polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

13
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kunyit (Curcuma domestica) 2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Tanaman Kunyit Menurut Kartasapoetra (1992) sejarah dan perkembangan tanaman kunyit (Curcuma domestica Val) merupakan tanaman obat asli dari Asia Tenggara kunyit dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai pada ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Tumbuh liar di ladang dan di hutan kunyit dapat ditanam di pekarangan sebagai tanaman untuk bumbu dan untuk keperluan obat-obatan, saat ini kunyit ditanam secara monokultur, sebab kebutuhan kunyit meningkat, kunyit juga untuk keperluan ekspor ke berbagai Negara. Nama umum kunyit. Sunda (koneng), Jawa (kunir), Inggris (curcuma, indian saffron, yellow ginger) Vietnam (khuong hoang, nghe) Thailand (khamin) Pilipina (dilaw) Cina (yu jin, jiang huang) Jepang (taamerikku, ukon) Kartasapoetra (1992) mengklasifikasikan tanaman kunyit sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae (suku jahe-jahean) Genus : Curcuma Spesies : Curcuma longa L. 2.1.2 Deskripsi Tanaman Kunyit merupakan tanaman semak, tingginya dapat mencapai 70 cm sampai 1 meter. Batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, warnanya hijau kekuningan. Berdaun tunggal, lanset memanjang, helai daun tiga sampai delapan, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, pertulangan menyirip, hijau pucat. Bunga majemuk, berambut, bersisik, tangkai

Upload: annisa

Post on 15-Feb-2016

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kunyit

TRANSCRIPT

Page 1: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kunyit (Curcuma domestica)

2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Tanaman Kunyit

Menurut Kartasapoetra (1992) sejarah dan perkembangan tanaman kunyit

(Curcuma domestica Val) merupakan tanaman obat asli dari Asia Tenggara kunyit

dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai pada ketinggian

2000 meter di atas permukaan laut. Tumbuh liar di ladang dan di hutan kunyit

dapat ditanam di pekarangan sebagai tanaman untuk bumbu dan untuk keperluan

obat-obatan, saat ini kunyit ditanam secara monokultur, sebab kebutuhan kunyit

meningkat, kunyit juga untuk keperluan ekspor ke berbagai Negara.

Nama umum kunyit. Sunda (koneng), Jawa (kunir), Inggris (curcuma,

indian saffron, yellow ginger) Vietnam (khuong hoang, nghe) Thailand (khamin)

Pilipina (dilaw) Cina (yu jin, jiang huang) Jepang (taamerikku, ukon)

Kartasapoetra (1992) mengklasifikasikan tanaman kunyit sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma longa L.

2.1.2 Deskripsi Tanaman

Kunyit merupakan tanaman semak, tingginya dapat mencapai 70 cm

sampai 1 meter. Batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, warnanya hijau

kekuningan. Berdaun tunggal, lanset memanjang, helai daun tiga sampai delapan,

ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm,

pertulangan menyirip, hijau pucat. Bunga majemuk, berambut, bersisik, tangkai

Page 2: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

panjang 16-40 cm, mahkota panjang ± 3 cm, lebar ± 1,5 cm, kuning, kelopak

silindris, bercangap tiga, tipis, ungu, pangkal daun pelindung putih, ungu dan akar

serabut, coklat muda (Soedibyo, 1997)

2.1.3 Khasiat Tanaman Kunyit

Secara empiris rimpang (Curcuma domestica) berkhasiat sebagai obat

demam, obat mencret, obat sesak nafas, obat radang hidung, dan penurun panas.

Soedibyo (1997) menyatakan bahwa rimpang kunyit berkhasiat untuk stomatik,

antispasmodik (mencegah atau meredakan), anti inflamasi, anti bakteri, dan

kholeretik. Menurut pakar pengobatan alami Wijayakusuma (2010) “kunyit

mengandung kurkumin yang bersifat tonikum berkhasiat sebagai penyegar dan

meningkatkan stamina sehingga badan tidak cepat lelah”. Hasil penelitian Tze-Pin

Ng (2003) dari Universitas Nasional Singapura (NUS) Kurkumin pada kunyit

selain anti alzheimer juga berfungsi dalam mengobati berbagai jenis penyakit

karena senyawa tersebut sebagai anti tumor promoter, antioksidan, anti mikroba,

anti radang dan anti virus. Selain itu kurkumin pada kunyit berperan dalam

meningkatkan sistem imunitas tubuh.

Kunyit (Curcuma domestica) merupakan salah satu jenis tanaman obat

yang banyak memiliki manfaat, di antaranya sebagai bumbu masak. Rimpang

kunyit sangat bermanfaat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat

cacing, abat asma, penambah darah, usus buntu dan rematik. Selain berkhasiat

dalam pengobatan, rimpang kunyit juga banyak digunakan untuk bahan pewarna

makanan, minuman, tekstil, bahan campuran kosmetika, bakterisida, fungisida dan

stimulan. Kunyit juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah Alzheimer atau

penyakit pikun (Ballitro, ?).

Soedibyo (1997) menyatakan bahwa kegunaan rimpang kunyit untuk

“kolestrol tinggi, maag, nifas, nyeri haid, sakit kuning, sakit perut, gatal (obat

luar), kurap, luka, dan radang gusi”.

Page 3: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

2.1.4 Kandungan Kimia

Beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui yaitu

minyak atsiri sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan

sesquiterpen (meliputi zingiberen, alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning

yang disebut kurkuminoid sebanyak 5% (meliputi kurkumin 50-60%,

monodesmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin), protein, fosfor, kalium,

besi dan vitamin C. Dari ketiga senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin

merupakan komponen terbesar (Sumiati, 2010)

Senyawa kimia yang terdapat di dalam rimpang kunyit adalah minyak

atsiri dan kurkumi-noid. Minyak atsiri mengandung senyawa seskuiterpen,

alkohol, tur-meron dan zingiberen, sedangkan kurkuminoid mengandung senyawa

kurkumin dan turunannya (berwarna kuning) yang meliputi desmetoksi-kurkumin

dan bidesmetoksikurku-min. Selain itu rimpang juga mengandung senyawa gom,

lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi (Ballitro, ?)

Menurut Soedibyo (1997) “rimpang kunyit mengandung zat pahit”. Bagian

yang digunakan yaitu rimpang kunyit (Curcuma domestica rhizoma). Soedibyo

(1997) menyatakan bahwa “(Curcuma domestica) memiliki sifat khas yaitu pahit,

mendinginkan, membersihkan darah dan melancarkan darah”.

2.2. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu pada Rimpang Kunyit

Penelitian pada rimpang kunyit sangat banyak, diketahui rimpang kunyit

mempunyai kandungan yang mempunyai berbagai daya Farmakologi. Herdiani

(1996) telah meneliti pengaruh kurkuminoid terhadap rantai respirasi homogenat

tikus secara in vitro, kurkuminoid menunjukkan adanya peningkatan pemakaian

oksigen yang nyata. Menurut Soejono (1994) rimpang kunyit (Curcuma

domestica rhizoma) dapat digunakan sebagai kontrasepsi tradisional, dan pada

tikus jantan putih galur Sprangue Dawley dapat menurunkan jumlah sperma dan

perubahan bentuk sperma. Utami (1995) pada mencit betina infusa rimpang kunyit

mempunyai efek analgetik.

Page 4: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

2.3. Sediaan Serbuk Instant

Serbuk adalah partikel-partikel halus yang merupakan campuran homogen

dua atau lebih bahan obat yang berasal dari bahan kering. Serbuk merupakan

campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan bisa untuk pemakaian

oral atau pemakaian luar (Anonim, 1995 dalam Damayanti 2008).

Sediaan instan adalah suatu sediaan yang siap dikonsumsi (siap saji)

dengan penambahan air hangat atau air panas dan penambahan satu atau lebih

bahan tambahan, sehingga sediaan instan lebih disukai oleh masyarakat dan

rasanya juga lebih enak. Sediaan instan menghasilkan produk yang dapat larut

dalam air tanpa pembentukan gumpalan, mudah dibasahi dan cepat larut. Sediaan

instan berlangsung melalui proses berulang serbuk yang diperoleh dan diakhiri

dengan pengeringan. Pembuatan sediaan instan dilakukan dengan penambahan

bahan tambahan (Restiani, 2009).

Sediaan serbuk instan rimpang kunyit (Curcuma domestica) merupakan

sediaan dalam bentuk serbuk dan sari rebusan serbuk rimpang kunyit dengan

menambah gula sebagai bahan pengawet, pemanis serta penambah energi. Secara

umum tahapan proses instant kunyit meliputi penyiapan ekstrak kunyit dengan

penambahan gula, pengadukan secara kontinue untuk mendapatkan campuran

yang homogen, pengkristalan, pengeringan dan penyeragaman ukuran.

Kelebihan dari sediaan instan adalah dapat memberikan kenyamanan bagi

konsumen karena rasanya lebih dapat ditolelir dan praktis dalam penyajiannya,

sedangkan kekurangannya adalah memerlukan waktu cukup lama, pemanasan

yang tinggi dan penguapan yang lama dalam formulasinya sehingga zat-zat yang

tidak tahan terhadap pemanasan akan menguap atau hilang (Voigt, 1985 dalam

Restiani, 2009).

Sediaan instan rimpang kunyit merupakan sediaan dalam bentuk serbuk

yang diperoleh dari ekstrak hasil penyarian kunyit dengan penambahan gula

sebagai pengawet dan pemanis.

Page 5: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

2.3.1. Penyarian

Penyarian adalah merupakan pemindahan massa zat aktif yang semula

berada didalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam

cairan penyari. Penyarian pada umumnya akan bertambah baik bila permukaan

serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin luas. Penyarian

dilakukan pada beberapa sel yang dindingnya telah pecah, proses pembebasan sari

tidak ada yang menghalangi. Proses penyarian pada sel yang dindingnya masih

utuh, zat aktif yang terlarut pada cairan penyari dari sel, harus melewati dinding

sel. Tujuan penyarian yaitu untuk mendapatkan zat-zat berkhasiat untuk

pengobatan sebanyak mungkin supaya lebih mudah digunakan dari pada simplisia

asal (Anonim, 1995 dalam Restiani, 2009).

Penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, dan perkolasi.

Pemilihan cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria netral, tidak mudah

menguap dan tidak mudah terbakar, selektif, tidak mudah mempengaruhi zat

berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan menteri kesehatan (permenkes)

(Poersul, 2010).

2.3.2. Pemilihan Pelarut

Pelarut merupakan senyawa yang bisa melarutkan zat sehingga bisa

menjadi sebuah larutan yang bisa diambil sarinya. Menurut Poersul (2010) Pelarut

yang digunakan dalam proses ekstraksi antara lain adalah Pelarut polar (pelarut

yang larut dalam air) dan Pelarut non polar (Pelarut yang tidak larut dalam air).

Pemilihan pelarut atau cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.

Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini:

1. Murah dan mudah diperoleh

2. Stabil secara fisika dan kimia

3. Bereaksi netral

4. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar

5. Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki

6. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat

Page 6: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah

air, etanol, atau eter. Pengekstraksian pada perusahaan obat tradisional masih

terbatas pada penggunaan cairan penyari air atau etanol (Poersul, 2010).

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah air. Menurut Poersul

(2010) air sebagai penyari karena merupakan pelarut polar, murah dan mudah

diperoleh, stabil, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak beracun dan

alamiah. Air juga mempunyai kekurangan yaitu tidak selektif, sari dapat

ditumbuhi kapang dan kuman, untuk pengeringan diperlukan waktu yang lama.

Karena itu pada pembuatan sari dengan air harus ditambah zat pengawet.

2.4. Rasa Lelah

Lelah bagi setiap orang akan mempunyai arti tersendiri dan bersifat

subyektif. kelelahan merupakan kondisi kehilangan efisiensi dan penurunan

kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.

Menurut Marbun (1993) dalam Nurhayati (2008), rasa lelah merupakan

hubungan dengan aktivitas fisik berarti ketidak mampuan untuk melakukan

aktivitas tertentu. Rasa lelah dapat terjadi karena aktivitas fisik atau mental dan

dapat merupakan gejala suatu penyakit. Rasa lelah yang lama akan disertai gejala

nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tenggorokan, demam ringan dan nyeri kelenjar.

Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum.

Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot,

sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja

yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan

lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status

kesehatan, dan gizi. Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh

manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang

berhenti beraktivitas (Kyla, 2008).

Page 7: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

Grandjean (1988) mengklasifikasikan kelelahan ke dalam 7 bagian yaitu:

1. Kelelahan visual, meningkatnya kelelahan mata

2. Kelelahan tubuh secara umum, akibat beban fisik yang berlebihan

3. Kelelahan mental, disebabkan oleh pekerjaan mental atau intelektual

4. Kelelahan syaraf, disebabkan oleh tekanan berlebihan pada salah satu bagian

sistem psikomotor, seperti pada pekerjaan yang membutuhkan keterampilan

5. Pekerjaan yang bersifat monoton

6. Kelelahan kronis, kelelahan akibat akumulasi efek jangka panjang

7. Kelelahan sirkadian, bagian dari ritme siang-malam, dan memulai periode tidur

yang baru

Suma’mur (1996) menyatakan bahwa produktivitas mulai menurun setelah

empat jam bekerja terus menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan

oleh menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat

diperlukan minimal setengah jam setelah empat jam bekerja terus menerus agar

pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan menambah energi yang

diperlukan tubuh untuk bekerja.

Kelelahan akan meningkat dengan lamanya pekerjaan yang dilakukan,

sedangkan menurunnya rasa lelah adalah dengan memberikan istirahat

yang cukup, tetapi dalam penelitian ini dengan adanya perlakuan pada mencit

jantan dengan pemberian sediaan tonikum dapat menunda rasa lelah dan

meperpanjang waktu aktivitas.

Pengukuran kelelahan sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur

tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan

oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya

kelelahan akibat kerja (Grandjean, 1993 dalam Tarwaka et al, 2004).

Page 8: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

2.5. Tonikum

Menurut Ramli dan Pamoentjak (2000) dalam Damayanti (2008),

“Tonikum adalah obat yang menguatkan badan dan merangsang selera makan”.

Tonikum adalah istilah yang digunakan untuk kelas preparat obat-obatan yang

dipercaya mempunyai kemampuan mengembalikan tonus normal pada jaringan.

Tonikum mempunyai efek yang menghasilkan tonus normal yang ditandai dengan

ketegangan terus-menerus (Dorlan, 1996 dalam Damayanti, 2009).

Mutschler (1986) dalam Damayanti (2008), menyatakan bahwa efek dari

tonikum adalah berupa efek yang memacu dan memperkuat semua sistem organ

serta menstimulan perbaikan sel-sel tonus otot. Efek tonik terjadi karena efek

stimulan yang dilakukan terhadap sistem saraf pusat. Efek tonus dapat

digolongkan ke dalam golongan psikostimulansia. Senyawa ini dapat

menghilangkan kelelahan dan penat, serta meningkatkan kemampuan

berkonsentrasi dan kapasitas yang bersangkutan. “Tonik yaitu sediaan cair yang

mengandung vitamin dan mineral, serta zat pahit. Komponen lain dalam tonik

antara lain gliserofosfat dan senyawa besi” (Ramli dan Pamoentjak, 2000 dalam

Restiani, 2009).

Restiani (2009), menyatakan bahwa efek tonik yaitu efek yang memacu

dan memperkuat semua sistem dan organ serta menstimulan perbaikan sel-sel

tonus otot. Efek tonik ini terjadi karena efek stimulasi yang dilakukan terhadap

SSP (Sistem Saraf Pusat). Efek tonik dapat digolongkan ke dalam

psikostimulansia (psikotonik) yang dapat meningkatkan aktivitas psikis,

menghilangkan rasa kelelahan dan penat, serta meningkatkan kemampuan

berkonsentrasi dan kapasitas yang bersangkutan. Seperti yang dikatakan

Mutschler (1986) senyawa ini tidak memiliki khasiat antipsikotonik. Pada dosis

yang amat berlebih merupakan racun kejang. Stimulan yang dihasilkan bekerja

pada korteks yang mengakibatkan efek tahan lelah, dan stimulasi ringan. Pada

medula menghasilkan efek peningkatan pernafasan, stimulasi vasomotor dan

vagus. Euforia dapat menunda berkembangnya sikap negatif terhadap kerja yang

melelahkan (Nieforth dan Cohen, 1981 dalam Restiani, 2009).

Page 9: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

2.6. Kafein

Anonim (1995) dalam Damayanti (2008), “kafein adalah 1, 3, 7 trimetil

xantin, Pemerian berupa serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya

menggumpal, tidak berbau, mempunyai rasa pahit”.

Kafein merupakan xantin yang paling kuat, menghasilkan stimulasi

korteks dan medula dan bahkan stimulasi spiral pada dosis yang besar, kafein juga

memperpanjang waktu kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan yang

melelahkan tubuh. Sedangkan teobromin merupakan stimulan sistem saraf pusat

yang paling lemah dan bahkan mungkin tidak aktif pada manusia Nieforth &

Cohen (1981) dalam Nurhayati (2008). Seperti yang dikatakan oleh Sunaryo

(1995) dalam Nurhayati (2008), “Orang yang mengkonsumsi kafein merasakan

kekurangan rasa mengantuk, lelah dan daya pikirannya lebih cepat dan lebih

jernih”

Menurut Tjay dan Rahardja (1993) dalam Nurhayati (2008), menyatakan

bahwa kafein berguna untuk menghilangkan rasa letih dan lesu, menyegarkan

menghilangkan rasa kantuk dan meningkatkan semangat maupun kewaspadaan.

Kafein termasuk kelompok perangsang otak (stimulansia) juga bekerja terhadap

jantung yaitu memperkuat dan mempercepat detak jantung, memperbaiki

peredaran darah. Biasanya yang mengandung kafein antara lain kopi, teh, kakao,

dan cola. Dengan mengkonsumsi kafein dapat menunda waktu kelelahan hal ini

dinyatakan oleh Wilson (1993) dalam Nurhayati (2008), “Efek dominan pada pusat

psikis menyebabkan kenaikan alur penalaran, kurang mengantuk dan kelelahan

mental, memberi rasa nyaman, dan perasaan enak”.

Kafein telah digunakan dalam pengobatan sepanjang sejarah, pada sekitar

tahun 1950, orang-orang Eropa menggunakan minuman yang mengandung kafein

untuk mengobati sakit kepala, batuk, rasa pusing bahkan mencegah plag dan

penyakit-penyakit lain. Menurut Olson (2000) dalam Nurhayati (2008), “kafein

memberikan aksi stimulan sistem saraf pusat, menstimulasi jantung dan pelebaran

bronkus”.

Page 10: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

Konsumsi minuman yang mengandung kafein sebaiknya tidak lebih dari

100 mg kafein sehari, sebab konsumsi kafein 100 mg dalam sehari dapat membuat

ketagihan apabila dikonsumsi setiap hari. Ketagihan kafein menyebabkan sakit

kepala, penat pening, perasaan mudah terganggu, mual muntah, dan ketegangan

otot apabila tidak mengkonsumsi minuman mengandung kafein (Hamima, 2005

dalam Nurhayati, 2008).

Menurut Nieforth dan Cohen (1981) dalam Nurhayati (2008), kafein relatif

tidak toksik, perkiraan dosis kafein pada manusia adalah sekitar 10 gr. Meskipun

kelebihan dosis mematikan jarang terjadi, gejala yang tidak menyenangkan dapat

terjadi dengan dosis besar (250 mg atau lebih besar). Efek pusat menyerupai

keadaan cemas dan meliputi gejala sukar tidur, mudah tersinggung, gemetaran,

gugup kemampuan tereksitasi yang berlebih, hipertermia, dan sakit kepala.

Gangguan toksik pada indera berupa kepekaan yang tinggi, telinga berdengung,

silau mata, ketidak teraturan jantung, aritmia, dan hipotensi yang nyata akibat

vasodilitasi langsung.

Mutschler (1986) dalam Damayanti (2008) menyatakan bahwa, dosis

lazim penggunaan kafein 50-200 mg. Kafein bekerja pada korteks serebri. Pada

orang yang lelah, gejala kelelahan akan hilang dan kemampuan psikis akan

meningkat. Orang yang tidak lelah dan segar, tidak akan terpengaruh

kemampuannya jika menggunakan kafein. Kafein merupakan obat pilihan untuk

memperoleh efek stimulan pada sistem syaraf pusat. Aksi stimulan ini

menghindari kelelahan dan mengantuk.

2.7. Hewan uji

Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan putih.

Mencit bersifat mudah ditangani, penakut, cenderung berkumpul dengan

sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi dan lebih aktif pada

malam hari. Mencit cenderung menggigit, maka sebaiknya ditangkap dengan

memegang ekor pada dekat pangkalnya kemudian diangkat cepat-cepat dan

diletakkan di atas ram kawat, kemudian ditarik pelan-pelan dan dipegang

tengkuknya pada kulit yang longgar dengan menggunakan ibu jari dan jari

Page 11: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

telunjuk tangan kiri. Dengan tangan yang sama ekor dijepit menggunakan jari

kelingking. Sebelum mencit diberi perlakuan, mencit dapat dipegang ekornya dan

digoyang-goyangkan supaya tidak membalik diri dan merangkak ketangan

pemegang (Smith dan Mangkoewidjoyo, 1988 dalam Restiani, 2009)

2.8. Pemberian Per Oral

Pemberian obat per oral adalah bila obat diberikan melalui mulut, masuk

ke kerongkongan dan akhirnya masuk ke dalam saluran gastrointestinal. Efek

yang dihasilkan dari pemberian oral bisa sistemik pada tubuh. Selama ini Obat

tradisional dengan cara pemberian per oral termasuk sediaan serbuk instant

diberikan per oral dengan harapan memiliki efek tonikum.

2.9. Uji Efek Tonik

Turner (1965) dalam Restiani (2009), menyatakan bahwa metode uji efek

tonik berdasarkan metode Natatory Exhaustion yaitu merupakan metode skrining

farmakologi yang dilakukan untuk mengetahui efek obat yang bekerja pada

koordinasi gerak terutama penurunan kontrol saraf pusat. Uji ini dilakukan

terhadap hewan uji mencit putih galur Balb-C menggunakan peralatan berupa

tangki air berukuran luas alas 50 x 30 cm, ketinggian air 18 cm, dengan

pemberian gelombang buatan.

Natatory exhaustion merupakan metode skrining farmakologi untuk

mengetahui efek obat yang bekerja pada koordinasi gerak terutama penurunan

kontrol saraf pusat, selain itu juga dapat menguji peningkatan kontrol saraf pusat.

Metode ini dapat digunakan untuk menguji efek tonik dari sediaan tonikum yang

bersifat menguatkan tubuh dan dapat meningkatkan aktivitas kerja dalam

menjalankan aktivitas (Turner, 1965 dalam Damayanti, 2008)

Efek secara fisik dapat diketahui berdasarkan:

a. Perpanjangan waktu kerja (ditunjukkan dengan kerja fisik yang bertambah

lama atau terjadi penambahan daya tahan pada hewan uji setelah perlakuan).

b. Peningkatan kapasitas kerja (ditunjukkan dengan kondisi fisik yang meningkat

pada hewan uji setelah perlakuan)

Page 12: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

c. Adanya perlakuan dengan sediaan tonikum diharapkan dapat menunda

terjadinya kelelahan

Uji dilakukan dengan cara memasukkan hewan uji ke dalam tangki air,

mencatat waktunya. Hewan uji dikatakan lelah ketika membiarkan kepalanya

berada di bawah permukaan air selama lebih dari 7 detik. Waktu telah dicatat

sebagai interval dari waktu memasukkan hewan uji ke dalam tangki air hingga

timbul lelah (Turner, 1965 dalam Damayanti, 2008). Prinsip kerja dari uji efek

tonik dengan metode natatory exhaustion adalah pengujian efek dari sediaan

tonikum pada hewan uji berdasarkan peningkatan aktivitas yang terlihat dari

peningkatan kerja secara langsung berupa penambahan waktu (menit) selama

hewan uji berenang dalam tangki berisi air.

Page 13: polije-12444111-sitinurami-1644-14-14.bab-a

2.10. Kerangka Penelitian

Kerangka konseptual penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada

gambar 2.10

Gambar 2.10 Kerangka Penelitian

2.11. Hipotesis

2.11.1 H-0 Sediaan serbuk instant rimpang kunyit (Curcuma domestica) tidak

memiliki efek tonik terhadap mencit jantan galur Balb-C.

2.11.2 H-1 Sediaan serbuk instan rimpang kunyit (Curcuma domestica)

mempunyai efek tonik terhadap mencit jantan galur Balb-C.

Uji tonik tanpa perlakuan

Mencit jantan

sehat

Analysis of

varian

(ANAVA)

Efek farmakologi (waktu dicatat sebagai interval mulai dari memasukkan

mencit ke dalam tangki air hingga timbul lelah)

Uji BNT 5% Hipotesis

Kafein 100

mg/50 kg

bb

Gula 100

mg/kg bb

Instant

Kunyit 100

mg

Instant

Kunyit 150

mg/kg bb

Instant Kunyit

200 mg/kg bb

Perlakuan