rangkuman ilmu kalam

19
TAKDIR DAN IKHTIAR SERTA RELEVANSI TAUHID DALAM PERKEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Feni Larasati 14630034 Emi Nafis Solikhah 14630013 Nur Hasani Fajriana 14630012 Meidian Syahputra Ivona Ana Phalia Farahdiba PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Upload: imam-muslimm

Post on 15-Jan-2016

85 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

AgamaIlmu pengetahuanMateri KuliahUin Sunan KalijagaRangkuman MateriTugas KuliahDefinisi ilmu kalamSebab adanya Ilmu kalamPerbedaan Ilmu kalam dan FilsafatPerbedaan ilmu kalam Islam dan Ilmu kalam Yahudi

TRANSCRIPT

Page 1: Rangkuman Ilmu kalam

TAKDIR DAN IKHTIAR SERTA RELEVANSI

TAUHID DALAM PERKEMBANGAN SUMBER DAYA

MANUSIA

Oleh :

Feni Larasati 14630034

Emi Nafis Solikhah 14630013

Nur Hasani Fajriana 14630012

Meidian Syahputra

Ivona Ana Phalia Farahdiba

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARA

2014

Page 2: Rangkuman Ilmu kalam

BAB I

PENGERTIAN

TAKDIR, IKHTIAR, RELEVANSI, TAUHID DAN SUMBER DAYA

MANUSIA

A. TAKDIR (QADLA DAN QADAR)

Takdir berasal dari bahasa Arab Al-qodr yang memiliki beberapa

makna diantaranya adalah hukum, ketetapan, kekuatan, daya, potensi,

ukuran, dan batasan. Dalam artian lain, Takdir adalah ketentuan Allah

terhadap segenap makhluk sesuai dengan ilmunya terhadap segala sesuatu

itu sejak sebelumnya serta sesuai dengan hikmah-Nya.

Semua makna ini merupakan realitas-realitas yang tidak bisa

diabaikan, dan ada didalam kata “Takdir”. Dapat dipahami bahwa takdir

adalah Hukum Allah yang ditetapkan dan dibangun berdasarkan ketetapan,

kekuatan, daya, potensi, ukuran, dan batasan tertentu yang ada pada

sesuatu. Setiap unsur tidak dapat berdiri sendiri melaikan saling

berpengaruh dan berelasi satu dan yang lainnya, membentuk bangunan

yang berarti membangun hukum atau takdir yang lain pula.

Dalam agama islam takdir adalah bagian dari tanda kekuasaan

Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Yang

biasa kita kenal dengan Qadla dan Qadar. Qadha memiliki beberapa

pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan,

penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah

ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang

segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti

qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun

menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap

semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-

Nya. Firman Allah yang artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit

dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya

dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan

1

Page 3: Rangkuman Ilmu kalam

Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS .Al-

Furqan ayat 2).

Untuk memperjelas pengertian qadha dan qadar, berikut ini

dikemukakan contoh. Saat ini Zaskiya melanjutkan pelajarannya di SMA.

Sebelum Zaskiya lahir, bahkan sejak zaman azali Allah telah menetapkan,

bahwa seorang anak bernama Zaskiya akan melanjutkan pelajarannya di

SMA. Ketetapan Allah di Zaman Azali disebut Qadha. Kenyataan bahwa

saat terjadinya disebut qadar atau takdir. Dengan kata lain bahwa qadar

adalah perwujudan dari qadha.

Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-

Nya. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya ” Dan

tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak

menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”

Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar

dengan satu istilah, yaitu Qadar atau takdir. Jika ada orang terkena

musibah, lalu orang tersebut mengatakan, ”sudah takdir”, maksudnya

qadha dan qadar.

Konsep dari takdir adalah suatu yang sangat ghoib, sehingga kita

tak mampu mengetahui takdir kita sedikitpun. Yang dapat kita lakukan

hanya berusaha, dan berusahapun telah Allah jadikan sebagai kewajiban.

“Tugas kita hanyalah senantiasa berusaha, biar hasil Allah yang

menentukan”, itulah kalimat yang sepertinya sudah tidak asing lagi di

telinga kita, yang menegaskan pentingnya mengusahakan qadha untuk

selanjutnya menemui qadarnya. Takdir itu memiliki empat tingkatan yang

semuanya wajib diimani, yaitu :

1. Al-`Ilmu, bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui

segala sesuatu baik secara global maupun terperinci. Dia mengetahui

apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Karena segala sesuatu

diketahui oleh Allah, baik yang detail maupun jelas atas setiap gerak-

gerik makhluknya. Sebagaimana firman Allah yang artinya “Dan pada

sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang

2

Page 4: Rangkuman Ilmu kalam

mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di

daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur

melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam

kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,

melainkan tertulis dalam kitab yang nyata.” (QS. Al-an`am:59)

2. Al-khitabah, beriman terhadap di tulisnya qadar (tkadir) tersebuut.

Yakin bahwasannnya Allah tellah menulis segala sesuatu yang Ia

ketahui ilmunya sebelumnya bahwa semua itu tertulis di lauhul

mahfudz, sebagaimana firman-Nya dalam QS Alhajj ayat 70.

3. Al-Masyiah (kehendak), Kehendak Allah ini bersifat umum. Bahwa

tidak ada sesuatu pun di langit maupun di bumi melainkan terjadi

dengan iradat/masyiah (kehendak /keinginan) Allah SWT. Maka tidak

ada dalam kekuasaan-Nya yang tidak diinginkan-Nya selamanya. Baik

yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat Allah atau yang

dilakukan oleh makhluk-Nya. Allah berfirman “Sesungguhnya

keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata

kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia” (QS. Yasin:82).

4. Al-Khalqu, Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan

Allah sebagai penciptanya, pemiliknya, pengaturnya dan

menguasainya, dalam firman-Nya dijelaskan “Sesunguhnya Kami

menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka sembahlah

Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar:2).

B. IKHTIAR

Ikhtiar berasal dari bahasa Arab ( �اٌر� �َي ِت yang berarti mencari hasil (إْخ�

yang lebih baik. Adapun secara istilah, pengertian ikhtiar yaitu  usaha

manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material,

spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat

sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Maka, segala sesuatu baru bisa

dipandang sebagai ikhtiar yang benar jika di dalamnya mengandung unsur

kebaikan. Tentu saja, yang dimaksud kebaikan adalah menurut syari’at

3

Page 5: Rangkuman Ilmu kalam

Islam, bukan semata akal, adat, atau pendapat umum. Dengan

sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai “memilih yang baik-baik”,

yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan

semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya.

Akan tetapi, jika usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita

sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa.

Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan

kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal

dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang

yang sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar

ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya melandasi

usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa

dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan

perbuatan baik, bidang usaha yang akan dilakukan harus dikuasai dengan

mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati mencari teman (mitra)

yang mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan

dalam manajemen yang professional.

C. HUBUNGAN ANTARA TAKDIR(QADLA DAN QADAR) DENGAN

IKHTIAR

Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan

sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu

bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW

bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya ”Sesungguhnya

seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk

nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal

daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke

dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya,

ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupnya) sengsara atau

bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).

4

Page 6: Rangkuman Ilmu kalam

Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah

ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia

telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam

menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban

untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.

Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas

berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar

bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah

Umar. ” Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu

menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.”

Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ”

Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.”

Orang-orang yang ada disitu bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan

seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib

dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta

atas nama Allah”.

Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah

kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang

Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan

menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung

menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur

orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu

menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda,

”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.

Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah

menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk

berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita,

oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar

dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a.

Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada

5

Page 7: Rangkuman Ilmu kalam

Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat

menerimanya dengan ridha dan ikhlas.

Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini,

para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :

1. Takdir mua’llaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar

manusia. Contoh seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur

pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun.

Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi

insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman: Artinya: Bagi

manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di

muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.

Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga

mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan

apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak

ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi

mereka selain Dia. ( Q.S Ar-Ra’d ayat 11)

2. Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak

dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia.

Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan

dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan

sebagainya.

D. TAUHID

Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il

wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya

menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafsiran. Yaitu

menafsirkan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja,

kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).

Secara istilah syar’I, makna tauhid adalah menjadikan Allah

sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala

6

Page 8: Rangkuman Ilmu kalam

kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini

sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan

sesembahan oleh manusia, berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih

atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid

hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

E. SUMBER DAYA MANUSIA

Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM adalah

potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya

sebagai makhluk social yang adaptif dan transformative yang mampu

mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam

menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang

dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari.

7

Page 9: Rangkuman Ilmu kalam

BAB II

PEMBAHASAN

TAKDIR DAN IKHTIAR SERTA RELEVANSI TAUHID DALAM

PERKEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Sebagai umat islam maka dituntut untuk mengimani adanya Qadla dan

Qadar Alloh. yang mana hubungan takdir dan ikhtiar ialah umat islam harus

berusaha dalam menumbuhkan sikap tidak pantang menyerah untuk menggali

potensi yang di miliki dengan bekal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT

sebagai pemberi potensi dan yang Maha Mengetahui apa yang terbaik buat

hamba-Nya yang telah berusaha.

Untuk meningkatkan mutu SDM diperlukan berbagai macam pendidikan

dan pengajaran, salah satunya adalah tauhid. Dalam hal ini pendidikan tauhid

adalah pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia memiliki jiwa tauhid yang

kuat dan memmiliki tauhid yang baik dan benar. Sedangkan pengajaran tauhid

yang baik adalah pemberian pengertian tentang ketauhidan, baik sebagai aqidah

yang wajib diyakini maupun sebagai filsafat hidup yang membawa kepada

kebahagian hidup duniawi dan ukhrawi.

Pendidikan dan pengajaran tauhid, baik yang berhubungan dengan aqidah

maupun dalam kaitan dengan ibadah, akan menanamkan keikhlasan pada diri

seseorang dalam setiap tindakan atau perbuatan pengabdiannya. Keikhlasan dalam

mengabdi kepada Allah inilah yang membuat tauhid bagai kan pisau bermata dua,

satu segi untuk kehidupan di akhirat sisi lainnya untuk kehidupan di dunia. Dalam

hal keikhlasan dalam mengabdi kepada Allah ini, menjadikan manusia berfikir

kepada kehidupan di Dunia dan di Akhirat. Dari situlah manusia berusaha

meningkatkan kualitas baik ibadahnya maupun dalm sumberdaya yang ia miliki

sebagai peningkatan kehidupan Dunia. Sehingga dalam hal tersebut manusia dapat

mencapai tujuan dunia dan di Akhirat secara seimbang dan sempurna. Jadi dengan

tauhid manusia dapat meningkatkan sumberdaya yang ia miliki, karena di dalam

tauhid terdapat tujuan hidup yang bukan untuk akhirat saja, melainkan untuk

8

Page 10: Rangkuman Ilmu kalam

dunia juga dengan melalui peningkatan kinerja, kejujuran, mutu pemikirannya dan

kualitas hidup yang lain.

Pendidikan dan pengjaran tauhid kepada anak harus dimulai sejak anak itu

kecil. Pada waktu itu, orang tua lah yang bertanggung jawab dalam pendidikan

tersebut, sebab anak adalah amanah dari Allah yang harus di jaga, dirawat,

dibimbing dan yang terpenting adalah diberikan pendidikan khususnya masalah

ketauhidan. Fitrah anak yang mempunyai keimanan kepada Tuhan sejak sebelum

is lahir ke Dunia, harus disalurkan secara wajar dan dibina terus menerus sehingga

perkembangan aqidahnya semakin lama semakin sempurna. Sehingga, ia menjadi

manusia bertauhid yang betul-betul mencintai Allah diatas segala-galanya.

Usaha-usaha pemupukan rasa keimanan sebagai fitrah manusia harus

sungguh-sungguh mendapat perhatian setiap orangtua atau pengasuh anak. Usaha

tersebut dilakukan melalui tiga proses yaitu pembiasaan, pembentukan pengertian

dan pembentukan budi luhur.

1. Tahap pembiasaan, pemupukan rasa keimanan atau pendidikan agama

dimasa kanak-kanak. Dalam tahap ini, aktifitas yang di lakukan hanya

memberikan pengenalan secara umum dan membiasakan anak untuk ingat

bahwa tuhan itu ada.

2. Tahap pembentukan pengertian meliputi masa sekolah sampai menjelang

remaja. Pada usia ini anak cenderung suka berhayal. Oleh karena itu,

kesukaan seperti ini bisa dimanfaatkan oleh orang tua untuk menanamkan

tauhid melalui cerita-cerita tentang keagungan Allah.

3. Tahap pembentukan budi luhur. Tahap ini berlangsung pada masa

peralihan dari remaja menuju dewasa. Pada masa ini seorang anak sering

mengalami kebimbangan dan mudah terombang ambing oleh problema

yang dihadapi. Bimbingan dilakukan dengan cara memberikan keinsyafan

dan kesdaran bahwa segala apa yang ada adalah ciptaan tuhan dan

semuanya mlik Tuhan.

Apabila pertumbuhan dan perkembangan pengenalan kepada Allah berjalan

dengan baik dan lancar dan kebiasaan baik yang berhubungan dengan tauhid

9

Page 11: Rangkuman Ilmu kalam

sudah menjadi aktifitas keseharian maka terbentukalah rasa iman kepada Allah

yang cukup mendalam bagi dirinya.

Peranan keluarga sangat penting dalam pembinaan manusia menurut islam.

Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan uatam bagi seseorang, dan

orangtua sebagai kuncinya. Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam

pengembangan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan

moral, serta keterampilan sederhana. Dalam hal fungsi atau peranan keluarga

menurut UU RI Nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional,

keluarga berperan memberi keyakinan agama, menanamkan nilai-nilai moral dan

budaya, member tauladan, dan memberikan keterampilan dasar.

Menurut islam, setiap upaya mengambangkan kualitas manusia (sumber

daya manusia) memerlukan intervensi nilai, disamping nilai-nilai yang sudah

dibawa secara fitrah. Intervensi nilai-nilai instrumental terutama melalui

pendidikan, yang mencakup pendidikan fisik maupun qalbu. Ada beberapa

dimensi kualitas manusia yang ditunjuk oleh islam sebagai sasaran atau target

pengembangan :

1. Dimensi keilmuan dan ketaqwaan (al-hujurat: 13)

2. Dimensi kepribadian, yang mencakup pandangan dan sikap hidup (al-

Fuqan: 63-75)

3. Dimensi kreatifitas dan produktifitas (An-Nahl: 97, Al-Ashr: 1-3)

4. Dimensi kesadaran social (Al-Ma’mun: 1-3, Ad-Dhuha: 9-11, dll)

10

Page 12: Rangkuman Ilmu kalam

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa :

Takdir adalah ketentuan Allah terhadap segenap makhluk sesuai dengan

ilmunya terhadap segala sesuatu itu sejak sebelumnya serta sesuai dengan

hikmah-Nya. Dalam islam umat islam wajib mengimani rukun iman yang enam,

oleh sebab itu tidak jarang jika taqdir di sebut juga qadla dan qadar Alloh artinya

bahwa antara qadha dan qadar selalu berhubungan erat . Qadha adalah ketentuan,

hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari

ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan

perbuatan. Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya

Manusia itu lemah karena manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai

dengan ukuran yang diberikan oleh Allah kepadanya. Oleh sebab itu, sekiranya

manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini,

diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya.diwajibkan

untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu

beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan

hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati, sebagai

pegangan kita sebagai umat islam untuk bertauhid kepada Alloh.

11

Page 13: Rangkuman Ilmu kalam

Daftar Pustaka

Yusron, Asmuni.1993.Ilmu Tauhid.Jakarta:Citra Niaga Rajawali

Hasbi Asy-Shiddieqy.1972.Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid atau

Kalam.Jakarta:Bulan Bintang

Aziz, Abdul.1998.Pelajaran Tauhid untuk Tingkat Lanjutan.Jakarta: Lantabora

Press

12