syarif hidayatullah jakarta -...
TRANSCRIPT
PERANAN SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH Al-FATANI DALAM
MEMAJUKAN INTELEKTUAL ISLAM DI PATANI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana (S1) Humaniora
Oleh:
Taufan Prasetyo
NIM: 108022000008
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
ii
ABSTRAK
Taufan Prasetyo
Peranan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Dalam Memajukan Intelektual Islam Di
Patani
Patani adalah sebuah provinsi di Thailand Selatan. Wilayahnya meliputi seperti
provinsi Patani, Yala, Narathiwat, dan Songhkla yang mayoritas penduduknya beragama
Islam dengan berkebudayaan Melayu. Namun secara keseluruhan kaum Muslim di Thailand
Selatan, khususnya, Patani berkembang pesat setelah sebelumnya Thailand Selatan
merupakan daerah berpenduduk minoritas.
Perkembangan Islam di Thailand Selatan khususnya Patani berkembang pesat setelah
tersyi’arnya agama Islam. Islam mulai menjadi agama yang mayoritas di wilayah tersebut.
Adanya jalur perdagangan dunia membuka jalan bagi para pedagang dari luar masuk untuk
berniaga. Dengan begitu pedagang Muslim seperti Ulama mensyi’arkan agam Islam ke
penduduk lokal. Dampaknya agama Islam pun tersebar ke pelbagai wilayah di Patani dan
juga dilingkungan kerajaan.
Pada saat itu banyak sekali Ulama-ulama yang bermunculan di wilayah Nusantara
untuk berda’wah tak terkecuali diPatani. Di Patani agama Islam mencapai puncaknya ketika
kehadiran Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani. Beliau adalah ulama terkemuka dari Patani.
Dari karya-karyanyalah beliau berda’wah memberikan nafas baru dalam intelektual Islam
kepada masyarakat Patani. Karena pada saat itu tidak memungkinkan beliau untuk berda’wah
secara langsung, karena Patani sedang dijajah oleh Siam.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran Syeikh Daud Bin Abdullah al-Fatani
dalam memajukan intelektual Islam di wilayah Patani. Menerangkan setiap pemikiran yang
beliau tulis dalam setiap karyanya. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis dengan metode
pendekatan sejarah – sosial – intelektual. Tahapan yang di tempuh dalam penelitian ini
terdapat 4 tahapan, diantaranya: Heuristik (Pengumpulan data), Verifikasi (Kritik Sumber),
Interpretasi (Analisis sejarah) dan Laporan
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Shalawat serta salam semoga Allah limpahkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia melalui
risalah agung yang dibawanya, yakni agama Islam yang akan menyelamatkan serta
mengantarkan pemeluknya menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Skripsi yang berjudul “SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH AL-FATANI DALAM
MEMAJUKAN INTELEKTUAL ISLAM DI PATANI, ditulis dalam rangka
menyelesaikan studi Strata satu (S1) pada Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah
dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, banyak mengandung
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik
untuk perbaikan ke depannya.
Tentunya dalam menyelesaikan skripsi ini saya tidak semata berhasil dengan tenaga
dan upaya sendiri namun banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam terselesaikannya
penulisan skripsi ini baik yang bersifat moril maupun materil, maka dengan ini sepatutnya
penulis menyampaikan banyak terima kasih atas kerjasamanya dan dorongannya. Rasa
terimah kasih yang begitu tinggi saya sampaikan kepada :
1. Prof. Sukron Kamil, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. H. Nurhasan MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam dan Shalikatus
Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Prof. Dr. M. Dien Madjid selaku Dosen Pembimbing yang banyak sekali membantu
dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. Kepada Dosen-dosen Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang memberikan
sumbangsih ilmu dan pengalamannya. Khususnya Bunda Tati Hartimah yang
memberikan sumbangsih buku tentang Pattani dan Thailand Selatan, serta Bapak Saidun
Derani yang juga memberikan pinjaman buku yang berkaitan tentang Syeikh Daud bin
Abdullah Al-Fatani.
5. Kepada Prof. Nik Rakib bin Nik Hasan dari Universitas Prince of Shongkhla yang telah
mengirimkan buku khusus tentang Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani.
6. Kepada kedua orang tua saya, mamah yang tak pernah lelah memberikan motivasi baik
moril maupun materiil, papah yang memberikan nasehat-nasehat. Untuk nenek dan
kakek, yang sudah membesarkan saya. Memberikan curahan kasih sayangnya selama 25
tahun saya tinggal bersama.
7. Kepada teman-teman SPI angkatan 2008, khususnya Konsentrasi Asia Tenggara. Asep
Dewantara, M. Hasan Sahru Ramadlan, Imam Mukorobin, Imam Agung Firdaus, Tri
Aprilianto Amir, Sofwan Hilmi, M. Syukri, Dede Maulana, Asrul, Ahmad Supandi.
Terima kasih atas segala pengalaman dan kenangan yang pernah dilakukan bersama-
sama. Kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini. Serta teman-teman SPI yang
tongkrongan besment Fakultas Adab yang penulis tidak bisa sebutkan hal-hal yang sudah
pernah kita lakukan bersama selama saya kuliah di SPI.
8. Terakhir untuk Gerombolan Sakron yang selalu memberikan dorongan semangat secara
spiritual kepada saya. Master Guret, Patih Didin, Jendral Salman, Cang guru Budi Prasidi
Jamil, dan anggota setia Syarifudin Srg dan Valentinus Lucky. Terima kasih banyak atas
dukungan-dukungan kalian.
iv
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan ............................................................................................ i
Abstrak .............................................................................................................. ii
Kata Pengantar.……..……...………………………………..............................iii
Daftar Isi ............................................................................................................ iv
Daftar Lampiran ................................................................................................ v
BAB I: PENDAHULUAN………………….…………………..................... 1
A. Latar Belakang Masalah………....…………………................... 1
B. Permasalahan……….....………………………........................... 7
1. Identifikasi Masalah……………..…………................... 7
2. Pembatasan Masalah…………………………................. 8
3. Perumusan Masalah………………………...................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...…………………….................. 8
D. Tinjauan Pustaka………....………………………....................... 9
E. Kerangka Teori…………………………………......................... 11
F. Metode Penelitian…………….......………………...................... 12
G. Sistematika Penulisan…….....……………………...................... 18
BAB II: Biografi Singkat Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani............... 20
A. Latar Belakang Kehidupan Syeikh Daud bin Abdullah Al-
Fatani........................................................................................... 20
B. Latar Belakang Pendidikan Syeikh Daud bin Abdullah Al-
Fatani ……………………………….......................................... 23
iv
BAB III: Keadaan Islam sebelum Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani.. 29
A. Perkembangan Islam di Patani Sebelum Daud bin Abdullah bin
Al-Fatani....................................................................................... 29
B. Pondok Sebagai awal perkembangannya Islam di
Patani............................................................................................. 33
BAB IV Kegiatan Intelektual Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani…...... 45
A. Aktivitas Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani sebagai Ulama... 45
B. Penjelasan karya-karya Daud bin Abdullah Al-
Fatani........................................................................................... 54
C. Pandangan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Terhadap
Ilmu Pengetahuan......................................................................... 58
D. Sebagai mursyid tarekat Syatariyah………………....…………. 68
BAB V: PENUTUP………...………………………...................................... 75
A. Kesimpulan …………………………………........................... 75
B. Saran…………………………………....................................... 76
Daftar Pustaka……...……………....…………….......................................... 78
Lampiran.......................................................................................................... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah tersyiarnya Islam di wilayah Patani maka dengan seketika Islam
mulai menjadi agama yang mayoritas di wilayah tersebut. Namun keadaan Islam
pada saat itu masih bisa dikatakan sebatas memeluk agama saja belum mengenal
secara lebih dalam lagi tentang keintelektualan Islam lainnya. Namun munculah
seorang ulama bernama Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani yang membawa
nafas baru dalam keintelektualan islam di wilayah Patani. Dalam skripsi ini saya
ingin membuktikan bahwa kehadiran Syeikh Daud bin Abullah al-Fatani
membawa dampak yang signifikan bagi perkembagan intelektual Islam di Patani.
Ada beberapa ulama Nusantara yang berasal dari berbagai wilayah dan
kelompok etnik di Nusantara pada masa akhir abad 18 M hingga awal 19 M.
sebagian mereka datang dari wilayah Palembang, Sumatera Selatan di antara
ulamanya adalah Syihab Al-Din bin Abdullah Muhammad, Kemas Fakhr Al-Din,
Abdul Al-Shamad Al-Palimbani, Kemas Muhammad bin Ahmad dan Muhammad
Muhyi Al-Din bin Syihab Al-Din. Kalimantan Selatan di antara ulamanya adalah
Muhammad Arsyad Al-Banjari dan Muhammad Nafis Al-Banjari; dari Betawi'
antara lain ulamanya adalah Abdul Al-Rahman Al-Mashri Al-Batawi; dari
Sulawesi Abdul Wahhab Al-Bugisi, dan terkahir dari Patani seperti Syeikh Daud
bin Abdullah Al-Fatani, Tuan Guru Syeikh Wan Ahmad Al- Fatani, Syeikh
Zainal Abidin Al-Fatani, Syeikh Ali Ishak Al-Fatani, Syeikh Muhammad Salleh
bin Abddurahman Al-fatani dan banyak lagi. Dari sekian banyak ulama
2
terkemuka di Melayu-Nusantara saya akan mengambil dari salah satu ulama
tersebut yaitu Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani dari wilayah Patani dia
bukanlah yang pertama ataupun satu-satunya yang terlibat dalam jaringan ulama.
Perkembangan ulama Patani dan kitab-kitab yang di karang oleh mereka
sejajar dengan peranan Patani sebagai pusat pembelajaran tentang Islam pada
akhir abad 18 M dan sepanjang abad 19 M. Jika dilihat dari perkembangan Ulama
di daerah Patani bisa saja di awali dengan berkembangnya pondok1 pesantren di
wilayah Patani itu sendiri. Daerah Mekkah menjadi tempat lanjutan pengajian
pondok dalam masyarakat Melayu-Nusantara bukan lagi hanya sebagai kiblat
shalat umat Islam namun menjadi pusat pendidikan tertinggi para ulama di
Nusantara termasuk Daud bin Abdullah Al-Fatani yang belajar di Mekkah selama
30 tahun. Mata pelajaran yang di ajar ialah ilmu fiqh, usuluddin, tasawuf, tafsir,
hadis, nahu, sharaf, mantik, balaghah, dan arud2. Dengan begitu maka banyaklah
lahir-lahir cendikiawan dan pujangga baru Patani yang menghasilkan pelbagai
tulisan dalam bahasa Melayu hingga kini, dan yang mempeloporinya adalah
Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani karena karya-karya yang dihasilkan oleh
beliau.. Sebelum ini masyarakat Islam Melayu-Patani khususnya hanya mengenal
dan mengamalkan Islam secara harfiah atau luaran saja. Namun dengan adanya
kitab-kitab terjemahan dan juga ide penulisan beliau sendiri telah memperjelas
keilmuan Islam itu secara keseluruhan. Pencapaian perkembanagan Islam di
Melayu-Patani dapat kita telusuri melalui karangan kitab-kitab beliau yang
1Azyumardi Azra, The Rise and Decline of the Minangkabau Surau (Tesis MA Columbia
University, 1988), h. 19-21. (Tesis ini telah diterjemahkan ke Dalam Bahasa Indonesia, dengan
judul Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi (Ciputat: Logos
Wacana Ilmu, 2003). 2Ismail Hamid, Masyarakat dan Budaya Melayu (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1988), h. 137
3
berkisar pada perkara fiqh, usuluddin, kalam, sifat 20, dan i'tiqad. Beliau
menspesifikan sebagai berikut:
1) Fiqh: ilmu hukum yang merangkumi ibadat, peraturan, dan tata cara
agama serta mu'amalat, yaitu semua perundangan dalam kehidupan
bermasyarakat.
2) Kalam: teologi ulama atau perbincangan di tatanan intelek tentang prinsip-
prinsip yang berhubungan dengan akidah dan ketuhanan yang meliputi:
a) Usuludin : asal usul agama
b) Akidah : iman dan kemusykilan
c) I'tiqad : prinsip keimanan
d) Tauhid : kepercayaan terhadap Tuhan
e) Sifat : sifat 20, sifat mulai bagi Tuhan
f) Tassawuf : mistik
g) Tafsir : tafsir al-Quran
h) Tajwid : pembetulan nahun al-Quran
i) Nahu : tata bahasa Arab
j) Pelbagai : riwayat hidup Nabi Muhammad SAW
Nama sebenarnya Al-Alim Allamah Ar-Rabbani Syeikh Wan Daud bin
Syeikh Abdullah bin Syiekh Wan Idris al-Fatani. Ibunya bernama Wan Fatimah
anak dari Wan Salamah binti Tok Banda Wan Su bin Tok Kaya Rakna Diraja bin
Andi (Faqih). Ayahnya bernama Syeikh Abdullah bin Syeikh Wan Idris bin Tok
Wan Abubakar bin Tok kaya Pandak bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela3
3Wan Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani: Penulis Islam Produktif
Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 13.
4
Beliau mempunyai lima bersaudara; 1. Syeikh Wan Abdul Qadir, 2. Syeikh Wan
Abdul Rasyid, 3. Syeikh Wan Idris, dan 4. Haji Wan Nik bin Abdullah al-Fatani4,
5. Siti Khadijah binti Abdullah al-Fatani. Beliau dilahirkan di kampung Parit
Marhum, Kerisik, Patani pada tahun 1133 H atau 1721 M5. Keresik adalah sebuah
nama desa di Patani yang terletak di tepi pantai. Daerah tersebut berdekatan
dengan Kesultanan Patani waktu itu kira-kira jaraknya sekitar satu kilometer.
Dengan jarak yang dekat seperti itu keluarga beliau berperan penting dalam
kegiatan Islam pada Kesultanan Patani. Syeikh Abdullah bin Syeikh Wan Idris bin
Tok Wan 'Abubakar bin Tok kaya Pandak bin Andi (Faqih) Ali Datok
Maharajalela (ayahnya) dan Syeikh Wan Idris (kakeknya) adalah seorang ulama
terkenal di daerahnya. Melihat dari pertama kali beliau mendapat pelajaran sudah
bisa kita lihat bahwa beliau sejak kecil orang tuanya mendidik dan menanamkan
keilmuan agama yang cukup, mengingat ayah dan kakeknya aadalah ulama
terkenal di wilayah setempat. Karena tradisi keagamaan di wilayah Melayu-Patani
pada saat itu para orang tua sudah menanamkan ilmu pengetahuan Islam kepada
anak-anaknya. Tradisi ini tak lepas dari pengaruh para saudagar-ulama dari
wilayah Arab yang singgah di wilayah Patani. Letak antara pantai dan Patani
hanyalah satu kilometer jadi sudah pasti banyak para saudagar-ulama yang
bertempat tinggal di wilayah tersebut. Wilayah Patani pada saat itu adalah pusat
perdagangan di wilayah Asia tenggara sebelum akhirnya jatuh ketangan Siam
sebagai penjajah dan dibukanya pelabuhan baru yang berada di wilayah
Singapura-Indonesia (Banten). Kemudian beliau melanjutkan belajarnya di
4Diperoleh dari Wan Ismail keturunanya di Jambu, Patani. silsilahnya: Wan Ismail bin
Wan Abdullah bin Wan Ishaq bin Wan Umar bin Haji Wan Nik al-fatani. 5Terdapat beberapa pendapat tentang tahun kelahiran beliau yaitu tahun 1153 H atau 1740
M, 1183 H atau 1769 M
5
pondok-pondok lokal yang berada di Patani. Bisa dikatakan Patani mulai
mengalami peningkatan jumlah masyarakat muslim dan jumlah ulama ketika
pondok-pondok mulai bermunculan. Salah satu faktor Islam mengalami
peningkatan adalah jika di suatu tempat telah terdapat pondok. Setelah itu
kemudian beliau melanjutkan belajarnya di Aceh selama dua tahun lamanya.
Antara Aceh dan Patani ini memiliki suatu hubungan dekat karen kedua wilayah
tersebut pada saat itu menjadi basis ilmu pengetahuan Islam di Nusantara. Setelah
itu beliau melanjutkan belajarnya di Mekkah selama tiga puluh tahun dan di
Madinah selama lima tahun. Penjajahan Siam dan sekutu terhadap Patani yang
mendesak beliau untuk pergi ke Mekkah dan Madinah guna menambah ilmu
pengetahuannya. Beliau yang pemikirannya cerdas berfikir kalau Patani tidak bisa
melawan hanya menggunakan kekuatan saja tapi harus juga dengan sisi ilmu
pengetahuannya.
Bagi beliau ilmu pengetahuan itu penting gunanya untuk mampu melawan
setiap kedzaliman yang tengah terjadi. Dalam pemikiran beliau “barang siapa
yang memiliki ilmu pengetahuan maka ia bisa menguasai sesuatu tanpa harus
menggunakan senjata” itulah yang menjadi tekad beliau dalam membebaskan
Patani terhadap penjajah. Dalam setiap ilmu pengetahuan yang beliau dapati
selalu ada sudut padang dari beliau sendiri terhadap ilmu yang didapatkannya.
Pernah suatu kali beliau kembali ke Melayu-Patani bersama dengan Syekh
Palimbani, beliau mencoba untuk berjuang secara fisik namun kenyatannya beliau
mengalami kekalahan dan akhirnya kembali ke Mekkah. Dari setiap keilmuan
yang beliau dapat selalu beliau tuangkan kedalam sebuah karya tulis yang berupa
kitab-kitab. Ada sekitar kurang lebih enam puluh enam karya beliau yang telah di
6
hasilkan dan hampir semuanya menjadi karya yang banyak dipakai di wilayah
Patani khususnya dan Nusantara umumnya bahkan dunia Arabpun mengakui
karyanya beliau. Kehadiran beliau membawa nafas baru terhadap ilmu
pengetahuan dan pendidikan di wilayah Patani. Sebelumnya masyarakat setempat
hanya mengenal Islam secara harfiah atau luaran saja, dengan karya-karya beliau
maka bertambahlah ilmu pengetahuan dan pendidikan di Patani.
Dengan bangkitnya ulama pada akhir abad 18 M dan sepanjang abad 19 M
yang semakin jelas kedudukannya dalam peta pengetahuan dan keilmuan Islam di
Patani maka kita tidak sekedar mengamati perkembangan tradisi pengetahuan
Islam, tetapi penyebaran gerakan pembaharuan diwilayah Patani. Dengan
datangnya para ulama ke wilayah Patani khususnya dan Nusantara umumnya
dibuat sadar akan adanya perkembangan-perkembangan dalam gagasan Islam
serta lembaga-lembaga keagamaan di wilayah Melayu-Nusantara.
Hal-hal tersebut di atas, mendasari penulis untuk lebih jauh mengetahui:
PERANAN SYEIKH DAUD bin ABDULLAH AL-FATANI DALAM
MEMAJUKAN INTELEKTUAL ISLAM DI PATANI. Adapun alasan dari
pemilihan judul tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penulis ingin mengetahui silsilah keluarga dan nasab keguruan
serta keadaan Islam sebelum hadirnya Syeikh Daud bin Abdullah
al-Fatani di Patani
2. Penulis ingin mengetahui peranan Syeikh Daud bin Abdullah al-
Fatani dalam memajukan intelektual Islam di patani dan apakah
beliau berperan secara langsung atau tidak sebagai ulama.
7
B. Permasalahan
a) Identifikasi Masalah
Dengan latar belakang masalah di atas penulis mengidentifikasi
permaslahannya ada dua hal yang perlu diungkapkan. Pertama, latar belakang
kehidupan dan silsilah keluarganya, latar belakang pendidikan dan guru-gurunya,
karya-karya yang telah beliau hasilkan dan keadaan Islam sebelum hadirnya
Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani.
Kedua peranan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani sebagai ulama yang
memberikan nafas baru akan ilmu pengetahuan Islam. Karena sebelumnya
keadaan Islam di Patani masih bercampur dengan sinkretisme. Selain itu wilayah
Patani yang menjadi basis ilmu pengetahuan di wilayah Nusantara selain Aceh.
Hal ini karena banyak munculnya pondok-pondok pesantren sebagai sarana
pembelajaran Islam. Maka dari itu banyak pula ulama-ulama yang berasal dari
Patani salah satunya adalah beliau. Karena dari sekian banyak ulama yang berasal
dari Patani hanya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani yang bisa menelurkan
banyak karya sebagai buah dari ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Beliau juga
yang meniupkan ruhul jihad kepada masyarakat Patani saat di jajah oleh Siam,
beliau menuipkan ruhul jihad di setiap karya-karya yang di hasilkan sehingga bagi
yang membaca dan mempelajarinya akan merasakan ruhul jihad yang ditanamkan
oleh beliau. Mungkin beliaulah yang pertama kali menuipkan ruhul jihad dalam
ilmu pengetahuannya dari sekian banyaknya jaringan ulama Nusantara yang ada.
8
b) Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini akan di batasi pada, peranan Syeikh Daud bin
Abdullah al-Fatani dalam memajukan intelektual Islam di Patani dan karya-karya
yang telah dihasilkan serta dampak perkembangan ilmu pengetahuan Islam
setelah kehadiran Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani.
c) Perumusan Masalah
Persoalan inti dalam skripsi ini adalan peranan Syeikh Daud bin Abdullah
al-Fatani dalam memajukan intelektual Islam di Patani. adapun perumusannya
adalah sebagai berikut:
1. Siapa Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani?
2. Bagaimana keadaan intelektual islam sebelum Syeikh Daud bin
Abdullah al-Fatani?
3. Apa saja peranan beliau dalam memajukan intelektual islam di
Patani?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan latar belakang kehidupan
Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani dan latar belakang pendidikannya beserta
karya-karya yang di hasilkan, peranan beliau dalam memajukan Intelektual Islam
di Patani dan untuk membuktikan bahwa Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani
sebagai pelopor kemajuan intelektual Islam di Patani melalui sumber literatur.
9
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Agar dapat memberikan wawasan kepada mahasiswa ataupun masyarakat
umum tentang peranan Syekh Daud bin Abdullah al Fatani dalam
memajukan intelektual Islam di wialayah Patani.
2. Dapat dijadikan bahan kajian dan memperkaya khazanah tokoh-tokoh
yang berpengaruh dalam memajukan intelektual Islam di wilayah Patani
khususnya dan Nusantara umumnya.
D. Tinjauan Pustaka
Dengan penulisan skripsi ini merupakan bahasan yang masuk kedalam
sejarah Perkembangan Ulama Islam di Asia Tenggara khususnya di wilayah
Patani. Buku-buku yang dapat dijadikan sumber selain yang berasal dari
Indonesia atau tulisan-tulisan yang dibuat oleh penulis Indonesia dapat juga di
peroleh dari penulis asal Malaysia sebagai contoh Ibrahim Syukri H. Wan. Muh.
Shaghir Abdullah, ataupun asli dari orang Patani itu sendiri sebagai contoh,
Achmad Fathy Fatani. Kajian mengenai ulama-ulama Melayu-Nusantara memang
banyak namun untuk wilayah Melayu-Patani masih sedikit. Sebagai contoh yang
suka menulis tokoh ulama Nusantara adalah H. Wan. Shaghir Abdullah. Salah
satu buku beliau yang menulis tentang Syekh daud bin Abdullah al Fatani adalah
―SYEKH DAUD bin ABDULLAH al FATANI: PENULIS ISLAM PRODUKTIF
ASIA TENGGARA, buku ini terbitan dari C.V Ramadhani. Buku ini juga bisa
menjadi pengantar dalam menulis Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani, buku ini
juga menjelaskan biografi beliau, pemikiran beliau tentang ilmu yang didapatnya
selama belajar, silsilah keguruannya, serta karya beliau yang telah ditulisnya.
10
Setidaknya buku ini bisa memberikan gambaran tentang siapakah Syekh Daud bin
Al-Fatani itu, peranan beliau dalam memberikan ilmu pengetahuan dan
pendidikan Islam, serta karya-karya apa saja yang telah beliau hasilkan.
Buku ini menjelaskan tentang asal usul beliau dalam hubungan
kekerabatannya, ilmu pengetahuan yang beliau dapati serta dengan siapa beliau
mempelajari ilmu-ilmu tersebut, karya-karya yang beliau hasilkan, serta pandagan
beliau terhadap ilmu pengetahuannya. Buku ini juga menjelaskan sesuai dengan
tulisan yang saya tulis yaitu “Peranan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani
Dalam Memajukan Intelektual Islam Di Patani”. Dalam buku ini menjelaskan
mengapa Syekh Daud bin Abdullah al-fatani mendapatkan sebuah gelar ulama
besar dari wilayah Patani. Selain itu juga memberikan penjelasan tentang berita-
berita yang menjadi perdebatan kapankah beliau itu wafat dan apakah beliau
mempunyai istri dan keturunannya, juga menjelaskan tentang kepada siapa-siapa
beliau belajar hingga dapat memberikan pengaruh dan pembaharuan dalam jarigan
ulama Melayu-Nusantara6. Dalam bukunya Azyumardi Azra yang berjudul
―Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII (edisirevisi). Menjelaskan proses perkembangan ulama-ulama di wilayah
Melayu-Nusantara yang di mulai dengan siapa, masa perkembangan dan puncak
kejayaan ulama Nusantara. Namun buku ini memberikan sedikit masukan tentang
pada abad keberapakah masa perkembangan dan puncak dari ulama Nusantara,
dan pada abad berapakah Syekh Daud bin Abdullah al-Fatani itu berada. Sangat
sedikit sumber yang menjelaskan pada masa siapakah Syekh Daud bin Abdullah
6Menurut saya buku ini cukup mumpuni untuk menjelaskan tentang Syeikh Daud bin
Abdullah al-Fatani dakam perjalanan hidup beliau. Namun kekurangan buku ini terletak pada tidak
menjelaskan secara rincian maksud dari nafi dan isbat yang terkandung dalam ayat tersebut.
11
al-Fatani itu berada. Penulis sudah mencoba mencari di buku Patani Dalam
Tamadun Melayu karya Moh. Zamberi A Malek7, namun tidak membahas tentang
masa-masa beliau berada begitu pula dengan karya Ahmad Fathy al Fatani yang
berjudul Pengantar Sejarah Patani penulis juga tidak menemukan pada masa
siapakah beliau berada. Tapi jika dilihat dari tahun hidup sampai wafat, beliau
berada pada masa Patani di pegang oleh ratu-ratu. Sedangkan buku yang berjudul
Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani: Satu Analisis Peranan dan Sumbangannya
Terhadap Khazanah Islam di Nusantara yang di tulis oleh Engku Ibrahim Ismali
berisi tentang hubungan yang terjalain antaran Patani dengan Timur Tengah dan
Patani dengan Kelantan, buku ini tak jauh berbeda dengan buku-buku yang pernah
membahas Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani yakni berisi tentang latar belakang
kehidupan, latar belakang pendidikan, karya-karya yang dihasilkan. Namun yang
menarik dalam buku ini adalah adanya pohon silsilah yang pertalian nasabnya
sampai kepada Rasulullah SAW dan penjelasan karya yang berisi tahun terbit dan
penerbit yang menerbitkan karya-karya beliau.
E. Kerangka Teori
Seperti permasalahan di atas peranan adalah kata kunci dalam penulisan
skripsi ini. Dengan demikian penulis menggunakan teori peran serta sebagai
landasan kerangka teori untuk menjawab permasalahan di atas. Menurut kozier
barbara8, peran adalah seperangkat tingkah laku yang di harapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam suatu system. Maka dapat
7 Karena buku ini lebih banyak menjelaskan asal usul Patani, raja-raja yang memerintah
Patani dan hubungannya dengan kesultanan Kelantan 8 Kozier Barbara, Peran dan mobilitas kondisi masyarakat (Jakarta: Gunung Agung,
1995), h. 21.
12
di simpulkan bahwa teori peran adalah sudut pandang dalam kehidupan
bermasyarakat sebagai bentuk dari perilaku yang di harapakan seseorang pada
situasi sosial tertentu (contoh ibu, dosen, anak murid).
Dalam teori ini, sebenarnya sudah ada skrip atau skenario yang di susun
oleh masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimananya setiap peran di dalam
masyarakat tersebut. Dalam skrip atau skenario sudah ―tertulis‖ seorang ulama
harus bagaimana, seorang presiden harus bagaimana dan begitu seretrusnya sesuai
dengan peran yang kita terima dan kita jalankan. Maka dalam permasalahan di
atas peran dapat diartikan dengan keikutsertaan Syeikh Daud bin Abdullah al-
Fatani sebagai ulama dalam memajukan intelektual islam di Patani.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan
Adapun metode pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam
penyusunan skripsi ini adalah metode pendekatan sejarah – sosial - intelektual
dengan penjelasan yang bersifat deskriptif-analitis.
Sejarah sebagaimana ilmu sosial, mempunyai penceritaan (description) dan
penjelasan (explanation). Dalam penceritaannya, sejarah bersifat menuturkan
gejala tunggal, sedangkan ilmu sosial menarik hukum umum9. Di lain pihak, ilmu
sosial ilmu sosial memperhatikan secara mendasar kejadian-kejadian sosial
dengan mendasarkan pada data-data seperti sejarah untuk informasinya10
. Hal ini
berarti dalam korelasi sejarah dengan ilmu sosial adalah bahwa ilmu sosial
9Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historical Explanation) (Yogyakarta: Tiara Kencana,
2008), h. 7,117-118. 10
M. Hotman Siahaan, Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 1986), h. 46.
13
merupakan ilmu yang menjelaskan hukum-hukum atau teori-teori penceritaan
sejarah.
Selain itu, kajian penelitian ini lebih menekankan kepada sejarah biografi,
dimana fokus utama dari penulisan sejarah biografi adalah menangkap dan
menguraikan jalan hidup seseorang dalam hubungannya dengan lingkungan
sosial-historis yang mengitarinya. Bagaimana subyek yang diteliti mengatasi
berbagai hambatan, baik itu hambatan sosial, ekonomi, kultural ataupun
psikologis yang mengitari dirinya. Apa yang dicita-citakan, apa yang dilakukan
dan bagaimana dia melakukannya serta sampai dimana sukses yang bisa dicapai,
bagi dirinya dan perjuangannya11
Sedangkan pemahaman keintelektualan sebagai metode pendekatan
penelitian sejarah menyangkut kepada semua fakta yang berasal dari apa yang
dihasilkan oleh pemikiran manusia12
. Semua fakta itu merupakan ekspresi dari
mental seseorang yang berupa ide, gagasan, kepercayaan, dan sebagainya yang
bisa menggerakkan fakta sejarah lainnya13
.
2. Metodologi pengumpulan data
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode library research,
penulis mencari buku-buku yang berkaitan dengan judul. Sumber-sumber tertulis
tersebut ditemukan di Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaaan Nasional RI,
Perpustakaan FIB UI, perpustakaan pribadi milik Drs. Tati Hartimah (Dosen SPI),
11
Taufik Abdullah, ―Manusia dalam Kemelut Sejarah, Sebuah Pengantar‖, Taufik
Abdullah dkk, ed., Manusia dalam Kemelut Sejarah, ( Jakarta, LP3ES, 1983), cet-4, h. 10. 12
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial, h. 178. 13
Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial, h. 176-177.
14
perpustakaan pribadi milik Drs. Saidun Derani (Dosen SKI), buku pribadi milik
Dida Nuraida. S.Hum (Alumni SKI), Perpustakaan Iman Jama Lebak Bulus,
dosen dari Prince of Songkhla University Prof. Dr. Nik Abdul Rakib bin Nik
Hasan, buku-buku dari perpustakaan-perpustakaan, penulis juga mendownlod
artikel dari Internet. Adapun sumber-sumber sebagai berikut:
3. Jenis dan sumber
Sumber-sumber yang saya pakai dalam penulisan ini adalah berupa
buku,artikel, dan naskah yang ditulis oleh Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani
sebagai buah hasil dari keilmuannya, serta dari beberapa artikel yang saya cari di
internet. Penulis menemukan kesulitan dalam menemukan sumber primer yang
terkait tentang karya-karya beliau maka penulis hanya mampu menemukan
sumber sekunder yang menuliskan tentang beliau. Berkut sumber-sumber
sekunder yang menuliskan tentang beliau
Sumber Sekunder
1. Shaghir, Abdullah. Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis
Islam Produktif Asia Tenggara. Solo: Ramadhani, 1987.
2. Binci, Arifin dkk. Patani Darussalam. Yala: Center Of Southern Thai
Islamic Culture. 2000.
3. Fatani, Ahmad Fathy. Pengantar Sejarah Patani. Kedah: Pustaka
Darussalam. 1994.
4. Syukri, Ibrahim. Sejarah Kerajaan Melayu Patani. Malaysia: UKM.
2002.
5. Teeuw, A dan Wyaat. Hikayat Patani. Jakarta: KITLV. 1970
15
6. Bashah, Abdul Salim. Raja Campa dan Dinasti Jembal dalam
Patani Besar (Patani, kelantan dan Trengganu). Cet I. )Kelantan:
Pustaka Reka, 1994).
7. Shaghir, Abdullah. Penyebaran Islam dan Silsilah Ulama Sejagat
Dunia Melayu. Kuala Lumpur: Pusat Penyelidikan dan
Penyebaran Kazanah Islam Kalsik dan Dunia Modern, 1999.
8. Al-Habib Alwi bin Thahir al-Hadad, Sejarah Masuknya Islam di Timur
Jauh. (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2001).
9. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII (edisirevisi). (Jakarta: Prenada Media,
2004).
10. Kettani, Ali M. Minoritas muslim di dunia dewasa ini. Terj, Zarkowi
Soejoeti. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005).
11. Asia Tenggara Konsentrasi Baru kebangkitan Islam. Ed. Moeflich
Hasbullah. Cet ke-I (Fokusmedia, 2003).
4. Langkah penelitian
Sedangkam proses penulisan proposal skripsi ini penulis membagi menjadi
empat tahapan:
Heruistik
Heruistik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang
diperlukan. Berhasil-tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari
wawasan peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis
penelusuran sumber. Bedasarkan bentuk penyajiannya sumber-sumber sejarah
terdiri atas arsip, dokumen, buku, majalah/jurnal, surat kabar, dan lain-lain.
Berdasarkan sifatnya sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber
16
sekunder. Sumber primer adalah sumber yang pembuatannya tidak jauh dari
waktu terjadinya peristiwa. Sumber sekunder adalah sumber yang waktu
pembuatannya jauh dari waktu terjadinya peristiwa. Peneliti harus mengetahui
benar, mana sumber primer dan mana sekunder. Dalam pencarian sumber sejarah,
sumber primer harus ditemukan, karena penulisan sejarah ilmiah tidak cukup
hanya menggunakan sumber sekunder.
Agar pencanrian sumber berlangsung secara efektif, dua unsur penunjang
heruistik harus diperhatikan.
a) Pencarian sumber harus berpedoman pada bibliografi kerja dan
kerangka tulisan. Dengan memperhatikan permasalahan-
permasalahan yeng tersirat dalam kerangka tulisan (bab dan
subbab), peneliti akan mengetahui sumber-sumber yang belum
ditemukan.
b) Dalam mencari sumber di perpustakaan, peneliti wajib memahami
sistem katalog perpustakaan.
Kritik Sumber
Sumber untuk penulisan sejarah ilmiah bukan sembarang sumber, tetapi
sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilan melalui kritik ekstern dan kritik
intern. Kritik ekstern menilai, apakan sumber itu benar-benar sumber yang
diperlukan? Apakah sumber itu asli, turunan atau palsu? Dengan kata lain, kritik
ekstern menilai keakuratan sumber. Kritik intern menilai kredibilitas data dalam
sumber tersebut.
17
Tujuan utama kritik sumber adalah untuk menyeleksi data, sehingga
diperoleh fakta. Setiap data sebaiknya dicatat dalam lembaran lepas, agar
memudahkan mengklasifikasikannya bedasarkan kerangka tulisan.
Intepretasi (analisa)
Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup
memadai, kemudian dilakukan intepretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan
hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi
oleh sikap objektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subjektif, harus
subjektif rasional, tidak subjektif emosional. Rekontruksi peristiwa sejarah harus
menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.
Laporan
Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah
merangkaikan fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis,
menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu harus benar-benar
tampak, karena kedua hal tersebut merupakan bagian dari ciri karya sejarah
ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu.
Selain kedua hal tersebut, penulisan sejarah, khususnya sejarah yang bersifat
ilmiah, juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah
umumnya.
a) Bahasa yang digunakan harus bahasa yang baik dan benar
menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Karya ilmiah dituntut
untuk menggunakan kalimat efektif.
b) Memperhatikan konsistensi, antara lain dalam penempatan tanda
baca, penggunaan istilah dan penunjukan sumber.
18
c) Istilah dan kata-kata tertentu harus digunakan sesuai dengan
konteks permasalahannya.
d) Format penulisan harus sesuai dengan kaidah atau pedoman yang
berlaku termasuk format penulisan bibliografi/daftar pustaka/
daftar sumber.
Kaidah-kaidah tersebut harus benar-benar dipahami dan diterapkan, karena
kualitas karya ilmiah bukan hanya terletak pada masalah yang dibahas tetapi
ditunujkan pula oleh format penyajiannya. Adapun teknik penulisan skripsi ini
disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis dan
Disertasi14
yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
G. Sistematika Penulisan
Penulis akan membagi penulisan skripsi dalam lima bab, adapun bagian-
bagian dari bab tersebut adalah sebagai berikut:
Bab I PENDAHULUAN
Adalah Latar belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Landasaan Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab II MENGENAL BIOGRAFI SINGKAT SYEIKH DAUD bin
ABDULLAH al-FATANI
14
Hamid Nasuhi dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: CeQDA, 2007).
19
Mengenal biografi singkat Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani
yang meliputi: latar belakang kehidupan, latar belakang
pendidikan.
Bab III KEADAAN ISLAM SEBELUM SYEIKH DAUD BIN
ABDULLAH al-FATANI
Berisi tentang kondisi atau keadaan Islam di Patani sebelum
Syeikh daud bin Abdullah Al-Fatani
Bab IV KEGIATAN INTELEKTUAL SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH
al-FATANI
adalah kegiatan intelektual atau peranan Daud bin Abdullah Al-
Fatani sebagai Ulama yang meliputi pemikiran terhadap ilmu
pengetahuan dan karya-karyanya.
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN
berisi tentang masukan, kesimpulan penelitian serta saran-saran
untuk penelitian lanjutan.
20
BAB II
MENGENAL BIOGRAFI SINGKAT SYEIKH DAUD bin ABDULLAH Al-
FATANI
A. Latar Belakang Kehidupan
Nama lengkapnya adalah Al-alim Allamah Al-arif Ar-rabbani Syeikh Wan
Daud bin Syeikh Abdullah bin Syeikh Wan Idris Al-Fatani15
. Ibunya bernama
Wan Fatimah, merupakan anak dari Wan Salamah binti Tok Banda Wan Su Bin
Tok Kaya Rakna Diraja bin Andi (Faqih) Ali Datok Maharajalela bin Mustafa
Datuk Jambu (Sultan abdul Hamid Syah) bin Sultan Muzzafar Waliullah bin
Sultan Abu abdullah Umadatuddin (Wan Abu atau Wan Bo Teri-teri atau
Maulana Israil Raja Champa 1471 M16
. Ayahnya bernama Syeikh Abdullah bin
Syeikh Wan Idris bin Tok Wan Abubakar bin Tok kaya Pandak bin Andi (Faqih)
Ali Datok Maharajalela17
.
Faqih Ali Datok Maharajalela bin Mustafa Datok Jambu (Sultan Abdul
hamid) bin Sultan Muzzafar Syah Waliullah, merupakan saudara kandung dari
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Beliau juga bersaudara dengan Sultan
Babullah (Sultan Ternate) dimana ayah dari sultan Muzzafar Syah Waliulllah,
Sultan Babullah dan Syarif Hidayatullah adalah Sultan Abdullah Umadatuddin.
Kakek mereka bertiga ialah Sayyid Ali bin Sayyid NurAlam bin Maulana Syeikh
Jamaluddin Al-Akbari Al-Husayni (Sulawesi) bin Sayyid Ahmad Syah (India) bin
15
Gelar tersebut di dapat karena lamanya beliau menuntut ilmu agama 16
Engku Ibrahim Ismail, Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan
Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. Cet 1 (Kuala Lumpur: Akademi
Pengajian Melayu University Malaya, 1992), h. 21. 17
Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia
Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 13.
21
Sayyid Abdull Malik Abdul Muluk (India) bin Sayyid Alwi (Hadramaut) bin
Sayyid Muhammad Sahib Mirbat bin Asyyid Al-Khali Qasam (Hadramaut) Imam
Isa Naqib (Basrah) bin Muhammad Naqib (Basrah) bin Imam Ali Uraidi
(Madinah) bin Ja‘far Sadiq bin Imam Muhammad Baqir bin Imam Baqir bin
Imam Ali Zayn Al-Abidin bin Imam Husein bin Ali, dari Ibunda Sayidah Fatimah
Az-Zahrah binti Muhammad SAW18
.
Dengan sebagian penjelasan nasabnya tersebut maka Syeikh Daud bin
Abdullah Al-Fatani memiliki pertalian darah dengan Rasulullah SAW baik dari
pihak Ayah maupun dari pihak Ibu. Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani lahir di
kampung Parit Marhum dekat Keresik di Patani pada Tahun 1133 H atau 1721
M19
. Keresik adalah sebuah daerah yang terletak di pesisir pantai. Pada zaman
kebesaran patani Keresik menjadi bandar pelabuhan yang disinggahi para
saudagar-saudagar yang berasal dari tanah Arab. Keresik juga merupakan ibu
kota kerajaan Islam Patani. Ustadz Wan Shaghir Abdullah menuturkan, ketika
mendengar kata Keresik dan keturunan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani,
beliau menyatakan.
“Keresik adalah suatu pelabuhan yang sekaligus menjadi satu dengan
bandar Patani sekarang. Dikatakan bahwa dimasa dahulu Keresik adalah
sebagai ibu kota kerajaan Islam Patani yang terkenal itu. Bahwa
kemungkinan dari Keresik Patani tempat pertama di injak oleh Maulana
Malik Ibrahim yang sempat tinggal dan mengajar sebelum akhirnya
meneruskan perjalan demi menyebarkan Islam ke Jawa Timur, sehingga
beliau dimakamkan di geresik (perhatikan hanya berbeda satu huruf awal
saja yaitu di Patani bernama “Keresik” sedangkan di Jawa Timur
dinamakan “Geresik”). Maulana Malik Ibrahim adalah silsilah keturunan
dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani bertemu pada Syeikh
18
Lihat lampiran susurgalur 19
Terdapat beberapa pendapat tentang tahun kelahiran beliau yaitu tahun 1153 H atau
1740 M, 1183H atau 1769 M
22
Jamaluddin al-Akbari al-Husayni. Silsilah Maulana Malik Ibrahim ialah
ayahnya bernama Barakat Zainul Alam bin Syeikh Jamaluddin al-Akbari al-
Husayni. Tidaklah dapat dinafikan pertalian da‟wah Islam Syeikh Daud bin
Abdulllah al-Fatani dengan, para Wali di Jawa lainnya, karena masih satu
puncak kekeluargaan yang besar dan luas”.
Kemudian Ustadz Wan Shaghir Abdullah menyatakan kembali.
“Di Patani ada tempat bernama „Teluban‟ sedangkan di Jawa ada tempat
bernama „Tuban‟ (hanya dihilangkan huruf „E‟ dan „L‟ saja). Di malaysia
ada tempat bernama „Kelantan‟, dekat Patani, di Jawa ada pula daerah
„Klaten‟. Orang-orang Patani menyebut Kelantan adalah „Klate‟ hampir
sama sebutan untuk kedua daerah tersebut”.
Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani adalah anak pertama dari lima
bersaudara adik-adiknya Syeikh Wan Abdul Qadir, Syeikh Wan Abdul Rasyid,
Syeikh Wan Idris dan seorang wanita bernama Siti Khadijah binti Abdullah Al-
Fatani. Beliau merupakan seorang putra yang cerdas dan pandai dibandingkan
dengan teman-teman sepermainannya pasa masa kecilnya. Memiliki akhlak yang
baik kepandaiannya bisa dikatakan luar biasa. Saat Syeikh Daud bin Abdullah
membaca dan hanya sekali mendengarkan langsung hafal, dan tak perlu susah
payah untuk mengahafal seperti kebanyakan orang-orang yang sedang belajar.
Dari ke lima bersaudara beliaulah yang paling alim, bahkan dalam keluarga besar
beliau belum ada yang sealim dirinya. Bahkan ada sebuah riwayat yang
disampaikan oleh seorang nenek yang mengatakan
“sewaktu Syeikh Daud bin Abdullah Al-fatani masih kecil, pernah datang
seorang Ulama yang berasal dari Yaman ke Keresik. Ketika anak-anak
sedang bermain dan Syeikh Daud bin Abdullah Al-fatani juga bersama
anak-anak lainnya Ulama besar ahli sufi tersebut asik memperhatikan
Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani sedangkan anak-anak lainnya tak
menjadi perhatian Ulama tersebut. Kemudain ulam tersebut datang
menghampiri Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani dan di usap-usaplah
kepalah Syeikh Daud bin abdullah Al-Fatani dan Ulama itupun
mendoakannya. Banyak orang-orang yang melihat menjadi heran
23
mengapa Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani saja yang menarik
perhatian Ulama tersebut. Lalu Ulama tersebut menjelaskan : „mudah-
mudahan di Takdirkan Allah anak ini menjadi bintang berkilauan, bulan
purnama, matahari bersinar dan Ulama teragung di tanah Jawi”.
Syeikh daud bin Abdullah Al-Fatani wafat di Thaif pada tahun1265 H atau
1850 M dan berumur +/- 80 tahun. Dari Nik Tikat Syeikh Daud bin Abdullah Al-
Fatani wafat pada tahun 1263 H atau 1847 M, namun tak bisa dipastikan dengan
pasti kapan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani wafat. Dibutuhkan penelitian
lanjutan dari penelitan sebelumnya. jenazah Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani
dikebumikan bersebelahan dengan Abdullah Ibn Abbas (Thaif) kemudian oleh
Syeikh Muhammad bin Ismail Al-Fatani (Syeikh Nik Mat Kecik) dipindahkan
dari Thaif ke Mekkah karena Syeikh Nik Mat Kecik ini mengetahui bahwa
wahabi akan datang dan menghancurkan kuburan-kuburan keramat termasuk
makam Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani yang di anggap keramat oleh
penduduk setempat.
B. Latar Belakang Pendidikan
Pendidikan awal tentang kelslaman di dapat dari ayah dan kakeknya yang
merupakan Ulama terkenal di daerahnya. Ayah dan kakeknya sangat displin
dalam menjaga dan mendidik beliau sejak kecil. Ditambah tradisi di Patani di
waktu itu senantiasa menanamkan dan memperkenalkan Islam sejak masik kanak-
kanak. Pada sekitar umur lima sampai tujuh tahun dipaksakan supaya mengenal
pengetahuan tentang Allah (Ilmu tauhid). Apabila telah hafal dan tidak lupa lagi
maka akan di tambah pelajaran lagi seperti nahwu dan sharaf. Semua system
pendidikan tradisional di Patani telah beliau lalui. Beliau termasuk anak yang
pandai dan istimewa pada masanya. Selain itu beliau juga mempelajari Islam di
24
pondok di daerah Keresik selama lima tahun. Karena Keresik merupakan tempat
tumpuan pembelajaran Islam setempat dan luar daerah untuk memperdalam usaha
dakwah Islamiah, dan membincangkan tentang hukum-hukum Islam. Ketika itu
banyak Ulama. dari Timur Tengah, terutama dari Yaman yang mengajar di Patani.
Beranjak remaja kecintaanya pada ilmu pengetahuan serta rasa tanggung jawab
untuk belajar semakin tertanam dibenak beliau. Hampir semua orang alim yang
berada di wilayah Patani pernah beliau kunjungi. Guru beliau yang terkenal ketika
masih belajar di Patani adalah Syeikh Abdurrahman Pauh Bok Al-Fatani.
Setelah itu beliau menyambung keilmuannya di Aceh, Sumatra Utara
selama dua tahun karena pada waktu itu ada hubungan yang erat antara Patani
dengan Aceh sebagai pusat pembelajaran Islam Melayu-Nusantara sebelum
mereka melanjutkan pembelajaran di Mekkah. Di Aceh beliau belajar kepada
Muahammad Zayn bin Faqih Jalal Al-Din al-Asyi20
. Muhammad Zayn Al-Asyi
adalah seorang Ualam terkemuka di Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan
Sultan Alaudin Mahmud Syah (1174-95/1760-81)21
. Penjahan Siam terhadap
Patani mendesak beliau melanjutkan pembelajarannya ke Mekkah selama tiga
puluh tahun dan di Madinah selama lima tahun22
lamanya. Sesampainya di
Mekkah beliau segera bergabung dengan kalangan murid Jawiyang telah ada di
sana. Di antaranya adalah Muhammad Shalih bin Abdul Ar-Rahman Al-Fatani,
Ali bin Ishaq Al-Fatani, Al-Palimbani, Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-
20
Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia
Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 32. 21
A. Hasjmi, pendidikan Islam di Aceh dalam Perjalanan Sejarah (Sinar Darussalam), h.
32. 22
H.W. Muhd. Shaghir Abdullah, Syeikh Abash Shamad al-Palimbani (Al-Fathanah,
1983), h. 5-6, Syeikh Muhd Arsyad al-Banjari ( Al-Fathanah , 1983), h. 13, Syeikh Ismail al-
Minangkabaui (Solo: Ramdhani, 1985), .h. 13-14
25
Banjari, Abdul Al-Wahhab Al-Bugisi, Abdul Ar-Rahman Al-Batawi dan
Muhammad Al-Nafis. Di antara murid-murid itu, beliau yang paling muda
sehingga mereka-mereka di jadikan guru oleh beliau untuk membantunya belajar
ketika dengan guru non-Melayu. Beliau, Al-Palimbani, Muhammad Arsyad,
Abdul Rahman Al-Batawi, dan Abdul Al-Wahhab Al-Bugisi, mendapatkan
pelajaran langsung dengan Al-Sammani. Di antara ulama Patani yang telah
dii'itiraf dan diperbolehkan mengajar di Masjidii Haram antara lain ialah Syeikh
Muhammad Shaleh bin Abdur Rahman Al-Fatani. Syeikh Muhammad Shaleh
adalah seorang tokoh ahli Sya'riat dan Haqiqat yang lebih banyak terjun ke dunia
kesufiaan.
Beliau juga di riwayatkan belajar dengan Isa bin Ahmad Al-Barawi (w.
1182H/1768M)23
, tujuh tahun sebelum beliau belajar kepada Al-Sammani (w.
1189H/1775M). Dengan demikian, ketika beliau belajar kepada Al-Barawi,
mungkin pada masa-masa akhir kehidupannya, sedangkan Al-Sammani berada
pada masa puncak dari karirnya. Karena banyak di antara murid Melayu-
Nusantara telah belajar dengan Al-Sammani, maka dengan mendapat berita
seperti itu beliau bergegas bergabung dengan mereka yang terlebih dahulu
berguru dengan Al-Sammani. Kepada Al-Barrawi beliau mendapatkan ilmu
tentang Ushuludin, al-Barrawi sendiri mempunyai keahlian khusus dalam hadist-
hadist hukum Islam dan dalam terhadap telaah komparatif atas mahzab-mahzab
hukum Islam. Al-Barrawi menerima hadist melalui isnad-isnad yang mencakup
seperti Abdullah Al-Bashri, Alaudin Al-Babili, Syams Al-Din Al-Ramli, dan
Zakarya Al-Anshari.
23
Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia
Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h.. 39.
26
Di samping belajar dengan Al-Barrawi dan Al-Sammani beliau
melanjutkan pembelajarannya dengan Al-Syarqawi, Syeikh Al-Azhar, dan
Muhammad Nafis. Al-Syarqawi adalah pakar dari ilmu-ilmu hadist, syariat,
kalam, dan tasawuf maka beliau mendapatkan pembelajaran seperti itu. Guru
beliau berikutnya setelah Al-Syarqawi adalah Al-Syanwani (W.12J3H/1818M)
Al-Syarwani merupakan Rektor Universitas Al-Azhar setelah meninggalnya Al-
Syarqawi. Dalam pembelajarannya Al-Syanwani belajar kepada beberapa ulama
Mesir yaitu Ahmad Al-Damanhuri, Al-Barrawi, Al-Syarqawi, dan Murtadha Al-
Zabidi. Al-Syanwani adalah pakar dalam ilmu-ilmu hadist, fiqh, tafsir, dan kalam.
Dari Al-Syanwani beliau menambah pengetahuannya dalam bidang fiqh dan
kalam. Selain dari guru-guru yang telah tersebut di atas beliau juga berguru
kepada Muhammad As'ad, Alimad Al-Marzuqi, dan Ibrahim Al-Ra'is al-Zamzami
Al-Makki24
. Mereka juga adalah guru dari Al-Palimbani. Dari Ibrahim Al-Ra'is
beliau mendapat pelbagai disiplin ilmu dan pembelajaran tentang tarekat
Syadziliyah. Ibrahim Al-Ra'is mendapatkan tarekat itu dari Shalih Al-Fullani,
yang mendapatkan dari gurunya Ibn Sina25
.
Selanjutnya Muhammad As'ad dimungkinkan bernama Muhammad As'ad
Al-Hanafi Al-Makki, seroang muhaddis yang memiliki sebuah Isnad hadis yang
diketahui ke belakang hingga Abdullah Al-Bashri. Beliau tidak mengambil Isnad
dari Muhammad As'ad itu sendiri melainkan mengambil tarekat Syatariyah.
Kemudian beliau mempelajari tentang tarekat Samaniyah oleh Syeikh Ali bin
24
Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif Asia
Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 34-35 dan39. 25
Lihat, silsilah tarekat Syadziliyah al-Fatani dalam Abdullah, h.41. tentang Shalih al-
Fullani dan Ibn Sina.
27
Ishaq Al-Fatani. Namun riwayat lain menyebutkan bahwa beliau belajar langsung
kepada Syeikh Muhammad bin Abdul Karim Samman Al-Madani pelopor tarekat
Samaniyah. Berikut tentang silsilah guru beliau mengenai tarekat Syatariyah dan
Samaniyah yang di pelajarinya26
. Sebagai Ulama yang memiliki banyak guru dan
pelbagai ilmu pengatahuan yang di dapati pasti ada karya-karya yang di ciptakan
sebagai aplikasi dari ilmu yang di dapat oleh beliau. Ada sekitar kurang lebih 66
karya27
yang pemah di tulis beliau baik dengan bahasa Arab ataupun Melayu.
Semua karya-karya yang beliau tulis jarak waktunya sangat berdekatan. Hal
tersebut membuktikan betapa besarnya dedikasi beliau terhadap penulisan tentang
Islami. Semua itu sebagai wujud rasa tanggung jawab beliau untuk menyebar
luaskan ilmu pengetahuan. Semua karyanya beliau merupakan intisari dari hasil-
hasil pemikiran beliau. Dalam penuliasan beliau tidak menulisnya dengan sendiri
namun di Bantu para murid-muridnya. Beliau hanya menceritakan semua apa
yang ingin di tulis lalu muridnya itu menyalin setiap perkataan beliau dengan
baik, setelah itu di koreksi jika ada sedikit kesalahan dalam penulisan.
Karya-karya beliau sangat popular di daerah Arab umumnya dan Melayu
khususnya. Setengahnya menjadi kitab-kitab rujukan sampai sekarang-sekarang
ini di wilayah Arab dan Melayu, diantaranya adalah kitab Ad-Durrus Stamiin,
Minhajul Abidin, Munyatul Mustalli, dan lain-lain. Dalam karya beliau mengenai
fiqh juga menjadi buku teks di beberapa pondok-pondok, dan setengahnya masih
di pakai sampai sekarang seperti furuu'ul Masa'il yang mendetail isinya, Fathul
Mannan, juga sebuah kitab hukum Islam yang popular yakni Bughyatul Thullab.
26
Lihat lampiran silsilah tarekat 27
Lihat, Lampiran karya
28
Munyatul Mushalli yang membicarakan tentang shalat bukan hanya dari segi
hukum sah dan batalnya tetapi dari segi kekayaan rohanian yang banyak
diinspirasikan oleh tasawuf. Kemudian kemudian Sullamul Mubtadi, lidhaahul
Baab tentang perkawinan dan kitab Ghanyatut Taqriin tentang Al-Fara'id.
29
BAB III
KEADAAN ISLAM SEBELUM SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH AL-
FATANI
A. Perkembangan Islam di Patani Sebelum Daud bin Abdullah Bin Al-Fatani
Untuk bagaimana Islam masuk di Patani tidak perlu di jelaskan kembali
karena sudah ada sumber-sumber lain yang membahasnya. Syeikh Daud bin
Abdullah Al-Fatani juga bukan ulama pertama yang melakukan pengajaran Islam
didaerah Patani. Banyak ulama-ulama terdahulu yang telah memberikan
pengajaran Islam di daerah Patani salah satunya adalah keluarga dari Syeikh Daud
bin Abdullah al-Fatani itu sendiri. Kedatangan Islam sudah ada dan bersiar pada
masa pemerintahan kerajaan Sukothai di abad ke tiga belas, yang terjalin dari
hubungan dagang dengan saudagar muslim. Kemudian muncul kerajaan
Ayutthaya sebabagi pengganti kerajaan Sukothai yang runtuh pada abad ke empat
belas, yang pada saat itu Islam telah memiliki kekuatan politik. Kemudian banyak
para muslim tersebut di angkat oleh Raja untuk di jadikan perdana menteri dan
pejabat penting di kerajaannya. Peran orang-orang muslim sebagai menteri,
pejabat tinggi dan saudagar yang dekat dengan Raja menjadikan mereka
kelompok yang berpengaruh di istana28
.
Islam mungkin saja sudah menyebar secara luas tak hanya di kalangan
istana saja namun sudah ke pelosok-pelosok daerah baik di pesisir pantai atau
dalam pedesaan. Dalam kegiatan keagamaannya bercampur dengan keagamaan
28
Ibnu Muhammad Ibrahim, The Ship of Sulaiman ter. John O‘Kane (London: Routledge
and keagen Paul, 1972), h. 94-97. Ikhtisar tentang peran Muslim periode ini, lihat Omar Farouk
Shaeik Ahmad, Muslim in the Kingdom Ayutthaya (JEBAT: Journal of the History Departement
University Kebangsaan Malaysia, 1980-1), bil 10, h. 206-214.
30
terdahulu yang sinkretisme. Praktek magis (permohonan) di antara rakyat desa
adalah hal yang berbeda dari agama, yang merupakan Islam ortodoks. Kata Magi
sendiri di definisikan sebagai ―agama rakyat Melayu‖ hidup di antara orang-orang
Melayu, baik yang berkuasa ataupun yang dikuasai. Sebagai contoh pentingnya
kegiatan magi sendiri bagi kalangan kerajaan adalah keyakinan kuat terhadap
upacara tabal pusaka (atau secara bahasa, pelantikan leluhur) yang dilakukan pada
sore hari hingga tengah malam. Kemudian harinya dilakukan tabal adat (yang
bisa disebut sebagai pengukuhan) yang di laksanakan pada hari upacara
pelantikan suatu penguasa. Tentu saja kedua acara tersebut dilaksanakan dengan
cara Islam, misalnya dengan pembacaan do‘a dalam bahasa Arab. Magi sendiri
terbagi dalam pelbagai macam bentuk seperti kegiatan ekonomi ( menanam padi,
menangkap ikan-nelayan melakukan upacara tahunan yang disebut basemah, yang
merupakan bentuk sesajian untuk terhindar dari ruh-ruh jahat), kontruksi
bangunan (bangunan rumah atau sebagainya), siklus hidup manusia (kehamilan,
kelahiran, pernikahan, dan kematian), pengobatan tradisional, hiburan (permainan
bayang-bayang. Nyabung ayam, adu kerbau), ramal-ramalan (membaca tanda-
tanda dari dunia ruh), kehidupan pribadi (memikat lawan jenis), dan hubungan
antar pribadi lainnya ( magi cinta atau black magic).
Selain hal di atas tersebut masyarakat memiliki kepercayaan terhadap
sesuatu yang keramat. Kata ‗keramat‘ sendiri bisa diartikan sebagai ‗hal yang
sakral‘. Baik berbentuk benda mati atau benda hidup lainnya. Bebebrapa contoh
keramat adalah batuan karang yang berbentuk aneh, pohon-pohon besar yang tua
umurnya dan sudah tidak utuh lagi bentuknya, kuburan yang ditemukan di tengah
hutan, hewan-hewan yang berbentuk aneh (hewan albino, berkaki ganjil, dsb), dan
31
terutama sesepuh pendiri desa yang memiliki pengetahuan lebih soal agama29
.
Aspek-aspek budaya dan keagamaan kehidupan daerah Patani sebelum
kemunculan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani adalah gabungan dari dua
tradisi pra-Islam dan Islam yang datang dari Timur Tengah, walaupun masyarakat
Patani sudah memeluk Islam sejak abad 15 yang lalu.
Selain di kalangan masyarakat Patani, kegiatan atau praktek magis masih
di jalankan oleh raja-raja di kerajaan Patani. Mungkin karena pengaruh Buddha-
Mahayana yang begitu kuat dan turun temurun di dalam istana sehingga ke dua
ajaran tersebut bercampur aduk menjadi sebuah agama sinkretisme. Ahli-ahli
sejarah terdahulu berpendapat bahwasannya raja Patani sebelum Sultan Ismail
Syah30
adalah raja-raja yang belum memeluk Islam walaupun agama Islam sudah
ada dan mulai berkembang. Seperti contohnya pada tahun 1412 (pada masa Phya
Tu Kurub Mahajana) ada seorang dari ulama Patani yang pergi ke Pulau Buton
dan menyebarkan Islam. Raja setempat yang bernama Mulaesi-Gola
menyambutnya dengan baik. Kemudian datang seorang Syeikh yang bernama
Syeikh Said Barsisa seorang bomoh atau tabib yang berasal dari Pasai pada tahun
1457 barulah raja di kerajaan Patani memeluk Islam. Raja pertama kali memeluk
Islam adalah Phya Tu Nakpa keturunan dari Sultan Sulaiman Syah yang
memerintah di negeri Langkasuka (Wurawari). Sebagai bentuk rasa syukurnya
karena telah memeluk Islam dan sebagi bentuk rasa tanggjung jawab untuk
mensyiarkan Islam maka Sultan Ismail Syah mendirikan sebuah masjid yang di
beri nama Masjid Kerisek yang berasiterktur masjid-masjid di Asia Barat.
29
, Saifull Mujani, ed., Pembagunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara terj, Saiful
Mujani dan Abduh Hisyam. Cet I. (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1993), h. 170. 30
Nama aslinya adalah Phya Tu Nakpa. Kemudian setelah masuk Islam di ganti menjadi
Sultan Ismail Zilullah fil-Alam atau yang di kenal Sultan Ismail Syah
32
Setelah kewafatan Sultan Ismail Syah kemudian takhta kerajaan di berikan
kepada cucu dari saudaranya yang bernaman Phya Tu Intira yang merupakan cucu
dari Sultan Muhammad Tohir, Raja Ligor yang menikah dengan Dewi Cahaya.
Dalam ‗Sejarah Kerajaan Melayu Patani‘ disebutkan bahwa Syeikh Saifuddin
yang mengajarkan Islam dan mengIslamkan raja Phya Tu Intira (Raja Indra) yang
memerintah di Pada kurun waktu 1500 M-1532 M, kemudian setelah memeluk
agama Islam namanya berubah menjadi Sultan Muhammad Syah. Sebagai balas
jasa karena mengajarkan Islam kepada dirinya maka Sultan Muhammad Syah
mengangkat Syeikh Safiuddin sebagai pembesar istana (mengajarkan hukum-
hukum Islam di kalangan Istana) serta dianugrahi gelar Dato Seri Raja Pakeh.
Dikatakan bahwa para raja-raja Patani hanya meninggalkan makan babi
dan tidak menyembah berhala tetapi masih memakai tradisi terdahulu dalam
segala hal, seperti masih mempercayai ramalan dukun, jika ada yang meninggal
hendaknya jangan melakukan kegiatan yang menimbulkan kegaduhan
(menumbuk, bernyanyi, menari) karena akan menganggu yang sudah mati dan
penuh dengan amalan-amalan khufarat dan bid‘ah. Dalam buku hikayat Patani
(hlm 74)31
menyebut, „adapun raja itu sungguh pun ia membawa agama Islam,
yang menyembah berhala dan makan babi itu juga yang di tinggalkan; lain
daripada itu segala pekerjaan kafir itu suatu pun tiada diubahnya‟. Pada masa
pemerintahan Sultan Muzzafar Syah (1532 M-1565 M) amalan-amalan tersebut
masih tetap berjalan. Sultan Mansur Syah membuat batu nisan yang terbuat dari
emas untuk putrinya yang meninggal dunia saat masih berumur 5 tahun dan
selama 40 hari orang-orang tidak diperbolehkan menumbuk, konon akan
31
Bashah Abdul Halim, Raja campa Dinasti Jembal dalam Patani Besar (Kelantan:
Pustaka Reka, 1994), h. 51.
33
terganggu ruh anaknyan yang meninggal itu. Kemudian seorang ahli ramal nasib
yang bernama Along In menjadi seorang pengasuh anak dari Raja Bahadur dan
menjadi ahli ramal nasib di istana. Raja Mas cayam (keturunan raja Kelantan)
telah mengasingkan anak angkat dari Long Yunus (pendiri keluarga Kerajaan
Kelantan Modern) yang selama 15 tahun di asuh olehnya namun menurut ramalan
ahli rama akan membawa kesialan dalam pemerintahannya, maka dari itu di
asingkanlah anak angkatnya itu.
Islam pada masa sebelum Daud bin Abdullah Al-Fatani dikatakan masih
Islam secara agamanya saja tidak keseluruhan dalam menjalankan syariatnya.
B. Pondok Sebagai awal berkembangannya Islam di Patani
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran kehadiran unsur-unsur pra-Islam
tak bisa di lepaskan begitu saja. Dalam kebudayaan Hindu-Buddha di wilayah
Nusantara (termasuk Patani), peranan tokoh agama atau guru dalam masyarakat
sudah dikenal dengan luas. Dalam masyarakat Patani Buddha tokoh keagamaan di
sebut dengan Khu Ba (guru yang terhormat) dan Phrakhru (guru yang
dimuliakan). Para pengikutnya mengikuti pelajaran tersebut di daerah-daerah yang
terpencil dan jauh dari kota. Pada akhirnya murid-murid yang sedang menimba
ilmu tersebut mendirikan sebuah gubuk-gubuk kecil di sekitar tempat tinggal
gurunya dan mengikuti pelajaran keagamaannya untuk jangka waktu tertentu.
Tempat belajar tersebut (pondok yang kita sebut dalam agama Islam) disebut
ashram. Tempat tersebut menjadi sebuah lembaga keagamaan yang berfungsi
menyebar luaskan pengetahuan keagamaan dan menjadi tempat perlindungan bagi
34
mereka yang masih awam soal keagamaan serta ingin mempelajari agama dengan
baik. Dengan demikian ashram secara bahasa berarti ―pondokan spiritual‖.
Saat kawasan Asia Tenggara berubah menjadi dunia Islam, sistem
kebudayaan dan lembaga tradisonal masih tetap utuh dan berjalan. Lembaga-
lembaga itu hanya perlu beralih dan diberi ciri-ciri Islam. Di wilayah Timur
Tengah lembaga pendidikan Islam tradisional di sebut (Dayah) yang berkaitan
dengan masjid-masjid sebagai lembaga pendidikan32
materi yang dipelajarinya
adalah Al-Quran dan kitab klasik yang membahas fiqih, tauhid, tasawuf dan lain-
lain. Pendidikan ini juga berlangsung bersamaan dengan proses Islamisasi di
wilayah Asia Tenggara melalui jaringan ulama yang memunculkan semangat
baru. Sebelumnya belum ada masjid yang berdiri sebagai pusat dakwah dan
sarana pendidikan, maka didalam lingkup kehidupan masyarakat Melayu
(termasuk Patani) tak ada lembaga yang memberikan pengajaran tentang agama
Islam hal ini di karenakan masyarakat muslim belumlah terbentuk dan terstruktur
dengan baik. Namun dalam perkembangannya masyarakat muslim ini sedikit
demi sedikit mulai terbentuk, sehingga memerlukan wadah untuk ibadah, belajar
dan berkumpulnya para pemuda yang telah baligh agar bisa melaksanakan ibadah
shalat sekaligus media pendidikan keagamaan bisa terselenggara maka bangunan
kecil yang bernama surau dipergunankan untuk itu. Bangunan surau ini
merupakan akulturasi budaya lokal yang telah ada sebelumnya. Dalam
kegunaannya terdahulu surau merupakan tempat pemujaan terhadap nenek
moyang mereka yang menganut Hindu-Buddha, animisme, dan dinamisme.
Dalam proses Islamisasi, surau tidak mengalammi perubahan makna dan fungsi
32
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h. 25.
35
yakni tempat ibadah namun fungsi sebagai lembaga keagamaan lebih di tekankan.
Sebagai sarana untuk pendidikan maka surau memiliki peranan penting dalam
kemajuan intelektual Islam di wilayah Nusantara. Di dalam surau inilah para
murid yang belajar mendapatkan pendidikan dasar keagamaan. Pelajaran awal
yang diberikan adalah memebaca huruf hijaiyyah (iqra) dan setelah menguasai
baru membaca al-Quran. Setelah itu juga mempelajari tata cara beribadah dengan
baik dan benar (fiqih), serta masalah keimanan. Pendidikan tingkat al-Quran
dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Tingkat rendah, merupakan tingkat
pemula, yaitu mengenal huruf al-Quran, pengajian ini dilakukan setelah Shalat
maghrib hingga Isya dan setelah shalat subuh. 2. Tingkat atas, pengajian tersebut
di tambah dengan pelajaran tajwid, hukum baca, kitab barzanji. Lambat laun
pengajian dan rutinitas ibadah shalat yang di adakan disuaru tidak lagi cukup
untuk menampung para murid dan jamaah yang belajar dan menunaikan ibadah
shalat, maka seiring perkembangan waktu tempat tersebut diubah ke bangunan
yang lebih besar lagi daya tampungnya. Maka berdirilah bangunan yang lebih
bessar dari surau yaitu, masjid. Kata masjid berasal dari kosakata bahasa Arab
yakni Sajada yang artinya tempat sujud. Masjid ini didirikan guna menampung
jumlah jamaah dan murid yang bertambah seiring pesatnya pertumbuhan Islam di
suatu daerah. Fungsi utamanya tetap menjadi tempat untuk beribadah shalat lima
waktu dan shalat Jumat. Masjid juga merupakan lembaga pendidikan seperti surau
namun kapasitasnya lebih banyak dan luas, sehingga dalam pembelajarannya
dapat di bagi-bagi menjadi beberapa kelompok belajar. Sistem pengajaran di
masjid memakai sistem halaqah, yaitu seoarang guru atau kyai membaca dan
menerangakan pelajaran sedangkan para murid mendengarkan setiap ucapan yang
36
dikeluarkan oleh guru atau kyai. Sebelumnya para murid diminta untuk
mempelajari kitab tertentu untuk dibahas sehingga murid bisa memahami setiap
materi yang akan di sampaikan oleh guru. Dalam sistem pengajaran tersebut ada
metode yang digunakan yaitu bandongan, sorogan dan wetonan. Metode
bandongan adalah dimana seorang guru membaca dan menjelaskan isi sebuah
kitab kemudian para murid mengelilingi gurunya dan membawa kitab yang sama,
mendengarkan dan mencatat penjelasan yang diberikan gurunya berkenaan
dengan bahasan yang ada dalam kitab tersebut pada lembara kitab atau kertas
catatan. Kemudian metode sorogan merupakan metode dimana murid
menyodorksn kitab kepada gurunya, kemudian guru memberikan penjelasan
bagaimana cara membaca, menghafal dan bagaimana cara menterjemahkan kitab.
Sedangkan metode weton berasal dari bahas jawa yang memiliki arti berkala atau
waktu tertentu. Metode weton bukan merupakan pengajian rutin harian namun
pada saat tertentu misalnya pada waktu setiap selesai shalat jumat atau waktu
lainnya. Para murid yang belajar tersebut berasal dari pelbagai daerah sekitar, ada
yang singgah untuk sementara waktu di rumah kyai atau yang pergi pulang.
Karena jumlah murid yang berasal dari luar daerah semakin banyak maka tidak
mungkin tinggal di rumah sang kyai karena keterbatasan tempat. Maka untuk
mengatasi hal itu para murid membangun sebuah bagunan yang sedang untuk di
tinggali selama mereka menuntut ilmu. Bangunan tersebut didirikan tidak jauh
dari lingkungan masjid. Sebetulnya model bangunan tersebut merupakan asimilasi
kebudayaan terdahulu dengan kebudayaan yang baru yakni Islam. Bangunan
tersebut dinamakan ashram, maka ashram sendiri diberi nama dari bahasa Arab
37
Funduq (motel, hotel, singgah)33
. Huruf Fa dalam tulisan Arab diucapkan sebagai
‗P‘ oleh orang-orang Melayu. Dengan adanya hal tersebut Islamisasi ashram yang
berasal dari kebudayaan Hindu-Buddha menghasilkan lembaga pendidikan agama
baru yang bernafaskan dan bercirikan Islam dalam masyarakat Melayu yang
kemudian di kenal dengan nama pondok (dari funduq atau fondoq).
Banyak pula sejarawan terdahulu telah menyebutkan lembaga pendidikan
seperti pondok, namun diantara para sejarawan itu belum ada yang bisa
memberikan penjelasan yang memuaskan mengenai asal usulnya pondok tersebut.
Guru dalam pondok atau pesantren (di Jawa) di kenal sebagai kiyai yang berasal
dari kata orang yang bijaksana dalam bahasa Jawa34
. Sedikit penjelasan diatas
memungkinkan menjadi landasan dari lembaga pendidikan Islam tradisional yang
dikenal sebagai pondok. Orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji tentunya
juga ingin menyerap lembaga-lembaga sosial yang sudah ada agar mudah diterima
dan tetap ada hubungannya dengan rakyat yang masih terikat kepada tradisi. Peran
orang bijaksana dan tempat mereka mengajar di ashram sangat dihargai dalam
kebudayaan India, dan para penyebar agama Islam tinggal memindahkannya saja
dan memberikan sentuhan Arab. Dengan demikian orang bijaksana itu menjadi
alim atau Kiyai dan ashram atau tempat pemondokan religius menjadi pondok
pesantren. Ini merupakan hal yang baik dalam penyesuaian kebudayaan atau
akulturasi yang terjadi apabila dua kebudayaan saling bertemu.
Khususnya di daerah Patani, lembaga pondok tumbuh menjadi sebuah
lambang kebangaan bagi orang-orang Melayu muslim untuk beraspirasi dalam
33
Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta:
LP3ES, 1989), h. 37. 34
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan, Santri dan Priyayi. Cet 2 (Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya, 1983), h. 177-178.
38
bidang pendidikan Islam serta melambangkan sebuah institusi pendidikan yang
unggul dan menjadi kebangaan umat Islam, sistem pendidikan tersebut tak
langsung serentak dengan datangnya Islam di wilayah tersebut. Dalam sistem
pendidikannya para ulamalah yang memberikan bimbingan serta pengajaran Islam
kepada santri-santrinya dalam upaya menunaikan kewajiban agama, dan pondok
juga berfungsi sebagai model segala keutamaan Islam dan wawasan-wawasan
yang baik serta etis bagi para santri yang belajar dan masyarakat muslim diluar
pondok35
. Para santri-santri yang menempuh pendidikan di pondok akan
dihormati oleh masyarakat setempat karena merekalah yang akan pertama kali di
ajak untuk menghadiri acara syukuran di samping acara-acara Islam lainnya
seperti pembacaan tahlil, pembacaan maulid. Kegiatan-kegiatan yang mereka
lakukan dapat menghindari mereka dari hal-hal yang kurang baik, seperti
berkumpuk-kumpul, berjalan-jalan tak ada tujuan dan sebaginya. Bagi masyarakat
melayu Muslim (termasuk Patani), pondok dan penghuninya merupakan
komunitas yang sakral yang misinya adalah menyampaikan Islam sejati kepada
masyarakat marginal. Seperti di daerah Jawa36
, orang-orang Melayu-Muslim di
Thailand Selatan pun terbagi kedalam golongan abangan (golongan Muslim
marginal yang mengutamakan ritual dan praktek animis) dan santri golongan
muslim yang lebih berpengetahuan dan menaruh perhatian terhadap kemurnian
ajaran agama).
Santri pondok (dek pondok) dianggap sebagai orang miskin dan musafir
yang mencari ilmu Islam yang diwajibkan kepada mereka. Untuk mendapatkan
35
Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta:
LP3ES, 1989), h. 138. 36
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan, Santri dan Priyayi. Cet 2 (Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya, 1983), h. 121-130.
39
penghasilan para santri (dek pondok) membantu masyarakat sekitar dengan
melakukan ritual-ritual keagamaan yang berkaitan dengan kelahiran, kematian,
perkawinan, dan peristiwa-peristiwa amal dan kebaikan lainnya. Sumbangan yang
paling bermanfaat bagi para santri (dek pondok) walaupun mereka masih belajar
adalah kegiatan da‘wah di kalangan masyarakat Muslim yang tinggal jauh dari
pusat kegiatan keagamaan dan masih suka melakukan kegiatan atau praktek
animistik. Maka setiap bulan puasa dan hari-hari besar Islam lainnya seperti
Maulid Nabi, Idul Adha, dan pada waktu panen, santri-santri ini berkeliling ke
seluruh pelosok pedesaan untuk berda‘wah dan menerima sedekah dari
masyarakat37
. Dengan begitu maka tercipta hubungan yang sangat akrab antara
lembaga pondok dan masyarakat Muslim-Melayu pada umumnya. Para
santrimelakukan fungsi-fungsi sosial dan keagamaan, sementara mereka juga
memperoleh pendapatan dari masyarakat.
Hampir semua Kiyai atau Guru (To‘Khru – Guru Kehormatan) adalah
bergelar Haji. Tapi tidak semua Haji di wilayah Thailand Selatan (termasuk
Patani) memiliki pondok sendiri. Orang yang telah menunaikan ibadah Haji (di
kenal sebagai To‘Hajji) memiliki otoritas moral atas penduduk di desa. Tapi Kiyai
atau Guru yang juga Haji memiliki pengaruh moral yang jauh lebih besar, sebab
ilmu agama yang mereka miliki dianggap berasal langsung dari sumbernya dan
karena lebih murni serta lebih mendekati ajaran dan sunnah Nabi. Kebanyakan
Kiyai atau Guru menguasai bahasa Arab klasik dan Jawi (bahasa Melayu dengan
aksara Jawi). Semua buku pelajaran ditulis dalam bahasa Arab klasik atau Jawi.
Pada saat pemerintahan Siam-Thai menlancarkan upaya intergrasi, bahasa Thai
37
Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta:
LP3ES, 1989), h. 140.
40
tidak digunakan apalagi diajarkan di pondok. Kiyai atau Guru tetap menerapkan
sistem pendidikan tradisonal dan tidak mengubahnya menjadi lembaga pendidikan
yang sekuler di mana bahasa Thai menjadi bahasa pengantar dan pendidikan
agama hanya menjadi bagian kecil dari kurikulum. Pondok-pondok yang ada di
wilayah Thailand Selatan (termasuk Patani) lebih menyukai metode tradisional,
yakni membaca dan mengomentari buku-buku pelajaran klasik, daripada cara
mengajar dalam ruang kelas menurut jadwal waktu yang sudah ditentukan.
Pendidikan agama itu sendiri dianggap sebagai ibadah oleh orang Melayu-
Muslim, maka pelajarannya berlangsung diantara waktu-waktu shalat dan ibadah-
ibadah lainnya. Maka Masjid yang berada di lingkungan pondok juga berfungsi
sebagai tempat belajar, dimana begitu selesai shalat berjamaah dimana Kiyai atau
Guru menjadi imamnya kemudian setelah selesai shalat maka Kiyai atau Guru itu
menghadap kepada ma‘mum yang juga para santri untuk memulai pengajaran
yakni mengutip dan mengomentari nash-nash dari buku klasik sampai waktu
shalat berikutnya. Pada umumnya yang diajarkan dalam pondok adalah mengaji
al-Quran (Qira‘at), tafsir, hadits, asas-asas ilmu hukum (Ushul al-Fiqh), hukum
Islam (Fiqh), tata bahasa dan konjungsi (Nahwu dan Sharaf), teologi (Tauhid atau
Ushuludin), logika (mantiq), sejarah (Tarikh), mistik (tassawuf) dan etika
(Akhlak)38
. Tidak ada ujian dan batasan waktu bagi santri untuk belajar dan
menguasai salah satu dari ilmu tersebut yang telah di ajarkan oleh Kiyai atau
Gurunya. Pada gilirannya santri-santri tersebut akan mengajar santri-santri yang
baru atau membantu santri-santri yang kurang cepat tanggap. Kemudian santri-
38
Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisasi Melayu Masyarakat Patani (Jakarta:
LP3ES, 1989), h. 143
41
santri senior tersebut yang telah memiliki keilmuan yang cukup akan menjadi
seorang pemimpin ta‟liyat yakni pemimpin para santri. Para santri-santri yang
belajar biasanya membentuk sebuah lingkaran atau halaqoh di tiap-tiap pelajaran
dan masih berada di dalam lingkungan pondok. Kemudian para santri-santri
senior ini akan memulai karir sebagai calon guru di bawah bimbingan Kiyai atau
Gurunya dalam setiap mata pelajaran yang telah dipilih serta dikuasainya. Setelah
cukup waktu mengajar kemudian para santri-santri senior yang juga pemimpin
ta‟liyat in akan pergi menunaikan ibadah Haji dan melanjutkan studi mereka di
Mekkah sebelum kembali ke Patani untuk mendirikan pondok sendiri.
Melalui Kiyai atau Guru yang berfungsi sebagai penghubung dengan
dunia Islam yang lebih luas serta berinteraksi dengan perubahan-perubahan di
dunia yang lebih luas. Di dalam masyarakat Melayu-Muslim pondok berfungsi
sebagai agen perubahan, baik pada tingkat budaya maupun pada tingkat agama,
yang berarti bahwa proses pemurnian agam akan berlangsung terus menerus dan
perubahan tak bisa dihindari lagi dalam sebuah masyarakat yang dimana masih
terdapat unsur-unsur kepercayaan animisme yang harus dihilangkan. Kedudukan
pondok yang unik di dalam masyarakat Melayu-Muslim telah menyebabkan
pondok dianggap keramat dan harus diperlakukan dengan hati-hati sekali. Pada
waktu yang bersamaan pemerintahan Thailand sudah bertekad untuk
mengintegrasikan penduduk Melayu-Muslim yang mayoritas penduduknya
bermukim di wilayah Patani dan sekitarnya ke dalam pemerintahan Thailand,
maka hal yang harus diperhatikan palin utama adalah masalah pondok. Karena
pemerintahan Thailand akan mengupayakan merubah lembaga-lembaga
pendidikan keagamaan ini menjadi lembaga pendidikan semi-sekuler yang
42
memberikan pendidikan modern disamping pendidikan agama, dan latihan
kejujuran menggantikan praktek-praktek ibadah dan mistik.
Kedatangan cucu dari Wan Husein (anak dari Sultan Qumbul)39
yang
berasal dari pesantren Gresik, Jawa Timur pada tahun 1467 telah membuka jalan
baru dalam memberikan pengajaran tentang Islam yang dahulunya hanya
tertumpu di dalam istana. Selama belajar di Gresik Wan Husein adalah murid dari
Sunan Ampel yang merupakan sepupunya. Dengan pelbagai pengajaran yang
didapat dan sistem pengajaran selama di Gresik maka Wan Husein
memperkenalkan pengajaran cara pondok yang serupa dengan yang ada di Gresik.
Jika Sunan Maulana Malik Ibrahim adalah pendiri pondok (pesantren) yang
pertama di Jawa, maka yang pertama di Patani adalah Wan Husein. Dengan
didirikannya pondok (pesantren) Para raja-raja Islampun memberikan ruang
seluas-luasnya kepada Ulama dalam menda‘wahkan Islam dan rajapun
menempatkan mereka di tempat yang sewajarnya40
. Kemudian pada akhir abad
ke-18 M hingga sepanjang abad 19 M, wilayah Patani bukan saja berperan
sebagai tamadun Islam namun juga sebagai pusat kegiatan kesusastraan Melayu
yang bernafaskan Islam melanjutkan perjuangan ulama terkenal dan kitab-kitab
mereka yang mashyur. Para ulama tesebut bukan saja dikenal di wilayah Patani
saja namun juga diakui sebagai Alim ulama di negara-negara Arab, Turki , dan
Afrika Utara. Sebagian dari Ulama itu menjadi tauliah untuk mengajar di Masjidil
Haram, Mekkah. Kala itu Patani mendapat julukan sebagai ―Cermin Mekkah‖
karena ramai dikunjungi oleh pelajar-pelajar Islam yang berasal dari Sri Langka,
39
Nama sebenarnya adalah Ali Nurul Alam seorang perdana mentri dari kesultanan
Kelantan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Syah 40
Sepanjang pemerintahan raja-raja Islam Patani kegiatan agama mendapatkan tempat
walapun di kalangan Istana masih terdapat unsure-unsur sinkretisme
43
Burma, Kamboja, Vietnam, Filipina, negeri tanah Melayu, Sumatra terutama,
Aceh, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, dan Brunei.
Puncak kejayaan pengajian pondok adalah pada abad ke-19 M. Pada
zaman tersebut Islam telah berkembang dengan pesatnya di mana aktivitas
penterjemahan dan penyusunan buku-buku giat dilakukan. Kitab-kitab yang
berbahasa Arab Jawi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan di
sebarluaskan ke setiap pondok-pondok yang berada di Patani dan menjadi
pedoman utama dalam pengajaran. Hal ini karena semakin banyak masyarakat
Muslim yang pergi menunaikan ibadah haji di Mekkah dan mereka semakin
mengerti dan peka terhadap perkembangan Islam dan kemaslahatan umat41
.
Dalam periode abad ke-19 M ini keilmuan Islam mencapai puncak kejayaannya
dengan hadirnya Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani dan ulama lainnya yang
sezaman. Di samping itu juga banyak karya sufi dan tauhid telah diterjemahkan
kedalam bahasa Melayu. Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani bersama Syeikh
Abush Shamad Al-Palimbani bertanggung jawab membangkitkan kembali
kegemilangan Imam Al-Ghazali di alam Melayu. Karya agung mereka adalah
Minhaj al-Abidin ila jannat Rab al-Alamin yang di terbitkan di Mekkah pada
tahun 1824 M merupakan koleksi terjemahan dari tiga buah karya Imam al-
Ghazali yaitu Ihya Ulumuddin, Kitab Asrar, dan kitab Qurbah Ilallah. Kitab
Minhaj al-abidin tersebut telah tersebar ke seluruh kepulauan Melayu dan karya
tersebut begitu terkenal di kalangan tarikat Ikhwan Naqshabandiyah.
Walaupun tidak banyak penjelasan mengenai perkembangan pondok
secara luas oleh sejarawan terdahulu, tetapi bedasarkan jumlah buku-buku yang
41
Wan Kamal Mujani, Minoriti Muslim: Cabaran dan Harapan Menjelang Abad Ke-21.
Cet I (Bangi: Persatuan Bekas Mahasiswa Islam Timur Tengah, 2002), h. 229.
44
dihasilkan oleh Ulama-ulama Patani, baik yang telah hilang ataupun yang masih
dipergunakan hingga sekarang jelas telah menunjukan bahwa pengajian pondok di
Patani telah berkembang pesat dan mencapai puncaknya. Pekembangan ini selaras
dengan kedudukan Patani yang dahulu pernah berjuluk ―Serambi Mekkah dan
―Cermin Mekkah‖42
.
42
Wan Kamal Mujani, Minoriti Muslim: Cabaran dan Harapan Menjelang Abad Ke-21.
Cet I (Bangi: Persatuan Bekas Mahasiswa Islam Timur Tengah, 2002), h. 231.
45
BAB IV
KEGIATAN INTELEKTUAL SYEIKH DAUD BIN ABDULLAH AL-
FATANI
A. Kegiatan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Sebagai Ulama
Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani merupakan salah satu dari banyaknya
ulama-ulama termasyhur di kawasan Melayu. Syeikh daud bin Abdullah aA-
Fatani adalah ulama yang paling produktif di antara ulama-ulama Melayu lainnya,
di karenakan banyaknya karya yang telah beliau telurkan lebih dari lima puluh
buah karya. Selama tiga puluh tahun beliau menuntut ilmu di Mekkah, kemudian
lima tahun di madinah. Serta dua tahun di Aceh pada masa awal pendidikannya.
Dengan lamanya beliau menuntut ilmu maka beliau di gelari ―Al-Alim Allamah
Al-Arif Ar-Rabbani‖. Tak banyak memang ulama-ulama dari Jawi/Asia Tenggara
yang boleh menyandang gelar ―Al-Arif Ar-Rabbani‖.
Pada saat di Mekkah Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani langsung
berbaur dengan para pelajar-pelajari lainnya. Kemudian beliau bertemu dengan
ulam-ulama yang berasal dari Patani yang lama bermukim di Mekkah, seperti
Syeikh Muhammad Salih bin Abdurrahman Al-Fatani seorang ahli syariat dan
haqekat yang mengajar di Masjidil haram. Kemudian Syeikh Daud bin Abdullah
Al-Fatani diangkat menjadi ketua kumpulan pelajar Asia Tenggara atau yang di
kenali dengan sebutan ―Syeikh Haji‖(selepas kembali dari Patani). kesibukan
beliau selama menuntut ilmu di Mekkah adalah menulis maka tak heran jika
banyak karya-karya yang telah beliau telurkan, selain menulis beliau juga
menyempatkan diri unutk mengajar di Masjdidil Haram walapun beliau juga
masih menjadi seorang pelajar. Karya-karyanya di tulis dalam dua bahasa yakni
46
bahasa Arab dan bahasa Melayu, tak banyak karya beliau yang berbahasa Arab
tersebar di wilayah Melayu. Berbeda dengan yang berbahasa Melayu karya beliau
tersebar luar di wilayah Melayu walapun karya-karya tersebut masih dalam
bentuk tulisan belum di cetak. Jika ada yang memerlukan karya beliau maka ada
seseorang di dibayar untuk menyalinkan karya tersebut. Untuk memperbanyak
tuliasan-tulisannya beliau telah mempersiapkan juru tulis untuk menyalin setiap
karya-karyanya.
Sekian lama menuntut ilmu beliau pernah kembali ke Patani. Beliau
berfikir untuk bisa berda‘wah di Patani. Namun beberapa tahun di Patani
muncullah suatu krisis peperangan antaran Patani dengan Siam. Beliau di
riwayatkan memimpin langsung dalam peperangang jihad fi sabilillah. Lalu dalam
peperangan tersebut beliau mundur ke wilayah Pulau Duyung (Terengganu) untuk
menyusun strategi perang43
Dalam peperangan tersebut beliau kehilangan teman
seperjuangannya selama pendidikan di Mekkah yakni Syeikh Abus Shamad al-
Palimbani, dikatakan beliau hilang ketika khalwat di Masjid Legor.
Bangsa Siam sendiri berasal dari kawasan China Selatan, bangs ini
awalnya tinggal di kawasan kecil di sepanjang Sungai Yangtse kemudian pada
pertengahan abad ke 7 M mereka akhirnya bisa mendirikan sebuah negeri di Barat
Daya China-Nancho. Tempat itu terletak di satu kawasan tanah datar yang terletak
600 kaki di pegunung Yunan. Bangsa Siam ini adala bangsa penjajah, berawal
kedudukan asal mereka di Nancho. Kemudian bangsa Siam mengembangkan
wilayah kekuasaan mereka ke arah Selatan dan Timur. Di bagian Selatan mereka
menyera negeri-negeri Melayu seperti Grahi (Chaiya), Gharbi (Krabi), Thambra
43
Wan Kamal Mujani, ―Minoriti Muslim: Cabaran dan Harapan Menjelang Abad Ke-
21‖ , h. 231
47
Lingga (Surat Tani), Ligor (Nkhorn Sri Thamarat), dan Senggora (Songkhla). Di
sebelah Timur mereka menyerang wilayah bangsa Mon dan Khmer, mereka juga
menyerang wilayah Annam. Pada tahun 1253 M maharaja Mongol Kubilai Khan
menaklukan Nancho. Sejak saat orang Siam meninggalkan Nancho dan pindah ke
Selatan. Di Selatan akhirnya mereka mendirikan kerajaan Sukothai, negeri yang
sebelumya pernah di taklukan oleh bangsa Khmer pada tahun 1238 M. Disini
orang Siam cukup terpengaruhi dengan kebudayaan Khmer. Penjelasan singkat
diatas merupakan asal mula sifat karakter kepejajahan bangsa Siam atas Melayu
(khususnya Patani).
Pada tahun 1603 M merupakan awal upaya Siam ingin menaklukan Patani,
entah merasa tersinggung atas penyerangan Patani terhadap Ayuthaya pada tahun
1563 atau ketidaksenangan bangsa Siam atas Islam yang mengalami kemajuan
dalam bidang perekonomian yang dibantu juga karena faktor geografis wilayah
Patani yang berada di Selatan dekat dengan pesisir pantai sehingga memudahkan
dalam perdagangan serta wilayah yang subur berbeda dengan wilayah bangsa
Siam yang terletak 700 mil dari Teluk Siam, sehingga kapal-kapal tak mungkin
singgah karena letaknya yang sangat menjorok ke dalam. Di lain sisi lain ada
ancaman bagi bangsa Siam yakni mulai banyak penduduknya yang menikah
dengan saudagar-saudagar muslim sehingga ada ketakutan bahwa nantinya bangsa
Siam akan punah karena hal tersebut. Hal itulah yang membuat bangsa Siam ingin
menaklukan wilayah Patani.
Serangan pertamapun di lancarkan pada tahun1603 M, waktu itu Patani di
pimpin seorang Raja perempuan atau yang di sebut Ratu, yakni Ratu Hijau.
Dalam serangan tersebut Siam di pimpin oleh panglima Okya Dicha. Armada laut
48
Siam lengkap dengan ribuan prajurit dan perlengkapan perang bertolak dari
Ayuthaya untuk memenuhi keinginan Raja Siam yang kala itu di pimpin oleh Phra
Naresuan untuk menaklukan Patani. Serangan pertama ini mengalami kegagalan
karena Patani mendapatkan bantuan dari saudagar yang berniaga di Patani waktu
itu.
Dengan adanya serangan Siam atas Patani, Ratu Patani yang ke dua yakni
Ratu Biru (1616-1624 M) mengerahkan kawalan yang ketat atas Patani guna
menjaga kemerdekaan dan kedaulatan Patani. Dalam masa kawalan tersebut usaha
yang di lakukan dalam menjaganya adalah dengan membuat meriam-meriam yang
berjumlah tiga buah laras meriam, masing-masing di beri nama (Seri Negara, Seri
Patan dan Mahalela). Meriam-meriam ini dibuat oleh ahli senjata yang di ketuai
oleh orang China yang bernama Lim Tau Kin. Segala persiapan dan kawalan
sudah siap, namun Siam tak kunjung kembali menyerang hingga 30 tahun setelah
serangan pertama tahun 1603 M. Hingga Ratu Biru wafat dan kemudian di
gantikan oleh Ratu selanjutnya yakni Ratu Ungu.
Kemudian datanglah serangan yang ke dua tahun 1632 M sejak serangang
pertama pada tahun 1603 M penyerangan ini masih di pimpin oleh Okya Dicha.
Namun sebelum lencarkan serangan Siam terlebih dahulu menghubungi pihak
Belanda guna mendapatkan bantuan dan Belanda menyetujuinya. Hingga
serangan di lancarkan terhadap Patani bantuan tersebut tak kunjung databg. Di
lain pihak Patani mampu mematahkan serangan Siam yang ke dua karena tiga
buah meriam yang sejak dulu telah di persiapkan oleh Ratu Biru dan di bantu oleh
tiga ribu rakyat Trengganu yang berada di Patani karena ikut dalam rombongan
49
Yang diPertuan Muda Johor untuk meminang putri Ratu Ungu yang bernama
Ratu Kuning.
Kecewa dengan serangan ke dua, Siam kembali menyerang Patani pada
Tahun 1633 M (sebagian riwayat pada tahun 1634 M). Penyerangan kali ini di
pimpin oleh Phya Phara Khlang. Raja Siam yang terdahulu sudah di gantikan
dengan Pharasat Thong, seorang yang di anggap ―perampas‖ seorang Raja dan
masih memiliki ambisi untuk menaklukan Patani. Serangan kali ini jaraknya dekat
dari serangan sebelumnya, karena menganggap Patani belum pulih dari serangan
sebelumnya. pihak Siam kembali menghubuni belanda yang berada di Batavia
untuk memperkuat serangannya terhadap Patani. Perang yang ke tiga pun terjadi
dan kembali mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut di sebabkan karena
pertahanan Patani yang kuat, kurangnya perbekalan makanan serta wabah
penyakit yang mendera Siam waktu itu serta lambanya bantuan dari pihak
Belanda yang datang setelah Siam akan kembali ke wilayahnya. Sebaliknya
Patani di bantu oleh Johor dan Pahang.
Pada tahun 1635 M Ratu Ungu wafat dan di gantikan oleh anaknya Ratu
Kuning. Baginda adalah seorang Ratu yang bijak dalam sejarah kesultanan Patani.
Pada masa Ratu Kuning banyak perubahan, kemajuan dan perbaharuan kepada
masyarakat serta, melibatkan diri langsung dalam urusan perniagaan dan
merupaka Ratu terakhir dalam dinasti kesultanan Patani. Kemajuan yang
membekas di masyarakat Patani adalah memperdalam Kuala Sungai Patani guna
memperbolehkan kapal-kapal besar masuk dan berlabuh membawa dan
mengangkut dagangan. Pada masa Ratu Kuning juga terjadi serangan Siam yang
ke empat, penterangan kali ini di pimpin oleh seorang pesuruh jaya (pengawal
50
kepercayaan Raja) yang memerintah Ligor dan bergelar Okya Sena Phimok.
Pesuruh jaya ini asalnya dari Jepang bernama Yamada, karena lama menetap di
Siam dan menjadi tentara yang mengabdi kepada Raja Siam. Karena jasanya yang
banyak maka Raja melantiknya menjadi pengawal kepercayaan Raja di Ligor.
Serangan ke empat inipun kembali gagal.
Setelah serangan ke empat mengalami kegagalan Patani aman dari
serangan Siam selama hampir kurang lebih satu setengah abad lamanya. Selama
masa tersebut dan selepas masa-masa gemilang yang telah di capai pada masa
pemerintahan ke empat Ratu dan terutama Ratu Kuning yang masanya relatif
panjang. Sampai Ratu Kunig wafat dan pada akhirnya Patani jatuh ke tangan
Siam, menjadi waktu yang tidak menentu bagi rakyat Patani. Selama masa itu
Patani tak memiliki Raja yang tetap. Raja di lantik silih berganti namun keadaan
ini membuat Patani semakin turun dalam kemajuan dan ekonomi, melemahnya
pertahanan. Kurun waktu tersebut habis dalam selisih paham dan saling berebut
kekuasaan, sehingga terjadi pemberontakan dan pembunuhan antar anggota
keluarga kerajaan. Menurut sumber ada sekitar sebelas orang raja yang
memerintah Patani selepas masa Ratu-ratu (termasuk Raja Mas Chayam yang
menjadi seorang Raja dua kali) antara tahun 1651 M sampai dengan 1785 M.
Penjelasan singkat diatas sedikit menjelaskan asal mual bangsa Siam dan
beberapa alasan kenapa Siam ingin sekali menaklukan Patani untuk menjadi
bagian dari wilayah Siam serta jatuhnya Patani ke tangan Siam akibat tak lagi
memilik pemimpin yang cakap selepas masa Ratu-ratu dan terjadinya selisih
paham dalam pemerintahan yang melibatkan anggota keluarga kerajaan.
51
Penjajahan Siam atas Patani yang berlangsung selama kurang lebih 200
tahun lamanya mendesak Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani untuk hijrah dari
Patani ke Aceh, Mekkah dan Madinah untuk menuntut ilmu agama. Beliau
seorang yang cerdas, melihat Semakin kuat dengan bantuan sekutu maka tak
cukup jika perjuangan hanya menggunakan senjata. Menurut beliau ilmu
pengetahuan jugalah tak kalah penting untuk bisa melawan kedzaliman. Dalam
pemeikiran beliau yang telah di sebutkan pada bagian sebelumnya bahwa
“Barang siapa yang memiliki ilmu pengetahuan maka ia bisa menguasai
sesuatu tanpa harus menggunakan senjata”. Artinya beliau lebih
mengutamakan pendidikan dalam berjuang dan mempertahankan kedaulatan
Patani sebagai negeri yang merdeka atas penjajah, serta keinginan beliau untuk
mencerdaskan umat dan menjadikan ilmu agama sebagai sandaran hidup.
Beda masa beda pula perjuangan yang di lakukan dalam melawan dan
mengakhiri ke penjajahan Siam atas Patani. Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani
lebih memilih jalan da‘wah dalam perjuangannya. Patani dalam masa Syeikh
Daud bin Abdullah Al-Fatani tak sekuat pada masa ke empat Ratu yang
memimpin, karena pada masa beliau Patani sudah di bagi-bagi menjadi beberapa
wilayah kecil. Dalam keadaan seperti itu rakyat mulai melemah dan berkecil hati
untuk bisa melawan Siam. Dalam masa menuntut ilmu di Mekkah dan Madinah,
beliau banyak menulis karya-karya yang berkaitan dengan ilmu-ilmu yang di
pelajarinya. Karya-karya ini beliau harapkan bermanfaat bagi umat dan rakyat
Patani untuk lebih giat lagi belajar mengenal dan mendalami agama Islam. Beliau
menyadari bawah gerakan yang di lakukan tak terlalu signifikan di bandingkan
pada masa sebelum beliau namun gerakan yang di usahakan beliau ini jauh lebih
52
bermakna, karena umat dan rakyat jauh lebih mengerti arti sebuah perjuangan
yang selama ini di lakukan yakni jihad fi‘sabilillah.
beliaulah yang menyerukan perkara jihad fi sabilillah, karena pengertian
Islam kata beliau ialah, pada lughat (bahasa) artinya menyerahkan dan mengikuti.
Sedangkan dalam syaia artinya bahwa sekalian semua mengamalkan semua aspek
ketaatan yang terdapat dalam ketentuan Islam, hal itu yang membuat beliau
menekankan pada aspek jihad fi sabillilah. Sebab pada masa yang bersamaan
Patani sedang dijajah oleh Siam, maka dari itu beliau menyerukan sekalian
masyarakat Patani untuk berjihad seperti yang beliau katakan ialah, "Wajib orang
Islam memelihara agamanya, bahwa Allah memerintahkan bagi kalian semua
untuk jangan merusakkan agamanya dengan kekufuran sehingga menjadi
murtad, juga jangan melakukan mak'siat yang mengakibatkan menjadi fasiq
dan sebab itulah kita disuruh memerangi sekalian kafir harbi atau yang
lainnya". Mempertahankan Islam dengan arti kata yang sesungguhnya sehingga
tercapainya "Darul Islam" yang menghendaki berlakunya undang-undang Islam
dalam arti keseluruhan seperti yang dikehendaki al-Quran dan Allah.
Tentang masalah jihad, beliau pernah ditanyai oleh seseorang apakah jihad
itu wajib atau sunnah. Beliau menjawab "jihad itu adalah fardu ain jika kafir itu
datang ke negeri Islam”. Oleh sebab itu tidak ada suatu alasan umat Islam semua
khususnya Patani berpangku tangan untuk tidak berjuang, berjihad pada jalan
Allah melepaskan diri dari penjajahan bangsa kafir. Di dalam karya-karya beliau
juga menghimbau untuk melakukan jihad fi sabilillah, walapun beliau tidak
menuliskan sebuah karya yang khusus mengenai jihad.
53
Sebagai ulama yang terkemuka tentunya Syeikh Daud bin Abdullah Al-
Fatani memiliki murid yang meneruskan perjuangan dawah yang telah beliau
sampaikan, beberapa diantaranya ialah:
1) Sultan Muhammad Shaifuddin (Sultan Sambas). Beliau merupakan
murid Syeikh Daud yang menjadi Sulltan di daerah Sambas. Pada
masa Sultan tersebut Islam mencapai puncaknya, dengan
didirikannya Masjid Agung sebagai pusat penyebaran Islam di
kesultanannya. Masjid tersebut terletak di samping tiga airan
sungai sambas.
2) Haji Wan Musa Al-Fatani. Beliau merupakan pendamping Syeikh
Daud dan menggantikan posisi beliau sebagai Syeikh Haji di
Mekkah.
3) Abdul Halim. Beliau berguru kepada Syeikh Daud padaa saat
beliau di Mekkah. Setelah lama belajar dan memperoleh banyak
ilmu dari Syeikh Daud kemudian beliau kembali ke Kelantan dan
menjadi penasehat Sultan Muhammad I. Beliau merupakan orang
pertama yang menggajar di Kelantan dengan metode pengajian
pondok.
4) Sheikh Wan Muhammad Zain. Aktivitasnya sebagai murid Syeikh
Daud adalah menyalin kitab-kitab Syeikh Daud. Beliau bersama
adik Syeikh Daud yang bernama Sheikh Wan Abdul Qadir bin Al-
Fatani melanjutkan perkaderan Islam di Pondok Bendang Daya,
iaitu pondok yang terkenal dan paling banyak muridnya di Asia
Tenggara pada abad 19 M.
54
5) Sheikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman Al-Fatani. Beliau
merupakan murid Syeikh Daud yang menjadi guru Ilmu Tasawuf
di Mekah dan sekaligus mengajar berbagai tarekat terutama
Thariqat Syathariyah.
B. Penjelasan Karya-karya Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani
Syeikh daud bin Abdullah Al-Fatani merupakan seorang ulama yang
produktif dalam menuliskan karya-karya tentang pengetahuan Islam. Banyak
karya yang telah beliau telurkan selama menimba ilmu di Mekkah. Beliau merasa
perduli terhadap ilmu pengetahuan Islam di tanah kelahirannya yaitu Patani,
ketika itu Patani sedang melawan kepenjajahan Siam. Dalam karya-karya yan
Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani menjelaskan tentang isi dari karya tersebut.
Berikut adalah karya-karyanya dan sedikit penjelasan mengenai karya-karyanya:
1. Bughyat al Tullab
Bughyat al-Tullab awalnya di terbitkan dalam dua jilid, pertama memuat
244 halaman. Jilid kedua berisi 236 halaman44
. Bughyat at-Tullab diterbitkan oleh
percetakan Al-Ma‘arif, Pinang. Di cetak Matba‘ah al-Miriyah, Makkah, 1310 H/
1892 M.
Judul lengkap karya ini adalah Bughyat al Tullab li Murid Marifat al-
Ahkam bi al-Sawab. Karya ini merupakan lanjutan dari karya Syeikh Muhammad
Arsyad bin Abdullah al-Banjari yang berjudul ( sabil al-Muhtadin fi Amr al-Din ).
Syeikh Daud memulakan karyanya dengan mukadimah. Antara kalimat beliau:
44
Engku Ibrahim Ismail, Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan
Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. CET. 1 (Kuala Lumpur: Akademi
Pengajian Melayu University Malaya, 1992), h. 34.
55
"Bahawasanya beberapa nafsu (diri) yang cerdik yang menuntut bagi beberapa
martabat yang tinggi sentiasa perangainya itu di dalam menghasilkan beberapa
ilmu syarak. Dan setengah daripadanya mengetahui akan furu‟ ilmu fiqh. Kerana
bahawasanya dengan dia menolakkan akan wiswas yang syathaniyah. Dan
mengesahkan akan jual beli dan segala ibadat yang diredakan..." Masih dalam
mukadimah, Syeikh Daud memperkenalkan pelbagai hadis mengenai ilmu
pengetahuan. Selepas itu, memperkenalkan riwayat ringkas Imam al-Syafie.
Kandungan keseluruhan Bughyah ath-Thullab adalah membicarakan fiqh bagian
ibadat dalam mazhab Syafie.
2. Ad-Durrust Stamin
Karya ini selesai di tulis oleh Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani di
Mekkah pada tanggal 17 Syawal tahun 1231H/1816-17M. Karya ini terbit tak
hanya di Asia Tenggara saja tetapi, juga diterbitkan di Mekkah, Mesir, Turki, dan
Bombay.
Judul lengkap karya ini adalah al-Durr al-Thamin fi Aqa‘id al-Mumini.
Karya ini Syeikh daud bin Abdullah al-Fatani menguraikan asas-asas kepercayaan
(akidah) Islam, ketauhidan menurut i‘tiqad ahlus sunnah wal jama‘ah, yaitu
menyederhanakan maksud dan tujuan mengenai qada dan qadar serta ikhtiyar
hamba45
. Karya ini merupakan yang paling banyak di cetak ulang dan banyak di
kaji oleh orang-orang Melayu.
45
Engku Ibrahim Ismail, Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan
Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. CET. 1 (Kuala Lumpur: Akademi
Pengajian Melayu University Malaya, 1992), h. 35
56
3. Furu Masa’il
Karya ini merupakan nukilan fatwa Syaikh Jamaluddin Ahmad ar-Ramli
al-Kabir, yakni ayah dari pada Syaikh Syamsuddin Muhammad ar-Ramli (Imam
Ramli). Karya ini terbit di Mekah pada tahun 1257 H/1841M.
Judul lengkap dari karya ini adalah furu al-Masa il wa Usul al-Masa il,
merupakan sebuah karya utama Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani. Karya ini
menjelaskan perundang-undangan dan pemikiran Islam Syeikh daud bin Abdullah
al-Fatani. Dalam karya ini menjelaskan bahwa kita sebagai manusia hendaklah
berperantara kepada anbiya, mursalin, solihin dan awliya karena mu‘jizat para
nabi dan karamah para wali tidak putus dengan matinya.
4. Kalfiat Khatmi Quran
Para penghafal doa sangat mengenal kitab ini, karena banyak sudah cukup
banyak dicetak oleh beberapa percetakan baik di Mesir, Mekkah, Turki, Bombay
dan semua percetakan-percetakan di Asia Tenggara pernah mencetak kitab ini.
Dalam karya Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani ini di dalamnya berisi
tentang tata cara melakukan khatam Quran dan pelbagai doa. Kitab ini merupakan
yang pertama mengenai tata cara pelaksanaan berdoa, serta belum ada kitab yang
sejenis pada masa beliau.
5. Idah al-Bab
Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani juga menyediakan buku ini dalam
bahasa Melayu pada tahun 1224 H/1809 M46
. Karya ini tersebar di sekitar
semenanjung Melayu.
46
Engku Ibrahim Ismail, Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan
Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. CET. 1 (Kuala Lumpur: Akademi
Pengajian Melayu University Malaya, 1992), h. 39.
57
Judul keseluruhannya adalah Idah al-Bab Li Murid al-Nikah bi al-Sawab.
Adalah sebuah buku panduan kecil dengan 60 halaman ini memuat tentang tata
cara pernikahan, talaq, maskawin dan sebagainya. Naskah ini juga tersimpan di
Pulau Kendur, Riau. Di bawah pengawasan Naskah Kuno Daerah Riau.
6. Faidatun Muhimmatun Mathlubatun Fi Kaifiyati Shalatit
Tarawih
Dalam karya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani ini berisi tentang metode
shalat tarawih. Mulai dari doa tarawih sampai doa witirnya, serta hal-hal yang
berkaitan dengan shalat tarawih dan witir. Bahkan masih banyak wilayah Asia
Tenggara yang berpedoman dan menghafal doa-doa ynag terkandung di dalam
kitab tersebut.
Dalam karya ini Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani menjelaskan bahwa
yang dinamakan shalat tarawih itu adalah dua puluh rakaat di bulan Ramadhan.
Dua puluh rakaat itu dilakukan dengan sepuluh kali salam. Apabila shalat tarawih
di lakukan dengan satu kali salam, atau tiga, empat atau lima rakaat satu salam
maka itu bukanlah yang dinamakan shalat tarawih. Serta di dalam setia empat
rakaat terdapat salam yang artinya berhenti beberapa saat dan kemudian
memulainya kembali hingga sepuluh salam47
.
7. Al- Jawahir al-Saniyyah
Kitab ini di tulis oleh Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani di Thaif pada
tanggal 16 Jumadil awwal 1252 H/1836 M.
Dalam saduran H. Wan. Moh. Shaghir kitab ini berisi tentang perundangan
Islam (Fiqh) yang lengkap dengan semua bab-babnya. Lain hal menurut V.
47
Kaifayat Khatam Quran (Mekkah: Darus Sa‘adat, Mathbaah Usmaniyah), h. 84-85.
58
Matheson dan M.B Hooker, menurutnya karya ini berisi tentang perkara
Ushuludin yang menjelaskan tentang hari pembalasan, malaikat, tazkiyah
(pembersihan), shalat, puasa, haji, waqf, pembagian warisan, dan semua yang
berkaitan tentang perkawinan, talaq, jual-beli dan untung rugi perniagaan.
8. Kifayat al-Muhtaj
Beliau menyelsaikan tulisan ini di Mekkah pada tahun 1224 H/ 1809 M.
Kitab ini berisi tentang perjalanan Isra dan Mi‘raj Nabi S.A.W, karya ini
berdasarkan karya dari Al-Ghaiti (1540 M) yang berujudul Mi‟raj al-Nabi dan
sebagian lagi dari pandangan-pandangan Al-Kalyubi (1658 M). Dalam kitab ini
juga terdapa mengenai pelbagai jenis surga dan neraka.
9. Mutaallim
Karya ini di selesaikan oleh Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani pada
tanggal 12 Jumadil Tsani pada tahun 1244 H/1826 M.
Kitab ini berjudul Hidayat al-Mutaallim wa Umdat al-Muallim. Kitab ini
merupakan rangkuman tentang aqidah, tassawuf, dan fiq. Kemudian di cetak oleh
perusahaan Matbaah al-Miriyah, Mekkah pada tahun 1312 H/1893 M, setelah di
sunting ulang oleh Syeikh ahmad bin muhammad Zayn bin Mustafa al_fatani
dengan bantuan muridnya dan anak dari saudaranya Syeikh Daud bin Ismail al-
Fatani. Judu Mutaallim didapati dari hasyah kitab Al-Miftah al-Murid fi Ilm al-
Tauhid yang berisi penjelasan tentang aqidah Islam.
C. Pandangan Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Terhadap Ilmu
Pengetahuan
Sebagai ulama yang produktif dalam menghasilkan banyak karya maka tak
heran jika Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani memiliki pandangan sendiri
59
terhadap karya-karyanya yang meliputi pelbagai macam bidang ilmu pengetahuan,
berikut adalah pandangan Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani.
a) Pandangannya Tentang Politik:
Seseorang pernah bertanya kepada beliau tentang pengenalan batas-batas
pekerjaan agama, maka beliau menjawab dengan menggunakan septong surat al-
Quran yang artinya: "Apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka
peganglah dia, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah"48
Kemudian beliau menafsirkan ayat tersebut bahwa 'meliputi sekalian
pengertiannya ialah Islam, Iman, dan Ikhsan, menyuruh kebaikan, mencegah
kemungkaran, mengerjakan shalat, mnegeluarkan zakat, puasa bulan Ramadhan,
haji dan umroh, termasuk perang sabil dan apa saja yang telah diperintahkan dan
apa saja yang telah dilarang. Beliau juga berkata bahwa orang yang tidak
melakukan salah satu dari perkara yang telah terdapat dalam Islam masih
terhitung orang jahil (bodoh) terhadap kewajiban agamanya. Dalam pandangan
politiknya beliau menekankan pada aspek jihad fi sabillilah. Sebab pada masa
yang bersamaan Patani sedang dijajah oleh Siam, maka dari itu beliau
menyerukan masyarakat Patani untuk mempertahankan Islam dengan arti kata
yang sesungguhnya sehingga tercapainya "Darul Islam" yang menghendaki
berlakunya undang-undang Islam, dalam arti keseluruhan seperti yang
dikehendaki al-Quran dan Allah. Ini menjadi ideologi semua Ulama termasuk
beliau, sehingga beliau pernah ikut terlibat dalam perang melawan Siam. Dalam
karya beliau mengenai fiqh sebagaimana juga Ulama lainnya dapat dibaca
perundang-undangan mengenai Islam termasuk jihad fi'sabilillah yang begitu
48
Wan Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif
Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 63.
60
yakin bahwa orang Islam harus menggunakan hukum yang telah Allah turunkan.
Dari tulisan beliau tentang fiqh bisa diambil beberapa pelajaran tentang negeri
Islam yang dijajah termasuk Patani yang dijajah oleh Siam menghendaki
perjuangan seluruh umat Islam terutama umat Islam Patani dan sekitarnya.
Tentang masalah jihad, beliau pernah ditanyai oleh seseorang apakah jihad
itu wajib atau sunnah. Beliau menjawab "jihad itu adalah fardu ain jika kafir itu
datang ke negeri Islam. Oleh sebab itu tidak ada suatu alasan umat Islam semua
khususnya Patani berpangku tangan untuk tidak berjuang, berjihad pada jalan
Allah melepaskan diri dari penjajahan bangsa kafir”.
b) Pandangan Beliau Tentang Fiqh:
Dari banyaknya karya-karya beliau tidak ada yang bisa menyamai
keproduktifitasan beliau dalam menulis sebuah karya fiqh. Dari penulisan kitab
fiqh sejak kebesaran kerajaan Aceh dimulai oleh Syeikh Nuruddin ar-Raniri
dengan Shiratul Mustaqimnya, kemudian disambung Syeikh Muhammad Arsyad
al-Banjari dengan Sabilul Muhtadinya sampai pada masa itu belum ada yang
menulis sebanyak beliau. Kemasyhuran beliau di bidang penulisan fiqh diakui
oleh semua lapisan Ulama di wilayah Melayu-Nusantara bahkan Ulama-ulama
Arab sendiri. Karya-karya beliau tentang fiqh sanagat banyak seperti, Bughyatut
Thullab, Furu'ul Masaali, Hidayatul Mutaalim (1244 H), Fat'hul Mannan (1249
H), dan Jawahirus Saniniayah (1252 H). kitab-kitab tersebut adalah kelengkapan
dari kitab Bughyatut Thullab yang menlengkapi bab-bab fiqh dan kitab tersebut
adalah kitab yang tebal-tebal.
Selain itu juga ada kitab-kitab fiqh yang tipis dan membicarakan bab
tertentu saja di dalam fiqh seperti, Kifayatul Mubtadi (bab yang cukup lengkap,
61
tapi untuk tingkat awal mempelajari fiqh), As Saidu Waz Zabaih (membicarakan
penyembelihan), As-Risalatus Sail (membicarakan perkara Jum'at), lidhahul Baab
(membicarakan soal perkawinan). Saking produktifhya beliau menulis setiap
tahun dan kadang-kadang dalam setahun itu bisa menulis dua buah judul seperti,
Idhahul Baab dan Kifayatul Muhtaj sama-sama ditulis pada tahun 1224 H. Nahjuz
Raghibin dan Ghavatut taqrib sama-sama ditulis pada tahun 1226 H. Selang
setahun kemudian beliau menulis kitab Bulughul Maraam (1227 H), lalu
Manasikul Hajji wal Umroh (1229 H).
c) Pandangan Beliau Tentang Ushuluddin:
Selain ilmu fiqh beliau juga ahli dalam ilmu ushuluddin. Tentang ilmu
ushuluddin beliau menulis kitab-kitab yang tidak sedikit jumlahnya dan tebal-
tebal. Belum ada lagi kitab mengenai ushuluddin yang dikarang ulama Melayu-
Nusantara melebihi karya-karya beliau seperti, Warduz Zawahir walapun bersifat
terjemahan selain itu Aqidatun Najin karangan Syeikh Zainal Abidin bin
Muhammad al-Fatani. Karya yang paling banyak tersebar dan masih dicari
ditoko-toko kitab adalah Ad Durrus Stamin (1232 H). Karya-karya tersebut
membicarakan masalah teologi selain itu di setiap kitab fiqh yang pernah
ditulisnya beliau suka memuat hal tersebut.
Beliau telah memperkenalkan pula mengenai cabang-cabang iman selain
dari enam rukun iman yang selalu disinggung dalam setiap ilmu tauhid baik karya
beliau ataupun karya yang lain. Dalam kitab Jawahirus Saniyah beliau
menjelaskan bahwa jalan yang sebenarnya itu hanya satu yaitu mengikuti Ahlus
Sunnah Wal Jamaah karena empat imamnya itu walaupun pada fu'ru syarat
terdapat perbedaan namun sependapat dalam ushuluddin.
62
d) Pandangan Beliau Tentang Hadist:
Dari sekian banyak kitab yang pernah ditulis oleh beliau jarang sekali
membicarakan tentang hadist. Bukan berarti beliau tidak ahli hadist namun pada
saat itu masalah hadist belum banyak dibicarakan karena seringnya mempelajari
kitab mahzab Syafi'i di bidang fiqh dan paham dari Syeikh Abul Hasan al-Asy'ari
dan Abu Mansur al-Maturidi yang tebal-tebal sehingga mereka mengikut kepada
haluan Mahzab dengan berpedoman pada Ahlus Sunnah Wal Jama'ah lebih
menjamin keselamatan.
Dari hampir semua karya beliau yang meliputi tentang fiqh, ushuluddin
dan tasawuf jika terdapat tentang hadist jarang sekali membahas tentang sanad
dan rawi, menurut beliau cukup memakai istilah 'hadist' atau 'sabda Rasulullah
SAW' saja. Masyarakat pada masa beliau tidak banyak berkomentar tentang ini
dan itu, juga pada masa beliau masyarakat cukup percaya kepada Ulamanya
sehinga terlihat bahwa beliau juga ahli hadist. Dalam kitab beliau yang berjudul
Jam'ul Fawaid beliau berpendapat bahwa beramal dengan hadist dhaif bahkan
hadist bathil sekalipun akan mendapat pahala apabila bersifat fadhailul amal.
e) Pandangan Beliau Tentang Tasawuf:
Hampir dalam setiap karya beliau tentang fiqh di bagian akhir
dicantumkan perkara tasawuf. Kitab tasauf beliau yang tebal dan luas
pembahasanya ialah "Jam'ul Fawaid". Dari berbagai kitab yang pernah ditulis oleh
beliau lalu disortir nampak jelas bahwa beliau bukan saja tokoh fiqh dan
ushuluddin namun bisa diklasifikasikan kedalam tokoh sufi yang ulung. Kesufian
beliau mengikuti haluan Sunnah dari Imam Ghazali namun beliau dalam aliran
63
tasawufnya tidak sealiran dengan al-Hallaj, Syeikh Hamz^h al-Fanshuri, dan
Syeikh Syamsuddin as-Sumatrani.
Dalam kitab beliau yang berjudul Manhalus Shafi beliau memebahas
tentang istilah-istilah percakapan orang-orang sufi mengikuti aliran tasawuf
Syeikh Muhyiddin Ibnu Arabi, al-Hallaj dan lain-lain. Ada satu keterangan dalam
kitab Manhalus Shafi yang mendalam seakan-akan beliau membela golongan
tasawuf extream. Namun dalam kitab beliau yang berjudul Warduz Zawahir
beliau membantah dengan keras tentang paham ittihad yang timbul dari kalangan
sufi. Dalam kitab Warduz Zawahir beliau memaksudkan untuk suatu sanggahan
terhadap golongan awam yang berlagak seperti seperti seorang sufi, perkataan
bagai seorang sufi namun mereka sendiri tidak mengerti dengan perkataan dan
perbuatan mereka sendiri.
Sekitar tahun 1240 H beliau telah menerjemahkan dua buah kitab yang
paling penting dalam dunia Islam, yang pertama adalah "Minhajul Abidin"
karangan sang hujrjatul Islam Imam Ghazali dan yang kedua adalah "Kanzul
Minan" karagan Ibnu Madyan. Terjemahan kitab Minhajul Abidin itu banyak di
kaji di Melayu-Nusantara pada masa itu. Sedangkan tejemahan kitab Kanzul
Minan banyak di kaji oleh muslim Melayu di Mekkah, namun kurang berkembang
di daerah Melayu-Nusantara. Pada terjemahan Minhajul Abidin dalam
muqaddimahnya beliau mengguratkan kecintaan terhadap tokoh sufi terkenal
sebagaimana yang beliau katakan: " Dan adapun kemudian daripada itu maka
inilah terjemaha bagi mu'allif radhiallahu anhu yaitu penghulu kami Imam yang
Alim Rabbani dan Arif Samadani ialah Quthbul Wujud yang memiliko kasyaf dan
syuhud dengan "Hujjatul Islam" dia adalah Abu Hamid bin Muhammad al-
64
Ghazali ath Thusi. Al-Ghazali adalah seorang Imam yang besar kemuliaan
namanya, karangarmya dan lain-lain. Dalam ilmu fiqh dialah asal yang pokok, dia
juga rujukan dari kitab-kitab fiqh yang ada, dia adalah asal kitab 'Syeikhani' (dua
orang Syeikh) — Imam Nawawi dan Imam Rafi'I dan yang paling istimewa
adalah Ihya Ulumuddinya yang menghidupakan hati yang mati. Sebegitu besarnya
kekaguman beliau terhadap Imam Ghazali Karen keilmuan yang tingi yang
membuat beliau mengagguminya. Beliau juga mengaggumi Syeikh Abdul
Wahhab asy-Sya'rani walapun Syeikh tersebut dipandang remeh oleh masyarakat
pada waktu itu. Dalam kitab terjemahan awal beliau di tulis, 'Dan demikian apa
yang, disebutkan oleh Arif Billah lagi yang memberi petunjuk kepada jalan Allah
yang memiliki kasyaf dan tahqiq yaitu penghulu kami Syeikh Abdul Wahhab asy-
Sya 'rani Radhiallahu anhu'.
f) Pandangan Beliau Tentang Akhlak:
Walaupun Ilmu Akhlak sudah termasuk bagian dari Ilmu Tasawuf namun
beliau membuat suatu pemisahan. Dari kitab beliau berjudul Jam'ul Fawaid
membicarakan tentang beberapa adab dan hak antara golongan dengan golongan
lainnya, kaitan pribadi dengan pribadi atau dengan masyarakat. Namun
sebelumnya dalam kitab beliau yang berjudul Hidayatul Muta'allim yang
hubungannya dengan berkaitan dengan kitab Jam'ul Fawaid.
.
g) Nama-Nama Kalimah Nafi Dan Isbat
Sebagai tokoh sufi Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani mempelajari
tarekat syatariyah, dalam masa mempelajari dan mendalami tarekat tersebut beliau
65
memberikan penjelasan tentang kalimat nafi dan isbat menurut beliau dalam
tarekat syatariyah. Kalimat tersebut beliau tuangkan dalam salah satu karya
tulisan beliau berjudul kitab Dhiyaa'ul Murid. Bagian terakhir karyanya itu beliau
tulis nama-nama kalimat Laa ilahaa illallah49
. Menurut beliau kalimat Laa ilaaha
illallah itu mempunyai banyak nama yang disebut dalam kitab suci al-Quran,
diantaranya seperti berikut:
1) Kalimah takwa, dalam surah al-Fath ayat 26. Maksudnya: Dan
biasakanlah mereka itu dengan takwa. Takwa tersebut adalah La
ilaaha illallah50
.
2) Kalimah Thaiyibah (kalimat yang baik) dalam surah Ibrahim ayat
24. Maksudnya: Allah telah membanding seumpama kalimat yang
baik yaitu La ilaaha illallah seperti pohon kayu yang baik asalnya
terhunjam pada bumi dan cabang-cabangnya menjulang ke
langit51
.
3) Kalimah Sabit (kalimat keteguhan) dalam surah Ibrahim ayat 27.
Maksudnya: Allah telah menetapkan sekalian orang-orang yang
beriman dengan perkataan yang tetap dalam hidup di dunia dan
akhirat yaitu perkataan Laa ilaaha illallah52
. Kalimatul 'Ulya (
kalimat yang tinggi) dalam surah at-Taubah ayat 40. Maksudnya:
perkataan atau kalimat yang paling tinggi ialah Allah (Laa illaha
illallah: tiada Tuhan selain Allah)53
. Kalimah Stabat (kalimat
49
Wan Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif
Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h.105. 50
Tafsir al-aisar, h. 882. 51
Tafsir ibn-katsir, h. 953. 52
Tafsir ibn katsir, h. 956. 53
Tafsir ibn katsir jilid 2, h. 608.
66
yang teguh) dalam surah Muhammad ayat 19. Kalimah Husna
(kalimat kebaikan) dalam surah Yunus ayat 26. Maksudnya:
perkataan atau kalimat yang menyerukan kebaikan (balasan bagi
kebaikan melainkan kebaikan pula yakni ‗surga‘)54
. Kalimah 'Adli
(kalimat seimbang) dalam surah an-Nahl ayat 90. Maksudnya:
Allah menerangkan bahwa Dia menyuruh hambaNya berlaku adil
dan seimbang55
. Kalimah Istiqamah (kalimat pendirian) dalam
surah Fussilat ayat 30. Maksudnya: ambilah sesuatu berdasarkan
qawamnya (kelurusan dan kebenaran) yang di inginkan Allah
disini adalah kelurusan tindakan, baik sejak melakukan proses
(fase kehidupan) hingga pada tujuanya (akhirat)56
. Kalimah 'Ahdi
(kalimat perjanjian) dalam surah Maryam ayat 87. Maksudnya:
perjanjian dengan Allah untuk menjalankan perintah Allah
dengan beriman dan bertakwa (perjanjian ini berupa kesaksian,
Tiada Tuhan Selain Allah, berserah diri dan tidak berharap selain
Allah)57
. Kalimah Maqalid (kalimat pembendaharaan) dalam
surah Zumar ayat 63. Maksudnya: maqalid jamak dari miqlad
atau maqlid. Adalah memiliki, mengatur, menjaga dan
memelihara. Dengan demikian hanya Allah yang memiliki langit
dan bumi. DIA memiliki kuasa mutlak untuk mengatur apa yang
terjadi di antara keduanya. DIA juga yang memelihara dan
54
Tafsir ibn katsir jilid 2, h. 713. 55
Tafsir ibn katsir jilid, 2 h. 1056. 56
Tafsir sya‘rawi, h. 779. 57
Tafsir ibn katsir jilid 3, h. 221.
67
menjaganya58
. Kalimah Tasydid (kalimat percakapan yang benar)
dalam surah al-Ahzab ayat 70. Maksdunya: hendaklah seorang
hamba berkata benar dan jujur. Kelak akan mengantarkan kepada
nikmat Allah. (kata syadid berarti tepat sasaran tidak melenceng
dari hakikat kebenaran)59
. Kalimah Haq (kalimat tauhid) dalam
surah az-Zukhruf ayat 86. Maksudnya: Allah mengecualikan
orang yang mengakui serta meyakini dengan mantab bahwa tiada
Tuhan yang HAK selain Allah60
. Kalimah Shiratal Mustaqim
(kalimat jalan yang lurus) dalam surah al-An'am ayat 15.
Maksudnya: Allah berfirman kepada hamba dan RasulNya yang
diutus membawa agama tauhid yang agung dan syariat yang lurus
serta dipeerintahkan untuk menyerukan kepada manusia kejalan
yang lurus61
. Kalimah Sidqi (kalimat membawa kebenaran) dalam
surah az-Zumar ayat 33. Maksudnya: yang telah menerima pesan
dari Allah dan disampaikan pada umatNya. (Allah telah
menurunkan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa kebenaran
dan bagi mereka yang membenarkan, merekalah orang-orang
yang bertaqwa62
.
Kalimah Iman dinamakan juga Kalimatul Khulud fi Jannah. Sabda Nabi
Muhammad S.A.W bermaksud: Barangsiapa yang adalah pada penghabisan
perkataannya Laa ilaaha illallah hal keadaannya suci hatinya lagi jernih
58
Tafsir sya‘rawi, h. 559. 59
Tafsir sya‘rawi, h. 65. 60
Tafsir al-aisar, h. 682. 61
Tafsir ibn katsir, h. 197. 62
Tafsir sya‘rawi, h. 546.
68
daripada hatinya, masuk syurga itu bersama-sama orang-orang yang mendapat
kemenangan tiada terdahulu seksa.
1) Kalimatus Ishmati wan Najah
Sabda nabi Muhammad s.a.w yang bermaksud: "Apabila mereka
mengatakan Laa ilaaha illallah terpelihara daripadaku darah dan hartanya."
2) Kalimatu Miftahil Jannah yaitu Laa ilaaha illallah.
3) Kalimatu Stamanil Jannah yaitu Laa ilaaha illallah.
4) Kalimatul Ikhlas yaitu Laa ilaaha illallah.
5) Kalimatu Da'watil Haq yaitu Laa ilaaha illallah.
6) Kalimatu 'Urwatil wustqa yaitu Laa ilaaha illallah.
Masih banyak amalan beliau yang tidak dapat dibicarakan keseluruhannya,
yang tentunya amalan wirid beliau sangat banyak. Di antara yang tidak pernah
beliau tinggalkan adalah membaca selawat "Dalailaul Khairat" dan lain-lain63
.
D. Syeikh Daud Bin Abdullah Al-Fatani Sebagai Tokoh Penyiar Tarekat
Syatariyah
Dalam bidang fiqh Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani diakui oleh para
ulama di Melayu-Nusantara yang memahami dan mengkaji sejarah Islam di
wilayah tersebut. Di bidang lainnya seperti usuluddin, tauhid dan ilmu kalam
beliau juga tidak diragukan lagi sisi keilmuannya. Dalam tarekat Syatariyah beliau
adalah salah seorang "SYEIKH MURSYID KAMIL MUKAMMIL"nya. Pada
masa itu di wilayah Melayu-Nusantara hanya memiliki dua orang tokoh pada
63 Wan Shaghir Abdullah, Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam Produktif
Asia Tenggara (Solo: Ramadhani, 1987), h. 100-121.
69
tarekat Syatariyah mereka adalah Syeikh Abdur Rauf Al-Fansuri dan Syeikh Daud
bin Abdullah al-Fatani. Syeikh Abdur Rauf Al-Fansuri mempunyai murid yang
bernama Syeikh Burhanuddin Ulakan, beliau menyebarkan tarekat Syatariyah ke
daerah Pariaman, Minangkabau. Pada masa itu tarekat Syatariyah pernah memegang
peranan yang penting dalam dawah Islamiyah di alam Melayu-Nusantara.
Sebelumnya terekat Syatariyah memiliki banyak pengikutnya di Melayu-
Nusantara hingga pada akhimya tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah masuk dan
berkembang. Tarekat Syatariyah yang berkembang dan banyak pengikutnya di
pulau Jawa terdapat di daerah Cirebon, Jawa Barat. Penyebaraya yang terkenal
ialah Sheikh Abdul Muhyi Pamijahan, murid dari Syeikh Abdur Rauf al-Fansuri64
.
Di mana saja tarekat Syatariyah berkembang nama Syeikh Daud bin Badullah Al-
Fatani yang paling dikenal, nama beliau bahkan lebih dikenali oleh pengikut
tarekat Syatariyah yang berada di Campa dan Burma. Silsilah tarekat Syatariyah
di Melayu-Nusantara semua bersambungan dengan beliau. Di alam Melayu-Patani
dari beliau juga banyak Ulama-ulama besar sebagai khalifah-khalifah mursyid
tarekat Syatariyah seperti, Syeikh Zainal Abidin bin Muhammad Al-Fatani,
Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain bin Mustafa al-Fatani, Syiekh Ismail bin
Abdul Qadir bin Mustafa al-Fatani, dan lain-lain.
Beliau yang telah di anggap Syeikh Mursyid dalam tarekat Syatariyah
maka para pengikutnya maka ada tata caranya sebagai berikut;
1. Membaca al-Fatihah kepada Nabi Muhammad SAW
2. Membaca al-Fatihah kepada ahlis silsilah
3. Membaca al-Fatihah kepada beliau
64
Wan Shagliir Abdullah, perkembanagn ilmu tasawuf, (Surabaya: al-Ikhlas t.t.), h. 49-
53. Perkembangan ilmu fiqh jilid I ( Ramadhani, 1985), h. 31-46.
70
Tata cara berzikir pula yang disalin dari kitab tulisan tangan beliau adalah
sebagai berikut: "Duduk bersila menghadap ke arah kiblat. Kedua tangan
diletakkan di atas kedua lutut. Mata dipejamkan. Setelah itu diawali dengan lafaz
'Laa' dari bawah susu sebelah kiri, yang terletak hati 'sanubari', qasadnya ialah
menarikkan pada hati sanubari daripada 'aghyar dan maa siwaljaahi Taala".
Ditarik terus hingga memanjang bunyi lafaz 'Laa' hingga sampai ke bahu
sebelah kanan, terus dilemparkan dengan lafaz 'ilaaha' dengan meniatkan bahawa
melemparkan sekalian yang tersebut ke belakang. Sesudah itu lalu lafaz 'ilia' di
atas bahunya yang kanan. Terakhir sekali memukulkan lafaz 'Allah' dengan
sekeras-kerasnya ke dalam hati. Demikianlah zikir pada setiap kalinya, bahawa
tiada Tuhan yang disembah dengan sebenar-benarnya melainkan Allah. Dengan
memuji kepada Allah telah talkinkan zikir Syathariyah ini serta dengan baiahnya
dan 'Labsul Khirqati' dan kaedah yang tersebut itu oleh faqir ilallahi Taala Sheikh
Daud bin Abdullah Al-Fatani. Beliau berpendapat bahawa pimpinan seorang
sheikh Mursyid sangat penting, beliau menulis sebagai berikut : "Ketahuilah!
Kadang-kadang seorang Salih yang belajar itu melihat bahawa tiada sesuatu
jalan untuk sampai kepada Allah, dia ragu dengan bermacam-macam amalan
yang sangat banyak. Kadang-kadang dia tercengang dengan banyak ilmu
pengetahuan yang telah dikuasainya. Apabila murid yang Salik itu mempunyai
sheikh yang Arif Billah (AMU Hakikat), maka hendaklah dia kembali kepada
sheikhnya dan berpegang teguh atas petunjuknya".
Dalam bagian lain beliau menulis: "Dan dengan benar orang yang
berzildr yaitu benar murid serta sheikhnya sampai ia pada Martabat Siddiqiyah,
71
hendaklah ia mengemukakan apa-apa yang terlintas di hatinya dari perkara yang
jahat dan yang baik".
Berkata sebagian orang yang arif: "Tiada syarat sheikh itu mengetahui dan
melihat atas batin murid, tetapi sebahagian dari syarat murid ialah bahawa
memberitahu kepada sheikhnya sekelian yang terlintas pada hatinya...".
Beliau menulis selanjutnya: "Bahawa dia (sheikh) adalah penolongnya
dari pertolongan Nabi Muhammad s.a.w. Selamanya berhadap ke hadrat
Tuhannya, apabila dikerjakan maka limpah pertolongan Ilahiyah daripada Allah
pada hati penghulu kita dan dari hatipenghulu kita — Nabi Muhammad s.a.w -
kepada sekelian hati pada sheikh (Masyaikh), dari satu kepada satu sampai
kepada hati yang melakukan zikir. Bahawa yang demikian itu menjadi
pertolongan dan pemberian Allah". Perlu diketahui oleh setiap penganut tarekat,
terutama tarekat Syathariyah adalah mengenai adabnya. Beliau mengatakan
bahawa adab zikir itu terbahagi kepada tiga yaitu:
a. Adab sebelum melakukan zikir.
b. Adab ketika berzildr.
c. Adab setelah berzikir.
Keterangan beliau yang diringkaskan dalam kitab Dyiaa'ul Murid
mengenai adab-adab berzikir adalah sebagai berikut:
- Adab Sebelum Melakukan Zikir:
a) Taubat nasuha, yaitu taubat daripada sesuatu yang tidak memberi
faedah kepada agama yang tersalah dari perkataan, perbuatan dan
kehendak yang tidak muafakat dengan syarak.
72
b) Suci badan daripada hadas-hadas besar dan hadas kecil dan
kekotoran pada tubuh dan pakaian. Hendaklah mandi dan
mengambil air sembahyang serta membersihkan pakaiannya.
c) Mengharumkan pakaian dengan bau-bauan dan menyucikan
mulut dengan bersugi (siwak).
d) Dengan niat menegakkan perintah Allah bukan kerana lainnya
kerana mengambil faedah dunia dan keinginan hawa nafsu.
e) Membesarkan Allah. Ketika menyebut Allah terasa benar akaa
kebesaran dan kehebatan-Nya.
-Adab Ketika Berzikir
Adapun adab yang dituntut ketika berzikir itu lima belas perkara, yaitu :
a) Hendaklah dia duduk di tempat yang suci seperti duduk dalam
sembahyang bagi orang yang mubtadi, duduk bersila bagi orang
yang muntahi.
b) Meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut.
c) Menghadap ke kiblat kalau dia berzikir seorang diri, jika
berjemaah hendaklah membuat lingkaran keliling.
d) Memakai wangi-wangian di tempat duduknya kerana tempat
berzikir adalah tidak sunyi daripada Malaikat dan jin yang
beriman.
e) Berkekalan ikhlas yaitu semata-mata kerana perintah Allah bukan
kerana lainnya.
73
f) Benar zikirnya pada zahir dan batin hingga bersamaan antara
keduanya. Juga benar hati terhadap sheikhnya pada zahir dan
batin.
g) Sedapat-dapatnya hendaklah sekelian yang dimakan dan yang
dipakai adalah halal.
h) Duduk di tempat yang kelam yaitu antara terang dan gelap.
i) Memejamkan mata.
j) Menghadirkan makna zikimya setiap kali mengucapkannya.
k) Dinafikan tiap-tiap yang maujud pada hatinya selain daripada
Allah.
l) Diucapkan dengan nyaring (jahar).
m) Dengan kuat yang sempurna. laitu ditarikkan dari tengah kepala
hingga ke anak jarinya.
n) Terkenang kepada sheilchnya.
o) Menjauhkan lafaz yang lahan yang mengubahkan maknanya.
- Adab Selepas Berzikir
Adapun adab kemudian daripada zikir itu lima perkara:
a) Menahan nafas beberapa kali kerana yang demikian itu lebih
cepat menerangkan hati dan membukakan hijab (dinding), dan
memutuskan khuatir nafas dan syaitan.
b) Jangan meminum air selepas dari berzikir hingga berselang
beberapa saat, kerana zikir itu bersifat panas, rindu dan
menaikkan kegemaran kepada yang diingat (Allah) iiiilah tujuan
zikir, sedangkan minum itu memadamkan yang demikian itu.
74
Juga kalau minum adalah bertentangan dengan ilmu kedoktoran
kerana boleh mengakibatkan penyakit muntah.
c) Diam beberapa ketika sesudah berzikir serta dengan khusyuknya.
Perkara ini ulama membahagikannya kepada tiga adab yaitu :
Seakan-akan dia berhadap dengan Tuhannya, bahawa
Tuhannya melihat kepadanya.
Mengheningkan cipta (menumpukan fikiran) seakan-akan sehelai
roma pun tidak bergerak seumpama kucing tatkala mengintai tikus.
Menafikan sekalian khuatir dan melaksanakan zikir itu di dalam
hati.
d) Meniatkan bagi wirid zikir. Mudah-mudahan menghidupkan hati
sehingga tercapai cahaya makrifatullah sehingga diperolehinya
sekalian sifat kamalat (kesempurnaan) seumpama zuhud dan lain-
lain.
e) Mensyukuri akan nikmat-nikmat Allah. Bahawa Allafi telah
memudahkannya melakukan suruhan-Nya dengan mengucap
istighfar daripada taqsir yang hasil
f) daripadanya tiga kali, seperti katanya: "Aku memohon
pengampunan dari Allah dari segala taqsirku pada ibadatku
sebilang-bilang nafasku".
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelsan di atas tidak diragukan lagi bahwa Syeikh Daud bin
Abduliah al-Fatani merupakan salah satu seorang Ulama yang terkenal dan paling
produktif di antara para Ulama Melayu-Nusantara lainya. Beliau menulis
kuranglebih ada 66 karya, yang membahas hampir semua disiplin ilmu Islam.
Beliau belajar dari banyak guru dan mempelajari banyak ilmu-ilmu dari gurunya
tersebut, maka jelas pendidikan dan pengetahuan beliau sangatlah lengkap serta
mumpuni. Beliau memiliki pengetahuan yang lebih dari cukup untuk membuat
beliau menjadi seorang Ulama yang besar di alam Melayu-Nusantara pada akhir
abad ke 18 hingga awal abad ke 19.
Beliau lahir dari keluarga Ulama ternama di kalangan istana dan mejadi
Ulama besar karena lamanya beliau menuntut ilmu serta banyaknya ilmu yang
beliau dapatkan, maka tak heran jika beliaupun dinyatakan sebagai tokoh Ulama
besar dalam sejarah Islam Melayu-Patani. Walaupun pada saat itu keadaan Patani
kurang kondusif karena ada penjajahan Siam atas Patani tak menyurutkan beliau
untuk berdakwah. Justru itu semakin meyakinkan beliau untuk menyebarkan
Islam semakin giat. Beliau mengharapkan dengan karya-karya yang beliau tulis
bermanfaat untuk perjuangan rakyat Patani yang membutuhkan sosok pemimpin
untuk di ikuti setelah jatuhnya Ratu-ratu yang memimpin perjuangan terdahulu.
Kehadiran beliau juga memberikan nafas baru dalam dunia intelektual Islam.
Salah satunya adalah meniupkan ruhul jihad di dalam setiap karya-karyanya,
76
walaupun beliau tidak secara spesifik menuliskan tentang makna jihad. Beliau
menuliskan tentang jihad ini pula dengan maksud, agar para muslimin yang
membacanya serta juga dalam perjuangan melawan Siam lebih memahami arti
perjuangan jihad fisabilillah supaya mereka mengerti bahwa perjuangan mereka
tidaklah sia-sia.
Sejak Syeikh Daud menjadi seorang tokoh Ulama besar, jaringan Ulama di
kalangan Ulama Melayu-Nusantara terus mengalami kemajuan. Semua ini
menunjukan penyebaran pembaharuan yang tak putus-putus dari pusat-pusat
pengetahuan dan kelslaman di Timur Tengah sampai ke pelbagai negeri Melayu-
Nusantara. Persebaran tulisan para Ulama Melayu-Nusantara ini mendorong lebih
jauh lagi pembaharuan Islam di alam Melayu-Nusantara khususnya dari wilayah
Patani. Hingga saat ini karya-karya Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani masih di
gunakan dalam pembelajaran di pesantren-pesantren di wilayah Patani dan
Malaysia.
B. Saran
Hasil dari penelitian ini yang ada dalam kesimpulan merupakan sebuah
proses yang telah berjalan dari seorang ulama besar Patani Syeik Daud bin
Abdullah al-Fatani. Dalam penulisaan skripsi diakui penulis masih memiliki
kekurangan terutama masalah sumber primer, keterbatasan tersebut dikarenakan
keberadaan sumber yang tidak ada di Indonesia ini. Penulis mengetahui karya-
karya beliau tersimpan di Perpustakaan Nasional Malaysia dan di rumah sanak
keluarga beliau. Sejarah perjuangan rakyat muslim Patani merupakan sejarah yang
77
tak bisa di lupakan, karena melawan Siam atas penindasan yang di lakukan
mereka terhadap kaum mereka yang minoritas Muslim.
Maka penulis menyarakan agar penulis-penulis berikutnya menuliskan
tentang keterlibatan Ulama dalam membantu dan memajukan dunia pendidikan
serta perjuangan dakwah Islam di Negeri yang mayoritasnya non-muslim. Tidak
hanya sebatas di Patani saja namun juga di daerah lain seperti Moro di Filipina,
Rohingnya di Myanmar atau Negara kawasan Asia Tenggara lainnya. Seperti
yang kita ketahui bangsa Moro dan Rohingnya adalah kaum Muslimin minoritas
tertindas oleh kaum Mayoritas di negaranya masing-masing. Namun adakah sosok
Ulama yang berpengaruh untuk kaum tersebut dan melakukan perjuangan seperti
halnya yang di lakukan oleh Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani di Patani
Thailand Selatan.
Selain itu perlu juga dilakukan penelitian lebih dalam tentang karya-karya
beliau ini, apakah dari sekian banyak karyanya lembaga pendidikan seperti
pesantren atau madrasah di Indonesia memakai karya beliau sebagai bahan
rujukan pembelajaran atau tidak. Upaya ini di lakukan agar kita dapat mengetahui
persamaan dan perbedaanny dari segi gaya bahasa dan penjelsan isi karya beliau
dengan karya yang di tulis oleh Ulama-ulama Indonesia, dan seberapa besarkah
pengaruh tulisan beliau di dunia pendidikan Islam di wilyah Patani khususnya dan
wilayah Nusantara lain pada umumnya.
78
DAFTAR PUSTAKA
Shaghir, Abdullah. Penyebaran Islam dan Silsilah Ulama Sejagat Dunia
Melayu. Kuala Lumpur: Pusat Penyelidikan dan Penyebaran Kazanah
Islam Kalsik dan Dunia Modern, 1999.
--------------------------. Syeikh Daud bin Abduliah Al-Fatani: Penulis Islam
Produktif Asia Tenggara. Solo: Ramadhani, 1987.
Fathy al-Patani, Ahmad. Ulama Besar Dari Patani. Cet I. Kuala Lumpur:
Universitas Malaysia, 2001.
Teeuw, A dan Wyaat. Hikayat Patani. Jakarta: KITLV. 1970
Al-Habib Alwi bin Thahir al-Hadad, Sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh.
Jakarta: PT Lentera Basritama, 2001.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII (edisirevisi). Jakarta: Prenada Media, 2004.
------------------------------. Pengantar Sejarah Patani (Alor Setar: Pustaka
Darussalam), 1994.]
Malek, Mohd Zamberi A. Patani Dalam Tamadun Melayu. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, 1994.
------------------------------. Umat Islam Patani Sejarah dan Politik (Malaysia:
Hisbi Shah Alam), 1993.
Bashah, Abdul Salim. Raja Campa dan Dinasti Jembal dalam Patani Besar
(Patani, kelantan dan Trengganu). Cet I. Kelantan: Pustaka Reka, 1994.
78
Ibrahim Ismail, Engku. Syeikh Daud bin Abdullah al-fatani: Peranan dan
Sumbangannya terhadap Khazanah Islam di Nusantara. CET. 1, (Kuala
Lumpur: Akademi Pengajian Melayu University Malaya) 1992.
Syukri, Ibrahim. Sejarah Kerajaan Melayu Patani, (Kelantan: Majelis Agama
Islam Kelantan), tt.
Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historical Explanation), (Yogyakarta:
Tiara Kencana), 2008
Hotman, M. Siahaan, Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi,
(Jakarta: Erlangga), 1986.
Mujani, Wan Kamal. Minoritas Muslim Cabaran dan Harapan Menjelang
Abad 21. Bangi: Fakulti Pengajian Islam-Universiti Kebangsaan
Malaysia. 2002.
Asia Tenggara Konsentrasi Baru kebangkitan Islam. Ed. Moeflich Hasbullah.
Cet ke-I (Fokusmedia, 2003).
Greertz, Clifford. Masyarakat Jawa: Abangan, Santri dan Priyayi. Cet II
(Jakarta: Dunia Pustaka Jaya),1983.
Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan
Islam di Indonesia. (Jakarta: Kencana). 2007
v
Daftar Lampiran
Lampiran 1 : Matrix Penjelasan Karya Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani
Lampiran 2 : Halaman Muka Bidayatul Hidayah Salinan Syeikh Daud
Lampiran 3 : Halaman Akhir Bidayatul Hidayah Salinan Syeikh Daud
Lampiran 4 : Halaman Terakhir Karya Syeikh Muhammad bin Ibrahim bin Ibadus Sa’ri
Az-Zandi Salinan Syeikh Daud
Lampiran 5 : Halaman Pertama Hikam Ibnu Ruslan Salinan Syeikh Daud
Lampiran 6 : Lembar Karya Syeikh Daud
Lampiran 7 : Peta Pusat Jaringan Ulama Nusantara Pada Abad 17 M dan 18 M Menurut
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA
Lampiran 8 : Silsilah Jaringan Ulama Timur Tengah dan Meayu pada Abad 18 M Menurut
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA
Lampiran 9 : Silsilah Pertalian Keluarga Syeikh Daud bin Abdullah Al-Fatani
Lampiran 10 : Silsilah Keguruan Tarekat Syatariyah Syiekh Daud
Lampiran 11 : Silsilah Keguruan Tarekat Samaniyah Syiekh Daud
Lampiran 12 : Peta Tanjung Dato
Lampiran 13 : Peta Wilayah Patani Setelah Terpecah
Lampiran 14 : Peta Wilayah Tujuh Negara Patani Kecil Setelah Tahun 1816