prosedur poligami di indonesia dan malaysia studi

110
PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI KOMPARATIF UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 DAN AKTA UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM (WILAYAH-WILAYAH PERSEKUTUAN) 1984 Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Syariah Pada Fakultas Syariah RAJA HASIF ASLAM BIN RAJA BADRUL HIZAM SPM 103180009 PEMBIMBING : DRS. RAHMADI, M.HI TASNIM RAHMAN FITRA, S.SY., M.H PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN J A M B I 1441 H / 2020

Upload: others

Post on 08-Jan-2022

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

KOMPARATIF UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 DAN

AKTA UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM

(WILAYAH-WILAYAH PERSEKUTUAN) 1984

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Program Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Syariah Pada Fakultas Syariah

RAJA HASIF ASLAM BIN RAJA BADRUL HIZAM

SPM 103180009

PEMBIMBING :

DRS. RAHMADI, M.HI

TASNIM RAHMAN FITRA, S.SY., M.H

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

J A M B I

1441 H / 2020

Page 2: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahawa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Fakultas Syariah

UIN STS JAMBI

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

camtumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN STS JAMBI

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN STS JAMBI

Jambi, September 2020

Raja Hasif Aslam Bin Raja

Badrul Hizam

NIM : SPM 103180009

Page 3: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

iii

Drs. Rahmadi, M.H.I Jambi, Disember 2020

Tasnim Rahman Fitra, S.Sy., M.H

Alamat : Fak Syariah UIN STS Jambi Kepada Yth.

Jl. Raya Jambi-Ma Bulian Bapak Dekan

Simp. Sungai Duren Fak. Syariah

Muaro Jambi. UIN STS Jambi

di-

JAMBI

NOTA DINAS

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Setelah membaca dan mengadakan perbaikan sesuai dengan persyaratan

yang berlaku di Fakultas Syariah UIN STS Jambi, maka kami berpendapat bahwa

skripsi saudara Raja Hasif Aslam Bin Raja Badrul Hizam “Prosedur Poligami di

Indonesia dan Malaysia Studi Komparatif Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan

Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984” telah

dapat diajukan untuk dimunaqasyahkan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Jurusan Perbandingan Mazhab pada

Fakultas Syariah UIN STS Jambi.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan kepada Bapak, semoga

bermanfaat bagi kepentingan agama, nusa dan bangsa.

Wassalâm

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Rahmadi, M.H.I Tasnim Rahman Fitra, S.Sy.,

M.H

NIP : 196611121993021001 NIP : 199204052018011003

Page 4: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

iv

Pembimbing I : Drs. Rahmadi, M.H.I

Pembimbing II : Tasnim Rahman Fitra, S.Sy., M.H

Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi,

Jl.Jambi- Muara Bulian KM.16 Simp. Sei Duren,

Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 582021

Jambi, November 202

0

Kepada:

Yth. Bapak Dekan Fakultas Syariah

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Di -

Jambi

PERSETUJUAN PEMBIMBING

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Setelah membaca dan mengadakan pembaikan seperlunya, maka kami berpendapat

bahwa skripsi saudara Raja Hasif Aslam Bin Raja Badrul Hizam NIM: SPM 103180009

yang berjudul “Prosedur Poligami di Indonesia dan Malaysia Studi Komparatif

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Akta Undang-Undang Keluarga Islam

(Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 ” dapat diajukan untuk di munaqasyahkan

guna melengkapi tugas tugas dan memenuhi syarat syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Strata Satu (S1) pada Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Maka dengan ini kami ajukan skripsi tersebut agar dapat diterima dengan baik.

Demikianlah, kami ucapkan terima kasih, semoga bermanfaat bagi kepentingan

agama, nusa dan bangsa.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Rahmadi, M.H.I Tasnim Rahman Fitra, S.Sy.,

M.H

NIP: 196611121993021001 NIDN: 199204052018011003

Page 5: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

KEMENTERIAN AGAMA

UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

FAKULTAS SYARIAH

Jln. Raya Jambi-Muaro Bulian KM. 16 Simpang Sungai Duren Kab. Muaro Jambi 36363

Telp/Fax (0741) 583183-584118 Website: iainjambi.ac.id

PENGESAHAN SKRIPSI / TUGAS AKHIR

Nomor : B-………./D.II./PP.003/01/2021

Skripsi / Tugas Akhir dengan judul : “Prosedur Poligami di Indonesia dan Malaysia Studi

Komparatif Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Akta Undang-Undang Keluarga

Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984”

Yang dipersiapkan dan disusun oleh

Nama : Raja Hasif Aslam Bin Raja Badrul Hizam

NIM : SPM 103180009

Telah dimunaqasyahkan pada : 26 November 2020

Nilai Munaqasyah :

Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

TIM MUNAQASYAH :

Ketua Sidang

Dra. Illy Yanti, M. Ag

NIP: 197102271994012001

Penguji I Penguji II

Drs. Hasbi Ash-Shiddiqi, M.Ag. Idris, S.S., M.H

NIP: 196406081992031004 NIP: 197804012014121 1 004

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Rahmadi, M.H.I Tasnim Rahman Fitra, S.Sy., M.H

NIP: 196611121993021001 NIP: 19920405201801 1 003 Sekretaris Sidang

Dra. Choiriyah

NIP : 196602501994032001

Jambi, Januari 2021

Fakultas Syariah

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

DEKAN

Dr. Sayuti Una, S,Ag. MH

NIP: 19720102 200003 1005

Page 6: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

v

MOTTO

سطوافوإن تق لاأ تم تمخف فٱل نطماٱنكحوا ٱلن ساءابلكمم وثل ثمث ن

ما و حدةأ دلوافو تع لا

أ تم خف فإن تموربع لا

نى أ د

لكأ ي منكم ذ

أ ٣عولوالكت

Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-

hak) perempuan yang yatim (bilama kamu mengawininya), Maka kawinlah wanita-

wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudia jika kamu takut

tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak

yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat

aniaya”.1 (Al-Baqarah ayat 3)

1 Al-Quran dan Per Kata, Terjemahan Resmi Departmen Agama Republik Indonesia, (Al-

Quran Al-Hidayah, Tangrang Selatan: Kalim, 2011), hlm. 35

Page 7: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

vi

ABSTRAK

Dua Studi ini Bertujuan untuk mengetahui perbandingan prosedur poligami di

Indonesia dan Malaysia. Dalam Islam tidaklah mengharamkan praktek poligami itu

karena menikah lebih dari seorang istri itu mempunyai banyak kebaikan dan

kemashlahatan dalam masyarakat terutamanya menyelesaikan beberapa perkara.

Melalui surah an-Nisa ayat 3. Poligami tidak dibenarkan secara wewenagnya tanpa

batasan dan syarat tertentu yaitu dengan berkawin seberapa ramai istri yang disukai

sama ada bertujuan ekonomi maupun politik sebagaimana dipraktekan di zaman

masyarakat Jahiliyyah. Bagi memastikan hal berkaitan poligami ini di lakukan dengan

benar Negara telah mengatur undang-undang yang berkaitan dengan poligami bagi

menjaga hak istri-istri agar tidak tertindah. Di Negara Indonesia terdapat Undang-

Undang No 1 Tahun 1974 mengatur tentang perkawinan dalam pasal 3 sehingga 5

tentang poligami dan di Malaysia terdapat Akta Undang-Undang Keluarga Islam

(Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 dalam Seksyen 23 mengenai Poligami. Adapun

permasalahan dalam skripsi ini yaitu apa saja prosedur poligami yang berlaku di kedua

Negara Indonesia dan Malaysia. Apakah Dampak hukum poligami yang berlaku di luar

pengadilan Agama di Indonesia dan Malaysia. Jenis penelitian ini adalah penelitian

Library Reseacrh yaitu dengan mengambil dan membaca serta menelaah literature-

literature yang berhubungan dengan penelitian ini. Data-data yang terkumpul bersumber

dari data primier yaitu dari buku-buku bacaan yang berkaitan undang-undang bagi

kedua-dua Negara, data sekunder yaitu dari peneliti yang diperoleh dari literatur-

literatur dan buku-buku yang berkaitan yang mempunyai hubungan dengan masalah

yang teliti dan data tersier yaitu kamus bahasa. Setelah data terkumpul, kemudian

dianalisi dengan menggunakan metode komperatif. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa Indonesia izin poligami istri lebih diutamakan jika suami yang hendak

berpoligami kemudian mendapat izin istri selanjutnya harus mendapatkan izin

Pengadilan Agama baru Pengadilan akan memeriksa permohonan poligami tersebut.

Sedangkan di Wilayah Persekutuan, Malaysia izin Mahkamah Syariah yang paling

diutamakan hal ini ditujukan agar seseorang yang ingin berpoligami tidak akan

melakukan perkawinan diluar Mahkamah Syariah dan jika seseorang melanggarnya

akan dikenakan denda dibawah Seksyen 124.

Kata kunci: Undang-Undang, Pengadilan Agama, Mahkamah Syariah Wilayah-

Wilayah Persekutuan, Malaysia

Page 8: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

vii

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang kucintai:

Ayahanda Raja Badrul Hizam Bin Raja Meran serta Rosniza Binti Ismail yang telah

mendidik dan mengasuh anakanda dari kecil hingga dewasa dengan penuh kasih

sayang, agar kelak anakanda menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua

dan bermanafaat bagi Agama, Nusa dan Bangsa, seterusnya dapat meraih cita-cita.

Saudara-saudaraku Raja Hafiz Aslam, Raja Haikal Aslam, Raja Hanif Aslam, Putri

Nur Huda, dan sekeluarga. Terima kasih di atas segala perhatian dan doa yang

diberikan, semoga segala sesuatu yang terjadi di antara kita merupakan rahmat dan

anugerah dari-Nya, serta menjadi sesuatu yang indah buat selama- lamanya.

Sahabat-sahabatku, Muhamad Syafiq, Muhammad Salikin, dan Muhammad Hakim

serta teman temanku lain yang tergabung dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar-

pelajar Malaysia di Indonesia Cabang Jambi, serta teman-teman dari Indonesia

maupun teman-teman yang berada di Malaysia, yang setia telah memberikan semangat

dan dorongan di kala suka maupun duka, semoga persahabatan kita tetap terjalin

dengan baik selamanya.

Terima kasih atas segalanya.

Page 9: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr.Wb.

Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam turut dilimpahkan

kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintai. Alhamdulillah

dalam usaha menyelesaikan skripsi ini penulis senantiasa diberi nikmat kesehatan dan

kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang diberi judul Prosedur

Poligami di Indonesia dan Malaysia Studi Komparatif Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 dan Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah

Persekutuan) 1984.

Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu

syariah dalam bagian hukum. Juga memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

gelar Program Sarjana Strata Satu (S1) dalam Jurusan Perbandingan Mazhab pada

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari menerima

hambatan dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun penyusunannya.

Situasi yang mencabar dari awal hingga ke akhir menambahkan lagi daya usaha untuk

menyelesaikan skipsi ini agar selari dengan penjadualan. Maka skripsi ini dapat juga

diselesaikan dengan baik seperti yang diharapkan.

Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah jutaan terima kasih

kepada semua pihak yang turut membantu sama ada secara langsung maupun secara tidak

langsung menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

Page 10: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

ix

1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi, MA., Ph.D selaku Rektor UIN STS Jambi, Indonesia,

Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE., M.EI selaku Wakil Rektor I, Bapak Dr. As’ad Isma,

M. Pd selaku Wakil Rektor II, dan Bapak Dr. Bahrul Ulum, S. Ag., MA selaku

Wakil Rektor III.

2. Bapak Dr. Sayuti, S. Ag., MH selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi,

Indonesia.

3. Bapak Agus Salim, MA., M.I.R., Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik,

Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, MH selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi

Umum, Perencanaan dan Keuangan dan Bapak Dr. H. Ishaq, SH, MH selaku Wakil

Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama di Fakultas Syariah UIN STS

Jambi, Indonesia.

4. Bapak Al Husni, S.Ag., M.HI, selaku Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan

Bapak Tasnim Rahman Fitra, S.Sy., M.H, selaku Sekretaris Jurusan Perbandingan

Mazhab Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

5. Drs. Rahmadi, M.HI selaku Pembimbing I dan Bapak Tasnim Rahman Fitra, S.Sy.,

M.H selaku pembimbing II yang telah banyak memberi masukan, tunjuk ajar dan

bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan ibu dosen, asisten dosen dan seluruh karyawan dan karyawati Fakultas

Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

7. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi yang bersangkutan.

Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih ada kekurangan dan jauh

dari kesempurnaan baik dari segi teknis penulisan, analisis data, penyusunan maklumat

Page 11: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

x

maupun dalam mengungkapkan argumentasi pada bahan skripsi ini. Oleh karenanya

diharapkan kepada semua pihak dapat memberikan kontribusi pemikiran, tanggapan

dan masukan berupa saran, nasihat dan kritik demi kebaikan skripsi ini. Semoga apa

yang diberikan dicatatkan sebagai amal jariah di sisi Allah SWT dan mendapatkan

ganjaran yang selayaknya kelak.

Jambi November

2020,

Penulis,

RAJA HASIF ASLAM BIN

RAJA BADRUL HIZAM

NIM : SPM 103180009

Page 12: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................

PENYATAAN KEASLIAN .......................................................................

NOTA DINAS .............................................................................................

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................

PENGESAHAN SKRIPSI .........................................................................

MOTTO ......................................................................................................

ABSTRAK ..................................................................................................

PERSEMBAHAN ......................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................

TRANSLITERASI .....................................................................................

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................

B. Rumusan Masalah ............................................................................

C. Tujuan Penelitian .............................................................................

D. Batasan Masalah ..............................................................................

E. Kegunaan Penelitian ........................................................................

F. Tinjauan Pustaka ..............................................................................

G. Metodologi Penelitian ......................................................................

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

ix

xii

xiv

xv

1

9

9

10

11

11

13

Page 13: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

xii

H. Sistematika Penulisan .....................................................................

BAB II: TINJAUN UMUM TENTANG POLIGAMI

A. Pengertian Pernikahan .....................................................................

B. Pengertian Poligami .........................................................................

C. Sebab-Sebab Poligami .....................................................................

D. Dasar Hukum Poligami ....................................................................

E. Batasan Poligami ..............................................................................

F. Syarat-Syarat Poligami .....................................................................

BAB III : UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 DAN AKTA

UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM (WILAYAH-WILAYAH

PERSEKUTUAN) 1984

A. Undang-Undang No.1 Tahun 1974

B. Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah

Persekutuan) 1984

BAB IV: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN

MALAYSIA

A. Prosedur Poligami Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan

Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah

Persekutuan) 1984

B. Dampak hukum Poligami yang dilakukan tanpa mengikut prosedur

di Indonesia dan Malaysia menurut Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 dan Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah

Persekutuan) 1984.

C. Hukum Islam Pandangan Mengenai Prosedur Poligami Tentang

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Akta Undang-Undang

Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984

14

16

17

18

20

26

28

32

39

48

62

73

Page 14: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

xiii

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................

B. Saran-saran ......................................................................................

C. Kata Penutup ....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

CURRICULUM VITAE

80

81

83

84

90

Page 15: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

xiv

DAFTAR SINGKATAN

UIN STS : Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifudin

KDRT : Kekerasan Dalam Rumah Tangga

PP : Peraturan Pemerintahan

WWP : Wilayah-Wilayah Persekutuan

UU : Undang-Undang

SWT. : Subhanahuwata’ala.

SAW. : Sallallahu alaihiwasallam.

ra. : Radiallahu’an.

No. : Nomor.

Q.S : Al-Quran Dan Sunnah.

cet. : Cetakan.

hlm. : Halaman

Vol. : Volume

Page 16: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

xv

TRANSLITERASI

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا

Ba’ B Be ب

Ta’ T Te ت

Sa’ s Es (dengan titik di atas) ث

Jim J Je ج

Ha’ H Ha (dengan titik di ح

bawah)

Kha Kh Ka dan ha خ

Dal D De د

Zal Z Zat (dengan titik di atas) ذ

Ra’ R Er ر

Zai Z Zet ز

Sin S Es س

Syin Sy Es dan Ye ش

Sad S Es (dengan titik di bawah) ص

Dad D De (dengan titik di ض

bawah)

Ta’ t Te (dengan titik di bawah) ط

Za’ Z Zet (dengan titik di ظ

bawah)

ain ‘ Koma terbalik di atas‘ ع

Gain G Ge غ

Fa F Ef ف

Page 17: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

xvi

Qaf q Qi ق

Kaf K Ka ك

Lam L El ل

Min M Em م

Nun N En ن

Wawu W We و

Ha’ H Ha ه

Hamzah ` Apostrof ء

Ya’ Y Ye ي

Page 18: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berpasang-pasangan adalah salah sanatul Allah yang berlaku pada segenap

makhluk ciptaan-Nnya. Sunatul Allah itu bersifat umum dan merata, sehingga tidak

ada yang terkecuali, baik manusia, haiwan maupun tumbuh-tumbuhan. Allah SWT

berfirman, surah Adz-Dzariyat: 49

ومن رونك تذكا لعلاكم نازو جي ءخلق ٤٩ش

Artinya : Dan segala sesuatukami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah.2

Sunatul Allah ini merupakan ketetapan Allah SWT agar segenap makhluk-

Nya berkembang baik dan memperbanyakkan keturunan, serta melanjutkan estafet

kehidupan, setelah mempersiapkan dan membekali setiap pasangan agar masing-

masing memainkan peranan positif untuk mencapai tujuan tersebut . Allah SWT

berfirman, surah Al-Hujarat : 13

ها يوجٱلنااسي أ نث

وأ ذكر ن م نكم خلق اوقبائللتعارفوإناا شعوب عل نكم إنا ا

عند رمكم ك أ ٱللا ت قىكم إنا

أ ١٣يرعليمخبٱللا

Artinya : “Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang

2Depag RI, al_quran Dan Terjemahannya, (Surabaya: Suria Cipta Aksara, 1993), hlm. 520

Page 19: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

2

paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara

kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.3

Pernikahan adalah akad yang telah ditetapkan oleh syariat yang berfungsi

untuk memberi hak milik bagi lelaki untuk bersenang-senang dengan perempuan

dan menghalalkan hubungan dengan seorang lelaki. Maksudnya, pengaruh akad ini

bagi laki-laki adalah memberi hak kepemilikan secara khusus, maka laki-laki lain

tidak boleh memilikinya. Sedangkan pengaruhnya kepada perempuan adalah

sekadar menghalalkan bukan memilikiny secara khusus. Oleh karenanya, boleh

dilakukan poligami, sehingga hak kepemilikan suami merupakan hak seluruh

isterinya. Arti lainnya, syariat melarang poliandri dan membolehkan poligami.4

Poligami telah menjadi sejarah panjang dalam perjalanan peradaban

manusia sejak dahulu sebelum kedatangan Islam yang dibawa oleh Rasulullah

SAW. Sebelum kedatangan agama Islam, ahli-ahli dan para ilmuan mengemukakan

bahwa poligami dalam bentuknya beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari

sejarah manusia, dan bahawasanya poligami muncul pertama kali sebagai akibat

dari perbudakan perempuan untuk bersenang-senang, sebagai pelayan dan simbol

kebesaran dan kemegahan. Oleh karena itu, pemilikan banyak perempuan biasanya

bagi para raja, para menteri dan pembesar-pembesar, dan bagi sebagian mereka hal

itu hanya semata sebagai perbudakan.5

3 Depag RI, al_quran Dan Terjemahannya, (Surabaya: Suria Cipta Aksara, 1993), hlm. 517 4 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Terj. Abdul Hayyie al-Katani (Gema

Insani,2007) hlm. 39 5 Karam Hilmi farhat, 2007. “Poligami dalam pandangan Islam, Nasrani dan Yahudi”.

(Jakarta : Darul Haq, 2012, hlm. 5

Page 20: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

3

Sebelum agama Islam datang ke Jazirah Arab, poligami merupakan sesuatu

yang telah mentradisikan bagi masyarakat Arab. Poligami pada masa itu boleh

disebut tidak terbatas,bahkan lebih dari itu tidak ada gagasan keadilan di antara para

isteri. Suamilah yang menentukan siapa yang ia ia sukai dan siapa yang ia pilih

untuk dimiliki secara tidak terbatas. Orang-orang Arab Jahiliah biasa menikahi

sejumlah besar wanita dan menganggap mereka sebagai barang kepunyaan. Bahkan

dalam sebagian besar kasusnya, ia bukanlah bagaikan perkahwinan karena para

wanita itu dapat dibawa, dimiliki dan dijual sehendaknya. 6

Setelah kedatangan agama Islam, hatta tidak menghapuskan praktek

poligami, namun Islam membatasi kebolehan berpoligami hanya sampai empat

orang istri dengan syarat-syarat yang ketat pula seperti keharusan adil di antara

istri.7 Menurut hukum Islam (fiqh), kebolehan hukum berpoligami telah menjadi

kesepakatan para ulama walaupun dengan pensyaratan yang ke atas, yaitu harus

berlaku adil kepada istri-istrinya.

Yang menjadi dalil utama yang dibolehkan berpoligami adalah dari firman Allah

Swt, Surah an-Nisa : 3

سطوافوإن تق لاأ تم تمخف فٱل نطماٱنكحوا ٱلن ساءابلكمم وثل ثمث ن

ما و حدةأ دلوافو تع لا

أ تم خف فإن تموربع لا

نى أ د

لكأ ي منكم ذ

أ ٣عولوالكت

Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-

hak) perempuan yang yatim (bilama kamu mengawininya), Maka kawinlah wanita-

6 AbdurRahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam, Cet 1, (Jakarta : PT Rineka

CIpta,1992), hlm. 44 7 Dedi Supriyadi, Fiqh Munakahat Perbandingan, Cet 1, (Bandung : Pustaka Setia, 2011,

hlm. 129

Page 21: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

4

wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudia jika kamu takut

tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak

yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat

aniaya”.8

Dengan turunnya ayat surah an-Nisa ayat 3 ini, maka al-Quran dengan

terang dan jelas menyatakan bahawasanya telah meletakkan satu peraturan untuk

ummat Islam berpoligami. Poligami tidak lagi dibenarkan secara wewenangnya

tanpa batasan dan syarat tertentu yaitu dengan berkahwin seberapa ramai istri yang

disukai sama ada bertujuan ekonomi maupun politik sebagaimana dipraktekkan di

zaman masyarakat jahiliyyah. Salah satu syarat adalah kewajiban suami

mengunakan hak poligami untuk berlaku adil terhadap istri-istri.9

Islam tidaklah mengharamkan praktek poligami itu karena menikah lebih

dari seorang istri itu mempunyai banyak kebaikan dan kemaslahatan dalam

masyarakat terutamanya menyelesaikan beberapa perkara. Melalui Surah an-Nisa

ayat 3, Islam telah memperbaiki kedudukan wanita dengan lebih baik dibandingkan

dengan amalan poligami sebelum itu. Peredaran zaman menunjukkan perubahan

sosiologi dan budaya bagi masyarakat Islam diseluruh negara-negara Islam.

Perubahan tersebut menimbulkan konsekuensi permasalahan yang sangat rumit dan

memerlukan garis panduan yang tepat untuk menyelesaikannya. Dalam praktek

poligami banyak contoh buruk dan merupakan realitas poligami. Realitas seperti itu

muncul dimana-mana.10 Diantara permasalahan yang banyak berlaku pada

8 Depag RI, al_quran Dan Terjemahannya, (Surabaya: Suria Cipta Aksara, 1993), hlm. 77 9 Jasim Muhammad Ai-Yasin, Fiqh Wanita, Penerjemah Kaserun AS Rahman, (Jakarta : PT

Serambi Semesta Distribusi, 2017), Cet, hlm. 661 10 Hasan Aedy, Antara Poligami Syariah Dan Perjuangan Kaum Perempuan, (Bandung :

Page 22: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

5

masyarakat hari ini adalah masalah yang berkaitan dengan poligami dimana

berlakunya perkahwinan poligami yang tidak berdaftar di pengadilan di pemerintah

negara. Poligami sebagaimana yang diketahui merupakan hal yang sering

dibicarakan, akan tetapi solusi yang ditawarkan cenderung dengan kepentingan-

kepentingan bagi individu tersebut. Oleh itu, negara telah menetapkan undang-

undang Islam bagi setiap negara masing-masing untuk melancarkan system

pemerintahan Islam di negara itu seperti undang-undang agama Islam di negara

Indonesia dan Malaysia.

Poligami atau lebih dikenal sebagai poligini dalam penelitian antropologi

adalah praktek yang tidak asing dalam kalangan masyarakat dahulu maupun

sekarang. Pernikahan poligami dikatakan memiliki fungsinya tersendiri yaitu untuk

tujuan ekonomi, politik, demografi dan social-budaya. Umpamanya masyarakat

akan menjadikan pernikahan poligami sebagai sesuatu yang dapat menambah

pendapatan ekonomi keluarga. Ini terjadi karena istri-istri akan dijadikan sebagai

tenaga kerja untuk menambah penghasilan. Namun, konsep poligami adalah sangat

berbeda dengan konsep dan praktek poligami menurut Islam. Di Indonesia dan

Malaysia, isu poligami ini sering di jadikan polemik dalam masyarakat sehingga

menimbulkan ketegangan di antara pihak-pihak tertentu. Bila saja isu poligami

mengupas kesimpulan yang dapat dibuat adalah kaum pria menyenanginya dan

kaum wanita tidak menyukainya. Hal ini akibat dari banyak keluhan-keluhan dari

pihak tertentu dengan mengatakan bahwa akibat dari pernikahan poligami,

suaminya tidak memberi nafkah dan keadilan yang sewajarnya. Maka ini

Alfabeta, 2007), hlm. 60

Page 23: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

6

menyebabkan penceraian. Nampaknya masyarakat tidak benar-benar memahami

fungsi dan tujuan poligami yang dibenarkan oleh Islam. Kondisi ini telah

menyebabkan citra poligami yang dibenarkan oleh Islam itu jatuh, semata-mata

akibat dari ke tidak fahaman dan jahilnya masyarakat tentang konsep poligami

dalam Islam.

Indonesia adalah sebuah negara hukum.11 Di dalam negara hukum, setiap

warga berhak memperoleh perlindungan hukum, hal ini sejalan dengan salah satu

tujuan dibentuknya pemerintahan negara Indonesia menurut alinea keempat

Pembukaan Undang-Undang dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Bentuk perlindungan yang

diberikan oleh pemerintah Indonesia terhadap warga negara Indonesia, antara lain

adalah perlindungan hukum di bidang keluarga melalui instrument hukum

perkahwinan. Begitu juga permasalahan di bagian perkahwinan yaitu poligami.

Antaranya pasal 4 Undang-Undang No 1 1974 yaitu seorang suami akan beristeri

lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di

daerah tempat tinggalnya.12 Di dalam perundangan negara Indonesia telah

membahaskan maslah poligami dengan pembahasasan yang sangat rinci. Terlihat

jelas kurang lebih ada 3 pedoman sebagai peraturan tentang poligami yaitu UU No.

1 Tahun 1974, PP No 9 Tahun 1975, dan kompilasi Hukum Islam (KHI).13 Prosedur

poligami di Indonesia diawali dengan pengajuan permohonan ke Pengadilan

11 Drs. H. Taufiq Hamami, SH, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman

Di Indonesia (Pasca Amandemen Tiga UUD 1945), (Jakarta : PT Tatanusa, 2013), hlm. 10 12 Mardani, Hukum Islam Kumpulan Peraturan Tentang Hukum Islam DI Indonesia, Cet 1,

(Jakarta : PT Fajar Interpratama Mandiri, 2013), hlm. 69 13 Ahmad Rafiq, hukum Islam DI Indonesia, Cet 4, (Jakarta, PT RajaGrafinfo Persada,

2000), hlm. 171

Page 24: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

7

Agama setempat, kemudian Pengadilan Agama akan melihat dan menimbang untuk

memberikan izin atau tidak.

Malaysia adalah sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim

terbesar setelah Indonesia. Dalam perundangan-perundangannya juga mengatur

maslah poligami. Di Malaysia mempunyai peruntukan khusus tentang pelaksanaan

berpoligami dalam enakmen Undang-Undang Keluarga Islam masing-masing.14

Pedomen pokok di negara tersebut adalah seksyen 23 Akta Undang-Undang

Keluarga Islam (AUKI) Wilayah-Wilayah Persekutuan 1984. Wilayah persekutuan

tersebut menyangkut negeri Sarawak, Kelantan, Perak, Penang, Selangor, Johor,

Pahang, Perlis, Sabah, Terengganu, Melaka, Kedah dan Negeri Sembilan.15

Semua negeri di Malaysia menyatakan bahwa setiap permohonan untuk

berpoligami harus mendapat izin tertulis dari pihak Mahkamah (pengadilan)

Syariah ataupun Hakim Syariah. Misalnya di salah satu provisi Malaysia adalah

Negeri Selangor, Seksyen 23 tentang poligami dalam Enakmen Undang-Undang

Keluarga Negeri Selangor 2002. Mahkamah akan mengeluarkan surat kepada isteri

sebagai langkah untuk memaklumkan bahwa suaminya ini ingin berpoligami, soal

untuk mendapatkan keizinan daripada istri adalah tidak dinyatakan di dalam borang

permohanan dan juga tidak diperuntukkan di dalam Undang-Undang Keluarga

islam. Sebaliknya apa yang perlu adalah pengakuan dari suami dibuat dengan

menyatakan sama ada istri sedia bersetuju atau pun tidak dengan permohonan

poligami melalui mahkamah di negeri-negeri tersebut, dengan sendirinya istri atau

14 Azni, Poligami Dalam Hukum Islam Di Indonesia dan Malaysia, (PekanBaru : Suska

Press, 2015), hlm. 183 15 Tahir Mahmud, Family Law Reform in the Muslim World, (New Delhi : N.M TRIPATHI,

1974), hlm. 199

Page 25: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

8

istri-istrinya yang tersedia akan mengetahuinya apabila mahkamah mengeluarkan

surat tersebut sekalipun tidak diberitahu hasrat suaminya terlebih dahulu.

Pensyaratan yang juga harus dipenuhi adalah berkait dengan permasalahan

penghasilan, Mahkamah menetapkan penghasilan minimal seorang yang akan

berpoligami adalah RM3000 ke atas. Hal ini menjadi salah satu perbedaan

mencolok prosedur poligami menurut UU No 1 Tahun 1974 dan Akta UU Keluarga

Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984.

Berdasarkan penjelasan diatas, terlihat perbedaan prosedur poligami di

Indonesia dan Malaysia. Selain itu, masih terdapat di antara dari rakyat Indonesia

dan Malaysia yang tidak mengikut prosedur poligami yang telah ditetapkan. Hal ini

menyebabkan terjadinya dampak negative kepada masyarakat terumatanya pada

wanita yang mana akan menyebabkan permasalahan seperti nafkah dan harta

sepencarian sekiranya pasangan tersebut bercerai. Dari kedua-dua perundangan

yang dinyatakan itu, ternyata prosedur berpoligami di Indonesia dan Malaysia ada

persamaan dan perbedaan. Hal inilah yang membuat penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul “Prosedur Poligami di Indonesia Dan Malaysia (Studi

Komparatif Undang-Undang No 1 tahun 1974 dan Akta Undang-Undang

Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984.

Page 26: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

9

B. Rumusan Masalah

Dari pemahaman latar belakang masalah di atas penulis membuat rumusan

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur berpoligami menurut Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 dengan Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-

Wilayah Persekutuan) 1984.

2. Apakah dampak hukum poligami yang dilakukan tanpa mengikuti

prosedur di Indonesia Dan Malaysia menurut Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 dengan Akta Undang-Undang keluarga Islam (Wilayah-

Wilayah Persekutuan) 1984.

3. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai prosedur poligami pada

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Akta Undang-Undang

Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan pada masalah yang dinyatakan dilatar belakang masalah, maka

penulis membatasi penelitian ini dengan prosedur poligami di negara Indonesia

menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Malaysia menurut Enakmen

Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan dan sanksi apabila

berlakunya poligami di luar Pengadilan Agama di Indonesia dan Malaysia menurut

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dengan Undang-Undang Keluarga Islam

Wilayah Persekutuan.

Page 27: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pasti memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ada pun

tujuan penelitian yang ingin dicapai dari apa yang terjadi adalah :

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui prosedur berpoligami di dalam Undang-Undang

No 1 Tahun 1974 dengan Akta Undang-Undang Keluarga Islam

(Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984.

b. Untuk mengetahui dampak hukum poligami yang dilakukan tanpa

mengikuti prosedur di Indonesia Dan Malaysia menurut Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 dengan Akta Undang-Undang keluarga

Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984.

c. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam mengenai prosedur

poligami pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Akta

Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan)

1984.

2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk menambah dan memperdalam khazanah pengetahuan penulis tentang

prosedur poligami di dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dengan Akta

Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984.

b. Sebagai bahan bacaan dan rujukan bagi mahasiswa, penelitian dan masyarakat

seluruhnya melalui pembuatan dan penyusunan karya ilmiah secara baik.

c. Sebagai syarat untuk menyelesaikan program studi srata satu (S1) pada Jurusan

Perbandingan Mazhab dan Hukum, UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi

Page 28: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

11

E. Kerangka Teori

Kerangka teori sebagai pedoman bagi penulis dalam melakukan penelitian guna

untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam judul proposal dan menghindari

penafsiran yang berbeda sehingga penulisan ini terarah dan lebih baik maka skripsi

ini sangat perlu untuk diperhatikan pengertian beberapa konsep di bawah ini.

Poligami adalah sistem perkahwinan yang salah satu pihak memiliki atau

mengawini beberapa lawan jenis waktu yang bersamaan. Dalam antropologi social,

poligami, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami dan

istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Hal ini berlawanan dengan

praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri.

F. Tinjaun Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini penulis akan mengemukakan hasil pemikiran

sebelumnya dengan masalah yang di angkat dan penulis mencantumkan beberapa

penelitian yang menyangkut dengan apa yang telah penulis baca dari hasil

penelitian sebelumnya. Sehingga ke hari ini, terhadap beberapa kajian telah

dijalankan berhubung perbedaan Prosedur Poligami Indonesia dan Malaysia.

Antaranya ialah buku Karya Prof. Madya Dr. Raihanah Abdullah yang bertajuk

Poligami (Penjelasan Berdasarkan Perspektif Undang-Undang keluarga Islam Di

Malaysia). Yang diantaranya memperincikan tentang poligami di Malaysia

sekaligus memberitahu bagaimana bentuk perbedaan prosedur poligami di

Malaysia.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Rasyad Ridha menjelaskan tentang

poligami di dalam “Hukum Perkahwinan Umat Islam Di Indonesia (Perspektif Fiqh

Page 29: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

12

Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan) sebagaimana yang di kutip oleh

Ghazali sebagai berikut :

Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko/mudharat

daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya (human nature)

mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh, watak-watak tersebut akan

mudah timbul dengan kadar yang tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang

poligamis. Dengan demikian, poligami itu bias menjadi sumber konflik dalam

kehidupan keluarga, baik antara suami dengan isteri-isteri dan anak-anak dan isteri-

isterinya, maupun konflik antara isteri berserta anak-anaknya masing-masing.

Karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut Islam adalah monogamy, sebab

dengan monogamy akan mudah menetralisasi sifat/watak cemburu, iri hati dan suka

mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis. Berbeda dengan kehidupan

keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka dan terangsang timbulnya

perasaan cemburu, iri hati/dengki, dan suka mengeluh dalam kadar tinggi, sehingga

bisa menganggu ketenangan keluarga dan dapat pula membahayakan keutuhan

keluarga. Karena itu, poligami hanya diperbolehkan, bila dalam keadaan darurat,

misalnya isteri ternyata mandul, sebab menurut Islam, anak itu merupakan salah

satu dari tiga human investment yang sangat berguna bagi manusia setelah

meninggal dunia, yakni bahwa amalnya tidak tertutup berkah adanya keturunan

yang shaleh yang selalu berdoa untuknya. Maka dalam keadaan ister mandul dan

suami tidak mandul berdasarkan keterangan medis hasil laboratories, suami

diizinkan berpoligami dengan syarat ia benar-benar mampu mencukupi nafkah

Page 30: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

13

untuk semua keluarga dan harus bersikap adil dalam pemberian nafkah lahir dan

giliran waktu tinggal.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang penulis lakukan, tidak ada penelitian

yang sama dengan penelitian yang penulis lakukan. Hasil daripada penelitian,

wujudnya perbedaan di dalam pembahasanya dengan penelitian yang akan dikaji

ini. Penulis dapat menyimpulkan bahwa masih terdapat kelemahan dan kekurangan

dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Akta Undang-Undang Keluarga

Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 tersebut didalam masalah Poligami.

Kesamaan penelitian ialah pada sanksi, dimana kedua-dua negara mempunyai

sanksi untuk orang yang berpoligami. Selain itu, mempunyai perbedaan didalam

sanksi itu sendiri. Yang mana sanksi di Indonesia lebih rendah dan sanksi di

Malaysia lebih tinggi, Penelitian ini penulis fokuskan kepada “Prosedur Poligami

Di Indonesia dan Malaysia (Studi komparatif Undang-Undang No 1 Tahun

1974 dan Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah

Persekutuan) 1984”

G. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yakni

suatu kajian yang menggunakan literature kepustakaan dengan cara mempelajari

buku-buku, kitab-kitab, undang-undang, maupun informasi lainnya yang ada

relevansinya dengan ruang lingkup pembahasan dengan meneliti bahan pustaka

atau data primer, sekunder dan tersier. Selain itu penelitian ini dilaksanakan

terhadap prosedur poligami yang berlaku di Negara Indonesia dan Malaysia.

Page 31: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

14

Penulis memilih dua negara berjiran yang sama-sama mempunyai aturan mengenai

undang-undang Islam masing-masing.

b. Sumber Data

Karena penelitian ini adalah kepustakaan, maka sumber data dalam

penelitian ini berasal dari buku-buku yang didapati langsung dari pustaka seperti

Undang-Undang No. 1 1974 dan Enakmen Undang-Undang Wilayah Persekutuan.

Dengan rincian sumber data primer dan data sekunder.

c. Teknik Pengumpulan Data

Setelah bahan terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengolah

dan menganalisa bahan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Oleh karena

itu untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan buku-

buku yang berkaitan dengan permasalahan yang teliti, baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan judul penelitian. Setelah

itu, catatan tersebut diklasifikasikan dari berbagai literature yang bersifat umum,

untuk kemudian dianalisis dan diidentifikasi sesuai dengan pokok-pokok

permasalahan yang dibahas dan melakukan pengutipan yang baik secara

langsung maupun tidak langsung pada bagian-bagian yang dapat dijadikan

sumber rujukan untuk disajikan secara sistematis

d. Teknik Analisis Data

Selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan data yang lain yang

terkait dan diformulasikan menjadi suatu kesimpulan, kemudian tersusun dalam

kerangka yang jelas lalu diberi penganalisaan dengan menggunakan suatu

Page 32: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

15

metode yang telah dikenal metode komperatif yaitu dengan

memperbandingankan suatu dengan hal lainya sehingga akan sampai pada suatu

kesimpulan.

H. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan penulisan karya ilmiah ini, penulis membaginya

dalam empat bab, terdiri daripada :

Bab I, tentang pendahuluan yang terdiri daripada latar belakang masalah, rumusan

dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, tijauan

pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab II, metode penelitian, menjelaskan ketentuan yang ada di Indonesia dan

Malaysia serta bersis gambaran umum tentang landasan teori poligami, Undang-

Undang No 1 Tahun 1974 dan Undang-Undang Wilayah Persekutuan, perbedaan

proedur di dua Negara ini dapat dilihat bagaimana penyeragaman yang dilakukan

mengikut Undang-Undang Poligami tersebut.

Bab III, tinjaun umum mengenai poligami serta prosedur yang dilakukan menurut

hukum Islam.

Bab IV, huraian penutup yang berkaitan tentang kesimpulan dan juga rekomendasi

kajian yang dijalankan kesimpulan ditarik dari pembuktian dan dari huraian yang

dituliskan yang berkait rapat dengan pokok permasalahan serta dari data-data yang

diperolehi agar dapat memberi gambaran keseluruhan kepada pembaca berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan. Serta saranan yang dianggap perlu menuju

perbaikan. demi terwujudnya sebuah kesempurnaan untuk perkembangan

pengetahuan dimasa yang akan datang.

Page 33: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

16

Page 34: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG POLIGAMI

A. Pengertian Pernikahan

Perkawinan menurut istilah hukum Islam sama dengan kata “nikah” dan

kata “zawaj”. Nikah menurut Bahasa mempunyai arti sebenarnya yakni “dham”

yang berarti menghimpit, menindih atau berkumpul. Nikah mempunyai arti kiasan

yakni “wathaa” berarti setubuh atau aqad.16 Menurutistilah Fiqh, nikah adalah salah

satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang

sempurna. Pernikahan dijadikan sebagai dasar untuk mengatur hubungan antara

seorang laki-laki dan wanita serta keturunan. Nikah ialah suatu ikatan lahir batin

antara seorang laki-laki dan wanita untuk hidup bersama dalam suatu rumahtangga

melalui aqad yang dilaksanakan sesuai syariat Islam.17

Pernikahan juga dimaksudkan untuk menahan pandangan mata dari hal-hal

yang dilarang, menjaga kemaluan dan menjauhkan manusia dari bentuk-bentuk

hubungan yang tercela. Pernikahan bisa menjaga kelangsungan jenis manusia dan

menambah keturunan.18 Oleh karenanya, boleh dilakukan poligami, sehigga hak

kepemilika suami merupakan hak ke seluruh isterinya. Seorang suami yang

berpoligami dapat saja beristeri dua, tiga dan empat orang dalam waktu

16 ABD. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia,

(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 272 17 Nurhayati Zein, Fiqh Munakahat, (Kota Pekan Baru: Mutiara Pesisir Sumatra, 2015),

hlm. 2 18 Kathur Suhardi, Rahasia Pernikahan Yang Bahagia, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002),

hlm. 19

Page 35: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

17

bersamaan.19

B. Pengertian Poligami

kata poligami berasal dari Bahasa Yunani, dari kata poly yang berarti

banyak dan gamein yang berarti kawin, jika digabungkan akan berarti suatu

perkawinan yang banyak.20 Dalam bahasa arab yang artinya beristri banyak lebih

dari seorang. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, poligami berarti sistem

perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan

jenisnya di waktu yang bersamaan. Dalam Kamus Ilmiah Populer, poligami adalah

perkawinan antara seorang dengan dua orang atau lebih, namun cenderung diartikan

perkawinan satu orang suami dengan dua istri atau lebih. Secara terminologis, Siti

Musdah Mulia merumuskan poligami ini merupakan ikatan perkawinan dalam hal

mana suami mengawini lebih dari satu istri dalam waktu yang sama.

Dalam pengertian yang berlaku di masyarakat poligami diartikan seorang

laki-laki kawin dengan banyak wanita.21 Dalam Islam, poligami mempunyai arti

perkawinan yang lebih dari satu, dengan batasan umumnya dibolehkan hanya

sampai empat wanita. Ada juga yang memahami dan menafsirkan surat An-Nisa

Ayat 3.22 Sebenarnya Islam tidaklah memulai poligami, tidak memerintahkan dan

juga tidak menganjurkan poligami itu. Islam hanya membolehkan poligami dalam

suasana tertentu, dengan mengadakan syarat-syarat, terutama adil dan mampu.23

19 Rodli Makmun, Poligami Dalam Tafsir Muhammad Syahrur, (Ponoroga: Stain

Ponorogo Press, 2009), hlm. 15 20 Bibit Suprapto, Liku-Liku Poligami, (Yogyakarta: Al-Kautsar. 1990), hlm 61 21 Mulati, Hukum Islam Tentang Perkahwinan dan Waris, (Jakarta: UPT Penerbitan

Universitas Tarumanagara, 2005),hlm. 13 22 Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 84 23 Chadidjah Nasution, Wanita Dalam AL-Quran, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 126

Page 36: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

18

Poligami adalah seorang laki-laki yang menikah lebih dari seorang wanita, dalam

hal ini dibatasi hanya empat wanita (istri) dalam waktu yang sama.

C. Sebab-Sebab Poligami

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab seorang suami melakukan poligami

dalam kehidupan rumahtangga, antara lai :

1. Istri tidak bisa melahirkan keturunan. Salah satu penyebab suami berpoligami

adalah istri tidak bisa melahirkan.

2. Istri menderita sakit, sakit juga akan berpengaruh terhadap keutuhan

rumahtangga. Untuk mengatasi persoalan ini suami dihadapkan dua

permasalahan. Pertama, suami menceraikan istrinya. Kedua, menikah lagi

dengan wanita lain (poligami) dan istri yang pertama masih tetap dalam

perlindungan dan kasih sayangnya.24

3. Suami mempunyai libido seks yang kuat, baik itu disebabkan istrinya sudah tua

atau kondisi istrinya lemah atau karena banyaknya hari yang tidak

memungkinkannya melakukan hubungan suami istri, yaitu saat haif, hamil,

setelah hamil, sakit atau sebab-sebab uzur yang lain.25

4. Suami sering bepergian. Banyak laki-laki yang karena pekerjaannya harus selalu

bepergian dan dalam perjalanan tersebut tidak bisa membawa istri maka salah

satu solusi adalah poligami.26

24 Jasim Muhammad Ai-Yasin, Fiqh Wanita, Cet 1, (Jakarta: PT Serambi Semesta Distribusi, 2017), hlm. 19

25 Muhammad bin Musafir al-Thawil, Ta’adud al-Zaujat fi al-Islam, (Iskandariyah: Dar al-Iman tt), hlm. 19

26 Ibid. hlm.40

Page 37: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

19

5. Jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki. Dalam keadaan darurat, terutama

dalam keadaan perang atau pasca perang, banyak wanita menjadi janda, anak

kehilangan bapak karena banyak pejuang yang gugur di medan perang. Poligami

merupakan jalan keluar dan penyelamatan bagi janda-janda dan anak-anak

yatim.27

6. Factor ekonomi. Pada zaman dahulu, tidak seperti sekarang, mempunyai banyak

istri dan banyak anak adalah menguntungkan pria secara ekonomis.

7. Masa subur wanita terbatas. Sebagian prang berpendapat bahwa faktor

terbatasnya usia produktif wanita, yakni masa menopause, adalah salah satu

penyebab poligami. Dalam kasus-kasus tertentu, seorang wanita mungkin

mencapai masa menopause sebelum melahirkan banyak anak. Hasrat pria untuk

mempunyai anak, serta ketidak sukaanya menceraikan istri pertamanya, menjadi

sebab ia mengawini istri kedua dan seterusnya istri telah lanjut usia. Lanjut usia

merupakan salah satu faktor penyebab laki-laki berpoligami karena dengan

lanjutnya usia seorang perempuan tidak biasa melayani suami dalam hal

hubungan suami istri.28

27 Ibid, hlm. 99 28 Murtadha Mutahhari, Hak-Hak Wanita Dalam Islam, (Jakarta: PT. Lentera Baseitama,

2000), hlm 225

Page 38: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

20

D. Dasar Hukum Poligami

Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adl terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka Kawinilah wanita-

wanita (lain) yang kamu senang : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut

tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak

yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat

aniaya”.29

Ayat di atas, seperti disebutkan, merupakan bagian dari surat al-Nisa (4).

Surat itu sendiri, dimulai dengan perintah bertakwa kepada Allah yang telah

menjadikan manusia berpasang-pasangan dan perintah memelihara hubungan

silaturrahim antara sesame manusia ayat 1. Pada ayat 2, Allah memerintahkan untuk

memberikan kepada anak yatim hartanya jika mereka sudah baligh dan larangan

menukar yang baik dengan yang buruk atau menguasai harta mereka secara tidak

benar.

Sesunguhnya inti pembicaraan induk kalimat ayat 3 itu tentang perlakuan

terhadap anak yatim, terutama anak yatim perempuan. Terhadap mereka dituntut

perlakuan “adil dari walinya yang tidak hanya berarti bersikap sama” seperti

perlakuan terhadap perempuan lain apa lagi kalau si wali menikahinya. Tuntutan

itu sangat logis, karena si wali tersebut memikul dua amanah sekaligus, selain

sebagai wali, ia juga menjadi suami si anak-anak yatim itu. Inti pembicaraan itu

disambung (anak kalimat) dengan perintah bersyarat (kalau si wali khawatir tidak

berbuat adil terhadap mereka) untuk menikahi perempuan lain yang ia sukai.

29 Depag RI, al-Quran Dan Terjemahnya, (Surabaya: Suria Cipta Aksara, 1993), Hlm. 77

Page 39: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

21

Perlakuan tidak adil terhadap anak yatim yang dinikahi sebanding beratnya dengan

menikahi beberapa orang perempuan yang bukan yatim dan bukan mawla nya.

Berkaitan dengan ayat 3 yang terdapat dalam surat al-Nisa (4) di atas,

Aisyah menyampaikan tiga penjelasan tentang sebab turunnya. Penjelasan pertama,

Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah: “Pernah ada seorang laki-laki yang menjadi

wali bagi seorang wanita yatim, lalu dinikahinya, sedangkan wanita itu memiliki

sebuah pohon kurma yang berbuah. Laki-laki itu menikahinya demi

mempertahankan pohon kurma tersebut, padahal ia tidak sepenuhnya mencintai

wanita itu. Maka Turunlah ayat ini “(ada ayat quran dalam ini kena letak) “Dan jika

kamu takut tidak akan dapat berlaku adil”.30

Penjelasan kedua, juga diriwayatkan Al-Bukhari, Urwah bin Az-Zubair

mengabarkan kepadaku bahwa ia bertanya kepada Aisyah tentang ayat tersebut.

Aisyah menjawab: “Wahai anak saudaraku, anak yatim perempuan yang

dimaksudkan adalah wanita yatim yang berada pada pemeliharaan walinya, dan

hartanya bergabung dengan harta walinya. Sementara, walinya menyukai harta dan

kecantikannya. Karena itu, ingin mengawininya tanpa berbuat adil dalam

maharnya, seperti jika ia menikahi wanita yang lain. Maka, mereka dilarang untuk

menikahinya kecuali mereka dapat berbuat adil kepada wanita-wanita tersebut dan

memberikan mahar yang terbaik untuk mereka. Mereka diperintahkan untuk

menikahi wanita-wanita yang mereka sukai selain wanita-wanita yatim yang

dipeliharanya.

30 M. Abdul Ghoffar, Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2008), hlm.

233

Page 40: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

22

Urwah melanjutkan, Aisyah berkata : ‘sesungguhnya para sahabat meminta

fatwa kepada Rasulullah S.A.W. Setelah ayat ini (maksudnya kisah tersebut), maka

Allah menurunkan firman-Nya: (letak ayat Quran) “Dan mereka meminta fatwa

kepadamu tentang para wanita”. (QS An-Nisa : 127). Aisyah melanjutkan: Adapun

firman Allah yang lain : (isi ayat quran) (QS An-Nisa : 127) yaitu kalian enggan

menikahi wanita yatim tersebut jika mereka memiliki sedikit harta dan kurang

cantic. Maka dari itu, para wali dilarang untuk menikahi wanita yatim yang

disenangi karena harta dan kecantikannya kecuali dengan berbuat adil dalam

memberikan maharnya. Sebab, jika wanita yatim tersebut hanya memiliki sedikit

harta dan kurang cantic maka mereka enggan menikahinya.31 Firman Allah S.A.W

“Dua, tiga atau empat”. Artinya nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang kalian

sukai mereka. Jika kalian suka silahkan dua, jika suka silahkan tiga, dan jika suka

silahkan empat. Menurut para Ulama, hal ini merupakan salah satu kekhususan bagi

beliau dan tidak berlaku umum untuk ummatnya, berdasarkan hadits-hadits yang

menunjukkan pembatan 4 istri yang akan disebutkan. Di antaranya : Imam Ahmad

meriwayatkan dari Salim, dari ayahnya bahwa Ghailan bin Salamah bersabda.

“Pilihlah 4 orang di antara mereka”. Begitu pula yang diriwayatkan oleh Asy-

Syafi’I, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi dan lainnya. Dan itu

pula yang diriwayatkan oleh malik dari Az-Zuhri secara marsal, Abu Zur’ah

berkata: “Inilah yang lebih shahih”.

Firman Allah: (isi ayat quran) “Dan jika kamu takut tidak akan dapat

berlaku adil, maka (berkahwinlah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu

31 Ibid, hlm. 234

Page 41: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

23

miliki.” Yaitu, jika kamu takut tidak mampu berbuat adil terhadap banyak istri,

seperti firman-Nya: (bahasa Arab) “Dan tidak akan pernah kamu mampu berbuat

adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat menginginkannya.” (QS An-

Nisa : 129). Barang siapa yang takut berbuat demikian, maka cukuplah satu istri

saja atau budak-budak wanita. Karena, tidak wajib pembagian giliran pasa budak-

budak wanita, akan tetapi hal tersebut dianjurkan. Artinya siapa yang membagi

giliran menginap di antara mereka maka hal itu baik, dan jika tidak maka itupun

tidaklah mengapa. Makna yang paling tepat adalah janganlah kalian berbuat aniaya

menyimpang dan zhalim dalam memutuskan perkara.32

Hukum Poligami di dalam Hukum nikah dari satu atau poligami akan

berkaitan dengan hukum menikah itu sendiri. Para Ulama fikih menyebabkan

bahwa hukum menikah meliputi kelima hukum taklifi, yaitu wajib, sunnat, mubah,

makruh dan haram. Nikah hukumnya wajib, bagi orang yang mempunyai hasrat

yang tinggi untuk menikah karena syahwatnya bergelojak sedangkan dia

mempunyai kemampuan ekonomi yang cukup. Dia merasa terganggu dengan

gejolak syahwatnya, sehingga dikawatirkan akan terjerumus di dalam perzinaan.33

Adapun bagi orang yang mempunyai syahwat, dan mempunyai harta, tetapi tidak

kawatir terjerumus dalam maksiat dan perzinaan maka baginya hukum nikah adalah

sunat. Nikah hukumnya mubah, bagi orang yang mempunyai syahwat, tetapi tidak

mempunyai harta atau bagi orang yang mempunyai harta tetapi tidak mempunyai

syahwat. Nikah hukumnya makruh bagi orang yang tidak punya harta dan tidak ada

32 Ibid, hlm. 235 33 Wahbah Az-Zuhaily, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2007). Cet 10,

JIlid 9, hlm. 41

Page 42: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

24

keinginan untuk menikah (lemah syahwat). Sedangkan bagi yang merasa dirinya

tidak mampu bertanggungjawap dan akan menelantarkan istri dan anak maka

baginya haram menikah.34 Perintah menikah terdapat dalam ayat ini tidak bermakna

wajib dan mengikat, akan tetapi bermakna pengajaran dan pemberitahuan. Hal itu

disebabkan adanya qarinah memalingkan makna tersebut, yaitu kalimat:

Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim”.

Walaupun bentuk katanya adalah perintah, akan tetapi dengan adanya

qarinah ini ia bermakna larangan terhadap pernikahan poligami yang dikhawatirkan

akan mencelakakan para istri. Bukan bermakna perintah untuk melakukan

poligami. Makna ayat itu adalah “jika kalian khawatirkan tidak akan berlaku adil

terhadap para perempuan yatim dan perempuan bukan yatim, maka janganlah kamu

nikahi kecuali pernikahan halal yang kamu merasa yakin tidak akan mencelakai

mereka, satu sampai empat orang”. Berdasarkan ayat di atas pada dasarnya hukum

poligami adalah mubah dan hukum muah tersebut bisa berbeda pasa setiap orang

yang akan melaksanakan sesuai kondisi masing-masing, yaitu mashlahah (menolak

mafsadah dan mengambil manfaat). Prinsip yang harus diterapkan dalam penerapan

mashlahah adalah menolak mafsadah lebih diutamakan dari pada mengambil

mashlahah. Prinsip ini telah dirumuskan dalam sebuah qaidah:

Artinya : “Menolak mafsadah lebih diutamakan dari mengambil mashlahah”.35

Secara umum mashlasah yang bisa diperoleh dengan poligami adalah

34 Ibid, hlm. 42 35 Muhammad Ali Ahmad al-Nadwi, Al-Qawaid al-Fiqhiyyah, (Damsyiq: Dar al-Qalam,

2000), hlm. 207

Page 43: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

25

terpeliharanya suami dari perzinaan dan terjaminnya kehidupan perempuan-

perempuan yang tidak bersuami. Sedangkan mafsadah yang akan muncul jika pintu

poligami ditutup adalah perzinaan dan monogami. Monogami akan berimplikasi

pula terhadap penelantaran mantan istri dan anak-anak.36

Adapun persoalan yang seringkali muncul dalam perkahwinan dalam

poligami yang dapat diasumsikan sebagai sisi negative (mafsadah) dari

perkahwinan poligami adalah sebagai berikut:

1. Poligami mengakibatkan permusuhan di antara para istri sehingga

perkahwinan rumahtangga tidak harmonis.

2. Perselisihan antara istri yang dimadu sering merambat kepada anak-anak

mereka sehingga sebagian rumahtangga jadi terganggu.

3. Adanya tekanan psikologis terhadap istri pertama yang merasa diduakan

cintanya dan tekanan secara social, karena asumsi masyarakat yang selalu

mempersalahkan pihak perempuan sebagai biang keladi dari praktek

poligami.

4. Adanya anak-anak terlantar jika laki-laki yang berpoligami tidak

bertanggungjawab.37

Selain sisi negative, terdapat sisi-sisi positif (hikmah) daripada perkawinan

poligami iaitu:

1. Untuk memberi perlindungan dan penghormatan kepada kaum wanita dari

nafsu kaum lelaki yang tidak pernah bertanggungjawab.

36 Ahmad Fedyani Saifuddin, Poligini Dalam Perspektif Sosial Budaya, (Jakarta: Forest

Book, 2002), hlm. 66 37 Ibid, Hlm. 78

Page 44: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

26

2. Poligami bertujuan untuk membantu kelompok lemah, terutama anak yatim

dan janda.

3. Wanita pada saat nifas dan haidnya seringkali tidak bisa sabar menahan

sehingga akan menyeretnua pada suatu yang haram, dan jalan keluar dari

masalah ini adalah dengan suami menikah lagi.

4. Banyaknya istri (poligami) akan mempererat hubungan beberapa keluarga.

Atas dasar pertimbangan mashlahah di atas hukum poligami bisa meliputi

semua hukum taklifi, yaitu wajib, sunnat, mubah, makhruh dan haram. Poligami

menjadi wajib apabila kebutuhannya sangat mendesak, misalnya dalam kondisi si

suami mempunyai dorongan seks yang luar biasa, kalau tidak poligami, ia pasti

akan terjerumus pada perzinaan, si suami juga potensial untuk mempunyai

keturunan. Dari sisi lain, si suami memang soleh, bisa berbuat adil kepada istir-

istrinya, dari aspek materi, si suami berkecukupan bisa menafkahi dari dua

keluarga.

E. Batasan Poligami

Al-Sarakhsiy (W.490 H) menjelaskan bahwa pada dasarnya semua kaum

perempuan halal bagi kaum laki-laki. Hal itu didasarkan pada pertimbangan

bahwa tujuan (penciptaan manusia berpasang-pasangan adalah memperoleh)

keturunan, dan hal itu baru terwujud dengan terjadinya hubungan laki-laki dan

perempuan. Kemudian diharamkanlah sebagian dari kaum perempuan itu bagi

laki-laki terttu didasarkan pada ketentuan yang disebutkan syara’, seperti

karena hubungan keibuan atau hubungan persaudaraan dan sebagainya.

Berdasarkan hal itu, seoran perempuan tidak memiliki hubungan yang

Page 45: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

27

disebutkan syara’ itu dengan seorang laki-laki, perempuan itu halal untuk

dinikahi laki-laki tersebur.38

Larangan perkawinan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu larangan

perkawinan untuk selamanya (disebut mahram muabbad) dan larangan

perkahwinan berlaku untuk sementara waktu (mahram ghair muabbad).39

Larangan perkawinan yang bersifat selamanya itu dibatasi hanya pada tiga

kondisi, yaitu karena hubungan kekerabatan atau nasab, karena hubungan

perkawinan (hubungan mushaharah), dank arena hubungan persusuan. Semua

perempuan yang memiliki hubungan seperti itu (biasanya disebut mahram)

tercakup dalam surah an-Nisa (4) ayat 22 dan 23.Sementara kondisi yang

menimbulkan keharaman ghairu muabbad, secar umum, juga terbatas pada

tujuh kondisi, yaitu: Pertama, mengawini lebih dari satu orang sampai batas

yang telah ditetapkan yang disertai dengan pilihan untuk melakukan akad

sekaligus atau dengan cara terpisah. Pembatasan poligami maksimal empat

orang istri dalam waktu bersamaan,40 didasarkan kepada hadits Ghailan bin

Salamah. Riwayat dari Ahmad.

Artinya : Dari Ibn Umar, ia berkata: “Ghailan bin Salamah AL-Tsaqafi

masuk Islam, sementara di masa jahiliyah ia memiliki 10 orang istri yang juga

masuk islam bersamanya. Nabi SAW menyuruhnya memilih empat orang di

38 Muhammad bin Abi Sahal al-Sarakhsiy, Al-Mabsuth, (Bairut: Dar al-Ma’rifah, 1406 H),

Jilid 5, hlm. 109 39 Amir Syariffudin, Hukum Perkahwinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006),

hlm 112 40 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), Cet 4,

hlm. 177

Page 46: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

28

antara mereka”. (HR Ahmad bin Hambal, Tirmizi).41

F. Syarat- Syarat Poligami

Syariat Islam memperbolehkan poligami dengan batasan sampai empat

orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan pakaian,

tempat tinggal, serta lainnya yang bersifat kebendaan tanpa membedakan

antara istri yang kaya dengan istri yang miskin, yang berasal dari keturunan

tinggi dengan yang rendah dari golongan bawah.42 Antara syarat-syarat

poligami sebagai berikut :

1. Jumlah Istri

Allah telah membatasi jumlah maksimal istri yang dinikahi, yaitu

empat orang istri. Hanya saja di sana ada beberapa usaha yang dilakukan

para pemikir untuk menelusuri batas maksimal poligami ini. Sebagian di

antara mereka ada yang berpendapat, bahwa pembatasan ini sesuai dengan

pembagian musim pada satu tahunnya.43

Sebagian yang lain berpendapat, karena jumlah kau laki-laki

dibandingkan jumlah kaum wanita adalah satu berbandingan empat.

Sehingga pembatasan tersebut sudah pas dengan perbandingan ini.

Sebagian yang lain berpendapat, karena jumlah empat ini sesuai dengan

kondisi fisikal seluruh wanita, sehingga seorang laki-laki memungkinkan

mencari istri yang perawakannya tinggi atau yang rendah, yang kurus atau

41 Muhammad Bin Surah Bin Dhohak Tirmizi, Sunan Tirmizi, (Beirut: Darul Ro’bi, 1998)

Alamiyyah, 2009 M), Juz 3, hlm. 558 42 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: kajian NIkah Lengkap, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 361 43 Kathur Suhardi, Rahasia Pernikahan Yang Bahagia. (Jakarta: Pustaka Azzan, 2002), hlm

203.

Page 47: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

29

yang gemuk atau jumlah ini sesuai dengan warna kulit manusia, antara yang

putih, kuning coklat dan hitam.

Pendapat lain menyatakan, bahwa agar dengan pembatasan ini

seorang laki-laki bisa memadukan istri yang taat pada agamanya, cantik,

berharta, terhormat dan baik keturunannya. Ini adalah perkara-perkara

terpuji yang dsebutkan Rasulullah S.A.W. Di sana ada pendapat lain yang

menyatakan bahwa pembatasan ini selaras dengan jadwal bulanan wanita.

Ketika suami meninggalkan istrinya yang sedang haid selama satu minggu,

maka setelah selang empat minggu kemudian dia bisa kembali lagi ke

istrinya yang pertama, dan mendapatkannya sudah dalam keadaan suci. Ini

jika seorang suami memiliki empat istri. Semua penafsiran ini hanya sekdar

ijtihad, bisa salah dan bisa benar. Hanya Allahlah yang tahu maksudnya.

2. Nafkah

Nafkah bini meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal dan perkakas

yang lazim dibutuhkan. Laki-laki yanh hendak menikah harus memiliki

kesanggupan material untuk menafkahi istri yang akan dinikahinya. Jika

tidak memiliki mata pencarian untuk menafkahinya, maka sebaiknya tidak

menikah terlebih dahulu, sesuai dengan seruan Rasulullah S.A.W. Beliau

bersabda tentang kewajipan suami memberi nafkah kepada istrinya :

Artinya : “Ketahuilah, hak mereka atas kalian ialah hendaklah

kalian memberikan nafkah, pakaian dan makanan kepada mereka secara

layak”.44

44 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, ( tt: Darul Ihyad Al-Qutub Al-Arabiyah, tt), Juz 1,

Page 48: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

30

3. Adil di antara para istri

Yang dimaksudkan adil pada ayat pertama ialah adil yang memang sanggup

di wujudkan manusia, yaitu adil dalam memberikan makanan, minuman,

pakaian, tempat tinggal dan perlakuan yang memang sesuai dengan masing-

masing istri.

Sedangkan adil dalam hal-hal yang berada di luar kesanggupan

manusia seperti rasa cinta dan kasih saying maka suami tidak di tuntut untuk

Meweujudkan secara sama rata. Sebab hal ini di luar kehendak manusia.

Sementara Allah juga berfirman:

لٱلن ساءوءاتوا فإنطب ن لة تهنا افكلوههصدق س ن هنف ءم عنش ا نيكم ري ٤ا ما

Artinya : “Allah tidak membebankan kepada diri melainkan menurut

kesanggupannya”.45 (An-Nisa:4)

Adil dalam cinta dan kasih saying inilah yang disinggung Allah dalam

Firman-Nya, “Dan kalian seklai-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-

istri (kalian), walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian”.

Hati bukan merupakan hak milik orangnya, tetapi ia berada dalam

genggaman Allah yang Maha Pengasih, yang dibolak-balik menurut kehendak-

Nya. Selagi hati seorang suami lebih cenderung kepada salah seorang di antara para

istrinya, maka Allah melarang dan memperingatkannya agar kecenderungan itu

hlm.594 45 Depag RI, al_quran Dan Terjemahannya, (Surabaya: Suria Cipta Aksara, 1993), hlm. 148

Page 49: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

31

tidak bersifat total, lalu dia menelantarkan istri yang lain dalam keadaan

mengambang. Bersuami pun tidak dan bercerai pun tidak pula.

Page 50: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

32

BAB III

TINJAUAN TENTANG UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 DAN

AKTA UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM (WILAYAH-WILAYAH

PERSEKUTUAN) 1984

A. Undang-Undang No.1 Tahun 1974

1. Bingkai Historis Undang-Undang No.1 Tahun 1974

Latar belakang historis Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tidak

dapat dipisahkan dari perkembangan hukum, positif sejak zaman

kolonialisme Belanda. Hukum Perkahwinan Indonesia tampaknya menarik

perhatian besar para pakar hukum karena dalam perdebatan tentang Hukum

perkahwinan itu, terlibat setidak-tidaknya tiga unsur, yaitu agama, negara

dan wanita sebagai dari kuatnya pengaruh Hukum Islam terhadap

perumusan dan perkembangan UU Perkahwinan.46

Hukum Nasional Indonesia pada umumnya bersumber dari Hukum

Barat, Hukum Adat dan Hukum Islam. Dari ketiga hukum tersebut, Hukum

Islam merupakan sumber hukum yang memiliki peluang besar untuk

mendominsasi mengingat agama Islam memuat nilai-nilai dan norma-

norma yang hidup di kalangan masyarakat nusantara. Di samping itu, dalam

Hukum Islam, Hukum Adat merupakan sumber hukum komplementer

sedangkan hukum Barat merupakan hukum yang menggambarkan norma-

46 Sjam Alam, Usia Perkahwinan Dalam Perspektif Filsafat Hukum Dan Konturbusinya

Bagi Pengembangan Hukum Perkahwinan Indonesia, (Universitas Gajah Muda, 2011). Hlm. 147

Page 51: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

33

norma bangsa.

2. Masa Jajahan

Pada masa kedatangan Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC)

di nusantara, kedudukan hukum Islam telah melembaga dalam masyarakat

sehingga pada saat itu diakui sepenuhnya oleh penguasa VOC. Pada masa

pemerintahan Belanda di Indonesia, Belanda menghimpun hukum islam

yang disebut dengan Compendium Freiyer, mengikut nama

penghimpunannya.47 Setelah itu pemerintahan Belanda juga membuat

kumpulan hukum perkahwinan dan kewarisan Islam untuk daerah Cirebon,

Semarang, Makasar dan hukum-hukum lain semasa penjajahan. Setelah

VOC berakhir, sekitar pertengahan abad XIX, pemerintah colonial Belanda

mulai memberlakukan pembagian system hukum di Indonesia (pada masa

itu Hindia Belanda), yaitu antara lain Hukum Adat, Ordonasi (Hukum

Negara Belanda), dan BW (Burgerlijk Wetboek Hukum Perdata yang

berlaku bagi orang-orang pribumi keturunan Eropa).48

Pada kongres perempuan Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember

1928 di Yogyakarta mengusulkan kepada Pemerintah Belanda agar segera

disusun Undang-Undang perkahwinan Namun mengalami hambatan dan

menganggu kekompakan dalam mengusir penjajah.49 Pada permulaan tahun

47 Arso Sosroatmodjo dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkahwinan di Indonesia, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1975), hlm. 11 48 Ibid,hlm 152 49 Maria Ulfah subadyo, Perjuangan Untuk Mencapai Undang-Undang Perkahwinan,

(Jakarta: Yayasan Idayu, 1981), hlm. 9

Page 52: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

34

1937 Pemerintahan Hindia Belanda menyusun rencana pendahuluan

Ordonasi Perkahwinan tercatat (Ownerpordonmantic Op De Ingeschrevern

Huwelijken) dengan pokok-pokok isinya sebagai berikut : Perkahwinan

berdasarkan asas monogami dan perkahwinan bubar karena salah satu pihak

meninggal atau menghilang selama dua tahun penceraian yang diputuskan

oleh Hakim.50

3. Masa Kemerdekaan dan Orde Lama

Setelah kemerdekaan, Pemerintah RI berusaha melakukan upaya

perbaikan di bidang perkahwinan dan keluarga melalui penetapan UU No:

22 Tahun 1946 mengenai Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk bagi

masyarakat beragama Islam. Pada bulan Agustus 1950, Front Wanita dalam

Parlemen, mendesak agar Pemerintah meninjau kembali peraturan

perkahwinan dan menyusun rencana Undang-Undang Perkahwinan.

Akhirnya Menteri Agama membentuk Panitia Penyelidikan peraturan

Hukum perkahwinan, Talak dan Rujuk. Kepanitiaan itu dibentuk

berdasarkan surat penetapan Menteri Agama No B/4299 tanggal 1 Oktober

1950. Disamping itu, di buat peraturan-peraturan khusus untuk masing-

masing golongan. Sehingga tanggal 1 Desember 1952 panitia

menyampaikan rancangan UU Perkahwinan Peraturan Umum baru. Dalam

RUU itu diaturkan beberapa hal penting di antaranya:

a. Perkahwinan didasarkan atas kemauan kedua belah pihak, batas

50 Nani Suwondo, Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum dan Masyarakat, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1992), hlm. 27

Page 53: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

35

umur di tetapkan 18 tahun untuk pria dan 15 tahun untuk wanita.

b. Poligami diizinkan jika di bolehkan oleh hukum agama, dengan

catatan harus berlaku adil yang dinyatakan dihadapan pegawai

pencatat nikah.

c. Harta benda dan syarat-syarat penceraian 51

Kemudian Panitia dalam rapatnya bulan Mei 1953

memutuskan untuk melakukan beberapa hal :

1) Menyusun RUU pokok yang pendek saja dan berlaku untuk

umum dengan tidak menyinggung agama.

2) Menyusun RUU organik yang mengatur perkahwinan menurut

agama masing-masing yaitu bagi golongan Islam, Katolik dan

protestan

3) Menyusun RUU untuk golongan yang tidak termasuk salah satu

golongan agama tersebut.

April 1954 panitia menyampaikan menyampaikan RUU tentang

perkahwinan umat Islam kepada kepada Menteri Agama namun respon

yang diberikan Departemen Agama sangat lambat. Baru pada tahun 1957

Menteri Agama mengajukan RUU tentang perkahwinan umat Islam kepada

kabinet, tetapi masih menunggu amandemen-amandemen baru.52 Setelah

usulan itu pemerintah mengajukan RUU perkahwinan umat Islam kepada

DPR. dalam RUU itu, poligami diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu

51 Ibis, hlm.12. 52 Yayan Sopyan, Islam Negara; Transformasi Hukum Perkahwinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: Wahan Semesta Intermedia, 2012), hlm. 84

Page 54: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

36

yaitu persetujuan lebih dahulu isteri/isteri-isteri, harus berlaku adil, dapat

menghidupi lebih dari satu keluarga. RUU ini juga mendapat perhatian yang

cukup besar di kalangan anggota DPR dan masyarakat.53

Pada tanggal 6 Mei 1961, Menteri kehakiman membentuk Lembaga

Pembinaan Hukum Nasional yang secara mendalam mengajukan konsep

RUU Perkahwinan, sehingga pada tanggal 28 Mei 1962 Lembaga hukum

ini mengeluarkan rekomendasi tentang asas-asas yang harus dijadikan

prinsip dasar hukum perkahwinan di Indonesia. Kemudian diseminarkan

oleh lembaga hukum tersebut pada tahun 1963 bekerjasama dengan

Persatuan Sarjana Hukum Indonesia bahwa pada dasarnya perkahwinan di

Indonesia adalah perkahwinan monogamy namun masih dimungkinkan

adanya perkahwinan poligami dengan syarat-syarat tertentu serta

merekomendasikan batas minimum usia calon pengantin.54

4. Masa orde baru dan Kelahiran UU Perkahwinan

Pada tahun 1966 Department Kehakiman Menugaskan Lembaga

Hukum Nasional untuk menyusun RUU Perkahwinan yang bersifat nasional

yanh berlandaskan Pancasila yang basilnya disampaikan oleh Pemerintah

kepada DPR-GR tanggal 7 September 1968 dalam bentuk RUU tentang

Peraturan Perkahwinan Umat Islam dengan Amanat Presiden

R.02/PES/5/1967 tanggal 22 Mei 1967 dan RUU tentang ketentuan-

53 Ibid, hlm. 85 54 R. Soetedjo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundangan-Undangan Perkahwinan Di Indonesia, (Surabaya: Universitas Airlangga Press, 1988), hlm. 18

Page 55: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

37

ketentuan Pokok Perkahwinan melalui surat Amanat Presiden

R.010/P.U/HK/9/1968. Tetapi RUU Pernikan Umat Islam dan RUU pokok

Perkahwinan belum sempat diselesaikan oleh DPR-GR bersama-sama

Pemerintsh, sudah terkandas di tengah jalan dan nasibnya sama dengan

RUU Perkahwinan yang diajukan sebelumnya.55

Pada tahun 1969 masuk juga ke DPR sebuah RUU tentang

Perkahwinan Campuran. Ada pun yang menjadi dasar pemikiran dari RUU

ini adalah bahwa sesuai dengan dasar Pancasila yang dapat mempersatukan

seluruh bangsa Indonesia dan sesuai dengan cita-cita pokok pembinaan

hukum nasional, dianggap perlu adanya UU Perkahwinan Campur yang

berlaku bagi orang-orang yang masing-masing tunduk kepada hukum yang

berlainan, karena berlainan kewarganegaraan atau agama. RUU ini terdiri

dari 8 bab dan 11 pasal berikut dengan penjelasannya.

Pada tanggal 31 Juli 1973, Presiden menyampaikan kepada DPR-RI

rancangan Undang-Undang tentang ketentuan pokok perkahwinan. Setahun

kemudian tanggal 30 Agustus 1973 menteri kehakiman atas nama

Pemerintah menyampaikan keterangan-keterangan pemerintah dan

berikutnya disusul dengan pandangan firaksi-firaksi tanggal 17-18

September 1973.56 Setelah melalui kompromi dengan DPR pada tanggal 22

Desember 1973, Menteri agama mewakili Pemerintah membawa konsep

55 Ibid, hlm. 86 56 Muhammad Kamal Hasan, Moderniasi Indonesia Respon Cendiawan Muslim, (Jakarta:

Lingkaran Studi Indonesia, 1987), hlm 191

Page 56: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

38

RUU Perkahwinanyang di setujui DPR menjadi Undang-Undang

Perkahwinan. Pada tanggal 2 Januari 1974, Presiden mengesahkan Undang-

Undan tersebut dan diundangkan dalam Lembaran Negara No: 1 tahun 1974

tanggal 2 Januari 1974.

5. Prinsip-Prinsip Dasar dalam RUU Perkahwinan

UU Perkahwinan terdiri dari 14 Bab yang terbagi dalam 67 Pasal.

Bab-bab tersebut adalah :

a. Bab I- Dasar Perkahwinan

b. Bab II- Syarat-syarat Perkahwinan

c. Bab III- Pencegahan Perkahwinan

d. Bab IV- Batalnya Perkahwinan

e. Bab V- Perjanjian Perkahwinan

f. Bab VI- Hak dan Kewajiban Suami Isteri

g. BabVII- Harta benda dalam Perkahwinan

h. Bab VIII- Putusnya Perkahwinan serta Akibatnya

i. Bab IX- Kedudukan Anak

j. Bab X- Hak dan Kewajiban antara anak dan orang tua

k. Bab XI- Perwalian

l. Bab XII- Ketentuan-ketentuan lain

m. Bab XIII- Ketentuan Peralihan

n. Bab XIV- Ketentuan Penutup

Secara umum UU Perkahwinan memiliki beberapa prinsip dasar. Prinsip-

Page 57: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

39

prinsipvinivmerupakan asas bagi terjaminnya cita-cita luhur dari perkahwinan. Dari

UU diharapakan supaya pelaksanaan perkahwinan dapat lebih sempurna dari masa

yang sudah-sudah. Adapun prinsip-prinsip perkahwinan itu adalah asas sukarela,

asas partisipasi keluarga, asas Penceraian dipersulit, poligami dibatasi secara ketat,

kematangan calon mempelai dan memperbaiki derajat wanita.57

B. Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984

Sebelum kedatangan Inggeris, undang-undang Islam adalah undang-undang

negara di Tanah Melayu. Mazhab yang diikuti pula ialah Mazhab Syafie. Dalam

kasus Badul Latif dan Ors Iwn Shaik Elias Bux umpamanya, Braddell C.J.C dalam

penghakimannya menegaskan “ sebelum triti-triti pertama, penduduk negeri-negeri

ini hampir semuanya terdiri daripada orang Melayu (Islam) bersama pelombong

dan pengusaha Cina. Satu-satunya undang-undang yang terokai kepada orang-

orang Melayu ialah undang-undang Islam yang diubahsuai oleh adat-adat

tempatan.58

Sementara itu dalam kasus yang lain pula iaitu kes Ramah lwn Laton

Mahkamah Rayuan Negeri-Negeri Melayu Bersekutu memutuskan bahwa undang-

undang Islam bukanlah undang-undang asing tetapi merupakan undang-undang

negara. Mahkamah hendaklah mengambil perhatian dari segi kehakiman dan mesti

mengisytiharkan undang-undang tersebut. Dalam pelbagai triti yang dibuat antara

raja-raja Melayu dengan pihak Inggeris, telah dinyatakan dengan jelas bahwa raja-

57 Muhammad Amin Suna, Hukum Keluarga Islam di Dunia, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004), hlm. 157 58 Monir Yaacob, Sistem Kehakiman Islam, (Kuala Lumpur, Malaysia: Institut Kefahaman

Islam Malaysia, 2001), hlm. 51

Page 58: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

40

raja Melayu bersetuju menerima semua nasihat Inggeris kecuali dalam hal-ehwal

agama Islam dan adat istiadat Melayu. Walaupun peruntukan tersebut diadakan

namun Inggeris pada hakikatnya sama ada secara langsung maupun tidak langsung

telah campur tangan dalam hal-ehwal Islam serta pentadbirannya.59

Beberapa undang-undang berhubung pentadbiran hal-ehwal Islam telah

diatur dalam Pelembagaan Negeri. Perlembagaan negeri bertulis yang pertama di

Tanah Melayu ialah Perlembagaan Johor tahun 1895. Ia telah menampakkan ciri-

ciri keislaman. Satu peruntukan dalam pelembagaan tersebut menyebut bahwa

pemerintah hendaklah seorang yang berbangsa Melayu, berketurunan di Raja Johor

dan beragama Islam. Diperuntukkan juga dalam Perkara VII bahwa Islam

hendaklah sentiasa dan sepanjang masa menjadi Agama Negeri Johor.60

Pelembagaan Negeri Terengganu 1911 juga bercirikan Islam. Satu daripada

peruntukannya menghendaki bahwa Raja Negeri Terengganu Seorang beragama

Islam, berbangsa Melayu dan berketurunan diraja Terengganu.61 Bab 51

perlembagaan itu juga menyebut bahwa Islam adalah agama negeri dan tiada agama

lain yang boleh dijadikan agama rasmi negeri Terengganu.

Pada hari ini, semua perlembagaan negeri kecuali Sarawak, Melaka dan

Pulau Pinang telah mempunyai peruntukan Islam sebagai agama negeri dan Raja

sebagai ketua agama bagi negeri. Bagi Wilayah-Wilayah persekutuan, Pulau

59 Ibid, hlm. 67 60 Ahamd Hidayat Buang, Undang-Undang Islam di Malaysia, (Kuala Lumpur: Penerbit

Universiti Malaya, 2007), hlm. 201 61 Ibid, hlm. 202

Page 59: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

41

Pinang, Melaka, Sabah dan Sarawak yang merupakan negeri tidak beraja, ketua

agama untuk negeri-negeri tersebut adalah Yang di-Pertuan Agong. Dalam masa

yang sama Yang di-Pertuan Agong juga terus menjadi ketua agama negerinya.62

Walau bagaimana pun, Persidangan Raja-Raja boleh bersetuju bahwa dalam

amalan dan upacara tertentu yang meliputi seluruh persekutuan, Yang di-Pertuan

Agong diberi kuasa mewakili setiap Raja negeri-negeri atas sifat mereka sebagai

ketua agama Islam negeri Perlembagaan menyebut :

“Dalam tiap-tiap negeri melainkan negeri-negeri yang tidak mempunyai

raja, kedudukan raja sebagai ketua Agama Islam dalam negerinya secara dan

setakat mana yang diakui dan diisytiharkan oleh Perlembagaan Negeri itu segala

hak keistimewaan, hak kedualatan dan kuasa yang dinikmati olehnya sebagai ketua

agama Islam tidaklah tersentuh dan tercacat, tetapi dalam apa-apa perbuatan,

amalan atau upacara yang telah dipersetujui Majlis Raja-Raja supaya meliputi

seluruh Persekutuan, maka tiap-tiap orang Raja lain hendaklah atas sifatnya

sebagai ketua agama Islam, membenarkan Yang di-Pertuan Agong

mewakilinya.”63

Namun demikian, perlembagaan juga menyebut bahwa mempersetujui atau

tidak mempersetujui supaya apa-apa perbuatan, amalan atau upacara agama

meliputi seluruh persekutuan adalah berdasarkan budi bicara ahli Majlis Raja-Raja.

Pelembagaan Persekutuan Tanah Melayu berasaskan Perjanjian Persekutuan Tanah

62 Ibid, hlm. 203 63 Ahmad Ibrahim, Pentadbiran Undang-Undang Islam di Malaysia (Kuala Lumpur:

Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM), 1997), Hlm.34

Page 60: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

42

Melayu 1948, sebuah perlembagaan baru bagi Malaya telah dipersetujui dan dikuat

kuasakan mulai 1 Febuari 1948.64 Perlembagaan ini memperuntukan sebuah sistem

persekutuan yang terdiri daripada negeri-negeri Melayu, negeri Melaka dan Pulau

Pinang dengan sebuah kerajaan pusat yang kuat. Perlembagaan bertulis telah

disediakan bagi kerajaan negeri-negeri Melayu yang belum lagi mempunyai

perlembagaan bertulis. Perlembagaan-perlembagaan negeri tersebut

memperuntukkan penubuhan Majlis Negeri dan Majlis Eksekutif Negeri.65 Walau

bagaimanapun, ciri-ciri asas pemerintahan di negeri-negeri yang sedia ada telah

dikekalkan. Hal ini termasuklah pengekalan peruntukan Islam sebagai agama rasmi

bagi negeri-negeri Melayu.

Perlembagaan Persekutuan Tanah Melayu 1948 sendiri sebenarnya

mempunyai peruntukan berkait dengan kedudukan Islam dalam Persekutuan. Ia

mengisytiharkan bahwa agama Islam adalah agama rasmi dan diamalkan di negeri-

negeri. Bagaimanapun, ia tertaluk kepada Fasal 48 perjanjian tersebut yang

memberi kuasa kepada Pesuruhjaya Tinggi dan Raja-Raja untuk menggubal

undang-undang dalam persekutuan.66 Majlis Negeri yang ditubuhkan di setiap

negeri pula mempunyai kuasa untuk meluluskan undang-undang termasuklah yang

menyentuh hal-ehwal agama Islam atau adat istiadat Melayu. Walau bagaimanapun

peruntukan berhubung bidang kuasa Mahkamah Syariah tidak dimasukkan dalam

peruntukan itu. Selain itu, satu perbahasan yang menarik telah berlaku dalam Majlis

64 Ibid. hlm. 41

65 Ibid. hlm. 43 66 Mohamed Suffian, Pengenalan Sistem Undang-Undang Malaysia, (Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka, 1990), hlm. 104

Page 61: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

43

Perundangan Persekutuan pada awal tahun 1958 seterusnya menjelaskan lagi

setakat mana peruntukan “Islam Sebagai agama Persekutuan” ditafsir dan

diaplikasikan. Pada akhir perbahasan terebut, Perdana Menteri Tunku Abdul

Rahman yang kecewa karena soal agama telah dibangkitkan, menegaskan :

“Saya suka menjelaskan bahwa negara ini bukanlah sebuah negera Islam

sebagaimana difahamkan secara umumnya. Kita jua ingin memperuntukkan Islam

hendaklah menjadi agama rasmi bagi persekutuan.”67

Malaysia tidak mengambil keputusan untuk mengharamkan praktik

poligami di kalangan masyarakat melalui wewenang undang-undang. Sebaliknya

Malaysia mengubah undang-undang poligami bertujuan untuk mengawal praktek

tersebut agar tidak terjadi suatu perkara yang tidak di inginkan akibat dari praktik

poligami yang tidak sah. Hal demikian, di setiap negeri-negeri di Malaysia telah

menyatakan bahwa setiap permohonan poligami harus mendapat kebenaran tertulis

dari mahkamah syariah atau hakim syariah. Dalam seksyen 23 (1) akta Undang-

Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan 1984 telah menyatakan

dengan jelas dalam perkara ini bahwa campur tangan mahkamah syariah dalam

memberi keizinan poligami di buat karena masyarakat itu sendiri yang gagal

menjaga kebaikan poligami sebagaimana yang di anjurkan dalam Islam.68

Berdasarkan Undnag-Undang Perkahwinan Malaysia tentang boleh atau

tidaknya seorang laki-laki melakukan poligami, ada tiga hal penting yang

67 Ibid. hlm. 106 68 Noor Aziah Mohd Awal, Pengenalan kepada Sistem Perundangan di Malaysia, (Kuala

Lumpur: International Law Book Services, 1998), hlm 75

Page 62: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

44

dibicarakan yaitu, syarat-syarat, alasan-alasanpertimbangan boleh tidaknya

poligami, dan prosedur. Namun perlu dicatat, berbeda dengan perundang-undangan

Indonesia yang dengan tegas menyebut bahwa prinsip perkahwinan adalah

monogami, dalam perundangan-undangan Malaysia tidak ada penegasan tentang

prinsip pekawinan.69

Adapun syarat yang harus dipenuhi, semua undang-undang Keluarga

Malaysia mengharuskan adanya izin lebih dahulu secara tertulis dari hakim

(pengadilan). Hanya saja dalam rinciannya ada sedikit perbedaan, yang secara garis

besar dapat di kelompokkan menjadi dua, Pertama, yang merupakan kelompok

mayoritas, poligami izin dahulu dari pengadilan tidak boleh didaftarkan. Kedua,

poligami tanpa izin lebih dahulu dari pengadilan boleh didaftarkan dengan syarat

lebih dahulu dengan membayar denda atau menjalani hukuman yang telah

ditentukan.

Walaupun pembaharuan berkaitan dengan perundangan poligami telah

banyak dijalankan di beberapa Negara-Negara Islam yang lain sejak awal tahun

1950-an, Malaysia mula menyatakan satu aturan yang khusus pada akhir 1970-an

dan awal 1980-an. Cuma apa yang ada dari segi sturktur di Selangor dan Negeri

Sembilan, suami perlu menyatakan bahwa di dalam dokumen tersebut telah

mempunyai istri dan beberapa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

kemampuan suami dan sebagainya akan ditanya. Keperluan satu undang-undang

poligami yang lebih khusus dan terperinci sangat perlu dipandang serius karena

69 Ibid. hlm. 79

Page 63: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

45

banyak rungutan yang diterima terutamanya dalam kasus di mana perkawinan

poligami dilakukan tanpa izin istri yang sekarang. Undang-undang poligami

bertujuan untuk mengontrol perbuatan tersebut agar tidak berlaku suatu perkara

yang tidak diingini akibat dari perbuatan poligami yang tidak sah. Karena itu, di

Malaysia semua negeri-negeri menyatakan bahwa setiap permohonan untuk

poligami harus, mendapat keizinan tertulis dari Mahkamah Syariah atau pun Hakim

Syariah. Campur tangan dalam memberi keizinan poligami dibuat karena

masyarakat sendiri yang gagal untuk memjaga kebaikan poligami sebagaiman yang

dianjurkan dalam Islam.70

Secara umumnya semua negeri di Malaysia mempunyai perundangan

khusus tentang kelakuan poligami dalam Enakmen atau Akta Undang-Undang

Keluarga Islam masing-masing. Namun, sebelum penyeragaman Akta dan

Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri dilaksanakan, prosedur

permohonan poligami di beberapa buah negeri didapati tidak seragam, seperti

Perak, Terengganu dan Kelantan. Di ketiga-tiga negeri ini, prosedur permohonan

agak longgar. Misalnya syarat utama untuk berpoligami hanyalah mendapat

keizinan mahkamah tertulis daripada qadhi atau Hakim Syariah.71

Syarat-syarat lain seperti kemampuan suami dari segi keuangan untuk

menanggung semua istri dan anak-anak, izin atau pandangan istri pertama

tentangpermohonan poligami, perkawinan yang dicadangkan patut atau perlu dan

70 Mahamad Ariffin, Pentadbiran Undang-Undang Islam di Malaysia, (Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007) hlm. 51 71 Ibid. hlm. 62

Page 64: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

46

boleh berlaku adil terhadap semua istri sebagaimana yang terkandung dalam Akta

dan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam negeri-negeri lain, tidak dinyatakan

dalam prosedur poligami negeri-negeri tersebut.72

Penyeragaman Akta dan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam negeri-

negeri telah membawa kepada beberapa perubahan penting dalam aturan undang-

undang tentang poligami di kebanyakan negeri di negara ini. Secara

keseluruhannya, perubahan yang dibuat tertumpu pada perbaikan dari sudut

prosedur permohonan polgami dan dari sudut memberikan lebih perlindungan

kepada istri-istri yang sekarang. Perubahan ini dilihat sebagai usaha

memperbaharui undang-undang poligami yang sekarang agar kebaikan semua

pihak agar istri-istri dan anak-anak tidak diabaikan.

Undang-undang kekeluargaan Islam merupakan suatu akta bagi

perundangan tertentu dalam undang-undang kekeluargaan Islam mengenai

perkawinan, penceraian, nafkah, penjagaan dan lain-lain yang berkaitan dengan

kehidupan keluarga.

Malaysia merupakan sebuah negara yang mempratek sistem kabinet

berparlimen. Sistem kabinet ini telah dibagi kepada tiga yaitu badan perundangan

(legislatif), badan kehakiman (yudikatif), dan badan eksekutif. Badan-badan

tersebut mempunyai wewenang yang tersendiri yang telah ditetapkan oleh kabinet

Negara. Tujuan badan-badan ini dipisahkan adalah badan yang mengawal badan

eksekutif dan badan perundangan supaya tidak melampaui batas. Badan kehakiman

72 Ibid, hlm. 73

Page 65: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

47

di Malaysia terdiri dari mahkamah-mahkamah yang menjalankan fungsi-fungsi

yang tersendiri. Mahkamah di Malaysia terpisah kepada dua wewenang yang

dijalankan mahkamah syariah. Pemisahan bidang kuasa ini telah menyebabkan

berlaku beberapa perbedaan dalam pengendalian kasus dan penghakiman oleh

kedua-dua mahkamah tersebut.73

73 Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-Undang di Malaysia (Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Islam Malaysia, 1997), hlm. 48

Page 66: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

48

BAB IV

PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA

A. Prosedur Poligami Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Akta

Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984

Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan selalu terjun

dalam suatu realitas, mendidik dan menjauhkan drir dari sikap teledor dan

bermalas-malasan. Begitulah yang disaksikan dengan jelas dalam hubungannya

dengan masalah poligami diantara Indonesia dan juga Malaysia. Walaupun

mengikut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Akta Undang-Undang Keluarga

Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984. Dengan menitik beratkan demi

kepentingan manusia, baik secara individual maupun masyarakat. Kebanyakkan

umat dahulu dan agama sebelum Islam membolehkan kawin tanpa batas yang

kadang-kadang sampai sepuluh wanita, bahkan lebih tanpa suatu syarat ikatan.

Dengan datangnya Islam, poligami yang tanpa batas kemudian dibatasi menjadi

empat orang istri saja pada waktu yang bersamaan. Poligami ini bolrh dilaksanakan

dengan pensyaratan khusus serta jumlah ketentuan yang harus dilaksanakan.

Poligami sendiri memiliki dasar hukum baik dari hokum positif maupun hukum

Islam.

1. Prosedur poligami Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Prosedur poligami menurut Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun1975 menyebutkan bahwa “apabila seorang suami bermaksud untuk

beristri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara

Page 67: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

49

bertulis kepada pengadilan. Hal ini diatur lebih lanjut dalam pasal 56,57, dan

58 dalam kompilasi Hukum Islam sebagai berikut74.

Pasal 56 KHI :

a. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari

Pengadilan Agama.

b. Pengajuan permohonan izin di maksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata

cara sebagaimana diatu dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1975

c. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa

izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 57 KHI.75

Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan

beristri lebih dari seorang apabila :

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban istri

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.76

Kalau pengadilan Agama sudah menerima permohonan izin poligami,

kemudian ia memeriksa berdasarkan pasal 57 KHI dengan menggunakan pasal

41 PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun

74 K Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru,1976) Cet XI, Hlm.

15 75 Abdurrahmab, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademik Pressindo,

1992), hlm. 126. 76 Ibid, hlm.126

Page 68: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

50

1974, yaitu : Pasal 41 “Pengadilan kemudian memeriksa mengenai :

a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi,

ialah bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, bahwa

istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau

bahwa istri tidak dapat melahirkan keturunan.

b. Ada atau tidaknya persetujuan dari istri, baik persetujuan lisan maupun

tulisan, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu

harus diucapkan di depan siding Pengadilan.

c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup

istri-istri dan anak-anak, dengan memperlihatkan surat mengenai

penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja atau

surat keterangan pajak penghasilan, atau surat keterangan lain yang dapat

diterima oleh pengadilan77.

Pasal 58 ayat (2) KHI “Dengan tidak mengurangi pasal 41 huruf Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, persetujuan isti-istri dapat diberikan secara

tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis,

pengajuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang

Pengadilan”78. Adapun tata cara teksnis pemeriksaannya menuruy Pasal 42 PP

Nomor 9 Tahun 1975 adalah sebagai berikut : Pasal 42 :

1. Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada pasal 40 dan 41,

77 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan

Pelaksana Lainnya di Negara Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 523 78 Ibid, hlm. 127

Page 69: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

51

Pengadilan harus memanggil dan mendengar istri yang bersangkutan.

2. Pemeriksaan pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim selambat-lambatnya 30

hari setelah di terimanya surat permohonan beserta lampiran-lampirannya.79

Apabila terjadi sesuatu dan lain hal, istri-istri tidak mungkin diminta

persetujuannya atau tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 5 ayat 2 menegaskan:

“Persetujuan yang dimaksudkan pada ayat 1 huruf a pasal ini tidak

diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai

persetujuannya, dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila

tidak ada kabar dari istri-istrinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena

sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian ari hakim Pengadilan”.80

Namun, bila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon

untuk beristri lebih dari seorang, maka pengadilan memberi putusannya yang

berupa izin untuk beristri lebih dari seorang.81 Jadi pada dasarnya pengadilan dapat

memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila

dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.82

Kalau seorang istri tidak mau memberi persetujuan, dan permohonan izin

untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan salah satu alasan yang di atur dalam

79 Ibid, hlm. 557 80 Ibid, hlm. 128 81 Ibid, hlm. 129 82 Ali Mohammad Daud, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di

Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 175

Page 70: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

52

pasal 55 ayat (2) dan Pasal 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan pemberian

izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan

Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan

banding atau kasasi. Apabila keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hokum

tetap, izin pengadilan tidak diperoleh, maka menurut ketentuan Pasal 44 PP Nomor

9 Tahun 1975, Pengawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan

perkawinan seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang sebelum adanya

izin pengadilan seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 43 PP Nomor 9 Tahun

197583.

Ketentuan hokum yang mengatur tentang pelaksanaan poligami seperti

telah diuraikan di atas mengikat semua pihak, pihak yang akan melangsungkan

poligami dan pegawai pencatat perkawinan. Apabila mereka melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan pasal-pasal di atas dikenakan sanksi pidana.

Persoalan ini diaturkan dalam Bab IX pasal 45 PP Nomor 9 Tahun 1975 :

1. Kecuali apabila ketentuan lain dalam peraturan perundangan-perundangan yang

berlaku, maka :

A. Barang siapa melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 3, pasal 10 ayat

(3), 40 Peraturan Pemerintah akan dihukum dengan hokum denda setinggi-

tingginya Rp. 7.500,00.

B. Pegawai Pencata yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 6, 7, 8,

83 Syarifuddin Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqq Munakahat dan

Undang-Undang Perkahwinan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 134.

Page 71: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

53

9, 10 ayat (1), 11, 12, dan 44 Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan

hukuman kurungan selama-lamanya 3 Bulan atau denda setinggi-tingginya

Rp. 7.500,00.84

2. tindak Pidana yang dimaksudkan dalam ayat (1) di atas merupakan pelanggaran.

Ketentuan hukum poligami yang boleh dilakukan atas kehendak yang

bersangkutan melalui Pengadilan Agama, setelah dibuktikan kemaslahatannya.

Dengan kemaslahatan dimaksud, terwujudnya cita-cita dan tujuan perkawinan itu

sendiri, yaitu rumah tangga yang kekal dan abadi atas dasar cinta dan kasih sayang

yang diridhai Allah swt. Oleh karena itu, segala persoalan yang dimungkinkan akan

menjadi penghalang bagi terwujudnya tujuan perkahwinan tersebut, sehingga mesti

dihilangkan atau setidaknya dikurangi.85

2. Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984

Sebelum penulis membahas tentang prosedur poligami di Wilayah

Persekutuan 1984, ada baiknya penulis terlebih dahulu menguraikan secara ringkas

analisis tentang prosedur poligami yang diatur dalam Akta Undang-Undang

Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984. Secara yuridis normatif

yang berlaku di Malaysia, laki-laki dibenarkan menikahi dengan dua wanita atau

lebih. Namun, bukan dalam arti kata bebas melakukannya dan dimana saja tanpa

mengikuti jalur formalitas. Suami boleh brepoligami tetapi harus mengikut

84 Suma Muhammad Amin, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan

Pelaksana Lainnya di Negara Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers. 2008), hlm. 111. 85 Rofiq Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000),

hlm. 87.

Page 72: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

54

prosedur yang berlaku didalam perundangan-perundangan yang ada.

Disini penulis telah menganalisis dan mendapati bahwa Akta Undang-

Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 telah meletakkan

syarat-syarat prosedur yang ketat untuk berpoligami, karena harus mendapatkan

izin dari istri pertama untuk permohonan poligami. Hal ini menjadi beban kepada

seorang suami untuk beristri banyak iaitu poligami. Aturan yang terdapat dalam

Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 sering

kali dilihat sebagai suatu yang sulit dan membebankan bagi sebagian suami. Oleh

karena itu, mereka mengambil jalan mudah dengan poligami di negeri lain tanpa

persetujuan Mahkamah Syariah. Aturan yang ketat dalam Akta di Wilayah

Persekutuan menyebabkan pihak suami mengambil jalan mudah untuk menikah

dengan perempuan lain yaitu dengan menikah di luar negeri tanpa persetujuan dari

Mahkamah Syariah.

Didalam Seksyen 23(3) Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-

Wilayah Persekutuan) 1984 telah mengatur bagi negeri Persekutuan ini bahwa :

“Permohonan untuk kebenaran hendaklah dikemukan kepada Mahkamah

mengikut cara yang ditetapkan dan hendaklah disertai dengan sesuatu iqrar

menyatakan alasan mengapa perkahwinan yang dicadangkan itu dikatakan patut

atau perlu, pendapatan permohonan pada masa tiu, butir-butir komitmennya dan

kewajiban dan tanggungan kewangaannya yang patut ditentukan. Bilangan orang

tanggungnnya, termasuk orang yang akan menjadi orang tanggungan berikutan

dengan perkahwinan yang dicadangkan itu, dan sama ada keizinan atau

Page 73: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

55

pandangan istri atau istri-istrinya yang sedia ada telah diperoleh atau tidak

terhadap perkawinan yang dicadangkan itu”86

Dalam subseksyen ini menyatakan bahwa dalam aturan Akta Wilayah harus

menyatakan beberapa Syarat yang perlu dipatuhi oleh Mahkamah Syariah sebelum

sesuatu permohonan poligami itu diluluskan. Setiap permohonan haruslah

melengkapi dokumen-dokumen permohonan poligami dengan memberikan

keterangan yang dikehendaki sebagaimana yang diaturkan di bawah subseksyen

23(4). Selanjutnya pada subseksyen (2) disebutkan bahwa ketentuan ini berlaku

kepada laki-laki yang menetap dalam atau di luar Wilayah Persekutuan. Oleh

karena permohonan untuk kebenaran hendaklah dibuat di Mahkamah mengikut cara

yang ditetapkan dan hendaklah di sertai dengan suatu iqrar menyatakan alasan-

alasan yang sepatutnya di dalam permohonan poligami. Antara alasan-alasan yang

harus dibuat adalah alasan mengapa perkahwinan itu patut dijalan atau perlu,

kewajiban dan tanggungan keuangannya yang patut ditentukan, keizinan atau

pandangan istri-istrinya dan sebagainya.87

Alasan yang dinyatakan dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam

(Wilayah-Wilayah Persekutuan)1984 bahwa di dalam prosedur Wilayah

Persekutuan harus mendapat keizinan istri pertama. Hal ini karena telah dinyatakan

di dalam Wilayah Persekutuan bahwa jika seorang suami yang ingin poligami maka

mahkamah akan mengirimkan surat saman atau surat panggilan kepada istri

86 Lembaga Penyelidikan Undang-Undang, Akta Undang-Undang Keluarga Islam

(Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 (AKTA 303), (Kuala Lumpur: International Law Book Service, 2000) hlm. 34.

87 Ibid, hlm. 44.

Page 74: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

56

pertama walaupun tidak diketahui si suami. Dan tujuan yang dilaksanakan oleh

Mahkamah Syariah adalah untuk menyatakan bahwa si suami ingin poligami.

Menngikut dari Jabatan Syariah dan Undang-Undang, prosedur poligami

yang di atur dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah

Persekutuan) 1984 tersebut bukan untuk menghalang poligami dilaksanakan tetapi

Akta yang mengatur untuk poligami tersebut bertujuan agar praktek poligami tidak

disalah gunakan kebolehannya yang pada akhirnya akan mendatangkan kezaliman

dan ketidak adilan kepada istri-istri dan anak-anak, sesaui dengan pensyariatan

yang dinyatakan dalam Al-Quran. Menurutnya, dalam Akta Undang-Undang

Keluarga Isla, (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 berkaitan permohonan

poligami telah ditetapkan ketentuan-ketentuan prosedur yang harus diikuti oleh

setiap orang yang ingin menikah lebih dari satu. Memang benar apa yang ditetapkan

dalam Akta itu tidak diatur atau ditetapkan dalam Islam, tapi ianya bertujuan supaya

poligami yang dibolehlkan Islam itu tidak disalah gunakan sesuka hati mereka saja.

Namun begitu masih ada yang melanggar ketentuan tersebut disebabkan mereka

merasakan prosedur yang ditetapak itu terlalu ketat hingga mereka mengambil jalan

lebih mudah yaitu dengan berpoligami tanpa kebenaran Mahkamah Syariah.88

Sesungguhnya ketetapan yang sedia ada bukanlah bertujuan untuk

mempersulitkan, tetapi undang-undang yang sedia ada tentang poligami bertujuan

supaya proses poligami menjadi lebih teratur dan terpenuhi syarat-syarat

berpoligami. Orang yang diberikan otoritas dalam memberikan putusan adalah

88 Ibid, hlm. 51

Page 75: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

57

Hakim. Bila ada pihak yang tidak berpuas hati dengan putusan yang ditetapkan,

Hakim berpeluang melakukan upaya hukum (mengajukan banding) ke Mahkamah

Syariah yang lebih tinggi. Upaya hukum tersebut dilakukan dengan tujuan untuk

memastikan keputusan Mahkamah Syariah agar dapat diterima oleh orang yang

ingin berpoligami.

Sebaliknya di dalam penegasan syarat prosedur di Wilayah Persekutuan

untuk mengetahui pengakuan suami terhadap istrinya yang menyatakan bahwa

istrinya bersetuju dengan permohonan poligami atau tidak. Jika istrinya bersetuju

permohonan untuk poligami dan telah lengkap pensyaratan prosedur poligami maka

istrinya akan dipanggil ke Mahkamah tertutup. Permohonan dapat memenuhi syarat

sebagaiman terdapat dalam seksyen 23(4) (a) (b) (c) (d) dan (e). Demikian itu,

ketentuan prosedur poligami di Wilayah persekutuan ini. Pihak istri boleh

memberikan keterangan sama ada suami benar layak atau tidak dari segi keuangan

dan adakah perkawinan yang dicadangkan harus atau perlu atau tidak. Pengalaman

istri dalam kehidupan rumahtangga dan pergaulan dengan suami akan dapat

membantu mahkamah menentukan kedudukan tahap kelakuan dan kemampuan

suami dalam memenuhi syarat-syarat poligami.89

Walaupun istrinya memberi keizinan untuk berpoligami, tetapo terdapat

syarat lain yang harus dipenuhi dalam prosedur poligami yang perlu diliat oleh

mahkamah sebelum perintah keizinan poligami dilaksanakan. Syarat keizinan istri

poligami yang ditetapkan dalam Akta Wilayah Persekutan juga bukan menjadi

89 Ibid, hlm. 53.

Page 76: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

58

ukuran kepada mahkamah untuk tidak mengizinkan poligami. Selain itu, pendapata

keuangan pemohon sudah menjadi syarat terpenting dalam memohon keizinan

untuk berpoligami walaupun tidak di atur dalam perundangan tetapi syarat tersebut

harus dipenuhi mengikut prosedur poligami di Wilayah Persekutuan.90

Perbedaan di dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Akta Undang-

Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 itu dapat di liat

meski memiliki sejumlah persaaman. Pengaturan poligami di Indonesia dan di

Wilayah-Wilayah Persekutuan. Tentuanya memiliki perbedaan, mengingat terdapat

perbedaan pula dalam cara berfikir dan pandangan hidup kedua negara.

Berdasarkan perkembangan sejarah dari masa penjajahan, kedua bangsa mendapat

pengaruh besar besar terhadap cara berfikir masyarakatnya. Cara berfikir

masyarakat Indonesia dapat digambarkan sebagai konkrit dan kaku, sdangakan

masyarakat Malaysia dapat digambarkan sebagai abstrak dan bebas. Cara berfikit

ini pun tercermin dan memang mempengaruhi langsung system hukum di kedua

negara. System hukum Indonesia, lebih mementingkan hukum tertulis yang secara

hirarkis, sehingga terasa begitu konkrit dan kaku. Di lain pihak, sistm hukum

Malaysia yang keberlakuan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis sama kuatnya

tanpa penataan hirarkis, terasa lebih abstrak dan bebas.

Perbedaan dalam pengaturan poligami di Indonesia dan di Wilayah

Persekutuan Malaysia yang disebabkan pula oleh perbedaan pandangan hidup,

adalah mengenai pihak pemberi izin. Pemberi izin poligami di Indonesia menurut

90 Ibid, hlm. 54.

Page 77: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

59

UU No.1 Tahun 1974 adalah pengadilan wilayah yang bertempat tinggal pemohon

izin tersebut. Namun terdapat beberapa aturan tambahan dalam pengaturan ini,

yakni warga negara yang beragama Islam, menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam),

pengadilan memberi izin adalah Pengadilan Agama, dan bagi warga negara yang

bertugas sebagai PNS, menurut PP No.10 Tahun 1983, terdapat dua pemberi izin,

yakni pengadilan dan pejabat. Berbeda halnya dengan pengaturan di Malaysia,

dasar utama pemeberian izin poligami di Malaysia adalah kepuasan hati dan

kebijaksanaan Mahkamah dan Hakim Syariah. Mahkamah atau Hakim,

berdasarkan kebijaksanaannya, dapat memberikan izin poligami apabila memang

Mahkamah dan hakim tersebut berpuas hati terhadap pemenuhan syarat-syarat yang

diatur dalam undang-undang oleh pemohon izin poligami perbedaan ini juga

mengenai persetujuan istri atau para istri, persetujuan istri atau para istri menurut

pengaturan Indonesia, yakni UU No.1 Tahun 1974, persetujuan istri atau para istri

adalah dasar utama pemberian izin poligami. Dalam PP No.9 Tahun 1975, KHI dan

PP No.10 Tahun 1983, persetujuan istri atau para istri mesti tidak menjadi dasar

utama, tetap menjadi syarat yang harus dipenuhi pemohon, sebagai lain pemberian

izin. Akan tetapi, menurut pengaturan di Malaysia persetujuan istri dan para istri,

tidaklah diwajibkan oleh undang-undang, sehingga bukan menjadi syarat yang

harus dipenuhi oleh pemohon izin. Yang diatur di Malaysia, adalah cukup

melakukan pemberitahuan rencana pologami, oleh pemohon sendiri, kepada istri

atau para istri, serta mencantumkan keterangan bahwa istri atau para istrinya

tersebut bersetuju atau tidak di dalam surat permohonan izin poligami.

Pemberitahuan ini bukanlah suatu kewajban, menurut UU melainkan sebuah

Page 78: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

60

anjuran.

Selain itu, persamaannya di antara Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan

Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 ialah

dengan adanya undang-undang khusus yang mengatur dan tata cara perkawinan,

Indonesia dan Malaysia mempunyai beberapa kesamaan yaitu adanya wali hakim

apabila wali dari pihak-pihak keluarga tidak bias mewakilkan. Seterusnya adanya

kursus Pranikah bagi pasangan yang ingin menikah dan taklik talak ketika akad

nikah berlangsungkan, sama-sama mengizinkan poligami dengan syarat dan

ketentuan yang berlaku. Adanya Pengadilan Agama yang mengatur masalah hukum

kekeluargaan untuk orang Islam. Tetapi dalam hal imi, di Malaysia dikenal dengan

Mahkamah Syariah dan sama-sama mempunyai pengadilan khusus untuk mengatur

masalah perkawinan dan penceraian.

Perbandingan perkawinan mengikut UU No.1 Tahun 1974 dan Akta UU

Keluarga Islam (WWP) 1984 ialah, menurut Peraturan Pemerintah RI No.9 tahun

1975 tantang pelaksaan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 1

dan 2, “Pencatat perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya

menurut agama Islam dilakukan oleh Pegawai pencatat sebagaimana dimaksudkan

dalam Undang-Undang No.32 tahun 1954 tentang pencatat Nikah, talak dan

rujuk”. Sedangkan ayat duanya menyatakan : “Pencatat perkawinan dari mereka

yang melangsungkan perkawinan menurut agamanya dan kepercayaanmnya itu

selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai Pencatat perkawinan”. Untuk

prosedur pencatat perkawinan dan tata cara perkawinan, dari pasal 5 sampai pasal

9, pasal 10 sampai pasal 13 Peraturan Pemerintahan RI No.9 Tahun 1975.

Page 79: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

61

“Perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon mempelai”. Ayat 2:

“Untuk menlangsukan Perkawinan, seseorang yang belum mencapai umur 21

tahun harus mendapat izin kedua orang tua”. Pasal 6 ayat 1 dan 2 tentang syarat-

syarat perkawinan. Oleh karena itu, Perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah

mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun dalam

Pasal 7. Di bandingkan dengan Wilayah Persekutuan Malaysia perlu ada formulir

permohonan kebenaran menikah “formulir 1” berlaku bagi semua pemohon yang

tinggal di Wilayah Persekutuan saja atau untuk pemohon yang berdomisili di

Wilayah persekutuan tetapi tinggal di luar Wilayah Persekutuan. Formulir

permohonan harus di isi dengan lengkap dalam dua Salinan dengan menggunakan

tinta hitam atau biru dan disahkan oleh Penolong Pendaftar Perkawinan, Penceraian

dan Rujuk bagi daerah masing-masing. Karena di Malaysia lain Wilayah lain

Prosedur Poligaminya. Penolong dan wali harus hadir di depan Penolong Pendaftar

perkawinan , Penceraian dan Rujuk daerah ketika menandatangani formulir untuk

tujuan verifikasi. Asisten Pendaftar perkawinan, Penceraian dan Rujuk daerah harus

memastikan formulir aplikasi di isi dengan lengkap dan dokumen-dokumen

berhubung dengan disertakan sebelum menandatangani formulir itu beserta dengan

cop jabatan tersebut. Inilah perbandingan mengikut UU yang ada, lebih jelas dan

nyata di Malaysia lebih susah prosedur poligaminya berbanding dengan Indonesia.

Page 80: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

62

B. Dampak hukum Poligami yang dilakukan tanpa mengikut prosedur di

Indonesia dan Malaysia menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Akta

Undang-Undang keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984

Pandangan yang mengatakan bahwa poligami adalah hak suami merupakan

pandangan yang tepat dan dapat diterima, namun di dalam melaksanakan haknya

itu suami tidak boleh sewenang-wenang. Oleh karena itu, mengatur pelaksanaan

kebolehan poligami melalui perundangan-perundangan menjadi suatu keharusan.

Dalam rangka mempertahankan dan menjamin UU No 1 Tahun 1974 agar ditaati,

maka undang-undang ini dan peraturan perundangan-perundangan lainnya memuat

beberapa sanksi terhadap orang yang melanggar UU No. 1 Tahun 1974, khususnya

sanksi terhadap pelanggaran aturan poligami, baik sanksi perdata atau sanksi

pidana.

Sanksi perdata mengikut Pasl 24 UU No.1 Tahun 1974 mengatur bahwa:

“Berdasarkan ketentuan tersebut, bagi seorang suami yang melakukan

perkawinan tanpa izin pengadilan atau seorang istri kawin lagi dengan seorang

laki-laki lain, perkawinannya tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh istri atau

suami yang bersangkutan kepada pengadilan”.91

Sanksi pidana dalam Pasal 45 PP No. 9 Tahun 1979 dinyatakan :

1. Kecuali apabila ditentukan lain dalam peraturan perundangan-perundangan

yang berlaku maka :

91 Saleh K Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ictiar Baru, 1976), hlm. 76.

Page 81: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

63

a. Barang siapa yang melanggar ketentuan yan diatur dalam Pasal 3, 10 ayat

(3), 40 peraturan Pemerintahan ini dihukum dengan hukuman denda

setinggi-tingginya Rp. 7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupiah).

b. Pegawai pencatat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal

6,7,8,9, 10 ayat (1), 11, 13, 44 Peratuan Pemerintahan ini di hukum

dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3(tiga) bulan atau denda

setinggi-tingginya Rp. 7.500.00. (tujuh ribu lima ratus rupiah).92

(2) Tindak pidana yang di maksudkan dalam ayat (1) di atas merupakan

pelanggaran. Pasal 40 ayat (1) huruf b ancaman pidana ditujukan kepada Pejabat

Pencatat Perkahwinan (PPN). Salah satu pelanggaran yang di ancam pidana

terhadap mempelai dalam ketentuan di atas adalah pelanggaran Pasal 40 PP No. 9

Tahun 1975, yang berbunyi “Apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih

dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada

Pengadilan.” Yang diatur di sini ialah pelanggaran ketentuan administrasi

perkawinan, yaitu kewajiban mengajukan permohonan izin poligami secara bertulis

kepada Pengadilan. Sedangkan ancaman pidana terhadap PPN (Pasal 40 ayat (1)

huruf b ialah bilama melanggar ketentuan Pasal 4 PP No. 9 Tahun 1975, yaitu delik

mengawinkan suami yang akan beristri lebih dari seorang sebelum adanya izin

Pengadilan.93

Dikemukakan bahwa UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak dapat

dipisahkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan dua

92 Ibid, hlm. 79. 93 Syahar Saidus, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya Ditinjau

Dari Segi Hukum Islam, (Bandung: Alumni, 1985), hlm. 55.

Page 82: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

64

alasan, yaitu : pertama berdasarkan assalec specialis derogate lex generalis, dalam

hal ini, ketentuan pidana dalam UU No.1 Tahun 1974 . PP No. 9 Tahun 1975

merupakan ketentuan khusus dari KUH Pidana. Kedua, berdasarkan teori bahwa

Hukum Tata Pemerintahan dan Hukum Pidana saling melengkapi. Dalam hal ini

UU No. 1 Tahun 1974 merupakan salah satu sumber hukum tata pemerintahan,

sedangkan KUH Pidana merupakan salah satu sumber hukum pidana di Indonesia.94

Oleh karena itu, maka untuk mempertahankan UU No.1 Tahun 1974 agar

ditaati, ia perlu didukung oleh KUH Pidana. Beberapa pasal KUH Pidana yang

mengatur ancaman pidana mengenai pelanggaran hukum perkawinan, adalah

mengikut Pasal 279 yaitu dipidana Penjara selama-lamanya 5 tahun. Pertama,

barang siapa yang kawin, sedangkan diketahuinya, bahwa perkahwinannya yang

sudah ada menjadi halangan yang sah baginya akan berkawin lagi. Kedua, barang

siapa yang kawin lagi, sedang diketahuinya, bahwa perkawinan yang sudah ada dari

pihak yang lain itu akan menjadi halangan yang sah bagi pihak yang lain tiu akan

kawin lagi.95

Kalau orang yang bersalah karena melakukan perbuatan yang diterangkan

mengikut yang pertama tadi, menyembunyikan kepada pihak yang lain bahwa

perkawinanya yang sudah ada itu menjadi halangan yang sah akan kawin lagi,

dipidana penjara selama-lamanya 7 Tahun. Dengan mengikuti pandanga bahwa

ketentuan pidana dalam PP No. 9 Tahun 1975 merupakan lex specialis terhadap

KUH Pidana, apabila ternyata seorang PPN melanggar ketentuan Pasal 44 PP No.96

94 Ibid, hlm. 56. 95 Ibid, hlm. 57. 96 Ibid, hlm. 59.

Page 83: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

65

9 Tahun 1975, yaitu mengawinkan suami yang belum memperoleh izin poligami

dari pengadilan, maka terhadapnya hanya diancam pidana berupa kurungan selama-

lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,00. ( ex Pasal ayat (1)

huruf b PP No. 9 Tahun 1975), terhadapnya tidak dapat diancam pidana berupa

penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya

Rp. 4.500,00. Sebagaiman tersebut dalam Pasal 436 ayat (2) KUH Pidana, karena

materi yang diatur dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b PP No. 9 Tahun 1975 sama

dengan materi yang diatur dalam Pasal 436 (2) KUH Pidana, oleh karena itu,

ketentuan yang berakhir harus dikesampingkan berdasar asas lex specialis derogate

lex generalis.97

Lain halnya, jika seorang suami yang kawin lagi tanpa izin pengadilan, mak

terhadapnya harus diterapkan ketentuan pidana dalam Pasal 279 ayat (1) ke 1

KUHP, yaitu ancaman pidana selama lime Tahun, Terhadapnya tidak dapat

diancam pidana menurut ketentuan Pasal 45 ayat (1) PP No. 9 Tahun 1975, karena

yang diatur secara khusus dalam PP tersebut adalah pelanggaran ketentuan

administrasi perkawinan, tidak mengatur secara khusu mengenai ancaman pidana

bagi suami yang kawin lain padahal perkawinannya yang sudah ada menjadi

halangan sah baginya untuk kawin.98

Berdasarkan uraian di atas, dapat simpulkan bahwa bagi orang yang

melakukan poligami tanpa izin pengadilan diancam dengan sanksi :

97 Ibid, hlm, 61. 98 Badri R, Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan & KUHP, (Surabaya: CV

Amin, 1985), hlm, 45.

Page 84: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

66

1. Sanksi perdata berupa ancaman pembatalan perkawinan

2. Sanksi pidana berupa :

a. Denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupiah)

karena pelanggaran administrasi perkawinan (ex Pasal 45 ayat (1) huruf

a PP No. 9 Tahun 1975)

b. Penjara selama-lamanya lima tahun karena kawin, sedang ia

mengetahui, bahwa perkawinannya yang sudah ada menjadi halangan

baginya akan kawin lagi (ex Pasal 279 ayat (1) ke 1 KUH Pidana). Hal

ini berlaku juga bagi pihak istri kedua bila ia mengetahui suaminya itu

sudah kawin.

c. Penjara selama-lamanya 7 Tahun karena menyembunyikan kepada

pihak lain bahwa dirinya telah kawin sehingga perkawinannya itu

menjadi halangan untuk kawin lagi (ex Pasal 279 ayat ke 2 KUH Pidana)

d. Penjara selama-lamanya 5 tahun karena menyembunyikan kepada pihak

lain bahwa ada dahalangan baginya untuk kawin (ex Pasal KUH

Pidana).99

Bagi PPN yang mengawinkan suami yang berpoligami tanpa izin

pengadilan dikenakan sanksi pidana berupa kurungan selama-lamanya tiga bulan

atau denda setinggi-tingginya Rp. 7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupiah ). Delik

sebagaimana diuraikan di atas merupakan pelanggaran dan termasuk delik aduan,

oleh karena itu penegakannya ditentukan sikap proaktifnya pihak istri yang dimadu.

Dampak hukum di Malaysia pula berbeda, sebagaimana dengan

99 Ibid, hlm. 50.

Page 85: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

67

kebanyakan negara-negara Islam yang lain , Malayisa tidak mengambil keputusan

untuk mengharamkan amalan poligami di kalangan masyarakatnya melalui

penguatkuasaan Undang-Undang. Sebaliknya Malaysia menggubal UU poligami

bertujuan untuk mengawal amalan tersebut agar tidak berlaku sesuatu perkara yang

tidak diingini akibat dari amalan poligami yang tidak betul. Oleh karena itu,

Malaysia semua negeri-negerinya memperuntukkan bahwa setiap permohonan

untuk poligami mestilah mendapat kebenaran bertulis dari Mahkamah Syariah atau

pun Hakim Syariah. Dalam Seksyen 23(1), Akta Undang-Undnag Keluarga Islam

1984, memperuntukkan dengan jelas tentang perkara ini. Campurtangan

Mahkamah Syariah dalam memberi kebenaran berpoligami dibuat kerana

masyarakat sendiri yang gagal untuk menjaga kebaikan poligami sebagaimana yang

dianjurkan oleh Islam.100

Bagaimanapun dalam perkara-perkara yang lain, peruntukkan mengenai

poligami adalah tidak seragam antara negeri-negeri yang lain di Malaysia. Ini dapat

diliat seperti Wilayah Persekutuan ( A 303) beda dengan negeri yang lain, telah

memperuntukkan beberapa syarat-syarat yang perlu dipatuhi oleh Mahkamah

Syariah sebelum sesuatu permohonan poligami diluluskan. Seksyen 23(3) Akta

1984, umapamanya telah memperuntukkan bahwa :

“Permohonan kepada Mahkamah mengikut cara yang ditetapkan dan

hendaklah disertai dengan suatu akuan menyatakan alasan-alasan mengapa

100 Madya Dr. Raihanah Abdullah, Poligami Penjelasan Berdasarkan Perspektif Undang-

Undang Keluarga Islam di Malaysia, (Putrajaya: Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, 2014), hlm. 21.

Page 86: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

68

perkahwinan yang dicadangkan itu patut dan perlu, pendapatan pemohon pada

masa itu, butir-buti komitnennya dan kewajipan dan tanggungannya keuangannya

yang patut di tentukan, bilangan orang tanggungannya, termasuk orang-orang

yang akan menjadi orang tanggungannya berikutan dengan perkahwinan yang

dicadangkan itu, dan sama ada izin atau pandangan isteri atau isteri-isterinya yang

sedia ada telah diperoleh atau tidak terhadap perkahwinan yang dicadangkan

itu.”101

Subseksyen ini memberi gambaran sebenar di dalam boring permohonan

poligami, sesiapa sahaja yang membaut permohonan poligami mesti melengkapkan

boring tersebut dengan maklumat-maklumat yang dikehendaki sebagaimana yang

diperuntukkan dalam Seksyen 23(3) ini. Umpamannya di dalam boring

permohonan poligami di Wilayah Persekutan seseoang pemohon dkehendaki

memberi maklumat antara lainnya. Pertama, maklumat peribadi pemohon dan bakal

isteri yang akan dikawininya. Kedua, alasan-alasan mengapa perkawinan poligami

itu perlu. Ketiga, latar belakang keuangan suami. Keempat, tanggungan keuangan

yang diberikan kepada istri dan anak-anak yang sedia ada dan juga bakal istri.

Kelima, samada cadangan pernikahan poligami itu telah mendapat persetujuan

daripada istri yang sedia ada.102

Apabila Mahkamah Syariah menerima premohonan dari seseorang untuk

berpoligami, maka Mahkamah akan mengeluarkan surat saman kepada istri untuk

101 Ibid, hlm. 29. 102 Sarah Atikah Osman, Undang-Undang Keluarga Islam, (Kuala Lumpur: Book Record

GB Sdn. Bhd. 2001), hlm. 54.

Page 87: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

69

hadir ke Mahkamah mendengar permohonan tersebut. Ini diperuntukka dalam

Seksyen 23(4) Akta 1984:

“Apabila menerima permohonan itu, Mahkamah hendaklah memangil

permohon dan isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada supaya hadir apabila

permohonan itu didengar, yang hendaklah dilakukan dalam Mahkamah tertutup..”

Ini bermakna sesiapa sahaja yang membuat permohonan poligami melalui

Mahkamah di negeri-negeri tersebut, dengan sendirinya istri atau istri-istri yang

sedia ada akan mengetahuinya apabila Mahkamah mengeluarkan surat saman

tersebut sekali pun tidak diberitahu hasrat suami itu terlebih dahulu. Surat saman

ini dikeluarkan oleh Mhakamh Syariah kepada istri sebagai langkah untuk

memaklumkan bahwa suaminya ingin berpoligami. Soal untuk mendapat

tandatangan sitri untuk berpoligami tidak disebut di daam boring permohonan

poligami dan juga tidak diperuntukkan di dalam Undang-Undang Keluarga Islam.

Sebaliknya apa yang perlu ialah pengakuan dari suami dibuat degan menyatakan

samada istrinya bersetuju ataupun tidak dengan permohonan tersebut. Apabila

segala-segalanya telah lengkap dan istri telah datang pada hari perbicaraan di dalam

Mahkamah tertutup, maka Mahkamah akan meluluskan permohonan sekiranya

pemohon dapat memenuhi syarat sebagaiman yang terdapat dalam Seksyen 23

(4)(a)(b)(c)(d)(e) yaitu :

a. Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu adalah patut dan perlu,

memandangkan kepada antara lain hal-hal keadaan yang berikut, yaitu

kemandulan, keuzuran jasmani, tidak layak dari segi jasmani untuk

Page 88: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

70

persetubuhan, sengaja ingkar mematuhi perintah untuk memulihkan hak-

hak persetubuhan atau gila di pihak pihak istri atau istri-istri yang sedia ada.

b. Bahwa pemohon mempunyai kemampuan yang membolehkan dia

menanggung, sebagaimana dikehendaki oleh Hukum Syara’, semua istri

dan orang-orang tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang

dicadangkan itu.

c. Bahwa pmohon akan berupaya memberi layanan sama rata kepada semua

istrinya mengikut kehendak Hukum Syara’.

d. Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu tidak akan menyebabkan darar

syarie kepada istri-istri yang sedia ada.

e. Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu tidak akan merendahkan secara

langsung atau secara tidak langsung taraf kehidupanyang telah dinikmati

atau dijangka dengan munasabah akan dinikmati seterusnya oleh istri atau

istri-istri dan orang-orang tanggungannya yang sedia ada sekiranya

perkawinan itu tidak berlaku.103

Oleh karena itu, sekiranta Mahkamah berpuas hati bahwa seseorang

pemohon itu telah memenuhi syarat-syarat di dalam Seksyen 23(4), maka

Mahkamah akan meluluskan pemohonannya sekalipun istrinya tidak bersetuju

permohonan poligami suaminya itu sebaliknya Mahkamah juga akan tetap menolak

permohonan poligami sekiranya syarat-syarat dalam seksyen 23(4) tidak dapat

dipenuhi sekalipun istrinya bersetuju dengan rela hati. Ini menunjukkan bahwa

kebenaran dan kengganan istri untuk membenarkan poligami suaminya adalah tidak

103 Ibid, hlm. 62.

Page 89: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

71

mengikut Mahkamah Syariah. Sebaliknya maklumat yang diberi oleh istri adlah

sebagai keterangan yang boleh digunakan oleh Mahkamah untuk membantu

Mahkamah membuat keputusan meluluskan atau menolak satu-satu permohonan

poligami.104

Kebanyakan negeri-negeri di Malaysia memperuntukkan bahwa penalti

yang dikenakan bagi kesalahan berpoligami diluar kebenaran Mahkamah Syariah

adalah denda tidak lebih daripada RM1000 atau penjara tidak lebih daripada 6

bukan atau kedua-duanya sekali. Bagaimana pun bagi negeri lain di Malaysia,

poligami di luar kebenaran Mahkamah Syariah hanya dikenakan penalty yang

paling rendah jika dibandingkan dengan negeri-negeri yang lain yaitu denda tidak

lebih dari RM300 atau penjara tidak lebih dari satu bulan atau kedua-duanya.

Begitu juga di negeri lain di Malaysia ada RM500 dan paling mahal dendanya

hingga RM3000 atau penjara tidak lebih dari 2 tahun atau kedua-duanya sekali.

Bagaimanapun tidak tinggal juga ada negeri di Malaysia tidak mengenakan

sebarang penalti bagi mereka yang berpoligami di luar kebenaran Mahkamah.

Poligami di luar Mahkamah akan mengkibatkan perkawinan tersebut tidak bias

didaftarkan. Seksyen 12 Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah

Persekutuan) 1984 memperuntukkan bahwa :

“suatu perkahwinan yang bersalahan dengan Akta ini tidak boleh didaftarkan

di bawah Akta ini”. 105

104 Ibid, hlm. 64. 105 Maisarah Haji Kamil, Akta Undang-Undang Wilayah-Wilayah Persekutuan, (Kuala

Lumpur: Insan Gerhana Sdn Bhd, 1999), hlm. 77.

Page 90: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

72

Memandangkan poligami di luar kebenaran Mahkamah adalah suatu

kesalahan matrimonial yang melanggar Seksyen 123 Akta 1984, maka sesiapa

sahaja yang berpoligami tanpa mendapat kebenaran Mahkamah terlebih dahulu,

maka perkawinannya tidak akan didaftarkan sekalipun perkawinan itu adalah sah

di sisi syarak. Kesannya ialah sebarang tuntutan seperti nafkah di bawah Undang-

Undang berkenan adalah tidak dibenarkan. Ini adalah karena, perkawinan tersebut

adalah tidak sah di sisi Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia.106

106 Ibid, hlm. 81.

Page 91: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

73

C. Pandangan Hukum Islam Mengenai Prosedur Poligami Tentang Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 dan Akta Undang-Undang Keluarga Islam

(Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984.

1. Undang-Undang No.1 Tahun 1974

Dalam hukum Islam, poligami mempunyai arti perkawinan yang

lebih dari satu, dengan batasan hanya sampai empat wanita. Walapun ada

yang memahami ayat tentang poligami dengan batasan lebih empat atau

bahkan lebih dari Sembilan istri. Perbedaan ini disebabkan dalam

memahami dan menafsirkan ayat dalam QS. An-Nisa (4):3, sebagaimana

penetapan dasar hukum poligami. Berdasarkan pengertian-pengertian di

atas dapat ditarik kesimpulan bahwa poligami adalah seorang laki-laki yang

menikahi lebih dari seorang wanita pada waktu yang sama, akan tetapi

hanya dibatasi sampai empat orang.107

Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan selalu

tetjun dalam suatu realitas, mendidik dan menjauhkan diri dari sikap teledor

dan bermalas-malasan. Begitulah yang disaksikan dengan jelas dalam

hubungannya dengan masalah poligami. Dengan menitikberatkan demi

kepentingan manusia, baik secara individual maupun masyarakat.

Kebanyakan umat dahulu dan agama sebelum Islam membolehkan kawin

tanpa batas yang kadang-kadang sampai sepuluh wanita, bahkan lebih tanpa

suatu syarat ikatan. Dengan datangnya Islam, poligami yang tanpa batas

107 A.Mujab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), hlm. 202.

Page 92: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

74

kemudian dibatasi menjadi empat orang oranb istri saha pada waktu yang

bersamaan. Poligami ini dilaksanakan dengan pensyaratan khusus serta

jumlah ketentuan yang harus dilaksanakan. Poligami sendiri memiliki dasar

hkum baik dari hukum positif maupun hukum Islam.108

Terdapat ayat dalam al-Quran yang memberikan pilihan kepada

kaum laki-laki untuk menikahi anak yatim dengan rasa takut tidak berlaku

adil karena keyatimannya atau menikahi perempuan yang disenangi hingga

jumlahnya empat istri. Akan tetapi, jika dihantui oleh rasa takut tidak

berlaku adil, lebih baik menikah dengan seorang perempuan atau hamba

sahaya, karena hal itu menjauhkan diri dari berbuat aniaya.109

Yang menjadi sebab turunnya ayat ini adalah pada waktu itu ada

seorang lelaki yang menguasai anak yatim, yang kemudian dikawini. Dia

mengadakan perserikatan harta untuk berdagang dengan wanita yatim yang

menjadi tanggungjawabnya ini.110 Oleh sebab itu, di dalam perkawinan dia

tidak memberi apa-apa dan menguasai seluruh hartta perserikatan itu,

sehingga wanita ini tidak mempunyai kekuasaan sama sekali terhadap harta

miliknya yang telah diserikatkan. Sehubungan dengan itu Allah SWT

menurunkan ayat ke 3 dalam surah an-Nisa sebagai teguran, saran dan

peringatan bagi mereka yang menikahi anak-anak yatim. Nabi Muhammad

SAW bersabda :

Artinya : “sesungguhnya Nabi SAW, telah bersabda kepada

108 Candra Sabtia, Perkawinan dalam Islam : Monogami atau Poligami, (Yogyakarta: An

Naba, 2007), hlm, 55. 109 Ibid, hlm. 56 110 Ibid, hlm. 57.

Page 93: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

75

Ghailan bin Umayyah al-Tsaqafi yang telah memeluk agama Islam dan

memiliki sepuluh istri” pilihlah empat dari mereka dan ceraikanlah yang

lainnya.”111 (H.R. Imam Malik)

Dalam kompilasi Hukum Islam, yang menjadi dasar di

perbolehkannya beristri lebih dari satu orang atau poligami terdapat pada

Pasal 55, yaitu beristri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas

hanya sampai empat orang istri, syarat utama beristri lebih dari seorang,

suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya dan anak-anaknya

dan apabila syarat utama yang disebut tidak mungkin dipenuhi, suami

dilarang beristri lebih dari seorang. Walapun dalam hukum Islam

memperbolehkan poligami, akan tetapi dalam hal suami ingin berpoligami

harus mempunyai alasan yang tepat.112

2. Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984

Dasar hukum poligami di Wilayah Persekutuan yang diatur dalam Akta

Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah-Wilayah Pesekutuan 1984

menyatakan bahwa dasar hukum Islam yang digunakan di Wilayah Persekutan

tersebut berpandukan hukum syara’ dan menggunakan dasar yang sama dalam

dasar poligami di Malaysia. Dalam surat An-Nisa Ayat 3 telah menyatakan

tentang pensyariatan poligami yang menjadi sumber rujukn yang tetap dan

mengikut syara’ dalam poligami di Malaysia.113

111 Gusmian Islah, Mengapa Nabi Muhammad SAW. Berpoligami?, (Yogyakarta: Pustaka

Marwa, 2007), hlm. 102. 112 Effendi Satria, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencaha,2006), hlm. 77. 113 Dusuki bin Haji Ahmad, Poligami dalam Islam. (Kuala Lumpur: Yayasan Dakwah

Page 94: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

76

Pensyariatan yang menjadi dalil utama dalam keharusan berpoligami adalah

dalam firman Allah SWT dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 3 :

سطوافوإن تق لاأ تم تمخف فٱل نمٱنكحوا ٱلن ساءاطابلكمم مث ن

حد دلوافو تع لاأ تم خف فإن ثوربع نى وثل د

لكأ ي منكم ذ

أ ماملكت و

ةأ

أ لا

تعولواArtinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adi terhadap (hak-

hak) perempuan yang yatim (bilaman kamu mengawininya), maka kawinilah

wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua tiga atau empat. Kemudian jika

kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau

budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepad

tidak berbuat aniaya.” (Q.S An-Nisa (4): 3)

Disini jelas menyatakan bahwa prosedur poligami di Wilayah

Persekutuan yang diatur dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam

Wilayah-Wilayah Persekutuan 1984 berlandaskan Syara’. Oleh itu, oleh itu

setelah menganalisis bahwa prosedur poligami dalam akta tersebut amat

ketat dan Mempunyai syarat-syarat yang terperinci sebelum si suami ingin

berpoligami dan menyatakan bahwa setiap prosedur di setiap negeri telah

diaturkan oleh pihak yang berwajib yang mengubah perundangan negeri itu

sendiri.114

Islamiah Malaysia, 1978), hlm. 44.

114 Nik Noraini Nik Badli Shah, Perkahwinan Dan Penceraian D Bawah Undang-Undang Islam, (Kuala Lumpur: International Law Book Services, 2008), hlm. 31.

Page 95: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

77

Hal ini menjadikan proses permohonan poligami menjadi sulit dan

menyulitkan bagi laki-laki yang mampu berpoligami jika mempunyai

prosedur yang ketat. Oleh itu, peningkatan penceraian akan meningkat

statistic poligami akan menurun bagi laki-laki yang berkemampuan untuk

menikah lebih dari satu kali. Dengan ini, kadar pengurangan poligami di

Wilayah Persekutuan bukan hakim yang menghalang untuk berpoligami

tetapi karena individu yang mau poligami kurang melengkapi syarat-syarat

yang di tetpakan dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah-

Wilayah Persekutuan 1984.115

Bedasakan ketenuan diatas bahwa dapat dipahami tentan ketentuan

yang telah diatur dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah-

Wilayah Persekutuan 1984 sesuai dengan prinsip-prinsip perkawinan. Di

Malaysia, Mahkamah Syariah mempunyai maslahah tertentu untuk

membolehkan poligami hanya dengan izin Mahkamah Syariah, yaitu

Mahkamah Syariah yang menentukan keadilan dan kemampuan seseorang

dalam memberikan nafkah. Dalam Fiqh dan Usul Fiqh, konsep maslahah

adalah suatu konsep yang sangat penting. Hal ini disebabkan keringanan

(rukhsah) berpoligami ini disalah gunakan khususnya oleh orang-orang

jahil. Tujuan utama diturunkan syariat adalah agar terwujudnya

kemaslahatan bagi manusia. Maslahah mursalah menurut istilah adalah

suatu kemaslahatan mengenai hukum syara yang tidak disyariatkan oleh

syara yang mewujudkan hukum dan juga tidak mempunyai dalil-dalil syara

115 Ibid, hlm. 39.

Page 96: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

78

yang menunjukkan ada atau tiada hukum tertentu.116 Sabda Nabi

Muhammad SAW: “tidak mudharat dan tidak memudharatkan.”117

Ulama berpendapat bahwa Maslahah mursalah boleh dijadikan

sumber hukum setelah menliti berbagai aspek dan mereka sangat berhati-

hati, bukan berdasarkan nafsu atau sangkaan semata-mata. Mereka

menetapkan syarat-syarat tertentu dalam menetapkan dasar hukum maslaha

mursalah. Syarat berhujah dengan mengikut pendapat ulama adalah.

a. Kemaslahatan hendaklah jelas dan pasti bukan berdasarkan faham

atau sangkaan semata-mata.

b. Segala kemaslahatan dalam penetapan hukum mestilah benar-benar

bertujuan untuk memberi manfaat serta menolak kemudaratan.

c. Kemaslahatan hendaklah bersifat umum, bukan untuk kepentingan

peribadi. Yaitu untuk manfaat manusia sejagat atau menolak

kemudaratan terhadap mereka, bukannya segelintir manusia sahaja.

d. Segala hukum yang ditetapkan berdasarkan kemaslahatan tidak

boleh bertentangan dengan hukum dan prinsip yang telah ditetapkan

oleh nash serta ijma’ Ulama.

e. Mashlahat itu sampai ke peringkat maslahat dharuniyyah yang lima

dan mengikut susunannya, yaitu : menjaga agama, jiwa, keturunan,

akal dan harta.118

116 Zaini Nasohah, Poligam: Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam, (Kuala Lumpur:

Utusan Publication &Distributors Sdn Bhd, 2000), hlm. 67. 117 Ibid, hlm. 68. 118 Jamilah Muhammad, Analisis Poligami Menurut Perspektif Islam, (Kuala Lumpur:

Page 97: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

79

Oleh itu, setelah meneliti bahwa di dalam Akta Undang-Undang

Keluarga Islam Wilayah-Wilayah Persekutuan 1984 telah menggunakan

pendekatan dalam Fiqh/Usul Fiqh yaitu maslahah mursalah dalam prosedur

poligami bagi menjaga kemaslahatan yang ingin berpoligami tanpa

melanggar hukum syara’ yang telah di tetapkan di dalam Al-Quran.

Prosedur polgami yang ketat di Wilayah Persekutuan yang di atur dalam

Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah-Wilayah Persekutuan 1984

adalah untuk menjaga kemaslahatan wanita yang akan dipoligami oleh

seorang suami.119

Firman Allah dalam al-Quran yaitu Surah An-Nisa ayat 3 yang

menjadi dasar rujukan diperbolehkan melakukan poligami menuai

pendapat, Ulama yang pada umumnya memperbolehkan melakukan praktik

poligami tidaklah cenderung memudah-mudahkan, kebolehan tersebut

mempunyai syarat yang sangat ketat. Sedangkan yang cenderung melarang

praktik poligami berasal dari Ulama-Ulama Kontemporer. Menurut mereka

dalam Islam sesungguhnya memganut prinsip monogamy dan melarang

keras terjadinya poligami karena bersumber dari kebiasaan bangsa arab pra-

Islam yang memberikan status dan kedudukan lebih dominan kepada laki-

laki

Berikut perkataan ulama tafsir tentang tafsir ayat tersebut antara

Angkatan Belia Islam Malaysia, 1977), hlm. 85.

119 Muhammad al-Mansur, Hukum Hakam Perkahwinan, (Johor Bharu: Perniagaan Jahabersa, 1998), hlm. 91.

Page 98: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

80

lainya ialah Ibnu Katsir, dalam menafsirkan ayat tersebut mengutip

perkataan Imam Syafie yaitu “Sunnah Rasullah SAW yang menjadi

penjelasan bagi firman Allah sesungguhnya menunjukka kepada tidak boleh

bagi seseorang selain Rasullah SAW menghimpun istri-istri lebih banyak

dari empat orang”. Selanjutnya Ibnu Katsir berkata: “Perkataan Syafie ini

merupakan Jimak para Ulama kecuali pendapat yang diceritakan dari

suatu kelompok Syiah yang membolehkan menghimpun istri-istri lebih

banyak dari empat sampai dengan Sembilan orang”. Ayat tersebut

bermakna bahwa apabila kamu khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap

perempuan yatim jika kamu mengawininya, maka kawinilah wanita

merdeka satu sampai empat, atau budak-budak perempuan yang kamu

miliki. Di dalam tafsir Jalalain dikatakan: “Kamu sekali-kali tidak akan

dapat berlaku adil diantara istri-istrimu dalam hal cinta walaupun kamu

sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu cenderung

dalam semua kecenderungan kepada istri yang kamu cintai dalam hal

pembagian malam dan nafkah”.120

120 Muhammad Yahya, Poligami Dalam Prespektif Nabi. SAW, (Makassar: Kenchana

Group, 2002), hlm 66

Page 99: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat di ambil dari Prosedur poligami Undang-Undang

No. 1 Tahun 1974 di Negara Indonesia dan Akta Undang-Undang Keluarga Islam

(Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 di Malaysia memiliki persamaan dan

perbedaan. Negara Indonesia memberlakukan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

yang terpakai di Indonesia dan Malaysia Seksyen 24(4) Akta Undang-Undang

Keluarga Islam Wilayah-Wilayah Persekutuan 1984 menyatakan bahwa “Apabila

menerima permohonan poligami, maka Mahkamah haruslah memanggil pemohon

dan istri dan wali kepada bakal istri”. Demikian itu, negara Indonesia khusus

dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak mengenakan apa-apa sanksi

terhadap poligami yang berlaku tanpa kebenaran Pengadilan Agama dan Malayasia

Khusus Akta Keluarga Islam Wilayah-Wilayah Persekutuan yang paling

diutamakan hal ini ditujukan agar seseorang ingin berpoligami tidak melakukan

perkawinan di luar Mahkamah Syariah dan jika seseorang melanggarnya akan

dikenakan denda dibawah Seksyen 124 denda sebanyak RM1000 atau penjara

selama 6 bulan. Dalam tinjaun hukum Islam terhadap kedua-dua negara ini alam

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Akta Undang-Undang Keluarga Islam

(Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 dinyatakan bahwa dasar hukum Islam yang

digunakan dalam prosedur poligami di kedua-dua negara ini adalah mengikut

pensyariatan yang telah ditetapkan didalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 3 tentang

keadilan dalam berpoligami. Demikian itu bahwa Indonesia dan Malaysia

Page 100: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

81

menggunakan atau mempraktek prosedur poligami tersendiri yang telah diatur.

B. Saran-Saran

Dari setiap pembahasan dan kesimpulan yang telah dijelaskan oleh penulis,

maka dapatlah penulis memberi beberapa saran-saran yang biasa dikemukakan,

yaitu :

1. Dari penelitian ini penulis berharap kepada pemerintahan tentunya

Indonesia dapat memberikan pembaharuan hukum dan pertimbangan

hukum dalam perkawinan yang menyimpang dan memberikan mudharat.

Melihat hukum harus sesuai dengan keadaan zaman. Terutama di Indonesia

melihat aturan mengenai sanksi poligami sangat kecil dan sebagai

perbandingannya Malaysia yang menerapkan sanksi yang besar.

Diharapkan para pembuat hukum atau aturan bias mengevaluasi aturan

poligami sanksi yang ada di Indonesia.

2. Bagi mencegah atau meminimalkan terjadi poligami tanpa izin Peradilan

khusus di Negara Indonesia dan Malaysia, diharapkan semua pihak

pemerintah maupun masyarakat termasuk lembaga-lembaga social

keagamaan. Untuk sentiasa berperan aktif dalam memberi bimbingan dan

penuluhan kepada masyarakat. Supaya masyarakat sedar hikmat

berpoligami dan suami berlaku adil terhadap istri-istrinya dari segi zahir dan

batin

3. Sebagai individu, seharusnya kita peka dengan hukum yang menetapkan

oleh Negara khususnya bab berpoligami karena Negara menetapkan sesuatu

hukum untuk memudahkan urusan individu yang berpoligami dan

Page 101: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

82

memastikan hak pihak-pihak yang terlibat dalam urusan tersebut terjamin

dan tidak di aniaya.

Page 102: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

83

C. Kata Penutup

Alhamdulillah puji syukur ke hadrat Allah SWT atas limpahan kurnia dan

inayah-nya serta selawat dan salam atas junjungan bessar Nabi Muhammad SAW

dengan izin-Nya, akhirnya penulis dapat menyiapkan skripsi yang berjudul

“Prosedur Poligami di Indonesia dan Malaysia Studi komparatif Undang-Undang

No. 1 Tahun 1974 dan Akta Undang-Undang Keluarga Islam (Wilayah-Wilayah

Persekutuan) 1984” dengan jayanya. Selesainya skripsi ini, tidak bermakna penulis

berasa sempurna daripada apa yang diperolehi. Tetapi penulis merasakan masih

banyak kekurangan dari segi penulisan maupun tatacara penulisannya.

Akhirnya, susah payah penulis terbayar dengan selesainya skripsi ini.

Walaupun melalui berbagai onak dan duri, namun tidak mematahkan semangat

penulis malah menjadikan pengalaman yang amat berharga dan akan menjadi

kenag-kenangan yang indah. Penulis ucapkan terima kasih yang tidak terhingga

kepada mereka yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung karena banyak

membantu penulis dalam pelaksanaan skripsi ini. Hanya Allah yang dapat

membalas jasa dan budi baik kalian.

Di samping itu, penulis berharap usaha ini dapat menjadi amalan yang

bermanfaat kepada penulis dan pembaca juga kepada perkembangan ilmu Islam dan

dapat menjadi satu bahan fikir bersama. Oleh karena itu, penulis rendah diri

memohon maaf jika terdapat kekurangan dalam skripsi atau menyinggung pihak-

pihak tertentu. Moga kita semua memproleh hidayah, keredhaan dan keberkatan

Allah SWT. Amin.

Page 103: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

84

DAFTAR PUSAKA

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 9, Terj. Abdul hayyie al-

Katani

(Gema Insani, 2007).

Karam Hilmi Farhat, 2007.”Poligami Dalam Pandangan Islam, Nasrani

Dan Yahudi”. (Jakarta: Darul Haq, 2012).

AbdurRahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam, Cet 1, (Jakarta : PT

Rineka CIpta,1992).

Dedi Supriyadi, Fiqh Munakahat Perbandingan, Cet 1, (Bandung : Pustaka

Setia, 2011).

Jasim Muhammad Ai-Yasin, Fiqh Wanita, Penerjemah Kaserun AS Rahman,

(Jakarta : PT Serambi Semesta Distribusi, 2017).

Hasan Aedy, Antara Poligami Syariah Dan Perjuangan Kaum Perempuan,

(Bandung

Alfabeta, 2007).

Azni, Poligami Dalam Hukum Islam Di Indonesia dan Malaysia, (PekanBaru :

Suska ``` Press, 2015).

Hasan Aedy, Antara Poligami Syariah Dan Perjuangan Kaum Perempuan,

(Bandung :

Alfabeta, 2007), hlm.

Drs. H. Taufiq Hamami, SH, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan

Kehakiman

Di Indonesia (Pasca Amandemen Tiga UUD 1945), (Jakarta : PT Tatanusa,

2013).

Mardani, Hukum Islam Kumpulan Peraturan Tentang Hukum Islam DI

Indonesia, Cet 1,

(Jakarta : PT Fajar Interpratama Mandiri, 2013).

Ahmad Rafiq, hukum Islam DI Indonesia, Cet 4, (Jakarta, PT RajaGrafinfo

Persada, 2000).

Tahir Mahmud, Family Law Reform in the Muslim World, (New Delhi : N.M

TRIPATHI,

1974).

Page 104: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

Sjam Alam, Usia Perkahwinan Dalam Perspektif Filsafat Hukum Dan

Konturbusinya Bagi Pengembangan Hukum Perkahwinan Indonesia, (Universitas

Gajah Muda, 2011). Hlm. 147

Arso Sosroatmodjo dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkahwinan di

Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)

Maria Ulfah subadyo, Perjuangan Untuk Mencapai Undang-Undang

Perkahwinan, (Jakarta: Yayasan Idayu, 1981)

Nani Suwondo, Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum dan

Masyarakat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992)

Yayan Sopyan, Islam Negara; Transformasi Hukum Perkahwinan Islam

dalam Hukum Nasional,

R. Soetedjo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundangan-Undangan

Perkahwinan Di Indonesia, (Surabaya: Universitas Airlangga Press, 1988), hlm. 18

Muhammad Kamal Hasan, Moderniasi Indonesia Respon Cendiawan

Muslim, (Jakarta: Lingkaran Studi Indonesia, 1987)

Muhammad Amin Suna, Hukum Keluarga Islam di Dunia, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004)

Monir Yaacob, Sistem Kehakiman Islam, (Kuala Lumpur, Malaysia: Institut

Kefahaman Islam Malaysia, 2001)

Ahamd Hidayat Buang, Undang-Undang Islam di Malaysia, (Kuala

Lumpur: Penerbit Universiti Malaya, 2007)

Ahmad Ibrahim, Pentadbiran Undang-Undang Islam di Malaysia (Kuala

Lumpur: Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM), 1997)

Mohamed Suffian, Pengenalan Sistem Undang-Undang Malaysia, (Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1990)

Noor Aziah Mohd Awal, Pengenalan kepada Sistem Perundangan di

Malaysia, (Kuala Lumpur: International Law Book Services, 1998)

Mahamad Ariffin, Pentadbiran Undang-Undang Islam di Malaysia, (Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007)

Ahmad Ibrahim dan Ahilemah Joned, Sistem Undang-Undang di Malaysia

(Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Islam Malaysia, 1997)

Page 105: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

ABD. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum

Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010)

d al-MansuNurhayati Zein, Fiqh Munakahat, (Kota Pekan Baru: Mutiara

Pesisir Sumatra, 2015)

Kathur Suhardi, Rahasia Pernikahan Yang Bahagia, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2002)

Rodli Makmun, Poligami Dalam Tafsir Muhammad Syahrur, (Ponoroga:

Stain Ponorogo Press, 2009)

Bibit Suprapto, Liku-Liku Poligami, (Yogyakarta: Al-Kautsar. 1990)

Mulati, Hukum Islam Tentang Perkahwinan dan Waris, (Jakarta: UPT

Penerbitan Universitas Tarumanagara, 2005)

Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996)

Chadidjah Nasution, Wanita Dalam AL-Quran, (Jakarta: Bulan Bintang,

1984)

Jasim Muhammad Ai-Yasin, Fiqh Wanita, Cet 1, (Jakarta: PT Serambi

Semesta Distribusi, 2017)

Muhammad bin Musafir al-Thawil, Ta’adud al-Zaujat fi al-Islam,

(Iskandariyah: Dar al-Iman tt)

Murtadha Mutahhari, Hak-Hak Wanita Dalam Islam, (Jakarta: PT. Lentera

Baseitama, 2000)

Depag RI, al-Quran Dan Terjemahnya, (Surabaya: Suria Cipta Aksara,

1993)

M. Abdul Ghoffar, Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I,

2008)

Wahbah Az-Zuhaily, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani,

2007). Cet 10, JIlid 9

Muhammad Ali Ahmad al-Nadwi, Al-Qawaid al-Fiqhiyyah, (Damsyiq: Dar

al-Qalam, 2000)

Page 106: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

Ahmad Fedyani Saifuddin, Poligini Dalam Perspektif Sosial Budaya,

(Jakarta: Forest Book, 2002)

Muhammad bin Abi Sahal al-Sarakhsiy, Al-Mabsuth, (Bairut: Dar al-

Ma’rifah, 1406 H), Jilid 5

Amir Syariffudin, Hukum Perkahwinan Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2006)

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2000), Cet 4

Muhammad Bin Surah Bin Dhohak Tirmizi, Sunan Tirmizi, (Beirut: Darul

Ro’bi, 1998) Alamiyyah, 2009 M), Juz 3

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: kajian NIkah Lengkap,

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010)

Kathur Suhardi, Rahasia Pernikahan Yang Bahagia. (Jakarta: Pustaka

Azzan, 2002)

Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, ( tt: Darul Ihyad Al-Qutub Al-Arabiyah,

tt), Juz 1

Depag RI, al_quran Dan Terjemahannya, (Surabaya: Suria Cipta Aksara,

1993)

K Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia (Jakarta: Ichtiar

Baru,1976) Cet XI

Abdurrahmab, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademik

Pressindo, 1992), hlm

Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan

Peraturan Pelaksana Lainnya di Negara Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,

2008), hlm.

Ali Mohammad Daud, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata

Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007)

Syarifuddin Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqq

Munakahat dan Undang-Undang Perkahwinan, (Jakarta: Kencana, 2007)

Suma Muhammad Amin, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan

Peraturan Pelaksana Lainnya di Negara Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers.

2008)

Page 107: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

Rofiq Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2000)

Lembaga Penyelidikan Undang-Undang, Akta Undang-Undang Keluarga

Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984 (AKTA 303), (Kuala Lumpur:

International Law Book Service, 2000)

Saleh K Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ictiar Baru,

1976)

Syahar Saidus, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya

Ditinjau Dari Segi Hukum Islam, (Bandung: Alumni, 1985)

Badri R, Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan & KUHP,

(Surabaya: CV Amin, 1985

Madya Dr. Raihanah Abdullah, Poligami Penjelasan Berdasarkan

Perspektif Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia, (Putrajaya: Jabatan

Kemajuan Islam Malaysia, 2014)

Sarah Atikah Osman, Undang-Undang Keluarga Islam, (Kuala Lumpur:

Book Record GB Sdn. Bhd. 2001)

Maisarah Haji Kamil, Akta Undang-Undang Wilayah-Wilayah

Persekutuan, (Kuala Lumpur: Insan Gerhana Sdn Bhd, 1999)

A.Mujab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran, (Jakarta:

PT Raja Grafindo, 2002)

Candra Sabtia, Perkawinan dalam Islam : Monogami atau Poligami,

(Yogyakarta: An Naba, 2007)

Gusmian Islah, Mengapa Nabi Muhammad SAW. Berpoligami?,

(Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2007

Effendi Satria, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencaha,2006)

Dusuki bin Haji Ahmad, Poligami dalam Islam. (Kuala Lumpur: Yayasan

Dakwah Islamiah Malaysia, 1978)

Nik Noraini Nik Badli Shah, Perkahwinan Dan Penceraian D Bawah

Undang-Undang Islam, (Kuala Lumpur: International Law Book Services, 2008)

Page 108: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

Zaini Nasohah, Poligam: Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam, (Kuala

Lumpur: Utusan Publication &Distributors Sdn Bhd, 2000)

Jamilah Muhammad, Analisis Poligami Menurut Perspektif Islam, (Kuala

Lumpur: Angkatan Belia Islam Malaysia, 1977)

Muhammar, Hukum Hakam Perkahwinan, (Johor Bharu: Perniagaan

Jahabersa, 1998)

Page 109: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI

CURRICULUM VITAE

Nama : Raja Hasif Aslam Bin Raja Badrul Hizam

NIM : SPM 103180009

Fakultas : Syariah

Jurusan : Perbandingan Mazhab

Tempat/Tanggal lahir : Selangor , Malaysia / 04 September 1994

Alamat Asal : No. 4 Tingkat 1 Block Mawar Bandar Baru Klang

41150, klang Selangor.

Alamat Sekarang : Mess Pelajar Malaysia, No. 44, RT 24, RW 08,

Jalan Melur 2, Kelurahan Simpang IV Sipin,

Telanaipura, 36124, Jambi, Indonesia

Pekerjaan : Mahasiswa

Pendidikan :

No Jenis Pendidikan Tempat Tahun Tamat

1

2

3

4

Sekolah Rendah SK 2 Jalan

Batu Tiga

Maahad Tahfiz Al-Quran Wal

Qiraat Addin

Kolej Islam As Sofa

UIN Sulthan Thaha Saifuddin

Selangor, Malaysia

Perak, Malaysia

Selangor, Malaysia

Jambi, Indonesia

2007

2011

2018

2020

Page 110: PROSEDUR POLIGAMI DI INDONESIA DAN MALAYSIA STUDI