qira>’a>t ‘arabiy dan yang telah di qur’digilib.uinsby.ac.id/6442/9/bab 4.pdf · kutub...
TRANSCRIPT
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
101
BAB IV
RAGAM BACAAN QIRA>’AT AL-‘ASHR DAN KORELASINYA TERHADAP
PENAFSIRAN SURAT AL-MAIDAH DALAM TAFSIR AL-QURT}U>BIY.
A. Latar Belakang Penggunaan Qira>’a>t dalam Tafsir al-Qurtu>biy
Dalam pendahuluan kitab Tafsir al-Qurt}u>biy yang dicetak oleh Da>r al-
Kutub al-‘Arabiy dan yang telah di-tah}qi>q oleh Abd al-Razza>q al-Mahdiy
menyebutkan, bahwa salah satu metode penafsiran yang digunakan oleh al-
Qurt}u>biy adalah dengan menggunakan pendekatan hadis (riwayat).1 Dengan
menggunakan pendekatan riwayat, menunnjukkan bahwa al-Qurt}u>biy sangat
berhati-hati dalam menafsirkan al-Qur’an. Al-Mahdiy juga menyebutkan
bahwa terkadang al-Qurt}u>biy menggunakan riwayat-riwayat yang lemah
bahkan palsu, dan riwayat-riwayat ini paling banyak ditemukan pada sepertiga
terakhir dalam tafsirnya, meskipun demikian, riwayat-riwayat dalam kitab
Tafsir al-Qurt}u>biy secara keseluruhan lebih banyak yang derajatnya s}ahi>h dan
hasan.2
al-Qurt}u>biy menyebutkan dalam pendahuluannya bahwa:3
Dasar penulisan dalam kitabku ini adalah menyandarkan perkataan-
perkataan kepada orang-orang yang mengatakannya, dan menyandarkan
hadis-hadis kepada para mus}annif-nya.
Pada penjelasan-penjelasan selanjutnya, al-Qurt}u>biy menjabarkan
tentang keutamaan-keutamaan bagi seorang h}amil al-Qur’an dan juga
1 Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh al-Ans}a>riy Shamsu al-Din al-
Qurtubiy. Al-Ja>mi’ li Ahka>m al-Qur’a>n. (Bairut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabiyyah. 2012). J. I. h,7 2 Ibid, J, I, h, 7. 3 Ibid, J, I, h, 29
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
102
peringatan bagi orang-orang yang menafsirkan al-Qur’an dengan
menggunakan pendapatnya sendiri tanpa didasari dengan ilmu dan riwayat
yang kuat.
pembahasan yang terkandung dalam riwayat-riwayat, mencakup banyak
berbagai macam bidang pembahasan, salah satunya adalah qira>’a>t. Oleh
karena itu, al-Qurt}u>biy menggunakan pendakatan qira>’a>t dalam penafsiraanya,
karena qira>’a>t adalah bagian dari riwayat itu sendiri. Apabila pada suatu ayat
terdapat perbedaan qira>’a>t yang berpengaruh pada perbedaan penafsiran, maka
al-Qurt}u>biy menggunakan pendakatan bahasa untuk menentukan bacaan mana
yang lebih dekat dengan kebenaran, dan apabila ayat tersebut berhubungan
dengan hukum, maka al-Qurt}u>biy akan membahas secara penjang lebar dengan
menampilkan berbagai riwayat dan pendapat yang berhubungan dengan
hukum tersebut, terkadang al-Qurt}u>biy menetapkan pendapatnya di antara
berbagai macam perbedaan pendapat, terkadang pula al-Qurt}u>biy tidak
menetapkan pendapatnya dan membenarkan perbedaan tersebut.
B. Ayat-Ayat al-Qur’an dalam Surat al-Maidah yang Memiliki Perbedaan Qira’at
‘Ashr
Abd al-Fatta>h Abd al-Gha>niy al-Qa>d}iy menjelaskan dalam bukunya al-
Wa>fiy fi Sharh} al-Sha>t}biyyah bahwa kata al-farsh adalah bentuk mas}dar dari
farasha yang artinya menyebarkan dan membentangkan, sedangkan al-h}uru>f
adalah bentuk jama’ dari h}arf, dan arti dari h}arf disini adalah bacaan (qira>’ah).
Oleh karena itu dikatakan h}arf Na>fi’, h}arf Hamzah maksudnya adalah bacaan
Nafi’, bacaan Hamzah, maka yang dimaksud dengan farsh al-huru>f adalah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
103
macam-macam bacaan atau perbedaan pendapat bacaan dalam ayat suci al-
Qur’an di antara para ulama qira>’a>t.4
Perbedaan qira>’a>t pada ayat suci al-Qur’an, sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, berjumlah tujuh versi perbedaan, dan secara umum
perbedaan tersebut ada yang berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an dan juga
ada yang tidak berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an. Pembahasan dalam
penelitian ini hanya membahas tentang perbedaan bacaan yang berpengaruh
pada penafsiran al-Qur’an saja dan mengkorelasikannya dengan penafsiran al-
Qurt}u>biy dalam kitab tafsir al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’an.
Dalam surat al-Maidah terdapat banyak lafaz} yang memililki perbedaan
qira>’a>t ‘ashr baik itu yang berpengaruh pada penafsiran maupun tidak.
Sehubungan dengan tujuan penelitian ini, maka peneliti hanya cukup
menjabarkan ayat-ayat yang mempunyai perbedaan qira>’a>t ‘ashr yang
berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an dalam surat al-Maidah, berikut adalah
penjabarannya:
1. Surat al-Maidah ayat 2
4 Abd al-Fatta>h Abd al-Ghaniy al-Qa>d}iy, al-Wa>fiy fi Sharh} al-Sha>tibiyyah, (Kairo: Da>r al-Sala>m
li al-T}aba>’ah wa al-Nashr wa al-Tawzi>’ wa al-Tarjamah, 2011), 165.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
104
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar
kesucian Allah, dan janganlah (melanggar kehormatan) bulan-bulan
haram, jangan mengganggu hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalaid (hewan-hewan yang diberi tanda) dan jangan (pula) mengganggu orang-
oran yang mengunjungi Baitul Haram, mereka mencari karunia dan
keridaan Tuhannya. Tetapi jika kam telah menyelesaikan ihram, maka
bolehlah kamu berburu, janganlah membenci(mu) kepada suatu kaum
karena menghalang-halangimu dari Masjidil Haram, mendorongmu
berbuat melampaui batas (kepada mereka), dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong
dalam berbuat dosa dan permusuhan, bertakwalah kepada Allah, sungguh
Allah sangat berat sikisa-Nya.5
Pada ayat tersebut terdapat tiga lafaz} yang mempunyai perbedaan
qira>’a>t ‘ashr, tapi hanya satu yang berpengaruh pada penafsiran, yaitu pada
lafaz} صدوكم ان , Ibn Kathir dan Abu Amr membacanya dengan men-kasrah-
kan hamzah, sehingga dibaca صدوكم إن , sedangkan imam yang lainnya
membacanya dengan fathah, sehingga dibaca صدوكم أن .
2. Surat al-Maidah ayat 3
5 Agama RI. Mushaf Muslimah Al-Qur’a>n dan Terjemah Untuk Wanita, 106
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
105
Diharamkan bagimu (makanan), darah, daging babi, dan (daging) hewan
yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang dicekik, yang dipukul,
yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu sembelih, dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk
berhala, dan (diharamkan pula) mengadu nasib dengan azlam (anak
panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir
telah berputus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu jangnlah
kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, pada hari ini telah
Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-
Ku bagimu, dan telah Aku ridai islam sebagai agamamu, tetapi
barangsiapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa,
sungguh Allah maha pengampun, maha penyayang.6
Lafaz} الميتة mempunyai dua bacaan yang berbeda yang berpengaruh
pada penafsiran al-Qur’an, Abu Ja’far membacanya dengan men-tashdid
dan meng-kasrah huruf ya>’, sehingga dibaca الميتة, dan imam selainnya
membacanya dengan men-sukun huruf ya>’, sehingga dibaca الميتة.
3. Surat al-Maidah ayat 6
6 Ibid, 107
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
106
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat,
Maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika
kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,
lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (suci); sapulah wajahmu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu
dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.7
Ayat tersebut adalah ayat yang menjelaskan tentang t}aharah, dalam
ayat tersebut terdapat dua lafaz} yang mempunyai perbedaan bacaan yang
berpengaruh pada penafsiran, yang pertama lafaz} أرجلكم, imam Nafi’, Ibn
‘A>mir, Hafs, al-Kisa>iy dan Ya’qu>b membacanya dengan men-fathah huruf
la>m, sehingga dibaca أرجلكم, sedangkan imam yang lainnya membacanya
dengan men-kasrah huruf la>m, sehingga dibaca أرجلكم, lafaz} yang kedua
adalah المستم, imam Hamzah, al-Kisa>iy dan Khalaf membaca huruf la>m
dengan qas}r, sehingga dibaca لمستم, sedangkan imam yang lainnya
membacanya huruf la>m dengan mad, sehingga dibaca المستم.
7 Ibid, 108
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
107
4. Surat al-Maidah ayat 89
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kafaratnya ( dengan
pelanggaran sumpah) ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu
dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi
pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang hamba sahaya.
barang siapa tidak sanggup melakukannya, Maka (kafaratnya) berpuasa
selama tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah.
dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu
hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).8
Pada ayat tersebut terdapat lafaz} عاقدتم, lafaz} tersebut mempunyai tiga
macam perbedaan bacaan yang berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an,
imam Ibn Dhakwa>n membacanya dengan memanjangkan huruf ‘ain,
sehingga terbaca عاقدتم, sedangkan imam Shu’bah, Hamzah, al-Kisa>iy dan
Khalaf membacanya dengan membaca pendek huruf ‘ain, sehingga terbaca
,dan imam selainnya membacanya dengan men-tashdi>d huruf qa>f ,عقدتم
sehingga terbaca عقدتم.
8 Ibid, 122
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
108
5. Surat al-Maidah ayat 107
Jika terbukti kedua saksi itu membuat dosa, Maka dua orang yang lain
menggantikan kedudukannya, yaitu di antara ahli waris yang berhak yang
lebih dekat kepada orang yang mati, lalu keduanya bersumpah dengan
nama Allah: "Sungguh kesaksian Kami lebih layak diterima daripada
kesaksian kedua saksi itu, dan Kami tidak melanggar batas,
Sesungguhnya Kami kalau demikian tentulah Termasuk orang yang
zalim".9
Pada ayat tersebut terdapa lafaz} األولين, ada dua bacaan pada lafaz}
tersebut, ada yang membaca dengan men-fathah huruf ya>’ dan
memanjangkannya, sehingga terbaca األوليان, yaitu bacaan mayoritas ulama’
qira>’a>t, dan ada yang membaca dengan menjamakkannya, sehingga terbaca
لين .yaitu bacaan Hamzah, Khalaf, dan Ya’qu>b ,األو
6. Surat al-Maidah ayat 110
9 Ibid, 125
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
109
Dan ingatlah, ketika Allah berfirman: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah
nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu
dengan Rohulkudus. engkau dapat berbicara dengan manusia di waktu
masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan ingatlah di waktu Aku
mengajarkan menulis kepadamu, (juga) hikmah, Taurat dan Injil, dan
ingatlah ketika kamu membentuk dari tanah berupa burung dengan seizin-
Ku, kemudian engkau meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung
(yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan ingatlah ketika engkau
menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit
kusta dengan seizin-Ku, dan ingatlah ketika engkau mengeluarkan orang
mati (dari kubur menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan ingatlah ketika
engkau menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuhmu) di
kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang
nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain
melainkan sihir yang nyata".10
Pada akhir ayat tersebut terdapat lafaz} سحر, imam Hamzah, al-
Kisa>iy dan Khalaf membacanya dengan memanjangkan huruf si>n,
sehingga terbaca ساحر, sedangakan imam selainnya membacanya dengan
.سحر
7. Surat al-Maidah ayat 112
10 Ibid, 126
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
110
(ingatlah), ketika Pengikut-pengikut Isa yang setia berkata: "Wahai Isa
putera Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit
kepada kami?". Isa menjawab: "Bertakwalah kepada Allah jika kamu
betul-betul orang yang beriman".11
Pada ayat tersebut terdapat kalimat dan kata yang mempunyai
perbedaan bacaan yang berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an, yang
pertama adalah kalimat ربك يستطيع هل , imam al-Kisa>iy membacanya dengan
menyimpan d}amir anta pada fi’il-nya dan lafaz} ربك menjadi maf’ul,
sehingga dibaca ربك تستطيع هل , sedangkan imam yang lainnya membacanya
dengan menyimpan d}amir هو pada fi’il-nya, dan lafaz} ربك menjadi fa’il-
nya, sehingga dibaca ربك يستطيع هل .
Pada lafaz} yang kedua yang terdapat perbedaan qira>’a>t yang
berpengaruh pada penafsiran adalah lafaz} ينزل, imam Ibn Kathir, Abu
‘Amr, dan Ya’qub membacanya dengan نزلي sedangkan imam yang ,يي
lainnya membacanya dengan لي نز .يي
8. Surat al-Maidah ayat 115
Allah berfirman: "Sungguh Aku akan menurunkan hidangan itu
kepadamu, tetapi barangsiapa kafir di antaramu setelah (turun hidangan)
itu, Maka sungguh Aku akan mengazabnya dengan azab yang tidak
pernah aku timpakan kepada seorangpun di antara umat manusia (seluruh
alam)".12
11 Ibid, 126 12 Ibid, 127
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
111
Ayat tersebut ada lafaz} منزلها, lafaz} tersebut mempunyai dua macam
bacaan yang berbeda, yang pertama dibaca نزليها itu adalah bacaan imam ,مي
Ibn Kath>ir, Abu ‘Amr, Hamzah, al-Kisa>iy, Ya’qub dan Khalaf. Sedangakan
imam selainnya membacanya dengan ليها نز .مي
C. Dampak Qira>’a>t ‘’Ashr dan Penafsiran al-Qurt}ubiy Terhadap Ayat-ayat al-
Qur’an Surat al-Maidah
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam sub B, bahwa terdapat
sepuluh lafaz} dari delapan ayat dalam surat al-Maidah yang mempunyai
perbedaan qira>’a>t ‘ashr yang berpengaruh pada penafsiran al-Qur’an. Berikut
adalah penjabaran lebih lengkap terhadap penafsiran al-Qurt}u>biy pada dua
belas lafaz} tersebut:
1. Lafaz} صدوكم ان pada ayat ke 2
Pada lafaz} tersebut al-Qurt}u>biy langsung menjelaskan kedudukan
i’rab sebelum menjelaskan perbedaan bacaan qira>’a>t, hal ini memberi kesan
bahwa al-Qurt}ubiy langsung mengisyaratkan pendapatnya secara tidak
langsung pada awal pembahasannya.
Pada awal pembahasan al-Qurt}ubiy langsung menjelaskan kedudukan
i’rab lafaz} صدوكم أن pada ayat ke 2 dari surat al-Maidah adalah menjadi
maf’ul li ajlih, dengan mengandung arti صدوكم ألن , kemudian baru
menjelaskan penadapat imam Abu ‘Amr dan Ibn Kathir yang membacanya
dengan di-kasrah-kan huruf ha>’-nya, dan setelah itu al-Qurt}u>biy
menetapkan bahwa qira>’ah yang pertama yakni صدوكم أن adalah qira>’ah
yang lebih tepat, diperkuat dengan perkataan al-Nuh}h}a>s: ‚adapun bacaan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
112
‚ صدوكم إن ‛ dengan men-kasrah-kan, maka bagi para ulama terkemuka dalam
bidang nahwu dan hadis, mereka melarang membaca dengan bacaan
tersebut karena beberapa hal, diantaranya adalah bahwa ayat ini turun pada
waktu penaklukan kota Makkah tahun 8 H, sedangkan orang-orang musyrik
menghalang-halangi orang-orang muslim pada peristiwa Hudaybiyyah
tahun 6 H, maka halang-halangan orang-oramg musyrik terjadi sebelum
turunnya ayat, padahal apabila dibaca dengan kasrah tidak akan ada kecuali
setelah turunnya ayat, seperti perkataan: ‚jangan engkau memberi fulan
sesuatu apapun apabila ia memerangimu‛, maka cara baca tersebut (dengan
men-kasrah-kan) hanya berfungsi untuk masa yang akan datang, sedangkan
apabila engkau men-fathah-kan maka akan berfungsi untuk waktu yang
telah lalu, maka wajib pada perkara ini untuk membacanya dengan ‚ أن
dan juga apabila hadis tentang ayat ini tidak s}ah}i>h}, maka tetap ,‛صدوكم
membaca wajin membacanya dengan fathah, karena ayat هللا شعائر تحلوت ال
sampai akhir ayat menunnjukkan bahwa Makkah sudah berada pada
kekuasaan orang-orang muslim, dan mereka tidak dilarang kecuali mereka
benar-benar telah terbebas dari halang-halangan orang-orang musyrik untuk
masuk ke al-Bait al-Haram, maka wajib membacanya dengan fathah,
karena menunjukkan pada masa yang telah lalu.13
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa al-Qurt}u>biy menetapkan
pilihan qira>’ah pada lafaz} صدوكم أن dengan pendekatan pendapat salah satu
ulama yang menjelaskan tentang sejarah turunnya ayat dan
13 Al-Qurt}u>biy, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’an, Juz VI, 44-45
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
113
mengkorelasikan antara makna ayat dan peristiwa yang telah terjadi dalam
sejarah islam.
2. Lafaz} الميتة pada ayat ke 3
Pada permulaan ayat ke 3 dari surat al-Maidah yang berbunyi:
al-Qurt}u>biy telah menjelaskan bahwa ayat tersebut sudah ia jelaskan pada
surat al-Baqarah ayat 173, penjelasan al-Qurt}u>biy tentang penafsiran surat
al-Baqarah ayat 173 cukup panjang, yang pertama al-Qurt}u>biy menjelaskan
perbedaan bacaan qira>’ah pada lafaz} الميتة, al-Qurt}u>biy memaparkan bahwa
Abu Ja’far Ibn al-Qa’qa>’ membacanya dengan tashdi>d ‚الميتة‛, kemudian
menukil berkataan al-T}abariy: ‚jama’ah ahli bahasa berkata: tashdi>d dan
takhfi>f pada kata mayt dan mayyit adalah dua bahasa (yang memiliki
perbedaan)‛. al-Qurt}u>biy juga menukil perkataan Abu H}a>tim dan selainnya:
apabila sesuatu yang sudah mati maka dapat dikatakan dengan
menggunakan dua kata tersebut (mayt atau mayyit), dan apabila belum
mati maka tidak bisa disebut mayt, (hanya bisa disebut mayyit) dengan
dalil surat al-Zumar ayat 30 ميتون وإنهم ميت إنك .14
Pada penjelasan selanjutnya, al-Qurt}u>biy mengatakan bahwa tidak
ada satu orang pun yang mengatakan bahwa sesuatu yang belum mati
menyebutnya dengan mayt, kecuali hanya riwayatnya al-Bazziy dari Ibn
14 Ibid, juz II, 211
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
114
Kathi>r pada surat Ibrahim ayat 17 بميت هو وما ,15
jadi dari sini dapat
diketahui bahwa al-Qurt}u>biy mengikuti pendapat yang membacanya
dengan takhfi>f, berarrti al-Qurt}u>biy mengartikan lafaz} الميتة dengan susuatu
yang sudah mati yakni bangkai. Selanjutnya al-Qurt}u>biy mendefinisakan
lafaz} الميتة yaitua: sesuatu jasad yang terpisah dari ruhnya tanpa melalui
penyembelihan.
al-Qurt}u>biy menetapkan bahwa ayat tersebut masih umum, terdapat
dalil lain yang lebih khusus, sebagaimana hadis Rasulullah yang
diriwayatkan oleh al-Da>raqut}niy:
16
Dihalalkan kepada kami dua bangkai yaitu ikan dan serangga, dan
(dihalalkan pula) dua darah yaitu hati dan limpa.
Kemudia al-Qurt}u>biy juga memaparkan ayat ke 96 dari surat al-
Maidah yaitu البحر صيد لكم أحلت , menunjukkan bahwa ayat tersebut lebih
khusus dari ayat sebelumnya. Selanjuynya al-Qurt}u>biy memaparkan
berbagai pandangan ulama tentang bangkai, berikut lebih detailnya:
a. al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa
segala bentuk binatang laut adalah halal, kecuali pandangan mazhab
Malik tentang babi laut, Ibn al-Qa>sim mengatakan: saya
menghindarinya akan tetapi saya tidak berpendapat bahwa itu haram.
15 Ibid, juz II, 211 16 Abu al-Hasan Ali Ibn Umar Ibn Ahmad Ibn Mahdiy Ibn Mas’u>d Ibn al-Nu’ma>n Ibn Di>na>r al-
Baghda>diy al-Da>rqut}niy, Sunan al-Da>ruqut}niy, (Bairut: Muassasah al-Risa>lah, 2004), J, I, no, 204
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
115
b. al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa ulama berbeda pendapat tentang
pengkhususan ayat al-Qur’an dengan hadis Nabi, meskipun begitu dalam
sisi lain, semua ulama sepakat bahwa tidak bisa mengkhsuskan ayat
alQur’an dengan hadis d}a’i>f. Ibn al-‘Arabiy berkata: ‚sebagian ulama’
terkadang menggunakan hadis dalam mengkhususkan ayat al-Qur’an
sebagaimana dalam kitab Sah}i>h Muslim yang diriwayatkan oleh
Abdullah Ibn Abi Awfa> berkata: ‚kami telah berperang bersama
Rasulullah sampai tujuh peperangan, dan selama itu kami makan
belalang besama beliau‛. Dalam hadis tersebut para ulama berbeda
pandangan, Ibn Na>fi’ Ibn ‘Abd al-Hakam, sebagian besar ulama mazhab
Shafi’iy dan Abu Hani>fah bahwa belalang halal baik matinya karena
dimatikan atau mati dengan sendirinya, sedangkan imam Malik dan
sebagian besar ulama dari mazhab Malikiy melarang memakan belalang
apabila matinya karena mati dengan sendirinya, karena belalang
termasuk hewan darat.
c. Perbedaan ulama tentang boleh tidaknya mengambil manfaat dari
bangkai atau sesuatu yang mengandung najis, dalam hal ini al-Qurt}u>biy
menampilkan pendapat Marrah terlebih dahulu akan kebolehan
mengambil manfaat dari bangkai dengan dalil tatkala Nabi melewati
seekor bangkai domba kemudia Nabi bersabda: ‚tidakkah kalian
mengambil kulitnya?‛.
Setelah itu al-Qurt}u>biy memberi pendapat sendiri bahwa dilarang
mengambil manfaat dari bangkai yang tidak disembelih dengan bentuk
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
116
apapun, dengan dalil keumuman ayat والدم الميتة عليكم حرمت , al-Qurt}u>biy
menyatakan dalil tersebut tidak mengkhususkan sesuatu, dan tidak boleh
seseorang mengatakan bahwa ayat tersebut masih global, dan sesuatu
yang masih global tidak bisa difahami dengan tekstual ayat, orang-orang
Arab telah memahami ayat والدم الميتة عليكم حرمت tersebut dengan
keumumannya, kemudian al-Qurt}u>biy memperkuat pendapatnya dengan
dua hadis sebagaimana berikut:
17
Janganlah kalian mengambil manfaat dari bangkai walaupun sedikit
Janganlah kalian mengambil manfaat dari bangkai dengan mengambil
kulitnya dan tulangnya (urat)
Dari penjelasan al-Qurt}u>biy tersebut dapat diketahui bahwa pendapat
yang pertama lebih kuat, yakni pendapat yang memperbolehkan
mengambil kulit dari bangkai dengan cara menyamak, karena banyak
dalil s}ahih yang memperbolehkan menyamak kulit dari bangkai
binatang, di sisi lain, dalil yang dikemukakan oleh Marrah adalah dalil
s}ah}ih} yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitabnya yang
dikenal dengan nama Sahih Muslim,19
sedangkan hadis yang digunakan
oleh al-Qurt}u>biy untuk menguatkan pendapatnya, sebagaimana yang
telah di-tahqiq oleh Abd al-Razza>q al-Mahdiy dalam kitab Tafsir al-
17 Abu Da>wud Sulaiman Ibn al-Ash’ath Ibn Ish}a>q Ibn Bashi>r Ibn Shadda>d Ibn ‘Amr al-Azdiy al-
Sijista>niy, Sunan Abi Da>wud, (Bairut: Maktabah ‘is}riyyah, t.th), no, 4127 18 Ibid, no, 4128 19 Abu Husain Muslim al-Hajjaj al-Qusyairy. al-Jami’ al-Shahih. (Beirut: Dar Fikr: 1978M), no,
363
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
117
Qurt}u>biy bahwa kedua hadis tersebut berstatus hasan ghari>b, sedangkan
menurut al-Turmudhiy hadis tersebut hadis hasan, sedangakan Ahmad
Ibn Hanbal meninggalkan hadis tersebut karena periwayatnya Abdullah
Ibn ‘Ukaym.20
d. Selanjutnya al-Qurt}u>biy menjelaskan tentang bangkai janin yang mati
dengan kondisi induknya disembelih, dalam hal ini al-Qurt}u>biy tidak
memaparkan pendapat-pendapat ulama, ia langsung menjelaskan melalui
pendapatnya pribadi bahwa hal tersebut tetap halal, karena janin dalam
perut induknya adalah satu bagian dari induknya, apabila induknya mati
karena disembelih maka janin yang di dalam perutnya halal, dan apabila
induk tersebut mati selain disembelih maka janin tersebut haram,
pendapat al-Qurt}u>biy tersebut diperkuat dengan hadis hasan yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud:
21
Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanyai tentang sapi, kambing dan
unta yang disembelih sedangkan di dalamnya terdapat janin yang
mati, maka Rasulullah SAW menjawab: ‚jika kalian berkehendak.
Maka makanlah, karena menyembelih induknya sama dengan
menyembelih janinnya‛.
e. Kemudian al-Qurt}u>biy menjelaskan perbedaan riwayat yang bersumber
dari mazhab Malikiy tentang kulit bangkai yang telah disamak apakah
20 Lihat di ta’liqnya, al-Qurt}u>biy, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’an, Juz II, 213, 21 al-Sijista>niy, Sunan Abi Da>wud, no 2828
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
118
suci atau tidak, sedangkan menurut sebagian besar mazhab malikiy
menyatakan tidak suci, akan tetapi ada yang meriwayatkannya bahwa
kulit tersebut suci, pendapat ini diperkuat dengan hadis s}ahi>h yang
diriwayatkan oleh imam Muslim:
22
Kulit apapun apabila disamak maka menjadi suci
al-Qurt}u>biy lebih memilih pendapat yang pertama bahwa kulit tersebut
tidak suci, dan dalil tersebut tidak menyebut secara spesifik, karena kulit
tersebut adalah bagian dari bangkai, meskipun mengambil kulit dari
hewan yang awalnya hidup akan tetapi hewan tersebut najis, maka tidak
kulit tersebut hukumnya tetap haram, al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa
haram hukumnya mensucikan kulit dengan cara menyamak sebagai
bentuk qiyas dari daging.
f. Penjelasan berikutnya tentang bulu bangkai, al-Qurt}u>biy menyatakan
bahwa itu suci, berdasarkan riwayat dari Ummu Salamah, bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
23
Tidak mengapa memegang bangkai apabila telah disamak, begitu
juga terhadap bulu dan rambutnya apabila telah dicuci.
g. Pada keterangan selanjutnya, al-Qurt}u>biy menjelaskan tentang sesuatu
yang didalamnya terdapat tikus, seperti halnya tepung dan sejenisnya.
al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa ulama sepakat tepung tersebut tetap
22 Muslim al-Hajjaj al-Qusyairy. al-Jami’ al-Shahih, no, 366 23 al-Da>rqut}niy, Sunan al-Da>ruqut}niy, J, I, no, 47
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
119
suci apabila tikus tersebut hidup, dan apabila mati, maka terdapat dua
keadaan, pertama apabila kering, maka najis tepung yang ada
disekitarnya dan kedua apabila basah, maka najis keseluruhan tepung
tersebut. Kemudian al-Qurt}u>biy menyampaikan hadis yang diriwayatkan
oleh al-Bukhariy menceritakan Rasulullah pernah ditanya perkara
bangkai tikus yang berada dalam tepung, kemudian beliau menjawab
sebagaimana berikut:
24
Jika tikus tersebut kering, maka buanglah tikus tersebut dan apa saja
yang ada disekitarnya, dan apabila tikus tersebut basah, maka
buanglah semua.
Kemudian al-Qurt}u>biy menjelaskan perbedaan pendapat apabila tepung
tersebut dicuci, pendapat pertama mengatakan hal tersebut tetap najis
meskipun dicuci karena menyerupai khamr, darah, kencing dan lain
sebagainya, sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bisa suci
apabila dicuci, karena pada dasarnya tepung suci dan menjadi najis
karena terkena najis, sehingga bisa disucikan seperti halnya baju, dan
tidak bisa hal tersebut disamakan dengan khamr dan kencing yang pada
dasarnya memang sudah najis. Pada permasalahan ini al-Qurt}u>biy tidak
menentukan pendapatnya diantara perbedaan pendapat tersebut, begitu
juga dengan pembahasan selanjutnya tentang wadah yang di dalamnya
terdapat bangkai burung dan sebagainya, perbedaan pendapat pada
24 al-Bukhary. al-Jami’ al-Shahih. No, 235
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
120
permasalahan ini sama halnya dengan pembahasan sebelumnya
mengenai bangkai tikus.
3. Lafaz} أرجلكم pada ayat ke 6
Lafaz} tersebut terletak pada ayat yang menjelaskan tentang t}aharah,
pada ayat ini terdapat riwayat tentang sebab turunnya ayat, sebagaimana
berikut:
25
Al-Bukhariy meriwayatkan dari jalur ‘Amr Ibn al-Ha>rith dari
Abdurrhaman Ibn al-Qa>sim dari ayahnya dari ‘Aishah berkata: kalungku
telah jatuh di lapangan dekat kota Madinah, kemudian Rasulullah
berhenti dan turun untuk mencari kalung kemudian beliau istirahat dan
meletakkan kepalanya dipangkuanku, setelah itu datang Abu Bakar dan
menamparku dengan tambaran yang keras, kemudian berkata: ‚kamu
yang telah membuat orang-orang tertahan disebabkan sebuah kalung‛,
25 Jala<luddin Abi Abdirrahman al-Suyu>t}iy, Luba>b al-Nuqu>l fi Asba>b al-Nuzu>l, (Bairut: Muassas
al-Kutub al-Thaqa>fiyyah, 2002), 98-99
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
121
lalu Rasulullah bangun menjelang subuh dan mencari air akan tetapi
tidak mendapatkannya, kemudian turunlah ayat
sampai pada ayat kemudian berkata
Usaid Ibn Hud}air: Allah telah memberkati orang-orang melalui kalian
wahai keluarga Abu Bakar.
Al-Qurt}u>biy dalam tafsirnya menjabarkan tiga macam qira>’a>t pada
lafaz} أرجلكم, pertama imam Na>fi’, Ibn ‘A>mir dan al-Kisa>iy membacanya
dengan nas}ab yakni arjulakum, yang kedua al-Walid meriwayatkan dari
Na>fi’ bahwa ia membaca dengan rafa’ yakni arjulukum, bacaan tersebut
juga bacaan al-Hasan al-Basriy dan al-A’mash Sulaiman, dan yang ketiga
membacanya dengan khafd} yakni arjulikum, yaitu bacaan imam Ibn Kathir,
Abu ‘Amr dan Hamzah, dengan adanya demikian Al-Qurt}u>biy menjelaskan
bahwa hal tersebut adalah sebuah perbedaan bacaan dalam kalangan
Sahabat dan Tabi’in.
Al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa pendapat yang membacanya dengan
nas}ab atau fathah maka lafaz} أرجلكم diat}afkan kepada وأيديكم وجوهكم اغسلوا ,
hal tersebut menunjukkan makna wajibnya membasuh kaki seperti halnya
membasuh wajah dan tangan, sedangkan yang membacanya dengan khafd}
atau kasrah, maka berarrti di at}afkan kepada lafaz} برؤسكم وامسحوا , jadi kaki
cukup diusap sebagai mana mengusap kepala, dan ulama yang membacanya
dengan rafa’ atau d}ammah, al-Qurt}u>biy tidak menjelaskan bagaimana
pengamalannya, ia juga tidak menjelaskan alasannya, hal ini
berkemungkinan karena pendapat yang membacanya dengan rafa’ tidak
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
122
masuk pada kelompok qira>’a>t ‘ashr, yang menunujukkan bahwa qira’ah
tersebut masuk dalam kelompok qira>’a>t sha>dhah yakni bacaan yang tercela.
Dalam kitab tafsirnya, al-Qurt}u>biy memaparkan pendapat-pendapat
dan dalil-dalil yang menjelaskan tentang membasuh dan mengusap kaki
ketika wud}u, dalam sisi lain al-Qurt}u>biy menyatakan bahwa sebagian besar
ulama berpendapat bahwa membasuhlah pendapat yang lebih tepat.
Pada akhir penjelasannya, al-Qurt}u>biy menetapkan pendapatnya
bahwa pendapat yang paling benar adalah pendapat yang menetapkan
wajibnya membasuh kaki pada kaki ketika wud}u, kemudian al-Qurt}u>biy
menguatkan pendapatnya dengan hadis berikut:
26
Celakalah bagi mata-mata kaki dan telapak-telapak yang disediakan di
neraka
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ahmad dari Abdullah Ibn al-Ha>rith
Ibn Juz’, dalam urutan periwayatnya ada Abu Luhai’ah yang dianggap
lemah oleh pakar hadis, meskipun demikian ada juga hadis lain yang s}ahih
yang terdapat kemiripan teks yang diriwayatkan oleh al-Bukhariy dan
Muslim dan sudah dipaparkan oleh al-Qurt}u>biy pada penjelasan awalnya,
berikut hadisnya:
27
Celakalah bagi telapak kaki yang berada di neraka, maka
sempurnakanlah wud}u (kalian).
26 Abu Abdullah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hila>l Ibn Asad al-Shaiba>niy, Musnad al-Ima>m Ahmad Ibn Hanbal, (Bairut: Muassasah al-Risa>lah, 2001), no 191 27 al-Bukhary. al-Jami’ al-Shahih. No, 165
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
123
Hadis tersebut menurut al-Qurt}u>biy telah memberikan ancaman
neraka, sedangkan neraka hanya diperuntukkan bagi orang yang melanggar
kewajiban. Hadis tersebur menyebutkan telapak kaki, sedangkan pendapat
yang berpendapat mengusap kaki hanya menetapkan bagian luar kaki saja,
maka menurut al-Qurt}u>biy hadis tersebut adalah dalil batalnya pendapat
mereka, karena dalam hadis tersebut Rasulullah menyatakan secara jelas
bahwa ancaman neraka bagi orang-orang yang tidak menyempurnakan
wud}u mereka dengan tidak memperhatikan telapak kaki mereka.28
4. Lafaz} المستم pada ayat ke 6.
Dalam Tafsir al-Qurt}u>biy dijelaskan bahwa penjelasan kata المستم
pada surat al-Maidah sudah dijelaskan pada surat al-Nisa>’ ayat 43. Pada
ayat tersebut dijelaskan bahwa kata المستم ada perbedaan bacaan, imam
Na>fi’, Ibn Kathir, Abu ‘Amr, ‘A>shim dan Ibn ‘A>mir membacanya dengan
memanjangkan huruf la>m, sehingga dibaca المستم, sedangkan imam Hamzah
dan al-Kisa<’iy membacanya dengan memendekkan huruf la>m, sehingga
terbaca لمستم.
al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa menurut ahli bahasa, kata tersebut
mengandung tiga makna, pertama bermakna bersetubuh, kedua bermakna
menyentuh dan yang ketiga bermakna kedua-duanya. Dalam sisi qira>’a>t al-
Qurt}u>biy tidak menetapkan qira>’a>t mana yang lebih tepat, al-Qurt}u>biy
hanya mengfokuskan pembahasan pada hukum menyentuh perempuan
membatalkan wud}u atau tidak secara panjang lebar dengan memaparkan
28 Al-Qurt}u>biy, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’an, Juz VI, 90-94
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
124
berbagai pendapat ulama, sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa
ayat tersebut bermakna bersetubuh, tidak dibahas oleh al-Qurt}u>biy.
al-Qurt}u>biy memaparkan ada lima macam pendapat yang membahas
tentang menyentuh wanita, ada yang berpendapat batal, ada yang
berpendapat tidak, ada yang berpendapat apabila terdapat penghalang maka
tidak batal, ada juga yang berpendapat tetap batal, dan juga ada yang
berpendapat apabila disertai taladhdhudh maka batal, dan ada juga yang
mengatakan tidak batal. Setelah menjabarkan berbagai pendapat ulama’,
al-Qurt}u>biy memaparkan beberapa dalil tentang tidak batalnya wud}u ketika
menyentuh wanita, salah satunya ketika Rasulullah salat malam dan ketika
hendak bersujud meraba-raba untuk mengalihkan kaki ‘Aishah yang
terlentang di tempat sujud Rasulullah, meskipun begitu al-Qurt}u>biy tidak
memungkiri adanya pendapat yang menyatakan bahwa kisah pada hadis
tersebut bisa jadi ada penghalang antara tangan Rasulullah dengan ‘Aishah.
Pada akhir penjelasannya, al-Qurt}u>biy menetapkan pendapatnya
bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wud}u kecuali apabila disertai
taladhdhudh dan shahwat, pada akhir pendapatnya tersebut al-Qurt}u>biy
juga menyertakan pendapat Abu Thaur yang menyatakan bahwa tidak
membatalkan wud}u meskipun ia menyentuh, memeluk dan mencium
istrinya, pendapat tersebur adalah pedapat dari kelompok mazhab Abu
Hanifah.29
Dengan adanya pendapat lain dalam akhir pendapat al-Qurt}u>biy,
mengindikasikan bahwa al-Qurt}u>biy juga tidak menutup kemungkinan
29 Ibid,jil V, 216-221
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
125
bahwa bisa jadi pendapat lain lebih tepat dari pendapatnya, karena setiap
hasil interpretasi yang mereka kemukakan juga bersumber dari riwayat
yang kuat.
5. Lafaz} عاقدتم pada ayat ke 89
al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa ada dua macam bacaan pada lafaz}
,عقدتم yang pertama dengan mengtashdid huruf qa>f, sehingga terbaca ,عاقدتم
dan yang kedua membacanya dengan memanjangkan huruf ‘ain, sehingga
terbaca عاقدتم. al-Qurt}u>biy tidak menjelaskan siapa saja imam qira>’a>t yang
membacanya dengan versi yang pertama dan yang kedua, al-Qurt}u>biy
langsung menjelaskan perbedaan arti yang timbul dari perbedaan qira>’ah
tersebut.
Dalam kitab tafsirnya, al-Qurt}u>biy menerangkan bahwa kata ‘aqd
mempunyai arti ikatan, dan arti tersebut dapat dipergunakan dalam dua
jenis, yaitu ikatan tali, dan ikatan dalam jual beli. Lafaz} عقدتم mengandung
makna janji yang dilakukan terhadap diri sendiri, sedangkan lafaz} عاقدتم
adalah sebuah janji yang dilakukan oleh dua orang yang saling mengikat
janji. Sedangkan sumpah yang terikat dengan pekerjaan ada dua macam,
yaitu sumpah yang berhubungan denga hati untuk melakukan sesuatu di
waktu yang akan datang dan ia tidak melakukannya, atau sebaliknya ia
berjanji tidak melakukan sesuatu akan tetapi ia melakukannya dikemudian
hari, maka ia harus membayar kafarat.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
126
Selanjutnya al-Qurt}u>biy menjelaskan perbedaan pendapat ulama
tentang sumpah palsu, apakah masuk pada kategori sumpah yang terikat
atau tidak. al-Qurt}u>biy menyatakan bahwa sebagian besar ulama
berpendapat bahwa sumpah yang mengandung tipu daya dan kebohongan
tidak masuk dalam sumpah yang terikat dan tidak wajib membayar kafarat,
sedangkan pendapat al-Shafi’iy menyatakan bahwa hal tersebut tetap
mewajibkan bagi pelakunya membayar kafarat, karena sumpah tersebut
dilakukan dengan hati, dan disertai dengan menyebut nama Allah.
Kemudian al-Qurt}u>biy menetapkan bahwa pendapat pertama yakni
pendapat sebagian besar ulama lah yang benar, untuk menguatkan
pendapatnya, al-Qurt}u>biy menukil perkataan Ibn Mundhir yang
menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat tersebut adalah
pendapatnya Malik Ibn Anas dan para pengikutnya dari Madinah, al-
Awza’iy dan orang-orang yang sependapat dengannya dari Sha>m, al-
Thawriy dan para penduduk Iraq, Ahmad, Isha>q, Abu Thaur, Abu ‘Ubaid,
para ahli hadis dan para ahli ilmu dari Ku>fah.
Selanjutnya al-Qurt}u>biy menjelaskan tentang sumpah dengan nama-
nama Allah dan sifat-sifatnya, al-Qurt}u>biy menyebutkan bahwa mayoritas
bahwa hal tersebut termasuk sumpah dan wajib membayar kafarat bagi
yang melanggarnya, kecuali pendapat Ya’qub yang menyatakan bahwa
‚barang siapa yang bersumpah dengan menyebut nama al-Rahman dan
melanggarnya, maka tidak wajib membayar kafarat. Selanjutnya al-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
127
Qurt}u>biy menetapkan pendapatnya bahwa pendapat mayoritas ulama lah
yang benar.
Pada keterangan selanjutnya al-Qurt}u>biy menjelaskan tentang
sumpah dengan menyebut kemulyaan Allah, kebesarannya, keagungannya
dan sebagainya apakah masuk kategori sumpah yang mengharuskan
membayar kafarat atau tidak jika melanggarnya. Begitu juga dengan
sumpah dengan al-Qur’an, al-Qurt}u>biy hanya menjelaskan berbagai macam
pendapat ulama’ dan ia sendiri tidak menetapkan pendapatnya.
6. Lafaz} األولين pada ayat ke 107
Pada lafaz} األولين, al-Qurt}u>biy lansung menjelaskan makna lafaz}
tersebut, dan mengakhirkan penjelasan perbedaan qira>’a>t pada akhir
penjelasannya, hal ini menggambarkan bahwa al-Qurt}u>biy telah
menyatakan pilihan, khususnya pada pembahasan ini sebelum melihat pada
perbedaan qira>’a>t, berbeda dengan pembahasan yang lainnya yang sering
meletakkan perbedaan qira>’a>t terlebih dahulu, dan baru diteruskan dengan
pembahasan dan pengaruhnya terhadap penafsiran.
Pada awal penjelasannya, al-Qurt}u>biy menukil perkataan Ibn al-
Sariyy yang menyatakan bahwa tafsir dari ayat األولين عليهم استحق الذين من ,
adalah اإليصاء عليهم استحق , diperkuat dengan perkataan al-Nuh}h}a>s dan Ibn
‘Arabiy yang setuju dengan penafsiran tersebut, para ahli tafsir juga
menyatakan bahwa penafsiran ayat tersebut adalah الوصية عليهم استحق , dan
kata al-awlaya>n menjadi badal dari kata fa a>khara>ni, demikianlah pendapat
Ibn al-Sariyy dan al-Nuh}h}a>s yang menyatakan bahwa hal tersebut badal
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
128
ma’rifah dari nakirah, dan menjadikan badal ma’rifah dari nakirah
hukumnya boleh, dikatakan bahwa nakirah apabila telah disebutkan dalam
awal kalimat, maka apabila disebut lagi setelahnya boleh berupa ma’rifat.
Pada akhir penjelasannya, al-Qurt}u>biy baru menjelaskan perbedaan
qira>’a>t dari bacaan yang sah sampai pada bacaan yang tercela. Yah}ya Ibn
Waththa>b, al-A’mash dan Hamzah membacanya dengan ‚al-awwali>n‛,
bentuk jama’ dari awwal, sebagai badal dari al-ladhi>na, terdapat pula
riwayat dari Sahabat Ubay Ibn Ka’b yang membacanya dengan ‚al-
awlaya>n‛, sebagai fail dengan ma’ul yang dibuang yang dikira-kirakan,
yaitu ‚ بها أوصى التي وصيته بالميت األوليان عليهم استحق ‛. Diriwayatkan dari al-
Hasan, bahwa ia membacanya dengan ‚al-awwala>n‛, diriwayatkan pula
dari Ibn Si>ri>n, bahwa ia membacanya dengan ‚al-awwalayn‛, al-Nuh}h}a>s
berkata: kedua qira>’ah tersebut yakni riwayat dari al-Hasan dan Ibn Si>ri>n
adalah termasuk bacaan yang salah.
Penukilan al-Qurt}u>biy terhadap perkataan al-Nuh}h}a>s pada akhir
penjelasannya, mengindikasikan bahwa al-Qurt}u>biy sepakat dengan
pendapatnya yang menyatakan bahwa bacaan yang diriwayatkan oleh al-
Hasan dan Ibn Si>ri>n adalah bacaan yang tercela.
7. Lafaz} سحر pada ayat ke 110
Pada akhir ayat 110 dari surat al-Maidah terdapat kalimat yang
berbunyi, مبين سحر إال هذا إن منهم الكافرون فقال , pada kata سحر ada perbedaan
bacaan di antara ulama qira>’a>t, dalam kitab Tafsir al-Qurt}u>biy penjelasan
tentang perbedaan qira>’a>t pada ayat tersebut diletakkan pada akhir
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
129
penjelasan, hal ini menunnjukkan bahwa al-Qurt}u>biy sudah menentukan
pilihan bacaannya sebelum menjabarkan perbedaan bacaan di antara ulama
qira>’a>t.
al-Qurt}u>biy menjelaskan bahwa orang-orang kafir menganggap
bahwa mukjizat yang dibawa oleh nabi adalah sihir, dari penjelasan ini bisa
disimpulkan bahwa al-Qurt}u>biy memilih bacaan yang membacanya dengan
yaitu pendapat ساحر sedangkan pendapat lain membacanya dengan ,سحر
imam al-Kisa>iy, dengan penafsiran bahwa nabi adalah tukang sihir yang
sangat lihai dalam ilmu sihir.30
8. Kalimat ربك يستطيع هل pada ayat ke 112
Kalimat ربك يستطيع هل adalah kalimat yang terdapat pada kisah nabi
Isa, ayat ini menjelaskan tentang dialog antara nabi Isa dengan murid-
muridnya, para ulama berbeda pendapat tentang subtansi dari dialog
tersebut, hal ini dikarenakan terdapat perbedaan bacaan pada ayat tersebut
yang berpengaruh pada bagaimana proses dialog tersebut.
al-Qurt}u>biy menjelaskan perbedaan bacaan pada ayat tersebut pada
awal penjelasannya, al-Qurt}u>biy menyebutkan bahwa imam al-Kisa>iy, dari
Sahabat Ali, Ibn ‘Abba>s, Sa’i>d Ibn Jubair dan dari Tabi’in Muja>hid
membacanya dengan hurug ta>’ dan menasa}bkan kata rabb, sehingga terbaca
ربك تستطيع هل , dan imam yang lainnya membacanya sebagaiman yang
tertera pada mushaf uthmaniy.
30 Ibd, jil VI, 336
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
130
Selanjutnya al-Qurt}u>biy menjelaskan penafsiran yang membacanya
dengan huruf ta>’, dengan ‚apakah tuhanmu menurutimu jika engkau
memintanya‛, kemudian al-Qurt}u>biy menyebutkan penafsiran ulama
tentang bacaan tersebut, bahwa hal tersebut tidak berarrti menunjukkan
akan ketidak percayaan murid nabi Isa, dapat diketahui bahwa setiap nabi
mempunyai murid yang mempunyai keimanan yang sangat kuat, dan
pertanyaan yang diajukan oleh murid nabi Isa tersebut hanya sebuah
keinginan atau permintaan yang akan membuat keimanan mereka semakin
kuat, seperti halnya kisah nabi Ibrahim yang meminta kepada Allah untuk
ditunjukkan bagaimana tuhannya menghidupkan yang mati, sebagaman
yang tertera pada surat al-Baqarah ayat 260: الموتى تحي كيف أرني رب , padahal
dalam sisi lain nabi Ibrahim sangat percaya dan yakin dakan kekuasaan
tuhannya, akan tetapi kepercayaan tersebut sebatas berita atau wahyu yang
diturunkan kepadanya, sehingga nabi Ibrahim ingin melihat langsung
dengan matanya supaya keimanan tersebut tidak hanya secara batin saja,
melainkan juga secara tampak sehingga semakin sempurna dan tenang
keimanannya, hal ini sama kasusnya dengan apa yang dilakukan oleh
muridnya nabi Isa, oleh karena itu muridnya nabi Isa mengatakan ‚ وتطمئن
‚ seperti halnya yang dikatakan oleh nabi Ibrahim ,‛قلوبنا قلبي ليطمئن ولكن ‛.
Pada penjelasan berikutnya, al-Qurt}u>biy menyatakan bahwa
penafsiran tersebut adalah penafsiran yang baik, kemudian al-Qurt}u>biy
menjelaskan secara singkat penafsiran yang membacanya dengan huruf ya>’,
yang menyatakan bahwa murid nabi isa bertanya kepada nabi Isa apakah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
131
tuhannya bisa dan berkenan melakukan sesuatu yang tidak mungkin
dilakukan oleh hambanya, penafsiran ini sama tujuan dengan penjelasan
yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Pada akhir penjelasannya, al-Qurt}u>biy memaparkan beberapa riwayat
yang menyatakan bahwa ayat tersebut dibaca dengan huruf ta>’, pertama
riwayat dari Sahabat Mu’a>dh, ia berkata: ‚saya mendengan Rasulullah
SAW selalu membaca dengan huruf ta>’, hal tastat}i>’u rabbaka, riwayat
tersebut juga terdapat pula yang bersumber dari ‘Aishah dan Mujahid, akan
tetapi dalam kitab Tafsir al-Qurt}u>biy terdapat ta’li>q yang menyatakan
bahwa riwayat tersebut adalah lemah, al-Turmudhiy juga menyatakan
bahwa hadis tersebut statusnya gha>rib.31
Jika dilihat dari sistematika penjelasan yang ada di kitab Tafsir al-
Qurt}u>biy, maka akan terlihat bahwa al-Qurt}u>biy setuju dengan kedua
bacaan tersebut, atau ia mengisyaratkan bahwa bisa jadi kedua macam
bacaan tersebut benar, sebagaimana al-Qurt}u>biy melampirkan riwayat
dari perbedaan bacaan tersebut. Akan tetapi, jika dilihat dari hasil tahqi>q
yang telah dilakukan oleh Abd al-Razza>q al-Mahdiy dalam kitab Tafsir
al-Qurt}u>biy menyatakan bahwa riwayat yang menyatakan bahwa ayat
tersebut dibaca dengan huruf ta>’ adalah lemah dan ada juga yang
menyatakan ghari>b, jadi bisa dilihat bahwa sikap objektif al-Qurt}u>biy
dengan mengambil jalan tengah dalam ayat ini kurang tepat, karena
riwayat yang menyatakan dibaca huruf ya>’ lah yang tepat, kecuali apabila
31 Ibid, jil VI, 337-338
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
132
kedua riwayat tersebut statusnya s}ahih, sikap al-Qurt}u>biy tersebut
kemungkinan menunjukkan bahwa ia tidak tahu status riwayat yang ia
paparkan sehingga menghasilkan penafsiran sebagaiman yang telah
dijelaskan.
9. Lafaz} ينزل pada ayat ke 112
Lafaz{ ينزل ada dua macam bacaan yang berbeda dikalangan imam
qira>’a>t, sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam kitab Tafsir
al-Qurt}u>biy tidak dijelaskan penafsiran pada lafaz} tersebut, al-Qurt}u>biy
hanya menjelaskan kalimat sebelumnya yaitu ربك يستطيع هل , setelah itu
langsung menjelaskan ayat selanjutnya.
Jika dilihat dari perbedaan bacaan pada lafaz} tersebut maka akan
menimbulkan hasil penafsiran yang berbeda, riwayat yang membacanya
dengan ل يفعل فعل mengikuti wazan يينز , maka berartikan turun secara
bertahap, sedangkan yang membacanya dengan نزلي أفعل mengikuti wazan يي
maka berartikan turun sekaligus, seperti penjelasan dalam Tafsir Ibn ,ييفعل
Kathir pada surat al-Nisa>’ ayat 136, dijelaskan bahwa al-Qur’an turun
dengan bertahap sehingga menggunakan lafaz} نزل, sedangkan kitab-kitab
sebelumnya turun sekaligus, sehingga menggunakan lafaz} 32.أنزل
10. Lafaz منزلها pada ayat ke 115
Pada ayat ke 115 dari surat al-Maidah adalah ayat yang menjelaskan
tentang jawaban Allah terhadap permintaan murid-murid nabi Isa
terhadapnya, dalam kitab Tafsir al-Qurt}u>biy hanya dijelaskan secara
32 Abu al-Fida>’ Ismail Ibn Umar Ibn Kathir al-Qurashiy al-Damashqiy, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhi>m, (t.t: Da>r T}ayyibah li al-Nashr wa al-Tawzi>’, 1999), Jil, II, 434
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
133
panjang lebar tentang perbedaan pendapat ulama terkait apakah hidangan
yang diminta oleh murid-murid nabi Isa diturunkan oleh Allah atau tidak,
dan juga perbedaan pendapat tentang hidangan apa yang diturunkan oleh
Allah, dalam segi qira>’a>t dan bahasa pada lafaz} ini tidak menjelaskannya.
al-Qurt}u>biy menetapkan bahwa pendapat mayoritas ulama adalah
hidangan tersebut diturunkan oleh Allah, sedangan isi dari hidangan
tersebut al-Qurt}u>biy hanya menjabarkan berbagai pendapat ulama, riwayat
dari Ibn ‘Abba>s dan Abu Abdirrahman al-Sulamiy menyatakan bahwa
hidangan tersebut berupa roti dan ikan, sedangkan riwayat dari Ibn
‘At}iyyah menyatakan bahwa seluruh hidangan tersebut berupa ikan, dan
riwayat dari al-Tha’labiy dari ‘Ammar Ibn Ya>sir dan Qata>dah menyatakan
hidangan tersebut berupa buah-buahan dari surga. diakhir penjelasannya
menyebutkan bahwa pendapat-pendapat tersebut yang membahas isi
hidangan tersebut kebanyakan bersumber dari dalil yang tidak s}ahi>h.
Jika dalam memahami lafaz} tersebut dengan menggunakan
pendekatan qira>’a>t dan bahasa, maka akan menghasilkan penafsiran yang
berbeda seperti halnya pada ayat 112, pendapat yang membacanya dengan
نزليها maka akan menghasilkan penafsiran bahwa Allah menurunkan ,مي
hidangan tersebut secara bertahap, sedangkan pendapat yang membacanya
dengan ليها نز maka akan menghasilkan penafsiran bahwa Allah ,مي
menurunkan hidangan tersebut secara langsung keseluruhan.