resume keputusan tata usaha negara

8
Resume Keputusan Tata Usaha Negara A. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) Menurut UU No 5 th 1986 jo UU No 9 th 2004”Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual & final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) menurut Guru Besar Hukum Tata Negara UGM, Prof. Muchsan adalah penetapan tertulis yang diproduksi oleh Pejabat Tata Usaha Negara, mendasarkan diri pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final . Jika kita melihat definisi tersebut, maka terdapat 4 (empat) unsur Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu: 1. Penetapan tertulis; 2. Dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara; 3. Mendasarkan diri kepada peraturan perundang-undangan; 4. Memiliki 3 (tiga) sifat tertentu (konkrit, individual dan final). 5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking), menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, didefinisikan sebagai berikut: “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.” Rumusan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tersebut memiliki elemen-elemen utama sebagai berikut: 1. Penetapan tertulis;

Upload: ditiya-duparia-mona-timur

Post on 13-Aug-2015

166 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Keputusan Tata Usaha Negara

Resume Keputusan Tata Usaha Negara

A. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking)

Menurut UU No 5 th 1986 jo UU No 9 th 2004”Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual & final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum.

Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) menurut Guru Besar Hukum Tata Negara UGM, Prof. Muchsan adalah penetapan tertulis yang diproduksi oleh Pejabat Tata Usaha Negara, mendasarkan diri pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final. Jika kita melihat definisi tersebut, maka terdapat 4 (empat) unsur Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu:

1. Penetapan tertulis;2. Dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara;3. Mendasarkan diri kepada peraturan perundang-undangan;4. Memiliki 3 (tiga) sifat tertentu (konkrit, individual dan final).5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata

Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking), menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, didefinisikan sebagai berikut:“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

Rumusan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tersebut memiliki elemen-elemen utama sebagai berikut:1. Penetapan tertulis;

Pengertian penetapan tertulis adalah cukup ada hitam diatas putih karena menurut penjelasan atas pasal tersebut dikatakan bahwa “form” tidak penting bahkan nota atau memo saja sudah memenuhi syarat sebagai penetapan tertulis.

2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;Pengertian Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dirumuskan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, yang menyatakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penjelasan atas Pasal 1 angka 1 menyatakan yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah kegiatan yang bersifat eksekutif.Jika kita mendasarkan pada definisi Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diatas, maka aparat pemerintah dari tertinggi sampai dengan terendah mengemban 2 (dua) fungsi, yaitu:

Page 2: Resume Keputusan Tata Usaha Negara

a. Fungsi memerintah (bestuurs functie)Kalau fungsi memerintah (bestuurs functie) tidak dilaksanakan, maka roda pemerintahan akan macet.

b. Fungsi pelayanan (vervolgens functie)Fungsi pelayanan adalah fungsi penunjang, kalau tidak dilaksanakan maka akan sulit mensejahterakan masyarakat.Dalam melaksanakan fungsinya, aparat pemerintah selain melaksanakan undang-undang juga dapat melaksanakan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diatur dalam undang-undang. Mengenai hal ini Philipus M. Hadjon menerangkan bahwa pada dasarnya pemerintah tidak hanya melaksanakan undang-undang tetapi atas dasar fries ermessen dapat melakukan perbuatan-perbuatan lainnya meskipun belum diatur secara tegas dalam undang-undang. Selanjutnya Philipus M. Hadjon menambahkan bahwa di Belanda untuk keputusan terikat (gebonden beschikking) diukur dengan peraturan perundang-undangan (hukum tertulis), namun untuk keputusan bebas (vrije beschikking) dapat diukur dengan hukum tak tertulis yang dirumuskan sebagai “algemene beginselen van behoorlijk bestuur” (abbb). Pengertian Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara janganlah diartikan semata-mata secara struktural tetapi lebih ditekankan pada aspek fungsional.

3. Tindakan hukum Tata Usaha Negara;Dasar bagi pemerintah untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan. Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber yakni atribusi, delegasi dan mandat akan melahirkan kewenangan (bevogdheit, legal power, competence). Dasar untuk melakukan perbuatan hukum privat ialah adanya kecakapan bertindak (bekwaamheid) dari subyek hukum (orang atau badan hukum). Pada uraian diatas yang dimaksud dengan atribusi adalah wewenag yang melekat pada suatu jabatan (Pasal 1 angka 6 Nomor 5 Tahun 1986 menyebutnya: wewenang yang ada pada badan atau pejabat tata usaha negara yang dilawankan dengan wewenang yang dilimpahkan). Delegasi adalah pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada, yang menurut Prof. Muchsan adalah pemindahan/pengalihan seluruh kewenangan dari delegans (pemberi delegasi) kepada delegataris (penerima delegasi) termasuk seluruh pertanggungjawabannya. Mengenai mandat Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa dalam hal mandat tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan. Sedangkan Prof. Muchsan mendefinisikan mandat adalah pemindahan/pengalihan sebagian wewenang dari mandans (pemberi mandat) kepada mandataris (penerima mandat) sedangkan pertanggungjawaban masih berada ditangan mandans.

4. Konkret, individual dan Final;Elemen konkrit, individual dan final barangkali tidak menjadi masalah (cukup jelas). Unsur final hendaknya dikaitkan dengan akibat hukum. Kriteria ini dapat digunakan untuk menelaah pakah tahap dalam suatu Keputusan Tata Usaha Negara berantai sudah mempunyai kwalitas Keputusan Tata Usaha Negara. Kwalitas itu ditentukan oleh ada-tidaknya akibat hukum.

5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.Elemen terakhir yaitu menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata membawa konsekuensi bahwa penggugat haruslah seseorang atau badan

Page 3: Resume Keputusan Tata Usaha Negara

hukum perdata. Badan atau pejabat tertentu tidak mungkin menjadi penggugat terhadap badan atau pejabat lainnya.

B. Klasifikasi Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking)

Para sarjana hukum menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk mengartikan “beschikking”. E. Utrecht menyebutnya “ketetapan”, sedangkan Prajudi Atmosudirdjo menyebutnya “penetapan”. Pengelompokan istilah tersebut antara lain oleh: Van der Wel, E. Utrecht dan Prajudi Atmosudirdjo.

1. Van der Wel membedakan keputusan atas:a. De rechtsvastellende beschikkingen;b. De constitutieve beschikkingen yang terdiri atas:1) Belastende beschikkingen (keputusan yang member beban);2) Begunstigende beschikkingen (keputusan yang menguntungkan);3) Statusverleningen (penetapan status).c. De afwijzende beschikkingen (keputusan penolakan).2. E. Utrecht membedakan ketetapan atas:a. Ketetapan Positif dan Negatif

Ketetapan Positif menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai ketetapan. Ketetapan Negatif tidak menimbulkan perubahan dalam keadaan hukum yang telah ada. Ketetapan Negatif dapat berbentuk: pernyataan tidak berkuasa (onbevoegd-verklaring), pernyataan tidak diterima (niet-ontvankelijk verklaring) atau suatu penolakan (awijzing).

b. Ketetapan Deklaratur dan Ketetapan KonstitutifKetetapan Deklaratur hanya menyatakan bahwa hukumnya demikian (recthtsvastellende beschikking) sedangkan Ketetapan Konstitutif adalah membuat hukum (rechtscheppend).

c. Ketapan Kilat dan Ketetapan Tetap (blijvend)1) Menurut Prins, ada empat macam Ketetapan Kilat: ketetapan yang berubah mengubah

redaksi (teks) ketetapan lama;2) Suatu Ketetapan Negatif;3) Penarikan atau pembatalan suatu ketetapan;4) Suatu pernyataan pelaksanaan (uitverbaarverklaring);5) Dispensasi, izin (vergunning), lisensi dan konsesi.3. Prajudi Atmosudirjo, membedakan dua macam penetapan yaitu penetapan negatif

(penolakan) dan penetapan positif (permintaan dikabulakan). Penetapan negatif hanya berlaku sekali saja, sehingga seketika permintaannya boleh diulangi lagi. Penetapan Positif terdiri atas lima golongan yaitu:

a. Yang menciptakan keadaan hukum baru pada umumnya;b. Yang menciptakan keadaan hukum baru hanya terhadap suatu objek saja;c. Yang membentuk atau membubarkan suatu badan hukum;d. Yang memberikan beban (kewajiban);e. Yang memberikan keuntungan.

Penetapan yang memberikan keuntungan adalah:1) dispensasi, yaitu pernyataan dari pejabat administrasi yang berwenang, bahwa suatu

ketentuan undang-undang tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan seseorang di dalam surat permintaannya;

2) izin (vergunning), yaitu dispensasi dari suatu larangan;

Page 4: Resume Keputusan Tata Usaha Negara

3) lisensi, yaitu izin yang bersifat komersial dan mendatangkan laba;4) konsesi, yaitu penetapan yang memungkinkan konsesionaris mendapat dispensasi, izin,

lisensi, dan juga semacam wewenang pemerintahan yang memungkinkannya untuk memindahkan kampung, membuat jalan raya dan sebagainya. Oleh karena itu pemberian konsesi haruslah dengan kewaspadaan, kewicaksanan, dan perhitungan yang sematang-matangnya

C. KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (TUN) YANG FIKTIF-NEGATIF

Pasal 3, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara:

1. Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.

2. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.

3. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.

Penjelasan Pasal 3:

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menerima permohonan dianggap telah mengeluarkan keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut apabila tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara itu bersikap diam, tidak melayani permohonan yang telah diterimanya.

Ayat (3) Cukup jelas.

Beberapa Catatan Mengenai Keputusan TUN Yang Fiktif-Negatif

Objek sengketa TUN adalah berupa surat keputusan yang bersifat tertulis, konkret, individual dan final. Hal ini telah diatur di dalam Pasal 1 butir 3 UU. No. 5 tahun 1986. Namun, ada kalanya yang menjadi objek sengketa TUN adalah bukan merupakan suatu surat keputusan TUN yang bentuknya nyata tertulis sebagaimana yang disyaratkan oleh Pasal 1 butir 3 tersebut, melainkan berupa suatu sikap diam dari Badan atau Pejabat TUN.

Pasal 3 ayat (1) UU. No. 5 tahun 1986, menentukan apabila Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan (diam saja), sedangkan hal itu menjadi kewajibannya,

Page 5: Resume Keputusan Tata Usaha Negara

maka sikap diamnya tersebut disamakan dengan keputusan TUN sehingga dia dapat digugat. Inilah intinya, bahwa setiap Badan atau Pejabat TUN wajib melayani setiap permohonan masyarakat yang dia terima, apabila hal yang dimohonkan kepadanya itu menurut peraturan perundang-undangan menjadi tugas (kewajibannya). Kalau Badan atau Pejabat TUN melalaikan kewajibannya itu, maka walaupun dia tidak berbuat apa-apa terhadap permohonan yang diterimanya, undang-undang menganggap dia telah mengeluarkan suatu keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut (keputusan TUN yang fiktif-negatif).

“Fiktif” menunjukkan bahwa keputusan TUN yang digugat sebenarnya tidak berwujud. Ia hanya merupakan sikap diam dari Badan atau Pejabat TUN, yang kemudian dianggap disamakan dengan sebuah keputusan TUN yang nyata tertulis.

“Negatif” menunjukkan bahwa keputusan TUN yang digugat dianggap berisi penolakan terhadap permohonan yang telah diajukan oleh Individu atau badan hukum perdata kepada Badan atau Pejabat TUN.

Badan atau Pejabat TUN yang menerima suatu permohonan, tetapi permohonan itu bukan merupakan kewajibannya untuk menjawab, maka sikap diamnya tidaklah dapat dianggap sebagai keputusan TUN yang fiktif-negatif. Dan oleh karena itu, dia tidak dapat digugat.

Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), berkaitan dengan masalah jangka waktu untuk menghitung sejak kapan gugatan terhadap sikap diam Badan atau Pejabat TUN tersebut bisa diajukan.

Ayat (2) menentukan, apabila jangka waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan (yang mengatur kewajiban untuk memberikan jawaban atas suatu permohonan) telah lewat, namun Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tetap tidak berbuat apa-apa (diam), maka dia dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan kepadanya.

Berdasarkan ayat (2) ini, maka gugatan terhadap Badan atau Pejabat TUN yang tidak menjawab suatu permohonan baru dapat diajukan setelah lewat jangka waktu yang ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan (yang mengatur kewajiban untuk memberikan jawaban atas suatu permohonan) Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan.

Pada ayat (3) menentukan, apabila dalam peraturan perundang-undangannya tidak menentukan jangka waktu kewajiban untuk menjawab suatu permohonan, maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang diam saja dapat dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan, dan oleh karenanya dia dapat digugat.