangunan perdamaian yang berkelanjutanmelalui penyediaan data dan informasi terkait penanganan konflik sosial. Partisipasi masyarakat desa yang bertumpu pada adat istiadat dan budaya lokal adalah elemen penting dalam perencanaan pembangunan yang responsif terhadap perdamaian dan konflik sosial. Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Mendagri Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kewaspadaan Dini di Daerah, terkait deteksi, identifikasi, nilai, analisis, tafsir, dan sajian informasi dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai potensi bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan di daerah.

Namun beleid itu hanya sampai tingkat pemerintah daerah dan kecamatan, tidak menyentuh desa. Karena itu

Kementerian Desa PDTT melalui Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik mengambil momentum itu dengan berperan aktif menangani konflik sosial lewat Penguatan Forum Perdamaian di tingkat Desa. Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal tahun 2015–2019. Pada 2018, Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik mempunyai lokasi fokus program tersebut pada 8 kabupaten yaitu, Aceh Singkil, Bangkalan, Landak, Lombok Timur, Timor Tengah Utara, Sigi, Maluku Tengah, dan Nabire.

Forum Perdamaian Desa merevitalisasi sistem pencegahan dini konflik berbasis desa. Sehingga dapat mengoptimalkan hukum adat dalam rangka mencegah dan menyelesaikan konflik di tingkat desa. Jadi sebelum konflik meluas dan membesar, dapat dicegah dan diselesaikan di tingkat desa. Forum Perdamaian tidak mengubah kelembagaan di desa, namun memberikan konseling sebagai penguatan lembaga yang sudah ada.

Dalam perencanaan pembangunan, forum juga memberikan masukan agar kebijakan yang diambil pada tingkat atas tidak memicu konflik. Dengan dilaksanakan dan dibentuknya Forum Perdamaian Desa ini dapat mewujudkan perencanaan pembangunan desa yang responsif pada perdamaian dan mencegah timbulnya konflik sosial masyarakat. Karena semua kebijakan yang diambil mengampu kearifan lokal dan hukum adat yang melekat di masyarakat. Semoga. n

Penulis adalah Fungsional di Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik

18Literasi | Oktober 2018

Page 19: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

Kolom

Desa sangat strategis dan penting setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa bukan lagi objek, namun subjek pembangunan dimana desa berperan aktif dalam pembangunan dari tingkatan terkecil. Tujuan pembangunan desa tertuang dalam pasal 78 ayat (2 dan 3). Pembangunan desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.

Semua itu selaras dengan kewenangan pada bidang pembinaan kemasyarakatan desa, yaitu pembinaan organisasi dan lembaga masyarakat adat berskala desa. Sebagaimana Nawacita ketiga dan sembilan yang berbunyi, “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan” dan “Memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui penguatan kebinekaan dan menciptakan ruang dialog antar warga”.

Mewujudkan Perdamaian dari Desa

Irfan Yoginawa Rifma Dewa

Pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan berbasis desa dan nilai-nilai keragaman budaya bangsa. Pasal 78 ayat (3) UU Desa menjadi titik temu keselarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial berbasiskan adat istadat dan kearifan lokal untuk kesejahteraan rakyat. UU Nomor 7 tahun 2012 menegaskan, upaya penanganan konflik sosial melalui pendekatan pranata adat atau kearifan lokal. UU Desa menegaskan melalui prinsip rekognisi dan subsidiaritas. Negara mengakui dan menghormati desa dengan keberagamannya sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia atau yang disebut Hak Ulayat.

Kementerian Desa PDTT melalui Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik berkontribusi dalam upaya membangunan perdamaian yang berkelanjutanmelalui penyediaan data dan informasi terkait penanganan konflik sosial. Partisipasi masyarakat desa yang bertumpu pada adat istiadat dan budaya lokal adalah elemen penting dalam perencanaan pembangunan yang responsif terhadap perdamaian dan konflik sosial. Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Mendagri Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kewaspadaan Dini di Daerah, terkait deteksi, identifikasi, nilai, analisis, tafsir, dan sajian informasi dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai potensi bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan di daerah.

Namun beleid itu hanya sampai tingkat pemerintah daerah dan kecamatan, tidak menyentuh desa. Karena itu

Kementerian Desa PDTT melalui Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik mengambil momentum itu dengan berperan aktif menangani konflik sosial lewat Penguatan Forum Perdamaian di tingkat Desa. Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal tahun 2015–2019. Pada 2018, Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik mempunyai lokasi fokus program tersebut pada 8 kabupaten yaitu, Aceh Singkil, Bangkalan, Landak, Lombok Timur, Timor Tengah Utara, Sigi, Maluku Tengah, dan Nabire.

Forum Perdamaian Desa merevitalisasi sistem pencegahan dini konflik berbasis desa. Sehingga dapat mengoptimalkan hukum adat dalam rangka mencegah dan menyelesaikan konflik di tingkat desa. Jadi sebelum konflik meluas dan membesar, dapat dicegah dan diselesaikan di tingkat desa. Forum Perdamaian tidak mengubah kelembagaan di desa, namun memberikan konseling sebagai penguatan lembaga yang sudah ada.

Dalam perencanaan pembangunan, forum juga memberikan masukan agar kebijakan yang diambil pada tingkat atas tidak memicu konflik. Dengan dilaksanakan dan dibentuknya Forum Perdamaian Desa ini dapat mewujudkan perencanaan pembangunan desa yang responsif pada perdamaian dan mencegah timbulnya konflik sosial masyarakat. Karena semua kebijakan yang diambil mengampu kearifan lokal dan hukum adat yang melekat di masyarakat. Semoga. n

Penulis adalah Fungsional di Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik

18Literasi | Oktober 2018

GaleriPhoto

Aisyah Gamawati Plt Dirjen PDTu berinteraksi dengan korban gempa Lombok dilokasi pengungsian saat melakukan kunjungan.

Pemberian bantuan bahan pangan dan genset dari Kemendes PDTT

Bantuan Kemendes PDTT tahap 2 yang diserahkan kepada korban bencana Sulteng dalam bentuk beras, makanan ringan, mie instan dan keperluan ibu dan bayi

Tim peduli bencana Kemendes PDTT dari Ditjen PDTu di depan kapal kandas ekses bencana gempa dan tsunami Palu

FoT

o : T

IM D

ATIN

PDT

u

Page 20: Tanggap Bencana UNTUK SESAMA - ditjenpdtu.kemendesa.go.id · tanggap dan siap sedia Menanggulangi Bencana Kemendesa PDTT melalui Ditjen PDTu ikut serta dalam penanggulangan bencana

DireKtorat JeNDeraL peNGeMBaNGaN DaeraH terteNtuKeMeNteriaN Desa, peMBaNGuNaN DaeraH tertiNGGaL, DaN traNsMiGrasi

repuBLiK iNDoNesia

@DitjenPDTUDitjenPDTUDitjenPDTU

DitjenPDTuditjenpdtu.kemendesa.go.id

Pembukaan akses jalan di Kabupaten Nunukan TA 2018, lokasi kegiatan Desa Long Umung menuju Desa Wa Yagung Kecamatan Krayan Timur Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara