qira>’a>t ‘arabiy dan yang telah di qur’digilib.uinsby.ac.id/6442/9/bab 4.pdf · kutub...

33
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 101 BAB IV RAGAM BACAAN QIRA>’AT AL-‘ASHR DAN KORELASINYA TERHADAP PENAFSIRAN SURAT AL-MAIDAH DALAM TAFSIR AL-QURT}U> BIY. A. Latar Belakang Penggunaan Qira>’a>t dalam Tafsir al-Qurtu>biy Dalam pendahuluan kitab Tafsir al-Qurt}u>biy yang dicetak oleh Da>r al- Kutub al-‘Arabiy dan yang telah di-tah}qi>q oleh Abd al-Razza>q al-Mahdiy menyebutkan, bahwa salah satu metode penafsiran yang digunakan oleh al- Qurt}u>biy adalah dengan menggunakan pendekatan hadis (riwayat). 1 Dengan menggunakan pendekatan riwayat, menunnjukkan bahwa al-Qurt}u>biy sangat berhati-hati dalam menafsirkan al-Qur’an. Al-Mahdiy juga menyebutkan bahwa terkadang al-Qurt}u>biy menggunakan riwayat-riwayat yang lemah bahkan palsu, dan riwayat-riwayat ini paling banyak ditemukan pada sepertiga terakhir dalam tafsirnya, meskipun demikian, riwayat-riwayat dalam kitab Tafsir al-Qurt}u>biy secara keseluruhan lebih banyak yang derajatnya s}ahi>h dan hasan. 2 al-Qurt}u>biy menyebutkan dalam pendahuluannya bahwa: 3 Dasar penulisan dalam kitabku ini adalah menyandarkan perkataan- perkataan kepada orang-orang yang mengatakannya, dan menyandarkan hadis-hadis kepada para mus}annif-nya. Pada penjelasan-penjelasan selanjutnya, al-Qurt}u>biy menjabarkan tentang keutamaan-keutamaan bagi seorang h}amil al-Qur’an dan juga 1 Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh al-Ans}a>riy Shamsu al-Din al- Qurtubiy. Al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Qur’a>n. (Bairut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabiyyah. 2012). J. I. h,7 2 Ibid, J, I, h, 7. 3 Ibid, J, I, h, 29

Upload: doankhue

Post on 24-Aug-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

101

BAB IV

RAGAM BACAAN QIRA>’AT AL-‘ASHR DAN KORELASINYA TERHADAP

PENAFSIRAN SURAT AL-MAIDAH DALAM TAFSIR AL-QURT}U>BIY.

A. Latar Belakang Penggunaan Qira>’a>t dalam Tafsir al-Qurtu>biy

Dalam pendahuluan kitab Tafsir al-Qurt}u>biy yang dicetak oleh Da>r al-

Kutub al-‘Arabiy dan yang telah di-tah}qi>q oleh Abd al-Razza>q al-Mahdiy

menyebutkan, bahwa salah satu metode penafsiran yang digunakan oleh al-

Qurt}u>biy adalah dengan menggunakan pendekatan hadis (riwayat).1 Dengan

menggunakan pendekatan riwayat, menunnjukkan bahwa al-Qurt}u>biy sangat

berhati-hati dalam menafsirkan al-Qur’an. Al-Mahdiy juga menyebutkan

bahwa terkadang al-Qurt}u>biy menggunakan riwayat-riwayat yang lemah

bahkan palsu, dan riwayat-riwayat ini paling banyak ditemukan pada sepertiga

terakhir dalam tafsirnya, meskipun demikian, riwayat-riwayat dalam kitab

Tafsir al-Qurt}u>biy secara keseluruhan lebih banyak yang derajatnya s}ahi>h dan

hasan.2

al-Qurt}u>biy menyebutkan dalam pendahuluannya bahwa:3

Dasar penulisan dalam kitabku ini adalah menyandarkan perkataan-

perkataan kepada orang-orang yang mengatakannya, dan menyandarkan

hadis-hadis kepada para mus}annif-nya.

Pada penjelasan-penjelasan selanjutnya, al-Qurt}u>biy menjabarkan

tentang keutamaan-keutamaan bagi seorang h}amil al-Qur’an dan juga

1 Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh al-Ans}a>riy Shamsu al-Din al-

Qurtubiy. Al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Qur’a>n. (Bairut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabiyyah. 2012). J. I. h,7 2 Ibid, J, I, h, 7. 3 Ibid, J, I, h, 29

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

102

peringatan bagi orang-orang yang menafsirkan al-Qur’an dengan

menggunakan pendapatnya sendiri tanpa didasari dengan ilmu dan riwayat

yang kuat.

pembahasan yang terkandung dalam riwayat-riwayat, mencakup banyak

berbagai macam bidang pembahasan, salah satunya adalah qira>’a>t. Oleh

karena itu, al-Qurt}u>biy menggunakan pendakatan qira>’a>t dalam penafsiraanya,

karena qira>’a>t adalah bagian dari riwayat itu sendiri. Apabila pada suatu ayat

terdapat perbedaan qira>’a>t yang berpengaruh pada perbedaan penafsiran, maka

al-Qurt}u>biy menggunakan pendakatan bahasa untuk menentukan bacaan mana

yang lebih dekat dengan kebenaran, dan apabila ayat tersebut berhubungan

dengan hukum, maka al-Qurt}u>biy akan membahas secara penjang lebar dengan

menampilkan berbagai riwayat dan pendapat yang berhubungan dengan

hukum tersebut, terkadang al-Qurt}u>biy menetapkan pendapatnya di antara

berbagai macam perbedaan pendapat, terkadang pula al-Qurt}u>biy tidak

menetapkan pendapatnya dan membenarkan perbedaan tersebut.

B. Ayat-Ayat al-Qur’an dalam Surat al-Maidah yang Memiliki Perbedaan Qira’at

‘Ashr

Abd al-Fatta>h Abd al-Gha>niy al-Qa>d}iy menjelaskan dalam bukunya al-

Wa>fiy fi Sharh} al-Sha>t}biyyah bahwa kata al-farsh adalah bentuk mas}dar dari

farasha yang artinya menyebarkan dan membentangkan, sedangkan al-h}uru>f

adalah bentuk jama’ dari h}arf, dan arti dari h}arf disini adalah bacaan (qira>’ah).

Oleh karena itu dikatakan h}arf Na>fi’, h}arf Hamzah maksudnya adalah bacaan

Nafi’, bacaan Hamzah, maka yang dimaksud dengan farsh al-huru>f adalah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

103

macam-macam bacaan atau perbedaan pendapat bacaan dalam ayat suci al-

Qur’an di antara para ulama qira>’a>t.4

Perbedaan qira>’a>t pada ayat suci al-Qur’an, sebagaimana yang telah

dijelaskan sebelumnya, berjumlah tujuh versi perbedaan, dan secara umum

perbedaan tersebut ada yang berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an dan juga

ada yang tidak berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an. Pembahasan dalam

penelitian ini hanya membahas tentang perbedaan bacaan yang berpengaruh

pada penafsiran al-Qur’an saja dan mengkorelasikannya dengan penafsiran al-

Qurt}u>biy dalam kitab tafsir al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’an.

Dalam surat al-Maidah terdapat banyak lafaz} yang memililki perbedaan

qira>’a>t ‘ashr baik itu yang berpengaruh pada penafsiran maupun tidak.

Sehubungan dengan tujuan penelitian ini, maka peneliti hanya cukup

menjabarkan ayat-ayat yang mempunyai perbedaan qira>’a>t ‘ashr yang

berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an dalam surat al-Maidah, berikut adalah

penjabarannya:

1. Surat al-Maidah ayat 2

4 Abd al-Fatta>h Abd al-Ghaniy al-Qa>d}iy, al-Wa>fiy fi Sharh} al-Sha>tibiyyah, (Kairo: Da>r al-Sala>m

li al-T}aba>’ah wa al-Nashr wa al-Tawzi>’ wa al-Tarjamah, 2011), 165.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

104

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar

kesucian Allah, dan janganlah (melanggar kehormatan) bulan-bulan

haram, jangan mengganggu hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalaid (hewan-hewan yang diberi tanda) dan jangan (pula) mengganggu orang-

oran yang mengunjungi Baitul Haram, mereka mencari karunia dan

keridaan Tuhannya. Tetapi jika kam telah menyelesaikan ihram, maka

bolehlah kamu berburu, janganlah membenci(mu) kepada suatu kaum

karena menghalang-halangimu dari Masjidil Haram, mendorongmu

berbuat melampaui batas (kepada mereka), dan tolong menolonglah kamu

dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong

dalam berbuat dosa dan permusuhan, bertakwalah kepada Allah, sungguh

Allah sangat berat sikisa-Nya.5

Pada ayat tersebut terdapat tiga lafaz} yang mempunyai perbedaan

qira>’a>t ‘ashr, tapi hanya satu yang berpengaruh pada penafsiran, yaitu pada

lafaz} صدوكم ان , Ibn Kathir dan Abu Amr membacanya dengan men-kasrah-

kan hamzah, sehingga dibaca صدوكم إن , sedangkan imam yang lainnya

membacanya dengan fathah, sehingga dibaca صدوكم أن .

2. Surat al-Maidah ayat 3

5 Agama RI. Mushaf Muslimah Al-Qur’a>n dan Terjemah Untuk Wanita, 106

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

105

Diharamkan bagimu (makanan), darah, daging babi, dan (daging) hewan

yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang dicekik, yang dipukul,

yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang

sempat kamu sembelih, dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk

berhala, dan (diharamkan pula) mengadu nasib dengan azlam (anak

panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir

telah berputus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu jangnlah

kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, pada hari ini telah

Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-

Ku bagimu, dan telah Aku ridai islam sebagai agamamu, tetapi

barangsiapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa,

sungguh Allah maha pengampun, maha penyayang.6

Lafaz} الميتة mempunyai dua bacaan yang berbeda yang berpengaruh

pada penafsiran al-Qur’an, Abu Ja’far membacanya dengan men-tashdid

dan meng-kasrah huruf ya>’, sehingga dibaca الميتة, dan imam selainnya

membacanya dengan men-sukun huruf ya>’, sehingga dibaca الميتة.

3. Surat al-Maidah ayat 6

6 Ibid, 107

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

106

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat,

Maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah

kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika

kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan

atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,

lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah

yang baik (suci); sapulah wajahmu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah

tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu

dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.7

Ayat tersebut adalah ayat yang menjelaskan tentang t}aharah, dalam

ayat tersebut terdapat dua lafaz} yang mempunyai perbedaan bacaan yang

berpengaruh pada penafsiran, yang pertama lafaz} أرجلكم, imam Nafi’, Ibn

‘A>mir, Hafs, al-Kisa>iy dan Ya’qu>b membacanya dengan men-fathah huruf

la>m, sehingga dibaca أرجلكم, sedangkan imam yang lainnya membacanya

dengan men-kasrah huruf la>m, sehingga dibaca أرجلكم, lafaz} yang kedua

adalah المستم, imam Hamzah, al-Kisa>iy dan Khalaf membaca huruf la>m

dengan qas}r, sehingga dibaca لمستم, sedangkan imam yang lainnya

membacanya huruf la>m dengan mad, sehingga dibaca المستم.

7 Ibid, 108

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

107

4. Surat al-Maidah ayat 89

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak

dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan

sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kafaratnya ( dengan

pelanggaran sumpah) ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu

dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi

pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang hamba sahaya.

barang siapa tidak sanggup melakukannya, Maka (kafaratnya) berpuasa

selama tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah.

dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu

hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).8

Pada ayat tersebut terdapat lafaz} عاقدتم, lafaz} tersebut mempunyai tiga

macam perbedaan bacaan yang berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an,

imam Ibn Dhakwa>n membacanya dengan memanjangkan huruf ‘ain,

sehingga terbaca عاقدتم, sedangkan imam Shu’bah, Hamzah, al-Kisa>iy dan

Khalaf membacanya dengan membaca pendek huruf ‘ain, sehingga terbaca

,dan imam selainnya membacanya dengan men-tashdi>d huruf qa>f ,عقدتم

sehingga terbaca عقدتم.

8 Ibid, 122

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

108

5. Surat al-Maidah ayat 107

Jika terbukti kedua saksi itu membuat dosa, Maka dua orang yang lain

menggantikan kedudukannya, yaitu di antara ahli waris yang berhak yang

lebih dekat kepada orang yang mati, lalu keduanya bersumpah dengan

nama Allah: "Sungguh kesaksian Kami lebih layak diterima daripada

kesaksian kedua saksi itu, dan Kami tidak melanggar batas,

Sesungguhnya Kami kalau demikian tentulah Termasuk orang yang

zalim".9

Pada ayat tersebut terdapa lafaz} األولين, ada dua bacaan pada lafaz}

tersebut, ada yang membaca dengan men-fathah huruf ya>’ dan

memanjangkannya, sehingga terbaca األوليان, yaitu bacaan mayoritas ulama’

qira>’a>t, dan ada yang membaca dengan menjamakkannya, sehingga terbaca

لين .yaitu bacaan Hamzah, Khalaf, dan Ya’qu>b ,األو

6. Surat al-Maidah ayat 110

9 Ibid, 125

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

109

Dan ingatlah, ketika Allah berfirman: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah

nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu

dengan Rohulkudus. engkau dapat berbicara dengan manusia di waktu

masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan ingatlah di waktu Aku

mengajarkan menulis kepadamu, (juga) hikmah, Taurat dan Injil, dan

ingatlah ketika kamu membentuk dari tanah berupa burung dengan seizin-

Ku, kemudian engkau meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung

(yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan ingatlah ketika engkau

menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit

kusta dengan seizin-Ku, dan ingatlah ketika engkau mengeluarkan orang

mati (dari kubur menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan ingatlah ketika

engkau menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuhmu) di

kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang

nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain

melainkan sihir yang nyata".10

Pada akhir ayat tersebut terdapat lafaz} سحر, imam Hamzah, al-

Kisa>iy dan Khalaf membacanya dengan memanjangkan huruf si>n,

sehingga terbaca ساحر, sedangakan imam selainnya membacanya dengan

.سحر

7. Surat al-Maidah ayat 112

10 Ibid, 126

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

110

(ingatlah), ketika Pengikut-pengikut Isa yang setia berkata: "Wahai Isa

putera Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit

kepada kami?". Isa menjawab: "Bertakwalah kepada Allah jika kamu

betul-betul orang yang beriman".11

Pada ayat tersebut terdapat kalimat dan kata yang mempunyai

perbedaan bacaan yang berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an, yang

pertama adalah kalimat ربك يستطيع هل , imam al-Kisa>iy membacanya dengan

menyimpan d}amir anta pada fi’il-nya dan lafaz} ربك menjadi maf’ul,

sehingga dibaca ربك تستطيع هل , sedangkan imam yang lainnya membacanya

dengan menyimpan d}amir هو pada fi’il-nya, dan lafaz} ربك menjadi fa’il-

nya, sehingga dibaca ربك يستطيع هل .

Pada lafaz} yang kedua yang terdapat perbedaan qira>’a>t yang

berpengaruh pada penafsiran adalah lafaz} ينزل, imam Ibn Kathir, Abu

‘Amr, dan Ya’qub membacanya dengan نزلي sedangkan imam yang ,يي

lainnya membacanya dengan لي نز .يي

8. Surat al-Maidah ayat 115

Allah berfirman: "Sungguh Aku akan menurunkan hidangan itu

kepadamu, tetapi barangsiapa kafir di antaramu setelah (turun hidangan)

itu, Maka sungguh Aku akan mengazabnya dengan azab yang tidak

pernah aku timpakan kepada seorangpun di antara umat manusia (seluruh

alam)".12

11 Ibid, 126 12 Ibid, 127

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

111

Ayat tersebut ada lafaz} منزلها, lafaz} tersebut mempunyai dua macam

bacaan yang berbeda, yang pertama dibaca نزليها itu adalah bacaan imam ,مي

Ibn Kath>ir, Abu ‘Amr, Hamzah, al-Kisa>iy, Ya’qub dan Khalaf. Sedangakan

imam selainnya membacanya dengan ليها نز .مي

C. Dampak Qira>’a>t ‘’Ashr dan Penafsiran al-Qurt}ubiy Terhadap Ayat-ayat al-

Qur’an Surat al-Maidah

Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam sub B, bahwa terdapat

sepuluh lafaz} dari delapan ayat dalam surat al-Maidah yang mempunyai

perbedaan qira>’a>t ‘ashr yang berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an. Berikut

adalah penjabaran lebih lengkap terhadap penafsiran al-Qurt}u>biy pada dua

belas lafaz} tersebut:

1. Lafaz} صدوكم ان pada ayat ke 2

Pada lafaz} tersebut al-Qurt}u>biy langsung menjelaskan kedudukan

i’rab sebelum menjelaskan perbedaan bacaan qira>’a>t, hal ini memberi kesan

bahwa al-Qurt}ubiy langsung mengisyaratkan pendapatnya secara tidak

langsung pada awal pembahasannya.

Pada awal pembahasan al-Qurt}ubiy langsung menjelaskan kedudukan

i’rab lafaz} صدوكم أن pada ayat ke 2 dari surat al-Maidah adalah menjadi

maf’ul li ajlih, dengan mengandung arti صدوكم ألن , kemudian baru

menjelaskan penadapat imam Abu ‘Amr dan Ibn Kathir yang membacanya

dengan di-kasrah-kan huruf ha>’-nya, dan setelah itu al-Qurt}u>biy

menetapkan bahwa qira>’ah yang pertama yakni صدوكم أن adalah qira>’ah

yang lebih tepat, diperkuat dengan perkataan al-Nuh}h}a>s: ‚adapun bacaan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

112

‚ صدوكم إن ‛ dengan men-kasrah-kan, maka bagi para ulama terkemuka dalam

bidang nahwu dan hadis, mereka melarang membaca dengan bacaan

tersebut karena beberapa hal, diantaranya adalah bahwa ayat ini turun pada

waktu penaklukan kota Makkah tahun 8 H, sedangkan orang-orang musyrik

menghalang-halangi orang-orang muslim pada peristiwa Hudaybiyyah

tahun 6 H, maka halang-halangan orang-oramg musyrik terjadi sebelum

turunnya ayat, padahal apabila dibaca dengan kasrah tidak akan ada kecuali

setelah turunnya ayat, seperti perkataan: ‚jangan engkau memberi fulan

sesuatu apapun apabila ia memerangimu‛, maka cara baca tersebut (dengan

men-kasrah-kan) hanya berfungsi untuk masa yang akan datang, sedangkan

apabila engkau men-fathah-kan maka akan berfungsi untuk waktu yang

telah lalu, maka wajib pada perkara ini untuk membacanya dengan ‚ أن

dan juga apabila hadis tentang ayat ini tidak s}ah}i>h}, maka tetap ,‛صدوكم

membaca wajin membacanya dengan fathah, karena ayat هللا شعائر تحلوت ال

sampai akhir ayat menunnjukkan bahwa Makkah sudah berada pada

kekuasaan orang-orang muslim, dan mereka tidak dilarang kecuali mereka

benar-benar telah terbebas dari halang-halangan orang-orang musyrik untuk

masuk ke al-Bait al-Haram, maka wajib membacanya dengan fathah,

karena menunjukkan pada masa yang telah lalu.13

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa al-Qurt}u>biy menetapkan

pilihan qira>’ah pada lafaz} صدوكم أن dengan pendekatan pendapat salah satu

ulama yang menjelaskan tentang sejarah turunnya ayat dan

13 Al-Qurt}u>biy, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’an, Juz VI, 44-45

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

113

mengkorelasikan antara makna ayat dan peristiwa yang telah terjadi dalam

sejarah islam.

2. Lafaz} الميتة pada ayat ke 3

Pada permulaan ayat ke 3 dari surat al-Maidah yang berbunyi:

al-Qurt}u>biy telah menjelaskan bahwa ayat tersebut sudah ia jelaskan pada

surat al-Baqarah ayat 173, penjelasan al-Qurt}u>biy tentang penafsiran surat

al-Baqarah ayat 173 cukup panjang, yang pertama al-Qurt}u>biy menjelaskan

perbedaan bacaan qira>’ah pada lafaz} الميتة, al-Qurt}u>biy memaparkan bahwa

Abu Ja’far Ibn al-Qa’qa>’ membacanya dengan tashdi>d ‚الميتة‛, kemudian

menukil berkataan al-T}abariy: ‚jama’ah ahli bahasa berkata: tashdi>d dan

takhfi>f pada kata mayt dan mayyit adalah dua bahasa (yang memiliki

perbedaan)‛. al-Qurt}u>biy juga menukil perkataan Abu H}a>tim dan selainnya:

apabila sesuatu yang sudah mati maka dapat dikatakan dengan

menggunakan dua kata tersebut (mayt atau mayyit), dan apabila belum

mati maka tidak bisa disebut mayt, (hanya bisa disebut mayyit) dengan

dalil surat al-Zumar ayat 30 ميتون وإنهم ميت إنك .14

Pada penjelasan selanjutnya, al-Qurt}u>biy mengatakan bahwa tidak

ada satu orang pun yang mengatakan bahwa sesuatu yang belum mati

menyebutnya dengan mayt, kecuali hanya riwayatnya al-Bazziy dari Ibn

14 Ibid, juz II, 211

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

114

Kathi>r pada surat Ibrahim ayat 17 بميت هو وما ,15

jadi dari sini dapat

diketahui bahwa al-Qurt}u>biy mengikuti pendapat yang membacanya

dengan takhfi>f, berarrti al-Qurt}u>biy mengartikan lafaz} الميتة dengan susuatu

yang sudah mati yakni bangkai. Selanjutnya al-Qurt}u>biy mendefinisakan

lafaz} الميتة yaitua: sesuatu jasad yang terpisah dari ruhnya tanpa melalui

penyembelihan.

al-Qurt}u>biy menetapkan bahwa ayat tersebut masih umum, terdapat

dalil lain yang lebih khusus, sebagaimana hadis Rasulullah yang

diriwayatkan oleh al-Da>raqut}niy:

16

Dihalalkan kepada kami dua bangkai yaitu ikan dan serangga, dan

(dihalalkan pula) dua darah yaitu hati dan limpa.

Kemudia al-Qurt}u>biy juga memaparkan ayat ke 96 dari surat al-

Maidah yaitu البحر صيد لكم أحلت , menunjukkan bahwa ayat tersebut lebih

khusus dari ayat sebelumnya. Selanjuynya al-Qurt}u>biy memaparkan

berbagai pandangan ulama tentang bangkai, berikut lebih detailnya:

a. al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa

segala bentuk binatang laut adalah halal, kecuali pandangan mazhab

Malik tentang babi laut, Ibn al-Qa>sim mengatakan: saya

menghindarinya akan tetapi saya tidak berpendapat bahwa itu haram.

15 Ibid, juz II, 211 16 Abu al-Hasan Ali Ibn Umar Ibn Ahmad Ibn Mahdiy Ibn Mas’u>d Ibn al-Nu’ma>n Ibn Di>na>r al-

Baghda>diy al-Da>rqut}niy, Sunan al-Da>ruqut}niy, (Bairut: Muassasah al-Risa>lah, 2004), J, I, no, 204

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

115

b. al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa ulama berbeda pendapat tentang

pengkhususan ayat al-Qur’an dengan hadis Nabi, meskipun begitu dalam

sisi lain, semua ulama sepakat bahwa tidak bisa mengkhsuskan ayat

alQur’an dengan hadis d}a’i>f. Ibn al-‘Arabiy berkata: ‚sebagian ulama’

terkadang menggunakan hadis dalam mengkhususkan ayat al-Qur’an

sebagaimana dalam kitab Sah}i>h Muslim yang diriwayatkan oleh

Abdullah Ibn Abi Awfa> berkata: ‚kami telah berperang bersama

Rasulullah sampai tujuh peperangan, dan selama itu kami makan

belalang besama beliau‛. Dalam hadis tersebut para ulama berbeda

pandangan, Ibn Na>fi’ Ibn ‘Abd al-Hakam, sebagian besar ulama mazhab

Shafi’iy dan Abu Hani>fah bahwa belalang halal baik matinya karena

dimatikan atau mati dengan sendirinya, sedangkan imam Malik dan

sebagian besar ulama dari mazhab Malikiy melarang memakan belalang

apabila matinya karena mati dengan sendirinya, karena belalang

termasuk hewan darat.

c. Perbedaan ulama tentang boleh tidaknya mengambil manfaat dari

bangkai atau sesuatu yang mengandung najis, dalam hal ini al-Qurt}u>biy

menampilkan pendapat Marrah terlebih dahulu akan kebolehan

mengambil manfaat dari bangkai dengan dalil tatkala Nabi melewati

seekor bangkai domba kemudia Nabi bersabda: ‚tidakkah kalian

mengambil kulitnya?‛.

Setelah itu al-Qurt}u>biy memberi pendapat sendiri bahwa dilarang

mengambil manfaat dari bangkai yang tidak disembelih dengan bentuk

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

116

apapun, dengan dalil keumuman ayat والدم الميتة عليكم حرمت , al-Qurt}u>biy

menyatakan dalil tersebut tidak mengkhususkan sesuatu, dan tidak boleh

seseorang mengatakan bahwa ayat tersebut masih global, dan sesuatu

yang masih global tidak bisa difahami dengan tekstual ayat, orang-orang

Arab telah memahami ayat والدم الميتة عليكم حرمت tersebut dengan

keumumannya, kemudian al-Qurt}u>biy memperkuat pendapatnya dengan

dua hadis sebagaimana berikut:

17

Janganlah kalian mengambil manfaat dari bangkai walaupun sedikit

Janganlah kalian mengambil manfaat dari bangkai dengan mengambil

kulitnya dan tulangnya (urat)

Dari penjelasan al-Qurt}u>biy tersebut dapat diketahui bahwa pendapat

yang pertama lebih kuat, yakni pendapat yang memperbolehkan

mengambil kulit dari bangkai dengan cara menyamak, karena banyak

dalil s}ahih yang memperbolehkan menyamak kulit dari bangkai

binatang, di sisi lain, dalil yang dikemukakan oleh Marrah adalah dalil

s}ah}ih} yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitabnya yang

dikenal dengan nama Sahih Muslim,19

sedangkan hadis yang digunakan

oleh al-Qurt}u>biy untuk menguatkan pendapatnya, sebagaimana yang

telah di-tahqiq oleh Abd al-Razza>q al-Mahdiy dalam kitab Tafsir al-

17 Abu Da>wud Sulaiman Ibn al-Ash’ath Ibn Ish}a>q Ibn Bashi>r Ibn Shadda>d Ibn ‘Amr al-Azdiy al-

Sijista>niy, Sunan Abi Da>wud, (Bairut: Maktabah ‘is}riyyah, t.th), no, 4127 18 Ibid, no, 4128 19 Abu Husain Muslim al-Hajjaj al-Qusyairy. al-Jami’ al-Shahih. (Beirut: Dar Fikr: 1978M), no,

363

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

117

Qurt}u>biy bahwa kedua hadis tersebut berstatus hasan ghari>b, sedangkan

menurut al-Turmudhiy hadis tersebut hadis hasan, sedangakan Ahmad

Ibn Hanbal meninggalkan hadis tersebut karena periwayatnya Abdullah

Ibn ‘Ukaym.20

d. Selanjutnya al-Qurt}u>biy menjelaskan tentang bangkai janin yang mati

dengan kondisi induknya disembelih, dalam hal ini al-Qurt}u>biy tidak

memaparkan pendapat-pendapat ulama, ia langsung menjelaskan melalui

pendapatnya pribadi bahwa hal tersebut tetap halal, karena janin dalam

perut induknya adalah satu bagian dari induknya, apabila induknya mati

karena disembelih maka janin yang di dalam perutnya halal, dan apabila

induk tersebut mati selain disembelih maka janin tersebut haram,

pendapat al-Qurt}u>biy tersebut diperkuat dengan hadis hasan yang

diriwayatkan oleh Abu Dawud:

21

Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanyai tentang sapi, kambing dan

unta yang disembelih sedangkan di dalamnya terdapat janin yang

mati, maka Rasulullah SAW menjawab: ‚jika kalian berkehendak.

Maka makanlah, karena menyembelih induknya sama dengan

menyembelih janinnya‛.

e. Kemudian al-Qurt}u>biy menjelaskan perbedaan riwayat yang bersumber

dari mazhab Malikiy tentang kulit bangkai yang telah disamak apakah

20 Lihat di ta’liqnya, al-Qurt}u>biy, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’an, Juz II, 213, 21 al-Sijista>niy, Sunan Abi Da>wud, no 2828

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

118

suci atau tidak, sedangkan menurut sebagian besar mazhab malikiy

menyatakan tidak suci, akan tetapi ada yang meriwayatkannya bahwa

kulit tersebut suci, pendapat ini diperkuat dengan hadis s}ahi>h yang

diriwayatkan oleh imam Muslim:

22

Kulit apapun apabila disamak maka menjadi suci

al-Qurt}u>biy lebih memilih pendapat yang pertama bahwa kulit tersebut

tidak suci, dan dalil tersebut tidak menyebut secara spesifik, karena kulit

tersebut adalah bagian dari bangkai, meskipun mengambil kulit dari

hewan yang awalnya hidup akan tetapi hewan tersebut najis, maka tidak

kulit tersebut hukumnya tetap haram, al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa

haram hukumnya mensucikan kulit dengan cara menyamak sebagai

bentuk qiyas dari daging.

f. Penjelasan berikutnya tentang bulu bangkai, al-Qurt}u>biy menyatakan

bahwa itu suci, berdasarkan riwayat dari Ummu Salamah, bahwa

Rasulullah SAW bersabda:

23

Tidak mengapa memegang bangkai apabila telah disamak, begitu

juga terhadap bulu dan rambutnya apabila telah dicuci.

g. Pada keterangan selanjutnya, al-Qurt}u>biy menjelaskan tentang sesuatu

yang didalamnya terdapat tikus, seperti halnya tepung dan sejenisnya.

al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa ulama sepakat tepung tersebut tetap

22 Muslim al-Hajjaj al-Qusyairy. al-Jami’ al-Shahih, no, 366 23 al-Da>rqut}niy, Sunan al-Da>ruqut}niy, J, I, no, 47

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

119

suci apabila tikus tersebut hidup, dan apabila mati, maka terdapat dua

keadaan, pertama apabila kering, maka najis tepung yang ada

disekitarnya dan kedua apabila basah, maka najis keseluruhan tepung

tersebut. Kemudian al-Qurt}u>biy menyampaikan hadis yang diriwayatkan

oleh al-Bukhariy menceritakan Rasulullah pernah ditanya perkara

bangkai tikus yang berada dalam tepung, kemudian beliau menjawab

sebagaimana berikut:

24

Jika tikus tersebut kering, maka buanglah tikus tersebut dan apa saja

yang ada disekitarnya, dan apabila tikus tersebut basah, maka

buanglah semua.

Kemudian al-Qurt}u>biy menjelaskan perbedaan pendapat apabila tepung

tersebut dicuci, pendapat pertama mengatakan hal tersebut tetap najis

meskipun dicuci karena menyerupai khamr, darah, kencing dan lain

sebagainya, sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bisa suci

apabila dicuci, karena pada dasarnya tepung suci dan menjadi najis

karena terkena najis, sehingga bisa disucikan seperti halnya baju, dan

tidak bisa hal tersebut disamakan dengan khamr dan kencing yang pada

dasarnya memang sudah najis. Pada permasalahan ini al-Qurt}u>biy tidak

menentukan pendapatnya diantara perbedaan pendapat tersebut, begitu

juga dengan pembahasan selanjutnya tentang wadah yang di dalamnya

terdapat bangkai burung dan sebagainya, perbedaan pendapat pada

24 al-Bukhary. al-Jami’ al-Shahih. No, 235

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

120

permasalahan ini sama halnya dengan pembahasan sebelumnya

mengenai bangkai tikus.

3. Lafaz} أرجلكم pada ayat ke 6

Lafaz} tersebut terletak pada ayat yang menjelaskan tentang t}aharah,

pada ayat ini terdapat riwayat tentang sebab turunnya ayat, sebagaimana

berikut:

25

Al-Bukhariy meriwayatkan dari jalur ‘Amr Ibn al-Ha>rith dari

Abdurrhaman Ibn al-Qa>sim dari ayahnya dari ‘Aishah berkata: kalungku

telah jatuh di lapangan dekat kota Madinah, kemudian Rasulullah

berhenti dan turun untuk mencari kalung kemudian beliau istirahat dan

meletakkan kepalanya dipangkuanku, setelah itu datang Abu Bakar dan

menamparku dengan tambaran yang keras, kemudian berkata: ‚kamu

yang telah membuat orang-orang tertahan disebabkan sebuah kalung‛,

25 Jala<luddin Abi Abdirrahman al-Suyu>t}iy, Luba>b al-Nuqu>l fi Asba>b al-Nuzu>l, (Bairut: Muassas

al-Kutub al-Thaqa>fiyyah, 2002), 98-99

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

121

lalu Rasulullah bangun menjelang subuh dan mencari air akan tetapi

tidak mendapatkannya, kemudian turunlah ayat

sampai pada ayat kemudian berkata

Usaid Ibn Hud}air: Allah telah memberkati orang-orang melalui kalian

wahai keluarga Abu Bakar.

Al-Qurt}u>biy dalam tafsirnya menjabarkan tiga macam qira>’a>t pada

lafaz} أرجلكم, pertama imam Na>fi’, Ibn ‘A>mir dan al-Kisa>iy membacanya

dengan nas}ab yakni arjulakum, yang kedua al-Walid meriwayatkan dari

Na>fi’ bahwa ia membaca dengan rafa’ yakni arjulukum, bacaan tersebut

juga bacaan al-Hasan al-Basriy dan al-A’mash Sulaiman, dan yang ketiga

membacanya dengan khafd} yakni arjulikum, yaitu bacaan imam Ibn Kathir,

Abu ‘Amr dan Hamzah, dengan adanya demikian Al-Qurt}u>biy menjelaskan

bahwa hal tersebut adalah sebuah perbedaan bacaan dalam kalangan

Sahabat dan Tabi’in.

Al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa pendapat yang membacanya dengan

nas}ab atau fathah maka lafaz} أرجلكم diat}afkan kepada وأيديكم وجوهكم اغسلوا ,

hal tersebut menunjukkan makna wajibnya membasuh kaki seperti halnya

membasuh wajah dan tangan, sedangkan yang membacanya dengan khafd}

atau kasrah, maka berarrti di at}afkan kepada lafaz} برؤسكم وامسحوا , jadi kaki

cukup diusap sebagai mana mengusap kepala, dan ulama yang membacanya

dengan rafa’ atau d}ammah, al-Qurt}u>biy tidak menjelaskan bagaimana

pengamalannya, ia juga tidak menjelaskan alasannya, hal ini

berkemungkinan karena pendapat yang membacanya dengan rafa’ tidak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

122

masuk pada kelompok qira>’a>t ‘ashr, yang menunujukkan bahwa qira’ah

tersebut masuk dalam kelompok qira>’a>t sha>dhah yakni bacaan yang tercela.

Dalam kitab tafsirnya, al-Qurt}u>biy memaparkan pendapat-pendapat

dan dalil-dalil yang menjelaskan tentang membasuh dan mengusap kaki

ketika wud}u, dalam sisi lain al-Qurt}u>biy menyatakan bahwa sebagian besar

ulama berpendapat bahwa membasuhlah pendapat yang lebih tepat.

Pada akhir penjelasannya, al-Qurt}u>biy menetapkan pendapatnya

bahwa pendapat yang paling benar adalah pendapat yang menetapkan

wajibnya membasuh kaki pada kaki ketika wud}u, kemudian al-Qurt}u>biy

menguatkan pendapatnya dengan hadis berikut:

26

Celakalah bagi mata-mata kaki dan telapak-telapak yang disediakan di

neraka

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ahmad dari Abdullah Ibn al-Ha>rith

Ibn Juz’, dalam urutan periwayatnya ada Abu Luhai’ah yang dianggap

lemah oleh pakar hadis, meskipun demikian ada juga hadis lain yang s}ahih

yang terdapat kemiripan teks yang diriwayatkan oleh al-Bukhariy dan

Muslim dan sudah dipaparkan oleh al-Qurt}u>biy pada penjelasan awalnya,

berikut hadisnya:

27

Celakalah bagi telapak kaki yang berada di neraka, maka

sempurnakanlah wud}u (kalian).

26 Abu Abdullah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hila>l Ibn Asad al-Shaiba>niy, Musnad al-Ima>m Ahmad Ibn Hanbal, (Bairut: Muassasah al-Risa>lah, 2001), no 191 27 al-Bukhary. al-Jami’ al-Shahih. No, 165

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

123

Hadis tersebut menurut al-Qurt}u>biy telah memberikan ancaman

neraka, sedangkan neraka hanya diperuntukkan bagi orang yang melanggar

kewajiban. Hadis tersebur menyebutkan telapak kaki, sedangkan pendapat

yang berpendapat mengusap kaki hanya menetapkan bagian luar kaki saja,

maka menurut al-Qurt}u>biy hadis tersebut adalah dalil batalnya pendapat

mereka, karena dalam hadis tersebut Rasulullah menyatakan secara jelas

bahwa ancaman neraka bagi orang-orang yang tidak menyempurnakan

wud}u mereka dengan tidak memperhatikan telapak kaki mereka.28

4. Lafaz} المستم pada ayat ke 6.

Dalam Tafsir al-Qurt}u>biy dijelaskan bahwa penjelasan kata المستم

pada surat al-Maidah sudah dijelaskan pada surat al-Nisa>’ ayat 43. Pada

ayat tersebut dijelaskan bahwa kata المستم ada perbedaan bacaan, imam

Na>fi’, Ibn Kathir, Abu ‘Amr, ‘A>shim dan Ibn ‘A>mir membacanya dengan

memanjangkan huruf la>m, sehingga dibaca المستم, sedangkan imam Hamzah

dan al-Kisa<’iy membacanya dengan memendekkan huruf la>m, sehingga

terbaca لمستم.

al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa menurut ahli bahasa, kata tersebut

mengandung tiga makna, pertama bermakna bersetubuh, kedua bermakna

menyentuh dan yang ketiga bermakna kedua-duanya. Dalam sisi qira>’a>t al-

Qurt}u>biy tidak menetapkan qira>’a>t mana yang lebih tepat, al-Qurt}u>biy

hanya mengfokuskan pembahasan pada hukum menyentuh perempuan

membatalkan wud}u atau tidak secara panjang lebar dengan memaparkan

28 Al-Qurt}u>biy, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’an, Juz VI, 90-94

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

124

berbagai pendapat ulama, sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa

ayat tersebut bermakna bersetubuh, tidak dibahas oleh al-Qurt}u>biy.

al-Qurt}u>biy memaparkan ada lima macam pendapat yang membahas

tentang menyentuh wanita, ada yang berpendapat batal, ada yang

berpendapat tidak, ada yang berpendapat apabila terdapat penghalang maka

tidak batal, ada juga yang berpendapat tetap batal, dan juga ada yang

berpendapat apabila disertai taladhdhudh maka batal, dan ada juga yang

mengatakan tidak batal. Setelah menjabarkan berbagai pendapat ulama’,

al-Qurt}u>biy memaparkan beberapa dalil tentang tidak batalnya wud}u ketika

menyentuh wanita, salah satunya ketika Rasulullah salat malam dan ketika

hendak bersujud meraba-raba untuk mengalihkan kaki ‘Aishah yang

terlentang di tempat sujud Rasulullah, meskipun begitu al-Qurt}u>biy tidak

memungkiri adanya pendapat yang menyatakan bahwa kisah pada hadis

tersebut bisa jadi ada penghalang antara tangan Rasulullah dengan ‘Aishah.

Pada akhir penjelasannya, al-Qurt}u>biy menetapkan pendapatnya

bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wud}u kecuali apabila disertai

taladhdhudh dan shahwat, pada akhir pendapatnya tersebut al-Qurt}u>biy

juga menyertakan pendapat Abu Thaur yang menyatakan bahwa tidak

membatalkan wud}u meskipun ia menyentuh, memeluk dan mencium

istrinya, pendapat tersebur adalah pedapat dari kelompok mazhab Abu

Hanifah.29

Dengan adanya pendapat lain dalam akhir pendapat al-Qurt}u>biy,

mengindikasikan bahwa al-Qurt}u>biy juga tidak menutup kemungkinan

29 Ibid,jil V, 216-221

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

125

bahwa bisa jadi pendapat lain lebih tepat dari pendapatnya, karena setiap

hasil interpretasi yang mereka kemukakan juga bersumber dari riwayat

yang kuat.

5. Lafaz} عاقدتم pada ayat ke 89

al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa ada dua macam bacaan pada lafaz}

,عقدتم yang pertama dengan mengtashdid huruf qa>f, sehingga terbaca ,عاقدتم

dan yang kedua membacanya dengan memanjangkan huruf ‘ain, sehingga

terbaca عاقدتم. al-Qurt}u>biy tidak menjelaskan siapa saja imam qira>’a>t yang

membacanya dengan versi yang pertama dan yang kedua, al-Qurt}u>biy

langsung menjelaskan perbedaan arti yang timbul dari perbedaan qira>’ah

tersebut.

Dalam kitab tafsirnya, al-Qurt}u>biy menerangkan bahwa kata ‘aqd

mempunyai arti ikatan, dan arti tersebut dapat dipergunakan dalam dua

jenis, yaitu ikatan tali, dan ikatan dalam jual beli. Lafaz} عقدتم mengandung

makna janji yang dilakukan terhadap diri sendiri, sedangkan lafaz} عاقدتم

adalah sebuah janji yang dilakukan oleh dua orang yang saling mengikat

janji. Sedangkan sumpah yang terikat dengan pekerjaan ada dua macam,

yaitu sumpah yang berhubungan denga hati untuk melakukan sesuatu di

waktu yang akan datang dan ia tidak melakukannya, atau sebaliknya ia

berjanji tidak melakukan sesuatu akan tetapi ia melakukannya dikemudian

hari, maka ia harus membayar kafarat.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

126

Selanjutnya al-Qurt}u>biy menjelaskan perbedaan pendapat ulama

tentang sumpah palsu, apakah masuk pada kategori sumpah yang terikat

atau tidak. al-Qurt}u>biy menyatakan bahwa sebagian besar ulama

berpendapat bahwa sumpah yang mengandung tipu daya dan kebohongan

tidak masuk dalam sumpah yang terikat dan tidak wajib membayar kafarat,

sedangkan pendapat al-Shafi’iy menyatakan bahwa hal tersebut tetap

mewajibkan bagi pelakunya membayar kafarat, karena sumpah tersebut

dilakukan dengan hati, dan disertai dengan menyebut nama Allah.

Kemudian al-Qurt}u>biy menetapkan bahwa pendapat pertama yakni

pendapat sebagian besar ulama lah yang benar, untuk menguatkan

pendapatnya, al-Qurt}u>biy menukil perkataan Ibn Mundhir yang

menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat tersebut adalah

pendapatnya Malik Ibn Anas dan para pengikutnya dari Madinah, al-

Awza’iy dan orang-orang yang sependapat dengannya dari Sha>m, al-

Thawriy dan para penduduk Iraq, Ahmad, Isha>q, Abu Thaur, Abu ‘Ubaid,

para ahli hadis dan para ahli ilmu dari Ku>fah.

Selanjutnya al-Qurt}u>biy menjelaskan tentang sumpah dengan nama-

nama Allah dan sifat-sifatnya, al-Qurt}u>biy menyebutkan bahwa mayoritas

bahwa hal tersebut termasuk sumpah dan wajib membayar kafarat bagi

yang melanggarnya, kecuali pendapat Ya’qub yang menyatakan bahwa

‚barang siapa yang bersumpah dengan menyebut nama al-Rahman dan

melanggarnya, maka tidak wajib membayar kafarat. Selanjutnya al-

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

127

Qurt}u>biy menetapkan pendapatnya bahwa pendapat mayoritas ulama lah

yang benar.

Pada keterangan selanjutnya al-Qurt}u>biy menjelaskan tentang

sumpah dengan menyebut kemulyaan Allah, kebesarannya, keagungannya

dan sebagainya apakah masuk kategori sumpah yang mengharuskan

membayar kafarat atau tidak jika melanggarnya. Begitu juga dengan

sumpah dengan al-Qur’an, al-Qurt}u>biy hanya menjelaskan berbagai macam

pendapat ulama’ dan ia sendiri tidak menetapkan pendapatnya.

6. Lafaz} األولين pada ayat ke 107

Pada lafaz} األولين, al-Qurt}u>biy lansung menjelaskan makna lafaz}

tersebut, dan mengakhirkan penjelasan perbedaan qira>’a>t pada akhir

penjelasannya, hal ini menggambarkan bahwa al-Qurt}u>biy telah

menyatakan pilihan, khususnya pada pembahasan ini sebelum melihat pada

perbedaan qira>’a>t, berbeda dengan pembahasan yang lainnya yang sering

meletakkan perbedaan qira>’a>t terlebih dahulu, dan baru diteruskan dengan

pembahasan dan pengaruhnya terhadap penafsiran.

Pada awal penjelasannya, al-Qurt}u>biy menukil perkataan Ibn al-

Sariyy yang menyatakan bahwa tafsir dari ayat األولين عليهم استحق الذين من ,

adalah اإليصاء عليهم استحق , diperkuat dengan perkataan al-Nuh}h}a>s dan Ibn

‘Arabiy yang setuju dengan penafsiran tersebut, para ahli tafsir juga

menyatakan bahwa penafsiran ayat tersebut adalah الوصية عليهم استحق , dan

kata al-awlaya>n menjadi badal dari kata fa a>khara>ni, demikianlah pendapat

Ibn al-Sariyy dan al-Nuh}h}a>s yang menyatakan bahwa hal tersebut badal

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

128

ma’rifah dari nakirah, dan menjadikan badal ma’rifah dari nakirah

hukumnya boleh, dikatakan bahwa nakirah apabila telah disebutkan dalam

awal kalimat, maka apabila disebut lagi setelahnya boleh berupa ma’rifat.

Pada akhir penjelasannya, al-Qurt}u>biy baru menjelaskan perbedaan

qira>’a>t dari bacaan yang sah sampai pada bacaan yang tercela. Yah}ya Ibn

Waththa>b, al-A’mash dan Hamzah membacanya dengan ‚al-awwali>n‛,

bentuk jama’ dari awwal, sebagai badal dari al-ladhi>na, terdapat pula

riwayat dari Sahabat Ubay Ibn Ka’b yang membacanya dengan ‚al-

awlaya>n‛, sebagai fail dengan ma’ul yang dibuang yang dikira-kirakan,

yaitu ‚ بها أوصى التي وصيته بالميت األوليان عليهم استحق ‛. Diriwayatkan dari al-

Hasan, bahwa ia membacanya dengan ‚al-awwala>n‛, diriwayatkan pula

dari Ibn Si>ri>n, bahwa ia membacanya dengan ‚al-awwalayn‛, al-Nuh}h}a>s

berkata: kedua qira>’ah tersebut yakni riwayat dari al-Hasan dan Ibn Si>ri>n

adalah termasuk bacaan yang salah.

Penukilan al-Qurt}u>biy terhadap perkataan al-Nuh}h}a>s pada akhir

penjelasannya, mengindikasikan bahwa al-Qurt}u>biy sepakat dengan

pendapatnya yang menyatakan bahwa bacaan yang diriwayatkan oleh al-

Hasan dan Ibn Si>ri>n adalah bacaan yang tercela.

7. Lafaz} سحر pada ayat ke 110

Pada akhir ayat 110 dari surat al-Maidah terdapat kalimat yang

berbunyi, مبين سحر إال هذا إن منهم الكافرون فقال , pada kata سحر ada perbedaan

bacaan di antara ulama qira>’a>t, dalam kitab Tafsir al-Qurt}u>biy penjelasan

tentang perbedaan qira>’a>t pada ayat tersebut diletakkan pada akhir

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

129

penjelasan, hal ini menunnjukkan bahwa al-Qurt}u>biy sudah menentukan

pilihan bacaannya sebelum menjabarkan perbedaan bacaan di antara ulama

qira>’a>t.

al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa orang-orang kafir menganggap

bahwa mukjizat yang dibawa oleh nabi adalah sihir, dari penjelasan ini bisa

disimpulkan bahwa al-Qurt}u>biy memilih bacaan yang membacanya dengan

yaitu pendapat ساحر sedangkan pendapat lain membacanya dengan ,سحر

imam al-Kisa>iy, dengan penafsiran bahwa nabi adalah tukang sihir yang

sangat lihai dalam ilmu sihir.30

8. Kalimat ربك يستطيع هل pada ayat ke 112

Kalimat ربك يستطيع هل adalah kalimat yang terdapat pada kisah nabi

Isa, ayat ini menjelaskan tentang dialog antara nabi Isa dengan murid-

muridnya, para ulama berbeda pendapat tentang subtansi dari dialog

tersebut, hal ini dikarenakan terdapat perbedaan bacaan pada ayat tersebut

yang berpengaruh pada bagaimana proses dialog tersebut.

al-Qurt}u>biy menjelaskan perbedaan bacaan pada ayat tersebut pada

awal penjelasannya, al-Qurt}u>biy menyebutkan bahwa imam al-Kisa>iy, dari

Sahabat Ali, Ibn ‘Abba>s, Sa’i>d Ibn Jubair dan dari Tabi’in Muja>hid

membacanya dengan hurug ta>’ dan menasa}bkan kata rabb, sehingga terbaca

ربك تستطيع هل , dan imam yang lainnya membacanya sebagaiman yang

tertera pada mushaf uthmaniy.

30 Ibd, jil VI, 336

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

130

Selanjutnya al-Qurt}u>biy menjelaskan penafsiran yang membacanya

dengan huruf ta>’, dengan ‚apakah tuhanmu menurutimu jika engkau

memintanya‛, kemudian al-Qurt}u>biy menyebutkan penafsiran ulama

tentang bacaan tersebut, bahwa hal tersebut tidak berarrti menunjukkan

akan ketidak percayaan murid nabi Isa, dapat diketahui bahwa setiap nabi

mempunyai murid yang mempunyai keimanan yang sangat kuat, dan

pertanyaan yang diajukan oleh murid nabi Isa tersebut hanya sebuah

keinginan atau permintaan yang akan membuat keimanan mereka semakin

kuat, seperti halnya kisah nabi Ibrahim yang meminta kepada Allah untuk

ditunjukkan bagaimana tuhannya menghidupkan yang mati, sebagaman

yang tertera pada surat al-Baqarah ayat 260: الموتى تحي كيف أرني رب , padahal

dalam sisi lain nabi Ibrahim sangat percaya dan yakin dakan kekuasaan

tuhannya, akan tetapi kepercayaan tersebut sebatas berita atau wahyu yang

diturunkan kepadanya, sehingga nabi Ibrahim ingin melihat langsung

dengan matanya supaya keimanan tersebut tidak hanya secara batin saja,

melainkan juga secara tampak sehingga semakin sempurna dan tenang

keimanannya, hal ini sama kasusnya dengan apa yang dilakukan oleh

muridnya nabi Isa, oleh karena itu muridnya nabi Isa mengatakan ‚ وتطمئن

‚ seperti halnya yang dikatakan oleh nabi Ibrahim ,‛قلوبنا قلبي ليطمئن ولكن ‛.

Pada penjelasan berikutnya, al-Qurt}u>biy menyatakan bahwa

penafsiran tersebut adalah penafsiran yang baik, kemudian al-Qurt}u>biy

menjelaskan secara singkat penafsiran yang membacanya dengan huruf ya>’,

yang menyatakan bahwa murid nabi isa bertanya kepada nabi Isa apakah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

131

tuhannya bisa dan berkenan melakukan sesuatu yang tidak mungkin

dilakukan oleh hambanya, penafsiran ini sama tujuan dengan penjelasan

yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Pada akhir penjelasannya, al-Qurt}u>biy memaparkan beberapa riwayat

yang menyatakan bahwa ayat tersebut dibaca dengan huruf ta>’, pertama

riwayat dari Sahabat Mu’a>dh, ia berkata: ‚saya mendengan Rasulullah

SAW selalu membaca dengan huruf ta>’, hal tastat}i>’u rabbaka, riwayat

tersebut juga terdapat pula yang bersumber dari ‘Aishah dan Mujahid, akan

tetapi dalam kitab Tafsir al-Qurt}u>biy terdapat ta’li>q yang menyatakan

bahwa riwayat tersebut adalah lemah, al-Turmudhiy juga menyatakan

bahwa hadis tersebut statusnya gha>rib.31

Jika dilihat dari sistematika penjelasan yang ada di kitab Tafsir al-

Qurt}u>biy, maka akan terlihat bahwa al-Qurt}u>biy setuju dengan kedua

bacaan tersebut, atau ia mengisyaratkan bahwa bisa jadi kedua macam

bacaan tersebut benar, sebagaimana al-Qurt}u>biy melampirkan riwayat

dari perbedaan bacaan tersebut. Akan tetapi, jika dilihat dari hasil tahqi>q

yang telah dilakukan oleh Abd al-Razza>q al-Mahdiy dalam kitab Tafsir

al-Qurt}u>biy menyatakan bahwa riwayat yang menyatakan bahwa ayat

tersebut dibaca dengan huruf ta>’ adalah lemah dan ada juga yang

menyatakan ghari>b, jadi bisa dilihat bahwa sikap objektif al-Qurt}u>biy

dengan mengambil jalan tengah dalam ayat ini kurang tepat, karena

riwayat yang menyatakan dibaca huruf ya>’ lah yang tepat, kecuali apabila

31 Ibid, jil VI, 337-338

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

132

kedua riwayat tersebut statusnya s}ahih, sikap al-Qurt}u>biy tersebut

kemungkinan menunjukkan bahwa ia tidak tahu status riwayat yang ia

paparkan sehingga menghasilkan penafsiran sebagaiman yang telah

dijelaskan.

9. Lafaz} ينزل pada ayat ke 112

Lafaz{ ينزل ada dua macam bacaan yang berbeda dikalangan imam

qira>’a>t, sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam kitab Tafsir

al-Qurt}u>biy tidak dijelaskan penafsiran pada lafaz} tersebut, al-Qurt}u>biy

hanya menjelaskan kalimat sebelumnya yaitu ربك يستطيع هل , setelah itu

langsung menjelaskan ayat selanjutnya.

Jika dilihat dari perbedaan bacaan pada lafaz} tersebut maka akan

menimbulkan hasil penafsiran yang berbeda, riwayat yang membacanya

dengan ل يفعل فعل mengikuti wazan يينز , maka berartikan turun secara

bertahap, sedangkan yang membacanya dengan نزلي أفعل mengikuti wazan يي

maka berartikan turun sekaligus, seperti penjelasan dalam Tafsir Ibn ,ييفعل

Kathir pada surat al-Nisa>’ ayat 136, dijelaskan bahwa al-Qur’an turun

dengan bertahap sehingga menggunakan lafaz} نزل, sedangkan kitab-kitab

sebelumnya turun sekaligus, sehingga menggunakan lafaz} 32.أنزل

10. Lafaz منزلها pada ayat ke 115

Pada ayat ke 115 dari surat al-Maidah adalah ayat yang menjelaskan

tentang jawaban Allah terhadap permintaan murid-murid nabi Isa

terhadapnya, dalam kitab Tafsir al-Qurt}u>biy hanya dijelaskan secara

32 Abu al-Fida>’ Ismail Ibn Umar Ibn Kathir al-Qurashiy al-Damashqiy, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhi>m, (t.t: Da>r T}ayyibah li al-Nashr wa al-Tawzi>’, 1999), Jil, II, 434

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

133

panjang lebar tentang perbedaan pendapat ulama terkait apakah hidangan

yang diminta oleh murid-murid nabi Isa diturunkan oleh Allah atau tidak,

dan juga perbedaan pendapat tentang hidangan apa yang diturunkan oleh

Allah, dalam segi qira>’a>t dan bahasa pada lafaz} ini tidak menjelaskannya.

al-Qurt}u>biy menetapkan bahwa pendapat mayoritas ulama adalah

hidangan tersebut diturunkan oleh Allah, sedangan isi dari hidangan

tersebut al-Qurt}u>biy hanya menjabarkan berbagai pendapat ulama, riwayat

dari Ibn ‘Abba>s dan Abu Abdirrahman al-Sulamiy menyatakan bahwa

hidangan tersebut berupa roti dan ikan, sedangkan riwayat dari Ibn

‘At}iyyah menyatakan bahwa seluruh hidangan tersebut berupa ikan, dan

riwayat dari al-Tha’labiy dari ‘Ammar Ibn Ya>sir dan Qata>dah menyatakan

hidangan tersebut berupa buah-buahan dari surga. diakhir penjelasannya

menyebutkan bahwa pendapat-pendapat tersebut yang membahas isi

hidangan tersebut kebanyakan bersumber dari dalil yang tidak s}ahi>h.

Jika dalam memahami lafaz} tersebut dengan menggunakan

pendekatan qira>’a>t dan bahasa, maka akan menghasilkan penafsiran yang

berbeda seperti halnya pada ayat 112, pendapat yang membacanya dengan

نزليها maka akan menghasilkan penafsiran bahwa Allah menurunkan ,مي

hidangan tersebut secara bertahap, sedangkan pendapat yang membacanya

dengan ليها نز maka akan menghasilkan penafsiran bahwa Allah ,مي

menurunkan hidangan tersebut secara langsung keseluruhan.