presentasi kasus sarah2

Upload: rafika

Post on 09-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kjrfbkaejhbasdj

TRANSCRIPT

  • Presentasi KasusPenyakit Jantung KoronerPresentan: dr. Rendi ER PratamaPembimbing:

    RSUD Curup

  • ILUSTRASI KASUS

  • IDENTITASNama: Ny.LUsia: 62 tahunPekerjaan: Ibu rumah tanggaAgama: IslamStatus: MenikahAlamat: Ciputat, JakartaNo. RM: 2009270367Tanggal masuk RSJP Harapan Kita 3 Mei 2009.

  • ANAMNESISKeluhan UtamaNyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

    Riwayat Penyakit SekarangSejak 4 jam SMRS, pasien merasakan nyeri dada yang mulai dirasakan saat hendak tidur. Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke leher dan punggung. Nyeri dada terasa seperti ditimpa beban berat. Nyeri dada seperti ini sering hilang timbul sejak 1 tahun SMRS dan mereda bila beristirahat. Nyeri saat ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Pasien merasa sesak nafas. Terdapat keringat dingin. Terdapat mual. Dada dirasakan berdebar-debar. Pasien pingsan saat dibawa ke RS.

  • Sejak 2 tahun SMRS, pasien dikatakan mempunyai hipertensi dan tidak teratur minum obat. Pasien kontrol ke RS Bhineka Bakti Husada. Pasien sudah 2 kali dirawat di RS Bhineka, saat itu pasien sedang tidak teratur minum obat, dirawat karena muka bengkak dan sesak napas, diberikan obat Captopril 3x25 mg, Simart 2 1x1, Aldecto 1x25 mg, Lasix 1x1, Ascardia 1x1.

  • Pasien tidak sesak bila berbaring, dapat tidur dengan 1 bantal. Pasien tidak pernah terbangun pada malam hari karena sesak. Pasien semakin membatasi aktivitas fisik karena bila banyak bergerak pasien merasa sesak dan sakit dada namun hilang jika beristirahat. Pasien merasa kelelahan bila berjalan jauh. Nyeri dada juga muncul jika banyak pikiran. Pasien tidak ada kebiasaan merokok. Pasien tidak merasa cepat haus/lapar ataupun terbangun untuk BAK di malam hari. Saat ini pasien sudah tidak menstruasi lagi. Pasien belum pernah operasi jantung sebelumnya. Makanan belum dijaga.

  • Riwayat Penyakit DahuluRiwayat asma, alergi, gastritis, stroke, dan Diabetes mellitus disangkalRiwayat Penyakit KeluargaRiwayat darah tinggi, Diabetes mellitus, penyakit jantung, asma disangkalRiwayat Pekerjaan,Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan KebiasaanPembiayaan RS secara pribadi

  • PEMERIKSAAN FISIK (3 Mei 2009, UGD RSPJNHK)Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang, tampak sesakKesadaran: Compos mentisNadi: 100x/menit, reguler, isi kurang, equal Nafas: 40x/menit, reguler, kedalaman cukupSuhu: 36,5 oC (aksila)Tekanan Darah: 117/82 mmHgKesan gizi baikKepala: deformitas (-). Rambut hitam, tidak mudah dicabut, dan tersebar merata. Nyeri tekan sinus (-) Mata: deformitas (-), ptosis (-), eksoftalmus (-), enoftalmus (-), xanthelasma -/-, pupil isokor, refleks pupil langsung (+ /+ ), refleks pupil tidak langsung (+/+), konjungtiva anemis (+/+). sklera ikterik (-/-).Hidung: deformitas (-), sekret (-), deviasi septum nasal (-), pernafasan cuping hidung (-)Mulut : lidah basah, tidak hiperemis. Stomatitis (-). T1-T1. caries dentis (-)Telinga: deformitas (-), serumen (-/-)Leher: Trakea di tengah. JVP 5-2 cmH2O, KGB leher tidak terabaKGB: KGB supraklavikula tidak teraba KGB intraklavikula tidak teraba KGB axila tidak teraba KGB inguinal tidak diperiksaKulit: kecoklatan

  • ToraksParu: simetris statis-dinamis, spider nevi (-), retraksi iga (-), sikatriks (-), massa (-). Bunyi napas vesikuler, rhonki basah halus basal paru (+/+), wheezing (-/-) Jantung: iktus kordis tidak terlihat. Iktus kordis teraba pada sela iga 5 linea midklavikula kiri, batas jantung kanan pada sela iga 4 pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri pada sela iga 5 pada 2 jari lateral linea mid klavikula kiri. Bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-)Abdomen: simetris, datar, lemas. Tidak ada nyeri tekan, massa (-), hati tidak teraba, limpa tidak teraba, ballottement (-/-), shifting dullness (-), bising usus (+) normalAlat Genitalia: tidak diperiksaAnus: tidak diperiksaEkstremitas: Edema (-/-), akral hangat, sianosis -/-, clubbing finger -/-, atrofi otot (-/-), turgor baik.

  • TIMI 3 Mei 2009Usia >65 tahun: 0Tekanan darah sistolik 100x/menit: 2Killip kelas II-IV: 2ST elevasi anterior atau LBBB: 1Riwayat diabetes, hipertensi, atau angina: 1Berat badan 4 jam: 1TOTAL: 8/14

  • PEMERIKSAAN PENUNJANGLab 3 Mei 2009HematologiHb : 8,9 g/dL (N: 12-14)Ht: 28 % (N: 40-48)Leukosit: 8400/ul (N:5000-10.000)Cardiac EnzymesCKMB : 50 U/l (N: 0-24)Troponin T : 0,1 ng/ml (MCI: 0,1-2)Renal ProstatUreum: 43 mg/dl (N: 13-43)Kreatinin: 0,8 mg/dl (N: 0-1,4)BUN: 20,09 mg/dl (N: 6-20)GlukosaGDS: 171 mg/dl (N:
  • EKG 3 Mei 2009QRS rate 103x/menit, Aksis LAD, Gelombang P morfologi normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16, Kompleks QRS durasi 0,06, ST elevasi V2-V5, Q patologis V3-V4

  • Foto Rontgen Torax 3 Mei 2009CTR 60%Segmen aorta elongasiSegmen pulmonal normalPinggang jantung datarApex lateral downwardKongesti (-), infiltrat (-)

  • RESUMEPasien wanita, 62 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke leher dan punggung, terasa seperti ditimpa beban berat. Nyeri dada seperti ini sering hilang timbul sejak 1 tahun SMRS dan mereda bila beristirahat. Nyeri saat ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Sesak nafas +. Keringat dingin +. Mual +. Dada berdebar-debar +. Pingsan/sinkop +. Sejak 2 tahun SMRS, pasien mempunyai hipertensi dan tidak teratur minum obat.

  • Pasien sudah 2 kali dirawat di RS Bhineka, saat itu pasien sedang tidak teratur minum obat, dirawat karena muka bengkak dan sesak napas, diberikan obat Captopril 3x25 mg, Simart 2 1x1, Aldecto 1x25 mg, Lasix 1x1, Ascardia 1x1. Orthopnea -. PND -. DOE +. Kebiasaan merokok -. Menopause +. Riwayat Diabetes mellitus disangkal. Riwayat darah tinggi, Diabetes mellitus, penyakit jantung dalam keluarga disangkal.

  • Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sesak, pernapasan 40x/menit, auskultasi paru terdapat rhonki basah halus basal paru (+/+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 8,9 g/dL, Ht: 28 %, CKMB: 50 U/l, Troponin T: 0,1 ng/ml, BUN: 20,09 mg/dl; EKG didapatkan QRS rate 103x/menit, aksis LAD, gelombang P morfologi normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16, kompleks QRS durasi 0,06, ST elevasi V2-V5, Q patologis V3-V4; pada foto torax didapatkan CTR 60%, segmen aorta elongasi, apex lateral downward.

  • DAFTAR MASALAHSTEMI onset 4 jam Killip II TIMI 8/14Hipertensi terkontrolAnemia

  • TATALAKSANATirah baringO2 nasal kanul 3 LPemeriksaan EKG, foto torax, labPlavix loading 600 mg dilanjutkan besok 1x75 mgAspillet kunyah 160 mg dilanjutkan besok 1x80 mgISDN 3x5 mgSimvastatin 1x20 mgLaxadin 1xCIBisoprolol 1x2,5 mgRawat CVCU (pasien dipuasakan sebelum primary PCI)Total cairan 1500 ccTotal kalori 1000

  • PEMBAHASAN

  • Seorang wanita, berusia 62 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Dekskripsi nyeri: lokasi nyeri dada di sebelah kiri, menjalar ke leher dan punggung, terasa seperti ditimpa beban berat. Dapat disimpulkan nyeri dada pada pasien ini nyeri dada tipikal. Didapatkan juga gejala otonom pada pasien ini berupa keringat dingin, mual-mual serta pingsan, yang menyertai nyeri tersebut.

  • Nyeri dada pasien saat diperiksa dirasakan memberat sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit dan tidak mereda dengan istirahat Disimpulkan saat ini terdapat perburukan pada penyakit pasien ini, karena gejala nyeri dada seperti ini sudah biasa dirasakan sejak satu tahun lalu, hilang timbul yang dapat hilang dengan istirahat.

  • Faktor risiko pasien ini: hipertensi sejak dua tahun sebelum masuk rumah sakit, serta tidak teratur minum obat hipertensinyausia lanjutpasien tidak merokok, dan pasien tidak ada penyakit diabetesFaktor predisposisi pada pasien ini: kurangnya kebiasaan aktivitas fisikterdapat stressor psikososial pada pasien ini yang memicu timbulnya gejalapasien sudah menopausetidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung koroner pada usia muda

  • Pada pemeriksaan fisik:pasien tampak sesak dengan laju pernapasan 40x/menit, pada auskultasi paru: rhonki basah halus di kedua basal paru. Pemeriksaan EKG: QRS rate 103x/menit, aksis LAD, gelombang P morfologi normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16, kompleks QRS durasi 0,06, ST elevasi V2-V5, Q patologis V3-V4 Disimpulkan EKG pasien ini sinus takikardi, dengan terjadi infark pada daerah anterior, dan kemungkinan terdapat infark lama pada`daerah anterior.

  • Pemeriksaan enzim jantung: CKMB yakni 50 U/l (>24 U/l), dan Troponin T yakni 0,1 ng/ml (termasuk rentang 0,1-2,0: MCI) Disimpulkan terdapat kerusakan miokardium.Pada pemeriksaan radiografi jantung: jantung membesar yakni CTR 60% (lebih dari 50%), segmen aorta elongasi, serta pembesaran ventrikel kiri yang ditandai dengan apex lateral jantung downward Disarankan pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai fungsi pemompaan ventrikel dan menilai komplikasi dari IMA.

  • Pada pemeriksaan darah tepi: hemoglobin rendah yakni 8,9 g/dL dan hematokrit rendah yakni 28% Disimpulkan terdapat anemia dan perlu ditelusuri lebih lanjut penyebab anemia tersebut. Untuk jenis anemia berdasarkan morfologi diperlukan pemeriksaan hitung jumlah eritrosit, agar dapat diketahui MCV, MCH dan MCHC.

  • Jadi, berdasarkan adanya gejala:nyeri dada tipikalgejala otonom, sesak napastidak menghilang dengan istirahatpemeriksaan fisik berupa rhonki basah halus pada basal kedua parugambaran EKG berupa ST elevasi daerah anteriorkenaikan enzim jantung baik CKMB maupun troponin T

    Disimpulkan diagnosis pada pasien ini adalah STEMI anterior

  • Prognosis IMA sesuai derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai berdasarkan klasifikasi Killip adalah kelas II, di mana ditemukan rhonki basah halus di bagian basal kedua paru. Stratifikasi resiko pada infark dg STEMI berdasarkan skoring TIMI adalah 8/14 (usia = 0, tekanan darah sistolik 100x/menit = 2, Killip kelas II-IV = 2, elevasi ST anterior atau BBB = 1, riwayat DM/HT /angina = 1, berat badan 4 jam = 1).

  • Tindakan dan penanganan dini pada pasien ini adalah:Tirah baringSebagai usaha untuk menurunkan demand kerja jantung sehingga mismatch supply-demand tidak terjadiPenilaian dan stabilisasi hemodinamikMonitoring EKGAspillet kunyah 1x160 mg dan 1x80 mg keesokan harinyaDigunakan sebagai antiplatelet untuk menghindari pembentukan trombus baru melalui penghambatan pembentukan tromboksan A2.Plavix (klopidogrel) loading 600 mg dilanjutkan besok 1x75 mgOksigen nasal kanul 3 l/menit

  • ISDN 3x5 mgDigunakan untuk mengatasi nyeri dada.Bisoprolol 1x2.5 mgBermanfaat pada pasien dengan hipertensi dan takikardia.Simvastatin 1x20 mgLaxadine 1xCISebagai pencahar untuk menjaga BAB pasien mudah dikeluarkan sehingga pasien tidak mengedan yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan elektrokardiografik yang berbahaya.

    Tatalaksana STEMI pada pasien ini adalah terapi reperfusi, dapat menggunakan PCI atau fibrinolisis. Namun karena onset gejala lebih dari 3 jam, dipilih PCI.

  • Rencana edukasiHindari diet tinggi lemak dan kolesterolKontrol dan minum obat teraturKendalikan emosi (jangan sering cemas atau gelisah)

  • TINJAUAN PUSTAKA

  • Sindroma Koroner AkutSindroma koroner akut :ST Elevation Miocardial InfarctionNon ST Elevation Miocardial InfarctionUnstable Angina

  • Infark Miokard Akut (STEMI dan NSTEMI)Nekrosis miokardiumBerdasarkan kriteria WHO, diagnosis IMA ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 3 kriteria: nyeri dada iskemik yang khas evolusi EKG Peningkatan yg diikuti penurunan kadar enzim-enzim jantung

  • Patofisiologi STEMISTEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi total trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.

  • Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisura, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid.Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri dari trombus merah kaya fibrin, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap terapi trombolitik.

  • Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, serotonin, epinefrin) memicu aktivasi trombosit memproduksi dan melepaskan Tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten); memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa mjd reseptor dg afinitas tinggi terhadap vWF dan fibrinogen, yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrinArteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

  • Gejala klinisNyeri dada berlangsung >20 menit, retrosternal, berlokasi di tengah atau dada kiri, menjalar ke rahang, punggung, atau lengan kiri.Sifat nyeri: seperti tertekan benda berat, terbakar, ditusuk-tusuk,diremas.Dapat disertai dg sesak napas,keringat dingin,mual muntah,lemas,pusing,perasaan melayang, pingsanGejala muncul dg tiba-tiba dan intensitas yg tinggi serta tidak hilang dg istirahat kecurigaan IMA

  • Faktor resikoMerokokDislipidemiaHipertensiDMUsia lanjut

  • Faktor predisposisiObesitas (BMI>25 mg/m2)Obesitas abdominalKebiasaan kurang aktivitas fisikRiwayat keluarga menderita PJK Faktor psikososial

  • Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

  • Diagnosis Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas gambaran EKG adanya elevasi ST 1 mm, minimal pada 2 sandapan yang berdampingan (bedakan ST elevasi: Non-Ischemic concave, Ischemic convex or flat)Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim.

  • Ischemic ST ElevationsNon-Ischemic ST Elevations

  • Pemeriksaan fisik:Sebagian besar cemas dan gelisah, ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Seperempat pasien infark anterior manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark inferior hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi)Pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung keduaDapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rubPeningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada minggu pertama pasca STEMIPada syok kardiogenik Ronki basah halusJVP meningkat Edema

  • Diagnosis Enzim jantungCreatinine -MB fraction (CK-MB)densitas tinggi pada sel miokardialmeningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB Pemeriksaan serial diperlukan

  • Diagnosis Enzim jatung Troponin T dan Ispesifik protein miokardialdikeluarkan dari miokardium yg rusakmeningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari sangat spesifik pada kerusakan jantungdiperlukan pemeriksaan serialPemeriksaan enzim jantung ini dilakukan segera setelah pasien tiba di RS dan diulang 12-24 jam kmd. Pd pasien dg EKG dan enzim jantung normal namun klinis IMA, pemeriksaan enzim kedua 4-9 jam kmd

  • Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.

  • Tatalaksana Diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.

  • Tatalaksana umumPenilaian dan stabilisasi hemodinamikMonitoring EKGOksigen. harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
  • Morfin. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Aspirin. Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

  • Penyekat beta. Untuk mengurangi nyeri dada. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 kali/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR
  • Seleksi strategi reperfusiMempertimbangkan:Waktu onset gejalaWaktu onset untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting luas infark dan outcome pasien. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 3 jam pertama terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis menurunkan angka kematian.Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi paten, kurang lebih tergantung pada lama gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa laporan menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan waktu terhadap laju mortalitas jika PCI dikerjakan setelah 2-3 jam setelah gejala.

  • Risiko STEMIBeberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risiko mortalitas pada pasien STEMI. Jika estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada pasien dengan syok kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.

  • Risiko perdarahanSemakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCIUntuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis. Jika composite end point kematian, infark miokard rekuren nonfatal atau stroke di analisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan laju infark miokard nonfatal berulang.

  • FibrinolisisTarget terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 (menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark dengan aliran normal), karena perfusi pada yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan panjang.tPA dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain sepeti rPA dan TNK lebih efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3 dan memperbaiki survival sedikit lebih baik.

  • Obat fibrinolisis:Streptokinase (SK). Merupakan fibrinolitik nonspesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi sering ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakkkranial yang rendah.Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase). GUSTO-1 trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA disbanding SK. Namun harganya lebih mahal dari SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.

  • Komplikasi dan Prognosis IMA dapat memberikan komplikasi seperti aritmia (takiaritmia, bradiaritmia), disfungsi ventrikel kiri, hipotensi, gagal jantung, syok kardiogenik, perikarditis dan lain-lain. Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca IMA. Prognosis IMA dengan melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi Killip:

  • KelasDefinisiProporsi pasienMortalitas(%)ITidak ada tanda gagal jantung kongestif40-50%6II+ S3 dan/atau ronki basah di basal paru30-40%17IIIEdema paru akut10-15%30-40IVSyok kardiogenik5-10%60-80

  • Skor risiko TIMI merupakan salah satu dari beberapa stratifikasi risiko pasien infark dengan ST elevasi, yakni:Risk score untuk STEMI

    Faktor risiko (bobot)Skor risiko/mortalitas 30 hari (%)Usia 65-74 (2) atau usia >75 (3)0(0,8) / 1(1,6)DM/HT/angina (1)2(2,2)SBP100 (2)4(7,3)Klasifikasi killip II-IV (2)5(12,4)Berat 4jam (1)8(26,8)(skor maksimum 14 poin)>8(35,9)

  • DAFTAR PUSTAKAAlwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV: 1615-25.Thomas A. Pearson, MD, PhD; Steven N. Blair, PED; Stephen R. Daniels, MD, PhD; Robert H. Eckel, MD; Joan M. Fair, RN, PhD; Stephen P. Fortmann, MD; Consensus Panel Guide to Comprehensive Risk Reduction for Adult Patients Without Coronary or Other Atherosclerotic Vascular Diseases in AHA Guidelines for Primary Prevention of Cardiovascular Disease and Stroke: 2002 Update.Cannon Christopher P, Braunwald Eugene. ST-Elevation Myocardial Infarction.In Kasper DL, Braunwald E, Fauchi AS et. Al (editor). Harrisons Principle of Internal Medicine 17 ed,Mc GrawHill: 2008. 1527-32.

    *****************