documentsd

5
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal. Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tosil faucial), tonsil lingual (tosil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil) (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007). Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000). Tonsilitis akut merupakan suatu inflamasi akut yang terjadi pada tonsilla palatina, yang terdapat pada daerah orofaring disebabkan oleh adanya infeksi maupun virus. Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan Anatomi Tonsil

Upload: marioallen-threepoint-shooter

Post on 11-Jul-2016

226 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

ds

TRANSCRIPT

Page 1: Documentsd

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal. Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tosil faucial), tonsil lingual (tosil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil) (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007).

Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000). Tonsilitis akut merupakan suatu inflamasi akut yang terjadi pada tonsilla palatina, yang terdapat pada daerah orofaring disebabkan oleh adanya infeksi maupun virus.

Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan (Colman, 2001). Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

Etiologi

Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan. Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi untuk membuat limfosit, yaitu sejenis sel darah putih yang bertugas membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui

Anatomi Tonsil

Page 2: Documentsd

mulut. Tonsil akan berubah menjadi tempat infeksi bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis. (Charlene J. Reeves,2001). Penyebab tonsillitis (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007) adalah infeksi kuman Streptococcus beta Hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. Streptococcus pyogenes merupakan patogen utama pada manusia yang menimbulkan invasi lokal, sistemik dan kelainan imunologi pasca streptococcus (Jawetz, 2007).

Patofisiologi Tonsilitis

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil berperan sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang masuk dan membentuk antibody terhadap infeksi. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis. Pada tonsilitis akut dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga sakit menelan dan demam tinggi (39C-40C). Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sakit menelan, tenggorokan akan terasa mengental. (Charlene J. Reeves,2001).

Patofisiologi tonsilitis kronis bahwa adanya infeksi berulang pada tonsil yang menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian menginfeksi tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi tempat infeksi (fokal infeksi). Dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. roses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula (Rusmarjono, 2006).

Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala Tonsilitis menurut ( Smeltzer & Bare, 2000) ialah sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan menurut Effiaty Arsyad Soepardi,dkk ( 2007 ) tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri tenggorok, tidak nafsu makan, nyeri menelan, kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi, serta pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.

Penatalaksanaan

Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin ( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis) (Adam, 1997; Lee, 2008). Selain itu biasanya diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk

Page 3: Documentsd

suntikan. Untuk tonsilitis bakteri, penisililin merupakan antibiotik lini pertama untuk tonsilitis akut yang disebabkan bakteri Group A Streptococcus B hemoliticus (GABHS). Walaupun pada kultur GABHS tidak dijumpai, antibiotik tetap diperlukan untuk mengurangi gejala. Jika dalam 48 jam gejala tidak berkurang atau dicurigai resisten terhadap penisilin, antibiotik dilanjutkan dengan amoksisilin asam klavulanat sampai 10 hari (Christoper, Linda 2006; Current, 2007).

Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di Amerika Serikat, karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit (Wanri A, 2007). Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat.

DAFTAR PUSTAKA

Colman, Andrew. 2001. A Dictionary Of Psychology. UK: Oxford University Press.

Jawetz, Melnick dan Adelberg.2007. Microbiologi Kedokteran Edisi ke-23. Jakarta: EGC,237-238.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Reeves J. Charlene, dkk. 2001. Keperawatan medikal bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Rusmarjono dan Efiaty A. S. 2009, Faringitis, Tonsilitis, dan hipertrofi Adenoid dalam: Soepardi E. A. dkk. Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Kepala dan Leher , VI; Jakarta : EGC, hal: 217-225.

Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk, 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher, ( Edisi Keenam ), Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.