lp skabies 1
DESCRIPTION
LP Skabies 1TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN SCABIES DI POLI KULIT DAN KELAMIN RSD dr. SOEBANDI JEMBER
disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Ners (PPN)Stase Keperawatan Medikal Bedah
oleh
Siti Muawanah, S. KepNIM 112311101008
PROGRAM PENDIDIKAN NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER2015
LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN SCABIES DI POLI KULIT DAN KELAMINRSD dr. SOEBANDI JEMBEROleh : Siti Muawanah, S. Kep.
1. Kasus
Scabies
2. Proses terjadinya masalah
A. Pengertian
Scabies (the itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit
kulit yang disebabkan infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei
dan produknya (Mansjoer et al,, 2000). Cara penularan penyakit ini dapat
melalui kontak langsung (kulit dengan kulit, misalnya berjabat tangan,
tidur bersama, dan hubungan seksual) dan tidak langsung (melalui benda,
misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain (Mansjoer et al.,
2000).
Penyakit scabies bersifat menular dan perkembangannya
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keadaan sosial ekonomi
yang rendah, hygiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang
tinggi, sering berganti pasangan seksual, minimnya pengetahuan
masyarakat tentang penyakit skabies, kesalahan diagnosa dan
penatalaksanaannya (Daili et al., 2005).
Gambar 1. Penyakit Scabies
B. Klasifikasi
Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada
manusia adalah sebagai berikut (Stone, 2003, dalam Sunaryanto, 2009).
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang
sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.
2. Skabies incognito
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada
dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga
menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi
luas dan mirip penyakit lain.
3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal.
Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia
laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi
hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur
lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat
menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah
diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
4. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi
infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan
jarang ditemukan. Pada bayi, lesi juga dapat ditemukan di daerah
wajah.
5. Skabies pada orang tua
Pada kelompok usia lanjut, diagnosis skabies mungkin terlewatkan
karena sedikitnya perubahan yang terjadi pada kulit mereka. Gatal
yang dirasakan mungkin akan diarahkan penyebabnya ke senile
pruritus, xerosis, obat, dan penyebab psikis lainnya.
6. Skabies norwegia
Skabies norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal.
Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga
bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai
distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada
penderita skabies norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat
menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak
(ribuan). Skabies norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik
sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau
dapat berkembang biak dengan mudah
7. Skabies pada penderita HIV/AIDS
Bentuk yang sering dijumpai adalah skabies berkusta dan skabies
papular atipikal. Karena manifestasi klinisnya yang atipikal tersebut
maka sering sekali mengalami keterlambatan dalam diagnosis dan
meningkatkan resiko penyebaran ke sekitarnya.
8. Skabies di daerah kulit kepala
Hal ini sangat jarang terjadi pada orang dewasa, namun jika
seandainya terjadi maka akan menyertai atau memicu terjadinya
dermatitis seborrhoik. Skabies di kulit kepala dapat terjadi pada bayi
dan anak-anak, orang tua, penderita AIDS, dan pasien dengan
dermatomiositis.
9. Skabies bullosa
Gambaran vesikula sering ditemui pada pasien skabies anak-anak,
namun sangat jarang ditemukan pada orang dewasa. Jika terjadi pada
orang dewasa, maka gambarannya sulit dibedakan dengan
pemphigoid bullosa.
C. Etiologi
Penyebabnya adalah Sarcoptes scabiei. Sarcoptes scabiei adalah
parasit yang termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabei
var. hominis. Selain itu terdapat Sarcoptes scabei yang lain, misalnya pada
kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata.
Berwarna putih kotor, ukuran yang betina berkisar 330-450 mikron x
250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240
mikron x 150-200 mikron.
Siklus hidup tungau ini yaitu setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi diatas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina.
Tungau betina yang sudah dibuahi menggali terowongan dalam stratum
korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk
betina yanag dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan mempunyai larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga
keluar.Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya
mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari
(Djuanda, 2010).
Gambar 2. Sarcoptes scabiei var. hominis
D. Patofisiologi
Kelainan kulit skabies terjadi karena sensitisasi dan invasi kutu
tuma sarcoptes scabei varian hominis. Skabies ditularkan oleh kutu
betina yang telah dibuahi, melalui kontak langsung maupun kontak tidak
langsung seperti melalui pakaian dalam, tempat tidur, handuk. Kemudian
kutu betina akan menggali lubang kedalam epidermis dan selanjutnya
membentuk terowongan didalam stratum korneum. Dua hari setelah
fertilisasi, skabies betina mulai mengeluarkan telur yang kemudian
berkembang melalui stadium larva, nimpa dan kemungkinan menjadi
kutu dewasa dalam waktu 10-14 hari. Lama hidup kutu betina kira-kira
30 hari, kemudian kutu mati di ujung terowongan. Terowongan lebih
banyak terdapat didaerah yang berkulit tipis dan tidak banyak
mengandung folikel pilosebasea.
Pengeluaran ekskret dan sekresi ini juga menimbulkan reaksi
imunologi lambat yaitu sekresi IgE yang dihasilkan oleh sel plasma.
Adanya alergen pada kontak pertama menstimulasi sel B untuk
memproduksi antibodi, yaitu IgE. IgE kemudian masuk ke aliran darah
dan berikatan dengan reseptor di sel mastosit dan basofil sehingga sel
mastosit atau basofil menjadi tersensitisasi. Pada saat kontak ulang
dengan alergen,maka alergen akan berikatan dengan IgE yang berikatan
dengan antibody di sel mastosit atau basofil dan menyebabkan terjadinya
granulasi. Degranulasi menyebakan pelepasan mediator inflamasi primer
dan sekunder seperti histamine, bradikinin dan serotonin. Pelepasan
mediator inflamasi ini akan menimbulkan berbagai gejala terutama gatal,
edema local, adanya vesikel, dan eritema. Penyakit ini sangat mudah
menular, karena itu bila salah satu anggota keluarga terkena, maka
biasanya anggota keluarga lain akan ikut tertular juga. Penyakit ini sangat
erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan.
E. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal dari skabies, dimana diagnosis dapat ditegakkan
dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut atau menemukan
tanda kardinal ke-4 yaitu sebagai berikut (Djuanda, 2010).
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab
dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.
Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya,
sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi
tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa
(carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan. Berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu didapatkan papul
atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi
polimorf (pustula, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya
biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu:
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus,
bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi
dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
F. Diagnosis Scabies
Adanya keluhan gatal terutama pada malam hari, kelainan kulit
pada tempat predileksi, dan adanya penyakit serupa pada angota keluarga
yang serumah, sudah dapat diindikasi bahwa penyakit tersebut adalah
skabies dan diperkuat apanila ditemukan terowongan dari tungau. Cara
menemukan tungau yaitu sebagai berikut (Djuanda, 2010).
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat
papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah
kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan
mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas
selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsy irisan. Caranya lesi dijepit dengan 2 jari
kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan
mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.
Diagnosis banding yang dapat dilakukan adalah pitiriasis rosea,
tinea versikolor, predikulosis korporis, prurigo, dermatitis, daliken planus,
dan berbagai penyakit kulit lain dengan keluhan gatal (Mansjoer et al.,
2000).
G. Penatalaksanaan
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati
(termasuk penderita yang hiposensitisasi) (Djuanda, 2010). Syarat obat
yang ideal adalah sebagai berikut (Mansjoer et al., 2000).
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
4. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Jenis obat topikal yang dapat diberikan kepada pasien adalah
sebagai berikut (Mansjoer et al., 2000).
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap
stadium telur, maka penggunaanya tidak boleh kurang dari 3 hari.
Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur
kurang dari 2 tahun.
2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini
tidak dianjurkan pada anak dibawah enam tahun dan wanita hamil,
karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali,
kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal ; harus dijauhkan
dari mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik jika
dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan
dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi selama seminggu.
Tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan.
Bila disertai infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika. Untuk
rasa gatal dapat diberikan antihistamin per oral. Karena sifatnya yang
sangat mudah menular, maka apabila ada salah satu anggota keluarga
terkena skabies, sebaiknya seluruh anggota keluarga tersebut juga harus
menerima pengobatan. Pakaian, alat-alat tidur, dan lain-lain hendaknya
dicuci dengan air panas (Lab/SMF, 2000, dalam Sunaryanto, 2009).
H. Komplikasi
Erupsi dapat berbentuk limfangitis, impetigo, ektima, selulitis, folikulitis,
dan furunkel jika skabies dibiarkan tidak diobati selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Pada anak-anak sering terjadi glomerulonefritis.
Pemakaian antiskabies misalnya gamma benzene heksaklorida yang
berlebihan dan terlalu sering dapat menimbulkan dermatitis iritan. Akan
terjadi iritasi dalam penggunaan benzyl benzoate sehari 2 kali terutama
pada pemakaian di genitalia pria. Dapat timbul infeksi sekunder sistemik
yang memperberat perjalanan penyakit seperti pielonefritis, abses,
internal, pneumonia piogenik, dan septicemia (Stone, 2003, dalam
Sunaryanto, 2009).
3. Pathway
Lesi pada kulit
Papul, vesikel, dan urtika
Gangguan Citra Tubuh
Masuk ke dalam stratum korneum
Membentuk kanali kulit (terowongan lurus/berkelok)
Tungau mengeluarkan cairan
Reaksi sensitisasi oleh tubuh
Pruritus (gatal-gatal) Nyeri Akut
Garukan Pruritus nokturnal
Erosi, eksoriasi atau krusta
Gangguan Pola Tidur
Kerusakan Integritas Kulit
Terbentuknya luka
Port de entre
Resiko infeksi sekunder
Resiko Infeksi
Sarcoptes scabiei var. hominis betina
Kontak langsung Kontak tidak langsung
Kontak kulit dg kulit
Misal berjabat tangan, tidur bersama, hub. seksual dsb
Melalui benda
Misal pakaian, handuk, sprei, bantal, sprei, dsb
Tungau berada di permukaan kulit
4. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Indentitas terdiri dari nama, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan,
status, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no bed, nama
ruangan dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering dirasakan oleh klien adalah rasa gatal.
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang
Klien merasakan gatal, ketidaknyaman pada kulit, tidak bisa tidur
akibat gatal yang dirasakan. Kulit klien tampak kemerahan,
terdapat ulkus dan erosi.
b) Riwayat penyakit dahulu
Tidak menjaga kebersihan badan, rambut dan pubis (personal
hiygine yang buruk)
c) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini
atau penyakit kulit lainnya.
d) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai
pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap
sesuatu obat
4) Pola Fungsional Gordon
a) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan
penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau
menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
b) Pola Nutrisi/Metabolisme
Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien (pagi,
siang dan malam)
Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi.
c) Pola Eliminasi
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan
karakteristiknya
Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
d) Pola Aktivitas/Olahraga
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
pada kulit.
Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya
Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
e) Pola Istirahat/Tidur
Kebiasaan: tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
Masalah Pola Tidur: Tanyakan apakah terjadi masalah
istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa
segar atau tidak?
Keluhan istirahat/tidur: biasanya klien akan terganggu pola tidurya
akibat rasa gatal pada malam hari
f) Pola Kognitif/Persepsi
Kaji status mental klien
Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara
klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
Kaji apakah klien mengalami vertigo
Kaji nyeri: Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah
pada kulit.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya
sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran
dirinya
Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa
cemas, depresi atau takut
Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
h) Pola Peran Hubungan
Tanyakan apa pekerjaan pasien
Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien
seperti: pasangan, teman, dll.
Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan
perawatan penyakit klien
i) Pola Seksualitas/Reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya
Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan
terkait dengan menopause
Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks
j) Pola Koping-Toleransi Stres
Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial
atau perawatan diri )
Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi
kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan
obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya
dengan orang-orang terdekat.
k) Pola Keyakinan-Nilai
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.
Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pruritus, lesi kulit
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik
(garukan: erosi, eksoriasi atau krusta)
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus nokturnal
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan persepsi penampilan
kulit
5) Resiko infeksi berhubungan dengan lesi pada kulit
c. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSATUJUAN DAN KRITERIA HASIL
(NOC)INTERVENSI
(NIC)1. Nyeri akut berhubungan
dengan pruritus, lesi kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam pasien dapat mengontrol nyeri dengan indikator:a. Mengenali faktor penyebabb. Mengenali onset (lamanya sakit)c. Menggunakan metode pencegahand. Menggunakan metode nonanalgetik
untuk mengurangi nyerie. Menggunakan analgetik sesuai
kebutuhanf. Mencari bantuan tenaga kesehatang. Melaporkan gejala pada tenaga
kesehatanh. Menggunakan sumber-sumber yang
tersediai. Mengenali gejala-gejala nyerij. Mencatat pengalaman nyeri
sebelumnyak. Melaporkan nyeri sudah terkontrol
MANAJEMEN NYERIDefinisi : mengurangi nyeri dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien.Intervensi:a. lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
c. gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
d. kaji kultur yang mempengaruhi respon nyerie. evaluasi pengalaman nyeri masa lampauf. evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain g. tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampauh. bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
i. kontrol lingkungan yang dapat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam pasien dapat mengetahui tingkatan nyeri dengan indikator: a. melaporkan adanya nyerib. luas bagian tubuh yang terpengaruhc. frekuensi nyerid. panjangnya episode nyerie. pernyataan nyerif. ekspresi nyeri pada wajahg. posisi tubuh protektifh. kurangnya istirahati. ketegangan ototj. perubahan pada frekuensi pernafasank. perubahan nadil. perubahan tekanan darahm. perubahan ukuran pupiln. keringat berlebiho. kehilangan selera makan
mempengaruhi j. nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
k. kurangi faktor presipitasil. pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
m. kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
n. ajarkan tentang teknik non farmakologio. berikan analgetik untuk mengurangi nyerip. evaluasi keefektifan kontrol nyeriq. tingkatkan istirahatr. kolaborasikan dengan dokter jika keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
ANALGETIC ADMINISTRATIONDefinisi : penggunaan agen farmakologi untuk menghentikan atau mengurangi nyeriIntervensi :a. tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obatb. cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
c. cek riwayat alergid. pilih analgetik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu
e. tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri
f. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
g. pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
h. monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali
i. berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
j. evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efek samping)
2 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik (garukan: erosi, eksoriasi atau krusta)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24 jam integritas jaringan: kulit dan mukosa normal dengan indikator: a. temperatur jaringan dalam rentang
yang diharapkan b. elastisitas dalam rentang yang
diharapkan c. hidrasi dalam rentang yang
PENGAWASAN KULITa. Inspeksi kondisi luka b. Observasi ekstremitas untuk warna, panas,
keringat, nadi, tekstur, edema, dan lukac. Inspeksi kulit dan membran mukosa untuk
kemerahan, panas, drainased. Monitor kulit pada area kemerahane. Monitor penyebab tekananf. Monitor adanya infeksi
diharapkand. pigmentasi dalam rentang yang
diharapkane. warna dalam rentang yang
diharapkanf. tektur dalam rentang yang
diharapkang. bebas dari lesih. kulit utuh
g. Monitor kulit adanya rashes dan abrasih. Monitor warna kuliti. Monitor temperatur kulitj. Catat perubahan kulit dan membran mukosak. Monitor kulit di area kemerahan MANAJEMEN TEKANANa. Tempatkan pasien pada terapeutic bedb. Elevasi ekstremitas yang terlukac. Monitor status nutrisi pasiend. Monitor sumber tekanane. Monitor mobilitas dan aktivitas pasienf. Mobilisasi pasien minimal setiap 2 jam sekalig. Back ruph. Ajarkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar
3 Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus nokturnal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x24jam gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil:a. Jumlah jam tidur dalam batas normalb. Pola tidur,kualitas dalam batas
normalc. Perasaan fresh sesudah tidur/istirahatd. Mampu mengidentifikasi hal-hal
yang meningkatkan tidur
Sleep Enhancementa. Menjaga kulit agar selalu lembabb. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola
tidurc. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuatd. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
sebelum tidur (membaca)e. Ciptakan lingkungan yang nyamanf. Kolaburasi pemberian obat tidur
4 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan persepsi penampilan kulit
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x24jam , diharapkan Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai dengan kriteria hasil:
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
c. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
a. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri
b. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan
c. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.d. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien,
bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
e. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri, seperti merias, merapikan
f. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
5 Resiko infeksi berhubungan dengan lesi pada kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam status kekebalan pasien meningkat dengan indilaktor: a. tidak didapatkan infeksi berulangb. tidak didapatkan tumorc. status rspirasi sesuai yang
diharapkan temperatur badan sesuai yang diharapkan
d. integritas kulite. integritas mukosaf. tidak didapatkan fatigue kronisg. reaksi skintes sesuai paparan
KONTROL INFEKSIDefinisi: meminimalkan mendapatkan infeksi dan transmisi agen infeksiIntervensi :a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lainb. Pertahankan teknik isolasic. Batasi pengunjung bila perlud. Instruksikan pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
e. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan
h. WBC absolut dalam batas normalSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x24 jam psien mengetahui cara cara mengontrol infeksi dengan indikator: a. Mendeskripsikan proses penularan
penyakitb. Mendeskripsikan faktor yang
mempengaruhi terhadap proses penularan penyakit
c. Mendeskripsikan tindakan yang Dapat dilakukan untuk pencegahan proses penularan penyakit
d. Mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi
e. Mendeskripsikan penatalaksanaan yang tepat untuk infeksi
f. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g. Gunakan universal precaution dan gunakan sarung tangan selma kontak dengan kulit yang tidak utuh
h. Tingkatkan intake nutrisi dan cairani. Berikan terapi antibiotik bila perluj. Observasi dan laporkan tanda dan gejal
infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor
k. Kaji temperatur tiap 4 jaml. Catat dan laporkan hasil laboratorium, WBCm. Gunakan strategi untuk mencegah infeksi
nosokomialn. Istirahat yang adekuato. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci
kulit dengan hati-hatip. Ganti IV line sesuai aturan yang berlakuq. Pastikan perawatan aseptik pada IV liner. Pastikan teknik perawatan luka yang tepats. Berikan antibiotik sesuai aturant. Ajari pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi dan kalau terjadi melaporkan pada perawat
DAFTAR PUSTAKA
Daili, E.S.S., Menaldi, S.L., dan Wisnu, I. M. 2005. Penyakit yang Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Medical Multimedia Indonesia.
Djuanda S, Sularsito. 2010. SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Mansjoer, Suprohaita, Wardhani, Setiowulan. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Sunaryanto, A. 2009. Skabies dengan Infeksi Sekunder. [serial online]. https://andikunud.files.wordpress.com/2010/08/skabies.docx [diakses tanggal 4 Sepetember 2015].