skabies

24
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Scabies merupakan penyakit kulit yang menular yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei yang menyebabkan iritasi kulit. Parasit ini menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gata-gatal dan merusak kulit penderita. Penyakit scabies pada umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok seperti masyarakat terutama ditempat yang padat penduduknya. Reseptor gatal hanya ditemukan pada lapisan kulit paling luar yaitu pada lapisan epidermis sehingga gatal tidak pernah dirasakan pada jaringan yang lebih dalam seperti otot, sendi, maupun organ dalam. (Rahariyani, 2008, Hal 76). Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, perkembangan dermografik serta ekologik (Adhi Djuanda, 2007). Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit scabies dalam masyarakat di seluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6%-12,95% dan scabies menduduki peringkat ketiga sebagai penyakit kulit tersering. Pada tahun 2004, prevalensi scabies naik menjadi 40,78%. Data Dinkes propinsi Sulawesi selatan tahun 2007 menunjukkan jumlah penduduk 8,7 juta jiwa dengan kejadian penyakit kulit sebesar 177.931 (2, 28 %). Dimana 60.947 1

Upload: ayuni

Post on 01-Oct-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Scabies merupakan salah satu jenis penyakit kulit, juga dikenal dengan sebutan gudig atau kudis.

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangScabies merupakan penyakit kulit yang menular yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei yang menyebabkan iritasi kulit. Parasit ini menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gata-gatal dan merusak kulit penderita. Penyakit scabies pada umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok seperti masyarakat terutama ditempat yang padat penduduknya. Reseptor gatal hanya ditemukan pada lapisan kulit paling luar yaitu pada lapisan epidermis sehingga gatal tidak pernah dirasakan pada jaringan yang lebih dalam seperti otot, sendi, maupun organ dalam. (Rahariyani, 2008, Hal 76). Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, perkembangan dermografik serta ekologik (Adhi Djuanda, 2007).Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit scabies dalam masyarakat di seluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6%-12,95% dan scabies menduduki peringkat ketiga sebagai penyakit kulit tersering. Pada tahun 2004, prevalensi scabies naik menjadi 40,78%.Data Dinkes propinsi Sulawesi selatan tahun 2007 menunjukkan jumlah penduduk 8,7 juta jiwa dengan kejadian penyakit kulit sebesar 177.931 (2, 28 %). Dimana 60.947 (34,25%) adalah kasus penyakit kulit infeksi, 94.388 (53,05%) kasus penyakit kulit alergi, dan 22.596 (12,7%) adalah kasus penyakit karena parasit.Prevalensi Data dari Balai Kesehatan Kulit, kelamin dan kosmetika Makassar pada tahun 2011 menunjukkan kejadian penyakit scabies sebesar 1025 penderita. Pada tahun 2012 prevalensi kejadian penyakit scabies sebesar 1156 penderita. Dan penyakit scabies yang dijumpai pada anak usia sekolah sebesar 780 penderita /tahun.1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana gambaran umum atau konsep penyakit mengenai skabies ?2. Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita skabies ?

1.3 Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui dan memahami gambaran umum atau konsep penyakit mengenai skabies.2. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan yang diterapkan pada penderita skabies.

BAB 2KONSEP PENYAKIT

Gambar Kutu Sarcoptes scabiei 2.1DefinisiScabies merupakan salah satu jenis penyakit kulit, juga dikenal dengan sebutan gudig atau kudis, yang banyak diderita masyarakat kita di berbagai pelosok negara ini. Angka kejadiannya cenderung meningkat pada kelompok masyarakat yang kurang memperhatikan faktor kebersihan diri, baik disebabkan oleh perilaku masyarakatnya yang demikian atau sarana air untuk mandi yang tidak memungkinkan, misalnya dataran tinggi yang rawan air (Ronald Sitorus, 2005).Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei yang menyebabkan iritasi kulit. Parasit ini menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gatal-gatal dan merusak kulit penderita (Soedarto, 1992). Sarcoptes scabiei adalah parasit yang termasuk dalam filum artropoda (serangga). Secara morfolik, merupakan tungau kecil, berbentuk oval, pungggungnya cembung, dan bagian perutnya rata (Dwi, 2008).Cara penularan (transmisi) penyakit ini ada 2 macam, yaitu secara langsung dan tidak langsung :1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual.2. Kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, bantal, dan lain-lain (Dwi, 2008).2.2 EtiologiBanyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain :a. Sosial ekonomi yang rendahb. Hygiene yang burukc. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitasd. Kesalahan diagnosise. Perkembangan dermografik serta ekologik(Djuanda, 2007).Selain itu, ada juga faktor yang dapat mempengaruhi kejadian skabies, yaitu : Tingkat pendidikan Personal hygiene Sanitasi lingkungan(Adiyaningsih, 2012)2.3 PatofisiologiKutu skabies apat menyebabkan gejala transien pada manusia, tetapi mereka bukan penyebab infestasi persisten. Cara penularan yang paling efisien adalah melalui kontak langsung dan lama dengan seorang individu yang terinfeksi. Kutu skabies dapat bertaha hingga tiga hari pada kulit manusia sehingga media seperti tempat tidur atau pakaian merupakan sumber alternatif untuk terjadinya suatu penularan. ( Muttaqin,2011)Siklus hidup dari kutu berlangsung 30 hari dan dihabiskan dalam epidermis manusia. Setelah melakukan populasi, kutu jantan akan mati dan kutu betina akan membuat liang ke dalam lapisan kulit dan meletakkan total 60-90 telur. Telur yang menetas membutuhkan 10 hari untuk menjadi larva dan kutu dewasa. Kurang dari 10% dari telur yang dapat menghasilkan kutu dewasa. ( Muttaqin,2011)Kutu skabies kemudian bergerak melalui lapisan atas kulit dengan mengeluarkan protease yang mendegradasi startum korneum. Scybala (kotoran) yang tertinggal saat mereka melakukan perjalanan melalui epidermis, menciptakan kondisi klinis lesi yang diakui sebagai liang. ( Muttaqin,2011)Populasi pasien tertentu dapat rentan terhadap penyakit skabies, termasuk pasien dengan gangguan immunodefisiensi primer dan penurunan respons imun sekunder terhadap terapi obat, dan gizi buruk. Kondisi lainnya adalah gangguan motorik akibat kerusakan saraf yang menyebabkan ketidakmampuan untuk menggaruk dalam menanggapi pruritus sehingga menonaktifkan utilitas menggaruk untuk menghilangkan kutu pada epidermis dan menghancurkan liang yang dibuat oleh kutu betina.( Muttaqin,2011)2.3Manifestasi KlinisDiagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal berikut:1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.Gambar Pruritus

2. Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga.3. Gambar Terowongan (kunikulus)Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi (pustul, ekskoriasi, dll.). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae dan lipat glutea, umbilikus, bokong, genetalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik.Pada pasien yang selalu menjaga higiene, lesi yang timbul hanya sidikit sehingga diagnosis kadangkala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama, dapat timbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulosis (Dwi, 2008).2.4PenatalaksanaanPengobatan pada pasien skabies harus dilaksanakan secara benar, rutin, dan tuntas. Hal ini penting agar tungau tidak resisten terhadap obat. Syarat pengobatan yang ideal adalah:1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.2. Tidak menimbulkan iritasi dan toksik.3. Tidak berbau dan kotor.4. Mudah diperoleh.Dalam pengobatan pada pasien skabies biasanya jenis obat yang digunakan adalah topikal meliputi belerang endap (sulfur presipitatum), emulsi benzil benzoat, gama benzena heksa klorida, krotamiton 10 %, permetrin 5%, jika ditemukan adanya infeksi sekunder pasien perlu diberi antibiotik.Syarat obat yang ideal ialah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh, dan harganya murah.Jenis obat topikal: Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan efektif. Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur, berbau, mengokotori pakaian, dan dapat menimbulkan iritasi. Emulsi benzil-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% dalam bentuk krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah umur 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali selama 8 jam. Jika masih ada gejala, diulangi seminggu kemudian. Krotamiton 10% dalam krim atau lusio mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim (eurax) hanya efektif pada 50-60% pasien, digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dibersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir. Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman karena sangat mematikan untuk parasit S. Scabies dan memiliki toksisitas rendah pada manusia. Nama dagang di Indonesia : Scabimite cream 5% dari Galenium Pharmacia. Bentuk sediaan : Cream 5% x 10 g, 30 g. Farmakologi : Permethrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel syaraf parasit yaitu melalui ikatan dengan Natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Permethrin dimetabolisir dengan cepat di kulit, hasil metabolisme yang bersifat tidak aktif akan segera diekskresi melalui urine. Permethrin juga diabsorbsi setelah pengaplikasian secara topikal, tetapi kulit juga merupakan sebuah tempat metabolisme dan konjugasi metabolit.Pengaplikasian 5% permethrin cream biasanya cukup untuk mebuat hilang ektoparasit dan pengurangan dari simptom (biasanya pruritus). Pengaplikasian berulang dibutuhkan untuk mengobati penyakit scabies diantara komunitas orang. Indikasi : Permethrin cream 5% digunakan untuk terapi investasi Sarcoptes scabiei. Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap Permethrin, Pirethroid sintetis atau Pirethrin. Cara pemakaian :Permethrin cream digunakan untuk sekali pemakaian. Oleskan Permethrin cream merata pada seluruh permukaan kulit mulai dari kepala sampai ke jari-jari kaki, terutama daerah belakang telinga, lipatan bokong dan sela-sela jari kaki. Lama pemakaian selama 8-12 jam. Dianjurkan pengolesan pada malam hari kemudian dicuci pada keesokan harinya. Efek samping : Dapat timbul rasa panas seperti terbakar yang ringan, pedih, gatal, eritema, hipestesi serta ruam kulit. Efek samping ini bersifat sementara dan akan menghilang sendiri.

BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN3.1PengkajianData yang perlu dikaji adalah:Anamnesa 1. Identitas klien, meliputi umur (penyakit skabies bisa menyeramg semua kelompok umur baik anak-anak maupun dewasa bisa terkena penyakit ini), tempat tinggal (penyakit skabies paling sering dijumpai dilingkungan yang kebersihannya kurang dan padat penduduknya, seperti asrama dan penjara).2. Keluhan utama. Biasanya klien datang dengan keluhan gatal dan terdapat lesi pada kulit.3. Riwayat penyakit sekarang. Biasanya klien mengeluh gatal terutama pada malam hari dan timbul lesi berbentuk pustula pada sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, areola mamae, gluteus, atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan gatal, biasanya penderita menggaruk lesi tersebut sehingga dapat ditemukan adanya lesi tambahan akibat garukan.4. Riwayat penyakit dahulu. Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan skabies, kecuali kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita skabies.5. Riwayat keluarga. Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga atau juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang sama.6. Psikososial. Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi yang berbentuk pustula. Mereka biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang terkena lesi pada saat interaksi sosial.7. Pola kehidupan sehari-hari. Penyakit skabies terjadi karena personal hygiene yang buruk / kurang (kebiasaan mandi, cuci tangan, dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat anamnesa, perlu ditanyakan secara jelas mengenai pola kebersihan diri klien maupun keluarganya. Dengan adanya lesi dan rasa gatal di malam hari, biasanya pola tidur klien sering terganggu. Selain itu, karena adanya lesi dan bau yang tidak sedap, yang tercium dari sela-sela jari atau telapak tangan akan menimbulkan gangguan aktivitas dan interaksi sosial.Pemeriksaan FisikPada inspeksi ditemukan lesi yang khas berbentuk pustula, terdapat bekas garukan pada sekitar lesi (dapat menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder). Pada daerah predileksi ditemukan terowongan kecil, sedikit meninggi, berkelok-kelok, berwarna putih keabu-abuan, panjang kira-kira 10 mm. Pada beberapa kasus, ditemukan bau yang tidak sedap.3.2Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan pruritus.2. Resiko infeksi berhubungan dengan sifat menular organisme.3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gatal/pruritus.4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh.3.3 Intervensi 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan pruritus.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan lapisan kulit pasien terlihat normal.Kriteria Hasil : lesi kulit pasien dapat berkurang.rasa gatal pada kulit klien berkurang.Intervensi: Kaji luka terhadap karakteristik lokasi, luas dan kedalaman. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang perawatan kulit, meliputi: kebersihan kulit. Pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembapan yang berlebihan. Kolaborasi mencegah dan mengobati gatal.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan sifat menular organisme.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1X24 jam diharapkan faktor resiko infeksi akan hilang.Kriteria Hasil:Menghilangkan atau menurunkan penyebaran agen infeksius.Pasien akan terbebas dari tanda dan gejala infeksi.Pasien akan menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.Pasien akan memperlihatkan higien personal yang adekuat.Intervensi Pantau tanda dan gejala infeksi,misalnya: lesi kulit. Amati penampilan praktik higien personal untuk perlindungan terhadap infeksi. Intruksikan kepada pasien dan keluarga untuk menjaga higien persoanal untk melindungi tubuh terhadap infeksi, misalnya: mencuci tangan. Kolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian antibiotik, bla diperlukan.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gatal/pruritusTujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1X24 jam diharapkan gangguan pola tidur pasien dapat tertasi.Kriteria Hasil:Pasien dapat menjelaskan faktor-faktor penghambat atau pencegah tidur.Pasien dapat mengidentifikasi teknik untuk mempermudah tidur.Intervensi Identifikasi faktor-faktor penyebab tidak bisa tidur dan penunjang keberhasilan tidur. Beri penjelasan pada pasien dan keluarga penyebab gangguan pola tidur. Atur prosedur tindakan medis atau keperawatan untuk memberi sesedikit mungkin gangguan selama periode tidur. Anjurkan pasien mandi air hangat sebelum tidur dan mengoleskan obat salep (sesuai terapi) pada daerah lesi. Kolaborasikan pada tim medis dalam pemberian antihistamin/obat anti gatal.

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh.Tujuan: gangguan citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu menunjukkan adaptasi dengan ketunadayaan fisik, penyesuaian psikososial: perubahan hidup, citra tubuh positif.Kriteria Hasil:pasien akan mengenali perubahan aktual pada penampilan tubuh.Menunjukkan penerimaan penampilan.Memelihara interaksi sosial yang dekat dan hubungan personal.Intervensi Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan nonverbal pasien terhadap tubuh pasien. Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan pasien. Ajarkan tentang cara merawat dan perawatan diri. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menggunakan mekanisme koping. Berikan perawtan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat pasien. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal kekhawatiran tentang hubungan poersonal yang dekat dan respon orang lain terhapat perubahan tubuhnya.3.4Pendidikan kesehatan terpilihA. Tujuan1. Tujuan UmumSetelah dilakukan penyuluhan kesehatan masyarakat dapat mengetahui dan mempunyai sikap yang positif tentang skabies. 2. Tujuan Khusus Masyarakat mengetahui pengertian skabies. Masyarakat mengetahui penyebab skabies. Masyarakat mengetahui cara penularan skabies. Masyarakat mengetahui tanda dan gejala skabies. Masyarakat mengetahui pencegahan skabies.B. Materi Pengertian skabies. Penyebab skabies. Cara penularan skabies. Tanda dan gejala skabies. Pencegahan skabies.C. Analisa situasional1. Fasilitas: Media leafleat2. Sasaran: Masyarakat Mulyorejo Surabaya3. Hari/tanggal: minggu, 12 Oktober 2014 Surabaya4. Waktu dan tempat: 30 menit dan balai RT 01 RW 09D. Langkah kegiatanNoWaktuKegiatanKegiatan Responden

15 menitFase Orientasi Menyampaikan salam pembukaan Memperkenalkan diri Menjelaskan tujuan Mengontrak waktu

Menjawab salam pembukaan Mendengarkan penyuluh menyampaikan topik dan tujuan Menyetujui kontrak waktu yang ditentukan

220 menitFase Kerja Menceritakan pengertian skabies. Menceritakan penyebab skabies. Menceritakan cara penularan skabies. Menceritakan tanda dan gejala skabies. Menceritakan pencegahan skabies. Berperan aktif mendengarkan Berperan aktif bertanya tentang materi yang disampaikan Memperhatikan dengan cermat yang disampaikan pembicara

35 menitFase Terminasi Menanyakan kepada tentang materi yang disampaikan Menyimpulkan materi penyuluhan yang telah disampaikan kepada sasaran Mengucapkan terima kasih atas peran serta masyarakat Mengucapkan salam penutup Berperan aktif dalam menjawab pertanyaan Mendengarkan penyampaian kesimpulan Menjawab salam penutup

BAB 4

Faktor resiko :Lingkungan yang padat.Higiene yang burukBerganti-ganti pasangan seksualGangguan Pola TidurGangguan Citra TubuhResiko InfeksiKerusakan Integritas KulitHipersensitivitas terhadap organisme dan produk eksresinyaSarcoptes scabieiKutu betina menggali terowongan dalam stratum korneum dan meletakkan telurnyaScybala (kotoran) tertinggal di epidermisTerjadi reaksi imunologi tipe lambat terhadap butiran kotoran kutuAdanya sensitisasi terhadap sekret dan eksret kutuSkabiesGatal-gatalPenderita menggaruk bagian yang gatalpruritus noktura(semakin gatal ketika malam hari)Peningkatan kehangatan/suhu kulit pada malam hariEfek stimulasi terhadap parasitkerusakan dermis dan epidermis (kulit)Inflamasimuncul papula/ruam pada kulitTerjadi lesi di kulitlesi akan menjadi bernanahInfeksi sekunderTerjadi populasi (perkawinan) dikulitWOC

BAB 5ASPEK LEGAL ETIK5.1 Identifikasi Isua. Menghargai otonomi (facilitate autonomy)Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/perilaku dan tujuan hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang didiperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. (Curtin, 2002). Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah sakit, ekonomi, tersedianya informasi dan lain-lain (Priharjo, 1995). 5.2 Analisa Seorang pasien skabies yang meminta supaya keluarganya yang merawatnya, karena lesi skabies terletak pada daerah yang privasi, namun keluarga belum mengetahui cara pemberian obat salep yang benar pada kulit pasien.5.3 Membuat Keputusan Keluarga boleh memberikan perawatan sendiri kepada klien, asalkan perawat harus memberikan pengetahuan dan mengajarkan cara perawatan yang tepat dan benar dalam mengatasi lesi yang terdapat pada kulit klien.

BAB 6PENUTUP6.1SimpulanSkabies adalah sebuah gangguan pada sistem integumen atau kulit yang disebabkan oleh parasit, yaitu kutu Sarcoptes scabiei. Adapun faktor risiko yang dapat memicu terjadinya penyakit ini, yaitu personal hygiene yang buruk, tinggal di lingkungan yang padat, sehingga dapat menyebabkan sanitasi lingkungan yang buruk, dan berganti-ganti pasangan seksual. Skabies dapat ditularkan melalui 2 cara, kontak langsung dan tidak langsung. Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan dari penyakit ini adalah gatal-gatal yang pada umumnya terasa lebih parah ketika malam hari, adanya lesi pada kulit yang berbentuk terowongan, dll.Asuhan keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat terhadap pasien skabies adalah sebagai berikut : Pengkajian yang meliputi identitas pasien, keluhan utama biasanya berupa gatal dan adanya lesi di kulit, riwayat kesehatan sekarang dan dahulu, riwayat keluarga, pola kebiasaan sehari-hari penderita, karena skabies dapat disebabkan oleh personal hygiene yang buruk, serta pemeriksaan fisik. Menentukan masalah atau diagnosa keperawatan yang sesuai dengan hasil pengkajian. Menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah keperawatan yang ada. 6.2SaranDemikian makalah tugas sistem integumen yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Skabies yang penulis buat. Melalui makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada pembaca khususnya mahasiswa keperawatan tentang pemberian asuhan keperawatan terhadap penderita skabies dengan tepat.Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan. Maka, kritik dan saran konstruktif penulis harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKAAdhi Djuanda. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.Adiyaningsih, Tuti (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian PenyakitScabies Di Poliklinik Balai Pendidikan Dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Barombong. 1: 1-9.Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Ed. 8 Vol. 3). Jakarta : EGC.Dwi, Loetfia. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : EGC.Muttaqin, Arif & Kumala, Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba Medika.Williams, Lippincott. 2014. Kapita Selekta Penyakit : Dengan Implikasi Keperawatan, Ed. 2. Jakarta : EGC.Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

16