seminar asuhan keperawatan ketoasidosis part 2
DESCRIPTION
Seminar Asuhan Keperawatan Ketoasidosis Part 2TRANSCRIPT
SEMINAR ASUHAN KEPERAWATANKEGAWATDARURATAN KETOASIDOSIS
“Diabetes Melitus Tergantung Insulin dengan Ketoasidosis pada Anak Usia 12 Tahun”
Disusun oleh:Jeki Rahmawati (15255)Nanang Arif K (15257)Redita Elva F (15262)Wahyu Nitari (15264)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA2015
SKENARIO KASUS
Seorang anak perempuan, usia 12 tahun, berat badan 33kg, datang ke UGD
RSU FK UKI dengan keluhan utama sesak nafas dan keluhan tambahan nyeri
perut, mual, dan muntah. Pasien pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini
yaitu sekitar dua tahun yang lalu, dengan diagnosis diabetes ketoasidosis. Saat itu
pasien mendapatkan terapi insulin dan kadar gula darah pasien berkisar antara
400-500 mg/dl. Pasien kemudian dirujuk ke RSCM. Setelah keluar dari RSCM
pasien hanya mengontrol gula darah dengan alat yang dimilikinya dan
menggunakan obat diafersa 2 x 1 tablet yang didapat dari dokter spesialis anak di
klinik dekat rumahnya. Pasien menjalankan aktivitas seperti biasa, namun selama
itu pasien mengeluh sering buang air kecil terutama malam hari, sering merasa
haus, dan pasien juga cepat merasa lapar. Ibu pasien juga mengatakan bahwa
pasien memiliki nafsu makan yang tinggi akan tetapi tidak mengalami kenaikan
berat badan, justru sebaliknya berat badan pasien cenderung turun. Riwayat
diabetes melitus dalam keluarga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk didapatkan keadaan umum tampak sakit
berat, tidak ada sianosis pada ujung kaki dan bibir. Kesadaran somnolen, tekanan
darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 124 kali/menit, frekuensi pernafasan 54
kali/menit, pernafasan cepat dan dalam, pergerakan dinding dada simetris, tidak
ditemukan ronkhi dan mengi, bunyi jantung I-II normal, tidak ada bising atau
bunyi jantung tambahan, perut datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar,
bising usus 8x/menit, ekstremitas akral dingin.
Pada Tabel 1, hasil pemeriksaan gula darah sewaktu saat pasien masuk
didapatkan kadarnya 363 g/dl, kemudian dari hasil analisa gas darah didapatkan
pH 6,93, pCO2 5,2 mmHg, pO2 214 mmHg, base excess -29,4 mmol/L, hasil
pemeriksaan urin lengkap didapatkan reduksi +2, aseton +3. Setelaha dilakukan
pengkoreksian terhadap cairan, elektrolit, status asam basa, dan pemberian insulin
didapatkan hasil laboratorium gula darah sewaktu 146 g/dl, dari hasil analisa gas
darah pH 7,289, pCO2 32,2 mmHg, pO2 166,8 mmHg, base excess -10,2 mmol/L,
urin lengkap reduksi +2, aseton +1 (Tabel 1).
Pasien dirawat di ruang intensive care unit (ICU) selama ± 4 hari kemudian
pasien dipindah rawat di bangsal anak RSU FK-UKI.
Setelah perawatan selama ± 10 hari di bangsal kondisi pasien semakin
membaik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan,
kesadaran komposmentis, keluhan sesak sudah tidak ada, frekuensi nafas 21
kali/menit, pernafasan cuping hidung (-), retraksi (-), suhu axilla 37,2°C, gula
darah sewaktu berkisar antara 200-400 mg/dl. Pasien mendapatkan terapi actravid
subkutan 3 x 12 unit dan lantus 1 x 6 unit. Berat badan pasien pun mengalami
kenaikan dari 33kg menjadi 38kg. Kemudian terapi insulin dinaikkan yaitu
actravid 3 x 16 unit, dan lantus 1 x 8 unit. Diet disesuaikan dengan kebutuhan
kalori perhari karena pada anak masih dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan sehingga makanan yang dikonsumsi harus memenuhi standar yaitu
karbohidrat 60-65%, protein 23%, dan lemak <30%. Pasien pulang dan dianjurkan
untuk kontrol ke RSCM ke sub bagian endokrinologi anak untuk terapi lebih
lanjut.
TINJAUAN TEORI SESUAI KASUS
1. Diabetic Ketoacidosis (DKA)
Diabetes merupakan kondisi di mana jumlah glukosa dalam darah terlalu
tinggi karena tubuh tidak dapat menggunakan dengan benar, yang disebabkan
oleh tidak diproduksinya insulin dalam pankreas atau ketidakcukupan insulin
dalam membantu glukosa untuk masuk ke dalam sel tubuh atau insulin yang
dihasilkan tidak mampu bekerja dengan benar (resistensi insulin) (Diabetes
UK, 2015). Sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin,
sehingga sel akan mengambil energi dari sumber lain seperti sel lemak
(Krisnatuti, Yenrina, & Rasjmida, 2014). Sel lemak yang dipecah ini akan
menghasilkan keton yang merupakan senyawa kimia beracun yang dapat
menyebabkan darah menjadi asam, sehingga kondisi ini disebut dengan
ketoasidosis (Krisnatuti, Yenrina, & Rasjmida, 2014).
Diabetic ketoacidosis (DKA) merupakan komplikasi akut, utama, dan
dapat mengancam jiwa dari diabetes, terutama terjadi pada pasien diabetes
tipe 1, meskipun tidak jarang juga dapat terjadi pada diabetes tipe 2 (Hamdy,
2015). Kondisi ini merupakan sebuah gangguan metabolik yang kompleks
dengan ditandai adanya hiperglikemia, ketoasidosis, dan ketonuria (Hamdy,
2015).
2. Gejala Diabetic Ketoacidosis (DKA)
Gejala dari DKA seperti muncul rasa lesu, lemah, dan letih; mual dan
muntah yang mungkin berhubungan dengan terjadinya nyeri perut, penurunan
nafsu makan, dan anoreksia; penurunan berat badan yang cepat pada pasien
yang baru didiagnosis diabetes tipe 1; riwayat kegagalan dalam mematuhi
terapi insulin atau melewatkan suntikan insulin karena terjadi muntah atau
keadaan psikologis atau riwayat kegagalan dalam mekanisme insulin infusion
pump; penurunan keringat yang keluar; perubahan kesadaran, seperti
disorientasi ruangan dan kebingungan; nafas menjadi lebih cepat karena
tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah; dan bau nafas yang
tercium seperti bau aseton (Hamdy, 2015; Krisnatuti, Yenrina, & Rasjmida,
2014).
3. Penyebab DKA
a. Tidak cukup insulin. Tidak menyuntikkan insulin yang cukup atau tubuh
membutuhkan insulin yang lebih dari biasanya karena sakit (American
Diabetes Association, 2013).
b. Tidak cukup nutrisi. Ketika sakit, sering merasa tidak ingin makan,
kadang-kadang menyebabkan tingkat keton yang tinggi atau dapat terjadi
ketika melewatkan makan (American Diabetes Association, 2013).
c. A gross lack of insulin, seperti pada pasien yang baru didiagnosis diabetes
tipe 1 (Nattrass, 2010).
d. A relative lack of insulin, seperti ketika konsentrasi hormon katabolik
meningkat dan sekresi insulin cadangan terbatas, contohnya pada pasien
dengan diabetes tipe 2 yang kurang sehat atau sejenisnya, pada pasien
diabetes tipe 1 yang tidak meningkatkan insulin saat terdapat infeksi
penyerta (Nattrass, 2010).
4. Patofisiologi DKA
Diabetic ketoacidosis (DKA) biasanya terjadi akibat dari kekurangan
insulin, disertai dengan peningkatan sekresi hormon counterregulatory
(Dhatariya, 2014). Hormon counterregulatory utama adalah glukagon,
epinefrin (juga dikenal sebagai adrenalin), kortisol, dan hormon pertumbuhan
(Diabates Self-Management, 2014). Hal ini menyebabkan hidrolisis
trigliserida di dalam jaringan adiposa, meningkatkan pengiriman asam lemak
bebas ke hati, yang berfungsi sebagai substrat ketogenik; keton termasuk b-
hidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton, b-hidroksibutirat menjadi dominan di
DKA. Bersamaan dengan glukoneogenesis hepatik dan hasilnya
glikogenolisis di hiperglikemia berat. Dehidrasi adalah ciri utama dari DKA,
sehingga awalnya diuresis osmotik akibat hiperglikemia, kemudian
diperburuk dengan muntah, dan akhirnya ketidakmampuan untuk intake
cairan karena gangguan kesadaran (Dhatariya, 2014).
Dari sumber lain menyebutkan bahwa ciri umum dari kondisi DKA
(infeksi, trauma, insulin eror dan infark miokard) adalah peningkatan
konsentrasi hormon katabolik, seperti katekolamin, kortisol, glukagon dan
hormone pertumbuhan. Efeknya semua hormon tersebut antagonis dengan
insulin di tingkat jaringan, sehingga memunculkan efek kekurangan insulin.
Selain itu, katekolamin dapat menghambat sekresi insulin, sehingga
memperburuk kekurangan insulin. Defisiensi insulin dan kelebihan hormon
katabolik mempromosikan keluaran glukosa hepatik dan menghambat
penyerapan glukosa perifer, sehingga menyebabkan hiperglikemia. Hasil
hiperglikemia pada glikosuria, peningkatan kehilangan urin dan akhirnya
dehidrasi, tetapi efek pada sel lemak sangat penting dalam memproduksi
asidosis. Perincian berupa trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak sangat
sensitif terhadap penghambatan insulin, dan juga sensitif terhadap promosi
oleh hormon katabolik, terutama katekolamin. Asam lemak yang diangkut
dalam darah ke hati akan dimetabolisme untuk menjadi badan keton
(Nattrass, 2010).
Pada saat yang sama, peningkatan lipolisis dan ketogenesis penyebab
ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia, ketika melebihi ambang
ginjal sekitar 180 mg/dL, dikombinasi dengan ketonemia, mengarah ke
diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Glomerulus
menurunkan laju filtrasi karena meningkatnya dehidrasi, glukosa dan keton,
sehingga memperburuk hiperglikemia dan asidosis. Perubahan metabolisme
lebih merangsang produksi hormon stres, mengakibatkan peningkatan
resistensi insulin dan memburuknya hiperglikemia dan hiperketonemia (Fogel
dan Zimmerman, 2009).
.
5. Komplikasi DKA
Diabetic ketoacidosis (DKA) merupakan komplikasi utama dari diabetes
tipe I, tetapi kejadian di diabetes tipe II meningkat. DKA ditandai dengan
hiperglikemia, hiperosmolalitas, ketoasidosis, dan deplesi volume (Oakes dan
Cole, 2007), kejadian DKA tersebut dapat menimbulkan komplikasi seperti:
a. Penumpukan cairan di otak (edema serebral) (U.S. National Library of
Medicine, 2014). Edem cerebral umumnya terjadi pada anak dengan DKA
yang berat, DM tipe 1 yang baru, durasi gejala yang panjang (Fogel dan
Zimmerman, 2009).
b. Serangan jantung dan kematian jaringan usus karena tekanan darah rendah.
c. Gagal ginjal (U.S. National Library of Medicine, 2014).
d. Kebanyakan kematian terjadi pada orang tua yang kurang mampu
mengatasi pertukaran cairan. Kadang-kadang, kematian terjadi berasal dari
muntah dan aspirasi pneumonia. Perut membesar dan mengandung
sejumlah besar cairan. Bahaya meningkat pada pasien dengan kesadaran
terganggu (Nattrass, 2010).
e. Kematian jarang pada pasien muda. Biasanya berasal dari oedema
cerebral. Biasanya pada awalnya pasien tampaknya ada kemajuan yang
baik, tapi keadaan menurun terjadi kemudian (Nattrass, 2010).
f. Sindrom gangguan pernapasan karena gangguan paru-paru seperti ARDS
(Nattrass, 2010).
g. Hypokalaemia.
h. Kelebihan cairan seperti non-cardiogenic pulmonary oedema.
i. Pankreatitis.
j. Rhabdomyolysis (Oakes dan Cole, 2007).
6. Penatalaksanaan DKA
a. Terapi cairan (Gotera, 2010)
Prioritas utama pada penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD)
adalah terapi cairan. Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan
pada tahap awal terapi dan hanya dengan terapi cairan saja akan
membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Sebuah studi
menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih dari 80%
penurunan kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi.
Berikut cara menentukan derajat dehidrasi:
Fluid deficit = (0,6 x berat badan dalam kg) x (corrected Na/140)
Corected Na = NA+(kadar gula darah-5)-3,5
Atau bisa menggunakan osmolalitas serum total dan corrected serum
sodium concentration.
Osmolalitas serum total= 2xNa (mEq/l)+kadar glukosa darah
(mg/dl)/18+BUN/2,8
Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya
adalah penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8-
12 jam pertama dan sisanya dalam 12-16 jam berikutnya. Menurut
perkiraan para ahli, total kekurangan cairan pada pasien AD sebesar
100ml/kgBB, atau sebesar 5-8 liter. Pada terapi cairan ini disarankan
untuk menggunakan cairan fisiologis (NaCl 0,9%) sebagai terapi awal
untuk resusitasi cairan.
Pemakaian ringer laktat (RL) disarankan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya hiperkloremia yang umumnya terjadi pada
pemakaian normal salin dan berdasarkan strong ion theory untuk
asidosis.
b. Terapi Insulin (Gotera, dkk, 2010)
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan
rehidrasi yang memadai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar
hormon glukagon, sehingga menekan produksi benda keton di hati,
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino
dari jaringan otot, dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.
c. Natrium (Gotera, dkk, 2010)
Penderita KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium serum
yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap
peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium
diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur.
d. Kalium (Gotera, dkk, 2010)
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh
(sampai 3-5 mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali
terjadi.
e. Bikarbonat (Gotera, dkk, 2010)
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH >7,0
pengembalian aktifitas insulin memblok liposis dan memperbaiki
ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat.
f. Fosfat (Gotera, dkk, 2010)
Meskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami
penurunan hingga 1,0 mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal
atau meningkat. Kadar fosfat menurun dengan terapi insulin.
g. Magnesium (Gotera, dkk, 2010)
Pada penderita KAD biasanya terdapat defisit magnesium sebesar 1-2
mEq/l. Kadar magnesium ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat
seperti obat diuretik yang dapat menurunkan kadar magnesium darah.
Gejala kekurangan magnesium sangat sulit dinilai dan sering tumpang
tindih dengan gejala akibat kekurangan kalsium, kalium, atau natrium.
7. Nilai Normal Pemeriksaan Laboratorium
Berdasarkan American College of Physician (2008), nilai normal
pemeriksaan laboratorium seperti di bawah ini:
a. Eritrosit: 4,2-5,9 x 106/µL (4,2-5,9 x 1012 cells/L)
b. Hematokrit:
1) Laki-laki 0-15 mm/jam
2) Wanita 0-20 mm/jam
c. Hemoglobin:
1) Laki-laki: 14-17 g/dL (140-170 g/L)
2) Wanita: 12-16 g/dL (120-160 g/L)
d. Leukosit: 4000-10000/µL (4,0-10 x 109 /L)
e. Serum albumin: 3,5-5,5 g/dL (35-55 g/L)
f. Serum bikarbonat 23-28 meq/L (23-28 mmol/L)
g. Gas darah:
1) pH: 7,38-7,44
2) PCO2: 35-45 mmHg
3) PO2: 80-100 mmHg
4) Saturasi oksigen: 95% atau lebih
h. Serum kalsium: 9-10,5 mg/dL (2,2-2,6 mmol/L)
i. Serum klorida: 98-106 meq/L (98-106 mmol/L)
j. Serum kreatinin: 0,7-1,3 mg/dL (61,9-115 µmol/L)
k. Serum elektrolit:
1) Sodium: 136-145 meq/L (136-145 mmol/L)
2) Potasium— 3,5-5,0 meq/L (3,5-5,0 mmol/L)
3) Klorida— 98-106 meq/L (98-106 mmol/L)
4) Bikarbonat— 23-28 meq/L (23-28 mmol/L)
l. Asam laktat (darah vena): 6-16 mg/dL (0.67-1.8 mmol/L)
m. Serum magnesium— 1.5-2.4 mg/dL (0.62-0.99 mmol/L)
n. Serum protein:
o. Total: 6.0-7.8 g/dL (60-78 g/L)
p. Albumin: 3.5-5.5 g/dL (35-55 g/L)
q. Globulins: 2.5-3.5 g/dL (25-35 g/L)
r. Serum asam urin: 2.5-8 mg/dL (0.15-0.47 mmol/L)
ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP)
1. Pengkajian
Initial Assessment
a. Mengkaji airway, breathing, dan circulation
b. Melakukan pemeriksaan klinis
c. Memeriksa TTV dan berat badan
d. Mengkaji tingkat keparahan dehidrasi
e. Mengkaji status neurologis: AVPU, PGCS
f. Monitor jantung (EKG)
Patient Assessment
a. Clinical Presentation
1) Mual, muntah
2) Sering pipis di malam hari
3) Banyak makan tetapi berat badan cenderung turun
4) Weight Loss
5) Nyeri abdomen
6) Somnolence
7) Sesak nafas
8) Tidak ada sianosis
9) Lemas
10) Ekstremitias akral dingin
b. Riwayat Penyakit
1) Riwayat diabetes dan onset
a) Intake makanan terakhir
b) Kadar gula darah terakhir/ rutin
2) Regimen insulin standar
a) Dosis insulin terakhir
b) Tipe insulin dan cara pemberian
3) Riwayat hospitalisasi terakhir
4) Durasi gejala
Mual/ muntah/ nyeri abdomen
5) Faktor presipitasi
a) Aktivitas fisik
b) Perubahan dalam kebiasaan makan
c) Stres
d) Dosis insulin yang terlewatkan
e) Penyakit
c. Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji dehidrasi
TTV, membran mukus, WPK, kulit (warna, suhu, dan turgor)
2) Mengkaji asidosis
a) Aroma nafas aseton
b) Nafas dalam dan cepat, Kussmaul’s respirations
3) Mengkaji status mental (perhatikan adanya edema)
a) AVPU
b) PGCS
c) Mengkaji tanda/ gejala kemungkinan adanya infeksi
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan utama
1) Kadar gula darah
2) Kandungan keton dalam urin
3) Gas darah vena
4) Kandungan kimia dasar darah: elektrolit, BUN, kreatinin,
magnesium, kalsium, fosfor
b. Pemeriksaan tambahan/ penunjang
1) CBC
2) Osmolalitas
3) Serum beta-hydroxybutyrate (beta-OH)
4) Hemoglobin A1c (HgbA1c)
5) Antibodi pankreas
6) Pemeriksaan tambahan sesuai indikasi
7) CXR, non-contrast CT kepala, kultur (darah, urin, kerongkongan)
Pengkajian dari kasus
a. Nama : Nn. X
b. Umur : 12 tahun
c. Berat badan : 33kg
d. Riwayat penyakit :
1) Nyeri perut, mual, muntah
2) 2 tahun yang lalu didiagnosis Diabetik Ketoasidosis dengan kadar
gula darah 400-500 mg/dl
e. Riwayat pengobatan
1) Terapi insulin
2) Sudah pernah hospitalisasi
3) Konsumsi obat diafersia 2 kali 1 tablet
Data Subjektif Data Objektif
Sesak nafas Nyeri perut Mual Muntah Cepat haus Cepat lapar Nafsu makan tinggi tapi berat
badan tidak naik, cenderung turun
Sering buang air kecil terutama dimalam hari
Tidak ada riwayat diabetes melitus dalam keluarga
Keadaan umum nampak sakit berat
Tidak ada sianosis pada ujung kaki dan bibir
Kesadaran somnolen Tekanan darah 130/80 mmHg Nadi 124 kali/menit Nafas 54 kali/menit Pernafasan cuping hidung (+) Retraksi Suprasternal (+) Retraksi intercosta (+) Restraksi epigastrium (+) Pernafasan cepat dan dalam Pergerakan dinding dada
simetris Tidak ada ronki dan mengi Bunyi jantung I-II normal Tidak ada bising atau bunyi
jantung tambahan
Data Subjektif Data Objektif
Perut datar Lemas Hepar dan lien tidak teraba
membesar Bising usus 8 kali/menit Ekstrimitas akral dingin Gula darah sewaktu 363 g/dl Hasil analisa gas darah: pH=
6,93; pCO2= 5,2 mmHg; pO2= 214 mmHg; base excess= -29,4 mmol/L
Hasil pemeriksaan urin lengkap: reduksi= +2; aseton= +3
Data Masalah Etiologi
DS: Sesak nafas Nyeri perut
DO: Napas 54
kali/menit Pernafasan cuping
hidung (+) Retraksi
Suprasternal (+) Retraksi intercosta
(+) Restraksi
epigastrium (+) Pernafasan cepat
dan dalam
Ketidakefektifan pola nafas
Kelelahan Hiperventilasi Nyeri perut
DS: Mual, muntah Cepat haus Sering buang air
kecil terutama di malam hari
Penurunan volume cairan
Kehilangan volume cairan secara aktif
Data Masalah Etiologi
DO: Lemas Kesadaran
somnolen
2. Nursing Diagnosis, Nursing Outcomes Classification (NOC), Nursing
Interventions Classification (NIC)
Diagnosa NOC NIC
Domain 4: Activity/ restClass 4: Cardiovascular/ Pulmonary ResponsesIneffective breathing pattern berhubungan dengan kelelahan, hiperventilasi, dan nyeri perut – 0032Definisi: Inspirasi dan atau ekspirasi tidak mampu melakukan ventilasi yang adekuat.Batasan Karakteristik:
Pola nafas tidak normal (pernafasan 54 kali/menit, nafas cepat dan dalam)
TakipneaFaktor yang berhubungan:
Kelelahan Hiperventilasi Nyeri
Domain 2: Physiologic HealthClass: CardiopulmonaryRespiratory Status: Airway patency – 0410Definisi: Membuka, membersihkan jalur trakeobronkhial untuk pertukaran udara.Outcome:
Frekuensi pernafasan pasien menurun dari skala 1 ke 3
Kedalaman pernafasan membaik dari skala 1 ke 3
Pernafasan cuping hidung membaik dari skala 1 ke 5
Domain 2: Psychological ComplexClass: Respiratory ManagementRespiratory Monitoring – 3350Definisi: Mengumpulkan dan menganalisa data pasien untuk memastikan patensi jalan nafas dan pertukaran gas secara adekuat.Aktivitas:
Memonitor kecepatan, ritme, kedalaman, dan kekuatan pernafasan
Mencatat pergerakan dada, retraksi suprasternal, retraksi interkosta, dan retraksi epigastrium
Memonitor pola pernafasan
Diagnosa NOC NIC
seperti takipnea dan hiperventilasi
Memonitor level saturasi oksigen secara berkelanjutan dari 98,5% menjadi 99% setelah dilakukan intervensi
Mencatat perubahan saturasi oksigen dan perubahan nilai analisis gas darah, yaitu pH 7,358, PCO2 39,2 mmHg, PO2
178,8 mmHg, saturasi oksigen 99,4%, HCO3 1,0 mmol/L
Domain 2: Psychological ComplexClass: Respiratory ManagementAirway Management – 3140Definisi: memfasilitasi patensi jalan nafasAktivitas:
Memposisikan pasien untuk mengoptimalkan ventilasi
Memonitor status respirasi
Diagnosa NOC NIC
dan oksigenasiDomain 2: NutritionClass 5: HydrationDeficient fluid volume berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif – 00027Definisi: Penurunan cairan intravaskuler, interstitial, dan atau intraseluler. Hal tersebut mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahan sodium.Batasan karakteristik:
Peningkatan heart rate (124 kali/menit)
Peningkatan konsentrasi urin (reduksi= +2; aseton= +3)
Kehilangan berat badan
Haus Lemas
Faktor yang berhubungan:
Kehilangan volume cairan secara aktif
Domain 2 Physiologic HealthClass Fluid and ElectrolyteHydration – 0602Definisi:Cairan yang adekuat di kompartemen intraseluler dan ekstraseluler tubuh.Outcome:
Intake cairan meningkat dari skala 3 ke 4
Serum sodium dalam batas normal
Level haus menurun dari skala 3 ke 4
Tekanan darah menurun dari skala 3 ke 4
Berat badan meningkat dari skala 3 ke 4
Domain 2 Psychological ComplexClass: Tissue Perfusion ManagementFluid Management – 4120Definisi:Promosi keseimbangan cairan dan pencegahan komplikasi dari hasil abnormal atau level cairan yang tidak dikehendaki.Aktivitas:
Memonitor status hidrasi seperti keadekuatan nadi.
Memonitor tanda-tanda vital
Memonitor status nutrisi
Memberikan asupan cairan seperti normal saline atau ringer laktat dengan jumlah 10-20 ml/kgBB selama 1-2 jam, jika masih dehidrasi diulangi bolus sebanyak 10-20 ml/kgBB dengan menggunakan cairan NS/ RL selama 1-2 jam
Diagnosa NOC NIC
di mana jumlah maksimal bolus adalah kurang dari 40 ml/kg dalam 4 jam
Memonitor perubahan berat badan sebelum dan sesudah terapi actravid subkutan 3 x 12 unit dan lantus 1 x 6 unit (berat badan meningkat)
Domain 2 Psychological ComplexClass Electrolyte and Acid-Base ManagementElectrolyte Management – 2000Definisi: mengumpulkan dan menganalisa data pasien untuk pengaturan keseimbangan elektrolit.Aktivitas:
Memonitor keadekuatan ventilasi
Memonitor kehilangan cairan dan elektrolit
Memonitor mual dan muntah
3. Evaluasi
Diagnosa Evaluasi
Ineffective breathing pattern berhubungan dengan kelelahan, hiperventilasi, dan nyeri perut
Subjek: Sesak nafas Nyeri perut
Objek: Napas 54 kali/menit Pernafasan cuping hidung (+) Retraksi Suprasternal (+) Retraksi intercosta (+) Restraksi epigastrium (+) Pernafasan cepat dan dalam
Achievement: Frekuensi pernafasan pasien menurun dari
skala 1 ke 3 Kedalaman pernafasan membaik dari skala 1
ke 3 Pernafasan cuping hidung membaik dari skala
1 ke 5Planning:
Frekuensi pernafasan pasien menjadi normal dari skala 3 ke 5
Kedalaman pernafasan membaik dari skala 3 ke 5
Deficient fluid volume berhubungan dengan keilangan volume cairan
Subjek: Mual, muntah Cepat haus Sering buang air kecil terutama di malam hari
Objek: Lemas Kesadaran somnolen
Achievement: intake cairan meningkat dari skala 3 ke 4 Serum sodium dalam batas normal Level haus menurun dari skala 3 ke 4 Tekanan darah menurun dari skala 3 ke 4 Berat badan meningkat dari skala 3 ke 4
Planning: intake cairan meningkat dari skala 4 ke 5
Diagnosa Evaluasi
Serum sodium dalam batas normal Level haus menurun dari skala 4 ke 5 Tekanan darah menurun dari skala 4 ke 5 Berat badan meningkat dari skala 4 ke 5
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Diabetic ketoacidosis (DKA) merupakan komplikasi akut dan utama dari
diabetes serta dapat mengancam jiwa, terutama terjadi pada pasien diabetes
tipe 1, dengan ditandai adanya hiperglikemia, ketoasidosis, dan ketonuria.
DKA disebabkan karena tidak cukupnya insulin, tidak cukupnya nutrisi, a
gross lack of insulin, dan a relative lack of insulin.
Penatalaksanaan untuk DKA dapat diberikan terapi cairan, terapi insulin,
natrium, kalium, bikarbonat, fosfat, dan magnesium. Diagnosa keperawatan
yang dapat ditetapkan:
a. Diagnosa: Ineffective breathing pattern berhubungan dengan kelelahan,
hiperventilasi, dan nyeri perut
NOC : Airway patency
NIC : Respiratory Monitoring dan Airway Management
b. Diagnosa: Deficient fluid volume berhubungan dengan keilangan volume
cairan
NOC : Hydration
NIC : Fluid Management dan Electrolyte Management
2. Saran
a. Bagi pasien dan keluarga
1) Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala
ketoasidosis.
2) Diharapkan pasien dan keluarga mampu meningkatkan kepatuhan
terhadap terapi DKA.
b. Bagi perawat
1) Perawat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengenai
tanda dan gejala serta penatalaksanaan DKA.
2) Perawat memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien terkait
dengan DKA.
Daftar Pustaka
American College of Physician. 2008. Normal Laboratory Values
American Diabetes Association. 2013. DKA (Ketoacidosis) & Ketones. Diakses
pada tanggan 21 oktober 2015 di http://www.diabetes.org/living-with-
diabetes/complications/ketoacidosis-dka.html?referrer=https://
www.google.co.id/
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC) sixth edition. United States of
America. Elsevier
Dhatariya, K. 2014. Diabetic ketoacidosis and hyperosmolar crisis in adults.
Diabetic Emergencies.
Diabates Self-Management. 2014. Counterregulatory Hormones. Diakses pada
tanggal 21 Oktober 2015 di
http://www.diabetesselfmanagement.com/diabetes-resources/definitions/
counterregulatory-hormones/
Diabetes UK. 2015. What is Diabetes?. England and Wales. Available at:
https://www.diabetes.org.uk/Guide-to-diabetes/What-is-diabetes/ Accessed
at 22 October 2015
Fogel, N., dan Zimmerman, D. 2009. Management of Diabetic Ketoacidosis in the
Emergency Department. Diabetic Ketoacidosis In The Ed / Fogel And
Zimmerman.
Gotera, W., dkk. 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD). Jurnal
Penyakit Dalam. Vol 11 Nomer 2
Hamdy, O. 2015. Diabetic Ketoacidosis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/118361-overview Accessed at 21
October 2015
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015-2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell
Krisnatuti, D., Yenrina, R., & Rasjmida, I. D. 2014. Diet Sehat untuk Penderita
Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Swadaya
Moorhead, Sue., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC) fifth edition. United States of America.
Elsevier
Nattrass, M. 2010. Diabetic ketoacidosis. Ketoacidosis And Hypoglycaemia.
Oakes, EE., dan Cole, L. 2007. Diabetic Ketoacidosis DKA. Intensive Care Unit
at Nepean Hospital
U.S. National Library of Medicine. 2014. Diabetic ketoacidosis. Diakses pada
tanggal 21oktober 2015 di
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000320.htm
LAMPIRAN