talak, khulu’ dan fasakh

6
5/10/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Talak, Khulu’ dan Fasakh? http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/10/02/talak-khulu-dan-fasakh/ 1/6 Talak, Khulu’ dan Fasakh? October 2nd, 2014 by kafi Oleh: Hafidz Abdurrahman Fakta Khulu’ Khulu’ secara harfiah, diambil dari lafadz Khala’a-Yakhla’u-Khal’[an]yang berarti melepaskan. Khala’a (melepas) dalam bahasa Arab biasanya digunakan untuk konotasi melepas pakaian. Mengapa lafadz ini digunakan, karena al-Qur’an menyebut isteri adalah pakaian bagi suami. Begitu juga sebaliknya, sebagaimana firman Allah SWT: ﱠ﴾ ن ﺎس م أ و م ﺎس ﱠ ﻟن ﴿ھ“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kalian adalah pakaian bagi mereka.” (Q.s. al- Baqarah [02]: 187) Disebut khulu’, karena seorang isteri melepaskan statusnya sebagai pakaian bagi suaminya. Dengan disertai membayar tebusan, yang digunakan untuk membebaskan dirinya dari ikatan nikah yang ada di tangan suaminya. Karena itu, al-Qur’an juga menggunakan istilah tebusan (ifitadat bih): ت د ﺎ ا ﺎ ﻓ ﺎح ﴿ﻓ“Maka tidak mengapa bagi mereka berdua (suami-isteri melepaskan ikatan pernikahan) karena tebusan yang dibayarkan isteri.” (Q.s. al-Baqarah [02]: 229) Khulu’ tidak butuh penguasa untuk memutuskan jatuh dan tidaknya. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad, “Khulu’ boleh dilakukan tanpa peranan penguasa.” Pandangan ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Umar dan ‘Utsman ra. Pendapat ini diikuti oleh Qadhi Syuraih, az-Zuhri, Malik, Syafii, Ishaq dan Ahli Ra’yi. Tetapi, pendapat yang berbeda dinyatakan oleh al-Hasan dan Ibn Sirin. Dia menyatakan, bahwa khulu’ membutuhkan peranan penguasa. Namun, menurut Ibn Qudamah, “Kami menguatkan pendapat ‘Umar dan ‘Utsman, karena ini merupakan bentuk pertukaran kompensasi, sehingga tidak membutuhkan penguasa. Seperti jual beli, dan pernikahan. Disamping, karena ini merupakan pemutusan akad dengan suka rela, menyerupai iqalah (pembatalan akad).” (Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz X/267-268). Khulu’ juga boleh dilakukan kapan saja, baik ketika suci atau sedang haid. Karena khulu’ ini esensinya menghilangkan mudarat yang menimpa perempuan, karena buruknya pergaulan suami dengannya, serta menghilangkan sesuatu yang tidak disukai dan dibencinya. Sementara mudarat akibat semuanya ini lebih panjang ketimbang mudarat karena lamanya masa ‘iddah, sebagaimana yang dilarang saat menjatuhkan

Upload: rizkysamuraiflamenco

Post on 05-Jul-2015

290 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Talak, khulu’ dan fasakh

5/10/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Talak, Khulu’ dan Fasakh?

http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/10/02/talak-khulu-dan-fasakh/ 1/6

Talak, Khulu’ dan Fasakh?

October 2nd, 2014 by kafi

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Fakta Khulu’

Khulu’ secara harfiah, diambil dari lafadz Khala’a-Yakhla’u-Khal’[an]yang berartimelepaskan. Khala’a (melepas) dalam bahasa Arab biasanya digunakan untuk konotasimelepas pakaian. Mengapa lafadz ini digunakan, karena al-Qur’an menyebut isteri adalahpakaian bagi suami. Begitu juga sebaliknya, sebagaimana firman Allah SWT:

﴿ھن لباس لكم وأنتم لباس لھن﴾

“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kalian adalah pakaian bagi mereka.” (Q.s. al-Baqarah [02]: 187)

Disebut khulu’, karena seorang isteri melepaskan statusnya sebagai pakaian bagisuaminya. Dengan disertai membayar tebusan, yang digunakan untuk membebaskandirinya dari ikatan nikah yang ada di tangan suaminya. Karena itu, al-Qur’an jugamenggunakan istilah tebusan (ifitadat bih):

﴿فال جناح علیھما فیما افتدت بھ﴾

“Maka tidak mengapa bagi mereka berdua (suami-isteri melepaskan ikatan pernikahan)karena tebusan yang dibayarkan isteri.” (Q.s. al-Baqarah [02]: 229)

Khulu’ tidak butuh penguasa untuk memutuskan jatuh dan tidaknya. Ini merupakanpendapat Imam Ahmad, “Khulu’ boleh dilakukan tanpa peranan penguasa.” Pandanganini diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Umar dan ‘Utsman ra. Pendapat ini diikuti oleh QadhiSyuraih, az-Zuhri, Malik, Syafii, Ishaq dan Ahli Ra’yi.

Tetapi, pendapat yang berbeda dinyatakan oleh al-Hasan dan Ibn Sirin. Dia menyatakan,bahwa khulu’ membutuhkan peranan penguasa. Namun, menurut Ibn Qudamah, “Kamimenguatkan pendapat ‘Umar dan ‘Utsman, karena ini merupakan bentuk pertukarankompensasi, sehingga tidak membutuhkan penguasa. Seperti jual beli, dan pernikahan.Disamping, karena ini merupakan pemutusan akad dengan suka rela, menyerupai iqalah(pembatalan akad).” (Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz X/267-268).

Khulu’ juga boleh dilakukan kapan saja, baik ketika suci atau sedang haid.Karena khulu’ ini esensinya menghilangkan mudarat yang menimpa perempuan, karenaburuknya pergaulan suami dengannya, serta menghilangkan sesuatu yang tidak disukaidan dibencinya. Sementara mudarat akibat semuanya ini lebih panjang ketimbangmudarat karena lamanya masa ‘iddah, sebagaimana yang dilarang saat menjatuhkan

Page 2: Talak, khulu’ dan fasakh

5/10/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Talak, Khulu’ dan Fasakh?

http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/10/02/talak-khulu-dan-fasakh/ 2/6

talak. Karena itu, menjatuhkan talak saat haid tidak boleh, karena memperhatikanmudarat lamanya masa ‘iddah yang harus dipikul oleh perempuan.

Karenanya, Nabi saw. tidak pernah menanyakan kondisi wanita yang mengajukan khulu’,apakah sedang bersih atau haid. Selain itu, khulu’ini terjadi atas permintaan perempuan.Jadi, ini berdasarkan kerelaannya. Dengan begitu, khulu’ ini dilakukan demikemaslahatan pihak perempuan (isteri) (Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz X/268).

Dalam khulu’, seorang suamidisunahkan mengambil tidak lebih dari apa yang pernah diaberikan sebagai mahar kepada isterinya. Jika keduanya sama-sama sepakatmelakukan khulu’, dengan kompensasi tertentu, maka khulu’-nya dianggap sah. Inimerupakan pendapat mayoritas ulama’. Pendapat ini diriwayatkan dari ‘Utsman, Ibn‘Umar, Ibn ‘Abbas, ‘Ikrimah, Mujahid, Qubaishah bin Dzu’aib, an-Nakha’i, Malik, as-Syafii,dan para pengikut Ahli Ra’yi. Bahkan, Ibn ‘Abbas berpendapat, jika seorang isterimengajukan khulu’ dengan kompensasi bagian warisannya itu pun boleh. ‘Atha’, Thawus,‘Amru bin Syu’aib dan az-Zuhri berpendapat, bahwa suami tidak boleh mengambil lebihdari mahar yang telah dia berikan. Pendapat ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib. AbuBakar juga memilih penadapat ini, bahkan mengatakan, “Jika dia (suami) melakukannya(mengambil lebih dari mahar yang telah dia berikan), maka kelebihannya harus diakembalikan.” Ini didasarkan pada keputusan Nabi kepada Jamilah binti Salul, ketikamenggugat cerai (khulu’) dari Tsabit. Kebun yang diberikan Tsabit kepada Jamilah harusdikembalikan kepada Tsabit, setelah itu Tsabit pun mengambil kebun tersebut dariJamilah, dan tidak lebih (Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz X/269).

Status kompensasi tadi merupakan pengganti (‘iwadh/badal), sebagai kompensasipembatalan (Fasakh). Karena itu, tidak boleh melebihi kadar yang diberikan padapermulaan akad nikah. Status kompensasi ini seperti ‘iwadh dalam ‘iqalah, sebagaimanadalam Jual-beli ‘Arbun. Namun, ada juga yang membolehkan jumlah ‘iwadh lebih banyakketimbang mahar yang pernah diberikan saat akad, meski hukumnya Makruh. Inipendapat Sa’id bin al-Musayyab, al-Hasan, as-Sya’bi, al-Hakam, Hamad, Ishaq dan Abu‘Ubaid. Namun, menurut Abu Hanifah, Malik dan as-Syafii boleh, tidak Makruh. Malikberkomentar, “Saya selalu mendengar pendapat yang menyatakan, bahwa tebusan(kompenasi) itu boleh melebihi mahar.” Lalu, bagaimana mengkompromikan antara Q.s.al-Baqarah [02]: 229 di atas dengan hadits Jamilah? Ibn Qudamah menyatakan, “Ayattersebut menunjukkan kebolehannya (tebusan secara mutlak). Sedangkan hadits(Jamilah) menjelaskan larangan lebih (dari mahar yang telah diberikan) itu statusnyamakruh.” (Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz X/270).

Alasan Khulu’

Jika perempuan mengajukan gugatan cerai (khulu’) bukan karena faktor kebencian, dantakut tidak bisa menjalankan hukum Allah, maka khulu’ seperti ini Makruh. Jika kondisiseperti ini, kemudian isteri tetap saja mengajukan khulu’, maka menurut pendapatmayoritas ulama’,khulu’-nya tetap sah. Mereka yang berpendapat seperti ini adalah AbuHanifah, at-Tsauri, Malik, al-Auza’i dan as-Syafii. Sedangkan Imam Ahmad menyatakan

Page 3: Talak, khulu’ dan fasakh

5/10/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Talak, Khulu’ dan Fasakh?

http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/10/02/talak-khulu-dan-fasakh/ 3/6

haram. Beliau menjelakan, “Khulu’ seperti hadits Sahlah, dimana dia membencisuaminya, lalu dia memberinya mahar (‘iwadh), maka seperti inilah khulu’. Inimembuktikan, bahwa khulu’ itu tidak sah, kecuali dalam kondisi seperti ini.” Ini jugamenjadi pendapat Ibn al-Mundzir dan Dawud. Dasarnya Q.s. al-Baqarah [02]: 229 di atas,dimana tebusan itu diberikan, karena perempuan tersebut khawatir tidak bisamenjalankan hukum Allah. Disamping adanya larangan mengambil tebusan, kecuali jikakhawatir tidak bisa menjalankan hukum Allah, yang diikuti dengan larangan danancaman. Diperkuat dengan hadits Nabi:

«أیما امرأة سألت زوجھا الطالق من غیر ما بأس، فحرام علیھا رائحة الجنة»

“Siapa saja perempuan yang meminta dicerai oleh suaminya, tanpa alasan apapun, makadia diharamkan untuk mencium aroma surga.”(H.r. Abu Dawud dari Tsauban).

Ini menunjukkan, haramnya mengajukan gugatan cerai (khulu’), bukan karena adanyakebutuhan untuk itu. Selain itu, khulu’ seperti ini membahayakan kaum perempuan itusendiri, sekaligus membahayakan suaminya. Disamping menghilangkan kemaslahatannikah, tanpa alasan. Karena itu, menurut Ibn Qudamah, khulu’ seperti ini diharamkan (IbnQudamah, al-Mughni, Juz X/271).

Tetapi, jika isteri dianiaya, dipukul, ditekan atau tidak diberikan hak-haknya, seperti haknafkah, giliran dan sebagainya, kemudian isteri membayar tebusan agar bisamembebaskan dirinya dari suaminya, lalu dia melakukanya, maka status khulu’ seperti iniadalah batal. Kompensasinya juga harus dikembalikan. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibn‘Abbas, ‘Atha’, Mujahid, as-Sya’bi, an-Nakha’i, al-Qasim bin Muhammad, ‘Urwah, ‘Amrubin Syu’aib, Humaid bin ‘Abdirrahman, dan az-Zuhri. Pendapat serupa juga dinyatakanoleh Malik, at-Tsauri, as-Syafii, dan Qatadah. Tetapi, Abu Hanifah berpendapat, “Akadnyasah, kompensasinya mengikat, tetapi si suami berdosa dan melakukan maksiat.”

Namun, Ibn Qudamah berpendapat, bahwa ‘iwadh seperti ini terpaksa harus dibayarkanoleh perempuan, tanpa haq. Karena itu, suaminya tidak berhak mendapatkannya. Iniseperti harga dalam jual-beli, atau upah dalam akad ijarah.

Khulu’ tanpa ‘Iwadh

Jika status ‘iwadh-nya tidak sah, karena diberikan oleh pihak perempuan denganterpaksa, maka suaminya tidak berhak memiliki‘iwadh tersebut. Jika ‘iwadh tersebutdianggap tidak berhak dimiliki oleh suami, berarti ‘iwadh ini dianggap tidak ada.Jika khulu’ tersebut dilakukan tanpa ‘iwadh, maka statusnya bukan khulu’ lagi, tetapitalak. Dalam hal ini, menurut Ibn Qudamah, status khulu’ tersebut seperti talak. Talak bisajatuh, tanpa ‘iwadh. Jika ini yang terjadi, maka statusnya mengikuti hukum talak, sehinggaada masa ‘iddah-nya.

Dengan begitu, suami berhak untuk rujuk kembali dengan isterinya, jika talaknya kurangdari tiga kali. Dalam hal ini, ‘iddah dan rujuknya, kembali kepada hukum talak. IbnQudamah beralasan, karena ‘iwadh-lah yang bisa menggugurkan hak rujuk. Jika ‘iwadh-

Page 4: Talak, khulu’ dan fasakh

5/10/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Talak, Khulu’ dan Fasakh?

http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/10/02/talak-khulu-dan-fasakh/ 4/6

nya dinyatakan gugur, atau tidak berlaku, dan harus dikembalikan, karena bukan hakbaginya suami, maka hak rujuk suami dengan isterinya itu kembali lagi.

Dari sini, bisa dipahami konsekuensi khulu’ dan ‘iwadh tersebut, serta bedaantara khulu’ dengan talak. Khulu’ atau gugatan cerai yang diajukan oleh isteri dinyatakansah sebagai khulu’, jika disertai ‘iwadh. Jika tidak, maka status khulu’-nya berubahmenjadi talak. Jika khulu’tersebut memenuhi syarat, dianggap sah, dan berlaku, makakonsekuensinya, isteri tidak perlu menunggu masa ‘iddah, sebagaimana dalam kasustalak. Konsekuensi lainnya, suami juga tidak mempunyai hak untuk rujuk sebagaimanadalam kasus talak I dan II. Karena hak rujuknya telah digugurkan dengan ‘iwadh yangdibayar oleh isterinya.

‘Iwadh dan hak rujuk adalah dua hal yang bertolak belakang. Jika seseorang suami inginmendapatkan hak rujuknya, maka tidak boleh menerima ‘iwadh dari isterinya. Karena itu,jika dia menerima ‘iwadhdari isterinya, maka dia telah kehilangan hak rujuknya,sebagaimana dalam talak I dan II. Jika suami menetapkan syarat ‘iwadh agar bisamengabulkan gugatan isterinya, tetapi dengan syarat bisa rujuk lagi dengannya, makasyarat seperti ini tidak sah. Tetapi, khulu’-nya tetap berlaku. Dengan begitu, perempuanmantan isterinya itu dinyatakan sah khulu’-nya, dan tidak boleh memenuhi syarat yangdiajukan mantan suaminya, meski itu mereka sepakati sebelumnya. Karena syarat inibatil. Kesepekatan terhadap syarat yang batil seperti ini tidak berlaku. Ini adalahpendapat Imam as-Syafii (Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz X/279).

Dalam riwayat lain, Imam Ahmad berpendapat, bahwa khulu’ tetap sah, meskitanpa ‘iwadh. Meski dalam riwayat lain, Imam Ahmad menyatakan, bahwa khulu’ tidaksah, kecuali dengan ‘iwadh. Jika seorang suami menerima gugatan isterinya,tanpa ‘iwadh, dengan niat talak, maka status gugatan tersebut dihukumi talak,bukan khulu’. Ini termasuk dalam kategori talak Kinayah (kiasan). Talak, denganmenggunakan lafadz khulu’, bukan lafadz “talak”. Namun, jika tidak ada niat mentalak,lalu ‘iwadh juga tidak ada, maka baik talak maupunkhulu’-nya sama-sama dianggap tidakberlaku. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan as-Syafii (Ibn Qudamah, al-Mughni, JuzX/288).

Khulu’ antara Fasakh dan Talak

Khulu’ itu pada dasarnya merupakan pembatalan akad nikah, yangdisertai ‘iwadh (kompensasi). Karena itu, khulu’ ini sebenarnya merupakan Fasakh.Meski, tidak semua Fasakh (pembatalan akad nikah) berarti khulu’, jika tidakdisertai ‘iwadh.

Mazhab Hanafi membedakan antara Fasakh dengan Thalak. Jika keputusan untukmelepaskan tali pernikahan itu berasal dari suami, maka disebut Thalak. Tetapi, jikakeputusan untuk melepaskan tali pernikahan itu berasal dari isteri, makadisebut Fasakh (Sayid Sabiq,Fiqh as-Sunnah, Juz II/203).

Fasakh itu didefinisikan oleh al-‘Allamah Rawwas Qal’ah Jie, dalamMu’jam Lughat al-

Page 5: Talak, khulu’ dan fasakh

5/10/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Talak, Khulu’ dan Fasakh?

http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/10/02/talak-khulu-dan-fasakh/ 5/6

Fuqaha’, sebagai tindakan pembatalan akad oleh pihak yang mempunyai hak, disertaidengan hilangnya seluruh konsekuensi akad. Jika mengacu kepada definisi ini, makajelas,Fasakh bisa membatalkan akad nikah dengan segala konsekuensinya, baikkewajiban nafkah, ‘iddah maupun yang lain.

Fasakh itu sendiri bisa terjadi karena dua sebab: Pertama, cacat yang terjadi padaakad. Kedua, faktor yang muncul di tengah jalan, sehingga akadnya tidak bisadipertahankan.

Mengenai faktor pertama, yaitu cacat yang terjadi pada akad:

1- Ketika akad nikah sudah terjadi, ternyata isteri yang dinikahi itu merupakan wanitayang haram dinikahi (Muharramat Min an-Nikah), maka akad nikahnya otomatis batal,atau Fasakh otomatis.

2- Jika salah satu pasngan suami-isteri dinikahkan saat masih kecil, kemudian setelahbaligh, masing-masing boleh memilih untuk meneruskan hubungan suami-isteri, ataumengakhiri hubungan. Ini disebut Khiyar al-bulugh. Jika pilihan yang dijatuhkan olehpasangan tersebut ternyata berpisah, maka keputusan ini disebut Fasakh.

Faktor kedua, faktor yang muncul di tengah jalan, sehingga akadnya tidak bisadipertahankan:

1- Jika salah satu pasangan murtad dari Islam, dan tidak kembali, maka akadnikahnya otomatis batal. Ini juga Fasakh otomatis, tanpa menunggu keputusan hakim.

2- Jika isteri masuk Islam, sedangkan sauminya masih Kafir, baik Ahli Kitab maupunMusyrik, maka akad nikahnya juga otomatis batal. Ini juga Fasakh otomatis, tanpamenunggu keputusan hakim. Tetapi, jika suaminya masuk Islam, sedangkan isterinyatetap Kafir, harus dilihat: Jika Kafirnya Ahli Kitab, maka akad nikahnya tetap sah. Tetapi,jika Kafirnya Musyrik, maka akadnya otomasi batal. Dalam hal ini, menurut Sayyid Sabiq,menunggu keputusan hakim, karena boleh jadi isterinya tidak mau berpisah.

Khulu’ bisa berkonotasi Fasakh, bukan talak, karena tidak disertai‘iddah, dan hak rujuksebagaimana dalam talak I dan II. Dengan kata lain, jika suami-isteri tersebut inginkembali, setelah terjadinya khulu’atau fasakh, maka harus dengan akad baru. Ini berlaku,jika khulu’tersebut disertai ‘iwadh. Jika tidak, maka statusnya menjadi talak. Itu pun jikadisertai niat talak dari suami. Jika tidak, maka dua-duanya, baik khulu’ maupun talaknya,sama-sama tidak berlaku.

Fasakh ada yang disertai konsekuensi haram ta’bid, yaitu haram selama-lamanya untukkembali menjadi pasangan suami-isteri. Ini berlaku dalamkasus Fasakh karena li’an. Wallahu a’lam.[]

Baca juga :

Page 6: Talak, khulu’ dan fasakh

5/10/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Talak, Khulu’ dan Fasakh?

http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/10/02/talak-khulu-dan-fasakh/ 6/6

1. Hukum Rujuk dan Iddah Dalam Kasus Khulu’ (Gugat Cerai)2. Jatuhkah Talak Saat Suami Berucap,”Pulang Saja Kamu ke Rumah Orang

Tuamu”?3. Apakah Talak Tiga Sekaligus Jatuh Talak Tiga?4. Hukum Menjatuhkan Talak Dalam Keadaan Marah5. Istri Berzina, Haruskah Dipertahankan?