syarat pemilihan ajk masjid

7
SYARAT PEMILIHAN AJK MASJID Hanyasanya yang layak memakmurkan (menghidupkan) masjid- masjid Allah itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat serta mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan tidak takut melainkan kepada Allah, (dengan adanya sifat-sifat yang tersebut) maka adalah diharapkan mereka menjadi dari golongan yang mendapat petunjuk. (At-Taubah / Bara’ah :18) Huraian Awal ayat ini dimulai dengan kata innama, yang dalam bahasa Arab disebut ‘adatul hasr (alat untuk menyempitkan). Ini berarti bahawa orang-orang yang tidak memiliki sifat sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini, maka dia tidak layak untuk ikut memakmurkan masjid. Pengertian seperti ini sebagaimana ketika Allah SWT. menerangkan kepada kita tentang batasan dari manusia yang disebut dengan ulama. Allah berfirman, “Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama’. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Al-Fathir: 28).

Upload: zakri-zakaria

Post on 10-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

syarat pemilihan ajk masjid

TRANSCRIPT

SYARAT PEMILIHAN AJK MASJID

SYARAT PEMILIHAN AJK MASJID

Hanyasanya yang layak memakmurkan (menghidupkan) masjid-masjid Allah itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat serta mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan tidak takut melainkan kepada Allah, (dengan adanya sifat-sifat yang tersebut) maka adalah diharapkan mereka menjadi dari golongan yang mendapat petunjuk. (At-Taubah / Baraah :18)

HuraianAwal ayat ini dimulai dengan kata innama, yang dalam bahasa Arab disebut adatul hasr (alat untuk menyempitkan). Ini berarti bahawa orang-orang yang tidak memiliki sifat sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini, maka dia tidak layak untuk ikut memakmurkan masjid. Pengertian seperti ini sebagaimana ketika Allah SWT. menerangkan kepada kita tentang batasan dari manusia yang disebut dengan ulama. Allah berfirman,

Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Al-Fathir: 28).Pada ayat ini Allah mengatakan, Innamaa yakhsya-Allaha min ibaadihil ulamaa (Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama). Ini artinya bahawa orang yang tidak takut kepada Allah, bukanlah seorang ulama.

Kita kembali pada ayat yang kita tadabburi. Jadi kaum Muslimin yang mendapatkan legitimasi dari Allah sebagai orang yang berhak untuk memakmurkan masjid adalah yang mempunyai sifat sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini, yaitu:

Pertama, man aamana billaahi wal yaumil aakhiri (orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian). Jadi sifat pertama yang disebutkan sebagai orang yang berhak untuk disebut memakmurkan masjid, dikaitkan dengan masalah aqidah, yaitu orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhir. Tentang keimanan kepada Allah dan keimanan kepada hari akhir ini merupakan bukti yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain seperti binatang. Binatang hanya mengenal apa-apa yang sifatnya lahiriyah dan keduniawian saja, dan tidak pernah melihat sisi ukhrawi.

Oleh kerana itu pantas saja kalau ada binatang yang saling berhubungan dengan yang lainnya tanpa mengindahkan norma, kerana memang demikianlah mereka. Akan tetapi kalau ada manusia yang perilakunya seperti binatang, maka derajatnya sama dengan binatang, bahkan lebih rendah lagi. Oleh kerana itu Allah berfirman,

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai (Al-Araf: 179).Antara keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada hari akhir, sering diredaksikan Al-Quran secara berurutan. Kenapa? Kerana keimanan kepada kedua hal ini dapat membedakan antara orang yang benar-benar beriman dengan orang-orang yang keimanannya hanyalah dusta. Orang yang keimanannya benar tidak akan menghalakan segala cara dalam berusaha kerana ia yakin bahawa Allah SWT. Maha Mengetahui, dan Dia akan memberikan balasan atas seluruh perbuatan manusia pada hari akhir kelak.

Ketika seorang yang keimanannya benar mempunyai suatu obsesi yang berkaitan dengan masalah duniawi, ia akan bertanya dalam hatinya, Apakah ini akan dapat saya pertanggungjawabkan di akherat kelak? Ketika seorang Mukmin menjadai seorang dosen, ia tidak akan mempunyai prinsip Bagi saya, yang penting adalah bahawa apa yang saya sampaikan menarik dan membuat saya tenar, akan tetapi sebelum ia melakukan apa pun, ia akan bertanya dalam hatinya apakah yang akan disampaikannya dapat ia pertanggungjawabkan di akherat kelak atau tidak. Jadi seorang Mukmin sejati dimensi yang dipergunakannya adalah dimensi ukhrawi, sebelum ia menggunakan dimendi duniawi.

Kedua, wa aqaamash shalaata (serta tetap mendirikan solat). Jadi sifat kedua yang harus dimiliki oleh orang yang berhak untuk memakmurkan masjid adalah yang dapat tetap mendirikan solat. Oleh kerana itu jangan sampai ada kasus dimana seorang pengurus masjid dipilih dari orang yang sangat jarang solat di masjid. Dia datang ke masjid kalau ada peringatan hari besar Islam saja, seperti peringatan Maulid Nabi, Isra Miraj atau Nuzulul Quran, dan setelah peringatan tersebut selesai, maka menghilang lagi. Orang seperti ini tidak patut untuk menjadi pengurus masjid kerana ia bukan aktivis masjid. Dan dalam memilih orang untuk menjadi pengurus masjid, sebaiknya kita jangan menghalalkan segala cara.

Kadang-kadang ada sebagian orang yang menunjuk seseorang untuk menjadi ketua pengurus masjid bukan karean dia seorang yang aktif untuk selalu meramaikan masjid dengan solat berjamaah dan kegiatan lainnya, akan tetapi dipilah hanya karean dia orang berpangkat atau orang yang terpandang di masyarakat. Kita jangan sampai berbuat seperti ini, kerana kalau demikian berarti kita telah menghalalkan segala cara dalam memilih pengurus masjid. Dan cara seperti ini jelas telah menyalahi aturan Allah, kerana pada ayat ini Allah SWT. mensyaratkan orang yang berhak memakmurkan masjid adalah orang yang senantiasa menegakan solat.

Penegasan Allah ini sekaligus memberikan pemahaman kepada kita agar ijtihad kita jangan sampai bertentangan dengan nash yang terdapat dalam Al-Quranul Karim. Dalam melaksanakan dakwah, jangan sampai bertentangan dengan fiqhul ahkam. oleh kerana itu kebijakan-kebijakan yang kita ambil dalam dakwah jangan sampai bertentangan dengan ketentuan Allah SWT., baik yang terdapat dalam Al-Quran maupun yang terdapat dalam sunnah Rasulullah SAW. Bahkan pada ayat ini Allah mengatakan masalah ini dengan kata innama (hanyalah). Jadi hanya orang yang mempunyai sifat yang disebut dalam ayat ini sajalah yang berhak untuk memakmurkan masjid.

Dalam Ushul Fiqh ada kaidah yang berbunyi, Laa ijtihaada fii mauriibin naash (tidak ada ijtihad ketika bertentangan dengan nash). Artinya, kalau sudah ada ketentuan yang jelas dalam Islam, maka tidak dibenarkan kita untuk berijtihad. Misalnya, sudah jelas nash menerangkan bahawa jumlah rakaat dalam solat Shubuh hanya dua rakaat. Ketika ada orang yang beralasan bahawa agar manfaat riyadhi (olah raganya) lebih terasa kemudian ia mengerjakan solat Shubuh empat rakaat, maka tidak sah sehingga tidak akan diterima oleh Allah SWT.

Contoh lain, tidak dibenarkan ijtihad yang berbunyi, Kerana negara kita sedang dilanda krisis, maka kita tidak perlu membayar zakat, tetapi cukup dengan membayat pajak saja, sehingga kas negara cepat terisi sehingga krisis dapat cepat berlalu. Ijtihad seperti ini sangat dilarang, kerana nash-nya telah jelas.

Ketiga, sifat yang harus dimiliki oleh orang yang memakmurkan masjid adalah shalaata wa aataz zakaata (dan yang menunaikan zakat). Memperhatikan masalah zakat ini sangat penting, kerana ini menyangkut upaya untuk senantiasa membersihkan diri dari berbagai macam kekotoran hati, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah,

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS At-Taubah: 103).Keempat, walam yakhsya illallaah (dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah). Penggalan ini memberikan pemahaman kepada kita bahawa seorang aktivis masjid adalah orang yang kehidupannya penuh dengan izzah. Kenapa? Kerana ia tidak takut kepada siapa pun kecuali hanya kepada Allah SWT. Seorang aktivis masjid bukanlah orang yang senang merengek-rengek dan meminta-minta, akan tetapi orang yang mempunyai izzah rabbaniyyah, yang mempunyai generasi rabbani, yang dipenuhi dengan berbagai kemuliaan kerana senantiasa berafiliasi dengan aturan-aturan Allah SWT. Oleh kerana itu tidak pantas seorang aktivis masjid menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya.

Jadi ada empat sifat yang harus dimiliki oleh orang yang berhak untuk memakmurkan masjid, yaitu beriman kepada Allah, beriman kepada hari akhir, menegakkan solat, membayar zakat dan orang yang tidak takut selain kepada Allah SWT. Jadi kalau ada orang yang senantiasa meramaikan kegiatan di masjid seperti selalu solat berjamaah di masjid dan juga meramaikan kegiatan masjid lainnya, maka ia mendapatkan legitimasi dari Allah SWT bahawa dia memang benar-benar termasuk orang yang beriman.

Adalah mudah bagi setiap manusia untuk mengatakan bahawa dirinya beriman, akan tetapi tidak mudah untuk mendapatkan pembenaran dari Allah SWT. bahawa keimanannya benar. Dan diantara syarat agar Allah memberikan pembenaran Allah atas keimanan kita adalah ketika kita termasuk orang yang senantias memamurkan masjid, diantaranya adalah kita senantiasa solat berjamaah di masjid ketika waktu solat sudah masuk.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Said al-Khudri dikatakan, Anna Rasulullah SAW. Qaal, Idza raaitumur rajulun yataadil masjida, fa asyhidu lahu bil iiman (Jika kalian melihat seseorang yang senantiasa mendekatkan diri di masjid, maka saksikanlah bahawa dia seorang yang beriman). Hadits ini menunjukkan kepada kita tentang betapa pentingnya solat berjamaah di masjid, kerana dengannyalah kita mendapatkan pengakuan atas kebenaran keimanan kita. Oleh kerana itu bagi kita yang aktif berdakwah, jangan hanya sekedar berbicara bahawa solat berjamaah lebih utama daripada solat sendirian, akan tetapi hendaklah kita pahami dan kita pahamkan kepada masyarakat kita bahawa solat berjamah merupakan sebuah keharusan. Bahkan dalam fiqhul Islami, sebagian besar imam madzhab mengatakan bahawa solat jamaah hukumnya fardhu ain (wajib bagi setiap orang). Dan dalil dipergunakan untuk menyimpulkan hal ini memang kuat, di antaranya kerana Rasulullah SAW. tidak pernah meninggalkan solat berjamaah sampai akhir hayatnya. Ketika beliau menjelang dipanggil Allah, barulah posisi beliau sebagai imam solat berjamaah digantikan oleh Abu Bakar. Bahkan ketika perang pun, Rasulullah SAW. tidak meninggalkan solat berjamaah. Semua ini menunjukkan pentingnya solat berjamaah, dan ia merupakan standar dari kebenaran keimanan seseorang. Bahkan, Rasulullah SAW. Mengatakan, Awwalu maa yahaasabu ala abdi yaumal qiyaamati ash-shalah (amal yang pertama kali dihisab oleh Allah SWT. adalah solat).

Nilai seorang Muslim bergantung pada sejauh mana ia mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupannya. Jadi kemuliaan seorang Muslim bukan ditentukan oleh banyaknya ilmu yang dimilikinya, atau banyaknya kekayaan yang dikumpulkannya, atau kerana kebaikannya di masyarakat. Hamba Allah SWT. yang selalu solat berjamaah di masjidlah, yang mendapatkan kesaksian dari Rasulullah SAW. bahawa keimanannya benar. Oleh kerana itulah ayat ini ditutup dengan sebuah penegasan Allah yang berbunyi, Fa asaa ulaa-ka an yakuunuu minal muhtadiin (maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk). Dari penutup ayat ini dapat kita simpulkan bahawa indikasi daripada aorang yang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan solat, membayar zakat dan ia tidak takut selain kepada Allah SWT.

Wallahu alam bissowwab.