polisitemia 1
DESCRIPTION
ilmiahTRANSCRIPT
POLISITEMIA
A. TINJAUAN TEORI
a. DEFINISI
Polisitemia didefinisikan sebagai peningkatan sel darah merah yang bersirkulasi di atas kadar
normal. Istilah eritrositosis sering digunakan untuk menggantikan kata polisitemia namun
terdapat perbedaan antara keduanya; eritrositosis berhubungan peningkatan massa sel darah
merah manakala polisitemia berhubungan dengan peningkatan jumlah sel darah merah. Biasanya
orang dengan polisitemia terdeteksi melalui peningkatan kadar hemoglobin atau hematokrit
yang ditemukan secara tidak sengaja.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera dan polisitemia sekunder . Penyebab, gejala,
dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia Vera lebih serius dan dapat
mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder.
Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang, seperti tulang paha.
Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru dibuat untuk
menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka mati.
Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu
banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan
penebalan darah.
b. ETIOLOGI
Berikut ini adalah daftar penyebab atau kondisi yang mendasarinya,yang mungkin dapat
menyebabkan polisitemia meliputi:
• Terpapar Karbon monoksida kronis
• Dehidrasi
• Ibu merokok
• Kegagalan pernafasan
• Bayi dari ibu diabetes
• Tumor ginjal
• polycythemia Akut myelofibrosis
• Bawaan polisitemia
• Methmoglobin reduktase kekurangan
• Paru arteriovenosa fistula - polisitemia
• Adenokarsinoma ginjal
• Feokromositoma
• Penyakit ginjal kronis
• Burns
• Penyakit jantung bawaan
• Stress
• Polisitemia vera rubra
• Penyakit Cushing
• Syok
• Diare
• Muntah
• Merokok,
• Penyakit paru kronis,
• Tumor Hati ,
• Brain tumor,
• Tumor rahim ,
• Penyakit paru-paru,
• Sindrom Cushing ,
• Adrenal adenoma ,
• Pseudopolycythaemia ,
• Arterio-paru vena malformasi ,
• Penyakit paru obstruktif kronik
c. MANIFESTASI KLINIS
Pada PV tanda dan gejala yang predominan terbagi dalam 3 fase yaitu :
1) Gejala awal (early symptoms)
Gejala awal dari PV sangat minimal dan tidak selalu ada kelainan walaupun telah diketahui
melalui tes laboratorium. Gejala awal yang biasanya terjadi dapat berupa sakit kepala (48%),
telinga berdenging (43%), mudah lelah (47%), gangguan daya ingat, susah bernafas (26%), darah
tinggi (72%), ganguan penglihatan (31%), rasa panas pada tangan atau kaki (29%), pruritus
(43%), juga terdapat perdarahan dari hidung, lambung (stomach ulcers) (24%) atau sakit tulang
(26%).
2) Gejala akhir (later symptoms) dan komplikasi
Sebagai penyakit progresif, pasien dengan PV mengalami perdarahan atau thrombosis.
Thrombosis merupakan penyebab kematian terbanyak dari PV. Komplikasi lain berupa
peningkatan asam urat dalam darah sekitar 10% berkembang menjadi gout dan peningkatan
resiko ulkus peptikum (10%).
3) Fase splenomegali (spent phase)
Sekitar 30% gejala akhir berkembang menjadi fase splenomegali. Pada fase ini terjadi kegagalan
sumsum tulang dan pasien menjadi anemia berat, kebutuhan transfusi meningkat, liver dan limpa
membesar.
Beberapa hal yang penting yang berhubungan dengan gejala yaitu:
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan
menyebabkan :
o penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis
sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
o penurunan laju transpor oksigen.
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat
timbul karena terganggunya oksigenasi ke organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata,
telinga, jantung, paru, dan ekstremitas
2. Penurunan Kecepatan aliran (shear rate)
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu agregasi
trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun
jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus PV, manifestasinya dapat
berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointestinal.
3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL)
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi trombositosis dengan
trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus PV.
4. Basofilia (hitung Basofil >65/mL)
Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama setelah
mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang
disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia.
Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningkatan kadar histamine.
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi sebagai
akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya splenomegali,
hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
7. Laju Siklus Sel yang Tinggi
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi sel
darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di
sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai
pada 5-10% kasus polisitemia vera.
8. Defisiensi Vitamin B12 dan Asam folat
Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin B12.
Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/ metabolisme untuk pembuatan sel
darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 – protein
binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui defisiensi
kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati,
atrofi N.optikus, serta psikosis.
d. PATOFISIOLOGI
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1. Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif
karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami
perubahan.
2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa
perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan
normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.
Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan
kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells)
pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel
batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel
normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan.
Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut
dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di
gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi
darah.
Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan
eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada
protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain
reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of
transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara
spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi
dari hematopoietic growth factor.
Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian
valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi
autoinhibitor JH2tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh
karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth
factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan
platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis
dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh
peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di
pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom
Budd-Chiari.
Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya
pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia,
peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.
e. KOMPLIKASI
Waktu tidak diobati, polisitemia vera dapat mengakibatkan komplikasi seperti pembekuan
darah , perdarahan, leukemia myelogenous akut , ulkus peptikum , perdarahan gastrointestinal ,
serangan jantung dan stroke.
f. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).
2. Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar untuk
mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai dengan adanya
peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet.
Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar asam
urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam
darah.
3. Pemeriksaan Sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk
mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen Janus
kinase-2/JAK2).
g. PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat dilakukan
hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit).
2. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular, trombosis
vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
Prinsip terapi:
ü Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan
eritropoesis dengan flebotomi.
ü Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
ü Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
ü Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
ü Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik
pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
• Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
ü
• Leukositosis progresif
• Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
• Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat
badan atauhiperurikosuria yang sulit diatasi.
Terapi PV
1. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan
yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan
pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan
penyakit, dan pada pasien yang masih dalam usia subur.
Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun.
Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai
dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan
<42% pada pria kulit hitam dan perempuan.
2. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah
atau konsentrasi platelet) Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik
menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi
mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti
flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai
hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena
dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang.
Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena
efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih
membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini
harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi
menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika >
52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
3. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum
tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila
diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian
pertama P32 :
• Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi
hal ini jarang dibutuhkan.
• Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan
diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
4. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol
trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah
Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaantrombositemia yang tidak
dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid
(Cytoxan).
5.Pengobatan pendukung
1. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit
yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
2. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen
dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
3. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
4. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
5. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan
toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid
mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan
penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Tujuannya untuk mencegah penyakit bertambah parah dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
1. Banyak berolahraga:latihan ringan seperti jalan santai dan jogging dapat memperlancar
aliran darah sehingga dapat mengurangi resiko penggumpalan darah.selain itu juga dianjurkan
untuk peregangan kaki dan lutut.
2. Tidak merokok:merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang akan
meningkatkan resiko serangan jantung dan stroken akibat gumpalan darah.
3. Merawat kulit dengan baik,untuk mencegah rasa gatal,mandi dengan air dingin dan
segera keringkan kulit.hindari mandi menggunakan air panas.jangan biasakan menggaruk karena
dapat menimbulkan luka dan infeksi.
4. Menghindari temperature yang ekstrim:buruknya aliran darah pada penderita
polisitemi vera menyebabkan tingginya resiko cedera akibat suhu panas dan dingin.didaerah
dingin,gunakan baju hangat dan lindungi terutama bagian tangan dan kaki,untuk daerah panas
lindungi tubuh dari sinar matahari serta perbanyak minum air.
5. Waspada terhadap luka:aliran darah yang buruk menyebabkan luka sulit sembuh
terutama dibagian tangan dan kaki.periksa bagian tersebut secara berkala dan hubungi dokter
apabila menderita luka atau cedera