step 1
DESCRIPTION
tutorialTRANSCRIPT
Step 1
-
Step 2
1. Ruang lingkup zoonoses ?2. Tatalaksana penyakit akibat serangga ?3. Pencegahan penyakit akibat serangga?4. Jenis-jenis serangga ?
Step 3
1. Ruanglingkup zoonosis?a. Rabies
b. Antraks
c. Leptoserosis
2. Tatalaksana penyakit akibat serangga ?
a. Cuci luka gigitan dengan air mengalir
b. Cuci luka dengan sabun
c. Pemberian obat menurut gejal utama
3.Pencegahan penyakit akibat serangga ?
a. Sistem surveilans dan monitoring nasional terhadap penyakit zoonosis
pada ternak dan satwa liar;
b. Sistem kewaspadaan dini dan darurat penyakit (early warning system and
emergency preparedness);
c. Sistem informasi kesehatan hewan (Sikhnas);
d. Sistem kesehatan masyarakat veteriner (Siskesmavet);
4. Macam serangga
Kelas Arthropoda yang melakukan gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas
I. Kelas Arachnida
A. Acarina
B. Araneae (Laba-Laba)
C. Scorpionidae (Kalajengking)
II. Kelas Chilopoda dan Diplopoda
III. Kelas Insecta
A. Anoplura (Phtirus Pubis, Pediculus humanus, capitis et corporis)
B. Coleoptera (Kumbang)
C. Diptera (Nyamuk, lalat)
D. Hemiptera (Kutu busuk, cimex)
E. Hymenoptera (Semut, Lebah, tawon)
F. Lepidoptera (Kupu-kupu)
G. Siphonaptera (Xenopsylla, Ctenocephalides, Pulex
Step 4
1). Ada tiga jenis zoonosis berdasarkan reservoirnya:
Antropozoonosis
Penyakit yang dapat secara bebas berkembang di alam di antara hewan liar maupun
domestik. Manusia hanya kadang terinfeksi dan akan menjadi titik akhir dari
infeksi. Pada jenis ini, manusia tidak dapat menularkan kepada hewan atau manusia
lain. Berbagai penyakit yang masuk dalam golongan ini yaitu Rabies, Leptospirosis,
tularemia, dan hidatidosis.
Zooantroponosis
Zoonosis yang berlangsusng secara bebas pada manusia atau merupakan penyakit
manusia dan hanya kadang-kadang saja menyerang hewan sebagai titik terakhir.
Termasuk dalam golongan ini yaitu tuberkulosis tipe humanus disebabkan oleh
Mycobacterium tubercullosis, amebiasis dan difteri.
Amphixenosis
Zoonosis dimana manusia dan hewan sama-sama merupakan reservoir yang cocok
untuk agen penyebab penyakit dan infeksi teteap berjalan secara bebas walaupun
tanpa keterlibatan grup lain (manusia atau hewan). Contoh: Staphylococcosis,
Streptococcosis.
ANTRAKS
Diagnosis
Beberapa kasus penyakit akut yang selalu diikuti dengan demam dan proses
perkembangan cepat yang berujung kematian patut dicurigai penyakit antraks,
terutama dari anamnesa ada riwayat pekerjaan atau kontak dengan binatang yang
terinfeksi atau bahan yang telah mengandung spora antraks misalnya tukang pos.
Antraks kutaneus dapat dibedakan dengan penyakit kulit lain dengan melihat
karakteristik lesi pada kulit yang warna kehitaman (eschar) dan rasa nyeri yang
kurang. Antraks inhalasi sering tidak terdiagnosis awal.
Beberapa pemeriksaan penunjang dapat membantu mendiagnosis penyakit antraks ini
antara lain:
Tes Bakteriologi
Radiologi
Tes Serologi
Rabies
Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit menular akut yang menyerang
susunan syaraf pusat pada manusia dan hewan berdarah panas yang disebabkan oleh
virus rabies, ditularkan melalui saliva (anjing, kucing, kera) yang kena rabies dengan
jalan gigitan atau melalui luka terbuka.
Penyakit rabies masuk pertama kali ke Indonesia pada tahun 1884, ditemukan oleh
Schrool (orang Belanda) pada kuda, kemudian tahun 1889 Esser W, J,. dan
Penning menemukan penyakit rabies pada anjing. Pada tahun 1894 , pertama kali virus
rabies menyerang manusia, ditemukan oleh EV De Haan (orang Belanda).
Di Provinsi Bali penyakit rabies muncul kembali pada tanggal 14 Nopember 2008,
menimpa seorang warga Banjar Giri Darma, Desa Unggasan, Kecamatan Kuta Selatan
Kabupaten Badung. Selanjutnya sampai akhir Oktober 2010 penyakit rabies, menyebar
ke Kota Denpasar, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Karangasem dan beberapa
kabupaten di Provinsi Bali.
Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies. Virus rabies mempunyai 6 (enam) tipe,
yaitu :
a. Tipe 1 : Strain Challenge virus standard sebagai prototipe;
b. Tipe 2 : Strain lagos sebagai prototipe;
c. Tipe 3 : Strain Mokola sebagai prototype;
d. Tipe 4 : Strain Duvenhage;
e. Tipe 5 : European bat lyssavirus;
f. Tipe 6 : Australian bat lyssavirus.
Morfologi virus rabies berbentuk peluru, mempunyai panjang 180 nm (nanometer) dan
lebar 75 nm. Komposisi dari virus ini antara lain Ribo Nucleic Acid ( RNA ) rantai
tunggal, lipid, karbohidrat dan protein.
Sifat virus rabies meliputi sifat fisik dan sifat kimia.
a. Sifat fisik
Pemanasan pada suhu 60°C selama 5 menit akan mematikan virus;
Virus akan mati bila kena sinar ultraviolet;
Cepat mati bila berada diluar jaringan hidup;
Pada suhu -4°C virus dapat bertahan hidup sampai berbulan-bulan.
b. Sifat Kimia :
Dapat diinaktifkan dengan β-propiolakton, phenol, halidol azirin, zat pelarut
lemak, dll;
Tahan hidup beberapa minggu di dalam glycerin pada suhu kamar;
Virus rabies bila disimpan di dalam larutan glycerin pekat pada suhu kamar,
dapat bertahan berminggu-minggu;
Pada glycerin 10% virus akan cepat mati;
Cepat mati dengan zat-zat pelarut lemak seperti air sabun, detergent, chloroform,
ether dll.
Masa inkubasi (masa masuknya virus ke dalam tubuh manusia/hewan sampai
menimbulkan gejala penyakit) adalah : Masa inkubasi pada hewan antara 3-8 minggu,
masa inkubasi pada manusia bervariasi, biasanya 2-8 minggu, kadang-kadang 10 hari
sampai 2 tahun, tetapi rata-rata masa inkubasinya 2-18 minggu.
Sumber penular penyakit rabies adalah anjing sebagai penular utama, disamping itu
dapat juga ditularkan oleh kucing dank era. Di luar negeri, disamping ketiga hewan di
atas, dapat juga ditularkan melalui gigitan binatang seperti : srigala, kelelawar, skunk
dan racoon.
Daya serang virus rabies sebagai berikut ; setelah virus rabies masuk ke dalam tubuh
manusia melalui gigitan hewan (anjing), selama sekitar 2 minggu virus akan tetap
tinggal di tempat masuk dan atau di dekat tempat gigitan. Selanjutnya virus akan
bergerak mencapai ujung-ujung serabut syaraf posterior tanpa menunjukkan perubahan
fungsinya. Sepanjang perjalanan ke otak, virus rabies akan berkembangbiak/membelah
diri (replikasi). Selanjutnya sampai diotak dengan jumlah virus maksimal, kemudian
menyebar luas ke semua bagian neuron. Virus ini akan masuk ke sel-sel limbic,
hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri pada neuron-neuron sentral,
maka virus rabies akan bergerak ke seluruh organ dan jaringan tubuh untuk
berkembangbiak seperti adrenal, ginjal, paru-paru, hati dan selanjutnya akan
menyerang jaringan tubuh lainnya.
Hal-hal yang menjadi factor resiko penularan penyakit rabies adalah sarana
transportasi, khususnya pelabuhan yang tidak resmi, hewan peliharaan yangn tidak
divaksinasi di daerah tertular, hewan liar di daerah tertular, pekerja yang berisiko
seeprti dokter hewan, penangkap anjing, petugas laboratorium, pemburu dll.
Wisatawan ke daerah tertular tapi tidak diberi pre exposure, transplantasi terutama
cornea.
Penyakit rabies telah tertular ke seluruh dunia, sedangkan daerah tertular rabies di
Indonesia selain Bali meliputi 23 provinsi, artinya hanya 10 provinsi di Indonesia yang
menyandang status bebas rabies.
Cara penularan virus rabies pada hewan berbeda dengan cara penularan pada manusia.
Cara penularan pada hewan terjadi melalui gigitan hewan yang menderita rabies ke
hawan sehat. Cara penularan pada manusia, dibagi dua yaitu ; 1. Dari hawan ke
mansua melalui gigitan hewan yang air liurnya mengandung virus rabies, 2. Non
gigitan melalui jilatan hewan yang mengandung virus rabies pada luka, selaput
mukosa yang utuh, selaput lendir mulut , selaput lender anus, selaput lender alat
genitalia eksterna dan melalui inhalasi / udara (jarang terjadi).
Cara penularan dari manusia ke manusia melalui transplantasi kornea, kontak air liur
penderita ke mukosa mata dan pernah ada laporan, orang sehat digigit oleh penderita
rabies, mengalami sakit rabies.
Gejala dan tanda rabies pada hewan ada 2 (dua) tipe yaitu:
a. Tipe ganas terdiri dari stadium prodromal, eksitasi dan paralise
Stadium prodromal (2-3 hari), gejala : malaise, tidak mau makan, demam sub
fibris, reflek kornea menurun.
Stadium eksitasi (3-7 hari), gejala : reaktif dengan menyerang dan menggigit
bendabergerak, pica (memakan berbagai benda termasuk tinjanya sendiri), lupa
pulang, strabismus, ejakulasi spontan.
Stadium paralis, gejala : ekor jatuh, mandibula jatuh, lidah keluar, saliva (ludah)
berhamburan, kaki belakang terseret. Pada stadium ini sangat singkat dan
biasanya diikuti dengan kematian hewan tersebut.
b. Tipe Jinak (dumb), umumnya stadium ini muncul setelah stadium paralisis, anjing
ini terlihat diam, berpenampilan tenang namun akan ganas kalau didekati. Gejala
dan tanda penderita rabies pada manusia yaitu demam, mual, rasa nyeri di
tenggorokan, keresahan, takut air (hydrophobia), takut cahaya, liur yang berlebihan
(hipersaliva).
Pertolongan pertama pada penderita rabies adalah :
a. Cucilah gigitan hewan (anjing) dengan sabun / detergent di bawah air mengalir
selama 10 – 15 menit.
b. Beri obat antiseptic pada luka gigitan (obat merah, alcohol 70% dll)
c. Hubungi rabies center untuk pertolongan selanjutnya.
Pencegahan rabies dapat dilakukan dengan memberikan vaksin rabies pada hewan
peliharaan anda setiap 1 tahun sekali, segera melapor ke puskesmas / rumah sakit
terdekat bila digigit oleh hewan tersangka rabies untuk mendapatkan Vaksin Anti
Rabies (VAR), segera laporkan ke rabies center bila menemukan hewan dengan gejala
rabies, dan jangan melepas hewan peliharaan anda berkeliaraan di alam bebas
Pengertian Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan binatang.
Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia.
Termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di dunia. Leptospirosis juga
dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena memang muncul
dikarenakan banjir.
Etiologi
Penyakit yang terdapat di semua negara dan terbanyak ditemukan di negara
beriklim tropis ini, disebabkan oleh Leptospira interrogansdengan berbagai subgrup
yang masing-masing terbagi lagi atas serotipe bisa terdapat pada ginjal atau air
kemih binatang piaraan seperti anjing, lembu, babi, kerbau dan lain-lain, maupun
binatang liar seperti tikus, musang, tupai dan sebagainya. Manusia bisa terinfeksi jika
terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir yang luka atau erosi dengan air, tanah,
lumpur dan sebagainya yang telah terjemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi
leptospira
Manifestasi klinik
Gambaran klinis leptospirosis dibagi atas 3 fase yaitu : fase leptospiremia,
fase imun dan fase penyembuhan.
a. Fase Leptospiremia
Demam mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot,
hiperaestesia pada kulit, mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier
mata. Fase ini berlangsung 4-9 hari dan berakhir dengan menghilangnya gejala klinis
untuk sementara.
b. Fase Imun
Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran klinis bervariasi
dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan fungsi
ginjal dan hati, serta gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahan spontan.
c. Fase Penyembuhan
Fase ini terjadi pada minggu ke 2 - 4 dengan patogenesis yang belum jelas. Gejala klinis
pada penelitian ditemukan berupa demam dengan atau tanpa muntah, nyeri otot, ikterik,
sakit kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan dan menggigil serta splenomegali.
Menurut berat ringannya, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk
pendekatan diagnosis klinis dan penanganannya, para ahli lebih senang membagi
penyakit ini menjadi leptospirosis anikterik (non ikterik) dan leptospirosis ikterik.
1) Leptospirosis anikterik
Onset leptospirosis ini mendadak dan ditandai dengan demam ringan atau tinggi yang
umumnya bersifat remiten, nyeri kepala dan menggigil serta mialgia. Nyeri kepala bisa
berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital dan
photopobia. Nyeri otot terutama di daerah betis, punggung dan paha. Nyeri ini diduga
akibat kerusakan otot sehingga creatinin phosphokinase pada sebagian besar kasus akan
meningkat, dan pemeriksaan cretinin phosphokinase ini dapat untuk membantu
diagnosis klinis leptospirosis. Akibat nyeri betis yang menyolok ini, pasien kadang-
kadang mengeluh sukar berjalan. Mual, muntah dan anoreksia dilaporkan oleh sebagian
besar pasien. Pemeriksaan fisik yang khas adalah conjunctival suffusion dan nyeri tekan
di daerah betis. Limpadenopati, splenomegali, hepatomegali dan rash macupapular
bisa ditemukan, meskipun jarang. Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklis dapat
dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik.
Dalam fase leptospiremia, bakteri leptospira bisa ditemukan di dalam cairan
serebrospinal, tetapi dalam minggu kedua bakteri ini menghilang setelah munculnya
antibodi ( fase imun ).
Pasien dengan Leptospirosis anikterik pada umumnya tidak berobat karena keluhannya
bisa sangat ringan. Pada sebagian pasien, penyakit ini dapat sembuh sendiri ( self -
limited ) dan biasanya gejala kliniknya akan menghilang dalam waktu 2-3 minggu.
Karena gambaran kliniknya mirip penyakit-penyakit demam akut lain, maka pada
setiap kasus dengan keluhan demam, leptospirosis anikterik harus dipikirkan
sebagai salah satu diagnosis bandingnya, apalagi yang di daerah endemik.
Leptospirosis anikterik merupakan penyebab utama Fever of unknown origin di
beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Diagnosis banding leptospirosis
anikterik harus mencakup penyakit-penyakit infeksi virus seperti influenza, HIV
serocon version, infeksi dengue, infeksi hanta virus, hepatitis virus, infeksi
mononukleosis dan juga infeksi bakterial atau parasitik seperti demam tifoid,
bruselosis, riketsiosis dan malaria.
2) Leptospirosis ikterik
Ikterus umumnya dianggap sebagai indikator utama leptospirosis berat. Gagal ginjal
akut, ikterus dan manifestasi perdarahan merupakan gambaran klinik khas penyakit
Weil. Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten sehingga fase imun menjadi
tidak jelas atau nampak overlapping dengan fase leptospiremia. Ada tidaknya fase imun
juga dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah bakteri leptospira yang menginfeksi,
status imunologik dan nutrisi penderita serta kecepatanmemperoleh terapi yang tepat.
Leptospirosis adalah penyebab tersering gagal ginjal akut.
Perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik
Tabel 2.1 gambaran klinik leptospirosis
Sindrom, fase Manifestasi klinik Spesimen
laboratorium
Leptospirosis
anikterik
fase leptospiremia (3-
7 hari).
Fase imun (3-30 hari).
Demam tinggi, nyeri
kepala, mialgia, nyeri
perut, mual, muntah,
conjungtiva
suffusion.
Demam ringan , nyeri
kepala, muntah.
Darah, LCS
Urin
Leptospirosis ikterik
fase leptospiremia dan
fase imun (sering
menjadi satu atau
overlapping) terdapat
periode asimptomatik
(1-3 hari)
Demam tinggi, nyeri
kepala, mialgia,
ikterik gagal ginjal,
hipotensi, manifestasi
perdarahan,
pneumonitis,
leukositosis.
Darah, LCS
minggu pertama.
Urin minggu
kedua.
Pencegahan penularan kuman leptospirosis dapat dilakukan melalui tiga jalur yang
meliputi :
a. Jalur sumber infeksi
1) Melakukan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi.
2) Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi, seperti penisilin,
ampisilin, atau dihydrostreptomycin, agar tidak menjadi karier kuman leptospira.
Dosis dan cara pemberian berbeda-beda, tergantung jenis hewan yang terinfeksi.
3) Mengurangi populasi tikus dengan beberapa cara seperti penggunaan racun
tikus, pemasangan jebakan, penggunaan rondentisida dan predator ronden.
4) Meniadakan akses tikus ke lingkungan pemukiman, makanan dan air minum
dengan membangun gudang penyimpanan makanan atau hasil pertanian, sumber
penampungan air, dan perkarangan yang kedap tikus, dan dengan membuang sisa
makanan serta sampah jauh dari jangkauan tikus.
5) Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan memelihara
lingkungan bersih, membuang sampah, memangkas rumput dan semak
berlukar, menjaga sanitasi,
2). Tatalaksana
Terapi biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan mengontrol terjadinya
infeksi sekunder pada kulit.
Gatal biasanya merupakan keluhan utama, obat topikal dapat mengurangi gatal,
reaksi hipersensitifitas, inflamasi (steroid, antihitamin, menthol lotion) juga dapat
diberikan antihistamin oral seperti CTM, Loratadin, Cetirizine untuk mengurangi
rasa gatal.
Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik, diberikan pengenceran Epinefrin
1 : 1000 dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB diberikan secara subkutan.
3) Ada 4 (empat) subsistem yang sangat penting dalam perannya sebagai pendukung
dari sistem kesehatan hewan nasional (siskeswannas) terutama dalam kaitannya
dengan pengendalian dan pemberantasan penyakit zoonosis yaitu:
Sistem surveilans dan monitoring nasional terhadap penyakit zoonosis pada ternak
dan satwa liar;
Sistem kewaspadaan dini dan darurat penyakit (early warning system and
emergency preparedness);
Sistem informasi kesehatan hewan (Sikhnas);
Sistem kesehatan masyarakat veteriner (Siskesmavet);
Beberapa kegiatan surveilans yang dilaksanakan sebagai salah satu strategi pendukung
dalam penanggulangan penyakit zoonosis di Indonesia adalah:
Surveilans anthrax (monitoring pre dan pasca vaksinasi);
Surveilans rabies (monitoring pre dan pasca vaksinasi);
Surveilans avian influenza (deteksi dini, penentuan subtipe, monitoring pasca
vaksinasi, epidemiologi molekuler, sentinel dan kompartemen/zona bebas);
Surveilans brucellosis (penentuan prevalensi/zoning, pemotongan reaktor,
monitoring vaksinasi);
Surveilans salmonellosis (monitoring pullorum dan enteritidis di peternakan
pembibitan unggas/petelur);
Surveilans BSE (pengambilan sampel otak dari Rumah Pemotongan Hewan atau
hewan yang menunjukkan gejala syaraf).
4). Kalajengking
Definisi
Kalajengking (scorpion) jenis binatang tanah tertua. Diperkirakan sudah ada dimuka
bumi 400 juta tahun yang lalu. Ada 1000 spesies, 30 jenis yang memiliki bisa mematikan.
Di dunia dilaporkan terdapat 5000 kasus kematian akibat kalajengking. Kalajengking
merupakan hewan yang tidak agresif terhadap manusia dan hanya menyengat jika terusik
atau marah, aktif di malam hari. Sebagian kalajengking hidup di bawah pohon,di dalam
pohon, tempat teduh di bangunan, bahkan kadang bisa didalam rumah (dalam sepatu,
pakaian atau tempat tidur).
Beberapa spesies kalajengking yang berbahaya antara lain:
Centruroides suffuses (meksiko)
Tytius serrulatus (brazil)
Leirus quinquestriatus (afrika utara)
Centruroides sculpturatus dan C. Axilacauda/bark scorpion (amerika serikat,
meksiko utara )
Racun kalajengking cukup kompleks, kandungannya antara lain:
Fosfolipase A2
Asetilkolinesterase
Hialuronidase
Protein dengan berat molekul rendah
Asam amino
Serotonin
Gambaran Klinis
Gambaran klini sengatan kalajengking antara lain:
Gambaran Lokal : nyeri seperti terbakar, gejala peradangan seperti parestesi lokal,
dapat membaik dalam beberapa jam
Gejala sistemik :
o Gelisah, keluar keringat berlebih, diplopia, nigtagmus, fasikulasi, opistotonus,
salivasi, hipertensi, takikardi kadang-kadang kejang dan paralisis otot pernafasan (
umumnya pada anak <10 thn).
o Edema paru, syok, koagulopati, koagulasi intravaskuler disseminata (KID),
pankreatitis, gangguan fungsi ginjal, hemoglobinnuria, ikterus, rabdomiolisis,
hipertermia dan asidosis.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang terkena sengatan
kalajengking antara lain:
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Elektrolit
Gula darah
Urea
Kreatinin
CPK
Profil Koagulasi
Analisis gas darah
Uji faal hati
Tatalaksana
Penatalaksanaan bagi pasien yang terkena sengatan kalajengking antara lain:
Terapi suportif
Stabilisasi :
o Penatalaksanaan jalan nafas
o Penatalaksanaan fungsi pernafasan (ventilasi dan oksigenasi)
o Penatalaksanaan sirkulasi : pemberian cairan kristaloid
Dekontaminasi
o Cuci luka dan berikan TT/ATS jika diperlukan
o Jangan diberi es dan jangan insisi pada luka bekas gigitan atau jangan lakukan
penghisapan
Terapi spesifik dengan pemberian antivenin berupa serum skerpion
Laba-laba
Spesies laba-laba beracun antara lain:
Laxosceles ( amerika tengah dan utara) dapat menyebabkan nekrosis kulit dan
nekrosis jaringan subkutis.
Tageneria agrestis (laba-laba hobo) sering menyebabkan ulcus nekrotik
Pada racun laba-laba terdapat beberapa senyawa kimia, diantaranya:
Cairan jernih laba-laba berisi esterase, fosfatase alkalin protease dan enzim lain yang
menyebabkan nekrosis jaringan dan hemolisis.
Sfingomielinase B, faktor dermonekrotik yang penting, terletak diantara membran sel
yang merupakan kemotaksis netrofil, akan menyebabkan trobosis vaskuler dan reaksi
seperti arthus.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien gigitan laba-laba antara lain:
Bersihkan gigitan, balut, kompres dengan es, angkat dan mobilisasi bagian yang baru
tergigit.
Bila ada indikasi berikan analgetik, antibiotik, antihistamin, dan profilaksis tetanus
Pada 48-72 jam pertama berikan Dapson, inhibitor leukosit yang dapat menghentikan
lesi yang akan menjadi nekrosis. Dapson diberikan per oral dosis 50-100mg
2kali/hari, setelah dipastikan tidak ada G6PD defisiensi.
Bila efek lokal atau sistemik dari glikokortikoid tidak terlihat maka lebih potensial
digunakan antivenin
Debridemen lanjutkan dengan skingrafing
Monitor tanda-tanda hemolisis, gagal ginjal, dan komplikasi sitemik yang lain
Lebah
Lebah akan menyerang jika koloninya terganggu, racunnya diproduksi pada kelenjar
dibagian belakang perut yang akan keluar dengan cepat bila ada kontraksi kantung racun
dengan kapasitas 0,1ml pada serangga dengan ukuran tubuh yang besar.
Pada racun lebah terdapat:
Toksin polipeptida pada lebah madu termasuk melitin yang dapat merusak sel
membran : degranulasi protein sel mast dapat meyebabkan pelepasan histamin
berupa apamin (neurotoksin) dan adolapin (antiinflamasi).
Enzim dalam racun berupa hialuronidase yang merup[akan sebagian besar komponen
dan fosfolipase yang merupakan major venom allergen
Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering timbul pada pasien yang terkena sengatan lebah antara lain:
Menimbulkan nyeri
Bengkak
Kemerahan
Edema lokal
Jika gigitannya multiple menyebabkan:
o Mual, diare, edema anasarka, dispnea, hipotensi dan kolap.
o Rabdomiolisis dan heholisis intravaskuler dapat menyebabkan gagal ginjal pada
300- 500 sengatan lebah.
Penatalaksanaan
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien yang terkena sengatan lebah antara lain:
Sengatan dibersihkan, diberikan desinfektan dan dikompres dengan es
Bila perlu berikan analgetik, antihistamin dan glukokortikoid jika reaksi lokalnya
cukup luas. Bisa juga diberikan secara topikal...
Monitoring dalam 24 jam untuk mencegak koagulopati dan gagal ginjal pada gigitan
multiple