skripsi kajian surat an-nur ayat 3 menurut qurash …
TRANSCRIPT
SKRIPSI
KAJIAN SURAT AN-NUR AYAT 3 MENURUT QURASH SIHAB
DALAM TAFSIR AL-MISBAH
Oleh:
VERANITA
NPM. 14117603
Jurusan Akhwalus Syakhsiyah (AS)
Fakultas Syari’ah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
TAHUN 1940 H/2019 M
SKRIPSI
KAJIAN SURAT AN-NUR AYAT 3 MENURUT QURASH SIHAB
DALAM TAFSIR AL-MISBAH
Oleh:
VERANITA
NPM. 14117603
Jurusan Akhwalus Syakhsiyah (AS)
Fakultas Syari’ah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
TAHUN 1940 H/2019 M
SKRIPSI
KAJIAN SURAT AN-NUR AYAT 3 MENURUT QURASH SIHAB
DALAM TAFSIR AL-MISBAH
Oleh:
VERANITA
NPM. 14117603
Jurusan Akhwalus Syakhsiyah (AS)
Fakultas Syari’ah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
TAHUN 1940 H/2019 M
ii
KAJIAN SURAT AN-NUR AYAT 3 MENURUT QURAISY SIHAB
DALAM TAFSIR AL-MISBAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Strata Satu (SI)
OLEH:
VERANITA
NPM: 14117603
Pembimbing I : Dra. Hj. Siti Nurjanah, M.Ag
Pembimbing II : Elfa Murdiana M.Hum
JURUSAN AKHWALUS SYAKHSIYAH (AS)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
TAHUN 1940 H/2019 M
iii
iv
vvv
vi
KAJIAN SURAT AN-NUR AYAT 3 MENURUT PENDAPAT M. QURAISHSHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH
OLEH:
VERANITA
ABSTRAK
Suatu pernikahan dalam Islam dianjurkan untuk memilih calon pasanganhidup yang setara terutama dalam hal keimanan dan Akhlak. Dengandianjurkannya memilih pasangan hidup yang setara dalam hal agama, didalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 3 memiliki makna yang terandung didalamnya yaituseorang muslim atau muslimah tidak perbolehkan memilih pasangan hidupnyaatau menikah dari golongan orang pezina dan musyrik. Peneliti inginmengetahuiKajian Al-Qur’an Surat An-Nur Ayat 3 menurut pendapat M. QuraishShihab dalam Tafsir Al-Misbah tentang muslim yang menikahi pezina.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jenispenelitian kepustakaan (library research) dan yang bersifat deskriptifanalisis,Sumber data yang digunakan merupakan sumber data skunder(tidaklangsung memberikan data kepada pengumpul data), Teknik pengumpulan datayang diperlukan dalam penelitian ini adalah tehnik dokumentasi, Analisis datayang digunakan adalah analisa data kualitatif dan Penelitian ini menggunakanpendekatan yuridis normatif.
Menurut M. Quraish Shihab pernikahan merupakan hal yang fitrah bagisetiap manusia yang bertujuan untuk melangsungkan kehidupan. Banyak yangmemahami surat An-Nur ayat 3 dalam arti galibnya, seorang yang cenderung dansenang berzina, enggan menikahi siapa yang taat beragama. Demikian juga wanitapezina tidak diminati kepada laki-laki yang taat beragama. Ini karena masing-masing ingin mencari pasangan yang sejalan dengan sifat-sifatnya.
Berbicara mengenai surat An-Nur ayat 3 yakni keharusan menghindaripezina, apalagi ingin dijadikan pasangan hidup. Ayat ini menyatakan bahwa laki-laki pezina, yakni yang kotor dan kebiasaan berzina tidak wajar mengawinimelainkan perempuan pezina yang kotor dan terbiasa berzina pula. Adapunmengenai kebolehan atau larangan menikahi pezina, ini lebih menjelaskan kepadaburuknya perbuatan zina. hukum yang terdapat dalam kandungan surat An-Nurayat 3 yaitu bukan hanya tertuju pada pada kasus.
Namun ayat ini berlaku untuk umum, sebagaimana terdapat kata itu padapenghujung ayat ini menunjukkan pada perzinahan bukan perkawinan, sehinggaayat ini berarti “perzinahan diharanmkan bagi orang-orang mukmin”. Juga untukmencegah orang-orang Islam yang jiwanya lemah, hatinya mudah tertarikmenikahi perempuan-perempuan jalang dengan mengharapkan harta kesenanganhidup.
vii
viii
MOTTO
Artinya: “laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.”1
1 Departemen RI, Qur’an Dan Terjemah, (Magfiroh Pustaka, Jakarta, 2002), h. 350.
ix
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
karunia dan hidayah-Nya, maka akan saya persembahkan skripsi ini kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Ngatrif Arintoko dan Ibu Siti Badriyah
yang telah mendidik serta mendoakan demi keberhasilanku.
2. Adik kandungku tercinta, Robby Yadzi yang selalu mendoakan serta
memberikan support.
3. Guru sekaligus orang tua, Ibunda Hj. Umi Salamah Syuhadak dan Romo
Yai Syaikhul Ulum Syuhadak beserta keluarga besar, yang selalu
memberikan bimbingan, nasihat, dan ilmu yang sangat luar biasa.
4. Dosen pembimbing skripsi Ibu Dr. Hj. Siti Nurjanah,M. Ag dan Ibu Elfa
Murdiana, M.Hum yang selalu memberikan bimbingan serta motivasi
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Almamater tercinta IAIN Metro yang menjadi tempat peneliti menuntut
ilmu dan memperdalam ilmu Ahwal As-Syakhsiyah.
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
NOTA DINAS................................................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ORISINAL PENELITIAN ............................................................................ vii
MOTTO .......................................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ix
KATA PENGANTAR.................................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ............................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6
D. Penelitian Relevan.................................................................... 6
E. Metode Penelitian..................................................................... 9
BAB II BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB
A. Riwayat Kehidupan M. Quraish Shihab................................. 14
B. Riwayat Pendidikan Dan Kerya-karya M.Quraish Shihab .... 15
C. Pemikiran M.Quraish Shihab tentang Pernikahan ................. 19
xii
BAB III PENAFSIRAN SURAT AN-NUR AYAT 3 MENURUT M.
QURAISH SIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH
A. Isi dan Kandungan Surat An-Nur Ayat.................................. 27
B. Metode Pemikiran M. Quraish Shihab dalam Menafsirkan
Al-Qur’an .............................................................................. 31
C. Pemikiran M. Quraish Shihab Tentang Hukum Menikahi
Pezina dalam Tafsir Al-Misbah ............................................. 34
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 52
B. Saran....................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang diatur secara rinci didalam Al-
Qur’an. Mulai dari iman, akhlak, ibadah, bermasyarakat, kepemimpinan,
hal-hal yang diperbolehkan maupun yang tidak diperbolehkan. Hal
tersebut memudahkan manusia untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai
petunjuk atau pedoman hidup untuk berprilaku sesuai dengan Al-Qur’an.
Kurangnya pemahaman agama memicu masyararakat untuk
berubah sesuai dengan kemauannya. Maka kurang pahamnya manusia dari
agama memicunya paham skularisme dan liberalisme yang mana manusia
bebas untuk berekspresi tanpa berkaitan dengan agama.
Berkaitan dengan hal tersebut didalam Islam terdapat ajaran
kepada umatnya supaya saling menjaga silaturakhim dan menjaga
keharmonisan antar sesama umat Islam dengan cara membentuk ikatan
yang menjadikannya lebih erat antar sesama (saudara) umat Islam dengan
cara menikah. Dalam prihal menikah Islam meberi anjuran terhadap
muslim/muslimah yang akan melakukan sebuah pernikahan hendaknya
memilih calon pasangan hidup yang sepadan/sekufu’ baik dalam tingkat
sosial, kekayaan, nasab, terutama dalam hal agama, keimanan dan ahklak.
Tidak dapat diragukan lagi bahwa kedudukan calon kedua mempelai
2
sebanding (kafa’ah), merupakan faktor yang menentukan dalam kehidupan
rumah tangga.2
Berkenaan dengan hal tersebut didalam Al-Qur’an surat An-Nur
ayat 3 memiliki makna yang terandung didalamnya yaitu seorang muslim
atau muslimah tidak perbolehkan memilih pasangan hidupnya atau
menikah dari golongan orang musrik dan pezina. Sebagaimana terdapat
pada firman Allah Q.S. An-Nur ayat 3:
Artinya: “laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina
tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki
musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang
mukmin.” (Qur’an Surat An-Nur Ayat 3). 3
Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam
tafsirnya An-Nur bahwa maksud ayat ini adalah hukuman orang yang
berzina, lelaki ataupun perempuan. Orang-orang yang berbuat serong
tentulah tidak ingin menikahi wanita-wanita yang shalehah. Demikian pula
2 Hakim Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, Dikutib Oleh Siti Zulaikha, Fiqih
Munakahat 1, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta,2005), h. 36.3 Departemen RI, Qur’an Dan Terjemah, (Magfiroh Pustaka , Jakarta, 2002), h. 350.
3
perempuan yang berbuat serong tidaklah ingin dinikahi oleh orang-orang
yang saleh.
Hal ini adalah suatu hukum yang umum. Akan tetapi hal ini
tidak memberikan pengertian bahwa pezina sama sekali tidak boleh
menikahi perempuan shaleh dan juga tidak berarti bahwa semua
perempuan pezina tidak boleh dinikahi oleh seorang lelaki yang saleh
begitu pun sebaliknya. Menikahi pezina dan menggolongkan diri ke dalam
barisan orang-orang yang serong hukumnya haram bagi orang mukmin.
Sebab pernikahan itu menyebabkan orang mukmin menjadi satu golongan
dengan orang-orang yang perjalanan hidupnya tidak lurus.
Akan tetapi ayat ini tidak bermakna bahwa akad yang dilakukan itu
haram dan tidak sah. Makna haram disini adalah tidak layak dan tidak
wajar dilakukan oleh seorang mukmin. Jika dilakukan dengan seorang
pezina, maka akad itu sah menurut hukum syara’.4
Dalam tafsir ibnu katsir menjelaskan maksud ayat tersebut
ialah tidak pantas orang yang beriman menikah dengan pezina, demikian
pula sebaliknya kecuali mereka telah bertaubat.5
M. Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsinya Al-Misbah
bahwa maksud ayat tersebut ialah keharusan menghindari pezina, apalagi
jika ingin dijadikan pasangan hidup. Ayat ini menyatakan: laki-laki yang
berzina, yakni yang kotor dan terbiasa berzina tidak wajar mengawini
4 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nur,(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 2785-2789.
5 Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir 5, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2004), h. 464.
4
melainkan perempuan pezina yang kotor dan terbiasa pula berzina, atau
perempuan musyrik, dan demikian juga sebaliknya. Dan yang demikian itu
yskni perkawinan dengan pezina diharamkah yakni tidak pantas terjadi
atas orang yang mu’min. 6
Asbabun Nuzul : Amr Bin Syu’aib ra meriwayatkan bahwa suatu saat
Mazid lelaki dari al-anbar yang membawa barang dagangannya ke Mekah,
bertemu dengan teman wanitanya, ‘anaq, seorang pezina. Mazid meminta
izin kepada Rosulullah untuk menikahi ‘anaq. Akan tetapi, Rosul tidak
langsung menjawab. Setelah turun ayat ini, beliau bersabda: Mazid, kamu
jangan menikahi wanita itu. Hadis shahih riwayat Abu Daud, Tirmidzi,
Nasa’i, dan Hakim.7
Ayat tersebut diiperjelas dengan Hadis berikut:
كح الزاني ت لا " قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : هريـرة قال عن ابي
)رواه احمدوابوداود" (المجلود الا مثـله
6 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 285.7 Departemen RI, Qur’an Dan Terjemah, (Magfiroh Pustaka , Jakarta, 2002), h. 350.
5
Artinya: Dari Abu Hurairah RA ia berkata: Rosulullah bersabda: “Tidak
menikah seorang laki-laki yang berzina yang menerima hukuman cambuk
kecuali dengan orang yang sepertinya.” 8
Memahami kandungan ayat tersebut kemudian diperjelas lagi
dengan hadis Rosulullah diatas bahwa seorang muslim tidak
diperbolehkan menikahi wanita pezina atau wanita musyrik. Dari asbabun
nuzulnya pun sudah sangat memperjelas terkait tentang larang seorang
muslim menikah dengan pezina.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti merasa tertarik dan ingin tahu
lebih dalam mengenai makna yang terkandung dalam Q.S. An-Nur Ayat 3
kemudian dapat untuk dikaji sebagai pedoman atau sebuah pemahaman.
Maka peneliti akan menguraikan pembahasan mengenai pernikahan
sorang muslim dengan pezina atau musyrik dalam skripsi berjudul
KAJIAN SURAT AN-NUR AYAT 3 MENURUT QURAISH SIHAB
DALAM TAFSIR AL-MISBAH.
B. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, yang menjadi
pertanyaan peneliti adalah Bagaimanakah pemikiran M. Quraish Shihab
tentang orang muslim yang menikahi pezina kajian Qur’an Surat An-Nur
Ayat 3 dalam Tafsir AL-Misbah ?
C. Tujuan Peneliti dan Manfaat Penelitian
8 Muhammad Nasruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud, diterjemahkan oleh
Tajuddin Arief Abdul Syukur Abdul Razak Ahmad Rifa’i Utsman, dari judul asli Sunanu Abu
Daud (Jakarta, Pustaka Azzam, 2002), h. 797.
6
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Kajian Al-Qur’an Surat An-Nur Ayat 3
menurut pendapat M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah tentang
orang muslim yang menikahi pezina.
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini secara teoritis, diharapkan dapat mengembangkan
pengetahuan mengenai hukum yang sesungguhnya terhadap
seorang muslim yang menikah dengan pezina digali dari pendapat
Quraisy Sihab dalam tafsir al-Miabah.
b. Penelitian ini secara praktis, dapat memberikan sumbangan
informasi dalam memperkaya hasanah hukum Islam, khususnya
tentang hukum seorang muslim yang menikah dengan pezina
dalam kajian al-Qu’an surat An-Nur ayat 3.
D. Penelitian Relevan
Penelitian mengenai kajian makna yang kandungan dalam surat
An-Nur ayat 3 telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu
diantaranya adalah Ranny Wijayanti dalam skripsinya yang berjudul
“kawin hamil dalam persepektif mufassir Indonesia (kajian surat an-nur
ayat 3)” dalam sekripsinya membahas mengenai pandangan ulama’ tafsir
yang memberikan keterangan terhadap ma’na Qur’an Surat an-Nur ayat 3,.
Bahwa menurut Buya Hamka “segala sesuatu yang ada didunia ini adalah
tidak semata-mata jahat dan tidak semata-mata baik. Dalam jahatnya
perempuan (pelacur) ada baiknya yaitu memperbaiki hidup mereka, tetapi
ada yang lebih dalam dari itu , yaitu nilai kejiwaan. Masyarakat bukan
7
tergantung pada laba-rugi kebendaan, tetapi juga laba rugi kejiwaan.”
Menurut M. Quraisy Sihab bahwa “implikasi hukum yaitu perkawinan
yang didahului oleh kehamilan atau dengan kata lain perkawinanseseorang
yang telah berzina dengan wanita kemudian menikahinya dengan sah,
seperti ungkapan:
“mulanya perzinahan kemudian diakhiri dengan pernikahan sedang yang
haram tidak dapat mengharamkan yang halal.”
Bahwasannya berdasarkan kebiasaan wanita seorang wanita pezina
menikah dengan laki-laki yang berzina begitu sebaliknya. Namun ayat ini
tidak berbicara mengenai kebolehan atau larangan menikahi pezina akan
tetapi lebih menjelaskan kepada buruknya perbuatan zina.”
Sedangakan menurut Teungku Hasbi Ash-Siddieqy berpendapat
bahwa “ayat ini ditujukan kepada keburukan zina, bukan kepada
keharaman menikahi pezina. Akan tetapi ayat ini diturunkan untuk
mencegah terjadinya orang-orang Islam yang jiwanya lemah, hatinya
mudah tertarik menikahi perempuan-perempuan jalang dengan menikmati
harta kesenangan hidup.”9
Penelitian tentang kajian Surat An-Nur Ayat 3 juga telah dilakukan
juga oleh Muhammad Nasori, dalam sekripsinya berjudul “ Hukum
Menikahi Wanita Musyrik Atau Pezina Pendapat Ulama’ Fiqih dan
Ulama’ Tafsir (Kajian Sutar An-Nur Ayat 3)”. Dalam sekripsinya
membahas mengenai pendapat Ulama’ Fiqih dalam memaknai surat An-
Nur ayat 3 bahwa maksud dari ayat tersebut mayoritas Ulama’ Fiqih
9 Ranny Wijayanti, Kawin Hamil dalam Al-Quran Persepektif Mufasir Indonesia (KajianSurah An-Nur Ayat 3), Skripsi Diterbitkan Oleh Universitas Islam Negeri Maulana Malik IbrahimMalang, 2017.
8
seperti Imam Ahmad, Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyah, As-Syaukani
berpendapat bahwa tidak sah pernikahan seorang mukmin dengan pezina,
kecuali setelah bertaubat. Imam Malik selain mensyaratkan bertaubat juga
harus telah melewati 3 kali masa menstruasi dan masa iddah apabila
perempuan tersebut dalam keadaan hamil. Ulama’ Syafi’i berpendapat
bahwa surat An-Nur ayat 3 ini telah dinasakh denganayat 32, sehingga
dibolehkan menikahi wanita pezina yang belummenikah. Mayoritas
Ulama’ Tafsir berpendapat bahwa larangan atau keharaman bagi seseorang
mukmin yang menikahi pezina dan musyrik, begitu juga sebaliknya,
sebagaimana ditegaskan dalam ungkapan terakhir sutar an-nur ayat 3 “
dan yang demikian itu diharamkan bagi seorang mukmin”.10
Berdasarkan kedua penelitian relvan tersebut peneliti dapat dipahami
bahwa Ulama’ Fiqih dengan Ulama’ Tafsir secara umum dalam memaknai
kandungan surat An-Nur ayat 3 ini sama, hanya saja dari segi penjelasan
makna surat yang secara rinci kemudian memerlukan pemahaman yang
lebih mendalam sehingga dapat benar-benar memahami apa yang
dijelaskan oleh para ulama’ terkait dengan kajian surat an-nur ayat 3.
Sehingga peneliti ingin mencoba menguak terkait permasalah seorang
muslim menikahi pezina dalam kajian surat an-nur ayat 3 menurut Ulama’
Tafsir Quraiys Sihab dalam Tafsir Al-Misbah.
E. METODE PENELITIAN
10 Muhammad Nasori, Hukum Menikahi Wanita Pezina atau Musyrik Pendapat Ulama’
Fiqih dan Ulama’ Tafsir, Sekripsi Tidak Diterbitkan Oleh Institut Agama Islam Ma’aif NU
Metro, 2010.
9
1. Jenis dan Sifat Penelitian
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research). Penelitian pustaka (library research) adalah suatu
penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan untuk
menghimpun dan menganalisis data yang bersumber dari
perpustakaan, baik berupa buku-buku periodikal-periodikal, seperti
majalah-majalah ilmiah yang diterbitkan secara berkala, kisah-
kisah sejarah, dokumen-dokumen, dan materi perpustakaan
lainnya, yang dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun
suatu laporan ilmiah.11 Jenis penelitian ini adalah penelitian
normatif. Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan
(library reserch) atau bisa disebut juga metode dokumentasi yaitu
penelitian terhadap data skunder.
b. Sifat penelitian
Sifat penelitian ini termasuk dalam penelitian yang bersifat
deskriptif analisis.12 Yaitu penelitian berusaha memaparkan secara
sistematis materi-materi pembahasan dari berbagai sumber untuk
dianalisis dengan cermat guna memperoleh hasil sebagai
kesimpulan dari kajian tentang menikahi wanita pezina.
2. Sumber Data
11 Abdurrahman Fatoni, Metodologi Penelitian dan Tehnik Penyusunan Skripsi, (Jakarta:Rineka Cipta, 2011), h. 95-96.
12 Cholid Narbuko et.al, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,2013),h.53
10
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek darimana data
dapat diperoleh.13 Penelitian Kepustakaan bidang hukum termasuk ke
dalam sumber data sekunder. Sumber data sekunder merupakan
sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,
misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Sumber data sekunder
dalam penelitian hukum dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer adalah bahan yang isinya mengikat
karena dikeluarkan oleh pemerintah.14 Bahan hukum primer
merupakan bahan dasar yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
dari buku-buku dan sumber pokok yang paling utama.15 Pada
penelitian ini, yang menjadi bahan hukum primer yaitu Al-Qur’an
surat An-Nur ayat 3, al-hadis, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan dan Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish
Shihab.
b. Bahan Hukum Sekunder
13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: RinekaCipta, 2013), h. 172 .
14 Burhan As- Shafa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h.103.15 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 93.
11
Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang membahas
bahan primer.16 Pada penelitian ini, yang menjadi bahan hukum
sekunder adalah sebagai berikut:
1) Kitab Bulughul Maram, pengarang Ibnu Hajar Al-Atsqolani
2) Buku Fiqih Munakahat, Abdul Rahman al-Ghazali
3) Buku fiqih sunnah, pengarang Sayyid Syabiq
4) Buku Perzinahan dalam Peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia ditinjau dari Hukum Islam, Neng Jubaedah.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang bersifat
menunjang (penjelasan atau petunjuk) dari bahan primer dan
sekunder.17 Bahan hukum tersier pada penelitian ini di antaranya
yaitu kamus dan bahan dari internet.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah tehnik dokumentasi. Dokumentasi adalah mencari
keperpustakaan untuk membaca serta selektif buku-buku referensi,
catatan, dokumen-dokumen, naskah-naskah, laporan-laporan, majalah
dan materi informatif lain yang telah dibuat oleh penulis-penulis lain
dan ada kesinambungannya terhadap masalah yang tengah diteliti.18
Penelitian yang peneliti lakukan ini adalah penelitian pustaka (library
research). Sehingga dalam penelitian ini peneliti melakukan
16 Burhan As-Shafa, Metodologi Penelitian, h. 10317 Burhan Ashafa, Metodologi Penelitian, h. 291.18 Usman Rians, Metodologi Penelitian Sosial Dan Ekonomi, (Teori Aplikasi), (Bandung:
Cet. 2009), h, 43.
12
pengumpulan data dengan membaca, mempelajari dan memahami isi-
isi dari buku-buku dan bahan bacaan lain yang berkaitan dengan
masalah yang tengah diteliti lakukan.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh sehingga dapat mudah difahami dan
hasilnya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data yang
digunakan adalah analisa data kualitatif dengan menggunakan metode
deduktif yaitu analisis yang berawal dari pengetahuan yang bersifat
umum untuk mendapatkan kesimpulan khusus.19
Setelah diperoleh data-data yang dibutuhkan dari berbagai sumber
(buku-buku, kitab-kitab, majalah dan lain sebagainya). Data-data
tersebut selanjutnya diolah dan dianalisis secara kualitatif yaitu
dengan cara menguraikan dan merinci data-data yang ada sehingga
dapat diambil kesimpulannya. Adapun analisis kualitatif ini
menggunakan metode berfikir deduktif yang berpangkal pada
peristiwa umum, yang sebenarnya telah diketahui yang berakibat pada
suatu kesimpulan dan pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
5. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.
Pendekatan ini merupakan apa yang tertulis didalam aturan undang-
19 Lexy J Meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 1999),h. 3
13
undang dan aturan hukum dijadikan sebagai norma yang menjadi
patokan manusia dalam berprilaku yang seharusnya. Pada penelitian
hukum normatif, pengelolaan data pada hakikatnya kegiatan untuk
mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis
tersebut untuk memudahkan analisis dan kontruksi. Yuridis normatif
pada hakikatnya adalah menekankan pada metode deduktif sebagai
pegangan utama, dan metode induktif sebagai tata kerja panjang.20
Oleh karena itu maka peneliti memecahkan suatu gejala dengan
menggunakan Undang-undang dan landasan hukum Islam sebagai
sumber utama dalam menyelesaikannya. Sehingga pendekatan ini
merupakan pendekatan terhadap bahan hukum tertulis berupa undang-
undang, Qur’an, hadis dan bahan tertulis lainnya.
20 Sugiono, Metode Penelitin Kualitatif, h, 230.
14
BAB II
BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB
A. Riwayat Kehidupan M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab merupakan Ulama’ besar yang lahir, di Rapang
Sulawesi Selatan. Pada 16 februari 1944 ayahnya bernama Abdurrahman
Shihab dalah keluarga keturunan Arab yang terpelajar dan menjadi Ulama’
sekaligus guru besar Tafsir di IAIN Alaudin, Ujung Pandang. Sebagai
seorang yang berpikiran maju, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan
adalah agen purubahan. Sikap dan pandangannya yang demikian maju itu
dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya yaitu Jami’atul Khoir,
sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murud-murid yang
belajar dilembaga ini diajari tentang gagsan-gagasan pembaharuan gerakan
dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki
hubungna yang erat dengna sumber-sumber pembaharuan ditimur tengah
sperti Hadromaut, Haromain dan Mesir. Banyak guru yang didatangkan
kelembaga tersebut diantaranya Syeikh Ahmad Soorkati yang berasal dari
Sudan, Afrika.21
Sejak kecil M. Quraish Shihab telah menjalani pergumulan dan
kecintaan terhadap al-Qur’an. Pada umur 6-7 tahun, oleh ayahnya ia harus
mengikuti pengajian al-Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Pada
waktu itu, selain menyuruh membaca al-Qur’an ayahnya yang
menguraikan kisah-kisah dalam al-Qur’an. Disinilah menurut M.Quraish
21 Abudin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, ( Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 362-363.
15
Shihab, benih-benih kecintaannya terhadap al-Qur’an mulai tumbuh. Bagi
M.Quraish Shihab ayahandanyalah yang memberikan dorongan kepadanya
sehingga ia memiliki semangat mencari ilmu yang luar biasa. Nasihat-
nasihat Abdurrahman Shihab (1905-1986) selalu ia ingat hingga ia dewasa,
bahkan hingga saat ini. 22
Dilihat dari riwayat kehidupan M. Quraish Shihab beliau adalah
seorang yang memang sangat suka dalam hal pendidikan khususnya Al-
Qur’an, selain cerdas juga sangat telaten dan giat didalam mengkaji
memahami Al-Qur’an dan suka mengikuti pengkajian Al-Qur’an. Ibrah
yang dapat diambil yaitu ketelatenan dan ketekunan beliau walaupun
beliau adalah putra seorang yang terpandang pengemuka agama, namun
tidak menjadikan alasan untuk mengandalkan semua itu pada orang
tuanya.
B. Riwayat Pendidikan dan Karya-KaryaM. Quraish Shihab
Tahun 1958, M. Quraish Shihab meninggalkan Indonesia untuk
berangkat ke Kairo Mesir dan diterima dikelas 2 Tsanawiyah Al-Azhar.
Setelah selesai menempuh Tsanawiyah ia melanjutkan kejenjang
perguruan tinggi dan mengambil jurusan Tafsir dan Hadis di Fakultas
Usuluddin Universitas Al-Azhar untuk mendalami ilmu Tafsir mendapat
cobaan yaitu tidak dapat masuk jurusan Tafsir dan Hadis karena adanya
persyaratan yang tinggi iapun rela mengulang 1 tahun demi dapat masuk
dijurusan tersebut.
22 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bndung, Mizan, 1994), h. 6
16
Setelah 4 tahun kuliah,pada tahun 1967 menyelesaikan studynya di
Universitas Al-Azhar dan mendapatkan gelar Lc. (License; stara S1).
Selanjutnya M. Quraish Shihab mengambil progam Magister di
Universitas yang sama selama 2 tahun. Pada tahun 1969, berhasil meraih
gelar MA untuk spesialis bidang Tafsir Al-Qur’an dengan tesis yang
berjudul al-Ijaz at-Tasyri’i al-Qur’an al-Karim.Pada tahun 1980, M.
Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di
almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada tahun 1982 dengan
desertasi yang berjudul Nazhm Al-Durar Li Al-Biqa’iy, Tahqiq Wa Dirasa,
beliau berhasil meraih gelar doctor dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan
yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat 1 ( mumtaz
ma’a martabat al-syaraf al-‘ula).23
Sekembalinya di Indonesia tahun 1984, M. Quraish Shihab
ditugaskan di Fakultas Usuluddin dan Fakultas Pasca Sarjana IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta tahun 1984. Selain itu beliau juga dipercaya sebagai
ketua MUI pusat , Anggota Lajnah Pentashih Al-Qur’an Departemen
Agama pada tahun 1989, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan
Nasional pada tahun 1989, dan Ketua Lembaga Perkembangan serta beliau
juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional. Tidak kalah
pentingnya beliau juga aktif dalam tulis menulis surat kabar dalam rubik
“Pelita Hati”, beliau mengasuh rubik “Tafsir Al-Amanah” , selain itu juga
tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi Majalah Ulumul Qur’an dan
Mimbar Ulama, kedua terbit di Jakarta. Selain itu berbagai buku suntingan
23M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h. iv
17
dan jurnal-jurnal ilmiah, hingga kini sudah 3 bukunya diterbitkan, yaitu
Tafsir Al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya, (Ujung Padang: IAIN
Alaudin, 1984); Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama,
1987); dan Mahkota Tuntunan Illahi (Tafsir Surat Al-Fatihah) (Jakarta:
Utama, 1988).24 Selain itu karya yang di terbitkan oleh M. Quraish Shihab
diantaranya yaitu:
1) Tafsir Al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahannya, tahun 1984
diterbitkan di IAIN Alaudin Ujung Pandang.
2) Filsafat Hukum Islam, tahun 1987 diterbitkan Departemen
Agama RI di Jakarta.
3) Mahkota Tuntunan Ilahi: Tafsir Surat Al-Fatihah, tahun 1988
diterbitkan Untagama di Jakarta.
4) Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peranan Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, tahun 1994 diterbitkan oleh penerbit
Mizan Bandung.
5) Studi Kritik Tafsir Al-Manar, 1994 diterbitkan oleh penerbit
Pustidaka Hidayah di Bandung.
6) Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, tahun1994
diterbitkan oleh Mizan di Bandung.
7) Untaian Permata buat Anakku, Pesan Al-Qur’an untuk
Mempelai, tahun 1995 diterbitkan oleh Mizan di Bandung.
24M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h. IV
18
8) Tafsir Al-Qur’an Al-Karim: Tafsir Surat-Surat Pendek
Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, tahun 1997 diterbitka
oleh Pustidaka Hidayah di Bandung.
9) Fatwa-Fatwa Seputar Al-Qur’an dan Hadis, tahun 1999
diterbitkan oleh Mizan di Bandung,
10) Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran,
Volum II, III, tahun 2002 diterbitkan oleh Lentera Hati di Jakarta.
11) Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran,
Volum XII, tahun 2003 diterbitkan oleh Lentera Hati di Jakarta.
12) Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran,
Volum XV, tahun 2003 diterbitkan oleh Lentera Hati di Jakarta.
13) Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal dalam
Islam, Tahun 2005 diterbitkan oleh Lentera Hati di Jakarta.
14) Dia di Mana-Mana “Tangan”Tuhan di Balik Setiap Fenomena,
tahun 2006 diterbitkan oleh Lentera Hati di Jakarta.
15) Perempuan, dari Cinta Sampai Sexs, dari Nikah Mut’ah Sampai
Nikah Sunnah, dari Biasa Lama Sampai Biasa Baru, tahun 2006
diterbitkan Lentera Hati dan Pusat Studi Al-Qur’an di Jakarta.
16) Ensiklopedia Al-Qur’an Kajian Kosakata, Jilid I,II,III, tahun
2007 diterbitkan Mizan PSQ dan Lentera Hati dan Yayasan
Paguyban Iklas di Jakarta.
19
17) Al-Lubab: Makna dan Tujuan dan Pelajaran dari Al-Fatihah
dan Juz Amma, tahun 2008 diterbitkan oleh Lentera Hati.25
Banyak karya yang telah di buat oleh M. Quraish Shihab
sebagaimana yang tertera diatas, itu merupakan suatu usaha dan kerja
keras beliau sebagai sosok yang hebat dalam berkiprah didunia
pendidikan khususnya seputar pendidikan Al-Qur’an. Dengan tujuan
menggali potensi diri juga untuk pemahaman banyak orang agar
mudah dalam memahami seluruh isi kandungan dalam Al-Qur’an
yang mana semua itu terkait dalam seluruh kegiatan manusia dalam
kehidupan bahkan tujuan ke akhirat sekalipun.
C. Pemikiran M. Quraish Shihab Tentang Pernikahan
Allah menciptakan mahluk yang saling berpasangan, dengan
berlawanan keadaanya. Seperti siang dan malam, suka dan duka, langit
dan bumi, semua itu supaya manusia dapat mengambil dari pelajarannya.
Demikian dapat dipahami bahwa manusiapun sama, saling berpasangan
dengan landasan diberikan cinta dan kasih untuk keduannya oleh Allah.
Semua manusia sangat mendambakan setiap pasangannya dan dapat hidup
dengan pasangannya tersebut, sehingga dalam mengarungi kehidupan
tidak merasa sendiri, melainkan ada yang menemani dan mendampingi
baik dalam suka maupun duka.
Menurut M. Quraish Shihab pernikahan merupakan hal yang
fitrah bagi setiap manusia yang bertujuan untuk melangsungkan
25 Atik Wartini, “Tafsir Feminis M. Quraish Shihab: Telaah Ayat-Ayat Gender dalam Al-Misbah”, PALASTREN, (Yogyakarta: Universitas Negri Yogyakarta dan Penerbit Hadi Ari),Volume No. 6, 2 Desember 2013, h. 482.
20
kehidupan. Allah menciptakan mahluk dengan berpasang-pasangan,
dengan naluri mahluk masing-masingmemiliki pasanagan dan berupaya
bertemu dengan pasangannya.26
Sedangkan menurut para Ulama’ tentang pengertian Nikah
diantaranya yaitu :
1. Kitab fathul qorib karya Muhammad bin Qosim Al-Ghazali
mengemukakan :
.العقد, الضم والوطء: النكاح لغه
Artinya: nikah menurut bahasa artinya الضم (dikumpulkan), والوطء
(hubungan suami istri), العقد (akad).27 Yang berarti perkumpulan dan
hubungan suami istri yang bentuk oleh adanya suatu akad yaitu ijab
dan qobul.
2. Menurut Ulama’ Syafi’iyah mendefnisikan nikah yaitu:
.يج و ز ت ـوال ا اح ك ن لا ا ظ ف ل ب ه ح ا ن م ض ت ي ــد ق ع
Artinya: akad atau perjanjian yang mengandung maksud
membolehkan hubungan kelamin dengan menggunakan lafadz na-ka-
ha atau za-wa-ja.Maksudnya iyalah suatu akad yang dengannya
menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita sebagai
suami dan istri.28
26 M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an, Kalung Permata Buat Anak-Anakku,(Cet.III, Lentera Hati, 2007), h. 2
27Muhammad Bin Qosim Al-Ghazali, Syarah Fathu Al-Qorib, (Indonesia: Daru Ihya’ulKutub Al-Arobiyah), h. 43
28Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indinesia Antara Fiqih Dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 36
21
Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan “Perkawinan
yang sah menurut hukum Islam merupakan pernikahan, yaitu akad
yang kuat atau mitsaqan ghalidon untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah”.29
Menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakann
bahwa. “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang wanita
dan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa”.30
Kata nikah bukan diartikan sebagai hubungan seksual saja,
tetapi pernikahan juga diartikan sebagai akad yang menghalalkan
pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong
antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom.31
Adanya suatu akad dalam perkawinan berarti seorang laki-
laki dan perempuan memiliki kewajiban untuk memikul tanggung
jawab secara bersama-sama. Selain itu perkawinan memiliki manfaat
yang sangat penting terhadap kepentingan sosial yaitu memelihara
kelangsungan jenis manusia, memelihara keturunan, menjaga
keselamatan masyarakat dari segala macam yang dapat
membahayakan termasuk penyakit, dan menjaga ketentraman jiwa.
Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
kehidupan manusia dan itu merupakan suatu yang sakral adanya. Oleh
29Kompilasi Hukum Islam, Bab II Pasal 2 (Bandung: 2008, Nuansa Aulia), h. 230Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 ayat 1.31 Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011), h. 373.
22
karenanya terdapat beberapa unsur yang harus ada dalam suatu
pernikahan, yaitu:
1. Rukun dan Syarat Nikah
a. Rukun nikah
Rukun merupakan bagian dari hakikat sesuatu, rukun
masuk didalam subtansinya, adanya sesuatu itu karena adanya
rukun dan tidak adanya karena tidak ada rukun. Artinya rukun
itu adalah sesuatu yang harus ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan termasuk dalam
rangkaian pekerjaan tersebut.32 Dalam pernikahan juga ada
rukunya, karena menikah adalah suatu pekerjaan ibadah yang
di anjurkn oleh Allah.
Menurut jumhur Ulama’ rukun nikah terdiri dari :
1) Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan
pernikahan
2) Adanya wali dan pihak calon pengantin wanita
Pernikahan dianggap sah apabila ada sorang wali atau
wakinya yang akan menikahkannya. Dalam hadis lain
Rosulullah SAW bersabda:
قال قال رسول الله صلي الله عليه : وعن ابي هريرة زواه (المرأة نـفسها ولا تـزوج , لا تـزوج المرأة المرأة : وسلم
)ابن ماجه32Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdulwahhab Syayyed Hawwas, Fikih Munakahat
Khitbah, Nikah dan Talak, (Jakatra, Amzah, 2011), h, 59.
23
Artinya: “Janganlah seorang perempuan menikahkan
seorang perempuan lainnya, dan janganlah seorang
perempuan menikahnkan dirinya sendiri.” (HR. Ibnu
Majjah).33
3) Adanya dua orang saksi
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi
yang menyaksikan akad nikah tersebut.
4) Sighot akad nikah
Ijab qobul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari
pihak wanita, dan dijawab oleh pengantil laki-laki. 34
Menurut Imam Syafi’i rukun nikah ada 5:
1) calon pengantin laki-laki
2) calon pengantin perempuan
3) wali
4) dua orang saksi
5) sighot akad nikah
Menurut Imam Malik rukun nikah ada 5:
1) calon pengantin laki-laki
2) calon pengantin perempuan
3) mahar
4) wali dari pihak perempuan
5) sighot akad nikah.
b. Syarat Nikah
33 Ibnu Hajar Al-Asqolani, h. 21034 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Kencana Prenada Media, 2003),
h.46
24
Syarat nikah adalah sesuatu yang harus ada pada saat
pelaksanaan nikah, baik itu rukunnya maupun dasar-dasar
rukun sehingga jika tertinggal sedikit bagian dari syarat
tersebut maka rukun tidak terpenuhi. Apabila syarat-syarat
perkawinan terpenuhi maka pernikahan bisa berlangsung dan
menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami
istri atau sah.35
Secara garis besar syarat nikah ada dua:
1) Calon mempelai perempuan halal dinikahi oleh laki-
laki yang ingin menikahinya, bukan wanita yang haram
untuk dinikahi untuk sementara maupun selamanya.
2) Akad nikahnya dihadiri para saksi.36
c. Tujuan dan Hikmah Nikah
1. Tujuan pernikahan menurut agama Islam adalah untuk
memenuhi petunjuk agama dan mengikuti sunah Nabi
dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera, tenang dan tentraman lahir batin, memperoleh
keturunan yang shaleh dan shalehah, sehingga timbul
kebahagiaan antar keluarga manusia).37
2. Hikmah yaitu ketika keturunan banyak maka proses
kemakmuran bumi berjalan dengan mudah, dan
keturunanlah yang tidak terputus amalnya dan doanya
35 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fikih Munakahat, h, 96.36 Sayyid sabiq, fiqih sunah, . h 7837 Slamet Abidin, Fiqih Munakahat, (Bandung, Pustaka Setia, 1999), h. 13-18
25
untuk orang tuanya ketika sudah tidak ada. Menjalin
silaturahmi antara dua keluarga.38
d. Batalnya Nikah
Batalnya pernikahan adalah rusak (fasakh) atau tidak
sahnya pernikahan karena tidak memenuhi salah satu syarat
atau salah satu rukunnya, atau sebab lain yang dilarang dan
diharamkan oleh agama, seperti saudara sepersusuan.39
Suatu pernikahan merupakan hal yang skaral dimana
bagi setiap orang yang sudah memenuhi syarat dan ketentuan
diaanjurkan untuk menjalankannya.Pernikahan sudah bukan
hal yang asing lagi bagi manusia, semua aturan sudah
tercantum didalam Al-Qur’an dan hadis kemudian diperjelas
oleh dalil dan undang-undang yang menjadikan suatu
pernikahan itu merupakan hal yang benar-benar harus
dilakukan oleh umat manusia, supaya kehidupan ini tertib,
bermoral dan beretika. Karena dengan adanya suatu
pernikahan kehudupan akan menjadi sempurna, hati merasa
tentram, kehidupan terarah dan jiwa merasa damai
sebagaimana yang sudah dijanjijan oleh Allah SWT.
38 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 5, (Bandung, Al-Maarif, 1995), h. 4539 Abdul Rahman Ghazali,Fiqih Munakahat, h. 141
26
BAB III
PENAFSIRAN SURAT AN-NUR AYAT 3 MENURUT M. QURAISH
SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH
A. Isi Kandungan Surat An-Nur Ayat 3
Beberapa ayat selain ayat ini sudah banyak yang menerangkan
tentang larangan Allah mendekati perbuatan-perbuatan keji, dosa-dosa
besar ataupun perbuatan-perbuatan yang tidak baik lainnya. Adapun
perbuatan dosa besar berbagai macamnya, salah satu diantaranya adalah
perbuatan zina yang mana dengan perbuatan tersebut akan menimbulkan
berbagai macam mudhorot (bahaya/kerusakan) terhadap pelakunya baik
dalam kehidupan didunia maupun didalam akhiratnya. Sebagaimana
terdapat didalam Surat An-Nur Ayat 3 yang memiliki kandungan makna
didalamnya yaitu larangan orang muslim menikah dengan pezina secara
terperinci.
Menurut M. Quraish Shihab, banyak yang memahami surat An-
Nur ayat 3 dalam arti galibnya, seorang yang cenderung dan senang
berzina, enggan menikahi siapa yang taat beragama. Demikian juga wanita
pezina tidak diminati kepada laki-laki yang taat beragama. Ini karena
masing-masing ingin mencari pasangan yang sejalan dengan sifat-sifatnya,
sedang keshalehan dan perzinaan adalah dua hal yang bertolak belakang.
Perkawinan antara lain bertujuan melahirkan ketenangan,
kebahagiaan dan kelanggengannya cerita kasih antara suami istri bahkan
semua keluarga. Bagaimana mungkin hal-hal tersebut terpenuhi bila
27
perkawinan itu terjalin antara seseorang yang memelihara kehormatan
dengan yang tidak memeliharanya.40
M. Quraish Shihab juga mengatakan bahwa, firman Allah SWT:
ـن ي ن م ـؤ م ي ال ل ع ك ل ذ م ر ح و
Artinya: “dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang
mukmin.”
Diperselisihkan juga oleh para ulama’. Ada yang berpendapat
bahwa sabab nuzul ayat ini khusus bagi kasus Marstad dan ‘Anaq, yang
ketiaka itu disamping pezina juga bersetatus sebagai wanita kafir, tidak
bagi pezina yang muslimah. Ada juga yang mengartikan bahwa kata itu
pada penutup ayat ini, menunjuk kepada perzinaan bukan perkawinan,
sehingga ayat ini berarti: “perzinaan diharamkan bagi orang-orang
mumin.”41
Terdapat pula yang memahami kata diharamkan bukan dalam
pengertian hukum, tetapi dalam pengertian kenasahan yakni telarang dan
dengan demikian ayat ini bearti bahwa itu tidak wajar dan kurang baik.42
Menurut Muhammad Yunus lelaki yang berzina tidak boleh kawin,
melainkan pada perempuan pezina begitu pula sebaliknya.43 Arti kawin
disni merupakan hubungan seksual laki-laki dengan perempuan bukan
pelaksanaan pernikahannya.
40 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an,(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 286-287
41 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an, h.287
42 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an, h.287
43 Muhamad Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung Jakarta,2004), H. 510
28
Terdapat juga didalam tafsir ibnu katsir mengenai makna surat
An-Nur ayat 3 yaitu tidak pantas orang yang beriman kawin dengan
pezina, demikinan sebailiknya. Dengan dalih pada ayat ini Imam Ahmad
bin Hanbal berpendapat ahwa tidak sahlah pernikahan seorang pria yang
baik-baik dengan seorang perempuan pezina (pelacur) selama ia belum
bertaubat, demikan pula pernikahan seorang perempuan baik-baik dan
bersih dengan seorang laki-laki pezina atau hidung belanga kecuali kalau
tidak bertaubat.44
Menurut M. Quraish Shihab berbicara mengenai ayat ketiga surat
An-Nur yakni keharusan menghindari pezina, apalagi ingin dijadikan
pasangan hidup. Ayat ini menyatakan bahwa laki-laki pezina, yakni yang
kotor dan kebiasaan berzina tidak wajar mengawini melainkan perempuan
pezina yang kotor dan terbiasa berzina pula.
Imam syafi’i mengemukakan bahwa pakar-pakar tafsir berbeda
pendapat tentang ayat ini kemudian beliau mengemukakan suatu riwayat
yang menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan waita tuna susila
yang pada masa jahiliah memasang tanda-tanda/bendera didepan rumah
mereka. Nah, ketika itu ada sementara kaum muslimin yang berencana
kawin dengan mereka. Maka ayat ini mengharamkan perkawinan tersebut.
Lebih jauh Imam madzhab itu mengemukakan riwayat lain yang
menyatakan bahwa ayat ini bukan hanya berkaitan dengan kasus diatas
tetapi bersifat umum, namun dibatalkan keberlakuan hukumnya melalui
ayat 32 surah ini.
44 Terjemah Tafsir Ibnu Katsir 5, Surabaya, 2004 PT. Bina Ilmu, h. 464
29
Ulama’ bermadzhab Hanbali dan Zahiri menetapkan bahwa
perkawinan dengan pelaku zina (laki-laki atau perempuan) tidak dianggap
sah sebelum ada pernyataan taubat. Imam Ahmad dan sekelompok ulama’
lain berpendapat bahwa perkawinan pezina pria kepada wanita yang
memelihara diri/baik-baik atau sebaliknya tidaklah sah.
Salah satu alasan tidak disahkan antara perkawinan dengan pelaku
zina (laki-laki atau perempuan) adalah ayat yang ditafsirkan ini. Salah
satu implikasi dari ayat ini adalah perkawinan yang didahului oleh
kehamilan. Banyak ulama’ yang menilainya sah. Sahabat Rosulullah SAW
Ibnu Abbas berpendapat bahwa hubungna dua jenis kelamin yang tidah
didahului oleh pernikahan yang sah lalu dilaksanakan sesudah pernikahan
yang sah, menjadikan hubungna tersebut awalnya haram dan akhirnya
halal.
Perkawinan seorang yang telah berzina dengan wanita kemudian
menikahinya dengan sah adalah seperti keadaan orang yang mencuri buah
dari kebun seseorang, kemudian dia membeli dengan sah kebun tersebut
bersama seluruh buahnya. Apa yang dicurinya (sebelum pembelian itu)
haram, sedang yang dibelinya setelah pencurian itu adalah halal. Inilah
pendapat imam Syafi’i dan abu hanifah. Sedang Imam Malik menilai
bahwa siapa yang berzina dengan seseorang kemudian dia menikahinya
maka hubungan seks keduanya adalah haram, kecuali ia melakukan akad
30
nikah yang baru, setelah selesai iddah dari hubungan seks yang tidah sah
itu. 45
Menurut M. Quraish Shihab hukum yang terdapat dalam
kandungan surat An-Nur ayat 3 yaitu bukan tertuju pada pada kasus yang
terdapat pada asbabun nuzul saja atau kasus terhadap lelaki miskin yang
ingin menikahi janda kaya supaya ia dapat numpang hidup, akan tetapi
ayat ini berlaku untuk umum yang man terdapat kata itu pada penghujung
ayat ini menunjukkan pada perzinahan bukan perkawinan, sehingga ayat
ini berarti “perzinahan diharanmkan bagi orang-orang mukmin”.
B. Metodologi Pemikiran M. Quraish Shihab dalam Menafsirkan Al -
Qur’an.
Menurut M. Quraish Shihab Tafsir adalah penjelasan ayat al-
Qur’an yang disesuaikan dengan kondisi kekinian atau saat ini (tafsir
kontemporer). Pengertian seperti ini sejalan dengan pengertian tajdid
yakni upaya untuk menyesuaikan ajaran agama dengan kehidupan
kontemporer, dengan jalan mentakwilkan atau menafsirkan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan serta kondisi sosial masyarakat.46
Namun, definisi tersebut apabila tidak dipahami dengan teliti
dapat membuahkan pengertian yang tidak sejalan atau tidak sepaham.
Maka diartikan secara rinci maksud dari tafsir modern adalah
merekontruksi kembali produk-produk tafsir klasik yang sudah tidak
memiliki relevansi dengan kehidupan modern.47
45 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an, h.287
46 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h. 9347 Rosikhan Anwar, Samudra Al-Qur’an, h. 283
31
Diawal abad ke-3 Hijriyah merupakan era perkembangan ilmu
tafsir yang terbagi menjadi dua macam metode penafsiran, yaitu tafsir
bira’yi (berdasarkan logika) dan tafsir bil ma’tsur (berdasarkan riwayat).
Munculnya metode tafsir kontemporer diantaranya dipicu oleh
kekhawatiran yang akan ditimbulkan ketika penafsiran Al-Qur’an
dilakukan secara tekstual, dengan mengabaikan situasi dan latar belakang
turunnya suatu ayat sebagai data sejarah yang penting.
Mufassir kontemporer di Indonesia yaitu M. Quraish Shihab
yang telah menyusun tafsir Al-Misbah, Buya Hamka yang telah menyusun
tafsir Al-Azhar dan mengeluarkan beberapa fatwanya yang kekinian.
Kemudian juga ada Teungku Muhammad Hasby Ash-Siddieqy yang
mengeluarka buku mengenai ilmu-ilmu Al-Qur’an dan tafsir An-Nur.
Adapun metode temuan ulama’ kontemporer yang dipopulerkan
oleh M. Quraish Shihab yang dianut sebagai Ulama’ ahli Al-Qur’an
adalah:
1. Metode Ijmali (global)
2. Metode Tahlili (analisis)
3. Metode Muqarin (perbandingan)
4. Metode Maudlu’i (tematik) dan
5. Metode Kontekstual (berlandaskan pertimbangan latar belakang
sejarah, sosiologi, budaya, adat istiadat dan pranata-pranata yang
terjadi dan berkembang dalam masyarakat Arab sebelum dan sesudah
turunnya Al-Qur’an).48
48 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, h.100
32
Adapun corak penafsiran M. Quraish Shihab dalam tafsir Al-
Misbah yaitu menggunakan urutan Mushaf Usmani yaitu dimulai dari
surah al-fatihah sampai dengan surah An-Nass, pembahasan dimulai
dengan memberikan pengantar dalam ayat-ayat yang akan ditafsirkannya.
Dalam uraian tersebut meleputi :
1. Penyebutan nama-nama surat (jika ada) serta alasan-alasan
penamanya, jika disertai dengan keterangan tentang ayat-ayat diambil
untuk dijadikan ayat surat.
2. Jumlah ayat dan tempat turunnya, misalnya, apakah ini dalam kategori
surah makkiyya atau dalam kategori surah madaniyyah dan ada
pengecualian ayat-ayat tertentu jika ada.
3. Penomoran surat berdasarkan penurunan dan penulisan mushaf kadang
juga disertai dengan nama surat sebelum atau sesudahnya surat
tersebut.
4. Menyebutkan tema pokok dan tujuan serta menyertakan pendapat para
ulama’ tentang tema yang dibahas.
5. Menjelaskan hubungan antara ayat sebelum dan sesudah.
6. Menjelaskan tentang sebab-sebab turunnya surat atau ayat, jika ada.
Beberapa cara yang telah dijelaskan di atas adalah upaya M.
Quraish Shihab dalam memberikan kemudahan pembaca Tafsir Al-Misbah
yang pada akhirnya pembaca dapat diberikan gambaran secara menyeluruh
tentang surat yang akan dibaca, kemudian setelah itu M. Quraish Shihab
membuat kelompok-kelompok kecil untuk menjelaskan tafsirnya.
33
Adapun beberapa prinsip yang dapat diketahui dengan melihat
corak Tafsir Al-Misbah adalah karena karyanya merupakan satu kesatuan
yang tak terpisahkan. Dalam Tafsir Al-Misbah, beliau tidak pernah luput
dari pembahasan ilmu munasabah yang tercermin dalam enam hal, yaitu:
1. keserasian kata demi kata dalam setiap surah.
2. keserasian antara kandungan ayat dengan penutup ayat.
3. keserasian hubungan hubungan ayat dengan ayat sebelumnya atau
sesedahnya.
4. keserasian uraian muqoddimah satu surat dengan penutupnya.
5. keserasian dalam penutup surah dengan muqoddimah surah
sesudahnya dan
6. keserasian tema surah dengan nama surah.49
C. Pemikiran M. Quraish Shihab Tentang Hukum Menikahi Pezina.
Tela’ah pemikiran mufassir Indonesia M. Quraish Sihab,
merupakan analisis hasil dari penelitian. Agar penelitian ini dapat
dipahami dengan baik maka peneliti membagi menjadi dua sub analisis
M. Quraish Sihab yaitu analisis dilihat dari asbab an-Nuzul dan analisis
dilihat dari kandungan hukum. Berikut ini penjelasannya:
1. Dilihat dari Asbabunnuzul
Asbabun nuzun dari surah An-Nur ayat 3 adalah:
Pertama At-Titmidzi berkata, Abu bin Humaid menceritakan kepada
kami, Rauh bin Ubadah menceritakan kepada kami dari Ubaidillah bin
49 Atik Wartini, Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, StudiaIslamika, (Yogyakarta: KMIP UNY Colombo Diterbitkan Oleh Hunfa ), Volume 11, No. 1/ Juni2014, h. 119-120.
34
Al-Akhnas, Amr bin Syu’aib mengabarkan kepadaku dari ayahnya,
dari kakeknya, ia berkata: ada seorang laki-laki bernama Martsad bin
Abu Martsad, dan dia yang pernah membawa tawanan dari Mekah
sampai ke Madinah. 50
Terdapat seorang wanita tuna susila di Mekkah bernama
‘Anaq, ia adalah teman kenalan Martsad. Ia menjanjikan salah satu
tawanan Mekkah yang akan dibawa, ia berkata, “Martsad?”. Aku
berkata, “ aku Martsad.” Anaq berkata.” Selamat datang, marilah tidur
bersama kami.” Aku berkata,” Wahai Anaq, Allah Swt.
mengharamkan zina.”
Setelah Martsad berkata demikian kemudian ‘Anaq
berkata.” Wahai para penghuni kemah, orang ini membawa tawanan
kalian.” Delapan orang mengikutiku, aku melalui jalan kebun, berakhir
di sebuah gua, aku memasuki gua itu, mereka juga tiba dan tidur diatas
kepalaku, mereka buang air kecil, dekat kepalaku, Allah Swt.
membutakan mereka dariku. 51
Delapan orang yang mengikuti Marstad kembali dan akupun
kembali ke tempat sahabatku, lalu aku membawanya, ia adalah
seorang yang berat, hingga aku ketempat penyimpanan, aku melepas
tali ikatannya, aku membawanya, ia membantuku hingga sampai di
Madinah. Aku mendatangi Rasulullah Saw. dan berkata,” Wahai
50 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an, h.297
51 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an, h.297
35
Rosulullah Saw. apakah boleh aku menikahi ‘Anaq, apakah boleh aku
menikahi ‘Anaq?.
Rasulullah Saw. hanya terdiam, terhadap pertanyaan Marstad
tidak membalas satu katapun, hingga turunlah ayat 3 dalam surat an-
Nur: “laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang
berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-
laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang
mukmin.”(QS.An-Nur [24]:3).52
Turunnya ayat tersebut kemudian Rasullah Saw. bersabda,”
wahai Martsad, pezinalaki-laki hanya menikahi pezina perempuan
atau wanita musyrik. Dan pezina perempuan hanya menikahi pezina
laki-laki atau orang musyrik, oleh sebab itu janganlah engkau
menikahi ‘Anaq.” Setatus hadits: Hasan: At-Tirmidzi, Abu Daud dan
An-Nasai.53
Kedua, diriwayatkan juga bahwa ayat tersebut diturunkan
sehubungan dengan Ahlus Suffah (orang-orang muhajirin yang miskin
atau fakir yang tinggal di sebuah ruanga di Masjid Nabawi di
Madinah). Mereka tidak memiliki tempat tinggal dan keluarga, lalu
mereka menempati sebuah ruangan di Masjid Nabawi.
Mereka yang berjumlah 400 orang laki-laki. Pada siang hari
mereka mencari rizki, dan dimalam hari mereka keambali ke suffah.
52 Nurcholis, Asbabun Nuzul Sejarah Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Surabaya: PustakaAnda Surabaya, 1997), h. 372.
53 Muhammad Nashiruddin Al-Bani, Derajat Hadis-Hadis Dalam Tafsir Ibnu Katsir(Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim), Diterjemahkan Oleh ATC Mumtaz Arabia, (Jakarta: PustakaAzzam, 2008), h. 610-6011
36
Sedang di Madinah, (pada saat itu), banyak para wanita pelacur dengan
pakaian-pakain mewah yang mengambil laki-laki lain sebagai
piaraannya.54 Lalu, sebagian mereka bermaksud mengawini
perempuan-perempuan itu untuk bisa tinggal dirumah mereka dan ikut
numpang hidup. Kemudian turunlah ayat tersebut.55
Dilihat dari segi asbab an-Anuzul mufassir Indonesia ayat
tersebut mengacu kepada riwayat At-Tirmizi, Abu Daud, dan An-
Nasa’i, yang status hadistnya hasan. Oleh karena itu kandungan asbab
an-Nnuzul disini cukup kuat untuk menjadi analisis kandungan hukum.
Dengan demikian peneliti menguraikan pendapat asbabun nuzul dari
mufassir Indonesia M. Quraish Shihab yakni:
M. Quraish Shihab dalam pendapat beliau ada yang mengacu
pada Imam Madzhab bahwa ayat ini bukan hanya berkaitan denga
kasus di atas tetapi bersifat umum, namun telah dibatalkan keberlakuan
hukumnya melalui ayat 32 surat An-Nur.
Artinya: “dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu,
dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika
54 Moh. Syamsi, Asbabun Nuzul Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, (Surabaya:Amelia Surabaya, 2014), h. 493.
55 Syekh Muhammad Ali As-Shabuni, Rawa’i’u Al-Bayan Tafsir Ayat Al-Ahkam, h. 11
37
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
dan Allah Maha Luas lagi Maha mengetahui.”
( مي من( كموانكحوا الأ “dan nikahkanlah orang-orang yang
sediriandiantara kamu” kata مي( ) الأ adalah bentuk jamak dari kata
( مي ـأ ), yakni wanita yang tidak bersuami baik gadis maupun janda, dan
laki-laki yang tidak beristri, dan ini berlaku bagi kaum laki-laki dan
wanita yang merdeka (bukan budak), ( لحينوالصا ) “ dan orang-orang
yang shalih”, yakni orang-orang yang beriman, (من عبادكم وإمائكم),
“diantara hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan”. Kata (عباد) adalah salah satu bentuk
jamak dari kata ( دعب ,”jika mereka“ (إنيكونو) .( yakni orang-orang
merdeka itu (فقراءيغنهم الله ) “miskin,niscaya Allah akan memberi
mereka kekayaan” melalui pernikahan itu
.”dari karunia-Nya“(من فضلة والله واسع) Dan Allah Maha Luas bagi
mahluknya (علیم) “ lagi maha mengetahui” keadaan mereka. 56
Adanya asbabun nuzul yang telah diceritakan diatas memiliki
tujuan bahwa muslim tidak boleh menikahi pezina karena memiliki
keturunan yang baik yaitu dengan memilih pasangan hidup yang baik
56 Imam Jalaluddin Muhammad Al- Mahalli, Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyutihi,Tafsir Jalalain, ( Surabaya, Pustaka Elba Fitrah Mandiri Sejahtera, 2011 h. 609.
38
pula. Namun hal tersebut tidak serta merta mengharamkan atas
pernikahannya jika tujuan nikah itu untuk menjadikan lebih baik pada
pezina tersebut. Semua tergantung pada niatnya, bila niatnya adalah
baik untuk merubah kebaikan dari keburukan itu akan ternilai baik.
2. Kandungan Hukum
Maksud hukum umum disini adalah bahwasnnya hukum
umum ini dimaksud untuk semua orang tidak kepada seorang yang
disebutkan dalam asbabun nuzul saja. Karena hukum yang terdapat
pada ayat tersebut jika dikaitkan dengan hukum yang terdapat dalam
negara Indonesia yang hukumnya bersifat fleksible, apalagi dengan
melihat keadaan dan kondisi sekarang ini khususnya pada negara
Indonesia banyak orang yang melakukan suatu perzinahan yang
kemudian tidak dihukumi untuk haram dinikahi. Ini semua karena
hukum di Indonesia adalah negara hukum yang dapat diterima oleh
berbagai penganut agama, bukan terpihak pada agama Islam saja.
Penerapan hukum yang terdapat pada surat An-Nur ayat 3
tersebut pada pembaharuan hukum Islam memang belum ada secara
segnifikan di Indonesia, akan tetapi ayat ini sebagai wacana yang
bernilai menakut-namuti bagi para umat muslim supaya tidak untuk
mendekati zina, karena bilamana terjerumus kedalam perzinahan yang
kemudian akan menyusahkan dan merugikan diri sendiri, yaitu
termasuk didalamnya mempersulit diri dalam mencari pasangan hidup
(menikah) karena telah dinilai oleh orang perbuatan yang dilakukan
itu tidak baik dan kotor. Sehingga orangpun beranggapan akan tidak
39
baik pula jika orang yang taat beragama menikah dengan orang yang
telah melakukan dosa berar dalam artian telah melakukan perbuatan
keji (zina).
Menurut M. Quraish Shihab ini tidak memberi hukum boleh
atau tidaknya. Akan tetapi lebih memberi keterangan bahwasannya
berdasarkan kebiasaan seorang wanita pezina itu menikah dengan
laki-laki yang berzina begitu juga sebaliknya seorang laki-laki pezina
menikah dengan wanita pezina juga. Karena seorang wanita pezina itu
dia enggan menikah dengan laki-laki yang mukmin. Jadi dia mencari
orang yang menyandang status sederajat dengannya. Namun hukum
ini tidak menutup kemungkinan wanita pezina menikah dengan laki-
laki yang mukmin atau sebaliknya. M. Quraish Shihab memahami
kata diharamkan, bukan dalam pengertian hukum, tetapi dalam
pengertian kebahasaan yakni terlarang dan dengan ayat ini berkata
bahwa itu tidak wajar dan kurang baik. 57
Al-Qur’an sebagai sebagai sumber utama dalam pengambilan
keputusan hukum memberikan berbagai aturan yang berkaitan dengan
seluruh kehidupan umat manusia. Salah satu diantaranya yaitu
terdapat suatu hukum larangan menikahi pezina sebagaimana firman
Allah SWT dalam Al-Qur’an dalam surat An-Nur ayat 3:
57 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’a n,h. 287
40
Artinya: laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan
perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang
berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu dihar amkan
atas oran-orang yang mukmin.
Tafsir Ayat: (الزاني لاينكح) ”laki-laki yang berzina tidak menikahi”, yakni
tidak mengawini (الازانية أومشركة والزانية لاينكحها إلازان أومشرك) “melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik”. Dan
perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang
berzina atau laki-laki musyrik.” Yang pantas bagi masing-masing dari
keduanya adalah paangan tersebut. (وحرم ذلك) “dan yang demikian itu
diharamkan”, maksudnya menikahi wanita-wanita pezina (علي المؤمنين)
“bagi orang-orang yang beriman” yang baik-baik. Ayat ini diturunkan
tatkala orang-orang kafir dari kalangan muhajirin berniat menikahi
pelacur-pelacur musyrik yang kaya agar wanita-wanita bisa menafkahi
mereka. Maka ada yang berpendapat bahwa larangan itu hanya berlaku
41
pada para pelacur tersebut. Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa
larangan itu berlaku secara umum dan dinasakh dengna firman Allah. .58
Kemudian diperkuat dengan hadis yaitu:
يـنكح الزاني لا " الله صلي الله عليه وسلم قال رسول : عن ابي هريـرة قال
مثـله ٥٩)ورجاله ثقات رواه احمدوابوداود("المجلودالا
Artinya: Dari Abu Hurairah RA ia berkata:Rosulullah bersabda: “Tidak
menikah seorang laki-laki yang berzina yang menerima hukuman cambuk
kecuali dengan orang yang sepertinya.” 60
Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa seorang laki-laki yang berzina
dengan seorang wanita kemudian menikahinya, maka kedunya dianggap
berzina. Sebab ayat tersebut sebagai penegasan diharamkan menikahi
pezina.61
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa kandungan ayat ini tidak
sampai mengharamkan perkawinan antara orang mukmin dengan orang
yang telah melakukan perzinahan. Alasan mereka ayat ini telah dinasakh
dengan ayat 32 surat yang sama.62
Imam Abu Hanifah juga berpendapat bahwa seorang yang berzina
dengan seorang wanita, dia boleh menikahinya dan orang lain juga boleh
58 Imam Jalaluddin Muhammad Al- Mahalli, Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyutihi, h. 594-595
59 Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram, (Haramain, 2011), h. 21760 Muhammad , Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2002),
h.797.61 As-Syaukani, Fath Qodir Al-Jami’ Baina Ar-Riwayahwa Ad-Dirayyah Min Ilmi Al-
Tafsir, Beirut: Dar Al-Fikr, Tth Jilid 4, h. 562 Al-Qurtubi, Al-Jami’ Li Ahkam Alqur’an, (Beirut: Dar Al-Fiqr, 2009), Jilid 2, h. 169
42
menikahinya, bahkan jikalau ada seorang istri yang berzina, maka akad
nikahnya tidak batal demikian juga sebaliknya.63 Akan tetapi Hasan Al-
basri berpendapat bahwa perzinahan dapat membatalkan akad nikah.64
Selain itu jumhur ulama’ juga berlandasan dengan hadis riwayat
An-Nasa’i yang artinya: dari Ubaidillah ibnu Ubaid ibnu Umair, dari ibnu
Abbas keduanya berkata; ada seorang yang datang kepada Rosulullah
SAW. seraya berkata, aku mempunyai istri yang sangat aku cintai, tetapi
dia tidak bisa menolak setiap tangan penjamah, maka Rosulullah SAW.
bersabda: “ceraikan dia”, orang tersebut menjawab, aku tidak bisa sabar
tanpa dia, sehingga Rosulullah SAW. bersabda “bersenag-senanglah
dengannya”. (HR. An-Nasa’i).65
Zahri Hamid mengemukakan didalam bukunya “pokok pokok
hukum perkawinan islam dan undang-undang perkawinan indonesia”
memasukkan pezina sebagai golongan orang yang terhalang untuk
dinikahi yang berlaku sementara, artinya bahwa terdapat kemungkinan
penghalang yang termaksud berakhir dalam keadaan yang bersangkutan
masih hidup, sehingga dengan demikian dimungkinkan mereka melakukan
akad perkawinan, jadi perbuatan zina itu menjadi penghalang perkawinan
antara orang yang telah berzina dengan orang yang suci dari perbuatan
zina. Karena hukum islam bertujuan memelihara kesucian keturunan dan
mengutuk perbuatan zina sebab berzina itu menurunkan martabat manusia
63 Al-Zuhaili, Al-Tafsir Al-Munir Fi Al-Aqidah Wa Syariah Wa Al-Manhaj, (Beirut: DarAl-Fikr, 1991),Cet Ke 1 Jilid 18, h. 139.
64 Hermeneia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, (Pascasarjana Uin Suka SunanKalijaga: Pascasarjana Uin Suka Kalijaga Yogyakarta), Vol 13, No. 1/Juni 2013, h. 95
65 An-Nasa’i, Sunan An-Nasa’i (Beirut, Dar Al-Ma’rifah, 1991), Cet Ke 1 Jilid 5, h. 375
43
oleh karenanya perbuatan zina itu bertentangan dengan prinsip hukum
Islam serta bertentangan dengan rasa kemanusiaan yang beradab.66
Beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh para ulama’
dan para pakar ilmu tentang ketentuan hukum yang terkandung didalam
surat An-Nur ayat 3 semua bermakna sama, bahwa tujuan syariat Islam
terhadap adanya suatu hukum dalam setiap perbuatan yaitu untuk
kemaslahatan manusia termasuk diantara adalah larangan menikahi pezina.
Karena perzinahan itu akan membawa dampak yang tidak baik bukan
hanya pada satu sisi semata, namun bisa mempengaruhi pada sisi yang lain
juga sedangkan tujuan dari suatu pernikahan adalah untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah.
Sesuai dengan kaidah fiqhiyah bahwa jika terjadi perlawanan
antara kerusakan dan kemaslahatan pada suatu perbuatan, maka menolak
kerusakan lebih didahulukan.
ح ال ص م ال ب ل ي ج ل ع م د ق م د اس ف م ال ء ر د
Artinya: “Menolak kemadhorotan lebuh utama dari pada kemaslahatan”.67
Dengan kata lain, jika suatu perbuatan ditinjau dari satu segi
terlarang karena mengandung kerusakan dan ditinjau dari segi yang lain
mengandung kemaslahatan, maka segi larangannya yang harus
66 Zahri Hamid, Pokok Pokok Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-UndangPerkawinan Indonesia, (Yogyakarta: Bina Cipta, 1978), h. 14-16.
67 Muhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Islam, (Bandung:Al-Ma’rif, 1993), h. 513-514
44
didahulukan. Hal itu desebabkan karena perintah meninggalkan larangan
lebih kuat dari pada perintah menjalankan kebaikan atau kamaslahatan.
Semua perintah dan larangan Allah didalam Al-Qur’an, begitupun
anjuran dan larangan Rosulullah SAW. didalam sunnah, akan terlihat
bahwa semuanya mempunyai tujuan tertentu dan tidak adayang sia-sia.
Semuanya mempunyai hikmah yang mendalam, yaitu sebagai rahmat bagi
umat manusia, sebagaimana yang ditegaskan dalam al-Qur’an dalam
beberapa ayat diantaranya dalam surat Al-Anbiyaa’ ayat 107 tentang
tujuan Nabi Muhammad SAW diutus:
Artinya: “dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.”
( ومآ) “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu”, wahai
muhammad, ( رحمة( الا “melainkan sebagai rahmat”, maksudnya untuk
memberikan rahmat )للعالمين( “bagi semesta alam”, yakni bangsa manusia
dan jin melalui dirimu.68
Rahmat untuk seluruh alam dalam ayat tersebut diartikan dengan
kemaslahatan umat. Sedangkan secara sederhana maslahah itu dapat
diartikan sebagai sesuatu yang baik dan dapat diterima oleh akal yang
sehat. Diterima akal mengandung pengertian bahwa akal itu dapat
mengetahui dan memahami motif dibalik penetapan suatu hukum, yaitu
68 Imam Jalaluddin Muhammad Al- Mahalli, Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyutihi, Tafsir Jalalain, ( Surabaya, Pustaka Elba Fitrah Mandiri Sejahtera, 2011 ), h. 516
45
karena mengandung kemaslahatan bagi manusia, baik dijelaskan sendiri
oleh Allah atau dengan jalan rasional.
Maslahat menjadi bagian subtansi dari Maqosid Syariah.
Maslahat menurut Al-Ghazali dapat dicapai dengan cara menjaga lima
kebutuhan pokok manusia dalam kehidupannya yaitu; memelihara agama,
jiwa, akal, keturunan dan harta. Dari segi apa yang menjadi sasaran yang
dipelihara dalam penetapan hukum, maslahat ada lima sebagaimana
uraiannya yaitu sebagai berikut:
a. Memelihara agama (حفظ الدين)
Manusia sebagai mahluk Allah harus percaya kepada Allah
yang menciptakannya, menjaga dan mengatur kehidupan
manusia. Agama atau keberagamaan merupakan hal yang vital
bagi kehidupan manusia oleh karenanya harus dipelihara
dengan dua cara; yang pertama mewujudkan serta selalu
meningkatkan kualitas keberadaanya. Segala tindakan yang
membawa kepada terwujud atau lebih sempurnanya agama itu
pada diri seseorang disebut tindakan yang maslahat. Oleh
karena itu ditemukan dalam Al-Qur’an perintah Allah untuk
mewujudkan dan menyempurnakan agama itu, dalam rangka
jalbu manfa’atin. Diantaranya dalam surat al-hujarat ayat 15
yaitu:
...
Artinya; “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu ....”
b. Memelihara jiwa خفظ النفس) )
46
Kehidupan atau jiwa itu merupakan pokok dari segalanya
karena segalanya didunia ini bertumpu pada jiwa. Oleh karena
itu, jiwa itu harus dipelihara eksistensi dan ditingkatkan
kualitasnya dalam rangka jalbu manfaatin. Didalam al-Qur’an
terdapat ayat-ayat yang memerintahkan memelihara jiwa dan
kehidupan itu. Diantaranya yaitu:
....
Artinya: “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”(QS. At-
Tahkrim: 6).
Disamping itu, terdapat pula ayat yang melarang
manusia dalam rangka daf ul mafsadah, untuk merusak diri
sendiri atau orang lain atau menjatuhkan diri dalam kerusakan
karena yang demikian adalah berlawanan dengan memelihara
diri. Dalam hal merusak dirinya terdapat larangan Allah dalam
surat Al-Baqarah ayat 195 yang berbunyi:
Artinya: “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan.”
c. Memelihara akal (خفظ العقل)
Akal adalah unsur yang sangat penting bagi kehidupan
manusia karena akal itulah yang membedakan hakikat
manusia dari mahluk Allah liainnya.oleh karena itu Allah
memerintahkan kepada manusia supaya untuk dapat
memeliharanya. Segala bentuk wujud dan sempurnanya akalitu
adalah perbuatan baik atau maslahat dalam rangka jalbul
manfa’ah. Salah satu bentuk meningkatkan kualitas akal
adalah menuntut ilmu atau belajar. Sebagaimana dalama Al-
47
Qur’an terdapat ayat yang mendorong manusia untuk
menuntut ilmu, yaitu QS. Al-Mujadalah ayat 11:
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. “
Dalam rangka daf’u madhoroh Allah melarang
segala usaha yang menyebabkan kerusakan akal, seperti
minum-minuman keras, khamar, yang dijelaskan dalam QS.
Al-Maidah ayat 90:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala,
mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.”
d. Memelihara keturunanKeturunan disini adalah keturunan dalam lembaga keluarga.
Sedangakan yang dimaksud dengan keluarga yang dihasilkan
melalui perkawinan yang sah. Untuk memelihara keluarga
yang sahih itu adalah menghendaki manusia itu melakukan
perkawinan. Sebagaiman terdapat dalam QS. An-Nur ayat 32:
48
Artinya: “dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan.”
Dalam rangka daful mafsadah, Islam melarang hidup
membujang, Allah melarang memperoleh keturunan diluar
pernikahan yang disebut zina, sebagaimana terdapat dalam QS.
Al-Israa’ ayat 32:
Artinya: “dan janganlah kamu mendekati zina;
Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.
dan suatu jalan yang buruk.”
e. Memelihara harta (خفظ المال)
Harta adalah suatu yang sangat dibutuhkan manusia karena
tanpa harta (makan dan minum) manusia tidak mungkin
bertahan hidup. Dalam rangka jalbu manfa’ah Allah
memerintahkan mewujudkan dan memelihara harta. K
Sebagaimana ang dijelaskan dalam QS. Al-Jumu’ah ayat 10:
Artinya: “apabila telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah.
“
49
Sebaliknya dalam rangka daf u madharah Allah melarang
merusak harta dan mengambil harta secara tidak hak. Terdapat
dalam QS. An-Nisa ayat 29:
Artinya: “janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. “
Menurut Wabah Az-Zuhairi dilihat dari aspek pengaruhnya
dalam kehidupan manusia maslahat dibagi tiga yaitu:
1. Dharuriyah (masalah yang bersifat primer) dimanakehidupan manusia sangat tegantung padanya baik agamamaupun duniawi.
2. Hajiyat ( masalah yang bersifat skunder) yang diperlukanoleh manusia untuk mempermudah dalam kehidupan danmenghilangkan kesulitan.
3. Tahsiniayat (masalah yang bersifat moral) yangdimaksudkan untuk kebaikan dan kemuliaan.69
Pembagian maslahat seperti yang dijelaskan diatas
dimaksudkan dalam rangka mempertegas maslahat mana yang boleh
diambil dan maslahat mana yang harus diprioritaskan diantara sekian
banyak maslahat, yang kemudian ditetapkan sesuai dengan kebutuhan
pokok hidup manusia.
Keterkaitan dalam Maslahah dalam Maqosid Syari’ah pada
pembahasan peniliti tentang muslim yang menikahi pezina yaitu
terdapat pada aspek tahsiniyah atau moral yang tentunya sangat
69 Wahbah Az-Zuhairi, Ushul Fiqih Al-Islami, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1986), h. 1020-1023.
50
berkaitan dengan lima pencapaian maslahat yaang telah dipaparkan
diatas terlebih cenderung terdapat pada pencapaian maslahat yang ke
tiga yaitu menjaga keturunan.
Adanya suatu hukum tentang tidak diperbolehkan orang muslim
menikahi pezina, ini tujuan untuk keduanya (laki-laki dan perempuan)
supaya mencari pasangan yang setara terutama agama, kebaikannya
dan akhlaknya, supaya mempunyai keturunan yang shalih dan
shalihah. Bagaimana mungkin terbentuknya jiwa-jiwa yang shalih dan
shalihah jika didasari dengan suatu hubungan yang kurang baik.
Tentunya dikemudian waktu mental sang anak akan terganggu dengan
perbuatan orang tuanya dahulu. Dan tujuan suatu pernikahan adalah
menjadikan rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah tentram
damai dunia dan akhirat.
51
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut penafsiran M. Quraish Shihab didalam Tafsir Al-
Misbah tentang hukum yang terdapat dalam kandungan surat An-Nur
ayat 3 tentang muslim yang menikahi pezina yaitu bukan hanya
khusus tertuju pada kasus yang terdapat pada asbabun nuzul saja.
Akan tetapi ayat ini berlaku untuk umum, sebagaimana terdapat kata
itu pada penghujung ayat ini menunjukkan pada perzinahan bukan
perkawinan, sehingga ayat ini berarti “perzinahan diharanmkan bagi
orang-orang mukmin”. Bukan “pernikahnnya yang diharamkan bagi
seorang-orang mukmin”. Adanya seruan pada ayat tersebut supaya
orang-orang muslim lebih berhati-hati dalam menjaga diri dari
perbuatan zina.
Karena perzinahan itu akan membawa dampak yang tidak
baik bukan hanya pada satu sisi semata, namun bisa mempengaruhi
pada sisi yang lain juga termasuk berdampak pada keturunannya,
sedangkan tujuan dari suatu pernikahan adalah untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah dan
keturunan yang shalih shalihah.
52
B. Saran
Mufassir Indonesia sebagai doktrin hukum seyogyanya menjadi
rujukan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Karena mufassir
Indonesia juga mampu memberikan penafsirannya sesuai kondisi sosial
masyarakat Indonesia.
53
DAFTAR PUSTAKA
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, Dikutib Oleh Siti Zulaikha,
Fiqih Munakahat 1, Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta,2005.
Departemen RI, Qur’an Dan Terjemah, Jakarta: Magfiroh Pustaka , 2002.
Muhammad Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-
Nur, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.
Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir 5, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2004.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Nasruddin Muhammad Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud,
diterjemahkan oleh Tajuddin Arief Abdul Syukur Abdul Razak Ahmad Rifa’i
Utsman, dari judul asli Sunanu Abu Daud, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Abudin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bndung: Mizan, 1994.
Atik Wartini, “Tafsir Feminis M. Quraish Shihab: Telaah Ayat-Ayat
Gender dalam Al-Misbah”, PALASTREN, Yogyakarta: Universitas Negri
Yogyakarta dan Penerbit Hadi Ari, Volume No. 6, 2 Desember 2013.
M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an, Kalung Permata Buat Anak-
Anakku, Cet.III, Lentera Hati, 2007.
Muhammad Bin Qosim Al-Ghazali, Syarah Fathu Al-Qorib, Indonesia:
Daru Ihya’ul Kutub Al-Arobiyah.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indinesia Antara Fiqih
Dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2007.
Kompilasi Hukum Islam, Bab II Pasal 2, Bandung: Nuansa Aulia, 2008.
54
Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 ayat 1.
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdulwahhab Syayyed Hawwas, Fikih
Munakahat Khitbah, Nikah dan Talak, Jakatra, Amzah, 2011.
Slamet Abidin, Fiqih Munakahat, Bandung, Pustaka Setia, 1999.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 5, Bandung: Al-Maarif, 1995.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-
Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Muhamad Yunus, Tafsir Qur’an Karim, Jakarta: PT. Hidakarya Agung
Jakarta, 2004.
Terjemah Tafsir Ibnu Katsir 5, Surabaya: PT. Bina Ilmu, , 2004.
Atik Wartini, Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Misbah, Studia Islamika, (Yogyakarta: KMIP UNY Colombo Diterbitkan Oleh
Hunfa ), Volume 11, No. 1/ Juni 2014.
Nurcholis, Asbabun Nuzul Sejarah Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an,
Surabaya: Pustaka Anda Surabaya, 1997.
Muhammad Nashiruddin Al-Bani, Derajat Hadis-Hadis Dalam Tafsir
Ibnu Katsir (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim), Diterjemahkan Oleh ATC Mumtaz
Arabia, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
Moh. Syamsi, Asbabun Nuzul Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an,
Surabaya: Amelia Surabaya, 2014.
As-Syaukani, Fath Qodir Al-Jami’ Baina Ar-Riwayahwa Ad-Dirayyah
Min Ilmi Al-Tafsir, Beirut: Dar Al-Fikr, Tth Jilid 4.
Al-Qurtubi, Al-Jami’ Li Ahkam Alqur’an, Beirut: Dar Al-Fiqr, 2009.
55
Al-Zuhaili, Al-Tafsir Al-Munir Fi Al-Aqidah Wa Syariah Wa Al-Manhaj,
cet ke I, Beirut: Dar Al-Fikr, 1991.
Hermeneia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, Pascasarjana Uin Suka
Sunan Kalijaga: Pascasarjana Uin Suka Kalijaga Yogyakarta, Vol 13, No. 1/Juni
2013.
An-Nasa’i, Sunan An-Nasa’i , Beirut: Dar Al-Ma’rifah, Cet Ke 1 Jilid 5,
1991.
Zahri Hamid, Pokok Pokok Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-
Undang Perkawinan Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta, 1978.
Muhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum
Islam, Bandung: Al-Ma’rif, 1993.), h. 513-514
Wahbah Az-Zuhairi, Ushul Fiqih Al-Islami, Beirut: Dar Al-Fikr, 1986.
565656
575757
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
RIWAYAT HIDUP
Veranita dilahirkan di Magelang Jawa Tengah pada tanggal
10 Desember 1995, anak pertama dari pasangan Bapak
Ngatrif Arintoko dan Ibu Siti Badriyah. Pendidikan Dasar
peneliti ditempuh di SDN 1 Bandar Agung Banjit Way Kanan, dan selesai pada
tahun 2008, kemudian melanjutkan ke MTS Baiturrahmah Donomulyo Banjit
Way Kanan, dan selesai pada tahun 2011, sedangkan pendidikan menengah atas
pada MA Wali Songo Suka Jadi Bumiratu Nuban Lampung Tengah, dan selesai
pada tahun 2014, Kemudian melanjutkan pendidikan di IAIN Metro Jurusan
Ahwal As-Syakhsiyah Fakultas Syariah dimulai pada TA. 2014.
V