prosedur dan syarat sah jual beli tanah

Upload: iwan-anggara

Post on 15-Oct-2015

312 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

akte

TRANSCRIPT

Prosedur dan Syarat Sah Jual Beli Tanah

6:51 PM Notaris Sidoarjo

Jual beli hak atas tanah merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu. Jual beli ini didasarkan pada hukum Adat, dan harus memenuhi syarat-syarat seperti: Terang, Tunai dan Rill. Terang artinya di lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, Tunai artinya di bayarkan secara tunai, dan Rill artinya jual beli dilakukan secara nyata. Jadi, apabila harga belum lunas, maka belum dapat dilakukan proses jual beli sebagaimana dimaksud. Dewasa ini, yang diberi wewenang untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terdiri dari:

1. PPAT sementara yakni Camat yang oleh karena jabatannya dapat melaksanakan tugas PPAT untuk membuat akta jual beli tanah. Camat disini diangkat sebagai PPAT untuk daerah terpencil atau daerah daerah yang belum cukup jumlah PPAT nya.

2. PPAT yakni Pejabat Umum yang diangkat oleh kepala Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kewenangan membuat akta jual beli yang bertugas untuk wilayah kerja tertentu.

Adapun prosedur jual beli tanah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan jual beli tanah dan bangunan adalah sebagai berikut:

1. Akta Jual Beli (AJB) Bilamana sudah tercapai kesepakatan mengenai harga tanah termasuk didalamnya cara pembayaran dan siapa yang menangung biaya pembuatan Akta Jual Beli (AJB) antara pihak penjual dan pembeli, maka para pihak harus datang ke kantor PPAT untuk membuat akta jual beli tanah.

2. Persyaratan Akta Jual Beli (AJB) Hal-hal yang diperlukan dalam membuat Akta Jual Beli tanah di kantor PPAT adalah sebagai berikut:

Syarat-syarat yang harus dibawa penjual:

1. Asli sertifikat hak atas tanah yang akan dijual;

2. Kartu Tanda Penduduk;

3. Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sepuluh tahun terakhir;

4. Surat persetujuan suami isteri serta kartu keluarga bagi yang telah berkeluarga.

Syarat-syarat yang harus dibawa oleh Calon Pembeli:

1. Kartu Tanda Penduduk

2. Kartu Keluarga

3. Proses pembuatan AJB di Kantor PPAT

Persiapan pembuatan AJB sebelum dilakukan proses jual beli:

1. Dilakukan pemeriksaan mengenai keaslian dari sertipikat termaksud di kantor Pertanahan untuk mengetahui status sertifikat saat ini seperti keasliannya, apakah sedang dijaminkan kepada pihak lain atau sedang dalam sengketa kepemilikan, dan terhadap keterangan sengketa atau tidak, maka harus disertai surat pernyataan tidak sengketa atas tanah tersebut;

2. Terkait status tanah dalam keadaan sengketa, maka PPAT akan menolak pembuatan AJB atas tanah tersebut;

3. Calon pembeli dapat membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut maka tidak lantas menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum;

4. Penjual diharuskan membayar Pajak Penghasilan (Pph) sedangkan pembeli diharuskan membayar bea perolehan hak atas tanah dan anggunan (BPHTB) dengan ketentuan berikut ini: Pajak Penjual (Pph) = NJOP/harga jual X 5 % Pajak Pembeli (BPHTB) = {NJOP/harga jual - nilai tidak kena pajak} X 5%

Pembuatan Akta Jual Beli

1. Dalam pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis;

2. Dalam pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi;

3. PPAT akan membacakan serta menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan bila isi akta disetujui maka oleh penjual dan calon pembeli akta tersebut akan ditandatangani oleh para pihak, sekaligus saksi dan pejabat pembuat akta tanah sendiri;

4. Akta dibuat dua lembar asli, satu disimpan oleh di kantor PPAT dan lembar lainnya akan disampaikan kepada kantor pertanahan setempat untuk keperluan balik nama atas tanah, sedangkan salinannya akan diberikan kepada masing-masing pihak.

Setelah Pembuatan Akta Jual Beli

1. Setelah Akta Jual Beli selesai dibuat, PPAT menyerahkan berkas tersebut ke kantor pertanahan untuk balik nama sertipikat; dan

2. Penyerahan akta harus dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatangani, dengan berkas-berkas yang harus diserahkan antara lain: surat permohonan balik nama yang telah ditandatangani pembeli, Akta Jual Beli dari PPAT, Sertipikat hak atas tanah, Kartu tanda penduduk kedua belah pihak, Bukti lunas pembayaran Pph, serta bukti lunas pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Proses di Kantor Pertanahan

1. Saat berkas diserahkan kepada kantor pertanahan, maka kantor pertanahan akan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutkan akan diberikan kepada pembeli;

2. Nama penjual dalam buku tanah dan sertipikat akan docoret dengan tinta hitam dan diberi paraf oleh kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk;

3. Nama pembeli selaku pemegang hak atas tanah yang baru akan ditulis pada halaman dan kolom yang terdapat pada buku tanah dan sertipikat dengan dibubuhi tanggal pencatatan serta tandatangan kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk; dan

4. Dalam waktu 14 (empat belas) hari pembeli berhak mengambil sertipikat yang sudah dibalik atas nama pembeli di kantor pertanahan setempat.

Demikian penjelasan mengenai tata cara jual beli tanah, semoga bermanfaat.

Penyebab Jual Beli Tanah Dianggap TidakSah

Dalam pemeriksaan sertifikat, pastikan bahwa tanah dan bangunan tersebut tidak sedang berada di bawah hak tanggungan atau sedang dalam sita jaminan, atau sedang diblokir karena terlibat sengketa hukum.

Tanah dan bangunan adalah benda tidak bergerak (benda tetap) sehingga proses jual belinya berbeda dengan jual beli benda bergerak seperti kendaraan, televisi, dan lain-lain. Secara hukum, jual beli benda bergerak terjadi secara tunai dan seketika, yaitu selesai ketika pembeli membayar harganya dan penjual menyerahkan barangnya.

Hal tersebut berbeda dengan jual beli tanah dan bangunan yang memerlukan akta otentik. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang.

Dalam proses jual beli tanah dan bangunan, akta tersebut dibuat oleh Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Jual beli tanah dan bangunan yang dilakukan dengan perjanjian di bawah tangan tidaklah sah, dan tidak menyebabkan beralihnya tanah dan bangunan dari penjual kepada pembeli (meskipun pembeli telah membayar lunas harganya).

Jual beli tanah dan bangunan memang harus dilakukan dengan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Notaris/PPAT. Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan jual beli tanah dan bangunan:

Periksa dulu obyek tanah dan bangunan yang akan dibeli. Pemeriksaan bisa meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sertifikat.

Setelah pemeriksaan fisik, pembeli dapat melakukan pemeriksaan pajak (PBB) di kantor pajak dan pemeriksaan sertifikat tanah dan bangunan di kantor pertanahan setempat. Pemeriksaan PPB di kantor pajak dilakukan untuk memastikan bahwa pemilik tanah telah melunasi seluruh PBB yang menjadi kewajibannya.

Dalam pemeriksaan sertifikat, pastikan bahwa tanah dan bangunan tersebut tidak sedang berada di bawah hak tanggungan atau sedang dalam sita jaminan, atau sedang diblokir karena terlibat sengketa hukum. Jika diperlukan, calon pembeli juga dapat memastikan tanah dan bangunan tersebut tidak sedang berada dalam sengketa, yaitu dengan memeriksanya ke Pengadilan Negeri di mana tanah dan bangunan tersebut terletak.

Selanjutnya, jika berdasarkan pemeriksaan tanah dan bangunan tersebut tidak bermasalah, proses jual beli dilakukan dengan pembuatan AJB di kantor Notaris/PPAT. Jika penjual dan pembeli tidak sempat atau tidak mengerti proses dan tata cara pemeriksaan tanah sebagaimana dimaksud di atas, penjual dan pembeli dapat meminta Notaris/PPAT untuk melakukan pemeriksaan tersebut sebelum dibuatnya AJB.

AJB merupakan syarat untuk pencatatan balik nama sertifikat tanah dari penjual kepada pembeli. Dalam pembuatan AJB, masing-masing pihak penjual dan pembeli berkewajiban membayar pajak transaksi. Penjual wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 5% dan pembeli wajib membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%. Setelah pembuatan AJB dan pembayaran pajak, maka Notaris/PPAT akan melakukan balik nama sertifikat di kantor pertanahan dan setelah itu tanah dan bangunan telah sah menjadi milik pembeli.

sumber : kompas.com

INFO LAIN TENTANG JENIS-JENIS SERTIFIKAT :Sebelum membeli properti, baik tanah, rumah, maupun apartemen, perlu Anda ketahui status hukum atas properti tersebut. Soal sertifikat, misalnya. Apakah statusnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangun, atau Hak Pakai?

Urusan status tentu penting. Salah sedikit, ujung-ujungnya yang didapat bukan kenyamanan, melainkan kerugian dan penyesalan.

Untuk itu, memilih hunian atau properti tidak bisa sembarangan. Pemilihannya harus dilakukan dengan pemikiran matang dan investigasi yang mendalam, terutama pada sertifikat tanahnya. Karena sertifikat tanah menjadi bukti kepemilikan atau penguasaan atas tanah berdirinya hunian Anda.

Kepala Bidang Humas Badan Pertanahan Republik Indonesia, Doli Manahan Panggabean, sertifikat kepemilikan tanah sangat penting bagi siapa pun yang memiliki dan menguasai tanah tersebut. Sertifikat tanah juga menjadi bukti penguasaan sah atas hukum pertanahan.

Ada beberapa macam sertifikat hak atas tanah yang dikenal dalam undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, yaitu:

SHM (Sertifikat Hak Milik)SHM merupakan jenis sertifikat dengan kepemilikan hak atas penuh oleh pemegang sertifikat tersebut. SHM juga menjadi bukti kepemilikan paling kuat atas lahan atau tanah karena tidak ada lagi campur tangan ataupun kemungkinan kepemilikan pihak lain.

Status SHM juga tak memiliki batas waktu. Sebagai bukti kepemilikan paling kuat, SHM menjadi alat paling valid untuk melakukan transaksi jual beli maupun penjaminan untuk kepentingan pembiayaan perbankan.

SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangun)SHGB memiliki batas waktu tertentu, biasanya 20 tahun. Pemilik SHGB bisa saja meningkatkan status kepemilikan atas tanah yang mereka kuasai dalam bentuk SHM. Biasanya, peningkatan status sertifikat dari SHGB ke SHM karena di atas tanah itu didirikan bangunan tempat tinggal.

Sepanjang bidang tanah tersebut terdapat bangunan yang dipergunakan untuk rumah tinggal, dapat ditingkatkan menjadi hak milik. Biaya peningkatan itu sebenarnya tidak ada. Hanya cukup mendaftarkan diri untuk peningkatan hak milik dengan ketentuan yang berlaku, ada IMB. Jika tak ada IMB, cukup diganti surat Model PNI dari kelurahan di atas tanah bidang tersebut yang menyatakan untuk rumah tinggal, kata Doli.

SHSRS (Sertifikat Hak Satun Rumah Susun)Adapun SHSRS berhubungan dengan kepemilikan seseorang atas rumah vertikal, rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama. Pengaturan kepemilikan bersama dalam satuan rumah susun digunakan untuk memberi dasar kedudukan atas bench tak bergerak yang menjadi obyek kepemilikan di luar unit, mulai taman, tempat parkir, sampai area lobi.

SERBA SERBIPahami Perbedaan Hukum dari PPJB dan AJB!

Dalam PPJB biasanya diatur tentang syara-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh para pihak agar dapat dilakukannya AJB. Dengan demikian, PPJB merupakan ikatan awal yang bersifat di bawah tangan untuk dapat dilakukannya AJB yang bersifat otentik.

Pada proses transaksi jual beli tanah, kita seringkali mendengar dua istilah ini, PPJB dan AJB. Kedua istilah itu merupakan sama-sama perjanjian, tapi memiliki akibat hukum yang berbeda.

PPJB adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli, sedangkan AJB adalah Akta Jual Beli. Perbedaan utama keduanya adalah pada sifat otentikasinya.

PPJB merupakan ikatan awal antara penjual dan pembeli tanah yang bersifat di bawah tangan atau akta nonotentik. Akta non otentik berarti akta yang dibuat hanya oleh para pihak atau calon penjual dan pembeli, tetapi tidak melibatkan notarsi/PPAT.

Karena sifatnya non otentik, hal itu menyebabkan PPJB tidak mengikat tanah sebagai obyek perjanjiannya, dan tentu, tidak menyebabkan beralihnya kepemilikan tanah dari penjual ke pembeli.

Umumnya, PPJB mengatur bagaimana penjual akan menjual tanahnya kepada pembeli. Namun demikian, hal tersebut belum dapat dilakukan karena ada sebab-sebab tertentu. Misalnya, tanahnya masih dalam jaminan bank atau masih diperlukan syarat lain untuk dilakukannya penyerahan. Maka, dalam sebuah transaksi jual beli tanah, calon penjual dan pembeli tidak diwajibkan membuat PPJB.

Berbeda halnya dengan PPJB, AJB merupakan akta otentik yang dibuat oleh Notaris/PPAT dan merupakan syarat dalam jual beli tanah. Dengan dibuatnya AJB oleh Notaris/PPAT, maka tanah sebagai obyek jual beli telah dapat dialihkan atau balik nama dari penjual kepada pembeli.

Dalam PPJB biasanya diatur tentang syara-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh para pihak agar dapat dilakukannya AJB. Dengan demikian, PPJB merupakan ikatan awal yang bersifat di bawah tangan untuk dapat dilakukannya AJB yang bersifat otentik. Sekali lagi, AJB sifatnya otentik!

(sumber : Legalakses.com)Cara Menghitung Pajak Tanah yang Anda Beli!

www.shutterstock.comDasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP dalam jual beli tanah ini adalah harga transaksi.

Pada saat melakukan jual-beli tanah dan bangunan, baik pembeli maupun penjual tentu akan dikenakan pajak. Penjual akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) atas uang pembayaran harga tanah yang diterimanya, sedangkan Anda, misalnya, sebagai pembeli akan dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak atas tanahnya. Nah, sudah tahu cara menghitungnya?

Perlu diketahui, BPHTB dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya jual-beli tanah, melainkan juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, seperti tukar-menukar, hibah, waris, pemasukan tanah ke dalam perseroan, dan lain-lainnya. Pada transaksi jual-beli tanah, yang menjadi subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan itu, yaitu pembeli.

Dalam rangka pembayaran BPHTB oleh Anda sebagai pembeli, dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP dalam jual beli tanah ini adalah harga transaksi. Ini jelas berbeda, misalnya, dengan tukar menukar, hibah atauwarisan, yang dasar NPOP-nya menggunakan nilai pasar (Nilai Jual Objek Pajak/NJOP).

Nilai Perolehan Obyek Pajak atau harga transaksi bisa lebih besar atau bisa juga lebih kecil dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), tergantung dari kesepakatan penjual dan pembeli. Terkadang, harga transaksi itu bisa juga sama dengan nilai NJOP.

Namun, apabila harga transaksi lebih kecil dari NJOP, maka yang menjadi dasar penentuan NPOP adalah nilai NJOP. Sebaliknya, jika harga transaksi lebih besar dari NJOP, maka nilai penentuan NPOP berdasarkan harga transaksi tersebut, yaitu nilai paling tinggi di antara NPOP dan NJOP.

NPOPTKPSelain NPOP dan NJOP, faktor lain perlu Anda perhatikan dalam menentukan besarnya BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP adalah nilai pengurangan NPOP sebelum dikenakan tarif BPHTB.

Contohnya? Jika harga transaksi tanah Rp100.000.000, maka sebelum harga transaksi tersebut dikenakan tarif BPHTB (5 persen), terlebih dahulu harga transaksi itu dikurangi NPOPTKP. Misalnya. dikurangi NPOPTKP sebesar Rp80.000.000untuk daerah DKI Jakarta. Hal ini akan membuat nilai pajak pembeli lebih kecil dibandingkan nilai pajak penjual, karena penjual tidak dikenakan NPOPTKP.

Contoh menghitung BPHTBTentunya, setiap daerah memiliki penetapan NPOPTKP berbeda-beda, tergantung peraturan daerah tersebut. Untuk wilayah DKI Jakarta misalnya, NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp80.000.000untuk transaksi jual beli tanah dan Rp350.000.000untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah.

Anda membeli tanah milik si A dengan nilai jual beli sebesar Rp200.000.000. Maka, pajak penjual dan pajak pembeli adalah sebagai berikut:

Pajak Pembeli (BPHTB) NPOP: Rp200.000.000 NPOPTKP: Rp80.000.000 NPOP Kena Pajak : Rp120.000.000 BPHTB: : 5 % x Rp120.000.000= Rp6.000.000Pajak Penjual (PPh) NPOP: Rp200.000.000NPOP Kena Pajak: Rp200.000.000PPh: 5% x Rp200.000.000= Rp10.000.000Mengubah HGB ke SHM

www.shutterstock.comAnda akan dikenai biaya peningkatan HGB menjadi SHM. Besar biaya tergantung biaya NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dan luas tanah. Adapun rumus menentukan biaya NJOP sebagai berikut: 2 x (NJOP Tanah Rp 60 juta).

Tanah dengan status sertifikat hak guna bangunan (HGB) bisa ditingkatkan statusnya menjadi sertifikat hak milik (SHM) dengan melakukan pengurusan pada kantor pertanahan di wilayah tanah itu berada. Selain tidak repot, prosesnya juga cepat. Berikut langkah-langkah mengurusnya:

Sertifikat asliSiapkan sertifikat asli HGB yang akan diubah status. Tanpa sertifikat ini, upaya Anda untuk mengubah status akan sia-sia. Oleh karena itu, Anda harus menyiapkannya lebih awal dengan membuatcopysertifikat HGB.

Fotokopi IMBLangkah selanjutnya adalah menyiapkan fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini berguna sebagai bukti legalitas yang memperbolehkan tanah digunakan untuk mendirikan bangunan.

Identitas diriJangan lupa juga untuk fotokopi identitas diri. Lampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai keterangan identitas pengajuan Anda. Siapkan fotokopi SPPT PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang terakhir. Lampiran ini diperlukan untuk melihat jejak rekam pajak, seperti luas tanah dan luas bangunan yang kena pajak.

Surat permohonanAnda juga harus mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat. Surat ini sebaiknya sudah diproses sebelum Anda mengajukan pengubahan status sertifikat HGB menjadi SHM. Ketika surat ini sudah ada, segeralah di-copybeberapa lembar dan lampirkan aslinya bersama dengan lampiran lain.

Membayar biayaAnda akan dikenai biaya peningkatan HGB menjadi SHM. Besar biaya tergantung biaya NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dan luas tanah. Adapun rumus menentukan biaya NJOP sebagai berikut: 2% x (NJOP Tanah Rp 60 juta).

Sebagai gambaran, untuk tanah seluas 100m2 di Jakarta dengan NJOP sebesar Rp 1 juta per meter persegi, Anda mesti membayar Rp 800.000. Perlu diingat, bahwa angka variabel tergantung daerahnya. Misalnya, Jakarta angka variabelnya sebesar Rp 60 juta, Tangerang sebesar Rp 50 juta, dan Bekasi sebesar Rp 30 juta.

Jasa notarisNamun, jika tak mau repot, Anda juga bisa menggunakan jasa notaris PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk pengurusan HGB ke SHM. Tentunya, Anda harus menyiapkan dana sekitar Rp 1 juta hingga Rp 3 juta untuk jasa notaris itu.(penulis :Hotmian Siahaan)Tata Cara Peralihan Hak Tanah dan Bangunan dengan Akta Jual Beli

Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti sah (selain risalah lelang, jika peralihan haknya melalui lelang) bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih kepada pihak lain. AJB dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Camat untuk daerah tertentu yang masih jarang terdapat PPAT. Secara hukum Peralihan Hak atas tanah dan bangunan tidak bisa dilakukan di bawah tangan.

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk melakukan jual beli tanah dan bangunan (untuk selanjutnya hanya disebut jual beli) adalah dengan mendatangi kantor PPAT untuk mendapatkan keterangan mengenai proses jual beli dan menyiapkan persyaratan untuk proses jual beli tersebut. PPAT memiliki wilayah kerja untuk daerah tingkat dua. Jika PPAT berkantor di Jakarta Timur maka ia hanya bisa membuat akta PPAT untuk wilayah Jakarta Timur saja. Demikian Juga jika berkantor di Kota Bekasi, maka ia hanya bisa membuat akta untuk objek yang ada di Kota Bekasi saja.

Sebelum dilakukan jual beli PPAT akan menerangkan langkah-langkah dan persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan jual beli. Kepentingan lainnya adalah untuk menyerahkan asli sertifikat terlebih dahulu untuk dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian data teknis dan yuridis antara sertifikat dan buku tanah yang ada di kantor pertanahan.

Pemeriksaan sertifikat ke BPNPemeriksaan sertifikat ke BPN dilakukan oleh PPAT yang bertujuan untuk mengetahui bahwa objek jual beli tidak dalam sengketa hukum, dalam jaminan, sita atau blokir dari pihak lain. Dimana jika ada catatan di dalam buku tanah yang ada di BPN maka penjual berkewajiban terlebih dahulu untuk menbersihkan catatan tersebut. Jika catatan tersebut berupa blokir maka blokir tersebut harus diangkat terlebih dahulu. Tanpa proses ini jual beli tidak bisa dilaksanakan.

Menyerahkan SPPT PBB dan bukti pembayarannyaBerkas lainnya yang harus diserahkan kepada PPAT adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan atau SPPT PBB dan bukti pembayarannya. Penyerahan SPPT PBB sebelum jual beli dilakukan juga diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada tunggakan pembayaran PBB dan menghitung biaya-biaya dan pajak-pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak. Dimana penghitungan biaya-biaya tersebut bisa dilakukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).Menyerahkan dokumen-dokumen para pihakDokumen-dokumen para pihak perlu diserahkan kepada PPAT sebelum dilakukan penandatanganan akta jual beli, hal ini bertujuan supaya PPAT bisa menyiapkan AJB-nya terlebih dahulu sehingga pada saat hari yang disepakati untuk penandatanganan AJB bisa dilakukan dengan segera.

Dokumen yang disiapkan oleh penjual:1. Asli sertifikat

2. Asli SPPT PBB tahun terakhir dan bukti pembayaran

3. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dokumen lainnya mengenai tanah dan bangunan, jika objek jual beli berupa tanah dan bangunan

4. Fotokopi KTP dan KK suami dan istri

5. Fotokopi surat nikah, jika sudah menikah. Jika penjual belum menikah diperlukan surat pernyataan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan belum menikah

6. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

7. Fotokopi Surat Keterangan Kematian (dalam hal pemilik sudah meninggal)

8. Fotokopi Surat Keterangan Waris yang dilegalisir oleh kelurahan

Dokumen yang disiapkan oleh pembeli:

1. Fotokopi KTP dan KK

2. Fotokopi NPWP

Dalam hal salah satu pihak suami atau istri meninggal duniaJika suami atau istri ada yang meninggal dunia maka harus ada persetujuan untuk menjual dari ahli waris tanpa melihat nama yang tercantum di dalam sertifikat, apakah atas nama suami atau atas nama istri. Artinya persetujuan ahli waris tetap diperlukan jika sertifikat atas nama istri dan yang meninggal adalah suami (misalnya).

Dalam hal suami atau istri tidak bisa menandatangani AJBIkatan tali perkawinan menyebabkan terjadinya percampuran harta antara suami dan istri, sepanjang tidak ada perjanjian kawin. Maka dalam hal menjual diperlukan persetujuan suami atau istri. Jika suami atau istri karena sesuatu dan lain hal tidak bisa ikut hadir pada saat penandatanganan AJB maka wajib ada surat persetujuan menjual yang dibuat di hadapan notaris, minimal surat persetujuan tersebut dilegalisasi.

Lain hal jika ada perjanjian kawin yang menyatakan pemisahan harta maka tidak diperlukan persetujuan suami atau istri. Sebab lainnya adalah harta yang diperoleh sebelum pernikahan tidak termasuk harga gonogini. Untuk menentukan objek jual beli ini merupakan harga gonogini atau bukan, bisa dilihat dengan membandingkan tanggal pernikahan dengan tanggal diperolehnya objek jual beli. Jika tanah dan bangunan diperoleh sebelum tanggal pernikahan atau sesudah perceraian maka harta tersebut bukan merupakan harta gonogini.

Penandatanganan Akta Jual BeliJika semua syarat-syarat yang diperlukan sudah dilengkapi, seperti dokumen-dokumen di atas, penjual sudah menerima haknya, pajak-pajak sudah dibayarkan, biaya AJB sudah diterima PPAT maka dilakukan penandatanganan AJB dengan dihadiri oleh dua orang saksi yang pada umumnya karyawan kantor PPAT tersebut.

Balik nama sertifikatBalik nama sertifikat diajukan oleh PPAT pembuat AJB ke kantor pertanahan setempat. Proses balik nama ini memakan waktu kurang lebih dua minggu. Teknisnya adalah nama yang ada di sertifikat pada awalnya dicoret dan digantikan oleh pembeli dengan mencantumkan dasar peralihannya, yakni nomor dan tanggal AJB beserta PPAT yang membuatnya.

Dan sertifikat sudah selesai dibaliknama ke atas nama pembeli. its very that simple JUAL BELI & BALIK NAMA SERTIFIKAT

Posted by: Irma Devita In: Jual beli, pertanahan | comment : 138

PROSEDUR, DATA YANG DIPERLUKAN dan SYARAT-SYARATNYADalam melaksanakan pekerjaan saya sehari-hari, beberapa kali saya ditanya oleh klien-klien yang awam, yang menyatakan bahwa mereka akan melakukan balik nama sertifikat berdasarkan kwitansi lunas dari Penjual atas pembelian tanah dan/atau bangunan. Beberapa orang menganggap hanya dengan menggunakan kwitansi lunas tersebut mereka sudah dapat melakukan balik nama sertifikat tanah yang mereka beli.Pada kenyataannya tidak semudah itu. Yang menjadi persoalan adalah jika si penjual sudah tidak bisa ditemui lagi atau sudah meninggal dunia, maka pembeli tersebut akan mengalami kesulitan dalam melakukan peralihan hak atas tanah dan bangunan dimaksud.Pada prakteknya, untuk dapat melakukan balik nama (dalam hal ini peralihan hak) atas tanah dan/atau bangunan, harus dilakukan dengan cara tertentu, yaitu jual beli, hibah, tukar menukar, atau inbreng (pemasukan ke dalam suatu perusahaan). Pada kesempatan ini akan saya bahas mengenai peralihan hak dengan cara jual beli.

Jual beli merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu, dan biasanya diatur dalam hukum Adat, dengan prinsip: Terang dan Tunai. Terang artinya di lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, dan Tunai artinya di bayarkan secara tunai. Jadi, apabila harga belum lunas, maka belum dapat dilakukan proses jual beli dimaksud. Dewasa ini, yang diberi wewenang untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terdiri dari:1.PPAT sementara > adalah Camat yang diangkat sebagai PPAT untuk daerah daerah terpencil2.PPAT > Notaris yang diangkat berdasarkan SK Kepala BPN untuk wilayah kerja tertentu

Data-data apa saja yang harus dilengkapi untuk proses Jual Beli & balik nama tersebut?Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, biasanya PPAT yang bersangkutan akan meminta data-data standar, yang meliputi:I. Data tanah, meliputi:a.asli PBB 5 tahun terakhir berikut Surat Tanda Terima Setoran(bukti bayarnya)b.Asli sertifikat tanah (untuk pengecekan dan balik nama)c.asli IMB (bila ada, dan untuk diserahkan pada Pembeli setelahselesai proses AJB)d.bukti pembayaran rekening listrik, telpon, air (bila ada)e. Jika masih dibebani Hak Tanggungan (Hipotik), harus ada SuratRoya dari Bank yang bersangkutan

Catatan: point a & b mutlak harus ada, tapi yang selanjutnya optional

II. Data Penjual & Pembeli (masing-masing) dengan kriteriasebagai berikut:a.Perorangan:a.1. Copy KTP suami isteria.2. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikaha.3. Copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada, untukWNI keturunan)b.Perusahaan:b.1. Copy KTP Direksi & komisaris yang mewakilib.2. Copy Anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dariMenteri kehakiman dan HAM RIb.3. Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau SuratPernyataan Sebagian kecil asset

c.Dalam hal Suami/isteri atau kedua-duanya yang namanyatercantum dalam sertifikat sudah meninggal dunia, maka yangmelakukan jual beli tersebut adalah Ahli Warisnya. Jadi, data-data yang diperlukan adalah:

c.1. Surat Keterangan Waris-Untuk pribumi: Surat Keterangan waris yang disaksikan dandibenarkan oleh Lurah yang dikuatkan oleh Camat-Untuk WNI keturunan: Surat keterangan Waris dari Notarisc.2. Copy KTP seluruh ahli warisc.3. Copy Kartu keluarga dan Akta Nikahc.4. Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda-tangan AJB, atauSurat Persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepadasalah seorang di antara mereka yang dilegalisir oleh Notaris(dalam hal tidak bisa hadir)c.5. bukti pembayaran BPHTB Waris (Pajak Ahli Waris), dimanabesarnya adalah 50% dari BPHTB jual beli setelah dikurangidengan Nilai tidak kena pajaknya.

Nilai tidak kena pajaknya tergantung dari lokasi tanah yangbersangkutan.Contoh Perhitungannya:-NJOP Tanah sebesar Rp. 300juta, berlokasi di wilayah bekasi:Nilai tidak kena pajaknya wilayah bekasi adalah sebesar Rp. 250jt. Jadi pajak yang harus di bayar ={(Rp. 300jt Rp. 250jt) X 5%} X 50%.Jadi, apabila NJOP tanah tersebut di bawah Rp. 250jt, maka penerima waris tidak dikenakan BPHTB Waris (Pajak Waris)

Sebelum dilaksanakan jual beli, harus dilakukan:1. Pengecekan keaslian dan keabsahan sertifikat tanah pada kantorpertanahan yang berwenang2. Para pihak harus melunasi pajak jual beli atas tanah danbangunan tersebut.Dimana penghitungan pajaknya adalah sebagai berikut:-Pajak Penjual (Pph) = NJOP/harga jual X 5 %-Pajak Pembeli (BPHTB) ={NJOP/harga jual nilai tidak kena pajak} X 5%

Contoh surat jual beli tanah

Penulis : Fanny Fitriany Tanggal : 02/03/2014 Daftar isi Definisi Perjanjian jual beli Contoh surat jual beli tanahDEFINISI

Janji adalah akad, ijab, kesanggupan, kesepakatan, komitmen. Perjanjian adalah perikatan di mana hak dan kewajiban yang timbul dikehendaki oleh para pihak (subyek hukum). Perjanjian jual beli adalah perjanjian yang dibuat oleh penjual dan pembeli sebagai subyek hukumnya. Dalam KUHPerdata, perjanjian jual beli ini diatur dalam Pasal 1457-1540. Berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata yang dimaksud perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Kedua hal tersebut merupakan hal yang penting yang harus disepakati oleh penjual dan pembeli. Lahirnya sebuah perjanjian jual beli yang sah apabila pihak penjual dan pembeli telah menyepakati tentang apa yang menjadi objek jual beli dan berapa harga dari objek tersebut. Suatu jual beli telah dianggap terjadi anatara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1458 KUHPerdata. Hal ini juga disebut sebagai asas konsensualisme.

Sebelum membuat surat perjanjian jual beli tanah, kedua belah pihak yang akan mengadakan perjanjian harus memenuhi syarat perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

a. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (konsensus);Persetujuan kehendak ini sifatnya bebas, artinya tidak ada paksaan atau tekanan baik berupa kekerasan fisik atau upaya untuk menakut-nakuti dari pihak manapun juga agar orang tersebut mau menyetujui perjanjian, persetujuan membuat perjanjian ini benar-benar keinginan sukarela para pihak. Dalam hal ini juga tidak ada kekhilafan dan tidak ada penipuan. Suatu perjanjian yang didalamnya terdapat kekhilafan atau penipuan maka perjanjian tersebut menjadi batal.

b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (capacity);Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian di sini maksudnya adalah pihak yang membuat perjanjian telah dewasa sehingga ia dikatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Dewasa dalam hal ini artinya ia telah berumur 21 tahun atau sudah menikah sebelum berumur 21 tahun. Berdasarkan ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata, seseorang dikatakan tidak cakap membuat perjanjian ialah orag yang belum dewasa, di bawah pengampuan, dan wanita bersuami. Bagi mereka yang apabila melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh wali mereka. Untuk wanita yang bersuami, menurut hukum nasioanl Indonesia hal ini tidak berlaku lagi sehingga ia dapat mengadakan perjanjian tanpa seijin suami. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat kecakapan ini dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim.

c. Suatu hal tertentu (objek);Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi. Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata prestai atau objek hokum dibedakan atas:

Memberikan sesuatu;

Berbuat sesuatu;

Tidak berbuat sesuatu.

d. Suatu sebab yang halal (causa).Sebab yang halal berdasarkan Psal 1320 KUHPerdata ini memiliki arti tentang isi perjanjian itu, bukan merupakan sebab yang mendorong seseorang membuat suatu perjanjian.

Syarat (a) dan (b) yang dikemukakan di atas tadi disebut syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang mengadakan perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan. Dalam keadaan ini maka akibat-akibat yang timbul dari perjanjian itu dikembalika ke keadaan semula sebelum diadakannya perjanjian.

Syarat (c) dan (d) disebut syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang dijadikan objek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum dengan dimintakan pembatalan kepada hakim.

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut kemudian mempunyai kekuatan mengikat seperti undang-undang. Hal ini diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu Semua perjanjian yang dibuat dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang mempunyai kekuatan sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jika ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, maka dianggap sama dengan melanggar undang-undang, sehingga diberi akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Jadi, siapapun yang melanggar perjanjian, ia dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang (perjanjian).

Berdasarkan kedua Pasal di atas tadi, maka setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan isi pasal-pasal tersebut. Perjanjian seperti ini disebut mempunyai sistem terbuka, karena dapat dilakukan oleh setiap orang.

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Asas-asas tersebut, adalah:

a. Asas kebebasan berkontrakBerdasarkan asas ini setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baikyang sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Namun kebebasan ini dibatasi oleh 3 hal, yaitu:

1. Tidak bertentangan dengan Undang-undang;

2. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum;

3. Tidak bertentangan dengan kesusilaan.

b. Asas pelengkapAsas ini mengandung arti jika ada hal-hal yang tidak diatur dalam perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak, maka berlaku ketentuan undang-undang. Hal ini hanya berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak.

c. Asas konsensualAsas ini mengandung arti bahwa perjanjian terjadi saat tercapainya kata sepakat (konsensus) antara para pihak, dan sejak saat itu timbul hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak.

d. Asas obligatorAsas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat para pihak hanya baru menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum terjadi peralihan hak milik. Hak milik beralih apabila dilakukan perjanjian yang bersifat kebendaan, yaitu melalui penyerahan (levering).

e. Asas itikad baikDalam perjanjian jual beli penting adanya asas itikad baik yaitu pembeli memiliki itikad baik bahwa barang yang di jual itu adalah memang benar milik penjual dan bukan hasil dari pencurian atau tindakan lain yang melanggar hukum. Penjual pun harus memiliki itikad baik, misalnya apabila perjanjian jual beli ini dilakukan dengan cara angsur atau kredit penjual memiliki itikad baik bahwa pembeli akan melakukan atau memenuhi pembayarannya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan.

PERJANJIAN JUAL BELI

Perjanjian jual beli disebut memiliki sistem terbuka karena dapat dilakukan oleh setiap orang yang telah memenuhi persyaratan untuk melakukan perjanjian. Pada umumnya perjanjian jual beli tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan. Namun untuk sebagai bukti jika ada perselisihan ada baiknya suatu perjanjian dibuat secara tertulis.

Syarat perjanjian jual beli, yaitu:

a. PenjualOrang yang berhak menerima sejumlah uang dari pembeli dan berkewajiban menyerahkan barang yang dijualnya, misalnya dalam hal ini yaitu tanah.

b. PembeliOrang yang berhak menerima barang yang dibelinya dan berkewajiban menyerakan sejumlah uang sesuai yang telah disepakatinya kepada pembeli.

c. Barang yang diperjualbelikanObjek jual beli, dalam hal ini yaitu tanah.

d. Alat pembayaran yang sahYang dimaksud alat pembayaran sah adalah uang, yaitu alat tukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu Negara berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu.

e. Cara pembayaranCara pembayaran dalam perjanjian jual beli dapat dilakukan dengan 2 (dua) macam, yaitu:

Tunai

Tunai yaitu pembayaran sepenuhnya mengenai suatu barang pada saat bersamaan dengan diserahkannya objek jual beli.

Angsur (kredit/cicil)

Angsur yaitu pembayaran yang dilakukan secara bertahap hingga terpenuhinya jumlah yang harus dibayarkan, lamanya tenggat waktu ditentukan dalam perjanjian oleh kedua belah pihak.

Cara pembayaran ini tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak.

Adapun kewajiban-kewajiban penjual dan pembeli:

a. Kewajiban penjual Menyatakan dengan tegas untuk apa ia mengikatkan dirinya; segala janji yang tidak terang dan dapat diberikan berbagai pengertian, harus ditafsirkan untuk kerugiannya (Pasal 1473 KUHPerdata);

Menyerahkan barang sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dan menanggung risiko cacat atas barang sebelum adanya penyerahan.

b. Kewajiban pembeli Membayar harga pembelian, pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian (Pasal 1513 KUHPerdata);

Jika tempat pembayaran tidak diatur dalam perjanjian, maka pembeli harus membayar di tempat dan waktu di mana penyerahan dilakukan (Pasal 15145 KUHPerdata).

Berdasarkan kriterianya, perjanjian jual beli termasuk ke dalam:

a. Perjanjian timbal balikDalam perjanjian jual beli, prestasi ada dalam kedua belah pihak. Di mana penjual wajib menyerahkan tanahnya dan pembeli wajib menyerahkan sejumlah uang sebagai alat pembayarannya.

b. Perjanjian bernamaPerjanjian jual beli disebut perjanjian bernama karena telah memiliki namanya sendiri dan diatur dalam KUHPerdata, yaitu Pasal Pasal 1457 KUHPerdata yang dimaksud perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

c. Perjanjian obligatoirPerjanjian jual beli menimbulkan hak dan kewajiban sejak terjadi konsensus atau kesepakatan mengenai benda dan harga. Di mana penjual wajib menyerahkan benda dan berhak atas sejumlah pembayaran, sedangkan pembeli wajib membayar harga benda dan berhak atas benda yang dibelinya.

d. Perjanjian kebendaanPerjanjian jual beli termasuk dalam perjanjian kebendaan karena didalamnya terdapat perjanjian untuk memindahkan hak milik dari penjual ke pembeli.

e. Perjanjian konsensualPerjanjian jual beli telah menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yatu penjual dan pembeli ketika kesepakatan mnegenai barang dan harga telah terjadi.

Walaupun telah terjadi persesuaian antara kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu menjadi milik pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan (levering) benda yang tergantung kepada jenis bendanya, yaitu:

1. Benda Bergerak

Untuk penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas benda tersebut.

1. Piutang atas nama dan benda tak bertubuh

Untuk penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan dengan sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan.

1. Benda tidak bergerak

Untuk penyerahan benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek.

Untuk perjanjian jual beli tanah ini proses levering atau penyerahan dilakukan secara nyata dengna menyerahkan tanah, kunci serta surat-surat kelengkapan lainnya. Mengenai biaya untuk proses pembaliknamaan atas surat-surat kendaraan bertanahnya, dapat diatur sesuai kesepakatan para pihak kepada siapa biaya itu dibebankan.

Seseorang yang mengadakan perjanjian namun lalai untuk melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya maka ia disebut telah melakukan lalai. Lalai dalam hal ini adalah apabila ia:

a. Tidak memenuhi kewajibannya;

b. Terlambat memenuhi suatu kewajibannya;

c. Memenuhi kewajibannya tetapi tidak seperti apa yang telah diperjanjikannya.

Apabila dalam suatu perjanjian ada pihak yang lalai maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memberikannya peringatan, yang dalam undang-undang peringatan tersebut harus dalam bentuk tertulis. Jika dalam perjanjian telah dituliskan hal apa yang termasuk dalam suatu kelalaian maka dalam hal ini tidak perlu adanya suatu peringatan.

Seseorang yang lalai dapat digugat di depan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikannya. Pihak yang dirugikan akibat adanya kelalaian salah satu pihak dalam perjanjan ini dapat memilih untuk menggugat dengan berbagai kemungkinan:

a. Meminta dilaksanakannya kewajiban sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan, meski pelaksanaannya telah terlambat;

b. Meminta penggantian kerugian, yaitu kerugiann yang dideritanya karena perjanjian yang tidak atau terlmabat dilaksanakan, atau dilaksanakan tapi tidak sesuai dengan yang seharusnya telah diperjanjikan;

c. Menuntut pihak yang lalai disertai dengan penggantian kerugian yang dideritanya akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian;

d. Dalam suatu perjanjian ada yang meletakkan kewajiban timbal balik, di mana kelalaian satu pihak mengakibatkan pihak tersebut harus memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim agar perjanjian dibatalkan, disertai dengan penggantian kerugian (Pasal 1226 KUHPerdata).

e. Berdasarkan Pasal 1471 KUHPerdata, jual beli barang orang lain adalah batal, dan dapt memberikan dasar untuk penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain.

CONTOH SURAT JUAL BELI TANAH

SURAT PERJANJIAN JUAL BELI TANAHSaya yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Nama :

Tempat tanggal lahir :

Alamat :

Pekerjaan :

Yang selanjutnya dalam surat perjanjian jual beli tanah ini disebut penjual.

2. Nama :

Tempat tanggal lahir :

Alamat :

Pekerjaan :

Yang selanjutnya dalam surat perjanjian jual beli tanah ini disebut pembeli.

Dengan ini kedua belah pihak telah sepakat melakukan jual beli sebidang tanah Hak Milik dengan nomor sertifikat tanah .., yang terletak di , seluas m2, tercatat atas nama .. Adapun batas-batas tanah ini, yaitu: sebelah utara berbatasan dengan ., selatan dengan .., barat dengan.., dan utara berbatasan dengan..

Perjanjian ini dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan di bawah ini:

PASAL 1Pihak penjual menjamin bahwa tanah tersebut adalah milik pihak penjual dan tidak sedang dijaminkan pada pihak ketiga atau dalam keadaan sengketa, sehingga pihak kedua tidak akan mendapat gangguan dan atau rintangan dari pihak lain mengenai hal itu.

PASAL 2Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan jual beli tanah tersebut dengan harga Rp /m2, pembayaran dilakukan secara tunai dan tanpa perantara.

PASAL 3Penjual akan menyerahkan sebidang tanah tersebut beserta kelengkapan suratnya kepada pembeli saat dilakukannya pelunasan jual beli yaitu pada tanggal .

PASAL 4Pembeli wajib membayar semua iuran, pajak atau pungutan setelah terjadinya pengalihan hak atas kepemilikan tanah ini.

PASAL 5Semua biaya atas pengalihnamaan kepemilikan ini dibebankan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak pembeli.

PASAL 6Hal-hal lain yang belum tercantum dalam perjanjian ini akan dibicarakan serta diselesaikan secara kekeluargaan melalui jalan musyawarah untuk mufakat oleh kedua belah pihak.

PASAL 7Jika terjadi perselisihan atas perjanjian ini di kemudian hari, kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang berlaku dan memilih tempat tinggal umum dan tetap di Kantor panitera Pengadilan Negeri Bandung.

Demikian isi surat perjanjian ini dibuat dan disetujui atas kesepakatan kedua belah pihak tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.

Bandung, 20..

Pihak Penjual Pihak Pembeli

( ) ( )

Saksi 1 Saksi 2

( ) ( )

Pejabat PPAT

( )