refer at
DESCRIPTION
medisTRANSCRIPT
REFERAT SIROSIS HEPAR DAN
ASITESMAULIDIANA INDAH P
1420221111
PEMBIMBING :LETKOL CKM DR.
NOERJANTO, SPPD
Kepaniteraan Ilmu Penyakit DalamRST dr.Soedjono
Magelang2015
Hati merupakan organ yang mempunyai fungsi penting dan kompleks, antara lain mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit, memegang peranan dalam metabolisme karbohidrat, protein, lemak, vitamin, membentuk dan mengekskresikan
bilirubin serta mempunyai sel kupffer sebagai alat pertahanan tubuh (Ganong, 2008).
Sirosis hepatis merupakan tahap akhir dari fibrosis hati yang mengakibatkan distorsi luas hati normal, ditandai dengan nodul
regeneratif dikelilingi oleh jaringan fibrosis yang padat.
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang banyak dijumpai, baik di negara maju maupun
di negara berkembang.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis : Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam dalam kurun waktu 1 tahun
(2004).
PENDAHULUAN
TUJUAN : MENGETAHUI PENYAKIT SIROSIS HEPATIS DAN ASITES
DEFINISI ETIOLOG
I
DIAGNOSIS
KLASIFIKASIPATOGENESISKOMPLIKASI
PENGOBATANPENCEGAHA
N
Definisi Etiologi Penyakit infeksi (hepatit is B, hepatit is C, hepatit is D, dan sitomegalovirus, bruselosis, ekinokosus, skistosomiasis, toksoplasmosis) penyakit keturunan dan
metabolik (defisiensi α-ant itr ipsin, Sindrom Fanconi, galaktosemia, Penyakit Gaucher, penyakit s impanan gl ikogen, hemokromatosis , intoleransi fluktosa herediter, t i ros inemia herediter, Penyakit Wilson) obat dan toksin, (alkohol , amiodaron, arsenik, obstruksi b i l ier , penyakit per lemakan hat i non-alkohol ik , s i ros is b i l ier pr imer, kolangit is sk lerosis pr imer )
SIROSIS HEPAR
suatu keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung
progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Di Indonesia data prevalensi sirosis, RS. Dr. Sardjito Yogyakarta yang melaporkan jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam dalam kurun waktu1 tahun (2004). Di Medan, dalam kurun waktu 4 tahun ditemukan 819 (4%) pasien sirosis hepatis.
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1
umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan etiologiBerdasarkan morfologiBerdasarkan fungsional
KLASIFIKASI SIROSIS HEPAR
• Sirosis Laennec• Sirosis
pascanekrotik• Sirosis biliaris• Sirosis kardiak
• Mikronodular• Makronodular• Campuran
(mikronodular dan makronodular)• Sirosis hati
kompensata• Sirosis hati dekompensata
Sirosis yang terjadi akibat mengkonsumsi minuman beralkohol secara kronis dan berlebihan.
dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif.
Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis.
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat mengelilingi massa kecil hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus, Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.
SIROSIS LAENNEC.
Pada beberapa kasus sirosis ini diakibatkan oleh intoksikasi bahan kimia industry, racun, arsenik, karbon tetraklorida atau obat-obatan seperti INH dan meti ldopa.
Sirosis pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut hepatit is virus akut yang terjadi sebelumnya.
Patogenesis sirosis hati menurut penelit ian terakhir, memperl ihatkan adanya peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. J ika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus-menerus (misal: hepatit is virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan membentuk kolagen. J ika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.
Sekitar 25 hingga 75% kasus memil iki r iwayat hepatitis virus sebelumnya. Banyak pasien yang memil iki hasi l uji HbsAg-positi f sehingga menunjukkan bahwa hepatit is kronis aktif agaknya merupakan perist iwa penting. Kasus HCV merupakan sekitar 25% dari kasus sirosis.
SIROSIS PASCANEKROTIKSirosis yang terjadi akibat nekrosis
massif pada sel hati oleh toksin.
Sirosis ini terjadi akibat sumbatan saluran empedu
(obstruksi biliaris) pascahepatik
yang menyebabkan
statisnya empedu pada sel hati.
Statisnya aliran empedu
menyebabkan penumpukan
empedu di dalam masa hati dan pada akhirnya menyebabkan
kerusakan sel-sel hati. Pada sirosis
bilier, pembentukan jaringan parut
biasanya terjadi dalam hati sekitar saluran empedu.
Tipe ini biasanya terjadi akibat
obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).
SIROSIS BILIARIS
Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat gagal jantung dengan kongesti vena hepar yang kronis.
SIROSIS KARDIAK
1. Mikronodular• Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam
septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.2. Makronodular
• Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.3. Campuran
• memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
BERDASARKAN MORFOLOGI SHERLOCK MEMBAGI SIROSIS HATI ATAS 3 JENIS,
YAITU :
1. Sirosis hepatis kompensataSering disebut dengan sirosis hepatis laten. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-
gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.
2. Sirosis hepatis dekompensata Dikenal dengan sirosis hati aktif, stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas,
misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
SECARA FUNGSIONAL
Stadium 1 tidak ada varises, tidak ada asites
Stadium 2 varises, tanpa ascites,Stadium 3 ascites dengan atau tanpa varisesStadium 4 perdarahan dengan atau tanpa
ascites.Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis
kompensatastadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis
dekompensata
MANIFESTASI KLINIS
Sesuai dengan Konsensus Braveno IV sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises :
Fase kompensasi fase ini tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga keluhan samar tidak khas seperti pasien
merasa tidak bugar merasa kurang kemampuan kerja selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, kadang diare atau konstipasi berat badan menurun, pengurangan massa otot terutama pengurangannya masa daerah pektoralis mayor.
dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti: eritema palmaris , spider nevi , vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites.
Ikterus dengan air kemih berwarna seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik.
Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, haid berhenti.
Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan.
Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi.
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan warna air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental seperti lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.
penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Asites adalah manifestasi kardial sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati. Tertimbunnya cairan
dalam rongga peritoneum merupakan manifestasi dari kelebihan garam/ natrium dan air secara total dal
tubuh tetapi tidak diketahui secara jelas faktor pencetusnya.
ASITES
Terbentukknya asites merupakan suatu proses patofiologis yang kompleks dengan melibatkan berbagai faktor dan mekanisme
pembentukkannya- Teori underfilling
- Teori overflow- Teori vasodilatasi arteri perifer
Pada teori ini mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya asites : adalah terjadinya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam splanknik vascular bed disebabkan oleh hipertensi portal yang meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler – kapiler splanknik dengan akibat menurunnya volume darah efektif dalam sirkulasi. Menurut teori ini penurunan volume efektif intravaskular (underfilling) direspon oleh ginjal untuk melakukan kompensasi dengan menahan air dan garam lebih banyak melalui peningkatan aktifasi renin – aldosteron – simpatis dan melepaskan anti diuretik hormon yang lebih banyak.
TEORI UNDERFILLING
Teori ini mengemukakan bahwa pada pembentukkan asites, kelainan primer yang terjadi adalah retensi garam air yang berlebihan tanpa disertai penurunan darah yang efektif . Oleh karena itu, pada pasien sirosis hepatis terjadi hipervolemia bukan hipovolemia.
TEORI OVERFLOW
Teori ini dapat menyatukan kedua teori diatas. Dikatakan bahwa hipertensi portal pada sirosis hepatis menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah spanknik dan perifer akibat peningkatan kadar nitric oxide (NO) yang merupakan salah satu vasodilator yang kuat sehingga terjadi pooling darah dengan akibat penurunan volume darah yang efektif.
TEORI VASODILATASI ARTERI PERIFER
Pada sirosis hepatis yang makin lanjut
aktivitas neurohumoral meningkat,
sistem renin – angiotensin
lebih meningkat,
sensitivitas terhadap
atrial peptide natriuretik menurun sehingga
lebih banyak air dan
natrium yang di retensi.
Terjadi ekspansi
volume darah yang
menyebabkan overflow cairan ke
dalam rongga peritoneum
dan terbentuk asites lebih
banyak.
Pada pasien sirosis hepatis dengan asites terjadi aktivitas sintesis NO lebih tinggi dibanding sirosis hepatis tanpa asites. Menurut teori vasodilatasi, bahwa teori underfilling prosesnya terjadi lebih awal, sedangkan teori overflow bekerja belakangan setelah proses penyakit lebih progresif.
Beberapa faktor yang turut terlibat dalam patogenesis asites pada sirosis hepatis : (1)hipertensi porta, (2) hipoalbuminemia, (3) meningkatnya pembentukan dan aliran limfe, (4) retensi natrium, (5) gangguan ekskresi air.
sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap diatas ni lai normal yaitu 6 – 12 cmH 2O.
mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap al i ran darah melalui hat i , selain i tu biasanya terjadi peningkatan al i ran arteri splangnikus.
Kombinasi kedua faktor, yaitu menurunnya al i ran keluar vena melalui vena hepatika dan meningkatnya al i ran masuk bersama – sama menghasi lkan beban berlebihan pada system portal . Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang t imbulnya al i ran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises).
Fungsi hati b iasanya t idak terganggu pada obstruksi al i ran prehepatik dan presinusoid karena suplai darah terjamin oleh adanya mekanisme kompensasi meningkatnya al i ran darah arteri pada hati . Bi la ter jadi kerusakkan berupa obstruksi hat i d i s inusoidal , posts inusoidal dan post hepatik bisa menyebabkan penyumbatan al i ran darah di hat i . Sebagai konsekuensi ter jadinya penyumbatan tersebut maka al i ran l imfe pada hepar yang kaya akan protein terganggu dan menyebabkan peningkatan tekanan portal , terkadang hal ini bersinergi dengan penurunan tekanan onkotik plasma yang disebabkan oleh kerusakkan hati (hipoalbuminemia), mendorong cairan yang kaya protein masuk ke dalam rongga abdomen yang menyebabkan terjadinya asites.
HIPERTENSI PORTAL
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh sel – sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan turunnya tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara meningkatnya tekanan hidrostatik dengan menurunnya tekanan osmotik dalam jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan transudasi cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstisial sesuai dengan gaya Starling (ruang peritoneum pada kasus asites).
Hipertensi portal meningkatkan pembentukan limfe hepatik yang “menyeka” dari hati ke dalam rongga peritoneum. Mekanisme ini dapat turut menyebabkan tingginya kandungan protein dalam cairan asites, sehingga meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan rongga peritoneum dan memicu terjadinya transudasi cairan dari rongga intravaskular ke ruang peritoneum.
MENINGKATNYA PEMBENTUKKAN DAN ALIRAN LIMFE
Retensi natrium dan gangguan ekskresi air merupakan faktor penting dalam berlanjutnya asites retensi air dan natrium disebabkan oleh hiperaldosteronisme sekunder (penurunan volume efektif dalam sirkulasi mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin-aldosteron). Penurunan inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh hati juga dapat terjadi akibat kegagalan hepatoseluler.
RETENSI NATRIUM DAN GANGGUAN EKSKRESI AIR
Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan nafas pendek karena diafragma meningkat.
penimbunan cairan peritoneum, ditemukan cairan lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik dengan pekak alih, gelombang cairan, dan perut yang membengkak.
Kadar albumin rendah terjadi bila kemampuan sel hati menurun. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis, akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem pora ke jaringan limpoid, selanjutnya menginduksi produksi imonoglobulin. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
Berdasarkan jumlahnya ada t ingkatan: Grade 1: Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG Grade 2: dapat terdeteks i dengan pemeriksaan puddle s ign dan shi f t ing dul lness Grade 3: tampak dar i pemeriksaan inspeksi , dapat d ikonfirmasi dengan tes undulas i Secara kl inis dikelompokkan menjadi eksudat dan transudat: Asi tes eksudat i f: Biasanya ter jadi pada proses peradangan (b iasanya infekt i f , misalnya pada
tuberculos is) dan proses keganasan. Eksudat merupakan cai ran t inggi prote in, t inggi LDH, ph rendah (<7,3) , rendah kadar gula, d iser ta i peningkatan se l darah put ih.
Beberapa penyebab dar i as i tes eksudat i f: keganasan (pr imer maupun metastasis) , infeks i ( tuberkulos is maupun per i toni t i s bakter ia l spontan) , pankret i t is , seros i t i s , dan s indroma nefrot ik .
Asi tes t ransudati f: Ter jadi pada s i ros is ak ibat hipertens i porta l dan perubahan bers ihan ( c learance )
natr ium gin ja l , juga bisa terdapat pada konstr iks i per ikardium dan s indroma nefrot ik . Transudat merupakan cairan dengan kadar prote in rendah (<30g/L) , rendah LDH, pH t inggi , kadar gula normal , dan se l darah put ih kurang dar i 1 se l per 1000 mm³.
Beberapa penyebab dar i as i tes t ransudat i f: s i ros is hepat is , gagal jantung, penyaki t vena oklus i f , per ikardi t is konstrukt iva, dan kwas iokor.
Pemeriksaan Penunjang Analisa cairan asitesUntuk memeriksa warna, kadar protein, hitung sel bakteri, dan keganasan. Asites biasanya berwarna kekuningan pada sirosis, kemerahan pada keganasan, dan keruh pada infeksi. Hitung leukosit adalah >250 PMN/mL pada peritonitis bakterialis. Pemeriksaan sitologi bisa menegakkan diagnosis keganasan. Pada pankreatitis juga bisa terjadi asites, jadi amilase harus diukur.
USG abdomenDigunakan untuk mengukur ukuran hati (kecil pada sirosis), tanda-tanda hipertensi portal (splenomegali), dan lebamya vena portal dan vena hepatika (untuk menyingkirkan dugaan trombosis vena hepatika dan sindrom Budd-Chiari). Juga bermanfaat untuk menemukan kelainan fokal (meng arahkan dugaan ke keganasan diseminata) dan untuk diagnosis tumor intraabdomen (misalnya tumor ovarium).
Tes darahTes biokimia dan tes fungsi hati untuk mencari penanda sirosis hepatis (kadar albumin rendah, hiperbilirubinemia, kenaikan enzim hati, trombositopenia, dan lain-lain). Pemeriksaan penanda tumor jika ada dugaan keganasan (terutama α-fetoprotein untuk hepatoma, CA 125 untuk kanker ovarium)
Menurut EASL 2010:1. Uncomplicated ascitesKira-kira 75% pasien ascites di Eropa Barat atau AS
mengalami sirosis sebagai penyebabnya. Pada pasien lain, ascites disebabkan oleh keganasan, gagal jantung, tuberculosis, penyakit pancreas, atau penyebab lain yang tidak diketahui. Sehingga evaluasi inisial pada pasien dengan ascites meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, USG abdominal, pemeriksaan laboratorium fungsi hepar, fungsi renal, elektrolit serum dan urine, kemudian analisis cairan ascites.
KLASIFIKASI ASITES
2. Refractory ascitesBerdasarkan kriteria the International Ascites Club ,
refractory ascites didefinisikan sebagai “ascites yang tidak dapat dimobilisasi atau muncul kembali secara dini dimana. Sekali ascites tidak mempan terhadap pengobatan, rata-rata ketahanan pasien kira-kira 6 bulan. Konsekuensinya, pasien dengan ascites refrakter harus dipertimbangkan transplantasi hepar.
3. Spontaneous bacterial peritonitisSBP merupakan infeksi bakteri yang paling umum
pada pasien dengan sirosis dan asites. Saat pertama kali dideskripsikan, angka mortalitasnya lebih dari 90% tapi turun hingga sekitar 20% dengan diagnosis dan terapi dini. Diagnosis SBP berdasarkan diagnosis paracentesis. Semua pasien dengan sirosis dan ascites beresiko SBP dan prevalensi SBP pada pasien rawat jalan adalah 1.5-3.5% dan sekitar 10% pada pasien rawat.
4. HiponatremiaHiponatremia umum pada pasin dengan sirosis
dekompensata dan berkaitan dengan ketidakseimbangan solution air bebas sekunder terhadap hipersekresi vasopressin non-osmotik (anti diuretic hormone), yang mengakibatkan ketidakproporsionalan retensi air relative terhadap retensi natrium. Hiponatremia pada sirosis secara sepihak didefinisikan ketika konsentrasi natrium serum menurun hingga di bawah 130 mmol/L, namun reduksi di bawah 135 mmol/L juga dikatakan sebagai hiponatremia, tergantung panduan hiponatremia pada populasi umum pasien yang ada.
5. Hepatorenal syndromeHepatorenal syndrome (HRS) didefinisikan sebagai
kemunculan gagal ginjal pada pasien dengan penyakit hepar berat dengan tidak adanya penyebab gagal ginjal yang dapat diidentifikasi. Diagnosis ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab gagal ginjal lain.
Tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol perhari.
Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat antidiuretik.
PENATALAKSANAAN ASITES
Rekomendasi : mengonsumsi makanan segar, menghindari kaleng atau makanan olahan yang biasanya diawetkan dengan natrium.
Pada asites sedang terapi diuretik. Spironolakton dosis 100-200 mg / hari sebagai dosis tunggal. - Respons diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat
badan 0,5 kg/hari tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila ada edema kaki.
- Bila pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid 40-80 mg /hari terutama pada pasien yang mengalami edema perifer.
- Pada pasien yang belum pernah menerima diuretik sebelumnya, kegagalan dosis yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa mereka tidak mematuhi diet rendah natrium.
- J ika pengobatan telah sesuai dosis di atas tetapi masih tidak ada perubahan spironolaton dapat ditingkatkan sampai 400-600 mg / hari dan furosemid meningkat menjadi 120-160 mg / hari
Jika pengobatan asites belum adekuat dengan dosis diuretik di atas pada pasien dengan diet rendah natrium maka mereka disebut asites refrakter
TatalaksanaAsites eksudati f: obati penyaki t yang mendasariPeritonitis bakterialis : d iberikan ant ibiotik. Pada asites dengan kadar protein rendah bisa diberikan antibiot ik profilaksis .Pada keganasan : obati keganasan yang menjadi penyebab (pal ing sering kanker ovarium). Umumnya harus di lakukan parasentesis terapeutik untuk mengurangi gejala. Pintasan peri tovena dengan pembedahan (shunt LeVeen) jarang di lakukan.
Asites transudati fDiberikan pengobatan untuk penyakit dasar, dan dapat dipert im bangkan untuk melakukan: restr iksi cairan dan garam,biasanya cukup dengan restr iksi cairan sampai l -
I ,5/hari dan diet tanpa tambahan garam pemberian diuretik, umumnya digunakan spironolakton dengan atau tanpa
furosemid parasentesis terapeutik untuk asites refrakter (yai tu asites yang t idak
merespons terhadap terapi diuretik atau mengalami efek samping yang tak bisa dihindari , h iponatremia, ensefa lopat i , dan lain- lain) . Indikasi parasentesis: asites permagna, ada edema tungkai , derajat Chi ld B (pada sirosis hepatis) , protombin >40%, bi l i rubin serum <10, trombosit >40.000, serum kreatinin <3.