syukur kita kepada allah
TRANSCRIPT
-
8/19/2019 Syukur Kita Kepada Allah
1/2
Syukur Kita kepada AllahOleh: Sus Woyo
16/11/2005 16:14 WIB
Ketika sedang duduk santai di luar rumah, sambil menghabiskan es cendol
yang tersisa saat berbuka puasa beberapa waktu lalu, tiba tiba seorang
kawan yang tinggal jauh di negri seberang, mengirim SMS kepada saya.
Isinya pendek tapi meyakinkan. "VCD pengajiannya sudah sampai apa
belum?"
Saya segera membalasnya, bahwa VCD tersebut belum sampai di tangan
saya. Terlintaslah di memori otak saya, bahwa beberapa bulan yang lalu, dia
juga baru saja mengirimkan dua VCD kepada saya. Semuanya berisi tentang
aktifitas ke-Islam-an dia dan kawan-kawannya di negara tempat mereka
bekerja.
Tiba-tiba saya terdiam. Namun otak saya jadi tambah keras berpikir. Dia
sudah mau dua kali mengirimkan sesuatu kepada saya, tapi saya belum satu
kalipun membalas sesuatupun kepada dia. Ya, saya merasa diri saya sangat
keterlaluan. Saya telah banyak dibuat baik oleh orang lain tetapi kenapa
tidak secepatnya membalas kebaikan itu?
Tidak hanya kepada teman yang satu ini saja, tetapi kepada beberapa
sahabat yang lainpun,karena sesuatu dan lain hal, ahirnya saya belum bisa
membalas budi baik mereka. Saya baru bisa memberinya ungkapan 'terima
kasih', yang kadang selalu saya iringi dengan doa kecil 'semoga kebaikan
anda kepada saya akan menjadi pemberat kelak di akherat'. Baru sebatas itu
saja. Rasa terima kasih saya belum bisa saya aplikasikan dalam bentuk
kebendaan, atau dalam bentuk barang nyata. Ingin sekali rasanya membalas
mereka, minimal seperti barang yang mereka berikan kepada saya. Namunlagi-lagi saya tersendat untuk membalasnya. Maafkan sahabat-sahabat.
Maka, apa yang telah dilakukan sahabat-sahabat saya itu, mengingatkan
kepada saya ketika bangun untuk makan sahur di suatu hari. Waktu itu
badan saya sangat letih setelah bekerja seharian tanpa ada istirahat. Seluruh
-
8/19/2019 Syukur Kita Kepada Allah
2/2
tubuh terasa pegal semua. Dengan kekuatan yang tersisa saya bangun.
Kemudian makan sahur, mengambil air wudlu, dan saya sempatkan juga
untuk shalat dua rakaat. Keletihan itu baru bisa hilang setelah shalat subuh.
Pagi harinya, saya masih bisa mandi. Masih bisa menikmati matahari. Masihbisa kencing, buang hajat, gigi tidak sakit, metabolisme tubuh masih
berjalan sempurna, mata masih bisa untuk melihat dan segala kegiatan dan
pekerjaan masih bisa saya kerjakan dengan baik di hari itu. Pendek kata
saya masih diberi kesehatan. Baik fisik maupun mental.
Siapakah yang membuat saya menjadi punya kekuatan seperti itu? Siapakah
yang telah berbuat sangat baik kepada saya? Siapa? Tentu jawabannya tiada
lain adalah Allah SWT. Sang pemegang kehidupan ini.
Lantas, akankah saya diam setelah mengetahui bahwa saya telah diperbuat
sangat baik oleh Yang Maha Agung? Akankah saya hanya mengucapkan
'terima kasih' saja tanpa ada aplikasi dari rasa terima kasih itu, seperti yang
sedang saya alami dengan sahabat-sahabat saya itu?
Lagi-lagi saya disodori ilmu yang sangat tinggi dari kejadian ini semua.
Bahwa Allah memang tidak membutuhkan apa-apa dari kita. Dia maha
segalanya. Tapi rasa syukur kita atas segala pemberian-Nya adalah suatu
kewajiban mutlak kita sebagai hamba. Syukur yang tidak hanya sebatas
kata-kata. Syukur yang tidak hanya sebatas pemanis bibir dan retorika
belaka. Tapi bentuk syukur yang dibarengi dengan amal kita, kerja nyata kita.
Dan Allah SWT sudah mengingatkan, bahwa siapa yang bersyukur pada-Nya,
maka Allah akan menambahkan rizki pada kita. Tapi sebaliknya, siapa saja
yang kufur pada-Nya, yang mengingkari segala pemberian-Nya, maka
ingatlah, adzab Allah sangat pedih. Mudah-mudahan kerja kita sehari-hari,
termasuk dalam bentuk syukur kita kepada Allah SWT.
woyo72 at yahoo dot com