status penyakit bulai pada tanaman …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/prosiding/8...a....
TRANSCRIPT
A. Haris Talanca: Status Penyakit Bulai …..
76
STATUS PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG DAN
PENGENDALIANNYA
A. Haris Talanca
Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK
Penyakit bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung, sehingga syarat pelepasan
suatu varetas jagung hibrida maupun komposit adalah calon varietas harus mempunyai sifat
tahan terhadap penyakit bulai. Penyakit ini disebabkan oleh 10 jenis spesies, namun di
Indonesia baru ditemukan tiga spesies yaitu Peronosclerospora maydis, P. phillipinensis, dan P.
sorgi masing-masing dengan daerah penyebaran di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Tanah karo di
Sumatera Utara, Batu di Malang. Pelepasan konidia cendawan terjadi sekitar pukul 5 pagi hari
dan sekaligus disebarkan oleh angin dan bila jatuh dipermukaan daun terutama di daerah titik
tumbuh, maka akan terjadi infeksi yang gejalanya bersifat sistemik, selanjutkan akan dapat
mematikan tanaman jagung. Penyakit bulai sudah menjadi penyakit endemik di beberapa
daerah terutama di Pulau Jawa yaitu Jawa Timur (Kabupaten Kediri, Jombang, dan Blitar),
Kalimantan Barat (Kabupaten Bengkayang). Kehilangan hasil dapat mencapai 100% (puso) bila
penyakit ini menginfeksi tanaman jagung diumur muda (10-15 HST.). Gejala khas penyakit bulai
adalah adanya warna khlorotik memanjang sejajar tulang daun, dengan batas yang jelas dari
daun yang masih sehat berwarna hijau normal. Daun permukaan bawah terdapat warna putih
seperti tepung, hal ini sangat tampak dipagi hari. Upaya pengendalian penyakit bulai dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu penggunaan varietas tahan, sanitasi lingkungan
pertanaman jagung, pergiliran varietas jagung atau rotasi ke tanaman lain, dan penggunaan
fungisida yang efektif dengan perlakuan benih (seed treatment).
Kata kunci: penyakit bulai, Peronosclerospora, varietas, dan pengendalian.
PENDAHULUAN
Jagung di Indonesia merupakan makanan pokok kedua setelah beras dan
salah satu dari lima komoditas program utama pemerintah dengan menitikberatkan
pada swasembada yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan karena permintaan jagung
secara nasional terus meningkat sejalan dengan berkembangnya usaha industri pakan
ternak dan makanan olahan, bahkan menurut Mawardi et al. (2007) kedepan jagung
akan menjadi sumber energi.
Berbagai upaya peningkatan produksi jagung nasional telah dilakukan
diantaranya penggunaan bibit unggul baru dengan potensi hasil tinggi seperti jagung
hibrida dan komposit, pemupukan berimbang sesuai kebutuhan tanaman dan status
hara tanah, termasuk penggunaan Bagan Warna Daun (BWD), pemanfaatan lahan
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
77
sawah setelah padi dan lahan kering, serta IP-400 jagung, yang penerapannya sesuai
konsep inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) jagung.
Kegiatan usahatani jagung dilapang terkadang mengalami berbagai hambatan
diantaranya kesiapan benih saat tanam, pupuk tidak tepat waktu dan ketersediaan air
irigasi (pompanisasi), serta gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT)
terutama penyakit bulai. Penyakit ini merupakan penyakit utama pada tanaman jagung
di Indonesia dan di negara-negara penghasil jagung lainnya di dunia. Kerusakan yang
diakibatkan oleh infeksi penyakit bulai pada tanaman jagung umur muda (10-15) dapat
mencapai 100%, terutama pada jagung varietas rentan (peka).
Beberapa daerah di Indonesia sebagai sentra produksi jagung nasional
menunjukkan bahwa penyakit bulai sudah menjadi endemik, sehingga keberadaannya
selalu mengancam pertanaman jagung. Kasus endemik penyakit bulai terjadi di
Kabupaten Kediri, Kecamatan Langenharjo, Desa Plemahan dengan intensitas
serangan penyakit bulai tinggi mencapai 95%. Selanjutnya di Kabupaten Blitar,
Kecamatan Kademangan, berkisar 60-80% (Tabel 1).
Penyebab utama tingginya serangan bulai di daerah tersebut oleh karena
umumnya petani menanam jagung kapan saja sehingga tidak serempak tanam. Hal ini
memungkinkan karena lahan mereka ditunjang oleh pengairan teknis, sehingga
penanaman jagung dapat dilakukan setiap saat. Akibatnya dijumpai pertanaman
jagung pada berbagai tingkat umur (umur muda sampai umur panen), yang berakibat
pada keberadaan sumber inokolum bulai selalu tersedia, sehingga pertanaman jagung
berikutnya berpotensi terserang berat oleh penyakit bulai, yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap turunnya produksi.
Kondisi ini kalau dibiarkan terus tanpa ada musyawarah diantara kelompok tani
untuk serempak tanam jagung, maka penyakit bulai akan menjadi ancaman serius.
Pada hal diketahui bahwa Kabupaten Kediri adalah salah satu sentra produksi jagung
yang potensial di Jawa Timur, karena memiliki lahan yang cukup luas.
A. Haris Talanca: Status Penyakit Bulai …..
78
Tabel 1. Intensitas serangan penyakit bulai pada tanaman jagung di Kabupaten Kediri
dan Blitar, Jawa Timur.
No. Kab Blitar (1) Intensitas
(%) No. Kab. Kediri (2)
Intensitas (%)
Kecamatan Desa dan Kecamatan 1. Udanawu 10-40 1. Sekaran/Kayen Kidul 25 2. Wates 50-80 2. Cangkring/Pare 50 3. Bakung 20-30 3. Langenharjo/Plemahan 1 95 4. Wonodadi 5-20 4. Langenharjo/Plemahan 1 15 5. Wonotirto 25-50 5. Langenharjo/Plemahan 1 33 6. Sutojayan 40-50 7. Panggungrejo 5-20 8. Binangun 10-50 9. Kademangan 60-80 Sumber: 1) Soenartiningsih (2010) dan 2) Burhanuddin (2010)
Penyebab dan Inangnya
Penyakit bulai pada tanaman jagung disebabkan oleh 10 jenis spesies
cendawan dari tiga genera yaitu: 1) Genus Peronosclerospora, terdiri dari tujuh spesies
(P.maydis, P.philliipinesis, P.sorghi, P. sacchari, P.heteropogoni, P.miscanthi, dan P.
spontanea, 2) Genus Scleroptora ada dua spesies (S. macrospora, dan S.rayssiae),
dan 3) Genus Sclerospora hanya satu spesies S.graminicola (Wakman dan Djatmiko
2002; Wakman 2004; Shaw 1978; Titatarn dan Syamanada 1978).
Konidia cendawan Peronosclerospora sp. (Gambar 1) berkembang pada
permukaan daun jagung menghendaki air guttasi, lingkungan gelap, suhu tertentu dan
saat berkecambah akan keluar melalui stomata daun jagung di malam hari. Menurut
Wakman dan Burhanuddin (2007) cendawan P.maydis P. phillipinesis, P.sorgi,
P.sacchari, P.rayssiae, S.graminicola dan S.macrospora menghendaki suhu untuk
berkecambah masing-masing 240C, 21-260C, 24-260C, 20-250C, 20-220C, 17-340C dan
24-280C.
Gambar 1. Bentuk konidia cendawan Peronosclerospora sp.
Sumber: Marcia (2011)
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
79
Konidium cendawan P.maydis yang masih muda berbentuk bulat, sedangkan
yang sudah masak dapat menjadi jorong. Ukuran konidium 12-19 x 10-23 µm dengan
rata-rata 19,2-17,0 µm. Konidium P Phillipinesis lebih oval dengan diameter sekitar 14-
15 x 8-10 µm dan tumbuh membentuk bulu berkecambah (Semangun 1996 dan
Shurtelf 1980). Proses infeksi cendawan Peronosclerospora sp. dimulai dari konidia
yang tumbuh dipermukaan daun dan masuk kedalam jaringan tanaman muda melalui
stomata, selanjutnya terjadi lesion lokal dan berkembang ketitik tumbuh yang
menyebabkan infeksi sistemik sehingga terbentuk gejala bulai yang khas.
Penyakit bulai selain menyerang tanaman jagung juga menyerang jenis rumput-
rumputan lain, terutama golongan Andropogoneae dan Maydeae. Inang tersebut
adalah Andropogon sp, Avena sp., Agropyron sp., Agrotis sp., Alopecurus sp.,
Axonopus sp., Brachiania sp., Bromus sp., Cyperus sp., Digitaria sp., Echinochloa sp.,
Eleusine sp., Elytrophorus sp., Erasgrotis sp., Euchlaena sp., Eulalia sp., Festuca sp.
Glyceria sp., Heteropogon sp., Holcus sp., Hordeum sp., Iseilema sp., Lolium sp.,
Miscanthus sp., Oryza sp., Paspalum sp., Panicum sp., Pennisetum sp., Phalaris sp.,
Phragmites sp., Poa sp., Saccharum sp., Saccolaeis sp., Schizachyrium sp., Secae
sp., Setaria sp., Sorghum sp., Stenotapharum sp., Tripsacum sp., dan Triticu sp.
GEJALA DAN PENYEBARANNYA
Gejala khas penyakit bulai adalah adanya warna khlorotik memanjang sejajar
tulang daun, dengan batas yang jelas dari daun yang masih sehat berwarna hijau
normal. Daun permukaan bawah dan atas terdapat warna putih seperti tepung, hal ini
sangat tampak dipagi hari. Tanaman jagung yang terserang penyakit bulai sejak umur
muda sekitar (10-15 HST), maka akan terjadi infeksi yang sistemik dan intensitas
serangan berat, sehingga dapat menyebabkan kegagalan panen (Gambar 2).
A. Haris Talanca: Status Penyakit Bulai …..
80
Gejala lainnya adalah tanaman akan terhambat pertumbuhannya, termasuk
pembentukan tongkol, bahkan sama sekali tongkol jagung tidak terbentuk. Selanjutnya
daun-daun menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubah menjadi massa daun
yang berlebihan dan daun mengalami sobek-sobek.
Menurut Semangun (1973) dalam Wakman (2005), penyakit bulai di Indonesia
umumnya disebabkan oleh P.maydis, kecuali di Minahasa (Sulawesi Utara) yaitu
P.phillipinesis. Selanjutnya Wakman (2001b); Wakman (2001c); dan Wakman (2002)
melaporkan bahwa P.phillipinesis tidak hanya terdapat di Minahasa, juga sudah
tersebar di beberapa tempat di Sulawesi Selatan. Hasil identifikasi berdasarkan pada
bentuk morfologi konidia cendawan peronosclerospora sp., di Sulawesi Selatan dan
Lampung menunjukkan bulat panjang atau lonjong (P. phillipinesis), sedangkan
dibeberapa daerah di Jawa ditemukan konidia berbentuk bulat (P.maydis), serta
P.sorghi dengan bentuk konidia oval dijumpai di Sumatera Utara, tanah karo (Brastagi)
dan Batu Malang Jawa Timur (Wakman dan Hasanuddin 2003).
Penyakit bulai sudah tersebar luas diseluruh dunia, meliputi Afrika, Amerika,
Asia, Australia, dan Eropa, dengan penyebaran spesies berbeda-beda. Spesies
P.maydis, P.heteropogoni, dan P. spontanea dilaporkan keberadaannya di Indonesia,
India, dan Thailand. Di Indonesia penyakit ini sudah tersebar luas hampir disemua
daerah sentra pertanaman jagung (Anonim 1994). Lokasi penyebaran dan identifikasi
spesies Peronosclerospora sp., berdasarkan pada bentuk konidia, maka telah
diketahui jenis spesies di 20 Kabupaten dan Kota di Indonesia (Tabel 2).
Gambar 2. Gejala serangan penyakit bulai
pada tanaman jagung.
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
81
Tabel 2. Penyebaran tiga jenis spesies cendawan Peronosclerospora sp. di beberapa
daerah di Indonesia berdasarkan bentuk konidia.
No. Kabupaten Bentuk Konidia
Spesies No. Kabupaten Bentuk Konidia
Spesies
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tanah Laut Yogyakarta Bogor Pemalang Purwokerto Pekalongan Bone Gowa Takalar Lampung
Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong
P.maydis P.maydis P.Maydis P.Maydis P.Maydis P.Maydis P.Maydis P.Maydis P.Phillipinensis P.Phillipinensis
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Maros Enrekang Gorontalo Tomohon Wajo Minahasa Soppeng Sidrap Malang-Batu T.Karo (Brastagi) Tanah laut
Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong Lonjong Oval Oval Oval
P.Phillipinensis P.Phillipinensis P.Phillipinensis P.Phillipinensis P.Phillipinensis P.Phillipinensis P.Phillipinensis P.Phillipinensis P.sorgi P.sorgi
P. sorgi
Sumber: Wakman et al. (2006) dalam Burhanuddin (2010)
Beberapa laporan menyebutkan bahwa telah terjadi serangan berat penyakit
bulai di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Wakman et al. 2007 dan 2008),
dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur (Burhanuddin 2010) serta Blitar, Jawa Timur
(Soenartiningsih, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit bulai sangat penting
untuk diketahui termasuk teknologi pengelolaannya agar terhindar dari kegagalan
panen akibat serangan berat oleh penyakit ini.
SPORULASI DAN SIKLUS PENYAKIT
Proses sporulasi organ reproduksi P.maydis telah dilaporkan oleh Masdiar et
al. (1981), dimulai pada tengah malam yaitu ditandai dengan munculnya bakal tangkai
konidia dari mulut daun, kemudian tangkai-tangkai konidia tersebut semakin
memanjang dan membentuk cabang-cabang. Selanjutnya terbentuk bakal konidia
pada masing-masing ujung ranting konidia, akhirnya tangkai dan bakal konidia
semakin membesar sampai mencapai pertumbuhan maksimal, kemudian menjadi
masak dan lepas dari tangkai-tangkai konidianya (Gambar 3).
A. Haris Talanca: Status Penyakit Bulai …..
82
A.Tangkai konidia P.phillippinensis B.Tangkai dan bakal konidia (Sampel diambil jam 02.00) (Sampel diambil jam 03.00)
C. Konidia P.phillippinensis sempurna D.Konidia terlepas dari tangkainya (Sampel diambil jam 04.00) (Sampel diambil jam 05.00)
Gambar 3. Proses sporulasi organ reproduksi cendawan Peronosclerospora sp.
Sumber: Burhanuddin (2010)
Proses infeksi cendawan Peronosclerospora sp (Gambar 4) di mulai dari
konidia yang terlepas pada tangkai konidia (konidiofor), kemudian disebarkan oleh
angin dan jatuh pada permukaan daun jagung berumur muda. Selanjutnya konidia
akan berkecambah dengan membentuk apressoria, lalu masuk kedalam jaringan
tanaman melalui stomata. Kecepatan infeksi cendawan ini sangat ditentukan oleh
tingkat ketahanan varietas, ketersediaan sumber inokolum (konidia) bulai, kondisi
lingkungan terutama suhu dan kelembaban serta adanya air guttasi pada corong
tanaman jagung.
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
83
Gambar 4. Siklus infeksi penyakit bulai pada tanaman jagung
Selanjutnya akan terjadi lesion lokal dan berkembang sampai pada titik tumbuh,
yang menyebabkan infeksi sistemik keseluruh bagian daun tanaman jagung, sehingga
terbentuk gejala khas yaitu terjadinya khlorotik dipermukaan dan bawah daun.
PENGENDALIAN
Beberapa komponen pengendalian penyakit bulai secara terpadu dianjurkan
adalah 1). Penggunaan varietas tahan, 2). Periode lahan bebas tanaman jagung
(bero), 3). Sanitasi lingkungan pertanaman jagung, 4). Pergiliran varietas jagung atau
rotasi ke tanaman lain, dan 5). Perlakuan benih dengan fungisida metalaksil, serta 6).
Kombinasi antara varietas tahan dengan perlakuan benih (seed treatment).
Badan Litbang Pertanian, telah melepas beberapa varietas jagung hibrida dan
komposit dengan hasil tinggi serta tahan penyakit bulai (Tabel 3). Penggunaan varietas
tahan merupakan teknik pengendalian yang paling aman terhadap lingkungan dan
mudah dilakukan serta murah. Hal ini sangat cocok diterapkan terutama di daerah
endemik penyakit bulai dimana petani tidak serempak tanam jagung, akibatnya terjadi
variasi umur jagung yang berbeda-beda (tanaman muda sampai panen), sehingga
A. Haris Talanca: Status Penyakit Bulai …..
84
keberadaan sumber inokolum bulai selalu tersedia, dan ini sangat potensial untuk
sumber infeksi pada tanaman jagung berikutnya.
Untuk mengefektifkan penggunaan varietas tahan bulai dilapang hendaknya
dilakukan penanaman jagung dengan waktu tanam serempak pada hamparan yang
luas. Hal demikian diharapkan mampu mengurangi, bahkan menghilangkan sumber
inokulum bulai, sehingga tingkat infeksi pada pertanaman jagung berikutnya dapat
diperkecil atau tanpa infeksi sama sekali. Ciri penting ketahanan genetik tanaman
jagung terhadap suatu penyakit adalah sifat kestabilannya dalam berproduksi, baik
saat ada penyakit maupun tidak ada. Tingkat ketahanan genetik tanaman terhadap
penyakit diduga ditentukan oleh gen-gen minor atau gen modifier yang ikut berinteraksi
dengan gen-gen mayor.
Upaya untuk menerapkan waktu tanam serempak disuatu hamparan
pertanaman jagung luas, maka diperlukan kesepakatan antara kelompok tani agar
menjadwal ulang waktu tanam mereka dengan ketentuan lahannya diberokan selama
beberapa hari sampai semua lahan bebas tanaman jagung, kemudian sama-sama
menanam jagung secara serempak. Hal ini dimaksudkan agar siklus penyakit bulai
terputus, sehingga ketersediaan sumber inokulum bulai akan hilang.
Selanjutnya sanitasi lingkungan tanaman jagung juga sangat diperlukan
terutama untuk menghilangkan atau membersihkan gulma-gulma yang tumbuh di
sekitar pertanaman jagung, karena tidak menutup kemungkinan gulma-gulma tersebut
merupakan inang penyakit bulai yang dapat menjadi sumber infeksi pada tanaman
jagung.
Tabel 3. Tingkat ketahanan beberapa jenis varietas jagung hibrida dan komposit
terhadap penyakit bulai
No. Varietas Kategori No. Varietas Kategori
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
HIBRIDA Bima-1 Bima-2 Bima-3 Bima-4 Bima-5 Bima-6 Bima-7 Bima-8 Bima-9 Bima-10 Bima-11 Semar-4 Semar-5
Agak tahan Agak tahan Tahan Agak tahan Agak peka Agak tahan Agak tahan Tahan Tahan Agak peka Peka Tahan Tahan
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Semar-6 Semar-7 Semar-8 Semar-9 Semar-10 KOMPOSIT Sukmaraga Kresna Lamuru Gumarrang Lagaligo Wisanggeni
Tahan Tahan Tahan Tahan Agak tahan Agak tahan Agak tahan Agak tahan Agak tahan Tahan Agak tahan
Sumber: Anonim, (2011)
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
85
Penggiliran varietas jagung atau rotasi dengan tanaman lain seperti kacang-
kacangan atau palawija lainnya sangat berperan dalam pengendalian penyakit bulai.
Hal ini di sebabkan karena tindakan tersebut dapat memutus penyediaan sumber
inokulum sebagai salah satu rantai infeksi. Selanjutnya pemilihan fungisida yang efektif
(Bahan aktif metalaksil) untuk perlakuan benih (seed treatment) dengan dosis 2.5 -
5,0g fungisida/kg benih jagung, dapat menjaga tanaman jagung dari infeksi awal
penyakit bulai.
Selanjutnya kombinasi antara Varietas tahan yang akan ditanam dengan
penggunaan fungisida efektif (perlakuan benih) penting dilakukan terutama di daerah
endemik bulai dan tidak serempak tanam agar terhindar dari serangan bulai.
PENUTUP
Penyakit bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung yang dapat
menurunkan produksi jagung di Indonesia yang disebabkan oleh jenis cendawan
peronosclerospora sp. Di Indonesia sudah ditemukan tiga spesis yaitu P. maydis, P.
phillipinensis, dan P. sorghi, dengan bentuk masing-masing bulat, lonjong, dan oval.
Penyakit ini selain menyerang tanaman jagung, juga menyerang jenis rumput-
rumputan terutama golongan Andropogoneae, Maydeae, dan sorgum serta gandum.
Gejala khas penyakit bulai ditandai adanya warna khlorotik memanjang sejajar
tulang daun, dengan batas yang jelas dan daun sehat berwarna hijau normal. Pada
daun jagung dipermukaan bawah terdapat warna putih seperti tepung yang di sebut
konidiofor, hal ini sangat jelas dipagi hari.
Perkembangan penyakit bulai pada tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh
adanya sumber inokulum dengan kondisi lingkungan yang sesuai terutama suhu dan
kelembaban. Pelepasan konidia dari tangkainya biasanya terjadi di pagi hari, kemudian
oleh angin konidia bulai disebarkan kepertanaman jagung disekitarnya sehingga
terjadilah infeksi.
Upaya pengendalian penyakit bulai dapat di lakukan dengan beberapa cara
yaitu penggunaan varietas tahan, sanitasi lingkungan pertanaman jagung, pegiliran
varietas jagung atau rotasi ke tanaman lain, dan penggunaan fungisida yang efektif
dengan perlakuan benih (seed treatment).
A. Haris Talanca: Status Penyakit Bulai …..
86
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Evaluasi kerusakan tanaman jagung karena organisme pengganggu
tahun 1993.
Anonim. 2011. Deskripsi varietas unggul jagung, sorgum dan gandum. Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 34 hlm.
Burhanuddin. 2010 a. Proses sporulasi Peronosclerospora phillipinensis pada tanaman
jagung. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI
Komisaris Daerah Sulawesi Selatan. Hlm. 365-369.
Burhanuddin, 2010 b. Pengamatan Penyakit di Kabupaten Kediri. Prosidin Seminar
Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi
Selatan. Hlm 183-187.
Masdiar, B., Bahagiawati, A.H., dan D.M. Tantera. 1981. Proses sporulasi
Peronosclerospora maydis (RAC) SHAW. dan faktor luar yang
mempengaruhinya. Kongres Nasional PFI ke Vl di Padang. 13 hlm.
Marcia, P. B. 2011. Rintisan Penelitian Berbasis Marka Molekuler Tanaman Serealia
(Jagung, Gandum dan Sorgum) untuk Perakitan Varietas Unggul. Laporan hasil
penelitian Balai Penelitian Tanaman Seralia (belum dipublikasi).
Mawardi, E.T., Sudaryono, M.Ali dan Imran 2007. Penelitian pengembangan agribisnis
jagung dan kedelai di Pasaman Barat. Laporan Hasil Penelitian, Kerjasama
BPTP Sumatera Barat dan Bappeda Pasaman Barat.
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia (Food crop
diseases in Indonesia). Gajah Mada University Press. 449p.
Shaw, C.G. 1978. Peronosclerospora spesies and ather downy mildew of the
gramineae. Mycologia. 70(3):594-604.
Soenartiningsih, 2010. Perkembangan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis)
pada jagung tahun 2008-2009 di Kabupaten Blitar. Prosiding Seminar Ilmiah
dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan.
Hlm 100-106.
Sudjono, M.S. 1988 Penyakit jagung dan pengendaliannya. Dalam Subandi, M. Syam,
dan A.Widjono. Jagung. Puslitbangtan bogor.
Titatarn, S dan Syamanada, 1978. The occurrence of Sclerospors spontaneae on
Saccharun spontaneum in Thailand. Plant Disease Reporter. 62(1):29-31.
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
87
Wakman dan Burhanuddin. 2007. Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Hlm.305-335.
Wakman, W., dan H.A. Djatmiko. 2002. Sepuluh Spesies Cendawan Penyebab
Penyakit bulai pada Tanaman jagung. Makalah Seminar Perhimpunan
Fitopathologi Indonesia (PFI). Universitas Soedirman Purwokerto.
Wakman, W. dan Hasanuddin. 2003 Penyakit Bulai (Peronosclerospora sorghi) pada
jagung didataran tinggi Karo, Sumatera Utara. Seminar Nasional PFI di
Bandung, 10 hlm.
Wakman, W. 2004. Penyakit Bulai pada tanaman jagung, tanaman inang lain, daerah
sebaran dan pengendaliannya. Seminar mingguan Balai Penelitian Tanaman
Serealia lain. Jumat 23 Juli 2004. Hlm 27-32.
Wakman, W. 2005. Bentuk morfologi konidia Peronosclerospora sorghi penyebab
penyakit bulai pada jagung di Kecematan Junrejo, Kodya Batu, Malang. Risalah
Penelitian Jagung dan Serealia lain. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Balai Penelitian Serealia. Vol. 10:27-32.
Wakman, W.2004a. Bentuk morfologi konidia Peronosclerospora sorghi penyebab
penyakit bulai di Kecamatan Junrejo Kota Madya Malang. 6 hlm.
Wakman, W.2004b. Metode pembuatan fotokonidia dan konidiofor cendawan
Peronosclerospora sp. Seminar mingguan Balitsereal. 5 hlm.
Wakman, W.2004c. Penyakit bulai pada tanaman jagung di Indonesia: Masalah,
penelitian dan cara mengatasinya. Prosiding seminar ilmiah dan Pertemuan
Tahunan XV PEI, PFI, dan HPTI Komda Sulawesi Selatan.