retorika dakwah bi al-lisan kh. syarif rahmat ra, sq...
TRANSCRIPT
-
RETORIKA DAKWAH BI AL-LISAN KH. SYARIF RAHMAT RA, SQ
DALAM PROGRAM DAMAI INDONESIAKU
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
SYEHAB BUDIYANTO
NIM: 1110051000112
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017
-
ABSTRAK
Syehab Budiyanto 1110051000112
Retorika Dakwah KH. Syarif Rahmat RA. SQ. Dalam Program Damai
Indonesiaku
Tugas dakwah merupakan suatu kewajiban yang diemban oleh setiap
orang muslim, menyampaikan kebenaran yang ada dalam Al-Quran dan Hadist
sudah menjadi konsekuensi seorang yang menganggap dirinya beriman, walaupun
yang disampaikannya itu hanya satu ayat. Banyak da’i yang pandai berbicara
sehingga pidato panjang lebar akan tetapi tidak memperoleh apa-apa kecuali
kebosanan, hal ini di sebabkan pembicara banyak mempunyai bahan materi tetapi
tidak mampu mengorganisasikannya. Dakwah akan di terima dengan baik oleh
mad’u apabila penyampaianya seorang da’i dapat menggunakan retorika dengan
baik salah satunya adalah KH. Syarif Rahmat RA, SQ. seorang da’i yang mampu
menyuguhkan dakwahnya dengan retorika yang baik.
Penyampaian pidato yang paling banyak dilakukan juru dakwah sekarang
ini adalah dengan menggunakan ceramah atau disampaikan secara lisan, yakni
melalui ceramah atau pidato dalam pengajian, kenyataan ini dapat dilihat dari desa
maupun kota. Akan tetapi dakwah dengan menggunakan metode ceramah,
haruslah disampaikan dengan cara-cara yang efektif sehingga dapat diterima oleh
sasaran dakwah dan tidak terjadi kesalah pahaman dalam menerima isi dari pesan
dakwah yang disampaikan untuk itu untuk mewujudkan hal tersebut maka juru
dakwah dibutuhkan untuk menguasai retorika. Retorika adalah seni berbicara
dihadapan masyarakat luas yang mana tujuan dari pengaplikasian terhadap
dakwah ialah dapat merubah pola pikir masyarakat agar kembali pada jalan Allah.
Jadi peran retorika dalam sebuah dakwah tidak dapat dipisahkan.
Berangkat dari sinilah maka peneliti retorika da’i adalah suatu yang
menarik, selanjutnya yang menambah penulis tertarik untuk mengajukan
penelitian ini karena KH Syarif Rahmat RA,SQ. merupakan seorang kiai
sekaligus muballigh yang tidak asing lagi dimasyarakat. Selain itu yang paling
membedakan dari da’i lainnya adalah beliau selalu menggunakan blangkon dalam
setiap berdakwah, hal inilah yang menjadi penerik tersendiri sehingga beliau
disukai oleh banyak jamaah atau karena cara penyampaian beliau yang sesuai
menurut kaidah retorika sehingga beliau banyak diminati.
Dalam penelitian ini penulis terjun langsung pada peristiwa dimana data
diperoleh dan dikumpulkan dari subjek, objek dan orang-orang yang
bersangkutan. Subjek dalam penelitian ini adalah KH. Syarif Rahmat RA,SQ.
kemudian yang dijadikan objek penelitian adalah retorika dakwah. Teori yang
digunakan yaitu teori Jalaluddin Rakhmat, Sedangkan penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif analisis. rumusan masalah yang ditinjau adalah
jenis pidato, teknik penyampaian pidato yang terdiri dari pendekatan Informatif,
persuasif, humor dan konsep pemiliharn materi dalam programn damai
Indonesiaku.
-
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hidarat Allah SWT,
yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga berkat izin-
Nya penulis mampu menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Shalawat beserta
salam selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna
baik dalam hal bentuk maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari
berbagai pihak, Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
sepatutunya diberikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Suparto M.Ed, Ph.D, selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik. Dr. Hj. Roudhanah MA, selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi dan Suhaimi M. Si, selaku Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
2. Drs. Masran MA, selaku ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam dan Fathurokhmah SS, M.si, selaku Sekertaris Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam.
3. Prof. Dr. Murodi MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
selalu memberikan masukan dan membantu penulis selama proses
perkuliahan.
-
iii
4. Rubiyanah, M.A. selaku Dosen Pembimbing yang dengan tulus
memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis serta nasehat-
nasehat yang luar biasa yang semoga bermanfaat bagi penulis.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
sangat berkontribusi dalam memberikan banyak ilmu serta pengetahuan
yang tiada terkira kepada penulis selama menjalani Studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta serta sluruh straf dan kariawan yang telah
melayani dan menyiapkan fasilitas titelatur, sampai penulis bisa
menyelesaikan studi ini.
7. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
yang telah memfasilitasi penulis untuk mempelajari dan mencari bahan
untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Para pegawai/ staf Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang
telah memberikan pelayanan yang prima kepada penulis.
9. Kepada kedua orang tua penulis, ayahanda tercinta Ahmad Nurdin dan
ibunda tercinta Evi Sofiah yang telah membesarkan dan merawat
penulis dengan rasa cinta kasih dan sayang. Serta lantunan doa dan
ridho yang tak pernah putus, sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Guru besar KH. Syarif Rahmat RA, SQ selaku Pemimpin Pon-Pes
Ummul Qura, selaku ayah dan dan orang tua saya di pesantren.
-
iv
11. Teman-teman KPI angkatan 2010, Khusunya teman-teman sekelas KPI
D: Kurnia Prasetio, Abdullah Icshan Baihaqi, Abdurrahman, Agung
Sulistiono Nugroho, Boby Gunawan, Enjang Zaki, Fahmi Hayatudin,
Helmi Afandi, Sumantri, Maulana Fityan, Rahmat Hidayat, Zainun
Najmi Hasmi dan tentunya teman-teman perempuan KPI D yang tidak
dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaannya,
penulis bangga menjadi bagian dari kalian. Tetap berjuang dan tetap
semangat Semoga kita sama-sama bisa meraih kesuksesan.
12. Keluarga besar Forum komunikasi Alumni Pesantren Ummul Qura
Tangerang Selatan, Teman-teman KKN kompak, RNJ, BORJU, KPPA
Nusantara dan PSHT Komisariat UIN Jakarta dan semua pihak yang
telah membantu, memotivasi, dan memberikan masukan-masukan
selama penulis kuliah dan dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan
study di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tercinta ini.
Jazakumullah khairal jaza. Penulis berharap semoga karya tulis ini
bermanfaat bagi kita semua dan menambah setitik khazanah ilmu pengetahuan.
Jakarta, 21 juni 2017
Syehab Budiyanto
-
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 6
D. Metodologi Penelitian ........................................................ 7
E. Tinjauan Pustaka ................................................................ 10
F. Sistematika Penulisan......................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORI RETORIKA DAKWAH
A. Ruang Lingkup Retorik ...................................................... 14
1. Pengertian Retorika ................................................... 14
2. Lima Hukum Retorika ................................................ 18
3. Jenis Dan Teknik ........................................................ 20
4. Tujuan dan Fungsi Retorika ....................................... 27
B. Ruang Lingkup Dakwah .................................................... 29
1. Pengertian Dakwah ...................................................... 29
2. Unsur-Unsur Dakwah................................................... 34
3. Bentuk- Bentuk Dakwah .............................................. 50
C. Hubungan Retorika dan Dakwah ....................................... 51
-
vi
ABAB III PROFIL KH. SYARIF RAHMAT RA, SQ
A. Riwayat Hidup KHR Syarif Syarif Rahmat RA, SQ, MA . 55
B. Gambaran Umum Program Dama Indonesiaku ................. 56
C. Pendidikan Formal, Non Formal dan Organisasi ............... 61
1. Pendidikan Formal ....................................................... 61
2. Pendidikan Non Formal ............................................... 62
3. Organisasi ..................................................................... 64
D. Prestasi Dan Karya Tulis .................................................... 64
E. Aktifitas .............................................................................. 66
BAB IV ANALISIS RETORIKA DAKWAH BI AL-LISAN KH.
SYARIF RAHMAT RA, SQ DALAM PROGRAM DAMAI
INDONESIAKU
A. Data dakwah Bi Al-Lisan KH. Syarif Rahmat RA,SQ Dalam
Program Damai Indonesiaku .............................................. 68
B. Analisis Jenis dan Teknik Dakwah Bi Al-Lisan KH. Syarif
Rahmat RA,SQ Dalam Program Damai Indonesiaku ........ 83
C. Analisis Teknik Dakwah Bi Al-Lisan KH. Syarif Rahmat RA,SQ
Dalam Program Damai Indonesiaku .................................. 87
D. Konsep Pemilihan Materi Dakwah Bi Al-Lisan KH. Syarif
Rahmat RA,SQ Dalam Program Damai Indonesiaku ........ 93
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 101
B. Saran ................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 100
LAMPIRAN
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Da‟i atau pelaku dakwah adalah seseorang yang menyampaikan dan
mengajarkan Islam serta berusaha untuk mewujudkan ajaran tersebut dalam
kehidupan.1 Dakwah yang paling banyak dilakukan da‟i pada saat ini adalah
melalui ceramah atau bil-lisan. Dakwah Bi Al-Lisan adalah suatu teknik atau
metode dakwah yang praktis dan banyak diwarnai oleh karakteristik bicara
seorang da‟i atau Muballigh pada waktu aktivitas dakwah, dakwah Bi Al-Lisan
diartikan sebagai tata cara pengutaraan dan penyampaian dakwah di mana
berdakwah lebih berorientasi pada berceramah, pidato, tatap muka dan
sebagainya.
Menyampaikan dakwah dengan diwarnai oleh karakteristik berbicara yang
memakai retorika yang sempurna, sehingga mampu mempengaruhi para
pendengar untuk mengikuti ajaran yang disampaikan. Kesemuanya ini menuntut
agar para da‟i lebih arif dan bijaksana mengetahui siapa yang dihadapinya
sehingga apa yang disampaikan dapat meningkatkan wawasan dan
menyempurnakan akhlakul karimah.
Karenanya kepandaian retorika seorang juru dakwah sangat dituntut, sebab
dengan penguasaan retorika seorang da‟i dapat memotivasi pendengarnya menuju
tingkah laku atau sikap yang sesuai dengan pesan dakwahnya. Rasulullah SAW
1Dr. M. Tata Taufik, Dakwah Era Digital seri Komunikasi Islam, (Kuningan: Al-Ikhlash,
2013), Cet. Ke-1, hal. 62
-
2
sendiri pernah berkata dalam berdakwahnya “Berbicaralah kepada manusia
menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing, (HR. Muslim)2.
Penyampaian dakwah yang dilakukan dengan cara tidak memperhatikan
siapa pendengar yang dihadapinya, maka dapat mengakibatkan pesan dakwah
yang disampaikan tidak mengenai sasaran dan akan menyebabkan keresahan umat
serta kesalah pahaman maksud dan tujuan dari apa yang telah disampaikan.
Dakwah akan diterima dengan baik apabila para da‟i mengetahui secara
tepat kepada siapa dakwah itu di tunjukan, dikarenakan setiap manusia itu tidak
sama, baik dari segi usia, tingkat kecerdasan dan status sosial dalam masyarakat.
Semua itu menuntut agar penyeru dakwah arif dan bijaksana kepada siapa dan
bagaimana ia harus menghadapi jamaah.3
Menguasai materi saja belum cukup untuk meraih sukses dalam dunia
pidato tanpa dibarengi dengan keindahan bahasa. Rangkaian kata dan susunan
bahasa yang indah dan berirama dalam berpidato merupakan akar dalam retorika.
Bung Tomo tokoh 10 November yang dikenal dengan Hari Pahlawan, Soekarno
yang mampu membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk bangkit berjuang
melawan penjajah Belanda dalam dalam meraih kemerdekaan dan Zainuddin MZ.
julukannya adalah "Dai Sejuta Umat" karena dakwahnya yang dapat menyentuh
seluruh lapisan masyarakat. Semua itu kalau kita kaji dan analisa tidak lain
bersumber dari sebuah pidato serta keindahan bahasa yang mampu menggerakan
hati manusia untuk melakukan apa yang orator ingini.
2Fachrudin HS dan Irfan Fachruddin, Pilihan Sabda Rasulullah, (Jakarta: Bumi
Aksara,1978), hal. 346 3M. Bahri Saputra, Buku Ajar Dakwah Lisan (Teknik Khithabah), (Fakultas Dakwah UNI
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), Cet. Ke-1, hal.2
-
3
Dalam buku Jalaluddin Rakhmat yang berjudul Retorika Modern
Pendekatan Praktis Aristoteles menyebutkan ada tiga cara untuk mempengaruhi
manusia. Pertama, Anda harus sanggup menunjukan kepada khalayak bahwa
Anda memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status
terhormat (ethos). Kedua, Anda harus menyentuh hati khalayak: perasaan, emosi,
harapan, kebencian dan kasih sayang mereka (pathos). Kelak para ahli retorika
modern menyebutnya imbauan emosional (emotional appeals). Ketiga, Anda
meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai
bukti. Di sini Anda mendekati khalayak lewat otaknya (logos) .4 Sehingga
terciptalah dakwah yang komunikatif.
Banyak da‟i pada saat ini yang tidak mampu membaca jamaah yang
dihadapi sehingga menghadapi orang kota disamakan dengan menghadapi orang
desa. Dan memberikan ceramah ditengah intelektual atau pelajar tidak
dibedakannya dengan menghadapi orang awam, dikarenakan setiap manusia itu
tidak sama, baik dari segi usia, tingkat kecerdasan dan status sosial dalam
masyarakat. Dan banyak sekali orang yang pandai berbicara sehingga pidato
panjang lebar, akan tetapi tidak memperoleh apa-apa selain kelelahan dan
kebosanan, hal ini disebabkan pembicara banyak mempunyai bahan materi tetapi
tidak mampu mengorganisasikannya. Oleh karena itu, bila seseorang mau menjadi
4Jalaludin Rakhmat, Retorika Modern, (Bandung: PT: Remaja Rosdakarya, 2014), cet.
Ke-18, hal. 7
-
4
ahli pidato, maka perlu memperhatikan dan memahami tahap penyusunan pidato.5
Penggunaan retorika dalam berpidato merupakan persuasi dari da‟i untuk
meyakinkan mad‟u bahwa ajaran Islam sebagai pedoman hidup yang mampu
menyelamatkan manusia untuk hidup di dunia dan akhirat. Retorika akan
berpengaruh pada isi pesan dakwah yang disampaikan da‟i. Ekspresi komunikasi
efektif da‟i dalam menyampaikan dakwah Islam akan dilihat dan didengar oleh
mad‟u, sehingga mad‟u akan mengikuti apa yang disampaikan dan diharapkan
da‟i.
Pada saat ini para da‟i dalam berdakwah menggunakan metode pribadi yang
dapat memberikan perhatian kepada masyarakat. Seiring dengan harapan
kehadiran para da‟i di tengah masyarakat agar memberikan nuansa baru dalam
berdakwah sehingga masyarakat dapat menerima dan mengamalkan apa
disampaikan oleh para da‟i.
Seorang da‟i dituntut untuk mampu menggunakan kata yang baik dan
teratur sehingga pesan dakwah memiliki relevansi dalam kehidupan di masyarakat
yang dapat dimengerti dan difahami oleh mad‟u mengenai pesan dakwah yang
disampaikan. Walaupun ayat dan hadits yang digunakan oleh para da‟i memiliki
kesamaan, namun mereka berbeda dalam menjelaskan ayat dan hadits tersebut,
tergantung pada persiapan dan keilmuan da‟i. Maka retorika berfungsi sebagai
ilmu yang membimbing untuk merancang kata agar tercapai tujuan dakwah.
KH. Syarif Rahmat adalah seorang muballigh yang sudah dikenal luas oleh
masarakat dalam dakwah dan sudah banyak diterima dikalangan masyarakat
5Wahidin Saputra, Buku Ajar Dakwah Lisan (Teknik Khithabah), (Fakultas Dakwah UIN
SYarif Hidayatullah Jakarta, 2006), Cet Ke-1, hal.1
-
5
nasional. Dan terbilang sukses dalam penyampaian dakwahnya, beliau tahu apa
yang harus lakukan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang,
dari berbagai tantangan dakwah beliau terlihat bisa menghadapinya argumen kuat
dan dengan gaya bahasanya yang tegas dan lugas sehingga pesan yang
disampaikan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Beliau juga terkadang
menggunakan media seni pula jadi semua kalangan bisa menerima, karena itulah,
beliau seringkali tampil pada program Damai Indonesiaku yang secara rutin
tayang di TV One setiap hari Sabtu dan Minggu, Program talk show Damai
Indonesiaku merupakan salah satu program acara kerohanian bagi umat Islam
yang sarat akan pesan dakwah, karena sifatnya sendiri komprehensif. Dan
memiliki nuansa yang berbeda dibanding dengan program-program agama lain,
yang memiliki program acara yang sama kaitannya dengan keagamaan. Acara
membahas seputar permasalahan (problematika) yang paling banyak/ramai di
perbicarakan dalam sepekan. Tentunya dengan dilihat dari sudut pandang agama
Islam.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik membahas permasalahan
tersebut pada sebuah skripsi berjudul: “Retorika Dakwah Bi Al-Lisan KH.
Syarif Rahmat RA, SQ dalam Program Acara Damai Indonesiaku”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Peneliti sangat menyadari aktifitas dakwah beliau sangat padat, oleh
karena itu tidak mungkin semua data mengenai dakwah yang disampaikan
saat berdakwah penulis cantumkan pada skripsi ini. Oleh karena itu,
-
6
peneliti hanya memfokuskan kepada retorika dakwah KH. Syarif Rahmat
RA, SQ dalam Program Acara Damai Indonesiaku tanggal 2 Januari 2016
di Hotel Mabruk Anyer, Labuan Banten. 10 januari 2016 di Mabes AU
Cilangkap, Jakarta Timur. 28 Februari 2016 di Pendopo Kasepuhan
Keraton Girilaya, Cirebon, Jawa Barat. 14 februari 2016 di Masjid Istiqlal
Jakarta Pusat. 2 November 2016 di Aula Djayoesman Korlantas Polri, Jl
MT Haryono, Jakarta Selatan, 30 oktober 2016 di masjid Siti Raswani,
Bekasi, 10 juni 2016 di Perguruan Bustanul Ulum, Pati, Jawa Tengah, 29
oktober 2016 di Masjid Jami: Al Hidayah, Tebet Dalam III, Jakarta
Selatan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah
penelitian ini adalah :
a. Apakah jenis Dakwah Bi Al-Lisan yang biasa digunakan oleh KH.
Syarif Rahmat RA, SQ dalam Program dakwah Damai
Indonesiaku?
b. Bagaimana teknik penyampaian dakwah Bi Al-Lisan KH. Syarif
Rahmat RA, SQ dalam Program Damai Indonesiaku?
c. Bagaimana Konsep Pemilihan Materi Dakwah Bi Al-Lisan KH.
Syarif Rahmat RA, SQ dalam Program Damai Indonesiaku?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Mengacu pada pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka
-
7
penelitian dalam skripsi ini yaitu :
a. Untuk mengetahui jenis pidato yang biasa digunakan oleh KH. Syarif
Rahmat RA, SQ dalam Program dakwah Damai Indonesiaku.
b. Untuk mengetahui teknik penyampaian KH. Syarif Rahmat RA, SQ
dalam program dakwah damai Indonesiaku.
c. Untuk mengetahui konsep pemilihan materi KH. Syarif Rahmat RA,
SQ dalam Program dakwah Damai Indonesiaku.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian diantaranya :
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif bagi
pengembangan penelitian melalui pendekatan Ilmu Komunikasi.
Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan umumnya bagi yang
lain yang terjun pada dunia dakwah. Yang berkaitan tentang retorika
sebagai alat utama dalam menyiarkan agama Islam.
b. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah akan
menjadi sebuah bahan tambahan bagi para da‟i untuk dapat
menyampaikan dakwah Islam dengan cara yang efektif dan efisien
dalam menyikapi perkebangan dakwah di Indonesia, Khususnya
berkenaan dengan retorika dakwah KH. Syarif Rahmat RA, SQ
dalam Program Acara Damai Indonesiaku.
-
8
D. Metodologi Penelitian
1. Metode dan Pendekatan Penelitian
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan representatif dalam
penelitian ini maka, penulis menggunakan metode Kualitatif Deskriptif
Analisis, yaitu metode yang memiliki beberapa langkah penerapan.6
Langkah pertama adalah mendeskripsikan gagasan primer yang menjadi
bahan utama. Langkah kedua, adalah membahas gagasan primer yang pada
hakikatnya adalah memberikan penafsiran penulis terhadap gagasan yang
dideskripsikan.7
Bagdan dan Taylor dalam buku penelitian kualitatif mendefinisika
“Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriftif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati”.8
Dean J. Champion dalam bukunya mengatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah “Penelitian yang berfungsi untuk mendata atau
mengelompokkan sederet unsur yang terlihat sebagai pembentuk suatu
bidang persoalan yang ada”.9
Penulis mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai factor-faktor, sifat, serta hubunga fenomena
7Mastuhi, Antar Disiplin Ilmu, (Bandung: Dan Pusjarlit Nuansa, 1998). Cet. Ke-1, hal. 45.
8Lexi J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosyada Karya, 1993) Cet. Ke-10, hal. 3
9Lexi J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosyada Karya, 1993) Cet. Ke-10, hal. 186
-
9
yang diteliti.
2. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah KH. Syarif Rahmat RA, SQ dan objek
penelitian ini adalah Retorika Dakwah di Program Acara Damai
Indonesiaku.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah prngamatan atau pencatatan secara sistematis
terhadap fenomena yang diselidiki.10
Dengan demikian penulis
mengamati, mengikuti kegiatan-kegiatan ceramah dan mencatat dengan
sistemetis fenomena-fenomena yang diselidiki. Dengan metode ini
penulis akan mengetahui langsung kegiatan dakwah KH. Syarif Rahmat
RA, SQ guna mendapat data yang valid, sehingga data yang diperoleh
dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya.
b. Wawancara
Wawancara adalah teknis dalam upaya menghimpun data yang
akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah
tertentu, yang sesuai dengan data. Dalam mengumpulkan data-data
dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengadakan
wawancara langsung dengan KH. Syarif Rahmat RA, SQ. Teknik
wawancara berbentuk, wawancara secara lisan. maksud wawancara ini
adalah untuk mengungkapkan riwayat hidup, pekerjaan dan lain-lain.
10
Sutrisno Hadi, “Metodologi Research, “(Yogyakarta: Ardi Offset, 1992), cet ke-21 h.
136.
-
10
Wawancara semacam ini dilakukan sedemikin rupa, sehingga yang
diwawancarai berbicara, sedangkan pewawancara duduk mendengarkan
dengan baik diselingi dengan sekali-kali mengajukan pertanyaan. Salain
itu, wawancara, wawancara juga dilakukan kepada para jamaahnya
(sebanyak lima orang) dengan tujuan memperoleh data dan fakta yang
akurat tentang retorika dakwah KH. Syarif Rahmat RA, SQ.
c. Dokumentasi
Pengambilan dokumentasi berupa foto-foto, rekaman suara dan
video yang dilakukan penulis pada saat penelitian.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan proses penyederhanaan ke dalam tulisan
yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.11
Dalam penelitian ini
penulis menggunakan analisa non statistic yaitu mengambil keputusan atau
kesimpulan yang benar melalui proses pengumpulan data dari hasil
penelitian dengan berwujud kata-kata kedalam tulisan yang lebih luas.12
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum penulis mengadakan penelitian lebih lanjut, maka langkah
pertama adalah meninjau pustakaan serta menelaah skripsi-skripsi terdahulu
yang mempunyai objek dan subjek yang hamper sama. Antara lain.
1. Leiza Sixmansyah “Retorika Dakwah KH Muchammad Syarif Hidayat”,
Skrpsi Fakutas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam, tahun 2014. Skripsi ini membahas tentang penerapan Retorika
11
Masi Singarimbun, Sofian Effendi, “Metode Penelitian Survey,” (Jakarta: LP3 ES, 1989),
Cet Ke-1, h. 263. 12
Wardi Bachtiar, “Metode Penelitian Ilmu Dakwah, “(Jakarta: Logos, 1997), h. 27.
-
11
Dakwah KH. Muchammad Syarif Hidayat yang mana penerapannya
menggunakan penerapan monologika. Sedangkan dalam skripsi ini penulis
meneliti tentang jenis pidato yang di gunakan, konsep pemilihan materi
dan teknik penyampaian dakwah KH. Syarif Rahmat RA, SQ. Dalam
Program damai Indonesiaku.
2. Ari Pratama Putra “Retorika Dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok”,
Skripsi Fakutas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam, tahun 2011. Skripsi ini membahas Retorika Dakwah KH. Ahmad
Damanhuri di Depok yang mana retorika KH. Ahmad Damanhuri
menggunakan pesan nonverbal berupa bahasa tubuh, gaya, penampilan
sedangkan dalam skripsi ini penulis meneliti tentang jenis pidato yang di
gunakan, konsep pemilihan materi dan teknik penyampaian dakwah KH.
Syarif Rahmat RA, SQ. Dalam Program damai Indonesiaku.
3. Syarifah Sa‟diah “Retorika dakwah KH. Habib ALI Alwi Bin Thahir”
Skripsi Fakutas Dakwah dan Komunikasi, jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam, tahun 2007. Yang mana skripsi ini menjelaskan rumusan masalah
tentang bagaimana pandangan KH. Habib ALI Alwi Bin Thahir dan
retorika apa yang di pakai sedangkan dalam skripsi ini penulis meneliti
tentang jenis pidato yang di gunakan, konsep pemilihan materi dan teknik
penyampaian dakwah KH. Syarif Rahmat RA, SQ. Dalam Program damai
Indonesiaku.
Dalam penelitian sebelumnya memang membahas masalah retorika
dakwah yang disampaikan, walaupun mengandung kategori retorika dakwah
-
12
namun penyampain para Mubaligh tersebut berbeda dalam retorika
berdakwahnya.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi, “UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan
oleh CEQDA tahun 2017.
Untuk Memberikan gambaran secara sederhana agar mempermudah
penulisan skripsi ini, maka penulisan ini, maka disusun sistematika penulisan
yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN. Bab ini memuat tentang latar belakang
masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II. TINJAUAN TEORITIS. Bab ini memuat tentang tinjauan
teoritis retorika, terdiri dari pengertian retorika, lima Hukum retorika, tujuan
dan fungsi retorika dan manfaat. Tinjauan teoritis dakwah, yang terdiri dari
pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, bentuk-bentuk dakwah dan hubungan
retorika dengan dakwah.
BAB III. PROFIL KH SYARIF RAHMAT RA, SQ, MA. Bab ini
memuat gambaran umum tentang biografi KH. Syarif Rahmat RA, SQ yang
terdiri dari riwayat hidup, pendifdikan , organisasi, Prestasi, karya-karya dan
aktifitas dakwah KH. Syarif Rahmat RA, SQ.
BAB IV. RETORIKA DAKWAH BI AL-LISAN KHR SYARIF
-
13
RAHMAT RA, SQ, MA. Bab ini merupakan hasil dan analisis tentang
rumusan masalah yang diantaranya memuat tentang, Jenis Dakwah Bi Al-
Lisan, Konsep Pemilihan Materi dan Teknik Dakwah Bi Al-Lisan KH. Syarif
Rahmat RA, SQ dalam program Damai Indonesiaku.
BAB V. PENUTUP. Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKAAN
LAMPIRAN
-
14
BAB II
LANDASAN TEORITIS RETORIKA DAN DAKWAH
A. Ruang Lingkup Retorika
1. Pengertian Retorika
Kata „retorika‟ berasal dari bahasa Yunani, yaitu rhetorikos. Artinya,
kecakapan berpidato. Kata tersebut terkait dengan kata rhetor yang berarti
pembaca publik, dan terkait dengan kata rhema, yang berarti perkataan.
Sehingga secara etimologis, retorika bisa dikatakan sebagai kecakapan
berpidato pembicara public yang terbiasa berkata-kata.13
Retorika berarti seni untuk berbicara baik (Kunst, gut, zu reden atau
Ars bene dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan
keterampilan teknis (ars, techne). Dewasa ini retorika diartikan sebagai
kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses
komunikasi antar manusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti
berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan
suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas,
padat dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang kuat
daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengingkapan yang tepat dan
daya pembuktian serta penilaian yang tepat.14
13
Maarif Zainul, Retorika Metode Komunikasi Publik (Jakarta: Rajawali Pers, 2015) Cet
ke-1, hal. 1 14
Dori Wuwur Hendrikus, Retorika Trampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi,
Bernegosiasi, (Yogyakarta: Kanisius, 2009) Cet ke-13, hlm. 14
-
15
Dengan demikian dapat dipahami bahwa maksud dari retorika adalah
ilmu tentang seni berbicara untuk memikat perhatian pendengar dan
meresapkan pesan-pesan ke dalam pikiran dan hati pendengar dengan
menggunakan beberapa cara yaitu dengan pemakaian bahasa yang baik
indah dan teratur, nada bicara yang menarikdengan selingan-selingan seni
dan humor yang dapat memikat perhatian pendengar serta penyusunan dan
bentuk pidato yang teratur dan sitematis.
Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa, khususnya ilmu bina bicara.
Retorika sebagi bagian dari ilmu bicara ini mencakup:
a. Monologika
Monologika adalah ilmu tentang seni berbicara secara monolog,
dimana hanya seorang yang berbicara. Bentuk-bentuk yang
tergolong dalam monologika adalah pidato, kata sambutan, kuliah,
ceramah, dan deklamasi.
b. Diologika
Dialogika adalah ilmu tentang seni berbicara secara dialog,
dimana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian
dalam satu proses pembicaraan. Bentuk dilogika yang penting
adalah diskusi, Tanya jawab, perundingan, percakapan dan debat.
c. Pembinaan Teknik Bicara
Efektif monologika dan dialogika tergantung juga pada teknik
bicara. Teknik bicara merupakan syarat bagi retorika. Oleh karena
itu pembinaan teknik bicara merupakan bagian yang penting
-
16
dalam retorika. Dalam bagian ini perhatian lebih diarahkan pada
pembinaan teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik
membaca dan bercerita.15
Adapun istilah retorika menurut beberapa para ahli berpendapat yaitu
antara lain:
1) Retorika menurut Aristoteles adalah retorika tidak lain daripada
kemampuan untuk menentukan, dalam kejadian tertentu dan
situasi tertentu, metode persuasi yang ada16
2) Retorika menurut E. Young adalah adalah ilmu yang mengajarkan
bagaimana kita menggarap masalah bicara, tutur kata secara
heiristik, epistomologi untuk membina saling pengertian dan
kerjasama.17
3) Retorika menurut Donald C. Bryant adalah proses untuk
menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan
(adjusting ideas to people to ideas in messages of all kinds).18
4) Retorika menurut Socrates adalah ilmu yang mempersoalkan
tentang bagaimana mencari kebenaran dengan dialog sebagai
15
P. Dori Wuwur Hendrikus, Retorika: Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi,
Bernegoisasi (Yogyakarta: Kanisius, 1991) hal. 16-17 16 Jalaludin Rakhmat, Retorika Modern, hal. 7 17
“Pengertian retorika menurut para ahli”. Diakses pada tanggal 26 desember 2016 dari
http//www.pengertianahli.com/2013//11/pengertian-menrut-para-ahli.html 18
Morissan dan Andy Corry Wardhani, Teori Komunikasi tentang Komunikator, Pesan,
Percakapan, dan Hubungan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), Cet Ke-1 hal. 43
-
17
tekniknya. Karena dialog kebenaran dapat timbul dengan
sendirinya.19
5) Retorika menurut Plato adalah kemampuan dalam
mengaplikasikan bahasa lisan yang sempurna dan merupakan
jalan bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang luas
dan sempurna.20
6) Retorika menurut Gorys Kraf adalah suatu pemakaian bahasa
sebagai seni baik lisan maupun tertulis yang didasarkan pada
suatu pengetahuan yang tersusun rapi dan baik.21
7) Retorika menurut I Gsti Ngurah Oka adalah ilmu yang
mengajarkan tindakan dan penampilan kultur untuk membina
saling pengertian, dan kerjasama serta kedamaian dalam
kehidupan masyarakat.22
Dengan demikian, penulis dapat memahami dan merangkum
pengertian retorika dari berbagai pendapat adalah suatu pemakaian bahasa
sebagai seni baik lisan maupun tertulis yang didasarkan pada suatu
pengetahuan yang tersusun rapi dan baik juga untuk memperoleh
pengetahuan yang luas dan sempurna untuk membangun kemampuan
argumentasi berkomunikasi dalam medan pikiran dan menyesuaikan ide
19
“Pengertian retorika menurut para ahli”.
http//www.pengertianahli.com/2013//11/pengertian-menrut-para-ahli.html 20
“Pengertian retorika menurut para ahli”.
http//www.pengertianahli.com/2013//11/pengertian-menrut-para-ahli.html 21
MH. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern, (Jakarta: CV Firdaus, 1993), cet
ke 6, hal.10 22
I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Pengantar, (Bandung: Terate, 1976), Cet,
ke-1, hal. 13
-
18
dengan orang dengan sistematis, logis dan efektif agar orang lain
terpengaruh dan mau membina saling pengertian, kerjasama serta
kedamaian dalam kehidupan masyarakat.
2. Lima Hukum Retorika
Di buku De Inventione, Marcus Tillius Cicero (106-43 SM)
memperkenalkan lima buah hukum retorika: inventio, disposition,
elocution, memoria, dan pronuntianto. Lima kaidah tersebut, selanjutnya,
menjadi objek pelatihan retorika selama berabad-abad di Imperium
Romawi hingga abad pertengahan. Hukum-hukum retorika itu merupakan
sistem dan panduan untuk berpidato dan menulis, bahkan dianggap sebagai
parameter penilai efektivitas retorika. Karena itu mengkajinya menjadi
conditio sine qua non (syarat mutlak) pada kajian retorika.
Berikut ini lima hukum retorika, diantaranya:
a. Invention (penyusunan data retorika)
Invention merupakan istilah retorika dari bahasa Latin yang di
terjemahkan ke bahasa Inggris dengan istilah invention atau discovery.
Artinya, pencarian.Yang dicari, dalam hal ini, adalah sarana untuk
mendapatkan alasan dan bukti yang shahih untuk membujuk dalam
beretorika.23
b. Dispositio (penyusunan data retorika)
Disposition merupakan hukum kedua dari retorika Cicero yang berisi
tentang tata cara mengatur argument bahan pidato/tulisan, supaya
23
Maarif Zainul, Retorika Metode Komunikasi Publik, hal-57
-
19
tertera rapih dan mudah diutarakan secara efektif. Hukum kedua ini
kelanjutan dari hukum pertama: invention. Sementara inventio
merupakan momen pencarian materi pembicaraan/penulisan,
disposition adalah saat menata materi tersebut.24
c. Elocution (komunikasi publik)
Elocution merupakan hukum ketiga retorika setelah inventio dan
dispositio. Dalam invention, data untuk pidato/tulisan dicari hingga
didapat. Setelah didapat, data tersebut disusun di momen disposition
hingga tersisa pertanyaan bagaimana menyampaikannya? Elocutio
menjawab pertanyaan tersebut dengan memaparkan gaya komunikasi
publik.25
Atau pengungkapan atau penyajian gagasan dalam bahasa
yang sesuai, yang meliputi komposisi bahasa, kerapian, kemahiran,
ketajaman, kesopanan,, kemegahan, dan hiasan pikiran.
d. Memoria (teknik menghafal dalam retorika)
Memoria merupakan senjata orator yang mengingat apa yang di
hendak disampaikan. Ingatan itu penting terutama dalam orasi tanpa
teks. Orator minimal perlu mengingat poin-poin yang hendak
disampaikan berikut argumentasinya. Tanpa ingatan yang baik, orator
tanpa teks tidak dapat berbicara dengan lancer, tentu saja menjadi
tidak menari, dan tidak dapat membujuk pendengarnya. Karena itu,
24
Maarif Zainul, Retorika Metode Komunikasi Publik, hal-69 25
Maarif Zainul, Retorika Metode Komunikasi Publik, hal-89
-
20
hal ihwal tentang ingatan berikut cara mengingat yang baik menjadi
sesuatu yang fital dalam retorika.26
e. Pronuntiato (teknik penyampaian pidato)
Pronuntiatio (chironamia/delivery) adalah bagian kelima dari seni
retorika yang berisi cara menyampaikan pidato yang baik. Dalam
catatan Gilbert Austin di buku Chironomia: A Treatise on Rhetorical
Delivery disebutkan bahwa mengemukakan pidato yang
baiksedikitnya memerlukan tiga hal: pengaturan suara (voice),
ekspresi raut muka (countenance) dan gerak tubuh (gesture)
setepatnya.27
3. Jenis dan Teknik Pidato
a. Jenis Pidato
Seorang da‟i memiliki varian tersendiri dalam menyampaikan pidato,
ada yang memilih jenis pidato dengan menyampaikan langsung ada yang
terlebih dahulu menuliskan poin-poinnya atau membacakan pidatonya.
Untuk itu dalam berpidato seorang da‟i biasanya mempunyai ciri tersendiri
dalam berpidato yang terlihat dari jenis pidato yang biasa disampaikan.
Sebagaimana yang dipaparkan dalam buku Retorika Modern
Pendekatan Praktis karangan Jalaluddin Rakhmat menerangkan bahwa
jenis pidato terbagi menjadi empat bagian yaitu:
26
Maarif Zainul, Retorika Metode Komunikasi Publik, hal-105 27
Maarif Zainul, Retorika Metode Komunikasi Publik, hal-115
-
21
1. Impromtu
Bila Anda menghadiri pesta dan tiba-tiba dipanggil untuk
menyampaikan pidato, pidato yang anda lakukan disebut
impromtu. Bagi juru pidato yang berpengalaman, impromtu
memiliki beberapa keuntungan: (1) Impromtu lebih dapat
mengungkapkan perasaan pembicara yang sebenarnya, karena
pembicara tidak memikirkan lebih dulu pendapat yang
disampaikannya, (2) gagasan dan pendapatnya datang secara
spontan, sehingga tampak segar dan hidup, (3) Impromtu
memungkinkan Anda terus berfikir.
Kerugiannya dapat melenyapkan keuntungan-keuntungan di atas,
lebih-lebih bagi pembicara yang masih “hijau”: (1) Impromtu dapat
menimbulkan kesimpulan yang mentah, karena dasar pengetahuan
yang tidak memadai, (2) Impromtu mengakibatkan penyampaian
yang tersendat-sendat dan tidak lancer, (3) gagasan yang
disampaikan bisa “acak-acakan” dan ngawur, (4) karena tiadanya
persiapan, kemungkinan “demam panggung” besar sekali.
Impromtu sebaiknya dihindari, tetapi bila terpaksa hal-hal berikut
dapat dijadikan pegangan:
a. Pikirkan lebih dahulu teknik permulaan pidato yang baik.
Misalnya: cerita, hubungan dengan pidato sebelumnya,
bandingan, Ilustrasi dan sebagainya.
-
22
b. Tentukan sistem organisasi pesan. Misanya: susunan
kronologis, teknik “pemecahan soal”, kerangka sosial-
ekonomi-politik, hubungan teori dan praktek.
c. Pikirkan teknik menutup pidato yang mengesankan.
Kesukaran menutup pidato biasanya merepotkan pembicara
impromtu.28
2. Manuskrip
Pidato manuskrip ini disebut juga pidato dengan naskah. Juru
pidato membacakan naskah pidato dari awal sampai akhir. Di sini
tidak berlaku istilah “menyampaikan pidato”, tetapi” membacakan
pidato”. Manuskrip diperlukan oleh nasional, sebab kesalahan kata
saja dapat menimbulkan kekacauan dan berakibat jelek bagi
pembicara. Manuskrip juga dilakukan oleh ilmuan yang
melaporkan hasil penelitiannya dalam pertemuan ilmiah. Pidato
radio dapat menggunakan manuskrip tanpa kelihatan oleh
pendengarnya.
tentu saja bukan jenis pidato yang baik walaupun memiliki
keuntungan-keuntungan sebagai berikut: (1) kata-kata dipilih
sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan arti yang tepat dan
pernyataan yang gamblang, (2) pernyataan dapat dihemat, karena
manuskrip dapat disusun kembali, (3) kefasihan bicara dapat
dicapai, karena kata-kata sudah disiapkan, (4) hal-hal yang ngawur
28 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hal. 17
-
23
atau menyimpang dapat dihindari, (5) manuskrip dapat diterbitkan
atau diperbanyak.
Ditinjau dari proses komunikasi kerugiannya cukup berat: (1)
komunikasi pendengar akan berkurang karena pembicara tidak
berbicara langsung kepada kepada mereka, (2) pembicara tidak
dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga akan kehilangan
gerak dan bersifat kaku, (3) umpan balik dari pendengar tidak
dapat mengubah, memperpendek atau memperpanjang pesan, (4)
perbuatannya lebih lama dan sekedar menyiapkan garis-garis
besarnya (outline) saja.
Untuk mengurangi kekurangan-kekurangan di atas, beberapa
petunjuk dapat diterapkan dalam penyususnan dan penyampaian
manuskrip:
a. Susunlah labih dahulu garis-garis besarnya dan siapkan
bahan-bahannya.
b. Tulislah manuskrip seakan-akan Anda bicara. Gunakan
gaya percakapan yang lebih informal dan langsung.
c. Baca naskah itu berkali-kali sambil sambil membayangkan
pendengar.
d. Hafalkan sekadarnya sehingga Anda dapat lebih sering
melihat pendengar.
-
24
e. Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan
batas pinggir yang luas.29
3. Pidato Memoriter
Pesan pidato ditulis kemudian diingat kata demi kata. Seperti
manuskrip, memoriter memungkinkan ungkapan yang tepat,
organisasi yang berencana, pemilihan bahasa yang teliti, gerak dan
isyarat yang diintegrasikan dengan uraian. Tetapi karena pesan
sudah tetap, maka tidaj terjalin saling hubungan antara pesan
dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu
dalampersiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata
kepada usaha mengingat-ingat. Bahaya terbesar timbul bila satu
kata atau lebih hilang dari ingatan. Seperti penulisan manuskrip,
maka naskah memoriter pun harus ditulis dengan gaya ucapan.30
4. Ekstempore
Ekstempore adalah jenis pidato yang paling baik dan paling sering
dilakukan oleh juru pidato yang mahir. Pidato sudah dipersiapkan
sebelumnya berupa out-line (garis besar) dan pokok-pokok
penunjang pembahasan (supporting points). Tetapi pembicara tidak
berusaha mengingatnya kata demi kata. Out-line itu hanya
merupakan pedoman untuk mengatur gagasan yang ada dalam
pikiran kita. Keuntungan ekstempore ialah komunikasi pendengar
dengan pembicara lebih baik karena pembicara berbicara langsung
29 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hal. 18 30 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hal. 19
-
25
kepada khalayak, pesan dapat fleksibel untuk diubah sesuai dengan
kebutuhan dan penyajiannya lebih spontan. Bagi pembicara yang
belum ahli, kerugian-kerugian berikut ini dapat timbul: persiapan
kurang baik bila dibuat terburu-buru, pemilihan bahasa yang jelek,
kefasihan yang terhambat karena kesukaran memilih kata dengan
segera, kemungkinan menyimpang dari out-line, dan tentu saja
tidak dapat dijadikan bahan penerbitan. Beberapa kekurangan
ekstempore yang disebut belakangan sebenarnya dengan mudah
dapat diatasi melalui latihan-latihan yang intensif.31
b. Teknik Pidato
Teknik pidato terbagi menjadi:
1. Informatif
Seperti ditunjukan namanya, bertuajuan untuk menyampaikan
informasi. Khalayak diharapkan mengetahui, mengerti, dan
menerima informasi itu. Ehninger, Monroe, dan Gronbeck
menyebut tiga macam pidato informatif (dalam buku mereka,
yang sering kita kutip, Principles and Type of Speech): (1) Oral
report (laporan lisan): laporan ilmiah, laporan panitia, laporan
tahunan, laporan proyek, dan sebagainya; (2) Oral instruction
(pengajaran): guru yang menjelaskan pelajaran, atasan yang
menerangkan pekerjaan, atau pemimpin yang membagi tugas
kepada bawahannya; (3) Informative Lectures (kuliah):
31 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hal. 19
-
26
ceramah umum, presentasi di depan peserta konfrensi,
penyajian makalah, pengajian.
Apa pun jenisnya, pidato informatif merupakan upaya untuk
menanamkan pengertian. Karena itu, secara keseluruhan,
pidato informatif harus jelas, logis, dan sistematis. Khalayak
sulit memahami pesan yang abstrak, meloncat-loncat, dan
kacau.32
2. Persuasif
Tujuan akhir pidato persuasif ialah mempengaruhi manusia.
Retorika sering juga disebut seni persuasi, dan persuasi adalah
proses mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan orang
dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang
tersebut bertindak seperti atas kehendak seperti atas
kehendaksnya sendiri, pendapat, sikap dan tindakan adalah
fenomena kepribadian, karena itu seorang orator (ahli pidato)
perlu mengetahui factor-faktor yang menentukan kepribadian
manusia.33
3. Rekreatif
Alan H. Monroe menyebutnya “the speech to entertain”, pidato
untuk menghibur. Anda berbicara tidak untuk menyampaikan
informasi, tidak pula untuk mempengaruhi. Tujuna anda
hanyalah menggembirakan, melepaskan ketegangan,
32 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hal. 89 33 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hal. 102
-
27
menggairahkan suasana, atau sekedar memberikan selingan
yang enak setelah rangkaian acara yang melelahkan. Pidato
rekreatif tidak selalu harus melucu. Anda dapat menceritakan
pengalaman yang luar biasa, eksotik, aneh tetapi nyata. Selama
anda menyampaikan hal-hal yang menarik perhatian
pendengar, mengendurkan saraf mereka, atau membuat mereka
santai. Anda sedang menyampaikan pidato rekreatif.34
4. Tujuan dan Fungsi Retorika
a. Tujuan Retorika
Secara retorika tujuan berbicara kepada massa itu dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. To inform, yaitu membiarkan penerangan dan pengertian kepada
massa, guna memberikan penerangan yang mampu menamkan
pengertian dengan sebaik-baiknya.
2. To convine, yaitu meyakinkan atau menginsyafkan.
3. To inspire, menimbulkan inspirasi dengan teknik dan system
penyampain yang baik dan bijkasana.
4. To entertain, yaitu menggembirakan, menghibur atau
menyenangkan dan memuaskan.
5. To ectuate (to put into action), yaitu menggerakkan dan
mengarahkan mereka untuk bertindak merealisasi dan
34
Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hal. 125
-
28
melaksanakan ide yang telah di komunikasikan oleh orator di
hadapan massa.35
b. Fungsi Retorika
I Gusti Ngurah Oka menjelaskan bahwa retorika adalah untuk:
1) Menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia terutama
dalam hubungan kegiatan bertuturnya, termasuk kedalam
gambaran ini antara lain gambaran proses kejiwaannya ketika ia
terdorong untuk bertutur ketika ia mengidentifikasi pokok
persoalan dan retorika bertutur ditampilkan.
2) Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa atau benda
yang biasa diangkat menjadi topik tutur. Misalnya saja gambaran
tentang hakikatnya, strukturnya, fungsi dan sebagainya.
3) Mengemukakan gambaran terperinci tentang masalah tutur
misalnya dikemukakan gambaran tentang hakikatnya, strukturnya,
bagian-bagianya dan sebagainya.
4) Bersama-sama dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut
diatas disiapkan pula bimbingan tentang:
a) Cara-cara memilih topic
b) Cara-cara memandang dan menganalisa topic untuk
menentukan saran ulasan yang persuasive objective.
c) Pemilihan jenis tutur yang disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dicapai
35
T,A Lathief Rosydy, Dasar-Dasar Retorika Komunikasi Dan Informasi, (Medan: PT.
Firma Rinbow, 1939) Cet ke-1 hal. 234-235
-
29
d) Pemilihan materi bahasan serta penyusunan menjadi kalimat-
kalimat yang padu, utuh, mantap dan bervariasi.
e) Pemilihan gaya bahasa dan gaya tutur dalam penampilan.36
B. Ruang Lingkup Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu da‟a, yad‟u,
da‟wan, du‟a, yang diartikan sebagai mengajak/menyeru, memenggil,
seruan, permohonan, dan permintaan. Istilah ini sering diberi arti yang
sama dengan istilah-istilah tablig, amr ma‟ruf dan nahi munkar,
mau‟idzhoh hasanah, tabsyir, indzhar, washiyah, tarbiyah, ta‟lim, dan
khotbah.37
Istilah dakwah dalam Al-Qur‟an diungkapkan dalam bentuk fi‟il
maupun mashdar sebanyak lebih dari seratus kata. Al-Qur‟an
mengkhususkan kata dakwah untuk mengajak kepada kebaikan yang
disertai dengan risiko masing-masing pilihan. Dalam Al-Qur‟an, dakwah
dalam arti mengajak ditemukan sebanyak 46 kali, 39 klai dalam arti
mengajak kepada islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau
kejahatan. Di samping itu, banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan
istilah dakwah dalam konteks yang berbeda.38
Terlepas dari beragamnya makna istilah ini, pemakaian kata dakwah
dalam masyarakat islam, terutama di Indonesia, adalah sesuatu yang tidak
36
I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Pengantar, Cet ke-1, hal. 65 37 M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), cet. Ke-4, hal 17 38
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 17
-
30
asing. Arti dari kata dakwah yang dimaksudkan adalah “seruan” dan
“ajakan”. Kalau kata dakwah diberi arti “seruan”, maka yang dimaksudkan
adalah seruan kepada islam atau seruan islam. Demikian juga halnya kalau
diberi arti “ajakan”, maka yang dimaksud adalah ajakan kepada islam atau
ajakan islam. Kecuali itu, “islam” sebagai agama disebut “agama dakwah”,
maksudnya agama yang disebar luaskan dengan cara damai, tidak lewat
kekerasan.
Setelah mendata seluruh kata dakwah dapat didefinisikan bahwa
dakwah islam adalah kegiatan mengajak, mendorong, dalam memotivasi
orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan
istiqomahdijalan Nya serta berjuang bersama meninggikan agama Allah.
Kata “mengajak, mendorong, dan memotivasi” adalah kegiatan
dakwah yang berada dalam ruang lingkup tabligh. Kata “bashirah” untuk
menunjukkan bahwa dakwah harus dengan ilmu dan perencanaan yang
baik. Kalimat “meniti jalan Allah” untuk menunjukan tujuan dakwah,
yaitu mardhotillah. Kalimat “istiqomah dijalan-Nya” untuk menunjukan
bahwa dakwah dilakukan secara berkesinambungan. Sedangkan kalimat
“berjuang bersama meninggikan agama Allah” untuk menunjukkan bahwa
dakwah bukan hanya untuk menciptakan kesalehan social. Untuk
mewujudkan masyarakat yang saleh tidak bisa dilakukan secara sendiri-
sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama.39
39 M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 19
-
31
Pada tataran praktik dakwah harus mengandung dan melibatkan tiga
unsur, yaitu: penyampaian pesan, informasi yang disampaikan, dan
penerimaan pesan. Namun dakwah yang mengandung pengertian yang
luas dari istilah-istilah tersebut, karena istilah dakwah mengandung makna
sebagai aktifitas menyampaikan ajaran islam, menyuruh berbuat baik dan
mencegah perbuatan mungkar, serta memberi kabar gembira dan
peringatan bagi manusia.
Oleh karena itu, secara terminologis pengertian dakwah dimaknai dari
aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan
keselamatan dunia akhirat. Sementara itu, para ulama memberikan definisi
yang bervariasi, antara lain:
a. Ali Makhfudh dalam kitabnya “Hidayatul Mursyidin”
mengatakan, dakwah adalah mendorong manusia berbuat
kebajikan dan mengikuti petunjuk [agama], menyeru
mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari
perbuatan mungkar agar memperoleh kebahagiaan dunia
dan akhirat.
b. Muhammad Khidr Husain dalam bukunya “al-dakwah ila
al Ishlah” mengatakan, dakwah adalah upaya untuk
memotivasi orang agar berbuat baik dan mengikuti jalan
petunjuk, dan melakukan amr ma‟ruf nahi munkar dengan
-
32
tujuan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.40
c. Ahmad Ghalwasy dalam bukunya “ad Dakwah al
Islamiyyah” mengatakan bahwa, ilmu dakwah adalah
ilmu yang dipakai untuk mengetahui sebagai seni
menyampaikan kandungan ajaran islam, baik iyi akidah,
syariat, maupun akhlak.
d. Nasrudin Latif meyatakan, bahwa dakwah adalah setiap
usaha aktivitas dengan lisan yang bersifat menyeru,
mengajak, memenggil manusia lainnya untuk beriman dan
mentaati Allah SWT. Sesuai dengan garis-garis akidah
dan syariat serta akhlak islamiyah.
e. Toha Yahya Omar mengatakan bahwa, dakwah adalah
mengajak manusia dengan cara bijak sana kepada jalan
yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di
akhirat.
f. Masdar Helmy mengatakan bahwa dakwah adalah
mengajak dan menggerakan manusia agar menaati ajaran-
ajaran Allah [islam] termasuk amr ma‟ruf nahi munkar
untuk bisa memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
40 M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 20
-
33
g. Quraish Shihab mendefinisikannya sebagai serauan atau
ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi
yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik dan
sempurna baik terhadap pribadi maupun masyarakat.41
Betapa pun definisi-definisi di atas terlihat dengan redaksi yang
berbeda, namun dapat disimpulkan bahwa esensi dakwah merupakan
aktifitas dan upaya untuk mengubah manusia, baik individu maupun
masyarakat dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik.
Lebih dari itu, istilah dakwah mencakup pengertian natara lain:
a) Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat
menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk
mengamalkan ajaran islam.
b) Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran islam yang
dilakukan secara sadar dan sengaja.
c) Dakwah adalaha suatu aktivitas yang pelaksanaannya bisa
dilakukan dengan berbagai cara atau metode.
d) Dakwah adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan
mencari kebahagiaan hidup dengan dasar keridhaan Allah.
e) Dakwah adalah usaha peningkatan pemahaman keagamaan
untuk mengubah pandangan hidup, sikap bathin dan perilaku
umat yang tidak sesuai ajaran islam menjadi sesuai dengan
41
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 20
-
34
tuntutan syariat untuk memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.42
2. Unsur-unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat
dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah:
a) Subjek Dakwah (da‟i)
Da‟i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan,tulisan,
maupun perbuatan yang dilakukan baik secaraindividu, kelompok,
atau lewat organisasi/ lembaga.43
Secara umum kata da‟i ini sering disebut dengan sebutan mubaligh
(orang yang menyampaikan ajaran islam), namun sebenarnya
sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena masyarakat
cenderung mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan
ajaran islam melalui lisan, seperti penceramah agama, khatib
(orang yang berkhotbah), dan sebagainya. Siapa saja yang
menyatakan sebagai pengikut Nabi Muhammad hendaknya menjadi
seorang da‟i, dan harus dijalankan sesuai dengan hujjah yang nyata
dan kokoh. Dengan demikian, wajib baginya untuk mengetahui
kandungan dakwah baik dari sisi akidah, syariah, maupun dari
akhlak. Berkaitan dengan hal-hal yang memerlukan ilmu dan
42
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 21 43
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 22
-
35
keterampilan khusus, maka kewajiban berdakwah dibebankan
kepada orang-orang tertentu.
Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da‟i adalah muslim dan
muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok
bagi tugas ulama. Ahli dakwah adalah wa‟ad, mubaligh
mustama‟in (juru penerang) yang menyeru, mengajak, memberi
pengajaran, dan pelajaran agama islam.44
Da‟i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang
Allah, alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan
dakwah untuk memberkan solusi, terhadap problem yang dihadapi
manusia, juga metode-metode yang dihadirkannya untuk
menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia tidak salah dan
tidak melenceng.
b) Objek (Mad‟u)
Mad‟u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia
penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai
kelompok, baik manusia yang beragama Islam atau tidak; atau
dengan kata lain, manusia secara keseluruhan. Kepada manusia
yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak
mereka untuk mengikuti agama Islam; sedangkan kepada orang-
orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan
kualitas iman, Islam, dan ihsan.
44
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 22
-
36
Muhammad Abduh membagi mad‟u menjadi tiga golongan, yaitu:
1) Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat
berpikir kritis dan cepat dapat menangkap persoalan.
2) Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat
berpikir secara kritis dan mendalam, serta belum menangkap
pengertian-pengertian yang tinggi.
3) Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut,
mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas
tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya secara
mendalam.45
c. Maddah (Materi) Dakwah
Maddah dakwah adalah isi pesan atau meteri yang disampaikan
da‟i kepada mad‟u. dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi
maddah dakwah adalah ajaran islam itu sendiri.
Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat
masalah pokok, yaitu:
1) Masalah Aqidah (keimanan)
Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah aqidah
islamiyah. Aspek aqidah ini yang akan membentuk moral
(akhlak) manusia. Oleh karena itu, yang pertama kali dijadikan
materi dalam dakwah Islam adalah masalah aqidah atau
keimanan. Aqidah yang menjadi materi utama dakwah ini
45
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 24
-
37
mempuyai ciri-ciri yang membedakannya dengan kepercayaan
agama lain, yaitu:
a) Keterbukaan melalui persaksian (syahadat). Dengan
demikian, seorang muslim harus selalu jelas identitasnya dan
bersedia mengakui identitas keagamaan orang lain.
b) Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan
bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam, bukan tuhan
kelompok atau bangsa tertentu. Dan soal kemanusiaan juga
diperkenalkan kesatuan asal usul manusia. Seluruh ajaran
aqidah baik soal ketuhanan, kerasulan, ataupun alam gaib
sangat mudah untuk dipahami.
c) Ketahanan antara iman dan islam atau antara iman dan amal
perbuatan. Dalam ibadah-ibadah pokok yang merupakan
manifestasi dari iman dipadukan dengan segi-segi
pengembangan diri dan kepribadian seseorang dengan
kemaslahatan masyarakat yang menuju pada
kesejahteraannya. Karena aqidah memiliki keterlibatan
dengan soal-soal kemasyarakatan.46
Keyakinan demikian yang oleh Al-Qur‟an disebut dengan
iman. Iman merupakan esensi dalam ajaran islam. Iman juga
erat kaitannya antara akal dan wahyu. Dalam Al-Qur‟an
istilah iman tampil dalam berbagai variasinya sebanyak
46
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 25
-
38
kurang lebih 244 kali. Yang palin sering adalah melalui
ungkapan. “wahai orang-orang yang beriman,” yaitu 55 kali.
Meski istilah ini ditunjukan kepada para pengikut Nabi
Muhammad SAW, 11 diantaranya merujuk kepada para
pengikut Nabi Musa dan pengikutnya, dan 22 kali kepada
para Nabi lain dan para pengikut mereka, orang yang
memiliki iman yang benar (haqiqiy) itu akan cenderung
untuk berbuat baik, karena ia mengetahui bahwa
perbuatannya itu adalah baik dan akan menjauhi perbuatan
jahat, karena ia tahu perbuatan jahat itu akan berkonsekuensi
pada hal-hal yang buruk. Dan iman haqiqiy itu sendiri dari
atas amal saleh, karena mendorong untuk
melakukanperbuatan yang nyata. Posisi iman inilah yang
berkaitan dengan dakwah Islam dimana amr ma‟ruf nahi
munkar dikembangkan yang kemudian menjadi tujuan utama
dari suatu proses dakwah.
2) Masalah Syariah
Hukum atau syaria sering disebut sebagai cermin peradaban
dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan
sempurna, maka peradaban mencerminkan dirinya dalam
hokum-hukumnya. Pelaksanaan syariah merupakan sumber
yang melahirkan peradaban Islam, yang melestarikan dan
-
39
melindunginya dalam sejarah. Syariah inilah yang akan selalu
menjadi kekuatan peradaban dikalangan kaum muslim.47
Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat kuat dan
mengikat seluruh umat Islam. Ia merupakan jantung yang tidak
terpisahkan dari kehidupan umat Islam di berbagai penjuru
dunia, dan sekaligur merupakan hal yang patut dibanggakan.
Kelebihan dari materi syariah Islam antara lain, adalah bahwa ia
tidak dimiliki oleh umat-umat yang lain. Syariah ini bersifat
universal, yang menjelaskan hak-hak umat muslim dan non
muslim, bahkan hak seluruh umat manusia. Dengan adanya
materi syariah ini, maka tatanan system dunia akan teratur dan
sempurna.
Di samping mengandung dan mencakup kemaslahatan social
dan moral, maka materi dakwah dalam bidang syariah ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang benar,
pandangan yang jernih, dan kejadian secara cermat terhadap
hujjah atau dalil-dalil dalam melihat setiap persoalan pembruan,
sehingga umat tidak terperosok kedalam kejelekan, karena yang
diinginkan dalam dakwah adalah kebaikan. Kesalahan dalam
meletakan posisi yang benar dan seimbang di antara beban
syarian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Islam, maka
47
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 26
-
40
akan menimbulkan sesuatu yang membahayakan terhadap
agama dan kehidupan.48
Syariah islam mengembangkan hukum bersifat komprehensif
yang meliputi segenap kehidupan manusiakelengkapan ini
mengalir dari konsepsi Islam tentang kehidupan manusia yang
diciptakan untuk memenuhi ketentuan yang membentuk
kehendak Ilahi. Materi dakwah yang menyajikan unsur syariat
harus dapat menggambarkan atau memberikan informasi yang
jelas di bidang hokum yang bersifat wajib, mubbah
(dibolehkan), dianjurkan (mandub), makruh (dianjurkan supaya
tidak dilakukan), haram (dilarang).
3) Masalah Mu‟amalah
Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu‟amalah
lebih besar porsinya daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak
memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek
kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh
bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam
mu‟amalah di sini, di artikan sebagai ibadah yang mencakup
hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah
SWT.
Cakupan aspek mu‟amalah jauh lebih luas daripada. Statement
ini dapat dipahami dengan alasan:
48
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 27
-
41
a) Dalam Al-Qur‟an dan al-Hadits mencakup proporsi terbesar
sumber hukum yang barkaitan dengan urusan mu‟amalah.
b) Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi
ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat
perorangan. Jika urusan ibadah dilakukan tidak sempurna
atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka
kafarat-nya (tebusannya) adalah melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan mu‟amalah. Sebaiknya, jika orang tidak
baik dalam urusan mu‟amalah, maka urusan ibadah tidak
dapat menutupinya.
c) Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan
mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.
4) Masalah Akhlak
Secara etimologis, kata ahklaq berasal dari bahasa Arab, jamak
dari “Khuluqun” yang berarti budi pekerti, perangai, dan
tingkah laku atau tabiat. Kalimat-kalimat tersebut memiliki segi-
segi persamaan dengan perkataan “Khalqun” yang berarti
kejadian, serta erat hubungannya dengan Khaliq yang berarti
pencipta, dan “makhluq” yang berarti yang diciptakan.49
Sedangkan secara terminologi, pembahasan akhlak berkaitan
dengan masalah tabiat atau kondisi temperatur batin yang
memengaruhi perilaku manusia. Ilmu akhlak bagi Al-Farabi,
49
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 28
-
42
tidak lain dari bahasan tentang keutamaan-keutamaan yang
dapat menyampaikan manusia kepada tujuan hidupnya yang
tertinggi, yaitu kebahagiaan, dan tentang berbagai kejahatan atau
kekurangan yang dapat merintangi usaha pencapaian tujuan
tersebut.
Kebahagiaan dapat dicapai melalaui upaya terus menerus dalam
mengamalkan perbuatan terpuji berdasarkan kesadaran dan
kemauan. Siapa yang mendambakan kebhagiaan, maka ia harus
berusaha secara terus menerus menumbuhkan sifat-sifat baik
yang terdapat dalam jiwa potensial, dan dengan demikian, sifat-
sifat baik itu akan tumbuh dan berurat berakar secara actual
dalam jiwa. Selanjutnya Al-Faribi berpendapat bahwa latihan
adalah unsur yang terpenting untuk memperoleh akhlak yang
terpuji atau tercela, dan dengan latihan secara terus-menerus
terwujudlah kebiasaan.
Berdasarkan pengertian ini, maka ajaran akhlak dalam Islam
pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang
merupakan ekspresi dari kondisi kejiwaannya. Akhlak dalam
Islam bukanlah norma ideal yang tidak dapat
diimplementasikan, dan bukan pula sekumpulan etika yang
terlepas dari kebaikan norma sejati. Dengan demikian, yang
menjadi materi akhlak dalam Islam adalah mengenai sifat dan
kriteria perbuatan manusia serta bebagai kewajiban yang harus
-
43
dipenuhinya. Karena semua manusia harus
bertanggungjawabkan setiap perbuatannya, maka Islam
mengajarkan kriteria perbuatan dan kewajiban yang
mendatangkan kebahagiaan, bukan siksaan. Bertolak dari
prinsip perbuatan manusia ini, maka materi akhlak membahas
tentang norma luhur yang harus menjadi jiwa dari perbuatan
manusia, serta tentang etika atau tata cara yang harus
dipraktekan dalam perbuatan manusia sesuai dengan jenis
sasaranya.50
Dalam rangka mewujudkan kesempurnaan martabat manusia
dan membangun sebuah tatanan hidup bermasyarakat yang
harmonis, maka harus ada aturan legal formal yang terkandung
dalam syariat dan ajaran etis moral yang terkandung dalam
akhlak. Oleh karna itu, bidang (domain) akhlak Islam memiliki
cakupan yang sangat luas dan memiliki objek yag laus juga.
Islam mengajarkan agar manusia berbuat baik dengan ukuran
yang bersumber pada Allah SWT. Sebagaimana telah
diaktulisasikan oleh Rasulullah SAW. Apa yang menjadi sifat
dan digariskan “baik” olehnya dapat dipastikan “baik” secar
esensial oleh akal pikiran manusia. Dalam konteks ini, ketentuan
Allah SWT. Menjadi standar penentuan kriteria “baik” yang
rumusannya dapat dibuktikan dan dikembangkan oleh akal
50 M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 30
-
44
manusia. Dalam Al-Qur‟an dikemukakan bahwa kriteria baik
itu, antara lain bertumpu pada sifat Allah SWT. Sendiri yang
terpuji (al-asma‟ al-husna), karna itu Rasulullah SAW.
Memrintahkan umatnya untuk berprilaku baik, sebagaimana
“perilaku” Allah SWT.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa apa yang
menjadi sifat Allah SWT. Pasti dinilai baik oleh manusia ,
sehingga harus dipraktekkan dalam perilaku sehari-hari. Dalam
mewujudkan sifat itu, manusia harus konsisten dengan esensi
dengan kebaikannya sehingga dapat diterapkan secara
proposional.
Materi akhlak ini diorientasikan untuk dapat menentukan baik
dan buruk, akal, dan kalbu berupaya untuk menemukan standard
umum melalui kebiasaan masyarakat. Karena ibadah Islam
sangat erat kaitannya dengan akhlak pemakaian akal dan
pembinaan akhlak mulia merupakan ajaran Islam. Ibadah
dalamAl-Qur‟an selalu di kaitkan dengan takwa, berarti
pelaksanaan perintah Allah SWT. Dan menjauhi larangannya.
Perintah Allah SWT. Selalu berkaitan dengan perbuatan-
perbuatan baik sedangkan larangannya senantiasa berkaitan
dengan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Kebaikan dan
kebahagiaan, bagi Ibnu Maskawaih, adalah terletak pada
kemampuan untuk mengaktualisasikan secara sempurna potensi
-
45
akal pada jiwanya. Manusia yang paling sempurna
kemanusiaanya adalah manusia yang paling benar aktifitas
berfikirnya dan yang paling mulia ikhtiyarnya (akhlaknya).
Dengan demikian, orang bertakwa adalah orang yang mampu
menggunakan akalnya dan mengaktualisasikan pembinaan
akhlak mulia yang menjadi ajaran yang paling dasar dalam
Islam. Karna tujuan ibadah dalam Islam, bukan semata-mata
dioriantasikan untuk menjauhkan diri dari neraka dan masuk
surga, tetapi tujuan yang didalamnya terdapat dorongan babgi
kepentingan dan pembinaan akhlak yang menyangkut
kepentingan masyarakat.masyarakat yang baik dan bahagia
adalah masyarakat yang anggotanya memiliki akhlak mulia dan
budi pekerti luhur.
d. Wasilah (Media ) Dakwah
Wasilah (media) dakwah adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad‟u. untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada umatnya, dakwah dapat
menggunakan berbagai wasilah. Hamzah Ya‟kub membagi
wasialah dakwah menjadi lima macam, yaitu: lisan, tulisan,
lukisan, audiovisual, dan akhlak. Lisan adalah media dakwah yang
paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah
dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah,
bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.
-
46
1. Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku,
majalah, surat kabar, surat menyurat (korespondensi),
spanduk, dan sebagainya.
2. Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur,
dan sebagainya.
3. Audovisual adalah media dakwah yang dapat merangsang
indra pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, seperti
televise, film slide, OHP, internet, dan sebagainya.
4. Akhlak, yaitu media dakwah melalui perbuatan-perbuatan
nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara
langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad‟u.51
e. Thariqah (metode) Dakwah
Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki
pengertian “suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang
ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu
tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia”. Sedangkan dalam
metodelogi pengajaran ajaran Islam disebutkan bahwa metode
adalah “suatu cara yang sistematis dan umum terutama dalam
mencari kebenaran ilmiah” dalam kaitannya dengan pengajaran
ajaran Islam, maka pembahasan selalu berkaitan dengan hakikat
51
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 32
-
47
penyampaian materi kepada peserta didik agar dapat diterima dan
dicerna dengan baik.52
Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah
untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam
menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting
peranannya, karena suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan
lewat metode yang tidak benar maka pesan itu bisa saja ditolak
oleh si penerima pesan. Ketika membahas tentang metode dakwah,
maka pada umumnya merujuk kepada surat An-Nahl: 125.
Artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu: bil-hikmah;
mau‟izatul hasanah; dan mujadalah billati hiya ahsan.
Secara garis besar ada tiga pokok metode (thariqah) dakwah, yaitu:
52
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 33
-
48
1. Bi al-HIkmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan
situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan
pada kemampuan mereka sehingga dalam menjalankan
ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa
terpaksa atau keberatan.
2. Mau „izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan
nasehat-nasehat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam
denagn rasa kasih sayang, sehingga nasehat dan ajaran Islam
yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.
3. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara
bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-
baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang
memberatkan kepada komunitas yang menjadi sasaran
dakwah.53
f. Atsar (Efek) Dakwah
Dalam setiap aktifitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi.
Artinya, jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da‟i dengan
materi dakwah, wasilah, dan thariqah tertentu, maka akan timbul
respon dan efek (atsar) pada mad‟u (penerimaan dakwah).54
Atsar (efek) sering disebut dengan feed back (umpan balik) dari
proses dakwah ini sering dilupakan atau tidak banyak menjadi
perhatian para da‟i. kebanyakan mereka menganggap bahwa
53
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 34 54
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 34
-
49
setelah dakwah disampaikan, maka selesailah dakwah. Padahal,
atsar sangat berat artinya dalam penentuan langkah-langkah
dakwah berikutnya.tanpa menganalisis atsar dakwah, maka
kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan
pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya,
dengan menganalisis atsar dakwah secara cermat dan tepat, maka
kesalahan strategi dakwah akan segera diketahui untuk diadakan
penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya (corrective
action). Demikian juga strategi dakwah termasuk didalam
penentuan unsur-unsur dakwah yang dianggap baik dapat
ditingkatkan.
Efaluasi dan koreksi terhadap atsar dakwah harus dilaksanakan
secara radikal dan komprehensif, artinya tidak secara parsial atau
setengah-setengah. seluruh komponen sistem (unsur-unsur)
dakwah harus dievaluasi secara komprehensif. Para da‟i harus
memiliki jiwa terbuka untuk melakukan pembaruan dan perubahan
disamping bekerja dengan menggunkan ilmu. Jika proes efaluasi
ini telah menghasilkan bebrapa konklusi dan keputusan, maka
segera diikuti dengan tindakan korektif (corrective action). Jia
proses ini dapat terlaksana dengan baik, maka terciptalah suatu
mekanisme perjuangan dalam bidang dakwah. Dalam bahasa
agama, inilah sesungguhnya yang disebut dengan ikhtiar insani.
-
50
Jalaluddin Rahmat menyatakan bahwa efek kognitif terjadi bila ada
perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi
khalayak. Efek ini berkaitan dengan tramisi pengetahuan,
keterampilan, kepercayaan, dan informasi. Efek efektif timbul bila
ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci
khalayak, yang meliputi segala yang berhubungan dengan emosi,
sikap serta nilai sedangkan efek behavioural merujuk pada prilaku
nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan,
kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.55
3. Bentuk-bentuk Dakwah
Secara umum dakwah Islam itu dapat dikatagorikan kedalam tiga
macam bentuk, yaitu:
a) Dakwah bi al-Lisan
Dakwah Bi Al-Lisan adalah dakwah yang dilaksanakan melalui
lisannya. Metode ini sangat umum digunakan oleh para da'i di
dalam ceramah, pidato, nasihat, dan lain-lain. Menurut Ki Moesa A.
Machfoed, disebutkan “dakwah ini bentuknya dapat berupa ceramah
keagamaan, pengajian dengan berbagai bentuknya. Dalam ceramahnya
tersebut, dapat juga diselingi dengan humor, baik melalui kata-kata
atau gerakan badan dan mimik wajah”56
55
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 35 56
Ki Moesa A. Machfoed, Filsafat Dakwah dan penerapannya, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 2004), Cet ke-1, hal. 190
-
51
b) Dakwah Bi al-Hal
Yaitu dakwah yang dilakuakan melalui berbagai kegiatan yang
langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek dakwah atau
berdakwah melalui perbuatan, melalui dari tutur kata, tingkah laku,
samapai pada kerja bentuk nyata seperti mendirikan panti asuhan, fakir
miskin, sekolah-sekolah, rumah ibadah dll.
c) Dakwah bi al-Qalam
Berbicara dakah tentang dakwah bi al-Qolam tidak terlpas dengan
memahami makna tulisan. Dalam konteks ini, tulisan memiliki dua
fungsi. Pertama, sebagai alat komunikasi atau komunikasi ide yang
produknya berupa ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai alat komunikasi
ekspresi yang produknya berupa karya seni (jurnalistik).57
C. Hubungan Retorika, Dakwah dan Jenis, Teknik Pidato (Ceramah)
Menurut Efendi M Siregar retorika adalah “sebuah seni (system)
berpidato menggunakan bahasa lisan, agar dapat menghasilkan kesan terutama
para pendengar. Retorika termasuk seni yang paling tua dalam komunikasi
massa. Karena itu berpidato termasuk salah satu cara dari sekian banyak cara
berkomunikasi yaitu antara yaitu antara sipembicara (komunikator) dengan
sejumlah orang (komunikan/audience). Jadi berpidato termasuk untuk
menyampaikan isi hati, pesan (message), ide (butiran pikiran, program,
perasaan dan sebagainya oleh seseorang kepada ssejumlah orang. Dengan kata
lain pidato merupakan salah satu sarana informasi dan komunikasi yang
57
Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi, hal. 175
-
52
sangat penting. Karena melalui pidato orang akan menyebarluaskan idenya,
data menanamkan pengaruhnya bahan dapat memberikan arah berfikiran yang
baik dan sistematis, bukan “omong kosong” dan berteriak-triak tidak karuan,
melainkan dengan moral, dan harus didukung oleh rithme, volume, penyajian
dan penampilan yang sempurna”.58
Dakwah dengan menggunakan retorika adalah memaparkan sesuatu
masalah agama dan kemudian orang merasa begitu concern (terlibat) dengan
masalah yang dipaparkan tersebut, sama halnya apabila seorang orator
menyampaikan suatu persoalan kemudian merasa terdorong untuk mencari
sebab deviasi (penyimpangan) dan kemudian membuat keputusan tertentu
untuk mencari pemecahannya.
Dengan kata lain, di dalam proses retorika merupakan usaha untuk
melibatkan emosi dan rasio dari pihak khalayak agar merasa terlibat dengan
masalah atau persoalan yang disajikan merupakan inti dari pemaparan retorika
sebagai sarana menuju tujuan akhir yaitu suatu tindakan yang sesuai dengan
harapan komunikator. Sementara tujuan yang ingin dicapai dakwah antara
lain, agar manusia mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kejahatan, serta
memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Hubungan retorika dengan dakwah menurut T.A Latief Rosyadi dalam
bukunya Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi adalah
“Kemampuan dalam kemahiran menggunakan bahasa untuk melahirkan
58
Efendi M Siregar, Teknik Berpidato dan Menguasai Massa (Jakarta: Yayasan Mari Belajar, 1992), Cet. Ke-2, hal. 29
-
53
pikiran dan perasaan itulah sebenarya hakikat retorika. Dan kemahiran serta
kesenian menggunakan bahasa adalah masalah pokok dalam menyampaikan
dakwah. Karena itu antara dakwah dengan retorika tidak dapat dipisahkan.
Dimana ada dakwah disitu ada retorika”.59
Kesuksesan para da‟i atau mubaligh dalam khutbah lebih banyak
ditunjang dan ditentukan oleh kemampuan retorika yang dimiliki oleh da‟i
tersebut. Dan kalaulah dakwah belum berhasil menurut yang dicita-citakan
dan menurut garis yang telah ditetapkan semula, mungkin karena cara persuasi